Upload
ida-bagus-indrayana
View
255
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah pbl blok 15 tinea kruris
Citation preview
Makalah Mandiri
Blok 15
Skin & Integumen
Disusun oleh :
Nama : Esti Oktafani
NIM : 10.2009.150
Kelompok : C 5
Email : [email protected]
Program Studi Sarjana Kedokteran
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
(Jl. Terusan Arjuna No 6, Jakarta 11510)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba dan menjamin kelangsungan hidup.kulit pun
menyokong penampilan dan kepribadian seseorang.dengan demikian kulit pad manusia
mempunyai peranan yang sangat penting,selain fungsi utama yang menjalin kelangsungan hidup
juga mempunyai arti lain yaitu estetik.fungsi utama kulit ialah proteksi,absorpsi,ekskresi dan
keratinasi Dinegara yang beriklim tropis dengan kelembaban udara relatif tinggi , akan
menyebabkan mudah berpeluh, memicu terjadinya penyakit jamur.Pada infeksi kulit karena
jamur selain gatal gejalanya berupa bercak putih bersisik halus atau bintil merah . Tanda awal
kulit terkena infeksi jamur adalah rasa gatal yang hebat saat kulit berkeringat1 .Gejala penyakit
jamur pada kulit juga bergantung pada bagian kulit yang terkena serta jenis jamur penyebabnya .
Pada dasarnya jamur paling sering menyerang lokasi yang lembab dan orang yang kurang
menjaga kebersihannya.infeksi pada penyakit kulit dapat ditimbulkan juga dari jamur.golongan
jamur yang menyerang ini mempunyai sifat mencernakan keratin.golongan dermatofita termasuk
kelas fungi imperfecti yang terbagi dalam 3 genus yaitu:microsparum,trichopyton dan
epidermiphyton pada dermatofitosis dapat menyerang stratum korneum pada epidermis,rambut
dan kuku.dermatofitosis sendiri berdasarkan tubuh yang diserang terbagi menjadi tinea
kapitis,tinea barbe,tinea kruris,tinea pedis,tinea unguium dan tinea korporis.
1.2 Tujuan
Untuk memahami perjalanan penyakit yang diawali bercak merah pada kedua lipatan paha
terutama pada cuaca panas dan disertai dengan berkeringat mulai dari
anamnesis,pemeriksaan,diagnosis,epidemiologi,etiologi,patofisiologi,penatalaksanaan(medikame
ntosa dan non medikamentosa),komplikasi,pencegahan,prognosis dan morfologi jamur.
1
BAB II
Pembahasan
Istilah dermatofitosis harus dibedakan dengan dermatofikosis.dermatofitosis telah jelas pada
definisi diatas,sedangkan dermatomikosis mempunyai arti umum yaitu semua penyakit jamur
yang menyerang kulit.pada dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat
tanduk misalnya stratum korneum pada epidermidis,rambut dan kuku yang disebabkan oleh
golongan jamur dermatofita.golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin
dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti yang terbagi dalam 3 genus
yaitu:microsparum,trichopyton dan epidermiphyton(EMMONS,1934).Menurut RIPPON(1974)
selain sifat keratolitik masih banyak sifat yang sama diantara dermatofita misalnya sifat
faali,taksonomis,antigenic,kebutuhan zat makanan untuk pertumbuhannya dan penyebab
penyakit.hingga kini dikenal sekitar 41 spesies dermatofita masing masing 2 spesies
epidermophyton,17 spesies microsporum dan 21 spesies trichopyton.pada tahun tahun terakhir
ditemukan bentuk bentuk sempurna yang terbentuk. Dinegara yang beriklim tropis dengan
kelembaban udara relatif tinggi , akan menyebabkan mudah berpeluh, memicu terjadinya
penyakit jamur.Pada infeksi kulit karena jamur selain gatal gejalanya berupa bercak putih
bersisik halus atau bintil merah1. Tanda awal kulit terkena infeksi jamur adalah rasa gatal yang
hebat saat kulit berkeringat .Gejala penyakit jamur pada kulit juga bergantung pada bagian kulit
yang terkena serta jenis jamur penyebabnya . Pada dasarnya jamur paling sering menyerang
lokasi yang lembab dan orang yang kurang menjaga kebersihannya dermatofitosis sendiri
berdasarkan tubuh yang diserang terbagi menjadi tinea kapitis,tinea barbe,tinea kruris,tinea
pedis,tinea unguium dan tinea korporis.
a. Tinea kapitis
berbagai spesies daripada Microsporum dan Trichophyton.distribusi geografik: terdapat baik di
daerah tropis maupun sub tropis.patologi dan gejala klinik kelainan ini mengenai kulit dan
rambut kepala dan lebih banyak terdapat pada anak,kelainan kulit mungkin berat atau ringan
tergantung dari penyebabnya jamur zoofilik dan geofilik dapat menimbulkan kerion, yaitu
kelainan yang bersifat akut disertai peradangan dan pembentukan nanah.rambut yang terinfeksi
tidak mengakibatkan terjadinya alpesia (botak)Pada infeksi endoteriks jamur tampak sebagai
2
spora-spora di dalam rambut kelainan ini disebabkan oleh jamur. T tonsavenis, T violaceum dan
T schoenteini.rambut yang terinfeksi patah pada permukaan kulit dan tampak sebagai titik-titik
hitam (black dots) kelainan ini ditemukan di Indonesia. pada infeeksi Ektontes jamur tampak
sebagai hifa atau spora di dalam dan di luar rambut.penyakit ini disebabkan oleh spesies-spesies
olain dari Tricophyton dan microsposum pada infeksi rambut parah diatas permukaan kulit. Pada
tinea kapitis yang disebabkan oleh M.canis dan M.gypseum tampak fluoresensi hijau kekuningan
bila disinari dengan sinar ultraviolet (woods light) reaksi positif tidak khas (tidak hijau
kekuningan) spesies jamur lainnya member efek negative.
b. Tinea barbe
Penyebab oleh berbagai spesies jamur yang zoofilik misalnya T verrocosum.distribusi geografik
penyakit ini belum pernah ditemukan di Indonesia.patologi dan gejala klinis kelainan pada kulit
disertai folikulitis (radang pada folikel rambut)terdapat di daerah dagu dan bagian bagian lain
muka dan leher. Bila disebabkan oleh jamur zoofilik lama kelamaan ini dapat menyebabkan
semua rambut yang terkena penyakit menjadi rontok,orang dapat sembuh tanpa pengobatan.
c. Tinea kruris
Penyebab ialah spesies dari pada Microsporum Trichophton dan Epidermphyton
floecesum.distribusi geografik : penyakit terdapat baik di darerah tropic maupun di daerah dingin
banyak ditemukan di Indonesia.patologi dan gejala klinik : kelainan mengenai kulit di daerah
inguinalis, paha bagian dalam dan perineum,kelainannya seperti telah diterangkan dibagian
umum. Lesi kulit dapat terbatas pada daerahgenito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah
sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Tinea cruris
mempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch, ringworm of the groin, dhobie itch
(Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005).kelainan kulit yang tampak pada paha merupakan lesi berbatas
tegas.peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya.enflorensi terdiri atas macam
bentuk primer dan sekunder,dapat berupa bercak hitam maupun sedikit sisik.erosi dan keluarnya
cairan biasanya akibat garukan2.
d. Tinea pedis
Penyebab utama ialah spesies Trichopyton dan E Floecosum.pada distribusi geografik : penyakit
ini terdapat baik didaerah tropic maupun daerah lainnya terdapat di Indonesia.patologi dan gejala
3
klinik : kelainan mengenai kulit di antara jari-jari kaki, terutama antara jari ke 3-4 dan ke 4-5
telapak kaki juga bagian lateral kaki merupakan celah-celah bersisik,kadang-kadang dengan
infeksi sekunder oleh bakteri sehingga menimbulkan rasa nyeri.
e. Tinea unguium
penyebab kelainan ini disebabkan oleh jamur dermatofita biasanya spesies floecosum dan genus
Therophyton pernah dilaporkan genus. Microsporum menginfeksi kuku.distribusi geografik :
penyakit ini terdapat diseluruh dunia, juga di Indonesia.Patologi dan gejala klinik kelainan hanya
mengenai satu kuku atau lebih,permukaan kuku tidak rata kuku menjadi rapuh atau keras
kelainan kuku terasanya mulai dari bagian distal.Penyembuhan ini memerlukan waktu beberapa
bulan sampai beberapa tahun.
f. Tinea korporis
Penyebab spesies dari mikrosporum, Tricophyton dan flocostum.distribusi geografik : penyakit
terdapat terutama di daerah tropic, banyak terdapat di Indonesia.patologi dan gejala klinis
kelainan mengenai kulit badan, tangan dan tungkai. Kelainan pada bagian badan yang tertekan
oleh sesuatu misalnya tali pinggang biasanya disebabkan oleh T.rubrum.
Pada kasus yang kami bahas bahwa pasien mendapat gejala klinis berawal dari bercak merah
pada kedua lipatan paha terutama pada cuaca panas dan disertai dengan berkeringat.dalam hal ini
hal yang pertama dilakukan sebagai dokter ialah melakukan anamnesis.
1. Anamnesis
Bila penderita datang pertama kali pada dokter dapat ditanyakan kepada pasien berobat untuk
penyakit keluhan apa.hal yang penting ditanyakan pada penderita adalah riwayat
penyakit,penggunaan obat obat untuk penyakit yang dideritanya maupun penyakit lain,penyakit
yang diderita oleh anggota keluarga lain,penyakit penyakit yang diderita masa lampau dan
kebiasaan tertentu.anamnesis tidak perlu lebih terperinci akan tetapi dapat dilakukan lebih
terarah pada diagnosis banding.biasanya pada penderita tinea cruris Keluhan penderita adalah
rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan dapat meluas ke sekitar anus, intergluteal
sampai ke gluteus2. Dapat pula meluas ke supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal
akan semakin meningkat jika banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah
memiliki keluhan yang sama. Pasien berada pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai
4
pakaian ketat, bertukar pakaian dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita diabetes mellitus.
Penyakit ini dapat menyerang pada tahanan penjara, tentara, atlit olahraga dan individu yang
beresiko terkena dermatophytosis.
2. Pemeriksaan fisik dan penunjang
a. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang local berawal pada inspeksi diperhatikan
lokalisasi,warna,bentuk,ukuran,penyebaran,batas dan eflorensi yang khusus.bila terdapat
kemerahan pada kulit ada 3 kemungkinan eritema,purpura dan talangiektasis cara
membedakannya yakni ditekan dengan jari dan digeser.pada eritema warna kemerahan akan
hilang dan warna tersebut akan kembali setelah jari dilepaskan karena terjadi vasodilatasi
kapiler.sebaliknya pada purpura tidak menghilang sebab terjadi pendarahan di kulit demikian
juga talangiekstasis akibat penebalan kapiler yang menatap.pada hal ini tampak kapiler yang
berbentuk seperti tali yang berkelok kelok dapat bewarne merah atau biru.setelah inspeksi selesai
dilakukan palpasi pada pemeriksaan ini perlu diperhatikan adanya tanda tanda radang akut atau
tidak misalnya dolor,kalor,fungiolesa ada tidaknya indurasi,fluktuasi dan pembesaran kelenjar
regional maupun generalisata.setelah pemeriksaan dermatologik(inspeksi&palpasi)dan
pemeriksaan umum selesai dapat dibuat diagnosis sementara dan diagnosis banding.pada pasien
tine cruris pemeriksaan fisik yang dilakukan Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk
yang primer dan sekunder. Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari
papula atau pustula.3 Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula
hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat
menimbulkan gambaran likenifikasi.Manifestasi tinea cruris yaitu Makula eritematus dengan
central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha, dan proksimal dari abdomen bawah dan
pubis,daerah bersisik,pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif,pada infeksi
kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi,area sentral
biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus yang tersebar dan sedikit
skuama,penis dan skrotum jarang atau tidak terkena,perubahan sekunder dari ekskoriasi,
likenifikasi, dan impetiginasi mungkin muncul karena garukan,infeksi kronis bisa oleh karena
pemakaian kortikosteroid topikal sehingga tampak kulit eritematus, sedikit berskuama, dan
5
mungkin terdapat pustula folikulerdan hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan
dengan tinea pedis (Wiederkehr, Michael. 2008).
Gambar 1.1 Tinea cruris with red annular scaly plaque
b. Pemeriksaan penunjang
Pada tinea kruris, bahan untuk pemeriksaan jamur sebaiknya diambil dengan mengerok tepiles i
yang meninggi atau aktif. Khusus untuklesi yang berbentuk lenting-lenting, seluruh atapnya
harus diambil untuk bahan pemeriksaan. Pemeriksaan mikroskopik (dengan menggunakan
mikroskop) secara langsung menunjukkan artrospora (hifa yang bercabang) yang khas pada
infeksidermatofita Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk
mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang sebelumnya dibersihkan
dengan alkohol 70%.4 .
a. Pemeriksaan dengan sediaan basah
Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi lesi dengan
memakai scalpel atau pinggir gelas → taruh di obyek glass → tetesi KOH 10-15 % 1-2
tetes → tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan → lihat di mikroskop dengan
pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat,
dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama atau
sudah diobati, dan miselium
b. pemeriksaan kultur dengan Sabouraud agarPemeriksaan ini dilakukan dengan
menanamkan bahan klinis pada medium saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol
6
c. dan cyclohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk menghindarkan kontaminasi bakterial
maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu (Wiederkehr,
Michael. 2008)
d. Punch biopsi dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun
sensitifitasnya dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc Acid–Schiff, jamur
akan tampak merah muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan
tampak coklat atau hitam (Wiederkehr, Michael. 2008).
Gambar 1.2 Pengecatan dengan (hematoxylin and eosin stain).
e. Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma dimana
akan tampak floresensi merah bata(Wiederkehr, Michael. 2008) Kebanyakan
dermatofitosis tidak fluorensen termasuklah penyebab tinea kruris. Pemeriksaan cahaya
Wood dapat membantu membezakan erithrasma yang disebabkan oleh bakteria
Corynebacterium minutissimum, yang fluoresen merah , dan tinea cruris, yang tidak
fluoresen.apabila positif, uji Wood ini dapat membantu menentukan lamanya infeksi,
respon dan rawatan yang harus diberi3, 4
3. Diagnosis
a. working diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan melihat
gambaran klinis dan lokasi terjadinya lesi serta pemeriksaan penunjang seperti yang telah
disebutkan dengan menggunakan mikroskop pada sediaan yang ditetesi KOH 10-20%,
untuk mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah dari api
kecil.pada saat mulai keluar uap dari sediaan tersebut maka terbentuk kristal KOH
sehingga untuk melihat elemen jamur lebih nyata ditambahkan pada sediaan KOH
misalnya tinta parker superchroom blue black selain itu daapat juga dilakukan sediaan
biakan pada medium Saboraud(ditambahkan antibiotik saja atau ditambah pula
klorheksimid.kedua zat tersebut diperlukan untuk menghindarkan kontaminasi bakteri
7
maupun jamur kontaminan), punch biopsi, atau penggunaan lampu wood.pada sediaan
kulit yang terlihat adalah hifa sebagai dua garis sejajar terbagi oleh sekat dan bercabang
maupun spora berderet pada kelainan kulit lama dan atau sudah diobati.
b. Different diagnosis
Psoriasis penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai
dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-
lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Tempat
predileksi pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas ekstensor
terutama siku serta lutut dan daerah lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak eritema
yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi
pada stadium penyembuhan sering bagian di tengah menghilang dan hanya terdapat di
pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan.
Besar kelainan bervariasi dapat lentikular, numular atau plakat, dapat
berkonfluensi.biasanya penderita mengeluh gatal ringan.psoariasis juga dapt menyebabkan
kelainan kuku.kelainan yang khas adalah kuku keruh ,tebal bagian distalnya terangkat
pada lapisan tanduk di bawahnya,selain di kuku dapat juga di sendi umumnya bersifat
poliartikular kemudian terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks.
Gambar 1.3 Gejala Psoariasis
8
Candidosis intertriginosa->Kandidosis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh
spesies Candida biasanya oleh Candida albicans yang bersifat akut atau subakut dan dapat
mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki.Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat
menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.Patogenesisnya dapat terjadi
apabila ada predisposisi baik endogen maupun eksogen. Faktor endogen misalkan
kehamilan karena perubahan pH dalam vagina, kegemukan karena banyak keringat,
debilitas, iatrogenik, endokrinopati, penyakit kronis orang tua dan bayi, imunologik
(penyakit genetik). Faktor eksogen berupa iklim panas dan kelembapan, kebersihan kulit
kurang, kebiasaan berendam kaki dalam air yang lama menimbulkan maserasi dan
memudahkan masuknya jamur, kontak dengan penderita.dapat mengenai daerah lipatan
kulit, terutama ketiak, bagian bawah payudara, bagian pusat, lipat bokong, selangkangan,
dan sela antar jari; dapat juga mengenai daerah belakang telinga, lipatan kulit perut, dan
glans penis (balanopostitis). Pada sela jari tangan biasanya antara jari ketiga dan keempat,
pada sela jari kaki antara jari keempat dan kelima, keluhan gatal yang hebat, kadang-
kadang disertai rasa panas seperti terbakar.Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil
berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas,
berupa lenting-lenting yang dapat berisi nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm, bercak
kemerahan, batas tegas, Pada bagian tepi kadang-kadang tampak papul dan skuama. Lesi
tersebut dikelilingi oleh lenting-lenting atau papul di sekitarnya berisi nanah yang bila
pecah meninggalkan daerah yang luka, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti
lesi utama. Kulit sela jari tampak merah atau terkelupas, dan terjadi lecet. Pada bentuk
yang kronik, kulit sela jari menebal dan berwarna putih. 3,5.
Gambar 1.4 Gejala kandidosis
Erytrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh
Corynebacterium minitussismum, ditandai lesi berupa eritema dan skuama halus terutama
di daerah ketiak dan lipat paha. Gejala klinis lesi berukuran sebesar milier sampai plakat.
Lesi eritroskuamosa, berskuama halus kadang terlihat merah kecoklatan.
9
Variasi ini rupanya bergantung pada area lesi dan warna kulit penderita. Tempat predileksi
kadang di daerah intertriginosa lain terutama pada penderita gemuk. Perluasan lesi terlihat
pada pinggir yang eritematosa dan serpiginose. Lesi tidak menimbul dan tidak terlihat
vesikulasi. Efloresensi yang sama berupa eritema dan skuama pada seluruh lesi merupakan
tanda khas dari eritrasma. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada perabaan
terasa berlemak. Pada pemeriksaan dengan lampu wood lesi terlihat berfluoresensi merah
membara (coral red) (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)
Gambar 1.5 Gejala erytrasma
Dermatitis Seboroik merupakan penyakit inflamasi konis yang mengenai daerah kepala
dan badan. Prevalensi Dermatitis Seboroik sebanyak 1-5% populasi.Lebih sering terjadi
pada laki-laki daripada wanita. Penyakit ni dapat mengenai bayi sampa orang dewasa.
Umumnya pda bayi terjadi pada usia 3 bulan sedang pada dewasa pada usia 30-60 tahun.
Kelainan kulit berupa eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan dengan
batas kurang tegas. Pada daerah badan, lesinya bisa berbentuk seperti lingkaran dengan
penyembuhan sentral. Di daerah intertrigo, kadang-kadang bisa timbul fisura sehingga
menyebabkan infeksi sekunder Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak
berskuama dan berminyak disertai eksudat dan krusta tebal. erpengaruh pada daerah kulit
yang mengandung kelenjar sebasea dalam frekuensi tinggi dan aktif. Distribusinya
simetris dan biasanya melibatkan daerah berambut pada kepala meliputi kulit kepala, alis
mata, kumis dan jenggot. Adapun lokasi lainnya bisa terdapat pada dahi, lipatan
nasolabial, kanalis auditoris external dan daerah belakang telinga. Sedangkan pada tubuh
dermatitis seboroik dapat mengenai daerah presternal dan lipatan-lipatan kulit seperti
aksila, pusar, inguinal, infra mamae, dan anogenital.
10
Gambar 1.6 Gejala Dermatitis Seboroik Pada Bayi
Pitiriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai dengan
lesi awal berbentuk eritema dan skuama halus. Lesi awal berupa herald patch, umumnya
di badan, soliter, bentuk oval dan terdiri atas eritema serta skuama halus dan tidak
berminyak di pinggir. Lesi berikutnya lebih khas yang dapat dibedakan dengan Tinea
Cruris, yaitu lesi yang menyerupai pohon cemara terbalik. Tempat predileksinya juga
berbeda, lebih sering pada badan, lengan atas bagian proksimal dan paha atas, jarang pada
kulit kepala.
4. Epidemiologi
Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis. Angka
kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan perempuan.
Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea cruris.Jamur ini sering terjadi pada
orang yang kurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor
dan lembab (Wiederkehr, Michael. 2008) 5
5. Etiologi
Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton rubrum (90%) dan Epidermophython
fluccosum Trichophyton mentagrophytes (4%), Trichopyhton tonsurans (6%)(Boel,
Trelia.Drg. M.Kes.2003) Lelaki lebih sering terkena daripada wanita. Maserasi dan
oklusi kulit lipat paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang akan
memudahkan infeksi. Tinea kruris biasanya timbul akibat penjalaran infeksi dari bagian
tubuh lain. Jangkitan juga dapat terjadi melalui sentuhan langsung dengan individu yang
terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya tuala,
seluar, tempat tidur hotel dan lain-lain.
6. Patofisiologi
penyebab tersering tinea kruris termasuklah Trichophyton rubrum dan Epidermophyton
floccosum; kadang dijumpai juga Trichophyton mentagrophytes and Trichophyton
11
verrucosum . Tinea kruris adalah penyakit infeksi berjangkit yang dapat ditularkan
melalui pakaian atau bahan yang dipakai yang terkontaminasi, seperti tuala,bantal, atau
oleh autoinokulasi dari reservoir dari tangan atau kaki (tinea manuum, tinea pedis, tinea
unguium). Agen penyebab ini menghasilkan keratinases enzim yang bersifat toksin, yang
membenarkan invasi ke dalam lapisan sel tanduk pada epidermis. Respon imun badan
akan menghalang invasi lebih dalam. Menyebabkan mangsa merasa gatal atau sedikit
panas di tempat tersebut akibat timbulnya peradangan dan iritasi. .Faktor risiko infeksi
awal atau kekambuhan adalah memakai pakaian ketat atau basah. Peluh yang berlebihan
di kawasan tertentu. Cara penularan jamur dapat secara angsung maupun tidak langsung.
Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik
dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman,
kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen penyebabjuga dapat ditularkan melalui
kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea
pedis, tinea inguium, dan tinea manum. Jamur ini menghasilkan keratinase yang
mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan invasi ke stratum korneum. Infeksi
dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang
mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan
menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum
menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi (ringworm).
Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu reaksi
peradangan.Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit
adalah
a. Faktor virulensi dari dermatofita Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah
jamur antropofilik, zoofilik, geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur
berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal afinitas terhadap manusia maupun
bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum jarang menyerang rambut,
Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha bagian dalam
b. Faktor trauma->Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang
jamur.
12
c. Faktor suhu dan kelembapan.kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap
infeksi jamur, tampak pada lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada
lipat paha, sela-sela jari paling sering terserang penyakit jamur.
d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan.Faktor ini memegang peranan penting
pada infeksi jamur dimana terlihat insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan
ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik
e. Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)
7. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur topikal saja
dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa formulasi.
Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan jarang ditemukan
efek samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu. Terapi
dioleskan sampai 3 cm diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu
setelah lesi menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan
terapi topikal, intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik
hendaknya cek terlebih dahulu interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring
terhadap fungsi hepar apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu.
Pengobatan anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam empat golongan
yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya seperti
siklopiros,tolnaftan, haloprogin.Golongan azole ini akan menghambat enzim lanosterol
14 alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke ergosterol),
dimana truktur tersebut merupakankomponen penting dalam dinding sel jamur. Golongan
Alynamin menghambat keja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang
mengubah squalene ke ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel
dan menyebabkan kematian sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut
mengakibatkan kerusakan membran sel sehingga ergosterol tidak terbentuk. Golongan
benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan sama dengan golongan alynamin
sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole. Pengobatan tinea cruris
tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik5:
13
Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:
^golongan Azol
a.Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan
dalam pengobatan tinea cruris karena bersifat broad spektrum antijamur yang
mekanismenya menghambat pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran
sel sehingga sel-sel jamur mati. Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi
setelah 4 minggu jika tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama
seperti dewasa. Obat ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion. Diberikan 2
kali sehari selama 4 minggu. Tidakada kontraindikasi obat ini, namun tidak dianjurkan
pada pasien yang menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan hinari
kontak mata.
b.Mikonazole (icatin, Monistat-derm)Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel
jamur yang rusak akanmenghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas
membran sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk
cream 2%, solution, lotio, bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan
pada anak sama dengan dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan
hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
c.Econazole (Spectazole)Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan
dengan kulit yaitu menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga
mengganggu permeabilitas dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati.
Pengobatan dengan ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan
sebanyak 2kali atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan pada pasien yang
menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
d.Ketokonazole (Nizoral)Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang
bersifat broad spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel
jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat
dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan
hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
e.Oxiconazole (Oxistat)Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan
menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan
14
jamur mati. Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu.
Tersedia dalam bentk cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun
penggunaan sama dengan orang dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang
menunjukkan hipersensitivitas dan hanya digunakan untuk pemakaian luar.
f.Sulkonazole (Exeldetm)merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik
tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran
komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia dalam bentuk cream
1% dan solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang
dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).
^ Golongan alinamin
a.Naftifine (Naftin)Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik
dari alinamin yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga
menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine dievaluasi
setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk 1% cream dan
lotion.Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4 kali sehari selama 2-
4minggu).
b.Terbinafin (Lamisil)Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat
skualen epoxide yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang
menghasilkan kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur. Secara luas
pada penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin. Terbenafine dapat
ditoleransi penggunaanya pada anak-anak. Digunakan selama 1-4 minggu
^ Golongan Benzilamin
a. Butenafine (mentax)Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin.
Kerusakan membran sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya.
Digunakan dalam bentuk cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak
dianjurkan. Untuk dewasa dioleskan sebanyak 4kali sehari.
^ Golongan lainnya-> Siklopiroks (Loprox) Memiliki sifat broad spektrum anti
fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi DNA.Haloprogin (halotex) Tersedia
dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 2-4minggu dan
dioleskan sebanyak 3kali sehari,Tolnaftate tersedia dalam cream 1%,bedak,solution.
15
Dioleskan 2kali sehari selama 2-4 minggu(Wiederkehr, Michael. 2008).
Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas atau gagal
dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang digunakan dalam
pengobatan tinea cruris:
a. Ketokonazole Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral
yangberspektrum luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari selama 2-4
minggu.
b. Itrakonazole Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral
yang berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan
menghambat sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan
komponen penting pada selaput sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa
itrakonazole lebih baik daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah
perawatan. Dosis dewasa 200mg po selam 1 minggu dan dosis dapat dinaikkan
100mg jika tidak ada perbaikan tetpi tidak boleh melebihi 400mg/hari.Untuk anak-
anak 5mg/hari PO selama 1 minggu. Obat ini dikontraindikasikan pada penderita
yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama dengan cisapride karena
berhubunngan dengan aritmia jantung5.
c.Griseofulfin Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel
jamur dengan mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat
keefektifannya dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg
microsize (330-375 mg ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25
mg/kg/hari Po atau 20 mg microsize /kg/hari
c.Terbinafin Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada
anak pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan:12-20kg :62,5mg/hari
selama 2 minggu,20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu dan>40kg:250mg/ hari
selama 2 minggu
b. non medikamentosa
Edukasi kepada pasien di rumah:anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering,bila
gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi,jaga kebersihan
kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti pakaian yang
16
lembab,gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat
seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari,untuk menghindari penularan penyakit
pakaian dan handuk yang digunakan penderita harus segera dicuci dan direndam air
panas dan yang paling penting4, 6.
8. Komplikasi
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain. Pada infeksi
jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit
9. Pencegahan
berupa pendidikan kepada pasien dan penjagaan kebersihan diri(menjaga tubuh supaya
tidak lembab,mengganti pakaian lembab, jangan menggaruk2 tempat yg ada jamur tsb,
sebab bisa menular ketempat lain,gunakan pakaian yang dapat menyerap keringat,jangan
bertukar2 handuk, sabun,pakaian dan tentunya rajin mandi)
10. Prognosis
penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan kelembapan dan
kebersihan kulit selalu dijaga.jika terapi dan pengobatan yang dilakukan bagus tetapi
rekuren dapat terjadi jika pasien tidak menjaga kebersihan dan hygiene tempat yang
terkena infeksi jamur itu dengan baik antaranya dengan memastikan sentiasa kering,
mengelakkan memakai pakaian ketat, meletakkan bedak anti jamur selepas mandi dan
memastikan tempat tersebut setiasa kering untuk mengelakkan jamur tumbuh.
11. Morfologi jamur
Trichophyton rubrum
Jamur sangat erat hubungannya dengan manusia. Sedemikian eratnya sehingga manusia
tak terlepas dari jamur. Jamur bisa hidup dan tumbuh di mana saja, baik di udara, tanah,
air, pakaian, bahkan di tubuh manusia sendiri. Indonesia sebagai negara tropis menjadi
lahan subur tumbuhnya jamur khususnya jamur Trichophyton rubrum. Oleh sebab itu,
penyakit- penyakit akibat jamur ini seringkali menjangkiti masyarakat. Trichophyton
rubrum menyerang jaringan kulit dan menyebabkan beberapa infeksi kulit antara
lain :Tinea pedis (”athlete’s foot”) yang berlokasi diantara jari- jari kaki, infeksi ini
banyak terdapat pada orang yang kerap memakai sepatu, (orang Jawa menyebutnya
”rangen”),
17
Tinea cruris (”jock itch”) yang berlokasi di lipatan paha, Tinea barbae yang berlokasi di
rambut janggut, dan Tinea unguium yang berlokasi di kuku tangan mapun kaki.
Taksonomi dari Trichophyton rubrum adalah sebagai berikut :
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Euascomycetes
Order : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Trichophyton
Species : Trichophyton rubrum
Pada jamur ini, mikrokonidia adalah bentuk spora yang paling banyak. Mikrokonidia
berdinding halus, berbentuk tetesan air mata sepanjang sisi- sisi hifa, pada beberapa strain
terdapat banyak mikrokonidia bentuk ini. Koloni sering menghasilkan warna merah pada
sisi yang sebaliknya. Beberapa strain dari T. rubrum telah dibedakan yaitu : T. rubrum
berbulu halus dan T. rubrum tipe granuler. T. rubrum berbulu halus mempunyai
karakteristik yaitu produksi mikrokonidia yang jumlahnya sedikit, halus, tipis, kecil, dan
tidak mempunyai makrokonidia. Sedangkan karakteristik T. rubrum tipe granuler yaitu
produksi mikrokonidia dan makrokonidia yang jumlahnya sangat banyak. Mikrokonidia
berbentuk clavate dan pyriform, makrokonidia berdinding tipis, dan berbentuk seperti
cerutu. T. rubrum berbulu halus adalah strain jamur yang paling banyak menginfeksi
manusia. Strain ini dapat menyebabkan infeksi kronis pada kulit. Sedangkan T. rubrum
tipe granuler menyebabkan penyakit Tinea corporis.
Faktor- faktor pencetus infeksi jamur antara lain : lembab dan panas dari lingkungan,
friksi atau truma minor, misalnya gesekan pada paha orang gemuk, keseimbangan flora
normal tubuh terganggu karena pemakaian antibiotic atau hormonal dalam jangka
panjang, penyakit tertentu misalnya HIV/ AIDS dan diabetes, kehamilan dan menstruasi
(kedua kondisi ini terjadi karena ketidakseimbangan hormon dalam tubuh sehingga
rentan terhadap jamur) 6.
18
Gambar 1.7 Morfologi Trichypiton rubrum
Epidermophyton floccosum
mempunyai makrokonidia berbentuk gada berdinidng tebal dan terdirin atas 2-4 sel dan
tersusun pada satu konidiofora.beberapa makrokonidia ini tersusun pada satu konidiofor
mempunyai bentuk hifa yang lebarnya biasanya mikrokonidia tidak ditemukan.pada
gambaran mikroskopis bentuk hifa lebar,dan tersusun pada satu konidiofora,mikrokonidia
biasanya tidak ditemukan dan hal ini menyebabkan penyakit pada kelainan kulit
contohnya pada tinea korporis,tinea cruris dan tinea pedis.
Gambar 1.8 Epidermophyton floccosum
Tricophyton mentagrophytes bersifat antropofilik.gambaran mikroskopis makrokonidia
seperti tricophyton rubrum,mikrokonidia kecil berbentuk bult dan membentuk banyak hifa
spiral menyebabkan kelainan pada rambut,kulit seperti penyakit tinea kapitis,tinea
korporis,tinea cruris dan tinea pedis.dengan corn meal agar atau potato dextrose agar maka
tricphyton bewarna merah sedangkan trichopyon mentagrophytes tidak bewarna merah.
19
BAB III
KESIMPULAN
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum dan sekitar anus. Kelainan
ini dapat bersifat akut atau menahun bahkan dapat seumur hidup. Lesi kulit berbatas tegas pada
daerah genitor-krural atau meluas ke sekitar anus,gluteus dan perut bawah. Kelainan kulit yang
nampak pada sela paha adalah lesi berbatas tegas. Peradangan daerah tepi lebih nyata. Penyakit
ini dapat diobati secara topical dan sistemik dengan obat anti jamur. Pencegahan melalui edukasi
kepada pasien dan penjagaan kebersihan diri.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Sylvia Price, Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit.
Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. hlm 14-23
2. Robbins,Cotran Ediksitifitas. Buku Saku Dasar Patalogis Penyakit. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2003. hlm 1121-1130
3. Prof Dr.dr.Adhi Juanda, dr.A.Kosasih, dr. Jubianto, dr.Kuswadji, dr.I.Made Wisnu dkk.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima Cetakan Keempat.Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta. 2007. hlm 89-109
4. Stephen Gillespie, Kathleen Bamford. Mikrobiologi Medis dan Infeksi. Edisi Ketiga.
Penerbit Erlangga. Jakarta. 2009. hlm 116-117
5. Djaenudin Natadisastra dr.Sp.Park. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh
yang Diserang. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2009. hlm 274-276
6. Abdullah F. Diunduh dari http://library.usu.ac.id/download/fk/-farhan.pdf. Infeksi Kulit
Tinea Cruris diunduh 21 April 2011
21