12
BOOK REVIEW Judul PenuUs Penerbit Tahunterbitan Cetakan Ukuran .Tunilahhalaman ISBN ISLAMICSTUDIESDIPERGURUAN TrNGGI Pendekatan Integratif-mterkonektif AminAbduUah PustakaPelajar 2006 I 14cmx21 cm xx + 434 halaman 979-2458-15-8 MENIMBANG PARADIGMA KEILMUAN ISLAM YANG INTEGRATIF-INTERKONEKTIF Abd. Rachman Assegaf Buku yang merupakan publikasi dari berbagai tuk'san ini dibagi dalam empat bagian, yakni pada bagian pertama memuat seputar filsafat ihnu-ihnu keislaman yang pembahasannya mek'puti problematika fibafat blam moden%pendekatan dalam kaj ian Islam, dan epistemologi keihnuan yang integralistik. Padabagian kedua dibahas tentang upayapembaharuan dalam filsafat Islam, kajian iknu kalam di L^tN, dan perubahanparadigmapenafsiranKitab Suci. Bagianketigamenjelaskanpendekatan hermeneutis dalam studi sosial-budaya serta fatwa keagamaan. Sedang bagian keempat mencoba untuk menawarkan arah baru pergeseran paradigma dalam studi keislaman. Dengan demikian buku yang diterbitkan oleh Pustaka Pelajar ini mendiskusikan masalah kajian Islam atau Islamic Studies di lingkungan Perguruan Tinggi secara filosofis. Namun karena penuk'snya adalah rektorUB>J Sunan Kakjaga, maka apa yang dibahas dapat dijadikan sebagai representasi sekaligus referensi bagi model pengembangan kampus tersebut. 238 JURNALPENELITIANAGAMA. VOLXVII, NO. 1JANUARI-APKIL2008

Book review Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Book review Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan

BOOK REVIEW

Judul

PenuUsPenerbitTahunterbitanCetakanUkuran.TunilahhalamanISBN

ISLAMICSTUDIESDIPERGURUAN TrNGGIPendekatan Integratif-mterkonektifAminAbduUahPustakaPelajar2006I14cmx21 cmxx + 434 halaman979-2458-15-8

MENIMBANG PARADIGMA KEILMUAN ISLAMYANG INTEGRATIF-INTERKONEKTIF

Abd. Rachman Assegaf

Buku yang merupakan publikasi dari berbagai tuk'san ini dibagi dalam empatbagian, yakni pada bagian pertama memuat seputar filsafat ihnu-ihnu keislaman yangpembahasannya mek'puti problematika fibafat blam moden% pendekatan dalam kaj ianIslam, dan epistemologi keihnuan yang integralistik. Padabagian kedua dibahastentang upayapembaharuan dalam filsafat Islam, kajian iknu kalam di L^tN, danperubahanparadigmapenafsiranKitab Suci. Bagianketigamenjelaskanpendekatanhermeneutis dalam studi sosial-budaya serta fatwa keagamaan. Sedang bagiankeempat mencoba untuk menawarkan arah baru pergeseran paradigma dalam studikeislaman. Dengan demikian buku yang diterbitkan oleh Pustaka Pelajar inimendiskusikan masalah kajian Islam atau Islamic Studies di lingkungan PerguruanTinggi secara filosofis. Namun karena penuk'snya adalah rektorUB>J Sunan Kakjaga,maka apa yang dibahas dapat dijadikan sebagai representasi sekaligus referensibagi model pengembangan kampus tersebut.

238 JURNALPENELITIANAGAMA. VOLXVII, NO. 1JANUARI-APKIL2008

Page 2: Book review Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan

Abd. Rachman Assegaf, Menimbang Paradigma Keilmuan /s/om yang lntegratif-lnterkonektif

Tiga Lapis Wilayah Keilmuan lslam

Melalui paradigma keilmuan yang integratif-interkoneklif, UE^J Sunan Kalij agaYogyakarta mencoba untuk mengembangan konsep segitiga hadharah, yaituhadharah al-nash (peradaban teks), hadharah al- 'ilm (peradaban ilmu), danhadharah al-faIsafah fceradaban filsafat). Menariknya, dalam buku ini ketiga wilayahtersebut tidak dikaji secara parsial, melainkan secara integratif-interkonektif, atausaBng bertiubungan satu sama lain. Jika ditelaah secara historis, bidang-bidang keitauantersebut sesungguhnya pernah dikaji dan dikembangkan oleh para ihnuwan Muslimpada era klasik dan tengah, meskipun kemudian kurang memperoleh perhatian darigenerasi Muslim berikutnya. Dengan demikian, seluruh bidang keiknuan itu dapatdikatakan sebagai irmu-iknu keislaman, selama secara ontologis, epistemologis, danaksiologis, berangkat dari atau sesuai dengan nilai-nilai dan etika Islam. Di sinilahperbedaannya dengan irmu-iknu sekuler yang meskipun mengklaim dirinya sebagaivaluefree, namun kenyataannya penuh dengan muatan kepentingan. Realitas inilahyang menyebabkan muncurnya kritik dari berbagai pihak terhadap irmu-iknu sekuleryang dianggap ikut mendorong proses dehumanisasi.

nmu-iknukeMamandanumumyangmenjadiwitayahkajianUnvfSunanKarijagaYogyakarta berangkat dari paradigma keihnuan integratif-interkonektif. Iimu-iknuyang diaj arkan di UTN ini didasarkan pada nomenklatur keibmian yang ada yangmencakup irmu-irmu alam, sosial, dan humaniora, dengan menempatkan Alqurandan Hadis sebagai kajian utama. Dialog keitauan ini membagi wuayah studi keislaniaiidalam tiga bagian, yaitu: hadlarah al-nash, yakni kemajuan peradaban yangbersumber dari nash (agama), hadlarah al- 'ilm, yakni kemajuan peradaban yangbersumber dari ilmu-ilmu kealaman (naturalsciences) dan kemasyarakatan (so-cial sciences), dan hadlarah al-falsafah, yakni kemajuan peradaban bersumberdari etika dan falsafah.

Penulis buku ini dengan cermat mengetengahkan tiga lapis wilayah sekaligusperingkat iknu-ibnu keislaman yang mencakup: pada tepispertama, wilayah praktikkeyakinan dan pemahaman terhadap wahyu yang telah diinterpretasikan sedemikianrupa oleh para ulama, tokoh panutan masyarakat dan para ahli di bidangnya, sertamasyarakat pada umumnya Menurut Amin Abdullah, wilayah praktik ini umumnyatanpamelalui klarifikasi dan penjemihan teoretik keiknuan. Yang dipentingkan di sisiadalah pengamalan. Pada level ini, perbedaan antar agama dan tradisi, agama danbudaya, serta antara beliefdsn habits ofmind, sulit dipisahkan (h.72).

JURNAL PENELITIAN AGAMA, VOL. XVII, NO. 1JANUARI-APK/L 2003 239

Page 3: Book review Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan

Abd. Rachman Assegaf, Menimbang Poradigma Keilmuan lslam yang lntegratif-lnterkonektif

Pada lapis kedua, wilayah teori keitauan yang dirancang secara sistematis danmetodologis oleh para ihnuwan, ahli, dan ulama yang sesuai dengan bidangnya. Apayang disebut sebagai ulum al-tafsir, ulum al-hadis, Islamic thought Qcalam falsafah,dan tasawuf), hukum dan pranata sosial, sej arah dan peradaban Islam, pemikiranlslam dandakwah lslam, semuanyaberadapadawilayahini. Denganbegitu, wilayahini tidak lain merapakan teori-teori keibnuan agama Islam yang diabstraksikan baiksecara deduktifdari nash-nash atau teks wahyu, maupun secara induktifdari praktikkeagamaan yang hidup dalani masyarakat Muslim (h.73).

Sedang lapis ketiga merupakan wUayah kajian kritis yang lebih populer disebutsebagai meta discourse, terhadap sejarahperkembanganjatuh bangunnyateori-teori yang disusun oleh kalangan iknuwan dan uIama pada lapis kedua. Lebih-lebihjikateori-teoripadadisipbnihnutertentu,misahiyaulumal^3uran,didialogkandenganteori-teori yang bisa berlaku pada wilayah lain, misalnya ulum al-hadis, sej arahperadaban Islam, dan seterusnya. Menurutnya, wilayah keihnuan yang ketiga inilahyang kompleks atau sophisticated namun dibidangi oleh filsafat iknu-ihnu keislaman(h.74).

Amin Abdullah berpendapat bahwa lapis ketiga tersebut kian hari makindirasakankeperluanpengembangannya,mengingat/5/amrc5fta/(esbukanlahdisipUnibnu yang tertutup melainkan terbuka. Selain itu, agama Islam bukanlah satu-satunyaagama yang hidup (living religion), namun saat ini banyak terdapat living religionyang mempunyai siste, tata pikir, nilai dan keyakinan sendiri-sendiri. Ditambah lagi,saat ini kontak individu maupun sosial antara berbagai etnik, ras, suku, dan agamasemakin dekat akibat perkembangan teknologi, sarana transportasi, komunikasi,dan informasi yang canggih ̂ .75).

Menghadapi tantangan lapis ketiga ini, diperlukan upaya pengembangan tigapola pikir, yaitu: pertama, pola pikir keagamaan Islam yang bersifat absolutelyabsolute atau ta 'abbudy yang memandang persoalan agama senantiasa bersifattauqify, dimana unsur agama dikedepankan daripada akal. Polapikir ini sangatrigid, kaku dan tidak mengenal kompromi. Semboyan yang digunakan adalah rightor wrong is my country. Mereka para pendukung pola pikir ini mudah terjebakpada proses taqdis al-qfkar al-diniyah ^5ensakralan pemikiran keagamaan). Kedua,pola pemikiran keagamaan yang bersifat absolutely relative atau ta 'aqquly yangberpendapat bahwa perilaku agama identik dengan perilaku sosial dan budaya. Disini sulit dibedakan antara agama dengan tradisi, karenanya pola pikir ini sangat

240 JURNALPENELiT/ANAGAMA,VOLXVII. NO.1JANUARI-APRIL2008

Page 4: Book review Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan

Abd. Rachman Assegaf, Menimbang Paradigma Keitmuan lstam yang lntegratif-lnterkonektif

longgarbahkan cenderung sekuler. Dalam istilah sosiologi agama, corak pemikirankeagamaan yang kedua ini lebih bersifat reduksionistik daripada yang pertama yangbersifat idealistik. Sedang pola pikir ketiga adalah relatively absolute yang tidakmemandang rendah terhadap aqidah yang dimiliki serta tidak beralasan untukmemandang rendah ajaran dan doktrin agama, adat istiadat, dan tradisi yang dijunjungtinggi oleh orang lain. Umat beragama tetap harus menjaga dan memelihara doktrindan ajaranmereka sendiri karena itulah sumber hukum dan pedoman hidup yangmereka miliki, namun tidak serta merta meniadakan atau menganggap remehkelompok lain yang memiliki pandangan hidup, keyakinan dan keimanan yangdipegang oleh orang lain secara absolut pula ̂ i.82-89). Pola pikir ketiga inilah yangmenurutnya merupakan pandangan bara yang perlu dikembangkan dalam hubunganantarumat beragama di todonesia.

Epistemologi Bayani, Irfani dan Burhani

Penutis buku ini berargumen bahwa yang lebih dipentingkan dalam studi agamaIslam di perguruan tinggi adalah mengkaji secara mendalam dan akademik aspekfilosofis, baik yang menyentuh wilayah ontologis, etis maupun epistemologis, darikeberagamaan Islam 0i.229). Wuayah ontologis menunjukkan adanya '^nakna" yangsangat mendalam, mendasar, transendental sekaligus spirituaI. Oleh karenanya, setiapagama berbeda-beda dalam menjabarkan, menafsirkan, membahasakan, danmengaktuahsasikandimensi spirituaUtas-transendentaUtaslantaran faktorbahasadanbudaya yang selalu menyertai dimensi ontologis ini. Dapat dipahami,jika dimensiontologis tampak mempunyai visi liberatif-emansipatoris. Ia dapat membuka visidan horizonbaru, ketika seorang agamawan telah 'tergoda" untuk menutup diri.

Sedang wilayah etis bicara soal baik dan buruk. Dalam teori Islam kIasik hanyaada dua pilihan: the theistic-subjectivism atau rationalistic-objectivism. Yangpertama menekankan pada pemahaman bahwa baik dan buruk hanya ditentukanoleh Tuhan. Sedangkan yang kedua lebih menekankan pada peran akal dalammenentukan baik-buruknya sesuatu. Teori pertama menekankan pada Tuhan lewatkitab suci. Tetapi, dalam praktiknya, sering kali apa yang diistilahkan dengan Tuhantersebut -jika tidak hati-hati—dapat saja direduksi menjadi subjektivitas masing-masing individu pengikut agama-agama. Peran individu di sini juga dapat digantioleh peran kelompok. yang keduaJugademikian hataya. Perbuatan baik dan burukhanya tergantung dan diukur oleh kemampuan rasio individu masing-masing.

JURNALPENELITIANAGAMA, VOL.XVII, NO. 1JANUARI-APRIL2008 241

Page 5: Book review Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan

Abd. Rachman Assegaf, Men/mbang Paradigma Keilmuan /s/am yang lntegratif-lnterkonektif

Wilayah epistemologis membangun peraikiran keagamaan Islam dari sumber,asal usul (origin), metodologi yang digunakan (methods), dan peran akal pikirandalam merumuskan bangunan epistemologi tersebut (validity). Semua rancangbangun epistemologi itam-ilmu agama Islam yang dipelajari saat ini dulunyajugamempakanresponsdaiiparauliimaketikamerekabcrgumuldengantaiitanganzamanklasik-skolastik.

Sampai di sini, bila dicermati lebih lanjut, epistemologi dalam wilayah kajiankeiknuan agama Islam memitiki ciri khas dan karakter tersendiri yang dibangun secaraintegral, bukan dikotomis-atomistik. Melalui inspirasi Muhammad Abid al-Jabiri,Amin Abdullah memodifikasi perkembangan epistemologi dabm tradisi keiknuandalam perspektif6oyan;, irfani dan burhani.

Menurut al-Jabiri, corak epistemologi bayani didukung oleh pola pikir fikihdan kalam. Dalam keihnuan agama Islam di DUN dan STALN, besar kemungkinanjuga pengaj aran agama Islam di sekolah-sekoteh, perguruan tinggi umum negeri danswasta, dan lebih-lebih di pesantren-pesantren, corak pemikiran keislaman model6ayan;'sangatlahmendominasidanbersi&thegemoniksehinggasuUtberaialogdengantradisi epistemologi irfani dan burhani. Oleh karenanya, hal tersebut membentukmodel dikotomik-atomistik. Corak pemikiran irfani (tasawuf, intuitif, al- 'atify)kurang begitu disukai oleh tradisi keilmuan bayani (fikih dan kaIam) yang mumi,lantaranbercampuraduknyabahkandikaburkannyatradisi berpikir keilmuan irfanidengan kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi tarekat dengan syatahat-syatahat-nya serta memang kurang dipahaminya struktur fundamental epistemologidan pola pikir irfani berikut nilai manfaat yang terkandung di dalamnya (h.373).

Pengembangan pola pikir bayani hanya dapat dilakukanjika ia mampumemahami, berdialog dan mengambil manfaat dari sisi fundamental yang dimilikioleh pola pikir irfani maupun pola pikir burhani, dan begitu pula sebaliknya.Kelemahan mencolok dari tradisi nalar epistemologi bayani adalahketika ia harusberhadapan dengan teks-teks keagamaan yang dimiliki oleh komunitas, kultur,bangsa atau masyarakat yang beragama lain, dimana umumnya mereka bersifatdogmatik, defensif, apologis, dan polemis dengan semboyan kurang lebih semaknadengan right or wrong is my country.

Berbeda dengan itu, corak berpikir burhani bersumber pada realitas atau al-waqi'. Baik realitas alam, sosial, humanitas maupun keagamaan. Ibrm-ilmu yangmuncul dari tradisi burhani disebut sebagai al-'ihn al-husuli, yaitu iknu yang dikonsep,

242 JURNALPENELITlANAGAMA,VOLXVII, NO. 1JANUARI-APRIL2008

Page 6: Book review Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan

Abd. Rachman Assegaf, Menimbang Paradigma Keitmuan Islam yang lntegratif-lnterkonektif

disusun dan disistematisasikan lewat premis-premis logika atau al-manthiq, danbukannya lewat otoritas teks atau salafdan bukan pula lewat otoritas intuisi.

Kalau saja tiga pendekatan keilmuan agama Islam, yaitu bayani, irfani danburhani bisa saling terkait, terjaring dan terpatri dalam satu kesatuan yang utuh,maka corak dan model keberagamaan Islam, menurut Amin Abdullah,jauh lebihkomprehensifdanbukannyabercorak dikotomis-atomistik seperti yang dijumpaisekarang ini. Keihnuan Tarbiyah Asn]ugnDakwah atau fakultas yang lain belumtentu memahami basis filosofi kelimuan Islam yang fundamental ini dan implikasiserta konsekuensinya dalam dunia praktis kependidikan agama, dunia praktiskedakwaan, kesyaria'ahan, keushuludinan, dan seterusnya. Sekaranglah momen-tum untuk menyempumakan kembah kIaim-klaim dan keabsahan iknu yang bersifatmyopic melalui kajian keagamaan secara integratif-interkonektif.

Memperkenalkan Konsep Pendidikan Hadlari

Pendidikan hadhari dapat dipahami sebagai pendidikan yang berkemajuandan berperadaban yang dDandasi oleh nUai-nilai keislaman. Hadhari semakna denganma<famyangberartiur6amzerf, a'ri^rf,danc;w//zerf,^funirBaalbaki: 1969,475),atau dengan kata lain: pendidikan berperadaban dan berkemajuan. Dalam literaturpendidikan Islam, istilah pendidikan hadhari iru belum begitu popuIer, dan karenanyatulisan ini masih berupa ide, gagasan konseptual atau masih berada di "atas awan".Namunjika ditilik pada perkembangan akhir-akhir ini, penyebutan kata hadharimulai sering dipakai. KetikaterJadi konversi ]ASi menjadi UiN, paradigmakeibnuanmulai dikembangkan ke arah pendidikan non-dikotomik. Di UiN Malang dikenaIparadigma keilmuan berbentuk pohon ilmu, sedangan UIN Yogyakartamengembangkan polajaring laba-laba ibnu dan konsep segitiga peradaban, yaknihadharah al-nash, hadharah al- 'ilm, dan hadharah al-falsafah.

Konsep pendidikan hadhari memandang perlu menempatkan etika Islam yangbersumber dari nUai-nUai AIquran dan Hadis untuk menj iwai seluruh pembidanganilmu alam, sosial, dan humaniora. Pendidikan hadhari berkarakteristik universaldan tidak dikotomis. Secara epistemologis, pendidikan hadhari berangkat atau sesuaidengan nilai-nilai dan etika Islam. Dmu yang berangkat dari nilai-nilai dan etika Mampada dasarnya bersifat objektif. Dengan kata lain, terjadi proses objektifikasi darietika Islam menjadi itaiu keIslaman yang dapat bermanfaat bagi seluruh manusia(rahmatan lil alamin), tanpa membedakan golongan,ras, suku, bangsa maupun

JURNALPENELmANAGAMA, VOLXVII, NO. 1JANUARI-APRIL2008 243

Page 7: Book review Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan

Abd. Rachman Assegaf. Menimbang Paradigma Keilmuan lslam yang lntegratif-tnterkonektif

agama.

tearat mata air, sumber Alquran dan Hadis, adalah yang paling mumi danjemihdalam membentuk ciri khas falsafah pendidikan lslani yang integralistik-interkonektifatau yang saya sebut seb&gaifakafah al-hadhariyah. Dari mata air inilah terbuktitelah mampu membangkitkan keiknuan Mustim hingga memancarkan hadharah al-Islam selama sekitar 5 abad. Falsafah al-hadhariyah bertumpu pada prinsipketerpaduan antara dimensi ketuhanan (teosentris) dengan kemanusiaan(antroposentris), sesuatu yang berbeda secara diametral dengan falsafah umum yanghanya berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan semata (antroposentris). Falsafah al-hadhariyah mengakui adanya alam nyata sekaligus ghaib, fisik dan metafisik,sementara falsafah umumnya dibatasi oleh gejala yang nampak dan tertangkap olehindra. Falsafah al-hadhariyah memandang penting peran wahyu, dan nilai-nilaimoral dalam pendidikan, sementara falsafah umumnya mengambil posisi sekularistikdan mendasarkan padaperanan akal, budaya dan nilai-nilai sosial. Falsafah al-hadhariyah menilai bahwa perolehan itaiu itu demi tercapai keridhaan Allah (sci-encefor mardhatillah, thalab al- 'ilm li mardhatillah), lebih dari sekedar ilmuuntuk iknu (sciencefor science atau artfor art) sebagaimana hal ini dikehendakioleh falsafah umum. Karena prinsipnya yang bersumber dari wahyu itu makafakafahal-hadhariyah sarat nilai (value-bond}, bukan value-free. Secara lebih utuh, ciriVaas,falsafah al-hadhariyah bila dibandingkan dengan falsafah pada umumnya,dapat dij elaskan dalam tabel berikut.

244 JURNALPENELITIANAGAMA, VOLXVII, NO. 1JANUARI-APRIL2008

Page 8: Book review Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan

. Rachman Assegaf, Menimbang Paradigma Keilmuan lslam yang lntegratif-lnterkonektif

Tabel2

Karakteristik Falsafah al-Hadhariyah Dibandingkan dengan

FalsafahUmum

N0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

FALSAFAH UMUM(Barat)

Antroposentris (dalam konsep danteorinya tidak menghubungkandengan wahyu/agama)Positivistik-empirik (hanya mengakuiadanya dan berdasarkan pada gejalayang nampak)Sekularistik (menegasikan dimensiketuhanan dan keakhiratan dan bahwapendidikan didasarkan pada rasio,budaya dan nilai-nilai sosial)Bersumber pada rasio dan budaya

Etika pragmatik-hedonistik (sciencefor science)Pertimbangan interaksi sosial semata

Ganjaran dan hukuman hanya diduniaModal psikis berpikir berangkat danrasio dan skeptis

Dasar ilmu adalah value-free

FALSAFAH AL-HADHARIYAH(Perspektif Islami)

Teo-Antroposentris (konsep dan teorinyaintegral antara akal manusia denganwahyu Tuhan)Real-Transendental (mengakui adanyayang alam nyata dan ghaib)

Non-Sekularistik (mengakui adanyadimensi ketuhanan dan keakhiratan, sertapentingnya peran moral dan agamadalam pendidikan)Bersumber pada wahyu, rasio danbudayaEtika demi keridhaan Allah (science formardhatillah)Interaksi vertikal dan horizontal (hablunminallah wa hablun minanas)Pahala dan dosa (di dunia dan akhirat)

Modal psikis berpikir berangkat darikeyakinan (iman), kalbu (conscience)dan rasioDasar ilmu adalah value-bond danhumanistik

Bicara sejujumya, modernitas dan kemajuan itampengetahuan dan teknologisaat ini tak luput dari andil falsafah Barat dan Eropa yang telah berjaya sejak masarenaissance, aufklanmg, Revolusi Mdustri, modernismehinggapost-modemisme.Tak ubahnya seperti mata rantai yang sabng bertautan, renaissance telah menimbuBcankemajuan kemanusiaan dan ilmu pengetahuan yang spektakuler. Dunia seakanmengecil,jarak tak menjadi hambatan, dan komunikasi dilakukan tanpa harus

tergantung pada tempat dan kabel. Temuan mesin uap James Watt, listrik Thomas

Alfa Edison, mikroskop Louis Pasteur, inti nuklir Marie Currie dan Piere Currie

serta ihnuwan lainnya telah merubah wajah dunia Barat dan Eropa dari DarkAges

JURNALPENELITIANAGAMA.VOLXVI/, NO. 1JANUARI-APRIL2008 245

Page 9: Book review Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan

Abd. Rachman Assegaf, Menimbang Paradigma Keilmuan /s/om yong lntegratif-lnterkonektif

menuju Golden Ages. Gelombang renaissance dinikmati hasitaya oleh manusia saatini dengan muncuhiya berbagai industri canggih dan mesin-mesin mekanik yang siapmembantu kerj a berat manusia serta menciptakan tingkat kenyamanan hidup, polakerjaprofesional dan gaya hidup modern.

Akan tetapi, keterpisahan falsafah Barat dan Eropa dari pentingnyapertimbangan nilai, peran moral dan agama, telah pula menimbuDcan dampak serius.Sekularisme muncul ketika kekuasaan negara yang dijalankan oleh Pemerintah harusterpisah wewenangnya dengan otoritas gereja. Temuan Galileo Galilei melaluipercobaan gaya grafitasinya terhadap benda yang dijatuhkan dari tempat yang tinggi,serta teropong yang mengamati pergerakan benda angkasa, menghasiBom kesimpulanbahwa bumi bukanlah pusat tata surya (geo-sentris), melainkan matahari sebagaipusat tata surya (helio-sentris), dinyatakan menyalahi tafsir oleh pihak gerej a yangmenganut geo-sentris, lalu menghukum ibnuwan tersebut. Hubungan antara ibnu danagamadiBarat mencatatbahwapemimpin gerejamenolak teori helio-sentris Gah'leoatau teori evolusi Darwin. Pemimpin gerej a merabuat pernyataan yang berada diluar kompetensinya. Tak lama setelah itu kekuasaan negara dipisahkan dari otoritasgereja, dan muncullah paham sekularisme. Sekularisme menegasikan peran pentingagama dan dimensi spiritual-ukrawi, serta berpola pikir worldly or material ori-ented. Hidup di luar lingkup biara, pendeta, ataupunjamaahnya. Sekularismeberpandangan bahwa moraUtas dan pendidikan tidak boleh didasarkan pada agama,morality and education should not be based on religion.

Sebaliknya, Issac Newton dan tokoh ihnu-itau sekuler menempatkan Tuhanhanya sekedar sebagai penutup sementara lobang kesulitan (tofills gaps) yangtidak terpecahkan dan terjawab oleh teori keiknuan mereka, sampai tiba waktunyadiperoleh data yang lebih lengkap atau teori baru yang dapat menjawab kesulitantersebut. Begitu kesutitan itu terjawab, maka secara otomatis intervensi Tuhan tidaklagi diperlukan. Akhimya, Tuhan dalam benak para ibnuwan "sekuler" hanya ibaratpembuatjam (clock maker). Begitu alam semesta ini selesai diciptakan, ia tidakpeduli lagi dengan alam raya ciptaanNya dan alam semesta pun berj alan sendirisecara mekanis tanpa campur tangan tujuan agung ketuhanan.

Tak pelak lagi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yangdiakibatkan oleh renaissance tersebut menj adi kering spiritual dan moraUtas. Manusiatelah mampu menjelajahi ruang angkasa dan menancapkan bendera di bulan,membangunjaringan satelit, atau menjelajahi kedalaman lautan sampai ke tingkat

246 JURNALPENELITIANAGAMA,VOLXVll, NO.1JANUAR/-APRIL2008

Page 10: Book review Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan

Abd. Rachman Assegaf, Menimbang Poradigma Keilmuan lslam yang lntegratif-lnterkonektif

paling dasar, namun apa yang ditemukan dari rahasia alani ini tak menambah buktiakan keyakinan dan kesadarannya kepada adanya Dzat Yang Maha Pencipta, atauberiman kepada Allah s.w.t., melainkan sekedar eksplorasi alam dan berhenti sampaidi situ saja. Interaksi antar sesama manusia dipandang sebagai sekedar kontraksosial-budaya, sehingga segala hal yang bersifat tabu dalam pandangan moralitaskemanusiaan dan nilai-nilai agarna, menj adi permisif, yang penting suka sama sukadantidakadakekerasan. Berbuatbaikdinilai tidakharusberdasarkanpadaajaranagama, melainkan orang bisa berbuat baik karena rasa kemanusiaan. Mencapaikebahagiaan batin pun, orang tidak harus melalui agama, namun bisajuga diperolehdengan olah batin, yoga, konsultasi, kehidupan mistik, atauj aton spirituah'stik lainnya.Inilah dampak serius dari renaissance dan sekularisme.

Kemajuan yang dinikmati oleh Barat dan Eropa menjadi timpang dan tidaklengkap karena adanya worldview yang terlampau antroposentris, rasio-budaya-oriented, dan sekvdaristik. Suatu hal yang kontras terjadi, ketika umat Islam mengalamiGolden Ages pada masa Abbasiyah, kemajuan ihnu pengetahuan beriringan dengankehidupan beragama, bahkan kemajuan itu sendiri dipastikan sebagai diinspirasioleh spirit Islam. Jangan dilupakan, bahwa gelombang renaissance yang terj adi diBarat itu dipicu oleh adanya kontak dan kontribusi dengan dan oleh para ihnuwanMuslim. Hanya saja, disayangkan, bahwa dalam perkembangannya, konflik politikdan sekterianisme menimbuUcan problem akut dalam umat dan pendidikan Islam.Tidak ada problem sekularisme dalam Islam, karena negara vis a vis agama, takterpisahkan, meUunkan bersimbiosis antara perintah taat pada Allah, RasuDvfya, danu/aamri(QS.An-Nisa':59),namunyangmenjadiproblempendidikanbkm,bahkansampai saat ini, adalah dikotomi ihnu. Untuk memperbaharui kembali pendidikanIslam yang maju dan mampu menjawab isu kontemporer, problem epistemologisdikotomi ihnu ini, mau tak mau, la budda, harus diselesaikan. Konsepfalsafah al-hadhariyah berapaya untuk mengembatikan konsep keihnuan secara integralistik-interkonektifdan menghindari dikotomi ihnu. Wallahu a 'lam bi shawab.

Daftar Pustaka

Abd Rachman Assegaf. 'Membangun Format Pendidikan Islam di Era Globalisasi''dalam Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi. Yogyakarta: al-Ruzz,2004.

— JPendidikan Islam Integratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

JURNALPENEUTIANAGAMA,VOLXVII, NO.1JANUARI-APRIL2008 247

Page 11: Book review Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan

Abd. Rachman Assegaf, Menimbang Paradigma Keilmuan lslam yang lntegratif-lnterkonektif

Abdurrahman Mas'ud. Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik:Humanisme Religius sebagai Paradigma Pendidikan lslam.Yogyakarta: GamaMedia, September2002.

Abdurrahman Saleh Abdullah. Teoriteori Pendidikan Berdasarkan Alquran.Jakarta: RinekaCipta, 1990.

AlAbrasyi, Muhammad 'Athiyah. Ittijahat alHadisahfi al-Tarbiyah. Mesir: IsaBabial-Halabi,1943.

—, alTarbiyah alIslamiyah wa Falasifatuha. Kairo: Isa Ba-bi alHalabi,1975.

, Ruhu alTarbiyah wa alTa 'lim. Mesir: Isa Babi aHa-labi, t.t.

Ali Asyraf. New Horizons in Muslim Education. Cambridge: Hodder andStoughton, 1985.

Ali Jhalil Abu al-'Ainaini. Fahafat al-Tarbiyah al-IslamiyahfiAlqwan al-Karim.(t.k.: Daral-Fikral-'Arabi, 1980.

Amin Abdullah dalam "Etika Tauhidik sebagai Dasar Kesatuan EpistemologuKeibnuan Agama dan Umum: Dari Paradigma Positivistik-Sekularistik keArah Teoantroposentrik-mtegralistik" dalam Menyatukan Kembali ttmu-ilmu Agama dan Umum: Upaya Mempertemukan Epistemologi ls-lam dan Umum, Yogyakarta: SukaPress, 2003.

Anthony Flew. A Dictionary ofPhilosophy. New York: St. Martin'sPress, 1989.

AS Hornby. Oxford Advanced Dictionary ofCurrent EngIish. Great Britain:OxfordUniversityPress, 1986.

Dagobert D. Runes. Dictionary ofPhilosophy. New Jersey: Littlefield, Adams &CO, 1971.

Departemen Agama R.I. Alquran dan Terjemahnya. Jakarta: YayasanPenyelenggaraPenerjemah/PentafsirAlquran, 1971.

Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1986.Edward McNall Burns. Western Civilization. New York: W. W. Norton & CO,

1958.

George R. Knight. Issues andAlternatives in EducationalPhilosophy. Michi-gan: AndrewsUniversityPress, 1982.

Hamid Hasan Bilgrami dan Sayid 'Ali Asyraf. Konsep Universitas Islam.Yogyakarta: TiaraWacana, 1989.

248 JURNAL PENELITIANAGAMA, VOL XVII, NO. 1 JANUARI-APKIL 2008

Page 12: Book review Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan

Abd. Rachman Assegof Menimbang Paradigma Keilmuan lstam /ang lntegratif-lnterkonektif

Harun Nasution. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI Press, 1986.

Ismail Raji al-Faruqi. Islamization ofKnowIedge: GeneralPrinciples and WorkPlan OJSA: Memational mstitute ofIslamic Thought, 1987.

Kamsul Abraha "Epistemologi dan Paradigma Keterpaduan Iptek dan Islam dalamPerspektifAlqurandanal-Sunnah"dalamMenyatukanKembaUItaiu-IknuAgamadanUmum: UpayaMempertemukan Epistemologi Islam danUmum. Yogyakarta: SukaPress, 2003.

M. Amin Abdullah dkk. Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu Agama dan Umum.Yogyakarta: Suka Press, L^N Sunan Kalij aga, 2003.

—, "Desain Pengembangan Akademik IAfN Menuju UTN Sunan Kalijaga:Dari Pola Pendekatan Dikotomis-Atomistik ke Arah IntegratifInterdiciplinary" dalam Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasi untukAksi. Bandung: Mizan, 2005.

Mehdi Nakosteen. History ofIslamic Origins ofWestern Education A.D. 800-1350. USA: UniversityofColorado, 1964.

Muhammad Fadlil al-Jamali. FilsafatPendidikan dalam Alqwan. Surabaya: BinaIhnu, 1986.

Munir Baalbaki. Al-Mawrid: A Modern Arabic-English Dictionary. Beirut: Daral-'Ilmilial-Mabyin, 1969.

, Al-Mawrid: A Modem English-Arabic Dictionary. Beirut: Dar al-'Ito lial-Malayin, 1969.

OmarMuhammad alToumi alSyaebani. Falsafah Pendidikan Islam. terjemah: Dr.Hasan Langgulung. Jakarta: Bu-lan Bintang, 1979.

Pokja Akademik. Kerangka DasarKeilmuan dan Pengembangan KurikulumUHiSunan Kalijaga Yogyakarta. Yogyakarta: UD>J Sunan Kalijaga,2004.

Syed al-Naquib al-Attas. Aims and Objective ofIslamic Education. Jeddah: KingAbdulAziz,t.t.

Syed Sajjad Husein dan Syed Ali Ashraf. Crisis in Muslim Education, Jeddah:Hodder and Stoughton, Kin Abdul Aziz University, 1979,

Wan Mohd Nor Wan Daud. The Concept ofKnowIedge in Islam and its Impli-cationsfor Education in a Developing Country. London: Mansell, 1989.

JURNALPENELITIANAGAMA,VOLXVII, NO. 1JANUARI-APRIL2008 249