3
BORAKS Boraks adalah senyawa dengan nama kimia natrium tetraborat (NaB 4 O 7 ). berbentuk padat, jika terlarut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H 3 BO 3 ). Dengan demikian bahaya boraks identik dengan bahaya asam borat (Khamid, 1993). Asam borat dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat atau klorida pada boraks. Larutannya dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata yang dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur, semprot hidung dan salep luka kecil. Tetapi bahan ini tidak boleh diminum atau digunakan pada bekas luka luas, karena beracun bila terserap oleh tubuh (Winarno, 1994). Dalam dosis cukup tinggi dalam tubuh, akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntah, mencret, kram perut, sianosis, kompulsi. Pada anak kecil dan bayi bila dosis dalam tubuhnya sebanyak 5 gram atau lebih dapat menyebabkan kematian, sedangkan untuk orang dewasa kematian terjadi pada dosis 10-20 gram atau lebih (Winarno dan Rahayu, 1994). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/IX/1988, asam borat dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam produk makanan. Karena asam borat dan senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen. Meskipun boraks berbahaya bagi kesehatan ternyata masih banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan makanan, karena selain berfungsi sebagai pengawet, boraks juga dapat memperbaiki tekstur bakso dan kerupuk hingga lebih kenyal dan lebih disukai konsumen (Depkes RI, 1988). Senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut: jarak lebur sekitar 171°C, larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol 85% dan tak larut dalam eter. Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam tetrat. Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 100°C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat (HBO 2 ). Asam borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa. Satu gram asam borat larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan yang jernih dan tak berwarna. Asam borat tidak tercampur dengan alkali karbonat dan hidroksida (Cahyadi, 2008). Efek boraks yang diberikan pada makanan dapat memperbaiki struktur dan tekstur makanan. Seperti contohnya bila boraks diberikan pada bakso dan lontong akan membuat bakso/lontong tersebut sangat kenyal dan tahan lama, sedangkan pada kerupuk yang mengandung boraks jika digoreng akan mengembang dan empuk serta memiliki tekstur yang bagus dan renyah. Parahnya, makanan yang

boraks

Embed Size (px)

DESCRIPTION

artikel boraks

Citation preview

Page 1: boraks

BORAKS

Boraks adalah senyawa dengan nama kimia natrium tetraborat (NaB4O7).

berbentuk padat, jika terlarut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam

borat (H3BO3). Dengan demikian bahaya boraks identik dengan bahaya asam

borat (Khamid, 1993).

Asam borat dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat atau klorida

pada boraks. Larutannya dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata yang

dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur,

semprot hidung dan salep luka kecil. Tetapi bahan ini tidak boleh diminum atau

digunakan pada bekas luka luas, karena beracun bila terserap oleh tubuh

(Winarno, 1994).

Dalam dosis cukup tinggi dalam tubuh, akan menyebabkan timbulnya

gejala pusing-pusing, muntah, mencret, kram perut, sianosis, kompulsi. Pada anak

kecil dan bayi bila dosis dalam tubuhnya sebanyak 5 gram atau lebih dapat

menyebabkan kematian, sedangkan untuk orang dewasa kematian terjadi pada

dosis 10-20 gram atau lebih (Winarno dan Rahayu, 1994).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/IX/1988, asam borat

dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan yang

dilarang digunakan dalam produk makanan. Karena asam borat dan senyawanya

merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen. Meskipun boraks

berbahaya bagi kesehatan ternyata masih banyak digunakan oleh masyarakat

sebagai bahan tambahan makanan, karena selain berfungsi sebagai pengawet,

boraks juga dapat memperbaiki tekstur bakso dan kerupuk hingga lebih kenyal

dan lebih disukai konsumen (Depkes RI, 1988).

Senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut: jarak

lebur sekitar 171°C, larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5

bagian gliserol 85% dan tak larut dalam eter. Kelarutan dalam air bertambah

dengan penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam tetrat. Mudah menguap

dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 100°C yang

secara perlahan berubah menjadi asam metaborat (HBO2). Asam borat merupakan

asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa. Satu gram asam borat larut

sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan yang jernih dan tak

berwarna. Asam borat tidak tercampur dengan alkali karbonat dan hidroksida

(Cahyadi, 2008).

Efek boraks yang diberikan pada makanan dapat memperbaiki struktur dan

tekstur makanan. Seperti contohnya bila boraks diberikan pada bakso dan lontong

akan membuat bakso/lontong tersebut sangat kenyal dan tahan lama, sedangkan

pada kerupuk yang mengandung boraks jika digoreng akan mengembang dan

empuk serta memiliki tekstur yang bagus dan renyah. Parahnya, makanan yang

Page 2: boraks

telah diberi boraks dengan yang tidak atau masih alami, sulit untuk dibedakan jika

hanya dengan panca indera, namun harus dilakukan uji khusus boraks di

Laboratorium (Depkes RI,1988).

Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap organ

tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Karena kadar

tertinggi tercapai pada waktu diekskresi maka ginjal merupakan organ yang paling

terpengaruh dibandingkan dengan organ yang lain. Dosis tertinggi yaitu 10-20

gr/kg berat badan orang dewasa dan 5 gr/kg berat badan anak-anak akan

menyebabkan keracunan bahkan kematian. Sedangkan dosis terendah yaitu

dibawah 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan kurang dari 5 gr/kg berat

badan anak-anak (Saparinto dan Hidayati, 2006).

Sering mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan

otak, hati, lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam,

anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat,

menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal,

pingsan bahkan kematian (Agus dan Nasution, 2009).

Keracunan kronis dapat disebabkan oleh absorpsi dalam waktu lama.

Akibat yang timbul diantaranya anoreksia, berat badan turun, muntah, diare, ruam

kulit, alposia, anemia dan konvulsi. Dalam jumlah serta dosis tertentu, boraks bisa

mengakibatkan degradasi mental, serta rusaknya saluran pencernaan, ginjal, hati

dankulit karena boraks cepat diabsorbsi oleh saluran pernapasan dan pencernaan,

kulit yang luka atau membran mukosa (Saparinto dan Hidayati, 2006).

Gejala awal keracunan boraks bisa berlangsung beberapa jam hingga

seminggu setelah mengonsumsi atau kontak dalam dosis toksis. Gejala klinis

keracunan boraks biasanya ditandai dengan hal-hal berikut:

1. Sakit perut sebelah atas, muntah dan mencret

2. Sakit kepala, gelisah

3. Penyakit kulit berat

4. Muka pucat dan kadang-kadang kulit kebiruan

5. Sesak nafas dan kegagalan sirkulasi darah

6. Hilangnya cairan dalam tubuh

7. Degenerasi lemak hati dan ginjal

8. Otot-otot muka dan anggota badan bergetar diikuti dengan kejang-

kejang

9. Kadang-kadang tidak kencing dan sakit kuning

10. Tidak memiliki nafsu makan, diare ringan dan sakit kepala

11. Kematian

(Saparinto dan Hidayati, 2006)

Page 3: boraks

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Pramono, dan Nasution. 2009. Analisa Kandungan Boraks pada Lontong di

Kelurahan Padang Bulan Kota Medan. Skripsi. Medan : FKM USU.

Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.

Jakarta: Bumi Aksara

Depkes RI.1988. Peraturan Menteri Kesehatan Repulik Indonesia

No.722/Menkes/IX/1988. Tentang Badan Tambahan Makanan. Jakarta

Khamid, I.R. 2006. Bahaya Boraks Bagi Kesehatan. Jakarta : Penerbit Kompas.

Saparinto dan Hidayati, 2006. Boraks dan MSG dalam Bakso. No 10 Juni 1990.

Jakarta : YLKI.

Winarno, F.G. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta :

Pustaka Sinar Harapan.