13
Briefing Paper Januari 2012 MEWUJUDKAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL YANG BERDAYA DAN MANDIRI MELALUI KERANGKA KERJA COMMUNITY SYSTEM STRENGTHENING (CSS) 1. PENGANTAR GF ATM mengembangkan kerangka kerja Kerangka community system strengthening (CSS) berkolaborasi dengan berbagai pihak yaitu UNAIDS, WHO, UNICEF, World Bank, Measure Evaluation, Coalition of the Asia Pacific Regional Networks on HIV/AIDS (7 Sisters), International HIV/AIDS Alliance, USAID Office of HIV/AIDS, and US Office of the Global AIDS Coordinator, UNDP Burkina Faso, Ministry of Health & Social Welfare Tanzania, CSS bertujuan untuk memperkuat sistem masyarakat sehingga mampu berkontribusi dalam pembangunan kesehatan guna tercapainya tujuan nasional dan memastikan bahwa hak kesehatan masyarakat dapat terwujud. Hal ini berkaitan dengan pencegahan, pengobatan dan perawatan, mitigasi dampak dan penciptaan lingkungan yang kondusif. Kerangka kerja ini lebih diarahkan kepada keterlibatan masyarakat secara aktif yang berkaitan dengan HIV dan AIDS, TB dan malaria. Walaupun demikian tidak tertutup untuk dimanfaatkan untuk masalah kesehatan yang lebih luas. Untuk memahami kerangka kerja CSS, maka beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu : a. Sistem Kesehatan Nasional b. Keterkaitan antara penguatan sistem kesehatan (health system strengthening) dengan penguatan sistem masyarakat ( community system strengthening) c. Kerangka kerja penguatan sistem masyarakat ( community system strengthening) 2. SISTEM KESEHATAN NASIONAL (SKN) Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Dasar 1945. Pembangunan kesehatan yang dimaksud dalam SKN adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diselenggarakan berdasarkan pada: 1) Perikemanusiaan, 2) Pemberdayaan dan kemandirian, 3) Adil dan merata, serta 4) Pengutamaan dan manfaat. Sistem Kesehatan Nasional perlu dilaksanakan dalam konteks Pembangunan Kesehatan secara keseluruhan dengan mempertimbangkan determinan sosial, seperti: kondisi kehidupan seharihari,

Brief community system strengthening

  • Upload
    jselv

  • View
    528

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: Brief community system strengthening

Briefing Paper  Januari 2012 

   

  

MEWUJUDKAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL YANG BERDAYA DAN MANDIRI MELALUI KERANGKA KERJA  

COMMUNITY SYSTEM STRENGTHENING (CSS)  

1.   PENGANTAR  

GF  ATM  mengembangkan  kerangka  kerja  Kerangka  community  system  strengthening  (CSS) berkolaborasi dengan berbagai pihak yaitu UNAIDS, WHO, UNICEF, World Bank, Measure Evaluation, Coalition  of  the  Asia  Pacific  Regional  Networks  on  HIV/AIDS  (7  Sisters),  International  HIV/AIDS Alliance, USAID Office of HIV/AIDS, and US Office of the Global AIDS Coordinator, UNDP Burkina Faso, Ministry of Health & Social Welfare Tanzania, 

 CSS  bertujuan  untuk  memperkuat  sistem  masyarakat  sehingga  mampu  berkontribusi  dalam pembangunan  kesehatan  guna  tercapainya  tujuan nasional dan memastikan bahwa hak  kesehatan masyarakat  dapat  terwujud.  Hal  ini  berkaitan  dengan  pencegahan,  pengobatan  dan  perawatan, mitigasi dampak dan penciptaan lingkungan yang kondusif. 

Kerangka kerja ini lebih diarahkan kepada keterlibatan masyarakat secara aktif yang berkaitan dengan HIV dan AIDS, TB dan malaria. Walaupun demikian tidak tertutup untuk dimanfaatkan untuk masalah kesehatan yang lebih luas. 

Untuk memahami kerangka kerja CSS, maka beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu : 

a. Sistem Kesehatan Nasional 

b. Keterkaitan antara penguatan sistem kesehatan (health system strengthening) dengan penguatan sistem masyarakat ( community system strengthening) 

c. Kerangka kerja penguatan sistem masyarakat ( community system strengthening) 

 

2. SISTEM KESEHATAN NASIONAL (SKN) 

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang  memadukan  berbagai  upaya  bangsa  Indonesia  dalam  satu  derap  langkah  guna  menjamin tercapainya  tujuan  pembangunan  kesehatan  dalam  kerangka  mewujudkan  kesejahteraan  rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang‐undang Dasar 1945. 

Pembangunan  kesehatan  yang  dimaksud  dalam  SKN  adalah  upaya  yang  dilaksanakan  oleh  semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi‐tingginya dapat terwujud.  Pembangunan  kesehatan  diselenggarakan  berdasarkan  pada:  1)  Perikemanusiaan,  2) Pemberdayaan dan kemandirian, 3) Adil dan merata, serta 4) Pengutamaan dan manfaat. 

Sistem  Kesehatan  Nasional  perlu  dilaksanakan  dalam  konteks  Pembangunan  Kesehatan  secara keseluruhan dengan mempertimbangkan determinan  sosial,  seperti:  kondisi  kehidupan  sehari‐hari, 

Page 2: Brief community system strengthening

Page 2 of 13 

tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, sumber daya, kesadaran masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah‐masalah tersebut.  

Kedudukan SKN dalam Suprasistem adalah Ketahanan Nasional. SKN bersama dengan berbagai sistem nasional  lainnya diarahkan untuk mencapai Tujuan Bangsa  Indonesia seperti yang  tercantum dalam Pembukaan  Undang‐undang  Dasar  1945,  yaitu melindungi  segenap  bangsa  Indonesia  dan  seluruh tumpah  darah  Indonesia  dan  untuk  memajukan  kesejahteraan  umum,  mencerdaskan  kehidupan bangsa dan  ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, abadi dan keadilan sosial. Dalam kaitan  ini, undang‐undang yang berkaitan dengan kesehatan merupakan kebijakan strategis dalam pembangunan kesehatan.  

Terwujudnya  keadaan  sehat dipengaruhi oleh berbagai  faktor  yang  tidak hanya menjadi  tanggung‐jawab  sektor  kesehatan,  melainkan  juga  tanggung‐jawab  berbagai  sektor  terkait.  Dalam penyelenggaraan  pembangunan  kesehatan,  SKN  perlu  menjadi  acuan  bagi  sektor  lain.  Dalam penyelenggaraan  pembangunan  nasional,  SKN  dapat  bersinergis  secara  dinamis  dengan  berbagai sistem nasional  lainnya, seperti: Sistem Pendidikan Nasional, Sistem Perekonomian Nasional, Sistem Ketahanan  Pangan  Nasional,  Sistem  Hankamnas,  dan  Sistem  nasional  lainnya.  Dengan  demikian pelaksanaan pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan dengan mengikutsertakan seluruh sektor  terkait  kesehatan  sejak awal perencanaan agar dampak pembangunan  yang dilakukan  tidak merugikan  derajat  kesehatan  masyarakat  secara  langsung  maupun  tidak  langsung  dalam  jangka pendek maupun jangka panjang.  

Disamping  itu  keberhasilan pembangunan  kesehatan  sangat ditentukan oleh dukungan  sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam berbagai sistem kemasyarakatan. Di lain pihak, sebagai sistem kemasyarakatan yang ada, termasuk potensi swasta berperan aktif sebagai mitra  dalam  pembangunan  kesehatan  yang  dilaksanakan  sesuai  SKN.  Dalam  kaitan  ini  SKN dipergunakan sebagai acuan bagi masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan. 

Pendekatan  manajemen  kesehatan  dewasa  ini  dan  kecenderungannya  di  masa  depan  adalah kombinasi dari pendekatan: 1)  Sistem, 2) Kontingensi, dan 3)  Sinergi  yang dinamis. Mengacu pada substansi  perkembangan  penyelenggaraan  pembangunan  kesehatan  dewasa  ini  serta  pendekatan manajemen kesehatan tersebut diatas, maka subsistem SKN meliputi:  

1. Subsistem Upaya Kesehatan  

Untuk dapat mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi‐tingginya perlu diselenggarakan berbagai  upaya  kesehatan  dengan  menghimpun  seluruh  potensi  bangsa  Indonesia.  Upaya kesehatan diselenggarakan dengan upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan.  

2. Subsistem Pembiayaan Kesehatan  

Pembiayaan kesehatan bersumber dari berbagai sumber, yakni: Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, organisasi masyarakat, dan masyarakat itu sendiri.  

Pembiayaan  pelayanan  kesehatan masyarakat merupakan  public  good  yang menjadi  tanggung‐jawab  pemerintah,  sedangkan  untuk  pelayanan  kesehatan  perorangan  pembiayaannya  bersifat private, kecuali pembiayaan untuk masyarakat miskin dan  tidak mampu menjadi  tanggung‐jawab pemerintah.  Pembiayaan  pelayanan  kesehatan  perorangan  diselenggarakan  melalui  jaminan pemeliharaan kesehatan dengan mekanisme asuransi sosial yang pada waktunya diharapkan akan mencapai universal coverage sesuai dengan Undang‐undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).  

Page 3: Brief community system strengthening

Page 3 of 13 

3. Subsistem Sumber Daya Manusia Kesehatan  

Sebagai pelaksana upaya kesehatan, diperlukan sumber daya manusia kesehatan yang mencukupi dalam  jumlah,  jenis  dan  kualitasnya,  serta  terdistribusi  secara  adil  dan merata,  sesuai  tututan kebutuhan pembangunan kesehatan. Oleh karena  itu, SKN  juga memberikan  fokus penting pada pengembangan  dan  pemberdayaan  SDM  Kesehatan  guna  menjamin  ketersediaan  dan pendistribusian  sumber  daya  manusia  kesehatan.  Pengembangan  dan  pemberdayaan  SDM Kesehatan  meliputi:  1)perencanaan  kebutuhan  sumber  daya  manusia  yang  diperlukan,  2) pengadaan  yang  meliputi  pendidikan  tenaga  kesehatan  dan  pelatihan  SDM  Kesehatan,  3) pendayagunaan SDM Kesehatan, termasuk peningkatan kesejahteraannya, dan 4) pembinaan serta pengawasan SDM Kesehatan.  

4. Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan  

Subsistem  kesehatan  ini meliputi  berbagai  kegiatan  untuk menjamin:  aspek  keamanan,  khasiat/ kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang beredar; ketersediaan, pemerataan,  dan  keterjangkauan  obat,  terutama  obat  esensial;  perlindungan  masyarakat  dari penggunaan  yang  salah  dan  penyalahgunaan  obat;  penggunaan  obat  yang  rasional;  serta  upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri.  

5. Subsistem Manajemen dan Informasi Kesehatan  

Subsistem  ini  meliputi:  kebijakan  kesehatan,  administrasi  kesehatan,  hukum  kesehatan,  dan informasi  kesehatan.  Untuk  menggerakkan  pembangunan  kesehatan  secara  berhasil  guna  dan berdaya  guna,  diperlukan  manajemen  kesehatan.  Peranan  manajemen  kesehatan  adalah koordinasi,  integrasi,  sinkronisasi,  serta penyerasian berbagai  subsistem  SKN dan efektif, efisien, serta transparansi dari penyelenggaraan SKN tersebut.  

Dalam  kaitan  ini  peranan  informasi  kesehatan  sangat  penting.  Dari  segi  pengadaan  data  dan informasi dapat dikelompokkan kegiatannya sebagai berikut: 1) Pengumpulan, validasi, analisa, dan diseminasi data dan informasi, 2) Manajemen sistem informasi, 3) Dukungan kegiatan dan sumber daya  untuk  unit‐unit  yang memerlukan,  dan  4)  Pengembangan  untuk  peningkatan mutu  sistem informasi kesehatan.  

6. Subsistem Pemberdayaan Masyarakat  

Sistem  Kesehatan  Nasional  akan  berfungsi  optimal  apabila  ditunjang  oleh  pemberdayaan masyarakat.  Masyarakat  termasuk  swasta  bukan  semata‐mata  sebagai  sasaran  pembangunan kesehatan,  melainkan  juga  sebagai  subjek  atau  penyelenggara  dan  pelaku  pembangunan kesehatan. Oleh  karenanya pemberdayaan masyarakat menjadi  sangat penting, agar masyarakat termasuk swasta dapat mampu dan mau berperan sebagai pelaku pembangunan kesehatan. Dalam pemberdayaan masyarakat meliputi  pula  upaya  peningkatan  lingkungan  sehat  oleh masyarakat sendiri. Upaya  pemberdayaan masyarakat  akan  berhasil  pada  hakekatnya  bila  kebutuhan  dasar masyarakat  sudah  terpenuhi. Pemberdayaan masyarakat dan upaya  kesehatan pada hakekatnya merupakan fokus dari pembangunan kesehatan.  

 

 

 

 

Page 4: Brief community system strengthening

Page 4 of 13 

2. SUBSISTEM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT  

1. Pengertian  

Subsistem pemberdayaan masyarakat adalah bentuk dan cara penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan  baik  perorangan,  kelompok,  maupun  masyarakat  secara  terencana,  terpadu,  dan berkesinambungan guna tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi‐tingginya.  

2. Tujuan  

Tujuan  subsistem  pemberdayaan  masyarakat  adalah  meningkatnya  kemampuan  masyarakat untuk berperilaku hidup sehat, mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri, berperan aktif dalam setiap pembangunan kesehatan, serta dapat menjadi penggerak dalam mewujudkan pembangunan berwawasan kesehatan.  

3. Unsur‐unsur  

a. Penggerak Pemberdayaan  

Pemerintah,  masyarakat,  dan  swasta  menjadi  inisiator,  motivator,  dan  fasilitator  yang mempunyai kompetensi memadai dan dapat membangun komitmen dengan dukungan para pemimpin, baik formal maupun non formal.  

b. Sasaran Pemberdayaan  

Perorangan  (tokoh  masyarakat,  tokoh  agama,  politisi,  figur  masyarakat,  dan  sebagainya), kelompok  (organisasi  kemasyarakatan,  organisasi  profesi,  kelompok  masyarakat),  dan masyarakat  luas  serta pemerintah yang berperan  sebagai agen perubahan untuk penerapan perilaku hidup sehat (subjek pembangunan kesehatan).  

c. Kegiatan Hidup Sehat  

Kegiatan  hidup  sehat  yang  dilakukan  sehari‐hari  oleh  masyarakat,  sehingga  membentuk kebiasaan  dan  pola  hidup,  tumbuh  dan  berkembang,  serta  melembaga  dan  membudaya dalam kehidupan bermasyarakat.  

d. Sumber Daya  

Potensi  yang dimiliki oleh masyarakat,  swasta, dan pemerintah  yang meliputi: dana,  sarana dan  prasarana,  budaya,  metode,  pedoman,  dan  media  untuk  terselenggaranya  proses pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan.  

4. Prinsip  

a. Berbasis Masyarakat  

Pembangunan kesehatan berbasis pada tata nilai perorangan, keluarga, dan masyarakat sesuai dengan keragaman sosial budaya, kebutuhan, permasalahan, serta potensi masyarakat (modal sosial). 

b. Edukatif dan Kemandirian  

Pemberdayaan masyarakat dilakukan atas dasar untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan  kemampuan,  serta  menjadi  penggerak  dalam  pembangunan  kesehatan.  Kemandirian bermakna sebagai upaya kesehatan dari, oleh, dan untuk masyarakat sehingga mampu untuk 

Page 5: Brief community system strengthening

Page 5 of 13 

mengoptimalkan  dan menggerakkan  segala  sumber  daya  setempat  serta  tidak  bergantung kepada pihak lain.  

c. Kesempatan Mengemukakan Pendapat dan Memilih Pelayanan Kesehatan  

Masyarakat  mempunyai  kesempatan  untuk  menerima  pembaharuan,  tanggap  terhadap aspirasi  masyarakat  dan  bertanggung‐jawab,  serta  kemudahan  akses  informasi, mengemukakan pendapat dan  terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kesehatan diri, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya.    

 d. Kemitraan dan Gotong‐royong  

Semua  pelaku  pembangunan  kesehatan  baik  sebagai  penyelenggara  maupun  sebagai pengguna  jasa  kesehatan  dengan  masyarakat  yang  dilayani  berinteraksi  dalam  semangat kebersamaan,  kesetaraan,  dan  saling  memperoleh  manfaat.  Tumbuhnya  rasa  kepedulian, tenggang rasa, solidaritas, empati, dan kepekaan masyarakat dalam menghadapi potensi dan masalah  kesehatan  yang  akhirnya bermuara  dalam  semangat  gotong‐royong  sesuai  dengan nilai luhur bangsa.  

5. Penyelenggaraan  

a. Penggerakan Masyarakat  

Pembangunan  kesehatan  perlu  digerakkan  oleh  masyarakat  dan  masyarakat  mempunyai peluang  yang  penting  dan  luas  dalam  pembangunan  kesehatan.  Pelibatan  aktif masyarakat dalam  proses  pembangunan  kesehatan  dilakukan  mulai  dari  penelaahan  situasi  masalah kesehatan, penyusunan rencana termasuk dalam penentuan prioritas kesehatan, pelaksanaan, pemantauan,  dan  evaluasi  upaya  kesehatan  sehingga  dapat  terwujud  kemandirian  dan kesinambungan pembangunan kesehatan.  

Pemberdayaan  masyarakat  ditujukan  guna  terwujudnya  penguatan  upaya  peningkatan, pencegahan, penyembuhan, maupun pemulihan secara tersendiri atau terpadu.  Perencanaan pemberdayaan  masyarakat  didasarkan  pada  fakta  dan  masalah  kesehatan  yang  menjadi perhatian masyarakat  setempat maupun masyarakat  luas  serta dengan mempertimbangkan potensi sumber daya dan nilai‐nilai sosial budaya masyarakat.  

b. Pengorganisasian dalam Pemberdayaan  

Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui perorangan, kelompok, dan masyarakat luas sesuai dengan kepentingannya dan yang berhasil guna dan berdaya guna. 

Peranan Pemerintah membuka akses  informasi dan dialog, menyiapkan regulasi, menyiapkan masyarakat  dengan membekali  pengetahuan  dan  keterampilan  bagi masyarakat,  dukungan sumber  daya  untuk  membangun  kemandirian  dalam  upaya  kesehatan  dan  mendorong terbentuknya Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat  (UKBM), dan kemandirian dalam upaya kesehatan.  

Peran  masyarakat  dalam  pembangunan  kesehatan  dapat  dengan  cara  mendirikan  sarana pelayanan kesehatan maupun memberikan  informasi kesehatan (promosi kesehatan) kepada masyarakat. Dalam  kaitan  ini  termasuk  pengembangan Desa  Siaga  atau  bentuk‐bentuk  lain pada masyarakat desa/kelurahan. 

 

Page 6: Brief community system strengthening

Page 6 of 13 

 c. Advokasi  

Masyarakat  dapat  berperan  dalam  melakukan  advokasi  kepada  pemerintah  dan  lembaga pemerintahan  lainnya,  seperti  legislatif untuk memperoleh dukungan kebijakan dan  sumber daya  bagi  terwujudnya  pembangunan  berwawasan  kesehatan.  Pelaksanaan  advokasi dilakukan dengan dukungan  informasi  yang memadai  serta metode  yang berhasil guna dan berdaya  guna.  Masyarakat  juga  dapat  berpartisipasi  dengan  memberikan  kritik  yang membangun bagi kepentingan seluruh masyarakat. 

d. Kemitraan  

Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan kemitraan berbagai pihak, seperti seluruh sektor terkait,  lembaga  legislatif,  dunia  usaha,  organisasi  kemasyarakatan,  perguruan  tinggi,  dan masyarakat  agar  terwujud  dukungan  sumber  daya  dan  kebijakan  dalam  pembangunan kesehatan.  

6. Peningkatan Sumber Daya  

Dalam  pemberdayaan masyarakat  perlu  didukung  oleh  pengembangan  dan  pemberdayaan SDM Kesehatan  yang  kuat, pembiayaan  yang memadai, dan dukungan berbagai  sarana  lain yang berkaitan.  

Dalam  pemberdayaan  masyarakat  secara  lebih  spesifik  dapat  didampingi  penggerak  yang berperan  sebagai  fasilitator,  komunikator,  dan  dinamisator  dalam  proses  pemberdayaan masyarakat.  

Ketersediaan  sumber  daya  tersebut  sangat  penting  agar  dapat  tercapai  masyarakat berperilaku  hidup  sehat  dan  mandiri,  termasuk  pentingnya  ketersediaan  tenaga penggerak/promosi  kesehatan,  seperti  di  Puskesmas  dan  Rumah  Sakit  yang  mempunyai kompetensi dan integritas tinggi.  

 

3. HUBUNGAN PENGUATAN SISTEM KESEHATAN (HEALTH SYSTEM STRENGHENING )       DENGAN PENGUATAN SISTEM MASYARAKAT (COMMUNITY SYSTEM STRENGTENING) 

CSS merupakan  bagian  dari  sub  sistem  kesehatan  dan  saling  terkait  dengan  upaya  kesehatan.  CSS sangat  berperan  dalam  upaya  meningkatkan  akses  layanan  kesehatan  dan  meningkat  kualitas pelayanan. Disamping  itu, CSS  juga dapat berperan pada area advokasi, penggerakan masyarakat dan membangun  jaringan  antar  komunitas.  CSS  juga  bisa  berperan  dalam memantau  dan mengevaluasi penyelenggaraan layanan kesehatan yang berkeadilan dan berkualitas.  

Penggiat  dari masyarakat  sipil  juga  dapat  berperan  secara  sistematis,  terorganisir dalam mengubah kebijakan public untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mewujudkan hak kesehatan bagi masyarakat. Disamping itu juga berperan untuk menghilangkan diskriminasi, marjinalisasi, kriminalisasi atau ekspolitasi yang timbul dari sosial budaya masyarakat. 

Sistem  kesehatan  juga  tidak  dapat  terpisah  dari masyarakat.  Sistem  kesehatan  adalah  adalah  aset masyarakat  yang merupakan   bagian dari hubungan  antara  individu,  keluarga dan masyarakat  yang dalam menyelenggarakan upaya. Dalam hubungannya terlihat adanya   sinergi dan keterkaitan antara sistem kesehatan, sistem masyarakat dan kesejahteraan sosial. Dalam pelaksanaannya eringkali terjadi tumpang tindih antara ketiga sistem tersebut. Oleh sebab itiu, perlu dilakukan pendekatan kreatif dan inovatif untuk mendorong masyarakat terlibat aktif dalam sistem kesehatan dan sosial.  

Page 7: Brief community system strengthening

Page 7 of 13 

Keterkaitan antara  sub  sistem kesehatan,  sub  sistem masyarakat dan  sub  sistem  jaminan  sosial dan pembiayaan kesehatan dapat dilihat pada bagan berikut :  

 

 

  

4. KERANGKA COMMUNITY SYSTEM STRENGTHENING  (CSS) 

Pengertian sistem komunitas dapat kita rujuk dari kerangka kerja CSS yang telah dikeluarkan Global Fund dengan arti sebagai berikut :  

Sistem  penguatan masyarakat  (community  system  strengthening) merupakan  sebuah  pendekatan yang  mampu  memberikan  informasi,  memberdayakan  dan  mengkoordinasikan  masyarakat  dan organisasi  berbasis  masyarakat,  kelompok  ataupun  struktur  sosial.  Pelibatan  berbagai  pihak dimasyarakat  akan  mendorong  mereka  untuk  berkonstribusi  pada  keberlanjutan  jangka  panjang terkait  isu  kesehatan  dan  intervensi  lainnya  ditingkat  komunitas  dan memberikan  lingkungan  yang kondusif hal‐hal yang ingin dicapai. 

System penguatan masyarakat bertujuan untuk melibatkan orang yang  terdampak  langsung dengan masalah  kesehatan  (HIV,  tuberclosis, malaria  dan masalah  kesehatan  lainnya)  agar  terlibat  dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian dari layanan dan kegiatan yang terkait dengan pencegahan, pengobatan, dan care&support.  

Kerangka kerja CSS yang memuat 6 komponen penting untuk memperkuat sistem komunitas, yaitu : 

(1)  Advokasi;  (2)  Jaringan  dan  kemitraan;  (3)  Sumber  daya  dan  penguatan  kapasitas  (4);  upaya kesehatan berbasis masyarakat dan pemberian layanan ;  (5) penguatan organisasi dan kepemimpinan dan (6) monitoring & evaluasi dan perencanaa.  

 

Page 8: Brief community system strengthening

Page 8 of 13 

 

 

5. Membumikan Kerangka CSS di Indonesia 

Desentralisasi kesehatan di Indonesia dilaksanakan sejak awal tahun 2001 dan merupakan konsekuensi dari  desentralisasi  secara  politik  yang  menjadi  inti  Undang‐Undang    No.22/1999.  Laksono  (2009), menyatakan  Desentralisasi  kesehatan  dari  2000‐2007 menunjukkan  bahwa  kegiatan  pembangunan kesehatan tersendat‐sendat. Alokasi anggaran kurang berhasil menyeimbangkan pelayanan kesehatan, berbagai peraturan dan kebijakan pusat kurang berhasil dilaksanakan, sampai masalah SDM kesehatan yang sulit dikelola.  

Pada tahun 2000 , Azrul Azwar (Mantan PHN PKBI) dan Ascobat Gani (FKM UI) sudah memprediksikan akan  terjadinya  ’kemandekan’ pembangunan kesehatan di daerah, mereka mengkhawatirkan adanya desentralisasi  kesehatan  akan  memperburuk  program  kesehatan  dan  KB.  Era  otonomi  daerah mendorong  pada  bupati/walikota  lebih  menyukai  program‐program  populis  dibanding  program investasi sosial seperti program kesehatan dan program Keluarga Berencana (KB). Kondisi  ini semakin memperihatinkan  dengan  adanya  pemilihan  kepada  daerah  langsung  yang  berdampak  program‐program  pemerintah  daerah  umurnya  hanya  sebatas  5  tahunan,  tergantung masa  jabatan  kepala daerah tersebut. 

Dalam  kondisi  ini  dibutuhkan masyarakat  sipil  yang  kuat  untuk mengawal  program  pembangunan kabupaten/kota  yang  berorientasi  pada  pembangunan  kesehatan  terutama  dalam  konteks penanggulangan HIV dan AIDS. Namun, sayangnya masyarakat sipil yang bergerak di isu kesehatan dan HIV/AIDS masih bergantung pada isu yang ditawarkan pada donor luar. Ironisnya masa hidup LSM pun sangat bergantung pada bantuan donor tersebut, seperti yang termuat dalam laporan Forum UNGASS‐AIDS  Indonesia  2010  yang  salah  satu  isinya  memuat  tentang  betapa  lemahnya  posisi  LSM  yang bergerak dibidang penanggulangan HIV/AIDS, sebagai berikut: 

Page 9: Brief community system strengthening

Page 9 of 13 

” ..... Penghapusan secara bertahap oleh ASA‐FHI, sebagai contoh, telah mengurangi jumlah LSM dari 135 menjadi hanya 25 LSM per Maret 2010 yang sebagian didukung oleh ASA  dan mitra  pembangunan  lainnya7. Hasil  ini mencerminkan  keengganan, ketidaksiapan, atau kurangnya apresiasi pada  inisiatif dalam bentuk apapun di  luar infrastruktur  pemerintah.  Masyarakat  lupa  bahwa  sebelum  pemerintah  mulai menyediakan layanan bagi ODHA dan komunitas, LSM‐LSM kecil tersebut sudah ada dan  melakukan  penjangkauan,  menyediakan  informasi,  dan  menciptakan perbedaan. Banyak dari mereka  tidak dapat mempertahankan kelanjutan kegiatan mereka, karena mereka  dikondisikan untuk tergantung pada donor ”  

 Berdasarkan situasi dan kondisi program penanggulangan HIV dan AIDS dan kapasitas masyarakat sipil di Indonesia maka penerapan kerangka kerja CSS bertujuan untuk :  1. Menciptakan  organisasi masyarakat  sipil  (LSM  dan  organisasi  berbasis  komunitas) menerapkan 

prinsip‐prinsip  good  governance  (tata  kelola  yang  baik).    Organisasi  masyarakat  sipil  yang menerapkan prinsip  good  governance  lebih dikenal Good NGO Governance  (GNG). Prinsip dasar GNG adalah akuntabilitas, transparan dan partisipatif. Di era demokrasi  ini, organisasi masyarakat sipil  pun  dituntun  untuk  akuntabel  dan  transparan  kepada  stakeholder  dan  masyarakat  yang diselenggarakan mereka seperti yang diamanatkan UU UU No 16/2001 jo UU No 28/2004 tentang Yayasan, dan UU UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik 

2. Mendorong  terbentuknya organisasi masyarakat  sipil  (LSM dan organisasi berbasis komunitas) di tingkat  kab/kota  yang berperan menjaga dan mengawal  kebijakan dan  anggaran untuk program penanggulangan  HIV/AIDS  di  Kab/Kota.  Kelompok‐kelompok  masyarakat  yang  berusaha mempengaruhi  kebijakan  publik  melalui  proses  pendekatan  (lobby)  ke  tokoh‐tokoh  yang berwenang membuat  kebijakan  dikenal  dengan  istilah  Interest  groups.  Di  AS,  istilah  kelompok kepentingan  sudah baku,  sedangkan  Inggris  lebih menyukai  istilah kelompok penekan. Di negara maju,  interest  group  berfungsi  untuk  menjalin  dan  memelihara  hubungan  dengan  pemerintah terutama bertujuan untuk mempengaruhi penyusunan undang‐undang dan regulasi. 

3. Memperkuat  upaya  kesehatan  dan  layanan  berbasis  komunitas  yang  sudah  ada.  Selama  ini sebagian besar organisasi masyarakat sipil (LSM dan organisasi berbasis komunitas) bekerja di area ini, baik yang fokus pada program penjangkauan maupun care & support. Namun sayangnya, CSO di  area  ini  dalam  menjalankan  kegiatannya  sangat  bergantung  terhadap  keberadaan  lembaga donor. Masih  sedikit  lembaga  yang mandiri  dalam membiayai  program‐program mereka.  Oleh sebab  itu,  perlu  adanya  upaya  agar  pemerintah  daerah  mau  membiayai  program‐program penjangkauan  dan  pendampingan  untuk  menjaga  keberlangsungan  program.  Selain  itu,  perlu adanya instumen untuk meningkatkan mutu dan kualitas layanan. 

4. Mendorong  terbentuknya  organisasi  masyarakat  sipil  (LSM  dan  organisasi  berbasis  komunitas) yang  fokus  pada  monitoring  dan  evaluasi  (M&E),  khususnya  pendekatan  Participatory  M&E (PM&E). Keberadaan kelompok ini untuk melakukan evaluasi terhadap program yang ada sekaligus memberikan rekomendasi untuk perbaikan dan peningkatan mutu program. 

Adanya  4  (empat)  komponen  tersebut  dalam  organisasi masyarakat  sipil maka  kelompok  ini  dapat mendorong  terintegrasinya program penangggulangan HIV dan AIDS dalam program pembangunan di kabupaten/kota sekaligus memastikan program penanggulangan HIV dan AIDS berjalan dengan efektif dan berkelanjutan. 

Page 10: Brief community system strengthening

Page 10 of 13 

Organisasi masyarakat sipil yang telah menerapkan kerangka kerja CSS, terlihat dari adanya 4  (empat) komponen, yaitu : 

 

 

 

 

6. Menuju Masyarakat Sipil yang Mandiri dan Berdaya 

Masyarakat  Sipil  (civil  society)  adalah  orang‐orang  yang  berkumpul  untuk  memperjuangkan kepentingan  umum  diluar  area  keluarga,  negara  dan  pasar.  Kadang‐kadang  termasuk  juga  di dalammnya keluarga dan ruang pribadi dan dikenal dengan pilar ketiga masyarakat, diluar negara dan pengusaha. Dalam kamus Dictionary.com's 21st Century Lexicon Civil Society diartikan sebagai :  (1) Sekumpulan  organisasi  non  pemerintah  dan  lembaga‐lembaga  yang  memiliki  tujuan  untuk 

memperjuangkan dan memenuhi kebutuhan warga negara. (2) Perorangan atau organisasi yang terlepas dan tidak bergantung (independent) dari pemerintah (3) Kadang‐kadang  istilah  ini  digunakan  untuk  hal‐hal  yang  lebih  umum,  seperti  kebebasan 

berbicara, peradilan yang independen, untuk memujudkan masyarakat yang demokratis (Collins English Dictionary). 

(Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Civil_society) 

Untuk  melihat  hubungan  civil  society  dengan  negara,  menarik  jika  merujuk  konsep  civil  society menurut Jurgen Habermas and Antonio Gramsci.  

Page 11: Brief community system strengthening

Page 11 of 13 

Habermas menempatkan civil society dalam ruang publik (public sphere). Ruang publik adalah ruang tempat  subjek  berpartisipasi  secara  setara  dalam  diskusi rasional  untuk  mendapatkan  kebenaran  dan  kebaikan bersama. Ruang publik sebagai  ide menggambarkan dimensi keterbukaan,  inklusif,  kesetaraan dan  kebebasan  yang  tidak tercela. 

Gramsci  menjelaskan  civil  society  merupakan  bagian  dari hegemoni politik  masyarakat yang dibangun dari mekanisme persetujuan  dengan  masyarakat.  Gramsci  menyatakan  bahwa  kelompok  akan  menjadi  hegemoni  bilamana kelompok  tersebut  mengartikulasikan  kepentingan sektoralnya  sebagai  kepentingan  umum,  lalu merealisasikannya dalam kepemimpinan moral dan politik. 

Baik  Habermas  maupun  Gramsci  menempatkan  konsep    civil  society  sebagai  lawan  terhadap hegemoni negara.  

Untuk melihat  lebih  jauh  tentang  tipikal Aktivis  LSM di  Indonesia, menarik untuk mengulas hasil kajian  yang  dilakukan  Mansour  fakih  yang  termuat  dalam  bukunya  ”Masyarakat  sipil  untuk transformasi social Pergolakan ideologi LSM Indonesia.”  Mansour Fakih menggolongkan posisi aktivis LSM Indonesia menjadi menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu  1. Perspektif Konformisme 

Aktivis  LSM  yang melakukan  pekerjaan mereka  didasarkan  kepada  paradigma  karikatif  atau  sering disebut  “bekerja  tanpa  teori”  atau mereka  yang  bekerja  berorientasi  proyek  dan  bekerja  sebagai organisasi yang menyesuaikan diri dengan sistem dan struktur yang ada. Motivasi utama program dan aktivitas mereka adalah menolong  rakyat dan didasarkan kepada niat baik untuk membantu mereka yang membutuhkan. Kelompok  ini mengimplementasikan visi mereka ke dalam program  lapangan dengan menggunakan pendekatan  yang  dikembangkan  aktivis  perspektif  reformis,  karena mereka memperoleh  pelatihan  dan pendidikan dari LSM Reformis. 

 2. Perspektif Reformis 

Aktivis  LSM yang pemikirannya didasarkan pada  ideologi   modernisasi dan developmentalisme dan program yang dibangun berlandaskan perlunya meningkatkan partisipasi rakyat dalam pembangunan. Mayoritas LSM di Indonesia mengikuti paradigma reformisme.  

Tesis  dibalik  paradigma  ini  adalah  keterbelakangan  rakyat  disebabkan  adanya  sesuatu  yang  salah dengan  mentalitas  dan  nilai‐nilai  rakyat.  Mentalitas  dan  nilai‐nilai  ini  yang  dianggap  menjadi penyebab utama kelemahan “partisipasi” rakyat dalam pembangunan. 

Dalam  mengimplemtasikan  visi  mereka  selalu  sejalan  dengan  konsep  pembangunan  pemerintah sehingga aktivis  ini  cenderung memotivasi  rakyat agar berpartisipasi dalam program pembangunan pemerintah. 

Dalam menjalankan program mereka cenderung mengabaikan masalah eksploitasi kelas, penindasan politik, bias gender atau pun hegemoni kultural dan ideologi pembangunan. 

Page 12: Brief community system strengthening

Page 12 of 13 

Tesis  pandangan  ini  bahwa  mentalitas,  perilaku  dan  kultur  rakyat  seperti  tingkat  kebutuhan berprestasi  rakyat  rendah  dan  nilai‐nilai  tradisional  lainnya,  menghambat  pembangunan  dan pertumbuhan. Dengan demikian rakyat perlu dilibatkan dalam pembangunan. 

Tugas utama  LSM menjadi  fasilitator  yaitu memfasilitasi  rakyat dalam meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap agar dapat menjadi modern.  

Kelompok  ini  dalam  mengimplementasikan  kegiatan  lapangan  mereka  menekankan  perlunya partisipasi  dan  swadaya  rakyat  yang  lebih  besar.  Dalam  konteks  ini,  kegiatan‐kegiatan  seperti assesment  (penilaian),  pelatihan  partisipasi,  dialog,  evaluasi  partisipatif  menjadi  jargon  mereka. Namun, lemahnya visi di kalangan aktivis ini sehingga dalam kegiatan pengorganisasian tidak pernah mempertanyakan mengapa rakyat mesti diorganisir. 

Kelompok  ini  dalam menerjemahkan  gagasan  kedalam  aksi, mereka  berpendapat  bahwa  hal  yang terpenting adalah berjuang mempengaruhi pemerintah sehingga pendekatan dan metodologi mereka dipakai dan diimplementasikan pemerintah. Dan memang pada kenyataanya, beberapa pendekatan dan  metodologi  dan  teknik  LSM  banyak  diambil  alih  oleh  pemerintah.  Misalnya  program  PNPM Mandiri. 

Ciri lain dari aktivitas kelompok ini adalah semua masalah didekati dengan pendekatan proyek. Hal ini jelas  terlihat  pada  cara  mereka  merencanakan  program,  yang  umumnya  mulai  dari  penilaian kebutuhan (need assessment), perencanaan,  implementasi, serta evaluasi dengan jadwal yang ketat. Lembaga donor juga memainkan peran dalam membentuk persepktif mereka, karena seringkali dana menjadi hal  yang penting  sehingga program mereka    lebih disesuaikan dengan  apa  yang dianggap penting oleh lembaga donor. 

Walaupun dalam visi mereka ingin meningkatkan kesejahteraan kelompok sasaran, namun seringkali program‐program diukur dengan indikator berikut : 1. Berapa banyak jumlah orang yang mendapat manfaat 2. Apakah  motivasi  rakyat  berpartisipasi  dalam  proyek  LSM  sesuai  dengan  sikap  mentalitas 

modernism. 3. Aktivis LSM yang mengembangkan masyarakat melalui dinamika kelompok, ukurannya adalah 

apakah kelompok sasaran dapat menerima perilaku organisasi modern.  3. Perspektif Transformatif 

Salah satu ciri perspektif transformatif  adalah mempertanyakan paradigma mainstream yang ada dan ideologi    tersembunyi  di  dalammnya  dan  berusaha menemukan  paradigma  alternatif    yang  akan mengubah  struktur  yang  menindas  rakyat  serta  membuka  kemungkinan  bagi  rakyat  untuk mewujudkan potensi kemanusiaanya. 

Menurut  perspektif  transformatif,  salah  satu  penyebab  masalah  rakyat  adalah  justru  diskursus pembangunan maupun struktur yang  timpang yang ada. Berkaitan dengan program aksi, perspektif transformati melihat program pembangunan masyarakat (misal peningkatan pendapatan, pelayanan kesehatan)  sebagai  ‘pintu  masuk’  kegiatan  jangka  panjang  menggerakkan  masyarakat  untuk perubahan. 

Kelompok ini dalam menerjemahkan gagasan kedalam aksi melalui pendidikan kritis bagi maryarakat untuk membangun kesadaran kritis.  

Page 13: Brief community system strengthening

Page 13 of 13 

Hasil  telaahan Mansour Fakih  terhadap LSM di  Indonesia, setidaknya memberikan kesimpulan singkat Masyarakat Sipil yang Mandiri dan Berdaya hanya dapat terwujud,  jika organisasi‐organisasi tersebut dapat lepas dari ketergantungan dana (lebih parahnya jika sudah mengalami ’addict funding’) baik yang disediakan  donor  ataupun  pemerintah.  Disamping  perlunya  mendorong  organisasi‐organisasi masyarakat sipil untuk mulai bekerja dengan teori. 

 

7. Penutup 

Pasca  tahun 2015 diperkirakan donor  asing  akan mulai mengurangi bantuan  terkait program HIV di Indonesia. Kondisi ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi LSM‐LSM di Indonesia yang masih sangat bergantung pada bantuan dana dari pihak asing.  

Saat  inilah momentum  yang  tepat  bagi  seluruh masyarakat  sipil    yang  bergerak  di  isu  HIV  untuk merancang blue print penguatan masyarakat sipil mengingat sampai dengan 2015 masih ada dukungan dana  dari  GF  ATM,  USAID,  AUSAID,  sehingga  pada  tahun  2015 masyarakat  sipil  yang mandiri  dan berdaya sudah terwujud. 

 

Sumber bacaan:  Departemen Kesehatan, Sistem Kesehatan Nasional, 2009  GF ATM, Community Systems Strengthening Framework, 2010  Laksono  Trisnantoro,    Pelaksanaan Desentralisasi  Kesehatan di  Indonesia  2000‐2007: Mengkaji 

Pengalaman dan Membahas Skenario Masa Depan, 2009  Laporan Forum UNGASS‐AIDS Indonesia 2010  Donny Gahral Adian, Setelah Marxisme, Sejumlah Teori Ideologi Kontemporer, 2011  Mansour fakih, Masyarakat sipil untuk transformasi social Pergolakan ideologi LSM Indonesia, 

2010