7
HASIL SURVEI SEROEPIDEMIOLOGI BRUCELLOSIS PADA SAPI POTONG DI MADURA TAHAP I - TAHUN 2011 Samkhan *, Putut Djoko Purnomo ** Dwi Hari Susanta ***, Rosmita Ikaratri ***, Sri Niati ****, Tri Parmini **** dan Muhammad Fauzan Isnaini **** * Kepala Bidang Pelayanan Veteriner, ** Kepala Seksi Informasi Veteriner *** Medik Veteriner, **** Paramedik Veteriner pada Laboratorium Epidemiologi - Balai Besar Veteriner Wates Jogjakarta RINGKASAN Survei Seroepidemiologi Brucellosis di Madura dilakukan oleh Balai Besar Veteriner Wates Jogjakarta bekerja sama dengan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur (UPT Laboratorium Kesehatan Hewan Tuban dan UPT Pembibitan Ternak dan Kesehatan Hewan Madura di Pamekasan) serta Balai Karantina Hewan Surabaya yang berada di Bangkalan terhadap Sapi Potong di Pulau Madura, dimulai sejak bulan Januari sampai dengan Desember 2011. Pada tahun 2011 telah terpilih lokasi untuk semua kabupaten di Pulau Madura yakni : di Ka- bupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep. Hasil uji laboratorium dari contoh serum yang diambil sebanyak 7.099 sapi, di Kabupaten Bangkalan 1.483 ekor, Sampang 1.424 ekor, Pamekasan 328 ekor dan Sumenep 3.854 ekor, terdapat 5 positif RBPT (Rose Bengal Plate Test) dan 3 ekor Positif Brucellosis dengan uji CFT (Complement Fixation Test) yakni di Kabupaten Bangkalan, Kecamatan Geger, Desa Batubella, Dusun Lopolo dan Kecamatan Tanah Merah, Desa Budden, Dusun Murdauh, serta Kabupaten Sampang, Kecamatan Camplong, Desa Jrengik Laok, sudah dilakukan Stamping Out (pemotongan bersyarat). Prevalensi kejadian Brucellosis di Pulau Madura tahun 2011 adalah sebesar 0.04%. LATAR BELAKANG : Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi potong. Namun kondisi sapi potong di usaha peternakan rakyat, hingga saat ini sering dijumpai adanya kasus gangguan reproduksi yang ditandai dengan rendah- nya fertilitas induk, akibatnya berupa pe- nurunan angka kebuntingan dan jumlah kelahiran pedet, sehingga mempengaruhi penurunan populasi sapi dan pasokan pe- nyediaan daging secara nasional. Perlu di- carikan solusi untuk meningkatkan popula- si sapi potong dalam rangka mendukung kecukupan daging sapi secara nasional tahun 2014. Gangguan reproduksi yang umum terjadi pada sapi diantaranya : Re- tensio sekundinarium (ari-ari tidak keluar), Distokia (kesulitan melahirkan), abortus (keguguran), dan Gangguan Reproduksi (kelahiran prematur / sebelum waktunya). Gang-guan reproduksi tersebut menye- babkan kerugian ekonomi sangat besar bagi petani yang berdampak terhadap pe- nurunan pendapatan peternak; umumnya disebabkan oleh beberapa faktor, dian-- taranya : Penyakit reproduksi, Buruknya sistem pemeliharaan, Tingkat kegagalan kebuntingan dan Masih adanya pengu- langan inseminasi, yang kemungkinan sa- lah satu penyebabnya adalah adanya gangguan reproduksi; di Sumatera Barat 60 % disebabkan oleh endometritis dan 40 % hormonal (Riady, 2006). Penanganan gangguan reproduksi diting- kat pelaku usaha peternakan masih ku- rang, bahkan beberapa peternak terpaksa menjual sapinya dengan harga yang mu- rah karena ketidaktahuan cara menanga- ni. Perlu pemasyarakatan teknologi inova- tif untuk penanggulangan gangguan repro- duksi sapi potong, khususnya pada sapi induk usaha perbibitan rakyat dengan ha- rapan sapi induknya produktif sehingga memacu semangat untuk berusaha (Rat- nawati, dkk. 2007). Brucellosis adalah penyakit keguguran yang disebabkan oleh Brucella abortus pe- nyakit ini merupakan penyakit Zoonosis

Brucella Di Madura

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ilmu

Citation preview

Page 1: Brucella Di Madura

HASIL SURVEI SEROEPIDEMIOLOGI BRUCELLOSIS PADA SAPI POTONG DI MADURA TAHAP I - TAHUN 2011

Samkhan *, Putut Djoko Purnomo **

Dwi Hari Susanta ***, Rosmita Ikaratri ***, Sri Niati ****, Tri Parmini **** dan Muhammad Fauzan Isnaini ****

* Kepala Bidang Pelayanan Veteriner, ** Kepala Seksi Informasi Veteriner *** Medik Veteriner, **** Paramedik Veteriner

pada Laboratorium Epidemiologi - Balai Besar Veteriner Wates Jogjakarta

RINGKASAN

Survei Seroepidemiologi Brucellosis di Madura dilakukan oleh Balai Besar Veteriner Wates Jogjakarta bekerja sama dengan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur (UPT Laboratorium Kesehatan Hewan Tuban dan UPT Pembibitan Ternak dan Kesehatan Hewan Madura di Pamekasan) serta Balai Karantina Hewan Surabaya yang berada di Bangkalan terhadap Sapi Potong di Pulau Madura, dimulai sejak bulan Januari sampai dengan Desember 2011.

Pada tahun 2011 telah terpilih lokasi untuk semua kabupaten di Pulau Madura yakni : di Ka-bupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep.

Hasil uji laboratorium dari contoh serum yang diambil sebanyak 7.099 sapi, di Kabupaten Bangkalan 1.483 ekor, Sampang 1.424 ekor, Pamekasan 328 ekor dan Sumenep 3.854 ekor, terdapat 5 positif RBPT (Rose Bengal Plate Test) dan 3 ekor Positif Brucellosis dengan uji CFT (Complement Fixation Test) yakni di Kabupaten Bangkalan, Kecamatan Geger, Desa Batubella, Dusun Lopolo dan Kecamatan Tanah Merah, Desa Budden, Dusun Murdauh, serta Kabupaten Sampang, Kecamatan Camplong, Desa Jrengik Laok, sudah dilakukan Stamping Out (pemotongan bersyarat).

Prevalensi kejadian Brucellosis di Pulau Madura tahun 2011 adalah sebesar 0.04%. LATAR BELAKANG :

Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi potong. Namun kondisi sapi potong di usaha peternakan rakyat, hingga saat ini sering dijumpai adanya kasus gangguan reproduksi yang ditandai dengan rendah-nya fertilitas induk, akibatnya berupa pe-nurunan angka kebuntingan dan jumlah kelahiran pedet, sehingga mempengaruhi penurunan populasi sapi dan pasokan pe-nyediaan daging secara nasional. Perlu di-carikan solusi untuk meningkatkan popula-si sapi potong dalam rangka mendukung kecukupan daging sapi secara nasional tahun 2014. Gangguan reproduksi yang umum terjadi pada sapi diantaranya : Re-tensio sekundinarium (ari-ari tidak keluar), Distokia (kesulitan melahirkan), abortus (keguguran), dan Gangguan Reproduksi (kelahiran prematur / sebelum waktunya). Gang-guan reproduksi tersebut menye-babkan kerugian ekonomi sangat besar bagi petani yang berdampak terhadap pe-nurunan pendapatan peternak; umumnya

disebabkan oleh beberapa faktor, dian--taranya : Penyakit reproduksi, Buruknya sistem pemeliharaan, Tingkat kegagalan kebuntingan dan Masih adanya pengu-langan inseminasi, yang kemungkinan sa-lah satu penyebabnya adalah adanya gangguan reproduksi; di Sumatera Barat 60 % disebabkan oleh endometritis dan 40 % hormonal (Riady, 2006).

Penanganan gangguan reproduksi diting-kat pelaku usaha peternakan masih ku-rang, bahkan beberapa peternak terpaksa menjual sapinya dengan harga yang mu-rah karena ketidaktahuan cara menanga-ni. Perlu pemasyarakatan teknologi inova-tif untuk penanggulangan gangguan repro-duksi sapi potong, khususnya pada sapi induk usaha perbibitan rakyat dengan ha-rapan sapi induknya produktif sehingga memacu semangat untuk berusaha (Rat-nawati, dkk. 2007).

Brucellosis adalah penyakit keguguran yang disebabkan oleh Brucella abortus pe-nyakit ini merupakan penyakit Zoonosis

Page 2: Brucella Di Madura

dan dapat menyebabkan keguguran, da-pat menyerang pada ruminansia ( Sapi, Babi, Kambing, Domba, Kerbau, dll), serta mempunyai dampak kerugian ekonomi yang cukup besar di Wilayah ataupun Ne-gara (Blood and Radostits, 1994).

Dalam rangka mensukseskan Percepatan Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) tahun 2014, maka Survei ini sa-ngat diperlukan untuk mensukseskan pro-gram PSDSK tersebut.

Selain dari pada peningkatan produksi ter-nak itu sendiri, perlu diperhatikan adanya penyakit penyebab keguguran dalam hal ini salah satunya adalah Brucellosis. Bru-cellosis adalah penyakit yang dapat me-nyebabkan kelahiran dini (abnormal) dan dapat menularkan ke ternak lain yang su-dah dewasa kelamin melalui kontak lang-sung via organ-organ reproduksi yang di-keluarkan pada fase melahirkan (dapat ta-han hidup selama 180 hari pada foetus yang diaborsikan, menurut Rompis, 2002).

Penyakit ini dapat menyerang pada sapi, babi, kambing, domba dan kerbau, serta dapat juga menyerang pada manusia, karena penyakit ini juga bersifat Zoonosis (dapat me-nular dari hewan ke manusia).

Penularan sangat dimungkinkan dengan adanya mobilitas ternak yang begitu tinggi di Jawa dan Madura, walau pun semen-tara ini kejadian Kasus Brucellosis pada Sapi Perah di Jawa masih belum tuntas (dalam fase uji laboratorium) tetapi tidak menutup kemungkinan tingginya kasus di Sapi Perah di Jawa Madura dikarenakan mobolitas tinggi dari reaktor positif (belum terpantau) di Jawa dan Madura selama ini.

Mengingat Madura adalah Pulau yang sa-ngat potensial dalam kesediaan bibit Sapi Potong, karena Pulau tersebut mempunyai populasi Sapi Potong yang cukup tinggi yakni sekitar 630.700 ekor tersebar di 4 kabupaten, yakni : Bangkalan (127.619 ekor), Sampang (135.715 ekor), Pame-kasan (124.780 ekor) dan Sumenep (242.594). Selain dari pada itu Sapi Ma-dura adalah Plasma Nutfah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan, yang me-rupakan aset besar bagi Negara Indo-nesia, karena Jawa Timur merupakan lum-bung sapi terbanyak di Indonesia (Anony-mous, 2011).

Salah satu sebab penting Gangguan Re-produksi adalah Penyakit Brucellosis, pa-

da sapi disebabkan oleh Brucella abortus sedangkan pada kambing/ domba adalah Brucella melitensis. Bersifat zoonosis dan menyebabkan demam undulan pada ma-nusia bila mengkonsumsi susu yang ter-cemar Brucella abortus. Brucellosis dapat menular melalui eksudat (lendir) alat kela-min, selaput lendir mata, makanan dan air yang tercemar ataupun melalui Inseminasi Buatan (IB) dari semen yang terinfeksi. Gejala yang nampak biasanya sapi bun-ting mengalami abortus pada 6-9 bulan kebuntingan; selaput fetus yang diabor-sikan terlihat oedema, hemorhagi, nekro-tik dan adanya eksudat kental serta ada-nya retensi plasenta, metritis dan keluar kotoran dari vagina. Penanggulangan dan pencegahan brucellosis diataranya de-ngan : Sanitasi dan kebersihan harus terpelihara, vaksinasi strain 19 usia 3 – 7 bulan, pemberian antiseptik dan antibiotika pada hewan yang sakit, penyingkiran re-aktor (sapi terinfeksi sebagai sumber in-feksi), Sapi yang terinfeksi diisolasi/dan di-potong.

Fetus dan plasenta yang digugurkan diki-rim ke Laboratorium untuk peneguhan di-agnosis, sisanya dibakar kemudian diku-bur. Hewan baru dikarantina, diperiksa dan diuji. TUJUAN SURVEI :

1. Menentukan prevalensi dan insidensi Brucellosis pada Sapi Potong di Pulau Madura selama kurun waktu 4 (empat) tahun (2011 – 2014).

2. Mengidentifikasi pola distribusi reaktor Brucellosis di wilayah Pulau Madura.

3. Mengidentifikasi asosiasi (faktor resi-ko) antara reaktor Brucellosis dengan Variabel-variabel yang digunakan da-lam survei (karakteristik sapi, tatalak-sana dan lingkungan pemeliharaan).

4. Bila selama survei 4 (empat) tahun berturut dinyatakan negatif kasus Bru-cellosis, maka akan dijadikan rujukan kepusat untuk deklarasi Madura ‘Be-bas Brucellosis’ pada Sapi Potong di Pulau Madura.

5. Setelah diadakan Survei pendahuluan di awal tahun 2011, maka Balai Besar Veteriner Wates melakukan pengum-pulan data, mengenai Resiko masuk-nya Sapi dari Luar Madura ke dalam

Page 3: Brucella Di Madura

Pulau Madura melalui pintu-pintu ma-suk resmi maupun tidak resmi.

6. Mengidentifikasi tempat-tempat ke-mungkinan masuknya Sapi ke Pulau Madura dan mengambil Sampel seca-ra Tertarget (Targeted Sampling).

7. Mengidentifikasi sapi-sapi di Pulau Madura selain sapi asli madura dan mengambil Sampel secara Tertarget (Targeted Sampling).

8. Pengambilan Sampel secara Tertarget (Targeted Sampling), merupakan ba-gian dari Survei yang lebih besar da-lam rangka Inisiasi Pemebebasan Pu-lau Madura dari Penyakit Brucellosis pada tahun 2014.

MATERI DAN METODE :

Survei Seroepidemiologi Brucellosis pada Sapi Potong di Pulau Madura ini adalah merupakan Kajian ‘Observasional Analitik dengan pendekatan sampel. Sebelum dimulai Survei ini, pada para pihak yang akan membantu pengujian RBPT (Rose Bengal Plate Test) terlebih dahulu akan dilakukan Validasi Uji kesetaraan, baik pada petugas pengujian di Laboratorium Bakteriologi Balai Besar Veteriner Wates Jogjakarta, maupun petugas penguji di Laboratorium lain (UPT Pembibitan Ter-nak dan Laboratorium Kesehatan Hewan Madura di Pamekasan, UPT Laboratorium Keswan Tuban, UPT Laboratorium Kes-wan Malang serta Lab Pengujian di Karan-tina Bangkalan), validasi pengujian ini sa-ngat penting agar semua pengujian men-jadi akurat, valid dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan laboratorium.

Survei awal telah dilakukan dengan me-ngambil sampel sekitar kurang lebih 4.000 sampel, kemudian diikuti dengan Sampel secara Tertarget (Targeted Sampling), untuk menyakinkan bahwa di Pulau Ma-dura aman dari sebagian kecil sapi-sapi masuk ke Pulau Madura, baik legal mau-

pun illegal, serta dilakukan penyisiran pa-da sampel yang telah ditargetkan tetapi masih tersisa belum dilakukan pengambil-an. PELAKSANAKAN :

LAPANGAN :

1. Sebelum dimulai Survei dilakukan pendataan dan menginventarisir da-ta populasi Sapi Potong di 4 (empat) Kabupaten di Pulau Madura, dari ting-kat Kecamatan sampai dengan Du-sun.

2. Membuat Kerangka Sampling secara bertahap dari Kabupaten, Kecamatan, Desa dan Dusun.

3. Menginventarisir tempat-tempat yang diduga tempat masuknya Sapi dari luar Pulau Madura.

4. Pengambilan sampel secara Ter-target (Targeted Sampling), sapi-sapi non sapi madura dan sapi yang masuk ke Pulau Madura secara legal maupun ilegal.

LABORATORIUM :

1. Sebelum melakukan pengujian ke 2 (dua) Laboratorium (UPT Pembibitan Ternak dan Laboratorium Kesehatan Hewan Madura dan UPT Laboratori-um Keswan Tuban) dilakukan Validasi Personil terhadap pelaku uji RBPT Brucellosis dibandingkan dengan per-sonil dari Balai Besar Veteriner Wates.

2. Semua sampel serum darah Sapi yang diambil dilakukan pengujian ter-hadap RBPT Brucellosis di ke dua laboratorium diatas.

3. Dari uji RBPT yang dinyatakan (+) positif, dilakukan uji konfirmasi de-ngan uji CFT (Complement Fixation Test) di Laboratorium Balai Besar Ve-teriner Wates.

Page 4: Brucella Di Madura

PELAKSANAAN PROGRAM 2011 :

KABUPATEN

KECAMATAN

DESA

JUMLAH CONTOH YANG DIAMBIL (sampel darah)

BANGKALAN

5 KECAMATAN 6 DESA, 21 DUSUN 1.483 sampel

SAMPANG

6 KECAMATAN 9 DESA, 18 DUSUN 1.424 sampel

PAMEKASAN

4 KECAMATAN 4 DESA, 12 DUSUN 328 sampel

SUMENEP

8 KECAMATAN

12 DESA, 18 DUSUN 3.864 sampel

TOTAL

23 KECAMATAN

31 DESA

69 DUSUN 7.099 sampel

MANAJEMEN DAN ANALISIS

DATA STATISTIK :

1. Analisis Data dengan menggunakan Program Statistix Student Edition 2002.

2. Data yang diambil berupa :

• Data Primer : data hasil uji RBPT dan CFT, data Kuesioner singkat untuk karakteristik peternak respon-den, sapi serta tatalaksana pemeli-haraan dan kesehatan hewan.

• Data Skunder : data klinis dugaan kasus brucellosis dari Puskeswan atau Petugas Lapangan.

3. Data Primer dan Skunder dibuat him-punan data (data set) secara manual dan computerized dengan mengguna-kan Program Statistix Student Edition 2002.

4. Data di analisis secara deskriptif mau-pun analisis eksplanatorik, yakni de-ngan membuat pemodelan epidemio-logik (Predictive Modeling).

5. Pembuatan Laporan disusun untuk bahan diseminasi, evaluasi dan tin-dak lanjut program selanjutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada akhir pelaksanaan didapat sampel sebanyak 7.099 sampel darah, sampel diuji dengan RBPT (Rose Bengal Plate Test) didapat hasil positif 5 sampel terha-dap uji RBPT dan setelah dikonfirmasi dengan CFT (Complement Fixation Test) didapat hasil 3 (tiga) reaktor Brucellosis

berasal dari Kabupaten Bangkalan, Kecamatan Geger, Desa Batubella, Dusun Lopolo dan Kecamatan Tanah Merah, Desa Budden, Dusun Murdauh, serta Kabupaten Sampang, Kecamatan Cam-plong, Desa Jrengik Laok, (berdasarkan kebijakan Dinas Peternakan Jawa Timur, Reaktor Positif Brucellosis telah dipotong bersyarat, hasil selengkapnya terlampir. Dari kedua tempat terdapat reaktor Positif Brucellosis telah dilakukan Sensus ter-hadap sapi-sapi disekitarnya + 30-50 ekor sebanyak 2 periode waktu hasilnya ne-gatif.

Walaupun diambil dari tempat-tempat yang patut diduga masuknya sapi-sapi da-ri luar pulau Madura dan sapi-sapi yang bukan sapi asli madura, dalam pengam-bilan sampel ada beberapa yang bukan sapi madura, misalkan sapi peranakan Friesian Holstein yang sudah puluhan tahun diternakkan dan berkembang biak di Kabupaten Bangkalan, sapi-sapi Peranak-an Ongol (sapi putih) banyak diperjual belikan di Pasar-pasar Hewan, ternyata setelah diuji terhadap Brucellosis hasilnya semua NEGATIF, hasil selengkapnya ter-lampir.

Hasil Survei Brucellosis tahun 2011 mem-punyai tingkat Prevalensi sebesar 0.04%. KELUARAN DAN DAMPAK :

1. Tersedianya Data dan Informasi Ak-tual serta Mutakhir tentang aras infeksi Brucellosis pada Sapi Potong diseluruh kawasan peternakan di wila-yah Pulau Madura.

Page 5: Brucella Di Madura

2. Informasi Spesifik dan Sahih akan di-jadikan Pondasi dan langkah tindak-lanjut pada tahun berikutnya dengan sasaran akhir “Deklarasi Bebas Bru-cellosis pada Sapi Potong di Pulau Madura” dan kegiatan pengamatan sta-tus bebas secara berkesinam-bungan.

3. Implikasi dari kemajuan dalam pembe-basan Brucellosis di Pulau Madura de-ngan mengedepankan semangat kola-borasi lintas instansional akan men-jadikan Pulau Madura sebagai salah satu pemasok daging nasional pada agenda Pokok Kementerian Pertanian pada PSDSK tahun 2014.

KESIMPULAN DAN SARAN :

• Walaupun pengambilan telah dilaku-kan secara Random Sampling mau-pun tertarget (Targeted Sampling), dari sapi-sapi yang dimungkinkan masuk ke Pulau Madura secara tidak resmi serta sapi-sapi non sapi ma-dura, ternyata setelah dilakukan peng-ujian terhadap Brucellosis, hasilnya hanya 3 (tiga) sebagai Reaktor Bru-cellosis dan sudah dipotong bersyarat, berarti Madura masih dirasa aman terhadap penyakit Brucellosis yang selama ini dirisaukan oleh berbagai pihak, mengingat Madura merupakan salah satu pulau yang dikatagorikan penghasil sapi potong dengan plasma nuftah sapi asli Indonesia.

• Pemasukkan ternak masih perlu diper-hatikan dan diperketat, sesuai peratu-ran yang ada, yakni dilarang mema-sukkan sapi selain sapi madura ke Pu-lau Madura (Staadblaad nomor 57 / 1934 juncto Staablaad nomer 115 / 1937), dengan memperketat pintu-pin-tu masuk pelabuhan resmi maupun pelabuhan tikus yang tidak resmi, de-ngan pemantauan secara berkesinam-bungan dan terstruktur. Tetapi masih diperbolehkannya penyebaran Sapi Madura ke daerah lain menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian nomer 3735/2010.

REKOMENDASI :

• Untuk pelestarian Sapi Madura seba-gai aset sumber daya genetik (Plasma Nuftah), yang merupakan ternak sapi asli Indonesia, pemerintah tetap kon-sisten memegang teguh lembaran ne-gara (Staadblaad nomor 57/1934 junc-to Staadblaad nomer 115/1937) me-ngenai larangan masuknya sapi-sapi selain sapi madura ke pulau madura dengan alasan apapun.

• Selain mempertahankan Plasma Nuf-tah, perlu mempertahankan Pulau Ma-dura dari ancaman penyakit repro-duksi, salah satunya Brucellosis, yang bisa mengancam pelestarian serta perkembangan polulasi sapi di pulau Madura, dengan memperketat masuk-nya sapi ke pulau madura dengan membangun lebih banyak lagi pos pe-ngamanan ternak (Karantina Hewan) di pelosok pintu masuk pelabuhan ter-utama pelabuhan kecil sebagai pen-daratan yang tidak resmi.

• Perlu terus dilakukan monitoring pe-nyakit salah satunya Brucellosis, yang mempunyai dampak kerugian ekono-mi yang cukup luas serta berakibat penurunan polulasi secara nasional, mengingat pulau Madura merupakan sumber ternak di Provinsi Jawa Timur.

• Perlu diwaspadai adanya persilangan antara Sapi Madura dan Sapi Limou-sin yang menghasilkan Sapi Madrasin, yang mulai menggusur posisi populasi Sapi Madura, menurut berbagai sum-ber pada tahun 2011, di Kabupaten Sampang Sapi Madrasin populasinya sudah mencapai 5.000 ekor dari total populasi 176.061 ekor, banyak kala-ngan mengkawatirkan sapi silangan ini akan terus meningkat karena seca-ra nilai jual dan ekonomis cukup tinggi dangan masa pemeliharaannya pen-dek dibanding dengan sapi lokal ma-dura (Abrianto, 2010).

Page 6: Brucella Di Madura

DAFTAR PUSTAKA

Abrianto.P.W.W. 2012. Madrasin mengancam Populasi dan Kemurnian Ras Sapi Madura. http://www.duniasapi.com/id/peraturan/2547-madrasin-mengancam-populasi-dan-kemurnian-ras-sapi-madura-.html Anonymous, 2011. Populasi Sapi dan Kerbau di Provinsi Jawa Tengah merupakan populasi terbanyak kedua di Indonesia. http://www.investor.co.id/agribusiness/populasi-sapi-jawa tengah-terbesar-kedua-di-indonesia/27292 Blood.D.C. and Radostits.O.M., 1994. Veterinary Madicine, Belliere Tindal, Philadelphia Maksum, D.U. 2006. Ribuan Sapi Divaksin untuk Cegah Bakteri Brucellosis. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2006/09/16/brk,20060916.84171,id.html Martin S.W. dkk. 1986. Veterinery Epidemiology. Ratnawati. D., Pratiwi.W.C. dan Affandy.L.S. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi pada Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Rompis, A. 2002. Epidemiologi Bovine Brucellosis dengan Penekanan pada Kejadian di Indonesia. Jurnal Veteriner Vol. 3 No. 4 Desember 2002.

----- =o0o= -----

Page 7: Brucella Di Madura

KEGIATAN LAPANGAN DAN PENANGANAN PENGUJIAN LABORATORIUM

PADA KEGIATAN SURVEI SEROEPIDEMIOLOGI BRUCELLOSIS DI MADURA

PENGAMBILAN DARAH MELALUI VENA EKOR PADA SAPI POTONG PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN OLEH PETUGAS DINAS

PENGAMBILAN DARAH MELALUI VENA JUGULARIS PEMBERIAN ROBORANSIA PASCA PENGAMBILAN DARAH

PEMISAHAN SERUM DARAH LAPANGAN SEBELUM DIUJI PENGUJIAN RBPT BRUCELLOSIS DI LABORATORIUM