Upload
rinaldo-sinaga
View
218
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Rinaldo sinaga
Citation preview
BUDAYA TENTANG KEBIASAAN MASYARAKAT MELAKUKAN TINDAK PIDANA SUAP YANG
SUDAH MERAJALELA
OLEH :
RINALDO SINAGA
NPM : 1510631010129
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya. Sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini dalam bentuk maupun isi yang sederhana. Sesuai dengan tujuan
perkualiahan bahwa dalam rangka meningkatkan mutu serta mengembangkan sistim proses
belajar mengajar perlu menerapkan suatu metode yang lebih efektif dalam bentuk makalah,
serta bertujuan juga untuk melatih kehandalan para Mahasiswa untuk terlatih dalam
membuat suatu karya ilmiah yang membangun produktifitas dan keahlian. Dan atas dasar
itulah saya sebagai mahasiswa terdorong untuk menyusun suatu Makalah yang bertemakan
tentang Permasalahan Hukum di Indonesia. Semoga dengan adanya makalah ini, saya serta
mahasiswa yang lain juga dapat lebih baik lagi kedepannya dalam membuat sebuah
penelitian serta dapat menjadi pedoman yang bersifat membangun. Demikian makalah ini
saya perbuat, adapun kesalahan mohon di maklumi, dan terbuka akan kritikan atau masukan
yang bersifat membangun supaya saya bisa berkarya lebih baik lagi.
Karawang, September
2015
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah............................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 2
2.1 Pengertian Suap ................................................................................... 2
2.2 Penyuap dan Penerima Suap .............................................................. 2
2.3 Dasar Hukum Tindak Pidana Suap ................................................... 2
2.3.1 Dari Segi Agama........................................................................ 2
2.3.2 Dari Segi Perundang-Undangan.............................................. 2
2.4 Dampak Dari Suap............................................................................... 2
2.5 Upaya Untuk Memberantas Suap....................................................... 2
2.5.1 Solusi Untuk Individu dan Masyarakat.................................. 2
2.5.2 Solusi Untuk Pemerintah.......................................................... 2
2.6 Sanksi Hukum Tindak Pidana Suap.................................................. 2
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 3
Kesimpulan ................................................................................................ 3
Saran ........................................................................................................... 3
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Suap dalam berbagai bentuk, banyak dilakukan di tengah-tengah kehidupan
masyarakat. Bentuk suap antara lain dapat berupa pemberian barang, uang sogok dan
lain sebagainya. Adapaun tujuan suap adalah untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan dari orang atau pegawai atau pejabat yang disuap. Pengertian Suap Dalam
kamus besar Bahasa Indonesia, suap diartikan sebagai pemberian dalam bentuk uang
atau uang sogok kepada pegawai negeri. Dalam arti yang lebih luas suap tidak hanya
dalam uang saja, tetapi dapat berupa pemberian barang, rabat (discount), komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan Cuma-Cuma dan fasilitas lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri
atau pejabat negara yang pemberian tersebut dianggap ada hubungan dengan jabatanya
dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai pegawai negri atau pejabat
negara. Perbuatan suap dilakukan oleh seorang kepada pihak lain baik pegawai negri,
pejabat negara maupun kepada pihak lain yang mempunyai kewenangan/pengaruh.
Pemberi suap memperoleh hak-hak, kemudahan atau fasilitas tertentu. Perbuatan suap
pada hakekatnya bertentangan dengan norma sosial, agama dan moral. Selain itu juga
bertentangan dengn kepentingan umum serta menimbukan kerugian masyarakat dan
membahayakan keselamatan negara. Akan tetapi kenyataanya banyak perbuatan yang
mengandung unsur suap belum ditetapkan sebagai perbuatan pidana, misalnya pemilihan
perangkat desa, penyuapan dalam pertandingan olahraga, dan lain sebagainya.
Dalam penyelenggaraan kegiatan rutin di kantor Pemerintahan, bisa saja terjadi
pemberian sesuatu dari pemohon pelayanan kepada petugas yang bersangkutan.
Pemberi secara sukarela memberikan sesuatu yang bernilai tapi biasanya ada harapan
yang tersebunyi. Penerima pada umumnya juga tidak meminta imbalan dari pelayanan
yang dilaksanakannya. Pertemuan antara pemberi dan penerima sesuatu atas pelayanan
publik yang tidak berdasarkan ketentuan yang berlaku tersebut dapat dikatakan telah
terjadi praktek suap menyuap.
Ada tiga aspek yang dapat ditinjau berkaitan dengan praktek suap menyuap dalam
Pemerintahan. Pertama, berkaitan dengan jenis pemberian. Kedua, waktu penyerahan
pemberian. Ketiga, aspek harapan dari si pemberi dan si penerima. Jenis pemberian bisa
bermacam bentuk tetapi mengandung nilai tertentu. Pemberian dapat dibagi atas dua
kategori, yaitu berupa uang atau benda yang berharga. Kalo berupa uang biasa
dimasukkan ke dalam amplop, bila berupa benda dibungkus kertas supaya tidak terlihat
langsung oleh orang lain di kantor. Waktu penyerahan uang atau benda tergantung
keinginan dari pemberi dan si penerima. Biasanya setelah selesai urusan dilaksanakan,
langsung diserahkan atau sebelum urusan selesai. Kalau benda juga bisa diserahkan di
awal atau di akhir kegiatan, bisa juga diantar ke rumah. Setiap pemberian baik berupa
uang atau benda sangat berpeluang memberi pengaruh bagi yang menerimanya. Dari sisi
si pemberi ada dua kemungkinan alasan memberikan sesuatu kepada petugas di suatu
kantor, pertama suka rela, kedua mengandung harapan tertentu. Dari sisi si 2 penerima,
juga dua kemungkinan, bisa jadi ia memang mengharapkan pemberian atas pelayanan
yang diberikannya Tulisan singkat ini mencoba mendeskripsikan praktek suap sebagai
tindak pidana korupsi
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas. Maka yang menjadi perumusan masalah pada
makalah ini adalah :
1. Apakah pengertian suap ?
2. Siapakah penyuap dan enerima suap itu ?
3. Bagaimana dasar Hukum tindak pidana suap ?
4. Apakah sanksi tindak pidana suap ?
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1. Mendeskripsian pengertian suap
2. Mendeskripsikan tentang penyuap dan penerima suap
3. Mendeskripsikan dasar Hukum tindak pidana suap
4. Mendeskripsikan sanksi hukum tindak pidana suap
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN SUAP
Secara Istilah (kamus Bahasa Indonesia) Suap adalah memberi uang dan sebagainya
kepada petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan.
Suap, disebut juga dengan sogok atau memberi uang pelicin. Secara istilah adalah memberi
uang dan sebagainya kepada petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan
dalam suatu urusan.
Dalam buku saku memahami tindak pidan korupsi “Memamahami untuk
Membasmi” yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijelaskan bahwa
cakupan suap adalah (1) Setiap orang, (2) memberi sesuatu, (3) kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara, (4) karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentagan
dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilkukan dalam jabatannya.
Suap juga bisa berarti setiap harta yang diberikan kepada pejabat atas suatu
kepentingan, padahal semestinya urusan tersebut tanpa pembayaran. Sedangkan dalam fikih,
suap atau risywah cakupannya lebih luas.
Dalam Undang-Undang No. 11 Th. 1980 tentang tindak pidana suap dijelaskan
bahwa tindak pidana suap memiliki dua pengertian, yaitu:
1.Memberi atau menjanjikan sesuatu dengan maksud membujuk agar seseorang berlawanan
dengan kewenangan/kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum.
2.Menerima sesuatu atau janji yang diketahui dimaksudkan agar si penerima melawan
kewenangan/kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum.
Dr. Yusuf Qordhawi mengatakan, bahwa suap adalah sesuatu yang diberikan kepada
seseorang yang memiliki kekuasaan atau jabatan apapun untuk menyukseskan perkaranya
dengan mengalahkan lawannya sesuai dengan yang diinginkan atau memberikan peluang
kepadanya (seperti tender) atau menyingkirkan musuhnya. Dari pengertian di atas dapat
dipahami bahwa suap adalah memberi sesuatu, baik uang maupun barang kepada seseorang
agar melakukan sesuatu bagi si pemberi suap yang bertentangan dengan kewajibannya, baik
permintaan itu dilaksanakan ataupun tidak dilaksanakan. Dari sini dapat dipahami bahwa
suap adalah sebuah tindakan yang mengakibatkan sakit atau kerugian di pihak lain.
Dalam konteks sistem, suap terjadi karena mekanisme yang ada dalam proses kebijakan
memiliki celah-celah. Argumentasi yang dikemukakan tiap pihak mentah karena apa yang
dipikirkan hanyalah kepentingan golongan masing-masing. Di satu sisi, parlemen sudah
kurang peduli terhadap konstituen dan rakyatnya, di sisi lain penyuap merasa prosedur
birokrasi yang ada terlalu membebani, tidak realistis, dan sering mengada-ada.
Suap terjadi akibat ketidakpercayaan dan keengganan terhadap demokrasi yang bisa
melahirkan kehidupan publik yang lebih sehat. Suap juga terjadi akibat prasangka negatif
bahwa segala jalan bisa ditempuh asalkan tujuan tercapai. Akibatnya, walaupun dalam
proses demokrasi sekalipun yang tampak di depan mata, di dalamnya publik jarang.
Adapun pemberian suap ini dilakukan melalui tiga cara, yaitu:
1.Uang dibayar setelah selesai keperluan dengan sempurna, dengan hati senang, tanpa
penundaan pemalsuan, penambahan atau pengurangan, atau pengutamaan seseorang atas
yang lainnya.
2.Uang dibayar melalui permintaan, baik langsung maupun dengan isyarat atau dengan
berbagi macam cara yang dapat dipahami bahw si pemberi mengnginkan sesuatu.
3.Uang dibayar sebagai hasil dari selesainya pekerjaan resmi yang ditentukan si pemberi
uang.
2.2 PENYUAP DAN SI PENERIMA SUAP
Dalam bahasa syari’ah penyuap disebut dengan Ar-Rasyi yaitu orang yang menyuap.
Sedangkan orang yang disuap disebut Al-Murtasyi.
Penyuap adalah orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan
mengingat kekuasaan dan wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya. Selain
itu seseorang dianggap sebagai pemberi suap apabila memberi atau menjanjikan sesuatu
kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili.
Setiap orang yang memberi sesuatu kepada pegawai setelah ia menjabat atau diangkat
menjadi pegawai pada sebuah instansi dengan tujuan mengambil hatinya tanpa hak, baik
untuk kepentingan sekarang maupun untuk masa akan datang, yaitu dengan menutup mata
terhadap syarat yang ada untuknya, dan atau memalsukan data, atau mengambil hak orang
lain, atau mendahulukan pelayanan kepadanya daripada orang yang lebih berhak, atau
memenangkan perkaranya, dan sebagainya adalah orang yang memberi suap.
Sedangkan penerima suap adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.
Setiap orang yang menerima hadiah atau janji dengan maksud untuk melakukan sesuatu
bagi si pemberi suap yang bertentangan dengan kewajibannya, baik permintaan itu
dilaksanakan ataupun tidak dilaksanakan, atau menyukseskan perkaranya dengan
mengalahkan lawannya sesuai dengan yang diinginkan atau memberikan peluang kepadanya
(seperti tender) atau menyingkirkan musuhnya adalah penerima suap.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang menerima suap adalah orang yang
memberikan rekomendasi bagi orang lain setelah orang itu memberikan sesuatu
kepadanya.Baik orang yang memberi ataupun yang menerima suap, sama-sama
mendapatkan hukuman karena dengan melakukan suap tersebut kedua belah pihak telah
merugikan pihak lain.
2.3 DASAR HUKUM TINDAK PIDANA SUAP
1. Dari Segi Agama
Termasuk makan harta orang lain dengan cara batil ialah menerima suap. Yaitu
uang yang diberikan kepada penguasa atau pegawai, supaya penguasa atau pegawai tersebut
menjatuhkan hukum yang menguntungkannya, atau hukum yang merugikan lawannya
menurut kemauannya, atau supaya didahulukannya urusannya atau ditunda karena ada suatu
kepentingan dan seterusnya. Islam mengharamkan seorang Islam menyuap penguasa dan
pembantu-pembantunya. Begitu juga penguasa dan pembantu-pembantunya ini diharamkan
menerima uang suap tersebut.
Selain itu dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
Rasulullah saw melaknat penyuap, penerima suap dan orang yang menyaksikan penyuapan.
Sungguh pedih siksa Allah bagi kasus suap ini, jika hasil suap itu untuk memenuhi
kebutuhan makanan, maka daging yang berasal dari hasil suap akan dibakar oleh api neraka.
Jika hasil suap itu digunakan untuk membeli harta benda, maka harta itu harus dibopong
dipundaknya diakhirat nanti. Jika mereka menerimanya berupa kavling tanah maka sungguh
tidak terbayangkan jika harus membopong kavling tanah dipundak mereka. Rasulullah saw
bersabda: “Setiap daging yang tumbuh dari usaha yang haram makaneraka lebih pantas
baginya” (HR Ahmad)
Jika harta suap tersebut dinikmati oleh keluarganya, iapun tetap harus mempertanggung
jawabkan apa yang dimakan dan digunakan oleh keluarganya, keluarganya tidak berdosa
jika mereka tidak tahu bahwa itu harta haram tetapi ikut berdosa jika tahu bahwa itu harta
haram (dosa atas menikmati harta haram bukan dosa sebagai penerima suap). Jika harta itu
diinfaqkan kepada mesjid, fakir miskin, panti Asuhan, dan lain-lain, hal ini tetap harus
dipertanggung-jawabkan. Dan Allah tidak menghargai bagusnya niat dan mulianya tujuan,
jika cara kerjanya diharamkan, menafkahkan harta haram tidak sah menurut Islam. Sungguh
suatu kedzaliman anak istri atau memberi infak keada fakir miskin dengan harta haram.
2. Dari Segi Perundang-undangan
Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 1980
Pasal 1
Yang dimaksud dengan tindak pidana suap di dalam Undang-Undang ini adalah tindak
pidana suap diluar ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah ada.
Pasal 2
Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk
membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya,
yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan
umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima)
tahun dan denda sebanyak-banyaknyaRp.15.000.000,-(lima belas juta rupiah).
Pasal 3
Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat
menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu
atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau
kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap
dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya
Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah).
Pasal 4
Apabila tindak pidana tersebut dalam pasal 2 dan pasal 3 dilakukan diluar wilayah Republik
Indonesia, maka ketentuan dalam undang-undang ini berlaku juga terhadapnya.
Pasal 5
Tindak pidana dalam undang-undang ini merupakan kejahatan
Pasal 6
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam lembaran Negara Repulik Indonesia.
2.4 DAMPAK DARI SUAP
Tidaklah suap berkembang pada komunitas manapun, melainkan kerusakan akan
menyebar kepadanya. Kepincangan sosial menjadi dominan. Demikian pula hati manusia
menjadi bercerai berai, stabilittas keamanan menjadi terancam, menumbuhkan penghinaan
(yang) mengarah kepada ahli kebenaran dan para pembela k ebathilan semakin meraja lela.
Problematika ini, memunculkan bahaya di masyarakat, dan individunya. Jadi suap termasuk
perolehan harta yang keji. Pengaruh buruknya begitu kuat terhadap individu dan
masyarakat.
(Fatwa Syeikh Fauzan, dalam Al Muntaqa min Fatawa Syeikh Shalih Fauzan,3/261-262)
Syeikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah Bin Baaz (Mufti Saudi Arabia) pernah ditanya; “Apa
yang terjadi pada masyarakat yang menjadi lahan subur praktek suap?.Beliau menjawab;
“Tidak diragukan lagi, jika maksiat-maksiat nampak sedemikian jelas, niscaya akan
mencerai beraikan masyarakat, dan memutus kasih sayang ditengah anggota (masyarakat),
dan menyulut perseteruan dan permusuhan, enggan bekerja sama dalam kebaikan”.
Lalu beliau melanjutkan; “Yang termasuk pengaruh buruk suap dan maksiat lainnya, yaitu
munculnya dan merajalelanya degradasi moral, redupnya cahaya akhlaq yang luhur,
timbulnya saling mendzalimi antar individu.
Suap memiliki dampak negatif yang diantaranya adalah:
a. Dapat menipiskan iman dan menyebabkan Allah murka serta membuat setan mudah
memperdaya manusia, dengan menjerumuskan manusia kedalam maksiat yang lain.
b.Timbulnya degradasi moral dan redupnya cahaya akhlak serta individu saling menzhalimi
antar individu.
2.5 UPAYA UNTUK MEMEBERANTAS SUAP
1. Solusi individu dan masyarakat
a. Setiap individu muslim hendaklah memperkuat ketakwaannya kepada Allah SWT.
b. Berusaha menanamkan pada setiap diri sifat amanah dan menghadirkan ke dalam
hati besarnya dosa yang akan ditanggung oleh orang yang tidak menunaikan
amanah.
c. Setiap individu selalu belajar.
2. Solusi Untuk Pemerintah
a. Jika ingin membersihkan penyakit masyarakat ini hendaklah memulai dari mereka
sendiri.
b. Bekerjasama dengan para da’i untuk menghidupkan ruh tauhid dan keimanan kepada
Allah.
c. Memperhatikan keahlian dan keamanahan dalam mengangkat pegawai.
d. Semua pejabat seharusnya mencari enasehat dan orang terdekat yang shalih untuk
menganjurkannya berbuat baik dan mencegahnya dari kemungkaran.
2.6 SANKSI HUKUM TINDAK PIDANA SUAP
Dalam syari’ah, orang yang memberi dan menerima sama-sama terlaknat dan
tempat yang cocok adalah neraka.
Adapun sanksi hukum tindak pidana suap termaktub dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 1980 Tentang tindak pidana suap, yaitu:
Pasal 2: “Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud
untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam
tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut
kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya
5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknyaRp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah).”
Pasal 3: “Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut
dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan
atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap
dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknyaRp.
15.000.000,- (lima belas juta rupiah).”
Selain itu, sanksi tindak pidana suap juga disebutkan dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yaitu:
Pasal 5:
1.Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atautidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b) Memberi sesuatu kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
2. Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang
sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 6:
1.Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15(lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima
puluh juta rupiah).
Setiap orang yang:
a) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau
b) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan
dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung
dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
2.Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 11:
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak
Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan
jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut
ada hubungan dengan jabatannya.
Pasal 12:
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah), yaitu:
a) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan
agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya.
b) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau
patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya.
c) Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili.
d) Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi
advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui
atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau
pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili.
e) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima
pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
f) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta,
menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa
hal tersebut bukan merupakan utang.
g) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta
atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada
dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.
h) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah
menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya
bahwa perbuatan tersebut bertentangandengan peraturan perundang-undangan, atau
i) Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan
sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat
dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.
Dalam KUHP juga disebutkan beberapa jenis Undang-Undang tentang pidana Suap
yang termaktub dalam pasal 209,418 dan 419 yaitu:
Pasal 209. : (1) Di hukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau
dendasebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-.
1e. Barang siapa memberi hadiah atau perjanjian kepada seseorang pegawai negeri
denganmaksud hendak membujuk dia, supaya dalam pekerjaannya ia berbuat mengaalkan
sesuatu apa yang bertentangan dengan kewajibannya.
2e. Barang siapa memberi hadiah kepada seorang pegawai negeri oleh sebab berhubungan
dengan pegawai negeri itu sudah membuat atau mengapalkan sesuatu apa yang dalam
pekerjaannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pasal 418. : Pegawai negeri yang menerima hadiah atau perjanjian, sedang ia tahu atau patut
dapat menyangka bahwa apa yang dihadiahkan atau yang dijanjikan itu berhubungan
dengan kekuasaan atau hak karena jabatannya, atau menurut pikiran orang yang
menghadiahkan atau yang berjanji itu ada hubungan dengan jabatan maka akan dihukum
penjara selama-lamanya enam bulan atau sebanyak-banyaknya Rp. 4.5oo,-.
Pasal 419. :
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun seorang pejabat :
1e. Yang menerima pemberian atau perjanjian, sedang ia tahu bahwa pemberian atau
perjanjian itu diberikan kepadanya untuk membujuknya supaya dalam jabatannya
melakukan atau mengapalkan sesuatu yang berlawanan dengan kewajibannya.
2e. Yang menerima pemberian sedang diketahuinya bahwa pemberian itu diberikan
kepadanya oleh karena atau berhubungan dengan apa yang telah dilkukan atau dialpakan
dalam jabatannya yang berlawanan dengan kewajibannya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada penegak hukum untuk menggagalkan perkara
yang benar atau mewujudkan perkara yang bathil (tidak benar)”.
Cakupan suap adalah (1) Setiap orang, (2) memberi sesuatu, (3) kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara, (4) karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentagan
dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilkukan dalam jabatannya.
Tindak Pidana Suap dijelaskan dalam Undang-Undang No. 11 Th. 1980 dan dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Suap memiliki dampak negatif yang diantaranya adalah:
a) Dapat menipiskan iman dan menyebabkan Allah murka serta membuat setan mudah
memperdaya manusia, dengan menjerumuskan manusia kedalam maksiat yang lain.
b) Timbulnya degradasi moral dan redupnya cahaya akhlak serta individu saling menzhalimi
antar individu.
SARAN
Hendaklah setiap individu mementingkan adanya Norma-Norma Hukam yang belaku dalam
negara ini agar terciptanya pemerintahan yang adil dan sejahtera.
Jika kita ingin memberantas penyakit para masyarakat ini setidaknya pemerintahanan agar
legih tegas dan tangkas dalam menangani Kasus Suap yang terjadi dalam negeri ini dan kita
harus terus mendukung kerja keras Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kepada pemuda generasi harapan bangsa harus mampu membawa dan menjunjung tinggi
moralitas bangsa ini kepada yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
www.hukumonline.com/Pidana/1980
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
http:/parismanalush.blogspot.com/2014/09/pengertian-suap/
http://catatankuliahhukumpidana.blogspot.in/2010/06/tindak-pidana-suap.html
KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA