157

Buku data dan informasi pemanfaatan hutan tahun 2012

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1.PEMANFAATAN HUTAN TAHUN 2011DIREKTORAT WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENYIAPAN AREAL PEMANFAATAN HUTANDIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANANKEMENTERIAN KEHUTANAN JAKARTA, NOVEMBER 2011

2. KATA PENGANTARSegala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Buku Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 ini dapat tersusundan selesai pada waktunya. Buku Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 iniadalah merupakan publikasi lanjutan dari Buku Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan tahunsebelumnya.Materi yang disajikan dalam Buku Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 inimeliputi peraturan perundang-undangan terkait perijinan pemanfaatan hutan, tata caraperijinan pemanfaatan hutan, pemanfaatan hutan seluruh Indonesia, rekapitulasi ijinpemanfaatan hutan Indonesia dan perkembangan ijin pemanfaatan hutan sampai November2011.Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantudalam penyusunan Buku Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan ini.Akhirnya kami berharap semoga buku ini dapat memberikan manfaat dan menjadi salah satuacuan dalam perencanaan pembangunan kehutanan ke depan khususnya yang terkait denganperencanaan pemanfaatan hutan. Jakarta, November 2011 Direktur Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan HutanIr. Is Mugiono, MM NIP 19570726 198203 1 001Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | ii 3. DAFTAR ISII. Pendahuluan. ............................................................................................. . 1A. Latar Belakang. ...................................................................................... . 1B. Maksud dan Tujuan. ................................................................................ .1C. Ruang Lingkup........................................................................................ 1II.Definisi....................................................................................................... 2III. eraturan Perundangan Terkait Perizinan Pemanfaatan Hutan.................. P4IV.Tata Cara Pemberian Ijin Pemanfaatan Hutan............................................ 14A. Pencadangan Areal Kerja IUPHHK-HA/HTI/RE ............................................. 14B. Pencadangan Areal Kerja HTR................................................................... 16C. Penetapan Areal Kerja HD. ....................................................................... . 18D. Penetapan Areal Kerja Hkm...................................................................... 19V. Pemanfaatan Hutan Desa........................................................................... .22 A. Luas Kawasan Hutan Indonesia dan Sisa Hutan Produksi yang Belum Terbebani Ijin ........................................................................................ 22 B. Rekapitulasi Pembuatan Peta Telaah/Verifikasi, Peta Areal Kerja (Wa) IUPHHK-HA, HTI, RE, Peta Pencadangan Areal HTR, Peta Penetapan Areal Kerja HKM Dan HD Tahun 2011. ............................................................................... .28 C. Rekapitulasi Permohonan dan Penyelesaian Pembuatan Peta Verifikasi/TelaahanUntuk Permohonan IUPHHK-HA/HTI/RE serta Perkembangan Pembuatan PetaAreal Kerja IUPHHK-HA, HTI & RE, Pencadangan Areal HTR, Penetapan ArealKerja HKM & Hutan Desa tahun 2010 dan 2011........................................... 45VI.Rekapitulasi Izin Pemanfaatan Hutan Indonesia s/d November 2011........ 48A. Rekapitulasi Izin Pemanfaatan Hutan Indonesia (Definitif). ........................... .48B. Rekapitulasi Izin Pemanfaatan Hutan Indonesia (Yang Dalam Proses)............. 51C. Perkembangan Pemanfaatan Hutan Per Provinsi . ........................................ 53VII. Penutup..................................................................................................... 116 Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | iii 4. DAFTAR TABELTabel 1: Luas Kawasan Hutan Indonesia berdasarkan SK Penunjukan kawasan........... 22Tabel 2: Luas Kawasan Hutan yang Belum Dibebani Ijin Pemanfaatan Hutan sampai dengan November 2011.......................................................................... 23Tabel 3: Rekapitulasi Permohonan Pembuatan Peta Telaahan/Verifikasi, Peta Areal Kerja/Wa IUPHHK-HA/HTI/RE Dan Peta Pencadangan HTR Penetapan Areal Kerja HKM/HD Seluruh Indonesia Tahun Bulan Januari - November 2011............... 29Tabel 4: Rekapitulasi Realisasi Penyelesaian Pembuatan Peta Telaahan/Verifikasi, Peta Areal Kerja (WA) IUPHHK-HA, HTI, RE, Peta Pencadangan Areal HTR, Peta Penetapan Areal Kerja HKM & HD Seluruh Indonesia Bulan JanuariNovember 2011....... 30Tabel 5: Rekapitulasi Permohonan Pembuatan Peta Telaahan/Verifikasi, Peta Areal Kerja (WA) IUPHHK-HA, HTI, RE dan Peta Pencadangan Areal HTR, Peta Penetapan Areal Kerja HKM & HD Per Provinsi di Seluruh Indonesia Bulan Januari - November 2011........................................................................ 31Tabel 6: Rekapitulasi Realisasi Penyelesaian Pembuatan Peta Telaahan/Verifikasi, Peta Areal Kerja (WA) IUPHHK-HA, HTI, RE dan Peta Pencadangan Areal HTR, Peta Penetapan Areal Kerja HKM & HD per Provinsi di Seluruh Indonesia Bulan Januari - November 2011........................................................................ 32Tabel 7: Data Perkembangan Pembuatan Peta Telaahan/Verifikasi, Peta Areal Kerja (WA), Peta Pencadangan Areal HTR dan Peta Penetapan ..................... 33Tabel 8: Data Perkembangan Pembuatan Peta Telaahan/Verifikasi, Peta Areal Kerja (WA), Peta Pencadangan Areal HTR dan Peta Penetapan ..................... 34Tabel 9: Data Perkembangan Pembuatan Peta Telaahan/Verifikasi, Peta Areal Kerja (WA), Peta Pencadangan Areal HTR dan Peta Penetapan Areal Kerja HKm dan HD pada Bulan Maret 2011........................................................................... 35Tabel 10: Data Perkembangan Pembuatan Peta Telaahan/Verifikasi, Peta Areal Kerja (WA),Peta Pencadangan Areal HTR dan Peta Penetapan Areal Kerja HKm dan HDpada Bulan April 2011.. ........................................................................ .36Tabel 11: Data Perkembangan Pembuatan Peta Telaahan/Verifikasi, Peta Areal Kerja (WA),Peta Pencadangan Areal HTR dan Peta Penetapan Areal Kerja HKm dan HDpada Bulan Mei 2011............................................................................. 37Tabel 12: Data Perkembangan Pembuatan Peta Telaahan/Verifikasi, Peta Areal Kerja (WA),Peta Pencadangan Areal HTR dan Peta Penetapan Areal Kerja HKm dan HDpada Bulan Juni 2011........................................................................... 38Tabel 13: Data Perkembangan Pembuatan Peta Telaahan/Verifikasi, Peta Areal Kerja (WA),Peta Pencadangan Areal HTR dan Peta Penetapan Areal Kerja HKm dan HDpada Bulan Juli 2011............................................................................ 39Tabel 14: Data Perkembangan Pembuatan Peta Telaahan/Verifikasi, Peta Areal Kerja (WA),Peta Pencadangan Areal HTR dan Peta Penetapan Areal Kerja HKm dan HD padaBulan Agustus 2011.. ........................................................................... . 40 Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | iv 5. Tabel 15: Data Perkembangan Pembuatan Peta Telaahan/Verifikasi, Peta Areal Kerja (WA),Peta Pencadangan Areal HTR dan Peta Penetapan Areal Kerja HKm dan HDpada Bulan September 2011.. ............................................................... .41Tabel 16: Data Perkembangan Pembuatan Peta Telaahan/Verifikasi, Peta Areal Kerja (WA),Peta Pencadangan Areal HTR dan Peta Penetapan Areal Kerja HKm dan HD padaBulan Oktober 2011.. ........................................................................... . 42Tabel 17: Data Perkembangan Pembuatan Peta Telaahan/Verifikasi, Peta Areal Kerja (WA),Peta Pencadangan Areal HTR dan Peta Penetapan Areal Kerja HKm dan HD padaBulan November 2011.......................................................................... 43Tabel 18: Perkembangan pembuatan peta verifikasi/telaahan IUPHHK-HA, HTI, REtahun 2010 dan 2011........................................................................... 45Tabel 19: Perkembangan pembuatan peta areal kerja IUPHHK-HA, HTI, RE, pencadanganareal HTR, penetapan areal kerja HKM & Hutan Desa tahun 2010 dan 2011.. 46Tabel 20: Rekapitulasi jumlah dan unit ijin pemanfaatan hutan definitif (berdasarkan jenis)per provinsi seluruh Indonesia sampai dengan November 2011.................. 49Tabel 21: Rekapitulasi jumlah dan unit ijin pemanfaatan yang masih dalam prosessampai dengan November 2011............................................................. 52Tabel 22: Daftar IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Aceh............................................. 53Tabel 23: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Aceh ........................... 54Tabel 24: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Aceh........................................ 54Tabel 25: Daftar Penetapan Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan di Aceh..................... 54Tabel 26: Daftar Permohonan IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Aceh.. ....... . 55Tabel 27: Daftar Permohonan Pencadangan Areal HTR di Provinsi Aceh...................... 55Tabel 28: Daftar Permohonan Penetapan Areal Kerja HKM di Provinsi Aceh................. 55Tabel 29: Daftar IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Sumatera Utara.............................. 56Tabel 30: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Sumatera Utara.. .......... .56Tabel 31: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Sumatera Utara......................... 57Tabel 32: Daftar Penetapan Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan di ProvinsiSumatera Utara................................................................................... 57Tabel 33: Daftar Permohonan IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Sumatera Utara. .......... .57Tabel 34: Daftar Permohonan Pencadangan HTR di Provinsi Sumatera Utara............... 57Tabel 35: Daftar Permohonan Penetapan Areal Kerja HKM di Provinsi Sumatera Utara. .58Tabel 36: Daftar Permohonan Penetapan Areal Kerja HD di Provinsi Sumatera Utara.... 58Tabel 37: Daftar IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Sumatera Barat.............................. 59Tabel 38: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Sumatera Barat............. 59Tabel 39: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Sumatera Barat......................... 59Tabel 40: Daftar Penetapan Areal Kerja Hutan Desa di Sumatera Barat...................... 59Tabel 41: Daftar Permohonan IUPHHK Tanaman Industri di Provinsi Sumatera Barat. ...59Tabel 42: Daftar IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Riau. ............................................. 60 Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 |v 6. Tabel 43: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Riau. ........................... .62Tabel 44: Daftar Permohonan IUPHHK HA di Provinsi Riau........................................ 63Tabel 45: Daftar Permohonan Pencadangan HTR di Provinsi Riau. ............................. . 63Tabel 46: Pencadangan HTR Provinsi Kepulauan Riau. ............................................. .63Tabel 47: Daftar IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Jambi............................................ 64Tabel 48: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Jambi. ......................... . 64Tabel 49: Daftar IUPHHK Restorasi Ekosistem Provinsi Jambi.................................... 65Tabel 50: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Jambi....................................... 65Tabel 51: Daftar Penetapan Areal Kerja Hutan Desa di Provinsi Jambi........................ 65Tabel 52: Daftar Permohonan IUPHHK-HTI di Provinsi Jambi. ................................... . 66Tabel 53: Daftar Permohonan Pencadangan Areal HTR di Provinsi Jambi. ................... .66Tabel 54: Daftar IUPHHK-Hutan Alam di Provinsi Sumatera Selatan........................... 67Tabel 55: Daftar IUPHHK-Hutan Tanaman Industri di Provinsi Sumatera Selatan. ........ .67Tabel 56: Daftar IUPHHK Restorasi Ekosistem Provinsi Sumatera Selatan................... 68Tabel 57: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Sumatera Selatan...................... 69Tabel 58: Daftar Penetapan Areal Kerja Hutan Desa di Provinsi Sumatera Selatan....... 69Tabel 59: Daftar Permohonan IUPHHK-HTI di Provinsi Sumatera Selatan.................... 69Tabel 60: Daftar Permohonan IUPHHK-RE di Provinsi Sumatera Selatan..................... 69Tabel 61: Daftar Permohonan Pencadangan HTR di Provinsi Selatan.......................... 69Tabel 62: Daftar Permohonan Penetapan HKM di Provinsi Sumatera Selatan............... 69Tabel 63: Daftar Permohonan Penetapan HD di Provinsi Sumatera Selatan................. 70Tabel 64: Daftar IUPHHK-Hutan Alam di Provinsi Bengkulu....................................... 71Tabel 65: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Bengkulu.................................. 71Tabel 66: Daftar Penetapan Areal Kerja HKM di Provinsi Bengkulu............................. 71Tabel 67: Daftar Penetapan Areal Kerja HD di Provinsi Bengkulu............................... 71Tabel 68: Daftar Permohonan IUPHHK - RE di Provinsi Bengkulu............................... 71Tabel 69: Daftar Permohonan Pencadangan HTR di Provinsi Bengkulu........................ 71Tabel 70: Daftar Permohonan Penetapan HKM di Provinsi Bengkulu........................... 71Tabel 71: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Kep. Bangka Belitung..... 72Tabel 72: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Kep. Bangka Belitung................. 73Tabel 73: Daftar Permohonan IUPHHK-HTI di Provinsi Kep.Bangka Belitung................ 73Tabel 74: Daftar Permohonan Pencadangan HTR di Provinsi Kep.Bangka Belitung........ 73Tabel 75: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Lampung...................... 74Tabel 76: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Lampung.................................. 74Tabel 77: Daftar Penetapan HKM di Provinsi Lampung............................................. 74Tabel 78: Daftar Permohonan IUPHHK-HTI di Provinsi Lampung................................ 74Tabel 79: Daftar Permohonan Penetapan HKM di Provinsi Lampung........................... 75Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | vi 7. Tabel 80: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi DIY.......................................... 75Tabel 81: Daftar Penetapan HKM di Provinsi DIY..................................................... 76Tabel 82: Daftar Permohonan Penetapan HD di Provinsi DIY..................................... 76Tabel 83: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Bali.......................................... 77Tabel 84: Daftar Pencadangan Areal HKM di Provinsi Bali......................................... 77Tabel 85: Daftar Penetapan Areal Kerja HD di Provinsi Bali....................................... 77Tabel 86: Daftar Permohonan Penetapan HD di Provinsi Bali..................................... 77Tabel 87: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi NTB............................. 78Tabel 88: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi NTB......................................... 78Tabel 89: Daftar Penetapan HKM di Provinsi NTB. ................................................... .79Tabel 90: Daftar Permohonan IUPHHK-HTI di Provinsi NTB....................................... 79Tabel 91: Daftar Permohonan Penetapan HKM di Provinsi NTB.................................. 91Tabel 92: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi NTT............................. 80Tabel 93: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi NTT. ........................................ .80Tabel 94: Daftar Penetapan Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan di NTT...................... 80Tabel 95: Daftar Permohonan IUPHHK-HTI di Provinsi NTT....................................... 81Tabel 96: Daftar Permohonan Penetapan HKM di Provinsi NTT. ................................. . 81Tabel 97: Daftar IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Kalimantan Barat............................ 82Tabel 98: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Kalimantan Barat. ......... . 82Tabel 99: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Kalimantan Barat....................... 84Tabel 100: Daftar Penetapan HKM di Provinsi Kalimantan Barat. ............................... .84Tabel 101: Daftar Penetapan Areal Hutan Desa di Provinsi Kalimantan Barat.......................... 84Tabel 102: Daftar Pemohon IUPHHK-HTI di Provinsi Kalimantan Barat. ...................... . 84Tabel 103: Daftar Pemohon IUPHHK-HA di Provinsi Kalimantan Barat. ....................... .85Tabel 104: Daftar Permohonan Hutan Desa di Provinsi Kalimantan Barat.................... 85Tabel 105: Daftar IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Kalimantan Tengah. ...................... . 86Tabel 106: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Kalimantan Tengah...... . 88Tabel 107: Daftar Pencadangan HTR di Provinsi Kalimantan Tengah........................... 89Tabel 108: Daftar Penetapan HKM di Provinsi Kalimantan Tengah.............................. 89Tabel 109: Daftar Permohonan IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Kalimantan Tengah . ... 89Tabel 110: Daftar Permohonan IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Kalimantan Tengah. ........................................................................... .89Tabel 111: Daftar Permohonan IUPHHK Restorasi Ekosistem di Provinsi KalimantanTengah ............................................................................................ 89Tabel 112: Daftar Permohonan Pencadangan HTR di Provinsi Kalimantan Tengah. ....... .90Tabel 113: Daftar IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Kalimantan Selatan....................... 90Tabel 114: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Kalimantan Selatan...... 91Tabel 115: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Kalimantan Selatan.................. 91Tabel 116: Daftar Pemohon IUPHHK-HTI di Provinsi Kalimantan Selatan. ................... . 91Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | vii 8. Tabel 117: Daftar IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Kalimantan Timur. ........................ . 92Tabel 118: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Kalimantan Timur........ 95Tabel 119: Daftar IUPHHK Restorasi Ekosistem di Provinsi Kalimantan Timur.............. 96Tabel 120: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Kalimantan Timur. ................... . 96Tabel 121: Daftar Penetapan HKM di Provinsi Kalimantan Timur................................ 96Tabel 122: Daftar Permohonan IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Kalimantan Timur....... 96Tabel 123: Daftar Permohonan IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Kalimantan Timur.............................................................................. 97Tabel 124: Daftar Permohonan Pencadangan HTR di Provinsi Kalimantan Timur.......... .97Tabel 125: Daftar IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Sulawesi Utara. ............................ . 98Tabel 126: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Sulawesi Utara............ 98Tabel 127: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Sulawesi Utara. ....................... . 98Tabel 128: Daftar Permohonan Penetapan HKM di Provinsi Sulawesi Utara. ................ .99Tabel 129: Daftar IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Sulawesi Tengah........................... 99Tabel 130: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Sulawesi Tengah.......... 100Tabel 131: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Sulawesi Tengah...................... 100Tabel 132: Daftar Penetapan HKM di Provinsi Sulawesi Tengah................................. . 100Tabel 133: Daftar Penetapan HD di Provinsi Sulawesi Tengah. .................................. .101Tabel 134: Daftar Permohonan IUPHHK-HA di Provinsi Sulawesi Tengah..................... 101Tabel 135: Daftar Permohonan IUPHHK-HA di Provinsi Sulawesi Tengah..................... 101Tabel 136: Daftar Permohonan Pencadangan HTR di Provinsi Sulawesi Tengah............ 101Tabel 137: Daftar IUPHHK Tanaman Industri di Provinsi Sulawesi Selatan. ................. .102Tabel 138: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Sulawesi Selatan. .................... .102Tabel 139: Daftar Penetapan HKM di Provinsi Sulawesi Selatan................................. 103Tabel 140: Daftar Penetapan Areal Kerja HD di Provinsi Sulawesi Selatan................... 103Tabel 141: Daftar Permohonan IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Sulawesi Selatan. ........................................................................................... . 103Tabel 142: Daftar Permohonan Pencadangan HTR di Provinsi Sulawesi Selatan. .......... . 103Tabel 143: Daftar Permohonan Penetapan HKM di Provinsi Sulawesi Selatan. ............. . 103Tabel 144: Daftar Permohonan Penetapan HD di Provinsi Sulawesi Selatan................. 103Tabel 145: Daftar IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Sulawesi Tenggara........................ 104Tabel 146: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Sulawesi Tenggara................... . 105Tabel 147: Daftar Penetapan HKM di Provinsi Sulawesi Tenggara. .............................. 105Tabel 148: Daftar Permohonan Penetapan HKM di Provinsi Sulawesi Tenggara. ........... .105Tabel 149: Daftar Permohonan Penetapan HD di Provinsi Sulawesi Tenggara. ............. . 105Tabel 150: Daftar IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Gorontalo. ................................... . 106Tabel 151: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Gorontalo................... 106Tabel 152: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Gorontalo. .............................. . 106Tabel 153: Daftar Permohonan IUPHHK-HTI di Provinsi Gorontalo............................. . 107 Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | viii 9. Tabel 154: Daftar IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Sulawesi Barat. ............................ . 107Tabel 155: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Sulawesi Barat............ 108Tabel 156: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Sulawesi Barat. ....................... . 108Tabel 157: Daftar Permohonan IUPHHK-HTI di Provinsi Sulawesi Barat. ..................... . 108Tabel 158: Daftar Permohonan Penetapan HKM di Provinsi Sulawesi Barat. ................ .108Tabel 159: Daftar IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Maluku........................................ 109Tabel 160: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Maluku....................... 110Tabel 161: Daftar Permohonan IUPHHK-HA di Provinsi Maluku.................................. 110Tabel 162: Daftar Permohonan IUPHHK-HTI di Provinsi Maluku................................. 110Tabel 163: Daftar IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Maluku Utara................................ 110Tabel 164: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Maluku Utara.............. . 111Tabel 165: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Maluku Utara........................... 111Tabel 166: Daftar Permohonan Pencadangan HTR di Provinsi Maluku Utara. ............... .112Tabel 167: Daftar Permohonan Penetapan HKM di Provinsi Maluku Utara.................... 112Tabel 168: Daftar IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Papua. ......................................... 113Tabel 169: Daftar IUPHHK Hutan Tanaman Industri di Provinsi Papua........................ .114Tabel 170: Daftar Pencadangan Areal HTR di Provinsi Papua..................................... 114Tabel 171: Daftar Permohonan IUPHHK-HA di Provinsi Papua. .................................. . 114Tabel 172: Daftar Permohonan IUPHHK-HTI di Provinsi Papua. ................................. .114Tabel 173: Daftar IUPHHK Hutan Alam di Provinsi Papua Barat................................. 115Tabel 174: Daftar Permohonan IUPHHK-HA di Provinsi Papua Barat........................... 115Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | ix 10. DAFTAR PETA1. Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.... 1182. Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Sumatera Utara.................... 1193. Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Sumatera Barat.................... 1204. Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Riau.................................... 1215. Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Kepulauan Riau. ................... .1226. Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Jambi.................................. 1237. Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Sumatera Selatan................. 1248. Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Bengkulu............................. 1259. Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Bangka Belitung. .................. . 12610.Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Lampung............................. 12711.Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi DI Yogyakarta. ..................... . 12812.Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Bali..................................... 12913.Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat............. 13014.Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. ........... . 13115.Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Kalimantan Barat.................. 13216.Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Kalimantan Tengah. .............. . 13317.Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Kalimantan Selatan............... 13418.Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Kalimantan Timur. ................ .13519.Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Sulawesi Utara. .................... .13620.Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Sulawesi Tengah................... 13721.Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Sulawesi Selatan. ................. .13822.Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Sulawesi Tenggara................ 13923.Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Gorontalo. ........................... . 14024.Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Sulawesi Barat. .................... .14125.Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Maluku................................ 14226.Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Maluku Utara........................ 14327.Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Papua. ................................ . 14428.Peta Perkembangan Pemanfaatan Hutan di Provinsi Papua Barat......................... 145Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 |x 11. I. PENDAHULUANA. Latar Belakang Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Pemanfaatan hutan dilaksanakan berdasarkan prinsip untuk mengelola hutan lestari dan meningkatkan fungsi utamanya dan dilakukan antara lain melalui kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam (IUPHHK-HA/RE) dan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman (IUPHHK-HTI/HTR). Disamping itu dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan secara berkelanjutan dan guna menjamin ketersedian lapangan kerja bagi masyarakat, pemerintah menyelenggarakan Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Desa (HD). Dalam Renstra Kementerian Kehutanan tahun 2010-2014 salah satu Indikator Kinerja Kegiatan Ditjen Planologi Kehutanan adalah peta areal kerja dan peta pencadangan ijin pemanfaatan hutan selesai 80%. Guna dapat menyajikan informasi mengenai perkembangan pembuatan peta areal kerja dan peta pencadangan ijin pemanfaatan kawasan hutan, perkembangan ijin pemanfaatan hutan diseluruh Indonesia, peraturan perundang-undangan terkait perijinan pemanfaatan hutan, dan tata cara perijinan pemanfaatan hutan, maka disusunlah buku data dan informasi pemanfaatan hutan tahun 2011 ini.B. Maksud dan Tujuan Maksud pembuatan buku ini adalah untuk menyajikan data dan informasi yang terkait dengan pemanfaatan hutan. Adapun tujuan penyusunan buku ini adalah agar tercipta suatu transparansi pelayanan data dan informasi tentang pemanfaatan hutan.C. Ruang Lingkup Data dan informasi yang disajikan dalam buku ini dibatasi pada ruang lingkup pemanfaatan pada hutan produksi berupa pemanfaatan hasil hutan kayu. Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 |1 12. II. DEFINISIDalam Buku Data Dan Informasi Pemanfaatan Hutan ini pengertian dan istilah yang dipakaiadalah yang terkait dengan pemanfaatan hutan untuk ijin usaha pemanfaatan hasil hutankayu, pencadangan areal HTR dan penetapan areal kerja HKm & HD:1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alamhayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satudengan lainnya tidak dapat dipisahkan.2. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasilhutan.3. Hutan produksi yang tidak produktif adalah hutan yang dicadangkan oleh menteri sebagaiareal pembangunan hutan tanaman.4. Hutan alam adalah suatu lapangan yang bertumbuhan pohon-pohon alami yang secarakeseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya.5. Hutan tanaman industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutanproduksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensidan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhikebutuhan bahan baku industri hasil hutan.6. Hutan tanaman rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah hutan tanaman pada hutanproduksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dankualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestariansumber daya hutan.7. Hutan kemasyarakatan yang selanjutnya disingkat HKm adalah hutan negara yangpemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat.8. Hutan desa adalah hutan negara yang belum dibebani ijin/hak, yang dikelola oleh desa dandimanfaatkan untuk kesejahteraan desa.9. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkanjasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasilhutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakatdengan tetap menjaga kelestariannya.10.Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakanhasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsipokoknya.11.Ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam yang selanjutnya disingkatIUPHHK-HA yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah ijinmemanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari penebangan, pengangkutan,penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu.12.Ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman industri dalam hutantanaman pada hutan produksi yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTI yang sebelumnyadisebut Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT) atau Hak Pengusahaan Hutan TanamanIndustri (HPHTI) atau Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan TanamanIndustri (IUPHHK-HTI) adalah ijin usaha untuk membangun hutan tanaman pada hutanData dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 |2 13. produksi yang dibangun oleh kelompok industri untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri.13.IUPHHK restorasi ekosistem dalam hutan alam adalah ijin usaha yang diberikan untukmembangun kawasan dalam hutan alam pada hutan produksi yang memiliki ekosistempenting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatanpemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman,pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untukmengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim dantopografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga tercapai keseimbanganhayati dan ekosistemnya.14.Ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman rakyat yang selanjutnyadisingkat IUPHHK-HTR adalah ijin usaha untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayudan hasil hutan ikutannya pada hutan produksi yang diberikan kepada perorangan ataukoperasi untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkansilvikultur yang sesuai untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan.15.Ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan kemasyarakatan yang selanjutnyadisingkat IUPHHK-HKm adalah ijin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutanberupa kayu dalam areal kerja IUPHHK-HKm pada hutan produksi.16.Hak pengelolaan hutan desa adalah hak yang diberikan kepada desa untuk mengelolahutan negara dalam batas waktu dan luasan tertentu.17.AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) adalah kajian mengenai dampak besardan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidupyang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha ataukegiatan.18.Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yangselanjutnya disebut UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukanbagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 |3 14. III. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGANBab III ini disajikan dalam rangka mempermudah para pihak memahami payung hukumyang berkaitan dengan pemanfaatan kawasan hutan khususnya terkait dengan Ijin UsahaPemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Alam, IUPHHK Restorasi Ekosistem,IUPHHK-HTI pada Hutan Produksi dan pencadangan areal HTR serta penetapan areal kerjaHKm & HD, mulai dari Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Instruksi Presiden(Inpres) sampai dengan Peraturan Menteri (Permen).1. Undangundang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubahdengan Undang-undang nomor 19 tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan PemerintahPengganti Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undangnomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-undang. Pasal 4 Undang-undang nomor 41 tahun 1999 mengamanatkan bahwa semua hutan diwilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasaioleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam rangka penguasaantersebut negara memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurussegala sesuatu yang berkaitan dengan hutan. Selanjutnya pada pasal 6 diamanatkanbahwa pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok yaitu: hutan konservasi,hutan lindung dan hutan produksi. Pada pasal 23 diatur bahwa pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaatyang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetapmenjaga kelestariannya. Pasal 28 mengatur antara lain bahwa pemanfaatan hutan produksi dapat berupapemanfaatan hasil hutan kayu. Pada pasal 29 diatur bahwa ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dapat diberikankepada perorangan, koperasi, Badan Usaha Milik Swasta Indonesia, Badan Usaha MilikNegara atau Badan Usaha Milik Daerah. Pada pasal 30 disebutkan bahwa dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat,setiap Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Badan Usaha MilikSwasta Indonesia yang memperoleh ijin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, ijin usahapemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu diwajibkan bekerja sama dengan koperasimasyarakat setempat. Pasal 31 mengatur bahwa untuk menjamin azas keadilan, pemerataan dan lestari, makaijin usaha pemanfaatan hutan dibatasi dengan mempertimbangkan aspek kelestarianhutan dan aspek kepastian usaha. Pasal 32 mengatur bahwa pemegang ijin berkewajiban untuk menjaga, memelihara danmelestarikan hutan tempat usahanya. Pada pasal 33 diatur bahwa usaha pemanfaatan hasil hutan meliputi kegiatan penanaman,pemeliharaan, pemanenan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan. Pemanenan danpengolahan hasil hutan tidak boleh melebihi daya dukung hutan secara lestari. Pasal 35 mengatur bahwa setiap pemegang ijin usaha pemanfaatan hutan dikenakan iuranijin usaha, provisi, dana reboisasi dan dana jaminan kinerja serta wajib menyediakan danainvestasi untuk biaya pelestarian hutan. Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 |4 15. Pasal 48 mengatur bahwa pemegang ijin usaha pemanfaatan hutan serta pihak-pihakyang menerima wewenang pengelolaan hutan diwajibkan melindungi hutan dalam arealkerjanya. Pasal 49 mengatur bahwa pemegang hak atau ijin bertanggung jawab atas terjadinyakebakaran hutan di areal kerjanya. Pasal 50 menyebutkan bahwa setiap orang dilarang merusak sarana dan prasaranaperlindungan hutan. Setiap orang yang diberikan ijin usaha pemanfaatan kawasan, ijinusaha pemanfaatan, jasa lingkungan, ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukankayu serta ijin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatanyang menimbulkan kerusakan hutan.2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia PP. No. 6 tahun 2007 jo PP. No. 3 tahun 2008tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. Pada pasal 31 diatur bahwa pemanfaatan hutan pada hutan produksi dilaksanakanberdasarkan prinsip untuk mengelola hutan lestari dan meningkatkan fungsi utamanyadan dilakukan antara lain melalui kegiatan: usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalamhutan alam dan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman. Pada pasal 34 diatur bahwa pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam dapatdilakukan melalui kegiatan usaha: pemanfaatan hasil hutan kayu atau pemanfaatan hasilhutan kayu restorasi ekosistem. Pada pasal 35 diatur bahwa usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam padahutan produksi meliputi kegiatan pemanenan, pengayaan, penanaman, pemeliharaan,pengamanan dan pemasaran hasil, sesuai dengan rencana pengelolaan hutan yang telahditetapkan. Sedangkan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem dalamhutan alam pada hutan produksi meliputi kegiatan pemeliharaan, perlindungan danpemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaransatwa, pelepasliaran flora dan fauna. Selanjutnya pada pasal 36 diatur bahwa kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu restorasiekosistem dalam hutan alam pada hutan produksi hanya dilakukan dengan ketentuan:hutan produksi harus berada dalam satu kesatuan kawasan hutan dan diutamakan padakawasan hutan produksi yang tidak produktif. Dalam hal kegiatan restorasi ekosistemdalam hutan alam belum diperoleh keseimbangan, dapat diberikan IUPK, IUPJL, atauIUPHHBK pada hutan produksi kepada Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Sedangkanjika kegiatan restorasi ekosistem dalam hutan alam telah diperoleh keseimbangan, dapatdiberikan IUPHHK pada hutan produksi. Pada pasal 37 dan pasal 38 diatur bahwa pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutantanaman pada hutan produksi dapat dilakukan pada: HTI, HTR atau HTHR, meliputi kegiatanpenyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran.Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI dan HTR dalam hutan tanaman dilakukan padahutan produksi yang tidak produktif. Pada pasal 40 dan pasal 41 diatur bahwa menteri mengalokasikan dan menetapkan arealtertentu untuk membangun HTR berdasarkan usulan KPH atau pejabat yang ditunjuk.Untuk melindungi hak-hak HTR, menteri menetapkan harga dasar penjualan kayu padaHTR.Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 |5 16. Pada pasal 42 diatur bahwa menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan IUPHHKpada HTI atau IUPHHK pada HTR kepada perorangan, koperasi, BUMN, atau BUMS. Pada pasal 48 diatur bahwa dalam setiap kegiatan pemanfaatan hutan pada hutanproduksi, wajib disertai dengan ijin pemanfaatan. Pemberi ijin, dilarang mengeluarkanijin dalam wilayah kerja BUMN bidang kehutanan yang telah mendapat pelimpahan untukmenyelenggarakan pengelolaan hutan dan dalam areal yang telah dibebani ijin usahapemanfaatan hutan. Pasal 51 mengatur bahwa jangka waktu IUPHHK dalam hutan alam pada hutan produksidiberikan paling lama 55 (lima puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang berdasarkanevaluasi yang dilakukan setiap 5 (lima) tahun oleh menteri. Pasal 52 mengatur bahwa jangka waktu IUPHHK restorasi ekosistem dalam hutanalam pada hutan produksi diberikan jangka waktu 60 (enam puluh) tahun dan dapatdiperpanjang satu kali untuk jangka waktu selama 35 (tiga puluh lima) tahun. IUPHHKrestorasi ekosistem dalam hutan alam dievaluasi setiap 5 (lima) tahun oleh menteri sebagaidasar kelangsungan ijin. Pada pasal 53 diatur bahwa jangka waktu IUPHHK-HTI dalam hutan tanaman pada hutanproduksi dapat diberikan untuk jangka waktu 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperpanjangsatu kali untuk jangka waktu selama 35 (tiga puluh lima) tahun, serta dievaluasi setiap 5(lima) tahun oleh menteri sebagai dasar kelangsungan ijin. Pasal 54 mengatur jangka waktu IUPHHK pada HTR dalam hutan tanaman pada hutanproduksi dapat diberikan untuk jangka waktu 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperpanjangsatu kali untuk jangka waktu selama 35 (tiga puluh lima) tahun, dievaluasi setiap 5 (lima)tahun oleh menteri sebagai dasar kelangsungan ijin.3. Instruksi Presiden No.10 tahun 2011 tentang Penundaan Ijin Baru dan PenyempurnaanTata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Dalam rangka menyeimbangkan dan menselaraskan pembangunan ekonomi, sosial,budaya dan lingkungan serta upaya penurunan emisi gas rumah kaca yang dilakukanmelalui penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, presiden menginstruksikankepada menteri terkait agar: a. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenanganmasing-masing untuk mendukung penundaan pemberian ijin baru hutan alam primerdan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi(hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, hutan produksi yang dapat dikonversi)dan area penggunaan lain sebagaimana tercantum dalam peta indikatif penundaan ijinbaru. b. Penundaan pemberian ijin baru sebagaimana dimaksud dalam diktum pertama berlakubagi penggunaan kawasan hutan alam primer dan lahan gambut, dengan pengecualiandiberikan kepada: 1) Permohonan yang telah mendapat persetujuan prinsip dari Menteri Kehutanan. 2) Pelaksanaan pembangunan nasional yang bersifat vital yaitu: geothermal, minyak dan gas bumi, ketenagalistrikan, lahan untuk padi dan tebu. Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 |6 17. 3) Perpanjangan ijin pemanfaatan hutan dan/atau penggunaan kawasan hutan yang telah ada sepanjang ijin di bidang usahanya masih berlaku dan 4) Restorasi ekosistem. Selanjutnya presiden pada diktum ketiga memberikan instruksi khusus kepada: A. Menteri Kehutanan agar: 1) Melakukan penundaan terhadap penerbitan ijin baru pada hutan alam primerdan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung, hutanproduksi (hutan produksi terbatas, hutan produksi biasa/tetap, hutan produksiyang dapat dikonversi) berdasarkan peta indikatif penundaan ijin baru. 2) Menyempurnakan kebijakan tata kelola bagi ijin pinjam pakai dan ijin usahapemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam. 3) Meningkatkan efektivitas pengelolaan lahan kritis dengan memperhatikankebijakan tata kelola hutan dan lahan gambut yang baik, antara lain melaluirestorasi ekosistem. 4) Melakukan revisi terhadap peta indikatif penundaan ijin baru pada kawasanhutan setiap 6 (enam) bulan sekali. 5) Menetapkan peta indikatif penundaan ijin baru hutan alam primer dan lahangambut pada kawasan hutan yang telah direvisi. B. Menteri Lingkungan Hidup agar melakukan upaya pengurangan emisi dari hutan dan lahan gambut melalui perbaikan tata kelola pada kegiatan usaha yang diusulkan pada hutan dan lahan gambut yang ditetapkan dalam peta indikatif penundaan ijin baru melalui ijin lingkungan. C. Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap gubernur dan bupati/walikota dalam pelaksanaan instruksi presiden ini. D. Kepala Badan Pertanahan Nasional melakukan penundaan terhadap penerbitan hak-hak atas tanah antara lain hak guna usaha, hak pakai pada areal penggunaan lain berdasarkan peta indikatif penundaan ijin baru. E. Ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional: melakukan percepatan konsolidasi peta indikatif penundaan ijin baru ke dalamrevisi peta tata ruang wilayah sebagai bagian dari pembenahan tata kelolapenggunaan lahan melalui kerja sama dengan gubernur, bupati/walikota dan ketuasatuan tugas persiapan pembentukan kelembagaan REDD+ atau ketua lembagayang dibentuk untuk melaksanakan tugas khusus di bidang REDD+. F. Kepala Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional agar melakukan pembaharuan peta tutupan hutan dan lahan gambut sesuai peta indikatif penundaan ijin baru pada kawasan hutan dan areal penggunaan lain setiap 6 (enam) bulan sekali melalui kerja sama dengan Menteri Kehutanan, Kepala Badan Pertanahan Nasional dan Ketua Satuan Tugas Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD+ atau ketua lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan tugas khusus di bidang REDD+.Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 |7 18. G. Para gubernur agar melakukan penundaan penerbitan rekomendasi dan ijin lokasi baru pada kawasan hutan dan lahan gambut serta areal penggunaan lain berdasarkan peta indikatif penundaan ijin baru. H. Para bupati/walikota agar melakukan penundaan penerbitan rekomendasi dan ijin lokasi baru pada kawasan hutan dan lahan gambut serta areal penggunaan lain berdasarkan peta indikatif penundaan ijin baru. Selanjutnya pada diktum kelima diinstruksikan bahwa penundaan pemberian ijin baru, rekomendasi dan pemberian ijin lokasi dilakukan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak instruksi presiden ini dikeluarkan.4. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.50/Menhut-II/2010 tentang Tata cara Pemberian danPerluasan Areal Kerja Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam HutanAlam, IUPHHK Restorasi Ekosistem atau IUPHHK Tanaman Industri pada Hutan Produksi. Dalam rangka memberikan kepastian dan kemudahan berinvestasi serta untuk menghindari tingginya biaya investasi maka proses pemberian ijin usaha pemanfaatan hutan diatur berdasarkan Permenhut No. P.50/Menhut-II/2010 tanggal 31 Desember 2010. Dalam peraturan P.50/Menhut-II/2010 ini diatur tentang ketentuan umum persyaratan areal, subjek pemohon, persyaratan permohonan, penilaian permohonan, persyaratan dan pemberian ijin perluasan dan pembayaran iuran ijin usaha pemanfaatan hutan (IIUPH). Pada pasal 2 diatur bahwa areal yang dimohon adalah kawasan hutan produksi yang tidak dibebani ijin/hak. Untuk IUPHHK-HTI dan IUPHHK-RE diutamakan pada hutan produksi yang tidak produktif dan dicadangkan/ditunjuk oleh menteri sebagai areal untuk pembangunan hutan tanaman atau untuk restorasi ekosistem. Pada pasal 3 diatur bahwa pemohon yang dapat mengajukan permohonan adalah perorangan, koperasi, Badan Usaha Milik Swasta Indonesia, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah. Pada pasal 4 diatur bahwa persyaratan permohonan terdiri dari: akte pendirian, surat ijin usaha, NPWP, pernyataan untuk membuka kantor cabang di provinsi atau kabupaten/kota, rencana lokasi dilampiri peta, rekomendasi gubernur yang didasarkan pada pertimbangan bupati/walikota dan analisis fungsi kawasan hutan dari kepala dinas kehutanan provinsi dan kepala balai pemanfaatan kawasan hutan serta proposal teknis. Pada pasal 5 diatur bahwa permohonan diajukan kepada menteri dengan tembusan kepada Direktur Jenderal BUK, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, gubernur, bupati/walikota dan kepala balai pemanfaatan kawasan hutan. Pada pasal 12 ayat 1 sampai dengan ayat 5 diatur bahwa ijin perluasan IUPHHK-HA, HTI, RE dapat diberikan pada lokasi yang berada disekitarnya, sepanjang tidak dibebani ijin usaha pemanfaatan hutan dengan luasan tidak melebihi ijin yang telah diberikan. Ijin perluasan juga dapat diberikan kepada pemegang IUPHHK-HA, HTI, RE dalam hutan produksi yang berkinerja baik dengan mengajukan permohonan dan melampirkan rencana lokasi dan proposal teknis kepada Menteri Kehutanan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal BUK, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan kepala dinas provinsi. Dalam hal wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) sudah dibentuk, perluasan sebagaimana dimaksud diutamakan dalam wilayah KPHP yang sama.Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 |8 19. Pada pasal 13 diatur bahwa keputusan tentang pemberian, perluasan areal kerja IUPHHK- HA,HTI dan HTR diserah terimakan kepada pemohon setelah yang bersangkutan membayar lunas Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH).5. Peraturan Menteri Kehutanan No.P.55/Menhut-II/2011 tentang Tata Cara Permohonan IjinUsaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman. Dalam peraturan P.55/Menhut-II/2011 ini diatur tentang ketentuan penetapan areal, kegiatan dan pola HTR, jenis tanaman, persyaratan dan tata cara permohonan, kelembagaan kelompok dan pembiayaan serta hak dan kewajiban pemegang IUPHHK-HTR. Pada pasal 2 diatur bahwa alokasi dan penetapan areal HTR dilakukan oleh Menteri Kehutanan pada kawasan hutan produksi yang tidak produktif dan tidak dibebani ijin/ hak lain, berupa pencadangan areal HTR yang didasarkan pada rencana pembangunan HTR yang diusulkan oleh bupati/walikota atau kepala KPHP dan luas areal pencadangan disesuaikan dengan keberadaan masyarakat sekitar hutan. Rencana pencadangan areal HTR dimaksud dilampiri pertimbangan teknis dari kepala dinas kabupaten/kota atau kepala KPHP dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal BUK dan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan melakukan verifikasi peta usulan lokasi HTR yang disampaikan oleh bupati/walikota dan menyiapkan konsep peta pencadangan areal HTR serta hasilnya disampaikan kepada Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan. Pada pasal 4 diatur bahwa kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (UPHHK) pada HTR melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran. Adapun tanaman yang dihasilkan dari UPHHK pada HTR merupakan asset pemegang ijin usaha dan dapat dijadikan agunan sepanjang ijin usahanya masih berlaku. Dalam hal terdapat tegakan hutan alam pada areal yang dicadangkan sebagai areal pencadangan HTR, areal hutan alam tersebut ditetapkan sebagai areal perlindungan setempat dan pengembangan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Pada pasal 5 diatur bahwa pola HTR terdiri dari pola mandiri yang dibangun oleh pemegang IUPHHK-HTR, pola kemitraan yang dibangun oleh pemegang IUPHHK-HTR bersama dengan mitra yang difasilitasi oleh pemerintah/pemerintah daerah dan pola developer yang dibangun oleh BUMN atau BUMS atas permintaan pemegang IUPHHK-HTR dan biaya pembangunannya menjadi tanggung jawab pemegang IUPHHK-HTR. Pada pasal 7 diatur bahwa jenis tanaman pokok yang dapat dikembangkan untuk pembangunan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu HTR terdiri dari jenis tanaman pokok sejenis yaitu tanaman hutan berkayu yang hanya terdiri dari satu jenis (spesies) dan varietas serta jenis tanaman pokok berbagai jenis yaitu tanaman hutan berkayu yang dikombinasikan dengan tanaman budidaya tahunan yang berkayu (paling luas 40%) antara lain karet, tanaman berbuah, bergetah dan pohon penghasil pangan dan energi. Pada pasal 9 diatur bahwa yang dapat memperoleh IUPHHK-HTR adalah perorangan dan koperasi dalam skala usaha mikro kecil, menengah dan dibangun oleh masyarakat setempat yang tinggal di desa terdekat dari hutan dan diutamakan penggarap lahan pada areal pencadangan HTR. Pada pasal 10 diatur bahwa luas areal HTR maksimum 15 hektar untuk setiap pemegang ijin perorangan dan maksimum 700 hektar untuk pemegang ijin berbentuk koperasi didukung oleh daftar nama anggota koperasi yang jelas identitasnya dan letak areal harus berada Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 |9 20. dalam lokasi pencadangan HTR yang telah ditetapkan oleh menteri. Pada pasal 11 diatur bahwa persyaratan permohonan adalah foto copy KTP/akte pendirian koperasi, keterangan dari kepala desa dan sketsa areal/peta areal yang dimohon yang pembuatannya difasilitasi oleh pendamping HTR. Pada pasal 13 dan 14 diatur bahwa perorangan atau ketua kelompok koperasi mengajukan permohonan kepada bupati/walikota atau kepala KPHP melalui kepala desa dengan tembusan kepada kepala UPT dilampiri dengan persyaratan. Berdasarkan tembusan permohonan kepala desa dan kepala UPT melakukan verifikasi berkoordinasi dengan BPKH dan hasilnya disampaikan kepada bupati/walikota dan atau kepala KPHP. Selanjutnya bupati/walikota atau kepala KPHP atas nama Menteri Kehutanan menerbitkan IUPHHK-HTR dengan tembusan kepada menteri, gubernur, Dirjen BUK, kepala dinas kehutanan provinsi, kepala dinas kehutanan kabupaten dan kepala UPT. Selanjutnya kepala UPT melaporkan kepada menteri rekapitulasi penerbitan keputusan IUPHHK-HTR secara periodik setiap 3 bulan. Pada pasal 15 diatur bahwa dalam hal areal yang dimohon untuk HTR berada diluar areal yang telah ditetapkan oleh menteri, bupati/walikota atau kepala KPHP mengusulkan areal yang dimaksud kepada menteri untuk ditetapkan sebagai areal pencadangan HTR. Pada pasal 16 dan 17 diatur bahwa IUPHHK-HTR diberikan untuk jangka waktu 60 tahun dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu 35 tahun berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan setiap 2 tahun. IUPHHK-HTR tidak dapat diperjualbelikan, dipindahtangankan tanpa ijin dan diwariskan. Dalam hal pemegang IUPHHK-HTR perorangan meninggal dunia salah satu ahli waris diutamakan untuk memohon IUPHHK-HTR pada areal yang sama untuk melanjutkan pembangunan HTR. Pada pasal 21 diatur bahwa pembangunan HTR dapat dibiayai melalui pola pengelolaan keuangan badan layanan umum, pusat pembiayaan pembangunan hutan (BLU Pusat P2H), perbankan maupun pihak lain yang tidak mengikat. Pada pasal 22 dan 23 diatur bahwa pemegang IUPHHK-HTR mempunyai hak melakukan kegiatan sesuai ijin, mendapatkan pinjaman dana bergulir sesuai ketentuan, bimbingan dan penyuluhan teknis, mengikuti pendidikan dan latihan serta peluang mendirikan industri dan memperoleh fasilitasi pemasaran hasil hutan. Sedangkan kewajibannya adalah menyusun RKU PHHK-HTR dan RKT PHHK-HTR (dapat difasilitasi oleh pendamping HTR, UPT dan atau perguruan tinggi dibidang kehutanan), melaksanakan pengukuran dan pemetaan areal kerja.6. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.49/Menhut-II/2008 jo P.14/Menhut-II/2010 jo P.53/Menhut-II/2011 tentang Hutan Desa. Dalam peraturan P.49/Menhut-II/2008 jo P.14/Menhut-II/2010 jo P.53/Menhut-II/2011 tentang Hutan Desa ini diatur tentang penetapan areal kerja hutan desa, fasilitasi, hak pengelolaan hutan desa, hak dan kewajiban pemegang hak, rencana kerja, pelaporan, pembinaan, pengendalian dan pembiayaan serta sanksi . Pada pasal 2 diatur bahwa penyelenggaraan hutan desa dimaksudkan untuk memberikan akses kepada masyarakat setempat melalui lembaga desa dalam memanfaatkan sumber daya hutan secara lestari. Penyelenggaraan hutan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara berkelanjutan.Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | 10 21. Pada pasal 4 diatur bahwa kriteria kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerjahutan desa adalah hutan lindung dan hutan produksi yang belum dibebani hak pengelolaanatau ijin pemanfaatan dan berada dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan.Kriteria kawasan hutan tersebut didasarkan atas rekomendasi dari kepala KPH atau kepaladinas kabupaten/kota yang diserahi tugas dan bertanggung jawab dibidang kehutanan.Pada pasal 5 dan 6 diatur bahwa UPT Direktorat Jenderal BPDASPS melakukan koordinasidengan UPT eselon I Kementerian Kehutanan terkait dan pemerintah daerah untukmenentukan calon areal kerja hutan desa dan memfasilitasi pembentukan lembaga desamembuat permohonan Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) kepada gubernur dengantembusan kepada bupati/walikota. Pada areal lain diluar areal yang dicalonkan, masyarakatsetempat dapat mengajukan permohonan penetapan areal kerja hutan desa kepadabupati/walikota. Selanjutnya bupati/walikota mengajukan usulan penetapan areal kerjahutan desa kepada menteri.Pada pasal 7 dan 8 diatur bahwa usulan bupati/walikota dilakukan verifikasi oleh tim yangdibentuk oleh menteri beranggotakan unsur-unsur eselon I terkait lingkup KementerianKehutanan yang dikoordinasikan oleh Dirjen BPDASPS. Selanjutnya Dirjen BPDASPSmenugaskan UPT Kementerian Kehutanan untuk melakukan verifikasi ke lapangan sertaberkoordinasi dengan pemda setempat. Berdasarkan hasil verifikasi tersebut, terhadapusulan yang ditolak tim verifikasi menyampaikan pemberitahuan kepada bupati/walikotadengan tembusan gubernur, sedangkan terhadap usulan penetapan yang diterima, menterimenetapkan areal kerja hutan desa dan disampaikan kepada gubernur dan bupati/walikotasetempat.Pada pasal 11 diatur bahwa hak pengelolaan hutan desa bukan merupakan hak kepemilikanatas kawasan hutan dan dilarang memindahtangankan atau mengagunkan serta mengubahstatus dan fungsi kawasan hutan dan dilarang digunakan untuk kepentingan lain diluarrencana pengelolaan hutan dan harus dikelola berdasarkan kaidah-kaidah pengelolaanhutan lestari.Pada pasal 17 diatur bahwa hak pengelolaan hutan desa dapat diberikan untuk jangkawaktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan evaluasiyang dilakukan paling lama setiap 5 (lima) tahun sekali oleh pemberi hak.Pada pasal 18 dan 19 diatur bahwa hak pengelolaan hutan desa dapat mengajukan IUPHHKdalam hutan desa yang terdiri dari IUPHHK-HA, HTI pada areal kerja yang berada dalamhutan produksi. Permohonan IUPHHK diajukan oleh lembaga desa kepada menteri. Menteridapat melimpahkan wewenang penerbitan IUPHKK-HA dalam hutan desa kepada gubernurdan IUPHHK-HT dalam hutan desa kepada bupati/walikota.Pada pasal 23, 27, 28, 29, 30 dan 31 diatur bahwa pada hutan produksi pemeganghak pengelolaan hutan desa berhak untuk memanfaatkan kawasan, jasa lingkungan,pemanfaatan hutan kayu dan bukan kayu, pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayumelalui kegiatan budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, budidaya jamur, budidayalebah, penangkaran satwa atau budidaya sarang burung walet, pemanfaatan jasa aliranair, pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatandan perlindungan lingkungan atau penyerapan dan penyimpanan karbon, pemanfaatanrotan, sagu, nipah, bambu, getah, kulit kayu, daun, buah atau biji gaharu. Pemanfaatanhasil hutan kayu hanya dapat dilakukan setelah mendapat IUPHHK.Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | 11 22. Pada pasal 34 diatur bahwa pemegang hak pengelolaan hutan desa memiliki kewajiban melaksanakan penataan batas HPHD, menyusun rencana kerja HPHD, melakukan perlindungan hutan, melaksanakan rehabilitasi areal kerja hutan desa dan melaksanakan pengkayaan tanaman kerja hutan desa. Pada pasal 36 diatur bahwa dalam menyusun rencana kerja hak pengelolaan hutan desa, lembaga desa dapat meminta fasilitasi kepada pemerintah, pemerintah daerah atau pihak lain. Pada pasal 43 diatur bahwa pemegang HPHD menyampaikan laporan kinerja kepada gubernur dengan tembusan kepada menteri, bupati/walikota sedangkan pemegang IUPHHK hutan desa menyampaikan laporan kepada menteri dengan tembusan gubernur dan bupati/walikota. Pasal 47 diatur bahwa pembiayaan untuk pelaksanaan hutan desa dibebankan kepada kas desa sedangkan pembiayaan untuk fasilitasi, pembinaan dan pengendalian dalam penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat dibebankan kepada APBN, APBD atau sumber-sumber yang tidak mengikat.7. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.37/Menhut-II/2007 jo P.18/Menhut-II/2009 jo P.13/Menhut-II/2010 jo P.52/Menhut-II/2011 tentang Hutan Kemasyarakatan. Dalam peraturan P.37/Menhut-II/2007 jo P.18/Menhut-II/2009 jo P.13/Menhut-II/2010 jo P.52/Menhut-II/2011 tentang Hutan Kemasyarakatan ini antara lain diatur tentang azas dan prinsip penetapan areal kerja, perijinan, hak dan kewajiban serta pembiayaan HKm. Pada pasal 2 diatur bahwa penyelenggaraan HKm berazaskan manfaat, musyawarah mufakat dan keadilan dengan prinsip tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan, pemanfaatan hasil hutan kayu hanya dapat dilakukan dari hasil kegiatan penanaman, meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai pelaku utama dan partisipatif dalam pengambilan keputusan. Pada pasal 6 diatur bahwa kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi dengan ketentuan belum dibebani hak atau ijin dalam pemanfaatan hasil hutan dan menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat. Pada pasal 8 diatur bahwa UPT Direktorat Jenderal BPDASPS melakukan koordinasi dengan UPT eselon I Kementerian Kehutanan terkait dan pemerintah daerah untuk menentukan calon areal kerja hutan kemasyarakatan dan memfasilitasi masyarakat setempat untuk membuat permohonan ijin hutan kemasyarakatan kepada bupati/walikota. Pada areal lain yang dicalonkan, masyarakat setempat dapat mengajukan permohonan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan kepada bupati/walikota. Selanjutnya bupati/walikota mengajukan usulan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan kepada menteri. Pada pasal 11 s.d 14 diatur bahwa perijinan dalam hutan kemasyarakatan dilakukan melalui tahapan fasilitasi dan pemberian ijin. IUPHKm bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan hutan dan dilarang dipindahtangankan, diagunkan atau digunakan untuk kepentingan lain diluar rencana pengelolaan yang telah disahkan serta dilarang merubah status dan fungsi kawasan hutan. IUPHKm dapat diberikan kepada kelompok masyarakat setempat yang telah mendapat fasilitasi pada kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai areal kerja HKm dengan surat keputusan menteri.Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | 12 23. Pada pasal 15 dan 17 diatur bahwa IUPHKm yang berada pada hutan produksi meliputikegiatan pemanfaatan kawasan, penanaman tanaman hutan berkayu, pemanfaatan jasalingkungan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, pemungutan hasil hutan kayu dan bukankayu melalui kegiatan budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, budidaya jamur,budidaya lebah, penangkaran satwa atau budidaya sarang burung walet, pemanfaatanjasa aliran air, pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati,penyelamatan dan perlindungan lingkungan atau penyerapan dan penyimpanan karbon,pemanfaatan rotan, sagu, nipah, bambu, getah, kulit kayu, daun, buah atau biji gaharu.Pada pasal 20 s.d 22 diatur bahwa kelompok masyarakat yang telah memiliki IUPHHK danakan mengajukan permohonan IUPHHK-HKm kepada menteri wajib membentuk koperasidalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah diberikan ijin. Menteri dapat menugaskanpenerbitan IUPHKm kepada gubernur. IUPHH-HKm diberikan untuk jangka waktu 35 tahundan dapat diperpanjang sesuai dengan hasil evaluasi setiap 5 (lima) tahun. IUPHHK-HKmhanya dapat dilakukan pada hutan produksi untuk kegiatan pemanfaatan hasil hutantanaman berkayu yang merupakan hasil penanamannya.Pada pasal 24 diatur bahwa pemegang IUPHHK-HKm berhak menebang hasil hutan kayuyang merupakan hasil penanamannya untuk jangka waktu 1 (satu) tahun sesuai denganrencana kerja tahunan dan rencana operasional serta mendapatkan pelayanan dokumensahnya hasil hutan sesuai ketentuan.Pada pasal 25 diatur bahwa pemegang IUPHHK-HKm memiliki kewajiban membayarprovisi sumber daya hutan, menyusun rencana kerja pemanfaatan hasil hutan kayu,melaksanakan penataan batas areal kerja, melakukan pengamanan areal tebanganantara lain pencegahan kebakaran, melindungi pohon-pohon yang tumbuh secara alami/tidak menebang pohon yang bukan hasil tanaman dan menyampaikan laporan kegiatanpemanfaatan HKm pada pemberi ijin.Pada pasal 37 diatur bahwa pembiayaan penyelenggaraan HKm dapat bersumber dariAPBN, APBD dan atau sumber sumber lain yang tidak mengikat.Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | 13 24. IV. TATA CARA PEMBERIAN IJIN PEMANFAATAN HUTANGuna memperlancar proses permohonan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu padaHutan Alam dan Hutan Tanaman Industri serta Restorasi Ekosistem, Pencadangan Areal HTR,Penetapan Areal Kerja HKM & HD, pada bab ini disajikan secara jelas tata cara pemberian ijinpemanfaatan, pencadangan areal HTR dan penetapan areal kerja HKm & HD dimaksud sebagaiberikut:A. Pencadangan Areal Kerja Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam HutanAlam, IUPHHK Restorasi Ekosistem atau IUPHHK Hutan Tanaman Industri pada HutanProduksi.Dasar: Permenhut No. P.50/Menhut-II/2010. 1. Pemohon yang dapat mengajukan permohonan IUPHHK-HA, IUPHHK-HTI dan IUPHHK-RE adalah: a. Perorangan. b. Koperasi. c. Badan Usaha Milik Swasta Indonesia (BUMSI). d. Badan Usaha Milik Negara (BUMN). e. Badan Usaha Milik Daerah. Dalam hal permohonan IUPHHK-HTI perorangan tidak diperbolehkan mengajukan permohonan. 2. Permohonan IUPHHK-HA atau IUPHHK-HTI atau IUPHHK-RE mengacu pada areal yangtelah dialokasikan dan dapat dilihat dalam website www.dephut.go.id dengan alamatBina Usaha Kehutanan. Permohonan diajukan dengan tembusan kepada: a. Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan. b. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan. c. Gubernur. d. Bupati/Walikota. e. Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan. dengan melengkapi persyaratan seperti rekomendasi gubernur, pertimbangan bupati/ walikota, pertimbangan teknis dinas kehutanan kabupaten/kota, analisis fungsi kawasan hutan dari dinas kehutanan dan balai pemanfaatan kawasan hutan dan peta lokasi serta proposal teknis. Permohonan tersebut diajukan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal BUK, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, gubernur, bupati/ walikota dan kepala balai Pemantapan Kawasan Hutan 3. Direktorat Jenderal BUK memeriksa kelengkapan persyaratan yang diajukan olehpemohon. Jika permohonan tidak memenuhi kelengkapan persyaratan, DirekturJenderal BUK atas nama Menteri Kehutanan menerbitkan surat penolakan, jikasyarat-syarat permohonan lengkap, Direktur Jenderal BUK memeriksa proposal teknisdengan tenggang waktu 10 (sepuluh) hari kerja dan hasilnya disampaikan kepadaMenteri Kehutanan. Apabila satu areal telah dimohon dan memenuhi kelengkapanData dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | 14 25. persyaratan, maka dalam tenggang waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak pemohon pertama menyampaikan permohonan dan lengkap persyaratan, diberi kesempatan kepada pemohon lain untuk mengajukan permohonan pada areal yang sama. 4. Berdasarkan hasil penilaian proposal teknis terhadap pemohon yang dinyatakan lulusdan diterima Menteri Kehutanan, Direktur Jenderal BUK atas nama Menteri Kehutananmenerbitkan Surat Perintah Pertama (SP-1) kepada pemohon untuk menyusun danmenyampaikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). AMDAL yang telahmendapatkan persetujuan atau pengesahan dari pejabat yang berwenang diteruskanuntuk disampaikan oleh pemohon kepada Menteri Kehutanan melalui Direktur JenderalBUK. Dalam hal penilaian proposal teknis IUPHHK-RE dinyatakan lulus, pemohonharus menyusun UKL dan UPL. AMDAL harus diselesaikan dalam jangka waktu palinglama 150 (seratus lima puluh) hari kerja dan UKL-UPL harus diselesaikan dalamjangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja. Dalam hal waktu penyelesaianAMDAL atau UKL dan UPL tidak terpenuhi, pemohon dapat mengajukan permohonanperpanjangan waktu kepada Menteri Kehutanan c.q Direktur Jenderal BUK dengandisertai alasan keterlambatan. Dalam hal pemohon telah diberikan perpanjangansebagaimana dimaksud, pemohon tetap tidak dapat menyelesaikan kewajibannyamaka SP-1 menjadi batal dengan sendirinya dan tidak berlaku lagi. 5. Berdasarkan AMDAL atau UKL dan UPL yang diterima, Direktur Jenderal BUK atasnama Menteri Kehutanan menerbitkan Surat Perintah kedua (SP-2) kepada DirekturJenderal Planologi Kehutanan untuk menyiapkan peta areal kerja (working area/WA)paling lambat 15 (lima belas) hari kerja dan menyampaikan hasilnya kepada DirekturJenderal BUK. 6. Berdasarkan peta areal kerja (working area/WA) yang disampaikan oleh DirjenPlanologi Kehutanan, Direktur Jenderal BUK menyiapkan dan menyampaikan konsepkeputusan Menteri Kehutanan tentang pemberian IUPHHK-HA atau IUPHHK-HTI atauIUPHHK-RE kepada Menteri Kehutanan melalui Sekretaris Jenderal. 7. Sekretaris Jenderal menelaah aspek hukum terhadap konsep Keputusan MenteriKehutanan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggalditerimanya konsep tersebut dan menyampaikan hasil telaahan kepada menteri. 8. Berdasarkan konsep keputusan yang diterima, Menteri Kehutanan menerbitkankeputusan tentang pemberian IUPHHK-HA atau IUPHHK-HTI atau IUPHHK-RE. Secara lebih jelas tata cara pencadangan areal kerja areal kerja IUPHHK-HA, IUPHHK- HTI dan IUPHHK-RE berdasarkan Permenhut No. P.50/Menhut-II/2010 digambarkan pada skema berikut:Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | 15 26. B. Pencadangan Areal Kerja dan Permohonan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu padaHutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman.Dasar: Peraturan Menteri Kehutanan No. P.55/Menhut-II/2011. 1. Pencadangan areal HTR didasarkan kepada usulan rencana pembangunan HTR olehbupati/walikota atau kepala KPHP dengan dilampiri oleh pertimbangan teknis darikepala dinas kabupaten/kota atau kepala KPHP yang memuat: - Informasi kondisi areal dan penutupan lahan, informasi (kawasan atau areal)tumpang tindih perijinan, tanaman reboisasi dan rehabilitasi. - Daftar nama-nama masyarakat calon pemegang ijin IUPHHK-HTR yang diketahuioleh camat dan kepala desa/lurah sesuai KTP setempat. - Pernyataan bahwa aksesibilitas areal yang diusulkan tidak sulit. - Peta usulan rencana pembangunan HTR skala 1: 50.000 atau skala 1: 100.000. 2. Bupati/walikota/kepala KPHP menyampaikan permohonan tersebut kepada MenteriKehutanan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal BUK dan Direktur JenderalPlanologi Kehutanan. 3. Berdasarkan usulan bupati/walikota/kepala KPH maka Direktur Jenderal BUK danDirektur Jenderal Planologi Kehutanan melakukan verifikasi rencana pembangunanHTR dari aspek teknis dan administratif sebagai berikut: Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | 16 27. - Direktur Jenderal Planologi Kehutanan melakukan verifikasi peta usulan lokasi HTRyang disampaikan oleh bupati/walikota dan menyiapkan konsep peta pencadanganareal HTR serta hasilnya disampaikan kepada Direktur Jenderal BUK. - Direktur Jenderal BUK melakukan verifikasi rencana pembangunan HTR yangdisampaikan oleh bupati/walikota dari aspek teknis dan administratif, kemudianmenyiapkan konsep keputusan menteri tentang penetapan/alokasi areal HTRdengan dilampiri konsep peta pencadangan areal HTR dan mengusulkan melaluiSekretaris Jenderal kepada Menteri Kehutanan untuk ditetapkan. 4. Sekretaris Jenderal menelaah aspek hukum terhadap konsep Keputusan MenteriKehutanan yang diusulkan oleh Dirjen BUK dan menyampaikan hasil telaahan tersebutkepada menteri. 5. Menteri Kehutanan menerbitkan pencadangan areal untuk pembangunan HTR yangnantinya akan disampaikan kepada bupati/walikota atau kepala KPHP dengan tembusankepada gubernur . 6. Berdasarkan pencadangan areal HTR, bupati/walikota atau kepala KPHP melakukansosialisasi kepada masyarakat. Sosialisasi dapat dilakukan oleh lembaga swadayamasyarakat yang ada di Jakarta, provinsi atau kabupaten/kota.Secara lebih jelas tata cara pencadangan areal HTR berdasarkan Permenhut No. P.55/Menhut-II/2011 adalah sebagai berikut:Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | 17 28. C. Penetapan Areal Kerja Hutan Desa. Dasar: Permenhut No.P.49/Menhut-II/2008 jo Permenhut No.P.14/Menhut-II/2008 joPermenhut No.P.53/Menhut-II/2008. 1. Kriteria kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai calon areal kerja hutan desaadalah a) Hutan lindung atau hutan produksi yang belum dibebani hak pengelolaan atau ijin pemanfaatan. b) Berada dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan. c) Calon areal kerja yang dimohon harus didasarkan atas rekomendasi dari kepala KPH atau kepala dinas kabupaten/kota yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan. Pada areal lain di luar areal yang dicalonkan, masyarakat setempat melalui kepala desa dapat mengajukan permohonan penetapan areal kerja hutan desa kepada bupati/ walikota dengan melampirkan: a) Sketsa lokasi areal yang dimohon. b) Surat usulan dari kepala desa/lurah c) Nama-nama calon anggota lembaga desa atau struktur lembaga desa jika sudah terbentuk yang diketahui oleh camat dan kepala desa/lurah. 2. Bupati/walikota mengajukan usulan penetapan areal kerja hutan desa kepada menteridengan melengkapi: - Peta digital lokasi calon areal kerja hutan desa dengan skala paling kecil 1: 50.000. - Deskripsi wilayah, antara lain keadaan fisik wilayah, sosial ekonomi dan potensikawasan. - Surat usulan dari kepala desa/lurah. - Nama-nama calon anggota lembaga desa atau struktur lembaga desa jika sudahterbentuk yang diketahui oleh camat dan kepala desa/lurah. 3. Usulan bupati tersebut dilakukan verifikasi oleh tim verifikasi yang beranggotakanunsur-unsur eselon I Kementerian Kehutanan dengan penanggung jawab DirekturJenderal BPDASPS. Tim verifikasi ini terdiri dari BPKH dan BPDAS. 4. Jika verifikasi tersebut ditolak maka tim verifikasi atas nama menteri memberitahukankepada bupati/walikota dengan tembusan kepada gubernur. 5. Jika verifikasi diterima maka menteri dapat mengeluarkan keputusan penetapan hutandesa. 6. Selanjutnya penetapan areal kerja disampaikan kepada gubernur dan bupati/walikotauntuk disosialisasikan kepada masyarakat. 7. Hasil dari sosialisasi tersebut adalah pembentukan lembaga desa yang dituangkandalam peraturan desa. Lembaga desa inilah yang dapat mengajukan hak pengelolaanhutan desa kepada gubernur melalui bupati/walikota.Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | 18 29. 8. Selanjutnya gubernur akan melakukan verifikasi, jika hasil verifikasi memenuhi syarat,gubernur memberikan hak pengelolaan hutan desa dalam bentuk SK pemberian hakpengelolaan hutan desa.Secara lebih jelas tata cara penetapan hutan desa berdasarkan Permenhut No.P.49/Menhut-II/2008 jo Permenhut No.P.14/Menhut-II/2008 jo Permenhut No.P.53/Menhut-II/2008 joPermenhut No.P.53/Menhut-II/2011 adalah sebagai berikut:D. Penetapan Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan. Dasar: Permenhut No.P.37/Menhut-II/2007 jo Permenhut No.P.18/Menhut-II/2009 joPermenhut No.P.13/Menhut-II/2010 jo Permenhut No.P.52/Menhut-II/2011. 1. Kriteria kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai calon areal kerja hutankemasyarakatan adalah: a) Hutan lindung atau hutan produksi yang belum dibebani hak pengelolaan atau ijin pemanfaatan. b) Menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat. Pada areal lain di luar areal yang dicalonkan masyarakat melalui ketua kelompok/ kepala desa/tokoh masyarakat dapat mengajukan IUPHKm kepada bupati/walikota dengan melampirkan:Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | 19 30. a) Sketsa lokasi areal yang dimohon. b) Daftar nama masyarakat setempat calon kelompok hutan kemasyarakatan yang diketahui oleh camat dan kepala desa/lurah. 2. Permohonan masyarakat setempat diajukan oleh ketua kelompok atau kepala desaatau tokoh masyarakat kepada bupati/walikota. Permohonan awal ini akan diverifikasitahap pertama oleh tim yang dibentuk oleh gubernur atau bupati/walikota. 3. Berdasarkan hasil verifikasi ini maka tim dapat menolak atau menerima permohonanpenetapan areal hutan kemasyarakatan. Terhadap permohonan yang ditolak, timverifikasi melaporkan kepada gubernur atau bupati/walikota. Terhadap permohonanyang diterima, tim verifikasi menyampaikan rekomendasi kepada gubernur dan ataubupati/walikota. 4. Berdasarkan hasil verifikasi, gubernur atau bupati/walikota menyampaikan usulanpenetapan areal hutan kemasyarakatan kepada Menteri Kehutanan dilengkapi petacalon areal kerja hutan kemasyarakatan dilengkapi dengan peta calon areal kerjahutan kemasyarakatan dengan skala 1: 50.000 serta deskripsi wilayah antara lainkeadaan fisik wilayah, sosial ekonomi dan potensi kawasan sesuai petunjuk teknispemetaan oleh BPKH/BPDAS. 5. Hasil rekomendasi tim verifikasi yang telah dilampiri dengan peta calon areal HKmtersebut kemudian akan diverfikasi oleh tim yang dibentuk oleh Menteri Kehutanandengan penanggung jawab Direktur Jenderal BPDASPS dengan menugaskan UPTterkait. 6. Jika verifikasi tersebut ditolak maka tim verifikasi menyampaikan pemberitahuanpenolakan tersebut kepada gubernur dan/atau bupati/walikota. 7. Jika verifikasi diterima maka menteri dapat menetapkan areal kerja hutankemasyarakatan dan bupati dapat menerbitkan IUPHHK-HKm.Tata cara penetapan HKm dan permohonan IUPHHK-HKm digambarkan pada skema berikutini: Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | 20 31. Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | 21 32. V. PEMANFAATAN HUTAN INDONESIAA. Luas Kawasan Hutan Indonesia dan Sisa Hutan Produksi yang Belum Terbebani Ijin. Berdasarkan SK penunjukan kawasan hutan dan perairan sampai dengan bulan November 2011, luas kawasan hutan Indonesia adalah 133.876.645,68 ha yang terdiri dari: Hutan Konservasi (KSA+KPA) 24.154.634,12 Ha, Taman Buru 146.294,7 Ha, Hutan Lindung (HL) 32.082.028,72 Ha, total Hutan Produksi (HP+HPT+HPK) 77.493.981,99 ha. Sampai dengan November 2011 luas kawasan Hutan Produksi yang telah dibebani ijin pemanfaatan adalah 34.624.957 ha dan yang masih dalam proses mendapatkan ijin pemanfaatan adalah seluas 5.707.690 ha, sehingga Hutan Produksi yang belum dibebani ijin pemanfaatan adalah seluas 37.161.329 ha. Adapun rincian luas kawasan hutan dan luas kawasan hutan yang belum dibebani ijin sampai dengan November 2011 diseluruh Indonesia dapat terlihat pada tabel 1 dan 2 dibawah ini. Tabel 1 Luas Kawasan Hutan Indonesia Berdasarkan SK Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan. LUAS KAWASAN HUTAN DAN PERAIRAN (Ha) KSA + KPAHUTAN PRODUKSI JUMLAHNoPROPINSIKEPUTUSAN TotalJUMLAH TAMAN KAW KWS.HLHutan KAW.PERAIRANJUMLAHBURU HPTHP HPKHUTAN DANHUTAN ProduksiHUTANPERAIRAN 1 D. I. Aceh170/Kpts-II/2000 214.100772.633 986.73380.0001.844.500 37.300 601.2800,00638.580 3.335.7133.549.813 2 Sumatera Utara44/Menhut-II/2005468.720468.7208.3501.297.330 879.2701.035.69052.760 1.967.720 3.742.1203.742.120 3 Sumatera Barat304/Menhut-II/2011 37.164 772.131 809.295791.509233.510 362.540182.960 779.010 2.342.6502.379.814 4 Riau 1) 173/Kpts-II/1986435.240 435.24016.000397.1501.971.553 1.866.1324.770.085 8.607.770 9.456.1609.456.160 5 Kepulauan Riau 2) -0,00 -- 6 Jambi 421/Kpts-II/1999676.120 676.120191.130 340.700 971.490 1.312.190 2.179.4402.179.440 7 Bengkulu643/Menhut-II/2011- 446.003 446.00316.962250.750 173.280 25.87311.763201.916 924.631924.631 8 Sumatera Selatan76/Kpts-II/200117.000 662.726 679.726603.793 217.370 1.826.993 431.445 2.475.808 3.742.3273.759.327 Kep. Bangka 9 357/Menhut-II/0434.69034.690 156.730 - 466.090 466.090 657.510657.510 Belitung10 Lampung 256/Kpts-II/2000462.030 462.030317.615 33.358191.732 225.090 1.004.7351.004.73511 DKI Jakarta 220/Kpts-II/2000 108.000272,34108.272,34 44,76-158,35158,35475,45 108.475,4512 Jawa Barat195/Kpts-II/2003- 119.759 119.75912.420,70 291.306 190.152 202.965 393.117 816.602,70 816.602,7013 Banten 3) 419/Kpts-II/199951.467 112.991164.458 12.35949.43926.998 76.437201.787253.25414 Jawa Tengah 359/Menhut-II/04 110.11716.413126.53084.430183.930 362.360 546.290 647.133757.25015 D.I Yogyakarta171/Kpts-II/2000- 910,34910,34 2.057,90 -13.851,28 13.851,28 16.819,5216.819,5216 Jawa Timur395/Menhut-II/2011 3.506230.136 233.632344.742-782.722 782.722 1.357.6401.361.14617 Bali433/Kpts-II/1999 3.41522.878,59 26.293,5995.766,06 6.719,261.907,108.626,36127.271,01 130.686,0118 NTB 598/Menhut-II/2009 11.121 168.044 179.165430.485 286.700 150.609-437.309 1.035.8381.046.95919 NTT 423/Kpts-II/1999 253.92283.846337.76812.562731.220 197.250 428.360 101.830 727.440 1.555.0681.808.99020 Kalimantan Barat259/Kpts-II/2000 77.000 1.568.580 1.645.5802.307.045 2.445.985 2.265.800 514.350 5.226.135 9.101.7609.178.760 Kalimantan21 292/Menhut-II/2011 22.542 1.601.522 1.624.0641.330.258 3.855.751 3.324.675 2.540.616 9.721.042 12.652.822 12.675.364 TengahData dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 201122 Kalimantan Timur79/Kpts-II/20015002.164.698 2.165.1982.751.702 4.612.965 5.121.688 - 9.734.653 14.651.053 14.651.553 Kalimantan23 435/Menhut-II/2009 -213.285 213.285526.425 126.660 762.188 151.424 1.040.272 1.779.9821.779.982 Selatan| 22 33. 24Sulawesi Utara 5) 452/Kpts-II/199989.065245.249334.314180.833 217.997 66.507 14.928 299.432725.514814.579 25Gorontalo 325/Menhut-II/2010 - 196.653196.653204.608 251.097 89.879 82.431423.407824.668 824.668 26Sulawesi Tengah 757/Kpts-II/19990,00671.248671.2481.489.923 1.476.316 500.589251.8562.228.7614.394.9324.394.932 27Sulawesi Tenggara 465/Menhut-II/2011 293.85 1.109.038 463.363 491.583134.6241.089.5702.198.6082.198.608LUAS KAWASAN HUTAN DAN PERAIRAN (Ha) KSA + KPA HUTAN PRODUKSINoPROPINSI KEPUTUSANJUMLAH KAWTotal Hutan JUMLAH KAW.TAMAN BURU HLHUTAN DANPERAIRANKWS. HUTAN JUMLAHHPT HP HPKProduksiHUTAN PERAIRAN28 Sulawesi Selatan 434/Menhut-II/2009 606.804 244.463851.2671.232.683 494.846 124.02422.976641.846 2.118.992 2.725.79629 Sulawesi Barat 4) 890/Kpts-II/1999 8.4581.2839.741677.872361.775 65.001 79.735 506.511 1.185.666 1.194.12430 Maluku415/Kpts-II/1999 118.598324.747443.3451.809.634 1.653.625 1.053.1712.304.932 5.011.728 7.146.109 7.264.70731 Maluku Utara2)----- - -32 Papua 891/Kpts-II/1999 1.678.4808.025.820,00 9.704.30010.619.0902.054.110 10.585.210 9.262.130 21.901.45040.546.36042.224.84033 Papua Barat2) ----- - -JUMLAH - 3.411.25920.743.081,27 24.154.634,12 146.294,7 32.082.028,72 22.815.021,26 33.768.115,73 20.910.84577.493.981,99 130.465.386,68 133.876.645,68Sumber: Direktorat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan (November 2011)1) Belum ada SK penunjukan dan data masih berdasarkan TGHK.2) Belum ada SK penunjukan dan data masih bergabung dengan provinsi induk.3) Perhitungan ulang secara digital setelah dikurangi Provinsi Jawa Barat.4) Perhitungan ulang secara digital setelah dikurangi Provinsi Sulawesi Selatan dan5) Perhitungan ulang secara digital setelah dikurangi Provinsi GorotaloData dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011| 23 34. Tabel 2 Luas Kawasan Hutan yang Belum Dibebani Ijin Pemanfaatan Hutan sampai dengan November 2011.Sumber: Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan (diolah dari data BUK 2011 & data Subdit Penyiapan Areal 1 dan 2)Berdasarkan tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa Hutan Produksi di Provinsi Aceh seluruhnya telah dibebani ijin pemanfaatan hutan,bahkan terdapat luas yang perlu mendapat perhatian yaitu seluas - 39.498 ha. Hal ini dimungkinkan terjadi karena adanya perubahanfungsi kawasan hutan dari Hutan Produksi menjadi Hutan Lindung (berdasarkan SK Menteri Kehutanan tentang Penunjukan KawasanHutan Provinsi Aceh yang diterbitkan pada tahun 2000) sehingga menyebabkan adanya perbedaan luas fungsi kawasan hutan denganSK Menteri Kehutanan tentang penerbitan ijin definitif sebelum tahun 2000.Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011| 24 35. Lanjutan Tabel 2Sumber: Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan (diolah dari data BUK 2011 & data Subdit Penyiapan Areal 1 dan 2)Dari total luas kawasan hutan produksi (HP+HPT+HPK) seluruh Indonesia, seluas 34.624.957 ha sudah dibebani ijin pemanfaatankawasan, seluas 5.707.696 ha sedang dalam proses perijinan pemanfaatan kawasan hutan, sehingga kawasan hutan produksi yangbelum dibebani ijin maupun yang tidak sedang dalam proses perijinan adalah seluas 37.161.329 ha. Gambaran pemanfaatan kawasanhutan produksi pada setiap provinsi secara rinci disajikan pada tabel 2.Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011| 25 36. Berdasarkan tabel 1 dan 2 diatas jika dilihat dari sebaran luas hutan produksi dan sebaran pemanfaatan hutan dapat disimpulkan bahwaluas hutan produksi terbesar terdapat pada Provinsi Papua dan Papua Barat, sedangkan pemanfaatan hutan terbesar didominasi olehprovinsi-provinsi di Pulau Kalimantan. Provinsi Kalimantan Timur adalah provinsi yang ijin pemanfaatan hutannya terbesar sehingga sisaareal hutan produksi yang masih memungkinkan untuk diberikan ijin pemanfaatan sangat kecil. Sedangkan hutan produksi yang masihluas dapat dimanfaatkan terdapat di Provinsi Papua dan Papua Barat, karena ijin pemanfaatan dan ijin yang masih dalam proses lebihkecil dibanding luas hutan produksi yang ada di provinsi tersebut. Kondisi tersebut tergambar pada grafik 1 dan 2 berikut:Grafik 1 Perbandingan Luas Kawasan Hutan dengan Hutan Produksi Setiap Provinsi di IndonesiaBerdasarkan grafik diatas, luas hutan produksi berbanding lurus dengan luas kawasan hutan dalam satu provinsi, semakin luas kawasanhutan dalam provinsi tersebut akan semakin luas pula hutan produksinya. Kawasan hutan terluas terdapat pada gabungan ProvinsiData dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011Papua dan Papua Barat. Hutan produksi terluas juga terdapat pada Provinsi Papua dan Papua Barat.| 26 37. Grafik 2 Perbandingan Luas Hutan Produksi dengan Ijin Proses dan Ijin Pemanfaatan Hutan Seluruh Indonesia.Berdasarkan grafik di atas pemanfaatan hutan terbesar masih didominasi oleh provinsi-provinsi di Pulau Kalimantan. Dapatterlihat bahwa Provinsi Kalimantan Timur adalah provinsi di Indonesia yang ijin pemanfaatan hutannya terbesar sehingga arealhutan produksi yang masih memungkinkan untuk diberikan ijin pemanfaatan sangat kecil. Hutan produksi yang terlihat masihluas dapat dimanfaatkan terdapat di Provinsi Papua dan Papua Barat karena ijin pemanfaatan dan ijin yang masih dalam proseslebih kecil dibanding luas hutan produksi yang ada di provinsi tersebut.Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011| 27 38. B. Rekapitulasi Pembuatan Peta Telaahan/Verifikasi, Peta Areal Kerja (WA)IUPHHK-HA, HTI, RE, Peta Pencadangan Areal HTR, Peta Penetapan ArealKerja HKM & HD Tahun 2011. Sesuai P.50/Menhut-II/2010 pada pasal 10 ayat 1, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan melalui Direktorat Wilayah Penyelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan bertugas menyiapkan peta areal kerja (WA) IUPHHK-HA, HTI, RE setelah mendapat Surat Perintah Kedua (SP-2) dari Direktorat Jenderal BUK atas nama Menteri Kehutanan. Untuk pencadangan HTR Direktorat Jenderal Planologi berdasarkan P.55/Menhut-II/2011 berkontribusi untuk membantu verifikasi peta usulan HTR serta menyiapkan konsep pencadangan areal HTR serta hasilnya disampaikan kepada Direktur Jenderal BUK. Untuk penetapan HKM yang tertuang pada perubahan terakhir dari P.37/Menhut-II/2007 yaitu P.52/Menhut-II/2011 serta penetapan HD yang tertuang pada perubahan terakhir P.49/ Menhut-II/2008 menyebutkan bahwa peran Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan adalah UPT didaerah yaitu BPKH. Peran BPKH ini adalah memberikan petunjuk teknis terhadap peta calon areal kerja HKM & HD dan memberikan verifikasi terhadap peta calon areal kerja HKM & HD. Rekapitulasi permohonan pembuatan peta telaahan/verifikasi, peta areal kerja (WA) IUPHHK-HA, HTI, RE, peta pencadangan areal HTR, peta penetapan areal kerja HKM & HD seluruh Indonesia bulan JanuariNovember 2011 disajikan pada tabel 3 sedangkan rekapitulasi realisasi penyelesaian pembuatan peta telaahan/verifikasi, peta areal kerja (WA) IUPHHK-HA, HTI, RE, peta pencadangan areal HTR, peta penetapan areal kerja HKM & HD seluruh Indonesia bulan JanuariNovember 2011 disajikan pada tabel 4. Adapun rekapitulasi permohonan pembuatan peta telaahan/verifikasi, peta areal kerja (WA) IUPHHK-HA, HTI, RE dan peta pencadangan areal HTR, peta penetapan areal kerja HKM & HD per provinsi di seluruh Indonesia bulan Januari - November 2011 dapat dilihat pada tabel 5 sedangkan rekapitulasi realisasi penyelesaian pembuatan peta telaahan/ verifikasi, peta areal kerja (WA) IUPHHK-HA, HTI, RE dan peta pencadangan areal HTR, peta penetapan areal kerja HKM & HD per provinsi di seluruh Indonesia bulan Januari November 2011 dapat dilihat pada tabel 6. Data perkembangan pembuatan peta telaahan/verifikasi, peta areal kerja (WA), peta pencadangan areal HTR dan peta penetapan areal kerja HKm dan HD pada bulan Januari 2011 sampai dengan November 2011 secara rinci dapat dilihat pada tabel 717.Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2011 | 28 39. Tabel 3 Rekapitulasi Permohonan Pembuatan Peta Telaahan/Verifikasi, Peta Areal Kerja (WA) IUPHHK-HA, HTI, RE, Peta Pencadangan ArealHTR, Peta Penetapan Areal Kerja HKM & HD Seluruh Indonesia Bulan JanuariNovember 2011.PERMOHONANTahun 2011NOJENIS IZINJanuari FebruariMaret April MeiJuni Juli Agustus September Oktober NovemberTotal 2011 Luas UnitLuas (ha) Unit Luas (ha) Unit Luas (ha) Unit Luas (ha)Unit Luas (ha) Unit Luas (ha) Unit Luas (ha) UnitLuas (ha) UnitUnitLuas (ha) Unit Luas (ha) Unit Luas (ha) (ha)1 23 4 56 789 10111213 1415 16171819 20 212223 24 2728Pembuatan Peta I Telaahan/Verifikasi1. IUPHHK-HA 1 40.225,00 00,0000,00 0 0,000 0,0000,0000,000 0,0000,00 0 0,0000,00 1 40.225,002. IUPHHK-HTI0 0,00282.956,10 00,00 0 0,001 37.946,00 00,0000,000 0,0000,00 0 0,0000,00 3 120.902,103. IUPHHK-RE 1 12.748,00 00,0000,00 0 0,000 0,0000,0000,000 0,0000,00 0 0,0000,00 1 12.748,004. IUPHHBK-HTI 0 0,0000,0000,00 0 0,000 0,0000,0000,000 0,0000,00 0 0,0000,00 0 0,005. IUPHHK-HTHR 0 0,0000,0000,00 0 0,000 0,0000,0000,000 0,0000,00 0 0,0000,00 0 0,00J U M LAH2 52.973,00 282.956,10 00,00 0 0,001 37.946,00 00,0000,000 0,0000,00 0 0,0000,00 5 173.875,10Penyiapan Peta ArealII Kerja (WA)1. IUPHHK-HA 1 325.300,00 0 0,0000,00 4 459.610,00 3111.910,00 1 124.000,00 3 312.804,00 159.805,00 00,00 2 362.061 00,00 151.755.490,002. IUPHHK-HTI2 93.165,00 7245.716,00 0 0,00 2 122.540,00 3178.172,00 0 0,0000,001 3.555,0012.585,00 2 56.430,00 00,00 18702.163,003. IUPHHK-RE 0 0,0000,0000,00 0 0,000 0,0000,0000,000 0,0000,00 0 0,0000,00 0 0,004. IUPK-Sylvo Pastura 00,0000,0000,00 0 0,000 0,00171,80 00,000 0,0000,00 0 0,0000,00 1 71,80J U M LAH3 418.465,00 7 245.716,00 0 0,00 6 582.150,00 6290.082,00 2 124.071,80 3 312.804,00 263.360,00 12.585,00 4 418.491,00 0 0,00 342.457.724,80Penyiapan PetaIII Pencadangan Areal2 52.925,59 220.955,00 18.527,80 1 4.038,000 0,00443