Buku Jasa Konstruksi Dan Ppn Bendahara

Embed Size (px)

Citation preview

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI Oleh : Gun Gun Gunawan, SST A. PENGANTAR

Atas dasar banyaknya pertanyaan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak melalui Account Repressentative mengenai pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak oleh Bendaharawan Pemerintah, dalam upaya meluruskan dan penyamaan persepsi atas pemungutan pajak oleh Bendaharawan, maka dipandang perlu untuk memberikan penjelasan yang lebih rinci, agar pelaksanaan hak dan kewajiban pajak Bendaharawan Pemerintah dapat berjalan dengan baik. Penjelasan-penjelasan ini merupakan resume dari ketentuan-ketentuan yang mengatur Jasa Konstruksi yang dipotong PPh Final Pasal 4 ayat (2)dan atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini ditujukan untuk dapat dipergunakan sebagai pedoman pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak oleh Bendaharawan. Selain itu, juga dapat dijadikan sebagai acuan bagi pejabat inspektorat/badan pengawas dalam melakukan audit atas pengelolaan keuangan Negara. Penjelasan ini diberlakukan untuk tahun pajak 2009 dan seterusnya, selama tidak ada perubahan dasar hukum yang menjelaskan berbeda dengan penjelasan ini. Jika membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak oleh Bendaharawan, Saudara dapat menghubungi Account Repressentative KPP Pratama Denpasar Barat: Nama : Gun Gun Gunawan NIP : 060101549 HP : 0361-9191250 E-mail : [email protected] Website : www.balitaxguide.wordpress.com B. 1. DASAR HUKUM

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008. 2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007. 3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi. 5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. 6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan dan Penatausahaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi. 7. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-384/PJ/2003 tanggal 10 Desember 2003 tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-169/PJ/2001 tentang Surat Setoran Pajak. 8. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah Nomor SE.900/316/BAKD tanggal 5 April 2007 tentang Pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. 9. Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nomor 11a Tahun 2008 tentang Registrasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi. 10. Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nomor 12a Tahun 2008 tentang Registrasi Usaha Jasa Perencana dan Jasa Pengawas Konstruksi. C. UNDANGJASA KONSTRUKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG KONSTRUKSI JASA KONSTRUKSI DAN PERATURAN PELAKSANAANNYA

Pengertian Jasa Konstruksi Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.

Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Yang dimaksud dengan bentuk fisik lain dapat berupa: dokumen, gambar rencana, gambar teknis, tataruang dalam (interior), dan tata ruang luar (exterior), atau penghancuran bangunan (demolition). 1. Pekerjaan arsitektural mencakup antara lain: pengolahan bentuk dan masa bangunan berdasarkan fungsi serta persyaratan yang diperlukan setiap pekerjaan konstruksi. 2. Pekerjaan sipil mencakup antara lain: pembangunan pelabuhan, Bandar udara, jalan kereta api, pengamanan pantai, saluran irigasi/kanal, bendungan, terowongan, gedung, jalan dan jembatan, reklamasi rawa, pekerjaan pemasangan perpipaan, pekerjaan pemboran, dan pembukaan lahan. 3. Pekerjaan mekanikal mencakup antara lain: pemasangan turbin, pendirian dan pemasangan instalasi pabrik, kelengkapan instalasi bangunan, pekerjaan pemasangan perpipaan air, minyak, dan gas. 4. Pekerjaan elektrikal mencakup antara lain: pembangunan jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan, pemasangan instalasi kelistrikan, telekomunikasi beserta kelengkapannya. 5. Pekerjaan tata lingkungan mencakup antara lain: pekerjaan pengolahan dan penataan akhir bangunan maupun lingkungannya. Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi, dan usaha pengawasan konstruksi yang masing-masing dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi. 1. Usaha perencanaan konstruksi memberikan layanan jasa perencanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi. 2. Usaha pelaksanaan konstruksi memberikan layanan jasa pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi. 3. Usaha pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa pengawasan baik keseluruhan maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil konstruksi. Ijin Usaha dan Sertifikasi Perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi yang berbentuk badan usaha harus memenuhi ketentuan tentang perizinan usaha di bidang jasa konstruksi, dan harus memiliki sertifikat, klasifikasi, dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi.Sertifikat tersebut dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Penyedia Jasa, Penguna Jasa dan Kontrak Kerja Konstruksi Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi. Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi. Antara pengguna jasa dan penyedia jasa melakukan Kontrak Kerja Konstruksi yaitu keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Dengan demikian intansi pemerintah (Pemungut Pajak) yang mengadakan tender merupakan penyedia jasa. Penggolongan Kualifikasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi Berdasarkan Pasal 10 Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nomor 11a Tahun 2008 tentang Registrasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi disebutkan bahwa penggolongan kualifikasi usaha jasa pelaksana konstruksi dapat dibagi jenjang kompetensinya dalam Gred sebagai berikut: a. Kualifikasi Usaha Besar, berupa: Gred 7 Gred 6 b. Kualifikasi Usaha Menengah, berupa: Gred 5 c. Kualifikasi Usaha Kecil, berupa: Gred 4 Gred 3 Gred 2 Gred 1 (usaha orang perseorangan)

Penggolongan Kualifikasi Usaha Jasa Perencana Konstruksi dan Pengawas Konstruksi Berdasarkan Pasal 10 Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nomor 12a Tahun 2008 tentang Registrasi Usaha Jasa Perencanaan Konstruksi dan Pengawas Konstruksi disebutkan bahwa penggolongan kualifikasi usaha jasa perencana konstruksi dan jasa pengawas konstruksi dapat dibagi jenjang kompetensinya dalam Gred sebagai berikut: a. Kualifikasi Usaha Besar, berupa: Gred 4 b. Kualifikasi Usaha Menengah, berupa: Gred 3 c. Kualifikasi Usaha Kecil, berupa: Gred 2 Gred 1 (usaha orang perseorangan) D. TARIF, PROSEDUR PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI

Tarif PPh Pasal 4 ayat (2) Berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 disebutkan bahwa atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. PPh Final yang dimaksud adalah PPh Pasal 4 ayat (2). Tarif Pajak Penghasilan atas usaha Jasa konstruksi adalah sebagai berikut: No. 1 2 3 4 5 6 7 8 Jenis Pekerjaan Perencanaan Konstruksi Perencanaan Konstruksi Pelaksana Konstruksi Pelaksana Konstruksi Pelaksana Konstruksi Pelaksana Konstruksi Pengawasan Konstruksi Pengawasan Konstruksi Kualifikasi Besar, Menengah dan Kecil Tidak Memiliki Kualifikasi Usaha Besar Menengah Kecil Tidak Memiliki Kualifikasi Usaha Besar, Menengah dan Kecil Tidak Memiliki Kualifikasi Usaha Grade 4, 3, 2, dan 1 --7 dan 6 5 4, 3, 2, dan 1 --4, 3, 2, dan 1 --Tarif PPh Psl. 4 ayat (2) 4% 6% 3% 3% 2% 4% 4% 6%

Tarif PPN Atas kegiatan usaha jasa kontruksi dikenakan PPN dengan tarif 10% dari Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak dalam kegiatan usaha jasa konstruksi ini adalah sebesar Jumlah Pembayaran, tidak termasuk PPN, sebagaimana akan dijelaskan dalam perhitungan. Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPN Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008, disebutkan bahwa PPh Final Pasal 4 ayat (2) dipotong oleh Pengguna Jasa (dalam hal ini instansi ybs.) pada saat pembayaran jika Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak, atau disetor sendiri oleh Penyedia Jasa jika Pengguna Jasa Bukan merupakan pemotong pajak. Yang dimaksud dengan pemotong pajak adalah Badan Pemerintah, Subjek Pajak Badan Dalam Negeri, Bentuk Usaha Tetap, atau Orang Pribadi yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai Pemotong Pajak Penghasilan.

Dengan demikian, bendaharawan pemerintah/pimpinan proyek/pimpinan kegiatan yang mengadakan pekerjaan jasa konstruksi wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2).Bendaharawan adalah pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang berkewajiban untuk memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai.

Penghitungan PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPN Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008, disebutkan bahwa besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong PPh Final Pasal 4 ayat (2) tersebut adalah sebesar Jumlah pembayaran, tidak termasuk PPN, dikalikan tarif Pajak Penghasilan. Jumlah pembayaran dalam hal ini dapat disebut sebagai Dasar Pengenaan Pajak.

PPh Final Pasal 4 ayat (2)

= Tarif x (Nilai Kontrak atau Nilai Termin Pembayaran - PPN atas Nilai Kontrak atau Nilai Termin tersebut)

Soal: Contoh Soal: Bendahara Pengeluaran Dinas Cipta Karya Kab Badung bernama I Made Pasek Wijaya, NIP 060000251, NPWP Instansi 00.524.662.1-901.000, NPWP bendahara (I Made Pasek Wijaya) sebagai WP Orang Pribadi 47.000.112.4-901.000, Alamat Jl. Mulawarman No. 24 Denpasar selama bulan Juli 2009 melakukan transaksi sebagai berikut: 1. Pada tanggal 5 Juli 2009, membayar Termin I atas kegiatan pembangunan Jalan Mengwi kepada rekanan PT. Surya Konstruksi, NPWP 01.225.663.2-901.000, Tanggal Pengukuhan PKP 1 Maret 2000, Alamat Jl. Badak Agung No. 5 Denpasar sebesar Rp1.100.000.000,00. PT. Surya Konstruksi merupakan pelaksana konstruksi dengan Grade 4, sehingga dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dengan tarif 2%. PT. Surya Konstruksi menerbitkan Faktur Pajak Standar Nomor 000.000.09.00000001 tertanggal 4 Juli 2009. Direktur PT. Surya Konstruksi adalah I Kadek Surya Patuh. Nomor Kontrak Kerja 124/DINCIPKARBAD/02/2009 Tanggal 6 Pebruari 2009. Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) Nomor 01/BP/DINCIPKARBAD/07/2009 Tanggal 5 Juli 2009. 2. Pada tanggal 10 Juli 2009, membayar Termin III atas kegiatan pembangunan Jalan Gatot Subroto Barat kepada rekanan PT. Abadi Doang, NPWP 01.444.222.2-901.000, Tanggal Pengukuhan PKP 20 Juni 1998, Alamat Jl. Arjuna No. 6 Denpasar sebesar Rp2.200.000.000,00. PT Abadi Doang merupakan pelaksana konstruksi dengan Grade 5, sehingga dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dengan tarif 3%. PT. Abadi Doang menerbitkan Faktur Pajak Standar Nomor 000.000.09.00000003 tertanggal 8 Juli 2009. Direktur PT. Abadi Doang adalah Ratna Selulit. Nomor Kontrak Kerja 96/DINCIPKARBAD/02/2009 Tanggal 18 Pebruari 2009. Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) Nomor 02/BP/DINCIPKARBAD/07/2009 Tanggal 10 Juli 2009. Pada tanggal 22 Juli 2009, membayar Termin IV atas kegiatan pembangunan Jalan Nangka Utara kepada rekanan PT. Bali Niki, NPWP 01.262.333.6-901.000, Tanggal Pengukuhan PKP 12 Juli 2004, Alamat Jl. Nusa Kambangan No. 3 Denpasar sebesar Rp88.000.000,00. PT. Bali Niki merupakan pelaksana konstruksi yang tidak memberikan data Sertifikat Usaha Jasa Konstruksi sehingga dianggap tidak memiliki kualifikasi usaha dengan demikian dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dengan tarif 4%. PT. Bali Niki menerbitkan Faktur Pajak Standar Nomor 000.000.09.00000004 tertanggal 16 Juli 2009. Direktur PT. Bali Niki adalah Subarkah. Nomor Kontrak Kerja 51/DINCIPKARBAD/02/2009 Tanggal 27 Pebruari 2009. Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) Nomor 03/BP/DINCIPKARBAD/07/2009 Tanggal 22 Juli 2009. Pada tanggal 29 Juli 2009, membayar Termin I atas kegiatan pengawasan pembangunan Jalan Cokroaminoto kepada rekanan PT. Sembari, NPWP 01.000.321.4-901.000, Tanggal Pengukuhan PKP 4 Mei 2007, Alamat Jl. Pemecutan No. 2 Denpasar sebesar Rp55.000.000,00. PT. Sembari merupakan pengawas konstruksi yang tidak memberikan data Sertifikat Usaha Jasa Konstruksi sehingga dianggap tidak memiliki kualifikasi usaha dengan demikian dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dengan tarif 6%. PT. Sembari menerbitkan Faktur Pajak Standar Nomor 000.000.09.00000001 tertanggal 25 Juli 2009. Direktur PT. Sembari adalah Simon. Nomor Kontrak Kerja 162/DINCIPKARBAD/04/2009 Tanggal 26 Pebruari 2009. Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) Nomor 04/BP/DINCIPKARBAD/07/2009 Tanggal 29 Juli 2009.

3.

4.

Atas transaksi-transaksi diatas Bendaharawan harus memotong PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN dengan perhitungan sebagai berikut: 1. Nilai Termin I = Rp1.100.000.000 PPN atas pembayaran Termin I = 10/110 x Rp1.100.000.000 = Rp100.000.000 Dasar Pengenaan Pajak = Rp1.100.000.000 Rp100.000.000 = Rp1.000.000.000

PPh Final Pasal 4 ayat (2)= 2% x (Rp1.000.000.000) = Rp20.000.000 2. Nilai Termin III = Rp2.200.000.000 PPN atas pembayaran Termin III = 10/110 x Rp2.200.000.000 = Rp200.000.000 Dasar Pengenaan Pajak = Rp2.200.000.000 Rp200.000.000 = Rp2.000.000.000 PPh Final Pasal 4 ayat (2)= 3% x (Rp2.000.000.000) = Rp60.000.000 Nilai Termin IV = Rp88.000.000 PPN atas pembayaran Termin IV = 10/110 x Rp88.000.000 = Rp8.000.000 Dasar Pengenaan Pajak = Rp88.000.000 Rp8.000.000 = Rp80.000.000 PPh Final Pasal 4 ayat (2)= 4% x (Rp80.000.000) = Rp3.200.000 Nilai Termin I = Rp55.000.000 PPN atas pembayaran Termin I = 10/110 x Rp55.000.000 = Rp5.000.000 Dasar Pengenaan Pajak = Rp55.000.000 Rp5.000.000 = Rp50.000.000 PPh Final Pasal 4 ayat (2)= 6% x (Rp50.000.000) = Rp3.000.000

3.

4.

Pemotongan dan Penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPN Bukti bahwa Bendaharawan telah memotong dan menyetorkan PPh Final Pasal 4 ayat (2)atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi adalah: 1. Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi (F.1.1.33.16); dan 2. Surat Setoran Pajak (F.2.0.32.01) Bukti bahwa Bendaharawan telah memungut PPN atas jasa konstruksi adalah berupa: 1. Faktur Pajak Standar; dan 2. Surat Setoran Pajak (SSP). Pemungutan PPN dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pengusaha Kena Pajak Rekanan (PKP Rekanan) menerbitkan Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan, baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penagihan, atau sebelum penyerahan Barang Kena Pajak, maka Faktur Pajak wajib diterbitkan pada saat pembayaran diterima. b. Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 (tiga) : Lembar ke-1 : untuk Bendaharawan Lembar ke-2 : untuk arsip PKP Rekanan Lembar ke-3 : untuk dilampirkan pada SPT Masa PPN Bagi Pemungut (Formulir 1107 PUT) Tata cara pemotongan dan penyetoran PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan PPN adalah sebagai berikut: a. Rekanan menerbitkan Faktur Pajak Standar dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan, baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penagihan, atau sebelum penyerahan Barang Kena Pajak, maka Faktur Pajak Standar wajib diterbitkan pada saat pembayaran diterima. Faktur Pajak Standar dibuat dalam rangkap 3 (tiga) : Lembar ke-1 : untuk Bendaharawan Lembar ke-2 : untuk arsip Rekanan Lembar ke-3 : untuk dilampirkan pada SPT Masa PPN Bagi Pemungut (Formulir 1107 PUT) b. Kemudian, Bendaharawan membuat SPM-LS, Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2), SSP PPN dan kelengkapan lainnya. c. Bendaharawan mengajukan SPM-LS dan berkas lainnya tersebut untuk diterbitkan SP2D ke Bagian Keuangan/Biro Keuangan Setda. d. Bagian Keuangan/Biro Keuangan Setda kemudian menerbitkan SP2D. e. SP2D dicairkan oleh Bendaharawan atau bisa juga oleh Rekanan. Pada saat pencairan SP2D ke Bank, Bendaharawan/Rekanan harus membawa: SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2) SSP PPN

f.

sehingga jumlah yang diterima oleh Rekanan langsung dipotong PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN. Jika SP2D dicairkan ke Bank oleh Bendaharawan, maka Bendaharawan akan menerima dari Bank: SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2) ke-1, ke-3, dan ke-5. SSP PPN lembar ke-1, ke-3, dan ke-5. Untuk SSP PPh Final Pasal 4 ayat 2, lembar ke-1, 3 dan 5 disimpan seluruhnya oleh Bendaharawan, kemudian Bendaharawan memberikan Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi (bukan SSP PPh Final Pasal

4 ayat (2)).Untuk SSP PPN, Bendaharawan kemudian memberikan SSP PPN lembar ke-1 kepada Rekanan. Perlu diperhatikan bahwa Rekanan seharunya menerima: Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2); dan SSP PPN Lembar ke-1 g. Jika SP2D dicairkan ke Bank oleh Rekanan, maka Rekanan akan menerima dari Bank: SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2) ke-1, ke-3, dan ke-5. SSP PPN lembar ke-1, ke-3, dan ke-5. Untuk SSP PPh Final Pasal 4 ayat 2, lembar ke-1, 3 dan 5 diberikan seluruhnya kepada Bendaharawan, kemudian Rekanan menerima Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi (bukan SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2)). Untuk SSP PPN, rekanan memberikan SSP PPN lembar ke-3 dan 5 kepada Bendaharawan. Dengan demikian Rekanan menerima/menyimpan: Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2); dan SSP PPN Lembar ke-1 Kemudian, Bendaharawan membubuhi tanggal SSP disetor, cap, nama dan tanda tangan Bendaharawan pada ketiga Faktur Pajak Standar tersebut dan menyerahkan Faktur Pajak Standar Lembar ke-2 kepada Rekanan. Adapun contoh cap pada Faktur Pajak Standar adalah sebagai berikut: Disetor Tanggal .. Bendaharawan, Nama : . NIP : .

h.

Pelaporan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN Sarana untuk melaporkan pemotongan/pemungutan pajak dalam suatu bulan/masa pajak adalah Surat Pemberitahuan (SPT).Dengan demikian, setelah dilakukan pemotongan/pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN, Bendaharawan harus melaporkan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) PPh Pasal 4 ayat (2) dan SPT Masa PPN. Batas waktu pelaporan SPT Masa oleh Bendaharawan adalah sebagai berikut: No 1 2 Jenis SPT SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) SPT PPN Paling Lambat Disetorkan Tanggal 10 setelah masa pajak berakhir Tanggal 7 bulan berikutnya Paling Lambat Dilaporkan 20 hari setelah masa pajak berakhir 14 haris setelah masa pajak berakhir Sanksi Jika Terlambat Lapor Rp100.000 Rp500.000

Perlu diperhatikan bahwa jika dalam suatu masa pajak tidak ada pemotongan/pemungutan pajak (Nihil), SPT Masa tetap harus dilaporkan setiap bulannya. Jika tidak, Bendaharawan dapat dikenakan sanksi terlambat/tidak melaporkan SPT Masa sebesar tersebut di atas.

Pada saat melaporkan SPT Masa PPN harus dilampirkan pula SSP atas penyetoran PPN, sedangkan pada saat melaporkan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2), harus dilampirkan pula: - Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) - Daftar Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) - SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2) Petunjuk Pengisian SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi NPWP Nama WP Alamat NOP Alamat OP Kode Akun Pajak Kode Jenis Setoran Uraian Pembelian : : : : : : : : Diisi dengan NPWP Instansi/Bendaharawan (contoh: 00.256.222.1901.000) Diisi dengan Nama Instansi/Bendaharawan (contoh: Bendahara Dinas Cipta Karya Kabupaten Badung) Diisi dengan alamat Instansi/Bendaharawan tidak diisi tidak diisi diisi dengan 411128 diisi dengan 409 Diisi dengan PPh Final Pasal 4 ayat (2) Masa .. atas Jasa Konstruksi Termin . Bomor Kontrak Kerja: .. Tanggal Kontrak Kerja: .. (contoh:

PPh Final Pasal 4 ayat (2) Masa Juli 2009 atas Jasa Konstruksi Termin I Nomor Kontrak Kerja:124/Dincipkarbad/02/2009 Tanggal 6 Pebruari 2009)Masa Pajak Tahun Nomor Ketetapan Jumlah Pembayaran Terbilang Wajib Pajak Penyetor ......... , tgl ...... : : : : : : diisi dengan X sesuai bulan dilakukan pembayaran diisi dengan tahun dilakukan pembayaran Tidak diisi Diisi dengan jumlah pembayaran menggunakan angka (contoh: Rp20.000,00) Diisi dengan jumlah pembayaran menggunakan huruf (contoh: Dua Puluh Ribu Rupiah) Diisi dengan Nama Bendaharawan, disertai tanda tangan dan Cap Satker diisi dengan Tempat dan tanggal dilakukan pembayaran

SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2) Jasa Konstruksi Transaksi dengan PT. SURYA KONSTRUKSI

SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2) Jasa Konstruksi Transaksi dengan PT. ABADI DOANG

SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2) Jasa Konstruksi Transaksi dengan PT. BALI NIKI

SSP PPh Final Pasal 4 ayat (2) Jasa Konstruksi Transaksi dengan PT. SEMBARI

Petunjuk Pengisian SSP PPN atas Usaha Jasa Konstruksi NPWP Nama WP Alamat NOP Alamat OP Kode Akun Pajak Kode Jenis Setoran Uraian Pembelian : : : : : : : : Diisi dengan NPWP Rekanan (contoh: 01.225.663.2901.000) Diisi dengan Nama Rekanan (contoh: PT. Surya Konstruksi) Diisi dengan alamat Rekanan tidak diisi tidak diisi diisi dengan 411211 diisi dengan 900 Diisi dengan PPN Masa atas Jasa Konstruksi Termin . Nomor Kontrak kerja: . Tanggal Kontrak Kerja: . (contoh: PPN Masa JUli atas Jasa

Konstruksi Termin I Nomor Kontrak Kerja: 124/Dincipkarbad/02/2009 Tanggal 6 Pebruari 2009)Masa Pajak Tahun Nomor Ketetapan Jumlah Pembayaran Terbilang Wajib Pajak Penyetor ......... , tgl ...... : : : : : : diisi dengan X sesuai bulan dilakukan pembayaran diisi dengan tahun dilakukan pembayaran Tidak diisi Diisi dengan jumlah pembayaran menggunakan angka (contoh: Rp100.000,00) Diisi dengan jumlah pembayaran menggunakan huruf (contoh: Seratus Juta Rupiah) Diisi dengan Nama Bendaharawan, disertai tanda tangan dan Cap Satker diisi dengan Tempat dan tanggal dilakukan pembayaran

SSP PPN Transaksi dengan PT. SURYA KONSTRUKSI

SSP PPN Transaksi dengan PT. ABADI DOANG

SSP PPN Transaksi dengan PT. BALI NIKI

SSP PPN Transaksi dengan PT. SEMBARI

Petunjuk Pengisian Faktur Pajak Standar Faktur Pajak Standar diisi oleh Rekanan, sehingga petunjuk pengisian Faktur Pajak Standar tidak dijelaskan disini. Yang harus dilakukan oleh Bendahawaran adalah membubuhkan tanggal SSP disetor, cap, nama, dan tanda tangan pada Lembar ke-1, 2, dan 3 Faktur Pajak Standar, dan menyerahkan Faktur Pajak Standar Lembar ke-2 yang sudah dibubuhi tanggal SSP disetor, cap, nama, dan tanda tangan tersebut kepada Rekanan. Faktur Pajak Standar

Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Petunjuk Pengisian Bukti Pemotongan Usaha Jasa Konstruksi oleh Bendaharawan adalah sebagai berikut:

(1) .................... (2) Nomor: ...

: Diisi dengan Kantor Pelayanan Pajak dimana bendaharawan terdaftar (contoh: diisi dengan KPP Pratama Denpasar Barat). : Diisi dengan Nomor Bukti Potong sesuai dengan penomoran yang dibuat oleh instansi/Bendahara Pemerintah Daerah (contoh: 001/BP/DINCIPKARBAD/07/2009).

(3) NPWP

: Diisi dengan NPWP Rekanan/Pengusaha Jasa Konstruksi. Nama : Diisi dengan Nama Rekanan/Pengusaha Jasa Konstruksi. Alamat : Diisi dengan Alamat Rekanan/Pengusaha Jasa Konstruksi. Jumlah Nilai Bruto : Diisi dengan Jumlah Pembayaran tidak termasuk PPN (contoh: Rp1.000.000.000) PPh yang Dipotong : Diisi dengan perkalian Jumlah Nilai Bruto dengan Tarif /Dipungut (contoh: Rp20.000.000) : Diisi dengan tempat dan tanggal diterbitkannya Bukti Potong : Diisi dengan NPWP Instansi/Bendaharawan (contoh: 00.256.222.1-901.000) : Diisi dengan Nama Instansi/Bendaharawan (contoh: Bendahara Dinas Cipta Karya Kabupaten Badung) : Diisi dengan alamat Instansi/Bendaharawan : Diisi dengan Nama Bendaharawan (contoh: I Made Ratna), Tanda tangan dan cap Instansi

(4) ....., 20 .... (5) NPWPNama Alamat

(6) .........

Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) PT. Surya Konstruksi

Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) PT. Abadi Doang

Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) PT. Bali Niki

Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2) PT. Sembari

Daftar Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Final Pasal 4 ayat (2)

SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2)

SPT Masa PPN Pemungut Formulir 1107PUT

Lampiran 1 SPT Masa PPN Pemungut

Lampiran 2 SPT Masa PPN Pemungut