Upload
wijang-abu-aisha
View
78
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kerapu
Citation preview
BAB. IPENDAHULUAN
Perikanan menjadi salah satu sektor andalan penting Indonesia dalam menghadapi era
globalisasi ini. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya departemen tersendiri yaitu
Departemen Kelautan dan Perikanan. Kelebihan sektor perikanan dibandingkan sektor
lainnya adalah potensinya yang sangat besar baik sumberdaya alam maupun
sumberdaya manusia. Selain itu, perikanan menyangkut pula hajat hidup orang banyak
sehingga keberadaanya dapat dirasakan sebagian besar masyarakat Indonesia.
Upaya peningkatan sumber devisa negara dari sektor perikanan adalah dengan
pengembangan perikanan yang berbasis kerakyatan. Salah satu caranya yaitu dengan
mengembangkan usaha budidaya ikan kerapu di karamba jaring apung (KJA). Ikan
kerapu diketahui merupakan salah satu komoditas yang penting karena bersifat export
oriented sehingga nilainya makin tinggi ketika nilai tukar US $ semakin menguat.
Jenis-jenis ikan laut yang berhasil dibudidayakan adalah ikan kerapu macan
(Epinephellus fuscoguttatus) dan kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Budidaya kedua
spesies tersebut telah berhasil diaplikasikan di perairan pesisir Lampung oleh
masyarakat dengan bimbingan Balai Budidaya Laut.
Penguasaan teknologi yang menyeluruh mengenai budidaya ikan kerapu di KJA
merupakan kunci dari keberhasilan usaha itu sendiri. Penguasaan ini meliputi
pengetahuan internal mengenai biologi dan kebiasan hidup ikan kerapu yang dipelihara
serta beberapa faktor eksternal seperti teknik budidaya, pakan, lingkungan perairan
serta hama dan penyakit ikan. Di samping itu, pengetahuan yang tepat mengenai lokasi
budidaya serta penentuan sarana dan prasarana pendukung yang sesuai menjadi faktor
lain yang dapat mengoptimalkan usaha budidaya ikan kerapu di KJA ini.
Teknik budidaya ikan kerapu macan dan kerapu tikus di KJA relatif sama yaitu
meliputi pendederan, penggelondongan serta pembesaran. Ketiga tahapan ini
dibedakan berdasarkan ukuran awal tebar serta ukuran akhir ikan dipanen. Fase
1
ISBN : 979-95483-5-7
pendederan memiliki ukuran awal tebar larva hari ke-40 s/d 60 (D-40 – D-60) dan
dipanen pada ukuran 25-30 gram/ekor untuk selanjutnya dijadikan ukuran awal fase
penggelondongan. Fase penggelondongan dipanen pada ukuran 75 – 100 gram/ekor,
untuk kemudian dijadikan awal fase pembesaran yang berakhir pada ukuran konsumsi
yaitu antara 400 – 600 gram/ekor. Ketiga fase di atas memerlukan waktu yang berbeda
untuk masing-masing ikan. Ikan kerapu macan memerlukan waktu 8 – 10 bulan untuk
dipanen, sedangkan kerapu tikus 14 – 17 bulan.
Pakan merupakan aspek eksternal penting dalam budidaya ikan, sebab pakan
merupakan satu-satunya masukan gizi dan energi dari luar untuk menunjang
pertumbuhannya. Pemberian pakan dengan kualitas dan kuantitas yang baik dapat
mengoptimalkan usaha budidaya ikan kerapu di KJA. Hal ini disebabkan karena lebih
dari 60% biaya produksi budidaya berasal dari pakan. Pakan utama ikan kerapu macan
dan kerapu tikus adalah ikan rucah, sedangkan pakan alternatif yang sedang dalam
tahap pengembangan adalah pakan buatan.
Pemantauan kualitas perairan yang kontinyu merupakan faktor eksternal lain yang
menentukan keberhasilan budidaya. Hal ini disebabkan oleh keterkaitan yang erat
antara lingkungan perairan dengan timbulnya hama dan penyakit pada ikan yang
dipelihara. Hama dan penyakit diketahui sering menjadi penyebab utama kegagalan
budidaya ikan kerapu di KJA. Pencegahan merupakan alternatif terbaik dibandingkan
pengobatan. Salah satu cara untuk mencegah terjangkitnya ikan kerapu oleh hama dan
penyakit adalah dengan pemantauan kualitas perairan di lokasi beserta komponen-
komponen pendukungnya. Selain itu, pengetahuan mengenai jenis dan dosis bahan
kimia, obat-obatan dan cara pengobatannya dapat menjadi nilai lebih untuk meraih
keberhasilan dalam usaha budidaya ikan.
Teknik panen dan metode transportasi memegang peranan penting dalam kelancaran
usaha budidaya ikan. Seperti diketahui bahwa ikan kerapu merupakan ikan komoditas
ekspor yang memiliki nilai jual lebih bila berada dalam keadaan hidup. Berdasarkan
2
hal tersebut, penguasaan teknik panen dan pemilihan metode transportasi yang tepat
dapat menjadi kunci peningkatan nilai jual komoditi yang sekaligus meningkatkan
pendapatan perusahaan.
Aspek-aspek pendukung budidaya di atas akan menjadi sia-sia bila usaha budidaya
menghasilkan nilai akhir yang negatif dalam ekonomi. Oleh karena itu, perhitungan
yang matang dan terencana atas komponen-komponen utama maupun pendukung perlu
dilakukan. Perhitungan tersebut dijabarkan dalam sebuah analisis usaha yang secara
langsung akan menentukan tingkat keberadaan dan prospek uasa tersebut di masa yang
akan datang. Budidaya ikan kerapu di KJA merupakan usaha yang layak untuk
dikembangkan berdasarkan hasil analisis usaha yang dijabarkan pada akhir bagian buku
ini.
3
BAB. IIBIOLOGI KERAPU
Evalawati, Maya Meiyana, dan Tiya Widi Aditya
A. Latar Belakang
Ikan Kerapu merupakan salah satu jenis ikan laut yang mempunyai prospek yang bagus
untuk dikembangkan sebagai ikan budidaya karena mempunyai nilai ekonomis yang
tinggi baik di pasaran lokal maupun international. Ikan kerapu juga potensial untuk
dibudidayakan karena pertumbuhannya relatif cepat, mudah untuk dipelihara,
mempunyai toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan, dan tahan terhadap
ruang terbatas atau dapat dikembangkan pada karamba jaring apung.
Keberhasilan dalam usaha budidaya ikan tergantung pengetahuan tentang biologi ikan
kerapu yang meliputi : Taksonomi, morfologi, penyebaran/distribusi, habitat, pakan
dan kebiasaan makannya.
Dengan mengetahui biologi Kerapu maka usaha pengembangan teknologi budidaya
ikan kerapu yang dilakukan di karamba jaring apung akan cepat dicapai, sehingga hal
ini dapat mendukung kegiatan budidaya ikan yang saat ini mulai berkembang.
B. Taksonomi dan Morfologi Kerapu
Menurut Randall, 1987, klasifikasi ikan kerapu macan adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Osteichtyes
Sub class : Actinopterigi
4
ISBN : 979-95483-5-7
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Percoidea
Family : Serranidae
Genus : Epinephelus
Species: Epinephelus fuscoguttatus
Ikan kerapu macan mempunyai banyak nama lokal. Di Australia orang mengenal
kerapu macan dengan nama flowery cod. Di India dikenal dengan nama fana,
chammamm, dan di Jepang orang mengenal dengan nama aka-madarahata. Bagi
orang Philipina ikan kerapu macan dikenal dengan nama Garopa (Tagalog), Pugopa
(Visayan), dan di Singapura dengan nama Tiger Grouper, Marble grouper. Sedangkan
di Indonesia dan Malaysia dikenal dengan nama kerapu bebeh dan kerapu hitam.
Heemstra (1993), telah mendiskripsikan morfologi ikan kerapu macan sebagai
berikut : Bentuk badan memanjang gepeng atau agak membulat, luasan antar pusat
(kepala) datar cenderung cekung. Kepala bagian depan untuk ikan dewasa terdapat
lekukan mata yang cekung sampai dengan sirip punggung. Pre operculum membundar
dengan pinggiran bergerigi dengan tepi bagian atas cekung menurun secara vertikal ke
hampir ujung operculum. Bagian tengah rahang bawah terdiri dari 3 atau 4 baris gigi
dengan barisan bagian dalam dua (2) kali lebih panjang daripada bagian luar. Tapis
insang terdiri dari 10 – 12 tungkai atas dan 17 – 21 tungkai bawah dengan bagian dasar
tidak terhitung. Sirip punggung terdiri dari 14 – 15 tulang rawan dan 11 tulang keras
dengan barisan ke-3 atau ke-4 lebih panjang sedangkan pada sirip anus terdapat 3
tulang keras dan 8 tulang rawan dengan panjang 2,0 – 2,5 bagian panjang kepala.
Warna tubuh coklat muda dengan lima seri tompel coklat besar yang tidak beraturan.
Badan, kepala dan sirip ditutupi oleh titik-titik kecil coklat dimana pada bagian tompel
berwarna lebih gelap. Sirip ekor membundar dan mata besar menonjol. Panjang
standar untuk ikan dewasa 11 – 55 cm.
5
Menurut Weber and Beofort, (1940) dalam Ahmad (1991), klasifikasi ikan kerapu tikus
adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Osteichtyes
Sub class : Actinopterigi
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Percoidea
Family : Serranidae
Genus : Cromileptes
Species: Cromileptes altivelis
Ikan kerapu tikus juga mempunyai banyak nama lokal. Ikan ini di Australia dikenal
dengan nama Barramundi cod, dan di Jepang dengan nama Sarasa-hata. Sedangkan di
Philipina dikenal dengan nama Lapu-Lapung Senorita (Tagalog), Miro-miro(Visayan),
serta di Singapura Polka-dotgrouper. Bagi orang Indonesia dan Malaysia kerapu tikus
dikenal dengan nama kerapu tikus, kerapu belida dan kerapu sonoh. Istilah ikan hias
kerapu tikus dikenal dengan nama “Panther fish”.
Ikan kerapu tikus mempunyai ciri-ciri morfologi sirip punggung dengan 10 duri keras
dan 18 – 19 duri lunak, sirip perut dengan 3 duri keras dan 10 duri lunak, sirip ekor
dengan 1 duri keras dan 70 duri lunak. Panjang total 3,3 – 3,8 kali tingginya, panjang
kepala seperempat panjang total, leher bagian atas cekung dan semakin tua semakin
cekung, mata seperenam kepala, sirip punggung semakin kebelakang melebar, warna
putih kadang kecoklatan dengan totol hitam pada badan, kepala dan sirip. Weber and
Beofort (1940) dalam Ahmad (1991). Sedangkan menurut Heemstra and Randall
(1993) seluruh permukaan tubuh kerapu tikus berwarna putih keabuan, berbintik bulat
hitam dilengkapi sirip renang berbentuk melebar serta moncong kepala lancip
menyerupai bebek atau tikus.
6
C. Penyebaran/Distribusi
Ikan kerapu macan tersebar luas dari wilayah Asia Pasifik termasuk laut merah, tetapi
lebih dikenal berasal dari Teluk Persi, Hawaii atau Polynesia. Terdapat pula di hampir
semua perairan pulau tropis Hindia dan samudra Pasifik Barat dari pantai Timur Afrika
sampai dengan Mozambika. Ikan ini dilaporkan banyak pula ditemukan di
Madagaskar, India, Thailand, Indonesia, pantai tropis Australia, Jepang, Philipina,
Papua Neuguinea, dan Kaledonia Baru (Heemstra, 1993). Di perairan Indonesia yang
dikenal banyak ditemukan ikan kerapu macan adalah perairan pulau Sumatera, Jawa,
Sulawesi, pulau Buru, dan Ambon (Weber dan Beaufort, 1931).
Ikan kerapu tikus tersebar luas di Pasific Barat mulai dari bagian selatan Jepang sampai
Palau, Guam, Kaledonia baru, bagian selatan kepulauan Australia, serta bagian timur
laut India dari Nicobar sampai Broome (Heemsta and Randall, 1986). Di Indonesia
ikan kerapu tikus banyak ditemukan di wilayah perairan Teluk Banten, Ujung Kulon,
Kepulauan Riau , Kepulauan Seribu, Kepulauan Karimunjawa, Madura, Kalimantan
dan Nusa Tenggara.
D. Habitat
Ikan kerapu macan hidup di dasar perairan berbatu sampai dengan kedalaman 60 meter
dan daerah dangkal yang mengandung batu koral (Heemstra, 1993). Dalam siklus
hidupnya ikan kerapu macan muda hidup di perairan karang dengan kedalaman 0,5 – 3
meter pada area padang lamun, selanjutnya menginjak dewasa menuju ke perairan yang
lebih dalam, dan biasanya perpindahan ini berlangsung pada siang dan senja hari.
Menurut Tampubolon dan Mulyadi (1989), telur dan larva kerapu macan bersifat
pelagis, sedangkan kerapu muda hingga dewasa bersifat demersal. Ikan kerapu
merupakan organisme yang bersifat nocturnal, dimana pada siang hari lebih banyak
bersembunyi di liang-liang karang dan pada malam hari aktif bergerak di kolom air
untuk mencari makan.
7
Ikan kerapu tikus banyak dijumpai di perairan batu karang, atau didaerah karang
berlumpur, hidup pada kedalaman 40 meter sampai kedalaman 60 meter. Dalam siklus
hidupnya ikan kerapu tikus muda hidup di perairan karang dengan kedalaman 0,5 – 3
meter, selanjutnya menginjak dewasa menuju ke perairan yang lebih dalam, dan
biasanya perpindahan ini berlangsung pada siang dan senja hari. Menurut Tampubulon
dan Mulyadi (1989), telur dan larva kerapu tikus bersifat pelagis, sedangkan kerapu
muda hingga dewasa bersifat demersal. Ikan kerapu termasuk kelompok ikan
stenohaline (Breet dan Groves, 1979), oleh karena itu jenis ikan ikan mampu
beradaptasi pada lingkungan perairan yang berkadar garam rendah. Ikan kerapu
merupakan organisme yang bersifat nocturnal, dimana pada siang hari lebih banyak
bersembunyi di liang-liang karang dan pada malam hari aktif bergerak di kolom air
untuk mencari makan.
Menurut Chua dan Teng (1978), parameter-parameter ekologis yang cocok untuk
pertumbuhan ikan kerapu, yaitu Temperatur berkisar 24 – 31 °C, salinitas berkisar 30 –
33 ppt, kandungan oksigen terlarut lebih dari 3,5 ppm dan pH antara 7,8 – 8,0.
Perairan dengan kondisi tersebut pada umumnya terdapat pada perairan terumbu karang
(Nybakken, 1988).
E. Pakan dan Kebiasaan Pakan
Ikan kerapu macan dan kerapu tikus merupakan hewan karnivor, sebagaimana jenis-
jenis ikan kerapu lainnya. Ikan kerapu macan dan kerapu tikus dewasa adalah
pemakan ikan-ikan kecil, kepiting, dan udang-udangan, sedangkan larvanya pemangsa
larva moluska (trokofor), rotifer, mikro krustasea, kopepoda, dan zooplankton. Sebagai
ikan karnivora, kerapu cenderung menangkap mangsa yang aktif bergerak di dalam
kolom air (Nybakken, 1988). Tampubulon dan Mulyadi (1989), mengungkapkan
bahwa ikan kerapu mempunyai kebiasaan makan pada siang hari dan malam hari,
namun lebih aktif pada waktu fajar dan senja hari.
8
Kerapu biasa mencari makan dengan menyergap mangsa dari tempat
persembunyiannya. Kerapu macan mempunyai kemampuan menangkap mangsa lebih
cepat daripada kerapu sunu (Anonymous, 1991). Sebagai ikan karnivora, kerapu
bersifat kanibalisme. Kanibalisme biasanya mulai terjadi pada larva kerapu berumur
30 hari, dimana pada saat itu larva cenderung berkumpul di suatu tempat dengan
kepadatan tinggi.
Berdasarkan perilaku makannya, ikan kerapu dewasa memangsa ikan-ikan kecil,
crustacea dan cephalopoda yang menempati struktur tropik teratas dalam piramida
rantai makanan (Randall, 1987). Tidak bedanya dengan kerapu macan, sebagai ikan
karnivora kerapu tikus juga mempunyai kecenderungan bersifat kanibal, namun sifat
kanibal ikan kerapu tikus tidak seperti jenis kerapu lainnya dikarenakan lebar bukaan
mulut kerapu tikus lebih kecil.
9
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 1991. Operasional Pembesaran Ikan Kerapu Dalam Keramba Jaring Apung. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Maros. Balitbangtan, Deptan, Jakarta.
Heemstra, P.C. and Randall, J.E., 1993. FAO Species Catalogue vol.16 : Groupers of the World (famili Serranidae, subfamily Epinephelinae). Rome, Food and Agriculture Organization of the United Nations.
Nybakken, J.W., 1988. Biologi Laut : suatu pendekatan ekologi. Gramedia, Jakarta.
Randall, J.E., 1987. A Preliminary Synopsis on the Groupers (Perciformes : Serranidae, Epinephelinae) of the Indo-Pacipic Region in J.J. Polovina, S. Ralston (Editors), Tropical Snappers and Groupers : Biologi and fisheries management. Westview Press, Inc. Boulder and London.
Tampubulon, G.H. dan E. Mulyadi. 1989. Synopsis Ikan Kerapu di Perairan Indonesia. Balitbangkan, Semarang.
10
BAB IIIPEMILIHAN LOKASI BUDIDAYA
Syamsul Akbar, Sudjiharno dan Sunaryat
A. Latar Belakang
Usaha budidaya ikan laut menggunakan karamba jaring apung dewasa ini terus
berkembang, hal ini dimungkinkan karena semakin meningkatnya permintaan akan
ikan laut tersebut oleh masyarakat baik dalam maupun luar negeri. Berdasarkan analisa
usaha diperkirakan budidaya ikan laut menggunakan karamba jaring apung mempunyai
prospek yang cukup menguntungkan. Berdasarkan kedua alasan tersebut investor
mulai ramai melakukan usaha budidaya ikan laut ini. Beberapa jenis ikan laut yang
diusahakan yang mempunyai peluang pasar cukup tinggi adalah ikan kerapu tikus dan
ikan kerapu macan. Kedua ikan ini disamping harganya cukup mahal, juga
permintaannya cukup tinggi. Namun demikian untuk mendapatkan hasil terbaik dari
usaha budidaya ikan ini beberapa faktor penting yang menunjang keberhasilan dalam
usaha budidayanya perlu mendapat perhatian.
Salah satu faktor yang sangat menunjang keberhasilan pembesaran ikan kerapu tikus
dan macan adalah pemilihan lokasi yang yang tepat. Keberadaan lokasi yang banyak
mengandung resiko, bermasalah dan tidak memenuhi persyaratan ekologis hendaknya
dihindari. Lokasi yang memenuhi persyaratan secara teknis, merupakan aset yang tidak
ternilai harganya, karena mampu mendukung kesinambungan usaha dan target
produksi. Faktor pemilihan lokasi yang tepat meliputi dua faktor, yaitu pertimbangan
umum dan persyaratan kualitas air
11
ISBN : 979-95483-5-7
B. Pertimbangan Umum
Pertimbangan umum yang dimaksud antara lain meliputi :
1. Perairan harus terlindung dari angin dan gelombang yang kuat
Perairan yang terbuka dan mengalami hempasan gelombang yang besar dan angin
yang kuat tidak disarankan untuk lokasi pembesaran ikan kerapu tikus, karena
lokasi tersebut selain akan dapat merusak konstruksi rakit yang digunakan juga
dapat menggangu aktivitas yang dilakukan dirakit seperti pemberian pakan. Tinggi
gelombang yang disarankan untuk menentukan lokasi pembesaran ikan kerapu
tikus adalah tidak lebih dari 0,5 meter pada saat musim Barat maupun Timur.
2. Kedalaman perairan
Kedalaman perairan yang ideal untuk usaha pembesaran ikan kerapu menggunakan
karamba apung adalah 5 sampai dengan 15 meter. Kedalaman perairan yang terlalu
dangkal (< 5 meter) dapat mempengaruhi kualitas air dari sisa kotoran ikan yang
membusuk dan perairan yang terlalu dangkal sering terjadi serangan ikan buntal
yang merusak jaring. Sebaliknya kedalaman > 15 meter membutuhkan tali jangkar
yang terlalu panjang.
3. Dasar Perairan
Walaupun tidak secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan
pemilharaan, namun dalam pemilihan lokasi yang cocok untuk usaha budidaya ikan
kerapu, dasar perairan lokasi perlu mendapat perhatian, hal ini dikaitkan dengan
habitat asli ikan kerapu, khususnya kerapu tikus dan macan. Di alam ikan kerapu
macan dan kerapu tikus menyukai daerah berkarang hidup dan dasar perairan
berpasir. Pemilihan lokasi yang ideal untuk usaha budidaya kerapu macan dan
kerapu tikus dasar perairannya sebaiknya berkarang hidup dan berpasir putih
4. Jauh Dari Limbah Pencemaran
12
Lokasi yang jauh dari limbah buangan, seperti limbah industri, pertanian, rumah
tangga serta buangan limbah tambak sangat dianjurkan. Limbah-limbah ini dapat
mempengaruhi kualitas air. Limbah rumah tangga, biasanya dapat menyebabkan
tingginya konsentrasi bakteri di perairan, dan limbah buangan industri dapat
menyebabkan tingginya konsentrasi logam berat, sedangkan limbah buangan
tambak dapat meningkatkan kesuburan perairan yang berakibat suburnya
pertumbuhan organisme penempel seperti teritip dan kekerangan lainnya yang
banyak menempel dan menutupi jaring pemeliharaan.
5. Tidak Mengganggu Alur Pelayaran
Untuk keamanan dalam usaha budidaya ikan, maka lokasi budidaya hendaknya
jauh dari alur pelayaran. Hal ini untuk menghidarkan gangguan pelayaran, baik
pelayaran untuk perahu nelayan ataupun kapal motor dan kapal penumpang. Lokasi
yang berdekatan atau dialur pelayaran tidak hanya menggangu pelayaran, tapi juga
dapat menggangu ikan peliharaan, akibat dari suara mesin motor atau perahu yang
lalu lalang dan juga gelombang dan pusaran air yang ditimbulkan oleh perahu atau
kapal motor tersebut.
6. Dekat Dengan Sumber Pakan.
Dekat dengan sumber pakan merupakan lokasi yang diharapkan, karena pakan
merupakan kunci keberhasilan pembesaran ikan kerapu tikus. Daerah penangkapan
ikan menggunakan lift-net atau bagan merupakan lokasi yang baik karena
memudahkan mendapatkan pakan berupa ikan segar dan murah dari hasil
tangkapan bagan tersebut. Daerah yang dekat dengan tempat pelelangan ikan akan
menjamin kontinuitas pengadaan ikan rucah.
7. Dekat dengan Sarana dan Prasarana Transportasi
13
Tersedianya Sarana dan prasarana transportasi berupa jalan darat menuju ke lokasi,
merupakan lokasi yang sangat baik karena dapat membantu dan memudahkan
transportasi benih dan hasil panen. Hal ini dapat melancarkan penjualan hasil panen
ke pasar yang dituju.
8. Keamanan
Keamanan lokasi merupakan faktor yang harus diperhatikan. Lokasi yang
keamanannya kurang terjamin sebaiknya tidak dipilih untuk lokasi pembesaran
karena akan mengakibatkan seringnya terjadi pencurian dan hal ini dapat berakibat
kerugian.
C. Persyaratan Kualitas Air.
Persyaratan kualitas air yang perlu diperhatikan antara lain meliputi : kualitas fisik dan
kimia air.
1. Kualitas fisik air
Kualitas fisik air yang dimaksud dalam pemilhan lokasi pembesaran ikan kerapu
tikus dan kerapu macan antara lain meliputi :
a. Kecepatan arus :
Kecepatan arus yang ideal untuk pembesaran ikan kerapu macan dan kerapu
tikus adalah antara 15 – 30 cm/detik. Kecepatan arus > dari 30 cm/detik dapat
mempengaruhi posisi jaring dan sistim penjangkaran. Kuatnya arus dapat
menyebabkan bergesernya posisi rakit. Sebaliknya kecepatan arus yang terlalu
kecil dapat mengurangi pertukaran air keluar masuk jaring dan ini berpengaruh
terhadap ketersediaan oksigen dalam jaring pemeliharaan, serta mudahnya
penyakit terutama parasit menyerang ikan yang dipelihara.
b. Kecerahan
14
Kecerahan perairan merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk
menentukan lokasi untuk pembesaran. Perairan yang tingkat kecerahannya
sangat tinggi bahkan sampai tembus dasar perairan merupakan indikator
perairannya cukup jernih dan perairan tersebut sangat baik untuk lokasi
pembesaran. Sebaliknya perairan yang tingkat kecerahannya sangat rendah
menandakan tingkat bahan organik terlarut sangat tinggi. Perairan ini
dikategorikan cukup subur dan tidak baik untuk pembesaran ikan, karena
perairan yang sangat subur menyebabkan cepatnya perkembangan organisme
penempel seperti lumut, cacing, kekerangan dan lain-lain yang dapat menempel
dan meyebabkan cepat kotornya media pemeliharaan. Kecerahan perairan lokasi
yang cocok untuk pembesaran kerapu macan dan kerapu tikus adalah > dari 2
meter.
2. Kualitas Kimia Air
Kualitas kimia air biasanya menjadi pertimbangan utama didalam pemelihan lokasi,
karena berkaitan erat dengan organisme yang akan dipelihara. Oleh karena itu
kualitas kimia air perlu untuk diketahui sebelum menentukan lokasi untuk
pembesaran ikan. Ada beberapa paremeter kualitas kimia air yang perlu diketahui
antara lain :
a. Salinitas (kadar garam)
Lokasi yang berdekatan dengan muara, tidak dianjurkan untuk pembesaran
kerapu macan dan kerapu tikus, karena lokasi tersebut salinitasnya sangat
berfluktuasi karena dipengaruhi oleh masuknya air tawar dari sungai. Fluktuasi
salintas bisa mempengaruhi pertumbuhan dan nafsu makan ikan kerapu yang
dipelihara. Disamping itu lokasi yang berdekatan dengan muara sering
mengalami stratifikasi perbedaan salinitas yang dapat menghambat terjadinya
difusi oksigen secara vertikal. Salinitas yang ideal untuk pembesaran ikan
kerapu macan dan kerapu tikus adalah 30 – 33 ppt.
b. Suhu
15
Perairan laut mempunyai kecenderungan bersuhu konstan. Perubahan suhu yang
tinggi dalam suatu perairan laut akan mempengaruhi proses metabolisme atau
nafsu makan, aktifitas tubuh dan syaraf. Suhu optimum untuk pertumbuhan ikan
kerapu macan dan kerapu tikus adalah 27 – 29 0C.
c. Konsentrasi Ion Hidrogen (pH)
Tolok ukur yang digunakan untuk menentukan kondisi perairan asam atau basa
disebut pH, nilai pH dapat digunakan sebagai indeks kualitas lingkungan.
Kondisi perairan dengan pH netral atau sedikit kearah basa sangat idial untuk
kehidupan ikan air laut. Perairan dengan pH rendah mengakibatkan aktifitas
tubuh menurun atau ikan menjadi lemah, lebih mudah terkena infeksi dan
biasanya diikuti dengan tingkat mortalitas tinggi. Ikan diketahui mempunyai
toleransi pada pH antara 4,0 – 11,0. Ikan kerapu macan dan kerapu tikus
diketahui sangat baik petumbuhannya pada pH normal air laut yaitu antara 8,0 –
8,2.
d. Oksigen Terlarut (D.O)
Konsentrasi dan ketersediaan oksigen terlarut merupakan salah satu faktor
pembatas bagi ikan yang dibudidayakan. Oksigen terlarut sangat dibutuhkan
bagi kehidupan ikan dan organisme air lainnya. Konsentrasi oksigen dalam air
dapat mempengaruhi pertumbuhan, konversi pakan, dan mengurangi daya
dukung perairan. Ikan kerapu macan dan kerapu tikus dapat hidup layak dalam
karamba jaring apung dengan konsentrasi oksigen terlarut lebih dari 5 ppm.
DAFTAR PUSTAKA
16
Anonymous, 1998, Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut (Budidaya Perikanan), Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup, No. 02/MENKLH/1.
Handoko, D, Rahardjo, B, B, dan Muawanah, 1999, Persyaratan Lokasi dalam Buku Budidaya Ikan Kakap Putih di Karamba Jaring Apung.
Imanto, P.T, dan Basyarie, 1993, “Budidaya Ikan Laut ; Pengembangan dan Permasalahan“, Prosiding Rapat Teknis Ilmiah Penelitian dan Perikanan Budidaya Pantai di Tanjung Pinang, Balai Penelitian Perikanan Pantai, 29 April – 1 Mei 1993, Maros.
Sudjiharno dan Cahyo, W, 1998, Pemilihan Lokasi Pembenihan Ikan Kerapu Macan, Balai Budidaya Laut, Lampung.
Tiensongrumee, 1986, B, S, Pontjoprawiro, I, Sudjarwo, Pemilihan Lokasi Budidaya Ikan Laut Dalam Karamba Jaring Apung, FAO / UNDP Kerja sama dengan Balai Budidaya Laut, Lampung.
BAB IV
17
ISBN : 979-95483-5-7
SARANA DAN PRASARANA BUDIDAYA
Syamsul Akbar, Sudjiharno dan Sunaryat
A. Latar Belakang
Dewasa ini minat swasta/masyarakat untuk mengembangkan usaha budidaya ikan laut
seperti ikan kerapu bebek dan macan cenderung terus meningkat, hal ini dikarenakan
kedua jenis ikan kerapu tersebut merupakan ikan ekonomis tinggi dan berorientasi
ekspor, disamping itu permintaan pasar baik dalam maupun luar negeri dari tahun ke
tahun terus meningkat. Sampai saat ini pasokan ikan kerapu hidup masih didominasi
dari hasil tangkapan alam, sedangkan produksi dari hasil budidaya masih belum
mencukupi. Untuk mencukupi kekurangan pasokan tersebut pengembangan usaha
budidaya merupakan alternatif yang dirasakan paling tepat.
Dalam usaha pembesaran ikan kerapu, sarana dan prasarana untuk menunjang
keberhasilan usaha mutlak perlukan diadakan. Ada beberapa bentuk keramba jaring
apung yang bisa digunakan untuk budidaya ikan laut, antara lain karamba yang
berbentuk empat persegi dan karamba yang berbentuk bulat lingkaran. Ukuran karamba
juga bervariasi, ada yang berukuran 5 x 5 meter, 5 x 8 meter, dan 8 x 8 meter.
Sedangkan untuk karamba yang berbentuk lingkaran biasaya terbuat dari bahan pipa
galvanis dengan ukuran diameter 5 meter sampai dengan 15 meter. Keramba berbentuk
lingkaran ini umumnya digunakan di negara-negara seperti Jepang dan Eropa. Di
Indonesia, bentuk dan ukuran karamba yang umum digunakan adalah berbentuk
persegi dengan ukuran 8 x 8 meter yang terdiri dari 4 kotak dengan ukuran 3 x 3 meter
untuk masing-masing kotaknya. Dalam tulisan ini penulis mencoba memberikan
informasi tentang sarana dan prasarana yang digunakan dalam budidaya ikan laut
terutama ikan kerapu bebek dan macan.
A. Sarana Pokok
18
1. Rakit
Rakit adalah bingkai atau frame yang dilengkapi dengan pelampung untuk
tempat melekatkan atau mengikatkan waring dan jaring. Rakit dapat dibuat dari
bambu, kayu, pipa galvanis ataupun dari paralon. Namun bahan pembuat rakit
yang umum digunakan adalah dari bambu maupun kayu. Ada tiga jenis kayu
yang baik dan tahan digunakan untuk pembuatan bingkai rakit yaitu kayu
gelam, kayu serdang dan kayu dari batang kelapa yang tua. Kayu kelapa yang
tua selain kuat, kayu kelapa ini mudah didapat dan murah harganya. Ukuran
rakit bervariasi tergantung dari skala usaha. Untuk pembesaran ikan kerapu
bebek, ukuran bingkai rakit yang umum digunakan adalah ukuran 8 x 8 meter
yang terbagi menjadi empat kotak dengan ukuran 3 x 3 meter per kotaknya.
Dari empat kotak ukuran 3 x 3 meter bisa dibagi lagi menjadi 16 kotak ukuran
1 x 1 meter yang biasa digunakan untuk penempatan waring dan jaring
pendederan dan penggelondongan (gambar 1).
Gambar 1. Rakit untuk budidaya ikan kerapu
19
Untuk membuat 1 unit rakit dibutuhkan sebanyak 14 batang kayu balok dengan
rincian 12 batang untuk bingkai rakit dan 2 batang dipotong-potong (ukuran 50
cm) untuk tempat pemakuan papan pijakan dan dibutuhkan 24 keping papan
dengan tebal 3 – 4 cm untuk pijakan. Untuk mengapungkan rakit dapat
digunakan pelampung. Ada tiga jenis pelampung yang umum digunakan yaitu
pelampung dari sterofoam, dari drum plastik dan drum oli atau minyak . Dari
ketiga jenis pelampung ini yang paling baik adalah pelampung dari sterofoam,
karena daya apungnya tinggi (gambar 2. Pelampung styrofoam), namun
harganya sangat mahal dibandingkan dengan dua jenis pelampung drum plastik
dan drum oli/minyak. Untuk satu unit rakit ukuran 8 x 8 dibutuhkan 12 buah
pelampung. Dalam pengoperasian, rakit dilengkapi dengan jangkar dan tali
jangkar. Untuk satu unit rakit diperlukan 4 buah jangkar dengan berat 25 – 50
kg yang terbuat dari besi (lihat gambar 2).
Gambar 2. Pelampung Styrofoam dan Jangkar besi
20
iL = ---------
1 – S
dD = ----------- 2 S – S2
yang diikatkan pada tiap sudut rakit dengan menggunakan tali jangkar yang
terbuat dari bahan polyetheline (PE) berdiameter 4 cm. Panjang tali jangkar
yang diperlukan untuk satu sudut rakit adalah 3 kali kedalaman perairan,
sehingga untuk satu unit rakit yang terdiri dari empat sudut memerlukan
panjang tali jangkar 4 X 3 kali kedalaman perairan.
2. Waring
Waring adalah bahan yang digunakan untuk membuat kantong pemeliharaan.
Kantong yang terbuat dari bahan waring ini umumnya digunakan untuk
pemeliharaan kerapu bebek dan kerapu macan phase awal atau pendederan.
Waring sering juga disebut hapa atau jaring bagan. Waring ini terbuat dari
bahan polyetheline berwarna hitam dengan ukuran mata waring 4 mm. Bentuk
kantong waring bervariasi ada yang berbentuk empat persegi panjang dan ada
yang berbentuk empat persegi atau kubus dengan ukuran yang juga bervariasi.
umumnya ukuran kantong waring yang digunakan untuk pemeliharaan pada
phase pendederan dan penggelondongan adalah 1 x 1 x 1,5 meter. Untuk lebih
jelasnya bentuk kantong waring pemeliharaan dapat dilihat pada gambar 3.
Tali Pengikat
1,5 meter
Tali Ris
Waring
Gambar 3. Bentuk waring pemeliharaan
3. Jaring
21
iL = ---------
1 – S
dD = ----------- 2 S – S2
1 meter
Ada beberapa jenis jaring yang dapat digunakan untuk pembuatan kantong
pemeliharaan. Namun yang biasa digunakan adalah jaring yang terbuat dari
polyetheline. Tabel 1 menunjukkan beberapa jenis bahan jaring, kekuatan, lama
waktu pemakaian, resistensi abrasi serta pertimbangan harganya.
Tabel 1. Jenis bahan jaring, kekuatan, lama waktu pemakaian dan harga
Type KekuatanLama WaktuPemakaian
ResistensiAbrasi
PerbandinganHarga
PE (polyetheline)PA(polyamide)PES (polyester)PP (polyproline)PVC(polyvinyl chlorid)PVD(polyvinylidene)PVA(polyvinyl alcohol)
KuatSangat kuatKuatSangat kuatRendahRendahSedang
SedangSedangLamaRendah-sedangSangat lamaTinggiTinggi
TinggiPaling tinggiTinggiSedangTinggiTinggiTinggi
Paling MurahPaling MahalPaling MahalMahalMahalMahalMahal
Kantong yang terbuat dari jaring digunakan untuk pemeliharaan pada phase
penggelondongan dan pembesaran. Ukuran kantong jaring untuk pemeliharaan
penggelondongan adalah 1 x 1 x 1,5 meter dengan ukuran mata jaring 0,5
inchi. Sedangkan untuk pembesaran menggunakan kantong jaring berukuran 3
x 3 x 3 meter dengan ukuran mata jaring 1 sampai dengan 1,25 inchi. Ukuran
benang jaring yang digunakan untuk penggelondongan adalah D 12 dan D 21
untuk pembesaran. Desain bentuk pembuatan kantong jaring penggelondongan
dan pembesaran tidak jauh berbeda dengan desain waring hanya beda bahan
yang digunakan, untuk memastikan ukuran kantong jaring yang akan dibuat dan
guna memastikan dalam memotong jaring sesuai dengan ukuran dapat
digunakan rumus sebagai berikut:
22
iL = ---------
1 – S
dD = ----------- 2 S – S2
Dimana :L : panjang jaring saat direntangkan (tarik)i : panjang jaring tidak direntangkanS : hang in ratio (30 %)
B. Sarana Penunjang
1. Perahu.
Perahu atau motor tempel diperlukan sebagai alat transportasi setiap hari dalam
rangka pembelian pakan, penggantian jaring, perbaikan rakit, membawa jaring
kotor dan bersih dan membawa benih atau hasil penen. Besarnya perahu yang
digunakan tergantung dari kebutuhan. Biasanya untuk penggunaan tarnsportasi
dari darat ke karamba bisa digunakan perahu motor tempel dengan mesin 5 – 10
pk.
2. Freezer
Freezer selain digunakan untuk mempertahankan kesegaran pakan ikan rucah,
juga digunakan sebagai tempat penyimpanan stock pakan.
3. Mesin Penyemprot Jaring
Mesin semprot jaring merupakan sarana penunjang yang sangat membantu
dalam usaha budidaya ikan menggunakan karamba jaring apung. Mesin ini
sangat efektif dan membantu dalam mempercepat pembersihan jaring sehingga
penggantian jaring yang kotor selama pemeliharaan bisa cepat diganti. Adapan
jenis mesin semprot jaring yang umum digunakan dapat dilihat pada gambar 4.
23
Gambar 4. Mesin Penyemprot Jaring
4. Peralatan kerja lapangan.
Peralatan kerja lapangan meliputi : peralatan sampling yang terdiri dari
timbangan, penggaris, skop-net, ember, gayung dan aerator . Timbangan
peralatan penunjang kerja yang sangat membantu terutama dalam melakukan
penyemplingan berat ikan yang dipelihara dan juga untuk menentukan dosis
atau jumlah pakan yang diberikan selama pemeliharaan. Skop-net walaupun
kelihatan sederhana, namun peralatan kerja yang satu ini harus ada, karena
skop-net sangat membantu kerja pada saat seleksi atau grading ikan serta pada
saat penggantian jaring serta untuk pemanenan ikan yang peliharaan. Skop-net
yang digunakan untuk pembesaran ikan kerapu bebek dan macan ada dua jenis
yaitu skop-net halus yang terbuat dari bahan yang halus, biasanya banyak dijual
di toko-toko penjual aquarium dan ikan hias. Skop-net ini digunakan pada saat
ikan masih kecil atau pada masa awal pemeliharaan. Skop-net kain kasa yang
biasanya dibuat dari bahan kain kasa dengan ukuran besar. Skop-net ini
biasanya digunakan untuk menseleksi atau menggreding ikan ukuran besar atau
juga pada saat pemindahan ikan dari jaring yang lama ke jaring yang baru.
Skop-net ini juga digunakan selama pemanenan. (lihat gambar 5).
24
Kawat Kain Kasar
Kayu
Gambar 5. Skop-net
5. Aerator
Aerator adalah alat penambah oksigen. Alat ini digunakan pada saat dilakukan
pengobatan ikan yang terserang pennyakit. Aerator yang biasa digunakan
selama pengobatan ikan umumnya adalah aerator baterai, karena aerator baterai
ini lebih fleksible dan bisa dibawa kemana-mana.
C. Prasarana
Usaha pembesaran ikan kerapu bebek akan lebih baik bila didukung dengan
prasarana yang meliputi : tersedianya jalan guna memperlancar transportasi darat.
Tersedianya lisrtik baik dari perusahaan listrik negara ataupun generator listrik
(Genset) untuk penerangan terutama pada malam hari dan untuk menghidupkan
freezer serta menghidupkan aerasi selama penyemplingan. Tersedianya sumber air
tawar untuk kebutuhan sehari-hari para pekerja, seperti untuk mencuci peralatan
kerja, memasak, minum dan untuk mengobati ikan yang sakit. Tersedianya telpon
untuk memudahkan komonikasi dengan dunia luar seperti untuk transaksi
pengadaan benih, dan penjualan ikan hasil panen serta untuk memonitor harga
benih dan harga jual ikan konsumsi.
25
DAFTAR PUSTAKA
26
Akbar, S, Sudjiharno, dan Sunaryat, 1998, Pendederan dan Penggelondongan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) di Karamba Jaring Apung, Warta Mina, No. X.
Akbar, S, Sunaryat, dan Budi Kurnia, 1999, Penggelondongan Ikan Kerapu Macan Dengan Tiga Perlakuan Pakan di Karamba Jaring Apung, Bulletin Budidaya Laut, No. 12, Balai Budidaya Laut, Lampung.
Akbar, S dan Sudaryanto, 2001, Pembenihan dan Pembesaran Kerapu Bebek, Penebar Swadaya, Jakarta.
Anonymous, 1988, Training Manual on Marine Finfish Netcages Culture in Singapore, Prepared For The Marine Finfish Netcages, Training Course, Conducted by Primary Production Departement (Republic of Singapore) and Organized by RAS/86/024 Coorporation With RAS/84/016.
Anonymous, 1991, Operasional Pembesaran Ikan Kerapu Dalam Karamba Jaring Apung, Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai, Maros.
Budiman, A, A, dan Hadirini, E, R, 1991, Petunjuk Budidaya Ikan di Jaring Apung di Perairan Pantai Singapura, INFIS Manual Series, No. 24, Direktorat Jenderal Perikanan Kerja sama Dengan International Development Research Center.
Rahardjo, B, B. P, Hartono, dan Runtuboy, N, 1999, Sarana dan Prasarana Budidaya
Ikan Kakap Putih di Karamba Jaring Apung, Balai Budidaya Laut, Lampung.
BAB V
TEKNIK PENDEDERAN DAN PENGGELONDONGAN
27
ISBN : 979-95483-5-7
Sunaryat, Maya Meiyana, dan Arif Prihaningrum
A. Latar Belakang
Ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) dan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus)
merupakan salah satu komoditi perikanan laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Disamping memiliki harga jual mahal juga permintaan pasar terhadap ikan kerapu
cukup tinggi, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Pasokan ikan kerapu untuk
memenuhi kebutuhan pasar sebagian besar hasil tangkapan dari alam, sementara hasil
dari budidaya masih sangat rendah.
Setelah ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) dan kerapu macan (Epinephelus
fuscoguttatus) berhasil dibenihkan, maka kegiatan usaha pembesaran ikan kerapu di
Karamba Jaring Apung (KJA) dibeberapa daerah seperti (Lampung, Kepulauan Seribu
dan Kepulauan Riau) sudah banyak dilakukan, baik oleh pemerintah maupun oleh
pihak swasta. Berkembangnya usaha pembesaran ini menuntut tersedianya benih yang
siap tebar (ukuran 5 – 7 cm) dalam jumlah cukup dan berkesinambungan.
Sampai saat ini penggunaan benih yang ukurannya terlalu kecil (kurang dari 3 cm)
yang digunakan untuk kegiatan pembesaran, masih mempunyai banyak kendala yang
menyebabkan rendahnya tingkat kelulusan hidup (SR) yang dicapai Hal ini disebabkan
karena benih belum mampu beradaptasi dengan adanya perubahan –perubahan kondisi
lingkungan pemeliharaan. Kendala lain yaitu adanya sifat kanibalisme yang cukup
tinggi pada benih kerapu ukuran antara 2 – 8 cm. (pada tahapan pendederan dan awal
penggelondongan).
Kiat yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala di atas yaitu dengan melakukan
kegiatan pendederan dan penggelondongan ikan kerapu. Benih yang dihasilkan relatif
lebih seragam dan lebih tahan terhadap kondisi lingkungan pemeliharaan .
28
Dalam penanganan selama operasional kegiatan pendederan dan penggelondongan,
wadah pemeliharaan dapat menggunakan waring/jaring PE dengan ukuran
1mx1mx1,5m. Pakan di berikan 2 – 4 kali sehari berupa ikan rucah segar atau pellet.
Masa pemeliharaan 2 – 3 bulan dengan ukuran panen pendederan (7 – 10 cm), dan
panen penggelondongan (50 – 75gr) dan siap untuk di besarkan. Dengan demikian
kegiatan pendederan / penggelondongan merupakan salah satu kunci sukses dalam
menunjang keberhasilan kegiatan budidaya.
B. Teknik Pendederan dan Penggelondongan
Kegiatan pendederan dan penggelondongan merupakan sub sistem budidaya yang
sangat penting, karena pemeliharaan pada tahapan ini banyak terjadi kematian sehingga
diperlukan adanya penanganan yang serius. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain meliputi sumber benih, kepadatan, pakan dan pemberian pakan, grading,
pertumbuhan dan kelulusan hidup serta adanya pengelolaan waring dan jaring.
1. Sumber Benih
Benih yang digunakan dapat berasal dari hasil tangkapan di alam maupun dari hasil
budidaya. Benih dari alam kurang baik bila dibandingkan dengan hasil budidaya,
karena keseragaman ukuran sangat bervariasi, dan biasanya benih dari alam banyak
terserang penyakit akibat luka pada waktu penangkapan dan pengangkutan. Benih
yang baik untuk pendederan dan penggelondongan adalah benih yang dihasilkan
dari hasil pembenihan, karena ukuran relatif seragam, jumlah cukup dan
kesehatanya lebih terjamin. Benih yang sehat dapat dengan mudah dilihat dari
ciri-ciri antara lain gerakan lincah, warna lebih cerah, dan tidak ada cacad pada
sirip maupun ekor, serta responsip terhadap makanan.
2. Kepadatan
Kepadatan ikan yang optimal di wadah pemeliharaan merupakan faktor yang
menentukan keberhasilan pendederan dan penggelondongan. Padat tebar yang
29
terlalu tinggi sering menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat dan tingginya
angka kematian. Hal ini disebabkan adanya kompetisi untuk mendapatkan pakan
dan ruang gerak. Kepadatan yang baik dan disarankan untuk pemeliharaan
pendederan dan penggelondongan ikan kerapu tikus dan macan di Karamba Jaring
Apung (KJA) seperti pada tabel berikut :
Tabel 2. Kepadatan Benih Pendederan dan Pnggelondongan Ikan Kerapu
Tikus dan Macan di Karamba Jaring Apung
Masa Pemeliharaan
JENIS IKANKerapu Macan Kerapu Tikus
UkuranKepadatan ekor/jaring
UkuranKepadatan ekor/ jaring
D. PENDEDERANBulan 1Bulan 2Bulan 3
B. PENGGELONDONGANBulan 1Bulan 2Bulan 3Bulan 4
4 –5 cm9 –12 cm
-
15 – 25 gr25 – 50 gr50– 100 gr
-
200-250150-200
-
100-150100-12575-100
-
3 – 5 cm7 – 9 cm9 – 12 cm
15 – 25 gr25 - 45 gr45 - 75 gr75 – 100 gr
250-300200-250150- 200
100-150100-125
10075
3. Pakan dan Pemberian Pakan
Pakan merupakan faktor produksi yang sangat penting ketersediannya baik dalam
jumlah maupun mutu, dapat mempengaruhi keberhasilan panen akhir. Pakan yang
diberikan dapat berupa ikan rucah segar atau pakan buatan. Pakan buatan (pellet)
yang digunakan harus mengandung protein tinggi yaitu lebih dari 40 %. Untuk
menggantikan cacahan ikan, supaya nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
benih ikan kerapu dapat terpenuhi. Kebutuhan protein dan kalori ikan pada phase
30
awal pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan pada ikan dewasa (Lovell, 1989)
dalam Anonim (1999). Pakan buatan yang diberikan selama masa pendederan dan
penggelondongan dapat dibuat dengan formula tertentu.
Pakan rucah segar dapat diberikan berupa selar, petek, japuh, kembung dan
kuniran. Sebelum diberikan, daging ikan harus dipisahkan dari sisik dan tulang
keras, kemudian dicincang atau dicacah. Pakan diberikan 3 – 4 kali sehari untuk
ikan pendederan dan 2 kali sehari untuk penggelondongan, pemberian pakan
sampai kenyang (ad-libitum) dengan ukuran harus dibuat sesuai dengan bukaan
mulut ikan.
4. Grading (Pemilahan ukuran)
Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) termasuk ikan buas, sifat
kanibalismenya mulai kelihatan pada umur lebih 40 hari sampai ukuran
gelondongan (1,5 – 10 cm). Sifat kanibalismenya sangat menonjol terutama pada
kondisi tertentu seperti pada saat kekurangan makanan dan adanya perbedaan
ukuran. Sifat kanibalisme ini sering menimbulkan kerugian, karena terlalu
tingginya tingkat kematian terutama pada phase pemeliharaan pendederan. Ikan
yang berukuran lebih besar akan selalu memangsa ikan yang lebih kecil dalam satu
kurungan. Untuk mengatasi kanibalisme ini perlu dilakukan pemilahan ukuran atau
grading, minimal setiap 1 minggu pada phase pendederan sedangkan pada phase
penggelondongan, grading dilakukan bila dirasakan ukuran ikan sudah bervariasi
atau sesuai dengan kebutuhan. Grading dapat dilakukan dengan memilah langsung
ukuran ikan yang seragam dari setiap kurungan. Ikan hasil grading dari setiap
kurungan yang memiliki ukuran seragam dapat ditebar langsung di kurungan yang
sudah disediakan sebelumnya. Untuk menjaga ikan supaya tidak stres pada waktu
grading harus dilakukan dalam air yang dilengkapi dengan aerasi.
5. Pertumbuhan dan Sintasan (SR)
31
Ikan kerapu mempunyai pertumbuhan yang cepat terutama untuk jenis kerapu
macan (Epinephelus fuscogutatus). Sedangkan pertumbuhan ikan kerapu tikus
(Cromileptes altivelis) agak lambat bila dibandingkan dengan kerapu macan.
Hasil pendederan kerapu macan yang dilakukan di KJA Balai Budidaya Laut
Lampung menunjukkan pertumbuhan relatif cepat. Benih yang berukuran 4 – 5
cm/ekor dapat mencapai 9 – 12 cm/ekor setelah 1 – 2 bulan masa pemeliharaan,
tingkat kelulusan hidup yang dicapai berkisar antara 75 – 80 %. Kerapu tikus
yang berukuran 3 – 5 cm/ekor dapat mencapai 9 – 12 cm/ekor setelah 2 – 3 bulan
masa pemeliharaan, dengan tingkat kelulusan hidup yang dicapai berkisar antara 80
– 85 %.
6. Pengelolaan Waring dan Jaring
Pengelolaan waring dan jaring pemeliharaan, merupakan hal penting yang harus
dilakukan pada phase pendederan dan penggelondongan. Waring atau jaring
pemeliharaan harus diganti minimal 2 minggu sekali atau apabila waring dan jaring
sudah terlihat kotor dan dipenuhi banyak organisme penempel. Tujuan pergantian
waring atau jaring untuk memudahkan sirkulasi air, meningkatkan oksigen terlarut
serta mengurangi terjangkitnya serangan hama penyakit ikan.
Untuk memudahkan pembersihan waring atau jaring yang kotor setelah diangkat,
terlebih dahulu dijemur dibawah sinar matahari selama 2 – 3 hari, kemudian
dibersihkan menggunakan sikat atau mesin penyemprot. Setelah bersih waring atau
jaring dijemur kembali sampai kering dan siap untuk disimpan atau digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, S. (1991). Dietary Nutrient Requirement Review For Sea Bass (Latescalcalifer) a Gruper (Epinephelus spp). Institute of Aquacullture University of SterIing Scotland United Kingdom. 34 p.
Anonim, (1999). Budidaya Ikan Kakap Putih (Lates calcalifer, Bloch ) di Karamba Jaring Apung (KJA) Balai Budidaya Laut Lampung. 65. Halaman .
32
Sunaryat dkk, (1999). Laporan Rekayasa Pendederan dan Penggelondongan Kerapu di Karamba Jaring Apung (KJA) Balai Budidaya Laut Lampung.
BAB VI
TEKNIK PEMBESARAN
Yuwana Puja, Evalawati, dan Syamsul Akbar.
A. Latar Belakang
33
ISBN : 979-95483-5-7
Produk ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) dan Kerapu macan (Epinephelus
fuscoguttatus) saat ini merupakan komoditi unggulan, karena bernilai ekonomis tinggi
dan penyebarannya luas di perairan Indonesia.
Dengan meningkatnya permintaan pasar baik lokal maupun pasar ekspor terutama
Hongkong, Singapura, dan Jepang, maka tumpuan harapan dari usaha penangkapan
ikan hidup tersebut belum dapat terpenuhi. Usaha pemeliharaan kerapu dengan
karamba jaring apung di laut, diharapkan dapat menjadi prioritas utama dalam
memenuhi kecukupan ekspor ikan laut hidup /mati segar.
Balai Budidaya Laut Lampung sebagai Unit Pelaksana Teknis Ditjen Perikanan
Budidaya bertugas melakukan perekayasaan teknologi pembesaran dan telah berhasil,
serta diserap teknologinya oleh beberapa pengusaha dan petani ikan.
A. Teknologi Pembesaran Kerapu.
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam usaha pembesaran ikan kerapu di Karamba
Jaring Apung antara lain : Ketersediaan peralatan kerja, Kualitas benih sebar, Teknik
penebaran, Padat penebaran, Jenis pakan dan Teknik pemberian pakan, Monitoring
pertumbuhan, Pergantian jaring, Pengamatan kesehatan ikan dan Pengukuran kualitas
air media pemeliharaan.
1. Peralatan Kerja.
Beberapa peralatan yang perlu dipersiapkan antara lain : peralatan lapangan seperti
gunting, serok/scoop net, selang, batu aerasi, aerator, ember, timbangan, wadah
pakan, cool box (freezer), perahu motor, dan alat ukur kualitas air : suhu, salinitas,
oksigen terlarut, pH dan sebagainya.
2. Kualitas benih sebar.
34
a. Benih ikan kerapu tikus
Benih yang digunakan dalam usaha pembesaran di Karamba Jaring Apung ,
dapat berasal dari tangkapan alam, maupun dari hasil pembenihan. Kelemahan
benih hasil penangkapan alam biasanya ukuran kurang seragam.
Beberapa kriteria kualitas benih sebar ikan kerapu tikus yang digunakan dalam
pembesaran antara lain :
- Ukuran 50 – 75 gram dengan panjang badan 15 – 17 cm atau telah
dipelihara 6 bulan dari lepas pembenihan (7 – 9 cm)
- Warna tubuh : abu – abu kecoklatan, cerah
- Bentuk tubuh : anggota organ tubuh lengkap, tidak cacat dan tidak
nampak kelainan bentuk, sehat serta bebas penyakit
- Gerakan / perilaku : responsif, bergerombol, respon terhadap pakan
aktif, sangat responsif.
b. Benih ikan kerapu macan
Kriteria yang harus di perhatikan :
- Ukuran 50-75 gram dengan panjang badan 15-17 cm atau telah
dipelihara 3 bulan dari lepas pembenihan (2-3 gram).
- Warna dan bentuk tubuh : kecoklatan, cerah, tidak bengkok, sirip lengkap.
- Kesehatan : anggota organ tubuh lengkap, tidak cacat dan tidak nampak
kelainan bentuk tubuh, sehat serta bebas penyakit.
- Gerakan/perilaku : aktif, lincah dan bergerombol.
- Respon terhadap pakan : aktif sangat responsif.
3. Teknik Penebaran
Dalam melakukan penebaran benih,perlu di perhatikan hal-hal sebagai berikut :
- Waktu tebar
Penebaran sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari.
- Aklimatisasi/penyesuain diri
35
Aklimatisasi perlu dilakukan karena berkaitan dengan adanya perbedaan kondisi
air seperti suhu, dan salinitas. Untuk benih yang berasal dari lokasi yang jauh dan
pengepakannya menggunakan kantong plastik, cara/proses aklimatisasi dilakukan
secara perlahan-lahan. Setelah kantong plastik di buka, ke dalam kantong, di
tambahkan laut dari karamba sedikit demi sedikit. Jika perbedaan salinitas sekitar
1-2 permil, ikan dapat segera ditebar. Sedangkan untuk pengangkutan benih dari
lokasi pembenihan yang dekat dan menggunakan wadah ember/baskom, maka
proses adaptasi / aklimatisasinya dengan menambahkan air laut di karamba ke
dalam ember, kemudian ember dimiringkan perlahan ke dalam jaring, jika
perbedaan salinitas sekitar 1-2 permil, kemudian dibiarkan agar ikan keluar
dengan sendirinya.
4. Padat penebaran
Padat penebaran yang diukur dalam satuan ekor/satuan volume, perlu di
perhatikan karena berkaitan dengan berapa hasil optimum yang dapat diperoleh
dengan padat penebaran tertentu.
Besarnya padat penebaran yang dapat digunakan pada tabel berikut :
Tabel 3 . Padat penebaran, lama pemeliharaan dan sintasan produksi dalam pembesaran ikan kerapu macan dan kerapu tikus
No KegiatanJenis ikan
Kerapu tikus Kerapu macan
1.
2
3.
Padat penebaran ekor/m3
Lama pemeliharaan (bulan)
Sintasan Produksi (%)
20-25
9
95
20-25
4
95
Jenis Pakan
Pemilihan jenis pakan untuk pembesaran ikan kerapu harus didasarkan pada
kemauan ikan untuk memangsa pakan yang diberikan, kualitas, nutrisi dan nilai
ekonomis/ harga. Umumnya jenis pakan, berupa ikan rucah segar (ikan – ikan non
ekonomis penting), relatif lebih murah harganya, terutama pada musimnya, lebih
36
disukai oleh ikan serta nilai gizi biasanya sudah mencukupi untuk ikan – ikan
budidaya. Jenis pakan lain yang dapat diberikan adalah pellet, untuk mengganti
pakan rucah.
Keuntungan pakan pellet antara lain :
- Produksi dapat ditingkatkan dengan padat penebaran yang tinggi dan waktu
pemeliharaan lebih pendek.
- Frekuensi pemberian pakan dapat ditingkatkan agar ikan cepat besar dan tidak
tergantung persediaan dari alam.
- Dapat diatur formulasi pakan yang diberikan sesuai kebutuhan ikan
peliharaan.
6. Teknik pemberian pakan
a. Rasio pemberian pakan
Rasio pemberian pakan pada usaha pembesaran di Karamba Jaring Apung,
harus tepat agar pakan yang diberikan dapat efisien di konsumsi oleh ikan
yang dipelihara dan memberikan kelangsungan hidup yang terbaik.
Untuk jenis kerapu, rasio pemberian pakan berkisar 5 – 7,5 % untuk jenis
pakan ikan rucah segar, sedangkan untuk jenis pakan pellet, rasio pakan
berkisar 3-5 % per hari.
b. Frekuensi dan waktu pemberian pakan
Frekuensi pemberian pakan dan waktu pemberiannya yang tepat agar
menghasilkan pertumbuhan yang baik dan pakan yang efisien. Hal ini
37
berhubungan dengan kecepeten pencernaan dan pemakaian energi. Untuk jenis
ikan kerapu sebaiknya di berikan 2 hari sekali pada pagi dan sore hari.
c. Penambahan Multivitamin pada ransum pakan
Seperti ikan air tawar, ikan lautpun membutuhkan multivitamin. Pada ikan
kerapu, penambahan multivitamin dapat menambah kekebalan tubuh, ikan
dapat tumbuh secara normal, mencegah terjadinya lordosis dan scoliosis atau
tumbuh bengkok karena perkembangan tulang belakang yang tidak sempurna,
dapat meningktkan sintasan ikan, atau berperan dalam menurunkan angka
kematian. Penambahan multivitamin juga berpengaruh terhadap kinerja ikan,
warna tubuh ikan terlihat lebih cerah dan lebih agresif.
Vitamin C dapat ditambahkan untuk melengkapi multivitamin. Vitamin C
adalah tergolong vitamin yang larut dalam air, dan mudah rusak sehingga
disarankan pemberian vitamin C pada ransum pakan dilakukan sesaat sebelum
waktu pemberian pakan .
Dosis vitamin C yang dapat digunakan adalah 2 gram/kg berat pakan dan
diberikan 2 kali per minggu.
7. Monitoring pertumbuhan
Kegiatan yang dilakukan antara lain, sampling untuk mengukur berat dan panjang
total ikan, untuk menentukan pertambahan dosis pakan dan pencatatan kematian
ikan. Sampling ikan dilakukan minimal sebulan sekali dengan mengambil ikan
secara acak 10 % dari populasi atau minimal 30 ekor ikan. Ikan diukur berat per
ekor dan panjang totalnya. Sebelum pengukuran, ikan yang akan diukur, dibius
terlebih dahulu untuk memudahkan dalam pengukuran.
Apabila terjadi kematian ikan selama pemeliharaan di pembesaran perlu di catat,
hal ini dimaksudkan untuk memperoleh nilai SR (kelulus hidupan) ikan selama
38
pemeliharaan. Laju pertumbuhan ikan per hari/bulan biasanya dinyatakan dalam
gram/kg dipengaruhi oleh jenis pakan, jumlah yang diberikan serta mutu pakan.
Hasil kajian di Balai Budidaya Laut, laju pertumbuhan kerapu tikus adalah 1
– 1,3 gr/hari dan kerapu macan 2,5 – 3 gr/hari.
8. Pergantian jaring
Pergantian jaring perlu di lakukan minimal 3 minggu sekali, atau disesuaikan
dengan kondisi perairan setempat. Pergantian jaring dilakukan dengan maksud
untuk menjaga sirkulasi air dan menjaga resiko terkena penyakit. Jaring yang
kotor sebaiknya dijemur untuk kemudian di semprot dan dibersihkan agar dapat
digunakan kembali.
9. Pengamatan kesehatan ikan dan pengukuran kualitas air media
pemeliharaan
a. Pengamatan Kesehatan Ikan
39
Dalam melakukam usaha pembesaran, pemeliharaan kesehatan perlu dilakukan.
Pengamatan secara Visual dan Organoleptik di lakukan untuk pemeliharaan
ektoparasit dan morfologi ikan. Sedangkan pengamatan secara mikroskopik
dapat di lakukan di laboratorium, di lakukan untuk pemeriksaan jasad patogen
(endo parasit, jamur, bakteri, dan virus ).
b. Pengamatan Kualitas air Media Pemeliharaan
Cara pengukuran kualitas air ( suhu, salinitas, pH, Oksigen terlarut, Phospat,
Amoniak dan lain- lain ), di lakukan dengan menggunakan peralatan
Thermometer untuk mengukur suhu, Refraktometer untuk mengukur salinitas,
pH meter atau kertas lakmus untuk mengukur pH, DO meter untuk mengukur
oksigen terlarut, dan beberapa test kid untuk mengukur phospat dan amonia.
Frekwensi pengukuran di lakukan minimum 2 kali seminggu.
40
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 2000. Produksi Pembesaran Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis, Valenciennes) Kelas Pembesaran, Rancangan Standar Nasional Indonesia, Badan Standarisasi Nasional - BSN.
Anonimus, 2000.Produksi Pembasaran Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fucoguttatus, Forskall) Kelas Pembesaran, Rancangan Standar Nasional Indonesia, Badan Standarisasi Nasional - BSN.
Achmad T., dan Achmad Rukiyani, 1995. Teknik Budidaya Laut dengan Karamba Jaring Apung. Pusat Penelitiaan dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Imanto, Philip Teguh., 1988. Tinjauan Pada Kegitan Budidaya Kerapu di Indonesia, Sub Balai Penelitian Budidaya Pantai Bojonegoro, Serang.
Mustahal, Bejo Slamet, Pramul Sunyoto,1995. Pemberian Pakan Ikan Laut di Karamba Jaring Apung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian , Jakarta.
41
BAB VII
NUTRISI DAN TEKNIK PEMBUATAN PAKAN
Budi Kurnia, Syamsul Akbar dan Istiqomah
A. Latar Belakang
Budidaya ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan kerapu tikus
(Cromileptes altivelis) di karamba jaring apung (KJA) merupakan usaha strategis untuk
meningkatkan penerimaan negara serta memberdayakan masyarakat sekitar pantai. Hal
ini disebabkan karena komoditasnya yang berorientasi ekspor serta teknologinya yang
relatif sederhana sehingga mudah untuk dikuasai. Pengembangan usaha ini telah
banyak dilakukan terutama di perairan sekitar Teluk Lampung dengan memberikan
manfaat yang besar baik bagi pengusaha maupun masyarakat sekitarnya.
Pengembangan usaha budidaya ikan kerapu perlu memperhatikan beberapa aspek
pendukung seperti benih, pakan, lingkungan perairan, manajemen kesehatan serta
sistem dan teknologi budidaya. Di antara kelima unsur tersebut di atas, pakan
merupakan bagian eksternal yang penting dan berkaitan langsung dengan biaya
produksi. Dalam usaha budidaya perairan, pakan dengan nutrisi yang seimbang
merupakan faktor terpenting. Sebab apabila tidak ada pakan yang dapat dimanfaatkan
oleh ikan, maka tidak akan terjadi pertumbuhan bahkan menimbulkan kematian.
42
ISBN : 979-95483-5-7
Saat ini pakan bagi budidaya ikan kerapu macan maupun tikus masih didominasi oleh
ikan rucah. Ikan rucah memiliki berbagai kelemahan diantaranya ketersediannya yang
semakin berkurang, tingkat kompetisi yang tinggi dengan konsumsi manusia, harga
yang cenderung meningkat, penyimpanan yang tidak lama dan ketidakvariasian dalam
kualitas sehingga perlu adanya alternatif pakan berupa pakan buatan. Pakan buatan
mempunyai beberapa kelebihan yang tidak dimiliki pakan ikan rucah seperti
kontinuitas baik, penyimpanan lama serta nilai nutrisi dan ekonomis yang dapat
disesuaikan.
B. Kebutuhan Nutrisi Ikan Kerapu
Pertumbuhan ikan selalu dikaitkan dengan jumlah dan kualitas pakan yang dikonsumsi.
Semakin baik dan sesuai jumlah serta kualitas pakan yang dikonsumsi ikan, semakin
optimal pula pertumbuhan yang diperoleh. Oleh karena itu, kebutuhan nutrisi ikan
yang dibudidayakan perlu diketahui untuk memperoleh hasil yang maksimal.
Kebutuhan nutrisi ikan kerapu sama dengan ikan lainnya yaitu meliputi protein dan
asam amino, lemak dan asam lemak, karbohidrat, vitamin, mineral serta energi.
1. Protein dan Asam Amino
Hampir untuk semua hewan, kebutuhan protein didefinisikan sebagai jumlah dari
kebutuhan untuk individu asam amino esensial dan nitrogen non-esensial. Protein
diperlukan tubuh ikan secara terus menerus terutama untuk pertumbuhan dan
perbaikan jaringan sel yang rusak. Pengetahuan mengenai kebutuhan protein dalam
pakan mutlak diperlukan karena berkaitan erat dengan pertumbuhan dan nilai
ekonomis yang dikeluarkan. Kekurangan protein dalam pakan akan menurunkan
pertumbuhan untuk selanjutnya meningkatkan kematian. Sedangkan protein yang
berlebihan dalam pakan akan meningkatkan biaya produksi budidaya ikan. Seperti
diketahui pakan memegang hampir 60% lebih biaya produksi dan untuk pakan ikan
kerapu komponen penyusun utamanya yaitu protein.
43
Tingkat kebutuhan protein pada ikan tergantung pada ukuran ikan, suhu perairan,
laju konsumsi ikan, ketersediaan pakan alami, keseimbangan energi dan kualitas
pakan (Watanabe, 1988). Ikan kerapu yang bersifat karnivora memerlukan kadar
protein yang lebih tinggi dibandingkan ikan omnivora dan herbivora yaitu berkisar
antara 47,8 – 60% dalam pakan (Giri dkk., 1998).
Asam amino merupakan komponen struktural penyusun protein. Asam amino,
yang terbentuk dari proses hidrolisis protein, terdiri dari dua macam yaitu asam
amino esensial yang tidak dapat disintesa tubuh namun mutlak diperlukan serta non
esensial. Informasi mengenai asam amino mutlak diperlukan karena kebutuhan
kualitatif dan kuantitatif asam amino esensial menentukan tingkat protein dalam
pakan (Lovell, 1988). Secara rinci kebutuhan asam amino esensial untuk ikan
pendederan dan penggelondongan kerapu disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kebutuhan Asam Amino Esensial bagi Pendederan dan Penggelondongan Ikan Kerapu Macan & Kerapu Tikus (Tacon, 1988) (% dry feed).
Jenis Asam Amino EsensialB. Jenis Ikan
Kerapu Macan(± 50% P)
Kerapu Tikus(± 55%P)
Methionine
Arginin
Tyrosin
Threonin
Histidin
Isoleusin
Leusin
Lysin
Valin
Phenilalanin
2.96
2.15
1.45
1.15
0.91
1.40
2.55
2.96
1.66
0.35
3.25
2.37
1.60
1.27
1.06
1.54
2.81
2.96
1.83
0.35
44
2. Lemak dan Asam Lemak
Lemak merupakan senyawa yang tidak larut dalam air namun larut dalam pelarut
organik seperti bensin atau ether. Keberadaan lemak dapat digunakan sebagai
sumber Asam Lemak Esensial (EFA), energi dan pembawa vitamin yang larut
dalam lemak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan lemak
pada ikan berbeda untuk setiap spesies. Defisiensi asam lemak pada pakan dapat
menimbulkan sifat- sifat pathologis seperti laju pertumbuhan yang rendah dan
konversi pakan yang jelek yang akhirnya menimbulkan mortalitas.
Bagi spesies ikan kerapu, asam lemak yang sangat dibutuhkan adalah Asam Lemak
Linolenat (ω-3) terutama yang memiliki ikatan ganda tinggi (HUFA). Hal ini
berkaitan dengan kemampuan ikan laut untuk menguraikan ikatan ganda pada asam
lemak tersebut. Kebutuhan asam lemak pada ikan laut cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan ikan air tawar. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa
kebutuhan energinya yang lebih besar, sehingga asam lemak merupakan salah satu
sumber utamanya.
Sumber energi lemak lebih efisien dibandingkan dengan karbohidrat, sehingga
kelebihan apalagi kekurangan lemak pada pakan ikan laut akan menurunkan
pertumbuhan dan konversi pakan. Berdasarkan kenyataan di atas, penambahan
asam lemak esensial terutama omega-3 mutlak diberikan pada pakan buatan ikan
kerapu. Secara umum kebutuhan asam lemak esensial ikan laut 9-16% pakan
dengan minimal 2% ω3 HUFA (Deshimeru dkk., 1982 dalam Giri A.N, 1998).
3. Karbohidrat
45
Karbohidrat secara sederhana didefinisikan sebagai bahan organik yang
mengandung unsur Carbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O) dengan
perbandingan yang berbeda. Monosakarida merupakan unit dasar penyusunan
karbohidrat. Jenis karbohidrat lainnya adalah disakarida yang terdiri dari 2
monosakarida, oligosakarida dari 3-6 monosakarida dan polisakarida yang memiliki
lebih dari 6 monosakarida.
Karbohidrat merupakan sumber energi yang murah dan umumnya melimpah pada
pakan hewan. Meskipun karbohidrat merupakan sumber energi yang penting,
namun diperlukan dalam jumlah yang relatif kecil dalam pakan. Karbohidrat dalam
pakan dapat berupa serat kasar yang tidak dapat dicerna serta BETN (Bahan
Ekstrak Tanpa Nitrogen) yang dapat dicerna (NRC, 1983).
Ikan kerapu yang bersifat karnivora, relatif memerlukan jumlah karbohidrat dalam
pakan yang lebih kecil dibandingkan ikan omnivora dan herbivora. Hal ini
berkaitan dengan tingkat pemanfaatan karbohidrat dalam tubuhnya yang relatif
rendah. Menurut Watanabe (1988) kebutuhan karbohidrat dalam pakan ikan
karnivora berkisar antara 10-20% dan ikan omnivora 20-40%.
4. Vitamin
Vitamin adalah bahan organik komplek yang memiliki ukuran molekul kecil
dengan jumlah yang kecil dalam pakan. Vitamin dibutuhkan untuk pertumbuhan
normal, maintenance dan reproduksi. Defisiensi vitamin pada pakan ikan dapat
menimbulkan gangguan yang spesifik pada ikan.
Vitamin dibagi dua bagian yaitu yang larut dalam air dan larut dalam lemak.
Vitamin yang larut dalam air digunakan dalam bentuk langsung atau sebagai enzim
tertentu. Misalnya Pyridoxal Phospate yang berfungsi sebagai koenzim pada
seluruh transportasi asam amino dan Thiamine sebagai koenzim untuk co-
46
carboxylase. Sedangkan hampir tidak ada vitamin yang larut dalam lemak berfunsi
sebagai koenzim. Vitamin A berfungsi sebagai pigmen penglihatan dan terlibat
dalam metabolisma mucopolysaccharida. Vitamin E merupakan antioksidan.
Vitamin D untuk homeostasis Kalsium dan vitamin K yang berperan dalam transpot
elektron.
Kebutuhan terhadap suatu vitamin dipengaruhi oleh komposisi pakannya. Sebagai
contoh, tingkat kebutuhan vitamin E akan meningkat dengan meningkatnya
kandungan asam lemak tidak jenuh pada pakan. Dalam budidaya ikan, vitamin
biasa diberikan dalam bentuk vitamin premix atau multivitamin. Dosis yang biasa
diberikan dalam penyusunan pakan buatan adalah 0,2 – 0,5 % (Lovel, 1988).
Secara garis besar fungsi dari bermacam vitamin dan kebutuhan pada ikan laut
disajikan pada Tabel 5 sebagai berikut :
Tabel 5. Jenis Vitamin, Kegunaan & Dosisnya Dalam Pakan (Watanabe, 1988)
No Nama Vitamin KegunaanDosis (mg/kg
pakan)1.2.
3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.
15.
ThiamineRiboflavin
PyridoxineNiacinPantothenic Acid Ascorbic Acid (C)CholineFolic AcidCyanocobalamineBiotinInositolRetinol (A)Cholecalferol (D)Tocopherol (E)
Vitamin K
Koenzime pada metabolisma karbohidratKoenzim berbagai enzim dan komponen Flavin Adenine DinucleotideBerperan dalam metabolisme asam amino Komponen Nicotinamide Adenine DinucleotideKomponen koenzim AAntioksidanBerperan dalam TransmethylationBerperan dalam metabolisme interkonversiBagian integral dari enzim CobamydesKoenzim pada reaksi carboxylasiKomponen Phospatydhyl PhospatePigmen penglihatan dan menjaga membran mukosaMineralisasi tulang dan homeostasis Kalsium Antioksidan pada biomembranTranspor elektron
10-12
2010-2050-10010-40
100-1508005-10
0.01-0.020.1-0.2200-400
1000-2000 IU1600-2000 IU
30-50
-
47
5. Mineral
Kurang lebih 20 jenis mineral dibutuhkan untuk mempertahankan struktur dan
metabolisme fungsi tubuh pada vertebrata. Metabolisme mineral berbeda dengan
metabolisme nutrien lainnya seperti protein, lemak dan karbohidrat, sebab mineral
tidak diproduksi oleh tubuh. Kekurangan mineral pada tubuh dapat
menyebabkan beberapa disfungsi pada sistem metabolisme tubuh ikan. Beberapa
disfungsi tersebut diantaranya : struktur tubuh yang menyimpang, symptom tubuh
umum, disfungsi mata, anemia dan menghambat fungsi beberapa vitamin di tubuh.
Mineral-mineral yang diperlukan tubuh diantaranya Kalsium, Khlor, Magnesium,
Phospor, Natrium, Besi, Tembaga, Iodin, mangan, Selenium dan Seng. Semua
mineral tersebut dinamakan Trace Element. Sangat sulit untuk menentukan tingkat
kebutuhan mineral pada tubuh, sebab keterbatasan konsentrasi dari mineral itu
sendiri pada tubuh. Dalam penyusunan komposisi pakan buatan ikan kerapu,
mineral biasanya diberikan dalam bentuk mineral premix dengan dosis 0,2%
(Watanabe, 1988).
6. Keseimbangan Energi
Energi merupakan unsur penting dalam penyusunan pakan sebab pakan yang baik
adalah pakan yang memiliki kandungan nutrisi dan energi yang seimbang serta
sesuai dengan kebutuhan ikan. Energi diperlukan ikan untuk mempertahankan hidup
(maintenance), aktivitas sehari-hari dan tumbuh normal. Kelebihan atau kekurangan
energi dapat menurunkan pertumbuhan. Kelebihan energi dapat menyebabkan
pemenuhan kebutuhan protein dari pakan tidak terpenuhi sebab ikan kenyang lebih
cepat. Sedangkan kekurangan energi menyebabkan protein yang berfungsi untuk
48
pertumbuhan digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan energi sehingga
ikan kekurangan protein.
Sumber energi yang biasa digunakan dalam pembuatan pakan buatan adalah
karbohidrat dan lemak. Diantara kedua jenis tersebut, lemak merupakan sumber
energi yang lebih efisien pada pakan ikan kerapu (Lovell, 1988). Kebutuhan energi
ikan sangat dipengaruhi oleh stadia ikan, daerah musim dan lingkungan perairan
budidaya. Ikan daerah tropis kebutuhan energinya berbeda dengan subtropis,
begitu pula ikan ukuran benih memerlukan energi yang lebih tinggi dibandingkan
ukuran dewasa.
Energi dalam pakan biasanya diukur berdasarkan energi yang dicerna (Digestible
Energy). Energi yang dicerna merupakan energi yang berasal dari energi kotor
(Gross Energy) yang terdapat dalam pakan. Selain diubah menjadi energi yang
dicerna, energi kotor tersebut diubah pula menjadi energi untuk feses. Energi
yang dicerna selanjutnya digunakan ikan untuk kebutuhan aktivitas sehari-hari
ikan. Skema pemanfaatan energi oleh ikan disajikan di gambar 6.
Energi Dicerna Energi Metabolisme Energi pemulihan & Sex
Pakan yang Energi Ekskresi Insang,Dikonsumsi Urine & Tubuh Lainnya Energi Penunjang
Aktivitas Tubuh Energi untuk Feses Sehari-hari
Gambar 6. Skema Distribusi Energi Pada Ikan (Lovell, 1988)
Satuan energi dalam pakan biasanya berbentuk kalori atau joule. Lemak mengandung
energi 8,1 kkal/gr ; karbohidrat 2,5 kkal/gr dan protein 3,5 kkal/gr (NRC, 1977).
Kebutuhan energi ikan laut, terutama yang bersifat karnivora, lebih tinggi dibandingkan
dengan ikan air tawar. Hal ini disebabkan oleh daya geraknya yang tinggi sehingga
49
memerlukan jumlah energi yang relatif lebih besar. Selain itu, kandungan energi yang
besar digunakan pula untuk mengimbangi kadar protein dalam pakannya yang tinggi
sehingga protein dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh ikan untuk pertumbuhan.
Kebutuhan energi ikan kerapu adalah 8-10 kkal/gram protein.
C. TEKNIK PEMBUATAN PAKAN
1. Bahan Pakan
a. Jenis Bahan Pakan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan pakan terbagi atas dua jenis yaitu
bahan utama dan bahan penunjang (feed additives). Bahan pakan utama adalah
bahan yang secara langsung menjadi komponen utama pakan dan dalam
proporsi yang besar. Bahan ini biasanya memiliki kadar nutrisi seperti protein,
lemak dan karbohidrat yang menunjang pertumbuhan ikan. Termasuk dalam
jenis bahan utama yaitu tepung ikan, tepung kedelai, tepung rebon dan tepung
lainnya, serta minyak ikan.
Bahan utama digunakan dalam pakan sebagai komponen yang memiliki
proporsi berbeda dari pakan satu dengan pakan lainnya. Dalam penyusunan
formulasi pakan, bahan pakan yang secara umum sama, dapat disubstitusi satu
dengan yang lainnya untuk menyesuaikan dengan harga pasar, ketersediaan
bahan lokal serta komposisi. Dalam mensubstitusi bahan pakan merujuk pada
kandungan nutrisi bahan dan keseimbangan nutrien dalam formulasi serta
masukan dari pemelihara ikan. Proporsi yang berbeda dari bahan
dikombinasikan untuk memperoleh keseimbangan nutrien yang diinginkan.
Secara rinci kandungan nutrisi bahan pakan utama yang digunakan di Balai
Budidaya Laut disajikan pada Tabel 6.
50
Tabel 6. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Utama di Balai Budidaya Laut
Jenis Bahan %Prot. %Lemak %Karbo %Serat %Air %AbuT.Kepala Udang
T.Rebon
T. Ikan Shriding
T. Ikan Tanjan
T.Kedelai
T.Jagung
T. Darah
T. Kulit Kepiting
43.95
42.37
57.16
60.78
36.08
23.38
66.94
28.33
5.11
2.64
8.78
10.23
24.08
10.64
2.6
2.64
0.26
0
2.11
2.07
24.81
19.9
13.16
12.71
17.45
7.54
0.96
0.86
5.37
12.34
1.14
5.02
6.53
21.58
5.74
7.43
3.65
4.11
12.2
19.87
26.70
18.09
25.25
18.66
5.61
9.63
3.96
32.79
Bahan pakan penunjang adalah bahan yang ditambahkan pada pakan dalam
jumlah yang kecil. Fungsi bahan penunjang adalah untuk mendukung
karakteristik kimia pakan (contoh antioksidan untuk mencegah oksidasi),
mendukung karakteristik fisik pakan (contoh binder yang berfungsi sebagai
bahan pengikat pakan agar tidak mudah terurai), mendukung pertumbuhan ikan
(contoh antibiotik dan hormon pemacu pertumbuhan), mendukung kemampuan
pakan untuk diterima atau dikonsumsi ikan (contoh pewarna pakan pada pakan
ikan hias dan feeding stimulant yang memacu nafsu makan ikan) dan mensuplai
kebutuhan nutrisi pakan sebagai penunjang bahan utama (contoh vitamin dan
mineral).
b. Seleksi Bahan pakan
Seleksi bahan pakan meliputi seleksi fisik, kimia dan biologi. Seleksi fisik
meliputi tekstur, bau dan penampakan. Pakan kualitas baik memiliki tekstur
halus, bau yang khas bahan tersebut serta penampakan normal dalam arti tidak
ada perubahan warna akibat serangan mikroorganisma. Seleksi fisik dapat
51
50%
dilakukan secara kasar melalui panca indera misalkan penglihatan dan
penciuman.
Seleksi kimia meliputi kadar nutrisi bahan tersebut seperti protein (asam
amino), karbohidrat dan lemak (asam lemak), abu dan air. Seleksi kimia
dilakukan di laboratorium biokimia melalui analisis proksimat bahan.
Sedangkan seleksi biologi berkaitan dengan seleksi fisik terutama adanya
serangan organisma mikro dalam bahan sepert jamur atau kutu. Seleksi biologi
dapat dilakukan secara langsung ataupun melalui pemeriksaan mikrobiologi.
2. Teknik Penghitungan Formulasi Pakan
Ada beberapa macam cara untuk membuat formulasi pakan buatan ikan terutama
ikan kerapu. Beberapa kunci yang harus dikuasai sebelum membuat formulasi
pakan adalah sebagai berikut :
- Mengetahui kebutuhan nutrisi ikan yang dipelihara
- Mengetahui kandungan nutrisi bahan yang akan digunakan
- Mengetahui status bahan yang digunakan (harga, kuantitas, kontinuitas
dan kemudahan).
Metode yang sering digunakan dalam penyusunan formulasi pakan adalah metode
kuadratik, metode linier dan metode worksheet dengan komputer. Pada bab ini akan
disajikan penyusunan formulasi pakan dengan cara sederhana yaitu metode kuadratik.
a. Metode Kuadratik dengan dua bahan baku
Formulasi pakan menggunakan metode kuadrat ini dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut : Misalkan menyusun pakan yang mengandung protein 50%
dengan menggunakan bahan baku tepung ikan (66% protein) dan tepung dedak
(16% protein).
52
50%
Tahapan-tahapan yang dilakukan adalah :
a. Gambarlah kotak persegi empat
b. Tempatkan tingkat protein dalam pakan yang diinginkan di tengah kotak
persegi empat tersebut
c. Pada masing-masing sudut sebelah kiri kotak, tempatkan dua nilai protein
bahan baku yang digunakan.
d. Kurangkan jumlah protein yang terdapat dalam bahan baku dengan protein
yang diinginkan dalam kotak secara diagonal dan tempatkan hasilnya pada
sudut kanan (positif saja).
e. Jumlahkan kedua hasil pengurangan tersebut.
f. Hitung jumlah pada sudut kanan dalam bentuk persen dengan menggunakan
angka poin c dibagi dengan angka poin e kemudian dikalikan 100%
sehingga diperoleh sebagai berikut :
Tepung ikan 34 34/50 x 100 = 68%
66% protein
Tepung dedak 16 16/50 x 100 = 32%
16% protein
_____
Jumlah 50
Jadi jumlah bahan baku yang diperlukan untuk membuat 100 gram pakan
dengan 50% protein adalah tepung ikan sebanyak 68 gram dan tepung dedak
sebanyak 32 gram.
b. Metode kuadratik dengan Lebih dari Dua Bahan Baku
53
50%
40%
Sebagai contoh kita akan membuat pakan yang memiliki kandungan protein
40% dengan bahan baku tepung ikan (60% protein), tepung daging/tulang (40%
protein), tepung beras (8% protein) dan tepung jagung (11% protein). Proporsi
protein tepung ikan : tepung daging /tulang = 3 : 1 sedangkan tepung beras :
tepung jagung = 2: 1. Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Gambar kotak persegi empat
b. Tempatkan tingkat protein yang diinginkan di tengah-tengah
kotak tersebut
c. Kelompokkan bahan-bahan sesuai dengan sumbernya dan
hitung rata-rata kandungan proteinnya, misalnya :
Protein hewani
Tepung ikan : 3 bagian x 60% = 180
Tepung daging/tulang : 1 bagian x 40% = 40
220
220 : 4 = 55%
Protein nabati
Tepung beras : 2 bagian x 8% = 16
Tepung jagung : 1 bagian x11%= 11
54
40%
27
27 : 3 = 9%
d. Tempatkan kelompok protein pada sudut sebelah kiri kotak
e. Kurangkan jumlah protein yang terdapat pada bahan baku dengan protein
yang diinginkan secara diagonal dan tempatkan hasilnya pada sudut kana
(nilai positif).
f. Jumlahkan kedua hasil pengurangan tersebut.
g. Kalikan tiap bahan baku dalam kelompok sesuai dengan proporsinya.
Contoh :
Tepung ikan dan tepung daging/tulang 31 31/46 x 100 = 67,61%
55% protein
tepungberas dan 15 15/46x100=32,61%
tepung jagung Jumlah 46
9%protein
Protein hewani = 67,39%
3 bagian tepung ikan = ¾ x 67,39% = 50,54%
1 bagian tepung daging/tulang =1/4 x 67,39% = 16,85%
Protein nabati = 32,61%
2 bagian tepung beras = 2/3 x 32,61% = 21,74%
1 bagian tepung jagung =1/3 x 32,61% = 10,87%
Total 100%
Jadi jumlah bahan baku yang diperlukan untuk membuat 100 gram pakan yang
mengandung 40% protein adalah : Tepung ikan sebanyak 50,54 gram, tepung
55
40%
daging/tulang sebanyak 16,85 gram, tepung beras sebanyak 21,74 gram dan
tepung jagung sebanyak 10,87 gram.
3. Teknik Pembuatan Pakan
Pakan buatan yang baik diperoleh dari teknik pembuatan pakan yang baik. Secara
garis besar teknik pembuatan pakan meliputi penimbangan bahan, pencampuran
pengadukan, penambahan unsur penunjang, pencetakan serta pengeringan. Teknik
pembuatan yang baik harus pula memperhatikan efisiensi serta frekwensi
pembuatan pakan yang dihubungkan dengan jumlah ikan yang dipelihara.
Metode Pembuatan pakan disesuaikan dengan stadia ikan kerapu yang
dibudidayakan. Metode pembuatan pakan buatan untuk stadia larva berbeda
dengan stadia selanjutnya. Secara garis besar urutan pembuatan pakan pada stadi
pendederan dan penggelondongan adalah sama namun berbeda pada diameter
pakan yang dibuat. Urutan pembuatan pakan disajikan pada gambar 7.
PENYEDIAAN BAHAN PAKAN IKAN YANG DIBUDIDAYA
YANG AKAN DIPAKAI
MENGETAHUI KANDUNGAN MENGETAHUI KEBUTUHAN
NUTRISI BAHAN YANG DIPAKAI NUTRISI IKAN KERAPU
MEMBUAT FORMULASI PAKAN
56
PENIMBANGAN BAHAN
PENCAMPURAN BAHAN BESAR PENCAMPURAN BAHAN KECIL
(TEPUNG IKAN DLL) (VITAMIN DAN MINYAK CUMI)
PENCAMPURAN TOTAL
PENAMBAHAN AIR
PENCETAKAN
PELET BASAH (Moist Pellet)
PENGERINGAN
PELET KERING
Gambar 7. Skema Pembuatan Pakan Buatan
D. EVALUASI PAKAN BUATAN IKAN KERAPU
Pakan yang baik adalah pakan yang secara nutrisi memenuhi kebutuhan ikan dan secara
ekonomis menguntungkan. Untuk mengetahui pakan yang baik perlu adanya evaluasi
meliputi aspek fisik, kimia, biologi serta ekonomis pakan. Pakan yang siap
diaplikasikan harus memiliki aspek fisik dan kimia seperti berikut : ukuran (size) yang
sesuai dengan ukuran ikan yang dipelihara serta tekstur atau penampakan yang baik
sesuai standar pakan dan kandungan nutrisi sesuai dengan kebutuhan ikan yang
57
dipelihara. Aspek lainnnya adalah ketahanan pakan untuk disimpan (durability) serta
ketahanan pakan untuk terurai dalam air (water stability) yang berpengaruh terhadap
kualitas perairan.
Aspek biologi pakan berkaitan dengan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ikan.
Aspek tersebut meliputi kemampuan pakan untuk diterima ikan baik waktu dimakan
maupun dicerna (acceptibility dan pelletability). Kedua hal tersebut berkaitan dengan
karakter fisik bahan, bau (odour) dan rasa (taste) serta kesesuaian nutrisi pakan
dengan daya cerna tubuh ikan. Secara keseluruhan, aspek-aspek di atas dikatakan
berhasil bila ditunjang dengan manajemen pemberian pakan yang baik serta mampu
memberikan keuntungan ekonomis yang tinggi.
Untuk mencapai aspek-aspek tersebut di atas, maka perlu adanya pengujian dari pakan
yang akan diaplikasikan. Pengujian tersebut terutama bertujuan memperoleh
pertumbuhan ikan yang optimal dengan menggunakan formulasi-formulasi yang telah
disusun. Pengujian pakan buatan untuk ikan kerapu macan dan kerapu tikus telah
dilaksanakan di Balai Budidaya Laut pada tahun belakangan ini. Pengujian tersebut
dilaksanakan di bak terkendali dan karamba jaring apung.
Formulasi pakan buatan untuk ikan-ikan kerapu yang telah diujicobakan terutama pada
ikan kerapu macan mulai pendederan sampai penggelondongan serta pendederan
kerapu tikus. Dalam penyusunan formulasi tersebut, kandungan protein kasar yang
digunakan berkisar antara 47,5 – 55,5% tergantung spesies. Sedangkan berdasarkan
stadianya, formulasi untuk pendederan dan penggelondongan adalah sama,
perbedaanya pada diameter pakan yang dicetak. Formulasi pakan ikan kerapu macan
dan kerapu tikus disajikan pada Tabel 7.
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilaksanakan, terdapat beberapa kelemahan
penggunaan pakan buatan dibandingkan ikan rucah pada ikan kerapu. Kekurangan
tersebut meliputi pertumbuhannya yang relatif lebih rendah dibandingkan pakan
58
buatan. Selain itu, pada awal adaptasi pakan buatan, tingkat kematiannya lebih tinggi
dibandingkan ikan rucah. Namun selanjutnya, setelah ikan terbiasa dengan pakan
buatan, tingkat kematiannya relatif rendah. Menurut Watanabe (1988), pakan untuk
ikan laut sebaiknya berbentuk moist pellet. Di Jepang, pakan buatan terbukti telah
berhasil digunakan untuk budidaya ikan yellow tail secara massal dengan telah
diaplikasikannya pakan berbentuk soft dry pellet. Oleh karena itu, pengembangan
secara kontinu pakan buatan untuk ikan kerapu perlu dilakukan karena budidaya belum
dikatakan berhasil bila belum adanya pakan buatan sebagai pasokan eksternal pakan.
Tabel 7. Formulasi Pakan untuk Ikan Kerapu Macan dan Kerapu Tikus
Bahan BakuJenis Ikan
Kerapu Macan Kerapu TikusTepung Ikan 25 30Tepung Rebon 10 10Tepung Kepala Udang 10 10Tepung Kedelai 10 5Tepung Kulit Kepiting 10 10Tepung Kerang Hijau 5 5Ekstrak Bawang Putih/Kunyit 0,25 0,25Ikan Rucah 20 20Minyak Cumi 5 5
59
CMC 4 4Vitamin E 100 IU/kg pakanVitamin C 0,2 0,2Vit/Min Mix 0,2 0,2Lecithin 0,25 0,25Jumlah 100 100Protein Kasar
Lemak
Karbohidrat
50,11
16,44
9,34
53,22
15,92
13,61
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, S. 1991. Dietary Nutrient Requirement Review for Sea Bass (Lates calcarifer, Bloch.) and Grouper (Epinephelus spp). Institute of Aquaculture, University of Stirling. Scotland.
Akbar, S., Sunaryat dan Budi Kurnia. 1998. Penggelondongan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) dengan Tiga Perlakuan Pakan Berbeda. Makalah Lintas UPT Direktorat Jendral Perikanan 1998. Balai Budidaya Laut. Lampung
Cho, C.Y., C.B. Cowey and T. Watanabe. 1985. Finfish Nutrition in Asia : Methodological Approaches to Research and Development. IDRC. Ottawa, Ontario.
Direktorat Jenderal Perikanan. 1999. Mendukung Keberhasilan PROTEKAN 2003 melalui Pengembangan Budidaya Perikanan. Makalah Lintas UPT Ditjen Perikanan 1999. Direktorat Bina Produksi.
Direktorat Jenderal Perikanan. 1999 . Program Peningkatan Ekspor Perikanan 2003. Makalah Lintas UPT Ditjen Perikanan. Direktorat Bina Program.
60
Direktorat Jenderal Perikanan. 1999 . Pengembangan Perekayasaan Teknologi Perbenihan untuk Keberhasilan Program Peningkatan Ekspor Perikanan 2003. Makalah Lintas UPT Ditjen Perikanan 1999. Direktorat Bina Perbenihan.
Giri, A.N. 1998. Aspek Nutrisi dalam Menunjang Pembenihan Ikan Kerapu. Makalah dalam Seminar Teknologi Budidaya Pantai. Departemen Pertanian dan Japan International Cooperation Agency.
Lovell, T. 1977. Fish Nutrition and Feeding of Fish. Van Nostrand Reinhold. New York.
NRC. 1977. Nutrient Requirement of Warmwater Fish and Shellfish. National Academy of Sciences. Washington, D.C.
New, B.M. 1986. Aquaculture of Post Larvae Marine of Super Family Serranidae, WithSpecial Reference to Sea Bass, Sea Bream and Groupers. A Review Kuwait Institute for Scientific Research, State of Kuwait. Bull. Of Marine Science, 7 : 75-157 .
Watanabe, T. 1988. Fish Nutrition and Mariculture. Japan International Cooperation Agency
BAB VIIIPENYAKIT PADA BUDIDAYA IKAN KERAPU
Oleh : Philipus Hartono, Julinasari Dewi dan Toha Tusihadi
A. Latar Belakang
Budidaya laut di Indonesia menunjukkan perkembangan kearah pembudidayaan yang
semakin intensif, terutama untuk jenis–jenis ikan dengan nilai ekonomis tinggi antara
lain Kerapu, Kakap Putih, Kakap Merah, dan Kuda Laut. Dan perkembangan tersebut
beberapa tahun terakhir berjalan cepat.
Intensifikasi pengembangan budidaya laut biasanya selalu diikuti kendala-kendala
yang mungkin sangat merugikan pengusaha. Munculnya penyakit merupakan salahsatu
kendala utama pada pembudidayaan tersebut. Beberapa penyakit, baik penyakit infeksi
(serangan hama dan agen infeksi seperti bakteri dan virus) maupun noninfeksi (water
61
ISBN : 979-95483-5-7
quality diseases, nutritional diseases) sangat merugikan, mulai dari serangan akut yang
menyebabkan kematian massal hingga kasus-kasus kronis (tidak menunjukkan gejala
sakit) dan subklinis (tidak menunjukkan perubahan) yang mengakibatkan gangguan
pertumbuhan. Penanggulangan penyakit merupakan faktor penting dalam
mengantisipasi kerugian akibat kegagalan maupun penurunan produksi.
Diagnosa penyakit berfungsi sebagai alat bantu penyelesaian kasus pada ikan sakit/mati
dan sebagai pertimbangan (pada tingkat laboratorium) dalam menghadapi kendala-
kendala budidaya, seperti studi mutu dan kualitas pakan pada tingkat jaringan dan
kasus-kasus lain pada ikan-ikan budidaya yang tidak menunjukkan gejala sakit.
Penanggulangan kendala-kendala budidaya yang dilakukan harus memperhatikan
aspek-aspek lingkungan, serta secara sosial ekonomi menguntungkan dan diterima
masyarakat.
B. Penyakit dan Diagnosa Penyakit
Penyakit muncul sebagai suatu proses yang dinamis hasil interaksi antara inang (host),
jasad penyebab penyakit (pathogen) dan lingkungan (environtment). Keseimbangan
ketiga faktor tersebut menyebabkan tidak munculnya penyakit. Hal sebaliknya akan
terjadi apabila keseimbangan tersebut terganggu. Munculnya penyakit tersebut dapat
dipicu oleh beberapa antara lain lingkungan yang kurang mendukung (fisik, kimia
maupun biologi), kepadatan ikan yang melebihi daya dukung (carrying capacity),
rendahnya mutu pakan yang diberikan, serta menurunnya daya tahan tubuh.
Secara umum peyakit dapat digolongkan menjadi penyakit infeksi (infectious diseases)
dan non infeksi (noninfectious diseases). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh virus,
bakteri, jamur, protozoa, maupun metazoa. Sedangkan faktor-faktor noninfeksi antara
lain variasi lingkungan (oksigen, temperatur, pH, dan salinitas), biotoksin (toksin alga,
62
toksin zooplankton, mikotoksin, dan toksin dari tumbuhan), obstruksi insang, polutan,
rendahnya mutu pakan dan akibat penggunaan bahan kimia dalam pengobatan.
Penanganan secara tepat tidak terlepas dari penetapan diagnosa yang akurat. Hal ini
bisa dipahami karena diagnosa penyakit akan sangat membantu dalam
penanganan/pengobatan yang rasional. Dengan demikian perlu diketahui dasar-dasar
pelaksanaan diagnosa penyakit, khususnya penyakit ikan.
1. Diagnosa Penyakit
Diagnosa merupakan suatu cara untuk mengetahui kejadian yang menyimpang dari
sifat-sifat normal dan menentukan penyebabnya. Diagnosa tersebut meliputi
diagnosa klinik dan diagnosa laboratorik. Hasil diagnosa akhir yang ditetapkan akan
menjadi bahan pertimbangan dalam penanganan dan meramalkan akhir dari suatu
penyakit (prognosa).
Diagnosa klinik atau sering disebut diagnosa fisik dilakukan berdasarkan pada
gejala-gejala khusus (symptom) yang nampak. Tingkat kepercayaan diagnosa sangat
tergantung kepada keakuratan dalam pengumpulan data tentang sejarah ikan, kondisi
perairan, dan penemuan symptom. Sebagai pendukung dilakukan pemeriksaan
kualitas perairan dan diagnosa laboratorik terhadap ikan sakit. Dari seluruh hasil
pemeriksaan tersebut kemudian ditetapkan diagnosa akhir.
Sejarah ikan mempunyai arti diagnostik yang sangat penting, antara lain meliputi
status ikan dan riwayat kejadian penyakit. Status ikan meliputi jenis/spesies,
populasi, umur, kelamin, ukuran dan berat, asal daerah ikan, serta sistem manajemen
pemeliharaan yang dijalankan. Dalam riwayat/sejarah kejadian penyakit perlu
diketahui insidensi (keberlangsungan) penyakit serta derajat kematian dan kesakitan.
63
Data tersebut digunakan sebagai indikasi untuk menduga agen penyebab penyakit
(kualitas air, virus, bakteri, parasit, pakan atau faktor lain).
Diagnosa fisik dimulai dengan pemeriksaan luar, dilakukan sejak ikan masih di
dalam bak/karamba jaring apung. Pemeriksaan diarahkan pada perubahan tingkah
laku abnormal seperti mengendap di dasar, berenang dengan posisi terbalik, adanya
gerak tak terkoordinasi ataupun menggesek-gesekkan badan pada dinding bak.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan bagian luar tubuh secara menyeluruh terhadap
kemungkinan adanya abnormalitas maupun perubahan abnormal tubuh dan organ
tubuh. Pemeriksaan luar meliputi : pengamatan terhadap pertumbuhan, abnormalitas,
warna kulit, produksi lendir kulit, sisik, parasit kulit, warna sirip dan keadaan sirip,
warna insang, produksi lendir insang serta adanya parasit atau benda asing pada
insang , kekeruhan mata dan eksoptalmia.
Bedah bangkai dilakukan dengan membuka rongga perut sepanjang sisi bawah perut
mulai dari rectum kearah depan sampai rahang bawah, kemudian dilanjutkan dengan
sayatan kesamping sepanjang sisi rongga perut. Pemeriksaan dilakukan terhadap
rongga tubuh dan dinding perut (warna, keadaan, dan timbunan cairan) diikuti
dengan pengamatan ukuran, bentuk, warna, konsistensi dan letak/susunan anatomi
organ dalam secara menyeluruh terhadap jantung, hati, limpa, usus, gelembung
renang, dan terakhir ginjal. Setiap pemeriksaan organ tubuh masing-masing dapat
diikuti dengan isolasi bakteri (hati, limpa dan ginjal) serta preparasi (persiapan)
organ untuk pemeriksaan laboratorik lainya.
Jumlah ikan yang diperlukan untuk pemeriksaan sampel tergantung pada agen
kausatifnya. Penyakit yang disebabkan oleh bahan toksik memerlukan 2-3 ekor ikan
sakit dari berbagai macam spesies. Sedangkan yang disebabkan oleh infeksi bakteri
atau virus memerlukan 3-10 ekor ikan sakit, serta yang disebabkan oleh jamur dan
parasit memerlukan 10-15 ekor ikan sakit.
64
Setelah pemeriksaan fisik, untuk keperluan peneguhan diagnosa, selanjutnya
dilakukan pemeriksaan laboratorik. Jika pemeriksaan laboratorik tidak mungkin
dilakukan dan memerlukan bantuan dari instansi lain, sampel ikan yang dikirim
disertai dengan surat pengantar sampel. Surat pengantar tersebut antara lain berisi
penjelasan tentang : tanggal, umur, jenis ikan, ukuran ikan, jenis kelamin, tempat,
gejala penyakit yang ditunjukkan, perubahan makroskopik dari lesi yang ditemukan
saat otopsi, perkiraan jumlah ikan dengan lesi yang sama atau yang mati, serta
tentang kondisi lingkungan (misalnya sumber air, kualitas air, jumlah dan ukuran
pakan, frekuensi pemberian pakan, pengobatan/penanganan yang telah dilakukan,
dll).
2. Preparasi Jaringan
Diagnosa laboratorik selain membantu peneguhan diagnosa dalam pemeriksaan fisik
juga berfungsi untuk mendeteksi penyakit dan agen penyebab penyakit yang
menyerang. Hal ini dapat dipahami karena beberapa kasus penyakit yang berbahaya
bersifat subklinis. Sebagai contoh, serangan VNNV (Viral Nervous Necrosis Virus)
pada induk tidak menunjukkan gejala klinik, akan tetapi dapat menyebabkan
kematian massal pada larva ikan yang tertular.
Keakuratan hasil pemeriksaan laboratorik sangat tergantung pada persiapan preparat
sebelum pemeriksaan dilakukan. Ikan yang digunakan untuk pemeriksaan sebaiknya
ikan yang masih hidup, atau baru saja mati. Ikan yang terlalu lama dibiarkan
(walaupun disimpan dalam referigerator) tanpa dilakukan fiksasi (pengawetan)
terlebih dahulu akan mengurangi keakuratan hasil pemeriksaan. Tiap-tiap
pemeriksaan memerlukan perlakuan yang berbeda, dan untuk beberapa pemeriksaan
memerlukan fiksasi.
Dalam pemeriksaan Histopatologi (analisa perubahan jaringan ) fiksasi bertujuan
untuk mematikan sel dan mengeraskan jaringan secara cepat. Jaringan akan dengan
cepat mengalami autolisis segera setelah ikan mati. Apabila larutan fiksatif tidak
tersedia, jaringan harus secepatnya disimpan dalam refrigerator. Adapun larutan
65
fiksatif yang digunakan adalah buffered formalin. Untuk pemeriksaan ikan yang
berukuran kecil (panjang kurang lebih 10 cm) harus dilakukan sayatan memanjang
dibagian ventral perut sepanjang rectum hingga mandibula dan melepas otot yang
menutupi sisi perut. Bila ukuran besar tiap organ dipreparasi dengan potongan 0,5
X 0,5 cm. Selanjutnya seluruh sample dimasukkan dalam larutan buffered formalin.
Larutan fiksatif yang digunakan untuk keperluan pemeriksaan virus dengan metode
PCR (polymerase chain reaction) adalah Alkohol 80%. Organ-organ yang dipakai
sebagai 66ample antara lain otak, mata, hati, limpa, dan ginjal.
Seperti halnya untuk pemeriksaan Histopathologi, pemeriksaan bakteri hendaknya
dilakukan sesegera mungkin. Jika hal itu tidak dapat dilakukan simpan di dalam
refrigerator. Bakteri diisolasi dari luka-luka tubuh, hati, limpa, dan ginjal.
3. Diagnosa Laboratorik
Mikroorganisme penyebab penyakit dapat berupa parasit, bakteri, jamur maupun
virus. Diperkirakan terdapat lebih dari 20 penyakit kutaneus (penyakit yang
menyerang kulit) dan penyakit sistemik, 30 penyakit virus, dan 100 penyakit
parasiter (Mangunwiryo, 1993). Pemeriksaan laboratoris meliputi pengamatan
terhadap parasit tubuh; uji bakteri, virus, dan interpretasi obat.
Pelaksanaan diagnosa laboratorik sejauh mungkin dihindarkan dari kemungkinan
adanya perubahan struktur dan fungsi sel serta kontaminasi selama penanganan.
Diagnosa laboratorik pada ikan lebih kompleks dibandingkan dengan mamalia,
sebab terdapat interaksi antara hospes, faktor infeksi dan noninfeksi dalam
penempakan gejala penyakit. Dengan demikian, sangat penting pemeriksaan
laboratorik dilakukan terhadap ikan sakit/mati yang masih segar. Prosedur
pemeriksaan meliputi :
a. Pemeriksaan Makroskopik/Submakroskopik
66
Pemeriksaan makroskopik berfungsi untuk mengamati adanya perubahan
anatomi secara umum. Pemeriksaan ini telah dibahas lebih mendalam pada
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan submakroskopik antara lain meliputi penyiapan
preparat apus pada lendir/kerokan kulit, penyiapan preparat usap insang,
preparat tempel jaringan, preparat usap jaringan, dan preparat tekan jaringan.
b. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi berfungsi untuk mengetahui perubahan abnormal
pada tingkat jaringan dan kemungkinan agen penyebab utamanya. Pemeriksaan
ini hendaknya disertai dengan pengetahuan tentang gambaran histologi normal
jaringan, respon jaringan terhadap etiologi, dan patologi komparatif terhadap
hewan-hewan kelas tinggi.
c. Pemeriksaan Bakteriologi.
Hal yang menjadi pertimbangan dalam pemeriksaan bakteriologi adalah faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri, terutama pengaruh terhadap
suhu. Penanaman bakteri patogen ikan dapat dibiakkan pada media rutin pada
suhu rendah (sekitar 28oC). Jangan menginkubasikan pada suhu 37oC keatas.
Beberapa perkecualian temperatur yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri:
Renibacterium salmoninarum 15oC dan A. Salmonicida 37oC. Selain media rutin,
ada beberapa media selektif untuk beberapa bakteri patogen antara lain TCBS
(Thiosulphate Citrate Bile Salt ), Marine Blood Agar untuk vibrio spp.;
Rimler-Shot Medium untuk A. hydrophila, Y. ruckeri, dan Edwardsiella sp;
Kidney Disease Medium untuk R. Salmoninarum. Pemeriksaan untuk kasus-
kasus karier pada ikan menggunakan subsampling 2-5% dari populasi.
Untuk mengetahui jenis bakteri yang menyerang pada suatu populasi, dilakukan
identifikasi bakeri. Salah satu metode identifikasi adalah pengecatan gram dan
dilanjutkan dengan uji biokimiawi. Sedangkan untuk menekan kegagalan
pengobatan infeksi bakterial karena kesalahan pemilihan obat dapat dilakukan
67
pengujian obat yang akan digunakan terhadap bakteri yang menginfeksi. Uji
biologi obat yang relatif sederhana dan mudah dilakukan antara lain Disc
sensitivity test, Interpretasi sensitivity test, Minimum inhibitory concentration
(MIC), minimum bactericidal concentration, dan minimum antibiotic
concentration. Metode yang digunakan di Balai Budidaya Laut adalah disc
sensitivity test dan interpretation of sensitivity test.
d. Pemeriksaan virologik
Ada beberapa metode terhadap penyakit viral. Pemeriksaan terhadap
kemungkinan infeksi secara histologi dilihat adanya cytopathic effect dan reaksi
peradangan pada jaringan terinfeksi.
Pemeriksaan cytopathogenic effect secara invitro dilakukan dengan pembiakan
virus, kemudian diikuti dengan pemeriksaan mikroskpik. Identifikasi definitif
lain anatara lain dengan metode netralisasi virus, fluororesensi antibodi, fiksasi
komplemen dan ELISA.
Penggunaan bioteknologi untuk pemeriksaan virus telah banyak digunakan.
Salahsatunya adalah penggunaan metode PCR (Polymerase Chain Reaction).
Metode lain yang lebih praktis dengan metode tersebut adalah penggunaan
imuno(sito)histokimia, misalnya penggunaan pewarnaan dengan metode
Immunoperoxidase Monolayer Assay (IPMA).
e. Pemeriksaan Parasitologi
Pemeriksaan parasit meliputi pemeriksaan mikroskopik pada preparat-preparat
usap dan tekan jaringan (lihat submakroskopik).
f. Pemeriksaan Lain
68
Uji-uji lain di laboratorium antara lain uji serologis untuk diagnosa cepat, uji
aglutinasi, dan pemeriksaan darah.
C. Penyakit Ikan yang Ditemukan di Balai Budidaya Laut
1. Parasit
Parasit penyebab penyakit yang menyerang ikan Kerapu antara lain : Monogenia
(termasuk dalam golongan Platyhelminthes) yang menyerang kulit, Diplectanum
sp (sejenis cacing pipih golongan Trematoda) menyerang insang, Isopoda
(golongan Crustacea) yang menyerang pangkal lidah dan insang, Cryptocaryon
irritans (golongan Protozoa) yang menyerang kulit dan Trichodina sp (golongan
Protozoa)yang menyerang kulit, insang dan sirip.
Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh serangan Monogenia, antara lain kehilangan
nafsu makan, gerak renang lambat dan lesi pada kulit. Adapun serangan
Diplectanum sp ditunjukkan dengan gejala berupa : nafsu makan berkurang, sering
menggosok-gosokkan tubuh ke dinding bak pemeliharaan, tubuh dan insang pucat,
produksi lendir tinggi serta berenang di permukaan air dengan megap-megap dan
tutup insang terbuka.
Serangan Cryptocaryon irritans ditandai dengan adanya bintik-bintik putih yang
cukup dalam, ikan kehilangan nafsu makan, sisik lepas-lepas serta mata
membengkak. Trichodina sp menjangkiti ikan dengan menimbulkan gejala yang
hampir sama dengan serangan Cryptocaryon irritans, kecuali kerusakan pada kulit
jarang terjadi.
Akibat yang ditimbulkan oleh adanya serangan parasit biasanya tidak bersifat
fatal, umumnya kematian terjadi dalam jangka waktu yang lama.
2. Bakteri
69
Hasil analisa dengan metode pewarnaan gram dan uji biokimiawi bakteri yang
diisolasi dari luka-luka pada permukaan tubuh ikan dan organ-organ dalam
ditemukan Vibrio sp, Pateurella sp, dan Pseudomonas sp. Untuk diagnosa cepat di
lapangan terhadap kemungkinan infeksi oleh Vibrio sp digunakan media agar
selektif TCBS. Hasil pembiakan pada media TCBS terhadap organ-organ dalam
ikan sakit di BBL hampir selalu memberikan hasil yang positip. Beberapa bakteri
batang gram negatif lain juga telah diketahui menyerang pada hati limpa maupun
ginjal ikan kerapu. Beberapa kasus menunjukkan serangan tersebut bersifat
subklinis.
Bakteri yang terserang Vibrio sp menunjukka gejala antara lain; nafsu makan
berkurang, terjadi kelesuan, pembusukan pada sirip, mata menonjol dan terjadi
pengumpulan cairan pada perut. Kematian yang ditimbulkan oleh serangan bakteri
akut mungkin tidak terjadi secara massal, dan berlangsung secara bertahap dalam
waktu yang tidak lama.
c. Virus
Analisa virus dilakukan dengan metoda PCR (Polymerase Chain Reaction) dan
ditemukan infeksi VNNV (Viral Nervous Necrosis Virus) pada ikan Kerapu Tikus.
VNNV termasuk dalam golongan Donaviridae.
Ikan Kerapu Bebek yang terserang VNNV ditandai dengan gejala sebagai
berikut :
- Ikan mengendap di dasar,
- Keseimbangan renang terganggu (kadangkala berputar putar),
- Bagian luar tubuh dan organ dalam tetap dalam keadaan baik (tanpa luka).
Serangan pennyakit bersifat sporadik pada larva ikan, sedang pada pembesaran dan
induk bersifat subklinis.
d. Pemeriksaan Histopatologi
70
Pemeriksaan histopatologi terhadap organ-organ tubuh ikan sakit menunjukkan
adanya perubahan-perubahan abnormal pada beberapa organ. Perubahan-perubahan
tersebut antara lain degenerasi melemak (beberapa ikan menunjukkan degenerasi
yang berat) serta hepatopankreatitis subakut pada hati ikan Kerapu Macan, Kerapu
Malabar dan Kerapu Tikus. Disamping itu dijumpai pula adanya ensefalitis akut-
subakut disertai vakuolisasi pada parenkim otak, glomerulonefritis subakut pada
ginjal, serta akumulasi hemosiderin pada lien. Dari gambaran histologi ini perlu
dipertimbangkan faktor-faktor infeksi dan mutu pakan dalam proses kejadian
penyakit. Disamping itu ditemukan juga kista parasit pada jaringan otot benih
Kerapu Bebek.
D. PENANGANAN PENYAKIT
Penanganan penyakit di BBL meliputi usaha-usaha pencegahan, pengobatan dan
pemberantasan. Usaha-usaha tersebut meliputi pemberian multivitamin, perendaman
dengan kemoterapeutik, pemberian obat peroral (melalui mulut), pemusnahan ikan dan
desinfeksi bak-bak pemeliharaan.
Penanggulangan terhadap infeksi ektoparasit (parasit yang berada di luar tubuh)
dilakukan dengan perendaman air tawar selama lima menit dengan dua kali
pengulangan. Perendaman dapat juga dilakukan dengan H2O2 150 ppm selama 30
menit, Malachite Green dengan konsentrasi 1-3 ppm selama satu jam. Apabila telah
terjadi luka yang disertai dengan infeksi sekunder pengobatan dilakukan dengan
perendaman acriflavin konsentrasi 5-10 ppm selama 1-2 jam atau prefuran 1-2 ppm
selama setengah sampai satu jam masing-masing dilakukan tiga hari berturut-turut.
Untuk pencegahan di karamba jaring apung perendaman dengan air tawar dilakukan
sekali sebulan.
Pengobatan sekaligus pemberantasan terhadap infestasi Monogenia pada ikan-ikan
yang dipelihara dalam bak pemeliharaan dilakukan dengan perendaman sekaligus
pemindahan dari satu bak ke bak lainnya. Perendaman dapat dilakukan dengan H2O2
71
150 ppm selama 30 menit. Pada perendaman yang pertama diharapkan semua stadium
parasit yang ada pada tubuh ikan, kecuali telur akan lepas. Setelah parasit lepas semua
ikan dipindahkan dalam bak kedua yang bebas penyakit. Selama tujuh hari telur parasit
yang tertinggal dalam tubuh akan berkembang menjadi oncomiracidium. Perendaman
yang kedua dilakukan untuk melepaskan oncomiracidium dari tubuh ikan. Setelah
perendaman ikan terbebas dari semua stadium Monogenia. Ikan-ikan ini dapat
dipindahkan kembali ke dalam bak pemeliharaan yang pertama setelah sebelumnya
dilakukan desinfeksi dan pengeringan selama tujuh hari.
Pengobatan ikan terhadap infeksi bakteri dilakukan dengan perendaman antibiotik
(antara lain Oxytetracyclin, Enrofloxacin, Gentamycin), pemberian preparat sulfa
ataupun antiseptika ( misalnya: Prefuran, Acriflavin). Perlakuan dengan senyawa-
senyawa tersebut juga berguna untuk pencegahan terhadap infeksi. Dalam pengobatan,
selain pertimbangan efektifitas obat terhadap agen penyakit tertentu juga harus
mempertimbangkan pencemaran lingkungan. Untuk hal ini perlu dilakukan uji
interpretasi obat terhadap sensitifitas bakteri yang berasal dari perairan bebas, air bak
pemeliharaan dan bakteri dari organ dalam ikan. Uji interpretasi obat juga sebagai salah
satu pertimbangan awal dalam penggunaan obat yang sebelumnya belum pernah
digunakan di suatu lokasi.
Uji alternatif penggunaan antibiotik dalam pengobatan terhadap bakteri yang diisolasi
dari organ-organ dalam (hati, limpa, dan ginjal) ikan sakit di Balai Budidaya Laut dan
wilayah sekitarnya telah dilakukan. Dengan metode Interpretation of sensitivity test,
kemampuan antibakteri beberapa antibiotik berikut terhadap bakteri tersebut diatas
semakin menurun, berturut-turut : Enrofloxacin, Klorampenikol, Gentamicin, dan
terakhir Oxytetrasilin.
Penanganan terhadap infeksi virus dilakukan dengan pemusnahan ikan-ikan terinfeksi,
diikuti dengan desinfeksi dan pengeringan bak pemeliharaan. Pencegahan terhadap
72
kemungkinan terjadi penularan dari ikan yang baru didatangkan dari luar perlu
dilakukan karantina sampai ikan dinyatakan sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1985. Patologi Klinik Pada Ikan, Diagnosa dan Pencegahan Penyakit Ikan. Sub Balai Penelitian Budidaya Pantai, Bojonegara. Serang.
Anonim. 1993. Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Penyakit Ikan. Direktorat Bina Sumber Hayati, Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta.
Chang, Y.C. and T.M. Chao. 1986. Common Diseases of Marine Foodfish. Fisheries Hand Book No. 2. Primary Production Department Ministry of National Development Republic of Singapore.
Mangunwiryo, H. 1993. Deskripsi dan Identifikasi Patogen Penyebab Penyakit Ikan oleh Virus. Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.
Moller, H. and K. Andes. 1986. Diseases and Parasites of Marine Fishes. Verlog Moller Publications. Germany.
Pitogo, C.L. 1995. Disease Development. Aquaculture Department, SEAFDEC Training and Information Division. Iloilo, Philippines.
Zafran, Roza, D., Koesharyani, I., Johny, F., and Yuasa, K. 1998. Manual for Fish Diseases Diagnosis, Marine Fish and Crustacean Diseases in Indonesia. Gondol Research Station for Coastal Fisheries, Central Research Institute for Fisheries Agency for Agricultural Research and Development and Japan International Cooperation Agency (JICA). Indonesia.
Anderson, D.P., 1974, Fish Imunology, T.F.H. Publication, Inc. Ltd., Neptune.
73
Robert, R.J., 1989, Fish Pathology, Second edition, Bailliere Tindal, Philadelphia.
Phillips, P.H., 1988,Submission of and Post Mortem Examination of Fish, Fish Diseases Refresher Course for veterinarians, Proceeding 106, Post Graduate Committee in Veterinary Science, University of Sydney, NSW, Australia
Humphrey, J.D.,1988, Laboratory aprocedur for the Identification of Fish Patogen, Fish Diseases Refreser Course for Veterinarians, Proceeding 106, Post Graduate Committee in Veterinarians Science, University of Sydney, NSW, Ausralia.
Kurniasih, 1999, Penunun Proses Jaringan dan Atlas Histologi Ikan, Pusat Karantina Ikan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Kurniasih, 1999, Deskripsi Histopatologi Ikan, Pusat Karantina Ikan, Departemen Pertanian, Jakarta.
74
BAB IX
PANEN DAN PENANGANAN PASCA PANEN
Yuwana Puja, Sudjiharno, dan Syarifudin
A. Latar Belakang
Hasil produksi ikan bagi sumber devisa negara dan pemenuhan kebutuhan konsumsi
manusia antara lain berasal dari usaha penangkapan dan hasil budidaya. Tetapi hasil
penangkapan masih belum dapat diandalkan dalam penyediaan ikan segar maupun ikan
hidup jika dibandingkan dari hasil usaha budidaya.
Budidaya laut di Karamba Jaring Apung merupakan suatu alternatif yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan produktivitas perikanan. Jenis-jenis ikan laut yang dapat
dikembangkan antara lain ikan Kerapu Tikus dan ikan Kerapu Macan.
Peluang ekspor ikan kerapu Indonesia di pasaran Internasional cukup baik. Menurut
data statistik perikanan, beberapa negara konsumen utama adalah Singapura,
Hongkong, Taiwan, China dan Jepang. Untuk memperoleh nilai tambah, maka
produksi ikan kerapu lebih banyak di jual dalam bentuk hidup.
75
ISBN : 979-95483-5-7
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga kualitas ikan kerapu dalam budidaya
antara lain teknik pemanenan yang meliputi : penentuan waktu pemanenan, peralatan
panen, sampling, metoda dan teknik panen serta pengelolaan pasca panen.
B. TEKNIK PEMANENAN
Teknik pemanenan ikan pada unit Karamba Jaring Apung relatif mudah di lakukan dan
dapat di lakukan panen total maupun panen sebagian sesuai dengan permintaan pasar,
terutama pada waktu harga jual tinggi.
1. Waktu Pemanenan
Waktu pemanenan ikan biasanya ditentukan oleh ukuran permintaan pasar. Ukuran
Super biasanya berukuran 500gram – 1000 gram/ekor dan merupakan ukuran yang
mempunyai nilai jual tertinggi.
Untuk jenis kerapu macan waktu pemanenan adalah 4 bulan setelah pemeliharaan
dengan berat awal 50 – 75 gram /ekor. Sedangkan pada ikan kerapu Tikus
dilakukan pemanenan setelah 9 bulan pemeliharaan dengan berat awal 75 gram-100
gram/ekor. Pemanenan ikan untuk calon induk, biasanya dilakukan setelah ukuran
ikan mencapai ukuran diatas 1000 gram /ekor.
Pelaksanaan panen sebaiknya pada pagi hari atau sore hari, agar dapat mengurangi
stress pada ikan selama berlangsung pemanenan. Pengangkutan ke tempat tujuan
penjualan, diusahakan pada malam hari, untuk memudahkan pengaturan suhu dan
menghindari ikan stress.
2. Peralatan Panen
Beberapa peralatan panen yang diperlukan antara lain : Scoop net, timbangan, alat
tulis, kapal/perahu, bak transportasi volume ± 1 ton, bak pemberokan volume ± 4
ton dan peralatan aerasi.
76
3. Sampling
Sebelum dilakukan pemanenan, terlebih dahulu dilakukan sampling yang bertujuan
untuk mengetahui kondisi ikan dan estimasi hasil panen.
4. Metode Panen
Metode panen dalam budidaya ikan Kerapu di Karamba Jaring Apung adalah :
a. Panen Total
Dalam metode ini, semua ikan yang dipelihara dipanen. Biasanya hal ini
dilakukan karena permintaan pembeli dalam jumlah banyak atau semua ikan
telah memenuhi persyaratan berat untuk pemanenan.
b. Panen Sebagian
Metode ini dilakukan karena beberapa alasan, yakni ukuran ikan yang
dipelihara tidak seragam, permintaan pembeli yang mengklasifikasikan berat
tertentu atau permintaan pembeli yang relatif sedikit. Panen selektif ini
dilakukan dengan mengambil sebagian ikan yang sudah masuk ukuran tertentu,
sedangkan sisanya dapat dipisahkan untuk dipelihara lagi.
5. Teknik panen
5.1. Produk ikan hidup
Pemanenan ikan di Karamba Jaring Apung dapat segera dilakukan setelah
semua peralatan yang akan digunakan untuk pemanenan telah tersedia.
Biasanya ikan dipuasakan 24 jam sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk
menghindari ikan muntah selama pengangkutan.
Tahapan panen, mula-mula jaring dibagi menjadi dua bagian dengan
menggunakan bambu atau kayu, agar memudahkan dalam pengambilan ikan.
Untuk panen ikan hidup, perlu dipersiapkan bak penampungan sementara,
volume ± 1 ton yang di isi air laut bersih.
77
Dengan menggunakan scoop net, ikan diambil dari jaring dan ditampung
dalam bak penampungan tersebut. Satu bak penampungan dapat berisi 100
ekor ikan, sehingga untuk panen ikan total, memerlukan beberapa kali trip
pengangkutan dari karamba ke darat.
Setelah ikan ditampung dalam bak penampungan sementara, segera ikan
dibawa ke darat menggunakan kapal / perahu. Selanjutnya dengan
menggunakan ember/container kecil, ikan-ikan tersebut dipindahkan dari
kapal ke bak penampungan di darat.
Bak penampungan ikan di darat berukuran 4-10 ton yang terlebih dahulu di isi
air laut bersih dan dilengkapi peralatan aerasi.
5.2. Produk ikan mati segar
Cara pemanenan untuk produk ikan mati segar di KJA, relatif sama seperti
pada pemanenan untuk produk ikan hidup, hanya saja kepadatan ikan di bak
penampungan sementara (di kapal) dapat mencapai 300 ekor/bak.
Ikan kemudian dibawa ke darat, dan dapat langsung dikemas dalam bak /box
kayu yang sudah diberi es, atau ditampung sementara di bak penampungan
volume 4-10 ton, yang telah diisi air laut, ditambah es dan garam dapur untuk
mempercepat kematian ikan dan mengurangi akumulasi bakteri.
C. PENGELOLAAN PASCA PANEN DAN PENGANGKUTAN
Χ
1. Produk Ikan Hidup
Ikan hasil panen yang di tampung dalam bak penampungan di darat, biasanya
dipuasakan 24 jam sebelum pengangkutan . Untuk pencegahan penyakit,
dalam bak penampungan dilakukan perendaman dengan acriflavin 5 ppm
selama 1 jam atau methyline blue 3 ppm selama 1 jam. Setelah perendaman,
kemudian di alirkan air laut steril dan diusahakan dengan sistem air mengalir.
78
Pengangkutan ikan hidup sebaiknya dilakukan sore hari. Hal ini bertujuan
untuk menghindari ikan stres karena suhu tinggi di siang hari.
Sebelum di angkut, terlebih dahulu dilakukan penimbangan berat ikan, untuk
mengetahui berat total panen, dan ikan siap diangkut dengan menggunakan
mobil pengangkut ikan yang dilengkapi dengan bak volume 1-3 ton dan
perlengkapan aerasi, kapasitas angkut ikan adalah 200 ekor/ton air.
Pengangkutan produk ikan hidup dengan media air pemeliharaan dan
dilengkapi sarana aerasi ini dapat dilakukan untuk jarak yang relatif jauh
dengan batas waktu 2 hari. Selebihnya harus dilakukan pergantian air laut
dibak transportasi tersebut dengan air laut yang bersih. Penanganan ikan
ditempat tujuan, antara lain : mempersiapakan bak penampungan dan diisi air
laut bersih, dan diusahakan sistem air mengalir.
Ikan dipindahkan dari mobil pengangkut ikan , ke bak penampungan secara
hati-hati. Untuk menjaga kesehatan ikan, dapat dilakukan pencegahan
penyakit dengan perendaman acriflvin atau methyline blue.
2. Produk Ikan mati segar
Wadah pengepakan dapat terbuat dari fibre glass, kayu, plastik atau
styrofoam. Sebelum ikan dikemas, terlebih dahulu di lakukan penimbangan
ikan untuk mengetahui total berat panen dan dilakukan pencucian, agar dapat
menghilangkan / mengurangi lendir pada ikan yang mengakibatkan turunnya
mutu produk.
Penyusunan ikan produk mati segar di kotak/bak pengemasan, antara lain
disusun berlapis, dengan es curah di dasar bak, kemudian susunan ikan
beberapa lapis, ditambah es curah kembali, apabila kapasitas cukup,dapat
ditambah susunan ikan lagi, kemudian ditambah es curah
79
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 1987. Petunjuk Teknis Pengangkutan Ikan Hidup . Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Anonimus, 2000. Rancangan Standar Nasional Indonesia : Produksi Pembesaran Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis), Valenciennes Kelas Pembesaran.
Anonimus, 2000. Rancangan Standar Nasional Indonesia : Produksi Pembesaran IkanKerapu Macan ( Epinephelus fuscoguttatus ), For skall, Kelas Pembesaran.
Suparno dan Hari Eko Irianto , 1995. Teknologi Pasca Panen dan Transportasi Ikan Hidup. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan ,Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian , Jakarta.
Santos, Leonor M, 1995. Postharvest Technology. Southeast Asian Fisheries Development Center, Tigbauan, Iloilo , Philippines.
80
BAB X
ANALISA USAHA
Nur Rausin, Agoes Soedarsono, dan Tiya Widi Aditya
A. LATAR BELAKANG
Dalam segala usaha soal keuangan dan modal lebih diutamakan disamping aspek
pemasaran produksi, personalia (tenaga kerja) dan aspek teknis serta lingkungan..
Pengendalian keuangan pada setiap pengusaha atau perusahaan diperlukan analisis
usaha. Analisa usaha merupakan pemeriksaan keuangan untuk mengetahui ssejauh
mana keberhasilan yang telah dicapai selama usaha itu berkembang. Dengan analisa
usaha ini, pengusaha membuat perhitungan dan menentukan tindakan untuk
memperbaiki dan meningkatkan keuntungan dalam perusahaannya.
Analisa usaha pembesaran ikan kerapu macan dan kerapu tikus ini menggunakan
konstruksi rakit dari kayu dan pelampung dari drum plastik. Biaya investasi masing-
masing usaha pembesaran kerapu macan dan kerapu tikus Rp. 94.565.000,- dan biaya
produksi sebesar Rp. 107.498.150,- dengan kapasitas produksi 3.553 kg untuk ikan
kerapu macan dan biaya produksi untuk kerapu tikus sebesar Rp.
176.991.863,- dengan kapasitas produksi 4.467,5 kg.
81
ISBN : 979-95483-5-7
Penebaran awal (tahap pendederan) ikan kerapu macan dan kerapu tikus adalah sama
yaitu 3 – 4 cm (1,2 – 2 gr) per ekor dengan takaran pakan setiap hari 15 – 20 % dari
bobot biomassa. Untuk tahap penggelondongan padat penebaran 100 – 150 ekor/m3
dengan ukuran 9 – 12 cm (15 – 25 gr) per ekor dengan takaran pakan setiap hari 10 –
15 % dari bobot biomassa dan tahap pembesaran padat penebaran 25 – 30 ekor/m3
dengan ukuran 15 – 17 cm (50 – 75 gr) per ekor dengan takaran pakan setiap hari 6 %
dari bobot biomassanya.
Lama pemeliharaan ikan kerapu macan 7 bulan mulai dari tahap pendederan,
penggelondongan, dan pembesaran dengan sintasan masing – masing 80 %, 85 %,
dan 95 %, dipanen pada bobot 500 gr/ekor. Ikan dijual dalam keadaan hidup di lokasi
panen (pemeliharaan) dengan harga rata – rata sebesar Rp. 75.000,-/kg.
Lama pemeliharaan ikan kerapu tikus 14 bulan, mulai dari tahap pendederan,
penggelondongan dan tahap pembesaran dengan tingkat sintasan masing – masing
90%, 95 %, dan 95 %, dipanen dalam keadaan hidup di lokasi pemeliharaan dengan
harga rata – rata Rp. 250.000,-/kg.
B. INVESTASI
Investasi dalam suatu usaha adalah alokasi dana ke dalam usaha yang bersangkutan,
dimana investasi tersebut meliputi penggunaaan dana untuk pengadaan sarana dan
prasarana produksi (Kadariah, dkk, 1978).
Biaya investasi awal sebesar Rp. 94.565.000,- dengan rincian sebagai berikut :
1. KJA dengan rumah kerja/jaga 4 unit = Rp. 35.000.000,-2. Jaring Pemeliharaan dan pengganti
a. Waring (1x1x1,5 m) mz 4 mm 56 bh x 40.000 = Rp. 2.240.000,-b. Jaring PE (1x1x1,5 m) mz 0,5” 60 bh x 300.000 = Rp. 18.000.000,-c. Jaring PE (1x1x1,5 m) mz 1,25” 18 bh x 700.000 = Rp. 12.600.000,-
3. Perahu motor tempel 5 pk Rp. 6.500.000,-4. Freezer sanyo (Vol : 600 liter) Rp. 6.000.000,-
82
5. Tabung gas oksigen Rp. 500.000,-6. Aerator AC dan Accu Rp. 1.000.000,-7. Rumah genset Rp. 1.500.000,-8. Generator Listrik 5 KVA Rp. 7.250.000,-9. Water pump Sanwa Rp. 600.000,-10. Instalasi kabel dan penerangan Rp. 1.650.000,-11. Mesin giling daging manual Rp. 225.000,-12. Peralatan kerja (Serokan, gunting, keranjang, dll) Rp. 1.500.000,-
_____________________________________T o t a l Rp. 94.565.000,-
C. BIAYA PRODUKSI
Biaya produksi merupakan modal yang harus dikeluarkan untuk membudidayakan ikan
kerapu macan dan kerapu tikus, dari persiapan sampai panen. Dalam hal ini termasuk
biaya perawatan, izin usaha, pengobatan benih, pakan, dan lain – lain.
Biaya produksi ini dapat dibedakan antara biaya tetap dan biaya variabel.
a. Biaya tetap.
Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan dengan produksi nol, atau biaya
tidak berubah meskipun volume produksi berubah. Pendapat lain mengatakan
bahwa biaya tetap adalah seluruh jenis biaya yang selama satu periode produksi
tetap jumlahnya dan tidak mengalami perubahan. Biaya tetap termasuk perawatan,
izin usaha, penyusutan, dan gaji pegawai.
Kerapu Macan
Biaya tetap untuk pembesaran kerapu macan diperlukan sebesar Rp. 30.647.990,-
selama 7 bulan pemeliharaan, dengan rincian sebagai berikut :
1. Penyusutan 20 %/th Rp. 11.032.580,- 2. Perawatan (5 % investasi)/th Rp. 2.758.150,- 3. Izin usaha (2% investasi)/th Rp. 1.103.260,- 4. Gaji teknisi 3 orang @ Rp. 500.000,- X 7 bln Rp. 10.500.000,- 5. Gaji supervisor 1 orang Rp. 750.000,- X 7 bln Rp. 5.250.000,-
_____________________________________T o t a l Rp. 30.643.990,-
83
Kerapu Tikus
Biaya tetap untuk pembesaran kerapu tikus diperlukan sebesar Rp. 61.287.980,-selama 14 bulan pemeliharaan, dengan rincian sebagai berikut :
1. Penyusutan 20 %/th Rp. 22.065.170,- 2. Perawatan (5 % investasi)/th Rp. 5.516.290,- 3. Izin usaha (2% investasi)/th Rp. 2.206.520,-
4. Gaji teknisi 3 orang @ Rp. 500.000,- X 14 blnRp. 21.000.000,- 5. Gaji supervisor 1 orang Rp. 750.000,- X 14 bln Rp. 10.500.000,-
_____________________________________T o t a l Rp. 61.287.980,-
b. Biaya Variabel.
Biaya variabel merupakan biaya yang habis dalam satu kali produksi seperti biaya
untuk benih, pakan, obat – obatan, dan lain – lain. Pendapat lain mengatakan
bahwa biaya variabel adalah jenis biaya yang naik turun bersamaan dengan volume
kegiatan, biaya produksi bertambah maka biaya variabel pun bertambah dan
sebaliknya. Biaya variabel yang diperlukan sebesar Rp. 66.488.600,- dengan
rincian sebagai berikut :
Kerapu Macan
1. Benih ikan 3-4 cm = 11.000 ekor x Rp. 3.000,- Rp. 33.000.000,-2. Pakan Rucah
a. Pendederan 20% x (1,2 x 11.000) x 30 h x 2.500 Rp. 201.600,-b. Penggelond. 15% x (25 x 8.800) x 60 h x 2.500 Rp. 4.950.000,- c. Pembesaran 6% x (75 x 7.480) x 120 h x 2.500 Rp. 10.098.000,-
3. Multivitamin, Vit. C dan obat-obatan (1 paket) Rp. 1.000.000,-4. Bahan bakar
a. Solar 24 liter/hari = 5.040 liter x 650 Rp. 3.276.000,-b. Bensin =5.250 liter x 1.150 Rp. 6.037.500,-
5. Biaya lain-lain Rp. 1.000.000,-_____________________________________T o t a l Rp. 59.663.100,-
Kerapu Tikus
1. Benih ikan 3-4 cm = 11.000 ekor x Rp. 6.000,- Rp. 66.000.000,-2. Pakan Rucah
a. Pendederan 20% x (1,2 x 11.000) x 90 h x 2.500 Rp. 594.000,-
84
b. Penggelond. 15% x (25 x 9.900) x 120 h x 2.500 Rp. 11.137.500,- c. Pembesaran 6% x (75 x 9.405) x 210 h x 2.500 Rp. 22.219.313,-
3. Multivitamin, Vit. C dan obat-obatan (1 paket) Rp. 1.000.000,-4. Bahan bakar
a. Solar 24 liter/hari = 8.640 liter x Rp. 650,- Rp. 5.616.000,-b. Bensin = 9000 liter x Rp. 1.150,- Rp. 10.350.000,-
5. Biaya lain-lain Rp. 1.500.000,-_____________________________________T o t a l Rp. 118.416.813,-
D. ANALISA KEUANGAN
1. Pendapatan.
Pendapatan adalah seluruh unit produksi yang dapat dinilai dalam rupiah. Dalam
perhitungan pendapatan dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu pendapatan
kotor (marginal) dan pendapatan bersih atau disebut keuntungan/laba.
Pendapatan marginal adalah seluruh penerimaan dikurangi biaya tetap dan biaya
variabel. Perhitungan pendapatan atau laba rugi disajikan di bawah ini :
a. Untuk kerapu macan
1. Penerimaan (7.106 ekor x 0,5 kg x Rp. 75.000,-) Rp. 280.800.000,-2. Biaya tetap Rp. 30.643.990,- 3. Biaya Variabel Rp. 59.663.100,- 4. Pendapatan margin Rp. 190.492.910,-5. Pph (15 %) Rp. 28.573.940,-6. Pendapatan Rp. 161.918.970,-
b.Untuk kerapu tikus
1. Penerimaan (8.935 ek. x 0,5 kg x Rp. 250.000,-) Rp. 1.116.875.000,-2. Biaya tetap Rp. 61.287.980,- 3. Biaya Variabel Rp. 118.416.810,-4. Pendapatan margin Rp. 937.170.210,-5. Pph (15 %) Rp. 140.575.530,-6. Pendapatan Rp. 796.594.680,-
85
2. Break Event Point (BEP).
BEP merupakan suatu nilai dimana hasil penjualan produksi sama dengan biaya
produksi, sehingga pengeluaran sama dengan pendapatan dengan demikian pada
saat itu pengusaha mengalami impas, tidak untung dan tidak rugi.
Perhitungan BEP digunakan untuk menentukan batas minimum volume penjualan,
agar suatu perusahaan tidak rugi. Selain itu BEP dapat dipakai untuk
merencanakan tingkat keuntungan yang dikehendaki dan sebagai pedoman dalam
mengendalikan operasi yang sedang berjalan. BEP dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
a. Untuk kerapu macan
BT 30.643.99030.643.990BEP = = = =Rp. 38.991.790,-
BV 59.663.1000,764189458 1- 1- Penjualan 280.800.000
BEP (Q) = 38.991.790 : 75.000
= 519 kg
b. Untuk kerapu tikus
BT 61.187.98061.187.980 BEP = = = = Rp. 68.556.715,-
BV 118.416.810 0.89397487 1- 1- Penjualan 1.116.875.000
BEP (Q) = 68.556.715 : 250.000
= 274 kg
3. Benefit Cost Ratio (B/C).
86
B/C dalam perhitungannya lebih ditekankan pada kriteria - kriteria investasi atau
modal usaha yang pengukurannya diarahkan pada usaha untuk membandingkan,
mengukur, serta menghitung tingkat keuntungan usaha budidaya kerapu.
Dengan B/C ini dapat dilihat kelayakan suatu usaha. Bila nilainya 1, berarti usaha
tersebut belum mendapatkan keuntungan sehingga perlu pembenahan. Semakin
kecil nilai ratio ini, semakin besar kemungkinan perusahaan menderita kerugian.
Fungsi nilai B/C ini sebagai pedoman untuk mengetahui seberapa besar suatu jenis
ikan harus diproduksi pada musim berikutnya. Rumus B/C sebagai berikut :
a. Untuk kerapu macan
Hasil penjualan 280.800.000 B/C = = = 3,1
Biaya produksi 90.307.090
Nilai tersebut berarti dengan biaya produksi Rp. 90.307.090,- diperoleh hasil penjualan
sebesar 3,1 kali.
b. Untuk kerapu tikus
Hasil penjualan 1.116.875.000B/C = = = 6,2 Biaya produksi 179.704.793
Nilai tersebut berarti dengan biaya produksi Rp. 179.704.793,- diperoleh hasil
penjualan sebesar 6,2 kali.
4. Return of Invesment (ROI).
Return of Invesment adalah nilai keuntungan yang diperoleh pengusaha dari setiap
jumlah uang yang diinvestasikan dalam periode waktu tertentu.
87
Dengan analisis ROI, perusahaan dapat mengukur sampai seberapa besar
kemampuannya dalam mengembalikan modal yang telah ditanamkan. Pada
umumnya besar kecilnya nilai ROI ditentukan oleh :
a. Kemampuan pengusaha dalam menghasilkan keuntungan (laba)
b. Kemampuan pengusaha dalam mengembalikan modal
c. Penggunaan modal dari luar untuk memperbesar perusahaan.
Besarnya ROI dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
♦ Untuk kerapu macan
Laba usaha 161.918.970 ROI = = = 1,79 atau 179%
Biaya produksi 90.307.090
Artinya : Dari modal Rp 100,- yang diinvestasikan akan menghasilkan
keuntungan sebesar 179 %.
♦ Untuk kerapu tikus
Laba usaha 796.594.680ROI = = = 4,43 atau 443 % Biaya produksi 179.704.793
Artinya : Dari modal Rp 100,- yang diinvestasikan akan menghasilkan
keuntungan sebesar 443 %.
E. KESIMPULAN
Hasil analisa keuangan memperlihatkan bahwa usaha budidaya kerapu di KJA
memperoleh keuntungan cukup baik dan investasi ini akan memberikan
pengembalian dana secara baik serta dapat dipertanggung jawabkan.
Nilai investasi pembesaran ikan kerapu sebesar Rp. 94.565.000,- dan biaya
produksi untuk kerapu macan sebesar Rp.90.307.090,- akan menerima keuntungan
bersih sebesar Rp.161.918.970,- sedangkan untuk kerapu tikus dengan biaya
88
produksi sebesar Rp. 179.704.793,- akan menerima keuntungan bersih sebesar Rp.
796.594.680,-.
Rincian hasil analisis keuangan adalah sebagai berikut :
1. Kerapu Macan.
BEP = Rp. 38.911.790,- atau 519 kg
B/C = 3,1
ROI = 179 %
2. Kerapu Tikus.
BEP = Rp. 68.556.715,- atau 274 kg
B/C = 6,2
ROI = 443 %
DAFTAR PUSTAKA
Kadariah, dkk, 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta.
Pramu Sunyoto, 1994. Pembesaran Kerapu Dengan KJA. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rahardi, F, dkk, 1993. Agribisnis Perikanan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suad Hasan, 1994. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan, BPEE, Jakarta.
89
90