90
BAB. I PENDAHULUAN Perikanan menjadi salah satu sektor andalan penting Indonesia dalam menghadapi era globalisasi ini. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya departemen tersendiri yaitu Departemen Kelautan dan Perikanan. Kelebihan sektor perikanan dibandingkan sektor lainnya adalah potensinya yang sangat besar baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Selain itu, perikanan menyangkut pula hajat hidup orang banyak sehingga keberadaanya dapat dirasakan sebagian besar masyarakat Indonesia. Upaya peningkatan sumber devisa negara dari sektor perikanan adalah dengan pengembangan perikanan yang berbasis kerakyatan. Salah satu caranya yaitu dengan mengembangkan usaha budidaya ikan kerapu di karamba jaring apung (KJA). Ikan kerapu diketahui merupakan salah satu komoditas yang penting karena bersifat export oriented sehingga nilainya makin tinggi ketika nilai tukar US $ semakin menguat. Jenis-jenis ikan laut yang berhasil dibudidayakan adalah ikan kerapu macan (Epinephellus fuscoguttatus) dan kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Budidaya kedua spesies tersebut telah berhasil diaplikasikan di perairan pesisir Lampung oleh masyarakat dengan bimbingan Balai Budidaya Laut. Penguasaan teknologi yang menyeluruh mengenai budidaya ikan kerapu di KJA merupakan kunci dari keberhasilan usaha itu sendiri. Penguasaan ini meliputi pengetahuan internal mengenai biologi dan kebiasan hidup ikan kerapu yang dipelihara serta beberapa faktor eksternal seperti teknik budidaya, pakan, lingkungan perairan serta hama dan penyakit ikan. Di samping itu, pengetahuan yang tepat mengenai lokasi budidaya serta penentuan sarana dan prasarana pendukung yang sesuai menjadi faktor lain yang dapat mengoptimalkan usaha budidaya ikan kerapu di KJA ini. Teknik budidaya ikan kerapu macan dan kerapu tikus di KJA relatif sama yaitu meliputi pendederan, penggelondongan serta pembesaran. Ketiga tahapan ini dibedakan berdasarkan ukuran awal tebar serta ukuran akhir ikan dipanen. Fase 1 ISBN : 979-95483-5-7

Buku Kerapu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kerapu

Citation preview

Page 1: Buku Kerapu

BAB. IPENDAHULUAN

Perikanan menjadi salah satu sektor andalan penting Indonesia dalam menghadapi era

globalisasi ini. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya departemen tersendiri yaitu

Departemen Kelautan dan Perikanan. Kelebihan sektor perikanan dibandingkan sektor

lainnya adalah potensinya yang sangat besar baik sumberdaya alam maupun

sumberdaya manusia. Selain itu, perikanan menyangkut pula hajat hidup orang banyak

sehingga keberadaanya dapat dirasakan sebagian besar masyarakat Indonesia.

Upaya peningkatan sumber devisa negara dari sektor perikanan adalah dengan

pengembangan perikanan yang berbasis kerakyatan. Salah satu caranya yaitu dengan

mengembangkan usaha budidaya ikan kerapu di karamba jaring apung (KJA). Ikan

kerapu diketahui merupakan salah satu komoditas yang penting karena bersifat export

oriented sehingga nilainya makin tinggi ketika nilai tukar US $ semakin menguat.

Jenis-jenis ikan laut yang berhasil dibudidayakan adalah ikan kerapu macan

(Epinephellus fuscoguttatus) dan kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Budidaya kedua

spesies tersebut telah berhasil diaplikasikan di perairan pesisir Lampung oleh

masyarakat dengan bimbingan Balai Budidaya Laut.

Penguasaan teknologi yang menyeluruh mengenai budidaya ikan kerapu di KJA

merupakan kunci dari keberhasilan usaha itu sendiri. Penguasaan ini meliputi

pengetahuan internal mengenai biologi dan kebiasan hidup ikan kerapu yang dipelihara

serta beberapa faktor eksternal seperti teknik budidaya, pakan, lingkungan perairan

serta hama dan penyakit ikan. Di samping itu, pengetahuan yang tepat mengenai lokasi

budidaya serta penentuan sarana dan prasarana pendukung yang sesuai menjadi faktor

lain yang dapat mengoptimalkan usaha budidaya ikan kerapu di KJA ini.

Teknik budidaya ikan kerapu macan dan kerapu tikus di KJA relatif sama yaitu

meliputi pendederan, penggelondongan serta pembesaran. Ketiga tahapan ini

dibedakan berdasarkan ukuran awal tebar serta ukuran akhir ikan dipanen. Fase

1

ISBN : 979-95483-5-7

Page 2: Buku Kerapu

pendederan memiliki ukuran awal tebar larva hari ke-40 s/d 60 (D-40 – D-60) dan

dipanen pada ukuran 25-30 gram/ekor untuk selanjutnya dijadikan ukuran awal fase

penggelondongan. Fase penggelondongan dipanen pada ukuran 75 – 100 gram/ekor,

untuk kemudian dijadikan awal fase pembesaran yang berakhir pada ukuran konsumsi

yaitu antara 400 – 600 gram/ekor. Ketiga fase di atas memerlukan waktu yang berbeda

untuk masing-masing ikan. Ikan kerapu macan memerlukan waktu 8 – 10 bulan untuk

dipanen, sedangkan kerapu tikus 14 – 17 bulan.

Pakan merupakan aspek eksternal penting dalam budidaya ikan, sebab pakan

merupakan satu-satunya masukan gizi dan energi dari luar untuk menunjang

pertumbuhannya. Pemberian pakan dengan kualitas dan kuantitas yang baik dapat

mengoptimalkan usaha budidaya ikan kerapu di KJA. Hal ini disebabkan karena lebih

dari 60% biaya produksi budidaya berasal dari pakan. Pakan utama ikan kerapu macan

dan kerapu tikus adalah ikan rucah, sedangkan pakan alternatif yang sedang dalam

tahap pengembangan adalah pakan buatan.

Pemantauan kualitas perairan yang kontinyu merupakan faktor eksternal lain yang

menentukan keberhasilan budidaya. Hal ini disebabkan oleh keterkaitan yang erat

antara lingkungan perairan dengan timbulnya hama dan penyakit pada ikan yang

dipelihara. Hama dan penyakit diketahui sering menjadi penyebab utama kegagalan

budidaya ikan kerapu di KJA. Pencegahan merupakan alternatif terbaik dibandingkan

pengobatan. Salah satu cara untuk mencegah terjangkitnya ikan kerapu oleh hama dan

penyakit adalah dengan pemantauan kualitas perairan di lokasi beserta komponen-

komponen pendukungnya. Selain itu, pengetahuan mengenai jenis dan dosis bahan

kimia, obat-obatan dan cara pengobatannya dapat menjadi nilai lebih untuk meraih

keberhasilan dalam usaha budidaya ikan.

Teknik panen dan metode transportasi memegang peranan penting dalam kelancaran

usaha budidaya ikan. Seperti diketahui bahwa ikan kerapu merupakan ikan komoditas

ekspor yang memiliki nilai jual lebih bila berada dalam keadaan hidup. Berdasarkan

2

Page 3: Buku Kerapu

hal tersebut, penguasaan teknik panen dan pemilihan metode transportasi yang tepat

dapat menjadi kunci peningkatan nilai jual komoditi yang sekaligus meningkatkan

pendapatan perusahaan.

Aspek-aspek pendukung budidaya di atas akan menjadi sia-sia bila usaha budidaya

menghasilkan nilai akhir yang negatif dalam ekonomi. Oleh karena itu, perhitungan

yang matang dan terencana atas komponen-komponen utama maupun pendukung perlu

dilakukan. Perhitungan tersebut dijabarkan dalam sebuah analisis usaha yang secara

langsung akan menentukan tingkat keberadaan dan prospek uasa tersebut di masa yang

akan datang. Budidaya ikan kerapu di KJA merupakan usaha yang layak untuk

dikembangkan berdasarkan hasil analisis usaha yang dijabarkan pada akhir bagian buku

ini.

3

Page 4: Buku Kerapu

BAB. IIBIOLOGI KERAPU

Evalawati, Maya Meiyana, dan Tiya Widi Aditya

A. Latar Belakang

Ikan Kerapu merupakan salah satu jenis ikan laut yang mempunyai prospek yang bagus

untuk dikembangkan sebagai ikan budidaya karena mempunyai nilai ekonomis yang

tinggi baik di pasaran lokal maupun international. Ikan kerapu juga potensial untuk

dibudidayakan karena pertumbuhannya relatif cepat, mudah untuk dipelihara,

mempunyai toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan, dan tahan terhadap

ruang terbatas atau dapat dikembangkan pada karamba jaring apung.

Keberhasilan dalam usaha budidaya ikan tergantung pengetahuan tentang biologi ikan

kerapu yang meliputi : Taksonomi, morfologi, penyebaran/distribusi, habitat, pakan

dan kebiasaan makannya.

Dengan mengetahui biologi Kerapu maka usaha pengembangan teknologi budidaya

ikan kerapu yang dilakukan di karamba jaring apung akan cepat dicapai, sehingga hal

ini dapat mendukung kegiatan budidaya ikan yang saat ini mulai berkembang.

B. Taksonomi dan Morfologi Kerapu

Menurut Randall, 1987, klasifikasi ikan kerapu macan adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Osteichtyes

Sub class : Actinopterigi

4

ISBN : 979-95483-5-7

Page 5: Buku Kerapu

Ordo : Percomorphi

Sub ordo : Percoidea

Family : Serranidae

Genus : Epinephelus

Species: Epinephelus fuscoguttatus

Ikan kerapu macan mempunyai banyak nama lokal. Di Australia orang mengenal

kerapu macan dengan nama flowery cod. Di India dikenal dengan nama fana,

chammamm, dan di Jepang orang mengenal dengan nama aka-madarahata. Bagi

orang Philipina ikan kerapu macan dikenal dengan nama Garopa (Tagalog), Pugopa

(Visayan), dan di Singapura dengan nama Tiger Grouper, Marble grouper. Sedangkan

di Indonesia dan Malaysia dikenal dengan nama kerapu bebeh dan kerapu hitam.

Heemstra (1993), telah mendiskripsikan morfologi ikan kerapu macan sebagai

berikut : Bentuk badan memanjang gepeng atau agak membulat, luasan antar pusat

(kepala) datar cenderung cekung. Kepala bagian depan untuk ikan dewasa terdapat

lekukan mata yang cekung sampai dengan sirip punggung. Pre operculum membundar

dengan pinggiran bergerigi dengan tepi bagian atas cekung menurun secara vertikal ke

hampir ujung operculum. Bagian tengah rahang bawah terdiri dari 3 atau 4 baris gigi

dengan barisan bagian dalam dua (2) kali lebih panjang daripada bagian luar. Tapis

insang terdiri dari 10 – 12 tungkai atas dan 17 – 21 tungkai bawah dengan bagian dasar

tidak terhitung. Sirip punggung terdiri dari 14 – 15 tulang rawan dan 11 tulang keras

dengan barisan ke-3 atau ke-4 lebih panjang sedangkan pada sirip anus terdapat 3

tulang keras dan 8 tulang rawan dengan panjang 2,0 – 2,5 bagian panjang kepala.

Warna tubuh coklat muda dengan lima seri tompel coklat besar yang tidak beraturan.

Badan, kepala dan sirip ditutupi oleh titik-titik kecil coklat dimana pada bagian tompel

berwarna lebih gelap. Sirip ekor membundar dan mata besar menonjol. Panjang

standar untuk ikan dewasa 11 – 55 cm.

5

Page 6: Buku Kerapu

Menurut Weber and Beofort, (1940) dalam Ahmad (1991), klasifikasi ikan kerapu tikus

adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Osteichtyes

Sub class : Actinopterigi

Ordo : Percomorphi

Sub ordo : Percoidea

Family : Serranidae

Genus : Cromileptes

Species: Cromileptes altivelis

Ikan kerapu tikus juga mempunyai banyak nama lokal. Ikan ini di Australia dikenal

dengan nama Barramundi cod, dan di Jepang dengan nama Sarasa-hata. Sedangkan di

Philipina dikenal dengan nama Lapu-Lapung Senorita (Tagalog), Miro-miro(Visayan),

serta di Singapura Polka-dotgrouper. Bagi orang Indonesia dan Malaysia kerapu tikus

dikenal dengan nama kerapu tikus, kerapu belida dan kerapu sonoh. Istilah ikan hias

kerapu tikus dikenal dengan nama “Panther fish”.

Ikan kerapu tikus mempunyai ciri-ciri morfologi sirip punggung dengan 10 duri keras

dan 18 – 19 duri lunak, sirip perut dengan 3 duri keras dan 10 duri lunak, sirip ekor

dengan 1 duri keras dan 70 duri lunak. Panjang total 3,3 – 3,8 kali tingginya, panjang

kepala seperempat panjang total, leher bagian atas cekung dan semakin tua semakin

cekung, mata seperenam kepala, sirip punggung semakin kebelakang melebar, warna

putih kadang kecoklatan dengan totol hitam pada badan, kepala dan sirip. Weber and

Beofort (1940) dalam Ahmad (1991). Sedangkan menurut Heemstra and Randall

(1993) seluruh permukaan tubuh kerapu tikus berwarna putih keabuan, berbintik bulat

hitam dilengkapi sirip renang berbentuk melebar serta moncong kepala lancip

menyerupai bebek atau tikus.

6

Page 7: Buku Kerapu

C. Penyebaran/Distribusi

Ikan kerapu macan tersebar luas dari wilayah Asia Pasifik termasuk laut merah, tetapi

lebih dikenal berasal dari Teluk Persi, Hawaii atau Polynesia. Terdapat pula di hampir

semua perairan pulau tropis Hindia dan samudra Pasifik Barat dari pantai Timur Afrika

sampai dengan Mozambika. Ikan ini dilaporkan banyak pula ditemukan di

Madagaskar, India, Thailand, Indonesia, pantai tropis Australia, Jepang, Philipina,

Papua Neuguinea, dan Kaledonia Baru (Heemstra, 1993). Di perairan Indonesia yang

dikenal banyak ditemukan ikan kerapu macan adalah perairan pulau Sumatera, Jawa,

Sulawesi, pulau Buru, dan Ambon (Weber dan Beaufort, 1931).

Ikan kerapu tikus tersebar luas di Pasific Barat mulai dari bagian selatan Jepang sampai

Palau, Guam, Kaledonia baru, bagian selatan kepulauan Australia, serta bagian timur

laut India dari Nicobar sampai Broome (Heemsta and Randall, 1986). Di Indonesia

ikan kerapu tikus banyak ditemukan di wilayah perairan Teluk Banten, Ujung Kulon,

Kepulauan Riau , Kepulauan Seribu, Kepulauan Karimunjawa, Madura, Kalimantan

dan Nusa Tenggara.

D. Habitat

Ikan kerapu macan hidup di dasar perairan berbatu sampai dengan kedalaman 60 meter

dan daerah dangkal yang mengandung batu koral (Heemstra, 1993). Dalam siklus

hidupnya ikan kerapu macan muda hidup di perairan karang dengan kedalaman 0,5 – 3

meter pada area padang lamun, selanjutnya menginjak dewasa menuju ke perairan yang

lebih dalam, dan biasanya perpindahan ini berlangsung pada siang dan senja hari.

Menurut Tampubolon dan Mulyadi (1989), telur dan larva kerapu macan bersifat

pelagis, sedangkan kerapu muda hingga dewasa bersifat demersal. Ikan kerapu

merupakan organisme yang bersifat nocturnal, dimana pada siang hari lebih banyak

bersembunyi di liang-liang karang dan pada malam hari aktif bergerak di kolom air

untuk mencari makan.

7

Page 8: Buku Kerapu

Ikan kerapu tikus banyak dijumpai di perairan batu karang, atau didaerah karang

berlumpur, hidup pada kedalaman 40 meter sampai kedalaman 60 meter. Dalam siklus

hidupnya ikan kerapu tikus muda hidup di perairan karang dengan kedalaman 0,5 – 3

meter, selanjutnya menginjak dewasa menuju ke perairan yang lebih dalam, dan

biasanya perpindahan ini berlangsung pada siang dan senja hari. Menurut Tampubulon

dan Mulyadi (1989), telur dan larva kerapu tikus bersifat pelagis, sedangkan kerapu

muda hingga dewasa bersifat demersal. Ikan kerapu termasuk kelompok ikan

stenohaline (Breet dan Groves, 1979), oleh karena itu jenis ikan ikan mampu

beradaptasi pada lingkungan perairan yang berkadar garam rendah. Ikan kerapu

merupakan organisme yang bersifat nocturnal, dimana pada siang hari lebih banyak

bersembunyi di liang-liang karang dan pada malam hari aktif bergerak di kolom air

untuk mencari makan.

Menurut Chua dan Teng (1978), parameter-parameter ekologis yang cocok untuk

pertumbuhan ikan kerapu, yaitu Temperatur berkisar 24 – 31 °C, salinitas berkisar 30 –

33 ppt, kandungan oksigen terlarut lebih dari 3,5 ppm dan pH antara 7,8 – 8,0.

Perairan dengan kondisi tersebut pada umumnya terdapat pada perairan terumbu karang

(Nybakken, 1988).

E. Pakan dan Kebiasaan Pakan

Ikan kerapu macan dan kerapu tikus merupakan hewan karnivor, sebagaimana jenis-

jenis ikan kerapu lainnya. Ikan kerapu macan dan kerapu tikus dewasa adalah

pemakan ikan-ikan kecil, kepiting, dan udang-udangan, sedangkan larvanya pemangsa

larva moluska (trokofor), rotifer, mikro krustasea, kopepoda, dan zooplankton. Sebagai

ikan karnivora, kerapu cenderung menangkap mangsa yang aktif bergerak di dalam

kolom air (Nybakken, 1988). Tampubulon dan Mulyadi (1989), mengungkapkan

bahwa ikan kerapu mempunyai kebiasaan makan pada siang hari dan malam hari,

namun lebih aktif pada waktu fajar dan senja hari.

8

Page 9: Buku Kerapu

Kerapu biasa mencari makan dengan menyergap mangsa dari tempat

persembunyiannya. Kerapu macan mempunyai kemampuan menangkap mangsa lebih

cepat daripada kerapu sunu (Anonymous, 1991). Sebagai ikan karnivora, kerapu

bersifat kanibalisme. Kanibalisme biasanya mulai terjadi pada larva kerapu berumur

30 hari, dimana pada saat itu larva cenderung berkumpul di suatu tempat dengan

kepadatan tinggi.

Berdasarkan perilaku makannya, ikan kerapu dewasa memangsa ikan-ikan kecil,

crustacea dan cephalopoda yang menempati struktur tropik teratas dalam piramida

rantai makanan (Randall, 1987). Tidak bedanya dengan kerapu macan, sebagai ikan

karnivora kerapu tikus juga mempunyai kecenderungan bersifat kanibal, namun sifat

kanibal ikan kerapu tikus tidak seperti jenis kerapu lainnya dikarenakan lebar bukaan

mulut kerapu tikus lebih kecil.

9

Page 10: Buku Kerapu

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 1991. Operasional Pembesaran Ikan Kerapu Dalam Keramba Jaring Apung. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Maros. Balitbangtan, Deptan, Jakarta.

Heemstra, P.C. and Randall, J.E., 1993. FAO Species Catalogue vol.16 : Groupers of the World (famili Serranidae, subfamily Epinephelinae). Rome, Food and Agriculture Organization of the United Nations.

Nybakken, J.W., 1988. Biologi Laut : suatu pendekatan ekologi. Gramedia, Jakarta.

Randall, J.E., 1987. A Preliminary Synopsis on the Groupers (Perciformes : Serranidae, Epinephelinae) of the Indo-Pacipic Region in J.J. Polovina, S. Ralston (Editors), Tropical Snappers and Groupers : Biologi and fisheries management. Westview Press, Inc. Boulder and London.

Tampubulon, G.H. dan E. Mulyadi. 1989. Synopsis Ikan Kerapu di Perairan Indonesia. Balitbangkan, Semarang.

10

Page 11: Buku Kerapu

BAB IIIPEMILIHAN LOKASI BUDIDAYA

Syamsul Akbar, Sudjiharno dan Sunaryat

A. Latar Belakang

Usaha budidaya ikan laut menggunakan karamba jaring apung dewasa ini terus

berkembang, hal ini dimungkinkan karena semakin meningkatnya permintaan akan

ikan laut tersebut oleh masyarakat baik dalam maupun luar negeri. Berdasarkan analisa

usaha diperkirakan budidaya ikan laut menggunakan karamba jaring apung mempunyai

prospek yang cukup menguntungkan. Berdasarkan kedua alasan tersebut investor

mulai ramai melakukan usaha budidaya ikan laut ini. Beberapa jenis ikan laut yang

diusahakan yang mempunyai peluang pasar cukup tinggi adalah ikan kerapu tikus dan

ikan kerapu macan. Kedua ikan ini disamping harganya cukup mahal, juga

permintaannya cukup tinggi. Namun demikian untuk mendapatkan hasil terbaik dari

usaha budidaya ikan ini beberapa faktor penting yang menunjang keberhasilan dalam

usaha budidayanya perlu mendapat perhatian.

Salah satu faktor yang sangat menunjang keberhasilan pembesaran ikan kerapu tikus

dan macan adalah pemilihan lokasi yang yang tepat. Keberadaan lokasi yang banyak

mengandung resiko, bermasalah dan tidak memenuhi persyaratan ekologis hendaknya

dihindari. Lokasi yang memenuhi persyaratan secara teknis, merupakan aset yang tidak

ternilai harganya, karena mampu mendukung kesinambungan usaha dan target

produksi. Faktor pemilihan lokasi yang tepat meliputi dua faktor, yaitu pertimbangan

umum dan persyaratan kualitas air

11

ISBN : 979-95483-5-7

Page 12: Buku Kerapu

B. Pertimbangan Umum

Pertimbangan umum yang dimaksud antara lain meliputi :

1. Perairan harus terlindung dari angin dan gelombang yang kuat

Perairan yang terbuka dan mengalami hempasan gelombang yang besar dan angin

yang kuat tidak disarankan untuk lokasi pembesaran ikan kerapu tikus, karena

lokasi tersebut selain akan dapat merusak konstruksi rakit yang digunakan juga

dapat menggangu aktivitas yang dilakukan dirakit seperti pemberian pakan. Tinggi

gelombang yang disarankan untuk menentukan lokasi pembesaran ikan kerapu

tikus adalah tidak lebih dari 0,5 meter pada saat musim Barat maupun Timur.

2. Kedalaman perairan

Kedalaman perairan yang ideal untuk usaha pembesaran ikan kerapu menggunakan

karamba apung adalah 5 sampai dengan 15 meter. Kedalaman perairan yang terlalu

dangkal (< 5 meter) dapat mempengaruhi kualitas air dari sisa kotoran ikan yang

membusuk dan perairan yang terlalu dangkal sering terjadi serangan ikan buntal

yang merusak jaring. Sebaliknya kedalaman > 15 meter membutuhkan tali jangkar

yang terlalu panjang.

3. Dasar Perairan

Walaupun tidak secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan

pemilharaan, namun dalam pemilihan lokasi yang cocok untuk usaha budidaya ikan

kerapu, dasar perairan lokasi perlu mendapat perhatian, hal ini dikaitkan dengan

habitat asli ikan kerapu, khususnya kerapu tikus dan macan. Di alam ikan kerapu

macan dan kerapu tikus menyukai daerah berkarang hidup dan dasar perairan

berpasir. Pemilihan lokasi yang ideal untuk usaha budidaya kerapu macan dan

kerapu tikus dasar perairannya sebaiknya berkarang hidup dan berpasir putih

4. Jauh Dari Limbah Pencemaran

12

Page 13: Buku Kerapu

Lokasi yang jauh dari limbah buangan, seperti limbah industri, pertanian, rumah

tangga serta buangan limbah tambak sangat dianjurkan. Limbah-limbah ini dapat

mempengaruhi kualitas air. Limbah rumah tangga, biasanya dapat menyebabkan

tingginya konsentrasi bakteri di perairan, dan limbah buangan industri dapat

menyebabkan tingginya konsentrasi logam berat, sedangkan limbah buangan

tambak dapat meningkatkan kesuburan perairan yang berakibat suburnya

pertumbuhan organisme penempel seperti teritip dan kekerangan lainnya yang

banyak menempel dan menutupi jaring pemeliharaan.

5. Tidak Mengganggu Alur Pelayaran

Untuk keamanan dalam usaha budidaya ikan, maka lokasi budidaya hendaknya

jauh dari alur pelayaran. Hal ini untuk menghidarkan gangguan pelayaran, baik

pelayaran untuk perahu nelayan ataupun kapal motor dan kapal penumpang. Lokasi

yang berdekatan atau dialur pelayaran tidak hanya menggangu pelayaran, tapi juga

dapat menggangu ikan peliharaan, akibat dari suara mesin motor atau perahu yang

lalu lalang dan juga gelombang dan pusaran air yang ditimbulkan oleh perahu atau

kapal motor tersebut.

6. Dekat Dengan Sumber Pakan.

Dekat dengan sumber pakan merupakan lokasi yang diharapkan, karena pakan

merupakan kunci keberhasilan pembesaran ikan kerapu tikus. Daerah penangkapan

ikan menggunakan lift-net atau bagan merupakan lokasi yang baik karena

memudahkan mendapatkan pakan berupa ikan segar dan murah dari hasil

tangkapan bagan tersebut. Daerah yang dekat dengan tempat pelelangan ikan akan

menjamin kontinuitas pengadaan ikan rucah.

7. Dekat dengan Sarana dan Prasarana Transportasi

13

Page 14: Buku Kerapu

Tersedianya Sarana dan prasarana transportasi berupa jalan darat menuju ke lokasi,

merupakan lokasi yang sangat baik karena dapat membantu dan memudahkan

transportasi benih dan hasil panen. Hal ini dapat melancarkan penjualan hasil panen

ke pasar yang dituju.

8. Keamanan

Keamanan lokasi merupakan faktor yang harus diperhatikan. Lokasi yang

keamanannya kurang terjamin sebaiknya tidak dipilih untuk lokasi pembesaran

karena akan mengakibatkan seringnya terjadi pencurian dan hal ini dapat berakibat

kerugian.

C. Persyaratan Kualitas Air.

Persyaratan kualitas air yang perlu diperhatikan antara lain meliputi : kualitas fisik dan

kimia air.

1. Kualitas fisik air

Kualitas fisik air yang dimaksud dalam pemilhan lokasi pembesaran ikan kerapu

tikus dan kerapu macan antara lain meliputi :

a. Kecepatan arus :

Kecepatan arus yang ideal untuk pembesaran ikan kerapu macan dan kerapu

tikus adalah antara 15 – 30 cm/detik. Kecepatan arus > dari 30 cm/detik dapat

mempengaruhi posisi jaring dan sistim penjangkaran. Kuatnya arus dapat

menyebabkan bergesernya posisi rakit. Sebaliknya kecepatan arus yang terlalu

kecil dapat mengurangi pertukaran air keluar masuk jaring dan ini berpengaruh

terhadap ketersediaan oksigen dalam jaring pemeliharaan, serta mudahnya

penyakit terutama parasit menyerang ikan yang dipelihara.

b. Kecerahan

14

Page 15: Buku Kerapu

Kecerahan perairan merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk

menentukan lokasi untuk pembesaran. Perairan yang tingkat kecerahannya

sangat tinggi bahkan sampai tembus dasar perairan merupakan indikator

perairannya cukup jernih dan perairan tersebut sangat baik untuk lokasi

pembesaran. Sebaliknya perairan yang tingkat kecerahannya sangat rendah

menandakan tingkat bahan organik terlarut sangat tinggi. Perairan ini

dikategorikan cukup subur dan tidak baik untuk pembesaran ikan, karena

perairan yang sangat subur menyebabkan cepatnya perkembangan organisme

penempel seperti lumut, cacing, kekerangan dan lain-lain yang dapat menempel

dan meyebabkan cepat kotornya media pemeliharaan. Kecerahan perairan lokasi

yang cocok untuk pembesaran kerapu macan dan kerapu tikus adalah > dari 2

meter.

2. Kualitas Kimia Air

Kualitas kimia air biasanya menjadi pertimbangan utama didalam pemelihan lokasi,

karena berkaitan erat dengan organisme yang akan dipelihara. Oleh karena itu

kualitas kimia air perlu untuk diketahui sebelum menentukan lokasi untuk

pembesaran ikan. Ada beberapa paremeter kualitas kimia air yang perlu diketahui

antara lain :

a. Salinitas (kadar garam)

Lokasi yang berdekatan dengan muara, tidak dianjurkan untuk pembesaran

kerapu macan dan kerapu tikus, karena lokasi tersebut salinitasnya sangat

berfluktuasi karena dipengaruhi oleh masuknya air tawar dari sungai. Fluktuasi

salintas bisa mempengaruhi pertumbuhan dan nafsu makan ikan kerapu yang

dipelihara. Disamping itu lokasi yang berdekatan dengan muara sering

mengalami stratifikasi perbedaan salinitas yang dapat menghambat terjadinya

difusi oksigen secara vertikal. Salinitas yang ideal untuk pembesaran ikan

kerapu macan dan kerapu tikus adalah 30 – 33 ppt.

b. Suhu

15

Page 16: Buku Kerapu

Perairan laut mempunyai kecenderungan bersuhu konstan. Perubahan suhu yang

tinggi dalam suatu perairan laut akan mempengaruhi proses metabolisme atau

nafsu makan, aktifitas tubuh dan syaraf. Suhu optimum untuk pertumbuhan ikan

kerapu macan dan kerapu tikus adalah 27 – 29 0C.

c. Konsentrasi Ion Hidrogen (pH)

Tolok ukur yang digunakan untuk menentukan kondisi perairan asam atau basa

disebut pH, nilai pH dapat digunakan sebagai indeks kualitas lingkungan.

Kondisi perairan dengan pH netral atau sedikit kearah basa sangat idial untuk

kehidupan ikan air laut. Perairan dengan pH rendah mengakibatkan aktifitas

tubuh menurun atau ikan menjadi lemah, lebih mudah terkena infeksi dan

biasanya diikuti dengan tingkat mortalitas tinggi. Ikan diketahui mempunyai

toleransi pada pH antara 4,0 – 11,0. Ikan kerapu macan dan kerapu tikus

diketahui sangat baik petumbuhannya pada pH normal air laut yaitu antara 8,0 –

8,2.

d. Oksigen Terlarut (D.O)

Konsentrasi dan ketersediaan oksigen terlarut merupakan salah satu faktor

pembatas bagi ikan yang dibudidayakan. Oksigen terlarut sangat dibutuhkan

bagi kehidupan ikan dan organisme air lainnya. Konsentrasi oksigen dalam air

dapat mempengaruhi pertumbuhan, konversi pakan, dan mengurangi daya

dukung perairan. Ikan kerapu macan dan kerapu tikus dapat hidup layak dalam

karamba jaring apung dengan konsentrasi oksigen terlarut lebih dari 5 ppm.

DAFTAR PUSTAKA

16

Page 17: Buku Kerapu

Anonymous, 1998, Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut (Budidaya Perikanan), Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup, No. 02/MENKLH/1.

Handoko, D, Rahardjo, B, B, dan Muawanah, 1999, Persyaratan Lokasi dalam Buku Budidaya Ikan Kakap Putih di Karamba Jaring Apung.

Imanto, P.T, dan Basyarie, 1993, “Budidaya Ikan Laut ; Pengembangan dan Permasalahan“, Prosiding Rapat Teknis Ilmiah Penelitian dan Perikanan Budidaya Pantai di Tanjung Pinang, Balai Penelitian Perikanan Pantai, 29 April – 1 Mei 1993, Maros.

Sudjiharno dan Cahyo, W, 1998, Pemilihan Lokasi Pembenihan Ikan Kerapu Macan, Balai Budidaya Laut, Lampung.

Tiensongrumee, 1986, B, S, Pontjoprawiro, I, Sudjarwo, Pemilihan Lokasi Budidaya Ikan Laut Dalam Karamba Jaring Apung, FAO / UNDP Kerja sama dengan Balai Budidaya Laut, Lampung.

BAB IV

17

ISBN : 979-95483-5-7

Page 18: Buku Kerapu

SARANA DAN PRASARANA BUDIDAYA

Syamsul Akbar, Sudjiharno dan Sunaryat

A. Latar Belakang

Dewasa ini minat swasta/masyarakat untuk mengembangkan usaha budidaya ikan laut

seperti ikan kerapu bebek dan macan cenderung terus meningkat, hal ini dikarenakan

kedua jenis ikan kerapu tersebut merupakan ikan ekonomis tinggi dan berorientasi

ekspor, disamping itu permintaan pasar baik dalam maupun luar negeri dari tahun ke

tahun terus meningkat. Sampai saat ini pasokan ikan kerapu hidup masih didominasi

dari hasil tangkapan alam, sedangkan produksi dari hasil budidaya masih belum

mencukupi. Untuk mencukupi kekurangan pasokan tersebut pengembangan usaha

budidaya merupakan alternatif yang dirasakan paling tepat.

Dalam usaha pembesaran ikan kerapu, sarana dan prasarana untuk menunjang

keberhasilan usaha mutlak perlukan diadakan. Ada beberapa bentuk keramba jaring

apung yang bisa digunakan untuk budidaya ikan laut, antara lain karamba yang

berbentuk empat persegi dan karamba yang berbentuk bulat lingkaran. Ukuran karamba

juga bervariasi, ada yang berukuran 5 x 5 meter, 5 x 8 meter, dan 8 x 8 meter.

Sedangkan untuk karamba yang berbentuk lingkaran biasaya terbuat dari bahan pipa

galvanis dengan ukuran diameter 5 meter sampai dengan 15 meter. Keramba berbentuk

lingkaran ini umumnya digunakan di negara-negara seperti Jepang dan Eropa. Di

Indonesia, bentuk dan ukuran karamba yang umum digunakan adalah berbentuk

persegi dengan ukuran 8 x 8 meter yang terdiri dari 4 kotak dengan ukuran 3 x 3 meter

untuk masing-masing kotaknya. Dalam tulisan ini penulis mencoba memberikan

informasi tentang sarana dan prasarana yang digunakan dalam budidaya ikan laut

terutama ikan kerapu bebek dan macan.

A. Sarana Pokok

18

Page 19: Buku Kerapu

1. Rakit

Rakit adalah bingkai atau frame yang dilengkapi dengan pelampung untuk

tempat melekatkan atau mengikatkan waring dan jaring. Rakit dapat dibuat dari

bambu, kayu, pipa galvanis ataupun dari paralon. Namun bahan pembuat rakit

yang umum digunakan adalah dari bambu maupun kayu. Ada tiga jenis kayu

yang baik dan tahan digunakan untuk pembuatan bingkai rakit yaitu kayu

gelam, kayu serdang dan kayu dari batang kelapa yang tua. Kayu kelapa yang

tua selain kuat, kayu kelapa ini mudah didapat dan murah harganya. Ukuran

rakit bervariasi tergantung dari skala usaha. Untuk pembesaran ikan kerapu

bebek, ukuran bingkai rakit yang umum digunakan adalah ukuran 8 x 8 meter

yang terbagi menjadi empat kotak dengan ukuran 3 x 3 meter per kotaknya.

Dari empat kotak ukuran 3 x 3 meter bisa dibagi lagi menjadi 16 kotak ukuran

1 x 1 meter yang biasa digunakan untuk penempatan waring dan jaring

pendederan dan penggelondongan (gambar 1).

Gambar 1. Rakit untuk budidaya ikan kerapu

19

Page 20: Buku Kerapu

Untuk membuat 1 unit rakit dibutuhkan sebanyak 14 batang kayu balok dengan

rincian 12 batang untuk bingkai rakit dan 2 batang dipotong-potong (ukuran 50

cm) untuk tempat pemakuan papan pijakan dan dibutuhkan 24 keping papan

dengan tebal 3 – 4 cm untuk pijakan. Untuk mengapungkan rakit dapat

digunakan pelampung. Ada tiga jenis pelampung yang umum digunakan yaitu

pelampung dari sterofoam, dari drum plastik dan drum oli atau minyak . Dari

ketiga jenis pelampung ini yang paling baik adalah pelampung dari sterofoam,

karena daya apungnya tinggi (gambar 2. Pelampung styrofoam), namun

harganya sangat mahal dibandingkan dengan dua jenis pelampung drum plastik

dan drum oli/minyak. Untuk satu unit rakit ukuran 8 x 8 dibutuhkan 12 buah

pelampung. Dalam pengoperasian, rakit dilengkapi dengan jangkar dan tali

jangkar. Untuk satu unit rakit diperlukan 4 buah jangkar dengan berat 25 – 50

kg yang terbuat dari besi (lihat gambar 2).

Gambar 2. Pelampung Styrofoam dan Jangkar besi

20

iL = ---------

1 – S

dD = ----------- 2 S – S2

Page 21: Buku Kerapu

yang diikatkan pada tiap sudut rakit dengan menggunakan tali jangkar yang

terbuat dari bahan polyetheline (PE) berdiameter 4 cm. Panjang tali jangkar

yang diperlukan untuk satu sudut rakit adalah 3 kali kedalaman perairan,

sehingga untuk satu unit rakit yang terdiri dari empat sudut memerlukan

panjang tali jangkar 4 X 3 kali kedalaman perairan.

2. Waring

Waring adalah bahan yang digunakan untuk membuat kantong pemeliharaan.

Kantong yang terbuat dari bahan waring ini umumnya digunakan untuk

pemeliharaan kerapu bebek dan kerapu macan phase awal atau pendederan.

Waring sering juga disebut hapa atau jaring bagan. Waring ini terbuat dari

bahan polyetheline berwarna hitam dengan ukuran mata waring 4 mm. Bentuk

kantong waring bervariasi ada yang berbentuk empat persegi panjang dan ada

yang berbentuk empat persegi atau kubus dengan ukuran yang juga bervariasi.

umumnya ukuran kantong waring yang digunakan untuk pemeliharaan pada

phase pendederan dan penggelondongan adalah 1 x 1 x 1,5 meter. Untuk lebih

jelasnya bentuk kantong waring pemeliharaan dapat dilihat pada gambar 3.

Tali Pengikat

1,5 meter

Tali Ris

Waring

Gambar 3. Bentuk waring pemeliharaan

3. Jaring

21

iL = ---------

1 – S

dD = ----------- 2 S – S2

1 meter

Page 22: Buku Kerapu

Ada beberapa jenis jaring yang dapat digunakan untuk pembuatan kantong

pemeliharaan. Namun yang biasa digunakan adalah jaring yang terbuat dari

polyetheline. Tabel 1 menunjukkan beberapa jenis bahan jaring, kekuatan, lama

waktu pemakaian, resistensi abrasi serta pertimbangan harganya.

Tabel 1. Jenis bahan jaring, kekuatan, lama waktu pemakaian dan harga

Type KekuatanLama WaktuPemakaian

ResistensiAbrasi

PerbandinganHarga

PE (polyetheline)PA(polyamide)PES (polyester)PP (polyproline)PVC(polyvinyl chlorid)PVD(polyvinylidene)PVA(polyvinyl alcohol)

KuatSangat kuatKuatSangat kuatRendahRendahSedang

SedangSedangLamaRendah-sedangSangat lamaTinggiTinggi

TinggiPaling tinggiTinggiSedangTinggiTinggiTinggi

Paling MurahPaling MahalPaling MahalMahalMahalMahalMahal

Kantong yang terbuat dari jaring digunakan untuk pemeliharaan pada phase

penggelondongan dan pembesaran. Ukuran kantong jaring untuk pemeliharaan

penggelondongan adalah 1 x 1 x 1,5 meter dengan ukuran mata jaring 0,5

inchi. Sedangkan untuk pembesaran menggunakan kantong jaring berukuran 3

x 3 x 3 meter dengan ukuran mata jaring 1 sampai dengan 1,25 inchi. Ukuran

benang jaring yang digunakan untuk penggelondongan adalah D 12 dan D 21

untuk pembesaran. Desain bentuk pembuatan kantong jaring penggelondongan

dan pembesaran tidak jauh berbeda dengan desain waring hanya beda bahan

yang digunakan, untuk memastikan ukuran kantong jaring yang akan dibuat dan

guna memastikan dalam memotong jaring sesuai dengan ukuran dapat

digunakan rumus sebagai berikut:

22

iL = ---------

1 – S

dD = ----------- 2 S – S2

Page 23: Buku Kerapu

Dimana :L : panjang jaring saat direntangkan (tarik)i : panjang jaring tidak direntangkanS : hang in ratio (30 %)

B. Sarana Penunjang

1. Perahu.

Perahu atau motor tempel diperlukan sebagai alat transportasi setiap hari dalam

rangka pembelian pakan, penggantian jaring, perbaikan rakit, membawa jaring

kotor dan bersih dan membawa benih atau hasil penen. Besarnya perahu yang

digunakan tergantung dari kebutuhan. Biasanya untuk penggunaan tarnsportasi

dari darat ke karamba bisa digunakan perahu motor tempel dengan mesin 5 – 10

pk.

2. Freezer

Freezer selain digunakan untuk mempertahankan kesegaran pakan ikan rucah,

juga digunakan sebagai tempat penyimpanan stock pakan.

3. Mesin Penyemprot Jaring

Mesin semprot jaring merupakan sarana penunjang yang sangat membantu

dalam usaha budidaya ikan menggunakan karamba jaring apung. Mesin ini

sangat efektif dan membantu dalam mempercepat pembersihan jaring sehingga

penggantian jaring yang kotor selama pemeliharaan bisa cepat diganti. Adapan

jenis mesin semprot jaring yang umum digunakan dapat dilihat pada gambar 4.

23

Page 24: Buku Kerapu

Gambar 4. Mesin Penyemprot Jaring

4. Peralatan kerja lapangan.

Peralatan kerja lapangan meliputi : peralatan sampling yang terdiri dari

timbangan, penggaris, skop-net, ember, gayung dan aerator . Timbangan

peralatan penunjang kerja yang sangat membantu terutama dalam melakukan

penyemplingan berat ikan yang dipelihara dan juga untuk menentukan dosis

atau jumlah pakan yang diberikan selama pemeliharaan. Skop-net walaupun

kelihatan sederhana, namun peralatan kerja yang satu ini harus ada, karena

skop-net sangat membantu kerja pada saat seleksi atau grading ikan serta pada

saat penggantian jaring serta untuk pemanenan ikan yang peliharaan. Skop-net

yang digunakan untuk pembesaran ikan kerapu bebek dan macan ada dua jenis

yaitu skop-net halus yang terbuat dari bahan yang halus, biasanya banyak dijual

di toko-toko penjual aquarium dan ikan hias. Skop-net ini digunakan pada saat

ikan masih kecil atau pada masa awal pemeliharaan. Skop-net kain kasa yang

biasanya dibuat dari bahan kain kasa dengan ukuran besar. Skop-net ini

biasanya digunakan untuk menseleksi atau menggreding ikan ukuran besar atau

juga pada saat pemindahan ikan dari jaring yang lama ke jaring yang baru.

Skop-net ini juga digunakan selama pemanenan. (lihat gambar 5).

24

Page 25: Buku Kerapu

Kawat Kain Kasar

Kayu

Gambar 5. Skop-net

5. Aerator

Aerator adalah alat penambah oksigen. Alat ini digunakan pada saat dilakukan

pengobatan ikan yang terserang pennyakit. Aerator yang biasa digunakan

selama pengobatan ikan umumnya adalah aerator baterai, karena aerator baterai

ini lebih fleksible dan bisa dibawa kemana-mana.

C. Prasarana

Usaha pembesaran ikan kerapu bebek akan lebih baik bila didukung dengan

prasarana yang meliputi : tersedianya jalan guna memperlancar transportasi darat.

Tersedianya lisrtik baik dari perusahaan listrik negara ataupun generator listrik

(Genset) untuk penerangan terutama pada malam hari dan untuk menghidupkan

freezer serta menghidupkan aerasi selama penyemplingan. Tersedianya sumber air

tawar untuk kebutuhan sehari-hari para pekerja, seperti untuk mencuci peralatan

kerja, memasak, minum dan untuk mengobati ikan yang sakit. Tersedianya telpon

untuk memudahkan komonikasi dengan dunia luar seperti untuk transaksi

pengadaan benih, dan penjualan ikan hasil panen serta untuk memonitor harga

benih dan harga jual ikan konsumsi.

25

Page 26: Buku Kerapu

DAFTAR PUSTAKA

26

Page 27: Buku Kerapu

Akbar, S, Sudjiharno, dan Sunaryat, 1998, Pendederan dan Penggelondongan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) di Karamba Jaring Apung, Warta Mina, No. X.

Akbar, S, Sunaryat, dan Budi Kurnia, 1999, Penggelondongan Ikan Kerapu Macan Dengan Tiga Perlakuan Pakan di Karamba Jaring Apung, Bulletin Budidaya Laut, No. 12, Balai Budidaya Laut, Lampung.

Akbar, S dan Sudaryanto, 2001, Pembenihan dan Pembesaran Kerapu Bebek, Penebar Swadaya, Jakarta.

Anonymous, 1988, Training Manual on Marine Finfish Netcages Culture in Singapore, Prepared For The Marine Finfish Netcages, Training Course, Conducted by Primary Production Departement (Republic of Singapore) and Organized by RAS/86/024 Coorporation With RAS/84/016.

Anonymous, 1991, Operasional Pembesaran Ikan Kerapu Dalam Karamba Jaring Apung, Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai, Maros.

Budiman, A, A, dan Hadirini, E, R, 1991, Petunjuk Budidaya Ikan di Jaring Apung di Perairan Pantai Singapura, INFIS Manual Series, No. 24, Direktorat Jenderal Perikanan Kerja sama Dengan International Development Research Center.

Rahardjo, B, B. P, Hartono, dan Runtuboy, N, 1999, Sarana dan Prasarana Budidaya

Ikan Kakap Putih di Karamba Jaring Apung, Balai Budidaya Laut, Lampung.

BAB V

TEKNIK PENDEDERAN DAN PENGGELONDONGAN

27

ISBN : 979-95483-5-7

Page 28: Buku Kerapu

Sunaryat, Maya Meiyana, dan Arif Prihaningrum

A. Latar Belakang

Ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) dan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus)

merupakan salah satu komoditi perikanan laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.

Disamping memiliki harga jual mahal juga permintaan pasar terhadap ikan kerapu

cukup tinggi, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Pasokan ikan kerapu untuk

memenuhi kebutuhan pasar sebagian besar hasil tangkapan dari alam, sementara hasil

dari budidaya masih sangat rendah.

Setelah ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) dan kerapu macan (Epinephelus

fuscoguttatus) berhasil dibenihkan, maka kegiatan usaha pembesaran ikan kerapu di

Karamba Jaring Apung (KJA) dibeberapa daerah seperti (Lampung, Kepulauan Seribu

dan Kepulauan Riau) sudah banyak dilakukan, baik oleh pemerintah maupun oleh

pihak swasta. Berkembangnya usaha pembesaran ini menuntut tersedianya benih yang

siap tebar (ukuran 5 – 7 cm) dalam jumlah cukup dan berkesinambungan.

Sampai saat ini penggunaan benih yang ukurannya terlalu kecil (kurang dari 3 cm)

yang digunakan untuk kegiatan pembesaran, masih mempunyai banyak kendala yang

menyebabkan rendahnya tingkat kelulusan hidup (SR) yang dicapai Hal ini disebabkan

karena benih belum mampu beradaptasi dengan adanya perubahan –perubahan kondisi

lingkungan pemeliharaan. Kendala lain yaitu adanya sifat kanibalisme yang cukup

tinggi pada benih kerapu ukuran antara 2 – 8 cm. (pada tahapan pendederan dan awal

penggelondongan).

Kiat yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala di atas yaitu dengan melakukan

kegiatan pendederan dan penggelondongan ikan kerapu. Benih yang dihasilkan relatif

lebih seragam dan lebih tahan terhadap kondisi lingkungan pemeliharaan .

28

Page 29: Buku Kerapu

Dalam penanganan selama operasional kegiatan pendederan dan penggelondongan,

wadah pemeliharaan dapat menggunakan waring/jaring PE dengan ukuran

1mx1mx1,5m. Pakan di berikan 2 – 4 kali sehari berupa ikan rucah segar atau pellet.

Masa pemeliharaan 2 – 3 bulan dengan ukuran panen pendederan (7 – 10 cm), dan

panen penggelondongan (50 – 75gr) dan siap untuk di besarkan. Dengan demikian

kegiatan pendederan / penggelondongan merupakan salah satu kunci sukses dalam

menunjang keberhasilan kegiatan budidaya.

B. Teknik Pendederan dan Penggelondongan

Kegiatan pendederan dan penggelondongan merupakan sub sistem budidaya yang

sangat penting, karena pemeliharaan pada tahapan ini banyak terjadi kematian sehingga

diperlukan adanya penanganan yang serius. Beberapa hal yang perlu diperhatikan

antara lain meliputi sumber benih, kepadatan, pakan dan pemberian pakan, grading,

pertumbuhan dan kelulusan hidup serta adanya pengelolaan waring dan jaring.

1. Sumber Benih

Benih yang digunakan dapat berasal dari hasil tangkapan di alam maupun dari hasil

budidaya. Benih dari alam kurang baik bila dibandingkan dengan hasil budidaya,

karena keseragaman ukuran sangat bervariasi, dan biasanya benih dari alam banyak

terserang penyakit akibat luka pada waktu penangkapan dan pengangkutan. Benih

yang baik untuk pendederan dan penggelondongan adalah benih yang dihasilkan

dari hasil pembenihan, karena ukuran relatif seragam, jumlah cukup dan

kesehatanya lebih terjamin. Benih yang sehat dapat dengan mudah dilihat dari

ciri-ciri antara lain gerakan lincah, warna lebih cerah, dan tidak ada cacad pada

sirip maupun ekor, serta responsip terhadap makanan.

2. Kepadatan

Kepadatan ikan yang optimal di wadah pemeliharaan merupakan faktor yang

menentukan keberhasilan pendederan dan penggelondongan. Padat tebar yang

29

Page 30: Buku Kerapu

terlalu tinggi sering menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat dan tingginya

angka kematian. Hal ini disebabkan adanya kompetisi untuk mendapatkan pakan

dan ruang gerak. Kepadatan yang baik dan disarankan untuk pemeliharaan

pendederan dan penggelondongan ikan kerapu tikus dan macan di Karamba Jaring

Apung (KJA) seperti pada tabel berikut :

Tabel 2. Kepadatan Benih Pendederan dan Pnggelondongan Ikan Kerapu

Tikus dan Macan di Karamba Jaring Apung

Masa Pemeliharaan

JENIS IKANKerapu Macan Kerapu Tikus

UkuranKepadatan ekor/jaring

UkuranKepadatan ekor/ jaring

D. PENDEDERANBulan 1Bulan 2Bulan 3

B. PENGGELONDONGANBulan 1Bulan 2Bulan 3Bulan 4

4 –5 cm9 –12 cm

-

15 – 25 gr25 – 50 gr50– 100 gr

-

200-250150-200

-

100-150100-12575-100

-

3 – 5 cm7 – 9 cm9 – 12 cm

15 – 25 gr25 - 45 gr45 - 75 gr75 – 100 gr

250-300200-250150- 200

100-150100-125

10075

3. Pakan dan Pemberian Pakan

Pakan merupakan faktor produksi yang sangat penting ketersediannya baik dalam

jumlah maupun mutu, dapat mempengaruhi keberhasilan panen akhir. Pakan yang

diberikan dapat berupa ikan rucah segar atau pakan buatan. Pakan buatan (pellet)

yang digunakan harus mengandung protein tinggi yaitu lebih dari 40 %. Untuk

menggantikan cacahan ikan, supaya nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

benih ikan kerapu dapat terpenuhi. Kebutuhan protein dan kalori ikan pada phase

30

Page 31: Buku Kerapu

awal pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan pada ikan dewasa (Lovell, 1989)

dalam Anonim (1999). Pakan buatan yang diberikan selama masa pendederan dan

penggelondongan dapat dibuat dengan formula tertentu.

Pakan rucah segar dapat diberikan berupa selar, petek, japuh, kembung dan

kuniran. Sebelum diberikan, daging ikan harus dipisahkan dari sisik dan tulang

keras, kemudian dicincang atau dicacah. Pakan diberikan 3 – 4 kali sehari untuk

ikan pendederan dan 2 kali sehari untuk penggelondongan, pemberian pakan

sampai kenyang (ad-libitum) dengan ukuran harus dibuat sesuai dengan bukaan

mulut ikan.

4. Grading (Pemilahan ukuran)

Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) termasuk ikan buas, sifat

kanibalismenya mulai kelihatan pada umur lebih 40 hari sampai ukuran

gelondongan (1,5 – 10 cm). Sifat kanibalismenya sangat menonjol terutama pada

kondisi tertentu seperti pada saat kekurangan makanan dan adanya perbedaan

ukuran. Sifat kanibalisme ini sering menimbulkan kerugian, karena terlalu

tingginya tingkat kematian terutama pada phase pemeliharaan pendederan. Ikan

yang berukuran lebih besar akan selalu memangsa ikan yang lebih kecil dalam satu

kurungan. Untuk mengatasi kanibalisme ini perlu dilakukan pemilahan ukuran atau

grading, minimal setiap 1 minggu pada phase pendederan sedangkan pada phase

penggelondongan, grading dilakukan bila dirasakan ukuran ikan sudah bervariasi

atau sesuai dengan kebutuhan. Grading dapat dilakukan dengan memilah langsung

ukuran ikan yang seragam dari setiap kurungan. Ikan hasil grading dari setiap

kurungan yang memiliki ukuran seragam dapat ditebar langsung di kurungan yang

sudah disediakan sebelumnya. Untuk menjaga ikan supaya tidak stres pada waktu

grading harus dilakukan dalam air yang dilengkapi dengan aerasi.

5. Pertumbuhan dan Sintasan (SR)

31

Page 32: Buku Kerapu

Ikan kerapu mempunyai pertumbuhan yang cepat terutama untuk jenis kerapu

macan (Epinephelus fuscogutatus). Sedangkan pertumbuhan ikan kerapu tikus

(Cromileptes altivelis) agak lambat bila dibandingkan dengan kerapu macan.

Hasil pendederan kerapu macan yang dilakukan di KJA Balai Budidaya Laut

Lampung menunjukkan pertumbuhan relatif cepat. Benih yang berukuran 4 – 5

cm/ekor dapat mencapai 9 – 12 cm/ekor setelah 1 – 2 bulan masa pemeliharaan,

tingkat kelulusan hidup yang dicapai berkisar antara 75 – 80 %. Kerapu tikus

yang berukuran 3 – 5 cm/ekor dapat mencapai 9 – 12 cm/ekor setelah 2 – 3 bulan

masa pemeliharaan, dengan tingkat kelulusan hidup yang dicapai berkisar antara 80

– 85 %.

6. Pengelolaan Waring dan Jaring

Pengelolaan waring dan jaring pemeliharaan, merupakan hal penting yang harus

dilakukan pada phase pendederan dan penggelondongan. Waring atau jaring

pemeliharaan harus diganti minimal 2 minggu sekali atau apabila waring dan jaring

sudah terlihat kotor dan dipenuhi banyak organisme penempel. Tujuan pergantian

waring atau jaring untuk memudahkan sirkulasi air, meningkatkan oksigen terlarut

serta mengurangi terjangkitnya serangan hama penyakit ikan.

Untuk memudahkan pembersihan waring atau jaring yang kotor setelah diangkat,

terlebih dahulu dijemur dibawah sinar matahari selama 2 – 3 hari, kemudian

dibersihkan menggunakan sikat atau mesin penyemprot. Setelah bersih waring atau

jaring dijemur kembali sampai kering dan siap untuk disimpan atau digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, S. (1991). Dietary Nutrient Requirement Review For Sea Bass (Latescalcalifer) a Gruper (Epinephelus spp). Institute of Aquacullture University of SterIing Scotland United Kingdom. 34 p.

Anonim, (1999). Budidaya Ikan Kakap Putih (Lates calcalifer, Bloch ) di Karamba Jaring Apung (KJA) Balai Budidaya Laut Lampung. 65. Halaman .

32

Page 33: Buku Kerapu

Sunaryat dkk, (1999). Laporan Rekayasa Pendederan dan Penggelondongan Kerapu di Karamba Jaring Apung (KJA) Balai Budidaya Laut Lampung.

BAB VI

TEKNIK PEMBESARAN

Yuwana Puja, Evalawati, dan Syamsul Akbar.

A. Latar Belakang

33

ISBN : 979-95483-5-7

Page 34: Buku Kerapu

Produk ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) dan Kerapu macan (Epinephelus

fuscoguttatus) saat ini merupakan komoditi unggulan, karena bernilai ekonomis tinggi

dan penyebarannya luas di perairan Indonesia.

Dengan meningkatnya permintaan pasar baik lokal maupun pasar ekspor terutama

Hongkong, Singapura, dan Jepang, maka tumpuan harapan dari usaha penangkapan

ikan hidup tersebut belum dapat terpenuhi. Usaha pemeliharaan kerapu dengan

karamba jaring apung di laut, diharapkan dapat menjadi prioritas utama dalam

memenuhi kecukupan ekspor ikan laut hidup /mati segar.

Balai Budidaya Laut Lampung sebagai Unit Pelaksana Teknis Ditjen Perikanan

Budidaya bertugas melakukan perekayasaan teknologi pembesaran dan telah berhasil,

serta diserap teknologinya oleh beberapa pengusaha dan petani ikan.

A. Teknologi Pembesaran Kerapu.

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam usaha pembesaran ikan kerapu di Karamba

Jaring Apung antara lain : Ketersediaan peralatan kerja, Kualitas benih sebar, Teknik

penebaran, Padat penebaran, Jenis pakan dan Teknik pemberian pakan, Monitoring

pertumbuhan, Pergantian jaring, Pengamatan kesehatan ikan dan Pengukuran kualitas

air media pemeliharaan.

1. Peralatan Kerja.

Beberapa peralatan yang perlu dipersiapkan antara lain : peralatan lapangan seperti

gunting, serok/scoop net, selang, batu aerasi, aerator, ember, timbangan, wadah

pakan, cool box (freezer), perahu motor, dan alat ukur kualitas air : suhu, salinitas,

oksigen terlarut, pH dan sebagainya.

2. Kualitas benih sebar.

34

Page 35: Buku Kerapu

a. Benih ikan kerapu tikus

Benih yang digunakan dalam usaha pembesaran di Karamba Jaring Apung ,

dapat berasal dari tangkapan alam, maupun dari hasil pembenihan. Kelemahan

benih hasil penangkapan alam biasanya ukuran kurang seragam.

Beberapa kriteria kualitas benih sebar ikan kerapu tikus yang digunakan dalam

pembesaran antara lain :

- Ukuran 50 – 75 gram dengan panjang badan 15 – 17 cm atau telah

dipelihara 6 bulan dari lepas pembenihan (7 – 9 cm)

- Warna tubuh : abu – abu kecoklatan, cerah

- Bentuk tubuh : anggota organ tubuh lengkap, tidak cacat dan tidak

nampak kelainan bentuk, sehat serta bebas penyakit

- Gerakan / perilaku : responsif, bergerombol, respon terhadap pakan

aktif, sangat responsif.

b. Benih ikan kerapu macan

Kriteria yang harus di perhatikan :

- Ukuran 50-75 gram dengan panjang badan 15-17 cm atau telah

dipelihara 3 bulan dari lepas pembenihan (2-3 gram).

- Warna dan bentuk tubuh : kecoklatan, cerah, tidak bengkok, sirip lengkap.

- Kesehatan : anggota organ tubuh lengkap, tidak cacat dan tidak nampak

kelainan bentuk tubuh, sehat serta bebas penyakit.

- Gerakan/perilaku : aktif, lincah dan bergerombol.

- Respon terhadap pakan : aktif sangat responsif.

3. Teknik Penebaran

Dalam melakukan penebaran benih,perlu di perhatikan hal-hal sebagai berikut :

- Waktu tebar

Penebaran sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari.

- Aklimatisasi/penyesuain diri

35

Page 36: Buku Kerapu

Aklimatisasi perlu dilakukan karena berkaitan dengan adanya perbedaan kondisi

air seperti suhu, dan salinitas. Untuk benih yang berasal dari lokasi yang jauh dan

pengepakannya menggunakan kantong plastik, cara/proses aklimatisasi dilakukan

secara perlahan-lahan. Setelah kantong plastik di buka, ke dalam kantong, di

tambahkan laut dari karamba sedikit demi sedikit. Jika perbedaan salinitas sekitar

1-2 permil, ikan dapat segera ditebar. Sedangkan untuk pengangkutan benih dari

lokasi pembenihan yang dekat dan menggunakan wadah ember/baskom, maka

proses adaptasi / aklimatisasinya dengan menambahkan air laut di karamba ke

dalam ember, kemudian ember dimiringkan perlahan ke dalam jaring, jika

perbedaan salinitas sekitar 1-2 permil, kemudian dibiarkan agar ikan keluar

dengan sendirinya.

4. Padat penebaran

Padat penebaran yang diukur dalam satuan ekor/satuan volume, perlu di

perhatikan karena berkaitan dengan berapa hasil optimum yang dapat diperoleh

dengan padat penebaran tertentu.

Besarnya padat penebaran yang dapat digunakan pada tabel berikut :

Tabel 3 . Padat penebaran, lama pemeliharaan dan sintasan produksi dalam pembesaran ikan kerapu macan dan kerapu tikus

No KegiatanJenis ikan

Kerapu tikus Kerapu macan

1.

2

3.

Padat penebaran ekor/m3

Lama pemeliharaan (bulan)

Sintasan Produksi (%)

20-25

9

95

20-25

4

95

Jenis Pakan

Pemilihan jenis pakan untuk pembesaran ikan kerapu harus didasarkan pada

kemauan ikan untuk memangsa pakan yang diberikan, kualitas, nutrisi dan nilai

ekonomis/ harga. Umumnya jenis pakan, berupa ikan rucah segar (ikan – ikan non

ekonomis penting), relatif lebih murah harganya, terutama pada musimnya, lebih

36

Page 37: Buku Kerapu

disukai oleh ikan serta nilai gizi biasanya sudah mencukupi untuk ikan – ikan

budidaya. Jenis pakan lain yang dapat diberikan adalah pellet, untuk mengganti

pakan rucah.

Keuntungan pakan pellet antara lain :

- Produksi dapat ditingkatkan dengan padat penebaran yang tinggi dan waktu

pemeliharaan lebih pendek.

- Frekuensi pemberian pakan dapat ditingkatkan agar ikan cepat besar dan tidak

tergantung persediaan dari alam.

- Dapat diatur formulasi pakan yang diberikan sesuai kebutuhan ikan

peliharaan.

6. Teknik pemberian pakan

a. Rasio pemberian pakan

Rasio pemberian pakan pada usaha pembesaran di Karamba Jaring Apung,

harus tepat agar pakan yang diberikan dapat efisien di konsumsi oleh ikan

yang dipelihara dan memberikan kelangsungan hidup yang terbaik.

Untuk jenis kerapu, rasio pemberian pakan berkisar 5 – 7,5 % untuk jenis

pakan ikan rucah segar, sedangkan untuk jenis pakan pellet, rasio pakan

berkisar 3-5 % per hari.

b. Frekuensi dan waktu pemberian pakan

Frekuensi pemberian pakan dan waktu pemberiannya yang tepat agar

menghasilkan pertumbuhan yang baik dan pakan yang efisien. Hal ini

37

Page 38: Buku Kerapu

berhubungan dengan kecepeten pencernaan dan pemakaian energi. Untuk jenis

ikan kerapu sebaiknya di berikan 2 hari sekali pada pagi dan sore hari.

c. Penambahan Multivitamin pada ransum pakan

Seperti ikan air tawar, ikan lautpun membutuhkan multivitamin. Pada ikan

kerapu, penambahan multivitamin dapat menambah kekebalan tubuh, ikan

dapat tumbuh secara normal, mencegah terjadinya lordosis dan scoliosis atau

tumbuh bengkok karena perkembangan tulang belakang yang tidak sempurna,

dapat meningktkan sintasan ikan, atau berperan dalam menurunkan angka

kematian. Penambahan multivitamin juga berpengaruh terhadap kinerja ikan,

warna tubuh ikan terlihat lebih cerah dan lebih agresif.

Vitamin C dapat ditambahkan untuk melengkapi multivitamin. Vitamin C

adalah tergolong vitamin yang larut dalam air, dan mudah rusak sehingga

disarankan pemberian vitamin C pada ransum pakan dilakukan sesaat sebelum

waktu pemberian pakan .

Dosis vitamin C yang dapat digunakan adalah 2 gram/kg berat pakan dan

diberikan 2 kali per minggu.

7. Monitoring pertumbuhan

Kegiatan yang dilakukan antara lain, sampling untuk mengukur berat dan panjang

total ikan, untuk menentukan pertambahan dosis pakan dan pencatatan kematian

ikan. Sampling ikan dilakukan minimal sebulan sekali dengan mengambil ikan

secara acak 10 % dari populasi atau minimal 30 ekor ikan. Ikan diukur berat per

ekor dan panjang totalnya. Sebelum pengukuran, ikan yang akan diukur, dibius

terlebih dahulu untuk memudahkan dalam pengukuran.

Apabila terjadi kematian ikan selama pemeliharaan di pembesaran perlu di catat,

hal ini dimaksudkan untuk memperoleh nilai SR (kelulus hidupan) ikan selama

38

Page 39: Buku Kerapu

pemeliharaan. Laju pertumbuhan ikan per hari/bulan biasanya dinyatakan dalam

gram/kg dipengaruhi oleh jenis pakan, jumlah yang diberikan serta mutu pakan.

Hasil kajian di Balai Budidaya Laut, laju pertumbuhan kerapu tikus adalah 1

– 1,3 gr/hari dan kerapu macan 2,5 – 3 gr/hari.

8. Pergantian jaring

Pergantian jaring perlu di lakukan minimal 3 minggu sekali, atau disesuaikan

dengan kondisi perairan setempat. Pergantian jaring dilakukan dengan maksud

untuk menjaga sirkulasi air dan menjaga resiko terkena penyakit. Jaring yang

kotor sebaiknya dijemur untuk kemudian di semprot dan dibersihkan agar dapat

digunakan kembali.

9. Pengamatan kesehatan ikan dan pengukuran kualitas air media

pemeliharaan

a. Pengamatan Kesehatan Ikan

39

Page 40: Buku Kerapu

Dalam melakukam usaha pembesaran, pemeliharaan kesehatan perlu dilakukan.

Pengamatan secara Visual dan Organoleptik di lakukan untuk pemeliharaan

ektoparasit dan morfologi ikan. Sedangkan pengamatan secara mikroskopik

dapat di lakukan di laboratorium, di lakukan untuk pemeriksaan jasad patogen

(endo parasit, jamur, bakteri, dan virus ).

b. Pengamatan Kualitas air Media Pemeliharaan

Cara pengukuran kualitas air ( suhu, salinitas, pH, Oksigen terlarut, Phospat,

Amoniak dan lain- lain ), di lakukan dengan menggunakan peralatan

Thermometer untuk mengukur suhu, Refraktometer untuk mengukur salinitas,

pH meter atau kertas lakmus untuk mengukur pH, DO meter untuk mengukur

oksigen terlarut, dan beberapa test kid untuk mengukur phospat dan amonia.

Frekwensi pengukuran di lakukan minimum 2 kali seminggu.

40

Page 41: Buku Kerapu

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2000. Produksi Pembesaran Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis, Valenciennes) Kelas Pembesaran, Rancangan Standar Nasional Indonesia, Badan Standarisasi Nasional - BSN.

Anonimus, 2000.Produksi Pembasaran Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fucoguttatus, Forskall) Kelas Pembesaran, Rancangan Standar Nasional Indonesia, Badan Standarisasi Nasional - BSN.

Achmad T., dan Achmad Rukiyani, 1995. Teknik Budidaya Laut dengan Karamba Jaring Apung. Pusat Penelitiaan dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Imanto, Philip Teguh., 1988. Tinjauan Pada Kegitan Budidaya Kerapu di Indonesia, Sub Balai Penelitian Budidaya Pantai Bojonegoro, Serang.

Mustahal, Bejo Slamet, Pramul Sunyoto,1995. Pemberian Pakan Ikan Laut di Karamba Jaring Apung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian , Jakarta.

41

Page 42: Buku Kerapu

BAB VII

NUTRISI DAN TEKNIK PEMBUATAN PAKAN

Budi Kurnia, Syamsul Akbar dan Istiqomah

A. Latar Belakang

Budidaya ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan kerapu tikus

(Cromileptes altivelis) di karamba jaring apung (KJA) merupakan usaha strategis untuk

meningkatkan penerimaan negara serta memberdayakan masyarakat sekitar pantai. Hal

ini disebabkan karena komoditasnya yang berorientasi ekspor serta teknologinya yang

relatif sederhana sehingga mudah untuk dikuasai. Pengembangan usaha ini telah

banyak dilakukan terutama di perairan sekitar Teluk Lampung dengan memberikan

manfaat yang besar baik bagi pengusaha maupun masyarakat sekitarnya.

Pengembangan usaha budidaya ikan kerapu perlu memperhatikan beberapa aspek

pendukung seperti benih, pakan, lingkungan perairan, manajemen kesehatan serta

sistem dan teknologi budidaya. Di antara kelima unsur tersebut di atas, pakan

merupakan bagian eksternal yang penting dan berkaitan langsung dengan biaya

produksi. Dalam usaha budidaya perairan, pakan dengan nutrisi yang seimbang

merupakan faktor terpenting. Sebab apabila tidak ada pakan yang dapat dimanfaatkan

oleh ikan, maka tidak akan terjadi pertumbuhan bahkan menimbulkan kematian.

42

ISBN : 979-95483-5-7

Page 43: Buku Kerapu

Saat ini pakan bagi budidaya ikan kerapu macan maupun tikus masih didominasi oleh

ikan rucah. Ikan rucah memiliki berbagai kelemahan diantaranya ketersediannya yang

semakin berkurang, tingkat kompetisi yang tinggi dengan konsumsi manusia, harga

yang cenderung meningkat, penyimpanan yang tidak lama dan ketidakvariasian dalam

kualitas sehingga perlu adanya alternatif pakan berupa pakan buatan. Pakan buatan

mempunyai beberapa kelebihan yang tidak dimiliki pakan ikan rucah seperti

kontinuitas baik, penyimpanan lama serta nilai nutrisi dan ekonomis yang dapat

disesuaikan.

B. Kebutuhan Nutrisi Ikan Kerapu

Pertumbuhan ikan selalu dikaitkan dengan jumlah dan kualitas pakan yang dikonsumsi.

Semakin baik dan sesuai jumlah serta kualitas pakan yang dikonsumsi ikan, semakin

optimal pula pertumbuhan yang diperoleh. Oleh karena itu, kebutuhan nutrisi ikan

yang dibudidayakan perlu diketahui untuk memperoleh hasil yang maksimal.

Kebutuhan nutrisi ikan kerapu sama dengan ikan lainnya yaitu meliputi protein dan

asam amino, lemak dan asam lemak, karbohidrat, vitamin, mineral serta energi.

1. Protein dan Asam Amino

Hampir untuk semua hewan, kebutuhan protein didefinisikan sebagai jumlah dari

kebutuhan untuk individu asam amino esensial dan nitrogen non-esensial. Protein

diperlukan tubuh ikan secara terus menerus terutama untuk pertumbuhan dan

perbaikan jaringan sel yang rusak. Pengetahuan mengenai kebutuhan protein dalam

pakan mutlak diperlukan karena berkaitan erat dengan pertumbuhan dan nilai

ekonomis yang dikeluarkan. Kekurangan protein dalam pakan akan menurunkan

pertumbuhan untuk selanjutnya meningkatkan kematian. Sedangkan protein yang

berlebihan dalam pakan akan meningkatkan biaya produksi budidaya ikan. Seperti

diketahui pakan memegang hampir 60% lebih biaya produksi dan untuk pakan ikan

kerapu komponen penyusun utamanya yaitu protein.

43

Page 44: Buku Kerapu

Tingkat kebutuhan protein pada ikan tergantung pada ukuran ikan, suhu perairan,

laju konsumsi ikan, ketersediaan pakan alami, keseimbangan energi dan kualitas

pakan (Watanabe, 1988). Ikan kerapu yang bersifat karnivora memerlukan kadar

protein yang lebih tinggi dibandingkan ikan omnivora dan herbivora yaitu berkisar

antara 47,8 – 60% dalam pakan (Giri dkk., 1998).

Asam amino merupakan komponen struktural penyusun protein. Asam amino,

yang terbentuk dari proses hidrolisis protein, terdiri dari dua macam yaitu asam

amino esensial yang tidak dapat disintesa tubuh namun mutlak diperlukan serta non

esensial. Informasi mengenai asam amino mutlak diperlukan karena kebutuhan

kualitatif dan kuantitatif asam amino esensial menentukan tingkat protein dalam

pakan (Lovell, 1988). Secara rinci kebutuhan asam amino esensial untuk ikan

pendederan dan penggelondongan kerapu disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kebutuhan Asam Amino Esensial bagi Pendederan dan Penggelondongan Ikan Kerapu Macan & Kerapu Tikus (Tacon, 1988) (% dry feed).

Jenis Asam Amino EsensialB. Jenis Ikan

Kerapu Macan(± 50% P)

Kerapu Tikus(± 55%P)

Methionine

Arginin

Tyrosin

Threonin

Histidin

Isoleusin

Leusin

Lysin

Valin

Phenilalanin

2.96

2.15

1.45

1.15

0.91

1.40

2.55

2.96

1.66

0.35

3.25

2.37

1.60

1.27

1.06

1.54

2.81

2.96

1.83

0.35

44

Page 45: Buku Kerapu

2. Lemak dan Asam Lemak

Lemak merupakan senyawa yang tidak larut dalam air namun larut dalam pelarut

organik seperti bensin atau ether. Keberadaan lemak dapat digunakan sebagai

sumber Asam Lemak Esensial (EFA), energi dan pembawa vitamin yang larut

dalam lemak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan lemak

pada ikan berbeda untuk setiap spesies. Defisiensi asam lemak pada pakan dapat

menimbulkan sifat- sifat pathologis seperti laju pertumbuhan yang rendah dan

konversi pakan yang jelek yang akhirnya menimbulkan mortalitas.

Bagi spesies ikan kerapu, asam lemak yang sangat dibutuhkan adalah Asam Lemak

Linolenat (ω-3) terutama yang memiliki ikatan ganda tinggi (HUFA). Hal ini

berkaitan dengan kemampuan ikan laut untuk menguraikan ikatan ganda pada asam

lemak tersebut. Kebutuhan asam lemak pada ikan laut cenderung lebih tinggi

dibandingkan dengan ikan air tawar. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa

kebutuhan energinya yang lebih besar, sehingga asam lemak merupakan salah satu

sumber utamanya.

Sumber energi lemak lebih efisien dibandingkan dengan karbohidrat, sehingga

kelebihan apalagi kekurangan lemak pada pakan ikan laut akan menurunkan

pertumbuhan dan konversi pakan. Berdasarkan kenyataan di atas, penambahan

asam lemak esensial terutama omega-3 mutlak diberikan pada pakan buatan ikan

kerapu. Secara umum kebutuhan asam lemak esensial ikan laut 9-16% pakan

dengan minimal 2% ω3 HUFA (Deshimeru dkk., 1982 dalam Giri A.N, 1998).

3. Karbohidrat

45

Page 46: Buku Kerapu

Karbohidrat secara sederhana didefinisikan sebagai bahan organik yang

mengandung unsur Carbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O) dengan

perbandingan yang berbeda. Monosakarida merupakan unit dasar penyusunan

karbohidrat. Jenis karbohidrat lainnya adalah disakarida yang terdiri dari 2

monosakarida, oligosakarida dari 3-6 monosakarida dan polisakarida yang memiliki

lebih dari 6 monosakarida.

Karbohidrat merupakan sumber energi yang murah dan umumnya melimpah pada

pakan hewan. Meskipun karbohidrat merupakan sumber energi yang penting,

namun diperlukan dalam jumlah yang relatif kecil dalam pakan. Karbohidrat dalam

pakan dapat berupa serat kasar yang tidak dapat dicerna serta BETN (Bahan

Ekstrak Tanpa Nitrogen) yang dapat dicerna (NRC, 1983).

Ikan kerapu yang bersifat karnivora, relatif memerlukan jumlah karbohidrat dalam

pakan yang lebih kecil dibandingkan ikan omnivora dan herbivora. Hal ini

berkaitan dengan tingkat pemanfaatan karbohidrat dalam tubuhnya yang relatif

rendah. Menurut Watanabe (1988) kebutuhan karbohidrat dalam pakan ikan

karnivora berkisar antara 10-20% dan ikan omnivora 20-40%.

4. Vitamin

Vitamin adalah bahan organik komplek yang memiliki ukuran molekul kecil

dengan jumlah yang kecil dalam pakan. Vitamin dibutuhkan untuk pertumbuhan

normal, maintenance dan reproduksi. Defisiensi vitamin pada pakan ikan dapat

menimbulkan gangguan yang spesifik pada ikan.

Vitamin dibagi dua bagian yaitu yang larut dalam air dan larut dalam lemak.

Vitamin yang larut dalam air digunakan dalam bentuk langsung atau sebagai enzim

tertentu. Misalnya Pyridoxal Phospate yang berfungsi sebagai koenzim pada

seluruh transportasi asam amino dan Thiamine sebagai koenzim untuk co-

46

Page 47: Buku Kerapu

carboxylase. Sedangkan hampir tidak ada vitamin yang larut dalam lemak berfunsi

sebagai koenzim. Vitamin A berfungsi sebagai pigmen penglihatan dan terlibat

dalam metabolisma mucopolysaccharida. Vitamin E merupakan antioksidan.

Vitamin D untuk homeostasis Kalsium dan vitamin K yang berperan dalam transpot

elektron.

Kebutuhan terhadap suatu vitamin dipengaruhi oleh komposisi pakannya. Sebagai

contoh, tingkat kebutuhan vitamin E akan meningkat dengan meningkatnya

kandungan asam lemak tidak jenuh pada pakan. Dalam budidaya ikan, vitamin

biasa diberikan dalam bentuk vitamin premix atau multivitamin. Dosis yang biasa

diberikan dalam penyusunan pakan buatan adalah 0,2 – 0,5 % (Lovel, 1988).

Secara garis besar fungsi dari bermacam vitamin dan kebutuhan pada ikan laut

disajikan pada Tabel 5 sebagai berikut :

Tabel 5. Jenis Vitamin, Kegunaan & Dosisnya Dalam Pakan (Watanabe, 1988)

No Nama Vitamin KegunaanDosis (mg/kg

pakan)1.2.

3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.

15.

ThiamineRiboflavin

PyridoxineNiacinPantothenic Acid Ascorbic Acid (C)CholineFolic AcidCyanocobalamineBiotinInositolRetinol (A)Cholecalferol (D)Tocopherol (E)

Vitamin K

Koenzime pada metabolisma karbohidratKoenzim berbagai enzim dan komponen Flavin Adenine DinucleotideBerperan dalam metabolisme asam amino Komponen Nicotinamide Adenine DinucleotideKomponen koenzim AAntioksidanBerperan dalam TransmethylationBerperan dalam metabolisme interkonversiBagian integral dari enzim CobamydesKoenzim pada reaksi carboxylasiKomponen Phospatydhyl PhospatePigmen penglihatan dan menjaga membran mukosaMineralisasi tulang dan homeostasis Kalsium Antioksidan pada biomembranTranspor elektron

10-12

2010-2050-10010-40

100-1508005-10

0.01-0.020.1-0.2200-400

1000-2000 IU1600-2000 IU

30-50

-

47

Page 48: Buku Kerapu

5. Mineral

Kurang lebih 20 jenis mineral dibutuhkan untuk mempertahankan struktur dan

metabolisme fungsi tubuh pada vertebrata. Metabolisme mineral berbeda dengan

metabolisme nutrien lainnya seperti protein, lemak dan karbohidrat, sebab mineral

tidak diproduksi oleh tubuh. Kekurangan mineral pada tubuh dapat

menyebabkan beberapa disfungsi pada sistem metabolisme tubuh ikan. Beberapa

disfungsi tersebut diantaranya : struktur tubuh yang menyimpang, symptom tubuh

umum, disfungsi mata, anemia dan menghambat fungsi beberapa vitamin di tubuh.

Mineral-mineral yang diperlukan tubuh diantaranya Kalsium, Khlor, Magnesium,

Phospor, Natrium, Besi, Tembaga, Iodin, mangan, Selenium dan Seng. Semua

mineral tersebut dinamakan Trace Element. Sangat sulit untuk menentukan tingkat

kebutuhan mineral pada tubuh, sebab keterbatasan konsentrasi dari mineral itu

sendiri pada tubuh. Dalam penyusunan komposisi pakan buatan ikan kerapu,

mineral biasanya diberikan dalam bentuk mineral premix dengan dosis 0,2%

(Watanabe, 1988).

6. Keseimbangan Energi

Energi merupakan unsur penting dalam penyusunan pakan sebab pakan yang baik

adalah pakan yang memiliki kandungan nutrisi dan energi yang seimbang serta

sesuai dengan kebutuhan ikan. Energi diperlukan ikan untuk mempertahankan hidup

(maintenance), aktivitas sehari-hari dan tumbuh normal. Kelebihan atau kekurangan

energi dapat menurunkan pertumbuhan. Kelebihan energi dapat menyebabkan

pemenuhan kebutuhan protein dari pakan tidak terpenuhi sebab ikan kenyang lebih

cepat. Sedangkan kekurangan energi menyebabkan protein yang berfungsi untuk

48

Page 49: Buku Kerapu

pertumbuhan digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan energi sehingga

ikan kekurangan protein.

Sumber energi yang biasa digunakan dalam pembuatan pakan buatan adalah

karbohidrat dan lemak. Diantara kedua jenis tersebut, lemak merupakan sumber

energi yang lebih efisien pada pakan ikan kerapu (Lovell, 1988). Kebutuhan energi

ikan sangat dipengaruhi oleh stadia ikan, daerah musim dan lingkungan perairan

budidaya. Ikan daerah tropis kebutuhan energinya berbeda dengan subtropis,

begitu pula ikan ukuran benih memerlukan energi yang lebih tinggi dibandingkan

ukuran dewasa.

Energi dalam pakan biasanya diukur berdasarkan energi yang dicerna (Digestible

Energy). Energi yang dicerna merupakan energi yang berasal dari energi kotor

(Gross Energy) yang terdapat dalam pakan. Selain diubah menjadi energi yang

dicerna, energi kotor tersebut diubah pula menjadi energi untuk feses. Energi

yang dicerna selanjutnya digunakan ikan untuk kebutuhan aktivitas sehari-hari

ikan. Skema pemanfaatan energi oleh ikan disajikan di gambar 6.

Energi Dicerna Energi Metabolisme Energi pemulihan & Sex

Pakan yang Energi Ekskresi Insang,Dikonsumsi Urine & Tubuh Lainnya Energi Penunjang

Aktivitas Tubuh Energi untuk Feses Sehari-hari

Gambar 6. Skema Distribusi Energi Pada Ikan (Lovell, 1988)

Satuan energi dalam pakan biasanya berbentuk kalori atau joule. Lemak mengandung

energi 8,1 kkal/gr ; karbohidrat 2,5 kkal/gr dan protein 3,5 kkal/gr (NRC, 1977).

Kebutuhan energi ikan laut, terutama yang bersifat karnivora, lebih tinggi dibandingkan

dengan ikan air tawar. Hal ini disebabkan oleh daya geraknya yang tinggi sehingga

49

Page 50: Buku Kerapu

memerlukan jumlah energi yang relatif lebih besar. Selain itu, kandungan energi yang

besar digunakan pula untuk mengimbangi kadar protein dalam pakannya yang tinggi

sehingga protein dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh ikan untuk pertumbuhan.

Kebutuhan energi ikan kerapu adalah 8-10 kkal/gram protein.

C. TEKNIK PEMBUATAN PAKAN

1. Bahan Pakan

a. Jenis Bahan Pakan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan pakan terbagi atas dua jenis yaitu

bahan utama dan bahan penunjang (feed additives). Bahan pakan utama adalah

bahan yang secara langsung menjadi komponen utama pakan dan dalam

proporsi yang besar. Bahan ini biasanya memiliki kadar nutrisi seperti protein,

lemak dan karbohidrat yang menunjang pertumbuhan ikan. Termasuk dalam

jenis bahan utama yaitu tepung ikan, tepung kedelai, tepung rebon dan tepung

lainnya, serta minyak ikan.

Bahan utama digunakan dalam pakan sebagai komponen yang memiliki

proporsi berbeda dari pakan satu dengan pakan lainnya. Dalam penyusunan

formulasi pakan, bahan pakan yang secara umum sama, dapat disubstitusi satu

dengan yang lainnya untuk menyesuaikan dengan harga pasar, ketersediaan

bahan lokal serta komposisi. Dalam mensubstitusi bahan pakan merujuk pada

kandungan nutrisi bahan dan keseimbangan nutrien dalam formulasi serta

masukan dari pemelihara ikan. Proporsi yang berbeda dari bahan

dikombinasikan untuk memperoleh keseimbangan nutrien yang diinginkan.

Secara rinci kandungan nutrisi bahan pakan utama yang digunakan di Balai

Budidaya Laut disajikan pada Tabel 6.

50

Page 51: Buku Kerapu

Tabel 6. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Utama di Balai Budidaya Laut

Jenis Bahan %Prot. %Lemak %Karbo %Serat %Air %AbuT.Kepala Udang

T.Rebon

T. Ikan Shriding

T. Ikan Tanjan

T.Kedelai

T.Jagung

T. Darah

T. Kulit Kepiting

43.95

42.37

57.16

60.78

36.08

23.38

66.94

28.33

5.11

2.64

8.78

10.23

24.08

10.64

2.6

2.64

0.26

0

2.11

2.07

24.81

19.9

13.16

12.71

17.45

7.54

0.96

0.86

5.37

12.34

1.14

5.02

6.53

21.58

5.74

7.43

3.65

4.11

12.2

19.87

26.70

18.09

25.25

18.66

5.61

9.63

3.96

32.79

Bahan pakan penunjang adalah bahan yang ditambahkan pada pakan dalam

jumlah yang kecil. Fungsi bahan penunjang adalah untuk mendukung

karakteristik kimia pakan (contoh antioksidan untuk mencegah oksidasi),

mendukung karakteristik fisik pakan (contoh binder yang berfungsi sebagai

bahan pengikat pakan agar tidak mudah terurai), mendukung pertumbuhan ikan

(contoh antibiotik dan hormon pemacu pertumbuhan), mendukung kemampuan

pakan untuk diterima atau dikonsumsi ikan (contoh pewarna pakan pada pakan

ikan hias dan feeding stimulant yang memacu nafsu makan ikan) dan mensuplai

kebutuhan nutrisi pakan sebagai penunjang bahan utama (contoh vitamin dan

mineral).

b. Seleksi Bahan pakan

Seleksi bahan pakan meliputi seleksi fisik, kimia dan biologi. Seleksi fisik

meliputi tekstur, bau dan penampakan. Pakan kualitas baik memiliki tekstur

halus, bau yang khas bahan tersebut serta penampakan normal dalam arti tidak

ada perubahan warna akibat serangan mikroorganisma. Seleksi fisik dapat

51

50%

Page 52: Buku Kerapu

dilakukan secara kasar melalui panca indera misalkan penglihatan dan

penciuman.

Seleksi kimia meliputi kadar nutrisi bahan tersebut seperti protein (asam

amino), karbohidrat dan lemak (asam lemak), abu dan air. Seleksi kimia

dilakukan di laboratorium biokimia melalui analisis proksimat bahan.

Sedangkan seleksi biologi berkaitan dengan seleksi fisik terutama adanya

serangan organisma mikro dalam bahan sepert jamur atau kutu. Seleksi biologi

dapat dilakukan secara langsung ataupun melalui pemeriksaan mikrobiologi.

2. Teknik Penghitungan Formulasi Pakan

Ada beberapa macam cara untuk membuat formulasi pakan buatan ikan terutama

ikan kerapu. Beberapa kunci yang harus dikuasai sebelum membuat formulasi

pakan adalah sebagai berikut :

- Mengetahui kebutuhan nutrisi ikan yang dipelihara

- Mengetahui kandungan nutrisi bahan yang akan digunakan

- Mengetahui status bahan yang digunakan (harga, kuantitas, kontinuitas

dan kemudahan).

Metode yang sering digunakan dalam penyusunan formulasi pakan adalah metode

kuadratik, metode linier dan metode worksheet dengan komputer. Pada bab ini akan

disajikan penyusunan formulasi pakan dengan cara sederhana yaitu metode kuadratik.

a. Metode Kuadratik dengan dua bahan baku

Formulasi pakan menggunakan metode kuadrat ini dapat dilakukan dengan cara

sebagai berikut : Misalkan menyusun pakan yang mengandung protein 50%

dengan menggunakan bahan baku tepung ikan (66% protein) dan tepung dedak

(16% protein).

52

50%

Page 53: Buku Kerapu

Tahapan-tahapan yang dilakukan adalah :

a. Gambarlah kotak persegi empat

b. Tempatkan tingkat protein dalam pakan yang diinginkan di tengah kotak

persegi empat tersebut

c. Pada masing-masing sudut sebelah kiri kotak, tempatkan dua nilai protein

bahan baku yang digunakan.

d. Kurangkan jumlah protein yang terdapat dalam bahan baku dengan protein

yang diinginkan dalam kotak secara diagonal dan tempatkan hasilnya pada

sudut kanan (positif saja).

e. Jumlahkan kedua hasil pengurangan tersebut.

f. Hitung jumlah pada sudut kanan dalam bentuk persen dengan menggunakan

angka poin c dibagi dengan angka poin e kemudian dikalikan 100%

sehingga diperoleh sebagai berikut :

Tepung ikan 34 34/50 x 100 = 68%

66% protein

Tepung dedak 16 16/50 x 100 = 32%

16% protein

_____

Jumlah 50

Jadi jumlah bahan baku yang diperlukan untuk membuat 100 gram pakan

dengan 50% protein adalah tepung ikan sebanyak 68 gram dan tepung dedak

sebanyak 32 gram.

b. Metode kuadratik dengan Lebih dari Dua Bahan Baku

53

50%

40%

Page 54: Buku Kerapu

Sebagai contoh kita akan membuat pakan yang memiliki kandungan protein

40% dengan bahan baku tepung ikan (60% protein), tepung daging/tulang (40%

protein), tepung beras (8% protein) dan tepung jagung (11% protein). Proporsi

protein tepung ikan : tepung daging /tulang = 3 : 1 sedangkan tepung beras :

tepung jagung = 2: 1. Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Gambar kotak persegi empat

b. Tempatkan tingkat protein yang diinginkan di tengah-tengah

kotak tersebut

c. Kelompokkan bahan-bahan sesuai dengan sumbernya dan

hitung rata-rata kandungan proteinnya, misalnya :

Protein hewani

Tepung ikan : 3 bagian x 60% = 180

Tepung daging/tulang : 1 bagian x 40% = 40

220

220 : 4 = 55%

Protein nabati

Tepung beras : 2 bagian x 8% = 16

Tepung jagung : 1 bagian x11%= 11

54

40%

Page 55: Buku Kerapu

27

27 : 3 = 9%

d. Tempatkan kelompok protein pada sudut sebelah kiri kotak

e. Kurangkan jumlah protein yang terdapat pada bahan baku dengan protein

yang diinginkan secara diagonal dan tempatkan hasilnya pada sudut kana

(nilai positif).

f. Jumlahkan kedua hasil pengurangan tersebut.

g. Kalikan tiap bahan baku dalam kelompok sesuai dengan proporsinya.

Contoh :

Tepung ikan dan tepung daging/tulang 31 31/46 x 100 = 67,61%

55% protein

tepungberas dan 15 15/46x100=32,61%

tepung jagung Jumlah 46

9%protein

Protein hewani = 67,39%

3 bagian tepung ikan = ¾ x 67,39% = 50,54%

1 bagian tepung daging/tulang =1/4 x 67,39% = 16,85%

Protein nabati = 32,61%

2 bagian tepung beras = 2/3 x 32,61% = 21,74%

1 bagian tepung jagung =1/3 x 32,61% = 10,87%

Total 100%

Jadi jumlah bahan baku yang diperlukan untuk membuat 100 gram pakan yang

mengandung 40% protein adalah : Tepung ikan sebanyak 50,54 gram, tepung

55

40%

Page 56: Buku Kerapu

daging/tulang sebanyak 16,85 gram, tepung beras sebanyak 21,74 gram dan

tepung jagung sebanyak 10,87 gram.

3. Teknik Pembuatan Pakan

Pakan buatan yang baik diperoleh dari teknik pembuatan pakan yang baik. Secara

garis besar teknik pembuatan pakan meliputi penimbangan bahan, pencampuran

pengadukan, penambahan unsur penunjang, pencetakan serta pengeringan. Teknik

pembuatan yang baik harus pula memperhatikan efisiensi serta frekwensi

pembuatan pakan yang dihubungkan dengan jumlah ikan yang dipelihara.

Metode Pembuatan pakan disesuaikan dengan stadia ikan kerapu yang

dibudidayakan. Metode pembuatan pakan buatan untuk stadia larva berbeda

dengan stadia selanjutnya. Secara garis besar urutan pembuatan pakan pada stadi

pendederan dan penggelondongan adalah sama namun berbeda pada diameter

pakan yang dibuat. Urutan pembuatan pakan disajikan pada gambar 7.

PENYEDIAAN BAHAN PAKAN IKAN YANG DIBUDIDAYA

YANG AKAN DIPAKAI

MENGETAHUI KANDUNGAN MENGETAHUI KEBUTUHAN

NUTRISI BAHAN YANG DIPAKAI NUTRISI IKAN KERAPU

MEMBUAT FORMULASI PAKAN

56

Page 57: Buku Kerapu

PENIMBANGAN BAHAN

PENCAMPURAN BAHAN BESAR PENCAMPURAN BAHAN KECIL

(TEPUNG IKAN DLL) (VITAMIN DAN MINYAK CUMI)

PENCAMPURAN TOTAL

PENAMBAHAN AIR

PENCETAKAN

PELET BASAH (Moist Pellet)

PENGERINGAN

PELET KERING

Gambar 7. Skema Pembuatan Pakan Buatan

D. EVALUASI PAKAN BUATAN IKAN KERAPU

Pakan yang baik adalah pakan yang secara nutrisi memenuhi kebutuhan ikan dan secara

ekonomis menguntungkan. Untuk mengetahui pakan yang baik perlu adanya evaluasi

meliputi aspek fisik, kimia, biologi serta ekonomis pakan. Pakan yang siap

diaplikasikan harus memiliki aspek fisik dan kimia seperti berikut : ukuran (size) yang

sesuai dengan ukuran ikan yang dipelihara serta tekstur atau penampakan yang baik

sesuai standar pakan dan kandungan nutrisi sesuai dengan kebutuhan ikan yang

57

Page 58: Buku Kerapu

dipelihara. Aspek lainnnya adalah ketahanan pakan untuk disimpan (durability) serta

ketahanan pakan untuk terurai dalam air (water stability) yang berpengaruh terhadap

kualitas perairan.

Aspek biologi pakan berkaitan dengan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ikan.

Aspek tersebut meliputi kemampuan pakan untuk diterima ikan baik waktu dimakan

maupun dicerna (acceptibility dan pelletability). Kedua hal tersebut berkaitan dengan

karakter fisik bahan, bau (odour) dan rasa (taste) serta kesesuaian nutrisi pakan

dengan daya cerna tubuh ikan. Secara keseluruhan, aspek-aspek di atas dikatakan

berhasil bila ditunjang dengan manajemen pemberian pakan yang baik serta mampu

memberikan keuntungan ekonomis yang tinggi.

Untuk mencapai aspek-aspek tersebut di atas, maka perlu adanya pengujian dari pakan

yang akan diaplikasikan. Pengujian tersebut terutama bertujuan memperoleh

pertumbuhan ikan yang optimal dengan menggunakan formulasi-formulasi yang telah

disusun. Pengujian pakan buatan untuk ikan kerapu macan dan kerapu tikus telah

dilaksanakan di Balai Budidaya Laut pada tahun belakangan ini. Pengujian tersebut

dilaksanakan di bak terkendali dan karamba jaring apung.

Formulasi pakan buatan untuk ikan-ikan kerapu yang telah diujicobakan terutama pada

ikan kerapu macan mulai pendederan sampai penggelondongan serta pendederan

kerapu tikus. Dalam penyusunan formulasi tersebut, kandungan protein kasar yang

digunakan berkisar antara 47,5 – 55,5% tergantung spesies. Sedangkan berdasarkan

stadianya, formulasi untuk pendederan dan penggelondongan adalah sama,

perbedaanya pada diameter pakan yang dicetak. Formulasi pakan ikan kerapu macan

dan kerapu tikus disajikan pada Tabel 7.

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilaksanakan, terdapat beberapa kelemahan

penggunaan pakan buatan dibandingkan ikan rucah pada ikan kerapu. Kekurangan

tersebut meliputi pertumbuhannya yang relatif lebih rendah dibandingkan pakan

58

Page 59: Buku Kerapu

buatan. Selain itu, pada awal adaptasi pakan buatan, tingkat kematiannya lebih tinggi

dibandingkan ikan rucah. Namun selanjutnya, setelah ikan terbiasa dengan pakan

buatan, tingkat kematiannya relatif rendah. Menurut Watanabe (1988), pakan untuk

ikan laut sebaiknya berbentuk moist pellet. Di Jepang, pakan buatan terbukti telah

berhasil digunakan untuk budidaya ikan yellow tail secara massal dengan telah

diaplikasikannya pakan berbentuk soft dry pellet. Oleh karena itu, pengembangan

secara kontinu pakan buatan untuk ikan kerapu perlu dilakukan karena budidaya belum

dikatakan berhasil bila belum adanya pakan buatan sebagai pasokan eksternal pakan.

Tabel 7. Formulasi Pakan untuk Ikan Kerapu Macan dan Kerapu Tikus

Bahan BakuJenis Ikan

Kerapu Macan Kerapu TikusTepung Ikan 25 30Tepung Rebon 10 10Tepung Kepala Udang 10 10Tepung Kedelai 10 5Tepung Kulit Kepiting 10 10Tepung Kerang Hijau 5 5Ekstrak Bawang Putih/Kunyit 0,25 0,25Ikan Rucah 20 20Minyak Cumi 5 5

59

Page 60: Buku Kerapu

CMC 4 4Vitamin E 100 IU/kg pakanVitamin C 0,2 0,2Vit/Min Mix 0,2 0,2Lecithin 0,25 0,25Jumlah 100 100Protein Kasar

Lemak

Karbohidrat

50,11

16,44

9,34

53,22

15,92

13,61

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, S. 1991. Dietary Nutrient Requirement Review for Sea Bass (Lates calcarifer, Bloch.) and Grouper (Epinephelus spp). Institute of Aquaculture, University of Stirling. Scotland.

Akbar, S., Sunaryat dan Budi Kurnia. 1998. Penggelondongan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) dengan Tiga Perlakuan Pakan Berbeda. Makalah Lintas UPT Direktorat Jendral Perikanan 1998. Balai Budidaya Laut. Lampung

Cho, C.Y., C.B. Cowey and T. Watanabe. 1985. Finfish Nutrition in Asia : Methodological Approaches to Research and Development. IDRC. Ottawa, Ontario.

Direktorat Jenderal Perikanan. 1999. Mendukung Keberhasilan PROTEKAN 2003 melalui Pengembangan Budidaya Perikanan. Makalah Lintas UPT Ditjen Perikanan 1999. Direktorat Bina Produksi.

Direktorat Jenderal Perikanan. 1999 . Program Peningkatan Ekspor Perikanan 2003. Makalah Lintas UPT Ditjen Perikanan. Direktorat Bina Program.

60

Page 61: Buku Kerapu

Direktorat Jenderal Perikanan. 1999 . Pengembangan Perekayasaan Teknologi Perbenihan untuk Keberhasilan Program Peningkatan Ekspor Perikanan 2003. Makalah Lintas UPT Ditjen Perikanan 1999. Direktorat Bina Perbenihan.

Giri, A.N. 1998. Aspek Nutrisi dalam Menunjang Pembenihan Ikan Kerapu. Makalah dalam Seminar Teknologi Budidaya Pantai. Departemen Pertanian dan Japan International Cooperation Agency.

Lovell, T. 1977. Fish Nutrition and Feeding of Fish. Van Nostrand Reinhold. New York.

NRC. 1977. Nutrient Requirement of Warmwater Fish and Shellfish. National Academy of Sciences. Washington, D.C.

New, B.M. 1986. Aquaculture of Post Larvae Marine of Super Family Serranidae, WithSpecial Reference to Sea Bass, Sea Bream and Groupers. A Review Kuwait Institute for Scientific Research, State of Kuwait. Bull. Of Marine Science, 7 : 75-157 .

Watanabe, T. 1988. Fish Nutrition and Mariculture. Japan International Cooperation Agency

BAB VIIIPENYAKIT PADA BUDIDAYA IKAN KERAPU

Oleh : Philipus Hartono, Julinasari Dewi dan Toha Tusihadi

A. Latar Belakang

Budidaya laut di Indonesia menunjukkan perkembangan kearah pembudidayaan yang

semakin intensif, terutama untuk jenis–jenis ikan dengan nilai ekonomis tinggi antara

lain Kerapu, Kakap Putih, Kakap Merah, dan Kuda Laut. Dan perkembangan tersebut

beberapa tahun terakhir berjalan cepat.

Intensifikasi pengembangan budidaya laut biasanya selalu diikuti kendala-kendala

yang mungkin sangat merugikan pengusaha. Munculnya penyakit merupakan salahsatu

kendala utama pada pembudidayaan tersebut. Beberapa penyakit, baik penyakit infeksi

(serangan hama dan agen infeksi seperti bakteri dan virus) maupun noninfeksi (water

61

ISBN : 979-95483-5-7

Page 62: Buku Kerapu

quality diseases, nutritional diseases) sangat merugikan, mulai dari serangan akut yang

menyebabkan kematian massal hingga kasus-kasus kronis (tidak menunjukkan gejala

sakit) dan subklinis (tidak menunjukkan perubahan) yang mengakibatkan gangguan

pertumbuhan. Penanggulangan penyakit merupakan faktor penting dalam

mengantisipasi kerugian akibat kegagalan maupun penurunan produksi.

Diagnosa penyakit berfungsi sebagai alat bantu penyelesaian kasus pada ikan sakit/mati

dan sebagai pertimbangan (pada tingkat laboratorium) dalam menghadapi kendala-

kendala budidaya, seperti studi mutu dan kualitas pakan pada tingkat jaringan dan

kasus-kasus lain pada ikan-ikan budidaya yang tidak menunjukkan gejala sakit.

Penanggulangan kendala-kendala budidaya yang dilakukan harus memperhatikan

aspek-aspek lingkungan, serta secara sosial ekonomi menguntungkan dan diterima

masyarakat.

B. Penyakit dan Diagnosa Penyakit

Penyakit muncul sebagai suatu proses yang dinamis hasil interaksi antara inang (host),

jasad penyebab penyakit (pathogen) dan lingkungan (environtment). Keseimbangan

ketiga faktor tersebut menyebabkan tidak munculnya penyakit. Hal sebaliknya akan

terjadi apabila keseimbangan tersebut terganggu. Munculnya penyakit tersebut dapat

dipicu oleh beberapa antara lain lingkungan yang kurang mendukung (fisik, kimia

maupun biologi), kepadatan ikan yang melebihi daya dukung (carrying capacity),

rendahnya mutu pakan yang diberikan, serta menurunnya daya tahan tubuh.

Secara umum peyakit dapat digolongkan menjadi penyakit infeksi (infectious diseases)

dan non infeksi (noninfectious diseases). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh virus,

bakteri, jamur, protozoa, maupun metazoa. Sedangkan faktor-faktor noninfeksi antara

lain variasi lingkungan (oksigen, temperatur, pH, dan salinitas), biotoksin (toksin alga,

62

Page 63: Buku Kerapu

toksin zooplankton, mikotoksin, dan toksin dari tumbuhan), obstruksi insang, polutan,

rendahnya mutu pakan dan akibat penggunaan bahan kimia dalam pengobatan.

Penanganan secara tepat tidak terlepas dari penetapan diagnosa yang akurat. Hal ini

bisa dipahami karena diagnosa penyakit akan sangat membantu dalam

penanganan/pengobatan yang rasional. Dengan demikian perlu diketahui dasar-dasar

pelaksanaan diagnosa penyakit, khususnya penyakit ikan.

1. Diagnosa Penyakit

Diagnosa merupakan suatu cara untuk mengetahui kejadian yang menyimpang dari

sifat-sifat normal dan menentukan penyebabnya. Diagnosa tersebut meliputi

diagnosa klinik dan diagnosa laboratorik. Hasil diagnosa akhir yang ditetapkan akan

menjadi bahan pertimbangan dalam penanganan dan meramalkan akhir dari suatu

penyakit (prognosa).

Diagnosa klinik atau sering disebut diagnosa fisik dilakukan berdasarkan pada

gejala-gejala khusus (symptom) yang nampak. Tingkat kepercayaan diagnosa sangat

tergantung kepada keakuratan dalam pengumpulan data tentang sejarah ikan, kondisi

perairan, dan penemuan symptom. Sebagai pendukung dilakukan pemeriksaan

kualitas perairan dan diagnosa laboratorik terhadap ikan sakit. Dari seluruh hasil

pemeriksaan tersebut kemudian ditetapkan diagnosa akhir.

Sejarah ikan mempunyai arti diagnostik yang sangat penting, antara lain meliputi

status ikan dan riwayat kejadian penyakit. Status ikan meliputi jenis/spesies,

populasi, umur, kelamin, ukuran dan berat, asal daerah ikan, serta sistem manajemen

pemeliharaan yang dijalankan. Dalam riwayat/sejarah kejadian penyakit perlu

diketahui insidensi (keberlangsungan) penyakit serta derajat kematian dan kesakitan.

63

Page 64: Buku Kerapu

Data tersebut digunakan sebagai indikasi untuk menduga agen penyebab penyakit

(kualitas air, virus, bakteri, parasit, pakan atau faktor lain).

Diagnosa fisik dimulai dengan pemeriksaan luar, dilakukan sejak ikan masih di

dalam bak/karamba jaring apung. Pemeriksaan diarahkan pada perubahan tingkah

laku abnormal seperti mengendap di dasar, berenang dengan posisi terbalik, adanya

gerak tak terkoordinasi ataupun menggesek-gesekkan badan pada dinding bak.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan bagian luar tubuh secara menyeluruh terhadap

kemungkinan adanya abnormalitas maupun perubahan abnormal tubuh dan organ

tubuh. Pemeriksaan luar meliputi : pengamatan terhadap pertumbuhan, abnormalitas,

warna kulit, produksi lendir kulit, sisik, parasit kulit, warna sirip dan keadaan sirip,

warna insang, produksi lendir insang serta adanya parasit atau benda asing pada

insang , kekeruhan mata dan eksoptalmia.

Bedah bangkai dilakukan dengan membuka rongga perut sepanjang sisi bawah perut

mulai dari rectum kearah depan sampai rahang bawah, kemudian dilanjutkan dengan

sayatan kesamping sepanjang sisi rongga perut. Pemeriksaan dilakukan terhadap

rongga tubuh dan dinding perut (warna, keadaan, dan timbunan cairan) diikuti

dengan pengamatan ukuran, bentuk, warna, konsistensi dan letak/susunan anatomi

organ dalam secara menyeluruh terhadap jantung, hati, limpa, usus, gelembung

renang, dan terakhir ginjal. Setiap pemeriksaan organ tubuh masing-masing dapat

diikuti dengan isolasi bakteri (hati, limpa dan ginjal) serta preparasi (persiapan)

organ untuk pemeriksaan laboratorik lainya.

Jumlah ikan yang diperlukan untuk pemeriksaan sampel tergantung pada agen

kausatifnya. Penyakit yang disebabkan oleh bahan toksik memerlukan 2-3 ekor ikan

sakit dari berbagai macam spesies. Sedangkan yang disebabkan oleh infeksi bakteri

atau virus memerlukan 3-10 ekor ikan sakit, serta yang disebabkan oleh jamur dan

parasit memerlukan 10-15 ekor ikan sakit.

64

Page 65: Buku Kerapu

Setelah pemeriksaan fisik, untuk keperluan peneguhan diagnosa, selanjutnya

dilakukan pemeriksaan laboratorik. Jika pemeriksaan laboratorik tidak mungkin

dilakukan dan memerlukan bantuan dari instansi lain, sampel ikan yang dikirim

disertai dengan surat pengantar sampel. Surat pengantar tersebut antara lain berisi

penjelasan tentang : tanggal, umur, jenis ikan, ukuran ikan, jenis kelamin, tempat,

gejala penyakit yang ditunjukkan, perubahan makroskopik dari lesi yang ditemukan

saat otopsi, perkiraan jumlah ikan dengan lesi yang sama atau yang mati, serta

tentang kondisi lingkungan (misalnya sumber air, kualitas air, jumlah dan ukuran

pakan, frekuensi pemberian pakan, pengobatan/penanganan yang telah dilakukan,

dll).

2. Preparasi Jaringan

Diagnosa laboratorik selain membantu peneguhan diagnosa dalam pemeriksaan fisik

juga berfungsi untuk mendeteksi penyakit dan agen penyebab penyakit yang

menyerang. Hal ini dapat dipahami karena beberapa kasus penyakit yang berbahaya

bersifat subklinis. Sebagai contoh, serangan VNNV (Viral Nervous Necrosis Virus)

pada induk tidak menunjukkan gejala klinik, akan tetapi dapat menyebabkan

kematian massal pada larva ikan yang tertular.

Keakuratan hasil pemeriksaan laboratorik sangat tergantung pada persiapan preparat

sebelum pemeriksaan dilakukan. Ikan yang digunakan untuk pemeriksaan sebaiknya

ikan yang masih hidup, atau baru saja mati. Ikan yang terlalu lama dibiarkan

(walaupun disimpan dalam referigerator) tanpa dilakukan fiksasi (pengawetan)

terlebih dahulu akan mengurangi keakuratan hasil pemeriksaan. Tiap-tiap

pemeriksaan memerlukan perlakuan yang berbeda, dan untuk beberapa pemeriksaan

memerlukan fiksasi.

Dalam pemeriksaan Histopatologi (analisa perubahan jaringan ) fiksasi bertujuan

untuk mematikan sel dan mengeraskan jaringan secara cepat. Jaringan akan dengan

cepat mengalami autolisis segera setelah ikan mati. Apabila larutan fiksatif tidak

tersedia, jaringan harus secepatnya disimpan dalam refrigerator. Adapun larutan

65

Page 66: Buku Kerapu

fiksatif yang digunakan adalah buffered formalin. Untuk pemeriksaan ikan yang

berukuran kecil (panjang kurang lebih 10 cm) harus dilakukan sayatan memanjang

dibagian ventral perut sepanjang rectum hingga mandibula dan melepas otot yang

menutupi sisi perut. Bila ukuran besar tiap organ dipreparasi dengan potongan 0,5

X 0,5 cm. Selanjutnya seluruh sample dimasukkan dalam larutan buffered formalin.

Larutan fiksatif yang digunakan untuk keperluan pemeriksaan virus dengan metode

PCR (polymerase chain reaction) adalah Alkohol 80%. Organ-organ yang dipakai

sebagai 66ample antara lain otak, mata, hati, limpa, dan ginjal.

Seperti halnya untuk pemeriksaan Histopathologi, pemeriksaan bakteri hendaknya

dilakukan sesegera mungkin. Jika hal itu tidak dapat dilakukan simpan di dalam

refrigerator. Bakteri diisolasi dari luka-luka tubuh, hati, limpa, dan ginjal.

3. Diagnosa Laboratorik

Mikroorganisme penyebab penyakit dapat berupa parasit, bakteri, jamur maupun

virus. Diperkirakan terdapat lebih dari 20 penyakit kutaneus (penyakit yang

menyerang kulit) dan penyakit sistemik, 30 penyakit virus, dan 100 penyakit

parasiter (Mangunwiryo, 1993). Pemeriksaan laboratoris meliputi pengamatan

terhadap parasit tubuh; uji bakteri, virus, dan interpretasi obat.

Pelaksanaan diagnosa laboratorik sejauh mungkin dihindarkan dari kemungkinan

adanya perubahan struktur dan fungsi sel serta kontaminasi selama penanganan.

Diagnosa laboratorik pada ikan lebih kompleks dibandingkan dengan mamalia,

sebab terdapat interaksi antara hospes, faktor infeksi dan noninfeksi dalam

penempakan gejala penyakit. Dengan demikian, sangat penting pemeriksaan

laboratorik dilakukan terhadap ikan sakit/mati yang masih segar. Prosedur

pemeriksaan meliputi :

a. Pemeriksaan Makroskopik/Submakroskopik

66

Page 67: Buku Kerapu

Pemeriksaan makroskopik berfungsi untuk mengamati adanya perubahan

anatomi secara umum. Pemeriksaan ini telah dibahas lebih mendalam pada

pemeriksaan fisik. Pemeriksaan submakroskopik antara lain meliputi penyiapan

preparat apus pada lendir/kerokan kulit, penyiapan preparat usap insang,

preparat tempel jaringan, preparat usap jaringan, dan preparat tekan jaringan.

b. Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi berfungsi untuk mengetahui perubahan abnormal

pada tingkat jaringan dan kemungkinan agen penyebab utamanya. Pemeriksaan

ini hendaknya disertai dengan pengetahuan tentang gambaran histologi normal

jaringan, respon jaringan terhadap etiologi, dan patologi komparatif terhadap

hewan-hewan kelas tinggi.

c. Pemeriksaan Bakteriologi.

Hal yang menjadi pertimbangan dalam pemeriksaan bakteriologi adalah faktor-

faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri, terutama pengaruh terhadap

suhu. Penanaman bakteri patogen ikan dapat dibiakkan pada media rutin pada

suhu rendah (sekitar 28oC). Jangan menginkubasikan pada suhu 37oC keatas.

Beberapa perkecualian temperatur yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri:

Renibacterium salmoninarum 15oC dan A. Salmonicida 37oC. Selain media rutin,

ada beberapa media selektif untuk beberapa bakteri patogen antara lain TCBS

(Thiosulphate Citrate Bile Salt ), Marine Blood Agar untuk vibrio spp.;

Rimler-Shot Medium untuk A. hydrophila, Y. ruckeri, dan Edwardsiella sp;

Kidney Disease Medium untuk R. Salmoninarum. Pemeriksaan untuk kasus-

kasus karier pada ikan menggunakan subsampling 2-5% dari populasi.

Untuk mengetahui jenis bakteri yang menyerang pada suatu populasi, dilakukan

identifikasi bakeri. Salah satu metode identifikasi adalah pengecatan gram dan

dilanjutkan dengan uji biokimiawi. Sedangkan untuk menekan kegagalan

pengobatan infeksi bakterial karena kesalahan pemilihan obat dapat dilakukan

67

Page 68: Buku Kerapu

pengujian obat yang akan digunakan terhadap bakteri yang menginfeksi. Uji

biologi obat yang relatif sederhana dan mudah dilakukan antara lain Disc

sensitivity test, Interpretasi sensitivity test, Minimum inhibitory concentration

(MIC), minimum bactericidal concentration, dan minimum antibiotic

concentration. Metode yang digunakan di Balai Budidaya Laut adalah disc

sensitivity test dan interpretation of sensitivity test.

d. Pemeriksaan virologik

Ada beberapa metode terhadap penyakit viral. Pemeriksaan terhadap

kemungkinan infeksi secara histologi dilihat adanya cytopathic effect dan reaksi

peradangan pada jaringan terinfeksi.

Pemeriksaan cytopathogenic effect secara invitro dilakukan dengan pembiakan

virus, kemudian diikuti dengan pemeriksaan mikroskpik. Identifikasi definitif

lain anatara lain dengan metode netralisasi virus, fluororesensi antibodi, fiksasi

komplemen dan ELISA.

Penggunaan bioteknologi untuk pemeriksaan virus telah banyak digunakan.

Salahsatunya adalah penggunaan metode PCR (Polymerase Chain Reaction).

Metode lain yang lebih praktis dengan metode tersebut adalah penggunaan

imuno(sito)histokimia, misalnya penggunaan pewarnaan dengan metode

Immunoperoxidase Monolayer Assay (IPMA).

e. Pemeriksaan Parasitologi

Pemeriksaan parasit meliputi pemeriksaan mikroskopik pada preparat-preparat

usap dan tekan jaringan (lihat submakroskopik).

f. Pemeriksaan Lain

68

Page 69: Buku Kerapu

Uji-uji lain di laboratorium antara lain uji serologis untuk diagnosa cepat, uji

aglutinasi, dan pemeriksaan darah.

C. Penyakit Ikan yang Ditemukan di Balai Budidaya Laut

1. Parasit

Parasit penyebab penyakit yang menyerang ikan Kerapu antara lain : Monogenia

(termasuk dalam golongan Platyhelminthes) yang menyerang kulit, Diplectanum

sp (sejenis cacing pipih golongan Trematoda) menyerang insang, Isopoda

(golongan Crustacea) yang menyerang pangkal lidah dan insang, Cryptocaryon

irritans (golongan Protozoa) yang menyerang kulit dan Trichodina sp (golongan

Protozoa)yang menyerang kulit, insang dan sirip.

Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh serangan Monogenia, antara lain kehilangan

nafsu makan, gerak renang lambat dan lesi pada kulit. Adapun serangan

Diplectanum sp ditunjukkan dengan gejala berupa : nafsu makan berkurang, sering

menggosok-gosokkan tubuh ke dinding bak pemeliharaan, tubuh dan insang pucat,

produksi lendir tinggi serta berenang di permukaan air dengan megap-megap dan

tutup insang terbuka.

Serangan Cryptocaryon irritans ditandai dengan adanya bintik-bintik putih yang

cukup dalam, ikan kehilangan nafsu makan, sisik lepas-lepas serta mata

membengkak. Trichodina sp menjangkiti ikan dengan menimbulkan gejala yang

hampir sama dengan serangan Cryptocaryon irritans, kecuali kerusakan pada kulit

jarang terjadi.

Akibat yang ditimbulkan oleh adanya serangan parasit biasanya tidak bersifat

fatal, umumnya kematian terjadi dalam jangka waktu yang lama.

2. Bakteri

69

Page 70: Buku Kerapu

Hasil analisa dengan metode pewarnaan gram dan uji biokimiawi bakteri yang

diisolasi dari luka-luka pada permukaan tubuh ikan dan organ-organ dalam

ditemukan Vibrio sp, Pateurella sp, dan Pseudomonas sp. Untuk diagnosa cepat di

lapangan terhadap kemungkinan infeksi oleh Vibrio sp digunakan media agar

selektif TCBS. Hasil pembiakan pada media TCBS terhadap organ-organ dalam

ikan sakit di BBL hampir selalu memberikan hasil yang positip. Beberapa bakteri

batang gram negatif lain juga telah diketahui menyerang pada hati limpa maupun

ginjal ikan kerapu. Beberapa kasus menunjukkan serangan tersebut bersifat

subklinis.

Bakteri yang terserang Vibrio sp menunjukka gejala antara lain; nafsu makan

berkurang, terjadi kelesuan, pembusukan pada sirip, mata menonjol dan terjadi

pengumpulan cairan pada perut. Kematian yang ditimbulkan oleh serangan bakteri

akut mungkin tidak terjadi secara massal, dan berlangsung secara bertahap dalam

waktu yang tidak lama.

c. Virus

Analisa virus dilakukan dengan metoda PCR (Polymerase Chain Reaction) dan

ditemukan infeksi VNNV (Viral Nervous Necrosis Virus) pada ikan Kerapu Tikus.

VNNV termasuk dalam golongan Donaviridae.

Ikan Kerapu Bebek yang terserang VNNV ditandai dengan gejala sebagai

berikut :

- Ikan mengendap di dasar,

- Keseimbangan renang terganggu (kadangkala berputar putar),

- Bagian luar tubuh dan organ dalam tetap dalam keadaan baik (tanpa luka).

Serangan pennyakit bersifat sporadik pada larva ikan, sedang pada pembesaran dan

induk bersifat subklinis.

d. Pemeriksaan Histopatologi

70

Page 71: Buku Kerapu

Pemeriksaan histopatologi terhadap organ-organ tubuh ikan sakit menunjukkan

adanya perubahan-perubahan abnormal pada beberapa organ. Perubahan-perubahan

tersebut antara lain degenerasi melemak (beberapa ikan menunjukkan degenerasi

yang berat) serta hepatopankreatitis subakut pada hati ikan Kerapu Macan, Kerapu

Malabar dan Kerapu Tikus. Disamping itu dijumpai pula adanya ensefalitis akut-

subakut disertai vakuolisasi pada parenkim otak, glomerulonefritis subakut pada

ginjal, serta akumulasi hemosiderin pada lien. Dari gambaran histologi ini perlu

dipertimbangkan faktor-faktor infeksi dan mutu pakan dalam proses kejadian

penyakit. Disamping itu ditemukan juga kista parasit pada jaringan otot benih

Kerapu Bebek.

D. PENANGANAN PENYAKIT

Penanganan penyakit di BBL meliputi usaha-usaha pencegahan, pengobatan dan

pemberantasan. Usaha-usaha tersebut meliputi pemberian multivitamin, perendaman

dengan kemoterapeutik, pemberian obat peroral (melalui mulut), pemusnahan ikan dan

desinfeksi bak-bak pemeliharaan.

Penanggulangan terhadap infeksi ektoparasit (parasit yang berada di luar tubuh)

dilakukan dengan perendaman air tawar selama lima menit dengan dua kali

pengulangan. Perendaman dapat juga dilakukan dengan H2O2 150 ppm selama 30

menit, Malachite Green dengan konsentrasi 1-3 ppm selama satu jam. Apabila telah

terjadi luka yang disertai dengan infeksi sekunder pengobatan dilakukan dengan

perendaman acriflavin konsentrasi 5-10 ppm selama 1-2 jam atau prefuran 1-2 ppm

selama setengah sampai satu jam masing-masing dilakukan tiga hari berturut-turut.

Untuk pencegahan di karamba jaring apung perendaman dengan air tawar dilakukan

sekali sebulan.

Pengobatan sekaligus pemberantasan terhadap infestasi Monogenia pada ikan-ikan

yang dipelihara dalam bak pemeliharaan dilakukan dengan perendaman sekaligus

pemindahan dari satu bak ke bak lainnya. Perendaman dapat dilakukan dengan H2O2

71

Page 72: Buku Kerapu

150 ppm selama 30 menit. Pada perendaman yang pertama diharapkan semua stadium

parasit yang ada pada tubuh ikan, kecuali telur akan lepas. Setelah parasit lepas semua

ikan dipindahkan dalam bak kedua yang bebas penyakit. Selama tujuh hari telur parasit

yang tertinggal dalam tubuh akan berkembang menjadi oncomiracidium. Perendaman

yang kedua dilakukan untuk melepaskan oncomiracidium dari tubuh ikan. Setelah

perendaman ikan terbebas dari semua stadium Monogenia. Ikan-ikan ini dapat

dipindahkan kembali ke dalam bak pemeliharaan yang pertama setelah sebelumnya

dilakukan desinfeksi dan pengeringan selama tujuh hari.

Pengobatan ikan terhadap infeksi bakteri dilakukan dengan perendaman antibiotik

(antara lain Oxytetracyclin, Enrofloxacin, Gentamycin), pemberian preparat sulfa

ataupun antiseptika ( misalnya: Prefuran, Acriflavin). Perlakuan dengan senyawa-

senyawa tersebut juga berguna untuk pencegahan terhadap infeksi. Dalam pengobatan,

selain pertimbangan efektifitas obat terhadap agen penyakit tertentu juga harus

mempertimbangkan pencemaran lingkungan. Untuk hal ini perlu dilakukan uji

interpretasi obat terhadap sensitifitas bakteri yang berasal dari perairan bebas, air bak

pemeliharaan dan bakteri dari organ dalam ikan. Uji interpretasi obat juga sebagai salah

satu pertimbangan awal dalam penggunaan obat yang sebelumnya belum pernah

digunakan di suatu lokasi.

Uji alternatif penggunaan antibiotik dalam pengobatan terhadap bakteri yang diisolasi

dari organ-organ dalam (hati, limpa, dan ginjal) ikan sakit di Balai Budidaya Laut dan

wilayah sekitarnya telah dilakukan. Dengan metode Interpretation of sensitivity test,

kemampuan antibakteri beberapa antibiotik berikut terhadap bakteri tersebut diatas

semakin menurun, berturut-turut : Enrofloxacin, Klorampenikol, Gentamicin, dan

terakhir Oxytetrasilin.

Penanganan terhadap infeksi virus dilakukan dengan pemusnahan ikan-ikan terinfeksi,

diikuti dengan desinfeksi dan pengeringan bak pemeliharaan. Pencegahan terhadap

72

Page 73: Buku Kerapu

kemungkinan terjadi penularan dari ikan yang baru didatangkan dari luar perlu

dilakukan karantina sampai ikan dinyatakan sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1985. Patologi Klinik Pada Ikan, Diagnosa dan Pencegahan Penyakit Ikan. Sub Balai Penelitian Budidaya Pantai, Bojonegara. Serang.

Anonim. 1993. Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Penyakit Ikan. Direktorat Bina Sumber Hayati, Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta.

Chang, Y.C. and T.M. Chao. 1986. Common Diseases of Marine Foodfish. Fisheries Hand Book No. 2. Primary Production Department Ministry of National Development Republic of Singapore.

Mangunwiryo, H. 1993. Deskripsi dan Identifikasi Patogen Penyebab Penyakit Ikan oleh Virus. Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.

Moller, H. and K. Andes. 1986. Diseases and Parasites of Marine Fishes. Verlog Moller Publications. Germany.

Pitogo, C.L. 1995. Disease Development. Aquaculture Department, SEAFDEC Training and Information Division. Iloilo, Philippines.

Zafran, Roza, D., Koesharyani, I., Johny, F., and Yuasa, K. 1998. Manual for Fish Diseases Diagnosis, Marine Fish and Crustacean Diseases in Indonesia. Gondol Research Station for Coastal Fisheries, Central Research Institute for Fisheries Agency for Agricultural Research and Development and Japan International Cooperation Agency (JICA). Indonesia.

Anderson, D.P., 1974, Fish Imunology, T.F.H. Publication, Inc. Ltd., Neptune.

73

Page 74: Buku Kerapu

Robert, R.J., 1989, Fish Pathology, Second edition, Bailliere Tindal, Philadelphia.

Phillips, P.H., 1988,Submission of and Post Mortem Examination of Fish, Fish Diseases Refresher Course for veterinarians, Proceeding 106, Post Graduate Committee in Veterinary Science, University of Sydney, NSW, Australia

Humphrey, J.D.,1988, Laboratory aprocedur for the Identification of Fish Patogen, Fish Diseases Refreser Course for Veterinarians, Proceeding 106, Post Graduate Committee in Veterinarians Science, University of Sydney, NSW, Ausralia.

Kurniasih, 1999, Penunun Proses Jaringan dan Atlas Histologi Ikan, Pusat Karantina Ikan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Kurniasih, 1999, Deskripsi Histopatologi Ikan, Pusat Karantina Ikan, Departemen Pertanian, Jakarta.

74

Page 75: Buku Kerapu

BAB IX

PANEN DAN PENANGANAN PASCA PANEN

Yuwana Puja, Sudjiharno, dan Syarifudin

A. Latar Belakang

Hasil produksi ikan bagi sumber devisa negara dan pemenuhan kebutuhan konsumsi

manusia antara lain berasal dari usaha penangkapan dan hasil budidaya. Tetapi hasil

penangkapan masih belum dapat diandalkan dalam penyediaan ikan segar maupun ikan

hidup jika dibandingkan dari hasil usaha budidaya.

Budidaya laut di Karamba Jaring Apung merupakan suatu alternatif yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan produktivitas perikanan. Jenis-jenis ikan laut yang dapat

dikembangkan antara lain ikan Kerapu Tikus dan ikan Kerapu Macan.

Peluang ekspor ikan kerapu Indonesia di pasaran Internasional cukup baik. Menurut

data statistik perikanan, beberapa negara konsumen utama adalah Singapura,

Hongkong, Taiwan, China dan Jepang. Untuk memperoleh nilai tambah, maka

produksi ikan kerapu lebih banyak di jual dalam bentuk hidup.

75

ISBN : 979-95483-5-7

Page 76: Buku Kerapu

Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga kualitas ikan kerapu dalam budidaya

antara lain teknik pemanenan yang meliputi : penentuan waktu pemanenan, peralatan

panen, sampling, metoda dan teknik panen serta pengelolaan pasca panen.

B. TEKNIK PEMANENAN

Teknik pemanenan ikan pada unit Karamba Jaring Apung relatif mudah di lakukan dan

dapat di lakukan panen total maupun panen sebagian sesuai dengan permintaan pasar,

terutama pada waktu harga jual tinggi.

1. Waktu Pemanenan

Waktu pemanenan ikan biasanya ditentukan oleh ukuran permintaan pasar. Ukuran

Super biasanya berukuran 500gram – 1000 gram/ekor dan merupakan ukuran yang

mempunyai nilai jual tertinggi.

Untuk jenis kerapu macan waktu pemanenan adalah 4 bulan setelah pemeliharaan

dengan berat awal 50 – 75 gram /ekor. Sedangkan pada ikan kerapu Tikus

dilakukan pemanenan setelah 9 bulan pemeliharaan dengan berat awal 75 gram-100

gram/ekor. Pemanenan ikan untuk calon induk, biasanya dilakukan setelah ukuran

ikan mencapai ukuran diatas 1000 gram /ekor.

Pelaksanaan panen sebaiknya pada pagi hari atau sore hari, agar dapat mengurangi

stress pada ikan selama berlangsung pemanenan. Pengangkutan ke tempat tujuan

penjualan, diusahakan pada malam hari, untuk memudahkan pengaturan suhu dan

menghindari ikan stress.

2. Peralatan Panen

Beberapa peralatan panen yang diperlukan antara lain : Scoop net, timbangan, alat

tulis, kapal/perahu, bak transportasi volume ± 1 ton, bak pemberokan volume ± 4

ton dan peralatan aerasi.

76

Page 77: Buku Kerapu

3. Sampling

Sebelum dilakukan pemanenan, terlebih dahulu dilakukan sampling yang bertujuan

untuk mengetahui kondisi ikan dan estimasi hasil panen.

4. Metode Panen

Metode panen dalam budidaya ikan Kerapu di Karamba Jaring Apung adalah :

a. Panen Total

Dalam metode ini, semua ikan yang dipelihara dipanen. Biasanya hal ini

dilakukan karena permintaan pembeli dalam jumlah banyak atau semua ikan

telah memenuhi persyaratan berat untuk pemanenan.

b. Panen Sebagian

Metode ini dilakukan karena beberapa alasan, yakni ukuran ikan yang

dipelihara tidak seragam, permintaan pembeli yang mengklasifikasikan berat

tertentu atau permintaan pembeli yang relatif sedikit. Panen selektif ini

dilakukan dengan mengambil sebagian ikan yang sudah masuk ukuran tertentu,

sedangkan sisanya dapat dipisahkan untuk dipelihara lagi.

5. Teknik panen

5.1. Produk ikan hidup

Pemanenan ikan di Karamba Jaring Apung dapat segera dilakukan setelah

semua peralatan yang akan digunakan untuk pemanenan telah tersedia.

Biasanya ikan dipuasakan 24 jam sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk

menghindari ikan muntah selama pengangkutan.

Tahapan panen, mula-mula jaring dibagi menjadi dua bagian dengan

menggunakan bambu atau kayu, agar memudahkan dalam pengambilan ikan.

Untuk panen ikan hidup, perlu dipersiapkan bak penampungan sementara,

volume ± 1 ton yang di isi air laut bersih.

77

Page 78: Buku Kerapu

Dengan menggunakan scoop net, ikan diambil dari jaring dan ditampung

dalam bak penampungan tersebut. Satu bak penampungan dapat berisi 100

ekor ikan, sehingga untuk panen ikan total, memerlukan beberapa kali trip

pengangkutan dari karamba ke darat.

Setelah ikan ditampung dalam bak penampungan sementara, segera ikan

dibawa ke darat menggunakan kapal / perahu. Selanjutnya dengan

menggunakan ember/container kecil, ikan-ikan tersebut dipindahkan dari

kapal ke bak penampungan di darat.

Bak penampungan ikan di darat berukuran 4-10 ton yang terlebih dahulu di isi

air laut bersih dan dilengkapi peralatan aerasi.

5.2. Produk ikan mati segar

Cara pemanenan untuk produk ikan mati segar di KJA, relatif sama seperti

pada pemanenan untuk produk ikan hidup, hanya saja kepadatan ikan di bak

penampungan sementara (di kapal) dapat mencapai 300 ekor/bak.

Ikan kemudian dibawa ke darat, dan dapat langsung dikemas dalam bak /box

kayu yang sudah diberi es, atau ditampung sementara di bak penampungan

volume 4-10 ton, yang telah diisi air laut, ditambah es dan garam dapur untuk

mempercepat kematian ikan dan mengurangi akumulasi bakteri.

C. PENGELOLAAN PASCA PANEN DAN PENGANGKUTAN

Χ

1. Produk Ikan Hidup

Ikan hasil panen yang di tampung dalam bak penampungan di darat, biasanya

dipuasakan 24 jam sebelum pengangkutan . Untuk pencegahan penyakit,

dalam bak penampungan dilakukan perendaman dengan acriflavin 5 ppm

selama 1 jam atau methyline blue 3 ppm selama 1 jam. Setelah perendaman,

kemudian di alirkan air laut steril dan diusahakan dengan sistem air mengalir.

78

Page 79: Buku Kerapu

Pengangkutan ikan hidup sebaiknya dilakukan sore hari. Hal ini bertujuan

untuk menghindari ikan stres karena suhu tinggi di siang hari.

Sebelum di angkut, terlebih dahulu dilakukan penimbangan berat ikan, untuk

mengetahui berat total panen, dan ikan siap diangkut dengan menggunakan

mobil pengangkut ikan yang dilengkapi dengan bak volume 1-3 ton dan

perlengkapan aerasi, kapasitas angkut ikan adalah 200 ekor/ton air.

Pengangkutan produk ikan hidup dengan media air pemeliharaan dan

dilengkapi sarana aerasi ini dapat dilakukan untuk jarak yang relatif jauh

dengan batas waktu 2 hari. Selebihnya harus dilakukan pergantian air laut

dibak transportasi tersebut dengan air laut yang bersih. Penanganan ikan

ditempat tujuan, antara lain : mempersiapakan bak penampungan dan diisi air

laut bersih, dan diusahakan sistem air mengalir.

Ikan dipindahkan dari mobil pengangkut ikan , ke bak penampungan secara

hati-hati. Untuk menjaga kesehatan ikan, dapat dilakukan pencegahan

penyakit dengan perendaman acriflvin atau methyline blue.

2. Produk Ikan mati segar

Wadah pengepakan dapat terbuat dari fibre glass, kayu, plastik atau

styrofoam. Sebelum ikan dikemas, terlebih dahulu di lakukan penimbangan

ikan untuk mengetahui total berat panen dan dilakukan pencucian, agar dapat

menghilangkan / mengurangi lendir pada ikan yang mengakibatkan turunnya

mutu produk.

Penyusunan ikan produk mati segar di kotak/bak pengemasan, antara lain

disusun berlapis, dengan es curah di dasar bak, kemudian susunan ikan

beberapa lapis, ditambah es curah kembali, apabila kapasitas cukup,dapat

ditambah susunan ikan lagi, kemudian ditambah es curah

79

Page 80: Buku Kerapu

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 1987. Petunjuk Teknis Pengangkutan Ikan Hidup . Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Anonimus, 2000. Rancangan Standar Nasional Indonesia : Produksi Pembesaran Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis), Valenciennes Kelas Pembesaran.

Anonimus, 2000. Rancangan Standar Nasional Indonesia : Produksi Pembesaran IkanKerapu Macan ( Epinephelus fuscoguttatus ), For skall, Kelas Pembesaran.

Suparno dan Hari Eko Irianto , 1995. Teknologi Pasca Panen dan Transportasi Ikan Hidup. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan ,Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian , Jakarta.

Santos, Leonor M, 1995. Postharvest Technology. Southeast Asian Fisheries Development Center, Tigbauan, Iloilo , Philippines.

80

Page 81: Buku Kerapu

BAB X

ANALISA USAHA

Nur Rausin, Agoes Soedarsono, dan Tiya Widi Aditya

A. LATAR BELAKANG

Dalam segala usaha soal keuangan dan modal lebih diutamakan disamping aspek

pemasaran produksi, personalia (tenaga kerja) dan aspek teknis serta lingkungan..

Pengendalian keuangan pada setiap pengusaha atau perusahaan diperlukan analisis

usaha. Analisa usaha merupakan pemeriksaan keuangan untuk mengetahui ssejauh

mana keberhasilan yang telah dicapai selama usaha itu berkembang. Dengan analisa

usaha ini, pengusaha membuat perhitungan dan menentukan tindakan untuk

memperbaiki dan meningkatkan keuntungan dalam perusahaannya.

Analisa usaha pembesaran ikan kerapu macan dan kerapu tikus ini menggunakan

konstruksi rakit dari kayu dan pelampung dari drum plastik. Biaya investasi masing-

masing usaha pembesaran kerapu macan dan kerapu tikus Rp. 94.565.000,- dan biaya

produksi sebesar Rp. 107.498.150,- dengan kapasitas produksi 3.553 kg untuk ikan

kerapu macan dan biaya produksi untuk kerapu tikus sebesar Rp.

176.991.863,- dengan kapasitas produksi 4.467,5 kg.

81

ISBN : 979-95483-5-7

Page 82: Buku Kerapu

Penebaran awal (tahap pendederan) ikan kerapu macan dan kerapu tikus adalah sama

yaitu 3 – 4 cm (1,2 – 2 gr) per ekor dengan takaran pakan setiap hari 15 – 20 % dari

bobot biomassa. Untuk tahap penggelondongan padat penebaran 100 – 150 ekor/m3

dengan ukuran 9 – 12 cm (15 – 25 gr) per ekor dengan takaran pakan setiap hari 10 –

15 % dari bobot biomassa dan tahap pembesaran padat penebaran 25 – 30 ekor/m3

dengan ukuran 15 – 17 cm (50 – 75 gr) per ekor dengan takaran pakan setiap hari 6 %

dari bobot biomassanya.

Lama pemeliharaan ikan kerapu macan 7 bulan mulai dari tahap pendederan,

penggelondongan, dan pembesaran dengan sintasan masing – masing 80 %, 85 %,

dan 95 %, dipanen pada bobot 500 gr/ekor. Ikan dijual dalam keadaan hidup di lokasi

panen (pemeliharaan) dengan harga rata – rata sebesar Rp. 75.000,-/kg.

Lama pemeliharaan ikan kerapu tikus 14 bulan, mulai dari tahap pendederan,

penggelondongan dan tahap pembesaran dengan tingkat sintasan masing – masing

90%, 95 %, dan 95 %, dipanen dalam keadaan hidup di lokasi pemeliharaan dengan

harga rata – rata Rp. 250.000,-/kg.

B. INVESTASI

Investasi dalam suatu usaha adalah alokasi dana ke dalam usaha yang bersangkutan,

dimana investasi tersebut meliputi penggunaaan dana untuk pengadaan sarana dan

prasarana produksi (Kadariah, dkk, 1978).

Biaya investasi awal sebesar Rp. 94.565.000,- dengan rincian sebagai berikut :

1. KJA dengan rumah kerja/jaga 4 unit = Rp. 35.000.000,-2. Jaring Pemeliharaan dan pengganti

a. Waring (1x1x1,5 m) mz 4 mm 56 bh x 40.000 = Rp. 2.240.000,-b. Jaring PE (1x1x1,5 m) mz 0,5” 60 bh x 300.000 = Rp. 18.000.000,-c. Jaring PE (1x1x1,5 m) mz 1,25” 18 bh x 700.000 = Rp. 12.600.000,-

3. Perahu motor tempel 5 pk Rp. 6.500.000,-4. Freezer sanyo (Vol : 600 liter) Rp. 6.000.000,-

82

Page 83: Buku Kerapu

5. Tabung gas oksigen Rp. 500.000,-6. Aerator AC dan Accu Rp. 1.000.000,-7. Rumah genset Rp. 1.500.000,-8. Generator Listrik 5 KVA Rp. 7.250.000,-9. Water pump Sanwa Rp. 600.000,-10. Instalasi kabel dan penerangan Rp. 1.650.000,-11. Mesin giling daging manual Rp. 225.000,-12. Peralatan kerja (Serokan, gunting, keranjang, dll) Rp. 1.500.000,-

_____________________________________T o t a l Rp. 94.565.000,-

C. BIAYA PRODUKSI

Biaya produksi merupakan modal yang harus dikeluarkan untuk membudidayakan ikan

kerapu macan dan kerapu tikus, dari persiapan sampai panen. Dalam hal ini termasuk

biaya perawatan, izin usaha, pengobatan benih, pakan, dan lain – lain.

Biaya produksi ini dapat dibedakan antara biaya tetap dan biaya variabel.

a. Biaya tetap.

Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan dengan produksi nol, atau biaya

tidak berubah meskipun volume produksi berubah. Pendapat lain mengatakan

bahwa biaya tetap adalah seluruh jenis biaya yang selama satu periode produksi

tetap jumlahnya dan tidak mengalami perubahan. Biaya tetap termasuk perawatan,

izin usaha, penyusutan, dan gaji pegawai.

Kerapu Macan

Biaya tetap untuk pembesaran kerapu macan diperlukan sebesar Rp. 30.647.990,-

selama 7 bulan pemeliharaan, dengan rincian sebagai berikut :

1. Penyusutan 20 %/th Rp. 11.032.580,- 2. Perawatan (5 % investasi)/th Rp. 2.758.150,- 3. Izin usaha (2% investasi)/th Rp. 1.103.260,- 4. Gaji teknisi 3 orang @ Rp. 500.000,- X 7 bln Rp. 10.500.000,- 5. Gaji supervisor 1 orang Rp. 750.000,- X 7 bln Rp. 5.250.000,-

_____________________________________T o t a l Rp. 30.643.990,-

83

Page 84: Buku Kerapu

Kerapu Tikus

Biaya tetap untuk pembesaran kerapu tikus diperlukan sebesar Rp. 61.287.980,-selama 14 bulan pemeliharaan, dengan rincian sebagai berikut :

1. Penyusutan 20 %/th Rp. 22.065.170,- 2. Perawatan (5 % investasi)/th Rp. 5.516.290,- 3. Izin usaha (2% investasi)/th Rp. 2.206.520,-

4. Gaji teknisi 3 orang @ Rp. 500.000,- X 14 blnRp. 21.000.000,- 5. Gaji supervisor 1 orang Rp. 750.000,- X 14 bln Rp. 10.500.000,-

_____________________________________T o t a l Rp. 61.287.980,-

b. Biaya Variabel.

Biaya variabel merupakan biaya yang habis dalam satu kali produksi seperti biaya

untuk benih, pakan, obat – obatan, dan lain – lain. Pendapat lain mengatakan

bahwa biaya variabel adalah jenis biaya yang naik turun bersamaan dengan volume

kegiatan, biaya produksi bertambah maka biaya variabel pun bertambah dan

sebaliknya. Biaya variabel yang diperlukan sebesar Rp. 66.488.600,- dengan

rincian sebagai berikut :

Kerapu Macan

1. Benih ikan 3-4 cm = 11.000 ekor x Rp. 3.000,- Rp. 33.000.000,-2. Pakan Rucah

a. Pendederan 20% x (1,2 x 11.000) x 30 h x 2.500 Rp. 201.600,-b. Penggelond. 15% x (25 x 8.800) x 60 h x 2.500 Rp. 4.950.000,- c. Pembesaran 6% x (75 x 7.480) x 120 h x 2.500 Rp. 10.098.000,-

3. Multivitamin, Vit. C dan obat-obatan (1 paket) Rp. 1.000.000,-4. Bahan bakar

a. Solar 24 liter/hari = 5.040 liter x 650 Rp. 3.276.000,-b. Bensin =5.250 liter x 1.150 Rp. 6.037.500,-

5. Biaya lain-lain Rp. 1.000.000,-_____________________________________T o t a l Rp. 59.663.100,-

Kerapu Tikus

1. Benih ikan 3-4 cm = 11.000 ekor x Rp. 6.000,- Rp. 66.000.000,-2. Pakan Rucah

a. Pendederan 20% x (1,2 x 11.000) x 90 h x 2.500 Rp. 594.000,-

84

Page 85: Buku Kerapu

b. Penggelond. 15% x (25 x 9.900) x 120 h x 2.500 Rp. 11.137.500,- c. Pembesaran 6% x (75 x 9.405) x 210 h x 2.500 Rp. 22.219.313,-

3. Multivitamin, Vit. C dan obat-obatan (1 paket) Rp. 1.000.000,-4. Bahan bakar

a. Solar 24 liter/hari = 8.640 liter x Rp. 650,- Rp. 5.616.000,-b. Bensin = 9000 liter x Rp. 1.150,- Rp. 10.350.000,-

5. Biaya lain-lain Rp. 1.500.000,-_____________________________________T o t a l Rp. 118.416.813,-

D. ANALISA KEUANGAN

1. Pendapatan.

Pendapatan adalah seluruh unit produksi yang dapat dinilai dalam rupiah. Dalam

perhitungan pendapatan dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu pendapatan

kotor (marginal) dan pendapatan bersih atau disebut keuntungan/laba.

Pendapatan marginal adalah seluruh penerimaan dikurangi biaya tetap dan biaya

variabel. Perhitungan pendapatan atau laba rugi disajikan di bawah ini :

a. Untuk kerapu macan

1. Penerimaan (7.106 ekor x 0,5 kg x Rp. 75.000,-) Rp. 280.800.000,-2. Biaya tetap Rp. 30.643.990,- 3. Biaya Variabel Rp. 59.663.100,- 4. Pendapatan margin Rp. 190.492.910,-5. Pph (15 %) Rp. 28.573.940,-6. Pendapatan Rp. 161.918.970,-

b.Untuk kerapu tikus

1. Penerimaan (8.935 ek. x 0,5 kg x Rp. 250.000,-) Rp. 1.116.875.000,-2. Biaya tetap Rp. 61.287.980,- 3. Biaya Variabel Rp. 118.416.810,-4. Pendapatan margin Rp. 937.170.210,-5. Pph (15 %) Rp. 140.575.530,-6. Pendapatan Rp. 796.594.680,-

85

Page 86: Buku Kerapu

2. Break Event Point (BEP).

BEP merupakan suatu nilai dimana hasil penjualan produksi sama dengan biaya

produksi, sehingga pengeluaran sama dengan pendapatan dengan demikian pada

saat itu pengusaha mengalami impas, tidak untung dan tidak rugi.

Perhitungan BEP digunakan untuk menentukan batas minimum volume penjualan,

agar suatu perusahaan tidak rugi. Selain itu BEP dapat dipakai untuk

merencanakan tingkat keuntungan yang dikehendaki dan sebagai pedoman dalam

mengendalikan operasi yang sedang berjalan. BEP dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut :

a. Untuk kerapu macan

BT 30.643.99030.643.990BEP = = = =Rp. 38.991.790,-

BV 59.663.1000,764189458 1- 1- Penjualan 280.800.000

BEP (Q) = 38.991.790 : 75.000

= 519 kg

b. Untuk kerapu tikus

BT 61.187.98061.187.980 BEP = = = = Rp. 68.556.715,-

BV 118.416.810 0.89397487 1- 1- Penjualan 1.116.875.000

BEP (Q) = 68.556.715 : 250.000

= 274 kg

3. Benefit Cost Ratio (B/C).

86

Page 87: Buku Kerapu

B/C dalam perhitungannya lebih ditekankan pada kriteria - kriteria investasi atau

modal usaha yang pengukurannya diarahkan pada usaha untuk membandingkan,

mengukur, serta menghitung tingkat keuntungan usaha budidaya kerapu.

Dengan B/C ini dapat dilihat kelayakan suatu usaha. Bila nilainya 1, berarti usaha

tersebut belum mendapatkan keuntungan sehingga perlu pembenahan. Semakin

kecil nilai ratio ini, semakin besar kemungkinan perusahaan menderita kerugian.

Fungsi nilai B/C ini sebagai pedoman untuk mengetahui seberapa besar suatu jenis

ikan harus diproduksi pada musim berikutnya. Rumus B/C sebagai berikut :

a. Untuk kerapu macan

Hasil penjualan 280.800.000 B/C = = = 3,1

Biaya produksi 90.307.090

Nilai tersebut berarti dengan biaya produksi Rp. 90.307.090,- diperoleh hasil penjualan

sebesar 3,1 kali.

b. Untuk kerapu tikus

Hasil penjualan 1.116.875.000B/C = = = 6,2 Biaya produksi 179.704.793

Nilai tersebut berarti dengan biaya produksi Rp. 179.704.793,- diperoleh hasil

penjualan sebesar 6,2 kali.

4. Return of Invesment (ROI).

Return of Invesment adalah nilai keuntungan yang diperoleh pengusaha dari setiap

jumlah uang yang diinvestasikan dalam periode waktu tertentu.

87

Page 88: Buku Kerapu

Dengan analisis ROI, perusahaan dapat mengukur sampai seberapa besar

kemampuannya dalam mengembalikan modal yang telah ditanamkan. Pada

umumnya besar kecilnya nilai ROI ditentukan oleh :

a. Kemampuan pengusaha dalam menghasilkan keuntungan (laba)

b. Kemampuan pengusaha dalam mengembalikan modal

c. Penggunaan modal dari luar untuk memperbesar perusahaan.

Besarnya ROI dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

♦ Untuk kerapu macan

Laba usaha 161.918.970 ROI = = = 1,79 atau 179%

Biaya produksi 90.307.090

Artinya : Dari modal Rp 100,- yang diinvestasikan akan menghasilkan

keuntungan sebesar 179 %.

♦ Untuk kerapu tikus

Laba usaha 796.594.680ROI = = = 4,43 atau 443 % Biaya produksi 179.704.793

Artinya : Dari modal Rp 100,- yang diinvestasikan akan menghasilkan

keuntungan sebesar 443 %.

E. KESIMPULAN

Hasil analisa keuangan memperlihatkan bahwa usaha budidaya kerapu di KJA

memperoleh keuntungan cukup baik dan investasi ini akan memberikan

pengembalian dana secara baik serta dapat dipertanggung jawabkan.

Nilai investasi pembesaran ikan kerapu sebesar Rp. 94.565.000,- dan biaya

produksi untuk kerapu macan sebesar Rp.90.307.090,- akan menerima keuntungan

bersih sebesar Rp.161.918.970,- sedangkan untuk kerapu tikus dengan biaya

88

Page 89: Buku Kerapu

produksi sebesar Rp. 179.704.793,- akan menerima keuntungan bersih sebesar Rp.

796.594.680,-.

Rincian hasil analisis keuangan adalah sebagai berikut :

1. Kerapu Macan.

BEP = Rp. 38.911.790,- atau 519 kg

B/C = 3,1

ROI = 179 %

2. Kerapu Tikus.

BEP = Rp. 68.556.715,- atau 274 kg

B/C = 6,2

ROI = 443 %

DAFTAR PUSTAKA

Kadariah, dkk, 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta.

Pramu Sunyoto, 1994. Pembesaran Kerapu Dengan KJA. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rahardi, F, dkk, 1993. Agribisnis Perikanan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suad Hasan, 1994. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan, BPEE, Jakarta.

89

Page 90: Buku Kerapu

90