Buku Politik Perpajakan

  • Upload
    afris

  • View
    234

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    1/52

    L\150/\-\. !p..rJ..!200b@p417Ed i Slamet lrianto

    Syarifuddin Jurdi

    336.2- ; ::'4I .

    r 1p

    c.I

    /I

    Sanksi pelanggaran Pasal 72:Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun1997 Pasal 44 Tentang Hak Cipta

    1. Barang siapadengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatansebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat(1) dan ayat (2) dipidana penjara masing-masing paling singkat 1(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu

    juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tuj uh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Iima miliar rupiah).

    2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan ataubarang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait, sebagaimanadimaksud ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5(Iima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00(Iima ratus juta rupiah)

    POLITIK PERPAJAKAN

    MEMBANGUN DEMOKRASI NEGARA

    Kata PengantarDr. Machfud Sidik, MSc.

    Sambutan Direktur Jenderal Pajak

    Hadi Poemomo

    Pengantar

    Ketua MPR RI

    Dr. HM Hidayat Nurwahid, MA

    Pengantar

    Prof. Dr. Gunadi, M.Sc.,Akt

    ff iUII Press

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    2/52

    Ed i Slamet lrianto & Syarifuddin JurdiPolitik Perpajakan: Membangu n De mokrasi

    Yogyakarta: UII Press, 2005

    208 hlm . + xliv; 15 x 21 cm

    11 ISBN 979-3333-78-7 I1

    Negara ;- -

    Buku ini dipersembahkan:

    Cetakan Pertama, Oktober 2005Penyunting : Sobirin MalianPracetak : UII PressPcnerbit : UIIPress Yogyakarta (anggota lKAPI)

    Jl. Cik Di Tiro No.! , YogyakartaTel.(0274)547865, Fax.(0274)547864

    E-mail: [email protected];[email protected] lakcipta (tl2005 pada UIIPress dilindungiundang-undang.(all rights reserved)

    Kepada dr. Betty Ekawati, 5 ., Sp. KK., da n Salma Amda.

    Untukmereka yang menjadipemain peradaban masa depan;

    Muhamma d

    Ramdhan Abdurasyid, Hafid Dwi Prasetyo,

    Try Luthfi Nugroho,lkbar Riztki Hibatullah,

    Queen Choirunisa Tansa Tresna. da n

    Ashila Salsabila Syarif, Ahmad Mutawakkil Syarif,

    Semoga menjadi lebihbaik, maju da n berkualitas .

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    3/52

    [vi] __Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara

    ;;;;;;;; [vii]

    Bismillahirrahmanirrahim

    KATA PENGANTAR PENULIS

    Dengan memanjatkan puji da n syukur kepada Allah SWT

    adalah suatu kalimat pertama yang perlu kami

    ungkapkan, karena dengan ridho, rahmat, da n hidayah-Nya

    -buku ini dapat hadir dihadapan pembaca. Pada prinsipnya

    buku in i membedah persoalan yang masih relatif langka

    dibahas da n dikaji oleh para ilmuwan sosial politik, ekonomi

    da n ilmuwan hukum, yakni persoalan politik perpajakan

    dengan fokus persoalan demokrasi perpajakan yang belum

    menjadi perhatian rezim politik yang berkuasa.

    Buku politik perpajakan in i membedah seputar isu-isu

    penting mengenai a sp ek p o li t ik , d e mo kra si, sosial,

    kemanusiaan, teologis da n ekonominya. Kami menyadari

    menghadirkan wacana politik perpajakan tentu mengundang

    persetujuan (pro) da n penolakan (kontra), tepatnya kitab ini

    menghadirkan paradigma berpikir barn te ntang pajak yang

    selama ini hanya menjadi urusan ilmuwan ekonomi da n

    hukum semata, sementara aspek krusiallainnya yakni politik

    hampir terabaikan -akibat lebih lanjutnya pajakmenjadi elitis,

    tertutup, dan penuh manipulasi.

    Buku ini menurut hemat penulis menghadirkan diskursus

    baru te ntang pajak-sebuah diskursus yang bisa dipersoalkan

    oleh para ilmuwan pajak da n praktisi perpajakan. Mungkin

    buku ini banyakmengoreksi da n memberikan cara yang sesuai

    dengan prinsip pengelolaan negara yang demokratis kepada

    para pelaku perpajakan, terutama -tentu saja -para pembayar

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    4/52

    menuju kehidupan ekonomi politik yang lebih terbuka,

    transparan, akuntabel, da n ruang partisipasi warga secara

    meluas. Selain itu diuraikan pula tentang desentralisasi yang

    merupakan isu penting dalam konteks kehidupan politik

    bangsa agar is u desentralisasi dapat klop dengan usaha

    demokratisasi bangsa pada semua level kehidupan. Padabagian-bagian berikutnya, kami menjelaskan makna pajak

    yang demokratis, pajakyang berwajah "m anusia", pajakyang

    berdimensi keadilan, pajak yang relevan dengan misi besar

    bangsa yakni membebaskan manusia dari kemiskinan,

    kemelaratan dan ketertindasan. Begituah seterusnya kami

    menguraikan aspek pajak ini, da n bagian tertentu yang

    mungkin dapat menjadi bahan perbandingan, kami juga

    menghadirkan isu penting lain yang berpotensi besar menjadi

    sumber penerimaan negara di masa depail. adalah zakat, yangdalam beberapa hal tentu berbeda dengan pajak.

    Kitab ini menjadi lebih baik -sekalipun kadamya masih

    terbatas, tetapi apa yang disajikan terutama isi da n pokok

    kajiannya telah dibaca oleh beberapa pihak yang menurut

    hemat kami memiliki kompotensi atas masalah politik,

    demokrasi, pajakda n birokrasi pemerintahan. Selain itu, buku

    ini juga telah diberi beberapa catatan da n masukan oleh

    beberapa pihak sebelum diterbitkan, tegasnya buku ini telah

    didiskusikan dengan beberapa komponen penting dalam

    rangka memperoleh tambahan masukan untukperbaikannya.

    Kepada beberapa pihakyang telah berpartisipasi atas naskah

    dasarnya, kami mengucapkan terima kasih, tentu p ertama-

    tama kami menyampaikan terima kasih kepada Dr. H. H id ayat

    Nu r Wah id, MA, (selaku Ketua MPR RI maupun sebagai

    pribadi), Prof. Dr. Gun adi, MSc., da n Dr. Mahfud Sidik, MSc.,

    yang telah m embaca da n memberikan pe ngantar b agi kitab

    in i. Kesediaan ketiga orang tersebut untuk m emberikan

    pengantar bagi kitab ini mempakan p enghargaan yang tinggi

    buat kami, 'm en gin gat ketiganya masih m enyempatkan diri

    untuk membac a d an memberi pengant ar bagi buku ini d i

    [viii] __ Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negarapajak yang hanya dibebankan oleh negara, sementara mereka

    sebagai pembayar pajak tidak pemah mengetahui pajak yang

    telah disetorkan kepada negara, digunakan untuk apa ?

    Sebagai isu baru dalam aspek politik da n isu baru pula

    dalam konteks ilmu ekonomi dan hukum, kitab politik

    perpajakan ini membangun wacana ekonomi politikbaru yang

    akan menjadi acuan dari kebijakan politik rezim. Rezim politik

    segera memikirkan cara mengelola negara yang demokratis,

    cara mendesain ekonomi perpajakan yang berjiwa sosial,

    sehingga proyek demokrasi dapat diwujudkan bersama

    dengan demokrasi politik. Untuk menghadirkan aspek

    perpajakan yang demokratis, maka seharusnya pengelola

    pajak mengemban amanah rakyat dengan baik, memberikan

    akses informasi yang cukup kepada rakyat untukmengetahui

    pemanfaatan keuangan negara yang dikumpulkan dari pajak.

    Andai saja kondisi tersebut dapat diciptakan, maka pembayar

    pajakakan menyetorkan uang pajaknya kepada negara secara

    sukarela -tanpa ad a unsur paksaan, tentu dalam hal ini -

    n egara harus menyediakan ru an g bagi mereka -terutama

    ruang informasi yang cukup mengenai pemanfaatan uang

    .p a j a k . Proyek-proyek sosial politik rezim berkuasa yang

    dibiayai oleh uang pajak, serta sumber keuangan lain yang

    dihimpun dari b erbagai sumber hams berwajah "manusia".

    Menutup informasi ten tang pajak, sama dengan membiarkan

    konsolidasi demokrasi berjalan secara parsial -artinya aspek

    politik, ekonomi, hukum, dan budaya sudah semakindemokratis, tapi soal ekonomi politik yan g berkaitan dengan

    p ajak m asih tertutup, tentulah sesuatu yan g tidak diinginkan

    oleh steak holders d alam masyarakat.

    Pada bagian awa l buku ini, kami sengaja menguraikan

    secara lebih komprehensif tentang demokrasi menurut akar

    is tilah ny a da n b egitu pula dengan makna empirik dalam

    kc hidu pa n masyarakat Indonesia. Penjelasan demokrasi itu

    sc nd iri diorientasikan kepada usaha untuk lebih memahami

    makna-rnakna dasamya d engan tujuan yang lebih jelas yakni

    Kata Pen gantar__ fix]

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    5/52

    Kata Pengantar__ [xi]

    Ixl __ Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negaratengah kesibukan sebagai Pejabat Negara, Akademisi da n

    Aparatur Birokrasi. Begitu juga dengan Dr. Hadi Poernomo,

    MBA sebagai Direktur Jenderal Pajak yang telah memberikan

    kata Sambutan bagi buku ini .

    Akhirnya penulis ingin mengatakan rasa hutang budi

    kepada berbagai pihak terutama Promotor kami yakni Prof.

    Dr . Miftah Thoha, MPA; Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA; Prof.

    Dr. Warsito Utomo, Prof. Dr. Yahya A Muhaimin da n Prof.

    Dr. Mardiasmo, MBA. Terima kasih pula kami sampaikan

    kepada Dr . Purwo Santoso, MA da n Dr . E rw a n A gus

    Purwanto, atas waktu da n kesempatanberdiskusi dengan kami

    dalam banyak kesempatan, serta perhatiannya yang besar

    kepada kami hingga kami sering diberi bahan bacaan bagi

    kelancaran studi kami. Kepada teman-teman di program S-3

    Ilmu Sosial Politik Sekolah Pascasarjana UGM, diantaranya

    Dr. Noudy P. Tendean, M.5i., Dr. Cand. Fadel Muhammad,Dr . Cand . Hasanuddin, MA , Dr . Cand. Sr i Woro

    Wahyuningsih, MA, da n Ir. Akbar Tandjung, MS, serta yang

    lainnya yang tidak dapat kami sebutkan semua namanya

    disini.

    Terima kasih tentu pantas kami sampaikan kepada

    keluarga, mereka telah merelakan kami untukberbagi waktu

    -bahkan lebih banyak waktu yang kami habiskan untuk

    mengurus studi daripada bersama dengan keluarga,

    pengorbanan da n kerelaan mereka itulah yang ikut memacu

    da n memicu semangat kami dalam menempuh studi danmenyelesaikan kitab sederhana ini. Mereka adalah dr. Betty

    Ekawati, S., Sp.KK, da n generasinya Muhammad Ramdhan

    Abdurasyid, Hafid Dwi Prasetyo, Try Luthfi Nugroho, Ikbar

    Riztki Hibatullah, Queen Choirunisa Tansa Tresna. Juga

    kepada Salma Amda, SS., da n penerusnya Ashila Salsabila

    Syarif da n Ahmad Mutawakkkil Syarif.

    Perlu juga kami tambahkan, bahwa buku ini masih jauh

    d .1 ri kcscm p u r n a a n da n karena it u -kami mengharapkan

    adanya kritik da n koreksi yang diberikan oleh para pembaca

    yang budiman guna memperbaiki buku in i. Khusus kepada

    penerbit UII Press diucapkan terima kasih atas kesediaannya

    menerbitkan buku ini. Akhirnya, semoga karya sederhana in i

    dapat bermanfaat bagi pembaca yang budiman.

    Bulaksumur, September 2005

    Penulis

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    6/52

    [xii];;;;; Politik Perpajakan: Memban gun Demokrasi Negara ;;;;; [xiii]

    KATA PENGANTAR

    Studi ten tang politik, demokrasi da n perpajakan, ketigatiganya merupakan is u yang sangat penting dalamkehidupan masyarakat. Ketiga studi tersebut tidak jarang

    membingungkan tidak saja bagi masyarakat awam, birokrat,

    politisi namun juga para akademisi. Penggalian hubungan

    antara ilmu politik,demokrasi da n perpajakan selalu

    mengundang kontroversi yang berkepanjangan.

    Sympton da n bahaya implementasi demokrasi tanpa

    memperhatikan kemampuan ekonomi suatu bangsa akanmembawa keterpurukan, da n kemerosotan kesejahteraan

    suatu bangsa. Namun, keberhasilan pelaksanaan demokrasi

    khususnya di negara-negara maju akan membawa bangsa

    yang bersangkutan ke arah kehidupan pendewasaan

    demokrasi da n peningkatan kemampuan ekonomi bangsa yang

    bersangkutan termasuk didalamnya mengoreksi ketimpangan

    kemampuan ekonomi warga negaranya. Kehidupan

    demokrasi yang dewasa akan mengurangi kebrutalan da n

    pemaksaan sekelompok kekuatan politik untuk

    memarginalkan kelompok minoritas.Studi tentang perpajakan dalam dekade terakhir tidak

    lepas dari aspekpolitikda n didalamnya termasukpenerapan

    prinsip-prinsip demokrasi. Sistem perpajakan di lain pihak

    merupakan bagian dari instrumen kebijakan fiskal yang

    ditujukan terutama untukmencapai kebijakan ekonomi makro

    yang sasarannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

    masyarakat suatu negara. Fenomena dalam dekade 90-an yang

    terjadi di penjuru dunia menunjukkan bahwa negara-negara

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    7/52

    [xiv] __ Politik Perpajakan: Mem bangun Demokrasi Negarayang mengembangkan sistem demokrasi sebagai pilihan

    mengalami kenaikan dari 60 (enam puluh) negara pada tahun

    1989 menjadi 100 (seratus) negara pad a tahun 2000. Di antara

    negara-negara yang menerapkan sistem demokrasi tersebut

    ju str u mengalami penurunan kesejahteraan masyarakatnya .yaitu pada tahun 1989, persentase negara miskin yang

    menerapkan sistem demokrasi sebanyak 15 % da n justru pada

    tahun 2000 jumlah negara miskin yang menerapkan sistem

    demokrasi tidak selalu menjamin peningkatan pembangunan

    ekonomi.

    Demikian pula, implementasi desentralisasi yang tidak

    didukung dengan grand strategy yang komprehensifyang

    ditunjang dengan implementasi yang mempertimbangkan

    berbagai aspekbaikpolitik, latar belakang kehidupan bangsa,

    pluralitas etnik, keberagaman kebudayaan, sistem demokrasi

    dan kemampuan ekonomi bangsa yang bersangkutan akan

    menambah deretan negara yang gagal dalam melaksanakan

    proses desentralisasi. Desentralisasi dinilai berhasil bila dalam

    pelaksanaannya memberikan implikasi meningkatnya

    pelayanan sektor birokrasi kepada masyarakat, meningkatkan

    partisipasi masyarakat dalam penyediaan barang publik da n

    memenuhi preferensi dari masyarakat serta mempromosikan

    kehidupan yang lebih demokratis. Keberhasilan pelaksanaan

    desentralisasi tergantung pada desain desentralisasi it u sendiri,

    perencanaan strategik, pengembangan kelembagaan da n

    capacity building dari lingkungan birokrasi dan DewanPerwakilan Rakyat Daerah.

    Demikian pula sistem perpajakanyang baik terutama hams

    memperhatikan aspek kebijakan ekonomi yang dianut oleh

    negara yang bersangkutan dalam rangka mensejahterakan

    masyarakat da n kemampuan administrasi perpajakan itu

    sendiri.

    Sistem perpajakan yang baik harus menggali potensi

    perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang ada,

    __ lxvlmeminimalkan distorsi terhadap kegiatan ekonomi, memenuhi

    keadilan di bidang perpajakan serta kemampuan administrasi

    perpajakan itu sendiri. Kemampuan administrasi perpajakan

    meliputi kelembagaan, sistem da n prosedur perpajakan,

    dukungan infrastruktur di dalam melaksanakan administrasi

    perpajakan da n sumber daya manusia yang kompeten dalam

    melaksanakan kebijakan perpajakan.Buku Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi

    Negara yang ditulis saudara Edi Slamet lrianto dan

    Syarifuddin [urdi merupakan upaya pengkayaan pemikiran

    yang berkembang baik di negara maju maupun negara

    berkembang khususnya Indonesia. Salah satu hal baru yang

    dikupas oleh kedua penulis tersebut adalah mengkaji lebih

    tajam pemikiran dasar demokrasi perpajakan yang jarang

    ditulis baik oleh ilmuwan di bidang politik, sosial, keuangan

    negara maupun perpajakan.

    Menurut penulis membicarakan demokrasi perpajakandalam politik nasional, mengingat rezim politikyang berkuasa

    pada masa lalu tidak pemah membuka peluang bagi adanya

    mekanisme kontrol, pengalokasian pajakyang dihimpun dari

    masyarakat. Pajak dilihat dari segi politik dapat dimaknai

    sebagai investasi politikseorang warga negara kepada negara,

    investasi dimaksudkan sebagai tabungan rakyat dalam rangka

    membantunegara dalam membiayai proyek-proyekpolitiknya

    sehingga ad a preferensi politik bagi warga negara yang

    bersangkutandalam setiap proses politikyang diselenggarakan

    pemerintah, artinya masyarakat pembayar pajak mempunyaiha k sama atau dengan kata lain memiliki semacam otoritas

    untuk mengetahui pengelolaan pajak terutama berkaitan

    dengan penentuan kebijakan negara mengenai pengumpulan,

    pengadministrasian da n pemanfaatan pajak.

    Menurut kedua penulis, demokrasi yang berarti kesetaraan

    da n partisipasi, maka demokrasi perpajakan dapat dimaknai

    sebagai terbangunnya sistem p er pa ja ka n y an g

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    8/52

    lxvi] ~ Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negaramenggambarkan adanya kesetaraan antara pemerintah da n

    masyarakat pembayar pajak, sehingga memungkinkan

    muneulnya partisipasi masyarakat, sejak dari proses

    pembuatan kebijakan perpajakan, pengumpulan pajak da n

    pemanfaatan uang pajak.Prinsip demokrasi yang paling urgen

    adalah meletakkan kekuasaan ditangan rakyat bukanditangan penguasa.

    Dengan terbitnya buku PoIitik Perpajakan: Membangun

    Demokrasi Negara, saya kira akan memberikan tambahan

    waeana baru kepada pemerintah, masyarakat, legislator da n

    akademisi yang berminat dalam kajian pengetahuan ten tang

    politik, demokrasi, desentralisasi, da n kebijakan perpajakandalam sua tu analisis yang lebih komprehensif.

    Jakarta, Agustus 2005

    Dr. Maehfud Sidik, M.Se.

    __ [xvii]

    SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

    Ke pu tusa n pemerintah untuk mengubah kebijakan

    anggaran dari yang berbasis resources ke anggaran yang

    berbasis pajak, nampaknya merupakan langkah tepat. Sebab

    sumber daya alam yang kita miliki seperti migas, selain

    dipengaruhi oleh faktor persediaan yang nilainya semakin

    menipis juga sangat tergantung kepada pembentukan harga

    pasar internasional yang sangat fluktuatif. Artinya, situasi

    tersebut sangat sulit untuk dijadikan referensi ketika kita

    berketetapan membangun anggaran yang stabil da n dinamis.Sejalan dengan perkembangan kehidupan berbangsa da n

    bemegara, seeara bertahap peran pajakmengalami pergeseran

    yang eukup fantastis. Betapa tidak, pajak yang sebelumnya

    hanya sebagai pelengkap penerimaan dalam negeri kini telah

    bergeser da n berada pada posisi y an g a m a t sanga t

    menentukan. Meskipun masih ba nyak pihak yang kurang puas

    terhadap kinerja perpajakan, namun satu hal yang sulit

    terbantahkan adalah kontribusi penerimaan pajak yang saat

    ini sudah meneapai 80% terhadap penerimaan dalam negeri.

    Ke depan peran pajak akan terus meningkat sejalan de nganmeningkatnya pemahaman masyarakat dalam ma s al ah

    perpajakan.

    Sudah saatnya, masyarakat mendapatkan p em ah am an

    yang komprehensif tentang mas alah pe r pa j aka n d al am

    konteks kehidupan negara yang demokrati s. Dalam negara

    yang modern dan demokratis, pajak di p ahami sebagai

    kewajiban demokrasi warga negara. Oleh ka rena itu, pajak

    bukan hanya menjadi domain pemerintah yang dalam hal ini

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    9/52

    Ixviii] Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara

    Direktorat Jenderal Pajak semata, akan tetapi telah menjadi

    tanggung jawab seluruh elemen bangsa yang menghendaki

    berjalannya sistem kenegaraan yang demokratis. Pemahaman

    semacam ini menjadi penting bagi kita sebagai bangsa, agar

    kita tidak terjebakpada retorika politikyang cenderung saling

    menyalahkan tanpa memahami esensi posisi kita masing

    masing dalam kehidupan bemegara.

    Oleh karena itu, saya menyambut baik penyusunan buku

    dengan judul Politik Perpajakan Membangun Demokrasi

    Negara oleh saudara Edi Slamet Irianto da n Syarifuddin Iurdi.

    Penulis telah menjadikan teori politik sebagai pendekatan

    kajiannya, yang menurut hemar saya masih sangat langka

    dilakukan, karena selama in i pajak baru dikaji dari perspektif

    ilmu ekonomi da n ilmu hukum. Dengan demikian, buku ini

    diharapkan akan menambah khasanah bacaan tentang

    perpajakan baik bagi mahasiswa, dosen, elite politik, elite

    birokrasi termasuk aparatur perpajakan maupun semua pihakyang berminaj terhadap perpajakan Indonesia.

    Jakarta, Agustus 2005

    Direktur Jenderal Pajak

    Hadi Poemomo

    NI P.060027375

    iiiiiiiiiiii [xix]

    PENGANTAR: MENCARI KEADILAN

    POLITIK MELALUI PAJAK

    Oleh: Dr. HM. Hidayat Nurwahid, MA

    Ketua MPR RI

    Pengelolaan negara modern selalu didasarkan kepadaprinsip-prinsip keterbukaan (transparansi), efektif da n .efisien. Sebuah negara dengan sistem politiknya yang

    demokratis akan memberi ruang bagi partisipasi warga dalam

    seluruh proses politikyang berlangsung. Ketika partisipasi da nruang publik untukrakyat ditutup da n disumbat oleh mesin-

    mesin politik da n mesin-mesin teror da n penindas, maka

    pengelolaan negara yang transparan sulit diharapkan. Dalam

    sejarahnya politik kenegaraan yang dibangun selama ini

    menempatkan penguasa dalam konteks yang istimewa,

    sementara rakyat berada dalam posisi kooptasi negara, dengan

    kata lain -rakyat tidak berdaya ketika berhadapan dengan

    penguasa negara. Kondisi politik demikianlah yang ingin

    dirubah oleh reformasi politik yang telah berlangsung, agar

    terjadi suatu pola hubungan antara rakyat dan negara(pemerintah) yang seimbang, rakyat memiliki sejumlah hak

    da n kewajiban yang harus ditunaikan sebagaimana negara

    memiliki keharusan melindungi, mengayomi, d an

    mensejahterakan rakyatnya.

    Negara modern diikat oleh berbagai .perjanjian yang

    dibangun sebagai syarat terciptanya suatu keseimbangan

    sosial, ekonomi, politik dan hukum dalam suatu negara yang

    beradab. Perjanjian it u sendiri terkait dengan adanya

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    10/52

    hubungan timbal balik antara neg ara dengan masyarakat.

    Dengan memakai cara berpikir yan g lazim, bahwa negara bisa

    ad a karena ada rakyat da n rakyat sendiri membutuhkan

    pemimpin (negara) untuk mengatur kelangsungan hidup

    bersama agar beradab. Kebiadaban tentulah sesuatu yang

    tidak diinginkan dalam kehidupan bersama, tanpa negarakeadaban rasanya sulit tercipta.

    Dalam mengikat hubungan yang saling membutuhkan itu,

    praktekpolitik negara-negara modem cenderung menerapkan

    pola yang lazim dipakai yakni negara memiliki sejumlah

    kewenangan yang absah kepada rakyat sebagaimana rakyat

    memiliki hak yang dituntut kepada negara . Dalam hal inilah,

    pajak menjadi media yang menghubungkan antara

    kepentingan negara dengan rakyat dan pajak menjadi syarat

    lain bagi terciptanya suatu keseimbangan antara negara dan

    rakyat. Rakyat membayar pajak kepada negara dan sebagaiimbalan jasa yang diperoleh rakyat, terutama golongan kaya

    yang membayar pajak lebih banyakberupa perlindungan atas

    segala kepentingan umum, dengan mewajibkan untuk

    mengadakan perjanjian perlindungan wajib antara negara

    dengan warganya da n negara memperoleh modal untuk

    membiayai proyek sosial kemanusiaannya.

    Keadilan politik hanya mungkin diperoleh dengan

    memberikan hak-hak dasar warga negara secara proporsional

    seperti hak untuk hidup secara layak, hak-kemanusiaan, hak

    untuk memperoleh keadilan, ha k untuk menikmatikemerdekaan dan pembangunan, itulah hak-hak dasar yang

    diperoleh rakyat dari negara, sebab dengan memberikan hak

    hak tersebutlah - rakyat memperoleh keadilan. Esensi negara

    didirikan adalah melindungi kepentingan bersama dan

    menjamin kesejahteraan sosial rakyat.

    Atas beberepa kemudahan yang diberikan negara -rnaka

    rakyat harus pula memenuhi ketentuan yang tetap oleh

    negara yakni membayar pajak. Dalam pengelolaan negara

    __ [xxi][xx] ;;;;;;;; Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara Pengantar: Mencari Keadilan Politik Melalui Pajak

    modem, pajak menjadi sumber pembiayaan politik negara

    t e r u t ~ m a membiayai proyek-proyek sosial rezim, sebab tanpaadanya konstribusi real dari rakyat, negara juga tidak akan

    bisa menyukseskan agenda kerja pemerintahan yang

    diprogramkan secara nasional melalui komunikasi politik

    dengan kekuatan-kekuatan politik yang ada dalam negara

    tersebut.Memang pajak merupakan hal penting dalam urusan

    bemegara, sebab dengan pajakitulah distribusi keadilan sosial

    dapat dilakukan. Negara 'd e n g a n pajak akan dapat

    mengurangi tingkat kecemburuan sosial sosial warga negara

    yang tidak memiliki sumber-sumber ekonomi yang memadai.

    Sumber kekayaan yang dimiliki oleh segelintir manusia

    harus disesuaikan dengan kondisi riil yang ada dalam

    masyarakat. Dalam kondisi tertentu pajak dalam jenis da n

    kadar apapun sudah mulai dipikirkan oleh para ilmuwan agar

    jen is kekayaan yang dimiliki oleh warga bemilai sosial dan

    ekonomi.Tampaknya, saya sependapat dengan gagasan yang

    dibangun dalam buku ini, bahwa pajak sudah harus dikelola

    menurut standar dan aturan yang lebih terbuka dan demokratis.

    Selama ini pajak bersifat tertutup dan mengandung unsur

    manipulasi dan segala macamnya, namun pajakinipun belum

    sepenuhnya dapat menghasilkan keseimbangan sosial yang adil

    dalam masyarakat.

    Negara, Rakyat dan Pajak

    Pajak telah berfungi sebagai sumber dana bagi pemerintah

    untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Salah satu

    pembiayaan negara yang penting dalam ha l in i adalah

    pembangunansosial kemanusiaan, selain pembiayaan Iainnya.

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    11/52

    [xxii] ;;;;;;;;;;keadilan) merupakan tujuan dari pajak, artinya wajib pajak

    dikenakan sesuai dengan standarnya yakni secara umum da n

    merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing

    masing. Kedua, mereka yang diberi tug as (Dirjen Pajak) harus

    memungut pajak berdasatkan Undang-Undang (Syarat

    Yuridis). Ketiga, negara perlu m enerapkan standar kerja yangakan dilakukan dengan menggunakan uang pajak, sebab ada

    kesan selama ini, negara menggunakan uang pajak secara elitis

    sehingga

    rakyat tidak mengetahui uang pajak dipergunakan

    untuk keperluan apa.

    Sesuai amanat konstitusi dalam UUD 1945 pasal 23 ayat

    2, bahwa negara harus memberikan jaminan yang adil kepada

    rakyat dengan menggunakan uang pajak. akar dari sejumlah

    kekerasan, konflik da n protes rakyat se lama ini adalah

    persoalan ketidak-adilan secara ekonomi, sosial, politik, da nhukum. Maka su d ah saatnya negara mengubah cara

    berhubungan dengan rakyat agar sesuai dengan standar

    keadilan da n kemanusiaan, negara perlu memperhatikan

    rakyat miskin (desa da n kota), sebab [umlah mereka yang

    miskin da n terlantar in i semakin bertambah, maka negara

    dengan beberapa kewenangan yang dimiliki perlu

    menerapkan cara kerja yang optimal untuk mengurangi

    kemiskinan, sekaligus berupaya untuk membendung

    kekerasan dalam masyarakat.Pada prinsipnya kehidupan in i telah diciptakan oleh Allah

    secara seimbang, adapun kekacauan, ketimpangan da n

    kemiskinan it u terjadi -karena ada manusia yang mengambil

    lebih dari ha kyang semestinya diperoleh, maka dari itu negara

    menjadi fasilitator antara kalangan yang memiliki kekayaan

    dengan yang tidak. Kekayaa n it u sendiri memberikan manfaat

    dibidang sosial da n ekonomi kepada pemiliknya, karena

    dengan kekayaan -i a akan memperoleh kesempatan untuk

    Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara

    Dalam teori negara, bahwa negara melakukan fungsinya

    untuk melayani kebutuhan masyarakat, tidak untuk

    kepentingan pribadi. Maka kepentingan umum didahulukan

    atas kepentingan pribadi da n golongan. Dengan luasnya

    medan tanggungjawab negara -rnaka negara membutuhkan

    dukungan finansial dari rakyat, maka negara membuatketentuan yang akan dijadikan pijakan untuk mengimbangi

    ketimpangan sosial dalam masyarakat dengan pajak. Tegasnya

    negara, punya beban sosial kemanusiaan dan untuk

    memenuhinya negara membuat ketentuan untukmewajibkan

    warga negara atas dasar kedaulatan menanggung pembiayaan

    itu sesuai dengan kemampuan.

    Kerelaan rakyat membayar pajak sesungguhnya bagian

    dari komitmen rakyat untuk menciptakan keseimbangan da n

    keadilan sosial dalam masyarakat, itulah yang menjadi inti

    dari makna sosial pajak. Dalam hal ini, negara membatasi yangkuat dengan diwajibkan membayar pajak da n melindungi

    yang lemah dengan mendistribusikan uang pajak kepada

    mereka yang lemah ini secara merata da n adiL

    Dalam batas-batas tertentu, rakyat juga merasa kurang

    begitu percaya lagi kepada pemerintah yang diberi tugas

    mengelola negara, akiba t cara penguasa mengelola negara

    yang cenderung korup, penuh manipulasi da n praktekkolusi

    dalam pengelolaan pajak. Terkadang dalam kadarnya yang

    minima lis, penguasa memberikan beberapa keringanan

    kepada wajib pajak sesuai dengan keinginan da n selera mereka

    yang berkuasa, akibatnya rakyat yang lain -dimana negara

    memberikan beban kepada mereka untuk membayar pajak

    menjadi kurang aktifda n bahkan cenderung menghindar dari

    kewajiban tersebut.

    Untuk mengurangi ketegangan tersebut, negara harus

    menerapkan pola kerja yang memenuhi beberapa syarat;

    pertama, negara dalam memungut pajak harus adil (syarat

    Pengantar: Mencari Keadilan Politik Melalui Pajak

    __ [xxiii]

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    12/52

    [xxiv] __pajak itu benar-benar dibutuhkan dan negara tidak lagi

    memiliki sumber keuangan lain. Berdasarkan hal tersebut,

    ne gara boleh membebankan p ajak kepada war ga negar a

    asalkan negara tersebut tidak lagi memiliki sumber keu angan

    yan g dapat m enutupi anggaran negara. Kedua, p embagian

    beban pajak yang adil. Dengan b ersumber pada kekurangan

    su mber an ggaran n egara, maka rakyat wajib membayar paj ak

    kep ad a n egar a ag ar di be rika n se eara ad il. Ket iga, paj ak

    h endaknya di pergunakan un tu k kep entingan um at (rakyat)

    d an bu ka n u n t u k m a ks ia t d an h aw a nafs u. Paj ak h aru s

    d ikelola dengan p rinsip kejujuran, keadilan, d an sikap ama nah

    p ar a pemimpin negara, d engan begitu p ajak akan memen uhi

    ketentuan yang disyara tkan yakni bukan untu k kepentingan

    p ribadi, golongan, da n ma ksiat serta memperkaya diri para

    p ejabat, melainkan untukmembangun infrastruktursosial yang

    bisa dirasakan manfaatnya oleh rakyat banyak. Keempat, pajak

    sebelum dilakukan perlu memperoleh persetuju an para ahli

    d an eendekia . Sebelum sesua tu paja k dikenakan perlu

    memperoleh analisa, kajian, dan pendapat para ahli mengenai

    besar dan keeil pajak yang akan dipungut dari masyarakat.

    Pajak merupakan bagian dari sejumlah ikatan an tara

    rakyat dengan negara, karena ia jenisnya ikatan, m ak a pajak

    me nja di sarana komunikasi antara rakyat yang memiliki

    sejumlah kelebihan harta dengan mereka yang a ka n

    memperoleh keadilan ekonomi melalui sarana negara. Dalam

    beberapa s egmen, rakyat selalu menj ad i bag ia n d a ri

    pengelolaan negara, artinya negara dapat tegak oleh karena

    adanya rakyat da n rakyat membutuhkan n e g a r a untu k

    mengatur d an mengelola kehidupan menjadi lebi h bermora l

    da n beradab.

    Selain untuk menciptakan kehidupan yang be radab, pajak

    jug a berfungsi sebagai sumber-sumbe r keuangan n egara yang

    akan dapat digunakan untuk me mbia ya i p engeluaran

    p emerintah. Pajak digunakan sebagai ala t untuk mengatur

    Poliiik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara

    b erusaha dibandingkan d en g a n orang lain ya ng ti d a kmemilikinya.

    Dalam konteks pe merataan itulah, kekayaan d ikenakan

    paj ak. Neg ara m enera pkan sistem -dimanapemilikmodal atau

    golongan kaya diwajibkan m embayar pajak atas kekayaannya

    kepada n eg ar a, tujuan untuk meneip takan keadilan sosial.

    N egara m enjadi m edia pengh ub ung an tara warga negara yan gmemiliki kekayaan d en gan w arga yang membu tuhkan uluran

    tangan ne g a r a u nt u k m en y ant un i m e re k a y a ng lemah ,mustad 'afin, dan tertindas.

    Warga negara yang telah men unaikan kewajiban pajakny a,

    maka negara harus memberikan kepastian, kelayakan, keadilan,

    d an ekonomi kepada warganya. Dala m sistem pemerintahan

    modem d imanap un di dunia ini tetap menerapkan sistem bayar

    pajak, dengan jalan demikianlah negara dengan berbagai proyek

    sosial kemanusiaannya d apat dijalankan, sebab rakyat punya

    kewajiban sosial untuk membantu pembiayaan negara - tentu

    bantuan itu sangat disesuaikan dengan tingkat kemampuannya.

    Selain it u, pajak juga harus dikelola oleh negara dengan

    jelas dan pasti, tidak boleh ada keraguan dalam pengelolaan

    pajak, sebab tanpa kepastian tentulah akan mengganggu

    ja la nn ya pemerintahan terutama fungsi negara untuk

    menjmain keadilan dan kesejahteraan warga melalui distribusi

    pajak. melalui distribusi pajak yang meratalah akan dapat

    mengurangi kesenjangan sosial dalam mas yarakat, dengan

    begitu pajak akan meningkatkan taraf hidup rakyat ekonomilemah.

    Sekalipun pajak tidakbegitu ba nyak dibahas da lam doktrin

    teologi Islam, tapi Islam pu n memberikan beberapa ketentuan

    yang tegas mengenai hal ini terutama negara dalam kondisi

    yang tidak stabil. Dalam hal ini, Islam memberikan beberapakvtcntuan kepada uma t Islam agar membayar pajak sesuai

    d" 111\1I1 konteksnya harus memenuhi syarat seperti yangd ik .J lclkan oleh Yusuf Al-Qardawi (2004: 1079-1085); periama,

    Pengantar: Mencari Keadilan Politik Melalui Pajak iiiiiiiiiiiiiii [xxv]

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    13/52

    [xxvi] ;;;;;;;;;;;; Politik Perpajakan: Membang un Demokrasi Negara Pengantar: Mencari Keadilan Politik Mel alui Pajak - ;;;;;;;;;;;; [xxvii]kebijaksanaan negara dalam memperbaiki atau mengarahkan

    aktivitas sektor swasta, karena sektor swasta tidak dapat

    mengatasi masalah perekonomian sehingga perekonomian

    tidakmungkin diserahkan sepenuhnya kepada sektor swasta.

    P embangunan sosial kemasyarakatan dan ekonomi

    merupakan perhatian utama negara, sebab dimensi inilah yangakan menjamin kelangsungan sebuah bangsa. Oleh karena itu,

    negara perlu mewujudkan keeukupan (sustenance) yaitu

    kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Keeukupan

    yang dimaksud t idak s ekedar menyangkut kebutuhan

    makanan semata, melainkan juga kebutuhan dasar lainnya

    seperti sandang, pa p an , kesehatan dan keamanan; perlu

    negara memberikanjati di ri (self-esteem) yaitu menjadi manusia

    seutuhnya yang merupakan dorongan diri sendiri untukmaju,

    menghargai diri sendiri dan merasa dir i pantas untuk

    melakukan da n meraih sesuatu, serta adanya kebebasan

    (freedom) yaitu kebebasan atau kemampuan untuk memilih

    berbagai ha l atas sesuatu yang dianggap coeok untuk dirinya

    da n merupakan salah satu hak azasi manusia.

    Pajak dan Zakat dalam Politik Nasional

    Dalam bagian ketiga buku ini dibahas tentang zakat, suatu

    konsep ekonomi kerakyatan yang diwajibkan dalam Islam.

    Tentu hadirnya pembahasan zakat in i menarik, terutama

    gagasan yang dikemukakan te n tang perlunya negara

    memikirkan alternatif sumber keuangan negara, dimanapotensial menjadi sumber keuangan negara, hal penting yang

    diinginkan oleh penulis buku in i -sekalipun mungkin

    gagasannya perlu diperdebatkan seeara akademik -yakni

    negara meski terlibat langsung dalam mengelola zakat. Dalam

    Islam, zakat merupakan salah satu kewajiban yang dianjurkan

    oleh agama bahkan kata shalat dan zakat diulangi oleh Allah

    dalam Qur'an beberapa kali, artinya zakat merupakan

    kewajiban agama yang agung dan utama dalam soal ibadah.

    Zakat selain menunaikan kewajiban teologis, juga telah

    mengamalkan tradisi sosial kemanusiaan yang esensial.

    Dengan zakat yang diperintahkan oleh agama, banyak

    kaum miskin, anakyatim da n terlantar dapat ditolong. Zakat

    berbeda dengan pajak, karena zakat hanya diorientasi untuk

    memenuhi ketentuan membantu golongan miskin dan

    mustad'afin. Sementara pajakmemiliki fungsi yang jauh lebih

    besar seperti membiayai proyek sosial da n eadangan devisa

    negara. Zakat dibatasi pada harta yang berkembang, meskipun

    harta it u dibiarkan oleh pemiliknya, tapi terus mengalami

    perkembangan, Islam juga mewajibkan zakat atas harta baik

    sedikit maupun banyak. Sementara pajak dikenakan kepada

    barang-barang, harta milik yang telah ditentukan menurut

    Undang-undang negara.

    Untuk memenuhi ketentuan yang adil dalam soal zakat

    da n pajak, dimana pengelolanya terdiri dari manusia yangju ju r, adil, da n amanah -barangkali ada baiknya dikutip

    pendapat Ab u Yusufyang berkata kepada al-Rasyid: "Wahai

    Amirul Mu'minin! Perintahkanlah untukmemilih orang yang

    dapat dipereaya, jujur, suka memelihara diri, juga suka

    memberikan nasihat, jujur kepada paduka dan kepada rakyat

    paduka. T u g as k an l ah o r an g y a ng d e m ik i an untuk

    mengumpulkan sedekah di negeri ini. Dan perintahkan kepada

    mereka ten tang mazhab da n cara-cara mereka serta kejujuran

    mereka, sehingga mereka kumpulkan sedekah negeri-negeri

    itu dan diserahkan kepadanya. "Sampai berita kepada sayabahwa petugas-petugas kharaj mengatur orang-orang mereka

    untuk mengumpulkan sedekah, kemudian mereka berbuat

    semena-mena da n aniaya. Mereka datang dengan harta yang

    tidakhalal da n tidakmeneukupi. Oleh karena itu sepantasnya

    or ang yang memungut sedekah itu or ang yang s uka

    memelihara dirinya dan mau berbuat kebajikan".

    Dalam Islam sangat jelas imbalan atas mereka yang

    menunaikan tugas yang diberikan oleh negara seperti petugas

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    14/52

    [xxviii] ;;;;;;; Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara Pengantar: Mencari Keadilan Politik Melalui Pajak;;;;;;; [xxix]

    pajakda n zakat, bahwa mereka ini merupakan golongan yang

    berjuang untukmelindungi yang lemah da n membatasi yang

    kua t de nga n cara yang adil da n jujur. Dalam salah satu

    riwayat Rasulullah saw. berkata; "Orang yang bekerja

    memungut sedekah dengan benar adalah seperti berperang

    di jalan Allah (HR. Ahmad, Ab u Daud, Turmudzi, Ibnu Majah,da n Ibnu Khuzaimah). Rasulullah berkata pula kepada salah

    seorang amil zakat; "Bertakwalah hai Abu Wahid, jangan

    sampai engkau datang pada hari kiamat nanti beserta unta

    yang menguak, sapi yang melenguh atau kambing yang

    mengembik" (HR Tabrani).

    Zakat dapat memberantas sistem rentenir, upeti da n riba,

    sebab zakat berbeda dengan pajakyang mendasarkan sesuatu

    kepada ketentuan yang dipaksakan da n tidak bertendensi

    pahala bagi yang mengeluarkan pajak. Dalam hal tertentu

    pajak m emakai mesin-mesin politik negara, artinyapemungutan pajak sangat ditentukan oleh kebijakan da n

    kekuatan penguasa baik mengenai objek, prosentase, harga

    dan ketentuannya - a p a b i l a sang penguasa menghendaki

    sesuatu badan atau seseorang dibebaskan dari pajak, atau

    dikurangi jumlah kewajiban pajak sebagaimana ditentukan

    oleh UU negara, maka sang penguasa dapat melakukan

    tindakan tersebut. Dalam zakat, seseorang tidak dibenarkan

    mengubah (menambah atau mengurangi) ketentuan yang telah

    diwajibkan ol e h a ga m a , Al l ah memberikan ketentuan

    kewajiban zakat itu dari seperlima, sepersepuluh, separuhsampai seperempat puluh (lihat hal. 139-140).

    Posisi zakat dalam kehidupan umat Islam tetap akan ada,

    da n tidakada satu penguasa pun yang menghapusnya, karena

    zakat perintah Allah, ia memiliki posisi sepertishalat, ia bersifat

    abadi hingga akhir zaman. Sementara pajak tidak bersifat

    abadi da n tetap, karena pajakdapat saja dikurangi, dinaikkan

    da n atau dihapuskan -sangat tergantung kepada penguasa .

    Kalau penguasanya kaum borjuasi (kapitalis) maka pajakakan

    dinaikkan prosentasenya atau ada kebijakan khusus dari

    rezim, tapi kalau penguasanya sosialis (komunis) dengan

    sistem politiknya, maka pajak ditiadakan, karena tidak ad a

    kepemilikan pribadi -semua yang ad a milikbersama (diktator

    proletariat) (lihat hal. 140).

    Dalam praktek politik negara-negara modern, pajak

    menjadi sumber devisa negara yang akan dimanfaatkan untuk

    membiayai proyek-proyek sosial, politik, kemanusiaan da n

    pembangunan masyarakat lainnya, dimana rezim meminta

    persetujuan faksi politik (partai politik, ormas danstake holders

    lainnya). Negara mendasarkan kebijakan atas aspirasi publik

    yang luas. Dalam hal zakat, pengeluarannya ditentukan oleh

    perintah agama, ia harus terpisah dari keuangan umum negara

    -sasaran zakat yang penting adalah kemanusiaan da n ke

    Islaman. Pos-pos pengeluaran pajakda n zakat sebetulnya sama

    yakni untuk kepentingan bersama, tapi pajak lebih

    menekankan kepada "kompromi" politik penguasa dengan

    faksi -faksi politik sedangkan zakat sudah jelas dialokasikan

    untuk dunia kemanusiaan.

    Setelah keluarnya UU No . 38 tahun 1999 tentang

    pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ) da n Lembaga Amil

    Zakat (LAZ) di daerah-daerah, in i berarti ada keinginan negara

    untuk terlibat dalam pengelolaan zakat, bahwa zakat harus

    dikelola secara profesional. Di zaman Nabi pengelola zakat

    in i sudah dilakukan secara profesional seperti pengelolaan

    pajak -hal it u dilakukan untuk meminimalkan terjad in ya

    penyimpangan da n penyelewengan oleh oknum-oknum

    tertentu dalam negara.

    Sebelum mengakhiri pengantar, saya m er a sa p crlu

    memberikan apresiasi kepada penulis buku ini, karcna telah

    menghadirkan suatu paradigma perpajakan ya n g jauh lebih

    relevan dengan arus perubahan dan r eformasi bangsa.

    Tawaran-tawaran yang dihadirkan dalam buku in i sangat

    penting untuk rekonstruksi pengelolaan pajak yang

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    15/52

    [xxx] __Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara

    demokratis. Selama ini pajak hanya dimaknai secara ekonomi

    da n hukum, maka sisi demokrasi da n politik dari pajak it u

    sendiri belum banyakdibahas, maka buku inilah yangpertama

    mengetengahkan is u da n wacana itu. Oleh karena itu buku

    in i harus d i re s p on s d e n ga n baik untuk kemudian

    mendiskusikan secara akademik da n bila perlu menjadi satu

    bahasan penting dalam dunia akademik atau misalnya sudahsaatnya menyediakan Mata Kuliah khusus tentang Politik

    Perpajakan, sebab ha l in i penting untuk diajarkan kepada

    generasi bangsa ini. Akhimya selamat membaca da n saya tidak

    perlu menyimpulkan isi buku ini, arifnya pembaca sendirilahyang menyimpulkan.

    Oiiiiiiiiiiiii [xxxi]

    .PengantarDEMOKRASI PERPAJAKAN: MENCARIKEMUNGKINAN BARU DALAM POLITIK

    NASIONAL

    Oleh: Prof. Dr . G u n ad i , M.Se., Akt.

    D

    alam beberapa literatur pajak (West n: 1993) terdapat

    adagium yang mengatakan "no tax representation" yang

    maksudnya adalah tiada perwakilan (d i parlemen dalam

    kegiatan politik) tanpa membayar pajak. Adagium ini mencoba

    mencari tali-temali antara kegiatan politik (demokrasi) dengan

    ha k untuk membayar pajak. Kalau masyarakat ingin

    berdemokrasi dengan baik dan melaksanakan hak-hak

    politiknya (ikut pemilihan umum dsb), biaya demokrasi (politik)

    yang terjadi karena kegiatan dimaksud harus dapat ditutup

    dari pembayaran pajak para anggota masyarakat.

    Walaupun telah 6 tahun Pemerintah memberlakukan

    Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

    Daerah da n Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang

    Perimbangan Keuangan Pusat da n Daerah (yang kernudian

    diubah dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004),

    namun mencari simpul korelasi anta r a pajak d engan

    demokrasi masih menjadi wacana ya ng relatif masih langka

    dalam konteks kehidupan politik bangsa ini. Artinya negara

    mempunyai kewenangan me mungut paj ak dari rakyat yang

    dijalankan menurut aturan dan norma yang telah ditentukan

    secara bersama, melalui proses politik yaitu oleh wakil rakyat

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    16/52

    [xxxii] ;;;;;;;; Politik Perpajakan: Me mbangun Demokrasi Negara Demokrasi Perpajakan__ [xxxiii]

    dan pemerintah. Dalam sistem negara modern, pajak

    dikenakan kepada penduduk yang memiliki sumber daya

    dalam berbagai bentuk termasuk penghasilan, pengeluaran

    dan kekayaan.

    Pajak diadakan oleh negara dari rakyat dan untuk

    kemaslahatan bersama seluruh rakyat atau dalam bahasa bukuini sebagai "kontraksosial"antara negara dengan rakyat. Pajak

    menempati posisi sentral dalam kehidupan berbangsa da n

    bernegara sebagai wahana untuk menyeimbangkan simpul

    simpul politik, ekonomi, sosial dan yang berserakan dalam

    masyarakat. Dengan pajak yang dipungut dari rakyat yang

    memiliki kewajiban bayar pajak, negara kemudian membuat

    proyekkemaslahatan umum yang bernuansa sosial, ekonomi,

    politik, dan budaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan

    bangsa.

    Pajak menjadi salah satu sumber dana untuk pembiayaanpembangunan nasional termasukpembangunan infra-struktur

    sosial dan pelaksanaan tugas kepemerintahan. Oleh sebab itu

    diperlukan usaha untuk melakukan intensifikasi dan

    ekstensifikasi pemungutannya. Keberhasilan usaha tersebut

    ditentukan oleh kesadaran setiap anggota masyarakat untuk

    membayar kewajiban pajak, kesungguhan dedikasi dan sikap

    aparat pengelola pajak dalam melaksanakan tugasnya secara

    profesional, transparan, dan efektif, administrasi dan sistem

    perpajakan yang efektif, serta bantuan positif seluruh warga

    dan lembaga negara dan masyarakat.Ada kesan selama ini, bahwa pajakhanya urusan ilmuwan

    ekonomi, hukum, dan administrasi. Namun sejatinya pajak

    mempunyai aspek sosial, politik dan demokrasi. Oleh karena

    itu, dapat dipahami bahwa penulis buku ini berusaha untuk

    menghadirkan suatu paradigma baru dalam memahami sisi

    lain perpaj akan dari aspek sosial politiknya. N amun demikian,

    aspekkemanusiaan, sosial, da n demokratis yang manakah

    y an g belum tersentuh oleh pengelolaan pajak selama ini,

    sehingga diperlukan reorientasikembali aspekperpajakan yang

    sesuai dengan standar demokrasi bangsa?

    Hemat saya, buku ini telah mengisi ruang dari pertanyaan

    it u -walaupun disadari bahwa pengelola an pajak yang

    didesain dalam bingkai demokrasi belumlah terjadi dalam

    sistem perpajakan Indonesia. Permasalahan yang dihadirkan

    dalam buku in i nampaknya harus direspons secara hati-hatidan akademik, sebab asumsi berpikir yang digunakan

    sangatlah politik. Buku in i memahami pajak dalam dimensi

    moral, etika, politik. demokrasi dan kemanusiaan, sehubungan

    dengan adanya fakta bahwa ketimpangan dalam perpajakan

    sering menlgikan negara secara keseluruhan, termasuk rakyat

    yang menjadi tujuan distribusi pajak. Dimensi ini sangat

    dominan dan menarikuntukdicermati lebih jauh oleh mereka

    yang mengelola pajak termasuk saudara Edi Slamet lrianto

    salah seorang penulis buku ini sebagai pelaku perpajakan agar

    dapat mendesain kembali wajah dan pola perpajakan yang

    relevan dengan arus perubahan sistem politik bangsa. Tanpa

    mendesain kembali cara pengelolaan pajak yang sesuai

    konteks perubahan, akan menempatkan pajaktidakmengikuti

    irama perubahan. Artinya perubahan yang akan mendesain

    pajak termasuk menggusur seluruh kelemahan dan

    kekurangan praktek pengelolaan perpajakan selama ini.

    Pajak dapat diartikan sebagai suatu pungutan yang

    merupakan hak prerogatifnegara atau iuran yang dibayarkan

    oleh rakyat didasarkan pada undang-undang, yang dapat

    dipaksakan tanpa balas jasa langsung yang dapat ditunjuk.

    Mainstream pemikiran tersebut telah mendorong para pcngelola

    pajakberlaku kurang mencerminkan semangat berbangsa dan

    bemegara yang berjiwa demokratis.

    Negara-bangsa yang baru merdeka hanya membagikan

    buah secara selektif dan timpang kepada rakyat. Pergantian

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    17/52

    [xxxiv] iiiiiiiiiiiiij; Politik Perpajakan: Membang un Demokrasi Negara Demo kras i Perpaja kaniiiiiiiiiiiiij; [xxxv]

    pemerintah yang kurang demokratis tidak secara otomatis

    membawa perubahan ke arah perbaikan status sosial,

    perempuan, kelas sosial pekerja, atau petani da n kalangan

    miskin dan duafa . Proses perubahan yang terjadi baru

    bermanfaat secara sosial, ekonomi, politik da n budaya bagi

    rakyat kebanyakan - kalau negara memberikan pelayanan da n

    pembangunan yang merata tanpa pilih kasih, walaupun

    pendekatan prioritas sikap selektif untuk suatu kebijakan

    politik tetap diperhitungkan, namun kebijakan dimaksud tetap

    berorientasi kemanusiaan secara menyeluruh, dengan begitu

    akan memberikan dampaksosial yang positifbagi akomodasi

    simpul-simpul kultural da n kohesi sosial menjadi kuat.

    Kemerdekaan yang hakiki adalah terbebasnya manusia

    dari penindasan, keterbelakangan, kemiskinan da n kebodohan.

    Negara dalam konteks yang lebih luas harus memainkanperan-peran penting dalam rangka mengangkat keterpurukan

    bangsa untuk memberikan kemerdekaan baru bagi

    kemanusiaan, memperbaiki infrastruktur sosial dan perbaikan

    ekonomi masyarakat. Reformasi yang telah berlangsung

    mestinya memberikan arah yang jelas bagi pembangunan

    kembali simpul-simpul sosial kultural. Reformasi belum

    memberikan kontribusi realnya atas bangunan sosial yang

    dimaksud, bahkan reformasi yang telah berumur sewindu ini

    mengukuhkan praktek politik kaum elite yang cenderung

    korup, manipulatif da n jauh dari semangat demokratis yangmenjadi cita-cita dasar reformasi.

    Di tengah kondisi politik demikian, praktek perpajakan .yang agak "bermasalah" harus segera menyadari "bom

    waktu" perubahan yang terus berlangsung. Unsur ekonomi

    penting yang menyumbang keberlangsungan negara adalah

    paj ak, Kalau pajak masih dikelola dengan cara-cara lama,

    m.ika akan memperoleh berbagai tekanan dari kalangan sosial

    Il ( ) IiI i k. Reorientasi pajakagar menjadi lebih demokratis seperti

    yang diinginkan oleh penulis buku in i -tentu juga merupakan

    keinginan banyak orang menjadi penting untuk segera

    dilakukan. Tanpa melakukan perbaikan dalam konteks

    perubahan tersebut, pajak akan dirombak oleh mesin

    perubahan yang siap sedia untuk memperbaikinya.

    Pergantian kepemimpinan yang terjadi setelah kejatuhan

    Orde Baru belum dapat memberikan arah politik perpajakanyang memadai bagi terciptanya suatu mekanisme kerja

    perpajakan yang memenuhi ketentuan demokrasi.

    Kepercayaan publik terhadap pemerintahan Susilo Bambang

    Yudhoyono (SBY) relatif lebih baikda n legitimat dibandingkan

    dengan dua pemerintahan sebelumnya. Modal trust yang

    dimiliki oleh pemeritahan SBYja uh lebih mungkin melakukan

    serangkaian gebrakan moral da n politik terhadap kejahatan

    korporasi termasuk kejahatan yang mungkin terjadi dalam

    perpajakan.

    Dalam hitungan ekonomi politik, suatu pemerintahanyang

    legitimasinya langsung diterima dari rakyat akan jauh lebih

    besar kekuatannya untuk memperbaiki sistem politik da n

    ekonomi bangsa, terutama sistem pajak yang perlu d idesain

    kembali agar dapat menjadi lebih baikdan mampu membiayai

    anggaran negara, terutama pemb iayaan proyek yang

    berhaluan kemaslahatan sosial.

    Sekalipun demikian, pajakyang diimpikan menjadi sumber

    utama dalam rangka kemandirian anggaran negara belum

    dapat maksimal dikelola oleh pemerintah. Ca ra-car a

    pengelolaan pajak yang penuh bias dan cenderung

    menyimpang harus ditinggalkan dengan melakukan pe rbai kan

    internal pajakmenuju Good Governance. Sungguhpu n begitu,

    kalangan pajak sendiri harus ditekan oleh kek uat an negara

    agar mereka yang d iberi tugas m engelola sumber keuangan

    negara tersebut dapat menunjukkan perilaku yang demokratis.

    Ha l lain yang perlu diperhatikan adalah soal keadilan.

    Aspek keadilan yang perlu dipenuhi oleh pajak, antara lain

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    18/52

    [xxxvi] ;;;;;;;;;;;

    tatanan kehidupan bebas dari rekayasa dan urusan kurang

    terpuji, penuh dengan rasa keadilan da n bebas dari usaha

    untukmemaksakan keyakinan moral kepada orang lain (Franz

    Magnis-Suseno, 1995: 67). Rakyat da n negara merupakan dua

    unsur yang menyatu. Karena itu, adalah kurang bijak untuk

    menempatkan negara dalam posisi sebagai pihak yang

    menguasai rakyat. Dalam sistem politik otoriter, negaraseringkali menerapkan pola penaklukan atas rakyat, da n

    rakyat hanya menjadi obyek da n bukan sebagai partner.

    Akibatnya, kebijakan publikbersifat tertutup da n rakyathanya

    "pasrah" menerima kebijakan tersebut tanpa ada partisipasi.

    Dalam tahun 1999, Pemerintah juga memberlakukan

    Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 ten tang Pengelolaan

    Zakat. Pemberlakuan in i mungkin dimaksudkan untuk

    menggairahkan pelaksanaan kewajiban syariat Islam untuk

    membayar zakat, memobilisasi dana zakat, mengelola da n

    memanfaatkannya untuk kemaslahatan umum. Baik pajakmaupun zakat adalah sama-sama merupakan instrumen

    pemerataan penguasaan sumberdaya ekonomi dengan

    menarik dari yang mampu untuk kemaslahatan bersama da n

    penyediaan santunan untuk yang kurang mampu. Untuk

    meringankan daya serap tersebut (tream - up effect)pemerintah berupaya mencari titik integerasi dari keduanya,.

    Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang

    perubahan ketiga Undang-undang Pajak Penghasilan 1984,

    titik integrasi tersebut dijembatani dengan mengurangkan

    zakat dari penghasilan kena pajak pembayar zakat. Hal inimengindikasikan bahwa negara ikut berpartisipasi da lam

    pembayaran zakat maksimal sebanyak 35% da n p embayar

    zakat hanya menanggung sisanya. Sebagai in strumen

    mobilisasi dana masyarakat, dengan adanya zakat da n pajak

    secara kumulatif akan terdapat dana yang lebih banyak

    tersedia untuk kemaslahatan umum.

    Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara

    bahwa beban pajak harus dipikul secara merata da n sesuai

    dengan kemampuan pembayar setiap wajib pajak. Prinsip

    kesamaan/keadilan (equity), menghendaki bahwa perbedaan

    dalam level penghasilan harus mewarnai distribusi pajak.

    Selain itu, dalam kebijakan pajak harus melekat aspek

    kepastian (certainty). Pajak hendaknya tegas, jelas da n pastidan bukan hanya sekedar tuntutan negara kepada masyarakat

    untuk membayar pajak, melainkan negara harus memberikan

    manfaat sosial (social benefits) yang layak kepada yang

    memerlukan. Dari penerimaan pajak negara harus dapat

    menyediakan sejumlah kemudahan bagi rakyat untuk

    mendapat manfaat ekonomi da n sosial dari pengalokasian

    pajak yang dimaksud.

    Dalam kasus-kasus tertentu, setelah membayar pajak

    kepada negara, rakyat tidak memperoleh informasi tentanguntuk apa penerimaan pajak dibelanjakan. Bahkan lebih baik

    lagi apabila rakyat diajakdialog mengenai pengalokasian uang

    pajak, apalagi memperoleh imbalan atau manfaat yang

    diberikan negara, melainkan dimanfaatkan untukpembiayaan

    negara. Dalam soal in i negara menunaikan sejumlah

    kewajiban publik untuk melindungi, mengayomi da n

    memberikan rasa aman kepada warga negaranya. Ketika

    ketidak-nyaman, ketakutan da n ketidak-pastian terjadi,

    masyarakat berhak menuntut negara untuk memberikanja mi na n ke am an an atas usa ha , kegiatan dan kehidupan

    mereka.

    Atas dasar itu, dengan meminjam cara berpikir penulis

    buku in i menggunakan teori negara da n demokrasi,

    nampaknya praktek bemegara yang demokratis itu haruslah

    sesuai dengan nilai-nilai da n aspirasi yang eksis dalam

    masyarakat. Model kehidupan bemegara yang baik adalah

    yang memungkinkan mengadakan kompromi moral dalam

    Demo kras i Perpajak an;;;;;;;;;;; [xxxvii]

    i

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    19/52

    [xxxviii] iiiiiiiiiii Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara Demokrasi Perpajakaniiiiiiiiiii [xxxix]

    Buku in i hadir tidak terlepas dari kegelisahan yang muncul

    dari para pengelola pajakterutama saudara Edi Slamet Irianto

    yang punya persepsi pengelolaan pajakyang selama ini kurang

    transparan da n tidak demokratis, harus segera dilakukan

    perbaikan-perbaikan agar memenuhi standar demokratis,

    standar keadilan, dan standar kemanusiaan. Kegelisahan

    serupa nampaknya juga muncul dari kalangan masyarakat ,luas dalam melihat pengelolaan da n pemanfaatan pajakyang

    kurang transparan da n bias tersebut.

    Ikhtiar yang dilakukan oleh penulis buku ini nampaknya

    akan memberikan arah baru bagi format politik perpajakan

    yang lebih baik di masa depan. Format itu sendiri terkait

    langsung dengan rekonstruksi sejumlah "kekurangan" yang

    dirasakan oleh masyarakat dalam pengelolaan pajak. Mereka

    mengharap bahwa bangsa in i harus di "bangunkan" dari

    segala kemunduran dan sikap yang kurang terpuji, karena

    kemajuan hanya dapat diraih dengan menyadari kekeliruandan kesalahan dan s e ge ra m e m pe rba ikinya a ga r le bih

    berkualitas. Semakin berkualitasnya pengelola pajak tentu

    a ka n m e nguba h citra dan s tigm a "be rm a sa la h" ya ng

    dikesankan masyarakat.

    Perspektif pajak yang relatif baru in i diharapkan dapat

    menambah khasanah literatur ekonomi da n hukum. Dalam

    dimensi sosial politiknya, pajak perlu direkonstruksi agar

    berlandaskan pada kepentingan publikyang luas. Perlu dicatat

    bahwa pajak bukan soal kewajiban warga negara kepada

    negara saja, tetapi pajak m enjadi media penghubung sosial

    antara kelompok th e have dengan th e have not. Tampaknya

    aspek ini belum banyak disentuh oleh ilmuwan ekonomidan

    hukum yang melihat dari sisi fiskal semata da n normatif,

    padahal esensinya pajak juga dapat dipandang dari kacamata

    kemanusiaan, sosial da n politik (demokratis).

    Pemikiran yang ditawaran dalam buku in i menjadi bahan

    penting bagi pelaku perpajakan da n pengambil kebijakan

    untuk segera melakukan pembenahan dan perbaikan agar

    wajah perpajakan menjadi lebih transparan da n demokratik.

    Pajak sebagai bagian dari "kontrak sosial" antara negara

    dengan warganya haruslah dapat terpenuhi oleh warganya

    berdasar aturan yang memenuhi ra s a keadilan da n dapat

    menyediakan yang cukup untuk kemaslahatan umum.

    Akhimya, kami ucapkan selamat kepada sdr. Edi SlametIrianto da n Syarifuddin [urdi yang telah berhasil dengan baik

    menyusun buku ini. Semoga karya tulis yang sedikit bemuansa

    "provokatif" ini dapat membuka lembaran diskursus barudalam dunia ekonomi politik, terutama isu-isu penting yang

    berkaitan dengan perpajakan. Hemat saya, buku ini telah

    memperkaya ruang diskursus yang selama in i masih relatif

    belum "disinggung" oleh ilmuwan dengan tidak sengaja tanpa

    menyentuh dimensi demokrasi perpajakan. Selamat membaca

    semoga bermanfaat, bagi para stakeholders perpajakan da n

    mereka yang berminat da n peduli pada is u perpajakan.

    Jakarta, Agustus 2005

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    20/52

    [xl];;;;;;;; Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara ;;;;;;;; [xli]

    DAFTAR ISI

    K A T A P E N G A N T A R PENULIS vu

    KATA PE N G A N T A R xiii

    SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK xvii

    P EN GA NT AR : M EN CA RI KEADILAN PO L I T I K

    MELALUI PAJAK xi x

    PE N G A N T A R D E M O_KRASI PERPAJAKAN: MENCARI

    K E M U N G K I N A N BARU D A L A M PO L I T I K

    N A SI O N A L xxxi

    DAFTAR ISI........................................................................... xl i

    Bagian Pertama: DEMOKRASI DA N P OL m K KEBANGSAAN:

    SEJARAH DA N PERKEMBANGANNYA 1

    PENGANTAR...................................................................... 1

    KONSEP DASAR DEMOKRASI. .................................... 3

    Mencari AkarDemokrasi 3

    Demokrasi Normatifdan Empirik 9

    Men uj u Rezim Yang Demokratis 16

    DESENTRALISASI DA N D EM OK RA SI PO LI TI K 23

    Mun cu lny a Desentralisasi 23

    Desen tral isas i D emokrasi..... ............... ................................. 30

    Desentralisasi dan Civi l Society....... ................................. .. 38

    Dese ntralisasi dan Gerakan Sosial Lokal 43

    DEMOKRASI BAGI INDONESIA 47

    BeberapaAs um si Teoritik dan Empirik 47

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    21/52

    [xlii] ;;;;;;;; Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara

    Rezim Otoriter Memacetkan Demokrasi 53

    Demokrasi dan Elite Politik 57

    Bagian Kedua: NEGARA, DEMOKRASI DAN PAJAK 61

    PENGANTAR....................................... ............................... 61

    MENUJU POLITIK PERPAJAKAN 62

    FormulaMencari Keadilan Politik 62

    Pajak: Keseimbangan Pusat dan Daerah 67

    EKONOMI POLITIK NEGARA ~ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 75Pajaksebagai Sumber Ekonomi Politik 75

    Politik Keadilan Dalam Perpajakan 78

    Negara dan Politik Perpajakan: Beberapa Asumsi Teoritik 80

    DEMOKRATISASI PERPAJAKAN 90

    Pemikiran Dasar Demokrasi Pajak 90

    Membangun Demokrasi Perpajakan 93Bagian Ketiga: OTONOMI FISKAL, PAJAK DAN ZAKAT 101

    PENGANTAR 101

    OTONOMI FISKAL DA N KEBIJAKAN FISKAL 103

    PerangkatUU Fiskal 103

    Otonomi Fiskal dan Nilai Lokal 106

    Bagaimana Semestinya Politik Perpajakan? 109

    PAJAK: "KONTRAKSOSIAL" NEGARA DAN RAKYAT 112

    Pajak: Sumber Pembiayaan Politik 112

    Pajak: "Kontrak Sosial" Negara dan Rakyat 11 5

    Dialektika Politik Perpajakan di Indonesia 124

    ZAKAT SEBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKAN 135

    Zakat: Pengertian da n Permasalahannya 135

    Zakat AltematifSumber Kas Negara 147

    Beberapa Persamaan da n Perbedaan Pajak da n Zakat153

    Zakat da n Pajak: Bagaimana Seharusnya? 158

    Dafta r Isi ;;;;;;;; [xliii]

    Bagian Keempat: KONTROL RAKYAT TERHADAP PAJAK:

    SYARAT DEMOKRATISASI PERPAJAKAN 165

    PENGANTAR 165

    HAK POLITIK RAKYAT ATAS PAJAK 167

    Hak Politik Rakyat Atas Pajak 16 7

    Kelemahan Kontrol 172Problematika Kontrol di Indonesia 17 4

    Implikasi Politik dari Kontrol Pajak 17 9

    WUJUD PAJAK YANG DEMOKRATIS 185

    Adanya Legitimasi dan Keterbukaan 185

    Distribusi Pajak yang Merata 192

    DAFTAR PUSTAKA 201

    RIWAYAT SINGKAT PENULIS 205

    l!s

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    22/52

    [xliv] ~ Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara ~ [1]

    Bagian Pertama

    DEMOKRASI DAN POLITIKKEBANGSAAN: SEJARAH DAN

    PERKEMBANGANNYA

    Demokrasi telah. menjadi piCilian utama para pemimpin negara-negaramodern -6ai/(yang sudah. maju maupun yang setfang sebab

    demokrasi memberikan jaminan 6agi pluraiisme. 'J{amun demokrasi telah.menjadi semacam uiacana poCiti/(semata, sebab negara-negara maju yang

    memelopori demokjasi tidak; /(unjung memperllhatkan si/(ap dan. tindakiuty ang demokjiuis, sekalipun. j uga suatu negara menganut sistem demokrasi,

    tetapi demokjasi lianya ada daiam catatan Iembaran negara -sementara

    pra/(Je/( politik;peme rin taha n sebuah. tezim ya ng 6er/(uasa sangat6ertentangan denqan prinsip demokrasi.

    'J{ampaIQ1ya angin perubahan yang "menerpa JJ Indonesia telah. membuka/(pta/( pnad ora demokrasi itu, seningga masa konsotidasi demokrasi unruk;

    mencapai demokjasi yang 6er/(uaCitas tenqah. di[a/(u/(an -ididahului denqan.sefeiqi pemimpin, dimana raRyat ierlibat [ansgung dalam meneniukan.Presiden dan. Wakj[nya, 'J(jpa[a '1Jaera!i dati Wakj[nya - semog a masa

    iransisi ini segera 6erak:fzir menuju demok jasi yang diimpikan. bersama yangberjiuia Indonesia, 6er/(ara/(Jer rdigius dan berdim ensi teoloqis.

    PENGANTAR

    Gelombang baru demokrasi yang terjadi sejak tahun 1998

    sebagai titik sentral dari kuatnya d esakan untuk

    melakukan reformasi politik, ekonomi, hukum, dan mi liter -

    sebab selama ini rezim menggunakan instrumen-ins trumen

    tersebut untukmengkooptasi rakyat, demokrasipunmengalami

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    23/52

    [2];;;;;;;; Politik Perpajakan: Membangun DemokrasiNegara Demokrasi dan Politik Kebangsaan ;;;;;;;; [3]

    kemacetan da n stagnan, karena itu yang perlu dikerjakan oleh

    kekuatan pro-demokrasi da n kekuatan civil society adalah

    mendesakkan adanya perubahan sistem politik, ekonomi,

    hukum, budaya da n tata kerja militer yang selama ini dinilai

    terlampau banyak mencampuri wilayah sipil.

    Wujud minimalis dari demokrasi yang didesakkan tersebut

    memang sebagian telah dirasakan oleh rakyat seperti pemilihan

    umum yang semakin terbuka y a ~ g diikuti dengan pemilihanPresiden secara langsung yang disusul kemudian dengan

    pemilihan Kepala Daerah langsung yang serentak digelar

    mulai [uni 2005 ser ta dipilihnya pula wakil-wakil daerah oleh

    rakyat secara langsung yang duduk di Dewan Perwakilan

    Daerah (DPD). Perubahan-perubahan tersebut tentu

    membawa "berkah" bagi usaha untuk membangun demokrasi

    kerakyatan yang mencerminkan nilai-nilai sosial kulturmasyarakat.

    Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan sejumlah ha l

    yang berkaitan dengan konsep-konsep dasar tentang

    demokrasi -baikyang bersifat normatifda n empirikda n dalam

    beberapa hal kemungkinan akan menyinggung makna

    demokrasi langsung. Berbagai dialektika demokrasi yang

    terjadi sebagai akibat dari banyaknya ragam konsep,

    pemikiran da n praktek demokrasi dalam alam kehidupan

    negara-bangsa (nation-state) modern. Oleh karena itu, penulis

    tidak akan menampilkan konsep-konsep ekonomi politik

    terutama konsep tentang perpajakan yang menjadi isu sentral

    dalam buku ini. Hal ini sengaja dilakukan, agar diperoleh

    sejumlah kerangka pemikiran teoritik tentang demokrasi da n

    desentralisasi -tujuannya untuk menemukan kerangka kerja

    perpajakan yang demokratis yang akan dibahas pada bab-babberikutnya.

    Ruang publik(public sphere) yang terbuka luas da n bebas

    hams digunakan untuk membangun basis-basis demokrasi

    yang mampu menaikkan posisi sosial, ekonomi da n politik

    rakyat. Selain dimensi ekonomi politiknya tetap memperoleh

    bagian terbesar da n selebihnya mengarahkan persoalan

    demokrasi kepada upaya untuk menciptakan keadilan sosial,

    keadilan ekonomi, keadilan kultural da n keadilan politikagar

    tercipta keseimbangan sosial yang baik dalam masyarakat.

    Sebab ketidak-adilan akar dari banyak masalah yang akan

    mungkin dan berkembang dalam masyarakat, dengan

    menjawab tuntutan demokratislah yang akan mengurangi"p emberontakan politik".

    KONSEP DASAR DEMOKRASI

    Mencari Akar Demokrasi

    Rezim politikyang berkuasa sangat menentukan arah dari

    perjalanan suatu bangsa, apakah suatu negara menjadi negara

    yang demokratis atau menjadi diktator-otoriter? Dimensi

    kepemimpinan politik dalam partai politik, birokrasi

    pemerintahan, da n lembaga sosial kemasyarakatan akansangat memberikan warna dan cerminan bagi perjalanan

    demokrasi. Sebagai contoh, ketikabangsa in i pada dekade

    1950-an dalam Majelis Konstituante -dimana para wakil

    rakyat hampir memperoleh sebuah kesepahaman politikuntuk

    membangun Indonesia yang demokratis, bebas da n liberal.

    Namun sikap otoriter Soekarno sudah mulai menunjukkan

    wujudnya sejak tahun 1958 dengan memberikan pidato yang

    kurang mencerminkan sikap sebagai pemimpin yang

    demokratis. Puncakdari akumulasi sikap tersebut, tahun 1959

    dengan berbagai dalih da n alasan serta dukungan kuat yang

    diberikan oleh Militer - Presiden Soekarno membubarkan

    Konstituante dengan mengajak para faksi-faksi politik di

    Majelis tersebut untukkembali kepada UUD 1945 yang dijiwai

    oleh Piagam [akarta.'

    I. Ajakan kembali kepada UUD 1945 diterima baik oleh kekuatan militerang memang sudah sangat "muak" menyaksikan perdebatan para politisiang belum juga menemukan jalan keluar atas rumusan dasar negara yang

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    24/52

    [4];;;;;;;; PolitikPerpajakan: Membangun Demokrasi Negara Demokrasi dan Politik Kebangsaan ;;;;;;;; [5]

    Banyak pihak yang menyebut, bahwa sikap otoriter

    Soekarno tersebut lebih banyakdisebabkan oleh lobi-lobi "luar

    , pagar" kalangan Islam tertentu, militer da n pihak komunis

    . yang semakin menguatkan dugaan itu, tahun 1960 -Soekarno

    ' membubarkan Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi)

    sebagai sayap politikkaum muslim modernis dan Partai Sosialis

    Indonesia (PSI) sebagai sayap politik kaum nasionalis kritis,oleh rezim da n militer ketika itu, kedua partai ini dianggap

    menfasilitasi pemberontakan lokal seperti PRRI da n Permesta.

    Dalam sejarah perpolitikan nasional diawal kemerdekaan,

    kedua partai itu merupakan penyokong utama demokrasi,

    elite-elitenya berpolitik secarba cerdas da n menjauhkan diir

    dari cara-cara berpolitik yang tidak demokratis.

    Sungguhpun demikian, sikap tegas rezim juag dimaknai

    sebagai ketidak-mampun partai-partai politikuntukmengatasi

    fokus pada kepentingan partai dan mencapai wawasan

    kepentingan nasional." Di tingkat elite juga terjadi perbedaan

    pandangan, umpamanya Hatta menegaskan sikapnya, bahwa

    rakyat menurutnya harus dididik agar mampu berdemokrasi,

    agar para partisipan belajar bertanggungjawab dan '

    bertoleransi terhadap pendapat-pendapat yang berbeda-beda

    da n belajar menjadi mampu beroposisi." Pendapat Hatta

    sejalan dengan pandangan Sjahrir salah seorang tokoh PSI

    yang menganggap diperlukan adanya proses berpolitikyang

    cerdas dengan mendidik rakyat supaya dapat ber-demokrasi

    baru . Me skipun begitu, sejumlah pihak mengatakan, bahwa MajelisKonstituante yang ditugaskan merumuskan UUD tersebut sudah hampirfinal menyepakati naskah perubahan, artinya konsensus demokrasi dasarantara Masyumi dan PNI waktu itu masih ada, terus menipis, namun ketidaksabaran militer da n kelompok-kelompok tertentun dalam masyarakatmenyebabkan Soekarno bertindakotoriter -itulah yang menjadi awal daridemokra si Terpimpin.

    2. Franz Magnis Suseno, Mencari Format Demokrasi: Sebuah Telaah Fi/osofis(jakarta: Gramedia, 1995), hIm. 72

    3. Lihat kutipan tentang pendapat Hatta yang dikutip oleh Franz MagnisSuseno, Ibid.

    dengan bertanggungjawab. Mengajarkan rakyat mengenai

    .politikatau political education merupakan sesuatu yang penting

    untuk membiasakan suasana demokratis dalam masyarakat.

    Demokrasi juga akan dapat berjalan apabila dibangun sebuah

    budaya komunikasi demokratis. Budaya itu termasuk

    kemampuan untuk menerima kekalahan dalam pertandingan

    demokratis da n tetap mendukung usaha bersama. Diperlukankemampuan untukbertoleransi serta untukmenjunjung tinggi

    [aimees.:

    Di tengah multi-kulturalisme model Indonesia diperlukan

    ju ga budaya demokrasi yang memuat budaya konflik

    demokratis. Para politisi dan warga negara harus belajar

    mengemukakan pandangan dan k e pe n tin g an y a ng

    bertentangan dengan tetap menghayati persatuan yang lebih

    mendalam -sungguhpun ideologi da n kepentingan yang

    berbeda. Kemampuan untuk berhadapan denganlawan politik

    tidak sebagai musuh, melainkan sebagai sarna-sama warganegara, merupakan unsur hakiki dalam budaya demokrasi. 5

    Dengan membiasakandiri semacamitulah nilai-nilai demokrasi

    akan dapat tercipta dengan tersedianya ruang publik- dimana

    dialog, debat da n diskusi te ntang sejumlah persoalan pada

    ranah publik yang bebas - baik menyangkut kepentingan

    bersama maupun kepentingan pribadi da n golongan, sangat

    mendukung terciptanya suatu sistem demokrasi yang baik.

    Sesuatu yang belum muncul dalam politik Indonesia adalah

    kurang "dewasa"nya elite politikdalam merespons perbedaan,

    bahkan pihak yang berbeda dengan sang elite akan dianggapsebagai musuh, bukan sebagai sahabat atau warga negara

    yang memiliki hak da n kepentingan yang sama.

    Demokrasi yang hendak dibangun mengalami kemacetan

    sejak itu, bahkan demokrasi hanya menjadiimpian semata bagi

    bangsa ini -selepas kekuasaan dari Seokarno beralih dengan

    4.Ibid.s lbid.

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    25/52

    [6];;;;;;;;;;;;; Politik Perpajakan: Membangun DemokrasiNegara Demokrasi dan Politik Kebangsaan ;;;;;;;;;;;;; [7]

    su a tu tragedi politik da n kemanusiaan - pemerintahan

    dikendalikan oleh Presiden Soeharto yang ketika itu masih

    berpangkat M ay or Je nd e ra l. S oe h art o kemudian

    mengendalikan kekuasaan, dengan gaya militernya, rezim

    Orde Baru menerapkan pola stabilitas politik guna menjamin

    kelangsungan pembangunan ekonomi dan untuk itu -negara

    melakukan depolitisasi tahun 1973 dengan memfusikan partaipartai Islam kedalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

    da n partai non-Islam kedalam Partai Demokrasi Indonesia

    (PDI). Tentu saja, fusi politik ini sebagai upaya negara untuk

    mempersempit ruang konflik da n sekaligus memudahkan

    negara untukmengontrol part ai politik. Dalamhal ini, nampak

    jel as, bahwa negara dengan penguasanya telah melakukan

    langkah diktator dengan memaksa kelompok-kelompok politik

    menyatu dalam lembaga politik yang dipaksakan untuk

    memenuhi selera penguasa. Padahal syarat utama dari

    terciptanya budaya demokrasi, tersedianya perbedaan antarakelompok masyarakat yang menyatu dalam wadah politik

    yang dibentuk atas dasar kepercayaan, kepentingan, dan

    harapan sektarian.

    Banyakpihakyang menyebut, bahwa keberhasilan negara

    menciptakan konsensus demokratis masyarakat juga ikut

    ditentukan oleh kelompok minoritas -apakah mereka sudah

    merasa cukup aman da n diakui identitasnya. Tentu ini juga,

    merupakan sikap yang perlu diperhatikan dalam rangka

    membangun tradisi berbudaya demokrasi yang sejati,

    sungguhpun begitu yang mayoritas tetap memperoleh ruangyang besar atas budaya demokratis itu, tanpa mengabaikan

    hak dan kepentingan kelompok minoritas.

    Dalam rangka melihat kemungkinan tercipta tradisi ini,

    Franz Magnis" mengemukakan pandangan, menurutnya, etika

    politik akan membantu dengan membedakan antara

    6 . Ibid., him. 74-75.

    demokrasi secara formal da n secara substansial. Demokrasi

    formalmerupakana necessary, tetapi bukana sufficient condition

    bagi demokrasi secara substansial. Tanpa lembaga-Iembaga

    demokratis tidak mungkin ad a demokrasi. Tetapi apakah

    adanya lembaga-Iembaga demokratis sudah menunjuk pada

    adanya demokrasi -jadi apakah dengan adanya demokrasi

    formal sudah terdapat demokrasi substansial-tergantung dariapakah lembaga-Iembaga itu melakukan fungsi demokratis

    yang menjadi maksud objektif mereka. Dengan demikian,

    demokrasi bukan sekedar masalah simbol da n formalisme

    kelembagaan, melainkan realisasi demokratis dari

    kelembagaan itu yang justru ditunggu-tunggu oleh rakyat.

    Sekalipun secara formal dan prosedural misalnya rezim Orde

    Baru, tetapi makna empirik dalam realitas -demokrasi justru

    tidak berjalan sesuai konsep dasarnya demokrasi it u

    dilembagakan.

    Demokrasi dalam kadarnya yang minima li s telah

    dikembangkan oleh elite-elite politik, elite agama da n

    intelektual pada dekade sebelum kemerdekaan -semangat

    demokratis itu berkembang dalam skalanya yang formal

    setelah Indonesia merdeka da n terlembaga melalui partai

    politik yang berdiri dengan berbagai motif dan kepentingan.

    Masyumi, sekalipun watak Islamnya kelihatan menonjol tapi

    sebetulnya mengembangkan konsep dasar demokrasi yang

    sejati -dimana perbedaan dikelola untuk menjadi kekuatan

    dalam rangka memperluas wilayah kerja partai. Elite-elite

    Masyumiberbeda pendapat dengan elite-elite politiknasionalis

    (PNI dan PSI misalnya) dalam merekonstruksi bangsa ini, tapi

    tidak membuat mereka saling membenci atau persahabatan

    diantara mereka menjadi putus lantaran perbedaan pandangan

    diantara mereka mengenai bangunan demokrasi da n politik

    bangsa.

    Semangat demokratis serupa berkembang dalam partai

    partai nasionalis seperti Partai Nasional Indonesia (PNI) dan

    9

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    26/52

    [8] iiiiiiiiii Politik Perpajakan: Memba ngun Demokrasi Negara Demokr asi dan Poli tik Kebangsaaniiiiiiiiii [9]

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    27/52

    [10].... Politik Perpajakan: Me mbangu n Demokrasi NegaraP en d e k a tan normative me ngena i demokr asi tidak

    seluru hnya dapa t diterima oleh ilmuw an politik, oleh karena

    kegelisahan empir ik d an melihat fenomena real p elaksanaan

    demokrasi, maka Ioseph Schumpeter me mpelopori pendekatan

    empirik yang menggantikan p endekatan normative, sekalipun

    penerus p end ekatan normative tidak be rhenti. Schumpeter

    menya takan bahwa, pros edu r ut ama demokras i p emilih anpara p emimpin sec ar a kompetitif oleh rakya t ya ng merek a

    pi mpin ya ng m emberi kekuasaan p ad a pemerintah, bu kan

    sua tu jenis masyarakat da n bukan juga seperangka t tujuan

    moral-suatu mekanis m e yang m en gand u n g sua tu komp etisi

    antara s at u at a u lebih kelompo k para politis i y an g

    terorganisasikan dalam p artai politik b agi suara ya ng aka n

    mencerahkan m erek a untuk memerin tah sa mpai pe mili han

    beriku tnya. Met od e de mokra tis m en u r u t n y a mer up akan

    tatanan kelembagaan un tu k mencapai kepu tusan-kepu tusan

    po li ti k di m an a ind iv i du - in d iv id u mela lui pe rjua nganmemperebutkan suara ra kyat pemilih secara kompetitif d an

    memperoleh kekuasaan un tuk membua t keputusan."

    Berangka t d ar i asumsi empirik tentan g demokrasi yang

    dipahami oleh Schumpeter sebagai suatu mekanisme - d im ana

    elite-elite po litikbersaing dalam suatu pemilihan umum yang

    dilaksanakan se cara bebas -dimana rakyat terlibat da la m

    menentukan elite politik yang ba kal berkuasa. Konsep

    Schumpeter tentang demokrasi emp irik tersebu t mengawali

    makna demokrasi sebagai pembentukan prosedur politikatau

    lebih dikenal demokrasi prosedural dan kemudian diikuti olehpemikir-pemikir lain. Robert Dahl merumuskan suatu tatanan

    politikyang disebutnya "poliarki" ("polyarchy") istilah yang

    dipakainya untukmenyebut demokrasi. Menurutnya ciri kh as

    8 Ioseph SchumpeterdikutipS.P.Varma, Teori Politik Modern, terj. (fakarta:Rajawali 1995), ha!. 213. Lihat juga Schumpeter di kutip Huntington, TheThird Wave: Democratization in the Late Century, (Norman: University ofO klahoma Press, 1989), edisi terjemahan oleh Asril Marjohan, GelombangDemokratisasi Ketiga, (jakarta:Pus taka Utama Grafitti 1995), ha!. 4-5.

    Demokr asi dan Poli tik Kebangsaan . . . . [11]demokrasi adalah sikap tanggap pemerintah secara terus

    menerus terhadap preferensi atau keinginan warga

    negaranya. Tatanan politik seperti it u bisa digambarkan

    dengan memakai dua dimensi teoritik, yaitu seberapa tinggi

    tingkat kontestasi, kompetisi atau oposisi yang dimungkinkan

    da n seberapa banyak warganegara yang memperoleh

    kesempatan berpartisipasi dalam kompetisi politik itu.?Demokrasi membuka peluang bagi adanya kompetisi,

    kontestasi, da n oposisi -pihak yang menang akan berkuasa

    da n yang kalah akan menjadi oposisi terhadap kekuasaan.

    Warga negara yang memiliki ha k untuk bersaing dalam

    lapangan politik terbuka peluang -asal memenuhi ketentuan

    demokratik yang dipersyaratkan. Persaingan dan kontestasi

    akan bermuara pada p embentukan lembaga-Iembaga n egara

    yang bertugas untukmelayani kepentingan publik, selain tugas

    tugas legislatifdan kehakiman. Tugas-tugas itu dapat disebut

    antara lain departemen keuangan yang membawahiperpajakan, departemen kesehatan, departemen sosial da n

    departemen atau lembaga resmi negara lainnya.

    Dalam hal ini Robert A. Dahl mencatat terdapat tujuh

    lembaga khusus yang berkembang yang membedakan rezim

    re zim politik negara-negara d emokrasi modem dari semua

    rezim lainnya:" periama, kontrol atas keputusan-keputusan

    pemerintah tentang kebijaksanaan secara konstitusion al

    dibebankan pada p ejab at-pejabat yang dipilih. Kedua, para

    pejabat yang dipilih selalu berasal da d proses pemilihan yang

    dilakukan secara jujur, setiap unsur paksaan dianggap sebagai

    9, Robert A. Dahl, Polyarchy: Participation andOpposition, (New Haven &London: Yale University Pre ss 1971), ha!. 5-6. bdk juga bahasan Moht arMas 'oed, Ibid, ha!. 9.

    10, Robert A. Da hl, Dil emmas of Pluralist Dem ocrac y : Au tonomy vsControl, (New Haven & London: Yale Univ. Press 1982) atau dapat dilihatdalam edi si terj emahan oleh Sahat Simamora, Rob ert A. Dahl, Dil emaDemokrasi Pluralis: Anta ra Otonomi & Kontrol, (jakarta:Rajawali Press, 1986),ha!. 17-18.

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    28/52

    [12];;;;;;;;;; Politik Perpajakan: Membangun DemokrasiNegara Demokrasi dan Politik Kebangsaan ;;;;;;;;;; [13]

    suatu hal yang sangat memalukan. Ketiga , secara praktis,

    semua orang dewasa mempunyai hak dalam memilih pejabat

    pejabat resmi. Keempat, secara praktis semua orang dewasa

    mempunyai hak untuk dipilih sebagai pejabat resmi dalam

    pemerintahan, meskipun batas umur untuk dipilih mungkin

    lebih tinggi dari batas umur untuk memilih. Kelima, warga

    negara mempunyai hak untukmengeluarkan pendapat tanpaancaman akan dihukum, mengenai soal-soal politik yang

    ditentukan secara luas, termasuk melancarkan kritik terhadap

    para penjabat, pemerintahan, rezim, tata sosio ekonomi da n

    ideologi yang berlaku. Keenam, warganegara mempunyai hak

    untuk mendapatkan sumber-sumber informasi alternatif,

    karena memang sumber-sumber dimaksud ada da n dilindungi

    hukum . Ketujuh, untuk mencapai berbagai hak mereka,

    termasuk yang disebut di atas, setiap warga negara juga

    mempunyai ha k untuk membentuk perkumpulan

    perkumpulan atau organisasi yang relatif independen,termasukpartai-partai politikda n kelompokkepentingan yang

    bebas.

    Berangka t dari asumsi teoritik Robert A . Dahl, maka

    demokrasi menyediakan ruang dimana warga negara terlibat

    dalam berbagai proses politik yang terjadi, sekalipun

    keterlibatan rakyat dalam proses tersebut terbatas pada

    partisipasi politikuntukmenggunakan hak pilih da n hak-hak

    demokratis lainnya -tapi demokrasi modem -sebagian -kalau

    tidakseluruhnya menganut prinsip perwakilan politik-maka

    fungsi-fungsi fo rmal dari keterlibatan rakyat dalam prosespolitik diserahkan kepada wakil-wakilnya di parlemen

    sungguhpun suara da n sikap wakil rakyat tidak seluruhnya

    mencerminkan aspirasi dan keingi nan r akyat yang

    diwakilinya.

    Sebuah pemerintahan yang legitimate adalah pemerintah

    yang memperoleh dukungan kuat dari rakyat, sebab rakyat

    pemegang kedaulatan -maka sikap, tindakan da n kebijakan

    yang diambil oleh pemerintah sedapat mungkin dapat

    mencerminkan keinginan mayoritas kepentingan rakyat yang

    telah memberikan legitimasi politiknya. Dalam konteks ini,

    Bingham Po wel, Jr. mengemukakan pemahaman yang lazim

    digunakandalam Ilmu Politik mengenai "political performance"

    sebagai indikator kehidupan politik yang demokratis adalah

    sebagai berikut:" Pertama, legitimasi pemerintah berdasarkan

    atas klaim bahwa pemerintah tersebut mewakili keinginanrakyatnya. Artinya klaim pemerintah untuk patuh kepada

    aturan hukum didasarkan pada penekanan bahwa apa yang

    dilakukannya merupakan kehendak rakyat.

    Kedua, pengaturan yang mengorganisir bargaining untuk

    memperoleh legitimasi dilaksanakan melalui pemilihan umum

    yang kompetitif. Pemimpin dipilih dengan interval yang

    teratur, dan pemilih dapat memilih diantara beberapa

    altematifcalon. Dalam praktiknya, paling tidak terdapat dua

    partai politik yang mempunyai kesempatan untuk menang

    sehingga pilihan tersebut benar-benar bermakna. Keti ga,sebagian besar orang dewasa dapat ikut serta dalam proses

    pemilihan, baik sebagai pemilih maupun sebagai calon untuk

    menduduki jabatan penting. Keempat, penduduk memilih

    secara rahasia da n tanpa dipaksa. Kelima, masyarakat da n

    pemimpin menikmati hak-hak dasar, seperti misalnya

    kebebasanberbicara, berkumpul, berorganisasi, da n kebebasan

    pers. Baik partai politikyang lama maupun yang baru dapat

    berusaha untuk memperoleh dukungan.

    Setiap individudalam negara demokrasi m emiliki sejumlah

    hak azasi yang tidak dimiliki oleh rakyat yang hidup d alamsistem politik diktator-otoriter. Hak-hak tersebut seperti

    kebebasan berbicara, berkumpul, berser ikat, dan lain

    sebagainya -begitu juga dengan pemerintah yang memiliki

    11. Bingham Powel,[r, Contemporary Democracies, Participation, Stability,and Violence, (Harvard University Press, 1982), hal. 3. Kutipan ini diambildari makalah, Afan Gaffar "Demokrasi Empirik dalam Orde Baru diIndonesia", Makalah Seminar AIPI, Y ogyakarta 6 September 1989.

    [15]

  • 7/23/2019 Buku Politik Perpajakan

    29/52

    [14] __ Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara Demokrasi dan Politik Kebangsaan __ [15]sejumlah kewenangan yang diatur dalam sistem politik yang

    demokratik. Beberapa pemikir lainnya memberikan penekanan

    yang sama tentang konsep demokrasi, artinya para ilmuwan

    politik memberikan batasan pengertian mengenai demokrasi

    yang tampaknya tidak jauh ber beda satu sama lainY _Sementara O'Donnel da n Schmitter mengemukakan bahwa

    unsur-unsur yang harus ada dalam demokrasi politik yaitu:pemungutan suara secara rahasia; hak pilih universal bagi

    orang dewasa; pemilu yang dilangsungkan secara berkala;

    kompetisi antar pendukung; akses dan pengakuan terhadap

    kelompok; serta pertanggung jawaban eksekutif.

    Pada waktu yang ber beda dalam r angka memaknai

    demokrasi yang berisikan kompetisi, kontestasi da n partisipasi

    -Larry Diamond, Linz da n Lipset, mendifinisikan demokrasi

    sebagai suatu sistem pemerintahan yang memenuhi tiga syarat

    pokokyaitu: pertama, kompetisi yang sungguh-sungguh da n

    meluas diantara anggota masyarakat da n kelompok-kelompokkepentingan d i da l am m e m pe r eb u tk a n j a ba t an

    pemerintahan yang punya kekuasaan dalam jangka waktu

    yang teratur dan tidak menggunakan daya paksa; kedua,

    partisipasi politik yang melibatkan sebanyak mungkin warga

    negara dalam pemilihan pemimpin atau kebijakan lewat

    pemilihan umum yang diselenggarakan secara adil da n teratur

    sehingga tidak satupun kelompok sosial (warga negara

    dewasa) tanpa kecuali; ketiga, tingkat kebebasan sipil da n

    politik yaitu kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan

    membentuk da n bergabung dalam organisasi yang cukupuntuk menjamin integritas kompetisi da n partisipasi politik.

    12. Lihat dalam Mohtar Maso ed , i