Upload
afris
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
1/52
L\150/\-\. !p..rJ..!200b@p417Ed i Slamet lrianto
Syarifuddin Jurdi
336.2- ; ::'4I .
r 1p
c.I
/I
Sanksi pelanggaran Pasal 72:Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun1997 Pasal 44 Tentang Hak Cipta
1. Barang siapadengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatansebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat(1) dan ayat (2) dipidana penjara masing-masing paling singkat 1(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu
juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tuj uh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Iima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan ataubarang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait, sebagaimanadimaksud ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5(Iima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00(Iima ratus juta rupiah)
POLITIK PERPAJAKAN
MEMBANGUN DEMOKRASI NEGARA
Kata PengantarDr. Machfud Sidik, MSc.
Sambutan Direktur Jenderal Pajak
Hadi Poemomo
Pengantar
Ketua MPR RI
Dr. HM Hidayat Nurwahid, MA
Pengantar
Prof. Dr. Gunadi, M.Sc.,Akt
ff iUII Press
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
2/52
Ed i Slamet lrianto & Syarifuddin JurdiPolitik Perpajakan: Membangu n De mokrasi
Yogyakarta: UII Press, 2005
208 hlm . + xliv; 15 x 21 cm
11 ISBN 979-3333-78-7 I1
Negara ;- -
Buku ini dipersembahkan:
Cetakan Pertama, Oktober 2005Penyunting : Sobirin MalianPracetak : UII PressPcnerbit : UIIPress Yogyakarta (anggota lKAPI)
Jl. Cik Di Tiro No.! , YogyakartaTel.(0274)547865, Fax.(0274)547864
E-mail: [email protected];[email protected] lakcipta (tl2005 pada UIIPress dilindungiundang-undang.(all rights reserved)
Kepada dr. Betty Ekawati, 5 ., Sp. KK., da n Salma Amda.
Untukmereka yang menjadipemain peradaban masa depan;
Muhamma d
Ramdhan Abdurasyid, Hafid Dwi Prasetyo,
Try Luthfi Nugroho,lkbar Riztki Hibatullah,
Queen Choirunisa Tansa Tresna. da n
Ashila Salsabila Syarif, Ahmad Mutawakkil Syarif,
Semoga menjadi lebihbaik, maju da n berkualitas .
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
3/52
[vi] __Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara
;;;;;;;; [vii]
Bismillahirrahmanirrahim
KATA PENGANTAR PENULIS
Dengan memanjatkan puji da n syukur kepada Allah SWT
adalah suatu kalimat pertama yang perlu kami
ungkapkan, karena dengan ridho, rahmat, da n hidayah-Nya
-buku ini dapat hadir dihadapan pembaca. Pada prinsipnya
buku in i membedah persoalan yang masih relatif langka
dibahas da n dikaji oleh para ilmuwan sosial politik, ekonomi
da n ilmuwan hukum, yakni persoalan politik perpajakan
dengan fokus persoalan demokrasi perpajakan yang belum
menjadi perhatian rezim politik yang berkuasa.
Buku politik perpajakan in i membedah seputar isu-isu
penting mengenai a sp ek p o li t ik , d e mo kra si, sosial,
kemanusiaan, teologis da n ekonominya. Kami menyadari
menghadirkan wacana politik perpajakan tentu mengundang
persetujuan (pro) da n penolakan (kontra), tepatnya kitab ini
menghadirkan paradigma berpikir barn te ntang pajak yang
selama ini hanya menjadi urusan ilmuwan ekonomi da n
hukum semata, sementara aspek krusiallainnya yakni politik
hampir terabaikan -akibat lebih lanjutnya pajakmenjadi elitis,
tertutup, dan penuh manipulasi.
Buku ini menurut hemat penulis menghadirkan diskursus
baru te ntang pajak-sebuah diskursus yang bisa dipersoalkan
oleh para ilmuwan pajak da n praktisi perpajakan. Mungkin
buku ini banyakmengoreksi da n memberikan cara yang sesuai
dengan prinsip pengelolaan negara yang demokratis kepada
para pelaku perpajakan, terutama -tentu saja -para pembayar
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
4/52
menuju kehidupan ekonomi politik yang lebih terbuka,
transparan, akuntabel, da n ruang partisipasi warga secara
meluas. Selain itu diuraikan pula tentang desentralisasi yang
merupakan isu penting dalam konteks kehidupan politik
bangsa agar is u desentralisasi dapat klop dengan usaha
demokratisasi bangsa pada semua level kehidupan. Padabagian-bagian berikutnya, kami menjelaskan makna pajak
yang demokratis, pajakyang berwajah "m anusia", pajakyang
berdimensi keadilan, pajak yang relevan dengan misi besar
bangsa yakni membebaskan manusia dari kemiskinan,
kemelaratan dan ketertindasan. Begituah seterusnya kami
menguraikan aspek pajak ini, da n bagian tertentu yang
mungkin dapat menjadi bahan perbandingan, kami juga
menghadirkan isu penting lain yang berpotensi besar menjadi
sumber penerimaan negara di masa depail. adalah zakat, yangdalam beberapa hal tentu berbeda dengan pajak.
Kitab ini menjadi lebih baik -sekalipun kadamya masih
terbatas, tetapi apa yang disajikan terutama isi da n pokok
kajiannya telah dibaca oleh beberapa pihak yang menurut
hemat kami memiliki kompotensi atas masalah politik,
demokrasi, pajakda n birokrasi pemerintahan. Selain itu, buku
ini juga telah diberi beberapa catatan da n masukan oleh
beberapa pihak sebelum diterbitkan, tegasnya buku ini telah
didiskusikan dengan beberapa komponen penting dalam
rangka memperoleh tambahan masukan untukperbaikannya.
Kepada beberapa pihakyang telah berpartisipasi atas naskah
dasarnya, kami mengucapkan terima kasih, tentu p ertama-
tama kami menyampaikan terima kasih kepada Dr. H. H id ayat
Nu r Wah id, MA, (selaku Ketua MPR RI maupun sebagai
pribadi), Prof. Dr. Gun adi, MSc., da n Dr. Mahfud Sidik, MSc.,
yang telah m embaca da n memberikan pe ngantar b agi kitab
in i. Kesediaan ketiga orang tersebut untuk m emberikan
pengantar bagi kitab ini mempakan p enghargaan yang tinggi
buat kami, 'm en gin gat ketiganya masih m enyempatkan diri
untuk membac a d an memberi pengant ar bagi buku ini d i
[viii] __ Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negarapajak yang hanya dibebankan oleh negara, sementara mereka
sebagai pembayar pajak tidak pemah mengetahui pajak yang
telah disetorkan kepada negara, digunakan untuk apa ?
Sebagai isu baru dalam aspek politik da n isu baru pula
dalam konteks ilmu ekonomi dan hukum, kitab politik
perpajakan ini membangun wacana ekonomi politikbaru yang
akan menjadi acuan dari kebijakan politik rezim. Rezim politik
segera memikirkan cara mengelola negara yang demokratis,
cara mendesain ekonomi perpajakan yang berjiwa sosial,
sehingga proyek demokrasi dapat diwujudkan bersama
dengan demokrasi politik. Untuk menghadirkan aspek
perpajakan yang demokratis, maka seharusnya pengelola
pajak mengemban amanah rakyat dengan baik, memberikan
akses informasi yang cukup kepada rakyat untukmengetahui
pemanfaatan keuangan negara yang dikumpulkan dari pajak.
Andai saja kondisi tersebut dapat diciptakan, maka pembayar
pajakakan menyetorkan uang pajaknya kepada negara secara
sukarela -tanpa ad a unsur paksaan, tentu dalam hal ini -
n egara harus menyediakan ru an g bagi mereka -terutama
ruang informasi yang cukup mengenai pemanfaatan uang
.p a j a k . Proyek-proyek sosial politik rezim berkuasa yang
dibiayai oleh uang pajak, serta sumber keuangan lain yang
dihimpun dari b erbagai sumber hams berwajah "manusia".
Menutup informasi ten tang pajak, sama dengan membiarkan
konsolidasi demokrasi berjalan secara parsial -artinya aspek
politik, ekonomi, hukum, dan budaya sudah semakindemokratis, tapi soal ekonomi politik yan g berkaitan dengan
p ajak m asih tertutup, tentulah sesuatu yan g tidak diinginkan
oleh steak holders d alam masyarakat.
Pada bagian awa l buku ini, kami sengaja menguraikan
secara lebih komprehensif tentang demokrasi menurut akar
is tilah ny a da n b egitu pula dengan makna empirik dalam
kc hidu pa n masyarakat Indonesia. Penjelasan demokrasi itu
sc nd iri diorientasikan kepada usaha untuk lebih memahami
makna-rnakna dasamya d engan tujuan yang lebih jelas yakni
Kata Pen gantar__ fix]
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
5/52
Kata Pengantar__ [xi]
Ixl __ Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negaratengah kesibukan sebagai Pejabat Negara, Akademisi da n
Aparatur Birokrasi. Begitu juga dengan Dr. Hadi Poernomo,
MBA sebagai Direktur Jenderal Pajak yang telah memberikan
kata Sambutan bagi buku ini .
Akhirnya penulis ingin mengatakan rasa hutang budi
kepada berbagai pihak terutama Promotor kami yakni Prof.
Dr . Miftah Thoha, MPA; Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA; Prof.
Dr. Warsito Utomo, Prof. Dr. Yahya A Muhaimin da n Prof.
Dr. Mardiasmo, MBA. Terima kasih pula kami sampaikan
kepada Dr . Purwo Santoso, MA da n Dr . E rw a n A gus
Purwanto, atas waktu da n kesempatanberdiskusi dengan kami
dalam banyak kesempatan, serta perhatiannya yang besar
kepada kami hingga kami sering diberi bahan bacaan bagi
kelancaran studi kami. Kepada teman-teman di program S-3
Ilmu Sosial Politik Sekolah Pascasarjana UGM, diantaranya
Dr. Noudy P. Tendean, M.5i., Dr. Cand. Fadel Muhammad,Dr . Cand . Hasanuddin, MA , Dr . Cand. Sr i Woro
Wahyuningsih, MA, da n Ir. Akbar Tandjung, MS, serta yang
lainnya yang tidak dapat kami sebutkan semua namanya
disini.
Terima kasih tentu pantas kami sampaikan kepada
keluarga, mereka telah merelakan kami untukberbagi waktu
-bahkan lebih banyak waktu yang kami habiskan untuk
mengurus studi daripada bersama dengan keluarga,
pengorbanan da n kerelaan mereka itulah yang ikut memacu
da n memicu semangat kami dalam menempuh studi danmenyelesaikan kitab sederhana ini. Mereka adalah dr. Betty
Ekawati, S., Sp.KK, da n generasinya Muhammad Ramdhan
Abdurasyid, Hafid Dwi Prasetyo, Try Luthfi Nugroho, Ikbar
Riztki Hibatullah, Queen Choirunisa Tansa Tresna. Juga
kepada Salma Amda, SS., da n penerusnya Ashila Salsabila
Syarif da n Ahmad Mutawakkkil Syarif.
Perlu juga kami tambahkan, bahwa buku ini masih jauh
d .1 ri kcscm p u r n a a n da n karena it u -kami mengharapkan
adanya kritik da n koreksi yang diberikan oleh para pembaca
yang budiman guna memperbaiki buku in i. Khusus kepada
penerbit UII Press diucapkan terima kasih atas kesediaannya
menerbitkan buku ini. Akhirnya, semoga karya sederhana in i
dapat bermanfaat bagi pembaca yang budiman.
Bulaksumur, September 2005
Penulis
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
6/52
[xii];;;;; Politik Perpajakan: Memban gun Demokrasi Negara ;;;;; [xiii]
KATA PENGANTAR
Studi ten tang politik, demokrasi da n perpajakan, ketigatiganya merupakan is u yang sangat penting dalamkehidupan masyarakat. Ketiga studi tersebut tidak jarang
membingungkan tidak saja bagi masyarakat awam, birokrat,
politisi namun juga para akademisi. Penggalian hubungan
antara ilmu politik,demokrasi da n perpajakan selalu
mengundang kontroversi yang berkepanjangan.
Sympton da n bahaya implementasi demokrasi tanpa
memperhatikan kemampuan ekonomi suatu bangsa akanmembawa keterpurukan, da n kemerosotan kesejahteraan
suatu bangsa. Namun, keberhasilan pelaksanaan demokrasi
khususnya di negara-negara maju akan membawa bangsa
yang bersangkutan ke arah kehidupan pendewasaan
demokrasi da n peningkatan kemampuan ekonomi bangsa yang
bersangkutan termasuk didalamnya mengoreksi ketimpangan
kemampuan ekonomi warga negaranya. Kehidupan
demokrasi yang dewasa akan mengurangi kebrutalan da n
pemaksaan sekelompok kekuatan politik untuk
memarginalkan kelompok minoritas.Studi tentang perpajakan dalam dekade terakhir tidak
lepas dari aspekpolitikda n didalamnya termasukpenerapan
prinsip-prinsip demokrasi. Sistem perpajakan di lain pihak
merupakan bagian dari instrumen kebijakan fiskal yang
ditujukan terutama untukmencapai kebijakan ekonomi makro
yang sasarannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat suatu negara. Fenomena dalam dekade 90-an yang
terjadi di penjuru dunia menunjukkan bahwa negara-negara
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
7/52
[xiv] __ Politik Perpajakan: Mem bangun Demokrasi Negarayang mengembangkan sistem demokrasi sebagai pilihan
mengalami kenaikan dari 60 (enam puluh) negara pada tahun
1989 menjadi 100 (seratus) negara pad a tahun 2000. Di antara
negara-negara yang menerapkan sistem demokrasi tersebut
ju str u mengalami penurunan kesejahteraan masyarakatnya .yaitu pada tahun 1989, persentase negara miskin yang
menerapkan sistem demokrasi sebanyak 15 % da n justru pada
tahun 2000 jumlah negara miskin yang menerapkan sistem
demokrasi tidak selalu menjamin peningkatan pembangunan
ekonomi.
Demikian pula, implementasi desentralisasi yang tidak
didukung dengan grand strategy yang komprehensifyang
ditunjang dengan implementasi yang mempertimbangkan
berbagai aspekbaikpolitik, latar belakang kehidupan bangsa,
pluralitas etnik, keberagaman kebudayaan, sistem demokrasi
dan kemampuan ekonomi bangsa yang bersangkutan akan
menambah deretan negara yang gagal dalam melaksanakan
proses desentralisasi. Desentralisasi dinilai berhasil bila dalam
pelaksanaannya memberikan implikasi meningkatnya
pelayanan sektor birokrasi kepada masyarakat, meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam penyediaan barang publik da n
memenuhi preferensi dari masyarakat serta mempromosikan
kehidupan yang lebih demokratis. Keberhasilan pelaksanaan
desentralisasi tergantung pada desain desentralisasi it u sendiri,
perencanaan strategik, pengembangan kelembagaan da n
capacity building dari lingkungan birokrasi dan DewanPerwakilan Rakyat Daerah.
Demikian pula sistem perpajakanyang baik terutama hams
memperhatikan aspek kebijakan ekonomi yang dianut oleh
negara yang bersangkutan dalam rangka mensejahterakan
masyarakat da n kemampuan administrasi perpajakan itu
sendiri.
Sistem perpajakan yang baik harus menggali potensi
perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang ada,
__ lxvlmeminimalkan distorsi terhadap kegiatan ekonomi, memenuhi
keadilan di bidang perpajakan serta kemampuan administrasi
perpajakan itu sendiri. Kemampuan administrasi perpajakan
meliputi kelembagaan, sistem da n prosedur perpajakan,
dukungan infrastruktur di dalam melaksanakan administrasi
perpajakan da n sumber daya manusia yang kompeten dalam
melaksanakan kebijakan perpajakan.Buku Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi
Negara yang ditulis saudara Edi Slamet lrianto dan
Syarifuddin [urdi merupakan upaya pengkayaan pemikiran
yang berkembang baik di negara maju maupun negara
berkembang khususnya Indonesia. Salah satu hal baru yang
dikupas oleh kedua penulis tersebut adalah mengkaji lebih
tajam pemikiran dasar demokrasi perpajakan yang jarang
ditulis baik oleh ilmuwan di bidang politik, sosial, keuangan
negara maupun perpajakan.
Menurut penulis membicarakan demokrasi perpajakandalam politik nasional, mengingat rezim politikyang berkuasa
pada masa lalu tidak pemah membuka peluang bagi adanya
mekanisme kontrol, pengalokasian pajakyang dihimpun dari
masyarakat. Pajak dilihat dari segi politik dapat dimaknai
sebagai investasi politikseorang warga negara kepada negara,
investasi dimaksudkan sebagai tabungan rakyat dalam rangka
membantunegara dalam membiayai proyek-proyekpolitiknya
sehingga ad a preferensi politik bagi warga negara yang
bersangkutandalam setiap proses politikyang diselenggarakan
pemerintah, artinya masyarakat pembayar pajak mempunyaiha k sama atau dengan kata lain memiliki semacam otoritas
untuk mengetahui pengelolaan pajak terutama berkaitan
dengan penentuan kebijakan negara mengenai pengumpulan,
pengadministrasian da n pemanfaatan pajak.
Menurut kedua penulis, demokrasi yang berarti kesetaraan
da n partisipasi, maka demokrasi perpajakan dapat dimaknai
sebagai terbangunnya sistem p er pa ja ka n y an g
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
8/52
lxvi] ~ Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negaramenggambarkan adanya kesetaraan antara pemerintah da n
masyarakat pembayar pajak, sehingga memungkinkan
muneulnya partisipasi masyarakat, sejak dari proses
pembuatan kebijakan perpajakan, pengumpulan pajak da n
pemanfaatan uang pajak.Prinsip demokrasi yang paling urgen
adalah meletakkan kekuasaan ditangan rakyat bukanditangan penguasa.
Dengan terbitnya buku PoIitik Perpajakan: Membangun
Demokrasi Negara, saya kira akan memberikan tambahan
waeana baru kepada pemerintah, masyarakat, legislator da n
akademisi yang berminat dalam kajian pengetahuan ten tang
politik, demokrasi, desentralisasi, da n kebijakan perpajakandalam sua tu analisis yang lebih komprehensif.
Jakarta, Agustus 2005
Dr. Maehfud Sidik, M.Se.
__ [xvii]
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
Ke pu tusa n pemerintah untuk mengubah kebijakan
anggaran dari yang berbasis resources ke anggaran yang
berbasis pajak, nampaknya merupakan langkah tepat. Sebab
sumber daya alam yang kita miliki seperti migas, selain
dipengaruhi oleh faktor persediaan yang nilainya semakin
menipis juga sangat tergantung kepada pembentukan harga
pasar internasional yang sangat fluktuatif. Artinya, situasi
tersebut sangat sulit untuk dijadikan referensi ketika kita
berketetapan membangun anggaran yang stabil da n dinamis.Sejalan dengan perkembangan kehidupan berbangsa da n
bemegara, seeara bertahap peran pajakmengalami pergeseran
yang eukup fantastis. Betapa tidak, pajak yang sebelumnya
hanya sebagai pelengkap penerimaan dalam negeri kini telah
bergeser da n berada pada posisi y an g a m a t sanga t
menentukan. Meskipun masih ba nyak pihak yang kurang puas
terhadap kinerja perpajakan, namun satu hal yang sulit
terbantahkan adalah kontribusi penerimaan pajak yang saat
ini sudah meneapai 80% terhadap penerimaan dalam negeri.
Ke depan peran pajak akan terus meningkat sejalan de nganmeningkatnya pemahaman masyarakat dalam ma s al ah
perpajakan.
Sudah saatnya, masyarakat mendapatkan p em ah am an
yang komprehensif tentang mas alah pe r pa j aka n d al am
konteks kehidupan negara yang demokrati s. Dalam negara
yang modern dan demokratis, pajak di p ahami sebagai
kewajiban demokrasi warga negara. Oleh ka rena itu, pajak
bukan hanya menjadi domain pemerintah yang dalam hal ini
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
9/52
Ixviii] Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara
Direktorat Jenderal Pajak semata, akan tetapi telah menjadi
tanggung jawab seluruh elemen bangsa yang menghendaki
berjalannya sistem kenegaraan yang demokratis. Pemahaman
semacam ini menjadi penting bagi kita sebagai bangsa, agar
kita tidak terjebakpada retorika politikyang cenderung saling
menyalahkan tanpa memahami esensi posisi kita masing
masing dalam kehidupan bemegara.
Oleh karena itu, saya menyambut baik penyusunan buku
dengan judul Politik Perpajakan Membangun Demokrasi
Negara oleh saudara Edi Slamet Irianto da n Syarifuddin Iurdi.
Penulis telah menjadikan teori politik sebagai pendekatan
kajiannya, yang menurut hemar saya masih sangat langka
dilakukan, karena selama in i pajak baru dikaji dari perspektif
ilmu ekonomi da n ilmu hukum. Dengan demikian, buku ini
diharapkan akan menambah khasanah bacaan tentang
perpajakan baik bagi mahasiswa, dosen, elite politik, elite
birokrasi termasuk aparatur perpajakan maupun semua pihakyang berminaj terhadap perpajakan Indonesia.
Jakarta, Agustus 2005
Direktur Jenderal Pajak
Hadi Poemomo
NI P.060027375
iiiiiiiiiiii [xix]
PENGANTAR: MENCARI KEADILAN
POLITIK MELALUI PAJAK
Oleh: Dr. HM. Hidayat Nurwahid, MA
Ketua MPR RI
Pengelolaan negara modern selalu didasarkan kepadaprinsip-prinsip keterbukaan (transparansi), efektif da n .efisien. Sebuah negara dengan sistem politiknya yang
demokratis akan memberi ruang bagi partisipasi warga dalam
seluruh proses politikyang berlangsung. Ketika partisipasi da nruang publik untukrakyat ditutup da n disumbat oleh mesin-
mesin politik da n mesin-mesin teror da n penindas, maka
pengelolaan negara yang transparan sulit diharapkan. Dalam
sejarahnya politik kenegaraan yang dibangun selama ini
menempatkan penguasa dalam konteks yang istimewa,
sementara rakyat berada dalam posisi kooptasi negara, dengan
kata lain -rakyat tidak berdaya ketika berhadapan dengan
penguasa negara. Kondisi politik demikianlah yang ingin
dirubah oleh reformasi politik yang telah berlangsung, agar
terjadi suatu pola hubungan antara rakyat dan negara(pemerintah) yang seimbang, rakyat memiliki sejumlah hak
da n kewajiban yang harus ditunaikan sebagaimana negara
memiliki keharusan melindungi, mengayomi, d an
mensejahterakan rakyatnya.
Negara modern diikat oleh berbagai .perjanjian yang
dibangun sebagai syarat terciptanya suatu keseimbangan
sosial, ekonomi, politik dan hukum dalam suatu negara yang
beradab. Perjanjian it u sendiri terkait dengan adanya
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
10/52
hubungan timbal balik antara neg ara dengan masyarakat.
Dengan memakai cara berpikir yan g lazim, bahwa negara bisa
ad a karena ada rakyat da n rakyat sendiri membutuhkan
pemimpin (negara) untuk mengatur kelangsungan hidup
bersama agar beradab. Kebiadaban tentulah sesuatu yang
tidak diinginkan dalam kehidupan bersama, tanpa negarakeadaban rasanya sulit tercipta.
Dalam mengikat hubungan yang saling membutuhkan itu,
praktekpolitik negara-negara modem cenderung menerapkan
pola yang lazim dipakai yakni negara memiliki sejumlah
kewenangan yang absah kepada rakyat sebagaimana rakyat
memiliki hak yang dituntut kepada negara . Dalam hal inilah,
pajak menjadi media yang menghubungkan antara
kepentingan negara dengan rakyat dan pajak menjadi syarat
lain bagi terciptanya suatu keseimbangan antara negara dan
rakyat. Rakyat membayar pajak kepada negara dan sebagaiimbalan jasa yang diperoleh rakyat, terutama golongan kaya
yang membayar pajak lebih banyakberupa perlindungan atas
segala kepentingan umum, dengan mewajibkan untuk
mengadakan perjanjian perlindungan wajib antara negara
dengan warganya da n negara memperoleh modal untuk
membiayai proyek sosial kemanusiaannya.
Keadilan politik hanya mungkin diperoleh dengan
memberikan hak-hak dasar warga negara secara proporsional
seperti hak untuk hidup secara layak, hak-kemanusiaan, hak
untuk memperoleh keadilan, ha k untuk menikmatikemerdekaan dan pembangunan, itulah hak-hak dasar yang
diperoleh rakyat dari negara, sebab dengan memberikan hak
hak tersebutlah - rakyat memperoleh keadilan. Esensi negara
didirikan adalah melindungi kepentingan bersama dan
menjamin kesejahteraan sosial rakyat.
Atas beberepa kemudahan yang diberikan negara -rnaka
rakyat harus pula memenuhi ketentuan yang tetap oleh
negara yakni membayar pajak. Dalam pengelolaan negara
__ [xxi][xx] ;;;;;;;; Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara Pengantar: Mencari Keadilan Politik Melalui Pajak
modem, pajak menjadi sumber pembiayaan politik negara
t e r u t ~ m a membiayai proyek-proyek sosial rezim, sebab tanpaadanya konstribusi real dari rakyat, negara juga tidak akan
bisa menyukseskan agenda kerja pemerintahan yang
diprogramkan secara nasional melalui komunikasi politik
dengan kekuatan-kekuatan politik yang ada dalam negara
tersebut.Memang pajak merupakan hal penting dalam urusan
bemegara, sebab dengan pajakitulah distribusi keadilan sosial
dapat dilakukan. Negara 'd e n g a n pajak akan dapat
mengurangi tingkat kecemburuan sosial sosial warga negara
yang tidak memiliki sumber-sumber ekonomi yang memadai.
Sumber kekayaan yang dimiliki oleh segelintir manusia
harus disesuaikan dengan kondisi riil yang ada dalam
masyarakat. Dalam kondisi tertentu pajak dalam jenis da n
kadar apapun sudah mulai dipikirkan oleh para ilmuwan agar
jen is kekayaan yang dimiliki oleh warga bemilai sosial dan
ekonomi.Tampaknya, saya sependapat dengan gagasan yang
dibangun dalam buku ini, bahwa pajak sudah harus dikelola
menurut standar dan aturan yang lebih terbuka dan demokratis.
Selama ini pajak bersifat tertutup dan mengandung unsur
manipulasi dan segala macamnya, namun pajakinipun belum
sepenuhnya dapat menghasilkan keseimbangan sosial yang adil
dalam masyarakat.
Negara, Rakyat dan Pajak
Pajak telah berfungi sebagai sumber dana bagi pemerintah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Salah satu
pembiayaan negara yang penting dalam ha l in i adalah
pembangunansosial kemanusiaan, selain pembiayaan Iainnya.
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
11/52
[xxii] ;;;;;;;;;;keadilan) merupakan tujuan dari pajak, artinya wajib pajak
dikenakan sesuai dengan standarnya yakni secara umum da n
merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing
masing. Kedua, mereka yang diberi tug as (Dirjen Pajak) harus
memungut pajak berdasatkan Undang-Undang (Syarat
Yuridis). Ketiga, negara perlu m enerapkan standar kerja yangakan dilakukan dengan menggunakan uang pajak, sebab ada
kesan selama ini, negara menggunakan uang pajak secara elitis
sehingga
rakyat tidak mengetahui uang pajak dipergunakan
untuk keperluan apa.
Sesuai amanat konstitusi dalam UUD 1945 pasal 23 ayat
2, bahwa negara harus memberikan jaminan yang adil kepada
rakyat dengan menggunakan uang pajak. akar dari sejumlah
kekerasan, konflik da n protes rakyat se lama ini adalah
persoalan ketidak-adilan secara ekonomi, sosial, politik, da nhukum. Maka su d ah saatnya negara mengubah cara
berhubungan dengan rakyat agar sesuai dengan standar
keadilan da n kemanusiaan, negara perlu memperhatikan
rakyat miskin (desa da n kota), sebab [umlah mereka yang
miskin da n terlantar in i semakin bertambah, maka negara
dengan beberapa kewenangan yang dimiliki perlu
menerapkan cara kerja yang optimal untuk mengurangi
kemiskinan, sekaligus berupaya untuk membendung
kekerasan dalam masyarakat.Pada prinsipnya kehidupan in i telah diciptakan oleh Allah
secara seimbang, adapun kekacauan, ketimpangan da n
kemiskinan it u terjadi -karena ada manusia yang mengambil
lebih dari ha kyang semestinya diperoleh, maka dari itu negara
menjadi fasilitator antara kalangan yang memiliki kekayaan
dengan yang tidak. Kekayaa n it u sendiri memberikan manfaat
dibidang sosial da n ekonomi kepada pemiliknya, karena
dengan kekayaan -i a akan memperoleh kesempatan untuk
Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara
Dalam teori negara, bahwa negara melakukan fungsinya
untuk melayani kebutuhan masyarakat, tidak untuk
kepentingan pribadi. Maka kepentingan umum didahulukan
atas kepentingan pribadi da n golongan. Dengan luasnya
medan tanggungjawab negara -rnaka negara membutuhkan
dukungan finansial dari rakyat, maka negara membuatketentuan yang akan dijadikan pijakan untuk mengimbangi
ketimpangan sosial dalam masyarakat dengan pajak. Tegasnya
negara, punya beban sosial kemanusiaan dan untuk
memenuhinya negara membuat ketentuan untukmewajibkan
warga negara atas dasar kedaulatan menanggung pembiayaan
itu sesuai dengan kemampuan.
Kerelaan rakyat membayar pajak sesungguhnya bagian
dari komitmen rakyat untuk menciptakan keseimbangan da n
keadilan sosial dalam masyarakat, itulah yang menjadi inti
dari makna sosial pajak. Dalam hal ini, negara membatasi yangkuat dengan diwajibkan membayar pajak da n melindungi
yang lemah dengan mendistribusikan uang pajak kepada
mereka yang lemah ini secara merata da n adiL
Dalam batas-batas tertentu, rakyat juga merasa kurang
begitu percaya lagi kepada pemerintah yang diberi tugas
mengelola negara, akiba t cara penguasa mengelola negara
yang cenderung korup, penuh manipulasi da n praktekkolusi
dalam pengelolaan pajak. Terkadang dalam kadarnya yang
minima lis, penguasa memberikan beberapa keringanan
kepada wajib pajak sesuai dengan keinginan da n selera mereka
yang berkuasa, akibatnya rakyat yang lain -dimana negara
memberikan beban kepada mereka untuk membayar pajak
menjadi kurang aktifda n bahkan cenderung menghindar dari
kewajiban tersebut.
Untuk mengurangi ketegangan tersebut, negara harus
menerapkan pola kerja yang memenuhi beberapa syarat;
pertama, negara dalam memungut pajak harus adil (syarat
Pengantar: Mencari Keadilan Politik Melalui Pajak
__ [xxiii]
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
12/52
[xxiv] __pajak itu benar-benar dibutuhkan dan negara tidak lagi
memiliki sumber keuangan lain. Berdasarkan hal tersebut,
ne gara boleh membebankan p ajak kepada war ga negar a
asalkan negara tersebut tidak lagi memiliki sumber keu angan
yan g dapat m enutupi anggaran negara. Kedua, p embagian
beban pajak yang adil. Dengan b ersumber pada kekurangan
su mber an ggaran n egara, maka rakyat wajib membayar paj ak
kep ad a n egar a ag ar di be rika n se eara ad il. Ket iga, paj ak
h endaknya di pergunakan un tu k kep entingan um at (rakyat)
d an bu ka n u n t u k m a ks ia t d an h aw a nafs u. Paj ak h aru s
d ikelola dengan p rinsip kejujuran, keadilan, d an sikap ama nah
p ar a pemimpin negara, d engan begitu p ajak akan memen uhi
ketentuan yang disyara tkan yakni bukan untu k kepentingan
p ribadi, golongan, da n ma ksiat serta memperkaya diri para
p ejabat, melainkan untukmembangun infrastruktursosial yang
bisa dirasakan manfaatnya oleh rakyat banyak. Keempat, pajak
sebelum dilakukan perlu memperoleh persetuju an para ahli
d an eendekia . Sebelum sesua tu paja k dikenakan perlu
memperoleh analisa, kajian, dan pendapat para ahli mengenai
besar dan keeil pajak yang akan dipungut dari masyarakat.
Pajak merupakan bagian dari sejumlah ikatan an tara
rakyat dengan negara, karena ia jenisnya ikatan, m ak a pajak
me nja di sarana komunikasi antara rakyat yang memiliki
sejumlah kelebihan harta dengan mereka yang a ka n
memperoleh keadilan ekonomi melalui sarana negara. Dalam
beberapa s egmen, rakyat selalu menj ad i bag ia n d a ri
pengelolaan negara, artinya negara dapat tegak oleh karena
adanya rakyat da n rakyat membutuhkan n e g a r a untu k
mengatur d an mengelola kehidupan menjadi lebi h bermora l
da n beradab.
Selain untuk menciptakan kehidupan yang be radab, pajak
jug a berfungsi sebagai sumber-sumbe r keuangan n egara yang
akan dapat digunakan untuk me mbia ya i p engeluaran
p emerintah. Pajak digunakan sebagai ala t untuk mengatur
Poliiik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara
b erusaha dibandingkan d en g a n orang lain ya ng ti d a kmemilikinya.
Dalam konteks pe merataan itulah, kekayaan d ikenakan
paj ak. Neg ara m enera pkan sistem -dimanapemilikmodal atau
golongan kaya diwajibkan m embayar pajak atas kekayaannya
kepada n eg ar a, tujuan untuk meneip takan keadilan sosial.
N egara m enjadi m edia pengh ub ung an tara warga negara yan gmemiliki kekayaan d en gan w arga yang membu tuhkan uluran
tangan ne g a r a u nt u k m en y ant un i m e re k a y a ng lemah ,mustad 'afin, dan tertindas.
Warga negara yang telah men unaikan kewajiban pajakny a,
maka negara harus memberikan kepastian, kelayakan, keadilan,
d an ekonomi kepada warganya. Dala m sistem pemerintahan
modem d imanap un di dunia ini tetap menerapkan sistem bayar
pajak, dengan jalan demikianlah negara dengan berbagai proyek
sosial kemanusiaannya d apat dijalankan, sebab rakyat punya
kewajiban sosial untuk membantu pembiayaan negara - tentu
bantuan itu sangat disesuaikan dengan tingkat kemampuannya.
Selain it u, pajak juga harus dikelola oleh negara dengan
jelas dan pasti, tidak boleh ada keraguan dalam pengelolaan
pajak, sebab tanpa kepastian tentulah akan mengganggu
ja la nn ya pemerintahan terutama fungsi negara untuk
menjmain keadilan dan kesejahteraan warga melalui distribusi
pajak. melalui distribusi pajak yang meratalah akan dapat
mengurangi kesenjangan sosial dalam mas yarakat, dengan
begitu pajak akan meningkatkan taraf hidup rakyat ekonomilemah.
Sekalipun pajak tidakbegitu ba nyak dibahas da lam doktrin
teologi Islam, tapi Islam pu n memberikan beberapa ketentuan
yang tegas mengenai hal ini terutama negara dalam kondisi
yang tidak stabil. Dalam hal ini, Islam memberikan beberapakvtcntuan kepada uma t Islam agar membayar pajak sesuai
d" 111\1I1 konteksnya harus memenuhi syarat seperti yangd ik .J lclkan oleh Yusuf Al-Qardawi (2004: 1079-1085); periama,
Pengantar: Mencari Keadilan Politik Melalui Pajak iiiiiiiiiiiiiii [xxv]
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
13/52
[xxvi] ;;;;;;;;;;;; Politik Perpajakan: Membang un Demokrasi Negara Pengantar: Mencari Keadilan Politik Mel alui Pajak - ;;;;;;;;;;;; [xxvii]kebijaksanaan negara dalam memperbaiki atau mengarahkan
aktivitas sektor swasta, karena sektor swasta tidak dapat
mengatasi masalah perekonomian sehingga perekonomian
tidakmungkin diserahkan sepenuhnya kepada sektor swasta.
P embangunan sosial kemasyarakatan dan ekonomi
merupakan perhatian utama negara, sebab dimensi inilah yangakan menjamin kelangsungan sebuah bangsa. Oleh karena itu,
negara perlu mewujudkan keeukupan (sustenance) yaitu
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Keeukupan
yang dimaksud t idak s ekedar menyangkut kebutuhan
makanan semata, melainkan juga kebutuhan dasar lainnya
seperti sandang, pa p an , kesehatan dan keamanan; perlu
negara memberikanjati di ri (self-esteem) yaitu menjadi manusia
seutuhnya yang merupakan dorongan diri sendiri untukmaju,
menghargai diri sendiri dan merasa dir i pantas untuk
melakukan da n meraih sesuatu, serta adanya kebebasan
(freedom) yaitu kebebasan atau kemampuan untuk memilih
berbagai ha l atas sesuatu yang dianggap coeok untuk dirinya
da n merupakan salah satu hak azasi manusia.
Pajak dan Zakat dalam Politik Nasional
Dalam bagian ketiga buku ini dibahas tentang zakat, suatu
konsep ekonomi kerakyatan yang diwajibkan dalam Islam.
Tentu hadirnya pembahasan zakat in i menarik, terutama
gagasan yang dikemukakan te n tang perlunya negara
memikirkan alternatif sumber keuangan negara, dimanapotensial menjadi sumber keuangan negara, hal penting yang
diinginkan oleh penulis buku in i -sekalipun mungkin
gagasannya perlu diperdebatkan seeara akademik -yakni
negara meski terlibat langsung dalam mengelola zakat. Dalam
Islam, zakat merupakan salah satu kewajiban yang dianjurkan
oleh agama bahkan kata shalat dan zakat diulangi oleh Allah
dalam Qur'an beberapa kali, artinya zakat merupakan
kewajiban agama yang agung dan utama dalam soal ibadah.
Zakat selain menunaikan kewajiban teologis, juga telah
mengamalkan tradisi sosial kemanusiaan yang esensial.
Dengan zakat yang diperintahkan oleh agama, banyak
kaum miskin, anakyatim da n terlantar dapat ditolong. Zakat
berbeda dengan pajak, karena zakat hanya diorientasi untuk
memenuhi ketentuan membantu golongan miskin dan
mustad'afin. Sementara pajakmemiliki fungsi yang jauh lebih
besar seperti membiayai proyek sosial da n eadangan devisa
negara. Zakat dibatasi pada harta yang berkembang, meskipun
harta it u dibiarkan oleh pemiliknya, tapi terus mengalami
perkembangan, Islam juga mewajibkan zakat atas harta baik
sedikit maupun banyak. Sementara pajak dikenakan kepada
barang-barang, harta milik yang telah ditentukan menurut
Undang-undang negara.
Untuk memenuhi ketentuan yang adil dalam soal zakat
da n pajak, dimana pengelolanya terdiri dari manusia yangju ju r, adil, da n amanah -barangkali ada baiknya dikutip
pendapat Ab u Yusufyang berkata kepada al-Rasyid: "Wahai
Amirul Mu'minin! Perintahkanlah untukmemilih orang yang
dapat dipereaya, jujur, suka memelihara diri, juga suka
memberikan nasihat, jujur kepada paduka dan kepada rakyat
paduka. T u g as k an l ah o r an g y a ng d e m ik i an untuk
mengumpulkan sedekah di negeri ini. Dan perintahkan kepada
mereka ten tang mazhab da n cara-cara mereka serta kejujuran
mereka, sehingga mereka kumpulkan sedekah negeri-negeri
itu dan diserahkan kepadanya. "Sampai berita kepada sayabahwa petugas-petugas kharaj mengatur orang-orang mereka
untuk mengumpulkan sedekah, kemudian mereka berbuat
semena-mena da n aniaya. Mereka datang dengan harta yang
tidakhalal da n tidakmeneukupi. Oleh karena itu sepantasnya
or ang yang memungut sedekah itu or ang yang s uka
memelihara dirinya dan mau berbuat kebajikan".
Dalam Islam sangat jelas imbalan atas mereka yang
menunaikan tugas yang diberikan oleh negara seperti petugas
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
14/52
[xxviii] ;;;;;;; Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara Pengantar: Mencari Keadilan Politik Melalui Pajak;;;;;;; [xxix]
pajakda n zakat, bahwa mereka ini merupakan golongan yang
berjuang untukmelindungi yang lemah da n membatasi yang
kua t de nga n cara yang adil da n jujur. Dalam salah satu
riwayat Rasulullah saw. berkata; "Orang yang bekerja
memungut sedekah dengan benar adalah seperti berperang
di jalan Allah (HR. Ahmad, Ab u Daud, Turmudzi, Ibnu Majah,da n Ibnu Khuzaimah). Rasulullah berkata pula kepada salah
seorang amil zakat; "Bertakwalah hai Abu Wahid, jangan
sampai engkau datang pada hari kiamat nanti beserta unta
yang menguak, sapi yang melenguh atau kambing yang
mengembik" (HR Tabrani).
Zakat dapat memberantas sistem rentenir, upeti da n riba,
sebab zakat berbeda dengan pajakyang mendasarkan sesuatu
kepada ketentuan yang dipaksakan da n tidak bertendensi
pahala bagi yang mengeluarkan pajak. Dalam hal tertentu
pajak m emakai mesin-mesin politik negara, artinyapemungutan pajak sangat ditentukan oleh kebijakan da n
kekuatan penguasa baik mengenai objek, prosentase, harga
dan ketentuannya - a p a b i l a sang penguasa menghendaki
sesuatu badan atau seseorang dibebaskan dari pajak, atau
dikurangi jumlah kewajiban pajak sebagaimana ditentukan
oleh UU negara, maka sang penguasa dapat melakukan
tindakan tersebut. Dalam zakat, seseorang tidak dibenarkan
mengubah (menambah atau mengurangi) ketentuan yang telah
diwajibkan ol e h a ga m a , Al l ah memberikan ketentuan
kewajiban zakat itu dari seperlima, sepersepuluh, separuhsampai seperempat puluh (lihat hal. 139-140).
Posisi zakat dalam kehidupan umat Islam tetap akan ada,
da n tidakada satu penguasa pun yang menghapusnya, karena
zakat perintah Allah, ia memiliki posisi sepertishalat, ia bersifat
abadi hingga akhir zaman. Sementara pajak tidak bersifat
abadi da n tetap, karena pajakdapat saja dikurangi, dinaikkan
da n atau dihapuskan -sangat tergantung kepada penguasa .
Kalau penguasanya kaum borjuasi (kapitalis) maka pajakakan
dinaikkan prosentasenya atau ada kebijakan khusus dari
rezim, tapi kalau penguasanya sosialis (komunis) dengan
sistem politiknya, maka pajak ditiadakan, karena tidak ad a
kepemilikan pribadi -semua yang ad a milikbersama (diktator
proletariat) (lihat hal. 140).
Dalam praktek politik negara-negara modern, pajak
menjadi sumber devisa negara yang akan dimanfaatkan untuk
membiayai proyek-proyek sosial, politik, kemanusiaan da n
pembangunan masyarakat lainnya, dimana rezim meminta
persetujuan faksi politik (partai politik, ormas danstake holders
lainnya). Negara mendasarkan kebijakan atas aspirasi publik
yang luas. Dalam hal zakat, pengeluarannya ditentukan oleh
perintah agama, ia harus terpisah dari keuangan umum negara
-sasaran zakat yang penting adalah kemanusiaan da n ke
Islaman. Pos-pos pengeluaran pajakda n zakat sebetulnya sama
yakni untuk kepentingan bersama, tapi pajak lebih
menekankan kepada "kompromi" politik penguasa dengan
faksi -faksi politik sedangkan zakat sudah jelas dialokasikan
untuk dunia kemanusiaan.
Setelah keluarnya UU No . 38 tahun 1999 tentang
pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ) da n Lembaga Amil
Zakat (LAZ) di daerah-daerah, in i berarti ada keinginan negara
untuk terlibat dalam pengelolaan zakat, bahwa zakat harus
dikelola secara profesional. Di zaman Nabi pengelola zakat
in i sudah dilakukan secara profesional seperti pengelolaan
pajak -hal it u dilakukan untuk meminimalkan terjad in ya
penyimpangan da n penyelewengan oleh oknum-oknum
tertentu dalam negara.
Sebelum mengakhiri pengantar, saya m er a sa p crlu
memberikan apresiasi kepada penulis buku ini, karcna telah
menghadirkan suatu paradigma perpajakan ya n g jauh lebih
relevan dengan arus perubahan dan r eformasi bangsa.
Tawaran-tawaran yang dihadirkan dalam buku in i sangat
penting untuk rekonstruksi pengelolaan pajak yang
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
15/52
[xxx] __Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara
demokratis. Selama ini pajak hanya dimaknai secara ekonomi
da n hukum, maka sisi demokrasi da n politik dari pajak it u
sendiri belum banyakdibahas, maka buku inilah yangpertama
mengetengahkan is u da n wacana itu. Oleh karena itu buku
in i harus d i re s p on s d e n ga n baik untuk kemudian
mendiskusikan secara akademik da n bila perlu menjadi satu
bahasan penting dalam dunia akademik atau misalnya sudahsaatnya menyediakan Mata Kuliah khusus tentang Politik
Perpajakan, sebab ha l in i penting untuk diajarkan kepada
generasi bangsa ini. Akhimya selamat membaca da n saya tidak
perlu menyimpulkan isi buku ini, arifnya pembaca sendirilahyang menyimpulkan.
Oiiiiiiiiiiiii [xxxi]
.PengantarDEMOKRASI PERPAJAKAN: MENCARIKEMUNGKINAN BARU DALAM POLITIK
NASIONAL
Oleh: Prof. Dr . G u n ad i , M.Se., Akt.
D
alam beberapa literatur pajak (West n: 1993) terdapat
adagium yang mengatakan "no tax representation" yang
maksudnya adalah tiada perwakilan (d i parlemen dalam
kegiatan politik) tanpa membayar pajak. Adagium ini mencoba
mencari tali-temali antara kegiatan politik (demokrasi) dengan
ha k untuk membayar pajak. Kalau masyarakat ingin
berdemokrasi dengan baik dan melaksanakan hak-hak
politiknya (ikut pemilihan umum dsb), biaya demokrasi (politik)
yang terjadi karena kegiatan dimaksud harus dapat ditutup
dari pembayaran pajak para anggota masyarakat.
Walaupun telah 6 tahun Pemerintah memberlakukan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah da n Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat da n Daerah (yang kernudian
diubah dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004),
namun mencari simpul korelasi anta r a pajak d engan
demokrasi masih menjadi wacana ya ng relatif masih langka
dalam konteks kehidupan politik bangsa ini. Artinya negara
mempunyai kewenangan me mungut paj ak dari rakyat yang
dijalankan menurut aturan dan norma yang telah ditentukan
secara bersama, melalui proses politik yaitu oleh wakil rakyat
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
16/52
[xxxii] ;;;;;;;; Politik Perpajakan: Me mbangun Demokrasi Negara Demokrasi Perpajakan__ [xxxiii]
dan pemerintah. Dalam sistem negara modern, pajak
dikenakan kepada penduduk yang memiliki sumber daya
dalam berbagai bentuk termasuk penghasilan, pengeluaran
dan kekayaan.
Pajak diadakan oleh negara dari rakyat dan untuk
kemaslahatan bersama seluruh rakyat atau dalam bahasa bukuini sebagai "kontraksosial"antara negara dengan rakyat. Pajak
menempati posisi sentral dalam kehidupan berbangsa da n
bernegara sebagai wahana untuk menyeimbangkan simpul
simpul politik, ekonomi, sosial dan yang berserakan dalam
masyarakat. Dengan pajak yang dipungut dari rakyat yang
memiliki kewajiban bayar pajak, negara kemudian membuat
proyekkemaslahatan umum yang bernuansa sosial, ekonomi,
politik, dan budaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan
bangsa.
Pajak menjadi salah satu sumber dana untuk pembiayaanpembangunan nasional termasukpembangunan infra-struktur
sosial dan pelaksanaan tugas kepemerintahan. Oleh sebab itu
diperlukan usaha untuk melakukan intensifikasi dan
ekstensifikasi pemungutannya. Keberhasilan usaha tersebut
ditentukan oleh kesadaran setiap anggota masyarakat untuk
membayar kewajiban pajak, kesungguhan dedikasi dan sikap
aparat pengelola pajak dalam melaksanakan tugasnya secara
profesional, transparan, dan efektif, administrasi dan sistem
perpajakan yang efektif, serta bantuan positif seluruh warga
dan lembaga negara dan masyarakat.Ada kesan selama ini, bahwa pajakhanya urusan ilmuwan
ekonomi, hukum, dan administrasi. Namun sejatinya pajak
mempunyai aspek sosial, politik dan demokrasi. Oleh karena
itu, dapat dipahami bahwa penulis buku ini berusaha untuk
menghadirkan suatu paradigma baru dalam memahami sisi
lain perpaj akan dari aspek sosial politiknya. N amun demikian,
aspekkemanusiaan, sosial, da n demokratis yang manakah
y an g belum tersentuh oleh pengelolaan pajak selama ini,
sehingga diperlukan reorientasikembali aspekperpajakan yang
sesuai dengan standar demokrasi bangsa?
Hemat saya, buku ini telah mengisi ruang dari pertanyaan
it u -walaupun disadari bahwa pengelola an pajak yang
didesain dalam bingkai demokrasi belumlah terjadi dalam
sistem perpajakan Indonesia. Permasalahan yang dihadirkan
dalam buku in i nampaknya harus direspons secara hati-hatidan akademik, sebab asumsi berpikir yang digunakan
sangatlah politik. Buku in i memahami pajak dalam dimensi
moral, etika, politik. demokrasi dan kemanusiaan, sehubungan
dengan adanya fakta bahwa ketimpangan dalam perpajakan
sering menlgikan negara secara keseluruhan, termasuk rakyat
yang menjadi tujuan distribusi pajak. Dimensi ini sangat
dominan dan menarikuntukdicermati lebih jauh oleh mereka
yang mengelola pajak termasuk saudara Edi Slamet lrianto
salah seorang penulis buku ini sebagai pelaku perpajakan agar
dapat mendesain kembali wajah dan pola perpajakan yang
relevan dengan arus perubahan sistem politik bangsa. Tanpa
mendesain kembali cara pengelolaan pajak yang sesuai
konteks perubahan, akan menempatkan pajaktidakmengikuti
irama perubahan. Artinya perubahan yang akan mendesain
pajak termasuk menggusur seluruh kelemahan dan
kekurangan praktek pengelolaan perpajakan selama ini.
Pajak dapat diartikan sebagai suatu pungutan yang
merupakan hak prerogatifnegara atau iuran yang dibayarkan
oleh rakyat didasarkan pada undang-undang, yang dapat
dipaksakan tanpa balas jasa langsung yang dapat ditunjuk.
Mainstream pemikiran tersebut telah mendorong para pcngelola
pajakberlaku kurang mencerminkan semangat berbangsa dan
bemegara yang berjiwa demokratis.
Negara-bangsa yang baru merdeka hanya membagikan
buah secara selektif dan timpang kepada rakyat. Pergantian
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
17/52
[xxxiv] iiiiiiiiiiiiij; Politik Perpajakan: Membang un Demokrasi Negara Demo kras i Perpaja kaniiiiiiiiiiiiij; [xxxv]
pemerintah yang kurang demokratis tidak secara otomatis
membawa perubahan ke arah perbaikan status sosial,
perempuan, kelas sosial pekerja, atau petani da n kalangan
miskin dan duafa . Proses perubahan yang terjadi baru
bermanfaat secara sosial, ekonomi, politik da n budaya bagi
rakyat kebanyakan - kalau negara memberikan pelayanan da n
pembangunan yang merata tanpa pilih kasih, walaupun
pendekatan prioritas sikap selektif untuk suatu kebijakan
politik tetap diperhitungkan, namun kebijakan dimaksud tetap
berorientasi kemanusiaan secara menyeluruh, dengan begitu
akan memberikan dampaksosial yang positifbagi akomodasi
simpul-simpul kultural da n kohesi sosial menjadi kuat.
Kemerdekaan yang hakiki adalah terbebasnya manusia
dari penindasan, keterbelakangan, kemiskinan da n kebodohan.
Negara dalam konteks yang lebih luas harus memainkanperan-peran penting dalam rangka mengangkat keterpurukan
bangsa untuk memberikan kemerdekaan baru bagi
kemanusiaan, memperbaiki infrastruktur sosial dan perbaikan
ekonomi masyarakat. Reformasi yang telah berlangsung
mestinya memberikan arah yang jelas bagi pembangunan
kembali simpul-simpul sosial kultural. Reformasi belum
memberikan kontribusi realnya atas bangunan sosial yang
dimaksud, bahkan reformasi yang telah berumur sewindu ini
mengukuhkan praktek politik kaum elite yang cenderung
korup, manipulatif da n jauh dari semangat demokratis yangmenjadi cita-cita dasar reformasi.
Di tengah kondisi politik demikian, praktek perpajakan .yang agak "bermasalah" harus segera menyadari "bom
waktu" perubahan yang terus berlangsung. Unsur ekonomi
penting yang menyumbang keberlangsungan negara adalah
paj ak, Kalau pajak masih dikelola dengan cara-cara lama,
m.ika akan memperoleh berbagai tekanan dari kalangan sosial
Il ( ) IiI i k. Reorientasi pajakagar menjadi lebih demokratis seperti
yang diinginkan oleh penulis buku in i -tentu juga merupakan
keinginan banyak orang menjadi penting untuk segera
dilakukan. Tanpa melakukan perbaikan dalam konteks
perubahan tersebut, pajak akan dirombak oleh mesin
perubahan yang siap sedia untuk memperbaikinya.
Pergantian kepemimpinan yang terjadi setelah kejatuhan
Orde Baru belum dapat memberikan arah politik perpajakanyang memadai bagi terciptanya suatu mekanisme kerja
perpajakan yang memenuhi ketentuan demokrasi.
Kepercayaan publik terhadap pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) relatif lebih baikda n legitimat dibandingkan
dengan dua pemerintahan sebelumnya. Modal trust yang
dimiliki oleh pemeritahan SBYja uh lebih mungkin melakukan
serangkaian gebrakan moral da n politik terhadap kejahatan
korporasi termasuk kejahatan yang mungkin terjadi dalam
perpajakan.
Dalam hitungan ekonomi politik, suatu pemerintahanyang
legitimasinya langsung diterima dari rakyat akan jauh lebih
besar kekuatannya untuk memperbaiki sistem politik da n
ekonomi bangsa, terutama sistem pajak yang perlu d idesain
kembali agar dapat menjadi lebih baikdan mampu membiayai
anggaran negara, terutama pemb iayaan proyek yang
berhaluan kemaslahatan sosial.
Sekalipun demikian, pajakyang diimpikan menjadi sumber
utama dalam rangka kemandirian anggaran negara belum
dapat maksimal dikelola oleh pemerintah. Ca ra-car a
pengelolaan pajak yang penuh bias dan cenderung
menyimpang harus ditinggalkan dengan melakukan pe rbai kan
internal pajakmenuju Good Governance. Sungguhpu n begitu,
kalangan pajak sendiri harus ditekan oleh kek uat an negara
agar mereka yang d iberi tugas m engelola sumber keuangan
negara tersebut dapat menunjukkan perilaku yang demokratis.
Ha l lain yang perlu diperhatikan adalah soal keadilan.
Aspek keadilan yang perlu dipenuhi oleh pajak, antara lain
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
18/52
[xxxvi] ;;;;;;;;;;;
tatanan kehidupan bebas dari rekayasa dan urusan kurang
terpuji, penuh dengan rasa keadilan da n bebas dari usaha
untukmemaksakan keyakinan moral kepada orang lain (Franz
Magnis-Suseno, 1995: 67). Rakyat da n negara merupakan dua
unsur yang menyatu. Karena itu, adalah kurang bijak untuk
menempatkan negara dalam posisi sebagai pihak yang
menguasai rakyat. Dalam sistem politik otoriter, negaraseringkali menerapkan pola penaklukan atas rakyat, da n
rakyat hanya menjadi obyek da n bukan sebagai partner.
Akibatnya, kebijakan publikbersifat tertutup da n rakyathanya
"pasrah" menerima kebijakan tersebut tanpa ada partisipasi.
Dalam tahun 1999, Pemerintah juga memberlakukan
Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 ten tang Pengelolaan
Zakat. Pemberlakuan in i mungkin dimaksudkan untuk
menggairahkan pelaksanaan kewajiban syariat Islam untuk
membayar zakat, memobilisasi dana zakat, mengelola da n
memanfaatkannya untuk kemaslahatan umum. Baik pajakmaupun zakat adalah sama-sama merupakan instrumen
pemerataan penguasaan sumberdaya ekonomi dengan
menarik dari yang mampu untuk kemaslahatan bersama da n
penyediaan santunan untuk yang kurang mampu. Untuk
meringankan daya serap tersebut (tream - up effect)pemerintah berupaya mencari titik integerasi dari keduanya,.
Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang
perubahan ketiga Undang-undang Pajak Penghasilan 1984,
titik integrasi tersebut dijembatani dengan mengurangkan
zakat dari penghasilan kena pajak pembayar zakat. Hal inimengindikasikan bahwa negara ikut berpartisipasi da lam
pembayaran zakat maksimal sebanyak 35% da n p embayar
zakat hanya menanggung sisanya. Sebagai in strumen
mobilisasi dana masyarakat, dengan adanya zakat da n pajak
secara kumulatif akan terdapat dana yang lebih banyak
tersedia untuk kemaslahatan umum.
Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara
bahwa beban pajak harus dipikul secara merata da n sesuai
dengan kemampuan pembayar setiap wajib pajak. Prinsip
kesamaan/keadilan (equity), menghendaki bahwa perbedaan
dalam level penghasilan harus mewarnai distribusi pajak.
Selain itu, dalam kebijakan pajak harus melekat aspek
kepastian (certainty). Pajak hendaknya tegas, jelas da n pastidan bukan hanya sekedar tuntutan negara kepada masyarakat
untuk membayar pajak, melainkan negara harus memberikan
manfaat sosial (social benefits) yang layak kepada yang
memerlukan. Dari penerimaan pajak negara harus dapat
menyediakan sejumlah kemudahan bagi rakyat untuk
mendapat manfaat ekonomi da n sosial dari pengalokasian
pajak yang dimaksud.
Dalam kasus-kasus tertentu, setelah membayar pajak
kepada negara, rakyat tidak memperoleh informasi tentanguntuk apa penerimaan pajak dibelanjakan. Bahkan lebih baik
lagi apabila rakyat diajakdialog mengenai pengalokasian uang
pajak, apalagi memperoleh imbalan atau manfaat yang
diberikan negara, melainkan dimanfaatkan untukpembiayaan
negara. Dalam soal in i negara menunaikan sejumlah
kewajiban publik untuk melindungi, mengayomi da n
memberikan rasa aman kepada warga negaranya. Ketika
ketidak-nyaman, ketakutan da n ketidak-pastian terjadi,
masyarakat berhak menuntut negara untuk memberikanja mi na n ke am an an atas usa ha , kegiatan dan kehidupan
mereka.
Atas dasar itu, dengan meminjam cara berpikir penulis
buku in i menggunakan teori negara da n demokrasi,
nampaknya praktek bemegara yang demokratis itu haruslah
sesuai dengan nilai-nilai da n aspirasi yang eksis dalam
masyarakat. Model kehidupan bemegara yang baik adalah
yang memungkinkan mengadakan kompromi moral dalam
Demo kras i Perpajak an;;;;;;;;;;; [xxxvii]
i
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
19/52
[xxxviii] iiiiiiiiiii Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara Demokrasi Perpajakaniiiiiiiiiii [xxxix]
Buku in i hadir tidak terlepas dari kegelisahan yang muncul
dari para pengelola pajakterutama saudara Edi Slamet Irianto
yang punya persepsi pengelolaan pajakyang selama ini kurang
transparan da n tidak demokratis, harus segera dilakukan
perbaikan-perbaikan agar memenuhi standar demokratis,
standar keadilan, dan standar kemanusiaan. Kegelisahan
serupa nampaknya juga muncul dari kalangan masyarakat ,luas dalam melihat pengelolaan da n pemanfaatan pajakyang
kurang transparan da n bias tersebut.
Ikhtiar yang dilakukan oleh penulis buku ini nampaknya
akan memberikan arah baru bagi format politik perpajakan
yang lebih baik di masa depan. Format itu sendiri terkait
langsung dengan rekonstruksi sejumlah "kekurangan" yang
dirasakan oleh masyarakat dalam pengelolaan pajak. Mereka
mengharap bahwa bangsa in i harus di "bangunkan" dari
segala kemunduran dan sikap yang kurang terpuji, karena
kemajuan hanya dapat diraih dengan menyadari kekeliruandan kesalahan dan s e ge ra m e m pe rba ikinya a ga r le bih
berkualitas. Semakin berkualitasnya pengelola pajak tentu
a ka n m e nguba h citra dan s tigm a "be rm a sa la h" ya ng
dikesankan masyarakat.
Perspektif pajak yang relatif baru in i diharapkan dapat
menambah khasanah literatur ekonomi da n hukum. Dalam
dimensi sosial politiknya, pajak perlu direkonstruksi agar
berlandaskan pada kepentingan publikyang luas. Perlu dicatat
bahwa pajak bukan soal kewajiban warga negara kepada
negara saja, tetapi pajak m enjadi media penghubung sosial
antara kelompok th e have dengan th e have not. Tampaknya
aspek ini belum banyak disentuh oleh ilmuwan ekonomidan
hukum yang melihat dari sisi fiskal semata da n normatif,
padahal esensinya pajak juga dapat dipandang dari kacamata
kemanusiaan, sosial da n politik (demokratis).
Pemikiran yang ditawaran dalam buku in i menjadi bahan
penting bagi pelaku perpajakan da n pengambil kebijakan
untuk segera melakukan pembenahan dan perbaikan agar
wajah perpajakan menjadi lebih transparan da n demokratik.
Pajak sebagai bagian dari "kontrak sosial" antara negara
dengan warganya haruslah dapat terpenuhi oleh warganya
berdasar aturan yang memenuhi ra s a keadilan da n dapat
menyediakan yang cukup untuk kemaslahatan umum.
Akhimya, kami ucapkan selamat kepada sdr. Edi SlametIrianto da n Syarifuddin [urdi yang telah berhasil dengan baik
menyusun buku ini. Semoga karya tulis yang sedikit bemuansa
"provokatif" ini dapat membuka lembaran diskursus barudalam dunia ekonomi politik, terutama isu-isu penting yang
berkaitan dengan perpajakan. Hemat saya, buku ini telah
memperkaya ruang diskursus yang selama in i masih relatif
belum "disinggung" oleh ilmuwan dengan tidak sengaja tanpa
menyentuh dimensi demokrasi perpajakan. Selamat membaca
semoga bermanfaat, bagi para stakeholders perpajakan da n
mereka yang berminat da n peduli pada is u perpajakan.
Jakarta, Agustus 2005
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
20/52
[xl];;;;;;;; Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara ;;;;;;;; [xli]
DAFTAR ISI
K A T A P E N G A N T A R PENULIS vu
KATA PE N G A N T A R xiii
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK xvii
P EN GA NT AR : M EN CA RI KEADILAN PO L I T I K
MELALUI PAJAK xi x
PE N G A N T A R D E M O_KRASI PERPAJAKAN: MENCARI
K E M U N G K I N A N BARU D A L A M PO L I T I K
N A SI O N A L xxxi
DAFTAR ISI........................................................................... xl i
Bagian Pertama: DEMOKRASI DA N P OL m K KEBANGSAAN:
SEJARAH DA N PERKEMBANGANNYA 1
PENGANTAR...................................................................... 1
KONSEP DASAR DEMOKRASI. .................................... 3
Mencari AkarDemokrasi 3
Demokrasi Normatifdan Empirik 9
Men uj u Rezim Yang Demokratis 16
DESENTRALISASI DA N D EM OK RA SI PO LI TI K 23
Mun cu lny a Desentralisasi 23
Desen tral isas i D emokrasi..... ............... ................................. 30
Desentralisasi dan Civi l Society....... ................................. .. 38
Dese ntralisasi dan Gerakan Sosial Lokal 43
DEMOKRASI BAGI INDONESIA 47
BeberapaAs um si Teoritik dan Empirik 47
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
21/52
[xlii] ;;;;;;;; Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara
Rezim Otoriter Memacetkan Demokrasi 53
Demokrasi dan Elite Politik 57
Bagian Kedua: NEGARA, DEMOKRASI DAN PAJAK 61
PENGANTAR....................................... ............................... 61
MENUJU POLITIK PERPAJAKAN 62
FormulaMencari Keadilan Politik 62
Pajak: Keseimbangan Pusat dan Daerah 67
EKONOMI POLITIK NEGARA ~ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 75Pajaksebagai Sumber Ekonomi Politik 75
Politik Keadilan Dalam Perpajakan 78
Negara dan Politik Perpajakan: Beberapa Asumsi Teoritik 80
DEMOKRATISASI PERPAJAKAN 90
Pemikiran Dasar Demokrasi Pajak 90
Membangun Demokrasi Perpajakan 93Bagian Ketiga: OTONOMI FISKAL, PAJAK DAN ZAKAT 101
PENGANTAR 101
OTONOMI FISKAL DA N KEBIJAKAN FISKAL 103
PerangkatUU Fiskal 103
Otonomi Fiskal dan Nilai Lokal 106
Bagaimana Semestinya Politik Perpajakan? 109
PAJAK: "KONTRAKSOSIAL" NEGARA DAN RAKYAT 112
Pajak: Sumber Pembiayaan Politik 112
Pajak: "Kontrak Sosial" Negara dan Rakyat 11 5
Dialektika Politik Perpajakan di Indonesia 124
ZAKAT SEBAGAI ALTERNATIF KEBIJAKAN 135
Zakat: Pengertian da n Permasalahannya 135
Zakat AltematifSumber Kas Negara 147
Beberapa Persamaan da n Perbedaan Pajak da n Zakat153
Zakat da n Pajak: Bagaimana Seharusnya? 158
Dafta r Isi ;;;;;;;; [xliii]
Bagian Keempat: KONTROL RAKYAT TERHADAP PAJAK:
SYARAT DEMOKRATISASI PERPAJAKAN 165
PENGANTAR 165
HAK POLITIK RAKYAT ATAS PAJAK 167
Hak Politik Rakyat Atas Pajak 16 7
Kelemahan Kontrol 172Problematika Kontrol di Indonesia 17 4
Implikasi Politik dari Kontrol Pajak 17 9
WUJUD PAJAK YANG DEMOKRATIS 185
Adanya Legitimasi dan Keterbukaan 185
Distribusi Pajak yang Merata 192
DAFTAR PUSTAKA 201
RIWAYAT SINGKAT PENULIS 205
l!s
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
22/52
[xliv] ~ Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara ~ [1]
Bagian Pertama
DEMOKRASI DAN POLITIKKEBANGSAAN: SEJARAH DAN
PERKEMBANGANNYA
Demokrasi telah. menjadi piCilian utama para pemimpin negara-negaramodern -6ai/(yang sudah. maju maupun yang setfang sebab
demokrasi memberikan jaminan 6agi pluraiisme. 'J{amun demokrasi telah.menjadi semacam uiacana poCiti/(semata, sebab negara-negara maju yang
memelopori demokjasi tidak; /(unjung memperllhatkan si/(ap dan. tindakiuty ang demokjiuis, sekalipun. j uga suatu negara menganut sistem demokrasi,
tetapi demokjasi lianya ada daiam catatan Iembaran negara -sementara
pra/(Je/( politik;peme rin taha n sebuah. tezim ya ng 6er/(uasa sangat6ertentangan denqan prinsip demokrasi.
'J{ampaIQ1ya angin perubahan yang "menerpa JJ Indonesia telah. membuka/(pta/( pnad ora demokrasi itu, seningga masa konsotidasi demokrasi unruk;
mencapai demokjasi yang 6er/(uaCitas tenqah. di[a/(u/(an -ididahului denqan.sefeiqi pemimpin, dimana raRyat ierlibat [ansgung dalam meneniukan.Presiden dan. Wakj[nya, 'J(jpa[a '1Jaera!i dati Wakj[nya - semog a masa
iransisi ini segera 6erak:fzir menuju demok jasi yang diimpikan. bersama yangberjiuia Indonesia, 6er/(ara/(Jer rdigius dan berdim ensi teoloqis.
PENGANTAR
Gelombang baru demokrasi yang terjadi sejak tahun 1998
sebagai titik sentral dari kuatnya d esakan untuk
melakukan reformasi politik, ekonomi, hukum, dan mi liter -
sebab selama ini rezim menggunakan instrumen-ins trumen
tersebut untukmengkooptasi rakyat, demokrasipunmengalami
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
23/52
[2];;;;;;;; Politik Perpajakan: Membangun DemokrasiNegara Demokrasi dan Politik Kebangsaan ;;;;;;;; [3]
kemacetan da n stagnan, karena itu yang perlu dikerjakan oleh
kekuatan pro-demokrasi da n kekuatan civil society adalah
mendesakkan adanya perubahan sistem politik, ekonomi,
hukum, budaya da n tata kerja militer yang selama ini dinilai
terlampau banyak mencampuri wilayah sipil.
Wujud minimalis dari demokrasi yang didesakkan tersebut
memang sebagian telah dirasakan oleh rakyat seperti pemilihan
umum yang semakin terbuka y a ~ g diikuti dengan pemilihanPresiden secara langsung yang disusul kemudian dengan
pemilihan Kepala Daerah langsung yang serentak digelar
mulai [uni 2005 ser ta dipilihnya pula wakil-wakil daerah oleh
rakyat secara langsung yang duduk di Dewan Perwakilan
Daerah (DPD). Perubahan-perubahan tersebut tentu
membawa "berkah" bagi usaha untuk membangun demokrasi
kerakyatan yang mencerminkan nilai-nilai sosial kulturmasyarakat.
Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan sejumlah ha l
yang berkaitan dengan konsep-konsep dasar tentang
demokrasi -baikyang bersifat normatifda n empirikda n dalam
beberapa hal kemungkinan akan menyinggung makna
demokrasi langsung. Berbagai dialektika demokrasi yang
terjadi sebagai akibat dari banyaknya ragam konsep,
pemikiran da n praktek demokrasi dalam alam kehidupan
negara-bangsa (nation-state) modern. Oleh karena itu, penulis
tidak akan menampilkan konsep-konsep ekonomi politik
terutama konsep tentang perpajakan yang menjadi isu sentral
dalam buku ini. Hal ini sengaja dilakukan, agar diperoleh
sejumlah kerangka pemikiran teoritik tentang demokrasi da n
desentralisasi -tujuannya untuk menemukan kerangka kerja
perpajakan yang demokratis yang akan dibahas pada bab-babberikutnya.
Ruang publik(public sphere) yang terbuka luas da n bebas
hams digunakan untuk membangun basis-basis demokrasi
yang mampu menaikkan posisi sosial, ekonomi da n politik
rakyat. Selain dimensi ekonomi politiknya tetap memperoleh
bagian terbesar da n selebihnya mengarahkan persoalan
demokrasi kepada upaya untuk menciptakan keadilan sosial,
keadilan ekonomi, keadilan kultural da n keadilan politikagar
tercipta keseimbangan sosial yang baik dalam masyarakat.
Sebab ketidak-adilan akar dari banyak masalah yang akan
mungkin dan berkembang dalam masyarakat, dengan
menjawab tuntutan demokratislah yang akan mengurangi"p emberontakan politik".
KONSEP DASAR DEMOKRASI
Mencari Akar Demokrasi
Rezim politikyang berkuasa sangat menentukan arah dari
perjalanan suatu bangsa, apakah suatu negara menjadi negara
yang demokratis atau menjadi diktator-otoriter? Dimensi
kepemimpinan politik dalam partai politik, birokrasi
pemerintahan, da n lembaga sosial kemasyarakatan akansangat memberikan warna dan cerminan bagi perjalanan
demokrasi. Sebagai contoh, ketikabangsa in i pada dekade
1950-an dalam Majelis Konstituante -dimana para wakil
rakyat hampir memperoleh sebuah kesepahaman politikuntuk
membangun Indonesia yang demokratis, bebas da n liberal.
Namun sikap otoriter Soekarno sudah mulai menunjukkan
wujudnya sejak tahun 1958 dengan memberikan pidato yang
kurang mencerminkan sikap sebagai pemimpin yang
demokratis. Puncakdari akumulasi sikap tersebut, tahun 1959
dengan berbagai dalih da n alasan serta dukungan kuat yang
diberikan oleh Militer - Presiden Soekarno membubarkan
Konstituante dengan mengajak para faksi-faksi politik di
Majelis tersebut untukkembali kepada UUD 1945 yang dijiwai
oleh Piagam [akarta.'
I. Ajakan kembali kepada UUD 1945 diterima baik oleh kekuatan militerang memang sudah sangat "muak" menyaksikan perdebatan para politisiang belum juga menemukan jalan keluar atas rumusan dasar negara yang
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
24/52
[4];;;;;;;; PolitikPerpajakan: Membangun Demokrasi Negara Demokrasi dan Politik Kebangsaan ;;;;;;;; [5]
Banyak pihak yang menyebut, bahwa sikap otoriter
Soekarno tersebut lebih banyakdisebabkan oleh lobi-lobi "luar
, pagar" kalangan Islam tertentu, militer da n pihak komunis
. yang semakin menguatkan dugaan itu, tahun 1960 -Soekarno
' membubarkan Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi)
sebagai sayap politikkaum muslim modernis dan Partai Sosialis
Indonesia (PSI) sebagai sayap politik kaum nasionalis kritis,oleh rezim da n militer ketika itu, kedua partai ini dianggap
menfasilitasi pemberontakan lokal seperti PRRI da n Permesta.
Dalam sejarah perpolitikan nasional diawal kemerdekaan,
kedua partai itu merupakan penyokong utama demokrasi,
elite-elitenya berpolitik secarba cerdas da n menjauhkan diir
dari cara-cara berpolitik yang tidak demokratis.
Sungguhpun demikian, sikap tegas rezim juag dimaknai
sebagai ketidak-mampun partai-partai politikuntukmengatasi
fokus pada kepentingan partai dan mencapai wawasan
kepentingan nasional." Di tingkat elite juga terjadi perbedaan
pandangan, umpamanya Hatta menegaskan sikapnya, bahwa
rakyat menurutnya harus dididik agar mampu berdemokrasi,
agar para partisipan belajar bertanggungjawab dan '
bertoleransi terhadap pendapat-pendapat yang berbeda-beda
da n belajar menjadi mampu beroposisi." Pendapat Hatta
sejalan dengan pandangan Sjahrir salah seorang tokoh PSI
yang menganggap diperlukan adanya proses berpolitikyang
cerdas dengan mendidik rakyat supaya dapat ber-demokrasi
baru . Me skipun begitu, sejumlah pihak mengatakan, bahwa MajelisKonstituante yang ditugaskan merumuskan UUD tersebut sudah hampirfinal menyepakati naskah perubahan, artinya konsensus demokrasi dasarantara Masyumi dan PNI waktu itu masih ada, terus menipis, namun ketidaksabaran militer da n kelompok-kelompok tertentun dalam masyarakatmenyebabkan Soekarno bertindakotoriter -itulah yang menjadi awal daridemokra si Terpimpin.
2. Franz Magnis Suseno, Mencari Format Demokrasi: Sebuah Telaah Fi/osofis(jakarta: Gramedia, 1995), hIm. 72
3. Lihat kutipan tentang pendapat Hatta yang dikutip oleh Franz MagnisSuseno, Ibid.
dengan bertanggungjawab. Mengajarkan rakyat mengenai
.politikatau political education merupakan sesuatu yang penting
untuk membiasakan suasana demokratis dalam masyarakat.
Demokrasi juga akan dapat berjalan apabila dibangun sebuah
budaya komunikasi demokratis. Budaya itu termasuk
kemampuan untuk menerima kekalahan dalam pertandingan
demokratis da n tetap mendukung usaha bersama. Diperlukankemampuan untukbertoleransi serta untukmenjunjung tinggi
[aimees.:
Di tengah multi-kulturalisme model Indonesia diperlukan
ju ga budaya demokrasi yang memuat budaya konflik
demokratis. Para politisi dan warga negara harus belajar
mengemukakan pandangan dan k e pe n tin g an y a ng
bertentangan dengan tetap menghayati persatuan yang lebih
mendalam -sungguhpun ideologi da n kepentingan yang
berbeda. Kemampuan untuk berhadapan denganlawan politik
tidak sebagai musuh, melainkan sebagai sarna-sama warganegara, merupakan unsur hakiki dalam budaya demokrasi. 5
Dengan membiasakandiri semacamitulah nilai-nilai demokrasi
akan dapat tercipta dengan tersedianya ruang publik- dimana
dialog, debat da n diskusi te ntang sejumlah persoalan pada
ranah publik yang bebas - baik menyangkut kepentingan
bersama maupun kepentingan pribadi da n golongan, sangat
mendukung terciptanya suatu sistem demokrasi yang baik.
Sesuatu yang belum muncul dalam politik Indonesia adalah
kurang "dewasa"nya elite politikdalam merespons perbedaan,
bahkan pihak yang berbeda dengan sang elite akan dianggapsebagai musuh, bukan sebagai sahabat atau warga negara
yang memiliki hak da n kepentingan yang sama.
Demokrasi yang hendak dibangun mengalami kemacetan
sejak itu, bahkan demokrasi hanya menjadiimpian semata bagi
bangsa ini -selepas kekuasaan dari Seokarno beralih dengan
4.Ibid.s lbid.
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
25/52
[6];;;;;;;;;;;;; Politik Perpajakan: Membangun DemokrasiNegara Demokrasi dan Politik Kebangsaan ;;;;;;;;;;;;; [7]
su a tu tragedi politik da n kemanusiaan - pemerintahan
dikendalikan oleh Presiden Soeharto yang ketika itu masih
berpangkat M ay or Je nd e ra l. S oe h art o kemudian
mengendalikan kekuasaan, dengan gaya militernya, rezim
Orde Baru menerapkan pola stabilitas politik guna menjamin
kelangsungan pembangunan ekonomi dan untuk itu -negara
melakukan depolitisasi tahun 1973 dengan memfusikan partaipartai Islam kedalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
da n partai non-Islam kedalam Partai Demokrasi Indonesia
(PDI). Tentu saja, fusi politik ini sebagai upaya negara untuk
mempersempit ruang konflik da n sekaligus memudahkan
negara untukmengontrol part ai politik. Dalamhal ini, nampak
jel as, bahwa negara dengan penguasanya telah melakukan
langkah diktator dengan memaksa kelompok-kelompok politik
menyatu dalam lembaga politik yang dipaksakan untuk
memenuhi selera penguasa. Padahal syarat utama dari
terciptanya budaya demokrasi, tersedianya perbedaan antarakelompok masyarakat yang menyatu dalam wadah politik
yang dibentuk atas dasar kepercayaan, kepentingan, dan
harapan sektarian.
Banyakpihakyang menyebut, bahwa keberhasilan negara
menciptakan konsensus demokratis masyarakat juga ikut
ditentukan oleh kelompok minoritas -apakah mereka sudah
merasa cukup aman da n diakui identitasnya. Tentu ini juga,
merupakan sikap yang perlu diperhatikan dalam rangka
membangun tradisi berbudaya demokrasi yang sejati,
sungguhpun begitu yang mayoritas tetap memperoleh ruangyang besar atas budaya demokratis itu, tanpa mengabaikan
hak dan kepentingan kelompok minoritas.
Dalam rangka melihat kemungkinan tercipta tradisi ini,
Franz Magnis" mengemukakan pandangan, menurutnya, etika
politik akan membantu dengan membedakan antara
6 . Ibid., him. 74-75.
demokrasi secara formal da n secara substansial. Demokrasi
formalmerupakana necessary, tetapi bukana sufficient condition
bagi demokrasi secara substansial. Tanpa lembaga-Iembaga
demokratis tidak mungkin ad a demokrasi. Tetapi apakah
adanya lembaga-Iembaga demokratis sudah menunjuk pada
adanya demokrasi -jadi apakah dengan adanya demokrasi
formal sudah terdapat demokrasi substansial-tergantung dariapakah lembaga-Iembaga itu melakukan fungsi demokratis
yang menjadi maksud objektif mereka. Dengan demikian,
demokrasi bukan sekedar masalah simbol da n formalisme
kelembagaan, melainkan realisasi demokratis dari
kelembagaan itu yang justru ditunggu-tunggu oleh rakyat.
Sekalipun secara formal dan prosedural misalnya rezim Orde
Baru, tetapi makna empirik dalam realitas -demokrasi justru
tidak berjalan sesuai konsep dasarnya demokrasi it u
dilembagakan.
Demokrasi dalam kadarnya yang minima li s telah
dikembangkan oleh elite-elite politik, elite agama da n
intelektual pada dekade sebelum kemerdekaan -semangat
demokratis itu berkembang dalam skalanya yang formal
setelah Indonesia merdeka da n terlembaga melalui partai
politik yang berdiri dengan berbagai motif dan kepentingan.
Masyumi, sekalipun watak Islamnya kelihatan menonjol tapi
sebetulnya mengembangkan konsep dasar demokrasi yang
sejati -dimana perbedaan dikelola untuk menjadi kekuatan
dalam rangka memperluas wilayah kerja partai. Elite-elite
Masyumiberbeda pendapat dengan elite-elite politiknasionalis
(PNI dan PSI misalnya) dalam merekonstruksi bangsa ini, tapi
tidak membuat mereka saling membenci atau persahabatan
diantara mereka menjadi putus lantaran perbedaan pandangan
diantara mereka mengenai bangunan demokrasi da n politik
bangsa.
Semangat demokratis serupa berkembang dalam partai
partai nasionalis seperti Partai Nasional Indonesia (PNI) dan
9
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
26/52
[8] iiiiiiiiii Politik Perpajakan: Memba ngun Demokrasi Negara Demokr asi dan Poli tik Kebangsaaniiiiiiiiii [9]
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
27/52
[10].... Politik Perpajakan: Me mbangu n Demokrasi NegaraP en d e k a tan normative me ngena i demokr asi tidak
seluru hnya dapa t diterima oleh ilmuw an politik, oleh karena
kegelisahan empir ik d an melihat fenomena real p elaksanaan
demokrasi, maka Ioseph Schumpeter me mpelopori pendekatan
empirik yang menggantikan p endekatan normative, sekalipun
penerus p end ekatan normative tidak be rhenti. Schumpeter
menya takan bahwa, pros edu r ut ama demokras i p emilih anpara p emimpin sec ar a kompetitif oleh rakya t ya ng merek a
pi mpin ya ng m emberi kekuasaan p ad a pemerintah, bu kan
sua tu jenis masyarakat da n bukan juga seperangka t tujuan
moral-suatu mekanis m e yang m en gand u n g sua tu komp etisi
antara s at u at a u lebih kelompo k para politis i y an g
terorganisasikan dalam p artai politik b agi suara ya ng aka n
mencerahkan m erek a untuk memerin tah sa mpai pe mili han
beriku tnya. Met od e de mokra tis m en u r u t n y a mer up akan
tatanan kelembagaan un tu k mencapai kepu tusan-kepu tusan
po li ti k di m an a ind iv i du - in d iv id u mela lui pe rjua nganmemperebutkan suara ra kyat pemilih secara kompetitif d an
memperoleh kekuasaan un tuk membua t keputusan."
Berangka t d ar i asumsi empirik tentan g demokrasi yang
dipahami oleh Schumpeter sebagai suatu mekanisme - d im ana
elite-elite po litikbersaing dalam suatu pemilihan umum yang
dilaksanakan se cara bebas -dimana rakyat terlibat da la m
menentukan elite politik yang ba kal berkuasa. Konsep
Schumpeter tentang demokrasi emp irik tersebu t mengawali
makna demokrasi sebagai pembentukan prosedur politikatau
lebih dikenal demokrasi prosedural dan kemudian diikuti olehpemikir-pemikir lain. Robert Dahl merumuskan suatu tatanan
politikyang disebutnya "poliarki" ("polyarchy") istilah yang
dipakainya untukmenyebut demokrasi. Menurutnya ciri kh as
8 Ioseph SchumpeterdikutipS.P.Varma, Teori Politik Modern, terj. (fakarta:Rajawali 1995), ha!. 213. Lihat juga Schumpeter di kutip Huntington, TheThird Wave: Democratization in the Late Century, (Norman: University ofO klahoma Press, 1989), edisi terjemahan oleh Asril Marjohan, GelombangDemokratisasi Ketiga, (jakarta:Pus taka Utama Grafitti 1995), ha!. 4-5.
Demokr asi dan Poli tik Kebangsaan . . . . [11]demokrasi adalah sikap tanggap pemerintah secara terus
menerus terhadap preferensi atau keinginan warga
negaranya. Tatanan politik seperti it u bisa digambarkan
dengan memakai dua dimensi teoritik, yaitu seberapa tinggi
tingkat kontestasi, kompetisi atau oposisi yang dimungkinkan
da n seberapa banyak warganegara yang memperoleh
kesempatan berpartisipasi dalam kompetisi politik itu.?Demokrasi membuka peluang bagi adanya kompetisi,
kontestasi, da n oposisi -pihak yang menang akan berkuasa
da n yang kalah akan menjadi oposisi terhadap kekuasaan.
Warga negara yang memiliki ha k untuk bersaing dalam
lapangan politik terbuka peluang -asal memenuhi ketentuan
demokratik yang dipersyaratkan. Persaingan dan kontestasi
akan bermuara pada p embentukan lembaga-Iembaga n egara
yang bertugas untukmelayani kepentingan publik, selain tugas
tugas legislatifdan kehakiman. Tugas-tugas itu dapat disebut
antara lain departemen keuangan yang membawahiperpajakan, departemen kesehatan, departemen sosial da n
departemen atau lembaga resmi negara lainnya.
Dalam hal ini Robert A. Dahl mencatat terdapat tujuh
lembaga khusus yang berkembang yang membedakan rezim
re zim politik negara-negara d emokrasi modem dari semua
rezim lainnya:" periama, kontrol atas keputusan-keputusan
pemerintah tentang kebijaksanaan secara konstitusion al
dibebankan pada p ejab at-pejabat yang dipilih. Kedua, para
pejabat yang dipilih selalu berasal da d proses pemilihan yang
dilakukan secara jujur, setiap unsur paksaan dianggap sebagai
9, Robert A. Dahl, Polyarchy: Participation andOpposition, (New Haven &London: Yale University Pre ss 1971), ha!. 5-6. bdk juga bahasan Moht arMas 'oed, Ibid, ha!. 9.
10, Robert A. Da hl, Dil emmas of Pluralist Dem ocrac y : Au tonomy vsControl, (New Haven & London: Yale Univ. Press 1982) atau dapat dilihatdalam edi si terj emahan oleh Sahat Simamora, Rob ert A. Dahl, Dil emaDemokrasi Pluralis: Anta ra Otonomi & Kontrol, (jakarta:Rajawali Press, 1986),ha!. 17-18.
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
28/52
[12];;;;;;;;;; Politik Perpajakan: Membangun DemokrasiNegara Demokrasi dan Politik Kebangsaan ;;;;;;;;;; [13]
suatu hal yang sangat memalukan. Ketiga , secara praktis,
semua orang dewasa mempunyai hak dalam memilih pejabat
pejabat resmi. Keempat, secara praktis semua orang dewasa
mempunyai hak untuk dipilih sebagai pejabat resmi dalam
pemerintahan, meskipun batas umur untuk dipilih mungkin
lebih tinggi dari batas umur untuk memilih. Kelima, warga
negara mempunyai hak untukmengeluarkan pendapat tanpaancaman akan dihukum, mengenai soal-soal politik yang
ditentukan secara luas, termasuk melancarkan kritik terhadap
para penjabat, pemerintahan, rezim, tata sosio ekonomi da n
ideologi yang berlaku. Keenam, warganegara mempunyai hak
untuk mendapatkan sumber-sumber informasi alternatif,
karena memang sumber-sumber dimaksud ada da n dilindungi
hukum . Ketujuh, untuk mencapai berbagai hak mereka,
termasuk yang disebut di atas, setiap warga negara juga
mempunyai ha k untuk membentuk perkumpulan
perkumpulan atau organisasi yang relatif independen,termasukpartai-partai politikda n kelompokkepentingan yang
bebas.
Berangka t dari asumsi teoritik Robert A . Dahl, maka
demokrasi menyediakan ruang dimana warga negara terlibat
dalam berbagai proses politik yang terjadi, sekalipun
keterlibatan rakyat dalam proses tersebut terbatas pada
partisipasi politikuntukmenggunakan hak pilih da n hak-hak
demokratis lainnya -tapi demokrasi modem -sebagian -kalau
tidakseluruhnya menganut prinsip perwakilan politik-maka
fungsi-fungsi fo rmal dari keterlibatan rakyat dalam prosespolitik diserahkan kepada wakil-wakilnya di parlemen
sungguhpun suara da n sikap wakil rakyat tidak seluruhnya
mencerminkan aspirasi dan keingi nan r akyat yang
diwakilinya.
Sebuah pemerintahan yang legitimate adalah pemerintah
yang memperoleh dukungan kuat dari rakyat, sebab rakyat
pemegang kedaulatan -maka sikap, tindakan da n kebijakan
yang diambil oleh pemerintah sedapat mungkin dapat
mencerminkan keinginan mayoritas kepentingan rakyat yang
telah memberikan legitimasi politiknya. Dalam konteks ini,
Bingham Po wel, Jr. mengemukakan pemahaman yang lazim
digunakandalam Ilmu Politik mengenai "political performance"
sebagai indikator kehidupan politik yang demokratis adalah
sebagai berikut:" Pertama, legitimasi pemerintah berdasarkan
atas klaim bahwa pemerintah tersebut mewakili keinginanrakyatnya. Artinya klaim pemerintah untuk patuh kepada
aturan hukum didasarkan pada penekanan bahwa apa yang
dilakukannya merupakan kehendak rakyat.
Kedua, pengaturan yang mengorganisir bargaining untuk
memperoleh legitimasi dilaksanakan melalui pemilihan umum
yang kompetitif. Pemimpin dipilih dengan interval yang
teratur, dan pemilih dapat memilih diantara beberapa
altematifcalon. Dalam praktiknya, paling tidak terdapat dua
partai politik yang mempunyai kesempatan untuk menang
sehingga pilihan tersebut benar-benar bermakna. Keti ga,sebagian besar orang dewasa dapat ikut serta dalam proses
pemilihan, baik sebagai pemilih maupun sebagai calon untuk
menduduki jabatan penting. Keempat, penduduk memilih
secara rahasia da n tanpa dipaksa. Kelima, masyarakat da n
pemimpin menikmati hak-hak dasar, seperti misalnya
kebebasanberbicara, berkumpul, berorganisasi, da n kebebasan
pers. Baik partai politikyang lama maupun yang baru dapat
berusaha untuk memperoleh dukungan.
Setiap individudalam negara demokrasi m emiliki sejumlah
hak azasi yang tidak dimiliki oleh rakyat yang hidup d alamsistem politik diktator-otoriter. Hak-hak tersebut seperti
kebebasan berbicara, berkumpul, berser ikat, dan lain
sebagainya -begitu juga dengan pemerintah yang memiliki
11. Bingham Powel,[r, Contemporary Democracies, Participation, Stability,and Violence, (Harvard University Press, 1982), hal. 3. Kutipan ini diambildari makalah, Afan Gaffar "Demokrasi Empirik dalam Orde Baru diIndonesia", Makalah Seminar AIPI, Y ogyakarta 6 September 1989.
[15]
7/23/2019 Buku Politik Perpajakan
29/52
[14] __ Politik Perpajakan: Membangun Demokrasi Negara Demokrasi dan Politik Kebangsaan __ [15]sejumlah kewenangan yang diatur dalam sistem politik yang
demokratik. Beberapa pemikir lainnya memberikan penekanan
yang sama tentang konsep demokrasi, artinya para ilmuwan
politik memberikan batasan pengertian mengenai demokrasi
yang tampaknya tidak jauh ber beda satu sama lainY _Sementara O'Donnel da n Schmitter mengemukakan bahwa
unsur-unsur yang harus ada dalam demokrasi politik yaitu:pemungutan suara secara rahasia; hak pilih universal bagi
orang dewasa; pemilu yang dilangsungkan secara berkala;
kompetisi antar pendukung; akses dan pengakuan terhadap
kelompok; serta pertanggung jawaban eksekutif.
Pada waktu yang ber beda dalam r angka memaknai
demokrasi yang berisikan kompetisi, kontestasi da n partisipasi
-Larry Diamond, Linz da n Lipset, mendifinisikan demokrasi
sebagai suatu sistem pemerintahan yang memenuhi tiga syarat
pokokyaitu: pertama, kompetisi yang sungguh-sungguh da n
meluas diantara anggota masyarakat da n kelompok-kelompokkepentingan d i da l am m e m pe r eb u tk a n j a ba t an
pemerintahan yang punya kekuasaan dalam jangka waktu
yang teratur dan tidak menggunakan daya paksa; kedua,
partisipasi politik yang melibatkan sebanyak mungkin warga
negara dalam pemilihan pemimpin atau kebijakan lewat
pemilihan umum yang diselenggarakan secara adil da n teratur
sehingga tidak satupun kelompok sosial (warga negara
dewasa) tanpa kecuali; ketiga, tingkat kebebasan sipil da n
politik yaitu kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan
membentuk da n bergabung dalam organisasi yang cukupuntuk menjamin integritas kompetisi da n partisipasi politik.
12. Lihat dalam Mohtar Maso ed , i