Click here to load reader
Upload
denny-boy-mochran
View
156
Download
24
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Taman Nasional Karimunjawa adalah salah satu kawasan pelestarian alam di Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah yang memiliki ekosistem asli. Taman nasional ini dikelola dengan sistem zonasi yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.Penataan zonasi 2004 ini merupakan hasil revisi zonasi yang telah ditetapkan pada tahun 1990, bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan dalam pemanfaatan sumberdaya alam, mengatasi konflik pemanfaatan kawasan, memberikan pertimbangan atau masukan dalam menetapkan kebijakan pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa.
Citation preview
DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM
BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA Jl. Menteri Supeno 1 No. 2 Semarang - 50241
Telp/Fax. (024) 8319709 Email : [email protected] www.tn-karimunjawa.com
PENATAAN ZONASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
KABUPATEN JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH
Kerjasama antara:
SEMARANG, DESEMBER 2004
PETA SITUASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat Nya Penyusunan Buku Penataan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa dapat diselesaikan.
Penataan zonasi merupakan hasil revisi zonasi yang telah ditetapkan pada tahun 1990, bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan dalam pemanfaatan sumberdaya alam, mengatasi konflik pemanfaatan kawasan, memberikan pertimbangan atau masukan dalam menetapkan kebijakan pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa.
Saat ini Balai Taman Nasional Karimunjawa dihadapkan pada berbagai tantangan yang menyangkut lingkungan, kelembagaan dan masyarakat. Sebagai pengelola kawasan yang bertanggungjawab, Balai Taman Nasional harus tanggap terhadap perubahan yang terjadi seperti degradasi lingkungan, hasil tangkapan nelayan yang menurun dari tahun ke tahun baik jumlah maupun ukurannya serta rendahnya partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian sumber daya alam.
Perubahan dinamika masyarakat dan kondisi sumberdaya alam saat ini telah mengakibatkan zonasi yang ada di Taman Nasional Karimunjawa menjadi tidak efektif. Oleh karena itu, diperlukan suatu proses penataan zonasi secara partisipatif dengan mempertimbangkan aspek ekologi, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Untuk mewujudkan hal tersebut, pada tahun 2004 telah dilakukan penataan ulang zonasi Taman Nasional Karimunjawa melalui proses konsultasi publik dalam rangka penyamaan presepsi berbagai pihak.
Dengan selesainya penataan zonasi Taman Nasional Karimunjawa perkenankan kami ucapkan terima kasih kepada :
1. Bupati Jepara, selaku Kepala Pemerintahan Daerah Kabupaten Jepara 2. Para Kepala Instansi terkait baik tingkat Provinsi Jawa Tengah dan
Kabupatan Jepara 3. LSM Wildlife Conservation Society (WCS) dan Yayasan Taka 4. Para akademisi dan pelaku usaha di Karimunjawa 5. Camat Karimunjawa beserta jajaran Muspika Karimunjawa 6. Para Kepala Seksi Lingkup Balai Taman Nasional Karimunjawa 7. Masyarakat Karimunjawa 8. Semua pihak yang telah membantu proses penyempurnaan zonasi di
Taman Nasional Karimunjawa Dengan telah selesainya penataan zonasi Taman Nasional Karimunjawa,
maka dilanjutkan dengan penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Nasional untuk jangka zaktu 25 tahun. Besar harapan kami agar dokumen zonasi ini dapat dijadikan acuan bersama dalam penetapan kebijakan pembangunan di wilayah Karimunjawa. Kritik dan saran atas buku penataan zonasi ini sangat kami harapkan demi perbaikan di masa yang akan dating
Semarang, Desember 2004 Kepala Balai Ir. Harianto, MSc NIP. 710005063
iii
SUSUNAN TIM PENYUSUN
PENATAAN ZONASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
1. Ketua : Kepala Balai Taman Nasional Karimunjawa 2. Anggota : 1. Wildlife Conservation Society 2. Yayasan TAKA 3. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Diponegoro 4. Perwakilan Masyarakat
iv
DAFTAR ISI
PETA SITUASI i
KATA PENGANTAR ii
SUSUNAN TIM PELAKSANA iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1 LATANG BELAKANG 1 I.2 TUJUAN DAN MANFAAT 2 I.3 DASAR HUKUM 2
BAB II KEADAAN UMUM KAWASAN 5
II.1 LETAK DAN LUAS KAWASAN 5 II.2 AKSESIBILITAS 5 II.3 IKLIM 5 II.4 OSEANOGRAFI 5 II.5 TOPOGRAFI 6 II.6 HIDROLOGI 6 II.7 TIPE DASAR PERAIRAN 6
BAB III KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA KAWASAN 7
III.1 DEMOGRAFI, PENDIDIKAN DAN AGAMA 7 III.2 MATA PENCAHARIAN 7 III.3 FASILITAS UMUM 7 III.4 ADAT ISTIADAT 8 III.5 KESEHATAN 9 III.6 PEMANFAATAN LAHAN 9 III.7 RENCANA PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH 9
III.7.1 Pengembangan Karimunjawa secara Terpadu Berbasis Masyarakat 9
III.7.1.1 Visi 9 III.7.1.2 Tujuan Pembangunan Kepulauan Karimunjawa 9 III.7.1.3 Basis Orientasi Pembangunan 9 III.7.1.4 Pengelolaan Wilayah Karimunjawa secara Terpadu 10 III.7.1.5 Lima Arahan Kebijakan 10 III.7.1.6 Pengelolaan Kawasan Kep. Karimunjawa secara Terpadu 11
III.7.2 Pengembangan Pariwisata 12
v
BAB IV POTENSI SUMBERDAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA 15
IV.1 KEANEKARAGAMAN SUMBERDAYA ALAM DAN EKOSISTEMNYA 15 IV.1.1 Ekosistem Terumbu Karang 15
IV.1.1.1 Terumbu Karang 15 IV.1.1.2 Invertebrata 16 IV.1.1.3 Ikan Karang 16
IV.1.2 Ekosistem Mangrove 17 IV.1.3 Ekosistem Padang Lamun 17 IV.1.4 Ekosistem Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah 17 IV.1.5 Ekosistem Hutan Pantai 18 IV.1.6 Perikanan Pelagis 18
IV.2 LOKASI-LOKASI PENTING 18 IV.3 POTENSI PARIWISATA BAHARI 18
IV.3.1 Atraksi Alam di Darat 20 IV.3.2 Kegiatan alam di Perairan 20 IV.3.3 Kegiatan Budaya 20
BAB V PERMASALAHAN 22
V.1 DEGRADASI SUMBERDAYA ALAM 22 V.2 KELEMBAGAAN 23 V.3 MASYARAKAT 24 V.4 POLA PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM LAUT 25
V.4.1 Pemanfaatan Perikanan 25 V.4.2 Pemanfaatan Pariwisata 25
BAB VI PEMBAHASAN 27
VI.1 MEMBANGUN FORUM STAKEHOLDERS KARIMUNJAWA 27 VI.2 MENGEMBANGKAN MEKANISME KONSULTASI PUBLIK 28 VI.3 PENGATURAN ULANG PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN 30 VI.4 PENEGAKAN HUKUM 30 VI.5 PROGRAM MONITORING KONDISI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA ALAM 30
BAB VII PROSES PENATAAN ZONASI 32
VII.1 IDENTIFIKASI ISU 32 VII.2 PENGUMPULAN DATA 32 VII.3 PROSES PENYUSUNAN ZONASI 33
BAB VIII ZONASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA 36
VIII.1 KAWASAN KONSERVASI 36 VIII.2 KRITERIA PEMILIHAN LOKASI KAWASAN KONSEVASI 37
VIII.2.1 Kriteria ekologi 37 VIII.2.2 Kriteria sosial 38 VIII.2.3 Kriteria ekonomi 39
VIII.3 METODE PEMILIHAN LOKASI KAWASAN KONSERVASI 39
vi
VIII.4 PENENTUAN VARIABEL-VARIABEL YANG MENJADI DASAR PENENTUAN LOKASI 39
VIII.4.1 Faktor sosial ekonomi: 40 VIII.4.2 Faktor ekologi 40
VIII.4.2.1 Terumbu Karang 40 VIII.4.2.2 Invertebrata 41 VIII.4.2.3 Ikan Karang 41 VIII.4.2.4 Penyu 42 VIII.4.2.5 Padang Lamun 42 VIII.4.2.6 Mangrove 42 VIII.4.2.7 Daerah pemijahan kerapu 43
VIII.5 PENENTUAN NILAI PENTING ATAU BOBOT DARI SETIAP VARIABEL 43 VIII.6 PENGELOMPOKKAN LOKASI DAERAH PERLINDUNGAN 43 VIII.7 PENGURUTAN PERINGKAT KELOMPOK LOKASI 46
VIII.7.1 Usulan lokasi zona inti 46 VIII.7.2 UsulanLokasi Alternatif zona inti 46 VIII.7.3 Usulan Lokasi pengaturan alat tangkap 46
VIII.8 ZONA-ZONA YANG MELIPUTI KAWASAN LAUT 50 VIII.8.1 Zona inti (Core zone) 50 VIII.8.2 Zona Rimba / Perlindungan 51 VIII.8.3 Zona pemanfaatan 52
VIII.8.3.1 Zona pemanfaatan perikanan 52 VIII.8.3.2 Zona pemanfaatan pariwisata 52 VIII.8.3.3 Zona pemanfaatan budidaya 53
VIII.8.4 Zona Rehabilitasi 53 VIII.8.5 Zona penyangga 53
VIII.9 BATAS DAN ZONASI LOKASI 53 VIII.10 LOKASI DAN ALASAN TIAP ZONA 54
BAB IX PENUTUP 62
LAMPIRAN 63
vii
DAFTAR TABEL
TABEL 1 DATA KEPENDUDUKAN KARIMUNJAWA 7 TABEL 2 DATA MATA PENCAHARIAN PENDUDUK KARIMUNJAWA 8 TABEL 3 FASILITAS UMUM YANG TERSEDIA DI KARIMUNJAWA 8 TABEL 4 NILAI PENTING DARI SETIAP VARIABEL 45 TABEL 5 USULAN LOKASI ZONA INTI 47 TABEL 6 USULAN LOKASI ALTERNATIF ZONA INTI 48 TABEL 7 USULAN LOKASI PENGATURAN ALAT TANGKAP 49 TABEL 8 ZONASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA (1988) 55 TABEL 9 USULAN LOKASI ZONASI; LOKAKARYA DI TINGKAT DESA 56 TABEL 10 USULAN LOKASI ZONASI; LOKAKARYA DI TINGKAT KAB. JEPARA 57 TABEL 11 ZONASI HASIL PROSES KOMPROMI/KONSULTASI PUBLIK TK. DESA 58 TABEL 12 POSISI GEOGRAFIS LOKASI ZONA TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA 61
viii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1 KERUSAKAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG 23 GAMBAR 2 SALAH SATU BENTUK PENGGUNAAN ALAT TANGKAP YANG MERUSAK EKOSISTEM TERUMBU KARANG 26 GAMBAR 3 LOKASI ZONA INTI YANG DIUSULKAN OLEH MASYARAKAT 29 GAMBAR 4 LOKAKARYA TINGKAT DESA DI BALAI DESA KARIMUNJAWA 34 GAMBAR 5 LOKAKARYA JEPARA II DI KABUPATEN JEPARA 34
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1 SURAT PERNYATAAN PETINGGI DESA KEMUJAN 63 2 SURAT PERNYATAAN PETINGGI DESA KARIMUNJAWA 64 3 SURAT PERNYATAAN PETINGGI DESA PARANG 65 4 RINGKASAN EKSEKUTIF LOKAKARYA DESA 66 5 RINGKASAN EKSEKUTIF LOKAKARYA KAJIAN ZONASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA 68 6 RINGKASAN EKSEKUTIF PEMBAHASAN PUBLIK 72 7 RINGKASAN EKSEKUTIF PEMBAHASAN PUBLIK II 73 8 RINGKASAN EKSEKUTIF PEMBAHASAN TIM TEKNIS ZONASI 76 9 RINGKASAN EKSEKUTIF EKSPOSE KAJIAN ZONASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA 78 10 RINGKASAN HASIL LOKAKARYA DESA, KABUPATEN DAN KONSULTASI PUBLIK 79 11 HASIL SKORING VARIABLE UNTUK MENENTUKAN LOKASI ZONASI 85
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Taman Nasional Karimunjawa adalah salah satu kawasan pelestarian alam di
Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah yang memiliki ekosistem asli. Taman nasional
ini dikelola dengan sistem zonasi yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.
Lingkungan di Karimunjawa terbagi atas lima tipe ekosistem yaitu hutan hujan tropis
dataran rendah, hutan pantai, hutan mangrove, ekosistem lamun dan ekosistem terumbu
karang. Dengan segala potensi yang ada di dalamnya, wilayah tersebut telah dijadikan
penyangga kehidupan bagi 8.842 penduduk yang selama ini berinteraksi dengan
ekosistem di sekelilingnya. Interaksi penduduk dengan ekosistem ini dinamis, namun juga
memiliki nilai kerawanan. Dinamis karena wilayah ini merupakan pertemuan antara
ekosistem daratan dan lautan sehingga membentuk hubungan yang sangat kompleks.
Rawan karena aktivitas manusia membutuhkan ruang dan sumber daya yang
mempengaruhi kualitas lingkungan di sekelilingnya.
Pemanfaatan kawasan perairan cenderung mengikuti azas akses terbuka dimana
semua orang berhak memanfaatkan sumberdaya dimanapun dan kapanpun secara
maksimal. Kondisi ini akan diperburuk lagi dengan pertambahan jumlah penduduk,
tuntutan kualitas kehidupan masyarakat, tujuan komersial, teknologi pemanfaatan sumber
daya yang semakin canggih. Pola pemanfaatan ini akan membawa dampak kerusakan
sumberdaya alam.
Untuk mendorong pembangunan yang berkelanjutan perlu dilakukan penataan
kawasan sesuai dengan kondisi sumberdaya alam, pola pemanfaatan dan sesuai dengan
daya dukung lingkungan (carrying capacity). Upaya penataan ini merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari perencanaan tata ruang untuk keseluruhan wilayah. Pengelolaan
lingkungan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil harus dirancang secara rasional
dan bertanggungjawab sesuai dengan kemampuan daya dukungnya dengan
mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta memperhatikan kelestarian
fungsi dan keseimbangan lingkungan kawasan pesisir bagi pembangunan yang
berkelanjutan.
Pemanfaatan kawasan juga harus berazaskan pemanfaatan secara terpadu bagi
semua kepentingan sumberdaya dan berhasil guna, serasi, selaras, keadilan dan
perlindungan hukum dengan tetap berpedoman pada prinsip konservasi. Untuk itu maka
2
diperlukan keterpaduan lintas sektor, kemitraan pemerintah dengan dunia usaha dan
masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut maka faktor keutuhan peran sumberdaya
dalam tatanan lingkungan menjadi penting untuk dilestarikan. Kesamaan arah
pandangan pembangunan ini memungkinkan tercapainya keserasian dalam lingkup
pekerjaan masing-masing sektor dan antar sektor terkait.
Perencanaan penataan zonasi Taman Nasional Karimunjawa diharapkan dapat
mendorong peran serta masyarakat dan pihak-pihak lain dalam pembangunan
konservasi. Penataan zonasi mencakup penetapan kawasan yang terbagi dalam zona
inti, zona perlindungan, zona pemanfaatan dan zona lainnya sesuai dengan PP No.68
tahun 1998 tentang pembagian zonasi Taman Nasional Karimunjawa. Penetapan zona
lainnya disesuaikan dengan kebutuhan pelestarian sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya berdasarkan kriteria yang ada.
Secara prinsip kriteria yang harus disepakati dalam pembagian zonasi adalah
batasan tanggung jawab masing-masing sektor guna menghindari terjadinya tumpang
tindih kepentingan tugas dan wewenang dengan memperhatikan daya dukung sumber
daya alam yang ada.
I.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan penataan zonasi Taman Nasional Karimunjawa yaitu :
1. Mengevaluasi kesesuaian lahan dalam pemanfaatan sumberdaya alam.
2. Mengatasi konflik pemanfaatan kawasan sehingga potensi sumberdaya alam dapat
dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daya
dukung lingkungan serta sesuai dengan kebijakan pengelolaan taman nasional.
3. Memberikan pertimbangan atau masukan dalam pengambilan keputusan sebagai
dasar dalam penentuan kebijakan pengelolaan.
Diharapkan dengan penataan zonasi akan bermanfaat bagi pembangunan
konservasi sumberdaya alam serta sebagai acuan teknis dalam pengelolaan Taman
Nasional Karimunjawa.
I.3 Dasar Hukum Landasan hukum yang mendasari penyusunan zonasi Taman Nasional
Karimunjawa adalah :
1. Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya.
2. Undang-Undang RI. No. 9 Tahun 1990, tentang Kepariwisataan.
3. Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah.
3
4. Undang-Undang RI No. 41 Tahun 1999, tentang Kehutanan.
5. Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1997, tentang Lingkungan Hidup.
6. Undang-Undang RI No. 9 Tahun 1985, tentang Perikanan.
7. Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1985, tentang Perlindungan Hutan
8. Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 1994, tentang Pengusahaan Pariwisata Alam
di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.
9. Peraturan Pemerintah RI No. 62 Tahun 1998, tentang Penyerahan Sebagian Urusan
Pemerintahan Sektor Kehutanan kepada Daerah.
10. Peraturan Pemerintah Ri No. 68 Tahun 1998, tentang Kawasan Suaka Alam dan
Kawsan Pelestarian Alam.
11. Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1999, tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan
dan Satwa.
12. Peraturan Pemerintah RI No. 8 Tahun 1999, tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan
dan Satwa Liar.
13. Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1999, tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan.
14. Peraturan Pemerintah RI No. 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
15. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No. 10 Tahun 2001, tentang Rencana
Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada) Propinsi Jawa Tengah Tahun 2002.
16. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2001, tentang Program
Pembangunan Daerah (Propeda) Propinsi Jawa Tengah Tahun 2001 – 2005.
17. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No. 21 Tahun 2003, tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Propinsi Jawa Tengah.
18. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No. 22 Tahun 2003, tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung di Propinsi Jawa Tengah.
19. Keputusan Menteri Kehutanan No. 123/kpts-II/1986 tentang Penetapan Kepulauan
Karimunjawa sebagai Cagar Alam Laut.
20. Keputusan Menteri Kehutanan No. 161/Menhut/II/1988 tentang Penetapan Kepulauan
Karimunjawa sebagai Taman Nasional Laut yang mencakup daratan dan lautan
seluas 111.625 ha dengan 22 pulau didalamnya.
21. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 78/kpts-II/1999 tentang
Perubahan fungsi dari kawasan cagar alam karimunjawa dan perairan laut
disekitarnya, yang terletak di kabupaten daerah tingkat II Jepara, propinsi daerah
tingkat I Jawa Tengah seluas ± 111.625 ha (seratus sebelas ribu enam ratus dua
4
puluh lima hektar), menjadi Taman Nasional Karimunjawa dengan nama Taman
Nasional karimunjawa.
22. Keputusan Menteri Kehutanan No. 74/kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan
Pelestarian Alam Perairan.
23. Keputusan Menteri Kehutanan No. 6136/kpts-II/2002 tentang Struktur Organisasi dan
Tata Kerja Balai Taman Nasional karimunjawa.
24. Keputusan Menteri Kehutanan No. 447/kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan
atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar.
BAB II
KEADAAN UMUM KAWASAN
Dalam rangka penyusunan zonasi Taman Nasional Karimunjawa perlu diidentifikasi
upaya-upaya yang telah dilakukan sehingga diperoleh gambaran kondisi terakhir Taman
Nasional Karimunjawa. Gambaran ini diharapkan dapat memberikan dasar bagi
penetapan tujuan, sasaran, program kegiatan, sehingga rencana pengelolaan Taman
Nasional Karimunjawa yang tersusun lebih komprehensif dan realistis.
II.1 Letak dan Luas Kawasan Kepulauan Karimunjawa terletak di sebelah Timur Laut kota Semarang tepatnya
pada posisi 50 40’ - 50 57’ LS dan 1100 4’ – 1100 40’ BT. Kep. Karimunjawa termasuk
dalam wilayah administrasi Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, terdiri dari tiga
Desa yaitu Desa Karimunjawa, Kemujan dan Parang.
Luas wilayah daratan dan perairan Taman Nasional Karimunjawa adalah 111.625
hektar, berupa gugusan pulau sebanyak 22 buah. Dari 22 pulau tersebut terdapat empat
pulau berpenghuni yaitu P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Parang dan P. Nyamuk.
II.2 Aksesibilitas Kepulauan Karimunjawa dapat dijangkau dengan sarana transportasi udara dan
laut. Transportasi udara ditempuh melalui Bandara Ahmad Yani Semarang menuju
Bandara Dewadaru di Pulau Kemujan, saat ini penerbangan hanya dilakukan oleh PT.
Wisata Laut Nusa Permai (Kura-kura resort) untuk melayani wisatawan sesuai dengan
paket wisata yang dijual.
Transportasi laut dapat menggunakan kapal yaitu KM.Muria dan KM. Kartini I. KM.
Muria berlayar dua kali seminggu dari Pelabuhan Kartini di Jepara dengan waktu tempuh
selama enam jam, sedangkan KM. Kartini I berlayar empat kali seminggu dari Pelabuhan
Tanjung Mas di Semarang dan Pelabuhan Kartini di Jepara dengan rata-rata waktu
tempuh selama tiga jam.
II.3 Iklim Berdasarkan klasifikasi tipe iklim Schmidt dan Ferguson, kawasan Taman
Nasional Karimunjawa termasuk tipe C dengan rata-rata curah hujan 3.000 mm/tahun.
Temperatur udara berkisar antara 30o-31oC.
II.4 Oseanografi Arus di perairan Kepulauan Karimunjawa pada musim barat/barat laut berasal dari
laut Cina Selatan yang menyeret massa air laut menuju ke Laut Jawa sampai kearah
6
timur yaitu Laut Flores, Laut Banda, Laut Arafura dan sebaliknya pada musim tenggara.
Kecepatan arus permukaan rata-rata berkisar antara 8-25 cm/detik. Kondisi ini sangat
mempengaruhi kehidupan perairan, terutama ekosistem terumbu karang (Supriharyono,
2003)
II.5 Topografi Topografi kawasan Taman Nasional Karimunjawa berupa dataran rendah yang
bergelombang, dengan ketinggian antara 0 – 506 m dari permukaan laut (dpl). Terdapat
dua buah bukit, yaitu Bukit Gajah dan Bukit Bendera yang merupakan puncak tertinggi
dengan ketingian + 506 m dpl.
II.6 Hidrologi Di kawasan Taman Nasional Karimunjawa tidak terdapat sungai besar, namun
terdapat lima mata air besar, yaitu Kapuran (Pancuran Belakang), Legon Goprak, Legon
Lele, Cikmas dan Nyamplungan, yang dimanfaatkan sebagai sumber air minum dan
memasak oleh masyarakat sekitar.
II.7 Tipe Dasar Perairan Pada umumnya tipe dasar perairan di Kep. Karimunjawa mulai dari tepi pulau
adalah pasir, makin ke tengah dikelilingi oleh gugusan terumbu karang mulai dari
kedalaman 0.5 meter hingga kedalaman 20 meter. Ekosistem terumbu karang terdiri dari
tiga tipe terumbu, yaitu terumbu karang pantai (fringing reef), penghalang (barrier reef)
dan beberapa taka (patch reef). Tipe substrat dasar perairan berupa pasir berlumpur dan
lumpur berpasir.
BAB III
KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA KAWASAN
III.1 Demografi, Pendidikan dan Agama Berdasarkan Statistik Balai Taman Nasional Karimunjawa Tahun 2002, kawasan
Taman Nasional Karimunjawa dihuni penduduk sebanyak 8.842 jiwa. Tingkat pendidikan
di Kepulauan Karimunjawa lebih banyak tamat, tidak tamat dan belum sekolah. Hal ini
menunjukkan masih rendahnya tingkat pendidikan karena penduduk usia sekolah banyak
bekerja membantu orang tua, rendahnya kesadaran dan keterbatasan biaya. Mayoritas
penduduk Karimunjawa beragama Islam, tetapi ada juga yang memeluk agama Kristen
dan Katholik. Data kependudukan selengkapnya beserta tingkat pendidikan dan agama
tersaji dalam tabel 1.
Table 1. Data kependudukan selengkapnya beserta tingkat pendidikan dan agama Pendidikan Agama
No. Desa/Pulau Luas Daratan (Ha)
Jumlah Penduduk
Kepadatan Penduduk per-Ha SD*) SLTP SLTA PT Islam Kristen
1 Karimunjawa 443,750 4.137 0.01 3865 156 92 24 4107 30 2 Kemujan 150,150 2.698 0.02 2128 115 57 11 2687 11 3 Parang 690,000 2.007 2.91 1974 25 7 1 2007 0 Jumlah 594,590 8.842 - 7,967 296 156 36 8,801 41 *) Sudah tamat, tidak tamat, dan belum sekolah Sumber Data : Monografi Desa Kecamatan Karimunjawa, 2002
III.2 Mata Pencaharian Presentase mata pencaharian masyarakat karimunjawa didominasi oleh buruh
tani/nelayan yaitu sebesar 61%. Hal ini mengindikasikan tingginya ketergantungan
masyarakat terhadap sumberdaya perikanan. Profesi sebagai petani menempati urutan
kedua yakni sebesar 19%, profesi buruh industri, PNS dan ABRI sebesar 5%, profesi
pedagang dan konstruksi sebesar 3%, dan sisanya menggeluti profesi dibidang angkutan,
jasa, penggalian dan pensiunan. Data mata pencaharian penduduk berdasarkan
Monografi Kecamatan Karimunjawa tahun 2002 tersaji dalam tabel 2.
III.3 Fasilitas Umum Beberapa fasilitas yang telah ada di Karimunjawa dan terkait dengan pariwisata
tersaji dalam tabel 3.
8
Tabel 2. Data Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Karimunjawa Jumlah Penduduk (Jiwa)
No. Mata Pencaharian Karimunjawa Kemujan Parang
Total
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Petani Buruh Tani/Nelayan Penggalian Buruh Industri Pedagang Konstruksi Angkutan PNS dan ABRI Pensiunan Lainnya (jasa)
445 1483 21 113 97 79 31 168 14 25
297 873 13 52 35 38 27 47 - 15
168 527 8 87 35 35 15 28 - 9
910 2883 42 252 167 152 73 243 14 49
JUMLAH 2476 1397 912 4785 Sumber Data : Monografi Desa Kecamatan Karimunjawa, 2002.
Tabel 3. Fasilitas umum yang tersedia di Kecamatan Karimunjawa No. Jenis Fasilitas Jumlah Keterangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Hotel dan resort Homestay Komunikasi Air Bersih Listrik Transportasi
Transportasi Air Transportasi Darat Transportasi Udara Pelabuhan Bandar Udara
Kesehatan Keamanan Tempat ibadah Sekolah Pasar Olah raga
3 buah 16 buah 1 buah 4 buah 2 buah 2 buah 11 buah 1 buah 6 buah 1 buah 5 kantor 38 buah 18 buah 1 buah 16 buah
Swasta & Dinas Pariwisata Milik Masyarakat TELKOM PDAM Swakarsa PLTD Kalisda dan Telkom KMP. Muria dan KMP Kartini I Mobil dan Motor Kura-kura resort Pemerintah, Swasta Pemerintah Puskesmas Koramil, Polsek, Pol Air, TN. Karimunjawa dan AL. Mesjid, mushola dan gereja SD, SLTP, SMU, SMK Di desa Karimunjawa Lapangan sepak bola dan bola voli
III.4 Adat Istiadat Penduduk Karimunjawa berasal dari etnis Jawa, Madura, Bajo, Bugis, Muna,
Luwu, Buton dan Mandar. Mayoritas penduduk Karimunjawa berasal dari Jawa, namun
sebagian besar etnis telah berbaur dan berinteraksi dengan etnis lain.
Salah satu kebiasaan warga karimunjawa pada setiap Kamis malam adalah
mengadakan acara tahlillan secara bergilir di setiap lingkungan dengan tujuan
mempererat silaturahmi.
9
III.5 Kesehatan Di kepualuan Karimunjawa terdapat lima pulau berpenghuni yang terpisah oleh
lautan dan sulitnya transportasi menyebabkan pelayanan kesehatan sulit untuk dijangkau.
Rendahnya kesadaran masyarakat juga mendorong rendahnya kualitas kesehatan
masyarakat. Fasilitas kesehatan berupa puskesmas, puskesmas keliling dan bidan
terdapat dimasing-masing desa.
III.6 Pemanfaatan Lahan Pemanfaatan lahan di Taman Nasional Karimunjawa sangat beragam tergantung
pada karakteristik lahan. Karakteristik pemanfaatan lahan darat berupa hutan rakyat,
kebun, sawah, tambak dan pemukiman. Pemanfaatan laut berupa kegiatan perikanan
dan pariwisata. Jenis pemanfaatan ini telah berlansung sejak lama, sehingga membentuk
pola-pola pemanfaatan yang khas dan saling terkait satu dengan yang lainnya.
Permasalahan pemanfaatan laut lebih kompleks dibandingkan wilayah daratan dimana
konflik pemanfaatan sumberdaya perikanan, lebih sering terjadi.
III.7 Rencana Pembangunan dan Pengembangan Daerah III.7.1 Pengembangan Karimunjawa secara Terpadu Berbasis Masyarakat III.7.1.1 Visi
Memanfaatkan potensi sumber daya yang ada dengan melestarikan fungsi
ekosistem menuju terwujudnya hubungan yang seimbang, seriasi, selaras antara manusia
dan lingkungannya yang dapat mendukung pembangunan berkelanjutan di wilayah
kepulauan karimunjawa.
III.7.1.2 Tujuan Pembangunan Kepulauan Karimunjawa 1. Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan kerja dan
kesempatan usaha.
2. Pengembangan program dan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan
pemanfaatan secara optimal dan lestari sumber daya di wilayah pesisir dan lautan.
3. Peningkatan kemampuan peran serta masyarakat pantai dalam pelestarian
lingkungan.
4. Peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pengembangan di wilayah pesisir dan
lautan.
III.7.1.3 Basis Orientasi Pembangunan 1. Pembangunan sosial masyarakat Kep. Karimunjawa bertujuan untuk memulihkan dan
menjamin hak dan kewajiban masyarakat Kep. Karimunjawa dalam mengelola sumber
daya alam secara berkelanjutan.
10
2. Pembangunan pariwisata berkelanjutan.
3. Pembangunan konservasi ekologis bertujuan untuk melindungi dan memperbaiki
ekosistem wilayah Kep. Karimunjawa.
4. Pembangunan ekonomi bertujuan untuk mengembangkan sistem pemanfaatan
sumber daya Kep. Karimunjawa secara optimal, efisien dan berkelanjutan bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
5. Pembenahan administrasi kelembagaan bertujuan untuk meminimalisasi adanya
konflik pemanfaatan dan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya wilayah Kep.
Karimunjawa, sehingga dapat dicapai suatu keterpaduan dan keberlanjutan program.
III.7.1.4 Pengelolaan Wilayah Karimunjawa secara Terpadu 1. Terpadu, karena:
a. Keberadaan sumber daya pesisir dan lautan yang besar dan beragam
b. Peningkatan pembangunan dan jumlah penduduk
c. Tuntutan keseimbangan kepentingan konservasi dan pengelolaan wilayah pesisir
dan lautan sebagai pusat pengembangan kegiatan ekonomi dalam proses
pembangunan.
2. Pertimbangan aspek sosial, ekonomi dan budaya
Dilakukan secara kontinyu dan dinamis dengan mempertimbangkan aspek sosial,
ekonomi, budaya dan aspirasi masyarakat serta konflik kepentingan dan pemanfaatan
yang mungkin ada.
3. Keterpaduan, mencakup:
a. Keterpaduan ekologis
b. Keterpaduan sektor
c. Keterpaduan disiplin ilmu
d. Keterpaduan stakeholder
4. Pendekatan keterpaduan pengelolaan/pemanfaatan kawasan kep. Karimunjawa
menjadi sangat penting, sehingga diharapkan dapat terwujud satu rencana dan satu
pengelolaan serta tercapainya pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan.
III.7.1.5 Lima Arahan Kebijakan 1. Kebijakan pemberdayaan masyarakat (memperkuat peran penduduk asli, dan
pembangunan ekonomi masyarakat)
2. Kebijakan konservasi lingkungan biofisik
3. Kebijakan sistem pemanfaatan zona
4. Kebijakan pengembangan pariwisata bahari terpadu
11
5. Kebijakan pengembangan kelembagaan dan pembiayaan
III.7.1.6 Pengelolaan Kawasan Kep. Karimunjawa secara Terpadu Pengelolaan kawasan Kep. Karimunjawa secara terpadu merupakan pengelolaan
Karimunjawa yang efektif dan efisien.
1. PWPT Karimunjawa merupakan suatu proses yang berkesinambungan, alternatif,
adaptif, partisipatif dan merupakan suatu mekanisme pembangunan konsensus.
2. PWPT diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan umum yang berkaitan
dnegan pengelolaan sumber daya pesisir, seperti:
a. Apakah pemanfaatan sumber daya pesisir saat ini dapat dipertahankan tanpa
mengurangi kemampuan sumber daya tersebut untuk memulihkan diri
b. Bagaimana kebutuhan dasar tetap terpenuhi
c. Nilai-nilai apa yang akan diambil
d. Bagaimana alokasi sumber daya dan ruang pesisir
e. Bagaimana dengan konflik-konflik yang ada dan akan terjadi
3. Untuk mencapai tujuan-tujuan pengelolaan sumber daya wilayah pesisir secara
terpadu dan bekelanjutan, maka perlu dirumuskan suatu pengelolaan (rencana
strategis), mengintegrasikan setiap kepentingan dalam keseimbangan
(proposionalitas) antar dimensi ekologis, dimensi sosial, antar sektor, disiplin ilmu dan
segenap pelaku pembangunan (stakeholder).
4. Dalam rangka menciptakan pengelolaan wilayah Kep. Karimunjawa yang
berkelanjutan, terdapat beberapa rangkaian kegiatan yang harus dilakukan, yaitu:
a. Inventarisasi dan sistem informasi sumber daya alam Kep. Karimunjawa
b. Penyusunan profil sumber daya Kep. Karimunjawa (ATLAS)
c. Penyusunan rencana strategis pengelolaan sumber daya Kep. Karimunjawa
d. Penyusunan zonasi dan tata ruang Kep. Karimunjawa
e. Penyusunan rencana pengelolaan spesifik kegiatan atau kawasan
f. Rencana kegiatan (master plan dan action plan) sebagai penjabaran dari rencana
strategis yang sudah ada.
5. Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu pada dasarnya merupakan
suatu proses yang bersifat pengulangan, sehingga diharapkan dapat terwujud satu
rencana dan satu pengelolaan serta tercapainya pembangunan yang berkelanjutan
dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
6. Kelembagaan pengelolaan kawasan Kep. Karimunjawa terpadu (PKKKT), dalam
pelaksanaan dan kapasitas kelembagaan harus dikuatkan, yang mencakup:
a. Kapasitas hukum dan administrasi
12
b. Kapasitas pendanaan
c. Kapasitas teknis
d. Kapasitas sumber daya manusia
e. Sehingga pelaksanaan, pemantauan PKKKT, resolusi konflik serta penataan
hokum dapat berjalan.
7. langkah operasional penataan PWPT
a. Menetapkan dan mendefinisikan fungsi, kewenangan dari berbagai instansi terkait
secara proporsional
b. Memadukan fungsi dan kewenangan dari berbagai instansi secara proporsional
dalam sebuah model kelembagaan yang terpadu
c. Menyusun fungsi dan kewenangan model kelembagaan yang terpadu
d. Mendesain Kebutuhan sumber daya manusia dalam sebuah model kelembagaan
yang terpadu yang representatif bagi instansi terkait
e. Menyusun rangkaian program dan kegiatan secara komprehensif
f. Memadukan kapasitas pendanaan untuk mengelola kawasan kep. Karmunjawa
III.7.2 Pengembangan Pariwisata Pembangunan Kep. Karimunjawa harus mampu mengakomodir dua hal penting,
yaitu kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Oleh karenanya
pembangunan Karimunjawa harus memiliki manfaat terbesar untuk masyarakat. Orientasi
pengembangan harus memiliki keseimbangan kepentingan antara ekonomi dan
konservasi dan seluruh rangkaian proses dari pengembangan sampai dengan
pembangunan melibatkan masyarakat dan stakeholder terkait.
Peraturan Daerah nomor 11 tahun 2003 tentang Rencana Strategis Jawa Tengah
2003-2008 yang dijadikan acuan untuk kebijakan strategis dalam pengembangan
Karimunjawa adalah kebijakan pengembangan di sekitar pariwisata diarahkan dengan
pendekatan kawasan melalui keterpaduan antar wilayah dan sektor yang berdaya saing.
Hal ini ditujukan untuk meningkatkan kontribusi sektor pariwisata dalam struktur ekonomi
regional dengan titik berat pada pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Pariwisata
dikembangkan dengan menggunakan prinsip sebagai berikut:
1. Pariwisata sebagai industri, dengan memberlakukan seluruh kegiatan pariwisata
sebagai sutu proses perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan dan
pengembangan berkelanjutan.
2. Pariwisata berkelanjutan, dengan memberlakukan pembangunan pariwisata yang
bertumpu pada pertimbangan layak secara ekonomi, berwawasan lingkungan,
diterima secara sosial dan budaya, dan dapat diterapkan secara teknologis untuk
13
sebesar-besarnya memberikan manfaat pada dunia usaha pariwisata, masyarakat
dan lingkungan hidup.
3. Pariwisata sebagai pengembangan wilayah, dengan melihat pariwisata sebagai
sebuah komoditas yang mampu difungsikan sebagai penggerak utama kegiatan
perekonomian wilayah dalam arti luas.
4. Keterpaduan sistem permintaan dan penawaran, dengan pendekatan pada aspek titik
temu antara permintaan dan penawaran.
5. pemberdayaan masyarakat lokal, pendekatan pengembangan berdasarkan pada
kesesuaian aspirasi, komitmen masyarakat setempat untuk mencapai keberlanjutan
pembangunan pariwisata.
6. Pariwisata tanpa batas, hal mendasar dari pendekatan ini adalah karakteristik
pariwisata tidak mengenal batas ruang dan waktu.
7. Sinergis dan komplementasi, hal mendasar dari pendekatan ini bahwa kelemahan
yang masih seringkali dijumpai dalam pengembangan pariwisata adalah
pengembangan secara parsial dan belum ada keterpaduan konsep pengembangan
antar daerah dan sektor.
Dalam konteks ini Kep. Karimunjawa sebagai kawasan wisata, orientasi
pengembangannya harus memiliki program kegiatan dengan muatan yang seimbang
antara kepentingan pariwisata dan konservasi untuk kesejahteraan masyarakat sebagai
kawasan pariwisata. Karimunjawa haruslah dapat dikembangkan menjadi salah satu
wilayah pertumbuhan dan menjadi produk kolektif regional, sehingga kawasan dapat
dikembangkan menjadi:
1. Wilayah sebagai pusat pertumbuhan berdasarkan potensi yang dimiliki
2. Secara sengaja menciptakan integrasi fungsional berbagai pusat pertumbuhan
dengan pertimbangan adanya fungsi-fungsi yang komplementer
3. Pendekatan desentralisasi dengan mengembangkan prinsip pengelolaan wilayah
Dalam aspek konservasi ada tiga kebijakan yang terkait dengan pengembangan
yaitu:
1. Pemanfaatan secara lestari potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
2. Mewujudkan pengelolaan taman nasional yang relevan dengan aspek ekologis,
ekonomi dan sosial masyarakat
3. Meningkatkan kerjasama pendidikan konservasi lingkungan melalui pariwisata alam
Dari segi program strategis, terdapat lima program berkaitan dengan
pembangunan, yaitu:
1. Pemanfaatan kawasan Taman Nasional Karimunjawa melalui pendekatan optimalisasi
14
fungsi kawasan
2. Pengaturan terpadu pemanfaatan sumber daya kawasan
3. Pengembangan pendidikan dan wisata alam
4. Penyebaran informasi dan promosi upaya konservasi
5. Peningkatan kerjasama dan alternatif usaha ekonomi
6. Peningkatan sumber daya dan pembangunan sarana prasarana
Kemudian dari segi pengelolaan terpadu:
1. Penyusunan rencana pengembangan terpadu (pariwisata, perikanan dan kelautan,
pertanian, zonasi, pemberdayaan masyarakat/pengembangan usaha ekonomi,
rehabilitasi ekosistem, pengelolaan jenis, pelestarian jenis, pendidikan, penyuluhan
dan lainnya)
2. Penetapan pengaturan pemanfaatan sumber daya alam kawasan.
Dari segi kebijakan pengembangan, dalam kawasan Karimunjawa tercipta
keselarasan antara kepentingan ekonomi dengan konservasi untuk kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu, hal penting dalam pengembangan Karimunjawa sebagai
kawasan wisata berbasis konservasi dan masyarakat, adalah pengaturan zonasi/tata
ruang kawasan dan penetapan jenis-jenis kegiatan yang dapat memberikan nilai tambah
terhadap konservasi dan masyarakat.
Terdapat tiga permasalahan utama dalam mengupayakan konservasi dalam
bentuk taman laut (salah satu bentuk atraksi wisata) yang dapat memberikan nilai tambah
bagi masyarakat, yaitu aspek manusia, aspek lingkungan dan usaha yang harus dikelola.
Ketiga aspek tersebut harus secara tepadu dikembangkan dalam satu wilayah
pertumbuhan dengan pendekatan pengembangan kawasan.
Tiga program pariwisata adalah:
1. Bina manusia, yang dapat mendorong kesadaran terhadap pengembangan pariwisata
melalui pemahaman sadar wisata, sehingga memperbesar peluang untuk meraih
manfaat dari kehadiran pariwisata. Hal ini dicapai melalui peningkatan sumber daya
manusia serta pengembangan potensi berbasis masyarakat dan lingkungan hidup.
2. Bina lingkungan untuk meningkatkan kualitas fisik lingkungan guna mendukung
peningkatan kualitas hidup dan mendorong pelestarian lingkungan
3. Bina usaha dengan mendorong wawasan keterampilan usaha masyarakat agar dapat
lebih memanfaatkan peluang besar dan mendorong tumbuhnya pasar.
BAB IV
POTENSI SUMBERDAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
IV.1 Keanekaragaman Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya IV.1.1 Ekosistem Terumbu Karang IV.1.1.1 Terumbu Karang
Gugusan terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa merupakan gugusan
terumbu karang tepi. Hasil survei yang dilakukan oleh Wildlife Conservation Society
(WCS) sepanjang tahun 2003 dan 2004 menemukan 63 genera dari 15 famili karang
keras berkapur (scleractinian) dan tiga genera non-scleractinian yaitu Millepora dari kelas
Hydrozoa, Heliopora dan Tubipora dari kelas Anthozoa.
Penutupan karang keras berkisar antara 6,7% hingga 68,9% dan indeks
keragaman berkisar antara 0,43 hingga 0,91. Kondisi terumbu karang di Kepulauan
Karimunjawa secara umum mempunyai rata-rata penutupan sekitar 40%. Faktor utama
rendahnya persen penutupan karang adalah bencana alam. Hal ini dapat dilihat dari
gundukan pecahan karang mati yang cukup luas (coral rubble) di beberapa lokasi seperti
di P. Burung, P. Krakal Besar, P. Krakal Kecil, Karang Kapal, P. Bengkoang dan P.
Menyawakan. Selain karang keras, di sebagian besar lokasi juga didominasi oleh
berbagai jenis alga. Jenis alga dikelompokkan dalam empat kategori yaitu fleshy algae
(seperti Caulerpa, Dictyota, Padina Sargassum, Turbinaria, Ulva, dan sebagainya),
encrusting red (alga merah yang mengerak pada substrat), coralline algae (misalnya
Jania dan Amphiroa) dan calcareous algae (alga berkapur Halimeda spp.). Penutupan
seluruh alga pada rataan terumbu berkisar antara 26,8% di Gosong Tengah hingga
86,2% di P. Seruni dan pada lereng terumbu 24,4% P. Kecil hingga 92,9% di bagian barat
P. Menyawakan.
Keragaman genera karang keras dinilai dengan menggunakan index keragaman
Simpson yang mempunyai kisaran antara 0 hingga 1, dimana 0 artinya tingkat keragaman
rendah dan nilai 1 artinya tingkat keragaman tinggi. Pada rataan terumbu (daerah
dangkal) di bagian tenggara P. Cendikian, keragaman genera karang keras yang
ditemukan sangat rendah yaitu 0,077 dan yang paling tinggi di bagian barat P. Katang
yaitu 0,893. Nilai keragaman di daerah rataan terumbu sangat bervariasi, sementara pada
lereng terumbu (daerah dalam), nilai keragaman genera karang keras tidak menunjukkan
perbedaan yang mencolok antara satu lokasi dengan lokasi lainnya. Nilai keragaman
genera terendah pada lereng terumbu ditemukan di bagian barat laut P. Nyamuk yaitu
16
0,667 dan keragaman tertinggi sebesar 0,927 di bagian barat Gosong Selikur. Perbedaan
keragaman antar wilayah desa juga tidak terlalu menunjukan perbedaan yang signifikan.
Dari perbedaan keragaman dapat diambil kesimpulan sementara bahwa pada
rataan terumbu di beberapa lokasi pengamatan (P. Cendikian, P. Genting, Gosong
Tengah, P. Kecil, P. Merican, Gosong Selikur dan P. Parang) memiliki keragaman yang
rendah. Hal ini menunjukkan adanya dominansi pada genera karang tertentu, sehingga
cenderung seragam, walaupun persentase penutupan karangnya memiliki nilai tinggi.
Selain itu, pada umumnya rataan karang di bagian barat cenderung tinggi tingkat
kerusakannya akibat gelombang musim barat yang keras dan ekploitasi yang tinggi oleh
masyarakat, sehingga hanya jenis karang tertentu saja yang dapat bertahan (misalnya
jenis Porites yang masif).
IV.1.1.2 Invertebrata Invertebrata merupakan kelompok organisme yang berasosiasi dengan terumbu
karang dimana keberadaan serta fungsi ekologisnya memiliki peran yang sangat penting.
Invertebrata yang mempunyai nilai kepadatan cukup tinggi di Karimunjawa adalah kima
dan bulu babi, masing-masing dengan rata-rata kelimpahan 23 dan 66 ind/100m2.
Daerah dengan kepadatan kima tertinggi adalah P. Seruni sebesar 248 ind/100m2.
Empat jenis kima ditemukan selama survei yaitu Kima Pasir (Hippopus hippopus), Kima
Lubang (Tridacna crocea), Kima Besar (Tridacna maxima) dan Kima Sisik (Tridacna
squamosa).
Kepadatan teripang di Kepulauan Karimunjawa sangat rendah dengan rata-rata
hanya 0,1 ind/100m2 atau 10 ind/Ha. Kondisi ini diduga akibat tingginya aktifitas
pengambilan teripang. Berdasarkan informasi dari aspek sosial-ekonomi masyarakat,
pengambilan teripang tidak hanya dilakukan di perairan dangkal (gleaning) tetapi juga di
perairan dalam dengan menggunakan alat bantu kompresor.
IV.1.1.3 Ikan Karang Ikan karang yang ditemui di perairan Karimunjawa merupakan jenis-jenis yang
biasa hidup pada perairan yang cenderung tenang, dengan arus yang tidak terlalu
kencang. Kondisi terumbu karang yang memiliki rataan yang luas dengan dasar perairan
yang landai namun dangkal juga menyebabkan jenis-jenis ikan yang ditemui di
Karimunjawa cenderung seragam.
Pada perairan dangkal Karimunjawa ditemukan 43 famili ikan karang, terutama
ikan-ikan yang berasosiasi erat dengan terumbu karang. Dalam satu kali penyelaman
selama 60 menit, dapat ditemukan 69 sampai 141 spesies ikan karang.
Dari 138 spesies Pomacentridae yang ditemukan di Indonesia, di Karimunjawa
terdapat 71 spesies. Famili ini merupakan komponen terbanyak ikan karang. Selain itu,
17
komponen ikan karang terbesar lainya adalah Labridae 52 spesies, Chaetodontidae 25
spesies, Scaridae 27 spesies, Serranidae 24 spesies. Secara total jumlah spesies ikan
karang yang ditemukan selama survei di seluruh perairan Karimunjawa adalah 353
species, yaitu di sebelah timur P. Sintok.
Total kehadiran spesies ikan pada suatu daerah tertentu sangat tergantung pada
ketersediaan makanan, perlindungan dan keragaman substrat (Hopley and Suharsono,
2000). Perairan yang berdekatan dengan pemukiman memiliki total kehadiran spesies
ikan karang yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah yang jauh dari pemukiman.
Biomassa ikan karang terbesar di Karimunjawa berasal dari Famili Scaridae dan
Pomacentridae. schooling ikan Scaridae dalam jumlah besar sering sekali dijumpai di
rataan karang dengan rata-rata biomassa ikan di setiap lokasi berkisar antara 143,21
kg/ha dan 1040,71 kg/ha.
IV.1.2 Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove di Karimunjawa menyebar di seluruh kepulauan dengan
luasan yang berbeda-beda. Pulau-pulau yang memiliki ekosistem mangrove adalah P.
Karimunjawa, P. Kemujan, P. Cemara Kecil, P. Cemara Besar, P. Krakal kecil, P. Krakal
Besar, P. Merican, P. Menyawakan dan P. Sintok. Hutan mangrove terluas terdapat di P.
Kemujan dan P. Karimunjawa seluas 396,90 Ha (BTNKJ, 2002).
Jenis mangrove yang ditemukan sebanyak 25 spesies dari 13 famili mangrove
sejati, dan sembilan spesies dari tujuh famili mangrove ikutan di dalam kawasan, serta
lima spesies dari lima famili mangrove ikutan di luar kawasan (BTNKJ, 2002).
IV.1.3 Ekosistem Padang Lamun Ekosistem padang lamun di Karimunjawa memiliki pola penyebaran yang
mengelompok berdasarkan kesamaan jenis atau spesies. Sugiarianto (2000)
menemukan delapan spesies lamun di tiga lokasi yaitu: Pancuran, Legon Lele dan Ujung
Gelam. Hasil studi awal WCS pada tahun 2003 di empat lokasi (Menjangan Besar,
Menjangan Kecil, Alang-alang dan Legon Nipah) ditemukan enam spesies dari empat
famili.
IV.1.4 Ekosistem Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah Ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah menempati ketinggian 0 - 500 m dpl
di Pulau Karimunjawa. Berdasarkan hasil eksplorasi flora yang dilakukan oleh LIPI tahun
2003 (Djarwaningsih, 2003) ditemukan 124 spesies dan lima genus flora di kawasan
hutan hujan tropis dataran rendah Karimunjawa. Jenis pohon yang sering dijumpai
adalah Sentul (Sandoricum koetjape), Ande-ande (Antidesma montanum), Berasan
18
(Gomphia serrata), Gondorio (Bouea macrophylla). Termasuk di dalamnya keberadaan
flora khas Karimunjawa yaitu Dewadaru (Fragrarea eleptica), Sawo Kecik (Manilkaya
kauki) dan Kalimosodo (Cordia subcordata) yang populasinya mulai menurun karena
banyak digunakan sebagai bahan baku industri kerajinan oleh masyarakat. Dewadaru
tidak ditemukan dalam kawasan konservasi kecuali tunggaknya, umumnya tumbuh di luar
kawasan yaitu di daerah Alang-Alang, Ujung Gelam, Nyamplungan, dan Legon Nipah
(Farid et al., 2002).
IV.1.5 Ekosistem Hutan Pantai Vegetasi hutan pantai dicirikan oleh adanya Ketapang (Terminalia cattapa),
Cemara Laut (Casuarina equisetifolia), Kelapa (Cocos nucifera), Jati Pasir (Scaerota
frustescens), Setigi (Pemphis acidula) dan Waru Laut (Hibiscus tiliaceus).
IV.1.6 Perikanan Pelagis Ikan-ikan pelagis penting di Karimunjawa adalah ikan Tongkol, Tenggiri dan Teri.
Penangkapan ikan-ikan pelagis ini umumnya terjadi di musim timur untuk jenis ikan Teri
dan di musim barat untuk kelompok ikan Tongkol dan Tenggiri.
IV.2 Lokasi-lokasi Penting Yayasan Taka pada tahun 2004 telah melakukan kajian dan penelitian yang
dilakukan di lima lokasi pemantauan di Taman Nasional Karimunjawa. Dari lima lokasi
pengamatan, tiga lokasi diindikasikan sebagai lokasi pemijahan ikan. Lokasi-lokasi
tersebut adalah Taka Menyawakan, P. Kumbang dan Karang Tengah. Jenis ikan kerapu
yang memijah di lokasi tersebut adalah Plectropomus leopardus, Plectropomus
oligacanthus dan Plectropomus areolatus. Sedangkan musim pemijahannya diduga
terjadi antara bulan Oktober hingga bulan Februari (Sudarsono dan Saryadi, 2004).
Berdasarkan hasil interview dengan nelayan setempat, lokasi pemijahan di TN
Karimunjawa merupakan daerah target penangkapan bagi nelayan. Aktifitas ini masih
berlangsung hingga saat ini terutama di P. Burung, Taka Menyawakan, P. Kumbang dan
Gosong Karang Tengah.
Pengaturan pemanfaatan daerah pemijahan ditujukan untuk menjamin siklus
reproduksi ikan. Idealnya daerah pemijahan ikan yang berfungsi sebagai sumber stok
ikan seharusnya ditutup untuk semua kegiatan perikanan. Untuk menghindari konflik,
perlu diterapkan suatu sistem pengaturan waktu tangkap melalui sistem buka-tutup (open
close area). Sistem buka-tutup merupakan suatu bentuk pengaturan yang tepat untuk
pengelolaan lokasi pemijahan dengan catatan adanya pengawasan yang ketat dan
penegakan hukum.
Ekosistem kawasan pantai memiliki peran dan fungsi spesifik dan saling terkait
satu sama lain. Ekosistem mangrove dan padang lamun juga merupakan ekosistem
19
pesisir yang berperan penting dalam daur hidup dan rantai makanan bagi biota-biota laut
yang hidup di ekosistem terumbu karang. Ketiga ekosistem ini saling mendukung untuk
menjaga keseimbangan alam, shingga kerusakan salah satu ekosistem akan berakibat
pada ekosistem lainnya. Beberapa jenis ikan karang yang tumbuh di daerah padang
lamun mencari makan di daerah perairan dekat kawasan mangrove,begitupun sebaliknya.
Peran ekologis ekosistem mangrove dalam suatu kawasan pesisir adalah sebagai
lokasi nursery ground dan spawning ground bagi ikan; habitat hidup bagi kepiting, udang,
beberapa jenis reptil dan mamalia rawa; serta tempat persinggahan dan mencari makan
bagi burung-burung migrasi. Ekosistem ini juga berperan sebagai penghasil detritus dan
plankton bagi perairan di sekitarnya, sehingga meningkatkan kesuburan perairan. Fungsi
ekologis lainnya adalah menjaga ekosistem terumbu karang dari masukan air limbah
secara langsung dari daratan dan dengan kemampuannya memerangkap sedimen
mangrove juga mampu menjaga pantai dari abrasi, selain itu kawasan ini juga penyedia
bahan kayu arang (Bengen, 2001).
Peran ekologis padang lamun dalam suatu kawasan konservasi alam antara lain
sebagai lokasi nursery ground, feeding ground dan spawning ground bagi berbagai jenis
ikan dan invertebrata laut. Padang lamun juga merupakan lokasi mencari makan bagi
penyu dan burung laut. Fungsi ekologis lainnya adalah sebagai pengikat sedimen,
dimana padang lamun berperan penting dalam stabilisasi struktur pantai, sehingga dapat
menjaga pantai dari abrasi. Padang lamun juga dapat meningkatkan kandungan oksigen
dan biota aerob dalam sedimen, menyuburkan perairan dan melindungi biota laut bentik
dari kekeringan pada saat pasang surut (Nybakken dalam Bengen, 2001).
IV.3 Potensi Pariwisata Bahari Kepulauan Karimunjawa sangat potensial sebagai tujuan wisata karena
merupakan daerah kepulauan dengan topografi yang menyajikan keindahan alam asli,
selain itu juga mempunyai keanekaragaman hayati seperti terumbu karang, lamun dan
mangrove. Rencana pengembangan pariwisata alam laut memiliki tujuan, antara lain (1)
Menentukan kegiatan-kegiatan wisata alam laut yang berwawasan lingkungan, (2)
Memberikan alternatif lokasi pembangunan sarana penunjang kegiatan wisata alam laut,
(3) Memberdayakan ekonomi penduduk setempat sebagai unsur utama kegiatan wisata
alam laut, (4) Menambah pengetahuan bagi wisatawan dan penduduk setempat.
Karimunjawa memiliki beberapa potensi wisata diantaranya atraksi alam darat,
atraksi alam perairan, atraksi budaya dan fasilitas penunjang. Prinsip dalam
pengembangan pariwisata alam di Karimunjawa harus mencakup beberapa hal yaitu
konservasi, pendidikan dan penelitian, partisipasi masyarakat, ekonomi dan rekreasi.
20
Pengembangan pariwisata di Karimunjawa, secara langsung ataupun tidak
langsung akan memberikan dampak terhadap lingkungan, sosial ekonomi dan budaya.
Dampak terhadap lingkungan antara lain konversi lahan, peningkatan limbah, penurunan
kualitas perairan. Dampak terhadap sosekbud adalah peningkatan aktivitas ekonomi dan
pendapatan, serta masuknya budaya luar yang tidak sejalan dengan budaya setempat.
Dari hasil identifikasi obyek wisata di Karimunjawa terdapat beberapa kegiatan
wisata meliputi :
IV.3.1 Atraksi Alam di Darat 1. Hiking/Tacking dan Camping, aktivitas ini dapat dilakukan di beberapa pulau di Taman
Nasional Karimunjawa antara lain di P. Karimunjawa Camping Ground Legon Lele
dengan melewati jalur sepanjang 2,5 km. Hiking dapat dilakukan pada jalur Bukit
Bendera, Bukit Tengkorak, Bukit Maming dan jalur darat mangrove di Terusan. Jalur
Bukit Bendera dan Bukit Maming dilengkapi dengan pedoman pengenalan jalur.
Camping ground telah dibuat di Legon Lele dan pembuatan jalan menuju lokasi dan
arboretum seluas 1 hektar.
2. kegiatan penelusuran hutan mangrove dapat dilakukan di Kemujan dengan
menggunakan kano. Kegiatan ini akan dilengkapi juga dengan kegiatan interpretasi
pada tahun 2004, dan pembuatan plot permanen dengan pelabelan pohon.
Sementara jalur mangrove masih dalam tahap rencana untuk lima tahun kedepan.
3. Berjemur, aktivitas ini dapat dilakukan di sebelah barat P. Menjangan besar dan kecil.
4. Wisata penelusuran goa dapat dilakukan di goa Sarang di P. Parang.
5. Atraksi penyu bertelur di pulau Sintok pada musim bertelur.
6. Pemantauan burung, dapat dilakukan di zona perlindungan wilayah daratan.
IV.3.2 Kegiatan Alam di Perairan Kegiatan alam yang dapat dilakukan di perairan adalah kegiatan penyelaman yang
didukung oleh keindahan terumbu karang yang menyebar di beberapa pulau di
Karimunjawa. Hampir seluruh gugusan pulau dikelilingi terumbu karang hingga kedalam
20 m. Terdapat 84 jenis karang keras yang telah ditemukan di tujuh stasiun pengamatan
yang umumnya adalah karang masif (genera Porites, Favia, Favites, Goniastrea,
Astreopora, Diploastrea, Platygyra, Shymphillia, Chyphastrea, Lobophyllia, Montastrea
dan Goniopora). Di beberapa lokasi (P. Menjangan Besar dan kecil, P. Kemujan, P.
Cemara Kecil, Ujung Gelam) terdapat karang genus Acropora (jenis bercabang dan
karang meja). P. Geleang dan P. Burung termasuk dalam zona inti dan banyak lokasi
lainnya dengan keindahan terumbu karang seperti P. Tengah , P. Menyawakan P.
Bengkoang dan sekitar P. Parang. Kegiatan ini diarahkan pada pengenalan jenis karang
dan ikan karang serta biota laut lainnya.
21
IV.3.3 Kegiatan Budaya Atraksi budaya di Kepulauan Karimunjawa terbagi kedalam 3 jenis, yaitu :
1. Kesenian rakyat, seperti Reog Barongan dan Pencak silat.
2. Acara tradisional, meliputi :
a. Perkawinan Suku Bugis, yang dimulai dengan acara Mapuce-puce, Masuro,
Madupa, Mappaenre belanja dan pesta Anggaukeng.
b. Upacara peluncuran perahu, yaitu acara syukuran telah selesainya pembuatan
perahu hari dengan cara mendorong perahu kepinggir pantai kemudian dilepas
sampai perahu berhenti dengan sendirinya.
c. Makam Sunan Nyamplungan yang merupakan objek wisata religi yang ada di
P.Karimunjawa tepatnya di Dukuh Nyamplungan. Sunan Nyamplungan dipercaya
sebagai orang pertama yang mendiami kepulauan Karimunjawa dan juga murid
Sunan Kudus.
d. Sumur Wali di P. Parang merupakan sumur yang disucikan. Apabila mendapati air
dalam sumur tersebut dan bisa mengambilnya, dipercaya akan membawa
keberuntungan bagi yang mengambilnya.
3. Rumah Adat
Keanekaragaman suku yang mendiami kepulauan Karimunjawa dapat
dimanfaatkan sebagai atraksi wisata budaya. Rumah adat suku Bugis dapat dijumpai di
Dukuh Batu Lawang, Dukuh Legon Gede dan Dukuh Tlogo, P. Kemujan. Suku Buton
banyak mendiami P. Nyamuk, suku Madura mendiami Dukuh Telaga, P. Kemujan dan
Dukuh Karimun, P. Karimunjawa.
BAB V
PERMASALAHAN
Taman nasional merupakan salah satu bentuk kawasan pelestarian alam yang
mempunyai ciri khas tertentu, baik di daratan maupun perairan. Taman nasional memiliki
fungsi perlindungan, sistem penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya.
Sebagai kawasan perlindungan alam, taman nasional memiliki ekosistem asli yang
dikelola dengan sistem zonasi serta mempunyai fungsi sebagai tempat penelitian,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Selain itu taman nasional juga
mempunyai tujuan untuk menjaga keanekaragaman sumberdaya alam hayati maupun
keberadaan sumberdaya non-hayati dan menunjang peningkatan kesejahteraan rakyat.
Tujuan lainnya adalah sebagai sarana pelestarian lingkungan hidup untuk saat ini dan
masa mendatang.
Definisi-definisi tersebut diatas merupakan konsep ideal dari sebuah kawasan
perlindungan alam atau taman nasional yang menggambarkan sebuah keseimbangan
antara kelestarian dan pemanfaatan sumberdaya alam untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan komitmen semua
pihak untuk menanggulangi permasalah-permasalahan mendasar yang bersifat umum
maupun spesifik.
Secara umum, permasalahan mendasar yang dihadapi Taman Nasional
Karimunjawa adalah degradasi sumberdaya alam, kelembagaan, masyarakat dan pola
pemanfaatan sumberdaya alam.
V.1 Degradasi Sumberdaya Alam Fungsi utama kawasan taman nasional adalah sebagai daerah perlindungan
sumberdaya alam hayati dan non hayati. Permasalahan perlindungan dan pengelolaan
sumberdaya alam di Taman Nasional Karimunjawa adalah kerusakan lingkungan
(Gambar 1) yang diakibatkan oleh eksploitasi yang tak terkendali serta adanya
pencemaran dari darat. (Pemkab Jepara, 2001).
Kepulauan Karimunjawa memiliki karakteristik masyarakat yang sebagian besar
adalah nelayan tangkap. Kondisi ini mengakibatkan tingginya ketergantungan
masyarakat terhadap sumberdaya hayati laut. Hal paling utama yang dirasakan
masyarakat saat ini adalah adanya penurunan hasil tangkapan. Penurunan hasil tangkap
diakibatkan oleh pola penangkapan ikan yang tidak lestari, yaitu pengoperasian alat-alat
23
© WCS - 2003
tangkap yang memiliki efektifitas daya tangkap yang tinggi dengan selektifitas yang
rendah seperti penggunaan jaring muroami dan sianida.
Gambar 1. Keruskan ekosistem terumbu karang berupa tumpukan patahan karang di Kep. Karimunjawa
Hasil survei sumberdaya perikanan karang yang telah dilakukan menunjukan
sebaran biomassa ikan karang yang cenderung seragam. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kondisi sumberdaya ikan di seluruh Kep. Karimunjawa mendapatkan tekanan yang
sama oleh aktifitas perikanan. Tekanan yang terus menerus dalam jangka waktu yang
lama terhadap sumberdaya perikanan akan mengakibatkan penurunan hasil tangkapan
dan ukuran ikan.
Tidak adanya lokasi yang tertutup dari aktifitas penangkapan dan berfungsi
sebagai lokasi pemulihan, mengakibatkan sulitnya pemulihan stok ikan. Untuk itu
diperlukan kerjasama berbagai pihak untuk membangun regulasi perikanan yang
memungkinkan adanya pemulihan kondisi sumberdaya perikanan di Kep. Karimunjawa.
Hal lain yang menyulitkan dalam penentuan kebijakan pengelolaan sumberdaya adalah
kurangnya data-data yang akurat mengenai potensi dan pemanfaatan sumberdaya
kelautan di Kep. Karimunjawa (Pemkab Jepara, 2001).
V.2 Kelembagaan Kepulauan Karimunjawa tidak hanya dapat dipandang sebagai sebuah kawasan
perlindungan alam akan tetapi juga memiliki fungsi sebagai kawasan yang dimanfaatkan
oleh masyarakat lokal sebagai tempat tinggal dan sumber mata pencaharian. Kepulauan
Karimunjawa juga merupakan wilayah umum yang memungkinkan berbagai pihak untuk
melaksanakan kepentingan-kepentingannya, sehingga mereka akan saling
mempengaruhi kegiatan pengelolaan kawasan.
24
Balai Taman Nasional merupakan otoritas manajemen yang mengelola fungsi
taman nasional sebagai kawasan perlindungan alam. Adanya kondisi tersebut diatas
menuntut sebuah pengelolaan yang melibatkan berbagai pihak untuk dapat saling
mempengaruhi secara positif. Permasalahan yang dirasakan dalam pengelolaan Taman
Nasional Karimunjawa selama ini adalah terbatasnya koordinasi dan kerjasama antar
pihak dalam hal pengelolaan. Hal lain adalah tidak adanya kesamaan visi, misi dan
program-program yang terpadu diantara pihak-pihak terkait seperti Balai Taman Nasional,
Badan Perencanaan Daerah, Pemerintah Daerah, masyarakat dan pihak-pihak lainnya
dalam pengelolaan wilayah Kep. Karimunjawa.
Sistem pengawasan kawasan juga merupakan faktor penting dalam menjamin
efektifitas pengelolaan kawasan perlindungan alam. Kurangnya apresiasi dan
keikutsertaan masyarakat juga menyebabkan semakin sulitnya proses-proses
pengawasan dilakukan. Beberapa permasalahan dalam hal pengamanan kawasan di
Taman Nasional Karimunjawa adalah sistem pengamanan yang belum strategis dan
partisipatif, kurangnya sumberdaya dan sarana, sulitnya birokrasi yang menghambat
proses penyelesaian kasus pelanggaran serta tidak adanya kesamaan pemahaman
antara balai dan masyarakat.
Kurangnya kegiatan sosialisasi yang dilakukan baik di tingkat pengambil kebijakan
maupun di tingkat masyarakat mengenai zonasi yang akan diterapkan berimplikasi
terhadap ketidakpatuhan masyarakat terhadap kebijakan tersebut. Untuk itu sosialisasi
secara terus menerus harus dilakukan bukan hanya untuk sosialisasi zonasi, tetapi untuk
semua kegiatan yang akan dilaksanakan agar semua pihak mampunyai kesempatan yang
sama untuk mendapatkan informasi. Proses ini diharapkan mengurangi dan
mengeliminasi tumpang tindih kegiatan serta tujuan dan sasaran kegiatan dapat dicapai
dengan optimal.
Kegiatan penelitian yang selama ini dilakukan di Karimunjawa bukan tidak
bermanfaat namun hasil penelitian yang dilakukan minimal memberikan rekomendasi
terhadap proses pengelolaan selanjutnya. Penelitian yang akan dilakukan di
Karimunjawa diprioritaskan pada penelitian yang dibutuhkan dan dikoordinasikan dengan
Balai Taman Nasional. Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan keterpaduan penelitian
antar pihak sehingga kebutuhan data dan informasi yang faktual dapat terpenuhi.
V.3 Masyarakat Penerimaan dan peran serta masyarakat terhadap pola pengelolaan sangat
menentukan efektifitas dari pengelolaan tersebut. Tidak efektifnya pengelolaan kawasan
perlindungan alam di Karimunjawa terutama disebabkan oleh kurangnya apresiasi dan
keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan.
25
Penyebab kurangnya peran aktif masyarakat adalah (1) Kurangnya sosialisasi
program-program pengelolaan di Taman Nasional Karimunjawa kepada masyarakat, (2)
kurangnya upaya membangun kepedulian masyarakat dalam hal perlindungan kelestarian
alam, (3) tidak terbangunnya komunikasi dua arah antara balai taman nasional dengan
masyarakat sehingga terbentuk pola pikir “konservasi berarti pelarangan”.
Salah satu bentuk implementasi sistem pengelolaan taman nasional adalah
pembentukan zonasi. Penerapan sistem zonasi tersebut akan memberikan konsekuensi
baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung yang pasti dirasakan
masyarakat adalah adanya perubahan pola pemanfaatan yang biasa mereka lakukan.
Penerapan zona inti di suatu lokasi akan mengalihkan sebagian nelayan untuk melakukan
aktifitas penangkapan di lokasi lain. Secara ekonomi, hal tersebut akan memberikan
dampak pada pendapatan nelayan.
Salah satu cara menyikapi keadaan tersebut adalah adanya pengembangan
alternatif usaha ekonomi yang berkelanjutan sebagai mata pencaharian subtitusi.
Kendala yang dirasakan dalam mengembangkan alternatif usaha tersebut adalah : (1)
terbatasnya akses terhadap modal usaha dan jenis usaha, (2) keterampilan dalam
memanfaatkan sumberdaya lain yang tersedia, (3) motivasi dalam mencari usaha
alternatif, (4) kurangnya pendampingan teknis berupa pelatihan-pelatihan, (5) pengolahan
pasca usaha, (5) pemasaran hasil usaha. Masalah tersebut tidak hanya merupakan
tanggung jawab Balai Taman Nasional sebagai pengelola kawasan lindung, tetapi juga
merupakan tanggung jawab instansi-instansi terkait, akademisi dan lembaga-lembaga
lain.
V.4 Pola Pemanfaatan Sumberdaya Alam Laut V.4.1 Pemanfaatan Perikanan
Keberadaan sumberdaya perikanan tidak terlepas dari terjaganya kondisi
ekosistem laut dan pola pemanfaatan perikanan. Usaha pemulihan sumberdaya
perikanan di Kep. Karimunjawa akan sulit dilakukan jika proses-proses pengrusakan
ekosistem laut dan penggunaan alat tangkap yang merusak tidak dapat dicegah (Gambar
2). Selain itu pola pemanfaatan lahan di daratan akan berpengaruh terhadap ekosistem
di laut seperti ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Pola
pemanfaatan ekosistem perlu pengawasan dan pengaturan ulang sehingga eksistensi
taman nasional sebagai pelindung kelestarian sumberdaya yang berkelanjutan tetap
terjaga.
V.4.2 Pemanfaatan Pariwisata Proses pengembangan di sektor wisata bahari di Kep. Karimunjawa harus
memenuhi beberapa syarat yaitu konservasi, pendidikan, penelitian, partisipasi
26
© WCS - 2003
masyarakat, ekonomi dan rekreasi. Secara langsung ataupun tidak langsung kegiatan
pariwisata akan berdampak terhadap kondisi lingkungan dan sosial ekonomi dan budaya.
Gambar 2. Salah satu bentuk penggunaan alat tangkap yang merusak ekosistem terumbu karang di Kep. Karimunjawa.
Dampak kegiatan pariwisata terhadap lingkungan antara lain penurunan kualitas
perairan, meningkatnya kebutuhan lahan, meningkatnya sampah dan polusi. Selain itu
dampak terhadap sosial ekonomi dan budaya antara lain bertambahnya lapangan
pekerjaan yang berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, masuknya
budaya luar, serta kecemburuan sosial antara pelaku wisata dan masyarakat.
BAB VI
PEMBAHASAN
Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ) merupakan penanggungjawab
pengelolaan ekosistem kawasan Taman Nasional Karimunjawa dalam rangka konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berdasarkan perundang-undangan yang
berlaku. Dalam melaksanakan tanggung jawab ini, BTNKJ menyadari pentingnya
partisipasi dan keterlibatan dari semua pihak yang memiliki kepentingan di Karimunjawa.
Permasalahan yang terjadi di Karimunjawa sudah sangat kompleks dan merupakan hasil
rangkaian proses yang telah berlangsung lama. Dibutuhkan suatu paradigma baru untuk
melakukan perubahan dalam sistem pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa.
Paradigma ini harus mencakup aspek sosial ekonomi, ekologi, dan kebijakan.
Sistem pengelolaan yang telah berlangsung sampai saat ini memiliki kelemahan
dan kekurangan. Penegakan peraturan dan kebijakan yang berlaku dianggap hanya
merupakan tanggung jawab pihak Balai Taman Nasional. Hal ini dapat diidentifikasi dari
rendahnya tingkat partisipasi dan penerimaan masyarakat serta pihak-pihak lain dalam
melaksanakan aturan dan kebijakan yang telah ditentukan.
Diberlakukannya UU nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
mendorong Balai Taman Nasional Karimunjawa untuk merancang suatu sistem
pengelolaan bersama (Collaborative Management). Pada pasal 10 disebutkan mengenai
kewajiban daerah untuk mengelola dan melestarikan sumberdaya nasional yang ada di
wilayahnya. Usaha pengelolaan dan pelestarian ini harus melibatkan semua pihak yang
memiliki kepentingan di Karimunjawa, seperti Pemerintah Daerah, lembaga swadaya
masyarakat, perguruan tinggi, lembaga penelitian, masyarakat, sektor swasta dan pihak-
pihak lain.
Melihat kompleksitas permasalahan di Karimunjawa, diperlukan suatu pendekatan
yang menyeluruh dengan visi bersama dan satu proses koordinasi yang terencana, agar
mekanisme kerjasama dapat berjalan sebagaimana mestinya. Diperlukan komitmen
kelembagaan yang kuat dalam melakukan pengelolaan Karimunjawa. Alternatif solusi
dibawah ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk menyusun strategi pengelolaan dalam
rangka menyelesaikan permasalahan yang ada di Karimunjawa.
VI.1 Membangun Forum Stakeholders Karimunjawa Forum Stakeholders Karimunjawa dapat menjadi media komunikasi untuk
berbagai kepentingan yang berkaitan dengan pengelolaan Karimunjawa. Balai Taman
Nasional diharapkan berperan sebagai inisiator forum, masyarakat berperan sebagai
28
pengguna sumberdaya alam dan MUSPIKA berperan sebagai rekanan BTN dalam
melaksanakan penegakan hukum di Karimunjawa. Forum ini berfungsi mencari solusi
bagi permasalahan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam di
Karimunjawa, termasuk mencari alternative livelihood bagi masyarakat Karimunjawa,
apabila sistem pengelolaan yang baru diimplementasikan. Forum yang beranggotakan
semua pemangku kepentingan di Karimunjawa bertugas mengidentifikasi peran-peran
spesifik dari masing-masing pihak, membangun kesepakatan bersama dan koordinasi.
Keberadaan forum ini diharapkan mampu mengakomodasi seluruh kepentingan untuk
menghindari tumpang tindih pelaksanaan program kerja.
Peran spesifik melibatkan kerjasama antara pemerintah daerah, Balai Taman
Nasional, perguruan tinggi, lembaga penelitian, sektor swasta, lembaga swadaya
masyarakat dan masyarakat. Melalui peran spesifik ini, masing-masing pemangku
kepentingan diharapkan dapat saling mengisi sehingga pola pengelolaan yang akan
diterapkan dapat dilakukan secara terpadu dan menyeluruh. Salah satu keuntungan dari
mekanisme ini adalah adanya penanganan yang efektif dan efisien dari masing-masing
pihak yang menguasai bidangnya sehingga tiap permasalahan dapat diselesaikan dengan
baik.
Salah satu wujud kerjasama telah dilakukan melalui proses zonasi yang
melibatkan masyarakat, pemerintah daerah, taman nasional, perguruan tinggi, sektor
swasta dan pihak independen. Wujud kerjasama ini diharapkan bisa ditindaklanjuti
ketahap implementasi zonasi. Efektivitas dari zonasi yang baru tergantung pada
dukungan, keterlibatan dan kepatuhan dari semua pihak untuk menjalankan kebijakan
yang telah disepakati.
Balai Taman Nasional sebagai badan pengelola memiliki peran untuk
mengkoordinasikan semua kegiatan yang akan dilakukan di area konservasi. Kejelasan
program dari setiap pihak diharapkan mampu menghasilkan rencana strategis untuk
pengelolaan bersama taman nasional. Implementasi setiap kegiatan yang akan dilakukan
tetap mengacu pada rencana strategis. Pada tahap selanjutnya semua pihak bisa secara
bersama-sama melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan pengelolaan sehingga
diperoleh sebuah pembelajaran yang baik dan dapat memberikan rekomendasi untuk
perbaikan pengelolaan selanjutnya.
VI.2 Mengembangkan Mekanisme Konsultasi Publik Balai Taman Nasional perlu melakukan sosialisasi program pengelolaan yang
akan dilakukan sehingga dapat membuka ruang partisipasi aktif bagi masyarakat. Proses
sosialisasi tentang zonasi yang gencar akan meningkatkan kesukarelaan masyarakat
29
untuk ikut berpartisipasi. Komunikasi yang satu arah dari pihak BTNKJ ke masyarakat
telah mengarahkan pemikiran bahwa konservasi identik dengan larangan.
Salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan TNKJ
adalah tanggung jawab untuk mengelola HPWP (Hak Pengelolaan Wilayah Perikanan),
yaitu hak untuk menghalangi orang lain untuk ikut serta dalam wilayah tertentu yang telah
dijadikan obyek hak, hak untuk menetapkan jenis dan jumlah penggunaan sumberdaya
alam dalam wilayah tersebut, hak untuk mengambil derma (pungutan) dari pemakai
sumberdaya alam, pajak atau sewa dari penjualan hak-hak tersebut (Nikijuluw, 2002). Studi sosial dapat juga dipakai sebagai salah satu bentuk partisipasi publik,
karena masyarakat secara langsung diminta pendapat mengenai zonasi. WCS pada
tahun 2003 telah melakukan survei sosial ekonomi tentang zonasi di Kep. Karimunjawa.
Hasil dari survey tersebut menunjukan bahwa masyarakat mempunyai usulan lokasi-
lokasi yang dapat dijadikan zona inti (Gambar 3). Walau tidak seluruh usulan
terakomodasi, hasil survey tersebut menjadi acuan bagi Balai Taman Nasional dalam
penetapan zona yang dapat diterima masyarakat.
2
5
1 1
19
12
109
3
1 1 1
7
14
4
1
89
3
11
1 1 1 1
10 10
54
2
54
3
1
10
1 1 12
1
0123456789
1011121314151617181920
nyam
uk
kem
bar
timur
gen
ting
bara
t kar
imun
kara
ng k
apal
krak
al
gele
ang
buru
ng
keci
l
taka
sel
ikur
timur
kum
bang
timur
nya
muk
taka
men
yaw
akan
mey
awak
an
teng
ah
kum
bang
men
jang
an b
esar
men
jang
an k
ecil
taka
bur
ung
beng
koan
g
bara
t day
a ke
mba
r
taka
bat
u ire
ng
kata
ng
para
ng
cem
ara
besa
r
cem
ara
keci
l
gund
ul
sam
bang
an
seru
ni
cend
ikia
n
sint
ok
goso
ng k
atan
g
taka
bes
i
goso
ng k
umba
ng
taka
tim
ur
taka
teng
ah
goso
ng c
emar
a
taka
ser
uni
goso
ng k
emlo
ko
Lokasi
Jumlah responden
Gambar 3. Lokasi zona inti yang di usulkan oleh masyarakat
Selain partisipasi aktif masyarakat, dibutuhkan juga partisipasi semua pihak yang
berkepentingan untuk membuat sistem pengelolaan yang akan diterapkan di Taman
Nasional Karimunjawa. Partisipasi ini dilakukan melalui mekanisme konsultasi publik
sehingga semua pihak dapat memahami dan menjalankan pengelolaan Karimunjawa
secara efektif dan efisien.
Melalui mekanisme konsultasi publik, peluang untuk melakukan kompromi dalam
menjalankan sistem pengelolaan bersama akan semakin besar. Sebagai contoh,
30
masyarakat akan sepakat mendukung keberadaan zona inti selama penegakan hukum
dilakukan dengan benar dan adanya pelarangan alat tangkap yang tidak ramah
lingkungan seperti Muroami, Jaring Ambai, Jaring Pocong, Jaring Kursin, Potas dan alat
bantu Kompressor.
VI.3 Pengaturan Ulang Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Kunci keberhasilan penerapan manajemen dalam rangka pemanfaatan sumber
daya perikanan yang berkesinambungan terletak pada dukungan dari masyarakat
sebagai pelaku utama. Tanpa dukungan dari masyarakat, proses-proses pengelolaan
sumberdaya perikanan di Karimunjawa tidak akan memberikan perubahan yang berarti.
Kegagalan pengelolaan akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat nelayan.
Kerugian terbesar bagi masyarakat adalah berkurangnya stok ikan yg mengarah kepada
hilangannya rantai ekonomi sumberdaya perikanan yang selama ini menjadi sumber mata
pencaharian utama (Marnane et al., 2004).
Penurunan stok ikan di Karimunjawa diindikasikan oleh penurunan hasil tangkap,
dilihat dari kuantitas maupun kualitas ikan yang tertangkap. Hal ini disebabkan oleh
rusaknya ekosistem terumbu karang, penangkapan berlebih dan penggunaan alat
tangkap yang merusak. Untuk itu wilayah yang mengalami tekanan pemanfaatan
perikanan yang relatif tinggi membutuhkan waktu untuk pulih secara alami. Untuk mewujudkan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan
dibutuhkan keseriusan dan konsistensi pemerintah daerah dan instansi terkait dalam
penerapan kebijakan. Keseriusan dan konsistensi pemerintah ini diwujudkan dengan
regulasi bidang perikanan yang sesuai dengan ketersediaan sumberdaya perikanan dan
kebutuhan masyarakat setempat. Namun pada kenyataannya regulasi bidang perikanan
yang diterbitkan dan menjadi acuan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di
Karimunjawa selama ini kurang sesuai dengan ketersediaan sumberdaya ikan yang ada
dan juga tidak sesuai dengan tipologi perairan kepulauan Karimunjawa.
VI.4 Penegakan Hukum Tidak efektifnya pelaksanaan pengamanan kawasan sangat tergantung kepada
keseriusan pihak berwajib dalam menegakkan hukum sesuai aturan yang berlaku. Salah
satu syarat yang harus dipenuhi adalah adanya kejelasan mekanisme dan prosedur
hukum yang bisa menjadi pedoman pihak yang berwajib dalam menindak setiap
pelanggaran yang terjadi.
Selain itu masalah yang sering terjadi adalah kebocoran informasi tentang jadwal
patroli. Hal ini harus diantisipasi dengan membentuk tim khusus yang mempunyai
wewenang untuk menentukan kapan dan dimana patroli akan dilaksanakan sehingga
dapat mencapai target yang diinginkan. Sebagai contoh, tim khusus tersebut dapat
31
berupa kelompok yang diprakarsai oleh BTN dan beberapa wakil masyarakat
Karimunjawa dengan nama Pamswakarsa, yang dibentuk untuk melakukan pengawasan
terhadap kemungkinan adanya kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam ilegal di dalam
kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Inisiatif bersama ini merupakan suatu tindakan
positif yang dapat memecahkan masalah penegakan hukum dalam pengelolaan suatu
kawasan konservasi. Kegiatan seperti ini perlu dikembangkan dan diperbaiki lagi di masa
yang akan datang, dengan harapan partisipasi masyarakat didasarkan pada kesadaran
dan tanggungjawab bersama untuk melakukan pengelolaan sumberdaya alam
Karimunjawa.
Kendala yang timbul dalam pelaksanaan patroli rutin adalah kurangnya dukungan
finansial untuk membiaya operasional patroli. Oleh karena itu, partisipasi aktif dari
seluruh lapisan masyarakat sangat dibutuhkan, antara lain dengan cara ikut serta
mengawasi dan menindak setiap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
VI.5 Program Monitoring Kondisi Ekosistem dan Sumberdaya Alam Kondisi ekosistem dan sumberdaya alam suatu daerah selalu mengalami
perubahan, baik secara alami maupun akibat pengaruh manusia. Karimunjawa yang
terletak pada daerah khatulistiwa cenderung tidak mengalami perubahan yang drastis
secara alami. Perubahan akibat pengaruh manusia merupakan ancaman terbesar karena
seringkali melampaui daya dukung alami ekosistem tersebut.
Dalam suatu sistem pengelolaan, badan pelaksana perlu mengetahui perubahan
kondisi potensi sumberdaya dan seberapa besar potensi yang dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan semua pihak dan tetap berada dalam batas-batas pemanfaatan yang
sustainable. Kurangnya data yang akurat mengenai kondisi ekosistem dan sumberdaya
alam Karimunjawa dapat ditanggulangi dengan program monitoring yang terpadu dan
berkesinambungan.
Monitoring yang kontinyu dapat menghasilkan suatu set data yang menjelaskan
dengan baik adanya perubahan-perubahan yang terjadi di ekosistem, juga dapat
mengidentifikasi dan mencegah meluasnya degradasi kondisi ekosistem. Hasil dari
kegiatan ini sangat penting dalam rancangan suatu perencanaan mengenai pemanfaatan
dan pengelolaan selanjutnya.
BAB VII
PROSES PENATAAN ZONASI
Taman Nasional Karimunjawa sebagai kawasan pelestarian alam memiliki fungsi
yang kompleks yaitu sebagai daerah perlindungan bagi sistem penyangga kehidupan
masyarakat karimunjawa, pelestarian keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta
pemanfaatan yang adil dan berkelanjutan. Pengelolaan kawasan taman nasional dikelola
dengan sistem zonasi sesuai dengan PP No.68 tahun 1998.
Penataan zonasi merupakan kondisi awal yang harus dipenuhi sebelum
meningkat kepada proses pengembangan kawasan, pemanfaatan dan sistem
pengelolaan yang efektif. Salah satu kebutuhan taman nasional yang cukup mendasar
adalah penataan zonasi dengan mempertimbangkan ekosistem dan masyarakat secara
menyeluruh, sehingga dalam pelaksanaannya mampu menjalankan fungsi kawasan
pelestarian alam dan didukung secara penuh oleh semua pihak termasuk masyarakat
Karimunjawa.
Dalam rangka mewujudkan keinginan ini, taman nasional perlu didukung oleh
semua pihak terkait. Proses menuju pengelolaan yang efektif dilakukan dengan
melibatkan seluruh pihak terkait, mulai dari tahapan perencanaan sampai dengan
monitoring dan evaluasi yang tidak bisa dipisahkan. Langkah-langkah koordinasi lintas
sektor dan kordinasi teknis perlu secara rinci diidentifikasi dan dijalankan sehingga tidak
melahirkan konflik kepentingan antar sektor. Harapan kedepan adalah partisipasi aktif
dari seluruh pihak untuk mendukung manajemen taman nasional sehingga taman
nasional dapat mengemban fungsinya dengan baik dan memberikan manfaat yang
optimal bagi pembangunan Karimunjawa.
Keterpaduan langkah dari seluruh pihak terkait diharapkan mampu mempertajam
aspek-aspek penataan zonasi (biofisik, sosial ekonomi masyarakat, kelembagaan,
rencana pembangunan daerah).
VII.1 Identifikasi Isu Proses ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi yang ada dan mungkin timbul di
Karimunjawa yang berkaitan dengan sumberdaya alam, kelembagaan, masyarakat dan
pola pemanfaatan perikanan.
VII.2 Pengumpulan Data Proses ini dilaksanakan untuk mengetahui kondisi kawasan Taman Nasional
Karimunjawa. Kegiatan yang dilaksanakan adalah:
33
1. Survei ekologi
Survey ekologi dapat dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu: (1) Terumbu karang,
(2) invertebrata, dan (3) Ikan karang. Survei ini bertujuan untuk mengetahui kondisi
ekosistem terumbu karang. Hasil survei digunakan sebagai input data dan informasi
dalam penataan zonasi di kawasan taman nasional.
2. Sosial ekonomi
Survei ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat tentang zonasi
yang ada. Survei ini dilakukan dengan menggunakan metode quisioner dan
wawancara langsung terhadap responden yang dipilih secara acak.
3. Studi alat tangkap muroami
Penelitian mengenai alat tangkap muroami dilakukan untuk mengetahui dampak
aktifitas ditinjau dari aspek sosial ekonomi dan ekologis
VII.3 Proses Penyusunan Zonasi Proses ini dilaksanakan dengan mengumpulkan informasi serta mencari masukan
dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan terhadap pengelolaan kawasan Taman
Nasional Karimunjawa. Wujud nyata dari proses ini adalah:
1. Lokakarya Kabupaten Jepara I
Lokakarya ini dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 2004. Lokakarya ini menghasilkan 2
rekomendsi yang berkaitan dengan Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ)
yaitu:
a. BTNKJ segera menyelesaikan penyusunan rencana pengelolaan TN Karimunjawa
serta rencana teknis terkait (antara lain rencana pengembangan zonasi dan
pariwisata alam laut) secara terpadu melalui forum koordinasi yang efektif dengan
memperhatikan aspek ekologi, ekonomi dan sosial.
b. Khusus untuk penyusunan rencana pengembangan zonasi yang merupakan inti
dari pengelolaan taman nasional, data dan informasi yang berkaitan dengan
kondisi potensi dan sosek perlu di cermati dengan menganalisa data tersebut.
Data dan informasi tersebut bersumber dari pihak-pihak yang telah melakukan
penelitian di Karimunjawa. Pembahasan dilakukan secara bertahap (lokal,
kabupaten, propinsi) dan konsisten dengan partisipasi pihak-pihak terkait.
2. Lokakarya Desa
Lokakarya dilaksanakan pada tanggal 8 – 10 Januari 2004 yang bertujuan untuk
menggali pemikiran masyarakat mengenai zonasi Taman Nasional Karimunjawa.
Lokakarya desa dihadiri oleh perwakilan dari masing-masing desa dan menghasilkan
beberapa usulan masyarakat mengenai zonasi (Gambar 4).
34
© WCS - 2004
© WCS - 2004
Gambar 4. Lokakarya tingkat desa yang diikuti oleh perwakilan masyarakat Karimunjawa di balai desa Karimunjawa.
3. Lokakarya Kabupaten Jepara II
Lokakarya ini dilaksanakan pada tanggal 20 - 21 Januari 2004 untuk menindaklanjuti
hasil dari lokakarya Jepara I dan Lokakarya desa. Kegiatan ini bertujuan untuk
menampung aspirasi semua pihak yang terkait dalam rangka penyusunan naskah
zonasi. Hasil dari lokakarya ini adalah (1) Rumusan rancangan naskah zonasi, (2)
Membentuk tim teknis yang bertugas menyusun naskah zonasi Taman Nasional
Karimunjawa dan melakukan konsultasi public (Gambar 5).
Gambar 5. Lokakarya Jepara II yang diikuti oleh Pemda, instansi terkait, perguruan tinggi, swasta, LSM dan masyarakat di Ruang I Setda Kabupaten Jepara.
4. Kelompok Kerja Kajian zonasi
Kelompok kerja ini merupakan penjelmaan dari tim teknis yang bertugas melakukan
pembahasan draft zonasi dan sosialisasi dalam rangka mencari masukan dari semua
pihak yang terkait.
35
5. Lokakarya Kabupaten Jepara III
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2004 yang bertujuan untuk
membahas dan menyetujui draft terakhir kajian zonasi Taman Nasional Karimunjawa.
BAB VIII
ZONASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
VIII.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi laut merupakan suatu kawasan di pesisir dan laut yang
mencakup daerah intertidal, subtidal, dan kolom air diatasnya, dengan beragam flora dan
fauna yang berasosiasi didalamnya, memiliki nilai ekologis, ekonomis, sosial dan budaya.
Proses perencanaan kawasan zonasi harus didasarkan pada sasaran dan tujuan
kawasan konservasi yang jelas. Untuk mencapai sasaran dan tujuan kawasan
konservasi, informasi dasar tentang lokasi sangat dibutuhkan, khususnya menyangkut
karakteristik ekosistem dan sumberdaya, tingkat pemanfaatan sumberdaya dan ancaman
terhadap sumberdaya (Bengen, 2001). Taman Nasional Karimunjawa membutuhkan
suatu sistem zonasi sebagai salah satu bahan acuan untuk melakukan pengelolan yang
mencakup wilayah laut.
Pengelolaan kawasan Taman Nasional tidak hanya tergantung dari sistem zonasi,
tetapi terkait juga dengan kelembagaan Balai Taman Nasional Karimunjawa yang
berperan sebagai aktor utama dalam pengelolaan kawasan konservasi di Karimunjawa
yang didukung oleh peraturan dan peran serta masyarakat. Ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi suatu wilayah untuk mewujudkan kondisi yang ideal zonasi Taman
Nasional Laut Karimunjawa sebagai kawasan konservasi yaitu : (1) Merupakan daerah
pemijahan ikan, (2) memiliki kondisi ekologis terumbu karang yang masih baik, (3)
melindungi habitat spesies penting (Ikan, Karang, Invertebrata, Lamun dan Mangrove), (4)
logis dalam pengelolaan, (5) wilayah yang diusulkan oleh masyarakat.
Sistem zonasi untuk kawasan Taman Nasional Laut digunakan untuk membagi
kawasan taman nasional menjadi beberapa zona, sehingga penentuan kegiatan-kegiatan
di tiap zona dapat dilakukan secara tepat dan efektif guna mencapai tujuan pengelolaan
taman nasional sesuai dengan fungsi dan peruntukkannya (Dirjen PHKA, 2002). Karena
alasan diatas, zonasi merupakan prasyarat mutlak keberadaan suatu taman nasional.
Supporting tools yang dapat mendukung keberhasilan pengelolaan Taman Nasional Laut
antara lain (Gulland dalam Nikijuluw, 2002)
1. Pembatasan alat tangkap ikan
2. Penutupan musiman
3. Pemberlakuan kuota penangkapan menurut alat tangkap, kelompok nelayan, atau
daerah penangkapan ikan
37
VIII.2 Kriteria Pemilihan Lokasi Kawasan Konsevasi Pemilihan lokasi untuk dijadikan zona dalam suatu Taman Nasional sangat
bergantung pada kekhasan, situasi dan kondisi kawasan yang dikelola. Oleh sebab itu
pemilihan lokasi dan manajemen hendaknya didasarkan pada kriteri-kriteria berikut
(Nikijuluw, 2002):
1. Diterima nelayan; Alternatif lokasi harus diterima mayoritas nelayan secara, social,
budaya dan politik. Hal ini sangat penting terutama pada perikanan skala kecil karena
penegakan hukum dan peraturan sangat sulit dilaksanakan.
2. Diterapkan secara bertahap; Pelaksanaan secara bertahap ini agar nelayan secara
perlahan dapat menyesuaikan kegiatan perikanannya dengan sesuatu yang baru
serta memberikan ruang terhadap pengelola untuk melihat dan mengevaluasi dampak
negatif yang terjadi.
3. Fleksibilitas; Pendekatan manajemen harus dapat disesuaikan dengan perubahan
kondisi biologi dan ekonomi. Stok ikan di perairan tropis sangat sulit diprediksi
sehingga hasil tangkap ikan sangat fluktuatif.
4. Penerapannya berdasarkan efisiensi dan inovasi; Nelayan harus didorong dan
dimotivasi untuk melakukan pendekatan manajemen yang baru, dengan harapan bisa
memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan sebelumnya.
5. Pengetahuan yang sempurna tentang peraturan serta biaya yang dikeluarkan untuk
mengikuti peraturan tersebut; Pengelola harus mempunyai dana yang cukup untuk
menjalankan peraturan yang dibuatnya sehingga manajemen yang baru dapat
diimplementasikan dengan baik.
6. Ada implikasi terhadap tenaga kerja, pengangguran dan keadilan; Pendekatan
manajemen yang baru harus lebih adil dan menguntungkan semua pihak, tidak hanya
menguntungkan pihak tertentu.
Identifikasi dan pemilihan lokasi potensial untuk kawasan konservasi di pesisir dan
laut menuntut penerapan kriteria. Kriteria berfungsi untuk mengkaji kelayakan suatu
lokasi bagi kawasan konservasi. Penerapan kriteria sangat membantu dalam
mengidentifikasi dan memilih lokasi perlindungan secara obyektif. Kriteria tersebut terdiri
atas kelompok kriteria ekologi, sosial dan ekonomi (Salm dalam Bengen, 2001)
VIII.2.1 Kriteria ekologi Nilai suatu ekosistem dan jenis biota di pesisir dan laut dapat dilihat dari kriteria
sebagai berikut:
1. Keanekaragaman hayati; didasarkan pada keragaman atau kekayaan ekosistem,
habitat, komunitas dan jenis biota. Lokasi yang sangat beragam dan harus
mempunyai nilai paling tinggi.
38
2. Alami; didasarkan pada tingkat degradasi. Lokasi yang terdegradasi mempunyai nilai
yang rendah, misalnya bagi perikanan atau wisata, dan sedikit berkontribusi dalam
proses-proses biologis.
3. Ketergantungan; didasarkan pada tingkat ketergantungan spesies pada lokasi, atau
tingkat dimana ekosistem tergantung pada proses-proses ekologis yang berlangsung
di lokasi.
4. Keterwakilan; didasarkan pada tingkat dimana lokasi mewakili semua habitat, proses
ekologis, komunitas biologi, ciri geologi atau karakteristik alam lainnya.
5. Keunikan; didasarkan keberadaan suatu spesies endemik atau yang hampir punah.
6. Integritas; didasarkan pada tingkat dimana lokasi merupakan suatu unit fungsional
dari entitas ekologi.
7. Produktivitas; didasarkan pada tingkat dimana proses-proses produktif di lokasi
memberikan manfaat atau keuntungan bagi biota atau manusia.
8. Kerentanan; didasarkan pada kepekaan lokasi terhadap degradasi baik oleh pengaruh
alam atau akibat aktivitas manusia.
VIII.2.2 Kriteria sosial Manfaat sosial dan budaya pesisir dapat dilihat dari kriteria sebagai berikut:
1. Penerimaan masyarakat; didasarkan pada tingkat dukungan masyarakat lokal.
2. Kesehatan Masyarakat; didasarkan pada tingkat dimana penetapan kawasan
konservasi dapat membantu mengurangi pencemaran lingkungan atau penyakit yang
berpengaruh pada kesehatan masyarakat.
3. Rekreasi; didasarkan pada tingkat dimana lokasi dapat digunakan untuk rekreasi bagi
penduduk disekitar.
4. Budaya; didasarkan pada nilai sejarah, agama, seni atau nilai budaya lain dari lokasi.
5. Estetika; didasarkan pada nilai keindahan lokasi.
6. Konflik kepentingan; didasarkan pada tingkat dimana kawasan konservasi dapat
berpengaruh pada aktifitas masyarakat lokal.
7. Keamanan; didasarkan pada tingkat bahaya dari lokasi bagi manusia karena adanya
arus kuat, ombak besar dan hambatan lainnya.
8. Aksesibilitas; didasarkan pada kemudahan mencapai lokasi baik dari darat maupun
laut.
9. Kepedulian masyarakat; didasarkan pada tingkat dimana monitoring, penelitian,
pendidikan atau pelatihan di dalam lokasi dapat berkontribusi pada pengetahuan,
apresiasi nilai-nilai lingkungan dan tujuan konservasi.
10. Konflik dan kompatibilitas; didasarkan pada tingkat dimana lokasi dapat membantu
menyelesaikan konflik antara kepentingan sumberdaya alam dan aktifitas manusia,
39
atau tingkat dimana kompatibilitas antara sumberdaya alam dan manusia dapat
dicapai.
VIII.2.3 Kriteria ekonomi Manfaat ekonomi pesisir dapat dilihat dari kriteria sebagai berikut:
1. Spesies penting; didasarkan pada tingkat dimana spesies penting komersial
tergantung pada lokasi.
2. Kepentingan perikanan; didasarkan pada jumlah nelayan yang tergantung pada lokasi
dan ukuran hasil perikanan.
3. Bentuk ancaman; didasarkan pada luasnya perubahan pola pemanfaatan yang
mengancam keseluruhan nilai lokasi bagi manusia.
4. Manfaat ekonomi; didasarkan pada tingkat dimana perlindungan lokasi akan
berpengaruh pada ekonomi lokal dalam jangka panjang.
5. Pariwisata; didasarkan pada nilai keberadaan atau potensi lokasi untuk
pengembangan pariwisata.
Selain pilihan alternatif manajemen yang dikemukakan diatas, penentuan kriteria
lokasi zona-zona dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa hendaknya
mempertimbangkan data dan informasi mengenai:
1. Pola pemanfaatan sumberdaya alam, berdasarkan/ditinjau dari intensitas
pemanfaatan terhadap suatu lokasi,
2. Luasan terumbu karang berdasarkan/ditinjau dari luasan terumbu karang yang
mewakili untuk dijadikan kawasan konservasi.
3. Kepemilikan Lahan, berdasarkan/ditinjau dari tingkat konflik kepentingan terhadap
lokasi daratan
VIII.3 Metode Pemilihan Lokasi Kawasan Konservasi Metode pemilihan lokasi kawasan konservasi dilakukan dengan menggunakan
metode pembobotan dan peringkat untuk menentukan lokasi-lokasi potensial bagi zona-
zona dalam kawasan konservasi berdasarkan aspek ekologi, sosial dan ekonomi
masyarakat. Penentuan lokasi-lokasi daerah perlindungan, dilakukan dengan melalui
beberapa tahap, yaitu:
VIII.4 Penentuan variabel-variabel yang menjadi dasar penentuan lokasi. Dasar penentuan variabel-variabel bagi penentuan suatu lokasi adalah kriteria
ekologi dan sosial ekonomi tersebut di atas (Point VIII.2). Variabel-variabel tersebut
semaksimal mungkin diharapkan dapat menjawab seluruh kebutuhan aspek dalam
penentuan lokasi daerah perlindungan. Ada beberapa faktor yang diberi perhatian
khusus dalam penentuan zonasi, harapannya adalah mekanisme zonasi yang nantinya
ditetapkan lebih implementatif.
40
VIII.4.1 Faktor sosial ekonomi: 1. Pola pemanfaatan; Variabel fishing pressure merupakan parameter berisi data
mengenai pola pemanfaatan perikanan dan alat tangkap yang digunakan oleh
nelayan.
2. Usulan Masyarakat; Lokasi-lokasi yang diusulkan masyarakat diperoleh dari hasil
survei sosial ekonomi pada Bulan Mei 2003, dengan jumlah sampling 119 responden
yang mewakili 3 Desa di Kecamatan Karimunjawa.
3. Jarak lokasi dari pelabuhan; Penilaian jarak masing-masing usulan lokasi zona dari
pelabuhan/dermaga terdekat, yaitu di P. Parang, P. Nyamuk, Merican, Karimunjawa
(pelabuhan utama), Timur Kemujan dan P. Genting.
4. Jarak lokasi dari pemukiman; Lokasi zona yang dapat dilihat dari desa terdekat.
5. Kepemilikan lahan; Berisikan informasi mengenai status kepemilikan pulau-pulau di
Karimunjawa.
VIII.4.2 Faktor ekologi VIII.4.2.1 Terumbu Karang
Terumbu karang mempunyai beberapa fungsi ekologis yang sangat penting yaitu
sebagai tempat tinggal dan asuhan, mencari makan, memijah dan bertelur bagi berbagai
jenis ikan, invertebrata, mamalia dan biota-biota laut lainnya, serta berfungsi sebagai
penahan ombak untuk melindungi kawasan pesisir. Bagian-bagian yang akan menjadi
sudut pandang penilaian terhadap terumbu karang adalah:
1. Penutupan karang
Penutupan karang adalah persentase penutupan rata-rata karang keras hidup yang
diukur menggunakan metode Line intercept transect (LIT). Penutupan karang ini
menjadi indikator kondisi kesehatan karang secara umum, dimana dalam suatu area
terumbu karang dengan penutupan yang tinggi mengindikasikan gangguan yang
relatif sedikit, dan sebaliknya. Gangguan yang dimaksud adalah dampak yang
ditimbulkan oleh faktor-faktor alami (natural) maupun manusia (antropogenik).
2. Keanekaragaman karang
Keanekaragaman karang didasarkan pada keanekaragaman jenis karang keras hidup.
Metode penilaian keanekaragaman karang menggunakan Indeks Keanekaragaman
Simpson, dengan kisaran nilai antara 0 hingga 1. Keanekaragaman karang ini menjadi
indikator konservasi, dimana nilai keanekaragaman yang tinggi dapat menunjukkan
kekayaan genera/spesies karang yang berkontribusi sebagai sumber plasma nutfah,
dibandingkan dengan area terumbu karang yang cenderung seragam/homogen yang
sedikit berkontribusi pada plasma nutfah.
41
3. Kerusakan karang dan alat tangkap yang tertinggal
Kerusakan karang merupakan nilai luasan karang rusak dalam setiap luasan areal
terumbu karang tertentu. Kerusakan karang dapat berupa kerusakan akibat faktor
alam atau manusia. Karang rusak yang dicatat merupakan kerusakan yang masih
baru, belum tertutup oleh alga.
Alat tangkap yang tertinggal yang dicatat merupakan alat tangkap pancing (line),
jaring (net) dan perangkap/bubu (trap), yang ditemukan di areal terumbu karang
dalam luasan tertentu. Nilai ini merupakan salah satu indikator tingginya intensitas
penangkapan di daerah tersebut. Selain itu dicatat juga jangkar dan/atau tali (anchor
& rope) sebagai indikator tingginya intensitas berlabuh kapal.
4. Luasan terumbu karang
Informasi luasan terumbu karang di setiap lokasi gugusan terumbu karang di
kepulauan Karimunjawa, berdasarkan peta citra satelit Landsat Karimunjawa bulan
September 2003.
VIII.4.2.2 Invertebrata
Jenis-jenis invertebrata selain hewan karang yang dicatat adalah sebagai berikut:
Kima (Clam), Teripang (Sea cucumber), Trochus (Turban shell), Siput (Corallivorous
snail), Bintang laut (Starfish) dan Mahkota berduri (Acanthaster planci), Bulu babi (Sea
urchin)
Pengambilan data invertebrata menggunakan metode Belt Transect pada Reef
Flat. Data ini dapat menjadi indikator tingginya pengambilan organisme yang dapat
dikonsumsi seperti kima, teripang dan Trochus. Kemudian dapat menjadi indikator
ketidakseimbangan ekologis suatu perairan dengan tingginya kepadatan (outbreak)
invertebrata seperti bulu babi dan mahkota berduri.
VIII.4.2.3 Ikan Karang
Pengamatan ikan karang yang dilakukan dalam survei ini menitikberatkan pada
dua parameter penting, yaitu keragaman spesies ikan karang dan biomasa ikan karang.
Kedua parameter ini sudah cukup mewakili suatu kajian awal mengenai kondisi umum
ikan karang di suatu kawasan terumbu karang.
1. Biomasa
Biomasa ikan karang di suatu perairan merupakan gambaran kekayaan potensi
sumberdaya ikan yang terkandung di area tersebut. Biomasa merupakan suatu nilai
estimasi jumlah rata-rata berat total ikan dalam suatu luasan (kg/ha).
42
2. Kekayaan Jenis
Keragaman spesies ikan karang di suatu lokasi dapat memberikan gambaran
mengenai biodiversitas perairan tersebut secara umum. Keragaman spesies ikan
karang juga dapat mengindikasikan perubahan yang terjadi akibat pengaruh alam
atau manusia dalam suatu ekosistem terumbu karang.
Metode yang digunakan untuk mengukur parameter ini adalah metode Timed
Swim, yaitu dengan menjelajahi areal terumbu karang selama 60 menit sambil mencatat
setiap spesies ikan karang yang ditemui, kecuali ikan dari Famili Gobiidae, Blenniidae,
dan Tripterygiidae.
VIII.4.2.4 Penyu
Variabel keberadaan penyu mencakup lokasi dan jumlah sarang, berisi informasi
lokasi pantai- pantai peneluran dan jumlah sarang yang ditemukan pada musim peneluran
Desember 2003 - Februari 2004 . Sampai saat ini spesies penyu yang ditemukan di
Karimunjawa hanya dua jenis, yaitu Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) yang termasuk
kategori hewan dilindungi (Appendix I, Red Book CITES) dan Penyu Hijau (Chelonia
mydas) yang termasuk kategori hewan yang terancam (Appendix II, Red Book CITES)
yang telah diadopsi oleh pemerintah RI ke dalam UU Nomor 5 tahun 1990 dan PP no 7
tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi.
VIII.4.2.5 Padang Lamun
Padang lamun memberikan makanan bagi penyu, sekitar 100 jenis ikan, unggas
air dan beberapa jenis mamalia air (manatee dan dugong). Padang lamun juga
mendukung jaring makanan yang kompleks dengan virtue struktur fisik dan produktifitas
primer. Padang lamun menjadi tempat memijah (breeding ground) dan asuhan (nursery
ground) bagi jenis-jenis populasi crustacean, ikan dan kerang-kerangan. Lamun
merupakan basis rantai makanan penting bagi detritus. Tanaman lamun menyaring
nutrien dan kontaminan dari perairan, stabilisator sedimen dan peredam gelombang.
Ekosistem padang lamun setingkat dengan terumbu karang dan mangrove sebagai
habitat pesisir yang paling produktif dan ketiga habitat ini saling terkait satu sama lain,
sehingga kehilangan lamun dapat menjadi faktor penyumbang degradasi perairan (Short
and Coles, 2001). Parameter padang lamun memberi masukan berupa keberadaan
padang lamun di TNKJ dengan menggunakan metode pengamatan visual.
VIII.4.2.6 Mangrove
Mangrove secara umum bukan merupakan komponen penyusun terumbu karang,
namun seringkali mempunyai hubungan yang sangat dekat (Allen and Steene, 1999).
Bengen (2001) menyebutkan beberapa fungsi ekologis mangrove antara lain:
43
1. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan
lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan
2. Sebagai penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari daun dan
dahan pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari detritus ini dapat dimanfaatkan
sebagai bahan makanan bagi pemakan detritus, dan sebagian lagi diuraikan secara
bakterial menjadi mineral-mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan
3. Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feeding ground)
dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam biota perairan (ikan, udang dan
kerang-kerangan) baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai
Penilaian terhadap parameter mangrove berdasarkan keberadaan mangrove di
Taman Nasional Karimunjawa yang dilakukan dengan pengamatan visual.
VIII.4.2.7 Daerah pemijahan kerapu
Monitoring ikan di daerah pemijahan kerapu dilakukan untuk mengetahui frekuensi
ukuran dari jumlah ikan kerapu yang menjadi target komersil. Dari data tersebut
dimungkinkan untuk melakukan evaluasi perkembangan populasi ikan in cost-effective
manner (CMCC-TNC-IP Information Sheet). Daerah potensial yang diketahui sebagai
tempat berkembangnya kerapu berdasarkan dari hasil penelitian Yayasan TAKA.
VIII.5 Penentuan nilai penting atau bobot dari setiap variabel Penentuan nilai penting didasarkan atas seberapa besar variabel tersebut
memberikan pengaruh terhadap kebutuhan konservasi, kebutuhan masyarakat serta
kondisi dan isu lokal yang berkembang di lokasi-lokasi tertentu. Nilai penting dari masing-
masing variabel ditentukan dalam skala 1 - 5 dengan kriteria kurang penting hingga paling
penting (tabel 4).
VIII.6 Pengelompokkan lokasi daerah perlindungan Wilayah kepulauan Karimunjawa dibagi kedalam 40 kelompok lokasi.
Pengelompokkan ini didasarkan atas kesamaan tipologi, kondisi ekosistem, pola
pemanfaatan dan aksesibilitas. Lokasi tersebut merupakan satuan wilayah yang
berbentuk pulau atau gosong karang. Kelompok-kelompok lokasi tersebut adalah :
1. Genting Timur (seluruh area terumbu karang di bagian timur P. Genting)
2. Genting Barat (area terumbu karang bagian dalam (patch reef) antara Pulau-pulau
Genting, Sambangan dan Seruni)
3. Seruni
4. Sambangan
5. Gundul
6. Cendikian
7. Sintok
44
8. Tengah (meliputi P. Tengah, Gosong Tengah dan gosong-gosong disekitarnya)
9. Kecil (meliputi P. Kecil dan Gosong Kecil)
10. Gosong Seloka
11. Batu Lawang (bagian ujung utara P. Kemujan)
12. Kemujan Timur (terumbu tepi P. Kemujan dari Batu Lawang sampai tanjung Batu
Putih)
13. Tanjung Kemujan (terumbu tepi P. Kemujan dari tanjung Batu Putih sampai teluk Cik
Mas)
14. Karimunjawa Timur (terumbu tepi P. Karimunjawa dari teluk Cik Mas sampai tanjung
pudak)
15. Kemujan Barat (terumbu tepi P. Kemujan bagian Barat dari Batu Lawang sampai
terusan)
16. Tanjung Gelam (terumbu tepi P. Karimunjawa dari teluk Kemujan sampai Ujung
Gelam)
17. Karimunjawa Barat (terumbu tepi P. Karimunjawa bagian Barat dari Ujung Gelam
sampai pelabuhan Syahbandar
18. Menjangan Besar
19. Menjangan Kecil
20. Bengkoang
21. Cemara Besar
22. Cemara Kecil (termasuk Gosong Cemara Kecil)
23. Geleang
24. Burung
25. Menyawakan
26. Taka Menyawakan
27. Parang Timur (terumbu tepi P. Parang bagian Timur dari pelabuhan Kunci sampai
tanjung selatan Parang)
28. Parang Utara (terumbu tepi P. Parang bagian Utara dari Batu Ireng sampai pelabuhan
Kunci)
29. Parang Barat (terumbu tepi P. Parang bagian Barat dari Batu Ireng sampai teluk
pelabuhan Parang)
30. Kumbang (terumbu tepi P. Kumbang dari utara P. Kumbang sejajar pelabuhan P.
Parang sampai tanjung selatan P. Parang)
31. Gosong Kumbang
32. Krakal (meliputi P. Krakal Besar dan P. Krakal Kecil)
33. Karang Kapal
34. Gosong Selikur
45
35. Kembar
36. Nyamuk Timur (terumbu tepi timur P. Nyamuk dari legon sampai karang Tengah)
37. Nyamuk Barat (terumbu tepi barat P. Nyamuk dari karang Tengah sampai legon)
38. Katang
39. Karang Katang
40. Karang Besi
Tabel 4. Nilai Penting dari Setiap Variabel Variabel Nilai
Penting Deskripsi
Pola pemanfaatan sumberdaya (Fishing pressure)
5
Pola pemanfaatan sumberdaya merupakan faktor yang paling penting dalam penentuan daerah perlindungan. Variabel ini sangat terkait langsung dengan pendapatan masyarakat yang sebagian besar nelayan. Lokasi daerah perlindungan diharapkan akan memberikan dampak seminimal mungkin terhadap pengurangan lokasi penangkapan ikan.
Usulan masyarakat 5
Usulan masyarakat merupakan variabel terpenting, dimana ini sangat terkait dengan tingkat penerimaan dan kepatuhan terhadap daerah perlindungan dan peraturan didalamnya
Keterwakilan ekosistem 5
Dari aspek ekologis, keterwakilan habitat merupakan faktor terpenting dalam penentuan daerah perlindungan untuk tetap menjamin kekayaan dan keragaman hayati. Ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove merupakan suatu kesatuan sistem ekologi yang saling terkait dalam mendukung kehidupan hayati di dalamnya.
Luasan area 4
Luasan daerah perlindungan memiliki nilai penting yang tinggi. Hal ini didasarkan atas tujuan dari pembentukan daerah perlindungan yaitu sebagai sumber keragaman dan kelimpahan hayati untuk mendukung ketersediaan sumberdaya yang berkelanjutan bagi daerah disekitarnya.
Jarak dari pelabuhan 4
Salah satu faktor penting dari pengelolaan kawasan konservasi adalah adanya pengawasan. Kemudahan akses ke daerah perlindungan sangat mendukung efektifitas pengelolaan dan pengawasan.
Kedekatan dan keterlihatan dari lokasi berpenduduk
3 Variabel ini cukup penting dalam meningkatkan efektivitas pengawasan oleh masyarakat secara langsung.
Ekologis 2.5
Berdasarkan kondisi ekologis di Karimunjawa secara umum, relatif homogen antara satu lokasi dengan lokasi yang lain oleh karena itu variabel ekologis tidak memberikan nilai penting yang terlalu tinggi dalam penentuan lokasi daerah perlindungan.
Kepemilikan lahan 2
Berdasarkam kondisi dan isu kepemilikian lahan di kepulauan karimunjawa, variabel ini tidak memberikan nilai penting yang tinggi dalam penentuan daerah perlindungan.
46
VIII.7 Pengurutan peringkat kelompok lokasi Setiap kelompok lokasi diurutkan peringkatnya berdasarkan nilai yang dimiliki oleh
variabel-variabel masing-masing lokasi. Kelompok-kelompok lokasi dengan nilai tertinggi
akan diprioritaskan untuk menjadi daerah zona inti, zona perlindungan dan pengaturan
alat tangkap.
VIII.7.1 Usulan lokasi zona inti Berdasarkan hasil analisis pembobotan nilai terhadap variabel-variabel (nilai
tertinggi/prioritas utama) dan hasil lokakarya (Jepara II dan Desa), diusulkan beberapa
lokasi sebagai zona inti (Tabel 5).
VIII.7.2 Usulan lokasi Alternatif zona inti Berdasarkan hasil analisis pembobotan nilai terhadap variabel-variabel (nilai
sedang/prioritas kedua) dan hasil lokakarya (Jepara dan Desa), diusulkan beberapa
lokasi sebagai alternative zona inti (Tabel 6).
VIII.7.3 Usulan lokasi pengaturan alat tangkap Berdasarkan hasil analisis pembobotan nilai terhadap variabel-variabel yang
dititikberatkan pada nilai intensitas perikanan dan hasil lokakarya Desa, diusulkan
beberapa lokasi sebagai pengaturan alat tangkap (Tabel 7).
47
Tabel 5. Usulan lokasi zona inti No Zona inti
(Core zone) Alasan
(Reason) 1 Tengah
• rendahnya tingkat pemanfaatan sumberdaya alam
(Fishing pressure) • termasuk lokasi yang diusulan masyarakat • memiliki ekosistem terumbu karang, • memiliki luasan terumbu karang ± 6,19 Km2 • jarak dari pelabuhan terdekat ± 3,76 Km • lokasi tidak terlihat dari pemukiman • secara umum memiliki kondisi karang yang baik dan
kekayaan jenis ikan karang yang tinggi • lahan dimiliki secara pribadi
2 Tanjung Kemujan
• tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing pressure) sangat rendah
• tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat • memiliki ekosistem terumbu karang, • memiliki luasan terumbu karang ± 48.28 Km2 • jarak dari pelabuhan terdekat ± 6.7 Km • lokasi masih terlihat dari pemukiman • lahan dimiliki oleh masyarakat
3 Tanjung Gelam
• tingginya tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing pressure)
• tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat • memiliki ekosistem terumbu karang, Seagrass dan
mangrove • memiliki luasan terumbu karang ± 58.02 Km2 • jarak dari pelabuhan terdekat ± 9.46 Km • lokasi masih terlihat dari pemukiman • lahan dimiliki oleh masyarakat
4 P. Cemara Kecil
• tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing pressure) masih tinggi
• termasuk lokasi yang diusulan masyarakat • memiliki ekosistem terumbu karang dan seagrass • memiliki luasan terumbu karang ± 7.07 Km2 • jarak dari pelabuhan terdekat ± 7.72 Km • lokasi tidak terlihat dari pemukiman • memiliki tingkat biomassa ikan karang yang tinggi • lahan dimiliki secara pribadi
5 Taka Menyawakan
• tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing pressure) relatif tinggi
• termasuk lokasi yang diusulan masyarakat • memiliki ekosistem terumbu karang • memiliki luasan terumbu karang ± 0.35 Km2 • jarak dari pelabuhan terdekat ± 16.56 Km • lokasi tidak terlihat dari pemukiman
6 Kumbang
• tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing pressure) relatif rendah
• tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat • memiliki ekosistem terumbu karang, seagrass • memiliki luasan terumbu karang ± 26.41 Km2 • jarak dari pelabuhan terdekat ± 4.62 Km • lokasi masih terlihat dari pemukiman • lahan dimiliki secara pribadi
48
Tabel 6. Usulan lokasi alternatif zona inti No Alternatif Zona Inti
(Core zone alternative) Alasan
(Reason) 1 Timur Karimunjawa • tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing
pressure) relatif rendah • tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat • memiliki ekosistem terumbu karang dan seagrass • memiliki luasan terumbu karang ± 46.71Km2 • jarak dari pelabuhan terdekat ± 5.35Km • lokasi tidak terlihat dari pemukiman • memiliki kekayaan jenis ikan karang yang tinggi • lahan dimiliki oleh BTN
2 Barat Kemujan • tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing pressure) relatif tinggi
• tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat • memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan
seagrass • memiliki luasan terumbu karang ± 44.93 Km2 • jarak dari pelabuhan terdekat ± 5.35 Km • lokasi terlihat dari pemukiman • memiliki kekayaan jenis yang tinggi • lahan dimiliki oleh masyarakat
3 Timur Bengkoang • tingginya tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing pressure)
• tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat • memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan
seagrass • memiliki luasan terumbu karang ± 17.70 Km2 • jarak dari pelabuhan terdekat ± 8.39 Km • lokasi tidak terlihat dari pemukiman • lahan dimiliki oleh masyarakat
4 P. Burung • tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing pressure) relatif tinggi
• tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat • memiliki ekosistem terumbu karang dan seagrass • memiliki luasan terumbu karang ± 2.38 Km2 • jarak dari pelabuhan terdekat ± 10.17 Km • lokasi tidak terlihat dari pemukiman • kekayaan jenis karang termasuk kategori sedang • lahan dimiliki secara pribadi
49
Tabel 7. Usulan lokasi pengaturan alat tangkap No Pengaturan alat tangkap
(Gears restriction) Alasan
(Reason) 1 P. Sambangan • tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing
pressure) relatif rendah • tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat • memiliki ekosistem terumbu karang dan seagrass • memiliki luasan terumbu karang ± 19.48 Km2 • jarak dari pelabuhan terdekat ± 3.02 Km • lokasi tidak terlihat dari pemukiman • kekayaan jenis karang dan ikan karang termasuk
kategori sedang dibandingkan dengan lokasi lain. • lahan dimiliki secara pribadi
2 Tenggara P. Seruni • tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing pressure) relatif rendah
• tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat • memiliki ekosistem terumbu karang dan seagrass • memiliki luasan terumbu karang ± 11.94 Km2 • jarak dari pelabuhan terdekat ± 2.11 Km • lokasi terlihat dari pemukiman • biomasa ikan karang termasuk diatas rata-rata
dibandingkan dengan lokasi yang lain. • lahan dimiliki secara pribadi
3 P. Kecil • tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing pressure) rendah
• tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat • memiliki ekosistem terumbu karang • memiliki luasan terumbu karang ± 6.99 Km2 • jarak dari pelabuhan terdekat ± 4.91 Km • lokasi tidak terlihat dari pemukiman • kekayaan jenis karang dan ikan karang termasuk
selang rata-rata. • lahan dimiliki secara pribadi
4 Barat Karimunjawa • tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing pressure) rendah
• tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat • memiliki ekosistem terumbu karang • memiliki luasan terumbu karang ± 61.11 Km2 • jarak dari pelabuhan terdekat ± 4.4 Km • lokasi terlihat dari pemukiman • persen penutupan termasuk kategori sedang.
5 P. Menyawakan • tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing pressure) tinggi
• tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat • memiliki ekosistem terumbu karang, seagrass dan
mangrove • memiliki luasan terumbu karang ± 7.54 Km2 • jarak dari pelabuhan terdekat ± 13.06 Km • lokasi tidak terlihat dari pemukiman • kekayaan jenis karang dan ikan karang termasuk
kategori sedang. • lahan dimiliki secara pribadi
50
6 Gosong Selikur • tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing pressure) rendah
• tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat • memiliki ekosistem terumbu karang • memiliki luasan terumbu karang ± 5.87 Km2 • jarak dari pelabuhan terdekat ± 5.75Km • lokasi tidak terlihat dari pemukiman • kekayaan jenis karang dan ikan karang termasuk
kategori sedang.
7 P. Katang • tingkat pemanfaatan sumberdaya alam (Fishing pressure) rendah
• tidak termasuk lokasi yang diusulan masyarakat • memiliki ekosistem terumbu karang • memiliki luasan terumbu karang ± 3.87 Km2 • jarak dari pelabuhan terdekat ± 1.13 Km • lokasi masih terlihat dari pemukiman • kekayaan jenis karang termasuk kategori tinggi. • lahan dimiliki secara pribadi
VIII.8 Zona-Zona yang Meliputi Kawasan Laut VIII.8.1 Zona inti (Core zone)
Merupakan suatu kawasan perairan yang mutlak dilindungi, tanpa pemanenan dan
tertutup untuk pengunjung. Dalam penentuan atau pemilihan lokasi zona inti didasarkan
pada beberapa kriteria (VII.3 nomor 3):
1. Merupakan lokasi pemijahan ikan dan biota laut lainnya.
2. Kondisi ekosistem terumbu karang cenderung lebih baik (penutupan karang lebih dari
50%, potensi sumberdaya ikan dan biota lainnya lebih bagus daripada lokasi lainnya).
3. Merupakan suatu kawasan yang mewakili suatu ekosistem, sehingga tidak harus
berbentuk pulau.
4. Luasan zona inti harus proporsional terhadap luasan seluruh kawasan Taman
Nasional.
5. Merupakan daerah pembesaran ikan dan biota-biota laut lainnya.
Aktifitas yang boleh dilakukan di zona inti:
1. Kegiatan penelitian, pendidikan dan ilmu pengetahuan.
2. Kegiatan inventarisasi dan pemantauan potensi kawasan.
3. Perlindungan dan pengamanan.
4. Dokumentasi dalam rangka penelitian, pendidikan dan ilmu pengetahuan.
5. Ijin penelitian diberikan oleh otoritas Taman Nasional Karimunjawa, tergantung pada
terpenuhinya persyaratan yang ditetapkan, termasuk persetujuan atas usulan
penelitian tersebut (tertulis) oleh kepala Taman Nasional Karimunjawa atau pejabat
yang di tunjuk.
51
Aktifitas yang tidak boleh dilakukan di zona inti yaitu:
1. Sengaja atau tidak sengaja mengambil contoh/spesimen sebagai bahan
penelitian, pendidikan dan penunjang budidaya kecuali mendapat ijin khusus.
2. Sengaja atau tidak sengaja melakukan penangkapan dan atau pengambilan
sumber daya alam laut seperti : karang, ikan karang, moluska, mamalia laut,
penyu, burung migran dan biota laut lainnya baik hidup, mati atau bagian-
bagiannya.
3. Sengaja atau tidak sengaja menggali, mengganggu atau memindahkan setiap
bagian atau komponen ekosistem perairan laut.
4. Sengaja atau tidak sengaja melakukan penambangan/pengambilan pasir laut.
5. Melakukan kegiatan budidaya (mariculture) atau pemeliharaan ikan karanga tau
biota lainnya.
6. Melakukan pembangunan sarana dan prasarana.
7. Melakukan rehabilitasi ekosistem, pembinaan habitat, pengendalian populasi dan
introduksi/reintroduksi jenis biota perairan laut.
Sanksi pelanggaran pada zona inti dapat dikenakan sanksi berdasarkan UU no 5
tahun 1990
VIII.8.2 Zona Rimba / Perlindungan Zona rimba/perlindungan merupakan kawasan perairan yang diperuntukkan
sebagai wilayah perlindungan spesies, habitat ataupun ekosistem yang bisa mendukung
fungsi dari zona inti.
Kriteria yang digunakan dalam penentuan zona perlindungan yaitu (VII.3 nomor 2
dan 3):
1. Merupakan kawasan yang bisa melapisi dan melindungi zona inti.
2. Kawasan yang mampu mendukung upaya perkembangbiakan jenis satwa yang perlu
dilakukan upaya konservasi.
3. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu.
4. Daerah yang jauh dari pemukiman (minimal berjarak 1,5 mil)
5. Cukup tersedia makanan bagi ikan
6. Adanya kesepakatan masyarakat
7. Memiliki ekosistem yang masih utuh
8. Tidak ada pencemaran lingkungan
9. Memiliki syarat budidaya
10. Pemanfaatan wisata terbatas
52
Aktifitas yang diperbolehkan di zona perlindungan adalah:
1. Semua kegiatan yang diperbolehkan di dalam zona inti.
2. Wisata terbatas (wisata pendidikan) dilakukan dengan cara pengaturan jenis kegiatan,
musim dan lokasi tertentu didasarkan atas daya dukung kawasan.
Aktifitas yang tidak boleh dilakukan di zona perlindungan adalah semua kegiatan
yang dilarang di zona inti, kecuali pembinaan habitat dan pembinaan populasi.
Sanksi pelanggaran pada zona inti dapat dikenakan sanksi berdasarkan UU no 5
tahun 1990
VIII.8.3 Zona pemanfaatan VIII.8.3.1 Zona pemanfaatan perikanan
Kawasan perairan yang diperuntukkan sebagai daerah pemanfaatan perikanan
tradisional. Hak pengelolaan wilayah perikanan (HPWP) di Indonesia masih menganut
prinsip wilayah perairan/lautan merupakan “milik bersama”. Namun HPWP tidaklah
menyangkut pemilikan sumberdaya alam, melainkan pemilikan suatu hak penggunaan.
Secara bertahap wilayah perairan yang berlaku di zona pemanfaatan perikanan tangkap
harus mempertimbangkan beberapa aspek yang berhubungan dengan kematian
(mortalitas) ikan. Mortalitas pada perikanan tertentu secara fungsional berhubungan
dengan empat faktor yaitu: jumlah satuan penangkapan yang turut serta menangkap,
kemampuan menangkap, jumlah waktu penangkapan, tersebarnya aktifitas penangkapan
di daerah perikanan pada musim tertentu.
Aktifitas yang boleh dilakukan di zona pemanfaatan perikanan adalah
pemanfaatan perikanan tradisional dan kegiatan budidaya dalam karamba. Aktifitas yang
tidak boleh dilakukan di zona pemanfaatan perikanan tangkap adalah semua yang
dilarang pada zona inti (1-5) dan introduksi jenis biota serta penangkapan ikan dengan
menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (Muroami, Jaring Ambai, Jaring
Pocong, Cantrang dan Sianida). Pembangunan sarana dan prasarana harus dilakukan
dengan ijin khusus.
VIII.8.3.2 Zona pemanfaatan pariwisata
Kawasan perairan yang diperuntukkan sebagai daerah wisata yang berbasis
lingkungan, dengan kriteria mempunyai kondisi lingkungan yang dapat mendukung upaya
pengembangan pariwisata dan rekreasi alam.
53
Aktifitas yang boleh dilakukan di zona pemanfaatan pariwisata berupa kegiatan
wisata yang berbasiskan ekowisata dan ramah lingkungan. Aktifitas yang tidak boleh
dilakukan di zona pemanfaatan pariwisata adalah semua yang dilarang di zona inti kecuali
kegiatan wisata dan pembangunan sarana dan prasarana wisata berwawasan konservasi
lingkungan.
VIII.8.3.3 Zona pemanfaatan budidaya
Kawasan perairan yang diperuntukkan sebagi daerah perikanan tangkap dan
budidaya perikanan, misalnya budidaya rumput laut, keramba jaring apung dan budidaya
kerapu bibit alami.
Aktifitas yang boleh dilakukan di zona pemanfaatan budidaya adalah kegiatan
yang berhubungan dengan budidaya rumput laut, keramba jarring apung, budidaya
kerapu bibit alami. Sedangkan aktifitas yang tidak boleh dilakukan adalah secara sengaja
atau tidak sengaja mengambil, mengganggu atau memindahkan biota baik yang masih
hidup atau mati beserta bagian-bagiannya.
VIII.8.4 Zona Rehabilitasi Diperuntukan bagi pengembalian potensi atau kondisi ekosistem yang telah
mengalami kerusakan tinggi. Zona rehabilitasi adalah daerah dengan penutupan terumbu
karang kurang dari 25% (LIPI). Fungsi dari zona rehabilitasi adalah untuk pemulihan
kawasan yang rusak agar dapat dikembalikan pada fungsi semula.
Aktifitas yang dilarang pada zona rehabilitasi adalah semua yang dilarang pada
zona inti (1-6) dan introduksi jenis biota.
Sanksi pelanggaran pada zona inti dapat dikenakan sanksi berdasarkan UU no 5
tahun 1990
VIII.8.5 Zona penyangga Terletak di luar wilayah Taman Nasional, dimana kegiatan
pengembangan/alternatif usaha ekonomi dilaksanakan melalui optimalisasi pemanfatan
untuk mengurangi tekanan terhadap sumberdaya alam kawasan Taman Nasional.
VIII.9 Batas dan Zonasi Lokasi Secara umum sangat sedikit alasan ekologis yang dijadikan dasar untuk
menentukan batas kawasan konservasi, namun alasan ekologis harus ikut
dipertimbangkan. Tidak ada aturan baku yang menetapkan ukuran optimal dan
rancangan dari suatu kawasan konservasi. Namun demikian secara umum terdapat dua
kategori ukuran kawsan konservasi yaitu: Kategori disagregasi (sekelompok kawasan
konservasi yang berukuan kecil), dan kategori agregasi (satu kawasan konservasi yang
berukuran besar). Setiap kategori memiliki keunggulan tersendiri. Kawasan konservasi
54
yang berukuran kecil dapat mendukung kehidupan lebih banyak jenis biota dengan relung
yang berbeda-beda, serta tidak merusak semua kawasan konservasi secara bersamaan
bila terjadi bencana. Kawasan konservasi yang berukuran besar menuntut adanya zonasi
yang dimaksud untuk mendukung pengelolaan yang efektif bagi pemanfaatan
berkelanjutan. Dengan adanya zonasi, maka pemanfaatan sumberdaya alam dapat
dikontrol secara efektif untuk mencapai sasaran dan tujuan kawasan konservasi (Bengen,
2001).
VIII.10 Lokasi dan Alasan tiap Zona Penetapan lokasi zonasi yang telah ada (1988) dan yang direvisi telah melalui
beberapa proses kajian (ekologis, sosekbud dan konsultasi publik) dan hasilnya terdapat
pada tabel 8-10.
55
Tabel 8. Zonasi Taman Nasional Karimunjawa (1988) Wilayah Daratan Wilayah Perairan Zonasi Pulau Potensi Perairan Potensi
1. Zona Inti 1. P. Burung 2. P. Geleang
1. Habitat Burung Elang laut 2. Vegetasi merupakan formasi hutan pantai dengan kondisi utuh dan alami
Perairan sekitar : P. Burung, P. Geleang, P. K. Kapal
1. Terumbu Karang yang khas yaitu Tubipora musica yang langka 2. Habitat biota laut untuk keperluan daur hidupnya 3. Habitat penyu laut
2. Zona Rimba/ Perlindungan
1. Hutan tropis P. Karimunjawa, 2.Hutan Mangrove : P. Kemujan, P. Cemara Besar, P. Cemara Kecil, P. Menyawakan
1. Hutan hujan tropis dataran rendah: Pengaturan tata air, Jenis Vegetasi / flora, Jenis tanaman 2. Formasi hutan mangrove
Perairan sekitar : P. Krakal Besar, P. Krakal Kecil, P. Cemara Besar, P. Cemara Kecil, P. Menyawakan, P. Cendekian, Perairan mangrove: P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Mrican, P. Parang, P. Nyamuk
1. Kondisi ekosistem perairan masih asli 2. Merupakan daerah pemijahan 3.Keanekaragaman hayati tinggi
3. Zona Pemanfaatan
P. Karimunjawa P. Kemujan P. Menjangan Besar P. Menjangan Kecil P. Katang P. Kembar P. Parang P. Kumbang
1. Kegiatan penelitian, pendidikan, pariwisata 2. Tumbuhan pelindung dan Budidaya 3. Berdekatan dengan penduduk 4. Hutan dan jalan setapak 5. Pantai Pasir Putih
Perairan Selatan : - P. Karimunjawa - P. Menjangan B - P. Menjangan K - P. Kembar - P. Katang, - P. Kumbang
1. Kondisi Perairan cukup tenang dengan panorama bawah air yang bagus 2.Keanekaragaman karang dan ikan hias
4. Zona Penyangga
P. Karimunjawa P. Kemujan P. Menjangan P. Tengah P. Cilik P. Bengkoang
1. Permukiman 2.Pertanian 3. Kebun Campur
Semua Perairan tidak termasuk dalam mintakat inti perlindungan dan pemanfaatan
Sumberdaya alam untuk penangkapan dan budidaya
56
Tabel 9. Usulan Lokasi Zonasi; Lokakarya di Tingkat Desa, 8 – 10 Januari 2004 Zonasi Kriteria Lokasi Alasan Lokasi
1. Zona Inti
1. Tidak harus berbentuk pulau 2. Sebagai pensuplai ikan bagi daerah sekitar 3. Tidak ada kepemilikan 4. daerah pemijahan ikan 5. memiliki satwa langka
1. Tempat pemijahan ikan, 2. Secara geografis mewakili tiga Desa, sehingga diharapkan bisa mensuplai ikan ke Perairan tiga Desa,
Taka Menyawakan
2. Zona Rimba/Perlindungan
1. Daerah jauh dari pemukiman (minimal 1,5 mil) 2. Cukup tersedia makanan bagi ikan, 3. Adanya kesepakatan masyarakat 4. Memiliki ekosistem yang masih utuh 5. Tidak ada pencemaran lingkungan 6. Memiliki syarat budidaya 7. Pemanfaatan terbatas/wisata terbatas
1. Memiliki Mangrove, sebagai tempat berkembangbiak udang dan daerah wisata 2. Tempat tinggal dan berkembangbiak satwa langka 3. Adanya wisata religi, wisata alami
1. Hutan Mangrove Kemujan 2. Hutan Karimun 3. P. Batu 4. Taka Laijo 5. Gosong Cemara 6. Taka Mrican
3. Zona Pemanfaatan
1. Wilayah yang kaya potensi sumberdaya alam 2. Sering dimanfaatkan oleh masyarakat 3. Cara dan alat tangkap ramah lingkungan 4. Tidak mengganggu ekosistem
1. Taka Besi 2. Perairan P. Sintok 3. P. Bengkoang 4. Tanjung Seloka 5. Legon Kemujan
4. Zona Penyangga Tidak ada usulan kriteria
1. P. Genting, P. Cendikian, P. Seruni, P. Sambangan 2. P. Nyamuk, P. Kumbang, P. Parang (Selain Daerah Selatan P. Parang) 3. Kemujan (Wilayah Mrican - sepanjang pantai Mrican, Tlogo, Batu Lawang, Pantai sebelah timur Kemujan dan Barat Kemujan) 4. Wilayah Barat Tanjung Gelam hingga Nyamplungan