24
R amah tamah tahun baru Imlek semestinya dilaksanakan menjelang hari raya Imlek yang biasa disebut Pemberkahan Akhir Tahun. Tapi berhubung waktu itu Jakarta tengah dilanda banjir besar maka acara pun ditunda karena sebagian besar relawan Tzu Chi turut bersumbangsih pada pembagian bantuan dan evakuasi korban bencana. Di dalam acara terdapat sharing kisah relawan yang turut bersumbangsih dalam penyaluran bantuan dan evakuasi bencana banjir. Banyak kisah yang menyentuh dan menggugah hati para relawan. Adi Prasetio, salah satu relawan yang terpanggil hatinya untuk berkontribusi sepenuh hati di saat banjir. Adi mendapatkan pelajaran yang menyentuh tentang kehidupan ini. Ia merasa sedih saat menemukan lansia yang tinggal seorang diri menjaga rumah, sedangkan anak dan cucunya sudah pergi menyelamatkan diri. Selama berhari-hari bekerja di lapangan dan harus meninggalkan pekerjaannya, Adi bahkan melupakan kesehatannya. Istirahat yang kurang, hilir mudik di tengah teriknya matahari membuat stamina dan kesehatannya menurun. Hingga Adi merasakan sakit pada kakinya. Ia kemudian mencari dokter (darurat) untuk memberikan obat penghilang sakit lalu kembali pergi ke lapangan untuk berkoordinasi. Dokter di Posko Bantuan Tzu Chi menerangkan jika Adi harus beristirahat, dan jika tetap bekerja bisa membahayakan kesehatannya. Namun, Adi tetap berpegang teguh pada niat awalnya – mengemban tanggung jawab sebagai relawan Tim Tanggap Darurat. Menjaga Pikiran Menjaga Ucapan Pada acara ini juga ditampilkan sebuah drama yang diambil dari isi “Sutra Pertobatan Air Samadhi”. Drama ini ditampilkan karena masih berhubungan dengan isi Sutra Pertobatan Air Samadhi, dan salah satu tujuan menampilkan drama ini adalah untuk menyadarkan setiap orang bahwa karma melalui ucapan yang terdiri dari empat macam, yaitu tutur kata kasar, berbohong, kata-kata kosong, dan berlidah dua, sangat berbahaya karena membuat masyarakat bergejolak dan jauh dari keharmonisan. Bukan hanya sekadar menampilkan drama, tetapi para pemain juga diajak mendalami Dharma dan bervegetarian selama 108 hari. Dengan menyelami makna dari Dharma dalam drama ini, setiap orang diharapkan dapat menemukan pemahaman yang baik dan benar. Seperti yang dirasakan oleh Nelly Kosasih, seorang relawan yang melatih drama ini menuturkan kisahnya. Saat bersembayang untuk almarhum ayahnya di sebuah wihara. Ia melihat seorang ibu yang marah kepada seorang biksu karena biksu itu berkata bahwa di wihara tersebut tidak boleh mempersembahkan daging. Ibu itu mengeluarkan kata-kata kasar kepada biksu. Ia pun terkejut, dan karena sudah menyelami Dharma “empat karma buruk melalui ucapan” akhirnya ia memberanikan diri menghampiri ibu itu untuk menenangkan dan menasihatinya agar tidak marah lagi sehingga akhirnya ibu itu pun terdiam dan menenangkan dirinya. Mendalami Dharma juga dirasakan oleh salah seorang pemainnya, Dewi Sisilia. Ia mendapatkan peran yang disebut sebagai peri. Dewi menganggap bahwa peran yang ia mainkan bukanlah peri, melainkan sebagai penggoda, Mara wujud perbuatan buruk melalui ucapan. Memainkan peran tersebut membuat Dewi berinstropeksi diri. Ia merasa dalam kesehariannya atau dalam pergaulan dan keluarga, ia sering bertindak yang mungkin tanpa ia sadari ada tindakan-tindakan yang sebenarnya menghasut orang. Dewi berharap setelah memerankan drama ini ia dapat semakin menjaga tutur kata. “Menjaga pikiran supaya stay positive. Dengan stay positive pikiran kita maka otomatis ucapan yang kita keluarkan tidak akan negatif,” ungkap Dewi. Menjaga pikiran dan menjaga ucapan bukanlah hal yang mudah. Kendati demikian untuk menjadi insan yang berjalan di jalan Dharma senantiasa menjaga pikiran baik sehingga ucapan menjadi terkontrol. Seperti halnya bahaya dari ucapan buruk jika dilakukan maka akan menimbulkan pertengkaran dan perselisihan. q Apriyanto, Juliana Santy, Yuliati Inspirasi | Hal 10 Saya dulu bukan seorang vegetarian, saat akan menjadi calon komite, hal tersebut pun membuat saya merasa bimbang dan terjadi perang batin dalam diri saya. Namun Master Cheng Yen pernah berkata bahwa kita sebagai murid bisa saja memilih guru, tapi guru tidak bisa memilih murid. Atas dasar hal tersebut maka saya juga harus mengikuti apa yang Master Cheng Yen ajarkan. Lentera | Hal 5 Seperti perkataan Master Cheng Yen, “Terbukanya pintu hati akan menumbuhkan cinta kasih, maka bisa mengasihi dan membantu orang. Dalam usia tuanya seseorang yang masih bisa berguna bagi orang lain adalah berkah paling besar di dalam hidup,” begitupula apa yang dirasakan oleh Helen Shijie dalam lika-liku hidupnya hingga Ia bertemu dengan Tzu Chi. Pesan Master Cheng Yen | Hal 3 Kata Perenungan Master Cheng Yen www.tzuchi.or.id www.youtube.com/tzuchiindonesia Ramah Tamah Imlek Dalam bekerja kita belajar, dalam belajar kita memperoleh kesadaran, dengan penuh kesadaran kita bekerja. 108 Kata Perenungan hal.36 Ladang Berkah Pelatihan Diri No. 92 | MARET 2013 Tzu Chi MENEBAR CINTA KASIH UNIVERSAL BULETIN @tzuchi_world website tzu chi indonesia Bodhisatwa datang karena adanya makhluk yang menderita. Di mana pun terdapat orang yang menderita, Bodhisatwa akan mengulurkan tangan untuk membantu. Stephen Ang (He Qi Utara) MENJAGA UCAPAN. Pada Ramah Tamah Imlek 2013 ini ditampilkan sebuah drama yang berjudul “Empat Karma Buruk Melalui Ucapan”. Drama yang berasal dari Sutra Pertobatan Air Samadhi ini ditampilkan dengan tujuan setiap orang bisa menyadari dan menjaga setiap ucapannya. Tzu Chi Center, Tower 2, 6 th Floor, BGM Boulevard Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara 14470 Tel. (021) 5055 9999 Fax. (021) 5055 6699 [email protected] www.tzuchi.or.id

Buletin Edisi 92 Maret 2013

  • Upload
    vudien

  • View
    221

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Buletin Edisi 92 Maret 2013

R amah tamah tahun baru Imlek semestinya dilaksanakan menjelang

hari raya Imlek yang biasa disebut Pemberkahan Akhir Tahun. Tapi berhubung waktu itu Jakarta tengah dilanda banjir besar maka acara pun ditunda karena sebagian besar relawan Tzu Chi turut bersumbangsih pada pembagian bantuan dan evakuasi korban bencana. Di dalam acara terdapat sharing kisah relawan yang turut bersumbangsih dalam penyaluran bantuan dan evakuasi bencana banjir. Banyak kisah yang menyentuh dan menggugah hati para relawan. Adi Prasetio, salah satu relawan yang terpanggil hatinya untuk berkontribusi sepenuh hati di saat banjir. Adi mendapatkan pelajaran yang menyentuh tentang kehidupan ini. Ia merasa sedih saat menemukan lansia yang tinggal seorang diri menjaga rumah, sedangkan anak dan cucunya sudah pergi menyelamatkan diri.

Selama berhari-hari bekerja di lapangan dan harus meninggalkan pekerjaannya, Adi bahkan melupakan kesehatannya. Istirahat yang kurang, hilir mudik di tengah teriknya matahari membuat

stamina dan kesehatannya menurun. Hingga Adi merasakan sakit pada kakinya. Ia kemudian mencari dokter (darurat) untuk memberikan obat penghilang sakit lalu kembali pergi ke lapangan untuk berkoordinasi. Dokter di Posko Bantuan Tzu Chi menerangkan jika Adi harus beristirahat, dan jika tetap bekerja bisa membahayakan kesehatannya. Namun, Adi tetap berpegang teguh pada niat awalnya – mengemban tanggung jawab sebagai relawan Tim Tanggap Darurat.

Menjaga Pikiran Menjaga Ucapan

Pada acara ini juga ditampilkan sebuah drama yang diambil dari isi “Sutra Pertobatan Air Samadhi”. Drama ini ditampilkan karena masih berhubungan dengan isi Sutra Pertobatan Air Samadhi, dan salah satu tujuan menampilkan drama ini adalah untuk menyadarkan setiap orang bahwa karma melalui ucapan yang terdiri dari empat macam, yaitu tutur kata kasar, berbohong, kata-kata kosong, dan berlidah dua, sangat berbahaya karena membuat masyarakat bergejolak dan

jauh dari keharmonisan. Bukan hanya sekadar menampilkan drama, tetapi para pemain juga diajak mendalami Dharma dan bervegetarian selama 108 hari. Dengan menyelami makna dari Dharma dalam drama ini, setiap orang diharapkan dapat menemukan pemahaman yang baik dan benar. Seperti yang dirasakan oleh Nelly Kosasih, seorang relawan yang melatih drama ini menuturkan kisahnya. Saat bersembayang untuk almarhum ayahnya di sebuah wihara. Ia melihat seorang ibu yang marah kepada seorang biksu karena biksu itu berkata bahwa di wihara tersebut tidak boleh mempersembahkan daging. Ibu itu mengeluarkan kata-kata kasar kepada biksu. Ia pun terkejut, dan karena sudah menyelami Dharma “empat karma buruk melalui ucapan” akhirnya ia memberanikan diri menghampiri ibu itu untuk menenangkan dan menasihatinya agar tidak marah lagi sehingga akhirnya ibu itu pun terdiam dan menenangkan dirinya.

Mendalami Dharma juga dirasakan oleh salah seorang pemainnya, Dewi Sisilia. Ia mendapatkan peran yang

disebut sebagai peri. Dewi menganggap bahwa peran yang ia mainkan bukanlah peri, melainkan sebagai penggoda, Mara wujud perbuatan buruk melalui ucapan. Memainkan peran tersebut membuat Dewi berinstropeksi diri. Ia merasa dalam kesehariannya atau dalam pergaulan dan keluarga, ia sering bertindak yang mungkin tanpa ia sadari ada tindakan-tindakan yang sebenarnya menghasut orang. Dewi berharap setelah memerankan drama ini ia dapat semakin menjaga tutur kata. “Menjaga pikiran supaya stay positive. Dengan stay positive pikiran kita maka otomatis ucapan yang kita keluarkan tidak akan negatif,” ungkap Dewi.

Menjaga pikiran dan menjaga ucapan bukanlah hal yang mudah. Kendati demikian untuk menjadi insan yang berjalan di jalan Dharma senantiasa menjaga pikiran baik sehingga ucapan menjadi terkontrol. Seperti halnya bahaya dari ucapan buruk jika dilakukan maka akan menimbulkan pertengkaran dan perselisihan.

q Apriyanto, Juliana Santy, Yuliati

Inspirasi | Hal 10Saya dulu bukan seorang vegetarian, saat akan menjadi calon komite, hal tersebut pun membuat saya merasa bimbang dan terjadi perang batin dalam diri saya. Namun Master Cheng Yen pernah berkata bahwa kita sebagai murid bisa saja memilih guru, tapi guru tidak bisa memilih murid. Atas dasar hal tersebut maka saya juga harus mengikuti apa yang Master Cheng Yen ajarkan.

Lentera | Hal 5Seperti perkataan Master Cheng Yen, “Terbukanya pintu hati akan menumbuhkan cinta kasih, maka bisa mengasihi dan membantu orang. Dalam usia tuanya seseorang yang masih bisa berguna bagi orang lain adalah berkah paling besar di dalam hidup,” begitupula apa yang dirasakan oleh Helen Shijie dalam lika-liku hidupnya hingga Ia bertemu dengan Tzu Chi.

PesanMaster Cheng Yen | Hal 3

Kata Perenungan Master Cheng Yen

www.tzuchi.or.id www.youtube.com/tzuchiindonesia

Ramah Tamah Imlek

Dalam bekerja kita belajar, dalam belajar kita memperoleh

kesadaran, dengan penuh kesadaran kita bekerja.

108 Kata Perenungan hal.36

Ladang Berkah Pelatihan Diri

No. 92 | MARET 2013Tzu ChiM E N E B A R C I N T A K A S I H U N I V E R S A L

BULETIN

@tzuchi_world website tzu chi indonesia

Bodhisatwa datang karena adanya makhluk yang menderita. Di mana pun terdapat orang yang menderita, Bodhisatwa akan mengulurkan tangan untuk membantu.

Ste

phen

Ang

(He

Qi U

tara

)

MENJAGA UCAPAN. Pada Ramah Tamah Imlek 2013 ini ditampilkan sebuah drama yang berjudul “Empat Karma Buruk Melalui Ucapan”. Drama yang berasal dari Sutra Pertobatan Air Samadhi ini ditampilkan dengan tujuan setiap orang bisa menyadari dan menjaga setiap ucapannya.

做中學,

學中覺,

覺中做。

Tzu Chi Center,Tower 2, 6th Floor, BGMBoulevard Pantai Indah

Kapuk, Jakarta Utara 14470Tel. (021) 5055 9999 Fax. (021) 5055 [email protected]

www.tzuchi.or.id

Page 2: Buletin Edisi 92 Maret 2013

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 2013

K ita sering merasa bahwa manusia adalah makhluk yang paling pintar dan memiliki kemampuan yang

sangat besar. Contohnya saja, manusia mampu mengembangkan teknologi masa kini yang telah membuat kita mampu melihat bentuk bumi dan keadaan di angkasa, namun apakah kita dapat melihat manusia di dalamnya? Jangankan manusia, negara tempat kita berpijak pun belum tentu dapat terlihat. Teknologi pun mampu membuat manusia mengukur ukuran bumi, namun manusia masih belum mampu memastikan ukuran alam semesta ini. Kita hidup dalam bumi, dan kita merasakan bumi ini demikian besar. Namun bumi di alam semesta ini bagaikan sebutir pasir, apalagi manusia.

Pada bulan Februari lalu, ada sebuah meteor yang jatuh di wilayah Chelyabinks, Siberia, Rusia. Meteor itu tidak menabrak bumi, hanya meledak di angkasa, tetapi suara getarannya itu saja bisa menimbulkan tiga ribu lebih bangunan rumah runtuh dan hampir seribu orang terluka. Meteor

tersebut diperkirakan berdiameter 15 meter dan berbobot 7.000 ton. Namun, saat meledak, ukurannya lebih kecil karena sebagian massanya telah terbakar saat menembus atmosfer bumi. Berdasarkan data rekaman infrasonik di jaringan pemantau senjata nuklir menunjukkan bahwa meteor itu melepaskan kekuatan ratusan kiloton energi. Kekuatannya jauh lebih besar ketimbang senjata nuklir yang baru saja diuji coba Korea Utara. Teknologi antariksa manusia masa kini sangatlah maju, terutama dari negara maju seperti Amerika Serikat dan Rusia yang mampu mendeteksi benda antariksa yang berpotensi untuk menabrak bumi. Tapi, pada peristiwa ledakan meteor di Rusia ini manusia dengan kemajuan teknologinya rupanya tak mampu memprediksi.

Lalu pada bulan Maret juga masih ada asteroid yang sangat dekat dengan bumi, lalu kita juga mengetahui ada juga planet minor Tzu Chi. Sebenarnya benda-benda langit itu begitu banyak dan menurut penelitian ada 700 benda langit yang

memiliki potensi untuk berbenturan dengan bumi. Lalu jika begitu, apakah manusia itu besar? Master Cheng Yen mengatakan bahwa diri kita sesungguhnya amat kecil, namun Buddha mengajarkan kita untuk memiliki “hati bagai angkasa”, karena itu mengapa Master mau kita melapangkan hati seluas jagad raya. Apabila setiap orang memiliki kesadaran yang murni maka tidak akan ada kerisauan yang merintangi, tidak akan melakukan perusakan dan melakukan karma buruk; dunia tenteram dan damai, bumi pun akan berputar dengan damai mengikuti orbitnya. Dengan sebersit niat pikiran yang sama, pikiran Buddha dapat melingkupi seluruh angkasa, sedangkan nafsu keinginan orang awam tak terbatas dan tiada berujung. Karenanya, mereka melakukan pencemaran lingkungan, yang mengakibatkan terjadinya bencana. Apabila dunia ini dipenuhi nafsu keinginan maka dunia ini pun akan menghadapi krisis.

Dalam kehidupan masyarakat masa kini, kita harus menyerukan setiap orang setiap orang agar hidup lebih sederhana dan bersahaja. Pola hidup yang sederhana dan bersahaja mencerminkan bahwa kita memiliki hati penuh welas asih dan menghargai sumber daya alam. Tema Tzu Chi tahun ini adalah “Kehidupan bersahaja menumbuhkan hati yang berwelas asih; ketulusan dan kebajikan memupuk cinta kasih yang bijaksana.” Kita harus membangkitkan hati yang paling baik dan niat yang paling tulus untuk memupuk kebijaksanaan. Cinta kasih pun harus bijaksana. Master Cheng Yen mengumpamakan kehidupan manusia itu bagaikan sebatang lilin yang sewaktu-waktu bisa padam, jadi kita jangan tunggu masih ada hari esok, tunggu saja hari esok baru saya lakukan, tapi mengengam setiap waktu yang kita miliki untuk melakukan hal yang bermakna.

“Apakah Manusia Itu Besar?”

e-mail: [email protected]: www.tzuchi.or.id

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang berdiri pada tanggal 28 September 1994, merupakan kantor cabang dari Yayasan Buddha Tzu Chi Internasional yang berpusat di Hualien, Taiwan. Sejak didirikan oleh Master Cheng Yen pada tahun 1966, hingga saat ini Tzu Chi telah memiliki cabang di 48 negara.

Tzu Chi merupakan lembaga sosial kemanusiaan yang lintas suku, agama, ras, dan negara yang mendasarkan aktivitasnya pada prinsip cinta kasih universal.

Aktivitas Tzu Chi dibagi dalam 4 misi utama:

Misi AmalMembantu masyarakat tidak mampu maupun yang tertimpa bencana alam/musibah.Misi KesehatanMemberikan pelayanan kesehatan ke­pada masyarakat dengan mengadakan pengobatan gratis, mendirikan rumah sakit, sekolah kedokteran, dan poliklinik.Misi PendidikanMembentuk manusia seutuhnya, tidak hanya mengajarkan pengetahuan dan keterampilan, tapi juga budi pekerti dan nilai­nilai kemanusiaan.Misi Budaya KemanusiaanMenjernihkan batin manusia melalui media cetak, elektronik, dan internet dengan melandaskan budaya cinta kasih universal.

DARI REDAKSI

Bagi Anda yang ingin berpartisipasi menebar cinta kasih melalui bantuan dana, Anda dapat mentransfer melalui:BCA Cabang Mangga Dua RayaNo. Rek. 335 301 132 1a/n Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia

1.

2.

3.

4.

2

Redaksi menerima saran dan kritik dari para pembaca, naskah tulisan, dan foto-foto yang berkaitan dengan Tzu Chi. Kirimkan ke alamat redaksi, cantumkan identitas diri dan alamat yang jelas. Redaksi berhak mengedit tulisan yang masuk tanpa mengubah isinya.

PEMIMPIN UMUM: Agus Rijanto. WAKIL PEMIMPIN UMUM: Agus Hartono.

PEMIMPIN REDAKSI: Juliana Santy. REDAKTUR PELAKSANA: Metta Wulandari. EDITOR: Hadi Pranoto, Ivana Chang. ANGGOTA REDAKSI: Apriyanto, Lienie Handayani, Teddy Lianto, Desvi Nataleni, Tony Yuwono. REDAKTUR FOTO: Anand Yahya. SEKRETARIS: Witono, Yuliati. KONTRIBUTOR: Relawan 3in1 Tzu Chi Indonesia. Dokumentasi Kantor Perwakilan/Penghubung: Tzu Chi di Makassar, Surabaya, Medan, Bandung, Batam, Tangerang, Pekanbaru, Padang, Lampung, Singkawang, Bali dan Tanjung Balai Karimun. DESAIN GRAFIS: Erich Kusuma, Inge Sanjaya, Ricky Suherman, Siladhamo Mulyono, Tani Wijayanti. TIM WEBSITE: Hadi Pranoto, Heriyanto. DITERBITKAN OLEH: Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. ALAMAT REDAKSI: Tzu Chi Center, Tower 2, 6th Floor, BGM, Jl. Pantai Indah Kapuk (PIK) Boulevard, Jakarta Utara 14470, Tel. (021) 5055 9999, Fax. (021) 5055 6699 e-mail: [email protected].

Dicetak oleh: International Media Web Printing (IMWP), Jakarta. (Isi di luar tanggung jawab percetakan)

q Kantor Cabang Medan: Jl. Cemara Boulevard Blok G1 No. 1-3 Cemara Asri, Medan 20371, Tel/Fax: [061] 663 8986

q Kantor Perwakilan Makassar: Jl. Achmad Yani Blok A/19-20, Makassar, Tel. [0411] 3655072, 3655073 Fax. [0411] 3655074

q Kantor Perwakilan Surabaya: Mangga Dua Center Lt. 1, Area Big Space, Jl. Jagir Wonokromo No. 100, Surabaya, Tel. [031] 847 5434,

Fax. [031] 847 5432 q Kantor Perwakilan Bandung: Jl. Ir. H. Juanda No. 179, Bandung, Tel. [022] 253 4020, Fax. [022] 253 4052q Kantor Perwakilan Tangerang: Komplek Ruko Pinangsia Blok L No. 22, Karawaci, Tangerang, Tel. [021] 55778361, 55778371 Fax [021] 55778413 q Kantor Perwakilan Batam: Komplek Windsor Central, Blok. C No.7-8

Windsor, Batam Tel/Fax. [0778] 7037037, 450335 / 450332 q Kantor Penghubung Pekanbaru: Jl. Ahmad Yani No. 42 E-F,

Pekanbaru Tel/Fax. [0761] 857855 q Kantor Penghubung Padang: Jl. Diponegoro No. 19 EF, Padang, Tel. [0751] 841657 q Kantor Penghubung Lampung: Jl. Ikan Mas 16/20 Gudang Lelang,

Bandar Lampung 35224 Tel. [0721] 486196/481281 Fax. [0721] 486882q Kantor Penghubung Singkawang: Jl. Yos Sudarso No. 7B-7C,

Singkawang, Tel./Fax. [0562] 637166 q Kantor Penghubung Bali: Pertokoan Tuban Plaza No. 22, Jl. By Pass Ngurah Rai, Tuban-Kuta, Bali. Tel.[0361]759 466q Kantor Penghubung Tanjung Balai Karimun: Jl. Thamrin No. 77,

Tanjung Balai Karimun Tel/Fax [0777] 7056005 / [0777] 323998.q Kantor Penghubung Biak: Jl. Sedap Malam, Biak

q Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng: Jl. Kamal Raya, Outer Ring Road Cengkareng Timur, Jakarta Barat 11730 q Pengelola Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tel. (021) 7063 6783, Fax. (021) 7064 6811 q RSKB Cinta Kasih Tzu Chi: Perumahan Cinta Kasih Cengkareng, Tel. (021) 5596 3680, Fax. (021) 5596 3681q Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi: Perumahan Cinta Kasih Cengkareng, Tel. (021) 543 97565, Fax. (021) 5439 7573 q Sekolah Tzu Chi Indonesia: Kompleks Tzu Chi Center, Jl. Pantai Indah Kapuk (PIK) Boulevard, Jakarta Utara.Tel. (021) 5045 9916/17q DAAI TV Indonesia: Kompleks Tzu Chi Center, Gedung ITC Lt.6, Jl. Mangga Mangga Dua Raya Jakarta 14430 Tel. (021) 6123 733 Fax.(021) 6123 734q Depo Pelestarian Lingkungan: Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Jl. Kamal Raya, Outer Ring Road Cengkareng Timur, Jakarta Barat 11730

Tel. (021) 7063 6783, Fax. (021) 7064 6811 q Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Muara Angke: Jl. Dermaga, Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara Tel. (021) 9126 9866 q Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Panteriek: Desa Panteriek, Gampong Lam Seupeung, Kecamatan Lueng Bata, Banda Aceh q Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Neuheun: Desa Neuheun, Baitussalam, Aceh Besar q Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Meulaboh: Simpang Alu Penyaring, Paya Peunaga, Meurebo, Aceh Barat q Jing Si Books & Cafe Pluit: Jl. Pluit Permai Raya No. 20, Jakarta Utara Tel. (021) 6679 406, Fax. (021) 6696 407 q Jing Si Books & Cafe Kelapa Gading: Mal Kelapa Gading I, Lt. 2, Unit # 370-378 Jl. Bulevar Kelapa Gading Blok M, Jakarta 14240 Tel. (021) 4584 2236, 4584 6530 Fax. (021) 4529 702q Jing Si Books & Cafe Blok M: Blok M Plaza Lt.3 No. 312-314 Jl. Bulungan No. 76 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Tel. (021) 7209 128 q Depo Pelestarian Lingkungan Kelapa Gading: Jl. Pegangsaan Dua, Jakarta Utara (Depan Pool Taxi) Tel. (021) 468 25844q Depo Pelestarian Lingkungan Muara Karang: Muara Karang Blok M-9

Selatan No. 84-85, Pluit, Jakarta Utara Tel. (021) 6660 1218, (021) 6660 1242 q Depo Pelestarian Lingkungan Gading Serpong: Jl. Teratai Summarecon Serpong, Tangerangq Depo Pelestarian Lingkungan Duri Kosambi: Komplek Kosambi Baru Jl. Kosambi Timur Raya No.11 Duri Kosambi, Cengkareng.

DIREKTORI TZU CHI INDONESIA

Page 3: Buletin Edisi 92 Maret 2013

H ari ini adalah hari ketujuh Tahun Baru Imlek. Sebagian besar orang sudah kembali ke rutinitas normal.

Akan tetapi, ada pula sebagian orang yang masih berlibur selama sembilan hari penuh. Sungguh liburan yang sangat panjang. Semakin panjang hari libur, orang juga akan semakin merasa sulit untuk kembali menjalani aktivitas sehari-hari. Karena itu, sebaiknya kini kita mulai kembali menjalani rutinitas dan kembali bekerja seperti biasa. Dengan demikian kita tidak akan terus bermalas-malasan.

Dari tayangan berita, saya melihat bahwa sebuah meteor memasuki atmosfer bumi dan meledak. Getaran ledakan meteor itu mengakibatkan lebih dari 3.000 unit bangunan roboh dan sekitar 1.000 warga mengalami luka-luka di Rusia. Kita semua tahu bahwa Rusia sangat besar. Jika meteor itu jatuh ke Taiwan, entah apa yang akan terjadi. Karena itu, kita harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan, mawas diri, dan berhati tulus. Apakah kita tahu bahwa di alam semesta ini terdapat benda langit yang tak terhingga jumlahnya? Contohnya planet dan bintang. Ada yang berukuran sebesar bumi, tetapi yang lebih besar juga masih banyak. Kita mungkin merasa bahwa bumi tempat kita berpijak ini sangatlah besar.

Sesungguhnya, di alam semesta ini, masih ada banyak benda langit yang lebih besar daripada bumi. Planet kecil juga tak terhingga jumlahnya. Karena itu, Buddha berkata bahwa jumlah dunia di alam semesta tidaklah terhitung. Buddha juga mengatakan sebuah perkataan yang saya sadari saat Tahun Baru Imlek. Dalam Sutra Amitabha, Buddha berkata bahwa dalam waktu yang sangat singkat, makhluk hidup dapat memberikan persembahan kepada para Buddha yang berdiam pada miliaran Tanah Buddha. Artinya, dalam waktu yang sangat singkat makhluk hidup dapat mengelilingi banyak dunia untuk memberikan persembahan kepada Buddha.

Tahun Baru ImlekBayangkanlah, dalam beberapa hari

ini, berkat pesatnya kemajuan teknologi, dalam waktu satu hari saya bisa bertemu dengan insan Tzu Chi di beberapa negara, seperti Perancis, Inggris, Amerika Serikat, Jepang, Taiwan, dan lain sebagainya. Saya “berkeliling” kedelapan hingga sembilan negara, ke sekitar 40 tempat dalam waktu kurang dari satu jam. Saya bahkan bisa berbincang dengan mereka dan dapat melihat insan Tzu Chi di berbagai tempat bersumbangsih bagi warga setempat. Mereka bersumbangsih dan merayakan Tahun Baru Imlek dengan penuh sukacita dan keharmonisan. Dalam kehidupan di dunia, janganlah kita terlalu perhitungan. Kita harus bersungguh hati untuk menolong orang yang membutuhkan. Kita tak tahu berapa panjang usia kehidupan kita. Akan tetapi, kita bisa mengembangkan nilai kehidupan kita dengan melakukan hal yang bermakna. Janganlah kita menyia-nyiakan waktu. Insan Tzu Chi di Kanada setiap bulannya berkunjung ke panti jompo dan memasak masakan Tionghoa bagi para lansia. Tentu, selama rangkaian Tahun Baru Imlek ini, mereka juga mengucapkan selamat Tahun Baru kepada para lansia.

Kita juga melihat kisah penuh kehangatan tentang sekelompok nenek yang di antaranya ada yang sudah berusia 103 tahun. Mereka telah mempelajari Kata Perenungan Jing Si hampir 20 tahun lamanya. Mereka mempelajari Kata Perenungan Jing Si sambil menghafalnya. Meski sudah berusia lanjut, ingatannya masih sangat jernih. Dari sini, kita bisa melihat bahwa interaksi antara insan Tzu Chi dan para lansia terjalin begitu erat. Saya sungguh tersentuh melihatnya.

Terus BersumbangsihKemarin, insan Tzu Chi dari Indonesia

dan Vietnam kembali ke Griya Jing Si untuk mengucapkan selamat Tahun Baru kepada saya. Aula Jing Si di Indonesia diresmikan pada bulan Oktober tahun lalu.

Setelah peresmian, sekitar bulan Januari, Jakarta dilanda banjir dahsyat. Aula Jing Si Indonesia memiliki kegunaan yang sangat besar karena bisa menampung ratusan orang pengungsi. Selain digunakan sebagai tempat untuk menyediakan makanan hangat bagi pengungsi, Aula Jing Si Indonesia juga digunakan sebagai pusat koordinasi bencana. Insan Tzu Chi Indonesia sangat berterima kasih kepada pihak militer dan warga setempat yang telah bersama insan Tzu Chi dalam mengevakuasi warga, mengantarkan makanan hangat, melakukan pembersihan pascabanjir, serta mengadakan baksos kesehatan. Dalam bencana banjir di Indonesia kali ini, beruntung ada sekelompok pengusaha lokal yang bersumbangsih dengan penuh kesungguhan hati dan cinta kasih. Berkat sumbangsih mereka, bencana banjir di Indonesia kali ini dapat dilalui dengan relatif aman.

Sumbangsih insan Tzu Chi Vietnam juga membuat saya sangat tersentuh. Sesunguhnya, selama 10 hingga 20 tahun ini, sumbangsih penuh cinta kasih mereka sungguh membuat saya tersentuh. Mereka juga membagikan bantuan dana pendidikan. “Prestasi belajar anak saya sangat gemilang. Berhubung memiliki banyak anak, kehidupan kami sangat sulit. Bantuan dana pendidikan dari Tzu Chi bisa mengurangi beban keluarga kami, saya sangat berterima kasih,” kata seorang warga. Pada tiap semester, insan Tzu Chi selalu membagikan bantuan dana pendidikan. Bantuan dana pendidikan ini telah membantu banyak siswa. Bagi warga yang kekurangan, insan Tzu Chi juga sering menggelar baksos kesehatan. Meski sebagian relawan di sana adalah pengusaha dari Taiwan, tetapi tidaklah mudah bagi mereka untuk menjalankan misi amal di

sana. Beberapa pengusaha Taiwan yang juga adalah insan Tzu Chi sudah menutup bisnis mereka di Vietnam. Akan tetapi, saat ditanya kapan akan kembali ke Taiwan, mereka menjawab, “Jika kami kembali ke Taiwan, bagaimana dengan orang yang membutuhkan kami?”

Demikian pula dengan insan Tzu Chi di Afrika Selatan. Setelah menutup usaha di Afrika Selatan, mereka masih tinggal di sana dan terus membantu warga yang membutuhkan. Mereka tak tega melihat orang lain menderita. Lihatlah, bukankah mereka adalah Bodhisatwa dunia yang merawat makhluk yang menderita di Dunia Saha ini? Bodhisatwa datang karena adanya makhluk yang menderita. Di mana pun terdapat orang yang menderita, Bodhisatwa akan mengulurkan tangan untuk membantu. Singkat kata, banyak hal yang tidak kita ketahui di dunia. Kita harus memanfaatkan waktu yang ada untuk membuat kehidupan lebih bermakna dengan bersumbangsih bagi dunia. Janganlah melewati hari-hari dengan sia-sia.

Memerhatikan Masalah di Dunia Setiap Hari

PesanMaster Cheng Yen

Insan Tzu Chi di seluruh dunia mengucapkan selamat Tahun Baru lewat konferensi video

Menyadari ketidakkekalan hidup serta lebih giat melatih diriMemerhatikan masalah di dunia setiap hari

Membantu mereka yang membutuhkan serta membimbing yang mampu untuk turut membantu

q Diterjemahkan oleh: Laurencia LouCeramah Master Cheng Yen Tanggal 16 Februari 2013

3

Met

tasa

ri (H

e Q

i Uta

ra)

Ada orang yang bertanya kepada Master Cheng Yen:Semakin besarnya skala Empat Misi Utama Tzu Chi, selain mengandalkan partisipasi dari masyarakat luas, terpenting adalah tekad yang diikrarkan oleh Master kala itu, selanjutnya baru mengumpulkan sedikit demi sedikit keberhasilan di sepanjang perjalanan sampai saat ini, lalu apa yang menjadi harapan Master terhadap masyarakat di kemudian hari?

Master menjawab :Pertanyaan ini dapat diringkas menjadi sepatah kata sederhana, yaitu cinta kasih universal. Saya berharap semua orang dapat membuka pintu hati mereka untuk mengasihi semua makhluk yang menderita dengan hati toleran dan berterima kasih, melayani mereka sampai taraf di mana baik pemberi sumbangan ataupun penerima bantuan sama­sama merupakan pihak yang pantas menerima ungkapan terima kasih kita.

Master Cheng Yen Menjawab

Bagaimana cara Master mempertahankan tekad?

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 2013

※ Dikutip dari Tabloid Tzu Chi edisi 137

Page 4: Buletin Edisi 92 Maret 2013

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 2013

R amah Tamah Imlek yang diadakan pada tanggal 23 Februari 2013, menjadi hari yang spesial bagi

beberapa staf yang bekerja di badan misi Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Apresiasi diberikan bagi staf badan misi yang bekerja di atas 10 tahun. Terdapat 6 orang staf yang bekerja di atas 10 tahun, yaitu Hok Chun (badan amal kemanusiaan Tzu Chi), Sukirtam (staf logistik), Martini (Public Relation & Training), Rodiyah (General Affair), Sariyan (General Affair), dan Hartono (staf pengelola Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng).

Sepuluh tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi orang yang bergabung di sebuah organisasi, pasti akan penuh dengan pengalaman suka dan duka. Tetapi, di balik itu tentu ada sebuah kenangan hingga membuat mereka bertahan dalam waktu yang lama. Salah satunya adalah Rodiyah. Rodiyah mulai bekerja di Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia sejak 1 April 2002. Mulanya ia memang sedikit ragu bekerja di sebuah Yayasan Buddha, tetapi setelah berkecimpung di dalamnya ia baru tahu misi Tzu Chi yang sebenarnya – lintas agama, lintas suku, dan bangsa. Rodiyah pun semakin yakin kalau ia berada di jalur yang benar hingga sebelas tahun pun menjadi tak terasa baginya. Menurutnya yang membuat ia begitu sayang pada Tzu Chi adalah rasa kekeluargaan yang begitu kental. Di Tzu Chi inilah ia mengenal lebih dalam tentang perhatian, tolong-menolong, dan saling menghormati. “Makanya aku suka di Tzu Chi, karena relawannya penuh kekeluargaan, saling perhatian, dan saling memberi,” kata Rodiyah.

Demikian pula dengan Hartono. Sebagai karyawan yang bekerja di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi selama sepuluh tahun tentu memiliki banyak tantangan dalam menghadapi warga yang beraneka karakter. Tapi justru di tempat inilah Hartono mendapat banyak pelajaran tentang menahan diri. Di tempat ini pula Hartono berlatih mengendalikan emosinya dari keluhan warga dan menjadikannya sebagai pembelajaran. Maka dari itu sejak

ia bergabung di Tzu Chi ia sudah merasa bahwa apa yang telah ia lakukan tentu akan bermanfaat bagi orang lain dan terutamanya bagi diri sendiri, “Apa yang telah saya lakukan dalam bekerja tidak untuk diri sendiri, tapi juga bermanfaat bagi kita semua,” jelasnya.

Begitu juga yang dirasakan oleh Sariyan. Berawal dari penertiban perumahan di pinggir Kali Angke, ia dan keluarganya kemudian ikut menempati Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat. Tidak hanya mendapatkan rumah untuk berteduh, ia juga kemudian mendapatkan pekerjaan sebagai driver. “Waktu pertama

masuk, kalau malam jam 2 dan 3 pagi sering nganter orang sakit ke Rumah Sakit Cipto karena dulu (tahun 2004) supir belum banyak,” ucap Sariyan. Jika sebelumnya ia bertugas di Perumahan Cinta Kasih, kini Sariyan bertugas sehari-hari di Tzu Chi Center, mendukung operasional kantor. “Semoga Tzu Chi maju terus dan tetap sukses,” harapnya.

Bersama-sama di Jalan BodhisatwaDi antara 6 karyawan ini, dua

diantaranya bahkan sudah menjadi anggota Komite Tzu Chi. Mereka adalah Hok Cun dan Martini. “Mengapa saya ingin bekerja di sini, karena kita bekerja di sini untuk mengikuti jejak langkah Master Cheng Yen. Mengapa mengikuti jejak Master Cheng Yen, karena kita bersama-sama berjalan di jalan Bodhisatwa. Semua orang punya hati Buddha dan semua orang dapat berbuat kebaikan. Dengan adanya Tzu Chi sebagai wadah untuk merekrut insan-insan Tzu Chi guna bersumbangsih untuk bangsa dan negara. Itu sungguh luar biasa,” kata Hok Cun. “Selama bekerja di Tzu Chi tidak ada yang namanya suka ataupun duka, yang ada hanyalah saya bekerja di Tzu Chi untuk belajar dari penerima bantuan Tzu Chi bagaimana merasakan penderitaan mereka, menjadi senasib dan sepenanggungan dengan mereka,” tambahnya.

Hal senada disampaikan Martini atau yang akrab disapa Hong Hong. Pekerjaan di Tzu Chi yang menuntut untuk bisa banyak hal ini terkadang membuat banyak orang merasa tertekan dan jenuh, namun rasa itu berhasil diatasinya. “Pernah merasa kerjaan seperti beban, pernah ada rasa jenuh, tapi kalo sudah lewat ya udah. Kadang pernah keluh kesah sama Ibu Liu Su Mei (Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia) dan Ibu Su Mei memberikan nasihat agar tidak

berpikir seperti itu. Suka duka pasti ada, tapi kadang mikir balik, kadang saya lebih salut sama relawan. Lihat mereka itu nggak digaji, tetapi mereka bisa begitu sepenuh hati bekerja Tzu Chi. Jadi kita salut sama relawan. Kita pernah dibilang karyawan itu support relawan. Relawan di depan, dan kita di belakang relawan untuk membantu kegiatan relawan, biar bisa jalan itu butuh kita,” tuturnya.

Master Cheng Yen juga menjadi salah satu sosok teladan bagi Hong Hong. Ia melihat Master yang setiap hari bekerja tiada henti dan waktunya terisi penuh untuk kegiatan Tzu Chi, sehingga ia menganggap pekerjaannya masih tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Master yang tidak pernah berhenti bekerja di Tzu Chi seumur hidupnya. Selain itu sosok Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei, juga menjadi sosok teladan bagi dirinya dalam bekerja, “Lihat Ibu Su Mei, sudah lebih lama lagi bekerja di Tzu Chi Indonesia, sampai saat ini ia masih dengan sepenuh hati memberikan waktunya di Tzu Chi. Ia suka perhatian juga dengan karyawan. Kadang ia juga pernah berkeluh kesah, tetapi hatinya tetap teguh banget. Walaupun tubuhnya kecil, tetapi melihat dia begitu semangat seperti Master Cheng Yen, sangat hebat.”

Tzu Chi adalah sebuah jalinan jodoh yang memberikan sukacita bagi Hong Hong hingga ia pun telah menjadi relawan Komite Tzu Chi sejak tahun 2009. Awalnya orang tua Hong Hong pernah tak mengizinkannya bekerja di Tzu Chi, tapi sekarang Tzu Chi sudah dikenal banyak orang sehingga saat ini keluarga pun sangat mendukung pekerjaannya. “Mereka merasa bangga aku kerja di Tzu Chi,” tuturnya dengan bahagia dan berharap dapat terus ikut bersumbangsih bersama Tzu Chi.

q Apriyanto, Juliana Santy, Teddy Lianto

Mata Hati4

Bangga Bekerja di Tzu Chi

Hen

ry T

ando

(He

Qi U

tara

)

Ramah Tamah Imlek

bangga dan bahagia. Dalam Ramah Tamah Imlek ini Tzu Chi memberikan penghargaan bagi karyawan yang telah bekerja lebih dari 10 tahun. Martini atau yang akrab disapa Hong Hong merasa bahagia bisa dapat bekerja dan bersumbangsih di Tzu Chi.

Rud

i San

toso

(He

Qi U

tara

)

bentuk perhatian. Keramahan, dan sikap saling tolong menolong di lingkungan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia membuat Rodiyah merasa nyaman bekerja. Meski awalnya ragu bekerja di yayasan yang berbeda agama, tetapi melalui berjalannya waktu ia yakin karena Tzu Chi memiliki prinsip cinta kasih universal.

Page 5: Buletin Edisi 92 Maret 2013

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 2013

Semua harta saya dihabiskan, dan saya juga dicerai paksa, sejak saat itu saya sangat dendam padanya.

Namun sejak masuk Tzu Chi barulah terbuka pikiran saya.” Sepenggal kalimat yang diucapkan Helen Shijie (69 tahun) malam itu menggugah 22 orang peserta yang hadir di kegiatan bedah buku bertema “Jalinan Jodoh Penuh Berkah”. Helen Shijie yang awalnya adalah penerima bantuan Tzu Chi, saat ini sudah bergabung menjadi relawan Tzu Chi. Bersumbangsih dengan sepenuh hati di banyak misi bukan saja dilakukannya dengan penuh sukacita dan ketulusan, namun dengan rasa syukur yang luar biasa kental. Bagaimana tidak, akibat penyakit kanker yang menderanya, Helen Shijie yang sedianya divonis dokter hanya memiliki masa hidup 2 bulan, terbukti mampu bertahan melampaui jangka waktu tersebut. Sejak mendapat bantuan dari Tzu Chi hingga perjalanannya memasuki gerbang Tzu Chi (menjadi relawan), hal itu sudah berlalu 1,5 tahun lamanya.

“Kalo tidak dibantu (Tzu Chi), mungkin saya sudah meninggal. Saya melihat masih banyak orang yang butuh bantuan, saya masih bisa bantu. Saya senang bisa membantu orang lain. Saya ikut kegiatan Tzu Chi hingga empat kali dalam seminggu,” ucap Helen Shijie. Penyakit kanker yang menderanya membuat ia sangat menderita terlebih lagi pada saat itu ia masih menaruh dendam kepada mantan suaminya, sakit fisik dan batin pun tak terelakkan. Sejak mendapat bantuan pengobatan dari Tzu Chi, ia pun kenal dengan Hok Cun Shixiong. Setelah itu ia sangat aktif ikut kegiatan, salah satunya bedah buku yang kemudian membuatnya berkenalan

dengan Eva Wiyogo Shijie. “Pertama kali bertemu Acun Shixiong di rumah sakit, rasanya hebat, dia bisa bantu orang. Datang ke Tzu Chi ketemu Eva Shijie, rasanya hebat, seorang pengusaha tapi mau membantu orang. Mereka semua sangat baik,“ kenangnya.

Hok Cun Shixiong dan Eva Shijie yang turut hadir dalam kegiatan bedah buku malam itu pun turut berpendapat. “Saya salut dengan semangat Helen Shijie, meski sudah berumur tapi semangatnya luar biasa,” ujar Hok Cun Shixiong. “Helen Shijie ini sangat aktif dan rajin, padahal dari rumahnya (Cipete-red) ke Blok M itu harus naik bus dua kali. Dan walaupun masih dalam keadaan sakit, ia tetap aktif dan banyak bersumbangsih di panti jompo, panti asuhan, depo daur ulang, dan sesekali juga ikut piket di Aula Jing Si PIK,” tutur Eva Shijie.

Menjadi Relawan Tzu ChiSejak perkenalannya dengan Eva

Shijie, Helen Shijie diajak bergabung menjadi relawan Tzu Chi. Berawal dari obrolan ringan dan karena sering bertemu, mendapat Guan Huai (perhatian) dan juga sering diajak ikut kegiatan, ia pun merasa nyaman, sehingga saat diajak bergabung menjadi relawan, ia pun tidak menolak. Selain menjadi donatur, ia bahkan sudah memiliki donatur sebanyak 7 orang. “Mencari donatur itu tidak gampang. Saya ajak teman-teman saya, mencoba menggugah mereka dan dengan sungguh hati mengajak sehingga mereka mau menjadi donatur,” tuturnya.

Namun bergabung menjadi relawan Tzu Chi ternyata juga mengundang kontra. “Bergabung di Tzu Chi membuat keluarga dan teman-teman saya banyak

yang menentang karena saya beragama Kristen dan aktif juga di gereja. Saya jelaskan ke mereka bahwa saya senang berada di Tzu Chi, dan Tzu Chi itu tidak membeda-bedakan agama, ras, dan lainnya. Selagi saya masih ada tenaga, saya akan kerja Tzu Chi terus. Dengan mengikuti kegiatan Tzu Chi, pikiran saya lebih terbuka. Harus bantu orang, kalau tidak cepat-cepat nanti tidak keburu lagi karena usia, harus segera melakukan apa yang bisa saya lakukan,” tuturnya.

“Saya sangat tersentuh ketika melihat Helen Shijie walaupun kakinya bengkak namun tetap aktif menjalankan Tzu Chi. Bisa hidup satu hari adalah berkah yang sangat berarti baginya, hidup satu hari maka bersyukur satu hari. Saya sangat terharu saat mendengarnya berkata tidak akan berhenti kerja Tzu Chi hingga mata tertutup,” ucap Eva Shijie penuh haru.

Helen Shijie pun mengungkit sedikit mengenai masa lalunya. “Sebelum masuk Tzu Chi, dulu kalau saya bekerja sebagai atasan selalu menuntut punya bawahan yang sempurna. Saya juga galak dan pendendam. Sejak bergabung di Tzu Chi, baru pikiran saya terbuka, tidak boleh mendendam, harus sabar dalam mengatasi segala sesuatu.” Sejak tahun 1984, Helen pun bekerja keras untuk membesarkan anak-anaknya.

Selain hidup penuh syukur akibat penyakit yang dideritanya, membaca buku kecil berisi Kata Perenungan Master Cheng Yen dan mendengar ceramah Master Cheng Yen, telah membuat batinnya tenang. Mungkin beberapa hal itulah yang memberi dirinya kekuatan untuk memaafkan mantan suaminya, bahkan mendoakan

kesehatannya. Dan semangat ini pulalah yang terus memotivasi dirinya untuk bergerak maju, penuh semangat, dan tetap giat dalam bersumbangsih. Ia berkata, “Master Cheng Yen benar-benar mempunyai jiwa untuk menolong orang tanpa memikirkan dirinya sendiri. Pokoknya apa yang saya bisa bantu, saya akan bantu, bisa membantu orang lain adalah sebuah kebahagian.”

q Erli Tan (He Qi Utara)

Lentera 5Bedah Buku: Jalinan Jodoh Penuh Berkah

Cinta Kasih Helen Menghapus Dendam

kekuatan tekad. Helen (ketiga dari kiri) berbagi kisah dan pengalaman hidupnya kepada relawan Tzu Chi lainnya dalam kegiatan bedah buku. Terkena penyakit yang cukup berat tidak menghalanginya bersumbangsih di Tzu Chi.

“Terbukanya pintu hati akan menumbuhkan cinta kasih,maka bisa mengasihi dan

membantu orang.Dalam usia tuanya seseorang yang masih bisa berguna bagi

orang lain adalah berkah paling besar di dalam hidup.”

~Master Cheng Yen~

Ste

phen

Ang

(He

Qi U

tara

)M

iki D

ana

(Tzu

Chi

ng)

Page 6: Buletin Edisi 92 Maret 2013

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 2013

Tak terasa tiga bulan telah berlalu dan kegiatan donor darah kembali dilaksanakan oleh Tzu Chi Bali,

tepatnya pada Minggu, 3 Maret 2013. Para pendonor mulai berdatangan dan mendaftar ke relawan di meja pendaftaran yang telah disediakan di depan Kantor Penghubung Tzu Chi Bali. Para pendonor dengan sabar menunggu giliran untuk diperiksa dan diambil darahnya.

Acara dimulai pukul 10.30 WITA. Ada seorang pendonor yang rutin mendonorkan darahnya, dan kali ini ia juga membawa teman-temannya untuk ikut donor darah di Kantor Penghubung Tzu Chi Bali. “Ini pertama kali saya ikut donor darah. Sebenarnya saya sangat takut, tetapi saya ingin mencobanya,” kata Toni kepada relawan. “Betul, Pak, jangan pernah menyerah sebelum mencoba. Kita tunggu bapak di acara donor darah 3 bulan lagi,” jawab relawan memotivasi. Selain Toni masih ada beberapa orang yang juga baru pertama kali mendonorkan darahnya.

Para pendonor bukan hanya dari wilayah Kuta saja, tetapi mereka juga datang dari Jimbaran, Kerobokan, dan Denpasar. Dari peserta yang datang sebanyak 41 orang, dan yang berhasil mendonorkan darahnya sebanyak 30 orang. Yang lain belum dapat mendonorkan darahnya karena saat

dilakukan pemeriksaan kesehatan kondisi kesehatan mereka kurang memenuhi syarat, seperti kadar Hb rendah, tensi tinggi, atau rendah dan lainnya.

Suatu jalinan jodoh yang baik, pada kesempatan donor darah kali ini anak asuh Tzu Chi bersama orang tuanya telah bergabung menjadi relawan

Tzu Chi. Dengan kesungguhan hati mereka ingin menjadi relawan. Satu awal yang baik untuk menjalin jodoh dengan Tzu Chi. Semoga langkah kecil ini bisa diikuti oleh yang lain yang mau dengan ikhlas dan tanpa pamrih bersumbangsih menjadi relawan Tzu Chi.

Waktu telah menunjukan pukul 14.05 WITA saat relawan selesai merapikan tempat yang dipakai untuk kegiatan donor darah. Relawan pulang dengan harapan donor darah yang akan datang bisa mendapat lebih banyak Bodhisatwa dunia.

q Hesty (Tzu Chi Bali)

Minggu, 3 Maret 2013, Tzu Chi Medan mengadakan kegiatan bakti sosial pembagian

kacamata gratis kepada 227 murid-murid SMP Negeri 5 Lhokseumawe, Aceh. Sebanyak 43 relawan Tzu Chi Lhokseumawe dan Medan membuat beberapa kelompok, yakni kelompok

pemeriksaan mata, kelompok sosialisasi pelestarian lingkungan, kelompok kerajinan tangan yang terbuat dari bahan daur ulang, dan kelompok permainan di lapangan.

“Sudah hampir satu tahun saya mengalami masalah sewaktu belajar. Begitu saya belajar lama maka kepala

saya sakit dan mata menjadi kabur,” ujar Ivan Pratama, salah satu murid. “Saya tidak berani beritahu ke bibi karena saya tahu ekonomi keluarga yang kurang mampu. Ayah saya sudah meninggal saat saya berusia 9 bulan, dan ibu meninggalkan saya sudah hampir 5 tahun. Saya rindu ibu,” tambahnya dengan mata yang berkaca-kaca. Melihat suasana hati Ivan yang sedih, para relawan kemudian menghibur Ivan sehingga menjadi ceria kembali. Meski dengan kondisi kesehatan matanya yang terganggu, prestasi belajarnya cukup mengesankan. Ivan mendapat ranking ke-12 di kelasnya. “Saya sangat bersyukur hari ini saya mendapatkan bantuan kacamata sehingga saya bisa belajar terus tanpa ada kendala dan bisa menggapai cita cita saya menjadi seorang tentara,” ujarnya.

Di sela kegiatan baksos berlangsung, Kusnadi, selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Pengajaran mengungkapkan kepada salah seorang relawan, “Banyak hal yang bisa saya pelajari hari ini dari Yayasan Buddha Tzu Chi yaitu disiplin waktu. Semua relawan bisa bekerja sama dengan baik, ceria dan bahagia, tersenyum dengan manis, juga cara mengatur barisan seperti adanya Dui Fu (mentor). Apa yang saya pelajari akan saya terapkan juga di sekolah ini ke depannya,” ujarnya. Kegiatan ini pun dapat berlangsung dengan baik karena adanya dukungan

dari Mira Nurmatias beserta staf dari Optik Tias Lhokseumawe. Dengan sepenuh hati dan tak kenal lelah, mereka terus memeriksa mata setiap murid dan guru. Mira, selaku pemilik Optik Tias mengatakan, “Saya sangat suka berkegiatan sosial. Sewaktu ditawarkan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi untuk bekerja sama dalam baksos kacamata gratis, saya merasa bangga diberikan kepercayaan. Begitu banyak optik di Lhokseumawe, tetapi saya yang berjodoh. Saya memiliki alat optik dan tenaga, kenapa tidak? Asalkan hati mau ikhlas dan kuat, apa saja pasti bisa,” ungkapnya.

Waktu pun berlalu dengan cepat. Kegiatan baksos pemeriksaan dan pembagian kacamata dapat diselesaikan dengan baik. Raut penuh kebahagiaan senantiasa tersirat di wajah setiap guru, relawan, dan staf optik dalam memberikan pelayanan kepada setiap murid. Setelah didata, hanya 87 murid dan 18 orang guru yang memiliki masalah dengan penglihatannya dan harus memakai kacamata. Semoga jalinan cinta kasih ini tidak berhenti sampai di sini saja, karena Master Cheng Yen mengatakan, bila semua orang dapat bersumbangsih dengan cinta kasih yang tulus dan murni maka pelita harapan akan menerangi berbagai pelosok gelap di dunia.

q Beby Chen, Lydia Tjan (Tzu Chi Aceh)

6

Tanj

ung

Lim

, Din

arw

aty

(Tzu

Chi

Ace

h)

berSuMbangSih. Relawan Tzu Chi Bali mengadakan kegiatan donor darah di Kantor Penghubung Tzu Chi Bali. Dalam kegiatan ini para anak asuh Tzu Chi Bali membawa orang tua mereka untuk menjadi relawan dalam kegiatan ini.

Car

ly, H

esty

(Tzu

Chi

Bal

i)

Car

ly, H

esty

(Tzu

Chi

Bal

i)

Tzu Chi Bali: Donor Darah

Satu Langkah Kecil Menggalang Hati

berbagi kaSih. Relawan Tzu Chi Aceh mengadakan kegiatan pemeriksaan dan pemberian kacamata gratis kepada siswa-siswi SMPN 5 Lhokseumawe. Sebanyak 87 murid dan 18 orang guru yang mengalami gangguan penglihatan memperoleh bantuan kacamata.

Tzu Chi Aceh: Bakti Sosial Pembagian Kacamata

Pelita Harapan Masa Depan

Lintas

Page 7: Buletin Edisi 92 Maret 2013

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 2013

J odoh para Tzu Ching (relawan muda-mudi Tzu Chi) Batam untuk berbagi kasih akhirnya terwujud.

Pada tanggal 3 Maret 2013 mereka mengunjungi asrama Santa Theresia yang dihuni anak-anak yang bersekolah di SD ST. Ignatius Loyola yang didirikan oleh Yayasan Tunas Karya. Dalam perjalanan menuju asrama yang berada di Sungai Raya, Pulau Rempang ini, para muda-mudi Tzu Chi ini harus melalui 5 jembatan dengan menggunakan bus dan memakan waktu sekitar 1 jam. Tiba di sana, 13 Tzu Ching dan 13 relawan Tzu Chi lainnya disambut dengan hangat oleh anak-anak ini. Ada yang menjabat tangan, ada pula yang mengajak berkenalan. Anak-anak yang berjumlah 90 ini didampingi oleh 5 staf dan 2 suster. “Secara rutin akan ada yayasan dari Singapura yang datang untuk mengajar bahasa Inggris pada anak-anak dari kelas 1 sampai kelas 6. Setelah anak-anak ini lulus SD, akan dikembalikan ke orang tuanya atau dilanjutkan sekolah di Tanjung Pinang,” kata Suster Agnes, salah satu suster yang bertugas untuk menjaga kebersihan asrama dan memasak untuk anak-anak.

Anak-anak mendengarkan penjelasan tentang Tzu Chi dari para relawan. Kemudian mereka diajak bermain dan bernyanyi bersama. Keceriaan pun terpancar di wajah mereka walaupun tanpa dampingan orang tua hingga tumbuh dewasa. Sambil bermain, beberapa anak secara bergantian diarahkan untuk mengikuti pengobatan gratis. Sementara beberapa yang lainnya dipangkas rambutnya agar kelihatan rapi.

“Mereka kebanyakan menderita cacar air dan juga banyak yang batuk dan pilek. Tetapi yang namanya asrama, penyakit-penyakit seperti ini sudah pasti sulit untuk dihindari,” kata dr. Siska yang memeriksa anak-anak.

Suster Agnes menjelaskan bahwa asrama ini awalnya didirikan untuk anak-anak dari pulau terpencil, tetapi di dalam realisasinya kemudian, banyak warga Batam yang sibuk mencari nafkah sehingga anak-anaknya dititipkan ke asrama. “Kami hanya mengharapkan mereka (anak-anak) punya masa depan yang lebih baik, belajar lebih teratur, karena pada zaman sekarang disiplin itu mahal,” kata suster Agnes. Kedisiplinan sangat ditonjolkan di asrama. Setiap hari anak-anak harus bangun pukul 4.30 pagi dan melaksanakan doa pagi. Setelah itu mereka secara bergiliran membersihkan lingkungan asrama sebelum berangkat ke sekolah. Anak-anak ini juga memiliki cita-cita terhadap masa depannya masing-masing, salah satunya yaitu Boima, anak berusia 13 tahun yang duduk di bangku kelas 5 yang mengaku dipindahkan orang tuanya karena pernah tidak naik kelas. “Saya akan melanjutkan SMP dan SMA di Tanjung Pinang, lalu kuliah di Jakarta. Nanti saya besar, saya ingin menjadi seorang polisi,” katanya.

Setelah pengobatan berakhir, Tzu Ching menghibur dengan berbagai isyarat tangan. Kemudian acara dilanjutkan dengan pembagian sembako. Suster Agnes bersama anak-anak menerima bungkusan makanan dengan sukacita. Hendra, salah satu relawan merasa takjub pada kunjungan kasih kali ini. “Saya

pernah ikut kegiatan di organisasi lain dan sering ke panti jompo dengan komunitas saya sendiri, namun kunjungan bersama Tzu Chi terasa sangat berbeda, semuanya lebih tertata,” ungkap Hendra. Hari sudah sore, sudah waktunya bagi para relawan untuk meninggalkan asrama tersebut. Berat rasanya meninggalkan anak-anak

yang ceria itu, apalagi selama 3 jam di sana sudah terjalin suatu persahabatan yang akrab. Ada pertemuan pasti ada perpisahan. Anak-anak bersalaman dengan semua relawan yang hadir sebagai ucapan terima kasih atas kedatangan mereka.

q Yusnita Kurniawati, Supardi(Tzu Chi Batam)

Berbagi Kebahagiaan Bersama

Dja

ya Is

kand

ar (T

zu C

hi B

atam

)

keberSaMaan. Salah satu anggota Tzu Ching menghibur dan mengajak anak-anak asrama Santa Theresia bermain dalam kunjungan kasih ini.

Tzu Chi Batam: Kunjungan Kasih

Lintas

K egiatan bedah buku merupakan agenda rutin yang dilaksanakan oleh Tzu Chi Bandung yang berjalan dua kali

dalam satu minggu, yaitu pada hari Senin dan Rabu. Di sini para relawan maupun peserta saling menghimpun topik yang dibahas serta berbagi kisahnya. Pada tanggal 20 Februari 2013, Tzu Chi Bandung merayakan syukuran satu tahun kegiatan Bedah Buku yang dimulai

pukul 19.30 - 21.30 WIB. Kegiatan ini dihadiri oleh relawan dari Jakarta. Sebanyak 35 relawan Tzu Chi, baik dari Bandung maupun Jakarta serta masyarakat umum menghadiri acara syukuran tersebut.

Sebelum acara sharing dimulai, diadakan seremoni pemotongan nasi tumpeng dan tiup lilin. Di sesi ini para relawan tidak hanya meluapkan kegembiraannya, tetapi juga

memanjatkan puji syukur dan doa, agar bedah buku ini terus berkembang dan pesertanya pun semakin bertambah. Di samping itu, setiap insan Tzu Chi maupun masyarakat umum yang ikut dalam bedah buku dapat mengambil intisari dari setiap pesan yang tertulis pada buku Master Cheng Yen.

Pada sesi sharing, Lirsa Young memaparkan inti dari setiap lirik lagu yang berjudul “Bergandengan Tangan”. Menurutnya lagu tersebut mempunyai makna dan arti yang sangat mendalam karena dengan ikut merasakan penderitaan orang lain akan tumbuh rasa cinta untuk saling tolong menolong dan bersama-sama untuk mewujudkan dunia yang damai. “Mencintai yang kamu cintai, memimpikan yang kamu impikan, jadi ikut merasakan penderitaanmu, ikut merasakan kebahagianmu. Karena Master Cheng Yen mengajarkan kita untuk bersama-sama saling tolong menolong, dengan bergandeng tangan semua permasalahan di dunia ini dapat teratasi,” ucap Lirsa.

Pemaparan Lirsa menjadi topik hangat pada acara sharing tersebut, tanggapan positif terus bermunculan dari para insan Tzu Chi, “Saya terharu dengan apa yang telah disampaikan oleh Lirsa begitu mendalam dan menghayati sebuah makna dari lagu Bergandengan Tangan memang kita sebagai insan Tzu Chi harus merasakan penderitaan, kebahagiaan, kegembiraan dan rasa kasih sayang bersama-sama,” ucap salah satu relawan Tzu Chi dari Jakarta.

Tanggapan positif juga muncul mengenai agenda rutin bedah buku yang dilakukan oleh Tzu Chi Bandung. Adanya kegiatan bedah buku ini para insan Tzu Chi Bandung akan terus mengasah batin untuk mencapai kesempurnaan sifat welas asihnya, juga mengubah sikap menjadi pribadi yang sabar, mengerti, dan rendah hati dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. “Bagus sekali ya..., jadi saya merasa Tzu Chi Bandung begitu bersemangat. Orang-orangnya terus bertambah, kelihatan sekali bahwa kebijaksanaan mereka terus bertambah dalam bedah buku atau kelompok belajar ini. Kita semua mempelajari Dharma Master Cheng Yen. Jadi di sini kita belajar pelan-pelan, terus untuk meningkatkan kebijaksanaan kita, mengikis kekotoran batin, membuang kebiasaan-kebiasaan buruk kita, itu bisa didapat dari kegiatan belajar bersama dalam acara bedah buku,” ujar Lo Hok Lay, relawan Tzu Chi asal Jakarta. Ia pun menambahkan, “Harapan ke depan akan semakin banyak yang mau ikut berperan serta pada acara bedah buku ini supaya bisa terus meningkatkan kebijaksanaan. Karena di dalam Tzu Chi kita bukan hanya bekerja, membangun karma-karma baik, tetapi juga kita harus membangun kebijaksanaan, salah satunya dengan cara belajar bersama di acara bedah buku,” lengkapnya. Semoga komunitas bedah buku Tzu Chi Bandung semakin berkembang dan maju.

q Galvan (Tzu Chi Bandung)

Tzu Chi Bandung: Bedah Buku

Mengasah Batin untuk Mencapai Kesempurnaan

SaLing Mendukung. Relawan Tzu Chi Bandung memberikan potongan tumpeng syukuran bedah buku kepada salah satu relawan Jakarta yang turut hadir pada acara tersebut.

Ran

gga

(Tzu

Chi

Ban

dung

)

Page 8: Buletin Edisi 92 Maret 2013

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 20138 Lintas

P ergantian tahun penanggalan Tionghoa adalah hari istimewa bagi masyarakat Tionghoa di

Singkawang. Malam pergantian tahun dirayakan dengan pesta kembang api yang disulut oleh hampir setiap keluarga yang merayakannya. Beberapa hari sebelumnya masing-masing keluarga menghiasi rumahnya dengan lampu-lampu berwarna-warni, petugas pemerintah daerah juga memasang lampu-lampu menghiasi kota, demikian pula pada tempat-tempat peribadatan mereka.

Relawan Tzu Chi Singkawang merayakan pergantian tahun baru Imlek dengan serangkaian kegiatan cinta kasih. Pertama memberikan paket bingkisan kepada penerima bantuan Tzu Chi yang dilaksanakan pada hari Minggu (3/2), bertempat di kantor penghubung Tzu Chi Singkawang. Setelah itu, pada hari yang sama, mengunjungi panti jompo sembari mengantarkan bingkisan Imlek kepada Oma dan Opa di sana.

Menyambut hari pertama tahun baru Imlek yang bertepatan dengan hari Minggu (10/2), umumnya dirayakan oleh

masyarakat Singkawang dengan cara berkumpul dan berkunjung kepada sanak saudara yang lebih tua. Setelah itu para tetangga, hingga teman kerja, bergantian mengunjungi mereka. Beraneka macam panganan tersaji di atas meja. Dalam kesempatan ini tercermin kerukunan antar umat beragama. Mereka yang tidak merayakan berkunjung kepada saudara atau teman yang merayakan. Anak-anak yang ikut beranjangsana bersama orang tuanya, mendapatkan angpau berwarna merah dari tuan rumah.

Insan Tzu Chi Singkawang juga menggelar acara Ramah Tamah Imlek bersama-sama dengan para donatur. Kegiatan dilaksanakan pada hari Selasa (26/2) di gedung pertemuan Sun Moon, Singkawang, Kalimantan Barat. Acara yang dimulai pukul 17.00 WIB ini juga dihadiri oleh Wakil Walikota Singkawang H. Abdul Muthalib dan Ketua DPRD Kota Singkawang, serta sejumlah anggota dewan lainnya.

q B. Mulyantono (Tzu Chi Singkawang)

Tzu Chi Singkawang: Perayaan Imlek Bersama

Peristiwa Budaya Milik Bersama

berSatu hati. Relawan Tzu Chi Singkawang menggelar acara Ramah Tamah Imlek bersama-sama dengan para donatur yang dihadiri tidak kurang dari 1.000 undangan.

B. M

ulya

nton

o (T

zu C

hi S

ingk

awan

g)

B. M

ulya

nton

o (T

zu C

hi S

ingk

awan

g)

Minggu, 17 Februari 2013 adalah hari ke-8 perayaan Tahun Baru Imlek. Di pagi yang cerah itu

pula berkumpul para relawan Tzu Chi Pekanbaru. Sadar akan berkah yang akan diterima bukan dengan

memohon kepada Buddha atau Dewa, tetapi harus diciptakan sendiri dengan melakukan kebajikan, para relawan pun memanfaatkan momen ini dengan baik untuk mengarap lahan berkah dengan bersumbangsih dalam kegiatan bakti sosial kesehatan yang pertama kali di tahun 2013 yang diadakan di salah satu kelurahan di Kota Pekanbaru.

Dalam baksos kesehatan kali ini, sebanyak 26 relawan yang diantaranya terdiri dari 2 dokter TIMA, 2 dokter umum, dan 2 asisten apoteker dari salah satu rumah sakit swasta di Pekanbaru yang ikut bersumbangsih. Di antara relawan, ikut bergabung beberapa orang remaja setempat dan juga terlihat dua anak asuh. Anak asuh ini adalah anak-anak yang mendapat bantuan dana pendidikan dari Yayasan Buddha Tzu Chi Pekanbaru.

Kegiatan pengobatan pun dimulai tepat pukul 8 pagi. Satu per satu pasien berdatangan dan dilayani dengan ramah dan penuh cinta kasih oleh para relawan dan dokter. Untuk pasien yang kesulitan datang sendiri, relawan pun menjemput mereka ke rumahnya. Selain memberikan

pengobatan, relawan juga aktif memberi perhatian dan mensosialisasikan kegiatan pelestarian lingkungan.

Setelah proses pengobatan selesai sekitar pukul 12 siang dengan jumlah pasien sebanyak 184 orang, kegiatan dilanjutkan dengan acara sharing sambil makan siang yang dihadiri oleh relawan, perangkat RT/RW, kader Posyandu, dan dokter. Pada kesempatan itu, kader Posyandu menyampaikan sambutan baik kegiatan ini dan sangat mendukung jika diadakan lagi. Salah seorang dokter yang baru pertama kali ikut bersumbangsih merasa senang dan ingin ikut serta untuk kegiatan baksos kesehatan yang akan datang. Demikian pula yang dirasakan oleh remaja setempat dan anak asuh yang merasa mendapatkan ilmu yang baru dan kebahagiaan bisa membantu orang lain. “Hidup ini untuk berbagi dengan orang lain, jika kita tidak bisa memberikan tangan kita, kita bisa memberikan uluran tangan kita,” ujar salah satu pengurus warga.

q Kho Ki Ho (Tzu Chi Pekanbaru)

bentuk kepeduLian. Bakti sosial kesehatan umum diadakan oleh relawan Tzu Chi Pekanbaru dalam rangka perayaan Tahun Baru Imlek.

Tzu Chi Pekanbaru: Bakti Sosial Kesehatan Umum

Giat Ciptakan Berkah di Tahun Baru

Lim

Tjia

p B

u (T

zu C

hi P

ekan

baru

)

Page 9: Buletin Edisi 92 Maret 2013

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 2013Lintas 9

M inggu, 10 Maret 2013 terlihat sekelompok Bodhisatwa berjubah putih tiba di Perguruan Dharma

Bakti, Jl. Bidan Desa Bakaran Batu, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Medan. Mereka adalah 18 orang dokter gigi dan 2 orang dokter umum yang memanfaatkan waktu libur mereka untuk ikut menebarkan cinta kasihnya bersama Yayasan Buddha Tzu Chi Medan dalam memberikan pelayanan berupa bakti sosial (baksos) kesehatan gigi gratis dan penyuluhan kesehatan gigi bagi murid-murid sekolah tersebut.

Sebelum baksos dimulai, terlebih dahulu diadakan doa bersama, yang kemudian dilanjutkan dengan kata sambutan dari dr. Julijamnasi Sp.Onk. Rad yang mewakili para Bodhisatwa berjubah putih, “Kegiatan ini sangat bermanfaat agar anak-anak mengerti untuk menjaga kesehatan gigi mereka. Setiap satu gigi yang rusak bisa menghabiskan 20 juta rupiah untuk biaya perawatannya, tetapi hal itu dapat dihindarkan dengan menggunakan sikat gigi dan odol yang baik, serta rajin menggosok gigi,” jelasnya. Tepat pukul 09.00 WIB, kegiatan baksos dimulai dengan bertempat di gedung sekolah baru yang didirikan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Medan sejak tanggal 27 April 2012. Para

murid terlebih dahulu di-screening oleh beberapa orang dokter gigi. Dari 299 orang murid yang datang berobat, ada sebanyak 118 orang yang harus menjalani pengobatan. Ada yang dicabut dan ada juga yang cukup hanya ditambal giginya saja, sedangkan sisanya mengikuti penyuluhan tentang bagaimana caranya menjaga kebersihan gigi.

Ketua Yayasan Dharma Bakti, Ade Chandra mengatakan, “Jumlah murid sekolah ini ada sekitar 800 orang dan kurang lebih ada 100 orang yang merupakan anak asuh Tzu Chi.” Sri Rismawati, orang tua dari murid bernama Melani berkata, “Pengobatan ini bagus sekali. Namanya juga anak-anak, suka makan permen dan cokelat yang akhirnya karena lupa menjaga kebersihan gigi menyebabkan gigi mereka berlubang.” Semangat para dokter dan keramahan mereka kepada para siswa membuat suasana menjadi begitu hangat. Semoga melalui jalinan cinta kasih dalam misi kesehatan ini para siswa dapat terus menjaga kebersihan dan kesehatan gigi mereka.

Di samping baksos kesehatan gigi, pada saat bersamaan relawan Tzu Chi juga mengajak 10 orang guru dan 50 orang siswa Perguruan Dharma Bhakti untuk melakukan penyuluhan pelestarian lingkungan dengan cara mendatangi rumah-rumah warga dan

pertokoan di Kota Lubuk Pakam. Para relawan dan murid-murid ini juga mengumpulkan barang-barang yang sudah tidak terpakai lagi untuk didaur ulang sesuai dengan prinsip Tzu

Chi, yaitu mengolah sampah menjadi emas dan emas menjadi cinta kasih.

q Nuraina (Tzu Chi Medan)

Memelihara Kesehatan Gigi Sejak Dini

Am

ir Ta

n (T

zu C

hi M

edan

)

MeMberikan perhatian. Dokter dengan teliti memeriksa kesehatan gigi para murid Perguruan Dharma Bakti. Relawan Tzu Chi mendampingi dan menghibur anak-anak agar tidak takut diperiksa giginya.

Tzu Chi Medan: Bakti Sosial Kesehatan

C uaca yang kurang bersahabat kala itu tidak menyurutkan semangat para insan Tzu Chi untuk berkumpul demi

menyatukan tekad pada acara pemberkahan akhir tahun. Acara ini diselenggarakan di aula gedung Vihara Buddha Dharma Biak pada tanggal 26 Januari 2013 dan dihadiri oleh 3 orang anggota Sangha, 90 orang relawan, dan 110 orang donatur. Tujuan diadakannya acara pemberkahan akhir tahun ini adalah sebagai ungkapan syukur karena nikmat yang telah diberikan Tuhan pada satu tahun kemarin serta berdoa bersama demi terciptanya dunia yang bebas bencana.

Sekitar pukul 3 sore para insan Tzu Chi telah berkumpul untuk memulai acara pemberkahan akhir tahun. Semua tamu undangan yang hadir begitu bersemangat untuk menghadiri acara tersebut. Selain untuk yang pertama kalinya

diselenggarakan, relawan juga menampilkan kisah Mahabiksu Jian Zhen.

Selama kurang lebih 3 minggu, sebanyak 33 orang relawan daur ulang berlatih dengan kesungguhan hati demi menciptakan keserasian keseragaman serta kekompakkan dalam mementaskan kisah Mahabiksu Jian Zhen. Seperti yang dirasakan oleh Decky Smash yang memiliki dorangan semangat ketika latihan karena memahami arti dari lagu tersebut. “Latihan ini awalnya sangat sulit, tetapi arti dari lagu ini membuat kerja jadi semangat. Sebab latihan ini perlu cinta kasih, kemudian disiplin. Di dalam kegiatan, dengan satu orang saja itu sangat sulit, apalagi dengan 33 orang, itu menyebabkan keserasian, keseragaman, kekompakan, konsentrasi itu terjadi, dan arti lagu itu yang menyebabkan kami semangat, sampai sukses mementaskannya,” ucapnya.

Selain menjaga kekompakan antar relawan, pementasan kisah Mahabiksu Jian Zhen juga dimaksudkan agar para relawan lebih semangat lagi di jalan Bodhisatwa. “Dengan adanya pementasan ini, supaya para relawan lebih semangat lagi di jalan Bodhisatwa,” ucap Susanto Pirono, Ketua Tzu Chi Biak. Semangat juang yang tersirat dalam pementasan tersebut juga telah menjalar ke jiwa Chandra Ferdinan selaku muda-mudi Tzu Chi (Tzu Ching). “Kesan dan pesan begitu melihat pementasan Xing Yuan ini adalah begitu bersemangat sehingga semangat itu masuk ke dalam diri saya, sehingga pesan saya untuk seluruh relawan di kota ini adalah terus berjuang dan teguh di jalan Bodhisatwa,” tutur relawan muda yang tengah kuliah di Jakarta ini.

Di acara ini juga ada sesi berbagi cerita dengan salah satu penerima bantuan Tzu Chi

bernama Bryan. Bryan mengalami cacat tubuh pada kaki kanannya karena terjatuh. Selama 7 tahun kakinya mengalami pembengkakan pada bagian paha sehingga membuat kakinya tidak tumbuh seperti orang normal. Itulah yang membuat Bryan merasa tidak memiliki harapan untuk dapat hidup normal. Namun setelah berjodoh dengan Tzu Chi, harapan baru pun muncul, dan kasih sayang yang tulus dari insan Tzu Chi kepada Bryan telah memunculkan semangat hidup yang baru.

Sebagai penutup dari acara, para tamu undangan maju satu per satu untuk menerima angpau dari Master Cheng Yen. Diharapkan setelah berakhirnya acara pemberkahan akhir tahun ini, para insan Tzu Chi tetap semangat berjalan di jalan Bodhisatwa ini.

q Shela Amelia (DAAI TV)

keSungguhan hati. Pada tanggal 26 Januari 2013, relawan Tzu Chi Biak mengadakan acara Pemberkahan Akhir Tahun 2012 untuk pertama kalinya yang dihadiri para anggota sangha, relawan, dan donatur Tzu Chi. Para relawan juga menampilkan isyarat tangan yang mengisahkan perjalanan Mahabiksu Jian Zhen yang berjudul Xing Yuan.

Tzu Chi Biak: Pemberkahan Akhir Tahun

Satukan Hati, Satukan Tekad

Nin

ing

Tanu

ria (T

zu C

hi B

iak)

Nin

ing

Tanu

ria (T

zu C

hi B

iak)

Page 10: Buletin Edisi 92 Maret 2013

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 2013

P ertama kali ketemu Tzu Chi, saya diajak teman saya dan waktu itu saya juga nggak tahu Tzu Chi itu apa. Itu tahun 2001 bulan

Maret. Dulu di tahun 2001 kegiatan Tzu Chi belum begitu banyak seperti sekarang, paling setiap bulan kita kebaktian di ITC Mangga Dua, kalau ada baksos baru ikut. Dan nggak lama setelah itu tahun 2002 terjadi banjir Jakarta, dari situ mulai banyak kegiatan yang saya ikuti.

Mungkin saya berjodohnya sama baksos kesehatan, karena dari pertama masuk Tzu Chi saya ikut di baksos. Sampai sekitar 7 tahun lalu saya diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk menjadi fungsional pengobatan. Dari situ saya mulai lebih berkonsentrasi ke pengobatan. Jadi setiap minggu saya selalu ikut meeting TIMA, dan setiap kali baksos kesehatan besar saya selalu ikut, bahkan sampai keluar kota.

Saya merasa mendapatkan pengalaman yang luar biasa di sana, karena basic pendidikan saya bukanlah kedokteran atau medis, tetapi kita bisa belajar banyak tentang kesehatan dan medis. Selain itu juga karena saya bertanggung jawab di poli mayor (bibir sumbung, hernia), jadi saya kalau lihat pasien itu antara merasa sedih dan gembira. Sedih ketika melihat penderitaan mereka, dan gembira karena kita dapat menolong mereka. Seperti pasien bibir sumbing misalnya, mereka memiliki cacat di wajah, setiap kali orang melihat pasti dia punya perasaan minder atau kurang percaya diri, atau mungkin juga sejak kecil mereka banyak diejek oleh teman-temannya. Apalagi apabila pasien tersebut sudah tua, saya merasa sedih, karena mereka sampai sekian lama menanggung penderitaan seperti itu. Dari sana saya bisa belajar untuk lebih menghargai kehidupan saya dan apa yang telah saya dapatkan.

Bertekad untuk Mengikuti GuruSaya awalnya hanya sekadar ikut kegiatan

dan tidak memahami Tzu Chi dengan baik, tetapi setelah itu saya mulai mendalami Tzu Chi. Puncaknya adalah setelah saya menjadi komite di tahun 2009. Saya dulu juga bukan vegetarian, tetapi saat akan menjadi calon komite, hal tersebut pun membuat saya merasa bimbang. Sebenarnya saya pernah berkata bahwa seorang komite itu sudah seharusnya vegetarian. Saya tidak tahu pendapat orang, tapi pendapat saya seperti itu. Karena Master Cheng Yen pernah berkata bahwa kita sebagai murid bisa saja memilih guru, tapi guru tidak bisa memilih murid. Nah, karena saya sudah memilih Master Cheng Yen sebagai guru maka saya juga

harus mengikuti apa yang Master Cheng Yen ajarkan. Master Cheng Yen menginginkan kita bervegetarian karena untuk kesehatan kita, itu saja susah sekali menjalankannya. Dulu saya juga sering diingatkan untuk vegetarian, tapi saya bilang, “ah…, nanti juga ada waktunya, kalau sudah jadi relawan komite.” Setelah jadi calon relawan komite, terjadi perang batin dalam diri saya. Saya sangat sulit untuk vegetarian karena saya hobi makan. Saya itu dulu bisa nguber makanan kemana-mana, bisa sampai ke Bandung atau Karawang cuma buat makan.

Sampai saat ketika akan berangkat ke Taiwan, adik saya mengantar saya dan Like Shijie ke bandara. Kemudian adik saya bilang ke Like Shijie, “Like Shijie, sebenarnya ada yang mau saya tagih sama Cece saya. Katanya dia kalau mau jadi komite akan vegetarian, tapi sampai sekarang belum vegetarian juga.” Kemudian saya bilang,

“Iya, kan itu kalau saya sudah jadi komite, sekarang kan belum.” Bibir saya berkata seperti itu, tetapi di dalam hati saya tahu saya salah.

Hingga pada hari ketiga training di Taiwan, saya kemudian memutuskan untuk bervegetarian, dan setelah memutuskan hal itu, saya merasa sangat lega. Dari sana saya kemudian berikrar bahwa selamanya saya ingin menjadi murid Master Cheng Yen, saya ingin mengikuti ajaran Master Cheng yen. Bagaimana kita bisa ikutin Master Cheng Yen apabila kita sendiri tidak melakukannya dengan benar? Nah, dari situ saya mulai belajar. Sepulangnya dari Taiwan saya ikut banyak kegiatan, salah satunya dengan mengikuti bedah buku sehingga membuat saya lebih memahami ajaran Master Cheng Yen. Perubahan yang terjadi dalam diri saya itu setelah saya menjadi relawan komite. Saya merasa saya belajar lebih banyak dan memahami ajaran Master, lebih sabar walaupun kadang-kadang masih suka emosi.

Mengendalikan AmarahSaya besar dengan didikan yang agak keras

dari orang tua, dan setelah tumbuh dewasa juga saya mempunyai watak yang keras. Mama saya disiplin mengajarkan kami semua. Saya waktu kecil juga suka bandel dan melawan orang tua. Waktu kecil saya sering berpikir bahwa saya tidak disayang karena saya selalu dimarahi, tetapi setelah dewasa dan memahami ajaran Master Cheng Yen barulah saya berpikir bahwa justru kita yang salah. Orang tua memarahi kita karena menyayangi kita. Dulu saya merasa kalau saya sama mama saya itu nggak bisa komunikasi, setiap komunikasi selalu berantem, selalu ribut. Kemudian saya teringat dengan kata-kata Master bahwa kita tidak bisa mengubah orang lain, tetapi kita bisa mengubah diri kita sendiri. Dari sana saya mengubah diri saya sendiri, dan sekarang selalu menjaga sikap di depan mama saya.

Selain mama, dulu papa saya juga kurang setuju kalau saya ikut baksos Tzu Chi ke luar kota, karena saya meninggalkan pekerjaan saya dan pergi jauh dari keluarga. Itu saja sebenarnya sudah membuat saya kurang nyaman. Sebenarnya saya tidak mau membuat mereka khawatir, tapi karena saya suka, saya selalu pergi. Akhirnya saya memiliki cara untuk membuat mereka mengerti apa yang saya lakukan. Jadi setiap hari saya selalu menonton DAAI TV di rumah dan saya selalu memilih untuk menonton di ruang tamu. Papa saya ikut nonton, bahkan sekarang justru papa saya jadi penonton setia DAAI TV. Dari situ papa saya mulai mengerti tentang Tzu Chi dan apa yang dilakukan Tzu Chi, sehingga beliau sekarang sudah bisa memahami apa yang saya lakukan. Dulu saya juga salah, kalau pulang-pulang dimarahin, pasti saya selalu bilang, “Saya itu pergi bantu orang loh, kenapa saya dimarah-marahin.” Sekarang setiap ada kesempatan, saya selalu cerita banyak sama mereka tentang apa yang saya kerjakan dan apa yang Tzu Chi lakukan.

Selain menghadapi keluarga, saya sebagai Ketua Hu Ai Pusat juga belajar untuk menghadapi banyak tantangan dan tugas di dalam Tzu Chi serta menghadapi banyak karakter dari relawan yang berbeda-beda. Dengan menjadi ketua kita sebenarnya lebih banyak belajar, mempunyai kesempatan untuk belajar memahami karakter yang berbeda-beda. Kadang-kadang saya juga masih merasa saya belum sanggup, tetapi kita belajar melatih kesabaran di sini menghadapi relawan yang berbeda-beda karakternya, sedangkan kita sendiri belum sampai di tahap yang paling bijaksana. Namun, saya selalu belajar untuk dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi karena saya yakin bahwa setiap orang yang bergabung di Tzu Chi mempunyai tujuan yang baik.

q Seperti dituturkan kepada Metta Wulandari

10Noni Intan: Relawan Tzu Chi Jakarta

Inspirasi

Menerapkan Ajaran Sang Guru

Him

awan

Sus

anto

Dok

. Tzu

Chi

Ste

phen

Ang

(He

Qi U

tara

)

Page 11: Buletin Edisi 92 Maret 2013

Semangat BersumbangsihD i awal tahun 2013 Ibukota Jakarta dilanda banjir akibat hujan yang bekepanjangan. Hujan

yang seharusnya merupakan berkah bagi manusia, tetapi kemudian justru berbalik menjadi bencana dan merendam hampir separuh wilayah Jakarta dan sekitarnya. Relawan Tzu Chi

sejak awal terjadinya banjir terus memberikan perhatian dan bantuan kepada para korban banjir. Demi meringankan beban para korban banjir, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dengan penuh welas asih dan sukacita mengadakan Bakti Sosial Pembagian Paket Sembako dan Beras.

Pada saat yang sama, seharusnya Tzu Chi Indonesia mengadakan kegiatan Pemberkahan Akhir Tahun, namun karena para relawan sibuk memberikan bantuan kepada korban banjir maka acara tersebut ditunda. Setelah banjir mulai surut barulah Tzu Chi mengadakan acara Ramah Tamah Imlek pada tanggal 23 Februari 2013. Bertempat di Aula Jing Si acara ini dihadiri para relawan Tzu Chi, komisaris kehormatan, donatur, dan masyarakat umum lainnya. Dalam acara ini beberapa relawan yang terlibat langsung dalam pembagian bantuan berbagi cerita dengan tamu yang hadir.

Pascabanjir Tzu Chi juga terus menebarkan cinta kasihnya. Bantuan pasca banjir ini serentak di bagikan ke seluruh wilayah di Jakarta, Karawang, dan Bekasi. Melalui kegiatan ini insan Tzu Chi mendapat banyak pelajaran yang bermakna, bahwa dengan bersungguh-sungguh dan kerjasama yang baik di antara sesama relawan dan pihak-pihak lainnya maka pekerjaan itu akan terasa mudah dan cepat selesai.

Banjir ternyata bukan hanya menimbulkan kerugian materi yang besar, tetapi juga menyebabkan terjadinya pendangkalan beberapa sungai di Jakarta, salah satunya Kali Angke Tzu Chi. Pendangkalan terjadi akibat banyaknya lumpur yang terbawa saat banjir besar. Untuk itu sejak tanggal 9 Maret 2013 pengerukan Kali Angke Tzu Chi mulai dilakukan. Pengerukan ini menjadi bagian dari tanggung jawab Tzu Chi dalam menjaga dan memelihara kebersihan Kali Angke.

Di sisi lain, kegiatan sosial lainnya yang diadakan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia kembali berjalan. Aula Jing Si Indonesia juga menjadi tujuan kunjungan berbagai sekolah dan universitas yang ingin mengenal lebih dalam tentang Tzu Chi dan juga lingkup pekerjaan yang dilakukannya. Salah satunya adalah kunjungan dari mahasiswa Universitas Bunda Mulia (UBM) Jakarta jurusan Sastra dan Budaya Inggris yang melakukan kunjungan industri. Selain ingin mengetahui seluk beluk tentang dunia penerjemahan (DAAI TV dan media cetak Tzu Chi), pihak universitas juga berharap para mahasiswanya dapat memiliki nilai-nilai cinta kasih dan welas asih yang diterapkan insan Tzu Chi. Dengan saling berbagi maka cinta kasih akan semakin luas dan tumbuh bersemi di hati setiap orang.

BANTUAN PASCABANJIR. Minggu, 17 Februari 2013, relawan Tzu Chi membagikan paket bantuan pascabanjir bagi warga keluarahan Ancol. Dalam pembagian ini, sebanyak 4.700 paket bantuan berhasil diberikan pada warga.

q Anand Yahya

TULUS. Dengan hati penuh tulus dan berbahagia, relawan Tzu Chi memberikan bantuan pascabanjir kepada warga yang terkena bencana banjir di Kramat Jati, Jakarta Timur.

UNTUK WARGA. Minggu 10 Maret 2013, jam 6 pagi relawan Tzu Chi Hu Ai Jelambar sudah berdatangan di kantor Kelurahan Wijaya Kusuma Jelambar, Jakarta Barat untuk membagikan beras sebanyak 4.900 paket serta Mi instan sebanyak 2500 dus.

Tedd

y Li

anto

Met

ta W

ulan

dari

Rud

i San

toso

(He

Qi U

tara

)

11Ragam Peristiwa

Bantuan Pascabanjir Jakarta

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 2013

Page 12: Buletin Edisi 92 Maret 2013

12

TUR AULA JING SI. Senin, 25 Februari 2013, sebanyak 53 mahasiswa jurusan sastra & budaya inggris Universitas Bunda Mulia beserta 6 dosen pendamping melakukan kunjungan industri di Yayasan Buddha Tzu Chi. Sebelum melakukan seminar mengenai melihat lebih dalam proses penerjemahan yang ada di Tzu Chi, para mahasiswa terlebih dahulu diajak tur Aula Jing Si untuk memperkenalkan Tzu Chi.

PROSES PENERJEMAHAN. Di penghujung kegiatan, para mahasiswa diajak untuk melihat langsung proses terjemahan yang dilakukan di DAAI TV Indonesia dan juga di divisi 3 in 1.

Met

ta W

ulan

dari

FILOSOFI TZU CHI. Setiap harinya Aula Jing Si ramai dikunjungi oleh masyarakat yang ingin mengenal Tzu Chi dan Filosofi dari Tzu Chi.

KUNJUNGAN DAN BELAJAR. Kunjungan juga dilakukan dari berbagai instansi pendidikan, seperti yang dilakukan oleh sebanyak 18 orang guru dan 1 orang Suster pembimbing dari Sekolah Tarakanita Gading Serpong.

Met

ta W

ulan

dari

Met

ta W

ulan

dari

Ragam

Julia

na S

anty

MENGENAL TZU CHI. Senin, 18 Februari 2013, sekitar 40 staf dari AIA Financial Broadway Agency datang ke Aula Jing Si untuk mengenal nilai-nilai Tzu Chi.

Julia

na S

anty

Kunjungan ke Aula Jing Si

BELAJAR. Kegiatan tersebut mereka adakan dalam rangka Imlek bersama. Tidak dalam satu bentuk yang hura-hura tapi juga yang memberikan pelajaran.

Met

ta W

ulan

dari

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 2013

Page 13: Buletin Edisi 92 Maret 2013

13Ramah Tamah Imlek

MENYAMBUT TAHUN BARU. Kegiatan Ramah Tamah Tahun Baru Imlek 2013 sesi pertama diikuti oleh staf badan misi dan para relawan pada tanggal 23 Februari 2013, pukul 14.00 – 16.00 WIB, di Aula Jing Si, Lt. 4, PIK, Jakarta Utara.

BODHISATWA BERTANGAN SERIBU. Lemah gemulai gerakan anak-anak dari Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng yang membawakan tarian Bodhisatwa Bertangan Seribu mengawali acara ramah tamah tahun baru imlek dengan indah.

SEPENUH HATI. Para relawan Tzu Chi juga menampilkan isyarat tangan “Bertanya Tentang Jalinan Jodoh” yang menceritakan tentang perjalanan Mahabiksu Jian Zhen.

MENIKMATI SUGUHAN. Dengan khidmat para undangan melihat setiap suguhan acara yang disajikan dalam Ramah Tamah.

Ste

phen

Ang

(He

Qi U

tara

)

APRESIASI KARYAWAN. Dalam acara Ramah Tamah Tahun Baru Imlek juga berisi acara penyerahan penghargaan bagi karyawan untuk mengapresiasi kinerja karyawan yang telah mengabdikan dirinya selama 10 tahun bersama Tzu Chi.

JALANKAN IKRAR. Menjalankan tekad adalah ikrar luhur yang harus diteguhkan di hati setiap relawan, itulah yang ingin ditunjukkan oleh ke-55 orang relawan yang memeragakan bahasa isyarat tangan “Jalankan Ikrar”.

Hen

ry T

ando

(He

Qi U

tara

)

Hen

ry T

ando

(He

Qi U

tara

)

Hen

ry T

ando

(He

Qi U

tara

)

Per ist iwa

Ste

phen

Ang

(He

Qi U

tara

)S

teph

en A

ng (H

e Q

i Uta

ra)

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 2013

Page 14: Buletin Edisi 92 Maret 2013

14 Ragam Peristiwa

MELANCARKAN ALIRAN KALI. Pengerukan sampah di Kali Angke dilakukan beberapa kali dengan menggunakan alat berat agar aliran air menjadi lebih lancar.

Cac

uk

RAPAT TAHUNAN. Laporan tahunan Kantor Penghubung Tzu Chi kembali diadakan pada 3 Maret 2013, rapat ini dilaksanakan di Kompleks Tzu Chi Center yang dihadiri oleh perwakilan masing-masing kantor penghubung untuk melaporkan kegiatan apa saja yang menjadi agenda tahunan mereka.

Ste

phen

Ang

(He

Qi U

tara

)

BERSIH-BERSIH KALI ANGKE. Pengerukan Kali Angke dilakukan Tzu Chi karena sampah yang semakin menumpuk di kali, sehingga dapat menyebabkan banjir.

Cac

uk

Rapat Tahunan Tzu Chi

Pengerukan Kali Angke

LAPORAN BERBAGAI KP. Perwakilan dari KP Bali tengah melaporkan berbagai kegiatan yang telah mereka lakukan dari 4 Misi Tzu Chi dan 8 Jejak Dharma.

Ste

phen

Ang

(He

Qi U

tara

)

MELIHAT MASA DEPAN. Sebanyak 65 anak asuh Tzu Chi He Qi Selatan mengikuti gathering pada Selasa, 12 Maret 2013 di Aula Jing Si Lt. 1, Jakarta Utara. Dalam kesempatan ini para penerima beasiswa Tzu Chi juga mendapatkan pengarahan dan bimbingan jurusan yang mereka minati.

SATU KELUARGA. 17 Maret 2013, sekitar jam 7.45 beberapa relawan He Qi Utara, penerima bantuan Tzu Chi, serta Anak asuh sudah mulai hadir di Jing Si Book & Cafe Pluit. Sekitar 50 penerima bantuan serta 35 Anak asuh yang hadir bersama memperagakan lagu isyarat tangan “Satu Keluarga”.

Ria

ni P

urna

mas

ari (

He

Qi S

elat

an)

Iea

Hon

g (H

e Q

i Uta

ra)

Gathering Anak Asuh

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 2013

Page 15: Buletin Edisi 92 Maret 2013

15Ruang Tzu Ching

Bulan Maret yang penuh berkah memberikan makna tersendiri bagi Tzu Ching, khususnya Tzu

Ching di Jakarta yang terus mengajak mahasiswa di berbagai kampus untuk peduli terhadap pelestarian lingkungan. Antusias mahasiswa dan respon positif menjadi semangat para Tzu ching untuk terus mensosialisasikan pelestarian lingkungan.

Pada tanggal 16 Maret 2013, sekitar 17� Tzu Ching (muda-mudi Tzu Chi) dari Universitas Tarumanegara dan kampus lainnya mengadakan mini depo di Jalan Taman Apel, Tanjung Duren, Jakarta Barat. Meskipun kegitaan ini belum dapat berjalan di dalam kampus Tarumanegara, namun mahasiswa yang ikut sangat konsisten, bahkan ada relawan baru mahasiswa dari Universitas Tarumanegara Jurusan Teknik Sipil Semester 8. Ia bernama Steven. Selesai kegiatan mini depo, Steven memberikan bantuan untuk mengantarkan ke Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi di Cengkareng, Jakarta Barat. “Saya senang bisa membantu, bisa mengantar ke depo di Cengkareng, karena cukup dekat dari rumah saya,” ujarnya.

“Saya sangat puas kegiatan di Untar berjalan lancar tanpa hambatan. Cuaca juga sangat mendukung mengingat kegiatan kita dilakukan di ruang terbuka,” ujar Jerin, Ketua Grup Tzu Ching di Untar. Di akhir kegiatan hadir seseorang yang menanyakan kegiatan ini. Ia bernama Darwin, dan ternyata merupakan angkatan Tzu Ching Camp 5. Darwin sudah lulus kuliah dan sudah jarang aktif di kegiatan Tzu Chi karena ada kegiatan lainya. Sebuah jodoh yang begitu besar karena Darwin tinggal dekat Taman Apel, tempat kegitan Mini Depo. Ia siap memberikan bantuan untuk membantu memberikan air bersih untuk cuci tanggan. Darwin juga kebetulan aktif di kampus dan ia akan mencoba menjadi jembatan penyambung untuk mengajukan kegiatan pelestarian lingkungan di kampusnya. Setiap kegiatan yang baik pasti selalu ada jalan, itulah ungkapan yang tepat untuk kegiatan di pelestarian lingkungan di Universitas Tarumanegara.

Bergandengan TanganKegiatan pelestarian lingkungan

lainnya diadakan di Universitas Bunda Mulia. Relawan Tzu Ching sangat bersyukur karena bisa berkerja sama dengan salah satu unit kegiatan mahasiswa di Universitas Bunda Mulia (UBM) yang bernama I Care. I Care adalah kegiatan mahasiswa yang bentuknya sosial. Pelestarian lingkungan di UBM ini diadakan selama 6 hari. Diawali hari Kamis tanggal 14 Maret 2013 sampai dengan tanggal 21 Maret 2013.

Kerja sama ini berlangsung karena adanya jalinan jodoh yang baik antar Tzu Ching Grup UBM dengan I Care. “Sebelumnya I Care sudah ada kegiatan di Bundaran HI dalam rangka Stop Styrofoam. Kelanjutan setelah kegiatan ini adalah donor darah, namun karena donor darah sudah dilakukan oleh Unit Kegiatan Kemahasiswaan lainya maka I Care berencana membuat kegiatan daur ulang. Kebetulan ada Tzu Ching yang

juga berencana melakukan sosialisasi pelestarian lingkungan di UBM maka hal ini pas sekali,” ujar Ketua I Care bernama Albert.

Karena melihat ladang berkah yang besar dan sangat panjang waktunya. Maka Relawan Tzu Ching menyempatkan waktunya untuk hadir ke Kampus UBM meskipun kegiatan jatuh di hari biasa dan Beberapa Relawan Tzu Ching masih ada jam kuliah. “Saya akan luangkan waktu untuk ikut membantu relawan lainnya untuk sosialisasi di kampus saya. Saya sangat senang sekali kegiatan Tzu Ching bisa ada di kampus saya. Dengan kegiatan ini bisa menyadarkan kita, khususnya mahasiwa di lingkungan kampus untuk tahu dan sadar serta belajar bersama-sama untuk memilah botol dan kertas, karena botol dan kertas paling sering digunakan oleh mahasiswa di kampus kami,” ucap Jenes, relawan Tzu Ching.

Bulan Maret ini adalah langkah awal untuk Tzu Ching Grup Universitas Bunda Mulia (UBM). Kegiatan di kampus UBM berisi sosialisasi pelestarian lingkungan, belajar bersama memilah barang daur ulang langsung di tempat, mengajak partisipasi mahasiswa untuk ikut dalam kegiatan besar bertema Earth Hour yang akan diadakan di hari Sabtu tanggal 23 Maret 2013 pukul 08.30 -09.30 malam. Earth Hour ini adalah pemadaman listrik serentak selama 60 menit atau 1 jam. Dengan tindakan kecil ini dapat menghemat energi dan dapat membantu penerangan di daerah terpencil yang belum mendapatkan energi listik.

Mahasiwa dari Fakultas Sistem Informatika bernama Kevin datang ke stan Tzu Ching dan membawa botol bekas untuk dipilah. Ia pun berkata, “Saya dapat info dari teman, kebetulan dapat info teman kalau ada botol bekas bisa dibawa ke bawah, ada stan daur ulang. Jadi saya kebetulan ada botol bekas, ya sudah saya bawa ke sini untuk didaur ulang. Harapan ke

depan semoga banyak kegiatan seperti ini, jadi bisa banyak yang tahu pentingnya pelestarian lingkungan. Kebetulan saya anggota Greenpeace, jadi saya kalau melihat sampah yang dibuang sembarangan saya akan ambil sampah itu dan langsung dibuang di tempatnya.”

q Miki Dana (Tzu Ching Jakarta)

MENYAYANGI BUMI. Kegiatan ini terus dilakukan untuk mengingatkan diri sendiri dan setiap orang bahwa melestarikan lingkungan adalah hal yang harus selalu kita lakukan.

Mik

i Dan

a (T

zu C

hing

Jak

arta

)

Bersama-sama Menyayangi BumiGelombang WAVES di Universitas Tarumanegara dan Universitas Bunda Mulia

EARTH HOUR. Selain melakukan sosialisasi mengenai sampah yang bisa di daur ulang, Tzu Ching juga mengajak mahasiswa lainnya untuk ikut serta dalam “Earth Hour” dengan mematikan lampu selama 1 jam.

Mik

i Dan

a (T

zu C

hing

Jak

arta

)

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 2013

Page 16: Buletin Edisi 92 Maret 2013

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 2013

Singa kecil yang baru tumbuh besar menyadari kalau dirinya mempunyai mulut yang besar dan suara yang keras.

Suara singa yang keras bisa terdengar dari ujung hutan di sebelah sana sampai ke ujung sini. Suara singa yang menakutkan selalu membuat semua binatang di hutan menutup telinga karena ketakutan. Singa kecil merasa sombong, “Suara saya menjadi begitu keras, sekali saya membuka mulut semuanya merasa ketakutan. Hei.. hei.., saya pasti bisa menjadi raja hutan,” seru Singa kecil bangga.

Suatu hari Si Kakek Kambing mendorong gerobak berjualan balon. “Ting.. tong… ting… tong…” begitu bunyi gerobaknya. Balonnya bagus sekali, ada yang berwarna merah, kuning, biru, hijau, ungu, dan lainnya. Semua binatang di hutan datang membeli balon. Mereka mengerumuni gerobak Kakek Kambing. Kemudian Kakek Kambing berkata sambil tersenyum, “Sabar.. sabar.., semuanya berbaris dengan rapi ya.” Semuanya menuruti kata-kata Kakek Kambing, lalu mereka membentuk sebuah barisan yang rapi dan panjang.

Singa kecil datang paling telat, sehingga dia berbaris di paling belakang. Dia terus melihat balon-balon yang Kakek Kambing jual. Waduh, balon merah sudah dibeli sama kelinci kecil, balon hijau sudah dibeli kucing kecil, dan balon biru sudah dibeli harimau kecil, yang tersisa hanya tinggal warna kuning. “Oh tidak, balon sudah hampir terjual habis, aku bisa tidak dapat bagian kalau begini,” pikir Singa kecil. Ia pun panik dan berteriak, “Aaaauuuuu…..”

Binatang-binatang yang berbaris di depan pun kaget. Sambil menutup telinga, mereka lari pontang-panting. Singa kecil tertawa

bahagia dan berlari ke depan gerobak. Siapa sangka, ternyata Kakek Kambing juga ketakutan dan akhirnya melarikan diri. Singa kecil merasa kecewa sambil berjalan menundukkan kepalanya, tiba-tiba dia mendengar suara drum, “tong tong tong tong…” Dia berlari mendekati sumber suara. Rupanya ada monyet yang sedang melakukan atraksi, atraksinya menarik sekali. Sesekali monyetnya jungkir balik, berjalan di atas tali dan aksi-aksi lainnya. Semua penonton bertepuk tangan dengan meriah.

Singa kecil yang berdiri di belakang jerapah hanya bisa mendengar suara sorak-sorai dari penonton dan tidak bisa melihat atraksi, “Harus bagaimana ini?” Singa kecil yang tidak sabar kemudian membuka mulutnya dan berteriak, “Aaauuuu!!!”

Jerapah dan penonton

lainnya juga lari ketakutan. Monyet yang sedang berjalan di atas tali juga jatuh ke lantai. Singa kecil yang berbuat kesalahan lagi kemudian lari meninggalkan tempat tersebut. Dia merasa sangat kecewa dan memutuskan pulang ke rumah untuk tidur. Dalam perjalanan pulang, dia melihat satu danau di mana Paman Beruang sedang memancing di tepi danau. “Sepertinya seru, dia hanya memegang alat pancing dan duduk santai di tepi danau, sangat nyaman dan tidak butuh tenaga yang berlebihan,”pikir Singa kecil. Kemudian Singa kecil meminjam alat pancing dan duduk bersama Paman Beruang menunggu ikan.

Lama menunggu, namun Singa kecil belum mendapatkan satu ekor ikan pun, sementara Paman Beruang sudah berhasil memancing dua ekor ikan. “Harus tunggu sampai kapan!” Singa Kecil yang tidak sabar kemudian berteriak, “Aaaauuu!!!”

Begitu dia teriak, semua ikan yang tadinya berada di dekat tepi danau berenang menjauhi mereka. Paman Beruang marah dan memelototi Singa kecil. Singa kecil sangat sedih dan menangis tersedu-sedu. Paman Beruang kaget dan berkata, “Saya hanya memelototi kamu sebentar, kenapa kamu nangis seperti itu?” Singa yang masih menangis kemudian bercerita kepada Paman Beruang tentang apa yang telah terjadi pada dirinya.

“Ternyata begitu. Nah, Sekarang Paman bertanya, kalau kamu sedang asyik bermain, dan datang papa kamu berteriak keras, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Paman Beruang. “Aku pasti kaget dan pulang mencari mama,” Jawab Singa kecil tanpa pikir panjang. “Ya, seperti itu, teman-teman yang membeli balon dan penonton yang sedang menyaksikan atraksi, mereka semua lari karena suaramu. Kamu sudah tahu apa yang harus kamu lakukan selanjutnya?”

Singa kecil berpikir sejenak dan menjawab, “Paman Beruang, saya tidak akan berteriak sembarangan lagi, saya akan menghormati orang lain dan berbicara dengan sopan.”

“He…he, baguslah kalau kamu sudah mengerti. Kita lanjutkan memancing lagi, yuk!” ajak Paman Beruang sambil tersenyum.

16 CerminCermin

q Sumber:Buku Semangkuk Sup Bahagia (一碗幸福的湯)

Penerjemah: Desvi NataleniIlustrator: Inge Sanjaya

Singa Kecil yang Suka Mengagetkan Orang

q Sumber: Majalah Tzu Chi Jepang edisi 117

Sapo angsio Rebung

Cara pembuatan:1. Rebung dipotong tebal-tebal, jamur hioko kering direndam sampai

lunak dan dipotong menjadi empat bagian, wortel dipotong-potong, sayur pakchoi dipotong panjang 3 cm dan direbus sebentar dalam air mendidih.

2. Rebung, jamur hioko dan wortel terlebih dahulu ditumis dengan minyak panas sampai berwarna kuning dan dikeluarkan, kemudian semuanya dimasukkan ke dalam sapo dan dimasak perlahan-lahan dengan api kecil, masukkan bunga lawang dan 200 cc mirin, masak selama 5 menit, masukkan 150 cc -200 cc air bekas rendaman jamur hioko kering, masak selama 10 menit, terakhir masukkan buah berangan untuk dimasak lagi selama 5 menit (buah berangan hanya ditumis selama sekitar 1 menit dan dikeluarkan).

3. Keluarkan kuah dari dalam sapo ke wajan datar, keluarkan bunga lawang agar tidak pahit, tuangkan 3 sdm saus tiram vegetarian, bubuk merica, kaldu rumput laut, tepung tepung kentang, tambahkan air dan dikentalkan.

4. Terakhir tuangkan kembali kuah di atas (poin no. 3) ke dalam sapo dan aduk sampai rata. Ketika hendak dimakan tambahkan sedikit minyak biji rami dan sayur pakchoi.

Bahan:- 580 gram rebung, 5 kuntum jamur hioko kering, 2 buah wortel, 3 helai sayur pakchoi (kubis china), 6 - 7 irisan jahe, 5 - 6 butir buah berangan (ukuran besar).

Porsi untuk 5 orang

Bumbu:1. 200 cc mirin (sake manis untuk masak), 2 sdm tepung beras pulut (atau

tepung kentang), ½ sdt bubuk merica.2. 6 - 7 buah bunga lawang (pekak), 3 sdm saus tiram vegetarian, 40 gram kaldu rumput laut, sedikit minyak biji rami, minyak salad secukupnya.

Page 17: Buletin Edisi 92 Maret 2013

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 2013

P erjalanan hidup Dewi Kwan Im yang sangat pengasih terhadap sesama ternyata membuat beliau

terus dilanda kesibukan untuk menolong semua orang yang dirundung kesusahan. Akibatnya Dewi Kwan Im memohon kepada Sang Pencipta agar beliau dapat menolong semua orang. Permohonannya dikabulkan, akhirnya Dewi Kwan Im dianugerahi seribu tangan yang siap mengerjakan semua pekerjaan dengan cepat dan tuntas. Legenda seribu tangan Dewi Kwan Im ini diapresiasikan dalam sebuah tarian Bodhisatwa Seribu Tangan yang pada Sabtu, 23 Februari 2013 ditampilkan oleh para siswi-siswi SMP Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng pada acara Ramah Tamah Imlek.

Persiapan Sebelum PentasSetelah melalui proses latihan yang

panjang dan melelahkan, tibalah hari yang mereka tunggu-tunggu untuk mempersembahkan hasil latihan mereka yang telah berlangsung selama 1,5 tahun di hadapan para relawan, donatur, dan tamu-tamu pada acara Ramah Tamah Imlek yang diadakan di Aula Jing Si Indonesia Pantai Indah Kapuk. Tarian Bodhisatwa Seribu Tangan ini awalnya dipelajari oleh siswi-siswi SMP Cinta Kasih Tzu Chi untuk mengisi acara pendewasaan di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi. Karena tariannya yang begitu indah dan dibawakan dengan

sangat baik oleh siswi-siswi ini maka banyak tawaran yang mengalir untuk mereka agar tampil membawakan tarian ini.

“Sebelum tampil aku nervous banget. Tapi begitu naik ke atas panggung sudah biasa saja. Aku senang bisa tampil di acara ini,” ujar Jeshika Febri, salah satu siswi yang berpartisipasi dalam tarian Bodhisatwa Seribu Tangan yang sekarang belajar di kelas 2 SMP Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng ini. Latihan yang cukup lama telah membentuk 21 siswi SMP Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng yang berpartisipasi dalam tarian ini untuk menjadi pribadi yang lebih percaya diri dan semakin mudah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, seperti yang diungkapkan oleh Rismayanti, siswi yang tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat.

Kegugupan kembali melanda siswi-siswi ini saat Ramah Tamah sesi 2 akan berlangsung. Namun mereka tampak dapat mengatasinya dengan sangat baik, karena mereka kembali tampil dengan kekompakan, keselarasan dan kegemulaian yang sangat mengagumkan. Sekali lagi mereka telah memukau para tamu-tamu yang menghadiri acara Ramah Tamah Imlek ini.

“Walaupun lelah melatih mereka, namun saya sangat senang dengan hasilnya. Karena banyak yang menyukai tarian yang dibawakan oleh siswi-siswi

kami ini. Dan acara ramah tamah imlek ini juga secara keseluruhan sangat bagus. Tersusun dengan rapi. Saya berharap acara ini akan diadakan kembali tahun depan dan mengundang kami lagi,” ujar Paksi Manyura, guru tari Bodhisatwa Seribu Tangan.

Melalui tarian ini siswi-siswi dapat mengajak semua yang hadir untuk lebih banyak berbuat kebajikan seperti yang dilakukan Dewi Kwan Im terhadap semua orang yang membutuhkan pertolongan.

qVeronica (He Qi Barat)

Pementasan Bodhisatwa Bertangan Seribu

17

Joe

susa

nti (

He

Qi

Bar

at)

Ramah Tamah Imlek

Ruang Shixiong Shijie

keindahan dan kekOMpakan. Para siswi Sekolah Cinta Kasih dengan sangat apik dan kompak menampilkan tarian Bodhisatwa Seribu Tangan dalam acara Ramah Tamah Imlek. Berkat latihan keras dan terus menerus maka penampilan mereka mampu memukai ribuan pengunjung yang hadir.

J umat, 15 Februari 2013, dilaksanakan survei bagi calon penerima beasiswa yang

bertempat tinggal di Dusun Parit Minyak, Desa Aek Korsik, Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara. Salah satu rumah yang dikunjungi adalah kediaman keluarga Sapri dan Marsita.

Hidup sederhana sepertinya harus dijalani oleh keluarga Sapri (53 tahun) dan isterinya Marsita (49 tahun). Apalagi setelah Marsita yang biasanya ikut bekerja membantu sang suami harus istirahat total semenjak menjalani operasi pengangkatan batu ginjal yang dilakukan empat bulan lalu. Kesederhanaan juga terlihat dari rumah yang ditempati Sapri, di mana masih terlihat kondisi rumah yang kondisinya tampak setengah jadi. Hal ini terlihat langsung dari dinding rumah yang sebagian masih menggunakan bahan gedek (anyaman dari pelepah sawit). Pilihan ini merupakan tindakan yang cukup tepat mengingat harga gedek cukup murah walaupun ini bukanlah solusi jangka panjang karena dari segi ketahanan tidak bisa disamakan dengan papan atau dinding bata.

Sapri yang sehari-harinya bekerja mencari ikan memiliki penghasilan yang tidak tetap. Ia pun merasa kesulitan membiayai 2 orang anaknya yang masih sekolah. Dari

7 anaknya, 3 orang diantaranya sudah menikah, sedangkan seorang anaknya harus putus sekolah karena kesulitan biaya. Nurmahera duduk di kelas 1 SMP di SMPN 1 Aek Kuo. Cita-citanya berbeda dibandingkan anak-anak yang lain. Tidak seperti anak kebanyakan yang cita-citanya menjadi dokter, atau pilot, gadis kecil ini bercita-cita menjadi pengusaha di bidang kuliner.

Ayah Nurmahera adalah seorang penjual ikan dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Ibunya sakit ginjal dan sedang dalam masa pemulihan setelah sakit satu tahun lalu. Awalnya sang ibu bekerja di perkebunan, tetapi 5 bulan terakhir karena penyakitnya semakin parah, ibunya sudah tidak bisa bekerja. Nurmahera menyukai pelajaran bahasa Indonesia dan beberapa kali menjadi juara kelas selama duduk di bangku SD.

Senyum Nurmahera mengembang ketika tahu maksud kunjungan relawan Tzu Chi. Dengan adanya harapan beasiswa semoga ia akan lebih semangat setiap pagi menunggu bus sekolah yang lewat di jalan depan rumahnya untuk mengantarnya tiap pagi menuju sekolahnya. Dan

semoga 10 atau 15 tahun lagi jika kita berkunjung ke Aek Korsik ada nama Nurmahera Bakery terpampang di salah satu rumah di desa tersebut.

qRay Cukra(Tzu Chi Perwakilan Sinar Mas)

Menjalin Jodoh dengan NurmaheraSurvei Penerima Bantuan

SurVei LangSung. Pada hari Jumat, 15 Februari 2013 dilaksanakan survei bagi calon penerima beasiswa. Salah satu tempat yang dikunjungi adalah rumah dari keluarga Nurmahera yang duduk di kelas 1 SMPN 1 Aek Kuo, Sumatera Utara.

Her

i Yan

to (

Tzu

Chi

Per

wak

ilan

Sin

ar M

as)

Page 18: Buletin Edisi 92 Maret 2013

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 201318 Ruang Shixiong Shijie

S etiap anak laksana sebutir berlian, bila mereka dibesarkan dan juga dididik dengan penuh cinta kasih

maka mereka akan bersinar dengan terang, seperti terangnya matahari yang menyinari bumi. Inilah mengapa Tzu Chi menekankan pentingnya pendidikan budi pekerti kepada anak-anak.

Seperti bulan sebelumnya, Minggu, 3 Maret 2013 pertemuan kedua kelas Budi Pekerti Tzu Chi (Er Tong Ban) dilaksanakan. Sekitar pukul 07.30 pagi, lantai 2 Aula Jing Si sudah terlihat ramai oleh sekitar 50 relawan yang melayani para orang tua dan 270 orang anak, terdiri dari siswa sekolah dasar kelas 3 - 6 yang mengikuti kelas budi pekerti ini.

“Keindahan Tata Krama” yang menjadi tema pada pertemuan kali ini dibawakan oleh Mei Rong Shijie, relawan komite yang telah lama mendampingi para siswa budi pekerti. Dalam memberikan pelajaran, ia mengajak semua siswa untuk menyanyikan lagu Tian Ti Hao Xiang Da Ke Tang (Langit dan Bumi Bagaikan Sebuah Kelas Besar) yang menceritakan tentang semua makhluk seperti teman, dan sesama teman haruslah saling menyayangi dan menghormati, saling mengalah dan belajar, juga saling membantu. Mei Rong Shijie juga memberikan

pengajaran tentang kerapian dan keindahan dalam kehidupan sehari-hari. Tata krama ini meliputi cara berpakaian dan juga rambut, lalu postur tubuh dan tangan di saat berdiri, serta sikap serta cara berjalan.

Selain mengikuti pelajaran di dalam kelas, anak-anak juga diajarkan tata krama di dalam ruang makan yang dilakukan di luar kelas. Sesi pelajaran kali ini dibawakan oleh Rosvita Shijie yang merupakan relawan Tzu Chi di misi pendidikan. Dengan gaya khasnya yang ramah, ia membagikan pengetahuan tentang bagaimana bersikap di meja makan, mulai dari posisi ketika hendak duduk, kemudian cara menaruh peralatan makan, bagaimana cara memegang mangkuk dan sumpit yang benar, lalu setelah selesai makan maka peralatan makan disimpan kembali, serta cara bangun dan keluar dari meja makan tanpa menimbulkan suara.

Setelah 3 jam mengikuti pelajaran teori di dalam dan luar kelas, tibalah saatnya untuk mempraktikkan apa yang sudah diajarkan. Dengan dipandu oleh para Da Ai Mama dan Da Ai Papa, semua siswa berbaris dengan rapi dan mulai berjalan ke ruang makan yang berada di lantai dasar. Di ruang makan ini terlihat bagaimana setiap siswa melakukan apa yang telah diajarkan

tadi dengan baik. “Meski mereka masih kecil, tetapi sebenarnya kita yang belajar dari mereka ini. Bagaimana cara kita melakukan pendekatan adalah dengan belajar untuk menyelami dan mengenal mereka lebih dalam,” ujar

Swie Fong Shijie salah seorang Da Ai Mama yang mendampingi siswa di grup Bao Rong 1.

q Lina K. Lukman (He Qi Utara)

Ciu

Yen

(He

Qi U

tara

)

Mendidik dengan Cinta KasihKelas Budi Pekerti

Para relawan dari Hu Ai Kelapa Gading melakukan serah terima kunci di daerah Cilincing, Jakarta

Utara pada hari Minggu, 10 Maret 2013. Bebenah Kampung ini sudah berjalan dua tahun silam yang dilakukan dalam beberapa tahap. Pagi ini terdapat 5 rumah tahap terakhir yang sudah selesai dibedah oleh Tzu Chi. Total dari keseluruhan rumah yang dibedah oleh Tzu Chi adalah 104 rumah.

Kami mengunjungi rumah yang pertama, yaitu rumah Bapak Suhendra. Penyerahan kunci dilakukan oleh Johan Shixiong. Bapak Suhendra yang bekerja sebagai security ini sudah menempati rumah tersebut sejak tahun 2010. Namun kondisi yang dialami seringkali kebanjiran, bocor, dan boleh dibilang tidak layak huni. Tapi karena bebenah kampung, dalam dua bulan rumah Bapak Suhendra sudah layak huni.

Adalah Darsiwen yang di dalam rumah terdiri dari 9 Kepala Keluarga atau berjumlah orang sekitar 20 penghuni. Awalnya rumah ini lebih rendah dari jalan raya, sehingga sering kebanjiran jika musim penghujan tiba. Sudah tentu menjadi langganan banjir. Namun sekarang berkat acara Tzu Chi, Darsiwen sudah bisa menikmati rumah layak huni yang tidak lagi banjir. Darsiwen sendiri sempat meneteskan air mata dan tidak percaya bahwa rumahnya sudah menjadi baru. Sungguh terpancar kebahagiaan dalam raut wajahnya.

Penerima kunci lain adalah Sutinah (65) yang sehari-harinya bekerja sebagai petugas kebersihan. Sutinah

berjuang untuk menghidupi keluarga dengan menjadi tulang punggung keluarga. Sutinah sehari-hari dibantu oleh anaknya, Jayadi, yang bekerja sebagai tukang ojek. Kondisi rumah yang seringkali kebanjiran dan bocor dikala hujan turun, seakan menjadi hal yang biasa bagi mereka. Namun, sekarang mereka bisa merasakan kenyamanan sebagaimana layaknya rumah yang sebenarnya. Sutinah bahkan awalnya hanya terdiam mematung di depan pintu rumah, ketika kami mempersilahkannya untuk membuka rumah barunya. Sutinah tampak begitu terharu, tidak hentinya ia pun menangis dan mengucapkan terima kasih kepada Tzu Chi.

Rupanya, Tzu Chi sudah begitu dikenal di Cilincing, Jakarta Utara. Ketika kami turun mengelilingi rumah-rumah, banyak penduduk yang tersenyum dan mengenali kami para relawan Tzu Chi. Inilah yang dinamakan Jodoh, karena sejatinya semua orang di dunia ini adalah satu keluarga. Tzu Chi adalah sebuah organisasi lintas agama yang menghapus segala perbedaan agama, suku, ras, kaya atau miskin. Seperti halnya kata perenungan Master Cheng Yen, “Jangan menganggap remeh perbuatan baik sekecil apapun, karena bila terhimpun menjadi satu merupakan bantuan yang berharga dan bermanfaat bagi orang lain.”

q Sucipta Nio (He Qi Timur)

Rumah Baru, Harapan Baru

Rel

awan

He

Qi T

imur

Serah Kunci Program Bebenah Kampung Cilincing

WUJUD KASIH. Ibu Sutinah dan Bapak Jayadi menerima kunci dari Johan Shixiong merasa terharu dan tak henti-hentinya menangis karena bersyukur adanya bantuan Tzu Chi.

PENDIDIKAN BUDAYA HUMANIS. Setiap anak laksana sebutir berlian, bila mereka dibesarkan dan juga dididik dengan penuh cinta kasih, maka mereka akan bersinar dengan terang, seperti terangnya matahari yang menyinari bumi.

Page 19: Buletin Edisi 92 Maret 2013

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 2013

B encana banjir 5 tahunan yang terjadi di wilayah ibukota ternyata tidak hanya menggenangi wilayah Jakarta, namun juga wilayah Bekasi. Bertepatan dengan hari kasih

sayang, Kamis, 14 Februari 2013, relawan Tzu Chi dari wilayah He Qi Selatan melakukan pembagian paket bantuan banjir bagi tiga wilayah di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, yang juga terendam banjir selama hampir 10 hari. Sebanyak 24 relawan sejak pagi sudah berkumpul di Depo Pelestarian Bekasi untuk melakukan berbagai persiapan pembagian. Ke-24 relawan dibagi menjadi 3 kelompok sesuai dengan banyaknya wilayah pembagian.

“Hari ini kita bagi ke 3 desa, antara lain Desa Pantai Hurip, Desa Hurip Jaya, dan Kampung Rawa Panjang, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi. Total bantuan yang dibagikan sendiri sebanyak 2.900 paket bantuan sesuai dengan jumlah keluarga,” jelas Theresia Shijie. Sambutan baik diterima oleh para relawan saat membagikan bantuan, terbukti dari pihak warga dan aparat desa yang ikut membantu lancarnya pembagian. Natja Efendi yang merupakan Kepala Desa Pantai Hurip mengungkapkan perasaan syukurnya karena menerima bantuan. “Atas nama Kepala Desa Pantai Hurip saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dari Yayasan Buddha Tzu Chi. Barangkali ini merupakan suatu rasa kasih pada sesama sehingga bisa meringankan beban warga kami,” ucap Natja.

Ketiga desa yang dipilih oleh para relawan ini merupakan desa yang notabene termasuk desa yang jauh dari jangkauan masyarakat, dimana sarana transportasi umum belum bisa ditemukan, ditambah letak geografisnya yang berada di pinggir aliran sungai CBL (Cikarang Bekasi Luar) yang menambah keresahan warga karena apabila intensitas hujan meninggi maka arus sungai akan semakin besar dan dengan mudah air akan meluap menggenangi perumahan warga. “Desa Hurip Jaya apabila kena banjir langsung terendam dan surutnya lama, makanya kita kasih bantuan ke sini. Selain itu mengingat para warga juga mata pencahariannya sebagai nelayan dan petani yang pada banjir gini pasti tidak bisa bekerja dan tidak mendapatkan nafkah, maka dari itu kita bantu,” ujar Theresia Shijie. “Kehidupan mereka sendiri susah. Kita kalau di Jakarta ke mana-mana mudah, tapi kalau di sini transportasi ke kota sudah mahal sekali, sedangkan angkutan umum dari sini ke kota Bekasi saja itu belum ada,” tambahnya.

Semoga dengan bantuan yang diberikan dapat sedikit meringankan penderitaan para korban banjir di berbagai wilayah. “Jangan sampai ada banjir lagi karena sangat meresahkan warga, apalagi menyangkut perekonomian yang nyatanya warga kami masih sangat lemah dan butuh bantuan,” harap Natja yang juga merupakan harapan seluruh insan Tzu Chi. q Metta Wulandari

ajang peLatihan diri. Senyuman hangat dan ucapan terima kasih tiada habisnya diucapkan oleh relawan Tzu Chi seraya menyerahkan bantuan bagi para warga korban banjir di wilayah Bekasi, Jawa Barat.

Cinta Kasih Akan Terus Bersemi di Hati

Luapan Kasih untuk Korban Banjir

Met

ta W

ulan

dari

19Kabar Tzu Chi

W arga Jakarta seperti tak habis dirundung duka. Setelah sebulan lalu masyarakat Pademangan merasakan pahitnya menjadi korban banjir,

kini warga di RT 08 dan 14 Kelurahan Pademangan Barat, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara mengalami musibah kebakaran. “Si Jago Merah” melalap pemukiman warga pada Minggu pagi, tanggal 24 Februari 2013.

Padatnya penduduk yang tinggal di pemukiman tersebut membuat aliran listrik menjadi tidak teratur dan kurang terjaga kondisinya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya korsleting (arus pendek) listrik di salah satu rumah warga yang kemudian menjadi pemicu kebakaran. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini, namun sebanyak 375 rumah habis dilalap api.

Memberi PerhatianRasa welas asih insan Tzu Chi tergerak setelah melihat

kesedihan para warga yang kehilangan tempat tinggal dan perabotan lainnya. Rabu, 27 Februari 2013, barisan Bodhisatwa bersama-sama memberikan perhatian dengan membagikan paket bantuan kebakaran di posko bantuan kebakaran. Warga yang rumahnya dilalap api, diungsikan di Gelanggang Olahraga (GOR) Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara. Para relawan

membagikan kupon pengambilan paket bantuan kepada warga di pengungsian maupun warga yang masih bertahan dengan tenda seadanya di rumah.

Terdapat 375 paket bantuan kebakaran dan 160 tenda yang dibagikan kepada warga. Setiap paket terdiri dari selimut, perlengkapan mandi, baju, alas kaki, dan air mineral. Sebanyak 32 relawan Tzu Chi berkerja sama dengan pihak RT/RW dan pihak aparat setempat dalam membagikan paket bantuan kepada warga. Relawan Tzu Chi juga memberikan perhatian melalui RW setempat agar lebih memerhatikan aliran listrik yang menjadi pemicu adanya bencana ini. “Kita berharap sih kabel listrik diperhatikan karena di daerah Pademangan rata-rata kebakaran disebabkan akibat korsleting listrik,” tutur Yophie Shixiong. Begitu juga dengan Gurbernur DKI Jakarta Joko Widodo yang di hari yang sama membagikan paket bantuan alat tulis dan seragam untuk anak-anak sekolah di pengungsian. Gubernur memberikan tanggapan positif adanya bantuan dari Tzu Chi, “Ini artinya (bantuan) tidak hanya datang dari pemerintah saja, tetapi ada masyarakat, ada yayasan-yayasan juga yang ikut bantu saudara-saudara kita yang kebakaran,” ujar pria yang akrab disapa Jokowi ini.

q Yuliati

Cepat tanggap. Rabu, 27 Februari, relawan Tzu Chi memberikan bantuan berupa 375 paket bantuan dan 160 tenda kepada para korban kebakaran di Pademangan, Jakarta Utara.

Cinta Kasih Penyejuk Hati

Yulia

ti

Bantuan Banjir di Bekasi

Bantuan Kebakaran di Pademangan

Bantuan Pascabanjir di Jelambar

Rud

i San

toso

(He

Qi U

tara

)

peduLi SeSaMa. Wanjah (90), salah satu warga yang mendapatkan bantuan merasa sangat bersyukur karena masih ada yang peduli pada masyarakat seperti mereka.

M inggu 10 Maret 2013 jam 6 pagi, komunitas relawan Tzu Chi Hu Ai Jelambar sudah berdatangan di Kantor Kelurahan Wijaya Kusuma, Jelambar, Jakarta Barat.

Hari itu Yayasan Buddha Tzu Chi mengadakan kegiatan bakti sosial pembagian sembako untuk korban bencana banjir 2013. Walau banjir sudah lewat sebulan, namun kepedulian atas derita korban bencana banjir masih mengalir kepada warga. Bantuan yang diberikan berupa 5 kg beras dan 20 bungkus mi instan. Seminggu sebelumnya relawan telah membagikan kupon kepada sekitar 4.400 keluarga di Kelurahan Wijaya Kusuma. Jumlah penduduk di wilayah ini sendiri ada 40.000 jiwa dari total 17.000 keluarga.

Lurah Wijaya Kusuma Amri Karim Ismail memberikan sambutan dengan mengucapkan banyak terima kasih kepada Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia beserta seluruh relawannya. Kemudian Athiam Shixiong juga memberikan kata sambutan bahwa kegiatan hari ini adalah wujud nyata dari cinta kasih universal yang diajarkan oleh Master Cheng Yen kepada kita. Dengan tulus saling berbagi maka kita akan mendapatkan rasa sukacita bagi penerima bantuan maupun yang memberikan bantuan. Athiam Shixiong juga menyampaikan pesan Master

Cheng Yen bahwa beras yang dibagi hari ini suatu hari akan habis, namun cinta kasih yang terkandung di dalam setiap butiran beras akan selalu ada di dalam hati. Semoga jalinan jodoh yang baik ini akan terus terjalin untuk selamanya.

Nek Anna, begitulah sapaan warga sekitar kepada nenek berusia 75 tahun warga RT 02 RW 08 ini yang sehari-hari masih harus bekerja sebagai buruh cuci gosok untuk membantu perekonomian keluarga. Ia menyatakan sangat senang karena mendapatkan bantun ini, “Alhamdullilah, saya sangat senang mendapat bantuan ini.” Ia sudah puluhan tahun menjanda dan sekarang tinggal bersama kedua cucunya. Walau sudah berusia senja namun ia masih giat dalam menapaki perjalanan hidup ini.

Sama halnya dengan Anna, Wanjah (90) merasakan sukacita mendapatkan uluran tangan dari Tzu Chi ini. “Sangat bersyukur bisa mendapat bantuan sembako. Saat ini ternyata masih ada yang peduli pada masyarakat kecil seperti kami. Saya tidak bisa membalas apa-apa, saya hanya bisa mendoakan semoga Tzu Chi akan terus berkembang, juga semoga semua relawannya diberikan kesehatan dan kelancaran oleh Gusti Allah,” kata Wanjah. q Rudi Santoso (He Qi Utara)

Page 20: Buletin Edisi 92 Maret 2013

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 201320 Kabar Tzu Chi

J umat, 1 Maret 2013, bertempat di lantai 6 Gedung Da Ai, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara diadakan perjanjian kerjasama antara Yayasan

Buddha Tzu Chi Indonesia dengan National University Hospital (NUH) Singapura yang berada di bawah naungan National University Health System (NUHS). Perjanjian ini ditandatangani langsung oleh Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei dan Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Sugianto Kusuma, Senior Director NUHS Howard Foo, dan Assistant Director Marcus Foo. Dalam acara ini juga hadir Yang Pit Lu, relawan komite Tzu Chi yang menangani bidang misi amal bakti Tzu Chi.

“Hari ini kita bertemu tamu dari RS (NUH) Singapura dengan tema perjanjian kerjasama pengobatan pasien dari Indonesia, khususnya penderita leukimia. Dalam kerjasama itu kita akan mengirimkan pasien-pasien kita, khususnya penderita leukemia untuk berobat ke sana. Selain itu kita juga kerjasama dalam sharing ilmu pengobatan. Misalnya jika mereka akan melakukan operasi kepada pasien leukemia, para dokter kita (TIMA Indonesia) dapat langsung melihat bagaimana prosedur operasi leukemia berjalan. Mereka (NUH) juga kerap

memberikan seminar-seminar pengobatan kepada para dokter. Dalam hal ini, para dokter TIMA juga dapat mengembangkan pengetahuan medis mereka melalui seminar ini. Banyak keuntungan yang didapat dengan adanya kerjasama ini,” terang Yang Pit Lu, yang telah beberapa kali melakukan kunjungan ke NUH untuk membuat kerjasama ini terjalin.

Howard Foo mengatakan jika kolaborasi antara NUH dengan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia sudah dimulai sejak beberapa bulan yang lalu. “Karena ada banyak dokter kami yang sudah mengobati pasien kanker yang berasal dari Indonesia, dan ada beberapa pekerjaan yang kami lakukan yang sudah pernah mendapat perhatian dari asosiasi dan yayasan di sini (Tzu Chi Indonesia), dan kami merasa sangat senang bahwa yayasan ini telah menyetujui kerjasama dengan NUH untuk mengobati warga negara Indonesia yang kurang mampu.”

Melalui kegiatan ini, semoga setiap orang bisa menciptakan berkah bagi dunia. Semoga setiap orang yang menderita penyakit bisa menerima perawatan yang sangat baik. Inilah harapan dari misi kesehatan Tzu Chi.

q Teddy Lianto

T ahun 1996 terjadi bencana angin topan He Pe yang mengakibatkan banjir dahsyat di Taiwan. Insan Tzu Chi yang masih berbentuk kelompok-kelompok mencoba

untuk datang dan turut membantu memberikan bantuan pada para korban. Pada saat itu, kelompok-kelompok terdiri dari banyak relawan dengan jumlah yang bervariasi. Satu kelompok bisa mencapai seratus hingga dua ratus orang dengan tempat tinggal di daerah yang berbeda-beda. Dari sini Master Cheng Yen melihat, untuk mengerahkan satu kelompok ke daerah bencana ternyata kurang efisien dan memakan waktu yang lama serta tidak aman untuk para relawan. Maka dari itu Master Cheng Yen kemudian menerapkan prinsip relawan komunitas. Dari sanalah 4 in 1 terbentuk dengan tujuan efektivitas waktu dan tenaga juga agar terjalin kerukunan bertetangga.

Di Indonesia sendiri, Tzu Chi telah mengikuti sistem 4 in 1 yang ada, yang terdiri dari He Xin, He Qi, Hu Ai, dan Xie Li. Dan mulai tanggal 1 Maret 2013 lalu telah diadakan pemekaran He Qi di Indonesia, yang dahulu terdiri dari empat He Qi (Barat, Selatan, Timur, Utara), sekarang ditambah satu lagi yaitu He Qi Pusat. Kini di Indonesia terdiri dari lima He Qi. “He Qi Pusat ini kami bentuk latar belakangnya adalah dalam rangka pemekaran dan pengembangan wilayah supaya perhatian lebih sampai pada masyarakat. Tujuan hari ini selain launching He Qi pusat juga sebagai tempat untuk menyamakan pandangan,

menyamakan langkah sehingga kita punya satu langkah yang dahsyat sehingga He Qi Pusat dapat menyusul ke depan,” kata Like Shijie yang ditunjuk sebagai Ketua He Qi Pusat hingga periode 31 Desember 2013. “Dengan adanya He Qi Pusat ini tentunya kita mengajak lebih banyak orang untuk ikut dalam barisan kerelawanan sehingga banyak tergalang cinta kasih. Tentu ini butuh semua relawan untuk kompak dan bersatu hati, memberi perhatian dan bergotong royong untuk menggalang cinta kasih yang lebih banyak,” tambahnya.

Launching He Qi Pusat sendiri diadakan Minggu, 10 Maret 2013 bertempat di Fu Hui Ting, Lt. 2 Aula Jing Si, dengan dihadiri kurang lebih sebanyak 100 relawan. Dalam acara launching ini, Liu Su Mei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia memberikan beberapa pesan bagi para relawan He Qi Pusat yang nantinya akan berkantor di ITC Mangga Dua. “Jadi saat kita pindah ke Aula Jing Si, Master Cheng Yen berharap bahwa kantor Tzu Chi yang di ITC itu masih bisa beroperasi karena Tzu Chi dulunya bermula dari sana dan kantor tersebut bisa dikatakan sebagai akarnya Tzu Chi Indonesia,” kata Liu Su Mei, “Nah, sekarang karena tetap operasional, diharapkan kita di He Qi Pusat ini bisa mengembangkan akar tersebut. Karena untuk mengembangkan akar mempunyai tanggung jawab yang lebih besar. Apabila akar berfungsi dengan baik maka pohon, dahan, ranting, dan daunnya pun dapat berkembang dengan baik juga.”

q Metta Wulandari

SaLing dukung. Kurang lebih 100 relawan berkumpul di Fu Hui Ting, Lt.2 Aula Jing Si guna mengikuti acara Launching He Qi Pusat yang diadakan Minggu, 10 Maret 2013.

Bahu Membahu di Bidang Medis

Menjalin Keharmonisan, Menumbuhkan Cinta Kasih

Met

ta W

ulan

dari

“M enerjemahkan satu bahasa ke bahasa lain tujuannya tentu untuk dibaca pembaca asing, jadi dalam menerjemahkan suatu

bahasa, berusahalah untuk tidak menerjemahkan bahasa aslinya kata per kata, namun sesuaikanlah dengan gaya penulisan agar gaya bahasa tidak terkesan kaku dan mudah dimengerti oleh pembaca.” Kata-kata ini ditulis untuk di-sharingkan kepada 53 mahasiswa jurusan Sastra dam Budaya Inggris Universitas Bunda Mulia yang pada Senin, 25 Februari 2013 melakukan kunjungan industri ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.

“Hari ini kita dari program studi Bahasa dan Sastra Inggris UBM mengajak beberapa mahasiwa dan dosen. Kedatangan kami ke Tzu Chi ini sebenarnya ingin mengenal lebih dalam mengenai apa itu Tzu Chi, dan kita ingin lebih tahu lagi apa sebetulnya kegiatan-kegiatan Tzu Chi. Selain itu kami juga menyadari bahwa Tzu Chi merupakan sebuah organisasi yang sangat berkembang yang mempunyai bidang–bidang yang dapat memberikan ilmu baru bagi mahasiswa-mahasiswa kami,” ujar Murniati, Ketua Prodi Sastra dan Budaya Inggris Universitas Bunda Mulia Jakarta.

“Awal mula kami memilih melakukan kunjungan industri di Tzu Chi adalah karena kami banyak mendengar berita

mengenai Tzu Chi, jadi kami mengharapkan mahasiswa kami nantinya tidak hanya asal bekerja saja, tetapi kami mengharapkan ada nilai tambah seperti cinta kasih dan welas asih yang diterapkan di sini,” tambah Murni.

Industrial Visit & Seminar “A Closer Look at Tzu Chi Publishing: Printed – Media Translation”, itulah judul seminar yang diadakan di lantai 1 Gedung Da Ai yang berbicara mengenai melihat lebih dekat bagaimana proses translate yang ada di media Tzu Chi, media cetak maupun elektronik, dimana sebagian besar dari mahasiswa yang datang pada hari itu telah mengetahui tentang Buletin dan Majalah Tzu Chi (media cetak) serta DAAI TV Indonesia (media elektronik).

Sumarni Wijaya Halim, salah satu mahasiswa semester 8 merasa bahwa kunjungan industri yang dilaksanakan di Tzu Chi telah memberikannya banyak pengetahuan bahwa ternyata menjadi penerjemah tidak semudah yang ia bayangkan. “Beruntung bisa tahu dari praktisi-praktisi penerjemahan yang udah terjun lama, jadi bisa tahu pengalaman apa yang mereka lalui, kendala apa yang mereka dapat seandainya benar-benar ada di dunia penerjemahan,” ucap Sumarni.

q Metta Wulandari

MenaMbah wawaSan. Di penghujung kegiatan, para mahasiswa diajak untuk melihat langsung proses penerjemahan yang dilakukan di DAAI TV Indonesia dan juga di Divisi Media Communication (media cetak) Tzu Chi.

Menjadi Media Penghubung Antarbahasa

Met

ta W

ulan

dari

Launching He Qi Pusat

Kunjungan Mahasiswa Universitas Bunda Mulia

MeLayani Lebih LuaS. Tanggal 1 Maret 2013 dilakukan penandatanganan MoU untuk kerjasama dalam bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan kedokteran antara Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dengan National University Hospital (NUH) Singapura.

Tedd

y Li

anto

MOU Kesehatan Tzu Chi Indonesia - NUH Singapura

Page 21: Buletin Edisi 92 Maret 2013

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 2013 21Tzu Chi Internasional

P ada tanggal 16 – 17 Maret 2013, relawan Tzu Chi memberi pelayanan pengobatan gratis kepada warga

Central Valley di California yang kurang mampu dan tidak mempunyai asuransi kesehatan. Perawatan ini mencakup bidang-bidang medis, seperti perawatan gigi, mata serta akupuntur yang diselenggarakan di acara First Annual Healthy Fresno Clinic (Baksos Tahunan Pertama “Healthy Fresno”) dengan penuh welas asih oleh lebih dari 100 profesional medis bersama dengan Tzu Chi serta mitra-mitra komunitasnya termasuk Kaiser Permanente dan Flying Doctors.

Relawan Tzu Chi di daerah telah memberi pelayanan pengobatan gratis kepada warga-warga di seluruh pelosok Central Valley melalui pengadaan kegiatan baksos “klinik bergerak” selama lebih dari sepuluh tahun. Karena kondisi perekonomian saat ini terus terancam, kondisi sebagian besar kabupaten-kabupaten pertanian yang terletak di Central Valley menjadi sangat parah dengan persentase pengangguran yang mencapai 16% (lebih dari dua kali rata-rata nasional) dan jumlah orang tanpa asuransi kesehatan yang amat banyak. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, TIMA memutuskan untuk mengadakan baksos skala besar. Kegiatan ini merupakan kegiatan baksos skala besar pertama yang dikoordinasikan oleh relawan Tzu Chi di Amerika Serikat.

Pada tanggal 16 Maret, pasien-pasien sudah mulai berdatangan menunjukkan betapa diperlukannya perawatan kesehatan. Pasien pertama dalam antrian yang bernama Irene menjelaskan, “Kami tidak mempunyai asuransi, tidak ada perawatan lagi, sedangkan saya memerlukan perawatan gigi. Kebetulan saya dengar tentang kegiatan ini, saya langsung memberitahukan keluarga dan teman-teman saya bahwa kita harus datang. Makanya kita datang jam setengah empat!”

Sepanjang baksos dua hari ini, lebih dari 750 orang yang bernasib tidak jauh berbeda dengan Irene telah menerima lebih dari 2.600 pelayanan kesehatan termasuk screening biasa, pemeriksaan tekanan darah, screening diabetes, pemeriksaan payudara, pencabutan serta pembersihan gigi dan tambalan, serta pengobatan akupunktur. Selain itu pasien-pasien juga mendapatkan bantuan dalam pendaftaran asuransi, serta menerima informasi, materi pendidikan, dan demonstrasi olahraga kesehatan dari berbagai organisasi. Bagi yang membawa anak-anak, juga disiapkan aktivitas anak. Seperti yang dilakukan di kegiatan rutin baksos “klinik bergerak”, di sini para relawan juga berusaha menghubungkan setiap pasien dengan dokter setempat agar mereka dapat melanjutkan perawatan serta mendapatkan pelayanan kesehatan yang bersifat jangka panjang.

Setiap pasien dan pengunjung merasa tersentuh tidak hanya oleh perawatan gratis, tetapi juga pelayanan yang begitu tulus. “Semuanya begitu teratur dan sangat profesional, di sini kita merasa sangat diterima, setiap orang begitu tulus, begitu

sopan,” ujar Bernia, salah satu pasien. Sebelum pergi, dia mengambil salah satu celengan bambu dan berkata, “Saya akan menggunakan celengan ini untuk menggalang dana sebanyak mungkin, lalu mengembalikannya pada organisasi ini.” Bagi dia dan masih banyak orang yang seperti dia, kasih sayang yang telah diberikan oleh para relawan telah mencapai lubuk hati mereka.

Baksos “Health Fresno” yang diadakan untuk pertama kali ini direncanakan sebagai sebuah kegiatan tahunan dan merupakan sebuah langkah maju penting bagi Central Valley dan juga Tzu Chi. Sejak tahun 2001 hingga sekarang, relawan Tzu Chi telah menyediakan sebanyak 300 bis di Central Valley untuk baksos “klinik bergerak” dan memberikan lebih dari 60.000 pelayanan

pengobatan. “Healthy Fresno” yang merupakan kegiatan baksos skala besar pertama yang dikoordinasikan oleh Tzu Chi, mengembangkan pondasi pelayanan kesehatan yang telah dibangun oleh para relawan pada berbagai kegiatan baksos besar dalam beberapa tahun terakhir ini dengan bekerjasama dengan CareNow LA, Care 4 a Healthy I.E. di San Bernardino, Modern House Call for Women di Long Beach, serta kegiatan Remote Area Medical (RAM) di Oakland, Sacramento dan Los Angeles, serta pada pekerjaan sehari-hari di klinik-klinik Tzu Chi yang tersebar di seluruh California Selatan.

Pasien yang tidak memiliki asuransi bukan satu-satunya yang mendapat manfaat dari kegiatan baksos akhir pekan yang sukses ini, para relawan dan dokter

pun juga merasa kehidupan mereka telah diperkaya dengan pengalaman yang berharga. Dokter Richard Furze, seorang relawan dokter gigi, membandingkan pengalaman yang telah ia dapati dengan hasil panen dari “kebun semangat Tzu Chi” dan berkata, “Saya sudah menyelesaikan pekerjaan petik buah, dan sekarang saya juga sudah selesai menikmati buah itu. Maka, walaupun merasa lelah, pada saat yang sama saya juga merasa gembira.” Setelah berhasilnya baksos skala besar pertama ini, kita dapat mengharapkan panen yang lebih berlimpah lagi pada waktu yang akan datang.

q Sumber: : http://tw.tzuchi.org/en/index.Diterjemahkan oleh: Desvi Nataleni/Tonny Yuwono

Layanan Pengobatan Bagi Warga Central ValleyTzu Chi Internasional: Baksos Tahunan Pertama “Healthy Fresno”

Dok

. Tzu

Chi

Tai

wan

Dok

. Tzu

Chi

Tai

wan

“Saya sudah menyelesaikan pekerjaan petik buah, dan sekarang saya juga sudah selesai menikmati buah itu.Maka, walaupun merasa lelah, pada saat yang sama saya juga merasa gembira.”

peLayanan pengObatan.Dalam cuaca dingin yang ekstrim, para relawan tetap membantu pasien-pasien untuk mengisi riwayat pengobatan mereka.

Page 22: Buletin Edisi 92 Maret 2013

「『為佛教,為 眾生 』

,是我的生命,也是我的慧命。出家後皈依在上印下順導師座下,就是慧命的起始。身為載道器,要以此生的生命,成就慧命。」上人於慈濟基金會與功德會兩場董事會上勉志業體主管,要秉持佛法精神理念,腳踏實地往前行。 為救苦眾生成立慈善組織 「慈濟以佛教精神為宗旨,欲『救世』要先『救命』,故從解救眾生脫困著手,困苦的眾生就是我們幫助的對象。」上人指出,在克難中以「功德會」之名展開慈善濟貧,有其時代背景不同於一般寺院道場以類似民間組織

來運作,「慈濟」的財務並非作為常住用度,而是為了救濟貧苦,故成立「功德會」運作。 「佛教慈濟功德會」成立十多年後,為了蓋醫院,1980年正式向內政部登記成立「基金會」,上人堅持必須冠以「佛教」之名。當時林碧玉副總執行長到省政府社會處接洽,辦事員回覆無法以「佛教」申辦立案,上人決意親自到中興新村向辦事人員說明。 「慈濟是以佛教精神創立,若基金會沒有『佛教』兩字,就缺乏推行志業的動力。」終於說服辦事人員以此經辦。通過立案後,慈濟成為全臺第一個冠上「佛教」之名的基金會。 「『佛教慈濟』是師父當時努力爭取來的。『佛教』是慈濟之本,慈善、醫療、教育、人文四

大志業,都不能離『佛教』兩字,所有志業事務亦不能離『為佛教、為眾生』的初衷,必須穩固佛教精神、展現佛教形象。」 搭起愛的拱橋 傳承靜思法脈 上人強調,功德會是基金會的基礎,即使成立基金會,功德會還是存在,每個月的藥師法會持續舉辦,以彰顯慈濟的宗教精神。「慈濟能夠如此蓬勃發展,是因為慈濟人具有宗教信仰、相信師父所說,才能付出無所求。慈濟要傳續千秋百世,一定要有宗教精神理念的內涵,不只是名稱上的宗教,更要力行實質的宗教精神理念。」 身為出家人,上人自言創立慈濟只是單純想要解救人間苦難,但是四大志業牽涉層面極廣,所做諸事都需要專業,故期待

志業體同仁要為全球慈濟人搭起拱橋,引導人人深入靜思法脈精神,鞏固宗教精神理念。 「慈濟不是我一個人做的,是全球慈濟人日日付出而成就,所以我時時都說『感恩』。就像江、河、井、池名雖不同,但水性相同;世間人雖有種族、國籍的不同,但若共同一心投入慈濟,就有共同的名字慈濟人。」上人勉同仁要感恩所有慈濟人,與師父共同擔負天下重任。 當今人心濁亂,造成全球人禍動亂,上人期許大家心力會合,讓慈濟人文普遍於人間,使人人有機會接觸佛法而改變人生觀、改善家庭氣氛。

證嚴上人開示於2012年5月18日《農四月‧二十八》

※本文摘自:《慈濟月刊》547期《證嚴上人.衲履足跡》

Kita Semua Memiliki Nama yang Sama yaitu Insan Tzu Chi

“Berbuat demi ajaran Buddha dan semua makhluk adalah jiwa saya, dan juga merupakan jiwa kebijaksanaan

saya. Setelah saya meninggalkan kehidupan duniawi dan menjadi murid Master Yin Shun, itulah awal dari bertumbuhnya jiwa kebijaksanaan saya. Jasmani (tubuh) adalah sarana untuk pembinaan batin, saya ingin menggunakan jiwa dalam kehidupan ini untuk menyempurnakan jiwa kebijaksanaan saya.” Master Cheng Yen memberi dorongan semangat pada para pimpinan badan misi dalam kedua sesi rapat komisariat Yayasan Buddha Tzu Chi dan rapat komisariat Badan Amal Tzu Chi untuk dapat senantiasa berpegang pada semangat dan konsep Buddha Dharma dan terus melangkah maju dengan langkah yang mantap.

Demi Menolong Makhluk yang Menderita, Mendirikan Badan Amal

“Tzu Chi menjadikan semangat ajaran Buddha sebagai azas. Jika ingin menyelamatkan dunia, kita harus menyelamatkan kehidupan terlebih dahulu, itu sebabnya kita memulainya dengan menolong semua makhluk agar terlepas dari kesusahan. Jadi semua makhluk dalam kesusahan adalah pihak yang akan kita bantu.” Master Cheng Yen menjelaskan bahwa pada masa awal yang penuh kesulitan, kita menggunakan nama “Perkumpulan Amal” untuk mengembangkan misi amal dan membantu kaum miskin. Konsep operasional perkumpulan amal ini berbeda dengan yang dilakukan wihara pada umumnya dan lebih mirip dengan konsep dari lembaga kemasyarakatan non pemerintah sesuai dengan latar belakang pada masa

itu. Keuangan “Tzu Chi” sama sekali bukan untuk dipergunakan oleh para biksuni untuk pembinaan umat, melainkan untuk menolong kaum miskin, oleh karena itu didirikanlah “Perkumpulan Amal” sebagai badan untuk mengelolanya.

Setelah lebih dari 10 tahun “Perkumpulan Amal Buddha Tzu Chi” didirikan demi untuk memenuhi persyaratan pembangunan rumah sakit. Pada tahun 1980 secara resmi meregistrasikan pendirian “yayasan” pada Departemen Dalam Negeri, Master Cheng Yen dengan gigih berjuang untuk untuk menambahan kata “Buddha” pada nama yayasan. Sebagai wakil ketua pelaksana harian saat itu, Lin Biyu berkunjung ke Kantor Pelayanan Masyarakat Pemerintah Provinsi Taiwan untuk membahas permohonan tersebut. Pejabat di kantor tersebut menyatakan tidak dapat menindaklanjuti pengregistrasian pendirian yayasan dengan penambahan kata “Buddha”, Master Cheng Yen kemudian memutuskan untuk pergi sendiri ke kota Chung-Hsing untuk menjelaskannya kepada pejabat bersangkutan.

“Tzu Chi didirikan berlandaskan semangat ajaran Buddha, jika tidak terdapat kata Buddha pada nama yayasan, akan mengurangi daya penggerak dalam menjalankan misi.” Setelah berhasil meyakinkan, pejabat berwenang menindaklanjuti permohonan Tzu Chi sesuai dengan yang diinginkan. Setelah teregistrasi secara resmi, Tzu Chi menjadi yayasan pertama di seluruh Taiwan yang menggunakan kata Buddha pada namanya.

“Yayasan Buddha Tzu Chi merupakan nama yang saya peroleh melalui sebuah perjuangan saat itu. ‘Ajaran Buddha’ adalah landasan dari Tzu Chi. Keempat Misi Mulia Tzu Chi, yaitu Misi

Amal, Misi Kesehatan, Misi Pendidikan dan Misi Budaya Humanis, semuanya tidak boleh terlepas dari ajaran Buddha’. Semua misi-misi Tzu Chi tidak boleh lepas dari niat awal untuk ‘berbuat demi ajaran Buddha dan semua makhluk’, maka kita harus memperkokoh semangat ajaran Buddha dan menampilkan citra ajaran Buddha.”

Membangun Jembatan Cinta Kasih, Mewariskan Ajaran Jing Si

Master Cheng Yen menekankan, Perkumpulan Amal Tzu Chi adalah pondasi dari Yayasan Buddha Tzu Chi. Sekalipun Yayasan Buddha Tzu Chi sudah berdiri, namun keberadaan Perkumpulan Amal tetap ada seperti semula. Ritual Puja Buddha Bhaishajyaguru tetap diselenggarakan setiap bulan untuk menampilkan dengan jelas semangat ajaran Buddha pada Yayasan Buddha Tzu Chi. “Tzu Chi dapat berkembang begitu subur penuh semangat adalah karena insan Tzu Chi memiliki keyakinan beragama dan percaya pada apa yang saya katakan, dengan demikian baru mampu bersumbangsih dengan tanpa pamrih. Jika Tzu Chi ingin diwariskan hinggga ribuan tahun maka Tzu Chi harus mengandung semangat dan konsep ajaran Buddha. Jadi, bukan hanya mengandung kata Buddha pada namanya saja, terlebih lagi harus menerapkan secara nyata semangat dan konsep ajaran Buddha.”

Sebagai seorang biksuni, Master Cheng Yen mengatakan bahwa maksud mendirikan Tzu Chi adalah sangat sederhana, hanya ingin mengurangi penderitaan di alam kehidupan, namun cakupan dari Empat Misi Mulia Tzu Chi sangat luas. Dalam pelaksanaan berbagai

hal memerlukan sebuah profesionalitas, maka Master Cheng Yen mengharapkan agar para staf dalam badan misi dapat menjadi jembatan penghubung bagi insan Tzu Chi sedunia, mengajak dan membimbing setiap orang mendalami ajaran dan semangat Jing Si, serta memperkokoh semangat dan konsep ajaran Buddha.

“Tzu Chi bukan hasil kerja saya seorang diri, melainkan hasil kerja dari insan Tzu Chi sedunia yang bersumbangsih setiap hari, untuk itulah setiap saat saya selalu mengucapkan ‘terima kasih’. Sama seperti sungai, kali, sumur atau kolam, walau namanya berbeda, namun sifat airnya tetap sama. Umat manusia di dunia walau memiliki perbedaan ras dan kebangsaan, namun jika bersama-sama bersatu hati berpartisipasi dalam Tzu Chi semuanya memiliki nama yang sama, yaitu insan Tzu Chi.” Master Cheng Yen menganjurkan para staf badan misi harus berterima kasih kepada semua insan Tzu Chi yang telah memikul tanggung jawab berat terhadap dunia bersama beliau.

Kondisi batin manusia yang kotor dan kacau sekarang ini menyebabkan terjadinya bencana dan kekacauan akibat ulah manusia. Master Cheng Yen berharap semua orang dapat menyatukan hati dan kekuatan, berupaya agar budaya humanis Tzu Chi tersebar merata di seluruh dunia, agar setiap orang mendapat kesempatan mengenal ajaran Buddha, dapat mengubah pandangan hidup serta dapat menambah suasana harmonis di dalam keluarga.

q Ceramah Master Cheng Yen pada tanggal 18 Mei 2012 Dikutip dari Majalah Bulanan Tzu Chi edisi 547

Diterjemahkan oleh: Januar (Tzu Chi Medan)Penyelaras: Agus Rijanto

我們共同的名字慈濟人

Jejak LangkahMaster Cheng Yen22

Jika terjadi gesekan antar sesama, tentu sulit menyelesaikan masalah yang dapat memuaskan semua pihak; jika hati manusia dapat bersatu dan harmonis, masalah tentu akan dapat diselesaikan dengan sempurna dan memuaskan. (Master Cheng Yen)

【靜思小語】人起摩擦,事難圓融;人心合和,事即圓滿。

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 2013

Page 23: Buletin Edisi 92 Maret 2013

“W edang ondenya enak sekali, bolehkah saya minta semangkok lagi?”

“Tentu saja boleh,” jawab Wang Yu Mei sambil tersenyum.

Beberapa hari terakhir ini cuaca sangat dingin. Hingga hari pertama Imlek, suhu udara masih terasa sangat dingin. Dapat menyantap semangkuk wedang onde panas, selain menghangatkan badan juga dapat menghangatkan hati. Sudah tiga tahun berturut-turut Wang Yu Mei aktif bertugas menjadi relawan konsumsi pada hari pertama dan kedua Imlek, berharap bisa menjalin jodoh baik dengan penduduk yang merayakan Imlek di Kantor Cabang Tzu Chi Zhanghua, Taiwan.

“Jika Anda memiliki kemampuan hendaknya bersedia memikul lebih banyak tanggung jawab, selain itu juga memberi kita lebih banyak kesempatan untuk bersumbangsih,” kata seorang relawan. Sang ibu yang berumur 74 tahun ini adalah salah satu kelompok relawan konsumsi Wang Yu Mei. Selain itu, adik perempuan, adik ipar, anak laki-laki, keponakan dan sanak saudara lainnya, kalau dihitung ada 15 orang yang hadir, ditambah dengan beberapa relawan komunitas yang datang membantu, membuat dapur yang cukup besar ini menjadi sangat ramai.

Pada 17 tahun silam, Wang Yu Zhu, adik dari Wang Yu Mei, menyaksikan wajah sang kakak, Yu Mei yang selalu muram karena khawatir terhadap keadaan anaknya, lalu mengajak Yu Mei pulang ke Hualien bersama menggunakan kereta api yang selalu digunakan oleh para relawan Tzu Chi. “Perjalanan itu telah mengubah hidupku,” kata Wang Yu Mei mengenang masa lalunya dan berkata tidak bisa tidak dia berterima kasih kepada anaknya yang telah

meninggal dunia, karena telah berhasil menjalin jodoh dirinya dengan Tzu Chi.

Anak laki-laki keduanya sejak kecil diasuh oleh ibu mertuanya. Hal ini membuat hubungan antara dia dengan anaknya semakin jauh. Saat anaknya berumur 9 tahun, sang anak terdeteksi mengidap penyakit ginjal. Supaya anaknya bisa minum obat secara teratur, Yu Mei sering memarahi dan memukulinya, tetapi sesudahnya dia merasa sangat menyesal.

Hari-hari dilalui dengan perasaan tersiksa secara berulang-ulang selama 8 tahun. Suatu ketika dia mendegar anaknya berkata kepada tetangganya, “Jika memang harus mati, ya mati saja!”. Terpikir olehnya, masa depan anaknya hanyalah ketidakberdayaan. Sama sekali tidak berharap sesuatu, hanya terdapat satu kata “derita” yang dapat melukiskan kondisi hati Yu Mei saat itu.

Dalam perjalanan pulang dari Hualien, dia mendengar sharing dari seorang Komite Tzu Chi bernama Hong Jin Lan. Dia mengisahkan pada masa mudanya dia sering melawan orang tua, namun orang tuanya yang tidak pernah bersekolah malah memperlakukannya dengan hati lapang dan penuh maaf. Wang Yu Mei melihat kembali ke dalam dirinya sendiri yang sering memukul anaknya dengan gantungan baju dan tidak pernah berwajah ramah pada anaknya, tiba-tiba di dalam hatinya timbul perasaan sangat malu. Keesokan harinya, dia menerima telepon dari guru yang mengatakan bahwa anaknya tidak masuk sekolah.

Biasanya, dia mungkin akan berkata dengan marah, ”Setelah pulang nanti pasti akan aku pukuli sampai mati.” Tetapi malam ini, dia hanya bertanya kepada anaknya dengan tenang telah pergi kemana? Anaknya menjawab, ”Ke sekolah.” Tanpa bisa ditahan dia berkata

dengan amarah, “Kamu masih berbohong!” Anaknya dengan ketakutan berlutut mengakui bahwa dirinya pergi bermain game. “Karena hari ini ada ujian, kemarin mama ke Hualien dan aku tidak belajar, aku tidak berani masuk sekolah dan tidak tahu harus pergi kemana.” Setelah mendengar perkataan anaknya, Yu Mei merangkul anaknya dan berkata sambil menangis, ”Maaf, mamalah yang bersalah padamu.”

Yu Mei mulai mengubah dirinya. Ia tidak lagi memukul dan memarahi anaknya, tetapi dengan sabar berinteraksi dengan anaknya. Saat anaknya beranjak dewasa, Wang Yu Mei baru menyadari bahwa sesungguhnya sang anak sangat memerhatikan ucapan dan perilakunya, “Rupanya, orang tua memberi pengaruh yang begitu besar terhadap anaknya.”

Karena penyakit ginjalnya, anak Wang Yu Mei kemudian menjalani peritoneal Dialysis (cuci darah) jangka panjang. Ia juga sering terserang influenza dan demam hingga dirawat di rumah sakit. Pada saat tengah dirawat di rumah sakit terakhir kalinya dua tahun kemudian, sang anak meninggal dunia karena komplikasi.

Dua hari sebelum meninggal, anaknya bertanya kepada Wang Yu Mei, ”Mama, saya tidak tahu harus bagaimana membalas budi orang tua…”

Wang Yu Mei berkata pada anaknya, ”Asalkan menuruti perkataan dokter, minum obat secara teratur agar sembuh kembali, ini sudah termasuk membalas budi orang tua.”

Setelah anaknya meninggal, dia menyelesaikan urusan pemakaman dengan hati yang tenang. Hal ini berlangsung hingga malam keesokan harinya. Tetapi setelah pulang ke rumah, tiba-tiba emosinya meledak dan dia menangis hingga tak sadarkan diri.

Seorang biksu di wihara menasihati dirinya dengan berkata, anggap saja anaknya sedang bertamasya ke luar negeri, kita doakan saja.

Agar bisa membuat dirinya tidak ada waktu senggang untuk mengenang anaknya, Wang Yu Mei menghabiskan seluruh waktunya dalam pekerjaan rumah tangga, bekerja dan ikut berkegiatan sebagai relawan. Dia mulai berpartisipasi sebagai relawan pelestarian lingkungan di komunitas. Kelebihan pada dirinya terus tergali, dari menjadi guru di kelas budi pekerti anak anak, sebagai guru yang mengajari seni penyuguhan teh di Pusat Pengembangan Pendidikan Masyarakat Universitas Tzu Chi, juga bersedia membungkukkan badan melakukan kegiatan bersih-bersih di Aula Jing Si Zhanghua, sampai menjadi relawan konsumsi di dapur yang penuh dengan uap panas.

Ketika melihat ada sebuah pabrik di sekitar rumahnya sedang membakar kardus bekas, dia proaktif bertanya kepada pemilik pabrik, apakah boleh kardusnya dikumpulkan untuk didaur ulang. Ketika melihat ada lansia bertubuh sehat dan masih lincah, dia lalu mengajak mereka bergabung ke kegiatan pelestarian lingkungan. Saat melihat ada orang tua yang membawa anaknya, dia memperkenalkan para orang tua untuk mengikuti pendidikan kemasyarakatan di Universitas Tzu Chi, dan mendorong anak-anak mereka untuk mengikuti kelas budi pekerti.

Wang Yu Mei berkata “Berkegiatan di Tzu Chi dan berbicara tentang Tzu Chi adalah hal yang sungguh menyenangkan.

Semangkuk Wedang Onde Panas

q Sumber: Tzu Chi Monthly Edisi 553Penulis: Ji Shu Zhen

Diterjemahkan oleh: Desvie NataliePenyelaras: Agus Rijanto

Kisah Tzu Chi 23

「熱湯圓很好吃,可以再吃一碗嗎?」

「當然可以。」王玉梅含笑回答。

“連日來持續低溫,直到大年初一,寒氣還是很重,吃碗熱騰騰的湯圓,暖身又暖心。王玉梅連續三年都主動承擔大年初一、初二的香積工作,希望與回彰化分會過年的民眾結好緣。

「你有能力就要多承擔,也讓我們有多一點機會付出。」七十四歲的媽媽是王玉梅的香積成員之一;另外,妹妹、妹婿、兒子、姪子等親人,算

一算也來了十五位,加上幾位社區志工的幫忙,大大的廚房裏顯得格外熱鬧。

十七年前,妹妹王玉祝見王玉梅總為孩子而愁容滿面,邀她坐慈濟列車回花蓮尋根。

「這趟旅行,改變了我的人生。」王玉梅回首過去,不禁感恩往生的兒子,促成她與慈濟的緣。

二兒子從小由婆婆帶,與她關係疏離;孩子九歲時,檢查發現得了腎臟病,為了要孩子按時吃藥,她常是又罵又打,事後又懊悔不已。

日子在反覆煎熬中度過了八年,有一次,她聽見孩子對鄰居說:「死就死吧!」想到孩子對未來只有無奈,沒有任何期盼,她的心裏也只有一個「苦」字,可以形容。

從花蓮回來的路上,她聽到慈濟委員洪金蘭分享——年輕時常忤逆父母,沒有受教育的父母卻用寬容的心對待她。王玉梅反觀自己,常用衣架打小孩,從沒給孩子好臉色過,頓時心裏感到慚愧萬分。

隔天,她接到老師的電話

說,孩子沒去學校上課。平常,她可能會氣憤地

說:「回來一定要打死你。」但這天晚上,她只是平靜地問孩子去哪兒?孩子回答:「去上課。」她忍不住生氣說:「你還說謊!」

孩子嚇得跪下來承認自己去玩電動。「因為今天要考試,昨天媽媽去花蓮,我沒看書,不敢去學校,又不知道要去哪裏?」

聞言,王玉梅抱起孩子,哭著說:「對不起,是媽媽對不起你。」

王玉梅從改變自己開始,不再對孩子施以打罵,以耐心和孩子溝通。當孩子逐漸變得懂事時,王玉梅才發現,其實孩子很在乎她的言行,「原來,父母影響孩子這麼深!」

孩子因為腎臟病長期做腹膜透析,常常感冒發燒住院;兩年後的一次住院,竟不幸引起併發症而往生。

往生前兩天,孩子問她:「媽媽,我不知如何報父母恩……」

王玉梅告訴他:「只要聽

醫師的話,按時吃藥,讓病好起來,就是報父母恩了。」

孩子走後,她平靜地處理後事,直到隔天晚上回到家才突然崩潰,哭到昏厥過去。寺裏的師父告訴她,就當孩子出國旅行,祝福他吧!

為了讓自己沒有多餘心思想念兒子,王玉梅將時間全投入家務、工作與志工活動中。

從社區環保開始做起,她的長才不斷地被發掘,擔任兒童精進班班媽媽、成為慈濟大學社會教育推廣中心茶道講師,也彎下腰做清潔彰化靜思堂的福田志工、到熱氣氤氳的廚房做香積……

看到居家附近工廠在燒紙箱,她主動詢問老闆能否回收;見到身體健朗的老人家,便邀請他們來做環保;看到父母帶著孩子,則介紹父母參加慈大社教課程,鼓勵孩子參加兒童精進班……

「做慈濟、說慈濟,真的很快樂!」王玉梅說。

(文:紀淑貞 本文摘自:《慈濟》月刊553期)

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 2013

18

一碗熱湯圓 撰文.林襄絜

Page 24: Buletin Edisi 92 Maret 2013

Buletin Tzu Chi No. 92 - Maret 201324