38
BAB I PENDAHULUAN Ketuban pecah dini atau ketuban pecah sebelum proses persalinan berlangsung, terjadi pada 2,7 – 17% kehamilan dan 60% diantaranya terjadi pada usia kehamilan aterm. Selaput ketuban normalnya pecah pada akhir kala I atau permulaan kala II persalinan. Jika ketuban belum pecah, tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir atau telah lengkap. Apabila ketuban telah pecah sebelum proses persalinan berlangsung, maka hal tersebut disebut sebagai ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture of the membrane (PPROM). Penyebab KPD adalah multifaktorial. Kondisi-kondisi yang menyebabkan distensi berlebihan pada uterus, seperti kehamilan multiple dan polihidramnion dapat merupakan factor predisposisi terjadinya KPD. Infeksi juga memegang peranan penting, karena bakteri dapat menurunkan kekuatan dan elastisitas membrane. Selaput ketuban pada KPD memiliki perbedaan seperti berkurangnya ketebalan dan elastisitas, berkurangnya produksi kolagen, serta meningkatnya kolagenolisis dibandingkan dengan selaput ketuban yang tidak mengalami pecah dini. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya

Burning Mouth Syndrome

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Burning Mouth Syndrome

BAB I

PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini atau ketuban pecah sebelum proses persalinan berlangsung, terjadi

pada 2,7 – 17% kehamilan dan 60% diantaranya terjadi pada usia kehamilan aterm.

Selaput ketuban normalnya pecah pada akhir kala I atau permulaan kala II persalinan.

Jika ketuban belum pecah, tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir atau

telah lengkap. Apabila ketuban telah pecah sebelum proses persalinan berlangsung, maka hal

tersebut disebut sebagai ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture of the membrane

(PPROM).

Penyebab KPD adalah multifaktorial. Kondisi-kondisi yang menyebabkan distensi

berlebihan pada uterus, seperti kehamilan multiple dan polihidramnion dapat merupakan factor

predisposisi terjadinya KPD. Infeksi juga memegang peranan penting, karena bakteri dapat

menurunkan kekuatan dan elastisitas membrane. Selaput ketuban pada KPD memiliki perbedaan

seperti berkurangnya ketebalan dan elastisitas, berkurangnya produksi kolagen, serta

meningkatnya kolagenolisis dibandingkan dengan selaput ketuban yang tidak mengalami pecah

dini.

Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit

kelahiran prematur dan terjadinya infeksi khorioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan

morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Oleh karena itu, upaya yang cepat dan tepat untuk

penanganan KPD sangat diperlukan, dimana penanganan tersebut memerlukan pertimbangan

usia gestasi, adanya infeksi dan komplikasi pada ibu dan janin, dan tanda-tanda persalinan.

Kejadian KPD pada wanita hamil aterm sekitar 8-10%. Bila tidak dilakukan induksi

persalinan, sekitar 70% akan mengalami persalinan spontan dalam 24 jam dan lebih dari 95%

terjadi persalinan spontan dalam 72 jam.

Page 2: Burning Mouth Syndrome

BAB II

ISI

1. DEFINISI

Ketuban pecah dini (KPD) atau Spontaneous/early/premature rupture of membrane

(PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan kurang dari 3 cm

(pada primipara) atau kurang dari 5 cm (pada multipara). Dengan keluarnya cairan berupa air-air

dari vagina setelah kehamilan berusia 20 minggu. Definisi lain menyebutkan bahwa KPD adalah

pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan ditunggu 1 jam belum terjadi

inpartu.

Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm maupun kehamilan

aterm, yang dibagi menjadi dua, yaitu :

- PROM (premature rupture of membrane), pecahnya selaput ketuban pada usia kehamilan

> 37 minggu.

- PPROM (preterm premature ruptur of membran), pecahnya selaput ketuban pada

kehamilan < 37 minggu. Kondisi ini dibagi lagi atas :

Ketuban pecah dini pada usia kehamilan 32-36 minggu (preterm PROM near

term)

Ketuban pecah dini pada usia kehamilan 23-31 minggu ( preterm PROM remote

from term)

Ketuban pecah pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu (previable PROM).

Bila proses persalinan segera berlangsung sesudahnya maka akan terjadi kematian

neonatus.

Terjadinya ketuban pecah biasanya diikuti oleh proses persalinan. Periode laten dari

pecahnya selaput ketuban hingga persalinan berkurang secara berlawanan dengan bertambahnya

usia gestasi. Contohnya, pada usia gestasi 20-26 minggu periode latennya 12 hari sedangkan

Page 3: Burning Mouth Syndrome

pada usia gestasi 32-34 minggu hanya 4 hari. Pada kehamilan aterm, 70% wanita mulai

persalinan dalam 24jam dan 95% dalam 72 jam setelah pecahnya selaput ketuban.

II. ANATOMI dan FISIOLOGI SELAPUT dan CAIRAN KETUBAN

SELAPUT KETUBAN

Selaput ketuban terdiri atas amnion dan korion yang saling berdekatan. Keduanya

mengandung bermacam-macam sel, termasuk sel epitel dan sel-sel trofoblas, yang melekat pada

matriks kolagen. Selaput ini menahan cairan amnion, mengeluarkan zat-zat ke dalam cairan

amnion dan selanjutnya ke uterus dan melindungi janin dari infeksi asenden dari saluran genital.

Amnion tidak mengandung darah atau syaraf dan kebutuhan nutrisinya diperoleh dari

cairan ketuban. Amnion terdiri dari 5 lapisan yang berbeda yaitu epitel, membran dasar, lapisan

kompakta, lapisan fibroblast dan lapisan spongiosa/intermediate. Lapisan epitel mensekresi

glikoprotein non kolagen (laminin, nidogen dan fibrolectin) dari membran basalis, lapisan

amnion disebelahnya.

Lapisan kompakta merupakan jaringan konektif yang melekat pada membrane basalis

yang membentuk kerangka fibrosa dari amnion. Kolagen pada lapisan kompakta ini disekresi

oleh sel-sel mesenkim pada lapisan fibroblast. Lapisan fibroblast merupakan lapisan amniotik

yang paling tebal terdiri atas sel-sel mesenkimal dan makrofag(bakteriostatik) di antara matriks

seluler. Kolagen pada jaringan ini membentuk jaringan longgar dari glikoprotein non

kolagenosa. Menurut Casey dan MacDonald (1996) yaitu sintesis kolagen interstitial yang

membentuk lapisan kompak amniotik merupakan sumber utama kekuatan regang membran ini

berlangsung di mesenkim. Berdasarkan tipenya kolagen-kolagen interstitial terbagi atas kolagen

interstitial tipe I, tipe II, tipe III dan tipe IV. Kolagen tipe I adalah kolagen interstitial utama di

jaringan-jaringan yang memiliki daya regang tinggi, contohnya tulang dan tendon. Kolagen tipe

III adalah kolagen interstitial yang berfungsi meningkatkan ekstensibilitas serta daya regang,

sehingga kolagen tipe I dan III mendominasi serta membentuk pararel bundles yang

mempertahankan integritas mekanika amnion. Kolagen tipe V dan VI membentuk koneksi

filamentosa antara kolagen interstitial dan membran basalis epitel. Tidak ada interposisi dari

Page 4: Burning Mouth Syndrome

materi yang menyusun fibril kolagen pada jaringan konektif amniotik sehingga amnion dapat

mempertahankan tensile strength (daya regangan) selama stadium akhir kehamilan normal.

Lapisan spongiosa/intermediate yang terletak diantara amnion dan korion. Lapisan ini

banyak mengandung hydrated proteoglycan dan glikoprotein yang memberikan sifat ”spongy”

pada gambaran histologinya. Lapisan ini mengandung nonfibrillar meshwork yang terdiri

sebagian besar dari kolagen tipe III. Lapisan ini mengabsorbsi stress fisik yang terjadi. Selain itu

selaput amnion juga menghasilkan zat vasoaktif yaitu endotelin-1 (vasokonstriktor) dan PHRP

(parathyroid hormone related protein) merupakan suatu vasorelaksan. Dengan demikian selaput

amnion mengatur peredaran darah dan tonus pembuluh lokal.

Korion lebih tebal daripada amnion namun amnion memiliki kekuatan regang(tensile

strength) yang lebih besar. Korion terdiri dari membran epitelial tipikal dengan polaritas

langsung menuju desidua maternal. Pada proses kehamilan, villi trofoblastik diantara lapisan

korionik dari membran fetal (bebas plasenta) mengalami regresi. Di bawah lapisan sitotrofoblast

(dekat janin) merupakan membran basalis dan jaringan konektif korionik yang kaya akan serat

kolagen. Membran fetal memperlihatkan variasi regional. Walaupun tidak ada bukti yang

menunjukan adanya titik lemah dimana membran akan pecah, observasi harus dilakukan untuk

menghindari terjadinya perubahan struktur dan komposisi membran yang memicu terjadinya

ketuban pecah dini.

Vintziuleos dalam hipotesisnya memandang bahwa cairan amnion mengandung materi

bakteriostatik tertentu sebagai pelindung terhadap proses infeksi potensial dan penurunan

volume cairan amnion dapat menghambat kemampuan pasien dalam menghadapi infeksi.

AIR KETUBAN ( LIQUOR AMNII )

Didalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan

korion terdapat likuor amnii/ air ketuban. Air ketuban/ cairan amnion mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut:

a) Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan kira-kira 1000 – 1500 cc.

b) Air ketuban berwarna putih keruh, berbau amis, dan berasa manis.

c) Reaksinya agak alkalis atau netral, dengan dengan berat jenis 1,008.

Page 5: Burning Mouth Syndrome

d) Komposisinya terdiri atas 98% air, sisanya albumin, urea, asam urik, kreatinin, sel-sel

epitel, rambut lanugo, verniks kaseosa, dan garam anorganik. Kadar protein kira-kira

2,6% g perliter, terutama albumin. Juga ditemukan lesitin dan sfingomielin.

Dijumpainya lesitin dan sfingomielin dalam air ketuban amat berguna untuk mengetahui

apakah paru-paru janin sudah matang, sebab peningkatan kadar lesitin merupakan tanda bahwa

permukaan paru-paru (alveolus) diliputi oleh zat surfaktan. Ini merupakan syarat bagi paru-paru

untuk berkembang dan bernapas. Bila persalinan berjalan lama atau ada gawat janin atau janin

letak sungsang, maka akan kita jumpai warna air ketuban yang keruh kehijauan karena telah

bercampur dengan mekonium.

Fungsi air ketuban:

1. Untuk proteksi janin (melindungi janin terhadap trauma dari luar)

2. Mencegah perlekatan janin dengan amnion

3. Agar janin dapat bergerak bebas

4. Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu

Page 6: Burning Mouth Syndrome

5. Mungkin untuk menambah suplai cairan janin, dengan cara ditelan atau diminum,

yang kemudian dikeluarkan melalui kencing janin.

6. Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (pH) dalam rongga amnion,

untuk suasana lingkungan yang optimal bagi janin.

7. Peredaran air ketuban dengan darah ibu cukup lancar dan perputarannya cepat, kira-

kira 350-500cc

8. Membersihkan jalan lahir(jika ketuban pecah) dengan cairan yang steril, dan

mempengaruhi keadaan di dalam vagina, sehingga bayi kurang mengalami infeksi

Asal air ketuban :

Kencing janin(fetal urine)

Transudasi dari darah ibu

Sekresi dari epitel amnion

Air ketuban untuk diagnosis :

Akhir-akhir ini air ketuban banyak menarik perhatian peneliti, terutama untuk

memonitor perkembangan janin dalam kandungan yaitu antara lain :

Jenis kelamin bayi

Golongan darah ABO

Rhesus iso imunisasi

Maturitas janin

Pemeriksaan tentang penyakit-penyakit genetik

Untuk itu diperlukan analisa air ketuban yang diambil dengan cara amniosintesis

transvaginal atau amniosintesis transabdominal

Page 7: Burning Mouth Syndrome

PEMBENTUKAN AMNION dan KORION

Bila nidasi terjadi, mulailah diferensiasi sel-sel blástula. Sel- sel yang lebih kecil

membentuk entoderm dan yolk sac, sedangkan sel-sel yang besar menjadi ektoderm dan

membentuk ruang amnion. Dengan ini di dalam blastula terdapat suatu embryonal plate yang

terbentuk antara amnion dan yolk sac.

Sel-sel fibroblas mesodermal tumbuh disekitar embrio dan melapisi sebelah dalam

trofoblas. Dengan demikian, terbentuk chorionic membrane yang nantinya akan menjadi korion.

Pada minggu-minggu pertama perkembangan, villi/jonjot meliputi seluruh lingkaran permukaan

korion. Dengan berlanjutnya kehamilan maka vili korialis yang berhubungan dengan desidua

basalis tumbuh dan bercabang-cabang dengan baik, disisni korion disebut korion frondosum.

Page 8: Burning Mouth Syndrome

Sedangkan vili yang berhubungan dengan desidua kapsularis kurang mendapat makanan

sehingga lambat laun menghilang, korion ini disebut korion laeve.

Pertumbuhan embrio terjadi dari embryonal plate yang selanjutnya terdiri atas tiga unsur

lapisan, yakni sel-sel ektoderm, mesoderm dan entoderm. Sementara itu ruang amnion tumbuh

dengan cepat dan mendesak eksoselom sehingga akhirnya dinding ruang amnion mendekati

korion. Mesoblas antara ruang amnion dan embrio menjadi padat, dinamakan body stalk, dan

merupakan hubungan antara embrio dan dinding trofoblas. Pada perkembangan selanjutnya,

body stalk menjadi tali pusat sedangkan yolk sac dan alantois pada manusia tidak tumbuh terus.

Page 9: Burning Mouth Syndrome

Pada tali pusat yang berasal dari body stalk, terdapat pembuluh-pembuluh darah sehingga

ada yang dinamakan vascular stalk. Dari perkembangan ruang amnion dapat dilihat bahwa

bagian luar tali pusat berasal dari lapisan amnion. Antara membran korion dangan membran

amnion terdapat rongga korion. Dengan berlanjutnya kehamilan, rongga tertutup akibat

persatuan membran amnion dengan membran korion. Selaput janin selanjutnya disebut sebagai

membran korion-amnion (amniochorionic membrane). Kavum uteri juga terisi oleh konsepsi

sehingga tertutup persatuan chorion leave dengan desidua parietalis

III. EPIDEMIOLOGI

Page 10: Burning Mouth Syndrome

Menurut Eastman, insiden PROM kira-kira 12 % dari semua kehamilan. Hanya sekitar 20

% kasus adalah PPROM. Dan PPROM inilah yang menyebabkan kira-kira 34% pada seluruh

kasus kelahiran prematur.

Kematian perinatal meningkat 2 kali, bila jarak pecahnya ketuban dan partus dalam 24

jam. Sementara itu jika terjadi dalam 48 jam, kematian perinatal meningkat 3 kali.

IV. Faktor Resiko

Beberapa faktor risiko yang memicu terjadinya ketuban pecah dini ialah :

1. Kehamilan multiple : kembar dua ( 50%) , kembar tiga ( 90 %).

2. Riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2-4x

3. Tindakan koitus : tidak berpengaruh kepada risiko, kecuali jika hygiene buruk , predisposisi

terhadap infeksi.

4. Sefalopelvik disproportion. Kepala janin tidak masuk pintu atas panggul sehingga selaput

bagian bawah menggembung dan mudah pecah.

5. perdarahan pervaginam : trimester pertama ( risiko 2x ) , trimester kedua/ketiga ( 20x )

6. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban:

- Infeksi genitalia

- Meningkatnya enzim proteolitik

- Bakteriuria (resiko 2x)

7. PH vagina di atas 4,5 : risiko 32% ( vs. 16%)

8. Servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% ( vs 7%)

9. Flora vagina abnormal : risiko 2-3x

10. Fibronectin > 50 mg/ml : risiko 83% ( vs 19% )

11. Kadar CRH ( corticotropoin releasing hormone ) maternal tinggi misalnya pada stress

psikologis , dsb. Dapat menjadi stimulasi persalinan preterm

12. Faktor genetik.

13. Kadar Vitamin C yang rendah.

14. Trauma dan tekanan intra abdominal.

15. Selaput ketuban terlalu tipis ( Kelainan ketuban)

Page 11: Burning Mouth Syndrome

V. ETIOLOGI

Sebab-sebab terjadinya ketuban pecah dini, dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Faktor umum

a. Infeksi seksual transmited disease: infeksi vagina, khorioamnionitis

b. Faktor sosial : perokok, peminum, keadaan sosial ekonomi rendah

2. Faktor keturunan

a. Kelainan genetik

b. Kadar vitamin C dan ion Cu yang rendah di dalam serum

3. Faktor obstetrik, antara lain;

a. Overdistensi uterus pada kehamilan kembar dan polihidramnion

b. Serviks inkompetensi

c. Serviks konisasi/menjadi pendek

d. Terdapat sefalopelvik disproporsi;

- Kepala janin belum masuk PAP

- Kelainan letak janin, sehingga ketuban bagian terendah langsung menerima

tekanan intrauteri yang dominan

- grandemultipara

4. Tidak diketahui penyebabnya;

Dikemukakan bahwa kejadian ketuban pecah dini sekitar 5-8%. 5% diantaranya segera

diikuti oleh persalinan dalam 5-6 jam, sekitar 95% diikuti oleh persalinan dalam 72-95 jam

dan selebihnya memerlukan tindakan konservatif atau aktif dengan menginduksi persalinan

atau operatif

VI. PATOFISIOLOGI

Page 12: Burning Mouth Syndrome

Menurut Taylor, patofisiologi KPD berhubungan dengan adanya faktor predisposisi :

a. Faktor infeksi

Pada infeksi, terjadi peningkatan aktifitas interleukin – 1 (IL-1) dan prostaglandin.

Peningkatan ini menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen

pada selaput korion/ amnion, yang menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah

pecah spontan.

b. Faktor trauma dan tekanan intra abdominal

Adanya stress maternal dan fetal, menyebabkan peningkatan pelepasan kadar CRH

(Cortikotropin releasing hormon), sehingga terjadi pembentukan enzim matriks

metalloproteinase (MMP), yang menyebabkan ketuban pecah.

c. Faktor selaput ketuban

Membran ketuban memiliki kemampuan material viscoelastis, dimana jika ada tekanan

internal saat persalinan dan juga adanya infeksi membuat membran menjadi lemah dan

rentan membran pecah

Patogenesis

1. Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah dan

terjadi bersamaan dengan penyakit-penyakit pielonefritis, sistitis, servisitis dan

vaginitis.

2. Ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)

3. Infeksi (amnionitis dan khorioamnionitis)

4. Faktor-faktor lain merupakan predisposisi yaitu multipara, malposisi, disproporsi

servik inkompeten dan lain-lain

Ketuban pecah dini juga berhubungan dengan kelemahan menyeluruh membrane fetal

akibat kontraksi uteri dan peregangan berulang. Membran mengalami rupture premature ini

tampak memiliki defek fokal dibandingkan kelemahan menyeluruh. Daerah dekat tempat

pecahnya membran ini di sebut ” restricted zone of extreme altered morphology ” yang ditandai

dengan adanya pembengkakan dan kerusakan jaringan kolagen fibrilar pada lapisan kompakta,

fibroblast maupun spongiosa. Daerah ini akan muncul sebelum ketuban pecah dini dan

merupakan daerah breakpoint awal. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat

Page 13: Burning Mouth Syndrome

ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya

ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien resiko tinggi.

Mekanisme & faktor klinik yang berhubungan dengan ketuban pecah:

Tempat pecahnya selaput ketuban

Pada suatu penelitian, disimpulkan bahwa tempat terjadinya ruptur adalah membran

diatas servik yang tidak ditunjang oleh desidua, apalagi setelah kehamilan makin besar. Pada

kasus PPROM usia gestasi 30-34 minggu didapatkan berkurangnya lapisan epitel dan berubah

menjadi sel nekrotik, korion hanya mengandung sedikit sel yang dilindungi fibrin dan desidua

biasanya tidak ada.

Mekanik

Peningkatan tekanan intraamnion karena kontraksi uterus merupakan ancaman bagi

integritas membran. Tekanan sebesar 58-68mmHg cukup untuk memecahkan selaput ketuban

dengan dilatasi servik 3-4cm. Hal ini menerangkan terjadinya ruptur membran pada proses

persalinan. Regangan dan kontraksi uterus yang berulang-ulang akan menyebabkan kerapuhan

dan kerusakan lokal pada membran sehingga toleransi membran terhadap tekanan juga

berkurang sehingga memicu ruptur membran.

Ruptur membran yang terjadi pada kehamilan preterm(prematur) dengan dilatasi servik

yang yang lebih kecil atau tanpa dilatasi servik, membutuhkan tekanan yang lebih besar.

Disamping itu, faktor lain yang juga berpengaruh adalah elastisitas dan viskositas membran.

Ruptur membran prematur secara umum terlihat rusak, dibandingkan daerah lainya. Daerah di

sekitar tempat terjadinya sobekan selaput ketuban tampak sebagai daerah yang terdiri atas sel-

sel fibrillar kolagen yang bersatu dengan fibroblast dan lapisan spongiosa. Ketuban pecah dini

pada kehamilan preterm dapat disebabkan karena infeksi

Perubahan pada kolagen yang terjadi akibat infeksi

Perubahan pada kolagen yang membentuk jaringan penghubung juga berperan dalam

melemahnya membran korioamnionik. Jumlah kolagen berkurang sesuai dengan

bertambahnya usia kehamilan. Suatu penelitian membuktikan bahwa kolagen tipe III

berkurang pada pasien PROM , kolagen ini berperan dalam mempertahankan elastisistas

Page 14: Burning Mouth Syndrome

membran. Kolagenase dan protease lain yang terdapat pada cairan amnion normal, sekret

servik atau yang merupakan produk metabolisme bakteri dapat melemahkan membran

amnion.

Identifikasi mikroorganisme patogen segera setelah pecahnya selaput ketuban

mendukung konsep bahwa infeksi bakteri memegang peranan dalam terjadinya kerusakan

selaput ketuban. Dari data-data epidemiologi disimpulkan bahwa adanya kolonisasi bakteria

traktus genitalia dari Streptokokus grup B, Chlamydia Trakhomatis, Neisseria Gonorrhoeae

dan mikroorganisme penyebab bakterial vaginosis (Gardnerrela vaginosis, Mobiluncus Sp dan

Mycoplasma genitalis). Selanjutnya dapat dilihat bahwa penggunaan antibiotik yang ternyata

secara bermakna menurunkan resiko terjadinya pecah ketuban pada wanita dengan infeksi

seperti yang di atas tersebut. Infeksi intrauterin dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya

ketuban pecah dini, dengan berbagai mekanisme, yang masing-masing menginduksi proses

degradasi dari matrik ekstraseluler.

Beberapa organisme yang umum merupakan flora normal yang dapat meningkat karena

keadaan-keadaan tertentu termasuk Streptokokus grup B, Staphylokokus aureus, Trichomonas

vaginalis mensekresikan protease yang akan mendegradasikan kolagen dan merusak

membran. Pada proses infeksi yang terjadi dapat terbentuk sitokin, matriks metalloproteinase

dan prostaglandin.

Infeksi bakterial dan respon infeksi itu sendiri juga merangsang produksi prostaglandin

yang menyebabkan degradasi kolagen. Strain tertentu dari bakteri vaginal memproduksi

fosfolipase A2 yang melepaskan prostaglandin prekursor asam arakibonat dari membran

fosfolipase ke dalam amnion. Respon imun terhadap infeksi bakteri termasuk produksi sitokin

dari monosit yang teraktivasi akan meningkatkan prostaglandin E2 yang diproduksi oleh sel-

sel korionik. Rangsang sitokin dari prostaglandin E2 oleh amnion dan korion menyebabkan

induksi dari siklooksigenasi II, enzim yang merubah asam arakidonat menjadi prostaglandin.

Bagaimanapun juga, prostaglandin (terutama PGE2 dan PGF2) dapat merupakan mediator

dari persalinan pada binatang mamalia.

Teregangnya selaput ketuban

Page 15: Burning Mouth Syndrome

Overdistensi uterus baik akibat polihidramnion dan kehamilan kembar akan

merangsang regangan pada selaput ketuban dan meningkatkan resiko ketuban pecah dini.

Peregangan ini meningkatkan prostaglandin E2 dan interleukin-8 serta meningkatkan aktivitas

MMP. PGE2 meningkatkan iritabilitas uterus dan IL-8 yang diproduksi oleh sel amnion dan

korion merupakan kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktivitas kolagen.

Produksi dari IL-8 dapat ditemukan dalam konsentrasi terendah pada cairan amnion

selama trimester II, tetapi konsentrasi lebih tinggi dapat ditemukan pada kehamilan usia

lanjut. Produksi ini dihambat oleh progesteron. Produksi amnion berupa IL-8 dan PGE2

menunjukan adanya perubahan biokimia pada membran yang mungkin ditandai oleh daya

fisik (regangan membran) dan secara biokimiawi merangsang terjadinya ruptur membran.

Sumber lain menyebutkan, mekanisme terjadinya KPD :

1. Terjadinya pembukaan prematur serviks

2. Membran/ selaput ketuban, terkait dengan pembukaan, terjadi :

a. Devaskularisasi

b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan

c. Jaringan ikat yang meyangga membran ketuban, makin berkurang

d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan enzim

proteolitik dan kolagenase.

VII. DIAGNOSIS

1. Anamnesis

- Keluar cairan ketuban (berwarna jernih/ kuning/ putih keruh/ kehijauan/ kecoklatan)

sedikit demi sedikit atau sekaligus banyak.

- Bau cairan ketuban yang khas (terutama jika sudah terjadi infeksi)

2. Pemeriksaan status generalis

- Suhu normal bila tidak terjadi infeksi

- Tanda-tanda terjadinya infeksi intra uterin :

a. Suhu ibu > 380 C

Page 16: Burning Mouth Syndrome

b. Takikardi ibu (> 100 denyut permenit)

c. Takikardi janin (> 160 detak permenit)

d. Air ketuban yang keruh/ hijau/ berbau

e. Leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15.000 /mm3 )

f. Pemeriksaan penunjang lain :

Leukosit esterase (LEA) + 3

CRP meningkat / > 2 mg menunjukan infeksi chorioamnionitis.

g. Nyeri abdomen, nyeri tekan uterus

3. Pemeriksaan status obstetri

Pemeriksaan luar :

- Nilai DJJ dengan stetoskop laenec, fetal phone, doppler, atau dengan CTG.

- Janin mudah dipalpasi karena air ketuban sedikit.

Inspekulo :

- Nilai apakah cairan keluar melalui ostium uteri eksternum atau terkumpul difoniks

posterior.

- Tes lakmus (nitrazin). Jika kertas lakmus berubah menjadi biru, menunjukan adanya

cairan ketuban. Jika kertas tetap merah, menunjukan bukan air ketuban (mungkin urin)

Pemeriksaan dalam :

- Selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering. Jika ketuban pecah, jangan sering

periksa dalam, awasi terjadinya tanda-tanda infeksi

4.Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium

Bila leukosit > 15.000 / mm3 atau tes LEA +3, mungkin ada infeksi.

b. Tes nitrazin

Page 17: Burning Mouth Syndrome

PH vagina berkisar antara 4,5 – 5,5, sedangkan cairan amnion berkisar 7,0 – 7,5. PH> 6,5

konsisten dengan ketuban pecah. Kertas nitrazin akan segera berubah warna menjadi biru

jika cairan vagina berubah menjadi alkali. Tes positif palsu dapat terjadi jika terdapat

kontaminasi dengan darah, semen, bakterial vaginosis atau cairan antiseptik. Sedangkan

tes negatif palsu dapat terjadi jika cairan yang dianalisa sangat sedikit.

c. Tes evaporasi

Cairan endoservik dipanaskan hingga kandungan airnya menguap, jika yang terlihat

adalah residu berwarna putih, berarti telah terjadi ketuban pecah. Namun jika residu

berwarna coklat berarti selaput ketuban masih intak.

d. Fluorescein atau pewarna intraamniotik

Dengan menyuntikan sodium fluorescein atau pewarna seperti evans blue, methylene

blue, indigo carmine atau fluorescein ke dalam kantung amnion melalui amniosintesis,

jika zat tersebut kemudian ditemukan pada tampon yang dipasang di vagina, maka

diagnosis ketuban pecah dapat ditegakkan.

e. Tes diamin oksidase

Diamin oksidase adalah enzim yang diproduksi oleh desidua yang berdifusi ke dalam

cairan amnion. Pengukuran diamin oksidase pada vagina merupakan diagnosis akurat

ketuban pecah.

f. Fibronektin fetal

Fibronektin fetal merupakan glikoprotein yang banyak ditemukan pada cairan amnion.

Zat ini dapat dideteksi pada endoservik atau vagina dengan pemeriksaan ELISA.

g. Tes Alfa fetoprotein

Alfa Feto protein (AFP) terdapat dalam konsentrasi tinggi di dalam cairan amnion,

sehingga ditemukannya AFP pada cairan vagina merupakan diagnosis akurat untuk

ketuban pecah.

h. Tes pakis

Dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan mengering. Pemeriksaan

mikroskopik menunjukan kristal cairan amnion dan gambaran daun pakis.

Page 18: Burning Mouth Syndrome

i. USG

Membantu dalam menentukan usia kehamilan, letak janin, berat janin, letak dan derajat

maturasi plasenta dan indeks cairan amnion (jumlah air ketuban). USG bukan merupakan

alat utama untuk mendiagnosa ketuban pecah. Namun jika pada pemeriksaan USG

ditemukan cairan ketuban yang sedikit atau tidak ada, pikirkan kemungkinan telah terjadi

ketuban pecah.

j. Kardiotokografi (CTG)

Bila ada infeksi intra uterin atau peningkatan suhu tubuh ibu, maka akan terjadi takikardi

janin.

VIII. DIAGNOSIS BANDING

- Kehamilan dengan fistula vesikovaginal

- Kehamilan dengan stress inkontinensia

- Hydrorrhoe gravidarum (pengeluaran cairan yang berlebihan karena sekresi kelenjar

desidua yang berlebihan)

IX. PENGARUH KPD PADA IBU, JANIN, KEHAMILAN DAN PERSALINAN

a. Pengaruh KPD pada kehamilan dan persalinan

Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten / LP/ Lag

Period. Makin muda umur kehamilan, makin memanjang LPnya, makin tinggi kemungkinan

infeksi, dan makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin.

Pengaruh KPD pada persalinan adalah memperpendek lamanya persalinan. Pada

primigravida 10 jam dan multigravida 6 jam.

b. Pengaruh KPD terhadap janin

Page 19: Burning Mouth Syndrome

Walaupun ibu belum menunjukan gejala infeksi, tetapi janin mungkin sudak terkena

infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (mis: amnionitis) sebelum gejala pada ibu

dirasakan, sehingga akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal.

c. Pengaruh KPD terhadap ibu

Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi jika terlalu

sering diperiksa dalam. Selain itu dapat dijumpai infeksi puerpuralis, peritonitis, septikemia,

serta dry labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama,

maka suhu badan akan naik, nadi cepat dan timbul gejala-gejala infeksi. Hal tersebut akan

meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas ibu.

X. PENATALAKSANAAN

1. Konservatif

Tindakan :

a. Rawat di RS (bed rest)

b. Umur kehamilan kurang dari 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar

atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

c. Pada usia kehamilan 32 – 34 minggu dimana air ketuban masih tetap keluar, maka dapat

dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan pada usia 35 minggu ( hal ini sangat

tergantung dari kemampuan melakukan perawatan terhadap bayi premature)

d. Pada usia kehamilan 32 – 34 minggu dapat diberikan steroid untuk memacu pematangan

paru janin serta dilakukan pemeriksaan kadar lesitin & sfingomielin jika memungkinkan.

e. Bila KPD lebih dari 6 jam, diberikan antibiotik ( golongan penisilin seperti ampisilin atau

amoksisilin, atau eritrosin jika tidak tahan terhadap penisilin)

f. Jika tidak ada infeksi dan kehamilan kurang dari 37 minggu:

- Antibiotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin : Ampisilin 4 x 500 mg selama

7 hari ditambah eritromisin peroral 3 x 250 mg perhari selama 7 hari.

- Kortikosteroid pada ibu, untuk memperbaiki kematangan paru janin.

Dexamethasone 6 mg IM dalam 4 dosis setiap 6 jam, atau

Page 20: Burning Mouth Syndrome

Betamethasone 12 mg IM dalam 2 dosis setiap 12 jam.

- Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu

- Jika terdapat his dan lendir darah, kemungkinan telah terjadi persalinan preterm

- Jika sudah inpartu, berikan tokolitik untuk mengurangi kontraksi uterus, atau

mencegah partus preterm. Dan kortikosteroid untuk pematangan paru janin.

g. Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan lebih dari 37 minggu :

- Jika ketuban telah pecah > 18 jam, berikan antibiotik profilaksis untuk mengurangi

resiko infeksi streptokokus grup B. :

Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam.

Penisilin G 2 juta unit IV setiap 6 jam sampai persalinan

Jika tidak ada infeksi pasca persalinan, hentikan pemberian antibiotik.

- Nilai serviks :

Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin.

Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan prostaglandin dan infus

oksitosin atau lahirkan secara SC

h. Jika ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotik sama halnya jika terjadi amnionitis, yaitu :

- Berikan antibiotik kombinasi sampai persalinan

Ampisilin 2 gr IV setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5 mg/ kgbb IV setiap 24 jam.

Jika persalinan pervaginam, hentikan antibiotik pasca persalinan.

Jika persalinan dengan SC, lanjutkan antibiotik dan berikan metronidazol 500 mg

IV setiap 8 jam sampai bebas demam selama 48 jam.

- Nilai serviks

Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin.

Jika serviks belum matang, matangkan dengan prostaglandin dan infus oksitosin

atau lakukan SC.

i. Vitamin C 1000 mg / hari

Page 21: Burning Mouth Syndrome

2. Aktif, dilakukan jika janin sudah viable (> 36 minggu) :

a. Kehamilan > 36 minggu, atau TBJ >2500 gr, induksi dengan oksitosin, dan bila gagal,

lakukan SC

b. Pada keadaan letak lintang, CPD, bokong, dilakukan SC

c. Bila janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi panggul

lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi bersujud, Kalau perlu kepala janin

didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin. Tali pusat di

vulva dibungkus kain hangat yag dilapisi plastik.

d. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau ketuban pecah lebih

dari 6 jam, berikan antibiotik seperti penisilin prokain 1,2 juta IU intramuskular dan

ampisilin 1g peroral. Bila pasien tidak tahan ampisilin, berikan eriromisin 1g peroral.

e. Bila keluarga pasien menolak dirujuk, pasien disuruh istirahat dalam posisi berbaring

miring, berikan antibiotik penisilin prokain 1,2 juta IU intramuskular dan ampisilin 1g

peroral diikuti 500mg tiap 6jam atau eritromisin dengan dosis yang sama.

f. Jika ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri :

Bila pelvic skor < 5, akhiri persalinan dengan SC.

Bila pelvic skor > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.

bila ada infeksi berat, lakukan SC.

Lama perawatan

Page 22: Burning Mouth Syndrome

* Konservatif : Sangat tergantung pada usia kehamilan, lamanya KPD serta KU pasien

(apakah terjadi infeksi atau tidak)

* Aktif : 3 – 4 hari untuk partus pervaginam & 4-5 hari untuk SC

Masa pemulihan

* Partus pervaginam sekitar 40 hari

* Pada SC sekitar 3 bulan

Output

* Sembuh total,

* Infeksi, sepsis s/d meninggal

XI. KOMPLIKASI

komplikasi Bentuk Keterangan

Maternal Antepartum :

- Khorioamnionitis 30-60%

- Solusio plasenta

Intrapartum: trauma persalinan akibat

induksi/operatif

Kemungkinan retensio dari plasenta

Postpartum:

- Trauma tindakan operatif

- Infeksi masa nifas

- Perdarahan postpartum

Sepsis jarang terjadi karena pemberian

Antibiotik dan resusitasi

Trauma tindakan operasi:

(trias komplikasi) yaitu infeksi, trauma

tindakan, perdarahan

Page 23: Burning Mouth Syndrome

Neonatus

Pada ibu :

- Partus lama

- Infeksi s/d sepsis. Peritonitis khususnya dilakukan pada pembedahan

- Atonia uteri

- Perdarahan pospartum atau infeksi nifas.

- Kematian ibu karena septikemia.

Pada janin :

- IUFD (intra uterine fetal death)

- Asfiksia

- Prematuritas

-

XII. PROGNOSIS

Ditentukan dari cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasinya yang timbul, serta

umur dari kehamilan.

Page 24: Burning Mouth Syndrome

BAB III

KESIMPULAN

KPD adalah pecahnya ketuban secara spontan pada saat pasien belum inpartu. Dimana

penyebab dari KPD tidak atau masih belum jelas. Diagnosis berdasarkan anamnesis, dan

pemeriksaan fisik. Sebagai penunjang dilakukan pemeriksaan laboratorium, tes pakis, USG,

CTG, tes nitrazin, tes evaporasi, fluorescein, tes diamin oksidase, fibronektin fetal, serta tes alfa

feto protein.

Penatalaksanaan KPD dilakukan secara konservatif dan aktif, tergantung dari usia

kehamilan dan komplikasi yang terjadi, serta indikasi-indikasi obstetrik lainnya. Manajemen

ketuban pecah dini pada kehamilan aterm berupa manajemen aktif, dimana dilakukan upaya

untuk mempercepat persalinan sehingga mengurangi resiko infeksi. Indikasi tindakan SC pada

kasus ketuban pecah dini sama seperti indikasi SC pada kasus lain. Sedangkan prognosis

tergantung dari cara pelaksanaannya dan komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul serta usia

dari kehamilannya.

Komplikasi yang dapat terjadi :

Pada ibu : Partus lama, infeksi, atonia uteri, perdarahan post partum atau infeksi nifas hingga

kematian karena septikemia.

Pada janin : IUFD, asfiksia dan prematuritas.

Page 25: Burning Mouth Syndrome

DAFTAR PUSTAKA

1. Chen Peter, M.D. Premature Rupture of Membranes. Obstetri and Gynecology, University

of Pennsylvania Scool of Medicine. Available from

www.umm.edv/pregnancy/labordelivery/articles/membranebreaks.html. Review data : June

29, 2001.

2. Endjun JJ. Standar pelayanan Medis Sub Bag Fetomaternal, Dept. Obstetri dan ginekologi

RSPAD Gatot Subroto. Hal 49-52.

3. Gede IB. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta 2001. Hal 221-225.

4. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid I. Media Aesculapius FKUI.

Jakarta 2001. Hal 310-313.

5. Marjono AB. Catatan kuliah Obstetri Ginekologi Plus. Edisi pertama. Hal 112-113.

6. Mochtar R, Lutan D, Editor. Sinopsis Obstetri : Obstetri fisiologi, Obsteri patologi edisi II

jilid I. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta 1998. Hal 251-258.

7. Obstetri. Obsgin FKUI. Jakarta 1996. Hal 49-52.

8. Saifuddin AB. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta 2002. Hal 112-115.

9. Saifuddin AB. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta 2002. Hal 218-220.

10. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bagian I. Pengurus besar perkumpulan

Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Jakarta 1991.

11. Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Cetakan keenam. Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawiroharjo. Jakarta 2002. Hal 180-191.

12. www.healthatoz.com/healthatoz/atoz/ency/prematureruptureofmembranes.jps

13. Wiknojosastro H. Ilmu Bedah Kebidanan, Edisi pertama. Cetakan keenam. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta 2005. Hal 74-76.

Page 26: Burning Mouth Syndrome