240
CAAN M U .I.

CAAN M U.I

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: CAAN M U.I

C A A N

M U . I .

Page 2: CAAN M U.I

e l ’ *

a

o9 &

vO0 X fi

Page 3: CAAN M U.I

SATU PENGAI KE FILSAFAT H

; Mw-"| O' r ■. i

131 : ."UR

Oleh

R O S C O E P O U N D

Ditcrdfeninlilinn (luri cilltti j*»ny tllprrlun*. oleli

MON. R A D J A B

Rp. 4 0 0 -

--------

. >4

ft H R A T A R A — I o 0 3 - D J A K A R T A

Page 4: CAAN M U.I

p f h p i j s t a k a ^ | i

r v K , , L T * S H W O M U .I .

'A.r..10'J ^ Z a_c \ A ^ \ 0N O*'0 ** ->i -

^SAU B t < J

Diijclak olch :P.N. Fadjar Illiakii . IVrtj. ..Djakarta I I I "

Page 5: CAAN M U.I

In i adalah trrdjcmnhnn salt (iari A?fINTHODUC.TION TO T H E PHILOSOPHY OF LAW oleli Roscoc Pound. H aktjipta 1022, 19>l oteli Yale University Press. D iterbitkan o leh Yale University Press, New Haven, Connecticut.

T his is ini authorized trm nhtion nf AN IN TRO D UCTIO N TO T H E PH ILO ­SOPHY OF LAW by Roscoe Pound. (C) 1922, 1954 by Yale University Press P ublished by Yale University Press, New Haven, Connecticut.

D iterbitkan dengan kerdjasam a Jajasati Penerbitan Franklin

D jakarta — New York

Page 6: CAAN M U.I

I S I

Hal.

1. Pengantar edisi p c r t a m a ........................................................... 7

2. Pengantar edisi kedua jang d ip crltias.................................... 9

3. Bab 1 Funksi filsafat lm kum ..................................................

4. Hah 2 Tudjuan lm kum .............................................................. 39

5. Bab 3 Penerapan lm k u m ........................................................ 67

6. Bab 4 Pcrtauggungan d ja w a b ............................................. to

7. Bab 5 M i 1 i k ........................................................................ 138

8 Bab 6 K on trak .............................................................................. l fiS

9. Kepustakaan...................................................................................... - ' ^

10. Daftar I n d e x ...................................................................................^31

5

Page 7: CAAN M U.I

PENGANTAR EDISI PERTAMA

Buku ini memuat tjcramah-tjeramah jang tel ah digubah incndjadi berbentuk karangan — jang diutjapkan didepan Fakultas Hukum Universitas Yale sebagai tjeramah-tjeramah Storrs dalam tahun pengadjaran 1921-1922.

Dulu orang mengutjapkan selamat kepada seorang metafisikus jang menulis tentang rahasia Hegel, karena ia telah berhasil me- njiinpan rahasia itu. Seseorang jang mentjoba menulis satu pengantar kefilsafat hukum mungkin mentjapai sukses serupa itu dengan mu- dahnja. Pembatja-pembatjanja boleh djadi akan mendapati bahwa ia mengemukakan bukan satu pokok-atjara, melainkan d u a : tetapi memberikan kesan bahwa pengetahuannja mengenai satu pokok- atjara tjukup dalam, dan dangkal uraian jang diberikannja tentang jang lainnja. Djika ia seorang filosuf, barangkali ia akan mentjoba- kan satu alat filsafat jang tinggi orgunisasinja terhadap petjahan- petjahan hukum, jang terletak diatas pcrmukaan ketertiban hukum atau terhadap lmkum sebagaimana terlihat dengan memakai katja- mata seseorang sardjana hukum jang telah menafsirkannja dengan kata-kata dari satu sistem filsafat jang berlainan seluruhnja.

Apabila kita memperhatikan daftar pengarang-pengarang ber- wewenang jang dipergunakan sebagai sandaran oleh Herbert Spencer didalam bukunja Justice (Keadilan), dan mentjatat bahwa bidian- bahan sedjarah hukum diambilnja dari buku Ancient Law (Hukum Kuno) karangan Sir Henry Maine, dan dengan demikian dibentuk oleh penafsiran politik-idealistik dari mazhab sedjarah Inggeris, ma- ka tidak sukar untuk melihat, mengapa seorang positivist dan pengi- kut Hegel sampai kepada hasil-hasil hukum jang sama, walaupun dengan tjara-tjara pendekatan jang berlainan sama sekali. Sebaliknja, djika ia seorang ahli hukum, besar kemungkinan balnva ia tidak akan sanggup l>erbuat lebih daripada mentjoba dengan tjara jang

7

Page 8: CAAN M U.I

tak terlalu pintar, bekerdja meniakai nicsin-mesin orang lain jang sulit dan banjak seluk-beluknja, mengolah bahan-bahan hukum jang sangat Hat dan keras.

Sampai muntjulnja seorang sardjana lmkmn Inggeris-Amerika dc- ngan pcrlengkapan universil seperti dari Josef Kohler, maka hasil- hasil dari arus lmkmn adat Inggeris kedalam filsafat nkan menje- rupai usaha seorang penulis indnk karangan jang menuiis tentang Metafisika Tionghoa scsudah membatja aitikel Tiongkok dan artikcl Nletafisika didalain Encyclopaedia Britannica dan kemudian men- tjampur-baurkan pengetahuan jang diperolebnja dari dua artikel itu.

Namun arus serupa itu harus mengalir. Filsafat telah mendjadi satu instrumen bcrkuasa didalam gudang persendjataan hukmn, dan waktunja sudah matang untuk mendudukkannja kembali cUtempatnja jang lama. Sekurang-kurangnja orang boleh mempertundjukk;m ap.i jang telah dilakukan oleh filsafat bagi beberapa masalah pokok da- lam ilmu hukum, apa jang harus kita kerdjakan terhadap masalah- masalah jang paling menjolok dalam ilmu tersebut pada dewasa ini. jang dalamnja filsafat mimgkin dapat membantu kita dan bagaimana immgkin kita menilik masalah-masalah ini setjara filsafat, tanpa mcmbahasnja dengan istilah-istilah hukum alam dari abad ke-lS atau ilmu metafisik dari abad kc-19 jang membela filsafat supaja dipahamkan oleh ahli-ahli hukum pada umumnja.

ROSCOE I’OUND

Pakultas Hukum Harvard 21 Oktober 1921

8

Page 9: CAAN M U.I

PENGANTAR EDISI KEDUA JANG DIPERLUAS

Masalah-masalah filsafat lmkum telah muntjul didalam generasi semendjak edisi pertama, hingga memerliikan pemikiran kembali be- berapa lial jang saja terangkan didalam talnm 1921-1922. Bcgitu pula perbintjangan dan tcori-teori tcrachir mcngenai pertanggungan-dja- wab lmkum dan berbagai segi hukum kontrak, jang telah berkem- bang diseluruh dunia selama beberapa pululi tahun jang lampau, bukan sadja meminta penulisan kembali jang tidak sedikit, tetapi djuga meminta tambahan jang banjak kepada tekst jang asli. Biblio- grafi ditulis kembali dan ditambah dengan literatur baru supaja .sesuai dengan perkembangan sampai saat ini.

RO SCO E POUND

Ihiiversilas California di Los Angeles FaktiHas Hukum,26 Djanuari 1953.

9

Page 10: CAAN M U.I

B A B 1

F U N K S I F I L S A F A T H U K U M

Filsafat hukum telah memegang peranan pemLmpin didalam se- mua telaah tentang lembaga-lembaga manusia, selama 2400 tahun jang lalu, mulai dari pemildr-pemikir Junani jang lu'dup dalam abad kelima sebelum Masehi, jang bertanja apakah hak itu hak jang di- tetapkan oleh kodrat alam, atau hanja oleh pengundangan dan kon- vensi, sampai kepada ahli-ahli kemasjarakatan dewasa ini, jang men- tjari tudjuan-tudjuan, dasar ethik dan azas-azas jang kekal dari pengawasan sosial.

Bahwa pemikiran hukum setjara filsafat dari zaman jang silam merupakan satu kekuatan didalam menjelenggarakan peradilan pada masa ini, telah lama dibuktikan oleh perdjuangan terus-mcnems dari hukum tatausaha-negara di Amerika Serikat selama abad jaug lalu, dalam merumuskan untuk konstitusi tiga klassifikasi kekuasaan pe- incrintah seperti jang diadjarkan oleh Aristoteles, dinding batu dari hukum alam jang terhadapnja telah menemui kegagalan daja-upaja orang jang hendak mengaehiri perang prive didalam perselisihan- perselisihan dilapangan industri. Dan telah lama pula dibuktikan oleh pengertian tentang konstitusi-atas (superconstitution) jang de­ngan logika dapat ditjari asalnja, jang daripadanja konstitusi- konstitusi tertulis dewasa ini merupakan pentjerminan jang kabur dan tnk sempurna, dan telah mendjadi satu rintangan bagi per- undang-undangan sosial dalam abad ke-19 dan dalam dasawarsa pertama dari abad ke-20 ini.

Sesungguhnja kerdja pengadilan-pengadilan tiap hari tidak pemah lebih lengkap dibentuk oleh gagasan-gagasan filsafat jang abstrakt daripada jang telah ditjapai dalam abad ke-19, ketika ahli-ahli hu­kum suka meretnehkan filsafat, dan sardjana-sardjana hukiun analitis pertjaja bahwa mereka telah menegakkan satu ilmu hukum jang

11

Page 11: CAAN M U.I

sanggup mentjukupkan kebutuhan sendiri, dan s.una

memerlukan sesuatu alat filsafat. 1Filsafat telah memljadi seorang abdi jang berguna dalam scnnu

Ungkatan dari apa jang p n ta s kita sobutkan perkembangan hukum Tetapi pada beberapa tingkatan dia merupakan seo ran ^ a ( i )«) s kedjam, dan pada tingkatan lain-lain seorang inadjikan. i sa * t telah dipergunakan untuk menintuhkan kekuasaan liadisi jang sue lusuh, untuk inematahkan peraturan-peraturan jang (h’pa 'sa 'an piliak pc»gu;isa, jang tidak membiarkan adanja pciuba ian >agi penggunaan-penggunaan baru, jang sangat mengubah effektnja jang praictis. Dan telah dipergunakan pula filsafat itu untuk dari lu.ir meinasukkan uimir-unsur burn kedalam hukum dan incmbikin tubuh- tubuh baru hukum dari bahan-bahan baru ini, untuk menjusun dan memberi sistem kepada bahan-bahan hukum jang ada, serta untuk memperkuat kaidah-kaidah dan lembnga-lcmbaga jang sudah di- tetapkan, apabila masa-inasa pertumbuhan telah diiringi oleh masa masa kestabilan dan masa-masa rekonstruksi formil scinata-inata.

Itulah jang betul-betu! telah ditjnpai oleh filsafat. Tetapi scnan- tiasa tudjuan jang diakui sendiri oleh fiLsafat itu djauh lebih tinggi lagi. Filsafat sudah bcrdaja-upaja momberikan satu gambaran jang lengkap dan penghabisan mengeiiai pengawasan sosial ; dan sudah ditjobanja pula membuat peta kesusilaan, hukum dan politik untuk segcnap masa. Filsafat hukum mempunjai kepertjajaan bahwa dia dapat incnemukan kenjataan hukum jang kekal, tidak akan bcrubah- rubah, tempat kita berpidjak, dan dapat meml>eri kita kesanggupan untuk menegakkan satu lmkmn jang sompurna, jang dengannja mungkin dapat diterlibkan lnibungan-hubungan man us i a untuk se- lama-lamfmja, liingga lenjap segala ketidak-pastian dan diperoleli kebebasan d;iri kebutuluin akan adanja perubahan.

Kita tidak i>olc!i menge'djek tudjuan jang tinggi dan kejakinan jan« mulia ini. Sebab tudjuan dan kejakinan ini tidak sedikit merupakm faktor-faktor didalam kekuasaan filsafat hukum untuk melakukan hal-hnl jang kurang luln.r, jang dalam keseluruhannja ad a lah tu lm « p.inggniig dan .semangat dari apa-apa jang telah ditjapai oleh hukum Sebab daja-upaja untuk melaksanakan program jang lobih h m telah mengadjak filsafat hukum sctjara kebchdan untuk m ehkukm apa

12

Page 12: CAAN M U.I

apa jang akan segera berlaedah dan praktis ; dan pcngalaman dalam melakukan jang disebut komudian ini, seolah-olah dia sub specie aelernilatis, telah memberikan harga jang kekal kepada apa jang pada lahirnja merupakan hasil-tambahan dari penjelidikan filsafat.

Ada dua kebutuhan jang mendorong pemikiran filsafat tentang hukmn. Disatu pihak adalah kepentingan masjarakat jang sangat be- sar dalam keselamatan umuin, jang sebagai satu kepentingan didalam perd;unaian dan ketertiban inendorong pennulaan timbulnja hukum, telah menjebabkan orang mentjari sesuatu d;isar j;uig tetap bagi pe- nertiban tindakan-tindakan manusia, jang harus mengendalikau ke- sewenang-wenangan, baik dari pihak penguasa maupun pihak per- seorangan, serta mendjamin satu ketertiban masjarakat jang kokoh dan stabil. Pada pihak lain, tekanan dari kepentingan-kepentingan masjarakat jang kurang langsung, dan kebutuhan akan merukunkan- nja dengan kebutuhan-keamanan umum, dan kebutuhan terus-mene- rus akan mengadakan kompromi karena perubahan-perubahan jang terus-menerus terdjadi didalam masjarakat, senantiasa menuntut su- paja diadakan penjesuaian kembali setidak-tidaknja bagian jang ketjil-keljil dari ketertiban sosial.

Kebutuhan-kebutuhan tersebut menuntut terus-menerus supaja perintah-perintah hukum diperiksa dan disesuaikan lagi dengan situasi- situasi jang tak terduga. Dan keadaan ini menjebabkan orang men­tjari azas-azas perkembangan hukum, jang dengannja orang hendak inenghindari peraturan-peraturan penguasa, jang niereka takuti, atau mereka tidak taliu hagaimana tjara menolaknja, tetapi tidak dapat lagi diterapkan dengan menguntungkan. Tetapi azas-azas perubahan dan pertmnbuhan ini mungkin dengan mudahnja akan terbukti bah­wa dia bertentangan dengan keamanan luniun, dan adalah penting untuk mendamaikan dan meinpersatukannja dengan gagasan tentang satu dasar jang tetap dari ketertiban hukum.

Demikianlah filosuf telah berdaja-upaja mombangun teori-teori tentang hukum dan teori-teori tentang pembuatan undang-undang, dan mentjoba meinpersatukannja dengan suatu gaga.san jang aehimja mometjahkan persoahui, jang sama dengan tugas menghasilkan satu hukum jang sempuma, jang harus berdiri teguh selama-lamanja. Se- mendjak pembuat undang-undang meninggalkan pertjobaannja hen-

13

Page 13: CAAN M U.I

dak memelihara keamanan umum, karcna peitja ja bahwa tu u \ tubuh chusus dari undang-undang jang dibuat manusia a a a 1 i titalikan oleh Tulian, atau merupakan wahju Tuhan, atau te a i 1 sahkan oleh Tuhan, maka mcreka terpaksa bergumul dengan mas alali, bagaimana seharusnja membuktikan kepada uinmat manusia, bahwa luikiun itu adalah sesuatu jang telah selesai ditetapkan, jang kekuasaannja tidak dipersoalkan lagi. Dan disamping itu mereka memberi kesanggupan kepada hukum itu untuk tetap mclaksanakan penjesuaian dan kadang-kadang perubahan radikal dibawah tekanan hasrat-hasrat m;inusia j;uig berubah-ubah dan tiada batasnja itu.

Ahli filsafat telah berusaha memetjahkan masalah ini dengan ba- han-bahan dari sistcin hukum jang betul-betul bcrlaku pada suatu masa dan suatu tempat, atau dengan bahan-bahan hukum dari inasa jang silam, jang dipakai sebagai alas oleh generasinja jang membangun filsafat hukum. Karena itu dipandang dari dekat, filsafat-filsafat hu- kum itu merupakan pertjobaan untuk momberikan satu uraian jang masuk akal mengenai hukum pada suatu waktu dan pada snalu tompat, atau daja-upaja untuk merumuskan satu teori umum tentang ketertiban hukum guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan perkem­bangan hukum pada suatu masa tertontu, atau pertjobaan untuk menjatakan sotjara univcrsil hasil-hasil dari dua pertjobaan jang di­sebut lebih dulu, dan mendjadikannja tjukup bagi hukiun dimana- mana dan bilamana sadja Para penulis sedjarah filsafat hukum telah menghadapkan pandangannja terutama kepada pertjobaan jang ke- tiga, tetapi ini adalah bagian jang sangat sedikit harganja dari filsafat hukum. Djika kita perhatikan dengan seksama filsafat-filsafat dimasa jang silam dengan mengarahkan pandangan kepada hukum jang berlaku pada suatu waktu dan disuatu tempat dan kebutuhan-ke^ butuhan dari tingkatan perkembangan hukum, jang didalam hukum itu kebutuhan-kebutuhan tersebut dirumuskan, maka kita akan da- pat menghargakannja dengan lobih tepat; dan mompergunakannja bagi tudjuan-tudjuan sekarang seberapa djauh hukum dari suatu waktu dan disuatu tempat atau tingkatan perkembangan hukum itu sama atau berl>eda dengan keadaan dewasa ini.

Kita mengenai hukum Junani semendjak pennnlaan adanja satu ketertiban hukum, seperti jang digambarkan didalam sadjak-sadjak

14

Page 14: CAAN M U.I

Homerus, sampai kepada pcrkembangan lembaga-lembaga per- niaga;m pada zamaii Ilellas. Pada tingkatan pertiuna radja-radja mendjatuhkan putusan mengenai perkara-perkara tertentu dengan ilham jang diterima baginda dari dewa-dewa. Pada tingkatan kcdua, mcndjahilikan putusan menurut kcbiasaan telah mendjadi satu tra- disi jang dipegang oleh satu golongan ketjil jang berkuasa (oligar- chi). Komuclian rakjat menuntut sirpaja putusan-putusan itu disiar- kan, dan sebagai hasilnja tertjiptalah satu himpunan undang- undang. Pada mulanja pengundangan itu sifatnja tidak lebih dari pernjataan. Tetapi biasanja tidak sukar inelangkah dari publikasi kcbiasaan jang telah ditetapkan kearah publikasi perubalian-peru- bahan, seolah-olah perubahan itu telah mendjadi kebiasaan jang dengan demikian kearah perubahan-pcrubahan jang disedari dan diakui, dan peraturan-peraturan baru jang sengadja dibuat dengan tindakan legislatif.

Hukiun di Athena dalam abad kclima dan keempat sebclum Ma- sohi adalah satu tradisi jang sudah dikodifikasikan, jang ditambah dengan perundang-undangan baru dan diindividualisasikan dalam penerapannja dengan peradilan jang diselenggarakan oleh madjelis- madjelis rakjat jang besar. Djadi meskipun sudah dituliskan setjara formil, undang-undang itu masih tetap bersifat dapat berubah-ubah seperti hukum primitif, dan dapat memberikan satu filsafat b a ii hukum Romawi pada tingkatan keadilan jang ditentukan menurut pe- rasaan keadilan (equity) dan hukum alam, satu masa jang lain dari ketjairan hukum (legal fluidity). Perkembangan satu hukum jang sedjati (strict law) dari bahan-bahan primitif jang dikodifikasikan, jang di Roma beruntung dapat mendahului tingkatan equity dan hukum alam, dinegara-kota Junani tidak terdjadi.

Karena itu kaidah-kaidah hukum diterapkan dengan equity jang diindividualisasikan, suatu hal jang mengingatkan kita kepada droit coutumier di Perantjis — satu tjara penerapan, jang dengan segala tjirinja jang baik, harus didahului oleh satu himpunan dari hukum sedjati, jang dilaksanakan dan dipahami scbaik-baiknja, djika hasilnja dikehendaki agar harus tjotjok dengan keamanan umum di- dakun satu ketertiban sosial jang koinpleks. Dalam zaman klassik

di Athena, perkataan vofiot, jang berarti baik kebiasaan dan undang-

15

Page 15: CAAN M U.I

undmig, maupun hukum pada umumnja, mentjerminkan 'c ra y i ru guan mengenai bentiik dan tidak adanja keseragaman da am pc < sanaan, jang telah nicndjadi tjiri dari hukum primitif, dan men dorong orang momikirkan kenjataan jang terdapat dibclakan^ c

katjauan itu.Kita dapat inengerti bahan-bahan jang didjadikan land as an 'ere ja

oleh lilosuF-filosul Junani, djika kita perhatikan satu peringatan jang diberikan oleh Demosthenes kepada satu djuri di Athena. ..Manusia hams mematuhi lmkum,” katanja, ,.karena empat alasan. karena hukum itu dititahkan oleh Tuhan, karena hukiun itu adalah satu tradisi jang diadjarkan oleh orang-orang jang bidjaksana, jang mcngetaluii kebiasaan-kebiasaan lama jang baik, karena hukum itu adalah kesimpulan dari kaidah-kaidah kesusilaan jang abadi dan tak berubah-ubah, dan karena hukiun itu adalah persetudjuan-per- setudjuan jang mengikat manusia seorang kepada jang lainnja, se- bab menepati djandji itu adalah satu kewadjiban moril.”

Tidak lama sesudah itu orang tidak pertjaja lagi bahwa perintah- perintah hukum itu diwahjukan oleh Tuhan, dan djuga tidak lama sesudah itu orang tidak menganggap lagi balnva hukum adalah satu tradisi jang terdiri dari kehiasaan-kebiasaan lama mengenai putusan. Filosuf-filosuf mentjari satu dasar jang lebih baik bagi pe- rintali-perintah hukum itu didalam azas-azas hak jang abadi. Se- mentara itu, setidak-tidaknja dalam tcori politik, banjak diantara perintah-perintah lmkum itu adalah persetudjuan-persetudjuan jang dibuat oleh warga-warga negara4cota Athena mengenai bagaimana seharusnja kelakuan mereka apabila timbul pcrbenturan kepentingan jang tak dapat dielakkan didalam kehidupan mereka sehari-lmri. Jang diperlukan diatas segalanja adalali suatu teori tentang wcwenang hukiun, jang harus memikulkan ikatan-ikat;m akal jang sehat kebahu mereka jang mcrnbuat undang-undang, kebahu mereka jang meuc- rapkannja, dan kebalm mereka jang tunduk kopada undang-undang didalam satu ketertiban hukum jang beliun berbcntuk ”

Satu dasar jang kokoh bagi wewenang hukum, dipasang diatas se­suatu jang lebih stabil daripada kemauan manusia daiT kekuasaan mereka jang mcmerintah unh.k mcm;dcsakan kehendaknja buat se inentara waktu diperlukan pula untuk masalah pengawa.sau soshl

16

Page 16: CAAN M U.I

didalam negara-kota Junani. Supaja dapat terpelihara koamiuian umurn dim kcamiuian lembaga-lembaga sosiid ditengah satu per- djuangan antara golongan-golongiui didalam satu masjarakat jang di- susnn atas dasar kekerabatan, dim tcrhadap kesewenang-wenangan mereka jang berkuasa, jang membanggakan dirinja keturnnan dcwa- dewa, supaja dapat dibudjuk dim dipaksa baik kaum bangsawan maupun massa rakjat jang rendah daradjatnja, supaja dengan tertib terpelihara status quo sosial, maka djanganlah ditjeritakan kepad i mereka balnva lnikum itu bukan satu anugerah dari Tulian.

Djuga tidak patut dikatakan, balnva jang menjakiti kaum bangsa- wan berupa sekelumit perundang-undangan rakjat jang radikal, jang diundangkan atas andjuran seorimg penghasut rakjat, harus ditaati, karena sudah diadjarkan oleh orang-orang budiman, jang me- ngetalnii kobiasmui-kebiasaan lama jang baik; dan tidak akan di­katakan pula bahwa Rakjat (Demos) jang marah ditekan oleh satu tradisi kepunjaan golongannja, adalah terikat olehnja sebagai se- suatu jang disetudjui oleh semua ■svargakota. Kebutuhan-kebutnhan dari ketertiban masjarakat meminta adanja satu pemisahan antara

yo/j-ov dan ra vo/jLt ontvn. (antara hukum dan kaidah-kaidah hukum). Minos, djikalau betul-betul bukan satu pertjakapan dari Plato, namun tjukup memmdjukkan tjiri Plato, serta sangat dekat waktu- nja kepada Plato — telah menjinggung soal pemisahan ini, dan mombcrikan kepada kita satu kuntji bagi masalah-masalali hukum pada zaman itu.

Satu tjontoh lain boleh dibatja didalam perbintjangan jang terkenal dari Aristoteles didalam Elhika Nicomachea. Memang ada artinja apabila pemikir-pemikir Juniuii selalu inenghubimgkan ke­biasaan dengan pengundangan, dua hill jang oleh ldta pada masa ini dianggap berlawanan. Inilah dasar-dasar jang formil dari wewenang hukum. Demikianlah Aristoteles mempertimbangkan, bukan hukum alam, dan hukum positif, melainkan apa jang adil pada dirinja, adil menurut kodrat alamnja atau adil didalam gagasannja — dim apa jiuig memperoleh tuntutan haknja untuk bersifat adil dari konvensi dan pengundangan. Jang diundangkan itu, kata Aristoteles, dapat bersifat adil hanja djika mengenai barang-barimg jang tak membeda-

17

Page 17: CAAN M U.I

bedakan menurut tabiatnja. Djadi apabila satu ota jang dibangun kembali memilih seorang djenderal Sparta jang sebagai peinberi nama, tidak seorangpun diwadjibkan o e i ' ^alam supaja bcrkorban kepada Brasidas sebagai ktpa a scor s Pojang, tetapi ia diwadjibkan oleli undangan-undang. am ,a lagi ini adalah soal konvcnsi jang mengiiaruskan warga-warga '0 a didalam satu masjarakat jang dibentuk menurut teladan satu e kerabatan jang teratur, mempunjai satu pojang bersama janfe )er djiwa pahlawan, tak perduli bagaimana ia menurut ukuian kesusi aan.

Pembcdaan itu dipusakakan kepada ilmu hukum modem o e 1 Thomas Aquino, diwudjudkan didalam pikiran hukum Inggeris- Amerika oleh Blaekstonc, dan telah mendjadi satu bahan utama. Tetapi sebagai satu doktrin tentang mala prohibita dan m ala in sc pembedaan ini keluar dari kerangkanja. Satu tjontoh dari pembedaan antara hukum dan kaidah-lcaidah hukum telah mendjadi dasar bagi satu pen;irikan garis sewenang-wenang antara tindakan jang menumt tradisi anti-sosial, jang dihukum oleh hukum kebiasaan, dan pelanggaran-pelanggaran terliadap kepentingan sosial jang baru-baru ini atau sebagiannja diakui, jang pada masa terachir ini dikenakan hukuman. Mcskipun pcmisahan antara apa jang adil dan hak menumt kodrat alam dan apa jang adil karena kebiasaan atau pengundangan telah mempunjai sedjarah jang pandjang dan subur didalam ilmu hukum filsafat, dan merupakan satu kekuatan didalam menjelenggar;ikan peradil;ui, saja menduga bahwa sumbangan jang kekal dari filsafat hukum Junani akan lebih diketemukan didalam pembedaan antara hukum dan kaidah-kaidah hukum, jang terletak dibelakangnja dan mempunjai arti bagi sennia tingkatan perkem­bangan hukum.

Ahli-ahli hukum Romawi mulai benkenalan dengan filsafat didalam masa pcralihan dari hukuin sedjati (strict law) kepada tingkatan equity (pelaksanaan hukum bukan berdasarkan undang- undang jang tertulis melainkan berdasarkan djiwa keadilan) dan hukum alam, dan pcrkonalan itu eiat hubungannja dtngan kesan**- gupan jang diberikan kepada mereka untuk menempuh masa peralih- an itu. Dipandang dari satu pendirian hukum semata-mata, hukum junani masih pada tingkatan primitif. Hukum dan kesusilaan besar-

18

Page 18: CAAN M U.I

nja masih hcliun dapat dipcrbcdakan. Karcna itu pcmildrau ahli-ahli filsafat Junani jang masih pada suatu tingkatan jang belmn mengada- kan pcrbedaan antara lmkum dan kaidali-kaidah kesusilaan mengaki- batkan adanja identifikasi jang disahkan oleh undang-undang dan jang dibolehkan oleh kesusilaan didalam pemikiran sardjana-sardjana hu­kum jang telah merupakan tjiri dari hukum Romawi klassik. Tetapi hukum sedjati itu djelas bersifat tak perduli terhadap kaidah-kaidah kesusilaan, dan dalam banjak hal jang penting sangat berbeda dengan gagasan-gagasan moral pada masa itu. Tetapi pembedaan jang di- adak;m ololi bangsa Junani antara jang adil menurut kodral alam dengan jang adil karcna konvensi atau pengundangan segera diba- jangkan oleh situasi serupa itu. Tambahan lagi bentuk-bentuk hukum pada achir masa Republik dan pada awal masa Kekaisaran telah menimbulkan satu teori tentang hukum sebaga; sesuatu jang madje- muk, jang terdiri dari perintah-perintah jang lebih dari satu djenis- nja, dan langsung ditegakkan diatas wewenang jang lobih dari satu dasarnja.

Cicero menjebutkan satu persatu bentuk-bentuk hukum jang tu- djuh djumlahnja. Tiga diantaranja tidak diketemukan lagi didalam tulisan-tulisan mengenai hukum di Roma sesudah itu. Rupanja pada masa Cicero itu bentuk hukum jang tiga itu tidak ada lagi, sudah tidak menipakiin bentuk-bentuk hukum jang berlaku dan effektif. Jang empat solebihnja, jaitu undang-undang dari badan legislatif, keputusan-keputusan senat, perintali-perintah dari penguasa, dan wewenang orang-orang jang ahli dalam hukum, mendjadi t ig a : undiing-undang dari badan legislatif, perintali-perintah dari pengu­asa, dan perdmbangan sardjana-sardjana hukum jang berdasarkan tradisi hukum.

Dan jang tiga ini sesuai dengan tiga matjam unsur jang mendjadi hukum.

Pertama adalah ius c iv ile : Lull Duabelas (Twelve Tables), undang- undang jang dibuat sesudahnja, interpretasi dari jang dua ini, dan hukum tradisionil dari kota.

Kedua, banjak sekali kaidah, sebagian besamja berbentuk hukum atjara, jang termaktub didalam perintah-perintah jienguasa. Disini- Iah mulai titik pertumbuhan hukum^dan p ertu m b^ jij^ fti masih ber-

U . ' - J 19

Page 19: CAAN M U.I

langsung torus dengan melalui saluran ini. Dan hukum bagian ini sesunggulinja telaJi mentjapai benttiknja jang teracliir dibawah pe- merintahan Hadriamis.

Kctiga, txilisan-tulisan dari ahli-ahb' hukum (jurisconsults). Titik permulaan dari pertumlmhim lmkum djuga terdapat disini, dan ini adalah bentuk hukiun j.uig terpenting dalam zaman klassik, dari ma­sa Kaisar Augustus sampai abad ketiga Masehi. Hukutn bagian ini momperolch bentuknja jang penghabisan didalam Digest dari Jus- tinianus.

Diantara tiga unsur tersebut, jang pertama <li;uiggap orang pada inulmja sebagai kebiasaan jang dinjatakan dan disiarkan. Kenmdian dia dianggap sebagai berdasarkan atas wcwcnang negara. Ini sudah tentulah bcrsifat setempat d;ui chusus mitnk Roma sadja. Dalam bentuknja dia berdasarkan kekuasaan legislatif dari rakjat Roma, jang hanja ditambah dengan penafsiran perintah-perintah dari badan legislatif dengan sahi-satiuija wcwcnang, jaitu diterima sebagai hu­kiun kebiasaan. Dalam bahasa Junani, dia berdasarkan konvcnsi dan pengimdangan.

J.mg kedua adalah jang dimaksud dengan kaidah-kaidah jang di- taati oleh bangsa-bangsa jang beradab, dan jang mengenai lmkum dagang mungkin sekali kaidah-kaidah jang mendekatinja. Selain ini. menurut gagasan-gagasan kuno mengenai lmkum perorangan, kaidah- kaidali j;mg berlaku ditengah bangsa-bangsa jang beradab adalah satu hukum jang pantas imhik diterapkan terhadap warganegara dan bukan-warganegara. Dalam bahasa Junani, kaidah-kaidah ini dinama- kan hukum oleh konvensi.

Dasar d;iri unsur jang ketiga ialah akal semata-mata. Alili hukum tidak mempunjai kekuasaan legislatif dan imperium. Wewonang dari rcspoimtm alili hukum itu, baru sadja hukum tidak merupakan satu tradisi golongan lagi, dapat diketemukan didalam kewadjaran pada dirinja; didalam seruan jang dihadapkannja kepada akal jang sehat dan perasaan keadilan dari iudcx. Didalam bahasa Junani, djika itu hukum maka dia adalah hukum oleh kodrat alam.

Tatkala muntjul ilhli-ahli hukiun professionil, pcrpindahan titik pertumbulnin hukum kearah penullsan hukum, dan peralihan dari hukum sebuah kota mendjadi satu lmkum dunia m e n u n tu ta d a n ji

20

Page 20: CAAN M U.I

satu ilmu lmkmn, maka tiinbul kebutuhan kepada satu icori tentang apa lmkmn itu, satu teori jang memberikan satu uraian jang rasioni! mengenai tiga matjam kumpiilan kaidah-kaidah dipandaug dari su- dul asal dan wewenangnja, jang botul-betul berlaku. Dtui disamping itu teori tadi akan memberi kesanggupan kepada sardjana-sardjana hukum mihik dengan akal mengubah bcntuk himpunan perintali- perintah hukum jang ada, sehingga meroka dapat inempergnnakaii- nja sebagai hukum untuk seluruh dunia.

Pada masa itu ahli-ahli hukum menghadapi masalah jang terus- nuncnis sulit, jaitu bagaimana tjaranja mc.mclihara kestabilan <li- samping membolehkan adanja perubalian. A'palagi masa dari Kaisar Augustus sampai kopada percmpat kedua dari abad ketiga Masehi, adalah satu masa pei'tuml»uhan. Tetapi pcrturnbulum itu boleh <Ii- sifatkan revolusioner djika kita perbandingkan hukum pada achir masa itu dengan hukum dari generasi sebelum Cicero. Jurisconsults itu adalah ahli-ahli hukum jang ,praktis dan jang selalu mendjadi pu- sat perhatian mereka j;uig besar adalah keamanan lunum. Sementara sebagai satu tjita-tjita mereka mengidentifikasikan hukum dengan kesusilaan, mereka masih tctap mentaati hukum sernata dimana sad p dapat diterapkan, dan mereka djuga tidak mengembangkan perintali- perintah deng;m djalan analogi, menurut teclmik tradisionil jang ter- kcnal, apabila mereka menghadapi tingkatan-tingkatan baru dari soal-soal lama.

Karcna itu apa jang bagi bangs a Junani merupakan satu pembeda- an antara hak oleh kodrat alam dan link oleh konvensi atau pengun­dangan, bagi ahli-ahli hukum Romawi telah mendjadi satu pembeda- an antara hukum oleh kondrat alam dan hukum oleh kebiasaan atau perimd;uig-undang;m. Perkataan Latin jang sama maknanja dengan

-.0 oUmov (jang liak atau jang adil) telah mendjadi perkataan m e­

reka untuk hukum. Mereka menjebutkan ius apa jang dinamakan lex oleh Cicero. Pengertian jang niempunjai dua makna ini, jang mengaki- batkan orang menganggap sama apa jang scharttsnja (what ought to be) dan apa jangscadanja (what is), teiah memberikan satu dasar ilini- ah bagi kepertjajaan ahli-ahli hukum itu, balnva apabila dan dimana mereka tidak terikat oleh hukum, mereka hanja harus menerangkan

21

Page 21: CAAN M U.I

alasan clan keadilan dari sesuatu hal, supaja mereka dapat meleta -

kan dasar hukumnja. .Perlu diingat, bahwa „alain” bagi orang-orang Junani jang lit up

dalam zaman purba itu mempunjai arti jang tidak sama dengan pe ngertian kita jang telah dipengarulii oleh gagasan evolusi. Kata orang, bagi bangsa Junani appel alam (natural apple) bukanlah buah appe jang tumlnih liar didalam hutan, induk dari appel jang kita taiiam dikebun sekarang, melainkan buah appel keemasan dari Ilesperidcs.

Benda jang alamiah (natural) adalah benda jang menjatakan se- lengkap-lengkapnja tjita (idea) dari benda itu. Karena itu hukum alam (natural law) adalah apa jang dengan sempurna menjatakan tjita hukxun, dan satu kaidah dari hukum alam adalah satu kaidah jang sempurna menjatakan tjita hukiun ditcrapkan kepada subjek jang bersangkutan, satu kaidah jang inemberikan kepada subjek itu perkembangan jang sempurna. Bagi tudjuan-tudjuan hukum kenja- taan itu didapati didalam hukum alam jang ideal, jang sempurna ini, dan alatnja adalah penggunaan akalnja oleh alili hukum. Perundang- uiidangan dan perintah penguasa, selama keduanja tidak mempunjai lain dari satu dasar positif dari vvewenang politik, lianja merupakan tinian jang tak sempurna dan fana dari kenjataan hukum ini.

Demikianlah sardjana-sardjana liukum sampai kepada doktrin ratio legis, azas hukum alam dibelakang kaidah lmkum, jang dari du- lunja begitu stibur, baik untuk faedah jang praktis maupun bagi ke- katjauan teori dalam menafsii'kannja. Begitulah mereka sampai ke­pada doktrin jang mompergunakan analogi untuk semua kaidah hu­kum, baik tradisionil maupun legislatif, karena semua kaidah hukum itu mempunjai analogi, selama bersendikan kenjataan hukum, karena dan sebegitu djauli kaidah-kaidah hukum itu mewudjudkan atau ine- realisasikan satu azas lmkum alam. ,

Hukum alam adalah satu teori filsafat untuk satu masa pertumbuh- an. Teori filsafat ini timbul untuk inemeimhi kebutuhan-kobutuhan dari tingkatan equity, dan hukum alam, satu dari niasa-masa b e a t if jang besar dari sedjarah hukum. Meskipun begitu, seperti telah kita lihat, pertumbuhan jang paling tjepat pun tidak membiarkan alili hu­kum mengabaikan timtutan stabilitet. Teori hukum alam itu telah di- sempurnakan sebagai satu alat pertumbuhan, sebagai satu alat untuk

Page 22: CAAN M U.I

inembuat satu hukum dunia atas dasar hukum sedjati lama dari kotu Roma. Totapi ia djuga discmpumakan sobagai satu alat untuk menga- rahkan dan mengatur pcrturnbuhan hukum supaja dapat meinelihara keaman;m umum.

Sardjana-sardjana lnikum mempunjai tugas membangun dan mem- bentuk hukum atas dasar bahan-bahan setempat jang lama, supaja dapat didjadikan sebagai satu alat buat momuaskan kehendak-ke- hendak satu dunia sclunihnja, dim disamping itu mendjamin kesera- gaman dan sifatnja jang dapat dinjatakan sobagai hukum. Ini me­reka lakukan dengan menerapkan satu technik baru te­tapi dikenal kepada bahan-bahan lama. Technik itu adalah pengguna- an akal dilapangan hukum (legal reason), tetapi penggunaan akal hu- kum jang diidentifikasikan dengan akal sewadjamja (natural reason) dan disempumakan serta diterapkan dibavvah pengaruh satu tjita- tjita filsafat. Konsepsi tentang hukum alam sebagai sesuatu jang me- nurutnja semua hukum positif hanja bersifat pemjataan, sebagai se­suatu jang harus didjadikan ukuran bagi kaidah-kaidah jang ada, dan dengannja semua kaidah itu sedapat mungkin disesuaikan, dan dia jang membentuk kaidah-kaidah baru, dia jang memperluas dan inembatasi kaidah-kaidah lama dalam pcnerapannja, konsepsi itu ada­lah satu instrumen jang berkuasa ditangan sardjana-sardjana hukum dan memungkinkan mereka mentjapai kemadjuan dalam mcnunaikan tugas mereka, jaitu membangun hukum dengan kepertjajaan jang teguli.

Tetapi pertjobaan sardjana-sardjana jang hendak mendjadikan iu$ civile satu hukiun untuk dunia, momerlukan sesuatu jang lebih dari- pada satu dorongan teoretis sadja. Inilah jang dinamakan satu proses perkembangan analogi dengan perluasan disini dan pembatusan di* sana, satu proses pengambilan kesimpulan umum, pertama dalam benuk pepatah-,pepatah hukum dan kemudian dengan mclotakkan ;iz;is-az;is jang luas; dan prosas memas;uig djalan-djahui baru dengan hati-hati, membimbing dan mengomuclikannja dengan melakukau berbagai kechilafan dan kesalahan. Proses ini sama benar dengan pertjobaannpertjobaiui jang telah di lakukan oleh hakim-hakim Ingge- rLs-Amerika jang telah berhasil memberi mereka kesanggupan untuk membuat satu hukum dunia atas dasar perintali-perintah hukum di-

23

Page 23: CAAN M U.I

negeri lnggeris dalam abad ke-17. Proses serupa itii momerlukan se- suaht jang akan memberikan arah kepada poniikiran sardjana- sardjana hukum, akan meinberik;u\ isi jang piisti kepada tjita-ijita, akan menjediakan satu salurau bagi pikiran hukum jang ditcntukan dengan sewadjamja. Kebutuhan ini dipenuhi dengan teori filsafat tentang tabiat bcnda-benda dan hukum alam disesuaikan dengan ta- biat bcnda-beuda itu. Dalain prakteknja, hukum jang dibuat oleh sardjana hukum dan hakim telah dibentuk dengan sadar atau tidak oleh gagasan-gagasan mengenai untuk apa hukum itu dan teori-teori tentang tudjuan hukum.

Pada tingkatan-tingkatan pemiulaan dari hukum, manusia tidak mempunjai konsepsi dan hasrat jang lebih besar daripada mengatur satu masjarakat jang damai seberapa inungkin. Tetapi bangsa Junani lekos memperoleh satu konsepsi jang lebili baik tentang tjara me- melihara status t/uo didalam masjarakat dengan tjara jang tertib dan damai. Apabila teori hukum alam diterapkan kepada konsepsi itu, kita memperoleh pengertian tent;uig satu bentuk jang ditjita-tjitakan dari status quo sosial — satu bentuk jang menjatakan sifatnja, satu bentiLk jang sempurna dari organisasi sosial pada suatu peradaban tertentu — sebagai jang hams ditemskan dan dipelihara oleh keter­tiban hukiun. Demikianlah hakim dan sardjana hukum memperoleh satu pcnundjuk djalan jang dulu banjak membantunja. Hakim daii sardjana hukum itu harus mengukur semua situasi dengan satu ben ­tuk jang ditjita-tjitakiui dari ketertiban sosial pada suatu waktu dan dismatu tempat, dan mereka harus membentuk hukum begitu rupa. hingga dapat inemeliliara dan memadjukan tjita-tjita dari status quo sosial. Kita akan inendjumpai gagasan ini didalam' berbagai bentuk disepandjong sedjarah berikutnja dari filsafat lmkum. Dan gagasan ini merupakan sumbangan tetap jang diberikan oleh Roma kepada filsafat hukum.

Bam sadja perkembangan hukum setjara ilmiah memulai sedjarah- nja dalam Abad-abad Pertengahsm, hukum berscntuhan lagi dengan filsafat, karena jang dua ini sama dipeladjari pada universitas-uni- versitas. A|);ikah kebutuhan masjarakat jang hams ditjukupkan oleh fiLsafat pada masa itu ?

Sesudah lama hidup didalam masa jang penuh dengan kekatjauan

\ w

Page 24: CAAN M U.I

perpetjahan clan penggunaan kekcrasan, manusia achim ji meng- inginkan ketertiban, organLsasi <lan perdamaian. Mereka mcnuntut adanja satu filsafat jang akan menegakkan kewibawaan dan mem- berikan a las an bagi keinginan mereka jang liendak meni;iksakan satu ikatan luikum terhadap masjarakat. Masa itu adalah masa peralihan darj hukum primitif pada suku-suku German kepada sahi hukum keras, dengan peraiitaraan resepsi hukum Romawi sebagai per- undang-undangan jang l>er\vewcn;mg alau dengan pengumpulan hu- kum-hukum kebiasaan German jang seclikit banjaknja meneladan hu­kum Romawi, seperti terdjadi ditanah Perantjis Utara, atau dengan deklarasi hukum kebiasa;m didalam laporan putusan pengadilan- pengadilan pusat jang kuat, seperti dinegeri Inggeris.

Dengan demikian tibalah dengan segcra satu masa dari hukum sedjati. Dengan pertjaja penuh kepada perkembangan elialektik da-i pangkal dalil jang diberikan oleh orang-orang jang benvewenan", dan j;ikiu kepada logika jang formil, serta mendjadikan m;isalah pokok penompatan akal sebagai satu dasar dibawah kekuasaan, fil­safat scholastik telah menjambut dengan topat tuntutan-tuntulan ini. Dan (idaklah keliru djika para komentator dan penafsir-mutaeliir (postglossator) dari abad ke-14 dan ke-15 dianggap sebagai „sar- djana-sardjana hukum scholastik”. Sebab sebagian besamja adalah filsafat jang begitu lengkap mentjukupkan kebutuhan-kebutuhan pa­da masa itu, sehingga para komentator dan glossator dapat memben- hik hukum Romawi dari Justinian us sehingga dapat diterima dan didjalankan dibenua Eropa sembilan abad keinudian. Seinentara me­reka membuat pendjelasan-pendjelasan mendjadi hukum, bukannja tekst sebagaimana meslinja, dan banjak perubahan serta perbaikan jang mereka adakan karcna mereka harus mengubah dan memper- baiki bukiun itu supaja dapat diselaraskan dengan satu ketertiban sosial jang berlainan selurulinja, maka metode perkembangan dialek- tik dari pajigkal-pangkal dalil jang mutlak dan tak dapat dimungkiri menundjukkan balnva jang mereka lakukan itu adalah mengembang- kan kesimpulan-kesimpulan jang logis dari satu tekst jang mempunjaj au tori tot.

Onuig-orang dapat menerima hukum Rartolus selama mereka pcr- tjaja balnva itu hanjalah perkembangan jang logis dari isi mula-mnla

4 ? * 'H U K U M U . l . I

Page 25: CAAN M U.I

dari undang-undang Justinianus jang mengikat. Adalah menurik apa bila dipcrluitikan sikap Fortcscuc jang menerapkan ini kepa a kaidah-kaidah lmkum adat lnggeris (common law) pada tingkatan hukum sedjati. I a menganggap bahwa kaidah-kaidah itu adala 1 azas-azas jang dibatja didalam tulisan-tulisan para komentator Aris totelcs, balnva kaidah itu boleh disamakan dengan aksioma-aksionu dari seorang alili ilmu ukur. Waktunja belum tiba untuk menjangsi- k.ut semua kaidah, atau azas atau aksioma itu. Jang dibutulikan ialah mentjari alasan-alasan untuk membenarkan keinginan manusia supaja diperintah oleh kaidah-kaidah jang ditetapkan dan merukunkan — setidak-tidaknja pada lahimja — perubahan dan pertumbuhan jang tidak dapat diclakkan dalam semua hukum, dengan kebutuhan jang dirasa orang mempunjai satu kaidah jang ditetapkan, tidak berubah- ubah dan mempunjai autoritet. Filsafat hukum telah berdiasa besar dalam hal ini dan, saja berani mengatakan, telah mempusiikakan se­bagai satu sumbangan tetap kepada ilmu hukum, metode jang men- djamin kepastian dengan perkembangan hukum dan isi konsopsi- konsepsi jang telah dibatasi rnaknanja oleh ahli-ahli hukiun jang menxpuiijai wewenaiig.

Pada waktu runtuhnja organisasi masjarakat feodal, perkembang­an perdagangan dan datangnja masa penemuan, pendjadjahan, dan eksploitasi sumber-sumber kekajaan alam dibenua-bcnua baru, bersama dengan timbulnja bangsa-bangsa jang menggantikan kum- pulan-kumpulan jang longgar dari daerah-daerah jang dikuasai oleh patjal-patjal radja, menuntut adanja satu hukum nasional jang dise- ragamkan didalam wilajah niisional. Starkey mengusulkan kodifikasi kepada Piadja Henry VIII dan Duinoulin mendesak supaja diselaras- kan dan diseragainkan hukum kebiasaan ditanah Perantjis dengan maksud agar sesuatu waktu dapat dikodifikasikan. Sardjana-sardjanu hukum <lan ahli-ahli theologi Protestan dalam abad ke-16 menemu- kan satu dasar filsafat untuk memenuhi keinginan-keinginan ini pada masa itu didalam negara jang diatur oleh Tuhan dan didalam satu hukum alam j;uig telah dipisahkan dari theologi, semata-mata ber- d;isarkan akal, suatu hal jang mentjerminkan kepertjajaan jan<' tiada liingganja kepada akal, jang timbul l>ersama Renaissance.

Demikianlah sardjana hukum nasional masing-masingnja mungkin

26

Page 26: CAAN M U.I

inenjoinpumakan interpretasinja tentang hukum aliim dengan mem- pergunakan akal sendiri, sebagaiinana tiap orang Kristen mungkin ineiuifsirkan sabda Ttihan untuk dirinja sendiri seperti jang ditun- djukkan djalannja oleh akal dan liati nuraninja. Sebaliknja, sardjana- sardjana hukum Katholik dari golongan Kontra-Reformasi mendapati satu dasar filsafat bagi p emu as an keinginan-keinginan jang serupa di- dalam satu konsepsi tentang hukum alam sobagai satu sistem pem- batasan-pembatasan terhadap tindakan manusia jang menjatakan ta- biat manusia, jaitu tjita-tjita manusia sobagai satu machluk jang ber- akal, dan hukuni positif sebagai satu sistem jang ideal jang menjata­kan sifat dari satu ncgara jang disatukan. Untuk masa itu gagasan- gagasan ini dipergunaikan untuk mengabdi kepada satu kekuasaan radja jang bertambah besar, dan berwudjud didalam teori Byzam- tium, tentang kedaulatan jang telah mendjadi klassik didalam hukum publik. Didalam hukum privat gagasan-gagasan ini menimbulkan perubahan jang sangat berlainan. Sebab satu masa pertumbuhan jang bam, jang dituntut oleh masjarakat jang bertambah luas dan putus- nja ikatan-ikalan penguasa, sudah datang untuk mengadjukan tun- tutan-tuntutan baru jang berlainan seluruhnja terhadap filsafat.

Dengan mempergiuiakan bahan-bahan dari Romawi, para glossator dan komentator telah meinbuat atau membentuk hukum untuk satu masjarakat jang statis, jang dapat mentjukupkan kebutuhan setempat, dan 'hidup untuk achirat, jang menghormati penguasa karena pengu­asa itu telah menjelamalkannja dari apa jang ditakutinja, jang meng- anggap lebih penting keamanan lembaga-lembaga sosial dan meng- abaikiin kehidupan perseorangan, karena menurut susunan ketata- negaraannja tiap-ti;vp individu dapat mentjapai tingkat komuliaan hidup jang paling tinggi, djika ia hidup didalam hidupnja orang lain, jang kebesarannja adalah kebesaran mereka jang mengabdi kepada- nja. Dalam abad ke-17 dan ke-18 sardjana-sardjana hukum diminta membuat atau membentuk satu hukum dari bahan-bahan Romawi jang telah diubah dalam Zaman Pertengahan untuk memenulii ke- hendak-kehendak dari satu masjiirakat jang akdf dan bembah-ubali, dimana satu teinpat sab'ng bergantungan dengan tempat lain, jang memusatkan perhatiannja kepada dunia ini sadja, masjanikat jang tidak sabar terhadap piliak penguasa karena penguasa itu merintangi

27

Page 27: CAAN M U.I

daja-upaja untuk mentjapai apa jang diinginkan, thui individualistis serta dengan tjemburu mendjaga kebebasannja, karena mereka meng­anggap penondjolan-diri jang bcbas dari tiap-tiap individu adalah suatu milik jang paling tinggi nilainja. Dinegeri lnggeris hukum se- djati dibuat untuk masjarakat lnggeris jang feodal dari bahan-bahan hukiun Cennan kuno, jang kadang-kadang diromawikan pada Iahir- nja, diubah begitu pula supaja dapat dilakukannja tugas penjeleng- garan peradilan didalam satu dunia jang bani.

Sebagai akibatnja maka datanglah satu masa perkembangan hu­kum jang mcnjolok sekali persiunaannja dengan masa klassik dari hukiun Ilomawi. Dan sekali lagi filsafat memegang piinpinan. Sekali lagi dimasukkan pula kedalam hukum gagasan-gagasan dari luar hukum. Sekali lagi hukum dan moral dianggap sama didahun pemi­kiran sardjana-sardjana hukum. Sekali lagi orang memandang se­bagai satu adjaran jang liidup, balnva seluruh hukum positif adalah pemjataan dari hukum alam serta memperoleh wewenangnja jang sebenamja dari kaidah-kaidah hukiun alam jang diterangkannja. Se­kali lagi idcalisme hukum mendorong sardjana hukum untuk 1110- nindjau tiap sudut dari lmkum jang berlaku, inengukur kaidah- kaidahnja dengan akal, serta membentuk, memperluas, mcmbatasi, atau mcmbanguu sekali lagi supaja bangunan hukum jang sungguh- sungguh berlaku boleh merupakan satu salinan jang presis serupa dengan jang ditjita-tjitakan.

Tetapi teori hukum alam, jang dimaksud pada mulanja untuk satu masjarakat jang disusun berdasarkan kekerabatan dan dikembangkau untuk satu masjarakat jang berdasarkan hubungan-hubungan, tidak memadai lagi bagi satu masjarakat jang menganggap dirinja sebagai satu himpunan individu-individu dan disusun kembali berdasarkan penondjolan-diri jang bersaingan. Dan sekali lagi ius jang mempunjai dua makna, jang dapat lwrarti bukan sadja hak dan hukum, tetapi djuga „satu hak”, dipaksakan mcmberikan manfaatnja, dan ius na- luralc mcmberikan hak-hak azasi (natural rights). Jang mendjadi tudjuan terachir bukanlah hukum alam seperti sediakala, bukan sa ­dja priusip-prinsip jang berlaku abadi, tetapi hak-hak azasi, kaifiat- kaifiat (qualities) tertentii jang melckat pada diri manusia dan di-

2S

Page 28: CAAN M U.I

buktikan oleh akal, hak-hak jang didjainin olcli hukum alam, dan patut dilaksanakan oleh hukum positif.

Hak-hak azasi ini kemudian mendjadi suatu lakiiat bagi pemikiran tentang hukum. Namun pada masanja hak-hak azasi itu telah mem- berikan djasa-djasa jang besar. Dengan dipengaruhi oleh teori ini sardjana-sardjana hukum mengerdjakan satu schema (Lari „hak-hak jang bersendikan hukum”, jang setjara effektif meliputi hampir se- luruh lapangan kepentingan-kepentingan perseorangan jang bersang- kutan dengan kepribadiannja dan kopcntingan-kepentingan perse* onuigan jang bersangkutan dengan harta-benda. Teori ini mema-sang satu landasan ilmiah dibawah schema dari Zaman Pcrtengahan ten- tang tuntutan-tuntutan dan kewadjiban-kewadjiban j;mg ditimbulkan oleh hubungan antara radja dan kopala-kepala penjewa tanalinja. Dengan memakai landasan inilah hakim-hakim mengembangkan hak- hak orang Inggeris jang mereka warisi dari zaman dulu, dan me- mungkinkan ’hak-hak orang Inggeris jang berdasarkan hukum adat- nja mendjadi hak-hak azasi manusia, jang tennaklub didalam Undang-Undang tentang Hak-hak Azasi (Bill of Rights).

Demikianlah teori itu berguna sebagai satu kekangan jang diperlu- kan untuk menahan pertumbuhan berlebih-lebihan jang didorong oleh teori hukum alam. Teori ini memberikan satu kebekuan jang di- perlukan pada satu masa tatkala hukum terantjam akan mendjadi tjair selunihnja. Dan pengaruh j;uig mengokohkan ini diperkuat oleh satu kalangan lain. Jurisconsult Romawi adalah seorang guru me- rangkap filosuf dan alili jang mempraktekkan hukum. Sebagai se­orang alili hukum, jang selalu diperhatikannja adalah sjarat-sjarat keamanan iimiim, sehingga dirasanja penting sekali kesanggupan un­tuk memberi nasehat dengan kepas-tian, apakah jang harus dilakukan oleh pengadilan-pengadilan dalam menjelesaikan scsuahi perkara tertenhi. Sardjana-sardjana hukum dalam abad ke-17 dim ke-lS ter- utama adalah pengadjar-pengadjar dan ahli-ahli filsafat. Untimglah mereka sudah dilatih untuk menerima hukum Romawi sebagai se­suatu jang mempunjai wewenang tertinggi dan dengan demikian memberi mereka kesanggupan untuk mengisi hukum alam itu dengan menganggapnja sama dengan satu bentuk hukum jang ditjita-tjitakan, jang mereka ketahui dan jang mereka sudah mendapat latihan di-

29

Page 29: CAAN M U.I

dalamnja. Sobagaimana jurisconsult Romawi membangun hukum me- nunit gajnbaran hukum lama dari kotanja, sardjana-sardjana hukum abad ke-17 dan ke-18 itu membangun hukum berdasarkan hukum Romawi jang ditjita-tjitakan. Djika hukum Romawi tidak dapat di- banggakan sebagai mengandung wewenang, sardjana-sardjana hu­kum tcrsebut menganggap bahwa hukum Romawi merealisasikan akal, jang perintjiannja telali dibetulkan oleh satu kritik jang ber- sendikan ilmu fiLsafat hukum.

Kedua gagasan ini, hak-hak azasi dan satu bentuk jang ideal daii hukum jang sungguh berlaku pada suatu waktu dan disuatu tempat sebagai ketertiban hukum dari alam, telah diwariskan dan disiapkan untuk penggunaan-penggunaan bani dalam abad ke-19. Didalam hukum jang tumbuh pada abad ke-17 dan 18, gagasan-gagasan ini tidak lain dari pembimbing jang menuntun pertumbuhan itu kedalam saluran-saluran tertentu, serta mendjamin kelangsungan dan kekekal- an didalam perkembangan kaidah-kaidah dan doktrin-doktrin. Apa- kah hak-hak azasi dipahamkan sebagai kaifiat-kaifiat dari manusia alamiah (natural man) ataukah sebagai kesimpulan-kesimpulan dari satu persetudjuan jang menjatakan tabiat manusia, jang mendjadi pokok persoalan, bukanlah bahwa sardjana hukum lvanis tidak menjinggung-njinggung perkara itxi — supaja dengan mentjiptakan sesuatu perintah baru atau dalam membentuk lagi se ­suatu doktrin lama, ia djangau melanggar satu hak dasar, mclainkan ia harus mempergunakan akalnja dengan bobas dan mahirnja untuk membentuk kaidah-kaidah, doktrin-doktrin dan lembaga-lembaga, jang boleh dipakainja sebagai alat-alat buat mentjapai tjita-tjita hidup manusia didalam satu ..status naturalis”. Sebab status naturalis itu, suatu hal jang harus kita ingati, adalah satu keadaan jang menjata­kan tjita-tjita manusia sebagai satu maehluk jang rasionil.

Djika satu reaksi dari penghalusan formil jang berlebih-lel>ihan dari abaci ke-18 sampai mcngidcntifikasikan status naturalis ini de­ngan kesedcrhanaan primitif, menurut pendapat sardjana hukum itu adalah kesederhanaan dari satu tjita-tjita rasionil jang menggantikan sistem-sistom hukum jang pcnuh kesulitan seluk-beluknja, jang telah mendjadi beku didalam gagasan-gagasan mereka pada tingkatan hu­kum sedjati. Begitulah Pothicr, ketika momperbintjangkan katcgori-

30

Page 30: CAAN M U.I

kategori perdjandjian menurut lmkum Romawi, dan menolaknja un- tuk prinsip „alamiah” bahwa manusia, sebagai satu machluk susila— menerangkan bahwa sistcin Romawi jang kompleks dan sewenang- wenang itu, dibuat dari tambahan berturut-turut pada Ixjrbagai wak­tu kepada satu persediaan primitif jang sempic dari djandji-djandji jang dapat dipaksakan oleh hukum, tidak diikuti karena ia „djauh dari kesederhanaan”. 1

Selandjutnja, bentuk jang ideal dari hukum jang betul-betul ber­laku, jang memberikan isi kepada hukum alam, bukanlah satu bentuk jang ditjita-tjitakan dari azas-azas jang didapati didalam sedjarah, jang mengekang perkembangan untuk segala masa didalam ikatan- ikatan jang ditetapkan didalam sedjarah, seperd didalam abad ke-19 tetapi satu bentuk ideal dari ratio legis — dari akal dibelakang kaidah atau doktrin atau lembaga, jang dengannja dia menjatakan tabiat manusia jang berakal, jang hanja dituntun oleh akal dan liati-nurani didalam hubungan-hubungannja dengan manusia-manusia Iain jang sama dituntun pula oleh akalnja. Daja-upaja jang liendak menetapkan bagian hukum jang tak dapat diubah-ubah, jang liendiik membuat peta-peta hukum untuk segala masa^ menimdjukkan gedjala-gedjala peralihan kearah kematangan hukum. Usaha jang dilakukan orang dalam abad ke-18 untuk menjelenggarakan kodifikasi jang diikuti

, oleh kegiatan kodifikasi dibenua Eropa, dimana dituang hasil-hasil pertumbuhan selama dua abad didalam bentuk jang sistematis, jang dipakai sebagai dasar dari satu permulaan hukum jang baru, menurut bentuknja adalah berdasarkan teori hukum alam. Dengan mengeralikan kekiiatan akal semata-mata, sardjana, hukum dapat rae- njempuniakan satu sistem deduksi-deduksi jang komplit dari tabiat manusia dan merumuskannja didalam satu kitab undang-undang jang sempurna. Biarlah, biarkanlah ia berbuat demikian. Ini bukanlah tjara berpikir dari satu masa pertumbuhan, melainkan lebih tepat dikatakan dari satu masa, tatkala pertumbuhan telah tertjapai dan orang meminta teori filsafat dari satu hukum alam untuk melakukan satu tugas 'baru.

Pada achir abad ke-18, Lord Kenyon telah menetapkan bahwa „pembaharuan-pembaharuan oleh Mansfield” tidak boleh diteruskan lagi, balikan setengah dari pembaliaruan-pembaharuan itu harus di-

31

Page 31: CAAN M U.I

batalkan. Equity harus segera dituang didalam satu sistematik oleh Lord Eldon dan akan mendjadi hampir „ditetapkan dan disdesaikan sopcrti hukum sendiri. Dan dalam garis-garis besam ja hukum da- gang sudah diresapi selengkap-lengkapnja, meskipun untuk pcrintji- anni t diporlukaii waktu dua dasawarsa. Tainbahan lagi gerakau jang berUidjuan mcngadakan perbaikan didalam penmdang-undangan jang mengiringkannja hanja melaksanakan sampai kepada jang ber- kctjil-kctjil gagasan jang masuk kedalam hukum sclama dua abad sobolumnja. Sclama beberapa waktu hukum hanja menghimpunkan apa-apa jang sudah dipungut sclama masa pertumbuhan dan tugas sardjana hukum ialah menjusun, menjelaniskan dan membikin sis- tematiknja, dan bukan mentjiptakannja.

Sempa itu pulalah hukum dikodifikasikan di Eropa Kontinental. Sampai kopada achir abad ke-19, kitab undang-undang (codes) pada hakekatnja bcrbitjara dari masa acliir abad ke-18, meskipun bilamana sadja orang mcmbuatnja, dan dengan sedikit kotjualinja, semuanja adalah menxpakiUi salinan dari kitab undang-undang Perantjis dari tahun 1804. Dimana tidak ada kitab undang-undang, pcngaruh mazhab sedjarah memimpin satu gerakan kembali kepada undang- undang Kaisar Justiniavms, jang akan banjak melenjapkan kemadjuan jang sudah ditjapai dalam abad-abad fteracliir. Untuk sementara waktu kegiatan sardjana-sardjana hukum dikcrahkan kedjurusan analisa, klassifikasi serta mcngadakan sistem, dan ini dianggap sebagai satu-satunja tugas mereka. Dimana kitab undang-undang sudah dipcroleh, jang harus dikcrdjakan oleh para sardjana hukum semata-mata selaina scratus tahun jang akan datang, ialah mengem- hangkan analisa dan memberikan uraian dogmatik tentang tekst, se- bagai satu pernjataan jang lc-ngkap dan leraehir dari lmkuin.

Masa itu boleh kita anggap sobagai salu masa dari kematangan hukum sebagaimana anggapan sardjana-sardjana hukum pada masa itu. Hukum dianggap sudah lengkap dan mentjukupi dirinja, tanpa ada lagi pertcntangan didalam undang-undang dan tidak ada lagi kekurangan-kekurangarmja. Jang masih dipcrlukannja ialah penju- Minannja, perkembangan jang logis dari kcsimpulan-kesimpulan ten­tang beberapa kaidah dan konsepsinja, clan pcratnran jang sistemaNs mengenai beberapa bagiannja. Pe.urulang-undangan baru mungkin

32

Page 32: CAAN M U.I

diperlukan sewaktu-waktu supaja dapat disingkirkan undang-undang kolot jang masih ada terns nieskipuu telah diadakan pembersihan selama dua abad jang lalu. Selandjutnja, sedjarah dan analisa, jang melalurkan gagasan dibelakang djalan perkcmb;uigan doktrin-doktrin lmkum dan meinaparkan konsekwensi-konsckwensinja jang logis, se- muanja adalah alat jang diperlukan oleh seorang sardjana hukum. Ia akan segera terpengaruh untuk tidak mempeixlulikan filsafat, dan kerapkali menjerahkan hal itu kepada ilmu perundang-undangan, jang didalam batas-batas jang sempit boleh djadi masih ada ke- mungkinan untuk beq)ikir-pLkir tentang pentjiptaan hukum.

Tetapi berbeda dengan abad-abad sebelumnja, dalam abad ke-19 orang tidak akan mendapat kemadjuan tanpa filsafat hukum. Namun jang kita djumpai bukan satu metode filsafat jang diakui setjara universil, melainkan empat tipe jang djelas berbeda-beda. Tetapi semua tipe ini mombawakan hasil-hasil terachir jang sama, dan di- pertandai oleh semangat jang sama, dan merupakan kekangan jang sama terhadap kegiatan hukum. Semua tipe itu adalah tjara-tjara untuk mentjari pembenaran bagi keinginan-keinginan Iiukum pada suatu waktu, jang turnbuh dari tekanan kepentingan didalam ke- ainanan innuin dengan djalan reaksi dari satu masa pertumbuhan dim didalam keamanan memperoleh harta-benda dan keamanan me- hikukan transaksi didalam satu masa perluasan ekonomi dan peru- sahaan industri.

Di Amerika Serikat, semendjak hukum alam dari pengarang- pengarang tentang hukum publik dalam abad ke-18 telah mendjadi klassik, kita banjak' bersandar kepada satu tjorak (variant) Amerika dari hukum alam. Tetapi dia bukanlah hukum alam jang menjatakan tabiat manusia. Jang lebih dinjatakan adalah sifat pemerintah. Satu bentuk dari tjorak ini disebabkan oleh satu doktrin di Amerika Serikat, bahwa hukum adat lnggeris mempunjai kokuatan hanja sedjauh dia dapat diterapkan kepada keadaan dan lembaga- lembaga di Amerika Serikat. Daja-upaja untuk inenegakkan doktrin ini setjara filsafat memandang satu bentuk jang ideal dari hukum adat lnggeris jang diterima sebagai hukum alam, dan menganggap hukum alam itu sebagai satu kumpulan deduksi-deduksi dari atau kesimpulan-kesimpulan mengenai lembaga-lembaga Amerika atau

33

Page 33: CAAN M U.I

sifal dari .susunan ketatanegaraan Amerika Serikat. Didulanl satu generasi Mahkamah Agung disalah satu negara bagian te a 1 niene tapkan setjara dogmatis bahwa hak anak sulung mew arisi tana i peninggalan (jaug inasih mungkin disalah satu negaia bagian jang paling tua dau asli) tidak dapat hidup ibersama dengan ,, ioina aksioma konstitusi'’ jang mendjamin kepada tiap neg.ua bagian satubentuk republik bagi pemerintahannja.

Tetapi lebih umum lagi, hukum alam jang bertjorak Amerika itu tiunbuh dari satu usaha hendak mentjapai pem jataan filsafat tentang kekuasaan pengadilan-ipengadilan terhadap peiundang- undangan jang tidak konstitusionil. Konstitusi itu menerangkan prinsip-prinsip dari hukum konstitusionil alamiah (natural constitu­tional law), jang hams dideduksikan dari sifat pemerintah jang be* bas. Karena itulah soal-soal konstitusionil selalu merupakan soal-soal penafsiran konstitusi belaka. Soal-soal itu adalah mengenai makna dokumen konstitusi, hanja dalam bentuknja. Pada pokoknja semua adalah soal-soal dari satu lmkum konstitusionil umum, jang djauh diatas tekstnja; soal-soal apakah pengundangan sebelum pengadilan sesuai dengan azas-azas hukum alam jang „merupakan tempat kem- balinja semua konstitusi” dan mclekat didalam inti gagasan tentang satu pemerintah jang mempunjai kekuasaan-kekuasaan terbatas, jang ditegakkan oleh rakjat jang bebas. Sekarang karena pengadilan- pengadilan, dengan sedikit kctjualinja, telah ineninggalkan tjara bcr- pikir ini, dan malikamah jang tertinggi di Amerika Serikat telah sampai menerapkan pembatusan-pembatasan dari amendemen kelima dan keempat-belas sebagai ukuian-ukuran hukum, maka ada se- tengah orang jang berkata, bahwa bangsa Amerika tidak mempunjai Jagi hukum konstitusionil. Snbab bagaimana akan terdapat hukum, djika tidak ada satu himpunan kaidahJkaidab jang menerangkan satu hukum alarn. jang diatas semua pengundangan jang dilakukan ma­nusia ? Interpretasi dari satu naskah jang tertulis, tak perduli siapa jang mengundangkannja, mungkin dikuasai oleh hukum, tetapi sc- sungguhnja tidak dapat menghasilkan hukum. Gagasan-gagasan itu sukar lenjapnja. Dalam bahasa abad ke-18 pengadilan-pengadilan Amerika Serikat mentjoba membuat hukum positif, dan chususnja perundang-undangan Amerika Serikat melahirkan sifat lembaga-

34

Page 34: CAAN M U.I

lembaga polilik dinegeri itu. Pengadilan-pengadilan mentjoba mem- bentuk hukum positif dan mengekangnja supaja dapat mcm- bcrikan effekt kopada satu tjita-tjita dari susunan ketata-negaraan.

Kemudian dalam abad ke-19, hukum alam sebagai satu deduksi dari lembaga-lembaga Amerika, atau dari „pemerintah jang bobas” membuka djalan bagi satu teori jang bersendikan metafisika dan sedjarab, jang lalu disempumakan di Eropa Kontiuental. Hak-hak ;izasi adalah deduksi dari satu bukti dasar dari kemauan bebas pada tiap orang, jang dapat dipertundjukkan oleh metafisika, dan hukum alam adalah satu batu udjian jang ideal terhadap hukum positif, jang dapat mendjamin keutuhan hak-hak azasi ini. Sedjarah me- nundjukkan kepada kita gagasan tentang kebebasan individual jang mewudjudkan dirinja didalam lembaga-lembaga, kaidah-kaidah dim doktrin-doktrin hukum. Ilmu hukum mengembangkan gagasan ini sampai kopada akibat-akibatnja jang logis dan memberi kita satu kritik hukum, jang dengannja kita mungkin terbebas dari pertjobaan jang sia-sia untuk menegakkan perintali-perintah hukum diatas mi­nimum jang perlu untuk mendjamin hidup bersama jang selaras antara seseorang dengan sesamanja manusia. Tjara berpildr ini tjotjok sekali dengan satu konsepsi tentang hukum jang menganggapnja berdiri antara individu jang abstrakt dan masjarakat dan melindungi hak-hak azasi tiap orang terhadap gangguan masjarakat, satu tjara bcrpikir jang diambil oleh hukum Amerika dari hasil memperhatikan persclisihan antara pengadilan-pengadilan dan radja ditanah Inggeris dalam abad ke-17. Orang akan gampang mengambil kesimpulan imuuii, balnva perselisihan itu sebagai satu perselisihan antara per- seorangan dan masjarakat, dan akan mendjadi lebih mudah dilaku- kan, apabila hak-hak orang Inggeris jang berdasarkan hukum adatnja (common law) didjamin oleh pengadilan-pengadilan hukum adat terhadap tindakan radja, telah mendjadi hak-hak azasi manusia jang dilindungi terhadap perseorangan-perseorangan lain dan terhadap gangguan negara oleh undang-undang tentang hak-hak azasi.

Jang lain-lainnja ditanali Inggeris dan Amerika berpaling kepada teori utilitis-analitis. Pembuat undang-undang harus dipimpin oleh satu azas kegimaan (utility). Dan jang harus mendjadi patokan bagi pembuat undang-undang ialah apa jang akan memberikan kebaha-

35

Page 35: CAAN M U.I

gian kepada iljumlah individu jang paling besar. Sardjana hukiun ha- riis mentjari azas-azas universil dengan menganalisa hukum jang betul-betul berlaku. la tidak mentjampun kegiatan mcntjipta hukum. Tugasnja ialah mengeinbangkan dengan teratur dan setjara logis azas-azas jang ditjapai dengan menganalisa apa-apa jang didapatinja sudali diberikan oleli hukum, serta memperbaiki bentuk hukum dengan membuat satu sistcm merukunkan detail-detailnja setjara logis. Ka- rcna ada anggapan, bahwa kcbahagiaan bagi sebagian terbesar ma­nusia dapat ditjapai dengan mcmberikan maksimum kobebasan ke­pada tiap orang untuk mengernukakan dii'i dalam membela hak-hak- nja, maka sebagai akibatnja pembuat undang-undang harus bekerdj.i setjara forniil memperbaiki hukum dan mendjadikannja lebih „dapat dikeual”, saperti kata Bentham; sementara sardjana hukum melaku- kan funksi jang terbatas pula serupa itu, seberapa sanggupnja me- ngolah bahan-bahan jang setjara eksklusif disediakan oleh liukuin scudiri. Maka sudah sewadjamja apabila sardjana-sardjana hukum jang mer.ganut abran metafisis, atau historis, atau analitis pada achir iibad jang lanwau selahi bersedia mengatakan, bahwa berbagai tjara jang mc-ieka pakai, bukan saling mengutjilkan, melainkan saling tain- bah-menainbah. ( *

Mendjt-lant, achir abad jang lalu satu aliran pemikiran hukutn jang positivistis-sosiologis nampaknja telah mendesak aliran metafisis- histons dan utilitls-analitis. Semua fenomena ditentukan oleh hukum - hukum alam jang tak tcrelakkan, jang dapat ditemukan dengan djalan pengamatan. Fenomena moral dan sosial, dan karena itu mendjadi fenomena hukum adalah dikuasai sama sekali oleh hukum dan diluar kekuasaan dari pengawasan manusia jang dilakukan dengan sedar, sebagaimana gerakan planit-planit diatas kekuasaan manusia. Kita mungkin dapat incncmukan hukum-hukum ini dengan mengamat- amati fenomena didalam masjarakat dan dapat beladjar menunduk- kan diri dengan bidjaksana kebawah hukum-hukum itu, dan bukan- nja setjara tjcroboh dan bodoh menantangnja, Tetapi kita tidak dapat berharap akan berbuat lebih dari itu. Dan sardjana hukum sendiri tak berdaja, ketjuali djika ia mengetalmi tjara menghubungkan liku- liku jang tak terhindari dari perkembangan hukum dan menjelamat- kan kita dari melakukan perlawanan jang sia-sia terhadap hukum-

no

Page 36: CAAN M U.I

hukum jang tak terelakkan jang menguasai evolusi hukum.Banjak orang jang menggabungkan tjara berpikir ini dengan —

atau menegakkannja diatas teori metafisis-historis, dan dengan be- raninja berdjuang melawan perundang-undangan sosial pada dasa- warsa terachir dari abad kel9 dan dasawarsa pertama dari abad ke-20 ini, dengan pessimisme hukum jang berat sobagai pangkalannja. Pada lahirnja kelihatan, balnva gagasan Junani tentang apa jang adil me­nurut kodrat alam, apa jang dalam bentuk Romawi merupakan hu­kum alam, dan apa jang berbentuk hak-hak azasi dalam abad ke-18, serta telah memadjukan satu ilmu hukum jang kreatif selama ilmu serupa itu ada, lama-kelamaan habis kemungkinan-kemungkinannja.

Tetapi dewasa ini kita mendengar bahwa hukum alam bangkit lagi. Filsafat hukum sedang menegakkan kepalanja dimana-mana didunia. Kita diminta supaja mengukur kaidah-kaidah, doktrin- doktrin dan lembaga-lembaga dan mem imp in penerapan hukum de­ngan menundjuk kepada tudjuan hukum, serta mengukur semua kaidah, doktrin dan lembaga itu dengan faedahnja bagi masjarakat. Kita telah diadjak menempatkan soal-soal hukum dan penerapan hukum dibawah tjita-tjita kemasjarakatan dari suatu masa dan di- suatu tempat. Kita diminta untuk merumuskan hipotese-hipotese hu­kum dari peradaban sesuatu masa dan sesuatu tempat dan mengukur hukum dan penerapan hukum itu dengan hipotese tadi, supaja hukum itu boleh melandjutkan peradaban, dan supaja bahanJbahan hukum jang dipusakakan oleh peradaban dimasa jang lalu boleh dibuat mendjadi alat guna memelihara dan melandjutkan peradaban pada waktu ini.

Kepada kita dikatakan, halnva pengamatan menundjukkan bukti balnva tiap orang saling bergantungan didalam masjarakat, karena mereka mempunjai kepentingan jang bersamaan dan dibuktikan pula oleh adanja pembagian kerdja, (suatu kenjataan pokok didalam ke- hidupan manusia), dan kita diminta supaja menilai hukum dan pe­nerapan hukum setjara funksionil, mengukur dengan sampai dimana funksinja memadjukan atau merintangi saling-bergantungan (inter­dependence) ini. Sebab sudah lewat masanja hukum merasa tjukup sendiri. Dan sudah selesai pula pekerdjaan mengassimilasikan apa jang ditcrima dan dimasukkan kedalam hukum dari luar selama masa

37

Page 37: CAAN M U.I

equity dan hukum alam. Pada pokoknja sudah habis pula kemungkin an untuk mengembangkan setjara aiialitis dan historis bahan-bahan

klossil^Sementara sardjana-sardjana hukum inelaksanakan higas ini, salu

ketcrtiban sosial baru telah dibangun, dan niengadjukan timtutan- tuntutan baru dan mendcsak ketcrtiban hukum dengan >anj«i so 'a i kcinginan jang bclum dipuaskan. Sekali lagi kita harus menegakkan, dan bnkan mempcrbaiki sadja ; kita harus mentjipta an, ) ’ari ia’1l * meneatur dan membikin sisteinatik serta mcrukunkan setjara logis hal jang ketjil-ketjil. Kita hams memperbandingkan hukum dewasa 1111 mengenai hal-hal seperti perbuatan-perbuatan melanggar hukum atau kegunaan-kegunaan pnblik atau hukum administratif dengan hukum satu generasi jang lain, untuk melihat balnva kita so clang pada satu tingkatan peralihan baru. Setelab memperbandingkan, kita, akan mc- rgctahui balnva pessimisme didalam kalangan hukum pada waktu jang baru sadja silam, jang tinibul untuk mentjegah kita mengambil lebih banjak dari luar, sedang apa-apa jang sudah diambil itu tetap b c ­lum ditjemakan, pessimisme itu tidak akan menolong kita lagi. Apabila sudab diperbaadingkan kita akan melihat balnva sardjana hukum di- masa tTepai; akan sangat inensbutuhkan beberapa teori filsafat bam tentCDg hukum, akan meminta beberapa konsepsi baru tentang tu­djuan hukurri, dan disamping itu akan menghendaki l>eberapa kon- sopsi filsafat baru jang menguatkan untuk mendjaga kcamanan tunum, supaja hukum jang kita pusakakan kepadanja dibuatnja begitu mpa selnngga dapat ditjapai keadilan pada masanja dan ditempatnja.

38

Page 38: CAAN M U.I

U A n 2

T U D J U A N H U K U M

Mentjiptakan atau menemukan lmkum, terserah kepada Anda un­tuk menamakannja, memherikan satu gambaran didalam pilciran ten- tang apa jang diperbuat seseorang dan mengapa ia berbuat itu. Karena itulab maka sifat hukum telah mendjadi gelanggang perang bagi sardjana-sardjana hukum semendjak ahli-ahli filsafat Junani mu- lai bertukar pikiran mengenai dasar wewenang hukum. Tetapi tu- djuan hukum lebih banjak diperdebatkan dilapangan ilmu politik daripada dilapangan ilmu hukum. Pada tingkatan equity dan hukuiri alam, teori hukum alam jang bcrpengaruh Iuas rupanja dapat men- djawab pertanjaan mengenai tudjuan hukum. Tetapi pada tingkatan kematangan hukum, hukum itu dianggap sobagai sesuatu jang dapat mentjukupkan keperluan sendiri, dan harus dinilai dengan satu ben­tuk ideal dari hukum itu sendiri, dan sobagai sesuatu jang tidak dapat ditjiptakan, atau djika dapat ditjiptakan, haruslah ditjiptakan dengan tjermat.

Gagasan tentang hak-hak azasi rupanja setjara kebetulan mene- rangkan untuk apa hukum itu dan menundjukkan bahwa seberapa mungkin haruslah sedildt hukum itu, karena dia merupakan satu ke- kangan terhadap kebebasan manusia, dan kekangan itu walaupim sedikit, menuntut pembenaran jang kuat. Djadi terlopas dari perbaik- an sistematis dan formil semata-mata, teori tentang pembuatau undang-undang itu adalah negatif pada tingkatan kematangan hu­kum. Teori itu terutama menerangkan kepada ldta apa jang tidak boleh kita lakukan apabila membuat undang-undang, dan tentan" hal-hal apakah kita hams tidak membuat undang-undang. Karena tidak ada teori jang posit if tentang pembuatan undang-undang se­tjara kreatif, maka dalam abad jang lalu sedikit disedari orang bahwa harus dipunjai atau dianut satu teori mengenai tudjuan hukum.

39

Page 39: CAAN M U.I

Tetapi sesungguhnja teori serupa itu ada dianut orang dan ianut

orang dengan gigihnja.Karena gagasan-gagasan tentang untuk apa hukum itu terkandung

sebagian besarnja didalam gagasan-gagasan tentang apa hukum itu, maka satu penindjauan pendek mengenai gagasan-gagasan ten­tang sifat hukum dipandang dari pendirian ini akan sangat berguna. Tidak kurang dari duabelas konsepsi tentang hukum dan masing- masingnja dapat dibeda-bedakan.

Pertama-taina, boleh kita kcmukakan gaga.san tentang satu kaidah atau sebimpunan kaidah jang diturunkan oleh Tuhan untuk menga- tur Hndakan-tindakan manusia, misalnja undang-undang Nabj Musa, atau undang-undang Hammurabi, jang diturunkan oleh dewa mata- liari set el ah selesai disusun, atau undang-undang Manu, jang di- diktekan kepada para budiman oleli putera Manu, Bhrigu namanja, didepan Manu sendiri dan atas petundjuknja.

Kcdna, ada satu gagasan tentang hukum sebagai satu tradisi dari kobiasaau-kebiasaan lama jang temjata dapat diterima oleli dewa- dewa dan karena itu menundjukkan djalan jang boleh diteinpuh ma­nusia dengan amannja. Sebab manusia primitif, jang menganggap di- rinja dilingkungi oleh kekuatan-kekuatan gaib didalam alam jang ba- njak tingkah dan suka membalas dendam, terus-menerus dalam ketakutan kalau-kalau ia melanggar sesuatu jang dilarang oleli mac-hliik-macbluk gaib, dan dengan demikian ia dan orang-orang se- kampiingnja akan dimarahi oleh maehluk-machluk gaib tersebut. Keselamatan umum menuntut supaja orang-orang melakukan hanja apa jang dibolehkan, dan melakukannja menurut tjara jang digaris- kan oleh kebiasaan jang sudah lama dituruti, setidak-tidaknja djangan melakukan apa jang tidak disenangi oleh dewa-dewa. Hukum adalah himpunan perintah-perintah jang tradisionil dan ditjatat, jang dida- laninja kebiasaan iln dipehhara dan dinjatakan. Bilamana kita men- djumpai sehimpunan hukum primitif jang sebagai satu tradisi go- longan dipuujai oleh satu oligarchi politik, boleh djadi dia akan dianggap sebagai tradisi golongan, presis seperti sehimpunan tradisi jang sama tetapi dipelihara oleh ulama atau pendeta, past! akan di pandang sebagai telah diwalijukan oleh Tuhan.

Gagasan ketiga jang rapal liubungannja dengan jang kedua me-

•10

Page 40: CAAN M U.I

muhamkan luikum sebagai kobidjaksanaan jang ditjatat dari para lmdiman dimasa jang lain, jang telah mompeladjari djalan jang se- lamat, atau djalan kelakukan manusia jang disetudjui oleh Tuhan. Apahila satu kebiasaan tradisionil dari keputusan dan kebiasaan tin- dakan telah dituliskan didalam kitab undang-undang primitif, mung­kin dia akan dianggap sebagai Inikum. Demosthenes jang hidup dalam abad kecmpat sebelum Masehi dapat melukiskan hukum Athe­na dengan kata-kata tadi.

Keejripat, hukum dapat dipalvamkan sobagai satu sistem azas-azas jang ditemukan setjara filsafat, jang menjatakan sifat benda-benda, dan karena itu manusia harus menjesuaikan kelakuannja dengan sifat benda-benda itu. Demikianlah gagasan sardjana hukum Romawi, jang sebenamja merupakan tjangkokan dari gagasan kedua dan ke- tiga tadi, dan dari satu teori politik tentang hukum sebagai perintah dari bangsa Romawi; dan semuanja dirukunkan dengan memaham- kan tradisi dan kebidjaksanaan jang tertjatat dan perintah bangsa sebagai semata-mata pernjataan atau pentjerminan dari azas-azas jang ditjari kepastiannja setjara filsafat, harus diukur dan dibenhik dan ditafsirkan, dan ditambah oleh jang tiga tadi. Setelah diolah oleh ahli-ahli filsafat itu, konsepsi jang tersebut tadi kerapkali men- dapat bentuk lain, sehingga kelima, hukum dipandang sebagai satu himpunan penegasan-penegasarf dan pernjataan dari satu undang- undang kesusilaan jang abadi dan tidak berubah-ubah.

Keenam, ada satu gagasan mengenai hukum sebagai satu himpun­an persetudjuan-persetudjuan jang dibuat manusia didalam masjara­kat jang diatur setjara politik, persetudjuan-persetudjuan jang meng.i- tur lnibungan antara jang seorang dengan jang lainnja. Ini adalah satu pandangan demokratis tentang identifikasi hukum dengan kaidah-kaidah luikum, dan karena itu dengan pengundangan dan dekrit-dekrit dari negara kota jang diperbintjangkan didalam buku M im s dari Plato. Sudah sewadjarnjalah Demosthenes mengandjur- kannja kepada satu djuri di Athena. Sangat mungkin dalam teori serupa itu, satu gagasan filsafat akan menjokong gagasan politik dan kewadjiban moril jang melekat pada suatu djandji akan diperguna­kan untuk menundjukkan mengapa orang-orang harus menepati per-

41

Page 41: CAAN M U.I

setudjuan-persetudjuan jang mereka buat didalam madjclis-madjelis

rakjat.Ketudjuh, hukum dipikirkan sebagai satu pcntjenninan dari akal

ilahi jang menguasai alam scmesta ini; satu pcntjenninan dari b a­gian jang menentukan apa jang „seharusnja” dilakukan oleh manusia sebagai satuau-satuan jang berkesusilaan, jang berbeda dengan jang „raesti" dilakukan, jang ditudjukan kepada machluk-macbluk selain manusia. Bcgitulah konsepsi Thomas Aquino, jang mempunjai pe- nganut jang banjak sampai keabad ke-17 dan semendjak itu masih bcsar pengartihnja.

Kedclap.'in, lmkum telah dipahamkan sebagai satu liimpunan pe- rintaJt-perintah daii penguasa jang berdaulat didalam satu masjara- kr.t jang disusun menurut salu sistern kenegaraan, tentang bagaimana orang orang hams berdndak didalam masjarakat itu, dan perintah- ncrin ljh itu pada tingkat terachir berdasarkan apa sadja jang di- jrg g ap tcidupat dibelakang wewenang dari jang berdaulat. Demi­kianlah anggapan sardjana-sardjana hukum l\omawi pada masa i’ epublik da;i masa klossik mengenai lmkum positif. Dan karena kaiser n*.emegnng kedaulatan mereka rakjat Romawi jang diserahkan kepada baginda, maka hutitutiones dari Kaisar Justinianus dapat menetapkan bahwa kemauan k;iisar mempunjai kekuatan satu undang-undang. Tjara berpikir serupa itu adalah tjotjok dengan pi- kiran ahli-ahli hukum jang giat menjokong kekuasaan radja dalam memusatkan keradjaan Perantjis pada abad ke-16 dan ke-17, dan dengan pcrantaraan ahli-ahli hukum itu ma.suklah tjara berpildr ihi kedalam lmkum publik. Rupanja dia sesuai pula dengan keadaan- keadaan disekitar kekuasaan tertinggi Parlemen ditanah lnggeris sesudah tahun 1688 dan mendjadi teori hukum lnggeris jang kolot. Demikianlah pula dia ditjotjokkan dengan satu teori politik tentang kedaulatan rakjat, jang menurut teori itu rakjat dianggap sobagai pengganti parlemen imtuk memegang kedaulatan pada waktu Re- volusi Amerika, atau sobagai pengganti radja Perantjis pada waktu Revolusi Perantjis.

Kesembilan, satu gagasan jang menganggap hukum sebagai satu sistem perintah-perintah jang dikotemukan oleh pengalaman manu­sia jang menundjukkan, bahwa kemauan tiap manusia perseorangan

42

Page 42: CAAN M U.I

akan mentjapai kebebasan sesempuma immgkiu jang scdjalan dc- ngan kebcbasan serupa itu pula jang diberikan kepada kemauan orang-orang lain. Gagasan ini, jang dianut dalam salah satu bentuk oleh mazhab sedjarah, telah membagi kesetiaan sardjana-sardjana hukum kepada teori hukum sebagai perintah dari pemegang ke- daulatan, dan hal ini terdjadi hampir disepandjang abad jang lalu. Menurut anggapan pada masa itu, pengalaman manusia jang me- nemukan prinsip-prinsip hukum adalah ditentukan dengan sesuatu tjara jang tak dapat dielakkan. Ini bukanlah soal daja-upaja manusia jang dilakukannja dengan sedar. Prosesnja adalah ditentukan oleh pengembangan satu gagasan mengenai liak dan keadilan, satu gagas- an tentang kobebasan jang mewudjudkan dirinja didalam pelaksana- an peradilan oleh manusia, atau oleh kerdja hukum-hukum biologis atau psychologis atau tentang sifat-sifat djenis bangsa, jang kemudian menghasilkan sistem hukum dari suatu masa dan suatu bangsa jang bersangkutan.

Kesepuluh, orang-orang menganggap hukum itu sebagai satu sis­tem azas-azas, jang ditemukan setjara filsafat dan dikembangkan sampai kepada perintjiannja oleh tulisan-tulisan sardjana hukum dan putusan pengadilan, jang dengan perantaraan tulisan dan putusan itu kehidupan laliir manusia diukur oleh akal, atau pada taraf lain, dengan tulisan dan putusan itu kemauan tiap orang jang bertindak diselaraskan dengan kehendak-kehendak dari orang-orang Jain. Tjara berpikir ini muntjul dalam abad ke-19 sesudah ditinggalkan teori hukum alam dalam bentuk jang mempengaruhi pikiran hukum se­lama dua abad, dan filsafat diminta untuk memberikan satu kritik terhadap susunan sistematik dan perkembangan detail-detail.

Kesebelas, hukum dipahiunkan orang sebagai sehimpunan atau sistem kaidah-kaidah jang dipikulkan atas manusia-manusia didalam masjarakat oleh satu ldassa jang berkuasa untuk sementara buat memadjukan kepentingan klassa itu sendiri, baik dilakukan dengan sadar maupim tidak sedar. Interpretasi ekonomis dari hukum ini banjak bentuknja. Didalam satu bentuk jang idealistis, jang dipikir- kannja adalah pengembangan satu gagasan ekonomi jang tak dapat dilnndarkan. Didalam satu bentuk sosiologis-mechanis, pikirannja dihadapkan kepada perdjuangan klassa atau satu perdjuangan untuk

43

Page 43: CAAN M U.I

hidup dilapangan perekonomian, dan luikum ai a a 1 a i ‘ kerdjaan tcnaga-tenaga atau liukum-hukum jang ter 1 )tl . i. nentukan perdjuangan serupa itu. Didalam b en tu ' posi iv is s ‘ ‘ tis, hukum dipandang sebagai perintali-perintah dan p e m e g a n g - daulatan, tetapi perintah-perintah itu seperti jang c i t e n t u a ' nomisnja oleh kemauan dari klassa jang berkuasa, pada g.lirannja ditentukan oleh kepentingan mereka sendiri. Semua bentuk mi ei- dapat dalam masa peralihan dari stabilitet kematangan iu urn x satu nuisa pertumbuhan baru. Apabila gagasan balnva iu uin apa mentjukupkan keperluan sendiri telah ditinggalkan, dan orang mulai nientjoba monghubungkan ilmu hukum dengan ilmu-ilmu sosia am nja, jang lebih dulu menondjol ialah hubungannja dengan ilmu eko- uomi. Tambahan lagi pada masa undang-undang banjak dibuat, peraturan jang diundangkan nnidah dianggap orang sebagai tipe dari perintah hukum, dan salu pertjobaan hendak membentuk satu teori tentang pembuatan undang-undang oleh badan legislatif di- -iiiggap memberikan uraian tentang semua hukum.

Achirnja, kedua belas, ada satu gagasan tentang hukum sebagai perintah-perintah dari undang-undang ekonomi dan sosial jang ber- nubungan dengan tindak-tanduk manusia didalam masjarakat, jang ditemukan oleh pengamatan, dinjatakan dalam perintah-perintah jang disempurnakan oleh pengalaman manusia mengenai apa jang akan terpakai dan apa jang tidak terpakai didalam penjelenggaraan peradilan. Teori tipe ini terdapat pada adiir abad ke-19, tatkala orang mulai mentjari dasar-dasar fisik dan biologis, jang dapat di- temukan oleh pengamatan, dan bukan lagi dasar-dasar metafisik, jang dapat ditemukan oleh perenungan filsafat. Satu bentuk lain me- nemukan suatu kenjataan sosial jang teraehir dengan pengamatan dan mengembangkan kesimpulan-kesimpulan jang logis dari kenjata­an itu, mirip soperti jang dilakukan oleh sardjana hukum metafisik. Ini adalah akibat lagi d;u-i suatu ketjenderiuigan dalam tahun-tahun mutaehir jang hendak mempersatukan ilmu-ilmu sosial, dan perhati- an jang lobih bcsar kepada teori-teori sosiologi.

Penjimpangan dari pokok pembitjaraan ini ada faedalmja supaja dapat diketahui bahwa tiap-tiap teori hukum jang diuraikan diatas tadi, pada tingkatan pertama merupakan satu pertjobaan hendak

Page 44: CAAN M U.I

mcmberikan satu pcndjelasan jang rasionil tentang hukum jang ber­laku pada sesuatu masa dan disuatu tempat atau pcndjelasan tentang sesuatu unsur jang menjolok didalam hukum. Djadi, apabila hukum telah tumbuh oleh kegiatan sardjana hukum, maka diperoleh satu teori filsafat tentang hukum, sobagai pendjelasan dari azas-azas jang didapat kepastiannja dengan filsafat. Apabila dan dimana hukum tumbuh dengan berpangkal dalam perundang-undangan, maka ter- sebarlah satu teori politik tentang hukum sebagai perintah dari pe­nguasa jang berdaulat. Apabila hukum menghimpunkan hasif-hasil dari satu masa pertumbuhan sebelumnja, maka djadi berpengaruh be- sarlah teori sedjarah tentang hukum sebagai sesuatu jang didapati oleh pengalaman, atau satu teori metafisik tentang hukum sebagai satu gagasan mengenai hak atau kebcbasan jang mendjelma didalam perkembangan sosial dan hukum. Sebab sardjana-sardjana hukum dan filosuf-filosuf membuat teori-teori ini tidaklah sebagai soal-soal logika semata-mata dengan mengembangkan pokok-pokok pcngertian filsafat jang tak termungkiri. Karena setelah mendapat sesuatu jang harus didjelaskan dan diuraikannja, sardjana hukum dan filosuf itu berdaja-upaja memaliamkannja, serta menerangkamija dengan tjara jang masuk akal, dan dengan berbuat demikian mereka mentjiptakan satu teori tentang apa hukum itu. Teori pastilah mentjerminkan lembaga jang harus didjelaskan dengan alasan-alasan jang masuk akal, walupun dia mendjelaskannja itu setjara universil. Teori adalah satu daja-upaja untuk menerangkan apa hukum itu atau memberi keterangan tentang suatu lembaga hukum pada suatu waktu dan di- sualu tempat dengan istilah-istilah jang universil. Kegunaannja jang sesungguhnja mungkin merupakan kesanggupan jang diberikannja kepada kita untuk memahamkan himpunan hukum atau lembaga itu, dan untuk melihat apa jang orang-orang pada suatu masa ingin ber­buat dengan hukum dan lembaga itu, atau hendak diapakannja lm­kum dan lembaga itu. Sebab itu menganalisa teori-teori ini adalah satu tjara untuk mengetahui tudjuan-tudjuan apakah jang hendak

ditjapai orang dengan ketertiban hukum.Apakah unsur-unsur bersama jang boleh didjumpai didalam dua-

belas gambaran tentang apakah hukum itu jang diberikan diatas tadi ? Satu hal jang pasti ialah bahwa masing-masingnja memper-

45

Page 45: CAAN M U.I

lihatkan kepada kita satu gambanm tentang sesuatu dasar terachir, jang tidak akan tertjapai oleh kemauan manusia perseorangan, dasar jang berdiri teguh ditengah gelora perubaban-perubahan jang senan- tiasa tcrdjadi didalam keliidupan didunia ini. Dasar teracliir jang kokoh itu mungkin dianggap sebagai suatu kesenangan, atau kemau­an atau akal Tuhan, jang diwahjukan langsung atau dengan peran- taraan undang-undang kesusilaan jang tak berobfth-ubah jang di­turunkan oleh Tuhan. Boleh pula hukum itu dituang didalam bentuk sesuatu dasar penjimpulan (datum) metafisik jang terachir, jang di- berikan kepada kita supaja untuk selama-lamanja ldta bersandar ke- padanja. Mungkin pula hukum itu dilukiskan sebagai hukum-hukum teracliir, jang keras menentukan fenomena kelakuan manusia. Atau dapat pula disifatkan sebagai sesuatu kehendak dari pihak penguasa pada suatu waktu dan disuatu tempat, dan kepada kemauan itu orang-orang lain tunduk, kemauan jang rnenerima wewenang teracliir •Iar> mutlak dari salah satu bentuk-bentuk jang disebutkan diatas, sefcinggi; pendeknja apa jang dilakukanrija bukan suatu perkara ke- Wtulun sama sekali. Pangkal halusn jang tetap dan kokoh ini biasa-

merupakan satu landasan jang diatasnja diletakkan penegasan jang pokok.

Sesudah itu kita akan mcndjumpai didalam semua teori tentang sifat hukum satu gambaran dari satu tjara kerdja jang menentukan dan setjara mechanis mutlak dari pangkal lialuan jang tetap mutlak. Detail-detailnja mungkin keluar dari pangkal haluan ini dengan me- lalui saluran wahju Tuhan atau satu tradisi atau piagam jang di­tetapkan mempunjai wewenang, atau satu metode logis dan filosofis jang mesti dilakukan dan tidak akan keliru, atau satu perlengkapan politik jang mempunjai wewenang, atau satu sislem ilmiah dari pe- ngamatan, atau gagasan-gagasan jang dapat dibenarkan oleh peneli- tian sedjarah, jang dapat dibuktikan oleh logika, bahwa itu adalah kcsimpulan-kcsimpulan dari dasar pemikiran jang diberikan setjara metafis is.

Ketiga kita akan melihat dalam teori-teori ini satu gambaran dari satu sistem jang mcnertibkan kelakuan dan menjesuaikan liubungan- hubungan manusia, jang ditegakkan diatas dasar terachir dan di­turunkan daripadanja oleh proses jang mutlak Dengan perkataan

16

Page 46: CAAN M U.I

Iain, semuanja menggambarkan, bukan sadja satu pencrtiban kc- lakuan manusia dan penjesuaian hubunganjhubungan manusia, jang sungguh-sungguh sudali kita berikan, tetapi djuga sesuatu jang lebih dari itu, jang kita akan suka mempunjainja, jaitu melakukan semua ini dengan tjara jang ditetapkan dan dengan mutlak ditentukan lebili dulu, dengan menjingkirkan perasaan dan keinginan mereka jang harus melaksanakan pencrtiban dan penjesuaian itu. Djadi didalam gambaran tentang tudjuan hukum jang terdapat pada kesadaraD bawah itu, kelihatannja hukum itu dipahamkan sebagai sesuatu jang diadakan untuk memenuhi satu kebutuhan jang paling utama dari masjarakat, berupa keselamatan umum. Sardjana hukum dari abad ke-19 pasti mempunjai konsepsi ini. Tetapi apakah hal ini disebabkan oleh funksi hukum itu terbatas untuk memuaskan kebutuhan jang satu itu, ataukah karena kebutuhan itu merupakan satu kebutuhan jang paling menjolok diantara kebutuhan-kebutuhan jang orang ber- daja-upaja memenuhinja dengan perantaraan hukum, dan karena penertiban kelakuan manusia dengan kckuatan dari masjarakat jang disusun setjara kenegaraan telah disesuaikan terutama dengan daja- upaja memenuhi kebutuhan jang satu didalam ketertiban sosial dari masa jang silam ?

Dewasa ini satu gagasan jang lebih baru dan lebih luas mengenai keamanan sedang muntjul dalam satu masa, ketika dunia rupanja tidak memberikan lagi kesempatan-kesempatan jang tak berhingga, jang untuk mewudjudkannja orang hanja memerlukan kebebasan, supaja ada djaminan baliwa akan diperolehnja apa jang diharapkan- nja setjara rasionil. Selama ada kesempatan dimana-mana untuk se- bebas-bebasnja melaksanakan kehendak seseorang, dalam mengedjar apa jang dianggapnja sebagai kesenangan hidupnja, maka keamanan dipandang sebagai mengandung arti satu sistem ketertiban jang di- dalamnja diatur persaingan dari kemauan-kemauan bebas itu dan didalamnja perdjuangan tiap individu untuk memperoleh dan mem- bela haknja dengan bersaingan dikendalikan begitu ntpa operasinja, sehingga sedikit sekali terdjadi perselisihan dim penvborosan. Tetapi apabila dan dimana satu perdjuangan untuk hidup jang diatur serupa itu tidak menjediakan kesempatan-kesempatan untuk tiap orang, dan dimana penundukan alam djasmani chususnja telah menambah luas

47

Page 47: CAAN M U.I

sekali daerah kehendak dan pengharapan manusia tanpa serupa itu pula bcrtainbalinja daja-upaja untuk memuaskan kehendak dan peng- harapan itu, maka persamaan itu tidak lagi berarti persamaan ke- sempatan. '

Keamanan tidak lagi berarti bahwa orang-orang akan aman hanja didalam kemerdekaan mengambil kcuntungan dari kesempatan- kesempatan jang melimpah-limpah disekitarnja. Orang mulai menga- djukan tunhitan-hmtutan terhadap satu persamaan dalam memuas­kan pcngharapan-pengharapan, jang tidak diberikan kepada mereka oleh kebebasan itu sendiri. Mentjari satu hubungan jang ideal antara manusia-manusia menjebabkan orang berpikir lebih banjak dalam istilah-istilah dari satu hubungan ideal jang sudali ditjapai daripada dalam istilah-istilah dari daja-upaja pentjapainja. Orang-orang bu- kannja dianggap sebagai bebas dalam ideal untuk mentjapainja, me- lainkao kita mulai menganggapnja sebagai sudah didalam hubungan itu menurut ideal. Karena ilu keamanan harus berarti keamanan dari apa jang mungkin mendjadi rintangan antara mereka dan hubungan itu, dan mendjauhkan banjak orang dari mendapatkan diri mereka aidalamnja. Ideal dari satu dunia, jang didalamnja semua orang ha­rus mendapati dirinja aman didalam arti itu, boleh disebutkan tjita- tjita perikemanusiaan. Tjita-tjita serupa itu makin lama makin mern- peng.vruhi hukum diseluruh dunia.

Djika kita berpaling kepada gagasan-gagasau mengenai tudjuan hukum jang sudah timbul didalam pemikiran jang sedar, kita mung­kin akan mengenai tiga gagasan jang telah teguh pendiriannja ber- lurut-turut didalam sedjarah hukum, sedang gagasan jang keempat sedang menondjolkan dirinja.

Gagasan jang pertama dan paling bersahadja adalah bahwa hukum itu diadakan supaja terdjaga ketenteraman didalam suatu masjarakat tertentu, untuk mendjaga perdamaian dalam keadaan bagaimana sadja dan dipelihara dengan mengorbankan apa sadja. Inilah kon­sepsi dari apa jang boleh disebutkan tingkatan hukum primitif. Hu­kum itu bertugas memenuhi kehendak masjarakat jang menginginkan keamanan umum, jang menurut pengertian jang paling rendah di- njatakan sebagai tudjuan ketertiban hukum. Sebegitu djauh hukum itu dipentingkan, kebutulian-kobutuhan perseorangan atau masjara-

•18

Page 48: CAAN M U.I

kat lainnja tidak dipcrdtilikan atau dikorbankan untuk kebutuhan jang satu ini.

Kemudian luikum itu merupakan tarif-tarif dari susunan jang ekzakt untuk tiap kerugian (injury) jang terperintji dan bukannja dari azas-azas ganti-kerugian jang ekzakt, dari alat-alat untuk me- ngadjak atau memaksa penjerahan semua perselisihan kepada putin- an pengadilan dan bukan kepada sanksi-sanksi, tarif-tarif dari penga- turan bagaimana tiap orang menolong dirinja dan meminta ganti sendiri bagi kerugian jang ditimpakan orang lain atas dirinja, dan bukan larangan umum terhadap perbuatan-perbuatan jang merugi- kan, dan tarif dari tjara-tjara memeriksa perkara setjara mechanis, jang dalam hal apa sadja tidak memperkenankan pertukaran pikiran, dan 'bukannja tjara-tjara pemeriksaan perkara jang rasionil, jang memperkenankan diadakan perdebatan dan perbantahan, dan de­ngan demikian mempunjai ketjenderungan un,tuk membatalkan tu- djuan ketertiban hukum. Didalam satu masjarakat jang disusun ber- dasarkan kekerabatan, jang didalamnja sebagian terbesar dari ke­butuhan masjarakat diurus oleh organisasi-organisasi kekerabatan, maka d is an a ada dua sumber perselisihan : perbenturan kepentingan- kepentingan kekerabatan jang mengakibatkan perselisihan antara sa­tu ketnrunan dengan keturunan lain, dan laki-laki jang tak mempunjai kerabat, jang atasnja tidak ada organisasi kekerabatan jang ber- tanggung-djawab, dan djuga tidak ada organisasi kekerabatan jang menjokongnja dalam niengadjukan tuntutan-tuntutannja.

Perdamaian antara satu kekerabatan dengan kekerabatan Jain, antara orang-orang jang sesuku, dan bertambah banjaknja penduduk jang bukan sesuku, telah merupakan satu kebutuhan sosial jang tidak memuaskan, jang harus dibereskan oleh satu masjarakat jang disusun setjara kenegaraan. Sistem organisasi-organisasi kesukuan inundiu dengan berangsur-angsur. Kelompok dari orang-orang jang sesuku ti­dak merupakan satuan sosial lagi. Organisasi kekerabatan digantikan oleh organisasi politik sebagai badan pertama jang melakukan pc- ngawasan sosial. Satuan hukum bukanlah suku atau kerabat lagi, melainkan warganegara jang bebas atau perseorangan jang bebas. Dalam masa peralihan ini, keamanan umum menghendaki adanja peraturan tentang meminta ganti kerugian dan pentjegahan perang

49

Page 49: CAAN M U.I

prive diantara mereka jang tidak mempunjai organisasi kesukuan jang kuat, jang akan mengawasi mereka dan memperhatikan kepen- tingan mereka. Daja-upaja untuk memenuhi kebutuhan masjarakat ini terdapat didalam satu ketertiban hukum jang dipabamkan se- mata-mata sebagai alat untuk mendjaga perdamaian.

Ahli-ahli filsafat Junani sampai memahamkan keamanan umum dalam arti jang lebih luas dan meniandang tudjuan ketertiban hu­kum itu sebagai usalia memelihnra status quo didalam masjarakat. Mereka sampai kepada pemikiran bahwa keamanan umum itu dapat dipelihara dengan djalan nioinclibarn keamanan lembaga-lembaga sosial. Mereka menganggap lmkum itu sebagai satu alat untuk me- uempatkan tiap orang didalam alur (groove) jang ditundjuk baginja didalam masjarakat, dan dengan demikian mentjegah pergescran de- ngon sesamanja. Kebadjikan jang diandjur-andjurkan mereka adalah ^ophrosync, mcngetahui batas-batas jang ditetapkan oleh koclrat alain ba?i kelakuan manusia dan selalu bcrtindak didalam batas-batas icrsebut. Kedjahatan jang mereka kutiiki ialah htjbris — dengan tak seroena-mena melanggar batas-batas, atau sewenang-wenang me- lauggar batas-batas jang telah ditundjuk oleli masjarakat. T jara pe­mikiran ini adalah akibat dari organisasi kekerabatan jang telah di- gantikan oleh organisasi politik dari masjarakat jang berbentuk negara-kota. Tetapi organisasi-organisasi kekerabatan itu masili ber- lniasa. Disatu pihak satu aristokrasi jang organisasinja berdasarkan kekerabatan dan sedar akan kekerabatannja, dan dilain pihak sc- djumlah rakjat jang telah kehilangan atau putus pertalian kekerabat­annja atau berasal dari luar Junani. Mereka terus-menerus berdju- ang berebut kekuasaan politik dan sosial. Begitu pula perseorang­an jang haus kekuasaan politik dan aristokrat jang ingin berkuasa tcrus, selalu mengantjam organisasi politik jang tidak begitu stabil. dan karena itu keamanan umum mendapat perlindungan jang tak pasti. Kebutuhan masjarakat jang pokok, jang tidak dapat dipenuhi oleh lembaga sosial Jainnja, ialah keamanan bagi lem baga-lem baga sosial pada umumnja. Dengan berbentuk pemeliharaan status quo didalam masjarakat, ini mendjadi konsepsi tentang tudjuan lmkum pada bangsa Junani, dan scterusnja oleh bangsa Romawi dan ke- mudian oleh bangsa-bangsa Eropa dalam Zaman Perlcngahan.

50

Page 50: CAAN M U.I

Peralihan dari gagasan hukum sebagai satu alat untuk memelihnra perdamaian kepada gagasan hukum sebagai satu alat buat memeli- hara status quo sosial dapat dibatja didalam tanggapan Heraclitus, bahwa orang-orang harus berdjuang mempertahankan hukum-hukum- nja, seperti mereka membela dinding tembok kotanja. Didalam uraian filsafat Plato dikembangkan sopenulinja gagasan tentang pemelihara- an ketertiban sosial dengan menggunakan hukum. Ketertiban sosial sesungguhnja sekali-kali bukanlah apa jang seharusnja. Orang-orang harus digolongkan kembali dan tiap orang ditundjuk kegolongan jang paling tjotjok untuknja. Tetapi apabila penggolongan dan pe- nundjukkan itu sudah didjadikan undang-undang, maka tiap orang harus tetap tinggal disana. Hukum bukanlah satu alat untuk mem- bebaskannja agar ia dapat menemukan daradjatnja sendiri dalam persaingan bebas dengan sesamanja,- dan bebas melakukan pertjo­baan dengan kekuasaan alam jang ada ditangannja. Hukum adalah satu alat untuk mentjegah gangguan-gangguan serupa itu terhadap ketertiban sosial dengan menetapkan tiap orang ditempat jang di- tundjukkan kepadanja.

Seperti dikatakan oleh Plato sendiri, seorang tukang sepatu harus tetap sebagai tukang sepatu dan djangan mendjadi seorang djurn- mudi p u la ; seorang petani harus tetap seorang petani dan djangan mendjadi hakim pula; seorang serdadu harus tetap seorang serdadu dan bukan mendjadi seorang pengusaha ; dan seseorang jang banjak kepandainja dan mendjadi apa sadja, pandai melakukan apa sadja, djika masuk kedalam negara-kota jang ditjita-tjitakan, hendaldah h

* dipersilakan keluar kota lagi.Aristoteles mengutjapkan gagasan serupa itu dengan tjara lain,

jaitu mengemukakan bahwa keadilan itu satu kcadaan jang di- dalamnja tiap orang tetap didalam lingkungan jang ditundjuk bagi- nja; bahwa kita pertama-tama harus mempertimbangkan hubungan- hubimgan jang ditimbulkan oleh tidak adanja persamaan, memper- lakukan orang-orang menurut nilai batinnja ; dan kedua mempertim­bangkan hubimgan-hubungan persamaan didalam golongan-golongan, jang nilai batin tiap, orang menundjukkan tempatnja kesana. Ketika Santo Paulus mengadjari isteri-isteri supaja patuh kepada suami- suami mereka, dan budjang-budjang mematuhi madjikan mereka, dan

51

Page 51: CAAN M U.I

dengan demikian tiap orang berdaja-upaja mcmenulii kewadjibannja didalam golongan jang ditundjuk oleh ketcrtiban sosial kepadanja, rasul itu mengutjapkan konsepsi Junani ini tentang tudjuan hukum.

Ahli-ahli hukum Romawi mendjadikan konsepsi filsafat Junani ini satu teori hukum. Sebab tiga perintah jang terkenal jang telah men- djadi hukum didalam lmtitutiones dari Kaisar Justiniantis adalah jang bcrikut ini : Tiap orang harus hidup setjara terhormat, ia djuga Jiaru s mendjaga nilai moril pribadinja sendiri” dengan menjesuaikan tindakan-tindakannja dengan konvensi-konvensi ketcrtiban sosial. Tiap orang harus menghormati kepribadian orang-orang lain, dan djangan mentjampuri kepentingan orang-orang lain itu, dan kekuasa­an untuk bertindak dari orang-orang lain jang diberikan oleh ke- tertiban sosial, jang telah mendjadi kepribadian hukum mereka. Tiap orang harus menjerahkan kepada tiap orang lain kepunjaan orang itu; ia hams menghormati hak-hak jang diperoleh oleh orang-orang lain. Sistem sosial sudah menentukan barang-barang tertentu sebagai kepunjaan masing-masing orang. Didalam Institutioncs keadilan itu dibatasi niaknanja sebagai rangka dan tudjuan tctap jang membcri- kan kepada tiap orang barang-barang kepunjaannja. Keadilan itu lerdiri dari usaha menjerahkan barang-barang itu kepadanja dan mentjampuri tjaranja mempunjai dan mempergunakan barang-barang ilu didalam batas-batas jang ditentukan. Inilah satu perkembangan hubun dari gagasan Junani tentang menielihara status quo didalam masjarakat dengan tjara jang memperhatikan keselarasan. Tetapi Ke- kaisaran Romawi Timur melaksanakan gagasan ini dengan tjara jang sangat ekstrim. Kestabilan hams didjaga dengan setjara keras me-' netapkan tiap orang pada pekerdjaannja atau panggilannja, dan anak- tjutjunja harus mengikutinja dalam pekerdjaan itu. Demikianlah kc- selarasan didalam masjarakat dan ketcrtiban sosial tidak boleh di- ganggu oleh keinginan besar tiap orang.

Dalam Zaman Pertengahan, gagasan primitif tentang hukum se­bagai dimaksud hanja untuk mendjaga perdamaian, datang lagi de­ngan hukum Djerman kuno. Tetapi tclaah tentang hukum Romawi bam-baru ini mengadjarkan konsepsi Junani jang sudah di"ubah oleh orang Romawi, dan sekali lagi ketcrtiban hukum dianggap se­bagai satu pcmcliharaan status quo sosial dengan tjara jang tcratur.

Page 52: CAAN M U.I

Konsepsi ini inentjukiipkan kebutuhim-kebutuhan masjarakat abad- abad pertengahan, jang didalamnja orang menikmati kobebasan dari anarchi dan kekerasan didalam liubungan-hubungan pengabdian dan perlindungan dan menemukan satu organisasi sosial jang menggolong- golongkan rakjat menurut hubungan-hubungan serupa itu dan me- njuruh mereka supaja tetap memegang funksinja masing-masing se­perti jif'ng sudah ditentukan. Scmentara orang-orang Junani mcmi- kirkan satu masjarakat jang tetap, jang sewaktu-waktu dibetulkan dengan kembali kepada tabiat dan tjita-tjitanja, orang-orang Zaman Pertengahan memikirkan satu masjarakat jang tetap, ditegakkan di­atas kekuasaan dan ditentukan oleh kebiasaan dan tradisi. Bagi tiap- tiap orang hukum itu adalah satu sistem perintah-perintah jang di- adakan untuk memelihara masjarakatnja jang tetap sebagaimana adanja.

Didalam ketertiban masjarakat feodal, kewadjiban-kewadjiban limbal-balik, jang terdapat didalam hubungan-hubungannja jang di tetapkan oleh tradisi dan dianggap berdasarkan kekuasaan, adalah lembaga-lembaga hukum jang berarti. Dengan pertjerai-beraian jang terdjadi setjara berangsur-angsur didalam ketertiban ini dan dengan bertambah pentingnja perseorangan didalam satu masjarakat jang menikmati kemadjuan-kemadjuan didalam pentfmuan-penemuan baru. kolonisasi dan perdagangan, maka usaha mendjamin tuntutan-tun tutan tiap orang untuk mengemukakan dirinja setjara bebas didalam lapangan kegiatan manusia jang baru-baru, jang telah terbuka di- segenap pendjuru, telah mendjadi satu kebutuhan masjarakat jang lebih mendesak daripada memelihara lembaga-lembaga sosial, jang memperkuat sistem kewadjiban-kewadjiban timbal-balik, jang me­melihara hubungan-hubungan jang menjangkut kewadjiban-kewadjib­an tersebut. Didalam satu dunia jang terus-menerus memberikan kesempatan-kesempatan baru kepada orang-orang jang giat dan be- rani, jang diinginkan orang bukanlah supaja orang-orang lain me- nunaikan kewadjiban-kewadjiban jang disebabkan oleh sesuatu hu­bungan, melainkan supaja orang-orang lain itu tidak mengusiknja sementara ia bekerdja mentjapai apa jang dikehendakinja. Jang di- tuntut sekarang bukanlah supaja tiap orang tetap dalam alur jang ditundjukkan kepadanja. Pergeseran dan pemborosan dikuatirkan,

53

Page 53: CAAN M U.I

bukan dari orang-orang jang kcluar dari alur-alur ini, tetapi daii pertjobaan untuk menetapkan mereka disana dengan alat jang dibuat guna memenuhi kcbutuluin-kebutuhan dari ketertiban sosial jang berlainan. Dan dibawah kekangan jang sew en an g -w en an g mereka digentjet dan kekuasaan mereka tidak dipergunakan untuk mene- mukan dan mengeksploitasikan sumbcr-sumber kekajaan alam, jang kepadanja tenaga-tenaga manusia harus dikeralikan dalam abad-abad bcrikutnja. Sebab itu tudjuan hukum sampai dipahamkan sebagai salt) usaha untuk memungkinkan tiap orang memperoleh kebebasan maksimum untuk mengemukakan diri dan inembela hak-haknja.

Peralihan kepada tjara herpikir jang lebih baru dapat dibatja di- ualam karangan sardjana-sardjana hukum merangkap ahli teologi Spanjol jang hidup dalam abad ke-16. Teori hukum mereka menge- rnukakan adsir.ja batas-batas alamiah bagi kegiatan didalam hubung- ..n antara individu-individu satu dengan jang lainnja, jaitu batas- batas bagi tindakan manusia, jang inenjatakan tjita-tjita jang rasionil mengenai manusia sebagai satu machluk susila ; dan batas-batas itu dip kulkan kebalm manusia oleh akal. Teori ini berbeda djelas sekali ciengan gagasan ahli-ahli filsafat dizaman antik, jneskipun nama jang dipak.xinja masih jang lama. Orang-orang Junani memikirkan satu 5 Lstem ja.ig membatasi kegiatan-kegiatan manusia supaja tiap orang boleh ditahan ditempat jang menurut alam adalah jang paling tjotjok dengan dirinja — ditempat jang didalamnja ia boleh mewu- djudkan satu bentuk jang ideal dari ketjakapan-kctjakapannja, — dan dengan demikian memelihara tata-masjarakat sebagaimana ada­nja atau sebagaimana dia akan ditegakkan sesudah diadakan penju- sunan-kembali. Sardjana-sardjana hukum Kontra-Reformasi dari abad ke-16 berpondapat, bahwa kegiatan-kegiatan manusia memang ter- hatas menurut kodrat alam, dan sebab itu hukum positif boleh dan liarus mernbatasinja untuk kepentingan kegiatan orang-orang lain, karena semua orang mempunjai kebebasan kehendak dan kesanggup­an untuk mcmbimbing diri sendiri ketudjuan-tudjuan jang disedari.

Sementara Aristoteles mengemukakan pendapat balnva tidak ada­nja persamaan ditimbulkan oleh hal berbeda-bedanja nilai dari tiap- tiap pcrseorangan dan berbeda-beda ketjakapan mereka untuk memenidii apa-apa jang dituntut oleh ketertiban masjarakat, sar-

54

Page 54: CAAN M U.I

djana-sardjana lmkum abad ke-16 berpikir tentang satu persamaan alamiah (jang ditjita-tjitakan), jang terdapat didalam kebebasan ke­hendak jang serupa dan kekuasaan jang serupa untuk meinperguna- kan dengan sedar kcsanggupan-kesanggupan seseorang jang melekat pada semua manusia. Karena itu adanja hukum bukan untuk men- djaga status quo sosial dengan semua kekangannja jang sewenang- wenang terhadap kemauan dan terhadap pemakaian kekuasaan- kekuasaan perseorangan; adanja hukum lebih dulu adalah untuk mendjaga persamaan alamiali, jangkerapkali terantjam atau dirintangi oleh pembatasan-pembatasan tradisionil terhadap kegiatan per­seorangan. Karena persamaan azasi ini dipahamkan setjara positif sebagai satu persamaan jang ideal dalam kesempatan untuk berbuat jang dikehendaki, maka dia mudah mendjadi satu konsepsi tentang kebebasan tiap orang untuk mengemukakan hak-liaknja sebagai se­suatu hal jang ditjari-tjari, dan konsepsi tentang ketertiban hukum diadakan untuk memungkinkan diperolelinja maksimum kebebasan itu didalam satu dunia jang penuh dengan sumber-sumber jang belum digali, tanah-tanah jang belum diusahakan, dan tenaga-tenaga alam jang belum diambil faedahnja. Gagasan jang terachir ini mulai berbentuk dalam abad ke-17 dan dianut orang dimana-mana selama dua abad kemudian, serta memuntjak dalam pemikiran hukum se­lama abad jang lalu.

Hukum jang berfunksi mendjamin persamaan alamiah mendjad' hak-hak azasi. Sifat manusia dinjatakan oleh beberapa kaifiat (quali­ties) tertentu jang dipimjai manusia sebagai satu machluk susila dan berakal. Pembatasan-pembatasan terhadap kegiatan manusia, jang telah diuraikan oleh sardjana-hukum merangkap ahli theologi Spanjol dalam karangan-karangannja, memperoleh alasannja dari kaifiat- kaifiat moril jang melekat pada diri tiap manusia, jang meniberi hak kepada mereka untuk mempunjai benda-benda tertentu dan melaku­kan perbuatan-perbuatan tertentu. Ini adalah hak-hak azasi mereka dan adanja hukum semata-inata untuk melindungi dan mcmberikan effekt kepada hak-hak ini. Untuk sesuatu tudjuan apa sadja seharus- nja tidak ada pembatasan lagi. Ketjuali djika mereka harus dipaksa menghormati hak-hak orang lain, jang akan dilakukan oleh orang jang berpikiran wadjar dan jang ideal tanpa dipaksa lagi, karena

55

Page 55: CAAN M U.I

In-gitu disuruh oleh akal, karena tiap orang harus dibiarkan bebas. Dalam abad ke-19 tjara berpikir ini mengainbil satu haluan meta- fisik. Untuk tudjuan-tudjuan hukum, jang merupakan sasaran ter­achir adalah kesedaran perseorangan. Jang mendjadi masalah m asja­rakat kini ialah mendamaikan kemauan-kemauan bebas jang ber- benturan dari perseorangan-perseorangan jang sedar dan setjara mer- dcka mengeniukakau kemauan-kemauan mereka didalam kegiatan - kegiatan hidup jang berbagai-inatjam. Persamaan alamiah mendjadi satu persamaan dalam kebebasan kemauan.

Kant incrasionalisasikan hukum itu sebagai satu sistem azas-azas atau kaidah-kaidah universil, jang akan diterapkan kepada tindakan manusia, jang dengannja kemauan bebas dari tiap petindak boleh hidup bersama selamanja dengan kemauan bebas dari tiap orang I.unnja Hegel merasionalisasikan hukum dengan kata-kata ini, se­bagai satu sistem azas-azas jang didalamnja dan olehnja gagasan tentang kebebasan didjelmakan didalam pengalaman manusia. Bontliam inerusionalisasikannja sebagai satu himpunan kaidah-kaidah, j.iiig ditetapkan dan dipaksakan oleh kekuasaan negara, jang dengan­nja tealjamin untuk tiap orang maksimum kebahagiaan, jang di- puhamkan sebagai kebebasan untuk mengemukakan diri dalam mem- bela hak-hak sendiri. Tudjuan hukum itu adalah untuk memungkin- kan pemberian maksimum kebebasan bagi tiap orang buat bertindak jang sesuai dengan tindakan perseorangan jang bebas pada umum- nja. Spencer merasionalisasikannja sebagai satu himpunan kaidah- kaidah, meruinuskan „pemerintahan atas orang-orang jang hidup oleh orang-orang jang sudah mati”, jang dengannja orang berdaja- upaja memadjukan kebebasan tiap orang, jang dibatasi hanja oleh kebebasan jang serupa dari semua orang lainnja.

Menurut tiap tjara merasionalisasikan jang disebutkan diatas, tu­djuan hukum ialah untuk mendjamin hak jang sebesar mungkin bagi tiap orang mengemukakan dirinja: untuk membolehkan tiap orang melakukan dengan bebas apa-apa jang mungkin scdjalan dengan ke­bebasan serupa itu untuk berbuat segala sesuatu jang dibolehkan oleh sesamanja. Sungguh inilah filsafat hukum bagi para peneinu ncgeri baru, para pendjadjah, perintis-perintis, pedagang-pedagang, pengusaha-pengusaha dan pemimpin-pemimpin industri. Sampai du-

50

Page 56: CAAN M U.I

nia ini penult scsak, filsafat Inikum ini berguna unluk menghindar- kan perselisihan dan memadjukan penemuan jang lebih luas dan pcnggunaan sumber-sumher kekajaan alam untuk pcnghidupan manusia.

Apabila kita mcnoleh kebelakang, mengikuti sedjarah konsepsi ini, jang telah menguasai teori-tcori tentang tudjuan hukum selama lebih kurang 250 tahun, kita mungkin akan melihat balnva dia diperguna­kan untuk tiga maksud.

Pertama, konsepsi itu dipergunakan sebagai satu alat buat me- njingkiikan pembatasan-pembatasan terhadap kegiatan ekonomis jang bebas, jang bertumpuk-tumpuk selama Zaman Pertengahan sebagai insiden-insiden dari sistem kewadjiban-kewadjiban didalam hubungan antar-manusia dan sebagai pengutjapan dari gagasan tentang pene- tapan orang-orang ditempatnja masing-masing didalam satu tata- masjarakat jang statis. Segi jang negatif ini memainkan peranan pen- ting didalam gerakan untuk memperbaiki badan legislatif dinegcri Inggeris dalam abad jang lain. Orang-orang jang menganut aliran utilitis dinegeri Inggeris berkeras mengandjurkan penjingkiran semua pembatasan terhadap tindakan bebas perseorangan, ketjuali pem­batasan-pembatasan jang perlu untuk mendjamin kebebasan jansj serupa dari orang-orang lain. Kata mereka, inilah tudjuan perundang- undangan.

Kemudian konsepsi tersebut dipergunakan sebagai satu gagasan jang konstruktif, sebagaimana halnja didalam abad ke-17 dan ke-lS, tatkala satu hukum dagang, - jang memberikan effekt kepada apa jang dilakukan orang menurut kehendaknja, jang menilik niat dan bukan bentuknja, jang menafsirkan keamanan umum sebagai ke­amanan bagi transaksi-transaksi, dan mentjoba melaksanakan kemau­an tiap-tiap orang untuk mentjiptakan akibat-akibat hukum - di- kembangkan dari hukum Romawi dan kebiasaan saudagar-saudagar dengan perantaraan teori-teori hukum mengenai hukum alam.

Achirnja, konsepsi itu dipergunakan sebagai satu gagasan jang mendjaga kestabilan, sebagaimana halnja dalam bagian terachir dari

- abad ke-19, tatkala orang membuktikan balnva hukum adalah sahi keburukan, meskipun satu keburukan jang tak dapat dihindarkan balnva seharusnja hukum itu ditjiptakan sesedikit mungkin, karena

57

Page 57: CAAN M U.I

semua hukum berslfat incngekang kebebasan orang dalam melaku­kan keinauannja. Dan karena itu sardjana hukum clan pembuai undang-undang harus bersenang hati dengan membiarkan segala sc* suatu sah scbagaimana adanja, dan atas dasar Un, memperkenankan tiap orang „dalam kebebasan meneinpuh kebahagiaan atau ke- sengsaraannja”.

Tatkala sudah tertjapai tingkatan teracliir ini didalam pcrkembang- au gagasan hukum jang ada untuk memadjukan atau mempcrkenan- kan maksimum kebebasan bagi masing-masing orang untuk menge- mukakan diri guna membela hak-haknja, maka sudah habis keinung- kinan-kemungkinan hukum darj konsepsi ini. Sebab tidak ada lagi lienua jang belmn diketemukan orang, sumber-sumber kekajaan su­dah ditemukan dan dieksploitasikan dan jang mendjadi kebutuhan sekarang ialah memelihara jang sudah tersedia itu. Tenagu-tenaga alam sudah dikcrahkan dan dikendalikan untuk dipungut manfaatnja oleh manusia. Perkembangan industri telah mentjapai proporsi- proporsi jang besar, dan organisasi serta pembagian kerdja didalam tata-perekonomian kita telah tinggi tingkatan ketjerdasannja, sehing- ga siapa sadja jang man, tidak akan dapat lagi beraksi dengan bebas- nja, dan mentjapai semua jang diangan-angankan oleh ehajalnja jang gclisah dan diandjurkan kepadanja oleh nafsunja jang berani sebagai satu alat untuk memperoleh keuntungan.

Meskipun ahli-ahli hukum terus mengulang-ulangi perumusan jang lama, hukum mulai bergerak kedjurusan lain. Dan mulai dibalasi kebebasan dari pemilik untuk melakukan apa sadja dengan miliknja itu, supaja ia tidak inelangkahi batas-hatasnja atau mcmbahajakan kesehatan umum atau keamanan umum. Bahkan, hukum mulai me- njunili orang bertindak dengan tegas terhadap miliknja menurut tjara-tjara jang diperintahkan oleh hukum, apabila kesehatan umum tcrantjam bahaja djika ia tidak bertindak. Kekuasaan untuk membuat kontrak-kontrak mulai dibatasi dimana keadaan-keadaan perindustri- an menjebabkan kebebasan kontrak jang abstrakt lebih mcngalahkan daripada memadjukan kehidupan jang penuh dari tiap-tiap orang. K e­kuasaan dari seorang pemilik untuk mewariskan miliknja menurut kesukaanuja mulai dibatasi supaja terdjamin lembaga-lembaga sosial seperti p erk aw in an dan keliiarga. Kebebasan untuk mcngainbil i t s

Page 58: CAAN M U.I

nullitis dan mempergunakan res communes harus dirampas supaja terpelihara sumber-sumber alam dari masjarakat. Kebebasan \intuk memangku djabatan-djabatan jang sah harus dibatasi, dan satu pro­ses pengadjaran dan udjian jang tcliti diwadjibkan bagi mereka jang man mendjabat sesuatu pekerdjaan, supaja tertjegah hak-hak jang dapat merugikan kesehatan, keamanan atau kesusilaan umum. Satu aturan pemerintahan jang memperkenankan siapa sadja mendirikan dengan bebasnja suatu perusahaan jang akan melajani publik, atau bebas bersaingan didalam melajani publik itu, kemudian didcsak oleh satu perattiran jang Hdak mengizinkan adanja persaingan jang nie- rusak didalam kalangan penisahaan-penisahaan jang melajani publik itu. Didunia jang makin penuh sesak, jang sumber-sumber kekajaan- nja sudah dieksploitasikan, satu sistem jang memadjukan kebebasan maksimum bagi tiap orang untuk menondjolkan dirinja telah mcnga- kibatkan lebih banjak terdjadinja pergeseran daripada mcngurangkan pergeseran, dan lebih memadjukan pemborosan daripada menjingkir- kannja.

Pada achir abad jang lalu dan pada awal abad ini, satu tjara pemikiran baru telah tumbuh. Sardjana-sardjana luikum mulai ber- pildr dalam istilah-istilah kebutuhan, keinginan dan pengharapan manusia, dan tidak lagi berbitjara tentang kemauan-kemauan ma­nusia. Mereka mulai berpikir, bahwa jang harus inercka lakukan bu- kanlah semata-mata menjamakan dan menjelaraskan kemauan- kemauan, tetapi djika tidak akan menjamakan, sekurang-kurangnjn menjelaraskan pemuasan kebutuhan-kebutuhan. Mereka mulai me- nimbang-nimbang atau membikin seimbang dan menurunkan tun- tutan-tuntutan atau kebutuhan-kebutuhan atau keinginan-keinginan atau pengharapan-pengharapan, sebagaimana mereka dulu membikin seimbang atau merukunkan kemauan-kemauan. Mereka mulai ber­pikir tentang tudjuan hukum, bukan sebagai satu maksimum dari kebebasan mengemukakan diri, melainkan sebagai satu maksimum dari pemuasan kebutuhan-kebutuhan. Karena itu untuk salu waktu mereka menganggap masalah ethika, atau ilmu hukum dan ilmu politik sebagai masalah jang terutama bersifat penilaian; sebagai satu ma­salah menemukan kriterium-kriteriun dari nilai kepentingan-kepen- tingan jang relatif. Dalam ilmu hukum dan ilm upo]itikrirr^nirut

P ^ p p v .1 5 y I 59

Page 59: CAAN M U.I

pandangan mereka, kita harus menambah masalah-masalah praktis dari kemungkinan mcmbikin cffcktif kepentingan-kepentingan de­ngan tindakan pemerintah, dengan perantaraan pengadilan atau administratif.

Tetapi jang mendjadi persoalan pertama ialah kebutuhan-kebutuh an jang harus diakui, — soal kepentingan-kepentingan jang harus diakui dan didjamin. Sesudah didaftarkan kehutuhan-kebiituhan atau tuntutan-tuntutan atau kepentingan-kepentingan jang dikemukakan dan jang untuknja ditjari keamanan hukum, kita harus menilainja, memilih mana-mana jang harus diakui, menentukan batas-batas jang didalamnja kebutuhan atau tuntutan atau kepentingan itu harus di- bori effekt niengingat kepentingan-kepentingan lain jang diakui; dan mentjari kepastian bcrapa djauh kita boleh memberi effekt kepada- nja dengan undang-undang mengingat pembatasan-pembatasan jang melekat pada tindakan hukum effektif. Tjara pemikiran ini dapat ditemukan pada lebih dari satu tipe sardjana hukum dalam abad ini, dibalik peristilahan mereka jang berbeda-beda.

Ada tiga unsur jang membantu perpindahan dasar teori-teori me­ngenai tudjuan hukum dari kemauan-kemauan kepada kebutuhan- kebutuhan, dari merukunkan atau menjelaraskan kemauan-kemauan kepada merukunkan atau menjelaraskan kebutuhan-kebutuhan. Pe- ranan jang paling penting dimainkan oleh ilmu djiwa, jang merong- rong dasar filsafat hukum jang bersendikan kemauan metafisik. D e­ngan melalui gerakan hendak mempersatukan ilmu-ilmu sosial, ilmu ckonomi djuga memegang peranan penting, temtama setjara tidak langsung melalui pertjobaan-pcrtjobaan hendak mcmberikan penafsir- an ekonomis tentang sedjarah hukum, memperkuat ilmu djiwa mem- pcrlihatkan sampai dimana lmkum itu telah dibentuk oleh tekanan kebutuhan-kebutuhan ekonomis. Demikian pula bukan merupakan satu faktor ketjil differensiasi dalam masjarakat, jang terdapat di­dalam organisasi industri, apabila klassa-klassa mulai timbul dan didalamnja tuntutan-tuntutan terhadap satu pengbidupan manusia jang minimum, meiiurutknn ukuran-ukuran dari sesuatu peradaban, mendjadi lebih mendcsak daripada tuntutan-tuntutan terhadap ke bebasan mengemukakan diri.

Dalam hubungan ini maka perhatian orang dipalingkan dari sifat

60

Page 60: CAAN M U.I

\

lmkum kepada tudjuan lmkum, clan orang mulai mempergunakan satu pendekatan funksionil, satu ketjenderungan hendak mengukur kaidah-kaidah, doktrin-doktrin dan lembaga-lembaga hukum dengan berapa djauhnja jang tiga ini memadjukan atau mentjapai tudjuan- tudjuan jang untuknja hukum diadakan, satu sikap jang meng- gaiitikan tjara jang lebili tua untuk menilai hukum dengan kriterium- kriterimn jang diambil dari hukum sendiri. Dalam hubungan ini pe- mikiran orang pada dewasa ini lebih mirip dengan pemikiran dalam abad ke-17 dan ke-18 daripada pemikiran dalam abad ke-19. Penga- rang-pengarang Perantjis melukiskan gedjala ini sebagai satu „ke- bangkitan idealisme hukum”. Tetapi pada hakekatnja, aliran jang pertjaja bahwa jang baik dan jang djahat bagi masjarakat hams diukiu- dengan kegunaan tindakan-tindakan dalam membantu ter- tjapainja kebahagiaan dan kesedjahteraan bagi sebagian besar ang- gota masjarakat (social utilitarianism), jang dianut orang pada waktu ini, dan filsafat hukum alam dari abad ke-17 dan ke-18, mempunjai kesamaan dalam satu hal sadja, jakni masing-masingnja mengliadap- kan perhatiannja kepada gedjala-gedjala pertumbuhan; masing- masingnja berusaha membinibing dan melandjutkan perbaikan hu­kum setjara sadar.

Dalam bentuknja jang lebih dulu utilitarisme sosial, seperti djuga semua filsafat liukum dari abad ke-19, adalah terlalu mutlak. Teori tentang tudjuannja harus menundjukkan kepada kita apa jang sung- guh-sungguh dan pcrlu terdjadi didalam pentjiptaan hukum dan bukan apa jang kita daja-upajakan supaja terdjadi. Djasanja kepada filsafat hukum adalah dalam memaksa kita meninggalkan istilah „hak” jang (lua rangkap maknanja, dan memisahkan antara tuntutan atau kebutuhan atau permintaan, jang adanja terlepas dari hukum, tuntutan atau kebutuhan atau permintaan jang diakui atau ditetapkan batasnja oleh hukum, dan lembaga hukum jang setjara luas memakai nama hak-hak berdasarkan hukum, jang mendjamin tuntutan apa­bila telah diakui dan ditentukan batas-batasnja. Djuga per- tama-tama didjelaskannja betapa tugas pembuat undang-undang lebih banjak merupakan satu kompromi. Bagi mazhab hukum alam, pembuatan undang-undang hanjalah satu perkembangan jang mutlak dari azas-azas jang mutlak. Satu perkembangan jang logis komplit

( 3 1

Page 61: CAAN M U.I

dari isi jang terkandung didalam tiap-tiap hak azasi akan niemberi- kan satu himpunan hukum jang tjotjok dengan tiap masa dan tempat. Mcmang benar, balnva satu gagasan kompromi terdapat dibelakang teori sardjana-sardjana luikum metafisik dalam abad kc-19 ; tetapi mereka mentjari satu kompromi jang mutlak menjelaraskan lebih du- lu daripada satu kompromi jang terpakai untuk masa dan tempatnja. Kemauan-kemauan perscorangan jang berbenturan barns dirukunkan setjara mutlak oleh satu perumusan, jang mempunjai wewenang jang penghabisan dan universil.

Apabila kita mcnganggap luikum sebagai sesuatu jang diadakan untuk mendjamin kepenHngan-kepentingan sosial, sebegitu djauh kepentingan-kepeutingan tcrsebut boleh didjamin deng;in satu pe- nertiban inamisia dan hubungan-lmbungan manusia dengan per- lengkapan dari masjarakat politik jang teratur; maka mendjadi te- nuiglah balnva kita boleh mentjapai satu sistem kompromi-kompromi jaug dapat dipraklekkan untuk keinginan-keinginan manusia jang sa- iing bertumbukan disini dan sekarang, dengan mempergunakan satu g.unbaran didalam pikiran tentang pemberian effekt sebanjak ke- siuiggupan kita, tanpa pertjaja bahwa kita mempunjai satu penjelesai- an jang sempurnu untuk semua masa dan bap lem pat Seperti di- katakan oleh penganut-penganut Neo-Kantianisme : kita boleh raerumuskan tjita-tjita sosial dari suatu masa dan suatu tempat dan mentjoba dengannja menjelesaikan masalah-masalah hukum tan­pa jiertjaja bahwa kita sanggup membuat satu peta sosial dan politik dan hukum imtuk segala masa. Seperti dikatakan oleh para penganut Neo-Hegelianisme, kita boleh menemukan dan merumus- kan dalil-dalil hukum jang terdapat didalam peradaban sesuatu masa dan suatu tempat tanpa mcnganggap bahwa dalil-dalil itu adalah satu gambaran jang penghabisan dan lengkap dari hukum terachir, jang dengannja gambaran tcrsebut harus diukur selama-lamanja.

UHlitarisme sosial, atau aliran jang pertjaja balnva jang baik dan jang djahat bagi masjarakat harus diukur dengan faedah tindakan- tindakan timbal-balik dalam membantu tertjapainja kebaliagiaan dan kcsedjahteraan bagi sebagian terhesar dari anggota-anggota masja­rakat, ternjata monerlukan koicksi, baik dari ilmu djiwa maupun so- siologi. Karena harus diakui, bahwa pcmbuatan undang-undang dan

62

Page 62: CAAN M U.I

po.uljati.haM putiisan sesunggul.nja ticlak ditentukan setjara tepal oleli pcnimbangan kepentingan. Dalam prakteknja, tekanan kebutuh- an-kebutuhan, berbagai permintaan dan kcinginan manusia akan mcmbelokkan kompromi-koinpromi sesungguhnja j;u.g ditjiptakan oleh sistem hukum setjara ini atau itu. Supaja terpelihara keamanan umuin kita berdaja-upaja dengan tjara apa sadja untuk memperketjil pembelokan ini. Tetapi orang hanja perlu mcnengok kebawah per- mukaan hukum dimana-mana dan pada waktu apa sadja untuk ...c- lihat bahwa hukum itu berdjalan terus, walapun tertutup old . alat- alat mechanis untuk membikin proses itu kelil.atannja seperti satu proses jang mutlak dan basil satu proses jang ditentukan lebih dulu. Kita tidak boleh berharap bahwa kompromi-konipro.ni jang dibuat dan diperkuat oleh ketertiban hukum akan selalu dan pasti mem- bcrikan effekt kepada sesuatu gambaran jang muugkin kita buat mengenai sifat atau tudjuan-tudjuan proses pembuatan dan pemaksa- an kompromi-kompromi itu. Meskipun begitu akan beikurang pem- belokan dibawah sadar ini, djika kita inemp.mjai gambaran jang te- rang didepan kita, tentang apa jang kita daja-upajakan hendiik me- lakukannja, dan untuk tudjuan apa ; dan djika membangun menurut tjontoh gambarannja, maka sebegitu djauh kita membangun dan membentuk hukum dengan sedar.

Kesukaran-kesukaran lalu muntjul terutama dalam hubungan de­ngan kriterium-kriterium nilai. Djika kita berkata bahwa kepenting­an-kepentingan harus didaftarkan dan dibuat inventarisnja, serta kemudian harus dinilai, bahwa kepentingan-kepentingan jang di- dapati merupakan nilai jang wadjib, harus diakui oleh undang- undang dan diberi effekt didalam batas-batas jang ditentukan oleli penilaian, maka sebegitu djauh dia diniungkinkan oleh kesukaran- kesukaran jang melekat dalam memberikan djaminan hukiun setjara cffektif kepada kepentingan-kepentingan, maka segcra timbul pei- tanjaan: Bagaimana kita melakukan kcrdja menilai ini ?

Filosuf-filosuf telali mentjurahkan ketadjaman otaknja untuk raenc- mukan suatu tjara buat sampai pada nilai sedjati dari berbagai ke­pentingan, sehingga mungkin ditjapai satu pemmusan jang mutlak dan bersesuaian dengan itu mungkin dapat dipastikan bahwa ke­pentingan-kepentingan jang utama akan lebih besar pengaruh batin-

63

Page 63: CAAN M U.I

nja. Tetapi saja inasili menjangsikan kcmungkinan bagi satu pem- benlukan pendapat jang mutlak. Pada saat ini kita berhadapan dengan satu soal pokok dari filsafat sosial dan politik. Saja tidak pertjaja balnva seorang sardjaua hukum harus berbuat lebih daripada mengakui masalah itu, dan melihat balnva masalah itu dihadapkan kepadanja sebagai satu masalah mengenai pendjaminan semua ke- pentingdn sosial seberapa djauh ia mungkin melihatnja, masalah memelihara keseimbangan atau keselarasan diantara kepentingan- kepentingan itu, sesuaj dengan usaha mendjamin semua kepentingan tersebut. Tetapi abad jang lain lebih menjukai keamanan umum. Selandjutnja abad ini telah meinperlihatkan banjak tanda bahwa lebih disukainja kehidupan perseorangan jang sesuai dengan norma- norma kesusilaan dan kemasjarakatan. Saja sangsikan apakah kesuka- an-kesukaan serupa itu dapat mempertahankan dirinja.

Penganut-pcnganut aliran utilitarisme sosial akan berkata, ukurlah berbagai kepentingan itu dengan tudjuan hukum. Tetapi apakah kepada kita sudah diberikan sesuatu tudjuan hukum jang mutlak sebagai pengukur? Apakah tudjuan hukum itu sesuatu jang kurang daripada melakukan apa sadja jang mungkin tertjapai dengan tu­djuan hukum itu untuk memuaskan keinginan-keinginan manusia ? Apakah batas-batasnja lain dari jang dipaksakan oleh alat-alat jang kita pakai untuk bekerdja, jang dengannja kita mungkin lebih banjak merugi daripada mendapat uniting, djika kita nientjoba menerang- kannja didalam situasi-situasi tertentu ? Djika begitu, maka selalu akan ada kcmungkinan balnva alat-alat itu dapat diperbaiki. Ahli-ahli filsafat Junani jang mengatakan balnva hal-lial jang mungkin dipei- karakan hanja tiga, jaitu „pengliinaan, perugian (injury) dan pem- bunuhan manusia", adalah sangat dogmatik seperti Herbert Spencer jang mcmahamkan balnva undang-undang kesehatan dan undang- undang pei'umahan dikota-kota bosar kita adalah diluar lapangan ketertiban hukum.

Perlengkapan hukum jang lebih baik memperluas lapangan ke- effektifan hukum sebagaimana mesin-mesin jang lebih baik memper­luas lapangan keefektifan industri. Saja tidak bermaksud bahwa hu­kum harus dan semestinja inentjampuri tiap luibungan manusia dan tiap situasi, dimana sesoorang jang kebetulan menjangka mempunjai

(54

Page 64: CAAN M U.I

satu kebutuhan sosial mungkin dapat dipuaskan oleh hukum itu. .C aman te 1 banjak membuktikan bagaimana mungkin sia-sianja

tin akan perlengkapan hukum dalam pertjobaannja hendak men-1 , * ‘ 1 • t 1 ® V i/IMI l u l l C* l i v l I N

jamm jenis jenis tertentu dari kepentingan-kepentingan. Apa jane saja ma - u ialah, bahwa djika dalam sesuatu lapangan kelakuan manusia atau didalam suatu hubungan manusia, dengan perlengkap-

i- J an i '^>Un a n)a se^arang. hukum mungkin dapat memuaskan satu an tanpa mengorbankan tuntutan-tuntutan lain setjara

a • erpadanan, maka tidak ada pembatasan abadi jang melekat pa a si at benda-benda, tidak ada batas-batas jang dipaksakan ter-

^ .PCnt^Ptaan ^u^um untuk merintanginja dalam berbuat begitu.i lanlah kita terapkan beberapa teori lain jang dianut orang be-

berapa waktu jang lalu.

Para penganut Neo-Hegehanisme berkata: Udjilah tuntutan-tun­tutan itu dengan ukuran-ukuran peradaban, dengan ukuran-ukuran perkembangan kekuasaan manusia sampai kepada batas jang palinguar dari kesanggupan mereka — penguasaan manusia jang sem-

puma atas alam, baik atas tabiat manusia sendiri maupun atas alam diluar dirinja.

Penganut-penganut Neo-Kantianisme berkata: Udjilah tuntutan- tuntutan itu dengan ukuran-ukuran dari satu masjarakat jang terdiri dan manusia-manusia jang mempunjai kebebasan ichtiar, jane di- pandang sebagai tjita-tjita sosial. '

Dan Duguit berkata : Udjilah tuntutan-tuntutan itu dengan ukuran- ukuran dari keadaan saling bergantungan dalam masjarakat (social interdependence) dan funksi sosial. Apakah tuntutan-tuntutan itu mendorong ataukah merintangi keadaan saling bergantungan itu de­ngan persamaan kepentingan dan pembagian kerdja ?

Dalam perumusan-perumusan ini apakah kita betul-betul terlepas dari masalah satu keseimbangan jang dapat disedjalankan dengan pemeliharaan semua kepentingan, dengan memenuhi semua kebutuh­an dan tuntutan dan pengharapan, jang terlibat didalam kehidupan masjarakat jang beradab ?

Untuk tudjuan jang hendak memahami hukum dewasa ini saja merasa tjukup dengan satu gambar dari pemuasan sebanjak mungkin kebutuhan-kebutuhan manusia menurut kadar kesanggupan kita, dan

65

Page 65: CAAN M U.I

dengan pengorbanan jang paling sedikit. Bagi saja memadailah bila hukum itu dianggap sebagai satu lembaga sosial untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan masjarakat — tuntutan-tuntutan, pennintaan- permintaan dan pengharapan-pengharapan jang terlibat dalam keliidupan masjarakat jang beradab — dengan mcmberikan effekt kepadanja sebanjak kesanggupan kita dengan pengorbanan jang pa­ling sedikit, sedjauh kebutuhan-kebutuhan serupa itu mungkin di- puaskan, atau diberi effekt tuntutan-tuntutan serupa itu dengan satu penertiban kelakuan manusia melalui masjarakat jang diatnr dengan sistem kenegaraan. Untuk tudjuan-tudjuan sekarang saja merasa puas melihat dalam sedjarah hukum, tjatatan tentang satu usaha jang tcrus-inencrus makin luas mcngakui dan memuaskan kebutuhan- kebutuhan atau tuntutan-tuntutan atau keinginan-keinginan manusia dengan perantaraan pengawasan sosial; satu usaha jang lebih men- tjukupi dan lebih effektif mendjamin kepentingan-kepentingan ina- sjarakut; satu usaha jang terus-menerus lebih lengkap dan effektif menjingkirkan pemborosan dan mentjegah timbulnja persclisihan <li- dalain perdjuangan manusia untuk merasakan nikmat-nikinat kehi- dupan ini — pendeknja, satu usaha jang terus-menerus makin bcrguna imtuk pembimgunan masjarakat, dengan menerapkan hukum-hulann dan azas-azas sosiologis jang telah ditetapkan untuk mentjapai tu- djuan-tudjuan sosial jang chusus dan diakui (social engineering).

66

Page 66: CAAN M U.I

B A B 3

P E N E R A P A N H U K U M

Dalam inengaclili sesuatu perkara menurut hukum ada tiga langkah jang harus dilakukan :1). Menemukan luikum, menctapkan manakah jang akan diterapkan

diantara banjak kaidah didalam sistem hukum, atau djika tidak ada jang dapat diterapkan, mentjapai satu kaidah untuk perkara itu (jang mungkin atau tidak mungkin dipakat sebagai satu kaidah untuk perkara-perkara lain sesudahnja) berdasarkan bahan-bahan jang sudah ada menurut sesuatu tjara jang ditun- djukkan oleh sistem hukum ;

2). Menafsirkan kaidah jang dipilih atau ditetapkan setjara demi­kian, jaitu menentukan maknanja sebagaimana ketika kaidah itu dibentuk dan berkenaan dengan keluasannja jang dimaksud ;

3). Menerapkan kepada perkara jang sedang dihadapi kaidah jang ditemukan dan ditafsirkan demikian.

Pada masa jang lalu langkah jang tiga tadi dikelirukan didalam satu nama penafsiran. Pada masa itu ada anggapan bahwa tugas hakim semata-mata terdiri dari menafsirkan satu kaidah jang diberi- kan oleh penguasa, jang seluruhnja berasal dari luar peugadilan de­ngan satu proses jang teliti, berupa mendeduksikan isinja jang dapat diketahui dengan mempergunakan logika dan dengan setjara mecha- nis menerapkan kaidah jang diberikan dan ditafsirkan demikian. Anggapan ini berasal dari tingkatan hukum sedjati atau keras (strict law) dalam pertjobaan hendak menghindari perintjian jang berlebih- lebihan disatu pihak, dan kalimat-kalimat pendek jang samar-samar dilain pihak, jang telah merupakan sifat dari hukum primitif. Sebab sebagian besar dari hukum primitif itu terdiri dari kaidah-kaidah jang sederhana, tcpat dan terperintji untuk situasi-sihiasi jang di­tentukan setjara sempit. Hukum primitif tidak mempunjai azas-azas umum.

67

Page 67: CAAN M U.I

Langkah pertama jang menudju kearah satu ilmu hukum ialah mengadakan pemisahan antara apa jang termasuk dan apa jang tidak termasuk kedalam makna hukum dari satu kaidah. Tetapi satu him­punan hukum primitif kerapkali mengandung sedjuinlah pepatah hu­kum jang ringkas dan samar, dituang didalam bentuk jang menjolok, sehingga lekas mclekat dalam ingatan, tetapi isinja tidak djelas. Dengan mempergunakan satu konsepsi dari hasil-hasil jang pasti diperoleh dari kaidah-kaidah jang telah tetap, dan hasil tjara-tjara jang keras untuk menjelesaikan perkara-perkara menurut hukum, hu­kum sedjati mentjari djalan keluar dari keragu-raguan jang molekat pada usaha menemukan satu isi jang lebih besar dari kaidah-kaidah chusus jang terlaln diperintji, dengan mcngadakan differensiasi per- kira-perk,irs dan menerapkan utjapan-utjapan luikum berbentuk pe- patah lewat „pendjatuli!in putusan berdasarkan pertimbangan ke- u dJu i oleh pengadilan” („equity of the tribunal”). Hal ini mengan­dung £irti bahwa penerapan hukum itu terdiri tidak lain dari pent jot ir/kan setjara mechanis sesuatu perkara dengan kaidah atau saluran hukum jang telah ditetapkan dengan keras. Penjesuaian, per- luasan dan pembatasan jang tidak dapat dihindari dalam usaha rnen- tjoba menjelenggarakan peradilan dengan tjara ini, dapat dipenuhi dengan satu fiksi penafsiran supaja terdjaga keamanan umum.

Dugaan bahwa penerapan hukum oleh pengadilan merupakan satu proses mechanis dan hanja satu fase dari interpretasi, diperkuat oleh usaha membenarkan setjara filsafat pertjobaan hendak menghindavi penjelenggaraan peradilan jang terlalu bersifat pribadi (overpersonal) sebagai akibat dari tindakan kembali sebagian sadja kepada keadilan tanpa hukum pada tingkatan „equity” dan hukum alam. Dalam abad ke-18 diberikan kepadanja bentuk ilmiah didalam teori pemisahan kekuasaan. Badan legislatif jang membuat undang-undang, badan eksekutif jang melaksanakannja, dan badan judikatif menerapkannja untuk memutuskan perselisihan-perselisihan. Didalam pemikiran hu­kum Inggeris-Amerika diakui bahwa pengadilan-pengadilan harus menafsirkan supaja dapat menerapkan undang-undang. Tetapi me­nafsirkan undang-undang dianggap sama sekali tidak membuat undang-undang, dan penerapan hukum dianggap tidak menjangkut sesuatu unsur administratif dan keseluruhannja adalah mechanis.

68

Page 68: CAAN M U.I

Di Eropa Kontinental orang beranggapan bahwa penafsiran jang dapat didjadikan satu kaidah jang mengikat bagi perkara-perkara dimasa dcpan adalah termasuk wewenang pembuat undang-undang sadja. Kematangan hukum tidak bersedia mengakui bahwa hakim dan sardjana hukum dapat berbuat lain daripada menafsirkan. Tidak sedikit djasa ilmu hukum analitis dari abad jang lalu dalam me­nundjukkan, bahwa sebagian terbesar dari apa jang disebutkan de­ngan nama interpretasi, menurut tjara berpikir ini, sungguh-sungguh adalah satu proses pembuatan undang-undang, mengadakan satu hukum baru dimana tidak ada kaidah atau tidak ada kaidah jang memadai untuk diterapkan.

„Sesungguhnja”, kata Gray dengan sangat tepatnja, „kesukaran- kesukaran dari apa jang disebutkan interpretasi itu timbul apabila pembuat undang-undang tidak mempunjai maksud sama sekali, apa­bila soal jang timbul mengenai undang-undang tidak pemah teringat oleh pembuat undang-undang; apabila apa jang harus dilakukan oleh hakim-hakim 'bukan menetapkan apa jang betul-betul dimaksud oleh pembuat undang-undang mengenai suatu hal jang terlintas didalam pikirannja, melainkan menerka apakah jang mungkin dimaksud me­ngenai satu hal jang tidak terlintas didalam pikiran pembuat undang- undang, seandainja hal itu terlintas dalam pildrannja".

Daja-upaja hendak memelihara pemisahan kekuasaan dengan la- rangan-larangan konstitusionil telah menundjukkan kepada peladjor- an jang sama dari pihak lain. Pembuatan undang-undang, pelaksa- naan undang-undang dan peradilan tidak dapat dipisahkan setjara tadjam satu dari jang lainnja, dan menjerahkan tiap-b‘apnja kepada satu badan jang terpisah sebagai lapangannja jang eksklusif. Me­ngenai beberapa djenis perkara mcmang ada pembagian kerdja dan terhadap selebihnja ada satu pembagian jang praktis atau liistoris.

Menemukan hukum mungkin hanja terdiri dari kerdja meletakkan pegangan pada satu tekst dari kitab undang-undang atau pada satu undang-undang tersendiri. Dalam hal itu pengadilan harus bertindak menetapkan maksud dari kaidah itu dan menerapkannja. Tetapi banjak perkara jang tidak begitu sederhana. Sebab ditangan lebih dari satu tekst jang boleh diterapkan; lebih dari satu ketentuan jang

69

Page 69: CAAN M U.I

potensiil dapat diterapkan, dan piliak-piliak jang beperkara mcin- perbantahkan jang nvanakah diantara ketcntuan-kctentuan jang a d i itu harus didjadikan dasar bagi sesuatu putusan. Dalam keadaan serupa itu beberapa ketentuan ditafsirkan supaja dapat dilakukan pilihan jang tepat dan bidjaksana.

Kerapkali pcnafsiran jang sedjati dari ketentuan-ketentuan jang ada menundjukkan bahwa tidak ada satupun ketentuan undang- undang jang tjukup untuk menjelcsaikan suatu perkara, dan balm a satu ketentuan baru harus diadakan, karena memang begitu dalam kenjataan, djika tidak dalam teori. Pertjobaan-pertjobaan hendak menghindarkan proses ini dengan mcngadakan undang-undang jang lengkap sampai kepada jang berketjil-ketjil telah menemui kegagalan jang gemilang, misalnja, pertjobaan membuat kitab undang-undang atjara perdata jang melimpah-limpah ketentuannja, jang dilakukan orang di New York. Menjediakan satu ketentuan jang akan dipakai untuk memutuskan suatu perkara adalah satu unsur jang perlu dalam mendjatuhkan putusan bagi sebagian besar perkara-perkara jang di- bawa kedepan pengadilan-pengadilan tertinggi, dan kerapkali satu ketentuan harus diadakan karena pihak-pihak jang bersengketa tidak merasa puas dengan putusan pengadilan rendahan.

Perkara-perkara jang mcininta pcnafsiran sedjati relatif scdikit djumlahnja dan sederliana sifatnja. Tambahan lagi interpretasi sedjati dan pembuatan undang-undang jang bertopengkan interpretasi ada­lah saling masuk-memasuki. Dengan perkataan lain, funksi pengadil­an dan funksi legislatif adalah saling masuk-mcmasuki. Membuat undang-undang memang adalah tugas badan legislatif. Tetapi di- pandang dari sudut sifat perkara-perkara, badan legislatif memang tidak sanggup membuat undang-undang begitu lengkap dan me- liputi semua, sehingga badan pengadilan tidak akan diwadjibkan untuk melakukan pula satu funksi membuat undang-undang. Dan adalah tepat djika badan pengadilan memandangnja sebagai satu funksi bawahan. Ia akan mcnganggapnja sebagai satu funksi me- nambahkan, mengembangkan dan membentuk bahan-bahan jang di- tentukan dengan memakai technik jang ditentukan pula.

Meskipun begitu dia adalah satu bagian jang perlu dari kekuasaan pengadilan. Karena didesak kesatu pandangan ckstrim, jang meng-

70

Page 70: CAAN M U.I

anggap semua pembcntukan lmkum oleh bhdan judikatif sebagai perainpasan hak orang lain jang bcrtentangan dengan konstitusi, maka teori politik di Amerika Serikat, satu penggolongan setjara filsafat jang diubah oleh pengambilan kesimpulan jang tak sempurna dari konstitusi lnggeris, sebagaimana adanja dalam abad ke-17, hanja menanamkan didalam pikiran ahli-alili liukum satu dogma dari maz- hab sedjarah, bahwa pembuatan undang-undang oleh badan legis­latif adalah satu funksi rendahan, dan diadakan hanja untuk menambah unsur tradisionil dari sistem hukum disana sini, dan untuk mengembalikan kedjalan jang benar tradisi pengadilan dan ahli-ahli hukum sekarang dan kelak apabila tersesat djalannja mengenai be- berapa hal chusus.

Didalam hukum Inggeris-Amerika orang tidak menganggap se­bagai interpretasi perkembangan analogi dari bahan-bahan tradisiouil jang terdapat dalam sistem hukum. Dinegeri-negeri jang menerima hukum Romawi, jang hukumnja terdiri dari isi kitab undang-undang jang ditambah dan didjelaskan oleh hukum Romawi dari Justinianus jang sudah dikodifikasikan, dan dari pemakaian modem jang ber­dasarkan lmkum Romawi itu, jang berlaku sebagai hukum adat (common law), rupanja tjukup djelas bahwa penerapan analogi baik terhadap satu bagian dari kitab undang-undang maupun terhadap satu tekst dari hukum Romawi, pada pokoknja adalah proses jang sama. Keduanja dinamakan interpretasi. Karena hukum adat Inggeris- Amerika tidak termaktub didalam bentuk tekst jang authoritatif, ma­ka tersembimjilah proses jang berlangsung apabila satu perkara jang teikemuka diterapkan dengan analogi, atau dibatasi dalam penerap- annja, atau diperbedakan.

Pada lahimja tidak merupakan satu proses jang sama apabila satu tekst dari Digestae diterapkan, atau dibatasi, atau diperbedakan se­tjara demikian. Karena itu mudah timbul suatu anggapan pada kita, bahwa pengadilan-pcngadilan berbuat lebih daripada menafsirkan semata-mata tekst dari badan legislatif dan mendeduksikan isi jan<* logis dari azas-azas tradisionil jang ditcgakkan oleh pihak penguasa. Dulunja mudah untuk menerima satu teori politik, meneruskan dogma peniisahan kekuasaan, dan menetapkan bahwa pengadilan- pcngadilan hanja menafsirkan dan menerapkan, bahwa semua pem-

71

Page 71: CAAN M U.I

buatan undang-undang harus dilakukan oleh badan legislatif, ba nv.i pengadilan-pengadilan harus „menerima hukum sebagai jang itemu- kannja," seolali-olah pengadilan selalu dapat menemukannja su a 1

siap untuk tiap perkara.Dulu mudah pula diterima satu teori dari ilmu hukum bahwa

hukum tidak dapat dibuat; bahwa hukum itu hanja dapat ditemukan, dan proses menemukannja hanjalah dengan djalan memperguna 'an pengamatan dan logika, tanpa mengandung sesuatu unsur tjiptaan. Djika kita sungguh-sungguh mempertjajai fiksi ini, maka ini akan membuktikan kepertjajaau jiuog sedikit kepada kesanggupan mem- pergunakan logika oleh pengadilan, mengingat berbagai matjamnja doktrin jang dikcmukakan oleh badan pengadilan mengenai soal jang sama, jang kerapkali terdapat dalam hukum pengadilan (case law) Arnerika, dan sangat besar perbedaannja pendapat hakim-liakim Amerika j3ng terpandai mengenai soal tersebut. Karena interpretasi ihi sutar, apabila ia sukar, djusteru karena pihak pembuat undang- undang tidak mempunjai niat simgguli-sungguh untuk menetapkan, ,;iAka sukar pulalah menemukan ht’.kum adat mengenai suatu soal bam , karena tidak ada ketentuan hukum jang akan ditemukan. D e­mikianlah funksi badan judikatif dan funksi badan legislatif berdjalan bersama-sama, dalam daja-upaja pengadilan menetapkan hukum adat dengan penerapan analogi terhadap perkara-perkara jang diputuskan.

Karena pada satu pihak penafsiran masuk kedalam pembuatan undang-undang, maka begitu pula funksi pengadilan masuk kedalam funksi legislatif; dilain pihak penafsiran masuk kepada penerapan dan demikianlah funksi judikatif masuk kedalam funksi administratif atau eksekutif. Lazimnja penjelesaian suatu perselisihan oleh penga­dilan adalah satu pengukuran perkara itu dengan satu ketentuan undang-undang supaja tertjapai satu penjelesaian jang universil un­tuk satu golongan perkara-perkara, sedang perkara jang diperiksa merupakan satu tjontohnja. Dan lazimnja perlakuan dari pihak administratif terhadap satu situasi adalah suatu ketjenderungan un­tuk memandangnja sebagai satu peristiwa jang unik, satu tindakan pengindividualisasian jang dengannja effekt diberikan kepada satu perkara chusus lebih dulu daripada kepada perkara-perkara umum. Tetapi badan eksekutif tidak dapat mengabaikan segi-segi universil

Page 72: CAAN M U.I

daii situasi-situasi itu tanpa membaliajakan keamanan umum. Djuga putusan pengadilan tidak boleh mengabaikan segi-scgi chusus dari situasi-situasi dan menjingldrkan semua individualisasi dalam pc- nerapan ketentuan undang-undang tanpa mengorbankan kepentingan sosial didalam keludupan perseorangan dengan membikin peradilan itu begitu kaku dan mechanis sadja.

Gagasan bahwa tidak ada unsur administratif didalam putusan pengadilan bagi perkara-perkara, dan bahwa penerapan luikum oleh pengadilan harus merupakan satu proses jang mechanis semata-mata, berasal dari buku karangan Aristoteles, Politeia (Ilmu Kenegaraan). Aristoteles mentjari djalan keluar dengan mengadakan satu pemisah­an antara tugas administratif dan tugas judikatif, ketika ia menulis sebelum berkembang hukum keras, didalam apa jang boleh disebut- kan puntjak tertinggi dari perkembangan hukum primitif, tatkala pekerti dan perasaan radja-radja atau hakini-hakim atau djuri Athena memainkan peranan jang begitu besar dalam kerdja-kerdja sesung- guhnja dari peradilan menurut hukum. Menurut pahamnja mendja- lankan kebidjaksanaan adalah satu tjiri dari administratif. Didalam administrasi orang harus mempertimbangkan waktu, orang-orang dan keadaan-keadaan chusus. Eksekutif harus nicmpergunakan satu ke­bidjaksanaan jang matang dalam inenjesuaikan mesin-mesin peine- rintalian dengan situasi-situasi sesungguhnja bilamana timbul.

Sebaliknja, menurut pahamnja satu pengadilan tidak harus men- djalankan kebidjaksanaannja. Baginja djabatan pengadilan adalah satu pekerdjaan Procrustes jang mentjotjokkan tiap perkara dengan randjang hukum, djika perlu dengan satu pembedahan. Konsepsi jang serupa itu memenuhi kebutuhan-kebutuhan hukum keras. Da- lam satu tingkatan dari kematangan hukum, konsepsi ini selaras dengan teori hukum Byzantium, jang menganggap hukum itu ke­mauan kaisar dan hakim, apabila wakil kaisar menerapkan dan mem- berikan effekt kepada kemauan itu. Dalam Zaman Perten<nihan kon­sepsi ini mempunjai satu dasar jang tjukup didalam wewenang penguasa dan dalam kebutuhan-kebutuhan suatu masa dari hukum keras. Kemudian dia tjotjok sekalj dengan teori Byzantium mengenai pembuatan undang-undang, jang dianut oleh pengarang-pengarang hukum Perantjis dan berlaku dalam abaci ke-17 dan ke-18. Di" Ame-

-*| 73K © L E K 5 !

r^KULTAS U.l.

Page 73: CAAN M U.I

rika Serikat rupanja konsepsi itu diperlukan oleh ketentuan ketentuan konstitusi untuk mengadakan satu pemisahan kekuasaan. ctapi < dalam praktekuja konsepsi ini runtuh sama sekali, tidak kurang dan- pada runtuhnjn gagasan serupa mengenai pemisahan se uru 1 im sipengadilan dari funksi pembuatan undang-undang.

H am p ir sem ua m asalah d ari ilm u hukum b erp u sa t p a a satu

m asalah pokok m engenai ketentuan dan k eb id jak san aan , P ^ J 0 e” g ganuin p erad ilan dengan hukum dan p e n je len g g araan p e ra ' an e

ngan ilham jan g sedikit b an jak n ja te rla tih hak im -hak im ja n g b er- pengalum an. P ertikaian paham m engenai s ifa t hukum , ap ak a 1 unsur

trad ision il atau unsur im peratif d ari sistem ja n g laz im n ja m en d jad i hukum , pertikaian paham m engenai sifa t p em bu atan un d ang-und ang, apakah hukum itu ditem ukan dengan p engalam an hakim -h ak im atau d ib u at o leh perundong-undangan ja n g sed ar, d an p e rtik a ian p aham

m engenai dasar-dasar kekuasaan hukum , apakah d a sa m ja ak al a tau

ilm u *d isatu pihak, atau d idalam p erin tah d an kem au an d ari p em e- Cang kedaulatan dilain pihak, sem ua pertikaian p ah am in i m em p er­oleh kedudukan ja n g berarti dari pengaru hnja terh ad ap soal ini. Pertikaian paham m engenai hubungan hukum d an kesu silaan , m e ­ngenai pem bedaan hukum dan ..equ ity ”, m engenai lap angan p en gad il- au dan d juri, m engenai ketentuan ja n g te lah d ite tap k an dan kek u asa­an pengadilan jan g luas dalam atjara perkara, d an m en g en ai pu tusan pengadilan dan individualisasi ad m inistratif dalam p erad ilan m eng- hukum , h an jalah bentuk-bentuk dari m asalah pokok in i.

T etap i disini bukan tem patn ja untuk m em p erb in tjan gkan m asalah itu. T ju ku p lah d ikatakan, balnva kedu anja ad alah unsur ja n g perlu dalam pen jelenggaraan peradilan, dan k ita harus m em b ag i-b ag i l a ­pangan antara jan g dua ini, dan d jangan m en jingkirkan sa tu d iantara unsur jan g dua ini. T etap i orang tad in ja b eran g g ap an b ah w a jan g

satu atau jan g lainnja harus bcrkuasa setja ra cksklu sif, d an d idalam sed jarah hukum ada satu gerakan terus-m enerus, m ad ju d an m undur, antara kebid jaksanaan jan g luas dan ketentuan terp erin tji d an keras, antara keadilan tanpa hukum, so in d a in ja ada, d an kcad ilan m enurut hukum . K ekuasaan hakim -hakim telah m erupakan satu saluran ke­kuasaan jan g m em bebaskan didalam m asa-m asa p ertu m bu han hukum . P ada tingkatan ,.equ ity” dau hukum alam , satu tin gk atan d ari pe-

74

Page 74: CAAN M U.I

resapan gagasan-gagasan kesusilaan dari luar kedalam hukum, kc- kaasaan hakim jang memberikan kekuatan hukum kepada gagasan- gagasan moralnja sendiri telah mendjadi satu instrumen jang utama.

Sekarang kita banjak menjandarkan diri kepada dewan-devvan dan panitia-panitia administratif untuk memberikan kekuatan hukum ke­pada gagasan-gagasan jang tidak diindahkan oleh hukum. Sebaliknja, kaidah dan bentuk tanpa ada kelonggaran unhik penerapan telah mendjadi sandaran pokok dalam masa-masa kestabilan. Hukum keras mentjoba tidak meninggalkan sesuatu kepada hakim selain dari mem- perhatikan apakah sudah dipenuhi apa jang termaktub didalam un- dang-undang. Dalam abad ke-19 orang membentji kebidjaksanaan pengadilan dan mentjoba mengutjilkan unsur administratif dari daerah kekuasaan peradilan hakim-hakim. Meskipun begitu satu lapangan keadilan tertentu tanpa hukum selalu tetap ada, dan dengan salah satu tjara dipelihara keseimbangan dari unsur administratif jang di­anggap telah dikutjilkan itu.

Dalara hukum keras individualisasi haTus dikutjilkan dengan prosedur jang keras dan tetap mechanis. Dalam praktek prosedur ini diperbaiki, dan keseimbangan antara ketentuan dan kebidjaksanaan, antara hukum administratif, dikembalikan oleh fiksi-fiksi dan oleh satu kekuasaan eksekutif jang memberi dispensasi. „Equity” pada bangsa Romawi berasal dari imperium dari praetor — kekuasaan radjanja untuk tidak mempergunakan hukum keras dalam situasi- situasi jang istimewa. Demikian pula „equity” dinegerj Inggeris berasal dari kekuasaan radja jang boleh menerapkan hukum menurut kebidjaksanaannja dan tidak mempergunakan hukum untuk perkara perkara istimewa, jang penjalah-gunaannja sebagai satu lembaga po­litik telah mendjadi salah satu sebab bagi djatuhnja kekuasaan ke- luarga Stiuirt. Demikianlah kita memperoleh satu saluran ketiga untuk memulihkan keseimbangan dalam bentuk kedudukan sebagai pengantara bagi praetor atau ketua mahkamah didalam sistem hukum berdasarkan „equity”, dan dengan demikian terdjadilah sistem „equity”. Karena terlalu djauh didjalankan dalam tingkatan „equity” dan hukum alam, maka perkembangan jang berlebih-lebihan dari unsur administratif mengaldbatkan timbulnja satu reaksi, dan pada tingkatan kematangan hukum individualisasi terdesak kepinggir sekah

75

Page 75: CAAN M U.I

lagi. Namun penjingkiran unsur administratif ini lebih banjak terdjadi dalam teori dan pada kulitnja daripada dalam prakteknja. Sebab keadilan itu harus dilaksanakan setjara luas lewat penerapan patokan- patokan (standards) hukum jang membolebkan satu kelonggaran be- sar bagi bukti-bukti dari perkara-perkara jang istimewa, dan penerap­an patokan-patokan ini dipertaruhkan kepada orang-orang awam atau kepada kebidjaksanaan pengadilan.

Tambahan lagi satu individualisasi tertentu dari pengadilan ber- langsung terns. Scbagiannja ia inengambil bentuk satu kelonggaran buat mendjalankan kebidjaksanaan dalam inenerapkan saluran- saluran hukum jang bersendikan „ccjuity”, jang telah dipusakai dari tingkatan ..equity” dan hukum alam. Scbagiannja lagi ia inengambil' bentuk penctapan fakta-fakta jang berkenaan dengan basil hukum j.mg dikehendaki mengingat ketentuan undang-undang atau pilihan iiiifciru ketentuan-ketentuan jang bcrsaingan, jang pada hakikatnja mentjakup bidang jang sama, meskipun pada namanja untuk situasi- situasi jang berbeda-beda. Dengan perkalaan lain, satu fiksi jang lebih halus telah berbuat bagi kematangan hukum apa jang dilaku- kannja untuk hukum kcras dengan fiksi-fiksi atjaranja jang rclatif mentah.

Diantara lima lembaga untuk mendjaga unsur administratif di­dalam peradilan hakim-hakim, dalam masa-masa kctika teori hukum mengutjilkannja, ada dua lembaga jang meminta pembahasan istimewa.

Biasanja hukum itu dilukiskan sebagai satu kumpulan ketentuau. Tetapi djika perkataan ketentuan itu tidak dipakai dalam arti jan<» sangat luas seliingga menjesatkan, maka definisi serupa itu memberi- kan satu gambaran jang tidak tjukup tentang bagian jang banjak dari satu sistem hukum modem, walaupun dibcntuk dengan m en"in"at undang-undang atau dibentuk oleh sardjana-sardjana hukum jan " menghadapkan pandangannja kepada hukum milik. Kaidah-kaidah jaitu ketentuan-ketentuan jang terperintji dan tertentu untuk keadaan- keadaan peristiwa jang terperintji dan tertentu, adalah jang mendjadi sandaran pokok pada pennulaan hukum. Pada tingkatan kematangan hukum ketentuan-ketentuan itu dipakai terutama dalam situasi- situasi dimana ada kebutuhan istimewa kepada kepastian supaja da-

76

Page 76: CAAN M U.I

pat ditegakkan ketcrtiban ekonomi. Dengan datangnja masa orang lmilai menulis tentang hukum dan timbulnja teori hukuin dalam peialihan dari hukum keras kepada „cquity” dan hukum alam, maka beikembanglah salu unsur kedua, dan mendjadilah dia satu faktor jang mengontrol didalam penjelcnggaraan peradilan. Dan jang men­djadi sandaran bukan ketentuan-ketcnluan terperintji jang dengan tepat menentukan apa jang akan terdjadi terhadap satu keadaan peristiwa-peristiwa jang diperintji dengau tepat, melainkan pangkal- pangkal dalil (premises) umum untuk dasar pemikiran hakim-hakim dan sardjana-sardjana hukum. Jang kita namakan azas-azas hukum ini dipergunakan untuk mcngadakan ketentuan-ketentuan baru, me­nafsirkan ketentuan-ketentuan jang lama, menghadapi situasi-situasi baru, untuk mengukur keluasan dan penerapan ketentuan-ketentuan dan ukuran-ukuran dan merukunkannja apabila berbenturan atau tjakup-mcntjakupi.

Kemudian, tatkala penjelidikan sardjana-sardjana hukum mentjoba menjusun bahan-bahan hukum didalam satu sistem, berkembanglah satu unsur ketiga, jang boleh disebutkan konsepsi-konsepsi hukum. Dan konsepsi-konsepsi ini adalah tipe-tipe jang banjak sedikitnja lelah dibatasi maknanja dengan tepat, jang kepadanja kita kembali- kan peristiwa-peristiwa, atau dengan konsepsi-konsepsi itu kita go- long-golongkan peristiwa-peristiwa itu, sehingga apabila satu keadaan peristiwa-peristiwa sudah diklassifikasikan, kita boleh menempatkan kepadanja konsekwensi-konsekwensi hukum jang bersangkutan de­ngan tipe itu. Semua ini membenarkan penggunaan logika jang keras dan mechanis. Tetapi unsur keempat, jang memainkan satu peranan bcsar dalam penjelcnggaraan peradilan schari-hari, adalah Iain sama sekali sifatnja.

Ukuran-ukuran hukum untuk kelakuan manusia muntjul pertama kab' dalam „equity’ Romawi. Dalam peristiwa-peristiwa transaksi dan hubungan tertentu jang menjangkut itikad baik maka perumusan jang dibuat berbunji, bahwa si tergugat harus dipersalahkan dengan apa jang dengan itikad baik patut diberikannja atau dilakukannja atau diserahkannja kepada si penggugat .Domikianlah hakim mem­punjai kelonggaran untuk mempergunakan kebidjaksanaannja guna menentukan apa jang diminta oleh itikad baik, dan dalam masa

77

Page 77: CAAN M U.I

Cicero seorang .alili hukum jang paling besar pada masa itu >erpen dapat bahwa actiones born e fidei ini menghendaki seorang 1 '"m jang kuat, karena sangat berbahaja kekuasaan jang diberikannja v pada hakim. Dari pendapatan baru untuk atjara pengadilan, a a ‘ hukum Romawi melandjutkan pentjiptaan beberapa ukuran c lakuan, misalnja apa jang wadjib dilakukan oleh seorang kepa a keluarga jang djudjur dan radjin, atau bagaimana tjaranja seorang petani jang iiati-huti dan radjin haras meinpergunakan tanahnja.

Dengan tjara serupa itu pula „cquity dinegeri lnggeris menghasil kan satu ukuran bagi satu kelakuan jang pantas dari pihak seorang pemegang aman at (fiduciary). Kemudian dihasilkan pula undang- undang tentang perbuaton jang xnelanggar hukum diuegerj lnggeris Ja n Amerika Serikat, sebagai satu ukuran bagi mereka jang melaku­kan sesuatu tindakan pcnegasan, ukuran tentang apa jang harus dilAukan oleh scornin' jang berakal dan bidjaksana dalam keadaun- kc-adrum tertentu. Demikian pula hukum tentaug perusahaan dan k-rubaga untuk umum menghasilkan ukuran mengenai pelajanan jang sewadjamja, fasilitet jang sewadjamja dan insiden-insiden sewadjar- □ja dalam pelajanan itu, dan sebagainja. Didalam semua peristiwa iiii jang mendjadi kaidah ialah kelakuan seseorang jang bertindak liarus mcmenuhi sjarat-sjarat ukuran tevsebut.

Namun jang terpenting dalam hal ini bukanlah kaidah jang sudah ditetapkan, tetapi kelonggaran untuk niemakaikan kebidjaksanaan jang terdapat didalam ukuran tersebut dan perhatiannja kepada ke- adaan-keadaan disokitar suatu perkara tersendiri. Sebab ada tiga karakteristik jang dapat dilihat dalam ukuran-ukuran hukum :

(1) Semua ukuran itu mcngandung satu pendapat kesusilaan ten­tang sesuatu kelakuan. Kelakuan itu dapat dinamakan ..adil”, atau „saksaina” atau „sewadjamja”, atau „bidjaksana”. atau „radjin”.

(2) U kuran-ukuran itu tidak m em inta p engetahuan hukum jan g eksakt jan g diterapkan dengan eksakt pu la, m elainkan m em inta p ikiran ja n g seh at incngonai hal-hal jan g b iasa , a tau ilham jan g terla tih m engenai hal-hal jan g terletak d ilu ar p engalam an tiap orang.

78

Page 78: CAAN M U.I

(3 ) U ku ran-ukuran itu tid ak dirum uskan setja ra m utlak dan d juga

tid ak d iberikan kep ad an ja satu isi jan g eksakt, b a ik oleh pem ­

b u a t undang-und ang atau o leh putusan-putusan hakim , tetap i ad alah re la tif m engingat w aktu, tem pat dan keadaan ; dan h a ­

rus d iterap kan d en gan m em perhatikan fak ta-fak ta dari per-

k ara ja n g d ihadapi. U kuran-ukuran itu m engakui bahw a d i­

d alam b atas-b a tas ja n g d itentukan, tiap perkara ad alah unik sam p ai k esu atu b atas tertentu .

Tetapi ukuran-ukuran ini ditjurigai pada masa „equity” dan hukum melantjarkan reaksinja, dan terutama dalam abad ke-19. Dan adalah menggambarkan seluruh scmangat kematangan hukum utjapan Lord Camden, bahwa kebidjaksanaan seorang hakim adalah „hukum jang lalim , bahwa kebidjaksanaan berbeda-beda pada tiap-tiap orang, dan kebidjaksanaan itu „kebetulan” dan bergantung kepada perangai seseorang. Pengadilan dinegara-negara bagian Amerika Serikat men­tjoba mengubah prinsip-prinsip jang dengannja ketua-ketua pengadil­an sipil jang enggan memakaikan kebidjaksanaannja mendjadi peraturan-peraturan pengadilan jang keras dan kokoh. Pengadilan- pengadilan itu mentjoba menjederhanakan ukuran dari pendjagaan sewadjarnja sampai mendjadi sehimpunan peraturan jang keras dan kokoh. Djika seseorang menjeberangi djalan kereta-api, ia wadjib ,.berhenti, menengok-nengok dan mendengarkan”. Dan adalah satu kelalaian per se djika seseorang menaiki atau turun dari auto jang sedang bergerak, atau mengeluarkan badan dari djendela kereta-api jang sedang berdjalan, dan sebagainja. Pengadilan-pcngadilan itu mentjoba pula menuangkan kewadjiban-kewadjiban dari perusahaan- perusahaan negara didalam bentuk peraturan-peraturan jang tertentu dengan isi jang diperintji dan ditetapkan oleh pihak penguasa. Tetapi pa tali ditengah semua pertjobaan hendak menjingkirkan kelonggaran untuk memakaikan kebidjaksanaan dalam menerapkan ukuran-ukuran hukum itu. Akibat pokoknja ialah satu reaksi berupa banjak negara bagian jang menjerahkan semua soal kelalaian kepada djuri, bebas dari nasehat jang effektif dari pengadilan, sedang banjak pengadilan lain jang menjerahkan subjek demi subjek kepada dewan-dewan dan panitia-panitia administratif untuk menjelesaikannja tanpa hukum beberapa lamanja. Apa djuapun jang terdjadi, baik ukuran tentang

79

Page 79: CAAN M U.I

II

kewaspadaan jang seharusnja didalam satu gugatan mengenai ke- lalaian itu diterapkan oleh satu djuri, maupun ukuran dari fasilitet- fasihtet pengangkutan jang scwadjamja diterapkan oleli satu panitia dari djawatan umum, perkara ini adalah menjangkut pcndapat ten­tang kwalitet sesuatu kelakuan didalam keadaan-keadaan chusus dan bersangkutan dengan gagasan-gagasan tentang kepantasan jang di- anut oleh orang awam atau gagasan-gagasan tentang apa jang se- wadjamja jang dianut oleh anggota panitia jang mempunjai kealilian banjak sedikitnja. Jang mendjadi sandaran ialah akal sehat, penga- laman dan intuisi, bukan peraturan technis dan penerapan setjara

mechanis teliti.Kita mengenai baik proses individualisasi oleh pengadilan dalam

menjelcnggarakan saluran-saluran hukum jang bersendikan „equity . Satu bentuk lain, ialah individualisasi lewat kelonggaran buat mene­rapkan dengan bertopengkan pilihan atau penetapan satu kaidah, ditutupi oleh fiksi tentang kesempurnaan sistem hukum menurut logika, dan tentang tak pemah kelirunja setjara mechanis dan logis proses logika, jang dengannja dideduksikan dan diterapkan ketentu- an-ketentuan jang ditetapkan lebih dulu jang tersirat didalam bahan- bahan hukum tertcntu. Sampai kesuatu batas jang djauh, dan ke- lihatannja bertambah djauh, praktek penerapan hukum dinegeri- negeri Inggeris-Amerika adalah anggota-anggota djuri dan pengadil­an, sebagaimana mungkin terdjadi, mcnganggap kaidah-kaidah hu­kum sebagai satu penundjuk umum, menetapkan apa jang diminta oleh ..equity” dari perkara itu, mcngakali agar memperoleh satu ke- putusan atau mengelftarkan suatu pcndapat sesuai dengan itu, tanpa memulas hukum lebih daripada jang diperlukan. Banjak pengadilan ditjurigai telah menetapkan apa jang dikehendaki oleh keadilan dari sesuatu perselisihan, dan kemudian membangkit-bangkit beberapa perkara jang sudah diadili untuk mcmbenarkan hasil jang dikehen­daki. Kerapkali pcrumusan-pmimusan dibikin elastis sesenangnja, supaja boleh atau tidak boleh diterapkan. Kerapkali kaidah-kaidah jang berlawanan bunjinja bersangknt-paut, mcninggalkan satu bidang kosong jang didalamnja perkara-perkara boleh diputuskan dengan salah satu tjara menurut peraturan mana jang dipilih oleh pengadilan supaja sampai kepada satu hasil jang ditjapai bcrdasarkan alasan-

80

Page 80: CAAN M U.I

alasan lain. Kadang-kadang tcrdapat seorang hakim jang mengakui terus-terang, balnva ia tcrutama menengok situasi ethik antara pihak- pihak jang bepeikara dan tidak memperkenankan undang-undang mentjampurinja, lebih daripada jang tak terhindarkan lagi.

Demikianlah diseluruh lapangan penjelenggaraan peradilan oleh pengadilan kita mempunjai satu penerapan hukum jang ber- sendikan ,.equity jang masih mental), satu individualisasi jang setjara mentah pula. Tjara ini dipakai oleh pengadilan-pengadilan lebih luas daripada jang kita duga, atau sekurang-kurangnja lebih luas daripada jang kita suka mengakuinja. Kelihatannja tidak ada kekuasa­an serupa itu. Tetapi apabila orang menengok kebawah permukaan dari berita-berita pengadilan, proses itu mcinperb'hatkan dirinja de­ngan nama „pengambilan kesimpulan” (implication); atau dengan berkedok dua djadjar putusan pengadilan jang itu djuga mengenai perkara jang sama, jang daripadanja dia boleh memilih sesukanja, atau didalam bentuk apa jang diberi istilah „kelemahan-kelemahan” (soft spots) didalam hukum; kelemahan-kelemahan dimana garis-garis ditarik oleh perkara-perkara jang diadili, sehingga pengadilan boleh menempuh salah satu djalan, scbagaimana jang mungkin dikehendaki oleh keperluan-kcperluan ethik dari keadaan-keadaan chusus dise- kitar perkara jang dihadapi, tanpa kelihatan adanja pelanggaran ter­hadap apa jang merupakan maksud dari ketentuan-ketentuan jane keras dan kokoh.

Serupa itulah hasil pertjobaan-pertjobaan jang hendak mengutjil- kan unsur administratif dalam peradilan. Dalam teori, hal jang serupa itu tidak terdapat, ketjuali jang berkenaan dengan saluran-saluran hukum jang adil, dimana hal itu diadakan karena alasan-alasan se­djarah. Didalam praktek banjak didjumpai kelemahan itu, dan di­dalam bentuk jang tjelakanja merusak bagi kepastian dan keseragam- an. Walaupun dia diperlukan, tetapi metode jang kita pergunakan untuk mentjapai individualisasi jang diperlukan adalah merugikan bagi penghormatan kepada hukum. Djika pengadilan-pengadilan ti­dak inenghormati hukum, siapakah jang mau menghormati ? Sikap orang-orang Amerika terhadap hukum pada dewasa ini tidak dilahir- kan oleh sesuatu sebab jang eksklusif. Tetapi jang pasti mendjadi sebabnja ialah pengelakan dan pembelokan hukum oleh pengadilan,

81

Page 81: CAAN M U.I

supaja didalam praktek terdjamin satu kebebusan ba$i tincta an pe­ngadilan jang tidak diizinkan didalam te°ri. Kita m ^ erlu k an satu teori jang mengakui unsur administratif sebagai satu bagian jang sail dari funksi pengadilan, dan berkeras mengatakaQ bahwa indi- vidualisasi dalam penerapan perintah-perintah hukurrt tidak kurang pentingnja daripada isi perintah-perintah itu sendiri.

Ada tiga teori tentang penerapan hukuifl jang terdapat dalam ilmu hukuin pada waktu ini. Tetapi diantaxanja teori 3nalitis jang mempunjai pengikut jang paling banjak didalam kalangan praklikus hukum dan didalam uraian-uraian dogmatis tentang hukum. Teori ini menerima satu himpunan hukum jang lengkap tanpa kekurangan dan pertcntangan satupun, diberi wewenang oleh negara sekalj gus, dan karcna itu harus dipcrlukan seolah-olah tiap fasal ditjiptakan pada waktu jang sama dengan tiap fasal lainnia. Djika hukum itu berbentuk satu undang-undang, penganut-penganut teori analitis nieuciapkan aturan-aturan pcnafsiran sedjati dan bertanja apakah maknanja beberapa kc-tentungan undang-undang itu seperti jang ter- maktul), serta dibahas dengan logika lebih dulu daripada mengusut S(*djara!inja. Para penganut teori tersebut berdaja-upaja membuat kotak-kotak untuk undang-undang itu, dan satu kotak untuk tiap perkara jang konkrit, dan memasukkan tiap perkara jang dihadapi kcdalam satu kotak dengan satu proses jang memakai logika semata- mata, serta merumuskan hasilnja didalam satu putusan. Djika hukum itu didalam bentuk satu kuinpulan putusan-putusan jang diberitakan, mereka menerima bahwa putusan-putusan itu boleh diperlakukan se­olah-olah semuanja diutjapkan pada waktu jang sama dan setjara tersirat seolah-olah mengandung apa sadja jang perlu untuk memu- tuskan perkara-perkara dimasa dcpan, jang tidak dinjatakannja. Pu- Uisan-putusan itu mungkin merupakan definisi buat konsepsi-konsepsi, atau mungkin pula inemakhimkau prinsip-prinsip. Putusan jang di- tetapkan sebelumnja setjara logis ada terkandung didalam konsepsi, jang kepadanja dikembalikan fakta-fakta atau terdapat didalam prin- sip jang kedalam lapangannja masuk fakta-fakta itu. Satu proses penggunaan akal semata, jang presis sama dengan penafsiran sedjati dari salu peraturan jang dibuat oleh badan legislatif, akan menghasil- kan konsepsi jang tjotjok dari pangkal-pangkal dalil tertentu, atau

82

Page 82: CAAN M U.I

m enem ukan prinsip ja n g tjo tjo k d iantara prinsip-prinsip jan g rupanja

se t ja ra d angkal d iterap kan . P en erap an ad alah scm ata-m ata m erum us-

kan dalam satu pu tusan h asil ja n g d iperoleh o leh analisa terhad ap

suatu p erk ara dan p erk em ban g an logis d ari pangkal-pangkal dalil

jan g term u at d id alam pu tusan-putusan jan g dilaporkan.

Teori jang bersendikan sedjarah (historical theory) mempunjai penganut jang lebih banjak didalam kalangan pengadjar ilmu hu­kum. Djika hukum terdapat didalam bentuk satu kitab undang- undang, maka ketentuan undang-undang itu dianggap sebagai'pada pokoknja suatu pernjataan dari hukum jang ada dulunja ; undang- undang itu dipandang sebagai satu landjutan dan perkembangan dari hukum jang ada sebelumnja. Semua pendjelasan tentang undang- undang itu dan sesuatu ketentuannja harus dimulai dengan setjara teliti menjelidild hukum jang ada sebelumnja dan sedjarah serta perkembangan teori-teori hukum jang menjainginja, jang pembentuk undang-undang harus melakukan pilihan diantara teori-teori itu. D ji­ka hukum itu didalam bentuk satu himpunan putusan jang dilapor- kan, maka putusan-putusan kemudian dianggap hanja sebagai me­njatakan dan melukiskan azas-azas jang akan ditemukan dengan inenjolidiki sedjarah putusan-putusan jang lebih lama, sebagai konsepsi-konsepsi dan prinsip-prinsip hukum jang sedang ber- kembang jang akan ditemukan dengan mempeladjari hukum jang lebih tua.

Sebab itu semua uraian harus dimulai dengan satu penjelidikan sedjarah jang teliti, jang didalamnja dilahirkan gagasan, jang di- kembangkan sewaktu putusan pengadilan itu didjatuhkan dan di- buka garis-garis jang disepandjangnja harus bergerak perkembangan hukum. Tetapi apabila isi perintah-perintah hukum jang dapat di­terapkan itu ditemukan dengan tjara-tjara ini, maka metode pene-

'rapannja tidak berbeda sama sekali dengan metode jang dipakai oleh teori analitis. Proses penerapan itu dianggap sebagai satu proses jang mempergunakan logika semata-mata. Apakah fakta-fakta itu termasuk kedalam lingkungan perintah-perintah hukum atau tidak? Inilah satu- satunja soal bagi hakim. Apabila dengan penjelidikan sedjarah ia telah menemukan apa jang mendjadi ketentuan itu, maka hakim ha-

S3

Page 83: CAAN M U.I

nja harus inentjotjokkannja hcrsamaan kepada jang adil dan jang tak adil.

Djadi teori aiialitis dan teori historis dari penerapan hukum itu berusaha mengutjilkan unsur administratif scluruhnja dan para pe- ngamitnja mempergunakan fiksi-fiksi untuk melingkupi individuali­sasi oleh pengadilan, jang tidak sedikit terdjadi didalam praktek. atau tidak diatjuhkan, dengan mengatakan bahwa individualisasi itu hanja merupakan satu akihat dari tidak sempurnanja susunan penga­dilan-pengadilan, atau akihat dari kebodohan atau kenialasan orang- orang jang duduk didalamnja. Keterangan jang kenuidian ini tidak lebih memuaskan daripada fiksi-fiksi.

Pada waktu belakangan ini di Eropa Kontincntal telah nmmtjul satu teori, jang dipahamkan sehaik-baiknja dengan monama-kannja teori adil (equitable theory), karena mctode-nietodc dari ha- kim-hakiin „cquitv” Inggeris banjak mempengaruhinja. Bagi penga- imt-penganut teori ini jang terpenting ialah satu penjelesaian jang dap.it diterima oleh akal jang sehat dan adil bagi perselisihan indi- vidu. Mereka inemahamkan perintah hukum, baik legislatif atau tradisionil, sebagai satu penundjuk bagi hakim, jang membimbingnja kearah hasil jang adil; tetapi mereka menegaskan bahwa didalam batas-batas jang luas hakim harus bebas dalam memeriksa tiap-tiap perkara, supaja dapat dipenuhinja tuntutan keadilan antara pihak- pihak jang beperkara, dan menjesuaikannja dengan akal sehat dan kesedaran moral dari orang-orang biasa. Para penganut teori itu mengatakan bahwa penerapan hukum itu bukan satu proses jang mechanis semata-mata; penerapan hukum tidak meminta logika sa­dja tetapi djuga penilaian moral terhadap situasi istimewa, dan dja- lannja kelakuan mengingat keadaan-keadaan chusus jang tidak per- nah presis sama. Mereka menekankan, bahwa penilaian serupa itu menjangkut intnisi jang herdasarkan pengalaman dan tidak harus dinjatakan didalam kaidah-kaidah jang dirumuskan setjara tegas. Menurut pcndapat mereka, bukan perkara jang harus ditjotjokkan kepada kaidah, melainkan kaidah kepada perkara.

Apa jang sudah dilulis oleh pengandjur-pengandjur teori keadilan dari penerapan luikum itu banjak jang berlebih-lebihan. Sebagai­mana terdjadi biasanja, dalam reaksi teori-teori jang madju terlam-

S-l

Page 84: CAAN M U.I

pau djauh kesatu djurusan, teori keadilan ini djuga berkembang terlalu djauh kcdjunisan jang lain. Dalam abad jang lalu hainpir dihapuskan orang individualisasi penerapan hukum. Sckarang, dalam reaksi abad ke-16 dan ke-17 dari hukum keras, muntjul orang-orang jang tidak menghendaki lain dari hukum keras itu ; orang-orang jang mau menjerahkan seluruh lapangan peradilan lewat pengadilan ke­pada tjara-tjara administratif. Djika kita harus memilih, kalau pe­njelenggaraan peradilan oleh hakim-hakim dimestikan seluruhnja mechanis, atau djika tidak, seluruhnja administratif, maka instinkt jang sehat dari ahli-ahli hukum pada tingkatan kematangan hukum akan mendorong mereka memilih penjelenggaraan peradilan jang mechanis. Hanja kepadu seorang sutji, seperti Radja Louis IX di- bawah pohon djati di Vincennes, boleh diamanatkan kekuasaan- kekuasaan jang luas dari seorang hakim, jang mempunjai hasrat tidak lain dari memperoleh hasil-hasil jang adil dalam tiap perkara, dan dapat ditjapai dengan mengambil hukum sebagai satu penuntun umum. Dan Santo Louis tidak mempunjai pekerdjaan jang bertum- puk-tumpuk seperti jang dihadapi oleh tiap hakim dizaman mo­dem ini.

Tetapi apakah kita' diminta supaja memilih ? Tidak bolehkah kita beladjar sesuatu dari kesia-siaan semua ichtiar untuk menjelengga- rakan peradilan semata-mata dengan salah satu tjara ? Tidak mung- kinkah kita menemukan lapangan jang lajak dari tiap-tiapnja dengan memeriksa saluran-saluran jang sesungguhnja kita pergunakan untuk memperoleh satu individualisasi jang kita tolak didalam teori, dan mempertimbangkan perkara-perkara jang didalamnja saluran-saluran tersebut bekerdja dengan gigihnja, dan penjelenggaraan peradilan jang sesungguhnja dengan tengkar menolak mendjadi mechanis di­dalam prakteknja, seperti jang kita harapkan didalam teori ?

Dewasa ini didalam hukum Inggeris-Amerika terdapat tidak ku- rang dari tudjuh saluran untuk individualisasi penerapan hukum. Individualisasi itu diperoleh dalam praktek:1) melalui kebidjaksanaan pengadilan dalam menerapkan alat-alat

pemulihan hak jang bcrsendikan keadilan (equitable rem edies);2) melalui ukuran-ukuran hukum jang diterapkan terhadap kela­

kuan pada umumnja apabila mengakibatkan kerugian dan djuga

85

Page 85: CAAN M U.I

terhadap hubungan-hubungan dan pekerdjaan-JK*erdjaan ter-

3) melalui kekuasaan djuri jang harus m em bcffen keputusan

um um ; .4) melalui luasnja penerapan hukum oleh pengadilan jang me-

njangkut penemuan hukum ;5) melalui tjara-tjara menjesuaikan pemberian hukuman kepada

tiap-tiap pehuiggar hukum ;6) melalui metode-metode informil dari pelaksanaart peradi an i-

dalam pengadilan-pengadilan ketjil; dan7) melalui pengadilan-pengadilan administratif.

Jang kedua dan keempat telah dibitjarakan. Sekarang manlah kita

tindjau jang lain-lainnja.Kebidjaksanaan dalam menggunakan saluran-saluran pemulihan

hak jang bersendikan keadilan adalah satu akibat dari tjampur-tangan semata-mata bersifat pribadi dalam perkara-perkara luar biasa atas dasar-dasar jang meminta perhatian hati-nurani hakim „equity jang merupakan sumber peradilan bersendikan ..equity". Sedikit kewangi- an asli dari perantaraan pengadilan ..equity" masih tetap tinggal da­lam doktrin rintangan pribadi bagi keringanan dan didalam nilai ediik dari beberapa pepatah jang mengumumkan kebidjaksanaan jang harus didjalankan oleh hakim-hakim „equity” dalam memper- gunakan kekuasaannja. Tetapi bagi abad ke-19 ada kemungkinan untuk merukunkan apa jang masih tinggal dari kebidjaksanaan hakim ,.equity” itu dengan tjara berpikir dalam abad itu. Apabila hak penggugat sab menurut hukum, tetapi alat pemulihan hak menumt hukum tidak tjukup untuk mendjamin baginja apa jang disahkan oleh hak bersendikan hukum untuknja, dan ia berhak menuntutnja, maka „equity” memberikan satu alat hukum jang lain untuk menambah hukum keras. Karena saluran pemulihan hak itu bersifat menambah didalam ..equity” dan menjaingi, seandainja hakim ..equity” menurut kebidjaksanaannja tidak mau tjampur-tangan, apabila ia merasa bah­wa ia tidak sanggup mendjatuhkan putusan jang adil, maka hukum keras masih tetap bekerdja. Ilak si penggugat tidak dapat diper- mainkan sekali-kali oleh kebidjaksanaan seorang lain. Ia hanja ke-

86

Page 86: CAAN M U.I

hilangan satu saluran penuilihan liak jang Iuar biasa dan tambahan dan dia diserahkan kepada pelaksanaan hukum jang biasa.

Demikian pandangan jang kolot mengenai hubungan hukum dan „equity”. Sesungguhnja „equity” tidak mengubah hukum sedikitpun. ..Equity” adalah satu sistem untuk pemulihan hak jang diperguna- kan disamping liukum, menerima hukum sebagai sesuatu jang sudah semcstinja, dan memberikan kekuatan jang lebih besar kepada hak- hak jang bersendikan hukum (legal rights) dalam situasi-situasi tcrtentu. Sebagai tjontoh marilah kita ambil perkara satu „per- djandjian jang sjarat-sjaratnja agak keras bagi seseorang dari pihak- pihak jang membuatnja” („hard bargain”), jang dalam usaha me- njelesaikan perkara itu, hakim „equity” menurut kebidjaksanaannja mungkin tidak memperkenankan sesuatu tindakan tertentu dari pi­hak jang berselisih. Dinegeri Inggeris dan dibeberapa negara bagian di Amerika Serikat, kedalam ganti kerugian hukum tidak termasuk nilai pendjual-belian, djika kontraknja untuk pendjualan sebidang tanah. Karena itu, djika tidak diperkenankan sesuatu tindakan chusus, hak jang berdasarkan hukum dari pihak penggugat akan dikalahkan. Sudah umum diketahui orang, bahwa perdjandjian djual- beli dalam hal ini mempunjai pengaruh jang berlainan terhadap masing-masing hakim „equity”. Ditangan boberapa hakim diantara mereka, doktrin mengenai „hard bargain” itu mempunjai ketjen- derungan untuk mendjadi keras seperti batu. Ada satu kaidah jang keras dan tegas mengatakan, bahwa perdjandjian djual-beli tertentu adalah „keras” dan „equity” tidak akau memaksakannja.

Dinegara-negara bagian di Amerika Serikat, dimana nilai barang jang diperdjual-belikan itu boleh diperoleh kembali menurut saluran hukum, kadang-kadang ada kemungkinan bahwa perdjandjian djual- beli itu akan dipaksakan didalam „equity”, djika tidak akan dibatal- kan. Tetapi hakim „equity” barangkali akan mentjutji tangannja dari satu perkara jang sukar, sambil berkata bahwa pengadilan biasa adalah lebih tak berperasaan : biarlah pengadilan itu menjelesaikan, meskipun jang duduk dalam pengadilan tcrsebut hakim itu djuga dengan satu peranan jang lain didepannja.

Disamping itu, doktrin tersebut mempunjai ketjenderungan untuk sangat mengagungkan ethika tetapi merugikan bagi keamanan

87

Page 87: CAAN M U.I

transaksi. Dengan perkataan lain, kelonggaran untuk mendjalankan kebidjaksanaan dalam penerapan saluran-saluran pemulihan hak de­ngan „equity” mempunjai ketjcnderungan disatu pihak akan lenjap lewat kristallisasi azas-azas jang menguasai pemakaiannja mendjadi peraturan-peraturan jang keras, atau dilain pihak akan mendjadi sangat terpengaruh oleh perasaan hakim sendiri dan tidak pasti serta banjak tingkah. Meskipun begitu, djika orang membatja berita-berita pengadilan dengan penuh minat, ia tidak dapat menjangsikan bahwa kelonggaran buat mompergunakan kebidjaksanaan merupakan satu mesin peradilan jang penting didalam sesuatu penggugatan; dan satu djaminan keamanan jang diperlukan oleh pekerdjaan sistem hukum Idta.

Dalam hukum adat > Inggeris-Amerika, jang mendjadi sandaran pokok bagi individualisasi penerapan hukum ialah kekuasaan djuri- djuri untuk mcmberikan keputusan-keputusan umum, kekuasaan un­tuk menemukan fakta-fakta dengan tjara begitu rupa, sehingga terpaksa diperoleh satu basil jang berbeda dari apa jang akan di- kebendaki oleh ketentuan lmkum jang diterapkan dengan keras. Pada lahirnja kelihatan bahwa tidak ada individualisasi itu. Putusan perlulah dan setjara mechanis dibentuk berdasarkan fakta-fakta jang terdapat dalam berita-atjara. Tetapi fakta-fakta jang diketemukan adalah jang ditjari supaja tertjapai hasilnja dan tidak pcrlu sama sekali fakta-fakta dari perkara jang sebenarnja. Barangkali kekuasa­an ini sadja telah mendjadikan hukum adat mengenai madjikan dan abdi dapat disabari selama gcnerasi jang lalu. Namun penggunaan kekuasaan ini telah mendjadikan djuri satu pengadilan jang tidak memuaskan dalam banjak golongan perkara, seperti telah disindir oleh Lord Coke jang berkata : „anggota-anggota djuri telah men­djadi hakim-hakim ..equity”. Penggunaan kekuasaan ini sebagian be- sarnja mengakibatkan praktek niengulang-ulang pemeriksaan per­kara-perkara baru, jang mendjadikan djuri satu pengadilan jang sangat mahal. Individualisasi mentah jang didapatkan oleh djuri- djuri mengakibatkan banjak sekali ketidak-adilan disatu pihak, (ka­rena terpengaruh oleh scruan-seruan jang mengharukan, prasangka, dan gagasan-gagasan pribadi jang gandjil dari tiap-tiap anggota dju­ri) sebagaimana penerapan hukum setjara mechanis oleh hakim-hakim

SS

Page 88: CAAN M U.I

pada pihak jang lain. Sesungguhnja, kebidjaksanaan djuri jang tidak mendapat bimbingan, jang dimungkinkan oleh perundang-undangan dibeberapa dacrah peradilan, adalah lebih buruk daripada pengadil­an jang pintjang dan penerapan hukum setjara mechanis jang keras, jang merupakan satu reaksi terhadap kebidjaksanaan djuri-djuri jang tak dikendalikan itu.

Penjelcnggaraan peradilan pidana kita penuh dengan muslihat un­tuk mengindividualisasikan penerapan hukum pidana. Perlengkapan kita jang banjak seluk-beluknja untuk penuntutan mempunjai banjak sekali badan jang dapat meringankan hukuman, jang mungkin mem- bebaskan dari tuntutan, seseorang pclanggar undang-undang atau memberikan hukuman jang ringan. Dimulai dari bawah, pihak polisi mendjalankan kebidjaksanaan tentang siapa dan apa jang harus di- bawa kemedja pengadilan. Sesudah itu ada lagi kekuasaan jang luas dari djaksa-djaksa jang mungkin tidak mengatjuhkan pelanggaran- pelanggaran atau orang-orang jang melakukannja, jang mungkin menganggap tidak perlu pemeriksaan perkara pada tingkatan-tingkat- an permulaan, atau mungkin menjerahkan perkara itu kepada djuri- djuri besar (grand juries) dengan tjara begitu rupa, sehingga tidak menghasilkan sesuatu dakwaan, atau mungkin memasuki satu nolle prosequi sesudah dakwaan. Meskipun penuntut umum ingin me- neruskan penuntutannja, tetapi djuri besar mungkin mengabaikan tuduhan itu. Djika perkara itu sampai diperiksa oleh pengadilan, djuri ketjil (petit jury) mungkin akan mempergunakan kekuasaaunja jang membebaskan dengan perantaraan satu keputusan umum. Ke- mudian datang kebidjaksanaan hakim mengenai putusan, atau di­beberapa daerah peradilan, penenluan beratnja hukuman oleh ke­bidjaksanaan dari djuri jang menjertai pemeriksaan perkara pidana itu. Sesudah itu terdapat pula pembebasan bersjarat atau pemberian masa pertjobaan, dan kekuasaan pihak eksekutif untuk memberi ani- punan.

Seorang alili hukum-politikus jang berpraktek didalam pe* ngadilan-pengadilan pidana mengetahui betul bagaimana hams be- kerdja dengan perlengkapan jang sulit ini supaja seorang pendjahat professionil dimungkinkan bebas dari tuntutan, dan djuga mereka jang untuknja dimaksud muslihat-muslihat tadi. Muslihat-muslihat

89

Page 89: CAAN M U.I

itu telah dikembangkan untuk mcnghapuskan akibat-akibat jang mentjelakakan dari satu teori jang setjara mechanis menjesuaikan hukum dengan kedjahatan, dan bukannja mempertimbangkan pem- berian hukuman jang dapat mempcrbaiki si pendjahat. Disini, se­bagaimana ditempat lain, pertjobaan hendak mengutjilkan unsur administratif telah monimbulkan tjara-tjara individualisasi jang nie- njimpang, jang sudah mclewati kebutuhan-kebutuhan situasi dan mengalahkan tudjuaii-tudjuan hukum.

Bahkan jang lebih menjolok lagi adalah bangkitnja kembali pe- meriutahan pribadi (personal government), sebagai reaksi dari satu pemerinLilian undang-undang jang ekstrim dan bukan pemerintahan oleh manusia, berupa terhentuknja pengadilan-pengadilan administra- tif dimana-niana dan untuk tiap-tiap tudjuan. Peraturan-peraturan tentang perusahaan dan lembaga-lembaga umum, pembagian pe- makaian air sungai-sungai jang mengalir diantara pihak-piliak jang mengambil manfaatnja, aturan imbuhan (compensation) bagi kaum pekerdja, pandjang waktu sesungguhnja dan sifat hukuman bagi tiap kedjuhatan, penerimaan dan praktck dalam melakukan pekerdjaan- pekerdjaan keahlian dan bahkan djuga pada bidang perdagangan, ketjakapan hukum untuk mcmasuki dan mondiami negeri, peraturan- peraturan tentang bank, assuransi, persaingan tjurang, dan pemba- tasan terhadap perdagangan, pemaksaan berlakunja undang-undang paberik, undang-undang tentang bahan makanan murni, undang- undang perumahan, dan undang-undang mengenai perlindungan terhadap kebakaran, dan hubungan antara inadjikan dan pekerdja- pekerdjanja, seperti antara petani-petani dan pedagang-pedagang komisioner, semua ini adalah setengah dari pokok-pokok atjara jang diserahkan oleh luikum jang hidup, hukum jang beraksi, kepada peradilan eksekutif didalam pengadilan-pengadilan administratif.

Sampai kebatas tertentu hal ini memang dikehendaki oleh ke­adaan bertambah komplcksnja ketertiban sosial dan bertambah banjaknja ranting pembagian pekcrdjaan jang terdjadi didalam masjarakat modem jang koinpleks. Meskipun begitu keadaan jang kompleks dan pembagian kerdja ini berkembang selama beberapa gencrasi, dan dalam masa itu kentara balnva besar iri liati hukum adat Inggeris-Amerika terhadap adminisbiisi. Ilidupnja kembali

90

Page 90: CAAN M U.I

peradilan oleli badan eksekutif di Amerika Serikat dahun abad ke-20 ini tcrutama merupakan satu dari tindakan-tindakan kembali kepada peradilan tanpa hukum, jang senantiasa terdjadi didalam sedjarah lnikum. Sebagaimana terdjadi pada masa jang silam, maka tindakan- tindakan kembali itu adalah pelopor pertumbuhan. Itulah bentuk pertama dari reaksi pada pihak penerapan hukum jang tcrlalu keras didalam satu masa stabilitet. Satu penjesuaian jang buruk antara hukum dan administrasj dan prosedur hukum jang lamban, tidak effektif dan tidak zakelik, jang mengakibatkan pembuangan waktu dan uang dalam melakukan semata-mata etiket peradilan, jang dari- padanja kita kini sedang membebaskan diri — untuk satu waktu telah melakukan apa jang dilakukan oleh keadaan-keadaan jang sama didalam hukum lnggeris pada pertengahan abad ke-16.

Djika kita menoleh kebelakang kearah daja-upaja pengindividuali- sasian penerapan bukum jang telah berkembang didalam sistem hu­kum kita, maka akan kelihatan bahwa hampir tanpa ketjualinja daja- upaja itu berhubungan rapat sekali dengan perkara-perkara jang menjangkut mutu kesusilaan dari kelakuan perseorangan, atau ke­lakuan perusahaan-perusahaan, sebagaimana telah diperbedakan de­ngan soal-soal jang mengenai milik dan soal-soal hukum dagang. „Equity” mempergunakan kekuasaannja jang mengindividualisasikan dengan tjara paling menguntungkan dalam hubungan dengan ke­lakuan orang-orang jang kepadanja diserahkan amanat dan kepertjaja- an. Patokan-patokan hukum dipergunakan terutama didalam undang- undang mengenai perbuatan-perbuatan melanggar hukum, didalam hukum perusahaan dan lembaga kemanfaatan umum, dan didalam hukum mengenai hubungan-hubungan antara orang jang menjerah­kan amanat dan menerima amanat. Djuri jang tak mengatjuhkan undang-undang merupakan satu alat peradilan jang terutama ber­hubungan dengan mutu kesusilaan dari kelalaian, dimana keadaan- keadaan chusus mengutjilkan „ketjerdasan tanpa nafsu”, jang me­nurut Aristoteles menundjukkan tjiri-tjiri lnikum. Sebab itu maka ada artinja djika dinegeri lnggeris dewasa ini djuri sipil pada 7 pokoknja terbatas pada perkara-perkara penipuan, pentjemaran, pengedjaran dengan maksud djahat, penjerangan dan perkosaan, dan pelanggaran djandji perkawinan. Individualisasi pada bidang per-

91

Page 91: CAAN M U.I

adilan lewat pemilihan satu ketentuan kentara sekali kelihatan dalam undang-undang tentang perbuatan-perbuatan melanggar hukum, di­dalam hukum jang mcngatur hubungan-hubungan dirumah-tangga, dan dalam menerima rentjana undang-undang tentang tindak-tanduk perusahaan. Sistem individualisasi jang saksama didalam atjara pi­dana seluruhnja berhubungan dengan kelakuan perseorangan manusia. Metode-metode jang informil dari pengadilan-pengadilan ketjil adalah dimaksud untuk pengadilan-pengadilan jang mendjatuh- kan putusan terhadap kelakuan orang-orang jang hidup didalam kota-kota besar jang sangat ramai dan tergesa-gesa. Pengadilan- pengadilan administratif, jang didirikan dimana-mana adalah paling diperlukan dan tem jata sangat effektif sebagai daja-upaja untuk me- ngatur kelakuan perusahaan-perusahaan.

Kita tertarik untuk mengambil satu kesimpulan jang serupa apabila kita menindjau pertikaian mengenai Japangan masing-masing dari hukura adat dan perundang-undangan. Dan telah terbukti bahwa adalah satu lapangan jang subur bagi perundang-undangan hal-hal j<:n£ mengenai pewarisan dan pergantian hak, definisi tentang ke- rvealiagaji-kepeniing,in didalam milik dan pemindahan hak atas milik. soal-soal hukum dagang dan tjiptaan, insiden-insiden dan penjerahan kewadjiban-kewadjiban. Dalam perkara-perkara ini ke­pentingan sosial didalam keamanan umum merupakan satu unsur jang mengawasi. Tetapi bilamana soal-soalnja tidak mengenai ke- pentingan-kepentingan pokok, melainkan soal-soal menimbang ke­lakuan manusia dan mendjatuhkan putusan atas segi-segi moralnja, maka sedikit jang tertjapai oleh perundang-undangan. Kodifikasi undang-undang tentang perbuatan jang melanggar hukum telah ber- buat tidak lebih daripada memberikan sedikit kesimpulan umum jang agak luas dan berarti.

Sebaliknja, hukum tentang mempusakakan milik dimana-mana telah mendjadi soal undang-undang, dan hukum dagang sudah di­kodifikasikan atau sedang dikodifikasikan diseluruh dunia. Tambah­an lagi hukum adat Inggeris-Amerika (common law) mendesakkan doktrin stare decisis terutama dalam dua perkara, milik dan hukum dagang. Dimana perundang-undangan itu effektif, maka disana pe­nerapan hukum setjara mechanis effektif dan dikehendaki. Dimana

92

Page 92: CAAN M U.I

perundang-undangan tidak effektif, kesukaran-kesukaran serupa jang nientjegah operasinja jang memuaskan, meminta kita memberikan satu kelonggaran jang luas untuk mendjalankan kebidjaksanaan da- lam penerapan hukum, seperti dalam ukuran orang jang berakal sehat didalam hukum kelalaian dan ukuran seorang kepala rumah

janS djudjur dan radjin, jang diterapkan didalam hukum Ro­mawi, dan terutama oleh hukum Romawi modem, sampai kepada soal jang banjak sekali mengenai kesalahan, dimana soal jang se- benamja adalah mengenai itikad baik.

Semua pertjobaan hendak mempersempit kelonggaran ini telah temjata sia-sia. Apakah kita tidak boleh menarik kesimpulan, bahwa didalam bagian hukum jang langsung bcrhubungan dengan pelaksa- naan peradilan jang sempurna tidak harus ditjapai dengan penerapan setjara mechanis ketentuan-ketentuan jang tetap ? Apakah tidak dje- las bahwa dalam bagian ini dari penjelenggaraan peradilan, intuisi jang terlatih dan putusan jang berdisiplin dari hakim harus mendjadi djaminan bagi kita, bahwa perkara-perkara akan diputuskan ber­dasarkan azas-azas akal jang sehat dan bukan menurutkan pildrau dan perasaan jang kebetulan timbul pada sesuatu saat, dan bahwa satu keseimbangan jang semestinja akan didjaga antara keamanan umum dan kehidupan perseorangan manusia ?

Pembagian lapangan antara ketentuan undang-undang dan ke­bidjaksanaan, jang disarankan oleh pemakaian ketentuan dxn ukur­an masing-masing didalam hukum modem, menurut filsarat adalah mempunjai dasamja didalam lapangan masing-masing jang terpisah dari ketjerdasan dan intuisi. Bergson mengatakan kepada kita, bahwa ketjerdasan lebih tjotjok dengan benda-benda jang bukan tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia (anorganik), sedang intuisi lebih tjotjok dengan machluk jang hidup. Seperti itu pula djika kita memeriksa perkara setjara mechanis, maka ketentuan undang-undang adalah lebih sesuai dengan milik dan transaksi dagang, dan apabila kita memeriksa perkara dengan intuisi, maka ukuran-ukuran adalah lebih sesuai dengan kelakuan manusia dan tindak-tanduk perusahaan. Menurut filosuf Perantjis itu, tjiri ketjerdasan adalah „kesanggupannja menan^kap unsur umum didalam satu situasi dan menghubungkannja dengan situ asi-situ asi dimasa jang lalu”, dan kesanggupan ini me-<D

93

Page 93: CAAN M U.I

njangkut hilangnja „penguasaan jang penuh atas satu situasi chusus jang didalamnja instinkt jang bcrkuasa”.

Didalam hukum milik dan lnikum transaksi dagang, jang menentu- kan adalah unsur umum ini dan luibungannja dengan situasi-situasi dimasa jang lalu. Ketentuan undang-undang, jang diterapkan setjara mechanis, bekcrdja dengan mcngulang-ulangi dan menghalangi da­lam akibatiija pengchususan bagi perseorangan, jang akan meng- antjam keamanan dalam memperoleh milik baru dan keamanan untuk mcngadakan transaksi. Sebaliknja, dalam soal basil jang dibuat oleh tangan manusia, jang diperbedakan dengan hasil jang dibuat oleh mesin, kepandaian chusus pekerdja memberi kita sesuatu jang terus- menerus lebih halus daripada jang dapat dinjatakan dengan ke­tentuan-ketentuan. Didalam hukum setengah situasi meminta hasil pekerdjaan tangan, bukan buatan mcsin-mesin, sebab hasil peker­djaan tangan itu tidak menjangkut pengulang-ulangan, dimana unsur- unsur umum adalah peristiwa-peristiwa jang berarti, tetapi istimewa, jang didalamnja keadaan-keadaan chusus adalah berarti. Tiap surat pcngakuan utang dengan djandji akan dibajar pada waktu jang di- tcntukan (promissory note) adalah sama dengan jang lain-lainnja. Tiap hak jang tak dibatasi sama sifatnja dengan jang lain-lainnja. Tiap pembagian aktiva mengulangi keadaan-keadaan jang telah terdjadi semendjak berlakunja Undang-Undang Distribusi. Tetapi tidak ada dua perkara kelalaian jang sama, dan tidak akan pemah sama. Apa­bila jang diminta itu hasil penerapan hukum oleh pengadilan jang mengingat perseorangan, maka kita mempergunakan ukuran-ukuran. Dan pengorbiinan kepastian hukum dalam berbuat demikian hanja pada kulitnja dan bukan sesungguhnja. Sebab kepastian jang diper- oleh dengan inenerapkan setjara mechanis ketentuan undang-undanff kepada kelakuan manusia, selalu merupakan chajal jang menipu belaka.

94

Page 94: CAAN M U.I

B A B 4

P E R T A N G G U N G A N - D J A W A B

Seorang pembuat sistem jang hendak memasangkan tubuh hukum jang hidup kepada schemanja jang logis-analitis, harus bekerdja me- nurutkan tjara jang dipakai oleh Procrustcs '). Ini memang benar dalam semua ilinu. Didalam kehidupan ini gedjala-gedjala memang imik. Seorang alili biologi pada dewasa ini kadang-kadang menjang- sikan apakah betul ada djenis-djenis (species) machluk, dan menegas- kan bahwa apa jang disebutkan kelompok-kelompok tertinggi di- antara machluk itu tidak lebih daripada merupakan klassifikasi untuk keperluan studi semata-mata. „Garis-garis pemisah”, kata seorang naturalis jang besar di Amerika Serikat, „tidak terdapat didalam alam ketjuali sebagai peristiwa-peristiwa jang kebetulan terdjadi”. Organisasi dan sistem itu lebih merupakan konstruksi-konstruksi jang logis dari orang jang mendjelaskan hal-ihwal didunia luar daripada keadaan jang sebenamja didunia luar itu sendiri. Organisasi dan sistem itu adalah alat-alat jang dipergunakan untuk mendjadikan pengalaman ldta dengan dunia luar itu dapat dipahamkan dan terpakai.

Sebab itu, saja tidaklah berangan-angan djika saja membawa tuan- tuan kesatu udjung bumi (ultima Thule) hukum dengan nientjoba menguraikan sedikit ilmu hukum sistematis diatas satu filsafat. Dan walaupun tidak akan pernali tertjapai satu sistem jang sempuma, jang diatasnja hukum akan berdiri teguli untuk selama-lamanja, ti- daklah akan sia-sia usaha terus-menerus dari hukum jang mentjari ketertiban jang lebih meliputi, perdjuangan hukum terus-menerus jang hendak memperoleh satu sistem jang lebih sederhana, jang

*) Procrustes, menurut dongcng Junani. adalah seorang penjam un jang me- ngatjau disekitar Eleusis, jang selalu mcnjiiruh orang-orang jang ditangkap- n ja berbaring disatu (cinpat tidur dan inemumung-nnintung anggoia badan

95

Page 95: CAAN M U.I

akan menjusun dan merukunkan dengan lebih baik gedjala- gedjala dari penjelenggaraan peradilan jang sesungguhnja. Pertjoba- an-pertjobaan hendak mengerti dan mendjelaskan gedjala-gedjala hukum membaxva orang kepada penarikan kesimpulan-kesimpulan umum jang sangat mempengaruhi gedjala-gedjala itu, dan kritik ter­hadap kesimpulan-kesimpulan umum itu selaku gedjala-gedjala jang hendak didjelaskannja dan ditimbulkannja, memberi kita kesanggup­an untuk mengganti, atau mengubah atau menambah kesimpulan- kesimpulan itu, dan dengan demikian memelihara hukum sebagai satu instrumen jang bertambah besar untuk mentjapai hasrat-hasrat mauusia jang meluas.

Satu dari himpunan soal-soal ilmu hukum adalah sifat, sistem dan d.isar filsafat dari situasi-situasi, jang didalamnja seseorang menagih sesccrang lain supaja ia „memberikan atau melakukan atau me- Uugkapi sesuatu” (dengan memakai rumus Romawi) untuk keuntung- on orang jang disebut pertama. Ahli hukum Romawi klassik, berpikir tl'ilam istilah-istilah hukum, menamakannja satu ikatan atau hubung- ar hak dan hukum antara dua orang tersebut, dimana seseorang menumt keadilan dan hukum boleh menagih dan jang lainnja me­nurut keadilan dan hukum wadjib melakukannja. Dalam zaman mo­dem ini, seorang sardjana hukum analitis jang berpikir — baik ia tahu atau tidak — dalam istilah hak-hak azasi dan dengan pengutipan dari hak-hak berdasarkan hukum, menamakannja hak-hak in p er­sonam. Tetapi ahli hukum Inggeris-Amerika jang berpikir dalam is­tilah prosedur, menamakannja kontrak-kontrak dan perbuatan-per- buatan jang melanggar hukum sipil (torts), dengan mempergunakan istilah kontrak dalam arti luas. Djika terdesak, tuntutan-tuntutan tertentu jang dapat dipaksakan untuk menagih dan kewadjiban- kewadjiban untuk memenuhi tagihan mungkin dikembalikannja ke­pada satu kategori quasi-kontrak jang ditjiptakan oleh sardjana hu­kum Romawi; dan merasa puas dengan mengatakan „quasi” karena

m ereka cljika lebih pandjang daripada tempat tidur, atau m engetok-ngetoknja dengan m ariil supaja heriambali pandjang, djika anggota badail m ereka lern jata lebih pendek. Procrustes achirn ja dibunuh oleh Theseus.Tem p at tidur Procrustcs kemudian mendjadi satu peribasa untuk tempat dan keadaan hidup jang kcpadanja orang liarus m enjesuaikan d irin ja (PenteiJJjem ah).

96

i

Page 96: CAAN M U.I

analisa jang tidak tjotjok dengan teorinja inengcnai kontrak, dan mengatakan „kontrak karena setjara prosedur tagihan dim kewadjib- an itu dipaksakan ex contractu. Djika terdesak selandjutnja, ia mung- kin akan bersedia menambahkan „cjuasi perbuatan melanggar hukum sipil kepada perkara-perkara dari pcrtanggungan-djawab „common law tanpa kesalahan dan konpcnsasi pekerdja — jdinamakan „quasi” karena tidak terdapat kesalahan, dan disebutkan „perbuatan me- langgar hukum sipil” karena menurut atjara perkara pertanggungan- djawab adalah effekt jang diberikan ex delicto. Tetapi perkara-per­kara mengenai kewadjiban-kewadjiban jang dapat dipaksakan baik ex contractu maupun ex delicto atas pilihan pembela, dan perkara- perkara dimana pembela jang sangat tjerdik sukar untuk mcmilih, telah mendorong kita untuk mentjari sesuatu jang lebih baik.

Kewadjiban (obligation), istilah hukum Romawi, jang berarti hu- bungan dari pihak-pihak jang beperkara dengan apa jang oleh sar- djana-sardjana analitis dinamakan satu hak in 'personam, dalam arti itu adalah satu pengertian jang asing didalam hukum Inggeris-Ame- rika. Tambahan lagi hubungan itu tidak merupakan sesuatu jang berarti bagi tudjuan-tudjuan sistematik, sebagaimana diperlihatkan oleh ketjenderungan-ketjenderungan sardjana hukum sipil didalam ungkapan-ungkapan „kewadjiban aktif” dan ,.kewadjiban passif' hendak memperluas istilah itu dari hubungan kepada ketjakapan atau tuntutan untuk menagih dan kewadjiban untuk memenuhi tagih­an (exaction). Ungkapan „hak in personam” dan disampingnja ungkapan „hak in rem” adalah begitu menjesatkan didalam implikasi- nja, sebagaimana akan dialami segera oleh seseorang pengadjar, se- liingga kita boleh menjerahkannja kepada buku-buku peladjaran ilmu hukum analitis sadja.

Didalam bab ini saja akan mempergunakan perkataan „pertang- gungan-djawab” (liability) jang sederhana untuk situasi jang dalam- nja menurut hukum seseorang boleh menagih dan seorang lain me­nurut hukum tunduk kepada penagihan itu. Dengan mempergunakan perkataan tersebut dalam arti itu, saja akan menjelidiki dasar filsafat dari pertanggungan-djawab dan sistem hukum mengenai hal itu se­bagaimana dia bersangkutan dengan dasar itu. Mengenai edjaan Yellowplush pemah mengatakan, bahwa tiap orang jang sopan ber-

97

Page 97: CAAN M U.I

hak untuk mempcrgunakan edjaannja sendiri. Dan demikian pula, tiap pcngadjar ilmu lmkum berhak mempergunakan peristilahannja, karena mengenai hukum Inggeris-Amerika belum ada buku peladjar- an jang benvenang, dan telah diundangkan oleh penguasa jang berdaulat.

Sebegitu djauh permulaan hukum mempunjai teori-teorinja, maka teori pertama mengenai pertanggungan-djawab adalah mengenai satu kexvadjiban untuk nienebus pembalasan dendam dari seseorang jang tcrhadapnja telah dilakukan suatu tindakan perugian (injury), baik oleh orang jang disebut pertama itu sendiri maupun oleh se­suatu jang dibawah kekuasaannja. Gagasan ini kentara sekali ter- kandung didalam pcpatah hukum Anglo-Saksen: „Belilah tombak itu dari samping atau tahankan tusukannja” (Buyspear from side atau bear it), jaitu tebuslah sesuatu chasumat atau perdjuangkan inuti-nutiiin. Seseoning jang melakukan suatu tindakan perugian alau benliri diantara seorang jang telah dirugikan dan pembalasan don- damn ja, dengan melindungi seorang kerabatnja, seorang anak ketjil, atau seekor liewan piaraan jang melakukan suatu perugian, harus menebus perugian itu atau menderita pembalasan dendain dari pihak jang dirugikan. Karena kepentingan sosial didalam perdamaian dan ketertiban — keamanan umum pada tingkatan jang paling rendah — akan terdjamin lebih effektif oleh pengaturan dan penjelesaian ter­achir bagi chasumat itu sebagai satu alat pemulihan, maka pem- bajaran tebusan mendjadi satu kcwadjiban lebih dulu daripada satu hak istimewa; atau djika tindakan merugikan itu dilakukan oleh orang-orang atau sesuatu jang tcrletak dibawah kekuasaan seseorang, maka kcwadjiban membajar tebusan adalah satu kewadjiban untuk menjerahkan anak atau hewan sendiri jang melakukan perugian.

Langkah sesudah itu adalah mengukur tebusan itu bukan dengan pembalasan dendam jang harus ditebus, melainkan menurut ukuran perugian jang sudah ditimpakan. Satu tindakan penghabisan ialah menghabLskan chasumat itu dengan menentukan pampasan jang ha- nis dibajar. Tindakan-tindakan ini diambil dengan kebimbangan dan telah saling bertjampur satu dengan jang lainnja, selungga kita mungkin mendengar orang menjebutkan satu „hukuman dari pam­pasan”. Tetapi akibatnja ialah mcngubah tebusan untuk pembalasan

98

Page 98: CAAN M U.I

dcndam mendjadi pampasau untuk perugian. Deniikianlah penerima- an ganti kerugian bcrupa sedjumlah uang sebagai hukuman bagi satu dclik telah mendjadi titik-tolak dari sedjarah pertanggungan- djawab.

Didalam satu masjarakat primitif, tetangga seseorang jang telah dirugikan atau tetangga jang dirugikan oleh orang-orang jang di- bawah perlindungan seseorang, mungkin bukan satu-satunja pribadi jang menghendaki pembalasan dendam. Sebab menurut kepertjajaan orang-orang primitif, dengan melakukan suatu perugian terhadap orang lain, seseorang mungkin mendurhaka kepada dewata, dan kc- durhakaan seseorang dengan berbuat demikian mungkin membahaja- kan keamanan umum, karena dewata jang murka tidak mustaliil akan menghukum setjara mcrata, dan menjebarkan wabah tjatjar atau menghantamkan halilintar terhadap orang-orang jang bersalah dan tidak bersalah didalam masjarakat jang didalamnja diam pen- djahat jang durhaka itu. Karena. djika dalam inengutjapkan suatu djandji, seseorang memohonkan kepada dewata supaja mendjadi saksi, maka pcrlukah masjarakat jang disusun setjara kenegaraan mengambil alih satu lapangan pengawasan sosial jang dipegang oleh pendeta-pendeta agama, memberikan satu saluran hukum kepada orang jang menerima djandji itu, supaja ia tidak meminta pertolong- an dewata dan dengan demikian membahajakan keamanan umum. Dan lagi, dalam mengutjapkan suatu djandji seseorang mtmgkin me- manggil penduduk kampungnja atau tetangga-tetangganja supaja mendjadi saksi, dan djika djandji itu tidak ditepati mungkin mereka merasa diremehkan atau dihina. Djika begitu, maka perdamaian djuga terganggu dan masjarakat jang diatur setjara kenegaraan mungkin akan memberikan satu saluran hukum kepada pihak jang menerima djandji itu, supaja tidak meminta pertolongan orang-oran" sekampungnja atau tetangga-tetangganja.

Satu peristiwa jang umum mungkin adalah satu pcristiwa dimana satu penebusan didjandjikan setjara ini untuk satu perugian jan" tidak termasuk didalam tarif teperintji dari penebusan-penebusan, jang banjak sekah terdapat didalam „kitab undang-imdang” purba- kala. Satu peristiwa umum jang lain adalah dimana seseorang jan<r memegang milik orang lain buat sesuatu tudjuan sementara waktu,

99

Page 99: CAAN M U.I

berdjandji akan mcngcmbalikannja. Peristixva serupa itu dinamakan orang memindjamkan ; sebab dalam zaman sebelum ada mata uang, tidak kelibatan perbedaan antara memindjamkan seekor kuda untuk ditunggangi pcrgi kekota lain dengan memindjamkan sepulnh ekor domba supaja si pemindjam dapat membajar satu tebusan. Demi- kianlab satu titik-tolak jang lain dari pertanggiingan- djawab adalah pengembalian suatu barang tertentu, atau apa jang pada mulanja sama, sedjumlah uang tertentu, jang didjandjikan begitu rupa sehingga djika tidak ditepati, maka tindakan itu akan membahaja- kan keamanan umum.

Dalam hukum Romawi, coiuliclio jang merupakan tipe dari tindakan-tindakan in personam dan dengan demikian mendjadi titik- tolak didalam sedjarah dari hak-hak in personam dim dari teori-teori kewadjiban, pertama-tama adalah pengembalian sesuatu barang ter- tcntu atau sedjumlah uang tertentu jang wad jib dilakukan berdasar­kan satu djandji sematjam ini. Dalam ketentuan-ketentuan lmkum, ga­gasan pusat dari permulaan pertanggungan-djawab itu adalah ke­wadjiban untuk menebus, atau djika tidak menghindarkan kemarahau jang timbul karena merasa tersinggung kehormatan seseorang jang ingin mcmbalas dendam, baik jang dirugikan itu seseorang, atau seorang dewa, atau satu masjarakat jang diatur setjara kenegaraan. Hukum Junani dan hukum Romawi mcmberikan nama ..penghinaan" (insult) kepada pemgian terhadap perseorangan jang dapat dituntut didepan pengadilan. Penghinaan terhadap seorang tetangga dengan melakukan suatu tindakan jang mcrugikan baginja atau bagi salah seorang anggota rumah-tangganja, penghinaan terhadap dewa-dewa dengan setjara durhaka melanggar djandji jang disaksikannja, peng­hinaan terhadap rakjat dengan disengadja tidak mengindahkan suatu ikrar jang dengan chidmat diutjapkan didepan mereka, semua ini akan mcngantjam perdamaian dan ketertiban didalam masjarakat, dan meminta saluran hukum untuk incmulilikannja.

Pada bagian terachir dari tingkatan hukum keras, ahli-ahli lmkum mulai mengambil kesimpulan-kesimpulan umum dan membentuk teori-teori dengan sedar. Pertama teori-teori ini adalah lebih ber­sifat analitis daripada filosofis. Pertjobaan hendak membentuk rumus- rumus umum jang mungkin menjelaraskan ketentuan-ketentuan jang

100

Page 100: CAAN M U.I

kaku dari lnikum keras apabila saling tutup-memitp atau bcrbentur- an, atau mungkin memperbedakan penerapannja apabila saling tutup-menutnp atau perbenturan serupa itu mengantjain. Pada waktu ini, pcnmilaan jang inentah dari pertanggungan-djawab di- dalam satu kcwadjiban untuk menebus penghinaan atau nista tcr- hadap seseorang atau dewata atau rakjat, supaja tidak tcrgerak hati meieka hendak menuntut balas, telah berkembang mendjadi per- tanggungan-djawab untuk menanggnng-djawab atas perugian-perugi- an jang dilakukan sendiri atau oleh orang-orang atau oleh benda-benda jang teiletak dibawah kekuasaan seseorang, dan pertanggungan- djawab atas djandji-djandji tertentu jang telah diberikan dalam ben­tuk jang chidmat.

Demikianlah dasar pertangungan-djawab telah mendjadi rangkap dua. I ada satu pihak dia berdasarkan kcwadjiban inembajar pam- pasan bagi tindakan perugian jang telah dilakukan ; dan dilain pihak berdasarkan kcwadjiban untuk mclaksanakan djandji jang diutjap- kan dengan chidmat lagi formil. Bagi tingkatan perkembangan hukum ini memadailah bahwa semua perkara pertanggungan-djawab boleh dikcmbalikan kepada dua tipe ini dan daripadanja boleh ditjapai pembedaan jang berguna. Dan adalah termasuk satu ting­katan kemudian pertimbangan tentang mengapa seseorang harus diwadjibkan membajar pampasan bagi penigian, dan mengapa ia harus menepati djandji jang formil.

Teori hukum, jang mulai lahir dalam masa pcralihan dari hukum keras kepada tingkatan „equity” atau hukum alam, telah mendjadi satu kekuatan didalam tingkatan perkembangan hukum kemudian. Karena hubungan-hubungan jang harus diunis oleh hukum men­djadi bertambah banjak dan situasi-situasi jang meminta pcngurusan lmkum mendjadi lebih sulit, maka tidak mungkin lagi dipunjai satu kaidah jang sederhana, tertentu dan tepcrintji untuk untuk tiap djenis perkara jang dapat dibawa kedepan pengadilan, dan djuga tidak mungkin lagi dipunjai satu bentuk jang tetap dan mutlak untuk tiap transaksi hukum.

Karena itu, dengan dipimpin oleh sardjana-sardjana hukum jang berfilsafat, orang berpaling kepada perkembangan logis dari „sifat” atau bentuk jang ideal dari situasa-situasi dan kepada gagasan-

101

Page 101: CAAN M U.I

gagasan cthis dari apa jang climinta oleh ,,itikad baik (good faith) atau „hati-nutani jang baik” (good conscience) didalam bubungan atau transact jang istimewa. Iliikum' keras, jang bersandar kepada kaidah dan bentuk, tidak memperliitungkan niat seseorang sebagai demikian. Kata-kata mengambil effekt jang sangat mcrdeku dari pikiran jang terdapat dibelakang kata-kata itu. Tetapi tatkala ahli- ahli hukum mulai merenungkan dan mengadjarkan sesuatu jang le- bill dari salu tradisi golongan atau professionil, tatkala mereka mulai dipengarulii oleh filsafat, hingga mereka man mcninggalkan metode- nictodc mcchanis semata-mata dan mau mengukur segala sesuatu dengan akal dan bukan dengan kehendak sewenang-wenang sadja, Mvika lekanan beralili dari bentuk kepada isi ; dari huruf kepada djiwa dau niat. Undang-undang tcrhilis lalu dipandang sebagai pe- runiuAan semata-niata dari pembuat undang-undang mengenai satu aras hukum alam.

I\>da w.iktu itu ‘bukan ucrba jang tipat-guna, sebagaimana da­lam Inikum keras, jang telah inewarisi kepertjajaan primitif kepada kfAi;atan gaib dari kata-kata dan pikiran dari ramus hukum, se- oUh-olah ia satu mantera jang apabila dibatja mempunjai kekuatan gaib jang melekat padanja, tetapi undang-undang itu adalah ratio iuris, jang terdapat diatas kata-kata dan rumus. Demikian pula kai­dah tradisionil itu bukanlali satu rumus jang mempunjai kekuatan gaib, jang ditemukan oleh nenek-mojang kita, Kaidah tradisionil itu adalah satu pernjataan dari satu a/as hukum alam jang lazim di- utjapkan.

B egitu pula transaksi jang form il ; ia bukanlah sed ikit kekuatan gaib dari seorang jang dipakainja untuk m em anggil pertanggu ngan- d jaw ab hukum . Transaksi form il itu adalah p akaian ja n g diakui o leli hukum , jan g m cnutupi satu niat hendak m elakukan apa jang

d im m la oh 'h akal jang sehat dan itikad b aik dalam suatu M'tuasi- A pabila bentuk dan niat scdjalun, m aka orang jan g b m lja n d ji harus

bertanggung-d jaw ah ntas npii jan g d id jan d jikann ja . A pabila bentuk jan g dipakai tidak m enjatakan, atau m clam paui n iat, a tau m erupakan hasil dari satu niat pada laliim ja sad ja , dan bukan dari satu niat sesungguhnja, m aka orang jan g m enerim a d jan d ji itu tidak harus

Page 102: CAAN M U.I

(liperkaja setjara tidak adil atas kerugian pihak jang berdjandji, se- mata-mata karena berdasarkan bentuk. Tambahan Jagi kewadjiban itu adalah sesuatu jang diminta oleh itikad baik supaja dikerdjakan, bukan melakukan sesuatu menurut huruf dan tepat menurut apa jang diminta oleh huruf djandji itu. Dan meskipun tidak ada djandji jang dinjatakan dengan tegas, mungkiu ada kewadjiban-kewadjiban terkandung didalam hubungan, atau situasi atau transaksi, dipandang sebagai satu kewadjiban oleh itikad baik, dan seorang diharuskan menurutkan satu patokan tindakan, karena seorang laki-laki jang djudjur dan radjin jang mendjadi madjikannja, akan berbuat seperti itu. Begitulah tjara berpikir didalam masa klassik dari hukum Roma­wi, dan hal ini sedjalan rapat sekali dengan satu perkembangan pa­ham hukum jang merdeka pada waktu muntjulnja „equity”, dan masuknja hukum dagang kedalam hukum Inggeris-Amerika.

Scbenamja adalah mudah mentjotjokkan dua kategori, delik dan djandji formil, jang berasal dari hukum keras, dengan tjara berpikir jang baru ini. Suatu delik lazimnja memerlukan adanja sjarat dolus — scrangan jang disengadja terhadap diri atau barang kepunjaan se­seorang. Sesungguhnja culpa didalam Lex Aquilia, jang mengandung arti kesalahan jang tidak meluas sampai kepada penjerangan dengan sengadja, adalah satu perkembangan hukum „equity”. Karena itu apabila apa jang disahkan oleh hukum di-identifikasikan dengan apa jang dibolehkan oleh kesusilaan, dan identifikasi itu mempakan satu tjiri pertama dari tingkatan ini, maka hal jang berarti didalam delifc rupanja adalah kewadjiban moril untuk mengganti kemgian atas satu perugian jang disebabkan oleh penjerangan sewenang-wenang. Pe- rintah hukum adalah alienum non lacdcre (djangan memgikan orang lain). Begitu pula kewadjiban supaja menepati satu djandji dengan niat rupanja bersandar kepada kaifiat moril jang melekat pada suatu djandji, hingga dia pada hakekatnja mengikat terhadap seorang jang djudjur. Perintah hukum dalam hubungan ini adalali suum cuiquc iribucre (kepada tiap orang diberikan apa jang patut diterimanja).

Demikiiinlah pertanggungan-djawab itu rupanja sebagai akibat dari perbuatan jang dilakukan dengan sengadja, baik dalam bentuk

103

Page 103: CAAN M U.I

p cn jcra n g a n m aupun dalam bentu k p ersctu d ju an . S u m b e i-su m b e r p er-

tan ggu n gan -d ju w ab m enu ru t hukum alam („n a tu ra l ) ad a la h dcliK

d an kon trak . Ja n g la in -la in n ja ad alah d ig ab u n gkan k ep ad a ja n g satu

a tau k ep ad a ja n g lain d iantara ja n g dua in i. P erta n g g u n g a n -d ja w a b

tanp a kesalah an ad alah b ersifa t quasi-delik . P erta n g g u n g a n -d ja w a b

ja n g d ip iku lkan oleh itikad baik untuk m e n tjeg ab p e n g a ja a n se tja ra

tid ak ad il ad alah b ersifa t quasi-kontrak. D ja d i gag asan p u sa t te lah

m en d jad i sah i d ari tu ntutan-tu ntu tan itik ad b a ik m cn g in g at tind akan

jan g d isen gad ja .D a lam abad kc-19 koasepsi ten tan g p ertan g g u n g an -d jaw ab seb ag a i

b erd asarkan n ia t d item patkan dalam b en tu k m eta fis ik le b ih dulu

d arip ad a dalam b en tu k ethik. Ilu k u m dianggap se b a g a i sa tu p ew ii-

d ju d an d ari gagasan kebebasan , d an d iad akan u n tu k m em b erikan

keb eb asan seluas m ungkin kepad a tiap p erseorangan . S e b a b itu m a ­

k a ad alah tugas ketertiban hukum untuk m em berikan e ffe k t ja n g se-

lu as-lu asn ja kepad a kehendak ja n g d in jatakan , d an tid ak m errukulkan

kew ad jiban-kew ad jiban ketjuali untuk m en tjap ai k eh en d ak itu , atau

untuk m engakurkan kehendak seseorang d engan k eh en d ak orang-

orang lain dengan satu hukum ja n g universil.A pa ja n g dulunja m erupakan satu teori p o sitif d an k re a tif ten tan g

p ertanggu ngan-d jaw ab jan g b erkem bang b erd asark an n ia t kem ud ian

m end jad i satu teori jan g negatif, jan g m em b atasi, b a h k a n b o le h d i- katakan satu teori jan g m em angkas ten tan g tid ak ad an ja p e rta n g ­gun gan-d jaw ab ketju ali atas dasar niat. P ertan g g u n g an -d jaw ab h a n ja d iak ibatkan oleh kelalaian atau o leh apa ja n g d ian g gap kewrad jib an - kew ad jiban . K ehendak perseorangan jan g ab strak ad alah titik ten gah d idalam teori pertanggungan-d jaw ab. D jik a seseoran g tid ak sesu ng­

gu h n ja bersalah karena lalai, nam un p erin tah -p erin tah hukum jan g te lah d itetapkan dan tidak dapat d ibantah , m en gan g gap n ja b ertan g - gun g-d jaw ab , m aka ia „dianggap” b ersalah , dan p ertanggu ngan- d jaw ab hukum historis jan g m endjadi bukti k c la la ian n ja . D jik a ia sesu ngguhn ja tidak mernikul suatu kew ad jiban , nam un p erin tah- p erin tah hukum jan g sudah d itetapkan dan tak te rb an tah m en gan g­gapn ja b ertanggu ng-d jaw ab atas kew ad jiban itu , m aka seh aru sn jalah b eg itu karena ia telah m enerim a sesuatu hu bu ngan atau m em egang

104

Page 104: CAAN M U.I

sesuatu djabatan, jang didalamnja satu djandji mengenai lud itu adalah „dipahamkan” (implied), atau ia telah inengambil bagian dalam suatu situasi, jang didalamnja „dipahamkan” ada kewadjiban- nja. Demikianlah „pemahaman” itu merupakan satu deduksj dari pertanggungan-djawab. Dasar-dasar pertanggungan-djawab itu ada­lah kelalaian dan transaksi hukum, dan jang dua ini meluas tcrus sampai kepada satu dasar terachir dalam kehendak. Konsepsi dasar dalam pertanggungan-djawab hukum adalah konsepsi mengenai satu perbuatan — mengenai satu manifestasi kehendak didalam dunia luar.

Hukum Romawi dim hukum lnggeris mulai dengan satu rangkaian dari apa jang boleh dinamakan delik-delik sebutan (nominate delicts) dan tindak-tindak dursila sebutan (nominate torts). Didalam hukum Romawi terdapat furlum (pengambilan kepunjaan orang lain), rapina (perampasan dengan paksa), dan iniuria (penjerangan dengan senga­dja terhadap pribadi orang lain). Semua ini menjangkut dolus, jaitu penjerangan dengan sengadja. Lex Aquilia menambahkan dammum iniuria datum (perugian jang salah terhadap milik). Kemudian ditam- bah dengan apa jang boleh disebutkan delik-delik „equity” dari dolus (penipuan) dan me!us (paksaan). Disini djuga terdapat p e­njerangan dengan sengadja, dan delik dari dolus memperoleh iuma- nja dari penipuan dengan sengadja jang telah mendjadi tjirinja didalam hukum Romawi sebagaimana mendjadi tjiri penipuan dalam hukum lnggeris. Dalam dammum inuria datum, satu konsepsi mengenai kesalahan jang lebih luas jang diperbedakan dengan penjerangan jang disengadja, telah tumbuh bersama perkembangan hukum, dan culpa didalam Lex Aquilia, jaitu satu kesalahan jang menjebabkan kerugian terhadap milik, karena itu dapat diadjukan kedepan pengadilan berdasarkan analogi dari Lex Aquilia, memben- kan tjontoh bagi hukum modem.

Semua ini boleh disesuaikan dengan teori kehendak, dan penga- rang-pengarang sistematik modem lazimnja berbuat demikian. Tetapi pertanggungan-djawab atas kerugian jang dilakukan oleh seorang anak ketjil atau budak atau hewan piaraan, b'daklah sesuai dengan teori ini, dan tidak pula pertanggungan-djawab dari seorang

105

Page 105: CAAN M U.I

pemilik kapal, seorang pcmilik warung, atau seorang pendjaga kandang untuk membajar ganti kerugian tanpa memandang ke­salahan. Pertangguugan-djawab atas kerugian jang dilakukan oleh seorang anak ketjil, atau budak, atau hewan piaraan, dipaksakan ilidalam satu tindakan jang nierusak berdasarkan analogi dari gugatau jang dapat diterima untuk kerugian jang sama, djikalau dilakukan oleh terdakwa itu sendiri. Karena itu menurut atjara perkara, rupanja pertanggungan-djawab atas satu delik menjangkut penjerangan dengan sengadja, dan adalah mungkin dikatakan bahwa ada kesalahan dalam sikap tidak mengekang agen jang menirnbulkan perugian, meskipun tidak ada kesalahan harus dibuktikan, dan djuga tidak dapat diperlihatkan tidak adanja kesalahan sebagai satu pembedaan. Ada kesalahan karena ada pertanggungan-djawab, sebab semua pertanggungan-djawab tumbuh dari kesalahan.

Dalam tjara pemikiran hukum, mengindjak ekor dalil-dalil sen­diri adalah sangat umum. Begitu pula dalam perkara pertanggu- ngan-djawab mutlak dari seorang naehoda kapal, seorang pemilik warung, dan pendjaga kandang, pengarang-pengarang kitab pc- ladjaran hukum dapat mengatakan bahwa mereka bersalah karena tidak mempunjai peinbantu-pembantu sebagaimana lajaknja, meski- pun disini kesalahan tidak perlu pula ditetapkan oleh bukti, djuga tidak adanja kesalahan tidak dapat didjadikan satu pembelaan. Sebagaimana menurut atjara pertanggungan-djawab ini timbul didalam gugatan-gugatan berdasarkan fakta-fakta dari perkara- perkara chusus, maka mulanja sardjana-sardjana hukum menjama- ratakannja dengan banjak bentuk pertanggungan-djawab Iainnja, jang pada hakekatnja tidak bergantung kepada niat dau adalah dipaksakan didalam gugatan-gugatan in factum, sebagai kewadjiban- kewadjiban jang timbul dari fakta-fakta chas dari perkara-perkara (obligationes ex itariis amsarum figuris). Kemudian mereka mcnama- kanuja kewadjiban-kewadjiban quasi-delik dan begitu disebutkan didalam empat nuigkap klassifikasi dari lnstitutioncs.

Buckland mengatakan, bahwa didalam hampir semua pertang­gungan-djawab jang termasuk dibawah quasi-delik didalam lmtitu- tiones, terdapat pertanggungan-djawab jang mentjelakakan seseorang lain, terutama atas perbuatan pembantu seseorang, sebagai didalam

106

Page 106: CAAN M U.I

tindakan-tindakan jang merusak, actio de dcicclis ct effttsis (untuk barang-barang jang dileinparkan atau ditjurahkan kedjalan raja dari gcdung-gcdung) dan actio de receplo terhadap seorang pemilik warung. Dengan perkataan lain, tanpa memandang kesalahan dalam perkara-perkara ini, seseorang dipandang bcrtanggung-djasvab atas pcrugian-perugian jang terdjadi selama memimpin sesuatu perusaha- an atau melakukan pekerdjaan, dan atas kelalaian tidak niengekang agen-agen jang dipunjai, jang potensiil dapat melakukan tindakan- tindakan jang merugikan orang lain.

Hukum modem sudah meninggalkan delik-delik disebutkan dan quasi-delik sebagai hal-hal jang berarti. Kitab undang-undang hukum sipil Perantjis telah mendjadikan gagasan mengenai culpa didalam lex Aquilia satu teori umum tentang pertanggungan-djawab atas delik, dengan mengatakan: „Tiap perbuatan seseorang jang menjebabkan kerugian bagi orang Iain, jang terdjadi karena salahnja, mewadjibkannja mengganti kerugian”. Dengan perkataan lain, per- t;uiggungan-djawab harus didasarkan atas satu perbuatan, dan dia haruslah satu perbuatan alpa. Perbuatan kealpaan dan penjebaban kerugian adalah unsur-unsumja. Teori jang sederhana ini tentang peitanggungan-djawab atas penjebaban kerugian karena kealpaan telah umum diterima oleh sardjana-sardjana hukum perdata sampai bagian terachir dari abad ke-19, dan masih dipegang kuat. Setelah diambil oleh penulis-penulis kitab peladjaran tentang tindak-tindak dursila dalam bagian kedua. dari abad tersebut, teori itu banjak pengaruhnja dalam hukum Inggeris-Amerika. Tetapi sedjalan dengan kesimpulan umum ini kitab undang-undang Perantjis tetap memper- tahankan satu pertanggungan-djawab tanpa kesalahan, jang berkem- bang dari tindakan-tindakan merusak, jang dengannja ibu-bapa dan guru-guru boleh dianggap bertanggung-djawab atas perugian-peru- gian oleh anak-anak belum dewasa jang dibawah pengawasannja, induk semang atas perugian-pemgian oleh anak semangnja, madjikan atas perugian-perugian oleh pegawai-pegawainja, dan mereka jang mengawasi hewan temak atas perugian-perugian jang dilakukan oleh binatang-binatang itu.

Dan djuga kitab undang-undang Perantjis itu memuat ketentuan mengenai satu pertanggungan-djawab atas perugian oleh satu res

107

Page 107: CAAN M U.I

rttinosa, jang dikembangkan dari cautio dam ni in fecti pada hukum Romawi. Dalam hal ibu-bapa, guni-guru dan induk semang hanja terdapat satu dugaan mengenai kesalahan. Mereka boleh melepaskan dirinja dengan mcmberikan bukti bahwa mereka tidak bersalah, dan bahwa apa jang terdjadi tidak akan dapat ditjegah dengan keradjin- an pada pihak mereka sadja. Djika perkara itu mengenai madjikan maka tidaklah diperkenankan permintaan maafnja. Pertanggungan- djawabnja adalah mutlak silatnja. Dalam hal l)inatang temak, kesalahan dari korban, ketjehikaan jang tak terelakkan, dan vis maior boleh dibuktikan dengan tegas melalui pembelaan. Dalam perkara satu res rttinos tidak ada dugaan tentang kesalahan. Tetapi djika bangunan itu runtuh mcnimbulkan kerugian bagi orang lain karena konstruksiuja kurang kuat atau sudah lama tidak diperbaiki, maka pemiliknja setjara mutlak bertanggung-djawab dan dia tidak boleh men gat akan bahwa ia tidak mengetahui tjatjat bangunannja, dan tidak ada alasan untuk menduganja, atau bahwa tidak didalam ke- kuasaannja untuk inentjegah runtuhnja bangunan tersebut.

Demikianlah dapat dilihat. bahwa diseluruh lapangan delik, hu­kum Perantjis sudah dekat sekali kepada satu schema pertanggungan- djawab atas kesalahan, jang tjotjok sekali dengan logika, dan per­tanggungan-djawab sipil atas kesalahan sadja. Pertanggungan djawab madjikan tetap bersifat mutlak, dan pertanggungan-djawab atas perugian jang dilakukan oleh hewan-hewan adalah kurang sedikit dari mutlak. Untuk selebihnja, dalam perkara-perkara tertentu terdapat satu pemikulan beban pembuktian baliwa tidak terdapat sesuatu kesalahan, djika tidak tcrbukti adanja kesalahan. Meskipun begitu, daja-upaja jang sangat giat untuk mendjadikan pertanggu­ngan-djawab atas delik semata-mata diakibatkan oleh kealpaan • (culpability) mendjadikannja satu akibat dari kesalahan dan hanja kesalahan tidaklah mentjapai tudjuan sepenuhnja. Pcngarang- pengarang Perantjis pada masa belokangan ini tidak bimbang mengatakan, bahwa daja-upaja ilu harus dihentikan, dan bahwa satu teori baru mengenai pertanggungan-djawab atas delik sipil harus disempuniakan. Semcntara ilu gerakan jang sama, djauh dari teori jang sederhana tentang pertanggungan-djawab delik atas penjebaban kemgian karena alpa, telah terdjadi ditcmpat lain di

108 '

Page 108: CAAN M U.I

Eropa Konlinental. Binding telah mcnganalisa sedalam-dalainnja culjja-jiiinzij) (prinsip kealpaan), dan dengan mcngikuti gurubesar tcrsebut, teori itu ditolak pada umumnja oleh sardjana-sardjana luikum Djerman dan Swis pada waktu belakangan ini.

Seperti sudah ditcrangkan, didalam hukum adat Inggeris-Amerika, serupa itu pula orang mcinulai dengan scrangkaian tindak-dursila sebutan — serangan, penganiajaan, pengurungan, pelanggaran ter­hadap batas tanah, pelanggaran terhadap kepunjaan orang lain, penggelapan uang, pcnipuan, dakwaan dengan maksud djahat, fitnali dan pentjemaran — jang dikembangkan setjara prosedur mclalui tindakan pelanggaran dan tindakan pelanggaran atas perkara itu. Semua ini adalah perkara-perkara perugian dengan scngadja, ke­tjuali pelanggaran terhadap batas tanah, pelanggaran terhadap harta- benda orang lain, dan penggelapan uang. Pelanggaran terhadap batas tanah, pelanggaran terhadap hak atas harta-benda, dan peng­gelapan menjangkut lebih daripada keamanan umum dan harus dipandang dalam hubungannja dengan gagasan-gagasan mengenai milik. Kepentingan masjarakat dalam keamanan untuk mempcroleh kekajaan meminta supaja kita dapat mempertjajai bahwa orang- orang lain tidak akan mengganggu tanah kita, dan tidak akan merusakkan harta-benda ld ta; balnva orang-orang lain itu harus mentjari sendiri nafkah dengan tjara jang sah, serta atas risikonja sendiri, dan menginsafi dimana kedudtikannja dan harta-benda siapa jang diganggunja. Tetapi bahkan disini liams ada satu per- buatan. Djika tidak ada perbuatan, tidak akan ada pertanggungan- djawab.

Kepada tindak-tindak dursila sebutan ini, jang masing-masingnja dengan ketentuan-ketentuannja sendiri jang chusus, jang berasal dari hukum keras, kita menambahkan salu dasar bam dari pertang- gungan-djawab : jakni kelalaian, jang bekerdja menurut satu azas, bukan dari kewadjiban berlanggung-djawab atas penjerangan, melainkan dari kewadjiban bertanggung-djawab atas porugian- perugian jang diakibalkan oleh ketcledoran memenuhi satu patokan kelakuan jang menguasai djalan-djalan tindakan jang tcgas. Sesung­guhnja, setcngah diantaranja mentjoba memberikan kepada kita salu „tindak-dursila kelalaian” sebagai salu tindak-dursila sebutan. Tetapi

109

Page 109: CAAN M U.I

segera diakui, bahwa dalam kelalaian kita mempunjai satu azas pertanggungan-djawab jang bergantung kepada satu patokan, bukan satu tindak-dursila jang harus disedjadjarkan disepandjang serangan

atau pengurungan.Kemudian, dengan nnintjulnja doktrit-doktrin mengenai perugian

terhadap hubungan-hubungan jang menguntungkan dan gagalnja kelalaian untuk membcri pertanggungan-djawab atas semua perugi­an jang tak disengadja, jang sungguh-sungguh diperhatikan oleh hukum, kita mengembangkan sedjumlah tindak-dursila jang bukan sebutan (innominate tors).

Pada waktu ini, dengan mendjadi kunonja kesukaran-kesukaran dari aljara perkara, kita tidak melihat alasan mengapa kita tidak akan mcngambil kesimpulan umum, sebagaimana dilakukan oleh hukum perdata pada awal abad jang lalu. Dan pengamhilan kesim­pulan uinum serupa itu sudah ditjoba orang pula pada sepertiga jang teracliir dari abad ke-19. Bahwa pertanggungan-djawab itu merupakan satu akibat dari kesalahan telah mendjadi hukum adat (common law) jang umum terpakai. Sebegitu djauh kaidah-kaidah ..common law” jang ditetapkan memikulkan satu pertanggungan- djawab tanpa kesalahan, dikatakan orang bahwa kaidah-kaidah itu merupakan perketjualian historis, dan beberapa pengadilan di Ame­rika Serikat ada jang bersedia menghapuskannja. Pertanggungan- djawab, tanpa memandang kesalahan, atas perbuatan-perbuatan bu- djang dan pegawai jang diselaraskan dengan teori ini oleh fiksi perwakilan, telah lama diterangkan oleh Hakim Malikamah Agung Holmes dun kemudian oleh Dr Baty. Achirnja orang berpendapat, bahwa tiada pertanggungan-djawab tanpa kesalahan bukan sadja ,.common law”, melainkan djuga hukum alam, bahwa sesuatu pe- maksaan oleh badan legislatif pertanggungan-djawab serupa itu adalah sewenang-wenang dan tidak wadjar pada dirinja, dan karena itu berlawanan dengan konstitusi. Berdasarkan teori itu Mahkamah Handing New York memutuskan bahwa konpensasi pekerdja adalah berlawanan dengan konstitusi, dan satu golongan ketjil didalam Mahkamah Agung Amerika Serikat sampai taliun 1919 mengumum- kan tanggapan jang sama.

110

Page 110: CAAN M U.I

Karena akibat-akibatnja untuk hukum konstitusionil, mengingat bertainbah kerapuja badan legislatif inembebankan pertanggungan- djawab atas risiko seseorang dalam perusahaan-perusahaan tertentu, djika tjabang-tjabang pekerdjaan tertentu mengandung bahaja, dan dalam situasi-situasi dimana dirasa bahwa kerugian itu akan dipikul oleh kita sennia, bukan oleh pekerdja tjeroboh jang kebetulan di- timpa ketjelukaan, maka dasar pertanggungan-djawab atas tindak- dursila telah mendjadi satu soal waktu, diluar hukum tindak-tindak dursila jang langsung. Adalah merupakan satu soal praktis jang pen­ting sekali, djuga satu soal teoretis mengenai kepentingan, apakah kita harus mendjadikan uirmm seluruh sistem pertanggungan-djawab atas tindak-dursila kita dengan mcmpergunakan satu azas pertang­gungan-djawab atas kesalahan, dan atas kesalahan sadja, sebagai­mana orang-orang Perantjis telah mentjoba melakukannja, dan kita kemudian berdaja-upaja melakukannja pula, sebagian besar karena pengaruh mereka. Dilain pihak kita mengakui adanja sumber lain dari pertanggungan-djawab atas delik disamping kesalahan, sebagai­mana memang dilakukan oleh orang-orang Perantjis dan akan me­lakukannja dalam teori, dan seperti hukum kita telah melakukannja dalam perbuatan. Sebab dalam hukum kita sebagaimana adanja sekarang, orang akan segcra dapat melihat tiga matjam pertanggung- fln-djawab atas delik:1) Pertanggungan-djawab atas perugian-perugian dengan sengadja;2) Pertanggungan-djawab atas perugian karena kealpaan dan tidak

disengadja;3) Pertanggungan-djawab dalam perkara-perkara tertentu atas pe­

rugian jang dilakukan tidak karena kelalaian serta tidak di­sengadja.

Jang pertama dan kedua sesuai dengan doktrin tidak ada pertang­gungan-djawab tanpa kesalahan. Jang ketiga tidak dapat ditjotjokkau dengan doktrin tersebut. Kita hams mentjap perkara-perkara dari inatjam ketiga sebagai penjimpangan-penjimpangan jang terdjadi di­dalam sedjarah, jang darinja kita berangsur-angsur membebaskan diri, atau djika tidak begitu kita harus menindjau kembali pengertian- pengertian kita mengenai pertanggungan-djawab atas tindak-dursila.

I l l

Page 111: CAAN M U.I

Kita hendaklah niongingat kembali, balnva abad kc-19 sudah lebih madju sebelum kita mcngerti subjek kelalaian, dan bahwa sebelum kita jakin balnva tiada pertiinggungan-djawab tanpa kesalahan ada- lah „coinmon law” jang biasa terpakai, mahkamah tertinggi dinegeri Inggeris telah me mberikan kepada pertanggungan-djawab mutlak satu lapangan baru dengan putusannja dalam perkara Rtjhmds v. Fletcher. Karena itu kita tidak nienj mgsikan satu dogma jang sudah lama dianut didalam penjelcnggaraan peradilan Inggeris-Amerika, apabila kita bertanja apakah teori jang umum terpakai dari generasi jang lain tjukup sebagai satu pernjataan analitis dari hukum se­bagaimana adanja, atau sebagaimana seharusnja satu teori filsafat mengenai hukum. Menurut kepertjajaan saja, teori kolot dari generasi jang lalu itu tidak tjukup sebagai satu pernjataan analitis dari hukum dan sebagai satu teori hukum jang berdasarkan filsafat.

Andai kata, kita memulai bukannja dengan kemauan perseorangan jang bcb;ts, melamkan dengan kebutuhan-kebutuhan atau tuntutan- tuntutan jang terdapat didalam masjarakat jang beradab — seperti sudah dikernukakan, dengan postulat-postulat hukum dari masjarakat jang beradab. Saja pikir kita semua akan membenarkan, bahwa salah satu postulat serupa itu mengemukakan bahwa didalam masjarakat jang beradnb orang harus dapat mempunjai anggapan, bahwa orang- oiv.ng lain tidak akan mcrugikannja dengan sengadja — bahwa orang- orang tidak akan melantjarkan penjerangan jang disengadja terha- dapnja. Anggota-anggota suku jang masih biadab harus berdjalan hati-hati sekali, selalu bersendjata, dan beriehtiar supaja djangan kelihatan oleh musuhnja. Tetapi orang jang beradab boleh ber- anggapan, bahwa tidak ada orang jang akan menjerangnja dan karena itu ia dapat bergerak ditcngah orang-orang lain setjara terbuka dan tak bersendjata, melakukan pekerdjaannja sendiri didalam satu sistem pembagian kerdja jang terperintji. Djika tidak begitu, maka tidak akan ada pembagian kerdja, seperti dapat kita lihat dalam satu masjarakat primitif, sebab disana hanja porbedaan umur dari semua laki-laki dewasa jang diwadjibkan pandai bcrkelahi dan berperang. Postulat ini terdapat pada dasar masjarakat jang beradab. Dimana- inana dolus jang pertama-tama diurus. Sistem delik-delik nominate dan lindak-tindak dursila nominate, baik dalam hukum Romawi mau-

112

Page 112: CAAN M U.I

pun dalam lmkum Inggnis-Amerika, bekerdja dengan berdasarkan postulat ini.

Apakah bukan satu postulat lain serupa ilu, bahwa didalam ma- sjaiakat jang beiadab orang-orang harus dapat beranggapan bahwa orang-oiang lain sesamauja, apabila mereka bertindak akan berbuat dengan hati-hati sekali sebagaimana patutnja, jaitu dengan kehati- hatian jang diminta oleh pengertian biasa dan rasa kesusilaan, sc- hingga tidak menjebabkan ketjelakaan dan kerugian jang tak sewa- djarnja bagi onuig-orang lain sesamanja ? Postulat serupa itu adalah dasar culpa dari delik, dengan mempergunakan culpa didalam arti jang lebih sempit, dan dari doktrin mengenai kelalaian.

Dalam hukum Romawi dan dulu didalam hukum Inggeris-Amerika telah dilakukan perljobaan-pcrtjobaan untuk mengembangkan pos­tulat ini setjara konlrak. Djika didalam satu transaksi jang menjang- kut itikad baik jaitu satu transaksi hukum jang informil — ke­lakuan seseorang tidak memenuhi kewadjiban, jang berdasarkan pengertian tentang orang jang djudjur, pihak jang lain dibenarkan untuk mengharapkan orang disebut pertama supaja memenuhi ke- wadjibannja, maka terdapatlah culpa kontraktuil. Dalam hal ini ter­djadi satu pelanggaran terhadap satu djandji jang tersimpul didalam transaksi dan pertanggungan-djawab jang mengiringkannja. Kita mc- inindjam tjara berpikir ini sedikit dari bangsa Romawi dalam hukum pembebasan karena membajar uang djaminan (law of bailments) kita, dan karena itu berbeda paham mengenai tindak-dursila atau kontrak dalam hubungan ini, meskipun menurut sedjarahnja tindakan kita untuk perkara-perkara serupa itu adalah bersifat delik.

Djuga dalam hubungan-hubungan lain, selama beberapa waktu hukum kita mentjoba mengembangkan postulat ini didalam konlrak dengan mempergunakan satu „djandji tersimpul untuk memakaikan kepandaian”, jang atasnja seseorang mesti bertauggung-djawab djika kepandaiannja tidak tjukup untuk memenuhi apa jang dituntut oleh patokan hukum dari tindakan jang tegas dalam keadaan-keadaan serupa itu. Demikian pula didalam Year B o o h dapat dibatja, bahwa satu djandji jang tersimpul didalam hubungan-hubungan atau pe- kerdjaan agar mempergunakan kepandaian atau keradjinan jang di­minta oleh hubungan atau pekerdjaan itu, kerapkali didjadikan dasar

113

Page 113: CAAN M U.I

pertanggungan-djawab. Tetapi disini dasar pertanggungan-djawab itu harus didapati didalam satu hubungan. Fiksi satu djandji untuk mempergunakan kepandaian atau keradjinan jang menjangkut di­dalam satu hubungan atau pekerdjaan adalah satu tjara sardjana hu­kum menjatakan, bahwa seseorang jang mempunjai hubungan serupa itu dengan orang lain, atau dengan orang lain jang mendjabat pe­kerdjaan serupa itu,adalah benar djika memandang bahwa kepandai­an dan keradjinan biasanja tersangkut didalainnja dan dengan de- mikian luikum mewadjibkan mereka jang didalam hubungan itu atau melakukan pekerdjaan itu supaja berpegang tcguh kepada patokan, agar dapat dipelihara keamanan umum. Dengan perkataan lain, walaupun erat hubungannja, kepadanja tersangkut postulat dari masjarakat beradab.

Ada baiknja kita menjimpang sebcntar dari pokok pembitjaraan untuk menundjukkan bahwa hal-hal jang disebutkan diatas tadi memperlihatkan bagaimana sedikitnja kategori-kategori delik dan kontrak didalam sedjarah inentjerminkan sesuatu kebutuhan pokok dan melekat dari pemikiran hukum. Austin berpendapat bahwa „pembedaan kewadjiban-kewadjiban (atau kewadjiban-kew'adjiban jang bersesuaian dengan hak-hak terhadap orang-orang lain jang jang ditentukan setjara chusus) dengan memisahkan antara kewadji- ban-kewadjiban jang timbul dari kontrak, kewadjiban jang timbul dari perugian-perugian, dan kewadjiban-kewadjiban jang timbul dari insiden-insiden jang bukan kontrak dan bukan pula perugian,” adalah satu „pembedaan jang perlu”, karena djika tidak ada pem- bedaan ini, tidak akan dapat dipahamkan satu „sistem hukum jang Lerkembang didalam satu perkauman jang beradab”. Schema sis- tcmatis jang „pcrlu” ini, jang harus merupakan „satu bagian pokok” <lari sesuatu sistem hukum jang perkembangannja dapat dichajalkan, adalah tidak lain dari pembagian Romawi dalam kewadjiban-ke- djiwaban ex cnnlradn, kewadjiban-kewadjiban ex delicto , dan ke- wadjiban-kewadjiban ex uariis causarum figtiris. Kategori jang ketiga jni djelaslah mcntjakup semua.

Dalam mentjoba menjesuaikan hukum kita kepada schema jang perlu ini, kita menemukan tiga djenis perkara-perkara jang harus masuk kedalam kategori ketiga:

114

Page 114: CAAN M U.I

a) kewadjiban-kewadjiban atau pertanggungan-djawab jang diga- bungkan oleli hukum kepada satu hubungan ;

b) kewadjiban-kewadjiban jang dipikulkan oleh hukum untuk mentjegah pengajaan setjara tak ad il;

c) kewadjiban-kewadjiban jang menjangkut didalam satu djabatan atau pekerdjaan.

Dakun kategori ketiga ini hukum atjara perdata Inggeris-Amerika memporkenankan pemulihan hak baik ex delicto atau ex contractu. Dalam kategori kedua hukum Inggeris-Amerika kadang-kadang ber- langsung diatas satu teori milik dari amanat jang konstruktif. Dalam kategori pertama, kewadjiban-kewadjiban adakalanja ditetapkan de- ngan tegas oleh pemberian kekuasaan-kekuasaan hukum atau dengan. negatif oleh kekuasaan-kekuasaan jang bersumber pada hukum alam dan tidak mengekang, seperti didalam hukum jang mengatur hu­bungan-hubungan didalam rumah tangga, jang menentukan bahwa isteri mempunjai kekuasaan untuk membeli kebutuhan-kebutuhan hidup atas nama suaminja, dan lnikum tidak mentjampuri urusan orang tua jang memberikan „koreksi” jang wadjar kepada anaknja.

Dapatkah kita berkata, bahwa penjimpangan-penjimpangan hukum kita setjara dogmatis dari sehema hukum Romawi itu adalah tidak dapat dipahamkan, atau karena itu hukum kita belum matang atau tidak „berkembang didalam satu perkauman jang beradab?" Atau kita akan berkata bahwa Austin menurunkan gagasan-gagasan sis- tematiknja, bukan dari studi hukum lnggeris setjara ilmiah, melain- kan dari studi hukum Romawi setjara ilmiah pada satu universitas Djcrman? Apakah kita akan berkata balnva kita tidak dapat „mem- bajangkan setjara bersambung-sambung” satu sistem hukum jang memaksakan djaminan-djaminan dengan tidak memperdulikan ex contractu atau ex delicto seperti dilakukan oleh hukum In"<reris- Amerika, atau jang bertindak lebih djauh lagi dan menerapkan ukur­an kcrusakan menurut kontrak ex delicto seperti hukum jang berlaku di Massachusetts?

Tetapi tjukuplah ini sadja. Apa jang kita punjai sekarang bukanlah sesuatu pembedaan jang perlu. Ia adalah apa jang Austin lebih suka menjebutkannja „satu pengertian jang menembus kemana-mnna”, jang didapati pada umumnja didalam gagasan-gagasan sistematis

115

Page 115: CAAN M U.I

dari sistem-sistem hukum jang berkembang dengan menurunkannja dari kitab-kitab liukum Romawi? Hukum Romawi mungkin moni- punjui konsepsi tentang ex delicto jang berdasarkan konlrak — dengan berpikir bahwa delik menimbulkan satu utang — dan „eommon law mempunjai konsepsi delik mengenai pertanggungan-<ljawab jang ber­dasarkan konlrak dengan beq)ikir balnva ganti kerugian harus di- bajarkan untuk kesalahan tidak menepati djandji — tanpa banjak bedanja dalam hasil-hasilnja jang terachir.

Jang pokok dalam hal ini bukanlah tindak-dursila dan kontrak, tetapi anggapan-anggapan jang dapat dibenarkan mengenai tjara bagaimana orang-orang lain akan bertindak didalam masjarakat jang beradab ditcngah keadaan-keadaan jang banjak berbeda-beda, jang didalamnja penjerangan dim djandji itu hanja merupakan dua tipe

jang umum.Kembali lagi kepada postulat kita jang kedua, jakni bahwa tiap

orang harus bcrhati-hati sebagaimana lajaknja dalam melakukan se­suatu tindakan jang tegas, kita mungkin memperhatikan bahwa da­lam masjarakat dewasa ini, postulat itu tidak kurang pentingnja daripada postulat tentang tiada penjerangan dengan sengadja. Pe­njerangan adalah satu bentuk kelakuan anti-sosial jang pokok, djika Udak akan dikatakan satu-satunja kelakuan anti-sosial didalam satu masjarakat primitif. Memang seorang pengarang Junani mengenai hukum dan politik dalain abad kelima sebelum Masehi, tidak mengc- tahui atjara perintah-perintah hukum jang lain dari larangan mc- lakukan penjerangan. Tetapi dengan perkembangan mesin-mesin dan sebagai akibutnja bertambah besar kekuasaan manusia dalam ber­tindak, maka keamanan umum mendjadi banjak lerantjam oleh apa jang diperbuat manusia dan oleh tjiuanja melakukan pekerdjaannja. Ketjerobohan telah mendjadi satu sumber bahaja jang lebih kerap terdjadi serla lebih hebat terhadap keamanan umum daripada penje­rangan. Sebab ilu serangkaian delik-delik sebutan (nominate) jang niemerlukan dolus sebagai sjaratnja, ditambah dengan salu teori ten­tang culpa. Karena ini serangkaian tindak-liudak dursila sebutan, jang ditjirikan oleh penjerangan dengan sengadja, ditambah dengan per- tanggungan-djawab atas kelalaian, dan jang disebut kemudian ini

116

Page 116: CAAN M U.I

I

dalam praktck telah mendjadi sumber pertanggungan-djawab hukum jang lebih pcnting.

Tidak haruskah kita mengakui pula satu postulat ketiga, bahwa orang harus dapat mcnganggap bahwa orang-orang lain, jang mcm- punjai benda-benda atau memelihara sjarat-sjarat atau mempcrguna- kan alat-alat, jang ada kcmungkinan akan terlepas, atau lari, atau menjebabkan kcrusakan, orang-orang itu akan mcngekang dirinja atau menjuruh mereka bergerak didalam batas-batas jang lajak ? Tepat sebagaimana kita tidak dapat melakukan pelbagai pekerdjaan kita setjara effektif didalam satu masjarakat jang bergantung kepada satu pembagian kerdja jang banjak dan terperintji, djika kita terus- menerus harus waspada terhadap serangan-serangan atau ketjeroboh- an dari orang-orang jang didekat kita, begitu pula ketertiban sosial kita jang komplex dan berdasarkan pembagian kerdja, tidak akan mungkin bekerdja setjara effektif, djika tiap-tiap kita terpaksa meng- hcntikan kegiatan-kegiatan karena takut akan ditimpa bahaja-balvaja jang dapat ditimbulkan oleh barang-barang atau alat-alat jang di­pergunakan orang-orang lain, kalau terlepas atau tak terkendalikan. Terhadap keamanan umum selalu ada bahaja, bukan sadja dari apa jang dipcrbuat manusia dan dari tjara ia melakukannja, tetapi djuga dari kelalaian orang melakukannja, karena tidak mengendalikan barang-barang jang dipunjainja, atau alat-alat jang dipergunakannja, jang mungkin akan merugikan orang lain, djika tidak dikendalikau dengan keras.

Keamanan umum terantjam oleh penjerangan sewenang-wenang, oleh tindakan tegas tanpa mempcrdulikan orang-orang lain scbagai- mana mestinja dalam mendjalankan tindakan itu, dan oleh pemilikan dan pemcliharaan barang-barang dan mempergunakan alat-alat jang mungkin lari atau tidak dapat dikendalikan dan menjebabkan ke- rusakan dan kerugian. Dipandang dari sudut ini, maka dasar teracbir dari pertanggungan-djawab atas delik adalah kepentingan masjarakat dalam keamanan umum. Kepentingan ini terantjam atau dilanggar dengan tiga matjam tjara :1) Penjerangan dengan sengadja,

2) Sikap lalai,

' 117

Page 117: CAAN M U.I

3) Kegagalan untuk nicngekang barang-barang jang mungkin me- ngandung bahaja jang dipunjai seseorang, atau alat-alat jang mungkin mengandung bahaja jang dipakai seseorang.

Karena itu maka jang tiga ini adalah dasar-dasar langsung dari pertanggungan-djawab atas delik-delik.

Perkara-perkara pertanggungan-djawab tanpa kesalahan jang ma­sih diperdebatkan menjangkut postulat ketiga. Pengarang-pengarang sistem hukiun tidak menemukan kesukaran-kesukaran dalam menjc- laraskan hukiun kelalaian dengan teori kemauan dari pertanggungan- djawab dan doktrin tiada pertanggungan-djawab tanpa kesalahan. Namun mereka terpaksa mcmakai istilah kesalahan dalam satu arfi jang sangat terbatas supaja dapat disesuaikannja lmkum kelalaian kita dengan ukuran jang objektif dari pendjagaan semestinja, atau peristiwa-pcristiwa pertanggungan-djawab atas culpa dalam hukum Romawi, jang dinilai dengan ukuran abstrakt, kedalam sesualu teori tentang ketertjelaan menurut kesusilaan.

Doktrin pertanggungan-djaw’ab atas kesalahan dan atas kesalahan semata-mata berakar didalam tingkatan „equity” dan lnikum alam, tatkala dianggap sama, apa jang dibolehkan oleh kesusilaan dan apa jang diperkenankan oleh hukum dan berarti bahwa seseorang harus bertanggung-djawab atas perugian-perugian jang disebabkan oleh tindakannja jang patut ditjela menurut kesusilaan. Seperti dikatakan oleh Ames, ,.ukuran jang tak bersendikan moral bagi perbuatan atas tanggungan seseorang” sudah digantikan oleh pertanjaan „Apakah perbuatan itu patut ditjela?” Tetapi apakah suatu perbuatan patut ditjela karena pelakunja lambat dalam segala reaksinja atau bersifat impulsif semendjak lahirnja atau bertabiat pemalu, atau mudah „gugup”, dan karena dalam keadaan darurat tidak sanggup meme­nuhi patokan tentang apa jang sewadjamja dilakukan oleh seseorang jang bidjaksana dalam keadaan darurat serupa itu, sebagaimana di­terapkan ex post facto oleh dua belas orang sembarangan jang men­djadi djuri ?

Djika penggunaan kata „kesalahan karena kelalaian” disini tidak terlalu technis, kita harus memperkenankan si terdakwa dalam pcr- kara-perkara serupa itu mempeiiihatkan, manusia matjam apakah jang telah dibuat alam dengan dirinja, dan meminta individualisasi

118

Page 118: CAAN M U.I

dengan memperhatikan pekcrtinja dan temperamen, dan djuga ber- kenaan dengan keadaan-keadaan disekitarnja ketika bertindak itu. Sebagaimana dikatakan oleh seorang sardjana liukum Romawi, kita harus menerapkan satu patokan jang konkrit dari culpa.

Tetapi apa jang sesungguhnja dipandang oleh hukum bukanlah pelaksanaan kehendaknja jang bersifat lalai, melainkan bahaja ter­hadap keamanan umum, djika ia dan sesamanja bertindak dengan tegas tanpa memenuhi patokan jang dibebankan dalam usaha men­djamin keamanan. Djika ia bertindak, ia harus menurutkan patokan itu atas tanggungan sendiri dengan bertanggung-djawab atas akibat- akibat jang merugikan. Bilamana satu perkara kelalaian meminta pene­rapan patokan objektif dengan saksama, maka kesalahan maupun satu fiksi dogmatis adalah merupakan perwakilan dalam pertanggungan- djawab madjikan atas tindak-tindak dursila budjangnja. Dalam tiap perkara, keperluan-keperluan teori kehendak membawa kita untuk menutupi satu pertanggungan-djawab tanpa memperdulikan kesalah­an, jang dipikulkan untuk mendjaga keamanan umum, oleh satu dak­waan bersalah jang tegas terhadap seorang jang mungkin tak bertjela menurut ukuran kesusilaan. Hal ini tidak djarang pula dialami dalam perkara-perkara, jang dalamnja kita berbitjara tentang „kelalaian per sd”.

Penjelarasan pertanggungan-djawab mutlak dari „common law” atas terlepasnja sesuatu jang mungkin lari dan menimbulkan kerusakan dengan doktrin tiada pertanggungan-djawab tanpa kesalahan, telah ditjari orang dengan mempergunakan satu fiksi kelalaian dengan menjatakannja sebagai penjimpangan-penjimpangan historis jang se- dang lenjap, dengan satu interpretasi ekonomis jang memandangnja sebagai hasil-hasil dari kepentingan klassa jang memutar-balikkan hukum, dan dengan teori res ipsa loquitur.

Blackstone mempergunakan jang pertama dari tjara-tjara ini. „Se- seorang bertanggung-djawab”, katanja, „hukan sadja atas pelanggar- annja sendiri, tetapi djuga atas pelanggaran jang dilakukan oleh binatang temaknja; sebab djika karena kelalaiannja memelihara, he-wan itu tersesat masuk ketanah orang lain ...................... ini adalahsatu pelanggaran jang atasnja si pemilik harus bertanggung-djawab dengan mengganti kerugian”. Tetapi perhatikanlah, bahwa kelalaian

119

Page 119: CAAN M U.I

disini adalah sain fiksi dogmatik. Dari penggugat tidak diminta pembuktian kelalaian, dan djuga tcrgugat tidak boleh membuktikan bahwa pada hakekatnja tidak ada kelalaian. Kelalaian itu ditetap­kan oleh perlanggungan-djawab, dan bukan pertanggungan-djawab

oleh kelalaian.Dalam abad jang lain sudah lazim orang menundjuk kepada per-

tanggung-djawab mutlak atas hewan-hewan jang melanggar, atas perugian-perugian oleh binatang liar, dan atas perugian-perugian oleh hcwan piaraan jang dikenal sebagai djahat, sebagai sisa jnng se- d m g lenjap dari pertanggungan-djawab lama untuk membajar te­busan. Rupanja ini dibenarkan oleh doktrin jang umum di Amerika mengenai temak jang bcrlari kemana-mana ditanah jang tak di- usabakan. Meskipun begitu kita harus menengok kebelakang kulitnja untuk melihat, bahwa pada suatu waktu kaidah lnggeris ditolak di Amerika, bukan karena ia bcrtcntangan dengan satu azas pokok „tiada pertanggungan-djawab tanpa kesalahan’', melainkan karena ia mcngibaralkan satu perkauman jang sudah teratur, dimana adalah bertentangan dengan keamanan uinum perbuatan membiarkan temak lepas untuk mentjari makan sendiri. Pada masa jang lalu, dalam masjarakat perintis-perinlis Amerika tidak dapat diperbedakan ta- nah-tanah kosong jang dipunjai orang atau tidak ada pemiliknja dan sumber-sumber rumput bagi temak kerapkali merupakan sumber- sumber jang sangat penting bagi masjarakat.

Kaidah ,.common law”, tanpa memandang dasarnja, untuk satu waktu tidak dapat diterapkan kepada keadaan-keadaan setempat. Adalah penting untuk diperhalikan, baliwa karena telah berachir, keadaan-keadaan jang menjebabkan kaidah itu tidak dapat didjalan- kan, maka pada umumnja kaidah itu bangkit kembali. Dinegeri lnggeris kaidah ini didjalankan dengan keras, sehingga pemilik temak jang melakukan pelanggaran diputuskan bertanggung-djawab atas penjaldt jang ditularkannja, meskipun pemilik temak itu tidak me- ngetahui dan tidak mempunjai alasan untuk menjangka bahwa ter- naknja mempunjai penjakit.

Satu kaidah jang dapat bangkit kembali, dan mcmperluas lapang­an pongaruhnja dengan tjara ini, bukanlah mendekati adjalnja. Dibelakangnja pastilali ada terdapat sesuatu dasar bagi pendjaminan

120

Page 120: CAAN M U.I

kcpenlingan-kepentingan masjarakat. Dan djuga tidak banjak kc- madjuan tcrtjapai oleh daja-upaja beberapa pengadilan di Amerika untuk mempcrscmpit pertanggungan-djawab „common law” atas perugian-perugian oleh binatang-binatang jang dikenal djalang sampai mendjadi peristiwa-peristiwa kelalaian. Di Amerika kekuasa- an hukum masih tetap diberatkan pada kaidah „common law”, dan dinegeri Inggeris Mahkamah Banding telah mendjalankan kaidah itu begitu djauh sehingga memutuskan bersalah pemiliknja, walaupun temak itu lepas karena kesalahan dari orang ketiga jang tjampur- tangan. Djuga tidak dibenarkan oleh kenjataan ramalan-ramalan orang jang mengatakan bahwa doktrin Rtjlands v. Fletcher akan lenjap dari hukum oleh tindakan-tindakan pengadilan jang melemas- kannja dengan pengetjualian-pengetjualian — ramalan-ramalan jang lazimnja diutjapkan pada acliir abad jang lalu.

Dalam tahun 1914 pengadilan-pengadilan Inggeris enggan mem* batasi doktrin itu pada pemilik-pemilik tanah jang berdekatan, dan semendjak itu mereka memperluasnja kepada situasi- situasi baru. Tambahan lagi di Amerika, jang menurut kata orang doktrin itu pasti ditolak, telah diterapkan oleh lebih dari satu penga­dilan dalam masa 40 tahun jang lalu. Perkara-perkara jang terkemuka di Amerika, jang mengakui menolak doktrin itu, tidak membawa-bawa doktrin itu dan djuga tidak dipakainja postulat masjarakat beradab, jang menurut pandapat saja, mendjadi dasar doktrin itu. Demikian pula Mahkamah Banding di New York, pe- ngandjur jang terkemuka dari tiada pertanggungan-djawab tanpa kesalahan, semendjak itu telah memikulkan satu pertanggungan- djawab tanpa memandang kesalahan didalam perkara peledakan.

Satu pendjelasan jang tadjam mengenai doktrin Rtjlands v.Fletcher dengan memakai penafsiran ekonomis bagi sedjarah hukum, meminta perhatian jang lebih besar lagi. Orang mengatakan kepada

' kita, bahwa jang mendjadi anggota-anggota pengadilan Inggeris ada­lah pemilik-pemilik tanah atau hakim-hakim jang terdiri dari golong- an pemilik tanah ; bahwa doktrin Rylatuls v. Fletcher adalah satu doktrin untuk klassa pemilik tanah, dan karena itu tidak diterima oleh golongan tukang di Amerika-Serikat.

T e ta p i tjo b a lah lihat, negara'insgTTm li.igluil J m iiakdti ' ja n g l n e -SL’M H A N C . ' ' ■<

11. M U P E N G E I A H ’J A . ' 1 » I N D O N E S I A I

0 1 E ! l : iR .M . IMF.TO'. O M A S H .

ADKOKA r r- • \DI ; PURWOKER* 0 - ’ ' ' £,NGAII I

Page 121: CAAN M U.I

nerapkan kaidah itu dan mana pula jang menolaknja. Kaidah itu diterapkan di Massachusetts ditalnin 1872, di Minnesota ditahun 1S73, di Ohio ditahun 1896, di W est Virginia ditahun 1911, di Missouri ditahun 1913, di Texas ditahun 1916. Doktrin itu ditolak oleh New Hampshire ditahun 1873, oleh New York ditahun 1873, oleh New Jersey ditahun 1876, oleh Pennsylvania ditahun 1866, oleh California ditahun 1895, oleh Kentucky ditahun 1903, oleh Indiana ditahun 1911, oleh Rhode Island ditahun 1934.

Apakah New York satu masjarakat tukang dan Massachusetts satu masjarakat pemilik tanah ? Apakah Amerika Serikat mulai berubah dari satu negeri tiikang-tukang mendjadi negeri pemilik-pemilik tunali disekitar tahun 1910, sehingga satu perpindahan kearah doktrin iru mulai pada waktu itu, sesudah satu penolakan jang keras terha- dapnja antara tahun 1873 dan 1896 ?

Perkara Rylatuls v. Fletcher diputuskan dalam tahun 1867 dan ada hubungannja dengan pergerakan jang dinamakan oleh Dicev kollektivisme, jang menurut katanja, dimulai dari tahun 1S65. Gcrakan ini adalah satu reaksi dari paham mengenai pertanggungan- djawab semata-mata sebagai akibat dari kelalaian. Doktrin itu membatasi pemakaian tanah untuk kepentingan keamanan umum. D jika pandangan ini diterima dengan baik, kalau ia merupakan satu ichtiar untuk memperhitungkan kepentingan masjarakat dalam keamanan umum didalam satu negeri jang sudah penuh sesak pen- duduknja, maka ini dapat mendjelaskan kcengganan orang-orang di Amerika Serikat untuk menerima pada mulanja, pada waktu gagasan-gagasan perintis, sesuai dengan negeri pertanian jang masih djarang penduduknja, sedikitnja masih tetap ada sampai kepada achir abad ke-19. Dalam prakteknja setengah pengadilan di Amerika dengan putusan-putusannja mcngikuti Rtjlands v. Fletcher sebagai satu pem jataan jang authoritatif dari „common law”.

Perkara-perkara lain lebih suka bergerak diatas dasar, bahwa ' itu adalah akibat kelalaian. Ncgara-negara pertanian dan negara- negara industri saina dipisahkan oleh garis-garis doktrin ini. Massa­chusetts dan Pennsylvania, keduanja negara bagian industri, disebe- rang sana. Demikian pula Texas dan Kentucky, keduanja negara bagian pertanian. Massachusetts dan New Jersey, masing-masingnja

122

Page 122: CAAN M U.I

dengan satu pengadilan jang diangkat, adalah dipihak jang lain, demikian pula Ohio dan New York, masing-masingnja dengan satu pengadilan jang dipilih. Scbenamja pengadilan di Massachusetts mengikuti penguasa. Di New Hampshire, Ketua Mahkamah Doc tidak bersedia bekerdja atas dasar kekuasaan sadja, dan memutuskan berdasarkan azas umum bahwa pertanggungan-djawab harus sebagai akibat dari kesalahan.

Pandangan jang lain adalah bahwa doktrin Rtjfonds v. Fletchcr merupakan satu pertjobaan jang kasar — apabila kelalaian dau doktrin res ipsa loqtiittir tidak dipahami sebaik-baiknja — untuk menerapkan azas dari doktrin jang disebut kemudian, dan bahwa doktrin-doktrin itu akan memadai untuk mentjapai tudjuan jang sebenarnja. Tiada sangsi lagi res ipsa loquitur mcmberikan satu tjara penjelesaian jang mungkin apabila seseorang mempunjai sesuatu jang mungkin tidak terkendalikan dan menjebabkan penigian.

Sebab ada empat mat jam penjelesaian jang mungkin diperoleh untuk perkara-perkara serupa itu. Pertama ialah pertanggungan- djawab mutlak, seperti didalam perkara Rylands v. Fletcher. Kedua ialah memikul kewadjiban untuk membuktikan pendjagaan selajak- nja atas terdakwa, seperti dilakukan oleh hukum Perantjis dalam beberapa perkara, dan seperti dilakukan oleh beberapa pulusan dari pengadilan Amerika, dan beberapa undang-undang dalam per­kara kebakaran jang disebabkan oleh lokomotif. Ketiga adalah menerapkan doktrin res ipsa loquitur. Keempat ialah meuiinta pihak penggugat mcmberikan bukti kelalaian, seperti dilakukan oleh Mahkamah Agung New Jersey, jang menjangkut perkara teriepasnja seekor binatang jang dikotahui djalang.

Bahwa jang keempat, jang penietjahannja diminta oleh teori tiada pertanggungan-djawab tanpa kesalahan, ternjata hanja dua pcugadil- an jang mendukungnja, dan hanja dalam perkara binatang piaraan jang galak, adalah mengandung suatu andjuran. Res ipsa loquitur mungkin mendjadi satu fiksi dogmatik dengan mudahnja, dan pasti akan mendjadi itu, djika dipergunakan buat mentjapai hasil dari doktrin Rylands v. Fletchcr, jang tidak memperkenankan tergugat mengemukakan bukti, djika tidak ada vis maior atau perbuatan

123

Page 123: CAAN M U.I

jang melanggar luikmn dan tide disangka-sangka dari seorang keliga jang tak dapat dikuasai oleh tergugat. Kekuatan dan kegigihan doktrin itu terhadap scrangan teoretis sclama lebih dari satu genera­si, incnundjukkan bahwa ia lebih dari satu penjimpangan historis sadja, atau keehilafan dokmatik bclaka.

Satu tipe lain dari pertanggungan-djawab „common law” tanpa kesalahan, apa jang dinamakan perlangungan-djawab pengangkut sebagai seoning pendjamin (insurer) dan pertanggungan-djawab pcngnrus waning, adalah pcrtangungan-djawab mengenai hubungan dan bergantung kepada satu postulat jang berbeda. Pengadilan- pengadilan Amerika Serikat dalam abad ke-19 telah berdaja-upaja menekan jang disebut duluan (pengangkut sebagai pendjamin), membatasinja karena tidak scsuai dengan doktrin pertanggungan- djawab sebagai akibat dari kesalahan. Tetapi temjata dia mempunjai kekuatan jang melimpah-limpah, dan telah diperluas oleh perundang- undangan dalam beberapa negara bagian sampai kepada pengangkut penumpang-penumpang, dan didukung oleh perundang-undangan dimana-mana pada waktu terachir ini.

Memang, sebagaimana telah dikatakan diatas, pertanggungan- djawab menurut postulat jang kedua tidak mesti merupakan per­tanggungan-djawab atas kesalahan. Patokan pendjagaan dengan hati-hati adalah objektif. Seseorang mungkin lalai, sehingga orang lain terantjam oleh bahaja perugian jang tidak sewadjamja, dan kemudian betul-bctul ia menderita kerugian, namun dipandang dari sudut kesusilaan ia tidak bersalah. Mungkin ia sudah berdaja-upaja seberapa kesanggupannja, namun dia tidak dapat memenuhi tuntut­an patokan pendjagaan objektif jang ditagih oleh hukum. Pembatasan- pembatasan alamiah jang menghambat ketjerdasannja, atau pem- bawaannja dari laliir jang lambat dalam reaksinja, tidak harus dinjatakan sebagai kcsalahan-kesalahan moril. Djika dikatakan, bah­wa boleh dipandang sebagai satu kesalahan tjaranja memilih per- buatan, hingga tidak dapat dipcnuhinja apa jang dituntut oleh patokan hukum dari dirinja, maka apa jang sesungguhnja ditetapkan ialah bahwa dengan berbuat demikian, itu mendjadi satu antjam- an terhadap keamanan umum. Tetapi ini adalah dasar sesungguhnja dari pertanggungan-djawab dibawah postulat ketiga.

12-1

Page 124: CAAN M U.I

Apabila perugian-perugian terdjadi tanpa kesalahan seseorang clan dilimbulkan oleli suatu bentjana jang diluar kekuasaan seseorang untuk mentjegahnja lain dari orang jang menderita kerugian, baik hukiun Romawi maupun „eommon law” telah menganggap sewadjar- nja bahwa kita masing-masing harus memikul akibat-akibat jang tidak dapat dielakkan didalam kehidupan manusia. Satu serangan terhadap tanggapan ini telah dilakukan dalam kompensasi untuk pekerdja, ketika madjikan ditetapkan bertanggung-djawab atas pe­rugian-perugian didalam ketjelakaan-ketjelakaan jang terdjadi sewak- tu pekerdja melakukan tugasnja tanpa kesalahan seseorang. Tetapi dapat dikatakan, bahwa disini diluaskan penerangan azas dari pos­tulat ketiga. Sekurang-kurangnja ada alasan untuk dapat mengatakan, bahwa tudjuan pokok adalah sama dengan jang terdapat dibclakang postulat ketiga.

Dengan menetapkan bahwa seseorang jang memimpin suatu peru- sahaan bertanggung-djawab setjara mutlak untuk mengganti kerugian- kerugian jang diderita oleh pegawai-pegawainja dalam menunaikan tugasnja, maka tekanan dilakukan terhadap madjikan supaja ia de­ngan radjin berdaja-upaja seberapa mungkin untuk mentjegah ter- djadinja ketjelakaan. Djadi tudjuan jang teracliir adalah memelihara keamanan umum. Seperti dikatakan oleh Friedmann dengan tepat, ada „pertanggungan-djawab hukum kepada chalajak jang berasal dari pengawasan atas milik”.

Tetapi sekarang ada ketjenderungan orang hendak bertindak lebih djauh. Dengan timbulnja negara jang mengutamakan kebaktian ke­pada rakjat, atau negara kcsedjahteraan seperti kata penjokong- penjokongnja, maka berkembanglah satu pergerakan jang melampaui postulat ketiga, melampaui analoginja, dan dibelakang dasar untuk postulat itu dalam mendjaga keamanan umum. Pergerakan itu ber- djalan diatas satu dugaan jang berbeda, dan djika dia didesak sam­pai kebatas dugaan itu, maka kita diharuskannja mengubah seluruh teori tentang pertanggungan-djawab.

Ketika saja merumuskan tiga postulat itu satu general jang lalu, dim mendjadikannja tiga dasar teoretis dari pertanggungan-djawab, ketiganja terdapat didalam tipe pemerintah jang mendjaga per- damaian dan ketertiban umum serta mendukung keamanan umum.

125

Page 125: CAAN M U.I

Sampai gencrasi sekarang ini dinegeri-negeri jang berbahasa lnggeris keamanan umum meifgandung arti keamanan terhadap penjerangan atau kesalahan atau kedjahatan dari orang-orang lain. Pada waktu belakangan artinja mendjadi lebih daripada itu, tetapi bcrapa lebih- nja sukar dikatakan. Pendeknja telah didjadikan begitu rupa, se- hingga terinasuk keamanan terhadap kesalahan orang itu sendiri, keamanan terhadap kelalaian atau kcsialan, bahkan terhadap tjatjat- tjutjat didalam pekerti.

Pemerintah mentjoba berbuat lebih banjak daripada jang dilaku- kannja dimasa jang lalu, jailu pada masa postulat hukum jang tiga tadi dianut orang. Negara kcsedjahteraan meluaskan pertanggungan- djawab sampai keluar dasar postulat ketiga dalam keamanan umum. Tetapi lebih daripada perluasan belaka. Satu gagasan baru mengenai dasar pertanggungan-djawab diterima dan tanggapan- tnnggapan baru dibangun diatasnja. Rupanja gagasan peri-kemanu- siaan dianggap sebagai menuntut pampasan atas tangungan sese- crang untuk semua kerugian jang diderita oleh tiap orang, tak perduli bagaimana tcrdjadinja ketjelakaan itu. Rupanja ada ang- gapan bahwa didalam masjarakat jang beradab tiap-tiap orang boleh mengharapkin satu kchidupan ekonomis dan sosial jang ptnuh. Negara hams memenuhi pengharapan ini. Demikianlah untuk mendjaniin hidupnja ekonomis dan sosial jang pcnuh hams diniinta bantuan hukum, seperti sudah saja katakan, untuk mentjari seorang Samarita jang Baik, jang disuruh memberi bantuan dengan sukarela kepada tiap korban jang menderita kerugian, dan barang- kah memberi bantuan kepada tiap orang, jang karena sesuatu alasan, tidak memperoleh sebanjak jang diharap-harapkannja semula.

Empat puluh tahun jang lalu kctjenderungan ini inengambil beu- tuk apa jang dinamakan „teori djatninan mengenai pcrtanggungan djawab” (the insurance theory of liability). Satu doktrin pcri- kemanusiaan mengadjarkan bahwa perugian atau kerugian jang umum diderita oleli unimat manusia, harus mendapat djaminan de­ngan menjuruh scirnia orang mcmikul tanggungannja. Ada anggap- an, bahwa ini dapat dilakukan dengan meinikulkan pertanggungan- djawab langsung atas orang-orang Iain fang lebih sanggup meinikul tanggtingan itu, orang-orang jang dapat mencruskannja kepada kita

126

Page 126: CAAN M U.I

semua berupa bajaran-bajaran untuk lajanan-lajunan jang dibcrikan kepada publik atau berupa harga-harga tambahan untuk barang- barang jang dihasilkan atau dibuat pabcrik-paberik. Tckanan jang berat atas hasil-liasil pemadjakan berhubung dengan banjak matjain- nja dinas jang dilaksanakan oleh pemerintah, ruenjebabkan tidak mungkin bagi negara untuk niemegang peranan sebagai pendjamin, dan hal ini menjebabkan kita semuanja bertanggung-djawab. Tetapi kita dapat menghibur diri, karena kita ikut memikul beban jang meniinpa orang-orang lain dengan mcnganggap bertanggung-djawab seseorang jang sanggup memikul tanggun-djawab untuk sementara waktu, dan kemudian mencruskannja kepada kita semua. Tetapi me- merlukan pcrtimbangan soal tentang sudah berapa djaulikah tudjuan ini sesungguhnja tertjapai.

Dalam satu situasi, jang didalamnja hukum telah mentjapai satu kemadjuan besar discluruh dunia pada tahun-tahun terachir ini, ada terdjadi satu perpindahan beban jang hakiki dan langsung dari kor- bau perugian jang malang kepada publik. Sebagai ditetapkan oleh hukum dulu, negara tidak dapat dipandang bertanggung-djawab atas perugian-perugian terhadap perseorangan-perseorangan jang di- sebabkan oleh tindakan-tindakan jang salah dari pendjabat-pendjabat pemerintah. Menurut ,.common law” hanja pendjabat-pendjabat itu sendiri, jang tel all berbuat jang merugikan itu, harus bertanggung- djawab sebagai pribadi.

Dalam abad ini diseluruh dunia terdapat suatu ketjenderungan jang bertambah besar hendak mempergunakan uang negara untuk pengganti kerugian-kerugian jang telah diderita oleh perseorangan- perseorangan, jang disebabkan oleh pekerdja instansi-instansi pe­merintah. Sebagaimana seorang pegawai jang berbuat salah dari satu perusahaan pemerintah, begitu pula seorang pendjabat pemerintah jang telah berbuat tidak adil, djarang dapat ditjapai untuk memo- nuhi putusan membajar ganti kerugian, karena banjaknja pembatas- an-pembatasan jang dipasang oleh sistem pembebasan mereka dari pelaksanaan putusan pengadilan.

Duguit mengadjarkan, bahwa negara adalah satu maskapai besar jang melajani pubUk, dan disini dapat diminta bantuan pengadjaian- nja itu. Teranglah bahwa perluasan kepada negara pertanggungan-

127

Page 127: CAAN M U.I

djawab atas kelakuan sewenang-wenang atau Ialai dari pegawai- pegawai pemerintah dalam mendjalankan tugasnja, dapat dibenarkan dengan penggunaan analogi dari pertanggungan-djawab jang sama dari perusahaan-perusahaan pemerintah jang melajani publik. Da- lain sistem pemerintahan serupa ini, negara makin lama makin ba­njak mengambil alili kegiatan-kegiatan untuk kes'edjahteraan umum dan berusaha melaksanakan seluruh usaha jang melajani publik, hingga mengatasi dan mendesak semua inisiatif perseorangan atau kegiatan prive dari warganegaranja. Tetapi tanpa terlalu djauh ma- djimja, perluasan kaidah respondeat superior (biarlah madjikan jang bertangung-djawab) kepada negara, mungkin berdasarkan tanggapan peri-kemanusiaan bahwa kerugian-kerugian jang kebetulan dilakukan oleh dinas-dinas jang melajani kita semua, harus dipikul oleh kita semua.

Tetapi harus diperhatikan disini, bahwa tidak diluaskan kepada negara pertanggungan-djawab mutlak atas perugian-perugian tanpa kesalahan seseorang. Pertanggungan-djawab atas perugian-pe­rugian jang disebabkan oleh perbuatan-perbuatan salah dari pega- wai-pegawai, apabila dipikulkan keatas bahu negara, mungkin bcr- dasarkan postulat ketiga dari pertanggungan-djawab atas tindak dursila (tort liability). Pertanggungan-djawab ini berdasar dalam pemeliharaan keamanan umum dengan mendorong kewaspadaan dan keradjinan sebanjak-banjaknja untuk mentjegah perugian dari pihak mereka jaDg memimpin pekerdjaan-pekerdjaan jang mengandung ke- mungkinan-kemungkinan akan menimbulkan ketjelakaan.

Pengalaman sehari-hari menundjukkan bahwa alat-alat perleugkap- an pemerintah mungkin tidak dapat dikendalikan, dan keamanan umum terantjam oleh kemungkinan dan ketjenderungan ini. Ini tidak usah digolongkan kedalam djaminan sosial, djaminan kesehatan oleh negara, djaminan pengangguran oleh negara, dan pensiun dihari tua. Meskipun bersamaan dengan djaminan-djaminan itu, keamanan umum mungkin diletakkan diatas satu dasar peri-kemanusiaan umum, djaminan-djaminan ilu tidak menjangkut pembentukan sesuatu per- tanggungan-djawab lnikum atau bergantung kepada pemeliharaan keamanan umum.

128

Page 128: CAAN M U.I

Setengah peluasan lain dari pertanggungan-djawab tanpa kesalah­an, baik dengan undang-undang maupun oleh pengadilan, dapat ditundjuk kembali kepada satu penerapan jang luas dari azas postulat ketiga dalam memelihara keamanan umum, Adalah masuk kcdalam tipe ini perundang-undangan jang mendjatuhkan hukuman, tanpa menghiraukan dengan niat djahat atau tidak, djika seseorang diper- salahkan telah membahajakan kesehatan atau keamanan, meskipun orang jang melakukannja telah memakaikan segenap kehati-hatiannja jang sepatutnja. Tingkat keradjinan jang paling tinggi boleh di- djamin dan dengan demikian keamanan umum boleh dimadjukan dengan undang-undang seperti Undang-undang tentang Makanan dan Obat-obatan Mumi (Pure Food and Drug Acts).

Mengenai perluasan dengan putusan pengadilan, satu perkara jang agak lama adalah menjangkut doktrin tentang satu mobil kepunjaan keluarga. Satu pengadilan menjatakan begini: „Apabila seorang bapa membelikan keluarganja sebuah auto untuk dipakai mereka pelesir, bersenang-senang dan menghibur hati mereka, maka perintah- perintah keadilan alamiah akan menghendaki supaja pemiliknja harus bertanggung-djawab atas kelalaian keluarganja dalam mengemudi- kan auto itu, karena sebagai satu kaidah umum, hanja dengan ber­buat begitulah dapat ditjapai keadilan jang berarti”.

Disini pengadilan, sebagaimana lazimnja pada masa itu, berpen- dapat bahwa keamanan umum adalah kepentingan masjarakat jang paling utama. Keadilan mengandung makna mendjamin kepentingan masjarakat dengan saksama sekali. Perkara-perkara itu meletakkan doktrin tersebut seluruhnja diatas dasar tadi.

Seorang kritikus jang suka mengedjek mengatakan, bahwa pc- milikan sebuah mobil menundjukkan kekajaan begitu rupa sehingga „dituntut satu distribusi kelebihan ekonomis”. Tetapi pada hakekat* nja doktrin itu berdasarkan pandangan jang sama terhadap kepen- tin^an masjarakat didalam keamanan umum, jang memberi kesang­gupan untuk berlaku terus kepada pertanggungan-djawab atas pelanggaran oleh hewan-hewan temak, biarpun dalam masa berkuasanja teori bahwa pertanggungan-djawab itu perlu sebagai satu akibat kesalahan semata-mata.

129

K O L f L f c S J S T a i s / . a * i

I rA K 'J L »>5 O t

Page 129: CAAN M U.I

Adalah tidak sewadjarnja djika ditolak pemutusan perkara-perkara auto keluarga berdasarkan azas-azas alat (agency). Sembilan negara bagian menganut doktrin itu, sedang cmpat belas menolak, sesudah empat diantaranja menerimanja pada mulanja. Tetapi perkembangan pertanggungan-djawab oleh pengadilan dalam perkara-perkara se­rupa itu ditahan oleh perundang-undangan dengan memikulkan satu pertanggungan-djawab umum dari pemilik sebuah auto atas kelalaian orang-orang lain jang mempergunakan mobil itu dengan

seizinnju.Sekarang orang rnengadjukan usul-usul supaja dipikulkan pcr-

tang<jungan-djawab sipil tanpa kesalahan didalam lebih banjak perkara; setengah dari usul-usul itu melangkaui perkara-perkara jang dibitjarakan tadi.

Satu dari mul serupa itu ialah supaja dihapuskan oleh putusan peogudilan sjarat-sjarat jang menentukan kelalaian, apabila perugian jang diderita oleh pcmbcli terachir dari satu barang bikinan pabcrik hanja mungkin disebabkan oleh kurangnja kehati-batian terhadap keadaan barang itu kctika keluar dari paberik.

Satu usul jang iain ialah menghapuskan kategori pemborong- pemborong merdeka dan menerapkan doktrin respondeat superior kepada perugian-perugian jang disebabkan oleh kelalaian mereka atau disebabkan oleh kelalaian seorang agen atau budjang.

Usui jang lain lagi ialah dihapuskan sjarat tentang penimbulan sebab, misalnja satu perusahaan bus, atau satu pcrusahaan jang mempergunakan satu truk besar, bcrtangung-djawab kepada anak- bini dari orang jang tewas karena membunuh diri dengan melempav- kan dirinja kebawah roda bus atau truk jang sedang berlari tjepat sebagaimana lajaknja, dengan maksud supaja terdjamin penghidupan anak bininja itu.

Setengah dari usul-usul ini dikemukakan dengan dasar pemelihara- an keamanan umum. Setcngahnja lagi didesakkan dengan memper­gunakan teori djaminan. Tetapi sebagian besarnja, usul-usul serupa itu dikemukakan berdasarkan satu gagasan peri-kemanusiaan umum. Beberapa t,ara harus ditjari untuk meringankan semua kesedihan, kerugian dan keketjewaan.

130

Page 130: CAAN M U.I

Mengenai jang pertama dari usul-usul tadi, dia tidak dapat di- rumuskan lebih baik daripada jang diutjapkan oleh salah seorang dari hakim-hakim jang terkemuka disatu negara bagian, ketika me­njatakan pendapatnja jang berlainan : „Saja pertjaja bahwa kelalai­an tuan paberik tidak seharusnja disisihkan lagi sebagai satu dasar dari hak penggugat untuk meminta ganti kerugian. Menurut pcn- dapat saja, sekarang sudah seharusnja diakui, bahwa seorang tuan paberik memikul satu pertanggungan-djawab mutlak apabila satu barang jang telah diperdagangkannja dipasar, sedang dikctahuinja bahwa barang itu akan dipakai oleh tiap pembeli tanpa diperiksa lebih dulu, tem jata mempunjai satu tjatjat jang menjebabkan kc- rugian bagi manusia”.

Utjapan ini sudah melangkaui lapangan postulat, jang mengata- kan bahwa atas tanggungan sendiri seseorang harus mengendalikan sesuatu barang atau kegiatan dibawah pengawasannja atau ia me- landjutkan pekerdjaannja walaupun mempunjai ketjendeningan tidak akan terkendahkan dan mendatangkan kerusakan. Disini pilisk ter- dakwa tidak mendjaga sesuatu dan tidak ada barang j aDg terlcr>23 dari pegangannja. Ia memperdagangkan sesuatu dipasar, dlkctaLui akan melalui beberapa tangan dan achim ja sampai padu scoi^ng pembeh jang akan mempergunakannja. Djika didalam kegutan ini, dalam beberapa hal ia ajal mentjurahkan perhatiannja sebagainsii>;i lajaknja dan karena itu mengakibatkan orang-orang lain roenderilTi kerugian jang tak sewadjarnja, ia bertanggung-djawab atas penif;i.m- perugian jang diakibatkan oleh kelalaiannja. Djika perugian iiu di- sebabkan oleh satu tjatjat jang tersembunji didalam barang itu ketik.i dibawa kepasar, djika sampai kepada saat itu ia telah mengawasinja, (Lin djika menurut pengalaman biasa tjatjat itu tidak akan ada, dan akan tidak terdapat djika ia mempergunakannja dengan hati-hati sc- bagaimana lajaknja, maka fakta-fakta ini tjukup menundjukkan ke­lalaian dan dia harus bertanggung-djawab. Tetapi djika semua itu sudah dibuktikan bahwa ketika barang itu sampai ditangan peng­gugat tem jata mempunjai tjatjat dan penggugat luka olehnja, tanpa dapat dibuktikan bagaimana dan dimana timbulnja tjatjat tersebut, atau tidak dapat dibuktikan bahwa tjatjat itu semestinja sudah ada ketika terdakwa meletakkannja dipasar, maka untuk mendjatuhkan

131

Page 131: CAAN M U.I

putusan jang baik bagi penggugat, kita harus m entjari dasar baru

dari sahi pertanggungan-djawab.M enurut pendapat jang disebutkan tadi, pertanggungan- jawa

jang diusulkan diletakkan diatas dua landasan : Bahw a m ereka jang m enderita kerugian oleh barang-barang jang b ertja tja t tidak bersedia memikul konsekwensinja, dan bahwa m cm biarkan beban itu tinggal ditem pat djatuhnja, ini berarti satu ketjelakaan jan g tidak sem cstinja bagi orang jang mendapat kerugian, karena „risiko perugian dapat didjamin oleh pemilik paberik dan didistribusikan ditengah clialajak sebagai ongkos mendjalankan perusahaan”. D engan perkataan lain, ini boleh dipandang sebagai „satu bentjana jan g m erundung bagi orang jang menderita kerugian, jang hukum harus berusaha meng- ganti kerugiannja, dan pemilik paberik sanggup dan pasti akan m en­djamin terhadap pertanggungan-djawab.

Kebanjakan perkara pada waktu belakangan ini adalah mengenai ininuman lunak jang mcngandung zat asam -arang didalam botol. Semua paberik jang memperdagangkan barang-barang itu dipasar sekali-kali bukanlah perusahaan-perusahaan besar jan g m em punjai kemampuan luas untuk memberikan djam inan, dan kelihatann ja se- karang adalah tjurang dalil jang dikemukakan orang bahw a kerugi- an-kerugian jang ditimbulkannja harus dipikul oleh m asjarakat. K ita boleh bertanja apakah gagasan jang m endjadi d asam ja bukan bahwa pemilik paberik lebih sanggup m enderita kerugian daripada orang jang dirugikan. Apakah ini merupakan satu tanggapan jan g universil, atau apakah dia harus diterapkan menurut kadar kekajaan jan g lebih besar ? D jika saja tidak w adjib mendjadi pendjaga orang lain, m elain- kan harus mendjadi pendjam innja, tidak haruskah satu perubahan jang radikal didalam ketertiban sosial terdjadi m elalui perundang- undangan lebih dulu daripada m elalui putusan p en g ad ilan ?

Konpensasi untuk pekerdja belum begitu djauh seperti usul jang dibitjarakan tadi. Karena ia hanja m cntjakup perugian-perugian dan kerugian jang diderita selam a m elaksanakan pekerdjaannja. T etapi ia mulai diperluas besar sekali sam pai kepada perugian-perugian oleh kesalahan pegawai itu sendiri, jang pada m ulanja tidak ter. masuk. Demikian pula sudah ada desakan supaja seluruh soal perugi­an jsn g ditimbulkan oleh ketjelakaan, tcrutam a perugian-perugian

132

Page 132: CAAN M U.I

jang terdjadi ketika bekerdjanja dinas umum dari pcngangkutan dan ketjelakaan lalu-lintas didjalan-djalan raja, harus diserahkan ke­pada panitia-panitia administratif supaja diunis perkaranja berdasar­kan analogi dari konpensasi pekerdja atau malahan berdasarkan satu azas jang diluar analogi itu. Dipandang dari satu sudut, setidak- tidaknja banjak hal ini jang mungkin berdasarkan pemeliharaan ke­amanan umum, atas satu teori bahwa pertanggungan-djawab mutlak akan mendjadi satu dorongan kearah tindakan kewaspadaan jang paling tinggi dan keradjinan untuk mentjegah terdjadi ketjelakaan. Tetapi apabila hal ini didesak sampai keluar perkara-perkara, di­mana sjarat-sjarat terdjadinja ketjelakaan itu dibawah kontrole orang jang dianggap bertanggung-djawab, harus ditjari satu dasar lain, dan biasanja ditjari didalam apa jang dinamakan teori djaminan dari pertanggungan-djawab.

Didalam organisasi biro dari negara kesedjahteraan pada masa ini, adalah menjesatkan usul supaja diserahkan pertanggungan-dja­wab untuk membajar ganti bagi kerugian-kerugian jang disebabLan oleh kesalahan seseorang keatas bahu publik dengan memungut ba- jaran dari madjikan, atau perusahaan pemerintah, atau perusahaan industri, atau pemilik paberik atau produser. Satn biro atau koniki menetapkan tarif untuk djasa-djasa. Jang lainnja menerapkan atau sedang menetapkan harga-harga untuk barang-barang bikman paberik atau meninggikan produksinja. Jang lainnja lagi banjak se- dikitnja mengontrol upah-upah dan djam-djam kerdja. Satu djuri atau berbagai instansi pemerintah menentukan ganti kerugian atau djumlah kompensasi untuk korban sesuatu ketjelakaan. Masing- masing instansi ini bekerdja dengan merdeka, tidak tunduk kepada salah satu kekuasaan ko-ordinator.

Mereka jang mengontrol tarif djasa-djasa dan harga-harga selalu bersemangat merendahkan ongkos untuk publik seberapa mungkin. Dan mereka mengontrol pemikulan pertanggungan-djawab barang- kali bersemangat pula hendak memberikan sokongan jang sebesar- besam ja kepada mereka jang dirugikan atau anak-isteri mereka. D e­ngan terus-menerus adanja tekanan terhadap Industri dan perusahaan untuk meringankan beban berat jang ditanggung oleh publik jang m em bajar padjak, jang dikehendaki oleh program-program peri-

133

Page 133: CAAN M U.I

kemanusiaan kita pada waktu belakangan ini, hasil jang praktis mungkin akan berupa perpindahan beban itu kebahu korban jang

rela memikulnja.Penjelesaian serupa itu sudah ditentukan oleh Seksi 406 dari k ita b

Undang-undang Perdata Sovjet. „D alam situasi-situasi dim ana .........orang jang m enjebabkan perugian itu tidak diw adjibkan supaja m em bajar ganti kerugian, namun pengadilan boleh m em aksanja m em bajar pampasan untuk perugian itu, bergantung kepada status m iliknja dan status orang jang dirugikan”.

Rupanja tem jata didalam praktek bahw a scksi ini tidak dapat didjalankan sama sekali dan tidak pem ah dilaksanakan. T etap i gagasan itu, jang digabungkan dengan usul supaja dihapuskan sjarat penjebaban (causation) sebagai satu unsur pertanggungan-djaw ab dan teori djaininan, akan berdiri diatas suatu postu lat pertanggu- ngan-djaw ab seperti ini. „Didalam m asjarakat jang berad ab orang- orang bcrhak menganggap bahw a mereka akan didjam in oleh negara terhadap semua kerugian atau perugian, walaupun diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian mereka sendiri, dan untuk tudjuan itu pertanggungan-djawab untuk mcngganti semua kerugian dan perugi­an akan dipikulkan oleh undang-undang keatas bahu seseorang jang dipandang lebih sanggup niernikulnja”.

Menetapkan pertanggungan-djawab tanpa kesalahan setjara m c- njeluruh ini dan tanpa mcmperdulikan pem eliharaan keam anan umum, hanjalah dapat dibenarkan oleh kepertjajaan seorang jang beqiikiran sederhana sekali, seperti Pecksniff, dan dengan berbuat demikian kita sendiri mengambil beban m engganti sem ua kerugian atau kerusakan jang diderita oleh orang-orang lain.

Tiada sangsi lagi bahwa tidaklah memuaskan djika jang diharus- kan memikul kerugian adalah korban jang inalang dan m enderita kerugian dan perugian, jang tidak disebabkan oleh orang lain. Begitu pula tidaklah membangun djika kita m entjapai tudjuan-tudjuan peri- kemanusiaan jang tinggi dengan tjara jang m udah, seperti menjuruh orang-orang jang baik m em bajar ganti kerugian jan g bukan disebab­kan oleh kesalahannja, seperti seorang pengarang sandiw ara Junani mempergunakan dewa mesin untuk kcpentingannja sendiri. Sudah seharusnja orang m cntjari satu tjara jang lebih baik djika hendak

134

Page 134: CAAN M U.I

membuat ketertiban lmkum effektif untuk tjita-tjita peri-kemanusiaan, lebih baik daripada tjara penjamun Robin Hood atau pentjopet anak buah Lord Bramwell. Seperti ditjeritakan, Robin Hood pergi me- njamun untuk meinbantu orang-orang jang miskin, dan pentjopet Lord Bramwell pergi mendengarkan chotbah mengenai amal jang baik, dan saking terharunja oleh kepasihan pendeta bercholbah, di- tjopetnja isi kantong tiap orang jang didekatnja, dan semuanja di- letakkannja dipiring derma jang diedarkan.

Djelaslah bahwa hukum telah bergerak kearah lebih menitik- beratkan kepentingan sosial didalam kehidupan tiap individu, dan hukum tindak-tindak dursila sebagai akibatnja mengalami ketcgang- an. Tidak dapat dielakkan bahwa banjak pertjobaan dilakukan dan banjak pula kechilafan diperbuat. Tetapi sekali-kali tidak terang, bahwa dengan hukum kita akan sanggup mentjapai apa jang rupanja kita tjari-tjari. Barangkali apa jang sedang diusahakan meminta su- paja dilangkahi batas-batas dari tindakan hukum jang effektif. Tidak semua pengawasan sosial dapat ditjapai dengan ketertiban hukum. Ada kemungkinan bahwa instansi-instansi administratif akan iner.- tjapai hasil tjita-tjita peri-kemanusiaan lebih baik daripada iX'nvTa*lil- an. Tetapi pengalaman rupanja menundjukkan, bahwa dnja-upija hendak m entjapainja dengan tjara-tjara diluar hukum akan cneccnaa; perasaan antipati manusia jang kaku dan perlawanan terhadap \v;aha hendak menundukkan kehendak manusia kepada kehendak oraug- orang lain jang sewenang-wenang.

Ada kemungkinan bahwa beberapa bagian dari apa jang diusaha­kan itu akan tem jata lebih baik, djika diserahkan kepada badan- badan pengawasan sosial jang non-politik. Keringanan dari beban kepintjangan dalam kehidupan ekonomi, keringanan dari kemiskinan, keringanan dari ketakutan, djaminan terhadap keketjewaan dimana nafsu manusia sudah melebihi kesanggupannja, semua ini adalah tjita-tjita peri-komanusiaan jang patut dipudji. Tetapi meskipun orang sudah lama merasa, bahwa banjak hal jang diinginkannja mustahil akan tertjapai pada waktu ini, orang mungkin merasa setidak-tidak- nja, bahwa banjak program peri-kemanusiaan jang patut dipudji itu tidak akan dapat ditjapai oleh hukum sadja dalam prakteknja.

135

Page 135: CAAN M U.I

Sekarang perlu diperhatikan sebentar dua djenis lain dari per­tanggungan-djawab, jakni jang ditimbulkan oleh kontrak dan hu­bungan. Jan g pertam a telah lama m em berikan d jasa-djasanja jang berani kepada teori kehendak. Bukan sadja pertanggungan-djaw ab timbul dari transaksi-transaksi hukum, tetapi d juga pertanggungan- djaw ab jang melekat kepada satu d jabatan atau pekerdjaan, per- tanggungan-djawab jang bersangkutan dengan hubungan-hubungan, dan pertanggungan-djawab untuk m em bajar gaoti-kerugian (restit­ution) dalam perkara pengajaan setjara tidak adil (unjust enrich­ment) jang disebabkan oleh djandji jang dinjatakan atau tersirat, dan karena itu kehendak seseorang harus bertanggung-djaw ab.

Tetapi dibawah permukaannja, apa jang dinam akan kontrak de­ngan „estop p er (kaidah pembuktian atau doktrin hukum jang me- larang seseorang menjangkal kebenaTan dari sesuatu p em jataan jang dulu diutjapkannja), perkara-perkara penerim aan satu taw aran jang salah disampaikan, doktrin bahwa satu perusahaan pem erintah tidak mecnpunjai kekuasaan kontrak umum m engenai fasilitet dan kurs, ketjuali untuk melikwidasikan sjarat-sjarat kew adjiban hubungannja dalam perkara-perkara tertentu jang disangsikan dan perkara-perkara pemikulan kewadjiban-kewadjiban keatas balm suam i atau isteri se­sudah menikah dengan perubahan undang-undang, telah m enjebab- kan kesukaran-kesukaran jang gigih dan berulang-ulang datangnja, dan dimana-mana lalu diminta supaja ditindjau kem bali gagasan- gagasan kita.

Begitu pula teori objektif mengenai kontrak telah merusakkan benteng teori kehendak jang kuat tadinja. T id ak bolehkah k ita meng- anggap bahwa gedjala-gedjala ini bukan disebabkan oleh terikatnja kemauan manusia, melainkan oleh satu postulat jan g lain tentang m asjarakat beradab dan kesim pulan-kesiinpulannja ? T id ak bolehkah kita berkata bahwa didalam m asjarakat beradab, orang-orang harus sanS 8 uP mempunjai anggapan, bahw a orang-orang jang dipergauli- n ja didalam m asjarakat bcsar akan berbuat dengan itikad b a ik ?

D jika begitu, maka em pat kesimpulan akan dapat dipakai sebagai dasar em pat djenis pertanggungan-d jaw ab: Sebab m enurut kesim- pulannja, orang-orang harus sanggup b eran g g ap an :

136

Page 136: CAAN M U.I

a) balnva orang lain akan mempunjai pengharapan jang baik dan sewadjam ja ditjiptakan oleh djandji atau kelakuan lain ;

b) balnva mereka akan menepati djandjinja menurut pengharapan jang dilekatkan kepadanja oleh perasaan susila dari masjarakat;

c) balnva mereka akan berbuat radjin dan dapat dipertjaja dalam hubungan-hubungan, djabatan dan pekerdjaan; dan

d) bahwa mereka akan mengganti dengan uang atau barang-barang jang senilai, apa jang sudah diterimanja setjara keliru atau oleh keadaan jang tak disangka-sangka, sehingga mereka menerima apa jang sewadjam ja tidak patut dan tidak diharapkan diterima­nja dalam keadaan-keadaan biasa.

Demikianlah kita kembali kepada gagasan itikad baik, gagasan dari sardjana-sardjana hukum klassik Romawi dan sardjana-sardjana filsafat hukum dalam abad ke-17, jang daripadanja teori kehendak merupakan satu perkembangan metafisik. Hanja djika kita memberi- n ja satu dasar dalam filsafat kemasjarakatan, dimana mereka meu- tjari satu dasar didalam teori-teori mengenai sifat trarsaksi ?x:n sifat manusia sebagai satu machluk jang mempunjai kesusilaan.

Djika menoleh kebelakang, keseluruh pokok pembitjaraan ini, ar-a- kah kita tidak akan mendjelaskan lebih banjak gedjala dr.n inc-.. djelaskannja lebih baik dengan mengatakan, bahwa hukum m :m - perkuat pengharapan-pengharapan sewadjamja, jang timbul kc- lakuan, hubungan-hubungan, dan situasi, dan bukannja hukum be- kerdja atas dasar tindakan jang dikehendaki dan tindakan jang di- kehendaki semata-mata, memaksakan akibat-akibat jang dikehendaki dari niat-niat jang dinjatakan, memaksakan ganti kerugian bagi pe­njerangan jang dikehendaki, dan memaksakan ganti kerugian untuk kelalaian dalam mendjalankan kelakuan jang dikehendaki ?

Djika kita mendjelaskan lebih banjak dan mendjelaskannja lebih lengkap dengan mengatakan bahwa tudjuan jang terachir dalam teori pertanggungan-djawab adalah kepertjajaan jang dapat dibenarkan di­dalam keadaan-keadaan jang sehat dari masjarakat beradab, dari­pada dengan mengatakan bahwa itu adalah kemampuan merdeka, kita akan dapat melakukan semua apa jang boleh kita harapkan dapat dilakukan dengan sesuatu teori.

137

Page 137: CAAN M U.I

B A B 5

M I L I K

Sebagaim ana kita ketahui, kehidupan ekonom i dari tiap per-

scorangan didalam masjarakat, m eliputi ompat tuntutan.Pertam a adalah satu tuntutan untuk m enguasai liarta-benda, ke-

kajaan alam jang kepadanja bergantung pcnghidupan manusia.Kedua adalah satu tuntutan terhadap kebebasan industri dan kon­

trak sebagai satu harta milik perseorangan, terlepas dari pengguna­an kekuasaan seseorang sebagai satu taraf kepribadian, karena di­dalam satu masjarakat jang tersusun rapi sekali, kehidupan umum mungkin sebagian bcsarnja bergantung kepada kerdja perseorangan dilapangan pekerdjaan jang chusus, dan kekuasaan untuk bekerdja setjara bebas dilapangan pekerdjaan jang dipilih sendiri oleh tiap orang, mungkin merupakan harta jang utam a dari tiap orang.

Ketiga adalah satu tuntutan terhadap keuntungan-keuntungan jang didjandjikan, terhadap pelaksanaan bem ilai keuangan jang didjandji- kan oleli orang-orang lain, karena didalam satu organisasi ekonomi jang kompleks dengan pembagian kerdja jang terperintji dan perusa­haan jang meluas dalam masa jang lama, kredit makin lam a makin banjak mencmpati kedudukan kckajaan m ateriil sebagai a lat penukar dan saluran kegiatan perdagangan.

Keem pat adalah satu tuntutan supaja terd jam in terhadap tjampur- tangan orang lain jang mengganggu hubungan perekonom ian jang menguntungkan dengan orang jang lain lagi baik hubungan kontrak, pergatdan, perdagangan, d jabatan, maupun hubungan didalam ru- mah-tangga. Sebab bukan sadja berbagai hubungan jang mempunjai satu nilai ekonomi menjangkut tuntutan-tuntutan terhadap pihak lain dalam hubungan itu, jang seseorang boleh m em inta hukum men- djam in hubungan tersebut, tetapi djuga berbagai hubungan itu me- njangkut tunlutan-tuntutan terhadap dunia um um nja, supaja tidak

138

Page 138: CAAN M U.I

ditjampuri hubungan menguntungkan, jang merupakan satu bagian pen ting dari penghidupan individu.

Pengakuan hukum bagi tuntutan-tuntutan perseorangan ini, pe- nentuan batas dan djaminan hukum bagi kepentingan-kepentingan perseorangan mengenai harta-benda, terdapat pada dasar organi­sasi perekonomian masjarakat kita. Dalam masjarakat jang beradab orang harus dapat mempunjai anggapan, bahwa mereka boleh me- nguasai, untuk tudjuan-tudjuan jang menguntungkan bagi mereka, apa-apa jang telah mereka temukan dan meinpunjainja untuk penggu- naan sendiri, apa jang telah mereka tjiptakan dengan tenaga sendiri, dan apa-apa jang mereka peroleh didalam ketertiban masjarakat dan perekonomian jang terdapat pada waktunja.

Inilah, sebagaimana telah kita ketahui, satu postulat hukum dari masjarakat beradab. Hukum milik dalam arti jang seluas-luasnja meliputi milik jang tak berwudjud (incorporeal property), dan doktrin-doktrin jang tumbuh berkembang mengenai perlindungan bagi hubungan-hubungan ekonomi jang menguntungkan, memberi­kan effekt kepada kebutuhan dan permintaan masjarakat jang di- rumuskan didalam postulat ini. Begitu pula disalurkan oleh hukum kontrak didalam satu ketertiban ekonomi jang berdasarkan kred it Satu kepentingan masjarakat didalam keamanan memperoleh basil usaha (acquisitions) dan satu kepentingan masjarakat dalam keaman­an melakukan transaksi-transaksi, adalah bentuk-bentuk dari ke­pentingan didalam keamanan umum jang sangat banjak memikulkau tugas kepada hukum. Keamanan umum, perdamaian, ketertiban dan kesehatan umum didjamin sebagian terbesarnja oleh polisi dan instansi-instansi pemerintah. Milik dan kontrak, keamanan memper­oleh hasil usaha, dan keamanan transaksi adalah daerah jang didalam- n ja hukum paling effektif dan jang sangat banjak meminta bantuan hukum. Karena itu milik dan kontrak adalah dua soal jang akan sangat banjak dibitjarakan oleh filsafat hukum.

Didalam hukum pertanggungan-djawab, baik atas perugian- perugian maupun atas djandji-djandji, teori-teori filsafat banjak mempengaruhi pembentukan hukum jang berlaku. D jika teori-teori itu tumbuh dari daja-upaja hendak memahamkan dan mendjelaskan

139

Page 139: CAAN M U.I

perintah-perintah hukum jang ada, namun teori-teori itu menjedia- kan pula satu al.it pengetjam jang dapat dipakai untuk menilai perintah-perintah itu, untuk m em bentuknja guna m asa depan, serta m embangun perintah-perintah baru daripadanja dan diatasnja.

Tetapi sangat kurang tepat apabila dikatakan begitu mengenai teori-teori filsafat tentang milik. Peranannja tidak beg itu kritis dan kreatif tadinja, inelainkan mendjelaskan. Teori-teori filsafat tidak memperlihatkan bagaim ana membangun m elainkan telah m entjoba memuaskan manusia dengan apa jang telah m ereka bangun. P en je­lidikan terhadap teori-teori ini merupakan satu telaah jang m em beri penerangan tentang bagaimana teori-teori filsafat hukum berkem bang dari fakta-fakta jang terdapat pada suatu m asa dan disuatu tem pat sebagai pendjelasannja, dan kemudian m em berikan penerapan uni­versil sebagai pcndjelasan atau pcnentuan jang perlu dari gedjala- gedjala m asjarakat dan hukum untuk semua m asa dan ditiap tem pat. Telah dikatakan bahw a filsafat hukum berusaha m entjari unsur jang tetap dan abadi didalam hukum pada suatu masa dan disuatu tempat. D an sangat benarlah djika dikatakan bahw a filsafat hukum bcrdaja- upaja menemukan didalam hukum pada suatu m asa dan disuatu tempat ?ahi gambaran jang tetap dan abadi dari hukum universil.

Telah dikatakan bahwa perseorangan didalam m asjarakat beradab m enuntut supaja dapat dikuasainja dan dipergunakannja untuk tu- djuan-tudjuannja apa jang sudah ditem ukannja dan ditundukkannja kebaw ah kekuasaannja, apa-apa jang ditjiptakannja dengan tenaga- n ja, baik dengan kerdja djasmani maupun kerd ja otaknja, dan apa jang diperolehnja dibawah sistem sosial, ekonomi dan hukum dengan penukaran, pembelian, pem berian, atau pewarisan.

Jan g pertam a dan kedua diantaranja selalu disebutkan orang se­bagai memberikan satu hak „alam iah” (natural) atas m ilik. Begitulah orang-orang Romawi m enjebutkannja sebagai tjara -tjara dari „per- olehan alam iah” (natural acquisition) dengan pendtidukan atau dengan spesifikasi (membuat satu djenis, jaitu tjiptaan). S e su n g g u h n ja , m em­punjai apa-apa jang ditemukan adalah sesuai sekali dengan satu instinkt azasi dari manusia, sehingga penem uan dan pendudukan telah tertjantum didalam kitab-kitab hukum sem endjak sardjana- sard jana hukum Romawi m enetapkan pokok-pokoknja.

140

Page 140: CAAN M U.I

Satu tjontoh jang menjolok tentang bagaimana luasnja doktrin ini menjambut ketjenderungan-ketjenderungan jang berakar didalam kalbu manusia, diberikan oleh kebiasaan-kebiasaan mengenai pe- nemuan mineral ditanali kepunjaan negara, jang diatasnja didirikan undang-undang pertambangan Amerika Serikat; dan kebiasaan- kebiasaan dari perikanan paus lama mengenai ikan-tetap (fast-fish) dan ikan-lepas (loose-fish) jang diakui dan diperlakukan oleh penga­dilan-pengadilan. Tetapi ada satu kesukaran dalam perkara tjiptaan atau spesifikasi itu, jakni tjiptaan itu mungkin mempergunakan bahan-bahan, dan bahan-bahan atau perkakas jang dipakai mungkin kepunjaan orang lain. Ketjuali djika tjiptaan itu dihasilkan oleh otak, tidak memerlukan alat. Sebab itu Grotius menjederhanakan tjiptaau dengan kerdja itu mendjadi pendudukan, karena djika seseorang membuat sesuatu dari apa jang ditemukannja, bahan-bahan itu acL?.- lah kepunjaannja dengan pendudukan, dan djika tidak, maka tun'.v.t- an hak orang lain terhadap bahan-bahan itu adalah menc-uUikar

Persehsihan pendapat mengenai tuntutan m asm g-nw iic; c orang jang menjediakan bahan-bahan, telah terdapat di-j.ilj.ru 2'.?.- langan sardjana-sardjana hukum Romawi dimasa klassik. O h 'jC Proculia menetapkan bahwa sesuatu benda jang dibikin hci-x •c.’T. djadi milik pernbikinnja, sebab itu duhmja belum ada. S tb . !i*~ I:-: orang-orang Sabinia menetapkannja sebagai hak pihak ja'i;- rac.n- punjai bahan-bahan, karena tanpa bahan-bahan itu benda rv\n tersebut tidak akan dapat dibildn.

Pada tingkatan kematangan hukum Romawi diadakunlah satu kom- promi, dan semendjak itu telah diperoleh berbagai kompromi. Tetapi dalam zaman modem ini tuntutan pihak jang mentjiptakan telah mendapat sokongan dari pengarang jang banjak, mulai dari Locke sampai kepada kaum sosialis. Sardjana-sardjana hukum Romawi me- namakan apa jang diperoleh dibawah sistem masjarakat, ekonomi dan hukum jang berlaku sebagai perolehan „sipil” dan dipahamkan bahwa azas suum cu iquc tribucre mendjamin, bahwa benda jang di­peroleh setjara demikan adalah kepunjaan seseorang itu.

Sardjana-sardjana hukum Romawi mengakui, bahwa barang-barang tertentu tidak tunduk kepada perolehan dengan salah satu tjara

141

Page 141: CAAN M U.I

jang disebutkan diatas. Dengan dipengaruhi oleh gagasan Stoa me- ngenai naturalis ratio, m ereka niemahainkan bahw a kebanjakan ba­rang didunia ini ditentukan oleh alam supaja dikuasai manusia. P e­nguasa serupa itu menjatakan tudjuan barang-barang itu menurut hukum alam. Tetapi setengah barang, tidak ditentukan untuk di­kuasai oleh perseorangan. Penguasa perseorangan akan berlaw anan dengan tudjuannja menurut liukum alam. Karena itu barang-barang tersebut tidak boleh mendjadi milik prive, dan dinam akan res extra com m ercium .

Barang-barang itu boleh dikutjilkan dari kcm ungkinan akan di- miliki oleh peinilik perseorangan dengan tiga tjara.

Mungkin karcna berhubungan dengan sifatn ja, barang-barang itu dapat dipergunakan, tetapi tidak dapat dipunjai; dan berhubung dengan sifatnja itu, maka disesuaikan untuk pem akaian umum. Barang-barang itu adalah res com m unes.

Atau mungkin pula barang-barang itu dibikin untuk — atau ditilik sifatnja — disesuaikan kepada pemakaian publik, ja itu dipakai untuk tudjuan umum oleh pendjabat pem erintah atau oleh pcrkaum an po­litik. Barang-barang itu adalah res pu blicae.

Dan mungkin pula barang-barang itu telah dibaktikan kepada tudjuan-tudjuan keagamaan atau diwakafkan m enurut hukum agama jang tidak sesuai dengan pemilikan prive, Barang-barang itu adalah res sanctae, res sacrae, dan res religiosae.

Dalam hukum modern, sebagai akihat dari kckeliruan pada Zaman Pertengahan mengenai kekuasaan jang berdaulat untuk me- ngatur pemakaian barang-barang (im pcrium ) dengan pemilikan (dom inium ) dan gagasan mengenai negara sebagai sah i badan hu­kum, maka kita membuat kategori kedua m endjadi m ilik badan-badan perusahaan negara. Dan hal ini menghendaki pcngarang-pengarang sistem modern supaja mcngadakan pemisahan antara barang jang tidak dapat dipunjai sama sekali, seperti manusia, barang jang boleh dipunjai oleh perusahaan-perusahaan publik tetapi tidak boleh di- pindahkan, dan barang jang dipunjai oleh perusahaan dengan hak pemilikan sepenuhnja.

K ita djuga mempunjai ketjenderungan untuk m em batasi gagasan penemuan dan pendudukan dengan m endjadikan res nullius (barang-

142

Page 142: CAAN M U.I

barang jang 'tidak ada jang empunjanja, seperti binatang-binatang liar) res publicae (barang-barang kepunjaan negara) dan untuk mem- benarkan satu pengaturan jang lebih keras terhadap pemakaian res comm unes oleh perseorangan (misalnja, pemakaian aliran sungai un­tuk pengairan atau pembangldtan tenaga) dengan menjatakan bahwa barang-barang itu adalah milik negara atau „dipunjai oleh negara sebagai amanat dari rakjat”.

Tetapi harus dikatakan, bahwa semcntara pengadilan dan per- undang-undangan kita rupanja sepakat mendjadikan segala sesuatu selaku milik, ketjuali udara dan laut lepas, pada hakekatnja res com ­munes dan res nullitis jang dikatakan kepunjaan negara, tidak lain dari sematjam pendjagaan untuk tudjuan-tudjuan masjarakat. Itulah jang dikatakan imperium, bukan dominium. Negara sebagai satu badan hukum tidak mempunjai sebatang sungai seperti dia mem­punjai perabot-perabot didalam gedung negara. Negara tidak mem­punjai binatang-binatang liar seperti dia mempunjai uang kontan jang disimpan didalam lemari-lemarj besi dari perbendaharaan ne­geri. Apa jang dimaksud ialah bahwa pemeliharaan sumber-sumber masjarakat jang penting menghendaki pengaturan buat penggunaan res com m unes untuk mentjegah perbenturan serta menghindarkan pemborosan, dan menghendaki pembatasan wakcu, tempat dun orang-orang jang boleh mengarnbil faedah dari res nullius itu, supaja dapat ditjegah pemusnahan barang-barang jang tak berpunja itu. T jara kita menamakannja dalam zaman modem ini merupakan h a ­nja satu peristiwa dari dogma abad ke-19, jang mengatakan bahwa segala sesuatu mesti ada jang mempunjainja.

Tidaklah sukar untuk memahamkan bagaimana sardjana-sardjana hukum Romawi sampai kepada pembedaan jang semendjak itu ter­dapat didalam kitab-kitab hukum. Setengah barang adalah bagian dari fam ilia Romawi, dipakai oleh orang Romawi diatas tanah negara jang didudukinja, atau didjualnja kepada mereka, jang dengannja ia mempunjai kekuasaan hukum untuk mengadakan hubungan pcr- dagangan. Ia memperolehnja dengan penemuan, dengan perampasan dalam perang, dengan kerdja dalam pertanian atau sebagai seorang tukang, dengan transaksi-transaksi perdagangan atau dengan pe- warisan. Untuk barang-barang inilah dilakukan orang gugatan-

143

Page 143: CAAN M U.I

gugatan prive. Barang-barang lain bukanlah bagian dari kepunjaan- n ja atau kepunjaan keluarganja. Barang-barang itu dipergunakan untuk tudjuan-tudjuan politik, atau m iliter atau keagam aan, seperti sungai-sungai, diambil m anfaatnja oleh tiap orang tanpa dapat meng-

habiskannja atau mempunjainja.D jika tim bul perkara mengenai barang-barang ini, m aka jang di­

m inta bantuannja untuk m enjelesaikan ialah hakim -polisi dan bukan kekuasaan pengadilan. Sebab barang-barang itu dilindungi atau pe- makaiannja diatur dan didjamin oleh larangan-larangan. Seseorang tidak dapat memperolelmja supaja dapat m elakukan gugatan prive didepan pengadilan untuk m em bela barang-barang itu. D jad i se- tcngah barang dapat diperoleh dan dipusakakan, dan jang lainnja tidak dapat. Tetapi supaja berlaku, menurut teori ilmu hukum, pem- bedaan harus terletak didalam sifat barang-barang, dan disam a-rata- kan meiiurut sifatnja itu.

D alam satu masa, tatkala daerah-daerah luas jan g belum diduduki masih terbuka untuk didiami dan sum ber-sum ber kekajaan alam jang melimpah-limpah sedang menunggu manusia supaja ditem ukan dan dikembangkan, tidaklah mengandung kesukaran besar satu teori tentang perolehan dengan penemuan dan m em punjai res nullius, mentjadangkan sedikit barang sebagai res extra com m erciu m .

Sebaliknja. disatu dunia jang sudah padat penduduknja, teori ten­tang res extra com m ercium rupanja tidak sesuai lag i dengan milik prive dan teori penemuan dan pendudukan m engakibatkan pem- borosan kekajaan alam. M engenai jang disebut kem udian in i, kita boleh memperbandingkan undang-undang tentang pertam bangan dan undang-undang tentang hak pemakaian air ditanah pem erintah, jang berkem bang disopandjang garis-garis penem uan, dan m endjadikan- n ja kepunjaan menurut keadaan-keadaan ditahun 1849, dan per- undang-undang federal dari tahim 1866 dan 1872, dengan perundang- undangan pada waktu terachir ini, jang m enganut gagasan-gagasan tentang pem eliharan kekajaan alam.

Teori jang pertam a memerlukan pertim bangan jan g leb ih banjak. Sebab dalil jang mcngutjilkan setengah barang dari pem ilikan prive rupanja lebih banjak diterapkan kepada tanah dan bahkan kepada barang-barang jang bergerak. Dem ikianlah H erbert Spencer, dalam

144

Page 144: CAAN M U.I

mendjelaskan res cummuncs, berkata: „Djika seseorang mengganggu luibungan onuig lain dengan benda-benda alam jang kepadanja ber­gantung penghidupan orang lain itu, maka ia merusakkan kebebasan orang lain, jang dipakai untuk pengukur kebebasannja sendiri".

Tetapi djika ini benar mengenai udara, tjahaja dan au- jang me- ngalir, maka orang harus gigih menjelidiki mengapa tidak benar me­ngenai tanah, bahan-bahan makanan, alat-alat dan perkakas, me­ngenai modal, dan malahan djuga mengenai kemewahan-kemewahan jang kepadanja bergantung kehidupan manusia jang sebenam ja. Begitu pula, djika orang memandang milik bukaa dari satu tjita-tjita berupa kegiatan perseorangan jang maksimal, seperti dilakukan Spencer, melainkan dari satu tjita-tjita berupa ketepat-gunaan jang maksimal dari ketertiban ekonomi, maka seperti didalam hukum Sovjet, harus ditarik garis pemisah antara alat-alat produksi, jang d i­anggap mungkin dapat dipergunakan lebih tepat-guna apabila di- sosialisasikan, dan barang-b.irang konsumpsi, „barang ba:ong untuk dihabiskan dan untuk kesenangar. rakjat” jaiig diperuntukkin ' buat dimakan atau dipakai giina kohidupsn perseoi.-.ncyn fuapa r. S potensi untuk menghasiikan sesuatu. Sebr.b itu telah rneni?.jjdi soal jang sulit bagi filsafat ilmu hukum b?<gainiai>3 rne;nLer;.k;m ju <■ keterangan jang masuk akal leutar.g apa j.n g disebutkan ta k -avl-h alamiah dan bagaimana menetapkan batas-batas al&rr.iah ba'-I l.-:k tersebut.

Bangsa Junani dan bangsa Romawi pnrbakala merasa puas ap;.b>h mereka dapat memelihara status quo ekonomi dan sosial, atau ss- tidak-tidaknja mentjita-tjitakannja dan mendjaganja didalam bentuk jang ditjita-tjitakan. Tetapi orang-orang Zaman Pertengahan telah puas dengan menerima stium cuiquc tribuerc sebagai sudah meuentu- kan. Tjukuplah djika perolehan tanah dan barang-barang jang ber- gerak dan pemilikan prive atasnja telah mendjadi bagian dari sistem sosial jang ada. Sesudah runtuhnja kekuasaan, sardjana-sardjana hu­kum dalam abad ke-17 dan ke-18 mentjoba menempatkan akal alamiah (natural reason) dibelakang milik prive seperti dibelakang semua lembaga jang lain.

Tatkala Kant meruntuhkan dasar ini, sardjana-sardjana hukum fil­safat dalam abad ke-19 mentjoba mendeduksikan milik dari satu

145

Page 145: CAAN M U.I

dasar penjimpulan (daturr\) m etafisik jang pokok; sardjana-sardjana hukum historis berasaha m entjatat perkem bangan dari gagasan milik prive didalam pcngalam an manusia, dan dengan demikian memper- lihatkan gagasan universil ; sardjana hukum utilitis mempertundjuk- kan m ilik ‘prive dengan batu udjiannja jang fundam entil ; dan sar­djana-sardjana hukum positif menetapkan berlakunja dan perlunja dengan mengamat-amati lem baga-lem baga m anusia dan evolusinja. Dengan perkataan lain, disini sebagaim ana d juga dimana-mana, tatkala hukum alam abad ke-18 runtuh, maka sardjana-sardjana hu­kum m entjoba ineletakkan landasan-landasan baru dibaw ah bangun- an lama dari hak-hak azasi, presis seperti hak-hak azasi telah dipasang sebagai satu landasan baru untuk m enjokong lem baga- lem baga jang sebelumnja telah m cncm ukan satu dasar jang tjukup didalam kekuasaan.

Teori-teori jang dipergunakan orang dalam usahanja m em berikan satu keterangan jang masuk akal mengenai m ilik prive sebagai satu lembaga sosial dan hukum, untuk memudahkan boleh dimasukkan kedalam enam kelompok pokok, masing-masingnja m em punjai bentuk jang banjak. Kelompok-kelompok ini boleh d isebu tk an : (1) Teori- teori hukum alam, (2) teori-teori metafisik, (3) teori-teori sedjarah, (4) teori-teori positif, (5) teori-teori psychologis, dan (6) teori-teori sosiologis.

Adapun teori-teori hukum alam, setengalm ja bekerdja diatas satu konsepsi tentang azas-azas akal alam iah jang diam bil dari sifat benda-benda, dan setengalm ja lagi diatas konsepsi tentang sifat ma- nusia. Jan g pertama melandjutkan gagasan dari ahli-ahli hukum Romawi. M ereka memulai dengan satu azas tertentu jan g didapati sebagai pendjelasan dari satu perkara konkrit dan m endjadikannja satu landasan universil bagi satu hukum m ilik jang umum.

Sebagaim ana sudah diterangkan, m ereka m enem ukan satu postulat tentang milik dan dengan deduksi m enjim pulkau m ilik daripadanja. Teori-teori serupa itu biasanja berpangkal, baik dari gagasan pen- dudukan maupun dari gagasan tjiptaan dengan kerdja. Teori-teori jang dikatakan berdasarkan tabiat manusia ada tig a bentuknja. Se- tengahnja bekerdja diatas satu konsepsi tentang hak-hak azasi, jang

146

Page 146: CAAN M U.I

diterima sebagai kaifiat-kaifiat (qualitis) dari sifat manusia jang di- tjapai dengan pemikiran mengenai sifat" manusia abstrakt. Jang lain- lainnja bekerdja diatas dasar satu kontrak sosial ja^g menjatakan atau mendjamin hak-hak jang disimpulkan oleh akal dari sifat ma­nusia didalam abstrakt.

Dalam pemikiran masa belakangan ini satu bentuk ketiga sudah timbul, jang boleh dinamakan satu hukum alam ekonomi. Dalam teori berbentuk ini satu landasan umum untuk milik disimpulkan dari sifat ekonomis manusia atau dari sifat manusia sebacai satu

©

wudjud ekonomi. Ini adalah teori-teori modem mengenai hukum alam diatas dasar ekonomi dan bukannja ethika.

Adjaran Grotius dan Pufendorf boleh dipandang sebagai djenis- djenis dari teori-teori hukum alam jang sudah lebih tua mengenai milik. Menurut pcndapat Grotius, semua benda pada mulanja adalah res nidlius, (benda-benda jang tidak ada pemiliknja). Tetapi manusia didalam masjarakat membagi-bagi hampir semua benda itu dengan persetudjuan. Benda-benda jang tidak dibagi-bagi setjara demikian, ditemukan kemudian oleh perseorangan-perseorangan, dan didjadi- kannja kepimjaan mereka. Begitulah benda-benda {ersebut mendjadi tunduk kepada penguasaan individuil. Satu Icekuasaan penuli untuk menentukan penggunaan benda (power of disposition) adalah di- deduksikan dari penguasaan individuil ini, sebagai .sesuatu jaug ter- kandung didalatnnja menurut logika, dan kekuasaan ulajat ini mengadakan dasar untuk memperoleh dari orang-orang lain, jang tuntutan-tuntutan haknja berdiri langsung atau tidaJc langsung di­atas landasan alamiah dari pembagian asli oleh persetudjuan atau dari penemuan dan pendudukan sesudalmja.

Tam bahan lagi dapat dikemukakan dalil, bahwa penguasaan dari seorang pemilik, supaja sempuma bukan sadja harus mentjakup kekuasaan untuk memberikan inter vivos (antara orang-orang jang hidup), tetapi djuga kekuasaan untuk mewariskannja sesudah ine- ninggal sebagai sematjam pemberian jang ditangguhkan. Demikian satu sistem jang lengkap dari hak-hak milik azasi diletakkan langsung atau tidak langsung diatas satu pembagian asli dengan persetudjuan jang postulatnja sudah dikemukakan, atau sebagai satu penemuan dan pendudukan jang mengiringkannja.

' 147

Page 147: CAAN M U.I

Teori itu harus dipandang didalam rangka kaifiat fakta-fakta dari subjek jang ditulis oleh Grotius dan dengan mempertimbangkan waktu ketika ia menulis itu. Ia menulis tentang hukum internasional didalam masa peluasan daerah dan pcndjadjahan pada awal abad ke-17. Perbintjangannja tentang dasar filsafat bagi m ilik adalah di- maksud sebagai satu permulaan dari pertim bangan m engenai hak negara-negara jang dituntutnja atas daerah territorialn ja. Sebagai­mana keadaannja dulu, wilajah negara-negara itu sebagiannja adalah dipusakakannja dari masa jang lalu. Ilak-hak itu berdasarkan se- m atjain penjesuaian jang kasar diantara suku-suku jan g m enjerbu kedalam Keradjaan Romawi. Hak-hak tersebut dapat diidealisasikan sebagai hasil dari satu pembagian dengan persetudjuan dan pewaris- an dari, atau diperoleh dari mereka jang m engam bil bagian dalam persetudjuan itu. Bagian lainnja merupakan hak-hak „azasi” baru jang berdasarkan penemuan dan pendudukan didunia baru. D em i­kianlah satu schema hak-hak jang diromawikan dan diidealisasikan, jang dipergunakan oleh negara-negara Eropa dari abad ke-17 untuk menguasai terus wilajah mereka, telah m endjadi satu teori mengenai milik jang universil.

Pufendorf membangun seluiuh teorinja diatas satu pakta jang asli. ia berpendapat, bahwa pada permulaannja terdapat satu „perkaum- an jang negatif”. Jaitu, pada mulanja semua benda adalah res com ­munes (kepunjaan bersama). Tidak seorang pun m endjadi pemilik- nja. Barang-barang itu boleh dipergunakan oleh semua orang. Dinamakan satu perkauman jang negatif untuk m em perbedakannja dengan pemilikan tegas (affirm ative) oleh orang-orang jang sama mempunjai. Pufendorf menerangkan, bahw a orang-orang menghapus- kan perkauman negatif dengan persetudjuan tim bal-balik dan dengan demikian mcnegakkan pemilikan prive. Baik menurut bunji pakta ini, maupun menurut kesimpulan jang tentu, tcrkandung didalamnja apa jang tidak diduduki pada waktu itu dan disana, dapat diperoleh orang lain dengan penemuan dan pendudukan, dan perolehan hak- hak jang derivatif ini, jang berlangsung dari penghapusan perkauman negatif, adalah dipahamkan sebagai satu kesimpulan jang perlu se­landjutnja.

148

Page 148: CAAN M U.I

Didalam hukum Inggeris-Amerika, berkat djasa Blackstone mulai berlaku paham jang membenarkan milik berdasarkan azas alamiah dari pendudukan atas benda-benda jang tidak ada pemiliknja. Ber- diri ditcngah antara Locke disatu pihak dan Grotius serta Pufendorf dilain pihak, Blackstone tidak bersedia menjatakan bahwa perlu adanja anggapan tentang satu pakta jang asli. Kelihatannja ia ber- pendirian bahwa satu azas perolehan (a principle of acquisition) oleh satu kekuasaan mengontrol untuk sementara adalah sama besar dan lamanja (coextensive) dengan pemunjaan (possession) jang m enja­takan sifat manusia dalam masa-niasa primitif; dan bahwa kemudian, dengan madjunja peradaban, sifat manusia didalam satu masjarakat jang beradab dinjatakan oleh satu azas kontrol jang tetap dan penuh atas apa-apa jang sudah diduduki setjara eksklusif, termasuk ius disponendi (hak ulajat) sebagai satu peristiwa jang perlu dari kontrol serupa itu.

Sir Henry M aine telah menundjukkan, bahwa pembeduan antara satu tingkatan permulaan dan jatu tLigkaUft kemudian didalam imk milik alamiah, tumbuh dari hasrat Iienclak jVi-2Rje'iu:ukan lec-ri J.rnfff.ri hikajat-hikajat didalam Kitab Siifjl Patriarch-prt!r»i!\r<.:i -J: j

hubungan mereka dengan can.'h-tiiii’'. iompatkawanan dombanja memakan ram put PaO: yaOa tiagk.i\in p rc,ii>!a • an maupun pada tingkatan kemudics, j-iTg n'endj^cU d<-sar tcivcK r adalah tabiat manusia sebagai satu imclduk j„ng berakal, jan j; ;li njatakan didalam satu azas alamiah dari knnuol atas bnnda-bonda dengan menduduki atau didalam satu kculrak asli jang mencntukan pemilikan serupa itu.

Dengan bangkitnja lagi hukum alam dalam tahun-lahun tcrachii ini, maka timbul pula satu tahapan baru dari pembenarau milik atas dasar tabiat manusia. Hal ini pertama-tama disarankan oleh sardjana- sardjana ekonomi, jang menjimpulkan milik dari sifat ekonomis manusia sebagai satu keharusan dari penghidupan tiap orang di­dalam masjarakat. Biasanja paham ini dihubungkan dengan satu teori psychologis disatu pihak dan dengan teori sosial-utilitis dilain pihak. Didalam karangan penulis-penulis tentang filsafat hukum teori ini kerapkali inengambil tjorak metafisik.

149

Page 149: CAAN M U.I

Dipandang dari pendirian lain, apa jang pada pokoknja merupa- kan teori-teori hukum alam telah diandjurkan oleh kaum sosialis, baik dengan mendeduksikan satu hak azasi dari pekerdja atas seluruli hasil pekerdjaannja dari satu azas „alam iah” dari pentjiptaan mau- pun dengan inelaksanakan gagasan kaifiat-kaifiat alam iah (natural qualities) pada tiap manusia, sampai kepada titik penjangkalan se ­mua milik prive sebagai satu lembaga „alam iah” dan mendeduksikan satu kekuasaan hukum umum dari res com m unes atau res pu b licae.

Teori-teori metafisik mengenai milik adalah sebagian dari gerakan umum jang mendesak teori-teori hak azasi dari abad ke-17 dan ke-18, jang ditegakkan oleh teori-teori m etafisika diatas tabiat manusia jang abstrakt atau diatas satu perdjandjian jang dianggap ada. Teori-teori itu dilahirkan oleh Immanuel Kant. Pertam a-tam a ia m entjoba mem- benarkan gagasan abstrakt mengenai satu hukum m ilik — gagasan tentang satu sistem dari „m eum dan luum (punjaku dan punjakau) terhadap benda diluar” Disini, sebagaimana djuga ditem pat lam, ia memulai teorinja dengan kepribadian manusia perseorangan jang tak boleh diganggu. Sesuatu benda adalah sah kepunjaan saja, kata- nja, apabila saja berhubungan rapat sekali dengan benda itu, se­hingga seorang lain jang memakainja tanpa izin saja, adalah me- rugikan saja.

Tetapi untuk membenarkan hukum milik, kita harus m elewati perkara-perkara pemunjaan, dimana ada satu hubungan fisik scsung- guhnja rlongan benda itu, dan tjam pur-tangan orang lain didalam - n ja adalah satu penjerangan terhadap kepribadian. Benda itu hanja dapat m endjadi kepunjaan saja untuk tudjuan-tudjuan satu sistem hukum dari m cum dan luum, dimana orang lain akan berbu at salah terhadap diri saja djika dipakainja benda itu, apabila benda itu betul-betul tidak kepunjaan saja. I la l inj pertam a-tam a menimbulkan pertanjaan : „Bagaim ana mungkin satu pem unjaan (possession) se- m ata-m ata juridis atau resionil jang diperbedakan dengan satu p e­m unjaan jang semata-m ata fisik ?"

Kant m endjaw ab pertanjaan ini dengan m em pergunakan satu interpretasi metafisik mengenai teori pendudukan dari abad ke-13. D engan mengiakan bahwa gagasan satu m asjarakat prim itif tentang benda-benda adalah fiksi belaka, maka gagasan dari satu m asjarakat

150

Page 150: CAAN M U.I

asli menurut logika, tentang tanah clan benda-benda jang terdapat diatasnja, katanja, mempunjai kenjataan jang objektif dan kenjataan juridis jang praktis. D jika tidak begitu, objek-objek jang dikehendaki oleh penggunaan kemauan semata-mata, djika dibebaskan daripada- nja oleh operasi hukum, akan dinaikkan sampai kem artabat sub- jek-subjek jang mempunjai kemauan bebas, meskipun mereka tidak mempunjai tuntutan subjektif jang harus dihormali.

Demikianlah orang jang mula-mula mempunjai mendasarkan hak- nja diatas satu hak mengambil djadi kepunjaan (right of taking pos­session) jang umum dibawa semendjak laliir, dan mengganggunja adalah satu kesalahan. Pengambilan suatu benda pertama kali untuk dipunjai mendapat „satu tuntutan atas hak” dibelakangnja didalam prinsip tuntutan umum jang asli terhadap pemunjaan. Sebagai akibatnja, maka jang mengambil benda ini memperoleh satu ke­kuasaan mengontrol jang „di\vudjudkan dengan pengertian dan merdeka dari hubungan-hubungan ruangan”; dan dia atau mereka jang menerima daripadanja boleh mempunjai sebidang tanah, walau- pun fisik djauh dari tanah tersebut. Satu pemunjaan serupa itu hanja mungkin didalam satu negara dari masjarakat sipil.

Didalam m asjarakat sipil satu pernjataan dengan perkataan dan perbuatan, bahw a suatu benda diluar diri saja adalah kepunjaan saja, dan mendjadikan satu objek bagi pelaksanaan kemauan saja, adalah „satu perbuatan juridis”. Ia menjangkut satu pernjataan bah­wa orang-orang lain mempunjai kewadjiban untuk mendjauhkan tangannja dari penggunaan benda itu. Djuga ia menjangkut satu pengakuan, bahwa sebaliknja saja mempunjai kewadjiban untuk menghormati hubungan orang-orang Iain dengan benda-benda jang telah didjadikannja „kcpunjaannja pada lahimja”. Sebab kita dibawa kepada azas keadilan fundamentil jang menghendaki tiap orang supaja mengatur kelakuannja dengan satu kaidah universil jang memberikan effek jang sama kepada kemauan orang-orang lain. Ini didjamin oleh ketertiban hukum didalam masjarakat sipil dan mem­berikan kepada kita kekuasaan atas benda-benda diluar diri saja dan ens;kau.

Sesudah menjelesaikan satu teori mengenai meum dan iuum se­bagai lembaga-lembaga hukum, Kant berpaling kepada satu teori

151

Page 151: CAAN M U.I

tentang perolehan, dan diperbedakannja satu perolehan jang asli dan pertam a dengan satu perolehan jang diturunkan (derived). Aslinja tidak ada satu benda pun m endjadi kepunjaan saja tanpa satu per­buatan juridis. Unsur transaksi hukum dari perolehan asli ini ada tiga:

(1) Pcmegangan („prehension”) sesuatu benda jan g bukan ke­punjaan orang lain ;

(2) Satu perbuatan dari kemauan bebas jang m elarang orang- orang lain mempergunakannja sebagai kepunjaan mereka ;

(3) Pengam bilan untuk diri sendiri sebagai satu perolehan jang tetap, sambil menerima satu kekuatan jang m entjiptakan hu­kum dari azas menjelaraskan kemauan-kemauan m enurut satu hukum universil, dan berkenaan dengan benda jang diam bil- n ja itu mewadjibkan semua orang menghormati dan berbuat sesuai dengan kemauan orang jang m engam bil tadi.

Kemudian Kant meneruskan penjem pum aan satu teori m engenai perolehan derivatif dengan djalan pemindahan hak atau pengasingan (alienation), dengan penjerahan atau dengan kontrak, sebagai satu pem berian effek jang sah kepada kemauan perseorangan oleh kaidah-kaidah universil, jang dapat disedjalankan dengan satu tepat- guna jang serupa dalam tindakan dari kemauan orang-orang lain, interpretasi metafisik dari teori Romawi m engenai pendudukan ini njatalah merupakan penjam bung antara pepatah hukum abad ke-18 dan pepatah Savignv, bahwa semua milik berdasar atas pem unjaan jang merugikan jang dimatangkan oleh daluwarsa.

Apabila teori Kant itu diperiksa, maka akan didapati bahw a dia mengandung gagasan pendudukan dan gagasan perdjandjian. P en ­dudukan telah mendjadi satu transaksi hukum jang m enjangkut satu pakta unilateral supaja tidak diganggu orang-orang lain berhubung dengan pendudukan mereka atas benda-benda lain. T etap i pakta tidak mengambil ketepat-gunaannja dari kekuatan m oral jang m ele­kat dari satu djandji sebagai demikian atau sifat manusia sebagai satu machluk bcrmoral, jang harus m enepati d jandjin ja. Ketepat- gunaannja tidak ditemukan didalam kaifiat d jandji-d jandji atau kaifiat manusia, mclainkan didalam satu azas jang mendamaikan kemauan-kemauan dengan satu hukum universil, karena azas itu menghendaki seseorang jang menerangkan kem auannja mengenai

152

Page 152: CAAN M U.I

objek A harus mcngliormati pernjataan dari kemauan tetangganja mengenai objek B.

Sebaliknja, gagasan mengenai tjiptaan tidak ada, dan ini tentu ada artinja. Menulis pada achir abad ke-lS , mengingat gagasan- gagasan Rousseau jang berpendapat bahwa laki-lald jang mula-mula mematjul sebidang tanah dan kemudian berkata, „Ini kepunjaanku”, akan dibunuh orang beramai-ramai, dan mengingat tjampur-tangan terhadap hak-hak jang kokoh dinegerj Perantjis jang sedang berevo- lusi, Kant tidak memikirkan bagaimana orang-orang jang tidak punja boleh menuntut satu bagian jang lebih besar dari apa jang sudah dihasilkannja, melainkan bagaimana orang-orang jang punja boleh menuntut supaja boleh memegang terus apa jang dipunjai mereka.

Hegel mengembangkan selandjutnja teori metafisik dengan me- lepaskan diri dari gagasan pendudukan dan memperlakukan milik sebagai satu perwudjudan dari gagasan kebebasan. Milik, „mem- bikin objektif komauan pribadi saja sendiri”. Supaja tertjapai ke­bebasan penuh jang terkandung dalam gagasan kebebasan, orang harus memberikan satu lingkungan diluar dirinja kepada kebebasannja. Karena itu seseorang mempunjai satu hak untuk Tnengt>r?.hk,'’j i ke­mauannja terhadap satu benda diluar dirinja, dan benda jang diarab serupa itu mendjadi kepunjaannja. Djadi apabila seseorang ineng- ambil sesuatu benda untuk dirinja, pada pokoknja ia menjaxakan keagungan kemauannja dengan mempertundjukkan bahwa benda- benda luar jang tidak mempunjai kemauan adalah tidak mentjukupi dirinja dan bukanlah tudjuan-tudjuan pada dirinja.

Sebagai akibatnja maka adalah dangkal tuntutan orang supaja di­adakan persamaan dalam pembagian tanah dan bentuk-bentuk lain dari kekajaan. Sebab, menurut pendapatnja, perbedaan kenjataan itu adalah disebabkan oleh kebetulan-kebetulan jang terdjadi dialam luar, jang memberikan nilai jang lebih besar kepada apa jang telah dikesankan oleh A dengan kemauannja daripada kepada apa jang telah dikesankan oleh B dengan kemauannja pula, dan kepada ke- pelbagaian jang tiada berhingga dari pikiran dan pekerti perseorang­an, jang mendorong A melekatkan kemauannja kepada benda ini dan B melekatkan kemauannja kepada benda itu. Manusia adalah

153

Page 153: CAAN M U.I

sama sebagai pribadi-pribadi. Berkenaan dengan azas pemunjaan itu mereka sama pula. Tiap orang harus mempunjai sesuatu djenis milik supaja bebas. Diluar ini, „diantara orang-orang jang berbeda bakat- nja akan tim bul kepintjangan dan persamaan itu akan mendjadi

salah". 'Teori-teori m ctafisik tentang milik dari abad ke-19 melaksanakan

gagasan-gagasan ini dan mengembangkan metode ini. Dan harus di- perhatikan bahwa teori-teori itu mempunjai kclcm ahan jang dapat diserang oleh pendirian teori res extra com m erciutn. D jadi teori H e­gel itu dapat disimpulkan sebagai berikut : Kepribadian itu me- njangkut penggunaan kemauan berkenaan dengan benda-benda. Apabila seorang mendjalankan kemauannja berkenaan dengan satu benda, dan dcngiin demikian memperoleh satu kekuasaan m engon­trol atas benda itu, kemauan orang-orang lain dikuntjilkan dari ben­da ini, dan harus diarahkan kepada benda-benda jang dengannja kepribadian lain belum mengindentifikasikan dirinja.

Selam a masih ada tanah-tanah kosong jang boleh diduduki, daerah- daerah belum dibuka menunggu perintis-perintis, sum ber-sum ber kekajaan alam belum digali menunggu penam bang-penam bang, pen- deknja selama masih tjukup banjak benda-benda fisik dapat ditjapai, seliingga agak bebas orang memilihnja, maka ini akan sedjalan d e­ngan teori keadilan dari abad ke-19. T etap i apabila, sebagaim ana pada achir abad ke-19, dunia mendjadi penuh sesak dan sum ber- sumber kekajaan alamnja sudah diambili dan dieksploitasikan orang, sehingga terdapat satu tjatjat didalam alam kebendaan, karena pen- djalanan kemauan dari beberapa orang tidak m eninggalkan benda- benda lagi bagi pelaksanaan kemauan orang-orang lainnja, atau ter­dapat suatu kekurangan begitu rupa sehingga terhalang pelaksanaan kemauan jang berarti, maka sukarlah dipahamkan bagaim ana dalil Hegel boleh diselaraskan dengan dalil jang terdapat dibelakang kon- scpsi res extra com m crcium . ^

M iller, seorang pcngikut Hegel di Skotlandia, berdaja-upaja meng- atasi kesukaran ini. Dikatakannja, bahwa diluar apa jang diperlukan untuk kehidupan sew adjam ja dan perkem bangan diri m anusia, milik „hanja dapat dianggap sebagai satu am anat bagi negara”. Tetapi dalam zaman m odem, satu pem bagian kem bali setjara betkala

LSI

Page 154: CAAN M U.I

\

(a periodical redistribution), seperti dalam zaman purba, dipandan" dari sudut ekonomi tidak dapat diterima. Namun djika kekajaan seseorang sudah melewati batas-batas kepatntan, „pembuat undang- undang pastilah harus tjampur-tangan atas naina masjarakat dan mentjegah ketidak-adilan jang mungkin dilakukan dengan memutar- bahkkan hak jang abstrakt”. Mengingat undang-undang tentang hak- liak azasi, seorang penganut Hegel di Amerika Serikat tidak akan dapat meminta bantuan deus ex machiiui dari satu undang-undang Parlemen seenaknja. Barangkali dia akan berbalik kepada pemadjak- an jang bertingkat-tiugkat (graduated taxation) dan pemnngutan pa- djak dari warisan. Tetapi ketika terdesak, tidakkah Miller berbalik kepada penggunaan sesuatu jang sangat sama dengan sosial- utilitarisme ?

Lorim er menghubungkan teori metafisik dengan teori-teori jang ber­dasarkan sifat manusia. Sebagai tjontoh, ia mendeduksikan selumh sistem m ilik dari satu tanggapan fundiunr-ntil bahwa „hak untuk liidup dan untuk melandjittkan kehidupan m'rnganclung satu hak terhadap sjarat-sjarat kehidupan itu”. Sebagai akibatnja, katanjr.. ga­gasan mengenai milik mempunjai h"bungan jans? tak tsrpytuska:: „bukan sadja dengan kehidupan jna;wsia, tetapi dengan '.?•hidupan organik pada umumnja”. D:iambaokann;.i, baliwa memberikan hak-hak kepada pelaksanaan gagasan it.sr-gtnai n ili!; sesuai luasnja dengan kekuasaan-kekunsaan jang tcrdapa: didalam milik itu”. Tetapi apabila dalil ini diterapkan dalam mendjelaskan dasar dari sistem milik pada waktu ini ddalam semua periatjiannja, maka orang harus mempergunakan satu djenis pemikiran buatan (artificial reasoning) jang sama dengan apa jang dipakai oleh sar­djana-sardjana hukum dari abad ke-17 dan ke-18. Gagasan abstrakt mengenai pemilikan bukan satu-satunja soal jang harus dibahas oleh ahli filsafat hukum. Tambahan lagi pemikiran jang dipakai untuk melakukan penerapan tidak boleh diselaraskan dengan dalil-dalil jang dengannja doktrin res extra communes dipandang pula sebagai sedikit dari hukum alam.

Meskipun dikatakan berbeda seluruhnja, tetapi teorj positif me­ngenai dasar milik pada pokoknja adalah sama dengan teori meta- fisik. Begitulah teori Spencer merupakan satu deduksi dari satu

155

Page 155: CAAN M U.I

„hukum kebebasan jang sam a” jang fundam cntil, jang dibenarkan oleh observasi terhadap fakta-fakta didalam m asjarakat prim itif. Tetapi „hukum kebebasan jang sam a” dianggap sebagai sudah dipastikan oleh pengam atan, dengan tjara jang sam a jan g dipakai untuk m e- mastika hukum-hukum fisika dan kimiah, pada liakekatnja adalah rumus K ant mengenai keadilan, sebagai telah kerap ditundjukkan. Dan pembuktian kebcnaran deduksi-deduksi hukum ini dengan peng­amatan terhadap fakta-fakta dari peradaban prim itif, pada pokoknja tidak berbeda dengan pembuktian kebenaran deduksi-deduksi dari hukum fundam cntil m etafisik jang didukung oleh sardjana-sardjana hukum sedjarah. Sardjana-sardjana hukum m etafisik m entjapai satu azas setjara metafisik dan mendeduksikan milik dari azas itu. Sar- djana-sardjana hukum sedjarah kemudian membuktikan kebenaran deduksi ini dengan memperlihatkan azas jang sam a sebagai gagasan jang mewudjudkan dirinja didalam sedjarah hukum.

O leh kaum positivis pengikut August Com te azas jang sam a di- tjapai dengan pengamatan, deduksi jang sama diam bil dari azas itu , dan deduksi ini dibuktikan kebenarannja oleh penem uan lem baga jang terpendam didalam m asjarakat prim itif, dan berkem bang de­ngan madjunja peradaban. Perbedaan jang m enjolok adalah bahw a sardjana-sardjana hukum metafisik dan sedjarah m enjandarkan pen- dapatnja terutam a kepada pendudukan prim itif terhadap benda- benda jang tak ada pemiliknja, sedang kaum positivis telah tjondong untuk meletakkan titik-berat pada pentjiptaan benda-benda baru dengan kerdja. Betapapun djuga, dengan m eletakkan kesam ping se- bentar pembuktian kebenaran itu, deduksi jang dibuat oleh Spencer mengandung kesukaran-kesukaran jang sama seperti jang terdapat dalam deduksi metafisik. Tam bahan lagi, seperti deduksi m etafisik, dia memberi keterangan tentang satu gagasan abstrakt tentang milik prive lebih dulu daripada suatu kekuasaan peraturan jang betul- betul bcrlaku. Menurut dugaannja, kepintjangan itu diakibatkan oleh „kekuatan jang lebih besar, kepintaran jang lebih besar atau pene­rapan jang lebih besar” dari mereka jang m em peroleh harta-benda lebih banjak daripada orang-orang lain.

Sebab itu, karena tudjuan hukum dianggap untuk m entjiptakan satu maksimum dari pengemukaan-diri perseorangan setjara bebas,

156

Page 156: CAAN M U.I

\

maka akan melanggar tudjuan ketertiban hukum jang sebenam ja, sesuatu tjampur-tangan terhadap seseorang jang memegang hasil-hasil kekuatannja jang lebih besar atau kepintarannja jang lebih besar atau penerapan jang lebih besar, jang diikuti oleh kegiatan jang lebih besar didalam pengemukaan-diri jang mentjiptakan dan mem- peroleh kekajaan. Patut pula diingat disini, bahwa teori ini, seperti semua teori sebelumnja, menganggap satu ius disponendi jang sem- purna terkandung didalam pengertian milik itu. Tetapi apakah ini tidak menghendaki pembuktian kebenaran ? Apakah ius disponendi mengandung gagasan jang mereka buktikan, atau dia hanja satu peristiwa dari lembaga jang mereka tjoba mendjelaskannja dengax pembuktian kebenaran itu ?

Sardjana-sardjana hukum sedjarah telah mempertahankan teori m ereka berdasarkan dua tanggapan :(1) Konsepsi tentang milik prive, seperti konsepsi kepribadian p er­

seorangan, menempuh perkembangan jang lambat tetapi te ta j dari permulaan hukum ;

(2) pemilikan perseorangan telah tumbuh dari hak-hak kelompok presis sebagaimana kepentingan-kepentingan perseorangan dari kepribadian telah dibebaskan berangsur-angsur dari kepenting- an-kepetingan kelompok.

Nlarilah kita tindjau tiap-tiap tanggapan ini dalam perintjianaja.D jika kita periksa setjara analitis hukum milik, kita akan melihaf

tiga tingkatan atau tahapan didalam kekuasaan atau kesanggupan jang dipunjai orang untuk mempengaruhi perbuatan orang-orang la ir berkenaan dengan benda-benda jang berwudjud.

Tingkatan jang pertama hanja merupakan keadaan fakta, satu p e megangan fisik atau pengontrolan fisik belaka atas sesuatu barang tanpa sesuatu unsur lain apa sadja. Sardjana-sardjana hukum Romawi menamakan ini pemunjaan alamiah (possessio naturalis). Kita m enje butkannja pendjagaan (custody). Pengarang-pengarang tentang ilmt; hukum analitis memandangnja sebagai satu unsur pemunjaan. Tetap; pemunjaan alamiah ini adalah sesuatu jang mungkin ada bebas dan hukum atau dari negara, seperti dalam apa jang disebutkan pedis pos- sessio dari undang-undang pertambangan Amerika, dimana sebelurr hukum atau kekuasaan negara telah diperluas ketanah publik didae-

15*?

Page 157: CAAN M U.I

rah pcrtam bangan, penam bang-penam bang mcngakui hak seseorang jan g sungguh-sungguh m enggali, untuk menggali terus ditem pat itu t;mpa diganggu-ganggu. D jadi sem ata-m ata mempunjai suatu benda didalam pegangan hakiki dari seseorang, m em beri satu keuntungan. T etap i ia mungkin hanja satu keuntungan jang bergantung kepada kekuatan seseorang atau kepada pengakuan dan ponghormatan oleh orang-orang lain terhadap kepribadiannja. In i bukanlah satu ke­untungan hukum ketjuali djika hukum melindungi kepribadian. Jang terdjam in adalah diri fisik dari seseorang dalam pem unjaau alam iah, bukan hubungannja dengan barang jang dipegangnja.

Tingkatan atau tahapan kedua, djika dianalisa lebih landjut, ada­lah apa jang dinamakan oleh penganut-penganut hukum Rom aw i, pemunjaan menurut hukum (juristic possession) sebagai sesuatu jang dibedakan dengan pemunjaan alamiah. Ini adalah satu perkem bang­an hukum dari gagasan tentang pendjagaan jang diluar hukum (extra­legal). Dim ana pendjagaan atau kesanggupan untuk m cnghasilkan lagi satu keadaan pendjagaan atau kesanggupan untuk m cnghasilkan lagi satu keadaan pendjagaan digabimgkan dengan unsur pikiran dari niat hendak memegang untuk tudjuan-tudjuan sendiri dari sese­orang, ketertiban hukum menganugerahkan kepada orang jang m c- inegang barang itu scdemikian, satu ketjakapan jang dilindungi dan dipertahankan oleh hukum untuk memegangnja terus, dan m cm beri­kan satu hak untuk memulihkan kem bali barang itu kedalam kontrol fisiknja jang langsung, seandainja barang itu dirampas orang lain dari pegangannja. Seperti dikatakan oleh penganut-penganut hukum Romawi, dalam perkara pemunjaan alamiah hukum m endjam in hu­bungan antara pribadi fisik dengan benda, sedang dalam pem unjaan menurut hukum, jang didjamin oleh hukum adalah hubungan antara kemauan seseorang dengan benda itu.

Pada tingkatan paling tinggi dari hubungan milik, hak milik, hu­kum bertindak lebih djauh dan mendjamin bagi m anusia penikmatan eksklusif atau penghabisan atau penguasaan atas benda-benda jang djauh diluar kesanggupan m ereka, baik dengan m endjaga maupun dengan mempunjai - jaitu diluar apa jang dapat m ereka pegang de­ngan kekuatan fisik, dan diluar apa jang sungguh-sungguh dapat mereka pegang walaupun dengan bantuan negara.

158

Page 158: CAAN M U.I

\

Begitulah pemunjaan alamiah adalah satu konsepsi tentang fakta irmrni jang sekali-kali tidak bergantung kepada hukum. Suatu hal jang penting dipandang dari sudut hukum adalah kepentingan dari jang empunja setjara alamiah didalam kepribadiannja.

Pemunjaan juridis adalah satu konsepsi tentang fakta dan hukum, jang ada sebagai satu hubungan mumi dari fakta, merdeka dari asal hukum, tetapi dilindungi dan dipertahankan oleh hukum tanpa me- mandang tjampur-tangan terhadap kepribadian.

H ak milik (ownership) adalah satu konsepsi hukum jang mumi, jang berasal didalam hukum dan bergantung kepada hukum.

Pada umumnja perkembangan bersedjarah dari hukum milik mengikuti garis jang ditundjuk oleh analisa setjara itu. Dalam peng- awasan sosial jang paling primitif hanja pemunjaan alamiah jang diakui, dan tjampur-tangan dalam pemunjaan alamiah tidak diper­bedakan dengan tjampur-tangan terhadap pribadi atau perugian terhadap kehormatan seseorang jang diganggu kontak Esiknja de­ngan benda fisik itu. Didalam pengawasan sosial oleh hukum lebih dulu, suatu hal jang paling penting diantara semua ialah peng- am bilan (seisin), atau pemunjaan (possessio). Ini adalah satu j-e- m unjaan juridis, satu konsepsi baik mengenai fakta maupun vikuni. Lem baga-lem baga serupa itu seperti penjerahan jang dun,-It oleh seseorang jang disita menurut „common law”, sangat banjak dida- lam satu tingkatan permulaan dari perkembangan hukum. Lembaga- lem baga itu memperlihatkan bahwa terutama hukum melindungi hu­bungan dengan satu benda jang dipunjai oleh seseorang. Sesunggub- nj a gagasan tentang dominium, atau hak milik seperti kita pahamkan sekarang, adalah disempurnakan setjara mendalam sekali didalam hukum Romawi, dan sistem-sistem hukum lain mendapat gagasan tentang itu, jang diperbedakan dari pengambilan, dari kitab-kitab hukum Romawi.

Pengakuan bagi kepentingan-kepentingan perseorangan atas harta- benda, atau dengan perkataan lain, bagi milik perseorangan, telah berkem bang dari pengakuan bagi kepentingan-kepentingan kelompok, presis sebagaimana pengakuan bagi kepentingan-kepentingan per­seorangan dari kepribadian telah berkembang setjara berangsur-

159

Page 159: CAAN M U.I

angsur dari apa jang pada tingkatan pertam a merupakan satu penga- kuan bagi kepentingan-kepentingan kelompok.

Pernjataan jang biasa didjumpai didalam kitab-ldtab hukum jang mengatakan bahwa semua milik pada mulanja dipunjai bersam a, me- ngandung arti tidak lain dari in i : Apabila kepentingan harta-benda didjam in untuk pertam a kali, jang terdjamin itu adalah kepentingan kelompok-kelompok 'dari mereka jang seketurunan, karena didalam masjarakat jang disusun setjara kesukuan, kelom pok-kelom pok m e­reka jang seketurunan adalah satuan-satuan hukum. Pengaw asan so­sial mendjamin kelompok-kelompok ini didalam pendudukan ter­hadap benda-benda jang sudah didjadikan kepunjaan m ereka. D alam arti ini, milik jang pertam a adalah milik kelom pok jan g lebih di- utamakan daripada milik perseorangan. Namun harus diingat, bahw a dimana sadja kita mendjumpai satu pendjaminan kepentingan-ke- pentingan kelompok, kelompok jang menduduki itu terdjam in ter­hadap tjampur-tangan kelompok-kelompok lain jang tidak dibolehkan menduduki pula. Dua gagasan berangsur-berangsur bekerd ja untuk memetjahkan kepentingan-kepentingan kelompok ini dan m entjipta- kan pengakuan bagi kepentingan-kepentingan perseorangan. Satu dari gagasan ini adalah pem bagian rumah-tangga. Jan g lain adalah gagasan tentang apa jang didalam hukum Hindu dinam akan milik jang diperoleh sendiri (self-acquired property), harta pentjaharian.

Didalam masjarakat prim itif atau purbakala, apabila rum ah- tangga mulai besar dan sukar dikendalikan, m aka terd jadilah per- petjahan jang menjangkut pembagian milik dan anggota-anggota ru ­mah-tangga. Sesungguhnja didalam hukum Hindu pem bagian itu dianggap terutama sebagai pembagian anggota-anggota rum ah-tang­ga dan pembagian milik hanja kadang-kadang dilakukan. Begitu pula didalam hukum Romawi gugatan lama jang m enghendaki pem ­bagian dinamakan gugatan supaja diadakan pem bagian n im ah-tang«a Demikianlah, pertama-pertama pembagian itu merupakan satu pe- metjahan satu rumah-tangga jang sudah terlalu besar m endjadi ru- m ah-tangga jang ketjil-ketjil. Tetapi tidak lama kemudian, pem bagian itu tjondong untuk mendjadi pembagian satu rum ah-tangga diantara anggota-anggota. Demikianlah didalam hukum Romawi, pada waktu m em nggalnja kepala satu rumah-tangga, masing-masing anak laki-

160

Page 160: CAAN M U.I

\

lakinja jang dibawah kekuasaannja pada waktu ia meninggal, men­djadi seorang pater fam ilia, dan dapat mengadjukan satu gugatan

untuk membagi-membagi warisan, meskipun ia mungkin satu-satu- nja anggota rumah-tangga itu, dan ia pula kepalanja. Dengan tjara ini hak milik perseorangan mendjadi keadaan jang biasa, bukannja milik rumah-tangga.

D idalam hukum Hindu milik rumah-tangga masih dipandang se­bagai keadaan jang normal. Tetapi dengan terdjadinja perubahan- perubahan didalam masjarakat dan muntjulnja kegiatan perdagangan industri, terdjadilah satu perubahan dengan tjepatnja, jang men­djadikan milik perseorangan satu tipe jang normal dalam prakteknja, djika tidak didalam teori hukum.

M ilik jang diperoleh sendiri, atau harta pentjaharian, kekuatan kedua jang memetjah-belah, dapat dilihat didalam hukum Hindu dan djuga didalam hukum Romawi. Didalam hukum Hindu semua milik adalah m ilik rumah-tangga lazimnja dan prim a facia. Tanggungsn adalah dibahu seseorang jang mengemukakan dirinja sebagai pemilik perseorangan dari sesuatu barang. Tetapi satu golongan milik jang luar biasa diakui, dan diumumkan milik jang diperoleh sendiri Milik serupa' itu mungkin diperoleh dengan ..keberaniau", jaitu dcng;u» meninggalkan rumah-tangga dan rnemasuki dinas tentara dan deng.in demikian m entjari dan memperoleh rezeki berupa rampasan perang; atau dengan „beladjar”, jaitu dengan menaiik diri dari uiusan ru­m ah-tangga, lalu membuktikan diri untuk menuniut ilmu serta stuih, dan setjara itu menerima sedekah-sedekah alau digadji karena mengadjarkan ilmu.

Kemudian diakui bentuk ketiga, jaitu milik diperoleh dengan mempergunakan milik jang diperoleh sendiri. Seperti didalam hu­kum Romawi, anak laki-Iaki didalam rumah-tangga, meskipun ia sudah dewasa, biasanja tidak mempunjai milik. Menurut hukum semua milik jang diperoleh tiap anggota rumah-tangga mendjadi milik kepala rumah-tangga selaku lambang hukum dan wakil rumah- tangga. Kemudian kepala rumah-tangga tidak lagi sebagai me- lambangkan rum ah-tangga, dan milik dipandang sebagai miliknja

perseorangan menurut hukum.

161

Page 161: CAAN M U.I

Tetapi hukum Romawi mengakui m atjam -m atjam tertentu dari milik jang boleh dipegang oleh anak-anak laki dalam rum ah-tangga sebagai kepunjaan mereka. Jang pertama dari jang tiga ini ialah milik jang ditjari atau diperoleh anak laki-laki itu didalam dinas tentara. Kemudian ditambah dengan milik jang ditjari didalam dinas negara. A chim ja m endjadi hukum bahwa milik jang diperoleh d e­ngan tjara lain dari melalui penggunaan harta pusaka rum ah-tangga boleh dipegang oleh anak laki-laki setjara perseorangan, walaupun menurut hukum ia tetap dibawah kekuasaan kepala rum ah-tangga.

Dengan dua tjara jang baru diterangkan tadi, m elalui pem bagian dan melalui gagasan tentang milik jang diperoleh sendiri, ke­pentingan-kepentingan perseorangan dalam milik m endjadi diakui diseluruh hukum. Ketjuali lembaga milik bersam a antara suam i dan isteri dinegeri-negori jang mempunjai hukum perdata, atau jan g d i­sebutkan harta pcrkawinan, praktis tidak ada jang tinggal lagi sls- tem lama berupa kepentingan-kepentingan kelompok jang diakui. Malahan redang lebur pula sisa ini dari hak milik kelom pok rum ah- tangga.

Semua kepentingan harta-benda jang diakui oleh hukum didalam sistem-sis tern hukum jang sudah berkeinbang, lazimnja adalah k e­pentingan-kepentingan perseorangan. Oleh sardjana hukum sedjarah dari abad ke-19 kenjataan ini, digabungkan dengan perkem bangan hak milik dari pemunjaan, dipakai untuk memperlihatkan kepada kita gagasan jang dalam pengalaman manusia m ewudjudkan pe- njelcnggaran peradilan dan untuk mcmperkuat kedudukan jan g su­dah ditjapai oleh sardjana-sardjana hukum metafisik. M ilik prive perseorangan adalah satu akibat dari kebebasan dan karena itu hukum tidak dapat dipikirkan tanpa kebebasan itu. W alaupun kita tidak menerima bagian metafisik dari pendapat ini dan d jika kita melepaskan interpretasi idealistik-politik dari sedjarah hukum ja n " tersangkut didalamnja, masih banjak jang menarik didalam teori sardjana-sardjana liukum sedjarah dari abad jang lalu

Namun djika kita menengok kepada gerakan-gerakan tertentu di- dalam hukum, ada beberapa hal jang membimbangkan kita. Sebab satu hal, muntjul dan tumbuhnja gagasan-gagasan „boleh diperdjual- behkan (negotiability), perkembangan pepatah possession vaut

162

Page 162: CAAN M U.I

titrc (kepunjaan sebagai bukti milik) didalam hukum E ro p a {Conti­

nental, dan pemotongan dengan tjara-tjara lain lingkungan p en g a k u ­an pemilik mengingat kebutuhan-kebutuhan kep entingan m asjarak at

didalam keamanan mengadakan transaksi-transaksi, m en jaran kan bahwa sudah melewati puntjaknja ketjenderungan ja n g tersan g k u t didalam tanggapan pertama dan kedua jan g d id jadikan sand aran

oleh mazhab sedjarah.Doktrin Romawi jang mengatakan bahwa tidak seorangpun b o leh

memindahkan satu hak jang lebih besar daripada jan g dipun ja in ja , terus-menerus mengalah sebelum permintaan kepada pendjam inari transaksi-transaksi perdagangan mempunjainja dengan itikad b aik . Dan pada tingkatan kematangan hukum Rom aw i, kaidah-kaidah bahwa perolehan jang membatasi pemunjaan jang m erugikan dan memungkinkan pemilik dalam beberapa hal untuk m enuntut kem bali sesudah lewat beberapa waktu, telah didesak oleh satu pem batasan jang menentukan dari tindakan-tindakan jang mem utuslam sem ua L ta to n . Hukum modem dinegeri-negeri jang menela kum Romawi sudah mengembangkan pem batasan jan_, -

pula didalam hukum Inggeris-Amerika ^

terhadap undang-undang k eo a d a 's iS uan-putusan pengadUan lagi °n,untjutaja setjara

i J disponendi, usaha memikulkan pem batasan-pem batasan supaja dapat didjamin kepentingan masjarakat dalam pem ebharaan sum ber- sumber kekajaan dam, dan projek-projek Inggens u n h * m cm otong ius abulendi dari tuan tanah, dapat ditafsirkan oleh sardjana-sardjana hukum sedjarah dari abad ke-19 hanja sebagai menundjukkan satu kemunduran didalam perkembangan- Apabila kita tam bahkan, ba - wa dengan kian besamja djumlah dan pengaruh kelompok-kelompok didalam masjarakat sekarang jang sangat rapi orgamsasinja, keliliatan satu tendensi untuk mengakui setjara praktis dan dengan tjara-tjara jang tak berterus-terang milik kelompok didalam apa jang b an satuan-satuan hukum, maka mendjadi djelas bahwa bagian dari pengalaman jang ditilik oleh sardjana-sardjana hukum sedjarah,

163

Page 163: CAAN M U.I

adalah terlalu pendek untuk membenarkan satu konklusi dogm atis, bahkan mengakui berlakunja m etode mereka.

Masih ada beberapa teori dari abad ke-20 ini jang perlu diperhati- kan. Teori-teori ini belum disempurnakan dengan tc liti sekali dan dengan pcrintjian sistem atik jang sama seperti teori-teori dari masa lampau, namun kita boleh melukiskannja setjara kasar sadja.

Satu tuntutan jang didorong oleh instinkt untuk m enguasai benda- benda didalam alam adalah satu kepentingan perseorangan jang harus dipeitimbangkan oleh hukum. Instinkt ini telah m erupakan dasar dari teori-teori psychologis tentang milik prive. T e tap i sebegitu djauh teori-teori ini tidak lebih daripada petundjuk sad ja. T eori-teori ini mungkin dapat digabungkan dengan teori sedjarah, dengan m e­letakkan satu dasar psychologis ditempat landasan m etafisika abad ke-19. Satu sedjarah hukum jang dipandang dari sudut sosial- psychologis mungkin akan mentjapai lebih banjak dalam hubungan

ini.Sekarang sardjana-sardjana hukum Sovjet m em andang hak m ilik

sebagai satu lembaga tetap dari masjarakat manusia. M ereka m em - benarkar) bahwa hukum harus mengakui milik. T etap i disatu pihak hendaklali ada milik sosialistis dan dilain pihak hak m ilik perseorang­an. Dikatakan bahwa pembedaannja harus berdasarkan satu azas bahwa negara memiliki alat-alat produksi dan perseorangan m e- miliki batang-barang konsumpsi. Tetapi prinsip ini tidak konsekw ent dilaksanakan didalam hukum milik So v jet Istilah „barang-barang konsumpsi” sama sekali tidak meliputi semua barang jan g individu- individu diperkenankan memilikinja. Seperti dikatakan oleh Gsovski, „teori tentang hak milik dalam barang-barang konsumpsi, jang di- berikan sebagai satu pendjelasan dari hak m ilik „pribadi’ Sovjet, adalah lebih satu sembojan politik-ekonomi daripada satu azas hu­kum jang bekerdja”. Namun sardjana-sardjana hukum Sovjet tidak memberi kita satu keterangan filosofis tentang doktrin m ereka pada waktu ini.

Diantara teori-teori sosiologis, setengalm ja positivistis, setengah- n ja psychologis, dan setengah lagi sosial-utilitis. Satu tjontoh jang baik sekali dari jang pertam a adalah deduksi Duguit dari keadaan saling-bergantungan dalam masjarakat (social interdependence) me-

16-4

Page 164: CAAN M U.I

lalui persamaan kepentingan dan melalui pembagian kerdja. Ia hanja melukiskan teorinja itu setjara kasar, tetapi perbintjangan memuat banjak saran jang berharga. Tjukup djelas diperlihatkannja, bahwa hukum milik sedang disosialisasikan Tetapi seperti di- katakannja, hal ini tidak berarti, bahwa milik sedang mendjadi kollektif. Artinja ialah balnva kita tidak menganggapnja lagi sebagai hak prive, tetapi menganggapnja sebagai funksi sosial.

Djika ada orang jang menjangsikan ini, ia harus memperhatikan perundang-undangan tentang sewa pada waktu teracliir ini, jang pada hakekatnja memperlakukan penjewaan rumah-rumah sebagai satu perusahaan jang inenjinggung kepentingan umtun, dan djumlah- djumlah sepantasnja jang boleh dipungut, seperti dilakukan oleh satu perusahaan pemerintah jang melajani publik. Djuga dia berarti, bahwa perkara-perkara dari penggunaan kekajaan menurut hukum terhadap penggunaan-penggunaan kollektif terus-menerus bertambah banjak. Kemudian Duguit mengemukakan pendapatnja, bahwa hu­kum milik memenulii kebutuhan hendaic mengguiiakan kekajaan tertentu kepada penggunaan-penggunaan perseorangan atau ko’leklL' jang pasti dan kebutuhan sesudahnja bahwa masjarakat rriei'ijttrnir; dan mclindungi penggunaan itu.

Karena itu, katanja, masjarakat tnemperkenankan perbuvuir- perbuatan jang sesuai dengan penggunaan-pengguiiaan kekajaau iva jang memenuhi kebutuhan ekonomi, dan me«t]ogah perbu;..ia,v perbuatan jang berlawanan tudjuannja. Djadi milik itu adalah saUi lem baga sosial jang berdasarkan satu kebutuhan ekonomi didnlam satu masjarakat jang diatur melalui pembagian kerdja. Akari kenhat ■ an nanti, bahwa hasil-hasil dan sikap terhadap hukum milik jang bersangkutan adalah sama dengan hasil dan sikap jang tertjapai

dari pendirian sosial-utilitis.Teori-teori psychologis-sosiologis telah mendapat kemadjuan,

terutama di Italia. Teori-teori itu mentjari dasar milik didalam satu instinkt hendak memperoleh harta-benda, dan atas dasar itu me- mandang milik sebagai satu perkembangan sosial atau lembaga

sosicilTeori-teori sosial-utilitis mendjelaskan dan memhenarkan milik se­

bagai satu lembaga jang mendjamin satu maksimum kepcntmgan-

165

Page 165: CAAN M U.I

kepentingan atau memuaskan satu maksimum kebutuhan-kebutuhan, m em aham kannja sebagai sekelum it usaha jang sehat dan bidjaksana dari pembangunan m asjarakat, apabila dipandang dengan m engingat hasil-hasilnja. Ini adalah metorle dari Professor Ely, jang diuraikan- n ja didalam bukunja jang terkenal, Property and C ontract (M ilik dan Kontrak).

Teori sosial-ekonomi pada m asa lielakangan ini telah berpaling kepada funksi milik didalam negara kesedjahteraan sosial. Teori itu menetapkan, bahw a hak milik, satu kekuasaan buat memakaikan suatu barang, pada mulanja adalah satu lembaga hukum jan g adil dan tjotjok didalam satu m asjarakat, jang didalamnja milik, kerdja dan penggunaan bekerdjasam a didalam satu ketertiban ekonomi jang sederhana.

Karl Marx mengetengahkan pendapatnja, bahwa didalam evolusi masjarakat hak milik dari satu kompleks barang-barang tidak se- djalan dengan kerdja dan penggunaan pribadi, tetapi ,sebagai penguasaan mutlak atas kompleks itu , dipahamkan sebagai kapital, mendjadi satu sumber kekuasaau memerintali. Renner telah m engem - bangkan tesis bahw a konsepsi hukum adalah sama, tetapi funksinja sudah borubah. Seorang pem ilik dapat mempergunakan penguasaan- n ja atas barang-barang tertentu untuk menguasai orang-orang lain. Demikiiunlah sementara dalam bentuk hukum, milik itu m erupakan satu lem baga dari hukum privat, satu kekuasaan penuli untuk m elaku­kan apa jang dikehendaki seseorang dengan barang jang dipunjainja, dalam akibat ekonomisnja telah m endjadi satu lembaga dari hukum publik, dalam arti dari satu kekuasaan memerintali jang didjalankan melalui lem baga-lem baga insidentil, jang dikembangkan dari hukum kewadjiban-kewadjiban.

T elap i sebagaim ana telah dikatakan oleh Friedmann, didalam ke- terhban ekonomi pada waktu ini hak m ilik dan kontrol sudali makin terp,sah Apa Jang dinamakan „revolusi pemimpin-pemimpin peru- sahaan (managerial revolution) harus didjadikan bahan p e r t i m W - an. Gagasan Marx mengenai l,ak m ilik technis jang sah monurat hukum bukan sah, gambaran dari situasi sesungguhnja. Peranan

, , ,ak , miUk didalara I * ™ " * * jangterhadapnja orang sclalu berdjuang, harus dinilai didalam satu teori

160

Page 166: CAAN M U.I

tentang milik, dan pcnentuan serta penilaian itu sekali-kali bukanlah satu tugas sangat sederhana seperti diduga oleh sardjana-sardjana hukum.

Tidak seorangpun jang berbuat begitu, tetapi saja kira bahwa orang mungkin menggabungkan tjara berpikir sosial-utilitis dan satu tjara berpikir ekonomis-funksionil jang sudah diubah dengan inter­pretasi peradaban dari penganut-penganut Neo-Hegelianisme dan mengemukakan pendapat bahwa milik perseorangan, pada umum- nja membantu pemeliharaan dan pemadjuan peradaban — perkem­bangan kekuasaan-kekuasaan manusia sampai kepuntjak jang dapat ditjapai m ereka — dan bukan memandangnja sebagai satu per- wudjudan dari gagasan peradaban sebagaimana dia dikembangkan didalam pengalaman manusia.

Barangkali teori-teori mengenai masa depan mungkin akan ber- djalan sedjadjar dengan garis serupa itu. Sebab kita belum mem­punjai pengalaman dalam membimbing masjarakat beradab diatas sesuatu landasan jang lain, dan pemborosan serta perselisiiian jang terdjadi ketika m entjoba bekerdja atas landasan jang laic, telali memaksa kita berpikir.

Tam bahan lagi, apa sadja jang kita lakukan, kita harus m<?m- perhitungkan instinkt hendak memperoleh harta-benda dan tunlutan- tuntutan perseorangan jang berdasarkan instinkt itu. Kita boleh por- tja ja , bahwa hukum milik adalah sekelumit jang bidjaksana dari pembangunan masjarakat didunia seperti jang kita ktnal pada sar.t ini, dan bahwa kita memuaskan lebih banjak kebutuhan manusia, m endjamin lebih banjak kepentingan, dengan satu pengorbanan jang kurang daripada jang kita mungkin rantjangkan semula — kita boleh m em pertjajai ini tanpa menganggap bahwa milik prive adalah perlu abadi dan mutlak, dan bahwa seperti dapat dimaklumi, masjarakat manusia tidak boleh diharapkan dalam sesuatu peradaban, jang tidak dapat kita ramalkan, akan mentjapai sesuatu jang berlainan dan sesuatu jang lebih baik.

167

Page 167: CAAN M U.I

B A B 6

K O N T R A K

D idalam abad perdagangan ini, sebagian besar kekajaan terdiri dari djandji-djandji. Sebagian jang penting dari harta-benda tiap orang terdiri dari keuntungan jang lelah did jandjikan oleh orang lain jang akan disediakan atau akan diserahkannja ; terdiri dari tuntutan-tuntutan terhadap keuntungan-keuntungan jang di* djandjikan, jang boleh diadjukannja, bukan terhadap dunia pada umumnja, mclainkan terhadap perseorangan-perseorangan tertentu. D jadi perseorangan menuntut pelaksanaan d jand ji-d jand ji meng- unlungkan jang diutjapkan orang lain kepadanja. Ia m enuntut supaja dipemilu pengharapan-penghaiapan jang ditjiptakan oleh djandji- djandji dan persehidjuau-pcrsetudjuan. D jika tuntutan ini tidak di- djamin, sebagai akibatnja pastilah akan tim bul perselisihan dan pem- b orosan ; dan djika tidak ada sesuatu kepentingan m enjainginja jang harus diperhilungkan, jang harus dikorbankan didalam proses itu, maka rupanja kepentingan perseorangan didalam keuntungan- keuntungan jang didjandjikan harus didjam in sepenuhnja, sesuai ' dengan apa jang telah ditegaSkan kepadanja oleh d jandji orang lain, jang diberikan sesudah ditim bang masak-masak leb ih dulu.

M ariiah kita terangkan soal ini dengan tjara lain. D idalam bab jang terdahulu saja sudah m enjarankan, sebagai satu postu lat hukum dari m asjarakat beradab, bahwa didalam m asjarakat serupa itu orang harus sanggup mempunjai anggapan bahw a orang-orang jang df- hadapinja didalam satu pergaulan m asjarakat, akan berbu at dengan itikad baik (good faith), dan sebagai akibatn ja ham s sanggup ber- anggapan. bahwa orang-orang jang dipergaulinja setjara demikian akan menepati djandji-djandji m ereka, sesuai dengan pengharapan- pengharapan jang dilekatkan kepada d jandji-d jandji itu oleh pe- rasaan kesusilaan dari m asjarakat.

Karena itu didalam satu m asjarakat perdagangan dan industri.

168

Page 168: CAAN M U.I

satu tuntutan atau kebutuhan, atau permintaan dari masjarakat, su­paja djandji-djandji harus ditepati, dan apa jang didjandjikan itu akan dilaksanakan dengan itikad baik, satu kepentingan masjarakat didalam kestabilan djandji-djandji sebagai satu lembaga sosial dan ekonomi, mendjadi paling utama pentingnja. Kepentingan masjarakat dalam keamanan transaksi-transaksi ini, sebagaimana kita boleh me- namakannja, menghendaki supaja kita mendjamin kepentingan dari orang jang menerima djandji itu, jaitu harus didjamin tuntutan atau perrruntaannja didalam pengharapan jang ditjiptakan oleh djandji mereka, jang telah mendjadi sebagian dari harta-bendanja.

Dinegeri-negeri jang mempunjai hukum sipil, kepentingan orang jang diberi djandji, djadi kepentingan masjarakat didalam keamanan transaksi-transaksi, didjamin untuk meliputi djandji-djandji pada umumnja. Sjarat tradisionil dari satu satu causa civilis, satu alasan sipil atau hukum untuk menguatkan berlakunja satu pakta, telah mengalah sebelum datang adjaran geredja bahwa djandji-djandji harus ditepati dan pemaksaan supaja djandji-djanuji dipenuhj di­dalam hukum kanun (Hukum Geredja) diperkuat oleh ^agisan- gagasan hukum alam dalam a b a d . ke-18. Pothier mcniiie^-ilVa5< kategori-kategori kontrak dari liukiun Romawi, karena diaug''ai’r*’r. „sangat djauh dari kesederhanaan”. Kemudian nnmliul teori kc-mnox; dari transaksi-transaksi hukum didalam abad ke-19. Hukym IVi-.iuljr mendjadikan satu causa niat hendak memberikan keimtung.ui donvjur tjum a-tjum a kepada orang lain.

Kitab Undang-undang Perdata Austria dari taliuu iS i l merm­an ggap ada satu causa, dan menjuruh seorang jang beidjandji mem- buktikan bahwa ada causa itu. Dan ini berarti, ia harus meugadju- lcan bukti bahwa djandji itu bukan satu transaksi hukum — bjhw a tidak ada niat hendak mengadakan satu djandji jang mengikat. Sebagai akibatnja, djandji-djandji abstrakt, sebagaimana sardjana- sardjana hukum sipil menamakannja, djadi harus sama dikuatkan dengan djandji-djandji jang termasuk dalam beberapa kategori formil dari dalam hukum Romawi, dan dengan djandji-djandji jang mempunjai satu dugaan sebelumnja jang sungguh-sungguli. Hukum modem di Eropah Kontinental, terlepas dari sjarat-sjarat pembuktian tertentu, berdasarkan siasat jang sama dengan jang terdapat pada

169

Page 169: CAAN M U.I

Undang-undang tentang Tipuan (Statute of Frauds) di Amerika ' Serikat, hanja bertanja : Apakah pihak jang berd jand ji betul-betul bem iat hendak m entjiptakan satu kew adjiban ja n g m engikat ?

Demikian pula dinegeri-negeri jang m em punjai k itab undang- undang sipil, alat-alat negara jung memaksakan itu sudah m odem dan tjukup. T jara jang paling tua buat m em aksakan itu didalam hukum Romawi ialah penahanan orang jang bersangkutan, memaksa- nja m em bajar ganti kerugian atau m endjadikan budak orang jang berdjandji itu, sampai kerabatnja melaksanakan putusan hakim. Kenuulian diadakan hukuman berbentuk uang, atau seperti kita akan menjebutkannja, satu putusan keuangan dalam sem ua perkara, jang dikuatkan didalam hukum klassik oleh pelaksanaan jang uni­versil, atau seperti akan kita sebut, oleh kebangkrutan tidak dengan bukarela.

Telapi sedjadjar dengan alat hukum ini, kelonggaran jan g chusus tumbuh didalam actio arbitraria, satu saluran jan g tjanggung dari tindakan pelaksanaan jang chusus sebagai a ltem atif dari satu hukum­an berupa uang jang sangat berat, jang berulang-ulang terd jad i di Pennsylvania sebelum kekuasaan-kekuasaan ,.equity” diserahkan ke­pada pengadilan-pengadilan, dan pada pokoknja berulang-ulang di­lakukan oleh pengadilan-pengadilan federal dalam pertjobaan m e­reka untuk menerapkan keringanan ..equity” kepada tindak-tindak dursila jang dilakukan didalam jurisdiksi-jurisdiksi asing. Hukum sipil mengembangkan, atau barangkali hukum G ered ja m engem bang­kan dan hukum sipil mengambil alili, satu actio a d im plcnclum atau tindakan untuk meminta pelaksanaan, dengan p elak san aan hukuman sew adjarnja, jaitu satu perbuatan oleh pengadilan atau pendjabat- pendjabat atas tanggungan terdakwa, tanggungan jang ia w adjib memikulnja seperti jang ditetapkan oleh putusan.

M engenai luasnja kepentingan perseorangan didalam keuntungan- keuntungan jang didjandjikan didjamin oleh hukum pada m asa°inif boleh dikatakan pada uinumnja, bahw a sem entara dinegeri-negeri jang mempunjai hukum sipil jang berpengaruh sebagai dasar sistem hukum, disana kekuatan lnikum jang penuh dari d jandji-d jandji dan persetudjuan dimaksud untuk m entjiptakan kew adjiban, alat-alat untuk memaksakan hukum itu berkekurangan untuk m endjam in ke-

170

Page 170: CAAN M U.I

pentingan itu, karena tidak adanja alat pemdksaan langsung jang diterapkan kepada diri orang jang berdjandji tapi ingkar itu. Sebalik- nja dimana „common law” Inggeris-Amerika jang berlaku, sementara kita tidak memberikan kekuatan hukum kepada semua djandji jang diutjapkan dengan sengadja dimaksud untuk mengikat orang jang berdjandji, sekarang kita telah mengembangkan sepenuhnja dalam banjak jurisdiksi apa jang dinamakan eksekusi sewadjarnja oleh oleh sardjana-sardjana hukum sipil, jaitu melakukan atas tanggungan pihak jang berdjandji apa jang ia pantas menolak untuk melakukan­nja, kita mempunjai alat-alat pemaksaan jang lebih komplit dan lebih tjotjok didalam kekuasaan pengadilan-pengadilan „equity” untuk bertindak terhadap orang jang tidak mengindahkan satu perintah atau putusan.

Dan djuga kita tidak memberikan kelonggaran chusus setjara biasa, melainkan hanja setjara ketjuali, apabila kelonggaran jang digonti (ganti kerugian dalam bentuk uang) dianggap tidak ljukup. Sebaiik- nja, hanja apabila keringanan chusus oleh sesuatu alasan tidak dap-3 ■: didjalankan atau tidak tjukup maka sistem hukum sipil raenv.i'.usl:^. ganti kerugian. Hukum sipil mempunjai pikiran jang, lebih mengenai hal ini. Tetapi sebagai dikatakan diatas, hukum sip.-; tidak mempunjai alat untuk melengkapkan keringanannja jang cb?i.?ui. „Common law” terlalu sempit. membatasi keringanan ehusas. I w i - bahan lagi dengan mengambil alili eksekusi sewadjamju dan :ae- lalui beberapa prosedur undang-undang sematjam itu, ditambahkao kepada sendjata asli dari pemeriksaan perkara karena mengliiria pengadilan, menurut kadar kekuasaannja untuk memutuskan ke­ringanan chusus, pengadilan-pengadilan „equity , menurut kadar se­karang dapat membikinnja komplit dan effektif.

D jika kita meneliti sebab-sebab bagi penguatan djandji-djandji jang luas didalam sistem hukum sipil dan penguatan jang lebih sem­pit didalam „common law”, dalam dua perkara itu kita menemukan satu tjampuran latar belakang sedjarah dan pemikiran filsafat, tiap- tiapnja mempengaruhi jang lain dan tidak satunja diantaranja jang menguasai subjek itu seluruhnja. Teori-teori filsafat telah muntjul untuk mendjelaskan kaidah-kaidah jang ada, dan telah mendjadi da-

171

Page 171: CAAN M U.I

sar dari kaidah-kaidah jang baru dan m em perbaiki jan g lama-lama. T etapi teori-teorj itu kadang-kadang m endjadi a lat jan g mengong- kong kaidah-kaidah jang hendak didjelaskannja dan mengikatkan kepada hukum itu doktrin-doktrin, jan g seben am ja lebih baik bebas hukum dari ikatannja. Tidak pem ah tindakan tim bal-balik dari kaidah-kaidah luikum dan teori-teori filsafat lebih m enjolok kelihal- an selain didalam hukum pertanggungan-djaw ab kontjaktuil di

Amerika Serikat.Hukum pertama-tama tidak nienghiraukan persetudjuan atau

pelanggaran terhadap persetudjuan. Funksin ja adalah m em elihara perdamaian dengan m engatur atau m entjegah perang prive, dan ini hanja menghendaki agar hukum mengurus kekerasan pribadi dan perselisihan-perselisihan tentang pem unjaan milik. Sa ja boleh meng- ingatkan Anda kepada tanggapan Hippodam us dalam abad kelim j sebelum M aselii, bahwa hanja tiga hal jang boleh diperkarakan, jaitu penghinaan, penigian dan pem bunuhan m anusia. D jika satu ocfSftlisili.m mengenai pelanggaran terhadap persetud juan meng- akihalkan satu penjerang;m dan satu gangguan perdam aian, maka pfngadilan-pengadilan boleh diminta supaja bertindak. T e tap i jang ;tkun diselesaikannja adalah penjerangan itu, bukan pelanggaran terhadap persetudjuan.

Sengketa mengenai pemunjaan m ilik adalah satu sum ber jang su- bur dari gangguan perdamaian dan ketcnteram an, dan pengadilan- pengadilan haius bertindak untuk roemulihkan pem unjaan itu. rersetudjuan-persetudjuan mengenai pem bajaran ganti kenigian buat sesuatu kesalahan barangkali adalah tipe jan g p a lin c dulu. T etapi hukum mengamat-amati kebutuhan kepada ^anti-kerugian, bukan kepada persetudjuan. Bagi satu hukum k o n tra k \ id a k didapati dasar didalam kekuasaan pengadilan-pengadilan berkenaan dengan dengan perugian-perugian walaupun tidak m em buat assumpsit*(h berdjandji * ) dari pelanggaran didalam perkara itu. Sebalikn ja, pe- mulihan milik dapat dipergunakan untuk keperluan ini. Karena itu kontrak hukum pertama, jang diperbedakan dengan kontrak ke- agam aan, disempurnakan berdasarkan analogi d ad satu transaksi

V l l r h a r r ■*°m"'an jang da,i Undakan pihak l,clans s a ran atas

172 .

Page 172: CAAN M U.I

sesungguhnja. Tetapi scbelum ini, satu kemungkinan lain sudah ber­kembang didalam djandji jang disahkan oleh agama.

Agama, disiplin didalam organisasi kesukuan, dan hukum jang di- tjiptakan oleh negara adalah tiga alat jang bekerdja-sama dari peng- awasan masjarakat didalam masjarakat purbakala. Scmendjak dulu hukum, salah satu dari tiga alat tadi, tidak pemah mengepalai atau merupakan sesuatu jang menguasai lapangan jang paling luas. Djika dewa-dewa diminta untuk mendjadi saksi atau itikad baik mempunjai pengesalian dari agama, maka kewadjiban untuk mcnepati djandji adalah satu urusan agama. Djika tidak begitu maka djika tidak di- taati sesuatu perdjandjian atau persetudjuan jang dibuat tidak de­ngan setahu pendeta-pendeta agama, orang jang dirugikan itu sen­diri jang harus menjelcsaikannja.

Hukum Hindu memperlihatkan gagasan tentang kewadjiban ke- agamaan bahwa tiap orang harus setia kepada djandji jang mesti ditepati. Didalam sistein Hindu hubungan antara pihak-pihak pada suatu utang-piutang bukan bersifat hukum meb.inkan bersifat. ke- agamaan, dan sesudah hukum bertambah besar pengaruhnj.i berkac pengaruh lnggeris, dikatakan bahwa ada satu kewadjiLaii liukvm karena adanja satu kewadjiban keagamaan. Scseotang le rik a ' o'eh hukum karena atau sebegitu djauh ia diikat oleii ag^.'re. d m LicbV; sebaliknja, dan tidak lebih daripada itu. Bagi alili hukum H :.viu satu utang bukan satu kewadjiban semata-mata. Utang i'.u iie a ip kan satu dosa, dan akibat-akibataja mengikut orang jang berutang itu sampai keachirat.

Brihaspati berkata : „Siapa jang telah menenma sedjuuJaii uang jang dipindjamkan atau lain-Iain sebagainja, telapi tidak mengem- balikannja kepada jang empunja, akan dilahirkan dihiui kemudian dirumah orang jang memindjamkan sebagai seorang budak, seorang budjang, seorang perempuan atau seekor hewan jang berkaki einpat .

Narada berkata, bahwa apabila seseorang inati tanpa membajar utangnja, „selumh ketaatannja atau apinja jang terus-menerus me- njala akan mendjadi kepunjaan orang-orang jang memmdjamkan kc-

padanja”. , . . _Pendeknja seorang jang berutang dipandang sebagai seorang jang

bersalah menahan milUc orang jang berpiutang, dan karena itu per-

Page 173: CAAN M U.I

buatannja itu dianggap sem atjam m entjuri. G agasan hukum, sc begitu djauh ada terdapat didalam nja, bukanlah gagasan hukum dan kew adjiban, melainkan dari satu hak m ilik ditangan orang jang ber- piutang. O rang mungkin menduga, balnva kewadj'i an 'eagam aan jang tim bul dari penahanan milik adalah satu tja ra b ^ i m me- nem patkannja didalam satu peraturan negara, jan g i a am nja pengawasan sosial pertama-tama bersifat keagam aan an suru lan suruhan agama didjadikan perintah-perintah hukum .

Pendeknja orang-orang Hindu m endukung gagasan kcw adjiban keagamaan itu begitu djauh, sehingga seorang turunan w ad jib m em­b ajar kem bali utang pojangnja dalam banjak hal, baik ia m enerim a pusaka dari pojangnja itu atau tidak. Pertanggungan-djaw ab seorang anak laki-laki jang wadjib m em bajar utang a jah n ja dianggap tim bul dari kewadjiban moril dan keagam aan untuk m elepaskan ajahnja dari hukuman-hukuman jang akan dideritanja kclak d iachirat karena tidak m em bajar utang-utangnja. Karena itu, djika utang itu suatu matjam jarig tidak dihukum djika tidak dibajar, m aka tidak ada ke­wadjiban keagamaan dan karena itu tidak ada kew adjiban jan g di- pikulkan kebahu lurunan.

Hukum Romawi tidak berbeda dengan ini pada tingkatan per- mulaannja. Persetudjuan-persetudjuan itu sendiri tidak diakui peng- adilan-pengadilan. Tidak ada alasan untuk m em anggil seorang ter- dakwa supaja menghadap hakim polisi karena ia telah berdjandji dan melanggarnja. Persetudjuan-persetudjuan adalah urusan agama atau urusan disiplin didalam lingkungan kekerabatan atau lingkung- an pekerdjaan (guild). D jika seseorang berseru kepada dewa-dew a supaja mendjadi saksi bagi djandjinja atau berikrar akan memenuhi- nja, maka ia harus tunduk kepada disiplin dari kepala pendetanja. Adanja seorang jang mendurhaka dengan m elanggar d jand jin ja m e­rupakan satu bahaja bagi m asjarakat, dan dia boleh diserahkan ke­pada dewa-dewa jang mendjaga naraka. K arena hukum m engganti- kan agama sebagai alat jang mengawasi dan m engatur, maka djandji jang dulu disahkan oleh agama mendjadi satu kontrak jang disalikan setjara formil oleh hukum. Dem ikianlah didalam hukum keras kita menemukan kontrak-kontrak formil jang menurut sedjarah bersum ber pada kewadjiban keagamaan, dan kontrak-kontrak form il dengan

174

Page 174: CAAN M U.I

sum bem ja didalam satu kewadjiban hukum ditjiptakan oleh satu transaksi sedjati dari tanggungan atau penjerahan, barangkali d e­ngan memanggil orang-orang supaja mendjadi saksi, sehingga akan mendjadi satu penghinaan terhadap negara, djika mereka dipanggil untuk suatu hal jang sia-sia.

Apabila pergaulan dengan ahli-ahli filsafat Junani mendorong sar­djana-sardjana hukum Romawi berpikir mengenai dasar kewadjiban, maka ada dua matjam djandji :

(1) Djandji-djandji formil,(a) dengan ketentuan, mempergunakan perkataan penjutjian

spon deo dan demikian menganggap bahwa dengan upa- tjara pentjurahan air sutji dewa-dewa akan memperhati- kan djandji itu,

(b) dengan upatjara umum jang rupanja nielambangkan sahi transaksi sedjati didepan seluruh rakjat,

(c) dimasukkan kedalam buku tjatatan belandja rurnah- tangga ; dan

(2) Djandji-djandji informil sadja jang tidak diakui oieh hi'kuui.Jang tersebut kemudian ini bergantung seluruhnja kepada itikud

baik dari orang jang berbuat djandji, karena hukum 'e!ab hapuskan „penjelesaian-sendiri” (self-help) jang dulu b:>Ieh cJ)’ak>!- kan oleh orang jang menerima djandji.

Sesuai dengan itu sardjana-sardjana hukum Romawi me nprrbft- la- kan kewadjiban sipil dari kewadjiban alamiah — kiiivaijib v*- kewadjiban jang diakui dan didjamin oleh hukum dari kav/atl-lV.*- kewadjiban jang terutama hanja mempunjai kekuatan moril. Saif! nudum pactum atau persetudjuan semata-mata atau djaadji setnaUt- mata, tidak berselimutkan kekuatan hukum karena dia tidak ter­masuk kedalam salah satu kategori dari Iransaksi-lTansaksi hukum jang disahkan oleh ius civile, ditjiptakan hanja oleh satu kewadjiban alamiah. Adalah benar dan adil djika orang menganut perdjandjian serupa itu, tetapi hanja kontrak-kontrak, djandji-djandji jang diakui oleh hukum, karena bentuk dan sifatnja jang dapat dipaksakan.

Dengan bertambah beratnja tekanan dari kepentingan masjarakat dalam keamanan transaksi-transaksi melalui perkembangan ekonomi dan perluasan perdagangan, filsafat hukum alam mempengaruhi

175

Page 175: CAAN M U.I

schem a sederbana dari djandji-djandji form il jang diakui oleh hu kum dan dapat dipaksakan, dan djandji-d jandji inform il jan g hanja m em punjai kekuatan moril, dan m entjiptakan sistem ja n g sulit bagi d jandji-djandji jang dapat dipaksakan didalam kem atangan hukum Romawi, jang sudah kita ketahui sebaik-baiknja.

Ada em pat tjiri dari pergerakan ini jang patut diperhatikan. P er­tam a-tam a gerakan itu menudju kepada satu teori hukum m engenai kontrak formil jang mempengaruhi gagasan-gagasan kita semendjak itu. D idalam hukum keras, sum ber kew adjiban itu adalah didalam bentuknja sendiri. Sebab dalam pemikiran prim itif bentuk-bcntuk itu mempunjai satu kekuatan batin. T elah kerapkali dikatakan, bahwa kepertjajaan kepada bentuk-bentuk hukum term asuk golongan pikir- an jang sama seperti kepertjajaan kepada bentuk-bentuk m antera, dan bahwa bentuk-bentuk hukum kerapkali m erupakan lam bang- lam bang jang psvchologis harus digolongkan kepada Jam bang- laxnbang siliir.

Tingkatan „equity” dan hukum alam, jang lebih bersandar kepada akal daripada kepada bentuk, jang diperintah oleh filsafat dan bu- kannja oleh kepertjajaan sederhana (naif), m entjari-tjari kenjataan dan menemukannja didalam satu perdjandjian jan g sudah ada se­belum nja dan dianggap ada oleh upatjara form il. D em ikianlah satu kontrak formil merupakan satu pakta dengan tam bahan bentuk hu­kum. Pakta itu adalah wudjud dari transaksi. Bentuk adalah satu causa cicilis, atau alasan hukum untuk m em aksakan satu pakta. T e ­tapi djika bentuk itu hanja satu alasan hukum untuk memaksakan sesuatu jang memperoleh kekuatan alam iahnja dengan tjara lain, maka sebagai akibatnja mungkin ada alasan-alasan hukum lain un­tuk pemaksaan disamping bentuk.

Sebagai akibatnja kategori-kategori baru dari kontrak ditam- bahkan kepada kontrak-kontrak formil jang lam a, dan adalah mengandung arti, bahwa sementara jang disebut kemudian transaksi-transaksi stricti tun's, jang disebut duluan dipandang transaksi-transaksi bon a fid c i, jang m enjangkut pertanggungan-dja­wab terhadap apa jang diminta oleh itikad baik m en g in g at apa ja n " sudah dilakukan. Didalam lingkungan kew adjiban-kew adjibannja, kontrak-kontrak ini sesuai sekali dengan postulat dari m asjarakat

176

Page 176: CAAN M U.I

beradab. bahwa mereka jang kita pergauli akan berbuat dengan itikad baik dan akan menepati djandji mereka sesuai dengan peng- harapan-pengharapan masjarakat.

Sebaliknja, kontrak-kontrak formil lama hanja scbagian memenuhi pengharapan itu, karena kewadjibannja hanjalah melakukan dengan tepat apa jang diminta oleh ketentuan-ketentuan didalam bentuk itu, tidak lebih dan tidak kurang. Apabila seseorang membuat nexum, kata Lull Duabelas (Twelve Tables), apa jang diutjapkannja dengan mulutnja, akan mendjadi hukum.

Kategori-kategori baru boleh dikatakan ditambah dalam lapisan- lapisan jang berturut-tuvut, dan kemvidian ilmu hukum berdaja-upaja menjederhanakannja hingga mendjadi satu sistem dan mempunjai hubungan-hubungan menurut logika. Demikianlah ditambahkan kontTak-kontrak sedjati, kontrak-kontrak atas kesetudjuan dua pihak, dan kontrak-kontrak jang tidak disebutan (innominate), le ta p i ter- bukti bahwa banjak diantaranja adalah pc*inbcnaran dari s-'.rdjana- sardjana hukum bagi apa jang su<l:ih lama dilakukan melalui transaksi-transaksi formil. )}<?:'"il.'.'i koilrak pcndjualnn p n g diaQH> kan dengan kesetudjuan piliak dj-iniiaan- d, iu:ij*a£i ja -J ’terkandung didalainnja merr.'b^Tiark '?> pi-Jij^-ahan o H i i r a l t l o do- ngan ketentuan-ketentuan vjihjlt C-< '-'MiKontrak sedjati dari deposition r^onibt. , r . u jiducia Kontrak sedjati dari mutuum roev.yocn,;? \nn p e r n nisi c rcu . >i . jang disebut kemudian ini U.h’u d<> ivpkai> bogiui rupa, .y.f.n6 j i satv transaksi formil, sehingga perkara panmdjac/iiin uang, djika dianalrn merupakan satu kontrak sedjati, memclihara insuien-insidon dari

hukum keras.Tam bahan lagi pakla-pakta tertentu, pacta adiectu, pacta praetorui,

mendjadi dapat diperkarakan, jang tidak tjotjok dengan schema analitis dari Im tihitioncs. M isabja, satu causa, atau alasan untuk memaksakan pakla-pakta ini didalam sifatnja jang msidentil terhadap sesuatu jang lain atau didalam satu kewadjiban alarmah jang ada sebelum nja, jang mereka usahakan supaja dipenu u.

Dan masih ada lagi kewadjiban-kewadjiban alam.ah jang t.dak diberi kekuatan hukum sebagai dasar tindakan-t.ndakan penggugat- an. Kemauan semata-mata dari pihak jang berdjandj. atuu tuntutan

177

Page 177: CAAN M U.I

dari pihak jang menerima djandji belum m erupakan satu alasan un­tuk memaksakan. Namun menurut akal, kew adjiban-kew adjiban alam iah itu adalah mengikat menurut m oral, dan jang disahkan oleh lmkum dan jang dibolehkan oleh m oral itu haruslah bertem u. Karena itu kewadjiban-kew adjiban alam iah itu boleh dipakai untuk mem- bela dirj atau sebagai dasar dari satu ganti kerugian.

Sem entara itu bentuk-bentuk dari djandji dan kontrak menurut jang sebenarnja telah disederhanakan sam pai kepada tingkat-tingkat jang lerendah dengan memahamkannja m enurut harta-benda, dan menganggap persetudjuan jang diutjapkan dengan lisan sebagai wu- djud jang satu, dan persetudjuan dengan tulisan adalah w udjud dari jang lainnja. Tetapi hasil-hasilnja telah m emungkiri analisa, m eski­pun apa jang dapat dilakukan sebaik-baiknja oleh kepintaran sar­djana hukum, telah dikerahkan untuknja selam a berabad-abad .

Dalam Zaman Pertengahan gagasan-gagasan p rim itif m untjul lagi untuk satu masa melalui hukum Djerm an Kuno. K eam anan umum menurut sjarat-sjaratnja jang paling rendali, perdam aian dan keten- teraman, sedang mendesak kepentingan m asjarakat. K egiatan di- jjpangan perdagangan masih sedikit. Peradaban pada m asa itu be- lum mengalami akibat-akibat dari postulat hukum kita. D jand ji- djandji jang disahkan oleh agama, jang diutjapkan dengan sumpah dan transaksi-transaksi sedjati dari djaminan orang atau m ilik dan dari pertukaran, telah menimbulkan satu sistem jan g sederhana dari djandji-djandji formil. Dari ini semua m untjul satu teori tentang causa d ibend i, atau alasan untuk m engutang pelaksanaan jan g di- djandjikan, jang mempengaruhi setjara dalam sekali pem ikiran orang- orang pada masa berikutnja.

C ausa civilis dalam hukum Romawi adalah satu alasan hukum untuk memaksakan satu pakta. Dengan dipengaruhi oleh gagasan Djerman Kuno causa mendjadi satu alasan untuk m em buat pakta, satu alasan jang baik untuk m em buatnja begitu rupa, hingga mem­berikan satu alasan tjukup untuk mernaksakannja. Buat sesuatu waktu rupanja geredja mungkin berhasil dalam m cnegakkan satu jurisdiksi atas djandji-djandji. Sumpah-sumpah dan ikrar-ikrar me- njangkut kewadjiban-kew adjiban keagam aan dan mungkin pula di- tuntut sebagai tcrmasuk lapangan rohaniah. T etap i kew adjiban moril

178

Page 178: CAAN M U.I

dari pakta-pakta, jang mengikat hati-nurani dari seorang Kristen, mungkin pula dapat dibawa kedepan pengadilan agama oleh se­orang pengawas jang radjin atas tingkah-laku orang-orang jang ber- iman untuk kesentosaan djiwa mereka sendiri. Seandainja kekuasaan hukum Geredja tidak runtuh dan hukum negara tidak berkem bajig dengan tjepalnja berhubung dengan keamanan transaksi-transaksi sesudah abad ke-16, hukum kontrak mungkin akan berkem bang se- djadjar dengan garis-garis agama, bukannja disepandjang garis-garis filsafat, dan barangkali bukan untuk keuntungannja. Untuk menge- tahuinja, orang hanja perlu membatja „Doetor and Student” dengan djudul d c pactis dari Corpus iuris Canonici dan karangan-karangan orang jang berpikir teliti sekali tetapi tidak sungguh-sungguh (casuist) mengenai kekuatan moril dari djandji-djandji didepanujj. untuk m elihat bahwa agama telah meratakan djalan bagi kebanjak- an apa jang kemudian dilakukan alas nama filsafat.

Bagi sardjana-sardjana hukum dari abad ke-17 dan ke-18 lidnk dapat dipertahankan pembedaan antara kewadjiban alamiah dan kewadjiban sipil, karena semua hak azasi atau kc-wadiiban ay.isi harus pula bersifat hukum karena al u'in sem uiiija ber.vif.it alami.'h D jika menurut moral sesecicuig wadjib seti.'. kepada seiu.'fu per djandjian, maka dia diperhkukji’. sebv'A: sotn ktmt.ak. T *\ipi di pandang dari pench'rian ini. k a icg c i . lloivuw« uiengor.a’kontrak tidak mengurus djandji-djandji, HJinupun d.if.VT* j>o:nbah.\- annja orang sudah banjak rr.ornhi.: !: sislecn jo . jan g dlktliuidaV., oleh sardjana-sardjana hukum buk.mi.-ih kategori-katogon sn.'.htis, m ebin- kan satu azas jang menentukan apakah orang dimgg-ip bt 11 h igg lin g■ djaw ab atau tidak atas djandji-djandjinja.

Demikianlah filsafat tentang kontrak, azas-azas jang merupakaa landasan bagi kekuasaan mengikat dari djandji-djandji dan pcrsetu- djuan-persetudjuan, mendjadi masalah pokok dari lhnu lmkum filsafat didalam abad ke-17, sebagaimana kepentingan-kepentingan kepribadian adalah pokok perbintjangan dalam abad k e-lS dan kepentingan harta-benda, filsafat hukum mengenai mi i ", po o - per

bintjangan'dalam abad ke-19. .Unsur jang menentukan dalam pemikiran abad ke-17 mengena,

kontrak adalah gagasan lnikum alam ; gagasan tentang deduksi dan

179

Page 179: CAAN M U.I

sifat manusia sebagai satu m achluk bcrsusila, dan dari kaidah- kaidah hukum dan lem baga-lem baga hukum jang m enjatakan tjita- tjita dari sifal manusia ini. Tetapi gagasan itu disuiuh m engolah bahan-bahan jang ada dan hasilnja ialah satu pengaruh tim bal-balik dari konsepsi tentang pemaksaan djandji-d jandji sebagai dem ikian, karcna disatu pihak djandji-djandji itu m engikat m enurut kesusilaan, dan dilain pihak sampai kebatas tertentu dibentuk oleh hukum kanun O r e d ja dan perbintjangan pendeta-pendeta agam a m engenai djandji-djandji apakah jang mengikat dalam hati-nurani dan bilakah, dan gagasan-gagasan tentang nudum pactu m dan causa d cb en d i.

Hukum Romawi dianggap sebagai pendjelm aan akal jan g sehat. Seperti kata D ’Aguessau, Roma diperintah oleh akalnja jan g sehat, karena tidak diperintah lagi oleh kekuasaannja. K arena itu semua pertimbungan mengenai hal ini dimulai dengan dugaan, bahw a m e­nurut moral pcrsetudjuan-persetudjuan sedjati (naked) jan g dengan alasan itu djuga sedjati rnenurut hukum. D im ana terd apat satu per- Jukaian djandji-djandji, maka disana ada kekuasaan Justinianus un- hok pemaksaan (synallagma), dan mudahlah m enem ukan satu alasan dalam analogi pertukanin milik. Dimana sesuatu ditukar untuk satu djandji. maka sesuatu itu adalah satu causa d cben d i.

Tetapi scandainja tidak ada pertukaran d jandji-d jandji, dan tidak ada sesuatu jang ditukar dengan djandji itu. M aka tidak lain jang disetmljui ketjuali satu djandji. Dalam hukum Romawi ini akan m eng­am bil bentuk satu ketentuan. Dalam hukum D jerm an Kuno dia akan menghendaki satu sumpah, atau mengambil bentuk satu transaksi se­djati dari djaminan atau pertukaran. D alam „common law ” dikehen­daki penjerahan satu naskah jang memakai tjap. Teranglah bahw a ti­dak ada kekuatan moril jang melekat pada bentuk-bentuk ini. M eng- apa djandji-djandji jang „abstrakt” ini harus dipaksakan sedang jang lain-lainja tidak ? Haruskah tiap djandji serupa itu dipaksakan, atau tidak satupun harus dipaksakan tanpa sesuatu dengan tjara per­tukaran, atau haruskah djandji-djandji serupa itu digolong-golongkan untuk tudjuan pemaksaan, dun djika harus, bagaim ana ?

Dua teori muntjul dalam abad ke-17. Satu teori boleh disebutkan teori satu persamaan-nilai (equivalent). Teori ini tem ja ta merupakan satu rasionalisasi bagi causa d eb en d i dari hukum D jerm an Kuno,

180

Page 180: CAAN M U.I

jang dipengarulii oleli hukum Geredja dan karangan-karangan para ahli theologi Kristen jang terlalu meneliti. Menurut teori ini, satu djandji abstrakt, jang untuknja tidak diberikan ..equivalent”, tidaklah mengikat setjara alamiah, dan karena itu tidak mengikat menurut hukum. Ada tiga alasan diberikan kepada hal ini, jang telah m en­djadi pokok perbintjangan didalam kalangan hukum.

Pertama dikatakan, bahwa seseorang jang m em pertjajai orang lain jang mengutjapkan suatu djandji jang tidak ada cquivalentnja, ia berbuat demikian dengan tjerobohnja. Dalam satu peugharapan jang tidak berdasar serupa itu, ia tidak dapat meminta supaja ia didjamin. Ini terlalu menurutkan djiwa hukum sedjati jang keras, jang me- njangkal sesuatu kepentingan, ketjuali apa jang didjamin oleh hu­kum. Dikatakannja, bahwa djika hukum tidak mendjamin sesuatu kepentingan, maka seseorang adalah pnndir djika ia menjandarkan diri kepada djandji, dan. dengan demikian tidak mempunjai kepcn- tingan. Serupa itu pula hukum keras ni?:;gataJcnn, bahwa djika se­seorang memberikan djaiidjinjj fonrJ). rv.lalMi peiiipuan, atau kechilafan, atau paksaan, j i adalah seor.m j 7;;>n]Lr ita'j pengetjut dan tidak haiu> dilo’ong. 'i'et.ip: 'i ta d u5--- ry-.euvbuktikan kepentingan denjpn L.*.; mcagvJca/dengan menundjuk kepada keponlm^c-.ri.

Kedua dikatakan, bahwa diJka scsew&i;/ V rdij.ndii o r ;M fiussf:: e q u iv a le n t”, maka ia bcrbu'Jt cicw ^ a ''. jcm ii br-ni iU a c iu k lagak” daripada dengan alat iesungguorla, clan dengan satu ..equivalent” menundjukkan IkiIvw.:. ia berbuat dengan perhitungan dan sudah ditimbangrnasakinasak. Hanja djandji-dj.mdji jang diadakan setelah ditimbang masak-masaklah jang mengikat menurut moral, sebab hanja djandji-djandji serupa itu jang diper- tja jai oleh orang jang bidjaksana dan djudjur didalam pergaulan dengan tetangga-tetangganja. Djika alasan ini sehat, maka e q u i ­valent” hanja merupakan satu tjara untuk membuktikan pertimbung- an jang masak, dan jang harus mendjadi pokok persoalan ialah bahwa djandji itu dibuat setelah dipikirkan masak-masak sebagai sesuatu jang diharapkan oleh pembuatnja akan mengikatnja, bukanlah balnva pertimbangan masak-masak itu dibuktikan dengan tjara jang isti-

mewa oleh satu ..equivalent”.

181

Page 181: CAAN M U.I

Alasan ketiga ialah balnva seseorang jan g berpisah dengan satu „equivalent” sebagai tukaran untuk atau bersandar kepada satu djandji, adalah dirugikan dalam kehidupannja djika d jandji itu tidak ditepati orang. T etapi djika ini jang m endjadi alasan, m aka hukum sem ata-m ata harus menghendaki ganti kerugian, d jika d jandji itu tidak dilaksanakan. D jika kepentingan jang tersangkut adalah deduksi dari harta-benda melalui penjerahan e q u iv a le n t , m aka kew adjiban itu haruslah quasi cx conlracUi lebih dulu daripada cx contraciu .

Hukum kontrak Inggeris-Amerika banjak dipengaruhi nlcli teori ..equivalent” ini. Dalam abad ke-17 ada cm pat mr.tjam djandji jang menurut hukum „common law ’ dapat dipaksakan *

(1) Satu pengakuan berutang jang form il dengan surat per­djandjian jang memakai tjap, kerapkali m em akai sjarat berupa pehtksanaan satu djandji jang disertai dengan djam inan ;

(2) Sahi perdjandjian atau djandji jang suratnja ditutup dengan

tjap ;i3) Kontrak utang sesungguhnja ; danI A) Salu djandji bersahadja berdasarkan ganti kerugian, ja itu se­

bagai tukaran bagi satu perbuatan atau untuk satu d jandji lain.

Jang pertama tegas mengakui satu e q u iv a le n t” ; pada jang ke- dua dapat dikatakan, bahwa diduga atau tersirat adanja satu e q u i ­valent" ; pada jang ketiga kewadjiban tim bul dari penahanan se- suatu olehnja, jang kepadanja sudah diserahkan ; dan pada jang keempat perbuatan atau djandji balasan adalah m otif ganti kerugian untuk djandji itu, dan sebagai satu sebab dari atau alasan untuk membuat djandji itu adalah e q u iv a le n t” jang untuknja orang jang berdjandji memilih akan memikul satu djandji.

Dengan sedikit bantuan dari satu fiksi dogm atik didalam perkara perdjandjian-perdjandjian, ,.common law ” dapat disesuaikan kepada teori ini tanpa ada kesukarannja. Sesuai dengan itu sem endjak Bacon kita telah mencmukan ganti kerugian didalam buku-buku hukum Inggeris jang ditindjau dari pendirian ini. T e tap i ia tidak pem ah merupakan satu pendjelasan jang memuaskan. D jika teori itu sehat, maka tidak harus mendjadi rintangan. apakah ..equivalent” itu di- serahkan sebelum djandji, atau sesudaluija, atau bersam aan dengan

182

Page 182: CAAN M U.I

pengutjapan djandji. Sesungguhnja, „equity” lnggeris dalam abad ke-19 telah mengambil tindakan berikutnja dengan bersandar kepada satu djandji dari satu pemberian jang akan mendjadi satu ganti ke­rugian „common law” diatas satu dasar jang daripadanja djandji itu dapat dipaksakan setjara chusus. „Equity” tidak pem ah menerima seluruhnja teori ini atau sesuatu teori lain. Setidak-tidaknja sesudah pertengahan abad ke-18 „equity” diduga mengikuti hukum mengenai apakah satu kontrak. Tetapi „common law” belum ditetapkan sampai abad ke-19, dan kita menemukan haldm-hakim „equity” kerapkali mempergunakan ganti kerugian jang berarti bukan ..equivalent”, melainkan sesuatu alasan untuk membuat djandji, dan dengan de­mikian mendjadikannja sama maknanja dengan causa didalam hukum sipil.

Apa jang dinamakan ganti kerugian berdjasa (meritorious con­sideration) ganti kerugian mengenai darah, ketjintaari dan kosajang- an, dan perkara-perkara djandji jang disokong oleh kewadjiban ivcri1 seorang jang berutang untuk mendjamin orang jang berp iutm g Jcc- padanja, dari seorang suami jang ingin menentukan rniiir.. rntu'< isterinja, dan dari seorang ibu-bapa jang ingin menjedi^kan sesuatu untuk kehidupan anaknja, semua ini menundjukkan £ .‘£asar causa jang bekerdja didalam ..equity”. Memang ada djikadalam hubungan ini „Doctor and Student” kerapkali dikuM.i. P^ujo- baan jang sangat mendalam untuk menerapkan teori ..equivalent" iiii akan didjumpai didalam buku-buku, ialah penjempurnaan jang di­lakukan oleh Langdell terhadap satu sistem dari apa jang dinamakan keadaan-keadaan jang tersirat didalam hukum atau djandji-djandji jang tidak bebas atas dasar itu. Sebagai satu tjontoh dari analisa hukum jang keras, ia menandingi Austin. Tetapi ia tidak berhssil membentuk hukum.

Di Eropa Kontinental jang berlaku adalah teori kedua, jaitu teori bahwa kepada suatu djandji jang dibuat melekat satu kekuatan mo­ril. Teori ini berasal dari Grotius. Pada umumnja teori ini diterima oleh pengarang-pengarang Eropa Kontinental dalam abad ke-18, dan seperti telah diketahui teori itu telah meruntuhkan kategori-kategori Romawi dan menjebabkan timbulnja satu kaidah, bahwa sesuatu

183

Page 183: CAAN M U.I

djandji jang b cm iat m cngadakan satu transaksi hukum, m entjiptakau

kew adjiban hukum.Pada acliir abad k e -lS Lord M ansfield ham pir m enetapkannja

didalam hukum Inggeris dengan doktrinnja, bahw a djandji jang di­buat sebagai satu transaksi perdagangan tidak mungkin m erupakan nudum pactum . Tetapi ia sudah terlam bat. Pertum buhan sudah ter- henti sclam a satu masa dan abad kc-19 telah m em bikin satu sistem dan lebih melandjutkan perkembangan itu daripada m enjelaraskan

apa-apa jang sudah diterimanja.Tatkala hantjur landasan hukum alam untuk m em aksakan d jandji-

djandji, sardjana-sardjana hukum m etafisik berdaja-up aja m engada- kan satu landasan baru. Kant m engatakan, bahw a tidak mungkin dibuktikan seseorang dimestikan m cnepati d jand jin ja, d jika di­pandang semata-mata sebagai satu djandji, dan m endeduksikan kon­trak dari m ilik sebagai satu bentuk dari penjerahan atau peram pas-

harta-benda seseorang jang terkandung didalam gagasan hak-hak perseoraiigan itu sendiri. Sebegitu djauh dia sesuai dengan kebebas­an kehendak jang abstrak menurut satu hukum universil, seseorang boleh merampas baik djasa-djasanja maupun m iliknja, dan satu rlj.mdji akan melaksanakan sesuatu adalah satu peram pasan jang se- matjam itu. Pandangan ini diterima oleh umum, sehingga sem entara

ke-17 mentjoba menegakkan hak-hak diatas kontrak, dan abad k e-lS menegakkan kontrak diatas arti moril jang m elekat pada satu djandji, abad ke-19 jang lebih mengutamakan filsafat m ilik, m ene­gakkan kontrak diatas milik. Tiga dari teori-teori ini berfaedah untuk diperhatikan.

F ich te mengatakan bahw a kewadjiban untuk m elaksanakan satu persetudjuan timbul, apabila satu pihak dari pihak-pihak jan g m em ­buat persetudjuan itu mulai bertindak menurut bunji persetudjuan. Dipandang dari sudut ilmu hukum ini m erupakan satu rasionalisasi dari kontrak jang tidak disebutkan (innominate) didalam hukum Romawi. Kalau salu perdjandjian telah dilakukan oleh satu pihak, orang jang melakukan itu boleh menuntut ganti kerugian quasi cx contractu atau menunlut pelaksanaan balasan cx contractu . D ipan­dang dari sudut filsafat gagasan itu rupanja adalah dari teori e q u i ­valent”, dalam bentuk jang banjak kita djumpai didalam perbintjang-

184

Page 184: CAAN M U.I

an sardjana-sardjana hukum Inggeris-Amerika mengenai subjek ini sebagai teori „injurivus-realiance ’ (kepertjajaan jang merugikan). Menurut teori jang disebut kemudian ini, djika orang jang menerima djandji tidak merasa puas dengan satu ..equivalent”, atau mulai ber­tindak dengan bersandar kepada persetudjuan, ia tidak harus me- menuhi satu tuntutan moril.

Ini bukanlah satu teori hukum, sebagaimana adanja sckarang dan dulu. Kontrak-kontrak formil tidak menghendaki jang sematjam itu. Benar, karena terpengaruh oleh teori ..equivalent” „equitv” lnggeris tidak menetapkan dalam abad ke-19, bahwa satu kontrak jang di- tutup dengan tjap tanpa ganti-kerugian ..common law” dibelakang- nja, tidak harus dipaksakan. Tetapi tanggapan itu mengalami banjak perketjualian ketika dia diumumkan, lebih banjak lagi semendjak di- kembangkan, dan lebih banjak ketika dikembangkan. Sebagaimana adanja, perketjualian itu adalah penerapan jang lebih kerap daripada kelaziman sendiri.

Dan teori Fichte bukanlah satu pemjataan mcngonai gagasan- gagasan kesusilaan pada masanja atau pada masa kita sekarany;. Pada masa itu dan sekarang pun kewadjiban moril tmhik rncnepot! djandji-djandji abstrakt itu sudah diakui. Bahwa „perkalann se- seorang harus sama dapat dipegang seperti kerbau dapat ^ipcg:m<; talinja” menjatakan rasa kesusilaan dari masjarakat jang beradab. Tetapi ahli filsafat melihat bahwa hukum belum sedjauli itu peng '- ruhnja, dan mentjoba memberikan satu pendjelasan jang masuk akal. mengapa hukum tidak memenuhi apa jang dikeherdaki daripadanja. Patut diperhatikan, bahwa Fichte sungguh-sungguh mentjoba rrem- perlihatkan mengapa satu djandji mungkin dipandang sebagai se­bagian dari harta-benda seseorang, dan mengapa tuntutan seseorang terhadap pelaksanaan djandji lawannja boleh dipandang sebagai

miliknja.Hegel djuga menerangkan kontrak itu menurut pengertian milik,

memperlakukan satu djandji sebagai satu tindakan mempergunakan harta-benda seseorang. Karena itu menurut pandangannja, apa jang disebutkan djandji abstrakt hanjalah satu kwalifikasi subjektif dari kemauan seseorang, jang ia mempunjai kebebasan untuk mengubah- nja. Teori ini dan teori jang terdahulu menerima hukum Romawi

185

Page 185: CAAN M U.I

atau hukum jang lebih tua di Eropa Kontinental, dan b erb itjara dari reaksi hukum alam jang dinegeri Inggeris pada waktu jang sam a m enolak doktrin-doktrin hberal dari Lord M ansfield.

Sardjana-sardjana hukum m etafisik kemudian bersandar kepada gagasan kepribadian. Penganut-penganut hukum Rom aw i m eng- anggap satu transaksi hukum sebagai satu kesediaan dari sesuatu perubahan didalam lingkungan hak-hak seseorang, jang kepadanja hukum jang mendjalankan kem auannja, m em berikan effek jan g di- maksud. D jika transaksi itu sudah dilaksanakan, penarikan-kem bab' akan berarti penjerangan terhadap harta-benda orang lain. T etap i djika memang menurut putusan hakim dapat dilaksanakan, m engapa niat jang dinjatakan balnva perubahan akan terdjadi dim asa depan harus dilaksanakan oleh hukum, walaupun sudah berubah kem auan dari pihak jang berdjandji ? Setengah orang m engatakan, bahw a ini turns dilakukan apabila ada satu kehendak bersam a, jang daripada- n ja hanja tindakan bersama boleh inundur. Apabila pihak-pihak jang berdjandji telah inentjapai satu persetudjuan, apabila kehendak- kehendak mereka sudah sepakat, maka hukum harus m em berikan effek kepada kehendak bersama ini sebagai m em pertahankan ke­pribadian.

Tetapi teranglah bahwa pendjelasan ini m enerim a teori kem auan, teori subjektif dari transaksi-transaksi hukum. D jika kita bertolak dari teori objektif, maka teori subjektif itu akan lem ah. A m billah tjontolinja perkara satu penawaran, jang akan dipaham kan m enurut sesuatu tjara oleh seorang jang berpikiran sehat, diterim a oleh orang jang mendapat penawaran itu dalam pengertian itu pula, apabila pihak jang menawarkan betul-betul bermaksud jang lain. Atau um- pam anja perkara satu penawaran jang keliru disam paikan oleh ka- wat dan diterima dengan itikad baik sebagaim ana jang disampaikan itu. Disini tidak terdapat kcsamaan kehendak, dan namun begitu hukum mungkin akan berpendapat, seperti kita lakukan di Amerika, mengenai dua perkara tcrsebut, balnva ada satu kontrak. T idak ada teori metafisik jang bcrpengaruh besar untuk m entjegah kemadjuan hukum jang tetap dan pemikiran hukum kearah satu doktrin jang ob jektif dari transaksi-transaksi hukum. M em ang, tidak pem ah me- tode deduklif runtuh sama sekali sebagai didalam pertjobaan hen-

1 8 0

Page 186: CAAN M U.I

dak mendeduksikan azas-azas jang diatasnja kontrak-kontrak harus dipaksakan.

Kemudian dalam abad ke-19 orang mulai lebih banjak memikir- kan kebebasan kontrak daripada memaksakan djandji-djandji apabila diadakan. Bagi Spencer dan kaum positivis mechanis jang memaham- kan hukum setjara negatif sebagai sistem jang tidak tjampur-tangan sementara orang-orang bcrbuat sekehendaknja, dan bukan sebagai satu sistem penertiban jang mentjegah perselisihan dan pemborosan, seliingga orang-orang melakukan apa-apa jang dibolehkan sadja, maka lem baga jang penting ialah satu hak untuk mengadakan per- tukaran bebas dan kontrak bebas, dideduksikan dari hukum kebebas­an sama sebagai scm atjam kebebasan gerakan dan perhubungan ekonomis.

Keadilan menghendaki bahwa tiap orang dibebaskan untuk m e­makaikan dengan merdeka kekuasaan-kekuasaan alamiahnja dalam melakukan penawaran dan pertukaran dan mengadakan djandji, ketjuali djika ia mengganggu tindakan serupa jang dilakukan oleh orang lain, atau mengganggu beberapa hak azasi orang-oiang lain itu. Apakah semua transaksi serupa itu harus dipaksakan terhadap- n ja atau hanja beberapa, dan djika beberapa sadja, tentang jang mana, ini adalah soal-soal jang harus didjawab oleh satu ilrnu hu­kum jang affirm atif (tegas), bukan oleh ilmu hukum negatif.

Sardjana-sardjana hukum sedjarah telah menerima teoii kehendak dan mendjadi pengandjur-pengandjurnja jang terkemuka dizsman modem ini. Mereka melihat bahwa seluruh perkembangan sedjarah hukum telah merupakan satu pengakuan jang lebih luas dan pe- maksaan jang lebih effektif bagi djandji-djandji. Mereka jang m e­nerima penafsiran ethis-idealistis dari sedjarah hukum dapat melihal kebebasan sebagai satu gagasan ethis jang mendjelmakan dirinja didalam satu kebebasan jang lebih besar dari pengemukaan-diri (self-assertion) dan penentuan sendiri (self-determination) melalui djandji-djandji dan persetudjuan-persetudjuan, dan memberikan satu effek jang lebih luas kepada kehendak jang dikemukakan dan di­tentukan se'demikian. Sebagian terbesar mereka menulis mengenai Eropa Kontinental, dimana lapangan djandji-djandji jang dapat di­paksakan oleh hukum telah tidak dibatas lagi oleh satu pagar jang

187

Page 187: CAAN M U.I

scm pit dari kategori-kategori sedjarah Romawi. D jadi m ereka tidak bertugas uiituk mcmbenarkan dogma-dogma tentang tidak memak- sakan djandji-djandji jang diadakan sebagai transaksi-transaksi p er­

dagangan.Mereka jang menerima penafsiran politik m elihat kebebasan se­

bagai satu gagasan sipil atau politik jang m endjelm akan dirin ja di- dalum satu kemadjuan dari status kepada kontrak, jang didalam nja kew adjiban dan pertanggungan-djawab manusia lebih banjak m eru­pakan akibat dari tindakan jang dikehendaki, bukan setjara kebe- tulan dari kedudukan didalam m asjarakat jang diakui hukum.

Sardjana-sardjana hukum sedjarah lnggeris mungkin pula ber- tanja, berapa djauhkah kaidah-kaidah lnggeris m engenai ganti ke- rusjian tjotjok dengan kesimpulan-kesimpulan dari teori serupa itu„ dan apakah mereka tidak harus diharapkan akan inengalah apabila gagasan ilu berkembang lengkap didalam pengalam an aksi rakjat dun putusan pengadilan. Tetapi pemimpin m azbab ini bukanlah s 1*0 rang ahli hukum ’’common law”, dan sardjana-sardjana hukum sedjarah Amerika mentjurahkan segenap tenaganja kepada usaha membentuk satu teori historis-analitis dari ganti kerugian lebih b a ­njak d.iripada kepada soal jang lebih luas m engenai d jandji-d jandji apakah jang harus dipaksakan, dan mengapa begitu.

DLsini seperli ditemp,it-tempat lain, sardjana hukum sed jarah dan sardjana hukum utilitis telah sepaham mengenai hasil-hasilnja, m es- lopun besar pertikaian paham mereka mengenai tjara m entjapai husil-hasil ilu. Sardjana hukum sedjarah m elihat didalam kontrak satu pendjelmaan dari gagasan kebebasan. Sardjana hukum utilitis melihat didalamnja satu alat untuk memadjukan maksim um dari pengemukaan-diri jang bebas oleh tiap orang, jang dianggapnja telah merupakan kebahagiaan manusia. Karena itu sard jana hukum sedjarah meminta kebebasan kontrak dan seharusnja telah m em inta pemaksaan djan,dji-djandji jang luas dan umum. Sard jana hukum utilitis berpegang teguh kepada satu doktrin jang m engandjurkan pem bebasan manusia dan membolehkan m ereka bertindak sebebas mungkin, jang meliputi kedudukan terhorm at buat m em perluas lingkungan dan memaksakan kewadjiban kontrak.

Perbcdaan antara tjara-tjara berpikir ini dengan tjara berpikir

Page 188: CAAN M U.I

pada acliir abad ke-19 akan kelihatan djika kita perbandingkan pernjataan Blackstone (1765) dengan utjapan Sir George Jessel se- abad kemudian (1875). Blackstone mengatakan, bahwa rakjat „pada pokoknja tidak begitu perduli asal hak-hak priv6 tiap orang ter- djam in”. Sebaliknja, ketika memperbintjangkan soal apakah pcrse- tudjuan-persetudjuan merugikan kepentingan umum (public policy) dan karena itu tidak dapat dipaksakan, Sir George Jessel berkata : ,,Djika ada sesuatu hal jang diminta oleh kopentingan urnum lebih daripada jang lainnja, maka itu adalah balnva orang-orang jang su­dah dewasa dan sanggup mengerti harus mempunjai kebebasan jang seluas-luasnja untuk mengadakan kontrak dan bahwa kontrak itu ham s dikuatkan oleh pengadilan”.

Tetapi sardjana-sardjana hukum utilitis lebih meletakkan tekanau pada bagian pertama dari program jang dua raugkap ini, jang ne- gatif, daripada jang kedua, jang tegas (affirmatif). Sikap begini ter­dapat pula pada sardjana-sardjana hukum sedjarah dan sardiana- sardjana hukum positif. Pedagang dan pengusaha Inggeris tidak m entjari-tjari instrumen hukum. Ia dapat bekerdja agak baik dengan instxumen-instrumen jang disediakan oleh hukum, djika hukum m em berinja kebeb;isan. Jang ditjarinja ialah supaja :a aibebaskan dari belenggu-belenggu hukum jang berasal dari satu masjarakat jang berbeda sifatnja, jang diatur diatas satu dasar jang lam dengan tudjuan-Iudjuan jang lain. Sebab itu untuk satu waktu p e­mikiran hukum menghadapkan dirinja kepada pendirian ini lebih dulu daripada kepada doktrin ganti kerugian dan alasan untuk tidak memaksakan djandji-djandji jang dipikirkan masak-masak, dimana tidak ditaruh didalam bentuk tawar-menawar.

Tidak satupun diantara empat teori tentang memaksakan djandji- djandji, jang berlaku sekarang, tjukup untuk mentjakup seluruh pengakuan hukum dan penguatannja sebagai hukum jang betul- betul ada. Menurut urutan berlakunja kita boleh menjebutkannja r

(1) Teori kemauan ;(2) teori taw ar-m enaw ar;(3) teori sama-nilai (equivalent), dan(4) teori kepertjajaan jang merugikan (injurious-reliance).

189

Page 189: CAAN M U.I

Jaitu , djandji-djandji dilaiatkan karena m em berikan satu cffek kepada kemauan mereka jang m enjetudjui, atau sampai kebatas d jan­dji-d jandji itu merupakan tawar-m cnaw ar atau bagian dari taw ar- menawar, atau dimana satu ..equivalent” bagi d jandji-d jandji itu telah diberikan, atau apabila d jandji-djandji d ipertja jai oleh pihak jang menerima djandji atas kerugiannja sendiri, m enurut teori jang

dipilih.

Jan g pertama adalah teori jang banjak dianut oleh sard jana- sardjana hukum sipil. T etapi teori ini harus m engalah kepada ke- m adjuan jang tangkas dari teori objektif tentang transaksi-transaksi hukum, jang barisan belakangnja sekarang sedang berdjuang. D idalam hukum Inggeris-Amerika ini mustahil. K ita tidak m em beri­kan cffek kepada djandji-djandji berdasarkan kem auan dari pihak jang berdjandji, meskipun pengadilan-pengadilan ’’equ ity” kita telah memperlihatkan ketjenderungan untuk bergerak kedjurusan itu.

Pertjobaan didalam abad ke-19 jang hendak m erom aw ikan teori- teori pertanggungan-djawab kita telah m elibat satu teori kontrak bersendikan kemauan dari hukum Romawi. Tetapi orang jan g m enjigi Icebawali pcrmukaan berita-berita pengadilan kita tidak akan dapat menjangsikan, bahwa pertjobaan itu telah m enem ui kcgagalan se- lurulinja. K ita tidak lagi m entjari penjelesaian discgenap p ihak de­ngan satu hukum Romawi tentang pem bebasan karena m em bajar djaminan (bailments) jang pongah itu, dan didalam hukum p em b e­basan karena membajar djaminan itu sendiri kita djadi berb itjara dengan istilah-istilah kelalaian dari ’’common law ” m engingat ke­adaan-keadaan, d;m bukan dalam istilah-istilah penganut hukum Romawi tentang ukuran keradjinan jang dikehendaki dan tingkat- tingkat kelalaian jang bersesuaian dengan itu.

Setidak-tidaknja di Amerika Serikat teori o b jektif ten tan g kontrak itu sudah kolot, dan pemimpin m azhab analitis dinegeri lnggeris dari gcnerasi sekarang, telah m enguraikannja dengan bersem angat. Pengadilan-pengadilan "equity”, jang mewarisi tjara-tjara berpikir dari masa ketika hakim ’ equity” memeriksa hati-nurani dari seoran" terdakwa dengan satu pemeriksaan dibaw ah sumpah dan pertjaja baliw a ia dapat mentjapai bukti-bukti subjektif, jang tidak dapat

190

Page 190: CAAN M U.I

dikenal oleh satu djuri, semuanja adalah bentcng-bcntcng tcrachir dari teori subjektif jang asing didalain ’’common law".

Boleh djadi teori tawar-menawar (bargain theory) adalah salah satu teori jang paling banjak dianut didalam pemikiran ’’common law . Teori itu adalah satu perkembangan dari teori ’’equivalent”. Teori ini tidak meliputi kontrak-kontrak formil, tetapi dibawah pengaruhnja, kontrak-kontrak formil telah mundur dengan teratur. T jap telah „memasukkan” salu pertimbangan. Perundang-undangan telah menghapuskannja didalam banjak jurisdiksi dan kerapkali dia berbuat tidak lebih dari menetapkan satu pcndjual-belian jnimn jacic , tunduk kepada bukti bahwa pada hakekatnja tidak ada ganti kerugian.

Pengadilan-pengadilan ’’equity” meminta satu ganti kerugiaD common law , setidak-tidaknja sepintas lalu untuk kaidah umum

mereka, sebelum mereka mau menguatkan satu kontrak jang ter- tutup. Begitu pula kontrak-kontrak formil dari hukum dagang dapat clikalahkan dengan memperlihatkan bahwa disana tidak ada ganti kerugian, ketjuali apabila ditangan pemegang-pemegang untuk gan'.i kerugian jang berharga tanpa memberi-tahukan. Tetapi diiiiu gaub kerugian (consideration), dipakai dalam arti "equivalent", rampai kebatas pengakuan satu „ganti kerugian jang lalu” (past considera­tion), dan teori tawar-menawar, jang sesuai dengan kontrnir-kontrul sederhana, tidak dapat diterapkan selunihnja. Sebalih 'ja adah'i. berarti, sampai dimana pengadilan-pengadilan sekarang bckirdja keras untuk menghindarkan diri dari teori tawar-menawar dan meni- perkuat djandji-djandji jang bukan tawar-menawar, dan tidak dapat ditetapkan sebagai demikian.

Kontrak-kontrak mengenai langganan (subscription contracts), djandji tjuma-tjuma jang kemudian dipcnuhi, djandji-djandji jang berdasarkan kewadjiban moril, djandji-djandji baru dimana satu utang dihalangi oleh pembatasan atau kebangkrutan atau sebagai- nja, pembelokan hadiah-hadiah mendjadi kontrak oleh ’’equity" supaja diperkuat pacta dom lion is setjara chusus, meskipun ada kaidah bahwa ’’equity” tidak akan membantu seorang sukarelawan, penguatan pernjataan tjuma-tjuma tentang amanat, penguatan chu­sus bagi pilihan. tertutup dibawah tjap tanpa ganti kerugian, pelak-

191

Page 191: CAAN M U.I

sanaan cliusus dengan tjara pcrbaikan dalam perkara djam inan kepada seorang jang memberi pindjam an atau penjelesaian djam inan hidup bagi isteri dan anak, setjara sukarela tidak m engadakan suatu pem belaan oleh satu djaminan dan perkara-perkara lain dari „orang jang melopaskan hak-haknja” (waiver), pem bebasan karena peng- nkuan semata-mata didalam beberapa negara bagian, penguatan hadiah-hadiah dengan djalan perbaikan terhadap ahli-w aris dan seorang pem beri hadiah, „m andat-m andat” dim ana tidak ada res (benda), dan sjarat-sjarat perdjandjian dari pihak-pihak jan g meng- adakannja dan penasehat-penasehat m ereka m engenai tjara-tjara beperkara didepan pengadilan nanti - sem ua ini m erupakan satu daftar jang hebat dari perkara-perkara jang luar b iasa dan keting- galan masa, jang harus dilawan oleh pengandjur teori taw ar- mcnawar.

Apabila kita mcnambahnja dengan penguatan d jandji-d jandji atas pragaduan pihak-pihak ketiga jang akan m enerim a keuntungannja, jang mendapat kemadjuan besar diseluruh dunia, dan penguatan djan.dji-djandji dimana ganti kerugian bergerak daxi seorang ketiga, iang mempunjai pengandjur-pengandjur jang bersem angat di A m e­rika Serikat dan jang mungkin akan dipergunakan untuk m engha- <lapi kebutuhan-kebutuhan dalam melakukan perdagangan m elalui 5'jrat-surat krodit, kita hanja dapat m elihat bahw a tanggapan Lord M ansfield tentang djandji jang dibuat sebagai satu transaksi perda­gangan tidak dapat merupakan nudum pactum , adalah lebih dekat kepada pendjelmaannja daripada jang kita sangkakan.

Meskipun begitu teori ’’equivalent” dan teori kepertjajaan jang menigikan-diri djuga kurang tjukup untuk m endjelaskan hukum jang sesungguhnja berlaku. Teori "equivalent” sedjak m ulanja harus ber- gumul dengan doktrin bahwa ganti kerugian jang tidak m em adai itu adalah tidak punting, sehingga persmnaan-nilai itu kerapkali diper- gunakan dalam arti technis dan konstruktif. H egel dapat memper- tahnnkannja atas dasar Uicsio cnorm is d.u-i hukum Romawi. T etapi apabila satu pengadilan "equity" berscdia m enjokong satu pendjual- an milik seharga 20.000 dollar untuk 200 dollar, maka satu fiksi dogmatik j>un sudah dilewatinja.

Tam bahan lagi daftar hal-hal jang m enjim pang jang harus dilawan

192

Page 192: CAAN M U.I

oleh teori tawar-m euawai, inemuat lebih dari satu kesukaran bagi penganut kedua teori tersebut. Sjarat-sjarat dalam perdjandjian se- lanu perkara didepan pengadilan tidak mcmbutuhkan "equivalent”, djuga tidak memerlukan supaja dituruti dengan perbuatan supaja dapat dipaksakan. Satu pembebasan deng;m pengakuan semata-mata, apabila baik seimunija, tidak memerlukan "equivalent” dan tidak perlu dituruti dengan perbuatan. Melopaskan hak-hak dengan satu djaminan dari pem bela terdakwa mengenai pembebasan dengan m em berikan waktu kepada orang jang didjadikan djaminan, tidak memerlukan unsur ganti kerugian dan tidak pula estoppel (kaidah pem buktian atau doktrin hukum jang melarang seseorang menjang- kal kebenaran sesuatu pem jataan jang diberikannja dulu). D jam in­an-djam inan jang tidak dilaksanakan sebaik-baiknja, pelunasan dan pem bajaran uang muka tidak memerlukan ’’equivalent" dan tidak perlu diikuti dengan perbuatan supaja dapat diperbaiki. Pilihan- pilihan bebas (options) jang tertutup didalam ’’equity” dibuka atas dasar tjapnja semata-mata. Satu amanat jang dinjatakan tanpa akusan m entjiptakan satu kewadjiban jang diakui didalam pengadilan ’’eqinty” dan tidak lebih.

Pada hakekatnja situasi didalam hukum Inggeris-Amerika -Adah m endjadi sam a dengan situasi didalam hukum P.ornawi pad a ting­katan kem atangannja, dan disebabkan oleh hal-hal jang sa :r.. pula. K ita mempunjai tiga kategori pokok.

Pertam a, ada kontrak-kontrak formil, termasuk naskah-jm kah ; m;> disegel, ikrar jang diberikan setjara tertulis akan berkelakuan baik dan m enjediakan diri kepada pengadilan (recognizances), dan kon­trak-kontrak formil dari hukum dagang, jang didalam jang disebut belakangan ini bentuknja terdiri dari pemak;iian kata-kata tertentu, sjarat-sjarat mengenai djiunlah uang tertentu, pembajaran dalam segala hal, dan kepastian mengenai waktu.

Kedua ada kontrak-kontrak sedjati mengenai utang dan pem be­basan dengan m em bajar uang djaminan.

K etiga adalah kontrak-kontrak sederhana, tanpa bentuk dan ber- dasarkan ganti kerugian.

Jan g disebut kemudian ini adalah satu kategori jang sedang tum­buh, meskipun kontrak-kontrak formil dari hukum dag;ing telah

193

Page 193: CAAN M U.I

mem perlihatkan sesuatu kekuatan pertum buhan, dan dunia perda- gangim telah m entjoba menambahkan kepadanja surat-surat kredit (letters of credit) sam bil mempergunakan kata-kata form il „ditegas- kan” (confirm ed) atau „tak dapat dibatalkan” (irrevocable).

T etapi kategori dari djandji-djandji sederhana jang dapat dipak­sakan menolak dengan gigiluija pertjobaan jang hendak m em asuk- kannja kedalam satu sistem, presis seperti perdjandjian-perdjandjian jang dapat dituntut didalam hukum Romawi. Tam bahan berturut- turut pada berbagai waktu jang dilakukan oleh pengadilan-peng­adilan, dalam daja-upajanja hendak m enetapkan bahw a orang-orang harus bertanggung-djawab alas djandji-djandjinju, m engingat kepen­tingan masjarakat didalam keamanan transaksi-transaksi dan postu- lat-postulat hukum dari peradaban pada masa ini, berlangsung de­ngan semua tjara dari berbagai teori dan analogi jang berbed a-bed a, dan sepakat hanja mengenai hasilnja bahwa dilapangan perdagangan perkataan seseorang harus dapat dipegang dan d ip ertja ja i sebagai mcngikatnja, dan orang-orang lain dapat m em pertjajai perkataannja «cbagaimana dapat m em pertjajai djandjinja, djika ketertiban ekono- nn kita akan bekerdja dengan lantjar dan tepat-guna.

Sudah tem jata, balnva banjak pengadilan jang setjara sedar atau setengah sedar m enjetudjui perasaan Lord D unedin, bahw a sese­orang boleh djadi tidak menjukai satu teori jang m em ungkinkan seorang jang mengutjapkan djandji tidak m enghargai sedikitpun djandji jang telah dipikirkan masak-masak, pantas pada dirinja, dan didalamnja orang jang berusaha memaksakannja m em punjai kepen­tingan jang sail menurut pengertian biasa dari orang-orang jang dju- djur didalam masjarakat. Adalah mengandung arti, bahw a meskipun kita telah berketjinipung didalam teori tentang ganti kerugian s e ­lama empat abad, kitab-kitab hukum kita tidak sepakat m engenai satu rumus ganti kerugian itu, apalagi pengadilan-pengadilan kita mengenai sesuatu schema jang dapat disedjalankan tentang apa <ranti kerugian itu dan apa jang bukan. Ini berarti satu hal - kita tidak menjetudjui apa sebenam ja - didalam hukum kontrak-kontrak se­derhana, jang lainnja didalam hukum instrum en-instnunen jan<* d a ­pat dirundingkan, jang lainnja dalam penjerahan dibaw ah Undang- undang Pemakaian (Statute of Uses), dan masih ada hal jang lain

191

Page 194: CAAN M U.I

lagi - orang tidak talui pasti apakah itu - dalam banjak perkara didalam "equity”.

Surat-surat kredit mcmberikan satu gambaran jang menjolok ba­gaimana tidak dapatnja lnikum kontrak adat di Amerika diselaraskan dengan kebutuhan-kebutuhan perdagangan modem didalam m asja­rakat kota dari organisasi ekonomi jang sangat komplex. Sudah di- kcnal baik diluar negeri dan disempumakan setjara konsekwent ber­dasarkan teori-teori umum didalam hukum dagang dari Eropa Kon­tinental, instrumen-instrumen ini mulai mendadak dipergunakan di Amerika Serikat setjara besar-besaran selama Perang Dunia pertama. Didalam kitab-kitab hukum kita belum ada teori jang ditetapkan mengenai surat-surat kredit ini dan putusan-putusan memberi alasan bagi empat atau lima pandangan jang mengeluarkan berbagai-bagai hasil dalam soal-soal jang sangat penting bagi pengusaha jang b er­tindak menurutkannja.

Adalah aneh sekali, bahwa dunia perdagangan bertindak mendia- dikan surat-surat kredit itu kontrak-kontrak formil dari hukom da­gang dengan memakaikan kata-kata tertentu jang m em berikm wa- tak kepada instrumen-instrumen itu dan mendjelaskan sif^tnja k e­pada orang-orang jang memeriksanja dimana sadja didunia ir i. Tetapi untuk suatu waktu kategori kita dari kechususan peida^in^an tidak mengakui lagi pertumbuhan, dan doktrin ganti kenigiau de­ngan garis-garisnja jang tak keruan merintangi banjak k :i j;uig di- perlukan oleh kebutuhan-kebutuhan perdagangan, dan pcngusaha- pengusaha mendapati dirinja berbuat dengan saling bersandar k e­pada kehormatan masing-masing sebagai pengusaha dan bankir selalu tjuriga mengenai kredit jang diberikannja, dengan atau tanpa bantuan hukum. Pastilah bahwa tidak ada orang jang akan berkata bahw a keadaan serupa itu memperkuat satu pembangunan m asja­rakat setjara ilmiah (social engineering) dan bidjaksana didalam satu m asjarakat jang organisasi perekonomiannja berdasarkan kredit.

Ada dua keadaan jang bekerdja menetapkan hidupnja sjarat ganti kerugian didalam hukum kontrak-kontrak sederhana di Amerika dan dinegeri lnggeris. Pertama adalah perasaan didalam kalangan hukum bahwa "common law” adalah ketertiban lnikum dari alam, bahw a doktrin-doktrinnja didalam satu bentuk jang ditjita-tjitakan (ideal­

195

Page 195: CAAN M U.I

ized) adalah hukum alam, dan balnva kaidah-kaidahnja jang sesung­guhnja adalah pernjataan dari hukum alam. T jara berpikir ini akan didapati didalam semua kalangan hukum dan ini adalah satu hasil dari kebiasaan menerapkan kaidah-kaidah dari suatu kem ahiran, sehingga telah dianggap orang sebagai suatu keadaan jang sew a­d jam ja. Didalam hukum tjara berpikir ini diperkuat oleh teori hu ­kum alam jang sangat besar pengaruhnja didalam buku-buku pela- djaran dasar seinciuljak Blackstone, diadjarkan kepada semua ahli hukum sampai abad ini, dan diterim a dalam banjak putusan p eng­adilan kita.

Kcmudian tjara berpikir ini diperkuat oleh teori-teori dari m azhab sedjarah jang mcnguasai perguruan-perguruan tinggi hukum di Amerika Serikat sclama scperem pat abad teracliir dari abad kc-19, d^n mengadj;;rkan orang berpikir bahw a pertiunbuhan itu pastilah roc:>g'kuli garis-garis jang mungkin dapat ditemukan didalam Buku- buku Tahunan (Year Books). Sem ua ini bekerdjasama dengan sua- sana dalam abad jang lalu itu, dan kebentjian instinktif dari ahli hukum kepada perubahan, supaja dengan suatu tjara jang tak keli- hatiu. diangan terbuka pintu bagi tingkah hakim polisi atau bagi unsur kepribadian dari hakim.

Demikianlah setengah orang m cnganggap ganti kerugian itu , apa djuapun. sebagai terkandung didalam gagasan djandji-djandji jang dapat dipaksakan itu sendiri. Jan g lain-lainnja berpendapat, bahw a ganti kerugian itu adalah azas jang berkem bang didalam sedjarah jang akan m cnguasai masa clcpan dari Inikum kontrak. Banjak orang Iain berpikir sem ata-m ata balnva adalah berbahaja kalau kita b e i- b itjara tentang perubahan. T etap i meskipun begitu perubahan itu berlangsung deng;m tjepat, walaupun setengah sedar, sehingga m engakibatkan tim bulnja pada waktu ini kaidah-kaidah jang banjak katjau dan tidak didjadikan satu sistem serta tidak dapat dimasuk- kan kedalam satu sistcin.

Keadaan kedua jang bekerdja m enetapkan hidupnja sjarat ganti ke­rugian itu adalah satu faktor jang lebih sah. *”

D iantara djasa-djasa jan g pernah dibcrikan oleh ilmu djiw a ke­pada ilmu hukum tidak ada jang lebih besar daripada pem beriannja berupa satu teori psychologis tentang nvda pacta. Sebab ada sesuatu

19G

Page 196: CAAN M U.I

jang lebih daripada tuah dari salu ungkapan Latin jang tradisionil dengan tjap ilmu hukum Romawi dibelakang keciiggiuwn kita untuk memaksakan semua djandji jang ditimbang masak-masak, semata- mata sebagai itu. Ini harus dipcrbandingkan dengan keengganan pengadilan-pengadilan akan menerapkan azas kelalaian jang biasa kepada ketjerobohan dalam berbitjara, dengan doktrin mengenai oinongan pedagang, dengan pembatasan-pombatasan terhadap per­tanggungan-djawab atas pentjemaran dengan lisan, dan dengan ba­njak hal serupa itu diseluruh lnikum kita. Somua ini bcrlangsung sebagiannja dari sikap hukiun keras jang didalamnja lcm baga-lcm - baga hukum kita mengambil bentuknja. Tetapi keengganan ini tetap bcrtahan karena adanja satu pcrasaan bahwa „lidah tidak berlulang (talk is cheap), bahwa banjak diantara apa-apa jang dikatakan orang tidak harus lekas dipertjajai, dan bahwa akan lebih banjak kerugian daripada keuntungan kalau semua omongan orang lain dianggap benar dan diutjapkannja dengan kesungguhan hati, dan azas-azas jang diterapkan oleh hukum kepada bentuk-bentuk kelakuan j^r<g lain adalah diterapkan pula dengan keras kepadanja. lnilab jang cUmaksudnja tatkala pengarang-pengarang tentang huknim a la r ' mengatakan bahw a djandji-djandji lebih kerapkali diutjapki-ii orarg untuk „inelagak” daripada dengan niat sungguh-sungguh iien £ ik mengadakan satu hubungan jang mengikat.

T etap i mungkin perasaan ini m eraba-raba terlalu cljuua. Tiar— sangsi lagi bahw a perasaan itu dibawa terlalu djauh d ie 'Ja m p tr- kara-perkara jang dikiaskan diatas tadi. Kaidah Derry v. P ctk sudah. banjak m elcw ati apa jang diperlukan untuk mendjamin ba'as-butas jang wadjar- bagi kebanjakan omong. Ukuran kelalaian, dcngnn m empertunbangkan fakta pembitjaraan dan sifat serta keadaan- keadaan pom bitjaraan itu dalam peristiwa chusus, akan luas sekali mendjamin kebebasan perseorangan untuk berbitjara. Demikian p u ll sudah keterlaluan dan harus dibatasi doktrin bahwa seseorang tidak boleh terlalu pertja ja kepada utjapan orang lain dalam satu transaksi perdagangan, djika ia dapat m ejakini sendiri fakta-fakta itu dengan keradjinannja. Serupa itu pula kita harus mcmperluas pertanggung- an-djaw ab atas pentjem aran dengan lisan. Sesuai dengan itu, karena manusia gem ar sekali bcrom ong banjak, maka ini tidak berarti bah-

197

Page 197: CAAN M U.I

wa djandji-djandji jang dibuat oleh pengusaha-pengusuha didalam urusan perdagangan, atau oleh orang-orang lain sebagai transaksi perdagangan, adalah karena m ereka mau „berm egah-m egah’ , atau balnva kita harus biinhang untuk mem bikin djandji-djandji itu mengikat didalam hukum sebagaim ana didalam kesusilaan perda­gangan.

T anpa menerima teori kemauan, tidak bolehkah kita m engam bil saran daripadanja dan memaksakan djandji-djandji, balnva seorang jang bcrnkal sehat dalam kedudukan sebagai penerima djandji akan pertjaja, bahwa djandji itu telah dibuat sesudah ditimbang masak- masak dengan maksud akan mengadakan hubungan jang m engikat ? Keamanan umum lebih mudali dan lebih effek tif didjaga terhadap penipuan dengan sjarat-sjarat pem buktian m enurut tjara dari Statute o f Frauds daripada dengan sjarat-sjarat ganti kerugian jang mudali ditetapkan dengan bokti jang disangsikan seperti djandji itu sendiri. Hal ini sudah banjak sekali diperlihatkan oleh pengalaman dari sengketa-sengketa dalam "equity” untuk memaksakan kontrak-kon- trak dengan lisan jang diam bil dari Statute of Frauds dengan ke- susahan besar dan pelaksanaan sebagian.

Ilm u hukum filsafat jang dibangkitkan kem bali telah m endapat kesem patannja jang pertam a dan barangkali jang paling besar di­dalam hukum kontrak Inggeris-Amerika. D aftar penjim pangan- penjim pangan teoretis jang tetap bertam bah pandjang menundjuk- kan balnva analisa dan keterangan-ulangan tidak berfaedah lagi bagi kita. Bahkan keterangan jang tjerah dari W illiston hanja menegaskau tidak tjukupnja analisa, walaupun bila ditam bah oleh pilihan di- antara pandangan-pandangan jang bersaingan dan keterangan- ulangan jang analitis dari dogma pengadilan jang dipandang dari hasil-hasilnja. Rantjangan-rantjangan untuk ,,keterangan-ulangan m engenai hukum” masih belum dilaksanakan. Tetapi satu keterang­an-ulangan dari apa jan g belum pem ah diterangkan adalah satu hal jang mustalul, dan sampai sekarang belum ada keterangan authori- ta tif m engenai apakah hukum ganti kerugian itu. Orang tidak akan beroleh apa-apa dengan satu keterangan tentang ganti kerugian itu, dengan segala tja tja t jang m elekat padanja, dan sesuatu keterang­an analitis ja n g konsekwent akan m em inta supaja dirombak banjak

19S

Page 198: CAAN M U.I

lagi apa jang sudah dilakukan oleh hakim-hakim dengan diam-diam dibelakang lajar untuk mendjadikan djandji-djandji dapat dipaksa­kan lebih luas. •

Scandainja diheri satu teori filsafat jang menarik tentang pemaksa- ati djandji-djandji, didalam satu masa pertumbuhan jang baru pengadilan-pengadilan kita akan membentuk hukum dengan teori itu, dan pengalaman pengadilan dan akal hukum akan mentjiptakan satu sistem jang dapat dikerdjakan menurut garis-garis baru. Kcmungkin- an-kemungkinan jang terkandung didalamnja mungkin dapat diukur, djika kita memperbandingkan hukum tindak-tindak dursila (torts) jang lama dengan serentetan jang keras tegas dari kesalahan-kesalah- a ji jang disebutkan (nominate), jang pembedaannja berkembang dari sjarat-sjarat atjara dari pclanggaran dan pelanggaran terhadap per­kara, dan gagasannja jang kasar mengenai pertanggungan-djawab, sem ata-m ata diakibatkan oleh penjebaban dengan hukum tindak- tindak dursila pada achir abad ke-19, sesudah dia dibentuk oleh teori pertanggungan-djaw ab sebagai satu akibat dari kesalahan.

Meskipun kita harus membuang konsepsi bahwa pertanggungan- d jaw ab tindak-dursila mungkin merupakan akibat dari kesalahan sem ata-m ata, tetapi kesimpulan umum memberikan bantuan ja"t; sangat bcsar, bukan sadja kepada teori hukum, melciink.m d ju g j kepada praktek penjelenggaraan peradilan. Dan tidak sedikit pu'm djasa akan diberikan oleh teori filsafat abad ke-20, apa djuapnu teor? itu, jang mentjiptakan postulat hukum dari masjarakat beradab padti masa kita ini, dan menempatkannja didalam bentuk jang dapat di- terim a berkenaan dengan itikad baik, dan akibat-akibatnja mengenai d jandji-djandji, dan memberikan kepada sardjana hukum, hakim d.u> pem buat undang-undang satu kritik jang logis, satu ukuran putusau jang terpakai, dan satu tjita-tjita tentang apa jang didaja-upajakan oleh hukum, sam bil memadjukan proses mempcrluas lapangan dari djandji-djandji jang dapat dipaksakan oleh hukum, dan dengan dem i­kian mempcrluas dipihak sini lapangan pemenuhan tuntutan- tuntutan manusia oleh hukum.

Sem entara hukum makin lama makin banjak ditjiptakan, dan de- wasa ini rupanja dan hampir pada pokoknja mulai m endekati ke­dudukan kesusilaan, bahw a djandji-djandji sebagai djandji harus

199

Page 199: CAAN M U.I

ditepati, m aka mulai terbentanglah satu djurang jang m cm baliajakan berupa bertam bah runtulinju doktrin-doktrin kesusilaan jang kcra* mengenai kew adjiban dari satu djandji. Ini telah merupakan satu tanggapan jang terpenting dari pengarang-pengarang tentang hu­kum, mulai dari pendapat Demosthenes bahwa w arganegara harus patuh kepada undang-undang sebagai persetudjuan umum dan pudji- an C icero tentang pisca f id e didalam satu karangan tentang kew a- ^ djiban-kew adjiban ; dari kesusilaan Kristen mulai dari maklumat Dew an Carthago jan g telah dimasukkan kedalam Corpus Hukum Kanun dan dikutip oleh hukum sipil ; dan dari pengarang-pengarang tentang hukum alam dalam abad ke-17 dan ke-18, sebagai disaksi- kan oleh pengutnuman Strykius bahwa kita m engetahui dari K itab Sutji bahwa Tnhan m cnganggap dirinja terikat oleh satu djandji, dan bahw a Setan dan R ad ja adalah terikat pula d jandji-d jandji mr-rcka. !

Pem bina-pem bina demokrasi kon&titusionil di Amerika berpen- dapat bahwa dia m enerim a kekuasaan-kekuasaan jang adil dari ke- 'etudjuan (consent) rakjat jang diperintah. Demikian pula pengarang- p rnguiu ig Amerika tentang hukum dalam abad ke-19 m enentukan balnva semua kewadjiban, semua perdjandjian, dan semua hukum ” tumbuh dari djandji-djandji atau perdjandjian jang dinjatakan atau dipnhanikan. Pada waktu ini interpretasi ekonomi dari K arl Marx, m uutjulnja negara jang m elajani rakjat (the service state), dan teori perikemanusiaan tentang pertanggungan-djawab hukum, dengan ber- bagai tjara dan pada berbagai daradjat, adalah menudju kesatu pan- dangan jaug berheda setjara radikal mengenai arti suatu djandji.

Pasjtikanis, penasehat hukum dan ekonomi pada Pem erintah Uni- Sovjet sampai pembersihan ditahun 1936, mengemukakan pendapat- nja bahwa hukum mempunjai dasarnja hanja didalam kebutuhan- kebutuhan dari pertukaran barang-barang dagangan, atau dengan perkataan lain, permintaan-permintaan perdagangan. Hukum itu me- rnungkinkan pci dagangan dengan membereskan perselisilian-perseli- sian jang tim bul dari perdagangan itu. Djika tidak ada hak milik, maka tidak akan ada kepentingan-kepentingan jang bertum bukan jang harus dibereskan, dan dengan demikian tidak diperlukan hukum.

200

\

Page 200: CAAN M U.I

Adjaran-adjarannja itu telah tidak diakui oleh pemerintah sekarang di Uni-Sovjet. Sebab orang bcranggapan bahwa negara harus mc- rupakan satu organisasi paksaan. Tetapi hukum kewadjiban atau hukum kontrak dalam arti jang seluas-Iuasnja, jang mendjadi bagian jang terbanjak dari lnikum didalam kitab undang-undang modem, dan didalam hukum jang tidak dikodifikasikan dinegeri-negeri jang berbahasa lnggeris, mendapat tempat sedikit sadja didalam hukum Sovjet.

Eropa Kontinental berpengalainan jang lebih lama dengan negara jang berbakli kepada rakjat daripada negeri-negeri jang berbahasa lnggeris. Karena itu kita akan mendapat banjak peladjaran kalau kita perhatikan bagaim ana djalannja hukum kontrak dinegeri Perantjis. D ua gcdjala dari hukum kontrak pada masa ini diperbintjangkan oleli sardjana-sardjana hukum Perantjis. Jang satu adalah apa jang oleh Josserand disebutkan ..contractual dirigism”, jaitu satu peme- rintahan negara jang membuat kontrak-kontrak untuk rakjat dan bukan membiarkan kontrak-kontrak dibuat oleh pihak-pihak jai'£ m engadakan konrak itu sendiri. Gedjala jang lainnja ialah tim bvl'ij.’ satu gagasan peri-kemanusiaan tentang memberikan salu djasa k e ­pada orang-orang jang berutang dan berdj.m dji oleh negara dengan m eringankan atau memindahkan bebau-beban atau kerugian-k ">v'ugi- an, dan karena itu beban djandji-djandji, supaja dipikulkan kabahu m ereka jang sanggup memikulnja.

Jan g dua ini bertalian erat sekali. Apabila kontrak-kontrak dibuat untuk rak jat oleh negara jang melajani rakjat, rakjat tiduk meraaa m em punjai kew adjiban jang kuat untuk memenuhinja. D jika n egu a jang m em buat kontrak, biarlah negara jang memenuhinja, atau m engganti kerugian pihak penerima djandji jang ketjewa. Sebab itu kita m em batja didalam buku-buku hukum Perantjis pada waktu ini tentang „azas jang menguntungkan pihak jang berutang”, dan Ripert m enjindir dengan apa jang dinamakannja „hak untuk tidak mem-

b a jar utang”.K itab Undang-U ndang Sipil Perantjis dari tahun 1S04 menegas-

kan kekuatan m ew adjibkan dari satu konlrak sebagai berikut : „Pcr- setudjuan-persetudjuan jang dibenhik menurut hukum menduduki tem pat hukum bagi m ereka jang telah m em buatnja”. Plamol mcnga-

201

Page 201: CAAN M U.I

I

takan kepada kita, balnva doktrin ini tentang kekuatan m ew adjibkan dari satu kontrak ini m em punjai dasar jang dua rangkap : „Satu gagasan* moral, penghorm atan kepada perkataan jang sudah d iu tjap ­kan, dan kepentingan ekonomi, perlunja kredit”. Sesungguhnja pe- njam aan djandji dengan hukum adalah tradisionil. O rang-orang Romawi mcnamakan satu lex commissoria. satu s ja ra t tam - bahan jang keras dari ..foreclosure” pendjualan karena utang hipotek) didalam satu djam inan. Didalam D igestae dari Justinianus, Ulpianus (jang hidup dalam abad ketiga sebelum M asehi) b erb itjara tentang satu kontrak sebagai satu hukum untuk pihak-pihak jan g m cm buatnja. Domat mengulang lagi pendapat ini dalam abad ke-17.

Sardjana-sardjana hukum metafisik dalam abad ke-19, jang m en­djadikan kebebasan kehendak perseorangan titik-tengah dalam ilmu hukumnja, mengembangkan dan mcmperhalus paham ini. D em ikian seorang pengarang tentang filsafat hukum dalam tahun 1S84 b e r­kata : ..................... dalam satu analisa terachir adalah mustahil untukmenarik satu garis pemisah antara satu kontrak dan satu undang- undang jang dibuat oleh Parlem en’, Ditambahkannja dengan berkata : „Serupa itu pula, seluruh pekerdjaan menjiapkan kontrak- kontrak, persetudjuan-persetudjuan, akte-akte penjerahan, pelunas- an-pelunasan, dan tindakan-tindakan hukum serupa itu, adalah semata-mata membuat undang-undang (legislative). Seorang menjiap-. kan satu akte penjerahan, atau perdjandjian mengenai perkongsian, atau fasal-fasal untuk anggaran dasar dan peraturan rum ah-tangga satu maskapai, sedang membuat undang-undang buat sedjum lah be- sar atau sedjumlah ketjil orang-orang. Satu penjelesaian perkawinan atau pembuatan satu surat wasiat adalah sama nilainja dengan satu undang-undang privat dari Parlemen jang mengatur penggantianorang-orang tertentu .............................. Semua tindakan ini mem buatundang-undang untuk orang-orang jang bersangkutan”

Dengan perkataan lam, kchondak-kehendak jang bebas dari pihak. p.hak jang bersangkutan telah membuat undang-undang untuk m e­reka Bahkan pembuat undang-undang wadjib mcnghormati kon­trak-kontrak jang dibuat orang dimasa jang lalu. Gagasan ini sudah ditjantumkan didalam Konstitusi Amerika Serikat tetapi sedane le- njap diseluruh dunia.

202

Page 202: CAAN M U.I

Dinegcri Perantjis sudah lenjap sama sekali. Hal inilah jang dulu oleh Austin dinamakan pcnafsiran palsu. Dengan mcnganggap hahwa kehendak dari pihak-pihak telah tidak dinjatakan sepenuhnja, penga­dilan-pengadilan dapat menemukan dalam kontrak-kontrak itu ke- tentuan-ketcntuan jang tidak ada disana dan tidak terdapat didalam pikiran pihak-pihak jang membuat kontrak, dan pengadilan-pengadil- an dapat mengubah ketentuan-ketentuan jang mereka dapati disana. Kemudian perundang-undangan Perantjis bertindak lebih djauh dan m em beri kekuatan kepada hakim-hakim untuk menangguhkan ber- lakunja atau membatalkan kontrak-kontrak itu dan mengubah ke- tentuan-ketentuannja. D jadi dengan kontrak bebas pihak-pihak tidak m em buat undang-undang lagi untuk mereka.

_ Ahli-ahli hukum Perantjis mengatakan kepada kita, bahwa disini sebagiannja terdapat satu gagasan moral. Kontrak-kontrak mungkin dibuat dengan tjeroboh, tanpa melihat kedepan, atau perubahan- perubahan dalam situasi perekonomian mungkin mempengaruhi pe- laksanakan jang didjandjikan, atau e q u iv a len t" jang telah diberikar atau didjandjikan. Ini sama dengan satu gagasan jang mungkin kik. lihat bekerd ja didalam hukum pertanggungan-djawab dimana-inaniJ. Ini adalah satu gagasan peri-keinanusiaan jang mengangkat atau me- m indahkan beban-beban dan kerugian-kerugian supaja dilrtaklou: diatas bahu m ereka jang lebih sanggup memikulnjn. Kcpcrtjajaan kepada kekuatan mewadjibkan dari kontrak-kontrak dan penghor- m atan kepada kata jang sudah diutjapkan, sedang masuk (wulaupur. dibeberapa negeri sungguh-sungguh sudah masuk) kedalam hukum

pada waktu ini.Sardjana-sardjana hukum Perantjis menerangkan kepada kita,

bahw a ini berarti satu perpindahan kepada satu perekonomian jang dipim pin oleh negara. Planiol m endjelaskannja sebagai berikut : „D jika negara bertindak untuk memimpin sendiii peiekonomian, dia tidak dapat m em biarkan terpeliharanja hubungan-hubungan kontrak jan g bertentangan dengan jan g ' dihadapinja. Kontrak-kontrak bcr- d jangka-pandjang mendjadi tidak mungkin karena dalam segala hal ketentuan-ketentuannja harus ditindjau kembali. Peraturan-peraturan didalam kontrak harus digantikan oleh peraturan-peraturan hukum.

203

Page 203: CAAN M U.I

Sebab itu kontrak tidak lain dari penundukan pihak-pihak jang m em ­buat kontrak kebaw ah satu pemerintahan jang w adjib d itaati”.

T e tap i dinegeri-negeri ja n g berbahasa lnggeris keadaan belum se lam t itu. Namun m ereka bergerak kedjurusan jang sama. K ita telah banjak m engem bangkan „contraclual dirigism (satu pem erintah n e­gara jang m em buat kontrak-kontrak untuk xakjatnja dan tidak niein- biarkan kontrak-kontrak d ibuat oleh pihak-pihak jang bersangkutan). Kontrak-kontrak standard, sjarat-sjarat didalam kontrak jan g diwa- djibkan oleh undang-undang, ketentuan-ketentuan didalam satu kon­trak jang disuruh oleh undang-undang dan pem erintah, dan p eng­awasan pem erintah atas pem buatan, pelaksanaan dan pem aksaan kontrak-kontrak. sem ua ini sudah mendjadi hal-hal jan g biasa schari-hari.

M enengok soal itu dari satu pendirian funksionil, Friedm ann m e- inandang. bahwa keadaan negara inemerintalikan kontrak itu, lebih b ’ln jjk daripada negara scrnata-mata memaksakannja adalah d isebab­kan oleh besarnja perusahaan-perusahaan dalain perekonom ian pada in.'-sa ini, jang m entjrgah persamaan pihak-pihak jang dikirakan oleh P'jraturan kontrak bebas, dan mendorong kita kem bali kepada negaTa ja r g m elajani rakjat untuk mendjamin pengabulan pengharapan- pcngharapan jang w adjar, jan g makin lama makin tinggi liingga tak tertjupai oleh orang biasa.

M engenai gagasan tentang kesusilaan dan peri-kem anusiaan dida­lam lenjapnja kontrak bebas, apa jang sudah ditjatat oleh pengarang- pengarang Perantjis, terdjadi pula berangsur-angsur didalam hukum Amerika dan telah memperoleh dorongan untuk salu generasi. Di- dalam karangan-karangan jang diterbitkan-dimana-mana pada waktu teracliir ini ada keLihatan satu ketjcndcrungan untuk menegaskan — tidak seperti dilakukan orang dalam abad ke-19 — bahw a seseorang jang ben itang harus tetap setia dalam keadaan apa sadja, walau- pun kesctiaan itu akan mendjerumuskannja dan keluarganja kedalam kesangsaraan ; tetapi orang jang berpiutang djuga harus menerima risiko, baik bersama-sama dengan orang jang berutang, atau dalam beberapa hal akan tjelaka sendirinja.

Pem batasan-pem batasan terhadap kekuasaan seorang jang b er­piutang untuk menagih pem bajaran berupa milik dari jang berutang,

204

Page 204: CAAN M U.I

tcl.ili pandjr.ng scdjarahnja. Dalam zaman klassik dari lmkum Romawi, antara orang-orang jang berutang dan orang-orang jang mengutangkan ada terdapat satu keuntungan atau luik-i.stiinewa, jakni ia hanja boleh menagih apa jang dapat dibajar oleh orang jang ber- utang tanpa merampas alat-alalnja mentjari nafkah. Didalam hu­bungan-hubungan tertentu dianggap fasik orang jang merampasi harta-benda orang jang berutang dan membiarkannja hidup melarat.

Doktriu ini ditolak oleh hukum Perantjis dalam abad kc-19. Tetapi kitab undang-undang dan perundang-undangan di Eropa Kontinen- tal pada waktu belakangan ini telah mcngadakan scdjumlah pem- batasan terhadap kekuasaan piliak jang berpiutang untuk menagih pem bajaran penuh. Pembatasan-pembatasan ini mulanja mirip de­ngan hak-istimewa Romawi, tetapi didasarkan atas gagasan-gagasan keadilan sosial lebih dulu daripada agama. Pembatasan-pembatasan ini dikatakan berdasarkan satu pelajanan kepada rakjat umum jang m enghendaki peringanan langgungan orang-orang jang berutang se­bagai satu funksi negara su p a ji dapat dimadjukan kcsedjahteraao umum dengan m cm bebaskan orang-orang dari beban kemiskman. Undang-undang jang mcmbebaskan rumah keluarg.i, sekurang- kurangnja barang jang mempunjai nilai tertentu, dari p en jiti-n - v i pelaksanaan putusan pengadilan (execution), dan membeb^sktn ps- rabot rum ah-tangga, alat-alat perbtffan, perkukas, peT u s t : ^ n oav: seorang anggota ptofessi jang berF ? .ktek, dan upah-m nh ^ r« - kerdja, m ulai diundangkan di Amerika Serikat Ic ju i d^n scrauis to- bun jang lampau dan undang * 5 pembebasan sc-rupa « * ban jak sekali diperluas dalam abad m l Undang-undang ilu terutam a dim afaud w lu k m etodungl keluarga dan <*•»% •«£** jan g pengbidupannja bergantung kepada orang jang ber»taag. <c sebagiannja untuk m endjam .n kepentingan maS]araka= drdalam

keliidupan perseorangan. .T e ta o i ada satu perubahan djiwa dibclakang pem bebasan un.

K arena disini terdapat djiwa jang mengakui adan,a salu tu n M an

terhadap m asjarakat un.uk mcmbebaskanjang m ereka pikul dengan kehendak bebas dan ,« k u<l ba.V,^ber dasarkan ang-ap an bahw a m cm bebaskan m ereka adalah satu kc

S a n k e S a S d u n * m asjarakat, jang untuk

205

Page 205: CAAN M U.I

gara didirikan. Seorang jang berutang tidak berarti bahwa ia seorang jang m elarat, seperti jang digambarkan oleh pemikiran jang bersend i­kan peri-kem anusiaan. Orang jang memindjamkan mungkin seorang wali jan g m endjaga harta-benda anak-anak jatim atau seorang po- m egang am anat unluk seorang djanda, sedang orang jang berutang itu seorang spekulan jang makmur, jang sangat serakah dan kini m entjoba melepaskan dirinja dari beban jang m em beratkan tang- gungannja. „M enjenangkan orang-orang jang berutang”, sebagaim ana bangsa Perantjis menamakan politiknja pada waktu ini, mungkin da­lam peristiwa-peristiwa cluisus meletakkan tanggungan kesengsara- an diatas balm orang-orang jang berpiutang, jang berdasarkan prinsip-prinsip peri-kemanusiaan mungkin lebih m em erlukan per- tolongan.

Berapa djauh doktrin peri-kemanusiaan jang m enjenangkan orang- orang jang berutang mungkin telah m enjerct kita, dapat d igam bar­kan oleh satu teori kontrak jang kini diadjarkan oleh beberapa dosen ilmu hukuin. Mereka mengemukakan apa jang dinamakan teori ramalan kontrak. Satu kontrak adalah satu ramalan tentang ketjakap- an dan kesediaan untuk melakukan sesuatu pada suatu waktu di- masa depan. Obligasi-obligasi dan surat-surat utang kotapradja, perusahaan-perusahaan negara, dan kongsi-kongsi industri dibaw ah perundang-undangan baru-baru ini mengenai reorganisasi telah ter- masuk lingkungan teori ramalan.

Perundang-undangan jang merugikan atau m enjingkirkan alat-alat hukum jang praktis untuk memaksakan djandji-djandji kini mendapat dukungan berdasarkan satu doktrin bahwa kekuasaan dari badan legislatif untuk membebaskan orang-orang jang berdjandji dari per- tanggungan-djawal) adalah tersirat didalam kedaulatan negara. Pem ­bebasan serupa itu adalah salah satu dari djasa-djasa jang negara didirikan untuk mcmberikannja. Adalah penting untuk diperhatikan, bagaimana ini dibuat supaja sesuai dengan satu pem batasan ter­hadap pandangan-pandangan negara bagian jang diperintahkan di­dalam Konstitusi Amerika Serikat.

Sesudah diambil kembali anugerah-anugerah dan ditjabut lagi hak piLih^pada saat-saat porkitaran politik dinegeri lnggeris dalam abad

’ dan UI1(lang-undang kolonial dan undang-undang negara ba-

206

Page 206: CAAN M U.I

gian dalam masa malaise sohabis Revolusi di Amerika Serikat meng­ganggu pemaksaan kontrak-kontrak dan mentjabut piagam-piagam, maka Konstitusi Federal melarang perundang-undangan negara ba­gian jang merusakkan kewadjiban dari kontrak-kontrak. Tetapi ke­tentuan dari Konstitusi itu, setidak-tidaknja sebagian besam ja, telah mendjadi satu chotbah hampa belaka, dan djiwa jang telah meng- ganti satu chotbah hampa belaka dengan satu ketentuan konstitusi­onil jang dapat dipaksakan, telah mempcngaruhi pandangan ditiap

\ pihak supaja djandji-djandji itu didjundjung tinggi. Tidak ada lagi perasaan keras jang mendorong supaja kewadjiban moril harus di- penuhi. Apabila kepada kurangnja perasaan ini ditambah pula de­ngan tindakan jang merugikan kewadjiban hukum, maka dia ine- runtuhkan satu tiang besar dari ketertiban ekonomi.

D juga keringanan bagi orang-orang jang bangkrut dan pem bebas­an atau pem beresan keadaan berutang telah diperluas dalam taliun- tahun belakangan ini, sehingga melepaskan diri dari utang-utang sc- karang sudah sama gampangnja dengan membuat utang. Selama saiti generasi perundang-undangan tambah membatasi kekuasaan pih.j/< jang berpiutang untuk menagih piutangnja, telah mentjiptakan lebj'.i banjak dan lebih besar pembebasan, dan telah banjak memirT'.biihkan kepada djumlah orang jang dulu sangat terbatas, jang boleh "longe lakkan diri dengan kebangkrutan. Ini diakui sebagai bevdasi'ik m ke­kuasaan-kekuasaan dari negara jang melajani rakjat. Undang-und:m«; jang memperkenankan kota-pradja unluk ^neng-eorganisasikp.i utang-utangnja telah mendapat dukungan, dan menurut keterangan pengadilan-pengadilan kepada kita, dengan „memperluas kekuasaan

pohsi kedalam kcsedjahteraan ekonomi”.Sudah pastilah bahwa usaha mentjari kepastian, keseragarnan dan

kestabilan telah rnembawa begitu djauh apa jang disebut sikap jang keras terhadap orang-orang jang berutang. Tetapi sikap itu telah menffiringkan satu masa dari peradilan jang diindividuahsasikan dan kepertjajaan jang tdrlalu besar kepada perasaan pribadi dad hakim. Sekarang mungkin dapat dihindari satu reaksi balasan dalam ke- ffiatan untuk berperikemanusiaan. Dalam pemikiran pen-kemanusia- an jang ekstrim mungkin luput dari pandangan kita kepentingan ina-

207

Page 207: CAAN M U.I

sjarakat didalam keamanan transaksi-transaksi dan antjam an bagi ketertiban ekonomi jang terlibat olehnja.

D jika sikap m cm biarkan orang-orang dewasa dan bcrpikiran sehat m em buat kontrak dengan bebasnja dan menjuruh m ereka berpegang keras kepada konlrak jang mereka buat sudah dibaw a terlalu djauh dalam abad jang lalu, maka satu sistem jan g m em batasi konlrak bebas dan mengendorkan kewadjiban kontrak mungkin dibaw a pula sama djaulin ja, didalam reaksi, dan semangat masa ini rupanja men- dorong dimana-mana kearah ekstrim jang lalu itu. O rang jan g ber- moral tinggi, jang sesudah menderita kebangkrutan pada w aktunja dengan kehendak sendiri niau membajar lunas utang-utangnja jang ditahannja, biasanja dipandang sebagai satu teladan dari orang jan g adil dan djudjur, jang disegnni oleh tetangga-tetangganja. T e tap i kini saja kuatir, orang akan ineniandangnja sebagai seorang tolol.

ic ta p i gerakan untuk meringankan beban orang-orang jang b er­d jandji tidal; terbatas pada perundang-undangan sadja. Pengadilan- pengadilan Inggeris-Amerika telah memberikan sum bangannja dalam m eadirixan salu badan doktrin mengenai pombatalan. Seorang dosen ilmu hukum m enerangkan kepada kita bahwa ada „satu kebutuhan ftitm ggu h n ja kepada satu lapangan dalam pergaulan m anusia jang b clv ii dari kekangaD hukum, kepada satu lapangan dim ana orang to ie h menarik kem bali djaminan-djaminan jang telah diberikannja, tanpa pertanggungan-djaw ab”.

Tanggapan jang umum pada suatu waktu, bahw a pengadilan- pengadilan tidak* dapat membuat lagi kontrak-kontrak untuk pihak- pihak jang telah membuat kontrak, bahwa kebebasan kontrak me- ngandung arti bahwa orang boleh membuat kontrak setjara bodoh, telah m engalah kepada satu kekuasaan pem erintah jang m elajani rakjat, sebagai pendjaga untuk bertindak melindungi orang-oran* jang dewasa, berpikir an sehat dan bidjaksana, dan dengan tindakan pengadilan m em bebaskan mereka dari kontrak-kontraknja, atau m em buat lagi kontrak baru untuk mereka, atau m em buat djandji- djandji mereka lebih mudah untuk ditepati.

Kepada kita orang berkata, bahwa malahan apabila satu kontrak memuat ketentuan-ketentuan mengenai konsekwensi-konsekwensi dari pembutalan chusus jang mungkin, pengadilan boleh mengakui

208

Page 208: CAAN M U.I

pembatalan-pembatalan Iain dan menerapkan konsekwcnsi-konsck- wensi Iain kepadanja. Kerapkali kata-kat.i jang aehirnja dituliskan didalam satu kontrak sesudah satu perundingan jang lama, adalah lnisil kompromi-kompromi jang diperdjuangkan mati-matian. Kata- kata itu bukanlah ketentuan-ketentuan jang ditjita-tjitakan dipandang dari pendirian kedua pihak, rnelainkan adalah apa jang masing-masing pihak bersedia mengalah supaja tertjapai persetudjuan. Setelah ter­djadi sesuatu peristiwa jang mengetjewakan, dan satu pihak jang menderita kerugian karena isi konlrak tidak dilaksanakan mengadu- kan perkara itu, maka mengatakan bahwa ia berniat dan akan me- njetudjui untuk menjelipkan satu sjarat jang diminta pengadilan untuk membebaskan orang jang berdjandji, adalah membuat satu kontrak barn dibawah satu fiksi penafsiran. Inteq>retasi sematjam ini, jang banjak sekali dipraktekkan orang didalam negeri jang m e­lajani rakjat, adalah satu proses pendjernihan (distillation) menurut kata seorang hakim dari salah satu pengadilan kita. Kepada kita dikatakan, bahwa makna didjernihkan dari kata-kaca. Mungkin dapat dikatakan, bahw a pendjernihan itu kerapkali tidak sail dan hasiii'j-'* omong kosong.

D idalam kehidupan sehari-hari sangat banjak hal jang bci^nntun" kepada kepertjajaan bahwa djandji akan ditepati, sehin-j^i keadaan bergantungan tiap hari kepadanja itu akau tidak effektif lagi, d jandji-djandji harus dilaksanakan hanja apabila tjotjok dOiigar. jan j. disenangi oleh pihak jang berdjandji. Satu djandji j.m'Z i-i<iik mikulkan risiko atas orang jang berdjandji, adalah masuk gok-ngan teori ram alan. Ilu bukan salu djandji namanja. Seorang ji’.ng me­nerim a djandji sudah sew adjam ja mengharapkan baliwa diandji akan ditepati, walaupun akan merugikan pihak jang berdjandji. M engapa kelonggaran diberikan kepada orang jang berdjandji sadj.i ? Apakah pihak jan g m enerim a djandji tidak ketjewa, djika ia tidak m em per­oleh apa jan g didjandjikan orang lain kepadanja ?

Em pat puluh tahun jang lalu ahli-ahli sosiologi rnengatakan bahwa pengawasan sosial melalui Jm kum telah menindas kekerasan dalam hubungan-hubungan manusia, antara seorang dengan jang lainnja, dan sekarang harus m engam bil langkah berikutnja, dan menindas ketjerdikan. T etap i semua bergantung kepada apa jang dimaksud

209

Page 209: CAAN M U.I

dengan ketjerdikan. Apakah kita akan berkata bahwa pengetahuan lebih tinggi, keradjinan, kesanggupan untuk melihat kedepan, dan pandangan jang tadjam mengenai orang-orang clan benda-benda tidak diperkenankan mempengaruhi transaksi-transaksi ? Sudah tentulah orang-orang ingin sama dalam segala hal.. T etapi m ereka djuga ingin bebas. Mereka ingin dibolehkan mempergunakan sifat- sifat dan kesanggupan jang mereka bawa dari lahir. Kalau didjalan- kan pemuasan keinginan hendak sama itu sampai kepuntjak per- kem bangannja, maka akan berkuranglah kegiatan untuk m entjapai sesuatu, sampai ketingkatan jang paling rendah. T idak seorangpun akan diperkenankan bekerdja keras sampai m elewati kesanggupan orang jang sangat malas. Keinginan manusia hendak sam a dan k e­inginan mereka hendak bebas harus diseimbangkan. D jika jan g satu dibawa kesatu udjung jang ekstrim, jang lainnja tidak diperdulikan.

Pada hakekatnja, dalam pemerintahan sebagaim ana djuga segala sesualu jang dilakukan manusia, keseimbangan itu sangat diperlu- kan. O rang jang beriman, kata Isaiah, tidak akan tergesa-gesa. Ke- scm purnaan teradhir dari manusia, kalau kita boleh m em pertjajai pengalam an, tidak akan lebih dapat ditjapai dengan pem erintah daripada dengan alat-alat penjempurnaan universil lain, jan g di- dalam nja orang pertjaja kepada masa jang lalu. D jasa-d jasa tam bah­an oleh negara, dimana djasa-djasa itu dapat dilaksanakan oleh negara ranpa membuang-buang apa jang telah kita pelad jari untuk dilakukan sebaik-baiknja dengan lem baga-lem baga lain, tanp a men- djadikan tiap manusia seorang jang patuh tapi passif, atau m endjadi parasit, adalah satu program jang w adjar jang tidak usah m enjeret kita kepada negara jang m aha-tjakap.

2 1 0

Page 210: CAAN M U.I

K E P U S T A K A A N

U M U M

Uraian-tiraian M utachir dan Teori-teori Umtnn

M y Philosophy of Law. Credos of Sixteen American Scholars, 1941 D iterbitkan dibawah pimpinan Julius Rosenthal Foundation, Northwestern University.✓

Stone, T h e Province and Function of Law, 1946.Friedm ann, Legal Theory, 1944, Edisi kedua 1949.Interpretations of Modern Legal Philosophies, diterbitkan oleh Paul

Sayre, 1947.

Cairns, Legal Philosophy from Plato to Hegel, 1949.Cohen and Cohen, Readings in Jurisprudence and Legal rh'iosophy,

1951.

Berolzheim er, T he World's Legal Philosophies, diterdjeaii>’ :kan o 'c 'i Jastrow , 1912.

B A B 1

1. P urbakala

P lato (427 — 347 sebelum Masehi), Republic. Laws, Tevdjemahan Jow ett. Terdjem ahan Republic diterbitkan terpisah.

Pseudo-Plato, Minos. Umumnja sekarang dipandang bukan satu karja sedjati dari Plato, dan berbagai matjam tanggalnja, mulai dari sekitar 337 sampai acliir sekitar tahun 250 sebelum Masehi.

Politics, Terdjem ahan Jow ett harus dipakai.C iccro (106 - 43 sebelum M asehi). De Legibus. Terdjem ahan jang

mudali dipahamkan ialah dari Keyes didalam Loeb Classical Series.

211

• m w o m w

Page 211: CAAN M U.I

Tcrdjem ahan jang mudah dipaliamkan didalam Bohn's Libraries. Aristole (3S4 - 312 sebdum Masehi), Nicom achean Ethics.

Terdjcm ahan jang mudah dipaliamkan didalam M cK eon, Basic Works of A ristotle (1941).

2. Sardjana-sardjana htiktmi Scholastik T hco log ikThom as Aquinas (1225 - 74). Summa Theologiae, ditcrbitkan oleh

M ignc, 1S77. Rickabv, Aquinas Ethicus (1886) adalah satu terdje- mahan jang mudah dipaliamkan dari bagian-bagian jang m engenai hukum.

3. Ahli T h eo log i Sardjana Hukum Prolestan Olden dorp, luris naturalis gentium et civilis, 1539.Hemmingius (H em m ingscn), De iure naturale apodiclia inethodus,

1562. 'W ineklei, Principionun iuris libri V, 1615.

Ini sem ua dihim punkan didalam Kaltcnborn, D ie V orhiu fer — d cs H ugo Grotius

4. A hli-ahli T h eo log i Sardjana H ukum Spanjol Soto. D e iustifia e t iure (1589)Suarez, D e legibus ae deo legislatore (1619)

D ianJjurkan meirthnlja Figgis, Studies o f Political T hou g h t from G cn o n to G rot ius, tjeram ah 5.

5. M azhab llu ku m A lamCrotius, D e iure b elli a c p a d s (1625). Jan g mudah dipaliam kan ialali

edisi W hew ell dengan satu tercljemahan ringkas.Pufendorf, D e iure naturae et gentium (1672). Terd jcm ahan

Kcnnet (1703) dapat didjumpai dalam banjak edisi.Burlam aqui, Principes du droit naturel (1747). Terd jcm ahan

Nugent cnak d ibalja .W olff, Inslitutiones iuris naturae et gentium, 1750. liuthcrforth , Institues of Natural Law , 1751 — 56.Vat Id . Le Droit des gens, Prelim inaircs, 175S. Banjak terd jcm alian-

nja.

' Rousseau, L c C ontract social, 1762. Tcrd jem ahan T o zcr cnak d i­batja.

212

Page 212: CAAN M U.I

Blackstone, Commentaries on the Laws of England, 1 (1765), 2, 3S-62.

6. P elopor-pelopor Ilmu Hukum AiuiliiisH obbes, Leviathan, .1651. Ini dapat didjumpai dalam cdisi Molcs-

worth dari English Works oleh Hobbes, tetapi kerapkali ditjetak- ulang lerpisah.

Spinoza, Ethica, 1674. Terdjem ahan oleh Guttmann (1949) dapat dipudjikan.

________ Tractatns theologico-politicus, 1670. Terdjem ahan olehEhves didalam Bohns Libraries harus dipakai dengan hati-hati.

7. M azhab Utilitis InggerisBentham , Principles of Morals and Legislation, 17S0. Satu ulangan-

tjetak jang baik (1879) diterbitkan oleh Clarendon Press.________ Theory of Legislation (aslinja diterbitkan dalam bahasa Pe­

rantjis, 1820). Terdjem ahan Hildreth (1S64) telah menempuh b a ­njak edisi.

M ill, On Liberty, 1859. Edisi Courtney (1892) lebih menjenangkan. M engenai penganut-penganut Ahran Utilitis Inggeris batjzluh Dttetj, L ectu res on the R elation betw een Law and Public Oplnivn in L'lti' land, E d isi k ed u a , 1914, tjcrmnah 6 ; A lbce, History o f English U lilitarianism e 1902 ; Stephen, T he English Utlliiariaiui, 1900.

S. M azhab M etafisik K ant, M etaphysische Anfangsgrunde der Rechtslebrc, kod.ia

1798. Diterdjem ahkan oleh Hastie sebagai K ants 1'hilosop.iy ol

Law , 1S87.F ich te , G rundlage des Naturreclits ; 1796 ; edisi b a iu oieh Medicus,

1908. D iterdjem ahkan oleh Kroeger sebagai The Science of Rights

(1889).H egel Grundlinien der Philosophic des Recht, 1821 ; diterbitkan oleh

Gan’s 1S40 ; edisi baru oleh Lasson, 1911. Diterdjemahkan oleh Knox’, 1942. Terdjem ahan oleh Dyde sebagai H egel s Philosophy

of R ight (1896) tidak baik.

Krause. A W des Sys.em es der F U t a p U . j *Ahrens, Cours de droit naturel, 183/, edisi Ke o,

213

Page 213: CAAN M U.I

dalam tudjuh baliasa. Edisi ke-6 (N aturreeht, 1870-71). memuat bahan penting jang tidak terdapat dalam edisi-odisi Perantjis.

Green, Principles of Political Obligation, 1911. T jeram ah-tjeram ah jang diutjapkan ditahun 1879-SO, tjetakan-ulangan dari Green's Com plete Works.

Lorimer, Institutes of Law , Edisi kedua, 1880.Lasson, Lehrbuch der Rechtsphilosophie, 18S2.M iller, Lectures on the Philosophy of Law , 18S4.Hoistel, Covirs de philosophic du droit, 18/0 ; edisi baru 1889. Brown, T h e Underlying Principles of Modern Legislation, 1912.

M engenai m azhab m ctafisik batjalah Gray, X ature an d Sources of th e L aw (E disi pertam a 1909) §§ 7-9 ; B rycc, Studies in H istory an d jurisprudence, Essay 12 ; Pollock, Essays in Ju risp ru d en ce an d Ethics, 1-30 ; Korkunov, G eneral T heory o f L aw , terd jcm ah an o leh Hastings, § 4 , B ergbobm , Jurisprudenzc an d R cch tsp h ilo sop h ie , «■§ 6-15 : Pound. T he S cope and. Purpose o f S ocio log ica l Ju risp ru d en ­ce, 24 H arvard L aw R eview 691, 604-611.

9. M azhab Sosial-filosofis Jhering, D er Zweik im Recht, 1877-83, Edisi ke-6 sam pai ke-S 1923,

Djilid pertam a diterdjemahkan oleh Husik dengan djudul L aw as a Means to an End, 1913.

-------------Scherc und Ernst in der Jurisprudenz, 1SS4, edisi ke-9,1901.

B eberap a ichlisar jang penting d iterd jem ahkan d id a lam V in ogrado ff, H istorical Jurisprudence 1 (1920), 25-26. M engenai U tilitarianism c sosial batjalah TambaJum kep ad a Jherin g , L aw as a M eans to an End, d iterd jem ahkan oleh Husik ; B erolzheim er, T h e W orld ’s Le<*nl Philosophies, terd jcm ahan Jastrow , 327-351 ; K orku n ov , G en eral T heory o f L aw , tcrd jem ahan Hastings, §§ 13-17 ; Pound, T h e s co p e an d Purpose o f S ociolog ical Jurisprudence, 25 H arvard L aw R ev iew , 140, 140-147 (1911) ; idem , Fifty Years o f Ju rispru den ce, 51 Harvard Harvard Law Review, 444, 447 (1938).

Neo-KantUinisme

Stam m ler, W irtschaft und Recht, 1896, Edisi kelim a 1924.

214

Page 214: CAAN M U.I

------------ Lehrc von ilcm rechtigcn Rcehte, 1902 ; Edisi haru, 192G.Edisi pertaina diterdjemahkan oleh Husik sebagai Theory ofJustice, 1925.

D ie Gesetzmiissigkeit in Rechtsordnung und Volkswirl- schaft, 1902.

Systcm atischc Thcorie der Rechtswisscnchaft, 1911.------------ Rechts- und Staatsthcoricn der Neuzeit, 1917.

Rechtsphilosophischc Abhandlungen, 1925.

Risalalt jang sangat penting disini ialah Uher d ie M clhodc der gesch ichtilchc R echtstheoric (18SS), dalam 1,1.

Del Veeehio, The Form al Bases of Law, diterdjemahkan oleli Lisle, 1914. Satu tcrdjemahan dari I presupposti filosofiei della nozione de diritto, 1905 ; 11 concetto del diritto, 1906 ; tjetakan-ulang 1912 ;II concetto della naura e il principio de dirito, 1908.

-------------Lezione di filosofia de diritto, 1903 : edisi ketiga 1936. Ter-djemahan Perantjis sebagai Lc^on de philosophic du droit, (1930'' oleh L e Fur.

-------------Justice, An Historical and Philosophical Essay, diterdjenuh-kan dan diterbitkan dengan tjatatan-tjatatan tambahan oiv1'. Cam pbell, 1952.

Batjalah V inogradoff, Com m on Sense in L aw (1914), b a b 9 ;Kauf- mann, Kritik d er neukantischen R echtsphilosophie (1920) ; Pound. T h e S cop e an d Purpose o f Sociological Jurisprudence, 26, Hurc-ud L aw R ev iew 140, 147-152 ; idem , Fifty Years o f Jurisprudence, 51 H arvard L aw R eview 444, 448-452 (19 38 ); Friedm ann, L egal Theory (ed isi k ed u a 1949), 87 dst.

N eo-IIegelian ism c Kohler, Rechtsphilosophie und Universalrechtsgeschichte, didalam

H oltzendorff, Enyklopadie der Reehtswissenschaft (edisi ke-6 1904 ; edisi ke-7 1913), D jilid I. Tidak ada dalam edisi-edisi se-

bqlumnja.

-------------Lehrbueh der Rechtsphilosophie, 1909, edisi kedua 1917.Diterdjem alikan oleh A lbrecht sebagai Philosophy of Law , 1914.

215

Page 215: CAAN M U.I

-------------M odem e Rcchtsproblem e, 1907, edisi kedua 1913.Berolzheim er, System der Recht- und W irtschaftsphilosophie,

D jilid 3, sistem umum dari filsafat hukum dan ekonomi.

Batj'ilah Pound, In terpretations o f L eg a l H istory (1923), 141-151 ; id em . T he S cop e and P urpose o f S ociolog ical Jurisjyrudcnce, 25, H ar­vard Low R ev iew 154-15S (1911) ; idem , F ifty Years o f Ju risp ru d en ­ce , 51 H arvard L aw R ev iew 444, 452-453 (193S).

/ .IiX co-Idealis

Totirtoulon, Prineipcs philosophiques de lliistoire du droit 190S-19. Diterdjem ahkan oleh Read sebagai Philosophy in the D evelopm ent of Law, 1912 Neo-Kantianism e psyehologis-logis.

Radbnich, Rechtsphilosophie, edisi ketiga 1932 ; edisi kcem p at 1950. terdjem ahan Spanjol oleh Echavarria sebagai Filosofia del dcrecho, 1933 Edisi pertam a sebagai Grundziige der Rechtsphilosophie, ] 9 U , diteidjem ahkan oleh W ilk dalam 20th-Century L eg al P h ilo ­sophy Series, 1 (1950), 47-224. Antinomik N eo-Kantianism e. U ntuk uraian dan kritik terhadap lladoruch, batjalah G urvitch, U n e p hi­losophic antincniique du droit — Gustave Radbruch, Archives de philosophic du droit et de soeiologie juridique (1932), 530 ; Pound, F itly Years of Jurisprudence, 51 Harvard Law Review 41-4 5 4 0 ­460 ( 193S). ’

-------------E in f iihrung in die Rechtsw issenschaft, edisi ke-9, 1929.-------------Vorschule der Rechtsphilosophie, 1947.Huber, R echt und Rechtsverw irklichung, 1921 ; edisi kedua 1925. H ocking, T h e Present Status of the Philosophy of Law and o f R ieh ts

1926. b ’

Lask, Rechtsphilosophie, 1905, didalam G esam m elte Schriften (1923), I, 278-331. D iterdjem ahkan oleh W ilk dalam 20th-C en lu rv Legal Philosophy Series, 4 (1950), 3-42.

B inder, Philosophic des Reehts, 192-5. „Satu filsafat idealistik sebagai satu sistem dari tanggapan-tanggapan id eal jang m encm ukan pe- m cnuhannja didunia hukum cm piris, dan karena itu m enucutnja kita m enilai bangunan hukum ini”.

Recasens Siches, V ida hurnuna socaedad y derecho, 1939.

216

Page 216: CAAN M U.I

10. Fcnom enologi hukumBatjalah S chapp , D ie ncuc W issenschaft com Recht, 1931-32 , Schrcicr, G rundbcgriffe und Grundformen den Recht, 1924 ; T er­djcm ahan Spanjol sebagai C oncepto tj form as fundam cntales del de- rccho, 1942 dengan M ukaddimah oleh L. Rccasens Siches ; G. Hus­serl, R ccht und W elt, 1930 ; idem. Rechtskraft und Rcchtsgellung. 1925 ; idem , D er Rcclitsgcgcnstand, 1933.

11. H ukum Alam jang dibangkitkan.Fuller, T h e Law in Quest of Itself. 1910.M .R. Cohen, Reason and Nature, dalam Cohen and Cohen, Read­

ings in jurisprudence and Legal Philosophy (1051), 615-635.

B atjalah pulu M odern French Legal Fhilosophi/ didab.nn Modern L eg a l Philosophy Series, Djilid 7 (191G).

N eo-m eta fisikD em ogue, L es Notions lonckmeuUles du droit prive (19JD . Diter­

djem ahkan didalam Modern Frcneh Leg'll Philosophy, Modern L e ­gal Philosophy Series, 7 (lO.IS'i. 347-372.

Sauter. D ie philosophischer. Grunr.lagen des Maturreclils. 191-

N co-S cholastikGeny, M ethode d'interpretivtion soirees en droit nr.vo pov.t--

1S99 ; edisi kedua 1919. Sel.ual. buku jang sang.»t penting Bagian- ba^ian dari edisi pertama diterdjem alikjn didalam Sc.ence o> I o- g a f M ethod, Modern Legal Philosophy Series, 9 (1917), 1-46 Ra- tjalah W ortley, Francois Geny, dalam Modern In c o n c s of I ..w ,

139-159. x________ Science et technique en droit priv6 positif, Djilid 1 (19I3-,

D jilid* 2 (1915), D jilid 3 (1921), Djilid 4 (1924).M engenai Geny, batjalah Pound, Fiflv Years of Jurisprudence, 51

Harvard Law Review 444, 464-466 (1938) ; Jones, M odem D is­cussion of the Aims and Methods of Legal Science, 47 Law Q uart­erly Review 62, 67-73 ; Gurvitch, L ’idee du droit social (1932),

216-227.D abin , La Philosophic de l’ordre juridique positif, 1929. D iterd je­

mahkan oleh W ilk didalam The Legal Philosophies of Lask,

217

Page 217: CAAN M U.I

Radbrueh and D abin, dalam 20th-Century Legal Philosophy Se ­ries, 4 (1950), 227-470.

Reglado, V aleur sociale c t concept juridiques, nornie et technique. 1950. B atjalah H orvath, Social Value and Reality didalam Current French Legal Thought, 1 American Journal of Comparative Law 243 (1952).

Posit if-sosiologisDuguit, L e ta t , le droit objectif, et la loi positive (1901). Bab S -11

diterdjem ahkan didalam Modem French Legal Philosophy, M o ­dem Legal Philosophy Series, 7 (1916 ) 237-344.

-------------L e ta t , le droit social, le droit individual et la transformationde le a t, edisi ketiga 1922.

Duguit, Les Transform ation generales (lu droit prive, 1912. D ite r­djemahkan didalam Progress of Continental Law didalam N ine­teenth Century, Continantal Legal History Series, Djilicl 11 (1 9 IS), bab 3.

-------------Les Transform ations du droit public, 1913. Diterdjem ahkanoleh Laski sebagai Law in the Modern State.

-------------Law and the State, diterdjemahkan oleh De Sloovere, 31Harvard Law Review 1 (1917).

-------------Lecons de droit public generalc 1926.Untuk penghargaan dan kritik terhadap Duguit, Batjalah Pound, Fifty- Years of Jurisprudence, 51 Harvard Law Review 444, 4 6 6 ­471 ; Bonnard, Leon Duguit, 3 Revue intem ationale de ]a theorie du droit, 5S-70 ; Gurvitch, Sociology of Law, 132-134. (Sudah d i­terdjem ahkan kedalam bahasa Indonesia : Sosiologi Hukum).

12. In terpretasi ekon om i Dicey, Lectures on the Relation betw een Lew and Public Opinion

in England in the N ineteenth Century, 1905 ; edisi kedua 1914. T jam kan terutaina kala pengantam ja.

Centralization and Law (1906). dengan satu Mukaddimah oleh M.M. Bigelow , F ive lectures at Boston University Law School : 1, N ature o f Law, oleh Brooks Adams, dan 2, Law under Inequality M ono­poly, oleh Brooks Adams, adalah jang paling pentin".

Adams, T h e M odem Conception of Animus, 19 Green Bag 12 (1907''

218

Page 218: CAAN M U.I

LcLst, Privatrecht imd Kapitalisme im neunzchriten Jnhrhundert, 1911.

Groce, Riduzioue della filosofiu de diritto alia filosofia dell' econo- mia, 1907.

Batjalah Pound, Interpretations o f L egal History (1923), tjcram ah 5 ; idem , T he Econom ic Interpretation and the Law o f Torts, 53 H arvard Law Review , 3G5.

13. Sosialistus hukum.

Menger, Das Biirgerliehc Recht und die besitzlosen Volksklassen, 1SS9 ; edisi kelima 1927.

------------ Uber die sozialen Aufgaben des Reehts, 1895 ; edisi ketiga1910.

Picard, Le Droit pur, 1S99 ; diulang tjetak 1920.Panunzio, II socialisme giuvidico, edisi kedua 1911.Baraseh, L e Socialisme juridique, 1923. Memuat satu bibliografi

jang lengkap.Levy, Les Fondements de droit, 19.33. Untuk satu kritik, batjalah

Gurvitch, Experience juridique et In philosophic pluralist* du droit, 170-200 ; idem, Sociology of Law, 134-139.

Pasclmkanis, The General Theory of Law and Marxism, didalam Soviet Legal Philosophy, 20th-Century Legal Philosophy Series, 5 (1931), 111-225. Sudah diterdjemahkan kedalam bahasa Djerm an, Allgemeine Rechtslehre und Marxismus (1929), dari edisi Russia ketiga, 1927. Batjalah Pound, F ifty Years of Jurisprudence, 51 Harvard Law Review 777, 779-782 (1938) ; Dobrin, Soviet Ju ris­prudence and Socialism, 52 Law Quarterly Review 402 (1936) ; Gsovski, The Soviet Concept of Law, 7 Fordham Law Review 1 1 (1938).

14. N co-Rcalis.

Lundstedt, Supertition or Rationally in Action for Peace, 1925.-------------, D ie Umvissenshaftlichkeit der Rechtswissenschaft, 1932-36.Frank, Law and the M odem Mind, 1931.Arnold, T he Symbols of Government, 1935.Garlan, Legal Realism and Justicr, 1941.

* 219

Page 219: CAAN M U.I

Seagle, T h e Quest for Law, 19-11. Historis-rcalis, kritis terhadap ilmu hukum filsafat dan realisme skeptis.

Batjalah C ardozo, A ddress before N ew York State Bar A ssociation , 55 R ep. N ew York State Bar Association 263, 267-307 (1932); P ound, Fifty Years o f Jurisprudence, 51 Harvard L aw R eview 777, 779-799 (193S) ; id em , The C all fo r a Realist Jurisprudence. 44 H arvard L a w R eview 697 (1931) ; Llew ellyn, Som e Realism abou t R ealism , 44 H arvard Law R eview 1222 (1931) ; Fuller, Am erican L eg a l R ealism , S2 University o f Pennsylvania Law Review 229 (1934) ; K an toro io icz , Som e Ratioiudism about Realhtnc, 43 Yale Journal 1240 (1934) ; L lew ellyn , A Realistic Jurisprudence — the Next S tep, 30 C o lu m b ia L aw R eview 431 (1930) ,- Pound, Contem porary Juristic T h eory , (1940) ; tjcrumuh 2 ; Fuller, T he Law in Quest o f Itse lf (1940), 52-65 ; G oodhart, Som e Am erican Interprcation o f Law , d idalam M o d em L eg a l T heories (1933), 1-20.

15. Sosiologis M echanis dan positivistis.

S j-tncer, Justiea, 1891.I<ueff, Des sciences physiques aux sciences morales, 1922.

Diterdjemahkan oleh Green sebagai From he Physical to d ie So­cial Sciences, 1928.

DioJvgis dan ethnologis Pos-t, D er Ursprung des Rochts, 1S76.------------- D ie Grundlagen des Reclits und die G rundziige seiner

E n b, vi eke 1 un gs ges oh j eh t e, 1884.

------------- Gruiulriss der ethnologisehen Jurisprudenz, 1894-95.KuhJenbeck, N atiirliche Grundlagen des Recht. 1905. Satu perbin-

tjangan tentang masalah-niasalah pokok ilmu hukum dipandang dari pendirian Darwinistis.

R ichard, L ’Origine de l'idee de drait, 1892.V accaro, L es Bases sociologiques du droit et de le ta t, 1S9S.

T erd jem ahan dari L e basi de cliritto e dello stato. Satu teori hu~ hukum sebagai akihat perdjuangan kelas.

B atja lah Pourul, Interpretations o f L ega l History (1923), 69-91.

220

Page 220: CAAN M U.I

PsychologisTarde, Les Transformation du droit, 1894 ; edisi keenam 1909.

Vanni, Lezioni di filosofia de diritto, 1901-2; edisi keempat 1920.

Psychologis-lnslilutionistis Petrazycki, Methodologie der Thcorien des Rechte und der Moral,

1933, didalam Operasi Academiae Universalis jurisprudenliae Comparativae. Series 2, Studia, fase. 2.

------------ U ber die M otive des Handelns und ubcr das W cscn derMoral und des Reehts ; diterdjemahkan dari bahasa Russia oleh BaLson, 1907. I

Batjalah M od em L eg a l T heories (1933), 21-37.Experim ental- posit ivistis

Vaeea, 11 diritto sperimentale (1923).

Batjalah W igm ore, P roblem s o f Law (1920), 48-61 ; Beulcl, Some

Im plications o f Experim ental Jurisprudence , 41 H arvard L aw R e­view 163 (1934) ; idem , An Outline o f th e Nature and M elhodc o f E xperim ental Jurisprudence, 51 C olum bia Laic R eview 41o (1951).

T ingkatan Unifikasi Fadxi tingkatan ini dalam sosiologi b a ijd ah Durkheim, T.es R egies de la m eth od e socio log ique, edisi keenam 1912.Holmes, T he Path of the Law, 10 Harvard Law Review 467 (1897),

ditjetak lagi dalam Holmes, Collected Papers, 1G7-202. ^________ Law in Science and Science in Law , 12 Harvard Law R e­

view 443 (1899), ditjetak lagi dalam Holmes, Collected Papers, 210 ­

243.YVurzel, Das juristische D cnkui, 98-192 (1904). Diterdjem ahkan d i­dalam Modern Legal Pliilosophy Series, 9 (1917), 421-428.Gnaeus Flavius (Kantorowicz), D er Karnpf uni die Rcchtsw isscn-

schafl, 1906.Kornfeld, Soziale M achtverhaltnisse : Grundzuge einer allgem einen

Lehre vom positive Rechte avif soziologischer Grundlage, 1911. Ehrlich, Erforsehung des lebenden Rechts didalam 35 Schm olleis Jahrbuch fur G esetzgebung 129 (1911).

221

Page 221: CAAN M U.I

________ Grundlegung der Soziologic des Reclits, 1913 ; edisikedua 1929. Diterdjemahkan oleh Moll sebagai Fundam ental Principles ol the Sociolog)’ of Law, 1936.

Batjalah krilik oleh V inogradoff, T he Crisis o f M odern Ju rispru den ­ce , 29 Yale L aw Journal 312, dan penindjauan dari versi Inggeris oleh Sim pson, 52 H arvard Law R eview 190 ; o leh T im ash eff, 2 A m e­rican Socilo<'ical R eview 120, dan oleh H einslein , 48 In tern ation alO 'Journal o f E thics, 232. D juga kritik o leh Gurvitch, S ociology o f L aw , 14S-156 ; penilaian oleh Pound, Fifty Years o f Ju rispruden ce, 51 H ar­vard L aw R eview 111, 805-806 (1938).Das- leh cn d e Recht d er V olkcr von Bukow ina, 1913.

-------------Die juristLsche Logik, 191S.Pane, Professor Ehrlieh’s G/crnowitz Seminar of Living Law ,

Proc. 14th Annual M eeting of Association of American Law Schools (1914), 46.

Kom fcld, Allgemeine Rcchtslehrc und Jurispnidenz, 1920.Cardozo, T he Nature of the Judicial Process, 1921.------------- The Growth of the Law, 1924.Pontes M iranda, Systema de sciencia positiva do direito, 1932. Jerusalem , Soziologie des Reclits, Gesetzmassigkeit und Kollektivi-

tat. 1925.Burckhardt, M ethode und System des Reclits, 1936.Sauer, Reclits und Staatsphilosophie, 1936.Bodenheim er, Jurisprudence, 1940.Cairns, T h e Theory of Legal Science, 1941. Behavioristis-sociologis.

T ingkatan M etodolog is : Sosiologi H ukum W eber, Rechtssoziologic In W irtschaft und G esellschaft (E d isi pcr-

tama 1922, edisi kedua dalam 2 D jilid 1925), Bagian 2 b ab 2. H orvath, Rechtsoziologie, 1934. Batjalah tindjauan oleh W ilson (136)

52 Law Quarterly Review 138 ; Pound, F ifty Years of Jurispruden­ce, 51 Harvard Law Review 777, S06-S07 (1938).

T im asheff, Introduction to the Sociology of Law , 1939.Sauer, Ju rislisch c M ethodenlehre, 1940.G urvitch, Sociology of Law . Mendesak buku dari pengarang

Elom ents de sociologie du droit, 1939.

222

Page 222: CAAN M U.I

Llewellyn and Hocbcl, The Cheyenne Way : Conflict and Case Law in Primitive Jurisprudence, 1941.

Batjalah pula Llew ellyn, On Reading and Using the New Jurispru­dence, 40 Colum bia Law R eview 581 (1940) ; idem , T h e Normative, the L egal, and the Law Job s : T he Problem o f Juristic M ethod, 49 Yale Law Journal 1355 (1940). Batjalah penilaian oleh Gurvitch, Sociology o f Law , 17S-183.

Ilmu hukum Sosiologis Neo-Sclwlastik

Hauriou, La Theorie de 1’institution et de la iondation, dalain

La Cite moderrne et les transformations du droit, 1925.Batjalah risalah-risalah didalam Archives d e philosophic du droit i t d e socio log ic juridique (1931), terutam a Delos, L a T heorie d c l ’instiluion, 97-153, dan Gurvitch, Les Idcc-m aitrcsses d e Hauriou. Djuga Gurvitch, Sosiology o f Law , 139-147; Pound, F ifty Years o f Jurisprudence, 51 H arvard L aw R eview 777, S07-S09 (1938); Jennings, T h e Institutional T heory , in M odern T heory o f Law (1933), 6S-S5. Djuga perlu disebutkan karangan-karangan didalam bahasa Spanjol p ad a waktu terachir ini jang ditjatal didalam Recn sens Sichcs, Estudios d e filo so fia d e dcrecho (1936), 4S9-492.

B A B 2

Pound, The End of Law as Developed in Legal Rules and Doctrines, 27 Harvard Law Review 195 (1913).

-------------The End of Law as Developed in Juristic Thought, 27Harvard Law Riview 605 (1914), 30 Harvard Law Review 201 (1917).

-------------Tw entieth Century Ideas as to the End of Law, ini HarvardLegal Essays (1934), 357-375.

-------------L iberty of Contract, 18 Yale Law Journal 454 (1909).Berolzheim er, T h e W orld s Legal Philosophies, diterdjem ahkan oleh

Jastrow (1912), §§ 17-29, 35-37, 43-48, 52 Stone, T h e Province and Function of Law (1946), Bagian 2,

T jatatan Pengantar dan Bab 8-16.

Page 223: CAAN M U.I

Friedm ann, Legal Theory (edisi kedua 1949) B ab 19,Demogue, Les Notions Fondamentales du droit prive (1911),

63-110, 119-142.Figgis, Studies of Political Thought from Gerson to Grotius (1967),

tjeram ah 6.Korkunov, General Theory of Law, terdjemahan Hastings (1909),

55-64, 320-322.Charm ont, La Renaissance de droit naturel (1910), 10-43.H obbes Leviathan (1651, bab 15. Pakailah tekst didalam edisi M oles-

wortli jang berdjudul H obbes’ English Works, D jilid I.Kant, M etaphysische Anfangsgrunde der Recht.slehre, edisi kedua,

179S. Terdjem ahan sebagaiannja oleh Ilastie sebagai K ant’s Phi­losophy of Law , 1887.

Spencer, Justice (1S91), bab 5,6.M aine, Early History of Institutions (1874) ; Edisi Am erika 398-400.Stephen, L iberty. Equality, Fraternity (1873), 189-225.Mill, On L iberty (1859), bab 4.Hu-ring, Scherz und Ernst in die Jurisprudenz (1884, edisi ke-13)

^1921) Bagian 3.M iller. The D ata of Jurisprudence (1903) bab 6.Sulinond, Jurisprudence (1902 ; edisi ke-10 1947), §§ 9.Bcnlham , Theory o f Legislation, Principles of the C iv il Code, Ter-

djem ahan Hildreth, 1864 ; edisi kelima 1SS7 ; edisi baru oleh Ogden, 1931, Bagian 1, Bab 1-7.

Holland, Elem ents of Jurisprudence (18S0, edisi ke-13, 1924) B ab 6.Picard, L e D roit pur (1S99), buku 9.Holm es, Common Law (1SS1), tjerainah 1. -F ch r, Ham m urapi und das Salisehc Recht (1910), 135-13S.Seagle, T h e Quest for Law (1941), 27-149.Ames, L aw and M orals, 22 Harvard Law Review 97 (190S).G ray, N ature and Sources of the Law (edisi pertam a 1909), §<$ 58,

Agak berbeda dalam edisi kedua (1921). ? *D icey, L aw and Public Opinion in England (1905), tjeram ah 6.Stam rnlcr, W'escn des Reclits und der R cchtsw issenschaft, dalam

System atische rheorie der Rcchtsw issenschaft (1911) i-lix.Kohler, It ed it philosophic und U niversalrechtsgeschichte, didalam

224

Page 224: CAAN M U.I

Enzyklop'adie der Rechtswissenschaft (1904 ; edisi baru 1913\

Djilid 1 §§ 13-18, 33-34, 51.

B A B 3

Stone, The Province and Function of Law (1946), 137-206.Geny, Methode d’interpretation et sources en droit priv£ posilii,

edisi kedua 1919.Cardozo, The Nature of the Judicial Process, 1921.------------ The Growth of the Law, 1924.------------ Paradoxes of Legal Science, 1928.Vander Eysken, Methode positive et d’interpvetation juridiipie, 190i. Mallieux, L ’Exegese des codes, 1908.Ransson, Essai sur 1’art de juger, 1912. Batjalah Wigmore, Problems

of Law, 65-101 ; Pound, The Enforcem ent of Law, 20 Green Bag 401 ; idem, Courts and Legislation, 7 American Political Science Review 361-383.

Science of Legal Method, Modern Legal Philosophy Series, D jilid 9

(1917)‘ , . . Gnaeus Flavius (Kantorowicz), Der Kampf uin die Reehtswissen-

schaft, 1906.Fuchs, Recht und W ahrheit in unserer heutigen Jutiz, 1908.------------ D ie Gem em schaftlichkeit der konstruktive Jurisprudent.

1909.Oertmann, Gesetzeszwang und Richtersfreiheit, 1909.Rumpf, Gesetsz und Richter, 1906.Briitt, Die Kunst der Rechtsanwendung, 1907.Gmelin, Quousque ? Beitriige zur so/iologischen Rechtsfindung, 1910. Reichel, Gesetz und Richterspruch, 1915.Jellinek, Gesetz, Gesetzesanwendung und Zweckmassigkeitserwagung,

1913.Kiibl, D;is Rechtsgefuhl, 1913.Heck, Gesetzesauslegung und Interessenjurisprudenz, 1914.Stampe, Grundriss der W ertbewegungslehre, 1912, 1919.Pound, Theory of Judicial Decision, 36 Harvard Law Review 611.

802, 940 (1923).

225

Page 225: CAAN M U.I

C aim s, L eg a l Philosophy from Plato to Hegel (1949), 236-241.Frank, Courts on Trial (1949), hub 21, 23.

B atja lah K o h le r , L eh rh teh der biirgerlichen R eek's, D jilid 1, §§ 38­40 ; Austin Ju rispruden ce , Essay on Interpretation (ed isi kelim a), 9S9-1001 (1885) ; Pound, Spurious Interpretation, 7 C olu m bia L aw R ev iew 379 ; G ray , Nature and Sources of th e L aw (ed isi p ertam a 1909), §S 3 70 370-399 ; Satnlo, Juristische G rundlehre, §§ 110-122 ; Stam rnlcr, R ech ts- und Stantstlieoricn der Neuzeit, § 18 ; Pound, In trodu ction to English translation o f Saleilles’ Individualization o f Punishm ent ; Saleilles, Individualization o f Punishment, terd jem ahan Ja trow , b a b 9 ; Pound, Administrative Application o f L eg a l S tandard , i4 R eport o f A m erican Bar Association 445 ; Laun, D as fr c ie E rm es-

scn und s e in e Orenzcn, 1910.

B A B 4

H olm es. C o llected Papers (1920), 49-116.Baty, V icarious Liability, 1916.Ilasse , D ie Culpa des romischen Privatrccht, edisi kedua 1838. Jliering. D e r Schuldmoment irn romischen Privatrecht, 1S67. Rum elin, Schadencrsatz ohnc Yerschulden, 1910.T rian d afil, L ’id ee de faube et L ’idee risque eomme fondem ent de

la responsabilite , 1914.Pound, N ew Paths of the Law (1950), Tjeram ah 2.Lundstedt, G eneral Principles of Civil Liability, Acta A cadem iae

U niversalis Jtirisprudenliac Cornparativac, 2 Bagian 2 (1934), 367. Fried m ann, L aw and Social Cliange in Contemporary Britain (1951)

73-101. ’

B atja lah B in d in g , D ie Normen und ihre Ubert relung, D jilid 1, §§ 5 0 ­51 ; M eu m an n , Prolegom ena zu cittern System d es V erm iigen srcchts (1903), 80 cist. ; Duguit didalam Progress o f C ontinental L a w in th e N in eteen th Century, Continental L eg al H istory Series, 11 (191S), 124-128 ; G eutj, R isque ct responsabilitd, 1 R evu e trim estrielle d c d roit civ il, H12 ; liolin , RcspoitsabilHe sans fattle. 38 R evu e d e droit in tern a tion a l c t legislation com parde, 64 ; D cm oguc, Fau lt, R isk am i

22G

Page 226: CAAN M U.I

Apportionment o f Risk o f Responsibility, 15 Illinois Law Review 369 ; Thayer, Liability without Fault, 29 Harvard Law Review 801 ; Smith, Tort and Absolute Liability, 30 Harvard Law Review 241, 319, 409 ; Bohlen, The Rule in Rylands v. Fletcher, 59 University o f Pennsyl­vania Law Review 298, 373, 423 ; Isaacs, Fault and Liability, 31 Harvard Law Review, 31 Harvard Law Review 954.

B A B 5

Ely, Property and Contract in Their Relation to the Distribution of W ealth (1914), I, 51-93, 132-258, 295-443 ; II, 475-594.

Hobhouse and Others, Property, Its Duties and Rights, Historically, dan Religiously Regarded (edisi kedua 1915), essays, 1-3, 5-S. "

Noyes, The Institution of Property, 1936.Renner, The Institutions of Privare Law and Their Social Function,

diterbitkan oleh Kahn-Freund, 1949. /Friedmann, Law and Social Change Contem porary Britain, (1951)

bah 2. ’Green, Principles of Political Obligation (1911), §§ 211-231.Miller, Lectures on the Philosophy of Law (1884), tjoramuh 5. Ilerkless, Jurisprudence (1001), bab 10.Russell, Principles of Social Reconstruction (1916), bab 4.Spencer, Justice (1891), bab 12.Kohler, Philosophy of Law , terdjcmahan A lbrecht (1914), 120-133. Maine, Ancient Law (1861 ; edisi baru oleh Sir Frederick Pollock,

1906), bab. 8. '-------------- Early History of Institutions, 1874 ; edisi Amerika 98-118.--------------Early Law and Custom, 1883 ; edisi Amerika 1886, 335-361.Duguit, Les Transformation generale du doit prive, 1912.

Terdjem ahannja dalam Continental Legal History Series, 11 (1918) bab 3, 129-146.

W agner, Volkswirtschaft und Recht, besonders Verm ogensrecht, 1894, Perreau, Cours deeconm ique politique (1916), D jilid 2, §$ 623-695.

De la Grasserie, Les Principes sociologique du droit civil (1906), bab 3.

Fouillee, La Propriete sociale el la dem ocratic, 18S4.

227

Page 227: CAAN M U.I

Landry, L ’U tilite sociale de la propriete individuelle, 1901.M eyer, L ’U tilite publique et de la propriety privee, 1893.Thezard, L a Propriete individuelle : Etude de la philosophic histori-

qne du droit, 1S72.Thom as, L ’ U tilite publique et la propriete privee, 1904. Berolzheim er, System der Rechls- und W irtschaftsphilosophie, D ji­

lid 4 (1907), §§ 1-13, filsafat tentang kepentingan harta-benda. Felix, Entw ickelungseschichte des Eigenthums, 1S83-99.Karner, D ie So/.iale Funktion der Rechtsinstitute, besonders dei

Eigenthum s, 1904.C onti, La proprieta fondiaria nel passalo et nel presente, 1905. Cosentini, Filosofia de diritto (1914), 250-279.Fadda, T eorita della proprieta, 1907.Labriola, Sul fondamento della proprieta privata, 1900.Loria, La proprieta fondiaria e la questione soeiale, 1897.Yelardia, L a proprieta scondo la soeiologia, 190S.Husserl, D er Rcehtsgegenstand : • Rechtslogisehe Studien zu einc-r

Theorie des Eigenthums, 1933.Grotius, D e iure bell ac pacis 16:25), I I , 3, 1-5 ; I I , 6, 1 dan 6, 14, §1. Pufendorf, D e iure naturae et gentium (1672), IV , 4 ; §§ 2-6, 14. Locke, On Government (16S9), bab 5.Blackstone, Commentaries on the Law of England, 2 (1766), 3-10.

Kant, M etaphysische Anfangsgrunde der R echtslehre (edisi kedua 1798), 1, 6-7, 8, 10, 18-21.

H egel, Grundlinien der Philosopliie des Rechts (1821), §§ 44, 46, 49. Lorim er, Institutes of Law (edisi kedua 18S0), 215 dst.

B A B 6

E ly Property and Contract in Their Relation to the D istribution of W ealth (1914), 2, 376-751,

Amos, System atic View of the Science of Jurisprud ence (S72), bab 11.

Ilerckless, Jurisprudence (1901), bab 12.Kohler, Philosophy of Law , terdjem ahan A lbrecht (1914), 134-191.

228

Page 228: CAAN M U.I

De hi Grassoiie, Les Principcs sociologiques du droit civil (1906),

bal) 6.Duguit. didalam Progress of th e 'L a w in the Nineteeth Century.

Continental Legal History Series, 11 (1918), 100-124.

Kant, Metaphysische Anfangsgrunde der Rechtslehre (edisi kedua 179S), §§ 18-21.

Hegel, Grundlinien der Philosopliie des Rechts (1821), 71-81.Fichte, Grundlage des Naturrcchts (1796), §§ 18-20.Williston, The Law of Contracts (edisi jang diperbaiki 1936), Djilid 1,

§§ 99-104 A.

Arnes, The History of Assumpsit, 2 Harvard Law Review 1, 53 1888).

------------ Two Theories of Consideration, 12 Harvard Law Review515 (1898) ; 13 Harvard Law Review 29 (1899).

Beale, Notes on Consideration, 17 Harvard Law Riview 71 (1903). L;mgdell, Mutual Promises as a Consideration for Each Other, M

Harvard Law Review 496 (1902).Pollock, Afterthought on Consideration, 17 Law Quarterly Review

415 (1901).

Hershey, Letters of Credit, 32 Harvard Law Review 1 (1918). Lorenzen, Causa and Consideration in the Law of Contracts, 2£

Yale Law Journal, 621 (1919).

Pound, Consideration in Equity, 13 Illinois Law Review 667, C e­lebration Legal Essays (1919), 435, essays in honor of John H W igmore.

Lord W right, Ought the Doctrine of Consideration to he Abolished from the Common Law, 49 Harvard Law Riview 1225 (1936).

Gardner, An Inquiry into the Principles o f the Law of Contracts, 46 Harvard Law Review 1 (1927).

Pound, Interests of Substance - Promised Advantages, 59 Harvard Law Review I (1945).

Seavey, Reliance upon Gratuitous Promises or Other Conduct, 64 Harvard Law Review 913 (1951).

Cohen, Law and the Social Order (1933), bab 2.

Llewellyn, W hat Price Contract ? 40 Yale Law Journal 704 (1931).

229

Page 229: CAAN M U.I

Friedm ann, Law and Change in Contemporary Britain (1915), 34-72. Planiol, T ra ite elem entaire du droit civil, ditindjau kem bali oleh Ri-

pert dan Boulanger (edisi keempat 1952), D jilid 2, §§ 443-480. Josserand, Cours de droit civil positif francais (edisi ketiga 1939),

D jilid 2, §§ 402-405.

230

Page 230: CAAN M U.I

tXPHKS

A

Abstrak, iljam lji-d jaudji, 180, 185 Administrasi. 72, pcti jesuaian kepada

hukum, 01 Administratif, fungsi, 72. pengadilan

8(i, 90■\dat pusaka untuk anak sulung. 31 Agama, 168 <lst.Ahli-ahli f i l s a fa t : d a ja-upaja hendak

merukunkan kekuasaan dengan kr- Inituhan akan perubahan, 13,m ent joba nienipersatiikan hukimt dan pem buatan undang-undang. 13 : m ent jari gagasan pemetjahan soal jang teracliir , IS

Akal alatniah, 14.riAkal, terlalu per t ja ja kepada, 20, SI Aksioma-aksioma, 23 Alam. arti — didalam filsafat Ju n ani ,

21-2 2 : status naturalis, 30 Alamiah. a r t in ja didalam filsafat h u ­

kum, 21-22 Amanat. — konstruktif, 1 1 5 . peti-

djelasan gratis tentang. 102-03 Amcndemcii kclim a, 3 2 ; keempat-

belas. 32 Ames. Ja m es Barr, 116 Analogi, proses pemikiran dengan, 32 Analisa, 3(5Analitis , penerapan, 8 2 -8 3 : proses

pemikiran, 60-70 teori, 35-36 Anglo-Saxon, hukum , 08 Aquilia , cu lp a , 102, 104, 106 Aquino. St. T h o m as . 18 Arisloteles, 17. 26. 51, 5-1. 01 ; tentang

penerapan hukum, 73 : tiga klasifi- kasi kekuasaan peinorintah, 11

Austin, J o h n , 113-115, 183, 203 Azas-a/as, 23, 36, 77

n

Raton, 182 Bangkrut , 207 Bartolus, 25 Baty . T „ 100 Bent hail), 36, 56 Bentuk dan niat, 102 Bentuk-bentuk dalam pemikiran pri­

mitif , 176-77

Bcigson, ‘J3B c r h a i ih a l i sebagai p.itutiija, 113,

11 6 ; ukuran-ukuran, 70-80, 121 Berpiulaiig. penibatasau kekuasaan

oiang jang, 201-05 Bertindak, alas rcsiko sendiri, 111.

116Bills of Rights (Undang-undang ten-

tang llak-hak A/asi), 20, 35 Binding, 108Blackstone, 18, 118, 110, I HO, 106 Bramwell. Lord, 133 Biihaspati, 173 Buckl.ind, WAV., 106

C

Camden, I.ord, 70 Casuists, 170Cau'.a, 183, Causa C ivith, 178, ISO.

Causa d iben d i, 178, 180 Cautio dam n i infecti. 108 Cicero, 10-20, 78, 100 Coke, Sir Edward, 88 ..Common Law” : dan perundang-

undangan. 02-03 ; dan djandji- d jandji . 171-72: pandangan pio-fcssionil tentang, 195-06. tipr-tipc pertanggungan djawab atas delik d a la m , '110. 121-25. 127-':S

..Contractual di'rigism". 201, 201 Corpus Juris Canonic!, 170 Culjia, 112, ukuran abstrak dari. 116 ;

ukuran konkrit dari. 11 7 ; — kon- trakluil. 112 . - deliktal, 212

PD'Aguesscau, 180Delik, ..equity", 101 ; katogori-dulam

sedjarah. I l l ; disebutkan. 105, 112. 115-16

Demosthenes, 16, 200 D cpositum , 177 Derivatif , perolehan, I t8 I)crry i>. P eek , 197 Dicey, A. V., 120 Dij’e s la f J i istinianus. 71, 202 Distribusi, L'lidang-iindang, 91 Djabatan , pembalasan bagi pemang-

kuan, 50

231

Page 231: CAAN M U.I

D ja b a ta n atau p ekerd jaan , kcw adjib- an jang melekal kepada, 115

D ja m in a n -d ja m in a n , I IS . 177 D ja n d j i - d ja n d j i : abstrakt, 180. 184­

85 : sebagai unsur dalam k eka jaan . 1 6 8 ; sebagai beban, 201 ; mengikat berdasarkan p er in tah T u h a n , 200 ; pet tukaran , ISO ; ..karena hendak l iic lagak”, 181. 1 9 7 -9 8 : a la t-a la tpen guatkan . 170 ; k e u a d j ib a n mo- vil untuk m encpati . 181, 200. 207 ; teori filsafat tentang penguatan,199 ; teori ram alau dari , 2 0 ! ) ; sc- derhana. 19.1 : teori-teori tentangpenguatan. I89-!M. 2 0 6 : teori te n ­tang kekuatan m clekat pada, 183. ; jang tidak m cm ikulkan lis iko, 2 0 9 ­10

D jiw a dan liuruf. 102 Dju ri . 87-88. 133 ; kelalim an. 91 D octor anil Sm d en t , 179, 183 Doe. K ctu a M ah kam ah , 123 D olus. 102. 10-1. 112 D om at. 202Dn'itittiuni, 1-12. 159 .Dtlpuit. 1.. 65. I2C. 164 D u m oiil in , 2(5 D u nedin. Lord . 194

F.

Ekononri, interpretasi , '13. 1 1 9 ; in- tcrpretasi — dari Karl M arx, 200

F.ksekusi a lam iah , 171-72 E ldon. I .ord. 32 Ely, Profena. 16(5 Em piric ism e, pengadilan. 50. 199

/■

Fam iliti, M3F ichte . tcori- tentang kontrak. 181-85 F iilu ria ru m ninirn, 177 'l ik s i . 68-72. 7 6 ; — d ogmatik , 118.

1 9 2 ; — tentang kesalahan, 1 1 6-17 ; tentang kelalaian , 119; tentang pcr- wakilan. 110, 1 1 9 ; tentang dian- d ji . 113-I I h 1

I iN afat Scholastik . 2 5 ; sum bangan kckal dari , 25

Form il . d ja n d ji . 102. 175 Form il , kontrak-kontrak . 174, j()]

19 3 - asal sed jarah d a ii , 171-76 Fortescue, 2(5 F r ied m an n , 125, 166. 201 1-unksionil . sikap. 01

<i

G an ti k crn g ia n (consideration) , 182­83. 188. 191-92, 1 9 5 -9 6 ; t ju kttpn ja .1 9 2 - 9 2 ; keadaan -kead aan jang m en g h id u p k a n d o k tr in . 195-96 ; d alam . .cc juity '’. 182-83, 191 : mak- na. 19-1-96: — b c rd ja sa , 183

G crak an p e r b a ik a n legislatif . 32. 57 Gloss. 25 Glossator. 25-26 G lo ssa to r- tn u tad i ir . 25 Grav. J .C . . 69 G rotius . M l , 117-19. 183

H

H ak. gagasan ten ta n g , -12 : — a lam iah dan k o n v cn s io n i l . I I , 18-19, 21

H a k : d engan t j ip ta a n . 1-10; dengan p e n e m u a n , 110 , d e n g a n p e n d u d u k ­an, M0, 1 5 0 : . .a la m ia h " , M0

H ak-hak azasi. 11, 28-29 . 36-37. 55. 61-62. 96 . M 6 - I 7 teori historis-mc- tafisik t e n ta n g 35, teo r i - te o r i ten ­tang. 29-30 ; — u n tu k m cngh asilkan tenaga k e rd ja , 150

H ak-hak : in p e r s o n a m , 9 6 ; in rein 97 ’

Hakim Polis i . k e k u a s a a n , 71-75 H a m m u ra b i , -10Hegel, :>6 . 154-55, 192 j tco r i- te n ta n g

k on trak . 18-1 ; t c o r i - t e n ta n g milik.15*1 -55

H erac l itu s , 51H in du , H u k u m . 160-61. 173-74 H ip p o d am u s , 172H olm es. K ctu a M a h k a m a h Agung.

110 b H u b u n g a n -h u b u n g a n , 1 1 3 ; k e w a d j ib ­

an ja n g m cle k a t pad a, 1 1 4 : nilai ck o n o m is d ari , 1 3 8 - 3 9 ; t jam p u r- tangan te rh a d a p , 1 3 8 : periitulung- an h u k u m bagi. 139

H u k u m : p e n je s u a ia n n ja d en g an ad- m in istrasi , 91 ; <ian t j t t a - t j i t a peri, k e m an u siaan , 4 8 ; d a n kesusilaan.

232

Page 232: CAAN M U.I

1!). - I , 20. 71-75, 1 9 9 ; penciapan. 07 i l s l . ; sebagai satu kuinpulaii pciseiudjnan. 41. 2 0 0 ; sebagai satu ktimpulan periniah. 41 : sam him- punan pcia iurnn diturunkan T u - liau. 40 : sebagai pcmljaga perda- niaian. 48-49 : sebagai pentjermiuan dari budi Ilahi. 41 ; sebagai salu sistim prinsip-prinsip. 10, 1 3 ; se­bagai satu kum pulan kaidah-kaidah. 7 3 : sebagai kebiasaan. 4 0 ­4 2 ; sebagai pcndjelasan luikum- hukuui ekonomi dan sosial, 44 ; sebagai pcr in iah-pcrintah diteimi- kan oleh pengalam.m, 4 3 ; sebagai kebidjaksanaan tradisionil jang di- tjal.i l , 4 0 ; sebagai kckangan l>agi kebebasan. 39 : sebagai peraturan- peraturan jan g dipaksakan oleh gnlongan jang berkuasa. 44 ; ber- diii antara indi\idu dan masjarakat. 35 ; sebagai pengembangan gagasan tem an g hak. 1 3 : dasar wewenang dari, 14. 16-21. 25, 45-47 ; dasar (la- lain kebu tu han pertukaran. 200 ; teori Hv/aniium tentang. 7 3 : di- perbedakan dari kacdali-kaedah hukum. 17 ; unsur-tinsur, 70-77 : krefeklifan, 1 3 9 ; lud juan. 24. 39 d s t . ; m enem ukan, 07, G9-70; ben- ink-benlu k, 18-19 : pem crinlahan. 9 0 ; teori sedjarah tentang. 43, -15 ; be iapa d jau h — dibuat . 7 2 ; gagas, an — t ju k u p pada d ir in ja . 12. 44 ; hukum tjip taan hakim. 21 : t j ip ta ­an sardjana hukum . 24 : kem atang­an. 32. 39. 08 : dagang. 102. 191. 193-94 ; sifat. 40, 00. 74 ; leori po­litik tentang. 4 5 : pernjaiaan-kem bali 198 : ilmu, 08 ; kelcmahan- kelcmahan. 198 ; teori-teori tentang sifal, 30-44

Hukum A lam . 17. 21. 24, 2(5-28, 33­35. 37, 101, 110. 150, 179. 196-97.200 ; t jo ia k Amerika dari , 33-34 :— sebagai didcduksikan dari „satu pem erintah ja n g bebas" , 35 ; — se­bagai krit ik ideal, 3 5 ; — sebagai leori p ertu m b uhan. 22-23 ; — cko- noniis, 147-48 ; teori tentang, 2 8 ­29

l lu kum Romawi, IK, :M. 28, 31, 71,9li. 100-101. 103. 113. 115. 124. 110. 113144 , 159. 161. 171-177, 186,193-194. 202, 2 0 5 ;— sebagai dasar hukum /aman

I’criengaliau, 27 ;— sebagai dasar hukum abad ke-

17 dan kc-lH, 2 7 ;— suinbangannja kepada fil 'a lat

hukum.H u k u m a n : untuk delik, ‘J 9 - I0 0 ; dati

pampasan. 98 Hukum Djerm an Kuno, 25, 28. 52.

178-80Hukum. Idealismc. 28, 01 l lu k u m kerax (sedjali), 23. 07, 71-75,

102-03, 109. 197 l lu k u m primitif . 48-49 ; kepert ja jaan-

kepada m inus k.ua-kaia, 102 Hiikum-hukuin kemasjarakatan, 3 6 ­

37Hybri\, 51

/

Idealismc. hukum, 28, 01 Idealistis. interproiasi. 187 Ikrar, 178Ilmu djiwa. 00. 02. 190 Ilmu hukum niasalah-masalah. 74 Ilimi-ilmii sosial. p c m tu . in , 60

142In d m d u il . pcngei' it ik.iar.dii i s c i j j i i

bebas. 3 6 ; kehidupan. sil. 205 ; k " . paiuhan passif, 2 WI

Indixidiuilisasi. 7 1 -7 6 : dcng.vn d ju ri 8 8 -8 9 ; dalam perkaia kriiuinil , V2 ; dalam keadilan menglmkuin . SS- 8 9 ; hukum. 8 2 ; unsur m o ia l da- latn, 91 ; dari p rm berian l iukiunan.80

Im erpretas i , 34-35, 07 ; etliis. 187 ; fiksi dari. 08-71, 2 0 9 ; scd ja ti , 70. 8 2 ; politik , 1 8 9 ; hu bu ngan -dengan pem buatan undang-undang. 70, ti. ruan. 203

Interpretasi ekonomis. 43, 119 In terptc ias i dan Karl M ai\ , 200 Isaiah. 210It ikad baik, 102-03, 1 1 3 ; ak ibat dari ,

13(5

Page 233: CAAN M U.I

J a n g adil , d itetapkan oleh alam atau konvensi, 17-19, 21-22, 36-37

J o w l . Sir George, 189 Josserand, 201Ju n a n i , ah l i -ah li filsafat : konsepsi

m ereka tentang tu d ju an hukum, 24, 5 0 - 5 2 : konsepsi m ereka ten ­tang k eam anan um um 5 0 ; konsepsi m eteka tentang sifat l inkum, 5 5 : m engenai hal-hal ja n g digugat . <51. 172

J u n a n i . H u kum . 1-1-20, 100, 11(5 |unani. kota : masalah ketertiban

dalam kota Ju n a n i , 50-51 ; keaman- an lembaga-lem baga sosial dalam, 50

lurisronsult , 21, 29 Ius 21Jus d isp on en d i, 157 Justiiiianus, In flitu t io n es , -12. 52

K

R a n : , 56. 145. 150. 18-1 ; (cori — ten­tang kontrak. 183-Si-; teori — ten- istig milik, 119-53

K.itej.-v>ii kategori sedjavab, 11 !Kaum . H u kum . 179, ISO, 200 Kariiisp.o, Dew an, 200 Katolik . S ard jan a hukutn-.ihli theo-

logi. 27Kcada.in-keadaan, term uai didalam

luikum , 183 Keadilan. Aristoteles tentang. 17. r>!,

delinist-didalatn ln .U iluliones, 52. cksekutit . 91 ; gagasan tentang. 4 2 ;— ja n g diindividualisasikan, 207 .— tanpa luikum , G9 , 75 ’

K e a n ta n a t i : terhadap serangan. 120 ;sebagai suatu kekujisaan dari per! saingan jang d itert ibkan, 18-49 • um um . 124-30. 133-34 ; transaksi' 139. 109, 208

K eam an an sosial, 128-29 Keam an an U m u m , 47-49, <>4 , 98.99

114, 117, 119. 139, 198 ; bagaimana d in n la n g i . 117-18

K ebeb asan industri . 138 Kebebasan kontrak , 138, 187-89 ‘>04 Kebebasan , 47. 56,57 ; gagasan’ ten ­

tang. 42 , 188 ; gagasan — sebagai su m b cr p er tanggu ngan -d jaw ab , 101; hu kum d an, 39

K eb id jak san aan , 77-78, 8(5 ; kclonggar- an bagi, 77, 87, h ak im , .c q u it i " 86 ­89, h u b u n g a n -d a n p era tu ra n , 74, 93-9-1

K e b u tu h a n . sebagai tit ik tolak Ini­kum. 59-00 ; pem b atasan bagi pen. t ju k u p a n , 6 4 - 6 5 ; p e n t ju k u p a n , 47, 59-60

K ed au la tan , teori By/aulium tentang.27

K ek erab atan , organisasi , 49 Kekuasaan polisi , 207 Kekuasaan, m e m b e ri dispensasi, 75 K elaku an, p en erap an h u k u m kepada,

9 1 - 9 2 ; p cn g h a rg a a n t im b u l dari, 137

Kelalaian. 79-80. 109-111. 117-11*.129-130, 190, 197 ; fiksi tentang. M ) ; — d a lam b e r b i t ja r a , 197-198 ;— dari p em il ik p ab er ik , 12 9 -1 3 0 .— p e r se , 79 . 119 ’

Kclas-kclas sosial, 60 K im a ia n g a n h u k u m , 32, 39. 69 K em au an : sebagai dasar pcrtang

gungati d ja w a b , 104, 1 1 2 ; sebagai dasar k e w a d jib a n , 1 7 7 ; sebagai ii- tik tolak h u k u m , 56 , 59, 201 ; kc. b r b a s u i . 201 -2 0 2 ; d a la m m entjari ba ra n g -b a ra n g k e b u tu h a n hidup. 47 : tundulc~-kepada — m anusia . 135

K e m a n n n -k c m a u a n . m enjelaraskan.5(5, <)()-(> I

K cnvo n. L ord , 31 K ep asi ian , 94K e p e n t in g a n -k e p c n i in g a n . 59 - 60 ;

k o m p ro m i, 6 3 ; p e m b a ta sa n , 139; m e m b e ri e f fek k ep a d a , 5 9 -6 0 ; — kelom pok, 159 ; kcse la ra s a n . 64 ; — indiv iduil d a la m k e u n tu n g a n jang d id ja n d jik a n . 168-171 ; n i la i pokok dari . 63 ; — iu v c n ta r is , 6 0 : — po­kok, 92 . 139, 1 6 8 ; p cn g a ku a n , 59. 1 3 9 : m e n d ja g a , 64 ; m en i la i . 59. 63-65 ; m e n im b a n g , 59 . 63

K e p e n t in g a n sosial , 47 , 135, 205. 207 ;— d a lam p e r d a m a ia n d a n ke ter t ib ­an, 9 8 ; — d a la m k e a m a n a n t ia i ’ saksi. 169

Kepiibadian, 138

234

\

Page 234: CAAN M U.I

Kcvidai.i i i . srli.ig.il l in k lol .tk. 56 kcMiiipiil ut ii tmnit, Oli k c lcn ib . iM lA o n o m i . 207 K f t e i t ib a n sosial. — feodal . 52-53 ;

h cn tu k ja n g i l i l j i l a - l j i l a k a n dari , 2 1 - 2 5 ; — Matis, 57

k c t i i i l tm g :m - k c i in m n g a i i d id j .m d ji - k.m. n s

kcw adjiban . 1 1 5 ; — dalam liubiing- .111 anu r-m au u sia . 57

kcwadjihan alamiah, 177 kcwadjihan : sipil. 17 0 : c.v coutrnctu,

07, 11 1 : ex delic to , 07, 111-115: ex uariis Cdusaium f ip ir is , 106. 11 4 : hukum — : IG6 , arl i —, 96- 07 ; dasar moral dari • —, 17 8 ;aUmialt . 177-170 : silai —, 06-07 ; sumpali sebagai dasar —. 178-170, quasi ex con tractu , 182: keagamaan. 171 : kemauan sebagai dasar —.117

K i l a b I ’ l id a n g -U n d a n g S ip i l I V ia n t j i s , 3'-. 107, 201 -201 ; l i iik iun pertan g- g u n g a n d ja w a b de lik , 1 0 9 -1 1 0 : teori lm k u m d ib a w a h m o n a i< h i , 4 2 ; — p o l i t ik j a n g m c i ig im iu n g k a i i o ia n g - o r a n g b e m t a n g , 2 0 5 -2 0 6

K od if ikas i . 31. 02K o n u n c n t a l o r . p a r a — A iis to te les . 2ii K om pensaM P e k e r d ja , 110. 125, 132-

133K o m p r o in i , 63 K on sep si l m k u m . 77 K o n s i i tu s i A m e r ik a S c i i k a t , 200, 202.

2 0 6K on st itu s i — a las . I I , "4 K o n tr a k : a n a lo g i d ar i n a n s a k s i sc-

s u n g g u h n ja , 1 7 2 - 1 7 ; ! : h t tk u m -In g - g e r is -A m c r ik a , 182-183, 200-201 .204 , 2 0 8 ; p c n j i i n p a n g a n d a la m h u ­k u m , 1 0 8 : teori ta w a r-m c n a w a rd a r i —, 1 8 9 - 1 0 2 : d e n g a n es ta p p c l , 1 3 1 ; k a te g o r i —, 1 7 6 : k a te g o r i-k a te g o r i d a la m C o m m o n Law , 193- 1 O ') : pcn gtin t. in — o le h C o m m o n L aw . 171 ; a la s k e s c lu d ju a n , 1 7 7 ; l e o r i . .e q u iv a le n t ” d ar i —, 180-182, 188, 102-105 ; sam a d e n g a n u n d a n g - u n d a n g P a r le m e n . 2 0 2 ; l e o r i F i c h l c t e n t a n g — . 18-1-18:' ; fo r m i l , 174- 191 ; te o r i H e g e l l e n i a n g — , 185- 1 8 6 ; la ia r b c la k a n g s e d ja r a h dan

Itiil iiui —. 171 <l'l kalegoii sc- d jarali d .ni —, 111 ; leori sedjarah <l,iii —, 187-189 ; d.iJ.im bnkim i I’c- i. inljis, 201-205 : i ro i i . .kcp ci l ja jaan ja n g iDCingik.in"’ daii —, 185 ; ..in n o m in ale" , 177, 181 ; leoii Kanl leniang —, 18 1 ; dibtial oleli negara jang hrihukli kepada iakj. it , 201 ; teori nict.ifisik leniang —, 181-187 : leori lmkum iil.un leniang —. 183- 181 ; ,.a/as a lam iah " dari —, 30-31 : leoii ob jektif leniang —, 186-187 dengan lisan, 107 ; teori leori f i l - salat leniang —. 171 ; filsafat —, 170-180; leoii posiiif iciitang —, IH7 : kekuasaan untuk inenanggiili- kan —. 203 : leori ramalan leniang —. 184-187: sedjati, 177-1/8: me- iigcudorkan kewadjiban —, 2 0 8 ; asal keagamaan dari —, 173-171 : katcgoti-kaiegori R o m a n i tentang —, 186-187 : scdcrliana, 19.1: pC- ngttaian duistn d a ii —, 169-170 20 ), 206 ; teori Spencer tentang —. 187 ; leoii subjektif len ia n g —, 191 ; teori — l>c!<la<arkjn k ep riw iJ i .m IS6-I87 ; teoii keknaiau m oril pada

183-184. 201 . 2I>1 : pihak ketiga jang mendapat kciintiuigan t la ii —. 1 0 2 : trnri kein.vrin i!:ui —. |i\S- 187. 180 190. 198

Konlrak vosial, I li>

I.

I aesin envnnis, 1»>2Lam hattg lam bniig . 176 I.angdell, C.C., 183 Latangan-lat Jtigan, 141 Lex , 21I.ex Aquitin, 105 Locke, Jo h n . 141, 149 Lorinicr . Jam es . 155-156 Louis I X (Sanlo Louis), 85 Ltiii Dttabelas, 10. 177

M

Mtiln jnolnhiln , 18 M aine, Sir IIenr>, 119 ..M anagerial Ke\oUiiion”, 166-1G7 M andat. )92

235

Page 235: CAAN M U.I

\

Maii*(icld. Lord, 31. lMi 186. I-*- M.niii. toMar\, K arl, 166-167 Masjarakat : konsepsi Junani tenlang

—. 52-53 ; postulat-poslulat hukum 'daii - bcrad.il>. 112-1 IU ; iliamr m cnm u t kekerabatan, 49-50; kon­sepsi Xanian I’cvtengaliaii tentang

52-53Ma/halt Sedjarah. 196 Mcneimikan hiikinn. 07. 09-70 M o n o t o n e d ir i s c iu l ir i , -I!*V r f m . 105M i l i k : p c i o l c h a n I3 !)-11 3 : teori

a n a l i t i s t e n t a n g —. 1 37 -15 'J : dan b a r a n g - b a r a n g konsutns i, 1 4 5 ; so- b a g a i k e k u a s a a n j a n g m em erin ta l i , 1 6 6 : d a s a r d a la m p e n t j ip ia n n , 150. d a s a r d a la m p e m b a g ia n o leh per- s e t u d ju a n . 1 1 8 . dasar d a lam sifat ( k m i o i n i s d a r i n tan usia , 1 Mi-147. I l ‘J ; p c r k a u m a n . 1 5 3 : pcngaivasan —. 124 ; k r c f ck t i f .n i lu iku m m c- i t g r n a i — . 13 !* : teori G r o t iu s tcn- t j i i i ' —, 147-148 : teori H eg e l icn - ' .m i ; — . 153-154 ; p c r k o n b a n g a i i s e d ja r a h d a i i lu ik u m —, 1 5 9 -1 6 3 : t - « i i s e d j a i a h te n t a n g —. 15(5164 ; iM .nah la n g g a . 160-161 ; tak :tda p r r ^ a m a a n d a lam —, 153. 15 ( i ;d i l . s iu a la t - a la t . ilami.ih dari k«- h i d u p a n . 1 4 4 - 1 4 5 ; d a la m negara

' k c s c d j a h t e i a a n sosial, 171 : pos iu la t - poNlulut h u k u m m en g en a i —. 1 3 9 : t e o r i K a n t t e n t a n g —, 1 5 0 - 1 5 3 : l i i ik i in i — . !I3 ; te o t i Lo v im e r t e n ­t a n g —. 155 -150 ; teori /.atmtti I’er- te n g a l ia t i ten tan g —. 1 4 5 : (cori- te n r i m e ta f i s ik t e n t a n g —, 1111-155: t j a r a - t j a r a in e m p e ro le h —, 13!)-145; p c r o le l ia i t — sc i ja rn . .a la m ia h " , 140: l e o i i - t e o i i In ik um a la m m e n g e n a i —. I Ifi-1 17 : b a tas-b a tas a la m ia hd a r i h a k —. 1 4 0 : p c ik a u m a n nc- p . i t i f d i d a la m —, 1 4 8 ; leor i - teor i f i l s a fa i t e n t a n g —. 140 d s i . ; teori p o s i t i f I c n t a n g —, 1 5 5 - 1 5 0 : teori i l m u d j iw a i c n t a n g —. 150, 164. 165 ; p c in l ia ia s a u a la s p cn im p asa t i — . 5 8 - 3 9 ; p c in b a ia s a n a la s peng- g i i n a a n d a n p e i ig a m b i la n —. 5 8 - 5 9 ; d i p r i o l c h scu d ir i , Mil ; tc o i i a b a d

kc-17 icntang —. 1 15 - sosiali.saM —, 115: teori sosial tililiter tentang

151, 166-1(57; teori-teori sosio- logis icntang - . 1 6 5 ; teori Spen­cer tentang - . 115, 155 : teori-teori tcnlang - . 145-1(50 ; teori tentang _ didalam Inikum Inggcris-Anie- lika. 119 : teori tentang — di/aman purba. 115 : barang-barang jang tak tuiidiik kepada - . 141: hak-hakatas - . 141-142. 150 ; tcovi-tcotiabad ke-20 tentang —, Hit-I(i5

Milik bersama. 162 Miller, W.G.. 155Minos, (peltjakapan diduga daii I’ la-

to). 17Musa, l i i d a i i g - l ’ ildaiig Nabi, 40 M uluuni. 177

.V

Narada, 173Nasionalisme didalam hukum. 21-22 N egara: sebagai organisasi paksaan.

20 0 ; ekonomi jang dipitnpin —.201 ; mcnguatkan kontrak. 204 : perluasan rr s j /om lrn l s u p e r io r kc- patla —. 128 ; tl jamin.m keschat.m —. 129: maha kuasa, 2 1 0 ; — nc- gara. 165: kcdatdataii —, 20(5; dja- minan pengangginan —, 128

Negaia Kcscd jahtcraan Rak jai, 125­127

Negara lVlajan R ak ja i . 124-125, 133.2(10-201. 204-205. 207-208

Neo-Hegelian. 62, 65 Nco-Kaiuian. 62. 65 New York : Kitab rn d ang -l 'nd ang

Atjara IVrdata, 70 ; Mahkamah Handing, III)

\ c x u m . 177Niat. 137 : — sebagai stunbrr pci -

langgungan djawab, 104 Nilai, arti. 16 Nilai. kritcriuin. 59. 63-65 .Voiiios. arti, 16Noxal. prnangguiigan djawab. 10(5 .Viiilum purl uni. 17 5 , 180, 192, 19ii

OOuiongau pendjual. 197

236

Page 236: CAAN M U.I

r

Parla donolionit, 191 r a k w a n . 104I’akta-pakia . 17t>-177. 185, 19.r> pampasan, 98-99l'fcuuhi credita, 177 Prdi\ fmsvssio, 157 Pelaksanaan sebagian, 198 Pembagian. 160-161 Pembagian kerdja. 37, 111. 138 Pembebasan. 191-192 Pembebasan karena membajar uang

djaminan (bailment). 113, 190. 193 Pembedaan-pembedaan jang perlu.

111-110 Pemberian. reformasi, 192 Pemberian hukuman, pengindividual-

isasian dari. 85-86 Pembuatan hukum,,— oleh pengadil-

an, 70 : tanggapan-tanggapan ten­ia ng. 39

Pemciiiiiahan Piibadi, 90 Pemikiran filsafat: penijapaian —

didalam hukum. 11-13; sebagai sa­tu kekuatan didalam penjelengga­raan peiadilan, II • kebutuhan menentukan — mengenai hukum, 12-1-1 ; kemungkinan dari — di- (lalam hukum konlrak.199

Pemilik Waning, tanggling-djawab,121

Pemilikan : leori analitis leniang — , 157-158; dan konsenirasi kekuasa­an. I tiG: d an pengawasan. 166: sebagai pengawasan mutlak dari kapital. 166; perkembangan gagas­an — . 150-101 ; 165: dogma bahwa segala sesuatu hams dimiliki, 143; perseorangan. 164-165; sosialistis, 161 ; negara. 161 ; barang-barang jang diketjualikat) dari — , 142

Pemindjam, 100Pemisahan kekuasaan, 68-69, 71 Pemunjaan. 161, 165 Penangkapan ik.m pans, H I Pendjagaan (custody), 157 Pendjernihan makna, 208 Pendjtialan. 177Pendudukan, 110. 1 5 0 ; — sebagai sa.

tu dasar transaksi hukum, 152-153 Penemuan. I l l , 113

/

Penerapan hukum, 67 : suluran un­tuk individualisasi, 85-92

Pengadilan. berlawanan dengan ad- minUtrasi, 72

Pengadilan: penelislhan dengan ra­dja, 35 . . „

Pengadilan dan djuii. 74 Pengadilan keljil. 86, 92 lVngajaan dii i setjara ink adil, l l >.

136 .Pengangkul, perlanggungan djawab,

122 '

Penghinaan. 100 Penjebaban, 107. 108, 128, 132 Pentjemaran, 197P e n t j a k u p a n k e h n l u h a u , s e b a g a i t j i i a -

tjiia. 65 _ _Peiadaban. sebagai ukurau nilai. 65 :

posmlai hukum dari. 37, 111-120, 199

Peradilan. uusur administraiif dalam.81 ; langkah-langkah dalam. 67

Peradilan menghnkum. 74 ; indivi.dualisasi, 89-90

Perang Dunia Pertama. 195 Perbuatan: sebagai dasar peiiane

gungan-djawab, 103-104 Perdjandjian jang sukar, 87 Peii-kemanusiaan, gagasan, 127-130.

134-135, 20! 201, 206-207 Perolehan : alamiah, 140; barang- barang jang tak tuiuluk kepada - .

111-112; derifatif, 148; teori Kaiu lentang — , 150 153; dengan per, dtidukau. 140, 150 ; dengan pent- inuan, 140-141 : dalam hukumRomawi. 1-10-141 : .sipil", 141 .dengan tjiptaan. 110

l’ertambangan. kebiasaan dalatn, 141 ;hukum. 144. 158

Pertanggungan djawah: delik. 108. I l l ; dasar — delik. 117-118; ma- djikan. 108, 121, 133; mutlak. 116, 130. 133; atas ternak jang me- masuki tanah kosong, 119-121 ; atas temak jang melanggar, 119, 129; atas ternak-ternak jang galak 120 • alas perugian oleh satu rr\ ruinowi' 108; alas perugian oleh hewan, 107-108, 120; atas peiugian oleh seorang anak, 106; alas perugian oleh seorang anak dibawah tnmir,

237

Page 237: CAAN M U.I

107 ; a ta s p e r u g i a n o l e h s e o r a n g I m d a k . 1 00 ; a l a s p e r u g i a n j a n g di- s e n g a d j a . I l l ; a l a s k e l a l a i a n . 117. 120 . 128 ; a l a s a l a t - a l a t j a n g tak d l k c n d a l i k a u , 1 1 7 ; a t a s t i n d a k mi .sila d a n d a s a r n j a , I l l ; a l a s p e r i l - s a k a n j a n g b e r s a l a h l a p i t a k <li- s e n g a d j a . 11*2 : a t a s p c i n s a k a n tak d i s e n g a d j a d a n l a k b e r s j l a h , I I - ; d a i i k e s . d a b a n , 1 li I - 152‘J ; d a r i i ra n - sa k si l m k u m , 121 ; <lan k e a m a n a n u m u m . 123 ; s e b a g a i a k i b a t kesa- l . i l ia u . 1 0 7 - 1 1 1 . 1 2 0 , 1 2 1. 120 , 2001; p e r b u a t a n s e b a g a i i l a s a r — . 103. 1 2 0 ; t e o i i a n a l i l i s t c n i a n g — , 1 0 0 ­101 : u i iM ir -u i iM ir —, 1 08 ; k esa la l i - a u s e b a g a i d a s a r — , 1 O ' ! -111 . 1 2 3 ; l e o r i . . c o m m o n l a w " l e n i a n g — atas t i n d a k d u r s i l a . 1 1 2 ; p o k o k - p o k u k d a n — . I l r> : p e n j i m p a n g a n b cr- s« . I j . 11 , i )i d i d a l a m 111. 110. 121 ; l e o i i p e i i - k e m a n u s i a a n t e n t a n g —, ?U i. 2 0 3 : d i d a l a m l m k u m I’e i a n i j i s . ' 0 7 ?<)!>; l e o i i d j a m i n a n tcniaut> —.1 133-1S1 ; nial sebagai dasar - 103-103; kepeiijaj.ian jang sailsi bag.ii dasar — , 103103; makna — . 07-08 : sninber-somber alamiah <!ari — . 103 104; noxal. 103 ; peng- angktit. 121 ; pemilik waning, 103­107. 124 ; pemilik pabciik. )30- 13-; nachoda. 103-107; pemilik auiomobil. 120-130; pendjaga kan- dang. 103-107 : berdusaikan sjaral. sj.iiai transaksi ..jang tersirai", 113; teoii filsalal leniang — . 139-140; alasan-alasan piim iiif dari — . 99; (jiiasi-dclik, 103; <piasi-konuakiuil. 104 ; hubungan, 124. 130-137 ;teori-leori (email)' — , 98 ; nnliik membajar lestitiisi, 137; leori ke- maiilau dari— . 101, 118-110, 130­137 ; laupa kesalahan. 102-104. 1(17, 110, UK. 110. 123-121, 129-130, 131

I ’ c i u b a b a n , p c i i j e l a r a s n u n j a d e n g .u i k e s t a b i l a n , 2 1 . 2 0

I 'cr iisahaaii-pcriisahaau p u blik . 78 00, 128, 1 3 3 ; d ib tb a sk a u dari pci- saingan, 5 0 ; kck t iasaan n ja iinluk iiienibiial k on lrak , 136, 200

I ' c i w a k i l a n . 110

I 't ss imisme, - s a i d ja i u lm k u m , 38

P i h a k - k e t i g a j a n g m e n d a p a t k e ­u n t u n g a n , 1 0 2

P l a n i o l , 201, 203 Plato. 17, 31Pokok, k cp e n t i i ig a n k c p c n tm g a n , 02,

130-100 Positivismc, 30 37Postulat-postulal bukiini. 11-10, 130,

138-1-10. 108, 170, 100 Poibier, 30 Proculia. I l l riosedur, 74Protcslan, sardjana b i iku u i-ah li tlico-

logi. 20 Pufendorf, I IK

0.Quasi delik. 106-107

’ It

Jtalii) l.egis, dokliit i l e n ia n g , 22. 31 Renn er, 106R es: com m u n es, 1 12-143. 1 5 0 -1 3 1 ;

cx ln i com m crciu in , 142, 144, 154 ; i/wn lor/uH or, Hi), 123 ; iiulliu\, M2. 1 1 7 ; j jn b licae , 142. 130 ; »«•- lij’insiae, 142-1-13; n tin ou i, 1 0 8 ; sacrae, 142 ; sa iic la e , 142

Respondent supeiior, 128, 130 Ripen. 201Romawi : konsepsi - t c n ia n g tu d ju a n

lnikum, 32. jurisconsult —, 21, 20 Rousseau. 153Rum ah-tan gga, pem bagian, 100-161 Rumus-rutmis. kek en ja lan , 80 K> lands v. l-'lelchcr, 112, 121-123

X

Sabinia . 141 Saling-bergantung. 37 Saling be igan tu n gan sosial , 161 . s c -

bagai u k m a ii-u k tn a n n i la i . 0 3 ’ Sam aria jang baik. orang, 120. 135 Santo l’aulus, 51Sard jan a lu ik u tn a h l i theologi, 2 0 :

— Sp anjo l , 41 Sard jan a-sau l jan a h u k u m , — ineia-

lisik. 35, 44, 202 : — m c n t ja r i ke- ler l iban ja n g lebih nieUputi , 9 5 ;

238

Page 238: CAAN M U.I

— dalam abad ke-17 dan ke-18, 29 Sardjana luikum publik rerantjii, 73 S.u ignv, l .C. von, 132 Srholasiik, filsafat, 23 Sedjainh, penerapan luikum dalam.

82-83 Seis in . 159 Setoff , 178Social engineering. 06 Social utiliuiianiMii. fil-OG Sosialis, kaum, 111, 1 !>0 Sosiologi, ti‘J , 209 Sopbrosuic. ,ri0Speiuci, Herbert, 30, 01, 144113, 18(>.

liukumnja tentang kebebasan sa- ma. 130: teorinja tentang milik. r>6-157

Spi-sifikasi. 110 Starr ilccisis, 92 Status kepada kontrak, 188 Slalu* q u o Sosial, — sebagai tudjuan

liukuin. 24 Statute of Fratula. 198 Statute of-Uses, 194 Stipulasi. 173; — dari penaseliat, 191­

192 Stoa, 142 Strykius. 200Suanii dan isteri, 134 : peraturan bar-

ta perkawinan. 102 .Stitnpali dun kattl. 179 Stinipali djandji, 100-101, 178-179 Surat-siirat kredit, 193-194

T

Tanggung-djawab atas kerugian sen­diri. llrf \

Tebusan (Composition), pembajaran uang, 98, 172

Tclcotogi liukuin. 06 Teori-teori liukuin, sifat. 43 Teori-teori liiikiiiu. unsur-imsur di-

claktin. 43-46 Teori kemauan, 136-137 ; — dari

kontrak. 186-187. 202 ..Tersirat", djandji-djandji jang. 101.

113Tindakan; d e t lr irr lh e l effttsh ,

100; in factum, 103; d e rerrfilo .

1 0 0 - in firrsonniii, 1 0 0 ; m e n iu k , 100 ’

T in d akan clnniu, 87, 1G9-170 I ind.ik-tindak dtirsila, 199 ; perkrin.

bangan langguug-fljaivab atas. 10‘>- 110, 1 2 3 ; kesimpulan umum d an pritaiiggungan-djawal) a m , 110 ; luikum, 77, 110. 133. 19 9 ; - n o ­minate , 109, 113, 117, 199

„Tiudak d m s i l j kelalaian", 10!)T ja p , 190, 19.1 ; kontrak dibawah,

179T j i ta - t j i ta sosial, 37 : — sebagai ukur-

an iiilai-nilai, 05 T ra d ilio , 177Transaksi-transaksi luikum, 102, —

bonne fid e i, 176 ; katcgorikategori dari. 173 : — formil, 17C : — Jti ic l i iuiis. 170

II

rk i ira n -u k u ia n luikum, 3) , 7'rtfO.85-80, 93. 121

Ulpianus, 202Umum. pcndjabat-pcndjaOai, 127 :

ketertiban. 125 ; pcgasvai-pcsjaw;.! pemerintah, 127

Undaitg-Undang Makarun <lan O lu c .obatsn miirni. 129

Utility (kegttnaan). 35 I't ili tarianisin. 188-189

I r

W'atisan, 92 Willision, S.. 198

}'

Year Hooks (Ituku-liukii Tahu naii)113, 190

7

/aui.'ui I 'c i ie n g a l ia i i : konsepsi te n ­tang tudjuan luikum dalam —. 3 2 ­33 ; gagasan luikum dalam —. 3 2 ­31 ; kcbiiliihan liukiim didalam —, 24

239

Page 239: CAAN M U.I

R O S C O E P O U N D , salah seorang ahli luikvun Amerika jang terkemuka, dilahirkan di Liprohi, <1L Negara Iiagian Nebraska dalam tahun 1870. Gelar* B.A., M.A. scria Ph. D.-nja diperoleh dari Universitas Nebraska, dan kemudian melandjutkan peladjarau pada Universitas Harvard bagian Hukum. di Cambridge, Mass. T e la h pula diperolehnja gelar3 keliorniatan scbanjak 17 huah, d iam aran ja dari Universitas Harvard, Universitas Cambridge di lnggiis , dau Universitas Berlin di Djerman.

Sedjak 1890 hingga 1907 dia bcrpralack hukum. disamping sebagai pembantu propcsor untuk mata-kuliah hukum dan ke­mudian Dckan bagian Hukum pada Universitas Nebraska. Mulai 1007 dia mendjadi propcsor untuk mata-kuliah hukum pada North, western University, Evanston, HI., hingga 1907 sebelum dipindah ke Universitas Chicago. Dalam tahun 1910 dia diangkat mendjadi Propcvir Story pada Universitas Harvard, dan dalam tahun 1913 d u m cw liadi Propcsor Carter untuk mata-kuliah jurisprudensi, suatu d jabatan ja n g dipegangnja hingga 1937. B a r i tahun 1916 hingga 19S6 dia mendjadi Dckan bagian Hukum Universitas H ar­vard pula. B a r i 1937 hingga 1947, pada saat dia mengundurkan diri. dia adalah propcsor untuk Hukum pada Universitas Harvard. Dari 1918 hingga 1953 mendjadi propesor tamu dan memberikan peladjaran Huk'ini di Los Angeles, t jabang di Kalifornia dari Universitas Kalifornia.

T u a n Pound ikut mendjadi anggauta dari bcrbagai himpunan kcsarrijanaan, dan p em ah pula mendjadi prcsidcu International Academy of Comparative Law, the American Academy of Arts and Sciences, d a n the Association of American Law Schools. Scmend' ’ tahun 1946 d ia mendjadi penasehat pada Kementerian Kehakii Republik T iongkok (Taiwan). Dia pernali menerima bintang American l iar Association untuk „djasanja ja n g sangat mengag kan untuk kepentingan ilmu hukum di Amerika", Lebih dari buali buku telah ditulisnja , termasuk dua buah diantaranja da\ bidang botani. Dianlara buku’n ja itu adalaft T H E S P IR IT t T H E COMMON I. AW , T H E D EV ELO PM EN T Oh CONST IT U1 O S A I. G U A R A N TEES O f LIU EU TY , dan T H E ID EA L ELLM E S IN LA W.

P e r p u s t a k a a n Ul

Page 240: CAAN M U.I

akan menjusun dan merukunkan dengan lebih baik gedjala- gedjala dari penjelenggaraan peradilan jang sesungguhnja. Pertjoba- an-pertjobaan hendak mengerti dan mendjelaskan gedjala-gedjala hukum membawa orang kepada penarikan kesimpulan-kesimpulan umum jang sangat mempengaruhi gedjala-gedjala itu, dan kritik ter­hadap kesimpulan-kesimpulan umum itu selaku gedjala-gedjala jang hendak didjelaskannja dan ditimbulkannja, memberi kita kesanggup­an untuk mengganti, atau mengubah atau menambah kesimpulan- kesimpulan itu, dan dengan demikian memelihara hukum sebagai satu instrumen jang bertambah besar untuk mentjapai hasrat-hasrat manusia jang meluas.

Satu dari himpunan soal-soal ilmu hukum adalah sifat, sistem dan d.isar filsafat dari situasi-situasi, jang didalamnja seseorang menagih seseorang lain supaja ia ,.memberikan atau melakukan atau me- Uugkapi sesuatu” (dengan memakai rumus Romawi) untuk keuntung- on orang jang disebut pertama. Ahli hukum Romawi klassik, berpikir tl'ilam istilah-istilah hukum, menamakannja satu ikatan atau hubung- ar hak dan hukum antara dua orang tersebut, dimana seseorang menumt keadilan dan hukum boleh menagih dan jang lainnja me- nurut keadilan dan hukum wadjib melakukannja. Dalam zaman mo­dem ini, seorang sardjana hukum analitis jang berpikir — baik ia tahu atau tidak — dalam istilah hak-hak azasi dan dengan pengutipan dari hak-hak berdasarkan hukum, menamakannja hak-hak in p er­sonam. Tetapi ahli hukum Inggeris-Amerika jang berpikir dalam is­tilah prosedur, menamakannja kontrak-kontrak dan perbuatan-per- buatan jang melanggar hukum sipil (torts), dengan mempergunakan istilah kontrak dalam arti luas. Djika terdesak, tuntutan-tuntutan tertentu jang dapat dipaksakan untuk menagih dan kewadjiban- kewadjiban untuk memenuhi tagihan mungkin dikembalikannja ke­pada satu kategori quasi-kontrak jang ditjiptakan oleh sardjana hu­kum Romawi; dan merasa puas dengan mengatakan „quasi” karena

mereka cljika lebih pandjang daripada (empat lidur, atau menge(ok-ngctoknja dengan mariil supaja heriambali pandjang, djika anggoia badail mereka lernjaia lebih pendek. Procrustes achirnja dibunuh oleh Theseus.Teinpal tidur Procrustes kemudian mendjadi salu peribasa umuk tempat dan keadaan hidup jang kepadanja orang liarus menjesuaikan dirinja (PenteiJJjemah).

96

i