Upload
hamzah
View
217
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
a
Citation preview
2.1 Definisi Diabetic Foot
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik Diabetes Melitus yang paling
ditakuti oleh para penderita Diabetes Melitus karena dapat mengakibatkan terjadinya cacat
bahkan kematian.1 Kaki diabetik merupakan komplikasi kronik Diabetes Melitus (DM) yang
paling kompleks karena melibatkan tindakan amputasi. 2
Banyak faktor yang berperan dalam terbentuknya kaki diabetik ini. Pengendalian
diabetesnya sendiri, adanya faktor infeksi, neuropati dan kelainan vaskuler (menyebabkan
hipoksia jaringan dan penurunan kemampuan penyembuhan luka) masing-masing berperan
pada terjadinya kaki diabetik.1 Masing-masing faktor juga dipengaruhi oleh faktor lain
sebelum dapat menyebabkan komplikasi kaki diabetik, misalnya neuropati yang juga
dipengaruhi oleh trauma tekan yang terjadi terus-menerus, faktor vaskuler yang dipengaruhi
oleh tekanan darah dan faktor infeksi yang dipengaruhi oleh respon imun pasien dan jenis
mikrobanya.3
2.2 Etiologi Diabetic Foot
Etiologi diabetic foot, biasanya bersumber dari banyak komponen. Baru-baru ini
sebuah hasil studi multisenter memperoleh data bahwa sekitar 63% diabetic foot disebabkan
oleh neuropati perifer, trauma, dan deformitas. Penyebab yang lainnya adalah iskemia,
terbentuknya kallus, dan edema. Walaupun adanya infeksi jarang di implikasikan sebagai
penyebab diabetic foot, tapi jika suatu luka mengalami infeksi itu akan menyebabkan
terjadinya diabetic foot. Banyak faktor resiko terjadinya ulkus pada kaki, juga merupakan
faktor predisposisi amputasi, ini dikarenakan adanya ulkus merupakan penyebab amputasi.4
Adanya keterbatasan pada mobilitas pada pasien tua, deformitas, dan yang dalam
keadaan sakit menyebabkan penambahan tekanan pada kulit yang mengalami ulkus.
Keterbatasan mobilitas pada keadaan odem dan penyakit vaskuler merupakan faktor yang
utama untuk terjadinya sebuah ulkus.5
2.3 Epidemiologi
Penyakit pada kaki seperti ulkus, gangren dan infeksi, adalah penyebab terbanyak
orang dengan diabetes mellitus harus masuk rumah sakit. 15-20 % dari 16 juta pengidap
diabetes di Amerika, menjalani rawat inap di rumah sakit karena komplikasi dari
penyakitnya. Dan alangkah tidak beruntungnya, sebagian besar akan mengalami amputasi
karena adanya infeksi berat dan iskemi perifer pembuluh darah. Neuropati adalah faktor
predisposisi untuk terjadinya ulkus dan amputasi.1 Karakteristik lesi yang paling sering pada
diabetic foot adalah mal perforans ulceration, yang biasanya adalah faktor resiko terjadinya
amputasi. Kira-kira 85 % dari pengidap diabetes yang diamputasi disebabkan oleh adanya
diabetic foot. Orang pengidap diabetes mempunyai resiko yang lebih besar untuk terkena
infeksi dibandingkan dengan populasi yang sehat, dan biasanya terjadi infeksi pada kaki. 15-
25 % pasien diabetes menderita ulkus kaki pada saat hidupnya dan 40-80% ulkus itu akan
menjadi terinfeksi. 6 Angka kematian akibat ulkus atau gangren DM di Indonesia berkisar 17-
23%, sedangkan angka amputasi saat ini berkisar 15-30%.2
2.4 Gambaran Klinis
Progresivitas dari suatu infeksi disebabkan oleh banyak faktor yang berhubungan
dengan karakteristik luka, patogenitas bakteri dan host. Diagnosis dari adanya infeksi
ditegakkan dari adanya paling sedikit 2 tanda seperti : bengkak, indurasi, eritema di sekitar
lesi, nyeri, hangat dan adanya pus. Infeksi yang berat ditegakkan berdasarkan International
Consensus on the Diabetic Foot clasification system. 6
Gambaran klinis infeksi pada diabetic foot adalah : 6
Infeksi superfisial yaitu infeksi yang menyangkut lapisan jaringan seperti fasia
superfisial dan adanya gambaran acute bacterial cellulitis
Selulitis yaitu adanya infeksi pada subdermis. Gambaran klinisnya adalah
adanya gambaran infeksi lokal seperti eritema disekitar lesi dan menyebar.
Hipertermi, limfangitis asending dan limfadenopati regional kadang-kadang
bisa terjadi.
Selulitis nekrotikan yaitu ditandai infeksi yang menyebabkan nekrosis pada
subdermis kemudian dermis.
Wet gangrene (gangren basah) yaitu gambaran infeksi yang menyebabkan
jaringan yang mengalami nekrosis dan kehitaman. Ini perlahan-lahan akan
menyebabkan pelepasan jaringan kulit dan keluarnya pus yang keabu-abuan
dengan bau yang tidak enak dan menyebabkan perburukan keadaan umum
pasien menjadi sepsis, gangguan metabolik, dan gagal ginjal.
Abses dan phlegmon
Osteomyelitis dan infeksi pada tulang.
Neurophatic foot, dengan gambaran ulkus bermula dari ibu jari dan bagian plantar
dari metatarsal dan seringkali tampak gambaran callus. Jika callus tidak dihilangkan,
kemudian jika callus itu berdarah sehingga jaringan pada callus itu mengalami
nekrosis maka ini akan menyebabkan terjadinya ulkus. Biasanya ulkus ini akan
terinfeksi oleh stafilokokus, streptokokus, organisme gran negatif, bakteri anaerob,
sehingga infeksi ini akan menyebabkan selulitis, abses, dan osteomyelitis. Adanya
ulkus ini juga dapat menyebabkan in situ trombosis pada arteri, sehingga
menyebabkan timbulnya gangren dari ibu jari.7
Ischaemic foot, tidak adanya denyut nadi pada kaki harus menjadi perhatian seorang
dokter untuk menduga terjadinya iskemia, yaitu dengan pemeriksaan dan
penatalaksanaan secara spesifik. Karakteristinya adalah lesi pada pinggiran kaki dan
tidak disertai bentukan callus. Identifikasi kemungkinan terjadinya iskemia adalah
dengan melihat karakteristik yaitu lesi yang berwarna merah muda, nyeri, denyutan
yang melemah, dan kadang-kadang pada perabaan kaki pasien terasa dingin. Nyeri
yang dirasakan sangat hebat dan dirasakan persisten baik siang maupun malam.
Pemeriksaan ankle – brachial pressure index dengan doppler dapat membantu kita
untuk mengetahui ada tidaknya iskemia. 7
2.5 Patofisiologi Diabetic Foot
Orang pengidap diabetes mempunyai resiko yang lebih besar untuk terkena infeksi
dibandingkan dengan populasi yang sehat, dan biasanya terjadi infeksi pada kaki. 15-25 %
pasien diabetes menderita ulkus kaki pada saat hidupnya dan 40-80% ulkus itu akan menjadi
terinfeksi. Patofisiologi dari diabetic foot sampai saat ini masih kontroversi. Banyak hipotesis
dikemukakan antara lain : 6
Mekanisme defisiensi cell-mediated immune, pada mekanisme ini diterangkan
bahwa pada keadaan hiperglikemia yang dapat merubah fungsi leukosit.
Efek dari terjadinya neuropati dan penambahan tekanan pada luka yang sudah
terjadi
Terdapatnya lesi kronis yang alami
Hipoksia yang diakibatkan oleh berkurangnya perfusi lokal dan keadaan
hipermetabolik host dan juga metabolisme mikroba seluler. Hipoksia ini
menyebabkan pertambahan infeksi kuman anaerob dan menurunkan aktivitas
bakterisidal.
Penyakit arteri menyebabkan penurunan suplai darah pada luka dan sebagai
akibatnya masuknya faktor eksogen dan endogen yang melawan infeksi.
Anatomi daripada kaki yang terdiri dari beberapa kompartemen, yang dapat
menyebabkan penyebaran infeksi secara luas.
Kejadian kaki diabetik melibatkan berbagai komponen, seperti neuropati perifer, gangguan
vaskular, infeksi, dan perubahan tekanan plantar. Neuropati perifer dan gangguan
vaskularisasi terutama memegang peranan penting dalam patofisiologi kaki diabetik.10
a. Neuropati perifer
Manifestasi klinis neuropati perifer terhadap saraf otonom, sensorik, dan motorik dapat
meningkatkan risiko terjadinya kaki diabetik. Hal tersebut terjadi akibat tiga hal berikut:
- Neuropati pada saraf sensorik mengurangi fungsi protektif saraf, sehingga kemung-kinan
terpajan trauma fisik, kimia, dan suhu semakin meningkat. Fungsi protektif saraf sensoris
yang menurun dapat meningkatkan risiko ulkus DM hingga tujuh kali lipat.10
- Neuropati motorik menyebabkan deformitas kaki (hammer toes, claw foot), sehingga
distribusi tekanan pada tonjolan tulang di kaki menjadi tidak normal. Hal tersebut disebabkan
oleh atrofi dan kelemahan otot-otot intrinsik (m. introsseus dan lumbrikal) sehingga terjadi
peningkatan tekanan pada daerah metatarsal dan ujung jari kaki. 10
- Neuropati pada saraf otonom berkaitan dengan kulut yang kering. Kulit kering dapat
menimbulkan fisura, kalus, dan kulit pecah-pecah. Bounding pulse yang terjadi pada
neuropati otonom seringkali salah diinterpretasikan sebagai sirkulasi yang baik. Neuropati
otonom juga menyebabkan vasodilatasi perifer. Hal tersebut meningkatkan pintasan arteri-
vena yang mempengaruhi perfuwsi tulang pada ekstremitas bawah. Akibatnya, terjadi
peningkatan resorpsi tulang yang menyebabkan fraktur neuropati (charcoat foot). 10
b. Gangguan vaskular
Gangguan vaskularisasi, terutama makroangiopati dan mikroangiopati acap terjadi pada
pasien diabetes. Risiko untuk mendapat peripheral artery disease (PAD) pada pasien diabetes
dapat mencapai dua kali lipat. Vaskularisasi yang tidak baik merupakan merupakan penyebab
utama kaki diabetik pada 50% pasien.10
Mikroangiopati pada pasien diabetes menyebabkan penyembuhan luka menjadi terganggu.
Gangren yang luas dapat terjadi karena sumbatan pembuluh darah luas yang dapat berujung
pada amputasi. Adanya gangguan pembuluh darah dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik
(nilai Ankle Brachial Index dan perabaan pulsasi denyut nadi), alat ultrasound Doppler, dan
angiografi.10
Diagram 1. Patofisiologi Kaki Diabetik11
c. Perubahan tekanan plantar kaki
Tekanan pada bagian lateral kaki (kaput metatarsal jari III, IV, dan V) baik pada orang sehat
maupun penyandang neuropati diabetik tidak berbeda. Akan tetapi, pada sebagian besar
penyandang DM dengan neuropati, terdapat tekanan yang lebih tinggi pada kaput metatarsal
jari I, sementara tumit memiliki beban tekanan yang lebih tinggi pada orang sehat. Tidak
terdapat perbedaan tekanan pada sisi-sisi plantar kaki yang lain.10
Bagian yang menerima tekanan lebih besar, seperti kaput metatarsal jari III disusul kaput
metatarsal jari I sering mengalami tukak. Hal tersebut menjadi pertimbangan saat memilih
bentuk insole pada penyandang kaki DM.10
Penyebab terjadinya luka pada penyandang kaki DM:10
o Tekanan terus menerus
o Home surgery
o Tekanan berulang
o Luka tusuk
o Antiseptik
o Trauma panas
Gambar 1. Area Berisiko Kaki DM10 Gambar 2. Area Berisiko Kaki DM11
2.6 Evaluasi Ulkus
Seperti kita ketahui bahwa adanya ulkus harus kita evaluasi secara teliti, untuk dilakukan
manajemen secara tepat. Pendeskripsian karakteristik ulkus seperti, ukuran, kedalaman, bentuk
dan lokasi berguna untuk merencanakan pengobatan yang tepat. Evaluasi yang dilakukan harus
bisa menjelaskan tentang etiologi dan jenis lesinya seperti neuropati, iskemi atau neuro-iskemi.
Setelah menjelaskan tentang gambaran dari sebuah ulkus, seorang dokter harus memeriksanya
dengan menggunakan blunt sterile probe. Gentle probing bisa mendeteksi sinus tract formation,
kerusakan yang terjadi pada margin ulkus, penyebaran ulkus pada tendon, tulang, dan sendi. 4
Pada umumnya adanya penyebaran infeksi pada tungkai disebabkan oleh adanya selulitis
yang menyebar dan berada dekat dengan ulkus seperti, abses, osteomyelitis, dan iskemia yang
berat. Pemeriksaan kultur bakteri harus dilakukan bila terdapat tanda-tanda infeksi seperti
inflamasi dan pus yang purulen. Pemeriksaan hasil kultur paling baik diambil dari drainage pus
atau kerokan pada dasar ulkus. Pada dasarnya semua ulkus sudah terkontaminasi bakteri,
pemeriksaan kultur pada luka yang tidak terinfeksi tidak perlu dilakukan. Infeksi polymicrobial
biasanya ditemukan pada infeksi diabetic foot yang berat dan termasuk didalamnya adalah
bakteri gram positif, gram negatif, dan anaerob.4
Pemeriksaan radiologi seharusnya dilakukan pada setiap pasien dengan ulkus yang lama
dan dalam, untuk menyingkirkan adanya osteomyelitis, akan tetapi pemeriksaan radiologi tidak
sensitif sebagai indikator untuk infeksi tulang akut.4
Status vaskularisasi seharusnya diperiksa karena adanya iskemi menandakan prognosis
yang buruk untuk adanya penyembuhan. Pemeriksaan palpasi nadi pada kedua pedis dan poplitea
adalah indikasi mutlak untuk menentukan perfusi arteri pada kaki. Tidak adanya denyut nadi
pada pedis dan adanya denyutan pada poplitea adalah gambara terjadinya diabetic foot. 4
2.7 Klasifikasi Diabetic Foot
Pengklasifikasian dari ulkus bisa membantu kita dalam menentukan pengobatan dan prognosis.
Banyak sistem pengklasifikasian yang dibuat, menurut parameter seperti penyebaran infeksi,
neuropati, iskemi, dalam dan luasnya kerusakan jaringan, dan lokasi. Klasifikasi yang secara
umum dipakai untuk lesi dan ulkus pada diabetic foot adalah sistem klasifikasi Wagner,
berdasarkan dari adanya kedalaman dan penetrasi ulkus, adanya osteomyelitis atau gangren,
luasnya kerusakan jaringan.
Table 1: Wagner Classification of Diabetic Foot Ulcer
2.6 GAMBARAN KLINIS
Gangren diabetik akibat mikroangiopati disebut juga gangrene panas karena walaupun
nekrosis, daerah akral tampak merah dan teraba hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba
pulsasi arteri di bagian distal. 1
Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut
emboli akan memberikan gejala klinis 5P dan bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul
gambaran klinis menurut pola dari Fontaine. Menurut berat ringannya lesi kelainan kaki diabagi
dalam enam derajad menurut Wagner. 1
Gambaran klinis 5P
1. pain ( nyeri)
2. paleness (kepucatan)
3. parestesia (kesemutan)
4. pulselessness (denyut nadi hilang
5. pralisis (lumpuh)
Kadang ditambah dengan P keenam, yaitu prostration (kelesuan)
2.8 PENATALAKSANAAN
Pengobatan kelainan kaki diabetik terdiri atas pengendalian diabetes dan penanganan
kelainan kaki. Pengendalian diabetes mellitus harus disertai upaya memperbaiki keadaan umum
penderita dengan nutrisi yang memadai dan pemberian antiagresigasi trombosit serta bila perlu
hipolipidemik, dan antihipertensi. 1
Antibiotik diberikan bila ada infeksi. Pilihan antibiotik dapat berupa golongan penisilin
spectrum luas, golongan kloksasilin/dikloksasilin untuk terapi vaskulitis, dan golongan yang
aktif terhadap kuman aenaerob, seperti klindamisin atau metronidazole. Obat lokal, seperti salep
atau krim diberikan setelah luka dicuci dengan cairan antiseptik. 1
Terapi bedah untuk kaki terdiri atas tindakan bedah kecil, seperti insisi dan pengaliran
abses, debridement, dan nekrotomi. Prinsipnya ialah mengeluarkan semua jaringan nekrotik
untuk maksud eliminasi infeksi sehingga luka cepat sembuh. Amputasi dilakukan berdasarkan
indikasi yang tepat. Tindakan bedah vascular misalnya embolektomi, endarterioktomi atau
rekonstruksi vascular kadang dilakukan.
2.8 Penatalaksanaan Diabetic Foot
Lesi pada diabetic foot yang sudah terinfeksi haruslah diobati dengan keahlian dan fasilitas yang
memadai. Seorang dokter umum pada umumnya jarang mempunyai keahlian yang cukup dan
untuk itu harus dirujuk ke perawatan spesialis. 7
Penatalaksanaan pada ulkus itu sendiri terdiri dari tiga bagian yaitu menghilangkan
kallus, eradikasi infeksi, dan mengurangi tekanan yang berlebihan pada kaki. Adanya lapisan
keratin pada kaki harus dipotong dengan pisau bedah untuk membuka dasar ulkus dan sebagai
berguna drainase. Pemeriksaan radilogi harus dilakukan untuk melihat adanya kemungkinan
osteomyelitis ketika ulkus sudah melakukan penetrasi kedalam atau ketika lesi gagal untuk
sembuh dan terjadi kemungkinan untuk kambuh. 7
Pemeriksaan swab bakteri yang diambil dari dasar luka, setelah kallus dihilangkan.
Pasien dengan ulkus yang superfisial bisa pengobatan rawat jalan dan diberi antibiotik oral
sampai luka/ulkusnya sembuh. Bakteri yang biasanya menyebabkan infeksi pada ulkus yang
superfisial adalah stapillokokus, streptokokus dan kuman anaerob. Pengobatannya adalah
dengan memberikan antibiotik berupa amoxicillin, flucloxacillin dan metronidazole kemudian
dan antibiotik yang diberikan disesuaikan dengan hasil kultur bakteri. Pada luka yang dalam
memerlukan perawatan luka secara lokal dan antibiotik. Pemakaian total contact plaster cast,
lightweight scotch cast boot, atau air cast boot bisa membantu penyembuhan. Itu sangatlah
cocok dengan bentuk kaki dan bisa mengurangi tekanan keras pada plantar kaki. Perawatan yang
terbaik harus dilakukan untuk mencegah terjadinya luka yang dengan bentukan lain baik pada
kaki ataupun pada pergelangan kaki. Pasien harus diberikan informasi bahwa harus dilakukan
dressing luka setiap hari. Non-adherent dressing sederhana dilakukan setelah ulkus dibesihkan
dengan larutan fisiologis. Pada luka/ulkus yang tidak sembuh lebih dari sebulan harus mendapat
pengobatan dan perawatan yang berbeda. 7
Pada pasien dengan tanda-tanda klinis diabetic foot yang jelek, hal ini perlu dirujuk
kerumah sakit dengan segera untuk mendapat perawatan secepatnya. Pasien tersebut seharusnya
harus dirawat dan mendapat antibiotik intravena. Antibiotik yang dipakai pada 24 jam sebelum
adanya hasil kultur bakteri adalah antibiotik spektrum luas. Terapi secara kuadrupel kadang-
kadang juga diperlukan seperti amoxicillin, flucoxacillin, metronidazole untuk bakteri anaerob
dan ceftazidim 1 gram atau gentamicin untuk bakteri gram negatif. Jika ditemukannya bakteri
stapilokokus aureus, maka hal ini akan menjadi masalah serius, karena penyebaran stapilokokus
aureus bisa menyebabkan sepsis. Pengobatan yang diberikan biasanya vancomycin secara
intravena atau teicoplanin secara intramuskular. Insulin intravena juga diperlukan untuk
mengontrol konsentrasi kadar gula darahnya. 7
Debridement diperlukan untuk mengeluarkan pus atau abses dan juga untuk
menghilangkan jaringan yang mengalami infeksi dan jaringan yang sudah nekrosis. Jika nekrosis
yang terjadi sudah mengenai ibu jari, maka amputasi pada ibu jari bisa dilakukan, dan juga pada
bagian yang berhubungan dengan metatarsal, dan hal ini biasanya berhasil pada neuropatic foot
dengan sirkulasi yang masih bagus. Skin grafting kadang-kadang dilakukan untuk membantu
proses penyembuhan.7
2.9 Metode Debridemen Luka pada Diabetic Foot 9
Surgical and sharp debridement, metode ini menggunakan pisau bedah, gunting
dan beberapa instrumen lain. Podiatrist biasanya mengunakan metode ini dengan
beberapa cara yang berbeda-beda. Pada metode ini memerlukan beberapa latihan
khusus dan alat yang khusus pula. Pada saat dilakukan debridement agar pasien
tidak merasa nyeri, harus dilakukan anestesi baik lokal maupun umum.
Mechanical debridement, pada metode ini memakai tehnik hydrotherapy,
whirlpool dan irigasi. Untuk mengurangi nyeri pada waktu dilakukan debridement
dapat dilakukan hydration of eschar. Mechanical debridement menghasilkan hasil
yang signifikan. Akan tetapi metode ini sangatlah lambat dan memerlukan waktu
yang lama dan hanya sedikit bukti yang dapat mendukung penggunaan metode
ini. Infeksi bisa terjadi jika dokter tidak secara teliti atau bagus pada saat
melakukan prosedur atay metode ini.
Autolytic debridement, metode ini menggunakan hidrokoloid atau hidrogel.
Hidrasi pada jaringan nekrotik dengan menggunakan hidrogel atau hidrokoloid
adalah untuk merawat luka yang basah dan selanjutnya dilakukan debridement
enzimatis dengan menggunakan enzim tubuhnya sendiri. Sel fagosit dan protein
digesting enzymes diubah menjadi proteinase dan peptidase, ditemukan pada
cairan luka pasien dan bertanggunga jawab dalam proses tersebut. Seorang dokter
biasanya menggunakan metode ini, tapi metode ini sangatlah lambat jika
dibandingkan dengan metode debridement yang lain.
Enzymatic debridement, metode ini menggunakan exogenous derive enzim
proteolitik seperti streptokinase atau papain urea. Fungsinya adalah untuk
merangsang terjadinya hidrolisis dan degradasi dari proteinaceous devitalized
tissue. Metode ini biasanya akan menyebabkan rasa sakit dan harus dikerjakan
secara hati-hati untuk menghindari adanya kerusakan pada jaringan lain yang
masih sehat.
Biological debridement, metode ini menggunakan larva atau belatung untuk
debridemen luka. Di Amerika metode ini sangat sedikit sekali diterima dalam
penggunaannya, akan tetapi di Eropa sudan sering digunakan. Larva dari Lucillia
sericata dapat mencerna jaringan nekrotik dan patogen. Metode ini merupakan
metode yang cepat dan selektif, walaupun bukti-bukti yang menyokong
penggunaan metode ini hanya bersifat anekdot. Rasa sakit dan ketidaknyamanan
pada pasien hanya bersifat sementara.
Chemical debridement, metode ini menggunakan pengobatan topikal seperti
larutan kalsium atan sodium hipoklorit. Metode ini tidak begitu banyak dilakukan
karena metode ini menyebabkan rasa sakit yang cukup hebat dan menyebabkan
kerusakan jaringan yang lain.
2.10 Pencegahan 6
Mendeteksi pasien diabetes yang mempunya resiko tinggi terjadinya diabetic foot
yaitu dengan cara mengidentifikasi faktor resiko seperti riwayat adanya ulkus dan
amputasi, hilangnya saraf sensoris yang diketahui dengan menggunakan
monofilament test, PVD dan adanya riwayat deformitas kaki. Identifikasi faktor
resiko tersebut adalah untuk mengetahui tingkatan resiko pasien itu sendiri,
menurut International Consensus Clasification
Edukasi pada pasien dan keluarga seperti waspada terhadap hilangnya perasa
sensoris dan komplikasinya, berkurangnya suplai darah dan komplikasinya, rutin
memeriksa atau merawat kaki, memakai sepatu yang tidak melukai kaki.
Memberikan edukasi pada perawat dengan menekankan pentingnya pemeriksaan
kaki yang rutin pada pasien diabetes, membuat skoring tentang resiko masalah
pada kaki, menilai ulang kembali tentang strategi pencegahan yang akan
diberikan berdasarkan edukasi penderita.
Perawatan podiatric seperti menghilangkan hyperkeratosis dan perawatan kuku.
Prioritas tinggi harus diberikan kepada pencegahan kaki. Nasihat yang rinci
tentang pemeriksaan diri, penangan kaki dan alas kaki harus diberikan kepada penderita.
Petunjuk atau nasihat untuk penderita DM1
- Hentikan kebiasaan merokok
- Periksa jari kaki dan celahnya setiap hari, apakah terdapat kalus, bula, lecet; gunakan
cermin untuk melihat telapak kaki dan celah jari
- Bersihkan dan cuci kaki stiap hari, lalu keringkan dengan baik, terutama di celah jari
- Pakailah krim khusus untuk kulit kering, tetapi jangan dipakai di celah jari
- Jangan menggunakan bahan kimia untuk menghilangkan kalus
- Hindari menggunakan air panas atau bantal pemanas.
- Potonglah kuku secara hati-hati dan jangan terlalu dalam
- Pakailah kaos kaki yang pas bila kaki terasa dingin, ganti kaos kaki setiap hari
- Jangan berjalan tanpa alas kaki
- Pakailah sepatu dari kulit yang cocok untuk kaki
- Periksa bagian sepatu setiap hari sebelum memakainya, periksa adanya benda asing
- Hindari trauma yang berulang
- Periksa diri rutin ke dokter dan periksakan kaki anda setiap control walaupun ulkus /
gangrene telah sembuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Syamsuhidajat R, Buku Ajar ilmu bedah de Jong . Ed.3, Jakarta : EGC . 2010
2. Yunir E, Purnamasari D, Ilyas E, Widyahening IS, Mardai RA, Sukardji K. Pedoman
penatalaksanaan kaki diabetik. Jakarta: Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia. 2008.
3. Yadi PA. Aspek Bedah Penatalaksanaan Kaki diabetik. Medika 1999:2;93–7.
4. Frykberg, RG. Diabetic Foot Ulcers : Phatogenesis and Management. American Family
Physician volume 66, November 1 2002. Available at : www.aafp.org/afp (Accessed : 3
April 2008)
5. American Diabetes Association. Preventive Care in People With Diabetes. Diabetes Care
Volume 25, January 2002. Available at : http ://www. podiatrytoday.com (Accessed : 3
April 2008)
6. Medicine et maladise infectieuses. Management of diabetic foot infection. J medmal
November 2006. Available at : http//france.elsevier.com/direct/MEDMAL (Accessed : 3
April 2008
7. Watkins, PJ. ABC of diabetes : The diabetic foot. BMJ Volume 326, 3 May 2003.
Available at : http ://www.bmj.com (Accessed : 3 April 2008)
8. Moore J et al. Continuing Education : How To Manage Heel Ulcers In Patients With
Diabetes. Podiatry Today Volume 18, March 2005. Available at : http ://www.
podiatrytoday.com (Accessed : 3 April 2008)
9. Espensen EH. Continuing Education : Assessing Debridement Options For Diabetic Foot.
Podiatry Today Volume 20, March 2007. Available at : http ://www. podiatrytoday.com
(Accessed : 3 April 2008)
10. Wounds International Group. Best practice guidelines: wound management in diabetic
foot ulcers. London: Wounds International. 2013; p. 2-20
11. Boulton AJM. Aetiolgy and Prevention of Diabetic Foot Ulceration. In: . Ward J, Gotto
Y, eds. Diabetic Neuropathy. New York; Wiley J and Son, 1990 ; 529 – 38.
12.