Upload
iwayansuparthanaya
View
79
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
refrat
Citation preview
1. LATAR BELAKANG
Henti jantung dapat menyebapkan seseorang meninggal seketika, dimana jantung
berhenti untuk memompa darah. Angka kematian penyakit kritis pada anak masih
sangat tinggi dan hampir selalu mengakibatkan gangguan keseimbangan satu atau
lebih dari sistim tubuh. Tatalaksana rasional penyakit kritis pada anak membutuhkan
pengetahuan luas tentang semua perubahan yang telah dan akan terjadi pada semua
sistem tubuh yang akan atau sedang terlibat dan saling memperberat pada penyakit
kritis. Informasi ilmiah yang aktual dan pemahaman yang sempurna sangat
diperlukan agar tercapai kesamaan persepsi untuk membuat prioritas dan keputusan
yang tepat, cepat dan rasional. Upaya mengatasi dan mengembalikan gangguan
keseimbangan tersebut pada saat penyakit kritis menyerang salah satu sistem tubuh
dan melibatkan sistem yang lain adalah merupakan tujuan tatalaksana yang rasional.1,5
Jantung merupakan organ vital yang bertugas memompa darah untuk semua
organ-organ badan. Henti jantung atau cardiac arrest adalah suatu keadaan
berhentinya sirkulasi normal dari darah dalam kaitannya dengan kegagalan jantung
untuk berkontaksi secara efektif selama systole. Kegagalan untuk berkontraksi dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak, bahkan dapat terjadi kematian seketika
(Instantaneous Death) dan disebut sudden cardiac death (SCD). Cardiac arrest biasa
disebut cardiorespiratory arrest, cardiopulmonary arrest, atau circulatory arrest.
Cardiac arrest berbeda dengan infark miokard, dimana aliran darah ke jantung yang
masih berdetak terganggu.1,2,3
Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan oleh beberapa
faktor, diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik (perdarahan yang banyak,
sengatan listrik, kekurangan oksigen akibat tersedak, tenggelam ataupun serangan
asma yang berat), kelainan bawaan, perubahan struktur jantung (akibat penyakit
katup atau otot jantung) dan obat-obatan. Penyebab lain cardiac arrest adalah
tamponade jantung dan tension pneumothorax. 1,2
1
Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya
peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ
tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk
otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban
kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak mungkin terjadi
jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi
kematian dalam 10 menit. Jika cardiac arrest dapat dideteksi dan ditangani dengan
segera, kerusakan organ yang serius seperti kerusakan otak, ataupun kematian
mungkin bisa dicegah.1,2,4
Cardiac arrest dapat terjadi pada orang dewasa dan anak-anak. Hal ini dapat juga
terjadi secara tiba-tiba pada seseorang yang terlihat sehat, dan menyebabkan kematian
yang mendadak atau sudden cardiac death (SCD). Hal ini merupakan suatu kegawat
daruratan medis, dapat berpotensi untuk membaik jika ditangani seawal mungkin.
Penanganan pertama untuk cardiac arrest adalah cardiopulmonary resuscitation (biasa
disebut CPR) yang akan mendukung sirkulasi peredaran darah sampai tersedia
perawatan medis yang pasti. Penanganan berikutnya sangat bergantung pada irama
jantung yang terlihat pada pemeriksaan lanjutan, apakah terdapat aritmia atau tidak,
tetapi sering kali diperlukan defibrillasi untuk mengembalikan irama jantung normal
sebab sebagian besar cardiac arrest terjadi akibat ventricular fibrillation dan
ventricular tachicardia. Saat ini, cardiac arrest masih merupakan penyebab utama
kematian di dunia. Sekitar separuh dari semua kematian akibat penyakit jantung
digolongkan sebagai sudden cardiac death.2,5
Pendekatan penyakit kritis pada anak memerlukan gabungan antara pengetahuan,
teknologi serta pengalaman dalam menghadapi ancaman kegagalan fungsi
multiorgan. Situasi ini mutlak memerlukan perawatan cepat dan cermat terhadap
kegawatan secara umum. Selain itu, pasien dengan penyakit kritis, segera mengatasi
penyakit dasar yang merupakan titik awal gangguan keseimbangan didalam tubuh.
Selanjutnya,mempengaruhi
2
Perkembangan IPTEKDOK di bidang Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah telah membuka era baru dalam mencermati kompleksitas etiologi dan
patofisiologi serta tatalaksana yang lebih faali dan rasional terhadap penyakit kritis
pada anak. Walaupun demikian, apa yang telah dicapai saat ini masih meninggalkan
beberapa hal yang masih belum jelas bahkan dulu dianggap benar tapi sekarang
dianggap salah. Oleh karena itu, masih terus memerlukan berbagai penelitian, kajian
berdasarkan evidence base dan meta-analisis serta melibatkan multisenter dan lebih
mendalam terutama di bidang biologi molekuler sistem kardiovaskuler pada anak
dengan penyakit kritis.1
lebih dari satu sistem atau organ tubuh yang dikenal dengan istilah multiple organ
system failure ( MOSF) atau dysfunction (MSOD). Penyakit kritis pada anak, henti
jantung paru adalah kondisi umum yang terakhir walaupun proses penyakit primernya
diluar jantung, dengan demikian bisa dikatakan bahwa jantung sebagai salah satu
target organ terakhir sebagai penyebab kematian.1,3,4
Semua penyakit kritis pada anak hampir selalu melibatkan kardiovaskuler, yang
disertai penyulit gagal jantung dan atau disritmia dengan angka kematian yang sangat
tinggi. Semua determinan yang mempengaruhi fungsi jantung yaitu preload,
kontraktilitas, afterload, heart rate serta sinergistik kontraktilitas dan kompetensi
katup jantung secara langsung maupun tidak langsung akan terganggu oleh adanya
sakit kritis.2,,5,6
2. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat , telah tercatat untuk sudden cardiac arrest pada pediatrik
( SCA ) . Data yang ada umumnya dikumpulkan melalui laporan media, dari badan
penelitian , atau dari perorangan publik, dan sering dari pusat medis utama rujukan .
Episode reusitasi henti jantung ( aborted cardiac arrest ) bahkan lebih sulit untuk
dicatat secara retrospektif . CDC memperkirakan bahwa setiap tahun di Amerika
Serikat , sekitar 2000 pasien yang < 25 tahun akan mati karena henti jantung.laporan
sebelumnya melaporkan frekuensi henti jantung pada anak-anak dan remaja i antara
3
0,8 dan 6,2 per 100 000 per tahun. 2 hingga 6 studi menunjukkan bahwa frekuensi
henti jantung pada remaja dan dewasa muda kian meningkat. Meskipun SCA terjadi
pada usia muda dan saat istirahat , kemungkinan anak muda dan dewasa SCA
didasari oleh kelainan kardiovaskuler turunan12.
3. FISIOLOGI DAN ANATOMI JANTUNG15,2
Untuk dapat memompa darah, jantung harus berkontraksi yang dicetuskan
oleh potensial aksi yang menyebar melalui membran sel – sel otot. Jantung
berkontraksi secara berirama akibat potensial aksi yang ditimbulkannya sendiri,
disebut sebagai otoritmisitas.
Terdapat dua jenis sel otot jantung :
1. Sel kontraktil (99 %) merupakan sel yang memiliki fungsi mekanik (memompa
darah), dalam keadaan normal tidak dapat menghasilkan sendiri potensial
aksinya
2. Sel otoritmik berfungsi mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi yang
bertanggung jawab untuk kontraksi sel – sel pekerja. Sel otoritmik ini dapat
ditemukan di lokasi – lokasi berikut :
Nodus sinoatrium (SA), daerah kecil khusus di dinding atrium kanan dekat
muara vena cava superior
Nodus atrioventrikel (AV), terletak di dasar atrium kanan dekat septum, tepat
di atas hubungan antara atrium dan ventrikel
Berkas His (bundle of His), suatu jaras sel – sel khusus yang berasal dari
nodus AV dan masuk ke septum interventrikular. Pada septum
interventrikular jaras ini bercabang dua (kanan dan kiri), kemudian berjalan ke
bawah melalui septum, melingkari ujung ventrikel dan kembali ke atrium di
sepanjang dinding luar.
Serat Purkinje, merupakan serat terminal halus yang berjalan dari berkas His
dan menyebar ke seluruh miokardium ventrikel.
4
Pacemaker Jantung15
Sel – sel otoritmik jantung tidak memiliki potensial istirahat melainkan mereka
memiliki aktivitas pacemaker yaitu depolarisasi yang terjadi secara perlahan pada
membrane sel – sel tersebut hingga mencapai ambang dan kemudian menimbulkan
potensial aksi. Penyebab terjadinya depolarisasi ini diperkirakan sebagai akibat
dari :15
1. Arus keluar K+ yang berkurang diirngi dengan arus masuk Na+ yang
konstan,
Permeabilitas membrane terhadap K+ menurun antara potensial – potensial aksi,
karena saluran K+ diinaktifkan sehingga aliran keluar ion positif menurun. Sementara
itu, influks pasif Na+ dalam jumlah kecil tidak berubah akibatnya bagian dalam
membrane menjadi lebih positif dan secara bertahap mengalami depolarisasi hingga
mencapai ambang.
2. Peningkatan arus masuk Ca2+,
Setelah mencapai ambang dan saluran Ca2+ terbuka, terjadi influks Ca2+ secara
cepat menimbulkan fase naik dari potensial aksi spontan.
5
Sel – sel otoritmik berbeda kecepatannya untuk menghasilkan potensial aksi
karena terdapat perbedaan kecepatan depolarisasi. Sel – sel jantung yang terletak di
nodus SA memiliki kecepatan pembentukan potensial aksi tertinggi. Sekali potensial
aksi timbul di salah satu sel otot jantung, potensial aksi tersebut akan menyebar ke
seluruh miokardium melalui gap junction dan penghantar khusus.
3. Penjalaran Impuls Jantung ke Seluruh Jantung
potensial aksi dimulai di nodus SA kemudian menyebar ke seluruh jantung. Agar
jantung berfungsi secara efisien, penyebaran eksitasi harus memenuhi 3 kriteria :15
a. Eksitasi dan kontraksi atrium harus selesai sebelum kontraksi ventrikel
dimulai.
b. Eksitasi serat – serat otot jantung harus dikoordinasi untuk
memastikan bahwa setiap bilik jantung berkontraksi sebagai suatu
kesatuan untuk menghasilkan daya pompa yang efisien. Apabila serat
–serat otot di bilik jantung tereksitasi dan berkontraksi secara acak,
tidak simultan dan terkoordinasi (fibrilasi) maka darah tidak akan
dapat terpompa.
c. Pasangan atrium dan pasangan ventrikel harus secara fungsional
terkoordinasi, sehingga kedua pasangan tersebut berkontaksi secara
simultan. Hal ini memungkinkan darah terpompa ke sirkulasi paru dan
sistemik
Eksitasi atrium. Suatu potensial aksi yang berasal dari nodus SA pertama kali
menyebar ke kedua atrium, terutama dari sel ke sel melalui gap junction. Selain itu,
terdapat jalur penghantar khusus yang mempercepat penghantaran impuls dari atrium,
yaitu :
1. Jalur antaratrium, berjalan dari nodus SA di atrium kanan ke atrium kiri.
2. Jalur antarnodus, berjalan dari nodus SA ke nodus AV. Karena atrium dan
ventrikel dihubungkan oleh jaringan ikat yang tidak menghantarkan listrik,
6
maka satu – satunya cara agar potensial aksi dapat menyebar ke ventrikel
adalah dengan melewati nodus AV.
Transmisi antara Atrium dan Ventrikel. Potensial aksi dihantarkan relative
lebih lambat melalui nodus AV. Kelambanan ini memberikan waktu untuk
memungkinkan atrium mengalami depolarisasi sempurna dan berkontraksi sebelum
depolarisasi dan kontraksi ventrikel terjadi. Hal ini bertujuan agar ventrikel dapat
terisi sempurna.
Eksitasi ventrikel. Setelah perlambatan itu, kemudian impuls dengan cepat
berjalan melalui berkas His dan ke seluruh miokardium ventrikel melalui serat – serat
purkinje. Sistem penghantar ventrikel lebih terorganisasi dan lebih penting daripada
jalur antaratrium dan antarnodus, karena massa ventrikel jauh lebih besar daripada
massa atrium.
Potensial Aksi Pada Sel Kontraktil Otot Jantung.
Potensial aksi yang terjadi pada sel kontraktil otot jantung memperlihatkan fase
datar (plateu) yang khas. Pada saat membran mengalami eksitasi, terjadi perubahan
gradien membran secara cepat akibat masuknya Na+. Membran pun mengalami
potensial aksi. Segera setelah potensial aksi dicapai, permeabilitas membran terhadap
Na+ berkurang. Namun uniknya, membran potensial dipertahankan selama beberapa
ratus milidetik sehingga menghasilkan fase datar (plateu) potensial aksi.Perubahan
voltase yang mendadak selama fase naik menuju potensial aksi menimbulkan 2
perubahan yang turut serta mempertahankan fase datar tersebut, yaitu pengaktifan
slow L-type Ca2+ channel dan penurunan permeabilitas K+. Pembukaan Ca2+
channel menyebabkan influks Ca2+ yang bermuatan positif. Penurunan aliran K+
mencegah repolarisasi cepat membran sehingga mempertahankan fase datar. Fase
turun potensial aksi yang berlangsung cepat terjadi akibat inaktivasi Ca2+ channel
dan peningkatan permeabilitas K+.
7
Mekanisme dasar terjadinya kontraksi sel miokardium apabila terdapat potensial
aksi serupa dengan proses eksitasi-kontraksi otot rangka. Bedanya, selama potensial
aksi sel miokardium berlangsung, sejumlah besar ion Ca akan berdifusi dari ekstrasel
ke sitosol, menembus membran plasma untuk mempertahankan potensial aksi sel
miokardium, melewati T-tubule dan memicu terbukanya kanal ion Ca dari lateral sacs
retikulum sarkoplasma memperpanjang masa kontraksi cukup waktu untuk
memompa darah. Peran Ca2+ di sitosol adalah untuk berikatan dengan kompleks
troponin-tropomiosin sehingga memungkinkan terjadinya kontraksi.
Siklus Jantung
Siklus jantung adalah periode dimulainya satu denyutan jantung dan awal dari
denyutan selanjutnya. Setiap siklus dimulai oleh pembentukan potensial aksi yang
spontan di nodus sinus. Siklus jantung terdiri dari periode sistol dan diastol. Sistol
adalah periode kontraksi dari ventrikel, dimana darah akan dikeluarkan dari jantung.
Diastol adalah periode relaksasi dari ventrikel, dimana terjadi pengisian darah.
Diastol dapat dibagi menjadi dua proses yaitu relaksasi isovolumetrik dan
ventricular filling. Pada relaksasi isovolumetrik terjadi ventrikel yang mulai
relaksaasi, katup semilunar dan katup atrioventrikularis tertutup dan volume ventrikel
tetap tidak berubah. Pada ventricular filling dimana tekanan dari atrium lebih tinggi
dari tekanan di ventrikel, katup mitral dan katup trikuspid akan terbuka sehingga
ventrikel akan terisi 80% dan akan mencapai 100 % jika atrium berkontraksi. Volume
total yang masuk ke dalam diastol disebut End Diastolic Volume .
Sistolik dapat dibagi menjadi dua proses yaitu kontraksi isovolumetrik dan ejeksi
ventrikel. Pada kontraksi isovolumetrik, kontraksi sudah dimulai tetapi katup – katup
tetap tertutup. Tekanan juga telah dihasilkan tetapi tidak dijumpai adanya
pemendekan dari otot. Pada ejeksi ventrikel , tekanan dalam ventrikel lebih tinggi
dibandingkan dengan tekanan pada aorta dan pulmoner sehingga katup aorta dan
katup pulmoner terbuka dan akhirnya darah akan dipompa ke seluruh tubuh. Pada
8
saat ini terjadi pemendekan dari otot. Sisa darah yang terdapat di ventrikel disebut
End Systolic Volume.
Cardiac Output. Merupakan volume darah yang dipompa oleh setiap ventrikel
per menitnya. CO dari setiap ventrikel secara normal sama, walaupun terdapat sedikit
variasi. Penentu utama CO adalah detak jantung dan stroke volume (= Volume darah
yang dikeluarkan masing-masing ventrikel). Jika dalam keadaan istirahat, detak
jantung = 70 x/menit dan SV = 70 ml/detak, maka: Cardiac Output= Detak jantung x
SV. Dalam keadaan istirahat, curah jantung (cardiac output) dapat mencapai 5 L per
menit. Saat berolahraga, curah jantung yang dihasilkan dapat mencapai sekitar 20-25
L per menit. Selisih antara curah jantung saat istirahat dengan curah jantung
maksimal disebut cardiac reserve.
faktor yang mempengaruhi CO : Heart Rate (detak Jantung). Dalam keadaan
normal nodus SA merupakan pacemaker jantung dan mengatur HR. Karena nodus SA
ini dipersarafi oleh Saraf otonom (simpatis dan parasimpatis) maka secara tidak
langsung HR juga dipengaruhi oleh saraf otonom.
Stroke Volume. Diatur oleh dua factor , yaitu intrinsic (aliran vena) dan
ekstrinsik (stimulasi simpatik). Factor intrinsic diatur oleh mekanisme hukum Franks
Starling pada jantung. Semakin banyak aliran vena yang masuk ke dalam jantung
semakin besar pula volume diastole akhir dan jantung menjadi semaikn tertarik dan
melebar. Karena keadaan otot jantung yang semakin panjang sebelum kontraksi ini,
maka semakin kuat pula kontraksinya.
4. SIRKULASI NEONATUS DAN TRANSISI
Fungsi jantung sebagai pompa tidak semata untuk mengalirkan darah
keseluruh jaringan tubuh. Darah merupakan media transportasi O2, CO2 dan bahan
metabolisme sel, mengatur keseimbangan asam basa, pengontrol suhu, dan pengatur
hormon serta sel imunitas. Darah berisi komponen eritrosit yang mengandung
9
hemoglobin berperan dalam membawa oksigen selain itu juga leukosit, sel-sel
imunologi serta trombosit, dan 55% darah ádalah plasma.
Pembuluh darah mengalirkan darah yang dipompa jantung ke seluruh
jaringan tubuh, terdiri dari 2 macam yaitu : 1) Arteri, bersifat elastis mengalirkan
darah dari ventrikel kiri melalui percabangan arteri yang terkecil yaitu kapiler
sehingga terjadi pertukaran O2 dengan CO2 diseluruh jaringan tubuh. 2) Vena,
kurang elastis, mempunyai katup untuk mencegah aliran darah kembali, mengalirkan
darah dari seluruh jaringan tubuh yang mengangkut CO2 untuk kembali ke ventrikel
kanan untuk dioksigenasi di paru.
Konsep dasar aliran darah mengikuti hukum fisika, darah akan mengalir
dari tekanan tinggi (jantung) ke tekanan rendah (kapiler). Aliran darah juga
dipengaruhi oleh diameter pembuluh darah dan viskositas darah. Kontraksi pembuluh
darah diatur oleh hormone (epineprin) dan sistem saraf simpatis, yang keduanya
mengakibatkan vasokonstriksi,
Sirkulasi janin dan neonatus walau berbeda tetapi tetap sama-sama
melibatkan jantung. Sirkulasi antara janin dan neonatus dalam jantung pun
sebenarnya berbeda. Mungkin yang paling mencolok dikarenakan adanya jalur pintas
foramen ovale pada jantung janin.
Perhatikan gambar dibawah ini.
10
Dalam gambar tersebut, telah dibedakan sirkulasi antara janin dan neonatus2,5,8.
organ jantung untuk melaksanakan fungsi tersebut membutuhkan
keseimbangan antara preload, afterload, kontraktilitas, frekuensi denyut jantung,
sinergi kontraktilitas jantung, kompetensi katup-katup jantung, fungsi endotel dan
viskositas darah serta diameter pembuluh darah sehingga menghasilkan curah jantung
sesuai dengan kebutuhan metabolisme tubuh. Selain determinan-determinan tersebut
jantung sangat perlu bekerja sama dengan paru agar organ-organ vital yaitu : otak,
ginjal, sistim pencernakan, kulit dan otot bergaris. Kerja sama ini menghasilkan suatu
fungsi agar tercapai keseimbangan metabolisme sel diseluruh jaringan tubuh.
Diperlukan hubungan kerja sama yang timbal balik dan harmonis antara jantung
dengan semua organ vital tubuh melalui berbagai mediator berupa sistem saraf
otonom, hormonal, mekanis maupun
melalui mediator sistem imunologi.Jika gambar di atas disederhanakan dalam bentuk
skema, maka gambarnya terlihat seperti gambar dibawah ini:8
11
A. SIRKULASI JANIN
Sirkulasi janin berbeda dengan sirkulasi neonatus. Pada janin system
sirkulasinya tampak seperti jalur paralel (ventrikel kanan dan ventrikel kiri),
sedangkan pada jantung neonatus ventrikel kanan dan ventrikel kirinya membentuk
sirkuit atau jalur seri. Selain itu, mungkin perbedaan mencolok lainnya terletak pada
plasenta dan paru-paru. Janin membutuhkan plasenta untuk pertukaran gas-nya,
sedangkan pada neonatus, paru-paru berfungsi dalam pertukaran gas.
Paru-paru pada janin tidak memberikan kontribusi apapun dalam peranan
pertukaran gas atau dengan kata lain “tidak berfungsi”. Ditambah lagi pembuluh
darah dalam sirkulasi paru-paru mengalami vasokonstriksi. Karena arteri pulmonalis
ini berkontraksi, maka paru-paru hanya menerima sedikit darah dari ventrikel kanan
saat sirkulasi.
Darah yang dibawa dari plasenta berisi oksigen yang teroksigenasi dibawa ke
janin melalui vena umbilikalis (membawa O2). Vena umbilikalis akan meneruskan
50% darah ini ke sirkulasi hepatis lewat vena porta sedangkan sisanya diteruskan ke
vena cava inferior melalui duktus venosus. Sementara itu
12
darah dari sirkulasi hepatis tadi bisa masuk ke vena cava inferior melalui vena
hepatika.
Vena cava inferior yang menerima darah dengan oksigen yang teroksigenasi
ternyata juga dialiri darah yang kurang teroksigenasi yang berasal dari bagian bawah
tubuh janin (vena cava inferior distal).jadi, vena cava inferior mendapat aliran darah
dari vena hepatika (dari sirkulasi hepatis), duktus venosus (dari vena umbilikalis) dan
vena cava inferior distal.
Walau vena cava inferior dialiri dari vaskular yang berbeda-beda namun darah
yang ada di dalamnya tidak tercampur secara sempurna. Kemudian, darah dari vena
cava inferior ini masuk ke atrium kanan jantung dan diteruskan ke atrium kiri melalui
foramen ovale. Lalu darah dari atrium kiri masuk ke ventrikel kiri dan keluar ke aorta
asendens.
B. SIRKULASI TRANSISI
sirkulasi transisi ini adalah penghentian segera sirkulasi dari plasenta dan
mulainya sirkulasi paru-paru yang adekuat. Proses peralihan atau transisi ini diawali
dari keluarnya bayi dari jalan lahir ibu. Selama menuruni jalan lahir terjadi kompresi
pada dada bayi sehingga cairan paru keluar dari trakea (ekspulsi cairan paru).
Cairan paru ini terserap ke dalam aliran darah atau limfatik dalam beberapa
menit. Ditambah lagi, sesudah bayi berhasil dilahirkan tali pusat meregang. Hal ini
merupakan stimulasi mekanis pada pembuluh darah umbilikalis. Secara otomatis
13
pembuluh darah umbilikalis mengalami konstriksi. Ketika penghentian sirkulasi
plasenta terjadi (akibat pembuluh darah umbilikalis berkonstriksi atau bisa juga
setelah tali pusat dipotong), tahanan vaskuler sistemik meningkat. Tekanan pada
arteri pulmonalis menurun sehingga curah darah dari ventrikel kanan langsung masuk
ke arteri pulmonalis. Begitu juga darah dari aorta langsung berbalik arah menuju
arteri pulmonalis melalui duktus arteriosus (dari kiri ke kanan).
Dalam waktu 10 - 15 jam atau mungkin lebih dari itu (bahkan berhari-hari),
otot polos duktus arteriosus ini (dalam tunika media) akan mengkonstriksi sehingga
terjadi penutupan duktus arteriosus. Berikutnya akan terbentuk ligamentum
arteriosum. Duktus arteriosus ini sangat prostasiclin (PGI2) dan prostaglandin
PGE2. Begitu terpajan prostaglandin ataupun prostasiklin, duktus arteriosus tetap
relaksasi atau tetap terbuka.
Tekanan pada paru-paru pada janin yang sebelumnya tinggi kini telah
menurun, sehingga aliran darah dari arteri pulmonalis masuk ke paru-paru. Tekanan
pembuluh darah pulmonal yang rendah ini diduga diakibatkan oleh pengaruh
oksigenasi dan pengembangan fisik paru.
Dalam waktu yang singkat, aliran darah pada paru-paru meningkat dan hal ini
secara otomatis akan meningkatkan aliran darah pada vena pulmonalis menuju atrium
kiri. Tekanan atrium kiri pun meningkat melebihi tekanan pada atrium kanan.
Penurunan tekanan atrium kanan dan peningkatan tekanan atrium kiri akan menutup
katup foramen ovale. Namun penutupan foramen ovale ini tidak selalu terjadi.
Bahkan pada 20% orang dewasa didapati foramen ovale ini tetap terbuka. Patent
Foramen Ovale. 8
14
5. HENTI JANTUNG PADA ANAK DAN NEONATUS
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak,
bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung
ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat
begitu gejala dan tanda tampak 9
menyatakan bahwa cardiac arrest adalah penghentian sirkulasi normal darah
akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.1
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
henti jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak
untuk mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke
otak dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara
efektif.
a. Faktor-faktor yang dapat mengganggu fungsi determinan, yaitu:
Faktor yang mempengaruhi frekuensi, ritme dan kontraktilitas denyut
jantung:dapat di kenali dengan 6H dan 4 T, yaitu sebagai berikut:
6H hipoksia, hipovolemik, hidrogen ions (acidosis), hipokalemia atau
hiperkalemia, hypoglikemia, hipotermi), and 4Ts (toxins, tamponade jantung, tension
pneumothorax, dan trauma (termasuk di dalamnnya hypovolemia, intracranial
hypertension, dekompensasio cordis dan tamponade jantung )9.
Seluruh faktor ini akan mempengaruhin jantung dan yang pada akhirnya akan
menyebapkan bradikardi atau takikardi, gangguan irama jantung dan gangguan
kontraksi jantung yang pada akhirnya terjadi henti jantung.
15
b. Penangan kondisi yang bersangkutan dengan cardiac arrest 9.
Kondisi Keadaan klinis Tindakan penanganan
Acidosis
Keadaan awal acidosis,
diabetes, diarrhea, drugs
dan toxin, resusitasi
yang terlalu lama, renal
disease, and shock
Berikan secara adekuat dari
cardiopulmonal resusitasi,
oksigenasi, dan ventilasi;
pertimbangkan untuk
pemasangan ET
Hyperventilasi
Berikan intravena bikarbonat
jika pH < 7,20 setelah di
lakukan tindakan di atas.
Cardiac
tamponade
Perdarahan karena
diathesis, kanker,
pericarditis, trauma,
setelah operasi
janntung, and setelah
infark miokardium
Terapi cairan ; lakukan
echocardiogram,
Jika memungkinkan lakukan
pericardiosintesis; lakukan
intervensi pembedahan jika
pericardiosintesis tidak
membantu, akan tetapi
tamponade jantung sangatlah
membahayakan
Hypothermia Penggunaan Alkohol,
luka bakar, ganguan
saraf ppusat, keadaan
pasien lemmah,
tenggelam, obat-obatan
dan toxin, endocrine
disease, riwayat
terpapar, tunawisma,
Jika hipotermi berat
(temperature <30oC), batasi
pemberian shock untuk
ventricular fibrillation atau
pulseless ventricular untuk
setiap interval 3 kali; tahan
untuk resusitasi selanjutnya
16
Kondisi Keadaan klinis Tindakan penanganan
extensive skin disease,
spinal cord disease, dan
trauma
hingga temperature > 30oC
Jika hipootermi derajat sedang
(temperature 30-34oC),
lakukan resusitasi (berikan
interval jarak yang lebih
panjang hangatkan anak
secara pasif, dan hangatkan
secara aktif pada tubuh bagian
trunkus
Hypovolemia,
hemorrhage,
anemia
Luka bakar luas,
diabetes, gangguan
gastroinstestinal,
hemorargi, diathesis
hemoragic, kanker,
kehamilan, shock dan
trauma
Lakukan terapi cairan
Tranfusi PRC (packet red cell)
jika ada perdarahan ataupun
tanda anemia
Thoracotomi dilakukan
apabila pasien menderita henti
jantung dari trauma penetrasi
dan gangguan ritme jantung
dan durasi resusitasi
cardiopulmonary sebelum
thoracotomy ialan < 10 menit
Hypoxia
Semua pasien dengan
henti jantung tanpa
terkecuali.
Nilai ulang kualitas teknik
dari resusitasi
cardiopulmonal, oksigenasi,
dan ventilasi; pertimbangkan
pemasangan endotracheal
tube.
Hypomagnesemia Penyalahgunaan
alcohol, luka bakar,
berikan 1-2 g magnesium
17
Kondisi Keadaan klinis Tindakan penanganan
detoasidosis diabetes,
diare berat, diuretic dan
obat-obatan (misalnya:
cisplatin, ciclosporin,
dan pentamidin
sulfate IV selama 2 menit
Poisoning
Alcohol abuse,
keanehan atau kelainan
kebiasaan atau kelainan
metabolic, classic
toxicology syndrome,
paparan industry kerja,
dan penyakit psikiatrik
Konsultasi ke ahli toksikologi
untuk penangan emergensi
pada tindakan resusitasi dan
perawatan yang definitive,
termasuk pemberian
antidotum
Resusitasi lanjutan mungkin
di perlukann segera
cardiopulmonari bypass jika
perlu dan jika ada.
Hyperkalemia Asidosis metabolik,
pemberian kalium yang
berlebihan, obat-obatan
dan racun, olahraga
berat, hemolisis,
penyakit ginjal,
rhabdomyolysis,
sindrom lisis tumor, dan
cedera jaringan klinis
yang signifikan
Jika hiperkalemia
diidentifikasi atau diduga
kuat ada, penangannya maka
sebagai berikut: 10% kalsium
klorida (5-10 mL dengan
memasukan IV lambat,
jangan gunakan jika
hiperkalemia adalah sekunder
untuk keracunan digitalis),
glukosa dan insulin (50 mL
50 % dextrose dalam air dan
10 unit insulin IV), natrium
bikarbonat (50 mmol IV;
18
Kondisi Keadaan klinis Tindakan penanganan
paling efektif jika asidosis
metabolik bersamaan ada),
dan albuterol (15-20 mg
nebulized atau 0,5 mg dengan
infus IV)
Hypokalemia
Penyalahgunaan
alkohol, diabetes,
penggunaan diuretik,
obat-obatan dan racun,
kerusakan
gastrointestinal di dalam
hypomagnesemia
Jika hipokalemia mendalam
(<2-2,5 mmol kalium V)
disertai dengan serangan
jantung, memulai
penggantian IV segera (2
mmol / min IV selama 10-15
mmol) *, kemudian menilai
kembali
Pulmonary
embolism
Pasien rawat inap,
pernah dilakukan
tindakan pembedahan,
peripartum, faktor risiko
yang diketahui untuk
tromboemboli vena,
riwayat tromboemboli
vena, atau presentasi
yang konsistendengan
diagnosis emboli paru
akut
Berikan cairan, menambah
dengan vasopressors
seperlunya
Konfirmasi diagnosis, jika
mungkin, pertimbangkan
segera cardiopulmonary
bypass untuk
mempertahankan
kelangsungan hidup pasien
Pertimbangkan perawatan
definitif (misalnya, terapi
trombolitik, embolectomy
oleh radiologi intervensi
19
Kondisi Keadaan klinis Tindakan penanganan
atau pembedahan)
Tension
pneumothorax
pemasangan kateter
sentral, ventilasi
mekanis, penyakit paru
(termasuk asma,
penyakit paru obstruktif
kronik, dan necrotizing
pneumonia),
thoracentesis, dan
trauma
Dekompresi dengan jarum,
diikuti oleh penyisipan
tabung dada (WSD)
6. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya.
Namun, umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari
henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah
aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti
berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau
ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti
bernapas normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani
dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit (Sudden cardiac
death)10,11.
20
PATOFISIOLOGI GANGGUAN JANTUNG PADA ANAK DENGAN PENYAKIT
KRITIS5,9,11
GANGGUAN TERHADAP
1. PRELOAD
Penurunan preload bisa terjadi karena berkurangnya jumlah cairan intravaskuler, dilatasi
vena dan atau kebocoran kapiler. Kondisi ini dapat terjadi pada SIRS dan luka bakar,
gangguan integritas endotel berakibat kebocoran plasma yang hebat, gangguankeseimbangan
cairan dan elektrolit. Penyakit obstruksi paru menahun atau khronik mengakibatkan hipoksia
dan hipertensi pulmonal karena refleks vasokonstriksi arteria pulmonalis akibat hipoksia serta
hipoperfusi miokard dan renjatan sitotoksik karena penurunan pemakaian oksigen di jaringan.
Kondisi ini mengakibatkan peningkatan afterload ventrikel kanan sehingga menurunkan right
ventrikel end diastolic volume (RVEDV).
Hiperinflasi paru dan stiff lung sering disertai gangguan fungsi relaksasi miokard ,
hipoksia berat juga mengganggu relaksasi ventrikle kiri, hipoksia dan takipnea
mengakibatakan systolic ejection time menurun. Dengan demikian penyakit paru kritis pada
anak sering mengakibatkan penurunan preload dan volume sekuncup ventrikel kiri. Luka
bakar mengakibatkan kerusakan integritas endotel dan kebocoran kapiler yang masif dalam
24 sampai 48 jam pertama, terjadi mengganggu keseimbangan cairan interkompartemen dan
penurunan volume intravaskuler yang hebat sehingga mengakibatkan penurunan preload
yang hebat.5,11
2. GANGGUAN TERHADAP KONTRAKTILITAS :
Kontraktilitas jantung meningkat oleh adanya rangsangan epineprin, norepineprin,
glukagon, hormon tiroid dan rangsangan simpatis. Kontraktilitas jantung menurun oleh
adanya pengaruh dari rangsangan simpatis. Kontraktilitas jantung mempengaruhi volume
akhir sistol yang pada akhirnya curah jantung sangat bergantung kepada volume akhir sistol.
Penyakitkritis pada anak sering mengakibatkan gangguan kontraktilitas sehingga
menimbulkan disfungsi miokard karena pelepasan berbagai mediator yang memberikan
depresi miokard.
21
Produksi proinflammatory cytokines, adhesion molecules, vasoactive mediators, reactive
oxygen species dan aktivasi sel innate immune dalam responimmuno-inflammatory yang
sering dijumpai pada kondisi sepsis dan SIRS dan sangat berkaitan dengan depresi miokard
serta gangguan sistem persarafan otonom dalam mengendalikan frekuensi denyut jantung.
Beberapa cytokine yang terbentuk termasuk tumour necrosis factor a (TNFa), interleukins
(IL- IL-1b, IL-8, IL-6, IL-10, IL-4, IL-13), interferon g (IFNg), dan transforming growth
factor-b (TGF-b). . Terdapat hubungan yang erat antara sistim imunitas tubuh dan reaksi
inflamasi ( immunoinflammatoryresponse) serta beberapa mediator hematologis yang juga
mengakibatkan depresi miokard.Pada sepsis terjadi penurunan ekstraksi oksigen ke jaringan
menghambat transferelektron di dalam mitokondria pada reseptor terminal dari sitokrom
oksidase. Kondisi ini mengakibatkan hipoksia sel dan peningkatan kadar reactive oxygen
species (ROS) di dalam mitokondria miokard. Gejala khas berupa diffuse microvascular
injury dan disfungsi sistolik maupun diastolik.
Jantung dan pembuluh darah sangat sensitif terhadap pengaruh pro-inflammatory
cytokines dan bahan vasoaktif lain yang terjadi pada kondisi sepsis. Nitric oxide dibentuk
dari inducible nitric oxide synthase (iNOS) di dalam endotel dan otot polos vaskuler sebagai
respons terhadap pro-inflammatory cytokines. Nitricoxide adalah mediator vasoaktif yang
bertanggung jawab terhadap tahanan pembuluh darah sistemik pada kejadian hipotensi pada
renjatan sepsis yang biasanya refrakter terhadap terapi cairan, inotropik dan vasokonstriktor
yang konvensional. Endotoksin dan pro-inflammatory cytokines keduanya mengakibatkan
depresi miokard, sebagaimediatornya adalah NO dan bertanggung jawab terhadap leucitropy
( kemampuan jantung untuk relaksasi, memaksimalkan end diastolic filling dan perfusi
koroner). iNOS diproduksi di dalam miokard sebagai respons terhadap cytokines dan
peningkatan produksi NO.
Efek reologi pada sepsis berupa gangguan hemodinamik dan transport
oksigen,termasuk cardiac index, proses pelepasan oksigen kejaringan dan pemakaian oksigen
menjadi tidak efisien. Peningkatan viskositas darah dan agregasi eritrosit serta penurunan
deformabilitas eritrosit pada sepsis akan memperburuk keadaan akibat terganggunya jantung
untuk memompa darah ke organ vital. Kondisi dengan hipokalemia, hipokalsemia,
hipomagnesemia, hipoalbuminemia anemia dan hipertensi pada gagal ginjal akut maupun
khronik, mengakibatkan gangguan kontraktilitas miokard dan berbagai jenis disritmia yang
fatal (fibrilasi ventrikel atau atrial fibrilasi dengan rapid ventricular respons). Gangguan
22
kontraktilitas miokard meningkatkan tekanan pengisian ventrikel kanandan ventrikel kiri
serta penurunan curah jantung. Saturasi oksigen mixed venous menurun karena peningkatan
ekstraksi oksigen jaringan akibat penurunan curah jantung. Kondisi ini dikombinasi dengan
intrapulmonary shunting mengakibatkan desatuasi oksigen arterial. Gangguan kontraktilitas
miokard juga mengakibatkan aktivasi beberapa mekanisme kompensasi fisiologi yaitu
rangsangan simpatis (terjadi peningkatan heart rate, kontraktilitas miokard, retensi cairan di
ginjal sehingga terjadi peningkatan preload ventrikel kiri). Peningkatan heart rate dan
kontraktilitas miokard akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga memperburuk
iskemia miokard. Retensi cairan dan gangguan pengisian ventrikel kiri oleh adanya takikardia
dan iskemia mengakibatkan bendungan sistem vena paru dan hipoksia. Rangsangan simpatis
juga mengakibatkan vasokonstriksi untuk mempertahankan tekanan darah sistemik tapi hal
ini akan meningkatkan afterload miokard sehingga menurunkan penampilan jantung.
Akhirnya terjadi lingkaran setan, yang bila tidak segera diputus maka segera terjadi kematian.
Biasanya, gangguan fungsi sistol dan distol terjadi pada syok kardiogenik akibat syok septik
yang berat. Gangguan metabolisme yang mengganggu kontraktilitas miokard selanjutnya
memperburuk fungsi sistolik ventrikel. Iskemia miokard menurunkan myocardial compliance
dengan demikian meningkatkan tekanan pengisian ventrikel kiri dan volume akhir diastol
(disfungsi diastolik) yang mengakibatkan edema paru dan gagal jantung kongestif.
3. AFTERLOAD
:Pada kondisi normal, untuk mempertahankan perfusi jaringan tubuh diperlukan
keseimbangan antara efek vasokonstriktor dan vasodilator di dalam sirkulasi darah. Pada
penyakit kritis, terjadi perubahan di dalam sirkulasi darah dan keseimbangan tersebut
terganggu. Renal blood flow dan glomerular filtration, ginjal mempunyai autoregulasi yang
bergantung kepada tonus arteriol aferen dan eferen, mekanisme ini terganggu pada kondisi
sepsis. Hipovolemia relatif pada sepsis merupakan penyebab hipoperfusi ginjal dan
mengaktivasi sistem RAA sehingga terjadi peningkatan afterload yang hebat. Pada
sepsis, vaskuler ginjal mempunyai respons yang sangat bervariasi terhadap mediator
penyebab vasodilatasi sistemik, aliran darah ke ginjal tidak dapat di prediksi berdasarkan
parameter tekanan darah sistemik. Ginjal memproduksi vasokonstriktor intrinsik sebagai
respons terhadap cytokines dan sistem renin-angiotensin-aldosteron.
4. GANGGUAN TERHADAP IRAMA DAN FREKUENSI DENYUT JANTUNG
23
Hiperpireksia sering menyertai sakit kritis pada anak dan menunjukkan disfungsi
hipotalamus mengakibatkan system control frekuensi jantung terganggu serta peningkatan
pemakaian oksigen yang berlebihan diseluruh jaringan tubuh. Frekuensi, irama denyut
jantung dan volume sekuncup sangat menentukan besarnya curah jantung, sehingga semua
faktor yang mempengaruhi frekuensi yaitu sistem saraf autonom dan hormon selain suhu
tubuh akan mempengaruhi curah jantung. Hal ini oleh karena peningkatan atau penurunan
heart rate yang tidak efektif akan menurunkan filling time setiap ventrikel diastol dan
mengakibatkan penurunan volume akhir diastol sehingga terjadi penurunan curah jantung.
Sinus takikardia merupakan respons tubuh untuk meningkatkan curah jantung dan pelepasan
oksigen ke jaringan sesuai dengan kebutuhan metabolisme tubuh. Hal ini Terjadi peningkatan
otomatisasi jantung akibat katekolamin di dalam sirkulasi darah.
Pada penyakit kritis sering disertai kecemasan, febris, rasa sakit, anemia,
hypovolemia, sepsis, gangguan metabolik, hipoksia, hipo/hipertermia, hiperkalemia,
hipomagnesemia, dan asidosis, kondisi seperti ini merupakan pemicu untuk terjadinya
takikardi ventrikuler yang fatal.
Sinus bradikardia atau bradidisritmia akibat hiperkalemia yaitu kadar kalium serum >
5 mEq/L dengan tanda berupa kompleks QRS yang lebar, gelombang T yang tinggi dan
tajam, gelombang P yang rendah, fibrilasi ventrikel sampai henti jantung. Kadar kalium
serum > 6 mEq/L merupakan suatu kedaruratan medik, bila mencapai > 7 mEq/L dapat
mengancam kehidupan.
Hiperkalemia pada penyakit kritis nak terjadi bila perolehan kalium lebih besar dari
pengeluaran, kondisi ini akibat : a) iatrogenik baik secara oral maupun intravena; b)
keluarnya kalium dari sel akibat kerusakan sel masif oleh karena trauma, luka bakar luas,
rabdomiolisis, hemolisis hebat, lisis tumor, nekrosis sel, transfuse darah dengan stored blood,
serta asidosis metabolik maupun respiratorik. ; c) pengeluaran kalium dari ginjal menurun
akibat oliguria, nefiritis intersisial dan gagal ginjal, hipoaldosteronisme akibat pemberian
ACE inhibitor pada hipertensi.
Pada penyakit kritis lebih sering juga dijumpai hipokalemia daripada hyperkalemia
yaitu kadar kalium serum < 3,5 mEq/L, akibat dari : a) perolehan kalium yang lebih rendah
dari pengeluaran ; b) hipokalemia redistribusi yaitu masuknya kalium kedalam sel pada saat
metabolic atau respiratorik alkalosis dan pada saat pengobatan insulin pada diabetik keto
24
asidosis ; c) peningkatan kalium di usus yang berlebihan pada diare dan muntah, pemasangan
nasogastric tube, fistula serta pemakaian laksatif yang berlebihan ;d) peningkatan kalium di
ginjal yang berlebihan pada pemakaian diuretikum dan hiperaldosteronisme, renin yang
berlebihan pada renovascular hypertension, serta keringat yang berlebihan. Gejala hipokalemi
biasanya sekender terhadap penyebabnya, yang fatal dapat mempengaruhi fungsi dan sistim
konduksi jantung. Pada EKG tampak depresi segmen ST, gelombang T mendatar sampai
inverted, gelombang U prominen, disritmia ventrikuler, irama ektopik ventrikuler sampai
fibrilasi ventrikuler.
Gangguan keseimbangan natrium Selalu berkaitan dengan keseimbangan air,
osmolalitas dipantau osmoreseptor di hipotalamus, status hidrasi atau ECV (Extraceluler
volume dipantau dari tekanan oleh baroreseptor di sinus karotis, sinus aorta dan atrium kanan.
Bila volume ECV meningkat, mekanisme untuk meningkatkan ekskresi natrium dan air
diaktifkan. Bila volume plasma meningkat, venous return yang meningkat akan meregangkan
dinding atrium dan merangsang pelepasan atrial natriuretic peptides (ANP). ANP ini
mengurangi rasa haus dan menghambat pengeluaran aldosterone, sehingga pengeluaran air
dan natrium meningkat, volume ECV berkurang dan tekanan darah normal kembali.
Bila osmolalitas yang dipantau hipotalamus menurun, pelepasan hormon antidiuretik
(ADH) dikurangi, mengakibatkan pengeluaran air di ginjal meningkat, sehingga volume
cairan ECV kembali normal. Bila ECV menurun maka mekanisme untuk mengurangi
pengeluaran air dan natrium diaktifkan sehingga ECV akan meningkat kembali. Disamping
itu penurunan ECV akan diikuti penurunan tekanan darah maka sistim renin-angiotensin-
aldosteron diaktifkan dengan akibat pengeluaran air dan natrium dikurangi sehinga ECV dan
tekanan darah naik kembali. Bila osmolalitas meningkat maka AD dilepaskan lebih banyak,
akibatnya pengeluaran air di ginjal dikurangi sehinga ECV meningkat dan tekanan darah
normal kembali.
Hipernatremia (> 145 mEq/L), menunjukkan bahwa proporsi jumlah natrium lebih
besar dan proporsi jumlah air lebih sedikit di dalam ECV dibanding nilai normal. Kadar
natrium tidak menujukkan jumlah natrium di dalam ECV dan tidak menunjukkan jumlah air
dan volum ECV. Terjadi bila pemasukan natrium lebih banyak dari pada pemasukan air
(kurang minum) dan pengeluaran air lebih banyak (muntah) dari pada pengeluaran natrium.
Sering akibat iatrogenik (pemberian cairan hipertonik, natrium bikarbonat, nutrisi parenteral).
25
Pada diabetes insipidus, pengeluaran air lebih banyak dari pada natrium, osmolalitas urin <
150 mOsml/L.
Gejala hipernatremia memberikan akibat hipertonis yaitu air keluar dari sel, terjadi
dehidrasi intrasel terutama otak sehingga timbul koma, twitching dan dehidrasi miokard
sehingga menurunkan kontraktilitas dan curah jantung. Hipernatremia hypervolemia terjadi
bila pemasukan natrium lebih banyak, memberikan gejala hipertensi, sesak nafas , edema
paru dan efusi pleura.
Gambar 2 : Berbagai faktor yang terjadi pada sakit kritis pada anak yang mempengaruhi
volume sekuncup (stroke volume) .
26
Gambar 3 : Berbagai faktor yang terjadi pada penyakit kritis pada anak yangmempengaruhi
curah jantung (cardiac output).5
gambar 4 : Berbagai faktor yang terjadi pada penyakit kritis dengan melalui berbagai
mekanisme yang mengganggu fungsi jantung5.
27
5. GANGGUAN JANTUNG PADA INFEKSI DAN SEPSIS5,11
Perubahan fisiologis akibat sepsis paling sering berupa penurunan kontraktilitas
ventrikel kanan dan kiri, peningkatan venous capacitance dan tahanan vaskuler paru serta
kebocoran plasma. Peningkatan ventricular compliance dan sinus takikardia bahkan
penurunan tahanan arteriol merupakan respons adaptasi untuk mempertahankan curah
jantung sesuai kebutuhan metabolisme tubuh, tetapi memberikan konsekuensi terhadap
penurunan tekanan darah yang berlebihan serta fatal. Oleh karena itu berdasarkan perubahan
fisiologi tersebut maka terapi rasional pada sepsis yang telah terjadi gangguan fungsi jantung
adalah pemberian inotropik dan vasopresor ( untuk meningkatkan kontraktilitas dan tahanan
vaskuler sistemik) sementara diberikan resusitasi cairan.
Pada setiap anak dengan sepsis terutama yang telah mendapat terapi steroid jangka
lama atau sudah terjadi kerusakan pada pituitari atau kerusakan adrenal, harus dipikirkan
sudah terjadi insufisiensi suprarenal bila tidak ada respon perbaikan hemodinamik walaupun
sudah diberi resusitasi cairan yang adekuat. Pada kondisi ini, pemberian kortikosteroid masih
tetap diperlukan pada syok septik yang sangat bergantung pada katekolamin, dan keterlibatan
miokard (miokarditis) akibat infeksi virus untuk mempertahankan fungsi ventrikel.
Walaupun penelitian khusus pada anak masih sangat jarang, tapi penemuan pada
dewasa bisa diimplementasikan pada usia anak. Dianjurkan pemberian hidrokortison 2
mg/kgBB dilanjutkan dosis rumatan 2mg/kgBB/24 jam. Klarifikasi yang dipakai untuk
menilai pasien dengan sepsis secara klinis praktis adalah sebagai berikut :
1. Bacteremia: terdapat bakteri dalam darah, kultur darah menunjukan bakteri.
2. Septicemia: terdapat microba dan toxinnya dalam darah.
3. Systemic inflammatory response syndrome (SIRS) diikuti dengan:
Temperature >38o atau < 36OC, Heart rate >90 beats/min, Respiratory rate
>20 breaths/min or PaCO2 <32 torr (<4.3kPa), WBC count >12,000
cells/mm3 ,<4,000 cells/mm3 ,atau >10% immature (band) cells
4. Sepsis :SIRS + proven or suspected microbial etiology
5. Sepsis berat : SIRS with one or more signs of organ dysfunction ( metabolic
acidosis, acute encephalopathy, oliguria, hypoxemia, orDIC) or hypotension.
28
6. Septic shock: Sepsis dengan hypotension (SBP <90mmHg or 40mmHg less
than patient’s normal BP) that is unresponsive to fluid resuscitation. Along
with organ dysfunction.
7. Refractory septic shock: Septic shock > 1jam dan tidak ada respon tekanan
darah dan cairan.
8. Multiple-organ dysfunction syndrome (MODS) Dysfunction kegagalan lebih
dari satuorgan dan butuh penanganan.
Gambar : Interaksi proses inflamasi pada sepsis dengan gangguan kardiovaskuler
6. GANGGUAN JANTUNG PADA PENYAKIT PARU
Sistim kardiovaskuler dan paru mempunyai hubungan yang sangat erat dalam hal transport
gas pernafasan dan hasil metabolism ke dan dari jaringan perifer tubuh sesuai dengan
kebutuhan metabolisme tubuh dan dalam batas fisiologi. Bila ada salah satu kerusakan dari
sistem tersebut akan mengganggu sistim yang lain melalui mekanisme mekanis, otonomik
dan neurohumoral. Hubungan secara mekanis antara paru dan jantung adalah sebagai
berikut :
a. Obstruksi berat saluran nafas mengakibat hipoksik dan merangsang terjadinya
vasokonstriksi arteria pulmonalis sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan.
b. Hiperinflasi dan stiff lung mengakibatkan kompresi jantung.
c. Hipoksia berat mengakibatkan relaksasi ventrikel kiri sehingga menurunkan preloa
dan curah jantung ventrikel kiri.
29
7. PRESSURE OVERLOAD.
Hipertensi sistemik merupakan kondisi yang sangat sering terjadi pada gagal ginjal menahun.
Peningkatan afterload jantung ini juga mengakibatkan penurunan compliance aorta dan
pembuluh arteri besar lainnya.
8. NEGATIVE INOTROPIC EFFECTS
Beberapa faktor yang terjadi pada gagal ginjal dapat menghambat kontraktilitas miokard,
yaitu : hipoksemia terutama saat hemodialisis, iskemia subendokard, kadar asetat pada cairan
dialisat, kadar paratiroid yang meningkat, gangguan keseimbangan elektrolit dan bahan
metabolik lainnya serta uremic toxins.
9. GANGGUAN JANTUNG PADA PENYAKIT SISTIM SARAF
Ganguan jantung yang sering terjadi pada penyakit syaraf kritis merupakan akibat langsung
atau pengaruh neurohormonal, dan merupakan penyebab kematian tersering dibanding
penyakit sistim sarafnya sendiri. Duchenne dan Becker muscular dystrophies adalah kelainan
genetik (X-linked) mengakibatkan kardiomiopati dilated yang progresif. Penyakit pembuluh
darah otak akut (perdarahan subarachnoid, sindroma stroke, traum kepala), melalui
mekanisme gangguan fungsi saraf otonom terjadi peningkatan rangsangan simpatis dan
parasimpatis atau tekanan pada hipotalamus serta gangguan keseimbangan elektrolit yang
bisa mengakibatkan perubahan EKG berupa perpanjangan segmen QT, sinus arest, AV blok
total, takikardi bahkan fibrilasi ventrikel yang fatal.
30
7. GEJALA DAN TANDA HENTI JANTUNG
Henti jantung adalah penghentian tiba-tiba fungsi pompa jantung.Karena tidak
memadai perfusi otak, pasien akan tidak sadar dan akan berhenti bernapas. Tanda-
tanda henti jantung,yaitu :16,12
Kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung)
Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau
brakialis pada bayi)
Nyeri
Henti nafas atau mengap-megap (gasping)
Terlihat seperti mati (death like appearance)
Warna kulit pucat sampai kelabu.
Pupil dilatasi (setelah 45 detik).
8. PENANGANAN
Dalam penangaan kegawat daruratan yang perlu dilakukan mencakup 3 hal
yaitu9,11:
1. Primary survey : Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure
(ABCDE). Menilai status GCS dan AVPU9,6
GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur
kurang dari 5 tahun. Atau jika ditotal skor GCS dapat diklasifikasikan :
31
a.Skor 14-15 : compos mentis
b. Skor 12-13 : apatis
c. Skor 11-12 : somnolent
d. Skor 8-10 : stupor
e. Skor < 5 : koma
a. A) Alert/Awak/sadar penuh Anak terjaga, waspada, dan interaktif
dengan orang tua dan tenaga kesehatan interpretasi
b. V) Verbal stimulation Anak merespon hanya jika tenaga kesehatan
atau orang tua memanggil nama anak atau berbicara keras
c. P) Pain stimulation : ada reaksi terhadap nyeriAnak hanya
menanggapi rangsangan yang menyakitkan, seperti mencubit kuku
dari jari kaki atau jari
d. U) Unresponsive : tidak bereaksi Anak tidak responsif terhadap semua
rangsangan
2. Secondary survey: Komponen penilaian sekunder meliputi riwat penyakit
yang spesifik dan pemeriksaan fisik yang spesifik, contohnya (Tanda / gejala,
Alergi, Obat-obatan, riwayat penyakit dahulu, waktu makan terakhir, dan
kejadian yang mengarah ke situasi ini)..
3. Tertiary Assessment : meliputi pemeriksaan penunjang diagnostic
Henti jantung terjadi ketika jantung gagal memompa dan aliran darah tidak
lagi memiliki efektifitas . Secara awalnya , pasien henti jantung tidaklah merespon
dengan baik dan apnea tanpa teraba nadi . Secara internal, berhentinya aliran nutrisi
menyebabkan iskemia jaringan progresif dan disfungsi organ, Jika tidak diperbaiki
dengan cepat , serangan jantung menyebabkan kerusakan progresif fungsi otak dan
jantung sehingga resusitasi dan pemulihan tidak lagi mungkin9.
32
Serangan jantung Pediatric jarang penyebab akibat jantung koroner mendadak
ataupun aritmia . Sebaliknya, serangan jantung pada anak-anak yang paling sering
hasil akhir dari asfiksia progresif, disebabkan oleh hipoksia jaringan , asidosis , dan
penipisan nutrisi pada tahap akhir ketidakteraturan pernapasan , syok , atau gagal
jantung . Oleh karena itu, perawatan yang paling penting dari henti jantung adalah
antisipasi dan pencegaha, Intervensi ketika seorang anak memanifestasikan gangguan
pernapasan atau tahap awal syok dapat mencegah kerusakan yang sangat luas. Ketika
serangan jantung mendadak tidak terjadi, itu adalah yang paling sering dikaitkan
dengan aritmia, khususnya fibrilasi ventrikel (VF) atau pulseless ventricular
tachycardia (VT). Dalam kejadian tiba-tiba seperti ini, kunci sukses resusitasi
pengakuan awal aritmia dan pengobatan yang tepat dengan kualitas tinggi CPR dan
defibrilasi 1,3,9.
Prinsip di balik CPR berkualitas tinggi adalah bahwa kompresi dada yang
adekuat darah yang beredar ke seluruh tubuh dengan tekanan pulsus yang baik -
adalah komponen yang paling penting dari CPR . Pengasuh memberikan penekanan
dada harus mendorong keras , mendorong cepat, memungkinkan untuk menyesuikaan
untuk recoil dada , dan meminimalkan gangguan . Idealnya , kompresi dada harus
terganggu hanya untuk ventilasi , cek ritme , atau pemberiankejutan defibrillating9.
Henti jantung ditegakan dari temuan keadaan umum dan primary survey yang
konsisten dengan anak pucat atau sianosis dengan tidak sadar, apnea , dan tidak ada
nadi. Bahkan penolong berpengalaman memiliki tingkat kesalahan yang relatif tinggi
ketika diminta untuk menentukan ada atau tidak adanya denyut nadi pada anak . Oleh
karena itu , anak yang ditemukan tidak sadar dan apnea dapat diduga sedang
mengalami henti jantung, dan dan tenaga kesehatan harus segera mencatat keadaan
dan bertindak sesuai instruksi. Seorang penolong tunggal untuk serangan jantung
pediatrik dalam memumulai dan mengakhiri proses asfiksia dan harus segera
memulai CPR . Penyelamat harus melakukan bantuan nafas awal dan selama 2 menit
melakukan kompresi dada dan ventilasi sebelum meninggalkan anak untuk
mengaktifkan sistem tanggap darurat . Untuk penanganan di rumah sakit, penolong
33
harus meminta bantuan dan mengirim orang lain untuk mengaktifkan sistem tanggap
darurat diikuti dengan CPR . Sebuah penyelamat tunggal ketika dalam perawan
mendapatkan anak tiba-tiba tidak sadar/ rebah harus diperlakukan sebagai aritmia
primer, dimana harus segera mengaktifkan sistem EMS , dan harus mendapatkan
AED (automatic eksternal defibrilasi), Setelah anak sudah kembali , penyelamat
harus memastikan ada denyut nadi ataupun tidak , nyalakan AED , menempatkan lead
di dada anak , dan ikuti perintah suara defibrilatornya 9, 12.
Langkah awal dalam CPR untuk anak dari segala usia adalah untuk
mengembalikan ventilasi dan oksigenasi secepat mungkin. Setelah diketahui
mengalami penurunan kesadaran, apnea, dan nadi tidak teraba, penolong harus
membuka jalan napas dengan manuver head-tilt/chin-lift ( atau jaw trust jika diduga
trauma tulang belakang dan leher ) dan memberikan 2 kali napas penyelamatan awal
(Gambar 1 ) . Napas ini dalam dan lambat, berlangsung sekitar 1 detik per napas .
Napas memadai jika mereka menyebabkan dada untuk naik dan turun dan
meningkatkan warna anak . Jika napas muncul tidak memadai , anak harus direposisi,
dan napas disampaikan lagi. Jika napas tetap tidak efektif , penyedia harus menilai
anak untuk aspirasi benda asing . Setelah 2 napas penyelamatan yang efektif , pulsa
anak harus dinilai . Jika anak memiliki pulsa tapi tetap apnea ( atau dengan
pernapasan tidak efektif ) , maka penyelamat harus terus memberikan bantuan
ventilasi yang sesuai dengan usia . Bayi dan anak-anak ≤ 8 tahun harus menerima
bantuan pernapasan pada tingkat sekitar 15-20 kali / menit , atau sekitar 1 nafas setiap
3-5 detik . Anak-anak> 8 tahun harus menerima 10-12 kali / menit , atau 1 nafas
setiap 5-6 detik9.
34
Gabungan stabilisasi dengan maneuver jaw-thrust/spine untuk korban trauma pediatrik. (Dari Pedoman resusitasi
cardiopulmonary dan perawatan jantung darurat Komite Cardiac Care Darurat dan subkomisi, American Heart Association
Bagian V. Pediatric mendukung kehidupan.. Dasar, JAMA 268:2251-2261, 1992.)
Jika anak tetap tidak ada, mulailah dengan kompresi dada . Kompresi dada pada bayi
yang < 1 tahun dilakukan dengan menempatkan 2 jempol pada midsternum dengan
tangan melingkari dada atau dengan menempatkan 2 jari di atas midsternum
dilanjutkan dengan mengompresi (Gambar 2-3 ) . Untuk anak-anak > 1 tahun,
penyedia perawatan harus melakukan penekanan dada atas bagian bawah sternum
dengan 1 tangan, atau dengan 2 tangan seperti yang digunakan untuk resusitasi
dewasa (Gambar 4 ) . Dalam semua kasus, kegawatan harus dilakukan untuk
menghindari kompresi xifoideus dan tulang rusuk . Jika memungkinkan, papan
resusitasi jantung harus ditempatkan di bawah punggung anak untuk memaksimalkan
efisiensi kompresi . Ketika penolong tunggal memberikan CPR , rasionya 30
kompresi untuk 2 ventilasi yang digunakan . Pasien anak dalam serangan jantung
diperkirakan memiliki kesempatan terbaik untuk bertahan hidup jika lebih sering
ventilasi yang berikan . Oleh karena itu , rasio harus diturunkan menjadi 15 kompresi
untuk 2 ventilasi untuk anak-anak ≤ 8 tahun sesegera mugkin setelahnya menyiapkan
penolong selanjutnya. Dalam alogaritmanya , upaya resusitasi harus berhenti secara
periodik untuk memungkinkan operator untuk membuat penilaian tentang
kemungkinan kembalinya spontanitas jantung , denyut nadi , dan pernapasan . Tujuan
35
dari CPR adalah untuk membangun kembali sirkulasi spontan pada tingkat yang
kompatibel dengan kelangsungan hidup . Jika upaya resusitasi tidak berhasil dalam
mengembalikan dan mempertahankan pernafasan dan sirkulasi, tim medis harus
memutuskan apakah upaya terus dilakukan atau apakah resusitasi harus dihentikan .
Jika penanganan EMS tidak berjalan , lakukan tindakan antisipasi lebih lanjut seperti
intubasi endotrakeal, akses vaskular , dan obat-obatan , CPR harus dilanjutkan selama
mungkin atau dianggap tidak mampu lagi9,3,6.
Gambar 2-3 (cara melakukan kompresi dada pada anak < 8 tahun dengan 1 penolong)
36
Gambar 4 (cara melakukan kompresi dada pada anak < 8 tahun dengan 2 penolong)
Gambar berikut menunjukan bagaimana alogaritma penanganan henti jantung
pada pediatric dan neonatal:
37
38
VF (ventrical fibrilation): keadaan irama jantung yang sangat kacau, yang biasanya
berakhir dengan kematian dalam waktu beberapa menit, kecuali jika tindakan
penanganan tepat segera dilakukan, kelainan ini ini umumnya timbul pada stadium
terminal dari gangguan fungsi jantung dan cepat menyebapkan kematian,5,6
ciri-ciri EKG: terdapat defleksi yang tidak teratur, kacau bentuknya, tinggi,
dan lebar yang berbeda-beda
VT (Ventricular Tachicardia) irama jantung tinggi yang lebih dari 100 hingga 250
akibat kegagalan fungsi jantung
Ciri-ciri : hilangnya gelombang P, dan heart rate yang tinggi
PEA (pulsus electrical activity) merupakan suatu keadaan henti jantung dan henti
nafas. Sebenarnya pada keadaan ini ventrikel masih berkontraksi tetapi tidak cukup
kuat untuk menimbulkan pulsasi sampai kepembuluh darah. 5,6
39
Ciri-ciri EKG : biasanya berupa kompleks QRS yang lebar dengan frekuensi
yang rendah sekitar 20-40 x per menit ataupun bisa kurang dari 20 kali per
menit.,
ASYSISTOL adalah hilangnya kelistrikan jantung seluruhnya.9,6
Ciri-ciri : gelombang EKG Nampak datar/flat
Bagi anak-anak dengan VT dengan pulsus atau VF, lakukan defibrilasi (lihat
Gambar. 5). Penolong menempakan bantalan (pads) pada dada anak dan ikuti
instruksi lisan yang diberikan oleh AED. Untuk anak-anak yang lebih muda, akan
digunakan defibrilator (jika tersedia) diatur dosisnya harus pada 2 joule/kg. Idealnya,
AED yang digunakan pada anak ≤ 8 thn harus dilengkapi dengan dosis dewasa
diturunkan atau yang sudah dirancang untuk anak-anak, jika alat tidak tersedia, AED
dewasa standar dapat digunakan. CPR harus segera dimulai kembali setelah
defibrilasi. dosis darurat Epinefrin juga dapat diberikan dengan 5 siklus CPR untuk
memastikan sirkulasi ke seluruh tubuh anak. Jika ritme EKG terus menunjukkan VF
atau VT, defibrilasi dapat diganti dengan epinefrin. Untuk VF refraktori atau VT,
dapat diberikan sebuah antiarrhythmic IV, seperti amiodaron atau lidokain. 9,13.
40
Berikut adalah table penggunaan obat-obatan emergensi dalam penangan henti
jantung dan ritmia.5,9
obat dosis keterangan
Adenosine
0.1 mg/kg (maximum
6 mg)Monitor EKG
ulang: 0.2 mg/kg
(maximum 12 mg)IV/IO bolus cepat
Amiodarone
5 mg/kg IV/IO; repeat up
to 15 mg/kgMonitor EKG and tekanan darah
maksimal: 300 mg
Sesuaikan tingkat keadaan yang
mendesak (berikan secara pelan ketika
irama perfusi terlihat)
Gunakan hati-hati saat pemberian
dengan obat lain yang dapat
memperpanjang interval QT
(pertimbangkan konsultasi ahli)
Atropine
0.02 mg/kg IV/IO
Dosis yang lebih tinggi dapat digunakan
dengan keracunan organofosfat
0.03 mg/kg ET*
Ulangi sekali jika perlu
Minimum dose: 0.1 mg
Minimum single dose:
Child, 0.5 mg
Adolescent, 1 mg
Calcium
chloride (10%)
20 mg/kg IV/IO
(0.2 mL/kg)
perlahan
dewasa dose: 5-10 mL
Epinephrine 0.01 mg/kg (0.1 mL/kg 1 : Dapat di ulangi 3-5 min
41
obat dosis keterangan
10,000) IV/IO
0.1 mg/kg (0.1 mL/kg 1 :
1,000) ET*
Maximum dose: 1 mg
IV/IO; 10 mg ET
Glucose 0.5-1 g/kg IV/IO
D10W: 5-10 mL/kg
D25W: 2-4 mL/kg
D50W: 1-2 mL/kg
Lidocaine
Bolus: 1 mg/kg IV/IO
Lidokain masukan dengan5 mL normal
saline diikuti 5 ventilasi
Maximum dose: 100 mg
Infusion: 20-50 ?g/kg/min
ET*: 2-3 mg
Magnesium
sulfate
25-50 mg/kg IV/IO over
10-20 min; lebih cepat di
torsades de pointes
Maximum dose: 2g
Naloxone
<5tahun ≤20 kg: 0.1 mg/kg
IV/IO/ET*
Gunakan dosis yang lebih rendah untuk
membalikkan depresi pernapasan yang
terkait dengan penggunaan terapi opioid
(1-15 g / kg)
≥5 yr or >20 kg: 2 mg
IV/IO/ET*
Procainamide 15 mg/kg IV/IO over 30-
60 min
Monitor EGG and tekanan darah
42
obat dosis keterangan
Adult dose: 20 mg/min IV
infusion up to total
maximum dose of
17 mg/kg
Gunakan hati-hati saat pemberian
dengan obat lain yang dapat
memperpanjang interval QT
(pertimbangkan konsultasi ahli)
Sodium
bicarbonate
1 mEq/kg/dose IV/IO
slowlySetelah ventilasinya adekuat
Dopamine:
1-5 mcg/kg/min: dopaminergic and beta-receptor
5-15 mcg/kg/min: more beta-1
10-20 mcg/kg/min: more alpha-1
Sangat bagus pada distributive shock
Dobutamine
2.5-15 mcg/kg/min: mostly beta-1, some beta-2
Sangat bagus pada cardiogenic shock
Epinephrine
0.05-0.1 mcg/kg/min: mostly beta-1, some beta-2.
0.1 to 0.2 mcg/kg/min: alpha-1
Norepinephrine
0.05-0.2mcg/kg/min: only alpha and beta-1
Use up to 1mcg/kg/min
Milrinone
50mcg/kg load then 0.375-0.75mcg/kg/min: phosphodiesterase
43
inhibitor; hassilnya dapat menaikan inotropy dan vasidilatasi periver(effect
terbesar pada vaskularisasi paru)
Phenylephrine
0.1-0.5mcg/kg/min: pure alpha
44
9.PERAWATAN PASCA RESUSITASI (POST RESUSITATION CARE)
Dalam perawatan pasca post cardiac arrest ada beberapa tuntutan yang harus
dipantau dan di nilai yaitu meliputi:
45
Gambar diatas menunjukan apa saja yang perlu di tinjau setelah tindakan
sesusitasi pada henti jantung anak, Pada dasarnya setelah resusitasi berhasil,
observasi ketat di unit perawatan intensif dilakukan, di mana anak dinilaian sistem
multiorgan yang bekerja dan kemampuannya,hal ini sangatlah penting. Perawatan
pasca resusitasi yang optimal termasuk dukungan terus-menerus dari jantung dan
pernapasan fungsi sistem sesuai kebutuhan dan identifikasi dan pengobatan disfungsi
sistem organ lain yang mungkin telah berkontribusi untuk ( atau akibat)
ketidakstabilan cardiopulmonary anak. Berikut adalah gambaran bagaimana tahapan
pencegahan dan :
Pemantauan pada hipotermia ( 32-33OC ≈ 24 jam ) diterapkan pada dewasa dan
anak-anak yang berhasil dalam CPR, hal ini bertujuan untuk mengurangi bahaya
gangguan neurologis yang tinggi pada korban henti jantung. Pada hipotermi terjadi
hipoksia-iskemik ensefalopati dengan selanjutnya terjadi kejang , gangguan
intelektual, dan gangguan tonus merupakan komplikasi serius dan umum terjadi dari
serangan jantung . Selain hiperglikemia dan hipoglikemia yang harus dihindari .8,9
46
Perawatan pasca-resusitasi umumnya memiliki dua fase , mirip dengan sebelumnya ,
penangatan kegawatdaruratan resusitasi .
Pertama, penyedia harus menilai jalan napas dan pernapasan anak serta harus
didukung oksigenasi dan ventilasi sesuai indikasi. Jika anak tengah mengalami
mengalami kegagalan pernafasan yang sedang berlangsung dan telah dilakukan
ventilasi tekanan positif selanjutnya di pertimbangakan untuk tindakan intubasi.
Setelah anak itu diintubasi, ventilasi mekanis harus ddigunakan, dan pemeriiksaan
lainnya dilakukan, seperti foto toraks dan labolatorium darah serta blood gas . Sistem
peredaran darah anak juga harus dinilai dan didukung sesuai kebutuhan . Pemantauan
terus menerus tekanan darah arteri dapat membantu prnrntuan kebutuhan cairan , dan
respon terhadap , obat inotropik dan kronotropik.
Setelah ABC telah di tangani , penolong dapat menilai sistem organ
mmenyeluruh. Suatu pendekatan sistematis yang mempekerjakan pemeriksaan fisik
lengkap dan evaluasi laboratorium untuk menggambarkan pernapasan anak,
kardiovaskuler , neurologis , fungsi sistem pencernaan , ginjal , dan hematologi harus
digunakan .
Komunikasi dengan keluarga merupakan elemen penting dari perawatan pasca -
resusitasi . Kehadiran keluarga selama CPR atau upaya resusitasi darurat lainnya,
bahkan jika anak meninggal, memberikan pengalaman yang positif dibandingkan jika
mereka tidak dilibatkan . Dalam kasus-kasus di mana anak sakit kritis tetapi sudah
stabil kondisinya, keluarga tetap mendampingi setelah anak di anggap aman dan
tertangani.9,7
47