79
CASE REPORT GENERAL ANESTESI PADA PASIEN LAKI-LAKI USIA 16 TAHUN DENGAN OPEN REDUCTION AND INTERNAL FIXATION FRAKTUR RADIUS DEKSTRA 1

case aulia.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Anindityas Rahmalia Putri

CASE REPORT

GENERAL ANESTESI PADA PASIEN LAKI-LAKI USIA 16 TAHUN DENGAN OPEN REDUCTION AND INTERNAL FIXATION FRAKTUR RADIUS DEKSTRA

Oleh :

Aulia Luthfi Kusuma, S.Ked

J510145078

PEMBIMBING :

dr. Damai S, Sp.AnKEPANITERAAN KLINIK STASE ANESTESI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015

CASE REPORTGENERAL ANESTESI PADA PASIEN LAKI-LAKI USIA 16 TAHUN DENGAN OPEN REDUCTION AND INTERNAL FIXATION FRAKTUR MALUNION RADIUS DEKSTRA

Yang Diajukan Oleh :Aulia Luthfi Kusuma, S.Ked

J510145078

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari

, Mei2015

Pembimbing :

dr.Damai S, Sp.An

()Kabag. Profesi Dokter

dr.Dona Dewi Nirlawati

(......................................)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ..1

Halaman Persetujuan .2

Daftar Isi ....3

Daftar Gambar ...4

Bab IPendahuluan......5

Bab II Status Pasien..

Bab III Tinjauan Pustaka

Anestesi Umum....

Fraktur Radius .........

7

15

15

38

Bab IV Pembahasan .45

Bab V Kesimpulan

Daftar Pustaka 49

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skor Mallapati

Gambar 2. Oropharyng Airway

Gambar 3. Nasopharyng Airway

Gambar 4. Face Mask Anesthetia

Gambar 5. Anatomi Radius

BAB I PENDAHULUAN

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846. Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Kata anesthesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi.1,2,3

Open Reduction internal Fixation Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah. Yang bertujuan untuk Imobilisasi sampai tahap remodeling dan melihat secara langsung area fraktur.1

Pemilihan jenis anestesi untuk Open Reduction Internal Fixtation (ORIF) ditentukan berdasarkan usia pasien, kondisi kesehatan dan keadaan umum, sarana prasarana serta keterampilan dokter bedah, dokter anestesi dan perawat anestesi. Mengingat ORIF merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan general anestesi, sehingga perlu kewaspadaan terhadap komplikasi yang ditimbulkannya merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi. Adapun komplikasi yang terdapat pada teknik general anestesi seperti mual, muntah, sakit tenggorokan, menggigil, dan butuh waktu dalam pengembalian fungsi mental normal. Terkait dengan kondisi hipotermia yang gawat (jarang terjadi) dimana kondisi otot yang terkena paparan beberapa zat anestesi umum dapat menyebabkan kenaikan suhu akut dan berpotensi hiperkarbia, asidosis metabolik, dan hiperkalemia.1,3BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama

: An. A Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 16 tahun

Alamat: Jetak ngablak 6/11, Karanganyar

Diagnosis Pre Op: Fraktur Radius Dekstra

Tindakan Op: ORIF ( Open Reduction Internal Fixation )Tanggal Masuk : 13 Mei 2015

Tanggal Operasi: 20 Mei 2015

AnamnesisKeluhan UtamaPasien mengeluh nyeri pada pergelangan tangan kanan Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD Karanganyar setalah jatuh pada saat bermain bola yang mengakibatkan tulang radius kanan patah, kemudian dokter spesialis menyarankan untuk dilakukan operasi .Riwayat penyakit dahulu

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat DM

: disangkalRiwayat Alergi Obat

: disangkalRiwayat keluhan serupa

: disangkalRiwayat makan makanan tidak berserat : disangkalRiwayat keluargaRiwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat DM

: disangkalRiwayat Alergi Obat

: disangkalRiwayat keluhan serupa

: disangkalPemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum: Compos Mentis

Vital Sign

:

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Frekuensi Nadi : 72 x/ menit

Frekuensi Nafas : 20x/ menit

Suhu : 36,8 o C

Kepala

Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik(-/-) nafas cuping hidung(-)

Leher

Retrraksi suprasternal (-/-), deviasi trakea (-), JVP (-), pembesaran kelenjar limfe (-/-)

Thoraks

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.

Palpasi: ictus cordis tidak kuat angkat.

Perkusi:redup

Auskultasi :bunyi jantung S I-II irama regular, bising jantung (-)

Paru

Inspeksi : simetris, tidak ada ketinggalan gerak di paru, dan tidak ditemukannya retraksi intercostae.

Palpasi : Fremitus sama depan dan belakang

Perkusi :

Depan Belakang

Sonor SonorSonorSonor

Sonor SonorSonor Sonor

SonorSonorSonorSonor

Auskultasi:

Depan

Belakang

VesikulerVesikulerVesikulerVesikuler

Vesikuler VesikulerVesikulerVesikuler

VesikulerVesikulerVesikuler Vesikuler

Suara tambahan: Whezing (-/-) , ronkhi (-/-)Abdomen:

Inspeksi : Bentuk abdomen sejajar dengan dada,tidak ada darm contour, tidak ada darm steifung, ada tidak luka bekas operasi

Auskultasi : peristaltic usus (+) normal

Palpasi : supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas :

Clubbing finger tidak ditemukan

Tidak ditemukan edema.Akral hangat

++

++

Status Lokalis

Regio Radius Dekstra

Look: tampak bengkak dan merah pada radius kanan, tidak ada luka terbukaFeel: nyeri tekan (+) krepitasi (+)Movement : terbatas Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Darah RutinHemoglobin14,014.0 18.0

Leukosit 7.0804000 - 10.000

Trombosit 80000150000 -300000

CT03.00 menit2-8 menit

BT01.30 menit1-3 menit

Kreatinin0,800,8-1,1

Ureum48,710-50

Glukosa Sewaktu9270-150

Kesimpulan Konsul AnestesiSeorang laki-laki usia 16 tahun dengan diagnosis fraktur radius dekstra yang akan dilakukan tindakan operasi ORIF. Hasil laboratorium darah dalam batas normal.

Kegawatan Bedah

: (-)

Derajat ASA

: ILaporan Anestesi PasienDiagnosis pra-bedah

: Malunion Fraktur Radius Dekstra

Diagnosis post-bedah

: Post OP ORIFJenis pembedahan

: Mayor

Status Anestesi

Persiapan Anestesi

Persetujuan operasi tertulis

Puasa 8 jam pre operatif

Infus RL pre-loading 500cc

Jenis anestesi

: General Anestesia

Teknik Anestesi

: Inhalasi dengan Face Mask

Induksi

: PropofolObat yang diberikan: ondancetron, toramin.

Monitoring tanda vital selama anestesi setiap 5 menit, cairan, perdarahan, ketenangan pasien dan tanda-tanda komplikasi anestesi.

Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan.

Penatalaksanaan Anestesi

Jenis anestesi:General Anestesi (GA)

Premedikasi:Ondancetron 1 amp

Toramin 1 amp

Medikasi

Maintenence :Propofol 70 mgO2 3 liter/menit

N2O 3 liter/menit

Isoflurence 1 Vol %

Teknik anestesi:* Pasien dalam posisi telentang (supine)

* Cek infuse pasien, mesin anestesi serta sistem sirkuitnya dan gas anestesi yang akan digunakan

* O2, N2O dan agent sudah disiapkan (dibuka)

* Menyiapkan stetoskop, face mask no. 3, suction

* setelah obat premedikasi dan induksi masuk, kita memastikan pasien sudah dalam keadaan tidur, pasang sungkup muka ukuran 3 dan diberikan pemeliharaan anestesi dengan isoflurence 1.0%

* mengawasi pola napas pasien, bila tampak tanda-tanda hipoventilasi berikan napas bantuan intermiten secara sinkron sesuai dengan irama napas pasien, pantau denyut nadi dan tekanan darah

* setelah operasi selesai, hentikan aliran gas/obat anestesi inhalasi dan berikan oksigen 100% selama 2-5 menit

Respirasi:Spontan

Posisi :Telentang

Jumlah cairan yang masuk:Koloid = 500 cc ( Tutofusin)

Perdarahan selama operasi: 150 cc di tabung suction

Pemantauan selama anestesi :

Mulai anestesi:O9.50

Mulai operasi:10.00

Selesai anestesi: 11.00

Selesai operasi:11.10

Durasi Operasi:1jam

Monitoring selama operasi.

WaktuTekanan darahNadiSpO2Keterangan

09.50120/808099Terpasang infuse Tutofusin

09.55124/788299General anestesi dilakukan

10.00122/828099Pelaksanaan Operasi

10.10124/808099

10.20124/818299

10.30120/798099

10.40120/708099

10.50126/788099

11.00110/768299

11.10118/708299Operasi selesai

Di Ruang Recovery

Jam 11.10 : pasien dipindahkan ke recovery room dalam posisi telentang, pasien dalam kondisi mengantuk, dilakukan monitoring tanda vital, infuse RL, diberikan O2 3 liter per menit.

Tekanan darah: 120/80 mmHg; Nadi: 80x/menit, Suhu: 36C

Jam 11.30: pasien dalam kondisi stabil baik, dipindahkan ke Bangsal Kantil 2

Monitoring Pasca Anestesi

WaktuTekanan DarahNadiRRKeterangan

11.10120/808020O2 2L/mnt, Monitoring tanda Vital

11.15120/808220Monitoring tanda Vital

11.20120/808020Monitoring tanda Vital

11.25120/808020Monitoring tanda Vital

11.30120/808020Monitoring tanda Vital

Aldrette Score 10

Instruksi Pasca Anestesi

Rawat pasien posisi terlentang, kontrol vital sign. Bila tensi turun 4 ltr/mnt atau campuran N2O:O2 = 3:1. Aliran > 4 ltr/mnt.Kalau pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan, untuk kemudian kalau sudah tenang dinaikan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan.1

Induksi sevofluran

Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %. Seperti dengan halotankonsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan.1

Induksi dengan enfluran (ethran), isofluran (foran, aeran ) atau desfluran jarang dilakukan karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi lama.1Apabila obat anestesi inhalasi, dihirup bersama-sama udara inspirasi masuk ke dalam saluran pernafasan, di dalam alveoli paru akan berdifusi masuk ke dalam sirkulasi darah. Demikian pula yang disuntikkan secara intramuskuler, obat tersebut akan diabsorbsi masuk ke dalam sirkulasi darah. Setelah masuk ke dalam sirkulasi darah obat tersebut akan menyebar kedalam jaringan. Dengan sendirinya jaringan yang kaya pembuluh darah seperti otak atau organ vital akan menerima obat lebih banyak dibandingkan jaringan yang pembuluh darahnya sedikit seperti tulang atau jaringan lemak. Tergantung obatnya, di dalam jaringan sebagian akan mengalami metabolisme, ada yang terjadi di hepar, ginjal atau jaringan lain. 1

Ekskresi bisa melalui ginjal, hepar, kulit atau paruparu. Ekskresi bisa dalam bentuk asli atau hasil metabolismenya. N2O diekskresi dalam bentuk asli lewat paru. Faktor yang mempengaruhi anestesi antara lain1:

Faktor respirasi (untuk obat inhalasi).Faktor sirkulasi

Faktor jaringan.

Faktor obat anestesi.1,2Stadium anestesi

Kedalaman anestesi harus dimonitor terus menerus oleh pemberi anestesi, agar tidak terlalu dalam sehingga membahayakan jiwa penderita, tetapi cukup adekuat untuk melakukan operasi. Kedalaman anestesi dinilai berdasarkan tanda klinik yang didapat. Guedel membagi kedalaman anestesi menjadi 4 stadium dengan melihat pernafasan, gerakan bola mata, tanda pada pupil, tonus otot dan refleks pada penderita yang mendapat anestesi ether1.

Stadium I

Disebut juga stadium analgesi atau stadium disorientasi. Dimulai sejak diberikan anestesi sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini operasi kecil bisa dilakukan.1

Stadium II

Disebut juga stadium delirium atau stadium exitasi. Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai nafas teratur. Dalam stadium ini penderita bisa meronta ronta, pernafasan irregular, pupil melebar, refleks cahaya positif gerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi, reflex fisiologi masih ada, dapat terjadi batuk atau muntah, kadang-kadang kencing atau defekasi. Stadium ini diakhiri dengan hilangnya refleks menelan dan kelopak mata dan selanjutnya nafas menjadi teratur. Stadium ini membahayakan penderita, karena itu harus segera diakhiri. Keadaan ini bisa dikurangi dengan memberikan premedikasi yang adekuat, persiapan psikologi penderita dan induksi yang halus dan tepat. Keadaan emergency delirium juga dapat terjadi pada fase pemulihan dari anestesi1.

Stadium III

Disebut juga stadium operasi. Dimulai dari nafas teratur sampai paralise otot nafas. Dibagi menjadi 4 plane:

Plane I: Dari nafas teratur sampai berhentinya gerakan bola mata. Ditandai dengan nafas teratur, nafas torakal sama dengan abdominal. Gerakan bola mata berhenti, pupil mengecil, refleks cahaya (+), lakrimasi meningkat, reflex faring dan muntah menghilang, tonus otot menurun.

Plane II: Dari berhentinya gerakan bola mata sampai permulaan paralisa otot interkostal. Ditandai dengan pernafasan teratur, volume tidak menurun dan frekuensi nafas meningkat, mulai terjadi depresi nafas torakal, bola mata berhenti, pupil mulai melebar dan refleks cahaya menurun, refleks kornea menghilang dan tonus otot makin menurun.

Plane III: Dari permulaan paralise otot interkostal sampai paralise seluruh otot Interkostal. Ditandai dengan pernafasan abdominal lebih dorninan dari torakal karena terjadi paralisis otot interkostal, pupil makin melebar dan reflex cahaya menjadi hilang, lakrimasi negafif, reflex laring dan peritoneal menghilang, tonus otot makin menurun.

Plane IV: Dari paralise semua otot interkostal sampai paralise diafragma. Ditandai dengan paralise otot interkostal, pernafasan lambat, iregular dan tidak adekuat, terjadi jerky karena terjadi paralise diafragma. Tonus otot makin menurun sehingga terjadi flaccid, pupil melebar, refleks cahaya negatif refleks spincter ani negative.

Stadium IV

Dari paralisis diafragma sampai apneu dan kematian. Juga disebut stadium over dosis atau stadium paralysis. Ditandai dengan hilangnya semua refleks, pupil dilatasi, terjadi respiratory failure dan dikuti dengan circulatory failure.1

Persiapan Anestesia Umum:

Praktek anestesi yang aman dan efisien memerlukan personil bersertifikat, obat-obatan dan peralatan yang tepat, serta keadaan pasien yang optimal.1

Persyaratan minimum untuk anestesi umum

Kebutuhan infrastruktur minimum untuk anestesi umum termasuk ruang yang cukup terang dengan ukuran yang memadai, sebuah sumber oksigen bertekanan (paling sering di pipa); perangkat hisap yang efektif; monitor yang sesuai dengan standar ASA (American Society of Anesthesiologist) , termasuk denyut jantung, tekanan darah, EKG, denyut nadi oksimetri, kapnografi, suhu, dan konsentrasi oksigen terinspirasi dan dihembuskan dan zat anestesi yang diaplikasikan.1

Selain ini, beberapa peralatan dibutuhkan untuk memasukkan zat anestesi. Alat yang sederhana seperti jarum dan jarum suntik, jika obat harus diberikan sepenuhnya intravena. Dalam sebagian besar keadaan, ini berarti membutuhkan tersedianya sebuah mesin yang memungkinkan untuk mengetahui pemasukkan gas dan memelihara anestesi tetap berjalan.1

Menyiapkan pasien

Kondisi pasien harus cukup dipersiapkan. Metode yang paling efisien adalah pasien ditinjau oleh orang yang bertanggung jawab untuk memberikan anestesi dengan baik sebelum tanggal operasi.1

Evaluasi praoperasi memungkinkan pemantauan laboratorium yang tepat, perhatian terhadap kondisi medis pasien yang terbaru atau yang sedang berlangsung, diskusi dari setiap reaksi sebelumnya yang merugikan pribadi atau keluarga untuk anestesi umum, penilaian status fungsional jantung dan paru, dan rencana anestesi yang efektif dan aman. Hal ini juga berfungsi untuk meredakan kecemasan dari pembedahan yang tidak diketahui oleh pasien dan keluarga mereka. Secara keseluruhan, proses ini memungkinkan untuk optimasi pasien pada waktu perioperatif.1

Pemeriksaan fisik yang terkait dengan evaluasi praoperasi memungkinkan pelaksana anestesi untuk fokus secara khusus pada kondisi saluran napas yang diharapkan, termasuk membuka mulut, gigi longgar atau bermasalah, keterbatasan dalam rentang gerak leher, anatomi leher, dan presentasi Mallampati (lihat di bawah). Dengan menggabungkan semua faktor, rencana yang sesuai untuk intubasi dapat diuraikan dan langkah tambahan, jika perlu, dapat diambil untuk mempersiapkan bronkoskopi serat optik, laringoskopi video, atau berbagai intervensi sulit terhadap saluran napas lainnya1.

Manajemen jalan napas

Kesulitan yang mungkin dihadaapi dalam manajemen jalan napas, meliputi kondisi dibawah ini:

Rahang yang kecil atau mundur

Gigi rahang atas yang menonjol

Leher yang pendek

Ekstensi leher terbatas

Pertumbuhan gigi yang buruk

Tumor di wajah, mulut, leher, atau tenggorokan

Trauma pada wajah

Fiksasi antar-gigi

Penggunaan cervical collar yang keras1Berbagai sistem penilaian telah dibuat menggunakan pengukuran orofacial untuk memprediksi intubasi sulit. Yang paling banyak digunakan adalah skor Mallampati, yang mengidentifikasi pasien dengan faring yang kurang jelas divisualisasikan melalui mulut terbuka.1

Penilaian Mallampati idealnya dilakukan saat pasien duduk dengan mulut terbuka dan lidah yang menonjol tanpa phonating. Pada banyak pasien yang diintubasi karena indikasi emergensi, jenis penilaian seperti ini tidak mungkin. Sebuah penilaian sederhana dapat dilakukan pada pasien dalam posisi terlentang untuk mendapatkan gambaran dari ukuran bukaan mulut dan perkiraan lidah dan orofaring sebagai faktor dalam keberhasilan intubasi (lihat gambar di bawah)

Gambar 1. Skor Mallampati

Skor Mallampati yang tinggi telah terbukti menjadi prediksi intubasi sulit. Namun, tidak ada sistem penilaian yang sensitive 100% atau spesifik 100% . Akibatnya, praktisi mengandalkan beberapa kriteria dan pengalaman mereka untuk menilai jalan napas.1

Pelaksana anestesi bertanggung jawab untuk menilai semua faktor yang mempengaruhi kondisi medis pasien dan memilih teknik anestesi yang optimal sesuai kondisi pasien. Beberapa pertimbangan dalam melakukan anestesi umum meliputi:1

Persiapan Pre-anestesia

Persiapan mental dan fisik pasien

Anamnesis

Identitas pasien, misalnya : nama, umur, alamat dan pekerjaan

Riwayat penyakit yang sedang atau pernah diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit dalam anestesia seperti penyakit alergi, diabetes mellitus, penyakit paru kronik, penyakit jantung dan hipertensi, penyakit hati dan penyakit ginjal.

Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin dapat menimbulkan interaksi dengan obat-obat anestesi.

Riwayat operasi dan anestesia yang pernah dialami, berapa kali dan selang waktunya, serta apakah pasien mengalami komplikasi saat itu.

Kebiasaan buruk sehari-hari yang dapat mempengaruhi jalannya anestesi misalnya merokok, alkohool, obat-obat penenang atau narkotik.1,2Pemeriksaan fisik

Tinggi dan berat badan untuk mmemperkirakan dosis obat, terapi cairan yang diperlukan dan jumlah urin selama dan pasca bedah.1Kesadaran umum, kesadaran, tanda-tanda anemia, tekanan darah, frekuensi nadi, pola dan frekuensi pernafasan.1Pemeriksaan saluran pernafasan; batuk-batuk, sputum, sesak nafas, tanda-tanda sumbatan jalan nafas, pemakaian gigi palsu, trismus, persendian temporo mandibula.1Tanda-tanda penyakit jantung dan kardiovaskuler; dispnu atau ortopnu, sianosis, hipertensi1Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, asites yang dapat membuat tekanan intra abdominal meningkat sehingga dapat menyebabkan regurgitasi.1Pemeriksaan laboratorium: darah rutin, urin rutin, pemeriksaan radiologi, dan lainnya.1Perencanaan anastesia

Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien dalam keadaan bugar, sedangkan pada operasi cito penundaan yang tidak perlu harus dihindari.1

Merencanakan prognosis

Klasifikasi yang digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi sebagai berikut :1

ASA 1: pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia

ASA 2: pasien dengan penyakit sistemik ringan dan sedang

ASA 3: pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas

ASA 4: pasien dengan penyakit sistemik berat yang tak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakit merupakan ancaman kehidupannya setiap saat

ASA 5: pasien sekarat yang diperkirakan dangan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam

Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.1,2,3Persiapan pada hari operasi

Secara umum, persiapan pembedahan antara lain :

Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT. Lama puasapada orang dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop ASI). Pada operasi darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan pemasangan NGT untukdekompresi lambung.

Pengosongan kandung kemih

Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi).

Pemeriksaan fisik ulang

Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya.Premedikasi secara intramuskular - 1 jam menjelang operasi atau secaraintravena jika diberikan beberapa menit sebelum operasi1Premedikasi

Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya :

Meredakan kecemasan dan ketakutan, misalnya diazepam

Memperlancar induksi anestesia, misalnya pethidin

Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, misalnya sulfas atropindan hiosin

Meminimalkan jumlah obat anestetik, misalnya pethidin

Mengurangi mual-muntah pasca bedah, misalnya ondansetron

Menciptakan amnesia, misalnya diazepam,midazolam

Mengurangi isi lambung

Mengurangi reflex yang membahayakan, misalnya tracurium, sulfas atropine1Obat-obat premedikasi dapat digolongkan seperti di bawah ini :

Narkotik analgesic, misalnya morfin pethidin

Transqualizer yaitu dari golongan benzodiazepine, misalnya diazepam dan midazolam. Diazepam dapat dberikan peroral 10-15 mg beberapa jam sebelum induksi anesthesia

Barbiturat, misal pentobarbital, penobarbital, sekobarbital

Antikolinergik, misal atropine dan hiosin

Antihistamin, misal prometazine

Antasida, misal gelusil

H2 reseptor antagonis misalnya cimetidine dan ranitidine. Ranitidine diberikan 150 mg 1-2 jam sebelum operasi1Persiapan induksi

Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya kita mempersiapkan STATICS :

S : Scope (stetoskop, laringoskop)

Stetoskop : untuk mendengarkan suara paru dan jantung.

Laringoskop : untuk membuka mulut dan membuat area mulut lebih luas serta melihat daerah faring dan laring, mengidentifikasi epiglotis, pita suara dan trakea.

Ada dua jenis laringoskop, yaitu:

Blade lengkung (Miller, Magill). Biasa digunakan pada laringoskopi dewasa.

Blade lurus. T : Tube (pipa endotraceal, LMA)

Pipa Endotrakeal

Endotracheal tube mengantarkan gas anastetik langsung ke dalam trakea.

Laringeal mask airway (LMA)

Indikasi pemasangan LMA ialah sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET. Kontraindikasi pemasangan LMA pada pasien-pasien dengan resiko aspirasi isi lambung dan pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik jangka waktu lama. LMA terdiri dari 2 macam : :

Sungkup laring standar dengan satu pipa napas.

Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya pipa tambahanyang ujung distalnya berhubungan dengan esofagus

A : Airway device (sarana aliran udara, misal sungkup muka, pipa oropharing)

Alat bantu jalan napas orofaring (oropharyngeal airway)

Alat bantu jalan napas orofaring menahan pangkal lidah dari dinding belakang faring. Alat ini berguna pada pasien yang masih bernapas spontan, alat ini juga membantu saat dilakukanpengisapan lendir dan mencegah pasien mengigit pipa endotrakheal (ETT)

Gambar 2. Oral pharyngeal airway Gambar 3. Nasopharyngeal airwayAlat bantu napas nasofaring (nasopharyngeal airway)

Digunakanpada pasien yang menolak menggunakan alat bantu jalan napas orofaring atau apabila secara tehnis tidak mungkin memasang alat bantu jalan napas orofaring (misalnya trismus, rahang mengatup kuat dan cedera berat daerah mulut).

Sungkup muka (face mask) berguna untuk mengantarkan udara/gas anastesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke jalan nafas pasien

Gambar 4. Face Mask Anesthesia

T : Tape (plaster)Plester untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi supaya tidak terlepas

I : Introducer (stilet/ forceps Magill)

Stilet (mandren) digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakeal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forseps intubasi (Mc gill) digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakeal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring.

C : ConnectionConnection ialah hubungan antara mesin respirasi/anestesi dengan sungkup muka, serta penghubung-penghubung yang lain,

S : Suction

Digunakan untuk membersihkan jalan napas dengan cara menyedot lendir, ludah, dan lain-lainnya.1,2,3Keuntungan

Menurunkan kesadaran dan ingatan pasien selama operasi

Memungkinkan relaksasi otot yang tepat untuk jangka waktu yang lama

Memfasilitasi kontrol penuh terhadap jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi

Dapat digunakan dalam kasus-kasus yang sensitif terhadap zat anestesi local

Dapat diberikan tanpa memindahkan pasien dari posisi terlentang

Dapat disesuaikan dengan mudah untuk prosedur operasi dengan durasi waktu yang tak dapat diprediksi atau pada keadaan penambahan waktu operasi

Dapat diberikan dengan cepat dan reversible1,2,3Kekurangan

Membutuhkan peningkatan kompleksitas perawatan dan biaya yang terkait

Membutuhkan persiapan pasien praoperasi

Dapat menyebabkan fluktuasi perubahan fisiologis yang memerlukan intervensi aktif

Terkait dengan komplikasi kurang serius seperti mual atau muntah, sakit tenggorokan, sakit kepala, menggigil, dan dibutuhkan waktu dalam pengembalian fungsi mental yang normal

Terkait dengan kondisi hipertermia yang gawat, sebuah kondisi yang jarang, terkait dengan kondisi otot yang terkena paparan beberapa (tidak semua) zat anestesi umum yang dapat menyebabkan kenaikan suhu akut dan berpotensi mematikan, hiperkarbia, asidosis metabolik, dan hyperkalemia.1Cara memberikan anestesi

Pemberian anestesi dimulai dengan induksi yaitu memberikan obat sehingga penderita tidur. Tergantung lama operasinya, untuk operasi yang waktunya pendek mungkin cukup dengan induksi saja. Tetapi untuk operasi yang lama, kedalaman anestesi perlu dipertahankan dengan memberikan obat terus menerus dengan dosis tertentu, hal ini disebut maintenance atau pemeliharaan.

Kedaaan ini dapat diatasi dengan cara mendalamkan anestesi. Pada operasi-operasi yang memerlukan relaksasi otot, bila relaksasinya kurang maka ahli bedah akan mengeluh karena tidak bisa bekerja dengan baik, untuk operasi yang membuka abdomen maka usus akan bergerak dan menyembul keluar, operasi yang memerlukan penarikan otot juga sukar dilakukan. Keadaan relaksasi bisa terjadi pada anestesi yang dalam, sehingga bila kurang relaksasi salah satu usaha untuk membuat lebih relaksasi adalah dengan mendalamkan anestesi, yaitu dengan cara menambah dosis obat.1

Pada umumnya keadaan relaksasi dapat tercapai setelah dosis obat anestesi yang diberikan sedemikian tinggi, sehingga menimbulkan gangguan pada organ vital. Dengan demikian keadaan ini akan mengancam jiwa penderita, lebih-lebih pada penderita yang sensitif atau memang sudah ada gangguan pada organ vital sebelumnya. Untuk mengatasi hal ini maka ada tehnik tertentu agar tercapai trias anestesi pada kedalaman yang ringan, yaitu penderita dibuat tidur dengan obat hipnotik, analgesinya menggunakan analgetik kuat, relaksasinya menggunakan pelemas otot (muscle relaxant) tehnik ini disebut balance anestesi. 1

Pada balance anestesi karena menggunakan muscle relaxant, maka otot mengalami relaksasi, jadi tidak bisa berkontraksi atau mengalami kelumpuhan, termasuk otot respirasi, jadi penderita tidak dapat bernafas. Karena itu harus dilakukan nafas buatan (dipompa), tanpa dilakukan nafas buatan, penderita akan mengalami kematian, karena hipoksia. Jadi nafas penderita sepenuhnya tergantung dari pengendalian pelaksana anestesi, karena itu balance anestesi juga disebut dengan tehnik respirasi kendali atau control respiration. 1

Untuk mempermudah respirasi kendali penderita harus dalam keadaan terintubasi. Dengan menggunakan balance anestesi maka ada beberapa keuntungan antara lain:

Dosis obatnya minimal, sehingga gangguan pada organ vital dapat dikurangi. Polusi kamar operasi yang ditimbulkan obat anestesi inhalasi dapat dikurangi. Selesai operasi penderita cepat bangun sehingga mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh penderita yang tidak sadar.

Dengan dapat diaturnya pernafasan maka dengan mudah kita bisa melakukan hiperventilasi, untuk menurunkan kadar CO2 dalam darah sampai pada titik tertentu misalnya pada operasi otak. Dengan hiperventilasi kita juga dapat menurunkan tekanan darah untuk operasi yang memerlukan tehnik hipotensi kendali.Karena pernafasan bisa dilumpuhkan secara total maka mempermudah tindakan operasi pada rongga dada (thoracotomy) tanpa terganggu oleh gerakan pernafasan. Kita juga dapat mengembangkan dan mengempiskan paru dengan sekehendak kita tergantung keperluan. Dengan demikian berdasar respirasinya, anestesi umum dibedakan dalam 3 macam yaitu:

Respirasi spontan yaitu penderita bernafas sendiri secara spontan.

Respirasi kendali/respirasi terkontrol /balance anestesi: pernafasanpenderita sepenuhnya tergantung bantuan kita.

Assisted Respirasi: penderita bernafas spontan tetapi masih kita berikan sedikit bantuan.1Berdasarkan sistem aliran udara pernapasan dalam rangkaian alat anestesi, anestesi dibedakan menjadi 4 sistem, yaitu : Open, semi open, closed, dan semi closed.

Sistem open adalah sistem yang paling sederhana. Di sini tidak ada hubungan fisik secara langsung antara jalan napas penderita dengan alat anestesi. Karena itu tidak menimbulkan peningkatan tahanan respirasi. Di sini udara ekspirasi babas keluar menuju udara bebas. Kekurangan sistem ini adalah boros obat anestesi, menimbulkan polusi obat anestesi di kamar operasi, bila memakai obat yang mudah terbakar maka akan meningkatkan resiko terjadinya kebakaran di kamar operasi, hilangnya kelembaban respirasi, kedalaman anestesi tidak stabil dan tidak dapat dilakukan respirasi kendali. 1Dalam system semi open alat anestesi dilengkapi dengan reservoir bag selain reservoir bag, ada pula yang masih ditambah dengan klep 1 arah, yang mengarahkan udara ekspirasi keluar, klep ini disebut non rebreating valve. Dalam sistem ini tingkat keborosan dan polusi kamar operasi lebih rendah dibanding system open.1Dalam sistem semi closed, udara ekspirasi yang mengandung gas anestesi dan oksigen lebih sedikit dibanding udara inspirasi, tetapi mengandung CO2 yang lebih tinggi, dialirkan menuju tabung yang berisi sodalime, disini CO2 akan diikat oleh sodalime. Selanjutnya udara ini digabungkan dengan campuran gas anestesi dan oksigen dari sumber gas ( FGF /Fresh Gas Flow) untuk diinspirasi kembali. Kelebihan aliran gas dikeluarkan melalui klep over flow. Karena udara ekspirasi diinspirasi lagi, maka pemakaian obat anestesi dan oksigen dapat dihemat dan kurang menimbulkan polusi kamar operasi.1Dalam system closed prinsip sama dengan semi closed, tetapi disini tidak ada udara yang keluar dari sistem anestesi menuju udara bebas. Penambahan oksigen dan gas anestesi harus diperhitungkan, agar tidak kurang sehingga menimbulkan hipoksia dan anestesi kurang adekuat, tetapi juga tidak berlebihan, karena pemberian yang berlebihan bisa berakibat tekanan makin meninggi sehingga. menimbulkan pecahnya alveoli paru. Sistem ini adalah sistem yang paling hemat obat anestesi dan tidak menimbulkan polusi. Pada system closed dan semiclosed juga disebut system rebreathing, karena udara ekspirasi diinspirasi kembali, sistem ini juga perlu sodalime untuk membersihkan CO2. Pada system open dan semi open juga disebut system nonrebreathing karena tidak ada udara ekspirasi yang diinspirasi kembali, system ini tidak perlu sodalime. Untuk menjaga agar pada system semi open tidak terjadi rebreathing, aliran campuran gas anestesi dan oksigen harus cepat, biasanya diberikan antara 2 3 kali menit volume respirasi penderita.1SystemRebreathingReservoir bagSodalimeTingkat polusi kamar operasiTingkat keborosan obat

Open---+++++++

Semi open-+++++++

Semi closed++++++

Closed++++-

Bila obat anestesi seluruhnya menggunakan obat intravena, maka disebut anestesi intravena total (total intravenous anesthesia/TIVA). Bila induksi dan maintenance anestesi menggunakan obat inhalasi maka disebut VIMA (Volatile Inhalation and Maintenance Anesthesia)1

Pemulihan anestesi

Pada akhir operasi atau setelah operasi selesai, maka anestesi diakhiri dengan menghentikan pemberian obat anestesi. Pada anestesi inhalasi bersamaan dengan penghentian obat anestesi aliran oksigen dinaikkan, hal ini disebut oksigenisasi. Dengan oksigenisasi maka oksigen akan mengisi tempat yang sebelumnya ditempati oleh obat anestesi inhalasi diaveoli yang berangsur-angsur keluar mengikuti udara ekspirasi. 1

Dengan demikian tekanan parsiel obat anestesi di alveoli juga berangsur-angsur turun, sehingga lebih rendah dibandingkan dengan tekanan parsiel obat anestesi inhalasi didalamdarah. Maka terjadilah difusi obat anestesi inhalasi dari dalam darah menuju ke alveoli. Semakin tinggi perbedaan tekanan parsiel tersebut kecepatan difusi makin meningkat. Sementara itu oksigen dari alveoli akan berdifusi ke dalam darah. 1

Semakin tinggi tekanan parsiel oksigen di alveoli (akibat oksigenisasi) difusi kedalam darah semakin cepat, sehingga kadar oksigen di dalam darah meningkat, menggantikan posisi obat anestesi yang berdifusi menuju ke alveoli. Akibat terjadinya difusi obat anestesi inhalasi dari dalam darah menuju ke alveoli, maka kadarnya di dalam darah makin menurun.1

Turunnya kadar obat anestesi inhalasi tertentu di dalam darah, selain akibat difusi di alveoli juga akibat sebagian mengalami metabolisme dan ekskresi lewat hati, ginjal, dan keringat. Kesadaran penderita juga berangsur-angsur pulih sesuai dengan turunnya kadar obatanestesi di dalam darah. Bagi penderita yang mendapat anestesi intravena, maka kesadarannya, berangsur-angsur pulih dengan turunnya kadar obat anestesi akibat metabolisme atau ekskresi setelah pemberinya dihentikan.1

Selanjutnya pada penderita yang dianestesi dengan respirasi spontan tanpa menggunakan pipa endotrakheal maka tinggal menunggu sadarnya penderita, sedangkan bagi penderita yang menggunakan pipa endotrakheal maka perlu dilakukan ekstubasi (melepas pipa ET). Ekstubasi bisa dilakukan pada waktu penderita masih teranestesi dalam dan dapat juga dilakukan setelah penderita sadar. Ekstubasi pada keadaan setengah sadar membahayakan penderita, karena dapat terjadi spasme jalan napas, batuk, muntah, gangguan kardiovaskuler, naiknya tekanan intra okuli dan naiknya tekanan intra cranial.1

Ekstubasi pada waktu penderita masih teranestesi dalam mempunyai resiko tidak terjaganya jalan nafas, dalam kurun waktu antara tidak sadar sampai sadar. Tetapi ada operasi tertentu ekstubasi dilakukan pada waktu penderita masih teranestesi dalam. Pada penderita yang mendapat balance anestesi maka ekstubasi dilakukan setelah napas penderita adekuat. Untuk mempercepat pulihnya penderita dari pengaruh muscle relaxant maka dilakukan reverse, yaitu memberikan obat antikolinesterase.2,3

Sebagian ahli anestesi tetap memberikan reverse walaupun napas sudah adekuat bagi penderita yang sebelumnya mendapat muscle relaxant. Sebagian ahli anestesi melakukan ekstubasi setelah penderita sadar, bisa diperintah menarik napas dalam, batuk, menggelengkan kepala dan menggerakkan ekstremitas. Penilaian yang lebih obyektif tentang seberapa besar pengaruh muscle relaxant adalah dengan menggunakan alat nerve stimulator.1

Adapun setelah prosedur diatas selesai, pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan terus diobservasi dengan cara menilai Aldrettes score nya, nilai 8-10 bisa dipindahkan ke ruang perawatan, 5-8 observasi secara ketat, kurang dari 5 pindahkan ke ICU, penilaian meliputi1,2,3:

Hal yang dinilaiNilai

Kesadaran:

Sadar penuh

Bangun bila dipanggil

Tidak ada respon2

1

0

Respirasi:

Dapat melakukan nafas dalam, bebas, dan dapat batuk

Sesak nafas, nafas dangkal atau ada hambatan

Apnoe 2

1

0

Sirkulasi: perbedaan dengan tekanan preanestesi

Perbedaan +- 20

Perbedaan +- 50

Perbedaan lebih dari 502

1

0

Aktivitas: dapat menggerakkan ekstremitas atas perintah:

4 ekstremitas

2 ekstremitas

Tidak dapat2

1

0

Warna kulit

Normal

Pucat, gelap, kuning atau berbintik-bintik

Cyanotic 2

1

0

Fraktur RadiusDefinisi Fraktur

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan.6

Insidensi dan EpidemiologiTerdapat 5-10% fraktur clavicula dari semua jenis fraktur. Fraktur ini kebanyakan terjadi pada pria yang berusia kurang dari 25 tahun, namun juga lebih sering terjadi pada pria yang lebih tua, yaitu >55 tahun dan pada wanita >75 tahun.4,6

EtiologiMenurut sejarah fraktur pada klavikula merupakan cedera yang seringterjadi akibat jatuh dengan posisi lengan terputar/tertarik keluar (outstrechedhand) dimana trauma dilanjutkan dari pergelangan tangan sampai klavikula, namun baru-baru ini telah diungkapkan bahwa sebenarnya mekanisme secara umum patah tulang klavikula adalah hantaman langsung ke bahu atau adanya tekanan yang keras ke bahu akibat jatuh atau terkena pukulan benda keras.6

Patah tulang dapat dibagi menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar, yaitu:4Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh,tulang tidak menonjol melalui kulit.

Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanyahubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi.3,6Lokasi patah tulang pada klavikula diklasifikasikan menurut Dr. FL Allman tahun 1967 dan dimodifikasi oleh Neer pada tahun 1968, yang membagi patah tulang klavikula menjadi 3 kelompok :5Kelompok 1: patah tulang pada sepertiga tengah tulang klavikula (insidensi kejadian 75-80%).Pada daerah ini tulang lemah dan tipis. Umumnya terjadi pada pasien yang muda.Kelompok 2: patah tulang klavikula pada sepertiga distal (15-25%). Terbagi menjadi 3 tipe berdasarkan lokasi ligament coracoclavicular yakni(yakni, conoid dan trapezoid).Tipe 1. Patah tulang secara umum pada daerah distal tanpa adanyaperpindahan tulang maupun ganguan ligament coracoclevicular.

Tipe 2 A. Fraktur tidak stabil dan terjadi perpindahan tulang, dan ligamentcoracoclavicular masih melekat pada fragmen.

Tipe 2 B. Terjadi ganguan ligament. Salah satunya terkoyak ataupunkedua-duanya.

Tipe 3. Patah tulang yang pada bagian distal clavikula yang melibatkanAC joint.

Tipe 4. Ligament tetap utuk melekat pata perioteum, sedangkan fragmenproksimal berpindah keatas.

Tipe 5. Patah tulang kalvikula terpecah menjadi beberapa fragmen.6Kelompok 3: patah tulang klavikula pada sepertiga proksimal (5%). Pada kejadian ini biasanya berhubungan dengan cidera neurovaskuler.6Anatomi

Ujung atas jari-jari atau kepala radial, adalah berbentuk cakram dan memiliki atas cekung, yang cocok ke tonjolan bulat dari tulang humerus disebut kapitulum, membentuk bagian dari sendi siku. Ujung atas juga cocok ke soket yang sesuai pada tulang ulna dan membentuk artikulasio radio-ulnaris superior. Struktur khas dari kepala radial membantu dalam memberikan gerakan berputar ke lengan tanpa membatasi pergerakan sendi siku. Dengan demikian, kepala radial menyediakan berbagai macam gerakan pada sendi siku dan memungkinkan kita untuk melakukan kegiatan, seperti gerakan memutar saat memasukan sekrup, memutar kunci, dan sebagainya.Bagian tengah ramping dari tulang jari-jari disebut poros-nya. Poros radialberhubungan dengan beberapa otot-otot lengan, sehingga kita dapat menggerakan pergelangan tangan dan jari. Ujung bawah atau ujung distal tulang jari-jari diperluas dan merupakan bagian dari pergelangan tangan, di mana ia berinteraksi dengan tulang skafoid dan berbentuk semi bulan. Hal ini juga membentuk artikulasio radio-ulnaris inferior dengan ulna, yang menyediakan sedikit kontra-gerakan berputar, untuk mengkompensasi rotasi sendi radio-ulnaris superior. Ini bagian dari jari-jari terutama terdiri dari tulang spons atau cancellous, yang memiliki suplai darah berlimpah.6

Gambar 5. Anatomi RadiusPatomekanismeFraktura os radius ulna Penyebab fraktur secara umum dapat disebabkan menjadi 2, yaitu : penyebab ekstrinsik dan intrinsik. Penyebab ekstinsik juga dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu penyebab fraktur akibat gangguan langsung yaitu berupa trauma yang merupakan penyebab utama terjadinya fraktur, misalnya kecelakaan, tertabrak, jatuh. Penyebab yang lainnya adalah fraktur akibat gangguan tidak langsung seperti perputaran, kompresi. Penyebab fraktur secara intrinsik dapat diakibatkan kontraksi dari otot yang menyebabkan avulsion fraktur. Fraktur patologis adalah fraktur yang diakibatkan oleh penyakit sistemik seperti neoplasia, cyste tulang, ricketsia, osteoporosis, hiperparatyroidisme, osteomalasia. Tekanan yang berulang juga dapat menyebabkan fraktura..6

Manifestasi klinis

Gambaran klinis pada patah tulang Radius biasanya penderita datang dengan keluhan jatuh atau trauma.Terlukanya tulang jari-jari menimbulkan gejala, seperti sakit parah dan pembengkakan pada lengan bawah, lengan memar, nyeri pada gerakan siku dan gerakan memutar adalah karakteristik dari fraktur kepala radial (radial head fracture). Gejala ini bisa dirasakan dengan intensitas bervariasi tergantung pada kemampuan toleransi nyeri seseorang. Namun, ini tidak boleh diabaikan dengan biaya apapun, karena patah tulang jari-jari diabaikan dapat menyebabkan sindrom kompartemen, yang memerlukan amputasi lengan bawah. Pada pemeriksaan fisik pasien akanterasa nyeri tekan pada daerah fraktur dan kadang-kadang terdengar krepitasipada setiap gerakan. Dapat juga terlihat kulit yang menonjol akibat desakan darifragmen patah tulang. Pembengkakan lokal akan terlihat disertai perubahanwarna lokal pada kulit sebagai akibat trauma dan gangguan sirkulasi yangmengikuti fraktur. Untuk memperjelas dan menegakkan diagnosis dapatdilakukan pemeriksaan penunjang.4,5

Pengamatan fraktur radius dan ulna dengan menggunakan radiografi adalah teknik diagnosa yag paling efektif karena fraktur yang terjadi akan terlihat dengan sangat jelas baik letak, bentuk dan jmlah patahannya. Pengambilan gambar radiografi dengan sudut pandang craniocaudal dan lateral (baik pandangan proximal dan distal dari sendi) pada pengamatan tulang radius dan ulna akan menghasilkan sudut pandang yang bagus dan jelas. Sebelum dilakukan pengambilan radiografi sebaiknya hewan diberikan sedasi, karena hewan yang mengalami fraktur akan glisah pada saat dilaukan penghendelan5PenatalaksanaanPenatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.

Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.

Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.

Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.

Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.

Penatalaksanaan pembedahan.

Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.

Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah

Tujuan:Imobilisasi sampai tahap remodeling

Melihat secara langsung area fraktur8. Komplikasi

Sindrom Kompartemen lengan bawah adalah komplikasi yang paling ditakuti patah tulang jari-jari midshaft. Hal ini karena pembengkakan intens yang menyertai fraktur lengan bawah, yang menempatkan tekanan pada pembuluh darah dan saraf lengan bawah. pasokan darah akan terhenti di lengan bawah dan tangan menyebabkan kematian dari serat otot dan saraf dan memerlukan amputasi tangan atau lengan untuk mencegah racun dari menyebar ke bagian lain dari tubuh. Bahkan jika tangan dan lengan bertahan dengan perawatan segera, ada fibrosis otot menyebabkan deformitas cakar tangan yang disebut kontraktur iskemik Volkmann (VIC).9. Prognosis

Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak bergantung pada berat ringannya trauma yang dialami, bagaimana penanganan yang tepat dan usia penderita. Pada anak prognosis sangat baik karena proses penyembuhan sangat cepat, sementara pada orang dewasa prognosis tergantung dari penanganan, jika penanganan baik maka komplikasi dapat diminimalisir.4

10 .Terapi cairan perioperatif

Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :

Mencukupi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi

Penggantian cairan dan pemberian obat selama operasi4,5Pemberian cairan operasi dibagi :

Pre Operasi

Pemberian cairan sebelum operasi diberikan karena pasien sebelum operasi dipuasakan terlebih dahulu. Sehingga pasien dapat mengalami defisit cairan. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml/ kgBB/ jam. Bila terjadi dehidrasi ringan 2% BB, sedang 5 % BB, berat 7 % BB. Setiap kenaikan suhu 1 C kebutuhan cairan bertambah 10-15 %

Selama operasi

Selama proses operasi dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi :

Ringan

: 4 ml/ kgBB/ jam

Sedang

: 6 ml/ kgBB/ jam

Berat

: 8 ml/ kgBB/ jam

Bila terjadi perdarahan selama operasi, perdarahan dihitung kurang dari 10% EBV maka cukup diganti dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang hilang. Apabila ada perdarahan lebih dari 10% maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma/ koloid/ dextran dengan dosis 1- 2 kali darah yang hilang.4,5,6

Setelah operasi

Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama operasi ditambah cairan kebutuhan pasien sehari- hari. Setelah operasi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi. Biasanya akan dilakukan di dalam recovery room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca operasi atau anestesi. Recovery room atau ruang pemulihan adalah ruangan tempat pasien sebelum dipindahkan ke bangsal.6

BAB IV

PEMBAHASAN

Sebelum dilakukan operasi, kondisi penderita tersebut termasuk dalam ASA I karena penderita berusia 16 tahun dan tidak memiliki gangguan sistemik. Selain itu dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak ditemukan kelainan organik, fisiologik, psikiatrik, dan biokimia yang berarti. Berdasarkan diagnosis bedah pasien yaitu malunion fraktur radius dekstra, rencana operasinya adalah Open Reduction Internal Fixtation sehingga jenis anestesi yang akan dilakukan adalah general anestesi karena membuat pasien lebih tenang.

Obat-obatan premedikasi yang diberikan adalah ondancetron 1 ampul dan ketoprofen 1 ampul. Ondansetron merupakan suatu antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diindikasikan sebagai pencegahan dan pengobatan mual dan muntah pasca bedah. Pelepasan 5HT3 ke dalam usus dapat merangsang refleks muntah dengan mengaktifkan serabut aferen vagal lewat reseptornya. Ondansetron diberikan pada pasien ini untuk mencegah mual dan muntah yang bisa menyebabkan aspirasi pada pasien saat operasi. Ketoprofen adalah termasuk dalam golongan obat anti inflamasi non steroid (AINS), derivat asam propionat. Obat anti inflamasi non steroid merupakan obat yang mempunyai efek analgesik (penghilang rasa sakit), antipiretik (penurun panas) dan antiinflamasi (menghilangkan pembengkakan) dengan mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesa prostaglandin

Induksi anestesi pada kasus ini menggunakan anestesi general yaitu propofol sebanyak 1 ampul. Kerja propofol adalah hipnotik murni, tidak mempunyai efek analgetik maupun relaksasi otot. Melalui mekanisme pada reseptor GABAA di hippocampus, propofol menghambat pelepasan acethylcholine pada hippocampus dan kortek prefrontal.

Teknik :

Pasien dalam posisi telentang (supine)

Cek infuse pasien, mesin anestesi serta sistem sirkuitnya dan gas anestesi yang akan digunakan

O2, N2O dan agent sudah disiapkan (dibuka)

Menyiapkan stetoskop, face mask no. 3, suction

Setelah obat premedikasi dan induksi masuk, kita memastikan pasien sudah dalam keadaan tidur, pasang sungkup muka ukuran 3 (dewasa) dan diberikan pemeliharaan anestesi dengan sevofluran 2.0%

Mengawasi pola napas pasien, bila tampak tanda-tanda hipoventilasi berikan napas bantuan intermiten secara sinkron sesuai dengan irama napas pasien, pantau denyut nadi dan tekanan darah

Setelah operasi selesai, hentikan aliran gas/obat anestesi inhalasi dan berikan oksigen 100% selama 2-5 menit

Terapi cairan

Pasien sudah tidak makan dan minum 8 jam, namun sudah di pelihara kekurangan cairannya dengan memberikan cairan infus selama di bangsal.

Untuk kebutuhan selama operasi berlangsung:

BB = 35 kg

Maintenance 2 cc/kgBB/jam

= 2 x 35 = 70 cc/jam

Stress operasi (ringan) 4cc/kgBB/jam = 4 x 35 = 140 cc/jam

Pengganti puasa

= 8 x 70 = 560 cc/jam

Perdarahan 8 pasien sudah dapat dipindah ke bangsal. Pada saat malam hari post operasi.

Sistem Pernapasan

Respiratory Rate: 20 x/mnt

Sistem Sirkulasi

Tekanan darah: 120/80 mmHg

Nadi

: 84x/mnt

Sistem Saraf Pusat

GCS : 15

Sistem Perkemihan

Dalam batas normal

Sistem Pencernaan

Bising usus: 5x/mntSistem Muskuloskeletal

Dalam batas normal

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

An. A, usia 16 tahun, Berat badan 35 kg, Tinggi badan 155 cm. Pasien pada kasus ini didiagnosis dengan malunion fraktur Radius dekstra dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan pasien jatuh saat bermain bola. Untuk rencana penatalaksanaan pasien ini dengan operatif, teknik operatif Open Reduction Internal Fixtation (ORIF) dengan anestesi general.

Kebutuhan cairan selama operasi yaitu jumlah dari , pengganti puasa, maintanance dan stress operasi 2200 untuk 1 jam pertama karena pasien , sedangkan cairan yang sudah diberikan saat operasi adalah 500 cc. Selama proses operasi tidak terjadi masalah gejolak hemodinamik.

Di ruang pemulihan (recovery room), vital sign pasien dalam batas normal dan nilai aldrette score mencapai 10 sehingga pasien selanjutnya bisa dipindahkan ke bangsal.

Saran

Persiapan preoperatif pada pasien perlu dilakukan agar proses anestesi dapat berjalan dengan baik

Perhatikan kebutuhan cairan pasien saat berlangsungnya operasi

Pemantauan tanda vital selama operasi terus menerus agar dapat melihat keadaan pasien selama pasien dalam keadaan anesthesia.

DAFTAR PUSTAKA

1dr. Gde Mangku, Sp.An. KIC, dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi, Sp.An., Editors; Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks Jakarta. 2010.

2Desai, A. General Considerations. http://emedicine.medscape.com/article/1271543-overview#showall.

3Latief SA., Suryadi KA., Dachlan MR., Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: FK UI. 2009; 2: 29-96

4Pecci M., Kreher JB., radius fracture. (Cited) January, 1st 2008. Available from URL: http://www.aafp.org/afp/2008/0101/p.65.html

5Rubino LJ., Radius Fracture. (Cited) March, 7th 2012. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/1260953-overview#a0199.

6Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,

50