Upload
rizkianti-ag
View
29
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pendahuluan
Gagal jantung merupakan sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala)
ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat aktivitas atau istirahat) yang disebabkan
oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.
Kemajuan pengobatan dan penatalaksanaan dari serangan infark jantung
akut meningkatkan harapan hidup mengakibatkan semakin banyak orang yang
hidup dengan disfungsi ventrikel kiri yang selanjutnya akan jatuh ke dalam
kondisi gagal jantung kongestif dan semakin banyak yang dirawat dengan gagal
jantung kongestif.
1.2 Definisi
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan/ atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dkk,
2001).Menurut Brunner dan Suddarth (2002) CHF adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan
jaringan akan oksigen dan nutrisi. Gagal jantung kongestif adalah suatu kejadian
dimana jantung tidak dapat memompa darah yang mencukupi untuk kebutuhan
tubuh (di mana cardiac output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh)
(Mycek et al., 2001).
Gagal jantung kongestif (CHF) suatu sindroma klinik yang disebabkan
oleh berkurangnya volume pemompaan jantung untuk keperluan relatif tubuh
disertai hilangnya curah jantung dalam mempertahankan aliran balik vena. Gagal
jantung kongestif muncul ketika jantung gagal untuk menyediakan aliran darah
yang mencukupi untuk jaringan sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan
tidak terpenuhi (Hudson et al., 2003). Penggunaan istilah gagal jantung beragam
dipakai seperti payah jantung, g..agal jantung kongestif, dekompensasi kordis,
1
gagal jantung, dan lainnya. Yang terbaru adalah tidak disebut Gagal jantung
kongestif karena sering kali tanda kongestif tidak tampak atau tersembunyi.
Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri, gagal jantung
kanan dan gagal jantung kongestif. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi
gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi, serta gagal jantung
kronis.Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam
pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain
pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut,
klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan
NYHA.
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard
akut, dengan pembagian:
- Derajat I : tanpa gagal jantung
- Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop
dan peningkatan tekanan vena pulmonalis
- Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.
- Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik _ 90
mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan
diaforesis)
Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda
kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea,distensi
vena juguler, ronki basah, refluks hepatojugular, edema perifer, suara jantung
pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada
manuver valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi
yang sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan
penurunan kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang
tidak disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold)
dan yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi
menjadi empat kelas, yaitu:
2
- Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)
- Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)
- Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)
- Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)
Perubahan-perubahan yang terlihat dengan gagal jantung 9
Di dalam jantung
Normal
Dinding jantung
merentang dan bilik-bilik
jantung membesar
Dinding-dinding jantung
menebal
1.3 Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis
penyakit jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang
menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan
beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-
keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat
septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi
stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun
pada infark miokardium dan kardiomiopati.
Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat
diklasifikasikan dalam enam kategori utama:
1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat
disebabkan oleh hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak
3
terkoordinasi (left bundle branch block), berkurangnya kontraktilitas
(kardiomiopati).
2. Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi).
3. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.
4. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi).
5. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard
(tamponade).
6. Kelainan kongenital jantung.
1.4 Faktor predisposisi
Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: keadaan
penurunan fungsi ventrikel (hipertensi, penyakit arteri koroner, kardiomiopati,
penyakit pembuluh darah, penyakit jantung congenital), dan keadaan yang
membatasi pengisian ventrikel (stenosis mitral, kardiomiopati dan penyakit
pericardial).
1.5 Faktor presipitasi/pencetus
Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya
asupan (intake) garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung,
infak miokard akut, hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru,
anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif.
1.6 Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan
ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi
curah sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel. Sebagai respon
terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat:
1. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik
2. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin
aldosterone.
4
3. Hipertrofi ventrikel.
Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung. Kelainan pad kerja ventrikel dan menurunnya
curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya
gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.
Menurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon
simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik merangang
pengeluaran katekolamin dari saraf saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal.
Denyut jantuing dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah
jantung. Juga terjadi vasokonstriksi arteria perifer untuk menstabilkan tekanan
arteria dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ
organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal, agar perfusi ke
jantung dan otak dapat dipertahankan. Penurunan curah jantung pada gagal
jantung akan memulai serangkaian peristiwa:
1. penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus
2. pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus
3. interaksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
angiotensin I
4. konversi angiotensin I menjadi angiotensin II
5. Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal, dan
6. retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi
miokardium atau bertambahnya tebal dinding.Hipertrofi meningkatkan jumlah
sarkomer dalam sel-sel miokardium;tergantung dari jenis beban hemodinamik
yang mengakibatkan gagal jantung,sarkomer dapat bertambah secara parallel
atau serial.Respon miokardium terhadap beban volume,seperti pada regurgitasi
aorta,ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal dinding.
1.7 Patogenesis gagal jantung
Menurut Soeparman (2000) beban pengisian (preload) dan beban tahanan
(afterload) pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan
5
adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat, sehingga curah
jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan
simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan terjadi
takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang
berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi
redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan
vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena
(Venous return) ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir
diastolik dan menaikkan kembali curah jantung. Dilatasi, hipertrofi, takikardi
dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan.
Bila semua kemampuan mekanisme kompensasi jantung tersebut diatas
sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga
tepenuhi, maka terjadilah keadaan gagal jantung.
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya
gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri
menurun dengan akibat tekanan akhir diastole dalam ventrikel kiri dan volume
akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban
atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik,
dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan
dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya
darah dari vena - vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut, maka
bendungan akan terjadi juga dalam paru - paru dengan akibat terjadinya edema
paru dengan segala keluhan dan tanda - tanda akibat adanya tekanan dalam
6
sirkulasi yang meninggi. Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi
ventrikel kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil).
Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan
merangsang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan mengalami
hipertropi dan dilatasi sampai batas kemampuannya, dan bila beban tersebut
tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya
terjadi gagal jantung kiri-kanan.
Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan
pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa
didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel
kanan, tekanan dan volum akhir diastole ventrikel kanan akan meningkat dan ini
menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu
diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atr ium kanan.
Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran
masuknya darah dalam vena kava superior dan inferior ke dalam jantung
7
sehingga mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena -vena
sistemik tersebut (bendungan pada vena jugularis dan bendungan dalam hepar)
dengan segala akibatnya (tekanan vena jugularis yang meninggi dan
hepatomegali). Bila keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik
yang lebih berat dengan akibat timbulnya edema tumit atau tungkai bawah dan
asites.
1.8 Klasifikasi
Menurut Mansjoer (2001) berdasarkan bagian jantung yang mengalami
kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal
jantung kanan dan gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kiri terjadi
dyspneu d’effort, fatigue, ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal, batuk,
pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4,
pernapasan cheyne stokes, takikardi, pulsusu alternans, ronkhi dan kongesti vena
pulmonalis. Pada gagal jantung kanan timbul edema, liver engorgement,
anoreksia dan kembung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung
kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda tanda
penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2 mengeras,
asites, hidrothoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali dan pitting edema.
Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung
kiri dan kanan. New York Heart Association (NYHA) (Mansjoer, 2001)
membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas:
1. Kelas 1; Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
2. Kelas 2; Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas
sehari hari tanpa keluhan.
3. Kelas 3; Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa
keluhan
4. Kelas 4; Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun dan
harus tirah baring.
8
1.9 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari gagal jantung harus dipertimbangkan relative
terhadap derajat latihan fisik yang menyababkan timbulnya gejala. Pada
permulaan, secara khas gejala-gejala hanya muncul pada latihan atau aktivitas
fisik; toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih
awal dengan aktivitas yang lebih ringan.
Menurut Hudak dan Gallo (1997) tanda dan gejala yang terjadi pada
gagal jantung kiri antara lain kongesti vaskuler pulmonal, dyspnea, ortopnea,
dispnea nokturnal paroksismal, batuk, edema pulmonal akut, penurunan curah
jantung, gallop atrial (S3), gallop ventrikel (S4), crackles paru, disritmia, bunyi
nafas mengi, pulsus alternans, pernafasan cheyne-stokes, bukti-bukti radiologi
tentang kongesti vaskuler pulmonal. Sedangkan untuk gagal jantung kanan
antara lain curah jantung rendah, peningkatan JVP, edema, disritmia, S3 dan S4
ventrikel kanan, hiperresonan pada perkusi.
1.10 Diagnosa
Diagnosa gagal jantung kongestif menurut Framingham ( Mansjoer,
2001) dibagi menjadi 2 yaitu:
Tabel 2. Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung
Kriteria Mayor:
Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
Distensi vena leher
Rales paru
Kardiomegali pada hasil rontgen
Edema paru akut
S3 gallop
Peningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kanan
Hepatojugular reflux
Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon
pengobatan gagal jantung
9
Kriteria Minor:
Edema pergelangan kaki bilateral
Batuk pada malam hari
Dyspnea on ordinary exertion
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi ≥ 120x/menit
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor harus ada pada saat yang bersamaan.
1.11 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Dongoes (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu:
a. Elektrokardiogram (EKG) Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan
aksis, iskemia, disritmia, takikardi, fibrilasi atrial. Pada elektrokardiografi 12
lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh penderita dengan
gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus.
Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST
– T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila
gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran yang
normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu pada pasien
sangat kecil kemungkinannya.
b. Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
c. Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram doppler)
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktili tas
ventrikular.Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang
sangat berguna pada gagal jantung.Ekokardiografi dapat menunjukkan
gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang
10
perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal
jantung,susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang
berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko
disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak
terkontrol,atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan
fungsi sistolik, fungsi diastolic mengetahui adanya gangguan katup, serta
mengetahui risiko emboli.
d. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau
insufisiensi.
e. Rongent dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah
abnormal.Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya
pembesaran siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran
kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila
tekanan vena pulmonal lebih dari 20mmHg dapat timbul gambaran cairan
pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila
tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan
paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna.Dapat pula tampak
gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak
terkena adalah bagian kanan.
f. Enzim hepar
Meningkat dalam gagal/kongesti hepar.
g. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretik.
h. Oksimetri nadi
Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut menjadi kronis.
11
i. Analisa gas darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini)
atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
j. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin
Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan
baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
k. Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai
pre pencetus gagal jantung kongestif.
1.12 Penatalaksanaan
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban
kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi
miokardium,baik secara sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari : 1) beban
awal, 2) kontraktilitas,dan 3) beban akhir.
Menurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan Congestive Heart
Failure adalah:
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
3. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema dan
aritmia.
4. Digitalisasi ;
a. Dosis digitalis:
Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4-6 dosis
selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0.5 mg selama 2-4 hari. Digoksin iv
0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam. Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam
24 jam.
b. Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari.Untuk
pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan
c. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
12
d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang
berat :
Digoksin 1-1,5 mg iv perlahan lahan Cedilanid 04-0,8 mg iv perlahan
lahan.
5. Menurunkan beban jantung
Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretic dan
vasodilator. Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV, penggunaan
diuretic, digoksin dan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE),
diperlukan mengingat usia harapan hidup yang pendek. Untuk gagal jantung
kelas II dan III diberikan ;
1) Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40-80 mg)
2) Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun kelainan sinus
Penghambat ACE (captopril mulai dari dosis 2 X 6,25 mg atau setara
penghambat ACE yang lain, dosis ditingkatkan secara bertahap dengan
memperhatikan tekanan darah pasien); isorbid dinitrat (ISDN) pada pasien
dengan kemampuan aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia yang
menetap,dosis dimulai 3 X 10-15 mg. Semua obat harus dititrasi secara
bertahap.
a) Diet rendah garam
b) Diuretik
Yang digunakan furosemid 40-80 mg. Dosis penunjang rata-rata
20 mg. Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai
garam kalium atau diganti dengan spironolakton. Diuretik lain yang dapat
digunakan antara lain hidroklorotiazid, klortalidon, triamteren, amilorid
dan asam etakrinat. Dampak diuretic yang mengurangi beban awal tidak
mengurangi curah jantung atau kelangsungan, tapi merupakan
pengobatan garis pertama karena mengurangi gejala dan pengobatan dan
perawatan di rumah sakit. Penggunaan penghambat ACE bersama
diuretic hemat kalium harus berhati hati karena memungkinkan
timbulnya hiperkalemia.
13
c) Vasodilator
1)Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 μg/kg BB/menit iv.
2)Nitroprusid 0,5-1 μg/kgBB/menit iv
3) Prazosin per oral 2-5 mg
4)Penghambat ACE: kaptopril 2 X 6,25 mg.
Prosedur Tetap Penanganan Gagal Jantung :
1. Segera baringkan ke tempat tidur, dengan posisi ½ duduk
2. Berikan O2 3-6 liter/menit
3. Digitalisasi misalkan dengan
a. Cedilanid IV 1,2-1,6 mg/24 jam,
b. Digoxin IV 0,75– 1mg dalam 4 dosis/24 jam atau oral 0,5-2mg dalam 4
dosis/24 jam dilanjut 2x0,5mg selama 2-4 hari.
4. Pasang infus Dextrose 5% atau NaCl 0,9% dapat ditambahkan aminofilin 1-2
ampul. Aminofilin dapat juga diberikan bolus 1 ampul IV pelan
5. Dapat diberikan lasix 1-2 ampul IV (40-80mg) dosis penunjang rata-rata
20mg
6. Beri tablet Kalium (Aspar K atau KSR)
7. Untuk NYHA kelas III dan IV dirawat di ICU
1.13 Komplikasi
1. Efusi Pleura
Merupakan akibat dari peningkatan tekanan dikapiler pleura,
transudasi dari kapiler ini memasuki rongga pleura. Efusi pleura ini biasanya
terjadi pada lobus sebelah kanan bawah
2. Arrhytmia
Pasien dengan gagal jantung kongestif memiliki resiko tinggi
mengalami aritmia, hampir setengah kejadian kematian jantung mendadak
disebabkan oleh ventrikuler arrhythmia
3. Trombus pada ventrikel kiri
Pada kejadian gagal jantung kongestif akut ataupun kronik, dimana
terjadinya pembesaran dari ventrikel kiri dan penurunan cardiac output hal
14
ini akan meningkatkan kemungkinan pembentukan thrombus diventrikel kiri,
sehingga American college of cardiology dan AHA merekomendasikan
pemberian antikoagulan pada pasien dengan gagal jantung kongestif dan
atrial fibrilasi atau fungsi penurunan ventrikel kiri (Cth: ejection fraction
kurang dari 20%). Sekali terbentuk thrombus, hal ini bisa menyebabkan
penurunan kontraksi ventrikel kiri, penurunan cardiac output dan kerusakan
perfusi pasien akan menjadi lebih parah. Pembentukan emboli dari thrombus
juga mungkin mengakibatkan terjadinya cerebrovaskular accident (CVA)
15
Ilustrasi Kasus
Identitas pasien
Nama : Bujang
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Rekam medik : 129823
Alamat : Tembok, Jorong IV Surabayo, Lubuk Basung
Keluhan utama : Badan terasa lemah, letih dan lesu sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit
Riwayat penyakit sekarang :
Badan terasa lemah, letih dan lesu sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
Sesak nafas sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit semakin lama semakin
sesak.
Sesak semakin bertambah jika beraktifitas dan berkurang jika beristirahat.
Sesak tidak dipengaruhi cuaca dan makanan.
Riwayat asma (-), batuk (-)
Riwayat merokok (+), berhenti merokok sejak 2 tahun yang lalu.
Pasien menggunakan 2 bantal jika tidur.
Pasien mengeluhkan perut membesar dan sakit sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit.
Pasien mengeluhkan mata kuning sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Mual (+), muntah (-)
Demam (+) sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
Nyeri sendi (-)
Nyeri perut kanan atas (-)
BAK seperti air teh sejak sakit
BAB seperti dempul (-)
16
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien pernah 2 kali dirawat di bagian penyakit dalam RSUD Lubuk Basung
dengan penyumbatan pembuluh darah jantung.
Riwayat Pengobatan :
Pasien kontrol ke poliklinik penyakit dalam RSUD Lubuk Basung, tapi kontrol
tidak teratur. Pasien diberikan 3 macam obat tapi tidak tahu nama obat yang diberikan.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini.
Riwayat sosio ekonomi:
- Pasien bekerja sebagai petani
17
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : CMC
Nadi : 96 x/menit
Nafas : 32x/menit
Suhu : 37,6oC
Edema : +/+ minimal
Anemis : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Ikterus : +/+
Pemeriksaan fisik
Kepala : Normochepal
Rambut : Hitam tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik,
THT : tidak ditemukan kelainan
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Dada :
Pulmo
I – normochest
P - fremitus kiri=kanan
Pe- sonor
A- Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor
I- iktus kordis tidak terlihat
P- iktus kordis teraba 4 jari lateral LMCS RIC V
Pe- Batas jantung atas RIC II, kanan 2 jari medial LSD, kiri pada aksila anterior
RIC VI
A- Bunyi jantung murni, Irama teratur, bising (-)
18
Abdomen
I- distensi (-), spider naevi (-)
P-supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar teraba 1 jari Bawah arcus costarum.
Pe- timpani
A-bising usus (+) normal
Genitalia : tidak diperiksa
Ekstremitas :
perfusi baik
edema +/+ minimal
Laboratorium
Darah :
Hb : 13,6 gr/dl
Leukosit : 9.600/mm3
Eritrosit : 4.550.000/mm3
Trombosit : 225.000/mm2
Ht : 37%
LED : 10/jam
Hitung jenis : 0/0/2/70/23/5
Gula Darah Sewaktu: 152
Ur/Cr : 35/0,8
SGOT : 429
SGPT : 419
HbsAg : (-)
Bilirubin : 6,3 mg/dl
Bilirubin direk: 2,51 mg/dl
Bilirubin indirek: 3,79 mg/dl
Urine
Warna : kuning muda
pH : 5,5
19
Reduksi : -
Protein : +1
Bilirubin : -
Urobilin : normal
EKG:
Sinus Takikardi
Left atrial abnormality
Abnormal left axis deviation
Left anterior fascicular block
LVH with repolarization abnormality
Foto thoraks : kardiomegali
Diagnosis kerja :
HHD
Hepatokongestif ec CHF fc II
Terapi :
Ist/ DJ II
IVFD D5% 8 jam/kolf
Lasix 1x4 mg IV
Captopril 2x12,5 mg p.o
Ranitidin 2x 50 mg IV
Curcuma 3x1
Bisoprolol 1 x 1,25 mg p.o
Follow up
13 Mei 2013
S/ Sesak (+) berkurang
20
demam (-)
BAB dan BAK biasa
O/ Sakit sedang, sadar
TD: 120/80 mmHg
Nadi : 80x/I
nafas : 20x/I
T: afebris
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Leher : JVP 5+0 cmH2O
Dada
Pulmo : vesikuler, rhonki -/- wheezing -/-,
Cor : Irama teratur, bising (-)
Perut : distensi (-), bising usus (+) normal, hepar teraba 1 jari bawah arcus
costarum
Ekstrimitas : edema +/+, perfusi baik
Terapi :
Ist/ DJ II
IVFD D5% 8 jam/kolf
Lasix 1x4 mg IV
Captopril 2x12,5 mg p.o
Ranitidin 2x 50 mg IV
Curcuma 3x1
Bisoprolol 1 x 1,25 mg p.o
14 Mei 2013
S/ Sesak (+) berkurang
Mual (+) muntah (-)
demam (-)
batuk (-)
BAB dan BAK biasa
21
O/ Sakit sedang, sadar
TD: 120/80 mmHg
Nadi : 82x/I
nafas : 20x/I
T: 36’C
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5+0 cmH2O
Dada
Pulmo : vesikuler, rhonki -/- wheezing -/-,
Cor : Irama teratur, bising (-)
Perut : distensi (-), bising usus (+) normal, hepar
Ekstrimitas : edema +/+ berkurang, perfusi baik
Terapi :
Ist/ DJ II
IVFD D5% 8 jam/kolf
Lasix 1x4 mg IV
Captopril 2x12,5 mg p.o
Ranitidin 2x 50 mg IV
Curcuma 3x1
Bisoprolol 1 x 1,25 mg p.o
15 Mei 2013
S/ Sesak (+) berkurang
Batuk (+) berdahak
Demam (-)
Mual (-) muntah (-)
demam (-)
batuk (-)
BAB dan BAK biasa
O/ Sakit sedang
22
Kesadaran : CMC
TD: 120/80 mmHg
Nadi : 80x/I
nafas : 20x/I
T: 36,5oC
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Leher : JVP 5+0 cmH2O
Dada
Pulmo : vesikuler, rhonki -/- wheezing -/-,
Cor : Irama teratur, bising (-)
Perut : distensi (-), bising usus (+) normal, hepatomegali
Ekstrimitas : edema +/+ berkurang, perfusi baik
Terapi :
Ist/ DJ II
IVFD D5% 8 tts/menit
Lasix 1x 4 mg IV
Ambroxol 3x1 p.o
Ranitidin 2x50 mg IV
Curcuma 3x1
Ramipril 1x1,25 mg p.o
Bisoprolol 1x1,25 mg
Kesimpulan
Diagnosis HHD dan hepatokongestif ec CHF pada pasien ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis didapatkan riwayat keluhan lemah dan letih, sesak yang bertambah
dengan aktivitas, tidur menggunakan dua bantal, perut yang dirasakan
membesar, mata kuning, mual dan BAK seperti teh. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan sklera ikterik, batas jantung yang melebar, hepatomegali, edema pada
ekstremitas. Pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan kadar bilirubin
23
total, direk dan indirek, kelainan pada gambaran EKG dan gambaran
kardiomegali pada foto thorak.
Tatalaksana pada pasien ini adalah istirahat, Diet jantung II, IVFD D5% 8
jam/kolf, Lasix 1x4 mg IV, Captopril 2x12,5 mg p.o, Ranitidin 2x 50 mg
IV,Curcuma 3x1, dan Bisoprolol 1 x 1,25 mg p.o.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, A., dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Penerbit Media
Ausculapius FKUI, 2001.
2. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S.
Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007
3. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrison`s Manual of
Medicine,16th ed, 2005.
4. Mariyono H, Santoso A. Gagal Jantung.FK Unud/RSUP Sanglah, Denpasar
5. www.medlinux.blogspot.com
6. www.pkugombong.blogspot.com
7. Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku
2, Edisi 4, Tahun 1995, Hal ; 704 – 705 & 753 - 763.
25