42
CASE REPORT ANESTESI PADA PASIEN LAPARATOMI

Case Report Anestesi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Case Report Anestesi

CASE REPORTANESTESI PADA PASIEN LAPARATOMI

Page 2: Case Report Anestesi

ANAMNESIS

IDENTITAS• Nama : Tn. M• Tanggal masuk : 08 Februari 2014 • No.MR : 73-27-05-00• Umur : 46 tahun• Jenis Kelamin : Laki-laki• Agama : Katholik• Pekerjaan : Pegawai Swasta• Status : Menikah• Alamat : Jl. Nusa Indah Blok C8 No. 18• Bangsal : Edelweiss• Diagnosa pra bedah : Ikterus Obstruktif ec tumor caput

pankreas• Diagnosa pasca bedah : Post kolesistektomi atas indikasi

kolelithiasis

Page 3: Case Report Anestesi

• RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT :

•Pasien datang dengan keluhan nyeri di perut sejak 6 bulan terakhir. Nyeri dirasakan seperti disayat-sayat dan semakin hari nyeri semakin hebat. Pola nyeri semakin bervariasi saat sehabis makan makanan berlemak. Pasien sudah mencoba berobat ke berbagai RS tapi belum membaik. Beberapa minggu terakhir, pasien berasa nyeri semakin hebat

Page 4: Case Report Anestesi

Persiapan Pre Operasi

A : tidak ada riwayat alergi obat-obatan, makanan dan penyakitM : antibiotic sebelum operasi P : riwayat DM (-), HT (-), asma (-)L : puasa 8 jam sebelum operasiE : -

Page 5: Case Report Anestesi

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

• Riwayat Diabetes Tidak ada

• Riwayat Hipertensi Tidak ada

• Riwayat Asma Tidak ada• Riwayat Alergi Tidak ada• Riwayat Trauma Tidak

ada• Tumor Usus tahun 2012

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :

• Riwayat Diabetes Tidak ada

• Riwayat Hipertensi Tidak ada

• Riwayat Asma Tidak ada

• Riwayat Alergi Tidak ada

Page 6: Case Report Anestesi

• PEMERIKSAAN FISIK• Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang• Kesadaran : Komposmentis• Tekanan darah : 130/80 mmHg• Nadi : 80 kali/menit• RR : 22 kali/menit• Suhu : 37,8’C

Page 7: Case Report Anestesi

• Berat Badan : 45 kg• Tinggi Badan : 155 cm• BMI : [BB (kg)]/[tinggi (dalam

meter)2] : [45 kg/(1,6)] : 31,25 %

Page 8: Case Report Anestesi

• Kepala : Normocephali, trauma (-)

• Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik ++/++, Pupil isokor 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+

• THT : Normotia, Cavum nasi lapang/lapang, Sekret -/-, Tonsil T1-T1 tenang, Arcus faring simetris, Uvula ditengah

• Pemakaian gigi palsu : Tidak ada

• Leher : Kelenjar Getah Bening tidak teraba membesar

Page 9: Case Report Anestesi

• Thoraks :• Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri,

retraksi (-)• Palpasi : Vocal fremitus simetris simetris kanan=kiri• Perkusi : Sonor simetris kanan=kiri• Auskultasi : BND vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-, Bunyi

Jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Page 10: Case Report Anestesi

Abdomen : • Inspeksi : Perut tampak buncit• Auskultasi : Bising usus (+) 6x/menit• Palpasi : NT + kanan atas denan vesica teraba bulging, tiba

massa di sentra epigastrica sinistra, intraabdomen batas tidak tegas, berbenjol-benjol

• Perkusi : tidak dilakukan• Ekstremitas: Akral hangat, capillary refill <2”, edema (-), sianosis (-)

Pemeriksaan.Fisik Pre-operasi (23 februari 2014 )• Airway Paten, nafas spontan, RR 22x/mnt, Rh (-), Wh(-), mallampati

3, leher bebas, buka mulut ≥ 3jari, gigi goyang (-), gigi palsu (-), foto thorax kesan kardiomegali

• ASA : 3 

Page 11: Case Report Anestesi

• PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Hemoglobin : 11.1 g/dl

• Hematokrit : 31,5 %

• Leukosit : 7,6 rb/ul• Trombosit : 290 rb/ul• Natrium : 133

mmol/dl• Kalium : 4,7

mmol/dl• Klorida : 98

• Massa perdarahan : 1,30• Massa pembekuan : 14• Kontrol massa protrombin :

13• Pasien : 15• AST : 25• ALT : 16• GDS : 117• Ureum : 18 mg/dl• Kreatinin : 0,76

mg/dl• SGOT : 77 U/L• SGPT : 44 U/L

Page 12: Case Report Anestesi

INTRAOPERATIF• Tindakan Operasi : Laparatomi

• Jenis Anestesi : anestesi umum• Teknik Anestesi : premedikasi IV, induksi IV,

preoksigenasi, intubasi,ETT no. 7,5 kinking, cuff (+)• Posisi : Supine• Anestesi dengan : propofol• Respirasi : CR : 460, RR : 10• Keseimbangan Cairan : • Input : pre-op RL 400 cc

Durante op RL 500 cc, Asering 500 cc, NaCl 500 cc

• Output : Perdarahan ± 250 cc

Page 13: Case Report Anestesi

No Waktu TD nadi Saturasi

1 10.30 110/70 70 100 %

2 10.45 130/70 50  

3 11.00 70/50 80  

4 11.15 110/80 90  

5 11.30 120/70 86  

6 11.45 120/90 75  

7 12.00 120/80 100  

8 12.15 160/100 84  

9 12.30 120/90 94  

:

Page 14: Case Report Anestesi

10 12.45 120/80 78  

11 13.00 120/70 80 100 %

12 13.15 140/100 82  

13 13.30 150/90 78  

14 13.45 150/80 76  

15 14.00 110/60 74  

Page 15: Case Report Anestesi

• Lama Operasi : 10.30-14.10 wib• Lama Anestesia : 10.15-14.15 wib 

Page 16: Case Report Anestesi

POST OPERATIFPasien masuk ruang pemulihanObservasi tanda-tanda vital :Tekanan darah

No. Jam TD Nadi Nafas

1. 14.30 160/70 88 18x/mnt

2. 15.00 150/80 90 16 x/mnit

3. 15.30 150/80 92 16 x/menit

4. 16.00 140/70 88 16 x/mnit

:

Page 17: Case Report Anestesi

• Instruksi Post-op : -• Ketorolac 3 x 30 mg/IV• Ondancentron 8 mg IV kp• Antibiotika dan obat-obatan lain sesuai dokter

bedah• Minum jika sadar penuh dan bising usus (+)• RL : D5 2:1/24 jam

Page 18: Case Report Anestesi

• TINDAKAN ANESTESI• Anestesi yang diberikan :• 1.Pasien diposisikan pada posisi supine.• 2.Memastikan kondisi pasien stabil dengan vital

sign dalam batas normal.• Obat fortanest dosis 2 mg diberi intravena untuk

tujuan premedikasiObat berikut dimasukkan secara intravena:• Fentanyl 100 µg• Propofol 80 mg• Ecron 4 mg• Ondansentron 4 mg• Vit. K 10 mg• Extrace 500 mg

Page 19: Case Report Anestesi

• As. Traneksamat 500 mg• Atropine 0,5 mg• Prostigmin 1 mg• Ketorolac 50 mg

• Pasien diberi oksigen 100% 10 liter dengan metode over face mask

• Pemberian oksigen (preoksigenasi) 100% 10 liter dilanjutkan dengan metode face mask selama 2-5 menit

Page 20: Case Report Anestesi

• • Dipastikan apakah airway pasien paten• Dimasukkan muscle relaxant ecron 5 mg intravenous dan diberi bantuan nafas dengan ventilasi mekanik• Dipastikan pasien sudah berada dalam kondisi tidak sadar dan stabil untuk dilakukan intubasi ETT• Dilakukan intubasi ETT dilakukan ventilasi dengan oksigenasi• Cuff dikembangkan, lalu cek suara nafas pada semua lapang paru dan lambung dengan stetoskop, dipastikan suara nafas dan dada mengembang secara simetris ETT difiksasi agar tidak lepas dan disambungkan dengan ventilator

Page 21: Case Report Anestesi

• • Maintenance dengan inhalasi oksigen 2,5 lpm, N2O 2,5 lpm, dan isofluran MAC 2 lpm• Monitor tanda-tanda vital pasien, produksi urin, saturasi oksigen, tanda-tanda komplikasi (pendarahan, alergi obat, obstruksi jalan nafas, nyeri)• Dilakukan ekstubasi apabila pasien mulai sadar, nafas spontan dan ada reflek-reflek jalan napas atas, dan dapat menuruti perintah sederhana.

Page 22: Case Report Anestesi

• Keadaan post operasi• Operasi selesai dalam waktu 3 jam 40 menit.

Kemudian keadaan akhir pembedahan yaitu TD 150/100, nadi 90 x/menit, RR 20x/menit, SpO2 99%.

• Ruang Rumatan • Pasien dipindah ke ruang pemulihan dan

diobservasi mengenai pernafasan, tekanan darah, nadi.

Page 23: Case Report Anestesi

• Program post operasi • Pasang O2 nasal kanul 2-3L/menit.

• Kontrol tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 15 menit.

• Bila pasien kesakitan beri Recopain 3x 30 mg/IV• Ondancentron 8 mg IV kp• Antibiotika dan obat-obatan lain sesuai dokter

bedah• Minum jika sadar penuh dan bising usus (+)• RL : D5 2:1 /24 jam

Page 24: Case Report Anestesi

DEFINISI• Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa

unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya. Sinonimnya dari batu empedu adalah kolelitiasis, gallstones, dan biliary calculus.1

 

Page 25: Case Report Anestesi

ANATOMI• Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong

berbentuk buah advokat yang terletak pada permukaan visceral hepar dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu.

• Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum

Page 26: Case Report Anestesi

• Empedu melakukan dua fungsi penting yaitu : • a. asam empedu membantu mengemulsikan partikel-

partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.

• b. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.

Page 27: Case Report Anestesi

JENIS BATU • a. Batu Kolesterol • B.Batu bilirubin

Page 28: Case Report Anestesi

Etiologi• Penigkatan kolesterol• Statis empedu• infeksi

Page 29: Case Report Anestesi

. PENATALAKSANAAN • a. Tindakan Operatif • 1) Kolesistektomi • Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi.

Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan pengobatan Indikasi kolesistektomi adalah sebagai berikut :

• - Adanya keluhan bilier yang mengganggu atau semakin sering atau berat. • - Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu. • - Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya

Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya.

 

• Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut

Page 30: Case Report Anestesi

Pembahasan preoperatif• Kunjungan terhadap pasien sebelum pasien

dibedah harus dilakukan sehingga dapat mengetahui adanya kelainan diluar kelainan yang akan di operasi, menentukan jenis operasi yang akan di gunakan, melihat kelainan yang berhubungan dengan anestesi seperti adanya riwayat hipertensi, asma, alergi, atau decompensasi cordis. Selain itu, dengan mengetahui keadaan pasien secara keseluruhan, dokter anestesi bisa menentukan cara anestesi dan pilihan obat yang tepat pada pasien.

Page 31: Case Report Anestesi

• Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien yang sehat dan asimtomatik setidaknya meliputi tanda-tanda vital (tekanan darah, heart rate, respiratory rate, suhu) dan pemeriksaan airway, jantung, paru-paru, dan system musculoskeletal.

Page 32: Case Report Anestesi

• Pemeriksaan gigi geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar, leher pendek dan kaku sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan dalam melakukan intubasi. Kesesuaian masker untuk anestesi yang jelek harus sudah diperkirakan pada pasien dengan abnomalitas wajah yang signifikan.

Page 33: Case Report Anestesi

• Mikrognatia (jarak pendek antara dagu dengan tulang hyoid), insisivus bawah yang besar, makroglosia, Range of Motion yang terbatas dari Temporomandibular Joint atau vertebrae servikal, leher yang pendek mengindikasikan bisa terjadi kesulitan untuk dilakukan intubasi trakeal.

Page 34: Case Report Anestesi

• Evaluasi pre operasi meliputi history taking (AMPLE), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang berhubungan. Evaluasi tersebut juga harus dilengkapi klasifikasi status fisik pasien berdasarkan skala ASA. History taking bisa dimulai dengan menanyakan adakah riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan, alergi (manifestasi dispneu atau skin rash) harus dibedakan dengan dengan intoleransi (biasanya manifestasi gastrointestinal)

Page 35: Case Report Anestesi

Masukan Oral• Reflek laring mengalami penurunan selama

anestesi. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko utama pada pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesi harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesi.Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Pada pasien ini sudah benar dilakukan puasa selama 8 jam

Page 36: Case Report Anestesi

• Terapi CairanTerapi cairan perioperatif termasuk penggantian defisit cairan sebelumnya, kebutuhan maintenance dan luka operasi seperti pendarahan. Dengan tidak adanya intake oral, defisit cairan dan elektrolit bisa terjadi cepat karena terjadinya pembentukan urin, sekresi gastrointestinal, keringat dan insensible losses yang terus menerus dari kulit dan paru. Kebutuhan maintenance normal dapat diperkirakan dari tabel dibawah:Berat Badan Jumlah10kg pertama x 4 mL/kg/jam10kg berikutnya x 2 mL/kg/jamTiap kg di atas 20kg x1 mL/kg/jam

• Pada pasien ini BB; 50 kg• (10 x 4 ml) + ( 10x 2)+ (30x1) = 90 cc/jam

Page 37: Case Report Anestesi

• Pasien yang puasa tanpa intake cairan sebelum operasi akan mengalami deficit cairan karena durasi puasa. Defisit bisa dihitung dengan mengalikan kebutuhan cairan maintenance dengan waktu puasa.Pada pasien ini, telah diberikan cairan maintenance sebanyak 900cc cairan RL sebelum operasi.

• Berat badan pasien adalah 50 kg dimana kebutuhan cairan maintenance adalah 90cc/jam dan pasien ini dipuasakan selama 8 jam sebelum operasi, tetapi kenyataannya pasien puasa selama 12 jam. Jadi defisit cairan pasien ini secara total adalah 1080 cc.

Page 38: Case Report Anestesi

Premedikasi

• Pada pasien ini diberikan obat premedikasi berupa inj. midazolam 3 mg dan fentanyl 25 mcg.

• Midazolam juga bisa berfungsi sebagai induksi, sedasi, dan mengurangi kebutuhan obat anestesi sedangkan fentanyl adalah analgetik.

Page 39: Case Report Anestesi

• Durante Operasi Pemakaian Obat Anestesi

• Pada kasus ini induksi anestesi menggunakan propofol. Mekanisme induksi general anestesi dengan propofol melibatkan fasilitasi dari inhibisi neurotransmitter yang dimediasi oleh GABA.

• Propofol bisa mempotensiasi Nondepolarizing neuromuscular blocking agents (NMBA) yang juga digunakan pada kasus ini (Ecron). Penggunaan propofol bersamaan dengan fentanyl dapat meningkatkan konsentrasi fentanyl.

• Pada kasus ini analgetik yang digunakan adalah fentanyl. Beberapa klinisi memberikan midazolam (pada kasus ini diberikan untuk premedikasi) dengan jumlah kecil (misal 30µg/kg) sebelum induksi dengan propofol, karena mereka percaya bahwa kombinasi tersebut mempunyai efek sinergis (onset lebih cepat dan kebutuhan dosis total menjadi turun).

Page 40: Case Report Anestesi

• Pada kasus ini maintenance anestesi diberikan dengan anestesi inhalasi. Obat anestesi inhalasi yang dipakai adalah isoflurane. Isoflurane tidak memiliki kontraindikasi khusus. Isofluran juga dapat mempotensiasi NMBA (pada pasien ini dipakai ecron).

• Pada kasus ini jenis anestesi yang digunakan adalah general anestesi dengan intubasi. Sebelum dilakukan intubasi diperlukan muscle relaxant sehingga proses intubasi lebih mudah dilakukan.

• Secara teoritis, pemberian 10–15% dosis intubasi muscle relaksan 5 menit sebelum induksi akan menempati cukup reseptor sehingga paralisis akan cepat mengikuti ketika keseimbangan relaxant sudah diberikan.

• Setelah intubasi, paralisis otot mungkin perlu diteruskan untuk memfasilitasi operasi misal operasi abdominal atau untuk manajemen anestesi atau untuk kebutuhan mengontrol ventilasi. Pada kasus ini vecuronium diulang setelah ± 45 menit pemberian yang pertama karena operasi masih dalam proses, sehigga intubasi masih tetap dipertahankan (supaya ventilasi terkontrol).

Page 41: Case Report Anestesi

• MonitoringSalah satu tugas utama dokter anestesi adalah menjaga pasien yang dianestesi selama operasi. Parameter yang biasanya digunakan untuk monitor pasien selama anestesi adalah:- Frekuensi nafas, kedalaman dan karakter- Heart rate, nadi, dan kualitasnya, tekanan darah- Warna membran mukosa, dan capillary refill time- Kedalaman/stadium anestesi (tonus rahang, posisi mata, aktivitas reflekpalpebra)- Kadar aliran oksigen dan obat anestesi inhalasi- Pulse oximetry: tekanan darah, saturasi oksigen, suhu

• Pada kasus ini, setelah 1 jam di recovery room pasien di-assess dengan Aldrete Score 10 karena pasien sudah sadar penuh, tekanan darah relatif tetap dibanding preoperatif, pasien mampu bernafas dalam dan batuk, SpO2 99% dengan udara ruangan, dan pasien mampu menggerakkan keempat ekstrimitasnya. Oleh karena itu, pasien kemudian dipindah ke ruangan biasa.

Page 42: Case Report Anestesi

TERIMA KASIH