Upload
paul-wendy-dasilva
View
74
Download
17
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah anak ukrida
Citation preview
Disproporsi Cephalo Pelvic pada Kehamilan
Imelda Trivintia
102012458 / B10
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email: [email protected]
Pendahuluan
Saat ini, istilah seperti disproporsi cephalopelvic (CPD) dan kegagalan kemajuan
(failure to progress) sering digunakan untuk menjelaskan persalinan yang tidak efektif
sehingga perlu dilakukan section sesaria. Istilah Disproporsi cephalopelvic mulai digunakan
sebelum abad ke-20 untuk menjelaskan obstruksi persalinan akibat disparitas
(ketidaksesuaian) antara ukuran kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat
keluar melalui vagina. Namun, istilah ini berasal dari masa saat indikasi utama seksio sesaria
adalah penyempitan panggul yang nyata akibat rakitis. Saat ini disproporsi seperti itu jarang
dijumpai dan sebagian disproporsi disebabkan oleh mal posisi kepala janin atau akibat
kontraksi yang tidak efektif.
Kegagalan kemajuan (failure to progress) baik pada persalinan spontan maupun
persalinan diinduksi telah menjadi istilah yang semakin popular untuk menggambarkan
persalinan yang tidak efektif. Istilah ini juga digunakan untuk tidak adanya kemajuan
pembukaan servik atau penurunan janin. 1
Kasus
Seorang perempuan berusia 25 tahun sudah sejak kemarin mules-mules dan ditolong
oleh dukun beranak tetapi anaknya belum lahir juga. Akhirnya keluarganya membawanya ke
RS untuk mendapat pertolongan. (Pasien G1P0A0, mules sudah kurang lebih 14 jam.
Kontraksi uterus kuat, pembukaan 4 cm, presentasi belakang kepala tapi masih tinggi,
promontorium teraba.
1
Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat
dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap
orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai
aloanamnesis. Termasuk di dalam aloanamnesis adalah semua keterangan dari dokter yang
merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya
sendiri.
Pada kasus persalinan ini kita lakukan alloanamnesis singkat kepada suami atau wali
pasien. Beberapa anamnesi yang perlu ditanyakan adalah identitas pasien, riwayat kehamilan
( berapa kali hamil, komplikasi hamil terdahulu, pernah keguguran dan umur kehamilan ),
riwayat persalinan , riwayat persalinan, riwayat penyakit pasien dan riwayat penyakit
keluarga.
Hasil anamnesa yang dapat mendukung disproporsi cephalo pelvic adalah kepala
tidak masuk P.A.P dan ada riwayat kehamilan kesalahan letak (LLi, letak bokong), partus
yang lalu berlangsung lama, anak mati atau persalinan ditolong dengan alat-alat (ekstraksi
vakum atau forsep) dan operasi. 2
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi Ibu kelihatan pendek (TB < 145) ruas tulang-tulangnya atau ada skoliosis,
kifosis, dll. Kelainan panggul luar (rachitis, dsb) kalau kepala belum masuk P.A.P
kelihatan kontur seperti kepala menonjol diatas simfisis.
b. Palpasi Kepala tidak masuk p.a.p atau masih goyang dan terdapat tanda dari
OSBORN, yaitu kepala didorong kearah p.a.p dengan satu tangan diatas simpisis
pubis sedang tangan lain mengukur tegak lurus pada kepala yang menonjol.
( = 3 jari
(-) = masuk p.a.p
(±) = antara kesalahan-kesalahan letak
c. Pelvimetri Klinis
1. Pemeriksaan panggul luar: apakah ukurannya kurang dari normal
2
2. Pemeriksaan dalam (V.T): apakah promontorium teraba, lalu diukur C.D dan
C.V: linea innominata teraba seluruhnya atau tidak, spina ischiadica dll
Pemeriksaan umum kadang-kadang sudah membawa pikiran ke arah kemungkinan
kesempitan panggul. Sebagaimana adanya tuberkulosis pada kolumna vertebra atau pada
panggul, luksasio koksa kongenitalis dan poliomielitis dalam anamnesis memberi petunjuk
penting , demikian pula ditemukannya kifosis, ankilosis pada artikulosio koksa di sebelah
kanan atau kiri dan lain-lain pada pemeriksaan fisik memberikan isyarat-isyarat tertentu. Pada
wanita yang lebih pendek daripada ukuran normal bagi bangsanya , kemungkinan panggul
kecil perlu diperhatiakn pula.
Akan tetapi apa yang dikemukakan di atas tidak dapat diartikan bahwa seorang wanita
dengan bentuk badan normal tidak dapat memiliki panggul dengan ukuran-ukuran yang
kurang dari normal, ditinjau dari satu atau beberapa segi bidang panggul. Dalam hubungan
ini beberapa hal perlu mendapat perhatian.
Anamnesis tentang persalinan-persalinan terdahulu dapat memberi petunjuk tentang
keadaan panggul. Apabila persalinan tersebut berjalan lancar dengan dilahirkannya janin
dengan berat badan normal, maka kecil kemungkinan bahwa wanita yang bersangkutan
menderita kesempitan panggul yang berarti.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaan yang penting untuk
mendapat keterangan lebih banyak tentang keadaan panggul. Cara pelaksanaan pelvimetri
sudah dibahas dengan lengkap pada fisiologi kehamilan, disini hanya dikemukakan beberapa
hal pokok saja. Pelvimetri luar tidak banyak artinya, kecuali untuk pengukuran pintu bawah
panggul dan dalam beberapa hal yang khusus seperti panggul miring.
Pelvimetri dalam dengan tangan mempunyai arti yang penting untuk menilai secara
agak kasar pintu atas panggul serta panggul tengah , dan untuk memberi gambaran yang jelas
mengenai pintu bawah panggul. Dengan pelvimetri rontgenologi diperoleh gambaran yang
jelas tentang bentuk panggul dan ditemuakn angka-angka mengenai ukuran-ukuran dalam
ketiga bidang panggul. Akan tetapi pemeriksaan ini pada masa kehamilan mengandung
bahaya, khusunya bagi janin . Oleh sebab itu tidak dapat dipertanggung jawabkan untuk
menjalankan pelvimetri rontgenologik secara rutin pada masa kehamilan melainkan harus
didasarkan atas indikasi yang nyata, baik dalam masa antenatal, maupun dalam persalinan.
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan persalinan, tetapI
yang tidak kurang penting ialah hubungan antara kepala janin dengan panggul ibu. Besarnya
kepala janin dalam perbandingan dengan luasnya panggul ibu menentukan apakah ada
disproporsi sefalopelvik atau tidak. Masih ada faktor-faktor lain yang ikut menentukan
3
apakah persalinan pervaginam akan berlangsung dengan baik, akan tetapi faktor-faktor ini
baru dapat diketahui pada saat persalinan , seperti kekuatan his dan terjadinya moulage
kepala janin. Besarnya kepala janin, khususnya diameter biparietalisnya dapat diukur dengan
menggunakan sinar rontgen ekan tetapi sefalometri rontgenologi lebih sukar pelaksaannya
dan mengandung bahaya seperti pemeriksaan-pemeriksaan rontgenologik lainnya.
Pengukuran diameter biparietalis dengan cara ultrasonik yang sudah mulai banyak
dilakukan memberikan hasil yang cukup memuaskan. Cara ini tidak berbahaya dibandingkan
dengan pemeriksaan rontgenologik. Pada hamil tua dengan janin dalam presentasi kepala,
dapat dinilai agak kasar adanya disproporsi sefalopelvik dan kemungkinan mengatasinya.
Untuk hal ini pemeriksaan dengan tangan yang satu menekan kepala janin dari atas
kearah rongga panggul sedangkan tangan lain yang diletakkan pada kepala menentukan
apakah bagian ini menonjol diatas simpisis atau tidak (metode osborn).
Pemeriksaan yang lebih sempurna ialah metoda Muller Munro Kerr, tangan yang satu
memegang kepala janin dan menekannya kearah rongga panggul, sedangkan 2 jari tangan
yang lain dimasukkan kedalam rongga vagina untuk menentukan sampai berapa jauh kepala
mengikuti tekanan tersebut. Sementara itu ibu jari atngan yang masuk dalam vagina
memeriksa hubungan antara kepala dan simpisis.2
Pemeriksaan Penunjang
1. Pelvimetri sinar X
Walaupun telah digunakan secara lua, prognosis untuk kelahiran pervagina yang
berhasil baik pada setiap kehamilan tidak dapat diterapkan menggunakan pelvimetri
sinar X saja. Karena itu, pelvimetri sinar X dianggap mempunyai nilai terbatas dalam
penatalaksanaan persalinan dengan presentasi kepala.
2. CT Scanning
Keuntungan dibandingkan dengan pelvimetri sinar X adalah berkurangnya pajanan
terhadap radiasi, akurasi lebih besar dan lebih mudah digunakan.
3. MRI
Keuntungan perlvimetri MRI adalah kurangnya radiasi ionisasi, pengukuran yang
akurat, pencitraan janin yang komplit dan potensi untuk mengevaluasi distosia
jaringan lunak. Penggunaan pencitraan MRI untuk mengukur volume pelvis dan
4
kepala janin dalam usaha untuk mengidentifikasi seorang perempuan yang memiliki
resiko yang besar untuk menjalani caesar karena distosia. 1
Anatomi dan jenis panggul
Panggul menurut anatominya dibagi dalam 4 jenis pokok. Jenis-jenis panggul ini dengan ciri-ciri pentingnya ialah:
1. Panggul ginekoid, dengan pintu atas panggul yang bundar, atau dengan diameter
transversa yang lebih panjang sedikit dari pada diameter antero-posterior dan dengan
panggul tengah serta pintu bawah panggul yang cukup luas.
2. Panggul antropoid, dengan diameter antero-posterior yang lebih panjang dari pada
diameter transversa dan dengan arkus pubis menyempit sedikit.
3. Panggul android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk seperti segitiga,
berhubungan dengan penyempitan kedepan, dengan spina ischiadica menonjol
kedalam dan dengan arcus pubis menyempit.
4. Panggul platipelloid, dengan diameter antero-posterior yang jelas lebih pendek dari
pada diameter transversa pada pintu atas panggul, dan dengan arcus pubis yang luas.
Berhubungan dengan faktor-faktor ras dan sosial ekonomi, frekuensi dan ukuran-
ukuran jenis-jenis panggul berbeda-beda di antara berbagai bangsa. Dengan demikian standar
5
untuk panggul normal pada seorang wanita Eropa berlainan dengan standar seorang wanita
Asia Tenggara.
Panggul disebut sempit apabila ukurannya 1-2 cm kurang dari yang normal.
Kesempitan panggul bisa pada inlet (pintu atas panggul), mid pelvis (ruang tengah panggul),
outlet ( dasar panggul atau pintu bawah panggul), kombinasi dari inlet,mid pelvis atau outlet. 1,2
Pembagian panggul sempit 1. pintu atas panggul (pelvic inlet)
a. Pembagian tingkatan panggul sempit
1. Tingkat I : C.V = 9-10 cm = borderline
2. Tingkat II : C.V = 8-9 cm = relative
3. Tingkat III : C.V = 6-8 cm = Ekstrim
4. Tingkat IV : C.V = 6 cm =Mutlak (absolut) b. Pembagian menurut tindakan
1. C.V = 11 cm……...………Partus Biasa
2. C.V = 8-10 cm……………Partus percobaan
3. C.V = 6-8 cm …………….SC primer
4. C.V = 6 cm ………………..SC mutlak (absolut)
Inlet dianggap sempit bila C.V kurang dari 10 cm atau diameter transversa kurang
dari 12 cm. Karena yang biasa diukur adalah conjugata Diagonalis (C.D) maka inlet
dianggap sempit bila C.D kurang dari 11,5 cm
2. Ruang tengah panggul (midpelvis)
a. Diameter interspinarum 9 cm, atau
b. Kalau diameter transversa ditambahkan dengan diameter sagitalis posterior kurang
dari 13,5 cm.
Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan rontgen pelvimetri. Dengan
pelvimetri klinik, hanya dapat dipikirkan kemungkinan kesempitan midpelvis kalau: -
spina menonjol, partus akan tertahan disebut midpevic arrest
Midpelvis contraction dapat memberi kesulitan sewaktu partus sesudah kepala
melewati pintu atas panggul. Adanya kesempitan ini sebetulnya merupakan
kontraindikasi untuk forsep karena daun forsep akan menambah sempitnya ruangan.
3. Dasar panggul (pelvic outlet)
Adalah bila diameter transversa dan diameter sagitalis posterior <15 cm.
Kesempitan outlet, meskipun bisa tidak menghalangi lahirnya janin, namun dapat
6
menyebabkan perineal rupture yang hebat, karena arkus pubis sempit sehingga kepala
janin terpaksa melalui ruangan belakang. 1,3
Etiologi
Istilah cephalopelvic disproportion mulai digunakan pada abad 20 untuk
menggambarkan adanya hambatan persalinan akibat ketidakseimbangan ukuran kepala bayi
dengan pelvis ibu.
Penyebab dari cephalopelvic disproporsi:
1. Janin yang besar
2. Panggul sempit 3
Epidemiologi
Data dari Reproductive Health Library menyatakan terdapat 180 sampai 200 juta
kehamilan setiap tahun.Dari angka tersebut terjadi 585.000 kematian maternal akibat
komplikasi kehamilan dan persalinan. Sebab kematian tersebut adalah perdarahan 24,8%,
infeksi dan sepsis 14,9%, hipertensi dan preeklampsi/eklampsi 12,9%, persalinan macet
(distosia) 6,9%, abortus 12,9%, dan sebab langsung yang lain 7,9%. 4
Mekanisme persalinan CPDBila panggul sempit dalam ukuran muka belakang dan C.V < 9 cm, maka diameter ini
tidak dapat dilalui oleh dimeter biparietalis dari janin yang cukup bulan. Maka dari itu kalau
kepala turun biasanya terjadi defleksi sehingga yang melewati diameter anteroposterior
adalah diameter bitemporalis. Jadi pada panggul sempit sering dijumpai letak defleksi.
Karena panggul sempit maka persalinan berlangsung lama, karena ada obstruksi pada:
KALA I : Kepala tidak masuk p.a.p, maka pembukaan berlangsung lama dan kemungkinan
ketuban pecah sebelum waktunya. Setelah ketuban pecah maka kepala tidak dapat
menekan servik, kecuali his kuat sekali sehingga terjadi moulage yang hebat pada
kepala
KALA II: Menjadi lama karena diperlukan waktu untuk turunnya kepala dan untuk moulage.
Kesempitan panggul bukan faktor satu-satunya yang menentukan apakah persalinan
pervaginam akan berlangsung dengan aman atau tidak untuk ibu. Walaupun demikian
pengetahuan tentang ukuran dan bentuk panggul sangat membantu dalam penilaian jalannya
7
persalinan pada wanita bersangkutan. Kesempitan panggul dapat ditemukan pada satu bidang
atau lebih. Kesempitan pada panggul tengah umumnya juga disertai kesempitan pintu bawah
panggul.
Kesempitan pada pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila konjugata vera kurang dari 10 cm, atau
diameter transversa kurang dari 12 cm. Kesempitan pada konjugata vera (panggul picak)
umumnya lebih menguntungkan daripada kesempitan pada semua ukuran (panggul sempit
selurunya). Oleh karena pada panggul sempit kemungkinan lebih besar bahwa kepala tertahan
oleh pintu atas panggul, maka dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala.
Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteri serta lambannya pendataran dan pembukaan
serviks.
Apabila pada panggul sempit pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh
kepala janin, ketuban bisa pecah pada pembukaan kecil dan ada bahaya pula terjadinnya
prolapsus funikuli. Pada panggul picak, turunnya kepala bisa tertahan dengan akibat
terjaninya defleksi kepala, sedang pada panggul sempit seluruhnya ditemukan rintangan pada
semua ukuran, kepala memasuki rongga panggul dengan hiperfleksi. Selanjutnya moulage
kepala janin dapat dipengaruhi oleh jenis asinklitismus, dalam hal ini asinklitismus anterior
lebih menguntungkan daripada asinklitismus posterior. Oleh karena pada mekanisme yang
terakhir gerakan os parietal posterior yang terletak paling bawah tertahan oleh simfisis,
sedang pada asinklitismus anterior os parietal anterior dapat bergerak lebih leluasa ke
belakang.
Kesempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna , dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi , foramen ischiadicum mayor cukup luas, dan spina ischiadica tidak menonjol
kedalam , dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi
lewatnya kepala janin. Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan
pelvimetri rontgenologik ialah distansia interspinarum. Apabila ukuran ini kurang dari 9,5 cm
perlu kita waspadai terhadap kemungkinan kesukaran pada persalinan , apalagi bila diameter
sagitalis posterior pendek pula. Pada panggul tengah yang sempit lebih sering ditemukan
posisi oksipitalis posterior persisten atau presentasi kepal dalam posisi lintang tetap
(transverse arrest).
8
Kesempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul tidak merupakan bidang yang datar, tetapi terdiri atas segitiga
depan dan segitiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberum.
Apabila ukuran yang terakhir ini lebih kecil dari biasa, maka sudut arcus pubis mengecil pula
(<800). Agar dalam hal ini kepal janin dapat lahir , diperlukan ruanggan yang lebih besar
pada bagian belakang pintu bawah panggul. Dengan diameter sagitalis posterior yang cukup
panjang, persalian pervaginam dapat dilaksanakan, walaupun dengan perlukaan luas pada
perineum. Dengan distansia tuberum bersama dengan diameter sagitalis posterior <15cm,
timbul kemacetan pada kelahiran janin ukuran biasa. 1,3,4
Komplikasi
Komplikasi pada kehamilan
1. Pada kehamilan muda rahim yang bertambah besar dapat tertahan/terhalang keluar dari
true pelvic, jarang dijumpai kecuali pada panggul sempit absolute
2. Pada kehamilan lanjut, inlet yang sempit tidak dapat dimasuki oleh bagian terbawah
janin, menyebabkan fundus uteri tetap tinggi dengan keluhan sesak, sulit bernafas,
terasa penuh diulu hati dan perut besar
3. Bagian terbawah anak goyang dan tes Osborn (+)
4. Perut seperti abdomen pendulus (perut gantung)
5. Dijumapa kesalahan-kesalahan letak, presentasi dan posisi
6. Lightning tidak terjadi, fiksasi kepala tidak ada, bahkan setelah persalinan dimulai
7. Sering dijumpai tali pusat terkemuka dan menumbung
Komplikasi pada persalinan
1. Persalinan akan berlangsung lama
2. Sering dijumpai ketuban pecah dini 3. Karena kepala tidak mau turun dan ketuban sudah pecah sering terjadi tali pusat
menumbung
4. Moulage kepala berlangsung lama
5. Pada panggul sempit menyeluruh bahkan sering didapati inertia uteri primer
6. Partus yang lama akan menyebabkan pereganga SBR dan bila berlarut-larut dapat
menyebabkan ruptur uteri
7. Dapat terjadi simfisiolisis, infeksi intrapartal
9
8. Partus lama mengakibatkan penekanan yang lama pada jaringan lunak menyebabkan
edema dan hematoma jalan lahir yang kelak dapat menjadi nekrotik dan terjadilah
fistula.
Komplikasi pada anak
1. Infeksi intrapartal
2. Kematian janin intrapartal (KJIP)
3. Prolaps funikuli
4. Perdarahan intracranial
5. Kaput suksedaneum sefalo-hematoma yang besar
6. Robekan pada tentorium serebri dan perdarahan otak karena moulage yang hebat dan lama 5
Prognosis
Apabila persalinan dengan disproporsi sefalopelvik dibiarkan berlangsung sendiri
tanpa pengambilan tindakan yang tepat,timbul bahaya bagi ibu dan janin. Tetapi jika
dilakukan tindakan yang pembedahan maupun secsio secaria yang tepat maka akan
mendapatkan prognosis baik.
Penatalaksanaan
Seksio sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan kehamilan
aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata.Seksio juga dapat dilakukan pada
kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti primigravida tua dan kelainan
letak janin yang tak dapat diperbaiki.
Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena
peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas
mungkin sedangkan syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi
Bila seksio sesarea dilakukan pada saat pembukaan belum lengkap atas indikasi ibu
atau anak yang kurang baik (partus percobaan belum lengkap/gagal), persalinan percobaan
yang dipersingkat dapat dicoba lagi pada persalinan berikutnya. Dalam hal ini, pimpinan
10
persalinan berikutnya mengikuti protocol yang berlaku bagi persalinan pada bekas seksio
sesarea.
Pada kesempitan bidang tengah panggul, dapat timbul gangguan putaran paksi jika
diameter antara kedua spina <9 cm sehingga kadang-kadang diperlukan seksio sesarea.
Jika persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul, baiknya
dipergunakan ekstraktor vakum karena ekstraksi dengan forceps memperkecil ruangan jalan
lahir.Upaya ini dapat digolongkan ekstraksi vakum percobaan, yang berarti tidak bolah
dipaksakan.
Pintu bawah panggul dikatakan sempit jika jarak antara tuber os ischii < 8 cm. Jika
jarak ini berkurang, dengan sendirinya arkus pubis meruncing.Oleh karena itu, biasanya arkus
pubis dapat dipergunakan untuk menentukan kesempitan pintu bawah panggul.
Jika pintu bawah panggul sempit, biasanya bidang tengah panggul juga
sempit.Kesempitan pintu bawah panggul jarang memaksa kita melakukan seksio sesarea,
yang biasanya dapat diselesaikan dengan forceps dan dengan episiotomy yang cukup luas.1,6
Kesimpulan
Disproporsi cephalopelvic adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian
antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
Disproporsi cephalopelvic disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun
kombinasi keduanya. Penatalaksanaan pada CPD adalah dilakukan seksio sesarea. Evaluasi
pasca persalinan sebaiknya dilakukan untuk menentukan prognosis persalinan berikutnya.
11
Daftar Pustaka
1. Cunningham, Leveno, Bloom, et all. Obstetri Williams volume 1. Edisi ke-23 .Jakarta:
EGC; 2004.h.488-93.
2. Errol N, John S. At a glance: obstetri & ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga; 2009.h.
76-9
3. Mochtar,R. Sinopsis obstetri volume 2. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2004.h.332-8.
4. Llewellyn D, Jones. Dasar-dasar obstetri dan ginekologi. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2006.h.157-60
5. Heller L. Gawat darurat ginekologi dan obstetri. Jakarta: EGC; 2004.h.115-9
6. Joy S. Obstetrics gynecology. Available at:
http://emedicine.medscape.com/obstetrics_gynecology. Accessed Mei 25th 2014
12