CHA Ani - 2014 bedah abdomen

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    1/24

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    1. Konsep Bedah Abdomen

    1.1 Pengertian Bedah Abdomen

    Pembedahan abdomen adalah tindakan operasi yang melibatkan rongga

    abdomen yang dapat dilakukan dengan pembedahan terbuka (Higgins, Naumann, &

    Hall dalam Hartono 2007). Pembedahan abdomen meliputi pembedahan pada

     berbagai organ abdomen yaitu kandung empedu, duodenum, usus halus dan usus

     besar, dinding abdomen untuk memperbaiki hernia umbilikalis, femoralis dan

    inguinalis, appendiks, dan pankreas (Jong & Sjamsuhidajat, 2005).

    1.2 Indikasi Bedah Abdomen

    Indikasi dilakukan tindakan bedah abdomen menurut Smeltzer dan Bare

    (2002) adalah karena disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) trauma abdomen 

    (tumpul atau tajam); 2) Peritonitis;  3)  Perdarahan saluran pencernaan; 4) sumbatan

     pada usus halus dan usus besar; 5) masa pada abdomen; 6) perforasi  usus; 7)

     pancreatitis; 8) cholelithiasis.

    1.3 Macam-macam Bedah Abdomen

    Jenis-jenis pembedahan abdomen diantaranya adalah laparotomi,

    appendektomi, seksio sesaria, histerektomi, kolesistektomi, kolektomi, nephrektomi,

    hepatektomi, splenektomi, kolostomi, perbaikan hernia, gastrektomi, fistulektomi dan

    lain-lain (Jong & Sjamsuhidajat, 2005).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    2/24

    Setiap pembedahan selalu berhubungan dengan insisi / sayatan yang

    merupakan trauma yang menimbukan berbagai keluhan dan gejala. Salah satu

    keluhan yang sering dikemukakan adalah nyeri (Sjamsuhidayat & Jong, 2005).

    2. Nyeri Pasca Bedah Abdomen

    2.1 Defenisi Nyeri Pasca Bedah Abdomen

     Nyeri didefenisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan

    eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (McCaffery, 1979

    dalam Tamsuri, 2007). Menurut  International Association for Study of Pain (IASP,

    1994) nyeri adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang

    didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial atau

    menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Sedangkan menurut Brunner &

    Suddarth, 2003 nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

    menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.

    Menurut Kozier dan Erb (1983) dalam Tamsuri (2007), nyeri adalah sensasi

    ketidaknyamanan yang dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh

     persepsi jiwa yang nyata, ancaman dan fantasi luka. Sementara Barbara (1996)

    mengungkapkan bahwa nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang bersifat

     benar-benar subjektif dan hanya orang yang menderitanya yang dapat menceritakan

    dan mengevaluasi. Nyeri juga dapat diartikan sebagai bentuk pengalaman yang dapat

    dipelajari oleh pengaruh dari situasi hidup masing-masing orang.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    3/24

      Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah suatu

     perasaan tidak nyaman yang bersifat subjektif dan tidak dapat dilihat atau dirasakan

    orang lain, yang diungkapkan oleh individu yang merasakannya, serta berhubungan

    dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial. Oleh karena itu tenaga medis harus

    mempercayai apapun yang dikatakan pasien tentang nyeri yang dirasakannya, karena

    sifat subjektif dari nyeri ini.

    Menurut Hartono (2009) nyeri pasca bedah abdomen adalah gabungan dari

     beberapa pengalaman sensori, emosional, dan mental yang tidak menyenangkan

    akibat trauma bedah dan dihubungkan dengan respon otonom, metabolisme endokrin,

    fisiologis, dan perilaku. 

    2.2 Tipe Nyeri Pasca Bedah Abdomen

    Berdasarkan tipe nyeri, nyeri pasca bedah abdomen dikelompokkan sebagai

    nyeri akut (Chaturvedi & Chaturvedi, 2007). Kejadian nyeri akut biasanya tiba-tiba

    dan dihubungkan dengan luka spesifik. Nyeri akut mengindikasikan terjadinya

    kerusakan jaringan atau injuri. Nyeri akut biasanya berkurang bersamaan dengan

     penyembuhan (Smeltzer & Bare, 2003). Namun demikian, nyeri akut secara serius

    mengancam proses penyembuhan pasien dan harus menjadi prioritas perawatan

    (Potter & Perry, 2005).

    Lama nyeri akut bisa berjam-jam, hari, atau minggu (Rao, 2006). Lama nyeri

    akut pasca bedah pada jenis pembedahan abdomen bawah dialami selama 2 sampai 3

    hari, sedangkan pembedahan abdomen atas individu akan mengalami nyeri

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    4/24

    diperkirakan 3 sampai 4 hari dengan intensitas ringan sampai hebat. Semua prosedur

    laparatomi menyebabkan nyeri sedang sampai hebat selama beberapa hari sampai

     beberapa minggu (Medical, 2007).

    2.3 Fisiologi Nyeri Pasca Bedah Abdomen

     Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara yang

     paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu menjelaskan tiga

    komponen fisiologis berikut yakni: resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil

    nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut saraf memasuki

    medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya

    sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri

    dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga

    tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali

    stimulus mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasikan kualitas nyeri

    dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta

    asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (McNair, 1990 dalam Potter

    & Perry, 2005).

     Nyeri berdasarkan mekanismenya melibatkan persepsi dan respon terhadap

    nyeri tersebut. Mekanisme timbulnya nyeri melibatkan empat proses, yaitu:

    tranduksi/transduction, transmisi/transmission, modulasi/modulation, dan

     persepsi/ perception (McGuire & Sheilder, 1993; Turk & Flor, 1999 dalam Ardinata,

    2007). Keempat proses tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    5/24

    a.  Transduksi/Transduction

    Transduksi adalah adalah proses dari stimulasi nyeri dikonfersi ke bentuk

    yang dapat diakses oleh otak (Turk & Flor,1999). Proses transduksi dimulai ketika

    nociceptor yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi.

    Aktivasi reseptor ini (nociceptors) merupakan sebagai bentuk respon terhadap

    stimulus yang datang seperti kerusakan jaringan.

     b.  Transmisi/Transmission 

    Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian neural yang membawa

    impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan saraf

    aferen yang terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta yang

     berdiameter besar (Davis, 2003). Saraf aferen akan ber-axon  pada dorsal horn di

    spinalis. Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan melalui sistem contralateral

    spinalthalamic melalui ventral lateral dari thalamus menuju cortex serebral. 

    c.  Modulasi/Modulation

    Proses modulasi mengacu kepada aktivitas neural dalam upaya mengontrol

     jalur transmisi nociceptor tersebut (Turk & Flor, 1999). Proses modulasi melibatkan

    system neural yang komplek. Ketika impuls nyeri sampai di pusat saraf, transmisi

    impuls nyeri ini akan dikontrol oleh system saraf pusat dan mentransmisikan impuls

    nyeri ini kebagian lain dari system saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls

    nyeri ini akan ditransmisikan melalui saraf-saraf descend ke tulang belakang untuk

    memodulasi efektor.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    6/24

    d.  Persepsi/Perception

    Persepsi adalah proses yang subjective (Turk & Flor, 1999). Proses persepsi

    ini tidak hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja (McGuire

    & Sheildler, 1993), akan tetapi juga meliputi cognition (pengenalan) dan memory

    (mengingat) (Davis, 2003). Oleh karena itu, faktor psikologis, emosional, dan

     behavioral (perilaku) juga muncul sebagai respon dalam mempersepsikan

     pengalaman nyeri tersebut. Proses persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri

    tersebut suatu fenomena yang melibatkan multidimensional.

    Struktur spesifik dalam sistem syaraf terlibat dalam mengubah stimulus

    menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut

    sebagai sistem nosiseptif. Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung syaraf bebas yang

     pertama sekali merasakan nyeri. Jejas atau stimulus pada jaringan akan merangsang

    nosiseptor untuk melepaskan zat-zat kimia, yaitu prostaglandin, histamine,

     bradikinin, asetilkolin, dan substansi P (Smeltzer & Bare, 2002). Zat-zat kimia ini

    mensensitisasi ujung syaraf dan menyampaikan impuls nyeri ke otak. Ada dua jenis

    ujung syaraf bebas yang termasuk dalam nosisepsi, yaitu (1) serabut A-delta, adalah

    serabut halus, bermielin, dan merupakan serabut hantaran cepat yang membawa

    sensasi tusukan tajam. Serabut-serabut ini membantu kita untuk menentukan lokasi

    dan intensitas nyeri. (2) Serabut C, adalah serabut syaraf yang tidak dibungkus oleh

    mielin. Serabut ini halus dan hantarannya lambat serta bertanggung jawab terhadap

    nyeri tumpul, menyebar, dan persisten (Taylor, 2009).

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    7/24

    Impuls sensori/eferen memasuki akar dorsal sumsum tulang belakang,

    membentuk sinaps kimia dengan menggunakan neurotransmiter (seperti substansi P).

    Impuls nyeri berpindah ke sisi yang berlawanan dari sumsum tulang belakang dan

    merambat ke otak melalui sistem spinotalamus. Sistem spinotalamus bersinapsis di

    thalamus dan impuls disampaikan ke korteks serebral dimana stimulus nyeri

    diinterpretasikan. Ketika transmisi nyeri dikirim ke otak, individu merasakan nyeri.

    Beberapa impuls nyeri berakhir langsung di neuron motorik melalui arkus reflex di

    sumsum tulang. Neuron motorik kemudian muncul dari kornu anterior sumsum

    tulang belakang untuk mengaktifkan struktur yang sesuai seperti, bila seseorang

    menyentuh permukaan yang panas, sinyal nyeri diubah menjadi impuls motorik yang

    merangsang tangan menjauh dari sumber panas (Potter & Perry, 2005).

    Persepsi nyeri dalam tubuh diatur oleh substansi yang dinamakan

    neuroregulator. Substansi ini mempunyai aksi rangsang dan aksi hambat. Substansi P

    adalah salah satu contoh neurotansmiter dengan aksi merangsang. Ini mengakibatkan

     pembentukan aksi potensial, yang menyebabkan hantaran impuls dan mengakibatkan

     pasien merasakan nyeri. Serotonin adalah salah satu contoh neurotransmiter dengan

    aksi menghambat. Serotonin mengurangi efek dari impuls nyeri. Substansi kimia

    lainnya mempunyai efek inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah endorfin dan

    enkafelin. Substansi ini bersifat seperti morfin yang diproduksi oleh tubuh. Endorfin

    dan enkafelin ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi dalam sistem syaraf pusat.

    Kadar endorfin dan enkafelin setiap individu berbeda. Kadar endorfin ini dipengaruhi

    oleh berbagai faktor seperti ansietas. Hal ini akan berpengaruh juga terhadap perasaan

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    8/24

    nyeri seseorang. Walaupun stimulusnya sama, setiap orang akan merasakan nyeri

    yang berbeda. Individu yang mempunyai kadar endorfin yang banyak akan

    merasakan nyeri yang lebih ringan daripada mereka yang mempunyai kadar endorfin

    yang sedikit (Smeltzer & Bare, 2002).

    Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang

    nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas

    dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial

    merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri

    (nosireceptor ) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf

     perifer. Berdasarkan letaknya, nosireseptor   dapat dikelompokkan dalam beberapa

     bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada

    daerah visceral. Oleh karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul

     juga memiliki sensasi yang berbeda.  Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub

    kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan

    didefinisikan (Smeltzer & Bare, 2002).

    Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :

    1) Reseptor A delta, merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6- 30

    m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila

     penyebab nyeri dihilangkan;

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    9/24

    2) Serabut C, merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det)

    yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit

    dilokalisasi.

    Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat

     pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena

    struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan

    sulit dilokalisasi.

    Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-

    organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul

     pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat

    sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi (Smeltzer & Bare, 2002).

    Fisiologi nyeri pada pasien pasca bedah adalah nyeri diawali sebagai respon

    yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat kimia seperti substansi P, bradikinin, dan

     prostaglandin dilepaskan. Kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu

    menghantarkan rangsang nyeri dari daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari

    daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang saraf ke bagian

    dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh).

    Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, yaitu pusat sensori di otak dan sensasi

    seperti panas, dingin, nyeri dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Kemudian pesan

    dihantarkan ke kortex dimana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan.

    Penyembuhan nyeri dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke spinal cord.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    10/24

    Di bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mengurangi nyeri di

    daerah yang terluka (Taylor & Le Mone, 2005).

     Nyeri pada insisi pada awalnya diperantarai oleh serabut A-delta, tetapi

     beberapa menit kemudian nyeri menjadi menyebar akibat aktifasi serabut C. Impuls

    nyeri dibawa oleh serabut A-delta perifer dan dihantarkan langsung ke substansia

    gelatinosa pada akar dorsal sum-sum tulang belakang, kemudian konduksi lambat

    serabut C membuat durasi impuls rasa sakit menjadi lebih lama (Alexander & Hill,

    1987).

    Teori gate control  dari (Melzack & Wall, 1965) dalam Smeltzer (2002),

    menjelaskan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme

     pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri

    dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah

     pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori

    menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut

    kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta- A dan C

    melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui

    mekanisme pertahanan (Smeltzer dan Bare, 2002).

    Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang

    lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter   penghambat. Apabila masukan yang

    dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan.

    Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok

     punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    11/24

    mekanoreseptor,  apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan

    serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan

    sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek

    yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan

    opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang

     berasal dari tubuh. Neuromedulator   ini menutup mekanisme pertahanan dengan

    menghambat pelepasan substansi P. Teknik distraksi, konseling dan pemberian

     placebo merupakan upaya untuk melepaskan endorphin (Potter & Perry, 2005).

     Nyeri yang dirasakan individu akan menyebabkan berbagai respon, antara lain

    respon psikologis, fisiologis dan respon tingkah laku. Respon psikologis sangat

     berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi

    klien. arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain : bahaya atau merusak,

    komplikasi seperti infeksi, penyakit yang berulang, penyakit baru, penyakit yang

    fatal, peningkatan ketidakmampuan, kehilangan mobilitas, menjadi tua, sembuh,

     perlu untuk penyembuhan, hukuman untuk berdosa, tantangan, penghargaan terhadap

     penderitaan orang lain, sesuatu yang harus ditoleransi, bebas dari tanggung jawab

    yang tidak dikehendaki. Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi

    tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial budaya (

    Long, 1996 ). Sedangkan respon fisiologis terhadap nyeri dapat menstimulasi saraf

    simpatis dan parasimpatis. Respon fisiologis stimulasi simpatis antara lain: dilatasi

    saluran bronkhial dan peningkatan frekuensi pernafasan, peningkatan frekuensi

    denyut jantung, vasokonstriksi perifer, peningkatan tekanan darah ,  peningkatan nilai

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    12/24

    gula darah, diaphoresis, peningkatan kekuatan otot, dilatasi pupil, penurunan

    motilitas gastro intestinal  (Potter & Perry, 2005). Respon fisiologis stimulus

     parasimpatis antara lain: muka pucat, otot mengeras, penurunan frekuensi nadi dan

    tekanan darah, nafas cepat dan tidak teratur, mual dan muntah, serta kelelahan dan

    keletihan (Potter & Perry, 2005).

    Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal

    (mengaduh, menangis, sesak nafas, mendengkur), ekspresi wajah (meringis,

    menggeletukkan gigi, menggigit bibir), gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi,

    ketegangan otot, peningkatan gerakan jari dan tangan, kontak dengan orang

    lain/interaksi sosial (menghindari percakapan, menghindari kontak sosial, penurunan

    rentang perhatian, fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri). Individu yang

    mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap

    nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat

    menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau

    menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks

    dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian

    terhadap nyeri (Potter & Perry, 2005).

    Meinhart dan McCaffery (1983) dalam Potter & Perry (2006),

    mendeskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:

    1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)

    Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini

     bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    13/24

    tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam

    fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.

    2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)

    Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. Karena nyeri itu bersifat

    subjektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleransi

    terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. Orang yang

    mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan

    stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah

    merasa nyeri dengan stimulus  nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi

    terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi

    terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri

    datang.

    3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)

    Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien

    masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga

    dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami

    episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath)  dapat menjadi masalah

    kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri

    untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    14/24

    2.4 Intensitas Nyeri dan Pengukurannya

    Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh

    individu. (Tamsuri, 2007). Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

    individual, artinya nyeri dengan intensitas yang sama dapat dirasakan berbeda oleh

    dua orang yang berbeda (Tamsuri, 2007). Nyeri bersifat subjektif, seorang perawat

    harus dapat meyakini nyeri yang dirasakan pasien. Selain itu, agar nyeri dapat dinilai

    lebih objektif maka dilakukan pengukuran. Pengukuran nyeri dengan pendekatan

    objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap

    nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan

    gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

    Skala pengukuran nyeri menurut Agency for Health Care Policy dan Research 

    (AHCPR ) dalam (Brunner dan Suddart, 2001) terdiri dari:

    1.  Skala Wajah Wong-Baker / Wong-Baker Faces Rating Scale 

    Skala wajah biasanya digunakan untuk anak-anak yang berusia kurang dari 7

    tahun. Pasien diminta untuk memilih gambar wajah yang sesuai dengan nyerinya.

    Pilihan ini kemudian diberi skor angka. Skala wajah Wong-Baker menggunakan 6

    kartun wajah yang menggambarkan wajah tersenyum, wajah sedih, sampai menangis.

    Dan pada tiap wajah ditandai dengan skor 0 sampai dengan 5.

    Gambar 1. Skala Wajah Wong-Baker

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    15/24

    2.  Skala Analog Visual / Visual Analogue Scale (VAS)

    Skala analog visual tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus

    yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada

    setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi

    keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih

    sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada

    dipaksa memilih satu kata atau satu angka. Skala nyeri harus dirancang sehingga

    skala tersebut mudah digunakan dan tidak menghabiskan banyak waktu saat klien

    melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi

    nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji

    tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat

    dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau

    menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter & Perry, 2006).

    Tidak ada nyeri Nyeri Sangat Hebat

    Gambar 2. Skala Analog Visual / Visual Analog Scale

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    16/24

    3.  Skala Penilaian Numerik / Numeric Rating Scale

    Skala ini menggunalan angka 0 sampai dengan 10 untuk menggambarkan

    tinglat nyeri. (Black & Hawks, 2009). Dua ujung ekstrim juga digunakan dalam skala

    ini sama seperti pada VAS. NRS lebih bermanfaat pada periode post operasi karena

    selain angka 0-10, penilaian berdasarkan kategori juga dilakukan pada penelitian ini.

    (Nilsons, 2008; Rospond, 2008)

    Skala 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri, skala 1-3 dideskripsikan

    sebagai nyeri ringan yaitu ada rasa nyeri (mulai terasa tapi masih dapat ditahan). Lalu

    skala 4-6 dideskripsikan sebagai nyeri sedang yaitu ada nyeri, teras mengganggu

    dengan usaha yang cukup kuat untuk menahannya. Skala 7-10 dideskripsikan sebagai

    nyeri berat yaitu ada nyeri, terasa sangat mengganggu / tidak tertahankan sehingga

    harus meringis, menjerit atau berteriak. (Mc.Caferry & Beebe, 1993).

    Hal ini juga sependapat dengan pendapat dari (Serlin dkk, 1995 dalam

    Harahap, 2007) yang menyatakan bahwa NRS digunakan untuk ukuran intensitas

    nyeri (segera atau sekarang). Skala terdiri dari 11 poin yang mana 0 menunjukkan

    tidak ada nyeri dan 10 menunjukkan nyeri sangat berat, penilaian dari 1-4 disamakan

    dengan nyeri ringan, 5-6 untuk nyeri sedang, dan 7-10 untuk nyeri berat.

    Sama seperti VAS, NRS juga sangat mudah digunakan dan merupakan alat

    ukur yang sudah valid (Brunelli, et.al., 2010). Penggunaan NRS direkomendasikan

    untuk penilaian skala nyeri post operasi pada pasien berusia di atas 9 tahun

    (McCaffrey & Bebbe, 1993). NRS dikembangkan dari VAS dapat digunakan dan

    sangat efektif untuk pasien-psien pembedahan, post anestesi awal dan sekarang

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    17/24

    digunakan secara rutin untuk pasien yang me galami nyeri di unit post operasi

    (Rospond, 2008; Black & Hawsk, 2009; Brunelli, et.al,. 2010).

    Pada penelitian ini menggunakan NRS sebagai skala pengukuran untuk

    menilai nyeri pasien pasca bedah abdomen. Reliabilitas NRS telah dilakukan ujinya

    oleh Brunelli, et.al. (2010), dengan membandingkan instrument NRS, VAS, dan VRS

    untuk mengkaji nyeri pada 60 pasien. Hasil uji Cohen’s Kappa untuk instrumen NRS

    adalah 0,86 (sangat baik). Instrumen pengukuran NRS adalah seperti gambar di

     bawah ini:

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

    Gambar 3. Skala Penilaian Numerik / Numeric Rating Scale 

    Keterangan:0 : Tidak ada keluhan nyeri

    1-3 : Ada rasa nyeri, mulai terasa, tetapi masih dapat ditahan

    4-6 : Ada rasa nyeri, terasa mengganggu, dan dengan melakukan usaha yangkuat untuk menahannya

    7-10 : Ada nyeri, terasa sangat mengganggu / tidak tertahankan, sehingga harus

    meringis, menjerit, bahkan berteriak

     Nyeri sedang Nyeri berat NyeriTidak

    nyeri

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    18/24

    2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri

    Banyak faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri. Perawat

    mempertimbangkan semua faktor yang mempengaruhi pasien yang merasakan nyeri.

    Hal ini sangat penting dalam upaya memastikan bahwa perawat menggunakan

     pendekatan yang holistik dalam pengkajian dan perawatan pasien yang mengalami

    nyeri (Potter dan Perry, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri, yaitu: usia,

     jenis kelamin, kebudayaan, kecemasan, pengalaman nyeri sebelumnya, makna nyeri,

     perhatian, dukungan keluarga dan sosial.

    1.  Usia

    Usia mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri. Anak-anak dan orang

    tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan orang dewasa muda karena mereka

    sering tidak dapat mengkomunikasikan apa yang dirasakannya sehingga

    kemungkinan perawat tidak dapat melakukan pengukuran untuk menurunkan nyeri

    secara adekuat (Berger, 1992).

    Perbedaan perkembangan, yang ditemukan di antara kelompok usia ini dapat

    mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak yang

    masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri dan prosedur yang

    dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Anak-anak kecil yang belum dapat

    nengucapkan kata-kata juga mengalami kesulitan utnuk mengungkapkan secara

    verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau petugas kesehatan. Dengan

    memikirikan tingkat perkembangan, perawat harus mengadaptasi pendekatan yang

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    19/24

    dilakukan dalam upaya mencari cara untuk mengkaji nyeri yang dirasakan anak-anak

    (Prasetyo, 2010)

    Lansia berespon terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara berespon orang

    yang berusia lebih muda (Smeltzer & Bare, 2002). Pada lansia yang mengalami nyeri

     perlu dilakukan pengkajian, diagnosis dan penatalaksanaan secara agresif. Namun

    individu yang berusia lanjut memiliki resiko tinggi mengalami situasi-situasi yang

    membuat mereka merasakan nyeri (Ebersol dan Hess, 1994).

    2.  Jenis Kelamin

    Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting terhadap respon nyeri

    (Matasarin-Jacobs, 1997). Laki-laki memiliki sensitifitas yang lebih rendah

    dibandingkan wanita atau kurang merasakan nyeri (Smeltzer & Bare, 2002; Black &

    Hawks, 2005). Laki-laki kurang mengekspresikan nyeri yang dirasakan secara

     berlebihan dibandingkan wanita.

    Penelitian oleh Uchiyama, et al. (2006) yang bertujuan untuk meneliti

     perbedaan jenis kelamin terhadap nyeri pasca bedah kolesistektomi. Jumlah

    responden yang terlibat adalah 100 orang yang terdiri dari 46 laki-laki dan 54 wanita.

    Dalam penelitian tersebut menunjukan bahwa pasien wanita mempunyai nilai VAS

    lebih tinggi daripada laki-laki pada 24 jam pasca bedah kolesistektomi (Hartono,

    2007). Semua pasien dirawat empat hari di rumah sakit dan intensitas nyeri diukur

    menggunakan Visual Analog Scale (VAS) dengan skala 0-10.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    20/24

    3. Suku/Budaya

    Budaya mempengaruhi bagaimana seseorang mengartikan nyeri, bagaimana

    mereka memperlihatkan nyeri serta keputusan yang mereka buat tentang nyeri yang

    dirasakannya. Masyarakat dalam suatu kebudayaan mungkin merasa bangga bila

    tidak merasakan nyeri karena mereka menganggap bahwa nyeri tersebut merupakan

    sesuatu yang dapat ditahan (Berger, 1997).

    Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi

    nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh

    kebudayaan mereka. Ada perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan dengan nyeri di

     berbagai kelompok budaya. Suatu pemahaman tentang nyeri dari segi makna budaya

    akan membantu perawat dalam merancang asuhan keperawatan yang relevan untuk

    klien yang mengalami nyeri (Potter & Perry 2005).

    Setiap suku dan budaya mempersepsikan sakit dengan cara yang berbeda

    (Waddle & et al, 1998) dan juga berbeda dalam mengekspresikan perilaku mereka

    yang berhubungan dengan nyeri (Lovander & Forhoff, dalam Harahap tahun 2007).

    Gureje, Korff, Simon, & Gater, 1996, menyatakan bahwa keyakinan dan nilai-nilai

     budaya mempengaruhi cara individu menyatakan atau mengekspresikan nyeri. Selain

    itu, latar belakang budaya dan sosial mempengaruhi pengalaman dan penanganan

    nyeri (Brannon & Feist, 2007). Budaya dan etnisitas mempunyai pengaruh pada

     bagaimana seseorang berespons terhadap nyeri, bagaimana nyeri diuraikan atau

    seseorang berperilaku dalam berespons terhadap nyeri. Namun budaya dan etnik tidak

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    21/24

    mempengaruhi persepsi nyeri (Zatzick & Dimsdale, 1990 dalam Brunner & Suddart,

    2003).

    Harapan budaya tentang nyeri yang individu pelajari sepanjang hidupnya

     jarang dipengaruhi oleh pemajanan terhadap nilai-nilai yang berlawanan dengan

     budaya lainnya. Akibatnya, individu yakin bahwa persepsi dan reaksi mereka

    terhadap nyeri adalah normal dapat diterima. Akibatnya individu yakin bahwa

     persepsi dan reaksi mereka terhadap nyeri adalah normal dapat diterima. Nilai-nilai

     budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-nilai budaya pasien dari budaya lain.

    Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat mencakup menghindari ekspresi nyeri

    yang berlebihan seperti meringis, dan menangis berlebihan (Brunner & Suddart,

    2003).

    Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki keberagaman suku dan

     budaya. Setiap suku memiliki cara yang unik dalam persepsi tentang kesehatan dan

    respon terhadap penyakit. Suku Batak adalah suku yang paling besar di Sumatera

    Utara; selain Melayu Deli dan Nias. Suku Batak terdiri dari sub suku Batak yaitu

    Batak Toba, Batak Karo, Batak Pak pak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan

    Batak Mandailing (Irma, 2007). Pengalaman nyeri pada pasien Batak sangat unik.

    Pasien Batak jauh lebih ekspresif dibanding pasien suku Jawa, meskipun kedua suku

    tersebut berasal dari Indonesia (Suza, 2007). Perilaku nyeri ini sering menimbulkan

    kesulitan dalam pengkajian dan manajemen nyeri.

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    22/24

    4.  Kecemasan

    Kecemasan sebagai sebuah kondisi atau keadaan emosi tertentu yang tidak

    menyenangkan. Kondisi atau keadaan emosi tertentu yang tidak menyenangkan

    tersebut meliputi perasaan cemas, tegang, khawatir, gairah fisiologis, dan rasa takut

    yang disamaartikan dengan kecemasan objektif (Freud, 1936). Spielberger (1983)

     juga mengatakan bahwa kecemasan sesaat (state anxiety) ditandai oleh perasaan

    subjektif terhadap tekanan, ketakutan, kekhawatiran dan ditandai dengan aktivasi atau

    stimulasi dari autonomic nervous sistem.

    Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali

    meningkatkan persepsi nyeri, tetapi juga seringkali menimbulkan suatu perasaan

    ansietas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas (Gil, 1990

    dalam Potter & Perry, 2005). Sama hubungan cemas meningkatkan persepsi terhadap

    nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas. Sulit untuk memisahkan dua

    sensasi tersebut , stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakinkani

    mengendalikan emosi seseorang.

    Status emosional mempengaruhi persepsi nyeri. Sensasi nyeri dapat di blok

    oleh konsentrasi yang kuat atau dapat meningkat oleh cemas atau ketakutan. Nyeri

    sering meningkat ketika tejadi adanya penyakit yang lain atau ketidaknyamanan fisik

    seperti mual atau muntal. Ada atau tidak adanya dukungan orang lain atau pelayanan

    kesehatan juga dapat merubah status emosional dan persepsi nyeri. Kecemasan dapat

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    23/24

    meningkatkan persepsi nyeri dan nyeri sebaliknya dapat menyebabkan kecemasan

    (LeMone & Burke, 2008).

    5. Pengalaman Nyeri Sebelumnya

    Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, akan tetapi pengalaman nyeri

    sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan mudah menerima nyeri

     pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama mengalami nyeri yang

     berat, maka ansietas atau bahkan rasa takut akan muncul. Sebaliknya, apabila

    individu mengalami nyeri dengan jenis sama dan berulang tetapi nyeri tersebut dapat

    hilang akan lebih mudah bagi individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri dan

    akibatnya pasien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan

    untuk menghilangkan nyeri. Dan apabila pasien tidak pernah mengalami nyeri maka

     persepsi pertama nyeri dapat menganggu koping terhadap nyeri (Potter & Perry,

    2006).

    Riwayat sebelumnya berpengaruh tehadap persepsi seseorang tentang nyeri.

    Orang yang sudah mempunyai pengalaman tentang nyeri akan lebih siap menerima

     perasaan nyeri, sehingga dia akan merasakan nyeri lebih ringan dari pengalaman

     pertamanya (Taylor, 1997).

    6. Makna Nyeri

    Individu akan mempersepsikan dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri

    tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Derajat

    dan kualitas nyeri akibat cedera karena hukuman dan tantangan. Makna nyeri oleh

    Universitas Sumatera Utara

  • 8/17/2019 CHA Ani - 2014 bedah abdomen

    24/24

    seseorang akan berbeda jika pengalamannya tentang nyeri juga berbeda. Selain

     pengalaman, makna nyeri juga dapat ditentukan dari cara seseorang beradaptasi

    terhadap nyeri yang dialami. Misalnya, seseorang wanita yang sedang bersalin akan

    mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan seorang wanita yang mengalami nyeri

    akibat cedera pukulan pasangannya (Potter & Perry, 2005).

    7. Perhatian

    Seseorang yang memfokuskan perhatiannya terhadap nyeri akan

    mempengaruhi persepsinya. Konsep ini merupakan salah satu hal yang dapat dilihat

     perawat dari beberapa nyeri yang dirasakan pasien sehingga perawat dapat

    memberikan intervensi yang tepat seperti relaksasi, massase, dan lain sebagainya.

     Namun dengan memfokuskan perhatian terhadap stimulus yang lain, dapat

    menurunkan persepsi nyeri (Potter & Perry, 2005). Tingkat perhatian seseorang

    terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat

    terhadap nyeri akan meningkatkan respon nyeri (Prasetyo, 2010)

    8. Dukungan keluarga dan sosial

    Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri ialah kehadiran orang-

    orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka terhadap pasien.Individu yang

    mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat

    untuk memperoleh dukungan, bantuan atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap klien

    rasakan, kehadiran orang yang dicintai dapat meminimalkan kesepian dan ketakutan

    (Potter & Perry, 2005)