17
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Lepidoptera Famili : Cossidae Genus : Phragmatoecia Spesies : P. castanae Hubner. Telur berwarna putih kelabu kemudian berubah menjadi hitam kelabu, dan diletakkan secara berkelompok (Gambar 1). Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak 282-376 butir perbetina. Peletakan telur dalam gulungan daun kering, terutama pada pucuk tanaman yang mati puser. Masa hidup stadia telur antara 9-10 hari (Pramono, 2007). Universitas Sumatera Utara

Chapter II 6

Embed Size (px)

DESCRIPTION

3

Citation preview

Page 1: Chapter II 6

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Hama 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Class : Insecta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Cossidae

Genus : Phragmatoecia

Spesies : P. castanae Hubner.

Telur berwarna putih kelabu kemudian berubah menjadi hitam kelabu, dan

diletakkan secara berkelompok (Gambar 1).

Gambar 1. Telur P. castanae Hubner.

Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak 282-376 butir perbetina.

Peletakan telur dalam gulungan daun kering, terutama pada pucuk tanaman yang

mati puser. Masa hidup stadia telur antara 9-10 hari (Pramono, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II 6

Larva yang baru menetas dari telur berwarna putih. Larva menggerek

masuk dan hidup menetap di dalam pelepah daun selama 3-7 hari (Gambar 2).

Gambar 2. Larva P. castanae Hubner.

Selanjutnya larva menggerek dan masuk ke dalam ruas tebu. Stadia larva terdiri

dari 10 instar. Lama stadia larva sekitar 78-82 hari (Pramono, 2007).

Stadia pupa berlangsung selama 14-19 hari di dalam ruas batang tebu.

Pada awalnya pupa berwarna kuning muda kemudian menjadi coklat tua dengan

panjang 2,5-3 cm (jantan) dan 3,5-4 cm (betina) (Gambar 3).

Gambar 3. Pupa P. Castanae Hubner.

Apabila pupa ini menetas menjadi imago, maka kulit pupa tertinggal dan

menonjol ke luar dari lubang gerekan (Pramono, 2007).

Stadia imago ditandai dengan warna sayap depan coklat kelabu dan ujung

sayap terdapat noktah berwarna ungu kehitaman. Bagian atas kepala terdapat

rambut-rambut semacam jambul yang berwarna putih kuning (Gambar 4).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II 6

Gambar 4. Imago P. Castanae Hubner.

Pada siang hari imago ini bersembunyi di antara pelepah daun kering. Imago

tertarik pada cahaya lampu (Pramono, 2007).

Gejala Serangan Hama penggerek batang raksasa menyerang tanaman tua maupun muda.

Serangan pada tanaman muda menyebabkan tanaman mati pucuk. Pada serangan

berat, bagian dalam batang tebu hancur dimakan oleh larva PBR (Gambar 5).

Gambar 5. Gejala Serangan P. castanae Hubner.

Larva masuk ke dalam batang dengan membuat lorong gerekan dari pelepah daun.

Bila populasi hama tinggi, juga dapat menyebabkan kematian pada tanaman tua.

Kerugian yang ditimbulkan mengakibatkan penurunan bobot batang, serta

penurunan kualitas dan kuantitas nira (Diyasti, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II 6

Pengendalian Secara umum pengendalian hama penggerek batang tebu raksasa

(P. castanae Hubner.) yaitu:

1. Sanitasi Kebun dengan memusnahkan sumber inokulum berupa serasah daun

kering, sisa batang dan pucuk tebu pasca tebangan, serta memusnahkan

gelagah yang merupakan inang hama PBR.

2. Eradikasi tanaman dengan memanen tebu lebih awal yaitu sekitar umur 7-8

bulan.

3. Secara hayati dengan melepas musuh alami yaitu Tumidiclava sp. dan

S. inferens serta penggunaan cendawan entomopatogen Beauveria bassiana

dan Metarhizium anisopliae

(Diyasti, 2010).

2. Penggerek Batang Tebu Bergaris Menurut Soma and Ganeshan (1998), klasifikasi penggerek batang tebu

bergaris adalah:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Lepidoptera Famili : Pyralidae Genus : Chilo Spesies : C. sacchariphagus Bojer.

Telur berwarna hijau muda atau kelabu kuning. Telur diletakkan di atas

permukaan daun dan jarang diletakkan di bawah permukaan daun (Gambar 6).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II 6

Gambar 6. Telur C. sacchariphagus Bojer.

Kelompok telur diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting dan

berjumlah 7-30 butir dalam satu kelompok. Telur akan menetas setelah berumur

7-8 hari (Wirioatmodjo, 1973 dalam Nugroho, 1986).

Tubuh larva berwarna kuning muda dan kepala berwarna kuning coklat

hingga hitam coklat (Gambar 7).

Gambar 7. Larva C. sacchariphagus Bojer.

Larva memiliki empat buah garis membujur pada dorsal yang berwarna ungu atau

hitam. Larva yang baru menetas hidup dalam daun yang masih menggulung.

Stadia larva sekitar 37-40 hari (Indriyanti, 1987).

Kepompong berwarna merah coklat mengkilat, panjangnya antara 3-4 cm.

Pada bagian dorsal terdapat bintik-bintik halus seperti pasir, dan garis membujur

ditengah-tengah ruas. Lama stadia kepompong sekitar 12 hari (Gambar 8)

(Indriyanti, 1987).

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II 6

Gambar 8. Pupa C. sacchariphagus Bojer.

Ngengat memiliki sayap berwarna kelabu dengan beberapa noda hitam di

tengahnya (Gambar 9).

Gambar 9. Imago C. sacchariphagus Bojer.

Seekor ngengat betina dapat menghasilkan telur sekitar 100-180 butir. Siklus

hidupnya berkisar antara 57-60 hari (Ganeshan and Rajabalee, 1997).

Gejala Serangan Larva memakan jaringan daun sehingga terlihat lubang-lubang pada daun.

Larva akan masuk ke dalam jaringan tanaman melalui batang muda. Liang gerek

bentuknya tidak teratur dan seringkali mencapai permukaan ruas (Gambar 10).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II 6

Gambar 10. Gejala Serangan C. sacchariphagus Bojer.

Bila ruas-ruas yang terganggu pertumbuhannya sangat banyak maka tanaman tebu

menjadi kerdil. Pada serangan berat menyebabkan tanaman mudah patah

(Way and Rutherford, 2011).

Pengendalian

Umumnya pengendalian penggerek batang tebu bergaris

(C. sacchariphagus Bojer.) adalah:

1. Secara kultur teknis yaitu sanitasi lahan, penanaman dengan sistem

hamparan.

2. Secara mekanis yaitu pengutipan ulat – ulat di lapangan, dan memotong

bagian tanaman yang terserang dan membakarnya.

3. Secara biologis yaitu dengan memanfaatkan musuh alami berupa

pelepasan parasit telur Trichogramma spp., dan parasit larva

Diatraeophaga striatalis Tns.

4. Secara kimiawi yaitu dengan pemakaian insektisida yaitu Agrothion 50

EC (3 l/ha), Azodrin 15 WSC ( 5 l/ha), Supracide 40 EC (3 l/ha), dll.

(Pratama et al, 2010)

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II 6

3. Penggerek Batang Tebu Berkilat Menurut Soma and Ganeshan (1998), klasifikasi penggerek batang tebu

berkilat adalah:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Lepidoptera Famili : Pyralidae Genus : Chilo Spesies : C. auricilius Dudgeon. Telur diletakkan pada permukaan daun, di bagian sebelah atas atau bawah.

Telur diletakkan dalam kelompok-kelompok dan berbentuk eliptik pipih. Jumlah

telur dalam tiap kelompok mencapai 104 butir. Telur yang baru diletakkan

berwarna putih susu dan berubah menjadi agak ungu (Gambar 11)

(Wirioatmodjo, 1977).

Gambar 11. Telur C. auricilius Dudgeon.

Larva berwarna putih kekuningan dengan kepala dan protoraks berwarna

coklat hitam sampai hitam (Gambar 12).

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II 6

Gambar 12. Larva C. auricilius Dudgeon.

Panjang larva yang baru menetas kurang lebih 2 mm. Pada larva dewasa terlihat

lima buah garis membujur. Lama stadia larva berkisar antara 21-41 hari

(Wirioatmodjo, 1977).

Kepompong mula-mula berwarna coklat kuning, kemudian berubah

menjadi coklat tua hingga hitam. Garis-garis membujur masih nampak. Panjang

kepompong rata-rata 12,7 mm dan lama stadia kepompong berkisar 5-7 hari

(Gambar 13) (Wirioatmodjo, 1977).

Gambar 13. Larva C. auricilius Dudgeon.

Sayap depan berwarna kuning kecoklatan dengan sisik-sisik yang berkilat

pada bagian ujung sayapnya. Sayap belakang berwarna kelabu kekuningan serta

kotor (Gambar 14).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II 6

Gambar 14. Imago C. auricilius Dudgeon.

Seekor ngengat betina dapat menghasilkan telur sekitar 385-412 butir. Siklus

hidupnya sekitar 36,4-111,1 hari tergantung pada keadaan iklim

(Wirioatmodjo, 1977).

Gejala Serangan Setelah menetas larva akan memasuki daun-daun muda yang masih

menggulung dan hidup di dalamnya. Pada umur 2-3 minggu larva pindah ke ruas

muda dengan menembus pelepah daun yang menyelubungi. Larva membuat

lorong gerek ke arah atas, di bagian tengah ruas (Gambar 15).

Gambar 15. Gejala Serangan C. auricilius Dudgeon.

Pada tanaman dewasa kerusakan terbatas pada ruas-ruas. Bila tanaman sudah

mendekati masa masak, titik tumbuh dapat dirusak sehingga pucuk tanaman

menjadi kering dan mati (Wirioatmodjo, 1977).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II 6

Pengendalian 1. Secara kultur teknis dengan menggunakan varietas tebu yang resisten,

menanam jenis bibit tebu yang bebas dari hama dan penyakit

2. Secara mekanik dengan membersihkan dan membakar sisa tebangan serta

memusnahkan telur dan ngengat.

3. Secara biologi dengan cara konservasi musuh alami yang telah ada, inokulasi

musuh alami, dan inundasi atau pelepasan musuh alami dalam jumlah banyak.

4. Secara kimiawi dengan menggunakan insektisida seperti senyawa golongan

organofosfat, carbamate, dan hidrocarbon berklor (Wirioatmodjo, 1977).

4. Ulat Penggulung Daun Pisang

Menurut French (2006), klasifikasi ulat penggulung daun pisang adalah:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Class : Insecta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Hesperiidae

Genus : Erionata

Spesies : E. thrax L.

Telur berwarna kuning cerah yang kemudian berubah menjadi kuning.

Telur diletakkan secara tunggal atau berkelompok di bawah permukaan daun.

Telur menetas dalam 5 sampai 8 hari (Gambar 16) (Mau dan Martin, 1993).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II 6

Gambar 16. Telur E. thrax L.

Larva yang baru menetas berwarna kelabu-hijau dan akan berubah

menjadi hijau pucat. Larva ditutupi dengan rambut halus pendek dan zat tepung

putih, yang berasal dari sisa metabolisme larva (Gambar 17).

Gambar 17. Larva E. thrax L.

Kepalanya berwarna coklat gelap-hitam. Panjang larva sekitar 2 inci. Periode

larva berlangsung selama 25 sampai 30 hari (Mau dan Martin, 1993).

Pupa berwarna coklat muda panjang dan ramping yang ditutupi dengan zat

tepung putih (Gambar 18).

Gambar 18. Pupa E. thrax L.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II 6

Pupa terdapat dalam batas-batas daun yang menggulung. Siklus hidup pupa

sekitar 10 hari (Mau dan Martin, 1993).

Ngengat dewasa ditandai dengan kepala besar dan dilengkapii antena

dengan ujung bengkok. Sayap depan berwarna coklat tua dengan tiga tambalan

tembus-kuning yang menonjol dan lebar sayap sekitar 3 inci (75 mm). Sayap

belakang berwarna coklat gelap (Gambar 19) (Mau dan Martin, 1993).

Gambar 19. Imago E. thrax L. Gejala Serangan

Ulat masih muda memotong daun mulai dari tepi secara miring, lalu

digulung sehingga membentuk tabung kecil (Gambar 20).

Gambar 20. Gejala Serangan E. thrax L.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II 6

Ulat memakan daun di dalam gulungan, apabila daun didalam gulungan habis

maka ulat akan pindah dan membentuk gulungan daun yang lebih besar Pada

tingkat serangan tinggi, daun habis dan tinggal pelepah yang penuh dengan

gulungan (Hasyim dan Nakamura, 2003).

Pengendalian 1. Secara mekanik dengan mengumpulkan telur maupun ulat untuk dimusnahkan

dan juga dengan memangkas daun yang terserang kemudian di bakar.

2. Secara biologi dengan penggunaan musuh alami seperti parasitoid dan

predator.

3. Secara kimiawi dengan insektisida yang berbahan aktif Kuinalfos dan

Triklorfon atau insektisida yang bersifat sistemik.

(Sarwani, 2008).

Biologi Lalat Parasit (Sturmiopsis inferens Towns.)

Telur lalat S. inferens berukuran kecil dan terdapat di dalam tubuh betina,

bentuknya hampir bulat dengan ukuran diameter sekitar 0,15-0,17 mm dan

berwarna putih (Ditjenbun, 2011).

Larva lalat disebut tempayak dimana instar pertama dan kedua berwarna

putih, transparan, tertutup oleh lapisan tipis seperti membran telur, mempunyai 13

segmen, termasuk di bagian kepala. Larva pada instar pertama mempunyai

panjang tubuh sekitar 0,46 mm dan lebar 0,11 mm. Larva instar kedua dan ketiga

tidak jauh berbeda kecuali pada warna larva dan ukurannya. Larva instar kedua

mempunyai panjang tubuh 4-4,5 mm sedangkan pada instar ketiga panjangnya

sekitar 7-7,8 mm. Larva instar ketiga berwarna krem cerah dan segmen-segmen

pada tubuhnya terlihat jelas (Ditjenbun, 2011) (Gambar 21).

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II 6

Gambar 21. Larva S. Inferens Towns.

Pupa berwarna coklat cerah pada saat pertama kali terbentuk. Sehari

setelah pembentukan pupa berubah warna menjadi coklat gelap. Panjangnya

sekitar 6,2-8,1 mm dengan ukuran diameter sekitar 2,9-3,4 mm. Pupa berbentuk

silindris dan memiliki permukaan yang halus. Pada awal pembentukan pupa,

segmen masih terlihat jelas, tetapi setelah satu atau dua hari kemudian perubahan

warna menyebabkan segmen-segmen pada pupa menjadi tidak terlihat dengan

jelas (Ditjenbun, 2011) (Gambar 22).

Gambar 22. Larva S. Inferens Towns.

Pola kehidupan lalat parasit kurang lebih sama. Daur hidup lalat

S. inferens berkisar antara 45-73 hari. Imago memiliki siklus hidup sekitar 14-24

hari. Lalat betina mengalami masa bunting 1-2 minggu. Telur yang telah dibuahi

di tahan dalam uterus dan menetas di organ tersebut. Tempayak dikeluarkan

masih diselubungi lapisan kulit telur yang tipis. Telur segera menetas setelah

diletakkan (Wirioatmodjo, 1977).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II 6

Di India, daur hidup S. inferens di laboratorium pada suhu 29,50 ̊ C

berkisar antara 30 – 42 hari, tetapi di Lampung (PT. Gunung Madu Plantations)

daur hidup lalat S. inferens adalah sekitar 22 – 32 hari (Ditjenbun, 2011). Lalat

dewasa akan muncul dari kokon pada waktu pagi hari yaitu antara jam 06.30-

10.00. Lalat dewasa yang baru muncul akan terbang setelah 3-5 menit kemudian

(Verly, dkk, 1973) (Gambar 23).

Gambar 23. Imago S. Inferens Towns.

Parasitasi S. inferens

Induk lalat meletakkan larvanya pada umur 7 hari pada lubang gerekan

inangnya yaitu larva penggerek batang tebu. Pada umur 8-18 hari telah banyak

inang yang terparasit. Secara umum terdapat kecenderungan bahwa semakin tua

umur induk lalat S. inferens maka akan semakin turun kemampuan memarasitnya

(Ditjenbun, 2011).

Larva S. inferens apabila telah menemukan inangnya akan bergerak

menuju sela-sela ruas tubuh larva inang dan kemudian masuk kedalam tubuh

inang. Waktu yang diperlukan larva S. inferens untuk masuk ke dalam tubuh

inang adalah sekitar 15 menit, tergantung pada kondisi inang (Ditjenbun, 2011).

Tempayak yang diletakkan dekat lubang gerek, akan memasuki lorong

gerek. (Box, 1933 dalam Wirioatmodjo, 1977) menyatakan bahwa tempayak

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II 6

tertarik oleh gelap. Tempayak dapat merayap jauh ke dalam lorong gerek untuk

mendapatkan inang. Dengan kait yang terdapat dalam mulut, tempayak masuk ke

dalam rongga badan inang melalui bagian kulit yang tipis (Wirioatmodjo, 1977).

Inang biasanya mati menjelang saat tempayak menjadi pupa. Tempayak

yang keluar dari inang akan berubah menjadi pupa dan terdapat dalam lorong

gerek dekat dengan lubang keluar. Dalam satu inang dapat dijumpai lebih dari

satu parasit (Wirioatmodjo, 1977).

Tempayak yang memperoleh cukup makanan (tubuh inang) akan dapat

menyelesaikan perkembangannya sedangkan yang tidak mendapatkan makanan

akan mati. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa persaingan antara tempayak-

tempayak dalam inangnya hanya didasarkan atas jumlah makanannya

(Verly dkk, 1973).

Tidak semua inang mati, tetapi dengan adanya fase aktif dari inang dalam

usaha pengembangan musuh alami menyebabkan adanya reaksi dari inang untuk

melindungi diri saat terjadi pemarasitan. Inang secara aktif mengelak atau

menolak serangan parasitoid dengan cara menggeliatkan badannya dan

sebagainya. Adanya aksi pasif berupa kerasnya exoskleton, adanya enzim pada

inang yang meracuni parasitoid, dan adanya proses encapsulasi sehingga

parasitoid akan mati (Verly dkk, 1973).

Universitas Sumatera Utara