Upload
betshaidayunishapurba
View
291
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1. Kerangka Konseptual
Kerangka penelitian yang dilakukan pada penelitian ini mengambarkan
hubungan peran orang tua dalam pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) dengan kekambuhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita
di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan. Peran orang tua dalam penelitian
ini menjadi variabel bebas sedangkan kekambuhan ISPA menjadi variabel terikat.
Secara skematis kerangka penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Skema 1.1 Kerangka Konsep pengaruh peran orang tua dalam pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan
Peran orang tua dalam pencegahan ISPA pada Balita • Mengetahui penyakit ISPA • Mengatur pola makan • Menciptakan kenyamanan
lingkungan rumah • Menghindar faktor pencetus
Kekambuhan ISPA pada balita
1. Tidak kambuh 2. Kambuh
Universitas Sumatera Utara
3.2 Defenisi Operasional
Tabel 1.1 Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi
Operasional
Alat Ukur Skala Hasil
Ukur
1. Variabel Independen Peran orang tua
Segala usaha yang dilakukan oleh orang tua untuk menghindari kekambuhan ISPA pada balita yang terdiri dari mengetahui penyakit ISPA, mengatur pola makan, menciptakan lingkungan yang nyaman serta menghindari faktor pencetus. • Mengetahui
penyakit ISPA
Peran orang tua dalam mengenal penyakit ISPA yang meliputi tanda, gejala, penyebab dan faktor-faktor yang mempermudah terjadinya ISPA • Mengatur
pola makan Peran orang tua dalam mengatur jenis makan,
Kuesioner 27 pertanyaan Kuesioner 6 pertanyaan dengan pilihan ganda dengan kriteria nilai 4 untuk jawaban a, nilai 3 untuk jawaban b, nilai 2 untuk jawaban c dan nilai 1 untuk jawaban d Kuesioner 9 pertanyaan dengan pilihan: 1.Tidak pernah 2.Kadang- kadang
Ordinal Ordinal Ordinal
81-108 = Baik 54-80 = Cukup 27-53 = Kurang 18-24 = Baik 12-17 = Cukup 6-11 = Kurang 27-36 = Baik 18-26 = Cukup 9-14
Universitas Sumatera Utara
Variabel Dependen Kekambuhan ISPA
jumlah makanan, serta frekuensi makan anak sehingga anak mempunyai gizi yang seimbang. • Menciptakan
kenyamanan lingkungan rumah
Peran orang tua dalam mengatur situasi rumah agar tidak mengganggu kesehatan penghuninya diantaranya ventiklasi dan kepadatan hunian. • Menghindari
faktor pencetus
Peran orang tua dalam menghindari faktor yang mempermudah ballita terkena ISPA diantaranya debu dan asap baik didalam rumah maupun diluar rumah Balita yang mengalami tanda-tanda klinis penyakit ISPA
3.Sering 4.Selalu Kuesioner 3 pertanyaan dengan pilihan: 1.Tidak pernah 2.Kadang- kadang 3.Sering 4.Selalu Kuesioner 9 pertanyaan dengan pilihan: 1.Tidak pernah 2.Kadang- kadang 3. Sering 4.Selalu Kuisioner 1.Tidak kambuh 2.kambuh
Ordinal Ordinal Nominal
= Kurang 9-12 = Baik 6-8 = Cukup 3-5 = Kurang 27-36 = Baik 18-26 = Cukup 9-17 = Kurang 1.Tidak
kambuh 2.Kambuh
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang dilakukan adalah deskriptif korelasi yang bertujuan
untuk mengidentifikasi hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA
dengan kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Martubung
Medan.
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti (Setiadi,
2007). Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua yang mempunyai anak yang
menderita ISPA pada bulan Maret-Mei 2009 dan pernah berobat ke puskesmas
dengan masalah ISPA dan di dapat jumlahnya 116 orang.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Dempsey,
2002). Tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Total Sampling. Namun dalam pengumpulan data, tidak semua orang tua balita
bersedia menjadi responden. Sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini hanya
berjumlah 107 orang. Dalam penelitian ini responden harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Orang tua yang mempunyai anak balita yang pernah menderita ISPA dan
berobat ke puskesmas Martubung pada bulan Maret-Mei 2009
b. Bersedia menjadi responden
c. Dapat membaca dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik.
4.3 Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Martubung
Medan dengan alasan bahwa wilayah kerja puskesmas Martubung berada di
wilayah kawasan pabrik dan belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya
terkait dengan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2009.
4.4 Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan etik. Setelah mendapatkan
surat izin untuk melaksanakan penelitian dari dinas kesehatan kota Medan,
peneliti meminta izin kepada kepala puskesmas Martubung Medan. Setelah
mendapatkan data dan alamat-alamat pasien yang pernah menderita ISPA, peneliti
kemudian mendatangi rumah calon responden. Peneliti kemudian memberi
penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan prosedur
palaksanaan penelitian. Responden yang bersedia dipersilahkan menandatangani
informed consent. Responden juga diberi penjelasan bahwa penelitian ini tidak
menimbulkan resiko fisik maupun psikis. Kerahasiaan catatan mengenai data
responden dijaga dengan tidak menuliskan nama responden pada instrumen dan
yang diperoleh dari responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Universitas Sumatera Utara
4.5 Instrumen penelitian
Untuk memperoleh informasi dari responden peneliti menggunakan alat
pengumpul data berupa kuisioner yang disusun sendiri oleh peneliti yang terdiri
dari 2 bagian yaitu data demografi klien dan kuisioner peran orang tua. Pada
bagian pertama terdiri dari data demografi klien yang meliputi umur, pendidikan,
suku, status perkawianan, pekerjaan, riwayat anak penderita ISPA dan umur anak
saat menderita ISPA. Bagian kedua berupa kuisioner peran orang tua terhadap
upaya pencegahan kekambuhan ISPA yang berisi 27 pertanyaan, yang bertujuan
untuk mengukur sejauh mana peran orang tua terhadap upaya pencegahan ISPA
yang berulang kepada anak balita. Untuk melihat peran orang tua dalam hal
mengetahui penyakit ISPA peneliti memberi kuisioner yang terdiri dari 6
pertanyaan dengan pilihan ganda. Setiap jawaban diberi nilai. Jawaban a diberi
nilai 4, jawaban b diberi nilai 3, jawaban c diberi nilai 2 dan jawaban d diberi nilai
1. untuk melihat peran oaran tua dalam hal mengatur pola makan, menciptakan
kenyamanan lingkungan dan menghindari faktor pencetus, peneliti memberikan
kuisioner dengan pilihan jawaban yang diberikan menggunakan skala likert yaitu
tidak pernah nilai 1, kadang-kadang nilai 2, sering nilai 3 dan selalu nilai 4.
Untuk melihat peran orang tua terhadap kejadian ISPA pada balita di
wilayah kerja puskesmas Martubung dilakukan pengolahan data dengan statistik
deskriptif yang terdiri dari frekuensi dan persentase.
Untuk menghitung panjang kelas dalam penelitian ini, maka digunakan
rumas Sudjana (2005) yaitu:
Universitas Sumatera Utara
Rentang 108-27 81 P = = = = 27
Banyak kelas 3 3
Rentang kelas adalah nilai tertinggi dikurangi nilai terendah. Rentang
kelas yang diperoleh adalah 81 dan banyak kelas dalam penelitian ini adalah 3
kelas yaitu baik, cukup dan kurang. Sehingga diperoleh nilai P = 27. Dari
perhitungan ini maka peran orang tua terhadap kejadian ISPA pada balita
dikategorikan baik apabila skor 81-108 diberi kode 3, dikategorikan cukup apabila
skor 54-80 diberi kode 2, dikategorikan kurang apabila skor 27-53 diberi kode 1.
4.6 Uji Validitas dan Reabilitas
4.6.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan kemampuan instrumen
pengumpulan data untuk mengukur apa yang harus diukur, untuk mendapatkan
data yang relevan dengan apa yang sedang diukur (Dempsey, 2002). Untuk
menguji validitas pengukuran pada penelitian ini digunakan validitas isi yaitu
validitas berdasarkan tinjauan pustaka. Selanjutnya dikonsultasikan kepada yang
berkompeten dibidang tersebut (Setiadi, 2007).
Uji validitas dilakukan oleh Bagian Keperawatan Anak Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara yaitu Ibu Nur Asnah S.Kep, Ns, M.Kep.
Oleh beliau, peneliti diarahkan untuk memperbaiki instrumen penelitian sesuai
dengan tinjauan pustaka agar dicapai nilai valid dari instrumen penelitian. Hasil
uji validitas instrumen penelitian adalah 0,78.
Universitas Sumatera Utara
4.6.2 Uji Reliabilitas
Kuisioner peran orang tua terhadap upaya pencegahan kekambuhan ISPA
dibuat oleh peneliti sendiri, oleh karena itu penting dilakukan uji reliabilitas. Uji
Reliabilitas instrument adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui
konsistensi dari instrument sehingga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya
dalam ruang lingkup yang sama. Dalam penelitian ini digunakan reliabilitas
konsistensi internal karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya pemberian
instrument hanya satu kali dengan bentuk instrument kepada satu subjek studi
(Dempsey & Dempsey, 2002).
Uji reliabilitas pada instrument hubungan peran orang tua terhadap
kekambuhan ISPA dilakukan pengumpulan data terhadap 15 orang responden
yaitu kepada orang tua yang membawa balita kepuskesmas Martubung Medan
pada bulan Juni dengan keluhan ISPA yang memenuhi kriteria sampel. Uji
reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan formula Cronbach Alpha dalam
system komputerisasi, sehingga diperoleh hasil 0,83. Menurut Polit & Hungler
(1999) menyatakan bahwa suatu instrument dikatakan reliable jika memiliki nilai
reliabilitas > 0,7. Oleh karena itu, instrumen dalam penelitian ini dikatakan
reliabel.
4.7 Pengumpulan Data
Peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin pelaksanaan
penelitian melalui bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU dan Dinas
Kesehatan Kota Medan. Setelah mendapatkan surat izin peneliti menyampaikan
Universitas Sumatera Utara
surat izin penelitian ke Puskesmas Martubung Medan. Setelah itu peneliti
langsung mengumpulkan data kerumah masing-masing responden sesuai dengan
alamat-alamat yang diperoleh peneliti dari puskesmas Martubung Medan.
penelitian dilakukan pada pagi hari sampai dengan sore hari selama 3 minggu.
Setelah mendapatkan calon responden, peneliti menjelaskan tujuan, manfaat
penelitian serta proses pengisian kuisioner. Kemudian calon responden yang
bersedia diminta untuk menandatangani surat persetujuan sebagai responden
dalam penelitian ini. Responden yang menolak tidak dipaksa untuk mengisi
kuisioner. Responden yang menolak karena ada kecurigaan kepada peneliti dan
alasan orang tua sibuk bekerja. Responden yang bersedia diminta untuk mengisi
kuisioner yang diberikan peneliti selama ± 15 menit. Responden diberi
kesempatan bertanya selama pengisian kuisioner tentang hal yang tidak
dimengerti sehubungan dengan pertanyaan yang ada dalam kuisioner. Setelah
responden mengisi seluruh kuisioner penelitian, peneliti terlebih dahulu
memeriksa kelengkapan jawaban responden sesuai dengan pertanyaan kuisioner
kemudian seluruh data dikumpulkan untuk dianalisa.
4.8 Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka penelitian melakukan analisi data
melalui beberapa tahap. Pertama, memeriksa kelengkapan identitas dan data
responden dan memastikan bahwa semua jawaban terisi. Setelah itu
menklarifikasi data dengan mentabulasikan data yang telah dikumpulkan dan
dilakukan pengolahan data dengan menggunakan tehnik komputerisasi SPSS.
Universitas Sumatera Utara
Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Statistik Univariat
Statisitik univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu
variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan hasil penelitian (Polit & Hungler,
1999). Pada penelitian ini, analisa data dengan metode statistik univariat
digunakan untuk menganalisa variabel independen yaitu data demografi dan peran
orang tua dan variabel dependen yaitu kekambuhan ISPA pada balita di wilayah
kerja puskesmas Martubung Medan. Analisa variabel peran orang tua dan
kejadian ISPA dianalisis dengan menggunakan skala ordinal dan ditampilkan
dalam distribusi frekuensi.
2. Statistik Bivariat
Statistik bivariat adalah suatu prosedur untuk menganalisis hubungan
antara variabel. Untuk melihat hubungan antara variabel independen (peran orang
tua ) dan variabel dependen (kekambuhan ISPA), akan digunakan uji Chi Square
dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Maka hasil diinterpretasikan dengan
membandingkan nilai p dengan nilai α. Bila p < α maka keputusannya Ha gagal
ditolak. Bila p > α maka keputusannya Ha ditolak.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan penelitian
mengenai hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan
kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan.
Penelitian ini dimulai pada tanggal 19 Oktober – 14 November 2009 di daerah
Martubung Medan dengan jumlah responden 107 orang.
5.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini dibagi atas tiga bagian, yaitu data demografi
responden, kekambuhan ISPA pada balita serta peran orang tua dalam pencegahan
ISPA yang seterusnya dianalisa ada atau tidaknya hubungan peran orang tua
dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita.
5.1.1 Distribusi Karakteristik Responden
Berdasarkan usia sebagian besar responden berada dalam kelompok usia
21-30 tahun sebanyak 55 orang (51,40%), tingkat pendidikan SLTA sebanyak 60
orang (56,07%), pekerjaan IRT sebanyak 70 orang (65,42%) dan penghasilan rata-
rata dibawah 900.000 sebanyak 37 orang (34,57%).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n= 107)
No Karakteristik Frekuensi Persentase
1 Umur 21-30 tahun 31-40 tahun
41-50 tahun
55 43 9
51,40 40,18 8,41
2 Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah SD SLTP SLTA Perguruan Tinggi
2
12 28 60 15
1,86
11,21 26,16 56,07 4,67
3 Pekerjaan IRT Wiraswasta Pegawai Swasta PNS TNI
70 21 7 8 1
65,42 19,62 6,54 7,47 0,93
4 Penghasilan < Rp900.000 Rp 900.000-Rp 1.300.000 Rp1.300.000-Rp1.800.000 > Rp 1.800.000
37 31 16 23
34,57 28,97 14,95 21,49
5.1.2 Peran orang tua dalam pencegahan ISPA
Peran orang tua dalam pencegahan ISPA dibagi dalam 4 bagian yaitu
mengetahui penyakit ISPA, mengatur pola makan, menjaga kenyamanan
lingkungan serta menghindari faktor pencetus.
Berdasarkan hasil analisa data sebanyak 15 responden (14%) memiliki
pengetahuan yang kurang mengenai ISPA, sebanyak 53 responden (49,5 %)
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai ISPA, sebanyak 39 responden
(36,4%) memiliki pengetahuan yang baik mengenai ISPA.
Berdasarkan perhitungan yang digunakan untuk mengetahui peran orang
tua dalam hal mengatur pola makan balita maka diperoleh hasil sebanyak 1
Universitas Sumatera Utara
responden (0,9%) memiliki peran yang kurang dalam mengatur pola makan anak,
sebanyak 44 responden (41,1%) rsponden memiliki peran yang cukup dalam
mengatur pola makan serta sebanyak 62 responden (57,9) memiliki peran yang
baik dalam mengatur pola makan balita
Berdasarkan perhitungan yang digunakan untuk mengetahui peran orang
tua dalam hal menjaga kenyamanan lingkungan maka diperoleh hasil sebanyak
10 responden (9,34%) memiliki peran yang kurang dalam menjaga kenyamanan
lingkungan, sebanyak 44 responden (41,12%) memiliki peran yang cukup dalam
menjaga kenyamanan lingkungan dan sebanyak 53 responden (49,52%) memiliki
peran yang baik dalam menjaga kenyamanan lingkungan.
Berdasarkan perhitungan yang digunakan untuk mengetahui peran orang
tua dalam hal menghindari faktor pencetus maka diperoleh hasil sebanyak 2
responden (1,86%) memiliki peran yang kurang dalam menghindari faktor
pencetus, sebanyak 57 responden (53,27%) memiliki peran yang cukup dalam
menghindari faktor pencetus dan sebanyak 48 responden (44,85%) memiliki peran
yang baik dalam menghindari faktor pencetus.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap responden di wilayah kerja
puskesmas Martubung Medan maka frekuensi dan persentase peran orang tua
dalam pencegahan ISPA secara keseluruhan:
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentasi peran orang tua dalam pencegahan ISPA (n=107)
No Peran orang tua dalam pencegahan kekambuhan ISPA
Frekuensi Persentase
1 Kurang 0 0 2 Cukup 71 66,35% 3 Baik 36 33,64%
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan perhitungan yang digunakan untuk mengukur peran orang tua
dalam pencegahan ISPA, maka peran orang tua dalam pencegahan ISPA pada
balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan mayoritas dikategorikan
cukup (66,35%).
5.1.3 Riwayat Kekambuhan ISPA
Tabel 5.3 memperlihatkan riwayat mengalami kekambuhan ISPA pada
balita di wilayah kerja puskesmas. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa
balita yang mengalami kekambuhan ISPA sebanyak 85 orang (79,4%) sedangkan
balita yang tidak mengalami kekambuhan ISPA sebanyak 22 orang (20.6%).
Balita yang menderita ISPA 3 kali dalam setahun terdapat 15 balita (15,88%),
balita yang menderita ISPA 4 kali dalam setahun terdapat 26 balita (24,29%),
balita yang menderita ISPA 5 kali dalam setahun terdapat 7 balita (6,54%), balita
yang menderita ISPA 6 kali dalam setahun terdapat 16 balita (14,95%), balita
yang mengalami ISPA 12 kali dalam setahun terdapat 13 balita (12,14%) dan
balita yang menderita ISPA 24 kali dalam setahun terdapat 7 balita (6,54%).
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase balita yang mengalami kekambuhan ISPA di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan (n=107)
No Pengalaman kekambuhan Frekuensi Persentase 1 2
Kambuh Tidak Kambuh
85 22
79,4 20,6
Universitas Sumatera Utara
5.1.4 Hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan
kekambuhan ISPA pada balita diwilayah kerja puskesmas
Martubung Medan.
Analisa hubungan peran orang tua dalam pencegahan kekambuhan ISPA
dengan kekambuhan ISPA pada balita diukur dengan menggunakan uji Chi
Square. Hasil penelitian didapat p=0,038 yang berarti bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara peran orang tua dalam pencegahan kekambuhan ISPA
dengan kekambuhan ISPA pada balita.
Tabel 5.4 Hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan kekambuhan ISPA pada balita diwilayah kerja puskesmas Martubung Medan.
Peran Kekambuhan Total OR (95%CI)
P Value Kambuh Tidak kambuh
n % n % n % Cukup Baik
61 24
71,8 28,2
10 12
45,5 54,5
71 36
66,4 33,6
3,050 1,1-7,9
0,038
Jumlah 75 100 22 100 107 100
Hasil analisis hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan
kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan
diperoleh nilai p= 0,038 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi
kekambuhan ISPA pada balita antara orang tua yang berperan baik dengan orang
tua yang berperan cukup (ada hubungan yang sifnifikan antara peran orang tua
dengan kekambuhan ISPA pada balita). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai
OR=3,050, artinya balita yang orang tuanya berperan cukup dalam pencegahan
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) mempunyai peluang 3,05 kali terkena
ISPA dibandingkan dengan balita yang orang tuanya berperan baik.
Universitas Sumatera Utara
5.2 Pembahasan
5.2.1 Peran orang tua dalam pencegahan ISPA
Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 39 responden (36,4%) memiliki
pengetahuan yang baik mengenai ISPA, sebanyak 53 responden (49,5 %)
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai ISPA dan sebanyak 15 responden
(14%) memiliki pengetahuan yang kurang mengenai ISPA. Masih adanya orang
tua yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang informasi ISPA
kemungkinan karena responden tidak mendapatkan informasi yang lengkap dari
petugas kesehatan puskesmas serta penyuluhan tentang ISPA tidak pernah
dilakukan didaerah mereka. Disamping itu, masih ada responden yang memiliki
pendidikan yang rendah yakni responden yang tidak sekolah terdapat sebanyak 2
responden (1,86%), responden yang hanya menyelesaikan pendidikan di tingkat
Sekolah Dasar terdapat 12 responden (11,21%) dan responden yang
menyelesaikan pendidikan ditingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
terdapat 28 orang (26,16%) sehingga para orang tua memiliki informasi yang
kurang mengenai ISPA.
Handayani (2008) mengatakan bahwa pengetahuan orang tua tentang
ISPA sangat penting karena berhubungan erat dengan perawatan balita didalam
rumah untuk mencegah kekambuhan serta mencegah komplikasi dari ISPA. Hasil
penelitian Ayu (2006) juga menyatakan bahwa pengetahuan orang tua yang baik
sangat perlu untuk mengurangi frekuensi kejadian ISPA pada balita.
Berdasarkan hasil penelitian peran orang tua dalam hal mengatur pola
makan balita maka diperoleh hasil sebanyak 62 responden (57,9) memiliki peran
Universitas Sumatera Utara
yang baik dalam mengatur pola makan balita, sebanyak 44 responden (41,1%)
memiliki peran yang cukup dalam mengatur pola makan dan sebanyak 1
responden (0,9%) memiliki peran yang kurang dalam mengatur pola makan anak.
Peran orang tua dalam hal mengatur pola makan balita bertujuan untuk
pemenuhan nutrisi balita. Balita yang pernah terserang infeksi memiliki daya
tahan tubuh yang lemah karena protein yang tersimpan didalam tubuhnya akan
berkurang disebabkan meningkatnya eksisi nitrogen melalui kencing selama
proses infeksi. Balita yang memiliki nutrisi yang baik akan memiliki status gizi
yang baik sehingga memiliki daya tahan terhadap penyakit (Solihin, 2003;
Almatsier, 2001). Thamrin (2001) dan Arsyad (2003) mengatakan bahwa status
gizi merupakan faktor resiko yang paling dominan mempengaruhi ISPA pada
balita hal ini dibukt ikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa Balita
yang memiliki status gizi yang buruk sekitar 71,50% mengalami ISPA.
Berdasarkan hasil penelitian, peran orang tua dalam hal menciptakan
kenyamanan lingkungan maka diperoleh hasil sebanyak 53 responden (49,52%)
memiliki peran yang baik dalam menjaga kenyamanan lingkungan rumah,
sebanyak 44 responden (41,12%) memiliki peran yang cukup dalam menjaga
kenyamanan lingkungan rumah dan sebanyak 10 responden (9,34%) memiliki
peran yang kurang dalam menjaga kenyamanan lingkungan rumah. Dalam hal
menciptakan kenyamanan lingkungan rumah masih ada responden yang tidak
pernah mengatur kepadatan kamar balita sebanyak 31 responden (28,97%), serta
masih ada orang tua yang tidak pernah membuka jendela sebanyak 9 responden
(8,41%). Dengan kondisi rumah yang padat serta tidak memiliki sirkulasi udara
Universitas Sumatera Utara
yang lancar akan menyebabkan meningkatnya kuman patogen didalam rumah.
Sirkulasi udara yang tidak lancar serta kurangnya cahaya yang masuk kedalam
rumah akan meningkatkan kelembaban rumah sehingga menjadi media yang baik
untuk pekembangan bakteri dan patogen (Notoatmojo, 1997).
Menurut Lubis (1989) pemeliharaan lingkungan rumah yang baik di dalam
maupun di luar rumah harus tetap dijaga supaya tetap sehat, karena pemeliharaan
rumah dapat mempengaruhi kesehatan penghuninya. Segala fasilitas yang tersedia
apabila tidak terpelihara dengan baik dapat menjadi media bagi penyakit.
Pemeliharaan lingkungan rumah dengan cara memelihara kebersihan, mengatur
kepadatan rumah, mengatur pertukaran udara dalam rumah dan mengusahakan
sinar matahari masuk kedalam rumah di siang hari dapat menurunkan terjadinya
ISPA pada anggota keluarga.
Berdasarkan hasil penelitian peran orang tua dalam hal menghindari faktor
pencetus diperoleh hasil sebanyak 48 responden (44,85%) memiliki peran yang
baik dalam menghindari faktor pencetus, sebanyak 57 responden (53,27%)
memiliki peran yang cukup dalam menghindari faktor pencetus dan sebanyak 2
responden (1,86%) memiliki peran yang kurang dalam menghindari faktor
pencetus. Namun, jika dilihat dari setiap item pertanyaan bahwa masih ada orang
tua yang merokok didekat balita ketika berada didalam rumah 73 responden
(68,22%), masih menggunakan obat nyamuk bakar setiap kali tidur sebanyak 26
responden (24,49%), orang tua (keluarga) yang tidak menutup mulut ketika bersin
dan batuk sebanyak 54 responden(50,46%) dan orang tua (keluarga) yang
membuang dahak sembarangan sebanyak 65 responden (60,74%).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Aditama (1997) asap dari satu batan rokok mengandung sekitar
4.000 jenis bahan kimia seperti nikotin, gas CO, NOX, Hydrogencianide, Amonia,
Acrolen, 4ethylcatecnol, artoresol, perylen, dan lain-lain. Asap yang berterbangan
juga mengandung bahan yang berbahaya, dan apabila asap itu dihisap oleh orang
yang berada disekitar perokok maka orang itu juga akan menghisap bahan kimia
berbahaya kedalam dirinya, walaupun ia sendiri tidak merokok. Terdapat seorang
perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar risiko anggota keluarga
menderita sakit, seperti gangguan pernafasan, memperburuk asma dan
memperberat penyakit angina pectoris serta dapat meningkatkan resiko untuk
mendapat serangan ISPA khususnya pada balita. Anak-anak yang orang tuanya
perokok lebih mudah terkena penyakit saluran pernafasan. Gas berbahaya dalam
rokok merangsang pembentukan lendir, debu dan bakteri yang tertumpuk tidak
dapat dikeluarkan, menyebabkan bronchitis kronis, lumpuhnya serat elastin di
jaringan paru mengakibatkan daya pompa paru berkurang, udara tertahan diparu-
paru (Dachroni, 2002). Sedangkan efek penggunaan obat nyamuk bakar maupun
semprot yang bisa dirasakan langsung akibat obat anti nyamuk bakar maupun
semprot akan berbeda pada setiap anak. Tetapi umumnya anak akan merasa sesak
nafas, batuk-batuk, pusing, mual dan bahkan pingsan (Sastrawijaya, 2000) .
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah suatu penyakit saluran
pernafasan yang ditularkan melalui udara. Oleh karena itu, orang tua maupun
anggota keluarga yang lain sangat dianjurkan untuk menutup mulut ketika bersin
dan batuk serta diharapkan untuk tidak membuang dahak sembarangan, karena
Universitas Sumatera Utara
kuman yang terkandung didalam dahak tersebut jika mengering akan beterbangan
diudara sehingga berbahaya jika dihirup.
Berdasarkan hasil penelitian, peran orang dalam pencegahan ISPA di
wilayah kerja puskesmas Martubung medan sebanyak 71 responden (66,35%)
berperan cukup dan 36 responden (33,64%) berperan baik. Ini menunjukkan
bahwa orang tua yang berada didalam lingkungan wilayah kerja puskesmas
Martubung Medan sudah berperan dengan hampir baik dan tidak ada orang tua
yang memiliki peran yang buruk dalam mencegah penyakit ISPA. Hal ini
dimungkinkan karena orang tua sudah menyadari pentingnya peran orang tua
dalam pencegahan penyakit infeksi pada balita. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Yamin (2007) diwilayah kerja puskesmas Najung
Mekar kabupaten Bandung yang mengatakan bahwa orang tua sudah memiliki
peran yang baik (55,17%) dalam pencegahan ISPA.
5.2.2 Kekambuhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Dari hasil pengumpulan data diperoleh bahwa sebanyak 85 balita
(79,43%) mengalami kekambuhan ISPA, sedangkan 22 balita (20,56%) tidak
mengalami kekambuhan ISPA. Balita yang menderita ISPA 3 kali dalam setahun
terdapat 15 balita (15,88%), balita yang menderita ISPA 4 kali dalam setahun
terdapat 26 balita (24,29%), balita yang menderita ISPA 5 kali dalam setahun
terdapat 7 balita (6,54%), balita yang menderita ISPA 6 kali dalam setahun
terdapat 16 balita (14,95%), balita yang mengalami ISPA 12 kali dalam setahun
Universitas Sumatera Utara
terdapat 13 balita (12,14%) dan balita yang menderita ISPA 24 kali dalam setahun
terdapat 7 balita (6,54%).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) kambuh definisikan sebagai
kondisi jatuh sakit lagi yang biasanya lebih parah dari dahulu. Dalam Raharjoe
(2008) dikatakan bahwa angka kekambuhan ISPA pada balita di negara
berkembang 2-10 kali lebih tinggi dari pada di negara maju. Indonesia sebagai
negara berkembang memiliki angka kekambuhan ISPA yang cukup tinggi. Dalam
satu tahun rata-rata anak balita di perkotaan menderita ISPA 6-8 kali sedangkan
balita yang tinggal di pedesaan dapat terkena ISPA 3-5 kali.
5.2.3 Hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan
kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas
Martubung Medan.
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit
infeksi yang paling sering dialami oleh balita dan masih menempati urutan
pertama dari keseluruhan penyakit infeksi yang terjadi dimasyarakat.. Angka
kejadian ISPA yang masih tinggi pada balita disebabkan oleh tingginya frekuensi
kejadian ISPA pada balita. Dalam satu tahun rata-rata seorang anak di pedesaan
dapat terserang ISPA 3-5 kali, sedangkan di daerah perkotaan sampai 6-8 kali.
Oleh sebab itu diperlukan peran orang tua dalam pencegahan ISPA. Orang tua
yang memiliki peran yang baik diharapkan dapat mencegah kekambuhan ISPA.
Hasil analisis hubungan peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan
kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung Medan
Universitas Sumatera Utara
diperoleh nilai p= 0,03 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi
kekambuhan ISPA pada balita antara orang tua yang berperan baik dengan orang
tua yang berperan cukup (ada hubungan yang sifnifikan antara peran orang tua
dengan kekambuhan ISPA pada balita).
Orang tua berperan dalam upaya meningkatkan kesehatan dan mengurangi
resiko timbulnya penyakit bagi para anggota keluarga yang tujuannya adalah
melindungi keluarga dari penyakit tertentu dan mengurangi kemungkinan mereka
mendapat penyakit atau masalah kesehatan (Friedman, 1998). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa peran orang tua yang baik dalam pencegahan ISPA dapat
mencegah kekambuhan ISPA (ISPA berulang) pada balita.
Upaya pencegahan yang dilakukan oleh orang tua seperti mengetahui
penyakit ISPA, mengatur pola makan, menciptakan kenyamanan lingkungan, dan
menghindari faktor pencetus merupakan hal yang sangat mendasar untuk
mencegah kekambuhan ISPA pada balita serta relevan dengan penelitian-
penelitian yang dilakukan oleh para ahli sebelumnya. Ayu (2006) mengatakan
bahwa pengetahuan ibu (p=0,01) memiliki pengaruh terhadap kejadian ISPA.
Pengetahuan yang baik yang dimiliki oleh orang tua akan membantu orang tua
dalam mengatasi masalah kesehatan yang dialami oleh keluarga dan
meningkatkan tingkat peran keluarga dalam pencegahan suatu penyakit
(Friedman, 1998).
Peran orang tua dalam hal pengaturan makanan juga sangat berpengaruh
terhadap kejadian ISPA pada balita. Orang tua yang mengatur pola makan dengan
baik akan mempengaruhi status gizi balita. Hasil penelitian yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
Muluki (2003) dan Kistyoko (2001) mengatakan bahwa status gizi balita
berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita (p=0,000). Status gizi yang baik
terjadi bila tubuh memperoleh asupan zat gizi yang cukup sehingga dapat
digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan
kecerdasan, produktivitas kerja dan daya tahan tubuh terhadap infeksi secara
optimal.
Peran orang tua dalam hal menciptakan kenyamanan lingkungan rumah
juga memiliki hubungan dengan kejadian ISPA. Menurut Yusup (2004)
kenyamanan kingkungan (ventilasi, kepadatan hunian, penerangan alamiah)
memiliki pengaruh yang sangat penting (p=0,000) dan untuk peran orang tua
dalah hal menghindari faktor pencetus juga berpengaruh terhadap kejadian ISPA.
Balita yang tinggal dirumah yang padat dan ventilasi yang tidak baik akan
mengalami resiko terkena ISPA 2, 22 kali dibandingkan dengan balita yang
tinggal dilingkungan yang tidak padat dan ventilasi yang baik.Penelitian ini juga
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Riswandi (2002) bahwa kebiasaaan
orang tua dalam membuka jendela memiliki hungan dengan kejadian ISPA di
kecamatam Parung- Jawa Barat.
Peran orang tua dalam hal menghindari fakor pencetus juga memiliki
hubungan dengan kejadian ISPA. Menurut Suhandayani (2007) dan parulian
(2002) asap dan debu memiliki pengaruh terhadap kejadian ISPA (p=0,000). Asap
rokok dan debu masuk kedalam tubuh manusia melalui sistem pernafasan
sehingga dapat mengiritasi saluran pernafasan. Oleh karena itu, orang tua sangat
Universitas Sumatera Utara
dianjrkan untuk menghindari balita terpapar dengan debu dan asap baik didalam
maupun diluar rumah.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan usia sebagian besar responden berada dalam kelompok usia 21-
30 tahun sebanyak 55 orang (51,40%), tingkat pendidikan SLTA sebanyak
60 orang (56,07%), pekerjaan IRT sebanyak 70 orang (65,42%) dan
penghasilan rata-rata dibawah 900.000 sebanyak 37 orang (34,57%).
2. Berdasarkan hasil analisa data diperoleh bahwa pengetahuan orang tua
tentang ISPA berada dalam kategori cukup, peran orang tua dalam hal
mengatur pola makan berada dalam kategori baik (57,9%), peran orang tua
dalam hal menciptakan kenyamanan lingkungan berada dalam kategori baik
(49,54%) serta peran orang tua dalam hal menghindari faktor pencetus
berada dalam kategori cukup (53,27%). Sehingga secara keseluruhan peran
orang tua dalam pencegahan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas
Martubung Medan berada dalam kategori cukup (66,35%).
3. Berdasarkan hasil penelitian mayoritas balita mengalami kekambuhan ISPA
dalam satu tahun. Rata-rata dalam setahun balita mengalami kekambuhan
ISPA sebanyak 4 kali (24,29%).
4. Hubungan antara peran orang tua dalam pencegahan ISPA dengan
kekambuhan ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Martubung
Medan mempunyai hubungan yang bermakna (p= 0,038) dan nilai OR=
3,050 artinya balita yang orang tuanya berperan cukup dalam pencegahan
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) mempunyai peluang 3,05 kali
Universitas Sumatera Utara
terkena ISPA dibandingkan dengan balita yang orang tuanya berperan baik
dalam pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
6.2. Saran
6.2.1 Praktek Keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat seharusnya tidak
hanya terfokus kepada pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif, tetapi juga harus
memperhatikan pelayanan kesehatan yang bersifat preventif yaitu dengan
memberikan penyuluhan (informasi). Dengan pemberian informasi yang lengkap
mengenai ISPA, maka orang tua dapat mengetahui penyebab, tanda dan gejala
ISPA serta cara pencegahan ISPA. Dengan mengetahui cara pencegahan yang
tepat maka orang tua dapat berperan dengan baik dalam perawatan balita sehingga
dapat menghindari kekambuhan ISPA.
6.2.2 Pendidikan Keperawatan
Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa mayoritas balita dalam satu
tahun masih mengalami kekambuhan ISPA yaitu rata-rata 4 kali dalam setahun.
Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=3,050, artinya balita yang orang tuanya
berperan cukup dalam pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
mempunyai peluang 3,05 kali terkena ISPA dibandingkan dengan balita yang
orang tuanya berperan baik. Dengan adanya cakupan materi tentang cara
pencegahan ISPA pada balita serta pentingnya peran orang tua dalam pencegahan
kekambuhan ISPA akan mendorong mahasiswa keperawatan untuk
Universitas Sumatera Utara
mengemukakannya dalam kegiatan praktek keperawatan, seperti mendorong ibu
untuk meningkatkan pengetetahuan tentang ISPA, memberikan makanan yang
bergizi serta membersihkan lingkungan rumah.
6.2.3 Riset Keperawatan
Untuk penelitian selanjutnya peneliti menyarankan agar dapat meneliti
hubungan karakteristik balita (berat badan lahir, status imunisasi status gizi) dan
karakteristik orang tua (pendidikan, status ekonomi, pekerjaan) dengan
kekambuhan ISPA pada balita.
Universitas Sumatera Utara