13

Click here to load reader

Chikungunya Terkait Kesehatan Masyarakat - Drh. Sunu

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Chikungunya Terkait Kesehatan Masyarakat - Drh. Sunu

Penyakit Chikungunya Terkait Kesehatan Masyarakat

Drh. Ardilasunu Wicaksono

Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

Latar belakang

Pada dasarnya masyarakat menginginkan kehidupan yang sehat sehingga dapat

menjalankan aktivitasnya dengan optimal untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Sehat

menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu kondisi prima atau terbaik secara fisik,

mental sosial serta terbebas dari sakit dan kecacatan. Namun kesehatan itu sendiri dipengaruhi

oleh banyak faktor mulai dari individu, agen penyakit termasuk vektor pembawa penyakit, dan

lingkungan yang mendukung.

Keberadaan penyakit di tengah-tengah masyarakat tentunya membawa dampak yang

bisa meresahkan. Mulai dari terjadinya penularan hingga dampak ekonomi dari keluarga

terdekat hingga dampak sosial yang ditimbulkan. Salah satu penyakit yang menimbulkan

keresahan masyarakat adalah penyakit chikungunya atau juga dikenal sebagai demam

chikungunya. Penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (vector-borne disesase) ini

menimbulkan dampak rasa sakit yang sangat menganggu aktivitas keseharian masyarakat,

dengan demikian pemerintah Indonesia memasukkan penyakit ini ke dalam daftar kejadian luar

biasa mendampingi vector-borne disesase lain seperti demam berdarah dan malaria.

Untuk memberantas penyakit chikungunya dan juga pengendalian vektor membutuhkan

peran ilmu kesehatan masyarakat di dalamnya. Penanggulangan wabah memerlukan peran

serta berbagai pihak mulai dari pemerintah, swasta, dan swadaya masyarakat sebagai bentuk

pengorganisasian dalam pencegahan dan pengobatan penyakit. Peningkatan kesehatan

lingkungan, pengendalian penyakit dan vektor, pendidikan masyarakat dan peningkatan

gerakan sosial kemasyarakatan memiliki perannya masing-masing dan secara bersama-sama

bertujuan untuk peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Page 2: Chikungunya Terkait Kesehatan Masyarakat - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2011

Etiologi

Chikungunya adalah penyakit demam virus yang disebabkan alphavirus yang disebarkan

melalui gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti. Namanya berasal dari sebuah kata dalam

bahasa Makonde yang berarti "yang melengkung ke atas", merujuk pada tubuh yang

membungkuk akibat gejala-gejala arthritis penyakit ini. Chikungunya berasal dari bahasa

Swahili berdasarkan gejala pada penderita, yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung,

mengacu pada postur tubuh penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat, terutama

terjadi pada lutut, pergelangan kaki, serta persendian tangan dan kaki. Gejala penyakit ini

termasuk demam mendadak yang mencapai 39ºC. Penyakit ini pertama kali dicatat di Tanzania

Afrika pada tahun 1952, kemudian di Uganda tahun 1963. Di Indonesia kejadian luar biasa

(KLB) Chikungunya pada tahun 1982.

Penyakit Demam Chikungunya disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV) yang

termasuk keluarga Togaviridae, Genus Alphavirus dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti

dan Aedes albopictus. Di Asia dan wilayah Samudera Hindia vektor yang dapat membawa virus

chikungunya antara lain A. aegypti dan A. albopictus. Aedes lain seperti A furcifer, Aedes

vittatus, Aedes fulgens, Aedes luteocephalus, Aedes dalzieli, Aedes vigilax, Aedes

camptorhynchites banyak mentransmisikan virus di daerah Afrika. Ada pula jenis lain seperti

Culex annulirostris, Mansonia uniformis dan Anopheles.

CHIKV sebagai penyebab Chikungunya masih belum diketahui pola masuknya ke

Indonesia. Cara transmisi bagi chikungunya ini adalah vector-borne yaitu melalui gigitan

nyamuk Aedes sp yang terinfeksi. Transmisi melalui darah berkemungkinan bisa terjadi dengan

satu kasus pernah dilaporkan. CHIKV dikatakan tidak bisa ditularkan malalui ASI.

Sekitar 200-300 tahun lalu CHIKV merupakan virus pada hewan primata di tengah hutan

atau savana di Afrika. Satwa primata yang dinilai sebagai pelestari virus adalah bangsa baboon

(Papio sp), Cercopithecus sp. Siklus di hutan diantara satwa primata dilakukan oleh nyamuk

Aedes sp. Nyamuk yang sama juga menularkan penyakit demam berdarah, meski sama tapi

penyakit ini tidak mematikan.

Faktor ekologis penyebaran vektor

Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan Chikungunya terutama adalah

banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan yang mempengaruhi pencahayaan dan

Page 3: Chikungunya Terkait Kesehatan Masyarakat - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2011

kelembaban di dalam rumah. Kelembaban yang tinggi dan kurangnya pencahayaan dalam

rumah merupakan tempat yang disenangi oleh nyamuk untuk istirahat. Lingkungan fisik yaitu

seperti ketinggian tempat, curah hujan, temperatur dan kelembaban.

Pola berjangkit virus Chikungunya tidak jauh beda dengan virus dengue yaitu dipengaruhi

oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang

tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama. Di Indonesia,

karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya

penyakit agak berbeda di setiap tempat.

Pada musim hujan tempat perkembangbiakan A. aegypti yang pada musim kemarau tidak

terisi, mulai terisi air. Telur – telur yang belum sempat menetas dalam waktu singkat akan

menetas. Selain itu pada musim hujan semakin banyak tempat – tempat penampungan air

alamiah yang terisi air hujan yang dapat digunakan sebagai tempat perkembangan nyamuk ini.

Karena itu pada musim penghujan popolasi nyamuk A. aegypti meningkat. Dengan

bertambahnya populasi nyamuk merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan

virus Chikungunya.

Faktor lain yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus Chikungunya sangat

kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak

terkendali, tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis dan peningkatan

sarana transportasi. Ketinggian tempat berpengaruh terhadap perkembangan nyamuk. Wilayah

dengan ketinggian diatas 1000 meter dari permukaan laut tidak ditemukan nyamuk A. aegypti

karena ketinggian tersebut suhu terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan

nyamuk

Hujan akan menambah genangan air sebagai tempat perindukan dan menambah

kelembaban udara. Temperatur dan kelembaban selama musim hujan sangat kondusif untuk

kelangsungan hidup nyamuk yang terinfeksi. Temperatur yang disukai virus chikungunya hanya

endemik di daerah tropis dimana suhu memungkinkan untuk perkembangbiakan nyamuk. Suhu

optimum pertumbuhan nyamuk adalah 25°C – 27°C. Pertumbuhan akan terhenti sama sekali

bila suhu kering kurang dari 10º C atau lebih dari 40ºC. Walaupun pertumbuhan nyamuk

terhenti, namun virus masih tetap hidup dengan melakukan dorman/ hibernasi pada kondisi

ekstrim tersebut. Kondisi dorman virus dapat dilakukan di dalam tubuh nyamuk maupun

Page 4: Chikungunya Terkait Kesehatan Masyarakat - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2011

reservoir dari virus chikungunya. Setelah mencapai kondisi lingkungan yang kondusif, maka

virus dapat kembali infektif.

Dampak terhadap masyarakat

Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam diikuti

dengan linu di persendian. Bahkan, karena salah satu gejala yang khas adalah timbulnya rasa

pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang - tulang, ada yang menamainya sebagai

demam tulang atau flu tulang.

Gejala-gejalanya memang mirip dengan infeksi virus dengue dengan sedikit perbedaan

pada hal-hal tertentu. virus ini dipindahkan dari satu penderita ke penderita lain melalui nyamuk,

antara lain Aedes aegypti. Virus menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa di

daerah endemis. Secara mendadak penderita akan mengalami demam tinggi selama lima hari,

sehingga dikenal pula istilah demam lima hari. Pada anak kecil dimulai dengan demam

mendadak, kulit kemerahan. Ruam-ruam merah itu muncul setelah 3-5 hari. Mata biasanya

merah disertai tanda-tanda seperti flu. Sering dijumpai kejang demam pada anak-anak.

Pada anak yang lebih besar, demam biasanya diikuti rasa sakit pada otot dan sendi, serta

terjadi pembesaran kelenjar getah bening. Pada orang dewasa, gejala nyeri sendi dan otot

sangat dominan dan sampai menimbulkan kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila

berjalan. Kadang-kadang timbul rasa mual sampai muntah. Pada umumnya demam pada anak

hanya berlangsung selama tiga hari dengan tanpa atau sedikit sekali dijumpai perdarahan

maupun syok. Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada Chikungunya tidak ada

perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun kematian.

Rata-rata masa inkubasi bagi Chikungunya adalah sekitar 2-12 hari tetapi umumnya 3-7

hari. (Gejala yang sering ditimbulkan infeksi virus ini berupa demam mendadak disertai

menggigil selama 2-5 hari. Gejala demam biasanya timbul mendadak secara tiba-tiba dengan

derajat tinggi (>40ºC). Demam kemudian menurun setelah 2-3 hari dan bisa kambuh kembali 1

hari berikutnya. Demam juga sentiasa berhubungan dengan gejala-gejala lainnya seperti sakit

kepala, mual dan nyeri abdomen.

Nyeri sendi (arthralgia) dan otot (myalgia) bisa muncul pada penderita chikungunya.

Keluhan arthralgia ini ditemukan sekitar 80% pada penderita chikungunya dan biasanya sendi

yang sering dikeluhkan adalah sendi lutut,siku, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang

Page 5: Chikungunya Terkait Kesehatan Masyarakat - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2011

belakang. Pada posisi berbaring biasanya penderita miring dengan lutut tertekuk dan berusaha

mengurangi dan membatasi gerakan. Gejala ini dapat bertahan selama beberapa minggu,

bulan bahkan ada yang sampai bertahan beberapa tahun sehingga dapat menyerupai

Rheumatoid Artritis. Nyeri otot pula bisa terjadi pada seluruh otot terutama pada otot penyangga

berat badan seperti pada otot bagian leher, daerah bahu dan anggota gerak.

Pada kebanyakan penderita, gejala peradangan sendi biasanya diikuti dengan adanya

bercak kemerahan makulopapulae yang bersifat non-pruritic. Bercak kemerahan ini sering

ditemukan pada bagian tubuh dan anggota gerak tangan dan kaki. Bercak ini akan menghilang

setelah 7-10 hari dan kemudiannya diikuti dengan deskuamasi. Gejala-gejala lain yang bisa

ditemukan termasuk sakit kepala, pembesaran kelenjar getah bening di leher dan kolaps

pembuluh darah kapiler.

Penyebab komplikasi yang tertinggi adalah dehidrasi berat, ketidakseimbangan elektrolit

dan hipoglikemia. Beberapa komplikasi lain yang dapat terjadi meskipun jarang berupa

gangguan perdarahan, komplikasi neurologis, pneumonia dan gagal nafas. Penyakit ini bersifat

self limiting diseases, tidak pernah dilaporkan adanya kematian sedangkan keluhan sendi

mungkin berlangsung lama. Penelitian sebelumnya pada 107 kasus infeksi Chikungunya

menunjukkan 87,9% sembuh sempurna, 3,7% mengalami kekakuan sendi atau mild discomfort,

2,8% mempunyai persistent residual joint stiffness tapi tidak nyeri dan 5,6% mempunyai

keluhan sendi yang persisten, kaku dan sering mengalami efusi sendi.

Pengobatan dan pencegahan

Hingga kini masih tidak ada pengobatan spesifik untuk penyakit ini dan vaksin yang

berguna sebagai tindakan preventif juga belum ditemukan. Pengobatannya hanya bersifat

simptomatis dan supportif seperti pemberian analgesik, antipiretik, anti inflamasi. Pemberian

aspirin kepada penderita demam chikungunya ini tidak dianjurkan karena dikuatirkan efek

aspirin terhadap kerusakan sel darah (platelet) sehingga proses pembekuan darah menjadi

sulitterjadi. Pemberian chloroquine phosphate sangat efektif untuk arthritis chikungunya kronis.

Cara menghindari penyakit ini adalah dengan membasmi nyamuk pembawa virus.

Terdapat kebiasaan yang dapat dipelajari pada nyamuk-nyamuk penyebab chikungunya..

Pertama, mereka senang hidup dan berkembang biak di genangan air bersih seperti bak mandi,

vas bunga, dan juga kaleng atau botol bekas yang menampung air bersih. Kedua, mereka

Page 6: Chikungunya Terkait Kesehatan Masyarakat - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2011

senang hidup di benda-benda yang menggantung seperti baju-baju yang ada di belakang pintu

kamar. Ketiga, nyamuk ini sangat menyukai tempat yang gelap dan pengap.

Mengingat penyebar penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti maka cara terbaik untuk

memutus rantai penularan adalah dengan memberantas nyamuk tersebut, sebagaimana sering

disarankan dalam pemberantasan penyakit demam berdarah dengue. pencegahan yang murah

dan efektif untuk memberantas nyamuk ini adalah dengan cara menguras tempat

penampungan air bersih, bak mandi, vas bunga dan sebagainya, paling tidak seminggu sekali,

mengingat nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai menjadi dewasa dalam kurun

waktu 7-10 hari.

Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-benda yang

memungkinkan menampung air bersih, terutama pada musim hujan. Pintu dan jendela rumah

sebaiknya dibuka setiap hari, mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar matahari

dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat. Dengan

demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk tersebut. Pola hidup sehat dilakukan

agar tercipta lingkungan yang bersih dan bebas penyakit.

Melihat masih belum ada kematian karena chikungunya yang dilaporkan dan belum ada

pengobatan spesifik dan vaksin yang sesuai, maka upaya pencegahan menjadi prioritas utama.

Upaya ini lebih menjurus ke arah pemberantasan sarang nyamuk penular dengan cara

membasmi jentik nyamuk. Individu yang menderita demam chikungunya ini sebaiknya diisolasi

sehingga dapat dicegah penularannya ke orang lain. Tindakan pencegahan gigitan nyamuk bisa

dilakukan dengan menggunakan obat nyamuk dan repelan tetapi pencegahan yang sebaiknya

berupa pemberantasan sarang nyamuk penular.

Pemberantasan sarang nyamuk seharusnya dilakukan pada seluruh kawasan perumahan

bukan hanya pada beberapa rumah saja. Untuk itu perlu diterapkan pendekatan terpadu

pengendalian nyamuk dengan menggunakan metode yang tepat (modifikasi lingkungan, biologi

dan kimiawi) yang aman, murah dan ramah lingkungan. PSN ini bertujuan mengendalikan

populasi nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sehingga penularan Chikungunya dapat

dicegah atau dibatasi. Sasaran bagi PSN ini adalah semua tempat perkembangbiakan nyamuk

penular Chikungunya seperti:

a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti bak atau gentong untuk

keperluan mandi dan memasak.

Page 7: Chikungunya Terkait Kesehatan Masyarakat - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2011

b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (non-TPA), seperti wadah vas

bunga, tempat pakan minum ternak, dan lain-lain.

c. Tempat penampungan air alamiah, seperti danau, saluran air alami, dan lain-lain.

Keberhasilan kegiatan PSN Chikungunya antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik

(ABJ), apabila ABJ ≥ 95% diharapkan penularan Chikungunya dapat dicegah atau dikurangi.

Cara memberantas nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus melalui Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) adalah berupa kegiatan memberantas jentik ditempat berkembang

biaknya. Hal tersebut dapat dilakukan antara lain dengan cara:

Kimiawi (Larvasidasi).

Larvasidasi adalah pemberantasan jentik dengan menaburkan bubuk larvasida.. Kegiatan

ini tepat digunakan apabila surveilans epidemiologi penyakit penyakit dan vektor menunjukkan

adanya periode berisiko tinggi dan di lokasi dimana KLB mungkin timbul. Terdapat 2 jenis

larvasidasi (insektisida) yang dapat digunakan pada wadah yang dipakai untuk menampung air

bersih (TPA) yakni :

(1) Temephos 1%. Formulasi yang digunakan adalah granules (sand granules). Dosis

yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram (1 sdm rata) untuk tiap 100 L air. Dosis ini telah

terbukti efektif selama 8-12 minggu atau sekitar 2-3 bulan.

(2) Insect Growth Regulators (Pengatur Pertumbuhan Serangga) Insect Growth

Regulators (IGRs) mampu menghambat pertumbuhan nyamuk dimasa sebelum dewasa

dengan menghambat proses chitin synthesis selama masa jentik berganti atau mengacaukan

proses perubahan pupa menjadi nyamuk dewasa. Contoh IGRs adalah Methroprene dan

Phyriproiphene. Secara umum IGRS akan memberikan efek ketahanan 3-6 bulan dengan dosis

yang cukup rendah bila digunakan di dalam tempat penampungan air.

Kegiatan larvasidasi dapat meliputi :

Larvasidasi Selektif. Larvasidasi selektif adalah kegiatan pemeriksaan tempat

penampungan air (TPA) baik di dalam maupun di luar rumah pada seluruh rumah dan

bangunan di desa/kelurahan endemis dan sporadis serta penaburan bubuk larvasida pada TPA

yang ditemukan jentik dan dilaksanakan 4 kali dalam 1 tahun (3 bulan sekali). Pelaksana

larvasidasi adalah kader yang telah dilatih oleh petugas Puskesmas. Tujuan larvasidasi selektif

Page 8: Chikungunya Terkait Kesehatan Masyarakat - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2011

adalah sebagai tindakan sweeping hasil penggerakan masyarakat dalam Pemberantasan

Sarang Nyamuk.

Larvasidasi Massal. Larvasidasi massal adalah penaburan bubuk larvasida secara

serentak diseluruh wilayah/daerah tertentu di semua tempat penampungan air baik terdapat

jentik maupun tidak ada jentik di seluruh bangunan termasuk rumah, kantor-kantor dan sekolah.

Kegiatan larvasidasi massal ini dilaksanakan di lokasi terjadinya KLB Chikungunya.

Biologi

Penerapan pengendalian biologis yang ditujukan langsung terhadap jentik hanya terbatas

pada sasaran berskala kecil. Pengendalian dengan cara ini misalnya dengan memelihara ikan

pemakan jentik atau dengan bakteri. Ikan yang biasa dipakai adalah ikan larvavorus (Gambusia

affins, Poecilia reticulata dan ikan adu), sedang ikan bakteri yang dinilai efektif untuk

pengendalian ini ada 2 spesies yakni bakteri Bacillus thuringiensis serotipe H-14(Bt.H-14) dan

Bacillus sphaericus (Bs) yang memproduksi endotoksin.

Fisik

Pengendalian secara fisik ini dikenal dengan kegiatan 3M Plus (Menguras, Menutup,

Mengubur) yaitu :

a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi, drum dan

lain-lain seminggu sekali (M1).

b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air , tempayan dan lain-

lain (M2).

c. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan

(M3)

Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat

Tahap pendidikan yang rendah bisa mempengaruhi perilaku masyarakat dalam

melakukan upaya penanggulangan terhadap penyakit Demam Chikungunya. Malah program

pembangunan kesehatan juga bisa terhambat karena rendahnya tingkat pendidikan. Sejauh

mana pengetahuan masyarakat mengenai penyakit Demam Chikungunya terutama mengenai

tipe virus pembawa penyakit, cara penularan dan cara pemberantasan penyakit chikungunya

masih belum diketahui. Mereka mungkin bisa tahu bahwa penyebab penyakit Demam

Page 9: Chikungunya Terkait Kesehatan Masyarakat - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2011

Chikungunya adalah suatu virus tetapi mungkin hanya beberapa orang saja yang mengetahui

golongan virus mana yang terlibat.

Hal lain yang mungkin kurang dipahami masyarakat pada umumnya adalah cara

penularan penyakit dan cara pemberantasannya. Adanya proses penularan dari penderita,

gigitan nyamuk, pemindahan penyakit masih kurang dimengerti dengan baik. Konsep

pemberantasan sarang nyamuk belum diketahui dengan baik karena mereka belum juga

memahami tujuan, manfaat dan hubungan pembersihan sarang nyamuk dan jentik dengan

kejadian penyakit Demam Chikungunya.

Sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau objek. Ada beberapa masyarakat yang sudah menyadari bahaya dari

penyakit ini melalui sikap mereka yang takut terhadap penyakit chikungunya. Di sisi lain, belum

semua masyarakat bersikap demikian, melainkan bersikap acuh baik mereka tahu maupun

tidak tahu terhadap penyakit ini.

Perilaku merupakan faktor individu penting di dalam pencegahan penyakit demam

chikungunya. Secara umum masyarakat belum melakukan tindakan yang sewajarnya dalam

upaya pemberantasan penyakit chikungunya seperti menutup tempat penampungan air,

memperhatikan dan memberantas jentik nyamuk di lingkungan rumah sehingga dengan

sendirinya mendukung penyebaran penyakit.

Aspek kesehatan masyarakat

Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, banyak dampak yang ditimbulkan dari penyakit

demam chikungunya. Aspek tersebut dapat dilihat dari sisi individu penderita, keluarga dan

lingkungan masyarakat. Penderita demam chikungunya mengalami rasa sakit yang harus

diemban sehingga tidak mampu lagi bekerja secara normal dan akibatnya adalah penurunan

produktivitas kerjanya. Hal ini tentu dapat mempengaruhi kondisi ekonomi keluarga yang

merupakan kerugian yang cukup besar bagi masyarakat.

Individu penderita juga merupakan beban keluarga yang harus ditanggung bersama.

Berbagai cara dilakukan demi merawat individu yang sakit dengan mengorbankan tenaga,

waktu dan pikiran yang lebih dari biasanya. Biaya pengobatan yang harus dikeluarkan pun

menjadi salah satu dampak ekonomi dari kejadian penyakit ini. Terlebih lagi jika penderita

Page 10: Chikungunya Terkait Kesehatan Masyarakat - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2011

menjadi beban sosial yang harus ditanggung bersama di dalam menyehatkan lingkungan di

sekitar daerah/ kawasan tersebut.

Kemunculan penyakit demam chikungunya yang terjadi pada warga setempat juga

merupakan suatu kecemasan tersendiri bagi warga di lingkungan sekitarnya. Kecemasan

tersebut tentunya mengganggu masyarakat secara mental/ psikologis. Pada penderita pun sakit

secara psikologis dapat terjadi dengan adanya penurunan semangat kerja yang menjadikan

dirinya bersikap pesimis. Pengaruh lain dari penderita adalah kerugian di dalam menjalin

interaksi secara sosial sehingga kegiatan sosial yang biasa dikerjakan menjadi sedikit banyak

terganggu.

Sebagai ahli kesehatan masyarakat yang akan menghadapi permasalahan ini di

lapangan, diperlukan tidak hanya ilmu dasar kesehatan masyarakat untuk dapat menangani

penyakit ini di lapangan namun diperlukan juga ilmu mengenai psikologi masyarakat dengan

tujuan untuk dapat memberikan ketenangan baik secara fisik maupun mental kepada penderita.

Hal ini penting dikarenakan penderita dapat sakit dalam jangka waktu yang lama sehingga

mengalami gangguan psikologis yang berpengaruh pada penurunan kesejahteraan hidupnya.

Selain itu, diperlukan juga pengetahuan mengenai budaya masyarakat setempat agar dapat

menjalankan program kesehatan masyarakat lebih mudah dengan melakukan pendekatan-

pendekatan yang sesuai dengan keinginan dan aspirasi masyarakat setempat.

Perlu adanya suatu program berbasis kemasyarakatan di dalam pemberantasan

chikungunya. Program tersebut harus dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat sehingga

dapat menimbulkan sikap dan tindakan yang nyata terhadap pemberantasan penyakit

chikungunya dengan melakukan pengendalian vektor secara menyeluruh. Dalam hal ini peran

pemerintah di dalam menggalang kekuatan bersama masyarakat adalah dengan meningkatkan

peran dan fungsi kelembagaan dinas seperti puskesmas untuk dapat melakukan

pendampingan, monitoring, dan evaluasi terhadap program-program tersebut. Puskesmas juga

harus mampu melakukan deteksi dini dengan sistem pelaporan yang memadai untuk

masyarakat.

Dengan adanya data yang akurat dari pos-pos pelayanan kesehatan pemerintah, maka

dapat diketahui gambaran epidemiologi perkembangan sejarah penyakit demam chikungunya.

Dengan demikian data tersebut dapat digunakan untuk program surveilans secara

berkelanjutan. Selain itu, penguatan laboratorium di setiap puskesmas harus dilakukan baik dari

Page 11: Chikungunya Terkait Kesehatan Masyarakat - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2011

segi peralatan maupun sumber daya manusia sehingga didapatkan data hasil surveilans yang

akurat dan bermanfaat.

Penguatan-penguatan kesadaran masyarakat dapat dilakukan dengan penyuluhan-

penyuluhan yang dilakukan mulai dari anak-anak di sekolah maupun penyuluhan warga sekitar

melaui aparat desa. Pembentukan kader dalam hal pengawasan jentik atau yang biasa disebut

jumantik (juru pemantau jentik) atau pembentukan kader program PSN (Pemberantasan Sarang

Nyamuk) juga diperlukan sebagai kepanjangan tangan dari tugas pemerintah di dalam

pengendalian penyakit chikungunya.

Peran serta aktif masyarakat juga diperlukan seperti halnya kegiatan gotong royong di

dalam membersihkan lingkungan sekitar dan juga dukungan terhadap program-program yang

sudah digalakkan pemerintah. Organisasi kemasyarakatan yang dapat diikutsertakan secara

aktif adalah seperti pemuda karang taruna, dewan keluarga mushola, maupun peran ibu-ibu

melalui kegiatan Pendidikan Kesehatan Keluarga (PKK). Selain pemerintah dan masyarakat,

peran organisasi akademis dan organisasi swasta juga penting untuk penguatan dari segi

keilmuan/ teknologi dan juga dana. Dengan penguatan-penguatan organisasi baik pemerintah,

swasta maupun masyarakat maka diharapkan langkah pencegahan penyakit dan pengendalian

vektor dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

Page 12: Chikungunya Terkait Kesehatan Masyarakat - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2011

Kesimpulan

Penyakit chikungunya menimbulkan dampak pada kesehatan masyarakat antara lain

dampak secara fisik, mental dan sosial terhadap individu penderita. Dampak yang ditimbulkan

juga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan psikologis bagi masyarakat di sekitar penderita

seperti adanya penularan penyakit dan kecemasan masyarakat dikarenakan penyakit

chikungunya memiliki tingkat morbiditas yang tinggi. Penanggulangan penyakit demam

chikungunya memerlukan kerjasama antara pihak pemerintah, swasta dan juga masyarakat

yang secara bahu-membahu berperan aktif di dalam pemberantasan penyakit dan

pengendalian vektor chikungunya. Peningkatan pengetahuan masyarakat melalui pendidikan/

penyuluhan sangat penting dilakukan sehingga mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam

melakukan langkah-langkah pencegahan penyakit dan meningkatkan kesehatan pribadi agar

tercipta peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang terhindar dari ancaman

vektor dan penyakit demam chikungunya.

Page 13: Chikungunya Terkait Kesehatan Masyarakat - Drh. Sunu

Ardilasunu Wicaksono 2011

Daftar Pustaka

Abraham AS dan Sridharan G. 2007. Chikungunya virus infection - a resurgent scourge. J Med

Res India 126: 502-504

Azemi NAR. 2010. Gambaran Perilaku Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara Terhadap Demam Chikungunya Tahun 2010 [skripsi]. Medan: Fakultas Kedokteran,

Universitas Sumatera Utara.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2004. Waspadai Demam Chikungunya. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kamath S, Das AK, Parikh FS. 2006. Chikungunya. J Assoc Phys of India 54: 725-726.

Mohan A. 2006. Chikungunya Fever: Clinical Manifestations & Management. J Med Res India

124:471-474.

Ng KW. 2009. Clinical Features and Epidemiology of Chikungunya Infection in Singapore. J

Singapore med 50: 785-790

Oktikasari FY, Susanna D, Djaja IM. 2008. Faktor Sosiodemografi dan Lingkungan yang

Mempengaruhi Kejadian Luar Biasa Chikungunya di Kelurahan Cinere, Kecamatan Limo,

Kota Depok. J MAKARA of Health Series 12: 20-26.

Pialoux G, Gauzere BA, Jaureguiberry S, Strobel M. 2007. Chikungunya, an Epidemic

Arbovirosis. J Lancet Infect Dis 7:319–27.

Raude J dan Setbon M. 2009. The Role of Environmental and Individual Factor of Chikungunya

Disease on Mayotte Island. J Health & Place 15:689–699.

Sunarto. 2000. Chikungunya, dalam Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito. Yogyakarta:

Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Swaroop A, Jain A, Kumhar M, Parihar N, Jain S. 2007. Chikungunya Fever. J Indian Academy

Clinic Med 8: 164-168.

Tarigan YG. 2010. Hubungan Faktor Lingkungan Fisik dengan Kejadian Penyakit Chikungunya

di Desa Tanah Raja Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2009

[skripsi]. Medan: Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.