52
1.1 Laporan Kasus 1.1.1 Identitas Nomor RM : 099097 Nama : Ny. T Jenis Kelamin : Wanita Usia : 38 tahun Alamat : Komp. Vila Melati no. 31, Jatiwaringin, Bekasi Agama : Islam Status Marital : Menikah Pekerjaan : PNS AL Tanggal MRS : 24 Agustus 2014 Ruang Perawatan : P. Sibatik Tanggal Pemeriksaan : 25 Agustus 2014 1.1.2 Anamnesis (Autoanamnesis) Keluhan Utama : Nyeri Perut kanan atas sejak pagi hari sebelum masuk Rumah Sakit. RPS : OS mengeluhkan nyeri perut kanan atas hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu. Sejak 3 bulan yang lalu, nyeri dirasakan semakin berat dan sering timbul. Nyeri dirasakan menetap pagi sebelum OS masuk UGD pukul 23.00. Nyeri dirasakan menjalar ke punggung kanan. Nyeri dirasakan timbul setelah

Chole Lithia Sis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

case

Citation preview

Page 1: Chole Lithia Sis

1.1 Laporan Kasus

1.1.1 Identitas

Nomor RM : 099097

Nama : Ny. T

Jenis Kelamin : Wanita

Usia : 38 tahun

Alamat : Komp. Vila Melati no. 31, Jatiwaringin, Bekasi

Agama : Islam

Status Marital : Menikah

Pekerjaan : PNS AL

Tanggal MRS : 24 Agustus 2014

Ruang Perawatan : P. Sibatik

Tanggal Pemeriksaan : 25 Agustus 2014

1.1.2 Anamnesis (Autoanamnesis)

Keluhan Utama :

Nyeri Perut kanan atas sejak pagi hari sebelum masuk Rumah Sakit.

RPS :

OS mengeluhkan nyeri perut kanan atas hilang timbul sejak 1 tahun yang

lalu. Sejak 3 bulan yang lalu, nyeri dirasakan semakin berat dan sering timbul.

Nyeri dirasakan menetap pagi sebelum OS masuk UGD pukul 23.00. Nyeri

dirasakan menjalar ke punggung kanan. Nyeri dirasakan timbul setelah

makan. Nyeri tidak dipengaruhi perubahan posisi pasien.

OS juga mengeluhkan warna Feces berubah menjadi keputihan seperti

dempul dengan frekuensi, konsistensi normal, tidak disertai darah ataupun

lendir. OS juga mengeluhkan warna urine yang menjadi kecokelatan seperti

teh. Tetapi nyeri saat berkemih disangkal dan frekuensi serta volume urine

dirasakan normal. Urine dikatakan tidak mengandung pasir atau darah.

OS juga mengeluhkan mual, tetap riwayat muntah disangkal. Pasien

menyangkal adanya demam. OS juga mengeluhkan adanya pusing.

Page 2: Chole Lithia Sis

RPD :

o OS mengaku pernah dirawat di RS dengan keluhan yang sama 3 Bulan

yang lalu, OS didiagnosis terkena Cholelithiasis tetapi OS menolak

tindakan operasi pengangkatan kandung empedu.

o Hipertensi (-)

o Jantung (-)

o Diabetes Melitus (-)

RPK :

o Riwayat batu empedu (-)

Riwayat Kebiasaan:

o Makan makanan berlemak, santan dan sedikit minum air putih

1.1.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum

o Kesadaran : Compos Mentis

o Kesan sakit : sakit sedang

o Kesan gizi : berlebih

Tanda Vital

o TD : 120/100 mmHg

o Nadi : 76x/menit

o RR : 20x/menit

o Suhu : 36,5˚C

Status Generalis

o Kepala : Normocephali

o Mata :

Conjungtiva subanemis +/+, Sklera ikterik +/+, pupil isokor,

Reflex cahaya langsung +/+

o Telinga : Normotia

o Hidung : tidak ada devormitas, deviasi septum (-), discharge

(-)

o Mulut : OH baik, Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)

Page 3: Chole Lithia Sis

o Thoraks :

Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan napas simetris,

pernapasan thorakoabdominal

Auskultasi : vesikuler +/+, Rhonki -/-, wheezing -/-, BJ

I&II regular, gallop (-), murmur (-)

o Ekstremitas atas : simetris, proporsional, deformitas (-),

oedem (-)

o Ekstremitas bawah : simetris, proporsional, deformitas (-),

oedem (-)

o Status Lokalis (Abdomen)

Inspeksi : Buncit, ikterik (-), efloresensi bermakna (-)

Auskultasi : BU 5x/menit, venous hump (-), Arterial

Bruit (-)

Perkusi : Timpani 4 kuadran, shifting dullness (-)

Palpasi : supel, Nyeri tekan kuadran kanan atas (+)

dan epigastrium (+), Hepar dan Lien sulit dinilai, Murphy

sign (+), Boas sign (+), Ballotement ginjal sulit dinilai.

1.1.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

12 Agustus 2015

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi

Darah Rutin

Leukosit 8.000 /µL 5000-10000

Eritrosit 4,65 Juta/µL 4.2-5.4

Hb 13,7 g/dl 12-14

Ht 42 % 37-42

Trombosit 261.000 Ribu/µL 150000-450000

Hemostasis

Bleeding time 3 Menit 1-3

Clothing time 12 Menit 5-15

Page 4: Chole Lithia Sis

Kimia Klinik

GDP 86 mg/dl 70-110

GD 2 Jam PP 124 mg/dl <140

Bilirubin Total 2.36 mg/dl 0.1-1.2

Bilirubin Direk 0.98 mg/dl <0.5

Bilirubin Indirek 1.38 mg/dl <0.7

SGPT 227 U/l <34

Albumin 4.8 g/dl 3.5-5.2

Globulin 3.8 g/dl 2.6-3.4

Kreatinin 0.8 g/dl 0.6-1.1

Na 142 mmol/L 134-146

K 3.49 mmol/L 3.4-4.5

Cl 104 mmol/L 96-108

24 Agustus 2015

Hematologi

Darah Rutin

Leukosit 11.300 /µL 5000-10000

Eritrosit 4.52 juta/µL 4.2-5.4

Hb 13.1 g/dL 15.2-17.5

Trombosit 250.000 ribu/ µL 150.000-450.000

Kimia Klinik

Amilase 32.0 U/l 30-90

Lipase 26.0 U/l 6-55

Glukosa Test 112 mg/dl

25 Agustus 2015

Kimia Klinik

Bilirubin Total 2.45 mg/dl 0.1-1.2

Bilirubin Direk 0.98 mg/dl <0.5

Bilirubin Indirek 1.47 mg/dl <0.7

SGOT 185 U/l <31

SGPT 174 U/l <34

Page 5: Chole Lithia Sis

2. USG Abdomen 4 Agustus 2015

Interpretasi:

Tampak penebalan tidak merata pada dinding kandung empedu

Tambak gambaran batu empedu (bayangan akusitas) pada kandung empedu

Tampak gambaran hiperekoik pada liver

Kesaan Cholelithiasis & Fatty Liver

Page 6: Chole Lithia Sis

3. MRCP 27 Agustus 2015

Dilakukan MRCP dengan potongan axial, coronal dan sagittal T1W &T2W

Page 7: Chole Lithia Sis

Interpretasi:

Tampak baru dengan diameter 35,6 mm pada gall blader

Dinding gallbladder tampak regular

Tampak multiple batu (kecil-kecil) yang mengumpul di dalam CBD dengan diameter

26,2 mm

Tampak CBD melebar dengan diaeter 10,2 mm

Tampak duktus cysticus sedikit melebar dengan multiple batu (kecil-kecil) tidak terukur

Ductus hepatis communis tampak melebar, ductus hepatis dextra dan sinistra tampak

sedikit melebar

Kesan:

Cholelithiasis

Batu CBD

Pelebaran ductus intrahepatik dan ekstrahepatik

1.1.5 Diagnosis Klinis

Cholelithiasis

1.1.6 Penatalaksanaan

Operasi:

Rencana Cholesistektomi dan Eksplorasi CBD

Rawat jalan:

Inj. Omeprazol 1 amp 2x1 Intravena

Inj. Buscopan 1 amp 3x1 Intravena

Inj. Ranitidin 1 amp 2x1 Intravena

Pronalges sup 3x1

Profenid sup 3x1

1.1.7 Follow Up

25 Agustus 2015

o S : Nyeri ulu hati dan perut kanan atas,

menjalar ke punggung kanan terasa linu, mual + muntah – demam –, Urine

kecoklatan, feces seperti dempul

o O : TD: 130/90, N: 76x, RR: 20x, S: 36,9

Page 8: Chole Lithia Sis

Sklera ikteri +/+, konjungtiva subanemis +/+, BJ I&II regular, Vesikuler

+/+, BU: 5x/mnt,

Abdomen: buncit supel NT + kuadran kanan atas, Murphy sign +, Boas

sign +

o A : Cholelithiasis

o P : Inj. Omeprazol 1 amp 2x1 Intravena, Inj. Buscopan 1 amp 3x1 Intravena,

Pronalges sup 3x1

26 Agustus 2015

o S : Tidak ada keluhan, nyeri perut -, demam -, urine kuning jernih

o O : TD: 110/80, N:60x, RR:12x, Suhu: 36,7

Sklera ikterik +/+, konjungtiva anemis +/+

BJ I&II regular, vesikuler +/+

Abdomen: buncit, supel, NT + kuadran kanan atas, Murphy sign +, Boas

sign –, BU 4x

o A : Cholelithiasis

o P : Pronalges sup, Pro MRCP

27 Agustus 2015

o S : Mual +, muntah -, urine sudah kuning jernih, feces normal (kekuningan),

demam -, puasa sejak pukul 20.00

o O : TD: 110/80, N:84x, RR:20x, Suhu: 36,2

Sklera ikterik +/+, konjungtiva anemis +/+

BJ I&II regular, vesikuler +/+

Abdomen: buncit, supel, NT + kuadran kanan atas, Murphy sign +, Boas

sign –, BU 2x

o A : Cholelithiasis

o P : Inj. Ranitidin 1 amp 2x1, Profenid supp, MRCP

1.1.8 Prognosis

Ad Vitam : Ad Bonam

Ad Fungsionam : Ad Malam

Ad sanationam : Dubia Ad Malam

Page 9: Chole Lithia Sis

1.1.9 Ringkasan

Pasien wanita usia 38 tahun dating dengan keluhan nyeri perut atas sejak pagi SMRS.

Nyeri dirasakan hilang timbul sejak 1 tahun lalu, nyeri bertambah hebat dan sering sejak 3 bulan

terakhir dan nyeri dirasakan menetap pagi SMRS. OS mengeluhkan nyeri menjalan ke punggung

kanan. OS mengeluhkan mual, menyangkal muntah dan demam. OS mengeluhkan perubahan

warna urine menjadi kecokelatan dan feces menjadi keabuan, dengan frekuensi dan konsistensi

yang normal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan kuadran kanan atas, Murphy sign + dan

Boas sign +, sclera tampak ikterik. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan bilirubin total,

direk dan indirek meningkat, dengan SGOT dan SGPT yang meningkat pula. Dari pemeriksaan

radio logi berupa USG dan MRCP didapatkan kesan Cholelithiasis.

OS direncanakan mendapatkan operasi Cholesistiktomi dan eksplorasi CBD.

Page 10: Chole Lithia Sis

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1. Pengertian Kolelitiasis

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung

empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu,

terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.

Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung, pankreas, dan

usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan kanan, yang berawal di

sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena kava.15 Kuadran

kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan kandung empedu.

Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati.

Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan

dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus.

Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga

yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.

Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran

balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa

mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka

bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa

menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.

Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga

menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi dapat

disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran empedu sampai

ke kantong empedu.3,4 Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa

terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga cairan yang berada

Page 11: Chole Lithia Sis

di kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid atau

tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat menyebabkan peradangan lokal

yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam. Namun, infeksi lebih sering

timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding penyebab terbentuknya batu.

2.2. Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu

2.2.1. Anatomi

Kandung empedu berbentuk seperti buah pir, dengan panjang 7-10 cm dan kapasitas 30-

50ml. saat terjadi obstruksi kandung empedu bisa menampung sampai 300 ml cairan empedu.

Kadung empedu berada pada fosa kandung empedu di bawah liver. Dimana garis fosa tersebut

membagi liver menjadi lobus dextra dan sinistra bersama vena cava inferior.

Kandung empedu terdiri dari bagian fundus, corpus, infundibulum dan bagian leher.

Fundus berbentuk bulat berada 1-2 cm dibawah liver. Bagian ini, terdiri dari lebih banyak serat

otot polos disbanding bagian lain, lebih banyak dari bagian corpusnya yang terdiri dari jaringan

elastis sebagai penampung cairan empedu. Corpus terbentang dari bagian fundus dan mengecil di

bagian leher yang terhubung dengan duktus sistikus. Bagian leher megikuti lekukan yang halus

dan memiliki konveksitas yang melebar untuk membentuk infundibulum. Dimana terdapat pada

bagian terdalam fosa kandung empedu.

Kadung empedu ditutupi lapisan peritoneum yang sama seperti yang menutupi liver.

Kandung empedu dibentuk sel epitel kolumnar yang mengandung kolesterol dan globulus lemak.

Mucus yang dikeluarkan berasal dari mukosa infundibulum dan bagian leher. Serat otot pada

kandung empedu terdiri dari serat otot sirkuler, longitudinal dan oblik. Lapisan serosa terdiri dari

jaringan ikat, serabut saraf, jaringan limfatik dan jaringan adipose. Semua bagian kandung

empedu tertutup lapisan serosa kecuali bagian yang menempel pada liver.

Arteri yang memperdarahi kandung empedu adalah arteri sistika yang merupakan cabang

dari arteri heparitika dextra. Arteri ini berjalan pada segitiga hepatocystic, area yang dibentuk

oleh duktus sistikus, duktus hepatikus komunis dan margin dari liver (segitiga Callot). Pada

bagian leher arteri sistika bercabang kebagian anterior dan posterior kandung empedu. Sistem

venanya masuk langsung ke liver. Pada beberapa orang vena sistikus yang besar mengalirkan

daraah ke vena porta.

Page 12: Chole Lithia Sis

Jaringan limfatik lebih banyak berada di bagian leher. Terkadang nodulus limfatikus

terlihat pada insersi arteri sistika. Serat sarafnya berasal dari n. vagus dan untuk saraf

simpatisnya bersasal dari plexus celiacus yang berasal dari setingkat T8 dan T9.

Duktus biliaris ekstra hepatis terdiri dari duktus hepatikus dextra dan sinistra, yang

bersatu menjadi duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, duktus koleodukus (CBD) yang

masuk melewati lapisan otot duodenum dan membentuk spingter Oddi. Duktus hepatikus sinistra

lebih panjang dari duktus hepatikus dextra sehingga kemungkinan obstruksi lebis besar terjadi.

Panjang duktus inni 1-4 cm dengan diameter 4mm. berjalan didepan vena porta dan disebelah

kanan arteri hepatica dextra. Panjang dan bentuk duktus sistikus bervariasi. Dimana pada

kebanyakan orang panjang duktus koleodukus (CBD) adalah 7-10 cm dengan diameter 5-10 mm.

duktus ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu 1/3 atas (bagian supraduodenal), 1/3 tengah

(retroduodenal), 1/3 bawah (bagian pancreas). Duktus koleodukus bersatu dengan duktus

pankreatikus menjadi ampula vateri. Pada 70% manusia kedua duktus ini bersatu diluar

duodenum.

Spingter Oddi diselimuti otot sirkuler yang tebal. Duktus billier terbentuk dari mukosa

kolumnar dan glandula mucus yang diselimuti sel otot polos jaringan fibroareolar.

Page 13: Chole Lithia Sis

Perdarahannya berasal dari arteri gastroduodenal dan hepatica dextra. Serat saraf banyak

ditemukan pada bagian spingter Oddi dengan sumber yang sama dengan kandung empedu.

2.2.2. Fisiologi

Fungsi kandung empedu, yaitu:

a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di

dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit

yang dihasilkan oleh sel hati.

b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin

yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal

dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan

dibuang ke dalam empedu.

Fisiologi

Komposisi dan pembentukan empedu

Page 14: Chole Lithia Sis

Hepatosit pada liver secara terus menerus mengeksresikan empedu ke kanalikuli biliaris. Normalnya diproduksi sebanyak 500-1000ml per hari. Sekresinya merupakan respon dari stimulus neurogenic, humoral dan kimia. Stimulus vagal meningkatkan produksi empedu, sedangkan stimulasi saraf splanik menurunkan aliran dari empedu. Asam hidroklorik, protein dan lemak yang dicerna di duodenum menyebabkan sekresi sekretin yang meningkatkan produksi dan aliran empedu.

Komposisi dari empedu adalah air, elektrolit, garam empedu, lemak, protein dan pigmen empedu. Konsentrasi elektrolit berupa Na, K, Cl dan Ca pada empedu sama dengan konsentrasi pada darah. pH dari cairan empedu adalah netral cenderung alkalis. Garam empedu pada cairan empedu adalah Cholate dan Chenodeoxycholate yang disintesis dari kolesterol yang dikonjugasikan dengan glisin dan taurin dan diseibangkan dengan Na. garam empedu disekresi oleh hepatosit untuk mencerna lemak dan menyerap lemak. Delapan puluh persen faram empedu diserap kembali pada ileum terminal. Sedangkan sisanya didekonjugasi oleh flora usus menjadi deoxycholate serta lithocholate dan diserap di kolon. Sembilan puluh lima persen empedu ditranspor ke hepar melalui vena porta (sirkulasi enterohepatik), dan sisanya dibuang ke feces.

Lemak pada cairan empedu sebagian besar adalah kolesteron dan phospolid. Warna dari cairan empedu berasal dari bilirubin yang merupakan hasil metabolism Hb. Konsentrasi dari bilirubin pada cairan empedu 1000 kali lebih banyak dari pada di plasma. Di intestim bilirubin diubah menjadi urobilin oleh bakteri usus.

Fungsi kandung empedu

Kandung empedu, duktus biliaris dan spingter Oddi bekerja bersama dalam penyaluran cairan empedu. Sedangkan fungsi utama dari kandung empedu adalah mengkonsentrasikan, menyimpan dan mengeluarkan cairan empedu ke duodenum sebagai respon dari makanan.

Absorbsi dan sekresi

Dalam keadaan puasa 80% empedu disekresikan dan disimpan di kandung empedu. Fungsi penyimpanan ini bisa terjadi karena kemampuan absosrbsi yang besar dari mukosa kandung empedu. Muka dapat menyerp elektrolit dan air sehingga konsentrasi garam empedu meningkat 10 kali lipat. Menkanisme ini menyebabkan menurunan tekanan intraluminal bersamaan dengan pengeluaran dan pengosongan bertahap dari kandung empedu.

Epitel dari kandung empedu mensekresikan 2 komponen penting yaitu glikoprotein dan ion H, yang lebih banyak disekresi oleh bagian leher dan infundibulum dari kandung empedu. Sekresi mukus glikoprotein memiliki fungsi proteksi terhadap reaksi litik dari cairan empedu. Sedangkan transport ion H menyebabkan adanya peningkatan kelarutan Ca dan menurunkan kemungkinan terbentuknya garam kalsium.

Page 15: Chole Lithia Sis

Akivitas motorik. Pengisian kandung empedu difasilitasi kontraksi tonik dari spingter Oddi. Yang menyebabkan adanya perbedaan tekanan antara kandung empedu dengan duktus biliaris. Pada keadaan puasa aktivitas motorik dari pegosongan cairan empedu difasilitasi oleh adanya migrasi myoelektrik motoric dari fase II proses pencernaan dan hormone motilin. Sedangkan pada saat makan pengosongan kandung empedu dan relaksasi spingter difasilitasi oleh hormone Cholecystokinin (CCK) yang diskresikan oleh duodenum sebagai respon dari adanya makanan. Stimulasi makanan menyebabkan ternjadinya pengosongan kandung empedu sebanyak 50-70% dalam 30-40 menit. Sedangkan pengisian kembali terjadi dalam 60-90 menit karena ada penurunan kadar CCK. Aktivitas ini dapat menurun sehubungan dengan adanya nukleasi kolesterol dan pembentukan batu.

Regulasi neurohormonal. Stimulasi vagus meningkatkan kontraksi kandung empedu. Sedankan stimulasi saraf splanik menurunkan aktivitas motoriknya, sehingga penggunaan obat parasimpatomimetik menyebabkan adanya kontraksi kandung empedu dan penggunaan atropine menyebabkan relaksasi. Distensi dari antrum gaster menyebabkana adanya peningkatan aktivitas kandung empedu dan relaksasi spingter Oddi.

Reseptor hormonal pada kandung empedu terdapat pada otot polos, serabut saraf dan epitelnya. CCK merupakan peptide yang dihasilkan oleh organ SCBA. Waktu paruh dari CCK adalah 2-3 menit. Stimulasi CCK juga dimediasi stimulasi saraf vagus sehingga ornag yang mendapatkan vagostomi memiliki respin terhadap CCK yang lebih rendah. Polipeptida yang dikeluarkan intestine menyebabkan inhibisi kontraksi kandung empedu dan relaksasi spingter. Contohnya adalah somatostatin, sehingga orang yang mendapat pengobatan dengan analog somatostatin cenderung memiliki penyakit batu empedu.

Spingter Oddi. Spingter ini mengatur aliran dari cairan empedu dan getah pancreas ke duodenum, mencegah regurgitasi dari duodenum dan meningkatkan tekanan balik ke kandung empedu. Panjangnya berkisar 4-6 mm dan tekanan basalnya adalah 13 mmHg. Tekanan tersebut bisa meningkat hingga 140 mmHg yang menyebabkan peredaan tekana dari duktus biliaris dan duodenum sehingga bisa menyebabkan aliran balik cairan empedu ke kandung empedu.

2.3. Gambaran Klinis

Setengah sampai dua per tiga penderita batu kandung empedu adalah asimtomatik. Keluhan

yang ada mungkin berupa dispepsia yang kadang di sertai intolerans terhadap makanan berlemak.

Pada yang simtomatik, keluhan utama adalah nyeri di daerah epigastrium, kuadran atas kanan atau

prekordium. Rasa nyeri lainnya adalah koloikbilier yang mungkin memanjang lebih dari 15 menit,

dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbul awal nyeri kebanyakan perlahan-

lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian

tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita

melaporkan bahwa nyeri menghilang setelah makan antasida. Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri

Page 16: Chole Lithia Sis

menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh

ujung jari tangan sehingga pasien berhenti menarik nafas, yang merupakan tanda rangsang

peritoneum setempat (Sjamsuhidajat, 2002).

Batu empedu tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak masuk ke dalam

duktus sistikus atau duktus koledokus. Bilamana batu itu masuk ke dalam ujung duktus sistikus

barulah dapat menyebabkan keluhan penderita. Apabila batu itu kecil, ada kemungkinan batu

dengan mudah dapat melewati duktus koledokus dan masuk ke duodenum.

Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun. Gejalanya

mencolok: nyeri saluran empedu cenderung hebat, baik menetap maupun seperti kolik bilier

(nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan) jika ductus sistikus tersumbat oleh batu,

sehingga timbul rasa sakit perut yang berat dan menjalar ke punggung atau bahu. Mual dan

muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris. Sekali serangan kolik biliaris

dimulai, serangan ini cenderung makin meningkat frekuensi dan intensitasnya. Gejala yang lain

seperti demam, nyeri seluruh permukaan perut, perut terasa melilit, perut terasa kembung, dan

lain-lain.

Batu empedu biasanya menimbulkan gejala-gejala sebagai akibat dari inflamasi atau

obstruksi karena migrasi ke dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Gejala yang paling

spesifik dan karakteristik adalah kolik bilier. Nyeri viseral ini bersifat nyeri yang hebat, menetap

atau berupa tekanan di epigastrium atau di abdomen kuadran kanan atas yang sering menjalar ke

daerah inter-skapular, skapula kanan atau bahu. Kolik bilier dimulai tiba-tiba dan menetap

dengan intensitas berat selama 1-4 jam dan menghilang pelahan-lahan atau dengan cepat.

Episode kolik ini sering disertai dengan mual dan muntah-muntah dan pada sebagian pasien

diikuti dengan ke naikan bilirubin serum bilamana batu migrasi ke duktus koledokus. Adanya

demam atau menggigil yang menyertai kolik bilier biasanya menunjukkan komplikasi seperti

kolesistitis, kolangitis atau pankreatitis. Kolik bilier dapat dicetuskan sesudah makan banyak

yang berlemak.

Pemeriksaan laboratorium dan Ultrasonografi atau CT Scan abdomen menunjukkan

bahwa bilamana kolik hanya disebabkan oleh batu kandung empedu yang tersangkut di duktus

sistikus tanpa proses peradangan di kandung empedu (tanpa kolesistitis akut) dan tanpa adanya

batu empedu di duktus koledokus maka tidak akan didapatkan kelainan laboratorium yakni

lekositosis (-), gangguan fungsi hati (-). Bilamana sudah terdapat kolesistitis akut akan

Page 17: Chole Lithia Sis

ditemukan lekositosis serta pasien demam. Pada ultrasonografi (USG) atau CT Scan abdomen

didapatkan batu di dalam kandung empedu dan tandatanda radang akut dari kandung empedu

berupa dinding yang menebal dan udematus. Bilamana kolik disebabkan oleh batu yang migrasi

ke duktus koledokus dan belum terdapat komplikasi infeksi di saluran empedu maka

laboratorium akan menunjukkan gangguan fungsi hati berupa gama glutamil transferase (GGT)

atau fosfatase alkali yang meninggi, transaminase serum; bilirubin total juga meningkat. Pada

sebagian kecil pasien bilirubin total masih mungkin dalam batas normal atau sedikit meninggi.

Ultrasonografi/CT Scan abdomen akan menemukan pelebaran saluran empedu dan kadang-

kadang tampak batu di dalamnya. Bilamana telah didapatkan kolangitis maka akan ditemukan

lekositosis serta gambaran seperti di atas. Bilamana terdapat pankreatitis bilier, amilase/lipase

serum akan meningkat sekali, di samping adanya lekositosis dan gangguan fungsi hati.

2.4. Komplikasi

2.4.1. Kolesistisis

Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat

oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.

2.4.2. Kolangitis

Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang menyebar

melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah

batu empedu.

2.4.3. Hidrops

Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung empedu.

Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops

biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada

kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.

2.4.4. Empiema

Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat membahayakan jiwa

dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.

2.5. Keluhan Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Lokasi Batu Empedu

Page 18: Chole Lithia Sis

Istilah kolelitiasis menunjukkan penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam

kandung empedu, saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Terbentuknya batu empedu tidak

selalu memunculkan gejala pada penderitanya. Gejala yang dirasakan pada penderita batu

empedu tergantung dari lokasi tempat batu empedu berada. Batu empedu dapat masuk ke dalam

usus halus ataupun ke usus besar lalu terbuang melalui saluran cerna sehingga tidak

memunculkan keluhan apapun pada penderitanya.

Jika tidak ditemukan gejala dalam kandung empedu, maka tidak perlu dilakukan

pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau

mengurangi makanan berlemak. Namun, jika batu kandung empedu menyebabkan serangan

nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk

pemeriksaan lanjut. Batu empedu yang berada dalam kandung empedu bisa bertambah besar dan

berisiko menyumbat saluran empedu serta dapat menimbulkan komplikasi (kolesistisis, hidrops,

dan empiema). Kandung empedu dapat mengalami infeksi. Akibat infeksi, kandung empedu

dapat membusuk dan infeksi membentuk nanah. Bilamana timbul gejala, biasanya karena batu

tersebut bermigrasi ke saluran empedu. Batu empedu berukuran kecil lebih berbahaya daripada

yang besar. Batu kecil berpeluang berpindah tempat atau berkelana ke tempat lain.

Nyeri yang muncul akibat penyumbatan pada saluran empedu memiliki sensasi yang

hampir sama dengan nyeri yang muncul akibat penyumbatan pada bagian kandung empedu.

Apabila batu empedu menyumbat di dalam saluran empedu utama, maka akan muncul kembali

sensasi nyeri yang bersifat hilang-timbul. Lokasi nyeri yang terjadi biasanya berbeda-beda pada

setiap penderita, tetapi posisi nyeri paling banyak yang dirasakan adalah pada perut atas sebelah

kanan dan dapat menjalar ke tulang punggung atau bahu. Penderita seringkali merasakan mual

dan muntah. Peradangan pada saluran empedu atau yang disebut dengan kolangitis dapat terjadi

karena saluran empedu tersumbat oleh batu empedu. Jika terjadi infeksi bersamaan dengan

penyumbatan saluran, maka akan timbul demam.

2.6. Tipe Batu Empedu

Ada 3 tipe batu Empedu, yaitu:

2.6.1. Batu Empedu Kolesterol

Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium

karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan

bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa soliter

Page 19: Chole Lithia Sis

atau multipel. Permukaannya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti

buah murbei. Batu Kolesterol terjadi kerena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu

tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kantong

empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah

pengosongan cairan empedu di dalam kantong empedu kurang sempurna, masih adanya sisa-sisa

cairan empedu di dalam kantong setelah proses pemompaan empedu sehingga terjadi

pengendapan.

2.6.2. Batu Empedu Pigmen

Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu pigmen,

tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah

banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti

lumpur atau tanah yang rapuh. Batu pigmen terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran

empedu (yang sukar larut dalam air), pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit

infeksi.

2.6.3. Batu Empedu Campuran

Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (±80%) dan terdiri atas kolesterol,

pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit mengandung

kalsium sehingga bersifat radioopaque.

2.7. Patogenesis

Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan

kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu. Hati

berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang disintesis dalam hati

diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam

empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh.

Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam empedu

dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol

melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada

dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat

yang padat.

Page 20: Chole Lithia Sis

Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah penyelidikan

menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh dengan

kolesterol.2 Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori dan pemasukan lemak.

Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-

sel hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu. Kolesterol yang berlebihan ini

mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya.

Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi di saluran

empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin kalsium. Bilirubin adalah

suatu produk penguraian sel darah merah.

2.8. Epidemiologi

2.8.1. Distribusi dan Frekuensi Kolelitiasis Berdasarkan Orang

Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi orang

dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika Latin (20%

hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%). Batu empedu menimbulkan masalah

kesehatan yang cukup besar, seperti ditunjukkan oleh statistik AS ini:

a. Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu, yang total beratnya

beberapa ton.

b. Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun, dengan dua

pertiganya menjalani pembedahan

Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak. Menurut Ganesh et al dalam

pengamatannya dari tahun januari 1999 sampai desember 2003 di Kanchi kamakoti Child trust

hospital, mendapatkan dari 13.675 anak yang mendapatkan pemeriksaan USG, 43 (0,3%)

terdeteksi memiliki batu kandung empedu. Semua ukuran batu sekitar kurang dari 5 mm, dan

56% batu merupakan batu soliter. Empat puluh satu anak (95,3%) dengan gejala asimptomatik

dan hanya 2 anak dengan gejala (Gustawan, 2007).

2.8.2. Distribusi dan frekuensi kolelitiasis berdasarkan tempat

Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat. Kasus

tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak jarang.

Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang

yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung

Page 21: Chole Lithia Sis

empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria. Pada pemeriksaan autopsy di Chicago,

ditemukan 6,3% yang menderita kolelitiasis.36 Sekitar 20% dari penduduk negeri Belanda

mengidap penyakit batu empedu yang bergejala atau yang tidak. Persentase penduduk yang

mengidap penyakit batu empedu pada penduduk Negro Masai ialah 15-50 %. Pada orang-orang

Indian Pima di Amerika Utara, frekuensi batu empedu adalah 80%.

Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi

penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak

mempunyai keluhan.

2.8.3. Faktor risiko

Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu:

a. Usia

Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang

dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang

degan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat, 20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu

empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:

a.1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.

a.2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia.

a.3. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.

b. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan

pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi

kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita

batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya

selalu pada wanita.

c. Berat badan (BMI).

Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25 -

30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria

dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas. Seseorang yang memiliki

berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badannya yang normal dianggap

mengalami obesitas. Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:

Page 22: Chole Lithia Sis

1. Obesitas ringan : kelebihan beratnbadan 20-40%

2. Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%

3. Obesitas berat : kelebihan berat badan >100% (Obesitas berat ditemukan sebanyak 5%

dari antara orang-orang yang gemuk).

Seseorang yang lemaknya banyak tertimbun di perut mungkin akan lebih mudah

mengalami berbagai masalah kesehatan yang berhubungan dengan obesitas. Mereka memiliki

risiko yang

lebih tinggi. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya sejumlah penyakit menahun salah satunya

adalah penyakit batu kandung empedu. Mereka lebih bayak mencerna dan mensintesis kolesterol

sehingga mengeluarkan lebih banyak

kolesterol ke dalam empedu.Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai

resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar

kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta

mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.

d. Makanan.

Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk menderita

kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat

dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama

kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat

mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan

kontraksi kandung empedu. Pola makan yang rendah serat tapi tinggi lemak serta kolesterol

dapat

mengakibatkan beberapa penyakit, salah satunya adalah penyakit batu kandung empedu. Dengan

pola diet yang rendah serat ini menambah resiko terjadinya penyakit batu kandung empedu

(PAPD,1996).

e. Aktifitas fisik.

Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis.

Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

f. Kehamilan/Kesuburan

Pada saat proses kehamilan terjadi penggabungan pengaruh hormon progesteron dan

esterogen. Akibat penggabungan ini meningkatkan hipersekresi kolesterol yang mengakibatkan

Page 23: Chole Lithia Sis

kolesterol di dalam empedu mengalami proses (predis proses) untuk pembentukan batu empedu.

Bukan hanya pada masa kehamilan tetapi pada saat terapi sulih hormon atau penggunaan pil KB

juga memudahkan terbentuknya batu.

g. Sindrom metabolik

Sindrom metabolik adalah kombinasi dari gangguan medis yang meningkatkan resiko

suatu penyakit salah satunya adalah penyakit diabetes. Pada penderita yang mengalami masalah

sindrom penyakit diabetes pada umumnya memiliki kadar asam lemak atau trigliserida yang

tinggi, sehingga resiko menderita penyakit batu kandung empedu semakin besar.

h. Faktor Genetik

Faktor genetik juga terlibat pada pembentukan batu empedu ini dibuktikan oleh

prevalensi batu empedu yang tersebar luas diantara berbagai bangsa dan kelompok etnik tertentu.

Dan

penyakit batu kandung empedu ini seringkali merupakan penyakit keturunan dalam keluarga dan

berhubungan dengan pola hidup keluarga tersebut.

2.9. Pencegahan Kolelitiasis

2.9.1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kolelitiasis pada orang sehat yang

memiliki risiko untuk terkena kolelitiasis. Pencegahan primer yang dilakukan terhadap individu

yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasi adalah dengan menjaga kebersihan makanan untuk

mencegah infeksi, misalnya

S.Thyposa, menurunkan kadar kolesterol dengan mengurangi asupan lemak jenuh,

meningkatkan asupan sayuran, buah-buahan, dan serat makanan lain yang akan mengikat

sebagian kecil empedu di usus sehingga menurunkan risiko stagnasi cairan empedu di kandung

empedu , minum sekitar 8 gelas air setiap hari untuk menjaga kadar air yang tepat dari cairan

empedu.

2.9.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini terhadap penderita

kolelitiasis dan biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kolelitiasis agar

dapat dilakukan pengobatan dan penanganan yang tepat. Pencegahan sekunder dapat dilakukan

Page 24: Chole Lithia Sis

dengan non bedah ataupun bedah. Penanggulangan non bedah yaitu disolusi medis, ERCP, dan

ESWL. Penanggulangan dengan bedah disebut kolesistektomi.

a. Penanggulangan non bedah

a.1. Disolusi Medis

Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya batu

kolesterol diameternya <20mm dan batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik, dan

duktus sistik paten.

a.2. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)

Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik dengan

melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang sejak tahun 1974 hingga

sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran empedu. Selanjutnya batu

di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon ekstraksi melalui muara

yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja.

Untuk batu saluran empedu sulit (batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang

terletak di atas saluran empedu yang sempit) diperlukan beberapa prosedur endoskopik tambahan

sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik dan litotripsi laser.

a.3. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu dengan gelombang

suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya manfaat pada

saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar

dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

b. Penanggulangan bedah, yaitu:

b.1. Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis

simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,

diikuti oleh kolesistitis akut.

b.2. Kolesistektomi laparoskopik

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini

sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopik. Delapan puluh sampai sembilan

puluh persen batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini. Kandung empedu diangkat melalui

selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. Indikasi pembedahan batu

Page 25: Chole Lithia Sis

kandung empedu adalah bila simptomatik, adanya keluhan bilier yang mengganggu atau semakin

sering atau berat. Indikasi lain adalah yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu

dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering menimbulkan kolesistitis akut

dibanding dengan batu yang lebih kecil. Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi prosedur

baku untuk pengangkatan batu kandung empedu simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien

dengan teknik ini meliputi luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.

c. Diagnosis kolelitiasis

c.1. Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang

mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak.

Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas

atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari

15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan

perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat penderita

melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis,

keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.

c.2. USG atau Pemeriksaan Ultrasonografi

USG ini merupakan pemeriksaan standard, yang sangat baik untuk menegakkan diagnosa

Batu Kantong Empedu. Kebenaran dari USG ini dapat mencapai 95% di tangan Ahli Radiologi.

Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan

kholestasis.meriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra hepatal

sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus onstruksi atau ikterus non

obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus bilkiaris yang paling sering adalah bagian

distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian diikuti

pelebaran bagian proximal.

Untuk membedakan obstruksi letak tinggi atau letak rendah dengan mudah dapat

dibedakan karena pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal tidak tampak pelebaran dari

duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra hepatal maka

ini dapat dikategorikan obstruksi letak rendah (distal). Pada dilatasi ringan dari duktus biliaris

maka kita akan melihat duktus biliaris kanan berdilatasi dan duktus biliaris daerah perifer belum

jelas terlihat berdilatasi. Gambaran duktus biliaris yang berdilatasi bersama-sama dengan vena

Page 26: Chole Lithia Sis

porta terlihat sebagai gambaran double vessel, dan imajing ini disebut “double barrel gun sign”

atau sebagai “paralel channel sign”. Pada potongan melintang pembuluh ganda tampak sebagai

gambaran cincin ganda membentuk “shot gun sign”. Pada dilatasi berat duktus biliaris maka

duktus biliaris intra hepatal bagian sentral dan perifer akan sangat jelas terlihat berdilatasi dan

berkelok-kelok.

Batu dalam empedu mungkin tunggal maupun multipel. Kadang-kadang akan didapatkan

batu yang bertindak sebagai katup sehingga akan timbul fluktuasi dalam intensitas ikterusnya.

Batu akan tampak sebagai struktur hiper ekhoik dengan bayangan akustik dibelakangnya. Batu

dibagian distal saluran empedu ekstra hepatik lebih sukar ditegakkan diagnosisnya dibandingkan

dengan batu dibagian proksimal saluran empedu ekstra hepatik. Bahkan kadang-kadang tidak

mungkin ditentukan secara USG dan memerlukan pemeriksaan konfirmatif misal ERCP.

Penghalang utama adalah gas pencernaan dan jalan anatomis saluran empedu ini. Batu bisa

timbul di saluran intra hepatik maupun di ekstra (duktus choledochus). Kholedokkholitiasis

adalah batu didalam duktus choledocchus. Batu ini bisa single maupun multiplr. Batu yang

tertanam biasanya terjadi di bagian bawah duktus diatas ampula vateri. Intensitas ikterus

biasanya fluktuasi/hilang timbul dimana batu bertindak sebagai katup (“ball valve”). Obstruksi

partial masih mengeluarkan cairan empedu ke dalam duadenum.

Secara sonografi terlihat Common Bile Duct (CBD) berdilatasi, tampak bayangan hiper

ekhoik dengan bayangan akustik. Batu akan mudah terlihat karena dikelilingi oleh cairan

empedu, diagnosis akan lebih sulit katika seluruh saluran empedu tertutup/terisi oleh batu,

dimana kontras antara cairan empedu dan batu menghilang. Serta tampak hanya sebagai akustik

shadow yang mungkin diduga sebagai gas echo dari duodenum. Hepatolitiasis adalah batu

didalam duktus intra hepatik. Batu ini lebih jarang dibandinghkan batu didalam duktus ekstra

hepatik. Menurut beberapa pengamat batu saluran empedu intra hepatik dijumpai kira-kira 2-3%

kasus batu empedu. Secara sonografi hepatolitiasis ini terlihat sebagai massa bergema tinggi

dengan batas tegas dan bayangan akustik dibelakangnya di jaringan parenkim hati. Tampak

pelebaran duktus biliaris intra hepatal sedangkan ekstra hepatal normal. Kandung empedu

terlihat normal, dan hepar biasanya normal.

c.3. CT Scanning.

Pemeriksaan CT Scan mengenai tractus biliaris banyak dilakukan untuk melengkapi data

suatu pemeriksaan sonografi yang telah dilakukan sebelumnya. Secara khusus CT Scan

Page 27: Chole Lithia Sis

dilakukan guna menegaskan tingkat atau penyebab yang tepat adanya obstruksi/kelainan pada

saluran empedu. Dalam hal ini CT Scan dinilai untuk membedakan antara ikterus obstruktif,

apakah intra atau ekstra hepatik dengan meperhatikan adanya dilatasi dari duktus biliaris.

Kunci untuk menetapkan tingkat atau penyebab dilatasi duktus biliaris adalah evaluasi

yang cermat mengenai zona transisi pada tingkat dimana terjadi duktus yang melebar/dilatasi

kemudian terjadi penyempitan-penyempitan duktus buliaris dan kemudian duktus yang tidak

terlihat.

Dilatasi duktus biliaris dideteksi sebagai garis atenuasi yang rendah atau struktur sirkuler

yang tidak memberikan penyengatan dengan pemberian kontras melalui intravena. Dilatasi CBD

dideteksi sebagai suatu bulatan atau struktur tubuler dekat vena perta atau dekat daerah kaput

pankreas. Kandung empedu sering berdilatasi bila ada obstruksi duktus biliatis ekstra hepatik.

Adanya gambaran dilatasi CBD bagian caudal dari potongan yang berdampingan dengan vena

porta diduga adanya obstruksi bagian distas. Pemeriksaan dengan CT Scanning dilakukan bila

batu berada di dalam saluran empedu.

c.4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan ini apabila ada komplikasi sakit kuning.

Magnetic Resonance Cholangiopancreaotography (MRCP)

MRCP adalah pemeriksaan duktus biliaris dan duktus pankreatikus dengan memakai pesawat

MRI. Dengan memakai heavily T2W acquisition untuk memaksimalkan signal dari cairan yang

menetap pada duktus biliaris dan duktus pankreatikus.

Perbandingan MRCP dengan ERCP :

Kelainan duktus pankreatikus utama dapat dilihat dengan MRCP

Sensitivitas untuk dilatasi cukup tinggi, tapi harus hati-hati dalam menilai adanya striktur

dengan kaliber duktus yang normal

Sensitivitas dalam mendeteksi filling defek juga tinggi Perubahan dari percabangan

duktus pankreatikus kurang baik dengan MRCP.

Kelebihan MRCP dibandingkan dengan ERCP :

MRCP non invasif, tanpa radiasi, dilakukan pada pasien rawat jalan tanpa analgesik atau

premedikasi dan tidak menyebabkan resiko terjadinya akut pankreatitis.

Resolusi MRCP untuk duktus utama mendekati ERCP

Page 28: Chole Lithia Sis

MRCP dapat dilakukan pada pasien yang endoskopi tidak berhasil seperti dengan operasi

gaster/pankreas sebelumnya, obstruksi jalan keluar gaster atau transplantasi pankreas.

MRCP dapat dikombinasikan dengan konvensional MR abdomen atas untuk penelitian

yang menyeluruh dari hati, pankreas dan struktur vaskular yang berdekatan.

Pasien dengan oklusi total duktus pankreatikus utama, MRCP menunjukkan proksimal

anatominya.

MRCP dapat menunjukkan kista atau koleksi cairan yang berdekatan dengan pankreas

yang tidak berhubungan dengan duktus pankreatikus dan tidak tampak sebagai bayangan

opak pada ERCP.

ERCP mempunyai kelebihan dibandingkan MRCP :

Untuk melihat anatomi duktus dan dengan ERCP dapat melihat perubahan dini

percabangan duktus.

ERCP dapat melihat secara langsung dari papilla dan struktur anatomi berdekatan

Sampel diagnostik cairan pankreas atau pengerokan untuk sitologi dapat diperoleh selama

ERCP

ERCP dapat digunakan untuk tindakan terapi seperti insersi stenting atau papilotomi

c.5. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

ERCP merupkan tindakan yang langsung dan invasif untuk mempelajari traktus biliaris

dan sistem duktus pankreatikus. Ditangan yang berpengalaman ERCP mempunyai keberhasilan

yang cukup tinggi dan tingkat keakuratan atau ketepatan kurang lebih 90%. Indikasi pemeriksaan

ERCP yaitu :

A. Pendeita ikterus yang tidak atau belum dapat ditentukan penyebabnya apakah sumbatan pada

duktus biliaris intra atau ekstra hepatik seperti :

Kelainan di kandung empedu

Batu saluran empedu

Striktur saluran empedu

Sclerosing cholangitis

Kista duktus kholedokhus

B. Pemeriksaan pada penyakit pankreas atau diduga ada kelainan pankreas serta untuk

menentukan klainan baik yang jinak maupun ganas seperti :

Keganasan pada sistem hepatobilier dan pankreas

Page 29: Chole Lithia Sis

Pankreatitis kronis

Tumor pankreas

Metastase tumor ke sistem biliaris atau pankreas.

Kelainan saluran empedu baik yang intra hepatik maupun ekstra hepatic memberikan

gambaran misalnya fibrosis menyebabkan gambaran kontour ireguler dengan bagian-bagian

striktur dan melebar. Gambaran ini terlihat pada daerah sclerosing cholangitis.

Penyempitan lokal karena infiltra tumor menyebabkan dilatasi pada daerah proksimal obstruksi.

Salah satu penyebab tersering dari tersumbatnya duktus biliaris ekstra hepatal adalah

kholedokolitiasis, tampak gambaran defect pengisian yang radioluscen.

c.6. Foto polos abdomen.

Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu opak dikandung empedu atau di duktus

kholedekus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk skrening, melihat keadaan secara

keseluruhan dalam rongga abdomen

c.7. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan kelainan

laboratorik. Peningkatan leukosit mengindikasikan adanya kolesistitis. Peningkatan bilirubin

disertai peningkatan alkaline phospathase dan aminotransferase patut dicurigai adanya

Kolangitis. Sedangkan kolestatis yang merupakan obstruksi aliran empedu memberikan

gambaran peningkatan bilirubin direk dan alkaline phosphatase. Pada kolesistitis kronik gambran

lab bisa normal.

2.9.3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan perawatan paliatif dengan tujuan

mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit dan

mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain. Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan

memerhatikan asupan makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat

(seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari

empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

2.10. Keluhan Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Penatalaksanaan Medis

Indikasi paling umum untuk kolesistektomi (bedah) adalah adanya keluhan bilier yang

mengganggu atau semakin sering atau berat dan adanya komplikasi. Apabila tindakan

Page 30: Chole Lithia Sis

kolesistektomi tidak dilakukan, prosedur ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy),

ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography), disolusi medis (penanggulangan

dengan non bedah) dapat diberikan sebagai alternatif.

2.11. Ukuran Batu Empedu Berdasarkan Penatalaksanaan Medis

Jika ukuran batu empedu sudah membesar, yakni sekitar 3-4 cm, sudah selayaknya batu

itu diangkat. Kalau ukuran batu besar, kandung empedu harus cepat diangkat dan segera

dibuang. Tapi, jika ukuran batu empedu masih tergolong kecil atau berkisar 2-3 mm, langkah

operasi pengangkatan kandung empedu tidak perlu dilakukan.

Intervensi operatif pada Kolelithiasis

Kolesistostomi

Intervensi ini sudah jarang dilakukan. Tindakan ini mendekompresi dan mengeringkan

kandung empedu yang mengalami distensi, inflamasi, pembesaran dan purulen. Tindakan ini

dilakukan jika pasien tidak bisa menerima tindakan operatif. Tindakan ini dilakukan dengan

drainase prekutaneus dengan panduan ultra sound, dilakukan dengan memasukan kateter pigtail

melewati kulit dan liver. Dengan maksud meminimalisir kebocoran cairan empedu. Kateter

dilepas jika kondisi pasien membaik atau saat kandung empedu tidak lagi mengalami inflamasi.

Sedangkan tindakan laparaskopi bisa dilakukan setelahnya jika tidak ada perbaikan.

Kolesistektomi

Tindakan ini merupakan tindakan operatif yang paling sering dilakukan. Open

cholecystectomy pertama kali dilakukan pada tahun 1882, selanjutnya ditemukan tindakan yang

lebih tidak invasif pada tahun 1987 yaitu laparaskopi. Laparaskopi juga membuat tindakan

noninvasif seperti ESWL dan penggunaan garam empedu mulai ditinggalkan. Laparaskopi dirasa

lebih tidak invasif, menurunkan nyeri dan jaringan parut pada luka bekas operasi.

Kontra indikasi absolut dari tindakan ini adalah koagulopati, penyakit hati stadium akhir,

penyakit paru obstruktif dan gagal jantung karena pada tindakan ini dibuat keadaan

pnemoperitoneum dengan karbon dioksida. Sedangkan kontra indikasi relatifnya adalah

kolesistitis akut, gangrene dan empiyema pada kandung empedu, sirosis hepatis, obesitas dan

Page 31: Chole Lithia Sis

kehamilan. Tindakan ini dilakukan dengan terlebih dulu dilakukan pemeriksaan darah lengkap

dan fungsi hati. Profilaksis deep vein thrombosis dilakukan dengan pemberian heparin ataupun

penggunaan kompresi dengan stocking. Selang orogastrik juga terkadang digunakan sebagai

penatalaksanaan terhadap distensi gas pada gaster, yang langsung dilepas saat tindakan selesai

dilakukan.

Kolesistogram dan ultra sound intraoperatif

Duktus biliaris divisualisasikan dengan flouroskopi yang dilakukan dengan injeksi

kontras melalui kateter pada duktus sistikus. Dengan visualisasi ini didapatkan data berupa

ukuran, keberadaan batu di duktus koleodukus, sebagai pewarnaan yang melewati duodenum.

Tindakan ini juga dapat dilakukan pada pasien dengan fungsi hati yang terganggu, pankreatitis,

dilatasi duktus biliaris. Jika tindakan ini tidak berhasil dilakukan USG intra operatif yang juga

sama akuratnya untuk memeriksa ukuran dari batu empedu.

Eksplorasi CBD

Deteksi dengan USG dan kolangiografi intraoperatif merupakan bagian dari laparaskopi.

Saat ditemukan adanya batu pada CBD, perlu dilakukan prosedur eksplorasi CBD. Saat

pengangkatan batu dengan endoskopi gagal dilakukan, pengeluaran batu kecil bisa dilakukan

dengan pembilasan normal saline dengan kateter kolagiografi setelah spingter Oddi

direlaksasikan dengan glucagon. Saat prosedur tidak berhasil tindakan dilanjutkan dengan kateter

balon lewat duktus sistikus untuk melebarkan CBD dan kemudian batu ditangkap dengan sejenis

keranjang dari kawat. Saat CBD sudah bersih, dilakukan ligasi dan pemotongan kandung

empedu, dan saat itu kolesistektomi selesai. Setelah itu dilakukan koledoktomi, yaitu insisi pada

CBD, koledoskop yang flesibel dimasukan untuk mengetahui apakah CBD sudah bersih. Setelah

itu koledoktomi dijahit dan dihubungkan dengan T-tube yang dialirkan melalui dinding abdomen

dengan tujuan mengistirahatkan dan mengambil alih fungsi bagian distal duktus biliaris untuk

sementara.

Drainase CBD

Prosedur ini jarang dilakukan, hanya dilakukan saat batu sulit dibersikan atau duktus

terlalu berdilatasi (>1,5 cm). Drainase dilakukan dengan prosedur koledokoduodenostomi yaitu

Page 32: Chole Lithia Sis

dengan memobilisasi bagian duodenum (maneuver Kocher) dan menyatukannya dengan CBD.

Selain itu saat terjadi obstruksi hebat pada bagian ampula atau distal CBD, bisa dilakukan

hepatikojejonostomi.

Transduodenal Spincterotomy

Dilakukan saat batu empedu tertancap, multiple, ataupun rekuren. Prosedur ini dilakukan

dengan melakukan insisi transversal pada duodenum. Dilakukan pada posisi jam 11 untuk

menghindari kerusakan duktus pankreatikus. Tetapi dewasa ini, prosedur ini sudah digantikan

oleh endoskopi.

Faktor yang mempengaruhi penatalaksanaan batu empedu

Lokasi

Lokasi batu empedu bisa bermacam-macam yakni di kandung empedu, duktus sistikus, duktus koledokus, ampulla Vateri, di dalam hati. Batu di dalam kandung empedu yang tidak memberikan keluhan atau gejalagejala (asimtomatik) dibiarkan saja. Bilamana timbul gejala, biasanya karena batu tersebut migrasi ke leher kandung empedu atau masuk ke duktus koledokus, maka batu ini harus dikeluarkan. Migrasi batu ke leher kandung empedu akan menyebabkan obstruksi duktus sistikus. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya iritasi kimiawi mukosa kandung empedu oleh cairan empedu yang tertinggal sehingga terjadilah kolesistitis akut atau kronis, tergantung dari beratnya perubahan pada mukosa. Pada pasien dengan batu kandung empedu yang simtomatik ini dapat dilakukan kolesistektomi secara konvensional ataupun dengan cara laparoskopi. Batu empedu yang terjepit di duktus sistikus, di muara duktus sistikus pada duktus koledokus, dapat menekan duktus koledokus atau duktus hepatikus komunis sehingga mengakibatkan obstruksi (sindroma Mirizzi). Batu ini harus dikeluarkan dengan cara operasi. Bila tidak dikeluarkan akan menyebabkan obstruksi dengan penyulit seperti kolangitis atau sepsis dan ikterus obstruktif yang bisa mengakibatkan gagal hati atau sirosis bilier. Batu koledokus harus dikeluarkan karena akan mengakibatkan obstruksi bilier sehingga dapat mengganggu fungsi hati sampai menimbulkan gagal hati.

Selain dari pada itu aliran bilier yang tidak lancar dapat menimbulkan penyulit kolangitis - sepsis. Pengeluaran batu koledokus ini dapat dilakukan dengan operasi secara konvensional atau dengan cara melalui endoskopi yakni dengan sfingterotomi endoskopik dan ekstraksi batu dengan basket Dormia. Batu empedu intrahepatik atau hepatolitiasis adalah batu empedu yang

Page 33: Chole Lithia Sis

berada pada saluran empedu intrahepatik. Batu intrahepatik didapatkan pada 20% kasus dengan batu empedu. Masalah batu intrahepatik berbeda sekali dengan batu empedu yang lain karena penatalaksanaannya secara bedah sulit; kadang-kadang diperlukan operasi berulang-ulang karena sering kambuh dan pada akhirnya pasien seringkali menderita karena kerusakan hati akibat ikterus obstruktif yang lama, kolangitis, abses hati multipel dan sepsis. Bila batu intrahepatik kecil dan jumlahnya 1 atau 2 buah saja dan terletak di distal, bisa dicoba dikeluarkan dengan basket Dormia melalui endoskopi. Bila banyak diperlukan tindakan operasi yang berbeda dengan operasi-operasi batu empedu yang lain.

Ukuran

Batu koledokus dengan diameter lebih dari 1 cm dipecah dulu agar lebih mudah dikeluarkan dengan cara endoskopi. Ada beberapa cara untuk memecah batu ini, yaitu (i) Litotriptor mekanik dari Suhendra: cara ini sudah lama, kini dapat dipakai litotriptor mekanik BML dari Olympus. Pada prinsipnya pada teknik ini setelah batu terperangkap dalam basket kemudian dengan alat khusus cengkeraman basket diperketat sehingga batu tersebut terpecah. Cara lain adalah (ii) Litotriptor hidrolik, (iii) Litotriptor laser, (iv) Litotriptor ultrasonic, (v) Litotriptor “piezoceramic”, (vi) “Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy” (ESWL), ini yang paling baik.

Setelah batu empedu yang besar tadi terpecah menjadi beberapa bagian kecil, dengan basket Dormia batu tersebut diekstraksi dari duktus koledokus. Batu yang lebih kecil yang sukar ditangkap dengan basket dikeluarkan dengan memakai kateter balon. Kateter dengan balon yang belum ditiup dimasukkan ke saluran empedu sehingga sampai di atas batu-batu tersebut. Balon kemudian ditiup dan ditarik kebawah sampai keluar dari papila Vateri. Dengan demikian batubatu kecil beserta lumpur empedu dapat dikeluarkan.

Komposisi batu

Batu kandung empedu yang terdiri atas kolesterol mudah dipecah dengan ESWL. Di Indonesia pada umumnya batu kandung empedu bukan batu kolesterol sehingga ESWL kurang bermanfaat. Batu duktus koledokus di Indonesia juga pada umumnya bukan batu kolesterol sehingga pemakaian ESWL untuk menghancurkan batu koledokus agaknya tidak banyak menolong.

Anatomi dari distal koledokus

Bagian distal koledokus yang sempit dan memanjang akan menyulitkan pengeluaran batu dengan cara endoskopi. Pada keadaan ini sebaiknya pengeluaran batu dilakukan melalui tindakan bedah.

Adanya penyulit kolangitis akut atau pankreatitis akut

Page 34: Chole Lithia Sis

Adanya penyulit-penyulit ini menunjukkan perlunya tindakan segera. Pada kolangitis akut untuk sementara dalam keadaan darurat bisa dipasang pipa nasobilier dan pemberian antibiotika yang adekuat. Sesudah keadaan akut teratasi dan keadaan umum pasien sudah membaik perlu tindakan definitif elektif yaitu dengan cara operasi atau mengeluarkan batu tersebut melalui endoskopi dengan melakukan sfingterotomi dan ekstraksi batu dengan basket Dormia. Pada pankreatitis akut yang biasanya merupakan akibat batu empedu kecil menyumbat papila Vateri, perlu segera dilakukan sfingterotomi dengan cara endoskopi dan ekstraksi batu sehingga aliran cairan empedu dan cairan pankreas ke duodenum menjadi lancar kembali. Di dalam praktek sehari-hari tidak jarang ditemukan keadaan-keadaan dimana pasien dikirim ke dokter ahli penyakit dalam oleh dokter ahli bedah dengan problem bahwa sesudah kolesistektomi karena adanya batu kandung empedu, pasien tetap ikterus atau bahkan makin ikterik. Setelah dievaluasi ternyata pasien tersebut juga menderita batu koledokus yang lolos dari pengamatan. Ultrasonografi abdomen sebelum operasi hanya menunjukkan adanya batu kandung empedu. Memang pada kenyataannya di klinik, 10-15% dari pasien-pasien dengan batu kandung empedu, juga mengandung batu di duktus koledokus. Cara menghindari hal tersebut tidak sulit yakni dengan melihat fungsi hati sebelum operasi.

Bilamana gama glutamil transferase (GGT) atau fosfatase alkali sangat meningkat, apalagi bila bilirubin juga meningkat, patut dicurigai adanya batu di koledokus. Pada batu kandung empedu faal hati biasanya tidak terganggu. Dalam hal ini, ultrasonografi tidak selalu dapat memvisualisaikan batu koledokus karena adanya udara di colon serta duktus koledokus dan saluran empedu intrahepatik juga tidak selalu melebar pada batu koledokus. Pada umumnya memang saluran empedu intra dan ekstrahepatik melebar pada batu koledokus. Dalam hal ini perlu dilakukan kolangiografi misalnya “Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreato graphy” (ERCP) untuk konfirmasi ada tidaknya obstruksi di saluran empedu. Kadang-kadang sesudah operasi koledokotomi, pasien masih ikterus dan masih ada kolik yang disebabkan oleh adanya batu yang tertinggal di duktus koledokus. Hal ini diketahui pada saat pasien belum pulang dari Rumah Sakit bahkan kadang-kadang pasien masih di unit perawatan intensif atau di “recovery room” beberapa saat sesudah operasi. Tentunya kurang dapat diterima bilamana pasien dianjurkan untuk di laparotomi lagi untuk mengeluarkan batu yang tertinggal. Dalam hal ini tindakan pengeluaran batu saluran empedu per endoskopi dapat mengatasi masalah tersebut. Pada pasien dengan batu koledokus yang disertai batu kandung empedu bila kandung empedu masih baik dan batu kandung empedunya asimtomatik maka kandung empedu dibiarkan saja sedangkan batu koledokus dikeluarkan dengan cara endoskopi. Bila kadung empedu menunjukkan tanda-tanda kolesistitis kronik, dilakukan pengeluaran batu koledokus per endoskopi disusul dengan kolesistektomi pada kesempatan berikutnya melalui laparoskopi.