Upload
ruth-anggrainy-anike-widjaja
View
255
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
cholera is one of water borne disease. it's caused vibrio cholera.
Citation preview
Mata Kuliah : Surveilans dan Epidemiologi LingkunganDosen : Prof. Soedjajadi Keman, dr., M.S., Ph.D.
WATER BORNE DISEASE
CHOLERA
OLEH :
RUTH ANGGRAINY ANIKE WIJAYA
NIM. 101414353015
PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN LINGKUNGAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2015
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa yang telah
memberikan hikmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Water Borne Disease - Cholera” sebagai salah satu tugas terstruktur
mata kuliah Surveilans dan Epidemiologi Lingkungan pada Magister Kesehatan
Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga.
Dengan selesainya tugas ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak sehingga
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
pada:
1. Prof. Soedjajadi Keman, dr., M.S., Ph.D. Selaku Dosen Pengampu mata kuliah
Surveilans dan Epidemiologi Lingkungan yang telah memberikan bimbingan
kepada penulis guna penyusunan makalah ini.
2. Keluarga penulis, Bapak, Ibu, dan kerabat yang selalu memberikan motivasi dan
dukungan dalam penulisan makalah ini.
3. Rekan – rekan mahasiswa di Magister Kesehatan Lingkungan Angkatan 2014
yang selalu memberikan dukungan dan semangat.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak lepas dari kekurangan, karena itu
saran dan kritik sangat penulis harapkan melalui email [email protected] .
Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.
Surabaya, Juni 2014
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul.................................................................................................. 1
Kata Pengantar................................................................................................. 2
Daftar Isi.......................................................................................................... 3
Bab I Pendahuluan............................................................................................ 4
1.1. Latar Belakang.................................................................................... 4
1.2. Tujuan Penulisan................................................................................ 5
Bab II Pembahasan........................................................................................... 6
2.1. Etiologi............................................................................................
2.2. Epidemiologi....................................................................................
2.3. Patogenesa dan Manifestasi Klinis...................................................
2.4. Diagnosa Laboratoris.......................................................................
2.5. Pengobatan......................................................................................
2.6. Pencegahan......................................................................................
6
7
9
10
11
13
Bab III Penutup............................................................................................... 14
3.1. Kesimpulan..........................................................................................
3.2. Saran....................................................................................................
14
15
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cholera adalah penyakit infeksi saluran usus yang bersifat akut dan
disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae.
Vibrio cholerae adalah salah satu bakteri yang masuk dalam family
Vibrionaceae selain dari Aeromonas dan Plesiomonas, dan merupakan
bagian dari genus Vibrio. Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert
Koch pada tahun 1884 dan sangat penting dalam dunia kedokteran karena
menyebabkan penyakit cholera. Vibrio cholerae banyak ditemui di
permukaan air yang terkontaminasi dengan feces yang mengandung kuman
tersebut, oleh karena itu penularan penyakit cholera ini dapat melalui air,
makanan dan sanitasi yang buruk.7,15
Bakteri ini masuk kedalam tubuh host secara per oral umumnya
melalui makanan atau minuman yang tercemar.
Sejarahnya, penyakit cholera telah menyebar dan menjadi pandemik di
seluruh dunia selama dua abad terakhir ini. Telah terjadi tujuh kali pandemik
cholera sejak tahun 1817 dan terakhir tahun 1992. Pada mulanya penyakit ini
merupakan penyakit endemik dari Indian Subcontinent dan Afrika kemudian
menyebar ke Eropa, Asia, dan sampai ke Indonesia.1,13,5,8
Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil laut (hasil
perikanan), dan sementara itu warga Indonesia memiliki kegemaran
mengkonsumsi makanan hasil laut (seafood). Mereka memiliki kebiasaan
untuk memperoleh hasil laut tersebut di pasar terdekat, baik pasar tradisional
ataupun pasar modern (swalayan).12
Proses pemindahan dari laut sampai ke tangan konsumen tentu saja
membutuhkan proses pengawetan tertentu Salah satu metode pengawetan
hasil laut adalah dengan menggunakan proses pendinginan. Proses
4
pendinginan yang paling sering digunakan oleh nelayan maupun pedagang
ikan adalah dengan menggunakan es batu ataupun air es.10
Es batu maupun air es yang digunakan untuk proses pendinginan ini
biasanya diperoleh dari pabrik es. Pada dasarnya es yang akan dibuat
haruslah bebas dari kontaminasi (baik biologis atau kimia) yang dapat
membahayakan kesehatan manusia. Namun pada kenyataannya sumber air
yang digunakan tidaklah selalu bebas dari kontaminasi. Selain itu para
nelayan dan pedagang ikan sering menggunakan es batu dan air es yang sama
secara berulang kali untuk jenis hasil perikanan yang berbeda. Hal ini dapat
memudahkan perpindahan kontaminan terutama bakteri V. cholerae yang
memiliki tempat hidup alami di air berkadar garam tinggi.9,19
Kini cholera dapat menular sebagai penyakit yang bersifat epidemik.
Meskipun sudah banyak penelitian berskala besar dilakukan, namun
penyakit ini tetap menjadi suatu tantangan bagi dunia kesehatan. Dalam
situasi adanya wabah / epidemi, feces penderita merupakan sumber infeksi.
Cholera dapat menyebar dengan cepat di tempat - tempat yang tidak
mempunyai penanganan pembuangan kotoran/sewage dan sumber air yang
tidak memadai. Oleh karena itu sangat pentingnya tindakan pencegahan
dalam mengatasi penyebaran penyakit cholera ini.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Mendeskripsikan etiologi penyakit cholera
1.2.2 Mendeskripsikan epidemiologi penyakit cholera
1.2.3 Mendeskripsikan patogenesa dan manifestasi klinis penyakit cholera
1.2.4 Mendeskripsikan diagnosa laboratoris penyakit cholera
1.2.5 Mendeskripsikan upaya pengobatan penyakit cholera
1.2.6 Mendeskripsikan upaya pencegahan penyakit cholera
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Etiologi
Cholera pada manusia disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae.
Bakteri ini merupakan salah satu spesies dari genus Vibrio yang merupakan
famili Vibrionaceae. Genus Vibrio terdiri lebih dari 30 spesies yang biasanya
ditemukan pada lingkungan perairan. Vibrio yang pathogen terhadap
manusia adalah Vibrio cholerae, Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio
vulnificus. Hampir semua genus Vibrio menghasilkan enzim Oxydase dan
memberikan hasil uji Indol yang positif. Genus Vibrio terdiri dari non-
halophilic yang tidak memerlukan garam dalam pertumbuhannya,
diantaranya adalah Vibrio cholerae dan halophilic yang memerlukan garam
dalam pertumbuhannya , diantaranya adalah Vibrio parahaemolyticus dan
Vibrio vulnificus.4
Vibrio cholerae merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang
pendek dengan ukuran sekitar 0,5 µm x 1,5-3 µm. Bakteri ini tampak
berbentuk seperti tanda koma pada awal isolasi, oleh karena itu Robert Koch
sempat memberi nama bakteri tersebut sebagai Komabacillus.6
Pada biakan tua, bakteri ini akan tampak berbentuk batang lurus mirip
dengan bakteri enterik Gram negatif . Vibrio cholera bersifat motil, aktif
bergerak dengan menggunakan flagella tunggal yang terletak di salah satu
ujungnya.2,6,14
Vibrio cholerae merupakan bakteri fakultatif anaerob yang
mempunyai suhu optimum pertumbuhan sekitar 18°C - 37°C. Sistim
metabolismenya adalah respiratif maupun fermentatif. Bakteri ini tumbuh
baik pada media sederhana yang mengandung sumber karbohidrat , bahan-
bahan anorganik nitrogen, sulfur, phosphor dan berbagai macam mineral.
Tingkat keasaman /pH optimum untuk pertumbuhannya adalah 7,0 tetapi
6
bakteri ini toleran pada pH alkalis sampai 9,0. Oleh karena itu pH alkalis ini
dijadikan dasar untuk membuat media isolasi Vibrio cholerae. Pada tingkat
keasaman /pH acid ≤6,0 bakteri ini akan mati. Sebagai media seletif untuk
bakteri ini adalah TTGA/Tellurite Taurocholate Gelatin Agar atau
TCBS/Thiosulfate Citrate Bile Sucrose Agar. Vibrio cholerae umumnya
memfermentasi sucrosa dan manosa tetapi tidak memfermentasi arabinosa.2,6
Antigen penting untuk serologic typing terhadap Vibrio cholerae
adalah antigen O atau Somatic antigen. Hingga saat ini tercatat lebih dari 130
serogrup O. Serogrup O1 terdiri dari biotype el tor dan cholerae yang
menyebabkan classic epidemic cholerae. Biotype el tor berbeda dengan
biotype cholera/classic karena kemampuannya menghasilkan hemolisin dan
kepekaannya terhadap polymixin B, el tor menghasilkan hemolisin dan
resisten terhadap polymixin B sedanghan cholerae/classic tidak
menghasilkan hemolisin serta sensitif terhadap polymixin B. Kedua biotype
tersebut secara serologis terdiri dari serotype Ogawa, Inaba dan Hikojima.
Serogrup non O1 menyebabkan diare yang lebih ringan pada manusia. Semua
strain Vibrio cholerae mempunyai antigen H/flagellar yang sama.2,4,6
Antigen O dari Vibrio cholerae merupakan bagian dari
LPS/lipopolysacharide , yaitu komponen dari dinding selnya.
2.2. Epidemiologi
Biotype el tor maupun biotype cholerae keduanya dapat menyebabkan
wabah pada manusia. Semenjak tahun 1817 telah tercatat 7 pandemi dan
sampai pandemi ke 7 dimana sudah ditemukan pengobatan yang cukup
efektif, masih saja menimbulkan tingkat kematian yang tinggi. Pada tahun
1947 di Mesir terjadi epidemi yang menewaskan 22.000 diantara 33.000
penderitanya. Di Amerika Serikat terjadi kematian 150.000 orang akibat
cholera pada pandemi ke dua pada tahun 1832-1849, selanjutnya pada
pandemi tahun 1866 terjadi kematian 50.000 orang. Pada pandemi ke lima
7
dan ke enam tercatat disebabkan oleh biotype cholerae sedangkan pada
pandemi ke tujuh tercatat disebabkan oleh biotype el tor. Sejak 1982 di
Bangladesh terjadi peningkatan hasil isolasi dari biotype cholerae.6
Pada tahun 1973 biotype cholerae/classic tercatat di Bangladesh dan
menyebar ke Indonesia, Timur Jauh dan Afrika . Pada tahun 1991 mencapai
Amerika Selatan yaitu Peru yang merupakan terjadinya epidemi pertama
pada abad dua puluh. Sampai dengan Desember 1993 terjadi epidemi di
seluruh wilayah Amerika latin kecuali Uruguay dengan jumlah kematian
7000 dari 820.000 kasus. Semenjak 1993 kasus penyakit ini di Barat
menurun dan saat ini kasus ini kebanyakan terjadi di Afrika dan Asia.4
Infeksi cholera umumnya ditularkan melalui kontaminasi bakteri
Vibrio cholerae pada air atau makanan misalnya makanan yang tidak
dimasak atau buah – buahan. Sebagai sumber kontaminasi bakteri ini adalah
feces dari penderita atau feces dari carrier, selain itu kontaminasi dapat
terjadi secara alamiah melalui sumber air mengingat bahwa bakteri ini adalah
bakteri yang mempunyai habitat di perairan. Cholera secara karakteristik
merupakan penyakit pada masyarakat yang bermasalah dengan standar
kesehatan lingkungan yang tidak memadai, pemakaian sumber air bersama
misalnya tandon air, sungai atau dengan kata lain fasilitas mandi, cuci dan
kakus bersama.
Pada tahun 1992 terjadi kasus cholera di Madras , India dan pada
pertengahan Januari 1993 isolat yang serupa ditemukan di Bangladesh dan
secara cepat meluas ke arah utara mengikuti arah aliran sungai serta
menimbulkan pandemi baru. Pada tahun 2002 diperkirakan terjadi 30.000
kasus di Dhaka, Bangladesh. Strain baru ini ternyata tidak mengaglutinasi
semua antisera dalam serogrup O dan hanya dapat diuji dengan serogrup baru
yaitu O139 Bengal, tetapi secara fisiologis maupun biokimiawi lebih
menyerupai Vibrio cholerae O1 el tor. Strain Vibrio cholerae O139 ini dapat
8
ditemukan bersama-sama dengan amoeba, copepoda dan zooplankton yang
mungkin bertindak sebagai reservoir bakteri ini.4
2.3. Patogenesa dan Manifestasi Klinis
Faktor penentu patogenitas dari Vibrio cholerae adalah
kemampuannya memproduksi enterotoxin dan kemampuan motilitasnya.
Enterotoxin yang dihasilkan merupakan exotoxin yang disebut sebagai
Cholera Toxin /CT atau Choleragen.2,4,6,11,14
Menurut Greenwood, faktor penentu patogenitas Vibrio cholerae
selain kemampuan membentuk toksin adalah adanya ekspresi dari “toxin-co-
regulated pili”.4
Choleragen adalah toxin protein oligometrik. Toxin ini tersusun dari 1
Sub Unit A dengan BM 27.200 D yang terdiri dari 2 fragmen A1 dan A2
yang terikat bersama oleh ikatan disulfide serta 5 Sub Unit B dengan BM
masing – masing 11.200D.4,11
Untuk dapat menimbulkan cholera, sedikitnya harus ada minimal 108
– 1010 bakteri Vibrio cholerae yang menginfeksi, hal ini berbeda dengan
salmonellosis atau shigellosis yang dosis infektifnya 102 -105.2,11
Bakteri penyebab cholera ini bukan bakteri yang infeksinya bersifat
invasif. Vibrio cholerae tidak mencapai peredaran darah sehingga tidak
menimbulkan bakteriemia melainkan tetap tinggal pada permukaan sel
epithel usus halus, berkembang biak dan mengeluarkan toxin choleragen,
enzim mucinase serta endotoxin.
Bila sel epithel usus halus terpapar choleragen maka Sub Unit B akan
melekat pada gangliosit GM1 pada membrane sel epithel usus halus,
perlekatan ini dibantu oleh adanya hemaglutinin, lipopolisakharida serta pili.
Selanjutnya Sub Unit A akan melewati membrane sel epithel usus halus
dengan cara menghidolisis ikatan disulfide sehingga Sub Unit A1 terpisah
dengan Sub Unit A2. Sub Unit A1 mempunyai aktifitas transferase ribose-
9
ADP dan merangsang pemindahan ribose-ADP dari NAD ke protein pengikat
GTP yang mengendalikan aktifitas adenilat siklase. Ribosilasi ADP dari
protein pengikat GTP akan menghambat reaksi penghentian GTP dan
menyebabkan berhentinya kenaikan dalam aktifitas adenilat siklase,
akibatnya terjadi kenaikan cAMP intraseluler , menimbulkan sekresi cairan
isotonis dari sel epithel usus ke dalam lumen usus halus.11
Choleragen tidak memblokade atau mencegah reabsorbsi natrium dan
air oleh usus halus atau colon, tetapi pada kasus cholera yang akut sekresi air
dan ion dari sel mukosa usus halus melebihi kemampuan colon mengasorbsi
yang hilang.
Masa inkubasi cholera variatif mulai dari beberapa jam hingga 5 hari,
umumnya 2-3 hari. Diperkirakan selama hasil pemeriksaan feces masih
positif, maka penderita tersebut masih berpotensi sebagai sumber penularan
dan akan berlangsung hingga beberapa hari setelah dinyatakan sembuh,
bahkan status sebagai carrier berlangsung hingga beberapa bulan kemudian.3
Secara klinis yang pertama kali dirasakan oleh penderita adalah rasa
penuh di abdomen , hilangnya nafsu makan , telapak tangan serta kaki terasa
dingin. Berikutnya secara tiba – tiba mual, muntah dan diare hebat. Feces
yang cair yang mula – mula berwarna coklat kemudian berubah menjadi
pucat berisi sedikit lendir yang secara klasik diistilahkan sebagai “rice water
stools” / air cucian beras. Diare ini dapat mencapai 24 liter per hari.2,3,4,6,11,14
2.4. Diagnosa Laboratoris
Diagnosa ditegakkan dengan mengisolasi Vibrio cholerae dari
serogrup O1 atau O139 dari feces penderita. Bila fasilitas laboratorium tidak
tersedia, medium transport misalnya Cary-Blair dapat digunakan untuk
membawa atau menyimpan specimen yang berupa rectal swab/ apus dubur
penderita.4
10
Diagnosa klinis presumptif secara cepat dapat dilakukan dengan
pemeriksaan mikroskopis memakai dark-field microscope untuk melihat
gerakan dari bakteri yang khas seperti bintang jatuh /”shooting stars” .Untuk
keperluan epidemiologis diagnosa presumptif dibuat berdasarkan adanya
kenaikan titer antitoksin dan antibody spesifik yang bermakna. Di daerah
non-endemis, bakteri yang diisolasi dari kasus yang dicurigai sebaiknya
dikonfirmasikan dengan pemeriksaan biokimiawi dan pemeriksaan serologis
yang tepat serta dilakukan uji kemampuannya untuk menghasilkan
choleragen. Pada saat terjadi wabah, sekali telah dilakukan konfirmasi
laboratorium dan uji sensitivitas antibiotika, maka terhadap semua kasus
yang lain tidak perlu lagi dilakukan uji laboratorium.4
Mula – mula specimen yang berupa feces penderita diinokulasi pada
APW / Alkaline Pepton Water, pada media ini nantinya Vibrio cholerae
akan tumbuh secara cepat dan terakumulasi di bagian permukaan media
setelah diinkubasi selama 3-6 jam. Selanjutnya inokulum diinokulasi pada
media TCBS, pada medium ini Vibrio cholerae akan tumbuh sebagai koloni
yang berwarna kuning dan memfermentasi sucrose. Selanjutnya dilakukan uji
oxydase dan aglutinasi.2,4,6
2.5. Pengobatan
Pada dasarnya ada 3 macam cara pengobatan terhadap penderita
Cholera yaitu terapi rehidrasi yang agresif, pemberian antibiotika yang tepat
serta pengobatan untuk komplikasi bila ada.
Rehidrasi dapat dilakukan per oral maupun intra vena tergantung
kebutuhan dan hal ini ditujukan untuk memperbaiki kekurangan cairan dan
elektrolit pada penderita. Untuk memperbaiki dehidrasi, acidosis dan
hipokalemia pada penderita dengan dehidrasi ringan hingga sedang cukup
diberikan larutan rehidrasi secara per oral/oralit yang mengandung glukosa
20g/l atau sukrosa 40g/l atau air tajin 50g/l, NaCl 3½ g/l, KCl 1½ g/l, dan
11
trisodium sitrat dihidrat 2.9 g/l atau NaHCO3 2½g/l. Oralit formula baru
yang disahkan WHO Expert Committee pada Juni 2002 mengandung glukosa
75mmol/l, NaCl 75 mmol/l, KCL 20 mmol/l, trisodium sitrat dihidrat
10mmol/l dengan total osmolaritas 245mOsm/l. Cairan ini diberikan lebih
dari 4-6 jam agar jumlah cairan yang diberikan dapat mengganti cairan yang
diperkirakan hilang yaitu 5% dari Berat Badan untuk dehidrasi ringan dan
7% Berat Badan untuk dehidrasi sedang. Pada penderita dengan kehilangan
cairan yang berlangsung terus dapat diberikan cairan rehidrasi per oral
selama lebih dari 4 jam sebanyak 1½ kali dari volume cairan diare yang
hilang.3
Penderita yang mengalami shock sebaiknya diberikan rehidrasi cepat
secara intravena dengan larutan multielektrolit seimbang yang mengandung
kira-kira 130mEq/l Na+, 25-48 mEq/l bikarbonat, asetat atau ion laktat, dan
10-15mEq/l K+. Larutan yang bermanfaat antara lain Ringer’s lactate.
Larutan pengobatan diare dari WHO yang terdiri dari 4g NaCl, 1g KCl, 6½g
Natrium Asetat dan 8g glukosa/l, atau larutan Dacca yang terdiri dari 5g
NaCl, 4g NaHCO3 , dan 1g KCl/l dapat dibuat di tempat pada keadaan
darurat.3
Antibiotika yang tepat dapat memperpendek lamanya diare,
mengurangi volume larutan rehidrasi dan memperpendek ekskresi bakteri
melalui feces. Antibiotika Tetrasiklin 500 mg 4 x per hari pada usia dewasa
atau 12,5 mg /kg Berat Badan 4x per hari selama 3 hari . Dengan adanya
strain yang resisten maka perlu informasi tentang sensitivitas dari strain local
terhadap beberapa antibitiotika terlebih dahulu. Sebagai obat alternatif dapat
diberikan Trimethoprim 320mg dan 1600 sulfamethoxazol 2 x per hari untuk
dewasa atau Trimethoprim 8mg/kg Berat Badan dan 40mg/kg Berat Badan
sehari dibagi dalam 2 dosis untuk anak anak selama 3 hari. Selain itu dapat
dipakai Furazolidon, erytromisin atau siprofloksasin.3
12
2.6. Pencegahan
Secara primer pencegahan terhadap cholera adalah dengan cara
perbaikan hygiene pribadi dan masyarakat yang ditunjang dengan penyediaan
sistim pembuangan kotoran / feces yang memenuhi syarat serta penyediaan
air bersih yang memadai. Penderita harus secepatnya mendapatkan
pengobatan dan benda – benda yang tercemar muntahan atau tinja penderita
harus didisinfeksi.
Pemberian imunisasi aktif dengan vaksin mati whole cell per enteral
kurang bermanfaat untuk penanggulangan wabah ataupun kontak, karena
vaksin ini hanya memberikan perlindungan parsial sekitar 50% dalam jangka
waktu yang pendek sekitar 3-6 bulan di daerah endemis tinggi dan tidak
memberikan perlindungan terhadap infeksi asimptomatik, oleh karena itu
pemberian imunisasi ini tidak direkomendasikan. Dua macam vaksin oral
yaitu CVD103-HgR atau SSV1 sedang dipertimbangkan untuk digunakan
dalam upaya pemberantasan cholera sebagai upaya tambahan terutama dalam
situasi darurat seperti pada bencana alam di kalangan pengungsi. Uji
lapangan berskala besar telah dilakukan di Mozambique pada tahun 2003-
2004.3,4
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1. Cholera adalah penyakit infeksi saluran usus yang bersifat akut dan
disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae.
3.1.2. Vibrio cholerae banyak ditemui di permukaan air yang terkontaminasi
dengan feces yang mengandung kuman tersebut, oleh karena itu
penularan penyakit cholera ini dapat melalui air, makanan dan sanitasi
yang buruk.
3.1.3. Transmisi utama penyakit cholera ditentukan oleh faktor lingkungan
seperti temperatur, pH, kebersihan dan konsentrasi nutrient dalam air.
3.1.4. Masa inkubasi cholera variatif mulai dari beberapa jam hingga 5 hari,
umumnya 2-3 hari.
3.1.5. Secara klinis yang pertama kali dirasakan oleh penderita adalah rasa
penuh di abdomen , hilangnya nafsu makan , telapak tangan serta kaki
terasa dingin. Berikutnya secara tiba – tiba mual, muntah dan diare
hebat.
3.1.6. Pada dasarnya ada 3 macam cara pengobatan terhadap penderita
Cholera yaitu terapi rehidrasi yang agresif, pemberian antibiotika yang
tepat serta pengobatan untuk komplikasi bila ada.
3.1.7. Pencegahan terhadap cholera dapat dilakukan dengan cara perbaikan
hygiene pribadi ditunjang dengan penyediaan sistim pembuangan
kotoran / feces yang memenuhi syarat serta penyediaan air bersih yang
memadai.
14
3.2 Saran
3.2.1 Sebaiknya para nelayan maupun pedagang ikan tidak menggunakan es
batu dan air es yang sama secara berulang kali untuk jenis hasil
perikanan yang berbeda karena dapat memudahkan perpindahan
kontaminan terutama bakteri V. cholerae.
3.2.2 Perlu dilakukan pencegahan terhadap cholera dengan cara perbaikan
hygiene pribadi dan masyarakat yang ditunjang dengan penyediaan
sistim pembuangan kotoran / feces yang memenuhi syarat serta
penyediaan air bersih yang memadai.
3.2.3 Dalam upaya pencegahan, pemberian imunisasi tidak
direkomendasikan karena kurang bermanfaat untuk penanggulangan
wabah ataupun kontak, karena vaksin ini hanya memberikan
perlindungan parsial sekitar 50% dalam jangka waktu yang pendek
sekitar 3-6 bulan di daerah endemis tinggi dan tidak memberikan
perlindungan terhadap infeksi asimptomatik.
3.2.4 Perlu adanya penelitian lanjutan guna pertimbangan dalam upaya
pemberantasan cholera sebagai upaya tambahan terutama dalam situasi
darurat seperti pada bencana alam di kalangan pengungsi.
3.2.5 Dalam intervensi pengobatan terhadap penderita Cholera perlu
dilakukan sesegera mungkin dengan tindakan yang tepat agar tidak
terjadi komplikasi.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Amelia S. Vibrio Cholerae. Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatra Utara Medan. In press 2005.
2. Brooks GF dkk. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC. hal 256-258.
3. Chin J.2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Edisi 17. Infomedika.
hal 118-129.
4. Greenwood D et al. 2007. Medical Microbiology. 17thEd. Churchill
Livingstone. hal 309-312.
5. Handa S. Cholera. (Diakses: 9 Januari 2011) Diunduh dari:
URL:http://emedicine.medscape.com/article/214911-overview.htm
6. Joklik WK et al. 1996. Zinsser Microbiology. 20th Ed. Appleton & Lange. hal
566-570.
7. Joklik, Willet, Amos ; Zinsser Microbiology, 17th Edition, Appleton Century-
Crofts, 1980, pp. 750-754.
8. Matson JS, Withey JH, DiRita VJ. Regulatory Networks Controlling Vibrio
cholerae Virulence Gene Expression. Infection and Immunity. 2007; 75(12):
5542–49.
9. Ryan KJ. Vibrio, Campylobacter, and Helicobacter. Dalam: Ryan KJ, Ray
CG. Sherris Medical Microbiology. Edisi ke-4. USA: McGraw-Hill, 2004; h.
373-378.
10. Shawyer M, Medina Pizzali AF. The use of ice on small fishing vessels. FAO
Fisheries Technical Paper: Rome; 2003.
11. Shulman ST dkk. 1994. Dasar Biologis & Klinis Penyakit Infeksi. Edisi 4.
Gadjah Mada University Press. hal 17,27,299, 307-311.
16
12. Sinaga P. Menuju Pasar yang Berorientasi pada Perilaku Konsumen.
Pertemuan Nasional tentang Pengembangan Pasar Tradisional oleh Koperasi
dan UKM; 2008 12-14 Agustus; Puncak, Bandung.
13. Todar, K. Vibrio Cholerae and Asiatic Cholera. 2009. (Diakses: 9 Januari
2011) Diunduh dari:
URL:http://www.textbookofbacteriology.net/cholera.html
14. Tortora GJ et al. 20o9. Microbiology.10thEd. Pearson International Edition.
716-717.
15. Warren Levinson & Ernest Jawetz, Medical Microbiology & Immunology,
McGraw-Hill Companies, 7th Edition, pp. 125-126.
17