Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
CITRA MASYARAKAT MUSLIM DI EROPA DALAM NOVEL 99 CAHAYADI LANGIT EROPA KARYA HANUM SALSABIELLA RAIS DAN RANGGA
ALMAHENDRA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Bengkulu
Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program sarjana(S-1) Pendidikan Bahasa Indonesia
Oleh :
MAYA PUSPASARI DWI PUTRI
A1A014057
PROGRAM SARJANA (S-1) PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
APRIL 2019
ii
iii
iv
v
i
ABSTRAK
Puspasari Dwi Putri, Maya. 2019.Citra Masyarakat Muslim di Eropa dalam Novel 99Cahaya Di Langit Eropakarya Hanum Salsabiella Rais dan Rangga Almahendra.Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni.Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Bengkulu. Pembimbing UtamaDr. Sarwit Sarwono, M.Hum., Pembimbing Pendamping Dra. Yayah Chanafiah,M.Hum.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui isi teks yang berhubungan dengan usurpembangun novel 99 Cahaya Di Langit Eropa yang berkaitan dengan sosiologi sastradan untuk mengetahui citra masyarakat muslim di Eropa yang terdapat dalam novel99Cahaya Di Langit Eropamenggunakan pendekatan sosiologi sastra. Metode yangdigunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yaitu metode penelitian yangmenghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis. Hasil penelitian ini berupadeskripsi mengenai masyarakat muslim sebelum abad 21 dan masyarakat muslim dimasa sekarang serta citra masyarakat muslim di Eropa yakni anggapan masyarakatnon muslim di Eropa bahwa masyarakat muslim sebagai penebar terror danISIS,masyarakat muslim sebagai penjunjung poligami, masyarakat muslim sebagaimasyarakat yang lemah, citra masyarakat muslim sebagai masyarakat yang ramah,citra masyarakat muslim sebagai masyarakat yang sabar dan citra masyarakat muslimyang memiliki sikap to;eransi antar agama. Novel ini dibuat oleh penulis berdasarkanpengalamannya saat menjelajahi Eropa dalam novel ini pengarang mencoba untukmemperlihatkan sisi masyarakat muslim yang berbeda dari anggapan masyarakatnonmuslim di Eropa.
Kata kunci: Citra, Sosiologi Sastra.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Citra Masyarakat Muslim di Eropa dalam Novel 99 Cahaya Di
Langit Eropa”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Pendidikan Strata-1 Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Bengkulu.
Terwujudnya skripsi ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
mendorong dan membimbing penulis. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Dr. Ridwan Nurazi, S.E., M.Sc., Rektor Universitas Bengkulu.
2. Prof. Dr. Sudarwan Danim, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Bengkulu.
3. Dr. Ria Ariesta, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu.
4. Dr. Didi Yulistio, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu.
5. Dr. Sarwit Sarwono, M.Hum., pembimbing utama yang telah telah berkenan
meluangkan waktu untuk membimbing, memberi arahan dan masukan, serta
memberikan motivasi kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini
berlangsung.
iii
6. Dra. Yayah Chanafiah, M.Hum., pembimbing pendamping yang juga telah
berkenan meluangkan waktu untuk membimbing, memberi arahan dan
masukan, serta memberikan motivasi kepada penulis selama proses penulisan
skripsi ini berlangsung.
7. Dra. Emi Agustina, M.Hum., penguji dalam sidang skripsi yang telah
memberikan arahan dan masukan agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik
lagi.
8. Drs. Amril Canrhas, M.S., penguji dalam sidang skripsi yang telah
memberikan arahan dan masukan agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik
lagi.
9. Agus Joko Purwadi, M.Pd., pembimbing akademik yang telah membimbing
dan membantu penulis memecahkan permasalahan yang timbul selama masa
perkuliahan dan mengarahakan agar penulis dapat menyelesaikan pendidikan
dengan hasil sebaik mungkin sesuai dengan bakat dan kemampuan penulis.
10. Seluruh bapak/ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia yang
telah mendedikasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi kepada seluruh
mahasiswa sehingga terciptanya mahasiswa yang kompeten, ungul, mandiri,
dan barakhlak mulia.
11. Mbak Diana, staf bidang administrasi Pendidikan Bahasa Indonesia.
12. Seluruh keluarga besar penulis, yang selalu mendoakan, memberi kasih
sayang, menyemangati penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
iv
13. Sahabat-sahabat dan rekan-rekan seperjuangan Bahtra angkatan 2014 yang
telah membantu serta selalu mendukung penulis.
Semoga segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan
dari Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin. Penulis menyadari skripsi yang telah
dibuat ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Bengkulu, 2019
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
ABSTRAK .................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................ v
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................... 5
1.5 Definisi Istilah ..................................................................................................... 6
BAB II .......................................................................................................................... 8
LANDASAN TEORI................................................................................................... 8
2.1 Sosiologi Sastra ................................................................................................... 8
2.2 Sastra sebagai Dokumen Sosial......................................................................... 12
2.3 Citra Masyarakat ............................................................................................... 14
BAB III....................................................................................................................... 16
Metodologi Penelitian ............................................................................................... 16
3.1 Metode Penelitian.............................................................................................. 16
3.2 Pendekatan......................................................................................................... 16
3.3 Data dan Sumber Data....................................................................................... 17
3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................................ 17
vi
3.5 Teknik analisis data ........................................................................................... 18
BAB IV ....................................................................................................................... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 19
4.1 Sinopsis ............................................................................................................. 19
4.2 Analisis Isi Teks Pada Novel 99 Cahaya Di Langit Eropa Karya HanumSalsabiela Rais Dan Rangga Almahendra. .............................................................. 20
4.2.1 Tema ........................................................................................................... 20
4.2.2 Tokoh dan Penokohan ................................................................................ 22
4.2.3 Latar atau Setting ........................................................................................ 26
4.2.4. Alur ............................................................................................................ 32
4.2.5. Amanat....................................................................................................... 34
4.3. Analisis Citra Masrakat Muslim Di Eropa dalam Novel 99 Cahaya Di LangitEropa. ...................................................................................................................... 35
4.3.1 Masyarakat Muslim di Eropa Sebelum Abad 21. ....................................... 35
4.3.2 Masyarakat Muslim Pada Masa Sekarang. ................................................. 37
4.4.1 Anggapan Masyarakat Eropa Non Muslim Terhadap Masyarakat Muslimdalam Novel 99 Cahaya Di Langit Eropa. .......................................................... 39
4.3.2. Citra Masyarakat Muslim Yang Terdapat Dalam Novel 99 Cahaya DiLangit Eropa. ....................................................................................................... 46
BAB V......................................................................................................................... 51
PENUTUP .................................................................................................................. 51
5.1. Kesimpulan....................................................................................................... 51
5.2 Saran .................................................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (Rene Wellek,
1990: 3), seorang penelaah sastra harus dapat menerjemahkan pengalaman
sastranya dalam bahasa ilmiah dan harus dapat menjabarkannya dalam uraian
yang jelas dan rasional. Teks sastra merupakan karya kreatif yang di dalamnya
terdapat ideology dan pemikiran manusia. Sastra membicarakan tentang
kehidupan manusia dan permasalahannya. Selain itu karya sastra dapat digunakan
sebagai dokumen sosial budaya yang menangkap realita dari masa tertentu. Karya
sastra mempunyai hubungan dengan masyarakat karena karya sastra merupakan
gambaran dari keadaan masyarakat. Hal ini karena dalam karya sastra
menampilkan banyak keadaan masyarakat baik berupa peristiwa, tradisi,
kemiskinan, ketidakberdayaan, kekerasan dan berbagai gambaran sosial
lainnya.Pengarang mengemukakan permasalahan tersebut berdasarkan
pengalaman serta pengamatannya terhadap kehidupan.
Salah satu sastra yang banyak diminati adalah novel. Nurgiyantoro
(2013:9) menyatakan bahwa novel adalah karya yang mengungkapkan aspek-
aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus. Novel
merupakan salah satu karya sastra yang berisi berbagai peristiwa yang dialami
oleh tokoh secara sistematikdengan menampilkan unsur cerita yang paling
2
lengkap. Novel merupakan karya sastra yang menampilkan gambaran kehidupan
mausia yang ada di dalam masyarakat.
Perkembangan novel di Indonesia cukup pesat. Hal ini terbukti dengan
banyaknya novel-novel baru yang telah diterbitkan. Novel-novel tersebut
memiliki beragam tema dengan isi yang menyangkut masalah sosial yang
umumnya terjadi di masyarakat, salah satunya adalah novel 99 Cahaya Di Langit
Eropa karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Novel 99 Cahaya
Di Langit Eropa ini merupakan buku kedua yang ditulis oleh Hanum setelah
sebelumnya ia telah menerbitkan buku yang berjudul Menapak Jejak Amien Rais.
Novel 99 Cahaya Di Langit Eropa ditulis Hanum bersama dengan sang suami
Rangga dan menjadi novel yang masuk kategori best seller. Banyaknya pembaca
yang menyukai novel ini membuat novel ini dibuat dalam versi film.
Novel 99 Cahaya Di Langit Eropa karya Hanum Salsabiela Rais dan
Rangga Almahendra ini merupakan sebuah novel yang menceritakan tentang
perjalanan spiritual pengarang ketika menjelajahi Eropa untuk mencari jejak
kejayaan agama Islam. Novel ini mampu membuka mata para pembaca mengenai
kejayaan Islam pada di benua Eropa. Islam pernah berkembang dengan pesat dan
berjaya di tengah-tengah benua yang terkenal dengan atheisme serta paham-
paham lain yang sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam.Novel ini
menjelaskan bahwa sebagian besar kaum minoritas di suatu negara mengalami
kesenjangan sosial yang cukup besar, seperti tokoh Fatma yang sulit mendapatkan
pekerjaan hanya karena ia menggunakan hijab. Hal ini dikarenakan adanya
kesalapahaman antara masyarakat non muslim di Eropa terhadap agama Islam
yang menyebabkan terjadinya beragam konflik sosial, masyarakat non muslim
3
cenderung memaknai Islam sebagai penebar terror atau pun pelaku demo yang
berujung anarkis. Minoritas Islam di Eropa harus berjuang untuk mengembalikan
citra Islam yang keras menjadi lembut. Fatma tetap bersikap santun meski
mendengar hujatan dari orang-orang Eropa non muslim, itulah sejatinya Islam,
agama yang mencintai kedamaian.
Berbeda dengan keadaan sekarang dimana Islam menjadi minoritas dan
cenderung dikucilkan, di masa lalu Islam dan Eropa pernah menjadi pasangan
yang serasi. Meskipun menjadi masyarakat minoritas di Eropa Islam mampu
memberikan konstribusi yang besar terhadap peradapan Eropa hingga saat ini.
Melalui buku ini pengarang mencoba menggambarkan kesan yang ia dapatkan
saat menjelajahi peradaban Islam di Eropa, menceritakan beberapa tempat dimana
Islam mempunyai kisah yang cukup menarik di dalamnya.
Novel ini menceritakan pandangan tentang kehidupan masyarakat muslim di
Eropa pandangan tersebut memberikan gambaran mengenai pemahaman tentang
Islam, seperti ketika masyarakat Eropa non muslim menganggap bahwa Islam
hanya mengagungkan poligami, hal ini dikarenakan dalam sejarahnya para sultan
dan raja-rajanya memiliki istri lebih dari satu, namun sebenarnya para sultan
mempunyai alasan yang baik ketika memutuskan untuk memiliki istri lebih dari
satu. Salah satunya adalah untuk menaikkan derajat mereka. Pada kesempatan ini
penulis akan membahas mengenai citra masyarat muslim di Eropa yang terdapat
dalam novel 99 Cahaya Di Langit Eropa.
Citra merupakan sebuah refleksi, bayangan ataupun pantulan. Citra juga
dapat dimaknai sebagai pengandaian dan penggambaran yang dihantarkan melalui
4
bahasa berupa dalam kalimat-kalimat yang ada dalam karya sastra. Citra tidak
dapat diukur secara matematis, tetapi dapat dirasakan dari hasil penilaian baik
atau buruk. Seperti penerimaan tanggapan baik positif maupun negatif yang
datang dari publik dan masyarakat luas pada umumnya.
Novel ini dipilih karena mampu menggambarkan citra masyarakat muslim
di Eropa sebagai kaum minoritas dengan cukup jelas serta memaparkan kejayaan
Islam di Eropa dimasa lampau yang belum banyak diketahui oleh
masyarakat.Selain itu penelitian terhadap citra masyarakat ini menarik untuk
diteliti karena mayarakat itu berubah sehingga kesan terhadap suatu hal pun dapat
berubah. Seperti yang dilakukan oleh pengarang yang mencoba mengubah
anggapan-anggapan yang salah mengenai masyarakat muslim dengan
memperlihatkan bagaimana citra masyarakat muslim sesungguhnya yang ia
temukan selama melakukan perjalanan.
Untuk mengungkapkan citra masyarakat yang ada dalam novel 99 Cahaya
Di Langit Eropa karya Hanum Salsabiella Rais dan Rangga Almahendra penulis
menggunakan pendekata sosiologi sastra dengan meneliti melalui perspektif teks
sastra, yaitu melalui teks yang ada pada novel tersebut.
Penelitian terhadap novel 99 Cahaya Di Langit Eropa dengan mengkaji
citra masyarakat muslim sejauh ini masih sangat terbatas, bahkan penelusuran
yang dilakukan oleh peneliti di perpustakaan secara manual ataupun melalui
jejaring sosial, tidak menemukan adanya penelitian yang serupa ataupun
mendekati. Terbatasnya penelitian terhadap citra masyarakat dalam novel ini
menjadi pertimbangan bagi penulis untuk meneliti mengenai Citra Masyarakat
5
Muslim Di Eropa Dalam Novel 99 Cahaya Dilangit Eropa Karya Hanum
Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah
dalam penelitianini adalah :
1. Bagaimanakah isi teks novel “99 Cahaya Di Langit Eropa” karya
Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra berdasarkan
pendekatan sosiologi sastra?
2. Bagaimana citra masyarakat muslim sebagai kaum minoritas di
Eropa dalam novel 99 Cahaya Di Langit Eropa karya Hanum
Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan isi teks novel yang
berhubungan dengan persoalan dan tema yang berkaitan dengan sosial
masyarakat dalam novel “99 Cahaya Di Langit Eropa” karya Hanum
Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
2. Mengetahui dan mendeskripsikan hasil analisis mengenaicitra
masyarakat muslim di Eropa yang terkandung dalam novel “99
Cahaya Di Langit Eropa” karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga
Almahendra.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yang sangat diharapkan oleh penulis ialah sebagai
berikut:
6
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
Manfaat Teoretis
a) Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu
pengetahuan mengenai analisis terhadap citra masyarakat. Hasil ini
dapat dijadikan referensi untuk mendukung dan mengembangkan
teori sosiologi sastra.
Manfaat Praktis
Memperkaya wawasan penulis dan pembaca serta menambah
perbendaharaan kajian tentang sastra khususnya pada novel dengan
menggunakan pendekatan sosiologi sastra.
1.5 Definisi Istilah
1. Citra
Citra adalah sebuah gambaran pengalaman indra yang diungkapkan oleh kata-
kata, gambaran berbagai pengalaman sensoris yang dibangkitkan oleh kata-kata.
Sementara itu pencintraan adalah sekumpulan citra yang dipergunakan untuk
melukiskan objek dan kualitas tanggapan indra yang dipergunakan dalam karya
sastra , baik dengan deskripsi harfiah maupun secara kias (Abrams salam Sofia,
2009:24). Secara umum dapat diartikan bahwa citra adalah kesan seseorang atau
individu terhadap sesuatu yang muncul dari pengetahuan dan pengalamannya
2. Sosiologi Sastra
sosiologi sastra merupakan disiplin ilmu tentang kehidupan masyarakat yang
objek kajiannya mencakup fakta sosial, definisi sosial, dan perilaku sosial yang
7
menunjukkan hubungan interaksi sosial dalam suatu masyarakat
(koentjaraningrat dalam kurniawan, 2011:5).
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sosiologi Sastra
Sastra merupakan intuisi sosial yang memakai medium bahasa. Sastra
menyajikan kehidupan dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial,
walaupun karya sastra juga meniru alam dan dunia subjektif manusia, Rene
wellek & Austin Warren (1993:109). Sastra merupakan pencerminan masyarakat.
Melalui Karya sastra seorang pengarang mengunggkapkan permasalahan
kehidupan yang pengarang sendiri ikut berada di dalamnya. Endaswara dalam
bukunya Metodologi Pengajaran Sastra, memberi pengertian bahwa sosiologi
sastra adalah penelitian yang terfokus pada masalah manusia, karena sastra sering
mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya
berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi (2003 : 79). Pendapat lain
diungkapkan Damono (2003 : 1) menyatakan bahwa sastra menampilkan
kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam hal
ini, kehidupan yang dimaksud mencakup hubungan antar masyarakat, antar
masyarakan dengan seseorang, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin
seseorang. Peristiwa dalam batin seseorang yang sering menjadi bahan sastra
adalah hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat yang
menumbuhkan sikapa sosial tertentu atau bahkan untuk mencetuskan peristiwa
sosial tertentu.
Sastra sering memililki kaitan dengan intuisi sosial tertentu. Sastra
mempunyai fungsi sosial atau manfaat yang tidak sepenuhnya bersifat pribadi.
9
Penelitian yang menyangkut sastra dan masyarakat biasanya dikaitkan dengan
situasi tertentu atau dengan sistem politik, ekonomi dan sosial tertentu.
Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan itu
disebut sosiologi sastra. Dalam pandangan Wolff (Faruk, 1994:4) sosiologi sastra
merupakan disiplin yang tanpa bentuk, tidak terdefinisikan dengan baik, terdiri
dari sejumlah studi-studi empiris dan berbagai percobaan teori agak lebih general
yang masing-masingnya hanya mempunyai kesamaan dalam hal berhubungan
dengan masyarakat. Menurut pendekatan sosiologi sastra, sebuah karya sastra
dapat dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra tersebut
mencerminkan kenyataan. Teori sosiologi sastra tidak hanya digunakan untuk
menjelaskan kenyataan sosial yang dipindahkan atau disalin pengarang dalam
sebuah karya sastra. Teori ini juga digunakan untuk menganalisis hubungan
wilayah pengarang dengan karyanya, hubungan karya sastra dengan suatu
kelompok sosial serta gejala-gejala sosial yang timbul di sekitar pengarang dan
karyanya. Karya sastra merupakan sebuah dokumen yang mencatat realitas
kehidupan sebagai hasil dari pengamatan pengarang. Dimana pengarang
menempatkan dirinya sebagai pengamat dari karya sastra yang dihasilkannya,
terkadang juga menjadi pelaku dalam karya tersebut. Karena itu, teori sosiologi
sastra yang digunakan untuk menganalisis sebuah karya sastra tidak dapat
mengabaikan eksistensi pengarang dan pengalaman batinya serta budaya tempat
karya sastra itu dilahirkan.
Hubungan sastra dengan kenyataan cukup luas, yakni segala sesuatu yang
berada di luar karya sastra yang diacu oleh karya sastra, pendekatan sosiologi
sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra dengan landasan suatu
10
pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau poret fenomena sosial. Pada
hakikatnya fenomena sosial itu bersifat kongkret, terjadi di sekeliling kita sehari-
hari, bisa diobservasi,difoto dan didokumentasikan, kemudian pengarang
mengangkat kembali fenomena tersebut menjadi sebuah wacana baru dengan
proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi dan imajinasi)
menyajikannya dalam bentuk sebuah karya satra. Dari berbagai definisi yang telah
dipaparkan , dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra merupakan disiplin ilmu
tentang kehidupan masyarakat yang objek kajiannya mencakup fakta sosial,
definisi sosial, dan perilaku sosial yang menunjukkan hubungan interaksi sosial
dalam suatu masyarakat (koentjaraningrat dalam kurniawan, 2011:5).
Rene wellek dan Austin Warren ( 1993: 111) membagi telaah sosiologi
sastra menjadi tiga klasifikasi, yaitu:
1. Sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan intuisi sastra, masalah yang
berkaitan di sini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang
status sosial pengarang, dan ideologi pengarang yang terlibat dari
berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra. Pengarang adalah
warga masyarakat, ia dapat dipelajari sebagai makhluk sosial.
2. Sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri
dan yang berkaitan dengan masalah sosial, yang menjadi pokok
penelahaannya atau apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang
menjadi tujuannya dengan kata lain menganalisis struktur karya sastra
dalam hubungannya antara karya seni dengan kenyataan. Pendekatan
yang umun dilakukan sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen
sosial.
11
3. Sosiologi pembaca dan dampak sosial karya sastra. Pengarang
dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat, seni tidak hanya meniru
kehidupan tapi juga membentuknya.
Klasifikasi di atas tidak jauh berbeda dengan klasifikasi yang dibuat oleh
Ian Watt (dalam Sapardi,1978) yang melihat hubungan timbal-balik antara
sastrawan, sastra, dan masyarakat. Telaah karya sastra menurut Ian Watt
mencakup tiga hal, yaitu:
1. Konteks sosial pengarang, yakni yang menyangkut posisi sosial
sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat
pembaca. Dalam pokok ini termasuk juga factor-faktor sosial yang bisa
mempengaruhi pengarang pengarang sebagai perseorangan di samping
mempengaruhi isi karyanya.
2. Sastra sebagai cerminan masyarakat, yang di telaah adalah sampai
sejauh mana sastra sastra dianggap sebagai cerminan keaadaan
masyarakat.
3. Fungsi sosial sastra, yakni seberapa jauh nilai sastra dipengaruhi oleh
nilai sosial dan sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai peghibur.
Dari skema atau klasifikasi di atas dapat diperoleh gambaran bahwa
sosiologi sastra, yang merupakan pendekatan terhadap sastra dengan
mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan, mempunyai sikap yang luas,
beragam dan rumit yang menyangkut tentang pengarang, karyanya, serta
pembacanya.
12
Mengkaji dari berbagai teori sosiologi yang telah dikemukakan para ahli di
atas, maka penulis penelitian ini menggunakan sosiologi sastra yang yang
dikemukakan oleh Wellek dan Warren ( 1993: 111) yang membagi telaah
sosiologi sastra menjadi tiga klasifikasi, meliputi sosiologi pengarang, sosiologi
karya sastra, dan sosiologi pembaca. Peneliti menitik beratkan pada butir kedua
yaitu sosiologi karya sastra itu sendiri. Penelitian sosiologi sastra tidak hanya
sebatas mengungkapkan bahwa sastra adalah cerminan kehidupan masyrakat atau
dokumen sosial. Penelitian ini harus dapat menjawab secara tepat hubungan
antara karya sastra dengan kenyataan sosial.
2.2 Sastra sebagai Dokumen Sosial.
Tujuan sosiologi sastra adalah meningkatkan pemahaman terhdap karya
sastra dalam kaitannya dengan masyarakat. Pendekatan yang umumnya dilakukan
adalah mempelajari sastra sebagai dokumen sosial dengan pandangan bahwa
sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial yang bersifat konkret,
terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan di
dokumentasikan. Oleh pengarang fenomena itu diangkat menjadi sebuah proses
kreatif dalam bentuk karya sastra.Umar Junus mengungkapkan bahwa sastra dapat
dilihat sebagai dokumen sosiobudaya, yakni hal yang memaparkan atau
menampilkan kenyataan sosio budaya suatu masyarakat pada masa tertentu
(Junus, 1986:3). Sastra bisa dilihat sebagai dokumen sosial budaya yang mencatat
kenyataan suatu masyarakat pada masa tertentu, sebab karya sastra tidak lahir dari
kekosongan sosial budaya.Artinya karya sastra ditulis berdasarkan kehidupan
sosial masyarakat tertentu dan menceritakan kebudayaan yang melatar
belakanginya. Hubungan dialektik antara karya sastra dan realitas sosial
13
memperkuat anggapan bahwa sastra merupakan salah satu institusi sosial, sastra
tidak hanya mendapat pengaruh dari realitas sosial tapi juga dapat mempengaruhi
realitas sosial. Apabila realitas itu adalah sebuah peristiwa sejarah, maka suatu
karya sastra dapat mencoba menerjemahkan peristiwa tersebut dalam bentuk
bahasa dengan maksud untuk memahami peristiwa sejarah sesuai kemampuan
pengarang. Karya sastra juga dapat menjadi sarana bagi pengarang untuk
menyampaikan pikiran, perasaan, dan tanggapannya mengenai peristiwa sejarah.
Hal ini dapat dilihat sebagai berikut :
1. Sesuatu unsur dalam karya sastra diambil terlepas dari hubungannya
dengan unsur lain. Unsur ini secara langsung dihubungkan dengan suatu
unsur sosiobudaya karena karya itu hanya memindahkan unsur itu
kedalam dirinya.
2. Pendekatan ini boleh mengambil imej atau citratentang ‘suatu’
perempuan, laki-laki, orang asing,tradisi, dunia modern dan lain-lain
dalam suatu karya sastra ataupun dalam beberapa karya yang mungkin
dilihat dari perkembangannya.
3. Pendekatan ini boleh mengambil motif atau tema, yang keduanya
bebeda secara gradual.
Hal terpenting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror). Dalam
kaitan ini sastra dianggap sebagai tiruan masyarakat. Berdasarkan pada penelitian
Thomas warton ( penyusunan sejarah puisi inggris yang pertama) menyimpulkan
bahwa sastra mempunyai kemampuan merekam ciri-ciri zamannya. Wellek dan
Waren (1993:122)
14
2.3 Citra Masyarakat
Karya sastra akan mengarahkan pembaca pada pengimajian yang dibuat
oleh pengarang yang diungkapkan melalui citra yang menyerupai gambaran
terhadap suatu objek. Citra adalah sebuah gambaran pengalaman indra yang
diungkapkan oleh kata-kata, gambaran berbagai pengalaman sensoris yang
dibangkitkan oleh kata-kata. Sementara itu pencintraan adalah sekumpulan citra
yang dipergunakan untuk melukiskan objek dan kualitas tanggapan indra yang
dipergunakan dalam karya sastra , baik dengan deskripsi harfiah maupun secara
kias (Abrams dalam Sofia, 2009:24). Sejalan dengan pendapat di atas Pradopo
menyatakan bahwa citra merupakan kesan mental atau bayangan visual yang
ditimbulkan oleh kata, frasa, atau kalimat (Pradopo, 1990: 78).
. Citra merupakan sebuah pengandaian dan penggambaran yang memicu
sebuah anggapan yang dihantarkan melalui bahasa berupa kalimat-kalimat yang
ada dalam karya sastra. Citra tidak dapat diukur secara matematis, tetapi dapat
dirasakan dari hasil penilaian baik atau buruk terhadap suatu objek. Seperti
penerimaan tanggapan baik positif maupun negatif yang datang dari publik dan
masyarakat luas pada umumnya. Biasanya dasar dari citra adalah nilai
kepercayaan yang diberikan kepada individual atau pun kelompok-kelompok
tertentu yang merupakan pandangan atau persepsi. Jadi secara umum dapat
diartikan bahwa citra adalah kesan seseorang, individu terhadap individu lain,
kelompok atau masyarakat yang muncul dari pengetahuan dan pengalamannya.
Sementara itu pencitraan merupakan kumpulan dari citra yang digunakan
untuk melukiskan suatu objek yang ada dalam karya sastra, baik secara deskriptif
harfiah maupun secara kias. Pencitraan merupakan cara untuk mengungkapkan
15
gambaran yang jelas dan menimbulkan suasana khusus untuk menghidupkan
gambaran dalam pikiran dan pengindraan. Pencitraan dapat dilakukan dengan
berbagai model, salah satunya adalah penelitian mengenai citra masyarakat
dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra.
Mengingat fokus penelitian ini adalah citra masyarakat muslim,
pengertian citra masyarakat perlu diperjelas. Citra masyarakat adalah rupa,
gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai suatu masyarakat ataupun pribadi
dan kesan mental yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa atau kalimat yang
tampak dalam kehidupan bermasyarakat yang tergambar dalam sebuah cerita.
Penelitan terhadap citra ini menganggap teks-teks sastra ini sebagai bukti adanya
berbagai jenis persepsi atau pun gambaran dalam masyarakat.
16
BAB III
Metodologi Penelitian
3.1 Metode Penelitian
Berdasarkananalisis isi teks dalam novel 99 Cahaya Di Langit Eropakarya
Hanum Salsabiella Rais dan Rangga Almahendra , maka penelitian ini akan
menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif ini bersifat deskriptif yang
berarti data yang di hasilkan berupa kata-kata dalam bentuk kutipan. Menurut
Bogdan dan Taylor dalam moleong ( 1983 :3) penelitian deskriptif kualitatif
adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa data tertulis dan lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dari mereka. Dalam penelitian
untuk memahami aspek-aspek sosial yang terdapat dalam novel 99 Cahaya Di
Langit Eropa ini metode deskriptif kualitatif difungsikan untuk memaparkan data
maupun hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata.
3.2 Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra, yaitu pendekatan
dalam menganalisis karya sastra dengan mempertimbangkan segi-segi
kemasyarakatan untuk mengetahui makna totalitas suatu karya sastra. Pendekatan
sosiologi sastra juga berupaya untuk menemukan keterjalinan kondisi sosial
budaya dengan karya sastra serta karya sastra sebagai dokumen sosial.
17
3.3 Data dan Sumber Data
1. Data
Data dalam penelitian ini berupa paparan bahasa (teks tertulis) yaitu kata-
kata, frasa, kalimat yang terdapat dalam novel 99 Cahaya Di Langit Eropa karya
Hanum Salsabiella Rais dan Rangga Almahendra.
2. Sumber Data
Pada penelitian ini sumber data yang digunakan adalah data objektif, Sumber
data yang menjadi objek penelitian ini adalah novel 99 Cahaya Di Langit Eropa
karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, cetakan pertama pada
tahun 2011, dengan jumlah halaman sebanyak 414 halaman, diterbitkan oleh PT.
Gramedia Pustaka Utama. Data yang didapat dari novel 99 Cahaya Di Langit
Eropaini berupa teks yang berisikan pandangan masyarakat terhadap citra
masyarakat muslim di Eropa. Sumber data dalam penelitian kualitatif dapat
berupa manusia, peristiwa, dokumen, arsip dan benda-benda lain. Dalam
penelitian ini sumber data pokok adalah novel, buku-buku tentang sosiologi
sastra serta buku tentang masalah sosial.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah teknik baca dan
catat. Pengumpulan data juga dilakukan dengan studi pustaka yaitu dengan cara
membaca dan mempelajari objek penelitian yaitu teks novel 99 Cahaya Di Langit
Eropakarya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra dengan cermat
kemudian mencatat hasil analisis guna mendapatkan pemahaman yang jelas
mengenai penelitian ini.
18
3.5 Teknik analisis data
Teknik analisis data dalam penelitian ini, yaitu:
1. Membaca dan memahami isi novel 99 Cahaya Di Langit Eropa
2. Membuat sinopsis novel 99 Cahaya Di Langit Eropa Karya Hanum
Salsabiela Rais dan RanggaAlmahendra.
3. Menganalisis isi teks novelyang berkaitan dengan unsur pembangun novel
menggunakan sosiologi sastra.
4. Menganalisiscitra masyarakat muslim di Eropa dalam novel 99 Cahaya Di
Langit Eropakarya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra.
5. Menarik kesimpulan.
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sinopsis
Novel 99 Cahaya Di Langit Eropa merupakan sebuah novel yangmenceritakan perjalanan menapaki jejak Islam di Eropa, novel ini tidak hanyaberkisah mengenai perjalanan kedua penulis selama di Eropa namun jugamengenai sejarah besar Islam di Eropa yang belum banyak diketahui oleh orangbanyak.Kisah ini berawal dari Hanum yang mengikuti suaminya Rangga yangtinggal di Eropa saat mendapat beasiswa program doctoral di Universitas diAustria. Hanum dan Rangga tinggal disana selama 3 tahun, keduanya memilikikesempatan menjelajahi Eropa secara bersama-sama. Eropa yang tidak hanyasekedar Menara Eiffel, Tembok Berlin, Konser Mozart, dan segala keindahannyayang ada, namun mereka juga menemukan tentang sisi lain lain dari Eropa, adapesona Islam yang terkubur, ada sejarah kejayaan Islam disana. Islam dan Eropapernah menjadi saudara yang berjalan berdampingan. Islam pernah berjaya ditahanh tersebut, namun ketamakan manusia membuat dinasti itu runtuh.Di WinaHanum mengikuti kursus bahasa Jerman,sembari menunggu panggilanpekerjaan, selama kursus itulah Hanum berkenalan dengan Fatma. Seorangwanita asal Turki yang berhasil menggugah jiwa kelana Hanum untukmenjelajahi Islam di Eropa. Fatma bukan hanya sebagai sahabat bagi Hanumnamun sekaligus menjadi pemandu wisatanya. Fatma mengenalkan Islam di bumiEropa yang tidak diketahui oleh orang banyak. Fatma adalah seorang ibu rumahtangga namun Fatma memiliki wawasan yang luas. Mereka pun memutuskanuntuk menjelajahi Eropa bersama-sama untuk menapaki jejak Islam yang luarbiasa. Namun rencana Hanum untuk menjelajahi Eropa bersama dengan Fatmatidak dapat terlaksana, Fatma menghilang tanpa pemberitahuan. Untuk menepatijanjinya pada Fatma, Hanum memutuskan menjelajahi jejak Islam bersama sangsuami. Hanum lalu mulai menjelajahi sisi tersembunyi Islam bersama suaminya.Tempat kedua yang diceritakan penulis adalah Paris, Prancis. Kota ini di kenalcity of lights ( Pusat Peraban Eropa). Di Paris, Hanum bertemu dengan seorangilmuwan di Arab World Institute Paris, seorang ilmuwan yang bernama Marion.Ia memperlihat bahwa Eropa adalah pantulan cahaya kebesaran Islam. Eropamenyimpan banyak sejarah tentang Islam, seperti kufic-kufic pada keramik yangberada di musse lovre, pada lukisan Bunda Maria dan Bayi Yesus, hijab yang dikenakan Bunda Maria bertuliskan kalimat tauhid laa ilaaha ilallah, dan masihbanyak lagi peninggalan sejarah lainya.Dari Paris, mereka selanjutnyamenjelajahi Cordoba dan Granada. Cordoba merupakan ibukota Andalusiadimana peradaban Eropa dimulai. Cordoba bukanlah kota Islam yang
20
seluruhnya, namun toleransi antar umat beragama menjadi landasanutama kotaini, sehingga membuat kota-kota lain iri. Ilmu pengetahuan bertumbuh danmenginspirasi kota-kota lain. Sementara Granada adalah kota terakhir dimanaIslam takluk didaratan Eropa. Ada benteng megah disana, yang menjadi tandabahwa Islam berjaya pada masa itu.Perjalanan terakhir Hanum dan Ranggadalam mencari jejak Islam di Eropa adalah menjelajahi Istanbul. Istanbul adalahsaksi sejarah dimana Islam pernah memiliki masa keemasan. Pada masa ituwilayah Islam lebih luas dari kerajaan Romawi. Di Turki juga terdapat HagiaSophia, bekas gereja besar dan sempat dijadikan masjid. Namun kini telahdijadikan museum oleh pemerintah.
4.2 Analisis Isi Teks Pada Novel99 Cahaya Di Langit Eropa Karya Hanum
Salsabiela Rais Dan Rangga Almahendra.
Novel 99 Cahaya Di Langit Eropa merupakan novel yang mengandung
amanat serta informasi yang menarik bagi pembaca. Untuk mengetahui hal
tersebut maka diperlukan analisis unsur pembangun dalam novel ini. Unsur-unsur
pembangun karya sastra ini secara faktual akan dijumpai jika seseorang membaca
karya sastra. Oleh karena itu, unsur yang membangun karya sastra ini digunakan
sebagai pengantar untuk menganalisis isi teks yang ada dalam novel 99 Cahaya Di
Langit Eropa yang kemudian akan digunakan untuk memudahkan penulis dalam
menganalisis citra masyarakat muslim yang terdapat dalam novel ini. Namun,
tidak semua unsur pembangun novel akan digunakan dalam penelitian ini, peneliti
hanya akan menggunakan unsur pembangun yang berkaitan dengan pendekatan
sosiologi sastra. Analisis unsur pembangun karya sastra yang akan digunakan
pada penelitian ini adalah tokoh dan penokohan, tema, alur, latar dan amanat.
Karena kelima unsur tersebut sangat dibutuhkan sebagai penghantar penelitian ini.
4.2.1 Tema
Novel 99 cahaya di langit Eropa ini menceritakan tentang perjalanan
kedua penulis yaitu Hanum dan Rangga yang menjelajahi Eropa. Novel ini
21
jugamengungkapkan informasi bahwa meskipun sebagai masyarakat minoritas di
Eropa, Islam ternyata pernah berkuasa di Eropa, Islam pun berkontribusi terhadap
perkembangan Eropa. Namun ketamakan manusia pada akhirnya menghancurkan
peradaban tersebut. Kejayaan Islam di Eropa tergambar dalam kutipan berikut :
“ Aku akan memberitahu sedikit sejarah Hanum, Turki negaraku pernahhampir menguasai Eropa Barat. Sekitar 300 tahun yang lalu, pasukanTurki yang sudah mengepung kota Wina akhirnya dipukul mundur olehgabungan Jerman dan Polandia dari atas bukit ini.” (hlm.42).
Kutipan di atas menceritakan tokoh Fatma yang sedang
memberitahu Hanum mengenai sejarah Islam yang hampir menaklukan Wina.
Pasukan Turki yang hampir menaklukkan Wina tersebut dipimpin oleh Kara
Mustafa Pasha, namun sang panglima gagal membawa kemenangan sehingga
pasukan Turki diserang balik dari Kahlenberg. Fatma tidak hanya membawa
Hanum ke Kahlenberg untuk menikmati keindahan Eropa saja tetapi juga
menceritakan bagaimana sejarah Islam di Eropa yang tidak diketahui oleh orang
banyak.Rasa penasaran Hanum terhadap Islam di Eropa inilah yang akhirnya
membuatnya melakukan perjalanan untuk menemukan jejak Islam di Eropa
ditemani oleh suaminya Rangga. Dalam perjalanan ini Hanum menemui banyak
orang yang menceritakan kehidupan masyarakat muslim di Eropa, masyarakat
muslim yang merupakan minoritas dan kerap mendapatkan anggapan yang negatif
dari masyarakat non muslim di Eropa seperti yang dialami oleh Rangga yang
harus mendengarkan cemooh teman kampusnya Stefan mengenai ajaran agama
Islam seperti kutipan berikut :
“Agamamu kurang realistis. Kenapa agamamu menyiksa umatnya dengansegala macam kewajiban? Kalau memang Tuhan itu ada, kalau memangTuhan itu Maha Pemurah, kenapa Dia menganiaya kalian dengan semuakesulitan itu? Kau harus sembahyang 5 kali sehari. Kau harus puasa
22
sebulan setahun. Kau harus pergi haji, berpanaspanasan dan berdesak-desakan seperti yang kulihat di TV. Kenapa harus begitu? Dan kenapakau harus mau? Itu tidak logis!” (hlm. 215)
Kutipan diatas mempelihatkan bagaimana masyarakat non muslim di
Eropa terutama mereka yang atheis cenderung menganggap bahwa ajaran Islam
sangat terlalu membatasi dan menyulitkan.
Melalui penjelasan beberapa tema diatas yang menjadi tema utama dalam
novel ini adalah mengenai kehidupan masyarakat muslim sebagai minoritas di
Eropa. Sebagai masyarakat minoritas, masyarakat muslim sering mendapatkan
perlakuan yang tidak baik dari masyarakat non muslim Eropa. Hal ini karena
masyarakat non muslim di Eropa cenderung memiliki pandangan negatif terhadap
Islam sehingga mereka kerap bersikap antipati dan cenderung waspada terhadap
masyarakat muslim. Pengarang mencoba untuk memperlihatkan bahwa
masyarakat muslim sebenarnya tidak seperti anggapan masyarakat non muslim
Eropa yang cenderung kearah negatif.
4.2.2 Tokoh dan Penokohan.
Dalam novel ini terdapat banyak tokoh, antara lain adalah Hanum, Fatma,
Rangga, Ayse, Latife, Oznur, Erza, Selim, Imam Hashim, Marion, Gomes, Hasan,
Sergio, dan Luis. Dalam novel 99 Cahya di Langit Eropa yang menjadi tokoh
utama ialah Hanum. Namun, selain tokoh Hanum tokoh Fatma juga sangat
berpengaruh dalam cerita 99 Cahya di Langit Eropa. Tokoh utama merupakan
tokoh yang paling banyak waktu penceritaan dalam berbagai peristiwa yang
membangun cerita dan merupakan tokoh sentral protagonis yang menggambarkan
perwatakan positif.
23
Hanum adalah seorang jurnalis, ia memutuskan untuk pindah ke Wina
Austria untuk mengikuti sang suami yang mendapatkan beasiswa studi doctoral di
sana. Sementara ia menunggu panggilan pekerjaan di sana Hanum memutuskan
untuk mengikuti kursus bahasa jerman, ia pun bertemu dengan Fatma seorang
imigran asal Turki. Meskipun sudah tiga tahun tinggal di Austria, dia masih harus
mengikuti kursus level A1 seperti Hanum, hal ini karena Fatma tidak bekerja
sehingga ia tak punya kegiatan yang mendekatkannya pada komunikasi bahasa
jerman sehari-hari. Merasa nyaman karena mendapatkan teman muslim
pertamanya di Eropa Hanum dan Fatma semakin dekat dan bersahabat, hingga
suatu hari mereka memutuskan untuk menjelajahi kota-kota di Eropa yang
menyimpan sejarah mengenai peradaban dan kejayaan Islam. Namun, rencana
mereka untuk berpergian berdua tidak dapat dilaksanakan, Fatma harus kembali
ke Turki karena anaknya sakit, Hanum pun memutuskan untuk menjelajahi Eropa
ditemani sang suami.
Hanum merupakan sosok yangcerdas, dan juga bertanggung jawab,
meskipun tidak dapat menemukan keberadaan Fatma, Hanum tetap bertekad
untuk menjelajahi Eropa untuk mempelajari serta menemukan jejak kejayaan
Islam di Eropa. Ia pun akhirnya memulai perjalanan dengan ditemani oleh sang
suami
“Tercatat tiga janji yang belum ia tunaikan hingga kelas jerman berakhirdan dia lenyap meninggalkan ku. Janji pertam adalah menonton bersamasemua pertandingan turki dalam acara piala eropa ini. Janji kedua adalahmengajak ku ke Vienna Islamic Center, bertemu seorang imam di sana.Dan janji ketiga, menjelajah tempat-tempat historis Islam di Eropa.akutetapkan hati akan ku lunasi janji-janji itu sendiri..” (hlm. 109)
24
Kutipan di atas menunjukkan bahwa karakter tokoh Hanum merupakan
seseorang yang memiliki tekad yang sangat kuat. Hanum tetap memutuskan untuk
menyelesaikan janji-janji yang telah ia buat bersama dengan Fatma. Meskipun
tidak menemui keberadaan Fatma, Hanum tetap memutuskan untuk menjelajahi
tempat-tempat yang menyimpan sejarah Islam di Eropa. Selain mempunyai tekad
yang kuat dan bertanggung jawab Hanum juga merupakan wanita yang certas
serta memiliki rasa ini ingin tahu yang sangat besar. Hal ini tergambar pada
kutipan berikut :
“ya, ini pertama kalinya saya ke sini. Masjid paling besar ya, tapimengapa harus dekat dengan semua itu? Tangan ku kuhamparkan. Akubingung memilih kata yang lebih halus daripada tempat menggodasyahwat. Rangga yang di samping ku langsung mencubit punggung ku.Aku tahu pertanyaanku berlebihan, apalagi kami baru berkenalan. Tapihaya pertanyaan itu yang tiba-tiba terbesit di otakku. Hlm 115”
Tokoh Hanum dengan lugas menanyakan hal-hal yang terasa menggajar
dan terbesit dalam pikirannya, rasa ingin tahu yang besar membuatnya selalu
bertanya hal yang ingin ia ketahui kepada orang lain yang dianggapnya mampu
memberikan jawaban meski pun mereka belum lama berkenalan.
Selain tokoh Hanum, dalam novel 99 Cahaya Di Langit Eropa ini juga
terdapat tokoh sentral yang lain yaitu Fatma seorang perempuan yang merupakan
imigran Turki, Fatma adalah orang yang berhasil menggugah jiwa kelana Hanum
untuk menysuri jejak Islam di Eropa. Fatma yang notabene hanya seorang ibu
rumah tangga itu mengejutkan Hanum dengan wawasannya yang sangat luas
tentang sejarah Islam di Eropa.
“ ‘Klau kaulihat, gereja-gereja di Eropa dibangun ratusan tahun lalu.Dan bisa kaulihat semuanya sangat indah dan memiliki detail yang rumit,
25
tentu hal ini tidak mudah dilakukan pada zaman dahulu’ Fatma yang takbersekolah tinggi ini ternyata memiliki kecermatan yang tinggi. Hlm 37
Aku terpaku, melongo kali ini. Inikah maksud fatma mengajakku keKahlenberg? Dia tidak hanya bermaksud memamerkan kecantikan Wina,tapi juga menceritakan sebuah fragmen sejarah panjang Islam di Eropa”.(Hlm. 43)
Fatma memiliki pengetahuan yang sangat luas meskipun ia tidak
berpendidikan tinggi, hal ini dibuktikan dengan banyaknya penjelasan yang
diberikan Fatma kepada Hanum ketika mereka berkeliling. Fatma juga sangat
pandai mengaitkan peninggalan sejarah di Wina dengan peradaban Islam di Eropa
pada masa lalu. Fatma tidak hanya memperlihatkan bangunan dan pemandangan
yang indah di Kahlenberg, tetapi juga menceritakan sejarah Islam yang ada di
sana namun juga sejarah mengenai Islam yang hampir menguasai Wina tapi malah
diserang balik dari bukit Kahlenberg. Fatma juga membuktikan kecerdasannya
dengan mendapatkan nilai terbaik di kelas bahasa jerman yang ia ikuti.
Bukan hanya kecerdasan itu saja Fatma juga memiliki kebesaran hati yang
luar biasa, Fatma menunjukkan bagaimana sikap menahan diri agar tidak
memancing keributan dan pertikaian. Hal ini terlihat pada kutipan berikut :
“….Tapi bukankah itu menunjukkan kita begitu lemah dan terinjak-injak?Sanggahku. Fatma diam dan tersenyum lembut, lalu mengambil napasdalam-dalam. “suatu saat kau akan banyak belajar bagaiman bersikap dinegeri tempat kau harus menjadi minoritas. Tapi menurut pengalamankuselama ini, aku tak harus mengumbar nafsu dan emosiku jika ada hal yangtidak berkenan di hatiku. Hlm 47”
Kutipan ini membuktikan kebesaran hati seorang Fatma yang menerima
cercaan dari kalangan non muslim yang berada di Eropa yang telah menghina
Islam dengan mengolok-olok kekalahan Islam dengan menggunakan roti croissant
yang berbentuk bulan sabit, roti ini berasal dari Turki dan dianggap
sebagailambang dari umat Islam. Namun, Fatma tidak membalas ejekan
26
nonmuslim tersebut dengan berdebat, ia justru menegur mereka dengan sangat
lembut, bahkan ia mencoba untuk dapat berteman dengan mereka.
4.2.3 Latar atau Setting
Latar yang digunakan dalam penelitian ini adalah latar tempat, dan latar
sosial. Berikut analisis latar dalam novel 99 Cahaya Di Langit Eropa.
a) Latar Tempat.
Latar tempat dalam novel 99 Cahaya Di Langit Eropaadalah beberapa kota
yang ada di Eropa, kota-kota tersebut adalah Wina, Paris, Cordoba, Granada, dan
Istanbul. Eropa sendiri merupakan Negara dengan mayoritas non muslim, namun
ternyata ratusan tahun yang lalu Islam pernah berjaya di Tanah tersebut, Islam dan
Eropa pernah berjalan berdampingan. Berikut ini latar tempat yang ada di dalam
novel 99 Cahaya Di Langit Eropa karya Hanum Salsabiella Rais dan Rangga
Almahendra
1. Wina, Austria.
pertama adalah dari hari pertama Hanum menginjak bumi Eropa
untuk mengikuti suaminya yaitu rangga Almahendra yangmendapatkan
beasiswa studi doctoral di Wina, Austria. Ketika berada di Austria Hanum
mengunjungi bukit Kahlenberg dan istana yang menjadi ikon Wina yaitu
Schoenbrunn. Kahlenberg adalah sebuah bukit atau pegunungan, dari
kahlenberg para pengunjung dapat melihat cantiknya kota Wina dari
ketinggian. Namun bukan hanya itu saja, kahlenberg menyimpan sejarah
mengenai sejarah peradaban Islam. Seperti pada kutipan berikut ini :
27
Kutipan dalam novel:
“ Kau tahu kenapa aku mengajakmu kesini Hanum?” Tanya Fatma tiba-tiba”
“ Aku perlu memberitahumu sedikit sejarah, Hanum. Turki negaraku ,pernah hamper menguasai Eropa Barat. Sekitar 300 tahun lalu pasukanTurki yang sudah mengepung Wina akhirnya dipukul mundur.” (hlm.42)
Seperti yang telah dijelaskan oleh Fatma, Kahlenberg merupakan saksi
mengenai sejarah peradaban Islam yang hampir menguasai Eropa Barat. Namun,
pasukan tersebut dipukul mundur oleh gabungan Jerman dan Polandia dari atas
bukit Kahlenberg. Setelah mengunjungi Kahlenberg Fatma juga mengajak Hanum
untuk mengunjungi Schoenbrunn dan Museum Kota Wina. Museum ini didirikan
untuk mengabadikan sejarah kota Wina. Dalam museum ini terdapat lukisan Kara
Mustafa Pasha, ia adalah seorang panglima yang memimpin pasukan ketika
mengepung Wina, tindakan Kara Mustafa Pasha yang kejam dimedan perang
membuatnya dijuluki sebagai penakluk yang kalah di medan perang, sehingga
masyarakat Eropa menggambarkannya sebagai sosok yang menyedihkan.
2. Paris
Latar tempat kedua adalah Paris, yaitu ketika Rangga menghadiri sebuah
konferensi di Paris dan Hanum memutuskan untuk ikut dengan suaminya. Paris
mempunyai daya tarik yang luar biasa. Inilah kota yang paling terang cahayanya
di benua Eropa. Di Paris Hanum bertemu dengan Marion Latimer yang akan
menemani Hanum menjelajahi Paris untuk menemukan jejak Islam disana.
Tempat pertama yang dikunjungi Hanum dan Marion di Paris adalah Museum
Louvre. Museum dengan koleksi terlengkap di seluruh dunia, Museum ini juga
28
mengoleksi lukisan-lukisan karya maestro dunia. Mereka menemukan berbagai
macam koleksi yang membuktikan bahwa peradaban Islam saat itu berkembang
pesat.
“ Tulisan apa itu ? tanyaku dengan rasa penasaran.”
“Al-‘ilmu syadidun fil bidayah, wa ahla minal ‘asali fin-nihayah.”(hlm.154)
“ Arti kufic ini kurang lebih’ ilmu pengetahuan itu pahit pada awalnya,tetapi manis melebihi madu pada akhirnya’. Kata Marion melanjutkan.”(hlm.155)
Kutipan di atas mengungkapkan bahwa Marion dan Hanum menemukan
sebuah benda berupa piring yang terdapat tulisan kufic dipinggirannya. Tulisan
kufic merupakan seni kaligrafi Arab kuno, sehingga orang dengan pengetahuan
biasa akan sulit membacaya. Penemuan Hanum dan Marion ini menunjukkan
bahwa peradaban Islam pada saat itu berkembang sangat pesat. Hal kedua yang
ditunjukkan Marion kepada Hanum adalah lukisan Bunda Maria yang ternyata
juga bertuliskan tulisan Arab kufic.
“ Hey, sepertinya ada inskripsi Arab juga di kain hijab Bunda Maria ini.Kufic lagi ! pekikku. Apa arti tulisan ini Marion? Kata-kata bijak lagimungkin?” harap ku.”
“ Yang kau lihat itu bukan Kufic, tapi Pseudo Kufic” (hlm.165)
Selendang bunda maria tersebut ternyata bertuliskan tulisan Pseudo Kufic.
Tulisan tersebut biasanya dibuat oleh non muslim yang mencoba menuliskan
inskripsi Arab. Bacaan dari tulisan yang ada diselendang Bunda Maria adalah ‘laa
Illaa ha Illallah’ yang diketahui sebagai kalimat paling sakral bagi umat muslim.
29
3. Cordoba dan Granada
Setelah mendapatkan banyak informasi mengenai kejayaan Islam di Eropa
yang berada di Paris, Hanum pun melanjutkan perjalanan dengan mengunjungi
kota ketiga yaitu Cordoba dan Granda. Tujuan Hanum untuk mengunjungi
Cordoba adalah untuk melepas rasa penasarannya terhadap Mesquita.Ketika
masuk kedalam Mesquita Hanum dan Rangga terkejut melihat kemewahan yang
hamper menyerupai kemegahan Masji Nabawi di Madinah.
“ Ketika aku dan Rangga akhirnya masuk ke Mezquita. Aku percayabahwa Mesquita pernah menjadi masjid terbesar pada masanya.” (hlm.257)
Mezquita merupakan masjid terbesar pada masa kejayaan Islam di
Cordoba, namun sejak runtuhnya dinasti tersebut, Mezquita diubah menjadi
sebuah gereja. Cordoba merupakan kota denga ibu sejarah peradaban ilmu
pengetahuan dan keharmonisan antar umat beragama ratusan tahun yang lalu.
4. Turki
Tempat pertama yang dikunjungi oleh Hanum dan Rangga ketika berada di
Turki adalah Hagia Sophia yang merupakan ikon kemenangan Dinasti
Usmaniayah atas Byzantium Romawi. Hagia Sophia adalah Katedral Byzzantium
terbesar di Eropa yang kemudian menjdi sebuah masjid, tetapi tetap membiarkan
elemen-elemen kekristenan bertengger di sana. Pemerintah Turki saat ini
menjadikan Hagia Sophia sebagai museum. Selain Hagia Sophia Hanum juga
mengunjungi Top Kapi yang merupakan istana para sultan pada zaman dahulu,
berbeda dengan istana lainnya yang ada di Eropa, Top Kapi merupakan istana
30
dengan bangunan paling sederhana, hal ini mencerminkan sikap yang rendah hati
dan tidak sombong para sultan.
b) Latar Sosial.
Latar sosial dalam novel 99 Cahaya Di Langit Eropa menunjukkan bahwa
orang Eropa sangat peduli dan detail dengan kehidupannya. Seperti halnya
perbedaan agama, dalam sebuah institusi sekuler ataupun perusahaan tidak ada
yang menyediakan tempat ibadah dan menjadi tantangan tersendiri, disaat orang
Islam sebagai minoritas ingin menjalankan ibadah. Orang Eropa hidup dalam
lingkungan atheis yang tidak mengenal Tuhan apalagi tuntunan agama.
Masyarakat muslim sebagai masyarakat minoritas pun kerap mengalami kesulitan,
hal ini karena banyaknya kesalahpahaman yang terjadi antara masyarakat muslim
dan non muslim di Eropa.
Banyak masyarakat nonmuslim yang memiliki pandangan negatif terhadap
masyarakat muslim, terlebih maraknya aksi terorrisme dan aksi demo yang
bersifat anarkis yang dilakukan oleh beberapa oknum dengan mengatas namakan
Islam, membuat Islamphobia semakin berkembang di Eropa. Kesulitan untuk
mendapatkan pekerjaan bagi masyarakat muslim terutama yang menggunakan
hijab merupakan salah satu dampak dari Islamphobia ini, seperti yang dirasakan
oleh Fatma dalam novel 99 Cahaya Di Langit Eropa.
Kutipan dalam novel:
“Entah mengapa aku tertarik berdiskusi tentang isu jilbab dan pekerjaanini dengan Fatma. Rasanya penasaran saja. Di Indonesia, perempuanberjilbab bisa berkarier sampai puncak. Di Eropa? Apalagi di Australia?Bagi Fatma, meski mendapatkan izin bekerja dari pemerintah dan juga
31
dari suaminya, tetap tak ada artinya. Musykil perusahaan di Australiamau menerimanya. Dia harus mengubur dalam- dalam harapannyamenjadi perempuan yang mengenal dunia kerja. Sekarang tekadnya hanyasatu: menjadi perempuan solehah yang menjaga keluarga dankeharmonisan rumah tangga. Itu saja, katanya”. (hlm. 25)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa adanya ketidakseimbangan sosial
terhadap masyarakat muslim di Eropa, terutama bagi mereka yang menggunakan
hijab, masyarakat di Eropa cenderung menganggap hijab sebagai hal yang harus
diwaspadai. Hal ini diperparah karena ada banyaknya terror bom yang dilakukan
oleh oknum-oknum muslim itu sendiri dengan mengatasnamakan jihad, media
pun semakin membesar-besarkan sehingga Islamophobia semakin menjalar di
Eropa.
Tidak hanya itu, masyarakat non muslim juga sulit untuk melakukan
ibadah disana, karena minimnya tempat ibadah bagi umat muslim, seperti Hanum
dan Fatma yang akhirnya menggunakan tempat penitipan anak sebagai tempat
beribadah saat ditempat kursus, Rangga juga mengalami hal serupa ditempat
kuliahnya. Hal ini terlihat pada kutipan dibawah ini:
Kutipan dalam novel:
“Meski Rangga seorang mahasiswa doctoral, dia dibebani begitu banyakpekerjaan mengajar dan urusan administrasi. Mungkin inilah carapemerintah Austria memanfaatkan semaksimal mungkin scholar yangmereka biayai hidup dan sekolahnya. Sampai-sampai untuk minta waktumengerjakan sholat Jum’at, Rangga perlu meyakinkan supervisor dankolega-koleganya bahwa ini adalah ibadah wajib yang tak boleh diatinggalkan. Bagaimanapun Rangga menjelaskan, sepertinya mereka masihsulit memahaminya.” (hlm. 204-205)
Kutipan di atas menunjukkan bagaimana tokoh Rangga harus beradu
argument terlebih dahulu agar bisa melaksanakan ibadahnya, bahkan setelah
32
dijelaskan pun masih banyak yang tidak memahami dan menerima penjelasan
Rangga, hingga akhirnya Rangga diperbolehkan untuk sholat di ruangan ibadah
semua umat beragama.
4.2.4. Alur
Novel 99 Cahaya Di Langit Eropamerupakan sebuah novel yang
mengisahkan perjalanan kedua penulis ketika melakukan pencarian jejak kejayaan
Islam di Eropa. Alur yang digunakan dalam penceritaan novel ini adalah alur
campuran karena pencarian jejak Islam di Eropa yang dilakukan oleh Hanum dan
suaminya tidak terlepas dari peristiwa yang terjadi dimasa lalu. Pengenalan cerita
berawal dari tokoh Hanum. Seorang jurnalis yang harus pindah ke Wina Austria
mengikuti sang suami yang mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studinya.
“ Maret 2008, adalah hari-hari pertamaku menginjak bumi Eropa. Akumengikuti Rangga suamiku yang mendapatkan beasiswa studi doktoral diWina, Austria.” Hlm 20
Selanjutnya konflik dimulai ketika Hanum dan Fatma memutuskan untuk
berkeliling beberapa Negara di Eropa yang menyimpan sejarah kejayaan Islam
pada masa lampau, namun secara misterius Fatma menghilang, Hanum pun
berusaha untuk mencarinya namun tidak pernah menemukan hasil
“ “Aku ingin sekali berjalan-jalan keliling Eropa sepertimu Fatma,mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang meninggalkan jejakkebesaran Islam, kapan ya aku bisa,” jawabku sambil menyentuh lekuk-lekuk hisan magnet yang berjejer tersebut. “ Hanum ternyata kitamempunyai angan-angan yang sama. Aku baru saja inginmengajakmumelakukan hal yang sama. Magnet-magnet itu hanyapemberian Latife dan Ezra yang sering berjalan-jalan ke luar negri.Sekatang aku harus mengumpulkan uang dulu. ( hlm 98)
“Tercatat tiga janji yang belum ia tunaikan hingga kelas jerman berakhirdan dia lenyap meninggalkan ku. Janji pertam adalah menonton bersamasemua pertandingan turki dalam acara piala eropa ini. Janji kedua adalahmengajak ku ke Vienna Islamic Center, bertemu seorang imam di sana.
33
Dan janji ketiga, menjelajah tempat-tempat historis Islam di Eropa.akutetapkan hati akan ku lunasi janji-janji itu sendiri..” (hlm. 109)
Pada kutipan ini menceritakan awal perjanjian yang dibuat oleh Hanum
dan Fatma ketika Hanum melihat magnet dinding bergabai Negara di Eropa yang
tertempel di dinding rumah Fatma saat Hanum mengunjungi rumahnya. Namun
beberapa bulan kemudian Fatma menghilang tanpa kabar, ia hanya mengirimkan
sebuah pesan yang berisi bahwa Fatma harus pulang ke kampung halamannya
karena ada urusan mendesak. Setelah pesan itu tak ada lagi pesan yang diterima
Hanum dari Fatma, hal inilah yang kemudian membuat Hanum bertekad untuk
menepati janji yang ia buat dengan temannya tersebut meskipun hanya ditemani
dengan sang suami, tanpa adanya Fatma seperti awal perjanjian mereka.
Hanum kemudian menjelajahi Eropa ditemani oleh Rangga
suaminya.Hanum pun mengunjungi kota-kota yang menyimpan sejarah serta
rahasia mengenai kejayaan Islam di Eropa yang tidak banyak diketahui oleh
masyarakat luas seperti Paris, Cordoba dan Granada. Hanum mempelajari dan
menemukan banyak informasi mengenai Islam yang ia dapatkan dari orang-orang
yang ia temui. Hanya satu yang belum ia datangi, Turki. Magnet Hagia Shophia di
Istanbul yang belum ia peroleh. Hingga akhirnya sebuah pesan email masuk,
pesan itu dari Fatma yang menjelaskan alasan mengapa Ia menghilang. Mendapat
pesan dari sahabatnya itu Hanum memaklumi keputusan Fatma menghilang pada
saat itu. Hanum pun memutuskan untuk melakukan perjalanan mencari jejak
kejayaaan Islam sekaligus mengunjungi sahabatnya Fatma.
“ Aku sangat ingin ke Istanbul!”
“ Cocok. Aku sudah cek tiket di internet, ada tiket murah bulan depan.Bagaimana? Ambil atau tidak” (hlm. 322)
34
Kutipan pesan singkat Hanum dan suaminya Rangga ini menjadi sebuah
kesepakatan mereka untuk kembali menapaki jejak Islam di Eropa. Turki dan
Hagia Sophia adalah tujuan mereka kali ini. Perjalanan Hanum ke Istanbul ini
tentu bukan hanya perjalanan untuk mencari sejarah Islam lainnya di Eropa tapi
juga untuk menemui sahabatnya Fatma. Istanbul, Turki merupakan kota terakhir
yang dikunjungi Hanum untuk mencari jejak kejayaan Islam. Perjalanan Hanum
membuatnya semakin mencintai Islam.
4.2.5. Amanat.
Berdasarkan analis pada unsur pembangun novel di atas dapat disimpulkan
bahwa isi novel 99 Cahaya Di Langit Eropa ini banyak berisi informasi menarik
mengenai kebudayaan orang Eropa serta sejarah Islam di Eropa, dimana Islam
pernah begitu berjaya di tanah Eropa. Pesan yang ingin disampaikan penulis
mengenai sejarah Islam yang belum banyak diketahui masyarakat umum ini
sangat bermanfaat serta menyadarkan kita untuk terus belajar serta tidak
melupakan sejarah. Tidak hanya itu, pengarang juga ingin menyampaikan kepada
para muslim dan muslimah untuk tidak hanya sekedar menjadi agen Islam biasa
yang memperkenalkan jihad dengan cara yang cara kekerasan lalu kemudian
mengatasnamakan Islam, sebab hal ini akan membuat semakin banyak orang-
orang yang termakan Islamphobia, jadilah agen Islam yang baik, yang
menyebarkan senyum, yang tidak membalas hujatan dengan hujatan, yang
menegaskan bahwa Islam itu damai. Seperti yang dilakukan oleh fatma dan
teman-temannya.
35
4.3. Analisis Citra Masrakat Muslim Di Eropa dalam Novel 99 Cahaya Di
Langit Eropa.
Berdasarkan analisis isi teks pembangun novel di ataspenulis menemukan
bahwa ada dua pandangan mengenai masyarakat muslim dalam novel ini. Pertama
pandangang masyarakat non muslim di Eropa terhadap masyarakat muslim di
sana. Kedua merupakan citra masyarakat muslim di eropa yang ada dalam teks
novel 99 Cahaya Di Langit Eropa. Citra masyarakat muslim di Eropa yang ada
dalam novel 99 Cahaya Di Langit Eropa adalah sebagai berikut :
4.3.1 Masyarakat Muslim di Eropa Sebelum Abad 21.
Masyarakat muslim di Eropa merupakan masyarakat minoritas, meskipun
sebagai masyarakat minoritas masyarakat muslim ternyata mempunyai peranan
yang besar terhadap kemajuan perkembangan di Eropa, selain itu Islam juga
sempat berjaya di tanah Eropa yang sekarang lebih dikenal dengan masyarakatnya
yang banyak menganut Atheis dan tidak lagi mempercayai adanya Tuhan.
Kejayaan masyarakat muslim di Eropa ini terlihat ketika Fatma menceritakan
pada Hanum bahwa Turki pernah hampir menguasai Wina, Austria. Hal ini
terdapat pada kutipan novel berikut :
Kutipan dalam novel:
“ Kau tahu kenapa aku mengajakmu kesini Hanum?” Tanya Fatma tiba-tiba”
“ Aku perlu memberitahumu sedikit sejarah, Hanum. Turki negaraku ,pernah hamper menguasai Eropa Barat. Sekitar 300 tahun lalu pasukanTurki yang sudah mengepung Wina akhirnya dipukul mundur.” (hlm.42)
Pasukan Turki tersebut dipimpin seorang panglima yang bernama Kara
Mustafa. Seperti yang telah dijelaskan oleh Fatma, Kahlenberg merupakan saksi
36
mengenai sejarah peradaban Islam yang hampir menguasai Eropa Barat. Namun,
pasukan tersebut dipukul mundur oleh gabungan Jerman dan Polandia dari atas
bukit Kahlenberg.
Tidak hanya hampir menguasai Eropa Barat budaya serta ilmu
pengetahuan masyarakat muslim pun banyak digunakan oleh raja-raja serta tokoh
berpengaruh Eropa lain. Hal ini terlihat ketika Hanum bertemu Marion di Paris.
Paris Hanum bertemu dengan Marion Latimer yang akan menemani Hanum
menjelajahi Paris untuk menemukan jejak Islam disana. Tempat pertama yang
dikunjungi Hanum dan Marion di Paris adalah Museum Louvre. Museum dengan
koleksi terlengkap di seluruh dunia, Museum ini juga mengoleksi lukisan-lukisan
karya maestro dunia. Mereka menemukan berbagai macam koleksi yang
membuktikan bahwa peradaban Islam saat itu berkembang pesat.
“ Tulisan apa itu ? tanyaku dengan rasa penasaran.”
“Al-‘ilmu syadidun fil bidayah, wa ahla minal ‘asali fin-nihayah.”(hlm.154)
“ Arti kufic ini kurang lebih’ ilmu pengetahuan itu pahit pada awalnya,tetapi manis melebihi madu pada akhirnya’. Kata Marion melanjutkan.”(hlm.155)
Ditemukannya tulisan arab kufic ini membuktikan bahwa pada saat itu
masyarakat muslim serta kebudayaan-kebudayaan dan pengetahuan Islam
memiliki pengaruh yang besar. Sebab pada saat itu masyarakat Eropa mencontoh
peradaban yang lebih maju. Selain ditemukn huruf kufic pada piring dan gelas
huruf arab kuficini juga ditemukan pada selendang yang dipakai oleh Bunda
Maria dan jubah raja pada saat itu.
37
Kejayaan islam di Eropa juga terlihat pada bangunan-bangunan yang ada
di Eropa salah satunya adalah bangunan Mezquita. Hal ini terlihat ketika Hanum
dan Rangga mengunjungi Cordoba dan Granada yang disebut sebagai tempat
peradaban Islam yang paling bersinar.
“ Ketika aku dan Rangga akhirnya masuk ke Mezquita. Aku percayabahwa Mesquita pernah menjadi masjid terbesar pada masanya.” (hlm.257)
Mezquita merupakan masjid terbesar pada masa kejayaan Islam di
Cordoba, namun sejak runtuhnya dinasti tersebut, Mezquita diubah menjadi
sebuah gereja. Cordoba merupakan kota dengan sejarah peradaban ilmu
pengetahuan dan keharmonisan antar umat beragama ratusan tahun yang lalu.
Selain mezquita bangunan bersejarah lainnya adalah Hagia Sophia yang berada di
Turki. Berbeda dengan Mezquita yang merupakan masjid yang diubah menjadi
gereja Hagia sophia adalag sebuah gereja yang dijadiakan masjid.
4.3.2 Masyarakat Muslim Pada Masa Sekarang.
Berbeda dengan keadaan dahulu keadaan masyarakat muslim sekarang di
Eropa sebagai masyarakat minoritas sangat jauh dari kata berjaya yang
disematkan sebelumnya. Sebagai masyarakat minoritas masyarakat muslim kerap
dikucilkan dan diejek. Kesalapahaman yang diciptakan media pun semakin
membuat masyarakat Eropa berpikiran negatif terhadap masyarat muslim. Hal
inilah yang membuat masyarakat muslim sulit untuk dapat bersosialisasi dengan
masyarakat Eropa, sehingga memmbuat masyarakat muslim sulit untuk
mendapatkan pekerjaan. Contohnya tokoh Fatma yang tidak dapat pekerjaan
hanya karna ia menggunakan hijab.
38
Kutipan dalam novel:
“Entah mengapa aku tertarik berdiskusi tentang isu jilbab dan pekerjaanini dengan Fatma. Rasanya penasaran saja. Di Indonesia, perempuanberjilbab bisa berkarier sampai puncak. Di Eropa? Apalagi di Australia?Bagi Fatma, meski mendapatkan izin bekerja dari pemerintah dan jugadari suaminya, tetap tak ada artinya. Musykil perusahaan di Australiamau menerimanya. Dia harus mengubur dalam- dalam harapannyamenjadi perempuan yang mengenal dunia kerja. Sekarang tekadnya hanyasatu: menjadi perempuan solehah yang menjaga keluarga dankeharmonisan rumah tangga. Itu saja, katanya”. (hlm. 25)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa adanya ketidakseimbangan sosial terhadap
masyarakat muslim di Eropa, terutama bagi mereka yang menggunakan hijab,
masyarakat di Eropa cenderung menganggap hijab sebagai hal yang harus
diwaspadai. Hal ini diperparah karena ada banyaknya terror bom yang dilakukan
oleh oknum-oknum muslim itu sendiri dengan mengatasnamakan jihad, media
pun semakin membesar-besarkan sehingga Islamophobia semakin menjalar di
Eropa. Tidak hanya tokoh Fatma di Cordoba Hanum bertemu dengan Hasan yang
merupakan seorang muslim dan terpaksa menjadi seorang penjual daging babi.
Selain itu saat ini masyarakat muslim sangat sulit untuk mencari tempat beribadah
seperti yang dialami oleh Rangga yang tidak diperbolehkan melakukan ibadah di
area kampus.
Kutipan dalam novel:
“Meski Rangga seorang mahasiswa doctoral, dia dibebani begitu banyakpekerjaan mengajar dan urusan administrasi. Mungkin inilah carapemerintah Austria memanfaatkan semaksimal mungkin scholar yangmereka biayai hidup dan sekolahnya. Sampai-sampai untuk minta waktumengerjakan sholat Jum’at, Rangga perlu meyakinkan supervisor dankolega-koleganya bahwa ini adalah ibadah wajib yang tak boleh diatinggalkan. Bagaimanapun Rangga menjelaskan, sepertinya mereka masihsulit memahaminya.” (hlm. 204-205)
39
Kutipan di atas menunjukkan bagaimana tokoh Rangga harus beradu
argument terlebih dahulu agar bisa melaksanakan ibadahnya, bahkan setelah
dijelaskan pun masih banyak yang tidak memahami dan menerima penjelasan
Rangga, hingga akhirnya Rangga diperbolehkan untuk sholat di ruangan ibadah
semua umat beragama.
4.4.1 Anggapan Masyarakat Eropa Non Muslim Terhadap MasyarakatMuslim dalam Novel 99 Cahaya Di Langit Eropa.
Sebagai masyarakat minoritas di Eropa, masyarakat muslim masih
mengalami berbagai penolakan dan kesulitan yang disebabkan oleh anggapan
sosial yang dimiliki masyarakat non muslim di Eropa yang menyudutkan
masyarakat muslim. Anggapan sosial tersebut diperparah dengan sumber sosial
seperti media massa yang menempatkan masyarakat muslim pada posisi yang
salah. Berikut merupakan anggapan masyarakat non muslim terhadap masyarakat
musli di Eropa dalam novel 99 Cahaya Di Langit Eropa :
1. Masyarakat Muslim Sebagai Penebar Terror dan ISIS
Dalam buku ini kedua penulis menyimpulkan bahwa kondisi umat muslim
saat ini sudah semakin jauh dari akar yang membuat peradaban Islam sempat
berjaya beribu-ribu tahun yang lalu. Hal ini disebabkan karena kondisi umat
muslim sekarang yang sering menyalah artikan “jihad” sebagai perjuangan dengan
menggunakan pedang, perang dan kekerarasan bukan dengan perantara
pengetahuan dan teknologi. Karena hal ini masyarakat non muslim di Eropa
menganggap bahwa Islam merupakan agama dengan ajaran yang keras dan kasar.
Mereka menganggap bahwa masyarakat muslim cenderung menyelesaikan
40
permasalahan melalui aksi demo anarkis dan penyebab terjadinya banyak
pengeboman, hal ini membuat munculnya sikap antipasi terhadap orang muslim
karena merasa mereka perlu diwaspadai sehingga membuat muslim di Negara
minoritas Islam mendapatkan kesenjangan sosial serta perlakuan yang tidak adil.
Kesalahpahaman ini tidak lepas dari kejadian di masalalu seperti yang terdapat
pada kutipan berikut ini:
“Tidak Hanum, dimata orang Eropa , Kara Mustafa adalah seorangpenakluk, itulah mengapa ia dilukis seburuk ini karena dia adalahseorang penjah…” kata-kata Fatma terpenggal. Aku tahu dia tak tegamenjuluki kakek buyutnya penjahat.”
Kara Mustafa Pasha adalah seorang pemimpin militer Ottoman yang
merupakan karakter sentral dalam upayaterakhir Kekaisaran Otoman pada
Ekspansi ke Eropa. Kara Mustafa melakukan kesalahan dengan menggunakan
kekerasan, ia menghunuskan pedang kesemua orang dalam peperangan serta
menawarkan kebencian.Kejadian di masa lampau inilah yang membuat
masyarakat Eropa menyebut Kara Mustafa sebagai penaluk bukan sebagai
pembawa kemenangan. Karena hal ini juga masyarakat Eropa menganggap bahwa
Islam adalah agama yang kerap menyelesaikan masalah dengan menggunakan
kekerasan. Kesalahan pada masa lampau ini berdampak hingga sekarang, karena
ketakutan masyarakat Eropa non muslim membuat masyarakat muslim sulit
beradaptasi disana, seperti Fatma yang kesulitan mendapatkan pekerjaan karena ia
menggunakan hijab.
Selain itu banyaknya aksi pengeboman dan aksi-aksi terrorisme yang
mengatas namakan Islam dengan tujuan Jihad membuat masyarakat non muslim
41
menganggap bahwa masyarakat muslim penganut ajaran yang keras. hal ini
terlihat pada kutipan dialog Fatma dan Hanum berikut ini:
“ Berberapa pelanggan butik kecilku ini adalah orang-orang non muslim.Salah satu dari mereka adalah korban terror bom di sinagog Istanbultahun 2003 lalu. Betapa bahagia ketika saat mengambil jahitan diaberkata : “aku tak tahu seorang muslim sepertimu bisa menciptakanpakaian selembut dan serapi ini”
Citra Islam yang cenderung beringas, kasar dan menyebar terror ini terjadi
karena ulah beberapa oknum masyarakat muslim itu sendiri. Pada dasarnya tidak
semua masyarakat muslim setuju dengan tindakan terorisme, hal itu merupakan
tindakan segelintir orang yang salah dalam menggartikan tindakan jihad, hal ini
kemudian bertdampak terhadap semua muslim, non muslim di Eropa beranggapan
bahwa masyarakat muslim adalah terroris. Terlebih kejadian pengeboman selalu
dikaitkan dengan masyarakat muslim dan ajaran Islam, media barat pun kerap
membesar-besarkan masalah ini, sehingga dunia semakin menjadi Islamphobia.
Anggapan yang salah mengenai masyarakat muslim sebagai masyarakat
yang kasar dan sering menyebabkan keributan juga terdapat dalam kutipan berikut
:
“Sebenarnya jika diperbolehkan, aku ingin sembahyang 2 rakaat saja disini,” kataku tiba-tiba. Aku merasakan seperti ada dorongan dari dalamhatiku untuk mengungkapkannya kepada petugas itu.
“Beberapa waktu yang lalu terjadi insiden. Ada kelompok turis Austriayang shalat di sini. Mereka lalu bersitegang dengan salah seorangkolegaku. Sampai ke polisi segala. Hal seperti itu terlalu sering terjadi.Maaf, aku tak bisa mengizinkanmu melakukannya....” (hlm. 263-264)
Kutipan di atas menceritakan ketika Hanum yang berada di Mezquita
meminta izin untuk melaksanakan ibadah sholat namun akhirnya tidak
42
diperbolehkan. Hal ini terjadi karena beberapa orang yang mengaku sebagai
muslim kemudian memaksa untuk sholat dan membuat keributan sehingga
pemikiran bahwa masyarakat muslim yang akan melaksanakan sholat di sana akan
berakhir dengan kericuhan maka petugas tidak memberikan izin tersebut pada
Hanum.
2. Masyarakat Muslim Sebagai Penjunjung Poligami
Selain dikenal sebagai penebar terror dan ISIS, masyarakat muslim dikenal
sebagai penjunjung poligami, ini ditujukan kepada laki-laki, masyarakat eropa
menganggapnya sebagai laki-laki hidung belang, hal ini bukan tanpa alasan, sejak
dulu para sultan dan raja-rajanya mempunyai istri lebih dari satu.
“ Itulah Hanum, aku tak menyangkal bahwa Harem adalah tempat yang dikhususkan bagi para permaisuri atau istri-istri sultan. Hanya sajasekarang ini interpretasi masyarakat tentang Harem begitu negatif,seolah-olah Islam hanya mengagungkan poligami. Sekarang cobasebutkan. Dalam sejarah, raja dari kerajaan atau dinasti manakah yangtak memiliki istri lebih dari satu”(hlm. 354)
Harem merupakan bangunan yang dikhususkan bagi para permaisuri dan
istri-istri sultan. Kutipan ini menceritakan bagaimana masyarakat muslim
mendapatkan citra sebagai penjunjung poligami dan berhidung belang, hal ini
karena para sultan dan raja-rajanya yang mempunyai banyak istri. Bangunan
Harem disalah artikan sebagai tempat maksiat raja dan para selirnya. Hal ini
karena buku-buku wisata yang menceritakan tentang Harem di Topkapi ini yang
paling sering diekspos adalah Harem merupakan bangunan yang terkenal karena
nilai seksualitasnya. Setiap orang yang mendengar Harem langsung
mengasosiasikannya sebagai tempat para sultan untuk berasyik-masyuk.Persepsi
ini berangkat dari penafsiran masyarakat Barat yang cenderung asing dengan
43
budaya pemisahan antara laki-laki dan perempuan, sehingga mereka mendapatkan
gambaran yang tidak utuh atau bahkan keliru.
Harem itu sendiri berarti haram atau tempat yang disucikan dan
disakralkan. Harem sesungguhnya bukan tempat yang berkonotasi buruk. Sultan
membangun khusus tempat tersebut untuk menjunjung tinggi harkat para
perempuan.orang-orang yang bukan muhrim sultan atau permaisuri tidak
diperbolehkan masuk ke Harem. Inilah yang membuat seolah-olah Harem adalah
tempat yang penuh misteri sehingga menimbulkan kesalahpahaman. Anggapan
yang salah lainnya adalah mengenai sultan yang mempunyai puluhan atau ratusan
istri. Para sultan hanya memiliki dua atau tiga istri yang diambil dari para dayang
istana dengan tujuan untuk menaikkan menaikkan derajat mereka.
3. Masyarakat Muslim Sebagai Masyarakat Yang Lemah
Kekalahan Kara Mustafa juga dianggap kekalahan yang sangat
menggelikan, ini karena ia diserang balik saat akan menaklukkan Wina, Austria.
Kekalahan ini membuat masyarakat non muslim mencemooh dan menganggap
Islam sangat lemah. Pandangan ini terlihat pada kutipan berikut :
“ Kalau kalian mau mengolok-ngolok Muslim, begini caranya !”
“Aku mengintip turis itu memakan croissant dengan gaya rakus yangdibuat-buat dari balik tembok. Tak berhenti disana, laki-laki itumeneruskan kalimatnya. Kali ini ia lebih berani berbicara keras. Croissantitu bukan dari perancis, guys, tapi dari Austria, roti untuk merayakankekalahan Turki di Wina” (hlm. 39)
Roti croissant yang memiliki bentuk seperti bulan sabit yang dianggap
sebagai lambang dari Islam, hal ini digunakan oleh para turis non muslim pada
kutipan di atas untuk mengolok-olok Islam dengan mengunyah roti tersebut
44
dengan kerakusan yang dibuat-buat seolah mereka tengah mengunya Islam itu
sendiri. Selain itu, masyarakat muslim yang sebagian besar merupakan imigran di
Eropa cenderung memiliki perekonomian yang sulit, hal ini disebabkan karena
masyarakat muslim di Eropa sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan, banyak
dari mereka yang menjadi pekerja serabutan atau bahkan tidak mendapatkan
pekerjaan sama sekali seperti yang dialami oleh Fatma.
“Karena aku berhijab. Aku tak pernah mendapatkan balasan dariperusahaan tempat aku melayangkan lamaran pekerjaan. Jika harusbersekolah, aku tak mampu mengeluarkan biaya,” ucap Fatma lirih.
“Itulah Fatma, potret seorang imigran Turki di Austria. Pada usia produktif29 tahun, dia jatuh bangun mengirim puluhan surat lamaran pekerjaan.Karena sehelai kain penutup tempurung kepala yang tampak dalam pasfoto curriculum vitae-nya, dia tertolak untuk bekerja secara profesional.”(hlm. 23)
Sulitnya masyarakat muslim untuk mendapat pekerjaan di Eropa karena
banyaknya pemberitaan negatif mengenai masyarakat muslim di sana yang
membuat Islamphobia semakin meraja lelah, selain itu minimnya pendidikan para
imigran muslim ini membuat mereka kesulitan mendapatkan pekerjaan yang
layak. Hal serupa juga ditemui oleh Hanum ketika ia mendatangi Spanyol dan
bertemu dengan seorang pria tua bernama Hassan, seorang muslim yang harus
berjualan daging babi untuk menyambung hidup.
Kutipan novel :
“Jadi, Anda muslim?” tanya Rangga berharap, mempertimbangkan namabapak itu dan asalnya yang mengindikasikan dirinya muslim. Hassanmengangguk kikuk. Aku tahu dia begitu karena aku memergokinyamenjual makanan dari babi untuk menyambung hidup. Dia sepertinyayakin kami akan menceramahinya.
“Ya, mau bagaimana lagi? Aku tak bisa menemukan pekerjaan lain di sini.Hanya restoran ini yang mau menerimaku bekerja,” sambung Hassansambil mengangkat bahu.” (hlm.250)
45
Sama seperti Fatma, Hassan bukanlah warga asli Spanyol, ia merupakan seorang
imigran yang mencoba mengadu nasib di Eropa. Seperti kebanyakan imigran
muslim lainnya Hassan mendapatkan pekerjaan yang jauh dari kata layak. Sebagai
seorang muslim ia terpaksa harus menjual daging babi yang merupakan makanan
haram bagi masyarakat muslim. Rendahnya perekonomian masyarakat muslim di
Eropa inilah yang pada akhirnya membuat masyarakat non muslim di Eropa
menganggap bahwa masyarakat muslim itu lemah.
46
4.3.2. Citra Masyarakat Muslim Yang Terdapat Dalam Novel 99 Cahaya DiLangit Eropa.
Sebagai masyarakat minoritas di Eropa, masyarakat muslim sering
mendapatkan anggapan-anggapan negatif dari masyarakan non muslim,
masyarakat muslim kerap dianggap sebagai penebar terror dan juga dianggap
tidak mampu untuk hidup berdampingan dengan masyarakat Eropa non muslim.
Dalam novel ini pengarang mencoba untuk memperlihatkan dan meluruskan
kesalahpahaman yang terjadi antara masyarakat muslim dengan masyarakan non
muslim di Eropa. Pengarang memperlihatkan bahwa masyarakat muslim bukanlah
penganut ajaran yang keras atau pun penebar terror seperti anggapan masyarakat
non muslim Eropa melainkan mengajarkan keramahan, sikap sabar serta memiliki
toleransi terhadap agama lain. Novel ini menanamkan kebenaran yang dominan
bahwa Islam adalah agama yang cinta damai dan masyarakat muslim dapat hidup
rukun berdampingan dengan masyarakat Eropa. Berikut ini merupakan citra
masyarakat muslim di Eropa yang ingin disampaikan oleh pengarang yang
terdapat dalam novel 99 Cahaya Di Langit Eropa :
1. Citra Masyarakat Muslim Sebagai Masyarakat yang Ramah.
Masyarakat Eropa non muslim cenderung mempunyai pemikiran negative
terhadap masyarat muslim yang menjadi minoritas disana, mereka menganggap
bahwa masyarakat muslim itu keras, hal ini bukan tanpa alasan, anggapan ini
muncul karena banyaknya pemberitaan mengenai terror atau pengeboman yang
dilkukan yang dianggap dilakukan oleh mereka yang memeluk agama Islam,
padahal tindakan tersebut dilakukan oleh kelompok-kelompok yang salah dalam
mengartikan jihad sesungguhnya. Karena kurangnya informasi dan ditambah
dengan adanya Islamphobia media pun menuliskan seolah-olah aksi terrorisme
47
merupakan gambaran seorang muslim. Dalam buku ini pengarang mencoba untuk
meluruskan kesalahpahaman ini dengan menunujukkan bagaimana sikap-sikap
seorang muslim sebenarnya yang ditunjukkan oleh para tokoh. Salah satunya
dalah sikap ramah dan memberikan senyuman. Seperti sebuah hadis qudsi dari
Nabi Muhammad SAW “ Senyumlah, memberikan senyuman adalah sedekah.
Senyum adlah semudah-mudahnya ibadah.” Citra masyarakat muslim sebagai
masyarakat yang ramah terlihat dalam kutipan berikut ini :
“ Erza sendiri yang tersadar akan kekuatan senyum Latife. Erza tadinyasangat iri dengan Latife. Tapi ada yang memuat Erza jatuh hati kepadaIslam, karena Latife selalu tersenyum pada semua orang, termasuk Erza ,meskipun ada persaingan bisnis diantara mereka”
Kutipan di atas menjelaskanbahwa imej muslim yang keras adalah sebuah
kesalahpahaman. Masyarakat muslim sebenarnya adalah masyarakat yang ramah ,
contohnya pada tokoh latife yang selalu melayani pembeli dengan senyuman,
Latife juga tetap memberikan senyuman kepada Erza yang merupakan saingan
bisnisnya. Sikap lembut dan ramah latife ini membuat Erza menyadari bahwa
dugaannya mengenai seorang muslim yang keras adalah kesalahan besar. Ia
bahkan jadi jatuh hati pada Islam kemudian menyakinkan diri untuk menjadi
seorang mualaf.
2. Citra Masyarakat Muslim Sebagai Masyarakat Dengan Sikap Sabar.
Tidak seperti yang dituduhkan bahwa masyarakat muslim selalu
menyelesaikan persoalan dengan demo yang berujung anarki, dalam novel ini
pengarang menunjukkan bahwa tidak semua muslim menggunakan kekerasan
untuk menyelesaikan persoalan dengan kekerasan. Citra masyarakat muslim
sebagai masyarakat yang sabar tergambar dalam kutipan berikut :
48
“….Tapi, bukankah itu menunjukkan kalau kita begitu lemah dan terinjak-injak? Sanggahku.”
Fatma terdiam. Dia tersenyum lembut, lalu mengambil nafas dalam-dalam. “suatu saat kau akan banyak belajar bagaimana bersikap di negeri tempat kaumenjadi minoritas. Tapi menurut pengalamanku selama ini, aku tak harusmengumbar emosiku jika ada hal yang tidak berkenan di hatiku.” (hlm.47)
Kutipan di atas menunjukkan tindakan Fatma sebagai seorang muslim
yang mendengar bahwa agamanya menjadi bahan tertawaan dan diremehkan.
Namun bukannya berbalik untuk memarahi atau kembali mengolok-olok para
turis yang menganggap remeh Islam, Fatma justru membayar makanan yang
dipesan para turis serta menyampaikan salam perkenalan dengan menuliskan e-
mailnya. Fatma meyakini bahwa menebar pengaruh kepada seseorang tidak boleh
menggunakan cara memaksa yang memaksa, menggurui, menghasut, menyerang
ataupun membandingkan sudah bukan zamannya lagi, yang dibutuhkan agen
muslim yang baik adalah menebar sikap positif. Fatma mengubah moment yang
hampir menjadi sebuah pertikaian akhirnya malah membalikkan moment menjadi
pertemanan.
Tokoh Rangga dalam novel ini juga menunjukkan bahwa masyarakat
muslim tidak menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan setian persoalan
yang bertentangan dengan keyakinan mereka. Hal ini ditunjukkan pada saat
Rangga dimarahi karena melaksanakan Shalat Zuhur di dalam kantor pribadinya.
Kejadian ini diungkapkan Hanum dalam kutipan berikut ini
“Saat Rangga tertangkap basah tengah Shalat Zuhur di dalam kantorpribadinya, dia langsung diperingatkan agar hal tersebut tidak terulang lagi.Kampus adalah tempat netra, harus bebas dari atribut agama, begitu katasupervisornya. Sebenarnya saat itu aliran darah langsung naik ke ubun-ubunRangga. ”
“Akhirnya, yang bisa dia lakukan hanyalah diam dan menganggukkan kepala.Mengalah untuk berjalan ke gedung lain lain agar bisa Shalat Zuhur di dalam
49
ruang yang penuh dengan gambar salib, patung Buddha, dan kitab berbagaiagama.” (hlm. 209)
Menjalankan ibadah sebagai minoritas memang sangat sulit dilakukan saat
berada di Eropa. Sikap Rangga yang memilih untuk mengalah agar tidak
terjadinya pertikaian dan tidak memperkeruh situasi ini menggambarkan bahwa
tidak semua muslim akan bersitegang dan menggunakan kekerasan karena
perbedaan pendapat.
3. Citra Masyarakat Muslim Yang Memiliki Sikap Toleransi AntarAgama.
Pandangan negatif lain yang didapatkan masyarakat muslim ialah tidak dapat
bertoleransi terhadap agama ataupun keyakinan lain. Dalam novel ini penulis
mencoba untuk mematahkan prasangka ini. Masyarakat muslim bahkan memiliki
sikap toleransi antar agama ini sejak ribuan tahun yang lalu, hal itu tergambar
dalam penjelasan Sergio sang pemandu wisata Hanum saat mengunjungi
Mezquita yang berada di Cordoba, Sergio menjelaskan alasan mengapa mihrab
yang ada di Mesquita tidak dibangun menghadap kiblat di Mekkah.
“ Penguasa saat itu Sultan Al Rahman, sangat menyadarinya. Diamemang sengaja membuatnya begitu, ini ada hubungannya denganbagaimana Cordoba bisa menyanding orang-orang yang berbedakeyakinan dengan begitu indah. Di sebelah masjid ada gereja yang sudahterlebih dahulu berdiri di situ. Jika memaksakan mihrab kea rah tenggara,mau tak mau gereja kecil itu harus dirobohkan. Sultan tak maumelakukannya. (hlm. 273-274)”
Kutipan ini menunjukkan sikap bijaksana sang Sultan serta sikap toleransi
yang sultan miliki. Keputusan sultan untuk tidak merobohkan gereja kecil yang
berdekatan dengan masjid ini akhirnya dapat melegakan kedua kepentingan tanpa
harus memusnahkan salah satunya. Sultan tidak harus melukai keimanannya dan
juga tak harus melukai perasaan warganya yang Kristen. Sikap toleransi antar
50
agama ini juga di tunjukkan oleh tokoh Fatma, ketika Fatma dan Hanum
mengunjungi Kahlenberg. Ketika udara semakin dingin Fatma memutuskan untuk
menghangatkan diri di dalam gereja.
“ Fatma, kurasa sebaiknya kita menghangatkan diri di kafe.” Pernyataankumembuat Fatma sedikit masygul”
“Kenapa? Sudah terlanjur berlari kemari. Sebaiknya kita masuk dulukedalam gereja. Di dalam banyak patung dan relief yang artistik. Kauperlu mengabadikannya dengan kamera mu. (hlm. 34)”
Sikap yang ditunjukkan oleh Fatma ini membatah semua kekhawatiran
mengenai prinsip-prinsip tentang Islam yang terkadang dianggap sanggat antipati
terhadap agama atau pun kepercayaan lain tidaklah benar. Fatma begitu ringan
memahami agamanya. Tentu tidak semua muslim akan memupunyai pandangan
yang sama seperti Fatma, bahwa mereka boleh memasuki rumah ibadah agama
lain, namun yang pasti seorang muslim tidak pula diajarkan untuk menyakiti
orang-orang yang berbeda keyakinan, sebab Islam adalah agama yang damai.
Dalam novel ini penulis mencoba menyampaikan mengenai kondisi umat
Islam yang pada saat ini sudah semakin jauh dari akar yang membuat peradaban
Islam yang sempat berjaya akhirnya harus redup dan mendapatkan berbagai
pandangan yang negatif. Kutipan-kutipan di atas menunjukkan bahwa prasangka-
prasangka negatif terhadap masyarakat muslim tidak lah benar, Islam tidak pernah
mengajarkan kekerasan atau pun perkelahian antar umat beragama sebab Islam
merupakan agama yang mencintai perdamaian
51
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Novel 99 Cahaya Di Langit Eropa karya Hanum Salsabiella Rais dan
Rangga Almahendra ini merupakan sebuah novel yang menceritakan mengenai
kehidupan masyarakat muslim sebagai masyarakat minoritas di Eropa. Sebagai
masyarakat minoritas di Eropa masyarakat muslim sering mendapat anggapan
yang negatif dari masyarakat non muslim Eropa. Novel ini juga mengisahkan
tentang perjalanan Hanum dan sang suami unuk mencari jejak kejayaan Islam di
Eropa pada masa lampau yang belum banyak diketahui oleh masyarakat, dan
mengungkapkan fakta bahwa Islam sebenarnya pernah berjaya di Eropa. Rekam
jejak sejarah yang tertulis dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa berhasil
mengungkapkan perjalanan sejarah masa lalu perjalanan Islam di Eropa.
Perjalanan tersebut dimunculkan dengan simbol-simbol Islam yang ditinggalkan
di Benua yang saat ini kontras dengan budaya barat. Rangkaian bukti-bukti
kejayaan Islam yang diuraikan dalam novel ini menunjukkan bahwa Islam pernah
bercahaya di langit Eropa.
Berdasarkan hasil analisis yang peneliti lakukan terhadap novel 99 Cahaya
Di Langit Eropa karya Hanum Salsabiella Rais dan Rangga Almahendra terdapat
beberapa citra masyarakat muslim di Eropa yang tergambar dalam novel tersebut,
yang pertama adalah anggapan negatif yang dimiliki masyarakat Eropa non
52
muslim terhadap masyarakat muslim disana. Masyarakat non muslim Eropa sering
menganggap bahwa masyarakat muslim sebagai pebar terror dan ISIS, Penjujung
poligami yang sering disalah artikan sebagai mata keranjang, dan sebagai
masyarakat yang lemah.
Kesalahpahaman inilah yang ingin penulis novel lunturkan, Hanum ingin
menyampaikan bahwa masyarakat muslim tidak seperti apa yang dituduhkan oleh
masyarakat non muslim di Eropa. Melalui beberapa tokoh muslim yang
ditemuinya pengarang mengunggkapkan bahwa citra masyarakat muslim yang
sebenarnya adalah sebagai berikut, citra masyarakat muslim sebagai masyarakat
yang ramah,citra masyarakat muslim sebagai masyarakat dengan sikap sabar dan
citra masyarakat muslim sebagai masyarakat yang memiliki sikap toleransi antar
agama.
5.2 Saran
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memotivasi kepada
pembaca untuk terus menggali pengetahuan tentang sastra, dapat meninggkatkan
apresiasi serta dapat digunakan untuk bahan pengajaran bahasa Indonesia di
sekolah maupun perguaruan tinggi.
Kepada sastrawan atau pengarang, dengan adanya penelitian yang penulis
lakukan, agar dapat memberikan masukan yang membangun untuk meningkatkan
kualitas karya selanjutnya. Penelitian ini pada dasarnya membahas mengenai citra
masyarakat muslim dalam novel 99 cahaya di langit Eropa karya Hanum
Salsabiella Rais dan Rangga Almahendra dengan menggunakan sosiologi sastra.
Penelitian ini belum sempurna dan terbuka untuk diadakan penelitian lanjutan.
53
DAFTAR PUSTAKA
A.Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PustakaJaka.
Damono, Sapardi Djoko.1978.Sosiologi Sastra Sebuah PengantarRingkas.Jakarta: Tut Wuri Handayani.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : PT BukuSeru
Faruk, 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Junus, Umar. 1986. Sosiologi Sastera Persoalan Teori dan Metode. Kuala lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran Malaysia.
Kurniawan, Heru. 2012. Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra.Yogyakarta : Graha Ilmu.
Pradopo, Rachman Djoko. 1990. Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Universitas GajahMada
Moleong, Lexi J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.
Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah MadaUniversity Press
Rais, Hanum Salsabiela & Rangga Almahendra. 2013. 99 Cahaya Di LangitEropa: Perjalanan Menapaki Jejak Islam di Eropa.
54
Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Teori, Metode, dan teknik Penelitian Sastra.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Semi, M Atar. 2012. Metode Penelitian Sastra. Bandung : CV Angkasa
Sofia, Adib. 2009. Aplikasi Kritik Sastra Fenimisme. Yogyakarta: Citra Pustaka
Wellek, Rene & Warren, Austin. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta : PT.Gramedia