Upload
dian-permata-sari
View
239
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
-
Citation preview
BAB III
Farmakovigilance
3.1 Review Perkuliahan
Studi farmakovigilan mencakup kegiatan mendeteksi dan
monitoring efek yang tidak diharapkan dan merugikan pasien.
Seiring berkembangnya obat-obatan baru di pasaran, maka resiko
terjadinya efek yang tidak diinginkan dari obat pada pelaksanaan
terapi farmakologis semakin meningkat. Data yang menyajikan
reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD) tentang obat-obatan yang
beredar di Indonesia belum banyak dipublikasikan. Edukasi terhadap
ROTD menjadi penting, mengingat kejadian tersebut berpengaruh
terhadap kualitas hidup pasien dan biaya terapi yang harus
ditanggungnya.
Ruang Lingup Farmakovigilance
meningkatkan perawatan pasien dan keselamatan dalam kaitannya dengan
penggunaan obat-obatan, dan semua intervensi medis dan paramedis,
meningkatkan kesehatan dan keselamatan masyarakat dalam kaitannya
dengan penggunaan obat-obatan,
berkontribusi pada penilaian manfaat, bahaya, efektivitas dan risiko obat-
obatan,
mendorong pengobatan yang aman, rasional dan lebih efektif (termasuk
biaya-efektif) digunakan, dan
mempromosikan pemahaman, pendidikan dan pelatihan klinis di
pharmacovigilance dan komunikasi yang efektif kepada publik.
Tragedi talidomid tahun 1961 telah memacu banyak negara
dalam mengembangkan sistem pemantauan obat guna mencegah
dan mendeteksi lebih dini kemungkinan morbiditas dan mortalitas
yang disebabkan oleh terapi obat. Salah satu keberhasilan peran
yang ditunjukkan adalah pelaporan secara jeli dan waspada terhadap
kejadian ROTD yang disebabkan oleh obat-obatan yang diduga
memicu mortalitas dan morbiditas sehingga dilakukan penarikan
produk dari pasaran atau pembatasan dalam penggunaannya.
28
Keberhasilan sistem tersebut tergantung pada kerjasama segenap
profesi medis dalam melaporkan ROTD terutama untuk obat-obat
baru. Profesi medis merupakan posisi strategis untuk terlibat aktif
dalam pelaporan karena selaku penyedia layanan kesehatan (dokter,
apoteker, perawat, dsb) berada di garis terdepan untuk menegtahui
setiap detail perkembangan terapi pasien (WHO, 2002).
Apa Tujuan Farmakovigilance?
Tujuan utama dari farmakovigilans sendiri ialah menempatkan
penggunaan produk yang tepat untuk memastikan keamanan dan efikasi. Menurut
WHO, tujuan dari adanyaprogram farmakovigilans adalah untuk
meningkatkanperawatan pasien dan keselamatanpasien dalam kaitannya dengan
penggunaan obat-obatan, dan untuk mendukung program kesehatan masyarakat
dengan menyediakan handal, informasi yang seimbang untuk penilaian yang efektif
dari profil risiko – manfaat obat-obatan.
Tujuan farmakovigilans dalam industri pada dasarnya sama dengan badan
hukum , yaitu untuk melindungi pasien dari bahaya yang tidak perlu dengan
mengidentifikasi bahaya obat yang sebelumnya belum diakui , mengelusidasi faktor
predisposisi , menyangkal sinyal keselamatan palsu dan mengukur risiko dalam
kaitannya dengan manfaat . Meskipun perspektif perusahaan dan badan pengatur
mungkin berbeda dimana mereka sekarang bekerja lebih dan lebih dekat bersama-
sama dan berbagi informasi.
Adapun beberapa tujuan farmakovigilans khususnya dalam bidang farmasi,
yakni :
Deteksi terhadap peningkatan frekuensi adverse effect yang telah diketahui
Identifikasi faktor resiko dan mekanisme yang mendasari sebuah adverse effect
Menetapkan aspek kuantitatif dari sebuah resiko
Analisis dan penyebaran informasi yang dibutuhkan bagi peresepan dan regulasi
obat
informasi utama farmakovigilan bersumber dari pasien, dokter, dan farmasis.
Deteksi dini adverse effect yang belum diketahui dan interaksi
Husain et al (2009) menemukan sebanyak 34 efek samping obat
pada 250 pasien hipertensi dalam studi Farmakovigilan di Rumah
Sakit Majeedia Universitas Hamdard New Delhi selama studi empat
29
bulan. Persentase yang tinggi dari ROTD terjadi pada pasien lanjut
usia dan perempuan usia menengah. Cohen (2001) menegaskan
bahwa kejadian ROTD pada usia lanjut meningkat 2-3 kali dibanding
usia dewasa yang lebih muda. Husain et al (2009) memaparkan dari
34 reaksi obat yang merugikan, 18 kejadian (52,9%) diantaranya
adalah ringan, 14 kejadian (41,2%) sedang dan hanya 2 kejadian
(5,8%) digolongkan sebagai parah. Terapi kombinasi kejadiannya
cukup tinggi, dengan total 21 kejadian (61,8%) dibandingkan dengan
monoterapi (n= 13, 38,2%).
3.2 Pentingnya Farmakovigilance
Hampir sebagian besar obat memiliki efek samping, karena jarang sekali
obat yang beraksi cukup selektif pada target aksi tertentu. Efek samping obat bisa
muncul dalam berbagai bentuk dan berbagai tingkatan. Ada yang ringan seperti
mengantuk, batuk-batuk, mual, gatal-gatal, sampai yang berat seperti syok
anafilaksis, gangguan dalam sistem darah, sampai kematian. Efek samping
mengantuk misalnya, mungkin tidak perlu pengatasan, bahkan seringkali
dimanfaatkan pasien untuk bisa istirahat. Akan tetapi, jika efek samping suatu obat
bisa mengancam jiwa, tentu obatnya harus dihentikan dan dicarikan alternatifnya
yang lebih kecil efek sampingnya.
Ketika obat dilepaskan ke pasar masih banyak yang diketahui tentang
keamanan produk. Setelah dipasarkan obat-obatan yang digunakan oleh pasien
yang memiliki banyak penyakit yang berbeda, yang menggunakan beberapa obat
lain dan yang memiliki tradisi yang berbeda dan diet yang dapat mempengaruhi
cara di mana mereka bereaksi untuk obat. Berbagai merek obat mungkin berbeda
dalam cara di mana mereka diproduksi dan bahan-bahan yang digunakan. Reaksi
obat yang merugikan dan keracunan yang berhubungan dengan obat tradisional dan
herbal juga perlu dipantau di setiap negara.
Alasan mengetahui farmakovigilance
Alasan perlunya mengetahui farmakovigilans adalah:
1. Untuk memastikan keamanan bagi pasien
2. Meningkatkan pengetahuan tentang produk dan cara penggunaan yang
optimal
30
3. Meningkatkan kepercayaan konsumen Meningkatkan kepatuhan
3.3 Organisasi Farmakovigiance dunia
International Society of Pharmacovigilance ( ISOP ) adalah sebuah
organisasi ilmiah nirlaba internasional yang bertujuan untuk mendorong
farmakovigilana baik secara ilmiah dan bidang pendidikan dan meningkatkan
semua aspek dari penggunaan yang aman dan tepat obat di semua negara.
Tujuan dari berdirinya ISOP adalah sebagai berikut :
Mendorong dan memperluas penelitian di bidang farmakovigilans.
Mempromosikan pertukaran informasi secara rutin mengenai farmakovigilans
melalui pertemuan , simposium, lokakarya , dan buletin serta khususnya
mengorganisir konggres ISOP termasuk pertemuan tahunan.
Mendorong pendidikan farmakovigilans di semua tingkatan.
Bekerja sama dengan organisasi lain dan masyarakat peduli dengan
farmakovigilans.
Penerbitan aspek yang relevan ilmiah mengenai farmakovigilans.
Terlibat dalam kegiatan lain yang berkaitan dengan farmakovigilans.
Mencari dana dan pemberian hibah , beasiswa , subsidi dan kontrak lain
untuk mempromosikan farmakovigilans.
31
Memberikan pandangan otoritatif dari aplikasi klinis hasil
farmakoepidemiologikal.
Secara keseluruhan ISOP berkomitmen mengenai pandangannya bahwa :
1. Masyarakat harus baik profesional dan ramah
2. Praktisi muda harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan keuntungan
dari keterlibatan dengan para ilmuwan yang berpengalaman dan menikmati
pelatihan melalui kontak personal
3. Konstituen ISOP adalah mereka yang terlibat dalam aspek praktis dan klinis
farmakovigilans , pelaku , dan bahwa masyarakat berkomitmen untuk
mengkomunikasikannya dari orang ke orang.
4. ISOP mungkin dapat memberikan bantuan kepada masing-masing negara
untuk meningkatkan koherensi sistem nasional mereka
5. ISOP harus menyadari keanekaragaman budaya, bahasa , organisasi dan
kebijakan , dan membuat ketentuan untuk merespon kebutuhan dan aspirasi
yang berbeda
Contoh program pengenalan farmakovigilans oleh pemerintah
32
BAB IV
PENGEMBANGAN PRAKTEK KEFARMASIAN
4.1 Review Perkuliahan
"Apoteker harus bergerak dari belakang meja dan mulai melayani masyarakat
dengan menyediakan pelayanan bukan pil saja. Tidak ada masa depan dalam
tindakan sekadar pengeluaran. Kegiatan yang dapat dan ini akan diambil alih oleh
internet, mesin, dan / atau tidak terlatih teknisi. Fakta bahwa apoteker memiliki
pelatihan akademik dan bertindak sebagai profesional perawatan kesehatan
menempatkan beban kepada mereka untuk lebih melayani masyarakat daripada
yang mereka lakukan saat ini. "
33
"pelayanan Farmasi adalah penyediaan yang bertanggung jawab terhadap
terapi obat untuk tujuan mencapai hasil yang pasti yang dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien ". (Hepler dan Strand, 1990).
Empat prinsip utama yang telah muncul untuk memandu jaminan mutu
dalamn pelayanan kesehatan:
1. Fokus pada klien / pasien
2. Fokus pada sistem dan proses
3. Fokus pada pengukuran
4. Fokus pada kerja sama tim
Apoteker klinis bekerja terutama di rumah sakit dan memberikan
pelayanan pengaturan dan memberikan pasien-oriented daripada layanan produk-
oriented.
Nine star pharmachist dan ruang lingkup farmasi
1. Care Giver
Seorang Farmasi/apoteker merupakan profesional kesehatan pemberi pelayanan
kefarmasian kepada pasien, berinteraksi secara langsung, meliputi pelayanan
klinik, analitik, tehnik, sesuai dengan peraturan yang berlaku ( PP No 51 Tahun
2009 ), misalnya peracikan obat, memberi konseling, konsultasi, monitoring,
visite, dll.
2. Decision Maker
Seorang Farmasi/apoteker merupakan seorang yang mampu menetapkan/
menentukan keputusan terkait pekerjaan kefarmasian, misalnya memutuskan
dispensing, penggantian jenis sediaan, penyesuaian dosis, yang bertujuan agar
pengobatan lebih aman, efektif dan rasional.
3. Communicator
Seorang Farmasi/apoteker harus mempunyai keterampilan berkomunikasi yang
baik, sehingga pelayanan kefarmasian dan interaksi antar tenaga kesehatan
berjalan dengan baik, misalnya konseling dan konsultasi obat kepada pasien,
melakukan visite ke bangsal/ruang perawatan pasien.
4. Manager
Seorang Farmasi/apoteker merupakan seorang pengelola dalam berbagai aspek
kefarmasian, sehingga kemampuan ini harus ditunjang kemampuan manajemen
34
yang baik, contoh pengelola obat (seperti Pedagang Besar Farmasi/PBF),
seorang manager Quality Control (QC), Quality Assurance (QA), Manajer
Produksi, dan lain lain.
5. Leader
Seorang Farmasi/apoteker harus mampu menjadi pemimpin dalam memastikan
terapi berjalan dengan aman, efektif dan rasional, misalnya sebagai direktur
industri farmasi (GM), direktur marketing, dan sebagainya.
6. Life Long Learner
Seorang Farmasi/apoteker harus memiliki semangat belajar sepanjang waktu,
karena informasi/ilmu kesehatan terutama farmasi (obat, penyakit dan terapi)
berkembang dengan pesat, sehingga kita perlu meng-update pengetahuan dan
kemampuan.
7. Teacher
Seorang Farmasi/apoteker dituntut juga dalam mendidik generasi selanjutnya,
baik secara real menjadi guru maupun dosen, ataupun sebagai seorang farmasi
yang mendidik dan menyampaikan informasi kepada masyarakat dan tenaga
kesehatan lainnya yang membutuhkan informasi.
8. Researcher
Seorang Farmasi/apoteker merupakan seorang peneliti terutama dalam
penemuan dan pengembangan obat-obatan yang lebih baik, disamping itu
farmasi juga bisa meneliti aspek lainnya misal data konsumsi obat, kerasionalan
obat, pengembangan formula, penemuan sediaan baru (obat, alat kesehatan, dan
kosmetik).
9. Enterpreneur
Seorang Farmasi/apoteker diharapkan terjun menjadi wirausaha dalam
mengembangkan kemandirian serta membantu mensejahterakan masyarakat,
misalnya dengan mendirikan perusahaan obat, kosmetik, makanan, minuman,
alat kesehatan, dan sebagainya, baik skala kecil maupun skala besar.
4.2 Perkembangan Praktek Kefarmasian
Mengikuti perkembangan zaman, telah terjadi pula perubahan penekanan pada
pengertian dan orientasi farmasi. Pada awalnya profesi farmasi itu dikatakan
35
merupakan seni (arts) dan pengetahuan (science). Hal ini dapat dilihat pada buku
teks yang digunakan di perguruan tinggi farmasi pada awal pertengahan abad ke-
20, yang antara lain berjudul “Scoville’s The Art of Compounding “ (Seni Meracik
Obat), dan “Recepteerkunde” (Ilmu Resep) karangan van Duin, dan van der
Wielen. Definisi obat menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1960 tentang
Farmasi : obat yang dibuat dari bahan yang berasal dari binatang, tumbuh-
tumbuhan, mineral, dan obat sintetis. Definisi ini lebih menekankan sumber atau
asal diperolehnya obat. Perkembangan farmasi setelah itu berorientasi pada
teknologi seperti tergambar oleh buku teks yang populer pada saat itu, dan masih
digunakan sampai sekarang : “ Pharmaceutical Technology” oleh Lachman. Dalam
Kebijaksanaan Obat Nasional (KONAS, 1980) : …… obat ialah bahan atau
paduan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.
Sudah terjadi perubahan pekerjaan kefarmasian di apotek dan peran apoteker
lambat laun berubah dari peracik obat (compounder) dan supplier sediaan farmasi
ke arah pemberian pelayanan dan informasi dan akhirnya berubah lagi sebagai
pemberi kepedulian pada pasien. Disamping itu, ditambah lagi tugas seorang
apoteker adalah memberikan obat yang layak, lebih efektif, lebih aman serta
memuaskan pasien. Pendekatan cara ini disebut dengan pharmaceutical care
(asuhan kefarmasian).
Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam
beberapa periode.
1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah
kefarmasian di Indonesia pada umumnya diawali dengan pendidikan asisten
apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.
2. Periode Setelah Perang Kemerdekaan Sampai dengan Tahun 1958. Pada periode ini
jumlah tenaga farmasi, terutama tenaga asisten apoteker mulai bertambah jumlah
yang relatif lebih besar. Pada tahun 1950 di Jakarta dibuka sekolah asisten apoteker
Negeri (Republik) yang pertama , dengan jangka waktu pendidikan selama dua
tahun. Jumlah apoteker juga mengalami peningkatan, baik yang berasal dari
pendidikan di luar negeri maupun lulusan dari dalam negeri.
36
3. Periode Tahun 1958 sampai dengan 1967 Pada periode ini meskipun untuk
memproduksi obat telah banyak dirintis, dalam kenyataannya industri-industri
farmasi menghadapi hambatan dan kesulitan yang cukup berat, antara lain
kekurangan devisa dan terjadinya sistem penjatahan bahan baku obat sehingga
industri yang dapat bertahan hanyalah industri yang memperoleh bagian jatah atau
mereka yang mempunyai relasi dengan luar negeri. Sekitar tahun 1960-1965,
beberapa peraturan perundang-undangan yang penting dan berkaitan dengan
kefarmasian yang dikeluarkan oleh pemerintah antara lain :
Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan
Undang-undang Nomor 10 tahun 1961 tentang barang
Undang-undang Nomor 7 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan,
Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek. Pada periode
ini pula ada hal penting yang patut dicatat dalam sejarah kefarmasian di
Indonesia, yakni berakhirnya apotek dokter dan apotek darurat.
4. Periode tahun 1980 sampai sekarang
Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 tentang perubahan atas PP No.
26 tentang apotek.
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009
Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana
diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945
(Pemerintah RI, 2009). Tenaga Kefarmasian sebagai salah satu tenaga kesehatan
pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan penting karena
terkait langsung dengan pemberian pelayanan, khususnya Pelayanan Kefarmasian
(Pemerintah RI, 2009).
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi Pelayanan Kefarmasian dari pengelolaan
obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care)
dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih
luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat
37
yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir
serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) (Pemerintah
RI, 2009).
Perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kefarmasian dirasakan
belum memadai, selama ini masih didominasi oleh kebutuhan formal dan kepentingan
Pemerintah, dan belum memberdayakan Organisasi Profesi dan pemerintah daerah
sejalan dengan era otonomi. Sementara itu berbagai upaya hukum yang dilakukan
dalam memberikan perlindungan menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima
pelayanan, dan Tenaga Kefarmasian sebagai pemberi pelayanan telah banyak
dilakukan, akan tetapi dirasakan masih belum memadai karena kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berkembang sangat cepat tidak seimbang dengan
perkembangan hukum (Pemerintah RI, 2009)..
Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, untuk
meningkatkan, mengarahkan dan memberi landasan hukum serta menata kembali
berbagai perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kefarmasian agar
dapat berjalan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
perlu mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam suatu peraturan pemerintah (Pemerintah
RI, 2009).
Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur:
1. Asas dan Tujuan Pekerjaan Kefarmasian
2. Penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan, Produksi, Distribusi,
atau Penyaluran dan Pelayanan Sediaan Farmasi
3. Tenaga Kefarmasian
4. Disiplin Tenaga Kefarmasian, serta
5. Pembinaan dan Pengawasan
Tujuan pengaturan ini sebagaimana ditegaskan pada pasal 4 adalah untuk:
1. Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam
memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian.
2. Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan pekerjaan
kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta peraturan perundangan-undangan; dan
3. Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan tenaga
kefarmasian.
38
Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Pemerintah RI, 2009).
Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian berupa
(Pemerintah RI, 2009) :
a. Apotek
b. Instalasi farmasi rumah sakit
c. Puskesmas
d. Klinik
e. Toko obat; atau
f. Praktek bersama
4.3 Dimensi Baru Pekerjaan Kefarmasian
1. Asuhan Kefarmasian (pharmaceutical care)
Pharmaceutical care merupakan konsep dasar dalam pekerjaan kefarmasian
yang timbul dan mengisyaratkan bahwa semua praktisi kesehatan harus
memberikan tanggung jawab atas dampak pemberian obat pada pasien. Tujuan
utama pharmaceutical care adalah keberhasian farmakoterapi secara individual
untuk masing-masing pasien.
2. Farmasi Berdasarkan Bukti (evidence base pharmacy)
Bukti ilmiah dari suatu penelitian dapat digunakan sebagai penuntun dan
pegangan bagi seorang farmasis untuk terus mengikuti perkembangan terbaru dari
berbagai penelitian yang berhubungan agar dapat meningkatkan kefektifan
pengobatan.
3. Kebutuhan Menjumpai Pasien (Meeting Patient needs)
Tantangan pertama adalah untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan
pasien yang berubah dan harus menjamin bahwa pasien bias memperoleh obat
atau nasehat kefarmasian dengan mudah. Apoteker dapat membantu pasien
memberikan informasi yang lebih akurat dengan memberikan informasi
berdasarkan bukti dan sumber-sumber yang dapat dipercaya. Maka hal ini dapat
mengoptimalkan dampak kesehatan, mengurangi jenis obat pada setiap
39
pengobatan, mengurangi jumlah obat yang berbisa dan meningkatkan pelayanan
kesehatan.
4. Kepedulian pada pasien kronis HIV-AIDS
Pada tahun 2003 majelis FIP mengadopsi standar profesi tentang profesi
Apoteker dalam penanganan pengobatan jangka panjang termasuk kasus HIV-
AIDS ini. Dan penanganan pengobatan jangka panjang ini berfokus pada 3 pilar
utama yaitu pelatihan, dokumentasi, dan pertukaran pengalaman.
5. Pengobatan Sendiri (self medication)
Sebagai seorang yang ahli dalam hal obat-obatan, apoteker harus selalu
dapat dihubungi sebagai sumber nasehat yang benar tentang obat-obatan dan
masalah pengobatan dan sekarang telah berkembang untuk mendukung pasien
dalam penggunaan obat sendiri. Apoteker harus mempunyai keahlian dalam
member nasehat, memilih obat, dan keamanan serta keefektifan penggunaannya.
6. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan
Yaitu serangkaian aktifitas yang dilakukan untuk memonitor dan
meningkatkan penampilan sehingga pelayanan kesehatan dapat seefektif dan
seefisien mungkin. Aktivitas tersebut dapat ditampilkan sebagai akreditasi
pelayanan farmasi (apotek), pengawas tenaga kefarmasian, atau upaya lain untuk
meningkatkan penampilan dan kualitas pelayanan kefarmasian.
7. Farmasi Klinis
Yaitu menguraikan kerja apoteker yang tugas utamanya berinteraksi dengan
tim kesehatan lain, interview dan menaksir pasien, membuat rekomendari terapi
spesifik, memonitor respons pasien atas terapi obat dan member informasi tentang
obat. Farmasi klinik dipraktekkan terutama pada pasien rawat inap dimana data
hubungan dengan pasien dan tim kesehatan mudah diperoleh.
8. Farmacovigilance (farmasei siaga/kewaspaan farmasi)
Farmacovigilance adalah suatu proses yang terstruktur untuk memantau dan
mencari efek samping obat.
Apoteker adalah posisi untuk memenuhi kebutuhan professional untuk
menjamin keamanan dan keefektifan penggunaan obat-obatan pada pasien dalam
lingkungan yang lebih kompleks. Oleh sebab itu, apoteker harus menerima
40
tanggung jawab yang lebih besar terutama melakukan pengelolaan obat untuk
pelayanan pasien. Apoteker mempunyai potensi untuk meningkatkan dampak
pengobatan dan kualitas hidup pasien dalam berbagai sumber dan mempunyai
posisi sendiri yang layak dalam sistem pelayanan kesehatan.
4.4 Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical care)
Pelayanan Kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Pemerintah
RI, 2009).
Asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu bentuk layanan
langsung seorang apoteker kepada konsumen obat (pasien) dalam menetapkan,
menerapkan dan memantau pemanfaatan obat agar menghasilkan Therapeutic
outcome yang spesifik antara lain tepat pasien, tepat dosis, tepat khasiat (Dhanutirto,
2008).
Therapeutic outcome yang efektif dari suatu obat berkorelasi dengan proses
penyembuhan penyakit, pengurangan gejala penyakit, perlambatan pengembangan
penyakit dan pencegahan penyakit. Selain itu therapeutic outcome yang efektif juga
menjamin tidak adanya komplikasi atau gangguan lain yang dimunculkan oleh
penyakit, menghindarkan atau meminimalkan efek samping obat, biaya yang efisien
dan mampu memelihara kualitas hidup pasien. Bila seorang apoteker ingin
melaksanakan asuhan kefarmasian, ia harus memiliki 3C, Competency, Commitment,
dan Care (Dhanutirto, 2008).
4.5 Farmasi sebagai Profesi
Dari kajian filsafati di atas terlihat bahwa di samping sebagai Ilmu atau
Sains, Farmasi meliputi pula pelayanan obat secara profesional. Istilah Profesi dan
Profesional saat ini semakin dikaburkan karena banyak digunakan secara salah
kaprah. Semua pekerjaan (job, vacation, occupation) dan keahlian (skill)
dikategorikan sebagai profesi. Demikian pula istilah profesional sering digunakan
sebagai lawan kata amatir.
Menurut Hughes, E.C. [4] :
41
Profesion profess to know better than other the nature of certain matters, and to
know better than their clients what ails them or their affairs.
Definisi ini menggambarkan suatu hubungan pelayanan antar-manusia, sehingga
tidak semua pekerjaan atau keahlian dapat dikategorikan sebagai profesi.
Menurut Schein, F.H. [4] :
…The profession are a set of occupation that have developed a very special set or
norms deriving from their special role in society .
Kelompok profesional dapat dibedakan dari yang bukan profesional menurut
kriteria berikut :
1. Memiliki Pengetahuan Khusus , yang berhubungan dengan kepentingan sosial.
Pengetahuan khusus ini dipelajari dalam waktu yang cukup lama untuk
kepentingan masyarakat umum.
2. Sikap dan Prilaku Profesional . Seorang profesional memiliki seperangkat sikap
yang mempengaruhi prilakunya. Komponen dasar sikap ini ialah mendahulukan
kepentingan orang lain (altruisme) di atas kepentingan diri sendiri. Menurut
Marshall, seorang profesional bukan bekerja untuk dibayar, tetapi ia dibayar
agar supaya ia dapat bekerja.
3. Sanksi Sosial . Pengakuan atas suatu profesi tergantung pada masyarakat untuk
menerimanya. Bentuk penerimaan masyarakat ini ialah dengan pemberian hak
atau lisensi (lincense) oleh negara untuk melaksanakan praktek suatu profesi.
Lisensi ini dimaksudkan untuk menghindarkan masyarakat dari oknum yang
tidak berkompetensi untuk melakukan praktek profesional.
Apabila kriteria di atas diperinci lebih lanjut maka diperoleh sikap dan
sifat sebagai berikut :
1. Profesi itu sendiri yang menentukan standar pendidikan dan pelatihannya.
2. Mahasiswa yang mengikuti pendidikan profesi tertentu harus memperoleh
pengalaman sosialisasi menuju kedewasaan yang lebih intensif dibanding
mahasiswa pada bidang pekerjaan lain.
3. Praktek profesional secara legal (menurut hukum) diakui dengan pemberian
lisensi.
4. Pemberian lisensi dan dewan penilai dikendalikan oleh anggota profesi.
42
5. Umumnya peraturan yang berkaitan dengan profesi dibentuk dan
dirumuskan oleh profesi itu sendiri.
6. Okupasi ini akan berkembang dari segi pendapatannya, kekuasaan, dan
tingkat prestise, sehingga dapat menetapkan persyaratan yang lebih tinggi
bagi calon mahasiswanya.
7. Praktisi profesi secara relatif tidak dievaluasi dan dikontrol oleh orang
awam.
8. Norma-norma praktek yang dikeluarkan profesi itu lebih mengikat
dibanding kontrol legal.
9. Anggota profesi sangat erat terikat dan terafiliasi dengan profesinya
dibanding dengan anggota okupasi lain.
Profesi ini biasanya merupakan terminal, dalam arti tidak ada yang akan
beralih ke profesi lain.
BAB V
INTERAKSI OBAT DENGAN MAKANAN
5.1 Review Perkuliahan
Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug-
related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang
dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat terjadi ketika
farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu
atau lebih zat yang berinteraksi.
Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama dapat berubah efeknya
secara tidak langsung atau dapat berinteraksi. Interaksi bisa bersifat potensiasi atau
antagonis efek satu obat oleh obat lainnya, atau adakalanya beberapa efek lainnya
43
Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, obat
herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya. Definisi
yang lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya,
atau apa yang terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan yang lainnya.
Di lain pihak, obat dapat juga menimbulkan efek yang tidak diinginkan apabila
penggunaannya tidak tepat. Efek yang tidak diinginkan dari obat antara lain dapat
disebabkan karena adanya interaksi obat. Interaksi obat (reaksi saling
mempengaruhi antara beberapa macam obat yang dikonsumsi secara bersamaan)
merupakan salah satu kesalahan pengobatan yang paling banyak dilakukan saat ini.
Selain interaksi obat dengan obat, hal lain yang patut diperhatikan adalah
kemungkinan terjadinya interaksi obat yang diminum pasien dengan makanan atau
minuman.
Berbagai macam pertanyaan dapat timbul dari seorang pasien yang sedang
mengkonsumsi obat, baik itu merupakan obat yang diberikan dokter maupun obat
yang dapat dibeli bebas di apotek. Sejumlah pertanyaan yang biasa muncul adalah;
Bolehkah saya minum obat bersama dengan makanan ? Mana yang harus lebih
dahulu saya minum, obat atau makanan ? Bolehkah saya tetap minum susu jika
saya mendapat obat-obat tertentu ? Pantangan makanan apa selama minum obat
tertentu ? Dan masih banyak pertanyaan lainnya. Satu prinsip yang harus menjadi
perhatian utama. Saat mendapat obat dari dokter, pastikan untuk mengikuti
petunjuk yang diberikan agar dapat memperoleh manfaat yang maksimal dengan
resiko yang terendah dari obat yang anda minum. Sebab, perubahan yang
disebabkan interaksi obat dengan makanan/minuman dapat sangat bermakna,
namun demikian masih banyak faktor individu yang memberikan pengaruh
misalnya dosis obat, usia, berat badan, jenis kelamin dan status kesehatan pasien
tersebut secara keseluruhan. Perhatian harus diberikan terutama jika obat
dikonsumsi dengan makanan/minuman yang mengandung kafein dan alkohol.
Interaksi Farmakokinetik
Mekanisme yang terjadi melalui penghambatan penyerapan obat atau dengan
mempengaruhi aktivitas enzim di saluran pencernaan atau enzim di hati. Efek
terhadap enzim ini secara umum akan mempengaruhi metabolisme obat sedangkan
secara khusus akan mempengaruhi kecepatan metabolisme obat tersebut di dalam
44
hati yang dapat menyebabkan peningkatan kadar obat dalam darah. Pada prinsipnya
interaksi obat jenis ini dapat menyebabkan dua hal penting : Interaksi
makanan/minuman dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat atau
manfaat obat, baik melalui penghambatan penyerapannya atau dengan
mempengaruhi metabolisme atau distribusi obat tersebut di dalam tubuh. Interaksi
obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius, karena
meningkatnya efek samping dari obat-obat tertentu akibat dari terjadinya
peningkatan kadar obat dalam darah.
Interaksi Farmakodinamik
Pada interaksi ini efek suatu obat akan dipengaruhi makanan/minuman. Interaksi
jenis ini tidak mudah dikelompokkan, tetapi lebih mudah diperkirakan efek
farmakologi obat yang dipengaruhi. Dalam hal ini makanan/minuman dapat
memberikan efek sinergisme ataupun antagonis (berlawanan).
Akibat dari interaksi jenis ini adalah terjadinya peningkatan efek samping karena
terjadinya peningkatan efek obat atau manfaat obat dapat berkurang bahkan
menghilang jika makanan/minuman yang dikonsumsi memberikan efek antagonis
terhadap obat Penting dan Harus diperhatikan Informasi yang akan disampaikan di
bawah ini tidak dapat menggantikan saran yang telah diberikan dokter atauapun
apoteker Anda. Jika ragu, konsultasikan dan pastikan dokter dan apoteker Anda
tahu mengenai semua obat yang sedang Anda minum, baik obat yang diberikan
dokter maupun obat yang dibeli bebas. Sampaikan jika memiliki masalah atau
riwayat efek samping dengan obat-obat tertentu. Di bawah ini akan diuraikan
beberapa contoh interaksi obat yang dapat dibeli bebas ataupun diresepkan oleh
dokter dengan makanan/minuman. Contoh akan diberikan berdasarkan indikasi
penggunaan obat.
Obat Anti Alergi
Antihistamin merupakan obat anti alergi yang digunakan untuk mengatasi
atau mencegah gejala flu, demam dan alergi. Mekanisme kerjanya dengan cara
menghambat atau membatasi histamine yang dilepas oleh tubuh jika seseorang
terpapar dengan senyawa yang dapat menyebabkan alergi. Anti histamin ada yang
dapat dibeli bebas antara lain,, Bromfeniramin, khlorfeniramin, difenhidramin.
Antihistamin harus dengan resep dokter. Feksofenadin, loratadin, cetirizin, interaksi
45
dengan Makanan : dianjurkan minum obat antihistamin dalam keadaan perut
kosong untuk meningkatkan efek obat.
Buah grapefruit (termasuk dalam kelompok citrus/jeruk) : hindari minum
Terfenadin bersama jus grapefruit karena dapat meningkatkan terjadinya
peningkatan efek samping kardiotoksisitas akibat terjadinya peningkatan kadar obat
dalam tubuh terutama pada penderita dengan resiko tinggi.
Alkohol : konsumsi bersama alkohol akan meningkatkan efek samping
mengantuk dan mengurangi kewaspadaan.
Kafein (kopi, teh) dapat mengurangi efek mengantuk.
Obat Anti Nyeri dan Artritis
Obat analgesik antipiretik. Obat golongan ini digunakan untuk mengatasi
nyeri ringan sampai sedang dan sebagai obat penurun panas. Contoh obat golongan
ini adalah parasetamol. Interaksi dengan Makanan : jika diinginkan efek obat yang
cepat, minum obat ini dalam keadaan perut kosong karena makanan akan
memperlambat penyerapan obat.
Alkohol : hindari konsumsi alkohol karena penggunaan obat ini pada
peminum alkohol kronik dapat meningkatkan resiko terjadinya kerusakan hati atau
perdarahan saluran cerna. Jika Anda peminum alkohol, konsultasikan ke dokter
atau apoteker sebelum menggunakan obat golongan ini.
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
Oains digunakan untuk meringankan nyeri, demam dan inflamasi (peradangan).
Contoh oains : Asetosal, ibuprofen, ketoprofen. Interaksi dengan Makanan : paling
baik jika obat golongan ini diminum bersama makanan karena obat ini dapat
menyebabkan iritasi saluran cerna. Saat ini sudah tersedia asetosal dalam bentuk
buffer atau lapis enterik untuk mengurangi efek samping perdarahan pada saluran
cerna.
Alkohol : hindari konsumsi alkohol karena penggunaan obat ini pada peminum
alkohol kronik dapat meningkatkan resiko terjadinya kerusakan hati atau
perdarahan saluran cerna. Jika Anda peminum alkohol, konsultasikan ke dokter
atau apoteker sebelum menggunakan obat golongan ini.
46
Obat Kortikosteroid
golongan ini diindikasikan untuk mengatasi peradangan pada tubuh.
Kortikosteroid mengurangi bengkak dan gatal, mengatasi alergi dan rematik.
Contoh kortikosteroid: metilprednisolon, prednison, prednisolon, kortisone asetat.
Interaksi dengan :
Makanan : minum obat ini bersama makanan atau susu untuk mengurangi
gangguan saluran cerna yang ditimbulkan oleh obat golongan ini.
Buah grapefruit : hindari minum Metil prednisolon bersama jus grapefruit
karena diduga dapat meningkatkan terjadinya peningkatan efek samping akibat
terjadinya peningkatan kadar obat dalam tubuh. Jika perlu dilakukan penyesuaian
dosis.
Analgetik Narkotik
Obat golongan ini hanya dapat diperoleh dengan resep dokter dan
diindikasikan untuk mengatasi nyeri sedang sampai berat dan untuk menekan
batuk. Penggunaan obat golongan ini harus benar-benar sesuai petunjuk dokter
karena dapat mempengaruhi perilaku dan dapat menimbulkan efek samping yang
fatal jika digunakan dengan tidak tepat. Contoh obat golongan ini adalah: kodein,
oksikodon, meperidin, hidrokodon. Interaksi dengan:
Alkohol : hindari konsumsi alkohol karena akan meningkatkan efek sedasi
obat. Harus digunakan secara hati-hati pada saat mengemudi dan menjalankan
mesin.
Obat Asma
Bronkodilator digunakan untuk mengatasi gejala asma bronkial, bronkitis kronik
dan emfisema (sesak napas). Contoh obat golongan ini adalah, Teofilin, Albuterol,
Epinefrine. Interaksi dengan Makanan : efek makanan terhadap teofilin dapat
bervariasi. Makanan dengan kandungan lemak tinggi dapat meningkatkan jumlah
teofilin dalam darah, sedangkan makanan dengan kandungan karbohidrat tinggi
akan menurunkan kadar teofilin dalam tubuh.
47
Kafein : Hindari makan atau minum makanan atau minuman yang mengandung
kafein ( kopi, teh) bersama bronkodilator oral karena keduanya sama-sama bersifat
pemacu susunan saraf pusat.
Alkohol : hindari minum alkohol jika sedang minum teofilin karena dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya efek samping mual, muntah, sakit kepala
dan irritability.
Obat Jantung
Obat golongan ini digunakan untuk mengatasi berbagai masalah kardiovaskular
seperti tekanan darah tinggi, angina, detak jantung tidak teratur dan kolesterol
tinggi. Jika anda memperoleh obat golongan ini pastikan anda memperoleh
informasi yang sesuai dan tepat dari dokter atau apoteker anda tentang obat ini.
Jangan ragu tanyakan kepada dokter atau apoteker anda.
Obat Diuretik
Obat golongan ini bekerja dengan cara mengeluarkan air dan elektrolit
(natrium, kalium dan klorida) dari dalam tubuh. Beberapa contoh obat golongan ini
adalah, Furosemid, Triamteren, Hidroklorothiazid. Interkasi dengan Makanan:
diuretik dapat menyebabkan kehilangan kalium, kalsium dan magnesium. Tetapi
sebaliknya, triamteren akan menghambat pengeluaran kalium dari tubuh hingga
dapat mengakibatkan terjadinya hiperkalemia yang ditandai dengan denyut jantung
cepat dan tidak beraturan (palpistasi jantung). Oleh karena itu saat mendapat
Triamteren, hindari makanan yang mengandung banyak kalium seperti pisang,
jeruk, sayuran berwarna hijau atau garam pengganti yang mengandung kalium.
Obat Beta Bloker
Obat golongan ini bekerja dengan cara menurunkan nerve impulse ke jantung
dan pembuluh darah sehingga menurunkan detak jantung dan beban jantung. Contoh
obat golongan ini adalah, atenolol, metoprolol, propranolol, nadolol. Interaksi
dengan Alkohol : hindari minum alkohol jika sedang minum propranolol karena
kombinasi keduanya akan menyebabkan penurunan tekanan darah yang sangat tajam.
Obat Golongan Nitrat
48
Obat golongan ini bekerja dengan cara melebarkan pembuluh darah dan
menurunkan kebutuhan oksigen jantung. Contoh obat golongan ini adalah isosorbide
dinitrate, nitroglycerin. Interaksi dengan Alkohol : hindari minum alkohol karena
alkohol memperkuat efek melebarkan pembuluh darah golongan nitrat dan akan
terjadi penurunan tekanan darah yang membahayakan.
Obat penghambat enzim pengubah angiotensin (Penghambat ACE)
Obat golongan ini akan melebarkan pembuluh darah dengan cara mencegah
pembentukan angiotensin II yang bersifat vasokonstriktor. Contoh obat obat
golongan ini adalah Kaptopril, enalapril, lisinopril, kuinapril. Interaksi dengan
Makanan: dapat menurunkan penyerapan kaptopril sehingga obat ini diminum 1 jam
sebelum atau 2 jam sesudah makan. Obat golongan ini juga dapat menyebabkan
peningkatan kadar kalium dalam tubuh yang dapat membahayakan kesehatan.
Informasikan kepada dokter jika anda sedang meminum suplemen diuretik atau
diuretik lain yang dapat meningkatkan kadar kalium dalam tubuh. Oleh karena itu
hindari makanan yang mengandung banyak kalium seperti pisang, jeruk dan sayuran
berwarna hijau.
Obat penghambat enzim HMG CoA reduktase
Obat golongan ini dikenal juga dengan nama golongan statin dan digunakan
untuk menurunkan kolesterol dengan cara menurunkan kecepatan produksi LDL
(kolesterol jahat). Beberapa obat dari golongan ini dapat menurunkan trigliserida.
Contoh obat golongan ini adalah : Fluvastatin, Lovastatin, Pravastatin, Simvastatin.
Interaksi dengan Alkohol: hindari minum alkohol karena dapat meningkatkan resiko
kerusakan hati.
Buah grapefruit : hindari minum laovastatin dan simvastatin bersama jus
grapefruit karena dapat meningkatkan terjadinya peningkatan efek samping akibat
terjadinya peningkatan kadar obat-obat dalam tubuh.
Makanan : Lovastatin harus diberikan bersamaan dengan makan malam untuk
meningkatkan penyerapan.
Obat yang mempengaruhi sistem koagulasi darah
49
Obat golongan ini bekerja dengan cara mencegah pembentukan gumpalan /
bekuan darah. Contoh obat golongan ini adalah Warfarin. Interaksi dengan
Makanan : hindari makan makanan yang banyak mengandung vitamin K (seperti
bayam, brokoli) karena vitamin K akan menghasilkan senyawa yang dapat
menyebabkan terjadinya gumpalan/bekuan darah sehingga efek antikoagulan akan
berkurang.
Obat anti infeksi
Obat golongan ini digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan bakteri
atau jamur. Golongan penisilin. Contoh obat golongan ini adalah amoksilin,
ampisilin, kloksasilin. Interaksi dengan Makanan : penyerapan ampisilin dan
kloksasilin akan dipengaruhi oleh makanan. Oleh karena itu dianjurkan untuk
diminum saat perut kosong. Sedangkan penyerapan amoksilin tidak dipengaruhi oleh
makanan.
Golongan kinolon. Contoh obat golongan ini adalah siproflokasin, levofloksasin,
ofloksasin, trovafloksasin. Interaksi dengan Makanan: minum obat dalam keadaan
perut kosong 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan karena penyerapan terbaik
pada perut kosong. Jika perutnya mengalami gangguan, boleh diminum bersama
makanan. Hindari makanan yang mengandung kalsium seperti susu, yogurt, vitamin
atau mineral yang mengandung zat besi dan antasida karena akan menurunkan kadar
obat dalam tubuh secara bermakna. Kafein: jika diminum bersama kafein, kadar
kafein akan meningkat yang dapat menyebabkan terjadinya rasa gelisah dan
excitability ( rasa gembira yang berlebihan) Golongan cefalosporin. Contoh obat
golongan ini adalah sefaklor, sefadroksil, sefiksime, sefrozil, sefaleksin, sefnidir.
Interaksi dengan makanan : minum obat dalam keadaan perut kosong 1 jam sebelum
atau 2 jam sesudah makan karena penyerapan obat dapat dipengaruhi oleh makanan.
Contohnya sefnidir. Jika perutnya mengalami gangguan, boleh diminum bersama
makanan. Golongan makrolida. Beberapa contoh obat golongan ini adalah
Azitromisin, klaritromisin, eritromisin. Interaksi dengan Makanan : minum obat
dalam keadaan perut kosong 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan, karena
makanan dapat mengganggu penyerapan Eritromisin. Jika perutnya mengalami
gangguan, boleh diminum bersama makanan.
50
Golongan tetrasiklin. Beberapa contoh obat golongan ini adalah tetrasiklin,
doksisilin. Interaksi dengan makanan : minum obat dalam keadaan perut kosong 1
jam sebelum 2 jam sesudah makan. Jika perutnya menjadi mengalami gangguan,
boleh diminum bersama makanan. Untuk tetrasiklin, hindari makanan yang
mengandung kalsium seperti susu, yogurt, vitamin atau mineral yang mengandung
zat besi dan antasida karena akan menurunkan kadar obat dalam tubuh secara
bermakna. Golongan sulfonamid. Contoh golongan ini adalah sulfamethoxazole +
trimethoprim. Interaksi dengan makanan : minum obat dalam keadaan perut kosong
1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan. Jika perutnya mengalami gangguan, boleh
diminum bersama makanan.
Nitromidazol. Contoh obat golongan ini adalah metronidazol. Interaksi dengan
makanan : minum bersama makanan untuk mengurangi gangguan saluran cerna.
Alkohol: hindari minum alkohol ataua makanan yang mengandung alkohol seperti
tape selama minum obat ini. Dan baru boleh minum alkohol minimal 3 hari sesudah
berhenti minum obat karena bisa menyebabkan efek samping berupa mual, keram
perut, muntah, sakit kepala dan kemerahan dengan rasa panas di muka.
Anti jamur. Beberaoa contoh obat golongan ini adalah flukonazol, griseofulvin,
ketokonazol, itrakonazol. Interaksi dengan makanan : hindari makanan atau
minuman yang mengandung susu, keju, yugurt, es krim atau antasida. Alkohol :
hindari minum alkohol atau makanan yang mengandung alkohol seperti tape selama
minum ketokonazol. Dan baru boleh minum alkohol minimum 3 hari sesudah
berhenti minum obat karena akan menyebabkan terjadinya efek samping berupa
mual, muntah, sakit kepala dan kemerahan dengan rasa panas di muka.
5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Interaksi Obat
Berbagai faktor dapat mempengaruhi kerentanan pasien terhadap interaksi obat
antara lain :
1. Faktor Usia
Distribusi obat-obatan yang larut dalam lipid (obat-obatan yang larut
dalam lemak) mengalami perubahan yang jelas, di mana wanita usia lanjut
memiliki jaringan lemak 33% lebih banyak dibandingkan wanita yang lebih
muda, sehingga terjadi akumulasi obat. Usia juga mempengaruhi
51
metabolisme dan klirens obat akibat perubahan yang terjadi pada hati dan
ginjal. Saat tubuh semakin tua aliran darah melalui hati berkurang dan
klirens beberapa obat dapat terhambat sekitar 30-40%. Selain itu enzim-
enzim hati yang menjalankan metabolisme obat mudah melimpah sehingga
memperlambat metabolisme akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi obat-
obatan tertentu.
Berdasarkan WHO kelompok usia lanjut dibagi menjadi 3 golongan
besar yaitu usia 60-74 tahun (young old), 75-84 tahun (old old) dan > 85
tahun (oldest old). Perubahan fisiologis yang terjadi pada orang usia lanjut
adalah penurunan massa otot, cairan tubuha, laju filtrasi glomerulus, aliran
darah ke hati serta peningkatan lemak tubuh.
Tabel 2.1 . Perubahan farmakokinetika pada orang usia lanjut
Faktor Farmakokinetik Kemaknaan Klinis
Motilitas Gastrointestinal
pH Lambung
Fungsi Ginjal
Albumin dalam Serum
Total air tubuh
Rasio Lemak tubuh/massa tubuh
Dapat mempengaruhi kecepatan, namun
tidak mempengaruhi tingkat, penyerapan
obat
Perubahan tidak bermakna pada
penyerapan obat
Penurunan eliminasi obat-obat yang
diekskresi melalui ginjal
Penurunan pengikatan protein sehingga
meningkatkan fraksi obat bebas
Penurunan volume distribusi obat-obatan
yang larut dalam air
Peningkatan volume distribusi obat-
obatan yang larut dalam lemak
2. Faktor Polifarmasi
Tujuan dari Polifarmasi ini tidak lain adalah untuk mencapai efek terapi
yang optimum mengurangi efek samping, menghambat timbulnya resistansi,
mencegah kemungkinan adanya efek toksik yang disebabkan oleh substansi
52
zat aktif. Polifarmasi berarti pemakaian banyak obat sekaligus pada seorang
pasien, lebih dari yang dibutuhkan secara logis-rasional dihubungkan dengan
diagnosis yang diperkirakan.
Banyak obat yang tidak ada hubungannya dengan penyakit pasien
diberikan pada pasien yang tentu saja merupakan pemborosan dan
meningkatkan insiden penyakit karena obat.
3. Faktor Penyakit
Diabetes, hipotensi atau hipertensi, tukak, glaucoma, pelebaran prostat,
kontrol kandung kemih yang buruk, dan insomnia adalah beberapa kondisi
yang perlu diperhatikan karena penderita penyakit seperti ini berpeluang
lebih tinggi mengalami interaksi obat-penyakit.
4. Faktor Genetik
Karena faktor genetik sebagian orang memproses (metabolisme) obat
secara lambat akibatnya suatu obat bisa berakumulasi di dalam tubuh
sehingga menyebabkan toksisitas
5.3 Dampak Klinis Interaksi Obat
Dampak klinis interaksi obat dilakukan dari beberapa obat yang saling
berinteraksi dimana ha yang paling utama adalah interaksi yang berpengaruh
signifikan terhadap klinis
Tabel 2.2. Dampak klinis interaksi obat berdasarkan level kejadian
Level Skala Interaksi Obat
Level signifikan Level Level Lokumentasi
1
2
3
Major
Moderat
Minor
Established, probable atau
suspected
Established, probable atau
suspected
Established, probable atau
suspected
53
4
5
Major atau Moderat
Minor untuk seluruh kelas
Possible
Possible dan Unlikely
a) Level signifikansi 1 risiko yang ditimbulkan berpotensial mengancam
individu atau dapat mengakibatkan kerusakan yang permanen.
b) Level signifikansi 2 efek yang timbul akibat penurunan dari status klinik
pasien sehingga dibutuhkan terapi tambahan atau perawatan di rumah
sakit.
c) Level signifikansi 3 efek yang dihasilkan ringan; akibatnya mungkin dapat
menyusahkan atau tidak dapat diketahui tetapi secara signifikan tidak
mempengaruhi terapi sehingga treatment tambahan tidak diperlikan.
d) Level signifikansi 4 efek yang dihasilkan dapat berbahaya dimana respons
farmakologi dapat berubah sehingga diperlukan terpi tambahan
e) Level signifikansi 5 efek yang dihasilkan ringan dimana respons klinik
dapat berubah namun ada beberapa yang tidak mengubah respons klinik.
5.4 Hubungan Interaksi Obat dengan Makanan
Hubungan dan interaksi antara makanan, zat gizi yang terkandung
dalam makanan, dan obat sangat menarik perhatian masyarakat. Makanan dan
zat gizi yang terkandung dalam makanan jika dikonsumsi secara bersamaan
dengan obat-obat tertentu dapat mempengaruhi bioavailabilitas,
farmakokinetika, farmakodinamika dan efek terapi suatu obat secara
keseluruhan. Nutrien tertentu di dalam saluran pencernaan dan/ atau di dalam
sistem fisiologi tubuh seperti di dalam darah dapat meningkatkan atau
mengganggu kecepatan absorpsi dan metabolisme obat. Interaksi obat dengn
makanan bisa terjadi karena obat resep atau obat bebas dan obat bebas terbatas
seperti antasida, vitamin dan zat besi. Makanan yang mengandung zat-zat aktif
yang berinteraksi dengan obat-obat tertentu dapat menimbulkan efek buruk
yang tidak diharapkan. Zat-zat gizi termasuk makanan, minuman dan suplemen
makanan bisa mengubah efek obat yang digunakan pasien.
Seperti halnya makanan obat-obatan yang diminum harus diserap
melalui mukosa lambung atau usus kecil. Akibatnya adanya makanan di dalam
54
sistem pencernaan dapat menurunkan absorpsi suatu obat. Biasanya interaksi
semacam ini dapat dihindari dengan meminum obat satu jam atau dua jam
setelah makan. Serat makanan juga mempengaruhi absorpsi obat.
Karakteristik fisik dan kimia suatu obat adalah faktor yang sangat
menentukan potensi interaksinya dengan makanan. Obat yang berbeda di dalam
kelompok obat yang sama atau formulasi obat-obatan identik yang berbeda bisa
menunjukkan karakteristik kimia yang berbeda sehingga menghasilkan interaksi
obat dengan makanan yang benar-benar berbeda.
Terjadinya interaksi makanan dengan obat tergantung pada ukuran dan
komposisi makanan serta waktu pemberian obat dalam kaitannya dengan
makan. Misalnya bioavailabilitas obat-obatan lipofilik biasanya meningkat
dengan kandungan lemak yang tinggi atau karena peningkatan daya larut obat
(misalnya albendazol dan isotretinoin) atau perangsangan sekresi asam lambung
(misalnya griseofulvin dan halofantrin). Atau kandungan serat yang tinggi dapat
menurunkan bioavailabilitas obat-obatan tertentu (misalnya digoksin dan
lovastatin) karena pengikatan terhadap serat.
` Bioavailabilitas dan efek sebagian besar obat saling berkaitan sehingga
perubahan bioavailabilitas merupakan suatu parameter efek interaksi obat
dengan makanan yang sangat penting. Interaksi farmakokinetik obat dengan
makanan yang paling penting disebabkan oleh perubahan absorpsi suatu obat
karena reaksi kimia yang terjadi antara obat dengan makanan atau respons
fisiologi terhadap makanan ; perubahan keasaman lambung, sekresi asam
empedu , atau motilitas saluran percernaan. Interaksi makanan dengan obat
yang hanya mempengaruhi tingkat absorpsi obat sering terjadi secara klinis
namun jarang signifikan. Namun untuk beberapa obat, ansorpsi cepat yang
menghasilkan konsentrasi tertinggi obat mungkin tidak dianjurkan karena
terjadinya efek negatif yang terkandung konsentrasi (misalnya kapsul
misoprostol dan nifedipin).
Hubungan antara parameter farmakokinetik dengan efek farmakologi
tidak selalu sederhana. Umumnya perubahan-perubahan bioavailabilitas yang
terkait makan hanya bisa digunakan sebagai indikasi-indikasi obat dengan
55
makanan. Relevan tergantung pada titik obat (misalnya anti kuman,
antihipertensi, obat penurun lipid atau anti koagulan).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat interaksi antara makanan dan
obat dimana dampak interaksi makanan dengan obat tergantung pada sejumlah
faktor seperti dosis obat, usia subjek, ukuran dan kondisi kesehatan. Terlepas
dari faktor-faktor ini, waktu konsumsi makanan dan obat juga memperlihatkan
peran penting. Pencegahan interaksi obat bukan berarti menghindari obat atau
mekanan. Dalam kasus tetrasiklin dan produk susu, keduanya mesti dikonsumsi
pada waktu yang berbeda tidak harus menghilangkan salah satunya. Informasi
yang memadai tentang obat-obatan dan waktu minum obat bisa membantu
mencegah masalah interaksi obat.
Tidak semua obat dipengaruhi makanan, namun banyak obat yang dapat
dipengaruhi oleh makanan dan waktu makan. Misalnya, minum obat bersamaan
dengan waktu makanan dapat mempengaruhi absorpsi obat. Makanan dapat
memperlambat dan menurunkan absorpsi obat. Itulah sebabnya obat-obatan ini
mesti diminum saat perut dalam keadaan kosong. Disisi lain, beberapa obat
lebih mudah ditoleransi ketika diminum pada waktu makan.sebaiknya
ditanyakan ke dokter atau apoteker apakah obat bisa digunakan bersamaan
dengan snack atau makanan utama, atau apakah obat mesti digunakan ketika
perut dalam keadaan kosong. Makanan dapat mempengaruhi absorpsi obat
didalam traktus gastrointestinalis dengan mengubah pH lambung, sekresi, dan
motilitas saluran pencernaan, serta waktu transit. Hal ini menyebabkan
perubahan kecepatan absorpsi atau tingkat absorpsi obat.
a. Absorpsi obat yang meningkat karena adanya makanan
Obat Mekanisme Perhatian
Eritromisin Tidak diketahui Gunakan bersama
makanan
Griseofulvin Obat larut dalam lipid, absorpsi
lebih tinggi dengan makanan
kaya lemak.
Gunakan bersama
makanan dengan kadar
lemak tinggi
56
Karbamazepin Peningkatan produksi
empedu,pelarutan dan
penyerapan lebih tinggi.
-
Hudralazin,
Labetalol, dan
Metaprolol
Makanan dapat menurunkan
ekstraksi dan metabolisme
pertama.
Minum saat makan
dengan makanan yang
kaya lemak.
Nitrofurantoin,
Fenitoin, dan
Propoksifen
Perlambatan pengosongan
gastrik meningkatkan pelarutan
dan penyerapan.
Minum saat waktu
makan
b. Absorpsi obat yang tertunda atau menurun karena adanya makanan
Obat Mekanisme Perhatian
Am
pisilin
Mengurangi volume cairan perut Gunakan bersama air
Amoksisilin Mengurangi volume cairan perut Gunakan bersama air
INH Makanan akan menaikkan pH
saluran cerna dan memperlambat
waktu pengosongan lambung
Minum saat perut kosong
Linkomisin Mekanisme tidak diketahui Minum saat perut kosong
Sulfonamida Mekanisme tidak diketahui Gunakan bersama dengan
makanan yang akan
memperpanjang waktu
pengosongan lambung
Tetrasiklin Berikatan dengan ion kalsium dan
garam besi membentuk kelat yang
tidak larut
Gunakan 1 jam atau 2 jam
setelah makan, dan hindari
susu
Metenamin Hindari makanan beralkali
Kinidin Efeknya meningkat karena terlalu
banyak kinidin
Hindari makanan beralkali
Kinin Efeknya meningkat karena terlalu
banyak kini akan mengakibatkan
Hindari makanan beralkali
57
efek samping yang merugikan
Benzodiazepin
tertentu (seperti
triamzolam),
Antagonis kalsium
(felodipin,
nifedipin, dan
nisoldipin)
Dengan jus anggur menghambat
enzim yang terlibat dalam
metabolisme sehingga
mengidentifikasi efek obat tertentu.
Hindari Jus Anggur
Antikoagulan Makanan yang kaya vitamin K
(seperti brokoli, tauge, bayam, dan
kangkung) dapat menurunkan
efektivitas antikoagulan sehingga
meningkatkan risiko pembekuan.
Asupan makanan seperti
ini mesti dibatasi, dan
jumlah yang dikonsumsi
setiap hari tetap konstan.
Bisfosfat
(alendronat,
ibandronat dan
risedronat)
Makanan bahkan jus jeruk, kopi,
atau air mineral, dapat menurunkan
absorpsi dan efektivitas obat-obatan
ini.
Alendronat dan risedronat
diminum dengan air putih
paling tidak setengah jam
sebelum makanan,
minuman, atau obat
pertama pada hari itu
diminum, dan ibandronat
mesti diminum paling
tidak satu jam sebelumnya
5.5 Contoh Kasus
Dalam kasus ini, Tn. Z yang berusia 45 thn dengan keluhan kepala
pusing, tengkuk terasa pegal sakit, muka terasa panas dan merah sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri sering datang setiap saat. Pasien juga pernah
dirawat di RS dgn keluhan yg sama. Pasien juga mual dan muntah sebanyak 2
kali disertai dgn kembung dan mengatakan sering telat makan dan adanya gatal-
58
gatal pd paha bagian dalam yg merupakan ekspresi hipersensitivitas thd infeksi
jamur.
Obat-obat yang diresepkan dokter adalah sebagai berikut :
R/ Lanzoprazol 30 mg, No VII
1 x 1
R/ Inpepsia syrup
3 x 1 sdm
R/ Metoklopramid tab XV
3 x 1/2
R/ Amoxycilin 500, No XV
3 x 1
R/ Ketokonazole No XV
3 x 1
Dari studi kasus tersebut, pasien menderita dispepsia atau sakit maag dan
candidiasis atau infeksi jamur.
Penatalaksanaan yg diberikan adalah :
1. Lanzoprazol sbg anti dispepsia, golongan PPI penghambat sekresi asam lambung
yg secara spesifik menghambat H+/K+/ATP’ase dari sel parietal mukosa
lambung dengan memblokir enzim H+/K+/ATP-ase yg akan memecah
H+/K+/ATP menghasilkan energi yg digunakan untuk mengeluarkan asam HCl
dari kanal sel parietal ke dalam lumen lambung sehingga mencegah pengeluaran
asam lambung dr sel kanal menyebabkan pengurangan rasa sakit pasien
tukak. Sebaiknya diberikan pd pagi hari 1 jam sebelum makan.
2. Inpepsia syrup sbg anti dispepsia. Sukralfat adalah pelindung mukosa yg
merupakan komplek garam sukrosa dimana gugus hidroksil diganti dgn
alumunium hidroksida dan sulfat. Kemungkinan bekerja melalui pelepasan
kutub Al-hidroksida yg berikatan dgn kutub positif molekul protein membentuk
lapisan fesikokemikal pd dasar tukak, yg melindungi tukak dr pengaruh asam
dan pepsin. sebaiknya diberikan pd saat perut kosong utk mencegah ikatan dgn
protein dan fosfat.
59
3. Metoklorpramid sbg anti muntah, merupakan agonis reseptor dopamine D2 dan
antagonis reseptor serotonin 5-HT3 yg juga berguna pd dispepsia fungsional.
Memiliki efek samping ekstrapiramidal
4. Amoxycilin sbg antibiotik untuk infeksi bakteri. Dalam kasus ini sebenarnya
tidak perlu diberikan antibiotik krn diagnosis penyakit tdk kaitannya dgn infeksi
bakteri. Shg dlm resep ini terdapat terapi tanpa indikasi.
5. Ketokonazole sbg antijamur untuk infeksi sistemik, efektif thd Candida,
Coccodioides immitis, Cryptococcus, Aspergillus. Mekanisme kerja berinteraksi
dgn enzim P-450 utk menghambat demetilasi lanosterol mjd ergosterol yg
penting utk membran jamur.
Interaksi yang terjadi adalah :
Antara obat Lanzoprazol, Sulcralfat, dan Ketokonazole. Efek : efek
ketokonazole akan menurun dengan adanya perubahan pH lambung. Mekanisme :
absorpsi ketokonazole akan berkurang jika terjadi peningkatan pH lambung krn
lanzoprazol akan meningkatkan pH lambung sehingga akan mengurangi daya larut
dan absorpsi ketokonazole yg diberikan secara oral.
Penatalaksanaan untuk mengurandi efek interaksi obat :
a) Selalu harus ditelusur mengenai pemakaian obat oleh pasien baik yang diperoleh
melalui resep dokter maupun swamedikasi
b) Gunakan obat hanya bila ada indikasi yang jelas, dan bila tidak ada alternatif
non farmakoterapi
c) Jika harus memberikan obat gabungan pastikan tidak ada interaksi yang
merugikan
d) Jika ada interaksi, lakukan tindakan –tindakan yang perlu untuk mencegah
interaksi
e) Lakukan evaluasi sesudah pemberian obat secara bersamaan
f) Dilakukan perhatian khusus untuk pengobatan bayi, anak-anak dan usia lanju
g) Ditelusuri secara rinci mengenai pemakaian obat oleh pasien sebelumnya
h) Jika ada keluhan sewaktu pengobatan selalu dianalisa terlebih dahulu penyebab
keluhan tersebut
i) Dihindari sedapat mungkin pemberian obat bersama-sama lewat infus
60
j) Jangan memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau yakin betul bahwa
tidak ada interaksi yang merugikan
61