Upload
harist-zamzam
View
119
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
coolest
Citation preview
KARYA TULIS MAHASISWA
MINIMALISASI POLUSI UDARA DARI EMISI KENDARAAN
BERMESIN DIESEL DENGAN MENGGUNAKAN
LIMBAH PLASTIK SEBAGAI SUPLEMEN BAHAN BAKAR
Disusun dalam rangka Lomba Karya Tulis Mahasiswa – Lingkungan Hidup
(LKTM – LH)
Oleh
Resti Afiadinie
NRP. 2305 100 077
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2006
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi udara di Indonesia terlebih di kota besar seperti Jakarta dan
Surabaya sudah mengalami pencemaran, karena polutan udara seperti
NOx, SOx, dan CO melebihi ambang batas. Kendaraan bermotor di Jakarta
memberikan kontribusi CO sebesar 98,8%, NOx sebesar 73,4%, dan HC
sebesar 88,9% (Iskandar, 2000). Sebagian besar sektor transportasi
menggunakan bahan bakar petroleum sebagai sumber energi. Padahal
sumber energi ini bersifat unrenewable (tidak dapat diperbarui), sehingga
persediaannya sangat terbatas. Selain itu pembakaran dengan bahan bakar
petroleum menghasilkan emisi yang cukup tinggi dan berdampak negatif
terhadap lingkungan.
Komposisi limbah plastik dalam sampah mencapai 10 % belum diolah
secara keseluruhan (Hartono, 1998). Hal ini disebabkan sifatnya yang
tahan terhadap lingkungan dan mikroorganisme sehingga menimbulkan
dampak yang negatif terhadap lingkungan. Padahal beberapa jenis plastik
tertentu seperti polietilen dan polipropilen memiliki nilai kalor yang tinggi
setara dengan minyak bumi dan batu bara (Soloiu. dkk, 1999). Sifat ini
memungkinkan pemanfaatan plastik sebagai bahan bakar.
Bahan bakar merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi sektor
rumah tangga, industri, dan transportasi. Peningkatan jumlah kendaraan
bermotor terutama yang bermesin diesel akan meningkatkan permintaan
bahan bakar minyak bumi, sehingga akan menghasilan emisi yang
semakin tinggi. Untuk menekan pemakaian bahan bakar minyak bumi
diperlukan pencarian bahan bakar alternatif yang efektif dan lebih efisien
yang tidak memberi dampak buruk terhadap lingkungan. Pada umumnya
penemuan bahan bakar alternatif pengganti solar masih memerlukan
modifikasi mesin sehingga diperlukan waktu dan teknologi untuk dapat
diaplikasikan secara langsung. Bahan bakar campuran yang dapat
2
diaplikasikan secara langsung sangat dibutuhkan untuk mengurangi
permintaan bahan bakar minyak bumi yang semakin menipis
persediaannya dan meminimalisasi emisi kendaraan bermotor.
Penggunaan plastik sebagai suplemen bahan bakar diesel seperti solar
dapat menghasilkan bahan bakar yang dapat diaplikasikan secara langsung
tanpa modifikasi mesin.
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang diangkat dalam karya tulis ini adalah :
1. Bagaimana potensi emisi kendaraan bermotor sebagai zat pencemar
udara?
2. Bagaimana potensi limbah plastik sebagai suplemen bahan bakar?
3. Bahan bakar campuran apa yang dapat digunakan untuk
meminimalisasi emisi kendaraan bermesin diesel?
1.3 Tujuan
Tujuan dalam penulisan karya tulis ini adalah :
1. Untuk mengetahui potensi emisi kendaraan bermotor sebagai zat
pencemar udara
2. Untuk mengetahui potensi limbah plastik sebagai suplemen bahan
bakar
3. Untuk mengetahui bahan bakar campuran untuk meminimalisasi emisi
kendaraan bermesin diesel
1.4 Manfaat
Karya tulis ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi tentang cara
meminimalisasi emisi kendaraan bermesin diesel dengan menggunakan
limbah plastik yang selama ini belum diolah secara keseluruhan sebagai
suplemen bahan bakar sehingga dapat tercapai keseimbangan lingkungan.
Selain itu karya tulis ini diharapkan dapat dijadikan sebagai wacana dalam
meningkatkan produksi bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan,
efisien, dan aman untuk mengurangi konsumsi bahan bakar petroleum.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Udara
Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang
mengelilingi bumi. Komposisi gas tersebut tidak selalu konstan dan
tergantung pada banyak faktor. Namun komposisi udara kering di mana
semua uap air telah dihilangkan relatif konstan. Adapun komposisi udara
dan bersih terlihat pada tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1Komposisi Udara Kering dan Bersih
Komponen Formula Persen Volume ppmNitrogen N2 78.080000 780.800Oksigen O2 20.950000 209.500Argon Ar 0.934000 9.340Karbondioksida CO2 0.031400 314Neon Ne 0.001840 18Helium He 0.000524 5Metana CH4 0.000200 2Kripton Kr 0.000114 1
(Sumber : Stoker dan Seager , 1972 dalam Fardiaz, 1992)
Sumber pencemaran udara dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
sumber diam dan sumber bergerak. Sumber diam dapat berasal dari
kegiatan pembangkit listrik dan industri. Sedangkan sumber bergerak
adalah aktivitas lalu-lintas kendaraan bermotor dan transportasi laut
(Sudrajad, 2005).
Pada umumnya polutan (zat pencemar udara) terdiri atas lima kelompok,
yaitu karbonmonoksida (CO), nitrogen (NOx), sulfur oksida (SOx),
hidrokarbon (HC), dan debu partikulat/partikulat matter (PM). Kelima
komponen tersebut memiliki efek negatif masing-masing terhadap
kesehatan manusia. Namun toksisitas kelima polutan (zat pencemar)
tersebut berbeda-beda. Dalam tabel 2.2 diperlihatkan toksisitas relatif
kelima polutan tersebut.
4
Tabel 2.2Toksisitas Relatif Polutan Udara
PolutanLevel Toleransi Toksisitas
relatifppm g/m3
CO 32.0 40.000 1.00HC 19.300 2.07SOx 0.50 1.430 28.00NOx 0.25 514 77.80Partikel 375 106.70
(Sumber : Fardiaz, 1992)
2.2 Emisi dari Sektor Transportasi
Transportasi menempati peringkat pertama sebagai penghasil emisi yang
menyebabkan pencemaran udara. Hal ini semakin didukung dengan
pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang selalu naik setiap tahun.
Jumlah kendaraan bermotor dalam rentang waktu 2001-2003 dapat dilihat
dalam tabel 2.3 di bawah ini.
Tabel 2.3Jumlah Kendaraan Bermotor di Indonesia
PoldaAkhir Tahun
Mobil Penumpang
Bus TrukSepeda Motor
Jumlah
DKI Jakarta
200120022003
1.345.0561.470.5161.596.298
312.322312.606367.215
415.970435.010455.709
2.446.4712.645.5973.516.900
4.519.8194.863.7295.936.122
Jawa Barat
200120022003
352.824377.644389.339
90.81794.43198.189
205.493221.734239.259
1.174.1791.237.7751.285.648
1.823.3131.931.5842.012.435
Jawa Tengah
200120022003
151.432112.061146.266
29.91730.44530.982
216.108223.967264.189
2.418.5342.984.6373.516.900
2.815.9913.351.1103.958.337
Jawa Timur
200120022003
441.645460.851508.611
10.96610.90413.201
222.714223.710267.742
3.113.6003.394.4483.944.098
3.788.9254.089.3734.733.652
Indonesia 200120022003
3.189.3193.403.4333.885.228
685.156714.222798.079
1.777.2931.865.3982.047.022
15.275.07317.002.14019.976.376
20.926.84122.985.19326.706.705
(Sumber : Kepolisian Republik Indonesia Tahun 2004)
Pencemaran udara akibat emisi kendaraan bermotor di luar negeri sangat
diperhatikan. Malaysia dan Singapura menetapkan peraturan yang
mengharuskan kendaraan berat (truk dan trailer) untuk meletakkan knalpot
5
di bagian atas kendaraan. Sehingga emisi kendaraan bermotor yang
mencemari udara dapat dilihat secara dini.
Gambar di bawah ini menunjukkan salah satu kendaraan berat di
Singapura yang meletakkan knalpot di bagian atas.
Gambar 2.1 Kendaraan berat di Singapura yang meletakkan knalpotnya di bagian atas
Pemerintah Indonesia telah mencanangkan Program Langit Biru (PLB)
pada tahun 1996 untuk mengurangi pencemaran udara. Dalam rangka
mengatur pelaksanaan program tersebut, masing-masing pemerintah
daerah menetapkan peraturan daerah. Di Jakarta, peraturan daerah Nomor
2 Tahun 2005 tentang pengendalian pencemaran udara mengharuskan
kendaraan bermotor untuk melakukan uji emisi. Hasil uji emisi yang
dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya pada tanggal 8-9 Juni 2006,
kendaraan bermesin diesel yang tidak lulus uji emisi mencapai 70%
(Badan Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Pemerintah
Kota Surabaya, 2006). Hal ini menunjukkan emisi kendaraan bermotor
mencemari udara di Surabaya. Dalam tabel 2.4 berikut diperlihatkan emisi
kendaraan di Jabotabek.
6
Tabel 2.4Perkiraan Emisi dari Berbagai Kendaraan Bermotor
di Jabotabek Jenis Kendaraan Emisi (ton/tahun)
CO HC NOx SOx PMSepeda Motor 120.002 38.302 971 101 101Kendaraan Penumpang
197.005 26.492 29.832 1.433 2.134
Taksi 21.295 2.892 3.879 353 425Bus Sedang 68.429 8.500 17.669 1.402 2.232Bus Besar 12.105 2.682 8.799 1.507 1.156Van 106.330 12.340 19.488 4.479 1.005Truk Kecil 34.161 3.997 6.693 436 603Truk 2 as 2.736 1.538 6.304 1.322 1.390Truk 3 as 2.180 1.227 5.074 1.109 517Total 564.292 97.971 98.738 8.142 9.563
(Sumber : The Study on the Interqrated Air Qulity Manajement for Jakarta Metropolitan Area dalam Iskandar, 2000)
Semakin tahun konsumsi solar meningkat dalam sektor transportasi yang
mana akan semakin meningkatkan emisi kendaraan. Emisi yang dihasilkan
kendaraan yang berbahan bakar solar dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut.
Tabel 2.5Emisi Solar
Jenis Emisi (g/kg)Partikel 0,017SO2 3,600HC 0,420NOx 3,350N2O 0,630CO 0,630CO2 3136,500(Sumber : Shahab, 2001)
2.3 Plastik sebagai Produk Polimer
Menurut American Society For Testing Of Material (ASTM), plastik
adalah suatu golongan bahan yang mengandung bahan utama zat-zat
organik dengan massa molekul relatif besar (Seymour, 1978). Plastik
dibedakan menjadi dua golongan yaitu, 1) thermoplastic (polietilen,
polipropilen, polikarbonat); 2) thermosetting (fenol formaldehid dan
melamin formaldehid).
7
Beberapa jenis plastik memiliki nilai bakar tinggi antara lain polipropilen
dan polietilen. Adapun karakteristik plastik diperlihatkan dalam tabel 2.6
berikut.
Tabel 2.6 Karakteristik PlastikJenis Nilai kalor
(kcal/kg)Berat jenis
(g/cm3;25oC)Berat molekul
rata-rataPolietilen 46170 0,920 60000Polipropilen 46670 0,868 12000
(Sumber : Soloiu. dkk, 1999)
2.4 Bahan Bakar Diesel
Karakteristik bahan bakar diesel akan mempengaruhi kesempurnaan
proses pembakaran. Beberapa sifat utama yang mempengaruhi kualitas
pembakaran bahan bakar diesel antara lain angka setana, sifat penguapan
bahan bakar, berat jenis, kekentalan dan endapan karbonnya (Obert, 1973).
Kualitas penyalaan bahan bakar diesel dinyatakan oleh besarnya angka
setana, semakin tinggi semakin mudah bahan bakar menyala. Besarnya
angka setana menunjukkan kesiapan bahan bakar untuk terbakar dengan
sendirinya, pada temperatur dan tekanan tertentu dalam suatu ruang bakar
motor diesel. Semakin besar angka setana, semakin pendek pula jarak
waktu antara injeksi bahan bakar dan terbakarnya bahan bakar tersebut
dalam ruang bakar.
Volatilitas adalah kecenderungan suatu cairan berubah menjadi gas. Bila
volatilitas terlalu tinggi, maka terjadi penguapan partikel bahan bakar lebih
cepat, semburan lebih banyak berupa uap hidrokarbon, sehingga jumlah
bahan bakar cair yang bercampur dengan udara lebih sedikit.
Sebaliknya bahan bakar yang volatilitasnya rendah, akan menyebabkan
pembakaran tak sempurna karena partikel cairan bahan bakar yang belum
sempat menguap akan mengendap pada dinding silinder akibat sentuhan
fase cair bahan bakar dengan dinding silinder yang panas.
Viskositas adalah ukuran ketahanan bahan bakar untuk mengalir atau
parameter yang menunjukkan sifat menghambat terhadap aliran.
8
Viskositas yang terlalu tinggi akan memberikan atomisasi yang rendah
sehingga memberikan hasil mesin yang sulit di start dan gas buang yang
berasap. Sementara jika ia terlalu rendah akan terjadi kebocoran pada
pompa bahan bakar.
Bahan bakar diesel yang sering digunakan dalam bidang transportasi anta
lain diesel oil (solar), heavy fuel oil (minyak bakar), dan marine fuel oil
(MFO). Diesel oil (solar) lebih sering digunakan dalam transportasi darat
sedangkan heavy fuel oil (minyak bakar) dan marine fuel oil (MFO)
dalam transportasi laut. Adapun perbandingan karakteristik ketiga bahan
bakar tersebut dapat dilihat pada tabel 2.7 berikut.
Tabel 2.7 Perbandingan Karakteristik Bahan Bakar Diesel
Karakteristik HeavyFuel Oil (HFO)
solar Marine Oil (MFO)
oAPI 11,47 37,52 -Sulfur (% berat) 1,48 0,09 -Flash Point (oC) 111 54 64Densitas (g/mL) 1,0015 0,83 <0,981Pour Point (oC) -1 -50 <-30Viskositas (cP) 22800 4,08 4
(Sumber : Anonim, 2006)
Karakteristik solar dan biodiesel tidak jauh berbeda. Tabel 2.8 di bawah
ini menunjukkan perbandingan karakteristik biodiesel dan solar.
Tabel 2.8 Perbandingan Karakteristik Biodiesel dan Solar
No. ParameterNilai
PalmBiodiesel
JatrophaBiodiesel
Solar
1. Density,g/mL(15oC) 0.868 0.879 0.832. Kinematik Viscoity (CSt)
(40oC)5.3 4.84 5.2
3. Cloud Point (oC) 16 5 184. Flash Point (oC) 174 191 705. Calorific value, LHV (MJ/kg) 37-38 37-38 416. Sulfur content < 50 ppm < 50 ppm 0,09%w7. Cetane number 62 51 428. Bilangan Penyabunan (mg
KOH/g)209.7 198 NA
9. Iodine value (mg I2/g) 45-62 95-107 NA(Sumber: Rahmania, 2004)
9
Plastik dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar melalui proses pencairan
dengan menggunakan proses thermal cracking, sehingga dihasilkan
minyak yang dapat dengan mudah terbakar. Namun proses ini memerlukan
suhu yang tinggi melampaui 400oC (Yoshihara. dkk, 2000) untuk
melakukan distilasi cairan plastik tersebut menjadi minyak dan hasil yang
didapatkan relatif sedikit.
Proses pencairan plastik juga diperkenalkan oleh Soloiu, dkk (1999) yang
melakukan penelitian bahan bakar alternatif dengan cara melelehkan
plastik jenis polietilen (PE), polipropilen (PP) dan mencampurkannya
dengan bahan bakar diesel jenis heavy fuel oil (HFO) dengan komposisi
5%-40% berat pada suhu 2000C. Bahan bakar yang dihasilkan dapat
digunakan untuk sistem penggerak mesin diesel. Namun pada suhu kamar
bahan bakar akan terpisah menjadi dua fasa, padat dan cair. Sehingga
memerlukan pemanasan awal untuk dapat digunakan pada mesin diesel.
Untuk mengatasi terpisahnya fase, Yoshihara, dkk (2000), melakukan
penelitian mengenai emulsifikasi plastik (PE dan PP) dengan bahan bakar
diesel jenis heavy fuel oil (HFO). Emulsifikasi menggunakan air dan
surfaktan pada suhu kamar dan tekanan satu atmosfer yang diaduk selama
10 menit pada mesin homogenizer. Dari emulsifikasi dihasilkan bahan
bakar yang mampu berbentuk cair dalam suhu kamar, sehingga tidak
memerlukan pemanasan awal sebelum digunakan pada mesin diesel.
Komposisi bahan bakar tersebut adalah 10% plastik, 30% air, 3%
surfaktan, dan 57% solar. Nakanishi, dkk (2000) melakukan penelitian
dengan mencampur plastik buangan jenis PP dengan Marine fuel oil
(MFO) dan dihasilkan bahan bakar yang mampu diaplikasikan secara
langsung pada mesin diesel.
10
BAB III
METODOLOGI
3.1 Sifat Penulisan
Karya tulis ini disusun secara deskriptif atau paparan. Karya tulis ini
menggambarkan tentang emisi kendaraan dan cara untuk meminimalisasi emisi
kendaraan bermesin diesel dengan menggunakan limbah plastik. Karya tulis ini
menjelaskan potensi limbah plastik sebagai suplemen bahan bakar dan bahan
bakar campuran sebagai alternatif untuk meminimalisasi emisi kendaraan
bermesin diesel.
3.2 Metode Pengumpulan Data dan Informasi
Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data dan informasi adalah studi
pustaka dan penelusuran informasi melalui :
- literatur, pustaka-pustaka referensi, pustaka penunjang
- jurnal-jurnal penelitian dengan jangka waktu 1999-2005
- informasi internet
Di dalam proses pengumpulan data dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. perumusan latar belakang masalah
2. penentuan ruang lingkup permasalahan
3. penentuan tujuan dan manfaat
4. penelusuran dan pencarian data atau informasi
5. pengumpulan data dan informasi yang mendukung
6. pemilihan data yang relevan dan mengkomunikasikan data dan informasi
3.3 Metode Pengolahan Data dan Informasi
Dari studi pustaka yang dilakukan dalam penulisan karya ilmiah ini, digunakan
dua metode mengolah data dan informasi yaitu :
1. metode deskriptif, yaitu proses analisa informasi dengan memberikan
prediksi gambaran mengenai masalah yang akan dibahas
2. metode deduktif, yaitu proses analisa informasi dengan memberikan
argumentasi melalui berpikir logis dan bertolak dari pernyataan yang bersifat
umum menuju suatu kebenaran yang bersifat khusus.
11
3.4 Metode Analisa
Dalam menganalisa data dan informasi yang telah terkumpul menggunakan
metode deskriptif dan metode deduktif. Data dan informasi yang terkumpul
dianalisa dan dilakukan studi silang untuk mendapatkan data dan informasi yang
lebih terpercaya.
3.5 Metode Pengambilan Simpulan dan Perumusan Saran
Dari studi silang yang dilakukan, dapat diambil inti utama yang kemudian
dibuat suatu simpulan. Simpulan diperkuat dengan saran dan harapan yang
berkaitan dengan pemecahan masalah.
12
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Emisi dari Sektor Transportasi sebagai Polutan Udara
Pencemaran udara yang terutama terjadi di kota-kota besar telah
menyebabkan penurunan kualitas udara yang berdampak pada kesehatan
manusia. Penurunan kualitas udara tersebut terutama disebabkan oleh
penggunaan bahan bakar fosil untuk sarana transportasi dan industri.
Hasil penelitian Badan Pengendali Lingkungan Hidup (Bapedal) di kota-
kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya yang
menyatakan kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran
udara (Iskandar, 2000). Bahkan UNEP (United National Environment
Programme) menetapkan Jakarta sebagai peringkat ke-3 dalam kota
dengan kualitas terburuk di dunia, setelah meksiko dan bangkok (Anonim,
2001).
Padahal pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor setiap tahun di
Indonesia selalu naik. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor berkisar
antara 8–12 % per tahun. Berdasarkan data dari Kepolisian Republik
Indonesia Tahun 2004 kendaraan bermotor di Indonesia pada tahun 2001-
2003 didominasi oleh sepeda motor (73,79%), mobil penumpang
(14,93%), truk (8,13%), dan bus (3,15%).
Dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor maka akan terjadi
peningkatan emisi kendaraan sehingga akan menurunkan kualitas udara.
Hal ini diperparah dengan mahalnya harga spare-part (suku cadang) dan
biaya perawatan kendaraan bermotor sehingga akan menurunkan kualitas
kendaraan bermotor. Kondisi tersebut akan menyebabkan pembakaran
yang kurang sempurna pada mesin sehingga menimbulkan emisi semakin
banyak dan membahayakan.
Walaupun jumlah kendaraan umum dan angkutan barang lebih kecil
daripada mobil pribadi, namun menyebabkan pencemaran udara lebih
13
besar yaitu 70 %. Sedangkan 30 % pencemaran udara yang dari emisi
kendaraan bermotor disebabkan oleh kendaraan pribadi (Hamdi, 2005).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik emisi yang berasal dari kendaraan
di Indonesia setiap tahun adalah karbonmonoksida (CO) 14.281.198,38
ton, hidrokarbon (HC) 1.251.130,6 ton, dan nitrogen oksida (NOx)
694.224,9 ton.
Bahan bakar yang umumnya digunakan dalam sektor transportasi adalah
solar dan bensin. Penggunaan solar per tahun dalam transportasi darat dan
laut adalah 26 juta kiloliter, sedangkan bensin hanya mencapai 20 juta
kiloliter (Hamdi, 2005). Solar merupakan bahan bakar yang terbuat dari
minyak bumi yang merupakan kekayaan alam yang tak dapat diperbaharui
(unrenewable) sehingga dalam penggunaannya harus diminimalkan karena
persediaannya yang semakin menipis. Selain itu solar juga menghasilkan
emisi seperti partikel, SO2, HC, NOx, N2O, CO, dan CO2 (Shahab, 2001).
Zat yang dihasilkan dalam emisi kendaraan bermesin diesel ini berdampak
negatif bagi kesehatan manusia dan lingkungan apabila kandungannya
dalam udara melebihi ambang batas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Peugeout Perancis, solar di
Indonesia memiliki kandungan sulfur yang tinggi. Padahal pada tahun
1987, WHO telah menyatakan bahwa kandungan SOx di udara telah
melebihi ambang batas (Sudrajad, 2005). Sulfur dapat menyebabkan
kerusakan pada tanaman, iritasi sistem pernafasan, dan apabila bereaksi di
atmosfer dapat membentuk zat asam.
4.2 Potensi Limbah Plastik sebagai Suplemen Bahan Bakar Diesel
Limbah plastik mendominasi jumlah sampah di setiap tempat. Menurut
Hartono (1998), komposisi limbah plastik yang dibuang oleh sektor rumah
tangga adalah 9,3 % dari total sampah rumah tangga. Bahkan di Jabotabek,
rata-rata setiap pabrik menghasilkan satu ton limbah plastik setiap
minggunya (Anonim, 1986). Jumlah ini akan bertambah seiring
14
berjalannya waktu karena sifat plastik yang tahan terhadap lingkungan dan
mikroorganisme sehingga jumlahnya semakin bertambah.
Komponen utama limbah plastik adalah polietilen, polipropilen, dan
polistiren. Ketiga komponen ini memiliki ketahanan terhadap
mikroorganisme yang semakin meningkat dengan meningkatnya berat
molekul. Dengan memperhatikan sifat-sifat plastik tersebut seharusnya
limbah plastik harus mendapat pengolahan yang serius dan tidak boleh
dibuang di sembarang tempat.
Pengolahan limbah plastik yang umumnya dilakukan saat ini adalah
penimbunan (landfilling), pembakaran, dan daur ulang. Penimbunan
(landfilling) memberikan dampak yang cukup serius terhadap lingkungan
seperti mengurangi kesuburan tanah, menghalangi mikroorganisme untuk
mendegradasi senyawa lain, dan menyebabkan polusi air, sehingga
langkah ini mulai dikurangi. Sedangkan pembakaran merupakan langkah
yang kurang efisien karena sifat plastik yang termoplastik sehingga bila
terbakar hanya meleleh dan setelah dingin akan memadat kembali atau
dengan kata lain tidak terdegradasi.
Daur ulang merupakan langkah penanganan limbah plastik yang masih
dipertahankan sampai saat ini. Metode ini terbagi menjadi dua, yaitu daur
ulang untuk proses produksi dan daur ulang energi. Daur ulang untuk
proses produksi telah dilakukan untuk produksi polietilen. Namun seiring
dengan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, industri daur
ulang ini agak terhambat karena tidak diimbangi dengan kenaikan harga
jual biji plastik hasil daur ulang. Walaupun daur ulang telah dilakukan
dalam skala industri, namun persediaan plastik yang belum mendapat
penanganan mencapai 85 % (Gatra, 7 Agustus 2006). Daur ulang energi
memiliki kemungkinan yang besar untuk dilakukan karena sampah
memiliki nilai kalori yang setara dengan batubara dan minyak bumi
(Soloiu. dkk, 1999). Sehingga dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan
panas atau tenaga dengan cara pembakaran.
15
Plastik dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dengan pencairan melalui
proses thermal cracking yang memerlukan suhu melampaui 400C
sehingga dihasilkan minyak yang dapat dengan mudah terbakar
(Yoshihara dkk, 2000). Namun teknik ini selain mahal dan membutuhkan
teknologi tinggi, juga sangat membahayakan karena suhu operasi yang
tinggi memungkinkan terjadinya ledakan.
Penggunaan plastik sebagai bahan bakar dapat dilakukan dengan pelelehan
plastik dan mencampurkannya dengan bahan bakar diesel. Penelitian yang
dilakukan oleh Soloiu, dkk (1999) dengan melelehkan plastik jenis
polietilen (PE), polipropilen (PP) dan mencampurkannya dengan bahan
bakar diesel jenis heavy fuel oil (HFO) dengan komposisi 5%-40% berat
pada suhu 2000C. Bahan bakar yang dihasilkan dapat digunakan untuk
sistem penggerak mesin diesel. Namun bahan bakar ini memiliki
kelemahan yaitu akan terpisah menjadi dua fasa, padat dan cair pada suhu
kamar. Sehingga memerlukan pemanasan awal untuk dapat digunakan
pada mesin diesel.
Pemisahan tersebut dapat diatasi dengan emulsifikasi menggunakan air
dan surfaktan pada suhu kamar dan tekanan satu atmosfer yang diaduk
selama 10 menit dengan mesin homogenizer. Bahan bakar yang dihasilkan
mampu berbentuk cair dalam suhu kamar, sehingga tidak memerlukan
pemanasan awal sebelum digunakan pada mesin diesel (Yoshihara dkk,
2000).
Selain menggunakan heavy fuel oil (HFO), pencampuran plastik dapat
pula dilakukan dengan marine fuel oil (MFO) sehingga dihasilkan bahan
bakar yang mampu diaplikasikan secara langsung pada mesin diesel
(Nakanishi dkk, 2000).
Walaupun viskositas HFO dan MFO yang terpaut jauh, yaitu 22800 cP dan
4 cP. Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh Soloiu, dkk (1999) dan
Nakanishi, dkk (2000) membuktikan bahwa plastik dapat dicampurkan
dalam keduanya dan memberikan performa mesin diesel yang tidak jauh
16
berbeda. Karakteristik solar tidak jauh berbeda dengan MFO yaitu
memiliki viskositas 4,08, sedangkan karakteristik biodiesel hampir sama
dengan solar. Oleh karena itu, plastik dapat digunakan sebagai suplemen
dalam berbagai jenis bahan bakar diesel. Plastik akan memberikan
hidrokarbon yang lebih mudah terbakar dalam mesin diesel sehingga mutu
penyalaannya menjadi semakin besar.
Pemanfaatan plastik sebagai suplemen bahan bakar melalui proses daur
ulang termal mampu memberikan konstribusi terhadap konservasi
lingkungan. Plastik yang telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari
kehidupan manusia, akan terus diproduksi dengan masa pakai plastik yang
relatif pendek sehingga akan menimbulkan masalah lingkungan. Hal
tersebut disebabkan sifat plastik yang tidak dapat terbiodegradasi di alam.
Sehingga dalam penanganannya plastik membutuhkan perlakuan khusus
untuk mengurangi limbahnya di alam. Bahan bakar polimer menjadi solusi
yang menguntungkan bagi masalah limbah plastik. Jumlah sampah plastik
yang besar memungkinkan pemanfaatannya sebagai bahan bakar
campuran secara berkesinambungan.
4.3 Bahan Bakar Campuran untuk Meminimalisasi Emisi Kendaraan
Bermesin Diesel
Penggunaan bahan bakar alternatif di dunia telah digalakkan karena
menipisnya persediaan minyak bumi. Walaupun telah ditemukan biodiesel
sebagai pengganti solar dari berbagai minyak nabati, namun penggunaan
bahan bakar campuran masih menjadi pilihan utama. Hal ini disebabkan
penggunaan biodiesel secara murni akan menimbulkan berbagai masalah
seperti kesulitan dalam start up sehingga dibutuhkan penambahan
pemanas bahan bakar dan penyumbatan saluran bahan bakar seperti pipa
dan seal yang terbuat dari bahan karet alam.
Pencampuran plastik ke dalam bahan bakar memungkinkan penurunan
emisi gas kendaraan bermotor. Namun penggunaan air untuk emulsifikasi
dalam bahan bakar akan memperpanjang nyala tunda yang berakibat
17
menurunnya suhu campuran air dan bahan bakar dalam mesin. Hal ini
menyebabkan terjadi pembakaran yang kurang sempurna. Pembakaran
kurang sempurna akan menghasilkan emisi gas CO dan jelaga yang lebih
banyak. Reaksi dasar dari pembentukan jelaga belum diketahui, namun
reaksi tersebut diawali dengan pembentukan karbonmonoksida dengan
reaksi sebagai berikut,
2CO C + CO2
Reaksi tersebut dipercepat oleh adanya karbon. Dalam hal ini karbon
merupakan katalis yang kuat. Jika beberapa partikel jelaga mulai
terbentuk, maka partikel-partikel ini akan berkembang dengan cepat.
Berdasarkan teori, hidrokarbon khususnya pada rantai yang komplek,
akan terurai menjadi unit-unit kecil dari C2 dan C3 dan partikel-partikel
kecil akan terpolimerisasi secara radikal menjadi C6 ring polimer. Jelaga
memiliki valensi bebas dan memiliki sifat melekat yang luar biasa serta
dapat diserap oleh permukaan logam, sehingga ketika menempel akan
sangat sulit untuk dihilangkan.
Namun emisi gas nitrogen oksida (NOx) berkurang secara efektif untuk
bahan bakar yang teremulsikan dengan air dikarenakan meningkatnya
konsentrasi OH akibat penambahan air yang dapat menurunkan
pembentukan NOx.
Etanol merupakan zat yang dapat mensubsitusi air dalam emulsifikasi
bahan bakar campuran, karena sifat etanol yang hampir sama dengan air
yaitu sama-sama larutan polar dan titik didih etanol mendekati titik didih
air. Etanol mampu terbakar sempurna dan tidak menghasilkan gas
karbonmonoksida, bersifat ramah lingkungan, serta ikatan OH pada etanol
juga mampu mereduksi pembentukan NOx pada proses pembakaran
dalam mesin. Etanol lebih mudah terbakar daripada air sehingga
penguapan etanol dalam mesin justru akan mempercepat waktu penyalaan
yang mengakibatkan efesiensi pemakaian bahan bakar campuran menjadi
lebih besar. Selain itu penggunaan etanol dalam emulsifikasi bahan bakar
campuran akan menurunkan kandungan jelaga dari gas buang hasil
18
pembakaran dalam bahan bakar campuran, karena etanol dapat terbakar
lebih sempurna melalui reaksi sebagai berikut:
C2H5OH + 3O2 2CO2 + 3H2O
Pelarutan dengan menggunakan surfaktan sebagai emulsifier, ujung polar
bersifat hidrofilik sedangkan ujung non polar bersifat hidrofobik. Ujung
polar akan mengikat etanol sedangkan ujung nonpolar mengikat campuran
solar dan plastik.
Plastik merupakan suplemen bahan bakar campuran yang memiliki
struktur rantai lurus. Bila digabungkan dengan struktur kimia solar yang
berbentuk hexadecane C16H34 (normal paraffin), maka akan sangat wajar
bila bahan bakar campuran memiliki nilai setana yang lebih tinggi karena
pola rantai karbonnya yang lurus.
Nilai setana yang tinggi dapat menyebabkan peningkaan daya karena lebih
sedikit bahan bakar yang diinjeksikan sebelum penyalaan terjadi. Dengan
semakin meningkatnya konsentrasi plastik pada campuran etanol dan
biodiesel maka makin banyak pula partikel-partikel plastik yang ikut
terbakar. Hal ini akan semakin meningkatkan kesempurnaan pembakaran.
Namun jumlah campuran plastik yang terlalu banyak akan meningkatkan
viskositas bahan bakar campuran.
Konsumsi bahan bakar campuran bila dibandingkan dengan solar
diperkirakan lebih rendah. Penggunaan campuran plastik pada motor
diesel diperkirakan menghasilkan daya yang tinggi bila dibandingkan
dengan penggunaan solar. Hal ini menunjukkan bahwa untuk
menghasilkan tenaga sebesar satu daya kuda setiap jamnya dibutuhkan
lebih sedikit massa bahan bakar yang diinjeksikan. Dengan kata lain bahan
bakar ini lebih hemat bila dibanding dengan bahan bakar diesel standar.
Penelitian yang dilakukan oleh Soloiu, dkk (1999) dan Yoshihara, dkk
(2000) menunjukkan bahwa bahan bakar campuran mampu diaplikasikan
secara langsung pada mesin diesel tanpa memerlukan modifikasi mesin.
19
Mesin diesel yang digunakan dalam penelitian tersebut merupakan jenis
direct inject yang sangat peka terhadap perubahan viskositas bahan bakar.
Oleh karena itu bahan bakar campuran berpotensi digunakan pada setiap
jenis mesin diesel.
Pencampuran plastik dan etanol dalam bahan bakar campuran
memungkinkan penambahan biodiesel yang lebih tinggi. Karena sifat
etanol yang mudah terbakar sehingga mempercepat waktu penyalaan.
Selain itu, hidrokarbon plastik dimiliki oleh plastik akan memudahkan
proses pembakaran dalam mesin diesel sehingga mutu penyalaannya
menjadi semakin besar.
Penggunaan bahan bakar campuran dapat meminimalisasi emisi yang
dihasilkan kendaraan bermesin diesel, karena komposisi solar yang
digunakan hanya sedikit. Hal ini berarti sulfur dioksida (SOx) yang
terbentuk dalam emisi juga akan berkurang dalam prosentase yang sama.
Selain itu, akan memberikan kontribusi penghematan bahan bakar minyak
bumi khususnya solar. Penggunaan plastik dalam bahan bakar akan
meningkatkan usaha pengolahan limbah plastik yang selama ini belum
optimal. Sehingga akan mereduksi jumlah limbah plastik yang
memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Dengan demikian
penggunaan bahan bakar campuran dapat mencapai keseimbangan
lingkungan karena dapat mengurangi polusi udara, tanah, dan air.
20
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Dari uraian dalam karya tulis ini dapat disimpulkan bahwa,
1. Emisi yang dihasilkan sektor transportasi merupakan zat pencemar
(polutan) udara yang memiliki potensi yang sangat besar karena
pertumbuhan jumlah kendaraan yang selalu meningkat tiap tahun.
Selain itu karena sebagian besar kendaraan bermotor menggunakan
bahan bakar fosil sehingga emisi yang dihasilkan semakin tinggi dan
mengganggu keseimbangan lingkungan.
2. Limbah plastik memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan
sebagai suplemen bahan bakar diesel. Hal ini karena plastik memiliki
hidrokarbon yang lebih mudah terbakar sehingga meningkatkan
efesiensi penggunaan bahan bakar.
3. Penggunaan bahan bakar campuran dapat meminimalisasi emisi
kendaraan bermesin diesel sehingga tercapai keseimbangan
lingkungan. Selain itu dapat mengurangi permintaan bahan bakar
minyak bumi yang semakin menipis persediaannya.
5.2 Saran
Bahan bakar campuran solar, biodiesel, plastik, dan etanol memiliki
potensi besar untuk dimanfaatkan karena memiliki nilai efisiensi dan dapat
menekan pencemaran lingkungan akibat pembakaran yang tidak sempurna
serta pengolahan limbah plastik yang belum dilakukan secara keseluruhan.
Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang bahan bakar campuran dan
dilanjutkan dengan uji coba aplikasi bahan bakar campuran pada
kendaraan transportasi dalam skala pilot project.
21
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1986. Barometer Bisnis Plastik Indonesia. Jakarta: Yayasan Bina Pembangunan.
Anonim. 2001. Merenda Birunya Langit. http://www.indomedia.com. 14 Agustus 2006, pukul 15.30 WIB.
Anonim. 2006. Properties of Fuel. http://www.etc.cte.ec.gc.ca. 5 April 2006, pukul 19.20 WIB.
Badan Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Pemerintah Kota Surabaya. 2006. Uji Emisi Gratis, Mengurangi Polusi Udara. http://www.surabaya.go.id. 16 Agustus 2006, pukul 07.45 WIB.
Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius.
Gatra. 2006. Daur Ulang Sampah Plastik Terpukul BBM dan Listrik. www.gatra.com. 7 Agustus 2006.
Hamdi, Alhilal. 2005. Akhir Zaman Minyak (Bumi Murah). http://www.bppt.go.id. 16 Agustus 2006, pukul 07.40 WIB.
Hartono ACK. 1998. Daur Ulang Limbah Plastik dalam Pancaroba : Diplomasi Ekonomi dan Pendidikan. Dana Mitra Lingkungan. Penerbit: Jakarta.
Iskandar, Abubakar. 2000. Kerusakan Lingkungan Diakibatkan oleh Sumber Transportasi. http://www.kpbb.org. 16 Agustus 2006, pukul 06.10 WIB.
Nakanishi Y., Yoshihara Y., Hiraoka M., Nishiwaki K., Soloiu V. A. dan Mitsuhara Y. 2000. Application of a New Fuel Produced from Waste Plastics and Heavy Oil to Diesel Engine. Proceedings of the 16th Internal Combustion Engine Symposium Japan, hal.461-466.
Obert, E. F. 1973. Internal Combustion Engine and Air Pollution. New York: Harper & Row, Publishers Inc.
Seymour, R.B. 1978. Introduction To Polymer Chemistry. New York: Robert E Kreiger Publishing.
Shahab. 2001. Pengenalan Gas Lapindo Brantas, Inc. untuk Kawasan Industri. Makalah Semina,r Hyatt Hotel Surabaya, 18 April 2001.
Soloiu V. A., Yoshihara Y., Hiraoka M dan Nishiwaki K. 1999. The Development and Investigation of a New Diesel Fuel Produced from Waste Plastic Polymers and Heavy Fuel Oil, Proceedings of the 10th
22
Annual Conference of the Japan Society of Waste Management Expert, Vol.3, hal.37-40.
Sudrajad, Agung. 2005. Pencemaran Udara, Suatu Pendahuluan. Inovasi, Vol.5, hal 1-3.
Rahmania, O., 2004, Pemanfaatan Sekam Padi Sebagai Biodiesel dengan Transesterifikasi Berkatalis Asam. Tesis Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Yoshihara Y., Hiraoka M., Nishiwaki K., Mitsuhara Y dan Nakanishi Y. 2000. The Investigation of a New Diesel Fuel Produced from Waste Plastics . Proceedings of the 6th International Symposium on Marine Engineering, Vol.2, hal.403-408.
23