Upload
rizkyoktaviani
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
1/143
PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
TERHADAP PEMAHAMAN SISWAPADA KONSEP BUNYI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjanapada Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh:
LIA MARDIANTI
106016300655
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
2/143
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
3/143
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
4/143
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
5/143
ABSTRAK
Lia Mardianti, Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Pemahaman
Siswa pada Konsep Bunyi. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika,
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemahaman
siswa pada konsep bunyi dalam pembelajaran kontekstual. Pengambilan data telah
dilaksanakan pada Maret sampai April 2011 di SMP Negeri 1 Kosambi
Tangerang. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen, dengan
sampel 80 siswa kelas VIII yang diambil dari 2 kelas yang berbeda dengan tekniksampling Cluster Random Sampling. Kelas eksperimen diberi perlakuan
pembelajaran kontekstual dengan metode inkuiri dan kelas kontrol yang diberi
perlakuan pembelajaran kontekstual dengan metode konvensional. Instrumen
yang digunakan adalah tes pilihan ganda sebanyak 18 butir soal dengan 4
alternatif pilihan jawaban. Berdasarakn uji statistik ( = 0,05) diperoleh thitung(6,39) > ttabel (1,999), sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kontekstual dengan metode inkuiri memberikan pengaruh pemahaman siswa yang
signifikan dalam mempelajari konsep bunyi dibandingkan siswa yang diajarkan
dengan menggunakan metode demonstrasi.
Kata kunci : Kontekstual, Pemahaman siswa
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
6/143
ABSTRAC
Lia Mardianti, The Inf luence of Contextual Learn ing to Student
Understanding on The Concept of Sound. Skri psi , Program Study of Physic,
Major Education of Natural Science, Faculty of Tarbiya and Teacher
Traini ng, Syari f H idayatul lah I slamic State University, Jakarta. 2011.
This aim of this research to know the influence of student understanding in the
concept of sound by Contextual Learning. The data was taken in March to April
2011 at state Junior High School 1 Kosambi Tangerang. The research method
was quasi experiment, with 80 students from class VIII as sample, that was taken
by Cluster Random Sampling. Experiment was that given contextual learningtreatment with inquiry method and control class that given contextual learning
treatment with conventional method. The instrument is used multiple choice test
with 18 question and 4 alternative answer. Based on statistical analysis ( =
0,05), obtained that score (6,39) > ttabel (1,999). So, it can be conclued that
contextual learning with inquiry method can be influence significantly students
understanding.
Keyword : Contextual learning, Students Understanding
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
7/143
KATA PENGANTAR
Assalaamualaikum. Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufik, serta hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Pengaruh
Pembelajaran Kontekstual terhadap Pemahaman Siswa pada Konsep Bunyi.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sholawat
serta salam teriring kepada Baginda Rasulullah SAW, sebagai pembawa
peradaban yang membawa manusia keluar dari masa kegelapan dan kebodohan
menuju masa yang penuh cahaya dan semoga salam tetap tercurah pada keluarga
dan para sahabatnya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan
dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu pada
kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.Nengsih Juanengsih, M.Pd., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Iwan Permana S, M.Pd., selaku selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika.
5.
Nurlena Rifai, MA., Ph.D., selaku pembimbing I yang dengan sabar, tulus, dan
ikhlas telah memberikan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam mengarahkan
dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6.
Kinkin Suartini, M.Pd., selaku pembimbing II yang dengan sabar, tulus, dan
ikhlas telah memberikan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam mengarahkan
dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
7. Sudradjat Ardyana, S.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 1 Kosambi Tangerang.
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
8/143
8.
Wahab, S.Pd., selaku guru IPA SMP Negeri 1 Kosambi Tangerang.
9. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Secara khusus penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ayah, Ibu dan kakak tercinta (Madiya, S.Pd, Mariyam,
dan Didi Sarmadi, S.P.), yang telah melimpahkan segenap kasih sayang yang tak
terhingga dan tak henti-hentinya memberikan doa yang tulus.
Penulis juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan, sehingga
penulis dengan terbuka menerima segala bentuk kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk lebih sempurna skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Wassalaamualaikum.Wr.Wb.
Ciputat, Juni 2011
Penulis
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
9/143
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ........................................................................................................ i
ABSTRAC.......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR....................................................................................... iii
DAFTAR ISI..................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL............................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B.Identifikasi Masalah ................................................................... 4
C.
Perumusan Masalah ..................................................................... 4
D.Pembatasan Masalah ................................................................... 4
E.Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
F.
Manfaat Penelitian ...................................................................... 5
BAB II KAJIAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN
HIPOTESIS
A.
Pendekatan Contextual Teaching and Learning .......................... 6
1. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual ............................... 8
2. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran ...................................... 9
3. Urgensi Pembelajaran Kontekstual ......................................... 12
4.
Tujuh Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual ............. 13
5. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan
Pendekatan Tradisional ........................................................... 18
6.
Aplikasi Pembelajaran Kontekstual ........................................ 19
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
10/143
B.
Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Inkuiri ..................... 20
1. Siklus Inkuiri .......................................................................... 22
2. Proses Pembelajaran dengan Metode Inkuiri ......................... 24
3.
Karakter Inkuiri ...................................................................... 25
C.Pemahaman Konsep .................................................................... 27
D.Bunyi ........................................................................................... 30
E.
Hasil Penelitian yang Relevan ..................................................... 36
F.Kerangka Berpikir ....................................................................... 39
G.Hipotesis Penelitian ..................................................................... 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 41
B.
Metode Penelitian ........................................................................ 41
C.Desain Penelitian ......................................................................... 41
D.Prosedur Penelitian ...................................................................... 42
E.Variabel Penelitian ...................................................................... 43
F.
Populasi dan Sampel.................................................................... 43
G.Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 44
H.
Instrumen Penelitian .................................................................... 44
I. Teknik Analisis Data Tes ........................................................... 47
J. Teknik Analisis Data Non Tes .................................................... 50
K.
Hipotesis Statistik ........................................................................ 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASANA.Hasil Penelitian ............................................................................ 51
B.Pembahasan Hasil Penelitian ....................................................... 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan .................................................................................. 59
B.
Saran ............................................................................................ 59
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 60
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
11/143
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bagan Keterkaitan Antar Komponen .......................................... 14
Gambar 2.2 Bentuk Pembelajaran Kontekstual .............................................. 20
Gambar 2.3 Bagan Siklus Inkuiri .................................................................... 23
Gambar 2.4 Proses Inkuiri ............................................................................... 24
Gambar 2.5 Peta Konsep Bunyi ...................................................................... 31
Gambar 2.6 Resonansi pada Ayunan Bandul .................................................. 34
Gambar 2.7 Hukum Pemantulan Bunyi .......................................................... 35
Gambar 2.8 Bagan Kerangka Berpikir ............................................................ 40
Gambar 3.1 Bagan Alur Prosedur Penelitian .................................................. 43
Gambar 4.1 Grafik Persentase Respon Positif dan
Respon Negatif Siswa.................................................................. 55
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
12/143
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan
Pendekatan Tradisional .................................................................... 18
Tabel 3.1 Desain Penelitian .............................................................................. 41
Tabel 4.1 Rekapitulasi Ukuran Pemusatan dan Penyebaran
Data HasilPretest-PosttestKelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol............................................................................ 51
Tabel 4.2 Hasil Uji NormalitasPretest-Posttest
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ............................... 52
Tabel 4.3 Hasil Uji HomogenitasPretest-Posttest
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ............................... 53
Tabel 4.4 Hasil Uji tPretest danPosttest
Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ............................... 54
Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Angket ................................................................ 54
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
13/143
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ............................................ 62
Lampiran 2 Lembar Kegiatan Siswa ............................................................... 74
Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ..................................................... 80
Lampiran 4 lnstrumen Tes .............................................................................. 81
Lampiran 5 Kisi-kisi Angket........................................................................... 87
Lampiran 6 Instrumen Angket ........................................................................ 88
Lampiran 7 Hasil Analisis Angket .................................................................. 89
Lampiran 8 Rekap Analisis Butir.................................................................... 90
Lampiran 9 Hasil Butir SoalPretest- PosttestKelas Eksperimen .................. 92
Lampiran 10 Hasil Butir SoalPretest-PosttestKelas Kontrol ......................... 94
Lampiran11 Rekapitulasi HasilPretest-Posttest
Kelompok Eksperimen dan Kontrol ............................................ 96
Lampiran 12 Perhitungan Data StatistikPretest danPosttest
Kelompok Eksperimen ................................................................ 98
Lampiran 13 Perhitungan Data StatistikPretest danPosttest
Kelompok Kontrol ....................................................................... 104
Lampiran 14 Uji NormalitasPretest-Posttest Kelompok Eksperimen ............. 110
Lampiran 15 Uji NormalitasPretest-Posttest Kelompok Kontrol.................... 112
Lampiran 16 Uji HomogenitasPretestdanPosttest ......................................... 114
Lampiran 17 Uji HipotesisPretestdanPosttest ............................................... 116
Lampiran 18 Perhitungan Tabel ........................................................................ 118
Lampiran 19 Uji Referensi ................................................................................ 123
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
14/143
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam,
khususnya untuk mata pelajaran fisika yaitu rendahnya tingkat pemahaman
konsep fisika. Banyak siswa yang merasa tidak menyukai pelajaran fisika karena
mereka beranggapan bahwa pelajaran fisika sulit, menakutkan dan tidak
bermanfaat dalam kehidupannya.1 Agar pembelajaran fisika disukai oleh siswa
maka pelaksanaan pembelajaran haruslah menyenangkan dan menantang. Untuk
itu proses kegiatan belajar mengajar sangatlah dominan dalam melaksanakan
skenario pembelajaran.
Pada saat proses pembelajaran berlangsung, nampak beberapa atau
sebagian besar siswa belum belajar sewaktu guru mengajar. Selama pembelajaran
guru belum memberdayakan seluruh potensi dirinya sehingga sebagian besar
siswa belum mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti
pelajaran lanjutan. Beberapa siswa belum belajar sampai pada tingkat
pemahaman. Siswa baru mampu menghafal fakta, konsep, prinsip, hukum, teori,
dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat
menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah
sehari-hari yang kontekstual.
Fisika merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan fenomena alam
secara sistematis. Selain itu pembelajaran fisika juga melibatkan siswa secaraaktif untuk berinteraksi dengan objek konkrit. Dilihat dari pembelajaran yang
diterapkan oleh pendidik di lapangan terdapat kecenderungan bahwa proses
belajar mengajar di kelas berlangsung secara klasikal dan hanya bergantung pada
buku teks dengan metode pengajaran yang menitikberatkan proses menghafal dari
1
Elok Sudibyo, dkk, Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil BelajarFisika Siswa SMPN 3 Porong, Jurnal Pendidikan Dasar.Vol.9 No.1, Maret 2008, h. 7.
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
15/143
pada pemahaman konsep, sehingga pembelajaran menjadi tidak bermakna bagi
siswa.
Materi fisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep bunyi.
Pemilihan materi ini dilakukan karena konsep ini banyak dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari, namun sering siswa mengalami kesulitan dalam memahami
fenomena-fenomena yang berkaitan dengan bunyi. Pembelajaran berbasis
kontekstual yang senantiasa mengaitkan konsep dengan kehidupan sehari-hari
dapat membantu siswa memahami konsep-konsep bunyi dan meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah siswa supaya hasil belajar yang diperoleh lebih
baik.
Aspek yang mendasar yang dimiliki fisika adalah eksistensinya sebagai
pengetahuan yang lahir dari pengamatan dan fakta-fakta. Artinya, dalam
memahami sesuatu tentang gejala alam, fisika selalu mendasarkan kegiatan
pengamatan atau observasi dan memperoleh kebenarannya secara empiris melalui
panca indera. Dari pengamatan dan fakta-fakta inilah terbentuk konsep-konsep
fisika yang mendasar terbangunnya ilmu fisika.2 Oleh karena itu untuk
mentransfer konsep-konsep fisika dari guru ke siswa seharusnya juga diberikan
penekanan pada kegiatan pengamatan secara langsung. Hal ini dimaksudkan agar
terbentuk konsepsi yang jelas dan benar secara keseluruhan. Disamping itu,
pengamatan secara langsung mempunyai manfaat bagi penataan struktur kognitif
siswa. Sebelum memasuki pelajaran fisika, siswa sudah memiliki pengetahuan
dan pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan fisika. Pemenuhan
komponen-komponen pokok pengajaran sebagai tuntutan yang mendasar harus
mengacu kepada hakikat sains yakni bersifat eksperimental.
Pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam
aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan
konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya,
siswa melihat makna di dalam tugas sekolah. Ketika siswa menyusun proyek atau
menemukan permasalahan yang menarik, ketika mereka membuat pilihan,
menerima tanggung jawab, mencari informasi dan menarik kesimpulan, ketika
2Ibid, h. 56
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
16/143
mereka secara aktif memilih, menyusun, mengatur, menyentuh, merencanakan,
menyelidiki, mempertanyakan, dan membuat keputusan, mereka mengaitkan isi
akademis dengan konteks dalam situasi kehidupan, dengan cara ini mereka
menemukan makna.3
Pembelajaran yang dilaksanakan melalui pendekatan kontekstual
diharapkan mampu mengubah cara belajar siswa yang selama ini lebih banyak
bersifat menunggu informasi dari guru ke pembelajaran yang bermakna. Dengan
terbiasanya siswa belajar secara bermakna dan menemukan sendiri konsep-konsep
materi yang dipelajari, diharapkan kualitas proses dan hasil belajar siswa akan
lebih baik. Salah satu tindakan pembelajaran yang perlu dilakukan oleh guru yaitu
dengan memperbaiki metode pembelajaran yang digunakan. Metode yang tepat
pada pembelajaran kontekstual dalam penelitian ini yaitu metode inkuiri.
Metode inkuiri memberi kesempatan kepada siswa untuk berlatih
membangun sendiri konsep fisik melalui pengamatan langsung, yaitu melalui
percobaan. Melalui metode inkuiri, siswa dilatih untuk melakukan kegiatan ilmiah
dan berpikir ilmiah. Metode ini dapat dilaksanakan dalam bentuk percobaan
maupun demonstrasi. Bentuk percobaan dalam prakteknya juga banyak bervariasi,
satu diantaranya adalah menggunakan lembar kegiatan siswa. Percobaan dengan
menggunakan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) akan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk melakukan setiap langkah yang ada dalam proses berpikir
ilmiah.
Pendekatan kontekstual dengan metode inkuiri dimana guru dapat
mengkaitkan materi yang diajarkan dengan situasi nyata dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajari dengan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Elok Sudibyo, dkk dalam jurnal pendidikan dasar bahwa
penerapan pembelajaran kontekstual ternyata dapat memotivasi siswa dalam
menuntaskan hasil belajar fisika pada siswa kelas VIII-A SMP N 3 Porong yaitu
siswa telah menunjukkan sikap positif terhadap pelajaran fisika. Mereka senang
3
Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning, terjemahan Ibnu Setiawan, (Bandung:MLC, 2007), h. 35
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
17/143
dan puas mengikuti pelajaran fisika dengan cara penerapan pembelajaran
kontekstual.4
Menyadari begitu pentingnya proses pembelajaran untuk meningkatkan
pemahaman siswa, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam
suatu penelitian yang diberi judul Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap
Pemahaman Siswa pada Konsep Bunyi.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, dapat
diidentifikasi masalah sebagai berikut.
1. Rendahnya tingkat pemahaman siswa.
2.
Siswa belum mampu menerapkan pembelajaran dalam pemecahan masalah
sehari-hari yang kontekstual
3. Metode yang digunakan tidak bersifat eksperimen
.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah Apakah terdapat pengaruh pembelajaran
kontekstual terhadap pemahaman siswa pada konsep bunyi?
D. Pembatasan Masalah
Mengacu pada masalah-masalah yang muncul di atas, maka demi
terarahnya penelitian ini penulis perlu membatasi masalah yang akan diteliti yaitu:
1. Pendekatan pembelajaran kontekstual yang digunakan merujuk pada
pandangan Elaine B. Johnson yaitu pembelajaran bermakna.
2.
Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode inkuiri.
3. Pemahaman konsep yang digunakan merujuk pada taksonomi Bloom yang
sudah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl.
4Elok Sudibyo, Op.Cit., h.14
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
18/143
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pembelajaran kontekstual terhadap pemahaman siswa pada konsep bunyi.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain:
1.
Memberikan pengalaman melakukan penelitian dan wawasan khususnya
mengenai pembelajaran kontekstual dengan metode inkuiri.
2.
Memudahkan siswa dalam memahami dan menguasai fisika melalui
pengalaman nyata dalam pembelajaran.
3. Memberikan alternatif pendekatan pembelajaran yang bersifat kontekstual
untuk memperoleh pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi
siswa.
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
19/143
BAB II
KAJIAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
A. Pendekatan Contextual Teaching and Learning
Menurut Kubi (2002 dalam buku Dharma Kusuma) kata kontekstual
(contextual) berasal dari kata context yang berarti hubungan, konteks, suasana
dan keadaan (konteks). Sehingga Contextual Teaching and Learning (CTL)
dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana
tertentu.5 Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi
pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh
untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan
situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan mereka.6
Menurut Elaine B. Johnson (2009) Contextual Teaching and Learning
(CTL) adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang
menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks
dari kehidupan sehari-hari siswa.7
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah
konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.8
Pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam
akivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengankonteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya, para
siswa melihat makna di dalam tugas sekolah.
5 Dharma Kusuma, Contextual Teaching and Learning Sebuah Panduan Awal dalam
Pengembangan PBM,(Yogyakarta: Rahayasa, 2010), h. 576 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana, 2006), h. 2537 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning, terjemahan Ibnu Setiawan, (Bandung:
MLC, 2009), h. 578
Nurhadi, dkk, Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) danPenerapannya dalam KBK, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004), h. 13
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
20/143
Pada pembelajaran kontekstual ada tiga hal yang harus dipahami, bahwa
kontekstual menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,
mendorong siswa untuk dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari
dengan situasi kehidupan nyata, dan juga mendorong siswa untuk menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar
yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan
secara alamiah, artinya belajar akan lebih bermakna jika anak bekerja dan
mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan sekedar mengetahuinya.9
Menurut Diknas (2002) dalam Jurnal Guru No. 2 Vol. 3 Desember 2006
menyatakan bahwa CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.10
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan satu konsepsi yang
membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan
memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga
kerja. Pembelajaran kontekstual bukan merupakan suatu konsep baru. Penerapan
pembelajaran kontekstual di kelas Amerika pertama-tama diusulkan oleh John
Dewey. Pada tahun 1916, Dewey mengusulkan suatu kurikulum dan metodelogi
pengajaran yang dikaitkan dengan minat dan pengalaman siswa.
Perkembangan pemahaman yang diperoleh selama mengadakan telaah
pustaka menjadi semakin jelas bahwa CTL merupakan suatu perpaduan dari
banyak praktek yang baik dan beberapa pendekatan reformasi pendidikan yang
dimaksudkan untuk memperkaya relevansi dan penggunaan fungsional
pendidikan untuk semua siswa. Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang
memungkinkan siswa-siswa TK sampai dengan SMU untuk menguatkan,
9Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 29310
Sumiati, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) siswa dengan
Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Di Kelas IV MI Rahman El-YunusiyyahPadang Panjang,(Jurnal Guru No. 2 Vol. 3 Desember 2006), h.18
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
21/143
memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka
dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat
memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang
disimulasikan.11
Dalam pembelajaran kontekstual, guru hanya menjadi fasilitator bagi
siswa, dengan demikian pembelajaran akan mendorong ke arah belajar aktif, yang
menekankan keaktifan siswa baik secara fisik maupun intelektual guna
memperoleh hasil belajar yang baik.
Dari uraian-uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan
kontekstual merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan
membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya
terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari, dimana guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
1.
Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Menurut Johnson (2002 dalam buku Nurhadi, dkk) ada delapan komponen
utama dalam sistem pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut:12
a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections)
Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif
dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja
sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil
berbuat (learning by doing).b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work)
Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang
ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota
masyarakat.
11 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2007), h. 101-10212 Nurhadi, dkk, Op.Cit., h. 13-14
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
22/143
c.
Belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning)
Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada urusannya
dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada
produknya/hasilnya yang sifatnya nyata.
d. Bekerja sama (callaborating)
Siswa dapat bekerjasama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam
kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling
mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
e. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thingking)
Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan
kreatif: dapat menganalisis membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat
keputusan dan bukti-bukti.
f.
Mengasuh atau memilihara pribadi siswa (nurturing the individual)
Siswa memilihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memotivasi dan
memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang
dewasa. Siswa menghormati temannya dan juga orang dewasa.
g.
Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards)
Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan
dan memotivasi siswa untuk mencapainya.
h. Menggunakan penilaian autentik (using authentic assessment)
Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk
suatu tujuan yang bermakna.
2.
Konsep Dasar Strategi Pembelajaran KontekstualContextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan mereka.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama,CTL
menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
23/143
proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses
belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima
pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara
materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan siswa, artinya siswa dituntut
untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengkorelasikan
materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu
akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan
tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami
materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat
mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam
konteks CTL bukan hanya untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan
tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting dalam
proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL.13
a.
Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang
sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak
terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan
yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki
keterkaitan satu sama lain.
b.
Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan
menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu
diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan
mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan
yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini.
13 Wina Sanjaya, Op.Cit., h. 253-254
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
24/143
d.
Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge),
artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat
diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku
siswa.
e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan
pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan
dan penyempurnaan strategi.
Banyak cara efektif untuk mengaitkan pengajaran dan pembelajaran
dengan konteks situasi sehari-hari siswa. Oleh sebab itu menurut Elaine B. Johnson,
ada enam strategi dalam mengaitkan pengajaran dan pembelajaran kontekstual
yaitu:14
1. Ruang kelas tradisional yang mengaitkan materi dengan konteks siswa.
2.
Memasukkan materi dari bidang lain dalam kelas.
3. Mata pelajaran yang tetap terpisah, tetapi mencakup topik-topik yang saling
berhubungan.
4. Mata pelajaran yang menyatukan dua atau lebih disiplin.
5.
Menggabungkan sekolah dan pekerjaan:
a. Pembelajaran berbasis pekerjaan
b.
Jalur karier
c. Pengalaman kerja berbasis sekolah
6. Model kuliah kerja nyata atau penerapan terhadap hal-hal yang dipelajari di
sekolah ke masyarakat.
Dalam proses pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan metode
belajar yang yang membantu semua guru mempraktikkan dan mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi yang ada di lingkungan siswa dan menuntut
siswa membuat hubungan beberapa pengetahuan yang pernah dialami siswa
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.15
14 Elaine B. Johnson, Op.Cit,,h. 99
15
Sofan Amri,Proses Pembelajaran Inovatif dan Kreatif dalam Kelas, (Jakarta: Prestasi Pusaka,2010), h.21.
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
25/143
3. Urgensi Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual bukan sebuah model dalam pembelajaran.
Pembelajaran kontekstual lebih dimaksudkan suatu kemampuan guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran yang lebih mengedepankan idealitas
pendidikan sehingga benar-benar akan menghasilkan kualitas pembelajaran yang
efektif dan efisien. Idealitas pembelajaran dimaksudkan melaksanakan proses
pembelajaran yang lebih menitik beratkan pada upaya pemberdayaan siswa bukan
penindasan terhadap siswa baik penindasan secara intelektual, sosial maupun
budaya.
Guru kadang kala terjebak kepada sifat atau karakter penindasan daripada
pemberdayaan siswa pada waktu melaksanakan proses pembelajaran. Persepsi
guru yang merasa paling pintar, menganggap siswa tidak mengerti apa-apa, siswa
sosok manusia yang bodoh sedangkan guru sosok manusia yang paling cerdas.
Implikasi dari asumsi seperti itu akhirnya guru cenderung melakukan tindakan
yang tidak edukatif, sehingga siswa merasa tidak aman dan tidak nyaman dalam
proses pembelajaran.
Pendidikan adalah sektor yang sangat menentukan kualitas hidup suatu
bangsa. Kegagalan pendidikan berimplikasi pada gagalnya suatu bangsa,
keberhasilan pendidikan juga secara otomatis membawa keberhasilan sebuah
bangsa. Kegagalan pendidikan bisa disebabkan oleh kegagalan dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran yang statis dan konvensional akan memperlambat
terwujudnya kualitas pendidikan. Sebaliknya pembelajaran yang dinamis,
progresif dan kontekstual akan mempercepat terwujudnya kualitas pembelajaran.
Paulo Freire mengkritik secara tegas dan pedas dengan istilah
pembelajaran sistem bank (banking sistem paedagogis), yang memuat pertanyaan
antagonis antara peran guru dan siswa, antara lain:16
a.
Guru mengajar, siswa belajar.
b. Guru tahu segalanya, siswa tidak tahu apa-apa.
c.
Guru berpikir, siswa dipikirkan.
d. Guru bicara, siswa mendengarkan.
16
M. Saekhan Muchith, Pembelajaran Kontekstual, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2008),h. 2-5
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
26/143
e.
Guru mengatur, siswa diatur.
f. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, siswa menuruti.
g.
Guru bertindak, siswa membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengangurunya.
h. Guru memilih apa yang diajarkan, siswa menyesuaikan diri.
i. Guru sebagai subyek proses pembelajaran, siswa sebagai obyek pembelajaran.
4. Tujuh Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual
Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan
kontekstual dikelas. Ketujuh komponen itu adalah konstruktivisme
(Construktivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat
belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection),
penilaian sebenarnya (Authentic Assement). Sebuah kelas dikatakan menggunakan
pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh prinsip tersebut dalam
pembelajarannya.
Keterkaitan ketujuh komponen tersebut digambarkan dalam bagan
berikut.17
Gambar 2.1 Bagan Keterkaitan Antar Komponen Pembelajaran Kontekstual
17 Nurhadi, dkk, Op.Cit., h. 31
Bertanya
(Questioning)
Masyarakat belajar
(Learning Community)
Refleksi
(Reflection)
Menemukan
(Inquiry)
Pemodelan
(Modeling)
Penilaian sebenarnya
(Authentic Assement)
Konstruktivisme
(Construktivism)
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
27/143
Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai
berikut.18
a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya.
b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c.
Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).
e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
f.
Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Tujuh komponen utama pendekatan pembelajaran CTL yaitu:
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk CTL dalah teori
konstruktivis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa
membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar
mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada
teacher centered. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung
dengan berbasis pada aktivitas siswa.Inquiry Based Learning danProblem Based
Learning yang disebut sebagai strategi CTL diwarnai Student Centered dan
aktivitas siswa.
Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berpikir (filosofi)
pendekatan konstekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikitdemi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil
dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna
melalui pengalaman nyata.
18 Trianto, Op.Cit., h. 105-115.
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
28/143
2.
Inkuiri (Inquiry)
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
konstektual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan
bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan
sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan
menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Siklus inkuiri terdiri atas:
a.
Observasi (Observation)
b. Bertanya (Questioning)
c. Mengajukan dugaan (Hyphotesis)
d.
Pengumpulan data (Data gathering)
e. Penyimpulan (Conclussion)
3.
Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya.
Questioning (bertanya) merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual.
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,
membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatanbertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang
berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah
diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
Hampir pada semua aktivitas belajar, dapat menerapkan questioning
(bertanya): antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa dengan orang
lain yang didatangkan ke kelas, dan sebagainya. Aktivitas bertanya juga
ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui
kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya. Aktivitas bertanya juga ditemukan
ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan,
ketika mengamati, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu akan menumbuhkan
dorongan untuk bertanya.
4. Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran
diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
29/143
menimbang massa benda dengan menggunakan neraca Ohaus, ia bertanya kepada
temannya. Kemudian temannya yang sudah bisa menunjukkan cara menggunakan
alat itu. Maka dua orang anak tersebut sudah membentuk masyarakat belajar
(Learning Community).
Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran
dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok
yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu
memberitahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang
lambat, dan seterusnya. Kelompok siswa bisa sangat bervariasi bentuknya, baik
keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru
melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang ahli ke kelas.
Masyarakat belajar apabila ada proses komunikasi dua arah. Seorang guru
yang mengajari siswanya bukan contoh masyarakat belajar karena komunikasi
hanya terjadi satu arah, yaitu informasi hanya datang dari guru kearah siswa, tidak
ada arus informasi yang perlu dipelajari guru yang datang dari arah siswa. Dalam
contoh ini yang belajar hanya siswa, bukan guru. Dalam belajar masyarakat, dua
kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar
satu sama lain. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar
memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga
meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.
5.
Pemodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada
model yang bisa ditiru oleh siswanya, misalnya guru memodelkan langkah-
langkah cara menggunakan neraca Ohaus dengan demonstrasi sebelum siswanya
melakukan suatu tugas tertentu.
Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model.
Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang bisa ditunjuk
untuk memodelkan sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahuinya.
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
30/143
Model dapat juga didatangkan dari luar yang ahli dibidangnya, misalnya
mendatangkan seorang perawat untuk memodelkan cara menggunakan
termometer untuk mengukur suhu tubuh pasiennya.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir
ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa
mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang
baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang
baru diterima.
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan yang
dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas
sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan-pengetahuan yang
baru. Dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi
dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya. Kunci dari semua itu adalahbagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang
sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.
Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa
melakukan refleksi. Realisasinya berupa:
a.
Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu
b. Catatan atau jurnal di buku siswa
c. Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu
d. Diskusi
e. Hasil karya
7.
Penilaian autentik (Authentic Assement)
Assementadalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan
gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa
perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses
pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
31/143
mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka
guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari
kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di
sepanjang proses pembelajaran, maka assemen tidak dilakukan di akhir periode
pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar, tetapi dilakukan
bersama-sama secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran.
Assementmenekankan proses pembelajaran maka data yang dikumpulkan
harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan
proses pembelajaran. Guru ingin mengetahui perkembangan belajar fisika bagi
para siswanya harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata di kehidupan sehari-
harinya yang berkaitan dengan fisika, tidak hanya saat siswa mengerjakan tes
fisika saja. Pengumpulan data yang demikian merupakan data autentik.
5. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional
Perbedaan perbedaan kontekstual dengan pendekatan tradisional dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.19
Tabel 2.1 Perbedaan Pendekatan Kontekstual denganPendekatan Tradisional
No Kontekstual Tradisional
1.Menyesuaikan pada memori spasial
(pemahaman makna)
Menyesuaikan pada hapalan
2.Siswa terlibat secara aktif dalam
proses pembelajaran
Siswa secara pasif menerima
informasi
3.Pembelajaran dikaitkan dengankehidupan nyata/masalah yang
disimulasikan
Pembelajaran sangat abstrak danteoritis
4
Siswa menggunakan waktu
belajarnya untuk menemukan,
menggali, berdiskusi, berpikir kritis,
Waktu belajar siswa sebagian
besar dipergunakan untuk
mengerjakan buku tugas,
19
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) danPersiapan Menghadapi Sertifikasi Guru...., h. 296
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
32/143
atau mengerjakan proyek dan
pemecahan masalah (melalui kerja
kelompok)
mendengar ceramah, dan mengisi
latihan yang membosankan
(melalui kerja individu)
5
Hasil belajar diukur melalui
penerapan penilaian autentik
Hasil belajar diukur melalui
kegiatan akademik dalam bentuk
tes/ujian/ulangan
6
Siswa diminta bertanggung jawab
memonitor dan mengembangkan
pembelajaran mereka masing-
masing
Guru adalah penentu jalannya
proses pembelajaran
Dengan melihat tabel tersebut, dalam pembelajaran yang menggunakan
CTL akan lebih konkret, lebih realistis, lebih aktual, lebih nyata, lebih
menyenangkan, dan lebih bermakna. Proses belajar mengajar CTL ini diharapkan
dapat meningkatkan hasil belajar (kualitas, kreativitas, produktifitas, efesiensi,
dan efektifitas) siswa.
Menurut teori pembelajaran kontekstual, belajar hanya akan terjadi jika
siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian sehingga dirasakan
masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimilikinya. Dalam CTL guru
berperan sebagai fasilitator tanpa henti (reinforcing), yakni membantu siswa
menemukan makna (pengetahuan). Siswa memiliki response potentiality yang
bersifat kodrati. Tugas utama pendidik adalah memberdayakan kodrati ini
sehingga siswa terlatih dalam menangkap makna dari materi yang diajarkan.20
6. Aplikasi Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah kaidah pembelajaran yang
menggabungkan isi kandungan dengan pengalaman harian individu, masyarakat,
dan alam pekerjaan. Kaidah ini menyediakan pembelajaran secara konkret yang
melibatkan hands-on dan minds-on. Pembelajaran akan berlangsung dengan baik
20 Elaine B. Johnson, Op.Cit., h.20
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
33/143
apabila peserta didik dapat memproses pembelajaran atau pengetahuan dengan
cara bermakna dan disampaikan dengan berbagai cara yang bervariasi.
Dalam proses pembelajaran secara kontekstual, peserta didik akan melalui
satu atau lebih daripada bentuk pembelajaran sebagai berikut.
Contoh pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut.21
Gambar 2.2 Bentuk Pembelajaran Kontekstual
B. Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Inkuiri
Inkuiri berasal dari bahasa inggris inquiry yang secara harfiah berarti
penyelidikan. Piaget mengemukakan bahwa metode inkuiri merupakan metode
yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen
sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawaban sendiri, serta
21 Ella Yulaelawati,Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Pakar Raya, 2007), h. 141
RRelating
(Mengaitkan)
Eksperiencing
(Mengalami)
Applying
(Mengaplikasikan)
Cooperating
(Bekerja Sama)
Transferring
(Memindahkan)
E
A
C
T
Belajar dalam konteks
menghubungkaitkan pengetahuan
baru dengan pengalaman hidup
Belajar dalam konteks penemuan
dan daya cipta
Belajar dalam konteks bagaimana
pengetahuan atau informasi dapat
digunakan dalam berbagai situasi
Belajar dalam konteks
menghubungkaitkan pengetahuan
baru dengan pengalaman hidup
Belajar dalam konteks
pengetahuan yang ada atau
membina dari apa yang sudah
diketahui
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
34/143
menghubungkan penemuan yang satu dengan yang lain, membandingkan apa
yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik lain.22
Inkuiri pada dasarnya adalah suatu ide yang kompleks, yang berarti
banyak hal, bagi banyak hal, bagi banyak orang, dalam banyak konteks (a
complex idea that means many things to many people in many contexts ). Inkuiri
adalah bertanya. Bertanya yang baik, bukan asal bertanya. Pertanyaan harus
berhubungan dengan apa yang dibicarakan. Pertanyaan yang harus diajukan harus
dapat dijawab sebagian atau keseluruhannya. Pertanyaan harus dapat diuji dan
disilidiki secara bermakna.23
Pembelajaran inkuiri adalah pendekatan pembelajaran di mana siswa
didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-
konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki
pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan siswa menemukan
prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.24
Inkuiri memberikan kepada siswa pengalaman-pengalaman belajar yang
nyata dan aktif. Siswa diharapkan mengambil inisiatif. Mereka dilatih bagaimana
memecahkan masalah, membuat keputusan, dan memperoleh keterampilan.
Inkuiri memungkinkan siswa dalam berbagai tahap perkembangannnya bekerja
dengan masalah-masalah yang sama dan bahkan mereka bekerja sama mencari
solusi terhadap masalah-masalah. Setiap siswa harus memainkan dan
memfungsikan talentanya masing-masing.
Berdasarkan urain di atas dapat disimpulkan bahwa metode inkuiri adalah
suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan seluruh kemampuan siswa
untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga
mereka dapat menemukan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
22 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional; Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 10823
Nurhadi, dkk, Op.Cit., h. 4324 Kunandar, Op.Cit., h. 371.
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
35/143
1. Siklus Inkuiri
Pembelajaran inkuiri dilakukan melalui beberapa siklus berikut.25
a. Observasi (Observation). Dalam siklus ini siswa melakukan observasi terhadap
objek atau bahan yang akan dijadikan sumber belajar.
b. Bertanya (Questioning). Setelah melakukan observasi, siswa mengajukan
pertanyaan-pertanyaan berdasarkan hasil observasi.
c.
Mengajukan hipotesis (Hyphotesis). Kegiatan pembuatan prediksi atau
jawaban-jawaban sementara atas pertanyaan-pertanyaan di atas.
d. Pengumpulan data (Data gathering). Kegiatan mengumpulkan data atau
informasi yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam masalah di atas
melalui berbagai sumber yang ada.
e. Pembahasan, yaitu kegiatan menganalisis dan membahas data atau bahan yang
telah berhasil dikumpulkan oleh siswa.
f. Penyimpulan (Conclussion). Kegiatan menyimpulkan atas apa yang sudah
dibahas dan ditemukan terhadap suatu masalah.
Langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut.
1. Merumuskan masalah
2.
Mengamati atau melakukan observasi
3. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,
tabel, dan karya lainnya.
4.
Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman
sekelas, guru, atau audien yang lain.
Jika digambarkan dalam sebuah bagan, siklus inkuiri tampak sebagai
berikut.26
25
Ibid, h. 373-37426 Nurhadi, dkk,Op.Cit., h. 44
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
36/143
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
37/143
2)
Guided Inquiry
Tahap guided inquiry mengacu pada tindakan utama guru ialah mengajukan
permasalahan, siswa menentukan proses dan penyelesaian masalah.
3)
Open Inquiry
Tindakan utama pada open inquiry ialah guru memaparkan konteks
penyelesaian masalah kemudian siswa mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah.
2. Proses Pembelajaran dengan Metode Inkuiri
Metode pembelajaran inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan
intelekual tetapi seluruh potensi siswa yang ada, termasuk pengembangan
emosional dan pengembangan keterampilannya. Pada hakikatnya, metode
pembelajaran inkuiri ini merupakan suatu proses. Proses ini bermula dari
merumuskan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan bukti, menguji
hipotesis, dan menarik kesimpulan sementara supaya sampai pada kesimpulan
yang pada taraf tertentu diyakini oleh siswa yang bersangkutan.28
Gambar 2.4 Proses Inkuiri
28 Gulo, W, Strategi Belajar-Mengajar, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 94
Merumuskan
masalah
Merumuskan
hipotesis
Menarik kesimpulan
sementara
Menguji
hipotesis
Mengumpulakan
bukti
Siswa
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
38/143
Semua tahap proses pembelajaran dengan metode inkuiri tersebut di atas
merupakan kegiatan belajar dari siswa. Guru berperan untuk mengoptimalkan
kegiatan tersebut pada proses belajar sebagai motivator, fasilitator, dan pengarah.
Keberhasilan proses pembelajaran dengan metode inkuiri sangat
bergantung pada tahap pendahuluan. Permasalahan yang diketengahkan pada
tahap awal ini harus mampu dipertanyakan oleh siswa. Tahap pendahuluan ini
disebut juga tahap apersepsi atau advanced organizer. Hal tersebut demikian,
karena materi yang disajikan harus terkait dengan apa yang telah diketahui siswa
sebelumnya.
3. Karakter Inkuiri
Hinrichsen dan Jarret dalam Program Report The Northwest Regional
Educational Laboratory menyatakan empat karakter inkuiri, yaitu:29
a. Koneksi
Pada tahap ini:
1. Siswa mampu menghubungkan pengetahuan sains pribadi dengan konsep
komunitas sains.
2. Dilakukan dengan diskusi bersama, eksplorasi fenomena
3.
Guru mendorong untuk mendiskusikan dan menjelaskan pemahaman
mereka bagaimana suatu fenomena bekerja, menggunakan contoh dari
pengalaman pribadi, menemukan hubungan dengan literatur.
4.
Proses koneksi melalui: konsiliasi, pertanyaan, dan observasi.
b. Desain
Pada tahap ini:
1. Proses melalui prosedur-materi.
2. Siswa membuat perencanaan mengumpulkan data yang bermakna yang
ditujukan pada pertanyaan.
3. Siswa berperan aktif mendiskusikan prosedur, persiapan materi,
menentukan variabel kontrol, pengukuran.
4. Guru memantau ketepatan aktivitas siswa.
29 Ibid, h. 122-123
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
39/143
c.
Investigasi
Pada tahap ini:
1. Proses melalui koleksi dan mempresentasikan data.
2.
Siswa dapat membaca data secara akurat, mengorganisasi data dalam cara
yang logis dan bermakna, dan memperjelas hasil penyelidikan.
d. Membangun Pengetahuan
Pada tahap ini:
1. Proses melalui refleksi-konstruksi-prediksi.
2. Konsep yang dilakukan dengan eksperimen akan memberi arti yang lebih
bermakna dan mampu berpikir kritis.
3. Siswa dapat mengaplikasikan pemahamannya pada situasi baru yang
mengembangkan inferensi, generalisasi, dan prediksi.
4.
Guru melakukansharing pemahaman siswa.
Pembelajaran yang dilaksanakan melalui pendekatan kontekstual dengan
metode inkuiri diharapkan mampu mengubah cara belajar siswa yang selama ini
lebih banyak bersifat menunggu informasi dari guru ke pembelajaran yang
bermakna. Dengan terbiasanya siswa belajar secara bermakna dan menemukan
sendiri konsep-konsep materi yang dipelajari, diharapkan kualitas proses dan hasil
belajar siswa akan lebih baik dengan mengaitkan pembelajaran dengan konteks
kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, strategi pembelajaran kontekstual yang
paling efektif untuk menyatukan pembelajaran dan konteks pengalaman pribadi
siswa yaitu strategi ruang kelas tradisional yang mengaitkan materi dengan
konteks siswa.Guru adalah pemimpin di ruang kelas. Sebagai pemimpin, guru di sebuah
ruang kelas tradisional dapat menghubungkan informasi baru dengan kehidupan
siswa melalui banyak cara yang penuh dengan makna.30 Salah satu contoh
mengaitkan pembelajaran kontekstual di kelas yaitu dengan cara guru mendorong
siswa untuk membaca, menulis, dan berpikir secara kritis dengan meminta mereka
untuk fokus pada permasalahan yang diberikan oleh guru. Kelompok dibagi
30Elaine B. Johnson, Op.Cit,,h. 100
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
40/143
menjadi empat atau lima kelompok. Setiap kelompok diberikan LKS yang
bertujuan untuk mempermudah membangun keterkaitan pembelajaran,
menemukan makna, meningkatkan pengetahuan dan memperdalam wawasan
siswa.
C. Pemahaman Konsep
Ranah kognitif merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan
mental/otak. Pada ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari
tingkatan yang rendah sampai tinggi, yakni pengetahuan/ingatan (knowledge),
pemahaman (comprehension),penerapan (application), analisis (analyze), sintesis
(synthesis), evaluasi (evaluation).31
Pada tahun 2001, Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl melakukan
revisi terhadap taksonomi Bloom (teori kognitif) menjadi:
1. Mengingat (remember), adalah kemampuan menyatakan kembali fakta,
konsep, prinsip dan prosedur yang telah dipelajari dan tersimpan dalam
memori jangka panjang (long term memory)
2.
Memahami (understand), adalah membangun pengertian dari pesan
instruksional termasuk pesan secara lisan, tulisan dan komunikasi secara grafis.
3.
Menerapkan (apply) adalah kemampuan untuk menyelesaikan atau
menggunakan prosedur yang dipelajarinya pada suatu keadaan.
4. Menganalisis (analyze) adalah kemampuan untuk menganalisa suatu informasi
atau suatu situasi tertentu menjadi komponen-komponen sehingga informasi
tersebut menjadi jelas.
5.
Mengevaluasi (evaluation) adalah kemampuan untuk membuat pertimbangan
suatu penilaian terhadap sesuatu berdasarkan ukuran-ukuran atau standar yang
diterapkan.
6. Menghasilkan karya (create) adalah kemampuan untuk menyusun kembali
unsur-unsur ke dalam suatu pola atau struktur baru.32
31 Ahmad Sofyan, Tonih Feronika dan Burhanudin Milama,Evaluasi PembelajaranIPA Berbasis
Kompetensi,(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006),h. 1432
Lorin W. Anderson., Davis R Krathwohl; with Peter W. Airasian (et.al.), A Taxonomy forLearning, Teaching and Assessing,(NewYork: Longman, 2001), h. 67-68
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
41/143
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah
pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu
yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan,
atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam taksonomi Bloom,
kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi daripada pengetahuan. Namun,
tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu ditanyakan sebab, untuk dapat
memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal.33
Pemahaman berkaitan dengan intisari segala sesuatu, yaitu suatu bentuk
pengertian atau pemahaman yang menyebabkan seseorang mengetahui apa yang
sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan bahan atau ide yang sedang
dikomunikasikan tersebut tanpa harus menghubung-hubungkan dengan bahan
atau ide yang lain. Pemahaman dibedakan menjadi:34
1)
Translasi, yaitu kemampun untuk memahami suatu ide yang dinyatakan dengan
cara lain daripada pernyataan asli yang dikenal sebelumnya.
2)Interpolasi, yaitu kemampuan untuk memahami bahan atau ide yang direkam,
diubah, atau disusun dalam bentuk lain seperti grafik, tabel, diagram, dan
sebagainya.
3)Ekstrapolasi, yaitu keterampilan untuk meramalkan kelanjutan kecenderungan
yang ada menurut data tertentu dengan mengemukakan akibat, konsekuensi,
implikasi, dan sebagainya sejalan dengan kondisi yang digambarkan dalam
komunikasi yang asli.
Menurut Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl ada tujuh proses
kognitif yang tergabung dalam proses pemahaman, yaitu:35
a)
Menafsirkan
Menafsirkan terjadi ketika murid mampu menkonversikan informasi dari
satu bentuk ke bentuk yang lain, seperti informasi gambar
diterjemahkan/ditafsirkan ke dalam kata-kata, kata-kata ke dalam gambar,
angka ke dalam kata-kata maupun sebaliknya dan lain-lain.
33 Nana Sudjana,Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2009), h. 2434
Zulfiani, dkk, Op.Cit., h. 64-6535 Lorin W. Anderson., Davis R Krathwohl; with Peter W. Airasian (et.al.), Op.Cit,h. 70-75
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
42/143
b)
Menggunakan Contoh
Pemahaman terjadi ketika konsep yang disajikan disertai dengan contoh-
contoh yang sesuai atau dengan membuat gambaran (ilustrasi).
c)
Mengklasifikasikan (mengelompokkan)
Pengetahuan atau informasi yang dijelaskan (konsep umum beserta
contoh) dikelompokkan atau dikategorikan.
d)
Meringkas (rangkuman)
Memahami dengan cara menuliskan kembali atau merangkum informasi
yang telah dijelaskan. Isi rangkumannya adalah hal-hal yang dianggap penting
seputar informasi atau pengetahuan tersebut.
e)Menyimpulkan
Membuat kesimpulan sendiri dari materi yang disampaikan secara ringkas
sesuai dengan pemahaman siswa.
f) Membandingkan
Cara membandingkan ini digunakan untuk mengetahui perbedaan dan
persamaan dari suatu konsep, masalah, peristiwa dan lain-lain.
g)
Menjelaskan
Terjadi ketika siswa mampu membangun hubungan sebab akibat dari
konsep atau meteri yang telah dijelaskan.
Dengan demikian pemahaman adalah kemampuan memaknai suatu materi
atau informasi yang dipelajari lebih dari sekedar mengingat sehingga dapat
memperkirakan konsekuensi dan akibat dari suatu peristiwa.
Konsep menurut Oemar Hamalik adalah suatu kelas atau kategori stimuli
yang memiliki ciri-ciri umum. Stimuli adalah objek-objek atau orang-orang. 36
Konsep selalu diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman melalui generalisasi dn
berpikir abstrak. Fungsi konsep tidak lain untuk memberikan penjelasan dan
meramalkan suatu peristiwa.
36
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: BumiAksara, 2005), h. 162
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
43/143
Flavell (1970) menyatakan bahwa pemahaman terhadap konsep-konsep
dapat berbeda dalam tujuh dimensi, yaitu:37
a. Atribut, setiap konsep mempunyai atribut yang berbeda, contoh-contoh konsep
harus mempunyai atribut-atribut yang relevan.
b. Struktur, menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-atribut.
c. Keabstrakan, yaitu konsep-konsep dapat dilihat dan konkret, atau konsep-
konsep itu terdiri dari konsep-konsep lain.
d. Keinklusifan, yaitu ditunjukkan pada jumlah contoh-contoh yang terlibat dalam
konsep itu.
e.
Generalitas atau keumuman, yaitu bila diklasifikasikan, konsep-konsep dapat
berbeda dalam posisi superordinate atau subordinatnya.
f. Ketepatan, yaitu suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan aturan-
aturan untuk membedakan contoh-contoh dari noncontoh-noncontoh suatu
konsep.
g. Kekuatan (power), yaitu kekuatan suatu konsep oleh sejauh mana orang setuju
bahwa konsep itu penting.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa belajar konsep dipengaruhi oleh
faktor-faktor berikut.
1)
Pola reinforcementatau umpan balik.
2)Jumlah contoh-contoh baik positif maupun negatif.
3)Jumlah atribut, semakin banyak atribut relevan dimiliki konsep akan semakin
sulit konsep itu dipelajari.
Dengan demikian, konsep adalah suatu definisi dari suatu kumpulan atau
rangkaian yang memiliki sifat seluruh anggota.
D. Bunyi
Bunyi adalah suara yang dihasilkan oleh benda bergetar. Bunyi termasuk
gelombang longitudinal karena perambatannya berbentuk rapatan dan renggangan
dari molekul-molekul udara yang bergetar maju mundur.38 Materi bunyi yang
37
Syaiful Sagala,Konsep dan Makna Pembelajaran,(Bandung: ALFABETA, 2010), h. 72-7338Kinkin Suartini,Rangkuman Fisika SMP,(Jakarta: GagasMedia, 2010), h. 213
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
44/143
dipelajari pada tingkat SMP kelas VIII yaitu tentang pengertian bunyi, frekuensi
bunyi, cepat rambat bunyi, resonansi dan pemantulan gelombang. Seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.4 peta konsep bunyi dibawah ini.
Gambar 2.5 Peta Konsep Bunyi
Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal yang merambat di
dalam medium (perantara), contoh perantara gelombang bunyi adalah udara.
Gerak molekul-molekul pada gelombang bunyi longitudinal bergetar (berosilasi)
searah dengan arah gerak merambat gelombang bunyi.
a.Cepat Rambat Bunyi
Cepat rambat bunyi didefinisikan sebagai hasil bagi antara jarak sumber
bunyi ke pendengar dan selang waktu yang dibutuhkan bunyi untuk merambat
sampai ke pendengar. Secara sistematis:39
39
Bob Foster, Seribu Pena Fisika, (Jakarta: Erlangga, 1999), h. 38
Am litudo
Bun i
Frekuensigelombang bunyi
Cepat rambatbunyi
Zat perantara ResonansiPemantulangelombang
Frekuensiteratur
Frekuensitidak teratur
Zat cair Zat adat Zat as
Bandul, dan
senar gitar
Kelelawar,kapal
penangkapikan, gaung
dan gema
Nada Desah
parameter
merambat
melalui
gejala yang
diamati
terdiri atasterdiri atas
contoh contoh
contoh
dipengaruhi oleh
contoh
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
45/143
........................................................................... (2.1)
dengan:
v = cepat rambat bunyi (m/s)
s = jarak yang ditempuh (m)
t = waktu tempuh (s)
Seperti halnya berlaku untuk gelombang lain, pada gelombang bunyi pun
berlaku rumus :
.................................................................................. (2.2)
dengan:
v = cepat rambat bunyi (m/s)
= panjang gelombang bunyi (m)
f = frekuensi (Hz)
b.Frekuensi Gelombang Bunyi
Gelombang bunyi dapat dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan perbedaan
frekuensi:1.
Gelombang audiosonik merupakan gelombang longitudinal yang dapat
didengar manusia. Gelombang ini berada pada interval frekuensi 20 sampai
20.000 Hz.
2.
Gelombang infrasonik merupakan gelombang longitudinal dengan frekuensi di
bawah 20 Hz, sebagai contoh gelombang gempa bumi.
3. Gelombang ultrasonik merupakan gelombang longitudinal dengan frekuensi di
atas 20.000 Hz. Gelombang bunyi ini dapat didengar oleh anjing.
Nada adalah bunyi yang frekuensi getaran tertentu atau jumlah getaran tiap
detik selalu sama atau tetap. Nada biasa dihasilkan oleh alat-alat musik, sebagai
contoh: gitar, piano, seruling, biola, dan gamelan. Desah adalah bunyi yang
frekuensinya tidak teratur. Contoh desah adalah suara daun yang ditiup angin.
Tinggi rendah bunyi dipengaruhi oleh frekuensi bunyi. Semakin besar
frekuensi, semakin tinggi bunyi. Sebaliknya, semakin kecil frekuensi, semakin
rendah bunyi.
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
46/143
Kuat lemah bunyi bergantung pada amplitudo. Semakin besar amplitudo
bunyi, semakin kuat atau keras bunyinya. Sebaliknya, semakin kecil
amplitudonya, semakin lemah pula bunyinya.40
c.Warna Bunyi
Pada saat seorang wanita dan seorang pria menyanyi dengan frekuensi
yang sama, maka kita masih dapat mendengar perbedaan antara suara wanita dan
pria tersebut. Gabungan nada bunyi antara nada dasar dan nada atas yang
menyertainya disebut warna bunyi (timbre). Warna bunyi merupakan gabungan
dari dua bunyi yang memiliki frekuensi yang sama tetapi terdengar berbeda.
d.Hukum Marsenne
Marsenne melakukan percobaan dengan menggunakan alat sanometer
untuk menyelidiki hubungan antara frekuensi denganpanjang senar, luas
penampang, tegangan, dan bahan senar. Berdasarkan percobaannya, Marsenne
menyimpulkan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi frekuensi
senar/kawat/dawai/, yaitu sebagai berikut.
1.Panjang senar: semakin pendek senar, semakin tinggi frekuensinya.
2.Luas penampang senar: semakin tipis senar, semakin tinggi frekuensinya.
3. Tegangan senar: semakin tegang senar, semakin tinggi frekuensinya.
4.Massa jenis bahan senar: semakin kecil massa jenis bahan senar, semakin
tinggi frekuensinya.
e.Resonansi
Resonansi adalah ikut bergetarnya suatu benda karena pengaruh getaran
benda lain yang berfrekuensi sama. Dalam kehidupan sehari-hari resonansi
memegang peranan penting. Suara dawai gitar terdengar keras, karena adanya
peristiwa resonansi.
Resonansi sebuah benda akan terjadi jika benda tersebut memiliki
frekuensi sama dengan benda yang lain yang sedang bergetar. Resonansi benda-
40 Agus Katono, Seribu Pena Fisika SMP Kelas VIII Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 77
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
47/143
benda yang mempunyai frekuensi sama ini juga dapat terjadi pada dua garpu tala
yang frekuensinya sama.
Gambar 2.6 Resonansi pada Ayunan Bandul
f .Pemantulan Bunyi
Bunyi yang mengenai dinding pemantul, akan dapat dipantulkan. Sebagian
dari bunyi itu akan diserap oleh dinding pemantul. Kemampuan suatu permukaan
memantulkan bunyi bergantung pada keras atau lembeknya permukaan tadi.
Makin keras permukaan dinding pemantul, makin baik kemampuannya
memantulkan bunyi. Pemantulan bunyi ini akan dapat mengakibatkan terjadinya
gaung/kerdam dan gema. Pemantulan bunyi dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Gema
Gema adalah bunyi pantul terdengar setelah bunyi asli selesai dikatakan.
Gema terjadi apabila sumber bunyi dan permukaan pemantul jaraknya sangat
jauh. Gema biasa terjadi di dalam ruangan terbuka atau jarak antara sumber bunyi
dan dinding ruangan jauh. Gema sering terjadi di lereng gunung.
2. Gaung
Gaung aalah bunyi pantul yang berbaur dengan bunyi asli sehingga bunyi
asli terdengar tidak jelas. Gaung biasa terjadi di dalam ruangan yang tertutup atau
jarak antara sumber bunyi dan dinding ruangan dekat. Gaung sering terjadi di
dalam gedung pertunjukan, bioskop, dan studio rekaman. Untuk menghidari
gaung, biasanya gedung pertunjukan, bioskop, dan studio rekaman dipasang
peredam bunyi. Peredam bunyi adalah bahan-bahan yang dapat menyerap bunyi
A E
B
C
D
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
48/143
yang diterima. Contoh peredam bunyi adalah karpet, karet, busa, wol, karton, tirai,
dan gabus.
Pemantulan bunyi dapat dimanfaatkan untuk mengukur kedalaman
kolam/danau/laut. Kedalaman kolam/danau/laut dapat diperhitungkan dengan cara
mengukur cepat rambat bunyi dalam air dengan waktu terdengar pantulan bunyi.
Gelombang bunyi bergerak bolak-balik sehingga kedalaman kolam/danau/laut
dinyatakan persamaan:
............................................................... (2.3)
dengan:
h = kedalaman kolam/danau/laut (m)
v = cepat rambat bunyi dalam air (m/s)
t = waktu terdengar pantulan bunyi (s)
g.Hukum Pemantulan Bunyi
Bunyi yang datang tegak lurus pada dinding pemantul akan dipantulkan
kembali. Namun bunyi yang datangnya pada dinding pemantul yang membuat
sudut tertentu, akan dipantulkan dengan membuat sudut tertentu. Dalam
pemantulan bunyi ini berlaku hukum pemantulan bunyi:
1. Bunyi datang, bunyi pantul, dan garis normal terletak pada satu bidang datar.
2. Sudut datang sama dengan sudut pantul.
Gambar 2.7 Hukum Pemantulan Bunyi
i r
Dinding pemantul
n
i = sudut datangr = sudut pantul
n = garis normal
i = r
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
49/143
h.Manfaat Pemantulan Bunyi
Pemantulan bunyi dapat dimanfaatkan antara lain untuk:
1. Menentukan cepat rambat bunyi di udara.
2.
Melakukan survei geofisika untuk mendeteksi lapisan-lapisan batuan yang
mengandung minyak bumi.
3. Mendeteksi cacat dan retak pada logam.
4.
Mengukur ketebalan pelat logam.
i .Efek Doppler
Efek Doppler adalah efek berubahnya frekuensi yang didengar oleh
pendengar karena sumber bunyi atau pendengar yang bergerak. Jika sumber bunyi
mendekati pendengar, maka pendengar akan menerima frekuensi bunyi yang lebih
tinggi. Sebaliknya, jika sumber bunyi menjauhi pendengar, maka pendengar akan
menerima frekuensi bunyi yang lebih rendah.
E. Hasil Penelitian yang Relevan
Elok Sudibyo, dkk (2008) pada jurnal pendidikan dasar Vol. 9 No. 1 yang
berjudul, Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil
Belajar Fisika Siswa SMPN 3 Porong. Banyak siswa yang merasa tidak
memerlukan pelajaran fisika karena mereka beranggapan bahwa pelajaran itu
tidak bermanfaat dalam kehidupannya. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan
untuk meningkatkan motivasi siswa yaitu dengan mengaitkan materi fisika dalam
kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan
pembelajaran kontekstual tersebut dapat menuntaskan hasil belajar fisika siswaSMPN 3 Porong, yaitu siswa VIII-A telah mencapai ketuntasan belajar fisika
mencapai 87,2%, dari batas ketuntasan sebesar 75%. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual dapat motivasi siswa
SMPN 3 Porong dalam belajar fisika, antara lain: (1) siswa menunjukkan siswa
positif terhadap pelajaran fisika, (2) antusiasme siswa dalam mengikuti pelajaran
fisika dapat dikategorikan tinggi, (3) siswa percaya bahwa keberhasilan atau
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
50/143
kegagalan bergantung pada mereka sendiri, dan mereka juga terlihat berusaha
untuk memperoleh nilai yang tinggi.41
Wasis (1993) pada media pembelajaran dan ilmu pengetahuan No. 68 th.
XV/9/1993 yang berjudul, Pendekatan Inkuiri Terpimpin, Sebuah Alternatif
Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika dalam Proses Belajar Mengajar Fisika
di SMA. Nilai rata-rata pada pelajaran Fisika. Nilai rata-rata pada pelajaran
fisika selalu paling rendah dan tidak pernah mencapai 6,00 tiap tahun. Oleh
karena itu, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman konsep fisika
dalam proses belajar mengajar yaitu dengan pendekatan inkuiri terpimpin. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan inkuiri murni masih terasa berat
bagi siswa SMA. Hal ini terbentur pada keterbatasan alat-alat laboratorium,
kemampuan dan pengetahuan siswa yang belum memadai serta terbatasnya
alokasi waktu yang tersedia.42
Lasma Br Hotang, dkk (2010) pada prosiding seminar nasional fisika yang
berjudul Pembelajaran Berbasis Fenomena pada Materi Kalor untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa SMP. Hasil belajar sains lebih rendah
dari bidang lain, hal ini karena fisika dianggap salah satu mata pelajaran yang
sukar dipahami oleh sebagian siswa sehingga siswa kurang berminat belajar
fisika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diperoleh rata-rata N-gain
pemahaman konsep kelas eksperimen 0,55 dan kelas kontrol 0,22 kemudian untuk
N-gain pemahaman konsep diperoleh thitung (8,239) > ttabel (1,664). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan pemahaman konsep kalor siswa
yang menggunakan model pembelajaran berbasis fenomena secara signifikan
lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
model pembelajaran konvensioanal.43
41 Elok Sudibyo, dkk, Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil
Belajar Fisika Siswa SMPN 3 Porong, Jurnal Pendidikan Dasar.Vol.9 No.1, Maret 2008, h. 1442
Wasis, Pendekatan Inkuari Terpimpin, Sebuah Alternatif Meningkatkan Pemahaman Konsep
Fisika dalam Proses Belajar Mengajar, Media Pembelajaran dan Ilmu Pengetahuan No. 68 th.
XV/9/1993, h. 5743
Lasma Br Hotang, dkk, Pembelajaran Berbasis Fenomena pada Materi Kalor untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa SMP, Prosiding Seminar Nasioanal Fisika 2010, h.402
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
51/143
Siti Farida Ulfah (2009) pada skripsi yang berjudul Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Inkuiri terhadap Hasil Belajar Fisika
Siswa pada Materi Pokok Kalor. Metode pembelajaran yang kurang tepat
sehingga materi pelajaran yang disampaikan tidak efektif dan efisien. Upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar fisika yaitu dengan pendekatan
kontekstual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diperoleh nilai rata-rata N-
gain yang cukup tinggi pada kelompok eksperimen yaitu 0,83 tergolong kategori
tinggi sedangkan nilai rata-rata N-gain kelompok kontrol 0,70 yang tergolong
sedang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemilihan metode
pembelajaran sangat berperan dalam penguasaan materi fisika siswa. Hal ini dapat
dibuktikan berdasarkan hasil analisis data rata-rata skor akhir dan uji hipotesis tes
akhir, diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor
akhir kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.44
Encih Suwarsih (2009) pada skripsi yang berjudul Pengaruh Penerapan
Pendekatan Kontekstual dengan Bernuansa Nilai terhadap Hasil Belajar Fisika.
Kurangnya keterampilan guru untuk menggali nilai religius yang terkandung
dalam materi pelajaran yang sedang dipelajari. Hasil penelitian ini didapatkan
perbedaan antara mean kelas eksperimen 71,56 (pretest 42,88) dengan mean kelas
kontrol yaitu 61,13 (pretest 41,05) dan uji statistik didapatkan thitung(4,18) > ttabel
(2,00). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa respon siswa yang diajar
menggunakan pendekatan kontekstual pada materi pokok energi bernuansa nilai
religius, yang menjawab baik ada 40%, hal ini, menunjukkan bahwa sebagian
besar siswa memberikan respon yang baik/positif terhadap penerapan pendekatan
kontekstual pada materi pokok energi dengan bernuansa nilai religius.45
44 Siti Farida Ulfah, Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Inkuiri Terhadap
Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Materi Pokok Kalor, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan FITK, UIN Syarif Hidayatullah, 2009) h. 5445
Encih Suwarsih, Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan Bernuansa Nilai
Terhadap Hasil Belajar, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta:Perpustakaan FITK, UIN Syarif Hidayatullah, 2009) h. 69
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
52/143
F. Kerangka Berpikir
Pada saat proses pembelajaran berlangsung, nampak beberapa atau
sebagian besar siswa belum belajar sewaktu guru mengajar. Selama pembelajaran
guru belum memberdayakan seluruh potensi dirinya sehingga sebagian besar
siswa belum mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti
pelajaran lanjutan. Beberapa siswa belum belajar sampai pada tingkat
pemahaman. Siswa baru mampu menghafal fakta, konsep, prinsip, hukum, teori,
dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat
menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah
sehari-hari yang kontekstual. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk
meningkatkan pemahaman siswa dengan cara membuat pembelajaran menjadi
bermakna, yaitu pembelajaran kontekstual.
Materi fisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep bunyi.
Pemilihan materi ini dilakukan karena konsep ini banyak dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari, namun sering siswa mengalami kesulitan dalam memahami
fenomena-fenomena yang berkaitan dengan bunyi. Pembelajaran berbasis
kontekstual yang senantiasa mengaitkan konsep dengan kehidupan sehari-hari
dapat membantu siswa memahami konsep-konsep bunyi dan meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah siswa supaya hasil belajar yang diperoleh lebih
baik.
Pembelajaran kontekstual bertujuan untuk membantu siswa dalam
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kontekstual diharapkan dapat
membantu proses belajar mengajar agar lebih efektif, menarik dan bermakna
sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa khususnya pada
materi bunyi.
7/25/2019 contoh quasi eksp.pdf
53/143
Gambar 2.8 Bagan Kerangka Berpikir
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka dan kerangka berpikir yang
telah dikemukakan, maka dirumuskan hipotesis terhadap masalah yang dikaji,
yakni terdapat pengaruh pembelajaran fisika pada konsep bunyi dengan
menggunakan pendekatan kontekstual terhadap pemahaman siswa.
Minat belajar fisika rendah karena sis