Upload
sendy-begenius
View
213
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
proyek genetika
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Pada tahun 1909 F. Janssens menyatakan bahwa kromosom-kromosom
yang berpasangan di saat profase meiosis sering memperlihatkan konfigurasi
yang terlihat menyilang yang ditemukan pada Amphibia. Tiap silang
diinterpretasikan sebagai suatu chiasma, namun teori tersebut tidak dapat
dibuktikan. Kemudian dilakukan analisis sitogenetik untuk membuktikan
adanya hubungan antara jumlah pindah silang yang dideteksi secara genetik
melalui observasi jumlah rekombinasi di satu pihak, dengan jumlah chiasmata
yang tampak melalui pengamatan mikroskopis. Gardner dkk. (1984) dalam
Corebima (1997) menyebutkan bahwa pertukaran bagian-bagian kromosom,
antara kromosom yang homolog selama berlangsungnya pindah silang
dilakukan pada Drosophila oleh Stern. Stern memanfaatkan kromosom yang
tidak seluruhnya homolog agar mudah terdeteksi, dan pasangan kromosom
yang digunakan adalah pasangan kromosom kelamin yang bersifat hemizigot.
Kegiatan pindah silang melibatkan peristiwa pertukaran bagian-bagian
antara kromosom-kromosom homolog dan juga menunjukkan bahwa faktor-
faktor (gen) terletak pada kromosom. Menurut Ayala dkk. (1984) dalam
Corebima (1997) pindah silang umumnya terjadi selama meiosis pada semua
makhluk hidup berkelamin betina maupun jantan dan antara semua pasangan
kromosom homolog.
Gardner dkk (1984) dalam Corebima (1997) menyatakan bahwa peristiwa
pindah silang terjadi selama sinapsisdari kromosom-kromosom homolog pada
zygoten dan pachyten dari profase I meiosis I, dan menyatakan pula bahwa
karena replikasi kromosom berlangsung selamma interfase, maka peristiwa
pindah silang terjadi pada tahap tetrad pascarreplikasi pada saat tiap
kromosom telah mengganda, sehingga telah terbentuk empat kromatid untuk
tiap pasang kromosom homolog.
Pindah silang terjadi pada manusia maupun tumbuhan. Pada individu
jantan dalam banyak jenis Diptera, termasuk dalam marga Drosophila,
1
peristiwa pindah silang tidak pernah terjadi (Ayala dkk, 1984 dalam
Corebima, 1997).
Penggunaan D. melanogaster sebagai bahan percobaan sangatlah sesuai
dan menguntungkan, hal tersebut dikarenakan sifat Drosophila yang mudah
dibiakkan. Dari uraian di atas, maka dilakukan penelitian untuk membuktikan
adanya fenomena pindah silang dengan cara menyilangkan ♂N><♀ bwa, ♂N
><♀ bcl beserta resiproknya.
b. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka kami
dapat membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah cara membuktikan adanya fenomena pindah silang yang
terjadi pada Drosophila melanogaster persilangan ♂N >< ♀bwa dan
♂N><♀bcl beserta resiproknya?
2. Bagaimana fenotip F1 yang muncul dari persilangan ♂N >< ♀bwa dan
♂N><♀bcl beserta resiproknya?
3. Bagaimana fenotip F2 yang muncul dari persilangan ♀ F1 (♂N >< ♀bwa)
>< ♂bwa dan ♀ F1 (♂N><♀bcl) >< ♂ bcl beserta resiproknya?
4. Bagaimana frekuensi pindah silang dari persilangan ♂N >< ♀bwa dan
♂N><♀bcl beserta resiproknya?
c. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk membuktikan adanya fenomena pindah silang yang terjadi pada
Drosophila melanogaster persilangan ♂N >< ♀bwa dan ♂N><♀bcl
beserta resiproknya?
2. Mengetahui fenotip F1 yang muncul dari persilangan ♂N >< ♀bwa dan
♂N><♀bcl beserta resiproknya?
3. Mengetahui fenotip F2 yang muncul dari persilangan ♀ F1 (♂N >< ♀bwa)
>< ♂bwa dan ♀ F1 (♂N><♀bcl) >< ♂ bcl beserta resiproknya?
4. Mengetahui frekuensi pindah silang dari persilangan ♂N >< ♀bwa dan
♂N><♀bcl beserta resiproknya?
2
d. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannnya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat
sebagai berikut.
1. Bagi Peneliti
a. Meningkatkan keterampilan dalam melakukan penelitian, terutama
dalam bidang genetika
b. Meningkatkan pemahaman dalam kaitannya dengan persilangan-
persilangan, strain, dan fenotip.
c. Mendapatkan pengetahuan lebih mengenai fenotip strain-strain
Drosiphila melanogaster yang mengalami mutasi pada gen tertentu.
d. Melatih peneliti untuk menganalisis data-data yang telah diperoleh dari
hasil penelitian
e. Melatih kemampuan penalaran dalam menghubungkan data-data hasil
analisis dengan fenomena yang terjadi dari hasil penelitian
f. Mendapatkan informasi baru tentang fenomena yang terjadi dari hasil
persilangan strain-strain Drosophila melanogaster .
2. Bagi Pembaca
a. Memperoleh informasi baru mengenai fenotip, persilangan dan mutasi
strain-strain Drosophila melanogaster khususnya strain black body
(b), clot eyes (cl) dan white apricot (wa).
b. Sebagai salah satu sumber dalam memahami konsep-konsep genetika.
e. Asumsi Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini peneliti berasumsi bahwa.
1. Faktor internal seperti umur D. melanogaster yang digunakan dalam
penelitian, khusunya saat persilangan dianggap sama
2. Faktor abiotik atau faktor lingkungan (suhu, kelembapan, intensitas,
cahaya, pH) dianggap sama dan tidak berpengaruh terhadap fenomena
yang terjadi dari hasil persilangan. Dengan kata lain, fenomena yang
terjadi benar-benar disebabkan oleh hasil persilangan strain-strain D.
melanogaster bukan diakinbatkan faktor abiotik.
3
3. Kondisi medium selama penelitian dianggap sama dan dalam kondisi baik
4. Seluruh aspek biologis setiap individu D. melanogaster yang disilangkan
dianggap sama
f. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
1. Persilangan yang dilakukan pada Drosophila melanogaster yaitu
persilangan ♂N >< ♀bwa dan ♂N >< ♀bcl beserta resiproknya untuk
P1, dan menyilangkan ♀F1 dengan induk ♂ resesif dari stok.
2. Pengamatan yang dilakukan yaitu pengamatan morfologis pada warna
mata, faset mata, warna tubuh, bentuk sayap, dan jenis kelamin.
3. Pengamatan pada fenotip F1 maupun F2 dilakukan selaman tujuh hari,
dimana hari pertama dianggap sebagai hari ke-1.
4. Pemindahan medium induk minimal hingga medium ke-4 (diberi label
D), terhitung sejak medium persilangan awal sebagai medium ke-1
(diberi label A).
5. Penelitian yang dilakukan hanya mengenai fenomena pindah silang
tunggal
g. Definisi Operasional
1. Strain adalah sekelompok intraspesifik yang memiliki hanya satu atau
sejumlah kecil ciri yang berbeda, biasanya dalam keadaan homozigot
untuk ciri-ciri tersebut atau galur murni (Corebima,2003). Pada
penelitian ini strain yang dimaksud adalah strain N, bcl dan bwa.
2. Fenotip merupakan karakter yang dapat diamati dalam suatu individu
yang merupakan hasil persilangan suatu interaksi genotip dengan
lingkungan tempat hidup dan berkembang (Corebima, 1997). Pada
penelitian ini fenotip meliputi warna mata, faset mata, keadaan sayap
dan warna tubuh.
3. Genotip merupakan keseluruhan jumlah informasi genetik yang
terkandung dalam suatu makhluk hidup (Corebima, 1997).
4
4. Homozigot merupakan karakter yang dikontrol oleh dua gen yang
identik (Corebima, 1997). Pada praktikum ini strain homozigot berasal
dari strain stok awal.
5. Heterozigot merupakan karakter yang dikontrol oleh dua gen yang
tidak identik (Corebima, 1997). Pada praktikum ini strain heterozigot
dapat berasal dari strain anakan hasil persilangan.
6. Pindah silang merupakan proses penukaran segmen dari kromatid-
kromatid yang bukan sesaudara dan sepasang kromosom homolog
(Corebima, 1997).
7. Rekombinan merupakan turunan yang bukan tipe parental (Corebima,
1997).
8. Chiasma merupakan pemutusan atau penyambungan kembali yang
diikuti oleh suatu pertukaran resiprok antara kedua kromatid di dalam
bentukan bivalen (satu kromatid bersifat paternal, sedangkan yang lain
bersifat maternal) (Corebima, 1997).
9. Pindah silang merupakan fenomena yang secara genetik jarang dapat
dideteksi pada kromatid sesaudara karena kromatid sesaudara biasanya
identik (Corebima, 1997).
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Sistematika Drosophila melanogaster
Drosophila merupakan salah satu marga dari
Drosophilidae. Menurut Bock (1976) dalam Aini (1992),
Drosophila merupakan marga yang memiliki jumlah paling
besar bila dibandingkan dengan marga yang lainnya. Anak
marga di dalam Drosophila terbagi dalam 4 anak marga,
yaitu: Drosophila, Sophopora, Hirtodrosophila, dan
Scaptodrosophila.
Pada sistematika Drosophila menurut Storer, TI, dan Usinger, RL, (1975)
dalam Aini (1992) adalah sebagai berikut:
Filum : Arthopoda
Kelas : Insecta
Anak kelas : Pterygota
Ordo : Diptera
Familia : Drosphiladae
Genus : Drosophila
Spesies : D. melanogaster
B. Ciri-ciri Morfologi Drosophila melanogaster.
Ciri-ciri morfologi D. melanogaster beranekaragam tergantung gen-gen
yang diekspresikannya sehingga dapat kita lihat dua tipe yang sering dipakai
dalam penelitain yaitu tipe liar dan tipe mutan. Dimana pada penelitian ini
yang dipakai adalah sebagai berikut :
Strain N:
a. Mata berwarna merah
b. Tubuh berwarna coklat
c. Sayap menutupi tubuh dengan sempurna
d. Faset mata halus
6
Gambar 2.1. Drosophila melanogaster
(sumber: Pierce, 2012:6).
Strain bcl:
a. Mata berwarna cokelat kehitaman
b. Tubuh berwarna hitam
c. Sayap menutupi tubuh dengan sempurna
d. Faset mata halus
Strain bw :
a. Mata berwarna orange
b. Tubuh berwarna hitam
c. Sayap menutupi tubuh dengan sempurna
d. Faset mata halus
C. Peta Gen-Gen pada Drosophila
Pada organisme seperti lalat buah, padi dan tikus beragam mutan telah
diketahui dan peta gen-gennya dapat dikonstruksi, peta gen-gen pada Drosophila
dapa dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Partial genetic map atau peta suatu bagian gen pada empat kromosom Drosophila
melanogaster . Lingkaran pada masing-masing kromosom merepresentasikan lokasi sentromer.
Kromsosm I merupakan kromosom X, dan kromosom IV tidak digambar dengan suatu skala
tertentu, melainkan menunjukkan ukuran kromosom yang reltif kecil (Klug et al, 2012:122).
7
D. Pindah Silang
Pindah silang merupakan peristiwa yang terjadi selama sinapsis dari
kromosom-kromosom homolog pada zygoten dan pacyten dari profase I
meiosis (Gardner, dkk:1984 dalam Corebima 1997) . Gardner dkk (1984)
menyatakan bahwa peristiwa pindah silang terjadi karena replikasi kromosom
berlangsung selama interfase, maka peristiwa pindah silang terjadi pada tahap
tetrad pasca replikasi pada saat tiap kromosom telah mengganda, sehingga
telah terbentuk empat kromatid untuk tiap pasang kromosom homolog.
Gardner dkk. (1984) juga menyatakan bahwa pindah silang juga mencakup
kromatid-kromatid sesaudara (dua kromatid dari satu kromosom), tetapi
secara genetik pindah silang secara genetik jarang dapat terdeteksi karena
kromatid-kromatid sesaudara biasanya identik. Peristiwa pindah silang secara
genetik hanya dapat terdeteksi apabila berlangsung antara dua kromatid yang
bukan sesaudara. Pada marga Drosophila peristiwa pindah silang tidak pernah
terjadi pada individu jantan (Corebima, 1997).
Pada peristiwa pindah silang ini saat kromosom-kromosom hendak
memisah yaitu pada anafase I, kromatid-kromatid yang bersilang tersebut akan
melekat dan putus di bagian ciasma, kemudian tiap potongan itu akan melekat
pada kromatid yang terletak disebelahnya secara timbal balik. Berhubungan
dengan itu gen-gen yang terletak pada bagian yang pindah itu tempatnya akan
berpindah pula ke kromatid di sebelahnya (homolognya) (Corebima, 1997).
Fenomena pindah silang akan memunculkan individu baru yang sifat
fenotipnya berbeda dengan sifat parentalnya. Hal ini bertentangan dengan
hukum Mendel, akan didaptkan dua tipe keturunan yaitu jenis keturunan mirip
paternal dan yang lain mirip maternalnya. Sedangkan pada peristiwa pindah
silang didapatkan empat tipe keturunan yaitu dua tipe keturunan yang akan
mirip dengan sifat paternal dan maternalnya, sedangkan dua tipe lain akan
berbeda dengan sifat parentalnya. Tipe turunan yang bukan tipe parental
semacam ini disebut tipe rekombinan (Corebima, 1997).
8
E. Macam-Macam Pindah Silang
Pindah silang dibedakan atas :
1. Pindah silang tunggal, ialah pindah silang yang terjadi pada satu tempat.
Dengan terjadinya pindah silang itu akan terbentuk 4 macam gamet. Dua macam
gamet memiliki gen-gen yang sama dengan gen-gen yang dimiliki induk (parental),
maka dinamakan gamet-gamet tipe parental. Dua gamet lainnya merupakan
gamet-gamet baru, yang terjadi akibat adanya pindah silang. Gamet-gamet ini
dinamakan gamet-gamet rekombinasi. Gamet-gamet tipe parental dibentuk
jauh lebih banyak dibandingkan dengan gamet-gamet tipe rekombinasi.
Gambar 2.3. Pindah silang tunggal yang terjadi pada non-sister chromatids yang menghasilkan keturunan rekombinan dan keturunan parental
(sumber: Klug, 2012:112).
2. Pindah silang ganda, ialah pindah silang yang terjadi pada dua tempat. Jika
pindah silang ganda (dalam bahasa Inggris :´double crossingover´) berlangsung
di antara dua buah gen yang terangkai, maka terjadinya pindah silang ganda itu
tidak akan tampak dalam fenotip,sebab gamet-gamet yang dibentuk hanya dari
tipe parental saja atau dari tipe rekombinansi saja atau tipe parental dan tipe
rekombinasi akibat pindah silang tunggal. Akan tetapi, misalkan di antara gen
A dan B masih ada gen ke tiga, misalnya gen C, maka terjadinya pindahsilang
ganda antara gen A dan B akan nampak (Suryo, 2010).
9
Gambar 2.3. Pindah silang ganda yang terjadi memperlihatkan dua chiasmata(sumber: Klug, 2012:113).
F. Nilai Pindah Silang
Dengan percobaan Morgan dapat diketahui jarak dan lokus berbagai gen
pada kromosom. Dengan 3 macam perkawinan dengan 2 karakter berbeda akan
terlihat di mana letak salah satu gen dalam deretannya, dan diketahui pula berapa
jaraknya (Yatim, 1996). Hukum Morgan adalah jarak gen yang berangkai sebanding
dengan nilai pindah silang. Jika nilai pindah silang 1% maka jarak antara kedua
gen 1 unit (Yatim, 1996). Nilai pindah silang adalah angka persentase kombinasi baru
hasil persilangan, disingkat Nps (Yatim, 1996).
Telah diketahui bahwa dengan adanya peritiwa pindah silang,dalam
keturunan dibedakan tipe parental (tipe orang tua) dan tipere kombinasi (tipe
kombinasi baru). Adapun yang dimaksud dengan nilai pindah silang (nps) ialah angka
yang menunujukkan besarnya persentase kombinasi baru yang dihasilkan akibat
terjadinya pindah silang (Suryo,2010).
Tentunya nilai pindah silang tidak akan melebihi 50%, biasanya bahkan
kurang dari 50%, karena:
a. Hanya dua dari empat kromatid saja ikut mengambil bagian pada peristiwa
pindah silang.
b. Pindah silang ganda akan mengurangi banyaknya tipe rekombinasi yang
dihasilkan.
(Suryo, 2010).
10
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pindah Silang
Kemungkinan terjadinya pindah silang ternyata dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti :
1. Temperatur. Temperatur yang melebihi atau kurang dari temperatur biasa
dapat memperbesar kemungkinan terjadinya pindah silang.
2. Umur. Makin tua suatu individu, makin kurang mengalami pindah silang.
3. Zat kimia. Zat kimia tertentu dapat memperbesar kemungkinan pindah silang.
4. Penyinaran dengan sinar X. Dapat memperbesar kemungkinan pindahsilang.
5. Jarak antara gen-gen terangkai. Makin jauh letak suatu gen dengan gen lain,
makin besar kemungkinan terjadinya pindah silang.
Jenis kelamin. Pada umumnya pindah silang dijumpai pada makhluk hidup
betina maupun jantan. Namun demikian ada perkecualian, yaitu pada ulat
sutera (Bombix mori) yang betina tidak pernah terjadi pindah silang, demikian
pula dengan Drosophila yang jantan.
11
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konseptual
12
Peristiwa pindah silang ditandai dengan adanya turunan selain tipe parental yaitu tipe rekombinan, terjadi pada kromatid-kromatid bukan kakak beradik dari sepasang
kromosom homolog.
Peristiwa pindah silang terjadi pada tetrad pasca replikasi yaitu saat profase meiosis, dan hanya terjadi
pada sepasang kromosom homolog
Drosophila melanogaster memiliki 4 pasang kromosom homolog. Kromosom-kromosom ini dibedakan atas 3
pasang kromosom tubuh (autosom) dan sepasang kromosom kelamin (genosom)
Rasio hasil F2 tidak
menyimpang dengan
rasio pindah silang
Rasio hasil F2
menyimpang dengan
rasio pindah silang
Persilangan D. melanogaster ♂N><♀bcl dan ♂N >< ♀bwa beserta resiproknya, lalu testcross persilangan betina hasil keturunan F1 dengan induk resesifnya
Nilai pindah silang dapat ditentukan dari perbandingan jumlah individu rekombinan dengan semua individu
turunan dikali 100%. Frekuensi keturunan yang rekombinan tidak akan
melebihi 50%, atau bahkan kurang dari 50%
B. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Ho : tidak ada fenomena pindah silang yang muncul pada persilangan ♂N
>< ♀bwa dan ♂N >< ♀bcl beserta resiproknya.
2. Ha : ada fenomena pindah silang yang muncul pada persilangan ♂N ><
♀bwa dan ♂N >< ♀bcl beserta resiproknya.
13
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini merupakan rancangan deskriptif kuantitatif, dimana
pengamatan dilakukan dengan pengamatan melalui penghitungan jumlah
keturunan (F2) pada masing-masing persilangan antara strain N, bcl dan bwa
dilakukan sebanyak tujuh kali ulangan. Turunan antara strain N, bcl dan bwᵃ ini
diamati dan kemudian diambil datanya. Setelah itu pengamatan dapat
dideskripsikan secara sistematik.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika gedung O5 lantai III ruang
310 Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Malang mulai tanggal 12 Januari 2013 sampai 16 April 2013.
C. Populasi dan Sampel
Pada penelitian ini, populasi yang digunakan adalah seluruh D. melanogaster
yang ada di Laboratorium Genetika Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang.
Sedangkan sampel yang digunakan adalah D. Melanogaster strain N, bcl dan bwᵃ.
D. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada pengamatan ini adalah mikroskop stereo, panci,
pengaduk, blender, pisau, timbangan, kompor gas,bak plastik, botol selai, sendok,
selang dengan diameter kecil dan diameter sedang, selang ampul, kain kasa,
spons, kuas, spidol serta plastik.
Bahan yang digunakan antara lain D. melanogaster strain N, bcl, dan bwᵃ,
pisang rajamala, gula jawa, tape singkong, air, kertas pupasi, dan yeast
(pengembang roti).
E. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Medium
a. Menimbang bahan berupa pisang, tape singkong, dan gula merah dengan
perbandingan 7: 2 : 1 untuk satu resep, yaitu 700 gram pisang, 200 gram
tape singkong dan 100 gram gula merah.
b. Potong pisang rajamala dan gula merah diencerkan.
c. Pisang dan tape singkong diblender dengan menambahkan air secukupnya.
d. Setelah halus, memasukkan adonan ke dalam panci
e. Selagi masih dalam keadaan panas, gula jawa yang sebelumnya telah
diencerkan dituangkan ke dalam panci yang berisi adonan
f. Memasak adonan tersebut selama 45 menit untuk satu resep. Jika
pembuatan bahan lebih dari satu resep, maka adonan dimasak selama 1
jam.
g. Masukkan medium tersebut kedalam botol selai (± ¼ botol), kemudian
segara menutupnya dengan spons dan mendinginkannya.
h. Setelah medium dingin, memasukkan 3 butir yeast ke dalam medium dan
membersihkannya dari uap air serta memberi kertas pupasi pada botol
selai yang telah terisi medium tersebut.
2. Pengamatan Fenotip
a. Mengambil satu ekor D. melanogaster dari stok dan memasukkannya ke
plastik.
b. Mengamati D. melanogaster di bawah mikroskop stereo.
c. Mengamati fenotip D. melanogaster yang meliputi warna mata, warna
tubuh, faset mata, dan keadaan sayap kemudian mencatatnya.
3. Peremajaan Stok dan Pengampulan.
a. Menyiapkan botol selai yang telah diisi medium.
b. Memasukkan beberapa pasang D. melanogaster untuk masing-masing
strain pada botol yang berbeda dan memberi label sesuai strain dan tanggal
pemasukkannya.
c. Setelah muncul pupa yang menghitam, mengisolasi pupa kedalam botol
ampul yang telah diberi potongan pisang dengan menggunakan kuas.
4. Persilangan Generasi I (F1)
a. Dari ampulan yang sudah menetas dipilih D. melanogaster strain ♀N
disilangkan dengan ♂bcl, beserta resiproknya dan D. melanogaster strain
♀N disilangkan dengan ♂bwa beserta resiproknya dan dimasukkan dalam
botol dengan medium yang baru. Dengan catatan umur lalat yang
digunakan untuk persilangan tidak lebih dari 2 hari setelah menetas.
b. Memberikan label seperti strain apa, ulangan ke berapa dan tanggal
perlakuan persilangan.
c. Setelah dua hari persilangan induk jantan dilepas.
d. Setelah muncul larva induk betina dipindahkan dalam medium baru (di
beri label B) begitu seterusnya hingga induk betina mati, minimal
pemindahan sampai pada botol D.
e. Dibiarkan sampai mucul anak hasil persilangan, kemudian mengamati
fenotip yang muncul pada F1. Pengamatan fenotip dilakukan selama 7 hari.
5. Persilangan Generasi 2 (F2)
a. Mengampul dari F1 sesuai dengan ulangannya dan semua fenotip yang
muncul disilangkan semua, hasil persilangan F1 disilangkan dengan ♂bwa
dan ♂bcl dari stok.
b. Memberikan label seperti strain apa, ulangan ke berapa dan tanggal
perlakuan persilangan.
c. Setelah dua hari persilangan induk jantan dilepas.
d. Setelah muncul larva induk betina dipindahkan dalam medium baru (diberi
label B) begitu seterusnya hingga induk betina mati, minimal pemindahan
sampai pada botol D.
e. Dibiarkan sampai mucul anak hasil persilangan, kemudian mengamati
fenotip yang muncul pada F2, mulai dari hari ke-1 sampai hari ke-7 dan
dihitung jumlah keturunan F2.
F. Teknik Pengumpula Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
melakukan pengamatan fenotip yang meliputi: warna tubuh, warna mata, faset
mata, dan keadaan sayap pada hasil keturunan F1 dan F2 secara langsung.
Menghitung jumlah keturunan yang dimulai dari hari ke-1 sampai hari ke-7 untuk
setiap ulangan dan memasukkan dalam tabel hasil pengamatan.
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunaka pada penelitian ini menggunakan
rekonstruksi kromosom untuk persilangan F1 hingga F2 dan menghitung
persentase rekombinan pada setiap persilangan.
BAB V
DATA DAN ANALISIS DATA
A. Data
Tabel 5.1 Data keturunan F1 dan rasio hasil persilangan parental
Persilngan Fenotip SexUlangan
Σ1 2 3 4 5 6 7
♂bcl><♀N N♂ 2 - 10 3 - 52 - 67
♀ 1 - 6 5 - 64 - 76
Σ 143
Persilngan Fenotip SexUlangan
Σ1 2 3 4 5 6 7
♂N><♀bcl N♂ 4 44 25 1 3 33 - 110
♀ 10 70 20 4 11 49 - 164
Σ 274
Persilngan Fenotip SexUlangan
Σ1 2 3 4 5 6 7
♂bwa ><♀N
N♂ 10 19 21 29 - - - 79
♀ 20 45 15 30 - - - 110
wa♂ 3 6 - - - - - 9
♀ 3 - - - - - - 3
Σ 201
Persilngan Fenotip SexUlangan
Σ1 2 3 4 5 6 7
♂N><♀bwa
N♂ 6 31 14 73 11 - - 135
♀ 10 38 16 74 30 - - 168
wa♂ 6 11 - 46 21 - - 84
♀ 2 29 - 35 5 - - 71
Σ 458
Tabel 5.2 Data keturunan F2 dan rasio hasil persilangan F1
Persilngan Fenotip SexUlangan
Σ Total1 2 3 4 5 6 7
♀N><♂bwa
Dari
(♀N><♂bwa)
N♂ 118 - - - - - - 118
254♀ 136 - - - - - - 136
bwa♂ 9 - - - - - - 9
15♀ 6 - - - - - - 6
b♂ 4 - - - - - - 4
30♀ 26 - - - - - - 26
wa♂ 6 - - - - - - 6
15♀ 9 - - - - - - 9
Σ- 314
Persilngan Fenotip SexUlangan
Σ Total1 2 3 4 5 6 7
♀N><♂bwa
Dari
(♂N><♀bwa)
♂ - - - - - - -
♀ - - - - - - -
Σ
Persilngan Fenotip SexUlangan
Σ Total1 2 3 4 5 6 7
N♂ 10 - 1 - - - - 11
21♀ 8 - 2 - - - - 10
b♂ 1 - 9 - - - - 10
23♀ 12 - 1 - - - - 13
cl♂ 2 - 9 - - - - 11
24♀ 11 - 1 - - - - 13
bcl♂ 1 - 12 - - - - 13
26♀ 13 - - - - - - 13
Σ 94
Persilngan Fenotip SexUlangan
ΣTotal
1 2 3 4 5 6 7
♀N><♂bcl ♂ - - - - - - -
Dari
(♂N><♀bcl)♀ - - - - - - -
Σ
B. Rekontruksi kromosom
Rekontruksi pada kromosom tubuh yang terletak pada kromosom yang
sama, tidak terjadi pindah silang (normal):
a. Rekonsrtuksi kromosom pada persilangan ♂N >< ♀bcl
P1 : ♂N >< ♀bcl
b+ cl+ >< b cl
b+cl+ b cl
G1 : b+cl+, b cl
F1 : b+cl+ (N heterozigot)
b cl
P2 : ♀N (dari F1)><♂bcl resesif (dari stok)
b+cl+ >< b cl
b cl b cl
G2 : b+cl+ b cl
b cl
F2 : b+cl+ (N), b cl (bcl)
bcl b cl
Perbandingan F2= N: bcl
1: 1
b. Rekonstruksi kromosom pada persilangan ♀N >< ♂bcl
P1 : ♀N >< ♂bcl
b+ cl+ >< b cl
b+cl+ b cl
G1 : b+cl+, bcl
F1 : b+ cl+ (N heterozigot)
b cl
P2 : ♀N (dari F1)><♂bcl resesif (dari stok)
b+ cl+ >< b cl
b cl b cl
G2 : b+cl+ bcl
bcl
F2 : b+cl+ (N), bcl (bcl)
bcl bcl
Perbandingan F2: N: bcl
1: 1
Rekonstruksi kromosom pada kromosom tubuh, terletak pada kromosom yang
sama, terjadi pindah silang :
a. Persilangan ♀N><♂bcl beserta resiproknya
P1 ♀N >< ♂bcl
Genotip ><
Gamet b+ cl+ b cl
F1
Perbandingan F1 : 100% N (heterozigot)
P2 ♀N >< ♂bcl (resesif)
Genotip ><
Gamet b+ cl+ b cl
b cl
b+ b duplikasi b+ b + b b
cl+ cl cl+ cl + cl cl
♂
♀b cl b cl
b+ cl+
(N) (N)
b+ cl+
(N) (N)
b+ b+ b b
cl+ cl cl+ cl
Gamet : b+cl+, b+cl, bcl+, bcl
♂
♀b+cl+, b+cl bcl+ bcl
b- cl-
b + cl +
b- cl-
(N heterozigot)
b + cl -
b- cl-
(cl)
b - cl+
b- cl-
(b)
b - cl -
b- cl-
(bcl)
F2Perbandingan F2 = N : b: cl: bcl 1 : 1: 1 :1
Rekonstruksi kromosom pada persilangan ♂N >< ♀bwa yang tidak mengalami pindah silang
P1 : ♂N >< ♀bwa
Genotip b + w a+ >< b w a
b+ ¬ b wa
gamet
: b+ wa+ , b+¬ ; b wa
♀ N (heterozygot) = 2
♂ wa+= 2
♂
♀b+ wa+
b+¬
b wa
b + w a +
b wa
b + w a
b ¬
b wab + w a +
b wa
b + w a
b ¬
FI N : wa+
1 : 1
P2 : ♀N >< ♂bwa
Genotip b +` w a+ >< b w a
b wa b ¬Gamet : b+ wa+, b+ wa , b wa+ , b wa ; b wa, b wa
♂
♀b+ wa+ b+ wa b wa+ b wa
b wa b + w a+ b wa
b + w a b wa
b w a+ b wa
b w a+ b wa
b ¬b + w a+
b ¬
b + w a
b ¬
b w a+
b ¬
b w a
b ¬
Perbandingan F2: N : bwa : wa : b
1 : 1 : 1 : 1
Rekonstruksi kromosom pada persilangan ♂ bwa >< ♀N
P1 ♂ bwa >< ♀N
Genotip b w a >< b + w a+
b ¬ b+ wa+
Gamet : b+ wa+ , b ¬ ; b+ wa+, b+ wa+
Perbandingan ♂N : ♀N 1 : 1
P2 : ♀N >< ♂bwa
Genotip b +` w a+ >< b w a
b wa b ¬Gamet : b+ wa+, b+ wa , b wa+ , b wa ; b wa, b wa
♂
♀b+ wa+ b+ wa b wa+ b wa
b wa b + w a+ b wa
b + w a b wa
b w a+ b wa
b w a+ b wa
b ¬b + w a+
b ¬
b + w a
b ¬
b w a+
b ¬
b w a
b ¬
♂
♀b+ wa
b ¬
b+ wa+
b + w a +
b+ wa
b + w a +
b ¬
b+ wa+b + w a +
b+ wa
b + w a +
b ¬
Perbandingan F2: N : bwa : wa : b
1 : 1 : 1 : 1
C. Uji Chi-Square (X2)
1. Persilangan ♀F1dari (♂N >< ♀bcl) >< ♂bcl
Persilngan Fenotip SexUlangan
Σ Total1 2 3 4 5 6 7
N♂ 10 - 1 - - - - 11
21♀ 8 - 2 - - - - 10
b♂ 1 - 9 - - - - 10
23♀ 12 - 1 - - - - 13
cl♂ 2 - 9 - - - - 11
24♀ 11 - 1 - - - - 13
bcl♂ 1 - 12 - - - - 13
26♀ 13 - - - - - - 13
Σ 94
Fh N = Fh b =
Fh cl = Fh bcl =
fenotipe Fo fh fo – fh (fo – fh)2
N 21 23,5 -2,5 6,250,26595744
6
b 23 23,5 -0,5 0,25 0,21276595
cl 24 23,5 0,5 0,25 0,21276595
bcl 26 23,5 0,25 6,250,26595744
6
∑0,57446808
1
X2 tabel → db = ∑fenotip (N, b, cl, bcl) – 1
= 4 – 1
= 3
X2 hitung (0,574468081) < X2 tabel 0,05 (7,815). Hipotesis penelitian
diterima sehingga rasio F2 tidak menyimpang dari 1 : 1 : 1 : 1
2. Persilangan ♀F1dari (♂N >< ♀bwa) >< ♂ bwa
Persilngan Fenotip SexUlangan
Σ Total1 2 3 4 5 6 7
♀N><♂bwa
Dari
(♀N><♂bwa)
N♂ 118 - - - - - - 118
254♀ 136 - - - - - - 136
bwa♂ 9 - - - - - - 9
15♀ 6 - - - - - - 6
b♂ 4 - - - - - - 4
30♀ 26 - - - - - - 26
wa♂ 6 - - - - - - 6
15♀ 9 - - - - - - 9
Σ- 314
Fh N = Fh b =
Fh wa = Fh bwa =
fenotipe Fo fh fo – fh (fo – fh)2
N 254 78,5 175,5 30800,25392,359872
6
b 30 78,5 -48,5 2352,25 29,621019
11
wa 15 78,5 -63,5 4032,25 51,366242
04
bwa 15 78,5 -635 4032,25 51,3662420
4
∑524,7133758
X2 hitung (524,7133758) > X2 tabel 0,05 (7,815), Hipotesis penelitian ditolak
sehingga tidak terjadi fenomena pindah silang yang muncul pada persilangan ♂N
>< ♀bwa beserta resiproknya.
D. Frekuensi Pindah Silang
Frekuensi Pindah Silang Persilangan ♀F1dari (♂N >< ♀bcl) >< ♂bcl
resesif. Frekuensi turunan tipe rekombinan:
=
=
= 14,3%
Persilangan ♀F1dari (♂bcl >< ♀N) >< ♂bcl resesif
Frekuensi turunan tipe rekombinan:
=
=
Persilangan ♀F1dari (♂N >< ♀bwa) >< ♂ bwa resesif
Frekuensi turunan tipe rekombinan:
=
=
= 53,19%
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Fenotip F1 dari Persilangan ♂N >< ♀bcl beserta Resiproknya dan
persilangan ♂N><♀bwa beserta resiproknya
Dari hasil persilangan yang telah dilakukan, menunjukkan data bahwa F1
dari persilangan antara N♂><bcl♀ beserta resiproknya semuanya memiliki
feontipe N baik jantan maupun betina. Meskipun demikian, genotip dari F1 tidak
lagi N yang homozigot seperti pada N parental. Hal tersebut sudah sesuai dengan
rekontruksi kromosom yang ada, dimana fenotip yang muncul semuanya adalah N
dengan genotip heterozigot. yang memiliki ciri mata merah, warna tubuh kuning
kecoklatan dan sayap menutup tubuh secara sempurna. Menurut hasil persilangan
di atas tampak bahwa sifat dominan dimiliki strain N, yang mengalahkan sifat
resesif dari b dan cl. Keturunan pertama atau F1 yang dihasilkan dari persilangan
di atas bersifat heterozigot. Corebima (1997) menyatakan bahwa suatu karakter
heterozigot adalah suatu karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) tidak
identik (berlainan).
Namun, pada persilangan ♂N >< ♀bwa beserta resiproknya menghasilkan
keturunan pertama (F1) yang berfenotip N dan wa dengan perbandingan 1:1. Dari
hasil pengamatan terlihat separuh F1 adalah N berkelamin betina dan separuhnya
adalah wa yang mempunyai kelamin jantan, serta terlihat pula bahwa separuh F1
adalah ♀N sedangkan separuhnya ♂w. Hal ini menunjukkan bahwa tidak seluruh
F1 bermata merah tidak sesuai dengan harapan atas dasar prinsip Mendel, jika
faktor merah dominan terhadap faktor oranye (apricot). Fenotip F1 yang muncul
dari persilangan ini menunjukkan adanya sifat yang terpaut kelamin pada strain wa
yaitu faktor warna mata. Faktor warna mata pada strain wa terdapat pada
kromosom kelamin X yang ditunjukkan dalam peta kromosom dimana strain w
terletak pada kromosom 1 yang merupakan kromosom kelamin X (Ayala, dkk
dalam Corebima, 1997).
Dalam prosesnya F1 dari persilangan tersebut, ♀N memperoleh 1 kromosom
X dari induk jantan dan 1 kromosom dari induk betina. Dalam hal ini kromosom
X dari induk jantan yang diwariskan merupakan faktor warna oranye yang
dominan (wa +) sedangkan kromosom X dari induk betina merupakan faktor warna
mata merah yang resesif (wa), sehingga F1 yang dihasilkan dari persilangan P1
merupakan ♀N yang heterozigot. Untuk ♂ wa dari persilangan P1 memperoleh 1
kromosom X dari induk betina, dalam hal ini merupakan faktor warna oranye
yang resesif (wa) dan 1 kromosom Y dari induk jantan sehingga F1 yang juga
dihasilkan oleh persilangan P1 adalah ♂ wa.
6.2. Fenotip F2 dari Persilangan ♂N >< ♀bcl beserta Resiproknya dan
persilangan ♂N><♀bwa beserta resiproknya
Dari hasil uji Chi square data penelitian yang diperoleh, menunjukkan
Hipotesis penelitian diterima sehingga rasio F2 tidak menyimpang dari 1 : 1 : 1 : 1
yang merupakan rasio hasil rekonstruksi kromosom.
F1 betina (N♀) dari persilangan N♂><bcl♀ beserta resiproknya yang
bersifat heterozigot tersebut kemudian disilangkan dengan jantan resesif dari stok
yaitu strain bcl♂. Uji persilangan suatu individu dengan parentalnya disebut test
cross atau silang balik. Dengan uji persilangan balik ini dapat diketahui bahwa
individu yang fenototipnya sama belum tentu memiliki genotip yang sama.
Peristiwa pindah silang ditandai dengan munculnya tipe turunan yang berbedar
dengan tipe parental. Tipe turunan yang bukan tipe parental semacam ini disebut
tipe rekombinan. Tipe rekombinan memiliki fenotip baru yang tidak sama dengan
fenotip pariental yaitu strain b, dan strain cl. Dari persilangan F1 betina (N♀) dari
persilangan N♂><bcl♀ disilangkan dengan jantan resesif dari stok yaitu strain
bcl♂ didapatkan 4 jenis fenotip yang muncul yaitu N,b,cl dan bcl. Munculnya tipe
rekombinan disebabkan adanya pertukaran bagian-bagian antara kromosom-
kromosom homolog sehingga terjadi perubahan posisi faktor (gen) tertentu dari
suatu kromosom ke pasangan homolognya.
Fenomena perubahan posisi gen ini dapat diketahui terjadi ketika Profase I
yang pada saat itu sering memperlihatkan konfigurasi yang terlihat menyilang.
Tiap silangan itu diintepretasikan sebagai suatu chiasma. Terjadinya pindah silang
ditandai dengan adanya synaptinemal complex dan terbentuknya chiasma tersebut.
Pada Drosophila individu yang dapat melakukan pindah silang adalah individu
betina. Menurut Ayala dalam Corebima (2003) individu jantan dalam banyak
jenis diptera termasuk dalam marga Drosophila, peristiwa pindah silang tidak
pernah terjadi. Individu betina dapat terjadi pindah silang karena terbentuk
synaptinemal kompleks yang merupakan prasyarat terjadinya pindah silang.
Menurut Campbell (2010) synaptinemal kompleks adalah sebuah apparatus
protein yang mempunyai fungsi untuk membawa kromosom pada ikatan yang
kuat. Struktur apparatus protein tersebut merupakan struktur gabungan dari RNA
dan protein untuk memperkuat chiasma.
Dari gambar di atas dapat menunjukkan bahwa setelah homolog tereplikasi,
kemudian berpasangan dan terhubung secara fisik di sepanjang lengan oleh
protein synaptinemal kompleks. Setelah penguraian synaptinemal kompleks pada
profase akhir, kedua homolog sedikit memisah namun tetap terhubung pada
chiasma, karena kohesi kromatid saudara masih tetap menyambungkan kedua
kromatid saudara awal. Hal ini yang menyebabkan pada F2 persilangan ♂N ><
♀bcl beserta resiproknya muncul tipe rekombinan dan tipe parental.
Selanjutnya adalah pada persilangan ♂N><♀ bwa beserta resiproknya. Pada
fenomena persilangan ini tidak terjadi pindah silang, karena salah satu syarat
terjadinya pindah silang adalah gen-gen yang berada pada satu kromosom. Gen
black body (b) terletak pada kromosom II sedangkan gen wa (white apricot)
termutasi pada kromosom I. Pada uji chi-square yang telah dilakukan
menunjukkan pula bahwa Hipotesis penelitian ditolak sehingga tidak terjadi
fenomena pindah silang yang muncul pada persilangan ♂N >< ♀bwa beserta
resiproknya.
6.3. Frekuensi Pindah Silang
Frekuensi rekombinan akibat dari peristiwa pindah persilangan ♂N ><
♀bcl menghasilkan frekuensi keturunan rekombinan senilai 14,3% . Hal ini sesuai
dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Suryo (2008) bahwa nilai pindah
silang tidak akan melebihi 50%, atau bahkan kurang dari 50%, itu dikarenakan
Hanya dua dari empat kromatid saja yang ikut mengambil bagian pada peristiwa
pindah silang. Frekuensi pindah silang dapat dihubungkan dengan peta
kromosom. Yang dimaksud dengan peta kromosom ialah gambar skema sebuah
kromosom yang dinyatakan sebagai sebuah garis lurus dimana diperlihatkan lokus
setiap gen yang terletak pada kromosom itu. Sentromer dari kromosom biasanya
dianggap sebagai pangkal, maka diberi tanda 0(nol). Pada lokus setiap gen
dibubuhkan angka yang menunjukkan jarak antara gen itu dengan sentromer atau
jarak antara satu gen dengan yang lain. Jarak itu diberi ukuran unit dan 1 unit =
1% pindah silang (Suryo,2010)). Pada strain bcl, memiliki dua gen yang terletak
masing-masing gen b terletak pada kromosor gen II 48.5 map unit dan gen cl pada
16.5 map unit. Kemudian jarak antara gen b dengan cl adalah 48.5-16.5 = 32 map
unit yang berarti menunjukkan bahwa frekuensi terjadinya pindah silang adalah
sebesar 32 % akan tetapi pada hasil tipe rekombinan tidak akan lebih dari 50%.
Menurut Sturtevant, semakin jauh dua gen terpisah, semakin tinggi pula
probablitas bahwa pindah silang terjadi di antara keduanya sehingga lebih tinggi
pula frekuensi rekombinasinya.
Pada persilangan ♂N><♀ bwa beserta resiproknya menunjukkan
persentase lebh dari 50%, yakni sebesar 53,19%. Hal ini menunjukkan bahwa
pada persilangan ini memang tidak terjadi fenomena pindah silang, karena pada
pindah silang perhitungan frekuensi tipe rekombinan memperlihatkan gambaran
yang jelas kurang dari 50%. Jelaslah bahwa gambaran frekuensi tipe-tipe
rekombinan semacam itu terjadi karena faktor-faktor itu memang harus terletak
pada satu kromosom.
BAB VII
PENUTUP
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Dari hasil persilangan Drosophila melanogaster ♂N><♀bcl beserta
Resiproknya,pada F1 muncul fenotip N heterozygot dengan persentase
100% dari seluruh anakannya. Selanjutnya untuk hasil persilangan
Drosophila melanogaster ♂N><♀ bwa beserta Resiproknya, pada F1
muncul fenotip N mempunyai kelamin betina dan wa yang mempunyai
jenis kelamin jantan dengan rasio keduanya adalah 1:1 hal ini terjadi
karena adanya sifat yang terpaut kelamin pada strain wa..
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah kami lakukan dapat diberikan
saran sebagai berikut:
1. Dalam melakukan penelitian mengenai D. melanogaster ini diperlukan
adanya kesabaran, ketelitian, dan kecekatan dalam bekerja. Begitu pula
kekompakan antar individu dalam kelompok juga menjadi hal yang sangat
penting. Terutama hal tersebut sangat diperlukan saat proses pengamatan
fenotip, peremajaan, pengampulan, dan persilangan, agar waktu dapat
digunakan dengan seefisien mungkin dan mendapat hasil yang optimal
2. Diharapkan pada penelitian selanjutnya peneliti lebih teliti dalam
menghitung lama tiap-tiap tahap perkawinan pada D.Melanogaster. Dalam
mengerjakan proyek ini juga harus memperhatikan faktor-faktor luar yang
mungkin bisa mengganggu seperti serangga, semut, atau yang lainnya.
Daftar Pustaka
Campbell, Reech. 2010. Biologi Ed.8 Jilid 1. Erlangga: Jakarta
Corebima,A.D. 2003. Genetika Mendel. Airlangga: University Press
Corebima, A.D. 2000. Genetika Mutasi dan Rekombinasi. Biologi FMIPA:
Universitas Negeri Malang
Elvita, Azmi dkk. 2008. Genetika Dasar. University of Riau: Riau
Gardner, E.J. dkk. 1991. Priciples of Genetics. John Wiley dan Sons, New York
Klug, William, S., et.all. 2006. Concepts of Genetics. New Jersey: Pearson
Education Inc
Strickberger, M. W. 1985. Genetics Third Edition. New York: Macmillan
Pubishing Company
Suryo. 2010. Genetika untuk strata 1. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.