44
Case Report Session POLIP NASI Oleh : Cantika Dinia Zulda 1010311012 Muhammad Lingga Primananda 1110312008 Preseptor : dr. Dolly Irfandy, Sp.THT KL BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

CRS polip nasi.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: CRS polip nasi.doc

Case Report Session

POLIP NASI

Oleh :

Cantika Dinia Zulda 1010311012

Muhammad Lingga Primananda 1110312008

Preseptor :

dr. Dolly Irfandy, Sp.THT KL

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK

BEDAH KEPALA LEHER

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2015

Page 2: CRS polip nasi.doc

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Polip nasi merupakan masalah medis dan masalah sosial karena dapat mempengaruhi

kualitas hidup penderita baik pendidikan, pekerjaan, aktivitas harian dan kenyamanan. Polip

nasi merupakan mukosa hidung yang mengalami inflamasi dan menimbulkan prolaps mukosa

di dalam rongga hidung. Polip nasi ini dapat dilihat melalui pemeriksaan rinoskopi dengan

atau tanpa bantuan endoskopi.1,2

Polip hidung biasanya menyerang orang dewasa yang kemungkinan disebabkan oleh

karena reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung yang berlangsung lama.

Beberapa faktor lain yang meningkatkan kemungkinan terkena polip hidung antara lain

sinusitis (radang sinus) yang menahun, iritasi, sumbatan hidung oleh karena kelainan anatomi

dan adanya pembesaran pada konka.

Prinsip pengobatan dari polip hidung yaitu mengatasi polipnya dan menghindari

penyebab atau faktor-faktor yang mendorong terjadinya polip. Bila polip kecil dilakukan

pengobatan dengan obat obatan oral dan penyemprotan dengan obat semprot hidung. Namun

bila polip besar dan tidak dimungkinan dengan pengobatan oral atau semprot maka harus

dilakukan operasi pengangkatan polip Jika faktor yang menyebabkan terjadinya polip tidak

teratasi maka polip hidung ini rawan untuk kambuh kembali demikian berulang ulang.

1.2 Tujuan

Makalah ilmiah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai

penegakan diagnosis dan penatalaksanaan kasus polip nasi.

1

Page 3: CRS polip nasi.doc

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hidung

Hidung terdiri dari hidung bagian luar berbentuk piramid dengan bagian bagiannya dari

atas ke bawah yaitu pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung

(tip), ala nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior).1

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi melebarkan atau menyempitkan lubang

hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasal), prosesus frontalis os maksila

dan prosesus nasalis os frontal sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang

tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis

superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala

mayor dan tepi anterior kartilago septum.1

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang,

dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu

masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares

posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.1

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares

anterior disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak

kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang (vibrise).1,2

2

Page 4: CRS polip nasi.doc

Gambar 2.1. Anatomi hidung tampak lateral

Setiap kavum nasi mempunyai empat buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,

inferior, dan superior. Dinding medial adalah septum nasi yang dibentuk oleh tulang dan

tulang rawan. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium

pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa hidung.1

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah

ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi ialah

konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema ini biasanya rudimenter.1,2

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung. Terdapat meatus yaitu meatus

inferior, medius, dan superior. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus

nasolakrimalis. Pada meatus medius terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus

etmoid anterior. Pada meatus superior terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus

sfenoid.1,2

Bagian atas rongga hidung divaskularisasi oleh arteri etmoidalis anterior dan posterior

yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dari arteri karotis interna.1 Bagian bawah rongga

hidung divaskularisasi oleh cabang arteri maksilaris interna, diantaranya arteri palatina mayor

dan arteri sfenopalatina. Arteri sfenopalatina keluar dari foramen sfenopalatina dan

memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.1

3

Page 5: CRS polip nasi.doc

Bagian depan hidung divaskularisasi oleh cabang-cabang a. fasialis. Pada bagian depan

septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a.

labialis superior, dan a. palatina mayor, yang disebut pleksus kiesselbach (little's area).1

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan

arteri. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang

berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga

merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.1

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis

anterior yang merupakan cabang n. nasosiliaris yang bersal dari n. oftalmikus. Rongga

hidung lainnya, sebagian besar terdapat persarafan sensorik dari nervus maksilla melalui

ganglion sfenopalatina. Ganglion ini menerima serabut sensoris dari n. maksilaris, serabut

parasimpatis dari n. petrosus superfisialis mayor dan serabut saraf simpatis dari n. petrosus

profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di ujung posterior konka

media.1

Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribrosa

dari pemukaan bawah bulbus olfaktorius dan berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada

mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.1

2.2 Fisiologi Hidung

Untuk fisiologi hidung terkait dengan polip, pertama kita harus memahami Kompleks

Osteomeatal (KOM), KOM ini merupakan unit fungsional yang merupakan tempat ventilasi

dan drainase dari sinus-sinus anterior (maksila, etmoid anterior dan frontal). Karena

fungsinya tersebut maka seandainya terjadi obstruksi pada celah yang sempit ini, maka akan

terjadi perubahan yang signifikan pada sinus-sinus terkait serta perubahan pada mukosa yang

menjadi salah satu predisposisi terjadinya polip nasi.3

Beberapa fungsi hidung, antara lain :1,3

1. Sebagai jalan nafas

Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi

konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini

berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan

kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan

aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan

bergabung dengan aliran dari nasofaring.

4

Page 6: CRS polip nasi.doc

2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang

akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara:

a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim

panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit,

sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di

bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi

dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui

hidung kurang lebih 37o C.

3. Sebagai penyaring dan pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan

dilakukan oleh :

a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

b. Silia

Transpor benda asing yang tertimbun dari udara inspirasi ke faring di sebelah

posterior, di mana kemudian akan ditelan atau diekspektorans, merupakan kerja silia

yang menggerakan lapisan mukus dengan partikel yang terperangkap. Aliran

turbulen dalam hidung memungkinkan paparan yang sangat luas antara udara

inspirasi dengan epitel hidung dan lapisan mukusnya,lapisan mukus berupa selubung

sekret kontinyu yang sangat kental, meluas ke seluruh ruang dan sudut hidung,

sinus, tuba eustakius, faring, dan seluruh cabang bronkus.

Mukus hidung disamping berfungsi sebagai alat transportasi partikel yang

tertimbun dari udara inspirasi, juga memindahkan panas, normalnya mukus

menghangatkan udara inspirasi dan mendinginkan ekpirasi, serta melembabkan

udara isnpirasi dengan lebih dari satu liter uap setiap harinya. Namun, bahkan

dengan jumlah uap demikian sering kali tidak memadai untuk melembabkan udara

yang sangat kering, sering kali terdapat di rumah-rumah dengan pemanasan selama

musim dingin. Hal ini dapat berakibat mengeringnya mukosa yang disertai berbagai

ganguan hidung. Derajat kelembaban selimut mukus ditentukan oleh stimulasi saraf

pada kelenjar seromukosa pada submukosa hidung.

Arah gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang. Karena silia lebih

aktif pada meatus media dan inferior yang terkandung, maka cenderung menarik

5

Page 7: CRS polip nasi.doc

lapisan mukus dari lapisan meatus komunis ke dalam celah-celah ini. Arah gerakan

septum adalah kebelakang dan agak ke bawah menuju dasar. Pada dasar hidung,

arahnya kebelakang dengan kecenderungan bergerak di bawah konka inferior ke

dalam meatus inferior. Pada sisi medial konka, arah gerakan kebelakang dan

kebawah, lewat dibawah tepi inferior dari meatus yang bersesuaian. Drainase dari

daerah tak bersilia pada sepertiga anterior hidung sebelumnya praktis lewat meatus.

Ini merupakan daerah yang paling banyak mengumpulkan kontaminan udara.

Lapisan mukus, disamping menangkap dan mengeluarkan partikel lemah, juga

merupakan sawar terhadap alergen, virus dan bakteri. Akan tetapi walaupun

organisme hidup mudah dibiak dari segmen hidung anterior, sulit untuk mendapat

suatu biakan postnasal yang positif. Lisozim, yang terdapat pada lapisan mukus,

bersifat destruktif terhadap dindiong sebagian bakteri. Fagositosis aktif dalam

membran hidung merupakan bentuk proteksi di bawah permukaan. Membran sel

pernapasan juga memberikan imunitas induksi seluler.

Sejumlah imunoglobulin dibentuk dalam mukosa hidung, sesuai kebutuhan

fisiologik, telah diamati adanya IgG, IgA dan IgE. Rinitis alergika terjadi bila

alergen yang terhirup berkontak dengan antibodi IgE sehingga antigen tersebut

terfiksasi pada mukosa hidung dan sel mast submukosa. Selanjutnya dihasilkan dan

dilepaskan mediator radang yang menimbulkan perubahan mukosa hidung yang

khas.

4. Indra Penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada

atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau

dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik

nafas dengan kuat.

5. Resonansi suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan

menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau.

6. Proses bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana

rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran

udara.

6

Page 8: CRS polip nasi.doc

7. Refleks nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,

kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh: iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks

bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur,

lambung dan pankreas.

2.3 Definisi Polip Nasi

Polip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai,

berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan permukaan licin dan agak

bening karena mengandung banyak cairan. Umumnya sebagian besar polip ini berasal dari

celah kompleks osteomearal (KOM) yang kemudian tumbuh ke arah rongga hidung.1,4

2.4 Epidemiologi Polip Nasi

Pada populasi umum, angka kejadian polip nasi ini pada orang dewasa sekitar 1-4 %.

Prevalensi ini jauh lebih rendah pada anak, dimana seandainya ditemukan anak dengan polip

hidung, maka kemungkinan besar ada gangguan pada faktor mukosilier atau faktor

imunologisnya, misalnya pada anak dengan polip nasi cenderung disertai dengan adanya

cystic fibrosis. Dengan pemeriksaan endoskopi yang teliti pada kadaver, ditemukan

seperempat dari individu memiliki polip tanda riwayat penyakit sinonasal sebelumnya. Polip

nasi biasanya terjadi pada rentang usia 30-60 tahun dengan dominasi pada pria sekitar 2-4 : 1

dibandingkan dengan wanita.4,5

2.5 Klasifikasi Polip Nasi

Berdasarkan temuan histologis, polip nasi dapat dibagi menjadi empat tipe menurut Hellquist

HB4,6 :

Eosinophilic edematous type : ditandai dengan edema pada stroma dengan jumlah

eosinofil yang banyak.

Chronic inflamatory or fibrotic type : ditandai dengan sel inflamasi khususnya limfosit

dan neurtrofil dan sedikit eosinofil.

Seromucinous gland type : tipe I disertai dengan hiperplasia kelenjar seromukus.

Atypical stromal type

Sedangkan secara umum, klasifikasi dari polip nasi ini dibagi menjadi eosinophil

dan neutrophil dominated inflammation, tergantung dari sel inflamasi masa yang lebih

7

Page 9: CRS polip nasi.doc

dominan. Sebagian besar pada polip nasi, eosinofil merupakan sel inflamasi yang paling

sering ditemukan.4

Sedangkan untuk kepentingan klinis, Stammberger4,6 mengklasifikasikan polip nasi

menjadi lima kelompok, dilihat berdasarkan endoskopi dan kriteria klinis, respon terhadap

terapi yang berbeda serta hubungannya dengan penyakit lain, yaitu :

Antrocoanal polyp

Large isolated polyp

Polyps associated with chronic inflamation, non-eosinophilic dominated, non-related to

hyperreactive airway syndrome

Polyps associated with CRS, eosinophilic-dominated

Polyps associated with spesific disease (Cystic fibrosis, non-invasive/non-allergic fungal

sinusitis, malignancy)

2.6 Etiologi dan Patogenesis Polip Nasi

Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai etiologi polip nasi, terdapat sejumlah

hipotesis mengenai asal dari polip nasi eosinofilik dan neutrofilik yang berkisar dari

predisposisi genetik, variasi anatomi, infeksi kronis, alergi inhalan, alergi makanan, sampai

ketidakseimbangan vasomotor.1

Etiologi yang pasti belum diketahui tetapi ada 3 faktor penting pada terjadinya polip,

yaitu :4

1. Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus.

2. Adanya gangguan keseimbangan vasomotor.

3. Adanya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema mukosa hidung.

Beberapa hipotesis dari keadaan tersebut antara lain :1,4,5

1. Alergi

Alergi merupakan faktor yang banyak menjadi sorotan karena tiga hal, yaitu karena

sebagian besar polip nasi terdiri dari eosinofil, berhubungan dengan asma, serta temuan

klinis pada nasal yang menyerupai gejala dan tanda alergi. Paparan alergen udara

menahun, diduga berperan dalam terjadinya polip nasi melalui inflamasi yang terus-

menerus pada mukosa hidung.3

Ditemukan sekitar 7% pasien dengan asma memiliki polip nasi.7 Akan tetapi

ditemukan bahwa pada pasien non atopik angka kejadian polip hidung juga lebih

tinggi yaitu 13%. Akan tetapi studi lain menunjukkan bahwa asma dengan onset

8

Page 10: CRS polip nasi.doc

yang telat (late onset asthma) akan berkembang menjadi nasal polip sekitear 10-

15%.

2. Ketidakseimbangan Vasomotor

Teori ini dikemukakan karena pada banyak kondisi tidak ditemukan adanya

tanda-tanda atopi dan tidak ada riwayat pajanan alergen yang ditemukan. Akan

tetapi pasien cenderung mengalami rinitis prodromal sebelum pada akhirnya

berkembang menjadi polip hidung. Polip hidung bisanya memiliki vaskularisasi yang

kurang dan berkurangnya inervasi vasokonstriktor. Selanjutnya gangguan dalam

regulasi vaskular dan peningkatan permeabilitas dapat menyebabkan edema dan

pembentukan polip.

3. Bernouli Fenomena

Fenomena Bernoulli terjadi karena adanya penurunan tekanan yang selanjutnya

menyebabkan konstriksi. Hal ini akan menimbulkan tekanan negatif dalam KOM,

yang mempengaruhi mukosa disekitarnya. Karena tekanan negatif ini kemudia akan

terjadi inflamasi mukosa yang selanjutnya menjadi awal terbentuknya polip.

4. Teori Ruptur Epitel

Rupturnya epitel dari mukosa nasal karena alergi atau karena infeksi dapat

menyebabkan prolaps dari lamina propria, yang selanjutnya akan membentuk polip.

Defek dari faktor ini mungkin semakin membesar karena pengaruh gravitasi atau

drainase vena mengalami obstruksi. Akan tetapi dari scanning dengan pengamatan

mikroskopik tidak ditemukan adanya defek epitel yang bermakna pada pasien

dengan polip hidung.

5. Intoleransi Aspirin

Banyak konsep yang menjelaskan bagaimana patogenesis dari intoleransi

aspirin serta hubungannya dengan polip hidung. Terdapat sindrom klinis yang jelas,

bagaimana obat-obatan NSAID khusunya aspirin dapat memicu terjadinya rinitis dan

serangan asma. Respon Cyclooxygenase (COX) umumnya sangat berbeda pada

pasien dengan intoleransi aspirin dibandingkan normal. Dapat dibuktikan bahwa

terjadi perubahan pada COX1 dan COX2 yang menghasilkan metabolit tertentu

yang akan menstimulasi cysteinyl leukotriene (Cys-LT). Perubahan ini selanjutnya

menyebabkan metabolisme asam arachidonat menjadi jalur leukotriene inflamasi

tinggi, yang selanjutnya akan mengurangi kadar PGE2 (yang merupakan PG

antiinflamasi). Eksperi berlebihan dari LTC4 synthase selanjutnya akan meningkatkan

9

Page 11: CRS polip nasi.doc

jumlah cysteinyl LTs, menyebabkan respon inflamasi tak terkontrol dan inflamasi

kronis.

6. Cystic Fibrosis

Cystic Fibrosis merupakan salah satu penyakit autosomal resesif pada kelompok

orang kulit putih. Cystic fibrosis disebabkan karena mutasi gen tunggal pada

kormosom 7 yang disebut cystic fibrosis transmembrane regulator (CFTR). Hal ini

menyebabkan tidak adanya cyclic AMP-regulated chloride chanel yang menyebabkan

impermeabilitas klorida dan peningkatan absorpsi natrium. Peningkatan absorpsi

natrium dan penurunan sekresi klorida menyebabkan pergerakan air ke sel dan

ruang interstitial, selanjutnya menimbulkan retensi ari, pembentukan polip. Defek

migrasi protein CFTR juga menyebabkan terjadinya inflamasi kronis skunder.

7. Nitric Oxide

Nitric Oxide merupakan gas radikal bebas, yang memainkan peran besar dalam

terjadinya reaksi imunologis nonspesifik, regulasi dari tone vaskular, pertahanan host,

dan inflamasi pada berbagai jaringan. Radikal bebas biasanya dipertahankan dalam

keadaan seimbang oleh antioxidan defense system superoxide dismutase , catalase

dan glutahione peroxidase. Ketika radikal bebas ini dapat melebihi kemampuan

pertahanan d ari antioxidant, maka akan terjadi defek seluler, defek jaringan, dan

penyakit kronis. Ditemukan laporan akan meningkatnya kadar nitric oxide dan

penurunan scavangeing enzim pada pasien polip hidung dibandingkan dengan

kontrol, yang menunjukkan adanya penumpukan radikal bebeas pada polip hidung.

8. Infeksi

Bagaimana infeksi dapat menjadi faktor yang juga penting terhadap

pembentukan polip, diduga terkait dengan adanya gangguan pada epitel dengan

proliferasi jaringan granulasi. Hal ini biasanya terjadi pada infeksi Streptococcus

pneumoniae, Staphylococcus aureus, atau Bacteroides fragilis (semua jenis patogen

yang sering ditemukan pada rinosinusitis). Bagaimana granuloma menginduksi

terjadinya polip hidung masih belum benar-benar dipahami.

9. Superantigen Hypotensis

Staphylococcus aureus ditemukan sekitar 60-70% pada daerah mukus didekat

polif masif. Organisme ini selalu memproduksi toxin, staphylococcus enterotoxin A

(SEA), staphylococcus enterotoxin B (SEB) dan toxic shock syndrome toxin-1

(TSST-1) yang akan berperan sebagai supetantigen, menyebabkan aktifasi dan

10

Page 12: CRS polip nasi.doc

ekspansi klonal dari limfosit pada lateral hidung. Aktifasi dari limfosit ini, akan

menghasilkan sitokin Th1 dan Th2 (IFN-gama. IL-2, IL-4, IL-4), hal ini akan

menyebabkan chronic lymphocytic-eosinophil muchosal disease. Hal ini dibuktikan

dengan ditemukannya antibodi spesifik IgE terhadap SEA dan SEB sebanyak 50%

pada penderita polip hidung.

2.7 Manifestasi Klinis

Polip hidung dapat menyebabkan hidung tersumbat, yang selanjutnya dapat

menginduksi rasa penuh atau tekanan pada hidung dan rongga sinus. Kemudian

dirasakan hidung yang berair (rinorea) mulai dari yang jernih sampai purulen,

hiposmia atau anosmia serta dapat juga dirasakan nyeri kepala daerah frontal. Gejala

lain yang dapat timbul tergantung dari penyertanya, pada infeksi bakteri dapat disertai

pula dengan post nasal drip serta rinorea purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul

adalah bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur, dan gannguan

kualitas hidup.2 Dapat juga menyebababkan gejala pada saluran nafas bawah, berupa

batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip hidung dengan asma.5 Selain

itu harus dicari riwayat penyakit lain seperti alergi, asma, intoleransi aspirin.5

2.8 Diagnosis

2.8.1 Anamnesis

Dari anamnesis didapatkan keluhan-keluhan berupa hidung tersumbat, rinorea,

hiposmia atau anosmia. Dapat pula didapatkan gejala skunder seperti bernafas

melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan gangguan aktifitas.2

2.8.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah (10) :

a. Inspeksi : dapat dijumpai pelebaran kavum nasi terutama pada polip yang berasal dari

sel-sel ethmoid.

b. Rinoskopi anterior : tampak sekret mukus dan polip multiple atau soliter. Polip

kadang perlu dibedakan dengan konka nasi inferior, yakni dengan cara memasukkan

kapas yang dibasahi dengan larutan Efedrin 1% 9 (vasokonstriktor), konka nasi yang

berisi banyak pembuluh darah akan mengecil, sedangkan polip tidak akan mengecil.

c. Rinoskopi posterior : kadang kadang dijumpai polip koanal

11

Page 13: CRS polip nasi.doc

Pembagian stadium polip menurut MacKay dan Lund : Stadium 1 : polip masih

terbatas pada meatus media, Stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus media, tampak

pada rongga hidung tertapi belum memenuhi rongga hidung, Stadium 3: polip masif.2

2.9 Pemeriksaan Penunjang

a. Naso-endoskopi

Polip pada stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat dari rinoskopi anterior,

akan tetapi dengan naso endoskopi dapat terlihat dengan jelas. Pada kasus polip

koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius

sinus maksila.2,6

b. Pemeriksaan Radiologi

Foto polos sinus paranasal (Posisi waters, AP, Caldwell dan latera) dapat

memperlihatkan adanya penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di dalam

sinus, tetapi kurang bermanfaat untuk polip hidung. Pemeriksaan CT scan sangat

bermanfaat untuk melihat secara jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal

apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks

osteomeatal (KOM). CT scan harus diindikasikan pada kasus polip yang gagal

diobati dengan terapi medikamnetosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada

perencanaan tindakan bedah endoskopi.6

2.10 Diagnosa Banding

Angiofibroma Nasofaring Juvenillis ; tampak seperti polip koanal, tetapi relatif

mudah berdarah.

Inverted Cell Papilloma tampak seperti polip multiple, tetapi biasanya unilateral dan

banyak pada orang yang berusia lanjut.

Meningokel : biasanya pada bayi atau anak-anak, polip jarang dijumpai pada anak-

anak maupun bayi.

2.11 Tatalaksana

Tujuan dari tatalaksana polip hidung yaitu: 4,6

- Memperbaikai keluhan pernafasan pada hidung

- Meminimalisir gelaja

12

Page 14: CRS polip nasi.doc

- Meningkatkan kemampuan penghidu

- Menatalaksanai penyakit penyerta

- Meningkatkan kulitas hidup

- Mencegah komplikasi.

Secara umum penatalaksanaan dari polip hidung yaitu melalui penatalaksanaan

medis dan operatif.

2.11.1Tatalaksana Medis

Polip Hidung merupakan kelainan yang dapat ditatalaksanai secara medis.

Walaupun pada beberapa kasus memerlukan penanganan operatif, serta tatalaksana

agresif sebelum dan sesudah operatif juga diperlukan.2,6

a. Antibiotik

Polip hidung dapat menyebabkan terjadinya obstruksi sinus, yang selanjutnya

menimbulkan infeksi. Tatalaksana dengan antibiotik dapat mencegah pertumbuhan

dari polip dan mengurangi perdarahan selama operasi. Antibiotik yang diberkan

harus langsung dapat memberikan efek langsung terhadap spesies Staphylococcus,

Streptococcus, dan bakteri anaerob, yang merupakan mikroorganisme pada sinusitis

kronis.6

b. Corticosteroid

Topikal Korticosteroid

Intranasal/topikal kortikosteroid merupakan pilihan pertama untuk polip hidung.

Selain itu penggunaan topikal kortikosteroid ini juga berguna pada pasien post-

operatif polip hidung, dimana pemberiannya dapat mengurangi angka kekambuhan.

Pemberian dari kortikosteroid topikal ini dapat dicoba selama 4-6 minggu dengan

fluticasone propionate nasal drop 400 ug 2x/hari memiliki kemampuan besar dalam

mengatasi polip hidung ringan-sedang (derajat 1-2), diamana dapat mengurangi

ukuran dari polip hidung dan keluhan hidung tersumbat.4

Sitemik Kortikosteroid

Penggunaan dari kortikosteroid sistemik/oral tunggal masih belum banyak diteliti.

Penggunaanya umumnya berupa kombinasi dengan terapi kortikosteroid intranasal.

Penggunaan fluocortolone dengan total dosis 560 mg selama 12 hari atau 715 mg

selama 20 hari dengan pengurangan dosis perhari disertai pemberian budesonide

spray 0,2 mg dapat mengurangi gejala yang timbul serta memperbaiki keluhan

sinus dan mengurangi ukuran polip.4

13

Page 15: CRS polip nasi.doc

Akan tetapi dari penelitian lain, penggunaan kortikosteroid sistemik tunggal yaitu

methylprednisolone 32 mg selama 5 hari, 16 mg selama 5 hari, dan 8 mg selama

10 hari ternyata dapat memberikan efek yang signifikan dalam mengurangi ukuran

polip hidung serta gejala nasal selain itu juga meningkatkan kemampuan

penghidu.6

c. Terapi lainnya

Penggunaan antihistamin dan dekongestan dapat memberikan efek simtomatik akan

tetapi tidak merubah perjalanan penyakitnya. Imunoterapi menunjukkan adanya

keuntungan pada pasien dengan sinusitis fungal dan dapat berguna pada pasien

dengan polip berulang. Antagonis leukotrient dapat diberikan pada pasien dengan

intoleransi aspirin.4

2.11.2 Terapi Pembedahan

Indikasi untuk terapi pembedahan antara lain dapat dilakukan pada pasien

yang tidak memberikan respon adekuat dengan terapi medikal, pasien dengan infeksi

berulang, serta pasien dengan komplikasi sinusitis, selain itu pasien polip hidung

disertai riwayat asma juga perlu dipertimbangkan untuk dilakukan pembedahan

guna patensi jalan nafas. Tindakan yang dilakukan yaitu berupa ekstraksi polip

(polipektomi), etmoidektomi untuk polip etmoid, operasi Caldwell-luc untuk sinus

maxila. Untuk pengembangan terbaru yaitu menggunakan operasi endoskopik dengan

navigasi komputer dan instrumentasi power. 3,6

14

Page 16: CRS polip nasi.doc

15

Page 17: CRS polip nasi.doc

16

Page 18: CRS polip nasi.doc

2.12 Prognosis

Umumnya setelah penatalaksanaan yang dipilih prognosis polip hidung ini baik

(dubia et bonam) dan gejala-gejala nasal dapat teratasi. Akan tetapi kekambuhan

pasca operasi atau pasca pemberian kortikosteroid masih sering terjadi. Untuk itu

follow-up pasca operatif merupakan pencegahan dini yang dapat dilakukan untuk

mengatasi kemungkinan terjadinya sinekia dan obstruksi ostia pasca operasi,

bagaimana patensi jalan nafas setelah tindakan serta keadaan sinus, pencegahan

inflamasi persisten, infeksi, dan pertumbuhan polip kembali, serta stimulasi

pertumbuhan mukosa normal. Untuk itu sangat penting dilakukan pemeriksaan

endoskopi post operatif. Penatalaksanaan lanjutan dengan intra nasal kortikosteroid

diduga dapat mengurangi angka kekambuhan polip hidung.2,3,6

17

Page 19: CRS polip nasi.doc

BAB 3

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.A

No MR : 999452

Umur : 47 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Padang

Suku Bangsa : Minang

ANAMNESA

Keluhan Utama :

Hidung kiri tersumbat sejak 1 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

Hidung kiri terasa tersumbat sejak 1 tahun yang lalu

Keluhan hidung tersumbat semakin bertambah sejak 2 bulan yang lalu

Keluhan hidung tersumbat tidak menyebabkan gangguan pada jalan pernafasan.

Pasien masih bisa bernafas lewat hidung

Pasien merasakan dan adanya benjolan pada hidung kiri sejak 2 bulan yang lalu

Pasien mengeluh adanya penurunan penciuman pada hidung kiri

Keluhan hidung tersumbat disertai dengan hidung berair, cairan kental berwarna agak

kekuningan

Adanya cairan yang mengalir dari hidung ke tenggorokan ada

Keluhan nyeri pada pipi tidak ada

Tidak ada riwayat hidung berdarah

Tidak ada riwayat demam, batuk pilek sebelumnya

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menderita Diabetes Mellitus baru dikenal saat masuk ke bangsal THT RSUP

Dr. M.Djamil Padang

Riwayat geraham atas kiri infeksi satu tahun yang lalu dan patah. Gigi yang patah

dibiarkan saja oleh pasien karena tidak ada keluhan

18

Page 20: CRS polip nasi.doc

Tidak ada riwayat alergi obat, makanan dan lain-lain

Tidak ada riwayat sering bersin bersin di pagi hari, suhu dingin ataupun saat terpapar

debu

Tidak ada riwayat asma

Tidak ada riwayat tumor sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita alergi

Tidak ada anggota keluarga yang menderita tumor

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan

Pasien sehari-hari bekerja sebagai pedagang

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : kompos mentis kooperatif

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Frekuensi nadi : 82 x/menit

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Suhu : 36.9 0C

Pemeriksaan Sistemik

Kepala : normochepal, rambut hitam

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher : tidak ditemukan pembesaran KGB

Paru : tidak ada kelainan

Jantung : tidak ada kelainan

Abdomen : tidak ada kelainan

Extremitas : akral hangat, perfusi baik.

Status Lokalis Telinga Hidung Tenggorokan

Telinga

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Kel kongenital Tidak ada Tidak ada19

Page 21: CRS polip nasi.doc

Daun telinga

Trauma Tidak ada Tidak ada

Radang Tidak ada Tidak ada

Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada

Dinding liang

telinga

Cukup lapang (N) Cukup lapang (N) Cukup lapang(N)

Sempit - -

Hiperemis Tidak ada Tidak ada

Edema Tidak ada Tidak ada

Massa Tidak ada Tidak ada

Sekret/Massa

Ada / Tidak Tidak ada Tidak ada

Bau Tidak ada Tidak ada

Warna Tidak ada Tidak ada

Jumlah Tidak ada Tidak ada

Jenis Tidak ada Tidak ada

Membran timpani

Utuh

Warna Putih Putih

Reflek cahaya Ada Ada

Bulging Tidak ada Tidak ada

Retraksi Tidak ada Tidak ada

Atrofi Tidak ada Tidak ada

Perforasi

Jumlah perforasi Tidak ada Tidak ada

Jenis - -

Kwadran - -

Pinggir - -

Mastoid

Tanda radang Tidak ada Tidak ada

Fistel Tidak ada Tidak ada

Sikatrik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

20

Page 22: CRS polip nasi.doc

Tes garpu tala

Rinne ( + ) ( + )

Schwabach Sama dengan

pemeriksa

Sama dengan

pemeriksa

Weber Tidak ada lateralisasi

Kesimpulan Telinga N Telinga N

Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

21

Page 23: CRS polip nasi.doc

Hidung

Pemeriksaan Kelainan

Hidung luar

Deformitas Tidak ada

Kelainan kongenital Tidak ada

Trauma Tidak ada

Radang Tidak ada

Massa Tidak ada

Sinus Paranasal

Pemeriksaan Dekstra Sinistra

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Rinoskopi Anterior

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Vestibulum Vibrise Ada Ada

Radang Tidak ada Tidak ada

Cavum nasi

Cukup lapang (N) - -

Sempit - Sempit

Lapang Lapang -

Sekret

Lokasi Meatus media Meatus media

Jenis Mukopurulen Mukopurulen

Jumlah Sedikit Sedikit

Bau Tidak ada Tidak ada

Konka inferior Ukuran Eutrofi Eutrofi

Warna Merah muda Merah muda

Permukaan Licin Licin

Edema - -

Konka media Ukuran Eutrofi Sukar dinilai

Warna Merah muda -

Permukaan Licin -

Edema - -

22

Page 24: CRS polip nasi.doc

Septum

Cukup

lurus/deviasiCukup Lurus

Permukaan Licin

Warna Merah muda

Spina Tidak ada

Krista Tidak ada

Abses Tidak ada

Perforasi Tidak ada

Massa

Lokasi Meatus media Meatus media

Bentuk Bulat bertangkai Bulat bertangkai

Ukuran Stadium 2 Stadium 3

Permukaan Licin Licin

Warna Putih bening Putih bening

Konsistensi Lunak Lunak

Mudah digoyang + +

Rinoskopi Posterior :

Pemeriksaan Kelainan Dextra Sinistra

Koana Cukup lapang - -

  Sempit - Sempit

  Lapang Lapang -

Mukosa Warna Merah Muda Merah Muda

  Udem - -

  Jaringan granulasi Tidak ada Tidak ada

Konka inferior Ukuran Eutrofi Eutrofi

  Warna Merah muda Merah muda

  Permukaan Licin Licin

  Udem - -

Adenoid Ada/tidak Tidak ada Tidak ada

Muara tuba eustasius Tertutup secret - -

  Udem - -

Masa Lokasi Meatus media Meatus media

23

Page 25: CRS polip nasi.doc

  Ukuran Stadium 2 Stadium 3

  Bentuk

Bulat

bertangkai

Bulat

bertangkai

  Permukaan Licin Licin

Post Nasal drip Ada/tidak Ada Ada

  Jenis Mukopurulen Mukopurulen

Orofaring dan Mulut

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Palatum mole +

Arkus Faring

Simetris/tidak Simetris

Warna Merah muda

Edem Tidak ada

Bercak/eksudat Tidak ada

Dinding faring Warna Merah muda Merah muda

Permukaan Licin Licin

Tonsil

Ukuran T1 T1

Warna Merah muda Merah Muda

Permukaan Licin Licin

Muara kripti Tidak melebar Tidak melebar

Detritus Tidak ada Tidak ada

Eksudat Tidak ada Tidak ada

Perlengketan

dengan pilarTidak ada Tidak ada

Peritonsil

Warna Merah muda Merah muda

Edema Tidak ada Tidak ada

Abses Tidak ada Tidak ada

Tumor

Lokasi Tidak ada Tidak ada

Bentuk Tidak ada Tidak ada

Ukuran Tidak ada Tidak ada

Permukaan Tidak ada Tidak ada

Konsistensi Tidak ada Tidak ada

24

Page 26: CRS polip nasi.doc

Gigi Karies/Radiks Ada Ada

Kesan Higiene kurang baik

Lidah

Warna Merah muda

Bentuk Normal

Deviasi Tidak ada

Massa Tidak ada

Laringoskopi Indirek :

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Epiglotis Bentuk Kubah 

  Warna  Merah Muda

  Edema  Tidak ada

  Pinggir rata/tidak  Rata

  Masa  Tidak ada

Aritenoid Warna Merah muda Merah muda

  Edema Tidak ada Tidak ada

  Masa Tidak ada Tidak ada

  Gerakan Simetris Simetris

Ventrikular Band Warna Merah muda Merah muda

  Edema Tidak ada Tidak ada

  Masa Tidak ada Tidak ada

Plika Vokalis Warna Putih Putih

  Gerakan Simetris Simetris

  Pinggir Medial Rata Rata

  Masa Tidak ada Tidak ada

Sinus Piriformis Masa Tidak ada Tidak ada

  Sekret Tidak ada Tidak ada

Valekuae Masa Tidak ada Tidak ada

  Sekret Tidak ada Tidak ada

25

Page 27: CRS polip nasi.doc

Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher :

Inspeksi : tidak tampak adanya tanda-tanda pembesaran kelenjar getah bening leher

Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening leher

Diagnosis :

- Polip Nasi KNS Stadium 3

- Polip Nasi KND Stadium 2

- Sinusitis kronik

Diagnosis Banding :

- Inverted Cell Papilloma

Pemeriksaan Anjuran :

- CT Scan SPN potongan koronal dan aksial

- Kultur dan sensitivity test

- Naso-endoskopi

Terapi :

- Antibiotik : Penisilin

- FESS untuk polip cavum nasi sinistra stadium 3

- Polipektomi medikamentosa untuk polip cavum nasi dextra stadium 2

Prognosis :

Quo ad Vitam : bonam

Quo ad Sanam : bonam

Nasehat :

- Menjaga higiene gigi dan mulut untuk mencegah adanya infeksi

- Mencabut geraham kiri atas yang terinfeksi

26

Page 28: CRS polip nasi.doc

RESUME

Anamnesis

- Hidung kiri terasa tersumbat sejak 1 tahun yang lalu

- Keluhan hidung tersumbat semakin bertambah sejak 2 bulan yang lalu

- Keluhan hidung tersumbat tidak menyebabkan gangguan pada jalan pernafasan.

Pasien masih bisa bernafas lewat hidung

- Pasien merasakan dan adanya benjolan pada hidung kiri sejak 2 bulan yang lalu

- Pasien mengeluh adanya penurunan penciuman pada hidung kiri

- Keluhan hidung tersumbat disertai dengan hidung berair, cairan kental berwarna

agak kekuningan

- Adanya cairan yang mengalir dari hidung ke tenggorokan ada

Pemeriksaan Fisik

a. Telinga

ADS : liang telinga lapang/lapang, Membran timpani utuh/utuh, Refleks Cahaya

(+)/(+)

b. Mulut dan orofaring : arkus faring simetris, uvula di tengah, T1-T1

c. Hidung :

Dextra : Kavum nasi lapang, Konka inferior eutrofi, konka media eutrofi,

sekret (+) mukopurulen, massa bulat bertangkai warna putih bening pada

meatus media dengan permukaan licin

Sinistra : Kavum nasi sempit, Konka inferior eutrofi, konka media sukar dinilai,

sekret (+) mukopurulen, massa bulat bertangkai warna putih bening pada

meatus media dengan permukaan licin memenuhi cavum nasi

Diagnosis

- Polip Nasi KNS Stadium 3

- Polip Nasi KND Stadium 2

- Sinusitis kronik

Diagnosis Banding

- Inverted Cell Papilloma

Pemeriksaan Anjuran :

- CT Scan SPN potongan koronal dan aksial

- Kultur dan sensitivity test

27

Page 29: CRS polip nasi.doc

- Naso-endoskopi

Terapi :

- Antibiotik : Penisilin

- FESS untuk polip cavum nasi sinistra stadium 3

- Polipektomi medikamentosa untuk polip cavum nasi dextra stadium 2

Prognosis :

Quo ad Vitam : bonam

Quo ad Sanam : bonam

Nasehat :

- Menjaga higiene gigi dan mulut untuk mencegah adanya infeksi

- Mencabut geraham kiri atas yang terinfeksi

28

Page 30: CRS polip nasi.doc

BAB 4

DISKUSI

Telah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada seorang pasien perempuan

berumur 47 tahun dengan diagnosis Polip Nasi KNS Stadium 3, Polip Nasi KND Stadium 2

dan Sinusitis kronik

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari

anamnesis didapatkan hidung kiri terasa tersumbat sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan hidung

tersumbat semakin bertambah sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan hidung tersumbat tidak

menyebabkan gangguan pada jalan pernafasan. Pasien masih bisa bernafas lewat hidung.

Pasien merasakan dan adanya benjolan pada hidung kiri sejak 2 bulan yang lalu. Pasien

mengeluh adanya penurunan penciuman pada hidung kiri.Keluhan hidung tersumbat disertai

dengan hidung berair, cairan kental berwarna agak kekuningan. Adanya cairan yang mengalir

dari hidung ke tenggorokan ada.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya massa berwarna putih bening di bagian

meatus media kiri dan kanan, terlihat bertangkai. Hal ini menunjang ke arah diagnosis polip

nasi. Pada hidung kiri, didapatkan masa polip yang menutupi seluruh rongga hidung sehingga

didiagnosa dengan polip kavum nasi sinistra stadium 3. Sedangkan pada hidung kanan,

didapatkan masa polip yang keluar dari meatus media tetapi tidak menutupi rongga hidung,

sehingga didiagnosa dengan polip kavum nasi dextra stadium 2.

Untuk rencana penatalaksanaan pada pasien ini pada hidung kanan dengan polip kavum

nasi stadium 2 dengan polipektomi medikamentosa diberikan kortikosteroid sistemik.

Kortikosteroid diberikan selama 14 hari dengan dosis yang di turunkan perlahan. Namun

pada hidung kiri, pasien ini dilakukan tindakan operatif yaitu FESS karena polip nasi stadium

3 yang menutupi seluruh rongga tubuh. Penatalaksanaan yang dipilih sesuai dengan acuan

algoritma penatalaksanaan polip hidung dan sinus paranasal oleh Perhati tahun 2007.

29

Page 31: CRS polip nasi.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjipto. D, Mangunkusumo. E, Wardani. RS. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. 6th ed.

FKUI. Jakarta:2007. 118-122

2. Pasha. R, Mark. CS. Otolaryngology Head and Neck Surgery. Rhinology and Paranasal

Sinuses. Thompson Learning. 1-22

3. Probst, R., Grevers, G., dan Iro, H. Anatomy, Physiology, and Immunology of the Nose,

Paranasal Sinuses, and Face. Dalam: Basic Otorhinolaryngology. New York: Thieme,

2006, h. 2 – 13

4. Kirtsreesatul Virat. Update on Nasal Polyps : Etiopatogenesis. J Med Assoc Thai.

2005 : 88 (12) :1966-72

5. Ahmad Maymane Jahroni. The Epidemological & Clinical aspect of Nasal Polyps

that Require Surgery. Iranian Journal Of Otorhynolaryngology.2012 : 2 (4) : 72-75

6. Bachort C.Management of Nasal Polyps. Rhinology. 2005 : 18: 1-87

7. Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia. Guideline Penyakit THT-KL di

Indonesia. 2007. Hal 25

30