15
Polip Antrokoanal I. Pendahuluan Polip nasi adalah kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Polip nasi bukan merupakan penyakit tersendiri tetapi merupakan manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan dengan sinusitis, rinitis alergi, asma dll. 1 Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah akan terisap oleh tekanan negatif ini sehigga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari area yang sempit di kompleks ostiomeatal (KOM) di meatus medius, walaupun demikian polip dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilateral dan multipel. Polip yang berasal dari sinus maksila (antrum) dapat keluar melalui ostium sinus maksila atau ostium asesoriusnya, masuk ke rongga hidung dan berlanjut ke koana lalu membesar di nasofaring. Polip ini disebut polip koana (polip antrokoanal). 1 II. Definisi 1

Polip Antrokoanal

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Polip Antrokoanal

Polip Antrokoanal

I. Pendahuluan

Polip nasi adalah kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang

bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, dengan

permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Polip nasi

bukan merupakan penyakit tersendiri tetapi merupakan manifestasi klinik dari

berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan dengan sinusitis, rinitis alergi,

asma dll.1

Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui

tempat yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya.

Jaringan yang lemah akan terisap oleh tekanan negatif ini sehigga mengakibatkan

edema mukosa dan pembentukan polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip

kebanyakan berasal dari area yang sempit di kompleks ostiomeatal (KOM) di

meatus medius, walaupun demikian polip dapat timbul dari tiap bagian mukosa

hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilateral dan multipel. Polip yang

berasal dari sinus maksila (antrum) dapat keluar melalui ostium sinus maksila atau

ostium asesoriusnya, masuk ke rongga hidung dan berlanjut ke koana lalu

membesar di nasofaring. Polip ini disebut polip koana (polip antrokoanal).1

II. Definisi

Polip antrokoanal merupakan pertumbuhan jinak unilateral yang berasal

dari mukosa sinus maksilaris dengan pertumbuhannya kedalam ostium sinus

maksilaris hingga mencapai koana posterior dan polip terlihat di nasofaring.2,3,4,5

III. Angka Kejadian

Polip antrokoanal (Killian’s polyp) biasanya jarang terjadi dan

kemungkinan muncul pada kelompok ras tertentu. Seperti polip jinak hidung

lainnya biasanya lebih sering muncul pada pria dibanding wanita. Onsetnya

biasanya di bawah usia 40 tahun, walaupun mungkin juga ditemukan pada semua

umur.6

Pada penelitian yang dilakukan oleh Mohd. Tahir J, dkk di Kuala Lumpur

Malaysia melaporkan 40 penderita (17 pria dan 23 wanita) polip antrokoanal

1

Page 2: Polip Antrokoanal

yang dirawat di Pusat Perubatan UKM selama 10 tahun (Mei 1998 hingga April

2008) yaitu median umur penderita adalah 37 tahun. Tidak ada perbedaan yang

signifikan antara pria dan wanita. Gejala klinis yang sering menjadi masalah

utama adalah hidung tersumbat (92.5%), diikuti oleh hidung berair (45%), lelehan

belakang hidung (35%) dan mendengkur (22.5%).7

Berbagai pendekatan pembedahan telah digunakan yaitu pembedahan yang

paling sering dilakukan adalah polipektomi endoskopi dan antrostomi meatus

tengah pada 28 penderita (70%). Selain itu, 2 penderita menjalani septoplasti dan

1 penderita menjalani sinustomi frontal. Terdapat 6 penderita (15%) menjalani

pembedahan kombinasi antrostomi sublabial. Tidak ditemukan komplikasi yang

besar, 4 penderita mengalami penyakit berulang, 3 penderita menjalani

pembedahan di tempat lain dan 1 penderita mengalami penyakit berulang setelah

pembedahan pertama. Peneliti merumuskan bahwa penggunaan endoskopi dalam

penatalaksanaan antrokoanal polip adalah efektif dengan morbiditas yang

minimal.7

Penelitian oleh Berg (1988) dilaporkan 15 kasus polip antrokoanal dalam 3

tahun, penelitiannya termasuk polip antrokoanal dari kista intramural yang

berkembang melalui ostium sinus maksilaris kedalam rongga hidung.8

IV. Etiologi

Etiologi polip nasi masih belum diketahui secara pasti. Namun terdapat

beberapa keadaan yang berhubungan dengan polip nasi, yaitu :9

1. Alergi

2. Cystic fibrosis

3. Sinusitis kronis

4. Sensitifitas terhadap ASA (asam asetilsalisilat)

Pasien biasanya mengalami onset asma pada saat dewasa dengan polip

nasi dan sinusitis kronis. Banyak pasien yang sensitif terhadap ASA ataupun

OAINS (obat anti inflamasi non steroid) namun tidak mengetahuinya. Paparan

terhadap ASA ataupun OAINS lainnya dapat mengarah kepada eksaserbasi asma

hingga bahkan syok anafilaktik.9

Inflamasi kronis kiranya memiliki peranan awal dalam patogenesis polip

nasi. Polip multipel muncul pada anak dengan sinusisit kronis, rinitis alergi, cystic

2

Page 3: Polip Antrokoanal

fibrosis, dan allergic fungal sinusitis. Suatu polip tersendiri dapat menjadi polip

antrokoanal, polip jinak yang besar, kista duktus nasolakrimalis, suatu lesi

kongenital, serta tumor jinak ataupun ganas, seperti :10

Encephalocele

Glioma

Papilloma

Juvenile nasopharyngeal angiofibroma

Rabdomiosarkoma

Limfoma

Neuroblastoma

Sarkoma

Karsinoma nasofaring

Inverting papilloma

V. Patofisiologi

Polip antrokoanal termasuk penyakit inflamasi sinus maksilaris. Hal ini

masih menjadi kontroversi bagi beberapa peneliti. Yang masih menjadi

kontroversi adalah asal, patogenesisnya dan penatalaksanaannya. Terjadinya

infeksi bakteri pada sinus diikuti dengan rhinosinusitis. Selain faktor anatomi

seperti bulosa konka, deviasi septum nasal, infeksi sinus etmoidalis anterior akan

mengakibatkan sinusitis maksilaris kronik.8

Ada beberapa kelenjar mukosa asinus didalam antrum maksilaris. Infeksi

pada mukosa dapat memudahkan terjadinya penutupan kelenjar asinus. Karena hal

tersebut maka formasi sebuah kista yang mana dapat berkembang kedalam sinus

sampai ke ostium membentuk polip antrokoanal pada hidung dan nasofaring.

Bagian antral telah dilaporkan sebagai polipoid atau kista.8

VI. Gejala Klinis

Gejala klinis utama adalah hidung tersumbat unilateral dan disertai nasal

discharge. Beberapa kasus yang jarang, gejala polip antrokoanal tidak khas. Polip

antrokoanal berbeda dari inflamasi kronik, polip sinus maksilaris hanya

mempunyai sedikit gejala minor yaitu proses terjadinya sedikit lama, sedikitnya

3

Page 4: Polip Antrokoanal

terjadi obstruksi ostium maksilaris, tingginya angka kejadian sakit kepala,

obstruksi hidung persisten, adanya kista pada stroma polip, penipisan membran

basal, rendahnya angka kejadian metaplasia sel skuamosa dan tingginya proporsi

perpindahan sel dalam cairan hidung. Pada 2 kasus penelitian, dapat didiagnosis

alergi tapi hal ini tidak sama dengan polip, yang mana tidak ditemukannya

gambaran tipe morfologi dari alergi berhubungan polip (eosinofilik).11

Mohd Tahir J dkk meneliti bahwa gejala klinis yang paling sering adalah

sumbatan hidung (92,5%) diikuti dengan rinorea (45%), postnasal drip (35%) dan

mendengkur (22,5%).7

Tabel 1. Gejala klinis dari 40 penderita dengan polip antrokoanal.7

Gejala klinis n (%)

Sumbatan hidung

Rinorrea

Postnasal drip

Mendengkur

Nyeri kepala

Hiposmia

Gumpalan dalam tenggorokan

Rasa tidak nyaman pada hidung

37 (92.5)

18 (45)

14 (35)

9 (22.5)

5 (12.5)

4 (10)

4 (10)

4 (10

Tabel 2. Observasi rinologis yang berhubungan dengan polip antrokoanal.7

Gejala klinis n (%)

Sinusitis kronis

Deviasi septum

Polip etmoid

20 (50)

5 (12.5)

4 (10)

4

Page 5: Polip Antrokoanal

Konka bulosa

Bilateral inferior turbinate

hypertrophy

4 (10)

1 (2.5)

VII. Diagnosis

Dari anamnesis ditemukan adanya sumbatan hidung unilateral disertai

nasal discharge, kadang-kadang disertai dengan nyeri kepala, serta ditemukannya

massa polipoid pada hidung melalui rinoskopi anterior dan/atau posterior, dari

pemeriksaan fisik biasanya mengarah kepada polip antrokoanal yaitu

ditemukannya polip yang berasal dari mukosa sinus maksilaris dengan

pertumbuhannya kedalam ostium sinus maksilaris hingga mencapai koana

posterior dan polip terlihat di nasofaring.8

Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga

hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan

rinoskopi anterior dapat terlihat adanya massa yang berwarna pucat yang berasal

dari meatus medius dan mudah digerakkan.8

Pembagian polip nasi menurut Mackay dan Lund:12

a. Grade 0 : Tidak ada polip

b. Grade 1 : Polip terbatas pada meatus media

c. Grade 2 : Polip sudah keluar dari meatus media, tampak di rongga hidung tapi

belum menyebabkan obstruksi total

d. Grade 3 : Polip sudah menyebabkan obstruksi total

Pemeriksaan radiologis mengunakan CT-Scan dan MRI (jarang) dapat

membantu menegakkan diagnosis polip antrokoanal. Pada CT-Scan biasanya

ditemukan gambaran massa jaringan lunak pada antrum yang sampai ke bagian

hidung dan nasofaring. Pemeriksaan CT-Scan juga diperlukan untuk

mengevaluasi perluasan penyakit serta hubungannya dengan kelainan etmoidal,

yang nantinya akan membantu untuk merencanakan terapi.8

5

Page 6: Polip Antrokoanal

Gambar 1. Polip antrokoanal yang menggantung dari nasofaring sampai ke

orofaring.13

Gambar 2. Polip antrokoanal kiri yang menggantung ke dalam orofaring.5

6

Page 7: Polip Antrokoanal

Gambar 3. Gambaran CT-Scan sinus paranasal yang memperlihatkan suatu jaringan lunak yang menempati seluruh antrum kiri yang meluas sampai ke etmoid.13

Gambar 4. CT-Scan koronal yang memperlihatkan gambaran polip antrokoanal yang tumbuh dari antrum maksila kanan yang meluas ke dalam rongga hidung kanan melalui pelebaran ostium sinus.5

VIII. Diagonosis Banding

Diagnosis sangat mengarah kepada polip antrokoanal apabila antrum

maksilaris meluas dan terdapat massa nasofaringeal. Beberapa diagnosis yang

mungkin adalah sebagai berikut :

1. Disfungsi konka (Turbinate Dysfunction).

Semua individu dapat mengalami disfungsi konka dalam suatu waktu

dalam hidupnya. Gejalanya dapat berupa obstruksi total ataupun sumbatan ringan

dan/atau rinorea. Penyebabnya termasuk infeksi saluran nafas bagian atas, rinitis

alergi, dan rinitis vasomotor. Obat-obatan dan hormon juga dapat memicu hal ini.

Sumbatan hidung merupakan suatu gejala umum yang berhubungan dengan

disfungsi konka. Gejalanya dapat ringan, atau dapat berat hingga membutuhkan

dekongestan topikal seperti oxymetazoline atau phenylephrine. Etiologi disfungsi 7

Page 8: Polip Antrokoanal

konka merupakan multifaktorial. Infeksi dan peradangan merupakan penyebab

paling sering. Karena konka memiliki banyak suplai pembuluh darah dan diatur

oleh sistem saraf parasimpatis, semua hal yang mempengaruhi dua hal ini akan

mempengaruhi konka.14

2. Chronic hypertropic polypoid rhinosinusitis.

Keadaan ini mempengaruhi epitel saluran nafas bagian atas. Ditandai

dengan adanya instabilitas vasomotor, hipertrofi mukosa polipoid, dan infeksi

superimposed. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya instabilitas vasomotor

pada saluran nafas bagian atas seperti obat-obatan, infeksi, ketidakseimbangan

hormonal, dan faktor psikogenik. Alergi juga sering sebagai faktor penyebab

terutama apabila perubahannya terjadi bilateral. Polip hipertrofi dapat terjadi

unilateral ataupun bilateral.13

3. Tumor ganas nasofaring.

Merupakan 1% dari seluruh tumor ganas. Neoplasma ini dapat

menyebabkan terjadinya kesulitan dalam mendiferensial diagnosis. Tumor ini

cenderung menyebabkan kerusakan struktur tulang, sumbatan jalan nafas,

pelebaran jaringan adenoid atau terjadi invasi ke dalam sinus paranasal.

Diperlukan pemeriksaan CT-Scan untuk mengevaluasi perluasan tumor. Tumor

ganas nasofaring yang paling sering terjadi pada ana-anak adalah limfoma,

rabdomiosarkoma, limfoepitelioma, dan neuroblastoma olfaktori. Jenis-jenis ini

biasanya tidak dapat dibedakan dengan menggunakan pemeriksaan radiologis.14

4. Juvenile nasopharyngeal angiofibroma

Merupakan suatu tumor jinak vaskuler yang dapat merusak jaringan

sekitar, paling sering muncul di nasofaring atau posterior rongga hidung.

Gejalanya dapat berupa epistaksis, sumbatan hidung, atau adanya massa di

nasofaring.14

IX Penatalaksanaan

Sangat disayangkan, banyak literatur mengenai pengobatan polip yang

masih tidak begitu efektif. Menurut Mackay jika suatu operasi tidak lebih efektif

dibandingkan dengan pengobatan lainnya, yang paling baik adalah melakukan

8

Page 9: Polip Antrokoanal

yang paling sederhana dengan resiko yang minimal bagi pasien. Hampir seluruh

ahli bedah saat ini mengobati polip secara pembedahan, tetapi banyak polip yang

sensitif terhadap kortikosteroid, dan apabila polip tidak menyebabkan sumbatan

hidung secara total, pengobatan preoperatif menggunakan kortikosteroid sangat

bermanfaat.12

a. Pengobatan preoperatif

Proporsi pasien yang sensitif terhadap kortikosteroid masih belum pasti,

pemberian kortikosteroid oral harus dihindari walaupun pengobatan ini lebih baik

daripada pengobatan kosrtikosteroid topikal. Tetes hidung betametason, 2 kali

sehari pada masing-masing sisi diberikan dalam waktui 1 bulan. Posisi saat

meneteskan dalam posisi telentang dengan kepala menengadah. Posisi ini

memungkinkan penetrasi obat lebih mudah ke dalam etmoid. Pilihan lain seperti

triklormetasone atau flumisolid dapat digunakan. Polip dapat hilang secara

sempurna dan pengobatan ini harus diteruskan minimal 3 bulan.12

b. Operasi

Terdapat pandangan yang berbeda pada jenis operasi yang dibutuhkan

untuk polip nasi. Polipektomi sederhana merupakan operasi pilihan, polip dapat

diangkat dengan suatu avulsi atau dengan pemotongan atau penggunaaan forceps

seperti Tilley Henckel`s, harus diperhatikan ketika menggunakan forceps jangan

terlalu ke medial ataupun ke lateral, seluruh mukosa polipoid harus diangkat dari

etmoid. Walaupun etmoidektomi intranasal disarankan oleh beberapa ahli,

polipektomi sederhana masih merupakan prosedur yang komplit dan aman.

Etmoidektomi eksternal dilakukan melalui insisi medial ke dalam kantus interna

(Howarth’s) atau melalui insisi pada kulit di bawah batas intraorbita (Patterson’s).

Seluruh sel dapat diangkat apabila orbita dan seluruh bagian-bagiannya telah

digeser ke lateral dan pembuluh darah etmoidal interior dipisahkan. Harus berhati-

hati dalam membuka ostium sinus frontal secara luas untuk mencegal mukokel

yang merupakan komplikasi lanjut dari pembedahan. Tidak ada penelitian yang

menyatakan bahwa etmoidektomi ekternal dapat mencegah kekambuhan,

walaupun ada beberapa ahli yang mengatakan demikian.12

Pembedahan merupakan pilihan terapi dari polip antrokoanal.

Pengangkatan sederhana yang dilakukan pada awalnya dengan menggunakan

9

Page 10: Polip Antrokoanal

nasal snare atau polyp-forceps dapat menghilangkan gejala dan pasien akan

merasa kembali baik dalam beberapa tahun. Namun sering terjadi kekambuhan

yang disebabkan bagian antral dari polip masih tertinggal. Pada kasus seperti ini

dibutuhkan pengangkatan radikal melalui sublabial. Prosedur ini disebut dengan

Caldwell-Luc operation. Antrum maksila dibuka dan polip diangkat dari antrum.15

Pada anak-anak prosedur ini tidak dapat dilakukan, karena dapat

menyebabkan deformitas fasio-maksilaris dan kerusakan gigi permanen yang

terletak di antrum maksila. Terapi antihistamin jangka panjang lebih dipilih untuk

mengontrol alergi.15

X. Prognosis

Rekurensi polip nasi merupakan suatu masalah yang masih dihadapi oleh para

ahli. Angka rata-rata terjadinya rekurensi sangat bervariasi. Sebuah penelitian yang

dilakukan oleh Drake dkk selama 2 tahun menunjukkan bahwa 5% pasien memiliki

riwayat polipektomi lima kali atau lebih. Sangat sulit untuk mempelajari faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap terjadinya kekambuhan. Diperkirakan bahwa pasien yang

mengalami polip pada usia yang lebih muda dan memiliki riwayat keluhan hidung

yang lama biasanya lebih besar berkemungkinan mengalami kekambuhan. Pasien

dengan penyakit nasal yang berat sering membutuhkan operasi yang lebih besar.

Namun hal ini tidak menurunkan angka kemungkinan terjadinya kekambuhan. Pasien

dengan asma akan mengalami kekambuhan yang lebih sering pada umumnya, dan

apabila juga terdapat hipersensitivitas terhadap aspirin akan lebih bertambah lagi

kemungkinannya.6

Polip nasi mirip seperti gulma. Sangat sulit untuk dieradikasi secara tuntas.

Oleh sebab itu, tujuan dari manajemennya adalah mengontrol gejala. Apabila pasien

hanya memiliki gejala minimal, terapi pun dapat minimal. Apabila gejalanya lebih

berat, terapinya pun harus lebih luas. Terapi medis maupun bedah keduanya tidak

menjamin polip tidak akan kembali lagi. Namun akan sangat meningkatkan kualitas

hidup individu.10

10