64
BAB I PENDAHULUAN Congenital talipes equino varus merupakan suatu kelainan bawaan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir, mudah diagnosis tetapi koreksi sepenuhnya sulit dilakukan. Sering ditemukan karena ketidaktahuan keluarga penderita sehingga kelainan menjadi terbengkalai. Clubfoot sering disebut juga CTEV (Congeintal Talipes Equino Varus) adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of Surgery, Schwartz). Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada ankle-nya. Sedang Equinovarus berasal dari kata equino (mengkuda) dan varus (bengkok ke arah dalam/medial). Pada tahun 1971, Sharrard menyatakan bahwa congenital talipes equinovarus (CTEV) merupakan abnormalitas kongenital pada kaki yang paling sering dijumpai. Menurut Wynne-Davies, 1964, insiden di negara Amerika Serikat dan Inggris adalah 1 kasus dalam 1000 kelahiran hidup, dengan 3

ctev

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat

Citation preview

Page 1: ctev

BAB I

PENDAHULUAN

Congenital talipes equino varus merupakan suatu kelainan bawaan yang

sering ditemukan pada bayi baru lahir, mudah diagnosis tetapi koreksi sepenuhnya

sulit dilakukan. Sering ditemukan karena ketidaktahuan keluarga penderita sehingga

kelainan menjadi terbengkalai.

Clubfoot  sering disebut juga CTEV (Congeintal Talipes Equino Varus)

adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai,

adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of Surgery, Schwartz).

Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan suatu kelainan

pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada ankle-nya. Sedang

Equinovarus berasal dari kata equino (mengkuda) dan varus (bengkok ke arah

dalam/medial).

Pada tahun 1971, Sharrard menyatakan bahwa congenital talipes equinovarus

(CTEV) merupakan abnormalitas kongenital pada kaki yang paling sering dijumpai.

Menurut Wynne-Davies, 1964, insiden di negara Amerika Serikat dan Inggris adalah

1 kasus dalam 1000 kelahiran hidup, dengan perbandingan laki-laki:perempuan 2:1.

Insiden akan meningkat 2,9 % bila saudara kandung menderita CTEV. Insiden pada

kaukasia adalah 1,12; Oriental: 0,57; sedangkan yang tertinggi adalah pada suku

Maori, yaitu 6,5-7 per 1000 kelahiran. Hal ini menunjukkan bahwa ras juga

mempunyai efek terhadap resiko CTEV.

Deformitas ini memerlukan terapi dan penanganan sedini mungkin agar

disabilitas yang mungkin ditimbulkan tidak berlanjut ke kehidupan dewasa.1,2,3 Tanpa

terapi, pasien dengan clubfoot akan berjalan dengan bagian luar kakinya, yang

mungkin menimbulkan nyeri dan atau disabilitas.

3

Page 2: ctev

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Congenital talipes equinovarus (CTEV) atau sering disebut congenital club

foot (kaki gada) adalah suatu kelainan kongenital bentuk kaki dan pergelangan kaki

yang berupa equinus (plantar fleksi), varus (inversi) dan adduksi. Kata ‘talipes’

sendiri berasal dari bahasa Latin yang terdiri dari kata ‘talus’ yang berarti ‘kaki’ dan

‘pes’ yang berarti ‘pergelangan kaki’. Kata ‘equinus’ atau horse foot menggambarkan

posisi jari-jari kaki lebih rendah daripada tumit karena tumit terangkat keatas,

sedangkan ‘varus’ berarti kaki memutar ke dalam dimana bagian distal ekstremitas

terputar menuju garis tengah tubuh. 1, 2

Clubfoot atau congenital talipes equinovarus (CTEV) dapat diklasifikasikan

atas Postural atau posisional dan terfiksir atau rigid. Postural atau posisional bukan

merupakan CTEV yang sesungguhnya. CTEV rigid bisa fleksible (misalnya: dapat

dikoreksi tanpa tindakan bedah) atau resisten (membutuhkan tindakan bedah,

meskipun ini tidak sepenuhnya benar berdasarkan penelitian Ponseti). 3

B. Anatomi kaki

Pada kehidupan sehari-hari, fungsi kaki digambarkan dengan bermacam-

macam pandangan, antara lain (1) sebagai basis tumpuan, (2) sebagai peredam

guncangan, (3) sebagai penyesuai gerak dan (4) sebagai pengungkit yang rigid untuk

stabilisasi. Kesemua itu berhubungan dengan gait.

2.8.1. Struktur Tulang

Kaki adalah suatu kesatuan unit yang kompleks dan terdiri dari 26 buah tulang

yang dapat menyangga berat badan secara penuh saat berdiri dan mampu

memindahkan tubuh pada semua keadaan tempat berpijak. Ke-26 tulang itu terdiri

4

Page 3: ctev

dari: 14 falang, 5 metatarsal dan 7 tarsal. Kaki dapat dibagi menjadi 3 segmen

fungsional.

a. Hindfoot (segmen posterior)

Bagian ini terletak langsung dibawah os tibia dan berfungsi sebagai

penyangganya. Terdiri dari:

▪ Talus yang terletak di apeks kaki dan merupakan bagian dari sendi

pergelangan kaki

▪ Calcaneus yang terletak dibagian belakang dan kontak dengan tanah

b. Midfoot (segmen tengah)

Terdiri dari 5 tulang tarsal yaitu:

▪ 3 cuneiforme: medial, intermedium dan lateral

▪ Cuboid

▪ Navikulare

Ke-5 tulang tersebut membentuk persegi empat ireguler dengan dasar medial

dan apeks lateral. 3 cuneiforme dan bagian anterior cuboid serta naviculare

dan bagian belakang tulang cuboid membentuk suatu garis.

c. Forefoot (segmen anterior)

Bagian ini terdiri dari:

▪ 5 metatarsal: I, II, III, IV, V

▪ 14 falang. Dimana ibu jari kaki mempunyai 2 falang sedangkan setiap

jari lainnya 3 falang

5

Page 4: ctev

Gambar 1. Anatomi kaki 16

2.8.2. Struktur Persendian dan Ligamen

Tulang-tulang tersebut diatas membentuk persendian-persendian sebagai

berikut:

a. Artikulatio talocruralis

Merupakan sendi antara tibia dan fibula dengan trachlea talus.

Sendi ini distabilkan oleh ligamen-ligamen:

▪ Sisi medial: lig. Deltoid yang terdiri dari:

◦ Lig. tibionavikularis

◦ Lig. calcaneotibialis

◦ Lig. talotibialis anterior dan posterior

▪ Sisi lateral:

◦ Lig. talofibularis anterior dan posterior

◦ Lig. calcaneofibularis

Gerak sendi ini: ◦ Plantar fleksi

◦ Dorsofleksi

◦ Sedikit abduksi dan adduksi pergelangan kaki

b. Artikulatio talotarsalis

6

Page 5: ctev

Terdiri dari 2 buah sendi yang terpisah akan tetapi secara fisiologi

keduanya merupakan 1 kesatuan, yaitu:

Bagian belakang: artikulatio talocalcanearis/subtalar

Ligamen yang memperkuat adalah: ligg. talocalcanearis anterior,

posterior, medial dan lateral

▪ Bagian depan: artikulatio talocalcaneonavicularis

Ligamen yang memperkuat adalah:

◦ Lig. tibionavikularis

◦ Lig. Calcaneonaviculare plantaris

◦ Lig. bifurcatum: pars calcaneonavicularis (medial) dan pars

calcaneocuboid (lateral) berbentuk huruf V

Gerak sendi

ini:

◦ Inversi pergelangan kaki

◦ Eversi pergelangan kaki

c. Articulatio tarsotransversa (CHOPART)

Disebut juga sendi midtarsal atau ‘surgeon’s tarsal joint’ yang sering menjadi

tempat amputasi kaki

Terdiri dari 2 sendi, yaitu:

Articulatio talonavicularis

Articulatio calcaneocuboid, yang diperkuat oleh:

◦ Pars calcaneocuboid lig. bifurcati di medial

◦ Lig. calcaneocuboid dorsalis di sebelah dorsal

◦ Lig. calcaneocuboid di sebelah plantar

Gerak sendi

ini:

◦ Rotasi kaki sekeliling aksis

◦ Memperluas inversi dan eversi art. Talotarsalis

d. Artikulatio tarsometatarsal (LISFRANC)

7

Page 6: ctev

Adalah sendi diantara basis os metatarsal I-V dengan permukaan sendi distal

pada os cuneiformis I-III

Rongga sendi ada 3 buah, yaitu:

Diantara os metatarsal I dan cuneoformis I

Diantara os metatarsal II dan III dengan cuneiformis II dan III

Diantara os metatarsal IV dan V dengan cuboid

Ligamentum pengikatnya adalah:

Ligg. Tarsi plantaris

Ligg. Tarsi dorsalis

Ligg. Basium os metatarsal dorsalis, interosea dan plantaris

e. Articulatio metacarpofalangeal

Ligamen pengikatnya adalah: lig. collateralia pada kedua sisi tiap sendi

Gerak sendi

ini:

◦ Fleksi-ekstensi sendi metacarpal

◦ Abduksi-adduksi sendi metacarpal

f. Artculatio interfalangeal

Ligamen pengikat: lig. colateral di sebelah plantar pedis

Gerak sendi

ini:

◦ Fleksi-ekstensi interfalang

◦ Abduksi-adduksi interfalang

8

Page 7: ctev

Gambar 2. Gambar lateral kaki kanan 16

C.Epidemiologi

Insidens talipes ekuinovarus kongenital adalah dua dari setiap 1000 kelainan

hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada peremupuan (2:1). Tiga

puluh persen bersifat bilateral.6

Pada tahun 1971, Sharrard menyatakan bahwa congenital talipes equinovarus

(CTEV) merupakan abnormalitas kongenital pada kaki yang paling sering dijumpai.

Menurut Wynne-Davies, 1964, insiden di negara Amerika Serikat dan Inggris adalah

1 kasus dalam 1000 kelahiran hidup, dengan perbandingan laki-laki:perempuan 2:1.

Insiden akan meningkat 2,9 % bila saudara kandung menderita CTEV.

D. Etiologi

9

Page 8: ctev

Sampai sekarang, penyebab dari deformitas ini masih belum dapat dipastikan,

meskipun demikian dikemukakan berbagai macam teori tentang hal itu. Antara lain: 2,10,11

1. Mekanik

Teori ini merupakan teori tertua yang dikemukakan oleh Hippocrates yang

menyatakan bahwa posisi equinovarus kaki fetus disebabkan oleh tekanan

mekanik eksternal.

2. Environmental

Browne (1936) menyatakan teori peningkatan tekanan intrauterin yang

menyebabkan imobilisasi ekstremitas sehingga menyebabkan deformitas.

Teori lain adalah perubahan ukuran uterus atau karena bentuk, seperti

misalnya terdapat lekukan pada konveksitas uterus dan oligohydramnion.

3. Herediter

Wynne-Davies (1964) meneliti lebih dari 100 penderita dan generasi

pertamanya. Didapatkan hasil bahwa deformitas tersebut terjadi pada 2,9%

saudara kandung. Sedangkan pada populasi umum terdapat 1 : 1000 kelahiran.

4. Idiopatik

Böhm menyatakan teori terhambatnya perkembangan embrio. Kaki embrio

normal saat usia 5 minggu kehamilan dalam posisi equinovarus, jika terjadi

terhambatnya perkembangan kaki pada salah satu fase fisiologis dalam kehidupan

embrio, maka deformitas ini akan persisten hingga kelahiran.

Terdapat 4 fase dalam evolusi kaki manusia saat pertengahan kehidupan prenatal,

yaitu:

Fase I (Bulan ke-2): bentuk kaki dalam posisi equinus berat (plantarfleksi

± 90º). Dan adduksi hind dan forefoot yang berat.

Fase II (Awal bulan ke-3): kaki berotasi ke posisi supinasi, tetapi tetap

plantarfleksi 90º, adduksi metatarsal.

Fase III (Pertengahan bulan ke-3): Inklinasi equinus berkurang menjadi

derajat ringan, posisi supinasi dan varus metatarsal tetap.

10

Page 9: ctev

Fase IV (Awal bulan ke-4): Kaki dalam posisi midsupinasi dan varus

metatarsal yang ringan. Pada fase ini, secara bertahap, bidang kaki dan

tungkai bawah mulai tampak dalam posisi seperti kaki dewasa.

E. Klasifikasi

Klasifikasi clubfoot :

Typical Clubfoot Merupakan kaki pengkor klasik yang kelainannya hanya berupa

kaki pengkor saja tanpa disertai kelainan lain. Umumnya dapat dikoreksi setelah lima

kali gips dan dengan manajemen Ponseti mempunyai hasil jangka panjang yang baik

atau memuaskan.

Positional Clubfoot Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga akibat

jepitan intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai dengan satu atau dua kali

gips.

Delayed treated clubfoot ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih.

Recurrent typical clubfoot dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya ditangani

dengan metode Ponseti maupun dengan metode lain. Relaps lebih jarang terjadi

dengan metode Ponseti dan umumnya diakibatkan pelepasan brace yang terlalu dini.

Rekurensi supinasi dan equinus paling sering terjadi. Awalnya bersifat dinamik

namun dengan berjalannya waktu menjadi fixed.

Alternatively treated typical clubfoot termasuk kaki pengkor yang ditangani secara

operatif atau gips dengan metode non-Ponseti.

Atypical clubfoot Kategori ini pada biasanya berhubungan dengan penyakit yang

lain. Mulailah

penanganan dengan metode Ponseti. Koreksi pada umumnya lebih sulit.

Rigid atau Resistant atypical clubfoot dapat kurus atau gemuk. Kasus dengan kaki

yang gemuk lebih sulit ditangani. Kaki tersebut umumnya kaku, pendek, gemuk

dengan lekukan kulit yang dalam pada telapak kaki dan dibagian belakang

11

Page 10: ctev

pergelangan kaki, terdapat pemendekan metatarsal pertama dengan hiperekstensi

sendi metatarsophalangeal. Deformitas ini terjadi pada bayi yang menderita kaki

pengkor saja tanpa disertai kelainan yang lain.

Syndromic clubfoot Selain kaki pengkor ditemukan juga kelainan kongenital lain.

Jadi kaki pengkor merupakan bagian dari suatu sindroma. Metode Ponseti tetap

merupakan standar penanganan, tetapi mungkin lebih sulit dengan hasil kurang dapat

diramalkan. Hasil akhir penanganan lebih ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya

daripada kaki pengkor nya sendiri.

Tetralogic clubfoot -- seperti pada congenital tarsal synchondrosis.

Neurogenic clubfoot -- berhubungan dengan kelainan neurologi seperti

meningomyelocele.

Acquired clubfoot -- seperti pada Streeter dysplasia.

F. Patofisiologi3

Clubfoot bukan merupakan malformasi embrionik. Kaki yang pada mulanya

normal akan menjadi clubfoot selama trimester kedua kehamilan. Clubfoot jarang

terdeteksi pada janin yang berumur dibawah 16 minggu. Oleh karena itu, seperti

developmental hip dysplasia dan idiopathic scoliosis, clubfoot merupakan deformasi

pertumbuhan (developmental deformation). Pada [gambar 1] tampak janin laki-laki

usia 17 minggu dengan clubfoot bilateral, dengan sisi kiri lebih parah.

(gambar 1)

12

Page 11: ctev

Pada clubfoot, terjadi tarikan yang kuat dari tibialis posterior dan

gastrosoleus serta fleksor hallucis longus. Ukuran otot-otot itu lebih kecil dan lebih

pendek dibandingkan kaki normal. Diujung distal gastrosoleus terdapat peningkatan

jaringan ikat yang kaya akan kolagen, yang menyatu ke dalam tendo Achilles dan

fascia profundus. Pada clubfoot, ligamen-ligamen pada sisi lateral dan medial ankle

serta sendi tarsal sangat tebal dan kaku, yang dengan kuat menahan kaki pada posisi

equines dan membuat navicular dan calcaneus dalam posisi adduksi dan inversi.

Ukuran otot-otot betis berbanding terbalik dengan derajat deformitasnya. Pada kaki

pengkor yang sangat berat, gastrosoleus tampak sebagai otot kecil pada sepertiga atas

betis. Sintesis kolagen yang berlebihan pada ligamen, tendo dan otot terus

berlangsung sampai anak berumur 3-4 tahun dan mungkin merupakan penyebab

relaps (kekambuhan). Dibawah mikroskop, berkas serabut kolagen menunjukkan

gambaran bergelombang yang dikenal sebagai crimp (kerutan). Kerutan ini

menyebabkan ligament mudah diregangkan. Peregangan ligamen pada bayi, yang

dilakukan dengan gentle, tidak membahayakan. Kerutan akan muncul lagi beberapa

hari berikutnya, yang memungkinkan dilakukan peregangan lebih lanjut. Inilah

sebabnya mengapa koreksi deformitas secara manual mudah dilakukan.

Sebagian besar deformitas terjadi di tarsus. Pada saat lahir, tulang tarsal, yang

hampir seluruhnya masih berupa tulang rawan, berada dalam posisi fleksi, adduksi,

dan inversi yang berlebihan. Talus dalam posisi plantar fleksi hebat, collumnya

melengkung ke medial dan plantar, dan kaputnya berbentuk baji. Navicular bergeser

jauh ke medial, mendekati malleolus medialis, dan berartikulasi dengan permukaan

medial caput talus. Calcaneus adduksi dan inversi dibawah talus. Seperti yang

ditunjukkan pada bayi berumur 3 hari navicular bergeser ke medial dan berartikulasi

hanya dengan aspek medial caput talus. Cuneiforme tampak berada di kanan

navicular, dan cuboid berada dibawahnya. Permukaan sendi calcaneocuboid

mengarah posteromedial. Dua pertiga bagian anterior calcaneus berada dibawah talus.

Tendo tibialis anterior, ekstensor hallucis longusdan ekstensor digitorum longus

bergeser ke medial. Baik pada kaki yang normal ataupun kaki pengkor, tidak ada

13

Page 12: ctev

sumbu gerak tunggal (seperti mitered hinge) dimana talus berotasi pada sumbu

tersebut. Sendi-sendi tarsal secara fungsional saling tergantung (interdependent).

Pergerakan satu tulang tarsal akan menyebabkan pergeseran tulang tarsal disekitarnya

secara bersamaan.

Pergerakan sendi ditentukan oleh kelengkungan permukaan sendi dan oleh

orientasi dan struktur ligamen yang mengikatnya. Tiap-tiap sendi mempunyai pola

pergerakan yang khas. Oleh karena itu, koreksi tulang tarsal kaki pengkor yang

inverse serta bergeser jauh ke medial, harus dilakukan dengan menggeser navicular,

cuboid, dan calcaneus kearah lateral secara bertahap dan simultan, sebelum mereka

dapat di eversi ke posisi netral. Pergeseran ini mudah dilakukan karena ligamenta

tarsal dapat diregangkan secara bertahap . Koreksi tulang tarsal kaki pengkor yang

telah bergeser hebat memerlukan pengertian yang baik mengenai anatomi fungsional

talus. Sayangnya, banyak ahli orthopedi menangani kaki pengkor dengan asumsi

yang salah bahwa sendi subtalar dan Chopart mempunyai sumbu rotasi yang tetap,

yang berjalan miring dari anteromedial superior ke posterolateral inferior, melalui

sinus tarsi. Mereka percaya bahwa dengan mempronasikan kaki pada sumbu ini akan

mengkoreksi calcaneus yang varus dan kaki yang supinasi. Padahal sesungguhnya

tidaklah demikian. Mempronasikan kaki pengkor pada sumbu ini justru akan

menyebabkan forefoot lebih pronasi lagi dan akibatnya akan memperberat cavus dan

menekan cakcaneus yang adduksi pada talus. Akibatnya calcaneus varus tetap tidak

terkoreksi. Pada kaki pengkor [1], bagian anterior calcaneus berada dibawah caput

talus. Posisi ini menyebabkan calcaneus varus dan equinus. Usaha untuk

mengeversikan calcaneus tanpa mengabduksikannya terlebih dahulu [2] akan

menekan calcaneus pada talus dan tidak akan mengkoreksi calcaneus varus.

Menggeser calcaneus ke lateral (abduksi) hingga mencapai posisi yang normal

dengan talus [3] akan mengkoreksi calcaneus varus. Koreksi kaki pengkor dilakukan

dengan mengabduksikan kaki yang telah disupinasikan sambil melakukan

counterpressure pada aspek lateral caput talus untuk

14

Page 13: ctev

mencegah rotasi talus di ankle. Plaster cast (gips) yang dibentuk (molding) dengan

baik akan mempertahankan kaki dalam posisi yang tepat. Ligamen tidak boleh

diregangkan melebihi batas ”kewajaran” nya. Setelah 5 hari, ligamen dapat

diregangkan lagi untuk meningkatkan derajat koreksi lebih lanjut. Tulang dan sendi

akan mengalami remodelling tiap kali gips diganti karena sifat jaringan ikat, kartilago

dan tulang yang akan berubah mengikuti perubahan arah stimulus mekanik. Hal ini

dibuktikan dengan sangat baik oleh Pirani [5] yang membandingkan gambaran klinik

dan gambaran MRI sebelum, selama dan pada akhir pengegipan. Perhatikan

perubahan pada sendi talonavicular dan calcaneocuboid. Sebelum pengegipan,

navicular (garis merah) bergeser ke sisi medial caput talus (biru). Perhatikan

bagaimana posisi talus-navicular ini menjadi normal selama pengegipan. Posisi

cuboid (hijau) juga menjadi normal terhadap calcaneus (kuning). Sebelum dilakukan

pengegipan terakhir, untuk menyempurnakan koreksi equinus, tendo Achilles bisa

dipotong perkutan. Tendo Achilles, tidak seperti ligamenta tarsal yang dapat

diregangkan, terdiri dari berkas kolagen yang kaku, tebal dengan sedikit sel serta

tidak dapat diregangkan. Gips terakhir dipakai selama 3 minggu, sementara tendo

Achilles (yang telah dipotong) sembuh dengan panjang yang tepat dan parut minimal.

Pada tahap ini, sendi tarsal mengalami remodelling pada posisi yang tepat.

Kesimpulannya, sebagian besar kasus kaki pengkor terkoreksi setelah 5

sampai 6 kali gips dan kebanyakan disertai tenotomi tendo Achilles. Tehnik ini

menghasilkan kaki yang kuat, fleksibel, dan plantigrade. Suatu penelitian 35-year

follow-up study telah membuktikan kaki tetap berfungsi dengan baik dan tanpa nyeri.

[1], [2], [3]

15

Page 14: ctev

[4]

[5]

16

Page 15: ctev

G. Gambaran Klinik1,2,8,9

Deformitas ini mudah dikenali dan terlihat nyata pada waktu lahir. Kaki

terputar dan terbelit sehingga telapak kaki menghadap posteromedial. Gejala-gejala

lokalnya adalah sebagai berikut:

Inspeksi

:

Palpasi

:

Saat

digerakkan :

Röntgen :

betis terlihat kurus, deformitas berupa equinus pada

pergelangan kaki, varus pada hindfoot/tumit dan adduksi dan

supinasi pada forefoot

pemeriksaan palpasi tidak memiliki banyak arti

deformitas terfiksir dan tidak dapat dikoreksi secara pasif.

Meskipun kaki pada bayi normal dapat terlihat dalam

posisi equinovarus, tetapi dapat didorsofleksikan

sampai jari - jari menyentuh bagian depan tungkai

bawahnya.

Tehnik pemotretan sangat penting agar kaki dapat dinilai

secara akurat. Beatson dan Pearson mendeskripsikan suatu

metoda untuk memperoleh roentnogram posisi AP dan lateral

yang sederhana dan mudah dilakukan.Cara: sendi panggul

anak fleksi 90º dan lutut fleksi 45º-60º. Untuk posisi AP, ke-

2 kaki dipegang berdekatan dan taruh pada posisi

plantarfleksi 30º di atas film. Posisi lateral, kaki harus

plantarfleksi 35º and tabung sinar-x dipusatkan pada

pergelangan kaki dan hindfoot.

Hasil foto menunjukkan bentuk dan posisi talus yang berguna

untuk penilaian penanganan. Pusat osifikasi pada talus,

calcaneus dan cuboid terhambat dan mungkin naviculare

tidak tampak sampai tahun ketiga.

Biasanya deformitas ini disertai adanya torsi tibia.

17

Page 16: ctev

Kasus deformitas bilateral terjadi pada sepertiga-separuh kasus. Pada kasus

bilateral, salah satu kaki biasanya mempunyai deformitas lebih berat daripada kaki

lainnya. Pada kasus unilateral, kaki yang sakit lebih kecil dan kurang berkembang

dibandingkan kaki lainnya dan biasanya kaki kanan lebih sering terkena daripada kiri.

Pada anak yang sudah dapat berdiri maka berat badan akan ditumpukan pada

basis metatarsal V. Kadang-kadang terdapat kavus. Jika deformitas berat, kaki yang

terkena tampak lebih kecil dari kaki lainnya. Tumit biasanya kecil dan kurang

berkembang, betis kurang berkembang dan kurus. Talus terlihat menonjol dan dapat

teraba pada permukaan dorsal kaki. Kulit sisi medial berkerut, sedangkan sisi lateral

teregang. Ibu jari mungkin terabduksi, terpisah dengan jari-jari lainnya. Derajat

inversi dan adduksi dilihat dari sisi plantar dimana kaki terlihat melengkung dan

berbentuk seperti bentuk buah pisang .

Deformitas ini dapat terjadi pada bayi normal, tetapi kadang-kadang juga

disertai anomali kongenital lain seperti dislokasi sendi panggul, arthroghyposis

multipleks kongenital atau myelomeningocele, absensi tibia kongenital dan spina

bifida. Atau menjadi bagian dari suatu sindroma developmental generalisata. Karena

itu penting untuk memeriksa tubuh penderita secara keseluruhan.

H. Pemeriksaan Penunjang

Foto Polos

Metode evaluasi radiologis yang standar digunakan adalah foto polos.

Pemeriksaan harus mencakup gambaran tumpuan berat karena stress yang terlibat

dapat terjadi berulang-ulang. Pada infant, tumpuan berat dapat disimulasikan dengan

pemberian stress dorsal flexi.4

Gambaran radiologi normal kaki dan pergelangan kaki, pada gambar di

bawah:

18

Page 17: ctev

Gambar 5. Gambaran AP pergelangan kaki13

Gambar 6. Gambaran lateraral pergelangan kaki 13

Gambaran standar yang digunakan adalah gambaran dorsoplantar (DP) dan

lateral. Untuk gambaran dorsoplantar, sinar diarahkan dengan sudut 150 terhadap

tumit untuk mencegah overlap dengan struktur tungkai bawah. Gambaran lateral

19

Page 18: ctev

harus mencakup pergelangan kaki, dan bukan kaki, untuk penggambaran yang lebih

tepat dari talus.4

Foto polos mempunyai kerugian yaitu tereksposnya pasien terhadap radiasi.

Ditambah lagi, pengaturan posisi yang tepat juga akan sulit dilakukan. Pemosisian

yang tidak tepat dapat menghasilkan gambaran seperti deformitas. Lebih jauh lagi,

karena CTEV adalah kondisi kongenital, kurangnya osifikasi pada beberapa tulang

yang terlibat merupakan salah satu keterbatasan lainnya. Pada neonates, hanya talus

dan calcaneus yang terosifikasi. Navikular tidak terosifikasi sampai anak berusia 2-3

tahun.

Metode imaging lainnya tidak dilakukan secara rutin pada pemeriksaan

CTEV.

Tiga komponen utama dari deformitas ini ditemukan pada radiograf dan dapat

diukur secara berulang. Dengan pemosisian dan eksposur yang tepat, pengukuran

abnormalitas kesejajaran pada foto polos dapat dipercaya. Tidak ada imaging

konfirmasi yang rutin dilakukan. Posisi oblique tumit pada gambaran dorsoplantar

(DP) dapat mensimulasikan varus kaki belakang. Bila gambaran lateral hanya

meliputi salah satu kaki dan tidak termasuk pergelangan kaki, maka akan terlihat

gambaran palsu dari lengkungan talus yang mendatar.

Equinus kaki belakang adalah plantar fleksi dari calcaneus anterior (mirip

kuku kuda) di mana sudut antara axis panjang tibia dan axis panjang calcaneus (sudut

tibiocalcaneal) lebih besar dari 900.

20

Page 19: ctev

Gambar 7. Gambaran lateral talipes equinovarus menunjukkan elevasi sudut

tibiocalcaneal yang abnormal. Sudut yang normal adalah 60-900.

Pada varus kaki belakang, talus diperkirakan terfiksasi secara relatif terhadap

tibia. Calcaneus berputar mengitari talus menuju posisi varus (kearah garis tengah).

Pada gambaran lateral, sudut antara axis pajang talus dan axis panjang calcaneus

(sudut talocalcaneal) kurang dari 250, dan kedua tulang tersebut lebih paralel

dibandingkan kondisi normal.

Gambar 8. Gambaran lateral normal menunjukkan pengukuran sudut talocalcaneal.

Axis panjang calcaneal ditarik sepanjang permukaan plantar. Rentang normalnya

adalah 25-450. Perhatikan overlap normal metatarsal pada gambaran lateral.

21

Page 20: ctev

Gambar 9. Gambaran lateral CTEV menunjukkan talus dan calcaneus yang hampir

parallel, dengan sudut talocalcaneal kurang dari 250.

Pada gambaran DP, sudut talocalcaneus kurang dari 15º, dan dua tulang

terlihat lebih tumpang tindih daripada pada kaki normal. Selain itu, aksis longitudinal

yang melalui pertengahan talus (garis midtalar) melintas secara lateral ke arah dasar

metatarsal pertama, karena garis depan terdeviasi secara medial (lihat gambar

dibawah)

22

Page 21: ctev

Gambar 10. Proyeksi dorsoplantar dari kaki normal menunjukkan bahwa garis yang

melalui aksis panjang talus melintasi secara medial ke arah dasar metatarsal pertama.

Ukuran sudut talokalkaneus dapat terlihat. Ukuran normalnya yaitu 15º-40º.

Gambar 11. Gambaran Dorsoplantar dari pasien dengan CTEV unilateral

menunjukkan bahwa talus dan kalkaneus lebih tumpang tindih (overlapping) daripada

kaki normal. Sudut talocalcanues 15º atau kurang. Perhatikan bahwa garis yang

23

Page 22: ctev

melalui aksis panjang dari talus melintas secara lateral ke metatarsal pertama karena

posisi varus dari kaki depan.

Varus kaki depan dan supinasi meningkatkan konvergensi dari basis

metatarsal pada gambaran DP, jika dibandingkan dengan sedikit konvergensi pada

kaki normal (lihat gambar di bawah)

Gambar 12. Gambaran Dorsoplantar dari talipes equinovarus menunjukkan bahwa

konvergensi dari basis metatarsal secara abnormal meningkat jika dibandingkan

dengan konvergensi normal.

Pada gambaran lateral, CTEV tidak memiliki gambaran tumpang tindih yang

normal. (lihat gambar di bawah).

24

Page 23: ctev

Gambar 13. Gambaran lateral menunjukkan konfigurasi seperti tangga (ladderlike)

dari metatarsal pada varus kaki depan pada CTEV.

Tabel 1.

Tabel berikut memuat rangkuman dari ukuran dari kaki normal dan CTEV

Ukuran Kaki normal CTEV

Sudut

Tibiocalcaneal

60-90° pada gambaran

lateral

>90° ( equinus kaki belakang ) pada

gambaran lateral

Sudut

Talocalcaneal

25-45° pada gambaran

lateral, 15-40° pada

gambaran DP

< 25° (varus kaki belakang) pada

gambaran lateral, < 15° (varus kaki

belakang) pada gambaran DP

Konvergensi

Metatarsal

Sedikit pada gambaran

lateral, sedikit pada

gambaran DP

Tidak ada (supinasi kaki depan) pada

gambaran lateral, peningkatan (supinasi

kaki depan) pada gambaran DP

25

Page 24: ctev

Pada CTEV yang tidak dikoreksi hingga tuntas atau pada CTEV rekuren,

terdapat abnormalitas yang khas. Sudut kalkaneus normal pada gambaran DP (lihat

gambar di bawah) tapi kesejajaran (paralelisasi) menetap pada gambaran lateral.

Gambar 14. Gambaran CTEV yang didapat setelah perbaikan menunjukkan

perubahan sudut talokalkaneus normal pada gambaran dorsoplantar. Garis di

sepanjang aksis panjang talus sekarang melintas secara medial ke metatarsal pertama;

temuan ini mengindikasikan overkoreksi dari varus kaki depan.

Pendataran lengkungan talus juga menetap pada gambaran ini

26

Page 25: ctev

Gambar 15. Gambaran lateral CTEV menunjukkan paralelisme dari talus dan

kalkaneus. Perhatikan pendataran lengkungan talus pada gambaran lateral dari

pergelangan kaki.

Kavum lengkungan plantar mungkin terlihat, terutama jika tidak dilakukan

pemotongan plantar. Selain itu, reaksi periosteum, sclerosis atau fraktur lateral

metatarsal dapat terjadi sebagai hasil dari tumpuan berat yang abnormal pada sisi kaki

yang terkena dalam kasus koreksi yang tidak adekuat dari varus kaki depan (lihat

gambar di bawah ini)

Gambar 16. Gambaran foto polos lateral dari wanita usia 12 tahun setelah tindakan

operatif CTEV menunjukkan varus kaki depan yang menetap dan menghasilkan

menghasilkan resultan penekanan (penebalan kortikal) pada sebagian besar metatarsal

lateral.

27

Page 26: ctev

Gambar 17. Gambaran radiografi DP dari pasien wanita yang sama dengan gambar

diatas setelah tindakan operatif CTEV menunjukkan varus kaki depan yang menetap

dan perubahan resultan stress terhadap metatarsal lateral.

Tarraf dan Carrol menemukan bahwa adduksi kaki depan residual dan

supinasi, sejauh ini, merupakan deformitas yang paling sering terjadi dan

menyebabkan dibutuhkannya tindakan operatif berulang. Sebagai tambahan atas

alignment kaki belakang, deformitas ini harus dievaluasi secara aktif pada foto polos

intraoperatif.

I. Diagnosis

Menegakkan Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis dini perlu dilakukan skrining motivasi semua

tenaga kesehatan untuk melakukan skrining terhadap semua bayi baru lahir dan

balita terhadap adanya kelainan pada kaki dan kelainan lainnya.

28

Page 27: ctev

Bayi-bayi dengan kelainan dapat dirujuk untuk dirawat di klinik kaki

pengkor. Memastikan kasus yang ditemukan pada tahap skrining tersebut, kemudian

dipastikan diagnosanya oleh tenaga kesehatan yang berpengalaman mengenai

kelainan muskuloskeletal. Ciri-ciri penting kaki pengkor adalah cavus, varus,

adductus dan equines.

Dalam evaluasi ini dapat disingkirkan kelainan lain seperti metatarsus

adductus dan sindroma lain yang mendasarinya. Kaki pengkor diklasifikasikan

menjadi beberapa kategori untuk menentukan prognosis dan merencanakan terapi.18

Foto Polos

Sinar X terutama digunakan untuk menilai kemajuan setelah terapi. Film

anteroposterior diambil dengan kaki plantarfleksi 300 dan tabung sinar X bersudut 30

derajat terhadap garis tegak lurus. Ditarik garis melalui poros panjang talus yang

sejajar perbatasan medial dan poros panjang kalkaneus yang sejajar perbatasan

lateralnya; garis-garis itu biasanya menyilang dengan sudut sebesar 20-400. Tetapi

pada kaki gada, kedua garis itu mungkin hampir sejajar.

Film lateral diambil dengan kaki dalam keadaan dipaksa dorsifleksi. Garis

yang ditarik melalui poros longitudinal tengah talus dan perbatasan bawah dari

kalkaneus harus bertemu dengan sudut sekitar 400. Sudut yang kurang dari 200

menunjukkan bahwa kalkaneus tidak dapat ditekuk ke atas ke dalam dorsifleksi

sempurna; kaki mungkin tampak dorsifleksi tetapi sebenarnya mungkin ‘patah’ pada

tingkat tarsal pertengahan, sehingga menghasilkan apa yang disebut deformitas kaki

kursi goyang. 10

J. Diagnosis Banding

Diagnosa CTEV sangat mudah karena bentuknya yang khas. Akan tetapi ada

beberapa kelainan yang secara anatomis menyerupainya. Sedangkan untuk memberi

29

Page 28: ctev

penanganan yang sesuai dengan kelainan ini, perlu mengetahui kelainan-kelainan lain

yang serupa untuk membedakannya. Beberapa diantaranya adalah:

1. Dislokasi pergelangan kaki kongenital

Pada keduanya, kaki tampak seperti clubfoot. Pemeriksaan yang perlu

dilakukan untuk menegakkan diagnosa adalah:

Palpasi secara teliti hubungan anatomik hindfoot dengan maleolus

lateral dan medial

Pemeriksaan radiografi.

2. Acquired type of clubfoot

Pada bayi baru lahir biasanya tipe ini mudah dibedakan dengan tipe

kongenital, tetapi pada anak yang lebih besar lebih sulit.

Biasanya sering terjadi karena penyakit paralitik karena itu disebut juga

paralytic clubfoot, antara lain: myelomeningocele, tumor intraspinal,

diasmatomyelia, poliomyelitis, atrofi muskular progresif tipe distal, cerebral

palsy dan penyakit Guillain-Barré. Pemeriksaan:

Periksa vertebra secara teliti untuk mencari abnormalitas

Muscle testing

Radiogram seluruh kolum vertebra

Nilai sistem neuromuskular dengan teliti untuk menyingkirkan

penyalit paralitik

Pada poliomyelitis kaki teraba dingin dan biru, bukti paralisa (+)

Pada spina bifida terdapat gangguan sensasi dan perubahan trofi

30

Page 29: ctev

K. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan CTEV adalah: 5

1) Mencapai reduksi konsentrik dislukasi atau subluksasi sendi

talocalcaneonavikular

2) Mempertahankan reduksi

3) Mengembalikan alignment persendian tarsal dan pergelangan kaki yang normal

4) Mewujudkan keseimbangan otot antara evertor dan invertor; dan otot dorsofleksor

dan plantarfleksor

5) Mendapatkan kaki yang mobile dengan fungsi dan weight bearing yang normal

Penatalaksanaan harus dimulai sedini mungkin, lebih baik segera sesudah

lahir. Tiga minggu pertama setelah lahir merupakan periode emas/golden period,

sebab jaringan ligamentosa bayi baru lahir masih kendor karena pengaruh hormon

maternal. Fase ini adalah fase kritis dimana jaringan lunak yang kontraktur dapat

dielongasi dengan manipulasi berulang setiap hari. Jika mengharapkan metoda

reduksi tertutup akan mencapai keberhasilan, inilah waktu yang tepat.5

a. Terapi non-operatif

1. Koreksi Gips Ponseti18

Persiapan

Manipulasi dan Pengegipan (mulailah sedapat mungkin segera setelah

lahir)

Menentukan letak kaput talus dengan tepat

Tahap ini sangat penting. Pertama, palpasi kedua malleoli (garis biru)

dengan ibu jari dan jari telunjuk dari tangan A sementara jari-jari dan

metatarsal dipegang dengan tangan B. Kemudian, geser ibu jari dan jari

31

Page 30: ctev

telunjuk tangan A ke depan untuk dapat meraba caput talus (garis merah)

di depan pergelangan kaki. Karena navicular bergeser ke medial dan

tuberositasnya hampir menyentuh malleolus medialis, kita dapat meraba

penonjolan bagian lateral dari caput talus (merah) yang hanya tertutup

kulit di depan malleolus lateralis. Bagian anterior calcaneus dapat diraba

dibawah caput talus. Dengan menggerakkan forefoot dalam posisi supinasi

kearah lateral, kita dapat meraba navicular bergeser -- meskipun sedikit --

didepan caput talus sedangkan tulang calcaneus akan bergerak ke lateral di

bawah caput talus.

Gambar 23. Persiapan Pemasangan Gips Ponseti dan Manipulasi

32

Page 31: ctev

Manipulasi

Tindakan manipulasi adalah melakukan abduksi dari kaki dibawah caput talus yang

telah distabilkan. Tentukan letak talus. Seluruh deformitas kaki pengkor, kecuali

equinus ankle, terkoreksi secara bersamaan. Agar dapat mengoreksi kelainan ini, kita

harus dapat menentukan letak caput talus, yang menjadi titik tumpu koreksi.

Mengoreksi (memperbaiki) cavus

Bagian pertama metode Ponseti adalah mengoreksi cavus dengan memposisikan kaki

depan ( forefoot ) dalam alignment yang tepat dengan kaki belakang ( hindfoot).

Cavus, yang merupakan lengkungan tinggi di bagian tengah kaki [ 1 garis lengkung

kuning], disebabkan oleh pronasi forefoot terhadap hindfoot. Cavus ini hampir selalu

supel pada bayi baru lahir dan dengan mengelevasikan jari pertama dan metatarsal

pertama maka arcus longitudinal kaki kembali normal [2 dan 3]. Forefoot

disupinasikan sampai secara visual kita dapat melihat arcus plantar pedis yang normal

-- tidak terlalu tinggi ataupun terlalu datar. Alignment (kesegarisan) forefoot dan

hindfoot untuk mencapai arcus plantaris yang normal sangat penting agar abduksi --

yang dilakukan untuk mengoreksi adduksi dan varus -- dapat efektif.

Langkah-langkah Pemasangan Gips

Dr. Ponseti merekomendasikan penggunaan bahan gips karena lebih murah dan

molding lebih presisi dibanding dengan fiberglass.

Manipulasi Awal. Sebelum gips dipasang, kaki dimanipulasi lebih dahulu. Tumit

tidak disentuh sedikitpun agar calcaneus bisa abduksi bersama-sama dengan kaki [4].

Memasang padding. Pasang padding yang tipis saja [5] untuk memudahkan

molding. Pertahankan kaki dalam posisi koreksi yang maksimal dengan cara

memegang jari-jari dan counter pressure pada caput talus selama pemasangan gips.

33

Page 32: ctev

Pemasangan Gips. Pasang gips di bawah lutut lebih dulu kemudian lanjutkan gips

sampai paha atas. Mulai dengan tiga atau empat putaran disekeliling jari-jari kaki [6]

kemudian ke proksimal sampai lutut [7]. Pasang gips dengan cermat. Saat memasang

gips diatas tumit, gips dikencangkan sedikit. Kaki harus dipegang pada jari-jari, gips

”dilingkarkan” di atas jari-jari pemegang agar tersedia ruang yang cukup untuk

pergerakan jari-jari.

34

Page 33: ctev

Gambar 24. Pemasangan Gips

Molding gips. Koreksi tidak boleh dilakukan secara paksa dengan menggunakan

gips. Gunakanlah penekanan yang ringan saja. Jangan menekan caput talus dengan

ibu jari terus menerus, tapi ”tekan-lepas-tekan” berulangkali untuk mencegah

pressure sore. Molding gips di atas caput talus sambil mempertahankan kaki pada

posisi koreksi [1]. Perhatikan ibu jari tangan kiri melakukan molding gips di atas

caput talus sedangkan tangan kanan molding forefoot (dalam posisi supinasi). Arcus

plantaris dimolding dengan baik untuk mencegah terjadinya flatfoot atau rocker-

bottom deformity. Tumit dimolding dengan baik dengan ”membentuk” gips di atas

tuberositas posterior calcaneus. Malleolus dimolding dengan baik. Proses molding ini

hendaknya merupakan proses yang dinamik, sehingga jari-jari harus sering

digerakkan untuk menghindari tekanan yang berlebihan pada satu tempat. Molding

dilanjutkan sambil menunggu gips keras.

Lanjutankan gips sampai paha. Gunakan padding yang tebal pada proksimal paha

untuk mencegah iritasi kulit [2]. Gips dapat dipasang berulang bolak-balik pada sisi

anterior lutut untuk memperkuat gips disisi anterior [3] dan untuk mencegah terlalu

tebalnya gips di fossa poplitea, yang akan mempersulit pelepasan gips.

Potong gips. Biarkan gips pada sisi plantar pedis untuk menahan jari-jari [4] dan

potong gips dibagian dorsal sampai mencapai sendi metatarsophalangeal. Potong gips

dibagian tengah dulu kemudian dilan jutkan kemedial dan lateral dengan

menggunakan pisau gips. Biarkan bagian dorsal semua jari-jari bebas sehingga dapat

ekstensi penuh. Perhatikan bentuk gips yang pertama [5]. Kaki equinus, dan forefoot

dalam keadaan supinasi.

35

Page 34: ctev

Gambar 25. Molding Gips

Hasil akhir

Setelah pemasangan gips selesai, kaki akan tampak over-koreksi dalam posisi abduksi

dibandingkan kaki normal saat berjalan. Hal ini bukan suatu over-koreksi. Namun

merupakan koreksi penuh kaki dalam posisi abduksi maksimal. Koreksi kaki hingga

mencapai abduksi yang penuh, lengkap dan dalam batas normal ini, membantu

mencegah rekurensi dan tidak menciptakan over-koreksi atau kaki pronasi.

2. Bracing18

Pada akhir pengegipan, kaki dalam posisi sangat abduksi -- sekitar 60-70 derajat

(tight-foot axis). Setelah tenotomi, gips terakhir dipakai selama 3 minggu. Protokol

36

Page 35: ctev

Ponseti selanjutnya adalah memakai brace (bracing) untuk mempertahankan kaki

dalam posisi abduksi dan dorsofleksi. Brace berupa bar (batang) logam direkatkan

pada sepatu yang bertelapak kaki lurus dengan ujung terbuka (straight-last open-toe

shoes). Abduksi kaki dengan sudut 60-70 derajat ini diperlukan untuk

mempertahankan abduksi calcaneus dan forefoot serta mencegah kekambuhan

(relaps). Jaringan lunak pada sisi medial akan tetap teregang hanya jika dilakukan

bracing setelah pengegipan. Dengan brace, lutut tetap bebas, sehingga anak dapat

”menendangkan” kaki kedepan sehingga meregangkan otot gastrosoleus. Abduksi

kaki dalam brace, ditambah dengan bar yang sedikit melengkung, akan membuat kaki

dorsofleksi. Hal ini membantu mempertahankan regangan pada otot gastrocnemius

dan tendo Achilles. Ankle-foot orthose (AFO) tidak berguna sebab hanya menahan

kaki lurus dengan dorsofleksi netral.

Aturan pemakaian brace

Tiga minggu setelah tenotomi, gips dilepas, dan brace segera dipakai. Alat ini terdiri

dari sepatu open-toe high-top straight-last shoes yang terpasang pada sebuah batang

logam [1]. Pada kasus unilateral, brace dipasang pada 60-70 derajat eksternal rotasi

pada sisi sakit dan 30-40 derajat eksternal rotasi pada sisi yang sehat [2] . Pada kasus

bilateral, brace diatur 70 derajat eksternal rotasi pada kedua sisi. Bar harus cukup

panjang sehingga jarak antar tumit sepatu selebar bahu [2]. Kesalahan yang sering

terjadi adalah bar yang terlalu pendek yang membuat anak merasa tidak nyaman. Bar

harus dilengkungkan 5-10 derajat kearah bawah (menjauhi badan) agar kaki tetap

dorsofleksi. Brace harus dipakai sepanjang hari selama 3 bulan pertama semenjak

gips terakhir dilepas. Setelah itu anak harus memakai brace ini selama 12 jam pada

malam hari dan 2-4 jam pada siang. Sehingga total pemakaian 14-16 jam dalam

sehari sampai anak berusia 3-4 tahun.

37

Page 36: ctev

Gambar 26. Brace

Jenis-jenis brace

Modifikasi terhadap Ponseti brace yang orisinil memberi banyak keuntungan. Untuk

mencegah kaki merosot keluar dari sepatu maka suatu pad ditempatkan dibagian

belakang sepatu [1]. Berbagai desain yang baru mebuat bracing lebih aman, lebih

mudah dikenakan pada bayi dan memungkinkan bayi bergerak. Kemudahan-

kemudahan ini akan meningkatkan ketaatan. Berbagai pilihan brace diperlihatkan

pada [1-7].

H.M. Steenbeek bekerja untuk Christoffel Blinden Mission, di Katalemwa Chesire

Home di Kampala, Uganda telah mengembangkan bracing yang dapat dibuat dari

bahan yang sederhana dan mudah didapatkan [2]. Brace tersebut efektif

mempertahankan koreksi, mudah dipakai, mudah dibuat, tidak mahal, dan cocok

dipakai untuk pemakaian luas.

John Mitchell telah mendesain sebuah brace dibawah pengawasan Dr. Ponseti. Brace

terdiri dari sepatu terbuat dari kulit lembut dan sol plastik yang dibentuk sesuai

bentuk kaki anak, membuat sepatu ini sangat nyaman dan mudah dipakai [3].

Dr. Matthew Dobbs dari Washington University School of Medicine di St Louis, AS

membuat dynamic brace yang memungkinkan kaki anak bergerak sambil tetap

mempertahankan rotasi kaki yang diperlukan [4]. Diperlukan AFO pada alat ini untuk

mencegah plantar fleksi ankle.

38

Page 37: ctev

M.J. Markel telah mengembangkan bracing yang memungkinkan orang tua

penderita memasang sepatu pada anak terlebih dahulu dan kemudian baru dikaitkan

pada alat bar nya [5].

Dr. Jeffrey Kessler dari Kaiser Hospital, Los Angeles, AS telah membuat brace yang

fleksibel dan tidak mahal. Bar dibuat dari polypropylene setebal 1/8 inchi [6]. Brace

ini sangat disukai bayi sehingga meningkatkan ketaatan pemakaiannya.

Dr. Romanus mengembangkan brace ini di Swedia [7]. Sepatunya terbuat dari plastik

yang mudah dibentuk sesuai kaki anak. Bagian dalam sepatu dilapisi kulit yang

lembut sehingga membuatnya sangat nyaman. Sepatu ini di tempelkan pada batang

dengan sekrup.

39

Page 38: ctev

Gambar 27. Jenis-jenis Brace

b. Terapi operatif

Indikasi pemilihan pelaksanaan terapi operatif adalah adanya komplikasi yang terjadi

setelah terapi konservatif. Pada kasus resisten, terapi operatif paling baik dilakukan

pada usia 3-6 minggu, ketika tidak tampak adanya perbaikan yang signifikan setelah

menjalani terapi konservatif yang teratur.

1. Koreksi jaringan lunak

Koreksi jaringan lunak dilakukan pada bayi dan anak dibawah 5 tahun. Pada usia ini,

biasanya belum ada deformitas pada tulang-tulang kaki, bila dilakukan operasi pada

tulang dikhawatirkan malah merusak tulang dan sendi kartilago anak yang masih

rentan.

Koreksi dilakukan pada:

otot dan tendon

Achilles : tehnik pemanjangan tendo (Z-lengthening)

Tibia posterior: tehnik pemanjangan tendo atau transfer

Abduktor hallucis longus: tehnik reseksi atai eksisi

Fleksor hallucis longus dan fleksor digitorum longus: tehnik pemanjangan

atau reseksi muskulotendineus

40

Page 39: ctev

Fleksor digitorum brevis

Tenotomi 18

Indikasi tenotomi

Tenotomi dilakukan untuk mengoreksi equinus setelah cavus, adduksi,

dan varus sudah terkoreksi baik akan tetapi dorsofleksi ankle masih

kurang dari 10 derajat. Pastikan abduksi sudah adekuat sebelum

melakukan tenotomi.

Tahap Persiapan

Mempersiapkan keluarga. Jelaskan kepada keluarga mengenai tindakan

yang akan dilakukan, jelaskan bahwa tenotomi merupakan operasi

minor, dengan anestesi lokal, dan dilakukan di klinik rawat jalan.

Peralatan. Siapkan semua alat yang dibutuhkan, pilih pisau tenotomy

no 11 atau 15, atau pisau kecil lainnya seperti pisau untuk operasi mata.

Skin preparation. Desinfeksi kulit mulai dari pertengahan betis sampai

pertengahan kaki dengan asisten memegang ujung jari dengan satu

tangan dan paha dengan tangan lainnya [1].

Anestesi. Sejumlah kecil obat anestesi disuntikkan disekitar tendo

Achilles [2]. Hati-hati terlalu banyak obat anestesi membuat tendo sulit

diraba dan tindakan menjadi lebih sulit.

Persiapan untuk tenotomi

Dengan asisten mempertahankan ankle dalam posisi dorsoflesi

maksimal, tentukan letak tenotomi, kurang lebih 1,5 cm diatas

calcaneus. Suntikkan sedikit anestesi lokal disebelah medial tendo,

pada tempat akan dilakukan tenotomi. Ingatlah anatomi, neurovaskular

41

Page 40: ctev

bundle berada di anteromedial tendo Achilles. Tendo ini berada

didalam tendon sheath.

Tenotomi

Tusukkan ujung pisau dari sisi medial, sedikit disebelah anterior tendo

[3]. Sisi datar pisau dijaga tetap sejajar dengan tendo. Tempat tusukan

ini menimbulkan sayatan kecil. Tendon sheath tidak diiris dan

dibiarkan utuh. Pisau kemudian diputar, sehingga bagian tajam pisau

mengarah ke tendo. Pisau kemudian digerakkan sedikit ke posterior.

Dirasakan sebagai ”pop” saat pisau memotong tendo. Tendo belum

dianggap terpotong seluruhnya, sampai sensasi ”pop” sudah dirasakan.

Setelah tenotomi, dorsofleksi ankle akan bertambah 15-20 derajat [4].

Gips paskatenotomi

Setelah equinus terkoreksi dengan tenotomi, pasang gips ke 5 [5]

dengan kaki abduksi 60-70 derajat dan dorsofleksi 15 derajat. Kaki

tampak overkoreksi. Gips dipertahankan selama 3 minggu setelah

koreksi komplet. Gips dapat diganti jika rusak atau kotor sebelum 3

minggu. Pasien dapat pulang, analgesik jarang diperlukan.

42

Page 41: ctev

Gambar 28. Tenotomi

Kapsul dan ligamen

Talonavicular

Subtalar

Sendi calcaneocuboid

Kapsul pergelangan kaki, antara lain bagian dari lig. deltoid

Ligamen yang kontraktur pada sisi posterolateral pergelangan kaki dan

sendi subtalar:

◦ Lig. calcaneofibular

◦ Lig. Talofibular posterior

◦ Retinakulum peroneal superior

Ligamen interoseus talocalcaneal

43

Page 42: ctev

2. Koreksi jaringan keras

Operasi pada tulang atau osteotomi dilakukan setelah usia anak 5-10 tahun. Karena

pada usia ini biasanya telah terjadi deformitas struktur tulang dan koreksi yang

diharapkan tidak mungkin berhasil tanpa pembenahan tulang. Tindakan berupa:

1. Osteotomi calcaneus untuk koreksi inversi

2. Wedge reseksi sendi calcaneocuboid

3. Osteotomi cuboid

4. Osteotomi cuneiformis untuk koreksi adduksi yang berlebihan

5. Osteotomi tibia dan fibula, jika torsi tibia berlebihan (jarang terjadi)

Tindakan pada anak dengan usia lebih tua, lebih dari 10 tahun, biasanya:

1. Rekonstuksi tarsal, termasuk triple arthrodesis. Dilakukan pada kaki yang

rigid dan seringkali diserta nyeri serta tidak berespon pada gips serial atau

prosedur operasi yang lain.

2. Osteotomi femur

2.12 Prognosis

Rata-rata 50% CTEV pada neonatus dapat diperbaiki secara non-operatif.

Ponseti melaporkan 89% tingkat kesuksesan dengan menggunakan tekhniknya

(termasuk tenotomi Achilles). Sebuah penelitian menganalisis proses perbaikan pada

pasien dengan CTEV idiopatik setelah dilakukan tekhnik Ponseti. Data melaporkan

bahwa gips yang baik akan menghasilkan pengurangan cavus dan lipatan medial

dengan perbaikan bertahap dari rotasi kaki tengah, adduksi, dan varus tumit.

Menarikanya, terjadi perbaikan pada equinus tumit bersamaan dengan variable kaki

tengah dan dengan gips yang paling akhir.3

44

Page 43: ctev

Kebanyakan penelitian melaporkan 75-90% kepuasan dari tatalaksana operatif

(tampilan dan fungsi kaki). Kemampuan pergerakan sendi-sendi kaki dan

pergelangan kaki berhubungan dengan derajat kepuasan pasien.3

Kepuasan pasien didaptkan pada 81% kasus, dan rentang pergerakan dari

pergelangan kaki merupakan factor utama dalam menentukan hasil fungsional, yang

dipengaruhi oleh tingkat pendataran lengkung talus. Pada empat puluh empat persen

pasien tidak terjadi dorsofleksi yang melebihi keadaan normal, dan 38% pasien

membutuhkan operasi lanjutan (hampir dua pertiga diantaranya adalah operasi

tulang). 3

Tingkat rekurensi dari deformitas ini dilaporkan sekitar 25%, dengan rentang

10-50%. Menelaus melaporkan tingkat rekurensi 38%.3

Asalkan terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar selalu dapat

diperbaiki; walau demikian, keadaan ini tidak dapat sembuh sempurna dan sering

kambuh, terutama pada bayi dengan kelumpuhan otot yang nyata atau disertai

penyakit neuromuskuler.10

45

Page 44: ctev

BAB III

PENUTUP

III.1. Kesimpulan

Congenital talipes equinovarus (CTEV) atau sering disebut congenital club

foot (kaki gada) adalah suatu kelainan kongenital bentuk kaki dan pergelangan kaki

yang berupa equinus (plantar fleksi), varus (inversi) dan adduksi.

CTEV diklasifikasikan atas : 1. Postural atau posisional dan 2. Terfiksir atau

rigid. Postural atau posisional bukan merupakan CTEV yang sesungguhnya. CTEV

rigid bisa fleksible (misalnya: dapat dikoreksi tanpa tindakan bedah) atau resisten

(membutuhkan tindakan bedah, meskipun ini tidak sepenuhnya benar berdasarkan

penelitian Ponseti).

Insidens talipes ekuinovarus kongenital adalah dua dari setiap 1000 kelainan

hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada peremupuan (2:1). Tiga

puluh persen bersifat bilateral

Diagnosa CTEV dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang. Untuk pemeriksaan radiologis, metode evaluasi radiologis

yang standar digunakan adalah foto polos. Modalitas pemeriksaan tambahan lainnya

yaitu CT-Scan, USG dan MRI.

Penatalaksanaan harus dimulai sedini mungkin, lebih baik segera sesudah

lahir. Asalkan terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar selalu dapat

diperbaiki; walau demikian, keadaan ini tidak dapat sembuh sempurna dan sering

kambuh.

46

Page 45: ctev

DAFTAR PUSTAKA

1. Cailliet Rene. Foot and Ankle Pain. 12th ed. Philadelphia: F.A. Davis

Company, 1980.

2. Crenshaw AH. Campbell‘s Operative Orthopaedics. 7th ed. Missouri: Mosby

Co, 1987.

3. Clubfoot. Taken from http://emedicine.medscape.com/article/1237077-

overview on January 1, 2012.

4. Clubfoot Imaging. Taken from

http://emedicine.medscape.com/article/407294-overview#showall on January

1, 2012.

5. Orto-CTEV. Taken from

www.staff.undip.ac.id/FK/tantiajoe/files/2010/07/orto-ctev.doc

6. Rasjad Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Ed 2. Makassar: Bintang

Lamumpatue, 2003.

7. Campbell Suzanna K. Physical Therapy in Children. Philadelphia: W.B.

Saunders Company, 1995.

8. Lovell Wood W, Winter Robert B. Pediatric Orthopaedics. 2nd ed.

Philadelphia: J.B. Lippincott company; 1986.

9. Ferner H, J. Staubesand. The Sobotta Atlas of Human Anatomy, Vol II, Ed.

Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran, 1985.

10. Apley Graham A. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Ed 7.

Jakarta: Penerbit Widya Medika, 1995.

11. Ribes Ramon. Learning Diagnostic Imaging. Heidelberg: Springer, 2008.

12. Misra, Rakesh R. Radiology for Surgeons. London: Greenwich Medical

Media, 2002.

13. Chen, Michael Y M. Basic Radiology. New York: McGraw-Hill, 2004.

14. Mettler, Fred A. Essentials of Radiology. 2nd ed. Pennsylvania: Elsevier, 2005.

15. Lisle, David A. Imaging for Students. London: Arnold, 2001.

47

Page 46: ctev

16. Thompson, Jon C. Netter’s Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy.

Philadelphia: Elsevier, 2002.

17. Moeller, Torsten B. Pocket Atlas Of Radiographic Anatomy. 2nd ed. New

York: Thieme, 2000.

18. Stahell, Lynn. Kaki Pengkor: Penanganan Dengan Metode Ponseti. Ed 3.

Global Help Organization, 2008.

48