Upload
tiara-qalbu-dhuafa
View
18
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Congenital talipes equino varus merupakan suatu kelainan bawaan yang
sering ditemukan pada bayi baru lahir, mudah diagnosis tetapi koreksi sepenuhnya
sulit dilakukan. Sering ditemukan karena ketidaktahuan keluarga penderita sehingga
kelainan menjadi terbengkalai.
Clubfoot sering disebut juga CTEV (Congeintal Talipes Equino Varus)
adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai,
adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of Surgery, Schwartz).
Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan suatu kelainan
pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada ankle-nya. Sedang
Equinovarus berasal dari kata equino (mengkuda) dan varus (bengkok ke arah
dalam/medial).
Pada tahun 1971, Sharrard menyatakan bahwa congenital talipes equinovarus
(CTEV) merupakan abnormalitas kongenital pada kaki yang paling sering dijumpai.
Menurut Wynne-Davies, 1964, insiden di negara Amerika Serikat dan Inggris adalah
1 kasus dalam 1000 kelahiran hidup, dengan perbandingan laki-laki:perempuan 2:1.
Insiden akan meningkat 2,9 % bila saudara kandung menderita CTEV. Insiden pada
kaukasia adalah 1,12; Oriental: 0,57; sedangkan yang tertinggi adalah pada suku
Maori, yaitu 6,5-7 per 1000 kelahiran. Hal ini menunjukkan bahwa ras juga
mempunyai efek terhadap resiko CTEV.
Deformitas ini memerlukan terapi dan penanganan sedini mungkin agar
disabilitas yang mungkin ditimbulkan tidak berlanjut ke kehidupan dewasa.1,2,3 Tanpa
terapi, pasien dengan clubfoot akan berjalan dengan bagian luar kakinya, yang
mungkin menimbulkan nyeri dan atau disabilitas.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Congenital talipes equinovarus (CTEV) atau sering disebut congenital club
foot (kaki gada) adalah suatu kelainan kongenital bentuk kaki dan pergelangan kaki
yang berupa equinus (plantar fleksi), varus (inversi) dan adduksi. Kata ‘talipes’
sendiri berasal dari bahasa Latin yang terdiri dari kata ‘talus’ yang berarti ‘kaki’ dan
‘pes’ yang berarti ‘pergelangan kaki’. Kata ‘equinus’ atau horse foot menggambarkan
posisi jari-jari kaki lebih rendah daripada tumit karena tumit terangkat keatas,
sedangkan ‘varus’ berarti kaki memutar ke dalam dimana bagian distal ekstremitas
terputar menuju garis tengah tubuh. 1, 2
Clubfoot atau congenital talipes equinovarus (CTEV) dapat diklasifikasikan
atas Postural atau posisional dan terfiksir atau rigid. Postural atau posisional bukan
merupakan CTEV yang sesungguhnya. CTEV rigid bisa fleksible (misalnya: dapat
dikoreksi tanpa tindakan bedah) atau resisten (membutuhkan tindakan bedah,
meskipun ini tidak sepenuhnya benar berdasarkan penelitian Ponseti). 3
B. Anatomi kaki
Pada kehidupan sehari-hari, fungsi kaki digambarkan dengan bermacam-
macam pandangan, antara lain (1) sebagai basis tumpuan, (2) sebagai peredam
guncangan, (3) sebagai penyesuai gerak dan (4) sebagai pengungkit yang rigid untuk
stabilisasi. Kesemua itu berhubungan dengan gait.
2.8.1. Struktur Tulang
Kaki adalah suatu kesatuan unit yang kompleks dan terdiri dari 26 buah tulang
yang dapat menyangga berat badan secara penuh saat berdiri dan mampu
memindahkan tubuh pada semua keadaan tempat berpijak. Ke-26 tulang itu terdiri
4
dari: 14 falang, 5 metatarsal dan 7 tarsal. Kaki dapat dibagi menjadi 3 segmen
fungsional.
a. Hindfoot (segmen posterior)
Bagian ini terletak langsung dibawah os tibia dan berfungsi sebagai
penyangganya. Terdiri dari:
▪ Talus yang terletak di apeks kaki dan merupakan bagian dari sendi
pergelangan kaki
▪ Calcaneus yang terletak dibagian belakang dan kontak dengan tanah
b. Midfoot (segmen tengah)
Terdiri dari 5 tulang tarsal yaitu:
▪ 3 cuneiforme: medial, intermedium dan lateral
▪ Cuboid
▪ Navikulare
Ke-5 tulang tersebut membentuk persegi empat ireguler dengan dasar medial
dan apeks lateral. 3 cuneiforme dan bagian anterior cuboid serta naviculare
dan bagian belakang tulang cuboid membentuk suatu garis.
c. Forefoot (segmen anterior)
Bagian ini terdiri dari:
▪ 5 metatarsal: I, II, III, IV, V
▪ 14 falang. Dimana ibu jari kaki mempunyai 2 falang sedangkan setiap
jari lainnya 3 falang
5
Gambar 1. Anatomi kaki 16
2.8.2. Struktur Persendian dan Ligamen
Tulang-tulang tersebut diatas membentuk persendian-persendian sebagai
berikut:
a. Artikulatio talocruralis
Merupakan sendi antara tibia dan fibula dengan trachlea talus.
Sendi ini distabilkan oleh ligamen-ligamen:
▪ Sisi medial: lig. Deltoid yang terdiri dari:
◦ Lig. tibionavikularis
◦ Lig. calcaneotibialis
◦ Lig. talotibialis anterior dan posterior
▪ Sisi lateral:
◦ Lig. talofibularis anterior dan posterior
◦ Lig. calcaneofibularis
Gerak sendi ini: ◦ Plantar fleksi
◦ Dorsofleksi
◦ Sedikit abduksi dan adduksi pergelangan kaki
b. Artikulatio talotarsalis
6
Terdiri dari 2 buah sendi yang terpisah akan tetapi secara fisiologi
keduanya merupakan 1 kesatuan, yaitu:
Bagian belakang: artikulatio talocalcanearis/subtalar
Ligamen yang memperkuat adalah: ligg. talocalcanearis anterior,
posterior, medial dan lateral
▪ Bagian depan: artikulatio talocalcaneonavicularis
Ligamen yang memperkuat adalah:
◦ Lig. tibionavikularis
◦ Lig. Calcaneonaviculare plantaris
◦ Lig. bifurcatum: pars calcaneonavicularis (medial) dan pars
calcaneocuboid (lateral) berbentuk huruf V
Gerak sendi
ini:
◦ Inversi pergelangan kaki
◦ Eversi pergelangan kaki
c. Articulatio tarsotransversa (CHOPART)
Disebut juga sendi midtarsal atau ‘surgeon’s tarsal joint’ yang sering menjadi
tempat amputasi kaki
Terdiri dari 2 sendi, yaitu:
Articulatio talonavicularis
Articulatio calcaneocuboid, yang diperkuat oleh:
◦ Pars calcaneocuboid lig. bifurcati di medial
◦ Lig. calcaneocuboid dorsalis di sebelah dorsal
◦ Lig. calcaneocuboid di sebelah plantar
Gerak sendi
ini:
◦ Rotasi kaki sekeliling aksis
◦ Memperluas inversi dan eversi art. Talotarsalis
d. Artikulatio tarsometatarsal (LISFRANC)
7
Adalah sendi diantara basis os metatarsal I-V dengan permukaan sendi distal
pada os cuneiformis I-III
Rongga sendi ada 3 buah, yaitu:
Diantara os metatarsal I dan cuneoformis I
Diantara os metatarsal II dan III dengan cuneiformis II dan III
Diantara os metatarsal IV dan V dengan cuboid
Ligamentum pengikatnya adalah:
Ligg. Tarsi plantaris
Ligg. Tarsi dorsalis
Ligg. Basium os metatarsal dorsalis, interosea dan plantaris
e. Articulatio metacarpofalangeal
Ligamen pengikatnya adalah: lig. collateralia pada kedua sisi tiap sendi
Gerak sendi
ini:
◦ Fleksi-ekstensi sendi metacarpal
◦ Abduksi-adduksi sendi metacarpal
f. Artculatio interfalangeal
Ligamen pengikat: lig. colateral di sebelah plantar pedis
Gerak sendi
ini:
◦ Fleksi-ekstensi interfalang
◦ Abduksi-adduksi interfalang
8
Gambar 2. Gambar lateral kaki kanan 16
C.Epidemiologi
Insidens talipes ekuinovarus kongenital adalah dua dari setiap 1000 kelainan
hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada peremupuan (2:1). Tiga
puluh persen bersifat bilateral.6
Pada tahun 1971, Sharrard menyatakan bahwa congenital talipes equinovarus
(CTEV) merupakan abnormalitas kongenital pada kaki yang paling sering dijumpai.
Menurut Wynne-Davies, 1964, insiden di negara Amerika Serikat dan Inggris adalah
1 kasus dalam 1000 kelahiran hidup, dengan perbandingan laki-laki:perempuan 2:1.
Insiden akan meningkat 2,9 % bila saudara kandung menderita CTEV.
D. Etiologi
9
Sampai sekarang, penyebab dari deformitas ini masih belum dapat dipastikan,
meskipun demikian dikemukakan berbagai macam teori tentang hal itu. Antara lain: 2,10,11
1. Mekanik
Teori ini merupakan teori tertua yang dikemukakan oleh Hippocrates yang
menyatakan bahwa posisi equinovarus kaki fetus disebabkan oleh tekanan
mekanik eksternal.
2. Environmental
Browne (1936) menyatakan teori peningkatan tekanan intrauterin yang
menyebabkan imobilisasi ekstremitas sehingga menyebabkan deformitas.
Teori lain adalah perubahan ukuran uterus atau karena bentuk, seperti
misalnya terdapat lekukan pada konveksitas uterus dan oligohydramnion.
3. Herediter
Wynne-Davies (1964) meneliti lebih dari 100 penderita dan generasi
pertamanya. Didapatkan hasil bahwa deformitas tersebut terjadi pada 2,9%
saudara kandung. Sedangkan pada populasi umum terdapat 1 : 1000 kelahiran.
4. Idiopatik
Böhm menyatakan teori terhambatnya perkembangan embrio. Kaki embrio
normal saat usia 5 minggu kehamilan dalam posisi equinovarus, jika terjadi
terhambatnya perkembangan kaki pada salah satu fase fisiologis dalam kehidupan
embrio, maka deformitas ini akan persisten hingga kelahiran.
Terdapat 4 fase dalam evolusi kaki manusia saat pertengahan kehidupan prenatal,
yaitu:
Fase I (Bulan ke-2): bentuk kaki dalam posisi equinus berat (plantarfleksi
± 90º). Dan adduksi hind dan forefoot yang berat.
Fase II (Awal bulan ke-3): kaki berotasi ke posisi supinasi, tetapi tetap
plantarfleksi 90º, adduksi metatarsal.
Fase III (Pertengahan bulan ke-3): Inklinasi equinus berkurang menjadi
derajat ringan, posisi supinasi dan varus metatarsal tetap.
10
Fase IV (Awal bulan ke-4): Kaki dalam posisi midsupinasi dan varus
metatarsal yang ringan. Pada fase ini, secara bertahap, bidang kaki dan
tungkai bawah mulai tampak dalam posisi seperti kaki dewasa.
E. Klasifikasi
Klasifikasi clubfoot :
Typical Clubfoot Merupakan kaki pengkor klasik yang kelainannya hanya berupa
kaki pengkor saja tanpa disertai kelainan lain. Umumnya dapat dikoreksi setelah lima
kali gips dan dengan manajemen Ponseti mempunyai hasil jangka panjang yang baik
atau memuaskan.
Positional Clubfoot Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga akibat
jepitan intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai dengan satu atau dua kali
gips.
Delayed treated clubfoot ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih.
Recurrent typical clubfoot dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya ditangani
dengan metode Ponseti maupun dengan metode lain. Relaps lebih jarang terjadi
dengan metode Ponseti dan umumnya diakibatkan pelepasan brace yang terlalu dini.
Rekurensi supinasi dan equinus paling sering terjadi. Awalnya bersifat dinamik
namun dengan berjalannya waktu menjadi fixed.
Alternatively treated typical clubfoot termasuk kaki pengkor yang ditangani secara
operatif atau gips dengan metode non-Ponseti.
Atypical clubfoot Kategori ini pada biasanya berhubungan dengan penyakit yang
lain. Mulailah
penanganan dengan metode Ponseti. Koreksi pada umumnya lebih sulit.
Rigid atau Resistant atypical clubfoot dapat kurus atau gemuk. Kasus dengan kaki
yang gemuk lebih sulit ditangani. Kaki tersebut umumnya kaku, pendek, gemuk
dengan lekukan kulit yang dalam pada telapak kaki dan dibagian belakang
11
pergelangan kaki, terdapat pemendekan metatarsal pertama dengan hiperekstensi
sendi metatarsophalangeal. Deformitas ini terjadi pada bayi yang menderita kaki
pengkor saja tanpa disertai kelainan yang lain.
Syndromic clubfoot Selain kaki pengkor ditemukan juga kelainan kongenital lain.
Jadi kaki pengkor merupakan bagian dari suatu sindroma. Metode Ponseti tetap
merupakan standar penanganan, tetapi mungkin lebih sulit dengan hasil kurang dapat
diramalkan. Hasil akhir penanganan lebih ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya
daripada kaki pengkor nya sendiri.
Tetralogic clubfoot -- seperti pada congenital tarsal synchondrosis.
Neurogenic clubfoot -- berhubungan dengan kelainan neurologi seperti
meningomyelocele.
Acquired clubfoot -- seperti pada Streeter dysplasia.
F. Patofisiologi3
Clubfoot bukan merupakan malformasi embrionik. Kaki yang pada mulanya
normal akan menjadi clubfoot selama trimester kedua kehamilan. Clubfoot jarang
terdeteksi pada janin yang berumur dibawah 16 minggu. Oleh karena itu, seperti
developmental hip dysplasia dan idiopathic scoliosis, clubfoot merupakan deformasi
pertumbuhan (developmental deformation). Pada [gambar 1] tampak janin laki-laki
usia 17 minggu dengan clubfoot bilateral, dengan sisi kiri lebih parah.
(gambar 1)
12
Pada clubfoot, terjadi tarikan yang kuat dari tibialis posterior dan
gastrosoleus serta fleksor hallucis longus. Ukuran otot-otot itu lebih kecil dan lebih
pendek dibandingkan kaki normal. Diujung distal gastrosoleus terdapat peningkatan
jaringan ikat yang kaya akan kolagen, yang menyatu ke dalam tendo Achilles dan
fascia profundus. Pada clubfoot, ligamen-ligamen pada sisi lateral dan medial ankle
serta sendi tarsal sangat tebal dan kaku, yang dengan kuat menahan kaki pada posisi
equines dan membuat navicular dan calcaneus dalam posisi adduksi dan inversi.
Ukuran otot-otot betis berbanding terbalik dengan derajat deformitasnya. Pada kaki
pengkor yang sangat berat, gastrosoleus tampak sebagai otot kecil pada sepertiga atas
betis. Sintesis kolagen yang berlebihan pada ligamen, tendo dan otot terus
berlangsung sampai anak berumur 3-4 tahun dan mungkin merupakan penyebab
relaps (kekambuhan). Dibawah mikroskop, berkas serabut kolagen menunjukkan
gambaran bergelombang yang dikenal sebagai crimp (kerutan). Kerutan ini
menyebabkan ligament mudah diregangkan. Peregangan ligamen pada bayi, yang
dilakukan dengan gentle, tidak membahayakan. Kerutan akan muncul lagi beberapa
hari berikutnya, yang memungkinkan dilakukan peregangan lebih lanjut. Inilah
sebabnya mengapa koreksi deformitas secara manual mudah dilakukan.
Sebagian besar deformitas terjadi di tarsus. Pada saat lahir, tulang tarsal, yang
hampir seluruhnya masih berupa tulang rawan, berada dalam posisi fleksi, adduksi,
dan inversi yang berlebihan. Talus dalam posisi plantar fleksi hebat, collumnya
melengkung ke medial dan plantar, dan kaputnya berbentuk baji. Navicular bergeser
jauh ke medial, mendekati malleolus medialis, dan berartikulasi dengan permukaan
medial caput talus. Calcaneus adduksi dan inversi dibawah talus. Seperti yang
ditunjukkan pada bayi berumur 3 hari navicular bergeser ke medial dan berartikulasi
hanya dengan aspek medial caput talus. Cuneiforme tampak berada di kanan
navicular, dan cuboid berada dibawahnya. Permukaan sendi calcaneocuboid
mengarah posteromedial. Dua pertiga bagian anterior calcaneus berada dibawah talus.
Tendo tibialis anterior, ekstensor hallucis longusdan ekstensor digitorum longus
bergeser ke medial. Baik pada kaki yang normal ataupun kaki pengkor, tidak ada
13
sumbu gerak tunggal (seperti mitered hinge) dimana talus berotasi pada sumbu
tersebut. Sendi-sendi tarsal secara fungsional saling tergantung (interdependent).
Pergerakan satu tulang tarsal akan menyebabkan pergeseran tulang tarsal disekitarnya
secara bersamaan.
Pergerakan sendi ditentukan oleh kelengkungan permukaan sendi dan oleh
orientasi dan struktur ligamen yang mengikatnya. Tiap-tiap sendi mempunyai pola
pergerakan yang khas. Oleh karena itu, koreksi tulang tarsal kaki pengkor yang
inverse serta bergeser jauh ke medial, harus dilakukan dengan menggeser navicular,
cuboid, dan calcaneus kearah lateral secara bertahap dan simultan, sebelum mereka
dapat di eversi ke posisi netral. Pergeseran ini mudah dilakukan karena ligamenta
tarsal dapat diregangkan secara bertahap . Koreksi tulang tarsal kaki pengkor yang
telah bergeser hebat memerlukan pengertian yang baik mengenai anatomi fungsional
talus. Sayangnya, banyak ahli orthopedi menangani kaki pengkor dengan asumsi
yang salah bahwa sendi subtalar dan Chopart mempunyai sumbu rotasi yang tetap,
yang berjalan miring dari anteromedial superior ke posterolateral inferior, melalui
sinus tarsi. Mereka percaya bahwa dengan mempronasikan kaki pada sumbu ini akan
mengkoreksi calcaneus yang varus dan kaki yang supinasi. Padahal sesungguhnya
tidaklah demikian. Mempronasikan kaki pengkor pada sumbu ini justru akan
menyebabkan forefoot lebih pronasi lagi dan akibatnya akan memperberat cavus dan
menekan cakcaneus yang adduksi pada talus. Akibatnya calcaneus varus tetap tidak
terkoreksi. Pada kaki pengkor [1], bagian anterior calcaneus berada dibawah caput
talus. Posisi ini menyebabkan calcaneus varus dan equinus. Usaha untuk
mengeversikan calcaneus tanpa mengabduksikannya terlebih dahulu [2] akan
menekan calcaneus pada talus dan tidak akan mengkoreksi calcaneus varus.
Menggeser calcaneus ke lateral (abduksi) hingga mencapai posisi yang normal
dengan talus [3] akan mengkoreksi calcaneus varus. Koreksi kaki pengkor dilakukan
dengan mengabduksikan kaki yang telah disupinasikan sambil melakukan
counterpressure pada aspek lateral caput talus untuk
14
mencegah rotasi talus di ankle. Plaster cast (gips) yang dibentuk (molding) dengan
baik akan mempertahankan kaki dalam posisi yang tepat. Ligamen tidak boleh
diregangkan melebihi batas ”kewajaran” nya. Setelah 5 hari, ligamen dapat
diregangkan lagi untuk meningkatkan derajat koreksi lebih lanjut. Tulang dan sendi
akan mengalami remodelling tiap kali gips diganti karena sifat jaringan ikat, kartilago
dan tulang yang akan berubah mengikuti perubahan arah stimulus mekanik. Hal ini
dibuktikan dengan sangat baik oleh Pirani [5] yang membandingkan gambaran klinik
dan gambaran MRI sebelum, selama dan pada akhir pengegipan. Perhatikan
perubahan pada sendi talonavicular dan calcaneocuboid. Sebelum pengegipan,
navicular (garis merah) bergeser ke sisi medial caput talus (biru). Perhatikan
bagaimana posisi talus-navicular ini menjadi normal selama pengegipan. Posisi
cuboid (hijau) juga menjadi normal terhadap calcaneus (kuning). Sebelum dilakukan
pengegipan terakhir, untuk menyempurnakan koreksi equinus, tendo Achilles bisa
dipotong perkutan. Tendo Achilles, tidak seperti ligamenta tarsal yang dapat
diregangkan, terdiri dari berkas kolagen yang kaku, tebal dengan sedikit sel serta
tidak dapat diregangkan. Gips terakhir dipakai selama 3 minggu, sementara tendo
Achilles (yang telah dipotong) sembuh dengan panjang yang tepat dan parut minimal.
Pada tahap ini, sendi tarsal mengalami remodelling pada posisi yang tepat.
Kesimpulannya, sebagian besar kasus kaki pengkor terkoreksi setelah 5
sampai 6 kali gips dan kebanyakan disertai tenotomi tendo Achilles. Tehnik ini
menghasilkan kaki yang kuat, fleksibel, dan plantigrade. Suatu penelitian 35-year
follow-up study telah membuktikan kaki tetap berfungsi dengan baik dan tanpa nyeri.
[1], [2], [3]
15
[4]
[5]
16
G. Gambaran Klinik1,2,8,9
Deformitas ini mudah dikenali dan terlihat nyata pada waktu lahir. Kaki
terputar dan terbelit sehingga telapak kaki menghadap posteromedial. Gejala-gejala
lokalnya adalah sebagai berikut:
Inspeksi
:
Palpasi
:
Saat
digerakkan :
Röntgen :
betis terlihat kurus, deformitas berupa equinus pada
pergelangan kaki, varus pada hindfoot/tumit dan adduksi dan
supinasi pada forefoot
pemeriksaan palpasi tidak memiliki banyak arti
deformitas terfiksir dan tidak dapat dikoreksi secara pasif.
Meskipun kaki pada bayi normal dapat terlihat dalam
posisi equinovarus, tetapi dapat didorsofleksikan
sampai jari - jari menyentuh bagian depan tungkai
bawahnya.
Tehnik pemotretan sangat penting agar kaki dapat dinilai
secara akurat. Beatson dan Pearson mendeskripsikan suatu
metoda untuk memperoleh roentnogram posisi AP dan lateral
yang sederhana dan mudah dilakukan.Cara: sendi panggul
anak fleksi 90º dan lutut fleksi 45º-60º. Untuk posisi AP, ke-
2 kaki dipegang berdekatan dan taruh pada posisi
plantarfleksi 30º di atas film. Posisi lateral, kaki harus
plantarfleksi 35º and tabung sinar-x dipusatkan pada
pergelangan kaki dan hindfoot.
Hasil foto menunjukkan bentuk dan posisi talus yang berguna
untuk penilaian penanganan. Pusat osifikasi pada talus,
calcaneus dan cuboid terhambat dan mungkin naviculare
tidak tampak sampai tahun ketiga.
Biasanya deformitas ini disertai adanya torsi tibia.
17
Kasus deformitas bilateral terjadi pada sepertiga-separuh kasus. Pada kasus
bilateral, salah satu kaki biasanya mempunyai deformitas lebih berat daripada kaki
lainnya. Pada kasus unilateral, kaki yang sakit lebih kecil dan kurang berkembang
dibandingkan kaki lainnya dan biasanya kaki kanan lebih sering terkena daripada kiri.
Pada anak yang sudah dapat berdiri maka berat badan akan ditumpukan pada
basis metatarsal V. Kadang-kadang terdapat kavus. Jika deformitas berat, kaki yang
terkena tampak lebih kecil dari kaki lainnya. Tumit biasanya kecil dan kurang
berkembang, betis kurang berkembang dan kurus. Talus terlihat menonjol dan dapat
teraba pada permukaan dorsal kaki. Kulit sisi medial berkerut, sedangkan sisi lateral
teregang. Ibu jari mungkin terabduksi, terpisah dengan jari-jari lainnya. Derajat
inversi dan adduksi dilihat dari sisi plantar dimana kaki terlihat melengkung dan
berbentuk seperti bentuk buah pisang .
Deformitas ini dapat terjadi pada bayi normal, tetapi kadang-kadang juga
disertai anomali kongenital lain seperti dislokasi sendi panggul, arthroghyposis
multipleks kongenital atau myelomeningocele, absensi tibia kongenital dan spina
bifida. Atau menjadi bagian dari suatu sindroma developmental generalisata. Karena
itu penting untuk memeriksa tubuh penderita secara keseluruhan.
H. Pemeriksaan Penunjang
Foto Polos
Metode evaluasi radiologis yang standar digunakan adalah foto polos.
Pemeriksaan harus mencakup gambaran tumpuan berat karena stress yang terlibat
dapat terjadi berulang-ulang. Pada infant, tumpuan berat dapat disimulasikan dengan
pemberian stress dorsal flexi.4
Gambaran radiologi normal kaki dan pergelangan kaki, pada gambar di
bawah:
18
Gambar 5. Gambaran AP pergelangan kaki13
Gambar 6. Gambaran lateraral pergelangan kaki 13
Gambaran standar yang digunakan adalah gambaran dorsoplantar (DP) dan
lateral. Untuk gambaran dorsoplantar, sinar diarahkan dengan sudut 150 terhadap
tumit untuk mencegah overlap dengan struktur tungkai bawah. Gambaran lateral
19
harus mencakup pergelangan kaki, dan bukan kaki, untuk penggambaran yang lebih
tepat dari talus.4
Foto polos mempunyai kerugian yaitu tereksposnya pasien terhadap radiasi.
Ditambah lagi, pengaturan posisi yang tepat juga akan sulit dilakukan. Pemosisian
yang tidak tepat dapat menghasilkan gambaran seperti deformitas. Lebih jauh lagi,
karena CTEV adalah kondisi kongenital, kurangnya osifikasi pada beberapa tulang
yang terlibat merupakan salah satu keterbatasan lainnya. Pada neonates, hanya talus
dan calcaneus yang terosifikasi. Navikular tidak terosifikasi sampai anak berusia 2-3
tahun.
Metode imaging lainnya tidak dilakukan secara rutin pada pemeriksaan
CTEV.
Tiga komponen utama dari deformitas ini ditemukan pada radiograf dan dapat
diukur secara berulang. Dengan pemosisian dan eksposur yang tepat, pengukuran
abnormalitas kesejajaran pada foto polos dapat dipercaya. Tidak ada imaging
konfirmasi yang rutin dilakukan. Posisi oblique tumit pada gambaran dorsoplantar
(DP) dapat mensimulasikan varus kaki belakang. Bila gambaran lateral hanya
meliputi salah satu kaki dan tidak termasuk pergelangan kaki, maka akan terlihat
gambaran palsu dari lengkungan talus yang mendatar.
Equinus kaki belakang adalah plantar fleksi dari calcaneus anterior (mirip
kuku kuda) di mana sudut antara axis panjang tibia dan axis panjang calcaneus (sudut
tibiocalcaneal) lebih besar dari 900.
20
Gambar 7. Gambaran lateral talipes equinovarus menunjukkan elevasi sudut
tibiocalcaneal yang abnormal. Sudut yang normal adalah 60-900.
Pada varus kaki belakang, talus diperkirakan terfiksasi secara relatif terhadap
tibia. Calcaneus berputar mengitari talus menuju posisi varus (kearah garis tengah).
Pada gambaran lateral, sudut antara axis pajang talus dan axis panjang calcaneus
(sudut talocalcaneal) kurang dari 250, dan kedua tulang tersebut lebih paralel
dibandingkan kondisi normal.
Gambar 8. Gambaran lateral normal menunjukkan pengukuran sudut talocalcaneal.
Axis panjang calcaneal ditarik sepanjang permukaan plantar. Rentang normalnya
adalah 25-450. Perhatikan overlap normal metatarsal pada gambaran lateral.
21
Gambar 9. Gambaran lateral CTEV menunjukkan talus dan calcaneus yang hampir
parallel, dengan sudut talocalcaneal kurang dari 250.
Pada gambaran DP, sudut talocalcaneus kurang dari 15º, dan dua tulang
terlihat lebih tumpang tindih daripada pada kaki normal. Selain itu, aksis longitudinal
yang melalui pertengahan talus (garis midtalar) melintas secara lateral ke arah dasar
metatarsal pertama, karena garis depan terdeviasi secara medial (lihat gambar
dibawah)
22
Gambar 10. Proyeksi dorsoplantar dari kaki normal menunjukkan bahwa garis yang
melalui aksis panjang talus melintasi secara medial ke arah dasar metatarsal pertama.
Ukuran sudut talokalkaneus dapat terlihat. Ukuran normalnya yaitu 15º-40º.
Gambar 11. Gambaran Dorsoplantar dari pasien dengan CTEV unilateral
menunjukkan bahwa talus dan kalkaneus lebih tumpang tindih (overlapping) daripada
kaki normal. Sudut talocalcanues 15º atau kurang. Perhatikan bahwa garis yang
23
melalui aksis panjang dari talus melintas secara lateral ke metatarsal pertama karena
posisi varus dari kaki depan.
Varus kaki depan dan supinasi meningkatkan konvergensi dari basis
metatarsal pada gambaran DP, jika dibandingkan dengan sedikit konvergensi pada
kaki normal (lihat gambar di bawah)
Gambar 12. Gambaran Dorsoplantar dari talipes equinovarus menunjukkan bahwa
konvergensi dari basis metatarsal secara abnormal meningkat jika dibandingkan
dengan konvergensi normal.
Pada gambaran lateral, CTEV tidak memiliki gambaran tumpang tindih yang
normal. (lihat gambar di bawah).
24
Gambar 13. Gambaran lateral menunjukkan konfigurasi seperti tangga (ladderlike)
dari metatarsal pada varus kaki depan pada CTEV.
Tabel 1.
Tabel berikut memuat rangkuman dari ukuran dari kaki normal dan CTEV
Ukuran Kaki normal CTEV
Sudut
Tibiocalcaneal
60-90° pada gambaran
lateral
>90° ( equinus kaki belakang ) pada
gambaran lateral
Sudut
Talocalcaneal
25-45° pada gambaran
lateral, 15-40° pada
gambaran DP
< 25° (varus kaki belakang) pada
gambaran lateral, < 15° (varus kaki
belakang) pada gambaran DP
Konvergensi
Metatarsal
Sedikit pada gambaran
lateral, sedikit pada
gambaran DP
Tidak ada (supinasi kaki depan) pada
gambaran lateral, peningkatan (supinasi
kaki depan) pada gambaran DP
25
Pada CTEV yang tidak dikoreksi hingga tuntas atau pada CTEV rekuren,
terdapat abnormalitas yang khas. Sudut kalkaneus normal pada gambaran DP (lihat
gambar di bawah) tapi kesejajaran (paralelisasi) menetap pada gambaran lateral.
Gambar 14. Gambaran CTEV yang didapat setelah perbaikan menunjukkan
perubahan sudut talokalkaneus normal pada gambaran dorsoplantar. Garis di
sepanjang aksis panjang talus sekarang melintas secara medial ke metatarsal pertama;
temuan ini mengindikasikan overkoreksi dari varus kaki depan.
Pendataran lengkungan talus juga menetap pada gambaran ini
26
Gambar 15. Gambaran lateral CTEV menunjukkan paralelisme dari talus dan
kalkaneus. Perhatikan pendataran lengkungan talus pada gambaran lateral dari
pergelangan kaki.
Kavum lengkungan plantar mungkin terlihat, terutama jika tidak dilakukan
pemotongan plantar. Selain itu, reaksi periosteum, sclerosis atau fraktur lateral
metatarsal dapat terjadi sebagai hasil dari tumpuan berat yang abnormal pada sisi kaki
yang terkena dalam kasus koreksi yang tidak adekuat dari varus kaki depan (lihat
gambar di bawah ini)
Gambar 16. Gambaran foto polos lateral dari wanita usia 12 tahun setelah tindakan
operatif CTEV menunjukkan varus kaki depan yang menetap dan menghasilkan
menghasilkan resultan penekanan (penebalan kortikal) pada sebagian besar metatarsal
lateral.
27
Gambar 17. Gambaran radiografi DP dari pasien wanita yang sama dengan gambar
diatas setelah tindakan operatif CTEV menunjukkan varus kaki depan yang menetap
dan perubahan resultan stress terhadap metatarsal lateral.
Tarraf dan Carrol menemukan bahwa adduksi kaki depan residual dan
supinasi, sejauh ini, merupakan deformitas yang paling sering terjadi dan
menyebabkan dibutuhkannya tindakan operatif berulang. Sebagai tambahan atas
alignment kaki belakang, deformitas ini harus dievaluasi secara aktif pada foto polos
intraoperatif.
I. Diagnosis
Menegakkan Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dini perlu dilakukan skrining motivasi semua
tenaga kesehatan untuk melakukan skrining terhadap semua bayi baru lahir dan
balita terhadap adanya kelainan pada kaki dan kelainan lainnya.
28
Bayi-bayi dengan kelainan dapat dirujuk untuk dirawat di klinik kaki
pengkor. Memastikan kasus yang ditemukan pada tahap skrining tersebut, kemudian
dipastikan diagnosanya oleh tenaga kesehatan yang berpengalaman mengenai
kelainan muskuloskeletal. Ciri-ciri penting kaki pengkor adalah cavus, varus,
adductus dan equines.
Dalam evaluasi ini dapat disingkirkan kelainan lain seperti metatarsus
adductus dan sindroma lain yang mendasarinya. Kaki pengkor diklasifikasikan
menjadi beberapa kategori untuk menentukan prognosis dan merencanakan terapi.18
Foto Polos
Sinar X terutama digunakan untuk menilai kemajuan setelah terapi. Film
anteroposterior diambil dengan kaki plantarfleksi 300 dan tabung sinar X bersudut 30
derajat terhadap garis tegak lurus. Ditarik garis melalui poros panjang talus yang
sejajar perbatasan medial dan poros panjang kalkaneus yang sejajar perbatasan
lateralnya; garis-garis itu biasanya menyilang dengan sudut sebesar 20-400. Tetapi
pada kaki gada, kedua garis itu mungkin hampir sejajar.
Film lateral diambil dengan kaki dalam keadaan dipaksa dorsifleksi. Garis
yang ditarik melalui poros longitudinal tengah talus dan perbatasan bawah dari
kalkaneus harus bertemu dengan sudut sekitar 400. Sudut yang kurang dari 200
menunjukkan bahwa kalkaneus tidak dapat ditekuk ke atas ke dalam dorsifleksi
sempurna; kaki mungkin tampak dorsifleksi tetapi sebenarnya mungkin ‘patah’ pada
tingkat tarsal pertengahan, sehingga menghasilkan apa yang disebut deformitas kaki
kursi goyang. 10
J. Diagnosis Banding
Diagnosa CTEV sangat mudah karena bentuknya yang khas. Akan tetapi ada
beberapa kelainan yang secara anatomis menyerupainya. Sedangkan untuk memberi
29
penanganan yang sesuai dengan kelainan ini, perlu mengetahui kelainan-kelainan lain
yang serupa untuk membedakannya. Beberapa diantaranya adalah:
1. Dislokasi pergelangan kaki kongenital
Pada keduanya, kaki tampak seperti clubfoot. Pemeriksaan yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosa adalah:
Palpasi secara teliti hubungan anatomik hindfoot dengan maleolus
lateral dan medial
Pemeriksaan radiografi.
2. Acquired type of clubfoot
Pada bayi baru lahir biasanya tipe ini mudah dibedakan dengan tipe
kongenital, tetapi pada anak yang lebih besar lebih sulit.
Biasanya sering terjadi karena penyakit paralitik karena itu disebut juga
paralytic clubfoot, antara lain: myelomeningocele, tumor intraspinal,
diasmatomyelia, poliomyelitis, atrofi muskular progresif tipe distal, cerebral
palsy dan penyakit Guillain-Barré. Pemeriksaan:
Periksa vertebra secara teliti untuk mencari abnormalitas
Muscle testing
Radiogram seluruh kolum vertebra
Nilai sistem neuromuskular dengan teliti untuk menyingkirkan
penyalit paralitik
Pada poliomyelitis kaki teraba dingin dan biru, bukti paralisa (+)
Pada spina bifida terdapat gangguan sensasi dan perubahan trofi
30
K. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan CTEV adalah: 5
1) Mencapai reduksi konsentrik dislukasi atau subluksasi sendi
talocalcaneonavikular
2) Mempertahankan reduksi
3) Mengembalikan alignment persendian tarsal dan pergelangan kaki yang normal
4) Mewujudkan keseimbangan otot antara evertor dan invertor; dan otot dorsofleksor
dan plantarfleksor
5) Mendapatkan kaki yang mobile dengan fungsi dan weight bearing yang normal
Penatalaksanaan harus dimulai sedini mungkin, lebih baik segera sesudah
lahir. Tiga minggu pertama setelah lahir merupakan periode emas/golden period,
sebab jaringan ligamentosa bayi baru lahir masih kendor karena pengaruh hormon
maternal. Fase ini adalah fase kritis dimana jaringan lunak yang kontraktur dapat
dielongasi dengan manipulasi berulang setiap hari. Jika mengharapkan metoda
reduksi tertutup akan mencapai keberhasilan, inilah waktu yang tepat.5
a. Terapi non-operatif
1. Koreksi Gips Ponseti18
Persiapan
Manipulasi dan Pengegipan (mulailah sedapat mungkin segera setelah
lahir)
Menentukan letak kaput talus dengan tepat
Tahap ini sangat penting. Pertama, palpasi kedua malleoli (garis biru)
dengan ibu jari dan jari telunjuk dari tangan A sementara jari-jari dan
metatarsal dipegang dengan tangan B. Kemudian, geser ibu jari dan jari
31
telunjuk tangan A ke depan untuk dapat meraba caput talus (garis merah)
di depan pergelangan kaki. Karena navicular bergeser ke medial dan
tuberositasnya hampir menyentuh malleolus medialis, kita dapat meraba
penonjolan bagian lateral dari caput talus (merah) yang hanya tertutup
kulit di depan malleolus lateralis. Bagian anterior calcaneus dapat diraba
dibawah caput talus. Dengan menggerakkan forefoot dalam posisi supinasi
kearah lateral, kita dapat meraba navicular bergeser -- meskipun sedikit --
didepan caput talus sedangkan tulang calcaneus akan bergerak ke lateral di
bawah caput talus.
Gambar 23. Persiapan Pemasangan Gips Ponseti dan Manipulasi
32
Manipulasi
Tindakan manipulasi adalah melakukan abduksi dari kaki dibawah caput talus yang
telah distabilkan. Tentukan letak talus. Seluruh deformitas kaki pengkor, kecuali
equinus ankle, terkoreksi secara bersamaan. Agar dapat mengoreksi kelainan ini, kita
harus dapat menentukan letak caput talus, yang menjadi titik tumpu koreksi.
Mengoreksi (memperbaiki) cavus
Bagian pertama metode Ponseti adalah mengoreksi cavus dengan memposisikan kaki
depan ( forefoot ) dalam alignment yang tepat dengan kaki belakang ( hindfoot).
Cavus, yang merupakan lengkungan tinggi di bagian tengah kaki [ 1 garis lengkung
kuning], disebabkan oleh pronasi forefoot terhadap hindfoot. Cavus ini hampir selalu
supel pada bayi baru lahir dan dengan mengelevasikan jari pertama dan metatarsal
pertama maka arcus longitudinal kaki kembali normal [2 dan 3]. Forefoot
disupinasikan sampai secara visual kita dapat melihat arcus plantar pedis yang normal
-- tidak terlalu tinggi ataupun terlalu datar. Alignment (kesegarisan) forefoot dan
hindfoot untuk mencapai arcus plantaris yang normal sangat penting agar abduksi --
yang dilakukan untuk mengoreksi adduksi dan varus -- dapat efektif.
Langkah-langkah Pemasangan Gips
Dr. Ponseti merekomendasikan penggunaan bahan gips karena lebih murah dan
molding lebih presisi dibanding dengan fiberglass.
Manipulasi Awal. Sebelum gips dipasang, kaki dimanipulasi lebih dahulu. Tumit
tidak disentuh sedikitpun agar calcaneus bisa abduksi bersama-sama dengan kaki [4].
Memasang padding. Pasang padding yang tipis saja [5] untuk memudahkan
molding. Pertahankan kaki dalam posisi koreksi yang maksimal dengan cara
memegang jari-jari dan counter pressure pada caput talus selama pemasangan gips.
33
Pemasangan Gips. Pasang gips di bawah lutut lebih dulu kemudian lanjutkan gips
sampai paha atas. Mulai dengan tiga atau empat putaran disekeliling jari-jari kaki [6]
kemudian ke proksimal sampai lutut [7]. Pasang gips dengan cermat. Saat memasang
gips diatas tumit, gips dikencangkan sedikit. Kaki harus dipegang pada jari-jari, gips
”dilingkarkan” di atas jari-jari pemegang agar tersedia ruang yang cukup untuk
pergerakan jari-jari.
34
Gambar 24. Pemasangan Gips
Molding gips. Koreksi tidak boleh dilakukan secara paksa dengan menggunakan
gips. Gunakanlah penekanan yang ringan saja. Jangan menekan caput talus dengan
ibu jari terus menerus, tapi ”tekan-lepas-tekan” berulangkali untuk mencegah
pressure sore. Molding gips di atas caput talus sambil mempertahankan kaki pada
posisi koreksi [1]. Perhatikan ibu jari tangan kiri melakukan molding gips di atas
caput talus sedangkan tangan kanan molding forefoot (dalam posisi supinasi). Arcus
plantaris dimolding dengan baik untuk mencegah terjadinya flatfoot atau rocker-
bottom deformity. Tumit dimolding dengan baik dengan ”membentuk” gips di atas
tuberositas posterior calcaneus. Malleolus dimolding dengan baik. Proses molding ini
hendaknya merupakan proses yang dinamik, sehingga jari-jari harus sering
digerakkan untuk menghindari tekanan yang berlebihan pada satu tempat. Molding
dilanjutkan sambil menunggu gips keras.
Lanjutankan gips sampai paha. Gunakan padding yang tebal pada proksimal paha
untuk mencegah iritasi kulit [2]. Gips dapat dipasang berulang bolak-balik pada sisi
anterior lutut untuk memperkuat gips disisi anterior [3] dan untuk mencegah terlalu
tebalnya gips di fossa poplitea, yang akan mempersulit pelepasan gips.
Potong gips. Biarkan gips pada sisi plantar pedis untuk menahan jari-jari [4] dan
potong gips dibagian dorsal sampai mencapai sendi metatarsophalangeal. Potong gips
dibagian tengah dulu kemudian dilan jutkan kemedial dan lateral dengan
menggunakan pisau gips. Biarkan bagian dorsal semua jari-jari bebas sehingga dapat
ekstensi penuh. Perhatikan bentuk gips yang pertama [5]. Kaki equinus, dan forefoot
dalam keadaan supinasi.
35
Gambar 25. Molding Gips
Hasil akhir
Setelah pemasangan gips selesai, kaki akan tampak over-koreksi dalam posisi abduksi
dibandingkan kaki normal saat berjalan. Hal ini bukan suatu over-koreksi. Namun
merupakan koreksi penuh kaki dalam posisi abduksi maksimal. Koreksi kaki hingga
mencapai abduksi yang penuh, lengkap dan dalam batas normal ini, membantu
mencegah rekurensi dan tidak menciptakan over-koreksi atau kaki pronasi.
2. Bracing18
Pada akhir pengegipan, kaki dalam posisi sangat abduksi -- sekitar 60-70 derajat
(tight-foot axis). Setelah tenotomi, gips terakhir dipakai selama 3 minggu. Protokol
36
Ponseti selanjutnya adalah memakai brace (bracing) untuk mempertahankan kaki
dalam posisi abduksi dan dorsofleksi. Brace berupa bar (batang) logam direkatkan
pada sepatu yang bertelapak kaki lurus dengan ujung terbuka (straight-last open-toe
shoes). Abduksi kaki dengan sudut 60-70 derajat ini diperlukan untuk
mempertahankan abduksi calcaneus dan forefoot serta mencegah kekambuhan
(relaps). Jaringan lunak pada sisi medial akan tetap teregang hanya jika dilakukan
bracing setelah pengegipan. Dengan brace, lutut tetap bebas, sehingga anak dapat
”menendangkan” kaki kedepan sehingga meregangkan otot gastrosoleus. Abduksi
kaki dalam brace, ditambah dengan bar yang sedikit melengkung, akan membuat kaki
dorsofleksi. Hal ini membantu mempertahankan regangan pada otot gastrocnemius
dan tendo Achilles. Ankle-foot orthose (AFO) tidak berguna sebab hanya menahan
kaki lurus dengan dorsofleksi netral.
Aturan pemakaian brace
Tiga minggu setelah tenotomi, gips dilepas, dan brace segera dipakai. Alat ini terdiri
dari sepatu open-toe high-top straight-last shoes yang terpasang pada sebuah batang
logam [1]. Pada kasus unilateral, brace dipasang pada 60-70 derajat eksternal rotasi
pada sisi sakit dan 30-40 derajat eksternal rotasi pada sisi yang sehat [2] . Pada kasus
bilateral, brace diatur 70 derajat eksternal rotasi pada kedua sisi. Bar harus cukup
panjang sehingga jarak antar tumit sepatu selebar bahu [2]. Kesalahan yang sering
terjadi adalah bar yang terlalu pendek yang membuat anak merasa tidak nyaman. Bar
harus dilengkungkan 5-10 derajat kearah bawah (menjauhi badan) agar kaki tetap
dorsofleksi. Brace harus dipakai sepanjang hari selama 3 bulan pertama semenjak
gips terakhir dilepas. Setelah itu anak harus memakai brace ini selama 12 jam pada
malam hari dan 2-4 jam pada siang. Sehingga total pemakaian 14-16 jam dalam
sehari sampai anak berusia 3-4 tahun.
37
Gambar 26. Brace
Jenis-jenis brace
Modifikasi terhadap Ponseti brace yang orisinil memberi banyak keuntungan. Untuk
mencegah kaki merosot keluar dari sepatu maka suatu pad ditempatkan dibagian
belakang sepatu [1]. Berbagai desain yang baru mebuat bracing lebih aman, lebih
mudah dikenakan pada bayi dan memungkinkan bayi bergerak. Kemudahan-
kemudahan ini akan meningkatkan ketaatan. Berbagai pilihan brace diperlihatkan
pada [1-7].
H.M. Steenbeek bekerja untuk Christoffel Blinden Mission, di Katalemwa Chesire
Home di Kampala, Uganda telah mengembangkan bracing yang dapat dibuat dari
bahan yang sederhana dan mudah didapatkan [2]. Brace tersebut efektif
mempertahankan koreksi, mudah dipakai, mudah dibuat, tidak mahal, dan cocok
dipakai untuk pemakaian luas.
John Mitchell telah mendesain sebuah brace dibawah pengawasan Dr. Ponseti. Brace
terdiri dari sepatu terbuat dari kulit lembut dan sol plastik yang dibentuk sesuai
bentuk kaki anak, membuat sepatu ini sangat nyaman dan mudah dipakai [3].
Dr. Matthew Dobbs dari Washington University School of Medicine di St Louis, AS
membuat dynamic brace yang memungkinkan kaki anak bergerak sambil tetap
mempertahankan rotasi kaki yang diperlukan [4]. Diperlukan AFO pada alat ini untuk
mencegah plantar fleksi ankle.
38
M.J. Markel telah mengembangkan bracing yang memungkinkan orang tua
penderita memasang sepatu pada anak terlebih dahulu dan kemudian baru dikaitkan
pada alat bar nya [5].
Dr. Jeffrey Kessler dari Kaiser Hospital, Los Angeles, AS telah membuat brace yang
fleksibel dan tidak mahal. Bar dibuat dari polypropylene setebal 1/8 inchi [6]. Brace
ini sangat disukai bayi sehingga meningkatkan ketaatan pemakaiannya.
Dr. Romanus mengembangkan brace ini di Swedia [7]. Sepatunya terbuat dari plastik
yang mudah dibentuk sesuai kaki anak. Bagian dalam sepatu dilapisi kulit yang
lembut sehingga membuatnya sangat nyaman. Sepatu ini di tempelkan pada batang
dengan sekrup.
39
Gambar 27. Jenis-jenis Brace
b. Terapi operatif
Indikasi pemilihan pelaksanaan terapi operatif adalah adanya komplikasi yang terjadi
setelah terapi konservatif. Pada kasus resisten, terapi operatif paling baik dilakukan
pada usia 3-6 minggu, ketika tidak tampak adanya perbaikan yang signifikan setelah
menjalani terapi konservatif yang teratur.
1. Koreksi jaringan lunak
Koreksi jaringan lunak dilakukan pada bayi dan anak dibawah 5 tahun. Pada usia ini,
biasanya belum ada deformitas pada tulang-tulang kaki, bila dilakukan operasi pada
tulang dikhawatirkan malah merusak tulang dan sendi kartilago anak yang masih
rentan.
Koreksi dilakukan pada:
otot dan tendon
Achilles : tehnik pemanjangan tendo (Z-lengthening)
Tibia posterior: tehnik pemanjangan tendo atau transfer
Abduktor hallucis longus: tehnik reseksi atai eksisi
Fleksor hallucis longus dan fleksor digitorum longus: tehnik pemanjangan
atau reseksi muskulotendineus
40
Fleksor digitorum brevis
Tenotomi 18
Indikasi tenotomi
Tenotomi dilakukan untuk mengoreksi equinus setelah cavus, adduksi,
dan varus sudah terkoreksi baik akan tetapi dorsofleksi ankle masih
kurang dari 10 derajat. Pastikan abduksi sudah adekuat sebelum
melakukan tenotomi.
Tahap Persiapan
Mempersiapkan keluarga. Jelaskan kepada keluarga mengenai tindakan
yang akan dilakukan, jelaskan bahwa tenotomi merupakan operasi
minor, dengan anestesi lokal, dan dilakukan di klinik rawat jalan.
Peralatan. Siapkan semua alat yang dibutuhkan, pilih pisau tenotomy
no 11 atau 15, atau pisau kecil lainnya seperti pisau untuk operasi mata.
Skin preparation. Desinfeksi kulit mulai dari pertengahan betis sampai
pertengahan kaki dengan asisten memegang ujung jari dengan satu
tangan dan paha dengan tangan lainnya [1].
Anestesi. Sejumlah kecil obat anestesi disuntikkan disekitar tendo
Achilles [2]. Hati-hati terlalu banyak obat anestesi membuat tendo sulit
diraba dan tindakan menjadi lebih sulit.
Persiapan untuk tenotomi
Dengan asisten mempertahankan ankle dalam posisi dorsoflesi
maksimal, tentukan letak tenotomi, kurang lebih 1,5 cm diatas
calcaneus. Suntikkan sedikit anestesi lokal disebelah medial tendo,
pada tempat akan dilakukan tenotomi. Ingatlah anatomi, neurovaskular
41
bundle berada di anteromedial tendo Achilles. Tendo ini berada
didalam tendon sheath.
Tenotomi
Tusukkan ujung pisau dari sisi medial, sedikit disebelah anterior tendo
[3]. Sisi datar pisau dijaga tetap sejajar dengan tendo. Tempat tusukan
ini menimbulkan sayatan kecil. Tendon sheath tidak diiris dan
dibiarkan utuh. Pisau kemudian diputar, sehingga bagian tajam pisau
mengarah ke tendo. Pisau kemudian digerakkan sedikit ke posterior.
Dirasakan sebagai ”pop” saat pisau memotong tendo. Tendo belum
dianggap terpotong seluruhnya, sampai sensasi ”pop” sudah dirasakan.
Setelah tenotomi, dorsofleksi ankle akan bertambah 15-20 derajat [4].
Gips paskatenotomi
Setelah equinus terkoreksi dengan tenotomi, pasang gips ke 5 [5]
dengan kaki abduksi 60-70 derajat dan dorsofleksi 15 derajat. Kaki
tampak overkoreksi. Gips dipertahankan selama 3 minggu setelah
koreksi komplet. Gips dapat diganti jika rusak atau kotor sebelum 3
minggu. Pasien dapat pulang, analgesik jarang diperlukan.
42
Gambar 28. Tenotomi
Kapsul dan ligamen
Talonavicular
Subtalar
Sendi calcaneocuboid
Kapsul pergelangan kaki, antara lain bagian dari lig. deltoid
Ligamen yang kontraktur pada sisi posterolateral pergelangan kaki dan
sendi subtalar:
◦ Lig. calcaneofibular
◦ Lig. Talofibular posterior
◦ Retinakulum peroneal superior
Ligamen interoseus talocalcaneal
43
2. Koreksi jaringan keras
Operasi pada tulang atau osteotomi dilakukan setelah usia anak 5-10 tahun. Karena
pada usia ini biasanya telah terjadi deformitas struktur tulang dan koreksi yang
diharapkan tidak mungkin berhasil tanpa pembenahan tulang. Tindakan berupa:
1. Osteotomi calcaneus untuk koreksi inversi
2. Wedge reseksi sendi calcaneocuboid
3. Osteotomi cuboid
4. Osteotomi cuneiformis untuk koreksi adduksi yang berlebihan
5. Osteotomi tibia dan fibula, jika torsi tibia berlebihan (jarang terjadi)
Tindakan pada anak dengan usia lebih tua, lebih dari 10 tahun, biasanya:
1. Rekonstuksi tarsal, termasuk triple arthrodesis. Dilakukan pada kaki yang
rigid dan seringkali diserta nyeri serta tidak berespon pada gips serial atau
prosedur operasi yang lain.
2. Osteotomi femur
2.12 Prognosis
Rata-rata 50% CTEV pada neonatus dapat diperbaiki secara non-operatif.
Ponseti melaporkan 89% tingkat kesuksesan dengan menggunakan tekhniknya
(termasuk tenotomi Achilles). Sebuah penelitian menganalisis proses perbaikan pada
pasien dengan CTEV idiopatik setelah dilakukan tekhnik Ponseti. Data melaporkan
bahwa gips yang baik akan menghasilkan pengurangan cavus dan lipatan medial
dengan perbaikan bertahap dari rotasi kaki tengah, adduksi, dan varus tumit.
Menarikanya, terjadi perbaikan pada equinus tumit bersamaan dengan variable kaki
tengah dan dengan gips yang paling akhir.3
44
Kebanyakan penelitian melaporkan 75-90% kepuasan dari tatalaksana operatif
(tampilan dan fungsi kaki). Kemampuan pergerakan sendi-sendi kaki dan
pergelangan kaki berhubungan dengan derajat kepuasan pasien.3
Kepuasan pasien didaptkan pada 81% kasus, dan rentang pergerakan dari
pergelangan kaki merupakan factor utama dalam menentukan hasil fungsional, yang
dipengaruhi oleh tingkat pendataran lengkung talus. Pada empat puluh empat persen
pasien tidak terjadi dorsofleksi yang melebihi keadaan normal, dan 38% pasien
membutuhkan operasi lanjutan (hampir dua pertiga diantaranya adalah operasi
tulang). 3
Tingkat rekurensi dari deformitas ini dilaporkan sekitar 25%, dengan rentang
10-50%. Menelaus melaporkan tingkat rekurensi 38%.3
Asalkan terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar selalu dapat
diperbaiki; walau demikian, keadaan ini tidak dapat sembuh sempurna dan sering
kambuh, terutama pada bayi dengan kelumpuhan otot yang nyata atau disertai
penyakit neuromuskuler.10
45
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Congenital talipes equinovarus (CTEV) atau sering disebut congenital club
foot (kaki gada) adalah suatu kelainan kongenital bentuk kaki dan pergelangan kaki
yang berupa equinus (plantar fleksi), varus (inversi) dan adduksi.
CTEV diklasifikasikan atas : 1. Postural atau posisional dan 2. Terfiksir atau
rigid. Postural atau posisional bukan merupakan CTEV yang sesungguhnya. CTEV
rigid bisa fleksible (misalnya: dapat dikoreksi tanpa tindakan bedah) atau resisten
(membutuhkan tindakan bedah, meskipun ini tidak sepenuhnya benar berdasarkan
penelitian Ponseti).
Insidens talipes ekuinovarus kongenital adalah dua dari setiap 1000 kelainan
hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada peremupuan (2:1). Tiga
puluh persen bersifat bilateral
Diagnosa CTEV dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang. Untuk pemeriksaan radiologis, metode evaluasi radiologis
yang standar digunakan adalah foto polos. Modalitas pemeriksaan tambahan lainnya
yaitu CT-Scan, USG dan MRI.
Penatalaksanaan harus dimulai sedini mungkin, lebih baik segera sesudah
lahir. Asalkan terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar selalu dapat
diperbaiki; walau demikian, keadaan ini tidak dapat sembuh sempurna dan sering
kambuh.
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Cailliet Rene. Foot and Ankle Pain. 12th ed. Philadelphia: F.A. Davis
Company, 1980.
2. Crenshaw AH. Campbell‘s Operative Orthopaedics. 7th ed. Missouri: Mosby
Co, 1987.
3. Clubfoot. Taken from http://emedicine.medscape.com/article/1237077-
overview on January 1, 2012.
4. Clubfoot Imaging. Taken from
http://emedicine.medscape.com/article/407294-overview#showall on January
1, 2012.
5. Orto-CTEV. Taken from
www.staff.undip.ac.id/FK/tantiajoe/files/2010/07/orto-ctev.doc
6. Rasjad Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Ed 2. Makassar: Bintang
Lamumpatue, 2003.
7. Campbell Suzanna K. Physical Therapy in Children. Philadelphia: W.B.
Saunders Company, 1995.
8. Lovell Wood W, Winter Robert B. Pediatric Orthopaedics. 2nd ed.
Philadelphia: J.B. Lippincott company; 1986.
9. Ferner H, J. Staubesand. The Sobotta Atlas of Human Anatomy, Vol II, Ed.
Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran, 1985.
10. Apley Graham A. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Ed 7.
Jakarta: Penerbit Widya Medika, 1995.
11. Ribes Ramon. Learning Diagnostic Imaging. Heidelberg: Springer, 2008.
12. Misra, Rakesh R. Radiology for Surgeons. London: Greenwich Medical
Media, 2002.
13. Chen, Michael Y M. Basic Radiology. New York: McGraw-Hill, 2004.
14. Mettler, Fred A. Essentials of Radiology. 2nd ed. Pennsylvania: Elsevier, 2005.
15. Lisle, David A. Imaging for Students. London: Arnold, 2001.
47
16. Thompson, Jon C. Netter’s Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy.
Philadelphia: Elsevier, 2002.
17. Moeller, Torsten B. Pocket Atlas Of Radiographic Anatomy. 2nd ed. New
York: Thieme, 2000.
18. Stahell, Lynn. Kaki Pengkor: Penanganan Dengan Metode Ponseti. Ed 3.
Global Help Organization, 2008.
48