25
TUGAS SEJARAH CULTUURSTELSEL (TANAM PAKSA) XI IA 2 SMAN 1 SOOKO

Cult 1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Cult 1

TUGAS SEJARAH

CULTUURSTELSEL(TANAM PAKSA)

XI IA 2SMAN 1 SOOKO

Page 2: Cult 1

Istilah Cultuur Stelsel sebenarnya berarti sistem tanaman. Terjemahannya dalam Bahasa Inggris adalah culture system atau cultivation system. Lebih tepat lagi apabila diterjemahkan system of government controlled agriculture karena pengertian dari cultuur stelsel sebenarnya adalah kewajiban terhadap rakyat (Jawa) untuk menanam tanaman ekspor yang laku untuk dijual di Eropa.

CULTUURSTELSEL

Page 3: Cult 1

Cultuurstelsel sendiri adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.

Page 4: Cult 1

Akhirnya, rakyat pribumi menerjemahkan cultuur stelsel dengan sebutan tanam paksa. Hal itu disebabkan pelaksanaan proyek penanaman dilakukan dengan cara-cara paksa. Pelanggarnya bisa dikenai hukuman fisik yang berat.

Page 5: Cult 1

• Di Eropa, Belanda terlibat peperangan pada masa kejayaan Napoleon dan menghabiskan dana yang besar.

• Terjadinya peperangan kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari belanda pada tahun 1830

• Terjadi perang Diponegoro yang merupakan perlawanan rakyat jajahan termahal bagi Belanda. Perang Diponegoro menghabiskan dana sebesar 20.000.000 gulden

• Kas Negara Belanda kosong dan hutang yang harus ditanggung Belanda cukup berat

• Pemasukan uang dari penanaman kopi tak terlalu banyak• Kegagalan usaha dalam mempraktikkan gagasan liberal

(1816-1830) dalam mengeksploitasi tanah jajahan untuk memberikan keuntungan yang besar

LATAR BELAKANG TANAM PAKSA

Page 6: Cult 1

Menurut Van den Bosch, cultuur stelsel didasarkan atas hukum adat yang menyatakan bahwa barang siapa berkuasa di suatu daerah, ia memiliki tanah dan penduduknya. Sebelum kedatangan Belanda, raja-raja di Nusantara berkuasa ata kepemilikan tanah dan penduduk. Karena raja-raja di Nusantara sudah takluk kepada Belanda, pemerintah Belanda menganggap diri mereka sebagai pengganti raja-raja tersebut. Oleh karena itu, penduduk pribumi harus menyerahkan hasil tanahnya kepada pemerintah Belanda.

Page 7: Cult 1

Sistem tanam paksa juga berangkat dari asumsi bahwa desa-desa di Jawa berutang sewa tanah kepada pemerintah, yang biasanya diperhitungkan senilai 40% dari hasil panen utama desa yang bersangkutan. Van den Bosch ingin setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanam komoditi ekspor ke Eropa (kopi, tebu, dan nila). Penduduk dipaksa untuk menggunakan sebagian tanah garapan (minimal seperlima luas, 20%) dan menyisihkan sebagian hari kerja untuk bekerja bagi pemerintah. Dengan mengikuti tanam paksa, desa akan mampu melunasi utang pajak tanahnya. Bila pendapatan desa dari penjualan komoditi ekspor itu lebih banyak daripada pajak tanah yang mesti dibayar, desa itu akan menerima kelebihannya. Jika kurang, desa tersebut mesti membayar kekurangan tadi dari sumber-sumber lain.

Page 8: Cult 1

Ciri utama dari pelaksanaan sistem tanam paksa adalah keharusan bagi rakyat untuk membayar pajak dalam bentuk pajak in natura, yaitu dalam bentuk hasil-hasil pertanian mereka. Pada hakikatnya sistem taman paksa ini adalah penerapan kembali sistem penanaman wajib yang berlaku di Parahyangan selama 1810-1830. Ketentuan-ketentuan sistem tanam paksa, terdapat dalam Staatblad (lembaran negara) tahun 1834 No. 22, lebih kurang 4 tahun setelah pelaksanaan sistem tanam paksa. Ketentuan pokok sistem tanam paksa, antara lain:

• Orang-orang Indonesia akan menyediakan sebagiandari tanah sawahnya untuk ditanami tanaman yang laku di pasar Eropa seperti kopi, teh, tebu, dan nila. Tanah yang diserahkan itu tidak lebih dari seperlia dari seluruh sawah desa;

CIRI DAN KETENTUAN TANAM PAKSA

Page 9: Cult 1

• Bagian tanah yang disediakan sebanyak seperlima luas sawah itu bebas dari pajak;

• Pekerjaan untuk memelihara tanaman tersebut tidak boleh melebihi lamanya pekerjaan yang diperlukan untuk memelihara sawahnya sendiri;

• Hasil dari tanaman tersebut diserahkan kepada Pemerintah Belanda dan ditimbang..Jika harganya ditaksir melebihi harga sewa tanah yang harus dibayar oleh rakyat, maka lebihnya tersebut akan dikembalikan kepada rakyat. Hal ini bertujuan untuk memacu para penanam supaya bertanam dan memajukan tanaman ekspor;

• Terdapat pembagian tugas yang jelas, yaitu ada yang bertugas menanam saja, ada yang memungut hasil, ada yang bertugas mengirim hasil ke pusat, dan ada yang bekerja di pabrik. Pembagian ini bertujuan untuk menghindari agar tidak ada tenaga yang harus bekerja sepanjang tahun terus-menerus;

• Tanaman yang rusak akibat bencana alam, dan bukan akibat kemalasan atau kelalaian rakyat, maka akan ditangggung oleh pihak pememrintah;

• Bagi para penduduk yang tidak mempunyai tanah akan dipekerjakan pada perkebunan milik pemerintah selama 65 hari dalam setahun;

• Pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepada pegawai-pegawai pribumi, dan pihak pegawai Eropa hanya sebagai pengawas.

Page 10: Cult 1

Dalam pelaksanaan sistem tanam paksa selama 20 tahun (1830 – 1850) , ketentuan yang sudah dibuat berbeda dengan apa yang terjadi di lapangan. Terdapat penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan sistem tanam paksa tersebut. Penyimpangan-penyimpangan tersebut, antara lain:a. Perjanjian tersebut seharusnya dilakukan dengan sukarela, tetapi dalam pelaksanannya dilakukan dengan cara paksaan. Pemerintah kolonial memanfaatkan pejabat-pejabat lokal seperti bupati dan kepala-kepala daerah untuk memaksa rakyat agar menyerahkan tanah mereka;b. Di dalam perjanjian, tanah yang digunakan untuk Culturstelsel adalah seperlia sawah, namun dalam prakteknya dijumpai lebih dari seperlima tanah, yaitu sepertiga atau setengah sawah. c. Waktu untuk bekerja untuk tanaman yang dikehendaki pemerintah Belanda, jauh melebihi waktu yang telah ditentukan. Waktu yang ditentukan adalah 65 hari dalam setahun, namun dalam pelaksanaannya adalah 200 sampai 225 hari dalam setahun;

PELAKSANAAN SISTEM TANAM PAKSA

Page 11: Cult 1

c. Orang yang dipekerjakan berasal dari tempat-tempat yang jauh dari kampungnya, padahal manakan harus disediakan sendiri;

d.Tanah yang digunakan untuk penanaman tetap saja dikenakan pajak sehngga tidak sesuai dengan perjanjian;

e. Kelebihan hasil tidak dikembalikan kepada rakyat atau pemilik tanah, tetapi dipaksa untuk dijual kepada pihak Belanda dengan harga yang sangat murah;

f. Dengan adanya sistem persen yang diberikan kepada para pejabat lokal, maka para pejabat itu memaksa orang-orangnya supaya tanamannnya bisa menghasilkan lebih banyak;

Page 12: Cult 1

g. Tanaman pemerintah harus didahulukan baru kemudian menanam tanaman mereka sendiri. Kadang-kadang waktu untuk menanam; tanamannya sendiri itu tinggal sedikit sehingga hasilnya kurang maksimal;

h. Kegagalan panen tetap menjadi tanggung jawab para pemilik tanah.

i. Tanah yang dipergunakan untuk kepentingan tanam paksa sebenarnya tak pernah mencakup seluruh tanah pertanian yang ada di Jawa. Paling luas pada tahun 1845 hanya menempati sekitar 5% dari seluruh tanah pertanian dan seperlima dari persawahan yang ada. Sekalipun areal yang digunakan relatif terbatas, namun sistem tanam paksa mempengaruhi seluruh karakter sistem administrasi kolonial.

Page 13: Cult 1

Untuk menjamin kinerja pemimpin-pemimpin pribumi dalam menjalankan tugasnya dengan baik, pemerintah belanda member perangsang yang disebut cultuur procenteen disamping penghasilan tetap. Cultuur procenten adalah bonus dalam presentase tersebut yang diberikan kepada para pegawai belanda, para bupati, dan kepala desa apabila hasil produksi di suatu wilayah mencapai target yang telah ditentukan.Akan tetapi beban berat yang harus ditanggung oleh rakyat adalah kerja paksa. Pemerintah Belanda mengerahkan tenaga rakyat untuk pembangunan dan pemeliharaan fasilitas umum, seperti jalan raya, jembatan, waduk. Selain itu, rakyat juga dikerahkan untuk pemeliharaan rumah-rumah pegawai colonial, mengantar surat dan barang, serta menjaga gudang. Akan tetapi, yang paling berat bagi rakyat adalah pembangunan dan pemeliharaan benteng-benteng

Page 14: Cult 1

• Pembagian luas tanah untuk penanaman paksa menurut jenis tanaman dalam tahun 1833:

Jenis Tanaman Luas Tanah (dalam bahu)

Tebu 32, 772

Nila 22,141

Teh 324

Tembakau 286

Kayu manis 30

Kapas 5

Page 15: Cult 1

• Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktek ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada jaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940.

• Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf, yaitu gelar tertinggi bangsawan Belanda oleh raja Belanda, pada 25 Desember 1839.

Page 16: Cult 1

Bagi Belanda :• Meningkatnya hasil tanaman ekspor dari tanah jajahan yang dijual di pasaran

eropa• perusahaan pelayaran Belanda yang semula kembang kempis, tetapi pada masa

tanam paksa mendapat keuntungan yang sangat besar• pabrik-pabrik gula yang semula diusahakan oleh kaum swasta Cina, kemudian

juga dikembangkan oleh pengusaha Belanda karena keuntungan yang besar• Belanda mendapat keuntungan besar. Keuntungan tanam paksa pada tahun

1834 sebesar tiga juta gulden. Pada tahun-tahun berikutnya rata-rata sekitar 17-18 juta gulden Seorang mahasiswi Belanda, Annemare van Bodegom, pada tahun 1996 mengadakan penelitian untuk menyusun skripsinya. Ia menyoroti periode antara 1830 –awal diterapkannya cultuurstelsel oleh Gubernur Jenderal Johannes Graaf van den Bosch (1830-1833)- sampai tahun 1877. Keuntungan yang diraup Belanda –yang dinamakan batig slot atau surplus akhir- mencapai 850 juta gulden, yang antara lain digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur di Belanda seperti jalan kereta api, saluran air dll.

DAMPAK TANAM PAKSA

Page 17: Cult 1

Bagi Indonesia :• Kemiskinan dan penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan;• Beban pajak yang berat• Pertanian, khusunya padi banyak mengalami kegagalan panen;• Kelaparan dan kematian terjadi di mana-mana;• Jumlah penduduk Indonesia menurun;• Hatta melaporkan bahwa tahun 1925 pengeluaran pemerintah Hindia

Belanda untuk anak-anak Indonesia hanya 32 sen per kapita. Sedangkan untuk pendidikan anak-anak Belanda di Indonesia, pemerintah Hindia Belanda memberikan sebanyak 75 gulden per kapita atau lebih besar 225 kali lipat. Perbedaan yang mencolok ini mengakibatkan perbedaan kualitas pendidikan antara bumiputera dengan bangsa Belanda.

• Segi positifnya, rakyat Indonesia mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman baru;

• Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang laku dipasaran ekspor Eropa

Page 18: Cult 1

Pelaksanaan system tanam paksa telah mendapat reaksi dari beberapa kalangan, antara lain :

a. Rakyat Indonesia• Di Sumatera Barat timbul perlawanan, antara lain Pariaman

(1841) dan di padang (1844) yang dipimpin oleh para ulama. • Di Jawa pada tahun 1846 perlawanan dilakukan meskipun dengan

pembakaran 7 buah kebun tembakau.b. Kaum pengusaha• Golongan pengusaha menghendaki system tanam paksa diganti

dengan kebebasan berusaha. Mereka menganggap bahwa system tanam paksa tidak sesuai dengan prinsip ekonomi liberal yang sedang berkembang

REAKSI SISTEM TANAM PAKSA

Page 19: Cult 1

c. Kaum Humanis Belanda• Baron van Hoevell

Adalah seorang misionaris yang pernah tinggal di Indonesia pada tahun 1847. Dalam perjalanannya berkeliling Jawa, Madura dan Bali ia melihat penderitaan rakyat akan pelaksanaan tanam paksa. Ia memprotes memlalui gedung parlemen di belanda bahwa tanam paksa sebagai tindakan yang tidak manusiawi

• Edward Douwes DekkerAdalah mantan Asisten Residen Lebak, Banten. Ia memprotes pelaksanaan system tanam paksa melalui tulisannya yang berjudul Max Havelaar. Tulisan tersebut menceritakan penderitaan Sajjah dan Adinda akibat system tanam paksa di Lebak, Banten. Di dalam tulisannya, ia menggunakan nama samaran Multatulli yang artinya “saya sangat menderita”.

• Fransen van der Putte yang menulis Zucker Contracten• C.Th van Deventer yang membuat tulisan berjudul Een

Eereschuld, yang membeberkan kemiskinan di tanah jajahan Hindia-Belanda. Tulisan ini dimuat dalam majalah De Gids yang terbit tahun 1899. Van Deventer dalam bukunya menghimbau kepada Pemerintah Belanda, agar memperhatikan penghidupan rakyat di tanah jajahannya. Dasar pemikiran van Deventer ini kemudian berkembang menjadi Politik Etis.

Page 20: Cult 1

• Tanam Paksa telah berhasil dihapuskan oleh kaum liberal pada tahun 1870, dengan diberlakukannya UU Agraria, Agrarische Wet. Tetapi tujuan yang hendak dicapai oleh kaum liberal tidak hanya terbatas pada penghapusan Tanam Paksa. Mereka mempunyai tujuan lebih lanjut.

• Gerakan liberal di negeri Belanda dipelopori oleh para pengusaha swasta. Oleh karena itu kebebasan yang mereka perjuangkan terutama kebebasan di bidang ekonomi. Kaum liberal di negeri Belanda berpendapat bahwa seharusnya pemerintah jangan ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi. Mereka menghendaki agar kegiatan ekonomi ditangani oleh pihak swasta, sementara pemerintah bertindak sebagai pelindung warga negara, menyediakan prasarana, menegakkan hukuman dan menjamin keamanan serta ketertiban.

• UU ini memperbolehkan perusahaan-perusahaan perkebunan swasta menyewa lahan-lahan yang luas dengan jangka waktu paling lama 75 tahun, untuk ditanami tanaman keras seperti karet, teh, kopi, kelapa sawit, tarum (nila), atau untuk tanaman semusim seperti tebu dan tembakau dalam bentuk sewa jangka pendek.

AKHIR TANAM PAKSA

Page 21: Cult 1

DOKUMENTASI

Johannes van Den Bosch

Page 22: Cult 1

Pelaksanaan Tanam Paksa

Page 23: Cult 1

Douwes Dekker dan bukunya, Max Havelaar

Page 24: Cult 1

Baron van Hoevell dan Van Deventer

Page 25: Cult 1

Indah Dwi W. ( 4 )Rachel Petrinathea A. ( 6 )Devika Aldina M. ( 9 )Raga Krilido ( 19 )Farid Choirul A. ( 27 )Fery Dona K. ( 28 )Khabibatur R. ( 30 )Mahardhika W. ( 31 )