Cushing Syndrome Ppt

Embed Size (px)

DESCRIPTION

k

Citation preview

  • EVALUASI DIAGNOSTIK DAN TATALAKSANA

    SINDROMA CUSHING

    PENDAHULUAN

    Sindroma Cushing merupakan gangguan multisistim akibat peningkatan

    hormon kortisol yang berlebihan secara kronis. Upaya menegakkan

    diagnosis dan diferensial diagnosis sindroma Cushing masih merupakan

    tantangan sampai saat ini. Diagnosis stadium awal sindroma Cushing,

    saat manifestasi klinis belum menonjol, bukanlah merupakan hal yang

    mudah. Adanya hiperkortisolemia harus dipastikan sebelum dilakukan

    evaluasi diagnostik lebih lanjut yaitu membedakan sindroma Cushing

    tergantung Adrenocorticotropin hormone (ACTH dependen) dengan

    sindroma Cushing tak tergantung ACTH (ACTH independen ).1

    Penyebab utama sindroma Cushing adalah faktor eksogen yaitu

    penggunaan preparat kortikosteroid. Penghentian penggunaan preparat

    tersebut akan menurunkan sampai menghilangkan gejala.2 Dalam

    makalah ini dikemukakan sindroma Cushing akibat faktor endogen.

  • ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

    ACTH diproduksi oleh sel kortikotrop di hipofise anterior. Hormon

    ini memegang peranan penting dalam mengendalikan produksi kortisol,

    androgen adrenal dan aldosteron. ACTH dilepas ke dalam sinus venosus

    petrosus sebagai respon terhadap rangsangan corticotropin-releasing

    hormone (CRH) dari hipotalamus (Gambar 1). ACTH dilepaskan dengan

    pola diurnal dan independen terhadap kadar kortisol yang beredar.

    Puncak pelepasan terjadi beberapa saat sebelum bangun tidur dan

    kadarnya menurun sepanjang hari. Kontrol pelepasan CRH dan ACTH

    dilakukan oleh mekanisme umpan balik negatif pada tingkat hipotalamus

    dan hipofise. Input neuronal pada tingkat hipotalamus juga dapat

    merangsang pelepasan CRH.3,4 Meskipun pada penyakit Cushing sekresi

    ACTH dalam jumlah besar, biasanya masih dijumpai respon umpan balik

    negatif terhadap glukokortikoid dosis tinggi. Sebaliknya bila dijumpai

    sumber ACTH ektopik yang berasal dari tumor ekstra kranial tidak

    berespon umpan balik negatif dengan glukokortikoid dosis tinggi. Namun

    demikian kadang dijumpai keadaan yang saling tumpang tindih.4

  • Gambar 1. Aksis Hipotalamus-hipofise-adrenal.

    Sumber: Cushings disease: Clinical manifestations and diagnostic evaluation. Am Fam Physician 2000; 62 : 1119-27.

    Sindroma Cushing disebabkan oleh sejumlah keadaan (Tabel 1).

    Disamping itu, telah dilaporkan pula sejumlah kasus sindroma Cushing

    akibat ekspresi pasangan reseptor G-protein aberan seperti gastric-

    inhibitory-peptide-receptor (GIP), reseptor beta adrenergik, reseptor

    vasopresin-1 dan reseptor LH/HCG. Penemuan ini membuka cakrawala

    baru dalam penatalaksanaan sindroma Cushing yakni melalui mekanisme

    inhibisi reseptor.

  • Fisiologi

  • Penyakit Cushing merupakan bentuk spesifik dan penyebab utama (80%)

    dari sindroma Cushing. Penyakit ini terutama disebabkan oleh adenoma

    hipofise, mikroadenoma (< 1 cm).2,4 Patogenesis terjadinya penyakit

    Cushing belum diketahui secara pasti. Saat ini terdapat dua hipotesis

    utama yakni teori hipotalamus dan teori hipofise.5

    Dasar teori hipotalamus adalah penyakit Cushing disebabkan oleh

    hiperplasia hipofise dan CRH ektopik. Teori hipofise menduga adanya

    klon neoplastik pada kortikotrop yang memproduksi ACTH secara

    berlebihan. Teori ini didukung oleh kenyataan dalam klinis yakni

    membaiknya sejumlah pasien setelah dilakukan reseksi tumor hipofise.5

  • ENDOGEN EKSOGEN

    ACTH dependen 85% Penggunaan ACTH

    Penyakit Cushing

    Sindroma ACTH ektopik

    Sindroma CRH ektopik

    ACTH independent 15%

    Sering

    Adenoma adrenal

    Karsinoma adrenal

    Jarang

    Hiperplasia mikronoduler

    Hiperplasia makronoduler

    Amat jarang

    Sindroma Mc-Cune Albright

    Gastric inhibitory polypeptide

    Tabel 1. Etiologi Sindroma Cushing

    Sumber: Cushings syndrome. Student BMJ 2000;8:100-103

  • Keadaan fisiologis : Kehamilan

    Stres

    Chronic excessive exercise

    Malnutrisi

    Keadaan patologis : Sindroma Cushing

    Diabetes Mellitus

    Hipertiroid

    Penyakit kronis yang berat

    Resisten glukokortikoid

    Keadaan psikologis : Anoreksia nervosa

    Gangguan panik

    Depresi melankolik

    Gangguan obsesif kompulsif

    Tabel 2. Etiologi Hiperkortisolisme

    Sumber: Cushings syndrome. Student BMJ 2000;8:100-103

  • Sindroma McCune-Albright merupakan sindroma dengan kelainan berupa

    displasia poliostotik fibrosa, pigmentasi kulit dan endokrinopati multipel.

    Sindroma Cushing pada kelainan ini disebabkan oleh hiperfungsi otonom

    kelenjar adrenal.2

    Hiperplasia makronodular juga disebut sebagai primary

    pigmented nodular adrenal dysplasia (PPNAD) disebabkan oleh adanya

    autoantibodi yang merangsang pertumbuhan korteks adrenal. Separuh

    dari kasus ini disebabkan oleh faktor genetik, disebut sindroma Carney.

    Disamping sindroma Cushing, juga dikenal sindroma pseudo

    Cushing yang dijumpai pada beberapa keadaan yakni gangguan depresi

    mayor, alkoholisme dan obesitas. Timbulnya sindroma pseudo Cushing

    pada keadaan-keadaan ini disebabkan oleh peningkatan sekresi CRH dari

    hipotalamus. Pada alkoholisme, gangguan metabolisme kortisol akibat

    gangguan fungsi hati juga diduga ikut berperan.2,6

    MANIFESTASI KLINIS

    Sindroma Cushing melukiskan suatu sindrom yang ditandai

    dengan obesitas badan (truncal obesity), hipertensi, mudah lelah,

    kelemahan, amenore, hirsutisme, striae abdomen berwarna ungu, edema,

    glukosuria, osteoporosis dan tumor basofilik hipofisis.

  • Tanda-tanda klinis sindroma Cushing Obesitas tipe sentral Buffalo hump Lapisan lemak di supraklavikula Ekstremitas kurus/lemah Pecah-pecah di kulit, tipis dan mudah memar Moonfaced Skin discoloration Osteoporosis (cenderung mudah fraktur) Emosi yang labil Hipertensi Edema Kelebihan berat badan Muscle wasting sampai kelemahan otot Mudah kelelahan (fatigue) Pada wanita bermanifestasi : virilism-masculinization,

    hirsutism-facial/body hair, pembesaran klitoris, atrofi payudara, menstruasi yang tidak teratur, suara menjadi tinggi.

  • Moon face

    Buffalo hump

  • Striae di abdomen

  • Kulit yang pecah, skin discoloration

  • Muscle weakness

  • Evaluasi diagnostik sindroma Cushing secara garis besar

    dilakukan dalam 4 tahap.

    Tahap 1: Uji pendahuluan (skrining).

    Uji ini bertujuan untuk membuktikan adanya keadaan

    hiperkortisolemia. Skrining pasien dapat dilakukan melalui

    pemeriksaan kadar kortisol bebas dalam urin 24 jam, kadar

    kortisol plasma pagi hari setelah pemberian 1 mg

    deksametason secara peroral pada malam harinya atau

    kadar kortisol bebas dalam air liur.

    Gangguan fungsi ginjal sedang-berat (klirens kreatinin < 21

    ml/jam) dilaporkan menyebabkan hasil negatif palsu kadar

    kortisol bebas dalam urin. Hiperkortisolemia dijumpai pada

    sejumlah keadaan (Tabel 2) dan dapat menyebabkan hasil

    positif palsu.

    Tahap 2: Uji untuk membedakan hiperkortisolemia akibat

    sindroma Cushing dengan pseudo Cushing.

  • Uji ini dilakukan melalui pemeriksaan uji supresi deksametason

    dosis rendah atau kombinasi antara uji ini dengan pemberian CRH.

    Uji toleransi insulin juga dapat digunakan pada tahap ini oleh

    karena 90% kasus sindroma Cushing kehilangan respon

    hipoglikemia setelah pemberian insulin.

    Tahap 3: Uji untuk menentukan penyebab sindroma Cushing

    (ACTH dependen versus ACTH independen)

    Kadar ACTH dan kortisol plasma tengah malam saat kadar kedua

    hormon tersebut berada pada puncak terendah menurut sirkadian

    fisiologis normal. Bila hasil pemeriksaan borderline dilakukan uji stimulasi CRH. Adanya penyakit adrenal primer dilakukan

    konfirmasi dengan pencitraan CT/MRI abdomen.

    Tahap 4: Uji untuk menentukan penyebab sindroma Cushing

    dependen ACTH (ACTH hipofise versus ACTH ektopik)

    Tahap akhir evaluasi diagnostik sindroma Cushing adalah

    menentukan sumber ACTH, hipofise atau ektopik. Sekitar 80%

    penyebab sindroma Cushing dependen ACTH adalah

    mikroadenoma (< 1cm) pada hipofise.

  • Derajat hipersekresi ACTH dan ekskresi kortisol urin

    umumnya lebih besar serta hipokalemia lebih sering dijumpai

    pada ACTH ektopik. Meskipun demikian sejumlah uji

    diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan yang

    dilakukan adalah uji supresi deksametason dosis tinggi

    (HDDST= high dose dexamethasone suppression tests),

    kombinasi uji stimulasi CRH dengan MRI hipofise, skintigrafi

    oktreotid dan inferior petrosal sinus sampling (IPSS).9 Telah

    dilaporkan modifikasi HDDST dengan sensitivitas dan

    spesifitas lebih tinggi (>90-100%) yaitu 8 mg deksametason

    dosis tunggal pada pukul 11 malam atau 1 mg deksametason

    intravena setiap 7 jam. Penilaian dilakukan dengan mengukur

    kadar serum kortisol.

  • inferior petrosal sinus sampling (IPSS)

  • CT dan MRI.

    Diagnosis sindroma Cushing dan penyebabnya

    terutama tergantung pada pemeriksaan laboratorium.

    Prosedur pencitraan hanya bermanfaat dalam menentukan

    lokalisasi tumor. Pada pasien yang deksametason non

    supresif, skintigrafi oktreotid harus dilakukan kemudian

    dilanjutkan dengan pencitraan toraks dan abdomen (CT atau

    MRI) sebagai konfirmasi hasil skintigrafi baik positif maupun

    negatif. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sebelum

    tindakan IPSS.

    Pencitraan sela tursika baik CT maupun MRI tidak

    mempunyai nilai diagnostik yang bermakna oleh karena

    sekitar 10% populasi normal memberikan gambaran

    adenoma (insidentaloma) pada hipofise. Hasil pencitraan sela

    tursika tidak bisa dijadikan dasar keputusan tindakan

    pembedahan.

  • Sejumlah pemeriksaan telah dilaporkan sebagai upaya untuk menentukan penyebab sindroma Cushing yaitu :

    1. Uji stimulasi metirapon. Uji ini digunakan untuk membedakan penyakit Cushing dengan ACTH ektopik.

    2. Uji stimulasi desmopresin. Uji ini untuk membedakan penyakit Cushing yang ringan dengan keadaan pseudo Cushing.

    Pada keadaan tertentu perlu dipikirkan beberapa penyebab hiperplasia makronodular dan adenoma adrenal yang jarang ditemukan yaitu sindroma Cushing dependen gastric inhibitory polypeptide (GIP, kadar kortisol serum puasa rendah, meningkat cepat setelah makan), sindroma Cushing dependen vasopresin (hipotensi ortostatik), sindroma Cushing dependen beta adrenergik (peningkatan katekolamin) dan sindroma Cushing dependen LH/HCG (gambaran Cushingoid saat hamil atau menopause).

  • PENATALAKSANAAN

    Tujuan ideal penatalaksanaan sindroma Cushing adalah :12

    1. Memulihkan keadaan klinis dengan cara reduksi sekresi kortisol

    sampai normal.

    2. Eradikasi tumor penyebab

    3. Menghindari ketergantungan permanen terhadap obat-obatan

    4. Menghindari defisiensi hormon permanen .

    Pada kenyataannya tujuan ideal tersebut sulit dicapai. Tindakan

    reseksi atau ablasi yang dilakukan untuk mereduksi hiperkortisolemia

    sering memberikan komplikasi berupa defisiensi endokrin permanen

    maupun efek-efek merugikan lainnya.12

    Penatalaksanaan sindroma Cushing meliputi tindakan

    pembedahan transphenoidal, radiasi hipofise, adrenalektomi terbuka,

    adrenalektomi laparoskopik dan preparat inhibitor enzim adrenal serta

    adrenokortikolitik. Pemilihan dan penentuan bentuk penatalaksanaan

    tergantung pada penyebab sindroma Cushing dan keadaan klinis pasien.

    Penyakit Cushing.

    Terapi pilihan utama adalah tindakan pembedahan

    transphenoidal. Pada mikroadenoma dilakukan mikroadenektomi.

  • Bila pasien tidak mempunyai rencana untuk bereproduksi lagi maka

    dilakukan hemihipofisektomi atau reseksi subtotal (80-90%).

    Pilihan kedua ialah radiasi hipofise. Indikasi tindakan ini adalah pada

    pasien yang masih mempunyai rencana untuk bereproduksi, tumor

    hipofise tidak dapat ditemukan dan reseksi transphenoidal tidak berhasil,

    radiasi hipofise merupakan terapi primer pada pasien dengan usia < 18

    tahun. Manfaat maksimum biasanya tampak dalam 3-12 bulan setelah

    terapi. Pemberian preparat penghambat enzim adrenal (ketokonazol dll)

    dapat dilakukan sambil menunggu efek radiasi.12

    Bila tindakan radiasi gagal mengendalikan hiperkortisolemia, dilakukan

    adrenalektomi. Terdapat dua cara adrenalektomi yakni adrenalektomi

    medikal dan adrenalektomi pembedahan. Adrenalektomi medikal

    dilakukan melalui pemberian preparat mitotan yang bersifat

    adrenokortikolitik.12 Tindakan adrenalektomi bedah dapat dilakukan

    secara terbuka atau melalui tindakan laparoskopi.13 Bila hiperkortisolemia

    belum berhasil dikendalikan, ditambahkan preparat inhibitor enzim

    adrenal.12

  • Adrenalektomi unilateral laparoskopik merupakan terapi pilihan dalam

    pengelolaan pasien adenoma adrenal. Pengendalian simtomatik

    dilakukan melalui pemberian preparat penghambat ensim adrenal

    (ketokonazol dll) dan penghambat reseptor glukokortikoid (mifepriston).

    Sindroma ACTH dan CRH Ektopik.

    Umumnya tumor non hipofise yang mensekresi baik ACTH maupun CRH

    bersifat non resectable. Hiperkortisolemia dikendalikan dengan pemberian preparat inhibitor enzim adrenal atau tindakan adrenalektomi.12

    Penyakit Primer Adrenal.

    Prinsip terapi adalah adrenalektomi baik unilateral (adenoma) maupun

    bilateral (mikronodular dan makronodular hiperplasia). Karsinoma adrenal

    biasanya bersifat rekuren dan tidak berespon baik terhadap radiasi

    maupun kemoterapi. Satu-satunya terapi paliatif karsinoma adrenal

    adalah mitotan yang diberikan selama 5 6 tahun.12

    Obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan sindroma Cushing

    adalah mitotan, penghambat enzim adrenal dan penghambat inhibitor

    glukokortikoid.

  • 1. Mitotan.

    Obat ini bersifat adrenokortikolitik melalui efek destruksi mitokondrial dan

    nekrosis sel adrenokortikal. Dosis awal, 0,5 g pada saat berangkat tidur

    kemudian dititrasi 0,5 g sampai dosis maksimal 2-3 g/hari selama 3-5

    bulan kemudian dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1-2 g/hari sampai

    9 bulan. Obat ini digunakan sebagai agen adrenalektomi medikal. Bila

    pasien tak mampu mentoleransi dosis 1 g/hari, harus dipertimbangkan

    adrenalektomi pembedahan. Obat ini bersifat toksik, tidak boleh diberikan

    pada ibu hamil.14

    2. Inhibitor enzim adrenal.

    Yang termasuk dalam golongan ini adalah ketokonazol, aminoglutetimid,

    metirapon dan etomidat. Takaran dosis sbb:14

    Ketokonazol : 3 x 200-400 mg / hari / oral (kontra indikasi: hamil)

    Aminoglutetimid : 2-3 x 250 mg/hari / oral

    Metirapon : 3-4 x 500-750 mg/hari/ oral

    Etomidat : 0,3 mg/Kg BB/jam / 10 jam / IV 15

    3. Antagonis reseptor glukokortikoid.

    Obat golongan ini adalah mifepriston. Dosis dititrasi mulai 6 mg/kg BB

    sampai 25 mg/Kg BB selama 8 bulan kemudian diturunkan kembali

    selama 10 bulan.16

  • PROGNOSIS

    Penyakit dan sindroma Cushing umumnya dapat dikendalikan. Prognosis

    buruk biasanya terdapat pada ACTH ektopik dan karsinoma adrenal.

    Pasien sindroma Cushing yang tidak diobati akan berakhir fatal. Sebab

    kematian umumnya berupa komplikasi kardiovaskuler, tromboemboli,

    hipertensi dan infeksi bakteri terutama oportunis.12,17

    RINGKASAN

    Sindroma Cushing merupakan gangguan multisistim akibat peningkatan

    hormon kortisol yang berlebihan. Etiologi disebabkan oleh faktor endogen

    dan eksogen. Penyakit Cushing merupakan bentuk yang paling banyak

    dari sindroma Cushing. Patogenesis penyakit Cushing belum diketahui

    secara pasti. Evaluasi diagnostik dilakukan 4 tahap. Penatalaksanaan

    sindroma Cushing meliputi pembedahan, radiasi hipofise, adrenalektomi

    terbuka atau laparaskopik, preparat penghambat enzim adrenal dan

    adrenokortikolitik.

  • MEN (Multiple Endocrin Neoplasia)

    Terdapat tiga jenis sindroma MEN ialah:

    1. MEN tipe I (= Sindroma Wermer)

    2. MEN tipe II (= Sindroma Sipple)

    3. MEN tipe III

    Pertama kali, MEN dikemukakan oleh Wermer pada tahun 1954.

  • Tabel 1. Multiple Endocrine Neoplasma

    Type Genetic Locus Gland affected

    MEN I Chromosome 11 Parathuroid hyperplasia/ adenoma

    Pancreatic islet cell hyperplasia/ adenoma/

    carcinoma Pituitary Hyperplasia/ adenoma,

    carcinoid, pheocromocytoma

    MEN II

    (IIA)

    Chromosome

    10

    Medullary thyroid Ca, Pheochromocytoma

    (billateral 50%), Parathyroid hyperplasia/

    adenoma, cutaneous amyloidosis (rare)

    MEN III

    (II B)

    Chromosome

    10

    Medullary thyroid Ca, Pheochromocytoma

    (umumnya bilateral), Mucosal/GI neuromas,

    Marfanoid features / thickended bumpy lips.

    Mixed

    syndro

    mes

    Combination lesions (MEN I,II,III)

    Partial

    syndro

    mes

    One or two features only (any of MEN I,II,III)

    (Sumber: 9)

  • MEN tipe I

    MEN tipe I ditandai oleh tumor dari paratiroid, pituitary (hipofisis), dan pankreas.

    Tumor hipofisis yang paling sering dijumpai adalah adenoma kromofob jinak; tumor pankreas yang paling sering dijumpai adalah gastrinoma, dan lesi paratiroid yang paling umum adalah hiperparatiroidisme primer multiglandular.

  • MEN tipe II & III

    MEN tipe II ditandai oleh karsinoma medularis tiroid, feokromositoma,

    hiperparatiroidisme.

    MEN tipe III ditandai oleh karsinoma medularis tiroid, feokromositoma, neuroma

    mukosal multipel, dan habitus marfanoid.

  • Penatalaksanaan

    Pembedahan merupakan terapi pilihan untuk ketiga neoplasia pada MEN tipe II.

    Tumor hipofisis dilakukan hipofisektomi transfenoidal; neuroma mukosal dikelola

    oleh karena faktor kosmetik.

    Feokromositoma diberikan pengobatan secara medis atau pembedahan.

  • GAMBARAN KLINIK FEOKROMOSITOMA

    Gejala klinis utama Feokromositoma dilandasi atas sekresi katekolamin

    yang berlebihan atau komplikasi yang ditimbulkannya dengan ciri ciri

    hipertensi yang dapat menetap atau paroksismal. Adanya hipertensi yang

    berhubungan dengan sakit kepala, keringat berlebihan, palpitasi dan

    takikardi merupakan gejala klasik atau trias feokromositoma.

    Hipertensi terjadi dengan fluktuasi luas bahkan kadang kala terjadi

    episode hipotensi (Hypertension alternating with Hypotension). Hipertensi

    dapat terjadi akibat manuver fisik (olahraga), perubahan posisi postural

    ataupun palpasi atau massage.

    Sakit kepala dapat merupakan gejala utama kadang kala dirasa sangat

    hebat dan berdenyut, disertai mual dan muntah terutama pada kasus

    yang mengalami serangan (paroxismal hypertension), pada kasus

    hipertensi menetap keluhannya tidaklah seberapa hebat.

    Berkeringat, kerap kali disertai berdebar (palpitasi) disertai rasa cemas

    (anxietas) dan rasa takut mati.

  • Gejala gejala hipermetabolisme ditandai dengan penurunan berat badan

    namun pada mereka yang hanya mengalami hipertensi paroksismal dapat

    tetap gemuk, penderita dapat mengalami konstipasi atau diarhea yang

    berakibat hipokalemia dan hipo atau achlorhidria (Verner Morrison WDHH

    atau WDHA syndrome)

    Gejala terkait dengan katekolamin atau hipertensi (Manger WM)

    Sakit kepala hebat (severe headache) Berkeringat banyak (generalized excessive sweating) Berdebar (palpitation /tachycardia) Anxietas disertai rasa takut mati dan panik (anxiety or nervousness and fear of impending death, panic)

    Tremulousness Lemah (weakness, fatigue, prostration) Penurunan berat badan yang hebat (severe weight loss) Sesak nafas (dyspnea) Badan hangat dan tidak tahan panas (Warmth, heat intolerance) Gangguan penglihatan (Visual disturbances) Pusing (Dizziness or faintness) Konstipasi (constipation)

  • Paresthesia or pain in arms Bradycardia Grand mal seizures

    Gejala akibat komplikasi

    Gagal jantung Infark miokar CVA Enterokolitis iskemik ( megakolon) Azotemia Dissecting aneurysm Ensefalopati Shock

    Nekrosis hemorhagik di dalam tumor

    Gejala lainnya dapat terjadi umpamanya hematuria, nocturia dan

    tenesmnus akibat adanya feokromositoma blader, atau dapat pula terjadi

    bersama sama dengan penyakit lainnya seperti Cholelithiasis, Medullary

    thyroid Ca, Hyperpara thyroidism, Cushing syndrome dsbnya.

  • Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai, tekanan darah sistolik dan

    diastolik yang berfluktuasi lebar, tidak jarang mengalami hipotensi

    (orthostatic) atau terjadi respon paradok dengan obat obat anti hipertensi,

    selain itu hiperhidrosis, tachicardia, disertai denyutan jantung sangat kuat,

    arrythmia, pucat, flushing, cyanosis, pupil melebar, kadang kadang

    exophthalmos, kurus, tremor, kulit basah, dingin, pucat dan demam pada

    pemeriksaan mata tidak jarang dijumpai retinopati hipertensif.

    Gejala lainnya yang dapat dilihat terkait dengan masa tumor, atau

    pendesakan atau metase tumor tersebut.

    Manger WM dalam bukunya Pheochromocytoma yang diterbitkan Spring Verlag tahun 1977, yang dikutip Sabiston (1997) mengutip gejala gejala

    klinik dari masing masing 37 dan 39 penderita feokromositoma

    paroksismal dan persitent seperti dalam tabel 2 berikut ini (6).

    Tabel 2. Gejala-gejala Feokromositoma

    Symptomps Persentase (%)

    Paroxyxsmal

    (37 pats)

    Persistent

    (39 pats)

    Headache (severe) 92 72

    Excess Sweating (generalized) 65 69

  • Symptomps Persentase (%)

    Paroxyxsmal

    (37 pats)

    Persistent

    (39 pats)

    Palpitation tachycardia 73 51

    Anxiety or nervousness ( fear, impanding

    death, panic)

    60 28

    Tremolousness 51 26

    Pain in chest and or abdomen (epigastric)

    and or lumbal / groin

    48 28

    Nausea vomiting 43 26

    Weakness, fatigue, prostration 38 15

    Weight loss (severe) 14 15

    Dyspnea 11 18

    Warm heat intolerance 13 15

    Visual disturbances 3 21

    Dizziness or faintness 11 13

    Constipation 0 13

  • Symptomps Persentase (%)

    Paroxyxsmal

    (37 pats)

    Persistent

    (39 pats)

    Paresthesias or pain in arms 11 0

    Brady cardia (note by patients) 8 3

    Grand mal 5 3

    DIAGNOSIS.

    Dengan melakukan anamnese yang cermat disertai dengan pemeriksaan

    fisik yang teliti, diagnosis feokromositoma dapat ditegakkan secara klinis

    pada kira-kira 95% kasus.

    Adanya gejala klasik triad pada penderita hipertensi memperkuat dugaan

    feokromositoma selanjutnya disusul pemeriksaan laboratorium untuk

    konfirmasi diagnosis. Diagnose definitif ditegakkan melalui pemeriksaan

    histopatologik.

    Kecurigaan Feokromositoma hendaknya dibuat berdasarkan beberapa

    gejala gejala klinik seperti tertera dalam tabel 3 berikut ini, dan ditindak

    lanjuti dengan pemeriksaan pemeriksaan laboratorium.

  • Tabel 3. Indikasi skrining feokromositoma

    1. Hipertensi menetap atau paroksismal yang disertai dengan :

    Gejala gejala khas seperti disebutkan diatas, Retinopati grade 3 atau 4 tanpa penyebab yang jelas, Penurunan berat badan, Hiperglisemia, Hipermetabolisme (tanpa tanda tanda hipertiroidi), Kardiomiopati, Resisten dengan obat obatan anti hipertensi, Hipotensi ortostatik (tanpa obat anti hipertensi) Demam yang tidak jelas penyebabnya.

    2. Tekanan darah yang labil

    3. Munculnya gejala berulang feokromositoma ( tekanan darah tinggi)

    4. Terjadinya hipertensi pada tindakan berikut:

    Induksi anesthesia, Tindakan intubasi, Tindakan pembedahan, Angiografi, Parturition, Pengobatan dengan obat anti hipertensi dan Tindakan yang dapat mencetuskan gejala (penekanan tumor, perubahan posisi dsbnya)

  • 5. Shock (circulatory shock) yang tidak dapat dijelaskan yang terjadi saat:

    Tindakan anesthesia, Kehamilan, partus atau puerperium, Operasi atau post operasi dan Setelah terapi phenothiazine. 6. Riwayat keluarga yang menderita feokromositoma pada penderita

    hipertensi

    7. Hipertensi yang + beberapa penyakit lainnya atau komplikasi

    tertentu (seperti diuraikan dalam gambaran klinik yang telah diuraikan)

    8. Kelainan gambaran EKG yang temporer pada penderita hipertensi

    9. Tekanan darah labil pada seorang wanita hamil atau tekanan darah

    tinggi yang hebat (preeklamsia atau eklamsia).

    10. Adanya kecurigaan masa supra renal pada pemeriksaan radiologi

    Gambaran laboratorium dan EKG

    Pada feokromositoma/ hiperkatekolemia terjadi hiperglisemia, hiper-

    metabolisme dan peningkatan kadar FFA. Peningkatan kadar asam laktat

    jarang dijumpai yang dapat terjadi akibat vasokonstriksi perifer luas,

    hipovolemia dapat terjadi pada kebanyakan penderita akibat adanya

    tekanan darah tinggi yang menetap dan dapat pula terjadi polisitemia

    akibat meningkatnya sekresi erithropoietin pada beberapa kasus

    feokromositoma.

  • Katekolemia memicu timbulnya iskemia banyak organ seperti pankreas,

    hati dan jantung, sehingga dapat dimengerti dapat terjadi peningkatan

    ensim pankreas, transaminase maupun CK MB (ensim jantung). Plasma

    renin juga dapat meningkat oleh karena katekolamine menstimulir

    reseptor 1 adrenergik ginjal atau melalui proses penyempitan arteria

    renalis yang terjadi akibat langsung dari efek katekolamine atau

    penekanan tumor yang berakibat pula meningkatnya kadar angiotensin II

    dan aldosteron yang akan memberikan pengaruh terhadap hipertensi

    yang terjadi.

    Perubahan EKG dapat terjadi akibat iskemia berupa ST-T changes atau

    aritmia, yang dapat terjadi sementara disaat adanya serangan, sedangkan

    perubahan permanen terjadi sebagai akibat hipertensi menetap.

    Pemeriksaan laboratorium

    Katekolamine plasma dan urine maupun hasil metabolismenya kadarnya

    hampir selalu (90% kasus) meningkat terutama pada kasus kasus dengan

    tekanan darah tinggi menetap akibat feokromositoma.

  • Pemeriksaan laboratorium yang dikerjakan adalah pemeriksaan

    katekolamin urin atau metabolitnya terutama metanefrin dan Vanilyl

    Mandelic Acid (VMA).

    Ekskresi metanefrin urin diatas 1,8mg/hari dapat diduga sebagai

    feokromositoma (normal 1mg/hari). Kadar VMA urine kurang spesifik,

    kadarnya dipengaruhi oleh obat-obat anti hipertensi, kopi, teh, vanilla.

    Pada penderita feokromositoma diharapkan meningkat (normal 2-

    8mg/hari). Oleh karena alasan diatas kadar VMA normal tidak

    menyingkirkan diagnosis feokromositoma.

    Pengukuran kadar plasma katekolamin sering dikerjakan untuk konfirmasi

    diagnosis, kadar plasma katekolamin istirahat diatas 2000 pg/ml dapat

    memastikan diagnosis feokromositoma, sedangkan kadar plasma

    katekolamin diatas 950 pg/ml sangat mungkin diduga feokromositoma

    (normal kurang dari 500 pg/ml). Clonidine Suppresion Test dapat

    dikerjakan jika kadar katekolamin plasma meningkat tapi tidak diagnostik

    (1000-2000 pg/ml) sedangkan penderita dengan kadar katekolamin

    plasma dibawah 1000 pg/ml sebaiknya dilakukan glukagon stimulation

    test. Pada Clonidine Suppresion Test. Clonidine adalah antagonis

    imidasol reseptor (centrally acting imidazole receptor agonist), indikasinya

    adalah kalau kadar katekolamine antara 1000 dan 2000 pg/ml.

  • 3 jam setelah pemberian 0,3mg clonidine peroral pada penderita

    hipertensi tanpa feokromositoma akan terjadi penekanan kadar plasma

    katekolamin lebih dari 50% sehingga kadarnya kurang dari 500 pg/ml.

    Sedangkan penderita dengan feokromositoma kadar plasma katekolamin

    diatas 500 pg/ml, hal ini disebabkan oleh karena terjadi pengeluaran

    katekolamine dari tempat penyimpanannya (cathecolamine storage)

    secara autonom. Pada saat itu mungkin terjadi peningkatan tekanan

    darah untuk itu hendaknya diantisipasi dengan mengentikan bloker

    sebelum test dilakukan.

    Glucagon Stimulation Test. Glukagon memprovokasi sekresi katekolamin,

    Indikasinya kalau pada kecurigaan feokromositoma kadar katekolamin

    dibawah 1000 pg/dl dan tekanan darah < 160/100 mmHg. Cara :

    menyuntikkan glukagon 1 mg secara intravena, akan terjadi peningkatan

    katekolamin plasma paling sedikit 3 kali nilai sebelum test atau kadarnya

    diatas 2000 pg/ml dalam 1-3 menit setelah penyuntikan memastikan

    diagnosis feokromositoma.

    Beberapa data laboratorium yang dapat dijumpai pula pada kasus kasus

    feokromositoma adalah : fasting hyperglicaemia (2/3 dari kasus hipertensi

    menetap), glycosuria, impaired glucose tolerance, BMR, FFA, hypercholesterolemia, anemia or polycytaemia ,

  • hyperreninemia hiperaldosteronism, hypokalemia, serum glucagon, hypercalsemia, hypoinsulinemia (jarang hyperinsulinemia disertai

    hypoglicaemia), hyperamylasaemia dan lactic acidosis, selanjutnya lihat

    tabel 4 berikut ini.

    Tabel 4. Gambaran laboratorium yang mungkin dijumpai pada

    feokromositoma

    Peningkatan kadar GD puasa (fasting hiperglicaemia) Glycosuria Gangguan toleransi glukose (impaired glucose tolerance) Increase BMR Increase FFA Hipercholesterolemia

    Anemia or polycythemia Volume darah total atau plasma menurun (decrease of total blood volume or plasma)

    Increase blood urea Hiper reninemia hiperaldosteronemia Hipokalemia Increase serum glucagon Hipercalcaemia

  • Hypoinsulinemia Hyperamilasemia Lactic acidosis Increase PTH like substances

    PENGOBATAN

    Penanganan feokromositoma sangat sulit, membutuhkan pengalamanan

    dan ketelitian. Tindakan operasi adalah tindakan pilihan, kalau mungkin

    dilaksanakan, diperlukan persiapan persiapan yang optimal sebelum

    tindakan operasi dikerjakan. Untuk kasus yang inoperable, diusahakan

    pengobatan konservatif.

    Tatalaksana (evaluasi dan managemen) preoperatif

    Beberapa keadaan seperti krisis hipertensi, hipertensi maligna, komplikasi

    kardiovaskuler akut, komplikasi abdomen akut (akibat perdarahan akut

    tumor feokromositoma) dapat terjadi dalam perawatannya hal ini

    memerlukan tindakan segera baik medikamentosa maupun pembedahan.

  • Diabetes insipidus

    Diabetes insipidus (DI) adalah kelainan akibat defisiensi kerja ADH (antidiuretic

    hormone) dan ditandai dengan keluarnya

    urin sangat banyak yang tidak mengalami

    pemekatan.

    Klasifikasi berdasar patogenesis dibagi 2: a. DI sentral / neurogenik

    b. DI nefrogenik

  • DI neurogenik/sentral

    DIS disebabkan oleh kegagalan penglepasan ADH yang secara fisiologis dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan.

    Kelainan ini terjadi akibat kerusakan nukleus supraoptik, paraventrikular dan filiformis hipotalamus yang mensintesis ADH. Selain itu, juga disebabkan gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisealis dan akson hipofisis posterior dimana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.

  • Sebab-sebab DI neurogenik Hipofisektomi partial atau komplit

    Pembedahan untuk mengangkat tumor suprasellar

    Idiopatik

    Familial

    Tumor dan kista (intra dan suprasellar)

    Histiositosis

    Granuloma

    Infeksi

    Interupsi aliran darah

    Autoimun

  • DI nefrogenik

    DIN secara fisiologis disebabkan oleh:

    - kegagalan pembentukan dan

    pemeliharaan gradient osmotik dalam

    medula renalis.

    - kegagalan utilisasi gradient pada

    keadaan dimana ADH berada dalam

    jumlah yang cukup dan berfungsi normal.

  • Sebab-sebab DI nefrogenik Penyakit ginjal kronis

    Hipokalemia

    Starvasi protein

    Hiperkalsemia

    Anemia sel sabit

    Sindroma Sjgren

    Obat: litium, fluorida, anestesi dengan metoksifluran, demeklosiklin, kolkisin

    Defek kongenital

    Familial

  • Gejala Klinis

    Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia.

    Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam dapat mencapai

    5-10 liter sehari.

    Berat jenis urin biasanya sangat rendah antara 1,001-1,005 atau 50-200

    mOsm/kgBB.

  • Diagnosis banding Prosedur Diabetes insipidus Polidipsia psikogenik

    Osmolalitas plasma dan urin

    Osmolaritas urin kurang dibandingkan plasma

    Urin dan plasma mengalami dilusi

    Tes dehidrasi / deprivasi air : bila osmolalitas serum < 295 mOsm/kg, tidak boleh diberikan cairan selama 12-18 jam

    Berat jenis urin < 1,005 atau 200 mOsm/l

    Peningkatan osmolalitas urin sampai di atas osmolalitas plasma

    Pengukuran vasopressin serum setelah terdapat kesimpulan tes dehidrasi

    Kadar vasopresin yang tinggi atau normal DI nefrogenik

    Uji vasopresin 5 unit subkutan

    Peningkatan osmolalitas urin > plasma (DI neurogenik) Kegagalan peningkatan osmolalitas urin (DI nefrogenik)

  • Penatalaksanaan Diabetes insipidus sentral: desmopresin atau

    DDVAP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin) asetat dosis 10 g 1-2 dosis dalam 24 jam.

    Diuretika thiazid, menyebabkan natriuresis sementara, deplesi ringan cairan ekstrasel dan penurunan glomerular filtration rate/ GFR. Bisa diberikan pada DIS dan DIN.

    Klorpropamid, meningkatkan efek ADH yang masih ada terhadap tubulus ginjal dan mungkin dapat meningkatkan penglepasan ADH dari hipofisis.

    Klofibrat, seperti klorpropamid, klofibrat juga meningkatkan penglepasan ADH endogen.

  • Defisiensi hormon pertumbuhan (= growth

    hormone)

    Secara etiopatogenesis, defisiensi GH terjadi akibat gangguan terhadap poros hipotalamus-

    hipofisis-GH-IGF 1. Defisiensi GH idiopatik

    terjadi akibat defisiensi GH Releasing Hormone

    (GHRH).

    Pada tumor hipofisis dan agenesis hipofisis tidak terdapat produksi GH.

    Defek/mutasi atau tidak adanya gen-gen tertentu dapat menyebabkan defisiensi GH.

  • Defisiensi GH kongenital

    Pasien biasanya pendek, gemuk, muka dan suara imatur, pematangan tulang terlambat, lipolisis berkurang, terdapat

    peningkatan kolesterol total/LDL dan hipoglikemia.

    Defisiensi GH didapat

    Biasanya keadaan ini bermula pada penghujung masa kanak-kanak atau pada masa pubertas, tersering akibat tumor pada hipotalamus-hipofisis, sehingga sering disertai defisiensi hormon-hormon tropik lainnya (gonadotropin, TSH), bahkan dapat disertai defisiensi hormon hipofisis posterior.

    Tumor tersebut antara lain: kraniofaringioma, germinoma, glioma, histiositoma.

    Irradiasi kronis terhadap hipotalamus-hipofisis dapat menyebabkan defisiensi GH.

  • Diagnosis defisiensi GH

    Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan

    laboratorium.

    Prinsip diagnosis laboratorium: kurangnya respon sekresi GH terhadap stimulus

    provokatif (latihan jasmani, insulin), serta

    rendahnya kadar IGF-1 dan IGFBP-3.

  • Pengobatan & Monitoring

    Suntikan GH rekombinan satu kali dalam seminggu.

    Untuk menilai keberhasilan terapi perlu dilakukan monitoring terhadap kecepatan

    pertumbuhan, umur tulang, IGF-1, IGFBP-

    3 dan alkali fosfatase.