29
d sharing accessible health and care SHARE c t o r EDISI I 2015 l

d ctor SHARE1$K8FRW$.pdf · pedalaman Papua dengan pesawat perintis yang kami namakan Flying Doctor. Kami bersemangat menyongsong program-program doctorSHARE 2015 dengan harapan akan

Embed Size (px)

Citation preview

d sharing accessible health and care

SHAREc t o r

EDISI I 2015l

Tahun baru, semangat baru, inovasi baru. Kata-kata ini tepat menggambarkan antusiasme para anggota doctorSHARE dalam menyambut program-

program pelayanan medis 2015. Tentu tidak ada yang dapat menggantikan pelajaran dan kenangan sepanjang pelayanan medis 2014.

Riau, Lombok Barat, Sulawesi Selatan, Papua Barat, Maluku Tenggara, dan Jambi adalah sekelumit perjalanan medis yang dilakukan doctorSHARE melalui misi Rumah Sakit Apung setahun silam. Ratusan bedah mayor dan bedah minor terlaksana di atas samudera, belum termasuk pengobatan umum, penyuluhan kesehatan, pemeriksaan kandungan, operasi katarak, dan pendampingan gizi.

Maraknya bencana alam yang terjadi sepanjang tahun juga memacu doctorSHARE menjangkau para korban yang belum tersentuh layanan medis. Pasalnya, penyakit adalah sesuatu yang tidak dapat dihindarkan selama dan sesudah terjadinya bencana. Letusan Gunung Sinabung dan Gunung Kelud serta banjir parah di Kabupaten Bandung adalah tiga kasus bencana yang menonjol. Di ketiga area bencana inilah doctorSHARE hadir memberikan pelayanan medis dengan metode blusukan.

Secara statistik, sepanjang 2014 doctorSHARE telah melakukan 120 tindakan bedah mayor, 303 tindakan bedah minor, 11.627 pasien pengobatan, dan 2.673 audiens penyuluhan. Namun keberhasilan pelayanan medis doctorSHARE tidak semata-mata diukur dari kuantitas. Kualitas menjadi yang utama. Kepuasan melihat para pasien sembuh dan dapat kembali pada kehidupan bermasyarakatnya jauh melebihi rasa lelah akibat ritme pelayanan medis yang seringkali dilakukan secara maraton.

Karya RSA dr. Lie Dharmawan di Jambi menjadi pamungkas pelayanan medis doctorSHARE untuk tahun 2014. Pelayanan medis bagi korban banjir di Kabupaten Bandung merupakan yang perdana untuk 2015, diiringi oleh aneka penyuluhan kesehatan dan

pengobatan umum.

Persis dua tahun setelah pelayanan medis perdana RSA dr. Lie Dharmawan, doctorSHARE akan melaksanakan sebuah misi Tetralogi Pelayanan Medis doctorSHARE 16 Maret 2015: “Membangun Indonesia Sehat Dari Periferi”. Misi pelayanan medis tetralogi ini sekaligus sejalan dengan salah satu program pemerintah yaitu membangun Indonesia dari daerah pinggiran.

Dalam tetralogi ini, doctorSHARE akan melangsungkan pelayanan medis secara serempak di empat lokasi yang berbeda yaitu pelayanan medis dengan RSA dr. Lie Dharmawan di Kutai, Kalimantan Timur; pelayanan medis RSA kedua di Nias, Sumatera Utara; pelayanan medis di Pulau Kei, Maluku Tenggara; dan pelayanan medis dengan Flying Doctors di Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua.

Secara otomatis pada tetralogi inilah Rumah Sakit Apung kedua diluncurkan untuk pertama kalinya, juga program Flying Doctors untuk menjangkau masyarakat pelosok Papua dengan pesawat terbang perintis. Flying Doctors adalah bentuk inovasi doctorSHARE yang terwujud karena kesadaran bahwa banyak masyarakat pedalaman yang wilayahnya hanya terjangkau melalui jalur udara seperti halnya Papua.

Pada tahun ini pula doctorSHARE akan mengembangkan inovasi lainnya yaitu telemedicine atau pelayanan kesehatan jarak jauh. doctorSHARE sadar bahwa salah satu masalah utama layanan kesehatan di Indonesia adalah tidak meratanya distribusi tenaga medis. Pemanfataan teknologi komunikasi membuka peluang untuk meminimalisasi kendala krusial ini. Dalam buletin ini, kami pun menyajikan hal-hal menarik yang menjadi alasan doctorSHARE mengembangkan telemedicine.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari seluruh program yang akan dilakukan adalah bahwa doctorSHARE terus mengembangkan ciri khas pelayanan medis “menjemput bola”.

doctorSHARE selalu berupaya memantau seraya memberi warga edukasi dengan harapan berdampak dalam jangka panjang. Ini sesuai dengan visi yang tak bosan kami dengungkan: menyelamatkan nyawa dan meringankan penderitaan orang yang terjebak krisis sehingga mereka mampu membangun kembali kehidupan bermasyarakatnya.

Di sisi lain, doctorSHARE juga sadar bahwa hal mendasar yang jauh lebih sulit daripada sekadar menyembuhkan orang adalah perubahan pola pikir. Pola pikir sangat dipengaruhi oleh budaya. Cara seseorang menjaga kesehatan atau meresponi penyakitnya tak sebatas perkara medis. Ia banyak ditentukan oleh budaya setempat yang terkadang tak selaras dengan aturan medis. Oleh karenanya, tiap tenaga medis seharusnya memiliki kompetensi komunikasi antar budaya yang memadai.

Pertanyaanya adalah apakah tenaga medis harus serta merta menabrak

seluruh aturan adat demi

mengedepankan kesehatan, atau justru harus berkompromi? Buletin ini menyajikan berbagai pemikiran untuk mencoba menjawab persoalan ini, dari sudut pandang ahli maupun pengalaman langsung dari lapangan seperti yang dipaparkan oleh dr. Peggy Loman dan dr. Lie Dharmawan.

Buletin kali ini pun menyuguhkan kisah menarik dari para relawan doctorSHARE dan dampak-dampak secara pribadi yang mereka rasakan setelahnya.

Pada akhirnya, tak perlu disangsikan lagi bahwa upaya menuju Indonesia Sehat tak hanya jadi tanggung jawab pemerintah. Masih banyak tugas menanti, terlebih dengan target Millenium Development Goals (MDGs) yang tinggal hitungan hari. Masalah hanya dapat ditangani melalui sinergi harmonis antara masyarakat, swasta, dan pemerintah. Tahun 2015 pun menjadi momentum bagi doctorSHARE dan bagi kita semua untuk terus berinovasi membangun periferi dengan hati.

Selamat membaca dan teruslah berkreasi g

6 7

Membangun Indonesia Sehat Dari Periferi

editorial

catatan

Pada 21 November 2014 yang lalu, kita telah merayakan HUT ke-5 doctorSHARE yang sekaligus menjadi ajang

pengumpulan dana untuk membiayai program-program doctorSHARE ke depan. Dalam buletin edisi sebelumnya (Edisi 3/2014), kita telah memaparkan sejarah berdirinya doctorSHARE, serta program-program yang telah dan sedang dikerjakan oleh doctorSHARE.

Kebutuhan masyarakat terpencil untuk memperoleh pelayanan medis sangat besar. Di samping kendala finansial, transportasi merupakan masalah serius yang solusinya harus kita cari. Dari pengalaman bertahun-tahun memberikan pelayanan medis bagi saudara-saudara yang membutuhkan, kita telah belajar untuk memecahkan sebagian kesulitan yang mereka hadapi.

Pengalaman melayani di pesisir timur Pulau Sumatera, pesisir barat Pulau Kalimantan ataupun Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa walaupun transportasi bermasalah, namun fasilitas jalan dan alat angkut masih tersedia (walaupun sederhana). Ada pasien datang dari pelosok berkendara dengan sepeda motor selama belasan jam untuk mendapatkan pertolongan yang doctorSHARE berikan.

Lain pula pengalaman di pulau-pulau kecil seperti Belitung, Lombok, Pulau Kei. Karena pulau ini kecil-kecil, jarak tempuh juga lebih singkat. Khusus Pulau Kei Besar, masyarakatnya tinggal di daerah pesisir sehingga alat transportasi yang terbaik adalah dengan menggunakan perahu/sampan.

Pelajaran yang kami peroleh dari pelayanan di pesisir dan pulau-pulau kecil di Papua Barat menunjukkan bahwa bagi mereka yang tinggal di pedalaman dan pegunungan, transportasi merupakan persoalan besar yang mereka hadapi. Tak sedikit di antara mereka yang datang dengan berjalan kaki selama berjam-jam untuk mendapatkan pertolongan medis yang doctorSHARE berikan. Kemiskinan yang mereka hadapi bukan hanya rendahnya penghasilan (kalau mereka punya penghasilan) tapi juga ketiadaan akses untuk mendapatkan layanan medis yang memadai. Kita tidak bisa menunggu pemerintah selesai membangun jalan. Kita adalah mitra pemerintah. Persoalan yang dihadapi harus kita carikan jalan keluarnya bersama-sama.

Kita tidak bisa menunggu karena penyakit tidak bisa menunggu. Setahun ada 130.500 balita kita (berarti sehari 362 orang meninggal). Bandingkan dengan tulisan Lisa Suroso, SE – co-founder doctorSHARE dalam buletin edisi sebelumnya (Edisi 3/2014) yang mengutip data World Bank. Tingkat kematian balita Indonesia pada tahun 2013 mencapai 29/1.000 per tingkat kelahiran. Cerita memilukan juga dikisahkan dari pengalaman pribadi dr. Paulus Lukman dalam buletin edisi sebelumnya (Edisi 3/2014) ketika menjalani PTT di Halmahera Utara. Ada pasien yang notabene masih muda harus meninggal karena kendala transportasi dan uang. Persoalan spesifik yang dihadapi masyarakat pedalaman di Papua yang begitu luas adalah transportasi. Untuk melakukan teknik jemput bola (ciri khas doctorSHARE) harus ada pesawat terbang. Namun doctorSHARE belum mampu.

dr. Lie A. Dharmawan, Ph.D, FICS, Sp.B, Sp.BTKVFounder of doctorSHARE

8 9

Untunglah ada beberapa pilot dari sebuah perusahaan penerbangan charter pribadi yang menawarkan jasa menyisihkan sebagian daya angkut mereka untuk dikontribusikan kepada pelayanan doctorSHARE di pedalaman Papua. Tahun ini, kami akan mulai menjangkau saudara kita yang hidup di pegunungan dan pedalaman Papua.

Walaupun dana yang dibutuhkan tidak sedikit, kami yakin dengan semangat gotong royong kita akan berhasil mengatasinya g

“Melalui doctorSHARE kami berharap dapat membangun

manusia-manusia menjadi lebih efektif serta keluar dari

keterperangkapannya”

Kemiskinan yang mereka hadapi bukan hanya rendahnya

penghasilan (kalau mereka punya penghasilan) tapi juga ketiadaan

akses

Foto: Eka Natanael

catatan

10 11

dr. Luyanti, MARSGeneral Secretary of doctorSHARE

Pada tahun 2014, kegiatan dan jumlah layanan yang diberikan doctorSHARE kepada masyarakat Indonesia meningkat lebih dari 100%

dibanding tahun 2013. Dalam kegiatan selama 113 hari di lapangan, sebanyak 120 tindakan bedah mayor, 303 tindakan bedah minor, 11.627 pasien pengobatan, dan 2.673 audiens penyuluhan.

Tahun 2015, kami bersemangat mengembangkan misi pemberdayaan masyarakat. Kami akan membuka cabang di Pulau Kei Besar, Maluku Tenggara agar kegiatan doctorSHARE di Indonesia Timur lebih efektif dalam hal pemberdayaan masyarakat. Selain itu, pendirian cabang juga akan mempermudah pelaksanaan kegiatan dan menghemat bahan bakar kapal.

Selain itu, kami akan bekerjasama dengan pilot-pilot di Papua, melayani masyarakat pedalaman Papua dengan pesawat perintis yang kami namakan Flying Doctor.

Kami bersemangat menyongsong program-program doctorSHARE 2015 dengan harapan akan makin banyak masyarakat Indonesia di pelosok negeri ini yang dapat memperoleh akses pelayanan kesehatan. Tentu ini akan menjadi pekerjaan besar bagi kita semua yang juga berarti semakin banyak relawan dan anggota yang dibutuhkan doctorSHARE.

Mari kita bersama singsingkan lengan untuk Indonesia yang lebih baik.

Indonesia is in my heart! g

Kami bersemangat menyongsong

program-program doctorSHARE 2015

dengan harapan akan makin

banyak masyarakat Indonesia di pelosok

negeri ini yang dapat memperoleh

akses pelayanan kesehatan.

1

2

3

4

5

6

27

34

27

33

47

113

281

2009

2010

2011

2012

2013

2014

10

16

3

0

60

120

209

24

9

31

30

162

303

559

13.162

9.284

18.406

5.879

5.323

11.627

63.083

-

111

172

288

1.348

2.673

4.592

No. Lama Tahun Bedah Bedah Pengobatan Penyuluhan Hari Mayor Minor Umum

Rekapitulasi Jumlah Pasien yang Dilayani doctorSHARE2009-2014

12 13

The Indonesian archipelago consists of more than 17.000 islands. Many of these islands are inhabited. The distance from Banda Aceh to Papua is

more than 4000 km.

As a Dutchman with a medical background, I am very used to an excellent availability of healthcare in The Netherlands. In general, most of our country has an excellent coverage of general p r a c t i t i o n e r s /family doctors, hospitals and a m b u l a n c e services. Most Dutch would be able to reach medical

assistance, be it a hospital or a general practitioner, within 15 minutes. When I reached Indonesia 1,5 years ago I already knew that this was not the case here. Despite that, I was impressed by the size of the country and also surprised by the fact that there are still many areas which can be described as inaccessible or, to say the least, difficult to access. This leads to enormous challenges for the government and healthcare providers, to try and provide people in the more remote areas with healthcare services.

The number of islands and the huge distances made me realize that a hospital-ship or floating clinic would be a good solution for the Indonesian archipelago. I soon discovered that a few Dutch companies had been trying to sell a hospital ship to the Indonesian government in the past, but that

Essential Role inReaching Out The Unreachable

Rob Olie

Rob Olie is Managing Partner OC Asia/Business Development Director CEFT Internationaland doctorSHARE’s partner

had not succeeded. I was looking into opportunities to set up a smaller operation, when all of a sudden I saw dr. Lie on television.

I was amazed to see the will and the drive of this surgeon to make a difference. It was not difficult to make an appointment, and soon after that I was fortunate to be able to visit the team while they were working in North Jakarta.

A highly motivated team of doctors, doing the utmost for their patients. The moment I met with dr. Lie, his kindness and professional drive struck me. He gave me a tour on the smallest floating hospital in this part of the world, possibly of the entire world. The ship is small in size, but very impressive!

In the mean time doctorSHARE has been expanding. another ship will be active

soon and the team is travelling all over the archipelago to remote areas and disaster areas providing healthcare and nutritional support to those in need. For the not too distant future I see many opportunities for doctorSHARE such as a river hospital, which is an idea that we have been looking in to for a while.

Since the middle class is increasing rapidly in Indonesian society, there is a risk that healthcare will remain unreachable or unaffordable for the underprivileged, despite BPJS etc. Therefore doctorSHARE plays an essential role in reaching out to the underprivileged and helping improve their healthcare.

As an organization, doctorSHARE deserves all our support. Hopefully also the Indonesian government will find ways to strongly support this beautiful organization g

14

D alam tayangan Kick Andy bulan Maret 2014, saya berkata bahwa kita harus bersyukur. Jika India mau membuat jalan tol 20

kilometer per hari, Indonesia sudah punya jalan tol yang menghubungkan 17.000 pulau. Inilah laut yang menghubungkan pulau-pulau kita. Laut bukan penghalang tapi justru sahabat. Kita harus mengubah cara pikir agar apa yang dianggap sebagai penghalang bisa menjadi sahabat.

Nyatanya, Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Satu pulau dengan pulau lainnya dihubungkan (bukan dipisahkan) oleh laut. Justru di situlah letak kesempatan bagi kita untuk berkarya, khususnya dalam pelayanan medis.

Memang tidak mungkin kita mendirikan sebuah rumah sakit atau pusat pelayanan medis di tiap gugusan pulau. Itu sebabnya kami memikirkan langkah untuk meng-cover beberapa gugusan pulau sekaligus dan satu-satunya cara adalah melalui Rumah Sakit Apung yang sudah kami jalankan sejak tahun 2013.

Alur pemikiran kami kebetulan cocok dengan sembilan butir program yang dijalankan oleh Jokowi dan Jusuf Kalla. Nawacita butir ketiga mengatakan pembangunan Indonesia dimulai dari pinggiran.

Selama ini, gap atau kesenjangan antara Indonesia Barat dan Timur sudah luar biasa besar. Sentra-sentra perdagangan, industri, dan sebagainya terpusat di Jakarta. 80% kekayaan dan perdagangan Indonesia berada di Pulau Jawa. 20% sisanya lebih banyak terbagi di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi daripada Kepulauan Maluku dan Papua.

Di negara lain, pusat pemerintah berbeda dengan pusat ekonomi, berbeda pula dengan pusat kebudayaan. Amerika Serikat, contohnya. Pusat pemerintahan ada di Washington D.C., pusat keuangan di New York, pusat industri film di Hollywood, industri mobil di Detroit, industri informasi teknologi di Silicon Valley, dan

seterusnya. Perguruan tinggi tersebar di pantai timur dan pantai barat mulai dari MIT, Harvard, New York University, Barkeley, Stanford, San Fransisco University, dan sebagainya.

Di Indonesia, pusat perdagangan, pusat industri, pusat pemerintahan, pusat keuangan, perguruan tinggi, hingga pelabuhan terbesar semua ada di Jakarta. Ibukota pun menjadi amat sesak. Ini harus diuraikan.

Cara yang paling tepat untuk menguraikan kondisi ini adalah membangun Indonesia dari daerah periferi.

Sejak awal, doctorSHARE telah memulai pelayanan medis di daerah periferi. Walaupun jumlahnya kecil, yang kami lakukan bukan kecil-kecilan. Secara kuantitatif, yang kami lakukan masih kecil tetapi tidak demikian secara kualitatif. Selama dua tahun, doctorSHARE telah memiliki pengalaman dengan Rumah Sakit Apung (RSA) yang pertama dan pada tahun ini kami pun akan menambah sebuah RSA lainnya.

Sebagai bentuk pengembangan inovasi dari pembangunan daerah periferi, pada tahun ini doctorSHARE juga meluncurkan program baru yaitu Flying Doctors untuk melayani masyarakat pedalaman Papua.

Selama menjalankan pelayanan medis dengan RSA di pesisir Sumatera hingga Kalimantan, doctorSHARE banyak menjumpai adanya pasien yang datang dari pedalaman dengan menggunakan sepeda motor selama lebih dari 10 jam. Meski jauh, paling tidak mereka dapat menghampiri tim.

Ketika doctorSHARE ke Belitung atau Lombok, mereka pun mampu menggapai tim dengan lebih mudah menggunakan sepeda motor. Di Pulau Kei Besar, Maluku Tenggara, hampir seluruh masyarakatnya tinggal di pesisir sehingga tim dapat menjangkau mereka dengan RSA. Mereka dapat menggunakan sarana transportasi berupa perahu.

Bagaimana dengan Papua?

Membangun Indonesia dari Periferi dr. Lie A. Dharmawan, Ph.D, FICS, Sp.B, Sp.BTKV

Papua adalah pulau yang besar. Infrastruktur dalam bentuk jalan yang dapat dilalui kendaraan pun belum ada sehingga warga harus berjalan kaki selama berjam-jam. Kondisi inilah yang mendorong doctorSHARE terbang ke daerah-daerah terpencil di pedalaman Papua dengan menggunakan pesawat-pesawat kecil untuk memberikan pelayanan medis.

doctorSHARE melihat adanya gap antara masyarakat yang tinggal di pesisir dengan mereka yang tinggal di pegunungan. Ketika masyarakat pesisir masih memiliki kesempatan untuk menjangkau RSA (meski sulit), masyarakat pedalaman tidak memiliki peluang yang sama. Flying Doctors dapat menjadi solusi agar masyarakat pedalaman memiliki kesempatan yang sama untuk mendapat pelayanan medis.

Rumah Sakit Apung (Floating Hospital) dan Flying Doctors mencerminkan ciri khas pelayanan doctorSHARE yaitu menjemput bola.

Dua tahun silam yaitu 16 Maret 2013,

doctorSHARE telah meluncurkan RSA dr. Lie Dharmawan. Senin, 16 Maret 2015, doctorSHARE akan menginaugurasikan RSA dr. Lie Dharmawan, Rumah Sakit Apung kedua, Flying Doctors dan pelayanan medis di Pulau Kei, Maluku Tenggara secara serempak dalam ”Tetralogi Pelayanan Medis doctorSHARE”.

Ini adalah sumbangsih nyata doctorSHARE dalam usaha membangun bangsa dan negara. Tidak boleh ada dikotomi antara pemerintah atau swasta, pemda atau doctorSHARE. Ini adalah persoalan bersama yang harus kita hadapi bersama.

doctorSHARE akan terus mengembangkan inovasi sesuai visi yaitu menyelamatkan nyawa dan meringankan penderitaan orang yang terjebak dalam krisis, sehingga mereka bisa memulihkan kemampuan untuk membangun kembali kehidupan bermasyarakat g

dr. Lie A. Dharmawan, Ph.D, FICS, Sp.B, Sp.BTKV adalah pendiri doctorSHARE.)

15

Kunjungan awal tim doctorSHARE ke desa Sugapa,

Papua untuk program Flying

Doctors

Maret 2013 hari ke-16 merupakan hari bersejarah bagi doctorSHARE sekaligus bagi Indonesia. Pada hari

itulah doctorSHARE melakukan terobosan dengan melangsungkan trilogi pelayanan medis perdana dengan menggunakan sebuah Rumah Sakit Apung yang diberi nama RSA dr. Lie Dharmawan. Rumah Sakit Apung ini menjadi rumah sakit apung pertama milik swasta sekaligus merupakan yang terkecil di dunia.

Lokasi yang dituju dalam trilogi perdana adalah Pulau Panggang di Kepulauan Seribu, Belitung Timur, dan Ketapang di Kalimantan Barat. Selama dua tahun berikutnya, RSA dr. Lie Dharmawan melanglang buana ke berbagai pelosok negeri memberikan layanan medis bagi mereka yang tidak memiliki akses kesehatan karena alasan finansial maupun geografis.

Puluhan pasien berhasil dioperasi di atas samudera. Sepanjang tahun 2013, doctorSHARE melalui RSA dr. Lie Dharmawan berhasil melaksanakan 60 bedah mayor, 117 bedah minor, 1.630 pengobatan umum, dan penyuluhan kesehatan terhadap 1.048 warga. Tahun 2014, jumlah ini meningkat dengan 120 bedah mayor, 221 bedah minor, 6.885 pengobatan umum, dan penyuluhan kesehatan terhadap 1.048 warga.

Jumlah ini belum termasuk pelayanan medis lainnya seperti pelayanan medis bagi korban bencana alam, penyuluhan kesehatan, pengobatan umum bekerjasama dengan Care Channels Indonesia, dan inovasi lainnya seperti bentor (becak motor). Semua dilakukan untuk menjangkau mereka yang

tidak memiliki akses agar kondisinya pulih dan akhirnya dapat membangun kembali kehidupan bermasyarakatnya.

Memasuki 2015, doctorSHARE kembali mengusung berbagai inovasi pelayanan medis melalui berbagai program seperti rencana pembuatan kebun fitofarmaka dan pelatihan bidan tradisional di Pulau Kei, Maluku Tenggara dan telemedicine di Papua Barat. Selain itu, doctorSHARE akan mengoperasikan tambahan sebuah Rumah Sakit Apung dan Flying Doctors, pelayanan medis di pedalaman Papua dengan menggunakan pesawat perintis.

16 Maret 2015 atau persis dua tahun setelah pelayaran perdana RSA dr. Lie Dharmawan, doctorSHARE melangsungkan TETRALOGI Pelayanan Medis doctorSHARE 2015 secara serempak yaitu:

Pelayanan Medis RSA dr. Lie Dharmawan di Kutai, Kalimantan TimurPelayanan Medis RSA kedua di Nias, Sumatera UtaraPelayanan Medis di Pulau Kei, Maluku TenggaraPelayanan Medis dengan Flying Doctors di Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua

Tetralogi Pelayanan Medis doctorSHARE 16 Maret 2015 merupakan wujud nyata inovasi pelayanan medis doctorSHARE bagi warga periferi yang selama ini kesulitan mendapatkan akses kesehatan. Sepanjang 2015, doctorSHARE terus berkomitmen melaksanakan pelayanan medis bagi warga periferi di berbagai lokasi tanah air bekerjasama dengan berbagai pihak demi mewujudkan Indonesia Sehat g

Tetralogi dan Pelayanan MedisdoctorSHARE 2015

Jadwal Pelayanan Medis RSA dr. Lie DharmawanKutai, Kalimantan Timur Banjarmasin, Kalimantan Selatan Fak Fak, Papua Tambrauw, Papua Barat Yapen, Papua Sumenep, Madura Sumba, Nusa Tenggara Timur Sumbawa Atambua, Nusa Tenggara Timur

Jadwal Pelayanan Medis RSA KeduaNias, Sumatera Utara Mentawai, Sumatera Barat Padang, Sumatera Barat Jambi Belitung Sambas, Kalimantan Barat Saumlaki, Maluku Tenggara Barat Kei dan Tual, Maluku Tenggara Merauke, Papua

Rencana Jadwal Pelayanan Medis doctorSHARE 2015dengan RSA dr. Lie Dharmawan

“Si Bahenol” dan RSA kedua “Si Ganteng“

16 Maret - 20 Maret 201525 Maret - 29 Maret 201514 April - 21 April 201527 April - 04 Mei 201511 Mei -18 Mei 20153 September - 07 September 201515 September - 20 September 201501 Oktober - 05 Oktober 201515 Oktober - 20 Oktober 2015

16 Maret - 22 Maret 201525 Maret - 29 Maret 201501 April - 06 April 201512 April - 17 April 201523 April - 30 April 201511 Mei - 18 Mei 201501 September - 07 September 201515 September - 26 September 201506 Oktober - 13 Oktober 2015

16 17

a

a

a

a

18 19

Budaya Dalam Pelayanan Kesehatan

Dalam setiap pelayanan medis yang doctorSHARE lakukan, persentuhan dengan budaya setempat menjadi hal yang tidak

dapat dihindarkan. Budaya masyarakat di masing-masing daerah melahirkan pola pikir, kebiasaan, bahasa, dan perilaku yang khas. Beda budaya, beda pula cara pandang mereka terhadap kesehatan. Pendekatan komunikasi yang perlu dilakukan oleh pelayan medis pun jadi berbeda.

“Ada kelompok masyarakat yang dapat kami jelaskan dengan cara halus, adapula yang harus kami terangkan dengan berteriak,” ucap Wakil Sekretaris Jenderal doctorSHARE, dr. Sianly. “Jika ada kelompok masyarakat yang tidak bisa bahasa Indonesia, biasanya kami gunakan penerjemah. Kelemahannya, terkadang penerjemah mengartikan lain sehingga kami perlu mengklarifikasi.”

Budaya Indonesia yang sangat beragam dari ujung barat hingga timur menuntut anggota doctorSHARE memiliki kompetensi komunikasi antar budaya sehingga kegiatan pelayanan kesehatan berlangsung lancar. Dalam buku Communication Between Cultures (2010), Larry A. Samovar, Richard E. Porter, Edwin R. McDaniel menulis bagaimana budaya

berpengaruh terhadap layanan kesehatan. Inilah intisarinya.

Komunikasi Pelayanan Kesehatan dalam Masyarakat dengan Budaya Beragam

Pelayanan kesehatan membutuhkan komunikasi efektif di antara individu yang terlibat: pasien, dokter, tenaga medis yang lain, penerjemah, dan anggota keluarga. Jika komunikasi antara penyedia pelayanan kesehatan dan pasien tidak jelas, proses perawatan kesehatan akan bermasalah. Komunikasi dapat terhalang ketika pasien berasal dari latar belakang budaya berbeda.

Dalam situasi pelayanan kesehatan yang multikultural, penyedia layanan kesehatanlah yang bertanggung jawab untuk berkomunikasi dengan efektif dengan pasien dari latar belakang budaya berbeda. Pemahaman dasar mengenai hubungan antara pelayanan kesehatan, budaya, dan komunikasi merupakan prasyarat bagi semua orang yang terlibat dalam pelayanan kesehatan.

Sistem Kepercayaan Pelayanan Kesehatan Yang Beragam

Semua budaya memiliki kepercayaan mengenai

penyakit dan kesehatan dari generasi ke generasi. Budaya dan etnis menciptakan pola kepercayaan dan persepsi yang unik mengenai kesehatan dan penyakit. Pada gilirannya, pola ini memengaruhi bagaimana penyakit dikenali, apa penyebabnya, bagaimana hal tersebut diartikan, serta bagaimana dan kapan pelayanan kesehatan diperlukan.

Seorang peneliti bernama Andrews membagi sistem kepercayaan kesehatan dalam tiga kategori besar: supernatural/magis/religius, holistik, dan ilmiah/biomedis.

Tradisi pelayanan kesehatan berdasarkan kekuatan supernatural/magis/religius datang dari sistem kepercayaan di mana kekuatan supernatural-lah yang mendominasi. Pengikut tradisi ini memegang kepercayaan yang kuat mengenai keberadaan ilmu sihir, kekuatan magis, dan roh jahat. Penyakit dianggap sebagai intervensi aktif makhluk supernatural (berhala atau dewa-dewa), makhluk bukan manusia (hantu atau roh jahat), atau orang jahat (tukang sihir). Pengobatan dilaksanakan oleh dukun.

Tradisi pelayanan kesehatan holistik memandang bumi terdiri atas sistem seperti udara, tanaman, dan hewan yang saling bergantung dan berhubungan. Seorang pribadi juga terdiri atas fisik, mental, emosi, dan rohani yang saling bergantungan. Ketika satu bagian tidak bekerja dengan baik, akan mempengaruhi semua bagian tubuh orang tersebut. Ketika cemas, seseorang sakit kepala, sakit perut, dan sebagainya.

Pendekatan holistik beranggapan bahwa ada hukum alam yang mengatur segala sesuatu. Supaya sehat, seseorang harus hidup selaras dengan hukum alam. Pengobatan holistik ditemukan dalam praktik pengobatan Tiongkok misalnya obat-obatan Tiongkok yang berfungsi mengembalikan kesimbangan “yin“ dan “yang“. Metode tradisional pengobatan Tiongkok ini berusia ribuan tahun.

Sistem pelayanan kesehatan ilmiah/biomedis berfokus pada diagnosis objektif dan penjelasan ilmiah berdasarkan bukti seperti tes laboratorium untuk menguji keberadaan penyakit. Kebanyakan dokter dilatih dalam tradisi ini. Tradisi ini menekankan masalah

biologis untuk menemukan ketidaknormalan struktur fisik tubuh atau fungsi kimianya. Penyakit dipercaya datang ketika kondisi seseorang menyimpang dari kondisi yang seharusnya berdasarkan ilmu biomedis.

Pengobatan dalam pendekatan ini dilakukan dengan menghancurkan atau menghilangkan penyebab penyakit, mengobati bagian yang terinfeksi, atau mengontrol sistem tubuh yang terinfeksi. Antibiotik diresepkan untuk menghancurkan bakteri penyebab sakit dan obat anti virus diberikan untuk mengobati infeksi virus. Suplemen seperti vitamin dan mineral diresepkan untuk mengembalikan kondisi tubuh.

Perbedaan Budaya dalam Mencegah Penyakit

Beragamnya kepercayaan budaya menyangkut penyebab dan pengobatan penyakit mengarah pada sejumlah metode yang berhubungan dengan pencegahan penyakit. Banyak budaya yang menggunakan kombinasi dari pendekatan supernatural, holistik, dan ilmiah/biomedis untuk mencegah dan mengobati penyakit. Apa yang dipercaya seorang pasien dapat memiliki efek yang besar dalam proses perawatan.

Banyak budaya yang belum merasakan manfaat dari teknologi dan ekonomi yang sekarang umum dalam masyarakat Barat. Akibatnya, masyarakat bergantung pada perawatan kesehatan tradisional yang mungkin berbahaya. Kurangnya pengetahuan budaya dapat menghasilkan diagnosis yang salah. Pemahaman budaya membuat seorang dokter dapat membuat diagnosis yang akurat, memahami pola penyakit dalam berbagai kelompok, dan mengisolasi potensi penyakit kelompok tertentu.

Walaupun kini banyak pelatihan tentang kepekaan budaya dan komunikasi antar budaya, kompetensi komunikasi antar budaya bergantung dari ahli medis itu sendiri. Penyedia pelayanan kesehatan harus bertindak proaktif dan meningkatkan kepekaan terhadap peran budaya dalam pelayanan kesehatan. Pelayan kesehatan tidak hanya perlu mempelajari budaya orang lain, namun juga budayanya sendiri.

Amat Kamari, nenek 90 tahun yang berprofesi sebagai pemijat ibu hamil dan bayi di Desa Semawung, Purwerejo. Berbekal ajaran warisan orang tua, 5-10 pasien diterimanya setiap hari.

Dok:

Ked

aula

tan

Raky

at

20 21

Strategi Komunikasi Pelayanan Kesehatan

Terdapat beberapa strategi umum untuk mengatasi halangan dalam komunikasi antar budaya. Strategi tersebut adalah:

Kala Dokter Hadapi Budayadr. Peggy Loman

Budaya yang terbentuk dalam bidang kesehatan di Indonesia terutama menyangkut tenaga medis (dokter, perawat, bidan,

mantri, analis, apoteker, dan sebagainya) dan pasien (masyarakat). Tak dapat dipungkiri bahwa budaya sangat mempengaruhi status kesehatan suatu daerah bahkan bangsa.

Masyarakat Indonesia memiliki berbagai budaya yang secara tidak sadar membentuk kebiasaan, gaya hidup, keyakinan, atau cara pikir keliru mengenai kesehatan. Membuat sumur dan MCK berdekatan, flu sehari langsung minum antibiotik 2-3 kali, lalu berhenti, bayi baru lahir diberi pisang, makan mie instan dan ikan asin tiap hari, dan selalu minum minuman manis agar kuat dan berenergi.

Pola pikir lainnya adalah setelah operasi tidak boleh makan telur dan ikan, jika kena cacar air tidak boleh mandi, minum obat terus-menerus dapat merusak ginjal, makan sayur menyebabkan asam urat, vaksin atau imunisasi berbahaya bagi anak, tidak mau memakai KB karena dianggap melawan perintah agama/kepercayaan tertentu, tidak

mau cek ke dokter karena takut ketahuan penyakitnya. Masih banyak lagi salah paham lainnya yang perlu kita benahi dan luruskan.

Saya contohkan detail kasus yang sangat sering saya hadapi dalam praktik sehari-hari sebagai seorang dokter di sebuah laboratorium swasta. Banyak masyarakat lebih khawatir dirinya kena asam urat (gout) daripada darah tinggi (hipertensi) atau kencing manis (diabetes). Ibaratnya, mereka lebih takut terhadap tikus daripada harimau. Padahal, harimau jelas lebih mematikan daripada tikus.

Saat pasien menanyakan hasil check up-nya, pertanyaan yang sangat sering terlontar pertama kali adalah: “Asam urat saya bagaimana, Dok? Kaki saya sering pegal-pegal.”

Saat saya menyampaikan pada pasien bahwa hasil pemeriksaan kadar gula darahnya tinggi (terkena kencing manis sehingga harus minum obat rutin setiap hari seumur hidup atau bahkan disuntik insulin) kebanyakan terkejut atau tidak percaya. Tidak sedikit pasien yang menganggap remeh penyakitnya dan tidak mau minum obat.

Jangan memperlakukan pasien sama dengan perlakuan yang kita inginkan dari orang lain.

Mulailah berinteraksi dengan pasien yang lahir di budaya lain dengan lebih formal.

Ijinkan pasien untuk terbuka dan jujur.

Jangan abaikan pengaruh yang mungkin ditimbulkan oleh kepercayaan pada kekuatan supernatural terhadap kesehatan pasien.

Tanyakan langsung mengenai kepercayaan pasien terhadap obat-obatan tradisional.

a

a

a

a

a

Jangan pernah mencoba memaksakan perubahan atau menuntut pasien.

Berempatilah dalam menyampaikan pesan.

Kendalikan diri terhadap berita buruk.

Ikuti gaya komunikasi pasien.

Gunakan model LEARN (Listen/Dengarkan, Explain/Jelaskan, Acknowledge/Hargai, Recommend/Rekomendasikan, Negotiate/Negosiasikan).

a

a

a

a

a

Kompetensi budaya bukanlah obat mujarab yang akan meningkatkan kesehatan namun merupakan kemampuan penting bagi dokter yang ingin memberikan perawatan kesehatan berkualitas tinggi pada semua pasiennya. Pemahaman akan sistem medis, gaya komunikasi, dan kepercayaan pada budaya yang berbeda akan membantu penyedia

layanan kesehatan menyesuaikan diri terhadap harapan kesehatan dari orang-orang dengan latar belakang budaya berbeda. Inilah yang doctorSHARE terus coba lakukan g

Communication Between Cultures. 2010. Singapore: Cengage Learning Asia Pte, Ltd.

22 23

yang mengantri panjang. Seperti kejar setoran.

Seorang dokter tidak boleh pelit bicara. Ia harus dapat menjelaskan dengan bahasa sederhana dan bisa dimengerti pasien dengan benar dan akurat demi kepentingan pasien. Penting bagi seorang dokter untuk belajar memotivasi dan berkomunikasi yang baik sambil memperdalam ilmu kedokterannya sehingga terjalin kepercayaan kuat dan hubungan baik antara dengan pasien.

Apakah ini terlalu idealis? Tidak. Inilah realisasi dari s u m p a h d o k t e r yang pasti d i u c a p k a n semua dokter di dunia.

Edukasi sangat menentukan ke s e m b u h a n pasien, bukan hanya tingginya ilmu ataupun hebatnya obat yang diresepkan. Seorang pasien akan patuh dan disiplin menjalankan program pengobatan ataupun nasihat yang dianjurkan dokter apabila mengerti apa yang terjadi pada dirinya dan mengapa ia harus minum obat sesuai aturan. Kesadaran tersebut muncul dari dalam dirinya sendiri.

Kebahagiaan seorang dokter seharusnya adalah ketika pasiennya sembuh atau terhindar dari komplikasi yang seharusnya dapat dicegah, serta dalam jangka panjang memiliki tubuh sehat sehingga dapat hidup produktif. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Saya ingat perkataan seorang dosen, “Kalau mau kaya, jangan jadi dokter. Kalaupun kaya, itu bonus. Bukan tujuan.”

Saya rasa prinsip beliau patut kita adopsi.

Prinsip ini akan membuat kita tetap jujur dan tulus dalam mengabdi dan menjalankan tugas profesi sebagai tenaga medis dengan sepenuh hati. Ingatlah bahwa pasien adalah manusia atau makhluk hidup yang berharga, sama seperti dokter. Suatu saat, dokter pun dapat menjadi pasien. Perlakukan pasien seperti kita ingin diperlakukan.

Edukasi lainnya juga dapat dilakukan oleh tenaga medis lain, misalnya penyuluhan oleh bidan mengenai aturan minum obat yang benar oleh apoteker, cara perawatan luka oleh perawat, cara persiapan pasien pre-

analitik oleh analis, dan lain-lain.

Budaya lain yang juga perlu dibangun adalah menjadi teladan terhadap perkataan kita sendiri dengan memberi contoh hidup sehat. Sederhana saja, misalnya dengan tidak merokok, membuang sampah pada tempatnya,

mencuci tangan dengan benar, bero lahraga , makan makanan yang sehat dan bergizi, dan seterusnya. Kita akan menjadi inspirasi hidup sehat dan berkualitas bagi orang lain.

Budaya tak bisa dibangun dalam semalam. Butuh waktu, kebulatan tekad, konsistensi, dan kesiapan berhadapan dengan rintangan. Tetapi saya yakin jika kita bersama-sama mau membenahi budaya lama yang keliru dan membangun budaya baru yang benar, impian Indonesia baru yang lebih sehat dan sejahtera dapat terwujud. Let’s get stronger together g

dr. Peggy Loman adalah anggota doctorSHARE (2012 – sekarang) dan dokter praktik di

laboratorium dr. Tony, Banjarmasin.

Ketika saya mengukur tekanan darah pasien dan hasilnya sangat tinggi (hipertensi), yang terbaik adalah pasien harus rutin minum obat seumur hidup untuk menurunkan dan menjaga tekanan darahnya tetap stabil serta menghindari resiko komplikasi yang sangat mungkin terjadi. Tetapi eksekusi ini dirasa berat sehingga banyak pasien menolak.

Mereka menganggap obat yang diminum setiap hari akan membuat mereka “ketergantungan”, merusak ginjal ataupun membuat tekanan darah drop. Memang tidak mudah menerima informasi bahwa seumur hidupnya ia harus terus mengonsumsi obat. Pasti berat. Anggapan terburuk mereka adalah bahwa dokter sengaja memberi banyak obat agar mendapat untung dari perusahaan obat.

Kedua penyakit ini diam-diam mematikan dan jelas lebih berbahaya daripada asam urat. Tetapi sangat sering pada fase awal penyakit, pasien belum merasakan keluhan apa-apa sehingga tidak percaya kalau dirinya sakit. Setelah komplikasi mulai terjadi dan menimbulkan gejala, barulah pasien menyesal dan mau minum obat teratur. Padahal, seorang penderita hipertensi dan/ diabetes memiliki resiko terkena stroke dan serangan jantung empat kali lebih tinggi

daripada yang tidak.

Saya mendapati beberapa faktor yang membuat masyarakat memiliki pola pikir keliru seperti latar belakang pendidikan, kondisi sosial ekonomi dan budaya, kepercayaan turun-temurun, serta ketidakpercayaan kepada dokter maupun instansi kesehatan akibat banyaknya rumor buruk.

Persentuhan langsung dengan pasien dan masyarakat membuat tenaga medis memegang peran yang sangat penting untuk meluruskan anggapan dan gaya hidup yang salah, dengan terlebih dulu memahami budaya setempat. Selain itu, tenaga medis sendiri pun perlu membangun integritas dan budaya yang benar bagi dirinya sendiri dalam bekerja.

Setelah anamnesa, pemeriksaan fisik, mendapat hasil dari pemeriksaan penunjang dan akhirnya mendapatkan diagnosa penyakit pasien, tugas dokter yang sangat penting adalah EDUKASI. Bukan hanya menulis resep. Masyarakat sering mengeluhkan dokternya terburu-buru, tidak menjelaskan penyakit ataupun obat yang diberikan. Hanya tanya sedikit, tempel-tempel stetoskop, tulis resep, lalu selesai dan memanggil pasien berikutnya

Seorang dokter tidak boleh pelit bicara. Ia harus dapat menjelaskan dengan bahasa sederhana dan bisa dimengerti pasien dengan benar dan akurat demi kepentingan pasien.

24 25

(sangat) kuat, sang anak pun akan meninggal. Hanya bayi yang paling tahan yang akan survive.

Pertanyaannya, apakah masyarakat Timor mengerti bahwa ini adalah perjuangan alam atau survival of the fittest? Mereka mengatakan bahwa sesudah 30 hari, sang anak akan menjadi sangat kuat sehingga ia akan dipertontonkan ke hadapan masyarakat . Di sisi lain, kita tahu bahwa anak ini justru bertahan karena fisiknya sangat kuat. Anak yang kurang kuat akan meninggal.

Apakah kita dapat m e m b e r i penjelasan bahwa cara berpikir mereka keliru? Tidak ada cara selain masuk dalam cara berpikir mereka, lalu mengubah tindakan mereka dengan hal-hal yang kita anggap baik secara medis tanpa mengubah mindset mereka.

Saat itu, saya mengunyah sekapur sirih atau daun sirih yang diberi kapur lalu diberi pinang dan gambir, dilempit, lalu dikunyah. Saya melakukannya bersama masyarakat setempat hingga mereka pun menerima kami sebagai saudara. Kami pun masuk ke rumah panggang dan mengobrol. Saya lalu meminta ijin agar kami boleh memberikan makanan dan minuman yang kami bawa dari Jakarta kepada si ibu.

Sebelumnya, kami sudah memperhatikan lebih dulu kandungan elektrolit, vitamin, dan sumber energi pada makanan dan minuman tersebut. Rasanya juga enak. Hasilnya, makanan dan minuman tersebut dapat mengurangi dehidrasi dan meningkatkan produksi ASI. Orang tua sang anak pun sangat gembira. Mereka meminta saya memberikan nama pada anaknya. Mereka minta ijin agar boleh menamai anaknya dengan “Lie“ yang kemudian saya ijinkan. Terjadilah ikatan kekeluargaan. Mereka pun mengijinkan salah seorang di antara kami sering-sering datang ke rumah panggang membawakan makanan dan minuman bagi sang ibu dan anak.

Inilah cara bagaimana kami masuk dalam alam pikiran masyarakat tanpa mengubah kultur mereka namun tetap mampu memberi bantuan medis dengan pola pikir yang

benar. Sang anak mungkin akan setengah lemah dan setengah sehat namun apa yang kami lakukan dapat menjadikan anak ini lebih kuat sehingga mampu bertahan.

Lain ladang, lain belalang. Lain lubuk, lain ikannya. Setiap daerah memiliki budaya dan kepercayaannya sendiri. Lain di Timor, lain pula di Flores. Waktu datang ke Flores, kami dijamu dengan buli-buli besar berisi arak. Saya mendapat seekor ayam jantan putih yang kemudian disembelih dan dimakan. Mereka memberikannya sebagai bentuk penghormatan pada tamu. Kami pun minum arak dari buli-buli yang sama dengan mereka. Akhirnya, kami diterima sebagai keluarga besar mereka. Sebagai keluarga, kami diijinkan untuk melakukan pelayanan medis terhadap penduduk. Kami pun mendapat sambutan hangat. Lebih dari itu, mereka menerima saran medis yang kami berikan dan menjalankannya.

Ketika melakukan pelayanan medis, kita harus masuk dalam pola pikir mereka. Kita harus memahami kultur masyarakat, lalu berbaur dalam kehidupan mereka. Sebelum itu, tentu kita perlu meminta ijin pemerintah daerah setempat, kepala suku yang mengundang, atau orang yang dituakan di sana (yang kata-katanya dituruti). Dengan demikian, pelayanan yang kita lakukan menjadi lebih mudah g

Tujuan setiap organisasi non profit termasuk doctorSHARE adalah mengubah kehidupan seseorang, sekelompok orang, suku, kampung, atau komunitas

tertentu agar menjadi lebih baik. Untuk mengubah hidup seseorang menjadi lebih baik, doctorSHARE tidak memproduksi barang maupun aturan-aturan dalam bentuk Undang-Undang.

Cara yang dilakukan doctorSHARE adalah memberikan pelayanan medis. Memberikan bantuan medis adalah hal yang relatif sulit tapi yang jauh lebih sulit adalah mengubah kultur atau kebiasaan seseorang atau sekelompok orang. Butuh kesabaran dan waktu untuk melaksanakannya. Ketika doctorSHARE melangsungkan penyuluhan kesehatan mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, misalnya. Jangan mengira bahwa setelahnya warga akan langsung mengikuti cara-cara yang dipertontonkan dalam penyuluhan. Tidak. Kita harus berulang kali melakukannya, kalau perlu hidup bersama masyarakat setempat. Kita

harus mengetahui mengapa mereka melakukan suatu kebiasaan. Untuk itu, tidak ada cara selain mempelajari budaya mereka, memasuki area pikiran mereka, dan menyocokkannya dengan pola pikir kita. Hanya dengan cara ini kita dapat memahami cara pikir masyarakat yang kita layani.

Tahun 2008, saya dan tim pernah melakukan kunjungan ke Timor. Masyarakat di sana percaya bahwa seorang anak yang baru lahir dan ibunya akan sehat jika dimasukkan dalam rumah panggang. Rumah panggang adalah rumah bulat khas Timor yang terbuat dari alang-alang tanpa jendela dengan hanya satu pintu. Sirkulasi udara dan cahaya luar pun jadi amat minim.

Di dalam rumah ini, ibu dan sang bayi ditempatkan di atas bara api. Mereka dipanaskan dengan kayu terbakar seperti sedang dipanggang. Asap mengepul. Keduanya harus tinggal dalam kondisi ini selama satu bulan. Alhasil, mereka mengalami dehidrasi. ASI yang dihasilkan ibu juga berkurang. Jika tidak

Memasuki Pola Pikir Masyarakatdr. Lie A. Dharmawan, Ph.D, FICS, Sp.B, Sp.BTKV

Ibu dan bayi yang baru lahir berdiam di rumah panggang, tradisi masyarakat NTT

26 27

Pelayanan Medis RSA dr. Lie Dharmawandi Jambi, Sumatera Selatan

D engan Rumah Sakit Apung (RSA) dr. Lie Dharmawan, doctorSHARE kembali melangsungkan pelayanan medis dengan tema

“Aku Cinta Hidup Sehat” di Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi pada 1 - 4 November 2014 bekerjasama dengan Polda Jambi dan pemerintah daerah setempat. doctorSHARE menerjunkan dua dokter spesialis bedah, sembilan dokter umum, seorang penata anestesi, tiga perawat, dan dua relawan non medis.

29 Oktober 2014, tim advance (pendahulu) doctorSHARE yang berjumlah 10 orang tiba di Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. RSA dr. Lie Dharmawan sudah tiba terlebih dahulu pada 26 Oktober 2014, tetapi tidak dapat sandar di pelabuhan (harus melempar jangkar di tengah laut) karena perubahan pasang-surut air.

30 Oktober 2014, tim advance melakukan pre-operasi pasien mayor dan minor di terminal penumpang Dermaga Marina Pelabuhan Kuala Tungkal. Warga yang mendaftar tidak hanya mereka yang tinggal di Kuala Tungkal, tapi juga yang berasal dari Kampung Nelayan, Tebing Tinggi, Pelabuhan Nelayan, Batang Asap, dan sebagainya dengan waktu tempuh perjalanan darat sekitar 3 - 10 jam. Di sela-sela kegiatan, doctorSHARE mendapat kunjungan Kapolres – Wakapolres yang mendukung pelayanan medis ini.

31 Oktober 2014, tim advance kembali melakukan pre-operasi pasien mayor dan minor yang disambut dengan antusiasme tinggi dari masyarakat. 1 – 3 November 2014, pelayanan medis dimulai pukul 09.00 WIB dengan jadwal operasi mayor dan minor. Total operasi selama tiga hari adalah 23 pasien (24 kasus) untuk mayor dan 29 pasien untuk minor.

Terdapat satu pasien gawat dari Batang Asam dengan usus

buntu yang

1 November 2014 adalah hari yang cukup bersejarah buat saya. Sejak pagi sampai malam saya berada di atas sebuah kapal rumah sakit yang diberi nama RSA dr. Lie Dharmawan yang sedang melakukan pelayanan medis di Kuala Tungkal, Jambi. Di sinilah saya melihat doctorSHARE bekerja melayani pasien-pasien yang memerlukan penanganan medis.

Saya melihat doctorSHARE bekerja tanpa pamrih. Pelayanan ini benar-benar mereka dengan hati tulus untuk menolong sesama. Inilah bukti nyata yang patut dicontoh oleh seluruh rakyat Indonesia yaitu melayani sesama tanpa memandang suku, agama, atau apapun. Sukses untuk doctorSHARE, semoga makin banyak orang melihat kegiatan ini dan muncul doctorSHARE-doctorSHARE yang lain.Tuhan Memberkati.

Goresan RelawanTjandra Agus Budiman

harus segera ditangani. Pasien ini datang bersama keluarga dengan menyewa mobil. Ketika dioperasi, usus buntunya sudah pecah dan pasien ini dirawat dua hari di RSA. Ada juga anak perempuan 11 tahun yang harus menempuh perjalanan 10 jam dengan motor untuk operasi benjolan di dada kanan dan kiri. Kasus menarik lainnya adalah bayi 6 bulan dengan sumbatan pada kedua lubang hidung yang muncul setelah operasi bibir sumbing dua bulan lalu yang ternyata adalah gigi. Juga terdapat seorang remaja laki-laki yang datang dua hari berturut-turut dengan mengayuh sepeda selama satu jam untuk minta dioperasi karena kesakitan pada benjolan di dadanya.

4 November 2014, doctorSHARE melangsungkan pengobatan umum di Dermaga Pelabuhan Marina Kuala Tungkal. Kegiatan pengobatan umum dibantu oleh dokter-dokter PTT (Pegawai Tidak Tetap) dan tenaga kesehatan dari Dokkes Jambi. Total pasien pengobatan umum adalah 309 orang dengan penyakit terbanyak meliputi

darah tinggi, nyeri perut, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), nyeri tulang, dan keluhan pada kulit.

doctorSHARE juga mengadakan penyuluhan kesehatan dengan tema “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat” bagi 224 siswa SDN 04 Kuala Tungkal. Para siswa diajak bermain bersama dan mendapat bingkisan. Turut hadir dalam penyuluhan adalah Dirpol Air Polda Jambi, Julius Bambang Karyanto, Kabidokkes Jambi, dr. Freddy Worang J. dan perwakilan Dinas Pendidikan.

“Warga Kuala Tungkal dan sekitarnya sangat antusias ketika mendengar RSA dr. Lie Dharmawan akan memberi pelayanan medis. Mereka minta kami memperpanjang hari pengobatan. Antusiasme terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan ini membuat kami ingin kembali lagi lain waktu,” papar koordinator lapangan doctorSHARE untuk pelayanan medis RSA dr. Lie Dharmawan di Kuala Tungkal, Susanto g

Saya pertama kalinya mendengar cerita mengenai doctorSHARE dari suami. “Coba kamu lihat YouTube tentang doctorSHARE,” katanya. Setelah googling dan melihat

YouTube, hati saya pun tergerak ingin bergabung. Kesempatan yang dinanti akhirnya terjadi pada Oktober 2014. Kami (saya dan suami) diberi kesempatan melihat langsung kegiatan RSA dr. Lie Dharmawan.

Tidak banyak kata dapat terungkap selain rasa kagum dan syukur pada Tuhan bahwa ternyata masih ada yang peduli. Betapa mereka melayani masyarakat sekitar tanpa pamrih. Yang para dokter lakukan adalah KASIH yang bukan hanya teori dan omongan. Kiranya Tuhan selalu memberkati kerja mereka untuk bangsa ini dan semoga makin banyak orang tersentuh dan bergabung dalam aksi nyata KASIH ini.

Goresan RelawanKumiayu (Klaten)

28 29

Laaah, kecil sekali kapalnya! Itu kesan pertama ketika saya melihat Rumah Sakit Apung dr. Lie Dharmawan yang sedang berlabuh di muara Sungai Kuala Tungkal, Jambi. Saat SMA, saya pernah naik kapal Dewa Ruci yang jauh lebih besar. Pelayaran tersebut meninggalkan kesan yang sungguh menyenangkan dan tak terlupakan. Haus petualangan baru, membuat saya langsung memutuskan setuju ketika berkesempatan naik kapal lagi dalam pelayanan medis di Jambi bersama doctorSHARE.

RSA dr. Lie berbentuk kapal pinisi berbahan kayu asli Indonesia, kapalnya nenek moyang Indonesia. Meski hanya 23,5 x 6,5 meter, kapal ini sudah mengarungi lautan Indonesia dan berbuat banyak bagi masyarakat marginal di pulau-pulau terpencil Nusantara.

Saya bergabung dengan tim doctorSHARE di Bandara Soekarno Hatta, Jumat 31 Oktober 2014. Kami berangkat dalam satu tim yang beranggotakan sembilan orang dengan beragam latar belakang: dua dokter bedah (dr. Lie dan saya), seorang anestesi, seorang perawat, dua dokter umum, seorang relawan media dan dua relawan non medis dari Klaten. Tiba di kota Jambi, kami disambut Polda setempat. Setelah makan siang, perjalanan berlanjut dengan mobil selama empat jam menuju lokasi si “Bahenol” (sapaan akrab RSA dr. Lie Dharmawan) yang sudah lebih dulu tiba dan berlabuh di Kuala Tungkal.

Pelayanan kesehatan berlangsung keesokan harinya, 1 November 2014. Kapal sangat bersih. Geladak yang luas dengan bendera sandi menghiasi tiang kapal. Ruang nahkoda, ruang kapten, dan kamar Anak Buah Kapal, berlanjut ke dapur dan ruang cuci di sisi buritan, semua tampak resik terurus.

Satu demi satu ruang saya telusuri: ruang pasien, ruang pemulihan, ruang dokter, dan

ruang operasi mayor yang masih t e r t u t u p . Turun lagi satu lantai, t e r d a p a t ruang rawat pasien, ruang laboratorium dan USG, ruang operasi minor, ruang dokter dan gudang obat.

Jangan bayangkan tempat tidur besar untuk pasien. Ruang rawat pasien berisi kasur lipat, berdampingan dengan alat pengukur tekanan darah dan tabung oksigen. Tidak ada tiang infus. Sebagai pengganti, terdapat gantungan besi kecil di langit-langit untuk menggantung botol infus. Ruang yang terbatas dapat difungsikan maksimal dengan mempertimbangkan kenyamanan kerja.

Setelah berganti baju, saya masuk ke ruang operasi mayor yang sudah seperti ruang operasi di rumah sakit di Jakarta. Lantai dan dinding bersih, lengkap dengan meja operasi, mesin anestesi, mesin suction, cauter, lemari alat dan obat, dua AC dan lampu UV menempel di dinding.

Empat lampu neon berjajar di atas meja operasi, dan terdapat sebuah lampu operasi portable di samping meja. Perbedaan utama ruang operasi di rumah sakit apung, dibanding rumah sakit darat adalah lantainya yang sesekali bergoyang diterpa ombak, serta empat tabung oksigen 60 kg yang diikat kuat dengan rantai ke dinding ruang operasi. Mesin anestesi, alat suction dan cauter pun mendapat perlakuan sama: masing-masing dikalungi rantai dan ditempel erat ke dinding.

Adrenalin saya mengalir, tidak sabar untuk

memulai dan merasakan sensasi melakukan pembedahan di RSA. Operasi pertama adalah anak laki-laki 7 tahun yang menderita hernia scrotalis (turun berok), Sebelumnya, dr. Lie memberi beberapa tips teknis operasi di kapal agar tidak terlalu pusing. “Bertumpu pada satu kaki saja, tempelkan badan ke meja operasi. Ikuti goyangan ombak.”

Tampaknya tidak terlalu sulit. Saya bersemangat mencobanya, dibantu asisten dan perawat bedah yang begitu sigap. Peralatan operasi sama dengan Rumah Sakit di darat. Teknik operasi sama, benang pun sama jenisnya. Operasi berjalan lancar. Goyangan kapal akibat empasan ombak yang datang sesekali, tidak mengganggu jalannya operasi. Selesai operasi, Anak Buah Kapal (ABK) membantu memindahkan pasien ke ruang pemulihan. Pasien yang harus dirawat langsung dibawa ke ruang rawat pasien. Perawat dan dokter umum menilai kondisi pasien pasca beda. Keluarga pasien dipanggil dan diberi penjelasan. Kualitas pelayanan tidak berbeda dengan Rumah Sakit di darat. Semua gratis. Saya kagum.

Operasi demi operasi lainnya berlangsung. Saya dan dr. Lie bergantian mengoperasi 23

pasien selama tiga hari. Dua operasi kami lakukan bersama karena kasusnya cukup sulit. Terpuaskan sudah rasa penasaran saya operasi di kapal kecil yang terkenal karena telah berusaha menjangkau pasien di seantero Indonesia, pulau-pulau kecil, dan bantaran sungai yang jauh dari rumah sakit.

Bersama doctorSHARE, saya merasakan suasana sangat kekeluargaan, saling mendukung dam membantu. Seluruh tim termasuk ABK, sangat ‘care’ terhadap pasien dan keluarganya. Canda gurau menjadikan hari berlalu menyenangkan. Saya bahagia, terlebih mendengar ucapan terima kasih dan senyum pasien yang pulang dengan wajah cerah setelah mendapatkan layanan kesehatan.

Terima kasih doctorSHARE. Terima kasih RSA dr. Lie Dharmawan atas petualangan yang unik ini. Teruslah berlayar di Nusantara. Wahai sang kapal kecil, dengan segala keterbatasanmu, betapa banyak yang bisa kaulakukan untuk tanah air tercinta. Sebelum beranjak pulang, saya lirik kembali si ”Bahenol” dengan rasa kagum. Waaah, besar sekali jasanya! g

Goresan Relawandr. Kshetra Rinaldhy

30 31

Pelayanan Medis doctorSHARE – ARMABARMemperingati Hari Armada

K amis 27 November 2014, Dinas Kesehatan Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) bekerjasama dengan doctorSHARE (Yayasan

Dokter Peduli) dan berbagai pihak lainnya menyelenggarakan Bakti Sosial Dalam Rangka Perayaan Hari Armada Republik Indonesia tahun 2014 di Flat TNI AL Marunda, Jakarta Utara. Bentuk pelayanan medis yang dilakukan antara lain adalah pengobatan umum, sunatan massal, pemberian kacamata baca dan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB). Kegiatan berlangsung selama kurang lebih empat jam (pk 06.00-14.00 WIB) dengan jumlah pasien yang dilayani sebanyak 964 orang dengan rincian: 661 orang pasien umum (doctorSHARE), 127 pasien gigi, 99 pasien KIA/KB, 112 kacamata dan 15 pasien khitan (6 pasien ditangani oleh tim doctorSHARE).doctorSHARE menerjunkan seorang dokter bedah yaitu pendiri doctorSHARE, dr. Lie A. Dharmawan, sepuluh dokter umum, dan dua relawan non medis.

Letnan Kolonel Laut Kesehatan Hasto Priyono yang menjabat sebagai Ketua Pelaksana Dalam Rangka Bakti Sosial Peringatan Hari Armada 2014 memaparkan bahwa masyarakat Marunda terdiri dari sekitar 10.000 kepala keluarga yang rata-rata adalah buruh pabrik. “Kebanyakan penghuni Flat Marunda yang terdiri dari 125 kepala keluarga ini juga adalah keluarga anggota Armabar yang lebih banyak melaksanakan tugas di laut,” tambah Kepala Dinas Kesehatan Koarmabar, Kolonel Laut Dr. Ganesha Wandawa, drg., Sp.Perio menjelaskan alasan pemilihan lokasi.

Komandan Lantamal III Jakarta, Aguk Dwi Wahyu, mengatakan bahwa kegiatan bakti sosial memang dilakukan secara rutin.

“Biasanya dilakukan tiga bulan sekali dengan lokasi yang berpindah-pindah di seputar kawasan Armabar. Merupakan kebanggaan tersendiri jika kita menyelenggarakan acara semacam ini.”

Sejak pagi hingga siang hari, warga Marunda terlihat sangat antusias memeriksakan diri berobat. Salah seorang di antaranya adalah seorang wanita berusia lanjut yang datang tergopoh-gopoh sendirian dengan menggunakan tongkat. Ibu Una (75 tahun) sama sekali tidak memiliki keluarga. Ia telah bermukim di wilayah Marunda sejak tahun 1985. “Sudah dua bulan ini kaki saya ngilu sehingga harus pakai tongkat. Mata saya juga berair. Saya memang hidup seorang diri,” ujarnya sambil meraba lutut.

Kerjasama doctorSHARE dengan institusi militer/pemerintah semacam ini sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan kesehatan di Indonesia.

“Salah satu program doctorSHARE adalah Rumah Sakit Apung yang memang berkarya di laut bebas. Jika kerjasama dengan angkatan laut RI dan pihak- pihak terkait terus dibina, bukan hal mustahil jika masalah pemerataan akses kesehatan di Indonesia dapat segera teratasi,” jelas koordinator lapangan doctorSHARE untuk pelayanan

medis Hari Armada, dr. Riny Sari B a c h t i a r , MARS g

Sudah lama sekali saya mendengar tentang doctorSHARE dari dr. Riny S. Bachtiar yang merupakan senior saya di Universitas Pelita Harapan. Namun karena jadwal ko’as cukup padat, saya belum sempat bergabung menjadi relawan. Saya sangat tertarik bergabung karena sejak dulu memang selalu menaruh perhatian khusus terhadap organisasi-organisasi yang bergerak di bidang sosial. Saya pernah bergabung dengan beberapa organisasi sosial seperti Yayasan Budha Tzu Chi dan HOPE Worldwide. Beberapa bulan kemudian, seorang teman (dr. Herliana) bertanya apakah saya tahu tentang organisasi sosial bernama doctorSHARE. Singkat cerita, saya akhirnya menghubungi dr. Riny. Saya dan dr. Herliana pun jadi relawan doctorSHARE yang berkantor di Mega Glodok Kemayoran. Pertama kali menginjakkan kaki di kantor doctorSHARE, saya gugup. Saya khawatir saya bukan membantu tapi malah menjadi beban. Namun, anggota-anggota doctorSHARE sangat welcome sehingga lambat laun rasa gugup hilang. Saya nyaman berada di tengah keluarga besar doctorSHARE. Ketika berbincang dengan dr. Riny, saya diajak menjadi bagian tim Liaison Officer (usher) Malam Dana doctorSHARE yang diselenggarakan pada 21 November 2014 di Integrity Convention Center, Mega Glodok Kemayoran. Sembari jalan, saya juga mendapat tanggung jawab membantu dr. Riny mengatur gudang obat doctorSHARE.

Pada saat bersamaan, doctorSHARE sedang menyusun rencana untuk perjalanan terakhirnya dengan Rumah Sakit Apung di tahun 2014 dengan tujuan Pelabuhan Kuala Tungkal, Jambi. Akhirnya, saya mendapat kesempatan berangkat ke Jambi bersama tim doctorSHARE lainnya. Saya merasa sangat senang sekaligus beruntung. Pelayanan medis yang pertama saya ikuti dilakukan di Pelabuhan Kuala Tungkal, Jambi. Dari kota Jambi, kami harus melakukan perjalanan kurang lebih tiga jam dengan mobil sampai ke Kuala Tungkal. Animo masyarakat ramah dan antusias. Masyarakat yang berobat tidak hanya berasal dari Kuala Tungkal, tapi juga dari daerah sekitar yang perjalanannya memakan waktu yang tidak singkat.Saya terenyuh mengetahui ada pasien yang datang ke Kuala Tungkal dengan mengendarai motor selama 10 jam untuk operasi benjolan pada dadanya. Mereka mau memberikan effort yang begitu besar untukbisa sembuh. Di sisi lain, saya sebagai tim medis juga harusmemberikan yang terbaik. (bersambung ke hal. 32)

Goresan Relawandr. Cynthia Christine

Jonachan

32 33

Meski lelah, hati saya puas. Ada suatu perasaan yang timbul ketika melihat orang lain bahagia karena kita. Perasaan itu tidak dapat diukur dengan apapun.

Orang-orang akan melupakan hal-hal yang pernah kita ucapkan. Orang-orang juga akan melupakan hal-hal yang pernah kita lakukan. Namun orang-orang tidak akan lupa bagaimana kita membuat mereka merasakan sesuatu. Ini memecut semangat saya dalam berbakti sosial kepada masyarakat.

Tidak semua masyarakat Kuala Tungkal memiliki penghasilan yang cukup untuk membayar tagihan listrik. Banyak dari mereka yang masih menggunakan lampu minyak untuk penerangan sehari-harinya. “Untuk makan saja susah, gimana mau mikirin listrik, Dok.” Pernyataan pasien seperti ini membuat saya tertegun dan mendorong saya melakukan refleksi diri.

Betapa nyamannya kehidupan saya di Jakarta dimana listrik bukanlah suatu kemewahan atau hal yang sulit didapat. Banyak diantara mereka tidur beralas tikar, tapi mereka tidak mengeluh. Banyak orang (termasuk saya) terkadang masih mengeluh akan kehidupan yang dimililiki saat ini. Padahal, masih banyak orang di luar sana yang menginginkan kehidupan seperti yang kita miliki sekarang.

Selain kegiatan di laut, doctorSHARE juga bekerjasama dengan beberapa pihak mengadakan kegiatan sosial di darat, seperti penyuluhan yang dilakukan untuk anak sekolah Pondok Domba Kali Jodo, Jakarta

Utara. Kegiatan tersebut merupakan kali pertama saya

m e n j a d i koordinator lapangan bersama dr. Herliana. Menjadi koordinator, kami dituntut mempersiapkan segala sesuatu hingga detail. Sedikit saja ada yang terlewat, dapat mengacaukan susunan acara yang telah dipersiapkan sebelumnya. Syukurlah acara tersebut berjalan lancar.

Saya juga turut serta dalam kegiatan pelayanan medis terhadap korban bencana banjir di Bandung Selatan. Saat kebanyakan orang pergi menghabiskan tahun baru dengan berlibur ke tempat-tempat indah, masyarakat Bandung Selatan harus sibuk membersihkan rumah mereka yang terendam banjir. Banjir di Kabupaten Bandung bukan main tingginya, dapat mencapai hingga tiga meter.

Banyak warga memilih bertahan di rumah dan tinggal di atap. Meskipun banjir telah surut, tetap saja menyisakan lumpur, bau busuk, dan berbagai macam penyakit. Dalam sehari, doctorSHARE bersama Tim Aksi Cepat Tanggap mampu memberikan pelayanan medis di dua kecamatan.

Perjalanan saya bersama doctorSHARE boleh dibilang masih seumur jagung namun saya akan terus berkarya. Bergabung dengan doctorSHARE membuat saya merasa berguna untuk masyarakat g

“The best and most beautiful things in the world cannot be seen or even touched

- they must be felt with the heart.” – Helen Keller.

Masyarakat Kali JodoBelajar Hidup Bersih dan Sehat

S abtu, 6 Desember 2014, doctorSHARE (Yayasan Dokter Peduli) bersama Yayasan Kawula Peduli dan Astra Graphia menyelenggarakan penyuluhan

kesehatan bertema “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat” yang berlangsung di bawah jembatan tol kawasan Kali Jodo, Jakarta Barat. Penyuluhan mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ini diikuti oleh sekitar 120 anak beserta orang tua yang bermukim di bawah jembatan tol kawasan Kali Jodo. Rangkaian kegiatan yang dilakukan antara lain adalah belajar cara cuci tangan, sikat gigi, dan gunting kuku yang baik dan benar melalui peragaan langsung, yang diiringi oleh sejumlah permainan atraktif. Perilaku hidup yang tidak bersih dan tidak sehat dengan lingkungan yang juga tidak mendukung membuat masyarakat Kali Jodo rentan t e r h a d a p b e r b a g a i s e r a n g a n p e n y a k i t . Untuk itu, mereka perlu

mendapat edukasi yang tepat sejak dini sehingga hidup bersih dan sehat menjadi sebuah kebiasaan. Selain penyuluhan, tim juga membagikan goodie bag yang berisi selai, susu cair, sikat gigi, pasta gigi, alat tulis, dan kotak makan.

Rangkaian kegiatan yang berlangsung dari pk 09.00 – pk 12.00 WIB ini direspon sangat baik oleh para peserta.

Dalam kegiatan ini, doctorSHARE menerjunkan enam dokter umum, seorang perawat, dan dua relawan non medis. “Kegiatan penyuluhan kesehatan ini terlaksana dengan baik berkat kerjasama antara doctorSHARE, Astra Graphia, Yayasan Kawula Peduli, serta para guru sekolah Pondok Domba.

Kami berharap penyuluhan ini bermanfaat bagi anak-anak yang bermukim

di wilayah Kali Jodo dan dapat memotivasi mereka untuk melaksanakan pola hidup bersih dan sehat,” papar koordinator doctorSHARE untuk penyuluhan kesehatan di Kali Jodo, dr. Cynthia Christine Jonachan dan dr. Herliana Elizabeth Yusuf g

34 35

Berbagi KasihBersama Warga Kampung

Nelayan, Cilincing

Jumat, 19 Desember 2014, dua belas anggota doctorSHARE melakukan blusukan mengunjungi lima puluh lansia di Kampung Nelayan Cilincing, Jakarta Utara.

Perkampungan Nelayan Cilincing merupakan salah

satu pemukiman padat penduduk yang sangat dekat dengan tempat p e m b u a n g a n s a m p a h . Sebagian besar m a s y a r a k a t n y a adalah nelayan

(laki-laki) dan pengupas kerang hijau (perempuan). Sebagian besar lansia tinggal di rumah kontrakan kecil bersama keluarga, adapula yang tinggal di kapal boat yang sudah tidak digunakan dan hanya ditemani oleh seekor anjing.

Kelima puluh lansia yang ditemui tim doctorSHARE adalah lansia binaan kesusteran Puteri Kasih yang rutin memberi bantuan makan siang empat kali seminggu (Senin, Rabu, Jumat, dan Sabtu), melakukan kunjungan pengobatan, membagikan obat-obatan, dan menjual sembako murah.

doctorSHARE membagikan kotak makan siang dan bingkisan natal berupa selimut, lapis legit, selai, vitamin, sandal, obat-obatan umum, balsam, dan obat anti masuk angin. Masing-masing anggota doctorSHARE memberikan secara langsung berang-barang tersebut pada para lansia. Dalam rangka mendukung program kesusteran Puteri Kasih, doctorSHARE juga menyalurkan bantuan obat-obatan yang dibutuhkan para lansia.

“Kegiatan non medis yang dilakukan dalam rangka menyambut Natal ini merupakan salah satu kegiatan yang mendidik para anggota doctorSHARE untuk selalu bersyukur dan semakin semangat berbagi tanpa pamrih kepada sesama,” ucap koordinator kegiatan ini, dr. Riny Sari Bachtiar, MARS g

doctorSHARE adalah nama organisasi yang sangat asing di telinga saya hingga suatu kali, teman sesama pendaki gunung menginformasikan mengenai tayangan dr. Lie Dharmawan dalam program Kick Andy Metro TV. Meski telah beberapa kali disampaikan, informasi ini tidak saya gubris. Maret 2014, rekan saya kembali mengirimkan tautan YouTube mengenai tayangan tersebut.Secara kebetulan, 2014 adalah tahun dimana saya ingin mengabdikan diri dan berkecimpung untuk kegiatan-kegiatan sosial atau kemanusiaan. Proses pengenalan dan keikutsertaan saya dengan tim doctorSHARE terbilang sangat cepat dan unik.

Saat itu, saya tengah menunggu pengumuman hasil pendaftaran PTT Pusat ke daerah Nusa Tenggara Timur. Pada saat bersamaan, saya menyusun beberapa trip dan mengirim email untuk bergabung dengan doctorSHARE. Dalam hitungan beberapa jam setelah menonton Kick Andy, Sekretaris Jenderal doctorSHARE membalas email dan meminta saya mengunjungi kantor doctorSHARE di Mega Glodok Kemayoran.Setelah mengunjungi kantor dan mengobrol dengan salah seorang Wakil Sekretaris Jenderal, entah mengapa saya langsung berminat dan menawarkan diri menjadi fulltimer doctorSHARE disertai desakan agar mereka memberi jawaban dalam waktu dekat karena saat itu saya berdiri di antara dua pilihan: kembali mengikuti program PTT atau bekerja sebagai fulltimer doctorSHARE. Bergabung dengan organisasi sosial seperti doctorSHARE, saya sadar penuh bahwa uang, jenjang karier, dan popularitas bukanlah sesuatu yang patut dikejar.

Pertama kali menginjak kaki di kantor doctorSHARE, pintunya hanya terbuka sedikit. Ruang penuh barang dan tak seorangpun terlihat. Nekat, saya naik ke atas sambil berteriak: “permisi, permisi!” Saya naik sampai ke lantai dua namun tetap tak menemukan orang. Hanya ada ruang kosong dengan taburan barang dimana-mana. Saya baru menemukan kehidupan di lantai 3. Jumlah fulltimer aktif begitu terbatas di tengah tingginya aktivitas doctorSHARE. Tak heran jika kondisi ruko tidak tertata.

doctorSHARE adalah salah satu organisasi non-profit yang bisa dibilang baru seumur jagung di Indonesia. Tapi organisasi ini sudah menjadi sorotan media dan rakyat Indonesia karena karya besaryang dihasilkannya. dr. Lie sebagai founder tak bosan-bosan-

Goresan Relawandr. Riny Sari Bachtiar, MARS

mengingatkan bahwa “kita memang organisasi kecil, tetapi yang kita lakukan adalah hal-hal besar”. Rumah Sakit Apung dr. Lie Dharmawan mencerminkan inovasi seorang dr. Lie yang didasarkan oleh imannya yang besar. Kapal Pinisi kecil ini adalah solusi bagi masalah akses kesehatan yang dihadapi Indonesia sejak dulu.

Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau membuat akses dan layanan kesehatan tidak merata. doctorSHARE dengan RSA dr. Lie Dharmawan merupakan salah satu bentuk kontribusi pihak swasta yang inovatif. Terbukti bahwa kehadiran “si bahenol” (RSA) dapat menjawab permasalahan tersebut. Iman seorang dr. Lie pula yang menggelitik saya ikut serta dalam organisasi ini. doctorSHARE memecut saya untuk terus mengembangkan potensi-potensi diri.

Selama bergabung dengan doctorSHARE, saya mengikuti beberapa pelayanan medis ke berbagai daerah seperti Papua, Pulau Kei – Maluku Tenggara, Jambi, Bandung dan Jabodetabek. Masing-masing kegiatan tentu memiliki kesan dan tantangan yang berbeda. Makin ke timur, makin besar pula resiko tantangan alam dan kasus-kasus medis yang dihadapi. Pelayanan medis dengan RSA juga bukan hal mudah, perlu adaptasi untuk melakukan tindakan di atas kapal yang selalu bergoyang.

doctorSHARE adalah organisasi yang selalu memberikan tantangan pada setiap anggotanya untuk berani mengembangkan potensi dirinya. Banyak hal yang saya pelajari selama bergabung. doctorSHARE dapat menjadi pilihan organisasi bagi para dokter yang tertarik bekerja di bidang kesehatan yang bersifat sosial.

Pembenahan di berbagai sektor dan pengelolaan manajemen yang baik sangat diperlukan doctorSHARE untuk membangun fondasi yang kuat dan memberikan pelayanan yang lebih baik. doctorSHARE perlu membangun kerjasama dengan berbagai organisasi, baik pemerintah ataupun non pemerintah. doctorSHARE tentu akan terus berkembang dan memang organisasi seperti inilah yang diperlukan Indonesia untuk mempercepat pembangunan secara menyeluruh g

36 37

Pelayanan MedisdoctorSHARE-BEMFE UniversitasTarumanagara

Kamis, 8 Januari 2015, doctorSHARE bekerjasama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi Universitas

Tarumanagara melangsungkan pelayanan medis bertema ANGEL “An Act of Kindness By Giving and Helping The Society”. Pelayanan medis yang menerjunkan empat dokter umum ini berlangsung di Desa Sirnagalih, Kecamatan Cilaku, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Dalam pelayanan medis yang berlangsung pk 10.30 hingga pk 16.30 WIB ini, total pasien

m e n c a p a i 91 orang. P e n y a k i t terbanyak y a n g d i d e r i t a w a r g a a d a l a h dermatitis (penyakit

k u l i t ) , hipertensi (darah tinggi), ischialgia (sakit

tulang ekor), osteo-artritis (reumatik), dan dyspepsia (sakit perut). Selain itu, doctorSHARE juga memberikan penyuluhan mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat bagi 54 siswa SD kelas 3-5. Penyuluhan dimulai dengan permainan interaktif yang dilanjutkan dengan kegiatan cuci tangan bersama bagi seluruh anak peserta penyuluhan. “Warga Desa Sinargalih memberi tanggapan yang luar biasa dalam menerima pelayanan medis yang kami lakukan, baik balai pengobatan maupun penyuluhan “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat”. Semoga kegiatan ini berdampak positif bagi kesehatan warga,” papar koordinator lapangan doctorSHARE untuk pelayanan medis bersama BEM FE Untar, dr. Santoso Cokro g

Banyak hal baru yang saya dapatkan mulai dari nyasar ketika menyetir mobil hingga mencoba berbagai kendaraan umum seperti angkot, bus, shuttle, dan kereta untuk pertama kalinya. Semua itu baru saya alami ketika bergabung dengan doctorSHARE. Saya juga belajar banyak dari anggota-anggota doctorSHARE yang memiliki beragam profesi dengan kepribadian unik. Salah satunya adalah dari pendiri doctorSHARE sendiri yaitu dr. Lie A. Dharmawan yang selalu memberikan motivasi dan teladan hidup positif kepada semua anggota doctorSHARE. Kehadiran beliau dan seluruh anggota doctorSHARE membuat saya sadar bahwa ternyata ada orang-orang yang masih mempedulikan kesehatan orang miskin dan terlantar yang tinggal di daerah terpencil di pelosok Indonesia. Bergabung dengan doctorSHARE juga membuka wawasan saya akan kondisi kesehatan di Indonesia yang masih sangat memprihatinkan. Kesenjangan sosial begitu besar. Dokter-dokter masih terpusat di perkotaan dengan fasilitas yang sangat canggih, sementara ketersediaan dokter dan sarana kesehatan di daerah sangat minim. Saya juga baru sadar bahwa di daerah perkotaan pun tidak semua orang mendapat fasilitas kesehatan yang layak. Banyak masyarakat pinggiran kota dengan tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah masih sulit memperoleh fasilitas kesehatan. Banyak daerah kumuh yang mungkin tidak pernah kita ketahui. Kalaupun tahu, terkadang kita memilih cuek. Kita terlalu sibuk memikirkan diri sendiri sehingga tidak memperhatikan orang-orang sekitar yang mungkin sangat membutuhkan uluran tangan kita.

Saya bersyukur dapat bergabung dengan doctorSHARE dan percaya bahwa ini bukanlah sebuah kebetulan. Ternyata tidak sulit untuk bergabung dan tidak harus berprofesi sebagai dokter atau berlatar belakang medis. Banyak juga anggota doctorSHARE yang berasal dari aneka profesi. Satu hal yang diperlukan untuk bergabung adalah adanya keinginan untuk mau berbagi dengan sesama yang membutuhkan. Seseorang pernah berkata, “jika kita tidak bisa menjadi orang pintar, maka berusahalah untuk menjadi orang baik.” Bagi saya, doctorSHARE seperti sebuah keluarga besar. doctorSHARE menumbuhkan kembali idealisme kedokteran saya yang hampir hilang karena masa preklinik dan koas. Semoga saya dapat terus bergabung dengan doctorSHARE dan semoga doctorSHARE dapat berkembang dan tetap bertahan sehingga mampu menolong lebih banyak orang membutuhkan g

dr. Herliana Elizabeth Yusuf adalah anggota doctorSHARE(Oktober 2014 – sekarang)

Goresan Relawandr. Herliana Elizabeth Yusuf

Saya mengetahui doctorSHARE dari sebuah acara televisi, Kick Andy, yang tayang pada April 2014. Waktu itu, saya kagum melihat dr. Lie A. Dharmawan yang merupakan salah satu bintang tamu acara tersebut yang juga mendapatkan penghargaan Kick Andy Heroes 2014. Reaksi saya ketika menonton acara tersebut mungkin sama dengan kebanyakan orang yaitu kagum. Saya tertarik bergabung, tapi tidak tahu caranya. Sepertinya sulit dan tidak mungkin.

Kenyataan berkata lain.

Saya anggap ini merupakan rencana Tuhan. Beberapa bulan kemudian yaitu Juni 2014, saya bertemu dengan teman sekelas sewaktu Sekolah Dasar. Ia menempuh Pasca Sarjana (S2) di sebuah universitas di Yogyakarta dan sedang melakukan penelitian di Jakarta. Setelah berbincang lebih lanjut, ternyata salah satu narasumber penelitiannya adalah INTI (Perhimpunan Indonesia Tionghoa) yang memiliki kerjasama dengan doctorSHARE. Letak rumah dan kantor yang jauh sempat membuat saya berpikir untuk mengurungkan niat bergabung. Setelah mengetahui ada teman yang juga tertarik bergabung, saya pun memutuskan untuk mencoba berkunjung ke kantor. Kami bertemu seorang dokter full timer doctorSHARE, yang ternyata satu almamater dengan kami.

Kami diperkenalkan dengan doctorSHARE beserta program-program yang telah dilakukan. Saya lebih semangat untuk bergabung. Saya dan teman saya pun mulai rutin tiga kali seminggu berkunjung ke kantor doctorSHARE sebagai relawan. Kami membantu merapikan dan mendata obat-obatan di gudang bersama relawan lainnya. Tidak lama, kami diajak untuk melakukan pelayanan medis bersama Rumah Sakit Apung (RSA) dr. Lie A. Dharmawan di Kuala Tungkal, Jambi. Saya sangat bersyukur bisa mendapat kesempatan untuk turut serta melakukan pelayanan medis walaupun masih tergolong anggota baru dan belum memiliki pengalaman. Saya pun berusaha melakukan tugas yang dipercayakan oleh koordinator lapangan dengan sebaik-baiknya.

Pengalaman berkesan lainnya adalah perjalanan saya ke kantor doctorSHARE.

38 39

Pelayanan Medis doctorSHARE-ACTBagi Korban Banjir Kabupaten Bandung

Bagi warga Kabupaten Bandung, banjir merupakan rutinitas tahunan yang wajar terjadi. Begitu musim hujan datang, warga telah bersiap. Namun

warga tak pernah menyangka bahwa banjir yang terjadi pada minggu ketiga Desember 2014 menjadi yang terparah. Jika sebelumnya banjir hanya singgah paling lama sehari, kali ini banjir enggan surut bahkan meninggi dan meluas hingga ke sembilan kecamatan.

Di beberapa kecamatan, ketinggian banjir mencapai tiga meter. Selain akibat curah hujan tinggi di Kabupaten Bandung, banjir terutama disebabkan akibat banjir kiriman dari Pangalengan, Lembang, Kota Bandung, dan area sekitarnya yang meluap melalui anak-anak sungai yang bermuara ke Sungai Citarum.

Tak sempat menyelamatkan harta benda, warga harus mengevakuasi diri ke pengungsian dalam kondisi listrik tidak menyala. Banjir baru

menyurut 10 hingga 14 hari kemudian. Beberapa rumah ambruk, sawah terendam, harta benda habis diterjang banjir, sampah dan lumpur tinggi menggenang, dan beragam penyakit mulai bermunculan.

Dalam rangka mengurangi beban warga menanggulangi aneka penyakit pasca banjir, doctorSHARE (Yayasan Dokter Peduli) bekerjasama dengan Tim Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengadakan pelayanan medis bagi warga korban banjir Kabupaten Bandung, khususnya di wilayah yang selama ini tidak terpublikasi media dan kurang tersentuh pelayanan kesehatan maupun bantuan logistik. Kegiatan pelayanan selama empat hari (30 dan 31 Desember 2014 serta 2 dan 3 Januari 2015) ini berlangsung di delapan lokasi. Dalam sehari, pelayanan medis digelar di dua lokasi. Jumlah pasien yang dalam empat hari mencapai 1.117 warga dengan penyakit terbanyak berupa dermatitis (penyakit kulit), myalgia (nyeri otot), hipertensi (darah tinggi), Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), dan GEA (diare).

Tim doctorSHARE yang ikut serta dalam kegiatan ini adalah sembilan orang yang terdiri dari lima dokter umum, seorang perawat, dan tiga relawan non medis. Penentuan lokasi pelayanan medis dan koordinasi

dengan pemerintah setempat menjadi tanggung jawab tim ACT, sedang doctorSHARE bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaan pelayanan

medis. Meski kolaborasi doctorSHARE dengan ACT baru pertama kali dilakukan, kegiatan terorganisir dan terlaksana dengan baik. “Pelayanan medis di Kabupaten Bandung merupakan pelayanan medis pertama bagi doctorSHARE di tahun 2015. Kegiatan ini berjalan dengan baik. Kerjasama doctorSHARE dan tim Aksi Cepat Tanggap perlu dikembangkan dan dibina sehingga dapat saling mendukung karena visi dan misinya sama,“ ucap koordinator lapangan doctorSHARE bagi korban banjir Kabupaten Bandung, dr. Riny Sari Bachtiar, MARS.

Koordinator lapangan ACT bagi korban banjir di Kabupaten Bandung sekaligus Ketua Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) Kabupaten Bandung, Atep Supriyatna, mengungkapkan hal serupa.

“Alhamdullillah selama melaksanakan pelayanan kesehatan seminggu ini, semuanya berlangsung lancar. Warga terkesan dengan pelayanan yang diberikan. Mudah-mudahan kerjasama ini terus berlanjut untuk menjangkau saudara-saudara kita yang masih membutuhkan pelayanan kesehatan,“ paparnya.

Hingga berita ini diterjunkan, sebagian besar warga masih sibuk membersihkan rumah mereka yang rata-rata terendam banjir. Warga juga masih menghadapi ancaman banjir susulan jika kondisi cuaca tidak membaik. Meskipun banjir telah terjadi sejak bertahun-tahun silam hingga menimbulkan korban jiwa dan material yang tidak sedikit, solusi strategis dari Pemerintah Kabupaten belum terlihatg

Ketika Banjir (Kembali) Terjang BandungSylvie Tanaga

Saat banjir menerjang Kabupaten Bandung pada minggu ketiga Desember 2014, mata nasional melirik. Dari tengah genangan banjir setinggi paha hingga perut, reporter dari berbagai media

memberi laporan terjadinya banjir bandang karena meluapnya Sungai Cisangkuy dan Sungai Citarum. Kamera kemudian menyorot ke arah puluhan rumah yang hanyut. Pemerintah Kabupaten Bandung pun menetapkan status tanggap darurat bencana. Mengutip Majalah TEMPO (4 Januari 2015), Kepala Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bandung, Marlan, mengatakan bahwa ada 36 ribu rumah di sembilan kecamatan yang terendam. Sembilan kecamatan tersebut adalah Dayeuhkolot, Baleendah, Bojongsoang, Banjaran, Margahayu, Pamengpeuk, Margaasih, Ketapang, dan Kutawaringin. Lebih dari 12 ribu warga mengungsi.

Ketika doctorSHARE melakukan pelayanan medis selama empat hari di sana, kami mendapati beberapa temuan menarik terkait bencana banjir yang terjadi dari hasil wawancara warga. Apa sajakah itu?

Banjir bukan pertama kalinya terjadiBanjir yang terjadi bukan pertama kalinya terjadi. Banjir sesungguhnya terjadi tiap tahun sementara

banjir besar muncul lima tahun sekali. Sebab utamanya adalah banjir kiriman dari wilayah lebih tinggi seperti Pangalengan, Lembang, dan Kota Bandung yang mengalir lewat anak-anak sungai yang bermuara ke Sungai Citarum. Jika curah hujan tinggi, banjir menerjang lebih dari sekali dalam setahun. “Banjir selutut itu mah biasa, nggak heran,“ ujar salah seorang warga. Ya, mereka sangat terbiasa dengan banjir.

2014, tahun banjir terparahMeski sudah terbiasa dengan banjir, tak seorang warga pun menyangka bahwa banjir yang terjadi pada Desember 2014 bukan banjir biasa. Ketika melakukan pelayanan medis di Desa Andir, Kampung Cigosol, Kecamatan Baleendah, kami melihat sendiri bekas banjir yang tingginya mencapai 3,20 meter. Warga Desa Andir berkata bahwa wilayahnya sudah jadi semacam “Tempat Penampungan Akhir“ banjir dari wilayah-wilayah sekitarnya. 2014 pun dinobatkan sebagai tahun banjir terparah di Kabupaten Bandung.

Tanpa listrik, tanpa air bersih Saat banjir melanda, aliran listrik sengaja dimatikan agar tidak ada warga yang terkena sengatan. Selain melumpuhkan aktivitas warga, matinya listrik juga menyulitkan tim yang bertugas mengevakuasi warga yang terjebak. Kesulitan lain yang dihadapi adalah

Sabtu, 17 Januari 2015 doctorSHARE bersama Care Channel Indonesia (CCI) kembali mengadakan penyuluhan kesehatan di Semper, Jakarta Utara. Penyuluhan kali ini mengambil dua

topik yaitu kanker payudara bagi para ibu serta Perilaku Hidup Bersih dan Sehat bagi anak-anak.

Penyuluhan kesehatan mengenai kanker payudara dipandang perlu karena kanker payudara merupakan satu dari 10 jenis kanker terbanyak di Indonesia dengan tingkat relative frekuensi sebesar 11,57%.

Setidaknya ada dua strategi dalam menghadapi kanker payudara.

Pertama adalah dengan memberikan penyuluhan kesehatan pada masyarakat bahwa kanker payudara tergolong kanker yang dapat ditemui pada stadium dini. Kanker payudara juga bukan penyakit yang tidak dapat disembuhkan asal berobat pada stadium dini dan tidak semua kelainan payudara adalah kanker. Penyuluhan kesehatan pun menjadi ajang untuk memperkenalkan faktor resiko kanker. Kedua yaitu memasyarakatkan program SADARI (perikSA payuDAra sendiRI) bagi wanita usia subur dan dilakukan seminggu sesudah menstruasi. Setelah mendapat penyuluhan kesehatan, diharapkan poin kedua ini mulai rutin dilakukan oleh warga komunitas Semper.

Selain mengadakan penyuluhan kesehatan mengenai kanker payudara, doctorSHARE-CCI juga memberikan penyuluhan untuk anak-anak dengan tema Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Penyuluhan berlangsung atraktif yang direspon antusias oleh anak-anak. Penyuluhan disertai sesi learn and practice with fun yang dipimpin oleh Bapak Hutasoit dari Komunitas Semper.

Setelah memberikan penyuluhan, doctorSHARE dan CCI juga melangsungkan pendataan berat dan tinggi badan serta pengobatan kepada anak yang sakit dan pemberian obat cacing bagi sekitar 50-an anak. Penyakit yang paling banyak ditemukan pada anak-anak Komunitas Semper adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan gatal-gatal.

Dalam rangkaian penyuluhan dan pengobatan umum ini, doctorSHARE diwakili oleh dr. Widiawaty, dr. Riny Sari Bachtiar, MARS, dr. Herliana Yusuf, dr. Cynthia C. Jonachan, Sr. Siska Amelia, serta dua tamu dari Jerman yaitu Bapak Bernard beserta isteri, Ibu Laura. CCI diwakili oleh Briggite Chandrawijaya.

Rangkaian kegiatan dimulai pukul 09.00 dan berakhir pukul 12.00 WIB. Setelah doctorSHARE dan CCI ditemani Bapak Hutasoit blusukan ke bukit sampah yang menjadi salah satu sumber mata pencaharian warga Semper. Bukit sampah ini dikenal dengan sebutan “de Grace Mountain” g (dr. Widia)

40 41

ketiadaan air bersih. Jalan yang terputus akibat banjir mengakibatkan warga kesulitan mendapatkan akses kebutuhan pokok, terutama air bersih.

“Pasrah“ lihat harta benda hanyutKetika banjir terjadi, warga biasanya menaikkan barang-barang kemudian menunggu hingga air surut. Proses surutnya banjir umumnya hanya terjadi dalam sehari. Kali ini, warga bingung karena alih-alih surut, ketinggian banjir justru bertambah. “Kami sudah naikkan barang hingga ketinggian maksimal, banjir malah tambah tinggi. Ya sudah, kami pasrah lihat barang-barang hanyut. Kasur habis, sofa habis. Kami lelah luar biasa,“ papar beberapa warga Desa Andir. Beberapa rumah bahkan ambruk total.

Tak banyak warga mau mengungsi Meski ketinggian banjir mencapai lebih dari satu meter, kebanyakan warga memilih bertahan di rumah. Penyebab warga enggan mengungsi beragam mulai dari tidak betah tinggal di pengungsian, hingga khawatir rumahnya tidak aman. Tidak masalah bagi warga yang memiliki lantai dua. Namun adapula warga yang tidak memiliki lantai dua tetapi nekat tinggal di atap karena alasan-alasan tersebut.

Masalah baru pasca banjirSurutnya banjir dua minggu kemudian tidak serta merta membuat masalah selesai. Masalah sebenarnya terjadi setelah banjir yaitu tebalnya endapan lumpur dan timbunan sampah. Lumpur tipis masih dapat disiram dengan air namun satu-satunya cara membersihkan lumpur setinggi lutut hingga paha adalah dengan mengangkutnya ke mobil bak. “Bayangkan,“ tutur seorang warga, “kami harus keluar biaya untuk sewa mobil bak dan sampai TPA untuk buang lumpurnya juga harus keluar biaya.“

Kesempatan dalam kesempitanAda-ada saja yang dilakukan oleh pihak yang mencari kesempatan dalam kesempitan. Di sebuah kampung di Kecamatan Dayeuh Kolot, kami mendengar warga mengeluhkan perilaku perusahaan tekstil yang sengaja membuang limbah ketika banjir terjadi. “Saat subuh, airnya warna hitam, kuning, dan biru. Seperti celupan tekstil. Kalau kena kulit rasanya agak panas,” papar warga sambil menunjukkan bagian kulit mereka yang gatal. Ada lebih dari 100 perusahaan tekstil yang ada di Kecamatan Dayeuhkolot.

Faktor manusia, penyebab banjir paling dominanAkar penyebab banjir adalah salah satu hal yang perlu digali sebagai bekal menemukan solusi. Tidak ada penyebab tunggal namun faktor manusia (human made) boleh disebut sebagai penyebab utama. Selain turunnya permukaan tanah dan minimnya ruang terbuka hijau, strategi meluruskan aliran Sungai Citarum pada masa lalu ditengarai menjadi salah satu sebab fatal. Pelurusan aliran sungai (yang seharusnya berkelok) membuat banjir makin sering terjadi. Pendangkalan sungai yang tidak tertangani selama puluhan tahun karena alasan ketiadaan dana pemerintah juga menjadi sebab fatal lainnya.

Gelapnya solusi banjirBanjir yang terjadi di Kabupaten Bandung sudah terjadi puluhan tahun lalu, namun solusi masih gelap. Menurut penuturan warga, solusi banjir pemerintah yaitu merelokasi warga di bantaran sungai dan membuat percabangan sungai. Meski telah disuarakan berpuluh tahun silam, rencana ini tidak pernah terwujud dengan alasan ketiadaan dana. Bagi beberapa warga, relokasi juga bukan perkara mudah tingginya keharusan untuk beradaptasi dengan lingkungan dan budaya yang baru.

Banjir masih mengancamKetika kami tiba untuk melakukan pelayanan medis (dua minggu setelah banjir), banjir sudah surut meski di beberapa lokasi masih meninggalkan genangan air dan lumpur. Tapi bukan berarti banjir sudah sepenuhnya berakhir. Ada kemungkinan banjir akan kembali terjadi jika hujan terus turun. BMKG bahkan memperkirakan puncak musim hujan adalah bulan Februari – Maret. “Kami capek, badan sakit semua. Kalau lumpur tidak dibersihkan akan mengeras tapi kalau dibersihkan, banjir datang lagi.“

Data Tim Aksi Cepat Tanggap (ACT) menyebut bahwa 99 persen bencana nasional adalah bencana hidrometeorologi. Puting beliung merupakan jenis bencana paling dominan selama 2014 yaitu 496 kejadian, kemudian banjir (458) dan longsor (413). Konsentrasi bencana terbanyak adalah Provinsi Jawa Barat (290 kejadian), Jawa Tengah (272), Jawa Timur (213), Aceh (51), dan Sumatera Selatan (480). Dengan fakta ini, sudah saatnya pemerintah aktif mencegah agar bencana serupa tidak terulang kembali g

Sylvie Tanaga adalah Koordinator Divisi MediadoctorSHARE

Komunitas SemperBelajar Soal Kanker Payudara dan PHBS

42 43

Akhir Penantian Panjang Vanya

J ari kedua dan ketiga kaki kiri Vanya masing-masing berlebih satu ruas dan saling melekat. Akibatnya, kedua jari tersebut mencuat lebih tinggi dan lebih besar dari ruas jari lainnya.

Kondisi ini membuat jari kaki kiri Vanya sering luka karena tersandung atau terseret, terkadang hingga berdarah.

Vanya harus selalu mengenakan sepatu tertutup yang ukurannya disesuaikan dengan jari kaki kirinya. Otomatis sepatu sebelah kanan selalu lebih longgar. Ibunda Vanya, Ayu, pun mengakalinya dengan menambahkan alas pada sepatu kanan dan tampaknya Vanya sudah terbiasa dengan kondisi tersebut.

Tak ada yang mengejek Vanya secara langsung, memang. Vanya pun belum paham apa yang terjadi pada dirinya. Namun ketika Vanya bermain dengan teman-teman sebayanya, Ayu kerap mendengar ucapan lirih, “eh, jari kakinya gede ya...“. Pada kesempatan lain, Ayu mengamati pandangan mata teman-teman Vanya dan orang tuanya yang selalu melirik kaki kiri Vanya, meski tanpa berkata-kata.

Ayu sadar bahwa jika tidak segera ditangani, kelak Vanya akan merasa minder atau terganggu secara psikologis. Saat Vanya berusia 14 bulan, sebenarnya Ayu telah membawa Vanya ke salah satu rumah sakit umum daerah di Jakarta. Namun dokter yang

bertugas angkat tangan, mengaku bahwa operasi semacam itu sangatlah sulit.

Sang dokter pun merujuk Vanya ke dokter spesialis bedah di sebuah Rumah Sakit Umum Nasional yang menerima Kartu Jakarta Sehat. Disini, dokter mengatakan bahwa Vanya dapat ditangani, namun tidak cukup sekali operasi. Ayu seperti mendapat harapan. Vanya pun segera diperiksa ke bagian anestesi, darah, dan sebagainya untuk persiapan operasi. Tinggal satu kendala tersisa: seluruh kamar terisi penuh.

Petugas bagian kamar menyarankan Ayu menghubungi rumah sakit untuk mengetahui apakah kamar sudah tersedia atau belum. Selama tiga bulan berikutnya, hampir tiap hari Ayu menelepon dan selalu mendapat jawaban kamar belum tersedia. Penasaran, Ayu kembali mampir untuk berkonsultasi. Betapa terkejutnya ia mendapati bahwa dokter yang dulu memeriksa Vanya sudah tak lagi bertugas.

K a r e n a h a s i l n y a s u d a h kadaluarsa, Ayu terpaksa melakukan pemeriksaan darah dan anestesi ulang untuk persiapan operasi. Ayu menjalaninya dengan sabar hingga akhirnya pada 18 Maret 2013, Vanya mendapat kamar. Alangkah terkejutnya Ayu ketika asisten dokter bertanya apakah ia siap menghadapi 99% kemungkinan jari kaki Vanya akan diamputasi. Tidak ada pembicaraan soal resiko ini sebelumnya.

Tidak siap mental, Ayu dan suaminya memilih mundur.

Dalam lubuk hati terdalam, Ayu masih penasaran. Ia masih mencari cara untuk menyembuhkan Vanya. Ayu pun mendapat rekomendasi untuk berkonsultasi ke salah seorang dokter di sebuah rumah sakit yang tidak terafiliasi Kartu Jakarta Sehat. Disini, dokter berkata bahwa jari kaki Vanya dapat ditangani lewat tiga sampai empat kali operasi tanpa resiko amputasi. Satu-satunya masalah adalah soal biaya.

“Yang sabar ya, Vanya. Suatu saat kalau ada rejeki, nanti kita obati ya…,” tutur Ayu suatu hari pada anaknya. Ia cukup pasrah mendengar jumlah biaya yang disebutkan dokter agar jari kaki kiri Vanya kembali normal: tidak kurang dari seratus juta rupiah. Dokter menyebut jumlah tersebut hanya harga minimal. Tidak ada diskon karena rumah sakit tersebut belum terafiliasi Kartu Jakarta Sehat (KJS).

Ayu tahu bahwa peluang anaknya sembuh masih ada, tapi tidak untuk jumlah sebesar itu. Ia tak bekerja sedang suaminya hanya seorang debt collector. Kesempatan itu datang ketika suatu hari

Ayu menonton tayangan Hitam Putih di Trans 7 yang menayangkan profil doctorSHARE. Ayu pun memeriksa situs doctorSHARE, menelepon, dan

memutuskan datang ke kantor doctorSHARE untuk berkonsultasi.

Tim doctorSHARE melakukan pemeriksaan awal dan melihat bahwa jari kaki Vanya dapat dioperasi. 15 Januari 2015, doctorSHARE melakukan pemeriksaan lanjutan untuk persiapan operasi yang meliputi pemeriksaan darah, jantung, dan anestesi. Keberadaan dua pembuluh darah di kedua jari kaki Vanya yang melekat mengukuhkan bahwa operasi sudah siap untuk dilakukan.

Operasi terhadap Vanya akhirnya berlangsung di Rumah Sakit Apung (RSA) dr. Lie Dharmawan yang sedang berlabuh di Kali Adem, Jakarta Utara. Operasi yang berlangsung dua jam ini dilakukan oleh dr. Lie Dharmawan, PhD, FICS, SpB, SpBTKV selaku dokter bedah dan dr. Dian Kusumaningrum, SpAn selaku dokter anestesi, disertai tiga dokter umum, dua perawat, dan satu relawan non medis.

“Teknik operasinya tidak semudah yang kita bayangkan. Kita harus memeriksa dan mengukur lebih dulu dengan cermat agar operasi berlangsung lancar. Anak ini potensial. doctorSHARE harus menolongnya keluar dari rasa minder di kemudian hari,“ papar dr. Lie Dharmawan.

Operasi berlangsung lancar. Jari kedua dan ketiga kaki kiri Vanya sudah terpisah dan ruas yang berlebih sudah dibuang. Ayu yang datang bersama suaminya tak dapat menyembunyikan rasa harunya melihat Vanya akhirnya sukses dioperasi setelah penantian panjang bertahun-tahun g

Sekilas, Vanya tidak berbeda dengan bocah-bocah lain seusianya. Parasnya manis, gerakan dan bicaranya juga lincah. Tak ada yang menyangka bahwa bocah berusia 3 tahun ini menderita

syndaktyli sejak lahir. Ruas jari kedua dan ketiga pada kaki kirinya melekat.

44 45

Menjadi pelaut bukanlah cita-cita saya sejak kecil. Segalanya benar-benar seperti kebetulan. Setamat SMP di Aceh,

sebetulnya saya ingin melanjutkan ke pesantren. Saya bukan orang laut. Jarak dari tempat tinggal saya ke pantai

paling cepat ditempuh dalam waktu satu setengah jam.

Tapi mungkin jalan hidup berkata lain. Sekolah perikanan lama-lama terasa menarik. Sejak itu, saya pun memutuskan menjadi seorang pelaut. Saya fokus belajar dan menikmati setiap prosesnya hingga akhirnya bekerja sebagai jurumudi sebuah kapal komersial, yaitu kapal kargo.

Ketika kapal kargo naik dock, biasanya seluruh awak kapal libur sementara. Dalam masa-masa kosong ini, saya mampir

mengunjungi rekan saya yang telah lebih dulu menjadi ABK RSA

dr. Lie Dharmawan, M. Zubir. Mendengar cerita-ceritanya membuat saya mulai tertarik bergabung.

Namun kala itu belum ada lowongan. Cerita putus sampai di sana hingga pada suatu hari RSA membutuhkan tambahan tenaga.

16 Maret 2014, secara resmi saya menjadi ABK RSA dr. Lie Dharmawan, tiga hari sebelum kapal berlayar ke Jambi untuk melakukan pelayanan medis. Alih-alih hanya mengisi waktu selama beberapa bulan seperti rencana awal, saya malah ketagihan. Saya akhirnya menjadi ABK tetap dan berlayar melayani penduduk terpencil bersama tim doctorSHARE dari Sumatera sampai Papua.

Selama itu pula saya mengalami berbagai pengalaman menarik yang tidak terlupakan. Salah satunya adalah ketika kami pulang pelayanan medis dari Pulau Kei, Maluku Tenggara. Kira-kira jam sepuluh malam, kami mengarungi selat yang berposisi di antara Pulau Kei Besar dan Kei Kecil.

Di tengah jalan, ombak menggulung setinggi tiga setengah hingga empat meter. Selama beberapa jam kami pun kehilangan arah. Kompas, GPS, dan radar tidak ada yang sinkron. RSA berguncang hebat. Suasana begitu menegangkan, ekstrim, dan langka

terjadi.

Sebagai pemegang komando, M. Zubir ke geladak dan memandu kapal dengan mengikuti arah bintang. Saya memegang kemudi. Kondisi ini berlangsung selama tiga jam hingga kami akhirnya berhasil berlabuh dengan selamat di salah satu pulau yang terletak di belakang Pulau Kei Kecil.

Menjadi jurumudi kapal kargo sungguh berbeda dengan menjadi jurumudi RSA. Di kapal kargo, saya hanya mengikuti instruksi kapten yang diturunkan melalui chief officer lalu ke second officer. Bersama doctorSHARE, yang terbangun adalah suasana kekeluargaan. Kami boleh mengemukakan pendapat.

Setiap aksi pelayanan medis doctorSHARE pun sangat berkesan bagi saya. Saya tidak keberatan dengan tugas di luar urusan kapal seperti membantu membantu membagikan obat dan mengangkut pasien. Banyak sekali cerita masyarakat yang begitu menarik hingga tak dapat diungkapkan satu per satu. Bergabung bersama RSA dr. Lie Dharmawan menjadi sebuah pengalaman baru yang tak terlupakan g

Sebagai salah seorang jurumudi RSA dr. Lie Dharmawan, Agus Diannur punya tugas ganda. Selain bertanggung jawab mengemudi kapal, pria kelahiran Gunci – Aceh Utara, 27 Juli 1991 ini juga membantu kegiatan pelayanan medis doctorSHARE mulai dari distribusi obat hingga

menggotong pasien. Namun Agus melakukannya dengan senang hati. Simak kisahnya berikut ini.

Kisah Anak Buah Kapal (ABK) RSA dr. Lie Dharmawan

Agus Diannur: Pengalaman Tak Terlupakan

47

Menjadi dokter adalah mimpi masa kecil saya yang jadi kenyataan. Menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran angkatan

pertama (2001) Universitas Pelita Harapan adalah salah satu proses pencapaian mimpi tersebut. Tak sedikit rintangan yang harus dihadapi mulai dari pemilihan universitas, perkuliahan, koas, pergaulan, perubahan lingkungan, dan gaya hidup yang menyebabkan culture shock bagi seorang anak kampung seperti saya. Perkuliahan lima setengah tahun akhirnya menghasilkan gelar di depan nama menjadi dr. Riny Sari Bachtiar, tepatnya pada September 2007.

Proses pendaftaran PTT (Pegawai Tidak Tetap) Pusat waktu itu harus dilakukan online. Tanpa sepengetahuan keluarga, saya iseng mendaftar dan menantang Tuhan menunjukkan perjalanan hidup untuk masa depan yang lebih baik. Keputusan saya pun menggegerkan mereka, terutama mama. Anak perempuan satu-satunya yang keras kepala ini akan berangkat ke salah satu d a e r a h terpencil

di Papua. T a n p a

keraguan, saya ngotot berangkat. Kesepakatannya, papa mengantarkan saya sampai Jayapura. Beliau sekaligus ingin menginjakkan kaki di tanah Papua.

Idealisme yang ditumbuhkan pada setiap calon dokter di masa pendidikannya mendorong saya melepaskan kesempatan untuk mengikuti PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) Ob-Gyne di Manila – Filipina, dan lebih memilih program PTT Pusat kategori “Sangat Terpencil” di Distrik Kaureh, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua selama 6 bulan pada April 2009 hingga September 2009. Keputusan ini mungkin terkesan bodoh bagi beberapa orang, tapi ada faktor lain yang tak bisa saya ungkapkan dengan kata-kata yang mendorong saya mengambil salah satu keputusan terbesar dalam hidup. Hingga detik ini, keputusan tersebut tak pernah saya sesali. Program PTT Pusat banyak memberi saya pelajaran hidup yang tidak tergantikan uang maupun gelar.

1 April 2009 adalah hari pertama saya menginjakkan kaki di tanah Papua, Kabupaten Jayapura. Waktu itu, bandaranya sangat sederhana. Sangat minim teknologi dibandingkan Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Saya terkesan melihat porter dan banyaknya orang berkulit hitam berambut keriting. Rata-rata mereka mengunyah sirih dan pinang yang membuat bibir jadi merah. Sebagian besar mata porter merah karena pengaruh alkohol. Logat Papua yang kental terdengar dimana-mana.

Distrik Kaureh adalah salah satu distrik di Kabupaten Jayapura yang hanya dapat ditempuh melalui jalur darat dengan waktu tempuh enam jam menggunakan Puskesmas Keliling dan delapan jam dengan kendaraan umum (bus kecil kapasitas 40 orang). Pertama kali menuju Puskesmas Lereh, Distrik Kaureh, saya didampingi Kepala Puskesmas (dr. Jetty kalembang) dengan bus “Sinar Palopo”. Bus ini mirip Kopaja di Jakarta yang kondisinya tak jauh lebih baik. Rute yang harus dilalui adalah dua jam jalan beraspal, selebihnya jalan kerikil dan tanah merah. Bayangkan jika dalam kondisi jalan semacam itu, bus penuh sesak: cukup sukses membuat perut bergejolak. Semua kantor pemerintah berlokasi di satu lingkungan yang sama, termasuk Kompleks Puskesmas. Seluruh petugas puskesmas mendapat fasilitas rumah dinas yang sudah sangat layak dibanding rumah masyarakat sekitar yang masih menggunakan kayu. Kami tinggal di rumah beton dan berlantai keramik sederhana. Listrik hanya menyala enam jam (pukul 18.00- 24.00 WIT) itu pun tidak setiap hari. Kadang mati beberapa hari akibat solar habis. Sinyal tidak ada sehingga komunikasi hanya dapat dilakukan dengan telepon satelit atau SSB (Radio Panggil). Desa dikelilingi bukit dan gunung. Sumber air bersih diperoleh dari sumur dan tampungan air hujan. Tidak jarang saya harus mengangkat air dari sumur ke rumah untuk kebutuhan harian.

Pengalaman menangani kasus-kasus medis secara mandiri di sini, tentu tak akan saya dapatkan di kota-kota besar. Selama PTT, saya dituntut menjadi seorang “leader”, baik untuk diri sendiri, anggota puskesmas (perawat, bidan, analis hingga supir), serta tidak jarang tiba-tiba ditunjuk menjadi ketua panitia kegiatan-kegiatan kemasyarakatan seperti acara 17 Agustus-an. Terjun melayani masyarakat di puskesmas pembantu daerah-daerah perbatasan dengan akses yang kadang hanya bisa dilewati kendaraan roda dua dengan ancaman binatang liar dan cuaca tidak terprediksi juga jadi petualangan tersendiri. Pengalaman lainnya adalah terdampar tengah malam di belantara hutan setelah kunjungan dinas akibat ban pecah dan sopir lupa membawa ban cadangan. Kami tak bisa minta bantuan siapapun karena tidak ada sinyal komunikasi, hanya bisa berharap ada mobil atau motor yang lewat. Kejadian-kejadian ini amat menguji kesabaran saya yang tak

sabaran. Bagi saya, enam bulan di Puskesmas Lereh terasa seperti dua tahun PTT di kota (saya ketahui dari diskusi dengan teman-teman yang PTT di kota). Saya ditempatkan di lokasi “Sangat Terpencil” dengan segala keterbatasan, tetapi tuntutan masyarakat tinggi dan sebagian besar menganggap dokter adalah manusia setengah dewa yang harus bisa memberi solusi untuk semua keluhan.

Pengalaman ini membentuk saya memiliki mental yang tidak manja, bijak menghadapi setiap permasalahan, dan bekerja semaksimal mungkin mengatasi setiap keluhan pasien. Kasus-kasus yang saya peroleh pun bukan kasus-kasus mudah. Saya bersyukur diberi kesempatan untuk keluar dari zona nyaman. Saya dididik oleh keadaan sehingga lebih berinisiatif, belajar, berbagi talenta, dan membentuk pola pikir bahwa semua yang saya miliki adalah untuk sesama yang membutuhkan. Seorang dokter yang baru lulus, tentu memiliki banyak keterbatasan. Kenyamanan yang diperoleh selama pendidikan ataupun kehidupan perkotaan tak akan membentuk saya menjadi dokter seperti mimpi masa kecil. Di perkotaan, seorang dokter dimanjakan kelengkapan sarana dan prasarana, serta konsulen-konsulen yang siap menerima rujukan kapan saja.

Dengan melihat, berinteraksi langsung, dan mengalami sendiri permasalahan-permasalahan yang selama ini hanya ada di buku teks, memancing saya untuk makin mengembangkan kemampuan dan keterampilan medis, serta meningkatkan kepedulian yang sulit muncul jika saya hanya di kota besar. Mempertanggungjawabkan profesi dokter bukanlah hal mudah. Mengikuti program PTT dapat menjadi pilihan bagi teman-teman dokter untuk mengembangkan potensi diri. PTT dapat menjadi universitas kehidupan bagi seorang dokter, karena kompleksitas tantangan yang tidak bisa diperoleh di daerah perkotaan. Seorang dokter tidak hanya harus memiliki IQ (Intelligence Quotient) yang baik, tapi juga harus memiliki EQ (Emotional Quotient), skill, dan leadership yang baik dan seimbang g

dr. Riny Sari Bachtiar, MARS adalah koordinator divisi Telemedicine dan Flying Doctor doctorSHARE, dokter

PTT di Distrik Kaureh, Jayapura, Papua(April – Oktober 2009)

Life is An Adventuredr. Riny Sari Bachtiar, MARS

46

48 49

Sistem kesehatan nasional di Indonesia adalah sesuatu yang perlu kita pahami. Sebelumnya, akan saya jelaskan sedikit istilah-istilah yang digunakan. Pertama adalah JKN

(Jaminan Kesehatan Nasional). JKN adalah amanat Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang menerapkan sistem pembayaran Indonesia Case Base Groups (INA-CBGs). Nah, mungkin yang paling sering kita dengar adalah BPJS karena inilah yang menjalankan JKN di Indonesia.

Hingga awal tahun 2015, saya mengamati perjalanan pelayanan kesehatan BPJS di berbagai tempat. BPJS menjadi sebuah fenomena pro-kontra terutama di tahun pertama yang dimulai di Indonesia per 1 Januari 2014. Penulis mencoba membahas dari tiga sisi. Pertama dari sistem itu sendiri, kedua Penyelenggara Pelayanan Kesehatan (PPK), dan ketiga adalah pengguna dari sistem tersebut.

Pertama, macam-macam sistem pembiayaan kesehatan yang telah dilakukan berbagai negara. Negara-negara yang pernah mengalami sistem ini melakukan beberapa perubahan seiring waktu. Butuh waktu bertahun-tahun untuk menyesuaikan diri dari satu sistem ke sistem pembayaran kesehatan lainnya baik yang menggunakan pembayaran langsung, iuran berupa pajak, sampai premi wajib (seperti yang dilakukan Indonesia sekarang), jaminan

kesehatan dengan menyerahkan sepenuhnya kepada pihak asuransi swasta, dan lain-lain. Beda negara, beda pula kebijakan jaminan kesehatannya. Beda budaya dan adat istiadat bangsa, beda pula tingkat kemakmuran serta cara masyarakatnya berperilaku.

Kebijakan ekonomi kesehatan tentu memiliki sisi keunggulan dan kelemahan. Pertanyaannya, apakah negara-negara tersebut dapat mengatasi masalah kesehatan dengan kebijakan kesehatan mereka? Tidak juga. Sangat menarik mencermati komentar dari Pak Jack Langenbrunner (Health System Global Expert Team Practice Leader & Lead Head Economist of The World Bank).

Saya berkesempatan bertemu dan bertanya jawab langsung saat beliau berkunjung ke Universitas Indonesia. Pak Jack sangat “terkagum-kagum” dengan kemampuan Pemerintah Indonesia menjalankan JKN dengan persiapan hanya satu tahun. Bandingkan dengan Amerika Serikat yang mengembangkan Universal Health Coverage selama 15 tahun persiapan. Indonesia? Pak Jack dan saya belum bisa memprediksinya secara tepat. Yang lebih hebat lagi, tiba-tiba muncul Kartu Indonesia Sehat yang ternyata garis besar sistemnya “nebeng” BPJS. Sumber dananya pun masih jadi pertanyaan. Saya melihat sistem kesehatan apapun baik adanya karena cenderung memudahkan banyak orang mendapatkan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, saya mendukung sekaligus kritis terhadap kesuksesan BPJS.

Kedua, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional menyebut dalam Bab II pasal 2 bahwa Penyelenggara Pelayanan Kesehatan (PPK) semua fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan baik Fasilitas Kesehatan (FasKes) tingkat pertama maupun rujukan tingkat lanjutan. FasKes tingkat pertama/PPK I yaitu puskesmas, praktik dokter, praktik dokter gigi, klinik pratama atau yang setara, dan Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara. Sedangkan FasKes rujukan tingkat lanjutan/PPK lanjutan mencakup klinik utama atau yang setara, Rumah Sakit Umum, dan Rumah Sakit Khusus. Dalam hal ini, masih terjadi banyak masalah seperti kurangnya SDM medis dan non medis di seluruh Indonesia, ketidaktahuan PPK tentang BPJS, ketidakpercayaan PPK soal pembayaran tagihan ke BPJS, efisiensi PPK akibat nilai klaim BPJS yang rendah yang mengakibatkan turunnya pelayanan kesehatan, dan masih banyak lainnya. Saya pun masih melihat diskriminasi terhadap pasien BPJS di berbagai tempat seperti yang diberitakan berbagai media massa. Kabar baiknya, banyak orang terselamatkan oleh BPJS karena tidak sedikit PPK yang mendukung BPJS.

Ketiga, pengguna harus paham alur penggunaan BPJS dari PPK I sampai tingkat selanjutnya. Jadi, setiap sakit tidak harus langsung ke rumah sakit. Banyak penyakit yang dapat ditangani di PPK I untuk mengurangi pemborosan pengguna. Di sisi lain, secara tidak sadar banyak orang tidak mengerti arti kesehatan. Kesehatan merupakan sebuah kompleksitas yang mencakup promotif (promosi kesehatan), preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabiltatif (pemulihan). Sampai detik ini, mayoritas orang sibuk membicarakan sisi kuratif dan rehabilitatif. Sisi promotif dan preventif terlupakan. Sasaran kebijakan kesehatan tidak lain adalah mengubah perilaku masyakarat agar tidak sakit. Dengan demikian, motivasi kunjungan ke klinik dan puskesmas adalah karena ingin menjaga kesehatan, mendapat informasi profesional mengenai penyakit, mengelola gizi, imunisasi, kesegaran dan kebugaran jasmani. Kalaupun ada motivasi lain, masyarakat malas mengantri di antara pasien yang berobat. Waktu dokter untuk

menjelaskan dengan lengkap sangatlah minim.Pada akhirnya, masukkan saya bagi pemerintah atau pembuat kebijakan adalah memegang teguh komitmen terkait kebijakan kesehatan dan memperhatikan kualitas fasilitas kesehatan primer. Banyak tempat tidak mendukung kebijakan JKN bukan karena para dokter menolak, tetapi tempat mereka tidak mendukung pelayanan meski regulasinya telah amat jelas yakni Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional. Berkoordinasilah dengan PPK 1 sampai lanjutan yang merupakan garda depan menghadapi pasien.

Masukkan saya bagi PPK selaku pintu pertama pelayanan kesehatan masyarakat adalah memberi layanan terbaiknya terutama dalam upaya pencegahan (promotif dan preventif). Hampir seluruh peserta membayar premi, bukan gratisan. Pasien seharusnya menjadi unsur utama yang harus terlayani karena kesehatan adalah hak setiap orang. Perkembangan dan evaluasi mengenai, keberhasilan, keterbatasan dan hambatan harus disampaikan kepada pembuat kebijakan melalui organisasi-organisasi terkait sesuai Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK/MENKES/31/I/2014. Organisasi yang dimaksud antara lain adalah Asosiasi Klinik Indonesia (ASKLIN), Perhimpunan Klinik dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Indonesia (PKFI). Perhimpunan Rumah Sakit (PERSI) secara transparan dapat memberikan hitungan tarif mereka agar INA-CBGs dapat dikalkulasi kembali sehingga tarif nasional tidak merugikan para Rumah Sakit Swasta meskipun saya menyadari sulitnya memaparkan dapur rumah kepada instansi lain.

Bagi masyarakat, semoga lebih cerdas dan pintar dalam menjaga kesehatan. Sehat itu murah dan sakit itu mahal plus repot. Bangunlah pola pikir “mencegah lebih baik daripada mengobati“.

Salam Indonesia Sehat!

dr. Antonny Halim Gunawan adalah anggota doctorSHARE, dokter ICU di RS dr. Oen Solo Baru,

Wakil Ketua Mahasiswa S2 Magister Administrasi Universitas Indonesia 2013 – 2014, dan kontributor buku “Kesehatan Masyarakat di Indonesia: Konsep,

Aplikasi, dan Tantangan” (2014).

Menyoal Masalah JKN dan BPJSdr. Antonny Halim Gunawan

biro

kras

i.kom

pasia

nan.

com

50 51

flash news

NAM Workshop on ASEAN Public Health and Access to

Medical Technologies Mewakili doctorSHARE, Sekretaris Jenderal dr. Luyanti, MARS hadir dalam ajang NAM Workshop on ASEAN Public Health and Access to Medical Technologies yang berlangsung di Bali pada 3-6 November 2014. Acara yang digagas MSF (Doctors Without Borders) ini menggandeng NAM-CSSTC (gerakan non blok pusat untuk kerjasama teknologi selatan-selatan), UNDP, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Kesehatan. Ajang ini membahas aneka isu mulai dari masalah TRIPS (Trade-Related Aspecs Intellectual Property System), FTA (Free Trade Agreement), hingga masalah tuberkolosis, HIV/AIDS, hingga strategi Sumber Daya Manusia g

Berbagi Inspirasi Bersama Komunitas GKRI Petra

Pendiri doctorSHARE, dr. Lie Dharmawan mendapat kesempatan untuk berbagi inspirasi dengan komunitas GKRI Petra. pada 30 Oktober 2014. Selama kurang lebih satu jam, dr. Lie menceritakan kisah hidupnya dan perjalanannya mendirikan doctorSHARE. Paparan ini diharapkan dapat menggerakan kepedulian komunitas GKRI Petra terhadap masalah-masalah sosial yang terjadi di lingkungan sekitar g

Memotivasi Anak Muda DalamYoung Profesional Forum

dr. Lie Dharmawan membagikan inpirasi hidupnya bagi anak muda dalam ajang Young Profesional Forum yang berlangsung pukul 13.30-16.00 di Central Park, APL Tower, Lantai 12 – Kalam Kudus Center, Jakarta pada 22 November 2014. Dalam forum ini, dr. Lie memotivasi anak muda untuk gigih mewujudkan mimpi dengan mencontohkan pengalaman masa kecilnya menjadi dokter serta perjuangan membangun doctorSHARE.g

Sosialisasi doctorSHAREdi Malang

6 – 8 Desember 2014, doctorSHARE berkunjung ke kota Malang dalam rangka sosialiasi dan liputan kegiatan medis yang dilakukan relawan-relawan di bawah naungan gereja St. Vincentius a Paulo – Malang, lewat poliklinik yang didirikan pada 2008. Poliklinik tersebut beranggotakan 95 orang yang terdiri dari dokter, perawat, tenaga administrasi, dan relawan.

Poliklinik memiliki tujuan sosial yaitu menyediakan pelayanan medis bagi mereka yang membutuhkan. Program rutin yang dilakukan ialah pengobatan dengan biaya murah setiap hari minggu. Setiap pasien hanya dipungut biaya tiga ribu rupiah, namun adapula yang digratiskan. Poliklinik yang satu lokasi dengan gereja St. Vincentius a Paulo ini diketuai oleh Ibu Caroline Handayani Jahjasaputra dengan layanan meliputi pengobatan umum serta pemeriksaan osteoporosis, pap smear, gula darah, kolesterol, asam urat, dan USG mamografi. Pemeriksaan USG mamografi bekerjasama dengan RS Panti Nirmala untuk deteksi kanker payudara dicetuskan dr. Kiky yang berdomisili di Jerman.

Dalam rangka ulang tahun poliklinik

dan hari ulang tahun gereja, komunitas ini juga mengadakan acara bakti sosial berupa pemeriksaan pap smear murah dan pemeriksaan osteoporosis gratis. doctorSHARE berkesempatan membaur di tengah kegiatan poliklinik. Pasien ramai berdatangan dan para relawan melayani dengan ramah. Kegiatan dijadwalkan berakhir pukul sebelas namun pasien tetap dilayani sampai selesai. Kegiatan poliklinik berakhir pukul dua belas dengan pasien berjumlah 215 orang.

Dalam kesempatan yang sama, doctorSHARE juga memperkenalkan diri dan melakukan presentasi mengenai kegiatan-kegiatan dan program-program yang sudah maupun yang akan dilakukan. Presentasi dibawakan oleh Sekretaris Jenderal doctorSHARE, dr. Luyanti, MARS. Presentasi berjalan santai dan para peserta yang hadir terlihat antusias melempar pertanyaan seputar doctorSHAREg

doctorSHARE Dalam 2nd Asia Engage Regional Conference Youth

doctorSHARE diwakili dr. Lie Dharmawan mendapat kesempatan sebagai pembicara dalam ajang 2nd Asia Engage Regional Conference 2014 yang berlangsung di Grand Nikko Hotel, Nusa Dua, Bali pada 19 November 2014. Dalam acara yang mengusung tema “Innovation & Creativity: Collaborating with Communities to Tackle Problems across ASEAN, Asia and Beyond” ini, dr. Lie menceritakan sejarah doctorSHARE sekaligus ajakan untuk bergerak bersama mewujudkan inovasi layanan kesehatan tanpa menunggu pemerintah g

Malam Dana doctorSHARE: 5 Tahun Merajut Kasih Mengarungi

Nusantara

Dalam rangka HUT ke-5, doctorSHARE melangsungkan syukuran sekaligus malam dana yang berlangsung di Integrity Convention Centre, Mega Glodok Kemayoran, Jakarta pada 21 November 2014. Selain penampilan Dorce, dr. Tompi, dan Sanggar Svadara Indonesia, acara ini juga memaparkan kilas balik perjalanan doctorSHARE dan rencana pelayanan medis 2015. Dalam kesempatan yang sama, Bupati Maluku Tenggara, Ir. Anderias Rentanubun, turut hadir dan menjanjikan hibah tanah seluas dua hektar bagi pembangunan kebun fitofarmaka dan gedung untuk melayani kesehatan masyarakat di Pulau Kei g

? Febe Limuel Co-Founder Chai Monster, California

“Thank you dr. Lie for being an incredibly inspiration leader. He has impacted his community phenomenally through his love for God He has changed numerous amounts of people’s lives by persistently tearing down the social barrier between the rich and poor. Going island to island and encouraging many doctors to volunteer he has opened a gateway to the unreached inhabitants of Indonesia through his single wooden boat. Equipped with passion, compassion, education, and a humble heart these doctors have made miracles happen throughout the islands. Having faced obstacles that we can’t even imagine but still putting so much hope and faith in a healthier future. Thank you for serving Indonesia, God bless.”

Jimmy - Supply Chain – Plan Deployment Manager Johnson & Johnson, California

“The heart of doctorSHARE is compassion and humility. Yes, it is humanitarian but one that is motivated by God’s love, as it is written in the Gospel ‘...And Jesus had compassion on the people.’ Dr. Lie also reflects uncommon humility, acknowledging that despite his intelligence and many credentials, there is The Great Physician who oversees his work.”

dr. Lie Terpilih Sebagai Ikon Sosial GATRA 2014

Pada 18 Desember 2014, Majalah GATRA menobatkan dr. Lie sebagai Ikon Sosial 2014. Penghargaan ini diberikan karena gebrakannya bersama doctorSHARE dalam mewujudkan Rumah Sakit Apung swasta pertama di Indonesia yang melayani daerah-daerah terpencil. Penobatan berlangsung di Puri Agung, Grand Sahid Jaya, Jakarta dan turut dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo g

Talk Show Fruitful Business 9:Christian Habits at the

Business Place

dr. Lie Dharmawan menjadi salah satu narasumber talk show dalam acara Fruitful Business 9: Christian Habits at the Business Place. Acara yang berlangsung pada 13 Januari 2015 ini dihadiri oleh kurang lebih 1.000 tamu undangan ini diselenggarakan di Hotel Mulia, Jakarta. Dipandu Andy F. Noya, dr. Lie menceritakan latar belakangnya mendirikan doctorSHARE yang melahirkan aneka inovasi pelayanan medis seperti Rumah Sakit Apung g

52 53

Martin Chandrawinata Construction Engineer At Hanna Group, California

“I’m impressed with doctorSHARE and what these doctors are doing to care for

the people who need help. They travelled by boat without being asked, helped and healed the sick without being paid, and care for them like their own

brothers and sisters because of their love that’s overflowing.

May God bless these doctors!”

Barbara Waugh, PhDExecutive in Residence

& Instructor at Haas/UC Berkeley, California D

“You are healing not only those you touch immediately in the far flung

islands of Indonesia, but also those of us around the world who have

heard of your work and are inspired to keep on keeping on in our local

communities.”

Talk Show Malam Dana “Builder Night” Sekolah

Kasih Bagi Bangsa

dr. Lie Dharmawan menjadi salah satu narasumber dalam Acara Malam Dana “Builder Night” yang berlangsung di Flores Ballroom, Hotel Borobudur, Jakarta pada 27 Januari 2015. Dipandu Andy F. Noya, dr. Lie mengisahkan perjalanannya sejak kecil hingga mendirikan doctorSHARE. Acara ini diselenggarakan sebagai upaya penggalangan dana untuk mengembangkan wadah pendidikan bagi anak-anak yang tidak mampu g

doctorSHARE-INTI Gelar Dialog Terbuka Soal BPJS

Berlokasi di kantor pusat Perhimpunan INTI, doctorSHARE dan Generasi Muda Indonesia Tionghoa (GEMA INTI) menggelar dialog terbuka “Menuju Indonesia Sehat Dengan BPJS Kesehatan” pada 28 Februari 2015. Narasumber dialog ini adalah pendiri doctorSHARE, dr. Lie Dharmawan serta Koordinator Riset dan Pendidikan BPJS Watch, Andriko Sugianto Otong, SH. dengan moderator dr. Riny Sari Bachtiar, MARS yang menjabat sebagai Koordinator Telemedicine dan Flying Doctors doctorSHARE. Dialog ini diadakan sebagai bentuk sosialisasi program BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) bagi masyarakat luas. g

David - COO Technicem, Inc., California

“doctorSHARE is a very honorable act of humanity

that can definitely touch body, heart, and soul. It gives hope and displays God’s love

towards His people.”

Talk Show Doctor’s Career Update

dr. Riny Sari Bachtiar, MARS mewakili doctorSHARE tampil sebagai narasumber dalam ajang Talk Show Doctor’s Career Update (DCU) yang diselenggarakan oleh BEM Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 9 November 2014. Dalam acara yang berlangsung di Auditorium Rumpun Ilmu Kesehatan, Kampus UI Depok ini, dr. Riny membagikan pengalamannya bergabung dengan doctorSHARE sekaligus mengajak para mahasiswa bergabung sebagai relawan sekaligus pilihan karir di masa mendatang g

APA KATA Mereka

d sharing accessible health and care

SHAREc t o r doctorSHARE menyediakan akses bantuan medis secara holistik, independen dan imparsial untuk orang-orang yang paling membutuhkan, yaitu mereka yang dianggap miskin dan tidak mampu tapi tidak mempunyai kartu miskin karena masalah administrasi kependudukan, sehingga berimbas kepada tidak dimilikinya Asuransi (Jaminan) Kesehatan Masyarakat dan tidak memperoleh akses kesehatan gratis yang disediakan pemerintah; mereka yang secara sosial dikecualikan dari layanan kesehatan dan dikucilkan dalam masyarakat, mereka yang terjebak dalam bencana alam, epidemi dan kekurangan gizi.

Individu-individu yang tergabung dalam doctorSHARE bekerjasama, membagikan talenta dan kecakapan maing-masing tanpa memandang batasan-batasan suku, agama, etnis, ras dan antar golongan untuk mewujudkan visi dan misi doctorSHARE sesuai dengan prinsip kemanusiaan dan etika pelayanan medis. Banyak di antara mereka yang telah berpengalaman di medan krisis Indonesia sejak tahun 1998 akibat ketidakstabilan politik, ekonomi dan sosial, serta terpaan bencana alam yang melanda Indonesia.

Saat ini doctorSHARE didukung oleh ahli bedah, dokter, perawat, dan profesional seperti jurnalis, administrator, fotografer, desainer, ahli teknologi informasi, wiraswasta, pekerja sosial profesional, dan sejumlah donatur individual. Kami membuka diri bagi mereka yang tergerak untuk membagikan kecakapan profesionalisme mereka untuk mendukung visi dan misi doctorSHARE memulihkan masyarakat di bidang kesehatan.

PENDIRIdr. Lie A. Dharmawan, PhD, FICS, SpB, SpBTKV

Lisa Suroso, SE, CVM, CID

SEKRETARIS JENDERALdr. Luyanti, MARS

WAKIL SEKRETARIS JENDERALdr. Sianly

dr. Marselina Mieke Yashika Iskandar

SEKRETARISLucy Tawara

BENDAHARAElisabet Wati Reyaan

MANAGER PENGGALANGAN DANASirikit Senjaya, S.Sn

KOORDINATOR PELAYANAN MEDISdr. Christ Hally Santoso

KOORDINATOR CONTIGENCYdr. Christ Hally Santoso

KOORDINATOR PROYEK TFCDI PULAU KEI, MALUKU TENGGARAdr. Angelina Vanessa, dr. Karnel Singh

KOORDINATOR PROYEK PENDAMPINGANMASYARAKAT DI JAKARTA & SEKITARNYA

dr. Fidella, dr. Widiawaty

KOORDINATOR TELEMEDICINEdr. Riny Sari Bachtiar, MARS

KOORDINATOR FLYING DOCTORSdr. Riny Sari Bachtiar, MARS

KOORDINATOR KLINIKdr. Riny Sari Bachtiar, MARS; Siska Amelia, Md. Kep.

KOORDINATOR MEDIASylvie Tanaga, S.IP. , dr. Peggy Loman

MANAJER TEKNIS KAPAL RSA dr. LIE DHARMAWANdr. Christ Hally Santoso

MEDIA BERBAGI doctorSHAREPemimpin Redaksi: Sylvie Tanaga, S.IP

Editor: dr. Peggy LomanIlustrasi Cover: Prisca Evanthia, S.Ds

Desain Grafis: Lisa Suroso, SE, CVM, CIDFotografi: doctorSHARE (Sylvie Tanaga)

dr. Riny Sari Bachtiar, MARSEka Natanael, Eric Satyadi, SE

Copyright 2015 doctorSHAREAll rights reserved.

c

prinsipMenyelamatkan nyawa dan meringankan penderitaan orang yang terjebak dalam krisis, sehingga mereka bisa memulihkan kemampuan untuk membangun kembali kehidupan bermasyarakat.

Penyediaan perawatan medis dan akses pelayanan kesehatan untuk orang yang terjebak dalam krisis, seperti orang-orang yang tidak memiliki akses layanan kesehatan, orang-orang yang menghadapi diskriminasi atau kelalaian dari sistem kesehatan lokal, kelompok marginal dalam masyarakat, mereka yang terjebak dalam bencana alam, epidemi, dan kekurangan gizi.

Integritas, saling berbagi, cinta kasih, saling mempercayai dan menghormati.

Kekuatan tim berada pada rasa tanggung jawab yang tinggi, kemampuan beradaptasi, dan sifat inklusif

Non Profit Voluntary ServicesKegiatan tidak dimaksudkan untuk mencari atau

mengumpulkan keuntungan

Humanitiy ActsBekerja didasarkan pada prinsip kemanusiaan

dan etika medis. Yayasan Dokter Peduli (doctorSHARE) berkomitmen untuk membawa

kualitas perawatan kesehatan untuk orang yang berada dalam krisis tanpa memandang ras, etnis,

suku, agama, antar golongan atau afiliasi politik

Bearing Witness and Speak OutMenjadi saksi atas kejadian kekerasan,

kerusuhan, bencana alam, dan konflik. Berbicara kepada publik dalam upaya untuk memunculkan krisis-krisis kesehatan yang terlupakan atau tidak

disadari publik, menarik perhatian publik untuk kejadian kekerasan yang terjadi di luar jalur, dan

mengkritisi kelemahan sistem bantuan, serta menantang pengalihan bantuan kemanusiaan

yang dilakukan berdasarkan politik kepentingan.

SharingPercaya bahwa setiap individu mempunyai

talenta, kecakapan dan kekuatan masing-masing yang bila dengan tujuan mulia disalurkan,

dibagikan, dan dikolaborasikan akan banyak membantu masalah-masalah sosial terutama

yang berkaitan dengan masalah kesehatan

IndependentBeroperasi secara mandiri dan bebas dari setiap

kepentingan kelompok, golongan, politik, militer, bisnis, dan agama.

ImparsialNetral, tidak berpihak pada salah satu pihak yang

terlibat dalam konflik, memberikan perawatan secara independen untuk meningkatkan akses

bagi korban konflik seperti yang disyaratkan oleh hukum kemanusiaan internasional.

1Pengobatan cuma-cuma

2Rumah Sakit Apung

3Bantuan kemanusiaan untuk bencana

4 Panti Rawat Gizi

5Klinik

6Telemedicine

7Pendampingan Kesehatan

8Kampanye Medis

visi

misi

program

nilai

3

profil

Mega Glodok KemayoranKantor Toko Blok B No. 10-11Jl. Angkasa Kav. B-6Kemayoran Jakarta Pusat 10160Telp. +6221 6586 [email protected]

OCBC NISP 545.80000.8108BCA no. 198.550.7777a/n Yayasan Dokter Peduli

DoctorSHARE

@doctorSHARE

doctorSHARE