27
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DEPAN……………………………………………………..i HALAMAN SAMPUL DALAM ……………………………………………….......ii HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ……………….....iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ……………………….iv HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI …………………...v KATA PENGANTAR ………………………………………………………….......vi SURAT PERNYATAAN KEASLIAN …………………………………………......x DAFTAR ISI………………………………………………………………………...xi ABSTRAK ……………………………………………………………………........xiv ABSTRACT ………………………………………………………………………...xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………………………………………………1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………......6 1.3 Ruang Lingkup Masalah………………………………………………6 1.4 Orisinalitas Penelitian ………………………………………………...7 1.5 Tujuan Penelitian……………………………………………………...9 1.5.1 Tujuan Umum…………………………………………………9 1.5.2 Tujuan Khusus………………………………………………...9 1.6 Manfaat Penelitian…………………………………………………...10 1.6.1 Manfaat Teoritis……………………………………………...10 1.6.2 Manfaat Praktis………………………………………………10 1.7 Landasan Teoritis…………………………………………………….10 1.7.1 Teori Negara Hukum………………………………………...10 1.7.2 Kewenangan…………………………………………………13 1.7.3 Teori Penegakan Hukum…………………………………….14 1.8 Metode Penelitian……………………………………………………17

DAFTAR ISI ..i ii HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI … filemetode penelitian yang bersifat empiris dengan mengkaji permasalahan dengan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan

Embed Size (px)

Citation preview

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN……………………………………………………..i

HALAMAN SAMPUL DALAM ……………………………………………….......ii

HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ……………….....iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ……………………….iv

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI …………………...v

KATA PENGANTAR ………………………………………………………….......vi

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN …………………………………………......x

DAFTAR ISI………………………………………………………………………...xi

ABSTRAK ……………………………………………………………………........xiv

ABSTRACT ………………………………………………………………………...xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah………………………………………………1

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………......6

1.3 Ruang Lingkup Masalah………………………………………………6

1.4 Orisinalitas Penelitian ………………………………………………...7

1.5 Tujuan Penelitian……………………………………………………...9

1.5.1 Tujuan Umum…………………………………………………9

1.5.2 Tujuan Khusus………………………………………………...9

1.6 Manfaat Penelitian…………………………………………………...10

1.6.1 Manfaat Teoritis……………………………………………...10

1.6.2 Manfaat Praktis………………………………………………10

1.7 Landasan Teoritis…………………………………………………….10

1.7.1 Teori Negara Hukum………………………………………...10

1.7.2 Kewenangan…………………………………………………13

1.7.3 Teori Penegakan Hukum…………………………………….14

1.8 Metode Penelitian……………………………………………………17

1.8.1 Jenis Penelitian………………………………………………17

1.8.2 Jenis Pendekatan……………………………………………..18

1.8.3 Sumber Data…………………………………………………18

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data…………………………………..20

1.8.5 Teknik Analisis……………………………………….….......20

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAH DAERAH,

PENEGAKAN HUKUM, DAN PENGEMIS

2.1 Pengertian Tentang Pemerintah Daerah………………………………22

2.1.1 Peraturan Daerah……………………………………………....27

2.2 Pengertian Penegakan Hukum………………………………………..30

2.3 Pengertian Tentang Pengemis………………………………………...33

2.3.1 Penyebab Kemiskinan…………………………………………35

BAB III PENEGAKAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH

PEMERINTAH KABUPATEN KLUNGKUNG DALAM

MENANGGULANGI ADANYA PENGEMIS

3.1 Dasar Hukum Pengendalian Pengemis……………………………….38

3.2 Aparat Yang Berwenang Dalam Menanggulangi

Adanya Pengemis……………………………………………………..44

3.2.1 Pelanggaran Terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Ketertiban

Umum………………………………………………………….46

3.2.2 Tindakan Yang Dilakukan Pemerintah Kabupaten Klungkung

Terkait Adanya Pengemis Di Kabupaten

Klungkung…………..................................................................52

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT PEMERINTAH KABUPATEN

KLUNGKUNG DALAM MENANGGULANGI PENGEMIS

BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN

KLUNGKUNG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

KETERTIBAN UMUM

4.1 Hambatan Yang Dihadapi Pemerintah Kabupaten Klungkung Dalam

Menanggulangi Adanya Pengemis…………………………………..55

4.2 Upaya Yang Dilakukan Pemerintah Kabupaten Klungkung Untuk

Mengatasi Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Dalam

Menanggulangi

Pengemis……………………………………………………………..58

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan…………………………………………………………….64

5.2 Saran…………………………………………………………………...65

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RESPONDEN

LAMPIRAN-LAMPIRAN

RINGKASAN SKRIPSI

ABSTRAK

Pengemis merupakan orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan

cara meminta-minta di tempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk

mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Faktor seperti kemiskinan, pendidikan,

terbatasnya keterampilan, terbatasnya fisik/kesehatan, pengaruh pola pikir atau

budaya, urbanisasi dan kurangnya lapangan pekerjaan pada akhirnya membuat

mereka mengemis. Kebanyakan masyarakat menilai mengemis merupakan hal yang

sudah biasa yang dapat dijumpai dalam kegiatan mereka sehari-hari, contohnya

seperti yang terjadi di pasar malam senggol Kabupaten Klungkung. Dimana masih

dapat di jumpai beberapa pengemis yang melakukan kegiatan mengemis. Keberadaan

pengemis di pasar senggol Kabupaten Klungkung tersebut jelas telah menggangu

ketertiban umum dan telah melanggar Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Ketertiban Umum. Penelitian ini penting dilakukan

untuk mengetahui bagaimana peranan Pemerintah Kabupaten Kungkung dalam

menerapkan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Ketertiban Umum dan apakah yang menjadi hambatan-hambatan dalam penerapan

Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Ketertiban

Umum terkait keberadaan pengemis.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah

metode penelitian yang bersifat empiris dengan mengkaji permasalahan dengan

metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan fakta berdasarkan data yang

diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui

penelitian lapangan, yang dilakukan baik melalui pengamatan, wawancara, maupun

penyebaran kuisioner.

Adapun hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah peran Pemerintah

Kabupaten Klungkung dalam upaya menanggulangi pengemis berdasarkan Peraturan

Daerah Kabuaten Klungkung Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Ketertiban Umum belum

dilaksanakan secara maksimal karena kurang adanya upaya rehabilitasi dan sanksi

yang tegas sehingga tidak menimbulkan efek jera terhadap pengemis tersebut.

Terdapat pula hambatan yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Klungkung

adalah peraturan yang perlu diperbaharui, adanya sikap iba terhadap pegemis,

kurangnya sosialisasi, dan kesadaran masyarakat terkait peraturan yang beraku. Saran

yang dapat diberikan adalah perlunya peraturan yang di perbaharui dan kesadaran

hukum yang lebih dari pemerintah dan masyarakat dalam hal menanggulangi

pengemis.

Kata Kunci : Peranan Pemerintah, Pengemis, Ketertiban Umum

ABSTRACT

Beggars are people who earn income by begging in public places in various

ways and some reasons to expect mercy from others. The factors such as poverty,

education, limited skills, limited physical / health, influence of mindset or culture,

urbanization and lack of jobs in the end make them scrounge. Most people judge

begging is a familiar thing which can be found in their daily activities, such as

happened in the night market named Senggol Klungkung in Klungkung regency.

Where there are still several beggars who do scrounge activities. The existence of

beggars in the Senggol Klungkung clearly has disturbed public order and had

violated Klungkung District Regulation No. 2 of 2014 On Public Order. This

research is important to know how the role of local government in implementing

shackle Klungkung District Regulation No. 2 of 2014 On Public Order and what are

the obstacles to the implementation of Klungkung District Regulation No. 2 of 2014

On Public Order related to the existence of beggars.

The method used in this thesis research is a research method empirically by

studying the problems with the approach of legislation and approach to the facts

based on obtained data directly from the community as the source of the first through

field research, conducted either through the observation, interviews, and distribution

of questionnaires.

The results obtained in this study is the role of the Government of Klungkung

in an effort to tackle beggars based on Regional Regulation of Klungkung Regency

No. 2 in 2014 About the Public Order has not been implemented to its full potential

because of a lack of rehabilitation efforts and sanctions so there is no deterrent effect

against these beggars. There are also some problems faced by the Government of

Klungkung,the problems are, rules that need to be updated, there’s still a compassion

toward the beggar, lack of socialization, and public awareness related to the

regulations.The advice that can be given is the need for the updated regulations and

greater legal awareness of governments and society in terms of tackling beggars.

Keywords: Role of Government, Beggars, Public Order

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk Republik. Hal

tersebut tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Walaupun demikian, terdapat pembagian kekuasaan (kewenangan) antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pada konsep negara kesatuan semua

wewenang milik pemerintah pusat, tetapi pemerintah pusat tidak dapat melaksanakan

seluruh kewenangannya, kemudian sebagian wewenangnya tersebut diserahkan pada

daerah. Hal ini disebut desentralisasi karena terdapat pelimpahan wewenang dari

pemeritah pusat kepada pemerintah daerah, maka terbentuklah hierarki kekuasaan.

Pembagian kekuasaan merupakan salah satu dasar atau landasan untuk

mengkaji tentang pola hubungan kewenangan antara DPRD dengan Kepala Daerah,

karena hubungan tersebut merupakan salah satu deskripsi adanya pembagian

kekuasaan (kewenangan) dalam Negara, baik antara Pemerintahan Pusat dengan

Pemerintah Daerah maupun antara organ-organ pemerintahan yang ada di daerah.

Untuk memperkuat kajian-kajian dalam perspektif teori pembagian Daerah

bersentuhan langsung dengan prinsip-prinsip demokrasi.1

1 Juanda, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah : Pasang Surut Hubungan Kewenangan

Antara DPRD dan Kepala Daerah, PT. ALUMNI, Bandung, h.16.

Hal ini sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada

Pasal 18 ayat (1) dinyatakan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi

atas daerah-daerah provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintah daerah,

yang diatur dengan undang-undang”.Dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun

1945 pada Pasal 18 ini menjelaskan bahwa negara kesatuan Indonesia itu terbagi

kewenangan pemerintahnya atas daerah-daerah, dimana setiap pemerintahan daerah

bebas mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya menurut asas otonomi

daerah dan tugas pembantuan, secara eksplisip tercermin bahwa negara kesatuan

tidaklah sentralistik.

Penyelenggaraan pemerintah daerah disesuaikan dengan amanat UUD

Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk

mempercepat terwujudnya kesejahteraan di dalam masyarakat melalui peningkatan

pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing

daerah dengan mempehatikan prinsip demokratis, pemerataan, keadilan,

keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Menurut ketentuan Undang-Undang Dasar 1945, menetapkan tujuan

perjuangan bangsa kita ialah terwujudnya masyarakat adil dan makmur atau

kesejahteraan umum, dan langkah utama untuk mencapai tujuan tersebut adalah

pelaksanaan keadilan sosial. Keadilan sosial mewajibkan masyarakat termasuk

Negara demi terwtujudnya kesejahteraan untuk membagi beban dan manfaat kepada

para warga negara secara proporsional, sambil membantu anggota masyarakat secara

proporsional, membantu masyarakat yang lemah dan di lain pihak untuk memberikan

kepada masyarakat termasuk Negara apa yang menjadi haknya.

Kesejahteraan atau sejahtera dapat memiliki tiga arti antara lain:

1. Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik kondisi manusia

dimana orang-orangnya dalam keadaan makmur begitu juga keadaan sehat dan

damai.

2. Dalam ekonomi, sejahtera dihubungkan dengan keuntungan benda. Sejahtera

memiliki arti khusus resmi atau teknikal (ekonomi kesejahteraan), seperti dalam

istilah fungsi kesejahteraan sosial.

3. Dalam kebijakan sosial, kesejahteraan sosial menunjuk ke jangkauan pelayanan

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini adalah istilah yang digunakan dalam

ide negara sejahtera.

Tujuan memajukan kesejahteraan umum sebagai amanah jika kita telaah

lebih mendalam yaitu pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 pada alinea IV yang menjelaskan antara lain:

“…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh rakyat Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan

ketertiban dunia…”

Ketentuan tersebut menunjukkan keaktifan Pemerintah kita dalam

memberikan hukum warga Negara sesuai dengan hak-hak mereka, guna

mengembangkan dan meningkatkan kesejahteraan sosialnya, sebagaimana dijamin

secara pasti oleh Konstitusi Negara di bawah Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 27

ayat (2) menyebutkan : “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan kehidupan

yang layak bagi kemanusiaan”. Dalam Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia menyebutkan bahwa : “Fakir miskin dan anak-anak terlantar

dipelihara oleh negara”. Ini menunjukkan betapa tinggi hasrat dan martabat bangsa

Indonesia untuk memajukan bangsa, demi mewujudkan kesejahteraan rakyat yang

merata di seluruh wilayah dan lapisan masyarakat Indonesia.

Bali merupakan salah satu pulau yang berada di Indonesia, dimana laju

pertumbuhan penduduknya berkembang sangat pesat, baik dari kelahiran maupun

penduduk pendatang serta kemampuan perekonomian masyarakat saat ini semakin

meningkat. Dilihat dari segi pariwisata di Bali saat ini sangatlah berkembang begitu

cepat. Namun dengan pertumbuhan pariwisata di Bali yang sangat pesat, Bali dan

masyarakatnya tidak terlepas dari masalah kemiskinan baik di kota maupun di desa,

terbukti masih banyak adanya aktivitas mengemis yang salah satu contohnya dapat

dilihat di sekitaran Kota Klungkung.

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan

Gelandangan dan Pengemis, pada Pasal 2 diatur bahwa “Penanggulangan gelandangan

dan pengemisan yang meliputi usaha-usaha preventif, represif, rehabilitatif bertujuan

agar tidak terjadi pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah meluasnya pengaruh

akibat pergelandangan dan pengemisan di dalam masyarakat, dan memasyarakatkan

kembali gelandangan dan pengemis menjadi anggota masyarakat yang menghayati

harga diri, serta memungkinkan pengembangan para gelandangan dan pengemis untuk

memiliki kembali kemampuan guna mencapai taraf hidup, kehidupan, dan penghidupan

yang layak sesuai dengan harkat martabat manusia”.

Dalam menanggulangi permasalahan pengemis, Pemerintah Kabupaten

Klungkung membentuk suatu peraturan yaitu Peraturan Daerah Kabupaten

Klungkung Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Ketertiban Umum pada Pasal 28 ayat (1)

yang diatur bahwa “Setiap orang dilarang mengemis dan/atau mengamen di jalan,

persimpangan lampu lalu lintas (alat pemberi isarat lalu lintas), di dalam angkutan

umum, area perkantoran dan tempat umum lainnya”.

Dengan adanya Peraturan Daerah tersebut seharusnya dapat

memberdayakan pengemis sehingga mereka tidak kembali melalukan kegiatan

mengemis di Kabupaten Klungkung. Namun pada kenyataannya, masih ada

keberadaan pengemis di Kabupaten Klungkung . Berdasarkan rekapitulasi data

pengemis yang diperoleh dari Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kabupaten

Klungkung dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2016 berjumlah 26 orang. Mereka

dapat ditemui di kawasan pasar malam Kabupaten Klungkung, yang dengan sengaja

menjadikan mengemis sebagai profesi. Penyebab dari adanya pengemis adalah

jumlah pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan lapangan pekerjaan

yang memadai. Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka bekerja apa

saja asalkan mendapatkan uang termasuk mengemis. Keberadaan pengemis di

perkotaan sangat meresahkan masyarakat karena mereka merusak keindahan kota.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis meneliti dan mendalami

masalah ini yang hasilnya di tuangkan dalam sebuah penelitian yang berjudul

“PERANAN PEMERINTAH KABUPATEN KLUNGKUNG DALAM

MENANGGULANGI PENGEMIS BERDASARKAN PERATURAN DAERAH

KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

KETERTIBAN UMUM”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun beberapa permasalahan yang

akan dibahas dalam skripsi ini antara lain:

1. Bagaimanakah penegakan hukum yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten

Klungkung dalam menanggulangi adanya pengemis?

2. Apakah faktor penghambat Pemerintah Kabupaten Klungkung dalam

menanggulangi pengemis berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Ketertiban Umum?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Maksud dan tujuan dari ruang lingkup masalah dalam penulisan ini adalah

untuk membatasi obyek pembahasan guna mencegah meluasnya materi yang akan di

bahas. Kajian pokok dari skripsi ini mengenai peran Pemerintah Kabupaten

Klungkung dalam mengatasi pengemis berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten

Klungkung Nomor 2 Tahun 2014 Tentag Ketertiban Umum. Dengan ruang lingkup

penelitian dapat menunjukkan secara pasti variable-variabel mana yang akan diteliti

dan mana yang tidak.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Terkait dengan orisinalitas dari penelitian ilmial ini, penulis akan memperlihatkan

skripsi terdahulu sebagai perbandingan yang pembahasannya berkaitan dengan Peranan

Pemerintah Kabupaten Klungkung dalam menanggulangi Pengemis Berdasarkan Peraturan

Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Ketertiban Umum ,

berdasarkan pengamatan penulis dari sumber media seperti internet. Sebagai perbandingan

yang menunjukkan orisinalitas penelitian ini, maka penulis mencantumkan penelitian

sebelumnya sebagai berikut:

No. Judul Penelitian Penulis Rumusan Masalah

1. Pemberdayaan

Gelandangan Dan

Pengemis Di Kabupaten

Sidoarjo (Studi Kasus di

Andre Pane

Sixwanda,

Skripsi Bagian

Ilmu

1. Bagaimana

Pemberdayaan Bagi

Gelandangan dan

Pengemis di

UPDT Liponsos Sidokare) Administrasi

Negara, Fakultas

Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik,

Universitas

Pembangunan

Nasional

“Veteran” Jawa

Timur 2013

Kabupaten Sidoarjo?

(Studi Kasus di UPTD

Liponsos Sidokare)

2. Penanganan

Gelandangan dan

Pengemis Dalam

Prespektif Siyasah (Studi

Pasal 24 Perda DIY No 1

Tahun 2014)

Norika

Priyantoro,

Skripsi Bagian

Ilmu Hukum

Islam, Fakultas

Syari’ah dan

Hukum,

Universitas

Islam Negeri

Sunan Kalijaga

Yogyakarta

2015

1. Bagaimana

Pandangan Siyasah

dusturiyah terhadap

Pasal 24 Perda DIY

No. 1 Tahun 2014

Tentang Penanganan

Gelandangan dan

Pengemis?

Bila dilakukan perbandingan dengan penelitian tersebut, yang dimana

penelitisn pertama membahas tentang Pemberdayaan Gelandangan Dan Pengemis Di

Kabupaten Sidoarjo (Studi Kasus di UPDT Liponsos Sidokare). Kemudian, penelitian

kedua membahas tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis Dalam Prespektif

Siyasah (Studi Pasal 24 Perda DIY No 1 Tahun 2014). Sedangkan, pada penelitian ini

membahas tentang Peranan Pemerintah Kabupaten Klungkung Dalam

Menanggulangi Pengemis Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Ketertiban Umum.

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian merupakan suatu usaha yang sistematis untuk menemukan

jawaban ilmial dari berbagai data dan informasi yang di kumpulkan, dirangkai, dan

dianalisa yang kedepannya digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan

digunakan sebagai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi.

1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah sebagi berikut:

1. Untuk kepentingan perkembangan ilmu Hukum terutama dalam hukum

Pemerintahan Daerah.

2. Untuk memberikan masukan dan bahan pertimbangan bagi semua pihak dalam

mengatasi masalah hukum khususnya hukum pemerintahan daerah.

1.5.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peranan Pemerintah Kabupaten Klungkung dalam

menanggulangi adanya pengemis di Kabupaten Klungkung.

2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam

menanggulangi adanya pengemis di Kabupaten Klungkung.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan agar dapat memberi manfaat

positif bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya dibidang upaya pemerintah dalam

penanggulangan dan pemberdayaan pengemis.

1.6.2 Manfaat Praktis

1. Bagi penulis penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan hukum

berkaitan dengan upaya pemerintah dalam penanggulangan dan pemberdayaan

pengemis.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan

pertimbangan untuk mengambil kepitisan berkaitan dengan pengendalian dan

pemberdayaan pengemis khususnya di Kota Klungkung.

1.7 Landasan Teoritis

Untuk membahas penulisan skripsi ini pada landasan teoritis penulis

membagi menjadi 4 konsep diantaranya:

1.7.1 Teori Negara Hukum

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

pada Pasal 1 ayat ( 3 ) menyebutkan bahwa “ Negara Indonesia adalah Negara

Hukum”. Negara Hukum dimaksud adalah negara yang menegakkan supermasi

hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang

tidak dipertanggungjawabkan.2 Konsep negara hukum yang secara historis tumbuh

dan berkembang pada dunia dan mengalami modifikasi di Indonesia untuk

disesuaikan dengan cita hukum dan cita Negara Indonesia berdasarkan Pancasila,

sehingga disebut dengan istilah (rechtstaat) berdasarkan Pancasila. Dalam hal ini

dianut suatu ajaran kedaulatan hukum yang menempatkan hukum pada kedudukan

tertinggi.3 Selanjutnya bahwa negara merupakan tertib hukum. Tertib hukum yang

timbul karena diciptakannya peraturan-peraturan hukum, yang menentukan bagimana

orang di dalam masyarakat atau negara itu harus bertanggung jawab terhadap

perbuatan-perbuatannya. Jadi negara itu adalah suatu tertib hukum yang memaksa.

2 Yusril Ihza Mahendra. 1996, Dinamika Tata Negara Indonesia, Gema Insani Press,

Jakarta, h.96.

3 Ismail Suny, 1984, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Askara Baru, Jakarta, h.8.

Suatu Negara dapat dilakukan negara hukum apabila telah memenuhi unsur-

unsur sebagaimana dikemukakkan oleh Fredrich Julius Stahl:

1. Adanya pengakuan akan hak-hak dasar manusia (HAM);

2. Adanya pembagian kekuasaan;

3. Pemerintah berdasarkan peraturan/hukum;

4. Adanya peradilan administrasi/Tata Usaha Negara.4

Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila, dimana unsur-

unsur di atas terpenuhi seperti yang termuat dalam pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945, alenia pertama yang menyatakan bahwa kemerdekaan merupakan hak

segala bangsa, pernyataan tersebut merupakan afirmasi dari Hak dasar untuk untuk

menentukan nasib sendiri.5 Dalam alenia kedua pembukaan menyebutkan Indonesia

sebagai negara yang “adil” dan “makmur”. Kekuasaan hendaknya dijalankan dengan

adil, artinya negara tidak dapat bertindak sewenang-wenang terhadapt rakyatnya.6

Dalam alenia ketiga tercantum hasrat Indonesia untuk berkehidupan berkebagsaan

4 Oemar Sono Aji, 1966, Prasara dalam Indonesia Negara Hukum, Simposium UI, Jakarta,

h.24.

5 Perserikatan Bangsa-Bangsa, 1966, International Covenant on Civil and Political Right,

Pasal 1

6 Yusril Ihza Mahendra, loc.cit.

yang bebas, yang menekankan HAM kolektif yang dimiliki sebuah bangsa,7 serta

alenia keempat mencantumkan hak social,politik, dan pendidikan.8

Pengakuan HAM tersebut merupakan buki bahwa Indonesia tidak hanya

secara deklaratif menyatakan sebagai negara hukum namum juga secara praktis, yang

dalam hal ini Indonesia menganut negara hukum dalam arti materiil atau yang dikenal

dengan sebutan Negara Kesejahteraan (Walfare State).9 Kaitanya pandangan tersebut

dengan skripsi ini adalah pembagian kewenangan pemerintah Kabupaten Klungkung

yang berdasarkan peraturan daerahnya mengatasi dan memberdayakan pengemis, di

mana hal ini sesuai dengan HAM untuk mendapatkan kehidupan yang layak.

1.7.2 Kewenangan

Kewenangan adalah kekuasaan yang mendapatkan keabsahan atau

legitimasi, Tindakan Pemerintahan dan/atau pejabat umum harus bertumpu pada

kewenangan yang sah. Setiap perbuatan pemerintah harus bertumpu pada suatu

kewenangan yang sah, seorang pejabat ataupun lembaga tidak dapat melaksanakan

suatu perbuatan pemerintah. Oleh karena itu, kewenangan yang sah merupakan

atribut bagi setiap pejabat ataupun lembaga manapun. Wewenang (bevoegheid)

7 Ibid, h. 97.

8 Azhary, 1995, Negara Hukum Indonesia, UI press, Jakarta, hal. 88.

9 E. Utrecht, 1960, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Unpad, Bandung,h.21-22.

dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht). Jadi dalam konsep hukum

publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan.10

Indroharto mengemukakkan bahwa wewenang diperoleh secara atribusi,

delegasi, dan mandate, yang masing-masing dijelaskan bahwa wewenang yang

diperoleh secara atribusi, yaitu pemberian wewenang pemerintah yang baru oleh

suatu ketentuan dalam perUndang-Undangan. Jadi, disini dilahirkan suatu wewenang

pemerintah yang baru. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang

telah ada oleh Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara yang telah memperoleh suatu

wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan Tata Usaha

Negara lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi

wewenang. Pada mandate tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun

pelimpahan wewenang dari Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara satu kepada yang

lain.11

1.7.3 Teori Penegakan Hukum

Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum (law enforcement)

menghendaki lima faktor, yaitu :

10

Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Yuridika, Nomor 5&6 Tahun XII, September-

Desember, 1997, h.1.

11

Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara,

Jakarta, Pustaka Harapan, h.68.

1) Faktor hukumnya sendiri, terkait peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat

oleh Penguasa Pusat maupun Daerah yang sah.

2) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan

hukum.

3) Faktor sarana atau fasilitas, pendukung penegakan hukum.

4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan.

5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.12

Sedangkan menurut Satjipto Raharjo pengamatan berlakunya hukum secara

lengkap ternyata melibatkan sebagai unsur sebagai berikut:

1) Peraturan sendiri;

2) Warga negara sebagai sasaran pengaturan;

3) Aktifitas birokrasi pelaksana;

4) Kerangka sosial-politik-ekonomi-budaya yang ada turut menentukan bagaimana

setiap unsur dalam hukum tersebut di atas menjalangkan apa yang menjadi

bagiannya.13

12 Soerjono Soekanto, 2012, Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, Cet,

XI. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.8.

13

Sajtipto Raharadjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Baki, Jakarta, h.43.

Berdasarkan kedua pendapat sarjana mengenai faktor penegakan hukum

maka penulis dalam penulisan skripsi ini menggunakan ilmu faktor dari Soerjono

Soekanto sebagai faktor-faktor untuk meninjau bagaimana penanggulangan pengemis

di Kabupaten Klungkung.

Penegakan hukum (law enforcement), merupakan suatu istilah yang

memiliki keragaman dalam definisi. Menurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum

diartikan sebagai suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum, yaitu

pikiran-pikiran dari badan-badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dan di

tetapkan dalam peraturan-peraturan hukum yang kemudian menjadi kenyataan.14

Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu mempunyai arti luas

dan arti sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua

subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Dalam arti sempit, penegakan hukum

itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk

menjamin dan memastikan bawha suatu aturan hukum berjalan sebagaimana

mestinya.

Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya,

yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang

luas dan sempit. Dalam arti luas, menegakkan hukum itu mencakup pula nilai-nilai

14 Satjipto Raharjo, 2003, Merintis Visi Program Dokter Hukum UNDIP, Universitas

Diponegoro, semarang, h.28.

keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai

keadilan ysng hidup dalam masyarakat. Tetapi dalam arti sempit, penegakan hukum

itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Secara

konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan

menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang

mantap dan mengejawantahkan dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai

tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian

pergaulan hidup.

Menurut Al. Wisnubroto terdapat beberapa faktor internal yang

mempengaruhi aparat penegak hukum dalam mengambil keputusan yang salah

sehingga tidak dapat tercipta penegakan hukum yang baik dan benar.

Adapun beberapa faktor tersebut adalah:

1. Faktor Subjektif.

a. Sikap prilaku apriori.

b. Sikap perilaku emosional.

c. Sikap arrogance power.

d. Moral.

2. Faktor Objektif.

a. Latar belakang budaya sosial budaya.

b. Profesionalisme.15

Penegakan hukum adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka usaha

pelaksana ketentuan-ketentuan hukum baik yang bersifat penindakan maupun

pencegahan yang mencakup seluruh kegiatan baik teknis maupun administratif yang

dilaksanakan oleh aparat penegak hukum sehingga dapat melahirkan suasana aman,

damai dan tertib untuk mendapatkan kepastian hukum dalam masyarakat, dalam

rangka menciptakan kondisi agar pembangunan disegala sektor itu dapat

dilaksanakan oleh pemerintah.

1.8 Metode Penelitian

Sebagaimana yang telah diketahui dalam suatu karya ilmiah, metode

penelitian sangat penting karena metode penelitian ini nantinya akan menjadi arah

dan petunjuk bagi suatu penelitian.

1.8.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian karya ilmiah ini penulis menggunakan metode hukum

empiris. dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dan

pendekatan fakta berdasarkan data yang diperoleh langsung dari masyarakat sebagai

sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan, yang dilakukan baik melalui

15

Al Wisnubroto, 1997, Hakim dan Peradilan di Indonesia Dalam Beberapa aspek Kajian,

Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, h.88.

pengamatan, wawancara, ataupun penyebaran kuisioner16

. Dalam penelitian hukum

empiris, hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati di

dalam kehidupan nyata. Dalam konteks ini hukum tidak semata-mata dikonsepkan

sebagai suatu gejala normatife yang otonom, sebagai ius constituendum (law as what

it is in the book), akan tetapi secara empiris sebagai ius operatum (law as what it is in

society).

1.8.2 Jenis Pendekatan

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka metode

pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan Perundang-undangan (The Statute

Approach) yang dimana pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua peraturan

perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan atau isu hukum

yang sedang dihadapi. Selain itu juga digunakan Pendekatan Fakta (The Fact

Approach), yaitu pendekatan masalah yang didasarkan pada fakta-fakta yang terjadi

di lapangan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan dibahas berdasarkan

karakteristik ilmiah dari individu ataupun kelompok untuk dapat memahami dan

mengungkap sesuatu di balik fenomena. Dengan demikian tidak hanya sebatas

mempelajari ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum,tetapi juga melihat

bagaimana fakta-fakta yang terjadi dalam masyarakat.

16 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Cetakan I, Kencana, Jakarta, h. 35.

1.8.3 Sumber Data

Dalam metode penelitian ini, untuk mendapatkan data yang lengkap penulis

menggunakan:

1. Data Primer, yaitu sejumlah keterangan atau fakta yang diperoleh langsung

melalui penelitian lapangan atau berasal dari sumber yang pertama. Adapun data

primer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini berupa observasi dan

wawancara.

2. Data Sekunder, yaitu berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-

buku teks, kamus-kamus hukum, dan komentar-komentar atas putusan

pengadilan.17

Adapun bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian

ini sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Tentang

Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor. 4967);

c. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012 Tentang

Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia

17

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana Prenada Media Grup,

Jakarta, h.181

Tahun 2012 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Inodesia

Nomor 5294);

e. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan

Gelandangan Dan Pengemis.

f. Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung No 2 Tahun 2014 Tentang

Ketertiban Umum.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan teknik pengumpulan bahan ,

meliputi :

1. Studi Lapangan

Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara terjun langsung ke objek yang akan

di teliti untuk melakukan pengamatan secara langsung, yang bertujuan

memperoleh data-data. Dalam studi lapangan ini penulis dapat mengumpulkan

data dengan dua cara yaitu:

a. Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melihat atau

mengamati objek yang akan di teliti dan melakukan pencatatan terhadap

gejala-gejala yang timbul secara sistematis, sehingga dapat memberi

gambaran mengenai objek penelitian.

b. Wawancara yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung

kepada responden terkait masalah yang akan diteliti.

2. Studi Dokumen

Yaitu teknik melengkapi data-data yang telah tersedia dalam bentuk berkas-

berkas, dokumen resmi, informasi, buku, internet,dan meia cetak yang ada

hubungannya dengan masalah dalam penulisan skripsi ini.

1.8.5 Teknik Analisis

Teknik analisis data dalam penelitian merupakan hal yang penting untuk

menguraikan dan memecahkan masalah yang di teliti berdasarkan pada data-data

yang sudah di kumpulkan. Di tahapan ini, semua data yang telah terkumpul baik dari

studi dokumen maupun studi penelitian secara wawancara dan observasi akan diolah

serta akan dianalisis secara deskriktif kualitatif yaitu dengan menghubungkan antara

data yang ada yang berkaitan dengan pembahasan dan selanjutnya disajikan secara

deskriptif analisis. Yang dengan kata lain, artinya bahwa data yang telah rampung

akan dipaparkan disertai analisis sesuai dengan teori yang terdapat pada buku

literature serta peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk nantinya

didapatkan kesimpulan sebagai akhir dari penulisan penelitian ini.