42

DAFTAR ISI - pori.or.id

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

DAFTAR ISI

1 PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

2 STANDARD INTERNASIONAL DAN NASIONAL BAGI PELAYANAN

RADIOTERAPI .............................................................................................................. 3

3 RENCANA STRATEGI DAN EVALUASI TAHAP 1 ........................................................... 4

3.1 Rencana Strategi Tahap 1 (2010-2015)............................................................ 5

3.2 Evaluasi Tahap 1 .............................................................................................. 9

4 POTRET ONKOLOGI RADIASI INDONESIA SAAT INI ................................................... 17

4.1 Pelayanan ...................................................................................................... 17

4.2 Sumber Daya Manusia ................................................................................... 21

4.3 Fasilitas dan Sarana Penunjang ..................................................................... 21

5 RENCANA STRATEGIK DAN ROADMAP PENGEMBANGAN RADIOTERAPI INDONESIA,

2015-2035 ................................................................................................................ 24

6 PROTON BEAM THERAPY .......................................................................................... 32

6.1. Sejarah dan Utilitas Proton Terapi di Dunia ................................................... 32

6.2 Analisis Biaya PBT ......................................................................................... 33

6.3 Teleterapi di Indonesia .................................................................................. 35

6.4 PBT dan Teleterapi ......................................................................................... 35

6.5 Proton Terapi Cost-Effectiveness................................................................... 35

7 PENUTUP ................................................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 38

1

USULAN RENCANA STRATEGIK DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN RADIOTERAPI INDONESIA

Baseline data and information for national strategic planning in

the continuous improvement of RT services in INDONESIA

1. PENDAHULUAN

UICC memperkirakan bahwa pada tahun 2030 akan terjadi lonjakan insidens kanker sebesar

300% secara global di dunia, yang 70%-nya terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia.

Sebagai negara maritim yang terdiri atas 17.508 pulau, 34 provinsi, dan 237 juta jiwa penduduk,

beban penyakit kanker di Indonesia meningkat seiring berjalannya waktu. Pada tahun 2012,

berdasarkan GLOBOCAN, terdapat 299.700 kasus kanker baru di Indonesia. Data lain dari Riset

kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi kanker di Indonesia adalah 1,4 per mil. Angka

kejadian ini juga diiringi dengan tingkat kematian yang cukup tinggi, dengan jumlah 194.500

kejadian di Indonesia.

Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa beban kanker di negara berkembang cukup besar,

apalagi dengan adanya perkiraan lonjakan di beberapa dekade mendatang. Hal ini tentunya juga

akan berdampak pada akses pengobatan kanker, termasuk salah satunya adalah akses untuk

terapi radiasi.

Radioterapi merupakan salah satu pengobatan esensial dalam bidang kanker dan diperkirakan

sekitar 50% dari pasien kanker memerlukan tatalaksana ini. Apabila dihitung lebih lanjut, maka

dari 365.562 pasien kanker (perhitungan menggunakan estimasi berdasarkan data World Bank

dan Riskesdas 2013) di Indonesia, terdapat 182.781 pasien setiap tahunnya yang memerlukan

terapi radiasi. Akan tetapi, jumlah yang banyak ini masih belum disokong dengan fasilitas dan

sumber daya yang memadai di Indonesia.

Berdasarkan data dari Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI) pada

tahun 2018, terdapat 44 pusat radioterapi (aktif maupun sedang pembangunan atau

pengurusan izin) dengan total 66 pesawat radiasi di Indonesia. Angka ini diperkirakan akan

meningkat menjadi 61 pusat radioterapi dengan total 87 pesawat radiasi pada akhir tahun 2019.

2

Berdasarkan data tersebut, diperkirakan bahwa rasio antara alat dan jumlah penduduk adalah

sebesar 0,25 MV/1 juta populasi per tahun 2018 ini dan akan menjadi 0,33 MV/1 juta populasi

pada tahun 2019 (menggunakan data populasi World Bank 2016). Rasio tersebut masih jauh dari

kebutuhan yang ada, yakni sebesar 268 pesawat radiasi dimana untuk mencapai fraksinasi

nasional Indonesia sebesar 3.488.100 fraksi / tahun. Data lain dari negara yang tergabung, dalam

Federation of Asian Organizations for Radiation Oncology (FARO) berdasarkan survei tahun

2018, menunjukkan bahwa 7 dari 12 negara anggota memiliki rasio yang baik, yakni Singapura

(3,75 MV/1 juta populasi), Jepang (7,35 MV/1 juta populasi), Korea Selatan (2,99 MV/1 juta

populasi), Malaysia (1,79 MV/1 juta populasi), Republik Rakyat Tiongkok (1,55 MV/1 juta

populasi), Thailand (1,23 MV/1 juta populasi), dan Sri Lanka (1,18 MV/1 juta populasi). Selain itu,

Filipina memiliki rasio 0,45 MV/1 juta populasi, India 0,46 MV/1 juta populasi, Pakistan 0,29

MV/1 juta populasi dan Bangladesh 0,18 MV/1 juta populasi. Berdasarkan data dari FARO, dapat

terlihat bahwa Indonesia termasuk dalam salah satu negara yang perlu berbenah untuk dapat

menyusul negara-negara dengan cakupan radioterapi yang baik.

Terlepas dari data di atas, adanya kesenjangan dalam akses penderita kanker untuk terapi radiasi

juga menyebabkan kehilangan pendapatan (loss) yang cukup besar bagi bangsa Indonesia.

Dengan cakupan hanya sebesar 22,2%, setiap tahunnya, diperkirakan terdapat 1,022 triliun USD

yang hilang karena tidak adanya alat radioterapi di Indonesia dengan jumlah terbesar berasal

dari hilangnya produktivitas pasien (679,6 triliun USD) dan sisanya berasal dari hilangnya devisa

karena pasien yang mencari pengobatan keluar dari Indonesia. Oleh karena itu, untuk

mengurangi beban dan meningkatkan kinerja dari aspek radioterapi, diperlukan sebuah

roadmap dan rencana strategis perkembangan radioterapi di Indonesia. Program ini akan

dievaluasi setiap 5 tahun dengan target memenuhi kebutuhan minimal radioterapi di Indonesia

pada tahun 2035.

3

2. STANDAR INTERNASIONAL DAN NASIONAL BAGI PELAYANAN

RADIOTERAPI

Sebagai salah satu aplikasi dari radiasi berenergi tinggi (megavoltage), penggunaan terapi radiasi

diatur oleh peraturan dari berbagai badan pengawas penggunaan tenaga nuklir baik

internasional maupun nasional, disamping juga Kementerian Kesehatan. Pengaturan dan

pengawasan tersebut mencakup infrastruktur, struktur, fasilitas, sumberdaya manusia termasuk

dokter spesialis onkologi radiasi, proses, keselamatan dan keamanan dalam menjalankan

kegiatannya untuk menjamin keselamatan dan keamanan baik bagi pasien, masyarakat maupun

petugas. Peraturan dan standard yang ada adalah sbb:

1. Internasional

• Setting up a Radiotherapy Programme: Clinical, Medical Physics, Radiarion Protection

and Safety Aspects (IAEA 2008)

• TEC-DOC 1588: Transition from 2-D Radiotherapy to 3-D Conformal and Intensity-

Modulated Radiotherapy

• Comprehensive Audits of Radiotherapy Practices: A tool for quality improvement (IAEA

2007)

2. Nasional

• Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 1427 / menkes / SK / XII / 2006 tentang Standar

Pelayanan Radioterapi di Rumah Sakit

• SK Ka Bapeten No. 21/Ka. Bapeten/XII-02 tentang Program Jaminan Kualitas Instalasi

Radioterapi

• PP No 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion Dan Keamanan Sumber

Radioaktif

• PP No. 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion Dan

Bahan Nuklir

• PERMENKES RI No. 780/MENKES/PER/VIII/2008 tentang Penyelenggaraan Pelayanan

Radiologi

4

• PERKA BAPETEN RI No. 3 Tahun 2013 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan

Radioterapi

• PERKA BAPETEN RI No. 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan

Pesawat Sinar X Radiologi Diagnostik dan Intervensional

• PP No. 2 Tahun 2014 tentang Perizinan Instalasi Nuklir Dan Pemanfaatan Bahan Nuklir

Berbagai teknologi yang telah teruji secara evidence based dalam bidang terapi radiasi berbasis

keselamatan dan kualitas saat ini telah diselenggarakan oleh pusat radioterapi di Indonesia,

dengan bench marking berbagai negara tetangga. Dengan target fraksinasi naisonal sebesar

3.488.100 fraksi / tahun, maka idealnya Indonesia memiliki 268 pesawat radiasi.

Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pelayanan radioterapi yang merata, berkualitas,

efisien, efektif, terarah dan terpadu, maka dipandang perlu dibangun suatu sistem rujukan

pelayanan radioterapi berjenjang dari pusat radioterapi tingkat primer sampai tingkat tersier

berdasarkan ka-pasitas regional. Dengan demikian optimalisasi akses geografik dengan sistem

rujukan yang tepat memerlukan perencanaan akurat dengan dukungan pemerintah, profesi dan

masyarakat.

3. RENCANA STRATEGI DAN EVALUASI TAHAP 1 (Tahun 2010 - 2015)

Sebelumnya, perlu dijelaskan bahwa untuk memudahkan klasifikasi berdasarkan kemampuan

pelayanannya, pusat radioterapi di Indonesia dibagi menjadi 3 level sebagai berikut:

1. Level I, terdiri dari:

- Level IA

Pusat pelayanan radioterapi yang telah memenuhi standar kebutuhan minimal.

Pelayanan yang diberikan terbatas pada radiasi dengan teknik 2 dimensi (2D).

- Level IB

Pusat pelayanan radioterapi yang mampu memberikan pelayanan radioterapi 3D

Conformal Radiotherapy.

5

2. Level II

Pusat Pelayanan Radioterapi Level II, merupakan pelayanan radioterapi yang memiliki

fasilitas pelayanan Intensity Modulated Radiotherapy (IMRT) atau Stereotactic

Radiosurgery/Radiotherapy (SRS/SRT) (dengan EPID/IGRT)

3. Level III

Pelayanan radioterapi yang memiliki fasilitas pelayanan IMRT dan SRS/SRT (dengan

EPID/IGRT)

3.1 Rencana Strategi Tahap 1 (2010-2015)

Sasaran dari Tahap 1 ini adalah pemenuhan kebutuhan pusat pelayanan radioterapi eksisting

sesuai persyaratan minimal, pemerataan akses geografis terutama wilayah Indonesia bagian

timur untuk mencapai 20% dari kebutuhan 1 MV / 1 juta populasi, setup sistem rujukan melalui

upgrade beberapa pusat radioterapi menjadi level II.

1. Tahap 1. Prioritas I

Pemenuhan kebutuhan pusat pelayanan radioterapi eksisting, minimal sesuai standar basic

radiotherapy centre IAEA

1. Re-evaluasi kelengkapan sesuai standar acuan dalam SETTING UP A RADIOTHERAPY

PROGRAMME: Clinical, Medical Physics, Radiation Protection and Safety Aspects (IAEA

2008)

• Pusat Pelayanan Radioterapi Level I

Standar minimum untuk pusat radioterapi tingkat primer/dasar (level I), adalah

pesawat teleterapi, simulator, mould room, brakhiterapi, TPS dan alat ukur.

- Level IA Minus

Pusat pelayanan radioterapi yang mempunyai kekurangan salah satu atau lebih

pada standar kebutuhan minimal.

- Pemenuhan kebutuhan untuk melengkapi pusat pelayanan radioterapi level IA

minus menjadi IA (sesuai dengan standar minimal) dan melengkapi kebutuhan alat

ukur untuk pusat pelayanan radioterapi pada level yang lebih tinggi.

6

3. Pemenuhan kebutuhan pelayanan brakhiterapi. Pada tahun 2010, peralatan brakhiterapi

tersedia di 10 pusat radioterapi di Indonesia. Sembilan di antaranya menggunakan

peralatan microselectron, sedangkan sisanya menggunakan peralatan gammamed.

Sesuai standard level I maka 50% dari pusat radioterapi diharapkan telah dilengkapi

dengan brakhiterapi pada akhir Tahap 1 dan 50% sisanya dilanjutkan pada Tahap 2. Pada

tahap 2, dilakukan penyediaan layanan brakhiterapi pada pusat radioterapi primer

lainnya. Selain itu, perlu pula perencanaan yang matang pada proses pendirian setiap

pusat radioterapi baru, termasuk agar diperlengkapi dengan fasilitas brakhiterapi.

2. Tahap 1. Prioritas II

Sebagai prioritas kedua pada tahap pertama ini, dilakukan penambahan pusat radioterapi

baru untuk pemerataan akses geografis, terutama pada Indonesia bagian timur. Selain itu,

dilakukan pemantapan sistem rujukan pusat radioterapi primer ke sekunder dengan

memperlengkapi pusat radioterapi level IA menjadi IB.

1. Penambahan 4 pusat radioterapi baru untuk melayani regional yang belum tersentuh/

under-covered:

• Papua & Maluku

• Sulawesi Utara / Manado

• Nusa Tenggara Barat / Mataram

• Kalimantan Barat / Pontianak

Kebutuhan SDM untuk setiap pusat radioterapi baru adalah sekurang-kurangnya 1 Dokter

spesialis onkologi radiasi + 1 Fisika medis per pusat pelayanan radioterapi baru.

2. Mengubah pusat pelayanan radioterapi level IA menjadi pusat pelayanan radioterapi IB

3. Tahap 1 Prioritas III

Penambahan pusat radioterapi baru untuk optimalisasi akses geografis, setup sistem

rujukan, upgrade beberapa pusat pelayanan radioterapi menjadi level II dan penambahan

alat untuk tiap regional / pulau

1. Penambahan beberapa pusat radioterapi untuk optimalisasi cakupan pelayanan (Tujuan:

Meminimalisir transportasi jarak jauh bagi pasien ke pusat radioterapi)

• Sumatra

7

• Kalimantan

• Sulawesi

• Maluku

2. Upgrade pusat pelayanan radioterapi menjadi level II sehingga dapat menjadi rujukan

regional sesuai dengan kebutuhan geografis. Upgrade berupa pemenuhan kebutuhan

seperti alat ukur, EPID, MLC, Inverse-planning TPS untuk IMRT & SRT/S pada pusat-pusat

radioterapi.

Pusat radioterapi level III diharapkan dapat terus mengembangkan diri mengikuti

perkembangan terkini.

3. Penambahan alat di pusat eksisting untuk mengurangi beban kerja pada pusat tersebut

sehingga dapat mengoptimalisasikan akses geografis sesuai kebutuhan regional/pulau.

Upaya ini dilakukan secara bertahap melalui program 5 tahunan untuk memenuhi

kebutuhan ideal dimana dibutuhkan fraksinasi nasional 3.488.100 fraksi nasional yang

dibutuhkan dengan target 20% kebutuhan nasional terpenuhi pada akhir program I dan

15% pada setiap akhir program 5 tahunan berikutnya.

4. Tahap II (2015-2035)

Pada kurun periode tahap kedua, seluruh kebutuhan pesawat radioterapi dengan

target hipofraksinasi, direncanakan untuk dipenuhi dalam 4 program rencana lima

tahunan, yaitu: Program II (2015-2020), Program III (2020-2025), Program IV (2025-

2030) dan Program V (2030-2035), seperti berikut dapat dilihat pada table di bawah ini,

berdasarkan pembagian setiap propinsi.

Tabel 1. Program 5 tahunan untuk mencapai fraksinasi nasional, 2010-2035

No Daerah

Realisasi Tahap 1 (2010-2015)

Total per

2035

Rencana Pemenuhan Kebutuhan Pesawat

Kebutuhan Pesawat

Tambahan (dari

Tahap 1)

Program Program Program Program

II (2015/2020)

III (2020/2025)

IV (2025/2030)

V (2030/2035)

1

Aceh, Sumut, Sumbar, Riau

5 31 26 7 7 6 6

2 Jambi, Sumsel,

1 26 25 7 6 6 6

8

Bengkulu, Lampung, Babel, Kepri

3

DKI Jakarta, Jabar, Banten

14 71 57 15 14 14 14

4 Jateng, DIY 9 40 31 8 8 8 7

5 Jatim 5 42 37 10 9 9 9

6 Bali, NTB, NTT

1 15 14 4 4 3 3

7 Kalimantan 1 16 15 4 4 4 3

8 Sulawesi 1 20 19 5 5 5 4

9 Maluku, Papua

0 7 7 2 2 2 1

TOTAL 37 268 231 62 59 57 53

4. Setup sistem rujukan Sistem rujukan pelayanan radioterapi berjenjang dari pusat

radioterapi tingkat primer sampai tingkat tersier berdasarkan kebutuhan tatalaksana

kanker dan kapasitas regional. Sistem ini dibutuhkan untuk mengoptimalkan cakupan

secara geografis dan kapasitas sehingga dapat mengurangi beban pada pusat pelayanan

radioterapi tingkat tersier.

(a) Primer: RT Eksterna ± BT — level I

Melayani pasien kanker di kota/propinsi atau area sekitar yang terjangkau

(b) Sekunder: RT Eksterna + BT — level II

Melayani pasien kanker di area regional yang tidak dapat ditangani di pusat

pelayanan radioterapi primer karena keterbatasan ketersediaan alat/teknologi.

Pusat-pusat radioterapi sekunder ini akan ditempatkan di kota-kota yang memiliki

akses memadai ke pusat-pusat radioterapi primer, yaitu:

• Medan

• Jakarta

• Yogyakarta

• Surabaya

• Manado

9

(c) Tersier: RT Eksterna+BT dengan seluruh kemampuan high technology — level III

Berfungsi sebagai pusat rujukan dan pelatihan di tingkat nasional. Peran ini akan di-

emban oleh RSCM sebagai'pusat rujukan nasional.

Kebutuhan SDM: Sesuai standar IAEA (1 Dokter spesialis onkologi radiasi per tambahan

250 pasien/tahun, 1 Fisika medis per tambahan 400 pasien/tahun)

3.2 Evaluasi Tahap 1

3.2.1 Prioritas I

1. Pemenuhan Kebutuhan Pusat Pelayanan Radioterapi Eksisting

Dengan ketentuan minimal sesuai dengan standar Basic Radiotherapy centre IAEA.

Standar pelayanan minimal diperlukan terdiri dari pesawat teleterapi, simulator, mould

room, brakhiterapi, TPS dan alat ukur.

• Pusat Pelayanan Radioterapi level I

o Level 1A minus: merupakan pusat radioterapi yang mempunyai

kekurangan salah satu atau lebih pada standar kebutuhan minimal.

Pada tahun 2010 didapatkan masih terdapat beberapa pusat radioterapi

yang masih termasuk dalam kategori level 1A minus dikarenakan

kekurangan atau kerusakan peralatan penunjang radioterapi,

diantaranya:

No Rumah Sakit Keterangan

1 RS. Dr.

Moewardi, Solo

Pelayanan radiasi dengan pesawat Cobalt-60 telah

dilakukan sejak tahun 2005, namun sampai saat itu belum

memiliki alat ukur

2 RS. Dr. Kariadi,

Semarang

Pesawat Simulator yang ada (pengadaan th. 1996) saat itu

dalam keadaan rusak berat dan tidak memungkinkan untuk

diperbaiki

3 RS. Ulin, Banjarmasin Tidak memiliki simulator

Tidak memiliki Surveymeter untuk mengukur paparan sinar

gamma

10

4 RS. Dr. M.

Hoesin,

Palembang

Alat ukur tidak memadai

Pesawat Simulator yang lama dalam keadaan rusak berat

dikarenakan sudah tua (th. 1985)

Tidak memiliki TPS

5 RS. Dr. Saiful Anwar

Malang

Tidak memiliki peralatan mould room

6 RS. Dr. Margono

Purwokerto

Tidak memiliki peralatan mould room

7 RS. Dr. M. Djamil

Padang

Memerlukan penggantian seluruh alat (Pesawat radiasi,

simulator, TPS, dosimetri, mould room)

8 RS. Dr. Hasan Sadikin,

Bandung

Pesawat Simulator yang lama sudah beroperasional ±11

tahun (th. 1999) dan sering mengalami gangguan sehingga

pelayanan pasien seringkali terganggu

Seluruh kekurangan kebutuhan di atas tersebut telah dipenuhi melalui

program Kementerian Kesehatan RI di tahun 2011, sehingga seluruh pusat

radioterapi di Indonesia telah memenuhi standar minimal IAEA.

o Level 1B: merupakan pusat radioterapi yang memenuhi standar minimal

dan mampu memberikan pelayanan radioterapi 3D Conformal

Radiotherapy. Pada tahun 2015, terdapat 3 pusat yang termasuk dalam

kategori level ini, yakni:

➢ RSUP H. Adam Malik, Medan

➢ RS Kanker Dharmais, Jakarta

➢ RSUP Dr. Kariadi, Semarang

• Pusat pelayanan Radioterapi Level II: merupakan pusat radioterapi yang

memiliki fasilitas IMRT atau SRS/SRT (dengan EPID/IGRT). Saat itu terdapat 4

pusat radioterapi yang tergolong dalam kategori ini:

➢ RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

➢ RS MRCCC Siloam Semanggi, Jakarta

➢ RS Murni Teguh, Medan

➢ RS Siloam TB Simatupang

11

• Pusat Pelayanan Radioterapi Level III: merupakan pusat radioterapi dengan

fasilitas IMRT dan SRS/SRT (dengan EPID/IGRT). Hanya ada satu pusat dengan

fasilitas ini, yakni RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

12

Tabel 2. Status Rumah Sakit 2010 dan 2015

Pada akhir tahun 2015, terdapat peningkatan jumlah pusat pelayanan radioterapi, dari

21 menjadi 27 pusat. Pusat radioterapi tersebut tersebar dalam 12 provinsi yang

meliputi Bali, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,

Kalimantan Selatan, Riau, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan

Sumatera Utara. Tidak terdapat pertambahan jumlah provinsi dengan pusat

No Rumah Sakit Status 2010 Status 2015

1 RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta 3 3

2 RS. Dr. Soetomo, Surabaya 1B 2

3 RS MRCCC Siloam Semanggi, Jakarta - 2

4 RS Siloam TB Simatupang - 2

5 RS. Dr. Kariadi, Semarang 1A 1B

6 RS Kanker Dharmais, Jakarta 1B 1B

7 RS. Adam Malik, Medan 1B 1B

8 RS. Dr. Saiful Anwar, Malang 1A - 1A

9 RS. Dr. Hasan Sadikin, Bandung 1A 1A

10 RS UNHAS, Makassar - 1B

11 RS. Dr. Moewardi, Solo 1A - 1A

12 RS. Dr. M. Hoesin, Palembang 1A - 1A

13 RS. Dr. Margono, Purwokerto 1A - 1A

14 RS. Dr. M. Djamil, Padang 1A - 1A

15 RS. Persahabatan, Jakarta 1A 1A

16 RS. Sanglah, Denpasar 1A 1A

17 RS Pusat Pertamina, Jakarta 1B 1B

18 RSPAD Gatot Subroto, Jakarta 1B 1B

19 RS. Dr. Sardjito, Yogyakarta 1B 1B

20 RSAL Dr. Ramelan, Surabaya 1B 1B

21 RS Ken Saras, Semarang - 1B

22 RS Vina Estetica, Medan - 1B

23 RS Gading Pluit, Jakarta - 2

24 RS Murni Teguh, Medan - 2

25 RS. Ulin, Banjarmasin 1A - Rusak

26 RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar 1A Rusak

27 RS. Dr. Arifin Ahmad, Pekan Baru 1B Rusak

13

radioterapi. Diantara 21 pusat radioterapi yang beroperasional sebelumnya, terdapat

satu pusat yang ditutup pada tahun 2012 karena alat yang sudah terlalu tua, yakni RS.

Pirngadi, Medan. Selain itu, terdapat tiga pusat radioterapi dengan alat yang rusak,

yakni RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar; RSUD Ulin, Banjarmasin; dan RSUD

Arifin Achmad, Riau. Alat di RSUD Arifin Achmad Riau kembali operasional pada tahun

2. Pemenuhan Kebutuhan Pelayanan Brakhiterapi

Pada tahun 2015, terdapat 9 (Sembilan) pusat dengan peralatan brakhiterapi. Jumlah

pusat radioterapi dengan brakhiterapi ini mengalami peningkatan dari 8 pusat yang

beroperasi pada tahun 2010 menjadi 9 pusat dengan brakhiterapi pada tahun 2015,

sebagai berikut:

1. RS. Adam Malik, Medan

2. RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

3. RS. Kanker Dharmais, Jakarta

4. RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

5. RS. Dr. Hasan Sadikin, Bandung

6. RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang

7. RS Persahabatan

8. MRCCC Siloam Semanggi, Jakarta

9. RS Murni Teguh, Medan

10. RS Unhas, Makassar

11. RS Kariadi, Semarang

Berdasarkan target dari tahap 1, 50% dari daftar pusat radioterapi perlu dilengkapi

dengan fasilitas brakhiterapi sebelum 50% sisanya diteruskan pada tahap 2. Di akhir

tahap 1 2010-2015, terdapat 9 dari 27 rumah sakit yang dilengkapi dengan fasilitas

brakhiterapi.

14

Tabel 3. Status Brakiterapi di Fasilitas Radioterapi Indonesia Tahun 2010 & 2015

No Nama Rumah Sakit 2010 2015

Brakiterapi Status Brakiterapi Status

1 RS. Adam Malik, Medan

Microselectron Beroperasi Microselectron Beroperasi

2 RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Microselectron Beroperasi Microselectron Beroperasi

3 RS. Kanker Dharmais, Jakarta

Microselectron Beroperasi Microselectron Beroperasi

4 RS. Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Microselectron Beroperasi Microselectron Beroperasi

5 RS. Dr. Moewardi, Solo Microselectron Tidak

Beroperasi Microselectron

Tidak Beroperasi

6 RS. Dr. Kariadi, Semarang

Microselectron Beroperasi BEBIG Beroperasi

7 RS. Dr. Sardjito, Yogyakarta

Microselectron Beroperasi Microselectron Tidak

Beroperasi

8 RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar

Microselectron Tidak

Beroperasi Microselectron

Tidak Beroperasi

9 RS. Persahabatan, Jakarta

Microselectron Beroperasi Microselectron Tidak

Beroperasi

10 RS. Dr. Soetomo, Surabaya

Gammamed Beroperasi Gammamed Beroperasi

11 RS. Sanglah, Bali Dalam perencanaan Microselectron Tidak

Beroperasi

12 RS. Dr. Saiful Anwar, Malang

N/A Microselectron Beroperasi

13 RS MRCCC Siloam Semanggi, Jakarta

N/A Gammamed Beroperasi

14 RS UNHAS, Makassar N/A Gammamed Beroperasi

3.2.2 Prioritas II

Pada prioritas kedua, pada tahun 2015 belum terdapat penambahan pusat radioterapi di

regional yang belum tersentuh, yakni:

➢ Papua & Maluku

➢ Sulawesi Utara/Manado

➢ Nusa Tenggara Barat/Mataram

➢ Kalimantan Barat/Pontianak

15

Dalam hal pengubahan pusat pelayanan radioterapi level 1A menjadi level 1B, hanya satu

pusat radioterapi yang mengalami peningkatan level, yakni RSUP Dr. Kariadi, Semarang.

Belum terdapat peningkatan level pada 3 rumah sakit (RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo,

Makassar; RS. Persahabatan, Jakarta; RS. Sanglah, Bali) yang diharapkan pada rencana

Tahap 1 Prioritas II sebelumnya.

3.2.3 Prioritas III

Pada prioritas ketiga, beberapa hal yang akan dilakukan adalah penambahan pusat

radioterapi baru untuk optimalisasi akses geografis, setup sistem rujukan, upgrade

beberapa pusat pelayanan radioterapi menjadi level II dan penambahan alat untuk tiap

regional/pulau. Adapun pencapaiannya adalah sebagai berikut:

1. Terdapat penambahan beberapa pusat radioterapi di daerah untuk meminimalisir

transportasi jarak jauh bagi pasien ke pusat radioterapi. Adapun pusat tersebut

adalah sebagai berikut:

• Sumatera: RS Vina Estetica, RS Murni Teguh

• Sulawesi: RS Universitas Hasanuddin

2. Dari 9 pusat radioterapi yang disebutkan, upgrade telah dilakukan hanya di RS Dr.

Soetomo, Surabaya dari level 1B menjadi II. Adapun pusat lain yang belum mengalami

upgrade adalah:

• RS. Pusat Pertamina, Jakarta

• RSPAD Gatot Subroto, Jakarta

• RS. Kanker Dharmais, Jakarta

• RS. Dr. Hasan Sadikin, Bandung

• RS. Dr. Sardjito, Yogyakarta

• RSAL Dr. Ramelan, Surabaya

• RS. Dr. Arifin Ahmad, Pekanbaru

• RS. Adam Malik, Medan

Untuk pusat pelayanan radioterapi level III diharapakan untuk terus mengembangkan

diri mengikuti perkembangan terkini.

16

3. Untuk memenuhi kebutuhan ideal dimana dibutuhkan 1 MV/1 juta populasi dengan

target 20% kebutuhan nasional terpenuhi pada akhir program I, pada tabel 4 akan

disajikan data progress realisasi jumlah pesawat radiasi pada tahap 1 untuk mencapai

1 MV/1 juta populasi pada tahun 2010-2035. Dari target 47 alat radioterapi, baru 37

alat yang berhasil ditambah pada akhir tahap I dengan perincian berikut ini.

Tabel 4. Realisasi Tahap 1 (2010 – 2015)

No Daerah

Tahap I

2010/2015 Realisasi

Tahap I Selisih

Program

I

1 Aceh, Sumut, Sumbar, Riau 5 5 0

2 Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Babel, Kepri 4 1 3

3 DKI Jakarta, Jabar, Banten 13 14 -1

4 Jateng, DIY 7 9 -2

5 Jatim 7 5 2

6 Bali, NTB, NTT 3 1 2

7 Kalimantan 3 1 2

8 Sulawesi 3 1 2

9 Maluku, Papua 2 0 2

TOTAL 47 37 10

4. Setup sistem rujukan pelayanan radioterapi berjenjang dari pusat radioterapi tingkat

primer sampai tingkat tersier berdasarkan kebutuhan tatalaksana kanker dan

kapasitas regional. Sistem ini dibutuhkan untuk mengoptimalkan cakupan secara

geografis dan kapasitas sehingga dapat mengurangi beban pada pusat pelayanan

radioterapi tingkat tersier.

(a) Primer: RT Eksterna ± BT — level I

Melayani pasien kanker di kota/propinsi atau area sekitar yang terjangkau

(b) Sekunder: RT Eksterna + BT — level II

17

Melayani pasien kanker di area regional yang tidak dapat ditangani di pusat

pelayanan radioterapi primer karena keterbatasan ketersediaan alat/teknologi.

Pusat-pusat radioterapi sekunder ini akan ditempatkan di kota-kota yang

memiliki akses memadai ke pusat-pusat radioterapi primer, yaitu:

• Medan

• Jakarta

• Yogyakarta

• Surabaya

• Manado

(c) Tersier: RT Eksterna+BT dengan seluruh kemampuan high technology — level

III Berfungsi sebagai pusat rujukan dan pelatihan di tingkat nasional. Peran ini

akan di-emban oleh RSCM sebagai'pusat rujukan nasional.

Kebutuhan SDM: Sesuai standar IAEA (1 Dokter spesialis onkologi radiasi per tambahan

250 pasien/tahun, 1 Fisika medis per tambahan 400 pasien/tahun)

4. POTRET ONKOLOGI RADIASI INDONESIA SAAT INI

Jika merujuk pada Rencana Strategis dan Roadmap PORI maka tahun 2018 ini masuk ke dalam

Tahap II Program II yaitu dengan berpusat pada penambahan alat, evaluasi waktu tunggu pasien

dan memperbaharui alat-alat yang sudah berusia > 10 tahun

4.1 Pelayanan

Pada tahun 2018, di Indonesia terdapat 44 Rumah Sakit yang memiliki fasilitas radioterapi

dengan total 66 pesawat yang terdiri dari 49 pesawat LINAC, 16 pesawat Cobalt dan 1

pesawat Tomoterapi. Cakupan Pelayanan Radioterapi di Indonesia pada tahun 2017

dapat dilihat pada tabel 5.

18

Tabel 5. Cakupan Pelayanan Radioterapi di Indonesia pada Tahun 2010 & 2017

Propinsi Kasus

Radioterapi (50% Kanker)

Jumlah pasien 2010

Jumlah pasien 2017

NAD 3,294 0 0

Sumatera Utara 9,533 1,100 2,942

Sumatera Barat 3,558 204 300

Riau 4,069 240 228

Jambi 2,268 0 0

Kep. Riau 1,238 0 0

Sumatera Selatan 5,467 250 463

Bengkulu 1,258 0 0

Bangka Belitung 898 0 0

Lampung 5,577 0 0

DKI Jakarta 7,039 4,331 6,075

Banten 7,814 0 0

Jawa Barat 31,585 1,344 2,205

Jawa Tengah 23,773 2,506 4,498

DI Yogyakarta 2,535 1,200 2,134

Jawa Timur 27,513 2,452 3,454

Bali 2,857 444 346

NTB 3,301 0 0

NTT 3,435 0 0

Kalimantan Barat 3,225 0 0

Kalimantan Tengah 1,617 0 0

Kalimantan Selatan 2,662 170 0

Kalimantan Timur 2,607 0 470

Sulawesi Utara 1,664 0 208

Sulawesi Tengah 1,933 0 0

Sulawesi Selatan 5,897 312 995

Sulawesi Tenggara 1,638 0 0

Gorontalo 762 0 0

Sulawesi Barat 850 0 0

Maluku 1,124 0 0

Maluku Utara 760 0 0

Papua 2,652 0 0

TOTAL NASIONAL 174,405 14,553 (8.34%)

24,318 (13.9%)

19

Menurut tabel 5, angka pasien kanker (data GLOBOCAN) yang mendapat akses ke

pelayanan radioterapi naik dari 8.34% menjadi 13.9% atau pada tahun 2017 naik

sebanyak 67% dari tahun 2010. Pada provinsi Kalimantan Selatan mengalami penurunan

menjadi 0 pasien pada tahun 2017 hal ini disebabkan oleh terjadi kerusakan alat sehingga

tidak dapat melayani pasien.

Penghitungan cakupan juga dapat dilakukan dengan melihat fraksinasinya, yaitu dengan

mean fraksinasi yang digunaka adalah 20, maka kebutuhan fraksinasi di Indonesia adalah

3,488,090 sedangkan dengan jumlah pesawat radiasi di Indonesia sebanyak 66 pesawat

maka kapasitas fraksinasi di Indonesia tahun 2018 adalah 858,000. Hal ini berarti

radioterapi di Indonesia baru mencakup 24.6% dari kebutuhan total. Dengan

penghitungan fraksinasi juga didapatkan perkiraan kebutuhan pesawat radiasi di

Indonesia yaitu 368 pesawat radiasi.

Gambar 1. Peta Persebaran Pusat Pelayanan Radioterapi di Indonesia Tahun 2018

20

Waktu tunggu setiap fasilitas yang sudah berjalan juga perlu diperhatikan, mengingat

waktu tunggu juga mempengaru pelayanan dan total pasien per tahun yang dapat

dilayanani. Berikut ini dapat dilihat waktu tunggu pelayanan tahun 2017.

Tabel 6. Waktu Tunggu Pasien Tiap Fasilitias Radioterapi di Indonesia Tahun 2017

No Nama RS Waktu Tunggu Pasien

(Dalam Minggu)

1 RSUP Sanglah 50

2 RSUP Dr. Sardjito 60

3 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo 0

4 RS Kanker Dharmais 3

5 RSUP Persahabatan 30

6 RS Pusat Pertamina 0

7 RS Siloam TB Simatupang 3

8 RS MRCCC Siloam Semanggi 1

9 RSPAD Gatot Subroto 4

10 RS Gading Pluit 0

11 RSUP Dr. Hasan Sadikin 8

12 RS Santosa Bandung 2

13 RSU Al-Ihsan 0

14 RSUP Dr.Kariadi 1

15 RS. Ken Saras 6

16 RSUD Dr. Moewardi 10

17 RSUD Prof.Dr. Margono Soekarjo 20

18 RSUD Dr. Soetomo 24

19 RSAL Dr. Ramelan 20

20 RS Adi Husada Undaan 0

21 RSUD AW Syahranie 8

22 RSUD Dr. Saiful Anwar 44

23 RSUD Arifin Achmad Diatas 1 Tahun

24 RS Indriati 0

25 RS UNHAS Makassar 12

26 RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo 3

27 RS Kandou 1

28 RSUP DR. M. Hoesin 10

29 RSUP H. Adam Malik 3

30 RS Vina Estetica 0

31 RS Murni Teguh 0

Dapat dilihat pada tabel 6 bahwa beberapa fasilitas radioterapi di Indonesia masih

mempunyai waktu tunggu yang lama sampai diatas 1 tahun (RSUD Arifin Achmad), namun

sudah 8 fasilitas radioterapi sudah tidak mempunyai waktu tunggu.

21

4.2 Sumber Daya Manusia

Jumlah dokter spesialis onkologi radiasi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

pelayanan pasien baru sebanyak 134.000 kasus/tahunnya adalah 536 tenaga Dokter

Spesialis Onkologi Radiasi, sesuai rekomendasi bahwa dibutuhkan 1 Dokter Spesialis

Onkologi Radiasi untuk setiap 250 kasus baru per tahunnya. Berdasarkan standard IAEA

pula, nilai 'over maximal capacity' dengan teknologi konvensional adalah 500 kasus baru

/ pesawat.

Data sumber daya manusia yang tersedia saat ini di seluruh pusat radioterapi di Indonesia

dapat dilihat pada gambar 2. Sampai tahun 2018 sudah terdapat 93 dokter Spesialis

Onkologi Radiasi, 65 Fisikawan Medis dan 283 RTT yang tersebar di seluruh Indonesia.

Gambar 2. Jumlah Tenaga Yang Tersedia Tahun 2004-2018

4.3 Fasilitas dan Sarana Penunjang

Jumlah peralatan yang dibutuhkan untuk mencapai fraksinasi nasional dengan

menyesuaikan data GLOBOCAN maka pesawat yang dibutuhkan adalah 268 pesawat

radiasi yang dapat tersebar dalam pusat-pusat pelayanan radioterapi. Jumlah peralatan

saat ini hanya sebanyak 66 pesawat, yang terdiri atas 49 pesawat telecobalt dan 16

pesawat linear accelerator dan 1 pesawat Tomoterapi (gambar 1).

3925

87

41 38

125

40 42

132

69 58

190

9365

283

0

50

100

150

200

250

300

Dokter Spesialias OnkologiRadiasi

Fisikawan Medis RTT

2004 2008 2010 2015 2018

22

Tabel 7. Persebaran Pesawat Radioterapi Sesuai Provinsi dan Rasio MV / 1 Juta Penduduk

Daerah Populasi

GLOBOCAN Jumlah alat

2018 MV/ 1 Juta Penduduk

GLOBOCAN

NAD 5,038,781 0 0.000

Sumatera Utara 14,583,288 4 0.274

Sumatera Barat 5,442,447 2 0.367

Riau 6,225,272 2 0.321

Jambi 3,468,768 0 0.000

Kep. Riau 1,893,175 0 0.000

Sumatera Selatan 8,362,910 1 0.120

Bengkulu 1,924,279 0 0.000

Bangka Belitung 1,373,582 0 0.000

Lampung 8,531,051 1 0.117

DKI Jakarta 10,768,321 17 1.579

Banten 11,954,106 0 0.000

Jawa Barat 48,316,986 4 0.083

Jawa Tengah 36,366,127 16 0.440

D I Yogyakarta 3,877,313 4 1.032

Jawa Timur 42,088,588 9 0.214

Bali 4,370,388 1 0.229

NTB 5,050,331 1 0.198

NTT 5,255,250 0 0.000

Kalimantan Barat 4,933,962 0 0.000

Kalimantan Tengah 2,473,697 0 0.000

Kalimantan Selatan 4,072,425 0 0.000

Kalimantan Timur 3,987,595 1 0.251

Sulawesi Utara 2,544,830 1 0.393

Sulawesi Tengah 2,957,543 0 0.000

Sulawesi Selatan 9,021,204 2 0.222

Sulawesi Tenggara 2,505,109 0 0.000

Gorontalo 1,166,415 0 0.000

Sulawesi Barat 1,300,905 0 0.000

Maluku 1,719,888 0 0.000

Maluku Utara 1,162,925 0 0.000

Papua 4,057,527 0 0.000

TOTAL NASIONAL 266,794,986 66 0.247

23

Pada Tabel 7 dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2018 masih terdapat 17 provinsi yang

belum mempunyai fasilitas radioterapi yaitu pada Aceh, Jambi, Kep. Riau, Bengkulu,

Babel, Banten, NTT, Kalimantan Barat, Tengah dan Selatan, Sulawesi Tengah, Tenggara

dan Barat, Gorontalo, Seluruh Maluku dan Papua sehingga pada regio tersebut masih 0

MV/1 juta penduduk. Diikuti dengan provinsi Jawa Barat yang masih 0,083 MV/1 juta

penduduk dengan jumlah pesawat hanya 4 pesawat radiasi. Hingga saat ini, porvinsi DKI

menjadi daerah tertinggi yaitu 1,613 MV/1 juta penduduk dengan total pesawat sebanyak

17 pesawat radiasi.

Berdasarkan distribusi geografis dan kemudahan akses bagi pasien-pasien yang

membutuhkan radioterapi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, maka PORI

membagi 34 provinsi Indonesia ke dalam 8 regio besar sebagai berikut:

• I : Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau

• II : Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka & Belitung,

Kepulauan Riau

• III : Jakarta, Jawa Barat, Banten

• IV : Jawa Tengah, DI Yogyakarta

• Vl : Jawa Timur

• VI : Bali, NTB, NTT

• VII : Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan

Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi

Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat

• VIII : Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Papua

24

5 RENCANA STRATEGIK DAN ROADMAP PENGEMBANGAN RADIOTERAPI

INDONESIA, 2015-2035

Penambahan alat radioterapi di tiap pusat radioterapi dan penggantian alat berusia >10 tahun

untuk optimalisasi kapasitas pelayanan sesuai kebutuhan propinsi/regional

• Evaluasi kapasitas pelayanan dan waktu tunggu / waiting list

• Penambahan pesawat radioterapi, dengan prioritas pada pusat pelayanan

radioterapi disesuaikan dengan beban kerja dan kepadatan penduduk sebagai

kelanjutan program 5 tahunan untuk mencapai kebutuhan fraksinasi nasional

(berdasarkan data GLOBOCAN)

• Penggantian alat radioterapi yang telah berusia lebih dari 10 tahun

• Penyesuaian sistem rujukan berdasarkan perubahan pemetaan beban kerja dan

kapasitas gional

• Pemerataan untuk memungkinkan tercapainya cakupan 75-90% di tiap regional

(Waiting list < 6 minggu)

• Perencaan pengadaan pesawat Proton (Proton Therapy) setelah minimal 50%

pengadaan LINAC sudah terpenuhi

Tabel 9. Update Rencana Strategis Program II (2020) pada tahun 2018

(fraksinasi nasional)

No Daerah

Program Penambahan hingga Tahun

2018

Jumlah yang belum

terealisasi hingga 2020

II (2015/2020)

1 Aceh, Sumut, Sumbar, Riau 7 3 4

2 Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Babel, Kepri

7 1 6

3 DKI Jakarta, Jabar, Banten 15 7 8

4 Jateng, DIY 8 11 -3

5 Jatim 10 4 6

6 Bali, NTB, NTT 4 1 3

7 Kalimantan 4 0 4

8 Sulawesi 5 2 3

9 Maluku, Papua 2 0 2

TOTAL 62 29 33

25

Dari tabel 9 masih terddapat 33 pesawat radiasi yang belum terelisasi sesuai dengan target

penambahan pesawat di program II hingga 2020 yang sebanyak 62 pesawat. Hal ini juga

disebabkan oleh adanya selisih pada Tahap 1 yaitu sebanyak 10 pesawat yang tidak terealisasi

pada Tahap 1 sehingga memberikan beban kepada program selanjutnya.

Adapun fasilitas radioterapi yang masih dalam tahap perencaan adalah:

1. RSU Zainoel Abidin, Banda Aceh

2. RS Martha Friska, Sumatera Utara

3. RS Fatmawati, DKI Jakarta

4. RS Pelni, DKI Jakarta

5. RS Medika BSD, Banten

6. RS Awal Bross Tangerang, Banten

7. RS Hermina Bekasi, Jawa Barat

8. RS Paru Dr. H.A. Rotinsulu, Jawa Barat

9. RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Jawa Tengah

10. RS Badung Bali, Bali

11. RS Bali Mandara, Bali

12. RS WZ Johannes Kupang, NTT

13. RSUD Tarakan, Kalimantan Utara

14. RSUD Yos Sudarso, Kalimantan Barat

15. RSIA Prof. dr. H.M. Farid, Sulawesi Selatan

16. RSUD Dr. Haulussy Ambon, Maluku

17. DOK2 Jayapura, Jayapura

Diharapkan 17 fasilitas radioterapi ini pada tahun 2019 sudah mempunyai progres yang lebih

baik sehingga untuk mencapai minimal 87 pesawat radiasi dapat terealisasi.

26

Gambar 3. Pertumbuhan Pusat Radioterapi di Indonesia Dalam MV Unit /

1 Juta Penduduk Tahun 1980an – 2018 dan Proyeksi Tahun 2019

Pada Gambar 3 dapat dilihat terjadi peningkatan MV unit / 1 juta penduduk dari tahun

1980an hingga 2018. Pada tahun 2018 sudah mencapat 0,247 MV unit / 1 juta penduduk

(data penduduk GLOBOCAN). Walaupun demikian masih jauh dari angka minimal yang

ditetapkan oleh IAEA yaitu 1 MV / 1 juta penduduk. Proyeksi tahun 2019 dengan fasilitas

radioterapi sebanyak 61 dan jumlah pesawar radiasi sebayak 87 pesawat akan

menghasilkan 0.325 MV / 1 juta penduduk.

0.1 0.11 0.11

0.15

0.180.155

0.17

0.2330.247

0.325

1980s 1990s 2000 2011 2014 2015 2016 2017 2018 2019

27

Gambar 4. Proyeksi Peta Persebaran Pusat Pelayanan Radioterapi di Indonesia Akhir Tahun 2019.

Abu-abu: Provinsi yang mempunyai tambahan rencana pembangunan fasilitas, Hijau muda: Provinsi yang

fasilitasnya sudah berjalan semua, Hijau tua: provinsi yang mempunya fasilitas yang sedang dalam

pembangunan.

Angka pusat layanan radioterapi pada akhir tahun 2019 diprediksi akan bertambah hingga

menjadi 61 pusat dengan total 87 pesawat radiasi (17 pusat radioterapi dalam tahap

perencanaan). Adapun rincian persebaran pusat dan alat tersebut dapat dilihat pada

Tabel 11.

Tabel 11. Data Detail Ketersediaan Fasilitas di Berbagai Pusat Pelayanan Radioterapi di

Indonesia

No Provinsi Nama RS LINAC COBALT Tomo

therapy Rencana

Alat

1 Banda Aceh RSU Zainoel Abidin 2

2 Sumatera Utara RS H Adam Malik 1

3 Sumatera Utara RS Murni Teguh 2

4 Sumatera Utara RS Vina Estetica 1

5 Sumatera Utara RS Martha Friska 1

6 Riau RSUD Arifin Ahmad 1

28

7 Riau RS Awal Bross Pekanbaru 1*

8 Sumatera Barat RS M Djamil 1

9 Sumatera Barat RS Universitas Andalas 1 1

10 Sumatera Selatan RS M Hoesin 1

11 Bandar Lampung RSUD Abdoel Muluk 1*

12 DKI Jakarta RSCM 3 1

13 DKI Jakarta RS Kanker Dharmais 4

14 DKI Jakarta RS Persahabatan 1

15 DKI Jakarta RS Siloam TB. Simatupang 1

16 DKI Jakarta MRCC Siloaam 2

17 DKI Jakarta RSPAD Gatot Subroto 1

18 DKI Jakarta RS Gading Pluit 1

19 DKI Jakarta RSUD Pasar Minggu 1

20 DKI Jakarta RS Pusat Pertamina 1

21 DKI Jakarta RS Fatmawati 1

22 DKI Jakarta RS Pelni 1

23 DKI Jakarta RS Mayapada lebak bulus 1

24 Banten RS Medika BSD 1

25 Banten RS Awal Bross Tangerang 1

26 Jawa Barat RS Hermina Bekasi 1

27 Jawa Barat RS Hasan Sadikin 1 Diskontinu

28 Jawa Barat RS Santosa 1

29 Jawa Barat RS Al Ihsan 1 1

30 Jawa Barat RS Paru Dr. H.A. Rotinsulu 1

31 Jawa Tengah RSUP Dr. Kariadi 3 3

32 Jawa Tengah RS Margono Soekarjo 2

33 Jawa Tengah RS Ken Saras 2

34 Jawa Tengah RS Dr. Moewardi 2

35 Jawa Tengah RS Indriyati Solo 1

36 Jawa Tengah RS PKU Muhammadiyah Gombong

1

37 Jawa Tengah RSUD Tugurejo 1

38 Jawa Tengah RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

1

39 Jawa Tengah RS Dadi Keluarga 1

40 DIY Yogyakarta RSUP Dr. Sardjito 2

29

41 DIY Yogyakarta RS Jogja International Hospital (JIH)

2

42 Jawa Timur RS Dr Soetomo 3 1

43 Jawa Timur RSAL Ramelan 1

44 Jawa Timur RS Saiful Anwar 2

45 Jawa Timur RS Lavalette Malang 1

46 Jawa Timur RS Adi Husada Surabaya 1

47 Bali RS Badung Bali 2

48 Bali RS Bali Mandara 2

49 Bali RS Sanglah Denpasar 1

50 NTB RS Lombok 1

51 NTT RS WZ Johannes Kupang 1

52 Kalimantan Utara RSUD Tarakan 1

53 Kalimantan Timur RS A.W Syahranie Samarinda

1

54 Kalimantan Selatan

RS Ulin Banjarmasin Rusak

55 Kalimantan Barat RSUD Yos Sudarso 1

56 Sulawesi Utara RS Kandao Manado 1

57 Sulawesi Selatan RS Wahidin Soedirohusodo

1

58 Sulawesi Selatan RS Universitas Hassanudin 1

59 Sulawesi Selatan RSIA Prof. dr. H.M. Farid 1

60 Maluku RSUD Dr. Haulussy Ambon 1

61 DOK 2 Jayapura DOK2 Jayapura 1

TOTAL 49 16 1 21

Ket : : Dalam tahap perencaan

* : Mengurus Perizinan

Tabel 10 merupakan proyeksi per 2019 bahwa akan terdapat 61 senter radioterapi di

Indonesia yaitu 44 fasilitas sudah berjalan degan rincian 49 pesawat LINAC, 16 pesawat

Cobalt dan 1 pesawat Tomoterapi. Direncanakan terdapat 17 fasilitas akan beroperasi

dengan estimasi penambahan minimal 21 pesawat radiasi yang diasumsikan setiap

fasilitas akan mempunyai minimal 1 pesawat radiasi. Dari keseluruhan 61 fasilitas

radioterapi, 21 (34%) fasilitas radioterapi milik swasta dan 40 (66%) fasilitas radioterapi

milik pemerintah.

30

Tabel 12. Perhitungan Kebutuhan SDM Radioterapi

Pedoman Penghitungan Kebutuhan SDM Radioterapi

Dokter Onkologi Radiasi 1 per 200-250 pasien / tahun

Tidak lebih dari 20-30 pasien / dokter

dalam 1 waktu

Fisikawan Medis 1 per 400 pasien / tahun

SDM Treatment Planning:

• Asisten Fisikawan /

Dosimetris

• RTT - MR

1 per 300 pasien / tahun

1 per 600 pasien / tahun

RTT:

• RTT

• RTT-Sim

• RTT-Br

2 per MV unit (maksimal 25 pasien / hari)

4 per MV unit (maksimal 50 pasien / hari)

2 per 500 pasien / tahun

Sesuai kebutuhan

Sesuai standar IAEA maka kebutuhan SDM dengan fraksinasi nasional Indonesia adalah

3.488.100 fraksi / tahun (268 pesawat radioterapi) pada akhir program 5 tahunan (2035)

adalah:

1. ± 520 dokter Spesialis Onkologi Radiasi (asumsi 300 pasien/tahun maka

didapatkan 650 dokter Spesialis Onkologi Radiasi dan terpenuhi 80% dari total

kebutuhannya)

2. ± 335 Fisikawan Medis

3. ± 447 Dosimetris

4. ± 536 RTT

5. ± 223 RTT-MR

6. ± 536 RTT-Sim

Asumsi penghitungan didapatkan dari 268 pesawat radiasi dan disesuaikan dengan

kebutuhan SDM Radioterapi.

31

Pada akhir program 5 tahunan ini, di tahun 2035 diharapkan telah tercapai fraksinasi

nasional Indonesia sebesar 3.488.100 fraksi / tahun dengan tersedianya 268 pesawat

radiasi di pusat-pusat radioterapi di seluruh Indonesia.

32

6. Proton Beam Therapy

Perkembangan teknologi di bidang onkologi dalam beberapa dekade terakhir mengalami

kemajuan yang signifikan terutama pada bidang radioterapi. Radioterapi sebagai salah satu pilar

utama penatalaksanaan kanker bersama dengan pembedahan dan kemoterapi, saat ini mampu

memberikan dosis tinggi pada kanker dengan memberikan dampak minimal pada jaringan

sehat.1 Peranan radioterapi dalam tatalaksana kanker mencapai lebih dari 50% pada seluruh

jenis kanker baik sebagai terapi definitif, adjuvan, atau paliatif untuk seluruh stadium kanker.2,3

Metode terapi radiasi dapat dilakukan dengan pemberian radiasi secara interna atau eksterna.

Radiasi eksterna menggunakan sinar elektron, foton, dan gamma untuk menyinari dan

membunuh sel kanker. Teknik radiasi eksterna terbaru Intensity-modulated radiotherapy (IMRT)

mampu memberikan optimalisasi dosis yang diberikan kepada volum target melalui inverse

treatment planning dan memberikan dosis rendah kepada jaringan sehat disekitar.4

Meskipun IMRT memiliki potensi untuk mengurangi toksisitas ke jaringan normal, dosis keluar

yang relatif tinggi dari terapi foton X-ray terkadang menjadi hambatan dalam melakukan

perencanaan terapi. Untuk mengurangi toksisitas kepada jaringan sehat di sekitar kanker

sebagai tujuan utama radioterapi, maka dikembangkan partikel terapi menggunakan proton

beam therapy (PBT) yang memungkinkan distribusi dosis yang lebih baik dan dosis yang rendah

pada jaringan sehat dibandingkan foton radioterapi.5

Radioterapi menggunakan proton merupakan sebuah terobosan teknologi yang menjanjikan di

masa mendatang, namun cost-effectiveness menjadi sebuah isu utama pada PBT. Implementasi

PBT membutuhkan fasilitas canggih dengan cyclotrons atau synchrotrons dan nilai investasi yang

sangat tinggi. Dalam rangka memasukan PBT sebagai modalitas pengobatan kanker di Indonesia,

maka diperlukan sebuah analisis biaya manfaat dan sosial ekonomi sangat diperlukan.6

6.1. Sejarah dan Utilitas Proton Terapi di Dunia

Dasar pemikiran PBT dalam pengobatan kanker manusia diprakarsai oleh fisikawan bernama Dr.

Robert Wilson pada tahun 1946 dan aplikasi klinis pertama adalah di Amerika Serikat pada 1950-

33

an untuk pituitary hormone suppression pada pasien kanker payudara metastatik.7,8 Berdasarkan

data Particle Therapy Co-operative Group (PTCOG) sejak 1954 – Desember 2016 sebanyak

149.345 pasien diterapi proton di seluruh dunia. Saat ini terdapat 81 fasilitas PBT di seluruh

dunia yang sedang beroperasi dan lebih dari 100 center yang masih dalam tahap pembangunan

dan perencanaan di seluruh dunia. Untuk wilayah Asia Tenggara yaitu Singapore dan Thailand,

masing-masing 3 (tiga) dan 1 (satu) yang sedang dalam tahapan pembangunan dan perencanaan

untuk PBT.9 Dari data statistic yang dipublikasikan oleh PTCOG dapat diperoleh estimasi utilitas

PBT dengan median 138 (4, 746) pasien pertahun. Apabila ketersediaan PBT pada negara-negara

tersebut di analisis lebih lanjut menggunakan klasifikasi GNI perkapita berdasarkan World Bank

tahun 2017, maka seluruhnya berada pada negara dengan High-Incomes Countries (HIC) and

Upper-Middle Income Countries (UMIC). 9,10

6.2. Analisis Biaya PBT

Dari sudut pandang ekonomi, PBT lebih mahal daripada radioterapi konvensional, dengan

perkiraan biaya modal untuk fasilitas PBT (gambar 1,2) terapi sekitar $160 juta, dan untuk

compact single-room cyclotron berkisar $50 juta dengan waktu pembangunan 4 – 5 tahun.11,12

Apabila diterjemahkan kedalam rupiah maka investasi PBT membutuhkan sekitar 745 miliar -

2,39 triliun Rupiah ($1 = Rp. 14.900,00). Dengan estimasi biaya pelayanan yang ditawarkan

berkisar pada $40.000 atau setara dengan 596 juta Rupiah per kasus. Jumlah yang cukup

fantastis apabila dibandingkan dengan biaya yang dibutuhkan dengan menggunakan radioterapi

konvensional berbasis photon baik menggunakan teknik 3D CRT maupun IMRT. Berdasarkan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2016 Tentang Standar Tarif

Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan, bahwa tarif

pelayanan radioterapi saat ini berkisar Rp. 732.400 – Rp. 1.606.100 per fraksi. Untuk 1 kasus

kanker membutuhkan jumlah fraksi yang berbeda beda, bergantung pada lokasi, jenis kanker

dan perencanaan terapi. Data yang dihimpun oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi

Radiasi (PORI) yang dilakukan tahun 2017, nilai rata-rata (mean) fraksi yang dibutuhkan per

kasus kanker di Indonesia adalah 25,6 fraksi/kasus. Menggunakan perhitungan tarif dan mean

fraksi maka untuk satu kasus kanker membutuhkan biaya sekitar Rp. 18.749.440 – Rp.

41.116.160 per kasus kanker. Maka dapat disimpulkan bahwa biaya PBT sekitar 15 – 31 kali lipat

dari raditoerapi konvensional. Biaya investasi PBT yang tinggi ini dapat menyebabkan

34

kekhawatiran dikemudian hari bahwa penggunaan PBT diluar dari indikasi klinis yang hanya

ditujukan untuk mengembalikan nilai investasi dari PBT.13

Gambar 1. Skema ruangan PBT MD Anderson‟s Proton Therapy Center.

Gambar 2. Treatment delivery system pada PBT.

35

6.3. Teleterapi di Indonesia Proporsi pasien kanker di LMIC’s lebih tinggi apabila dibandingkan dengan HIC, hal ini

disebabkan pada umumnya penderita kanker pada LMIC’s datang pada stadium lanjut.14

Indonesia memiliki 261.115.456 penduduk dan dengan insiden kanker 1.4/1000 , maka

diperkirakan terdapat 365.562 kasus kanker baru setiap tahunnya.15,16 Dengan perhitungan

menggunakan optimum Radiotherapy Utilisation Rate (RTU) sebuah model perhitungan estimasi

proporsi kasus baru yang memiliki indikasi untuk penggunaan radioterapi sebagai modalitas

terapi berdasarkan dengan pedoman penatalaksanaan kanker berbasis bukti yang tersedia

sebesesar 50%, maka diperkirakan bahwa 182.781 penderita kanker di Indonesia memerlukan

radioterapi sebagai modalitas terapi pada seluruh stadium kanker.17

IAEA menetapkan bahwa satu unit teleterapi dapat melayani 400 – 500 kasus baru setiap

tahunnya, sehingga dengan jumlah tersebut diperkirakan Indonesia membutuhkan 366 – 457

unit teleterapi di seluruh Indonesia.18 Sampai dengan akhir 2018 berdasarkan data PORI,

Indonesia memiliki 80 unit teleterapi yang tersebar diberbagai wilayah. Jika dianalisis lebih lanjut

dengan kapasitas dan kebutuhan alat, maka cakupan radioterapi di Indonesia hanya 17,5% -

22%.

6.4. PBT dan Teleterapi Peningkatan cakupan dan kapasitas pelayanan radioterapi melalui penambahan jumlah

teleterapi harus menjadi perhatian dan prioritas seluruh stakeholder di Indonesia. IAEA

memperkirakan bahwa biaya untuk 1 unit Linac dan struktur pendukung sekitar $4 juta dengan

kemampuan IMRT. Sehingga dengan nilai investasi 1 unit PBT mampu menambah 40 unit linac

baru dengan kemampuan IMRT dan meningkatkan kapasitas pelayanan radioterapi sebesar 9 –

11%.

6.5. Proton Terapi Cost-Effectiveness

Menilai cost-effectiveness (CE) proton terapi sangat sulit, karena ketersediaan data yang

minimal. Secara garis besar analisis CE terdiri dari 2 jenis analisis yaitu, modeling studies and non

modeling studies. Pada metode modeling studies menambahkan perkiraan probabilitas dari

36

berbagai kejadian yang mungkin terjadi di masa mendatang (mis. Hasil, toksistas pasca radiasi)

sebagai perjalan alami penyakit kanker sejak awal diagnosis. Sedangkan untuk non modeling

studies tidak memasukkan prediksi tersebut dalam analisis hanya murni analisis biaya. Teknik

yang sering digunakan pada analisis menggunakan modeling studies yaitu, population-based

(Markov) atau individual-based (Monte Carlo).19

Hasil utama dari studi analisis adalah meliputi kualitas dan kuantitas kelangsungan hidup lebih

lanjut atas suatu intervensi kesehatan yang diberika, Quality-adjusted life years (QALY’s). serta

biaya tambahan yang terkait dengan setiap QALY yang diperoleh dari setiap intervensi kesehatan

yang diberikan, disebut incremental cost-effectiveness ratio (ICER). Nilai ICER atau ambang batas

willingness-to-pay (WTP) dapat berbeda setiap negara, sebagai contoh $50.000 dan £20.000 –

£30.000 untuk United States of America (USA) dan United Kingdom (UK). 20,21 Untuk Indonesia

nilai ambang batas CE/WTP $472 - $1786/QALY ( Rp. 7.200.000 – Rp. 27.152.00).22

Singkatnya, masih terbatas bukti terkait cost-effectiveness PBT dan sangat sulit bahwa PBT akan

menjadi pilihan paling ekonomis terutama di Indonesia pada seluruh jenis kanker. Perlu

dilakukan kajian yang spesifik dan mendalam peran PBT dalam penatalaksanaan kanker untuk

masyarakat Indonesia. Saat ini, peningkatan kualitas pelayanan radioterapi menjadi prioritas

utama dengan peningkatan penggunaan teknik IMRT di seluruh sentra pelayanan radioterapi.

7. PENUTUP

Akses terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas merupakan bagian dari hak-asasi

manusia. Sekalipun radioterapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari penatalaksanaan

medik multi disiplin bagi pasien dengan penyakit kanker, akses terhadap pelayanan radioterapi

di Indonesia masih sangat sulit, sehingga berdampak pada waktu tunggu yang sangat panjang di

pusat-pusat pelayanan radioterapi. Dengan menggunakan asumsi minimal dari IAEA sebesar 1

unit megavoltage per 1 juta populasi sekalipun, pada tahun 2018 Indonesia baru memiliki 25%

(66 pesawat) dari jumlah peralatan radioterapi yang dibutuhkan, dengan proyeksi per 2019 akan

mempunyai minimal 87 pesawat dan diharapkan pada tahun 2020 dapat tercapai pemenuhan

kebutuhan per 5 tahunnya. Dalam dokumen ini kami menyampaikan usulan rencana strategis

pemenuhan kebutuhan radioterapi nasional untuk menjamin akses yang memadai bagi seluruh

37

masyarakat Indonesia. Rencana strategik ini sangat membutuhkan komitmen dan peran serta

pemerintah dengan melibatkan pula sektor swasta.

38

DAFTAR PUSTAKA

1. Nass SJ, Patlak M, Cancer N, Forum P. Appropriate Use of Advanced Technologies for

Radiation Therapy and Surgery in Oncology [Internet]. 2016.

2. Atun R, Jaffray DA, Barton MB, Bray F, Baumann M, Vikram B, et al. Expanding global access

to radiotherapy. Lancet Oncol. 2015;16(10):1153–86.

3. Rodin D, Aggarwal A, Lievens Y, Sullivan R. Balancing Equity and Advancement: The Role of

Health Technology Assessment in Radiotherapy Resource Allocation. Clin Oncol [Internet].

2017;29(2):93–8. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.clon.2016.11.001

4. Rapid T, Service R, Agency C, Cadth W. Proton Beam Therapy versus Photon Radiotherapy

for Adult and Pediatric Oncology Patients: A Review of the Clinical and Cost-Effectiveness. Prot

Beam Ther versus Phot Radiother Adult Pediatr Oncol Patients A Rev Clin Cost-Effectiveness

[Internet]. 2016;(May). Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27336116

5. Yajnik S. Proton Beam Therapy [Internet]. New York, NY: Springer New York; 2013.

6. Pijls-johannesma M, Pommier P, Lievens Y. Cost-effectiveness of particle therapy: Current

evidence and future needs. Radiother Oncol [Internet]. 2008;89(2):127–34. Available from:

http://dx.doi.org/10.1016/j.radonc.2008.07.015

7. Wilson RR. Radiological Use of Fast Protons. Radiology [Internet]. 1946 Nov;47(5):487–91.

Available from: http://pubs.rsna.org/doi/10.1148/47.5.487

8. Raju MR. Particle radiotherapy: historical developments and current status. Radiat Res

[Internet]. 1996 Apr;145(4):391–407. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8600500

9. PTCOG - Facilities in Operation [Internet]. [cited 2018 Sep 26]. Available from:

https://www.ptcog.ch/index.php/facilities-in-operation

10. World Bank Country and Lending Groups – World Bank Data Help Desk [Internet]. [cited

2018 Sep 27]. Available from:

https://datahelpdesk.worldbank.org/knowledgebase/articles/906519-world-bank-country-

and-lending-groups

11. Kerstiens J, Johnstone PAS. Proton therapy expansion under current United States

reimbursement models. Int J Radiat Oncol Biol Phys [Internet]. 2014;89(2):235–40. Available

from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ijrobp.2014.02.014

39

12. Flanz J, Bortfeld T. Evolution of technology to optimize the delivery of proton therapy: The

third generation. Semin Radiat Oncol [Internet]. 2013;23(2):142–8. Available from:

http://dx.doi.org/10.1016/j.semradonc.2012.11.006

13. Lomax AJ. Intensity modulated proton therapy and its sensitivity to treatment uncertainties

2: the potential effects of inter-fraction and inter-field motions. Phys Med Biol [Internet]. 2008

Feb 21;53(4):1043–56.

14. Barton MB, Frommer M, Shafiq J. Role of radiotherapy in cancer control in low-income and

middle-income countries. Lancet Oncol [Internet]. 2006 Jul;7(7):584–95.

15. Indonesia | Data [Internet]. [cited 2018 Sep 27]. Available from:

https://data.worldbank.org/country/indonesia

16. Balitbang Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI; 2013.

17. Barton MB, Jacob S, Shafiq J, Wong K, Thompson SR, Hanna TP, et al. Estimating the

demand for radiotherapy from the evidence: A review of changes from 2003 to 2012.

Radiother Oncol [Internet]. 2014 Jul;112(1):140–4.

18.International Atomic Energy Agency. Planning national radiotherapy services: a practical

tool. Vienna: International Atomic Energy Agency; 2010.

19. Verma V, Mishra M V., Mehta MP. A systematic review of the cost and cost-effectiveness

studies of proton radiotherapy. Cancer. 2016;122(10):1483–501.

20. Claxton K, Martin S, Soares M, Rice N, Spackman E, Hinde S, et al. Methods for the

estimation of the National Institute for Health and Care Excellence cost-effectiveness

threshold. Health Technol Assess (Rockv) [Internet]. 2015 Feb;19(14):1–504.

21. Claxton K, Martin S, Soares M, Rice N, Spackman E, Hinde S, et al. House of Commons -

Health Committee: Written evidence from Karl Claxton, Steve Martin, Marta Soares, Nigel Rice,

Eldon Spackman, Sebastian Hinde, Peter C Smith and Mark Sculpher (NICE 61) [Internet]. [cited

2018 Sep 27].

22. Woods B, Revill P, Sculpher M, Claxton K. Country-Level Cost-Effectiveness Thresholds:

Initial Estimates and the Need for Further Research. Value Heal [Internet]. 2016

Dec;19(8):929–35.