Upload
buitruc
View
228
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN ....................................................................... i
HALAMAN SAMPUL DALAM ...................................................................... ii
HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM .......................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI ...................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................ ix
DAFTAR ISI ..................................................................................................... x
ABSTRAK ......................................................................................................... xiii
ABSTRACT ........................................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 10
1.3 Ruang Lingkup Masalah .................................................................. 10
1.4 Orisinalitas Penelitian ...................................................................... 11
1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan umum .......................................................................... 12
1.5.2 Tujuan khusus ......................................................................... 13
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat teoritis ....................................................................... 13
1.6.2 Manfaat praktis ....................................................................... 13
xi
1.7 Landasan Teoritis ............................................................................. 14
1.8 Metode Penelitian
1.8.1 Jenis penelitian ........................................................................ 20
1.8.2 Jenis pendekatan ..................................................................... 21
1.8.3 Sumber Bahan Hukum ................................................. 22
1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum ........................................ 23
1.8.5 Teknik analisis bahan hukum ................................................. 23
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK CIPTA, LAGU, COMPACT
DISC (CD), DAN PERLINDUNGAN HUKUM
2.1 Hak Cipta
2.1.1 Pengertian Hak Cipta............................................................ 25
2.1.2 Dasar Hukum Hak Cipta ...................................................... 27
2.1.3 Subyek dan Obyek Perlindungan Hak Cipta ........................ 31
2.2 Lagu
2.2.1 Pengertian Lagu .................................................................... 34
2.2.2 Lagu Bagian dari Hak Cipta ................................................. 36
2.3 Compact Disc (CD)
2.3.1 Pengertian Compact Disc (CD) ............................................ 37
2.3.2 Sejarah Compact Disc (CD) ................................................. 38
2.4 Perlindungan Hukum
2.4.1 Pengertian Perlindungan Hukum.......................................... 39
2.4.2 Jenis-Jenis Perlindungan Hukum ......................................... 40
BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENCIPTA LAGU
TERHADAP PENGGANDAAN CD LAGU TANPA IZIN DITINJAU
xii
DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG
HAK CIPTA
3.1 Kualifikasi Penggandaan Lagu Melalui CD Dapat Dikatakan Sebagai
Pembajakan .................................................................................... 43
3.2 Perlindungan Hukum Bagi Pencipta Lagu Terhadap Penggandaan CD
Lagu Tanpa Izin ............................................................................. 58
BAB IV UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN PENCIPTA LAGU
TERHADAP PENGGANDAAN CD LAGU TANPA IZIN
4.1 Upaya Hukum yang Dapat Dilakukan oleh Pencipta Lagu Terhadap
Penggandaan CD Lagu Tanpa Izin Ditinjau Dari Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
4.2.1 Non Litigasi .......................................................................... 71
4.2.2 Litigasi .................................................................................. 76
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan....................................................................................... 78
5.2 Saran-Saran ...................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA
xiii
ABSTRAK
Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks merupakan salah satu
ciptaan yang dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.
Kreatifitas para pencipta lagu di Indonesia mulai terganggu dengan
penggandaan CD lagu tanpa izin. Negara dan musisi mengalami kerugian
yang besar per tahun karena adanya pembajakan CD. Dalam skripsi ini,
permasalahan yang dibahas yaitu mengenai kualifikasi penggandaan lagu
yang dikatakan sebagai pembajakan dan perlindungan hukum terhadap
pencipta lagu terhadap penggandaan CD tanpa izin serta upaya hukum
pencipta lagu terkait penggandaan tanpa izin tersebut. Pentingnya dilakukan
penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum pencipta lagu
dan upaya penyelesaian sengketa yang diberikan oleh Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 terkait permasalahan CD bajakan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
jenis penelitian hukum normatif dengan jenis pendekatan yaitu pendekatan
perundang-undangan dan pendekatan analisis konsep hukum. Sumber bahan
hukum yang digunakan bersumber dari data sekunder, yaitu dari bahan
hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum yang
digunakan adalah diperoleh melalui telaah bahan pustaka. Serta
menggunakan teknik analisis bahan hukum yaitu teknik deskripsi, interpretasi
dan sistematisasi.
Kualifikasi penggandaan lagu menggunakan media CD dikatakan
sebagai pembajakan dilakukan dengan penafsiran hukum historis yaitu
apabila penggandaan lagu melalui CD dilakukan dengan cara dan bentuk
apapun yaitu paling banyak dengan menggunakan jenis CD-R, serta
dilakukan secara tidak sah dan dengan cara pendistribusian secara komersial
kepada masyarakat luas. Dan perlindungan hukum terhadap pencipta lagu
dengan beredarnya CD bajakan yaitu perlindungan hukum preventif dan
represif. Dalam hal terjadi sengketa, penyelesaian sengketa dapat dilakukan
dengan cara non litigasi dan litigasi.
Kata kunci: Perlindungan hukum, Hak cipta, Penggandaan CD tanpa izin.
xiv
ABSTRACT
Songs or music with or without words is one of the creations that are
protected by Statute Number 28 Year 2014. Creativity of the composer in
Indonesia began to interfere with the pirated songs compact disc. State and
musicians suffered great losses per year due to pirated compact disc. In this
paper, the issues discussed are the qualifications of doubling the song is said
to be legal protection against piracy and songwriter of the circulation of
pirated compact disc, as well as the steps in the settlement of disputes related
to the circulation of songs copyrighted work pirated compact disc. The
importance of this research is to determine the legal protection songwriter
and dispute resolution efforts provided by Statute Number 28 Year 2014
related issues pirated compact disc.
The research methods used in this research is normative research, with
the kind of approach are the statute approach and analitical & conseptual
approach. The sources of legal materials are obtained from secondary data,
which is primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal
materials. The legal materials collections techniques used were obtained
through literature review. And used the legal materials analysis techniques
that description techniques, interpretation techniques and systematization
techniques.
The qualification of doubling songs using compact disc is said piracy
done with the historical legal interpretation which is the track with through
compact disc duplication by compact disc recordable, and do unlawfully and
by means of commercial distribution to the public. The legal protection of the
composer with the circulation of pirated compact disc are preventive legal
protection and repressive legal protection. In the dispute settlement, dispute
resolution can be done by litigation way and non-litigation way.
Key words: Legal protection, Copyright, Piracy songs compact disc.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini perkembangan dunia seni khususnya lagu sangatlah
berkembang pesat. Hal tersebut dapat dilihat pada stasiun-stasiun acara
televisi yang banyak menyajikan acara-acara hiburan, baik itu yang bergenre
pop, daerah, rock, dangdut, dan aliran musik lainnya. Tidak dapat dipungkiri
bahwa lagu tersebut membawa rasa bahagia, sedih, gembira, dan perasaan
lainnya terhadap penikmatnya.
Seni khususnya dalam wujud lagu ini telah menjadi kebutuhan bagi
sebagian kehidupan manusia sebagai makhluk yang berbudaya, untuk
diciptakan kemudian dinikmati sebagai hiburan maupun untuk diapresiasi.
Hampir tidak dapat lepas dalam kehidupan sehari-hari masyarakat selalu
memainkan, memutar dan mendendangkan lagu. Bahkan sudah menjadi
kebiasaan bagi sebagian besar masyarakat untuk tidak bisa lepas dari lagu
tersebut. Dari mulai usia anak-anak hingga dewasa tidak ada batasannya
untuk menikmati alunan lagu yang diinginkan.
Dengan banyaknya penikmat lagu tersebut maka perkembangan lagu di
Indonesia semakin hari semakin bertambah. Terlebih lagi perkembangan lagu
ini mengikuti dinamika yang terjadi di masyarakat itu sendiri, menjadikan
lagu semakin banyak diminati. Hal tersebut tentunya menjadi keuntungan
2
tersendiri bagi para pencipta lagu untuk semakin banyak menghasilkan karya-
karya yang tentunya banyak diminati masyarakat.
Pencipta lagu terkenal seperti Nazril Ilham (Ariel Noah), Pasha
(Mantan Vokalis Ungu), Iwan Fals, Ahmad Dhani, dan lain-lain merupakan
sederetan pencipta lagu di Indonesia yang banyak menghasilkan karya-karya
seni yang diminati oleh masyarakat Indonesia. Dapat kita beli dengan mudah
karya-karya mereka di toko-toko yang menyediakan lagu mereka dalam
bentuk compact disc (selanjutnya ditulis CD). Karya yang diminati tersebut
tentunya menghasilkan pendapatan yang terbilang cukup fantastis.
Tetapi pada tahun 2008 mulai dirasakan imbasnya oleh para pencipta
lagu terhadap penjualan fisik album rekaman dalam bentuk CD yang mulai
menurun. Hal tersebut dikarenakan oleh oknum yang tidak bertanggung
jawab melakukan penggandaan dan pendistribusian secara illegal terhadap
hasil karya cipta para pencipta lagu tersebut. Karya dari para pencipta lagu
tersebut oleh para pembajak CD yang tidak mempunyai izin legal dengan
mudahnya dibajak dan dibandrol dengan harga yang cukup murah. Dengan
modal kurang dari Rp 1.000, pembajak bisa menjual sekeping CD bajakan
senilai Rp 5.000. Motivasi utama dari tindakan pembajak CD tersebut adalah
untuk memperoleh keuntungan dari kondisi ekonomi sebagian besar
masyarakat Indonesia yang lebih memilih membeli produk yang murah tanpa
mempertimbangkan kualitas suatu produk.
Untuk menjamin perlindungan terhadap karya intelektual berupa lagu
atau musik, Indonesia telah meratifikasi pembentukan World Trade
3
Organization (selanjutnya ditulis WTO) melalui Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade
Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).
Konsekuensi dengan masuknya Indonesia menjadi anggota WTO antara lain
kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasional
dengan ketentuan WTO, termasuk ketentuan yang berkaitan dengan
Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights
(selanjutnya ditulis TRIPs-WTO).1 Dengan menyesuaikan ketentuan dalam
TRIPs-WTO yang berhubungan dengan hak cipta, maka Indonesia telah
menyempurnakannya dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta (selanjutnya ditulis UUHC).
Mengenai hasil karya dari pencipta lagu tersebut merupakan hak cipta
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 UUHC yaitu “Hak Cipta
adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan”.
Di dalam Penjelasan Pasal 4 UUHC, Hak eksklusif adalah hak yang
hanya diperuntukkan bagi Pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat
memanfaatkan hak tersebut tanpa izin Pencipta. Pemegang Hak Cipta yang
1 Afrillyanna Purba, Gazalba Saleh, dan Andriana Krisnawati, 2005, TRIPs-WTO &
HUKUM HKI INDONESIA Kajian Perlindungan Hak Cipta Seni Batik Tradisional
Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 1.
4
bukan Pencipta hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak
ekonomi.
Hak cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak
ekonomi. Hak moral adalah hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta,
sedangkan hak ekonomi adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak
cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan.
Sesuai amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD NRI 1945), hak cipta merupakan
kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang
mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan
memajukan kesejahteraan umum.
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UUHC menentukan bahwa “Pencipta
adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-
sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi”. Sedangkan
dalam Pasal 1 angka 3 UUHC, “Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi,
kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang
diekspresikan dalam bentuk nyata”.
Banyak ciptaan yang dilindungi, berdasarkan Pasal 40 ayat (1) huruf d
UUHC salah satunya adalah lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks.
Sehingga secara garis besar ketentuan dalam UUHC memuat mengenai hal-
hal yang berkaitan dengan hak cipta secara umum.
Hukum Hak Cipta bertujuan melindungi hak pembuat dalam
mendistribusikan, menjual, atau membuat turunan dari karya tersebut.
5
Perlindungan yang didapatkan oleh pembuat (author) adalah
perlindungan terhadap penjiplakan (plagiat) oleh orang lain. Hak Cipta
sering diasosiasikan sebagai jual beli lisensi.2
Hak cipta memang sangat penting dilindungi, karena apabila orang atau
beberapa orang yang tidak dapat menghasilkan keahlian tidak akan mampu
untuk menciptakan suatu karya cipta yang memiliki bentuk khas dan bersifat
pribadi, yang merupakan karya intelektual manusia yang dibuat berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi, keterampilan dan/atau keahlian yang
menunjukkan keaslian sebagai ciptaan yang berwujud nyata sehingga ciptaan
tersebut dapat dilihat, dibaca dan didengar.
Menurut H. OK. Saidin3, Hak kekayaan intelektual (selanjutnya ditulis
HKI) yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya,
memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta berguna bagi kehidupan manusia.
Adanya nilai ekonomi pada HKI merupakan suatu bentuk kekayaan bagi
pemiliknya. Walaupun proses penggandaan dan distribusi suatu karya cipta
(ciptaan) lagu dapat dilakukan, namun tetap saja dalam ciptaan tersebut
pencipta lagu masih memiliki hak untuk mendapatkan royalti atas ciptaannya.
Dalam Pasal 1 angka 21 UUHC, Royalti adalah imbalan atas
pemanfaatan Hak Ekonomi suatu Ciptaan atau Produk Hak Terkait yang
diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait. Royalti harus dibayar karena
lagu adalah suatu karya intelektual manusia yang mendapatkan suatu
perlindungan hukum. Jika pihak lain ingin menggunakannya maka sepatutnya
2 Adrian Sutedi, 2009, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.
116. 3 H. OK. Saidin, 2007, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property
Rights), RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 142.
6
meminta izin kepada pemilik hak cipta. Pembayaran royalti merupakan
konsekuensi dari menggunakan karya orang lain yang dihimpun dan
didistribusikan oleh Lembaga Manajemen Kolektif yang diberikan kuasa oleh
pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait.
Konsekuensi untuk membayar karya pencipta lagu tersebut membuat
sebagian besar masyarakat Indonesia menjadi enggan untuk membeli produk-
produk asli yang dijual dalam bentuk CD. Masyarakat lebih memilih untuk
membeli produk sejenis walaupun dengan kualitas yang rendah tetapi harga
tersebut dapat dijangkau oleh mereka. Hal tersebut yang mengakibatkan
pencipta lagu tidak mendapatkan royalti sesuai dengan karya cipta lagunya.
Pelanggaran terhadap tidak dilakukannya pembayaran royalti ini
memberikan hak kepada pencipta lagu untuk menuntut ganti rugi atas hak
cipta yang dilanggar. Ganti rugi dalam Pasal 1 angka 25 UUHC adalah
pembayaran sejumlah uang yang dibebankan kepada pelaku pelanggaran hak
ekonomi Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan/atau pemilik Hak Terkait
berdasarkan putusan pengadilan perkara perdata atau pidana yang
berkekuatan hukum tetap atas kerugian yang diderita Pencipta, Pemegang
Hak Cipta dan/atau pemilik Hak Terkait. Pencipta, pemegang hak cipta
dan/atau pemegang hak terkait atau ahli warisnya yang mengalami kerugian
hak ekonomi berhak memperoleh ganti rugi.
Secara hukum kegiatan penggandaan terhadap karya cipta
diperbolehkan sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 12 UUHC, tetapi dalam
hal pembajakan karya cipta adalah dilarang. Pembajakan berdasarkan Pasal 1
7
angka 23 UUHC merupakan penggandaan ciptaan dan/atau produk hak
terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan
dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
Kualifikasi penggandaan lagu menggunakan media CD tidak diatur
sebagai pembajakan di dalam ketentuan UUHC, tetapi kualifikasi
penggandaan lagu dengan menggunakan media CD dikatakan sebagai
pembajakan dilakukan dengan penafsiran hukum. Di mana dengan
perkembangan dunia teknologi, keberadaan CD sangat beragam yaitu CD-
ROM, CD-R dan CD-RW. Sedangkan di dalam ketentuan UUHC tidak
mengatur mengenai jenis-jenis CD yang berkembang dalam dunia teknologi
yang digunakan sebagai penggandaan lagu, dan bagaimana kualifikasi
penggandaan lagu menggunakan media CD dengan jenis CD yang ada, yang
dapat dikatakan sebagai pembajakan.
Sehingga dapat dilihat adanya norma kabur atau tidak jelas (vague van
normen) yang terdapat dalam ketentuan UUHC, sedangkan pada
kenyataannya di lapangan banyak kasus yang menunjukkan semakin
tingginya tingkat pembajakan CD, baik dilakukan dengan menggunakan jenis
CD yang ada hingga saat ini yang memerlukan aturan hukum yang jelas.
Terkait dengan sanksi yang diberikan terhadap pelaku pembajakan
diatur dalam Pasal 113 ayat (4) UUHC yang menentukan bahwa Setiap Orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan
dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
8
(sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah).
Hak cipta terutama karya cipta lagu merupakan salah satu bentuk hak
cipta yang paling sering kita dengar dan amat diminati seluruh masyarakat
Indonesia. Namun kreatifitas para pencipta lagu di Indonesia mulai terganggu
dengan maraknya CD bajakan yang beredar di pasaran. Negara dan musisi
mengalami kerugian yang besar per tahun karena adanya pembajakan CD,
diperkirakan sebesar 90 persen dari Rp 5 triliun yaitu sekitar Rp 4,5 triliun
masuk ke kantong pembajak CD. 4 Pembajakan adalah faktor utama yang
belum ada titik cerah penyelesaian masalahnya. Ketika CD mudah untuk
digandakan, pembajakan semakin mudah pula.
Pembajakan terhadap lagu ini bukan hanya terhadap lagu yang
diciptakan oleh orang Indonesia asli, tetapi juga meliputi lagu yang diciptakan
oleh orang dari luar negeri (pencipta lagu asing). Hal inilah yang sering
menjadi bahan protes para pencipta lagu dari luar negeri yang merasakan
bahwa perlindungan yang diberikan terhadap ciptaan mereka lemah sekali di
Indonesia. Apabila hal ini dibiarkan saja maka akan membuat buruk nama
Indonesia di dunia internasional yang pada akhirnya akan merugikan bangsa
Indonesia sendiri.
Hal ini tentunya mendapat perhatian serius baik dari para insan seni
seperti Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) juga Asosiasi Industri
4 Azis Kurmala, 2013, Kerugian Akibat Pembajakan Musik Rp 4,5 Triliun Setahun,
URL: m.antaranews.com/berita/375286/kerugian-akibat-pembajakan-musik-rp45-triliun-
setahun diakses tanggal 19 November 2016.
9
Rekaman Indonesia (ASIRI) serta asosiasi sejenis maupun dari pemerintah,
hingga muncul slogan Stop Pembajakan (Stop Piracy). Slogan hanya tetap
slogan tetapi tanpa adanya kesadaran dari masyarakat itu sendiri maka
beberapa tahun mendatang kita mungkin tidak dapat mendengar lagi
kreatifitas dari para musisi untuk menciptakan lagu.
Berdasarkan catatan Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI),
pembajakan industri musik di Indonesia menunjukkan angka yang paling
signifikan.5 Pihak yang paling dirugikan adalah para musisi atau pencipta
lagu yang hasil karyanya dibajak oleh pihak yang ingin mengambil
keuntungan lebih dari pembajakan CD tersebut. Sehingga dampak yang
ditakutkan adalah para pencipta lagu tersebut semakin enggan untuk berkarya
atau berinovasi.
Melihat kenyataan ini maka akan sangat menarik untuk diteliti lebih
lanjut mengenai pembajakan terhadap karya cipta lagu yang merugikan
pencipta lagu, dalam skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi
Pencipta Lagu Terhadap Penggandaan Compact Disc (CD) Lagu Tanpa
Izin Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak
Cipta”.
5 Yosep Arkian, 2015, Asiri: 95 Persen CD Album di Pasaran Bajakan, URL:
http://m.tempo.co/read/news/2015/10/21/112711484/asiri-95-persen-cd-album-di-pasaran-
-bajakan diakses tanggal 20 November 2016.
10
1.2 Rumusan Masalah
Fokus penelitian ini adalah mengenai perlindungan hukum bagi
pencipta lagu terhadap penggandaan CD tanpa izin ditinjau dari UUHC.
Sehubungan dengan itu maka permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai
berikut:
1. Apakah penggandaan lagu melalui compact disc (CD) dapat
dikatakan sebagai pembajakan?
2. Upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh pencipta lagu terhadap
penggandaan compact disc (CD) tanpa izin?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup masalah atau batasan permasalahan merupakan hal yang
sangat penting dikarenakan tanpa adanya batasan permasalahan maka sangat
mungkin mengakibatkan pembahasan yang tidak relevan. Sehingga
menyebabkan terciptanya suatu penyimpangan yang terlalu jauh mengenai
obyek yang akan dibahas. Sehubungan dengan hal tersebut maka batasan
permasalahan dari skripsi ini sebagai berikut:
1. Dalam permasalahan yang pertama, ruang lingkup permasalahan
dibatasi mengenai penggandaan terhadap lagu melalui media CD
yang dapat dikatakan sebagai pembajakan.
2. Sedangkan permasalahan yang kedua, ruang lingkup permasalahan
dibatasi pada upaya-upaya hukum yang dilakukan oleh pencipta lagu
terhadap penggandaan CD tanpa izin.
11
1.4 Orisinalitas Penelitian
Terkait orisinalitas dari penelitian ini, akan diperlihatkan karya
ilmiah/penulisan hukum/skripsi terdahulu sebagai pembanding yang
pembahasannya berkaitan dengan “Perlindungan Hukum Bagi Pencipta Lagu
Terhadap Penggandaan Compact Disc (CD) Tanpa Izin Ditinjau Dari
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta”, yaitu:
Tabel I
No. Peneliti Judul Rumusan Masalah
1. Dede Sukma
Aristya,
Fakultas
Hukum
Universitas
Udayana,
Tahun 2016
Perlindungan Hukum
Terhadap Produsen
Atas Penyebaran
DVD Bajakan Di
Indonesia (Ditinjau
Dari Undang-
Undang Nomor 28
Tahun 2014 Tentang
Hak Cipta
Tidak Ada (Jurnal Hukum
Kertha Semaya)
2. Wangy Alfince
Dianato,
Fakultas
Syari’ah dan
Hukum
Universitas
Implementasi
Perlindungan
Terhadap Hak Cipta
Di Bidang Musik
(Studi Compact
Disc/Video Compact
1. Bagaimana pelaksanaan
perlindungan hak cipta
di bidang musik di
Kecamatan Tampan?
2. Apa saja faktor-faktor
yang menjadi hambatan
12
Islam Negeri
Sultan Syarif
Kasim Riau,
Tahun 2014
Disc Bajakan Di
Kecamatan Tampan
Kota Pekanbaru)
dalam pelaksanaan
perlindungan hak cipta
CD/DVD bajakan di
Kecamatan Tampan?
Tabel II
No. Peneliti Judul Rumusan Masalah
1. Yuni
Ratnasari,
Fakultas
Hukum
Universitas
Udayana,
Tahun 2016
Perlindungan Hukum
Bagi Pencipta Lagu
Terhadap
Penggandaan
Compact Disc (CD)
Tanpa Izin Ditinjau
Dari Undang-
Undang Nomor 28
Tahun 2014 Tentang
Hak Cipta
1. Apakah penggandaan
lagu melalui compact
disc (CD) dapat
dikatakan sebagai
pembajakan?
2. Upaya hukum apa yang
dapat dilakukan oleh
pencipta lagu terhadap
penggandaan compact
disc (CD) tanpa izin?
1.5 Tujuan Penelitian
Ada beberapa tujuan penelitian, sebagai berikut:
1.5.1 Tujuan umum
- Untuk mengetahui mengenai penggandaan terhadap lagu melalui media CD
yang dapat dikatakan sebagai pembajakan.
13
- Untuk mengetahui upaya-upaya hukum yang dilakukan oleh pencipta lagu
terhadap penggandaan CD tanpa izin.
1.5.2 Tujuan khusus
- Untuk memahami mengenai penggandaan terhadap lagu melalui media CD
yang dapat dikatakan sebagai pembajakan.
- Untuk memahami upaya-upaya hukum yang dilakukan oleh pencipta lagu
terhadap penggandaan CD tanpa izin.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat teoritis
- Sebagai bahan referensi untuk pengembangan ilmu hukum, khususnya di
bidang HKI agar dapat dimanfaatkan secara tepat sesuai dengan
permasalahan yang ada, yaitu kaitannya dengan perlindungan hukum bagi
pencipta lagu terhadap penggandaan CD tanpa izin ditinjau dari Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
- Sebagai suatu sumbangan kepustakaan untuk dapat dipakai sebagai acuan
bagi para praktisi hukum terkait dengan perlindungan hukum bagi pencipta
lagu terhadap penggandaan CD tanpa izin ditinjau dari Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, sehingga dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat dan peminat karya ilmiah dalam bidang HKI.
14
1.6.2 Manfaat praktis
Dapat digunakan sebagai pedoman baik untuk pemerintah, praktisi,
mahasiswa maupun khalayak umum dalam menyelesaikan permasalahan
yang sejenis.
1.7 Landasan Teoritis
Landasan teoritis merupakan dukungan teori, konsep, asas dan
pendapat-pendapat hukum dalam membangun atau memperkuat kebenaran
dari permasalahan yang dianalisis.6 Dalam setiap penelitian harus disertai
dengan pemikiran-pemikiran teoritis, oleh karena ada hubungan timbal balik
yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan bahan
hukum, analisa, serta konstruksi bahan hukum. Oleh karena itu perlu
dikemukakan beberapa teori berupa pendapat para ahli yang relevan dengan
permasalahan yang diteliti, yaitu:
1. Teori Perlindungan Hukum
Awal mula munculnya teori pelindungan hukum bersumber dari teori
hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato,
Aristoteles (murid Plato) dan Zeno (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran
hukum alam menyebutkan bahwa:
“…hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi,
serta antara hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran
6 Bander Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju,
Bandung, hlm. 141.
15
ini memandang bahwa hukum dan moral adalah cerminan dan aturan secara
internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang diwujudkan melalui
hukum dan moral”.7
Thomas Aquinas mengatakan bahwa hukum alam adalah ketentuan
akal yang bersumber dari Tuhan yang bertujuan untuk kebaikan dan dibuat
oleh orang yang mengurus masyarakat untuk disebarluaskan. Di bagian lain
terjadi perbedaan pandangan para filosof tentang eksistensi hukum alam,
tetapi pada aspek yang lain juga menimbulkan sejumlah harapan bahwa
pencarian pada yang “absolut” merupakan kerinduan manusia akan hakikat
keadilan.
Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan
pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan
perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua
hak-hak yang diberikan oleh hukum.8 Pendapat lain tentang perlindungan
hukum yaitu perlindungan atas harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap
hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan
hukum dari kesewenangan.
2. Hak Kekayaan Intelektual
Dalam perkembangannya, pengaturan perlindungan HKI tidak hanya
melibatkan negara-negara maju. Perlindungan HKI mulai merebak di negara-
negara berkembang, terutama melalui TRIPs-WTO. TRIPs-WTO merupakan
7 Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 1995, Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 102. 8 Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 54.
16
perjanjian yang sangat kompleks, komprehensif, dan ekstensif dalam
mengatur perlindungan HKI secara internasional. Hal tersebut dikarenakan
TRIPs-WTO adalah kesepakatan internasional yang paling lengkap memuat
ketentuan-ketentuan perlindungan HKI.
Secara umum perjanjian dalam TRIPs-WTO meliputi ketentuan
mengenai jenis HKI, standar minimum perlindungan atau rincian ketentuan
mengenai ruang lingkup perlindungan tersebut harus dilakukan oleh negara
peserta, ketentuan mengenai pelaksanaan kewajiban perlindungan HKI,
ketentuan mengenai kelembagaan, dan ketentuan mengenai penyelesaian
sengketa. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa perlindungan HKI secara
internasional dinilai sebagai ketentuan penting yang kemudian banyak
diratifikasi oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.
HKI merupakan hak yang memperoleh perlindungan secara hukum
atas kekayaan intelektual sesuai dengan peraturan perundang-undangan
berdasarkan Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang
Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, Dan Penerapan Ilmu
Pengetahuan Dan Teknologi Hak Kekayaan Intelektual.
Teori mengenai HKI sangat dipengaruhi oleh pemikiran filsuf John
Locke tentang hak milik. Menurut John Locke yang dikutip oleh Syafrinaldi,
mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang
dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian ini
tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang
17
disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan
hasil dari intelektualitas manusia.9
HKI merupakan terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR).
Beberapa istilah bahasa Indonesia yang pernah digunakan untuk
menerjemahkan Intellectual Property Right (IPR) antara lain Hak Milik
Immateril, Hak Milik Intelektual dan Hak atas Kekayaan Intelektual.
Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Republik
Indonesia (sekarang Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia) Nomor
M.03.PR.07.10 Tahun 2000 dan Persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Republik Indonesia sesuai dengan surat Nomor
24/M.PAN/1/2000 secara resmi digunakan istilah Hak Kekayaan Intelektual.
HKI merupakan hak yang diberikan oleh hukum kepada subyek hukum
terhadap suatu benda yang merupakan hasil dari kecerdasan intelektual
manusia. Menurut Djumhana dan Djubaedillah10, HKI merupakan hak yang
berasal dari hasil kegiatan kreatif kemampuan daya pikir manusia yang
diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuk, yang
bermanfaat dalam menunjang kehidupan manusia karena memiliki nilai
ekonomis. Bentuk nyata dari kemampuan tersebut misalnya dalam bidang
teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
3. Penemuan Hukum
9 Syafrinaldi, 2010, Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual Dalam
Menghadapi Era Globalisasi, UIR Press, Jakarta, hlm. 7. 10 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, 2003, Hak Milik Intelektual, Citra
Aditya Bakti, Bandung, hlm. 20-21.
18
Penemuan hukum adalah suatu metode untuk mendapatkan hukum
dalam hal peraturannya sudah ada akan tetapi tidak jelas bagaimana
penerapannya pada suatu kasus yang konkret. Penemuan hukum
(rechtsvinding) adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau aparat
hukum lainnya yang ditugaskan untuk penerapan peraturan hukum umum
pada peristiwa hukum konkret.11
Keharusan menemukan hukum baru ketika aturannya tidak saja tak
jelas, tetapi memang tidak ada, diperlukan pembentukan hukum. Hakim harus
menggali berdasarkan banyak hal mulai dari menganalogikan dengan perkara
yang (mungkin) sejenis, menetapkan parameter tertentu yang akan dijadikan
sebagai patokan di dalam menjatuhkan putusan dan yang lebih penting lagi
adalah memperhatikan elemen sosiokultural keadilan yang hidup dan
berkembang di masyarakat. Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan “Pengadilan
dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara
yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.” Walau bagaimanapun
hakim wajib memeriksa dan menjatuhkan putusan, yang berarti bahwa ia
wajib menemukan hukumnya.
Berkaitan dengan cara penemuan hukum dapat dilakukan dengan dua
metode, yaitu: 12
11 Sudikno Mertokusumo, 2009, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty,
Yogyakarta, hlm 37. 12 Ibid., hlm. 56-73.
19
a. Interpretasi atau penafsiran, merupakan metode penemuan hukum yang
memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar
ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa
tertentu. Metode interpretasi ini adalah sarana atau alat untuk mengetahui
makna undang-undang. Interpretasi adalah metode penemuan hukum
dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada
peristiwanya. Interpretasi atau penafsiran ini dapat dilakukan dengan
beberapa metode, yaitu secara:
1) Gramatikal, yaitu penafsiran menurut bahasa sehari-hari.
2) Historis, yaitu penafsiran berdasarkan sejarah hukum.
3) Sistematis, yaitu menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari
keseluruhan sistem perundang-undangan.
4) Teleologis, yaitu penafsiran menurut makna atau tujuan
kemasyarakatan.
5) Perbandingan hukum, yaitu penafsiran dengan cara membandingkan
dengan kaedah hukum di tempat lain.
6) Futuristis, yaitu penafsiran antisipatif yang berpedoman pada undang-
undang yang belum mempunyai kekuatan hukum.
b. Konstruksi hukum, dapat digunakan hakim sebagai metode penemuan
hukum apabila dalam mengadili perkara tidak ada peraturan yang
mengatur secara khusus mengenai peristiwa yang terjadi. Konstruksi
hukum ini dapat dilakukan dengan menggunakan logika berpikir secara:
20
1) Argumentum per analogiam atau sering disebut analogi. Pada analogi,
peristiwa yang berbeda namun serupa, sejenis atau mirip yang diatur
dalam undang-undang diperlakukan sama.
2) Penyempitan hukum. Pada penyempitan hukum, peraturan yang
sifatnya umum diterapkan terhadap peristiwa atau hubungan hukum
yang khusus dengan penjelasan atau konstruksi dengan memberi ciri-
ciri.
3) Argumentum a contrario atau sering disebut a contrario, yaitu
menafsirkan atau menjelaskan undang-undang yang didasarkan pada
perlawanan pengertian antara peristiwa konkret yang dihadapi dan
peristiwa yang diatur dalam undang-undang.
1.8 Metode Penelitian
1.8.1 Jenis penelitian
Menurut Bambang Sunggono13, penelitian merupakan terjemahan dari
bahasa Inggris yaitu research, yang berasal dari kata re yang berarti kembali
dan to search yang berarti mencari. Penelitian merupakan suatu kegiatan
ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang
bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu,
dengan jalan menganalisanya. Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang
13 Bambang Sunggono, 2015, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta,
hlm. 27.
21
berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang ditentukan secara metodologis,
sistematis dan konsisten.
Terhadap penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan adalah metode
atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. Penelitian hukum normatif
pada skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi pencipta lagu
terhadap beredarnya CD bajakan, yang dikaji berdasarkan UUHC.
1.8.2 Jenis pendekatan
Dalam pembahasan penulisan ini menggunakan jenis pendekatan
perundang-undangan (the statute approach) dan pendekatan analisis konsep
hukum (analitical & conseptual approach). Menggunakan pendekatan
perundang-undangan karena dilakukan dengan menelaah peraturan
perundang-undangan yang memiliki sangkut paut dengan penelitian yang
dilakukan, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
terhadap perlindungan hukum bagi pencipta lagu yang karya ciptanya
diedarkan dalam bentuk CD bajakan. Dan menggunakan pendekatan analisis
konsep hukum karena digunakan untuk memahami konsep-konsep aturan
yang jelas tentang penggandaan lagu melalui CD yang dapat dikatakan
sebagai pembajakan.
1.8.3 Sumber bahan hukum
22
Dalam pembahasan penulisan skripsi ini, bahan hukum yang digunakan
bersumber dari data sekunder. Data sekunder antara lain mencakup dokumen-
dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan,
dan sebagainya. Sumber bahan hukum dalam penelitian dibedakan antara
lain:
1. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dengan melakukan penelitian
kepustakaan (library research) yang terkait dengan penelitian ini seperti
dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang
berwujud laporan, dan sebagainya yang ada kaitannya dengan materi
dalam penelitian ini. Data sekunder yang akan digunakan dalam penulisan
ini terdiri dari:14
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.
Dalam penulisan ini yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang,
hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum. Dalam penulisan
ini bahan hukum sekunder yang digunakan bersumber dari studi
kepustakaan.
Studi kepustakaan adalah merupakan penelaahan peraturan
perundang-undangan yang terkait serta buku-buku atau literatur
sebagai bahan bacaan. Studi kepustakaan ini menelaah bahan-bahan
hukum yang pokok yaitu undang-undang dalam arti materiil dan
formal, hukum kebiasaan dan hukum adat yang tercatat,
14 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 30.
23
yurisprudensi yang konstan, traktat dan doktrin. Juga bahan-bahan
yang dinamakan dokumen seperti otobiografi yang konprohensif,
surat-surat pribadi, buku harian dan memori, surat kabar dan
majalah, dokumen-dokumen pemerintah dan cerita-cerita rakyat.15
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, seperti kamus (hukum) dan ensiklopedia.
1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum
Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian lazimnya dikenal tiga
jenis alat pengumpul data yaitu studi dokumen atau bahan pustaka,
pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview.16 Sedangkan
untuk memperoleh dan mengumpulkan serta mengolah data dalam rangka
penyusunan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan yang
diperoleh melalui studi dokumen atau telaah bahan pustaka.
1.8.5 Teknik analisis bahan hukum
Untuk menganalisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul dalam
skripsi ini digunakan beberapa teknik analisis, yaitu teknik deskripsi, teknik
interpretasi dan teknik sistematisasi. Teknik deskripsi adalah teknik dasar
analisis yang tidak dapat dihindari penggunaannya, karena berisi uraian apa
adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau
non hukum. Teknik interpretasi berupa penggunaan jenis-jenis penafsiran
dalam ilmu hukum seperti penafsiran gramatikal, historis, sistimatis,
teleologis, kontektual, dan lain-lain. Dan teknik sistematisasi adalah berupa
15 Soerjono Soekanto, 1990, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, IND-
HILL-CO, Jakarta, hlm. 114. 16 Ibid., hlm. 67.