Upload
ngokhanh
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
DAFTAR JUDUL
HUKUM PEMBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
KAJIAN FATWA MUI (Nomor: 30 tahun 2016) DAN PUTUSAN
PERKARA PENGADILAN NEGERI PALEMBANG
(Nomor: 24/Pdt.G/2015/Pn.Plg)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
(S.H)
Oleh:
YUNITA KOMALA SARI
NIM: 1112043100026
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
v
ABSTRAK
Yunita Komala Sari. 1112043100026. Hukum Pembakaran Hutan dan
Lahan Kajian Fatwa MUI dan Putusan Perkara Pengadilan Negeri
Palembang (Nomor: 24/Pdt.G/2015/Pn.Plg). Program Studi Perbandingan
Mazhab Fiqih Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2017, xiii+ 57 halaman+ 2 lampiran
Pembakaran hutan dan lahan merupakan suatu cara untuk memperluas
lahan yang hal tersebut dilarang, baik hukum Islam maupun hukum positif.
Mengingat dilarangnya perbuatan yang menimbulkan dampak buruk bagi
masyarakat sekitar maupun ekosistem hutannya itu sendiri.
Tujuan penelitian ini adalah; untuk mengetahui persamaan dan perbedaan
dari fatwa MUI dengan Putusan Perkara Pengadilan Negeri Palembang Nomor:
24/Pdt.g/2015/Pn.Plg tentang pembakaran hutan dan lahan ini.
Metode penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kualitatif
dengan pendekatan normative dan perbandingan hukum. Adapun teknik
pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka yang bersumber dari bahan
pustaka seperti buku-buku, kitab fiqih, hadits dan lain-lain.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah, pertama, bahwasannya dilihat dari
segi persamaan nya, Persamaan yang ditemukan dari studi ini bahwa perluasan
lahan dengan cara membakarnya adalah dilarang dan diharamkan, baik menurut
fatwa MUI maupun putusan pengadilan Negeri Palembang, walaupun pengadilan
bersifat pasif dalam perkara perdata. Sedangkan perbedaan yang ditemukan dalam
tindakan perbuatan pembakaran hutan dan lahan Fatwa MUI bersifat umum,
karena bukan saja perbakaran hutan dan lahan saja yang diharamkan melainkan
dari segala perbuatan yang memberikan dampak buruk bagi lingkungan alam dan
putusan perkara pengadilan negeri palembang lebih bersifat khusus, karena kasus
ini hanya dilihat dari perkara perdatanya saja, padahal sudah jelas ada tiga jenis
penegakan hukum linkungan yaitu administrasi, pidana dan perdata.
Kata kunci : Pembakaran hutan dan lahan, fatwa MUI, Putusan PN
Palembang.
Pembimbing : 1. Dr. Abdurrahman Dahlan, M.A. 2. Hj. Siti Hanna,
S.Ag, Lc, M.A
Daftar Pustaka : Tahun 1967 s.d Tahun 2016
vi
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرمحن الرحيمSegala puji bagi Allah SWT sang kreator Alam Semesta, yang telah
memperlihatkan kepada kita Dien al-Haq dan telah menurunkan kitab al-Quran
yang menjelaskan dan mensyariatkan hukum-hukum kepada kita. Serta atas
rahmat dan ridho-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik
dan tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada ke haribaan baginda Nabi
besar Muhammad SAW beserta para sahabat dan pengikutnya hingga akhir
zaman. Mudah-mudahan kita termasuk kedalam golongan pengikutnya yang
mendapatkan syafaat di yaumil mahsyar kelak. Aamiin.
Penulis berasa berhutag sekali kepada semua pihak yang selama ini yang
telah membantu baik secara langsung maupun dorongan moral yang tak ternilai
harganya dengan sesuatu apapun dan sampai kapan pun. Semoga suatu saat nanti
penulis dapat membalasnya dengan sesuatu yang pantas. Sehingga rasa terima
kasih penulis sampaikan pada :
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., selaku Rekor Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Asep Saepuddin Jahar, M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;
vii
3. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si., sebagai Ketua Program Studi
Perbandingan Madzhab, dan Ibu Hj. Siti Hanna, S.Ag, Lc, M.A, sebagai
Sekertaris Program Studi Perbandingan Madzhab;
4. Bapak Dr. Abdurrahman Dahla, M.A dan Ibu Hj. Siti Hanna, S.Ag, Lc,
M.A., selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya selama
penulis menyelesaikan skripsi. Terima kasih atas bimbingan, kesabaran,
keramahan hati dan nasihat-nasihat berharga yang telah bapak berikan;
5. Pembimbing Akademik Prof. Dr. Yunasril Ali, M.A., dan seluruh Dosen
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif HIdayatullah
Jakarta
6. Pemimpin beserta seluruh staff Perpustakaan Utama dan Perpustakan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hdayatullah Jakarta, yang telah
memberikan fasilitas dan referensi buku kepada penulis untuk
mengadakan studi perpustakaan;
7. Keluargaku tercinta, terkhusus untuk kedua orang tua serta guru didalam
hidup saya bapak Sainan dan Ibu Mety Erawati yang tak pernah putus dan
hentinya unutuk mendoakan saya dalam menjalankan hidup di dunia
sampai saat ini. Kakakku Nani Nur‟aini, terima kasih untuk doa yang
selalu kalian selipkan di dalam shalat untuk saya, kasih sayang dan
dukungan dari kalian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan kepada kalian.
8. Sahabat-sahabatku di Prodi Perbandingan Madzhab angakatan 2012,
khususnya Hida, Nae, Milad, Ulfah, Mamaw, Fatimah, serta teman-teman
viii
yang lain yang selalu memberikan semangat, dukungan dan saran kepada
penulis. Terima kasih teman, dengan kebersamaan kita selama ini dalam
suka maupun duka. Penulis menyadari itu semua sebagai pengalaman
berharga yang tidak akan pernah terlupakan.
9. Keluarga Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) KPA ARKADIA UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Khususnya Angkatan 2012 (Arkadia Weng-Weng).
10. Teman-teman seperjuangan KKN Filantropi: Nurjanah, Dyah, Hisna,
Anna, Hafsah, Noval, Fikry, Ali, Hilman, Yuda.
11. Seluruh pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi ini yang idak dapat
say sebutkan satu-persatu. Semoga Allah senantiasa memberkati langkah
kita semoga Allah membalas amal baik kalian semua dengan kebaikan
yang berlipat ganda.
Semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca sekalian.
Aamiin.
Jakarta, 08 April 2017
Penulis
Yunita Komala Sari
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR JUDUL .................................................................................................. 1
PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii
SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ..................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ......................................................................... xi
BAB I 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah ......................................................................................... 6
D. Rumusan Masalah .............................................................................................. 6
E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ........................................................................ 7
F. Review Kajian Terdahulu .................................................................................. 7
G. Metode Penelitian ............................................................................................... 9
H. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 11
BAB II 13
A. Hutan dan Lahan ............................................................................................. 13
B. Ragam pengelolaan, Perlindungan dan Lisensi Hutan .................................. 15
1. Pengelolaan Hutan........................................................................................... 16
2. Perlindungan Hutan ......................................................................................... 18
3. Lisensi Hutan .................................................................................................. 20
C. Dampak Pembakaran Hutan dan Lahan ....................................................... 22
D. Konsep fikih lingkungan dalam Islam ............................................................ 27
x
BAB III 29
A. Sekilas tentang MUI ......................................................................................... 29
B. Mengenal Pengadilan Negeri Palembang ....................................................... 32
C. Fatwa MUI tentang Pembakaran Hutan dan Lahan ..................................... 36
D. Putusan Pengadilan Negeri Palembang tentang Pembakaran Hutan dan
Lahan ......................................................................................................................... 40
a. Deskripsi Kasus Putusan No. 24/Pdt.G/2014/Pn.Plg ................................... 40
b. Dakwaan dan Putusan Hakim ...................................................................... 42
BAB IV 45
A. Persamaan Fatwa MUI dan Putusan Perkara Pengadilan Negeri Palembang
tentang Pembakaran Hutan dan Lahan .................................................................. 45
B. Perbedaan Fatwa MUI dan Putusan Perkara Pengadilan Negeri Palembang
tentang Pembakaran Hutan dan Lahan .................................................................. 47
BAB V 51
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 51
B. Saran ................................................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 53
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI
PEDOMAN TRANSLITERASI1
1. Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis
(technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin.
Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai
berikut:
ARAB LATIN
Kons. Nama Kons. Nama
Alif Tidak dilambangkan ا
Ba b Be ب
Ta t Te ت
Tsa ts Te dan es ث
Jim j Je ج
Cha h Ha dengan dengan bawah ح
Kha kh Ka dan ha خ
Dal d De د
Dzal dz De dan zet ذ
Ra r Er ر
Zay z Zet ز
Sin s Es س
Syin sy Es dan ye ش
Shad s Es dengan garis bawah ص
Dhat d De dengan garis bawah ض
Tha t Te dengan garis bawah ط
1 Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM), Pedoman Penulisan Skripsi, (Ciputat: FSH-
UIN Jakarta, 2012), hal. 43-46.
xii
Dzha z Zet dengan garis bawah ظ
„ Ain„ عKoma terbalik di atas hadap
kanan
Ghain gh Ge dan ha غ
Fa f Ef ف
Qaf q ki ق
Kaf k Ka ك
Lam l El ل
Mim m Em م
Nun n En ن
Wawu w We و
Ha h Ha هـ
Hamzah ‟ Apostrof ء
Ya y Ye ي
2. Vokal tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong bahasa Arab
yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dengan huruf. Transliterasi
vocal tunggal dalam tulisan Latin dilambangkan dengan gabungan huruf
sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangkan
‒ A fathah
‒ I Kasrah
‒ I dammah
Sedangkan Transliterasi vocal rangkap dalam tulisan Latin dilambangkan
dengan gabungan huruf sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangkan
ي ‒ Ai A dan I
و ‒ Au A dan U
xiii
3. Vokal panjang atau maddah bahasa Arab yang lambangnya berupa harakat
dan huruf, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf
dan tanda macron (coretan horisontal):
آ Â A dengan topi di atas
Î I dengan topi di atas ‒ى
Û U dengan topi di atas ‒و
4. Kata sandang, yan dalam bahasa arab dilambangkan dengan huruf (ال),
dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
huruf qomariyyah, Misalnya:
al-ijtihad = اإلجتهاد
al-rukhsah, bukan ar-rukhsah = الرخصة
5. T ‟ m r utah mati atau yang dibaca seperti ber-h r k t suk un
transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf “h”,
sedangkan t ‟ m r ûtah yang hidup dilambangkan dengan huruf “t”, misalnya
.( ru‟y h l-hilâl atau ru‟y tul hilâl = رؤية الهالل )
6. Tasydîd, syaddah atau tasydid dilambangkan dengan huruf yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya:
فعةالش = al-Syuf‟ah, tidak ditulis asy-Syuf‟
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia hidup di dunia menentukan lingkungannya atau ditentukan oleh
lingkungannya. Perubahan lingkungan sangat ditentukan oleh sikap maupun
perlindungan manusia pada lingkungannya. Alam yang ada secara fisik dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan manusia dalam mengupayakan kehidupan yang
lebih baik dan sehat menjadi tidak baik dan tidak sehat dan dapat pula sebaliknya,
apabila pemanfaatannya tidak digunakan sesuai dengan kemampuan serta melihat
situasinya.
Fiqih lingkungan hidup disebut juga Fiqhul i‟ h berasal dari bahasa Arab
yang terdiri dari dua kata (kalimat majemuk:mudhaf dan mudhaf ilah), yaitu Fiqh
dan al- i‟ h. Secara bahasa fiqh berarti pengetahuan terhadap sesuatu yaitu ilmu
pengetahuan tentang hukum-hukum syara‟ yang bersifat praktis yang diambil dari
dalil-dalil tafshili.2 Sedangkan albi‟ah berarti lingkungan hidup yaitu kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia
dan prilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kalangsungan perikehidupan
dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lain. Maka pengertian dari fiqh
al-bi‟ah adalah ketentuan-ketentuan Islam yang bersumber dari dalil-dalil yang
terperinci tentang perilaku manusia terhadap lingkungan hidupnya dalam rangka
mewujudkan kemaslahatan dan menjauhkan kerusakan.
2 Jamaluddin Abdurrahman bin Al-Asnawi, Nihayah As-Sul Fi Syarhi Minhaji Al- Wushul
„il „ilmu Al-Ushul, (Beirut: Dar Ibnu Hazm, 1999) cet.1 juz 1 h.16
2
Islam sebagai agama yang tidak hanya mengatur hubungan manusia
dengan tuhannya, tetapi juga hubungan manusia dengan sesame makhluk
(termasuk lingkungan hidupnya) sebenarnya telah memiliki landasan normative
baik secara implisit maupun eksplisit tentang pengelolaan lingkungan ini.
Dalam pendayagunaan sumber daya alam, baik hayati maupun non-
hayati, sangat mempengaruhi kondisi lingkungan bahkan dapat merombak sistem
kehidupan yang sudah berimbang antara kehidupan itu sendiri dengan
lingkungannya. Manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam ini harus
memperhatikan tujuannya, dan pengaruh (dampak) yang akan ditimbulkan akibat
pemakaian.3
Allah melarang manusia membuat kerusakan di bumi, sebagaimana
dinyatakan dalam surat Al-A‟raaf ayat 56 :
ها وٱد د إص ض بع أر سدوا ف ٱل ول تف إن وطمع ا ا ف عوه خو لح 4) ٦٥( سني مح ٱل من قريب ٱلل و مت رح
Artinya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat
dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.(Al-A‟r f :56).
Bumi sebagai tempat tinggal manusia yang merupakan suatu anugerah
yang amat besar dari sang pencipta. Untuk menjaga keseimbangan dibumi
diciptakannya pula hutan, daratan, gunung, hutan dan segala makhluk baik yang
3P.Joko Subagyo, Hukum Lingkungan Masalah dan Penanggulangannya, (Jakarta:
PT.Rineka Cipta, 2005), hal.1 4 Al-Quran, Surat Al-A‟raf ayat 56, (Jakarta: Al-Quran Departemen Agama Republik
Indonesia Al-Quran dan terjemahnya, 2009). h.157
3
hidup maupun yang mati. Hutan bagi kehidupan dibumi bagaikan paru paru yang
sangat penting bagi kehidupan kita.
Dalam analisis Quraisy Shihab mengenai lingkungan hidup mengatakan
bahwa, hubungan manusia, alam dan Allah haruslah dipahami sebagai suatu
integral. Manusia dijadikan sebagai khalifah Allah adalah pengelola alam ini, dan
oleh karena itu ia melihat bahwa hubungan manusia dengan alam bukanlah
hubungan antara penakluk dan yang ditaklukan, tetapi hubungan itu haruslah
diartikan sebagai ketundukan dan ketaatan secara bersama kepada Allah.
Tetapi mengapa dahulu hutan tidak ada campur tangan manusia untuk
mengelolahnya hutan pun tumbuh subur, akan tetapi sekarang setelah manusia
yang ambil alih untuk mengelola hutan tersebut kerusakan dimana-mana, hutan
gundul, banyak penebangan liar, pembakaran hutan, pembukaan lahan-lahan baru
yang liar, dan banya konglomerat yang nakal yang hanya ingin meraup
keuntungan material belaka, yang tidak memikirkan bagaimana akibatnya nanti
dengan alam ini.5
Seperti kasus baru baru ini, pembakaran hutan dan lahan yang terjadi di
Sumatra Selatan Palembang dan membawa kasus tersebut ke meja hijau yaitu
Pengadilan Negeri Palembang, antara Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia (penggugat) melawan perusahan swasta yaitu PT.
Bumi Mekar Hijau (tergugat).
5 Safaat Setiawan, “Dampak kerusakan hutan dalam perspektif Islam.” Islam dan
Lingkungan Hidup. Vol.3, No.1 (November 2002) : h.10
4
Dari hasil pemeriksaan penggugat ke daerah kebakaran tersebut bahwa
tergugat terbukti dengan sengaja membuka lahan dengan cara membakar.6 Dari
perbuatan tersebut mengakibatkan banyak kerugian diantaranya pencemaran
udara, kerusakan lahan gambut, kerugian ekologi, hilangnya populasi keaneka
ragaman hayati dan sumber daya genetic, kerugian ekonomis, sampai
mengilangkan nyawa manusia akibat polusi udara. 7
Namun dari perbuatan tergugat yaitu membuka lahan dengan cara
membakar mendapat keuntungan ekonomis dari perbuatan tersebut. Karena
tergugat tidak perlu mengeluarkan baiay untuk membeli kapur yang digunakan
untuk meningkatkan pH gambut dan biaya pengadaan pupuk dan pemupukan
karena sudah digantikan dengan adanya abu dana rang bekas kebakaran dan juga
sangat menguntungkan karena jelas dapat memangkas biaya oprasional
sepertiupah tenaga kerja, bahan bakar dan lain sebagainya.
MUI pun menjabarkankan kategori pengolahannya sebagai Haram jika
tidak memenuhi kriteria, diantaranya :
1. Pemanfaatan hutan dan lahan harus memperoleh hak yang sah.
2. Pemanfaatan lahan dan hutan harus mendapat izin dari pihak yang
berwenang sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Pemanfaatan itu harus ditujukan untuk kemaslahatan.
4. Pemanfaatan tidak menimbulkan kerusakan dan dampak buruk,
termasuk pencemaran lingkungan.
6 Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 24/Pdt.G/2015/PN.Plg. h. 1
7 Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 24/Pdt.G/2015/PN.Plg. h.11-15
5
Kementerian Lingkungan Hidup mendesak MUI untuk mengeluarkan
fatwa pembakaran hutan dan lahan di Indonesia. Ketua bidang fatwa MUI Ibu
Huzaimah Tahido Yanggo membenarkan Pembakaran hutan dan lahan di
Indonesia sudah ada yang dituangkan dalam undang-undang Hukum lingkungan
hidup. Dan Fatwa ini akan menjadi ketentuan hukum tambahan yang diambil dari
sisi moral yang ketentuannya diambil dari Al-quran dan Hadits.8
Berdasarkan kenyataan yang saat ini sedang terjadi dan dari uraian di atas,
maka penulis tertarik untuk mengkaji, membandingkan persamaan dan perbedaan
Fatwa MUI dengan putusan perkara pembakaran hutan dan lahan yang terjadi di
Sumatra Selatan. Oleh karena itu, penulis akan membahas skripsi yang berjudul:
“ HUKUM PEMBAKARAN HUTAN DAN LAHAN KAJIAN FATWA MUI
DAN PUTUSAN PERKARA PENGADILAN PALEMBANG (Nomor:
24/Pdt.G/2015/Pn.Plg)”
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, dapat diidentifikasikan permasalahan
yang timbul. Maka, peneliti membuat identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan hutan dan lahan?
2. Bagaimana cara pengelolaan hutan dan lahan?
3. Apa yang dimaksud dengan pembakaran hutan dan lahan?
4. Bagaimana cara pembakaran hutan dan lahan yang baik dan benar?
5. Apa akibat/ dampak dari pembakaran hutan dan lahan?
8 http://www.republika.co.id/berita/dunia-Islam/Islam-nusantara/16/09/13/odfk3g384-
mui-keluarkan-fatwa-pembakaran-hutan-haram. Di unduh pada hari Selasa, 13 September 2016,
13:45 WIB
6
6. Bagaimana hukum positif memandang tentang pembakaran hutan dan
lahan?
7. Mengapa MUI mengeluarkan fatwa tentang Pembakaran Hutan dan
Lahan?
8. Bagaimana tinjauan hukum Islam dalam pembakaran hutan dan lahan?
9. Bagaimana fatwa MUI tentang pembakaran hutan dan lahan?
10. Apa yang melatarbelakangi hakim memutuskan perkara pembakaran
hutan dan lahan?
11. Apa persamaan dan perbedaan Fatwa MUI dengan Putusan perkara
pembakaran hutan dan lahan di Pengadilan Negeri Palembang
C. Pembatasan Masalah
Berdasarka dari identifikasi masalah di atas penulis lebih terfokus dan
spesifik pada putusan perkara Pengadilan Negeri Palembang dan Fatwa MUI
dengan membandingkan persamaan dan perbedaan tentang pembakaran hutan dan
lahan.
D. Rumusan Masalah
Dengan demikian, pokok dari permasalahan yang akan dikaji dalam studi
ini yaitu: Bagaimana perbandingan antara putusan perkara Pengadilan Negeri
Palembang dengan Fatwa MUI dengan masalah pembakaran hutan dan lahan
tersebut?
Dengan demikian, pokok dari permasalahan yang akan di kaji dalam studi
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
7
1. Apa persamaan Fatwa MUI dan Putusan Perkara Pengadilan Negeri
Palembang tentang Pembakaran Hutan dan Lahan?
2. Apa perbedaan Fatwa MUI dan Putusan Perkara Pengadilan Negeri
Palembang tentang Pembakaran Hutan dan Lahan?
E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Dari latar belakang permasalahan yang telah penulis kemukakan di atas,
tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui persamaan dan perbedaan Fatwa MUI dan Putusan Perkara
Pengadilan Negeri Palembang.
2. Menjelaskan perbandingan antara hukum pidana dan hukum perdata
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara akademis, untuk menambah literature-literatur ilmu pengetahuan
tentang hukum pembakaran hutan dan lahan.
2. Kepada masyarakant adalah untuk memberikan tambahan informasi
kepada pembaca mengenai fatwa MUI dan putusan perkara pembakaran
hutan dan lahan di Pengadilan Negeri Palembang.
F. Review Kajian Terdahulu
Sejauh pengamatan penulis, kajian tentang tema ini kiranya sudah pernah
dibahas oleh beberapa mahasiswa, baik dari Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta maupun Universitas lain. Adapun beberapa karya yang
mempunyai korelasi dengan permasalahan yang akan diangkat oleh penulis
sebagai berikut:
8
1. Vebry Widya Puspitasari, Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan Terhadap
Kualitas Udara di Pekanbaru, Riau (2005)9
Skrpsi ini menjelaskan mengenai Dampak dari Kebakaran Hutan dan
Lahan Terhadap Kualitas Udara yang terjadi di Pekanbaru Riau. Perbedaan
dengan penulis dengan skripsi yang sudah ada, bahwa dia membahas dari
sisi dampak dari kebakaran hutannya sedangkan penulis melihat dari sisi
fatwa MUI dan putusan perkara pengadilan tentang pembakaran hutan dan
lahan tersebut. Dan persamaannya yaitu mengenai kebakaran hutan dan
lahan.
2. Helmi Maulana, Peraturan Nomor 2 Tahun 2008 Dalam Perspektif Hukum
Kehutanan dan Konsepsi Perlindungan Alam Dalam Islam (2008).10
Perbedaan dalam skripsi ini membahas Tentang Jenis dan Tarif atas
Jenis Penerimaan Negara bukan Pajak yang yang berasal dari Penggunaan
Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan
Kehutanan yang berlaku pada Departemen Kehutanan, yang terdapat di
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008. Sedangkan penulis
membahas tentang persamaan dan perbedaan fatwa yang di keluarkan
MUI tentang pembakaran hutan dan lahan dengan putusan pengadilan di
Pengadilan Negeri Palembang. Dan persamaannya adalah membandingkan
dua hukum yang ada tentang lingkungan.
9 Vebry Widya Puspitasari, Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan Terhadap Kualitas
Udara di Pekanbaru, Riau,(Skripsi S1 Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005) 10
Helmi Maulana, Peraturan Nomor 2 Tahun 2008 Dalam Perspektif Hukum Kehutanan
dan Konsepsi Perlindungan Alam Dalam Islam,(Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).
9
3. Ahmad Faqih Syarafaddin, Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Pencemaran
dan Perusakan Lingkungan Hidup Menurut Hukum Islam dan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 (2011).11
Skripsi ini menjelaskan mengenai sanksi kepada pelaku perusakan
lingkungan hidup dalam sistem hukum Islam dengan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009. Sedangkan dalam skripsi ini lebih membahas dari
sisi fatwa yang dikeluarkan MUI tentang kebakaran hutan dan lahan.
4. Jurnal Pusat Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidup Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Islam dan Lingkungan Hidup,
Vol. 3.
Jurnal ini berisi tentang dampak kerusakan hutan dalam perspektif hukum
Islam. Kesehatan lingkungan dalam persepektif Islam dan lain
sebagainya.12
G. Metode Penelitian
Untuk mencapai tujuan dalam penelitian, penulis melakukan penelitian
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Penelitian kualitatif yaitu jenis data yang digunakan bersifat naratif dalam
bentuk pernyataan-pernyataan yang menggunakan penalaran.13
Penelitian ini
banyak mendapatkan data yang bersumber dari perpusatakaan. Dengan kata lain
11
Ahmad Faqih Syarafaddin, Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Pencemaran dan
Perusakan Lingkungan Hidup Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009,(Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2011) 12 Jurnal Pusat Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidup Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, Islam dan Lingkungan Hidup, Vol. 3. No. 1, (Jakarta: 2002) 13
Yayan Sofyan, Metode Penelitian, (Jakarta:t.p.,2009), h. 21.
10
penelitian banyak dilakukan dengan mengandalkan sumber datanya di
perpustakaan bukan bersumber di lapangan. Kemudian penulis menggunakan
penelitian kualitatif. Jenis penelitian yang dilakukan ialah penelitian hukum
normatif, yang memerlukan data skunder sebagai data utama, sedangkan data
primer sebagai data penunjang.
2. Data penelitian
a. Data Primer
Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung berupa Fatwa
MUI dan putusan perkara Pengadilan Negeri Palembang
b. Data Sekunder
Sedangkan sumber data sekundernya berupa literature –literature kepustakaan
diantaranya: buku-buku, antara lain: hukum lingkungan di Indonesia14,
pembakaran hutan dan lahan. Jurnal-jurnal, antara lain: Jurnal Fiqih Lingkungan.
Undang-undang. Sedangkan kitab-kitab literature keIslaman antara lain: kitab
Fiqh al-Bi‟ah.
c. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode Studi
dokumentasi, yaitu dengan melihat dokumen Fatwa MUI dan putusan pembakaran
hutan serta arsip-arsip yang ada di Pengadilan Negeri Palembang yang dijadikan
objek penelitian.
14
Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, ( Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2012)
11
d. Metode Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh dari sumber-sumber kepustakaan yang mana
telah dijelaskan sebelumnya, dianalisis dengan menggunakan metode
perbandingan atau komparatif.
e. Teknik Penulisan Skripsi
Penulisan ini berpedoman pada “Buku Pedoman Penulisan Skripsi” yang
diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Syariah dan Hukum tahun 2017
H. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisannya, penulis membagi skripsi ini menjadi
lima bab.
Sebagaimana layaknya suatu karya ilmiah dalam bentuk skripsi, maka
uraian laporan hasil penelitan ini dimulai dengan menjelaskan prosedur standar
penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan dan rumusan masalah. Kemudian diuraikan pula tujuan dan manfaat
penelitian, uraian review kajian-kajian ilmuan sebelumnya, uraian metodologi
penelitian dan terakhir uraian sistematika penulisan. Uraian pertama ini diberi
judul BAB I PENDAHULUAN.
Selanjutnya untuk memberikan wawasan bagi para pembaca dan
memudahkan memahami konsep-konsep yang akan diuraiankan pada bagian-
bagian selanjutnya khususnya pada bab pembahasan inti, maka penulis lebih
dahulu menguraikan teori- teori umum yang berkaitan dengan pembakaran hutan
12
dan lahan dan fatwa MUI. Pada hal ini penulis menguraikan tentang hutan dan
lahan, ragam pengelolaan, penanganan dan lisensi, serta tinjauan hukum Islam
tentang pembakaran hutan dan lahan. Pembahasan ini diuraian pada BAB II diberi
judul TINJAUAN TEORITIS TENTANG PEMBAKARAN HUTAN DAN
LAHAN.
Selanjutnya, untuk lebih memahami konsep-konsep tentang MUI dan
Pengadilan Negeri Palembang yang menjadi objek penelitian ini, maka penulis
menjelaskan lebih luas tentang apa dan bagaimana MUI, tentang Pengadilan
Negeri Palembang, serta putusan perkara Pengadilan Negeri Palembang dan
Fatwa MUI tentang pembakaran hutan dan lahan. Dan Uraian ini penulis
kemukakan pada BAB III diberi judul GAMBARAN UMUM TENTANG MUI
DAN PENGADILAN NEGRI PALEMBANG.
Kemudian pada BAB IV dengan judul PERSAMAAN DAN
PERBEDAAN FATWA MUI DAN PUTUSAN PERKARA PEMBAKARAN
HUTAN DAN LAHAN DI PENGADILAN NEGERI PALEMBANG penulis
memaparkan dua hal-hal terpenting yaitu pertama persamaan Fatwa MUI dan
putusan perkara Pengadilan Negeri Palembang tentang pembakaran hutan dan
lahan dan yang kedua dari segi perbedaan antara kedua objek kajian tersebut.
Dan akhirnya penulis menutup uraia ini dengan kesimpulan dan saran.
Dan uraian ini dikemukaan pada BAB V.
13
BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG
PEMBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
A. Hutan dan Lahan
Kata hutan berasal dari kata bos (Belanda) dan forest (Inggris)1. Forest
adalah bagian permukaan bumi yang sangat luas yang di penuhi pepohonan.2
Namun dalam hukum Inggris kuno, forest (hutan) yaitu tanah yang ditumbuhi
pepohonan disuatu daerah tertentu, selain ditumbuhi pepohonan ada juga binatang
buas dan burung-burung hutan hidup. Dan hutan juga dijadikan tempat tempat
pemburuan, tempat peristirahatan, dan tempat bersenang-senang bagi raja dan
pegawai-pegawainya, akan tetapi perkembangan selanjutnya ciri khas ini menjadi
hilang.
Menurut Dengler3 yang dimaksud dengan hutan, yaitu :
“Sejumlah pepohonan yang tumbuh pada lapangan yang cukup luas, sehingga
suhu, kelembapan, cahaya, angin, dan sebagainya tidak lagi menentukan lingkungannya,
akan tetapi dipengaruhi oleh tumbuh-tumbuhan/pepohonan baru asalkan tumbuh pada
tempat yang cukup luas dan tumbuhnya cukup rapat (horizontal dan vertical)”4
Ciri hutan menurut Dengler adalah: adanya pepohonan yang tumbuh di
tanah yang luas, kecuali savanna dan kebun, dan pepohonan tumbuh secara
berkelompok.
Definisi diatas termaktub dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 5
Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan. Dapat diartikan
1 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggir Indonesia,(Jakarta, PT.Gramedia
Jakarta;1979), h.253 2 T Oxfort Le rner‟s Pocket Diction ry, (ttp, oxford university press;2008), h. 174
3 Dieter Dengler adalah seorang berdarah Jerman-Amerika, seorang pilot Angkatan Laut Amerika
yang menjadi terkenal karena berhasil melarikan diri dari kamp penjara yang berlokasi di tengah hutan saat
berlangsungnya perang Vietnam. 4Artikel diakses pada tanggal 22 dari http://www.ainisastra.com/2010/12/dieter-dengler-satu-
satunya-tentara-amerika-yang-lolos-dari-kamp-penjara-vietnam.html
14
dengan hutan adalah suatu lapangan yang luas dan telah ditetapkan oleh
Pemerintah sebagai hutan yang bertumbuhan pepohonan yang secara keseluruhan
merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta lingkungannya.5
Sedangkan pengertian hutan dalam pasal 1 ayat (2) UU Nomor 4 tahun
1999 “Hutan ialah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber
daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan.”6
Dan ada beberapa unsur yang terkandung dalam definisi hutan diatas, yaitu
1. Unsur lapangan yang luas (minimal ¼ hektar), yang disebut tanah hutan,
2. Unsur pohon (kayu, bambu, palem), flora dan fauna,
3. Unsur lingkungan, dan
4. Unsur penetapan pemerintah.7
Ada tiga perbedaan jenis pada hutan yaitu Pertama hutan ditinjau dari segi
pemiliknya, sebagaimana yang tercantum pada Pasal 2 Undang-Undang nomor 5
tahun 1967, menurut pemiliknya terbagi menjadi 2 jenis yakni Hutan Negara ialah
hutan alam atau hutan tanah yang diberikan kepada Daerah Tingkat II dengan hak
pakai atau hal pengelolaan dan Hutan Milik ialah hutan yang tumbuh diatas tanah
hak milik atau bisa juga disebut Hutan Rakyat, baik perorangan maupun bersama-
sama dana atau badan hukum.
Kedua Hutan di tinjau dari segi Fungsinya, ada 4 kategori yaitu Hutan
Lindung, bersifat alam, berfungsi untuk mengatur tata air, mecegah terjadinya
5 Salim H.S, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan,(Jakarta: Sinar Grafika,2013), h.40-41 6 Undang-undang nomor 41 tahun 1999, Pasal 1 7 Salim H.S, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan,(Jakarta: Sinar Grafika,2013), h.41
15
banjir, erosi dan memelihara kesuburan tanah. Hutan Produksi merupakan
kawasan untuk diproduksi hasil hutannya, untuk keperluan masyarakat maupun
industri dan ekspor. Hutan Suaka alam, hutan yang diperuntukkan untuk ilmu
pengetahuan dan teknologi karena keadaan alam yang sedemikian rupa. Hutan
wisata, kawasan yang di bina, dipelihara keindahannya dan mempunyai corak
yang khas untuk dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi dan kebudayaan dan
atau wisata. 8
Yang ketiga Hutan dilihat dari Peruntukannya, sebagaimana yang termaktub
pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, hutan digolongkan menjadi 3
yaitu Hutan Tetap, merupakan hutan yang sudah ada, ditanami maupun yang
tumbuh secara alami dikawasan terseut. Hutan Cadangan adalah hutan yang
letaknya di luar hutan, hutan ini apabila diperlukan hutan cadangan tersebut dapat
dijadikan hutan tetap, dan kedudukannya bukan diperuntukan maupun hak milik.
Hutan Lainnya ialah hutan yang berada di luar kawasan hutan dan hutan
cadangan, misalnya hutan yang terdapat pada tanah milik, atau yang dibebani oleh
hak lainnya.9
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 5 sampai 9 tentang
Kehutanan, ada empat jenis hutan, yaitu bedasarkan a. statusnya, b. fungsinya, c.
tujuan khusus, dan d. pengaturan iklim mikro, estetika dan resapan air.10
B. Ragam pengelolaan, Perlindungan dan Lisensi Hutan
8 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan,
Pasal3 9 Salim H.S, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan,(Jakarta: Sinar Grafika,2013), h.42 10 Undang-undang nomor 41 tahun 1999, Pasal 5-9
16
1. Pengelolaan Hutan
Pengelolaan dalam KBBI (kamus besar Bahasa Indonesia ) ialah proses
yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat di pelaksanaan
kebijaksanaan dan pencapaian tujuan.11
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KHP) menurut PP NO. 6 Tahun 2007 adalah
wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat
dikelola secara efisien dan lestari.
Pengelolaan hutan meliputi kegiatan : tata hutan dan penyusunan rencana
pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan,
rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi alam.
Tata hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan
mencakup pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan
potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat
yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari. (Pasal 1 butir 1, Bab 1
tentang Ketentuan Umum, Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2002).12
Kegiatan pengelolaan hutan mencakup di bawah ini :
a. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan ialah yang
dilaksanakan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan untuk lebih intensif
untuk memperolah manfaat yang lebih optimal dan lestari, serta memblok-
blokan berdasarkan ekosistem, tipe, fungsi dan rencana pemanfaatan hutan,
11 http://kamusbahasaindonesia.org/pengelolaan/miripKamusBahasaIndonesia.org 12
Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2002, Bab 1 tentang Ketentuan Umum, Pasal 1
butir 1
17
rencana pengelolaan hutan ada jangka waktu tertentu, dan selebihnya diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
b. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan ialah bertujuan untuk
memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat
secara keadilan dnegan tetap menjaga kelestarian serta menggunakan kawasan
hutan hanya untuk kepentingan pembangunan diluar kegiatan kehutanan dan
hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan
lindung tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan.
c. Rehabilitasi dan reklamasi hutan ialah upaya untuk memulihkan,
mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan sehingga daya dukung,
produktifitas dan peranannya dalam mendukung system penyangga kehidupan
tetap terjaga.
d. Perlindungan hutan dan konservasi alam ialah merupakan usaha untuk
menjaga dan membatasi kerusakan hutan serta mempertahankan dan menjaga
hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan.13
Upaya dalam pengelolaan hutan yang sudah termaktub dalam UU No 41
tahun 1999 tentang kehutanan hanya menekankan kepada produksi, konservasi
dan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, permasalan dalam pengelolahan hutan
adalah sangat tertutupnya sistem pengelolaan hutan negara, sehingga
pengembalian keputusan mereduksi kepentingan masyarakat luas. Hampir seluruh
resiko atas usaha kehutanan ada ditangan pemerintah. Karena tidak adanya
kebijakan ekonomi yang dijalankan untuk distribusikan resiko atas rusaknya hutan
13
Undang-Undang Republik Indonesia No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, BAB V
Pengelolaan Hutan Bagian kesatuan umum
18
maupun hilangnya hasil hutan maupun hilangnya hasil hutan kepada pelaku-
pelaku ekonomi. Disamping itu telah terjadinya korupsi dan kolusi dalam
pengelolaan hutan atas hasil hutan. Kurangnya kesadaran dalam meningkatkan
efisiensi pemanenan dan pemanfaatan hasil hutan. 14
Penyerahan kewenangan
yang menetapkan bahwa hutan adalah milik negara, dari situ monopoli
kewenangan negara atas hutan membuka peluang bagi mereka yang menjalankan
kewenangan. Dengan demikian yang memegang kewenangan membatasi
masyarakat local disekitar hutan untuk memanfaatkan hasil hutan demi
pembalakan liar. 15
2. Perlindungan Hutan
Dalam Peraturan Pemerintan Nomor 45 Tahun 2004 “Perlindungan Hutan
adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan
dan hasil yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya
alam, hama dan penyakit serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara,
masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta
perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.16
Perlindungan hutan ini
merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan hutan.17
Ada beberapa golongan kerusakan hutan yang perlu mendapatkan
perlindungan:
14 Dodi Nandika, Hutan Bagi Ketahanan Nasional,(Surakarta, Muhammadiyah
University Press;2005), h.42 15 Herman Hidayat, ed., Pengelolaan Hutan Lestari :Partisipasi, Kolaborasi dan
Konflik,(Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta;2015), h.16 16 Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2004, Pasal 1 ayat (1) 17
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
19
a. Kerusakan kerusakan hutan akibat pengerjaan/pendudukan tanah hutan
secara tidak sah
b. penggunaan hutan yang menyimpang dari fungsinya
c. pengusahaan hutan yang tidak bertanggung jawab
d. Pengambilan hasil hutan seperti kayu dan lain-lain tanpa izin.
Pada uraian di atas dikemukakan beberapa golongan kerusakan hutan yang
perlu mendapat perlindungan, dan faktor penyebab kerusakan hutan yaitu:
Pertambahan penduduk yang sangat pesat, sempitnya lapangan pekerjaan,
berkurangnya tanah pertanian, serta kurangnya kesadaran masyarakat akan arti
pentingnya fungsi hutan dan lain-lain.18
Kerusakan diatas perlu diantisipasi, agar tujuan perlindungan hutan
tercapai. Tujuan perlindungan hutan diantaranya : melindungi wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup, menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia, juga menjamin
kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem, serta menjaga
kelestarian fungsi lingkungan hidup, agar tercapai keserasian, keselarasan dan
keseimbangan lingkungan hidup. Ketika semua itu tercapai maka akan menjamin
terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan, menjamin
pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak
asasi manusia, mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana,
18 Salim H.S, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan,(Jakarta: Sinar Grafika,2013), h.114
20
mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan mengantisipasi isu lingkungan
global.19
Ada 4 (empat) macam perlidungan hutan dalam PP Nomor 45 Tahun 2004,
ialah : Perlindungan Hutan kawasan hutan, perlindungan hutan atas hasil hutan,
perlindungan hutan dari binatang ternak, perlindungan hutan dari daya-daya alam,
perlindungan hutan dari hama dan penyakit, perlindungan hutan dari kebakaran. 20
Pelaksanaan perlindungan hutan adalah Instansi Kehutanan di Daerah
Tingkat I, meliputi : Kantor Wilayah Departemen Kehutanan, Dinas Kehutanan,
Unit Perum Perhutani, dan Unit Pelaksanaan Teknis di Lingkungan Departemen
Kehutanan. Selain itu, tidak menutup kemungkinan pemegang izin Hak
Pengusahaan Hutan (HPH)/ Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri yang
bertanggung jawab atas perlindungan hutan di areal hak pengusahaan hutannya
masing-masing ikut terlibat.21
Dalam perlindungan hutan ada pejabat yang diberikan wewenang khusus
dalm bidang kepolisian sebagaimana disebutkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana jo pasal 6 ayat (1) huruf b. Pasal 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana adalah Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di
bidang kehutanan.
3. Lisensi Hutan
19 Undang-undang nomor 32 tahun 2009, Pasal 3 20 Peratuan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 21 Salim H.S, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan,(Jakarta: Sinar Grafika,2013), h.120
21
Dalam aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk
usaha dan/atau kegiatan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Maka
dari itu harus lah memiliki izin dalam berbagai bentuk usaha dan/atau kegiatan.
Lisensi dan izin hutan berfungsi untuk mengatur operasi agar mengurangi dampak
negative terhadap lingkungan dan masyarakat local dan menghasilkan pendapatan
untuk kegiatan pemerintah.22
Seperti yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintan
No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Hidup “ izin lingkungan adalah izin
yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/kegiatan yang
wajib amdal atau UKP-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. 23
Dengan demikian pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan
izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan dipidana
dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak tiga miliar
rupiah.24
Yang wajib diperhatikan dalam menerbitkan izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan adalah rencana tata ruang, pendapat masyarakat, pertimbangan
dan rekomendasi pejabat yang berwenang, yang berkaitan dengan usaha dan/atau
kegiatan tersebut.25
Perizinan tersebut diterbitkan oleh sebagai berikut:
22 Mongabay.co.id, “Situs Berita an Informasi Lingkungan”, artikel diakses pada 23
Desember 2016 dari http://www.mongabay.co.id/lisensi-dan-perizinan/ 23 Peraturan Pemerintan No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Hidup 24 Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlingungan dan pengelolaan
lingkungan hidup pasal 111 ayat (2) 25
Siswanto Sunarsi, Huku Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian
Sengketa,(Jakarta, PT.Rineka Cipta;2005), h.71
22
a. Untuk keputusan kelayakan lingkungan hidup atau Rekomendari UKL-
UPL yang diterbitkan oleh Menteri;
b. Untuk keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendari UKL-
UPL yang diterbitkan oleh Gubernur
c. Untuk keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-
UPL yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota.26
Luas maksimum untuk kegiatan kehutanan yang dapat dilelang di setiap
provinsi adalah maksimum 100.000 hektar (kecuali Papua yang memiliki
maksimum 200.000 hektar), dan 400.000 hektar di Indonesia secara total.27
Seperti yang di sebutkan dalam PERMENHUT nomor 31 tahun 2014 tentang Tata
Cara Pemberian dan Perluasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
(IUPHHK) di hutan produksi, maka terdapat tiga macam izin yang dapat
dikeluarkan, masing-masing IUPHHK-Hutan Alam (HA), IUPHHK-Hutan
Tanaman (HT), dan IUPHHK-Restorasi Ekosistem (RE).28
C. Dampak Pembakaran Hutan dan Lahan
Perkembangan pembangunan kehutanan pada masa lalu telah merubah
banyak wajah hutan Indonesia. Peristiwa kebakaran hutan, penebangan liar,
perladangan berpindah dan penurunan keanekaragaman hayati merupakan sebuah
26 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan 27 Mongabay.co.id, “Situs Berita dan Informasi Lingkungan”, artikel diakses pada 23
Desember 2016 dari http://www.mongabay.co.id/lisensi-dan-perizinan/ 28 Peraturan Mentri Kehutanan Nomor 31 Tahun 2014 2014 tentang Tata Cara
Pemberian Dan Perluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan
Alam, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem Atau Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri Pada Hutan Produksi
23
cerit yang melekat pada hutan Indonesia. Peristiwa-peristiwa tersebut telah
mempengaruhi citra bangsa dalam kehidupan masyarakat Internasional.29
Menurut Forest Watch Indonesia pada tahun 2001 mengatakan, kebakaran
hutan akan terjadi beberapa kali pada tahun-tahun berikutnya.30
Masalah
kerusakan hutan dan lingkungan paling vatal dari lahan gambut adalah akibat
kebakaran hutan dan lahan yang dampaknya sangat besar terhadap sifat tanah dan
lingkungan.31
Pada tahun 2014 telah terjadi kebakaran hutan dan lahan
diperkirakan mencapai 20.000 hektar di Sumatra Barat.32
Tidak hanya di Sumatra,
di pulau-pulau Indonesia pun telah terjadi kebakaran hutan. Kebakaran tersebut
terjadi memiliki dua faktor yaitu: faktor alam, seperti kemarau berkepanjangan,
gunung meletus dan lain-lain, dan faktor perbuatan manusia, seperti pembukaan
lahan dengan cara membakar dan lain-lain.33
Kabut asap akibat dari pembakaran menyebar ratusan kilometer ke seluruh
penjuru dan mengganggu transportasi udara dan laut dan meningkatkan polusi
udara yang sangat besar. Tidak hanya di Indonesia di Negara-negara tetanggapun
merasakannya seperti Malaysia dan Singapura. Akibatnya bangsa kita dikecam
sebagai penyebab polusi udara di Negara-negara tetangga, disamping
dilingkungan sendiri. Bangsa Indonesia dipandang oleh dunia Internasional
sebagai pembuat “kabut asap yang menyelimuti hingga jarak seribu mil”
29 Dodi Nandika, Hutan bagi Ketahanan Nasional,( Surakarta: Muhammadiyah
University, 2005), h.36 30 Dodi Nandika, Hutan bagi Ketahanan Nasional,( Surakarta: Muhammadiyah
University, 2005), h.38 31 Mohammad Noor, Lahan Gambut pengembangan, konservasi, dan perubahan
iklim,(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), h.26 32 Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 24/Pdt.G/2015/PN.Plg, h.60 33 Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 24/Pdt.G/2015/PN.Plg, h.59
24
dikawasan seluas satu juta jiwa kilometer persegi yang dihuni oleh ratusan juta
jiwa manusia.
Dampak lingkungan yang ditimbulkan dari pembakaran hutan dan lahan
luar biasa, penduduk di gangu kabut asap, rumah sakit dan klinik dipenuhi orang
yang menderita sakit pernapasan, mata dan kulit. Dan banyak sekolah, kantor dan
perusahaan yang diliburkan, bandara udara ditutup, bahkan turis tidak mau
datang.34
Disamping itu kerusakan akibat dari kebakaran hutan dan lahan
berpengaruh besar terhadap ekosistem hutan dan proses-proses yang terjadi di
dalamnya, dan dapat juga terjadi pada seluruh bagian dan penyusunan hutan
semisal:
1. Kerusakan vegetasi, akibat dari kebakaraan hutan pohon-pohon akan
luka-luka, luka ini merupakan sumebr awal serangan hama dan pathogen
penyebab penyakit. Selain itu juga dapat menurunkan kualitas pohon akan
menurun. Jika intensitas kebakaran yang tinggi dapat mematikan pohon.
Serta merusak peremajaan atau tanaman muda, karena tanaman muda
biasanya mudah sekali mati jika terjadi kebakaran. Apabila banyak pohon
yang mati maka otomatis funsi hutan lainya juga akan terganggu, misalnya
fungsi tata air dan perlindungan tanah.
2. Kerusakan tanah hutan, kebakaran hutan mengakibatkan sifat fisik dan
sifat kimia tanah berubah. Sifat fisik dari tanah sangat ditentukan oleh
34
Dodi Nandika, Hutan bagi Ketahanan Nasional,( Surakarta: Muhammadiyah
University, 2005), h.38
25
keadaan humus dan serasah pada pemukaan tanah dan mempunyai
hubungan erat dengan tata air di hutan. Jika humus dan serasah ikut
terbakar maka sifat fisik tanah akan memburuk. Ditambah lagi dengan
sinar matahari dan angin maka tanah akan sulit menyerap air, sehingga air
hujan akan mengalir di permukaan tanah, dan akan mengakibatkan erosi.
Lain hal dengan sifat kimia, sifat ini menguntungkan karena dari
kebakaran hutan ini akan menambah mineral-mineral yang terdapat pada
abu dan arang, sehingga dapat menaikan nilai nutrisi tanah bagi tanaman.
3. Kerusakan margasatwa, fenomene ini memberi dua pengaruh pada hewan
yaitu : pengaruh langsung ialah berpindahnya margasatwa ke tempat lain
atau ada yang mati terbakar, dan pengaruh tidak langsung ialah rusaknya
dan musnahnya makanan dan tempat perlindungan bagi margasatwa.
4. Kerusakan ekosistem, kerusakan hutan yang terus menerus akan
berpengaruh dengan apa yang ada di dalamnya yaitu vegetasi hutan, tanah,
air dan mikroklimat. Hutan berfungsi untuk menurun dan menaikan suhu
di dalam nya, jika musim panas suhu hutan akan menurun dan sebaliknya
jika musim hujan suhu di hutan akan naik. Perubahan itu akan sangat
terasa jika suatu hutan terbakar, sudah tidak berpengaruh untuk menjaga
kesejukan dan kestabilan udara di dalam hutan akan hilang. Kebakaran
dari pohon-pohon di hutan dengan sendirinya akan mempengaruhi
pergerakan udara. Dan kelembaban udara di dalam hutan pun akan
menurun dibandingkan udara di luar hutan. Karena sangat erat kaitan nya
dengan suhu udara, pergerakan udara, dan transpirasi dari tanaman hutan,
26
jika itu semua berbah maka secara otomatis kelembaban pun akan
menimbulkan perubahan.
5. Kerusakan taman rekreasi, keindahan alam dan nilai ilmiah, kawasan
hutan tertentu berfungsi sebagai tempat rekreasi bagi masyarakat.
Kawasan hutan juga memiliki fungsi ilmiah dan merupakan wahana untuk
pedidikan dan latihan. Ketika hutan dibakar/ terbakar maka akan
berpengaruh secara langsung bagi mereaka.
6. Kerusakan lain yang merugikan, penurunannya kualitas udara akibat
kepekatan asap yang memperpendekan jarang pandang sehingga
mengganggu transportasi dan dari segi lingkungan global akan terjadinya
efek rumah kaca. Kebakaran hutan ini dapat merusak rumput rumput
dipadang sampai keakarnya, dan apinya akan menjalar ke perkebunan atau
bisa ke pemukiman warga sekitar hutan sehingga menimbulkan kerugian
ekonomis. 35
Hilangnya budaya masyarakat dirasakan sangat nyata bahwa
hutan mempunyai sumber penghidupan dan insprisari dari kehidupan
masyarakat. Berbagai ragam budaya dan maskot dan symbol-simbol dari
hutan misalnya harimau sebagai maskot dari Reog, Bekantan maskot dari
Kalimantan, dan lain sebagainya. Jika semua ini punah maka hilanglah
kebanggaan dari masyarakat sekitar.36
Dari buku yang sama dilihat dari segi kesehatan, sangat menggagu
kesehatan masyarakat terutama terhadap golongan lanjut usia, ibu hamil dan anak
35 Suwardi dan S.M. Widyastuti, Dasar-Dasar Perlindungan Hutan,( Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2007), h.171-175
36
Artikel ini diakses pada 22 Februari 2017 dari http://pengertian-
definisi.blogspot.co.id/2012/04/akibat-kerusakan-hutan.html
27
balita. Karena asap nya dapat menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA), asma bronkial, bronchitis, pneumonia dan iritasi mata sampai kulit.
Disamping dampak akibat dari pembakran hutan dan lahan itu merugikan
ada pula akibat dari fenomena tersebut yang menguntungkan, selama kebakaran
masih dapat terkontrol. Manfaat ekologi yang dapat diperoleh dari kebakaran
hutan yang disengaja atau perbuatan manusia diantaranya persiapan persemaian,
pembersihan lapangan, mempengaruhi penganekaragaman kelas umur tanaman
dan tipe-tipe vegetasi /peningkatan HMT, pendaur ulang zat hara dan
sebagainya.37
D. Konsep fikih lingkungan dalam Islam
Sebagai disiplin ilmu yang mengatur hubungan manusia terhadap
tuhannya, hubungan manusia terhadap sesama manusia, hubungan manusia
terhadap lingkungan hidup sekitar, maka fiqih memiliki peran yang krusial dalam
merumuskan tata kelola lingkungan hidup yang sesuai dengan hukum-hukum
syara‟.
Dr. Yusuf Al-Qardhawi menjelaskan bahwa fiqih sangat perhatian
terhadap isu-isi lingkungan hidup. Seperti dalam pembahasan-pembahasan
literatur fiqih klasik diantaranya pembahasan thaharah, ihya al-mawat, al-masaqat
37
Suwardi dan S.M. Widyastuti, Dasar-Dasar Perlindungan Hutan,( Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2007), h.177
28
dan al-muz r ‟ h dan pembahasaan lainnya yang terkait dengan lingkungan
hidup yang ada di sekitar manusia.38
Dr. Yusuf Al-Qardhawi menegaskan, pemeliharaan lingkungan merupakan
upaya untuk memciptakan kemaslahatan dan mencegah kemudharatan . hal ini
sejalan dengan Maqâsyid Al-Syari‟ah (tujuan syariah agama) yang terumuskan
dalam Killiyât Al-Khams, yaitu hifzu nafs (melindungi jiwa), hifzu al- aql
(melindungi akal), hifzu al-mal (melindungi kekayaan), hifzu al-nasb (melindungi
keturunan), hifzu al-din (melindungi agama). Menjaga kelestarian lingkungan
hidup merupakan tuntutan untuk melindungi kelima tujuan syariat tersebut.
Dengan demikian segala prilaku yang mengarah kepada pengrusakan lingkungan
hisup semakna dengan perbuatan mengancam jiwa, akal, harta, nasab dan
agama.39
38 Yusuf Al-Qardhawi, Ri‟ y h Al-Bi‟ h fi As-Sy ri‟ h Al-Islamiyah, ( Kairo: Dar Al-Syuruq,
2001), h.39 39 Yusuf Al-Qardhawi, Ri‟ y h Al-Bi‟ h fi As-Sy ri‟ h Al-Islamiyah, h.44
29
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG
MUI DAN PENGADILAN NEGERI PALEMBANG
A. Sekilas tentang MUI
Fatwa (الفتىي) menurut bahasa berarti jawaban mengenai suatu kejadian
atau peristiwa. Sedangkan fatwa menurut sy r ‟ ialah menerangkan hukum sy r ‟
dalam suatu persoalan sebagai jawaban dari suatu pertanyaan atau pun melihat
persoalan yang sedang terjadi di masyarakat, baik individu maupun kelompok.1
Jadi, pengertian dari fatwa adalah pendapat mengenai sesuatu hukum
dalam Islam yang merupakan tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang
diajukan oleh peminta fatwa dan tidak mempunyai daya ikat.
Majelis Ulama Indonesia (disingkat MUI) adalah sebuah lembaga swadaya
masyarakat yang menjadi wadah musyawarah para ulama, zu‟ama, dan
cendikiawan muslim serta menjadi pengayom bagi seluruh muslim Indonesia.
Baik masyarakat sampai Pemerintah pun memberikan kepercayaan penuh kepada
MUI dalam menjawab dan memecahkan segala permasalahan sosial keagamaan di
kalangan masyarakat sebagai lembaga yang berkompeten.2 Dasar hukum dari
fatwa bersumber dari Al-quran, hadits, ijma‟, dan qiyas serta pendapat para
1 Yusuf Qardhawi, Fatwa antara Ketelitian dan Kecerobohan, (Jakarta: Gema Insani
Press, 1997), h. 5 2 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI sejak 1975, (Jakarta:Erlangga, 2011),
h.4
30
ulama.3 Dipercaya sejak didirikannya pada tanggal 26 juli 1975 dan juga tertera
dalam anggaran dasar MUI pasal 4.4
Sejak terbentuknya MUI pada tahun 1975 hingga sekarang, MUI telah
melahirkan banyak fatwa, diantaranya persoalan yang ada di masyarakat, upacara
keagamaan, pernikahan, kebudayaan, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan,
kedokteran hingga lingkungan yang dikumpulkan dalam buku Himpunan Fatwa
Majelis Ulama Indonesia sejak 1975.5
Fatwa MUI ini merupakan bagian hukum yang bersifat tidak mengikat.
Lain halnya dengan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh pejabat
negara atau lembaga negara yang berwenang, tertulis dan bersifat mengikat secara
umum. 6
Pedoman penetapan yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Dewan
Pimpinan Majelis Ulama Indonesia nomor: U-596/MUI/X/1997 tanggal 2 Oktober
1997 (penyempurnaan dari pedoman berdasarkan keputusan Sidang Paripurna
Majelis Ulama Indonesia tanggal 7 Jumadil Awwal 1409 H./ Januari 1986 M.)
Dipandang sudah tidak memadai lagi. Atas dasar itu, Majelis Ulama Indonesia
perlu segera mengeluarkan pedoman baru yang memadai, cukup sempurna, serta
3 M.Atho Mudzar, Choirul Fuad Yusuf, dkk, Fatwa Majelis Ulama dalam perspektif
hukum dan perundang-undangan, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang Dan
Diklat Kementrian Agama RI, 2012), h. xxvi 4 M.Atho Mudzar, Choirul Fuad Yusuf, dkk, Fatwa Majelis Ulama dalam perspektif
hukum dan perundang-undangan, h. 3 5 Mohammad Atho Mudzar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia sebuah studi tentang
pemikiran hukum Islam di Indonesia 1975-1988, (Jakarta:1993), h.5 6 Wahiduddin Adams, Fatwa Majelis Ulama dalam perspektif hukum dan perundang-
undangan, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang Dan Diklat Kementrian
Agama RI, 2012), h.4
31
transparan yang mengatur prosedur, mekanisme, dan system pemberian jawaban
masalah keagamaan.7
Kantor MUI berpusat di ibukota Jakarta dan memiliki kantor cabang
disetiap daerah di Indonesia.8
Selanjutnya dalam metode penetapan fatwa, komisi fatwa Majelis Ulama
Indonesia merundingkan dan menetapkan secara kolektif mengenai persoalan-
persoalan hukum Islam yang dihadapi masyarakat. Penetapan fatwa didasarkan
pada Al-Qur‟an, Sunnah (hadits), Ijma dan Qiyas serta dalil lain yang mu‟t r.
Akan tetapi sebelum fatwa itu ditetapkan hendaklah ditinjau lebih dahulu
pendapat para imam mazhab dan Ulama yang mu‟t r dengan apa yang akan
difatwakan tersebut, secara seksama dan dalil-dalilnya. Fatwa itu sendiri artinya
adalah jawaban atau penjelasan dari ulama mengenai masalah keagamaan dan
berlaku untuk umum. Fatwa bersifat responsive, proaktif dan antisifatis.9
Jika terjadi khilaf dikalangan mazhab, maka metode al-j m‟u w l-taufiq
yang dipakai untu mendapatkan titik temu pendapat-pendapat Ulama dalam
menetapkan fatwa, tetapi apabila usahan penemuan titik temu tidak berhasil
dilakukan, penetapan fatwa didasarkan pada hasil tarjih melalui metode
Muqoranah dengan menggunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqh Muqaran.10
Bahasa yang dipakai dalam Fatwa tersebut dirumuskan dengan Bahasa
hukum, supaya dapat dipahami oleh masyarakat luas. Dan Fatwa tersebut
berisikan :
7 Himpunan fatwa MUI sejak 1975, (Jakarta:Erlangga, 2011), h.4 8 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI sejak 1975, h.5 9 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI sejak 1975, h.5 10 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan fatwa MUI sejak 1975, h. 6
32
1. Nomor dan Judul fatwa
2. Kalimat pembuka basmalah
3. Konsideran terdiri atas:
a) Menimbang, memuat latar belakang, alasan dan urgensi penetapan
fatwa
b) Mengingat, memuat dasar-dasar hukum (adillah al-ahkam)
c) Memperhatikan, memuat pendapat peserta rapat, para ulama, pendapat
para ahli dan hal-hal lain yang mendukung penetapan fatwa.
4. Diktum, berisi:
a) Substansi hukum ynag difatwakan, dan
b) Rekomendasi dan/atau jalan keluar, jika dipandang perlu
5. Penjelasan, memuat uraian dan analisis secukupnya tentang fatwa
6. Lampiran-lampiran, jika dipandang perlu
Fatwa tersebut ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Komisi.11
B. Mengenal Pengadilan Negeri Palembang
Kasus lingkungan salah satunya ditangani oleh Pengadilan Negeri
Palembang yaitu perkara pembakaran hutan dan lahan. Pengadilan ini terletak di
daerah Sayangan Pasar 16 Palembang, dahulu dikenal dengan nama kantor
Laandraad, dan sekarang kini dikenal dengan nama jalan Pengadilan di
Palembang.
Sebelum amandemen ketiga UUD 1945 Pengadilan Negeri Palembang
berada di bawah naungan Departemen Hukum dan Ham. Tetapi setelah
11 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan fatwa MUI sejak 1975, h. 7
33
amandemen tersebut yang tercantum pada bab IX pada pasal 24 ayat (2) tentang
kekuasaan kehakiman yang disahkan MPR pada 09 November 2001, yang
menegaskan bahwa: “ kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah mahkamah konstitusi” maka
Pengadilan Negeri Palembang dan semua Pengadilan Negeri yang ada di
Indonesia berpindah pada system satu atap yaitu di bawah naungan Mahkamah
Agung RI.
Pengadilan negeri Palembang terletak di Ibukota provinsi Sumatra Selatan,
di Jalan Kapten A Rivai No. 16 Palembang ditempati hingga sekarang. Wilayah
hukum kota Palembang membawahi 16 kecamatan 114 Kelurahan.
Secara garis besarnya, Pengadilang Negeri memiliki visi “ Terwujudnya
Badan Pengadilan Yang Agung” dalam bentuk putusan yang adil, berwibawa
sehingga kehidupan masyarakat menjadi tenang, tertib dan damai.12
Sedangkan misi dari Pengadilan Negeri Palembang yakni sebagai berikut:
1. Menjaga Kemandirian Badan Peradilan;
2. Memberikan Pelayanan Hukum Yang Berkeadilan;
3. Meningkatkan Kualiatas Kepemimpinan Badan Peradilan;
4. Meningkatkan Kredibilitas Dan Transparansi Badan Peradilan; 13
12 Mahkamah Agung Republik Indonesia, “Pengadilan Negeri Klas 1 Khusu Palembang
Arrikel ini diakses pada 29 Desember 2016 dari http://www.pn-palembang.go.id/ 13
Mahkamah Agung Republik Indonesia, “Pengadilan Negeri Klas 1 Khusu Palembang
Arrikel ini diakses pada 29 Desember 2016 dari http://www.pn-palembang.go.id/
34
Wilayah yuridiksi ialah istilah dari kewenangan memeriksa, memutuskan
dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan
35
Sturktur Organisasi Pengadilan Negeri Palembang14
- - - - - - - - - - -
14
Mahkamah Agung Republik Indonesia, “Pengadilan Negeri Klas 1 Khusu Palembang
Arrikel ini diakses pada 29 Desember 2016 dari http://www.pn-palembang.go.id/
Majelis Hakim KETUA
WAKIL KETUA
SEKRETARIS PANITERA
WAKIL PANITERA KABAG. UMUM
Sub. Bag
Perencanaa
n I T.
Pelaporan
Sub. Bag
Kepegawaian
& Ortala
Sub. Bag Tata
Usaha &
Keuangan
PANI MUD
PERDATA
PANIT MUD
PIDANA
PANI MUD
TIPIKOR PANI MUD
PHI
PANIT MUD
HUKUM
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
1. FUNGSIONALI. ARSIP 2. PERPUSTAKAAN
3. DTS
KELOMPOK FUNGSIONAL
PANITERA PENGGANTI DAN
JURUSITA
36
C. Fatwa MUI tentang Pembakaran Hutan dan Lahan
Sekurang-kurangnya sejak tahun 2001 persoalan hutan di Indonesia
menjadi isu nasioanal bahkan sampai isu internasional. Hal ini mengingat bahwa
pentingnya pelestarian lingkungan dalam rangka menjaga ekologi, ekosistem,
sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagianya. hutan sangat penting bagi
kehidupan, bahkan hutan Indonesia adalah paru-parunya dunia.
Berdasarkan mengingat pentingnya masalah hutan maka pemerintah
khususnya Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meminta Majelis
Ulama Indonesia untuk mengeluarkan fatwa tentang kebakaran hutan dan lahan.
Pemerintah menilai MUI pantas mengeluarkan fatwa ini.
Setelah mengingat dan menimbang akibat yang ditimbulkan dari
pembakaran hutan sangat besar, maka MUI memutuskan untuk mengluarkan
fatwa atas dasar permintaan dari pemerintah tersebut. Akhirnya pada tanggal 27
Juli 2016 yang ditandatangani oleh Prof. Dr. H. Hasaniddin AF., MA sebagai
ketua dan Dr. H. Asrorun Ni‟am Sholeh, MA sebagai Sekretaris, maka keluarlah
fatwa No. 30 tahun 2016 tentang pembakaran hutan dan lahan serta
pengendaliannya. Yang memutuskan sebagai berikut:
“Dalam fatwa tersebut terdapat beberapa ketentuan umum yang berisi
pengertian-pengertian umum diantaran pengertian hutan dan lahan, pengertian
dari pembakaran hutan dan lahan serta pengendaliannya, sebagaimana yang sudah
diuraikan pada bab 2. MUI pun menyertakan ketentuan–ketentuan hukum dalam
fatwa ini, bahwa MUI mengharamkan dalam melakukan pembakaran hutan dan
lahan yang dapat menimbulkan dampak buruk seperti kerusakan, pencemaran
37
lingkungan, kerugian orang lain, membiarkan dan/atau mengambil keuntungan
dari pembakaran hutan dan lahan tersebut.
Meskipun fatwa MUI tersebut dengan tegas melarang pembakaran hutan
dan lahan, namun ada beberapa hal dengan pengecualian yaitu untuk pemanfaatan
hutan dan lahan dibolehkan dengan syarat-syarat yaitu mempunyai hak yang sah
untuk pemanfaatannya, memiliki izin dari yang berwenang dengan berbagai
ketentuan yang ada, serta melihat dari kemaslahatannya dan tidak menimbulkan
kerusakan yang berdampak buruk terhadap lingkungan. Jika syarat tersebut tidak
terpenuhi maka hukumnya haram.
Di dalam fatwa ini juga terdapat dalil-dalil alqur‟an dan hadits seperti
dibawah ini:
(سدين ض مف أر ا ف ٱل ثو ق ٱلل و ول تع ربوا من رز كلوا وٱش..…
٥( 15
….“M k n d n minuml h rezeki (y ng di erik n) All h d n j ng nl h k mu
berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan (Al-Baqoroh : 60)
Dalam ayat tersebut diterangkan bahwa kita tidak diperbolehkan mencari
rizki dengan cara merusak keindahan alam dan bertentangan dengan syariat Islam.
Kita diperbolehkan untuk mencari rizki dengan apa yang sudah ada dengan cara
tidak merusaknya. Berkenaan dengan itu Allah berfirman sebagai berikut:
دي ٱلن اس ليذيقهم أي ر با كسبت بح ب ر وٱل فساد ف ٱل ظهر ٱل 16 (41:30 /)الروم جعون ير ض ٱل ذي عملوا لعل هم بع
15
Al-Quran, Surat Al-Baqarah (sapi betina, (2)), ayat 60, (Jakarta: Al-Quran Departemen
Agama Republik Indonesia Al-Quran dan terjemahnya, 2009). h. 9
38
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)(Ar-Ruum : 41)
Penjelasan dari ayat diatas sudah jelas bahwa ketika terjadi kerusakan
Alam (ekologi) dan sistem (ekosistem) yang dibuat oleh tangan manusia.
Kerusakan ini seolah menjadi bukti kekhawatiran malaikat bahwa manusia akan
melakukan kerusakan di bumi dan menumpahkan darah. Allah menjamin, jika
manusia berilmu dan tahu akibat dari apa yang diperbuat, ia tidak akan melakukan
kerusakan.
Firman Allah SWT yang menjelaskan perintah tentang berbuat baik:
ن وإيتا إح ل وٱل عد مر بٱل إن ٱلل و يأ ىىح عن بح وين قر ي ٱلي ذ سح تذك رون لعل كم ظكميع ي بغ منكر وٱل ء وٱل شا فح ٱل17(/90:16لح )الن
“Sesungguhny All h menyuruh (k mu) erl ku dil d n er u t ke jik n
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran (An-Nahl : 90)
Dalam ayat ini digambarkan hubungan manusia dan sosial kaum mukmin
dunia yang berlandaskan pada keadilan, kebaikan yang menjauhkan dari segala
kexaliman dan arogansi. Bakhan hal itu disebut sebagai nasehat illahi yang harus
dijaga oleh semua orang. Adil dan keadilan adalh landasan dari ajaran Islam dan
syariat agama. Allah SWT tidak berbuat dzalim kepada siapapun dan juga tidak
16 Al-quran, Surat Ar-Ruum (kaum ruum, (30)), ayat 41, (Jakarta: Al-Quran Departemen
Agama Republik Indonesia Al-Quran dan terjemahnya, 2009). h. 408 17
Al-Quran, Surat An-Nahl (Lebah, (16)), ayat 90, (Jakarta: Al-Quran Departemen
Agama Republik Indonesia Al-Quran dan terjemahnya, 2009). h. 277
39
memperbolehkan seseorang berbuat zalim terhadap orang lain. Larangan berbuat
yang membahayakan orang lain disebutkan dalam hadits sebagai berikut:
" رواه , قال : قال رسول اهلل صلي اهلل عليو وسلم : " لضرر ول ضرار عن ابن عبا س 18 هقىيابن ماجة والطرباىن و الب
Artinya: d ri I nu A s r tel h ers d R sulull h SAW: “Tid k oleh
mem h y k n / merugik n diri sendiri d n or ng l in.” (H.R. Ibnu Majah, Al-
Thabarani dan Al-Baihaqi).
MUI mengambil kaidah-kaidah fiqih yang sangat mendasar dalam
mengeluarkan fatwa ini diantaranya :
19 الض رر ي زال
Artinya: “kemudl r t n h rus dihil ngk n”.
20 ض رر لالض رر ل ي زال با
Artinya: “ Kemudl r t n tid k oleh dihil ngk n/dig nti deng n kemudl r t n”.
Dalam kedua kaidah tersebut menerangkan bahwa berbuat kerusakan
kepada orang lain secara mutlak atau mendatangkan kerusakan kepada orang lain
dengan cara yang tidak diijinkan oleh agama. Serta kaidah fiqih dibawah ini:
21 رر ول ضرار لض Artinya: “Tid k oleh d h y d n tid k oleh mem h y k n or ng l in”.
Dalam kaidah ini apabila seseorang menimbulkan bahaya yang nyata pada
hak orang lain dan memungkinkan ditempuh langkah-langkah pencegahan untuk
18 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (tnpa, tpt terbit: Maktabah Abih Al-Mu‟athi, Tanpa
Tahun), Kitab Ahkaam, Bab Man Banna Fihaqqihi Maa Yadhurru Bijaarihi, Hadits No (2340) J.3,
h.430 19 Ali Ahmad An-Nadwi, Al-Q w ‟id Al-fiqhiyyah,(Beyrut: Darul Qolam, tt), h. 252 20 Ahmad Sudirman Abbas, Qawaid Fiqhiyyah,(Jakarta:Pedoman Ilmu Jaya,2004), h.125 21 Ali Ahmad An-Nadwi, Al-Q w ‟id Al-fiqhiyyah,(Beyrut: Darul Qolam, tt), h. 253
40
menepis bahaya tersebut maka orng tersebut dapat dipaksa untuk mengambil
langkah-langkah pencegahan, namun dia tidak dapat dipaksa untuk
melenyapkannya.22
Untuk lebih menguatkan dalam fatwa ini terdapat beberapa pendapat para
ulama Pendapat para ulama menyatakan bahwasannya syari‟at Islam menjungjung
tinggi berbagai kemaslahatan sebagai kewajiban ketika penyebab yang membawa
kemafsadatan itu kuat maka dosanya menjadi besar melebihi dosa akibat
penyebab yang ringan. Oleh karena itu jika suatu kerusakan benda yang ada
kesamaannya maka diganti dengan benda yang sama pula, dan jika suatu
kerusakan benda yang hanya diketahui nilai harganya saja maka ia menggatinya
dengan nilai harganya pula.
D. Putusan Pengadilan Negeri Palembang tentang Pembakaran Hutan dan
Lahan
Diatas sudah ada Fatwa yang di keluarkan MUI tentang Kebakaran hutan
dan lahan penulis pun mencari perkara di pengaadilan negeri tentang kebakaran
hutan dan lahan, salah satu pengadilannya ialah Pengadilan Negeri Palembang.
Dari penelitian ini penulis menganalisis putusan perkara tentang kebakaran hutan
dan lahan yang dari Pengadilan Negeri Palembang dengan nomor
24/Pdt.G/2014/Pn.Plg dengan deskripsi kasus dibawah ini:
a. Deskripsi Kasus Putusan No. 24/Pdt.G/2014/Pn.Plg
22
Nashr Farid Muhammad Washil dan Abd. Aziz Muhammad Azzam, Q w ‟id
Fiqhiyyah, (Jakart: Sinar Grafika Offset, 2009), h. 19
41
Kronologis dalam perkara putusan tentang Pembakaran Hutan dan Lahan
No. 24/Pdt.G/2014/Pn.Plg di Pengadilan Negeri Palembang pada tahun 2014
adalah dengan penggugat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia dengan kuasa hukumnya Jasmin Ragil Utomo, S.H., M.H., Umar
Suyudi, S.H., M.H., dan Nixon F.L.P. Silalahi, S.H., M.H. beralamat di Jalan D.I.
Panjaitan Kav.24 Kebon Nanas Jakarta Timur dan Nasrullah Abdullah, SH.,
Jimmy Jeremy, SH., Herwinsyah, S.H dan Ibrahim Fattah, S.H.Para Advokat,
beralamat di Jalan Timor Nomor 10 Menteng Jakarta Pusat, berdasarkan Surat
Kuasa Khusus Nomor 12/MENLHK/12/2014 tanggal 29 Desember 2014.
Melawan PT. Bumi Mekar Hijau sebagai Tergugat diwakili oleh Jhonson
Lumban Tobing dan Suhandi Kosasih dalam kedudukannya sebagai Direktur,
beralamat di Jalan R. Sukanto Kompleks Ruko PTC Blok I Nomor 63 Lantai 3
Palembang, dalam hal ini memberikan kuasa kepada Kristianto P.H., S.H., M.H.,
Maurice Juniarto Rubin, S.H., Zaka Hadisupani Oemang, S.H., Fajar, S.H.,
Ferdinand Dermawan Simorangkir, S.H. dan Rizki Tri Putra, S.H., Para Advokat,
beralamat di Menara Kuningan Lt.9 I Jalan H.R. Rasuna Said Blok X.7 Kav. 5
Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 10 Februari 2015. Telah
melakukan tindak pidana perluasan lahan pada hutan dengan cara dibakar.
Adapaun penyebab terjadinya kebakaran adalah bahwa berawal telah
terjadi kebakaran lahan di wilayah Hutan Tanaman Industri, dan hampir setiap
tahun terjadi di Provinsi Sumatra Selatan yang disebabkan oleh aktivitas
pembukaan lahan baik untuk hutan tanaman maupun perkebunan, terutaman ada
42
lahan-lahan gambut sebagaimana dilaporkan oleh BP REDD+23
(Badan Pengelola
REDD+) melalui Karhutlah (Kebakaran hutan dan lahan) Monitoring System
(KMS) yang memperlihatkan adanya titik panas (hotspot) di beberapa wilayah
izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman industry (IUPHHK-HTI).
Berdasarkan rekaman data satelit MODIS pada periode bulan februari 2014
hingga November 2014, titik kordinat hotspot telah diverifikasi dengan titik
koordinat wilayah izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman
industry (IUPHHK-HTI) tergugat. Bahwa dari beberapa fakta-fakta diatas telah
terbukti kebakaran lahan terjadi di lokasi perkebunan tergugat. Tergugat sengaja
membuka lahan dengan cara membakar. Lahan gambut yang terbakar adalah
kawasan yang dilindungi oleh undang-undang, berdasarkan Kepres No. 32 tahun
1990 tentang pengelolaan kawasan lindung.
Banyak kerugian yang terjadi akibat kejadian ini, baik Alam lingkungan,
pemerintah maunpun masyarakat sekitar yang mendapat imbas dari kebakaran
hutan dan lahan ini.24
b. Dakwaan dan Putusan Hakim
Berdasarkan uraian diatas dalam kasus pembakaran hutan dan lahan di
Pengadilan Negeri Palembang, penggugat memohon agar majelis hakim
mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya, menyatakan perbuatan tergugat
adalah perbuatan melanggar hukum, dan mengganti rugi atas perbuatannya dalam
23 Badan Pengelola REDD+ adalah sebuah lembaga setingkat kementerian yang dibentuk
melalui Keputusan Presiden No. 62 Tahun 2013 untuk mengemban tugas dalam mengawal
turunnya laju deforestasi, memperbaharui tata kelola dan transparansi pengelolaan sumber daya
alam Indonesia, Artikel ini diakses pada 24 Januari 2017 dari http://182.253.224.169/tentang-
redd/mengenai-bp-redd 24 Putusan Perkara Pengadilan Negeri Palembang Nomor:24/Pdt.G/2015/Pn.Plg
43
bentuk materil secara tunai sebesar Rp. 2.687.102.500.000,- (dua triliun enam
ratus delapan puluh tujuh milyar seratus dua juta lima ribu rupiah) yang uangnya
diberikan kepada penggugat dan dimasukkan ke dalam kas Negara, serta
menghukum tergugat untuk melakukan pemulihan lingkungan terhadap
perbuatannya, lahan seluas 20.000 hektar dengan baiya terbilang Lima triliun dua
ratus Sembilan puluh Sembilan molyar lima ratus dua juta lima ratus ribu rupiah,
dan menuntu uang paksa sebesar Rp. 50.000.000,- . Akan tetapi semua diserahkan
kepada majelis hakim dengan putusan seadil-adilnya. 25
Majelis hakim mengupayakan perdamaian antara dua pihak (penggugat
dan tergugat), sebagaimana diatur dalam Perma Nomor 1 tahun 2008 tentang
Prosedur mediasi, dengan menunjuk S.Joko Sungkowo, S.H sebagai mediator ,
hakim Pengadilan Negeri Palembang.26
Tergugat pun menjawab atas gugatan penggugat sebagai berikut: bahwa
tergugat merupakan perusahaan yang taat pada hukum, yang merupakan
perusahaan bergerak di bidang Hutan Tanaman Industri (HTI) yang mempunyai
surat Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri
(IUPHHK-HTI) yang dikeluarkan oleh Mentri Kehutanan RI. Tergugat telah
membantah semua tuduhan penggugat, bahwa musibah kebakaran lahan tahun
2014 tersebut telah membuat kerugian yang sangat besar atas terbakarnya pohon-
pohon yang sudah siap dimanfaatkan. lahan ini di dapat dari proses lelang dari
25 Putusan Perkara Pengadilan Negeri Palembang Nomor:24/Pdt.G/2015/Pn.Plg. h. 22 26 Putusan Perkara Pengadilan Negeri Palembang Nomor:24/Pdt.G/2015/Pn.Plg. h. 23
44
kementerian kehutanan pada tahun 2004, karena wilayah kawasan hutan sudah
tidak lagi produktif akibat kebakaran besar yang terjadi tahun 1997/1998. 27
Majelis Hakim menimbang bahwa penggugat terbukti melakukan
perbuatan melawan hukum karena alat bukti yang tidak relevan dalam perkara a
quo, tidak perlu dipertimbangkan, karena tergugat tidak terbukti melakukan
perbuatan melawan hukum, maka pihak yang kalah dengan demikian penggugat
dihukum untuk membayar biaya perkara. Berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan tersebut diatas maka gugatan penggugat dinyatakan ditolak
seluruhnya.
Demikian diputuskan dan diucapkan dalam persidangan yang terbuka
untuk umum pada hari Rabu, tanggal 30 Desember 2015.
27 Putusan Perkara Pengadilan Negeri Palembang Nomor:24/Pdt.G/2015/Pn.Plg. h. 23
45
BAB IV
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN FATWA MUI DAN PUTUSAN
PERKARA PEMBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PENGADILAN
NEGERI PALEMBANG
Setelah menguraikan deskripsi kasus pembakaran hutan dan lahan di
Pengadilan Negeri Palembang, fatwa MUI tentang pembakaran hutan dan lahan
kemudian dakwaan, tuntutan dan putusan hakim berkaitan dengan perkara diatas.
Maka perlu dilihat persamaan dan perbedaan antara fatwa MUI dan putusan
perkara tersebut sebagaimana diuraikan di bawah ini:
A. Persamaan Fatwa MUI dan Putusan Perkara Pengadilan Negeri
Palembang tentang Pembakaran Hutan dan Lahan
Pembakaran hutan dan lahan menurut fatwa MUI dan putusan pengadilan,
sama-sama tidak membolehkan, karena perbuatan tersebut dapat mendatangkan
kerusakan (d r‟ l-mafasid), baik terhadap lingkungan maupun masyarakat.
Menurut Fatwa MUI, pembakaran hutan dan lahan adalah perbuatan
manusia secara sengaja yang menyebabkan terbakarnya hutan dan/atau lahan”.1
sebagaimana telah dikutip sebelumnya Al-Qur‟an surat Ar-Rum ayat 41
menjelaskan perbuatan manusia yang telah merusak atau sengaja merusak alam
lingkungan dengan cara yang batil dan menyebabkan penderitaan bagi sebagian
manusia lain. Tindakan pembakaran hutan dan lahan sama sekali tidak dibenarkan
1 Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 30 tahun 2016 tentang Kebakaran Hutan dan
Lahan, Ketentuan Umum.
46
oleh agama. Sebagaimana juga dalam kaidah صالحم على جلب امل فاسد مقد
2درء امل bahwa
“mencegah kemafsadhatan lebih didahulukan (diutamakan) dari pada
mendatangkan kemaslahatan”. Kaidah ini menegaskan bahwa apabila pada waktu
yang sama kita dihadapkan kepada pilihan menolak kemafsadatan atau meraih
kemaslahatan, maka yang harus didahulukan adalah menolak kemafsadatan.
Dengan menolak kemafsadatan berarti kita juga meraih kemaslahatan. Karena
tujuan hukum Islam adalah untuk meraih kemaslahatan di dunia dan akhirat.3
Fatwa MUI lebih lanjut menegaskan bahwa melakukan pembakaran hutan
dan lahan yang dapat menimbulkan kerusakan, pencemaran lingkungan, kerugian
orang lain, gangguan kesehatan dan dampak buruk lainnya, hukumnya haram.4
Kejahatan tersebut termasuk dalam tindak pidana (Jarimah) T ‟zir.
Fawa MUI diatas sejalan dengan Peraturan Pemerintah No.45 tahun 2004
yang menegaskan bahwa hutan harus dilindungi dari kerusakan baik oleh
perbuatan manusia, hewan ternak, bencana alam, maupun diserang hama.5
Adapun persamaan fatwa MUI dengan putusan perkara pengadilan negeri
palembang bahwa pada dasasrnya keduanya sama-sama menyampaikan
pembakaran hutan dan lahan adalah perbuatan terlarang. Akan tetapi, putusan
Pengadilan Negeri Pelembang berpendapat tidak cukup bukti yang diajukan
penggugat untuk perkara tersebut, bahkan sebaliknya tergugat tidak dapat dijatuhi
2 Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awwaliyah fi Ushul Al-Fiqhhiyyah, ( Jakarta: Sa‟adiyah
Putra, tt), h.34 3 A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih, edisi.I, cet.II, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007),
h. 164-165. 4 Majelis Ulama Indonesia, Fatwa MUI Nomor: 30 Tahun 2016 tentang Pembakaran
hutan dan lahan, Ketentuan Hukum 5 Peraturan pemerinah nomor 45 tahun 2009 tentang Perlindungan Hutan, pasal 1
47
hukuman denda. Penggugat dibebankan dengan harus membayar biaya perkara
tersebut. Putusan dibacakan hakim dalam sidang terbuka dan disaksikan kedua
belah pihak. Hal ini terlihat dari amar putusan.6
B. Perbedaan Fatwa MUI dan Putusan Perkara Pengadilan Negeri
Palembang tentang Pembakaran Hutan dan Lahan
Dibawah ini penjelasan perbedaan yang terdapat antara Fatwa MUI dan
Putusan Perkara Pengadilan Negeri Palembang sebagai berikut:
Fatwa MUI bersifat umum mengenai pembakaran hutan dan lahan. Bukan
hanya mengharamkan melakukan pembakaran hutan dan lahan tetapi
mengharamkan segala perbuatan yang menimbulkan dampak buruk bagi
lingkungan alam.
Sedangkan dalam putusan perkara pengadilan negeri Palembang lebih
bersifat khusus dalam pembakaran huan dan lahan. Dilihat dari jenis perkaranya
yaitu perkara perdata, padahal dalam penegakan hukum linkungan ada tiga jenis
yaitu adminisrasi, pidana dan perdata.
fatwa MUI tentang pembakaran hutan dan lahan serta pengendaliannya
memiliki dua point diantaranya a) MUI melegalkan pembakaran hutan dan lahan
dengan beberapa syarat dan b) MUI mengilegalkan melakukan pembakaran hutan
dan lahan yang dapat menimbulkan dampak buruk yaitu kerusakan, pencemaran
lingkungan, kesehatan dan lain-lain.7 Sedangkan putusan Pengadilan Negeri
Palembang tentang perkara tersebut tidak menyebutkan memperbolehkan
6 Putusan Perkara Pengadilan Negeri Palembang Nomor:24/Pdt.G/2015/Pn.Plg. h. 115 7 Majelis Ulama Indonesia, Fatwa MUI Nomor: 30 Tahun 2016 tentang Pembakaran
hutan dan lahan, Ketentuan Hukum
48
melakukan pembakaran hutan dan lahan, akan tetapi pengadilan bersifat pasif
terhadap peristiwa ini.
Dalam fatwa MUI Pembakaran hutan dan lahan merupakan suatu
perbuatan yang berdampak buruk, menggangu ketentraman umum, serta
merugikan oran lain/ masyarakat dan juga suatu tindakan melawan peraturan
perundang-undangan.8
Di Indonesia, hukum lingkungan memuat tiga bentuk penegakan hukum
yaitu penegakan hukum administrasi, penegakan hukum pidana dan penegakan
hukum perdata.9 Dalam perkara pembakaran hutan dan lahan di Pengadilan
Negeri Palembang hanya melihat dalam perkara perdatanya saja.
Jenis hukuman dalam tindak pidana kriminal dalam hukum pidana Islam
dibagi menjadi 2 bagian yaitu a) ketentuan hukuman yang pasti mengenai berat
ringannya hukuman yang tercantum dalam Al-Quran dan hadits termasuk Jarimah
Hudud, Qishash b) ketentuan hukum yang dibuat oleh putusan hakim termasuk
Jarimah T ‟zir.10
Dalam hal ini pelaku pembakaran hutan dan lahan termasuk
dalam Jarimah T ‟zir, karena perbuatan ini tidak termasuk Jarimah Hudud
maupun Jarimah Qishash akan tetapi termasuk Jarimah T ‟zir yaitu perbuatan
yang menyangkut kepentingan orang banyak, walaupun tidak terdapat atau diatur
secara jelas dalam Al-Quran dan hadits tentang pembakaran hutan dan lahan. Jadi,
pelaku dapat dijatuhkan pidana/ Jarimah T ‟zir. Seperti kaidah dibawah ini:
8 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta, Sinar Grafika: 2009), h.1
9 Hani Adhani, Konstitusionalitas Tindak Pidana Pengelolaan Lingkungan Hidup,
(Jakarta: tp, 2015), h. 34 10
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta, Sinar Grafika: 2009), h.11
49
صلحة عزي ر يدور مع ا لت ا 11 مل
Artinya: ”T ‟zir s ng t erg ntung kep d tuntut n kem sl h t n”
Sedangkan jenis hukuman dalam perkara perdata terbagi menjadi dua
yaitu a) kewajiban untuk memenuhi prestasi (kewajiban). b) hilangnya suatu
keadaan hukum, yang diikuti dengan terciptanya suatu keadaan hukum baru.
Dalam perkara putusan yang dijatuhkan oleh hakim berupa putusan kewajiban
untuk memenuhi prestasi yaitu pihak yang dinyatakan kalah diwajibkan untuk
membayar denda atau diberatkan dengan membayar biaya perkara.12
Kebakaran hutan dapat penimbulkan kerusakan hutan dan pelakunya tidak
hanya orang perorangan tetpi bisa juga dilkukan oleh korporasi, entah mengapa
kejahatan pembakaran hutan ini tidak masuk dalam tindak pidana perusakan
hutan. Undang-undang nomor 41 tahun 1999 pasal 50 ayat (3) huruf d bahwa
setiap orang dilarang membakar hutan13
dan jika dengan sengaja melanggar
ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).14
Pembakaran hutan dan lahan juga dapat mengakibatkan pencemaran
lingkungan hidup dan kerusakan lingkungan hidup sehingga dapat dikenai sanksi
berdasarkan UU PPLH yaitu setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan
11 H. A Djazuli, Fiqih JInayah: Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, (Jakarta:
Jara Grafindo Persada, 2000), h.166 12
Hukumonline.com Artikel ini dikases tanggal 25 April 2017
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4be012381c490/sanksi-hukum-(pidana,-perdata,-dan-
administratif) 13
Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, pasal 50 ayat (3) huruf d 14
Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, pasal 78 ayat (3)
50
dengan cara membakar.15
Apabila melakukan perbuatan tersebut, maka dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).16
15
Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, pasal 69 ayat (1) huruf h 16
Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, pasal 108
51
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian dan analisis di atas pada bab-bab terdahulu, maka penulis
dapat memberikan kesimpulan bahwa:
1. Dalam hukum Islam maupun hukum positif diatur secara jelas dan tegas
larangan pembakaran hutan dan lahan. Namun Fatwa MUI memberikan
persyaratan dalam pemanfaatan hutan dan lahan yaitu harus memilik izin
yang sah dari pihak yang berwenang
2. Persamaan yang ditemukan dari studi ini bahwa perluasan lahan dengan
cara membakarnya adalah dilarang dan diharamkan, baik menurut fatwa
MUI maupun putusan pengadilan Negeri Palembang, walaupun
pengadilan bersifat pasif dalam perkara perdata.
3. Perbedaannya Fatwa MUI bersifat umum mengenai pembakaran hutan dan
lahan. Bukan hanya mengaharamkan melakukan pembakaran hutan lahan
tetapi mengharamkan segala perbuatan yang menimbulkan dampak buruk
bagi lingkungan alam. Sedangkan dalam putusan perkara pengadilan
negeri Palembang lebih bersifat khusus dalam pembakaran huan dan
lahan. Dilihat dari jenis perkaranya yaitu perkara perdata, padahal dalam
penegakan hukum linkungan ada tiga jenis yaitu adminisrasi, pidana dan
perdata.
52
B. Saran
Penulis memberikan konstruksi keilmuan mengenai bidang hukum
lingkungan dari segi teorits maupun praktis melalui saran di bawah ini, diataranya
sebagai berikut:
1. Hendaknya para penegak hukum di Indonesia, agar lebih memperhatikan
secara seksama atas penanganan masalah lingkungan tidak hanya didekati
dari sisi penerapan sanksi pidana atau perdata tetapi juga perlu dilakukan
secara akumulatif dengan sanksi pidana atau perdata, akan tetapi juga
perlu dilakukan secara akumulatif dengan sanksi administratif, sebab pada
kenyataannya standar pelanggaran hukum atau kejahatan lingkungan
selalu berangkat dari adanya tindakan administratif, baik perizinan
maupun penerapan baku mutu lingkungan.
2. Selanjutnya menurut penulis sama seperti yang diharapan kepada para
akademisi yaitu para pemuka Agama hendaklah mengajarkan dan
mengajak masyarakat untuk peduli kepada lingkungan. Karena begitu pun
dengan para akademisi, Agamawan sangat berperan dalam kemajuan
bangsa ini. Karena menjaga lingkungan merupakan kewajiban bagi semua
umat beragama.
53
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Ahmad Sudirman, Qawaid Fiqhiyyah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2004
Abdurrahman bin Al-Asnawi Jamaluddin, Nihayah As-Sul Fi Syarhi Minhaji Al-
Wushul „il „ilmu Al-Ushul, Beirut: Dar Ibnu Hazm, 1999
Adams, Wahiduddin, Fatwa Majelis Ulama dalam perspektif hukum dan
perundang-undangan, Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan
Litbang Dan Diklat Kementrian Agama RI, 2012
Ali, Zainuddin, Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2009
Al-Qardhawi Yusuf, Ri‟ y h Al-Bi‟ h fi As-Sy ri‟ h Al-Islamiyah, Kairo: Dar Al-
Syuruq, 2001
Al-Quran Departemen Agama Republik Indonesia Al-Quran dan Terjemahnya,
2009
Al-Nadwi, Ali Ahmad, Al-Q w ‟id Al-fiqhiyyah, Beirut: Darul Qolam, tt
Bull, Victoria, Oxford Le rner‟s Pocket Diction ry, Oxford: Oxford University
Press: 2008
Djazuli, A., Kaidah-kaidah Fikih, Jakarta: Prenada Media Group, 2007 edisi.I,
cet.II
Djazuli, A, fiqih JInayah : Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, Cet.III
Echols, John M. dan Shadily Hassan, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta,
PT.Gramedia Jakarta;1979
Erwin, Muhamad, Hukum Lingkungan dalam system kebijaksanaan pembangunan
lingkungan hidup, Bandung: PT. Refika Aditama, 2011
54
H.S, Salim, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Jakarta: Sinar Grafika, 2013
Hakim, Abdul Hamid, Mabadi Awwaliyah fi Ushul Al-Fiqhhiyyah, Jakarta:
Sa‟adiyah Putra, t.th.
Hidayat, Herman, ed., Pengelolaan Hutan Lestari :Partisipasi, Kolaborasi dan
Konflik, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta;2015
Majah, Ibnu, Sunan Ibnu Majah, t.t.: Maktabah Abih Al-Mu‟athi, t. th.
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI sejak 1975, Jakarta: Erlangga,
2011
Mudzar, Mohammad Atho, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia sebuah studi
tentang pemikiran hukum Islam di Indonesia 1975-1988, Jakarta: 1993
Mudzar, Mohammad Atho, dkk, Fatwa Majelis Ulama dalam perspektif hukum
dan perundang-undangan, Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Badan Litbang Dan Diklat Kementrian Agama RI, 2012
Muhammad, Washil Nashr Farid, Abd. Aziz Muhammad Azzam, Q w ‟id
Fiqhiyyah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009
Muslim, Shahih Muslim, Jil. 8, Beirut: Daar Al-Jiil
Nandika, Dodi, Hutan Bagi Ketahanan Nasional, Surakarta: Muhammadiyah
University Press, 2005
Noor, Mohammad, Lahan Gambut Pengembangan, Konservasi, dan Perubahan
Iklim, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010
Puspitasari, Vebry Widya, Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan Terhadap
Kualitas Udara di Pekanbaru, Riau, Skripsi S1 Fakultas Teknik
Universitas Indonesia, 2005
55
Qardhawi, Yusuf, Fatwa antara Ketelitian dan Kecerobohan, Jakarta: Gema
Insani Press, 1997
Rahmadi, Takdir, Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada, 2012
Siswanto, Sunarsi, Huku Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian
Sengketa, Jakarta, PT.Rineka Cipta, 2005
Sofyan, Yayan, Metode Penelitian, Jakarta:t.p.,2009
Subagyo, P.Joko, Hukum Lingkungan Masalah dan Penanggulangannya, Jakarta:
PT.Rineka Cipta, 2005
Subekti, Pokok-poko Hukum Perdata, Jakarta: PT. Intermasa, 2003
Suwardi, Widyastuti S.M., Dasar-Dasar Perlindungan Hutan, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2007
Skripsi
Maulana, Helmi, Peraturan Nomor 2 Tahun 2008 Dalam Perspektif Hukum
Kehutanan dan Konsepsi Perlindungan Alam Dalam Islam,(Skripsi S1
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2008
Syarafaddin, Ahmad Faqih, Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Pencemaran dan
Perusakan Lingkungan Hidup Menurut Hukum Islam dan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009,(Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011)
Jurnal dan Perundang-Undangan
Jurnal Pusat Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidup Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Islam dan Lingkungan Hidup, Vol. 3.
No. 1, (Jakarta: 2002)
Majelis Ulama Indonesia, Fatwa MUI Nomor: 30 Tahun 2016 tentang
Pembakaran Hutan dan Lahan serta pengendaliannya
56
Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2002 tentang Dana Reboisasi
Peratuan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan
Peraturan Pemerintan No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Hidup
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.7 Tahun 2014 tentang Kerugian
Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan
Hidup
Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 24/Pdt.G/2015/PN.Plg.
Setiawan, Safaat, “Dampak kerusakan hutan dalam perspektif Islam.” Islam dan
Lingkungan Hidup. Vol.3, No.1 November 2002
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kehutanan
Undang-undang No.5 tahun 1994 tentang Perindustrian
Undang-Undang Republik Indonesia No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 31 Tahun 2014 2014 tentang Tata Cara
Pemberian Dan Perluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu Dalam Hutan Alam, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu Restorasi Ekosistem Atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu Hutan Tanaman Industri Pada Hutan Produksi
Media Online
http://www.republika.co.id/berita/dunia-Islam/Islam-
nusantara/16/09/13/odfk3g384-mui-keluarkan-fatwa-pembakaran-hutan-
haram. Di unduh pada hari Selasa, 13 September 2016, 13:45 WIB
57
Artikel diakses pada tanggal 22 dari http://www.ainisastra.com/2010/12/dieter-
dengler-satu-satunya-tentara-amerika-yang-lolos-dari-kamp-penjara-
vietnam.html
http://kamusbahasaindonesia.org/pengelolaan/miripKamusBahasaIndonesia.org Mongabay.co.id, “Situs Berita an Informasi Lingkungan”, artikel diakses pada 23 Desember 2016
dari http://www.mongabay.co.id/lisensi-dan-perizinan/
Artikel ini diakses pada 22 Februari 2017 dari http://pengertian-
definisi.blogspot.co.id/2012/04/akibat-kerusakan-hutan.html
Mahkamah Agung Republik Indonesia, “Pengadilan Negeri Klas 1 Khusu Palembang Arrikel ini
diakses pada 29 Desember 2016 dari http://www.pn-palembang.go.id/
Hukumonline.com Artikel ini dikases tanggal 25 April 2017
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4be012381c490/sanksi-hukum-(pidana,-
perdata,-dan-administratif)
58