Dakwah Ekonomi Islam dalam tulisan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Seubauh motivasi menulis dalam rangka dakwah ekonomi Islam

Citation preview

Mahasiswa dan Dakwah Ekonomi Islam dalam Tulisan : Antara Sejarah dan Realita

Dakwah Ekonomi Islam merupakan perjuangan yang tidak kenal kata henti, beragam cara dakwah digunakan untuk membumikan ekonomi Islam di tengah-tengah masyarakat. Mahasiswa yang merupakan seorang insan akademis yang penuh dengan idealisme diharapkan dapat mendakwahkan ekonomi Islam ke seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Salah satu sarana dakwah yang dapat digunakan oleh mahasiswa untuk menggaungkan ekonomi Islam kepada khalayak ramai adalah melalui tulisan. Peradaban Islam dibangun dengan budaya ilmiah dan tulis menulis dari para ulama dan cendekiawannya, mereka menelurkan karya dan tulisan yang berkualitas tidak hanya satu atau dua tetapi hingga ratusan jilid kitab telah mereka telurkan. Tercatat nama-nama besar seperti Imam Syafii, Abu Hanifah, Ibnu Khaldun, Ibnu Sina dan Yusuf al-Qardhawi telah mendakwahkan Islam dalam berbagai bidang ilmu melalui tulisan-tulisan dan kitab-kitab mereka.Mendakwahkan Ekonomi Islam melalui tulisan oleh Mahasiswa saat ini bukanlah perkara mudah. Jangankan untuk menulis, minat Mahasiswa untuk membaca berbagai literatur saat ini bisa dibilang rendah. Rendahnya minat baca berkorelasi positif terhadap produktivitas dan kualitas menulis seorang mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki minat baca yang tinggi pastilah memiliki banyak gagasan dan ide yang meluap-luap dan dapat disalurkan ke dalam sebuah tulisan. Hal ini merupakan Sunatullah, karena otak yang terus dialiri oleh ilmu pengetahuan yang deras suatu saat tidak akan dapat lagi menampungnya dan akan hilang kecuali ilmu pengetahuan tersebut diabadikan dalam sebuah karya atau tulisan. Sebenarnya budaya menulis mahasiswa di kampus telah dirintis semenjak mahasiswa berada di tingkat satu. Dari kewajiban membuat makalah, laporan penelitian, paper maupun presentasi. Namun upaya ini agaknya kurang berhasil, karena budaya jiplak menjiplak yang terjadi saat ini sudah sangat kronis. Saat ini bisa dibilang jarang sekali mahasiswa yang menuangkan ide dan gagasan orisinilnya ke dalam makalah maupun tugas yang diamanahkan kepada mereka. Mereka cenderung memindahkan begitu saja referensi yang mereka dapatkan melalui buku maupun internet. Akan tetapi bukan berarti pemberian tugas untuk membuat makalah maupun karya tulis harus dihilangkan, yang harus diperhatikan adalah bagaimana caranya mendorong mahasiswa untuk menuangkan ide dan gagasan orisinilnya ke dalam makalah maupun karya tulis mereka. Adapun pemikiran doktor dan profesor yang kerap dikutip mentah-mentah harusnya dapat berperan sebagai pijakan mereka dalam berargumen atau sebagai penguat argumen mereka saja.Sebuah ironi ketika keterbukaan informasi dan berkembangnya teknologi informasi yang semakin memudahkan mahasiswa dalam mencari informasi dan pengetahuan bukannya dimanfaatkan untuk menggali ide dan gagasan malah membuat para mahasiswa menjadi plagiator ulung nan pragmatis. Nicholas Carr dalam bukunya The Shallows berujar Internet memberikan kemudahan dan kesenangan, tapi juga mengorbankan kemampuan kita berpikir secara mendalam. Hal ini dapat dimungkinkan karena internet memberikan penggunanya arus informasi yang deras dan ringkas yang harus diproses oleh otak secara cepat dalam sepersekian detik, hal ini menyebabkan kemampuan otak untuk berpikir dan menganalisa secara mendalam mulai terkikis. Kebiasaan mahasiswa saat ini yang terbiasa menerima informasi yang ringkas dan praktis memiliki efek buruk ketika mereka dihadapkan pada sebuah literatur yang membutuhkan analisis dan fokus yang mendalam, mereka akan cepat merasa jenuh dan bosan dan tidak memiliki energi untuk membaca serta memahami literatur tersebut. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan minat baca mahasiswa yang rendah dan tak ayal lagi membuat tradisi tulis menulis ilmiah di kalangan mahasiswa juga rendah.Peranan dari pengajar atau dosen untuk menumbuhkan budaya menulis mahasiswa juga sangat penting. Saat ini banyak dosen yang menilai kualitas suatu makalah adalah berdasarkan banyaknya referensi yang dipakai atau banyaknya kutipan ilmuwan yang digunakan. Akibatnya banyak mahasiswa yang menggunakan sebanyak mungkin referensi dari internet maupun buku tanpa memperhatikan kesesuaian antara topik yang dibahas dengan kutipan maupun referensi yang digunakan. Dosen harus secara aktif mendorong mahasiswa untuk membuat makalah menggunakan ide dan gagasan mereka yang orisinal, dosen juga tidak boleh ragu untuk memberikan teguran kepada para mahasiswa yang membuat makalah dengan cara menjiplak mentah-mentah dari sumber referensi. Dosen sebagai seorang akademisi juga harus aktif menulis baik di media massa maupun di jurnal ilmiah, hal ini dapat menjadi stimulus kepada para mahasiswa untuk juga dapat menelurkan tulisan-tulisan seperti yang dilakukan oleh dosennya. Jika kita kembali menengok kembali ke zaman keemasan Islam, bisa kita dapati sebenarnya tradisi menulis ini sudah dimulai sejak zaman Rasul. Rasulullah SAW. memerintahkan para tawanan perang jika ingin dibebaskan harus mengajari menulis dan membaca kepada para sahabat Nabi SAW. Sejak saat itu, geliat dunia baca-membaca dan tulis-menulis sudah mulai terasa. Artinya, baca-membaca dan tulis-menulis merupakan bagian integral dari perintah Allah dan Rasul-Nya. Dengan kata lain, barangsiapa rajin membaca dan menulis, maka dia akan memperoleh pahala dari Allah. Dan tinta para ulama akan ditimbang sama dengan darah para syuhada.Selanjutnya juga bisa kita dapati ilmuwan-ilmuwan Muslim yang brilian pada zaman keemasan Islam, mereka menelurkan berbagai karya dan tulisan dalam berbagai bidang ilmu. Sebut saja Ibnu Sina dalam bidang Kedokteran, Ibnu Qatir dalam bidang Astronomi, Al Khawarizmi dengan kitabnya Al-Jabr wa Muqabilahdalam bidang Matematika, dalam bidang Filsafat kita mengenal Ibnu Rusyd dan Imam Al-Ghazali, dan dalam bidang sejarah dan Ekonomi kita mengenal Ibnu Khaldun. Selain itu masih banyak ilmuwan-ilmuwan Muslim lainnya yang memanfaatkan waktunya dengan mencari ilmu dan menjaga keabadiannya melalui tulisan di berbagai kitab yang mereka telurkan. Sebenarnya apakah yang menyebabkan produktivitas mereka yang tinggi dalam menelurkan karya di berbagai bidang ilmu ? Jawabannya sederhana, mereka memahami Islam secara Kaffah. Allah SWT sendiri dalam al-Quran kerapkali bersumpah menggunakan waktu :Maka sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja, dan dengan malam dan apa yang diselubunginya(Q.S. Al-Insyiqaq : 16-17)

Demi Masa(Q.S. Al-Asr : 1);

Demi Fajar(Q.S. Al-Fajr : 1);

Demi Malam(Q.S.Al-Lail : 1)Sudah sepatutnya kemudian kita berpikir akan pentingnya waktu dalam kehidupan manusia. Waktu merupakan anugerah Allah SWT yang tidak ternilai harganya, bukan hanya dari segi duniawi saja tetapi waktu juga memiliki nilai ukhrawi. Di akhirat nanti, kita akan mempertanggungjawabkan tentang apa saja yang sudah dilakukan selama waktu hidup kita di dunia. Rasulullah SAW pun pernah bersabda, Tidaklah mata kaki seorang hamba di hari kiamat tergelincir sehingga akan ditanya umur yang dihabiskannya, ilmunya yang telah diamalkannya, hartanya dimana ia perolehnya dan kemana diinfakkannya, dan masa mudanya kemana ia pergunakannya.Al-Waqt ka al-saif. Fa in lam taqthahaa qathaka Waktu laksana pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya, ia akan menebasmu (Pepatah Arab). Mari kita cermati bagaimana konsep waktu ini dipahami oleh Ilmuwan Muslim dulu sehingga lukisan karya mereka bisa mewarnai peradaban dunia. Imam Bukhari yang saat ini kita kenal dengan kitabnya Shahih Bukhari Muslim, telah menghabiskan seluruh waktunya untuk menghafal sekitar 100 ribu hadits. Ibnu Masud, pernah mengatakan Aku belum pernah menyesali sesuatu seperti halnya aku menyesali tenggelamnya matahari, dimana usiaku berkurang namun amal perbuatanku juga tak kunjung bertambah. Filsuf besar, Ibnu Rusyd juga selama hidupnya menghabiskan waktu untuk terus belajar dan berkarya. Konon hanya dua malam yang tidak ia gunakan untuk belajar yaitu saat malam pernikahannya dan malam meninggal ayahnya. Muhammad bin Sulaiman al-Barami (879 H) pernah ditanya perihal berapa jumlah kitab yang berhasil ia tulis. Saya tidak mampu (menghitungnya), yang jelas banyak dan saya lupa, sekarang tidak ingat apa saja judulnya, kata dia. Semangat mencetuskan hasil karya sendiri, tampak pula dari sosok at-Thabari, pengarang tafsir terkemuka di abad pertengahan. Abdullah ibn Hamad al-Farghani, dalam bukunyaas-Shilat,mengatakan, setelah meninggal, sejumlah murid at-Thabari, mencoba mengumpulkan karya-karyanya dan membagi jumlah halaman berdasarkan hari semasa hayatnya. Dari upaya itu, muncul sebuah fakta mencengangkan. Ath-Thabari menulis tiap hari sedikitnya 14 halaman. Logikanya begini, jika ath-Thabari lahir 224 H dan meninggal 310 H, berarti sang Mufassir, hidup selama 86 tahun. Taruhlah, jika sebelum masa akil balignya tidak dihitung yaitu 14 tahun, maka sisa hidupnya di usia produktif adalah 72 tahun. Bila total hari selama 72 tahun dijumlahkan dengan 14 lembar itu, artinya ath-Thabari menulis sebanyak 358.000 lembar.Demikianlah contoh sekelumit tokoh-tokoh peradaban Islam dalam memahami waktu dan memanfaatkannya, sebagaimana diajarkan di dalam ajaran Islam.

Dari penjabaran diatas dapat kita temukan dua keadaan yang sangat kontras, realitas yang terjadi saat ini adalah masih rendahnya produktivitas cendekiawan Muslim baik mahasiswa maupun dosen dalam menghasilkan karya maupun tulisan dalam konteks dakwah Ekonomi Islam, di sisi lain kejayaan Islam di masa keemasannya tak lain karena ditopang oleh ghirah cinta ilmu para cendekiawannya yang mengabadikan ilmunya dalam berbagai karya dan tulisan.Mahasiswa sebagai seorang insan akademis yang memiliki idealisme yang kuat terhadap ekonomi Islam harus mengambil ibrah dari kejayaan Islam di masa lampau, umat Muslim tidak boleh terlalu lama bernostalgia terhadap kejayaan Islam di masa lampau. Mahasiswa dan cendekiawan Muslim memiliki peran vital dalam mendakwahkan ekonomi Islam, Mahasiswa dan cendekiawan Muslim harus bisa menghasilkan karya dan tulisan yang dapat membuktikan keunggulan dan maslahah yang hanya dimiliki oleh ekonomi Islam. Keunggulan Ekonomi Islam harus mereka buktikan melalui tulisan tidak hanya dalam dimensi spiritual semata tetapi juga dalam dimensi rasional yang sangat erat hubungannya dengan dunia akademis. Pada akhirnya ditangan para akademisi dan cendekiawan lah kita menanti bangkitnya kembali era keemasan Islam terutama dalam bidang ekonomi. Sebagai seorang mahasiswa seharusnya kita dapat melihat tantangan untuk mendakwahkan ekonomi Islam melalui tulisan sebagai arena jihad kita saat ini. Karena seperti yang sudah disebutkan diatas bahwa Tinta para ulama akan ditimbang sama dengan darah para syuhada. Hal ini mengisyaratkan bahwa upaya kita sekecil apapun dalam mendakwahkan panji-panji Allah dalam bidang ekonomi Islam walaupun hanya dalam bentuk tulisan akan dinilai sebagai pahala dari berjuang di jalan Allah. Wallahu alam bishawab.