15
231 Analisis Konsep Restorave Jusce melalui Sistem Diversi ... (Yursa Yunus) Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013 ANALISIS KONSEP RESTORATIVE JUSTICE MELALUI SISTEM DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA (The Analysis of Restorave Jusce Concept Through Diversion System on the Children Criminal Jusce System in Indonesia) Yursa Yunus Direktorat Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Jl. Taman Surapa No. 2 Jakarta Pusat Email: [email protected] Naskah diterima: 15 Juli 2013; revisi: 23 Juli 2013; disetujui: 1 Agustus 2013 Abstrak Perubahan fundamental sejak diberlakukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah digunakannya pendekatan restorave jusce melalui sistem diversi. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui konsep umum restorave jusce bagi anak dan menganalisis konsep restorave jusce melalui sistem diversi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012. Dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui metode penelian kepustakaan dan teknik pengolahan data melalui metode content analysis dapat disimpulkan bahwa konsep restorave jusce dipandang baik untuk diterapkan dalam sistem peradilan pidana anak. Salah satu variasi restorave jusce yakni sistem diversi. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 cukup mengakomodir konsep restorave jusce melalui sistem diversi dengan diaturnya mengenai (a) kewajiban untuk mendahulukan penyelesaian perkara pidana anak melalui proses diversi; (b) kewajiban seap aparat penegak hukum untuk mengupayakan diversi pada seap ngkatan pemeriksaan; dan (c) keberadaan pekerja sosial profesional, tenaga kesejahteraan sosial, serta pembimbing kemasyarakatan. Dari kesimpulan tersebut direkomendasikan perlunya disusun peraturan teknis mengenai pedoman pelaksanaan proses diversi; pembangunan infrastruktur; dan peningkatan kapasitas dan kualitas aparat penegak hukum agar diversi terlaksana sesuai restorave jusce. Kata kunci: restorave jusce, diversi, sistem peradilan pidana anak Abstract Indonesia began enacng Law Number 11 of 2012 on the Children Criminal Jusce. The fundamental changes is the ulized of restorave jusce through diversion system. This study aims to determine the concept of restorave jusce and analyze the concept of restorave jusce through diversion. The study ulized library research and content analysis methods. This study concludes that The Law Number 11 of 2012 sufficiently accommodates the concept of restorave jusce through diversion regarding the arrangement of (a) obligaon to priorize the compleon of the criminal case of children through diversion; (b) obligaon of law enforcement officers to seek diversion at every level of examinaon, and (c) existence of professional social workers, social welfare workers, and community mentors. This study recommends the making of regulaon as a technical guidelines; establishing infrastructure; and capacity building in order to accomplished the diversion in accordance with restorave jusce. Keywords: restorave jusce, diversion, children criminal jusce system Jurnal RechtsVinding BPHN

DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 6 Vol 2 No 2.pdf · dalam sistem peradilan pidana anak di indonesia (The Analysis of Restorative Justice Concept Through Diversion

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 6 Vol 2 No 2.pdf · dalam sistem peradilan pidana anak di indonesia (The Analysis of Restorative Justice Concept Through Diversion

231Analisis Konsep Restorative Justice melalui Sistem Diversi ... (Yutirsa Yunus)

Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

ANALISIS KONSEP RESTORATIVE JUSTICE MELALUI SISTEM DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA

(The Analysis of Restorative Justice Concept Through Diversion System on the Children Criminal Justice System in Indonesia)

Yutirsa Yunus Direktorat Hukum dan Hak Asasi Manusia

Kementerian Perencanaan Pembangunan NasionalJl. Taman Surapati No. 2 Jakarta Pusat

Email: [email protected]

Naskah diterima: 15 Juli 2013; revisi: 23 Juli 2013; disetujui: 1 Agustus 2013

AbstrakPerubahan fundamental sejak diberlakukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah digunakannya pendekatan restorative justice melalui sistem diversi. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui konsep umum restorative justice bagi anak dan menganalisis konsep restorative justice melalui sistem diversi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012. Dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui metode penelitian kepustakaan dan teknik pengolahan data melalui metode content analysis dapat disimpulkan bahwa konsep restorative justice dipandang baik untuk diterapkan dalam sistem peradilan pidana anak. Salah satu variasi restorative justice yakni sistem diversi. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 cukup mengakomodir konsep restorative justice melalui sistem diversi dengan diaturnya mengenai (a) kewajiban untuk mendahulukan penyelesaian perkara pidana anak melalui proses diversi; (b) kewajiban setiap aparat penegak hukum untuk mengupayakan diversi pada setiap tingkatan pemeriksaan; dan (c) keberadaan pekerja sosial profesional, tenaga kesejahteraan sosial, serta pembimbing kemasyarakatan. Dari kesimpulan tersebut direkomendasikan perlunya disusun peraturan teknis mengenai pedoman pelaksanaan proses diversi; pembangunan infrastruktur; dan peningkatan kapasitas dan kualitas aparat penegak hukum agar diversi terlaksana sesuai restorative justice.Kata kunci: restorative justice, diversi, sistem peradilan pidana anak

AbstractIndonesia began enacting Law Number 11 of 2012 on the Children Criminal Justice. The fundamental changes is the utilized of restorative justice through diversion system. This study aims to determine the concept of restorative justice and analyze the concept of restorative justice through diversion. The study utilized library research and content analysis methods. This study concludes that The Law Number 11 of 2012 sufficiently accommodates the concept of restorative justice through diversion regarding the arrangement of (a) obligation to prioritize the completion of the criminal case of children through diversion; (b) obligation of law enforcement officers to seek diversion at every level of examination, and (c) existence of professional social workers, social welfare workers, and community mentors. This study recommends the making of regulation as a technical guidelines; establishing infrastructure; and capacity building in order to accomplished the diversion in accordance with restorative justice.Keywords: restorative justice, diversion, children criminal justice system

Jurn

al Re

chtsV

inding

BPHN

Page 2: DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 6 Vol 2 No 2.pdf · dalam sistem peradilan pidana anak di indonesia (The Analysis of Restorative Justice Concept Through Diversion

232 Jurnal RechtsVinding, Vol. 2 No. 2, Agustus 2013, hlm. 231-245

Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

A. Pendahuluan

Indonesia menjamin hak asasi setiap warga negaranya dalam konstitusi, termasuk jaminan dan perlindungan atas hak anak sebagai bagian dari hak asasi manusia. Sebagai Negara Pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang mengatur prinsip perlindungan hukum terhadap anak, Indonesia juga berkewajiban untuk memberikan perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Salah satu bentuk perlindungan anak oleh negara diwujudkan melalui sistem peradilan pidana khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Sistem ini dibangun di atas landasan peraturan perundang-undangan yakni Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Sistem Peradilan Pidana Anak ditujukan untuk kesejahteraan anak. Hal ini ditegaskan dalam United Nations Standard Minimum Rules For the Administration of Juvenile Justice, bahwa tujuan peradilan anak adalah:

Sistem Peradilan pidana bagi anak / remaja akan mengutamakan kesejahteraan remaja dan akan memastikan bahwa reaksi apapun terhadap pelanggar-pelanggar hukum berusia remaja akan selalu sepadan dengan keadaan-keadaan baik pada pelanggar-pelanggar hukumnya maupun pelanggaran hukumnya.1

Namun, Sistem Peradilan Pidana Anak yang dilandasi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997

tentang Pengadilan Anak belum memberikan perlindungan optimal perlindungan bagi anak. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 menggunakan pendekatan yuridis formal dengan menonjolkan penghukuman (retributif).2

Paradigma penangkapan, penahanan, dan penghukuman penjara terhadap anak tersebut berpotensi membatasi kebebasan dan merampas kemerdekaan anak. Hal ini menjadi semakin ironis jika melihat jumlah narapidana anak yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dimana hingga Juni 2013 terdapat 2.214 orang narapidana anak.3

Gambar 1. Jumlah Narapidana Anak 2010-20134

Sumber: Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Sebagai upaya mengatasi kelemahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak tersebut, diberlakukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Perubahan fundamental dalam Undang-Undang Nomor

1 United Nations, ”United Nations Standard Minimum Rules For The Administration of Juvenile Justice”, United Nations, http://www.un.org/documents/ga/res/40/a40r033.htm (diakses 8 Juli 2013).

2 Yayasan Pemantau Hak Anak, ”Situasi Umum Anak yang Berhadapan dengan Hukum di Indonesia”, Yayasan Pemantau Hak Anak, http://www.ypha.or.id/web/wp-content/uploads/2011/04/situasi-umum-anak-yang-berhadapan-dengan-hukum-di-indonesia.pdf (diakses 8 Juli 2013).

3 Institute for Criminal Justice Reform, ”Panduan Praktis untuk Anak yang Berhadapan dengan Hukum”, Institute for Criminal Justice Reform, http://icjr.or.id/panduan-praktis-untuk-anak-yang-berhadapan-dengan-hukum/ (diakses 8 Juli 2013).

4 Data diperoleh dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.Jurn

al Re

chtsV

inding

BPHN

Page 3: DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 6 Vol 2 No 2.pdf · dalam sistem peradilan pidana anak di indonesia (The Analysis of Restorative Justice Concept Through Diversion

233Analisis Konsep Restorative Justice melalui Sistem Diversi ... (Yutirsa Yunus)

Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah digunakannya pendekatan restorative justice melalui sistem diversi. Dalam peraturan ini diatur mengenai kewajiban para penegak hukum dalam mengupayakan diversi (penyelesaian melalui jalur non formal) pada seluruh tahapan proses hukum. Hal ini berbeda dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang hanya memungkinkan diversi dilakukan oleh Penyidik berdasarkan kewenangan diskresioner yang dimilikinya dengan cara menyerahkan kembali anak tersebut kepada orang tua, wali, atau orang tua asuhnya.5

Sistem diversi merupakan jalur penyelesaian kasus pidana di luar proses hukum formal yang dilandaskan pada konsep restorative justice. Keduanya memiliki kesamaan karakteristik dalam hal penyelesaian masalah pidana melalui musyawarah dengan melibatkan korban, pelaku, aparat penegak hukum, dan masyarakat. Oleh karenanya, kajian ini dimaksudkan untuk menganalisis sejauhmana konsep restorative justice telah diakomodir dalam sistem diversi berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sehingga, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang akan diberlakukan secara efektif pada tahun 2014, dapat benar-benar memberikan jaminan perlindungan dan keadilan bagi anak sebagaimana konsep restorative justice.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah konsep restorative justice bagi anak yang berhadapan dengan hukum?

2. Bagaimanakah konsep restorative justice melalui sistem diversi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak?

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (literature research). Data yang diperoleh adalah data sekunder yang diolah dengan menggunakan teknik content analysis untuk menganalisis (1) konsep restorative justice bagi anak yang berhadapan dengan hukum; dan (2) konsep restorative justice melalui sistem diversi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Berdasarkan analisis dan sintesis yang dilakukan akan dibuat kesimpulan dan saran.

D. Pembahasan

1. Konsep Restorative Justice Dalam Peradilan Pidana Anak

Konsep dan teori pemidanaan terus mengalami perkembangan mulai dari teori keadilan tradisional seperti retributive justice hingga teori keadilan moderen seperti restorative justice. Tidak mudah untuk memberikan definisi restorative justice, sebab banyak variasi model dan bentuk yang berkembang dalam penerapannya. Oleh karena itu, banyak terminologi yang digunakan untuk menggambarkan konsep restorative justice, seperti communitarian justice (keadilan komunitarian), positive justice (keadilan positif), relational justice (keadilan relasional), reparative

5 Lihat pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.Jurn

al Re

chtsV

inding

BPHN

Page 4: DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 6 Vol 2 No 2.pdf · dalam sistem peradilan pidana anak di indonesia (The Analysis of Restorative Justice Concept Through Diversion

234 Jurnal RechtsVinding, Vol. 2 No. 2, Agustus 2013, hlm. 231-245

Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

justice (keadilan reparatif), dan community justice (keadilan masyarakat).6

Menurut Muladi, restorative Justice atau keadilan restoratif adalah sebuah teori yang menekankan pada memulihkan kerugian yang disebabkan atau ditimbulkan oleh perbuatan pidana. Memulihkan kerugian ini akan tercapai dengan adanya proses-proses kooperatif yang mencakup semua pihak yang berkepentingan.7 Definisi restorative justice menurut Muladi tersebut pada dasarnya memiliki kesamaan dengan definisi yang dirumuskan oleh Prison Fellowship International berikut ini:8

Restorative justice is a theory of justice that emphasizes repairing the harm caused by criminal behaviour. It is best accomplished when the parties themselves meet cooperatively to decide how to do this. This can lead to transformation of people, relationships and communities.

Berdasarkan pengertian restorative justice di atas, dapat diketahui bahwa, restorative justice merupakan teori keadilan yang menekankan pada pemulihan kerugian yang disebabkan oleh perbuatan pidana. Penyelesaiannya dianggap paling baik dengan mempertemukan para pihak secara kooperatif untuk memutuskan bagaimana menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini diharapkan dapat menuntun transformasi masyarakat, hubungan, dan komunitas.

Sebagian pakar hukum pidana, psikolog, dan pakar perilaku anak memandang bahwa teori restorative justice tepat dan baik untuk diterapkan dalam sistem peradilan pidana anak.9 Keterlibatan para pihak merupakan prasyarat utama dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana anak berbasis restorative justice. Adapun pembagian peran para pihak dalam peradilan pidana anak berbasis restorative justice adalah sebagai berikut:

6 Eva Achjani Zulfa, ”Mendefinisikan Keadilan Restoratif”, Eva Achjani Zulfa, http://evacentre.blog spot.com/2009/11/definisi-keadilan-restoratif.html (diakses 29 April 2011).

7 Muladi, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro, 1995), hlm. 125.8 Prison Fellowship International, ”What Is Restorative Justice?”, Prison Fellowship International, http://www.

pfi.org/cjr/restorative-justice/introduction-to-restorative-justice-practice-and-outcomes/ briefings/what -is-restorative-justice.pdf (diakses 29 April 2011).

9 Ansori, ”Sistem Peradilan Anak dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak”, Ansori, http://peradilananak.blogspot.com/2013/05/artikel-peradilan-anak. html (diakses 8 Juli 2013).

10 Bazemore and Washington, ”Charting The Future For The Juvenile Justice System: Reinventing Mission and Management, The Journal Of State Government (1995): 51-66.

Tabel 1. Peran Para Pihak dalam Model Restorative Justice bagi Anak10

Sanctioning through Accountability

Rehabilitation through Competency Development

Enhancing Public Safety

Offender

Actively work to restore loss to victims and community and must face victims or surrogate victims

Actively involved as resource in service roles which improve quality of life in community and provide new experiences, skills and self-esteem as productive resource for positive action.

Become involved in constructive competency building and restorative activities in a balanced program; develop internal controls and new peer and organizational commitments.

Victim

Active involvement in all stages of the process; document psychological and financial impact of crime; participate in mediation on a voluntary basis; help determine sanctions for offender.

Provide input into the rehabilitative process; suggest community service options for offender; participate in victim panels or victim awareness training for staff and offenders..

Provide input regarding continuing safety concerns, fear, and needed controls on offenders; encourages protective support for other victims

Jurn

al Re

chtsV

inding

BPHN

Page 5: DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 6 Vol 2 No 2.pdf · dalam sistem peradilan pidana anak di indonesia (The Analysis of Restorative Justice Concept Through Diversion

235Analisis Konsep Restorative Justice melalui Sistem Diversi ... (Yutirsa Yunus)

Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

Community

Involved as mediators; develop community service and paid work opportunities for offenders with reparative obligations; assistance to victims and support offenders in completing obligations.

Develop new opportunities for youth to make productive

contributions, build competency and a sense of belonging.

Provide ”guardianship” of offenders, mentoring, and input to juvenile justice systems regarding safety concerns; address

underlying community problems which contribute to delinquency

Juvenile

Justice

Professional

Facilitate mediation; ensure that restoration occurs (by providing ways for offenders to earn funds for restitution); develop creative /restorative community service options; engage community members in the process; educate community on its role.

Develop new roles for young offenders which allow them to practice and demonstrate competency; assess and build on youth and community strengths; develop community partnerships.

Develop range of incentives and consequences to ensure offender compliance with supervision objectives; assist school and family in their efforts to control and maintain offenders in the community; develop prevention capacity of local organizations.

Sumber: Bazemore dan Washington.

e. Keterlibatan masyarakat meningkatkan ke-sadaran akan bahaya kenakalan yang ber-akibat pada masyarakat serta pemahaman tentang masalah-masalah mendasar yang dapat diatasi melalui pencegahan;

f. Keterlibatan masyarakat menciptakan hu-bungan dalam komunitas yang dapat mena-warkan dukungan kepada remaja dapat berlanjut setelah mereka meninggalkan sistem;

g. Dukungan masyarakat sangat penting untuk kesuksesan reintegrasi anak yang melang-gar;

h. Sanksi masyarakat untuk perilaku berbahaya umumnya lebih efektif untuk mencegah daripada sanksi hukum.Paradigma restorative justice yang lebih

me ngedepankan pemulihan ke keadaan se-mu la atau kondisi normal. Hal ini berbeda dengan paradigma retributive justice yang menyelesaikan konflik dengan cara menghukum pelaku sebagai bentuk pembalasan. Sehingga, melalui konsep restorative justice, anak dapat

11 Community Justice Institute and Center For Restorative Justice and Mediation, Balanced and Restorative Justice for Juveniles, (Minnesota: 1997), hlm. 38.

Berdasarkan pembagian peran di atas, terdapat peran masyarakat (community) yang merupakan hal baru dalam sebuah sistem peradilan pidana. Dalam hal ini, keterlibatan masyarakat memberikan banyak manfaat yakni:11

a. Ketakutan di masyarakat seringkali dida-sarkan pada persepsi daripada risiko yang sebenarnya. Keterlibatan masyarakat yang lebih besar akan menghilangkan mitos dan mengurangi rasa takut yang tidak beralasan dari remaja yang mengisolasi pemuda dari orang dewasa pada umumnya;

b. Dalam banyak kasus, masyarakat lebih mampu untuk memantau pelanggar dari-pada profesional peradilan anak;

c. Peningkatan keterlibatan masyarakat akan menghasilkan pemahaman masyarakat yang lebih besar dan dukungan komunitas yang kuat untuk sistem;

d. Keterlibatan masyarakat dalam menjamin pertanggungjawaban atas perilaku nakal membantu menegaskan norma masyarakat untuk perilaku yang dapat diterima;

Jurn

al Re

chtsV

inding

BPHN

Page 6: DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 6 Vol 2 No 2.pdf · dalam sistem peradilan pidana anak di indonesia (The Analysis of Restorative Justice Concept Through Diversion

236 Jurnal RechtsVinding, Vol. 2 No. 2, Agustus 2013, hlm. 231-245

Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

dihindarkan dari pemidanaan dan diganti dengan pembimbingan.

2. Implementasi Restorative Justice Melalui Sistem Diversi

Konsep restorative justice telah diterjemahkan dalam berbagai variasi rumusan maupun berbagai variasi nilai filosofis, syarat, strategi, mekanisme, program, jenis tindak pidana dan terhadap siapa saja yang dapat terlibat di dalamnya.12 Salah satu variasi mekanisme restorative justice adalah sistem diversi. Menurut Jack E. Bynum, yang dimaksud dengan sistem diversi adalah: 13

Diversion is an attempt to divert, or channel out, youthful offenders from the juvenile justice system.

Pengertian di atas menjelaskan bahwa diversi merupakan upaya untuk mengalihkan atau mengeluarkan anak pelaku tindak pidana dari sistem peradilan pidana. Secara filosofis, konsep diversi dilandasi pemikiran bahwa pengadilan akan memberikan stigmatisasi terhadap anak atas tindakan yang dilakukannya seperti anak dianggap jahat, sehingga lebih baik untuk menghindarkannya ke luar sistem peradilan pidana.14

Diversi dilakukan karena dipandang sesuai dengan filosofi sistem peradilan pidana anak untuk melindungi dan merehabilitasi anak pelaku tindak pidana.15 Di samping itu, diversi juga dilakukan sebagai upaya pencegahan seorang pelaku anak menjadi pelaku kriminal

dewasa. Usaha pencegahan anak inilah yang membawa aparat penegak hukum untuk mengambil wewenang diskresi atau di Amerika serikat sering disebut juga dengan istilah deinstitusionalisasi dari sistem peradilan pidana formal.16

Menurut United Nations Standard Minimum Rules For the Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules), diversi memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:17

a. Diversi dilakukan setelah melihat pertimbangan yang layak, yaitu penegak hukum (polisi, jaksa, hakim dan lembaga lainnya) diberi kewenangan untuk menangani pelanggar-pelanggar hukum berusia muda tanpa menggunakan pengadilan formal;

b. Kewenangan untuk menentukan diversi diberikan kepada aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim serta lembaga lain yang menangani kasus anak-anak ini, menurut kebijakan mereka, sesuai dengan kriteria yang ditentukan untuk tujuan itu di dalam sistem hukum masing-masing dan juga sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam The Beijing Rules;

c. Pelaksanaan diversi harus dengan persetujuan anak, atau orang tua atau walinya, namun demikian keputusan untuk pelaksanaan diversi setelah ada kajian oleh pejabat yang berwenang atas permohonan diversi tersebut;

d. Pelaksanaan diversi memerlukan kerja sama dan peran masyarakat, sehubungan dengan

12 Ibid.13 Jack E. Bynum and William E. Thompson, Juvenile Delinquency a Sociological Approach, (Boston: Allyn and Bacon,

2002), hlm. 430.14 Randall G. Shelden, Detention Diversion Advocacy: An Evaluation, (Washington DC: U.S. Department of Justice,

1997), hlm. 1.15 Jack E. Bynum, Op.Cit.16 Marlina, ”Penerapan Konsep Diversi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana dalam Sistem Peradilan Pidana Anak”,

Jurnal Equality Vol. 13 No. 1 (2008): 97.17 Lihat Rule 11, United Nations Standard Minimum Rules For the Administration of Juvenile Justice.Ju

rnal

Rech

tsVind

ing BP

HN

Page 7: DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 6 Vol 2 No 2.pdf · dalam sistem peradilan pidana anak di indonesia (The Analysis of Restorative Justice Concept Through Diversion

237Analisis Konsep Restorative Justice melalui Sistem Diversi ... (Yutirsa Yunus)

Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

adanya program diversi seperti: pengawasan, bimbingan sementara, pemulihan dan ganti rugi kepada korban.Prinsip diversi dalam The Beijing Rules

pada dasarnya sesuai dengan karakteristik restorative justice yang menggunakan pendekatan penyelesaian masalah dengan cara mempertemukan para pihak (pelaku anak, korban, dan aparat penegak hukum) dan masyarakat. Hubungan antara konsep restorative justice dan sistem diversi ini juga tergambar dalam tujuan pelaksanaan program diversi yaitu:18

Menuju proses restorative justice atau perundingan (balanced or restorative justice orientation), yaitu melindungi masyarakat, memberi kesempatan pelaku bertanggung jawab langsung pada korban dan masyarakat dan membuat kesepakatan bersama antara korban pelaku dan masyarakat. Pelaksanaannya semua pihak yang terkait dipertemukan untuk bersama-sama mencapai kesepakatan tindakan pada pelaku.

Kesesuaian konsep diversi dengan paradigma restorative justice dapat diketahui berdasarkan kesamaan program diversi dengan bentuk sanksi dalam paradigma restorative justice, yaitu: restitusi, mediasi pelaku dan korban, pelayanan korban, restorasi masyarakat, pelayanan langsung pada korban, dan denda restoratif.19

3. Praktek Negara Lain

Praktek di berbagai negara menunjukkan bahwa penerapan konsep restorative justice

hanya terbatas pada tindak pidana tertentu saja. Adapun konsep ini paling banyak diterapkan pada kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak dan remaja seperti di New Zealand, Inggris, Wales, Filipina, dan Kanada.20 Salah satu contoh negara yang menerapkan konsep restorative justice melalui sistemdiversi bagi anak adalah New Zealand. Implementasi konsep restorative justice melalui sistem diversi di New Zealand dapat menjadi gambaran keberhasilan penerapan fungsi aparat penegak hukum dalam menangani masalah anak yang terlibat kasus pidana.

Diversi merupakan komponen perbaikan struktur Sistem Peradilan Pidana Anak yang tercapai maksimal di New Zealand pada pertengahan tahun 1970. Di New Zealand, sejarah diversi dimulai dengan kesuksesan family group conferencing yaitu, perundingan antara pihak korban dan pelaku dalam penyelesaian tindak pidana di masyarakat.21 Proses family group conferencing memperlihatkan hasil yang baik, sehingga masyarakat semakin memberikan dukungan terhadap konsep diversi.22 Berdasarkan keberhasilan tersebut, dilakukan reformasi terhadap Hukum Peradilan Anak pada tahun 1989.

Berdasarkan ketentuan s208 (a) Undang-Undang tentang Anak, Remaja, dan Keluarganya Tahun 1989, diperintahkan untuk tidak melaksanakan proses pidana jika ada cara alternatif dalam menangani masalah terkait Anak yang Bermasalah dengan Hukum, kecuali

18 Peter C. Kratcoski, Correctional Counseling and Treatment, (USA: Waveland Press Inc., 2004), hlm. 160.19 Ferawati, ”Kebijakan Formulasi Terhadap Konsep Diversi dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak

di Indonesia”, Universitas Andalas, http://pasca.unand.ac.id/id/wp-content/uploads/2011/09/ kebijakan-formulasi-terhadap-konsep-diversi.pdf (diakses 8 Juli 2013).

20 Eva Achjani Zulfa, Op.Cit.21 Morris and Gabrielle Maxwell, Restorative for Juveniles, Conferencing, Mediation and Circles, (New Zealand: Allison

Institute of Criminology, 2001), hlm. 114.22 Marlina, Op.cit: 99.Ju

rnal

Rech

tsVind

ing BP

HN

Page 8: DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 6 Vol 2 No 2.pdf · dalam sistem peradilan pidana anak di indonesia (The Analysis of Restorative Justice Concept Through Diversion

238 Jurnal RechtsVinding, Vol. 2 No. 2, Agustus 2013, hlm. 231-245

Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

23 The Youth Court of New Zealand, Op.Cit.

Gambar 2. Sistem Peradilan Pidana Anak Berbasis Restorative Justice di New Zealand23

Sumber: The Youth Court of New Zealand.

POLICE DETECT ALL EGED OFFENDING NBY YOUNG PERSON

FLOWCHART OF YOUTH COURT/YOUTH JUSTICE SYSTEM

No further action or a formal warningENDS

arrestReferral to Police Youth Aid for further action

Police diversion or alternative action

successfull

Intention to charge FGC (non-arrest, or where

arrested and released)

No charge and released.

May END here or be referred to Youth Aid

Charge (Police Youth Aid Advised

No Charge: agreement to complete FGC Plan. Successful?

Charge

“Not denied” “Denied”. May elect jury trial if maximun penalty over 3 month jail. If so, see

purely indictable flowchart.

No agreementAs result of FGC, Police

withdraw charge, ENDS

Admitted and plan

formulated at FGC

Denied at FGC

Defended hearing

Not proved ENDS

FGC to consider disposition of

charge

Admission accepted (proved).

Plan approved. Adjourned for completion.

Admission accepted. Plan not approved. (referred back to

FGC to reconsider or modifed by agreement

or Court direction)

Youth Court monitors performance of plan

YOUTH COURT DISPOSITION/SENTENCING

Reports required before some orders

$282 discharge ENDS

$283 orders made

$283 orders fulfiled ENDS

$283 orders not fulfiled

REVIEW/ENFORCEMENT PROSEDURE

Y

Y N

N

Proved

Youth Court must direct FGC. FGC convened and held ini $249 time frames

YOUTH COURT FOR APPROVAL OF FGC PLAN RECOMMENDATIONS

Admission accepted. Plan not approved. FGC recomments

YC orders; recommendation

accepted.

Also see nowchart of purely indictable prosedure

YOUTH COURT

Jurn

al Re

chtsV

inding

BPHN

Page 9: DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 6 Vol 2 No 2.pdf · dalam sistem peradilan pidana anak di indonesia (The Analysis of Restorative Justice Concept Through Diversion

239Analisis Konsep Restorative Justice melalui Sistem Diversi ... (Yutirsa Yunus)

Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

ditentukan. Polisi harus mempertimbangkan program diversi bagi anak jika pemberian peringatan dipandang tidak cukup.24 Ketentuan dalam Children, Young Persons and Their Families Act 1989 (CYPFA) memberi kewenangan kepada Polisi untuk mengambil tindakan alternatif melalui prinsip yang menyatakan:25

...Kecuali kepentingan umum mengharuskan sebaliknya, proses pidana tidak boleh dilembagakan terhadap anak atau remaja jika ada cara alternatif dalam menangani masalah ini.

Diversi sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana anak biasanya berbasis lokal, sering melibatkan anggota masyarakat, dan dia-wasi oleh Polisi divisi Bantuan Remaja.26 Sistem di Selandia Baru memandang bahwa anak be-rada dalam proses pematangan dan kenakalan-nya tidak menjadikan mereka sebagai orang ”jahat”. Empat pilar yakni rumah, sekolah, te-man dan masyarakat masih dalam proses mem-bentuk karakter mereka dan ruang ini dapat menjadi tempat penebusan. Jika diberi label sebagai ”penjahat” dan ditempatkan di penjara ada kemungkinan akan pengaruh negatif terha-dap karakter anak. Setelah anak berada dalam sistem peradilan pidana, akan sangat sulit untuk mengeluarkannya dari sistem tersebut.27

4. Restorative Justice dan Diversi Dalam Undang-Undang No. 11/2012

Indonesia telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak yang menggunakan pendekatan restorative justice. Peraturan ini merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang dianggap belum secara komprehensif mem-berikan perlindungan kepada anak yang ber-hadapan dengan hukum sebab:28

a. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 menganut pendekatan yuridis formal dengan menonjolkan penghukuman (retributive) dan belum sepenuhnya menganut pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) dan diversi;

b. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 secara substantif bertentangan dengan spirit perlindungan terhadap anak sebagaimana diatur dalam KHA. Ketentuan yang ber-tentangan antara lain: (i) Usia minimum pertanggung jawaban pidana terlalu rendah; (ii) penggunaan terminologi hukum (legal term) anak nakal;

c. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tidak mengatur mekanisme pembinaan anak, yang ada adalah sistem penghukuman anak.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang memuat beberapa perubahan penting dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Perubahan tersebut, di antaranya adalah penegasan tentang peng-gunaan sistem diversi dalam penyelesaian perkara anak melalui pendekatan restorative

24 The Youth Court of New Zealand, Youth Offending: Factors that Contribute and How the System Responds, The Youth Court of New Zealand, http://www.justice.govt.nz/courts/youth/publications-and-media/speeches/youth-offending-factors-that-contribute-and-how-the-system-responds (diakses 8 Juli 2013).

25 Lihat s208(a), Children Young Persons and Their Families Act 1989.26 Ibid.27 Ibid.28 Yayasan Pemantau Hak Anak, Situasi Umum Anak yang Berhadapan dengan Hukum di Indonesia, Yayasan

Pemantau Hak Anak, http://www.ypha.or.id/web/wp-content/uploads/2011/04/situasi-umum-anak-yang-berhadapan-dengan-hukum-di-indonesia.pdf (diakses 8 Juli 2013).Ju

rnal

Rech

tsVind

ing BP

HN

Page 10: DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 6 Vol 2 No 2.pdf · dalam sistem peradilan pidana anak di indonesia (The Analysis of Restorative Justice Concept Through Diversion

240 Jurnal RechtsVinding, Vol. 2 No. 2, Agustus 2013, hlm. 231-245

Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

justice, menegaskan asas-asas penyelesaian perkara pidana anak, merinci hak-hak anak pelaku, dan mengupayakan secara efektif dalam memberi bimbingan dan binaan bagi anak setelah diputus bersalah oleh Pengadilan.29

Berdasarkan perubahan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, substansi yang paling mendasar adalah pengaturan secara tegas mengenai keadilan restoratif dan diversi yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. Proses ini harus bertujuan pada terciptanya keadilan restoratif, baik bagi anak maupun bagi korban.30

Penggunaan pendekatan restorative justice dalam sistem peradilan pidana anak ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak bahwa, sistem peradilan pidana anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif. Adapun pengertian restorative justice atau keadilan restoratif dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah sebagai berikut:31

Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Pendekatan restorative justice ini kemudian diimplementasikan melalui sistem diversi

sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, bahwa:

Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.

Keadilan restoratif merupakan suatu proses diversi, yaitu semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama mengatasi masalah serta menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, anak, dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menenteramkan hati yang tidak berdasarkan pembalasan.32

Pendekatan restorative justice merupakan konsep yang melandasi sistem peradilan pidana anak. Hal ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai berikut:(1) Sistem Peradilan Pidana Anak wajib meng-

utamakan pendekatan Keadilan Restoratif. (2) Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Penyidikan dan penuntutan pidana

Anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-un-dangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;

b. Persidangan Anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum; dan

c. Pembinaan, pembimbingan, penga was-an, dan/atau pendampingan selama pro-

29 Institute for Criminal Justice Reform, Op.Cit.30 Lihat Penjelasan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.31 Lihat Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.32 Lihat Penjelasan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.Ju

rnal

Rech

tsVind

ing BP

HN

Page 11: DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 6 Vol 2 No 2.pdf · dalam sistem peradilan pidana anak di indonesia (The Analysis of Restorative Justice Concept Through Diversion

241Analisis Konsep Restorative Justice melalui Sistem Diversi ... (Yutirsa Yunus)

Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

ses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.

(3) Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b wajib diupayakan Diversi. Ketentuan di atas mengatur bahwa konsep

restorative justice sebagai landasan sistem peradilan pidana anak diimplementasikan melalui sistem diversi. Sistem diversi yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.33 Adapun pelaksanaan sistem diversi ini bertujuan untuk: 34

a. Mencapai perdamaian antara korban dan anak;

b. Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan;

c. Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan;

d. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan

e. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.Adapun ketentuan Pasal 5 ayat (3) Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur bahwa sistem diversi wajib untuk diupayakan pada tahap penyidikan, penuntutan, dan persidangan. Kewajiban ini semakin ditegaskan melalui berbagai ketentuan yang mewajibkan para aparat penegak hukum meliputi Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim untuk mengupayakan diversi, sebagai berikut:

Tabel 2Kewajiban Upaya Diversi bagi Aparat Penegak Hukum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

KetentuanUU No. 11/2012 Perihal Kewajiban Pengupayaan Diversi

Pasal 7Pada semua tingkatan pemeriksaan, mulai dari penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara anak dipengadilan wajib mengupayakan diversi

Pasal 28Penyidik wajib mengupayakan diversi dalam waktu 7 hari setelah ditemukan anak

Pasal 37 Penuntut umum wajib mengupayakan diversi

Pasal 49 Hakim wajib mengupayakan diversiSumber: Diolah berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Lebih lanjut, sistem diversi diatur secara komprehensif dalam Bab II Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang secara garis besar menggambarkan proses diversi sebagai berikut:

Gambar 3. Proses Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Sumber: Diolah berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

33 Lihat pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak34 Lihat pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana AnakJu

rnal

Rech

tsVind

ing BP

HN

Page 12: DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 6 Vol 2 No 2.pdf · dalam sistem peradilan pidana anak di indonesia (The Analysis of Restorative Justice Concept Through Diversion

242 Jurnal RechtsVinding, Vol. 2 No. 2, Agustus 2013, hlm. 231-245

Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

Proses diversi dilakukan melalui musyawarah yang melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional. Dalam hal diperlukan, musyawarah juga dapat melibatkan tenaga kesejahteraan sosial, dan/atau masyarakat. Sehingga, para pihak yang terlibat dalam proses diversi menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dapat dipetakan sebagai berikut:

Gambar 4. Para Pihak dalam Proses Diversi Menurut Undang-Undang Berdasarkan Nomor 11 Tahun 2012

Sumber: Diolah berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Para pihak yang terlibat dalam proses diversi berbeda dengan sistem peradilan pidana formal konvensional. Dalam sistem diversi menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial dilibatkan sebagai pihak dan bagian dalam

sistem peradilan pidana anak dengan tugas sebagai berikut:35

a. Membimbing, membantu, melindungi, dan mendampingi Anak dengan melakukan konsultasi sosial dan mengembalikan kepercayaan diri Anak;

b. Memberikan pendampingan dan advokasi sosial;

c. Menjadi sahabat anak dengan mendengarkan pendapat Anak dan menciptakan suasana kondusif;

d. Membantu proses pemulihan dan perubahan perilaku anak;

e. Membuat dan menyampaikan laporan kepada Pembimbing Kemasyarakatan mengenai hasil bimbingan, bantuan, dan pembinaan terhadap anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau tindakan;

f. Memberikan pertimbangan kepada aparat penegak hukum untuk penanganan rehabilitasi sosial anak;

g. Mendampingi penyerahan anak kepada orang tua, lembaga pemerintah, atau lembaga masyarakat; dan

h. Melakukan pendekatan kepada masyarakat agar bersedia menerima kembali anak di lingkungan sosialnya.Keberadaan dan tugas pekerja sosial

profesional, tenaga kesejahteraan sosial, serta pembimbing kemasyarakatan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan bentuk implementasi konsep restorative justice yang menempatkan masyarakat (community) sebagai pihak dalam sistem peradilan pidana anak.

Berdasarkan analisis di atas, dapat diketahui bahwa ketentuan Undang-Undang Nomor 11

35 Lihat Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Jurn

al Re

chtsV

inding

BPHN

Page 13: DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 6 Vol 2 No 2.pdf · dalam sistem peradilan pidana anak di indonesia (The Analysis of Restorative Justice Concept Through Diversion

243Analisis Konsep Restorative Justice melalui Sistem Diversi ... (Yutirsa Yunus)

Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak cukup mengakomodasi konsep restorative justice melalui sistem diversi dengan diaturnya hal-hal mengenai:a. Penyelesaian perkara pidana anak wajib

mendahulukan dan mengupayakan jalur non-hukum formal yakni proses diversi yang dilaksanakan secara musyawarah dengan melibatkan berbagai pihak;

b. Kewajiban setiap aparat penegak hukum (polisi, penuntut umum, dan hakim) untuk mengupayakan diversi pada setiap tingkatan pemeriksaan (penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan);

c. Keberadaan dan tugas pekerja sosial profesional, tenaga kesejahteraan sosial, serta pembimbing kemasyarakatan sebagai pihak dalam sistem peradilan pidana anak. Namun, penerapan konsep restorative justice

melalui sistem diversi tidak hanya berhenti pada tahap legislasi. Melainkan, diperlukan langkah lebih lanjut dalam melaksanakan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak melalui pembentukan regulasi yang mengatur secara teknis mengenai pelaksanaan proses diversi sebagaimana diatur berikut ini:36

Ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan proses Diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan Diversi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Di samping aspek pembentukan peraturan perundang-undangan, dibutuhkan pula pembangunan infrastruktur dan peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dalam pelaksanaan proses diversi. Sehingga, implementasi konsep restorative justice melalui sistem diversi dapat terlaksana dengan

optimal. Dengan demikian, Indonesia sebagai negara hukum berkeadilan, dapat memberikan perlindungan dan keadilan secara utuh bagi anak dari sistem hukum pidana konvensional.

E. Penutup

1. Kesimpulan

Konsep restorative justice bagi anak yang berhadapan dengan hukum dipandang baik untuk diterapkan dalam sistem peradilan pidana anak. Restorative justice bertujuan untuk menghindarkan anak dari pemidanaan dan diganti dengan pembimbingan. Salah satu variasi mekanisme restorative justice adalah sistem diversi, yakni upaya untuk mengalihkan atau mengeluarkan anak pelaku tindak pidana dari sistem peradilan pidana. Dimana keterlibatan para pihak (pelaku, korban, aparat penegak hukum, dan masyarakat) merupakan prasyarat utama dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana anak berbasis restorative justice.

Adapun Indonesia baru mulai menerapkan konsep restorative justice melalui sistem diversi seiring dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Ketentuan ini cukup mengakomodir konsep restorative justice melalui sistem diversi dengan diaturnya hal-hal mengenai (a) kewajiban untuk mendahulukan penyelesaian perkara pidana anak melalui proses diversi; (b) kewajiban setiap aparat penegak hukum untuk mengupayakan diversi pada setiap tingkatan pemeriksaan; dan (c) keberadaan dan tugas pekerja sosial profesional, tenaga kesejahteraan sosial, serta pembimbing kemasyarakatan. Melalui peraturan yang cukup revolusioner ini, diharapkan Indonesia dapat

36 Lihat Pasal 15 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.Jurn

al Re

chtsV

inding

BPHN

Page 14: DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 6 Vol 2 No 2.pdf · dalam sistem peradilan pidana anak di indonesia (The Analysis of Restorative Justice Concept Through Diversion

244 Jurnal RechtsVinding, Vol. 2 No. 2, Agustus 2013, hlm. 231-245

Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

memberikan perlindungan dan keadilan yang utuh bagi anak.

2. Rekomendasi

Guna mengimplementasikan konsep restor-ative justice melalui sistem diversi, maka diper-lukan langkah lebih lanjut untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, antara lain:a. Aspek peraturan perundang-undangan,

Pemerintah perlu menyusun peraturan teknis lebih lanjut mengenai pedoman pelaksanaan proses diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan diversi;

b. Aspek infrastruktur, perlu dibangun Lembaga Pembinaan Khusus Anak, Lembaga Penempatan Anak Sementara, Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, dan Balai Pemasyarakatan dalam rangka memfasilitasi pelaksanaan proses diversi;

c. Peningkatan kapasitas dan kualitas aparat penegak hukum melalui pendidikan dan pelatihan yang memadai, agar proses diversi terlaksana sesuai dengan pendekatan konsep restorative justice yang diidealkan;

d. Peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pemahaman hak-hak anak dan proses diversi. Sehingga dapat tercipta kesamaan pandangan dan partisipasi masyarakat dalam perlindungan hak anak melalui proses diversi.

DAFTAR PUSTAKA

BukuBynum, Jack E, and William E. Thompson, Juvenile

Delinquency a Sociological Approach, (Boston: Allyn and Bacon, 2002).

Community Justice Institute and Center for Restorative Justice and Mediation, Balanced and

Restorative Justice for Juveniles, (Minnesota: University of Minnesota Press, 1997).

Morris and Gabrielle Maxwell, Restorative For Juveniles, Conferencing, Mediation And Circles, (New Zealand: Allison Institute of Criminology, 2001).

Muladi, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro, 1995).

Kratcoski, Peter C, Correctional Counseling and Treatment, (USA: Waveland Press Inc., 2004).

Shelden, Randall G, Detention Diversion Advocacy: An Evaluation, (Washington DC: U.S. Department of Justice, 1997).

Makalah / Artikel / Prosiding / Hasil PenelitianBazemore and Washington, ”Charting the Future for

the Juvenile Justice System: Reinventing Mission and Management”, Spectrum The Journal of State Government (1995).

Marlina, ”Penerapan Konsep Diversi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana dalam Sistem Peradilan Pidana Anak”, Jurnal Equality Volume 13 Nomor 1 (2008).

InternetAnsori, ”Sistem Peradilan Anak dalam Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak”, Ansori, http://peradilananak.blogspot.com/2013/05 /artikel-peradilan-anak.html (diakses 8 Juli 2013).

Eva Achjani Zulfa, Mendefinisikan Keadilan Restoratif, http://evacentre.blog spot.com/2009/11/definisi-keadilan-restoratif.html, Eva Achjani Zulfa, (diakses 29 April 2011).

Ferawati, Kebijakan Formulasi Terhadap Konsep Diversi dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Universitas Andalas, http://pasca.unand.ac.id/id/wp-content/uploads/2011/09/kebijakan-formulasi-terh adap-konsep-diversi.pdf (diakses 8 Juli 2013).

Institute for Criminal Justice Reform, ”Panduan Praktis untuk Anak yang Berhadapan dengan Hukum”, Institute for Criminal Justice Reform, http://icjr.or.id/panduan-praktis-untuk-anak-yang-berhadapan-dengan-hukum/ (diakses 8 Juli 2013).

Prison Fellowship International, ”What Is Restorative Justice?” Prison Fellowship International, http://www.pfi.org/cjr/restorative-justice/introduction-to-restorative -justice-practice-Ju

rnal

Rech

tsVind

ing BP

HN

Page 15: DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 6 Vol 2 No 2.pdf · dalam sistem peradilan pidana anak di indonesia (The Analysis of Restorative Justice Concept Through Diversion

245Analisis Konsep Restorative Justice melalui Sistem Diversi ... (Yutirsa Yunus)

Volume 2 Nomor 2, Agustus 2013

and-outcomes/briefings/what -is-restorative-justice.pdf (diakses 29 April 2011).

The Youth Court of New Zealand, ”Youth Offending: Factors That Contribute and How The System Responds”, The Youth Court of New Zealand, http://www.justice.govt. nz/courts/youth/publications-and-media/speeches/youth-offending-factors-that-contribute-and-how-the-system-responds (diakses 8 Juli 2013).

United Nations, United Nations Standard Minimum Rules For The Administration of Juvenile Justice, United Nations, http://www.un.org/documents/ga/res/40/a40r033 .htm (diakses 8 Juli 2013).

Yayasan Pemantau Hak Anak, Situasi Umum Anak yang Berhadapan dengan Hukum di Indonesia,

Yayasan Pemantau Hak Anak, http://www.ypha.or.id/web/wp-content /uploads/2011/04/situasi-umum-anak-yang-berhadapan-dengan-hukum-di-indones ia.pdf (diakses 8 Juli 2013).

PeraturanUndang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak.Children Young Persons and Their Families Act

1989.United Nations Standard Minimum Rules For the

Administration of Juvenile Justice.

Jurn

al Re

chtsV

inding

BPHN