Upload
ngokien
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DAMPAK BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL
TERHADAP KEBERAGAMAAN WARGA BINAAN
SOSIAL (WBS) DI PANTI SOSIAL BINA INSAN
BANGUN DAYA 2 CEGER JAKARTA TIMUR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
Ai Dede Novian
NIM: 109052000039
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H./2013 M.
DAMPAK BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL
TERHADAP KEBERAGAMAAN WARGA BINAAN
SOSIAL (WBS) DI PANTI SOSIAL BINA INSAN
BANGUN DAYA 2 CEGER JAKARTA TIMUR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh
Ai Dede Novian
NIM: 109052000039
Pembimbing:
NIP: 19780114 200912 1 002
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H./2013 M.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul DAMPAK BIMBINGAN MENTAL SPIRITUAL
TERHADAP KEBERAGAMAAN WARGA BINAAN SOSIAL (WBS) DI
PANTI SOSIAL BINA INSAN BANGUN DAYA 2 CEGER JAKARTA
TIMUR telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Kamis 29 Agustus
2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada Program Studi Bimbingan dan
Penyuluhan Islam.
Jakarta, 29 Agustus 2013
Sidang Munaqosyah
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 20 Juni 2013
Ai Dede Novian
i
ABSTRAK
Ai Dede Novian
Dampak Bimbingan Mental Spiritual terhadap Keberagamaan Warga
Binaan Sosial (WBS) Di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger
Jakarta Timur
Warga binaan sosial (WBS) merupakan orang-orang penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS) hasil penertiban dan penjangkauan sosial.
Penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) tersebut meliputi gelandangan,
pengemis, pengamen, wanita tuna susila (WTS), waria, psycotik, jockey three in
one, parkir liar, pengedar kotak amal, penyandang cacat, pedagang asongan,
pemulung dan orang terlantar (Perda Provinsi DKI Jakarta No 8 Tahun 2007
tentang ketertiban umum).
Dalam banyak kajian bimbingan agama umumnya berkontribusi positif
bagi masyarakat. Misalnya dapat meningkatkan khualitas ibadah dan dapat
meningkatkan motivasi masyarakat dalam mengamalkan ajaran agama. Namun
penilaian penulis belum ada kajian yang membahas pada aspek dampak
bimbingan mental spiritual terhadap keberagamaan warga binaan sosial (WBS).
Hal ini dipandang penting karena pemulihan mental dan spiritual bagi warga
binaan sosial (WBS) merupakan kunci kesiapan individu menjalani hidupnya
secara normal.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
deskriptif, yaitu informasi yang dikumpulkan dideskripsikan berdasarkan
ungkapan, cara berpikir, pandangan dan interpretasi para informan penelitian itu
sendiri, sehingga terungkapkan sampai dengan apa yang tersembunyi di balik
perilaku keberagamaan warga binaan sosial (WBS). Informan penelitian dalam
penelitian ini terdiri dari pembimbing, warga binaan sosial (WBS) dan pekerja
sosial yang ada di panti.
Metode yang digunakan pembimbing dalam bimbingan mental spiritual
yaitu metode ceramah, tanya jawab dan nonton bareng. Adapun materi yang
disampaikan mencakup seluruh ajaran agama Islam secara umum dalam segala
aspek kehidupan manusia. Dari penggunaan metode dalam penyampaian materi
proses bimbingan mental spiritual berjalan dengan cukup baik. Berdasarkan hasil
observasi dan wawancara penulis menemukan bahwa bimbingan mental spiritual
berdampak positif terhadap keberagamaan warga binaan sosial (WBS), baik dari
aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.
i
ABSTRACT
Ai Dede Novian
Effect of mental spiritual guidance on social inmates’ religious behavior at
Bina Insan Bangun Daya 2 Social Institution Ceger East Jakarta.
Social inmates are people with social welfare issues which are taken in
during a social outreach or a raid. People with social welfare issue include
homeless drifters, beggars, street singers, whores, shemales, psychotic, three in
one jockey, illegal parker, illegal street fundraiser, peoples with disabilities,
hawkers, scavengers, and displaced persons. (DKI Jakarta Province regulation No
8 year 2007 concerning public order).
In many discussions, religious guidance generally contributes positively to
the society. For example, it can improve their worship quality and public
motivation to practice their dogma. However, based on writer’s evaluation, there
has not been any study that examines the effect of mental spiritual guidance on
social inmates’ religious behavior. This is important because mental and spiritual
recovery of inmates is the key to their readiness to live normally.
Research method that is used in this study is descriptive qualitative, in
which information gathered is described based on research informants’
expression, way of thinking, view, and interpretation, so that what lies behind
religious behavior of social inmates is revealed. Research informants in this study
are advisers, social inmates, and social workers in the institution.
Methods used by advisers in guiding inmates mentally and spiritually are
through lecturing, discussing, and watching movie. The content material given
includes all general islam dogma in every aspect of human life. The use of method
and the process of the guidance run well. Based on writer’s observation and
interview, she found that mental and spiritual guidance contributes positively to
social inmates’ religious behavior on cognitive, affective, and psychomotoric
aspect.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas
nikmatNya penulis selalu diberikan kesehatan. Shalawat serta salam semoga
selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis
diberikan kemudahan dan kelancaran dalam penyusunan skripsi yang berjudul
“Dampak Bimbingan Mental Spiritual terhadap Keberagamaan Warga
Binaan Sosial (WBS) Di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger
Jakarta Timur.”
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah mendapatkan banyak bantuan
dari berbagai pihak. Terutama dari orang tua bapak Odih Muhidin dan umi Yanti,
terima kasih yang tak terhingga untuk kasih sayang kalian yang tak henti-hentinya
mendoakan dan mendukung penulis. Selain itu, penulis juga ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr. Arif Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Sugiharto, MA selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus dosen penguji skripsi ini.
iii
4. Kholis Ridho, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan pengarahan, masukan dan motivasi kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Drs. H. Mahmud Jalal, MA selaku dosen penguji skripsi ini, terima
kasih untuk masukannya.
6. Terima kasih untuk Kementrian Agama Republik Indonesia yang telah
memberikan beasiswa kepada kami.
7. Nurul Hidayati, M.Pd selaku dosen Penasehat Akademik, M. Lutfi,
MA, Ade Irma Soleha, Asep Usman Ismail dan para dosen Bimbingan
dan Penyuluhan Islam yang telah mengajarkan ilmunya dengan tulus
dan ikhlas,
8. Purwono, SH. M.Si selaku Kepala Panti Sosial Bina Insan Bangun
Daya 2 Ceger Jakarta Timur yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan penelitian di panti.
9. Abdul Khair, S.Ag. M.Si selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha,
terima kasih atas kebaikan dan arahannya.
10. Muhammad Kurniawan, S.Sos, Lukman Hakim, Rahma dan semua
Pekerja Sosial, terima kasih atas kebaikan kalian telah membantu dan
mendampingi penulis selama penelitian di panti.
11. Ustadz Ahmad Munzir dan para warga binaan sosial (WBS), terima
kasih untuk informasi yang kalian berikan.
12. Kepada kakak-kakak ku, A Iyad, A Agus, A Umar dan A Apik terima
kasih untuk motivasinya. Keponakan ku yang ganteng-ganteng yang
iv
selalu memberikan keceriaan dan kakak ipar ku yang cantik-cantik.
Thanks for all.
13. Teman-teman BPI/K 2009 (Koplakers) semuanya yang telah bersama-
sama mengarungi suka duka menjadi mahasiswa beasiswa. Spesial
terima kasih untuk Peppy Mutawallie yang selalu memberikan
motivasi dan menemani penulis dari awal hingga akhir penyusunan
skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
tidak bisa disebutkan satu persatu, semoga Allah SWT memberikan balasan yang
terbaik untuk kalian semua. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat kepada penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya. Kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan.
Ciputat, 20 Juni 2013
Ai Dede Novian
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................... ...................... 7
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ................................. 7
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 8
E. Metodologi Penelitian ................................................................ 10
F. Sistematika Penulisan ................................................................ 14
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 16
A. Dampak ...................................................................................... 16
B. Bimbingan Mental Spiritual ........................................................ 16
1. Pengertian Bimbingan .......................................................... 16
2. Pengertian Mental ................................................................ 22
3. Pengertian Spiritual .............................................................. 28
C. Keberagamaan ............................................................................ 30
1. Pengertian Keberagamaan ..................................................... 30
2. Perkembangan Jiwa Keagamaan pada Manusia .................. 30
3. Kriteria Orang yang Matang Beragama ............................... 33
4. Sikap Keagamaan ................................................................. 36
vi
5. Tingkah Laku Kegamaan ..................................................... 38
6. Ketaatan Beragama .............................................................. 40
D. Motivasi yang Melahirkan Tingkah Laku Keagamaan .............. 42
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA ............................................... 45
A. Profil Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger ................ 45
B. Kelembagaan Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger ... 46
C. Program Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger .......... 50
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA ............................................... 52
A. Karakteristik Informan ............................................................... 52
B. Kegiatan Bimbingan Mental Spiritual ....................................... 57
C. Analisa Data ............................................................................... 64
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 67
A. Kesimpulan ................................................................................ 67
B. Saran ........................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 69
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat modern yang serba kompleks, sebagai produk dari
kemajuan teknologi, mekanisme, industrialisasi dan urbanisasi, memunculkan
banyak masalah sosial. Maka adaptasi atau penyesuaian diri tehadap
masyarakat modern yang hyperkompleks itu menjadi tidak mudah. Kesulitan
mengadakan adaptasi dan adjusment menyebabkan kebingungan, kecemasan
dan konflik-konflik, baik yang terbuka dan eksternal sifatnya, maupun yang
tersembunyi dan internal dalam batin sendiri, sehingga banyak orang
mengembangkan pola tingkah laku menyimpang dari norma-norma umum,
atau berbuat semau sendiri, demi kepentingan sendiri dan mengganggu atau
merugikan orang lain.1
Pada umumnya masalah sosial ditafsirkan sebagai suatu kondisi yang
tidak diinginkan oleh sebagian besar warga masyarakatnya. Hal itu
disebabkan karena gejala tersebut merupakan kondisi yang tidak sesuai
dengan harapan atau tidak sesuai dengan norma dan nilai serta standar moral
yang berlaku. Lebih dari itu, suatu kondisi juga dapat dianggap sebagai
masalah sosial karena menimbulkan berbagai penderitaan dan kerugian baik
fisik maupun non fisik. Salah satu masalah sosial yang sangat krusial adalah
masalah kemiskinan.2
1 Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1 (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1981), h.
v. 2 Drs. Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan (Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya
1995), cet.1, h. 1.
2
Di Indonesia masalah kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial
yang senantiasa relevan untuk dikaji terus menerus. Ini bukan saja karena
masalah kemiskinan telah ada sejak lama dan masih hadir di tengah-tengah
kita saat ini, melainkan pula karena kini gejalanya semakin meningkat sejalan
dengan krisis multidimensional yang masih dihadapi oleh Bangsa Indonesia.3
Masalah kemiskinan di Indonesia saat ini dirasakan sangat mendasar
untuk ditangani, salah satu ciri umumnya adalah kondisi masyarakatnya yang
miskin tidak memiliki sarana dan prasarana, dan pemukiman yang tidak
memadai, kualitas lingkungan yang kumuh dan tidak layak huni. Sehingga
banyak terjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial, dimana masalah
kemiskinan adalah merupakan faktor utama. Kemiskinan pula merupakan
akibat dari sifat malas, kurangnya kemampuan intelektual, kelemahan fisik,
kurangnya keterampilan dan rendahnya kemampuan untuk menanggapi
persoalan disekitarnya.4
Berdasarkan studi SMERU Suharto (2004: 7-8) menunjukkan sembilan
kriteria yang menandai kemiskinan:
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang
dan papan).
2. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan,
pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
3. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk
pendidikan dan keluarga).
3 Edi Suharto, Membangun Masyarakat, Memberdayakan Masyarakat (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2005), h. 131.
4 Drs. Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, h. 126.
3
4. Kerentaan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber alam.
6. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.
7. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9. Ketidamampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita
korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal
dan terpencil).5
Menurut David Cox dalam Edi Suharto membagi kemiskinan dalam
empat dimensi:
1. Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi menghasilkan
pemenang dan yang kalah. Pemenang umumnya adalah negara-negara
maju. Sedangkan negara-negara berkembang seringkali semakin
terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang merupakan prasyarat
globalisasi.
2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsisten
(kemiskinan akibat rendahnya pembangunan), kemiskinan pedesaan
(kemiskinan akibat peminggiran pedesaan dalam proses pembangunan),
kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang diakibatkan oleh hakikat dan
kecepatan pertumbuhan perkotaan).
3. Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak,
dan kelompok minoritas.
5Edi Suharto, Membangun Masyarakat, Memberdayakan Masyarakat, h. 132.
4
4. Kemiskinan konsekuensial. Kemiskina yang terjadi akibat kejadian-
kejadian lain atau faktor-faktor eksternal di luar si miskin, seperti konflik,
bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya jumlah penduduk.6
Penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) jalanan sebagai
akibat dari kemiskinan, urbanisasi, terbatasnya lapangan pekerjaan,
pendidikan rendah dengan keterampilan terbatas, sehingga perlu penertiban
sosial dan panti sosial. Di Jakarta sendiri penyandang masalah kesejahteraan
sosial (PMKS) cenderung meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya
permasalahan sosial yang dihadapi. Para penyandang masalah kesejahteraan
sosial (PMKS) tidak mempunyai skill (tidak berkualitas). Mayoritas dari
mereka adalah para gelandangan, pengemis, pengamen, WTS (wanita tuna
susila), waria, joki three in one, parkir liar, pengedar kotak amal, psycotik,
penyandang cacat, asongan, pemulung, orang terlantar dan penyandang
masalah kesejahteraan sosial (PMKS) lainnya.7
Penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang terkena
penertiban sosial dibawa ke panti sosial untuk diberikan berbagai layanan
sosial, salah satunya yaitu bimbingan mental spiritual. Bimbingan mental
spiritual adalah serangkaian kegiatan atau tuntunan untuk dapat memahami
diri sendiri dan orang lain dengan cara mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan khususnya tentang ilmu keagamaan yang didukung dengan
6 Edi Suharto, Membangun Masyarakat, Memberdayakan Masyarakat, h. 133.
7 Brosur Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger.
5
pelatihan dan pemahaman cara berpikir positif serta praktik kegiatan ibadah,
demi terwujudnya kebahagiaan di dunia dan akhirat.8
Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
keberagamaan warga binaan sosial (WBS) adalah melalui bimbingan mental
spiritual. Bimbingan mental spiritual dapat dilakukan dengan berbagai cara
baik secara materiil maupun moril dalam meningkatkan kualitas
keberagamaan. Artinya bimbingan mental spiritual diharapkan dapat
meningkatkan keberagamaan sehingga dapat dipastikan warga binaan sosial
(WBS) akan mengamalkan ajaran-ajaran religi sebagai kendali dalam
hidupnya.
Keagamaan dalam pengertian Glock and Stark (1996) seperti yang di
kutip oleh Djamaludin Ancok adalah keberagamaan atau religiusitas
diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama
bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah),
tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan
supranatural. Bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan
dapat dilihat mata, tapi juga aktivitas yang tidak tampak dan terjadi dalam
hati seseorang. Karena itu keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai
macam sisi atau dimensi. Dengan demikian agama adalah sebuah sistem yang
berdimensi banyak, yaitu sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai dan
sistem perilaku yang terlambangkan, yang semuanya itu berpusat pada
persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate
meaning). Karenanya perilaku keagamaan sesungguhnya merupakan ekspresi
8 Abdul Rahman dan Nuhri Sulaeman, Panduan Bimbingan Mental Spiritual (Jakarta:
Kementrian Sosial, 2011), h. 1.
6
jiwa yang terlihat pada sikap dan perilaku para pemeluk agama atau suatu
sistem, simbol yang terlaksana dari berbagai dimensi keagamaan.9
Dari pemaparan di atas dapat penulis simpulkan bahwa perilaku
keagamaan seseorang tidak hanya bisa dilihat dari kegiatan ritual ibadahnya
saja, baik yang nampak maupun tidak nampak. Tetapi juga dari kegiatan-
kegiatan lain dalam kehidupan sehari-hari, seperti bersosialisasi antar sesama
manusia dan mematuhi norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Dari hasil pengamatan awal penulis pada Panti Sosial Bina Insan
Bangun Daya 2 Ceger terdapat bimbingan mental spiritual, tetapi nampaknya
bimbingan tersebut masih bersifat formal yang hanya dibutuhkan dalam
sebuah lembaga pembinaan. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan
di Yayasan Amal Mulia Cipulir pada lansia, disana terdapat bimbingan rohani
Islam secara rutin setiap seminggu sekali. Penelitian lain juga dilakukan di
Panti Sosial Tresna Werda Budi Mulia 3 Ciracas, di panti ini terdapat
bimbingan Islam yang rutin setiap empat kali dalam seminggu.
Berdasarkan permasalahan kesejahteraan sosial warga binaan sosial
(WBS) yang berada di panti, maka penulis ingin mengkaji lebih dalam
mengenai keberagamaan mereka dengan melakukan penelitian dalam bentuk
skripsi yang judul “Dampak Bimbingan Mental Spiritual terhadap
Keberagamaan Warga Binaan Sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insan
Bangun Daya 2 Ceger Jakarta Timur”.
9 Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islam: Solusi Islam atas
Problem-problem Psikologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 76.
7
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dari sekian banyak layanan sosial yang dilaksanakan di Panti Sosial
Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger, penulis membatasi layanan sosial pada
aspek bimbingan mental spiritual dengan warga binaan sosial (WBS)
yakni mengetahui dampak bimbingan mental spiritual terhadap
keberagamaan warga binaan sosial (WBS).
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rincian masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana proses bimbingan mental spiritual warga binaan sosial
(WBS) di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger?
2. Bagaimana dampak bimbingan mental spiritual terhadap keberagamaan
warga binaan sosial (WBS)?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui dan menganalisa proses bimbingan mental spiritual
warga binaan sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2
Ceger.
b. Untuk mengetahui dan menganalisa dampak bimbingan mental spiritual
terhadap warga binaan sosial (WBS).
8
2. Manfaat Penelitian
a. Secara akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan mengenai
proses bimbingan mental spiritual dan dampak bimbingan tehadap
perilaku keberagamaan warga binaan sosial (WBS) di Panti Sosial Bina
Insan Bangun Daya 2 Ceger.
b. Secara praktis
Hasil penelitian ini diharapkan:
Untuk bahan evaluasi dalam pelaksanaan layanan bimbingan
mental spiritual di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2
Ceger.
Untuk menambah rujukan tentang kajian bimbingan mental
spiritual dan hubungannya dengan keberagamaan warga binaan
sosial (WBS).
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan skripsi ini sebelumnya penulis melakukan penelitian
lebih lanjut dan terdapat dua skripsi yang berhubungan dengan dampak
bimbingan terhadap keberagamaan, namun penulis pertegas perbedaan antara
masing-masing judul dan masalah yang dibahas antara lain:
1. Riduan Haryati NIM 9952017498, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2003. Dengan judul skripsi “Pengaruh Bimbingan
Rohani Islam terhadap Perilaku Keberagamaan Lansia di Yayasan Amal
Mulia Cipulir Jakarta Selatan.” Dalam penelitian ini dijelaskan tentang
9
pengaruh bimbingan rohani islam terhadap perilaku keberagamaan lansia,
materi bimbingan lebih difokuskan pada masalah ibadah khususnya shalat.
Minat lansia dalam mengikuti bimbingan sangat besar, karena selain untuk
mengisi waktu luang juga untuk mempersiapkan kehidupan di akhirat.
Dari penelitian ini bimbingan rohani islam berpengaruh terhadap perilaku
keberagamaan lansia. Para lansia menjadi lebih rajin dalam melaksanakan
shalat lima waktu, bahkan ada yang melaksanakan shalat lebih awal
sebelum waktunya, perasaan mereka juga menjadi lebih tenang dan
tentram. Metode penelitian yang digunakan adalah gabungan dari
kuantitatif dan kualitatif.
2. Mikkah Nismawati NIM 0052019834, Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2004. Dengan judul skripsi “Pengaruh bimbingan
islam terhadap perilaku keagamanaan manula di Panti Sosial Tresna
Werda Budi Mulia 3 Ciracas Jakarta Timur.” Dalam penelitian ini
dijelaskan tentang pengaruh bimbingan islam terhadap perilaku
keberagamaan manula, materi yang diberikan tentang bimbingan ibadah
praktis, yaitu meliputi praktik wudhu dan shalat, bimbingan aqidah dan
bimbingan akhlak. Metode yang digunakan ceramah dan nasihat serta
praktik ibadah. Dalam penelitian ini bimbingan islam berpengaruh
terhadap perilaku keberagamaan manula, hal ini terlihat dari motivasi
manula untuk mengamalkan apa yang didapat setelah mengikuti
bimbingan, baik dalam pelaksanaan ibadah shalat lima waktu maupun
10
perbaikan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Metode penelitian
yang digunakan adalah deskriptif analisis.
Dari kedua penelitian di atas yang membedakan dengan penelitian ini
adalah dampak bimbingan mental spiritual terhadap keberagamaan bagi
warga binaan sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger
Jakarta Timur. Dalam penelitian ini membahas tentang bimbingan mental
spiritual serta hubungannya dengan keberagamaan warga binaan sosial
(WBS) yang berada di Panti Sosial Bina Insan Bagun Daya 2 Ceger Jakarta
Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang
diterangkan sebelumnya, maka penelitian ini menggunakan jenis penelitian
kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yaitu informasi yang dikumpulkan
dideskripsikan berdasarkan ungkapan, cara berpikir, pandangan dan
interpretasi para informan penelitian itu sendiri, sehingga terungkapkan
sampai dengan apa yang tersembunyi di balik perilaku keberagamaan
warga binaan sosial (WBS).10
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian berlokasi di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya
2 Jl. Raya Bina Marga Ceger No.48 Cipayung Jakarta Timur. Adapun
waktu penelitian dilaksanakan mulai dari 19 April 2013 s/d 27 Mei 2013.
10
Prof. Dr. Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif: Pendekatan Praktis Penulisan
Proposal dan Laporan penelitian (Malang: UMM Press, 2008), h. 154.
11
3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah target informan yang dijadikan sumber data
dalam penelitian ini. Pengambilan informan dilakukan secara purposif
sampling, yaitu pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau
sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.11
Subjek yang
dijadikan informan yaitu ustadz Ahmad Munzir sebagai pembimbing,
Muhammad Kurniawan dan Lukman Hakim sebagai pekerja sosial dan
Rowi, Ibarahim, Pebe Biyem, Idah, Alwi, Dedi Kusmana dan Eka
Krestianti sebagai warga binaan sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insan
Bangun Daya 2 Ceger.
4. Sumber Data
a. Data primer (primary data), adalah data yang dihimpun secara langsung
dari sumbernya dan diolah sendiri oleh lembaga bersangkutan untuk
dimanfaatkan. Data primer dapat berbentuk opini subjek secara
individual atau kelompok, dan hasil observasi terhadap karakteristik
benda (fisik), kejadian, kegiatan dan hasil suatu pengujian tertentu. Ada
dua metode yang dipergunakan untuk pengumpulan data primer, yaitu
melalui observasi dan wawancara.
b. Data sekunder (secondary data), adalah data penelitian yang diperoleh
secara tidak langsung melalui media perantara (dihasilkan pihak lain)
atau digunakan oleh lembaga lainnya yang bukan merupakan
pengolahnya, tetapi dapat dimanfaatkan dalam suatu penelitian
11
Prof. Dr. Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif: Pendekatan Praktis Penulisan Proposal
dan Laporan penelitian, h. 89.
12
tertentu.12
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah
brosur, left let, buku panduan dan data-data kelembagaan dari Panti
Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih
secara langsung.13
Wawancara dilakukan dengan cara face to face atau
berhadapan langsung dengan pembimbing bimbingan mental spiritual
yaitu ustadz Ahmad Munzir, pekerja sosial yaitu Muhammmad
Kurniawan S.Sos, Lukman Hakim dan warga binaan sosial (WBS)
yaitu Rowi, Ibarahim, Pebe Biyem, Idah, Alwi, Dedi Kusmana dan Eka
Krestianti.
b. Observasi
Observasi yaitu aktivitas pengamatan meliputi kegiatan
pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan alat
indera.14
Dalam penelitian ini, observasi dilakukan dengan cara
berkunjung langsung ke Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger
dan mengikuti kegiatan bimbingan mental spiritual untuk memperoleh
12
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Publik Relations dan Komunikasi (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2006), h. 137-139. 13
Prof. Dr. Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial
Edisi 2 (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 55 14
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Ssuatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT.
Rineka Karya, 1996), h. 145.
13
data penelitian. Peneliti melakukan kunjungan minimal 2 kali dalam
seminggu selama 2 bulan.
c. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah dengan
pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Data-
data yang diperoleh berhubungan dengan masalah penelitian, baik dari
sumber, dokumen formal, buku-buku, artikel dan lain sebagainya.15
Dokumen dalam penelitian ini terdiri dari brosur, left let, buku panduan
dan data-data kelembagaan dari Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2
Ceger.
6. Teknik Analisa Data
Data atau informasi yang telah dikumpulkan perlu diuji
keabsahannya melalui teknik-teknik berikut:
a. Triangulasi metode, yaitu menguji data atau informasi dengan
menggunakan metode yang berbeda.
b. Triangulasi peneliti, yaitu memeriksa data atau informasi dengan
peneliti yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk menguji kejujuran,
subjektivitas dan kemampuan merekam data oleh peneliti di lapangan.
c. Triangulasi sumber, yaitu membandingkan hasil wawancara dengan isi
suatu dokumen yang berkaitan. Hasil dari perbandingan yang
diharapkan adalah berupa kesamaan atau alasan-alasan terjadinya
perbedaan.
15
Prof. Dr. Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial
Edisi 2, h. 69.
14
d. Triangulasi situasi, yaitu bagaimana penuturan seorang responden jika
dalam keadaaan ada orang lain dibandingkan dengan dalam keadaan
sendiri.
e. Triangulasi teori, yaitu apakah ada hubungan penjelasan dan analisis
atau tidak antara satu teori dengan teori yang lain terhadap data hasil
penelitian.16
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
triangulasi sumber, yaitu melakukan pengecekan data antara pembimbing,
pekerja sosial dan warga binaan sosial (WBS) dan triangulasi situasi, yaitu
melakukan pengecekan terhadap kenyataan lapangan dengan penuturan
pembimbing, pekerja sosial dan warga binaan sosial (WBS).
7. Teknik Penulisan Skripsi
Dalam penulisan ini peneliti menggunakan teknik penulisan yang
didasarkan pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,
Tesis, dan Disertasi), yang diterbitkan oleh CeQDA (Center For
Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2007.
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN, yang terdiri dari latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, dan metodologi penelitian.
BAB II TINJAUAN TEORITIS, yang terdiri dari landasan teori yaitu
dampak, bimbingan mental spiritual, keberagamaan yang meliputi: kriteria
16
Prof. Dr. Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif: Pendekatan Praktis Penulisan Proposal
dan Laporan penelitian, h. 68.
15
orang yang matang beragama, sikap keagamaan, tingkah laku keagamaan dan
ketaatan beragama. Motivasi yang melahirkan tingkah laku keagamaan.
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA, yang terdiri dari Profil Panti
Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger yang meliputi: latar belakang
berdirinya. Kelembagaan Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger yang
meliputi: visi dan misi, dasar hukum, susunan organisasi Panti Sosial Bina
Insan Bangun Daya 2 Ceger, kedudukan, tugas dan fungsi. Program Panti
Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger.
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA, yang berisi tentang temuan data
yang terdiri dari karakteristik informan, kegiatan bimbingan mental spiritual,
analisa data dan pembahasan analisa data.
BAB V PENUTUP, yang meliputi uraian kesimpulan dan saran.
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Dampak
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dampak adalah pengaruh kuat
yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun positif).1 Bimbingan mental
spiritual merupakan salah satu layanan sosial terhadap warga binaan sosial
(WBS) yang ada di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger. Dengan
bimbingan mental spiritual ini diharapkan bisa memberikan dampak positif
terhadap warga binaan sosial (WBS) terutama terhadap keberagamaannya,
dengan keberagamaan yang kuat warga binaan sosial (WBS) dapat
menjalankan kehidupannya secara normal dan tidak kembali hidup di jalanan.
B. Bimbingan Mental Spiritual
1. Pengertian Bimbingan
Bimbingan dalam kamus besar adalah petunjuk, penjelasan, atau
tuntunan cara mengerjakan sesuatu.2
Secara etimologi, kata bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa
Inggris “guidance” yang berarti: “menunjukkan, memberi jalan,
menuntun, membimbing, membantu, mengarahkan, pedoman dan
petunjuk.” Kata dasar atau kata kerja dari “guidance” adalah “to guide”,
yang artinya “menunjukkan, menuntun, mempedomani, menjadi peetunjuk
1Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 234. 2Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1994), cet. Ke-2, h. 580.
17
jalan dan mengemudikan.” Dan yang paling umum digunakan adalah
pengertian memberikan bimbingan, bantuan dan arahan.3
Menurut Arthur J. Jones, seperti dikutip oleh DR. Tohari Musnamar
(1985 : 4)
“Bimbingan sebagai pertolongan yang diberikan oleh seseorang
kepada orang lain dalam hal membuat pilihan-pilihan, penyesuaian
diri dan pemecahan problem-problem. Tujuan bimbingan ialah
membantu orang tersebut untuk tumbuh dalam hal kemandirian dan
kemampuan bertanggung jawab bagi dirinya sendiri.”
DR. Moh Surya (1986 : 6) mengemukakan definisi bimbingan
sebagai berikut :
“Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus
menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing
agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri,
pengerahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat
perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan
lingkungan.”
Dari definisi yang dikutip di atas dapat diambil beberapa prinsip
sebagai berikut:
1. Bimbingan merupakan suatu proses yang berkesinambungan,
sehingga bantuan itu diberikan secara sistematis, berencana, terus
menerus dan terarah kepada tujuan tertentu.
2. Bimbingan merupakan proses membantu individu. Dengan
menggunakan kata “membantu” berarti dalam kegiatan bimbingan
tidak terdapat adanya unsur paksaan.
3. Bantuan diberikan kepada setiap individu yang memerlukannya dalam
proses perkembangannya. Artinya proses bimbingan ini memberikan
3Prof. H. M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Jakarta:
Golden Trayon Press, 1994), cet. Ke-5, h. 1.
18
bantuannya kepada setiap individu, baik anak-anak, remaja, dewasa,
maupun orang tua.
4. Bantuan yang diberikan melalui pelayanan bimbingan bertujuan agar
individu dapat mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan
potensi yang dimilikinya.
5. Yang menjadi sasaran bimbingan adalah agar individu dapat mencapai
kemandirian yakni tercapainya perkembangan yang optimal dan dapat
menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.
6. Untuk mencapai tujuan bimbingan sebagaimana dikemukakan di atas,
digunakan pendekatan pribadi atau kelompok dengan memanfaatkan
berbagai teknik dan media bimbingan.
7. Layanan bimbingan dengan menggunakan berbagai macam media dan
teknik tersebut dilaksanakan dalam suasana asuhan yang normatif.
8. Untuk melaksanakan kegiatan bimbingan diperlukan adanya personil-
personil yang memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam
bidang bimbingan.4
Berdasarkan definisi bimbingan yang telah dikemukakan para ahli di
atas serta prinsip-prinsip yang terkandung di dalam pengertian bimbingan
maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah usaha membantu orang
lain dengan mengungkapkan dan membangkitkan potensi yang
dimilikinya. Sehingga dengan potensi itu ia akan memiliki kemampuan
untuk mengembangkan dirinya secara wajar dan optimal, yakni dengan
cara memahami dirinya, maupun mengambil keputusan untuk hidupnya,
4 Dra. Hallen A, Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Ciputat Pers , 2002) , h. 3-9.
19
maka dengan itu ia akan dapat mewujudkan kemandirian diri, kehidupan
yang lebih baik, dengan demikian individu dapat bermanfaat baik bagi
dirinya sendiri maupun bagi lingkungannya.
Adapun secara umum tujuan bimbingan adalah membantu individu
mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Tujuan secara khusus sebagai
berikut:
a. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah.
b. Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapi.
c. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan
kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi
lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya
dan orang lain.5
Fungsi bimbingan adalah sebagai berikut:
a. Pemahaman, yaitu membantu individu mengembangkan potensi
dirinya secara optimal.
b. Preventif, yaitu mencegah klien agar tidak melakukan perbuatan yang
bisa merugikan dan membahayakan dirinya.
c. Pengembangan, yaitu menciptakan situasi belajar yang kondusif dan
memfasilitasi perkembangan klien.
d. Perbaikan/penyembuhan, yaitu memberikan bantuan pada klien yang
sedang mengalami masalah, baik yang berkaitan dengan pribadinya,
sosial, belajar, maupun karirnya.
5 Aunur Rahman Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam (Yogyakarta: UII Press,
2001), cet ke-2, h. 35.
20
e. Penyaluran, yaitu membantu klien agar mengembangkan potensi
dirinya sesuai dengan kemampuan pada bidang dan keahlian yang
dimilikinya.
f. Adaptasi, yaitu membantu klien agar dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan, orang lain, tempat pendidikannya dan dimana ia tinggal.
g. Penyesuaian, yaitu membantu klien agar dapat menyesuaikan diri
dimanapun ia tinggal dan berada.6
Metode-metode yang biasa digunakan dalam bimbingan adalah
sebagi berikut:
a. Wawancara, yaitu cara atau teknik yang digunakan untuk mengetahui
mengenai fakta-fakta mental atau kejiwaan (psikis) yang ada pada diri
yang dibimbing dengan cara tanya jawab secara face to face.
b. Observasi, yaitu cara atau teknik yang digunakan untuk mengamati
secara langsung sikap dan perilaku yang tampak pada saat-saat
tertentu, yang muncul sebagai pengaruh dari kondisi mental atau
kejiwaannya.
c. Tes (kuisioner), yaitu merupakan serangkaian pertanyaan yang
disiapkan beberapa alternatif jawaban pilihan. Metode ini untuk
mengetahui fakta dan fenomena kejiwaan yang tidak bisa diperoleh
melalui wawancara dan observasi.
d. Bimbingan kelompok (Group Guidance), yaitu: teknik bimbingan
melalui kegiatan bersama (kelompok), seperti kegiatan diskusi,
ceramah, seminar dan sebagainya.
6Dr. Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke-2, h. 7.
21
e. Psikoanalisis (analisa kejiwaaan), yaitu teknik yang digunakan untuk
memberikan penilaian terhadap peristiwa dan pengalaman kejiwaan
yang pernah dialami anak bimbingan. Misalnya perasaan takut dan
tertekan.
f. Non direktif (teknik tidak mengarahkan), dalam teknik ini
mengaktifkan klien dalam mengungkapkan dan memecahkan masalah
dirinya.
g. Direktif (bersifat mengarahkan), teknik ini dapat digunakan bagi klien
bimbingan dalam proses belajar.
h. Rasional-Emotif, dalam bimbingan ini dimaksudkan untuk mengatasi
pikiran-pikiran yang tidak logis yang disebabkan dorongan emosi
yang tidak stabil.
i. Bimbingan klinikal, yaitu dengan berorientasi pada kemampuan
personal secara keseluruhan baik jasmani maupun rohani.7
Selain metode yang diuraikan di atas, dalam perspektif Al-Quran ada
metode yang biasa dilakukan, yaitu: bil-hikmah, bil-mauidzah hasanah
dan bil-mujadalah. Seperti firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 125
yang berbunyi:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
7 Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhuan (Konseling) Islam
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 122-133.
22
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk.”8
Ayat tersebut menjelaskan bahwa mengajak atau membimbing
manusia kepada jalan Allah, hendaknya disesuaikan dengan kondisi orang
yang dibimbing atau diajak, karena daya tangkap atau respon seseorang
terhadap ajaran yang disampaikan banyak dipengaruhi oleh realitas
kehidupan dan karakteristik diri pribadinya.
a. Metode “bil-hikmah”, metode ini digunakan dalam menghadapi
orang-orang terpelajar, intelek, dan memiliki tingkat rasional yang
tinggi, yang kurang yakin akan kebenaran ajaran agama.
b. Metode “bil mujadalah”, perdebatan yang digunakan untuk
menunjukkan dan membuktikan kebenaran ajaran agama, dengan
menggunakan dalil-dalil Allah yang rasional.
c. Metode “bil mauidzah”, dengan menunjukkan contoh yang benar dan
tepat, agar yang dibimbing dapat mengikuti dan menangkap dari apa
yang diterimanya secara logika dan penjelasan akan teori yang masih
baku.9
2. Pengertian Mental
Mental berasal dari kata Latin mens, mentis yang artinya jiwa,
sukma, roh, semangat.10
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
8 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2009), h. 388-389. 9Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhuan (Konseling) Islam, h.
135-136. 10
Kartini Kartono, Hygiene Mental (Bandung: Mandar Maju, 2000), h. 3.
23
mental diartikan sebagai suatu hal yang berhubungan dengan batin dan
watak manusia yang bukan bersifat tenaga.11
H. M. Arifin menyatakan, arti mental adalah sesuatu kekuatan yang
abstrak (tidak tampak) serta tidak dapat dilihat oleh panca indera tentang
wujud dan dzatnya, melainkan yang tampak adalah hanya gejalanya saja
dan gejala inilah yang mungkin dapat dijadikan sasaran penyediaan ilmu
jiwa atau lainnya.12
Mental adalah cara berfikir dan berperasaan berdasarkan nurani
petunjuk yang berasal dari agama, petunjuk atau pedoman hidup. Dalam
khasanah Islam, nafs sendiri banyak pengertian: jiwa (soul), nyawa, ruh,
konasi yang berdaya syahwat dan ghadhab, kpribadian dan substansi
psikofisik manusia. Namun maksud bahasan ini adalah pengertian terakhir,
dimana nafs memiliki natur gabungan jasadi dan rohani (psikofisik).13
M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky mengatakan bahwa, apabila hamba
Allah telah berhasil melakukan pendidikan dan pelatihan penyehatan,
pengembangan dan pemberdayaan jiwa (mental), seperti yang ditulis maka
ia akan dapat mencapai tingkat kejiwaan atau mental yang sempurna, yaitu
akan tersingkap;
1. Kesempurnaan Jiwa, yaitu integritasnya jiwa muthmainnah (yang
tentram), jiwa radhiyah (jiwa yang meridhoi) dan jiwa yang mardhiyah
(jiwa yang diridhoi) sehingga memiliki stabilitas emosional yang tinggi
11
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 733. 12
H. M. Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Ruhaniah Manusia, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1997), cet, ke-2, h. 17. 13
Muhammad Mahmud, „Ilm al-Nafs al-Ma‟ashir di Dha‟i al-Islam (Jeddah: Dar al-
Syuruq, 1984).
24
dan tidak mudah mengalami stress, depresi dan frustasi. Jiwa ini akan
selalu mengajak pada fitrah Illahiyah Tuhannya. Indikasi hadirnya jiwa
ini akan terlihat pada perilaku, sikap dan gerak-geriknya yang tenang,
tidak tergesa-gesa, penuh pertimbangan dan perhitungan yang matang,
tepat dan benar, tidak terburu-buru untuk bersikap apriori dan
berprasangka negatif. Jiwa radhiyah akan mendorong diri bersikap
lapang dada, tawakkal, tulus, ikhlas dan sabar dalam mengaplikasikan
perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya dan menerima
dengan lapang dada segala ujian dan cobaan yang datang dalam hidup
dan kehidupannya, dalam artian hampir-hampir tidak pernah mengeluh,
merasa susah, sedih dan takut menjalani kehidupan ini.14
Firman Allah
dalam Surat Yunus ayat 62-64.
Artinya: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
(yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi
mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam
kehidupan} di akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat
(janji-janji) Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang
besar.”15
Sedangkan jiwa mardhiyah adalah jiwa yang telah memperoleh
title dan gelar kehormatan dari Allah. Sehingga keimanan, keislaman
14
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan,
(Malang: UMM Press, 2001), cet. Ke-2. 15
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Jakarta: Jamunu, 1969), h. 316.
25
dan keikhsanannya tidak akan pernah mengalami erosi, dekadensi dan
distorsi. Dalam hal ini diberikan otoritas penuh kepada jiwa untuk
berbuat, berkarya dan beribadah di dalam ruang dan waktu Tuhannya
yang terlepas dari jangkauan makhluk.16
Allah berfirman dalam Surat
Al-Fajr ayat 27-30 yang berbunyi:
Artinya: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam
jama'ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam syurga-Ku.”17
2. Kecerdasan Uluhiyah, yaitu kemampuan fitrah seseorang hamba yang
shaleh untuk melakukan interaksi vertikal dengan Tuhannya;
kemampuan mentaati segala apa yang diperintahkan dan menjauhi diri
dari apa yang yang dilarang dan dimurkai-Nya serta tabah terhadap
ujian dan cobaan-Nya. Sehingga dengan kecerdasan ini akan terhindar
dari sikap menyekutukan Allah (syirik), sikap menganggap remeh
hukum-hukum-Nya atau sikap menunda-nunda diri untuk melakukan
kebaikan dan kebenaran (fasiq), sikap suka melanggar hukum Allah
(zhalim), sikap mendua dihadapan-Nya (nifaq), dan sikap suka
mengingkari atau mendustakan ayat-ayat-Nya (kufur). Kedekatan Allah
akan membuat hamba-Nya menyaksikan kebesaran dan kesucian-Nya
(ihsan) dengan interaksi vertikal yang bersifat transendental. Empirik
16
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, (Malang: UMM Press, 2001) 17
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim (Jakarta: PT. Hidakarya Agung,
2004), cet. Ke-33. h. 903.
26
dan hidup, bukan spekulasi dan ilusi.18
Allah berfirman dalam Surat
Qaaf ayat 16:
Artinya: “Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia
dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih
dekat kepadanya daripada urat lehernya.”19
3. Kecerdasan Rububiyah, yaitu kemampuan fitrah seorang hamba yang
shaleh dalam memelihara dan menjaga diri dari hal-hal yang dapat
menghancurkan kehidupannya, mendidik diri agar menjadi hamba yang
pandai menemukan hakikat citra diri dengan kekuatan ilmu,
membimbing diri secara totalitas patuh dan tunduk kepada Allah SWT
serta dapat memberikan kerahmatan pada diri dan lingkungannya.
Menyembuhkan dan menyucikan diri dari penyakit dan gangguan yang
dapat melemahkan bahkan menghancurkan potensi jiwa, akal pikiran,
qalbu dan inderawi didalam menangkap dan memahami kebenaran-
kebenaran hakiki dengan melakukan pertaubatan perbaikan diri
seutuhnya.20
Allah berfirman dalam Surat An-Nisa: 108:
Artinya: “Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka
tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika
18
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan,
(Malang: UMM Press, 2001), cet. Ke-2. 19
Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi (17) (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h.
151. 20
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan,
(Malang: UMM Press, 2001), cet. Ke-2.
27
pada suatu malam mereka menetapkan Keputusan rahasia yang Allah
tidak redlai. dan adalah Allah Maha meliputi (ilmu-Nya) terhadap
apa yang mereka kerjakan.”21
4. Kecerdasan ubudiyah, yaitu kemampuan fitrah seseorang yang shaleh
dalam mengaplikasikan ibadah dengan tulus tanpa merasa terpaksa dan
dipaksa, akan tetapi menjadikan ibadah sebagai kebutuhan yang sangat
primer dan merupakan makanan bagi ruhani dan jiwanya, firman Allah
Al-Anbiyaa: 73 yang berbunyi:
Artinya: “Kami Telah menjadikan mereka itu sebagai
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami
dan Telah kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan,
mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan Hanya kepada
kamilah mereka selalu menyembah.”22
.
5. Kecerdasan Khuluqiyah, ialah kemampuan fitrah seseorang yang shaleh
dalam berprilaku, bersikap dan berpenampilan terpuji. Dalam hal ini
terintegrasi dalam akhlak yang baik. Suatu perbuatan atau perilaku
dapat diikatakan sebagai akhlak, perbuatan timbul karena terpaksa atau
setelah dipikirkan atau dipertimbangkan secara matang, tidaklah disebut
akhlak. Akhlak Islamiyah mempunyai ciri yaitu kebaikannya bersifat
mutlak (al-khairiyah al-muthlaqah), kebaikannya bersifat menyeluruh
(as-salahiyyah al-„ammah), tetap, langgeng dan mantap, kewajiban
yang harus dipatuhi (al-ilzam al-mustajab), dan pengawasan
21
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2009), h. 710. 22
Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi (17) (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h.
815.
28
menyeluruh (ar-raqabah al muhithah).23
Firman Allah dalam Surat al-
Qalam ayat 4:
Artinya: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti
yang agung.”24
Keterkaitan penjelasan di atas dengan penelitian ini yaitu bimbingan
mental diharapkan bisa menstabilkan emosi warga binaan sosial (WBS)
sehingga dengan demikian mereka mampu mengatasi stres, bersikap
lapang dada, tulus dan sabar serta mampu mentaati segala perintah Allah
dan menjauhi segala larangan-Nya.
3. Pengertian Spiritual
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia spiritual adalah sesuatu yang
berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani, batin).25
W. H.
Thomas mengemukakan pendapatnya melalui teori “The Four Wishes”,
“bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama (spiritual) adalah enam
macam keinginan dasar yang ada dalam jiwa manusia yaitu:
1. Keinginan untuk keselamatan (security)
2. Keinginan untuk mendapat penghargaan (recognition)
3. Keinginan untuk ditanggapi (response)
23
Notosoedirjo, Moeljono & Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan,
(Malang: UMM Press, 2001), cet. Ke-2. 24
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2009), h. 321 25
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 1087.
29
4. Keinginan akan pengetahuan atau pengalaman baru (new
experience).26
Bimbingan spiritual diartikan oleh Yusuf sebagai proses pemberian
bantuan kepada individu agar memiliki kemampuan untuk
mengembangkan fitrahnya sebagai makhluk beragama (homo religions),
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai agama (berakhlak mulia), dan
mengatasi masalah-masalah kehidupan melalui pemahaman, keyakinan,
dan praktik-praktik ibadah ritual agama yang dianutnya. Selanjutnya,
tujuan umjum bimbingan spiritual adalah kesadaran spiritualitasnya dalam
mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Noor berpendapat bahwa
tujuan utama intervensi spiritual (kerohanian/agama) dalam bimbingan
adalah untuk meningkatkan proses penyesuaian dan pertumbuhan spiritual
bimbingan. Hal ini terjadi karena bimbingan yang sehat spiritualnya akan
dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupannya. Kategori intervensi
tersebut meliputi kognitif, afektif, tingkah laku dan interpersonal dengan
sang pencipta.
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bimbingan
mental spiritual yaitu proses pemberian bantuan kepada individu untuk
senantiasa berperilaku sesuai dengan nilai-nilai agama (berakhlak mulia),
dan mampu menstabilkan emosi sehingga dengan demikian individu
tersebut mampu menjalani kehidupan secara normal.
26
Dr. Jalaluddin dan Dr. Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam
Mulia, 1993), cet. Ke-2, h. 25.
30
C. Keberagamaan
1. Pengertian Keberagamaan
Keagamaan terwujud berdasarkan kesadaran dan pengalaman
beragama pada diri sendiri. Keagamaan merupakan interaksi secara
kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama dan perilaku
keagamaan dalam diri seseorang.27
Keagamaan juga merupakan ekspresi jiwa yang terlihat pada sikap
dan perilaku para pemeluk agama atau suatu sistem, simbol yang
terlaksana dari berbagai dimensi keagamaan, mulai dari dimensi
keyakinan, praktik agama, pengalaman, pengetahuan agama dan
pengamalan serta konsekuensinya.28
2. Perkembangan Jiwa Keagamaan pada Manusia
a. Perkembangan Jiwa Keagamaan pada Masa Dewasa
Kemantapan jiwa orang dewasa setidaknya memberikan
gambaran tentang bagaimana sikap keberagamaannya. Mereka sudah
memiliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik
sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama maupun yang
bersumber dari norma-norma lain dalam kehidupan. Pemilihan nilai-
nilai tersebut telah didasarkan atas pertimbangan pemikiran yang
matang. Berdasarkan hal ini, maka sikap keberagamaan seseorang di
usia dewasa sulit untuk diubah. Jika pun terjadi perubahan mungkin
proses itu terjadi setelah didasarkan atas pertimbangan yang matang.
27
Dr. H. Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama, h. 83. 28
Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami: Solusi Islam atas
Problem-problem Psikologi, h. 76.
31
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap
keberagamaan pada orang dewasa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran
yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2. Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih
banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
3. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan
berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman
keagamaan.
4. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan
tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan
realisasi dari sikap hidup.
5. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
6. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga
kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan
pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
7. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe
kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh
kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan
ajaran agama yang diyakininya.
8. Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan
kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan
organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.29
29
Prof. Dr. Jalaluddin, Psikologi Agama Memahami Perilaku Keagamaan dengan
Mengaplikasikan Prinsip-prinsip Psikologi (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), h. 106-108.
32
b. Perkembangan Jiwa Keagamaan pada Masa Usia Lanjut
Pada usia ini manusia akan menghadapi sejumlah permasalahan.
Permasalahan pertama adalah penurunan kemampuan fisik hingga
kekuatan fisik berkurang, aktifitas menurun, sering mengalami
gangguan kesehatan, yang menyebabkan mereka kehilangan
semangat. Pengaruh dari kondisi penurunan kemampuan fisik ini
menyebabkan mereka yang berada pada usia lanjut merasa dirinya
tidak berharga atau kurang dihargai, sehingga dalam kondisi seperti
ini terkadang muncul semacam pemikiran bahwa mereka berada pada
sisa-sisa umur menunggu datangnya kematian. Perasaan takut kepada
kematian ini berdampak pada pembentukan sikap keagamaan dan
kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akhirat).30
Secara garis besar ciri-ciri keberagamaan di usia lanjut adalah:
1. Kehidupan keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat
kemantapan.
2. Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.
3. Mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat
secara lebih sungguh-sungguh.
4. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling
cinta antar sesama manusia, serta sifat-sifat luhur.
5. Timbul rasa takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan
pertambahan usia lanjutnya. 31
30
Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), cet ke-4, h.
97. 31
Prof. DR. Jalaluddin, Psikologi Agama Memahami Perilaku Keagamaan dengan
Mengaplikasikan Prinsip-prinsip Psikologi, h. 112-113.
33
3. Kriteria Orang yang Matang Beragama
William James melihat adanya hubungan antara tingkah laku
keagamaan seseorang dengan pengalaman keagamaan yang dimilikinya.
Dalam bukunya The Varieties of Religious Experience William
James menilai secara garis besar sikap dan tingkah laku keagamaan dapat
dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu:
1. Tipe orang yang sakit jiwa (The Sick Soul)
Sikap keberagamaan orang yang sakit jiwa tidak didasarkan atas
kematangan beragama yang berkembang secara bertahap sejak usia
anak-anak hingga menginjak usia dewasa seperti lazimnya yang
terjadi pada perkembangan secara normal. Mereka meyakini suatu
agama dikarenakan oleh adanya penderitaan batin yang mungkin
diakibatkan oleh musibah, konflik batin atau sebab lainnya yang sulit
diungkapkan secara ilmiah.
Penderitaan yang dialami disebabkan oleh dua faktor utama yaitu
faktor intern dan faktor ekstern.
a. Faktor Intern
Faktor intern yang menjadi penyebab timbulnya sikap
keberagamaan yang tidak lazim ini adalah:
1. Temperamen
Temperamen merupakan salah satu unsur dalam
membentuk kepribadian manusia sehingga dapat tercermin dari
kehidupan kejiwaan seeorang. Tingkah laku yang didasarkan
34
kondisi temperamen memegang peranan penting dalam sikap
keberagamaan seseorang.
2. Gangguan Jiwa
Sikap keagamaan dan pengalaman keagamaan yang
ditampikan oleh seseorang yang mengalami gangguan jiwa
ditampilkan tergantung dari gejala gangguan jiwa yang mereka
idap.
3. Konflik dan Keraguan
Konflik kejiwaan yang terjadi pada diri seseorang mengenai
keagamaan mempengaruhi sikap dan keyakinan keagamaannya.
Konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseorang
terhadap agama seperti taat, fanatik ataupun agnostis hingga ke
atheis.
4. Jauh dari Tuhan
Orang yang dalam kehidupannya jauh dari agama, lazimnya
akan merasa dirinya lemah dan kehilangan pegangan saat
mengalami cobaan. Ia seakan merasa tersisih dari curahan
rahmat Tuhan. Perasaan ini mendorongnya untuk lebih dekat
dengan Tuhan serta berupaya mengabdikan diri secara sungguh-
sungguh. Hal ini menyebabkan terjadinya semacam perubahan
sikap keagamaan pada dirinya.
Pada umumnya orang yang mengalami kelainan kejiwaan
cenderung menampilkan sikap pesimis, introvet, menyenangi
35
paham yang ortodoks dan mengalami proses keagamaan secara
nograduasi (proses pendadakan dan perubahan yang tiba-tiba).
b. Faktor Ekstern
1. Musibah
Terkadang musibah yang serius dapat mengguncangkan
kejiwaan seseorang. Keguncangan jiwa ini seringpula
menimbulkan kesadaran pada diri manusia berbagai macam
tafsiran. Bagi mereka yang semasa sehatnya kurang memiliki
pengalaman dan kesadaran agama yang cukup umumnya
menafsirkan musibah sebagai peringatan Tuhan kepada dirinya.
Tafsiran seperti sering memberi wawasan baru baginya untuk
kembali hidup ke jalan agama, sehingga semakin berat musibah
yang dialaminya akan semakin tinggi tingkat ketaatannya
kepada agama.
2. Kejahatan
Mereka yang menekuni kehidupan di lingkungan dunia
hitam, baik sebagai pelaku maupun sebagai pendukung
kejahatan, umumnya akan mengalami keguncangan batin dan
rasa berdosa. Persaan-perasaan tersebut biasanya mendorong
mereka untuk mencari penyaluran yang menurut penilaiannya
dapat memberi ketentraman batin. Lazimnya mereka akan
kembali pada agama. Kesadaran ini sering mendorong orang
untuk bertobat. Sebagai penebus terhadap dosa-dosa yang telah
36
diperbuatnya, banyak orang-orang seperti ini kemudian menjadi
penganut agama yang taat dan fanatik.
2. Tipe Orang yang Sehat Jiwa (healty-minded-ness)
Ciri dan sifat agama pada orang yang sehat jiwa menurut W.
Starbuck yang dikemukakan oleh W. Houston Clark dalam bukunya
Religion Psychology adalah:
a. Optimis dan gembira
b. Ekstrovet dan tak mendalam. Mereka selalu berpandangan keluar
dan membawa suasana hatinya lepas dari ikatan ajaran keagamaan
yang terlampau rumit. Sebagai akibatnya, mereka kurang senang
mendalami ajaran agama.
c. Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal
Sebagai pengaruh kepribadian yang ekstrovet maka mereka
cenderung:
1. Menyenangi teologi yang luwes dan tidak kaku.
2. Menunjukkan prilaku keagamaan yang lebih bebas.
3. Tidak menyenangi implikasi penebusan dan kehidupan kebiaraan.
4. Bersifat liberal dalam menafsirkan pengertian ajaran agama.
5. Selalu berpandangan positif.32
4. Sikap Keagamaan
Sikap keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri
seseorang yang mendorong sisi orang untuk bertingkah laku yang
berkaitan dengan agama. Sikap keagamaan terbentuk karena adanya
32
Jalaluddin, Psikologi Agama Memahami Prilaku Keagamaan dengan Mengaplikasikan
Prinsip-prinsip Psikologi (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 123-131.
37
konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai komponen
kognitif, perasaan terhadap agama sebagai komponen afektif dan perilaku
terhadap agama sebagai komponen psikomotorik. Pembentukan sikap
keagamaan sangat erat kaitannya dengan perkembangan agama. Sikap
fanatis, sikap toleran, sikap pesimis, sikap optimis, sikap tradisional, sikap
modern, sikap fatalisme, dan sikap free will dalam beragama banyak
menimbulkan dampak negatif dan positif dalam meningkatkan kehidupan
individu dan masyarakat dalam beragama.33
Tiga komponen psikologis dalam sikap keagamaan:
a. Aspek kognitif
Kesadaran sikap beragama yang berkenaan dengan aspek kognitif
yaitu apabila seseorang mempercayai ajaran agama atas dasar
pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Zakiah Daradjat bahwa:
“Kepercayaan tanpa pengertian yang diterimanya waktu kecil itu,
tidak memuaskan lagi, patuh dan tunduk kepada ajaran tanpa
komentar atau alasan tidak lagi menggembirakannya. Misalnya
seseorang dilarang melakukan sesuatu karena agama, ia tidak
puas kalau alasannya hanya dengan dalil-dalil dan hukum-hukum
mutlak yang diambilkan dari ayat-ayat kitab suci atau hadis-hadis
Nabi. Mereka ingin menjadikan agama, sebagai suatu lapangan
baru untuk membuktikan pribadinya, karenanya ia tidak mau lagi
beragama sekedar ikut-ikutan saja.”34
Jadi seseorang beragama itu berdasarkan atas kepercayaan ajaran
agama yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis serta didasarkan
pada pertimbangan pemikiran yang matang.
33
Dr. H. Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 81-82. 34
Prof. DR. Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), h. 93.
38
b. Aspek Konatif
Keadaan diri seseorang yang berkaitan dengan aspek konatif
adalah hal-hal yang berhubungan dengan kecenderungan berprilaku
atau bertindak terhadap ajaran agama, dalam arti kecenderungan untuk
mengamalkan ajaran agama.
c. Aspek Afektif
Keadaan diri seseorang yang berkenaan dengan aspek afektif
adalah apabila seseorang bersikap positif terhadap ajaran agama dan
norma-norma agama. Seseorang dikatakan bersikap positif terhadap
ajaran dan norma-norma agama apabila dalam dirinya terdapat rasa
kepedulian terhadap ajaran dan norma-norma agama itu sendiri.35
5. Tingkah Laku Kegamaan
Tingkah laku keagamaan adalah aktivitas manusia dalam kehidupan
didasarkan atas nilai-nilai agama yang diyakininya. Tingkah laku
kegamaan tersebut merupakan perwujudan dari rasa jiwa keagamaan
berdasarkan kesadaran dan pengalaman beragama pada diri sendiri.
Agama bagi manusia, memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan
batinnya. Oleh karena itu kesadaran agama dan pengalaman agama
seseorang banyak menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang
ada kaitannya dengan sesuatu yang sakral dan dunia gaib. Dari kesadaran
dan pengalaman agama ini pula kemudian munculnya tingah laku
keagamaan yang diekspresikan seseorang.
35
Jalaluddin, Pengantar Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), h. 131.
39
Tingkah laku keagamaan itu sendiri pada umumnya didorong oleh
adanya suatu sikap keagamaan yang merupakan keadaan yang ada pada
diri seseorang. Sikap keagamaan merupakan konsistensi antara
kepercayaan terhadap semua agama sebagai unsur kognitif, perasaan
terhadap agama sebagai unsur afektif, dan perilaku terhadap agama
sebagai unsur psikomotorik. Oleh karena itu, sikap keagamaan merupakan
interaksi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama dan
tindak keagamaan dalam diri seseorang. Dengan sikap itulah akhirnya
lahir tingkah laku keagamaan sesuai dengan kadar ketaatan seseorang
terhadap agama yang diyakininya.36
Selanjutnya Glock and Stark menyatakan ada lima dimensi
keagamaan, yaitu:
1. Dimensi keyakinan, dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan,
dimana orang beragama berpegang teguh pada pandangan teologis
tertentu dan mengakui doktrin-doktrin tersebut.
2. Dimensi praktik agama, dimensi ini mencakup perilaku pemujaan dan
ketaatan yang dilakukan seseorang untuk menunjukkan komitmen
terhadap agama yang dianutnya.
3. Dimensi pengalaman, yaitu memperhatikan fakta-fakta bahwa semua
agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, persepsi-
persepsi dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang.
36
Dr. H. Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama, h. 83-84.
40
4. Dimensi pengetahuan agama, yaitu mengacu kepada harapan bahwa
orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah
pengetahuan dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus dan tradisi-tradisi.
5. Dimensi pengamalan dan konsekuensi, yaitu mengacu pada
identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman
dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.37
6. Ketaatan Beragama
Ketaatan beragama membawa dampak positif terhadap kesehatan
mental. Karena seseorang yang taat beragama selalu mengingat Allah
SWT. Dengan banyak mengingat Allah jiwanya menjadi suci, dan untuk
mensucikan jiwa adalah salah satunya dengan beribadah. Semakin sering
seseorang melaksanakan ibadah, maka hatinya akan semakin tentram.
Menurut penelitian Webber pengaruh stratifikasi sosial terhadap sifat
agama seseorang sesuai dengan kedudukannya di masyarakat terbagi atas
beberapa macam, yaitu:
1. Golongan petani, lebih religius dibandingkan dengan golongan
masyarakat lainnya. Cara penyampaian ajaran ini sesuai dengan
lingkungannya dapat lebih dimengerti bila disesuaikan dengan
keadaan (ciri):
a. Dengan cara sederhana dan menghindari hal-hal yang abstrak.
b. Menggunakan lambang dan perumpamaan yang ada di lingkungan.
c. Tidak terikat dengan waktu dan tenaga.
37
Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami: Solusi Islam atas
Problem-problem Psikologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), h. 77-78.
41
d. Kurang menyenangi menjadi penyebar agama yang aktif.
2. Golongan pengrajin dan pedagang kecil, sifat agamanya dilandasi
dengan perhitungan ekonomi dan rasional. Ketaatan beragam
golongan ini banyak dilandasi oleh unsur agama yang etis dan
rasional, sehingga unsur emosi kurang memainkan peranannya yang
penting.
3. Golongan karyawan, golongan ini memiliki kecenderungan religius
yang serba untung dan enak (opportunistic utilitarian) kecenderungan
yang demikian itu semakin beranjak sesuai dengan tingkat dan
kedudukannya, makin tinggi kedudukan seseorang ketaatan
beragamanya akan semakin cenderung berbentuk formalitas.
4. Golongan kaum buruh, ketaatan beragama bagi kaum buruh terutama
bagi yang tertindas lebih cenderung kepada etika pembebasan.
Keyakinan mereka terhadap agama banyak dipengaruhi oleh ajaran
yang memproyeksikan kepentingan mereka untuk menghindarkan
mereka dari penindasan sehingga ajaran agama yang bermotifkan
pembebasan lebih disenangi.
5. Golongan elit dan hartawan, golongan ini lebih cenderung ke arah
sifat santai. Perhatian mereka tentang sifat kasih sayang, kerendahan
hati, sosial, dosa maupun keselamatan sangat kecil, namun mereka
sangat haus akan kehormatan. Karena itu penundaan ajaran agama
yang selalu mengikat kebebasan bergerak dan tidak mendatangkan
42
reputasi pribadi kurang disenangi. Selain itu golongan ini untuk
menunda pengabdian kepada ajaran agama disaat usia menua.38
D. Motivasi yang Melahirkan Tingkah Laku Keagamaan
Motivasi (bahasa Inggris: motive dari kata motion) adalah istilah yang
lebih umum digunakan untuk menggantikan “motif-motif” yang berarti
gerakan atau sesuatu yang bergerak sehingga kata motivasi ini erat
hubungannya dengan “gerak”, yakni gerakan yang dilakukan oleh manusia.
Dalam psikologi, motivasi ini berarti rangsangan atau dorongan untuk
bertingkah laku (Ramayulis, 2004:79).
Motivasi memiliki beberapa peran dalam kehidupan manusia,
diantaranya adalah:
a. Sebagai pendorong manusia dalam melakukan sesuatu.
b. Sebagai penentu arah dan tujuan.
c. Sebagai penyeleksi perbuatan yang akan dilakukan oleh manusia.
d. Sebagai penguji sikap manusia dalam berbuat, termasuk dalam perbuatan
beragama.39
Menurut Nico Syukur Dister, terdapat empat hal yang menyebabkan
seseorang memunculkan tingkah laku keagamaan, yaitu:
1. Untuk mengatasi frustasi
Orang yang mengalami frustasi dapat menimbulkan perilaku
keagamaan. Mereka mengalihkan arah kebutuhan dan keinginan yang
bersifat duniawi seperti harta benda, kehormatan, penghargaan,
38
Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami: Solusi Islam atas
Problem-problem Psikologi, h. 85-87. 39
Drs. Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h.
132-133.
43
perlindungan dan cinta kasih kepada keinginannya kepada Tuhan dan
mengharapkan pemenuhan keinginannya tersebut dari Tuhan. Maka orang
yang mengalami frustasi, tak jarang berkelakuan religius
2. Untuk menjaga kesusilaan serta tata tertib masyarakat
Kebutuhan manusia akan suatu instansi yang menjaga atau menjamin
berlangsungnya ketertiban dalam hidup moral dan sosial merupakan motif
lain manusia dalam memunculkan tingkah laku keagamaan. Nilai-nilai
moral yang bersifat otonom seperti keadilan, kejujuran, kesadaran,
keteguhan hati digunakan untuk menjaga kesusilaan dan ketertiban hidup
bermasyarakat.
3. Untuk memuaskan intelek yang ingin tahu
Agama dapat memuaskan keinginan intelektual sejauh keinginan
tersebut didasari atau dilatarbelakangi oleh kebutuhan vital, psikologis dan
eksistensial. Hal ini berlaku secara istimewa untuk keinginan akan
mengetahui jawaban atas petanyaan-pertanyaan dasar mengenai asal dan
tujuan kehidupan. Maka dipandang dari sudut psikologi harus dikatakan
bahwa agama memberi sumbangan istimewa kepada manusia dengan
mengarahkannya kepada Allah. Dengan demikian, agama membuat
manusia merasa aman dalam hidupnya.
4. Mengatasi ketakutan
Ketakutan yang dimaksudkan disini adalah ketakutan yang tidak ada
objeknya, yaitu seperti merasa takut tanpa ada sebab dan rasa cemas.
Untuk menanggulangi rasa ketakutan dan kecemasan ini mereka
44
menyerahkan diri kepada Allah dengan harapan yang didasarkan kepada
iman akan kabar gembira yang dijanjikan oleh-Nya.40
40
Dr. Nico Syukur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama: Pengantar Psikologi
Agama h. 81-129.
45
BAB III
GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL BINA INSAN BANGUN
DAYA 2 CEGER JAKARTA TIMUR
A. Profil Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger
Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 adalah salah satu unit pelaksana
teknis Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta yang mempunyai tugas pokok dan
fungsi memberikan penampungan dan pelayanan sementara bagi Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang melanggar Peraturan Daerah
(Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (Tibum) khususnya
tertib sosial.
Panti Sosial Bina Insan (PSBI) Bangun Daya 2 Ceger terletak di Jalan
Raya Bina Marga No. 48 Kelurahan Ceger Kecamatan Cipayung Kotamadya
Jakarta Timur. Luas lahan panti ini 15.000 M², dan luas bangunannya adalah
3.060 M² yang terdiri dari: 1 lokal aula, 2 lokal wisma, 3 lokal barak, 1 lokal
dapur, 1 lokal mushola, 3 lokal rumah jaga, 2 kopel rumah dinas, dan 1 lokal
ruang kantor.
Daya tampung atau kapasitas panti adalah 250 orang. Adapun dalam
penempatan warga binaan sosial (WBS) dipisah antara perempuan dan laki-
laki, anak dan lasia, sedangkan untuk balita disediakan ruangan khusus.
Biaya operasional Panti Sosial Bina Insan (PSBI) Bangun Daya 2 Ceger
Jakarta Timur diperoleh dari:
1. Anggraan Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta yang
diterima secara rutin.
46
2. Sumbangan masyarakat secara insidental dan bantuan lain yang tidak
mengikat.
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang menjadi
Warga Binaan Sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger
memiliki jenis permasalahan yang beragam yang meliputi beberapa
klasifikasi, antara lain: gelandangan dan pengemis (gepeng), anak jalanan,
pengamen, pemulung, wanita tuna susila (WTS), waria, jockey three in one,
parkir liar, Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK), korban kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT), pengedar kotak amal, pedagang asongan, lanjut
usia dan penyandang cacat yang terlantar.
B. Kelembagaan Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger
1. Visi
Terentasnya warga binaan sosial dalam kehidupan yang layak,
normatif dan manusiawi.
2. Misi
a. Menyelenggarakan perawatan, penyantunan dan asuhan.
b. Menyelenggarakan pembinaan mental sosial dan keagamaan.
c. Menyelenggarakan pelatihan keterampilan kemandirian.
d. Melaksanakan penyaluran kemandirian atau rujukan sosial.
e. Penggalangan peran serta masyarakat.
f. Meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan.
47
3. Dasar Hukum
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.76 Tahun 2010 tentang
pembentukan tata kerja Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger.
4. Kedudukan, Tugas dan Fungsi
a. Kedudukan
Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger merupakan Unit
Pelaksana Teknis Dinas Sosial dalam pelaksanaan kegiatan
penampungan sementara dan bimbingan sosial awal penyandang
masalah kesejahteraan sosial (PMKS) hasil penertiban dan
penjangkauan sosial.
Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger dipimpin oleh
seorang kepala panti yang berkedudukan dibawah dan bertanggung
jawab kepada kepala Dinas Sosial. Dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya, Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya dikoordinasi oleh
Sekretaris Dinas Sosial.
b. Tugas Pokok
Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger mempunyai tugas
melaksanakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial hasil penertiban
dan penjangkauan sosial penyandang masalah kesejahteraan sosial
(PMKS) jalanan.
c. Fungsi
1. Penyusunan dan pelaksanaan rencana kerja, anggaran rencana kerja
dan dokumen pelaksanaan anggaran (RKA dan DPA) panti.
2. Penyusunan strategis panti dan penyusunan SOP.
48
3. Penyusunan rencana penyediaan, pemeliharaan dan perawatan
prasarana dan sarana teknis panti.
4. Pelaksanaan pendekatan awal meliputi: penjangkauan, observasi,
identifikasi, motivasi dan seleksi.
5. Pelaksanaan penerimaan meliputi: registrasi, persyaratan
administrasi, dan penempatan dalam panti.
6. Pelaksanaan perawatan dan pemeliharan fisik dan kesehatan.
7. Pelaksanaan asesment meliputi: penelaahan, pengungkapan dan
pemahaman masalah dan potensi.
8. Pelaksanaan pembinaan fisik serta bimbingan mental sosial.
9. Pelaksanaan penyaluran kembali kepada keluarga, persiapan
pemulangan ke daerah asal dan rujukan ke lembaga lain.
10. Pelaksanaan dan pengembangan koordinasi, kerja sama dan
kemitraan dengan lembaga pelayanan sosial sejenis dalam bentuk
panti maupun bukan panti yang dikelola masyarakat.
11. Pelaksanaan pembinaan lanjut meliputi: monitoring, asistensi,
pemantapan dan terminasi.
12. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi kelayakan penggunaan
prasarana dan sarana panti.
5. Susunan Organisasi Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger
1. Kepala Panti
Kepala panti mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi sebagai mana yang
dimaksud dalam pasal 88, keputusan No. 163 Tahun 2008.
49
b. Memimpin dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan Sub. Bagian,
Seksi dan Sub. Kelompok Jabatan Fungsional.
c. Melaksanakan tugas koordinasi lain yang diberikan Kepala Dinas.
2. Sub. Bagian Tata Usaha
Sub. Bagian tata usaha mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Melaksanakan urusan administrasi umum.
b. Melaksanakan urusan administrasi keuangan.
c. Melaksanakan urusan administrasi kepegawaian.
d. Melaksanakan urusan administrasi perlengkapan.
e. Melaksanakan pengelolaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
panti.
f. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan kepala panti.
3. Seksi Keperawatan
Seksi keperawatan mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Melaksanakan pendekatan awal meliputi: penjangkauan, observasi,
identifikasi, motivasi dan seleksi.
b. Melaksanakan penerimaan meliputi: registrasi, persyaratan
administrasi dan penempatan dalam panti.
c. Melaksanakan perawatan dan pemeliharaan fisik dan kesehata
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).
d. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan kepala panti.
4. Seksi Bimbingan dan Penyaluran
Seksi bimbingan dan penyaluran mempunyai tugas sebagai
berikut:
50
a. Melaksanakan terapi sosial perorangan, kelompok dan masyarakat.
b. Melaksanakan asesment, meliputi: penelaahan, pengungkapan dan
pemahaman masalah dan potensi yang bisa digali dari warga binaan
sosial (WBS).
c. Melaksanakan pembinaan fisik serta bimbingan mental dan sosial.
Kegiatan ini meliputi olah raga, konseling dan dinamika kelompok.
d. Melaksanakan persiapan dan pelaksanaan penyaluran kembali
kepada keluarga, pemulangan ke daerah asal dan pelaksanaan
rujukan ke lembaga pelayanan lain.
e. Melaksanakan pembinaan lanjut, yang meliputi: monitoring,
konsultasi, asistensi, pemantapan dan terminasi.
f. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan kepala panti.
C. Program Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger
Di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger terdapat beberapa
program yang biasa dijalankan, diantaranya adalah sebagi berikut:
1. Asessment, meliputi penelaahan, pengungkapan dan pemahaman masalah
dan potensi yang dimiliki warga binaan sosial (WBS).
2. Terapi sosial perorangan, kelompok dan masyarakat.
3. Pembinaan fisik, bimbingan mental spiritual, bimbingan sosial, bimbingan
hukum, bimbingan keterampilan, bimbingan musik, bimbingan psikologi
dan case conference.
4. Penyaluran kembali kepada keluarga, pemulangan ke daerah asal dan
rujukan ke lembaga layanan lain.
51
5. Pembinaan lanjut meliputi monitoring, konsultasi, asistensi, pemantapan
dan terminasi.1
1Brosur Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger
52
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISA DATA
A. Karakteristik Informan
Dalam penelitian ini penulis mengadakan wawancara dan observasi
langsung terhadap proses kegiatan bimbingan mental spiritual. Informan yang
penulis wawancarai terdiri dari pembimbing bimbingan mental spiritual dan
beberapa warga binaan sosial (WBS).
Adapun penjelasan data mengenai informan sebagai berikut:
1. Pembimbing Bimbingan Mental Spiritual
Nama : Ahmad Munzir
TTL : Lombok, 08 September 1988
Alamat : Cileungsi – Bogor
Agama : Islam
Ustadz Ahmad Munzir adalah seorang mahasiswa semester 3
Jurusan Syariah di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Arab
(LIPIA) Jakarta. Beliau menjadi pembimbing di Panti Sosial Bina Insan
Bangun Daya 2 Ceger semenjak September 2012. Pengalaman
membimbing ustadz Ahmad Munzir di MA Jamaludin, SMP IT Al-Ikmal
dan sekarang sedang mengajar di SDIT Iqro’ Kairo Bogor dan sebagai
pembimbing bimbingan mental spiritual di Panti Sosial Bina Insan Bangun
Daya 2 Ceger setiap hari Senin pukul 10.00-11.30 WIB. Selain itu, ustadz
Ahmad Munzir juga aktif mengisi majlis ta’lim dan les bahasa arab di
Bogor. Adapun penataran/pelatihan yang pernah diikuti yaitu “Sosialisasi
Kurikulum 2013” di Bogor. Yang menjadi motivasi ustadz Ahmad Munzir
53
membimbing adalah mencari pengalaman dan ingin menjunjung tinggi
agama Allah.1
2. Warga Binaan Sosial (WBS)
a. Rowi, berusia 41 tahun berasal dari Cirebon, menikah pada tahun 1994
dan mengalami perceraian karena masalah ekonomi, hingga saat ini Pak
Rowi tidak menikah lagi dan menyerahkan semuanya pada Allah. Di
Jakarta sendirian, sedangkan saudara-saudaranya sudah menjalani
kehidupan masing-masing. Pendidikan Pak Rowi tidak tamat SD, tetapi
dari hasil observasi peneliti Pak Rowi telah memiliki pemahaman
agama yang cukup. Pak Rowi mengaku berjalan kaki dari Cirebon
sampai Jakarta dalam waktu 12 hari, sesampainya di Jakarta WBS
terlantar. Hingga akhirnya terkena razia oleh Satpol PP. Interaksi
dengan antar sesama warga binaan sosial cukup baik dan tidak ada
gangguan kesehatan maupun mental. Pak Rowi merasa mendapat
hidayah setelah berada di panti, karena membuat dirinya menjadi lebih
rajin beribadah. Harapannya setelah keluar dari panti Pak Rowi bisa
lebih rajin beribadah dan menjalani kehidupan yang lebih baik.2
b. Ibrahim, lahir di Cilacap 05 Oktober 1965 (48 tahun). Pak Ibrahim
adalah seorang buruh bangunan yang berasal dari Desa Cikedondong
RT 01/01 Kelurahan Cikedondong Kecamatan Bantar Sari Kabupaten
Cilacap. Pak Ibrahim memiliki seorang istri dan dua orang anak yang
tinggal di Jl. Prumpung Kelurahan Cipinang Besar Utara Kecamatan
Jatinegara Jakarta Timur. Pak Ibrahim terkena penjemputan sosial pada
1 Wawancara Pribadi dengan Ustadz Ahmad Munzir, Ceger, 06 Mei 2013.
2 Wawancara Pribadi dengan BapakRowi, Ceger, 22 April 2013.
54
hari Kamis, 18 April 2013 di Taman Indah Jatinegara. Alasan yang
diungkapkan oleh Pak Ibrahim ketika itu dia sedang menunggu
jemputan temannya untuk bekerja di Kranggan, namun setelah satu jam
menunggu temannya tak kunjung datang dan akhirnya WBS tertidur di
taman. Pak Ibrahim merasa keberadaannya di panti adalah kesempatan
untuk menimba ilmu, karena dengan banyaknya bimbingan yang
diberikan menjadikan bertambahnya pengetahuan. Pak Ibrahim juga
mengaku kebredaannya di panti membuat keimanannya bertambah,
selama berada di panti shalat selalu tepat waktu dan lebih khusuk.
Adapun harapan Pak Ibrahim setelah keluar dari panti adalah lebih
berhati-hati, jangan sembarangan ketika menggunakan tempat untuk
beristirahat dan lebih meningkatkan keimanan.3
c. Eka Kretianti, kelahiran Semarang 17 Mei 1970, pendidikan terakhir
SLTP, merantau ke Jakarta sendiri setelah bercerai dengan suaminya.
Di Jakarta berprofesi sebagai pembantu rumah tangga. Merasa
menyesal tidak pernah mendengarkan nasihat orang tua dan trauma
terhadap laki-laki karena selalu dibohongi. Sehingga kini mempunyai
prinsip harus patuh terhadap orang tua dan ketika ingin menikah lagi
harus bersama laki-laki yang mempunyai pemahaman agama yang
bagus. Dan ketika ada masalah dia menyelesaikan sendiri dan
menganggung akibatnya sendiri. Tertangkap oleh kantib di taman
kemayoran, ketika itu Mbak Eka sedang tertidur. Dengan adanya di
panti ini banyak sekali pengetahuan yang didapatkan oleh Mbak Eka.
3 Wawancara Pribadi dengan Bapak Ibrahim, Ceger, 22 April 2013.
55
Harapan setelah keluar dari panti adalah lebih patuh terhadap orang tua
dan kembali bekerja.4
d. Alwi, lahir di Purwakarta 12 Agustus 1995. Alwi berasal dari
Purwakarta dan sekarang tinggal di Jl. Pelumpang B No. 30 RT 02 RW
04 Kel. Rawa Badak Selatan Kec. Koja Jakarta Utara. Alwi berprofesi
sebagai kondektur metro mini. Tertangkap oleh kantib ketika mau
menolong temannya sedang ribut. Keberadaannya di panti tidak
diketahui oleh keluarga. Alwi menikmati keberadaannya di panti,
karena Alwi mempunyai prinsip “hidup jangan di buat susah, semua
akan indah pada waktunya”. Harapannya setalah keluar dari panti
adalah kembali bekerja dan menjalani kehidupan yang lebih baik. 5
e. Idah, kelahiran Jakarta 19 Juli 1962. Tinggal di Jl. Tomang Pulo RT
013 Rw 005 Kelurahan Palang Merah Jakarta Barat. Seorang janda
karena ditinggalkan meninggal oleh suaminya. Setelah kepergian
suaminya Ibu Idah menjadi buruh cuci untuk mememenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari dan mencukupi kebutuhan kedua orang anaknya
dengan penghasilan Rp. 450.000 per bulan. Karena merasa tidak cukup
Ibu Idah tertarik untuk melakukan pekerjaan menjadi joki, dengan
penghasilan Rp. 30.000 per hari. Alternatif ini berdasarkan ajakan
temannya. Ibu Idah mempunyai hubungan yang baik dengan kelurga
dan para tetangga, sehingga ketika dalam keadaan kesusahan para
4 Wawancara Pribadi dengan Eka Krestianti, Ceger, 24 April 2013.
5 Wawancara Pribadi dengan Alwi, Ceger, 24 April 2013.
56
tetangga siap membantu. Harapannya setelah keluar dari panti adalah
kembali bekerja dan kapok menjadi joki.6
f. Dedi Kusmana, kelahiran Jakarta 05 Februari 1957. Berasal dari Desa
Sangkanurip Kuningan Jawa Barat. Ditinggal oleh istrinya menjadi
TKW ke Arab Saudi sejak tahun 1985 hingga sekarang. Mempunyai
seorang anak yang kuliah di Semarang fakultas kedokteran, namun
ketika ditemui anaknya tidak mau mengakui sebagai ayahnya. Hingga
akhirnya Pak Dedi terlantar di Jakarta dan menjadi pemulung. Tempat
yang biasa dijadikan lapak untuk mulung di daerah Senayan dengan
penghasilan rata-rata Rp. 10.000 per hari. Kadang-kadang ada orang
yang kasihan dan memberinya uang. Pak Dedi mempunyai penyakit
sesak nafas, setelah dulu bekerja di ternak ayam di Kuningan.
Hubungan sosial dengan kelurga dan antar sesama warga binaan cukup
baik. Pak Dedi cukup aktif dalam setiap kegiatan bimbingan yang ada
di panti. Mampu menyesuaikan diri antar sesama WBS. Trauma
menjadi pemulung dan kini hanya pasrah kepada Allah. Harapannya
setelah keluar dari panti yaitu kembali bekerja di kuningan.7
g. Pebe Biyem, kelahiran Wonosobo 17 Agustus 1971, anak ke empat dari
enam bersaudara. Mengaku salah tangkap karena menempati tanah
kosong yang akan di gusur pada bulan Agustus. Mbak Pebe tingga di Jl.
Budimulia Rt 011 Rw 011 Kelurahan Pademangan Barat Kecamatan
Pademangan Jakarta Utara. Awalnya dijanjikan pekerjaan oleh petugas
dan akan interview di Cipayung tetapi ternyata di bawa ke panti, hingga
6 Wawancara Pribadi dengan Ibu Idah , Ceger, 24 April 2013.
7 Wawancara Pribadi dengan Bapak Dedi, Ceger, 08 Mei 2013.
57
saat ini Mbak Pebe tidak mengerti kesalahannya, karena dia tidak
merasa mencuri, mengemis ataupun mulung. Mbak Pebe berprofesi
sebagai refleksiologi. Kini Mbak Pebe hanya pasrah kepada Allah.8
B. Kegiatan Bimbingan Mental Spiritual
Bimbingan mental spiritual adalah usaha membantu warga binaan
sosial (WBS) dengan mengungkapkan dan membangkitkan potensi yang
dimilikinya, khususnya menyentuh keadaan mental dan spiritual para warga
binaan sosial (WBS) yang ada di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2
Ceger. Pemberian bimbingan mental spiritual dalam upaya meningkatkan
keberagamaan warga binaan sosila (WBS) yaitu mampu menerjemahkan dan
mengamalkan ajaran agama kedalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang
diungkapkan oleh Ustadz Ahmad Munzir:
“Tujuan bimbingan mental spiritual yaitu untuk memberikan
pengetahuan tentang hidup dalam hidup yang islami yang sesuai dengan
tuntunan Rasulullah SAW.”9
Dari hasil observasi dan wawancara, penulis dapat menggambarkan
kondisi mengenai proses pelaksanaan kegiatan bimbingan mental spiritual
sebagai berikut:
1. Metode yang Digunakan dalam Bimbingan Mental Spiritual
Berbagai upaya dilakukan oleh lembaga/instansi serta pembimbing
agama untuk memberikan pelayanan bagi para warga binaan sosial (WBS)
di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger agar para warga binaan
sosial (WBS) dapat merasakan manfaat dari pelayanan tersebut. Salah satu
8 Wawancara Pribadi dengan Pebe Biyem, Ceger, 08 Mei 2013.
9 Wawancara Pribadi dengan Ustadz Ahmad Munzir, Ceger, 27 Mei 2013.
58
layanan yang diberikan adalah bimbingan mental spiritual, bimbingan ini
diberikan agar para warga binaan sosial (WBS) lebih banyak mengenal
nilai atau norma yang berlaku di masyarakat, memiliki rasa percaya diri,
harga diri serta memiliki kondisi psikologis yang sehat dalam berpikir,
berperasaan dan bertingkah laku, sehingga dengan demikian para warga
binaan sosial (WBS) tidak kembali hidup di jalanan.
Adapun metode yang digunakan pembimbing bimbingan mental
spiritual dalam meningkatkan keberagamaan para warga binaan sosial
(WBS) sebagai berikut:
a. Metode Ceramah
Dalam memberikan materi kepada warga binaan sosial (WBS),
pembimbing menggunakan metode ceramah atau tausyiah. Ceramah
merupakan suatu teknik pembinaan atau bimbingan yang memberikan
uraian atau penjelasan secara ucapan atau lisan yang banyak diwarnai
oleh karakteristik dan gaya bicara seorang da’i atau pembina kepada
mad’u atau terbimbing.
Metode ceramah yang dilakukan oleh pembimbing dalam
membimbing para warga binaan sosial (WBS) yaitu dengan cara
komunikasi satu arah, pembimbing terfokus pada materi yang
disampaikan sehingga kurang memperhatikan pengungkapan
permasalahan atau potensi yang dimiliki oleh warga binaan sosial
(WBS). Menurut penulis hal ini kurang efektif, karena yang seharusnya
menjadi pusat perhatian adalah warga binaan sosial (WBS) terutama
59
dalam mengungkapkan permasalahan atau potensi yang dimiliki warga
binaan sosial (WBS).
b. Metode Tanya Jawab
Metode ini dilakukan setelah pembimbing selesai menyampaikan
materi. Apabila warga binaan sosial (WBS) kurang mengerti atas apa
yang disampaikan oleh pembimbing, maka warga binaan sosial (WBS)
diperbolehkan bertanya. Dalam tanya jawab ini pembimbing
memberikan kesempatan secara terbuka kepada para warga binaan
sosial (WBS) untuk mengajukan pertanyaan dengan tidak membatasi
materi pertanyaan. Dan biasanya pertanyaan yang diajukan oleh para
warga binaan sosial (WBS) langsung dijawab di tempat bimbingan pada
waktu itu juga.
Contohnya saja informan 3 bertanya: “Pak, seluruh badan saya
penuh dengan tato, apakah wudhu dan shalat saya sah?”. Pak ustadz
langsung menjawab, “badan yang penuh dengan tato wudhunya tidak
sah, karena menghalangi masuknya air kedalam kulit, Allah melaknat
orang yang bertato, tetapi kalau ada niat untuk sholat dan menghapus
tato maka sholatnya akan diterima Alah SWT.”
Contoh lain seperti pertanyaan yang diajukan oleh informan 2,
beliau bertanya: “dalam Islam banyak sekali puasa sunnah, yang mau
saya tanyakan adalah puasa kifarat, maksudnya itu apa?”. Ustadz
menjawab: “puasa kifarat adalah puasa membayar ganti, ketika di
bulan ramadahan pasangan suami isteri melakukan hubungan intim di
siang hari, puasanya batal dan wajib di ganti dengan puasa kifarat”.
60
Metode tanya jawab yang dilakukan oleh pembimbing masih
menggunakan metode satu arah, yaitu terbimbing bertanya dan
pembimbing menjawab. Pembimbing tidak memberikan kesempatan
kepada warga binaan sosial (WBS) lain untuk memberikan komentar
atau tanggapan terhadap pertanyaan ataupun jawaban yang sedang
dibahas.
c. Nonton Bareng
Kegiatan nonton bareng dengan memutarkan film-film islami dan
penuh motivasi. Kegiatan nonton film disamping mengandung unsur
hiburan, para warga binaan sosial (WBS) juga dapat mengambil hikmah
atau pelajaran dari film yang mereka tonton.
Saat penulis melakukan observasi film yang di putar berjudul
“anak durhaka”, film tersebut cukup menarik perhatian para warga
binaan sosial (WBS). Penulis juga mengkonfirmasi kepada warga
binaan sosial (WBS) mengenai pembelajaran yang bisa diambil dari
film tersebut. Seperti yang diungkapkan Dodi: “Pelajaran yang bisa
diambil gak boleh durhaka sama orang tua, karena surga di bawah
telapak kaki ibu.”
Kegiatan nonton bareng ini jarang dilakukan, padahal kegiatan ini
cukup menarik perhatian dan antusias warga binaan sosial (WBS)
karena disamping ada unsur hiburan terdapat nilai pembelajaran yang
bisa diambil.
61
2. Proses Bimbingan Mental Spiritual
Bimbingan mental spiritual dilaksanakan setiap hari Senin mulai
pukul 10.00-11.30 WIB di aula. Kegiatan bimbingan ini dipimpin oleh
seorang ustadz dan didampingi oleh pekerja sosial. Jika pembimbing
berhalangan hadir, maka kegiatan bimbingan mental spiritual tidak
terlaksana. Dan jika pekerja sosial yang biasa mendampingi tidak hadir,
maka kegiatan bimbingan menjadi kurang kondusif karena tidak ada
penyeleksian warga binaan sosial (WBS) peserta bimbingan.
Proses bimbingan mental spiritual dilakukan dengan metode yang
menarik, hal ini terlihat dari antusias para warga binaan sosial (WBS)
dalam mengikuti bimbingan dengan fokus dan banyak bertanya. Walaupun
ada beberapa kendala saat kegiatan berlangsung, misalnya ruangan yang
terlalu dingin membuat beberapa para warga binaan sosial (WBS)
kedinginan karena tidak terbiasa berada di ruangan ber-AC. Selain itu,
kegaduhan anak-anak cukup mengganggu kegiatan bimbingan.
Beberapa pertanyaan yang diajukan oleh warga binaan sosial (WBS)
ketika kegiatan bimbingan mental spiritual berlangsung, sebagai berikut:
a. Informan 6 bertanya: “ Pak di barak kan gak ada jam, nah saya gak tau
udah masuk waktu solat subuh apa belum, yang saya jadikan patokan
adalah suara kokok ayam, terkadang kalo saya ragu saya
melaksanakan solat subuh 2 kali, itu bagaimana pak?”. Ustadz
menjawab: “ itu gak apa-apa pak, selama kita mempunyai niat baik,
terutama dalam melaksanakan solat itu tidak menjadi masalah dan
Insya Allah mendapat pahala dari Allah SWT.” Kemudian informan 6
62
bertanya kembali: “ketika mau melaksanakan solat pakaian dan tempat
harus suci, sedangkan keadaan di dalam kamar kotor, bagaimana pak?
Saya suka ragu kalo mau solat karena baju dan tempatnya gak bersih.”
Ustadz menjawab: “ itu ga apa-apa pak, karena dalam keadaan
darurat. Kalaupun kita berada di hutan dan tidak ada makanan yang
bisa kita makan, kita di perbolehkan untuk makan binatang yang haram
sekalipun untuk kita bisa bertahan hidup, hal ini disebabkan dalam
keadaan darurat”. Dari proses tanya jawab tersebut terlihat komunikasi
yang baik, pembimbing tidak langsung menyalahkan terbimbing,
pembimbing lebih menekankan niat dan kesadaran beragama daripada
pelaksanaannya.
b. Informan 9 bertanya: bagaimana pak ngakunya Islam tapi
perbuatannya jelek?”. Ustadz menjawab: “hal itu tergantung diri
sendiri, karena setiap perbuatan harus dipertanggung jawabkan di
akhirat kelak. Begitu bapak mendengar suatu pelajaran yang baik
harus langsung diamalkan”. Dalam proses tanya jawab tersebut
pembimbing lebih menekankan pada terbimbing untuk harus lebih
memiliki tanggung jawab.
Dari hasil observasi penulis menyimpulkan bahwa proses kegiatan
bimbingan mental spiritual berjalan dengan cukup baik, hal ini terlihat dari
antusias para warga binaan sosial (WBS) dalam mengikuti bimbingan dan
terjalin komunikasi yang baik antara pembimbing dan terbimbing dalam
proses tanya jawab.
63
3. Materi Bimbingan Mental Spiritual
Secara umum materi bimbingan mental spiritual mencakup seluruh
ajaran agama Islam secara universal dalam segala bidang yang berkaitan
dengan kehidupan manusia. Berikut pernyataan ustadz Ahmad Munzir:
“Materi yang biasa disampaikan seputar kesuksesan di dunia dan
akhirat, kewajiban mentaati pemimpin dan masalah-masalah tauhid,
karena dengan kita bertauhid Insya Allah kehidupan kita akan lebih
bahagia.”10
Menurut warga binaan sosial (WBS) materi yang disampaikan cukup
menarik, walaupun sebagaian besar dari mereka ada yang sudah
mengetahui tentang materi yang disampaikan. Namun ada juga yang
berpendapat bahwa materi yang disampaikan tidak menarik, karena tidak
sesuai dengan harapan dan tidak tepat sasaran. Kondisi demikian
sebagaimana diungkapkan oleh informan 2:
“Menurut saya pembahasan kurang menarik, karena tidak sesuai
dengan harapan, harusnya materi itu diberikan sesuai dengan kondisi
mad’unya, tepat sasaran.”11
Dari hasil observasi dan wawancara penulis dapat menyimpulkan
bahwa materi yang disampaikan dibuat berdasarkan keinginan atau hal
yang menarik menurut pembimbing, bukan berdasarkan kebutuhan atau
harapan para warga binaan sosial (WBS) meskipun dalam prosedurnya
ada. Adapun materi yang diharapkan oleh warga binaan sosial (WBS)
yaitu meliputi hal-hal yang berkaitan dengan keadaan mereka dalam
pandangan Islam, misalnya larangan meminta-minta bagi pengemis,
perintah menjaga kesucian dan harga diri bagi wanita tuna susila (WTS),
10
Wawancara Pribadi dengan Ustadz Ahmad Munzir, Ceger, 27 Mei 2013. 11
Wawancara Pribadi dengan Informan 2, Ceger, 22 April 2013.
64
dan materi-materi lain yang berhubungan dengan profesi mereka di
jalanan.
C. Analisa Data
Mayoritas warga binaan sosial (WBS) yang ada di Panti Sosial Bina
Insan Bangun Daya 2 Ceger adalah bapak-bapak dan ibu-ibu, sebagian anak
kecil dan remaja, bahkan ada lansia dan beberapa orang dengan gangguan
kejiwaan. Kebanyakan dari mereka tidak memiliki pendidikan yang cukup,
baik pendidikan umum maupun pendidikan agama, latar belakang ekonomi
yang memprihatinkan, serta skill atau kemampuan yang kurang memadai. Hal
inilah yang membuat para warga binaan sosial (WBS) hidup di jalanan
dengan menjadi gelandangan, pengemis, pengamen, wanita tuna susila
(WTS), waria, psikotik, jockey three in one, parkir liar, pengedar kotak amal,
penyandang cacat, pedagang asongan, pemulung, orang terlantar dan berbagai
jenis penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) lainnya. Untuk lebih
lengkapnya bisa dilihat dalam Perda Provinsi DKI Jakarta No 8 tahun 2007
tentang ketertiban umum.
Kemantapan jiwa orang dewasa setidaknya memberikan gambaran
tentang bagaimana sikap keberagamaannya. Mereka sudah memiliki
tanggung jawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, adapun perubahan
yang terjadi didasarkan atas pertimbangan yang matang dan bukan sekedar
ikut-ikutan. Sedangkan pada lansia sikap keberagamaan lebih pada perasaan
takut kematian, dan umumnya kehidupan keberagamaannya sudah mencapai
65
kemantapan serta kecenderungan mengarah pada kebutuhan akan kasih
sayang dan perlakuan yang istimewa.12
Dari hasil observasi dan wawancara langsung selama di lapangan,
penulis menemukan bahwa bimbingan mental spiritual berdampak positif
terhadap keberagamaan warga binaan sosial (WBS). Sebagaimana yang
diungkapkan oleh informan 6:
“Bimbingan agama disini sangat seger, karena bisa menghilangkan rasa
kejenuhan saya. Karena saya orangnya gak bisa diam, apalagi hanya
makan tidur, seperti itu saya tidak bisa, malah bisa menimbulkan
penyakit dan stres. Setelah mengikuti bimbingan mental spiritual
keimanan saya nambah. Hal ini disebabkan karena keadaan, tidak ada
kegiatan lain, pikiran fokus, menjadi lebih khusuk dalam menjalankan
ibadah, ada hikmahnya masuk panti.”13
Dari ungkapan informan 6 terlihat bahwa ada dampak dari bimbingan
mental spiritual terhadap keberagamaannya, keimanannya bertambah dan
lebih fokus melaksaksanakan ibadah.
Hal lain diungkapkan oleh informan 8:
“Setelah mengikuti bimbingan mental spiritual saya lebih khusuk dalam
menjalankan ibadah, karena hanya Allah yang bisa menolong kita dan
Allah Maha segala Maha. Dengan adanya saya di panti ini saya jadi
lebih mendekatkan diri kepada Allah.”14
Dari ungkapan informan 8 terlihat adanya dampak yang positif dari
bimbingan mental spiritual terhadap keberagamaannya. Selain itu bimbingan
mental spiritual juga berdampak terhadap perasaan warga binaan sosial
(WBS). Seperti yang diungkapkan oleh informan 4:
12
Lihat tentang perkembangan jiwa keagamaan pada manusia (Prof. Dr. Jalaluddin,
2007:106). 13
Wawancara Pribadi dengan Informan 6, Ceger, 22 April 2013. 14
Wawancara Pribadi dengan Informan 8, Ceger, 24 April 2013.
66
“Setelah mengikuti bimbingan mental spiritual perasaan saya menjadi
lebih tenang.”15
Hal lain diungkapkan oleh informan 7:
“Setelah ikut bimbingan ada rasa takut dan sadar kalo kita gak bakalan
hidup didunia selamanya. Setelah itu saya merenung, usaha
memperbaiki diri.”16
Dengan bimbingan mental spiritual para warga binaan sosial (WBS)
mengaku bertambah banyak pengetahuan, terutama dalam hal agama. Seperti
yang diungkapkan oleh informan 6:
“Setelah ikut bimbingan pengetahuan saya jadi bertambah, kemaren
saya ragu-ragu ketika mau melaksanakan shalat di dalam kamar karena
tempat dan pakaian saya yang kotor, tapi setelah mendapat penjelasan
dari pak ustadz kini saya tidak ragu lagi.”17
Berdasarkan analisis di atas dapat penulis simpulkan bahwa bimbingan
mental spiritual berdampak positif terhadap keberagamaan warga binaan
sosial (WBS), baik dari aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Dari
aspek kognitif warga binaan sosial (WBS) banyak yang sudah mengetahui
mengenai ajaran agama, terutama materi yang disampaikan oleh pembimbing
ketika bimbingan, dari aspek afektif terlihat adanya kepedulian antar sesama
warga binaan sosial (WBS), adanya penyesalan terhadap kesalahan yang telah
diperbuatnya dan ada usaha untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik.
Sedangkan dari aspek psikomotorik warga binaan sosial (WBS) banyak yang
memiliki pengharapan-pengharapan terhadap keyakinan yang dianutnya, serta
mau menjalankan kewajibannya sebagai umat beragama salah satunya
melaksanakan sholat lima waktu.
15
Wawancara Pribadi dengan Informan 4, Ceger, 08 Mei 2013. 16
Wawancara Pribadi dengan Informan 7, Ceger, 24 April 2013. 17
Wawancara Pribadi dengan Informan 6, Ceger, 22 April 2013.
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2
Ceger Jakarta Timur tentang dampak bimbingan mental spiritual terhadap
keberagamaan warga binaan sosial (WBS) sebagai berikut:
1. Kegiatan bimbingan mental spiritual dilaksanakan seminggu sekali, yaitu
setiap hari Senin mulai pukul 10.00-11.30 WIB yang dipimpin oleh
seorang ustadz dan didampingi oleh seorang pekerja sosial yang ada di
panti. Materi yang disampaikan dalam bimbingan mental spiritual
mencakup seluruh ajaran agama Islam secara umum dalam segala aspek
kehidupan manusia. Sedangkan metode yang digunakan meliputi metode
ceramah, tanya jawab dan nonton bareng. Dari penyampaian materi dan
metode yang digunakan oleh pembimbing proses pelaksanaan bimbingan
mental spiritual berjalan dengan cukup baik.
2. Bimbingan mental spiritual di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2
Ceger memberikan dampak positif terhadap keberagamaan warga binaan
sosial (WBS), baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Dari aspek kognitif warga binaan sosial (WBS) banyak yang sudah
mengetahui mengenai ajaran agama, terutama materi yang disampaikan
oleh pembimbing ketika bimbingan, dari aspek afektif terlihat adanya
kepedulian antar sesama warga binaan sosial (WBS), adanya penyesalan
terhadap kesalahan yang telah diperbuatnya dan ada usaha untuk
memperbaiki diri menjadi lebih baik. Sedangkan dari aspek psikomotorik
68
warga binaan sosial (WBS) banyak yang memiliki pengharapan-
pengharapan terhadap keyakinan yang dianutnya, serta mau menjalankan
kewajibannya sebagai umat beragama salah satunya melaksanakan sholat
lima waktu.
B. Saran
Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger merupakan panti
penampungan sementara penyandang maalah kesejahteraan sosial (PMKS)
hasil penertiban dan penjangkauan sosial. Panti ini bisa dijadikan
rekomendasi untuk kegiatan program praktikum maupun kegiatan penelitian.
Dari hasil pengamatan penulis mengenai dampak bimbingan mental
spiritual terhadap keberagamaan bagi warga binaan sosial (WBS) yang ada di
Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger, penulis memberikan saran
sebagai berikut:
1. Untuk pembimbing agar lebih meningkatkan kegiatan assesment tehadap
warga binaan sosial (WBS) sebelum bimbingan dilaksanakan, hal ini
dilakukan agar metode dan materi yang akan disampaikan sesuai dengan
harapan dan kebutuhan warga binaan sosial (WBS).
2. Ada pengklasifikasian terhadap warga binaan sosial (WBS) yang
mengalami gangguan kejiwaan ketika mengikuti bimbingan.
3. Kegiatan bimbingan mental spiritual diharapkan lebih ditingkatkan dengan
cara menambah jadwal dan melakukan pendampingan secara
berkesinambungan terhadap warga binaa sosial (WBS).
69
DAFTAR PUSTAKA
A, Hallen. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Al Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al Qurthubi (17), Jakarta: Pustaka Azzam,
2008.
Ancok, Djamaludin dan Nashori Suroso, Fuat. Psikologi Islami: Solusi Islam atas
Problem-problem Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994.
Arifin, H M. Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar. Jakarta: PT Golden
Trayon Press, 2002.
---------, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama. Jakarta:
Golden Trayon Press, 1994.
---------, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Ruhaniah Manusia. Jakarta:
Bulan Bintang, 1997.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 1996.
Bustanudin Agus. Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial, Gema Insani Press, Jakarta:
1999.
Daradjat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1970.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Jamunu, 1969. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 1994.
Hamidi. Metode Penelitian Kualitatif: Pendekatan Praktis Penulisan Proposal
dan Laporan penelitian, Malang: UMM Press, 2008.
Hendropuspito, D. Sosiologi Agama. Yogyakarta: Kanisius, 1998.
Jalaluddin dan Ramayulis. Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Kalam Mulia,
1993. Jalaluddin. Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 1998.
---------, Psikologi Agama Memahami Prilaku Keagamaan dengan
Mengaplikasikan Prinsip-prinsip Psikologi. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2007.
Kahmad, Dadang. Sosiologi Agama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002.
---------, Patologi Sosial Jilid 1. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1981.Kartini
Kartono, Kartini. Hygiene Mental. Bandung: Mandar Maju, 2000.
Lutfi, M. Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhuan (Konseling) Islam. Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Mahmud, Muhammad. ‘Ilm al-Nafs al-Ma’ashir di Dha’i al-Islam. Jeddah: Dar
al-Syuruq, 1984.
Muhammad, Abu Ja’far bin Jarir Ath-Thabari. Tafsir Ath-Thabari, Jakarta:
Pustaka Azzam, 2009.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2007. Rahman, Abdul dan Sulaeman, Nuhri. Panduan Bimbingan Mental Spiritual,
Jakarta: Kementrian Sosial, 2011.
Rahman Faqih, Aunur. Bimbingan dan Konseling dalam Islam, Yogyakarta: UII
Press, 2001.
Ramayulis. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
70
Ruslan, Rosady. Metode Penelitian Publik Relations dan Komunikasi, Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2006.
Soekanto, Soerjono. Kamus Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993.
Soetomo, Drs. Masalah Sosial dan Pembangunan, Jakarta: PT. Dunia Pustaka
Jaya 1995, cet. 1.
Suharto, Edi, Ph. D. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat
(Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial),
Bandung: PT. Refika Aditama, 2005, cet. 1.
Syamsul Arifin, Bambang. Psikologi Agama, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Syukur Dister, Nico. Pengalaman dan Motivasi Beragama: Pengantar Psikologi
Agama
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1998. Usman, Husaini dan Setiady Akbar, Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial Edisi 2.
Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Yunus, Mahmud. Tafsir Quran Karim, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 2004.
Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika. Landasan Bimbingan dan Konseling.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
Notosoedirjo, Moeljono dan Latipun. Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan.
Malang: UMM Press, 2001.