Upload
duongdiep
View
254
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DAMPAK KEBIJAKAN TARIF DAN KUOTA IMPOR TERHADAP
KINERJA INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDONESIA
DISERTASI
PURWOTO RUSLAN HIDAYAT
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
DAMPAK KEBIJAKAN TARIF DAN KUOTA IMPOR TERHADAP
KINERJA INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDONESIA
DISERTASI
PURWOTO RUSLAN HIDAYAT
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
PURWOTO RUSLAN HIDAYAT. 2012. Dampak Kebijakan Tarif dan Kuota Impor Terhadap Kinerja Industri Tepung Terigu Indonesia (BONAR M. SINAGA sebagai Ketua, RINA OKTAVIANI, dan WILSON H. LIMBONG sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Tujuan pene litian adalah untuk (1) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku impor, permintaan dan harga biji gandum, serta impor, produksi, permintaan, ekspor dan harga tepung terigu Indonesia, (2) menganalisis dampak kebijakan tarif dan kuota terhadap impor, permintaan dan harga biji gandum terutama perubahan-perubahan kesejahteraan yang terjadi pada produsen penggilingan biji gandum, konsumen, dan penerimaan pemerintah, (3) menganalisis dampak kebijakan tarif dan kuota terhadap impor, produksi, permintaan, dan harga tepung terigu terutama perubahan-perubahan kesejahteraan yang terjadi pada produsen penggilingan biji gandum, konsumen, dan penerimaan pemerintah, dan (4) menentukan alternatif kebijakan dengan mempertimbangkan kepentingan produsen tepung terigu, konsumen tepung terigu dan penerimaan pemerintah dalam rangka meningkatkan kinerja industri tepung terigu.
Alternatif kebijakan disimulasi dengan menggunakan model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan yang terdiri da ri 55 persamaan struktural, 1 persamaan teknis produksi dan 9 persamaan ide ntitas. Metode Two Stage Least Squares (2SLS) digunakan untuk menduga parameter persamaan struktural.
Penelitian menganalisis 6 skenario peramalan instrumen tunggal dan satu skenario peramalan instrumen gabungan, dengan hasil simulasi menunjukkan bahwa skenario peramalan gabungan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen dan Pelarangan Impor Tepung Terigu adalah simulasi terbaik berdasarkan dari dampak terhadap produsen dan konsumen, sedangkan simulasi kebijakan yang memberikan dampak terburuk adalah simulasi kebijakan Peningkatan Impor Biji Gandum sebesar 10 persen.
Kebijakan gabungan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen dan Pelarangan Impor Tepung Terigu berdampak positif terhadap konsumen dan produsen. Hal ini diperlihatkan dengan terjadinya tambahan surplus konsumen dan produsen. Konsumen tepung terigu Indonesia memperoleh tambahan surplus konsumen dengan turunnya harga disemua tingka tan seperti harga tepung terigu ditingkat industri, pedagang besar dan pedagang eceran. Turunnya harga juga berdampak positif bagi industri makanan dan minuman yang membeli tepung terigu sebagai bahan baku pada tingkat industri. Sedangkan produsen tepung terigu Indonesia memperoleh dampak positif karena turunnya harga impor biji gandum sebagai bahan baku dan mengalami dampak negatif karena produksi tepung terigu dan harga jua l tepung terigu ditingkat industri yang turun namun secara keseluruhan produsen tepung terigu memperoleh tambahan surplus produsen. Secara keseluruhan masyarakat memperoleh kenaikan kesejahteraan masyarakat. Dari sisi devisa Indonesia, kebijakan ini menguntungkan Indo nesia karena terjadi penurunan kehilangan devisa.
2
Kebijakan Peningkatan Impor Biji Gandum sebesar 10 persen sebagai kebijakan terburuk dilihat da ri perubahan kesejahteraan masyarakat yang terjadi. Konsumen memperoleh tambahan surplus konsumen sementara produsen mengalami penurunan surplus produsen namun ka rena tambahan surplus konsumen lebih kecil penurunan surplus produsen sehingga secara keseluruhan terjadi kesejahteraan masyarakat yang menurun. Konsumen tepung terigu ditingkat pengecer, pedagang besar, dan industri memperoleh keuntungan karena turunnya harga. Ditinjau dari sisi produsen industri penggilingan tepung terigu, penerapan kebijakan ini berdampak pada produksi tepung terigu yang naik, namun dengan harga jual yang naik sehingga produsen memperoleh penurunan surplus produsen.
Skenario gabungan pengenaan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen dan Pelarangan Impor Tepung Terigu yang dikombinasikan dengan kebijakan terintegrasi penanganan ketahanan pangan disarankan sebagai suatu kebijakan yang sesuai untuk memajukan industri tepung terigu Indonesia karena Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen dan Pelarangan Impor Tepung Terigu merupakan representasi dari: (1) kepentingan pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan nasional, (2) kepentingan pengusaha melalui tambahan surplus produsen yang diterima, dan (3) kepentingan konsumen melalui tambahan surplus konsumen. Kata kunci : industri tepung terigu, kebijakan tarif dan kuota, surplus produsen, surplus konsumen
ABSTRACT
PURWOTO RUSLAN HIDAYAT. 2012. The Impact of Import Tariff and Quota Policy on Performance of the Indonesian Wheat Flour Industry (BONAR M. SINAGA as Chairman, RINA OKTAVIANI and WILSON H. LIMBONG as Members of the Advisory Committee).
The objectives of this study are to analyze import tariff and quota po licy on performance of the Indonesian wheat flour industry, with particular objective is to: (1) identify the factors that influence the behavior of import, demand, and price of wheat, as well as the import, production, demand, and price of Indonesian wheat flour, (2) analyze the impacts of tariff and quota on import, demand and grain price, especially changes that occur in the welfare of milling grain producers, consumer and government revenue, (3) analyze the impacts of tariff and quota on import, production, demand and price of wheat flour, especially changes that occur in well-being of milling grain producer, consumer, and government revenue, and (4) determine the policy alternatives by considering the interests of producers of wheat flour, wheat flour consumers and government revenue in order to improve performance of wheat flour industry.
Alternative policies are simulated by using econometric models in form of simultaneous equation consisting of 55 structural equations, one technical equation of production, and 9 identity equations. Method Two Stage Least Squares (2 SLS) is used to estimate the parameters of structural equations.
The study analyzed forecasting six single instruments scenarios, and one combined tariff dan quotas instruments scenario. The results show that the combined forecasting scenarios of Wheat Seed Impo rt Quota by 90 percent and Import Prohibition o f Wheat Flour is the best simulation based on the impacts on producers and consumers, while simulation of policies resulting the worst impact is the policy of increasing Wheat Seed Imports by 10 percent.
Imposition of combined policy of Wheat Seed Import Quota by 90 percent and Import Prohibition of Wheat Flour gives a positive impact upon producers and consumers is recommended as an appropriate policy to promote wheat flour industry in Indonesia by considering that those policies representing: (1) interest of Indonesian government to maintain national food security, (2) interest of wheat flour enterprise through additional producer surplus, and (3) interest of consumers through the additional consumer surplus.
Key words : wheat flour industry, tariff and quota po licy, produser and consumer surplus.
@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar
Institut Pertanian Bogor 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
Judul Disertasi : DAMPAK KEBIJAKAN TARIF DAN KUOTA IMPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDONESIA
Nama : Purwoto Ruslan Hidayat Nomor Pokok : A5460141614 Prog ram Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Ketua Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA
Anggota Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS
Anggota Prof. Dr. Ir. Wilson H. Limbong, MS
Mengetahui 2. Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi Pertanian
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian : 24 Agustus 2011 Tanggal Pengesahan :
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:
DAMPAK KEBIJAKAN TARIF DAN KUOTA IMPOR TERHADAP
KINERJA INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDONESIA
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah
dipublika sikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Jakarta, Januari 2012
Nrp : A5460141614/EPN Purwoto Ruslan Hidayat
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:
DAMPAK KEBIJAKAN TARIF DAN KUOTA IMPOR TERHADAP
KINERJA INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDONESIA
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah
dipublika sikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Jakarta, Januari 2012
Nrp : A5460141614/EPN Purwoto Ruslan Hidayat
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga disertasi ini dapat penulis selesaikan. Penyusunan disertasi ini
adalah merupakan salah syarat untuk memperoleh gelar doktor pada Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada yth:
1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku ketua komisi pembimbing, yang
telah secara intensif membimbing penulis mulai dari perumusan masalah,
penentuan model analisis, hingga penyajian hasil penelitian.
2. Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. dan Prof. Dr. Ir. Wilson H. Limbong, MS.
selaku anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan masukan yang
sangat konstruktif dan arahan yang memperluas wawasan penulis.
3. Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS (Dekan Sekolah Pascasarjana IPB),
penulis mengucapkan terima kasih atas arahannya dalam penyelesaian studi
penulis di Institut Pertanian Bogor.
4. Bapak Dr. Ir. Boen M. Purnama, M.Sc. Sekretaris Jenderal dan Dr. Ir. Slamet
Riyadhi, M.FR. yang telah memberikan ijin dan kemudahan kepada penulis
untuk meneruskan studi S3 di IPB.
5. Bapak Dr. Susilo Bambang Yudhoyono dan Bapak Dr. Rusman Heriawan
teman satu kelas yang telah memberikan teladan, semangat dan dorongan
selama kuliah bersama-bersama.
ix
6. Rekan-rekan mahasiswa Progran Studi EPN Khusus dan EPN Reguler dari
berbagai angkatan.
7. Istri tercinta Ir. Ida Poespita, MSi. dan anak-anak tercinta Pradito Banu Jati,
Dwaya Putranti Sekarwening, Putranti Sekar Asri atas dorongan dan
pengorbanannya selama penulis menyelesaikan studi dan juga kepada ibu
mertua atas doanya yang tiada henti.
8. Semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu-persatu yang telah membantu
penulis baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaiannya studi.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik kepada semua pihak
atas terselesaikannya disertasi ini. Penulis menyadari bahwa dengan segala
keterba tasan yang dimiliki sehingga disadari bahwa disertasi ini jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu segala kritik, masukan dan saran dari segala pihak
sangat diharapkan penulis untuk perbaikan disertasi ini.
Jakarta, Januari 2012 Purwoto Ruslan Hidayat
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Agustus 1962 dari ayah Drs.
Roeslan Hidayat (Almarhum) dan Ibu Sri Soekarni (Almarhumah). Penulis
merupakan putra keenam dari tiga belas bersaudara.
Penulis lulus Sekolah Dasar Taman Pusaka tahun 1974, Sekolah
Menengah Pertama Negeri XCV tahun 1977, Sekolah Menengah Atas Negeri XIII
tahun 1981. Pada tahun 1982, penulis melanjutkan kuliah di Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 1986. Selanjutnya pada tahun 1993
penulis berkesempatan meneruskan studi Pascasarjana di Asian Institute of
Management, pada program Management Development dan selesai S2 pada
tahun 1994. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan studi program Doktor pada
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan biaya mandiri. Penulis
bekerja di Kementrian Kehutanan sejak tahun 1987 dan sekarang sebagai Kepala
Bidang Lingkungan, Pusat Standardisasi dan Lingkungan, Jakarta.
Penulis menikah dengan Ir. Ida Poespita, MSi. pada tahun 1989, dikarunia
satu orang putra dan dua orang putri, yaitu: Pradito Banu Jati, Dwaya Putranti
Sekarwening dan Putranti Sekar Asri. Istri bekerja sebagai Kepala Bagian
Organisasi dan Tata Laksana pada Sekretariat Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, Jakarta.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………………………………………………… v
DAFTAR GAMBAR…………….………………………………. ix
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………… x
I. PENDAHULUAN………………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang……………………………………………... 1
1.2. Perumusan Masalah………………………………………… 9
1.3. Tujuan Penelitian…………………………………………… 14
1.4. Kegunaan Penelitian.……………………..………………… 15
1.5. Ruang Lingkup……..………………………………………. 15
II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….. 17
2.1. Ekonomi Tepung Terigu Dunia…..………………………… 17
2.2. Kebijakan Perdagangan Tepung Terigu Dunia…...………... 21
2.3. Liberalisasi Perdagangan Tepung Terigu………………….. 23
2.4. Ekonomi Tepung Terigu Indonesia………………………… 26
2.5. Kebijakan Tepung Terigu Indonesia………………………. 28
2.6. Studi Terdahulu Tentang Biji Gandum dan Tepung Terigu 32
2.6.1. Produksi…………………………………………… 32
2.6.2. Permintaan………………………………………… 32
2.6.3. Perdagangan……………………………………..... 34
2.6.4. Model…………………………………………….. 35
iv
Halaman
III. KERANGKA TEORI………………………………………….… 38
3.1. Tahapan Produksi dan Pasar Tepung Terigu……................. 38
3.2. Permintaan Input dan Penawaran Output………………….. 38
3.2.1. Perrmintaan Biji Gandum dan Penawaran Tepung Terigu oleh Pengolah...............................................
40
3.2.2. Permintaan Tepung Terigu dan Penawaran Produk oleh Industri Makanan Minuman............................
41
3.3. Intervensi Kebijakan dan Liberalisasi Perdagangan……..... 43
3.3.1. Intervensi kebijakan, Pasar Biji Gandum dan Tepung Terigu Dunia.............................................
45
3.3.2. Intervensi Kebijakan Fiskal Biji Gandum dan Tepung Terigu........................................................
50
3.4. Tingkat Intervensi dari Kebijakan………………………….. 51
3.5. Dampak Ekonomi dari Kebijakan………………………….. 53
IV. KONSTRUKSI MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS……...... 57
4.1. Model…………………..…………………………………... 57
4.1.1. Pasar Biji Gandum Dunia...................................... 60 4.1.2. Pasar Tepung Terigu Dunia................................... 68
4.1.3. Industri Tepung Terigu Indonesia.......................... 75 4.2. Prosedur Analisis…………………………………………… 83
4.2.1. Data........................................................................ 83 4.2.2. Identifikasi dan Pendugaan Model......................... 84
4.2.3. Metode Estimasi.................................................... 85 4.2.4. Validasi Model...................................................... 85 V. HASIL PENDUGAAN MODEL TEPUNG TERIGU
INDONESIA....................................................................................
89 5.1. Pasar Biji Gandum Dunia…………………………………... 90
5.1.1. Ekspor Biji Gandum Dunia.................................... 90 5.1.2. Impor Biji Gandum Dunia...................................... 97
5.1.3. Harga Biji Gandum Dunia...................................... 104
v
Halaman
5.1.4. Harga Ekspor Biji Gandum.................................... 105 5.1.5. Harga Impor Biji Gandum...................................... 110
5.2. Pasar Tepung Terigu Dunia………………………………… 115
5.2.1. Ekspor Tepung Terigu Dunia................................. 115
5.2.2. Impor Tepung Terigu Dunia.................................. 122 5.2.3. Harga Tepung Terigu Dunia.................................. 128
5.2.4. Harga Ekspor Tepung Terigu................................ 129 5.2.5. Harga Impor Tepung Terigu.................................. 134
5.3. Industri Tepung Terigu Indonesia…………………………. 139
5.3.1. Permintaan Biji Gandum Indonesia....................... 139
5.3.2. Permintaan Biji Gandum Untuk Industri Makanan.................................................................
139
5.3.3. Impor Biji Gandum Indonesia................................ 139
5.3.4. Harga Impor Biji Gandum Indonesia..................... 145 5.3.5. Produksi Tepung Terigu Indonesia........................ 146
5.3.6. Impor Tepung Terigu Indonesia............................. 146 5.3.7. Harga Impor Tepung Terigu Indonesia.................. 153 5.3.8. Harga Tepung Terigu di Tingkat Industri.............. 154
5.3.9. Harga Tepung Terigu di Tingkat Pedagang Besar.......................................................................
156
5.3.10. Harga Tepung Terigu di Tingkat Pedagang Eceran.....................................................................
157
5.3.11. Permintaan Tepung Terigu Indonesia.................... 158
VI. PERAMALAN DAMPAK KEBIJAKAN TARIF DAN KUOTA IMPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDONESIA TAHUN 2011-2015...................................................
165 6.1. Hasil Validasi Model............................................................. 165
6.2. Hasil Peramalan Dampak Kebijakan……............................. 166
6.2.1. Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen…… 169
6.2.2. Pelarangan Impor Tepung Terigu……………...... 176 6.2.3. Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Biji Gandum
sebesar 5 persen………………………………….
182
vi
Halaman
6.2.4. Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung Terigu sebesar 5 persen………………………......
187
6.2.5. Penambahan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 10 persen…………………………………………
192
6.2.6. Penambahan Kuota Impor Tepung Terigu sebesar 50 persen………………………...……………….
196
6.2.7. Gabungan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen dan Pelarangan Impor Tepung Terigu……
202
6.3. Rangkuman : Dampak Kebijakan terhadap Kesejahteraan ... 208 VII KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN…….. 213
7.1. Kesimpulan........................................................................... 213
7.2. Implikasi Kebijakan............................................................. 219
7.3. Saran Penelitian Lanjutan..................................................... 222
DAFTAR PUSTAKA..................................................................... 223
LAMPIRAN..................................................................................... 228
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Impor Biji Gandum dan Tepung Terigu Indonesia Tahun 2001-2008….............................................................................................
3
2. Besarnya Devisa Indonesia yang Harus dibayarkan karena
Kegiatan Impor dan Ekspor Biji Gandum dan Tepung Terigu Tahun 2003-2008……………………............................................
4
3. Kapasitas Produksi Empat Besar Perusahaan Industri Tepung Terigu Indonesia Tahun 2009..…………………………………...
5
4. Pangsa Pasar Produsen Tepung Terigu Indonesia……………….. 6
5. Produksi Biji Gandum di Beberapa Negara Produsen Utama ....... 17
6. Produksi, Konsumsi, Ekspor, Impor dan Stock Biji Gandum di
Beberapa Negara Produsen Utama Tahun 2007.............................
18
7. Perkiraan Kebutuhan Biji Gandum unt uk Industri Tepung Terigu Dunia Tahun 1985-2008……………………………….…………
19
8. Ekspor dan Impor Biji Gandum dan Tepung Terigu Dunia Tahun
1980-2008 ......................................................................................
20
9. Nilai Ekspor dan Impor Biji Gandum dan Tepung Terigu Dunia Tahun 2003 ……………………………………………………….
22
10. Ekspor dan Impor Biji Gandum dan Tepung Terigu Indonesia
Tahun 1980-2007…………………………………………………
26
11. Perkembangnan Konsumsi Perkapita Tepung Terigu Indonesia Tahun 1980-2007.…..…………………………...………………..
27
12. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Biji Gandum
Amerika Serikat ….........................................................................
91
13. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspo r Biji Gandum Prancis ............................................................................................
92
14. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Biji Gandum Uni
Soviet..............................................................................................
93
15. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Biji Gandum Kanada............................................................................................
95
viii
Nomor Halaman
16. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Biji Gandum Australia..........................................................................................
96
17. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Biji Gandum Uni
Soviet..........................................................................................….
98
18. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Biji Gandum Italia.................................................................................................
99
19. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Biji Gandum
Brasil...............................................................................................
100
20. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Biji Gandum Jepang..............................................................................................
101
21. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Biji Gandum
Aljazair............................................................................................
103
22. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Biji Gandum Dunia...............................................................................................
104
23. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Ekspor Biji
Gandum Amerika Serikat................................................................
106
24. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Ekspor Biji Gandum Prancis.. ............................................................................
107
25. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Ekspor Biji
Gandum Uni Soviet........................................................................ 108
26. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Ekspor Biji
Gandum Kanada………………………………………………….
109
27. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Ekspor Biji Gandum Australia ..........................................................................
110
28. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Biji
Gandum Uni Soviet.........................................................................
111
29. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Biji Gandum Italia.................................................................................
112
30. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Biji Gandum Brasilia..............................................................................
113
31. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Biji
Gandum Jepang...............................................................................
114
ix
Nomor Halaman
32. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Biji Gandum Aljazair.............................................................................
115
33. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Tepung Terigu
Prancis.............................................................................................
116
34. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Tepung Terigu Belgia..............................................................................................
118
35. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Tepung Terigu
Uni Soviet.......................................................................................
119
36. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Tepung Terigu Turki................................................................................................
120
37. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Tepung Terigu
Jerman.............................................................................................
121
38. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Tepung Terigu Belanda............................................................................................
123
39. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Tepung Terigu
Libya...............................................................................................
124
40. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Tepung Terigu Uni Soviet...............................................................................................
125
41. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Tepung Terigu
Amerika Serikat..............................................................................
126
42. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Tepung Terigu Dunia...............................................................................................
128
43. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Ekspor Tepung
Terigu Prancis………………………………...…………………..
129
44. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Ekspor Tepung Terigu Belgia……………………………………………………...
131
45. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Ekspor Tepung
Terigu Uni Soviet…………………………....……………………
132
46. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Ekspor Tepung Terigu Turki....................................................................................
133
47. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Ekspor Tepung
Terigu Jerman..................................................................................
134
x
Nomor Halaman
48. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Tepung Terigu Belanda……………………………………………………
136
49. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Tepung
Terigu Libya....................................................................................
136
50. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Tepung Terigu Uni Soviet………………………….......…………………
138
51. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Tepung
Terigu Amerika Serikat………................………………………...
138
52. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia..................................................................
141
53. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Biji Gandum
Indo nesia da ri Kanada.....................................................................
142
54. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Biji Gandum Indonesia da ri Amerika Serikat.......................................................
144
55. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Biji
Gandum Indonesia….....................................................................
145
56. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Tepung Terigu Indonesia dari Australia..................................................................
147
57. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Tepung Terigu
Indonesia dari Jepang......................................................................
150
58. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Tepung Terigu Indonesia dari Singapura.................................................................
151
59. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Tepung
Terigu Indonesia..............................................................................
153
60. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Tepung Terigu d itingkat Industri Indonesia……… …………….................
154
61. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Tepung
Terigu d itingkat Pedagang Besar…....…………………................
157
62. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Tepung Terigu d itingka t Pedagang Eceran……………………..................
158
63. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Tepung
Terigu Domestik untuk Pemakaian Sendiri………........................
159
xi
Nomor Halaman
64. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Tepung Terigu Domestik untuk Industri Rumah Tangga…………………
161
65. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Tepung
Terigu Domestik untuk Industri Kecil dan Menengah...................
162
66. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Tepung Terigu Domestik untuk Industri Makanan dan Minuman………..
163
67. Hasil Ramalan Terhadap Beberapa Variabel Endogen Tahun
2011 - 2015.....................................................................................
168
68. Dampak Simulasi Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen.... 169
69. Dampak Simulasi Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen terhadap Kesejahteraan Konsumen dan Produsen Tepung Terigu..............................................................................................
174
70. Dampak Simulasi Pelarangan Impor Tepung Terigu...................... 177
71. Dampak Simulasi Pelarangan Impor Tepung Terigu terhadap Kesejahteraan Konsumen dan Produsen Tepung Terigu..............................................................................................
180
72. Dampak Simulasi Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Biji Gandum sebesar 5 persen................................................................
183
73. Dampak Simulasi Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Biji
Gandum sebesar 5 persen terhadap Kesejahteraan Konsumen dan Produsen Tepung Terigu.........................................................
186
74. Dampak Simulasi Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung Terigu sebesar 5 persen..................................................................
188
75. Dampak Simulasi Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung
Terigu sebesar 5 persen terhadap Kesejahteraan Konsumen dan Produsen Tepung Terigu.................................................................
191
76. Dampak Simulasi Penambahan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 10 persen.............................................................................
193
77. Dampak Simulasi Penambahan Kuota Impor Biji Gandum
sebesar 10 persen terhadap Kesejahteraan Konsumen dan Produsen Tepung Terigu.................................................................
195
78. Dampak Simulasi Penambahan Kuota Impor Tepung Terigu sebesar 50 persen.............................................................................
197
xii
Nomor Halaman 79. Dampak Simulasi Penambahan Kuota Impor Tepung Terigu
sebesar 50 persen terhadap Kesejahteraan Konsumen dan Produsen Tepung Terigu.................................................................
200
80. Damapak Simulasi Gabungan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen dan Pelarangan Impor Tepung Terigu............................
202
81. Dampak Simulasi Gabungan Kuota Impor Biji Gandum sebesar
90 persen terhadap Kesejahteraan Konsumen dan Produsen Tepung Terigu ................................................................................
206
82. Rekapitulasi Peramalan Dampak Kebijakan Tarif dan Kuota terhadap Kesejahteraan Konsumen dan Produsen Tepung Terigu..............................................................................................
210
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Grafik Kecenderungan Impor Biji Gandum Indonesia Tahun 1995-2008.......................................................................................
9
2. Rantai Pengadaan Biji Gandum Sebelum Liberalisasi................... 29
3. Rantai Pengadaan Biji Gandum Setelah Liberalisasi……………. 31
4. Tahapan Produksi dan Pasar Produk Industri Tepung Terigu
Indonesia........................................................................................
39
5. Proses Pembentukan Harga Tepung/Biji Gandum Dunia, Jika Negara Importir Memberlakukan Tarif…......................................
45
6. Proses Pembentukan Harga Tepung/Biji Gandum Dunia, Jika
Negara Eksportir Memberlakukan Tarif…………………............
47
7. Proses Pembentukan Harga Tepung/Biji Gandum Dunia, Jika Negara Importir maupun Eksportir Memberlakukan Tarif............
48
8. Pengaruh Kuota Impo r…………..……...……………………….. 49
9. Pengaruh Pengenaan Tarif Bea Masuk Tepung Terigu ….…........ 50
10. Dampak Pengenaan Tarif Bea Masuk terhadap S urplus Produsen
dan Surplus Konsumen …………………………………….....….
53
11. Dampak Pengenaan Kuota Impor terhadap Surplus Produsen dan Surplus Konsumen ……………………………………......……..
55
12. Model Industri Tepung Terigu Indonesia……………………….. 59
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Definisi Variabel: Berdasarkan Susunan Alphabetis..................... 228
2. Kinerja Industri Tepung Terigu Indonesia Tahun 1980-2003.... 231
3. Produksi dan Permintaan Biji Gandum Utama Dunia Tahun 1980-2003.......................................................................................
234
4. Ekspor dan Impor Biji Gandum Utama Dunia Tahun 1980-
2003................................................................................................
238
5. Produksi dan Permintaan Tepung Terigu Dunia Tahun 1980-2003................................................................................................
242
6. Ekspor dan Impor Tepung Terigu Utama Dunia Tahun 1980-
2003................................................................................................
246
7. Tingkat Suku Bunga Beberapa Negara Tahun 1980-2003............. 250
8. Indeks Harga Konsumen Tahun 1980-2003................................... 253
9. Pendapatan Perkapita Negara Tahun 1980-2003........................... 256
10. Nilai Tukar Beberapa Negara Tahun 1980-2003........................... 259
11. Program Estimasi Model Industri Tepung Terigu Indonesia dengan menggunakan Metode 2SLS, Prosedur SYSLIN, Software SAS/ETS versi 6.12........................................................
263
12. Hasil Estimasi Model Industri Tepung Terigu Indonesia dengan menggunakan Metode 2SLS, Prosedur SYSLIN, Software SAS /ETS versi 6.12...............................................................................
291
13. Nilai Elastisitas Variabel Endogen Persamaan Struktural............. 319
14. Program Validasi Model Industri Tepung Terigu Indonesia dengan menggunakan Metode NEWTON, Prosedur SIMNLIN, Software SAS/ETS versi 6.12........................................................
326
15. Hasil Validasi Model Industri Tepung Terigu Indonesia dengan menggunakan Metode NEWTON, Prosedur SIMNLIN, Software SAS/ETS versi 6.12.........................................................
354
xv
Nomor Halaman
16. Program Simulasi Peramalan Tahun 2011-2015 Kebijakan Tarif dan Kuota Impor pada Model Industri Tepung Terigu Indonesia dengan menggunakan Metode NEWTON, Prosedur SIMNLIN, Software SAS/ETS versi 6.12........................................................
356
17. Hasil Peramalan Kinerja Industri Tepung Terigu Indonesia
Tanpa Perubahan Kebijakan Tahun 2011-2015 dengan menggunakan Metode NEWTON, Prosedur SIMNLIN, Software SAS/ETS versi 6.12 .......................................................................
389
18. Hasil Simulasi Peramalan Tahun 2011-2015 Kebijakan Tarif dan
Kuota Impor pada Model Industri Tepung Terigu Indonesia dengan menggunakan Metode NEWTON, Prosedur SIMNLIN, Software SAS/ETS versi 6.12........................................................
392
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perubahan gaya hidup sebagian anggota masyarakat Indonesia telah
mendorong terjadinya penambahan pilihan pola makan, antara lain dengan
dikenalnya pola makan berbahan dasar tepung terigu, seperti mie, roti, biskuit dan
berbagai pangan yang berbahan baku tepung terigu. Perubahan ini menyebabkan
tepung terigu menjadi salah satu komoditi pangan yang diperlukan oleh Indonesia
untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Selain itu, peningkatan permintaan
tepung terigu juga didorong dengan adanya penambahan jumlah penduduk yang
terus memanfaatkan pangan berbahan baku tepung terigu. Disisi lain, permintaan
yang terus meningkat ini belum didukung dengan kemampuan produksi dalam
negeri untuk memberikan kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan tepung terigu
dan biji gandum sebagai bahan dasar pembuatan tepung terigu. Untuk menutupi
kebutuhan dalam negeri tersebut sejumlah pengusaha melakukan impor tepung
terigu dan biji gandum dari luar negeri.
Ditinjau dari sisi ketahanan pangan, impor biji gandum atau tepung terigu
masih dapat ditolerir. Dalam tahun 2001, Sampai dengan tahun 2001,
rperbandingan antara jumlah total produksi komoditas pangan utama dengan
jumlah populasi penduduk Indonesia yang menunjukkan tingkat ketersediaan
pangan untuk pemenuhan kebutuhan penduduk belum memuaskan. Gumbira
(2003) menyatakan untuk tahun 2001, perbandingan pangan Indonesia sebesar
0.38. Nilai perbandingan tersebut diperoleh dari rata-rata jumlah produksi bahan
pangan utama periode 1996-2000 sebagai berikut: padi 50.35 juta ton/tahun,
Formatted: Left: 4 cm, Right: 3 cm,Top: 3 cm, Bottom: 3 cm, Width: 21cm, Height: 29,7 cm
2
jagung 9.36 juta ton/tahun, kacang kedelai 1.31 juta ton/tahun, kacang tanah 0.70
juta ton/tahun, kacang hijau 0.32 juta ton/tahun, ubi kayu 15.73 juta ton/tahun, ubi
jalar 1.84 juta ton/tahun, kentang 1.27 juta ton/tahun, dan rata-rata jumlah
penduduk sejumlah 215 juta. Sedangkan Data BPS (2010) menunjukkan
perbandingan pangan utama Indonesia periode 2005-2009 sebesar 0.43. Nilai
perbandingan tersebut diperoleh dari rata-rata jumlah produksi bahan pangan
utama periode 2005-2009 sebagai berikut: padi 58.09 juta ton/tahun, jagung 14.27
juta ton/tahun, kacang kedelai 0.78 juta ton/tahun, kacang tanah 0.80 juta
ton/tahun, kacang hijau 0.31 juta ton/tahun, ubi kayu 20.62 juta ton/tahun, ubi
jalar 1.91 juta ton/tahun, kentang 1.05 juta ton/tahun, dan rata-rata jumlah
penduduk sejumlah 224 juta. Perbandingan pangan penduduk Indonesia sebesar
0.38 tersebut mendekati perbandingan ideal sebesar 0.45.
Andrian (2009)1, mengabarkan bahwa berdasarkan data Badan Pusat
Statistik konsumsi tepung terigu di Indonesia pada tahun 1980-an sekitar 19.8
gram/kapita/hari meningkat mencapai 22.6 gram/kapita/hari pada tahun 2006, dan
pada tahun 2008 mencapai 38 gram/kapita/hari. Dilain pihak terjadi penurunan
konsumsi beras, Novita (2008)2
Lebih lanjut Gumbira (2003) menyatakan sekurang-kurangnya ada empat
alasan mengapa impor biji gandum membantu ketahanan pangan Indonesia.
menyatakan bahwa konsumsi beras pada 1980-an
mencapai 160 kg/kapita/tahun, turun menjadi sekitar 104 kg/kapita/tahun dalam
beberapa tahun belakangan.
1 Andrian. 2009. Ketergantungan Impor Gandum Harus Dikurangi. Suara Karya April 2009.
www.suarakarya-online.com, Jakarta 2 Novita, N. C. 2008. Mungkinkah Mi Instan Menggusur Nasi? Koran Indonesia 11 September
2008. www.koranindonesia.com, Jakarta.
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Italian (Italy )
3
Pertama, ketersediaan biji gandum tahunan di pasar dunia adalah 130-200 juta ton,
dibandingkan dengan beras yang hanya 11-25 juta ton. Kedua, harga biji gandum
per ton lebih murah antara 70-100 USD dibandingkan dengan harga beras.
Ketiga, kandungan protein biji gandum sebesar 12.5 persen%, lebih tinggi dari
beras yang hanya 7.5 persen%. Keempat, turunan produk dari biji gandum ribuan
jenis, sedangkan dari beras hanya beberapa.hanya sebatas hitungan jari tangan
Tabel 1. Impor Biji Gandum dan Tepung Terigu Indonesia Tahun 2001-2008
Tahun Volume Impor Biji Gandum (Ton)
Volume Impor Tepung Terigu (Ton)
2001 2 718 272 255 749
2002 4 250 353 343 479
2003 3 503 463 343 547
2004 *) 4 545 590 307 556
2005 *) 4 428 510 478 016
2006 *) 4 584 230 537 257
2007 *) 4 649 140 581 535
2008 *) 4 497 190 532 649 Sumber : FAO, 2011. Keterangan : * = Unofficial Data
Kustiari dan Nuryanti (2009) menyatakan harga komoditas pertanian di
pasar dunia yang meningkat dari waktu ke waktu telah menimbulkan
permasalahan ketahanan pangan di tingkat rumahtangga/individu. Pola makan
pokok bergeser dari beras ke selain beras, antara lain beras jagung dan pangan
berbahan baku gandum, yaitu tepung terigu dan mi instan. Pergeseran pola makan
paling cepat terjadi di perdesaan. Masyarakat di daerah produsen pangan justru
lebih tergantung pada pangan impor. Djanuwardi dkk (1990) menunjukkan
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Line spacing: single
4
Formatted: Indonesian
bahwa antara beras dan terigu merupakan komoditi saling mesubstitusi, sementara
jagung tidak terdapat bukti yang kuat sebagai substitusi terigu.
.Masalah timbul ketika impor biji gandum dan tepung terigu terus
meningkat setiap tahunnya. Data Food and Agriculture Organizatin (FAO) pada
Tabel 1 menunjukkan bahwa impor biji gandum Indonesia tahun 2003 mencapai
3.5 juta ton, angka ini tidak berbeda dengan permintaan rata-rata tahun-tahun
sebelumnya berkisar 3.5 juta ton. Sedangkan untuk tahun 2004 sampai dengan
2008, data sementara impor biji gandum Indonesia mencapai 4.5 juta ton/tahun.
Artinya permintaan pasar di dalam negeri setiap tahunnya terus meningkat
sejalan dengan adanya kecenderungan penambahan pola makan sebagian
masyarakat Indonesia.
Peningkatan jumlah impor biji gandum yang mencapai 4.5 juta ton/tahun
seperti yang diperkirakan, tidaklah bijaksana karena akan mensia-siakan potensi
sumber daya alam dan mengurangi cadangan devisa. Cadangan devisa yang
hilang pada tahun 2003 mencapai US$ 655 323 000, dan meningkat terus hingga
tahun 2008 sebesar US$ 2 246 922 000. Adapun besarnya cadangan devisa yang
harus dikeluarkan dengan adanya kegiatan impor biji gandum dan tepung terigu
selama lima tahun terakhir yang meningkat setiap tahunnya sebagaimana disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Besarnya Devisa Indonesia yang Harus di Bayarkan karena Kegiatan Impor Biji Gandum dan Tepung Terigu Tahun 2003-2008
No Tahun Gandum (1000 $) Tepung Terigu(1000 $) Jumlah(1000 $)
1 2003 579 925 75 398 655 323 2 2004 * 841 000 79 532 920 532 3 2005 * 799 003 128 045 927 048 4 2006 * 816 121 143 197 959 318 5 2007 * 1 181 313 180 550 1 361 863
5
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm, Space Before: 0 pt,Line spacing: Double
Formatted T able
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Line spacing: Double
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Line spacing: Double
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Line spacing: Double
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Line spacing: Double
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Line spacing: Double
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Line spacing: Double
6 2008 * 1 975 480 271 442 2 246 922 Sumber : FAO, 2011. Keterangan : * = Unofficial
Dilain pihak
, impor biji gandum ini sulit untuk tidak dipertahankan karena pabrik
pengolah biji gandum yang telah ada di Indonesia harus dianggap sebagai aset
nasional. Daryanto (2003), menyatakan bahwa ditinjau dari kapasitas
produksinya, Indonesia dapat dikatagorikan sebagai “raksasa terigu” yang pantas
disegani di panggung dunia seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 1. Impor Biji Gandum dan Tepung Terigu Indonesia Tahun 1999-
2003
N
o
Tah
un
Volume Gandum
(ton)
Volume Tepung Terigu
(ton)
1 1999 2 712 873 367 014
2 2000 3 576 665 459 070
3 200
1
2 718 272 255 749
4 200
2
4 250 353 343 479
5 200
3
3 503 463 343 547
6
Formatted: Space A fter: A uto, Linespacing: Double
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Space Before: 0 pt, A fter: 0 pt, Linespacing: Double
Formatted: Line spacing: Double
Formatted T able
Formatted: C entered, Line spacing: Double
Formatted: Line spacing: Double
Formatted: Line spacing: Double
Formatted: Right, Line spacing: Double
Formatted: Line spacing: Double
Formatted: Right, Line spacing: Double
Formatted: Line spacing: Double
Formatted: Right, Line spacing: Double
Formatted: Line spacing: Double
Formatted: Right, Line spacing: Double
Formatted: Line spacing: Double
Formatted: Right, Line spacing: Double
Formatted: Line spacing: Double
Formatted: Right, Line spacing: Double
Formatted: Line spacing: Double
Formatted: Right, Line spacing: Double
Formatted: Line spacing: Double
Formatted: Right, Line spacing: Double
Sumber : Badan Pusat Statistik, 1999-2003
Masalah timbul ketika impor biji gandum dan tepung terigu terus meningkat
setiap tahunnya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Tabel 1 menunjukkan
bahwa impor biji gandum Indonesia tahun 2003 mencapai 3.5 juta ton, angka ini
tidak berbeda dengan permintaan rata-rata tahun-tahun sebelumnya berkisar 3.5
juta ton. Sedangkan untuk tahun 2004, diperkirakan impor biji gandum Indonesia
mencapai 4.5 juta ton. Artinya permintaan pasar di dalam negeri setiap tahunnya
terus meningkat sejalan dengan adanya kecenderungan perubahan pola makan
sebagian masyarakat Indonesia belakangan ini.
Peningkatan jumlah impor biji gandum yang mencapai 4.5 juta ton/tahun
seperti yang diperkirakan, tidaklah bijaksana karena akan mensia-siakan potensi
sumber daya alam dan mengurangi cadangan devisa. Adapun besarnya
cadangan devisa yang harus dikeluarkan dengan adanya kegiatan impor biji
gandum dan tepung terigu selama lima tahun terakhir yang meningkat setiap
tahunnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Besarnya Devisa Indonesia yang Harus di Bayarkan karena kegiatan
Impor dan Ekspor Biji Gandum dan Tepung Terigu Tahun 1999-2003
(1000 $)
No Tahun Gandum Tepung Terigu Jumlah
1 1999 404.319 67.502 471.821
2 2000 402.399 80.757 583.156
3 2001 399.486 47.955 447.447
4 2002 486 66.655 67.141
7
5 2003 562.259 71.757 634.016
Sumber :FAO, 2004 dan Perhitungan
Dilain pihak, impor biji gandum ini sulit untuk tidak dipertahankan karena
empat pabrik pengolah biji gandum yang telah ada di Indonesia harus dianggap
sebagai aset nasional. Daryanto (2003), menyatakan bahwa ditinjau dari kapasitas
produksinya, Indonesia dapat dikatagorikan sebagai “raksasa terigu” yang pantas
disegani pentas dunia (Tabel 32).
Tabel 32. Kapasitas Produksi Lima Empat Besar Perusahaan Industri Tepung Terigu
Indonesia Tahun 2009Indonesia Tahun 2003
No Produsen
KapasitasIndonesia (T(metrik ton/ per
tahunhari)
Prosentase
(%)Kapasitas Dunia
(metrik ton perhari)
1 PT. ISM Bogasari Flour Mills (Jakarta, Surabaya) *
4 905 00011 250 62.1-
2 PT. Berdikari Sari Utama Flour Mills/ PT Estern Pearl Flour Mills (Makasar) **
750 0002 150 9.5-
3 PT. Sriboga Raturaya (Semarang) ***
450 0001 100 5.7-
4 PT Fugui Flour dan Grain Indonesia (Gresik)
324 000 4.1
5 PT. Panganmas Inti Persada (Cilacap)
300 000750 3.8-
6 Perusahaan lain 1 165 14.8 Total 7 894 00015 250 100.00-
Sumber : www://Aptindo.or.idBogasari,. 2011 Keterangan : * = Posisi ke- 1 dan 2, ** = Posisi ke-4, *** = Posisi ke- 9 dunia.03
Formatted: Line spacing: Double
Formatted: Right, Line spacing: Double
Formatted: Line spacing: Double
Formatted: Right, Line spacing: Double
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 0 pt, Line spacing: Double
Formatted: Space Before: 0 pt, Linespacing: Double
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm
Formatted: Justified, Space Before: 0pt, A fter: 0 pt
Formatted: Justified, Indent: Left: 1,27 cm, Space Before: 0 pt, A fter: 6pt
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted T able
Formatted: Left
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: F innish
Formatted: Right
Formatted: Right
Formatted: Right
Formatted T able
Formatted: Right
Formatted: Right
Formatted T able
Formatted: Right
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
8
PT. ISM Bogasari Flour Mills sebagai industri yang memelopori
berkembangnya industri tepung terigu di Indonesia merupakan perusahaan yang
mempunyai kapasitas produksi terbesar dibandingkan perusahaan lainnya. Pada
tahun 200903, kapasitas produksi yang dimiliki PT ISM Bogasari Flour Mills
mencapai 62.173,77 persen% dari total kapasitas produksi Indonesia sebesar 7
894 00015.250 metrik ton/tahunhari.
Selanjutnya, untuk mengatur perdagangan dan industri tepung terigu,
Pemerintah Indonesia telah menetapkan beberapa kebijakan. fiskal. Pada
awalnya, Bulog merupakan satu-satunya institusi yang diperkenankan untuk
menjaga stabilitas baik bagi produsen maupun konsumen sesuai dengan kebijakan
Pemerintah. Sejak tahun 1998 dengan keluarnya keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 21/MPP/Kep/I/1998 tentang Pencabutan
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor:
407/MPP/Kep/11/1997 tentang Pengadaan dan Penyaluran Tepung Terigu di
Dalam Negeri, liberalisasi serta deregulasi industri tepung terigu telah dimulai.
Hambatan masuk ke industri tepung terigu dicabut untuk memberikan kesempatan
bagi importir umum untuk mengimpor biji gandum dan tepung terigu secara
langsung tanpa dikenakan tarif impor. Peraturan deregulasi ini memberikan
kebebasan kepada produsen tepung terigu untuk mendapatkan harga bahan baku
biji gandum yang terbaik dan kompetitif terhadap harga tepung terigu itu sendiri.
Dampak diberlakukannya SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan
tersebut, pangsa pasar tepung terigu lokal menurun dari 97.7 persen% pada tahun
1998 menjadi 85.4 persen% pada tahun 2000, namun demikian pada tahun
berikutnya pangsa pasar industri tepung terigu domestik meningkat kembali.
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 18 pt, Line spacing: Multiple 1,9 li
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted: F innish
9
Pada tahun 2001, industri domestik berhasil mengembalikan pangsa pasar tepung
terigu lokal dari 85.4 persen% pada tahun 2000 menjadi 91.4 persen%, namun
kembali turun menjadi 84.5 persen pada tahun 2009 seperti terlihat pada (Tabel
43).
Tabel 43. Pangs a Pasar Masing-masing Produsen Tepung Terigu Indonesia
Tahun2000, 2001, 2004 dan 2009
No. Produsen Pangs a Pasar (%) 2000 2001 2004 2009*
1 PT. ISM Bogasari Flour Mills 67.9 70.5 69 57.3 2 PT. Berdikari Sari Utama Flour Mills/
PT Estern Pearl Flour Mills 8.2 8.9 12 10.3
3 PT. Sriboga Raturaya 4.8 6.0 5 5.5 4 PT. Panganmas Inti Persada 4.5 6.0 4 3.2 5 Total Domestik 85.4 91.4 90 84.5 6 Impor 14.6 8.6 10 15.5
(dalam persen) No
Produsen Tahun
Perubahan (%) 2000 (%) 2001 (%)
1 PT. ISM Bogasari Flour Mills 67.9 70.5 2 PT. Berdikari Sari Utama Flour
Mills 8.2 8.9
3 PT. Sriboga Raturaya 4.8 6.0 4 PT. Panganmas Inti Persada 4.5 6.0 Total Domestik 85.4 91.4 Impor 14.6 8.6
Sumber : Indocommercial (2002) dan Aptindo (2004), Aptindo 2011. Keterangan : * = Sementara
Liberalisasi selain berdampak kepada industri tepung terigu juga
berdampak kepada industri pangan dengan akibat yang berbeda. Jika industri
tepung terigu mengalami kerugian karena masuknya tepung terigu impor, maka
indus tri pangan memperoleh keuntungan dengan kemudahan-kemudahan impor
ataupun berkurangnya harga bahan baku. Kemudahan ataupun perbedaan harga
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted T able ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted T able ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
10
walaupun sedikit, dirasakan sangat mempengaruhi biaya produksi yang pada
akhirnya akan bermuara kepada harga jual pabrik/produsen yang ditanggung
konsumen.
Berkaitan dengan harga tepung terigu, terdapat dua asosiasi yang
mempunyai kepentingan berbeda terhadap harga bahan baku tepung terigu, yaitu
Asosiasi Pengusaha Pangan Indonesia (ASPIPIN) sebagai salah satu konsumen
tepung terigu dan Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO). Oleh
karena itu, tidaklah heran apabila ASPIPIN sangat mendukung turunnya kebijakan
liberalisasi ini. Dilain pihak APTINDO, meskipun ditentang ASPIPIN, secara
aktif melobi Pemerintah agar tepung terigu impor dikenakan tarif bea masuk.
APTINDO berkepentingan agar produsen tepung terigu nasional tidak hancur atau
merelokasi pabriknya ke negara lain yang memberikan proteksi tarif bea masuk
yang memadai. Sebagai perbandingan tarif bea masuk, Indonesia menetapkan
tarif bea masuk sebesar 5 persen%, Cina 90 persen0%, Turki 80 persen%, dan
Thailand 40 persen%. Perbedaan kepentingan antara ASPIPIN dan APTINDO,
menyebabkan pemerintah menghadapi dilema, antara membela kepentingan
industri pangan nasional dan industri tepung terigu hancur, ataukah sebaliknya.
Akhirnya dengan berbagai pertimbangan, tahun 2003 melalui Surat
keputusan Menteri Keuangan Nomor 127/KMK/01/2003 tentang Perubahan Tarif
Bea Masuk atas Impor Tepung Gandum, Pemerintah mengenakan tarif bea masuk
atas impor tepung gandum sebesar 5 persen% yang berlaku sejak 1 Mei 2003
sampai dengan 31 Desember 2004, setelah itu bea masuk yang berlaku 0 persen%.
Selanjutnya pengenaan tarif bea masuk setiap komoditi setiap tahunnya dikaji
ulang sesuai dengan kebutuhan para pihak. Pada tahun 2009 melalui Peraturan
11
Menteri Keuangan No. 07/PMK.011/2009 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk
atas Impor Tepung Gandum, Impor Tepung Gandum dikenakan tarif bea masuk
sebesar 5 persen, sedangkan impor biji gandum dikenakan tariff bea masuk
sebesar 5 persen berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.
241/PMK.011/2010 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan
Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor. Tarif bea masuk atas impor
biji gandum dan tepung terigu tersebut dicabut melalui Peraturan Menteri
Keuangan No. 13/PMK.011/2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang
dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor, sehingga semenjak 24
Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2011 besaran tarif impornya menjadi
nol. Keputusan ini sudah sesuai dengan sistem organisasi perdagangan dunia
(World Trade Organization) yang hanya mengijinkan tarif sebagai instrumen
untuk proteksi.
Dengan pPenerapan tarif bea masuk tepung terigufiskal diharapkan akan
berdampak kepada terhambatnya laju masuknya tepung terigu impor yang
harganya lebih murah dari tepung terigu domestik, sehingga industri tepung terigu
dapat bertahan dari gempuran harga masuknya tepung terigu impor. Lebih jauh
lagi dari dampak kebijakan tersebut, diharapkan tetap dapat mendukung daya
saing produk pangan nasional.
Industri tepung terigu, dan industri pangan serta pelaku ekonomi terkait
sebagai aset nasional sangatlah wajar apabila mendapat perhatian yang sama dari
Pemerintah. Berkenaan dengan itu, Pemerintah sebagai pengambil kebijakan
harus mengetahui dan dapat mengantisipasi dampak dari suatu kebijakan. Apakah
berdampak menguntungkan atau merugikan, berpihak atau tidak berpihak,
12
mendorong atau mematikan. Untuk itu, adalah hal yang bijaksana apabila
dilakukan analisa dampak kebijakan tarif dan kuota impor fiskal terhadap
keragaan industri tepung terigu sehingga dampak dari kebijakan fiskal yang akan
diterapkan atau sedang ataupun telah diterapkan Pemerintah dapat secara jelas
diketahui.
1. 2. Perumusan Masalah
Keberadaan industri tepung terigu di Indonesia merupakan dilema yang
terus berlangsung dan belum terpecahkan hingga kini. Pada satu sisi industri
tepung terigu telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi negara terutama
dalam bentuk penerimaan pemerintah dari pajak dan penyerapan lapangan kerja.
Pada sisi lain industri tepung terigu domestik merupakan industri yang
menghabiskan devisa karena bahan bakunya secara keseluruhan dipenuhi dari biji
gandum impor.
1000 $
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Sumber : FAO, 2011.
Formatted: Justified
Formatted: Space A fter: 0 pt, Linespacing: single
13
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm, Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: Double
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: Double
Formatted: Justified, Space Before: 0pt, A fter: 0 pt, Line spacing: Double
Gambar 1. Grafik Kecenderungan Impor Biji Gandum Indonesia Tahun 1995-2008
Gambar 1 memperlihatkan bahwa impor biji gandum Indonesia
menunjukkan kecenderungan yang meningkat setiap tahunnya dan mencapai
puncak pada tahun 1996 ketika krisis ekonomi belum melanda Indonesia,
kemudian terus menurun sampai tahun 2002. Selanjutnya cenderung meningkat
terus sampai dengan tahun 2008.
Pada awal berdirinya sampai dengan tahun 1998, industri penggilingan
tepung terigu sangat dilindungi oleh Pemerintah. Perlindungan dan proteksi
pemerintah menjadikan industri tepung terigu Indonesia tumbuh dan
berkembangbesar, namun hanya dikuasai oleh PT. Bogasari Flour Mills, PT.
Berdikari Sari Utama Flour Mills, PT. Panganmas Inti Persada, dan PT. Sriboga
Raturaya sehingga stuktur pasar bersifat oligopoli. Struktur pasar oligopoli
tersebut menyebabkan harga tepung terigu yang terbentuk dan produk yang
dipasarkan sangat ditentukan oleh produsen.
Gambar 2. Struktur Pasar Monopoli dan Persaingan Sempurna
Gambar 2 memperlihatkan bahwa ketika pasar berstruktur monopoli, maka
produsen akan memproduksi komoditi (QM) lebih sedikit dibandingkan ketika
pasar berstruktur persaingan sempurna (QPPS) tetapi dengan harga yang lebih
mahal (PM) dibandingkan harga ketika pasar persaingan sempurna (PPPS).
D
MCS
Harga
QPPS
Q
mcS
MR
QM
PM PPPS
14
Memasuki era liberalisasi, dukungan pemerintah terhadap industri tepung terigu
secara drastis dihilangkan. Liberalisasi industri tepung terigu menyebabkan pasar
tepung terigu domestik dengan mudah dimasuki oleh tepung terigu impor tanpa
hambatan tarif maupun non tarif. Keadaan ini menguntungkan konsumen,
sehingga konsumen rumahtangga maupun produsen pangan dapat secara bebas
memilih produk yang diinginkan dengan harga bersaing. Dampak negatif secara
langsung yang dirasakan oleh produsen tepung terigu dengan adanya liberalisasi
adalah penguasaan pangsa pasar tepung terigu oleh pengusaha domestik
berkurang dari 97.7 persen% pada tahun 1998 menjadi hanya 845.54 persen%
pada tahun 20090. Berkurangnya penguasaan pangsa pasar oleh industri tepung
terigu domestik menimbulkan pertanyaan pelaku bisnis di industri penggilingan
tepung terigu lokal, akankah penguasaan pangsa akan terus berkurang akibat
dimasuki oleh tepung impor ataukah mampu bertahan dan bahkan kembali
merebut pangsa pasar yang telah diambil oleh tepung terigu impor ?.
Menindaklanjuti permintaan asosiasi produsen tepung terigu agar Pemerintah
membantu industri tepung terigu, Pemerintah menetapkan tarif bea masuk sebesar
5 persen% kepada tepung terigu impor yang hanya berlaku sampai dengan akhir
2004.
Pengenaan tarif bea masuk sebesar 5 persen% kepada tepung terigu impor
mengundang ketidakpuasanprotes baik dari APTINDO maupun ASPIPIN.
APTINDO merasa bahwa besaran tarif bea masuk dirasakan kurang besar dan
berharap agar Pemerintah lebih memperhatikan produsen tepung terigu yang
sudah terlanjur besar. Produsen tepung terigu beralasan bahwa industri tepung
terigu lokal telah menyediakan lapangan pekerjaan dan menghemat devisa dari
15
kegiatan penambahan nilai dari biji gandum menjadi tepung terigu. Selain itu,
data Departemen Perindustrian menunjukkan bahwa kapasitas produksi dari
masing-masing industri belum sepenuhnya dimanfaatkan, utilisasi industri tepung
terigu tahun 2006 hanya mencapai 64.5 persen, dan tahun 2007 sebesar 66.6
persen, serta 2008 (triwulan II) sebesar 42.9 persen sSehingga adalah layak
apabila industri tepung terigu dibantu dan dilindungi keberadaannya. Dilain
pihak pengenaan tarif bea masuk 5 persen% pada tepung terigu berdampak kepada
meningkatnya harga tepung terigu impor sehingga konsumen tepung terigu harus
membayar lebih mahal, begitupula dengan industri pangan.
Industri pangan sebagai “secondary industri” dari industri tepung terigu
yang mendapat tekanan dari pengenaan tarif bea masuk tepung terigu berargumen
bahwa pengenaan tarif bea masuk akan berimplikasi kepada meningkatnya biaya
produksi yang pada akhirnya akan bermuara kepada harga produk. Harga produk
yang tinggi akan menyebabkan produk tidak kompetitif, yang pada akhirnya akan
kalah bersaing dengan produk makanan impor. Pada tahun 2002, Kompas (2002),
menginformasikan bahwa pada saat tepung terigu impor tidak dikenakan tarif bea
masuk, produsen makanan dapat membeli tepung terigu impor dengan harga 20
persen% lebih murah dari tepung terigu lokal.
Dengan kondisi pasar terdistorsi, selanjutnya Pemerintah diminta oleh
asosiasi produsen tepung terigu untuk dapat membantu pengusaha lokal dalam
menghadapi masuknya tepung terigu impor. Asosiasi berharap agar Pemerintah
dengan kewenangan yang dimilikinya dapat menerapkan tarif bea masuk yang
lebih tingg i kepada tepung terigu impor. Dengan pengenaan tarif bea masuk yang
16
lebih tinggi diharapkan harga tepung terigu impor menjadi lebih tinggi
dibandingkan harga tepung terigu lokal atau paling tidak sama dengan harga lokal.
Selain itu, kebijakan pengenaan tarif bea masuk pada tepung terigu impor
diharapkan mampu mengurangi upaya impor disatu sisipihak dan meningkatkan
penerimaan negara disisi lain. Masalah yang timbul dari pengenaan tarif bea
masuk adalah semakin meningkatnya harga jual produk tepung terigu yang pada
akhirnya harus ditanggung oleh masyarakat sebagai konsumen akhir.
Dampak peningkatan harga jual akibat adanya tarif menyebabkan
berkurangnya surplus konsumen dan bertambahnya surplus produsen serta adanya
penerimaan negara, sehingga pada akhirnya akan berdampak kepada
berkurangnya kesejahteraan, sehingga akhirnya akan berdampak pada
kesejahteraan masyarakat. Sedangkan pembebasan tarif bea masuk selain akan
mengurangi penerimaan negara, juga berdampak kepada peningkatan surplus
konsumen dan pengurangan surplus produsen.
Masalah lain yang perlu mendapat perhatian, yakni masalah kemungkinan
adanya konflik kepentingan antara produsen dan konsumen tepung terigu.
Sebagai konsumen tepung terigu, industri pangan dan rumahtangga menuntut
harga tepung terigu yang murah. Harga tepung terigu yang murah dapat dicapai
apabila di pasar terdapat banyak produsen yang mampu memasarkan produknya
secara bebas. Sementara itu produsen tepung terigu berharap memperoleh
keuntungan dari penguasaan pangsa pasar domestik yang bebas dari produsen
asing sehingga industrinya tetap berjalan.
Dari uraian di atas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah, yaitu:
Formatted: Font: (Default) TimesNew Roman, No underline
17
1. Pada era perdagangan bebas dimana dukungan Pemerintah terhadap
industri domestik dikurangi, dapatkah industri tepung terigu domestik
bertahan dari masuknya tepung terigu impor ?
2. Efektifkah penetapan kuota impor biji gandum atau tepung terigu dilihat
dari sisi produsen dan konsumen ?
23. Dapatkah permintaan tepung terigu domestik dipenuhi seluruhnya dari
industri tepung terigu domestik ?
3. Efektifkah penetapan harga tepung terigu lebih rendah daripada tingkat
harga yang berlaku, sehingga perusahaan industri pangan tidak tertekan
karena sifat monopoli atau oligopoli dari industri penggilingan tepung
terigu ?
4. Seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan oleh intervensi pemerintah,
apabila terjadi pengenaan tarif bea masuk tepung terigu , dan adanya
pengenaan tarif ekspor tepung terigu ?
5. Seberapa besar perubahan-perubahan kesejahteraan yang akan terjadi
sebagai akibat adanya pengenaan tarif bea masuk/kuota impor terhadap
biji gandum/tepung terigu, tarif bea masuk tepung terigu, penghentian
ekspor tepung terigu, penghentian impor tepung terigu ?.
6. Mungkinkah Pemerintah melindungi industri tepung terigu dan industri
pangan nasional secara bersama-sama sehingga menjadi industri yang
tangguh ?
18
Mengingat permasalahan yang dihadapi industri tepung terigu tersebut,
maka penyederhanaan masalah industri tepung terigu memerlukan seperangkat
model ekonometrika yang mampu mengintegrasikan perubahan-perubahan
kedalam suatu kebijakan industri tepung terigu domestik yang berdayaguna bagi
pabrik tepung terigu, konsumen, industri pangan maupun perekonomian nasional
di era perdagangan bebas.
1. 3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis dampak kebijakan
tarif dan kuota imporfiskal terhadap keragaan industri tepung terigu Indonesia,.
sSedangkan tujuan khusus penelitian adalah untuk:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku impor deman dan
harga impor biji gandum, serta impor, produksi, permintaandeman, ekspor
dan harga tepung terigu Indonesia.
2. Menganalisis dampak kebijakan tarif dan kuota fiskal impor biji gandum
terhadap kinerja industri tepung terigu dan kesejahteraan produsen dan
konsumendeman.
3. Menganalisis dampak kebijakan tarif dan kuota fiskal impor tepung terigu
terhadap kinerja industri tepung terigu dan kesejahteraan produsen dan
konsumendeman.
Menentukan alternatif kebijakan dengan mempertimbangkan kepentingan
produsen tepung terigu, konsumen tepung terigu dan penerimaan
pemerintah dalam rangka meningkatkan kinerja industri tepung terigu.
Formatted: Indent: Hanging: 1,27cm, Line spacing: Multiple 2,2 li,Numbered + Lev el: 1 + NumberingSty le: 1, 2, 3, … + Start at: 1 +A lignment: Left + A ligned at: 0,63 cm+ Tab after: 1,27 cm + Indent at: 1,27 cm, Tab stops: Not at 1,27 cm
19
4.
1.4. Kegunaan Penelitian
Model Industri Tepung Terigu Indonesia (ITTI) eksportir dan importir
digunakan untuk mengevaluasi dan meramalkan dampak alternatif kebijakan tarif
dan kuota impor biji gandum dan tepung terigu terhadap kinerja industri tepung
terigu Indonesia dan kesejahteraan produsen dan konsumen. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi empiris aspek perdagangan dan ekonomi
tepung terigu untuk penyusunan strategi domestik yang berorientasi pasar global.
Simulasi evaluasi dan ramalan dampak diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan Pemerintah, sehingga kebijakan yang diterapkan menjadi lebih
efektif dan efisien bagi pengembangan industri tepung terigu domestik dan
industri pangan makanan.
1.5. Ruang Lingkup
Untuk memperoleh gambaran yang baik, maka penelitian ini didasarkan
kepada data statistik sejak 1980 sampai dengan 2003. Periode waktu dari tahun
1980 ditetapkan atas dasar pertimbangan bahwa pada tahun tersebut merupakan
sebagai awal kegiatan impor biji gandum sebagai bahan baku tepung terigu secara
besar-besaran oleh Badan Urusan Logistik (BULOG). Sedangkan data sampai
dengan 2003, dikarenakan data tersebut merupakan data yang telah dinyatakan
tidak akan ada perubahan lagi ketika penelitian dan model dibangun pada tahun
2007.
Penelitian ini tidak mengkaji input budidaya gandum, input industri tepung
terigu dan produk industri tersier yang terkait. Keterbatasan lain yang terdapat
pada penelitian ini, adalah:
Formatted: Bullets and Numbering
20
1. Model Industri Tepung Terigu Indonesia dibangun secara agregat
berdasarkan aspek-aspek impor dan ekspor yang mengintegrasikan industri
tepung terigu domestik dan pasar tepung terigu dunia dengan
mendisagregasikan menjadi lima negara eksportir biji gandum dan tepung
terigu ke Indonesia dan lima negara importir utama dunia namun tidak
mengkaji pengaruh blok-blok perdagangan.
2. Jenis biji gandum yang diimpor tidak dipisahkan berdasarkan jenisnya,
tetapi diagregasi seluruhnya. Pada pasar internasional biji gandum yang
diperdagangkan terdiri atas tiga jenis biji gandum, namun impor biji
gandum Indonesia didominasi oleh satu jenis (99.,99 persen%). Sehingga
untuk mempermudah analisis, jenis biji gandum yang diimpor tidak
didisagregasikan.
3. Konsumen tepung terigu Indonesia didisagregasikan berupa permintaan
rumahtangga, dan usaha kecil menengah, serta industri makanan dan
minuman. Disagregasi ini dilakukan dalam upaya mengetahui secara
nyata faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dari masing-masing
kelompok permintaan. Seperti dilaporkan APTINDO (20110), permintaan
tepung terigu kelompok rumahtangga mencapai 99 persen%, permintaan
tepung terigu kelompok industri kecil menengah 60 persen%, sedangkan
permintaan tepung terigu oleh kelompok industri makanan dan minuman
311 persen%.
4. Semenjak 2007 sampai dengan tahun 2011 diasumsikan tidak ada
perubahan struktural yang berdampak signifikan terhadap kinerja industri
tepung terigu Indonesia.
21
5. Ekstrapolasi, intrapolasi dan proksi akan dilakukan untuk mengatasi
keterbatasan ketersediaan data dalam seri dan jenis, tanpa mengurangi
kesahihan dan keterandalan data.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ek onomi Tepung Terigu Dunia
Biji gandum merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar
penduduk dunia, sedangkan biji gandum yang berkualitas rendah dimanfaatkan
sebagai makanan ternak. Adapun negara produsen biji gandum dunia disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5. Produksi Biji Gandum di Beberapa Negara Produsen Utama Tahun 1980, 2003 dan 2008
Negara 1980 (ton)
2003 (ton)
2008 (Ton) *
∆ (%) (3-2)/2
∆ (%) (4-3)/3
∆ (%) (4-2)/2
1 2 3 4 5 6 7 Asia 122 533 346 230 997 049 242 312 492 88.51 4.90 97.75 1. China 55 212 830 86 100 250 112 463 292 55.94 30.62 103.69 2. India 31 830 000 65 129 300 78 570 200 104.61 20.64 146.84 3. Pakistan 10 856 500 19 210 200 20 958 800 76.94 9.10 93.05 4. Turki 16 554 000 19 000 000 17 782 000 14.77 -6.41 7.42 5. Kazasktan - 11 518 500 12 538 200 - 8.85 - 6. Iran 5 849 000 12 900 000 79 566 650 120.55 516.80 1260.35 Afrika 6 534 887 17 019 678 7 977 050 160.44 -53.13 22.07 1. Mesir 1 736 440 6 150 000 7 977 050 254.17 29.71 359.39 2. Aljazair 1 511 426 2 970 000 - 96.50 - -- 3. Marocco 1 811 000 5 146 820 - 184.19 - -- Amerika 86 877 176 90 141 829 3.75 0.53 13.95 1. Argentina 7 974 700 14 530 000 8 508 160 82.20 -41.44 6.696 2. Mexico 2 784 914 3 000 000 - 7.72 - -- 3. Brazil 2 701 613 5 899 800 6 027 130 118.38 2.16 123.09 4. Kanada 19 292 000 23 552 000 28 611 100 22.08 21.48 48.31 5. USA 64 799 504 63 589 820 68 016 100 -1.86 6.96 4.96 Eropa 161 639858 148 614 723 171 307 440 -8.06 15.27 5.98 1. Italia 9 156 000 6 234 390 8 855 440 -31.91 42.04 -3.28 2. Spanyol 6 039 500 6 290 100 - 4.15 - - 3. Polandia 4 175 486 7 858 160 9 274 920 88.20 18.03 122.13 4. Rumania 6 264 000 2 479 052 7 180 980 -60.42 190.03 14.78 5. Jerman 11 253 864 19 296 100 25 988 600 71.46 34.68 130.93 6. Perancis 23 781 008 30 582 000 39 006 400 28.60 27.55 64.02 7. Inggris 8 470 000 14 288 000 17 227 000 68.69 20.57 103.39 8. Rusia 92 500 000 34 062 260 63 765 100 -63.18 87.20 -31.06 Ocenia 10 856 555 24 900 330 21 420 200 129.36 -13.98 97.30 1. Australia 10 856 555 24 900 330 21 420 200 129.36 -13.98 97.30 Total Dunia 392 582 490 515 083 722 546 202 622 31.20 6.04 39.13
Sumber : FAO, 2011. Keterangan : * = Dari tahun 2004 – 2008 masih berupa Unofficial figure
18
Data Food Agriculture Organisation/FAO (2004) menunjukkan bahwa
semenjak tahun 1980 hingga 2003 produksi biji gandum meningkat 31.20 persen
dan meningkat untuk periode 1980 - 2008 menjadi 39.13 persen, dengan
penyebaran sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 6. Produksi, Konsumsi, Ekspor, Impor dan Stock Biji Gandum di Beberapa Negara Produs en Utama Tahun 2007
Negara Produksi
(ton) Konsumsi (ton) Ekspor (ton) Impor (ton) Stock (ton)
Asia **) 279 870 000 252 161 000 21 327 000 49 821 000 -4 445 000 1. China * 109 298 000 90 141 000 3 759 000 2 061 000 -1 486 000 2. India * 75 807 000 70 118 000 128 000 2 690 000 -2 263 000 3. Pakistan * 23 295 000 18 378 000 1 079 000 139 000 -1 697 000 4. Turki * 17 234 000 13 946 000 2 081 000 2 165 000 2 200 000 5. Kazasktan * 16 467 000 2 751 000 8 208 000 157 000 0 6. Iran * 15 000 000 11 004 000 118 000 165 000 -693 000 7 Indonesia * 0 4 835 000 181 000 5 499 000 0 Afrika **) 18 610 000 43 610 000 825 000 31 727 000 939 000 1. Mesir * 7 379 000 10 937 000 26 000 5 921 000 -34 000 2. Aljazair * 2 319 000 6 228 000 2 000 4 891 000 0 3. Marocco * 1 583 000 5 011 000 134 000 3 721 000 750 000 America **) 102 988 000 57 221 000 68 872 000 26 294 000 14 558 000 1. Argentina * 16 487 000 3 456 000 10 969 000 10 000 -900 000 2. Mexico * 3 515 000 3 815 000 1 041 000 3 470 000 0 3. Brazil * 4 114 000 10 160 000 184 000 7 566 000 -500 000 4. Kanada * 20 054 000 2 930 000 18 381 000 698 000 6 150 000 5. USA * 55 823 000 26 181 000 37 087 000 4 163 000 9 811 000 Eropa **) 189 613 000 79 082 000 60 882 000 41 122 6 060 000 1. Italia * 7 170 000 8 642 000 3 165 000 6 610 000 783 000 2. Spanyol * 6 436 000 3 851 000 1 183 000 4 125 000 826 000 3. Polandia * 8 317 000 4 101 000 614 000 1 447 000 -83 000 4. Rumania * 3 044 000 2 972 000 236 000 729 000 1 750 000 5. Jerman * 20 828 000 6 763 000 6 991 000 3 655 000 683 000 6. Perancis * 32 764 000 6 167 000 16 357 000 1 843 000 2 564 000 7. Inggris * 13 221 000 5 940 000 2 560 000 2 269 000 484 000 8. Rusia * 49 368 000 19 002 000 14 941 000 720 000 0 9. Ukrania * 13 938 000 5 325 000 1 874 000 386 000 -1 050 000 Ocenia **) 13 383 000 1 935 000 15 185 000 862 000 8 218 000 1. Australia * 13 039 000 1 456 000 15 083 000 181 000 8 308 000 Total Dunia ** 604 465 000 434 010 000 167 091 000 149 826 000 25 330 000
Sumber : FAO, 2011. Keterangan : * = Standardized data, ** = Official, Unofficial, Estimed Data
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Font: 12 pt, Swedish(Sweden)
19
Pada tahun 2003, Asia merupakan penghasil terbesar biji gandum dunia
sebesar 230 juta ton yang merupakan 45 persen dari total produksi dunia,
sedangkan tahun 2007 sebesar 46 persen. Asia meskipun merupakan negara
terbesar dalam hal produksi, tetapi tidak menjadikan Asia secara otomatis sebagai
negara pengekspor biji gandum terbesar seperti disajikan pada Tabel 6.
Umumnya produksi biji gandum Asia tersebut lebih banyak untuk mencukupi
kebutuhan di dalam negerinya sendiri.
Tabel 7. Perkiraan Kebutuhan Gandum untuk Industri Tepung Terigu Indonesia dan Dunia Tahun 1985-2008
No Tahun Indonesia Dunia
Tepung (ton)
Gandum (ton)
∆ Gandum (%)
Tepung (ton)
Gandum (ton)
∆ Gandum (%)
1 1985 941 007 1 271 631 - 252 836 695 341 671 210 - 2 1986 1 149 727 1 553 686 22.1 258 878 958 349 836 430 2.4 3 1987 1 202 421 1 624 894 4.6 265 884 493 359 303 368 2.7 4 1988 1 268 920 1 714 757 5.35 270 711 522 365 826 380 1.8 5 1989 1 315 239 1 777 350 3.65 275 261 257 371 974 672 1.7 6 1990 1 268 610 1 714 339 -3.5 276 826 958 374 090 484 0.6 7 1991 1 669 437 2 255 997 31.5 290 606 565 392 711 575 5.0 8 1992 1 595 847 2 156 551 -4.4 290 702 568 392 841 308 0.03 9 1993 1 987 634 2 685 992 24.5 290 532 255 392 611 155 -0.06 10 1994 2 438 316 3 295 022 22.6 298 136 888 402 887 687 2.6 11 1995 3 000 109 4 054 201 23.1 303 894 310 410 667 986 1.9 12 1996 3 042 763 4 111 842 1.4 311 818 239 421 375 999 2.6 13 1997 3 198 335 4 322 074 5.1 313 423 134 423 544 776 0.5 14 1998 2 511 857 3 394 402 -21.5 309 491 060 418 231 163 -1.3 15 1999 2 042 224 2 759 762 -23.0 312 177 742 421 861 813 0.9 16 2000 2 656 837 3 590 320 20.2 312 273 581 421 991 326 0.03 17 2001 * 2 011 014 2 717 587 -24.3 315 937 174 426 942 127 1.2 18 2002 * 3 184 173 4 302 936 58.3 314 704 509 488 251 832 -0.4 19 2003 * 3 184 173 4 302 936 58.3 313 214 727 477 591 444 -0.5 20 2004 * 3 363 736 4 545 590 13.14 394 802 437 533 516 808 13.14 21 2005 * 3 277 097 4 428 510 13.14 396 233 870 535 451 176 13.14 22 2006 * 3 392 330 4 584 230 13.14 380 811 926 514 610 711 13.14 23 2007 * 3 440 363 4 649 140 13.14 435 129 414 588 012 722 13.14 24 2008 * 3 327920 4 497 190 13.14 435 129 414 588 012 722 13.14
Sumber : FAO, 2009; FAO, 2011 (diolah). Keterangan : * = Unofficial Figure
20
Tabel 7 memperlihatkan bahwa kebutuhan biji gandum Indonesia untuk
bahan baku tepung terigu menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat
setiap tahunnya, sedangkan penurunan terjadi pada tahun 1998 dan 1999,
khususnya Indonesia karena adanya krisis ekonomi.
Tabel 8. Ekspor dan Impor Biji Gandum dan Tepung Terigu Dunia Tahun 1980-2008
Tahun Nilai Gandum (1000 $) Nilai Tepung Terigu (1000 $)
Ekspor Impor Selisih Ekspor Impor Selisih 1980 4 009 880 16 771 420 -12 761 540 9 825 049 31 302 970 -21 477 921 1981 5 316 529 15 291 410 -9 974 881 11 310 930 30 399 560 -19 088 630 1982 6 624 536 17 782 310 -11 157 774 7 193 405 23 671 200 -16 477 795 1983 5 085 256 16 434 570 -11 349 314 7 157 267 19 641 950 -12 484 683 1984 7 424 862 18 864 780 -11 439 918 6 549 809 19 633 200 -13 083 391 1985 5 112 773 17 468 220 -12 355 447 9 188 180 20 272 840 -11 084 660 1986 5 747 525 17 892 720 -12 144 995 8 304 632 24 343 800 -16 039 168 1987 6 622 193 12 693 140 -6 070 947 6 769 193 26 872 500 -20 103 307 1988 8 651 436 15 306 720 -6 655 284 8 835 451 25 210 410 -16 374 959 1989 6 114 855 14 397 520 -8 282 665 8 484 103 26 677 360 -18 193 257 1990 7 545 353 15 924 110 -8 378 757 9 438 972 27 169 490 -17 730 518 1991 7 188 280 12 984 940 -5 796 660 8 985 625 23 324 450 -14 338 825 1992 9 671 611 19 786 240 -10 114 629 10 847 150 25 155 200 -14 308 050 1993 9 352 187 17 047 330 -7 695 143 16 072 630 25 559 860 -9 487 230 1994 8 799 820 18 908 430 -10 108 610 14 310 220 33 246 010 -18 935 790 1995 9 898 654 19 592 660 -9 694 006 14 602 950 30 729 870 -16 126 920 1996 9 767 785 16 611 730 -6 843 945 13 102 000 26 529 810 -13 427 810 1997 7 366 545 19 445 140 -12 078 595 14 330 560 29 129 600 -14 799 040 1998 9 076 316 18 173 390 -9 097 074 13 980 960 27 326 300 -13 345 340 1999 10 290 316 19 312 990 -9 022 674 14 146 380 28 905 540 -14 759 160 2000 9 360 153 23 142 470 -13 782 317 13 349 420 31 595 870 -18 246 450 2001 10 295 460 17 472 470 -7 177 010 15 428 090 28 658 130 -13 230 040 2002 12 033 540 19 231 820 -7 198 280 17 341 410 25 359 540 -8 018 130 2003 13 016 520 19 106 300 -6 089 780 21 087 220 28 670 820 -7 583 600 2004 * 19 306 329 21 678 566 -2 372 237 22 135 510 23 471 550 -1 336 040 2005 * 17 597 355 20 630 284 -3 032 929 24 372 930 27 204 030 -2 831 100 2006 * 20 515 223 23 055 780 -2 540 557 23 563 130 25 208 880 -1 645 750 2007 * 32 851 941 32 447 399 -404 542 35 496 860 36 809 440 -1 312 580 2008 * 42 760 573 32 259 552 -10 501 021 4 680 198 4 666 267 -13 931
Sumber : Data s/d 2007 bersumber FAO, 2009; FAO 2011. Keterangan : * = Unofficial Data
Ditinjau dari transaksi perdagangan, nilai transaksi perdagangan biji
gandum dan tepung terigu dunia yang terjadi sejak tahun 1980 hingga 2003 serta
data sementara sampai dengan 2008 menunjukkan nilai yang negatif, artinya nilai
21
impor masih lebih tinggi dari ekspor, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 8.
Selanjutnya apabila dicermati lebih mendalam terhadap industri tepung terigu
dunia, terlihat bahwa terdapat beberapa negara yang meskipun bukan penghasil
biji gandum tetapi mampu memproduksi tepung terigu bahkan mampu
mengekspor ke negara lain dan bahkan masuk kedalam sepuluh eksportir terbesar
yakni Jepang.
Hasil dari proses penggilingan biji gandum akan diperoleh tepung terigu
yang selanjutnya dapat diolah menjadi berbagai bahan makanan. Adapun
konversi biji gandum menjadi tepung terigu untuk setiap pabrik berbeda-beda
tergantung oleh beberapa faktor antara lain kualitas biji gandum dan efisiensi
mesin pengolah. Wikipedia (2011) menyatakan bahwa proses tepung terigu yang
baik umumnya menghasilkan 74-84 persen tepung terigu, artinya setiap satu ton
biji gandum akan menghasilkan 740-840 kg tepung terigu.
2.2. Kebijak an Perdagangan Tepung Terigu Dunia
Data perdagangan dunia pada Tabel 9 memperlihatkan bahwa tidak
terdapat pola yang sistimatik dari negara-negara produsen dan konsumen utama
untuk menjadi eksportir ataupun importir utama tepung terigu dunia. Tidak
adanya pola perdagangan tersebut karena sangat bervariasinya kondisi dan
kepentingan suatu negara. Hal tersebut dikarenakan kebijakan perdagangan biji
gandum dan tepung terigu di negara eksportir dan importir dunia, sangat
menentukan arah perdagangan biji gandum dan tepung terigu dunia.
Di negara maju maupun negara yang sedang berkembang, umumnya
pemerintah selalu turut campur dalam produksi dan perdagangan. Keadaan ini
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
22
menyebabkan perdagangan biji gandum dan tepung terigu terdistorsi oleh
intervensi pemerintah di negara pengekspor maupun pengimpor, sehingga harga
biji gandum dan tepung terigu tidak semata-mata digerakkan oleh kekuatan
penawaran dan permintaan, melainkan juga dipengaruhi oleh hambatan tarif dan
non tarif.
Tabel 9. Nilai Ekspor dan Impor Biji Gandum dan Tepung Terigu Dunia Tahun 2003, dan 2008
Ekspor/ Impor
Nilai Gandum Nilai Tepung Terigu
Negara Nilai (1000$) (%) Dunia
Negara Nilai (1000$) (%) Dunia
Ekspor USA 3 958 343 21.64 Belgia 204 708 12.07 Perancis 2 312 325 12.64 Jerman 159 285 9.39
Kanada 2 026 099 11.08 Itali 122 141 7.20 Aust ralia 1 574 014 8.60 Turki 114 656 6.76 Argent ina 940 518 5.14 Spanyol 86 321 5.09 Rusia 779 317 4.26 India 85 733 5.05 Kenya 687 006 3.76 USA 84 363 4.97 Zimbawe 644 000 3.52 Jepang 80 004 4.71 Kyrgyztan 537 000 2.92 Belanda 71 117 4.19 Netherland Art 531 000 2.90 China 62 373 3.67 Sisa Dunia 4 292 958 23.48 Sisa Dunia 624 527 36.84
Dunia (2003) 18 292 580 100.00 Dunia (2003) 1 695 228 100.00
Dunia (2008) * 42 760 573 100.00 Dunia (2008) * 4 680 198 100.00
Impor Itali 1 202 551 7.45 Libya 247 979 15.69 Brasil 1 009 719 6.26 Iraq 89 741 5.68
Aljazair 673 471 4.17 Belanda 84 429 5.34 Korea Selatan 610 277 3.78 USA 76 248 4.82 Mesir 606 533 3.76 Kuba 76 035 4.81 Spanyol 596 794 3.70 Indonesia 75 398 4.77 Indonesia 579 925 3.59 Hongkong 55 858 3.53 Mexico 565 831 3.50 Belgia 47 193 2.98 Belgia 533 093 3.30 Jerman 32 399 2.05 Ukrania 467 412 2.89 Yaman 29 606 1.87 Sisa Dunia 9 280 310 57 55 Sisa Dunia 765 381 48.43
Dunia (2003) 16 125 916 100.00 Dunia (2003) 1 580 267 100.00
Dunia (2008) * 32 259 552 100.00 Dunia (2008) * 3 666 267 100.00
Sumber : FAO, 2011 Keterangan : *= Unofficial Figure
23
Negara penghasil sektor pertanian seperti Belgia, Jerman, Itali, Spanyol,
Amerika Serikat, dan Inggris menetapkan kebijakan khusus, antara lain;
penetapan harga dasar, pembangunan infrastruktur angkutan, penelitian dan
pengembangan, menanamkan rasa berbisnis (business sense), serta pendanaan
melalui bank dengan suku bunga yang relatif rendah, sehingga komoditasnya
mampu menembus pasar dunia, termasuk Indonesia (Kartasasmita dalam
Kompas, 2004) 3
2.3. Liberalisasi Perdagangan Tepung Terigu
Dengan adanya intervensi, pasar biji gandum dan tepung terigu dunia
didominasi oleh kebijakan proteksi dan subsidi, baik dari negara importir maupun
eksportir. Negara yang menginginkan industri domestik tepung terigunya tetap
berdiri, berusaha dengan maksimal mempertahankan industrinya dengan berbagai
proteksi seperti pengenaan tarif bea masuk. Disisi lain, negara produsen biji
gandum berusaha mempertahankan/melindungi petani biji gandum dengan
kebijakan subsidinya, sehingga petani tetap dapat memperoleh hasil dari usaha
tani. Dengan kebijakan subsidinya, harga biji gandum menjadi lebih rendah dan
dapat menekan harga sehingga mampu bersaing dengan produksi negara lain.
Kesepakatan tentang konsensi tarif dan ketentuan-ketentuan perdagangan
menjadi awal kesepakatan General Agreement on Tariifs and Trade (Kesepakatan
Umum tentang Tarif dan Perdagangan/GATT) yang berlaku sebagai kesepakatan
sementara sejak 1 Januari 1948. Selanjutnya, GATT bertujuan menjadikan usaha
pertanian yang lebih transparan dan mengurangi dukungan terhadap usaha
24
pertanian itu sendiri. Sesuai dengan kesepakatan Putaran Uruguay di Marrakesh
pada tanggal 15 April 1994, ada tiga hal utama dalam aturan GATT yang
berhubungan dengan pertanian yakni dukungan domestik, akses pasar, dan
persaingan ekspor yang mempunyai dampak mendistorsi perdagangan. Terlepas
dari status yang masih bersifat sementara, GATT kemudian terbukti sebagai satu-
satunya instrumen paling efektif dalam proses liberalisasi perdagangan dunia
yang berlangsung sejak tahun 1948 hingga terbentuknya World Trade
Organization (WTO) ditahun 1995. Sebelum GATT digantikan dengan WTO,
GATT hampir tidak berubah, kecuali penambahan dalam bentuk kesepakatan yang
mencakup keanggotaan sukarela dan segala kesepakatan lain sebagai upaya untuk
terus menerus menurunkan tarif melalui serangkaian putaran perundingan
perdagangan, fungsi GATT masih tetap terbatas hanya kepada pengaturan
perdagangan barang saja.
Biji gandum dan tepung terigu sebagai produk pertanian tidak terlepas dari
kesepakatan-kesepakatan GATT dan WTO, namun demikian sektor pertanian
mendapat perlakuan khusus GATT. Adapun tujuan perundingan-perundingan
GATT di sektor pertanian, adalah (Bain, 2001):
1. Perdagangan hasil-hasil pertanian harus bebas dan terbuka dan sepenuhnya
tunduk pada pengaturan sistem perdagangan multilateral.
2. Pembatasan yang ketat terhadap pemberian subsidi yang dapat
mempengaruhi perdagangan internasional, khususnya subsidi ekspor dan
segala bentuk export assistance lainnya.
3 Kartasasmita, S. 2004. Harus Ada Pemihakan pada Petani. Harian Kompas 27 Juni 2004.
25
3. Ketentuan GATT harus membatasi kebijaksanaan domestic support yang
mempengaruhi perdagangan internasional.
4. Diperlukan disiplin yang lebih baik untuk mengatur penggunaan
persyaratan kesehatan dan hambatan teknis lainnya.
5. Keterbukaan atau transparansi harus disempurnakan.
6. Perlu pelaksanaan yang efektif terhadap ketentuan GATT yang menjamin
perlakuan khusus dan berbeda bagi negara berkembang.
Selanjutnya kesepakatan WTO telah membawa pertanian sepenuhnya ke
dalam pengaturan perdagangan multilateral di bawah GATT. Kesepakatan dalam
kegiatan impor mengharuskan penurunan tarif rata-rata sebesar 36 persen dalam
enam tahun untuk negara-negara maju dari tingkat tahun 1986-1988 sebagai base
period level, sedangkan untuk negara-negara berkembang penurunan tarif rata-rata
sebesar 24 persen dalam sepuluh tahun. Selain itu, tindakan non tarif border
measures yang berakibat menekan impor atau meningkatkan harga produk-produk
impor harus diganti dengan tarif yang memberikan tingkat perlindungan yang
sama. Kesepakatan pada dukungan domestik yang diperkenankan mengharuskan
seluruh negara anggota mengurangi subsidi domestik sebesar 20 persen untuk
negara-negara maju dengan tahun 1986-1988 sebagai base period level,
sedangkan untuk negara berkembang 13.3 persen dalam sepuluh tahun. Adapun
untuk kesepakatan ekspor, mengharuskan negara anggota WTO yang memberikan
subsidi ekspor seperti USA dan Uni Eropa, untuk memperkecil volume produk
www. kompas.com. Jakarta.
26
yang diberikan subsidi ekspor, atas dasar product-by-product, rata-rata sebesar 21
persen dari tahun 1986-1990 sebagai base period level.
2.4. Ek onomi Tepung Terigu Indonesia
Data pada Tabel 10 menunjukkan nilai impor biji gandum Indonesia tahun
2007 sebesar US$ 1 181 313 000 merupakan negara importir no 7 dunia dan
impor tepung terigu sebesar US$ 180 550 (negara importer no 4 dunia), impor
biji gandum dan tepung terigu tersebut diyakini akan meningkat terus.
Tabel 10. Ekspor dan Impor Biji Gandum dan Tepung Terigu Indonesia Tahun 1980-2007
Tahun Nilai Biji Gandum (1000 $) Nilai Tepung Terigu (1000 $) Ekspor Impor Selisih (2-3) Ekspor Impor Selisih (5-6)
1 2 3 4 5 6 7 1980 0 161 955 -161 955 0 1 471 -1 471
1981 0 151 165 -151 165 0 5 732 -5 732
1982 0 151 041 -151 041 0 949 -949
1983 0 333 645 -333 645 0 3 935 -3 935
1984 0 276 055 -276 055 0 2 946 -2 946
1985 0 258 565 -258 565 0 3 931 -3 931
1986 0 272 411 -272 411 0 1 947 -1 947
1987 0 244 030 -244 030 0 1 878 -1 878
1988 0 225 387 -225 387 0 3 437 -3 437
1989 0 286 904 -286 904 184 4 511 -4 327
1990 0 281 883 -281 883 258 6 599 -6 351
1991 15 366 361 -366 346 59 9 185 -9 126
1992 0 403 853 -403 853 23 8 424 -8 401
1993 0 442 005 -442 005 3 7 552 -7 549
1994 0 579 681 -579 681 5 5 717 -5 712
1995 0 803 409 -803 409 0 43 671 -43 671
1996 0 1 050 364 -1 050 364 13 4 776 -4 763
1997 33 776 521 -776 488 18 4 122 -4 104
1998 0 630 422 -630 422 71 4 935 -4 864
1999 62 404 381 -404 319 181 67 683 -67 502
2000 12 502 406 -502 399 601 81 358 -80 757
2001 36 399 522 -399 486 570 48 525 -47 955
2002 5 768 625 000 -619 232 2 614 69 269 -66 655
2003 1 666 579 925 -562 259 3 799 75 398 -71 757
2004 * 3 025 841 000 -837 975 11 959 79 532 -67 573
2005 * 2 880 799 003 -796 123 19 684 128 045 -108 361
2006 * 3 287 816 121 -812 834 12 733 143 197 -130 464
2007 * 13 665 1 181 313 -1 167 748 6 918 180 550 -173 632
27
Dunia 2007 34 152 156 3 639 669 Sumber : FAO, 2011 Keterangan * = Unofficial Data
Dekade 1980-2003, konsumsi tepung terigu di Indonesia per kapita
mengalami peningkatan rata-rata sebesar 7.78 persen setiap tahunnya,
sebagaimana disajikan pada Tabel 11. Peningkatan ini juga berarti menunjukkan
adanya peningkatan ketergantungan pada biji gandum dan tepung terigu impor.
Tabel 11. Perkembangan Konsumsi Perkapita Tepung Terigu Indonesia Tahun 1980-2007
Tahun Produksi (ton)
Impor (ton)
Ekspor (ton)
Konsumsi (ton) *
Penduduk (ribu)
Konsumsi Perkapita Jumlah (kg/th)
* (5/6)
Peruba-han
(%)
1 2 3 4 5 6 7 8 1980 998 404 4 299 0 1 359 972 151 108 9.00 - 1981 1 011 938 15 215 0 1 389 132 154 348 9.00 0 1982 1 075 747 3 184 0 1 418 499 157 611 9.00 0 1983 1 233 747 12 494 0 1 608 790 160 879 10.00 11.11 1984 1 073 898 11 343 0 1 313 056 164 132 8.00 -20.00 1985 941 007 15 114 0 1 169 924 167 351 7.00 -12.50 1986 1 149 727 9 094 0 1 534 770 170 530 9.00 28.57 1987 1 202 421 6 444 0 1 563 039 173 671 9.00 0 1988 1 268 920 9 187 0 1 414 160 176 770 8.00 -12.22 1989 1 315 239 21 434 674 1 618 461 179 829 9.00 -12.50 1990 1 268 610 30 808 963 1 645 623 182 847 9.00 0 1991 1 669 437 51 831 223 2 229 864 185 822 12.00 33.33 1992 1 595 847 38 919 79 2 453 841 188 757 13.00 8.33 1993 1 987 634 41 574 13 2 491 567 191 659 13.00 0 1994 2 438 316 25 006 25 3 112 640 194 540 16.00 23.08 1995** 3 000 109 158 111 0 4 145 631 197 411 21.00 31.25 1996** 3 042 763 20 395 20 4 005 420 200 271 20.00 -4.76 1997** 3 198 335 15 631 0 3 453 074 203 122 17.00 -15.00 1998** 2 511 857 23 916 158 3 295 520 205 970 16.00 -5.88 1999** 2 042 224 368 932 340 2 923 550 208 825 14.00 -12.50 2000** 2 656 837 459 152 1 643 4 022 167 211 693 19.00 35.71 2001** 2 011 014 256 411 1 940 2 789 475 214 575 13.00 31.58 2002** 3 184 173 343 522 8 413 4 566 786 217 466 21.00 61.54 2003 * 3 184 173 343 283 15 278 3 746 035 220 355 17.00 19.05 2004 * 3 318 160 307 556 62 910 3 562 806 216 443 16.46 -3.17 2005 * 3 369 220 478 016 102 152 3 745 084 219 210 17.08 3.79 2006 * 3 493 540 537 257 47 710 3 983 087 221 954 17.94 5.04 2007 * 3 577 900 581 535 17 688 4 141 747 224 670 18.43 2.73
Rata-rata (1980 – 2003) 7.78 Sumber : FAO, 2011. Keterangan * = Perkiraan FAO, ** = Hasil 2011
28
Impor yang meningkat adalah wajar mengingat tanaman gandum
merupakan tanaman subtropik sehingga jarang dibudidayakan di Indonesia. Sari
(2009)4 mengatakan sejak 1998 kalangan produsen tepung terigu telah memulai
upaya pengembangan tanaman biji gandum bekerjasama dengan sejumlah
perguruan tinggi. Pada tahun 2000, pihaknya telah menjalin kerjasama dengan
sejumlah perguruan tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor, Universitas Pajajaran,
Universitas Gajah Mada, Universitas Brawijaya dan Universitas Kristen Satya
Wacana. Upaya budidaya biji gandum di Indonesia saat ini masih dalam tahap
penelitian dan diharapkan dapat tumbuh seperti halnya tanaman subtropik lainnya
antara lain kentang, kedelai, kol, tomat dan apel. Selain itu petani di Pasuruan
telah menanam biji gandum di areal seluas 100 ha dengan hasil panen sebanyak
150 ton sebagaimana disampaikan oleh Suriyanto (2011).5
2.5. Kebijak an Tepung Terigu Indonesia
Kebijakan pemerintah pada perdagangan biji gandum dan tepung terigu
dinilai tidak jelas, mendukung liberalisasi dengan tarif bea masuk yang rendah
untuk impor kedua komoditas tersebut atau membela industri nasional demi
keselamatan industri tepung terigu, dan industri makanan dan minuman nasional.
Oleh sebab itu, ketegasan dan keberpihakan pemerintah pada pelaku ekonomi
domestik berupa penerapan kebijakan khusus, antara lain melalui mekanisme
hambatan tarif sangat diperlukan. Jika tidak ada kebijakan khusus, industri tepung
terigu kemungkinan tidak dapat bersaing, sebab biji gandum dan tepung terigu
4. Sari, R. L. 2009. Dalam Meretas Jalan Mengurangi Ketergantungan Akan Gandum Impor.
Berita Daerah 8 April 2009. WWW.beritadaerah.com, 5. Suriyanto. Kemarau, Petani Pasuruan Tanamn Gandum. Jurnas 22 September 2011.
WWW.jurnas.com/news
29
impor dari negara-negara Uni Eropa, seperti Belgia, Jerman, Italia, Spanyol,
Amerika Serikat, dan Jepang mampu menembus pasar dunia, termasuk Indonesia
dengan harga murah.
Kebijakan pemerintah mengenai perdagangan biji gandum dan industri
tepung terigu dimulai dengan dibentuknya Badan Urusan Logistik (Bulog) sesuai
dengan Keputusan Presidium Kabinet Nomor 114/Kep/1967. Pada era tersebut,
kehadiran Bulog merupakan lembaga stabilisasi harga pangan yang memiliki arti
khusus dalam menunjang keberhasilan Orde Baru sampai tercapainya
swasembada beras tahun 1984.
Tepung Tepung
Sumber : Keppres RI No. 11/1969. Gambar 2. Rantai Pengadaan Biji Gandum Sebelum Liberalisasi
Berdasarkan Keppres RI No.11/1969 tanggal 22 Januari 1969, struktur
organisasi Bulog disesuaikan dengan misi barunya yang berubah dari penunjang
peningkatan produksi pangan menjadi “buffer stock holder” dan distribusi untuk
golongan anggaran yakni pegawai negeri sipil dan ABRI. Kemudian dengan
Keppres No.39/1978 tanggal 5 Nopember 1978, tugas Bulog berubah lagi, Bulog
mempunyai tugas pokok melaksanakan pengendalian harga beras, gabah, gandum
Biji Gandum Bulog (importir)
Industri Penggilingan
Konsumen Akhir
Distributor Tepung Terigu
Pengecer
30
dan bahan pokok lainnya guna menjaga kestabilan harga, baik bagi produsen
maupun konsumen sesuai dengan kebijaksanaan umum Pemerintah.
Sampai dengan tahun 1997, Bulog menjadi satu-satunya yang
diperkenankan untuk melaksanakan pengadaan biji gandum. Biji gandum yang
diimpor diserahkan kepada pihak swasta (PT Bogasari Flour Mills, PT Berdikari
Sari Utama Flour Mills, PT Panganmas Inti Persada, dan PT Sriboga Raturaya)
untuk digiling menjadi tepung terigu yang selanjutnya diserahkan kembali ke
BULOG untuk kemudian didistribusikan melalui distributor. Dalam kegiatan ini
PT Bogasari yang memiliki 81 persen pangsa pasar di pasar penggilingan tepung
terigu berperan sebagai penerima jasa penggilingan saja seperti tiga perusahaan
lainnya.
Selanjutnya pada awal Era Reformasi, beberapa lembaga Pemerintah
mengalami revitalisasi serta reformasi termasuk Bulog. Melalui Keppres RI No.45
tahun 1997 tugas pokok Bulog dibatasi hanya untuk komoditi beras dan gula
pasir. Tugas ini lebih dipersempit lagi dengan Keppres RI No.19 tahun 1998,
dimana peran Bulog hanya mengelola komoditi beras saja. Pada akhirnya, sejak
diterbitkannya surat keputusan Menteri Perindustrian No. 21/MPP/Kep/I/1998,
pengadaan dan penyaluran tepung terigu di dalam negeri dilakukan secara bebas
tanpa campur tangan pemerintah. Pada era reformasi, pemerintah tidak lagi
membatasi impor, dan BULOG tidak lagi memonopoli perdagangan tepung terigu
dan biji gandum.
Tahun 2003, melalui Surat keputusan Menteri Keuangan Nomor
127/KMK/01/2003 tentang Perubahan Tarif Bea Masuk atas Impor Tepung
Gandum, Pemerintah mengenakan tarif bea masuk atas impor tepung gandum
31
sebesar 5 persen yang berlaku sejak 1 Mei 2003 sampai dengan 31 Desember
2004, setelah itu bea masuk yang berlaku 0 persen. Selanjutnya pengenaan tarif
bea masuk setiap komoditi setiap tahunnya dikaji ulang sesuai dengan kebutuhan
para pihak. Pada tahun 2009 melalui Peraturan Menteri Keuangan No.
07/PMK.011/2009 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas impor Tepung
Gandum, Impor Tepung Gandum dikenakan tariff bea masuk sebesar 5 persen,
sedangkan impor biji gandum dikenakan tarif bea masuk sebesar 5 persen
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 241/PMK.011/2010 tentang
Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas
Barang Impor. Tarif bea masuk atas impor biji gandum dan tepung terigu tersebut
dicabut melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 13/PMK.011/2011 tentang
Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas
Barang Impor, sehingga semenjak 24 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember
2001 besaran tarif impornya menjadi nol. Keputusan ini sudah sesuai dengan
sistem organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization/WTO) yang
hanya mengijinkan tarif sebagai instrumen untuk proteksi.
Biji Gandum Importir Gandum
Distributor Tepung Terigu
Industri Penggilingan Biji
Importir Tepung Terigu
Tepung Terigu
Konsumen Akhir Pengecer Tepung Terigu
32
Sumber : SK Menteri Perindustrian No. 21/MPP/Kep/1/1998. Gambar 3. Rantai Pengadaan Biji Gandum Setelah Liberalisasi 2.6. Studi Terdahulu Tentang Biji Gandum dan Tepung Terigu
Penelitian mengenai biji gandum dan tepung terigu di Indonesia sangat
jarang dilakukan, namun demikian beberapa penelitian yang telah dilakukan
disajikan sebagai berikut:
2.6.1. Produksi
Syafaat dan Supena (1999) mengatakan bahwa industri terigu, mie dan roti
walaupun produk ketiga industri tersebut membantu dalam penyediaan pangan
nasional bukanlah merupakan industri kunci dalam perekonomian nasional,
namun sebagian besar produk ketiga industri tersebut banyak dinikmati oleh
golongan berpendapatan sedang dan tinggi. Oleh karena itu penghapusan segala
jenis proteksi terhadap ketiga industri tersebut dibenarkan. Kontribusinya pada
output, nilai tambah dan kesempatan kerja nasional sangat kecil masing-masing
berkisar 0.15 – 0.46 persen; 0.09 – 0.45 persen dan 0.21 – 0.72 persen. Sebagian
besar nilai tambah yang tercipta akibat permintaan akhir produk ketiga industri
tersebut dinikmati pengusaha. Dengan karakteristik keterkaitan input antar ketiga
industri tersebut cukup kuat, memberikan insentif bagi para pengusaha untuk
melakukan integrasi usaha dalam satu kepemilikan untuk meningkatkan
keuntungan pengusaha yang bersangkutan.
2.6.2. Permintaan
Gonarsyah (1982) menunjukkan bahwa kurva permintaan biji gandum
USA di Jepang dan Korea adalah kurva permintaan yang inelastis. Dalam kasus
Jepang, permintaan biji gandum dari USA sangat dipengaruhi oleh produksi biji
33
gandum domestik tetapi tidak dipengaruhi oleh pendapatan perkapita, produksi
beras, nilai tukar yen terhadap dollar, sedangkan dalam kasus Korea, permintaan
biji gandum dari USA sangat berhubungan dengan kemampuan produksi beras,
kemampuan impor USA dibawah program bantuan pangan, ketersediaan biji
gandum, dan pendapatan perkapita. Sebaliknya permintaan biji gandum tidak
dipengaruhi oleh kemampuan produksi lokal dan nilai tukar won terhadap dolar.
Afriani (2002) memperlihatkan bahwa permintaan biji gandum Indonesia
sebagian besar dipengaruhi oleh penawaran tepung terigu domestik, nilai tukar
dan kebijakan pembebasan tataniaga gandum-tepung terigu. Sedangkan produksi
tepung terigu domestik sangat dipengaruhi oleh jumlah impor biji gandum, impor
tepung terigu, tingkat upah, suku bunga, permintaan tepung terigu domestik, krisis
ekonomi dan penawaran tepung terigu tahun sebelumnya. Dalam penelitian
Afriani, permintaan tepung terigu domestik didisagregasikan kedalam permintaan
tepung terigu oleh industri mie, industri roti dan industri biskuit, namun tidak
memperhitungkan permintaan langsung dari rumahtangga. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penawaran tepung terigu domestik sangat mempengaruhi
permintaan tepung terigu di Indonesia, ini juga menunjukkan bahwa pada
komoditi tepung terigu struktur pasar yang terbentuk adalah struktur pasar
oligopoly. Secara umum kebijakan pembebasan tataniaga gandum-tepung terigu
dan pencabutan subsidi menguntungkan pelaku pasar walaupun terjadi penurunan
kesejahteraan dari sisi konsumen tetapi dapat dikompensasi dengan peningkatan
kesejahteraan produsen. Selanjut Afriani menyarankan agar dilakukan penelitian
lebih lanjut terhadap permintaan untuk industri rumahtangga dan industri kecil.
34
Dalam penelitiannya Afriani terpokus pada penawaran dan permintaan biji
gandum dan tepung terigu baik dunia maupun Indonesia.
2.6.3. Perdagangan
Rachmat dan Erwidodo (1994) menunjukkan terdapat kecenderungan
hubungan substitusi diantara negara asal importir biji gandum Indonesia, dimana
elastisitas harga impor biji gandum berkisar -0.3 sampai dengan 0.7.
Sumner dan Boltuck (2002) memperlihatkan bahwa perdagangan biji
gandum dunia melibatkan persaingan banyak perusahaan dan negara dalam
memenuhi kebutuhan konsumen, baik dari produksi dalam negeri maupun dari
hasil perdagangan biji gandum internasional. Lebih jauh lagi, keseimbangan
antara permintaan dan penawaran global mempengaruhi kecenderungan harga
global. Perubahan harga yang spesifik pada kawasan pasar nasional dan regional
dipengaruhi oleh adanya hambatan tarif dan perbedaan biaya angkut. Dalam
kondisi yang demikian, kemampuan untuk membentuk suatu pasar tersendiri
seperti Canadian Wheat Board (CWB) adalah sangat terbatas. Meskipun demikian
organisasi perdagangan dan industri internasional sangat mendukung pembatasan
berlakunya kekuatan pasar, di pasar nasional yang menghasilkan diskriminasi
“harga tingkat tiga” yang cenderung menguntungkan daripada merugikan
penyuplai USA yang berkompetisi dengan biji gandum Kanada. Dasar pemikiran
CWB adalah dalam upaya mencapai penerimaan yang tinggi dari setiap biji
gandum yang terjual. Tujuan ini tidak dapat dicapai dengan mengurangi harga di
seluruh bahkan di pasar sebagian negara berkembang dimana terdapat persaingan
dengan biji gandum asal USA.
35
Yunianti (2001) menyatakan bahwa kebijakan Pemerintah pada industri
tepung terigu telah dilakukan sejak awal Pelita I yang dimaksudkan agar
tersedianya bahan pangan yang dapat mencukupi kebutuhan dan terjangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat. Berbagai bentuk kebijakan tersebut meliputi; (1)
kebijakan “entry barrier” bagi investasi, (2) kebijakan pengadaan dan penyaluran
gandum dan tepung terigu di seluruh wilayah Indonesia, (3) kebijakan penetapan
harga.
Iriani (1997) menyarankan agar dilakukan upaya mengendalikan perilaku
monopoli/oligopoli sehingga walaupun struktur pasar industri tepung terigu
maupun industri mie instant yang didominasi oleh satu perusahaan namun dapat
berperilaku kompetitif sehingga tidak merugikan masyarakat.
Findi (2008) menunjukkan bahwa pasca liberalisasi pangan terjadi konflik
dan tarik menarik kepentingan antarlembaga negara, yaitu antara Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan Departemen
Perdagangan menyangkut penetapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) bagi
tepung terigu impor. Bappenas berargumen bahwa penetapan BMAD hanya akan
menguntungkan produsen dominan yaitu Bogasari Flour Mills, sedangkan
menurut Departemen Perdagangan penetapan BMAD dilakukan untuk melindungi
produsen berskala kecil. Selanjutnya terjadi konflik kepentingan antara Komite
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan Depperindag menyangkut penetapan
Standar Nasional Indonesia (SNI) secara wajib Tepung Terigu. KPPU
berpendapat penetapan SNI secara wajib merupakan bentuk hambatan masuk bagi
tepung terigu impor.
2.6.4. Model
36
Walter (2002) menunjukkan bahwa (1) data triwulanan dari pasar biji
gandum Amerika dipengaruhi oleh pengaruh musim, sehingga "Vector Error
Correction Model/VECM" dan "Dynamic Simultaneous Equation Model/DSEM"
harus lebih di spesifikasikan, (2) dalam konteks peramalan, VECM yang
memperhatikan faktor musim memperlihatkan hasil yang lebih baik daripada
yang tidak memperhatikan pengaruh musim, namun demikan DSEM lebih baik
daripada VECM yang memperhatikan musim, dan (3) dari analisa yang telah
dilakukan dan berdasarkan pada perbandingan dinamik dapat disimpulkan bahwa
penghilangan komponen musim akan menghasilkan respon fungsi dan dynamic
multipliers yang tidak diharapkan.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, perbedaan yang mendasar antara
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya meliputi hal-hal:
1. Penelitian yang dilakukan Afriani (2002) diawali dengan adanya
penawaran biji gandum dari negara pengekspor, sedangkan penelitian ini
mencoba meneliti dari tingkat ekspor dan impor biji gandum dan tepung
terigu dari lima negara utama.
2. Pada tahap permintaan tepung terigu domestik, Afriani (2002)
mengdisagregasikan permintaan tepung terigu kedalam industri mie,
industri roti dan industri biskuit, sedangkan dalam penelitian ini,
permintaan tepung terigu domestik didisagregasikan kedalam; permintaan
tepung terigu rumahtangga, industri rumah tangga, industri kecil dan
menengah, industri makanan dan minuman.
3. Temuan Findi (2008) menunjukkan adanya konflik kepentingan antara
lembaga negara tentang penerapan kebijakan tarif Bea Masuk Anti
37
Dumping, sedangkan penelitian ini melihat sejauhmana dampak kebijakan
ekonomi terhadap kinerja industi tepung terigu.
4. Penelitian Walter (2002) menggunakan model "Vector Error Correction
Model/VECM" dan "Dynamic Simultaneous Equation Model/DSEM"
dalam meneliti pasar biji gandum Amerika, sedangkan dalam penelitian
ini digunakan model Metode 2SLS. Gujarati, 1995 menyatakan Metode
2SLS tergolong metode yang ekonomis, banyak digunakan, pendugaan
setiap parameternya unik dan penerapannya relatif mudah meskipun
dirancang untuk menangani persamaan yang over indentified.
III. KERANGKA TEORI
3.1. Tahapan Produksi dan Pasar Tepung Terigu
Rangkaian kegiatan industri tepung terigu Indonesia meliputi kegiatan
pengadaan biji gandum dari luar negeri (impor), penggilingan biji gandum
menjadi tepung terigu di dalam negeri, dan tataniaga (kebijakan impor biji
gandum dan tepung terigu, permintaan dan penawaran tepung terigu domestik
maupun dunia). Analisis model yang dilakukan meliputi tahapan sejak biji
gandum ditawarkan di pasar gandum dunia, dikirim ke penggilingan sebagai
indus tri primer untuk diproses menjadi tepung terigu, kemudian tepung terigu
dijual ke pasar untuk keperluan rumah-tangga (konsumsi langsung) maupun
industri sekunder untuk diproses menjadi bahan makanan, namun tidak mengkaji
pasar input untuk usaha tani gandum (antara lain: pengadaan pupuk, pestisida, dan
benih) (antara lain: pengadaan pupuk, pestisida dan benih) dan pasar produk
akhir dari industri makanan (antara lain mie, roti, dan biskuit) (antara lain: mie,
roti dan biskuit).
Gambar 4 5 menunjukkan bahwa setiap tahapan pengadaan biji gandum
dan produksi tepung terigu Indonesia terkait dengan penawaran dan permintaan
yang membentuk aliran penawaran produk, baik dalam bentuk biji gandum dan
tepung terigu dan aliran permintaan input dari suatu tahapan produksi ke tahapan
selanjutnya.
3.2. Permintaan Input dan Penawaran Output
Formatted: Left: 4 cm, Right: 3 cm,Top: 3 cm, Bottom: 3 cm, Width: 21cm, Height: 29,7 cm
Formatted: Line spacing: Multiple 2,2li
39
Formatted: Font: 11 pt, Italian (Italy )
Permintaan input suatu usaha ekonomi dapat diturunkan dari fungsi
produksi suatu usaha ekonomi, dengan asumsi bahwa produsen dimaksud bersifat
rasional dan memaksimumkan keuntungan pada berbagai kendala teknologi dan
pasar.
Varian (1993) menyatakan bahwa permintaan ataupun pilihan terhadap
input yang berdampak kepada biaya produksi yang minimal akan tergantung pada
harga dari input dan tingkat atau besarnya produksi yang akan diproduksi,
selanjutnya dikenal sebagai derived factor demand.
Pasar Produk Akhir Indonesia
Permintaan Tepung Terigu Industri Kecil Menengah Indonesia
Pasar Tepung Terigu Indonesia
Permintaan Tepung Terigu Rumah
Tangga Indonesia
Permintaan Akhir
Penawaran Output
Penawaran Output
Permintaan Input
Penawaran Output
Industri Primer Penggilingan Tepung
Terigu Diluar Indonesia
Permintaan Tepung Terigu Industri
Makanan dan Minuman
Permintaan Input
Permintaan Tepung Terigu Industri Rumah
Tangga Indonesia
Penawaran Output
Permintaan Input
Penawaran Output
40
Formatted: Justified
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm, Line spacing: Double
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Line spacing: single
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Italian (Italy )
Gambar 45. Tahapan Produksi dan Pasar Produk Industri Tepung Terigu Indonesia
Varian (1993) menyatakan bahwa permintaan ataupun pilihan terhadap
input yang berdampak pada biaya produksi yang minimal akan tergantung pada
harga dari input dan tingkat atau besarnya produksi yang akan diproduksi,
selanjutnya dikenal sebagai derived factor demand.
Dengan menggunakan asumsi derived factor demand maka fungsi
permintaan terhadap faktor produksi dari produk tepung terigu sebenarnya
merupakan turunan permintaan yang tergantung dan diturunkan dari tingkat
output perusahaan dan biaya input, modal, tenaga kerja dan input lain yang
digunakan dalam proses pengadaan biji gandum hingga industri tepung terigu.
3.2.1. Permintaan Biji Gandum dan Penawaran Tepung Terigu oleh Pengolah
Pada industri tepung terigu, biji gandum digunakan sebagai input atau
bahan baku utama. Secara teknis, fungsi produksi dari penggilingan tepung terigu
sebagai industri primer dinotasikan sebagai berikut:
Produsen Biji Gandum Dunia
Industri Primer Penggilingan Tepung
Terigu Indonesia
Pasar Biji Gandum Dunia Penawaran Output
Permintaannawaran Input (Impor)
Permintaan Inputnawaran (Impor)
41
T = t (G, L)
………………………………………..………………………..…. (1)
dimana :
T = jumlah tepung terigu yang dihasilkan oleh penggilingan
G = jumlah biji gandum sebagai input
L = himpunan jumlah input lain yang digunakan dalam proses di penggilingan dengan harga masing-masing
Adapun fungsi tujuan (Kt ) dari penggilingan tepung terigu dirumuskan
sebagai berikut:
Kt = Pt.t(G,L) – (Pg.G + Pl.L)
dimana:
Pt = harga tepung terigu (output) perunit
Pg
P
= harga biji gandum (input) perunit
l = harga input lain perunit
Jika Fg dan Fl adalah turunan parsial pertama dari fungsi produksi terhadap input
G dan L, maka kondisi keuntungan maksimum perusahaan adalah jika:
Pt.Fg =
Pg………………………………………………………….………. (2)
Pt.Fl =
Pl
Kedua persamaan tersebut dibentuk dari suatu sistim dua persamaan dengan dua
variable endogen (G,L) serta tiga variable eksogen (P
……………………………………………..…….……………. (3)
t, Pg, Pl), maka untuk
menentukan fungsi permintaan input dari perusahaan dapat diselesaikan secara
simultan:
Formatted: Space Before: 18 pt,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
42
G = g(Pt, Pg,
Pl)……………….……………………………...………… (4)
L = l(Pt, Pg,
Pl)…………………….…………...…………..…………. (5)
Persamaan G dan L merupakan derived factor demand terhadap biji gandum yakni
jumlah permintaan biji gandum sebagai fungsi dari harga produk (Pt), harga biji
gandum (Pg), dan harga input lain (Pl
Dengan mensubstitusikan persamaan 4 dan 5 terhadap persamaan 1, maka akan
diperoleh persamaan penawaran tepung terigu (output) dari penggilingan tepung
terigu adalah:
).
T = t(Pt, Pg,
Pl
)………………………………………………………..(6)
3.2.2. Permintaan Tepung Terigu dan Penawaran Produk oleh Industri Mak anan dan Minuman
Fungsi produksi dari industri sekunder yang menggunakan tepung terigu
sebagai bahan baku dan input lain, misalnya adalah:
M = m(T, R)
dimana:
M = jumlah makanan (output) yang diproduksi oleh industri
sekunder
T = jumlah tepung sebagai input
R = himpunan jumlah input lain dengan harga masing-masing
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Line spacing: single
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Space Before: 18 pt, Linespacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
43
Pm = harga makanan (output) perunit
Pt = harga tepung terigu perunit
Pr
Adapun fungsi tujuan dari industri sekunder tepung terigu dapat
dirumuskan:
= harga input lain perunit
Km = Pm. M(T,R) - (Pt.T +
Pr
Jika Ft dan Fr adalah turunan parsial pertama dari fungsi produksi terhadap input
T dan R, maka kondisi keuntungan maksimum perusahaan adalah jika:
.R)……………………...…………….….…….. (7)
Pm.Ft =
Pt…………………………………...……….………….…….……..……..
(8)
Pm.Fr =
Pr
Kedua persamaan tersebut terbentuk dari suatu system dua persamaan dengan dua
variable endogen (T, R) serta tiga variable eksogen (Pm, Pt, Pr), maka untuk
menentukan fungsi permintaan input perusahaan dapat diselesaikan secara
simultan dari persamaan-persamaan:
……………………………..……......……………….………………..
.(9)
T = t (Pm, Pt,
Pr).………………………….…...…………….………... (10)
R = r(Pm, Pt,
Pr)…………………………..……………………….…… (11)
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Justified, Line spacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: English (U.S.)
44
Persamaan 10 dan 11 merupakan derived factor demand industri sekunder
terhadap input yakni jumlah permintaan makanan sebagai fungsi dari harga
produk (Pm), harga tepung terigu (Pt), dan harga input lain (Pr). Dengan
mensubstitusikan persamaan 10 dan 11 terhadap persamaan 6, akan diperoleh
persamaan produk industri tepung terigu (output) sebagai berikut:
M = m(Pm, Pt,
Pr
3.3. Intervensi Kebijak an dan Liberalisasi Perdagan gan
)…………...……...…………..…………….….…… (12)
Campur tangan (intervensi) pemerintah seringkali dilakukan apabila terjadi
kegagalan pasar dan atau membangun tujuan-tujuan tertentu, namun yang harus
diperhatikan adalah tidak semua campur tangan pemerintah memberikan hasil
yang baik. Banyak faktor yang menyebabkan intervensi tidak memberikan hasil
yang diharapkan. Salah satu masalah terbesar yang dihadapi pemerintah dalam
menentukan kebijakan adalah adanya konflik antara tujuan-tujuan yang hendak
dicapai. Sebagai contoh, pemerintah memberikan subsidi harga bahan bakar
minyak tanah agar dapat terjangkau rakyat kecil dan berpenghasilan rendah.
Dalam kasus ini, masalah efisiensi diabaikan agar rakyat dapat menjangkau bahan
bakar minyak.
Rahardja, dkk (2004) menyebutkan tujuan dilakukannya campur tangan
pemerintah adalah sebagai berikut:;
a.1. Menjamin agar kesamaan hak bagi setiap individu dapat tetatp terwujud dan
eksploitasi dapat dihindarkan;
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 0,96 cm
Formatted: Bullets and Numbering
45
b.2. Menjaga agar perekonomian dapat tumbuh dan mengalami perkembangan
yang teratur dan stabil;
c.3. Mengawasai kegiatan-kegiatan perusahaan, terutama perusahaan-
perusahaan besar yang dapat mempengaruhi pasar, agar mereka tidak
menjalankan praktek-praktek monopoli yang merugikan;
d.4. Menyediakan barang publik untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
e.5. Mengawasi agar eksternalitas kegiatan ekonomi yang merugikan masyarakat
dapat dihindari atau dikurangi
Pengaruh negatif dari perdagangan bebas dan ketatnya persaingan dagang
antar negara menyebabkan masing-masing negara berusaha melindungi
kepentingan domestiknya. Selanjutnya pengaruh negatif tersebut mendorong
timbulnya intervensi kebijakan berupa praktek-praktek proteksionisme, yakni
praktek melindungi produksi domestik dari serbuan barang impor. Disisi lain,
terdapat upaya untuk meminimalkan adanya intervensi dalam perdagangan.
Houck (1986) mengatakan kebijakan proteksi dilakukan dalam rangka: (1)
melindungi industri domestik, (2) melindungi keamanan nasional, (3) melindungi
kesehatan nasional, (4) masyarakat dari perdagangan internasional yang tidak adil,
(5) melindungi program nasional, (6) menjaga neraca perdagangan, (7)
menciptakan penerimaan negara, dan (8) melindungi negara dari kelesuan
akonomi.
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 0,96 cm, Line spacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Indonesian
46
Dalam rangka membatasi intervensi negara pada perdagangan dunia, maka
dibentuklah GATT. Adapun konsep GATT dan WTO yang diterapkan selama ini,
dilaksanakan dalam rangka membatasi keinginan negara-negara untuk
memberlakukan tarif terhadap komoditi impor, sehingga upaya membuat
kebijakan yang dapat melindungi kepentingan negara dari dan melalui proteksi
dapat berjalan dengan saling menguntungkan.
Berkaitan dengan kondisi tersebut, analisis tentang kebijakan perdagangan
yang terkait dengan upaya penghapusan dan pengenaan pajak, tarif, subsidi
maupun hambatan non tarif sangat diperlukan.
3.3.1. Intervensi Kebijak an, Pasar Biji Gandum dan Tepung Terigu Dunia
Setiap eksportir dan importir biji gandum maupun tepung terigu
mempunyai kepentingan masing-masing sehingga proses pembentukan harga biji
gandum dan tepung terigu dunia tidak semata-mata ditentukan oleh kekuatan
penawaran dan permintaan kedua komoditi tersebut saja melainkan juga
ditentukan oleh kebijakan perlindungan atau intervensi dari pemerintah.
Mekanisme pembentukan harga biji gandum dan tepung terigu dunia secara
teoritis dapat dianalisa. Analisa pembentukan harga akibat penerapan beberapa
kebijakan seperti: (1) jika negara importir memberlakukan tarif, sedangkan negara
eksportir tidak memberlakukan pembalasan, kondisi ini disajikan pada Gambar 6,
(2) jika negara eksportir memberlakukan tarif, sedangkan negara importir tidak
memberlakukan pembalasan, kondisi ini disajikan pada Gambar 7, dan (3) jika
negara importir maupun eksportir saling memberlakukan tarif, kondisi ini
disajikan pada Gambar
Formatted: Space Before: A uto, Linespacing: single
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
47
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Justified
Formatted: Font: (Default) TimesNew Roman, 12 pt
8.
Mekanisme pembentukan harga biji gandum dan tepung terigu dunia
secara teoritis dapat dianalisa. Analisa pembentukan harga akibat penerapan
beberapa kebijakan seperti: (1) jika negara importir memberlakukan tarif,
sedangkan negara eksportir tidak memberlakukan pembalasan, kondisi ini
disajikan pada Gambar 5, (2) jika negara eksportir memberlakukan tarif,
sedangkan negara importir tidak memberlakukan pembalasan, kondisi ini
disajikan pada Gambar 6, dan (3) jika negara importir maupun eksportir saling
memberlakukan tarif, kondisi ini disajikan pada Gambar 7.
Gambar 56 memperlihatkan bahwa ketika negara importir dan eksportir
membebaskan pasar dari tarif, maka harga gandum di negara importir dan
eksportir sebesar Pw. Ketika negara importir melakukan proteksi dengan
mengenakan tarif sebesar t, maka negara eksportir tidak akan mengirimkan biji
XS
MD
S
D
PT*
QT QW
Harga Harga Harga
Q
(a) Pasar Domestik (b) Pasar Dunia (c) Pasar Negara Asing
S
D MDt
PT
M1
M2
M3
M4
X4
X3
X2
X1
Gambar 56. Proses Pembentukan Harga Tepung Terigu/Biji Gandum Dunia, Jika Negara Importir Memberlakukan Tarif
PW
48
gandum ke negara importir sampai harga di negara importir meningkat minimal
sebesar t. Jika tidak ada biji gandum yang dikirimkan ke negara importir, maka
akan terjadi ekses permintaan demand di negara importir dan ekses
penawaransupply di negara eksportir. Sehingga harga di negara importir menjadi
meningkat dan di negara eksportir turun. Pengenaan tarif, kemudian akan
menyebabkan perbedaan antara harga di dua pasar. Peningkatan harga di negara
importir menjadi PT dan penurunan harga di neagara eksportir menjadi PT* = P T
– t. Di negara importir penawaransupply cenderung pada harga yang tinggi,
ketika permintaan menjadi berkurang, sehingga impor diperlukan. Di negara
eksportir harga rendah menyebabkan berkurangnya supply penawaran dan
meningkatnya permintaan, serta bagian kecil untuk ekspor. Sehingga volume biji
gandum yang diperdagangkan berkurang dari Qw (volume pada perdagangan
pasar bebas) menjadi QT (volume pada perdagangan yang dikenakan tarif). Pada
volume perdagangan QT, permintaan impor sama dengan penawaransupply negara
ekportir, ketika PT - PT*= t. Peningkatan harga di negara importir dari
P w menjadi P T lebih rendah dari tarif yang ditetapkan, sebab bagian dari tarif
ditunjukkan pada penurunan di tingkat harga ekspor dan tidak melalui negara
impor.
Formatted: Font: Not Italic
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
49
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Justified
Formatted: Font: (Default) TimesNew Roman, 12 pt
Formatted: Justified
Formatted: Font: (Default) TimesNew Roman, 12 pt
Gambar 67 memperlihatkan bahwa ketika negara importir dan eksportir
membebaskan pasar dari tarif tertentu, maka harga biji gandum di negara importir
dan eksportir sebesar P w. Ketika negara eksportir dengan alasan tertentu
melakukan proteksi dengan mengenakan tarif sebesar t sedangkan negara importir
tidak melakukan pembalasan, maka harga yang terjadi di negara eksportir
menjadi lebih mahal dari harga domestik sebelumnya, yang mengakibatkan
jumlah ekspor berkurang dari X1X4 menjadi X2X3 karena insentif bagi produsen
menjadi berkurang. Pajak ekspor ini akan menyebabkan terjadinya distorsi
domestik yakni turunnya jumlah ekspor.. Keadaan ini memungkinkan terjadinya
pasar gelap dan menyebabkan terjadinya distorsi bagi negara pasangan dagang
XS
MD
S
D
PT*
QT QW
Harga Harga Harga
Q
Pasar Domestik
Pasar Dunia
Pasar Negara Asing
S
D MDt
PT
M1
M2
M3
M4
X4
X3
X2
X1
Gambar 6. Proses Pembentukan Harga Tepung Terigu/Biji Gandum Dunia, Jika Negara Importir Memberlakukan Tarif
Gambar 6. Proses Pembentukan Harga Tepung Terigu/Biji Gandum Dunia, Jika Negara Importir Memberlakukan Tarif
PW
50
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Justified
dengan naiknya harga dunia. Hal ini menyebabkan turunnya volume perdagangan
bersamaan dengan turunnya volume ekspor, dari X1X4 menjadi X2X3
dan sebagai
akibatnya maka negara importir akan mengalami kenaikan harga impor. Kondisi
ini tidak mencerminkan liberalisasi perdagangan dan menyebabkan distorsi di
pasar domestik maupun pasangan dagang.
Gambar 78 memperlihatkan bahwa ketika negara importir dan eksportir
membebaskan pasar dari tarif, maka harga gandum di negara importir dan
eksportir sebesar P w. Jika dengan alasan tertentu negara eksportir dan importir
melakukan proteksi dengan mengenakan tarif sebesar t, maka kejadian pada kedua
proses dalam Gambar 6 dan Gambar 7 akan terjadi serentak, dan kerugian akan
dirasakan oleh kedua belah pihak, karena tindakan masing-masing menciptakan
distorsi dalam pasar domestiknya maupun dunia. Baik tarif, subsidi maupun pajak
ekspor dan berbagai bentuk restrik perdagangan atau proteksi lainnya, hakekatnya
adalah intervensi pemerintah untuk kepentingan domestiknya.
XS
MD
S
D D
PT
QT QW Q Q Q
Harga Harga Harga
Pasar Dunia Pasar Domestik
S
XST
M1
M2
M3
X1
X2
X3
X4
M4
Gambar 67. Proses Pembentukan Harga Tepung/Biji Gandum Dunia, Jika Negara Eksportir Memberlakukan Tarif
PW
PT*
51
Formatted: Font: Not Bold
Formatted: Line spacing: Double
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Font: Not Bold
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Line spacing: Multiple 2,1 li, Nobullets or numbering, Don't adjustspace between Latin and A sian text
Formatted: Subscript
Formatted: Subscript
Formatted: Subscript
Formatted: Subscript
Formatted: No bullets or numbering
Formatted: Justified
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indonesia
memberlakukan tarif impor bea masuk biji gandum atau tepung terigu, sedangkan
negara eksportir tidak memberlakukan pembalasan atas perlakuan Indonesia.
Selain kebijakan tarif, intervensi bisa dilakukan dengan pengenaan
kuota terhadap impor biji gandum atau tepung terigu dalam periode waktu
tertentu. Pada Gambar 8 diperlihatkan kurva permintaan dan penawaran suatu
komoditi yang ditunjukkan oleh kurva D dan S, sedangkan kuota impor
digambarkan pada garis horisontal Q. Diasumsikan bahwa Q4 – Q1 adalah
bagian dari jumlah barang yang diimpor dari perdagangan bebas. Oleh karena
adanya penetapan kuota impor sebesar Q3 – Q2
, maka harga di tingkat domestik
meningkat menjadi Pq.
XS
MD
S
D
D
MD1
XS1
QW
PW
Harga Harga Harga
Q Q Q
PT
Pasar Domestik Pasar Negara Asing Pasar Dunia QT*
Gambar 78. Proses Pembentukan Harga Tepung/Biji Gandum Dunia, Jika Negara Importir maupun Eksportir Memberlakukan Tarif
PT
Pw* S
52
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, No bullets or numbering
Formatted: Font: Not Bold
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Line spacing: single
Formatted: Space Before: 12 pt
Formatted: Justified
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Justified
Secara keseluruhan dampak dari sebuah kebijakan tarif dan quota
adalah sama, yakni harga di tingkat domestik meningkat, permintaan domestik
turun, harga dan impor dunia turun (Houck, 1986).
3.3.2. Intervensi Kebijakan Fiskal Biji Gandum dan Tepung Terigu Indonesia
Penerapan kebijakan fiskal terhadap perdagangan biji gandum dan tepung
terigu yang diterapkan oleh pemerintah dapat memberikan dampak yang
merugikan atau menguntungkan produsen dan konsumen. Kebijakan yang
diberikan pada periode 2003-2004 adalah pengenaan tarif bea masuk tepung
terigu impor sebesar 5 persen%. Pengenaan tarif bea masuk sebesar 5 persen%
terhadap tepung terigu impor diharapkan dapat mempengaruhi pasar tepung terigu
sehingga dapat melindungi industri penggilingan tepung terigu domestik dari
masuknya tepung terigu impor.
S
PW
Harga
D
Q3
Pq*
Q1 Q2 Q4 Sumber : Krugman, and Obstfeld, 2000. Gambar 88. Pengaruh Kuota Impor roses Pembentukan Harga Tepung/Biji Gandum Dunia, Jika Negara I ti Ek ti M b l k k T if
Gambar 88. Pengaruh Kuota Impor Sumber : Krugman, P.R. and M. Obstfeld. 2000roses Pembentukan Harga T /Biji G d D i Jik N I ti Ek ti M b l k k
53
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm, Space Before: 12 pt
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Justified
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Selain itu sejak tahun 2007, pemerintah memberikan kebijakan
pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap biji gandum dan tepung
terigu dari seharusnya sebesar 10 persen%.
XS1
PW
Harga
DQ
Q3T*
PwT
*
Q1T* Q2T Q4T*
Sumber : Nicholoson, 2002. Gambar 98. Pengaruh Pengenaan Tarif Bea Masuk Tepung Terigu
P b t k H T /Biji G d D i Jik
D
SMC
Pd
Pw
S1
PtM
Harga
54
Formatted: Justified, Indent: Left: 0cm
Formatted: Subscript
Formatted: Space Before: A uto,A fter: A uto, Don't adjust spacebetween Latin and A sian text
Gambar 9. Pasar Tepung Terigu Indonesia
Pada Gambar 99 terlihat bahwa keinginan pemerintah untuk melindungi
industri penggilingan biji gandum ternyata merugikan konsumen karena harga
tepung terigu menjadi lebih tinggi dan permintaan tepung terigu yang berkurang
(Q3).. Dalam kondisi ini konsumen akan lebih mampu membeli tepung terigu
pada harga Pww, yakni ketika perdagangan tidak dikenakan tarif bea masuk, tetapi
ini akan meningkatkan impor tepung terigu sehingga merugikan produsen tepung
terigu domestikdomestik (Q4
Dalam era perdagangan bebas, upaya untuk meningkatkan surplus
produsen tidak ada pilihan lain kecuali menggeser penawaran tepung terigu
menjadi S
). .
1
3.4. Tingk at Intervensi dari Kebijakan
dengan tingkat harga dunia.
Dengan diterapkannya tarif bea masuk terhadap tepung terigu impor, maka
akan ada perbedaan antara harga tepung terigu dunia dengan harga tepung terigu
domestik.
Dalam kasus proteksi impor, Sudaryanto (1987) memformulasikan
intervensi kebijakan sebagai variable eksogen. Namun oleh karena tidak
tersedianya data effective protection rate (EPR), maka tingkat intervensi sebagai
Qtds Qsd
Qtsd
Qd Q
MR
QM
55
tingkat proteksi dari tarif dan non tarif diukur dengan nominal protection rate
(NPR) sebagai berikut:
NPR = (Pd/Pw-1) * 100% atau
NPR = (Pd-Pw)/Pw * 100%
dimana Pd dan Pw diukur dalam nilai mata uang yang sama. Jika NPR bertanda
positif berarti pemerintah memberlakukan proteksi untuk mengurangi impor, dan
jika NPR bertanda negatif pemerintah memberlakukan proteksi untuk mengurangi
ekspor.
NPR dipergunakan sebagai ukuran besaran proteksi pemerintah atau
tingkat intervensi terhadap harga tepung terigu suatu negara, diberi notasi PT..,
sebagai variable eksogen, dengan rumus:
PX = (1 + PT..) *
PW…………………………..…………………..(13)
PM = (1 + PT..) *
PW…………………………..……………………. (14)
dimana:
PX = harga ekspor
PM = harga impor
Sedangkan dalam kasus proteksi ekspor, Sinaga (1989) mengukur tingkat
intervensi melalui pendekatan:
I = Pw.E –
Pd…………………….….…………..………….…….… (15 )
dimana:
I = tingkat intervensi dalam suatu pasar produk (Rp/satuan)
56
Formatted: Left, Indent: F irst line: 0cm
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted: Justified
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Pw = harga ekspor FOB dari produk (US$/satuan)
Pd = harga domestik di pedagang besar (Rp/satuan)
E = nilai tukar (Rp/US$)
Persamaan 15 menunjukkan bahwa tingkat intervensi dapat diformulasikan
sebagai variable endogen yang merupakan fungsi dari harga dunia, nilai tukar dan
variable lain. Lebih lanjut pengukuran tingkat intervensi dilakukan tersendiri
terhadap masing-masing produk untuk setiap sektor industri. Adapun persamaan
perilaku tingkat intervensi kebijakan diformulasikan sebagai berikut:
I = f(Pw
3.5. Dampak Ek onomi dari Kebijak an
, E, Z, X)……………………………………………….
(16)
dimana:
Z = variabel kebijakan terhadap produk
X = bukan variabel kebijakan terhadap produk
D
S Harga
Pd
Pw
Qs Qsd
A D
Qdd Qd
C B
Q
Sumber : Nicholson, 2002. Gambar 108. Dampak PPengenaan Tarif Bea Masuk terhadap Surplus Produsen dan Konsumenroses Pembentukan Harga Tepung/Biji
57
Formatted: Justified, Indent: Left: 0cm, Space Before: A uto, A fter: A uto,Line spacing: 1,5 lines
Formatted: Left, Indent: Left: 0 cm
Formatted: Subscript
Formatted: Subscript
Formatted: Subscript
Formatted: Subscript
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm
Formatted: Subscript
Formatted: Subscript
Formatted: Subscript
Gambar 10. Dampak Pengenaan Bea Masuk terhadap Surplus Produsen dan
Konsumen
Pada Gambar 100 di atas terlihat bahwa pada kondisi perdagangan bebas,
harga tepung terigu domestik (Indonesia) akan sama dengan harga dunia yakni
P w, dan impor akan mencapai sebesar Q1d – Q2s, namun karena adanya
pengenaan tarif bea masuk, maka harga domestik akan meningkat menjadi PRd*
(harga dunia ditambah tarif bea masuk). Selain itu, pengenaan tarif bea masuk
mendorong peningkatan produksi domestik (dari Q2s ke Q4sd) dan menurunkan
konsumsi dalam negeri (dari Q1d ke Q3dd
∆ CS = - (P
). Kondisi in menyebabkan terjadinya
perubahan surplus konsumen menjadi:
RE2E1P
)
- A – B – C – DW
XS1
PW
Harga
DQ
Q3T*
Pw*
R
Q2T* Q4T
* Q1T*
F
BQ
A QC
E2Q
E1Q
58
sedangkan produsen surplus berubah sebagai berikuti:
∆ PS = + (APRBAPW
Dari keadaan tersebut, pemerintah akan memperoleh penerimaan sebesar
sejumlah tarif bea masuk yang diterapkan dikali dengan jumlah tepung terigu
yang di impor (dalam Gambar 100 sebesar segi empat BE
)
2FCD). Perubahan
kesejahteraan yang terjadi sebesar ∆ CS ditambah ∆ PS ditambah dengan
penerimaan pemerintah (-PRE2E1PW + PRBAPW + BE2FC - A – B – C – D + A
+ D = - ABC– E2E1F - B – C). Segitiga B ABC dan C E2E1F menggambarkan
kehilangan yang terjadi akibat diterapkannya tarif bea masuk.
Selanjutnya Gambar 11 menggambarkan kondisi perdagangan bebas,
impor tepung terigu mencapai sebesar Qd – Qs, namun karena adanya pengenaan
kuota, maka impor tepung terigu menjadi Qdd - Qsd, dan harga domestik
meningkat menjadi P d. Selain itu, pengenaan kuota mendorong peningkatan
produksi domestik (dari Qs ke Qsd) dan menurunkan konsumsi dalam negeri (dari
Qd ke Qdd
∆ PS = A
). Kondisi in menyebabkan terjadinya perubahan surplus konsumen
menjadi:
∆ CS = - A – B – C – D
sedangkan produsen surplus berubah:
Dari keadaan tersebut, terdapat nilai kuota (dalam Gambar 12 sebesar C).
Perubahan kesejahteraan yang terjadi sebesar ∆ CS ditambah ∆ PS (- A – B – C –
D + A = - B – C - D). Nilai B dan C serta D menggambarkan kehilangan yang
terjadi akibat diterapkannya kuota.
Formatted: Subscript
Formatted: Font: Not Italic
Formatted: Font: Not Italic
Formatted: Font: Not Italic
Formatted: Subscript
Formatted: Subscript
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
59
Formatted: Font: Not Bold
Formatted: Justified
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt, Subscript
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt, Subscript
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt, Subscript
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt, Subscript
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt, Subscript
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt, Subscript
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt, Subscript
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Subscript
Formatted: Font: 12 pt
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Justified
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Surplus konsumen dikenal sebagai tambahan nilai yang diterima oleh
individu-individu dari mengkonsumsi suatu barang dibandingkan dengan harga
yang mereka bayar dalam penelitian ini dihitung dengan persamaan:
∆ CS = DTIDNB (RPTPS – RPTPB) + 0.5 (DTIDNS – DTIDNB) (RPTPS – RPTPB
DTIDN
)
dimana:
∆ CS = Perubahan surplus konsumen
B = Permintaan tepung terigu sebelum perlakuan
XS1
PW
Harga
DQ
Pwd*
QsT* Qsd
QdT* Sumber : Houck, 1986. Gambar 118. Dampak PPengenaan Kuota Impor terhadap Surplus Produsen dan Konsumen
DQ
BQ
AQ QC
Qdd
60
DTIDNS = Permintaan tepung terigu setelah perlakuan
RPTPB = Harga tepung terigu sebelum perlakuan
RPTPS = Harga tepung terigu setelah perlakuan
Surplus produsen dikenal sebagai tambahan nilai lebih yang diterima oleh
produsen dari suatu produk yang melebihi biaya oportunitas yang muncul karena
memproduksi barang itu, dalam penelitian ini dihitung dengan persamaan:
∆ PS = QTIDNB (RPTPS – RPTPB) + 0.5 (QTIDNS – QTIDNB) (RPTPS – RPTPB
dimana:
)
∆ PS = Perubahan surplus produsen
DTIDNB
DTIDN
= Produksi tepung terigu sebelum perlakuan
S
RPTP
= Produksi tepung terigu setelah perlakuan
B
RPTP
= Harga tepung terigu sebelum perlakuan
S = Harga tepung terigu setelah perlakuan
Kesejahteraan masyarakat pada penelitian ini merupakan penjumlahan dari
surplus konsumen, surplus produsen dan pendapatan pemerintah dari tarif impor
yang ditetapkan.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan surplus konsumen adalah
penjumlahan dari surplus konsumen tepung terigu industri makanan, surplus
konsumen tepung terigu industri kecil menengah, surplus konsumen tepung terigu
industri rumagtangga, surplus konsumen tepung terigu untuk penggunaan sendiri,
sedangkan surplus produsen adalah penjumlahan dari surplus produsen tepung
terigu dan surplus konsumen biji gandum.
Formatted: Font: 12 pt
Formatted: Font: 12 pt
Formatted: Font: 12 pt
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
IV. KONSTRUKSI MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS
4.1. Konstruksi Model
Model Industri Tepung Terigu Indonesia (ITTI) yang dibangun dalam
penelitian ini adalah model ekonometrika yang mengintergrasikan proses ekspor,
impor dan produksi dalam negeri serta intervensi kebijakan tarif atau kuota impor
biji gandum dan tepung terigu. Model ekonometrika ini ini juga dibangun
berdasarkan kepada kerangka model ekonomi yang mencerminkan keterkaitan
yang simultan dan dinamik antara industri tepung terigu domestik dengan pasar
tepung terigu dunia. Hal ini dimaksudkan untuk menangkap penyesuaian-
penyesuaian variablevariabel endogen terhadap waktu dalam merespon adanya
perubahan-perubahan kebijakan.n dan non kebijakan. Langkah-langkah dalam
pembangunan dan penerapan Model Industri Tepung Terigu Indonesia (Model
ITTI), adalah: (1) perumusan masalah dan tujuan penelitian, (2) model
pendekatan, (3) spesifikasi model, (4) identifikasi dan pendugaan model, (5)
evaluasi model, (6) validasi model, dan, (7) penerapan model.
Dalam membangun Model ITTI, pokok permasalahan menjadi
pertimbangan mendasar. Pada industri tepung terigu Indonesia, diduga terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi perdagangan dan ekonomirekonomian
tepung terigu Indonesia, yaitu harga impor gandum impor biji gandum, impor biji
gandum, produksi tepung terigu, dan konsumsi, penawaran dan permintaan
tepung terigu, impor tepung terigu, harga tepung terigu domestik dan dunia.
Sedangkan di pasar dunia, diduga bahwa harga dunia yang terjadi ditentukan oleh
Formatted: Left: 4 cm, Right: 3 cm,Top: 3 cm, Bottom: 3 cm, Width: 21cm, Height: 29,7 cm
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
58
perilaku beberapa negara importir dan eksportir utama dunia dan beberapa negara
eksportir utama.
Selanjutnya berKeadaan pasar domestik dan dunia tepung terigu yang sarat
dengan intervensi (subsidi dan proteksi) akan mendorong terjadi perubahan
internal maupun eksternal yang selanjutnya akan mempengaruhi keragaan
industri tepung terigu Indonesia.
Penelitian ini menggunakan pendekatan ekonometrika sebagai model
operasional yang mengintegrasikan pasar tepung terigu domestik dengan industri
tepung terigu dunia. Selanjutnya berdasarkan kepada kerangka model yang
tercantum dalam Gambar 121, kemudian disusun persamaan-persamaan struktural
sebagai representasi dari seluruh variabel endogen dan eksogen.
Model ITTI dibangun sebagai model yang simultan dan dinamik dengan
memasukkan variablevariabel bedakala (lagged variablevariabel), karena industri
tepung terigu mempunyai hubungan yang kompleks dan berkesinambungan.
Model persamaan simultan terdiri atas dua jenis variablevariabel, yaitu
variablevariabel endogen yang nilainya ditentukan di dalam sistem (model) dan
variablevariabel eksogen yang nilainya ditentukan di luar sistem.
PBerdasarkan model ekonometrika dan simulasi model, pengamatan
dalam penelitian ini dititik beratkan pada; simulasi kebijakan tarif atau kuota
impor biji gandum dan tepung terigu terhadap kinerja industri tepung terigu, dan
kesejahteraan konsumen dan produsen. Adapun yang dimaksud kinerja industri
tepung terigu adalah kinerja dari (1) impor biji gandum Indonesia; (2) harga impor
biji gandum Indonesia: (3) , produksi tepung terigu Indonesia, (4) permintaan
tepung terigu Indonesia, (5) impor tepung terigu Indonesia, (6) harga impor
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
59
tepung terigu Indonesia, dan (7) impor biji gandum Indonesia, harga impor
tepung terigu Indonesia., impor tepung terigu Indonesia, permintaan tepung terigu
Indonesia oleh rumah tangga, permintaan tepung terigu oleh industri kecil
menengah, permintaan tepung terigu Indonesia oleh industri makan dan minum
Sedangkan kesejahteraan masyarakat merupakan penjumlahan dari surplus
konsumen, surplus produsen dan penerimaan pemerintah. Surplus konsumen
merupakan penjumlah dari surplus konsumen tepung terigu rumah tangga, surplus
konsumen tepung terigu industri rumah tangga, surplus konsumen tepung terigu
industri kecil menengah, dan surplus konsumen tepung terigu industri makanan.
Surplus produsen merupakan penjumlahan dari surplus produsen tepung terigu
sebagai penghasil tepung terigu dan surplus konsumen industri tepung terigu
sebagai konsumen biji gandum.an, harga tepung terigu ditingkat pengecer, harga
tepung terigu ditingkat pedagang besar.
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm
60
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Italian (Italy )
PDB Indonesia/ perkapita
Produk Tepung
Domest ik Harga tepung
Impor
Persediaan
Penyaluran
Margin Pemasaran Pedagang Besar
PDB Sektor Indust ri
Harga Tepung Lain
Tingkat Bunga
Impor Tepung
Stock
Harga Tepung Indonesia di
Pedagang Besar
Permintaan Tepung Oleh
Indust ri
Penawaran Tepung Domestik
Harga Impor
Inflasi
Nilai Tukar
Harga RiilHarga
Harga Impor Tepung
Indonesia
Harga Tepung di Pengecer
Permintaan Tepung Oleh
Rumah Tangga
Konsumsi Tepung Lain
Margin Pemasaran Pengecer
Harga Provenue
Harga Produk Indust ri
Peubah Endogen
Peubah Eksogen
Time Trend
61
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Font: Bold
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Line spacing: Multiple 2,1 li
4.1.1. Pasar Biji Gandum Dunia
4.1.1.Pasar Biji Gandum Dunia
4.1.1.1.Produksi Biji Gandum Dunia
Total produksi biji gandum dunia (QGWt) dirumuskan sebagai suatu
persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari produksi biji gandum
China (QGCHNt), produksi biji gandum Pakistan (QGPAKt), produksi biji
gandum Turki (QGTURt ), produksi biji gandum Australia (QGAUSt), produksi
biji gandum Prancis (QGFRAt), produksi biji gandum India (QGINDt), produksi
biji gandum Amerika Serikat (QGUSAt), produksi biji gandum Canada
(QGCANt), produksi biji gandum Jerman (QGDEUt), dan sisa dunia (QGSDt)
yang dituliskan sebagai berikut:
QGWt = QGCHNt + QGPAKt + QGTURt + QGAUSt + QGFRAt +
QGINDt
+ QGUSAt + QGCANt + QGDEUt +
QGSDt……...............……..…..(1
4.1.1.1.Permintaan Biji Gandum Dunia
)
Total permintaan biji gandum dunia (XGWt) dirumuskan sebagai suatu
persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari permintaan biji gandum
Prancis (DGFRAt), permintaan biji gandum Jerman (DGDEUt), permintaan biji
Gambar 121. Model Industri Tepung Terigu Indonesia
62
gandum China (DGCHNt), permintaan biji gandum Inggris (DGGBRt),
permintaan biji gandum India (DGINDt), permintaan biji gandum Pakistan
(DGPAKt), permintaan biji gandum Turki (DGTURt), permintaan biji gandum
Amerika Serikat (DGUSAt), permintaan biji gandum Italia (DGITAt), permintaan
biji gandum Indonesia (DGIDNt), dan sisa dunia (XGRWt) yang dituliskan
sebagai berikut:
DGWt = DGFRAt + DGDEUt + DGCHNt + DGGBR t+ DGINDt + DGPAKt
+ DGTUR
t + DGUSAt + DGITAt + DGIDNt +
DGSDt.......……..…..(2
4.1.1.3.4.1.1.1. Ek spor Biji Gandum Dunia
)
Ekspor biji gandum suatu negara pada umumnya dipengaruhi oleh harga
riilharga ekspor biji gandum (RPXG…t),, produksi biji gandum (QG…t).,
demanpermintaan biji gandum (DGFRAt-1),, nilai tukar (ER…t),, dan variabel
bedakala ekspor biji gandum (XG…t-1
1. Amerika Serikat
).. Lima negara eksportir biji gandum
utama dunia, yaitu Amerika Serikat, Prancis, Uni Soviet, CanadaKanada, dan
Australia menjadi obyek penelitian.
Ekspor biji gandum Amerika Serikat (XGUSAt) dipengaruhi oleh harga
riilharga ekspor biji gandum Amerika Serikat (RPXGUSAt), variabel bedakala
produksi biji gandum Amerika Serikat (QGUSAt-1)., dan variabel bedakala
ekspor biji gandum Amerika Serikat (XGUSAt-1
XGUSA
).
t = c11 * RPXGUSAt + c12 * QGUSAt-1 + c 13 * XGUSAt-1
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: F rench (F rance)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
63
+
U11........................………………..……………….…..………..….…….…….(13
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
c11, c 12 > 0; 0 < c13
2. Prancis
< 1.
Ekspor biji gandum Prancis (XGFRAt) dipengaruhi oleh harga riilharga
ekspor biji gandum Prancis (RPXGFRAt), produksi biji gandum Prancis
(QGFRAt), variabel bedakala demanpermintaan biji gandum Prancis (DGFRAt-1),
dan variabel bedakala ekspor biji gandum Prancis (XGFRAt-1
XGFRA
).
t = c21 * RPXGFRAt + c22 * QGFRAt + c23 * DGFRAt-1 + c
24 * XGFRAt-1
+ U
12……………………………....……………..……………………………….…....(24
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
c21, c 22 > 0; c23 < 0; 0 < c234
3. Uni Soviet
< 1.
Ekspor biji gandum Uni Soviet (XGSOVt) dipengaruhi oleh selisih harga
riilharga ekspor biji gandum Uni Soviet dengan variabel bedakala harga riilharga
ekspor biji gandum Uni Soviet (RPXGSOVt - RPXGSOVt-1), produksi biji
gandum Uni Soviet (QGSOVt), dan variabel bedakala ekspor biji gandum Uni
Soviet (XGSOVt-1
XGSOV
).
t = c31 * (RPXGSOVt - RPXGSOVt-1) + c32 * QGSOVt
Formatted ...
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Line spacing: single,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: Line spacing: single
Formatted ...
Formatted: F rench (F rance)
Formatted ...
Formatted ...
64
+ c33 * XGSOVt-1 +
U13………………….…..………….................…(35
c
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
31, c 32 > 0; 0 < c33
4. CanadaKanada
< 1.
Ekspor biji gandum CanadaKanada (XGCANt) dipengaruhi oleh variabel
bedakala harga riilharga ekspor biji gandum CanadaKanada (RPXGCANt-1),
produksi biji gandum CanadaKanada (QGCANt), dan variabel bedakala ekspor
biji gandum CanadaKanada (XGCANt-1).
XGCANt = c41 * RPXGCANt-1 + c42 * QGCANt + c 43 * XGCANt-1 +
U
14…....................……..………….…..………..….……...……..(46)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
C41, c42 > 0; 0 < c43
Ekspor biji gandum Australia (XGAUS
< 1.
5. Australia
t) dipengaruhi oleh harga riilharga
ekspor biji gandum Australia (RPXGAUSt), variablevariabel bedakala produksi
biji gandum Australia (QGAUSt-1), variablevariabel bedakala demanpermintaan
biji gandum Australia (DGAUSt-1), dan variabel bedakala ekspor biji gandum
Australia (XGAUSt-1
XGAUS
).
t = c51 * RPXGAUSt + c52 * QGAUSt-1 + c 53 * DGAUSt-1 + c
54 * XGAUSt-1
+ U15…………………..……........…...……….…..………..…(57Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
c51, c 52 > 0; c53 < 0; 0 < c534 < 1.
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: F rench (F rance)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple2,15 li
Formatted: Line spacing: Multiple2,15 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
65
6. Dunia
Total ekspor biji gandum dunia (XGWt) dirumuskan sebagai suatu
persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari ekspor biji gandum
Amerika Serikat (XGUSAt ), ekspor biji gandum Prancis (XGFRAt ), ekspor biji
gandum Uni Soviet (XGSOVt ), ekspor biji gandum CanadaKanada (XGCANt),
ekspor biji gandum Australia (XGAUSt), dan sisa dunia (XGRWt
XGW
) yang
dituliskan sebagai berikut:
t = XGUSAt + XGFRAt + XGSOVt + XGCANt + XGAUS +
XGRW
t…………….................………...……..……..…..(68
)
4.1.1.4.4.1.1.2. Impor Biji Gandum Dunia
Variabel utama yang mempengaruhi impor biji gandum pada umumnya
adalah harga riilharga impor biji gandum (RPMG…t),, demanpermintaan biji
gandum (DG…t ),, produksi biji gandum (QG…t),, nilai tukar suatu negara
(ER…t), pendapatan perkapita suatu negara (IC…t) dan variabel bedakala impor
biji gandum (RPMG…t-1
1. Uni Soviet
). Lima negara importir biji gandum utama dunia,
yaitu; Uni Soviet, Italia, Brasil, Jepang, Mesir, Indonesia.
Impor biji gandum Uni Soviet (MGSOVt) dipengaruhi oleh selisih harga
riil impor biji gandum Uni Soviet (RPMGSOVt - RPMGSOVt-1), produksi biji
gandum Uni Soviet (QGSOVt), permintaankonsumsi biji gandum Uni Soviet
Formatted: Line spacing: Multiple2,15 li
Formatted: Line spacing: Multiple2,15 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted: Line spacing: Multiple2,15 li
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Line spacing: Multiple2,15 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple2,15 li
Formatted: Line spacing: Multiple2,15 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
66
(DGSOVt), dan pendapatan perkaiptavariable bedakala impor biji gandum Uni
Soviet (ICMGSOVt-1
).
MGSOVt = d10 + d11 * (RPMGSOVt - RPMGSOVt-1) + d12 * QGSOV
+ d
t
113 * DGSOVt + d124 * MGSOVt-1 +
U21….......……………..….….(79
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
d11 , d12 < 0; d13 > 0; 0 < d14 < 1 ;. 0 < d12
2. Italia
< 1.
Impor biji gandum Italia (MGITAt) dipengaruhi oleh variabel bedakala
harga riilharga impor biji gandum Italia (RPMGITAt-1), variabel bedakala
produksi biji gandum Italia (QGITAt-1), permintaankonsumsi biji gandum Italia
(DGITAt), dan variabel bedakala impor biji gandum Italia (MGITAt-1
MGITA
).
t = d20 + d21 * RPMGITAt-1 + d22 * QGITAt-1 + d23 * DGITAt + d
234 * MGITAt-1
+ U
22…………..............................….....……...................................(810
d
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
21, d22 < 0; d223 > 0; 0 < d234 < 1.
3. Brasil
Formatted ...
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: Line spacing: Multiple2,15 li
Formatted: Line spacing: Multiple2,15 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple2,15 li
Formatted: Line spacing: Multiple2,15 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
Formatted: F rench (F rance)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Line spacing: single,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
67
Impor biji gandum Brasil (MGBRAt ) dipengaruhi oleh variabel bedakala
harga riilharga impor biji gandum Brasil (RPMGBRAt-1), produksi biji gandum
Brasil (QGBRAt), dan demanpermintaan biji gandum Brasil (DGBRAt ).
MGBRAt = d31 * RPMGBRAt-1 + d32 * QGBRAt, + d33 * DGBRAt
+U23.....................................................................................…......................……..
…………..........................................(911)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
d31, d32 < 0; d33 > 0.
4. Jepang
Impor biji gandum Jepang (MGJPNt ) dipengaruhi oleh selisih harga
riilharga impor biji gandum Jepang dengan variabel bedakala harga impor biji
gandum Jepang (RPMGJPNt - RPMGJPNt-1), pendapatan perkapita Jepang
(ICJPNt), variabel bedakala permintaan konsumsi biji gandum Jepang (DGJPNt-
1), dan variabel bedakala impor biji gandum Jepang (MGJPNt-1).
MGJPNt = d40 + d41 * (RPMGJPNt - RPMGJPNt-1) + d42 * ICJPNt + d
, 43 * DGJPNt-1 + d44 * MGJPNt-1 +
U24……………………..........(102)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
d41 < 0; d42, d43 > 0; 0 < d44
Impor biji gandum Aljazair (MGDZA
< 1.
5. Aljazair
t) dipengaruhi oleh harga riilharga
impor biji gandum Aljazair (RPMGDZAt ), produksi biji gandum Aljazair
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
68
(QGDZAt), variabel bedakala demanpermintaan biji gandum Aljazair (DGDZAt-
1), dan variabel bedakala impor biji gandum Aljazair (MGDZAt-1).
MGDZAt = d51 * RPMGDZAt + d52 * QGDZAt + d53 * DGDZAt-1 + d54 * MGDZAt-1 +
U25………………….................................….(113)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
d51, d52 < 0; d53 > 0; 0 < d54 < 1.
6. Dunia
ITotal impor biji gandum dunia (MGWt) dirumuskan sebagai suatu
persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari impor biji gandum Uni
Soviet (MGSOVt ), impor biji gandum Italia (MGITAt), impor biji gandum Brasil
(MGBRAt ), impor biji gandum Jepang (MGJPNt), impor biji gandum Aljazair
(MGDZAt), dan impor biji gandum Indonesia (MGIDNt), serta sisa dunia
(MGRWt) yang dituliskan sebagai berikut:
MGWt = MGSOVt + MGITAt + MGBRAt + MGJPNt MGDZAt + MGIDNt +
MGRWt……………..…………..................................…(124
4.1.1.5.4.1.1.3. Harga RiilHarga Biji Gandum Dunia
)
Harga riilHarga biji gandum dunia (RPGWt) dipengaruhi oleh variabel
bedakala ekspor biji gandum dunia (XGWt-1), impor biji gandum dunia (MGWt),
dan variabel bedakala harga riilharga biji gandum dunia (RPGWt-1
RPGW
).
t = e30 + e31 * XGWt XGW t-1 + e32 * MGWt + e33 * RPGWt-1 +
U31 ….....….....…(135)
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
69
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
e31 < 0; e32 > 0; 0 < e33
< 1
4.1.1.6.4.1.1.4. Harga RiilHarga Ekspor Biji Gandum
Harga riilHarga ekspor biji gandum suatu negara pada umumnya
dipengaruhi oleh Harga biji gandum dunia (RPGWt ), ekspor biji gandum (XG...t),
produksi biji gandum, impor biji gandumnilai tukar s suatu negara (DG...t
1. Amerika Serikat
), harga
riil biji gandum dunia, dan variabel bedakala harga riilharga ekspor biji gandum.
Lima negara eksportir biji gandum utama dunia, yaitu USA, Prancis, Kanada,
Australia, Uni Soviet menjadi obyek penelitian.
Harga riilHarga ekspor biji gandum Amerika Serikat (RPXGUSAt)
dipengaruhi oleh harga biji gandum dunia (RPGWt), selisih ekspor gandum
dengan variabel bedakala ekspor biji gandum Amerika Serikat (XGUSAt -
XGUSAt-1), harga riil gandum dunia (RPGWt), dan variabel bedakala harga
riilharga ekspor biji gandum Amerika Serikat (RPXGUSAt-1).
RPXGUSAt = f 10 + f11 * RPGWt (XGUSAt - XGUSAt-1 ) + f 12 *
RPGWt
+ f123 * RPXGUSAt-1 +
U41…..…..(………………………….(146
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
f11, < 0; f 112 > 0; 0 < f123
< 1
2. Prancis
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 1,6 cm, Line spacing: Multiple 1,95 li
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
70
Harga riilHarga ekspor biji gandum Prancis (RPXGFRAt) dipengaruhi
oleh harga biji gandum dunia (RPGWt).selisih ekspor biji gandum dengan
variabel bedakala ekspor biji gandum Prancis (XGFRAt - XGFRAt-1), harga riil
gandum dunia (RPGWt), dan variabel bedakala harga riil ekspor gandum biji
gandum Prancis (RPXGUSAt-1).
RPXGFRAt = f 20 + f21 * RPGWt (XGFRAt - XGFRAt-1 ) + f 22 *
RPGWt
+ f 23 * RPXGFRAt-1 +
U42……….......……………………...……..(157
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
f21, < 0; f 212
; 0 < f
> 0.
23
3. Uni Soviet
< 1
Harga riilHarga ekspor biji gandum Uni Soviet (RPXGSOVt-) dipengaruhi
oleh harga biji gandum dunia (RPGWt).selisih ekspor biji gandum dengan
variabel bedakala ekspor biji gandum Uni Soviet (XGSOVt - XGSOVt-1) ), harga
riil biji gandum dunia (RPGWt), variabel bedakala harga riil ekspor biji gandum
Uni Soviet (RPXGSOVt-1
RPXGSOV
).
t = f30 + f31 * RPGWt (XGSOVt - XGSOVt-1 ) + f 32 *
RPGWt
+ f33 * RPXGSOVt-1 +
U43……...................………………………....….(168
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
71
f31, < 0; f 312 > 0.; 0 < f33
4. CanadaKanada
< 1.
Harga riilHarga ekspor biji gandum CanadaKanada (RPXGCANt)
dipengaruhi oleh harga biji gandum dunia (RPGWt), selisih ekspor gandum
dengan variabel bedakala ekspor biji gandum Canada (XGCANt - XGCANt-1) ),
harga riil gandum dunia (RPGWt), dan variabel bedakala harga riilharga ekspor
biji gandum CanadaKanada (RPXGCANt-1).
RPXGCANt = f 40 + f41 * RPGWt (XGCANt - XGCANt-1 ) + f 42 *
RPGWt
+ f 43 * RPXGCANt-1 +
U44...….………..…..........................….(179
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
f41, < 0; f 412 > 0; 0 < f423
5. Australia
< 1.
Harga riilHarga ekspor biji gandum Australia (RPXGAUSt) dipengaruhi
oleh harga biji gandum dunia (RPGWt),selisih ekspor biji gandum Australia
dengan variabel bedakala ekspor biji gandum Australia (XGAUSt - XGAUSt-1) ),
harga riil gandum dunia (RPGWt), dan variabel bedakala harga riil ekspor biji
gandum Australia (RPXGAUSt-1
).
RPXGAUSt = f 50 + f51 * RPGWt (XGAUSt - XGAUSt-1 ) + f52 *
RPGWt
+ f
53 * RPXGUSAt-1 +
U45….................................……….…..….(1820)
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: English (U.S.)
Formatted ...
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
72
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
f51, < 0; f 512 > 0; 0 < f53
4.1.1.7.4.1.1.5. Harga RiilHarga Impor Biji Gandum
< 1.
Harga riilHarga impor biji gandum suatu negara pada umumnya
dipengaruhi oleh harga biji gandum dunia (RPGWt), ekspor biji gandum (XG...t),
impor biji gandum (MG...t), harga riil biji gandum dunia, dan variabel bedakala
harga riilharga impor biji gandum (RPMG...t-1
1. Uni Soviet
). Lima negara eksportir biji
gandum utama dunia, yaitu Uni Soviet, Italia, Brasilia, Jepang, Aljazair menjadi
obyek penelitian.
Harga riilHarga impor biji gandum Unit Soviet (RPMGSOVt ) dipengaruhi
oleh harga biji gandum dunia (RPGWt).selisih impor biji gandum Uni Soviet
dengan variabel bedakala impor biji gandum Unit Soviet (MGSOVt - MGSOVt-
1), harga riil gandum dunia (RPGWt), variabel bedakala harga riil impor biji
gandum Uni Soviet (RPMGSOVt-1).
RPMGSOVt = g10 + g11 * RPGWt (MGSOVt - MGSOVt-1 ) + g12 *
RPGWt
+ g13 * RPMGSOVt-1 +
U51…............……………………...……...….(1921
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
g
)
11, g112 > 0; 0 < g13
2. Italia
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 1,6 cm, Line spacing: Multiple 1,95 li
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
< 1.
73
Harga riilHarga impor biji gandum Italia (RPMGITAt) dipengaruhi
olehvariabel bedakala impor biji gandum dunia (RPGWt-1). selisih impor biji
gandum Italia dengan variabel bedakala impor biji gandum Italia (MGITAt -
MGITAt-1), selisih harga riil gandum dunia dengan variabel bedakala impor
gandum dunia (RPGWt - RPGWt-1), dan variabel bedakala harga riil impor biji
gandum Italia (RPMGITAt-1
).
RPMGITAt = g20 + g21 * RPGWt-1 (MGITAt - MGITAt-1 ) + g22 *
(RPGWt - RPGWt-1
+ g
)
23 * RPMGITAt-1 +
U52…..…………...................................….(202
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
g21, g212 > 0; 0 < g23
3. Brasilia
< 1.
Harga riilHarga impor biji gandum Brasilia (RPMGBRAt ) dipengaruhi
oleh harga biji gandum dunia (RPGWt). impor biji gandum Brasilia (MGBRAt),
harga riil biji gandum dunia (RPGWt), dan variabel bedakala harga riil impor biji
gandum Brasilia (RPMGBRAt-1).
RPMGBRAt = g30 + g31 * RPGWt MGITAt + g32 * RPGWt
+ g23 * RPMGBRAt-1 +
U53……...………...............................….(213
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
g21, g3122 > 0; 0 < g23 < 1.
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Line spacing: Multiple 1,95 li, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
74
4. Jepang
Harga riilHarga impor biji gandum Jepang (RPMGJPNt) dipengaruhi oleh
harga biji gandum dunia (RPGWt). impor biji gandum Jepang (MGJPNt), selisih
nilai tukar dengan variabel bedakala nilai tukar Jepang (ERJPNt - ERJPNt-1),
variabel bedakala harga riil gandum dunia (RPGWt-1), variabel bedakala harga
riil impor biji gandum Jepang (RPMGJPNt-1).
RPMGJPNt = g40 + g41 * RPGWt MGJPNt + g42 * (ERJPNt - ERJPNt-
1) + g43 * RPGWt
+ g44 * RPMGJPNt-1 +
U54…….………..................................….(224
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
g41, g412 , g43 > 0; 0 < g44
5. Aljazair
< 1.
Harga riilHarga impor biji gandum Aljazair (RPMGDZAt ) dipengaruhi
oleh harga biji gandum dunia (RPGWt), variabel bedakala impor biji gandum
Aljazair (MGDZAt-1), harga riil gandum dunia (RPGWt-1), dan variabel dan
variabel bedakala harga riilharga impor biji gandum Aljazair (RPMGDZAt-1
).
RPMGDZAt = g50 + g51 * RPGWt MGDZAt-1 + g52 * RPGWt
+ g53 * RPMGDZAt-1 +
U55…....…………………………....….(235
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
75
g51, g512 > 0; 0 < g523
4.1.2.Pasar Tepung Terigu Dunia
< 1.
4.1.2.1. Produksi Tepung Terigu Dunia
Total produksi tepung terigu dunia (QTWt) dirumuskan sebagai suatu persamaan
identitas yang merupakan penjumlahan dari produksi tepung terigu China
(QTCHNt), produksi tepung terigu India (QTINDt), produksi tepung terigu
Amerika Serikat (QTUSAt), produksi tepung terigu Pakistan (QTPAKt),
produksi tepung terigu Turki (QTTURt), produksi tepung terigu Iran (QTIRNt),
produksi tepung terigu Inggris (QTGBRt), produksi tepung terigu Mesir
(QTEGYt), produksi tepung terigu Italia (QTITAt), produksi tepung terigu
Indonesia (QTIDNt), dan sisa dunia (QTSDt) yang dituliskan sebagai berikut:
QTWt = QTCHNt + QTINDt + QTUSAt + QTPAKt + QTTURt + QTIRNt + QTBRt + QTEGYt + QTITAt + QTIDNt +
QTSDt
4.1.2.2.Permintaan Tepung Terigu Dunia
.........................(26)
Total permintaan tepung terigu dunia (DTWt) dirumuskan sebagai suatu
persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari permintaan tepung terigu
China (DTCHNt), permintaan tepung terigu Amerika Serikat (DTUSAt),
permintaan tepung terigu India (DTINDt), permintaan tepung terigu Brasilia
(DTBRAt), permintaan tepung terigu Mesir (DTEGYt), permintaan tepung terigu
Pakistan (DTPAKt), permintaan tepung terigu Turki (DTTURt ), permintaan
tepung terigu Italia (DTITAt), permintaan tepung terigu Indonesia (DTIDNt),
permintaan tepung terigu Iran (DTIRNt) dan sisa dunia (DTSDt) yang dituliskan
sebagai berikut:
DTWt = DTCHNt + DTUSAt + DTINDt + DTBRAt + DTEGYt + DTPAKt
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Indent: Left: 0 cm, F irstline: 0 cm
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted: Indent: Left: 0 cm, F irstline: 0 cm
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Don't adjust space between Latin andA sian text
76
4.1.2. + DTTURt + DTITAt + DTIDNt + DTIRNt +
DTSDt…..……..….....(27
4.1.2.3.4.1.2.1. Ek spor Tepung Terigu Dunia
)
Ekspor tepung terigu suatu negara(XT...t), pada umumnya dipengaruhi
oleh harga riilharga ekspor tepung terigu (RPXT...t), produksi tepung terigu
(QT...t ), nilai tukar, (ER...t), permintaan tepung terigu (DT.. t) dan variabel
bedakala ekspor (XT...t-1 ) . Lima negara eksportir tepung terigu utama dunia,
yaitu; Prancis, Belgia, Uni Soviet, Turki, dan Jerman, serta Indonesia menjadi
obyek penelitian.
1. Prancis
Ekspor tepung terigu Pranc is (XTFRAt), dipengaruhi oleh selisih harga
ekspor tepung terigu Prancis dengan variabel bedakala harga ekspor tepung terigu
Prancis (RPXTFRAt - RPXTFRAt-1), selisih produksi dengan variabel bedakala
produksi tepung terigu Prancis (QTFRAt - QTFRAt-1), demanpermintaan tepung
terigu Prancis (DTFRAt), dan variabel bedakala ekspor tepung terigu Prancis
(XTFRAt-1
XTFRA
).
t = h10 + h11*(RPXTFRAt-RPXTFRAt-1) + h12*(QTFRAt-QTFRAt-1
+ h)
13 * DTFRAt, + h14 * XTFRAt-1 + U61
…….................................…….................….…(248
h
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
11, h12 > 0; h13 < 00; 0< h14 <1.
2. Belgia
Formatted: O utline numbered +Lev el: 3 + Numbering Sty le: 1, 2, 3, …+ Start at: 1 + A lignment: Left +A ligned at: 0 cm + Tab after: 1,27 cm+ Indent at: 1,27 cm, Don't adjustspace between Latin and A sian text
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 1,6 cm
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
77
Ekspor tepung terigu Belgia (XTBELt), dipengaruhi oleh selisih harga
ekspor tepung terigu Belgia dengan variabel bedakala harga ekspor tepung terigu
Belgia (RPXTBELt - RPXTBELt-1), dan selisih produksi tepung terigu Belgia
dengan variabel bedakala produksi tepung terigu Belgia (QTBELt - QTBELt-1).,
dan variabel bedakala ekspor tepung terigu Belgia (XTBELt-1
).
XTBELt = h21 * (RPXTBELt - RPXTBELt-1), RPXTBELt-1 + h22 * (QTBELt - QTBELt-1
+ h)
23 * XTBELt-1 + + U62..... …………............................................……((259)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
h21, h22 > 0.; 0< h13
3. Uni Soviet
<1.
Ekspor tepung terigu Uni Soviet (XTSOVt), dipengaruhi oleh selisih
harga ekspor tepung terigu Uni Soviet dengan variabel bedakala harga ekspor
tepung terigu Uni Soviet (RPXTSOVt - RPXTSOVt-1), selisih produksi tepung
terigu dengan variabel bedakala produksi tepung terigu Uni Soviet (QTSOVt Q-
QTSOVt-1), variabel bedakala deman tepung terigu Uni Soviet (DTSOVt-1), dan
variabel bedakala ekspor tepung terigu Uni Soviet (XTSOVt-1
XTSOV
).
t = h31 * (RPXTSOVt - RPXTSOVt-1), + h32 * (QTSOVt - QTSOVt-1) QTSOVt-1
+ h33 * DTSOVt-1 + h34 * XTSOVt-1 + U63
….......................................……………(2630
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
hH31, h32 > 0; h33 < 0; 0< h334
4. Turki
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
<1.
78
Ekspor tepung terigu Turki (XTTURt), dipengaruhi oleh variabel
bedakala harga ekspor tepung terigu Turki (RPXTTURt-1), variabel bedakala
produksi tepung terigu Turki (QTTURt)., pertumbuhan deman tepung terigu
Turki ((DTTURt-1 - DTTURt)/DTTURt * 100), dan variabel bedakala ekspor
tepung terigu Turki (XTTURt-1
XTTUR
).
t = h41 * (RPXTTURt-1), + h42 * QTTURt-1
+ h
43 * ((DTTURt-1 - DTTURt)/DTTURt
+ h
* 100)
44 * XTTURt-1 + U64
…….......................................……………………………………...…(2731
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
hH41, h42 > 0; h43 < 0; 0< h44
5. Jerman
<1.
Ekspor tepung terigu Jerman (XTDEUt), dipengaruhi oleh harga riilharga
ekspor tepung terigu Jerman (RPXTDEUt ), produksi tepung terigu Jerman
(QTDEUt), dan variabel bedakala ekspor tepung terigu Jerman (XTDEUt-1
XTDEU
).
t = h51 * RPXTDEUt, + h52 * QTDEUt + h
53 * XTDEUt-1 + U65
………...........................................…..….…..( 2832
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
h51, h52 > 0; 0< h53
6. Dunia
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li
<1.
79
Total ekspor tepung terigu dunia (XTWt) dirumuskan sebagai suatu
persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari ekspor tepung terigu
Prancis (XTFRAt), ekspor tepung terigu Belgia (XTBELt ), ekspor tepung terigu
Uni Soviet (XTSOVt), ekspor tepung terigu Turki (XTTURt), ekspor tepung
terigu Jerman (XTDEUt), dan ekspor tepung terigu Indonesia (XTIDNt), serta
sisa dunia (XTRWt
XTW
), yang dituliskan sebagai berikut:
t = XTFRAt + XTBELt + XTSOVt + XTTURt + XTDEUt + XTIDN
t +
XTRWt…………………..…....................................……(2933
4.1.2.4.4.1.2.2. Impor Tepung Terigu Dunia
)
Variabel utama yang mempengaruhi impor tepung terigu pada umumnya
adalah harga impor tepung terigu, demanpermintaan tepung terigu, produksi
tepung terigubiji gandum, nilai tukar suatu negara, dan variabel bedakala impor
tepung terigu. Empat Lima negara importir tepung terigu utama dunia, yaitu;
Belanda, Libya, Uni Soviet, Angola, Amerika Serikat dan Indonesia menjadi
obyek penelitian.
1. Belanda
Impor tepung terigu Belanda (MTNLDt) dipengaruhi oleh harga riilharga
impor tepung terigu Belanda (RPMTNLDt), pendapatan perkapita Belanda
(ICNLDt), variabel bedakala produksi tepung terigu Belanda (QTNLDt),
demanpermintaan tepung terigu Belanda (DTNLDt), dan variabel bedakala impor
tepung terigu Belanda (MTNLDt-1
.. MTNLD
).
t = i11 * RPMTNLDt + i12 * ICNLDt + i13 * QTNLD t-1 + i
134 * DTNLDt
+ i
145 * MTNLDt-1 + U71 ……….……….........................…(304)
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 1,6 cm, Line spacing: Multiple 1,95 li
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
80
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
iI 11, i2, i13 < 0; i14 i3 > 0; 0 < i145
Impor tepung terigu Libya (MTLBY
< 1
2. Libya
t ) dipengaruhi oleh variabel bedakala
harga riilharga impor tepung terigu Libya (RPMTLBYt-1), pendapatan perkapita
Libya (ICLBYt ), dan variabel bedakala demanpermintaan tepung terigu Libya
(DTLBYt-1
).
MTLBYt = i20 + i 21 * RPMTLBYt-1 + i22 * ICLBYt
+ i23 * DTLBYt-1 + U72....................................................
……….……….…(315
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
i21 < 0; i22 , i23
3. Uni Soviet
> 0.
Impor tepung terigu Uni Soviet (MTSOVt) dipengaruhi oleh variabel
bedakala harga riil impor tepung terigu Uni Soviet (RPMTSOVt-1), produksi
tepung terigu Uni Soviet (QTSOVt), dan demanpermintaan tepung terigu Uni
Soviet (DTSOVt).
, dan variabel bedakala impor tepung terigu Uni Soviet (MTSOVt-1).
MTSOVt = i30 + i31 * RPMTSOVt-1 + i32 * QTSOV t
+ i323 * DTSOVt + i34 * MTSOVt-1 + U73..
……….……...........….…(326
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
iI 31 , i32 < 0; i323 > 0.
Formatted: Space Before: 12 pt, Linespacing: Multiple 1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
81
; 0 < i34
4. Angola
< 1
Impor tepung terigu Angola (MTAGOt) dipengaruhi oleh harga riil impor
tepung terigu Angola (RPMTAGOt), produksi tepung terigu Angola (QTAGOt),
dan deman tepung terigu Angola (DTAGOt), serta variabel bedakala impor
tepung terigu Angola (MTAGOt-1).
MTAGOt = i40 + i41* RPMTAGOt + i42 * QTAGO t
+ i43 * DTAGOt + i44 * MTAGOt-1 + U74..
……….………..........…(37
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
i41, i42 < 0; i43 > 0; 0 < i44
5. Amerika Serikat
< 1
Impor tepung terigu Amerika Serikat (MTUSAt) dipengaruhi oleh selisih
harga riilharga impor tepung terigu Amerika Serikat dengan variabel bedakala
harga riil impor tepung terigu Amerika Serikat (RPMTUSAt - RPMTUSAt-1),
selisih antara produksi tepung terigu Amerika Serikat (QTUSAt), permintaan
tepung terigu Amerika Serikat dengan variabel bedakala permintaan tepung terigu
Amerika Serikat (DTUSAt - DTUSAt-1), dan variabel bedakala impor tepung
terigu Amerika Serikat (MTUSAt-1).
MTUSAt = i50 + i51* (RPMTUSAt ), RPMTUSAt + i52 * QTUSA t + i53 * (DTUSAt - DTUSAt-1 ) + i53 * ICUSAt + i544 * MTUSAt-1 + U75........................
………..……….…(337
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
i51 , i52 < 0; i52 i53 , i53 > 0; 0 < i54 < 1.
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Space Before: 12 pt, Linespacing: Multiple 1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
82
6. Dunia
Total impor tepung terigu dunia (MTWt) dirumuskan sebagai suatu
persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari impor Belanda, Libya,
Uni Soviet, Angola, USA, Indonesia dan sisa dunia (MTRWt), yang dituliskan
sebagai berikut:
MTWt = MTNLDt + MTLBYt + MTSOVt + MTUSAAGOt + MTUSA
t + MTIDNt +
MTRWt………...............................………….………...(3494.1.2.5.4.1.2.3. Harga RiilHarga Tepung Terigu Dunia
)
Harga riilHarga tepung terigu dunia (RPTW.t) dipengaruhi oleh ekspor
tepung terigu dunia (XTWt), impor tepung terigu dunia (MTWt), dan variabel
bedakala harga riilharga tepung terigu dunia (RPTWt-1
RPTW
).
t = j31 * XTWt + j32 * MTWt + j33 * RPTWt-1 + U81
………....….……(3540)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
j31 < 0; j32 > 0; 0 < j33
4.1.2.6.4.1.2.4. Harga RiilHarga Ekspor Tepung Terigu
< 1.
Harga riilHarga ekspor tepung terigu suatu negara pada umumnya
dipengaruhi oleh ekspor tepung terigu, produksi tepung terigu, nilai tukar suatu
negara, harga riilharga tepung terigu dunia dan variabel bedakala harga riilharga
ekspor tepung terigu. Lima negara eksportir biji gandum utama dunia, yaitu
Prancis, Belgia, Uni Soviet, Turki, Jerman menjadi obyek penelitian.
1. Prancis
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: single,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 1,6 cm
Formatted: Bullets and Numbering
83
Harga riilHarga ekspor tepung terigu Pranc is (RPXTFRAt) dipengaruhi
oleh harga tepung terigu dunia (RPTWt), selisih ekspor tepung terigu Prancis
dengan variabel bedakala ekspor tepung terigu Prancis (XTFRAt - XTFRAt-1),
harga riil tepung terigu dunia (RPTWt), dan variabel bedakala harga riilharga
ekspor tepung terigu Prancis (RPXTFRAt-1).
RPXTFRAt = k10 + k11 * RPTWt (XTFRAt - XTFRAt-1 ) + k12 * RPTWt
+ k
13 * RPXTFRAt-1 + U91………………………………….(3641
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
k11, < 0; k112 > 0; 0 < k123
Harga riilHarga ekspor tepung terigu Belgia (RPXTBEL
< 1.
2. Belgia
t ) dipengaruhi
oleh harga tepung terigu dunia (RPTWt), variabel bedakala ekspor tepung terigu
Belgia (XTBELt-1),dan selisih harga riil tepung terigu dunia dengan variabel
bedakala harga riil tepung terigu dunia (RPTWt - RPTWt-1), variabel bedakala
harga riilharga ekspor tepung terigu Belgia (RPXTBELt-1
RPXTBEL
).
t = k20 + k21 * RPTWt XTBELt-1 + k22 * (RPTWt -
RPTWt-1
+ k
)
23 * RPXTBELt-1 +
U92…..………………….…………..…(3742
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
k21, < 0; k212 > 0; 0 < k223
3. Uni Soviet
Formatted ...
Formatted: English (U.S.)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted: Space Before: 12 pt, Linespacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
< 1
84
Harga riilHarga ekspor tepung terigu Uni Soviet (RPXTSOVt)
dipengaruhi oleh harga tepung terigu dunia (RPTWt).variabel bedakala ekspor
tepung terigu Uni Soviet (XTSOVt-1), harga riil tepung terigu dunia (RPTWt),
dan variabel bedakala harga riil ekspor tepung terigu Uni Soviet (RPXTSOVt-1
RPXTSOV
).
t = k31 * RPTWt XTSOVt-1 + k32 * RPTWt
+ k
33 * RPXTSOVt-1 +
U93……………………….....…………..……………..…(3843
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
k31, < 0; k312 > 0.; 0 < k33
4. Turki
< 1
Harga riilHarga ekspor tepung terigu Turki (RPXTTURt) dipengaruhi
harga tepung terigu dunia (RPTWt), oleh ekspor tepung terigu Turki (XTTURt),
harga riil tepung terigu dunia (RPTWt), dan variabel bedakala harga riilharga
ekspor tepung terigu Turki (RPXTTURt-1
RPXTTUR
).
t = k40 + k41 * RPTWtXTTURt + k42 * RPTW
+ k
t
43 * RPXTTURt-1 +
U94…..…………….……………..….(4394
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
k41 < 0; k412 > 0; 0 < k423
5. Jerman
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
< 1.
85
Harga riilHarga ekspor tepung terigu Jerman (RPXTDEUt) dipengaruhi
oleh harga tepung terigu dunia (RPTWt), dan ekspor tepung terigu Jerman
(XTDEUt), harga riil tepung terigu dunia (RPTWt), variabel bedakala harga
riilharga ekspor tepung terigu Jerman (RPXTDEUt-1
RPXTDEU
).
t = k50 + k51 * RPTWt XTDEUt + k52 * RPTWt
+ k
,
53 * RPXTDEUt-1 +
U95….…………………………..….(405
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
k51, < 0; k512 > 0; 0 < k523
4.1.2.7.4.1.2.5. Harga Ril Impor Tepung Terigu
< 1.
Harga riilHarga impor tepung terigu suatu negara pada umumnya
dipengaruhi oleh harga tepung terigu dunia, ekspor tepung terigu, impor tepung
terigu, harga riil tepung terigu dunia, dan variabel bedakala harga riilharga impor
tepung terigu. Lima negara eksportir biji gandum utama dunia, yaitu Belanda,
Libya, Uni Soviet, Angola, Amerika Serikat, dan Indonesia menjadi obyek
penelitian.
1. Belanda
Harga riilHarga impor tepung terigu Belanda (RPMTNLDt ) dipengaruhi
olehharga tepung terigu dunia (RPXTWt). selisih impor tepung terigu Belanda
dengan variable bedakala impor tepung terigu Belanda (MTNLDt - MTNLDt-1),
selisih harga riil tepung terigu dunia dengan variabel bedakala harga riil tepung
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted ...
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted ...
86
terigu dunia (RPTWt - RPTWt-1), dan variabel bedakala harga riil impor tepung
terigu Belanda (RPMTNLDt-1
RPMTNLD
).
t = l10 + l11 * (RPXTWt ) (MTNLDt - MTNLDt-1) + l12 *
(RPTWt - RPTWt-1
+ l
)
13 * RPMTNLDt-1 +
U101………………………….………...….(416
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
l11, l112 > 0.; 0 < l13
2. Libya
< 1
Harga riilHarga impor tepung terigu Libya (RPMTLBYt ) dipengaruhi oleh
harga tepung terigu dunia (RPXTWt) impor tepung tepung terigu Libya
(MTNLDt ), harga riil tepung terigu dunia (RPTWt), nilai tukar Libya (ERLBYt ),
dan variabel bedakala harga riil impor tepung terigu Libya (RPMTLBYt-1
RPMTLBY
).
t = l20 + l21 * RPXTWt MTLBYt + l22 * RPTWt + l23
* ERLBY
+ l
t
24 * RPMTLBYt-1 +
U102…………...…………………………..….(427
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
l21 , l22, l23 > 0.; 0 < l24
3. Uni Soviet
< 1
Harga riilHarga impor tepung terigu Uni Soviet (RPMTSOVt) dipengaruhi
oleh olehharga tepung terigu dunia (RPXTWt), selisih impor tepung terigu Uni
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Line spacing: Multiple 1,95 li, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
87
Soviet dengan variabel bedakala impor tepung terigu Uni Soviet (MTSOVt -
MTSOVt-1), selisih harga riil tepung terigu dunia dengan variabel bedakala harga
riil tepung terigu dunia (RPTWt - RPTWt-1), dan variabel bedakala harga riilharga
impor tepung terigu Uni Soviet (RPMTSOVt-1
RPMTSOV
).
t = l30 + l31 * (RPXTWt ) (MTSOVt - MTSOVt-1) + l32 *
(RPTWt - RPTWt-1
+ l
)
33 * RPMTSOVt-1 +
U103……….………………………..….(438
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
l31 , l32 > 0; 0 < l323
< 1
4. Angola
Harga riil impor tepung terigu Angola (RPMTAGOt) dipengaruhi oleh
impor tepung terigu Angola (MTAGOt
RPMTAGO
).
t = l41 * MTAGOt +
U104………………………………….…….(49
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
l41
5. Amerika Serikat
> 0.
Harga riilHarga impor tepung terigu Amerika Serikat (RPMTUSAt)
dipengaruhi oleh harga tepung terigu dunia (RPXTWt )variabel bedakala impor
tepung terigu Amerika Serikat (MTUSAt-1)., dan harga riil tepung terigu dunia
(RPTWt ).
Formatted ...
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Line spacing: Multiple 1,95 li, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Line spacing: Multiple1,97 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,97 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple1,97 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,97 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple1,97 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,97 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
88
RPMTUSAt = l50 + l51 * RPXTWt MTSOVt-1 + l52 * RPTWt +
U105…..………….…..…..………...(4450
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
l51, l52
4.1.3. Industri Tepung Terigu Indonesia
> 0..
4.1.3.1. Permintaan Biji Gandum Indonesia
Permintaan biji gandum Indonesia dirumuskan sebagai suatu persamaan
identitas yang diproksi dari impor biji gandum Indonesia. Proksi ini dilakukan
karena semua permintaan biji gandum dipenuhi dari impor.
DGIDNt =
MGIDNt…...................…....................................….............(45) merupakan
penjumlahan dari deman biji gandum makanan (DGMt), ekspor biji gandum
Indonesia (XTIDNt), deman biji gandum untuk makanan ternak (DGT), deman
biji gandum untuk stock (DGSt), deman biji gandum untuk penggunaan lain
(DGPLt), deman biji gandum untuk produksi makanan (DGFMt), deman biji
gandum limbah (DGLt), deman biji gandum sebagai benih (DGBt
DGIDN
) yang
dituliskan sebagai berikut:
t = DGMt + XGIDNt + DGTt + DGSt + DGPLt + DGFMt
+ DGL
t +
DGBt…...........…...............................................….............(51
4.1.3.2. Permintaan Biji Gandum Mak anan Indonesia
)
Permintaan biji gandum Indonesia Makanan (DGMt) merupakan
persamaan indentitas pengurangan permintaan biji gandum Indonesia (DGIDNt)
dengan permintaan biji gandum untuk makanan ternak (DGT), permintaan biji
gandum untuk stock (DGSt), permintaan biji gandum untuk penggunaan lain
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple1,97 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,97 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple1,97 li
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 1,6 cm, Line spacing: Multiple 1,97 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,97 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,97 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Line spacing: Multiple 1,97 li,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,97 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,97 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
89
(DGPLt), permintaan biji gandum untuk produksi makanan (DGFMt), permintaan
biji gandum limbah (DGLt), permintaan biji gandum sebagai benih (DGBt ) yang
dituliskan sebagai berikut:
dipengaruhi oleh variabel bedakala harga riil impor biji gandum
Indonesia (RPMGIDNt-1), selisih harga riil tepung Indonesia dengan variabel
bedakala harga riil tepung Indonesia (RPTIDN t – RPTIDNt-1), pendapatan
perkapita Indonesia (ICIDNt), jumlah penduduk Indonesia (PENIDNt
DGM
).
t = DGIDNt - DGTt - DGSt - DGPLt - DGFMt-DGLt -
DGBt o10 + o11 * RPMGIDNt-1 + o12 * (RPTIDN t – RPTIDN t-1
+ o
)
13 * ICIDNt + o14 * PENIDNt + U110…….....
..........….........( 5462
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
o11 < 0; o12, o13, o14
4.1.3.3. Impor Biji Gandum Indonesia
> 0;
Variabel utama yang mempengaruhi impor biji gandum pada umumnya
adalah harga impor biji gandum, demanpermintaan biji gandum, biji gandum,
nilai tukar suatu negara, dan variabel bedakala impor biji gandum
1. Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia
Impor biji gandum Indonesia dari Australia (MGIAUSt) dipengaruhi oleh
selisih harga riilharga impor biji gandum Indonesia dengan variabel bedakala
harga riil impor biji gandum Indonesia (RPMGIDNt - RPMGIDNt-1), variabel
bedakala impor tepung terigu Indonesia (MTIDNt-1), variabel bedakala
pendapatan perkapita Indonesia (ICIDNt-1), dan variabel bedakalan jumlah
penduduk Ideman biji gandum Indonesiandonesia (PENDGIDNt-1).
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Line spacing: Multiple 1,97 li,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted ...
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted: Line spacing: Multiple1,97 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,97 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted ...
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 1,6 cm, Line spacing: Multiple 1,97 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,97 li
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted ...
90
MGIAUSt = m10 + m11 * (RPMGIDNt) - RPMGIDNt-1) + m12 * MTICIDNt-1 + m13 * ICIDN
+ mt1
143 * PENDGIDNt-1 +
U106…..........................................................………………….(4753
m
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
11, m12, < 0; m132, m1432
2. Impor Biji Gandum Indonesia dari CanadaKanada
> 0.
Impor biji gandum Indonesia dari CanadaKanada (MGICANt)
dipengaruhi oleh harga riil impor biji gandum Indonesia variabel bedakala harga
impor biji gandum Indonesia (RPMGIDNt-1), variabel bedakala permintaan
tepung terigu Indonesia (MTIDNt), (RPMGIDNt), variabel bedakala pendapatan
perkapita Indonesia (ICIDNt-1), dan jumlah penduduk Indonesia (PENIDNt). ,
deman biji gandum Indonesia (DGIDNt), dan variabel bedakala impor biji
gandum Indonesia dari Canada (MGICANt-1
MGICAN
)
t = m21 m21 * RPMGIDNt-1 RPMGIDNt + m22 * MTICIDNt-1 + m23 * ICIDN
+ mt
243 * PENDGIDNt + m24 * MGICANt-1 +
U107…….................................…...…….…….(4854
m
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
21 m22, < 0; m232, m243 > 0; 0 < m24
<0.
3. Impor Biji Gandum Indonesia dari Amerika Serikat
Impor biji gandum Indonesia dari Amerika Serikat (MGIUSAt)
dipengaruhi oleh selisih harga riilharga impor biji gandum Indonesiadunia dengan
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Norwegian (Bokmål)
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted ...
91
harga biji gandum duniavariabel bedakala harga riil impor biji gandum dunia
(RPMGIDNMGWt - RPMGWt-1), variabel bedakala impor tepung terigu
Indonesiademan biji gandum Indonesia (MTDGIDNt-1), pendapatan perkapita
Indonesia (ICIDNt), jumlah penduduk Indonesiadan variabel bedakala impor biji
gandum Indonesia dari Amerika Serikat (PENIDNMGIUSAt-1
).
MGIUSAt = m30 + m31 * (RPMGIDNWt - RPMGWt-1) + m32 * MTDGIDNt-1
+ m
33 * ICIDNMGIUSAt-1 + m34 * PENIDNt +
U108.........................................................(5495
m
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
31, m32 < 0; m32 , m33, m34
Total impor biji gandum Indonesia dirumuskan sebagai suatu persamaan
identitas yang merupakan penjumlahan impor biji gandum Indonesia dari
Australia, impor biji gandum Indonesia dari CanadaKanada, impor biji gandum
Indonesia dari Amerika Serikat, dan impor biji gandum Indonesia dari negara
lainnya.
> 0.
4. Indonesia
MGIDNt = MGIAUSt + MGICANt + MGIUSAt +
MGRIDNt........................................( 506
4.1.3.4. Harga RiilHarga Impor Biji Gandum Indonesia
)
Harga riilHarga impor biji gandum Indonesia (RPMGIDNt) dipengaruhi
oleh variabel bedakala selisih impor biji gandum Indonesia dengan variabel
bedakala impor biji gandum Indonesia (MGIDNt -MGIDNt-1), harga riilharga biji
gandum dunia (RPGWt-1), dan variabel bedakala harga riil impor biji gandum
Indonesia (RPMGIDNt-1).
Formatted ...
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted: Line spacing: Multiple 1,8li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 1,6 cm, Line spacing: Multiple 1,8 li
Formatted: Line spacing: Multiple 1,8li, Don't adjust space between Latinand A sian text
92
RPMGIDNt = n20 + n21 * (MGIDNt -MGIDNt-1) + n22 * RPGWt-1
+ n
23 * RPMGIDNt-1 + +
U109…..............................…..…………….………….…..(517
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
n21, n22 > 0; 0 < n23
4.1.3.5. Produksi Tepung Terigu Indonesia
< 1.
Jumlah produksi tepung terigu Indonesia (QTIDNt) diperoleh dari hasil
konversi demanpermintaan biji gandum Indonesia (DGMt ).
QTIDNt = 0.74 *
(DGMt )…...………..…………....…………..………………… (528
)
4.1.3.6. Impor Tepung Terigu Indonesia
Variabel utama yang mempengaruhi impor tepung terigu pada umumnya
adalah harga impor tepung terigu, demanpermintaan tepung terigu, produksi
tepung terigu, nilai tukar suatu negara, dan variabel bedakala impor tepung terigu.
1. Impor Tepung Terigu Indonesia dari Australia
Jumlah impor tepung terigu Indonesia dari Australia (MTIAUSt)
dipengaruhi oleh variabel bedakala harga riilharga impor tepung terigu Indonesia
(RPMTIDNt-1), demanselisih antara impor biji gandum tepung terigu Indonesia
dengan variabel bedakala impor biji gandum Indonesia (MGDTIDNt - MGIDNt-
1), selisih jumlah penduduk Indonesia dengan varaibel bedakala jumlah penduduk
Indonesia (PENIDNt - PENIDNt-1), permintaan tepung terigu Indonesa (DTIDNt
), dan variabel bedakala impor tepung terigu Indonesia dari Australia (MTIAUSt-
1
MTIAUS
).
t = p11 * RPMTIDN t-1 + p12 * (MGIDNt - MGIDNt-1)DTIDNt
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Line spacing: Multiple 1,8li
Formatted: Line spacing: Multiple 1,8li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 1,6 cm, Line spacing: Multiple 1,8 li
Formatted: Line spacing: Multiple 1,8li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple 1,8li
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 1,6 cm
Formatted: Line spacing: Multiple 1,8li
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Line spacing: Multiple 1,8li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted ...
93
+ p13 * (PENIDNt - PENIDNt-1), + p14 * (DTIDNt + p
), 153 * MTIAUSt-1 +
U111………......................……..……....…...(539
p
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
11, p12 < 0; p12 p13, p14 > 0; 0 < p153
Jumlah Impor tepung terigu Indonesia dari Jepang (MTIJPN
<1
2. Impor Tepung Terigu Indonesia dari Jepang
t) dipengaruhi
oleh selisih antara harga impor tepung terigu Indonesia dengan variabel bedakala
harga harga impor tepung terigu Indonesia (RPMTIDNt - RPMTIDNt-1), impor
biji gandum Indonesia (MGIDNt), variabel bedakala pendapatan perkapita
penduduk Indonesia (ICIDNt-1), dan selisih jumlah penduduk Indonesia dengan
varaibel bedakala jumlah penduduk Indonesia (PENIDNt - PENIDNt-1
harga riil impor tepung terigu Indonesia (RPMTIDN
).
t-1), variabel
bedakala deman tepung terigu Indonesia (DTIDNt-1), dan variabel bedakala impor
tepung terigu Indonesia dari Jepang (MTIJPNt-1
MTIJPN
).
t = p20p21 * RPMTIDN t-1 + + p212 * (RPMTIDNt - RPMTIDNt-
1), DTIDNt-1
+ p
223 + p
* MGIDN 23 *ICIDNt-1 + p24 * (PENIDNt - PENIDNt-1), MTIJPNt-1
+ U112 ........................……..……...........……..(5460
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
p21, p221, < 0; p23,2 p24 > 0; 0 < p23
<1.
3. Impor Tepung Indonesia dari Singapura
Jumlah Impor tepung terigu Indonesia dari Singapura (MTISGPt)
dipengaruhi oleh selisih harga riilharga impor tepung terigu Indonesia dengan
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Line spacing: Multiple 1,8li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Line spacing: single,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Line spacing: single
Formatted ...
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: F rench (F rance)
Formatted ...
94
variabel bedakala harga riil impor tepung terigu Indonesia ((RPMTIDNt -
RPMTIDN t-1), impor biji gandum Indonesia (MGIDNt), variabel bedakala
pendapatan perkapita penduduk Indonesia (ICIDNt-1), dan selisih permintaan
tepung terigu Indonesia dengan variabel bedakala permintaan tepung terigu
Indonesia (DTIDNt - DTIDNt-1
variabel bedakala deman tepung terigu Indonesia (DTIDN
),
t-1), dan variabel
bedakala impor tepung terigu Indonesia dari Jepang (MTIJPNt-1
MTISGP
).
t = p21 * (RPMTIDNt - RPMTIDN t-1) + p22 * MGIDNDTIDNt -1
+ p
23 * ICIDNt-1 + + p
243 * (DTIDNt - DTIDNt-1), MTISGPt-1 +
U113.......................................……..……..…….(5561
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
p21, p22 < 0; p232, p24 > 0; 0 < p23
4. Indonesia
<1..
Total impor tepung terigu Indonesia merupakan penjumlahan impor
tepung terigu Indonesia dari Australia (MTIAUSt), impor tepung terigu Indonesia
dari Jepang (MTIJPNt), impor tepung terigu Indonesia dari Singapur
(MTISGPt
MTIDN
), dan impor tepung terigu Indonesia dari negara lainnya.
t = MTIAUSt + MTIJPNt + MTISGPt +
MTRIDNt…..…...…..……… (5662
)
4.1.3.7. Harga RiilHarga Impor Tepung Terigu Indonesia
Harga riilHarga impor tepung terigu Indonesia (RPMTIDNt) dipengaruhi
oleh pertumbuhan impor tepung terigu Indonesia ((MTIDNt - MTIDNt-
1)/MTIDNt-1* 100), variabel bedakala harga riilharga tepung terigu dunia
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Line spacing: single,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Line spacing: single
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 1,6 cm, Line spacing: Multiple 1,9 li
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li, Don't adjust space between Latinand A sian text
95
(RPXTWt-1)., dan variabel bedakala harga riil impor tepung terigu Indonesia
(RPMTIDNt-1
RPMTIDN
).
t = q10 + q11 * ((MTIDNt - MTIDNt-1)/MTIDNt-1
+ q
* 100)
12 * RPXTWt-1 + q13 * RPMTIDNt-1 + U114
……………………...........................( 5763
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
q11 , q12 > 0; 0 < q13
<1.
4.1.3.8. Harga RiilHarga Tepung Terigu Industri Indonesia
Harga riilHarga tepung terigu ditingkatdi tingkat industri Indonesia
(RPTIDNt) dipengaruhi oleh harga impor biji gandum Indonesia (RPMGIDNt ),
harga riilharga impor tepung terigu Indonesia (RPMTIDNt), (RPMTIDNt),
selisih produksi tepung terigu Indonesia dengan variabel bedakala produksi
tepung terigu Indonesia (QTIDNt - QTIDNt-1), dan permintaan tepung terigu
Indonesia selisih produksi tepung terigu Indonesia dengan variabel bedakala
produksi tepung terigu Indonesia (QTIDNt - QTIDNt-1), deman tepung terigu
industri makanan (DTIMt), dan variabel bedakala harga tepung terigu ditingkat
industri Indonesia (DRPTIDN t-1
RPTIDN
).
t = q21*RPMGIDNt + q22 1 * RPMTIDNt + q23 * (QTIDNt - QTIDNt-1)+ q22
+ q *
24 * DT(QTIDNt - QTIDNt-1 + q
) 23 * DTIMt + q24 * RPTIDNt-1 + U115
…………………………………..... .................................(5864
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
q23,2 < 0; q21, q223 q24 > 0; 0 < q24
4.1.3.9. Harga RiilHarga Tepung Terigu di Pedagang Besar
<1.
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 1,6 cm, Line spacing: Multiple 1,9 li
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Line spacing: single, Don't adjustspace between Latin and A sian text
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Line spacing: single
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 1,6 cm, Line spacing: Multiple 1,9 li
96
Harga riilHarga tepung terigu ditingkatdi tingkat Pedagang Besar
(RPTPBt) dipengaruhi oleh harga riilharga tepung terigu ditingkatdi tingkat
industri Indonesia (RPTIDNt), variabel bedakala permintaan tepung terigu untuk
industri kecil menengah (DTKMt-1), permintaan tepung terigu untuk industri
rumah tangga (DTRTt s).elisih produksi tepung terigu Indonesia dengan variabel
bedakala produksi tepung teriguIndonesia (QTIDNt - QTIDNt-1), selisih deman
tepung terigu di industri kecil menengah dengan variabel bedakala deman tepung
terigu di industri kecil menengah (DTKMt - DTKMt-1), deman tepung industri
rumah tangga (DTRTt), dan variabel bedakala harga tepung terigu ditingkat
Pedagang Besar (RPTPB t-1).
RPTPBt = q30 + q31 * RPTIDNt + q32 * (QTIDNt - QTIDNt-1) + q33 * (DTKMt - DTKMt-1 + q33 * DTRTt + q
), 34 * DTRTt
+ q
35 * RPTPBt-1 + U116 ....................................................................................................................(5965
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
q32 < 0; q31, q313, q32,4 q33 > 0.; 0 < q35
4.1.3.10. Harga RiilHarga Tepung Terigu di Pedagang Eceran
<1.
Harga tepung terigu ditingkatdi tingkat Pedagang Eceran (RPTPEt)
dipengaruhi oleh harga riilharga tepung terigu ditingkatdi tingkat Pedagang Besar
(RPTPBt),. produksi tepung terigu Indonesia (QTIDNt), dan variabel bedakala
deman tepung terigu untuk pemakaian sendiri (DTRSt-1), serta variabel bedakala
harga tepung terigu ditingkat Pedagang Eceran (RPTPE t-1).
RPTPEt = q401 + q41 * RPTPBt + q42 * QTIDNt
+ q43 * DTRSt-1 + q44 * RPTPEt-1 +
U117...................................................................(606
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 1,6 cm, Line spacing: Multiple 1,9 li
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li
)
97
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
q42 < 0; q41, q43 > 0; 0 < q44
<1..
4.1.3.11. Permintaan Tepung Terigu Indonesia
Permintaan tepung terigu domestik terdiri dari permintaan langsung dalam
bentuk tepung terigu dan permintaan tidak langsung dalam bentuk makanan
olahan. Permintaan langsung dalam bentuk tepung terigu merupakan permintaan
tepung terigu oleh rumah tangga, sedangkan permintaan tidak langsung tercakup
dalam permintaan oleh industri rumah tangga, industri kecil dan menengah,
industri makanan dan minuman.
1. Permintaan Tepung Terigu Pemakaian Sendiri
Permintaan langsung tepung terigu domestik untuk pemakaian sendiri
(DTRSt) dipengaruhi oleh variabel bedakala harga riilharga tepung terigu di
pedagang pengecer ((RPTPEt-1), ), danj jumlah penduduk Indonesia (PENIDNt).,
dan variable bedakala permintaan tepung terigu domestik untuk pemakaian sendiri
(DTRSt-1)
DTRSt = r10 +r10 + r11 * RPTPEt-1 RPTPEt + r12 * PENIDN + r
t 13 * DTRSt-1 + U118……………..………………
.……………….. ( 617
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
r
)
11 < 0; r 12 > 0; 0 < r13
2. Permintaan Tepung Terigu Industri Rumah Tangga
<0.
Permintaan langsung tepung terigu domestik oleh industri rumahtangga
(DTRTt) dipengaruhi oleh variabel bedakala harga tepung terigu di tingkat
pedagang besar (RPTPBt-1)harga tepung domestik di pedagang pengecer (PTPBt),
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 1,6 cm, Line spacing: Multiple 1,9 li
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Swedish (Sweden)
98
harga riil output produksi industri rumah tangga (OPRTt), selisih pendapatan per
kapita dengan variable bedakala pendapatan perkapita (ICIDNt - ICIDNt-1),, dan
variable bedakala jumlah penduduk (PENIDNt-1)., dan variable bedakala harga riil
telur (RPHIDNt-1
DTRT
)
t = r 20 + r21 * RPTPBt-1 RPTPBt + r 22 * ROPRTt + r23 * (ICIDNt - ICIDNt-1 + r
) 24 * PENIDNt -1 + r25 * RPHIDNt-1 + U119
…………………………...………(628
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
r21 < 0; r 22, r23, r24, r 25
Permintaan langsung tepung terigu domestik oleh industri kecil dan
menengah (DTKM
> 0..
3. Permintaan Tepung Terigu Industri Kecil dan Menengah
t) dipengaruhi oleh varaibel bedakala harga tepung terigu di
tingkat pedagang besar (RPTPBt-1)harga riil tepung terigu domestik ditingkat
pedagang besar (RPTPBt), variabel bedakala harga riil ouput produksi industri
kecil menengah (ROPKMt), jumlah penduduk Indonesia (PENIDNt-1)., dan
variable bedakala harga riil telur Indonesia (RPHIDNt-1
DTKM
).
t = r30 + r31 * RPTPBt RPTPBt-1 + r32 * ROPKMt + r
323 * PENIDNt-1 + r 34 * RPHIDNt-1 +
U120………..………..……..…(639
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
r31 < 0; r 32, r33, r34,
Jumlah permintaan tepung terigu domestik oleh iIndustri mMakanan dan
mMinuman (DTIM
> 0..
4. Permintaan Tepung Terigu Industri Mak anan dan Minuman
t) dipengaruhi oleh variabel bedakala harga riilharga tepung
terigu domestik ditingkatdi tingkat iIndustri tTepung tTerigu (RPTIDNt-1), dan
Formatted ...
Formatted: Line spacing: single,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted ...
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Line spacing: single
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Space Before: 12 pt
Formatted ...
Formatted ...
99
variabel bedakala PDB sektor industri makanan dan minuman (PDBIMt), jumlah
penduduk Indonesia (PENIDNt-1). .
DTIM
.
t = r41 * RPTIDNtRPTIDNt-1 + r42 * PDBIMt + r43 * PENIDNt + U121…....................…(6470
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
r41 < 0; r 42, r43
5. Permintaan Tepung Terigu Indonesia
> 0.
Total permintaan tepung terigu Indonesia dirumuskan sebagai suatu
persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari permintaan tepung terigu
untuk pemakaian sendiri (DTRSt), permintaan tepung terigu untuk industri rumah
tangga (DTRTt), permintaan tepung terigu oleh industri usaha kecil dan
menengah (DTKMt), permintaan tepung terigu industri makanan dan minuman
(DTIMt
DTIDN
) yang dituliskan sebagai berikut:
t = DTRSt + DTRTt + DTKMt +
DTIMt……………………….............……(6571
4.1.3.12.Ek spor Tepung Terigu Indonesia
)
Jumlah ekspor tepung terigu Indonesia (XTIDNt) dipengaruhi oleh
produksi tepung terigu Indonesia (QTIDNt), selisih harga riil ekspor tepung terigu
Indonesia dengan variable bedakala harga riil ekspor tepung terigu Indonesia
(RPXTIDNt - RPXTIDNt-1
XTIDN
).
t = s 11 * QTIDNt + s 12 * (RPXTIDNt - RPXTIDNt-1).+
U123…........(72
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
Formatted ...
Formatted: Indent: F irst line: 1,6cm, Line spacing: single, Don't adjustspace between Latin and A sian text
Formatted ...
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Indent: F irst line: 1,6cm, Line spacing: single
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
)
100
s11, s12
4.1.3.13.Harga Riil Ekspor Tepung Terigu Indonesia
> 0.
Harga riil ekspor tepung terigu Indonesia (RPXTIDNt) dipengaruhi oleh
selisih ekspor tepung terigu Indonesia dengan variabel edakala ekspor tepung
terigu Indonesia (XTIDNt -XTIDNt-1), selisih harga riil tepung dunia dengan
variabel bedakala harga riil tepung dunia (RPTWt - RPTWt-1), variable
bedakala harga riil ekspor tepung terigu Indonesia (RPXTIDNt-1).
RPXTIDNt = t 10 + t11 * (XTIDNt -XTIDNt-1) + t 12 * (RPTWt -
RPTWt-1
+ t
)
13 * (RPXTIDNt-1).+
U124……………..........................….(73
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
t 10 < 0; t11 > 0; 0 < t13
Secara umum Model Konsumsi Tepung Terigu Indonesia dalam bentuk
matriks sebagai berikut:
< 1.
Yt = Bi0 + Bi1Yt * + Bi2Xt + Bi3Xt-j + Bi4Zt + Bi5Zt-j + Bi6Yt-j + Ui
dimana:
t
Yt = Vektor variablevariabel endogen pada tahun t
Yt * = Vektor variablevariabel endogen penjelas pada tahun t
Xt = Vektor variablevariabel eksogen pada tahun t
Xt-j = Vektor variablevariabel eksogen lag j tahun
Zt = Vektor variablevariabel kebijakan pada tahun t
Zt-j = Vektor variablevariabel kebijkan lag j tahun
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
101
Yt-j = Vektor endogen lag j tahun
Bik
k = 1, … 6
= Vektor koefisien variablevariabel penjelas k dari persamaan i
Uit
= Vektor factor kesalahan persamaan I pada tahun t
4.2. Prosedur Analisis
4. 2.1. Data
Data yang digunakan untuk simulasi Model Industri Tepung Terigu
Indonesia adalah data sekunder dengan seri waktu (time series) dalam rentang
waktu tahun 1980 sampai dengan 2003. Data tersebut terkait dengan mata rantai
kegiatan industri tepung terigu, yakni pengadaan biji gandum, pengolahan biji
gandum menjadi tepung terigu, pemasaran hingga konsumsi rumahtangga, dan
industri makanan dan minuman.
Koutsouyiannis (1977) menyatakan bahwa penggunaan data seri waktu
dimaksudkan untuk memperoleh informasi nilai variablevariabel-variablevariabel
dari waktu ke waktu yang secara teoritik lebih sesuai untuk menduga hubungan-
hubungan ekonomi, meskipun mengandung problem terjadinya interkorelasi
multikolinerity antar sesama variablevariabel penjelas yang cenderung berubah
dari waktu ke waktu.
Rentang waktu dari tahun 1980 sampai dengan 2003 ditetapkan atas dasar
pertimbangan bahwa pada tahun tersebut merupakan sebagai awal kegiatan impor
biji gandum sebagai bahan baku tepung terigu secara besar-besaran oleh
BULOG/PT ISM-Bogasari Flour Mills. Dengan didirikannya perusahaan
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
102
pengolah tepung terigu tersebut, maka dimulailah upaya besar-besaran untuk
memperkenalkan penggunaan tepung terigu sebagai bahan makanan pokok
alternatif.
Data dihimpun dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia, Bank
Dunia, Food and Agricultural Organization (FAO), Asosiasi serta hasil penelitian
terdahulu yang masih relevan terhadap materi penelitian.
4.2.2. Identifikasi dan Pendugaan Model
Aplikasi komputer SAS/ETS (Statistical Analysis System/Economic Time
Series) digunakan untuk mengidentifikasi model ITTI. Adapun tujuan dari
identifikasi model dimaksudkan adalah untuk menetapkan metode penggunaan
parameter dengan menggunakan Model ITTI yang telah dirumuskan.
Untuk melakukan identifikasi terhadap suatu persamaan tersebut,
Koutsouyiannis (1977) menyatakan bahwa ada dua kondisi agar suatu persamaan
teridentifikasi, yaitu kondisi ordo atau urutan (order condition) sebagai syarat
keharusan, dan kondisi tingkatan (rank conditon) sebagai syarat kecukupan.
Agar model teridentifikasi, Koutsouyiannis, (1977); Pindyck dan
Rubinfeld, (1998) menggunakan rumus (K – M) > (G – 1), atau (exluded
variablevariabels) > (jumlah persamaan – 1). Adapun yang dimaksud dengan G
adalah jumlah persamaan atau jumlah total variablevariabel endogen; K adalah
jumlah total variablevariabel di dalam model atau system (endogenous dan
predetermined); M adalah jumlah variablevariabel endogen dan eksogen yang ada
di dalam suatu persamaan yang diidentifikasi.
103
Selanjutnya apabila (K – M) < (G – 1), maka persamaan tersebut tidak
teridentifikasi atau under identified, dan teknik ekonometrika tidak dapat
diterapkan untuk menduga semua parameternya. Sedangkan apabila (K – M) =
(G – 1) maka persamaan exactly identified, dan teknik ekonometrika yang sesuai
adalah Indirect Least Squares (ILS). Apabila (K – M) > (G –1), maka persamaan
teridentifikasi berlebih atau over identified. Untuk kondisi dimana semua
persamaan structural adalah over identified, maka penggunaan ILS tidak akan
memberikan dugaan parameter structural dengan unik, sehingga teknik
ekonometrika yang dapat digunakan antara lain metoda pangkat dua terkecil dua
tahap atau Two Stages Least Squares (2SLS); atau metoda pangkat dua terkecil
tiga tahap atau Three Stages Least Squares (3SLS). Syarat kecukupan atau rank
condition menunjukkan suatu persamaan teridentifikasi jika dan hanya jika hal
tersebut memungkinkan untuk membentuk atau paling tidak menghasilkan satu
determinan yang bukan nol pada ordo (G –1) dari parameter-parameter struktural
yang tidak termasuk dalam persamaan tersebut atau variablevariabel-
variablevariabel exclude (K – M) dari satu persamaan.
4.2.3. Metode Estimasi
Metode 2SLS digunakan dalam penelitian ini karena tergolong metode
yang ekonomis, banyak digunakan, pendugaan setiap parameternya unik dan
penerapannya relatif mudah meskipun dirancang untuk menangani persamaan
yang over indentified (Gujarati, 1995). Adapun metode 3SLS jauh lebih rumit
dan sensitive terhadap perubahan spesifikasi, artinya jika ada suatu perubahan
104
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted: Swedish (Sweden)
spesifikasi pada salah satu persamaan dalam sistem, maka dapat mempengaruhi
semua parameter dugaan (Koutsouyiannis ,1977).
4.2.4. Validasi Model
Dalam penelitian ini validasi model dilakukan dengan menggunakan
kriteria-kriteria statistik, yaitu Root Mean Squares Percentage Error (RMSPE),
penyimpangan statistik dengan peramalan Theil (Theil Forecast Error Statistic),
dan Inequality Coeficient dari U-Theil. Validasi model dilakukan dalam rangka
untuk melihat sejauhmana suatu model dapat mewakili dunia nyata.
Pindyck dan Rubinfeld (1998) menyatakan bahwa RMSPE mengukur
deviasi dari variabel yang distimulasikan dari alur waktu aktual dalam ukuran
persen.
RMSPE = 100 *
dimana:
Ytb = nilai dugaan, atau nilai simulasi dasar pada tahun t Yta = nilai aktual pada tahun t n = jumlah periode pengamatan dalam simulasi (tahun)
U = +
dimana:
1 n
Σ (Ytb – Yta) / Yta n t = 1
Σ (Pi – Ai)2 Σ Ai
2
n n
105
Pi = perubahan peramalan dari variabel endogen Ai = perubahan aktual dari variabel endogen
sedangkan R2 (koefisien diterminasi) digunakan untuk melihat keeratan arah
(slope) antara yang aktual dengan yang distimulasi. Semakin kecil RMSPE, dan
U serta makin besarnya R2
4.2.5. Simulasi Model
maka model semakin valid untuk disimulasi. Nilai U
berkisar antara 0 dan 1, apabila U = 0, maka pendugaan model sempurna.
Sebaliknya apabila U = 1, maka pendugaan model naïf.
Simulasi histories (expost) sebagai simulasi yang diarahkan untuk
mengevaluasi kebijakan tidak dilakukan.dan Sedangkan simulasisimulasi
peramalan (exante forecast) terhadap penerapan kebijakan fiskalkebijakan
ekonomi akan dilakukan dalam penelitian. ini.
1.Simulasi kebijakan dilakukan pada simulasi histories (expost)
untuk tahun 1999 – 2003, dan dimaksudkan untuk mengevaluasi kebijakan
dalam periode 1999 – 2003 untuk menjadi pelajaran bagi penerapan
kebijakan yang akan datang. Simulasi peramalan dilakukan untuk rentang
waktu 2011-2015, dimaksudkan untuk meramalkan dampak yang terjadi
sebagai akibat diterapkannya kebijakan ekonomi yang akan datang.
AEvaluasi maupun analisis dampak dari alternatif simulasi kebijakan
terhadap kinerja industri tepung terigu dan kesejahteraan produsen dan
konsumen periode tahun 1999 –2003 pada periode tahun 2011 - 2015
adalah:
1. Kuota Impor Biji Gandum Indonesia sebesar 90 persen
Formatted: F innish
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Line spacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Dutch (Netherlands)
Formatted: Indent: Left: 0 cm, F irstline: 0 cm, Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Indent: Left: -0 cm, Linespacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Bullets and Numbering
106
Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas penerapan kuota
impor biji gandum Indonesia dengan hanya memperkenankan impor biji
gandum sebesar 90 persen terhadap kinerja industri tepung terigu Indonesia.
Peningkatan Teknologi Produksi Tepung Terigu Indonesia
Simulasi kebijakan tentang kemungkinan penerapan teknologi yang
lebih baik sehingga dapat memberikan tingkat efisiensi produksi tepung
terigu sebesar 80%.
2. Pelarangan ImporSwasembada Tepung Terigu
Simulasi kebijakan dilakukan dalam rangka melihatkan tentang
kemungkinan upaya pemanfaatanswasembada tepung terigu hasil produksi
dalaman negeri dengan meniadakan/melarang impor tepung terigu. Lebih
lanjut diharapankan arah dan perilaku dampak mendorong industri
penggilingan tepung terigu domestik berkembang. dari tiga besar importir
tepung terigu (Jepang, Australia, Singapura).
3. Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Biji Gandum sebesar 5 persen
Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas penerapan tarif
bea masuk impor biji gandum sebesar 5 persen terhadap kinerja industri
tepung terigu Indonesia.
4. Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung Terigu sebesar 5 persen
Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas pengenaan tarif
bea masuk impor tepung terigu sebesar 5 persen terhadap kinerja industri
tepung terigu Indonesia.
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm,F irst line: 1,27 cm, Line spacing: Multiple 2,1 li, No bullets ornumbering
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Indent: Left: -0 cm, Linespacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm,F irst line: 1,27 cm, Line spacing: Multiple 2,1 li
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Indent: Left: -0 cm, Linespacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 0,95 cm, Line spacing: Multiple 2,2 li, Numbered + Lev el: 4 +Numbering Sty le: 1, 2, 3, … + Start at:1 + A lignment: Left + A ligned at: 4,44cm + Tab after: 5,08 cm + Indent at: 5,08 cm, Tab stops: Not at 5,08 cm
Formatted: Spanish (InternationalSort)
107
5. Penambahan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 10 persen
Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas peningkatan
impor biji gandum sebesar 10 persen terhadap kinerja industri tepung terigu
Indonesia..
6. Penambahan Kuota Impor Tepung Terigu sebesar 50 persen
Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas peningkatan
impor tepung terigu sebesar 50 persen terhadap kinerja industri tepung terigu
Indonesia.
7. Gabungan Kuota Impor Biji Gandum Indonesia sebesar 90 persen dan Pelarangan Impor Tepung Terigu.
Simulasi gabungan dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas
pengenaan kuota impor biji gandum Indonesia gandum sebesar 90 persen
dan pelarangan impor tepung terigu terhadap kinerja industri tepung terigu
Indonesia, sehingga diperoleh alternatif kebijakan yang memberikan dampak
terbaik kepada produsen dan konsumen, serta pemerintah.
Peningkatan Permintaan Tepung Terigu oleh Industri
Makanan dan Minuman
Kebijakan ini dilakukan dengan meningkatkan produk PDB
sektor industri makanan dan minuman (PDBIM) menjadi sebesar
1,25PDBIM sehingga diharapkan terjadi peningkatan deman.
4.Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Biji Gandum sebesar 5%
Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas penerapan
tarif bea masuk impor biji gandum sebesar 5%, sehingga harga riil
impor biji gandum Indonesia menjadi 1,05% (1,05*RPMGIDN).
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 0,96 cm, Line spacing: single
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm,Space Before: 18 pt
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Font: (Default) A rial,Portuguese (Brazil)
Formatted: Font: (Default) A rial,Swedish (Sweden)
Formatted: Bullets and Numbering
108
5.Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Biji Tepung Terigu
sebesar 5%
Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas pengenaan
tarif bea masuk impor tepung terigu sebesar 5%, sehingga harga riil
impor biji tepung terigu Indonesia menjadi 1,05% (1,05*RPMTIDN).
3.Pengenaan Kuota Impor Biji Gandum Indonesia dari
Australia sebesar 50%
4. Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas
pengenaan kuota impor biji gandum Indonesia dari Australia dengan
hanya mendapatkan kuota sebesar 50% (0,5*MGIAUS).
5.Pengenaan Kuota Impor Biji Gandum Indonesia dari
Amerika Serikat sebesar 50%
Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas pengenaan
kuota impor biji gandum Indonesia dari Amerika Serikat dengan
hanya mendapatkan kuota sebesar 50% (0,5*MGIUSA).
6.Pengenaan Kuota Impor Biji Gandum Indonesia dari Canada
sebesar 50%
Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas pengenaan
kuota impor biji gandum Indonesia dari Canada dengan hanya
mendapatkan kuota sebesar 50% (0,5*MGICAN).
7.Pengenaan Kuota Impor Tepung Terigu Indonesia dari
Singapura sebesar 75%.
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm,F irst line: 1,27 cm, No bullets ornumbering
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm,F irst line: 1,27 cm, No bullets ornumbering
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm,F irst line: 1,27 cm, No bullets ornumbering
109
Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas pengenaan
kuota impor tepung terigu Indonesia dari Singapura dengan hanya
mendapatkan kuota besar 75% (0,75*MTISGP).
8.Pengenaan Kuota Impor Tepung Terigu Indonesia dari
Jepang sebesar 75%.
Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas pengenaan
kuota impor tepung terigu Indonesia dari Jepang dengan hanya
mendapatkan kuota besar 75% (0,75*MTIJPN).
9.Pengenaan Kuota Impor Tepung Terigu Indonesia dari
Australia sebesar 75%.
Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas pengenaan
kuota impor tepung terigu Indonesia dari Australia dengan hanya
mendapatkan kuota besar 75% (0,75*MTIAUS).
10.Peningkatan Pendapatan Perkapita Indonesia sebesar
50%
Simulasi dimaksudkan untuk mengevaluasi efektivitas
peningkatan pendapatan perkapita Indonesia (ICIDN) yang
meningkat menjadi 1,5ICIDN.
11.Naiknya Harga Biji Gandum Dunia sebesar 10%
Simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak dari naiknya
harga biji gandum dunia sebesar 10% (1,1*RPGW).
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm,F irst line: 1,27 cm, No bullets ornumbering
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm,F irst line: 1,27 cm, No bullets ornumbering
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm,F irst line: 1,27 cm, No bullets ornumbering
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm,F irst line: 1,27 cm, No bullets ornumbering
110
12.Turunnya Harga Biji Tepung Terigu Dunia sebesar 10%
Simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak dari turunnya
harga tepung terigu dunia sebesar 10% (0,9*RPTW).
13.Naiknya Harga Tepung Terigu Dunia sebesar 10%
Simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak dari naiknya
harga tepung terigu dunia sebesar 10% (1,1*RPTW).
14.Penerapan Tiga Kebijakan Gabungan berupa Kebijakan
Pengenaan Kuota Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia
sebesar 50%, dan Peningkatan Pendapatan Perkapita Indonesia
sebesar 50%, serta Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung
Terigu sebesar 5%.
Simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak dari kebijakan
gabungan dari tiga kebijakan sekaligus, dilihat dampaknya pada
produsen, konsumen dan cadangan devisa.
17.Penerapan Dua Kebijakan Gabungan berupa Kebijakan
Peningkatan Pendapatan Perkapita Indonesia sebesar 50%, serta
Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung Terigu 5%.
Simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak dari kebijakan
gabungan dari dua kebijakan sekaligus, dilihat dari dampaknya pada
produsen, konsumen dan cadangan devisa.
15.Penerapan Dua Kebijakan Gabungan berupa Kebijakan
Pengenaan Kuota Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia
sebesar 50%, dan Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung
Terigu sebesar 5%.
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm,F irst line: 1,27 cm, No bullets ornumbering
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm,F irst line: 1,27 cm, No bullets ornumbering
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm,F irst line: 1,27 cm, Space A fter: 0 pt,Line spacing: Double, No bullets ornumbering
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm,F irst line: 1,27 cm
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm,F irst line: 1,27 cm, Space A fter: 0 pt,Line spacing: Double
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm,F irst line: 1,27 cm, Space A fter: 0 pt,Line spacing: Double, No bullets ornumbering
111
Simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak dari kebijakan
gabungan dari dua kebijakan sekaligus, dilihat dari dampaknya pada
produsen, konsumen dan cadangan devisa.
16.Penerapan Dua Kebijakan Gabungan berupa kebijakan
Pengenaan Kuota Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia
sebesar 50%, dan Peningkatan Pendapatan Perkapita Indonesia
sebesar 50%.
Simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak dari kebijakan
gabungan dari dua kebijakan sekaligus, dilihat dari dampaknya pada
produsen, konsumen dan cadangan devisa.
Simulasi peramalan dilakukan untuk rentang waktu 2009-
2013, dimaksudkan untuk meramalkan dampak yang terjadi sebagai
akibat diterapkannya kebijakan fiskal yang akan datang. Beberapa
kebijakan yang dicoba diterapkan, antara lain:
1.Peningkatan Teknologi Produksi Tepung Terigu Indonesia
Simulasi kebijakan tentang kemungkinan penerapan teknologi
yang lebih baik sehingga dapat memberikan tingkat efisiensi produksi
tepung terigu sebesar 80%.
2.Swasembada Tepung Terigu
Simulasi kebijakan tentang kemungkinan upaya swasembada
tepung terigu dengan meniadakan/melarang impor tepung terigu dari
tiga besar importir tepung terigu (Jepang, Australia, Singapura).
3.Peningkatan Permintaan Tepung Terigu oleh Industri
Makanan dan Minuman
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm,F irst line: 1,27 cm, Space A fter: 0 pt,Line spacing: Double, No bullets ornumbering
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm
Formatted: Font: (Default) A rial,Swedish (Sweden)
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
112
Kebijakan ini dilakukan dengan meningkatkan PDBIM menjadi
sebesar 1,25 PDBIM.
4.Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Biji Gandum sebesar 5%
Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas pengenaan
tarif bea masuk impor biji gandum sebesar 5%, sehingga harga riil
impor biji gandum Indonesia menjadi 1,05% (1,05*RPMGIDN).
5.Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung Terigu sebesar
5%
Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas penerapan
tarif bea masuk impor tepung terigu sebesar 5%, sehingga harga riil
impor tepung terigu Indonesia menjadi 1,05% (1,05*RPMTIDN).
6.Pengenaan Kuota Impor Biji Gandum Indonesia dari
Australia sebesar 50%
Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas pengenaan
kuota impor biji gandum Indonesia dari Australia dengan hanya
mendapatkan kuota sebesar 50% (0,5*MGIAUS).
7.Pengenaan Kuota Impor Biji Gandum Indonesia dari
Amerika Serikat sebesar 50%
Simulasi dilakukan dengan mengevaluasi efektifitas
pengenaan kuota impor biji gandum Indonesia dari Amerika Serikat
dengan hanya mendapatkan kuota sebesar 50% (0,5*MGIUSA).
8.Pengenaan Kuota Impor Biji Gandum Indonesia dari Canada
sebesar 50%
Formatted: Font: (Default) A rial,English (U.S.)
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
113
Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas pengenaan
kuota impor biji gandum Indonesia dari Canada dengan hanya
mendapatkan kuota sebesar 50% (0,5*MGICAN).
9.Pengenaan Kuota Impor Tepung Terigu Indonesia dari
Singapura sebesar 75%.
Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas pengenaan
kuota impor tepung terigu Indonesia dari Singapura dengan hanya
mendapatkan kuota besar 75% (0,75*MTISGP).
10.Pengenaan Kuota Impor Tepung Terigu Indonesia dari
Jepang sebesar 75%.
Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas pengenaan
kuota impor tepung terigu Indonesia dari Jepang dengan hanya
mendapatkan kuota besar 75% (0,75*MTIJPN).
11.Pengenaan Kuota Impor Tepung Terigu Indonesia dari
Australia sebesar 75%.
Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas pengenaan
kuota impor tepung terigu Indonesia dari Australia dengan hanya
mendapatkan kuota besar 75% (0,75*MTIAUS).
12.Peningkatan Pendapatan Perkapita Indonesia 50%
Simulasi dimaksudkan untuk mengevaluasi efektivitas
peningkatan pendapatan perkapita Indonesia (ICIDN) yang
meningkat menjadi 1,5 ICIDN.
13.Naiknya Harga Biji Gandum Dunia sebesar 10%
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
114
Simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak dari naiknya
harga biji gandum Dunia sebesar 10% (1,1*RPGW).
14.Turunnya Harga Biji Tepung Terigu Dunia sebesar 10%
Simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak dari turunnya
harga tepung terigu Dunia sebesar 10% (0,9*RPTW).
15.Naiknya Harga Tepung Terigu Dunia sebesar 10%
Simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak dari naiknya
harga tepung terigu Dunia sebesar 10% (1,1*RPTW).
16.Penerapan Tiga Kebijakan Gabungan berupa Kebijakan
Pengenaan Kuota Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia
sebesar 50%, dan Peningkatan Pendapatan Perkapita Indonesia
sebesar 50%, serta Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung
Terigu sebesar 5%.
Simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak dari kebijakan
gabungan dari tiga kebijakan sekaligus, dilihat dampaknya pada
produsen, konsumen dan cadangan devisa.
17.Penerapan Dua Kebijakan Gabungan berupa Kebijakan
Peningkatan Pendapatan Perkapita Indonesia sebesar 50%, serta
Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung Terigu sebesar 5%.
Simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak dari kebijakan
gabungan dari dua kebijakan sekaligus, dilihat dampaknya pada
produsen, konsumen dan cadangan devisa.
18.Penerapan Dua Kebijakan Gabungan berupa Kebijakan
Pengenaan Kuota Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
115
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm,F irst line: 1,27 cm
sebesar 50%, dan Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung
Terigu sebesar 5%.
Simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak dari kebijakan
gabungan dari dua kebijakan sekaligus, dilihat dari dampaknya pada
produsen, konsumen dan cadangan devisa.
19.Penerapan Dua Kebijakan Gabungan berupa Kebijakan
Pengenaan Kuota Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia
sebesar 50%, dan Peningkatan Pendapatan Perkapita Indonesia
sebesar 50%.
Simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak dari kebijakan
gabungan dari dua kebijakan sekaligus, dilihat dampaknya pada
produsen, konsumen dan cadangan devisa.
V. HASIL PENDUGAAN MODEL INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDONESIA
Uji statistik menunjukkan bahwa hasil pendugaan model cukup baik
sebagaimana diperlihatkan dari nilai koefisien determinasinya (R2) dari masing-
masing persamaan perilakunya, yaitu 72.7390 persen dari persamaaan struktural
atau sebanyak 4054 persamaan dari 5560 persamaan struktural mempunyai
koefisien determinasi (R2) ≥ 0.70 dan 15antara 0.5000 sampai dengan 0.9994.
Enam persamaan (271.270 persen) mempunyai nilai (R2
Nilai statistik t menunjukkan taraf signifikansi dari variabel eksogen
maupun variabel endogen penjelas dalam setiap persamaan perilaku terhadap
variabel endogennya masing-masing. Berdasarkan kriteria pengujian hipotesis
berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15 atau ditulis dengan notasi “s”, dan
tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf α > 0.15 atau ditulis dengan notasi
“ns”, dengan arah positif (+) atau negatif (-) yang tertera dalam kurung dibelakang
variabel.
) lebih kecil dari 0.75000.
Hasil tersebut menggambarkan bahwa 72.7390 persen variabel-variabel eksogen
mampu menjelaskan secara memuaskandengan baik sekitar 71.40.5000 persen
sampai dengan 99.94 persen perilaku variabel endogen. Nilai statistik uji F pada
umumnya tinggi, yang berarti variasi dari variabel-variabel penjelas (exogenous
variabel) dalam setiap persamaan perilaku secara bersama-sama dapat
menjelaskan dengan baik variasi dari variabel endogennya (endogenous
variabel).
Nilai Durbin Watson (DW) dari Lima puluh lima60 persamaan struktural
mempunyai nilai Durbin Watson (DW) berkisar antara 0.24371 sampai dengan
2.9023. Dengan , dengan sebaran:, tiga puluh dualima puluh persamaan
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 0,95 cm, No bullets ornumbering
Formatted: Left: 4 cm, Right: 3 cm,Top: 3 cm, Bottom: 3 cm, Width: 21cm, Height: 29,7 cm
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
90
persamaan mempunyai nilai DW diatas 1.5000 dan dua puluh tiga 10 persamaan
bernilai DW dibawah 1.500.
Besaran elastisitas digunakan sebagai instrumen untuk melihat variabel-
variabel yang mempunyai kemungkinan digunakanan dalam penerapan kebijakan.
Nilai elastisitas e >1 mempunyai peluang sangat besar sebagai instrumen untuk
penerapan suatu kebijakanmemberikan dampak maksimal bila dikenakan suatu
kebijakan, sedangkan apabila e ≤ 1 peluang penerapan suatu kebijakan melalui
variabel dimaksud sulit untuk diharapkan memberikan hasil yang maksimal.
Berdasarkan hasil uji statistik dan ekonometrik dengan kriteria-kriteria
diatas, dan mempertimbangkan model dengan periode pengamatan yang relatif
panjang, maka hasil pendugaan model dapat mewakili dan menangkap fenomena
ekonomi dari industri tepung terigu Indonesia pada pasar domestik maupun pasar
ekspor. Secara lebih terperinci model-model masing persamaan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
5.1. Pasar Biji Gandum Dunia
5. 1.1. Produksi Biji Gandum Dunia
Total produksi biji gandum dunia (QGWt) dapat dirumuskan sebagai suatu
persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari produksi biji gandum
China (QGCHNt), produksi biji gandum Pakistan (QGPAKt ), produksi biji
gandum Turki (QGTURt ), produksi biji gandum Australia (QGAUSt), produksi
biji gandum Prancis (QGFRAt), produksi biji gandum India (QGINDt), produksi
biji gandum Amerika Serikat (QGUSAt), produksi biji gandum Canada
Formatted: Space Before: 12 pt
91
(QGCANt), produksi biji gandum Jerman (QGDEUt ), serta sisa dunia (QGSDt),
dengan rumusan sebagai berikut:
QGWt = QGCHNt + QGPAKt + QGTURt + QGAUSt + QGFRAt + QGINDt
+ QGUSAt + QGCANt + QGDEUt + QGSDt
;
55.1.12. Permintaan Biji Gandum Dunia
Total permintaan biji gandum dunia (DGWt) dapat dirumuskan sebagai
suatu persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari permintaan biji
gandum Prancis (DGFRAt), permintaan biji gandum Jerman (DGDEUt),
permintaan biji gandum China (DGCHNt), permintaan biji gandum Inggris
(DGGBRt ), permintaan biji gandum India (DGINDt), permintaan biji gandum
Pakistan (DGPAKt), permintaan biji gandum Turki (DGTURt), permintaan biji
gandum Amerika Serikat (DGUSAt), permintaan biji gandum Italia (DGITAt),
permintaan biji gandum Indonesia (DGIDNt), serta sisa dunia (DGSDt), dengan
rumusan sebagai berikut:
DGWt = DGFRAt + DGDEUt + DGCHNt + DGGBR t+ DGINDt + DGPAKt
+ DGTUR
t + DGUSAt + DGITAt + DGIDNt + DGSDt
5. 1.3. Ekspor Biji Gandum Dunia
;
Lima persamaan ekspor biji gandum negara pengekspor utama
menunjukkan bahwa rentang terendah hingga tertinggi dari nilai F hitung =
19.481 – 411.2375.120, koefisien determinasi = 0.75450 – 0.999832, dan Durbin
Watson = 1.6169 – 2.90587. Pada umumnya ekspor biji gandum dipengaruhi oleh
harga riilharga ekspor, produksi, nilai tukar, dan variabel bedakala ekspor. Lima
negara eksportir biji gandum utama dunia, yaitu Amerika Serikat, Prancis,
CanadaKanada, Australia, Soviet menjadi obyek penelitian.
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 12 pt
Formatted: Left, Indent: F irst line: 1,27 cm, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext, Don't adjust space between A siantext and numbers
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
92
1. Amerika Serikat
Tabel 12 menunjukkan hasil pendugaan parameter persamaan ekspor biji
gandum Amerika Serikat (XGUSA) dipengaruhi oleh harga riilharga ekspor biji
gandum Amerika Serikat (+, s), dan variabel bedakala produksi biji gandum
Amerika Serikat (+, s), dan varibel bedakala ekspor biji gandum Amerika Serikat
(+, ns). Semua variabel mempunyai hubungan yang nyata dengan nol pada level
taraf α < 0.15. Meningkatnya harga riilharga ekspor biji gandum Amerika
Serikat, dan variabel bedakala produksi biji gandum Amerika Serikat akan
meningkatkan ekspor biji gandum Amerika Serikat.
Tabel 12. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Biji Gandum Amerika Serikat
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>|T| Elastisitas
RPXGUSA 68189 t 22812 2.989 0.0070 0.581888304 QGUSA 0.295976 t 0.071301 4.151 0.0005 0.41998611 F =411.227 R- Square =0.9751 Durbin-Watson=1.608
Nilai R² sebesar 0.9751 pada Tabel 12 menggambarkan bahwa sekitar
97.51 persen variabel harga ekspor biji gandum Amerika Serikat dan variabel
produksi biji gandum Amerika Serikat (variabel penjelas) secara bersama mampu
menjelaskan perilaku persamaan ekspor biji gandum Amerika Serikat.
Elastisitas harga ekspor biji gandum Amerika Serikat dari ekspor biji
gandum Amerika Serikat sebesar 0.58 artinya terjadi peningkatan ekspor biji
gandum sebesar 0.58 persen sebagai respon peningkatan harga ekspor biji gandum
Amerika Serikat sebesar 1 persen. Sedangkan elastisitas produksi biji gandum
Amerika Serikat dari ekspor biji gandum Amerika Serikat sebesar 0.42 artinya
terjadi peningkatan ekspor biji gandum sebesar 0.42 persen sebagai respon
peningkatan produksi biji gandum Amerika Serikat sebesar 1 persen. Berdasarkan
Formatted: Space Before: 6 pt,A fter: 6 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted T able
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm, Space Before: 18 pt,Line spacing: Double
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm, Line spacing: Double
93
nilai elastisitas tersebut, ekspor biji gandum Amerika Serikat terhadap semua
variabel penjelas bersifat inelastis, sehingga variabel harga ekspor biji gandum
dan produksi biji gandum bukan merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan
suatu kebijakan untuk meningkatkan ekspor biji gandum Amerika Serikat.
2. Prancis
Tabel 12. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Biji Gandum
Amerika Serikat
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung
Prob>|T| Elastisitas
Jangka Pendek Jangka Panjang 0.325178352
0.465836193 0.370907693 0.531346035
RPXGUSA 52796 t 27239 1.938 0.0668 QGUSA 0.188813 t-1 0.092957 2.031 0.0557
XGUSA 0.301947 t-1 0.251032 1.203 0.2431 F =300.997 R-Square =0.9783 Durbin-
Watson=1.669
Nilai R² sebesar 0.9783 menggambarkan bahwa sekitar 0.9783 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan ekspor biji gandum Amerika Serikat.
Berdasarkan nilai elastisitas, dalam jangka pendek maupun jangka
panjang, semua variabel bersifat inelastis terhadap ekspor biji gandum, yang
berarti tidak satupun variabel dapat dijadikan instrumen kebijakan untuk
meningkatkan ekspor.
2. Prancis
Formatted: Font: Bold
Formatted: Justified, Line spacing: Double
Formatted: Font: Bold
Formatted: Font: Bold, Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted T able
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Font: 11 pt, Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 12 pt
Formatted: Indonesian
94
Tabel 13 menunjukkan hasil pendugaan parameter persamaan ekspor biji
gandum Prancis dipengaruhi harga riilharga ekspor biji gandum Prancis (+, ns),
produksi biji gandum Prancis (+, s), variabel bedakala deman biji gandum Prancis
(-, s), dan variabel bedakala ekspor biji gandum Prancis (+, s). Dimana variabel
harga ekspor biji gandum Prancis tidak berbeda nyata terhadap ekspor biji
gandum Prancis pada taraf α >0.15, sedangkan variabel produksi biji gandum
Prancis berbeda nyata dengan pada level taraf α < 0.15. MePeningkatanya
produksi biji gandum Prancis akan meningkatkan ekspor biji gandum Prancis,
namun meningkatnya variabel bedakala deman biji gandum Prancis akan
menurunkan ekspor biji gandum Prancis. Respon variabel bedakala ekspor biji
gandum Prancis terhadap perubahan kondisi ekonomi sangat besar.
Tabel 13. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Biji Gandum Prancis
Variabel Parameter Dugaan Standar Error t-hitung Prob>|
T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
RPXGFRA 8141.587423
2949.828704 t 5764.464673
4820.163798
1.4120.
612
0.5471
7328
0.521535764
040716757
0.840777176
4.460643806
QGFRA 0.249320349
630 t 0.093289795
29
2.6734.
396
0.0146
003
0.112379079
731367516
0.181168333
80.12352282
DGFRAt-1 -0.352462 0.099596 -3.539 0.0022 -0.753399075 -82.53714665
XGFRAt-1 0.379699087
298
0.198623423
873
1.9114.
230
0.0704
005
F =399.263475.120 R-Square
=0.9836901
Durbin-Watson=2.900587
Nilai R² sebesar 0.9836 pada Tabel 13 menggambarkan bahwa sekitar
98.36 persen variabel harga ekspor biji gandum Prancis, produksi biji gandum
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt, Linespacing: single
Formatted: Font: 9 pt
Formatted T able
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Space Before: 24 pt
95
Prancis dan variabel bedakala ekspor biji gandum Prancis secara bersama mampu
menjelaskan perilaku persamaan ekspor biji gandum Prancis.
Elastisitas jangka panjang produksi biji gandum Pracis dari ekspor biji
gandum Prancis sebesar 0.18 berarti terjadi peningkatan ekspor biji gandum
Prancis sebesar 0.18 persen sebagai respon dari peningkatan produksi biji gandum
Prancis sebesar 1 persen. Sesuai nilai elastisitas, baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang, ekspor biji gandum Prancis bersifat inelastis terhadap
semua variabel penjelas sehingga variabel harga ekspor biji gandum dan
produksi biji gandum bukan merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan
suatu kebijakan untuk meningkatkan ekspor biji gandum Prancis.
Nilai R² sebesar 0.9901 menggambarkan bahwa sekitar 0.9901
persen variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan
perilaku persamaan ekspor biji gandum Prancis.
Dalam jangka panjang, semua variabel bersifat elastis terhadap ekspor biji
gandum. Hal ini berarti bahwa semua variabel dapat dipergunakan sebagai
instrumen kebijakan untuk mempengaruhi ekspor biji gandum Prancis.
Sedangkan dalam jangka pendek deman biji gandum dan produksi biji gandum
elastisitasnya mendekati elastis, artinya instrumen kebijakan dapat diterapkan
melalui variabel tersebut.
3. Uni Soviet
Variabel yang mempengaruhi ekspor biji gandum Uni Soviet adalah
selisih harga riilharga ekspor dengan variabel bedakala harga riilharga ekspor biji
gandum Uni Soviet (+, ns), produksi biji gandum Uni Soviet (+, s), dan variabel
bedakala ekspor biji gandum Uni Soviet (+, s), uji statistik dapat dilihat pada
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 0 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
96
tabel 3. Dimana variabel bedakala harga ekspor biji gandum Uni Soviet tidak
berbeda nyata dengan nol pada taraf α >0.15, sedangkan variabel produksi biji
gandum Uni Soviet berbeda nyata dengan nol pada level taraf α < 0.15.
Produksi biji gandum Uni Soviet yang meningkat akan meningkatkan ekspor biji
gandum Uni Soviet. Sedangkan, begitupula variabel bedakala ekspor biji
gandum Uni Soviet menunjukkan bahwa sangat besar kemungkinan terjadinya
penyesuaian ekspor biji gandum Uni Soviet terhadap perubahan kondisi
perekonomian.
Nilai R² sebesar 0.7450 menggambarkan bahwa sekitar 0.7450 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan ekspor biji gandum Uni Soviet.
Tabel 14. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Biji Gandum Uni Soviet
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
RPXGSOVt -RPXGSOV
3947.931722 t-1
4064.376266 0.971 0.3430 -0.121864743
3.08758E-05
QGSOV 0.032875 t 0.016524 1.990 0.0605 0.752766585 -0.000190722
XGSOV 0.715746 t-1 0.162348 4.409 0.0003
F =19.481 R-Square =0.7450 Durbin-Watson=2.078
Nilai R² sebesar 0.7450 pada Tabel 14 menggambarkan bahwa sekitar
74.50 persen variabel selisih harga ekspor dengan variabel bedakala harga ekspor
biji gandum Uni Soviet, produksi biji gandum Uni Soviet dan variabel bedakala
ekspor biji gandum Uni Soviet secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan ekspor biji gandum Uni Soviet.
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt, Linespacing: single
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Line spacing: single,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Space Before: 18 pt
97
Tabel 14 juga menunjukkan bahwa dalam jangka pendek, ekspor biji
gandum Uni Soviet bersifat inelastis terhadap semua variabel penjelas.
Sedangkan dalam jangka panjang ekspor biji gandum Uni Soviet yang bersifat
inelastis terhadap, variabel harga ekspor gandum. Dalam jangka panjang,
elastisitas harga ekspor biji gandum Uni Soviet dari ekspor biji gandum Uni
Soviet sebesar 0.000003 artinya terjadi peningkatan ekspor biji gandum sebesar
0.00003 persen sebagai respon perubahan harga ekspor biji gandum Uni Soviet
sebesar 1 persen. Sehingga berdasarkan nilai elastisitasnya, variabel harga ekspor
biji gandum Uni Soviet dan variabel produksi biji gandum Uni Soviet bukan
merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk
meningkatkan ekspor biji gandum Uni Soviet.
Tabel 14 menunjukkan bahwa dalam jangka pendek, tidak ada
satupun variabel yang dapat dipergunakan untuk menerapkan instrumen
kebijakan. Instrumen kebijakan baru dapat diterapkan dalam jangka panjang
melalui variabel harga riil ekspor gandum yang bersifat elastis terhadap
peningkatan ekspor gandum Uni Soviet.
4. CanadaKanada
Tabel 15 memperlihatkan ekspor biji gandum CanadaKanada dipengaruhi
oleh variabel bedakala harga riilharga ekspor biji gandum CanadaKanada (+, ns),
produksi biji gandum CanadaKanada (+, s), dan variabel bedakala ekspor biji
gandum CanadaKanada (+, s). Dimana variabel bedakala harga ekspor biji
gandum Kanada tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf α >0.15, sedangkan
variabel produksi biji gandum Kanada dan variabel bedakala ekspor biji gandum
Kanada berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15. Meningkatnya produksi
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 18 pt
98
biji gandum CanadaKanada akan meningkatkan ekspor biji gandum
CanadaKanada. Respon variabel bedakala ekspor biji gandum CanadaKanada
terhadap perubahan ekonomiekspor biji gandum Canada cukup besar.
Nilai R² sebesar 0.9728 menggambarkan bahwa sekitar 97.28 persen
variabel bedakala harga ekspor biji gandum Kanada, produksi biji gandum
Kanada dan variabel bedakala ekspor biji gandum Kanada (variabel eksogen)
secara bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan ekspor biji gandum
Kanada.
Nilai R² sebesar 0.9728 menggambarkan bahwa sekitar 0.9728 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan ekspor biji gandum Canada.
Tabel 15. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Biji Gandum CanadaKanada
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung
Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
RPXGCAN 683.695321 t-
11
8746.08396
3
0.078 0.9385 0.008077254 0.016240159
QGCAN 0.342609 t 0.117615 2.913 0.0086 0.477233701 0.959527952
XGCAN 0.502637 t-1 0.142478 3.528 0.0021
F =238.471 R-Square =0.9728 Durbin-Watson=2.334
Tabel 15 menunjukkan bahwa dalam jangka pendek semua variabel
persamaan ekspor biji gandum Kanada bersifat inelastis sedangkan dalam jangka
panjang variabel produksi biji gandum bersifat mendekati elastis. Dalam jangka
panjang, elastisitas produksi biji gandum Kanada dari ekspor biji gandum Kanada
sebesar 0.96 artinya terjadi peningkatan ekspor biji gandum sebesar 0.96 persen
sebagai respon peningkatan produksi biji gandum Kanada sebesar 1 persen.
Formatted: Indonesian
Formatted: Left
Formatted: Left, Space A fter: 6 pt,Line spacing: single
Formatted: Font: 10 pt
Formatted T able
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 18 pt
99
Sehingga berdasarkan elastisitasnya, dalam jangka panjang, variabel produksi biji
gandum merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk
meningkatkan ekspor biji gandum Kanada.
Hasil uji statistik yang tercantum pada tabel 15 menunjukkan dalam
jangka pendek semua variabel persamaan ekspor biji gandum Canada bersifat
inelastis yang artinya variabel-variabel dimaksud tidak dapat dipergunakan
sebagai instrumen kebijakan, sedangkan dalam jangka panjang variabel produksi
biji gandum bersifat mendekati elastis sehingga dapat digunakan sebagai
instrumen kebijakan.
5. Australia
Tabel 16 menunjukkan ekspor biji gandum Australia dipengaruhi oleh
harga riilharga ekspor biji gandum Australia (+, ns), variabel bedakala produksi
biji gandum Australia (+, s), variabel bedakala deman biji gandum Australia (-,
ns), dan variabel bedakala ekspor biji gandum Australia (+, s). Dimana variabel
harga ekspor biji gandum Australia tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf α
>0.15, sedangkan variabel bedakala produksi biji gandum Australia dan variabel
bedakala ekspor biji gandum Australia berbeda nyata dengan nol pada taraf α <
0.15. Meningkatnya variabel bedakala produksi biji gandum Australia akan
meningkatkan ekspor biji gandum Australia. Respon variabel bedakala impor biji
gandum Australia terhadap kemungkinan penyesuaian impor biji gandum jika
terjadi perubahan ekonomi cukup besar.
Variabel bedakala ekspor biji gandum Australia memberikan respon
terhadap perubahan ekonomi.
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Space A fter: 6 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
100
Nilai R² sebesar 0.9783 menggambarkan bahwa sekitar 0.9783 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan ekspor biji gandum Australia.
Tabel 16. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Biji Gandum Australia
Variabel Parameter Dugaan Standar Error t-hitung Prob>|T
|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
RPXGAUS 628.0361021270.66040
4
t 33714.54429524.795603
0.178342
0.86047360
0.010522530.02128948
6
0.015998103792132
3 QGAUS 0.49595150
1734 t-1 0.0728584495 6.807.7
35 0.00010
1 0.633920400.64131219
0.96379591.1423200
62 DGAUS -0.071540 t-1 0.111235 -0.643 0.5278 -
0.091441828
-0.1628782
92 XGAUS 0.34226743
8588 t-1 0.0976231795
78 3.5062.
442 0.00222
45
F =382.044278.235 R- Square =0.982832
Durbin-Watson=1.75438
Nilai R² sebesar 0.9828 pada Tabel 16 menggambarkan bahwa sekitar
98.28 persen variabel harga ekspor biji gandum Australia, variabel bedakala
produksi biji gandum Australia dan variabel bedakala ekspor biji gandum
Australia (variabel penjelas) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan ekspor biji gandum Australia.
Selanjutnya Pada tabel 16 dapat dilihat bahwa semua variabel bersifat
inelastis di jangka pendek, sedangkan sehingga variabel-variabel tersebut tidak
dapat dipergunakan sebagai instrumen kebijakan. Ddalam jangka panjang,
variabel produksi biji gandum bersifat mendekati elastis. sehingga variabel
tersebut dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan. Dalam jangka panjang
elastisitas produksi biji gandum Australia dari ekspor biji gandum Australia
Formatted: C entered, Indent: F irstline: 0 cm, Space Before: 0 pt, Linespacing: single
Formatted: Font: 10 pt
Formatted T able
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 10 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
101
sebesar 0.96 artinya terjadi peningkatan ekspor biji gandum sebesar 0.96 persen
sebagai respon peningkatan produksi biji gandum Australia sebesar 1 persen.
Sehingga berdasarkan nilai elastisitasnya, pada persamaan ekspor biji gandum
Australia, variabel produksi biji gandum merupakan variabel yang efektif untuk
dikenakan suatu kebijakan untuk meningkatkan ekspor biji gandum.
6. Dunia
Ekspor biji gandum dunia (XGWt) dapat dirumuskan sebagai suatu
persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari ekspor biji gandum
Amerika Serikat (XGUSAt), ekspor biji gandum Prancis (XGFRAt), ekspor biji
gandum Uni Soviet (XGSOVt ), ekspor biji gandum CanadaKanada (XGCANt),
dan ekspor biji gandum Australia (XGAUSt), serta sisa dunia (XGRWt
XGW
), dengan
rumusan sebagai berikut:
t = XGUSAtt + XGFRAt + XGSOVt + XGCANt + XGAUSt + XGRWt
;
5.1.24. Impor Biji Gandum Dunia
Lima persamaan impor biji gandum negara pengekspor utama dunia
menunjukkan mempunyai menunjukkan bahwa rentang terendah hingga tertinggi
dari nilai F hitung = 1.858 – 136.995330.113, koefisien determinasi R² = 0.2923
– 0.9665858, dan Durbin Watson = 0.8751.684 – 2.095263.
Pada umumnya Vvariabel utama yang mempengaruhi impor biji gandum
pada umumnya adalah harga impor biji gandum, konsumsi biji gandum, nilai
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
102
tukar suatu negara, dan variabel bedakala impor biji gandum. Lima negara
importir biji gandum utama dunia, yaitu; Uni Soviet, Itali, Brasil, Jepang,
AljazairMesir, dan Indonesia menjadi obyek penelitian..
1. Uni Soviet
Hasil estimasi pada Tabel 17 menunjukkan bahwa impor biji gandum Uni
Soviet dipengaruhi oleh selisih harga riil impor (-, ns), produksi biji gandum Uni
Soviet (-, ns), demanpermintaan biji gandum Uni Soviet (+, ns) , dan pendapatan
perkapita variabel bedakala impor biji gandum Uni Soviet (+, nns). Dimana
variabel permintaan biji gandum Uni Soviet dan pendapatan perkapita Uni Soviet
tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf α >0.15.
Tabel 17. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Biji Gandum Uni Soviet
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
DGSOV 0.055546 t 0.062231 0.893 0.3822 0.416433434 ICRUS 2657.019653 t 1969.523546 1.349 0.1917 0.612755245 F =65.144 R-Square =0.8612 Durbin-
Watson=0.875
Nilai R² sebesar 0.8612 pada Tabel 17 menggambarkan bahwa sekitar
86.12 persen variabel permintaan biji gandum Uni Soviet dan pendapatan
perkapita Uni Soviet (variabel penjelas) secara bersama mampu menjelaskan
perilaku persamaan impor biji gandum Uni Soviet.
Pada Tabel 17 dapat diduga bahwa semua variabel pada persamaan impor
biji gandum Uni Soviet bersifat inelastis. Elastisitas permintaan biji gandum Uni
Soviet dari impor biji gandum Uni Soviet sebesar 0.42 artinya terjadi peningkatan
impor biji gandum sebesar 0.42 persen sebagai respon peningkatan permintaan
biji gandum Uni Soviet sebesar 1 persen. Selanjutnya variabel permintaan biji
gandum dan pendapatan perkapita Uni Soviet bukan merupakan variabel yang
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt
Formatted T able
Formatted: Space Before: 18 pt
103
efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk meningkatkan impor biji gandum
Uni Soviet.
Variabel bedakala impor biji gandum Uni Soviet menunjukkan respon
yang sangat besar kemungkinan terjadinya penyesuaian impor biji gandum Uni
Soviet jika terjadi perubahan ekonomi.
Nilai R² sebesar 0.6933 menggambarkan bahwa sekitar 0.6933 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan impor biji gandum Uni Soviet.
Tabel 17. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Biji Gandum Uni Soviet
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep -4205311 7096197 -0.593 0.5608 (RPMGSOVt -RPMGSOVt-1
-4601.114932 )
7263.020276 -0.633 0.5344 0.041383885 0.102980851
QGSOVt -0.001966 , 0.085978 -0.023 0.9820 -0.010560693 -0.026279533 DGSOV 0.088067 t 0.062491 1.409 0.1758 0.660246341 1.642976014 MGSOV 0.598140 t-1 0.179685 3.329 0.0037 F =10.171 R- Square =0.6933 Durbin-Watson=2.078
Dari tabel 17 dapat diduga bahwa dalam jangka pendek, semua
variabel bersifat inelastis, yang berarti bahwa tidak satupun variabel dapat
dijadikan instrumen kebijakan untuk mempengaruhi impor biji gandum.
Peningkatan ataupun perubahan impor biji gandum hanya dapat dimungkinkan
melalui variabel deman biji gandum yang mempunyai elastisitas jangka panjang
yang elastis.
2. Italia
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: C entered, Space Before: 6 pt, A fter: 6 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
104
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Left
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted: Font: 9 pt
Formatted T able
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Right
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Tabel 18 memperlihatkan bahwa impor biji gandum Italia dipengaruhi
oleh variabel bedakala harga riilharga impor biji gandum Italia (-, ns), variabel
bedakala produksi biji gandum Italia (-, ns), demanpermintaan biji gandum Italia
(+, ns), dan variabel bedakala impor biji gandum Italia (+, s). Dimana variabel
harga impor biji gandum Italia dan variabel bedakala impor biji gandum Italia
berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15, sedangkan variabel permintaan biji
gandum Italia tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf α >0.15. Meningkatnya
harga impor biji deman biji gandum Italia akan menurunkan ingkatkan impor biji
gandum Italia. Respon variabel bedakala impor biji gandum Italia terhadap
kemungkinan penyesuaian impor biji gandum jika terjadi perubahan ekonomi
cukup besar.
Nilai R² sebesar 0.7813 pada Tabel 18 menggambarkan bahwa sekitar
78.13 persen variabel harga impor biji gandum Italia, permintaan biji gandum
Italia dan variabel bedakala impor biji gandum Italia (variabel eksogen) secara
bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan impor biji gandum Italia.
Nilai R² sebesar 0.9783 menggambarkan bahwa sekitar 0.9783 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan impor biji gandum Italia.
Tabel 18. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Biji Gandum Italia
Variabel Parameter Dugaan Standar Error t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek Jangka
Panjang Intersep 3914202 2656184 1.474 0.1570 RPMGITA -
4400.874021584.603670
t-1 1835.756070409.962640
-2.3971.
124
0.02700.2751
-0.0910664781
00970368
-0.168351375
220931088 QGITA -0.130734 t-1 0.220321 -0.593 0.5599 -0.20217243 -0.442369142 DGITA 0.0363893118
33 t 0.1741855732
6 0.2091.
982 0.836706
21 -
0.274167927780387834
-0.506844551.707549821
105
MGITA 0.459069542978
t-1 0.18168077577
2.5273.058
0.0205065
F =22.620330.113 R-Square =0.78139858
Durbin-Watson=2.095263
Selanjutnya memperhatikan nilai elastisitas, dapat dikatakan bahwa dalam
jangka pendek dan panjang semua variabel bersifat inelastis. Elastisitas harga
impor biji gandum Italia dari impor biji gandum Italia sebesar -0.09 artinya terjadi
penurunan impor biji gandum sebesar 0.09 persen sebagai respon peningkatan
harga impor biji gandum Italia sebesar 1 persen. Sehingga berdasarkan
elastisitasnya, variabel harga impor biji gandum Italia dan permintaan biji gandum
bukan merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk
mengurangi impor.
Memperhatikan nilai elastisitas, dapat dikatakan bahwa dalam
jangka panjang variabel deman biji gandum Italia dapat digunakan sebagai
instrumen kebijakan.
3. Brasil
Tabel 19 menunjukkan impor biji gandum Brasil dipengaruhi oleh variabel
bedakala harga riilharga impor biji gandum Brasil (-, ns), produksi biji gandum
Brasil (-, ns), dan permintaankonsumsi biji gandum Brasil (+, s). Dimana
variabel harga impor biji gandum Brasil tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf
α >0.15, sedangkan variabel permintaan biji gandum Italia berbeda nyata dengan
nol pada level taraf α < 0.15. Meningkatnya demanpermintaan biji gandum
Brasil akan meningkatkan impor biji gandum Brasil, s. Sebaliknyadangkan
meningkatnya produksi biji gandum Brasil akan menurunkan impor biji gandum
Brasil.
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: Multiple 2,2li
Formatted: Indonesian
106
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Left
Formatted T able
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 9 pt
Nilai R² sebesar 0.9023 menggambarkan bahwa sekitar 90.23 persen
variabel bedakala harga impor biji gandum Brasil, produksi biji gandum Brasil,
dan permintaan biji gandum Brasil (variabel eksogen) secara bersama mampu
menjelaskan perilaku persamaan impor biji gandum Brasil.
Dengan memperhatikan hasil Uji Statistik sebagaimana tercantum pada
Tabel 19, terlihat bahwa hanya variabel permintaan biji gandum Brasil bersifat
elastis, sedangkan variabel bedakala harga impor biji gandum Brasil, dan produksi
biji gandum Brasil bersifat inelastis. Elastisitas permintaan biji gandum Brasil
dari impor biji gandum Brasilia sebesar 1.32 artinya terjadi peningkatan impor
biji gandum sebesar 1.32 persen sebagai respon peningkatan permintaan biji
gandum Brasilia sebesar 1 persen. Sehingga berdasarkan elastisitasnya, pada
persamaan impor biji gandum Brasilia, variabel permintaan biji gandum Brasilia
merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk
mempengaruhi impor.
Nilai R² sebesar 0.9023 menggambarkan bahwa sekitar 0.9023 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan impor biji gandum Brasil.
Tabel 19. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Biji Gandum Brasil
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
RPMGBRA t-1 -390.362789 383.105317 -1.019 0.3204 -0.065076303 QGBRA -0.419809 t 0.217556 -1.930 0.0680 -0.280641564 DGBRA 0.821633 t 0.104004 7.900 0.0001 1.316629385 F =61.537 R-Square =0.9023 Durbin-Watson=1.998
107
Dengan memperhatikan hasil Uji Statistik sebagaimana tercantum
pada tabel 19, maka variabel deman biji gandum Brasil bersifat elastis sehingga
dapat dipergunakan sebagai alat instrumen kebijakan. Sedangkan variabel
bedakala harga riil impor biji gandum Brasil, dan produksi biji gandum Brasil tidk
dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan.
4. Jepang
Tabel 20 memperlihatkan bahwa impor biji gandum Jepang dipengaruhi
oleh selisih harga riilharga impor biji gandum Jepang dengan variabel bedakala
harga impor biji gandum Jepang (-, ns), pendapatan perkapita Jepang (+, s),
variabel bedakala permintaan konsumsi biji gandum Jepang (+, s), dan variabel
bedakala impor biji gandum Jepang (+, ns). Dimana variabel selisih harga impor
biji gandum Jepang dengan variabel bedakala harga impor biji gandum Jepang
dan variabel bedakala impor biji gandum Jepang tidak berbeda nyata dengan nol
dengan nol pada taraf α >0.15, sedangkan variabel pendapatan perkapita dan
variabel bedakala permintaan biji gandum Jepang berbeda nyata dengan nol pada
taraf α < 0.15. Meningkatnya pendapatan perkapita Jepang, dan variabel
bedakala demanpermintaan biji gandum Jepang akan meningkatkan impor biji
gandum Jepang.
Nilai R² sebesar 0.2923 pada Tabel 20 menggambarkan bahwa sekitar
29.23 persen variabel selisih harga impor biji gandum Jepang dengan variabel
bedakala harga impor biji gandum Jepang, pendapatan perkapita Jepang, variabel
bedakala permintaan biji gandum Jepang dan variabel bedakala impor biji gandum
Jepang (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 18 pt, Linespacing: Multiple 1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt, Linespacing: Multiple 1,95 li
108
persamaan impor biji gandum Jepang. Dengan kata lain, lebih besar pengaruh
diluar persamaan impor biji gandum Jepang.
Tabel 20. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Biji Gandum Jepang
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung
Prob> |T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep 4579125 1382408 3.312 0.0039 (RPMGJPN t -RPMGJPNt-1
-1435.408458 )
2131.292614
-0.673 0.5092 0.000838438
0.000877382
ICJPNt 11.010912 , 5.901933 1.866 0.0785 0.048954663 0.051228491
DGJPN 0.093119 t-1 0.050150 1.857 0.0798 0.111244744 0.116411798
MGJPN 0.044386 t-1 0.246429 0.180 0.8591 F =1.858 R- Square =0.2923 Durbin-Watson=1.684
Nilai R² sebesar 0.2923 menggambarkan bahwa hanya sekitar 0.2923
persen variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan
perilaku persamaan impor biji gandum Jepang. Dengan kata lain, lebih besar
pengaruh diluar persamaan impor biji gandum Jepang.Elastisitas
D alam jangka pendek dan jangka panjang terhadap semua variabel
pembentuk impor biji gandum Jepang bersifat inelastis., sehingga tidak dapat
dipergunakan sebagai instrumen kebijakan. Elastisitas harga impor biji gandum
Jepang dari impor biji gandum Jepang sebesar -0.0008 artinya terjadi penurunan
impor biji gandum sebesar 0.0008 persen sebagai respon kenaikan harga impor
biji gandum Jepang sebesar 1 persen. Sehingga berdasarkan elastisitasnya,
variabel harga impor biji gandum Jepang dan permintaan biji gandum Jepang serta
Formatted: Indonesian
Formatted: Left
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
109
pendapatan perkapita Jepang bukan merupakan variabel yang efektif untuk
dikenakan suatu kebijakan untuk mempengaruhi impor biji gandum Jepang.
5. Aljazair
Tabel 21 menunjukkan bahwa Iimpor biji gandum Aljazair dipengaruhi
oleh harga riilharga impor biji gandum Aljazair (-, ns), produksi biji gandum
Aljazair (-, s), variabel bedakala demanpermintaan biji gandum Aljazair (+, s),
dan variabel bedakala impor biji gandum Aljazair (+, s). Dimana variabel harga
impor biji gandum Aljazair tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf α >0.15,
sedangkan variabel produksi biji gandum Aljazair, variabel permintaan biji
gandum Aljazair dan variabel bedakala impor biji gandum Aljazair (+, s) berbeda
nyata dengan nol pada taraf α < 0.15. Meningkatnya demanpermintaan biji
gandum Aljazair akan meningkatkan impor biji gandum Aljazair, sedangkan
meningkatnya produksi biji gandum akan menurunkan impor biji gandum
Aljazair. Perubahan keadaan ekonomi direspon cepat oleh variabel bedakala
impor biji gandum Aljazair dalam pembentukan impor biji gandum.
Nilai R² sebesar 0.9665 pada Tabel 21 menggambarkan bahwa sekitar
96.65 persen variabel harga impor biji gandum Aljazair, produksi biji gandum
Aljazair, variabel bedakala permintaan biji gandum Aljazair, dan variabel
bedakala impor biji gandum Aljazair (variabel penjelas) secara bersama mampu
menjelaskan perilaku persamaan impor biji gandum Aljazair. (Tabel 21).
Nilai R² sebesar 0.9665 menggambarkan bahwa sekitar 0.9665 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan impor biji gandum Aljazair.
Formatted: Indonesian
Formatted: Space A fter: 6 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Left
Formatted: Indonesian
110
Tabel 21. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Biji Gandum Aljazair
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
RPMGDZA -72.556798
t 187.734176 -0.386 0.7034 -0.018269496
-0.048419489
QGDZA -0.547176 t 0.251441 -2.176 0.0424 -0.242672423
-0.643152636
DGDZA 0.400371 t-1 0.084039 4.764 0.0001 0.679899787 1.801932558 MGDZA 0.622683 t-1 0.152180 4.092 0.0006 F =136.995 R- Square =0.9665 Durbin-Watson=1.869
Selanjutnya Ddalam jangka pendek, terhadap semua variabel pembentuk
impor biji gandum Aljazair bersifat inelastis, sehingga tidak dapat dipergunakan
sebagai instrumen kebijakan. sedangkan dalam jangka panjang, terhadap
Vvariabel bedakala demanpermintaan biji gandum Aljazair dalam jangka panjang
dapat dipergunakan sebagai instrumen kebijakan karena bersifat elastis. Dalam
jangka pendek, Elastisitas produksi impor biji gandum Aljazair dari impor biji
gandum Aljazair sebesar 0.24 artinya terjadi penurunan impor biji gandum sebesar
0.24 persen sebagai respon perubahan produksi impor biji gandum Aljazair
sebesar 1 persen. Sedangkan dalam jangka panjang, elastisitas permintaan biji
gandum Aljazair dari impor biji gandum Aljazair sebesar 1.08 artinya terjadi
peningkatan impor biji gandum Aljazair sebesar 1.08 persen sebagai respon
peningkatan permintaan biji gandum Aljazair sebesar 1 persen. Sehingga
berdasarkan elastisitasnya, variabel permintaan biji gandum Aljazair merupakan
variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan sehingga dapat
meningkatkan ataupun menurunkan impor biji gandum Aljazair dalam jangka
panjang.
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Line spacing: Multiple 2,2li
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
111
6. Dunia
Impor biji gandum dunia (MGWt) dirumuskan sebagai suatu persamaan
identitas yang merupakan penjumlahan dari impor biji gandum Uni Soviet
(MGSOVt), impor biji gandum Italia (MGITAt), impor biji gandum Brasilia
(MGBRAt ), impor biji gandum Jepang (MGJPNt), impor biji gandum Aljazair
(MGDZAt), dan impor biji gandum Indonesia (MGIDNt), serta sisa dunia
(MGRWt), yang dituliskan sebagai berikut:
MGWt = MGSOVt + MGITAt + MGBRAt + MGJPNt + MGDZAt + MGIDNt + MGRW
t
5.1.5.5.1.3. Harga RiilHarga Biji Gandum Dunia
Variabel bedakala Eekspor biji gandum dunia (-, ns), impor biji gandum
dunia (+, ns), dan variabel bedakala harga riilharga biji gandum dunia (+, s)
merupakan variabel pembentuk mempengaruhi harga riilharga biji gandum dunia.
Dimana variabel bedakala ekspor biji gandum dunia dan impor biji gandum dunia
tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf α >0.15, sedangkan variabel bedakala
harga biji gandum dunia berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15.
VariableVariabel bedakala harga riilharga biji gandum dunia memberikan respon
sangat besar terhadap kemungkinan terjadinya penyesuaian jika terjadi perubahan
kondisi ekonomi lainnya.
;
Nilai R² sebesar 0.9935 pada Tabel 22 menggambarkan bahwa sekitar
99.35 persen variabel bedakala ekspor biji gandum dunia, impor biji gandum
dunia, dan variabel bedakala harga biji gandum dunia (variabel eksogen) secara
bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan harga biji gandum Dunia.
Tabel 22. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Biji Gandum Dunia
Formatted: Line spacing: single,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted: Space Before: 18 pt, Nobullets or numbering
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
112
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
XGW -0.00000218 t-1 0.000002203 -0.993 0.3326 -0.33848939 -1.87436332 MGW 0.00000237 t 0.000002211 1.073 0.2961 0.36465946 2.01927839 RPGW 0.819411 t-
1 0.020317 40.332 0.0001
F =1016.906 R-Square =0.9935 Durbin-Watson=1.946
Nilai R² sebesar 0.9874 menggambarkan bahwa sekitar 0.9874 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil biji gandum Dunia .
Tabel 22. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Riil Biji Gandum Dunia
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep -343.961746 262.768234 -1.309 0.2061 XGW -
0.000000837 t 0.000005609 -0.149 0.8830 -
0.129836326 -
0.834262844 MGW 0.000004147 t 0.000005474 0.758 0.4580 0.637539125 4.09650533 RPGW 0.844370 t-
1 0.027058 31.206 0.0001
F =495.863 R-Square =0.9874 Durbin-Watson=1.844
Pada Tabel 22 juga terlihat bahwa dalam jangka pendek terhadap semua
variabel pembentuk persamaan biji gandum dunia bersifat inelastis, sedangkan
dalam jangka panjang terhadap semua variabel pembentuk bersifat elastis.
Elastisitas jangka panjang ekspor biji gandum dunia dari harga biji gandum dunia
sebesar -1.87 artinya terjadi penurunan harga biji gandum dunia sebesar 1.87
persen sebagai respon peningkatan ekspor biji gandum dunia sebesar 1 persen.
Sedangkan elastisitas jangka panjang impor biji gandum dunia dari harga biji
gandum dunia sebesar 2.02 artinya terjadi peningkatan harga biji gandum dunia
sebesar 2.02 persen sebagai respon perubahan impor biji gandum dunia sebesar 1
persen. Sehingga berdasarkan elastisitasnya, dalam jangka panjang, variabel
impor biji gandum dunia dan ekspor biji gandum dunia merupakan variabel yang
Formatted: Left
Formatted: Indonesian
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 18 pt
113
efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk mempengaruhi harga biji gandum
dunia.
5.1.4. Pada tabel 22 terlihat bahwa semua variabel bersifat inelastis dijangka
pendek, sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai instrumen kebijakan. Sebagai
instrumen kebijakan, dalam jangka panjang impor biji gandum dunia dapat
digunakan karena sifatnya yang elastis.
5.1.6.Harga RiilHarga Ekspor Biji Gandum
Lima persamaan harga riilharga ekspor biji gandum negara pengekspor
utama dunia menunjukkan mempunyai nunjukkan bahwa rentang terendah hingga
tertinggi dari nilai F hitung = 65.72232.502 – 1276.480615.408, koefisien
determinasi R² = 0.75918369 – 0.983198, dan Durbin Watson = 0.5821.338 –
1.5332.034. Pada umumnya harga riilharga ekspor biji gandum suatu negara
dipengaruhi oleh harga riilharga ekspor, produksi, nilai tukar , dan varibel
bedakala harga ekspor. Lima negara eksportir biji gandum utama dunia, yaitu
Amerika Serikat, Prancis, CKanada, Australia, Uni Soviet menjadi obyek
penelitian.
1. Amerika Serikat
Tabel 23 menunjukkan harga riilharga ekspor biji gandum Amerika
Serikat dipengaruhi oleh harga biji gandum dunia (+, s), selisih ekspor biji
gandum dengan variabel bedakala ekspor biji gandum (-, ns), harga riil biji
gandum dunia (+, s), variabel bedakala harga riilharga ekspor gandum biji
gandum Amerika Serikat (+, ns). Dimana variabel harga biji gandum dunia dan
variabel bedakala harga ekspor biji gandum Amerika Serikat berbeda nyata
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Space Before: 0 pt, A fter: 6 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: No bullets or numbering,Tab stops: Not at 5,08 cm
Formatted: Indonesian
114
dengan nol pada taraf α < 0.15. Meningkatnya harga riilharga biji gandum biji
dunia akan meningkatkan harga riilharga ekspor biji gandum Amerika Serikat.
Perubahan keadaan ekonomi direspon cepat oleh variabel bedakala impor biji
gandum Amerika Serikat dalam pembentukan impor biji gandum.
Nilai R² sebesar 0.8738 pada Tabel 23 menggambarkan bahwa sekitar
87.38 persen variabel harga biji gandum dunia dan variabel bedakala harga ekspor
gandum biji gandum Amerika Serikat (variabel eksogen) secara bersama mampu
menjelaskan perilaku persamaan harga ekspor biji gandum Amerika Serikat.
Nilai R² sebesar 0.8823 menggambarkan bahwa sekitar 0.8823 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil ekspor biji gandum Amerika Serikat.
Tabel 23. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga RiilHarga Ekspor Biji Gandum Amerika Serikat
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hit
Prob> |T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep 93.465593 23.910724 3.909 0.0009 RP GW 0.058603 t 0.019872 2.949 0.0079 0.20159205 0.29001001 RPXGUSA 0.304879 t-1 0.170301 1.790 0.0886 F =69.240 R-Square =0.8738 Durbin-Watson=1.414
DVariabel selisih ekspor biji gandum dengan variabel bedakala ekspor biji
gandum baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, elastisitas harga
ekspor biji gandum terhadap harga biji gandum dunia dapat dipergunakan
sebagai instrumen kebijakan. Adapun variabel lainnya bersifat inelastis. baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang sehingga tidak dapat dipergunakan
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: single
Formatted: Space A fter: 6 pt, Linespacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: C entered
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Line spacing: Multiple 2,2li
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
115
sebagai instrumen kebijakan. Elastisitas jangka panjang harga biji gandum dunia
dari harga ekspor biji gandum Amerika Serikat sebesar 0.29 artinya terjadi
peningkatan harga ekspor biji gandum Amerika Serikat sebesar 0. 29 persen
sebagai respon peningkatan harga biji gandum dunia sebesar 1 persen. Sehingga
berdasarkan elastisitasnya, variabel harga biji gandum dunia bukan merupakan
variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk mempengaruhi harga
ekspor biji gandum Amerika Serikat.
2. Prancis
Hasil estimasi pada Tabel 24 menunjukkan harga riilharga ekspor biji
gandum Pranc is dipengaruhi oleh harga biji gandum dunia (+, s).selisih ekspor
gandum dengan variabel bedakala ekspor biji gandum Prancis (-, ns), harga riil
biji gandum dunia (+, ns), variabel bedakala harga riil ekspor biji gandum Prancis
(+, s). Respon variabel bedakala harga riil ekspor biji gandum terhadap perubahan
kondisi ekonomi sangat besar. Dimana variabel harga biji gandum dunia berbeda
nyata dengan nol pada taraf α < 0.15. Selanjutnya meningkatnya harga biji
gandum dunia akan meningkatkan harga ekspor biji gandum Pranc is.
Nilai R² sebesar 0.8671 menggambarkan bahwa sekitar 0.8671 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil ekspor biji gandum Prancis.
Tabel 24. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Riil Ekspor Biji Gandum Prancis
Formatted: Font: Not Bold, Nounderline
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: C entered
Formatted: C entered, Space A fter: 6pt
116
Variabel Parameter Dugaan Standar Error t-
hitung Prob>|
T|
Elastisitas Jangka Pendek Jangka
Panjang Intersep 63.325360 21.757409 2.911 0.0090 (XGFRAt - XGFRAt-1
-0.000000743 )
0.000001994 -0.373 0.7134 -2287.365429
-2886.855646
RP GW 0.012981 t 0.020212 0.642 0.5284 0.241010567 0.304176459 RPXGFRA 0.592771 t-1 0.150958 3.927 0.0009 F =41.338 R-Square =0.8671 Durbin-Watson=1.618 Tabel 24. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Ekspor Biji Gandum Prancis
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
Intersep 144.573172 8.661934 16.691 0.0001 RP GW 0.085105 t 0.010462 8.134 0.0001 0.0278701436 F =66.169 R-Square =0.7591 Durbin-
Watson=0.582
Nilai R² sebesar 0.7591 pada Tabel 24 menggambarkan bahwa sekitar
75.91 persen variabel harga biji gandum dunia (variabel eksogen) mampu
menjelaskan perilaku persamaan harga ekspor biji gandum Prancis.
Berdasarkan elastisitasnya, Tabel 24 menunjukkan dalam jangka pendek
dan jangka panjang, variabel selisih ekspor biji gandum dengan variabel bedakala
ekspor biji gandum Prancis harga ekspor biji gandum Prancis bersifat inelastis
terhadap variabel harga biji gandum dunia., sehingga dapat dipergunakan sebagai
instrumen kebijakan , Elastisitas harga biji gandum dunia dari harga ekspor biji
gandum Prancis sebesar 0.03 artinya terjadi peningkatan harga ekspor biji gandum
Prancis sebesar 0.03 persen sebagai respon perningkatan harga biji gandum dunia
sebesar 1 persen. Sehingga sesuai dengan elastistasnya, variabel harga biji
gandum dunia bukan merupakan yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan
untuk mempengaruhi harga ekspor biji gandum Prancis.
Formatted: Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Line spacing: single
Formatted: Line spacing: single,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: single
Formatted: Line spacing: single,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: single
Formatted: Line spacing: single,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: single
Formatted: Line spacing: single
Formatted: Font: 9 pt, Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Font: 12 pt
Formatted: Space Before: 0 pt, Linespacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted: Font: 12 pt
Formatted T able
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
117
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Line spacing: Double
Formatted: Left, Space A fter: 6 pt,Line spacing: single
Formatted: Left
Formatted T able
sedangkan variabel harga riil biji gandum dunia bersifat inelastis, baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang, sehingga tidak dapat dipergunakan
sebagai instrumen kebijakan.
3. Uni Soviet
Tabel 25 memperlihatkan bahwa harga riilharga ekspor biji gandum Uni
Soviet dipengaruhi oleh harga biji gandum dunia (+, s). selisih ekspor gandum
dengan variabel bedakala ekspor gandum biji gandum Uni Soviet (-, ns), harga riil
gandum dunia (+, s), variabel bedakala harga riil ekspor biji gandum Uni Soviet
(+, s). Dimana variabel harga biji gandum dunia berbeda nyata dengan nol pada
taraf α < 0.15. Meningkatnya harga riilharga biji gandum dunia akan
meningkatkan harga riilharga ekspor biji gandum Uni Soviet.
Nilai R² sebesar 0.9831 menggambarkan bahwa sekitar 98.31 persen
variabel harga biji gandum dunia (variabel eksogen) mampu menjelaskan
perilaku persamaan harga ekspor biji gandum Uni Soviet. Variabel bedakala
harga riil ekspor biji gandum Uni Soviet menunjukkan bahwa sangat besar
kemungkinan terjadinya penyesuaian harga riil ekspor biji gandum Uni Soviet jika
terjadi perubahan kondisi perekonomian.
Nilai R² sebesar 0.9898 menggambarkan bahwa sekitar 0.9898 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil ekspor biji gandum Uni Soviet.
Tabel 25. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Riil Ekspor Biji
Gandum
Uni Soviet
Variabel Parameter Dugaan Standar Error t-
hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek Jangka
Panjang
118
Intersep -60.789108 39.499658 -1.539 0.1403 (XGSOVt - XGSOVt-1
-0.000002127 )
0.000003123 -0.681 0.5040 -0.025046831
-0.037078567
RP GW 0.771041 t 0.187024 4.123 0.0006 0.706245441 1.045504253 RPXGSOV 0.324493 t-1 0.118554 2.737 0.0131 F =615.408 R-Square =0.9898 Durbin-Watson=1.443 Tabel 25. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Ekspor Biji Gandum Uni Soviet
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
RP GW 1.163085 t 0.032554 35.728 0.0001 1.06534345 F =1276.480 R-Square =0.9831 Durbin-
Watson=0.604
Semua Berdasarkan elastisitasnya, harga ekspor biji gandum Uni Soviet
bersifat elastis terhadap vvariabel harga biji gandum duniadalam persamaan harga
riil ekspor biji gandum Uni Soviet bersifat inelasti.s dalam jangka pendek,
sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai instrumen kebijaka Enlastisitas harga
biji gandum dunia dari harga ekspor biji gandum Uni Soviet sebesar 1.07 artinya
terjadi peningkatan harga ekspor biji gandum sebesar 1.07 persen sebagai respon
peningkatan harga biji gandum dunia sebesar 1 persen. Sehingga variabel harga
biji gandum dunia merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu
kebijakan untuk mempengaruhi harga ekspor biji gandum Uni Soviet.
. Sedangkan dalam jangka panjang, variabel bedakala harga riil ekspor biji
gandum Uni Soviet bersifat elastis, sehingga dapat dipergunakan sebagai
instrumen kebijakan.
4. CanadaKanada
Tabel 26 menunjukkan harga riilharga ekspor biji gandum CanadaKanada
dipengaruhi oleh harga biji gandum dunia (+, s) dan selisih ekspor biji gandum
Canada dengan variabel bedakala ekspor biji gandum Canada (-, s), harga riil biji
gandum dunia (+, s), variabel bedakala harga riilharga ekspor biji gandum
Formatted: Left
Formatted: Left, Don't adjust spacebetween Latin and A sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Left
Formatted: Left, Don't adjust spacebetween Latin and A sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Left
Formatted: Left, Don't adjust spacebetween Latin and A sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Left
Formatted: Left
Formatted: Font: 9 pt, Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Left
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 12 pt
119
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Space A fter: 6 pt, Linespacing: single
Formatted: Justified
Formatted: Justified
Formatted: Justified
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified
Formatted: Justified
Formatted: Left, Space A fter: 0 pt
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted: Left
Formatted: Spanish (InternationalSort)
Formatted T able
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
CanadaKanada (+, ns). Dimana variabel harga biji gandum dunia berbeda nyata
dengan nol pada taraf α < 0.15, sedangkan variabel bedakala harga ekspor biji
gandum Kanada tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf α >0.15.
MMeningkatnya harga biji gandum dunia selisih ekspor biji gandum Canada
dengan variabel bedakala ekspor biji gandum Canada akan menaikurunkan harga
riilharga ekspor biji gandum CanadaKanada., sedangkan meningkatnya harga riil
biji gandum dunia akan meningkatkan harga riil ekspor biji gandum Canada.
Nilai R² sebesar 0.8369 pada Tabel 26 menggambarkan bahwa sekitar
83.69 persen variabel harga biji gandum dunia dan variabel bedakala harga ekspor
biji gandum Kanada (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan
perilaku persamaan harga ekspor biji gandum Kanada.
Tabel 26. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Riil Ekspor Biji Gandum Canada
Variabel Parameter Dugaan Standar Error t-hitung Prob>
|T|
Elastisitas Jangka Pendek Jangka
Panjang Intersep 117.409121 25.287915 4.643 0.0002 (XGCANt - XGCAN t-1
-0.000002627 )
0.000001286 -2.043 0.0552 0.002882441
0.003412005
RP GW 0.085199 t 0.023234 3.667 0.0016 0.273270572 0.323475986 RPXGCAN 0.155206 t-1 0.174251 0.891 0.3842 F =52.155 R- Square =0.8917 Durbin-Watson=1.508 Tabel 26. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Ekspor Biji Gandum Kanada
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>
|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep 126.808249 26.765264 4.738 0.0001 RP GW 0.091381 t 0.024796 3.685 0.0015 0.29309896 0.32447109 RPXGCAN 0.096687 t-1 0.185010 0.523 0.6070 F =32.502 R- Square =0.8369 Durbin-Watson=2.034
120
Selanjutnya jugaNilai R² sebesar 0.8917 menggambarkan bahwa sekitar
0.8917 persen variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu
menjelaskan perilaku persamaan harga riil ekspor biji gandum Canada.
Pada tabel 26 , dapat dilihat bahwa dalam jangka pendek maupun jangka
panjang, elastistas harga ekspor biji gandum Kanada terhadap semua semua
variabel pembentuk persamaan bersifat inelastis., sehingga tidak dapat
dipergunakan sebagai instrumen kebijakan. Dalam jangka panjang, elastisitas
harga biji gandum dunia Serikat dari harga ekspor biji gandum Kanada sebesar
0.32 artinya terjadi peningkatan harga ekspor biji gandum Kanada sebesar 0.32
persen sebagai respon peningkatan harga biji gandum dunia sebesar 1 persen.
Sehingga dalam jangka pendek maupun panjang, variabel harga biji gandum
dunia bukan merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan
untuk mempengaruhi harga ekspor biji gandum Kanada.
5. Australia
Hasil estimasi pada Tabel 27 menunjukkan bahwaHarga riil harga ekspor
biji gandum Australia dipengaruhi oleh harga biji gandum dunia (+, s). Dimana
variabel harga biji gandum dunia berbeda nyata dengan nol pada level < 0.15.
selisih ekspor biji gandum Australia dengan variabel bedakala ekspor biji gandum
Australia (-, ns), selisih harga riil gandum dunia dengan variabel bedakala harga
riil gandum dunia (+, ns), variabel bedakala harga riil ekspor biji gandum
Australia (+, s).Harga biji gandum dunia yang meningkat akan menyebabkan
harga ekspor biji gandum Australia meningkat. Penyesuaian harga riil ekspor
biji gandum Australia oleh variabel bedakala harga riil ekspor biji gandum
Australia sangat mungkin terjadi, jika terjadi perubahan ekonomi.
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
121
Nilai R² sebesar 0.8902 pada Tabel 27 menggambarkan bahwa sekitar
89.02 persen variabel harga biji gandum dunia (variabel eksogen) mampu
menjelaskan perilaku persamaan harga ekspor biji gandum Australia.
Nilai R² sebesar 0.8369 menggambarkan bahwa sekitar 0.8369 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil ekspor biji gandum Australia.
Tabel 27. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga RiilHarga Ekspor Biji Gandum
Australia
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>
|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep 5.399750 36.088300 0.150 0.8826 (XGAUSt - XGAUSt-1
-0.000001565 )
0.000002532 -0.618 0.5439 0.001694304
0.074945979
(RPGW t - RPGW t-1
0.125699 )
0.160666 0.782 0.4436 -0.062767945 -2.776482743
RPXGAUS 0.977393 t-1 0.232929 4.196 0.0005
F =32.502 R- Square =0.8369 Durbin-Watson=2.034
Australia
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung
Prob>|T| Elastisitas
Intersep 122.306432 8.973608 13630 0.0001 RP GW 0.141447 t 0.01839 13.050 0.0001 0.44262331 F =170.306 R-Square =0.8902 Durbin-Watson=1.203
Selanjutnya juga ditunjukkan bahwa harga ekspor biji gandum Australia
bersifat inelastis terhadap harga impor biji gandum dunia. Elastisitas harga biji
gandum dunia dari harga ekspor biji gandum Australia sebesar 0.44 artinya terjadi
peningkatan harga ekspor biji gandum Australia sebesar 0.44 persen sebagai
respon peningkatan harga biji gandum dunia sebesar 1 persen. Sehingga variabel
Formatted: Indonesian
Formatted: Left
Formatted: Indonesian
Formatted: Space A fter: 6 pt
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Space Before: 18 pt, Linespacing: Multiple 2,1 li
122
harga biji gandum dunia bukan merupakan yang variabel efektif untuk dikenakan
suatu kebijakan untuk mempengaruhi harga ekspor biji gandum Australia.Variabel
bedakala harga riil ekspor biji gandum Australia dalam jangka panjang dapat
dipergunakan sebagai instrumen kebijakan karena sifatnya yang elastis.
Sedangkan semua variabel lainnya, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang, bersifat inelatis, sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai instrumen
kebijakan (Tabel 16)
5.1.7.5.1.5. Harga RiilHarga Impor Biji Gandum
Lima persamaan harga riilharga impor biji gandum negara pengekspor
utama menunjukkan bahwa rentang terendah hingga tertinggi dari nilai F hitung =
11.840113.784 – 2 582.2291,342.751, koefisien determinasi R²= 0.36059473 –
0.991653, dan Durbin Watson = 0.393821 – 1.8932.024. Pada umumnya harga
riilharga impor biji gandum suatu negara pada umumnya dipengaruhi oleh ekspor
biji gandum negara, impor biji gandum negara, harga riilharga biji gandum dunia,
dan varibel bedakala harg hargariil impor biji gandum. Lima negara importier
biji gandum utama dunia, yaitu : Uni Soviet, Italia, Brasilia, Jepang, Aljazair
menjadi obyek penelitian.
1. Uni Soviet
Tabel 2817 menunjukkan harga riilharga impor biji gandum Unit Soviet
dipengaruhi oleh harga biji gandum dunia (+, s)selisih impor biji gandum dengan
variabel bedakala impor biji gandum Uni Soviet (+, ns), harga riil biji gandum
dunia (+, s), variabel bedakala harga riil impor biji gandum Uni Soviet (+, s).
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Bullets and Numbering
123
Dimana variabel harga biji gandum dunia berbeda nyata dengan nol pada taraf α
< 0.15. Sehingga mMeningkatnya harga riilharga biji gandum dunia akan
meningkatkan harga riilharga impor biji gandum Uni Soviet.
Nilai R² sebesar 0.9887 pada Tabel 28 menggambarkan bahwa sekitar
98.87 persen variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu
menjelaskan perilaku persamaan harga impor biji gandum Uni Soviet.
Respon variabel bedakala harga riil impor biji gandum Uni Soviet
terhadap kemungkianan perubahan ekonomi sangat besar.
Nilai R² sebesar 0.9920 menggambarkan bahwa sekitar 0.9920 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil impor biji gandum Uni Soviet.
Tabel 28. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Riil Impor Biji Gandum Uni Soviet
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>
|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep -63.636173 22.964690 -2.771 0.0122 (MGSOVt - MGSOVt-1
0.000001001 )
0.000002944
0.340 0.7375 -0.000538846 -0.000744014
RP GW 0.802282 t 0.139338 5.758 0.0001 0.760646562 1.050267193 RPMGSOV 0.275759 t-1 0.096396 2.861 0.0100 F =787.318 R- Square =0.9920 Durbin-Watson=1.087 Tabel 28. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Ekspor Biji Gandum Uni Soviet.
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung
Prob>|T| Elastisitas
RP GW 1.115584 t 0.025461 43.815 0.0001 1.057689359 F =9 919.795 R-Square =0.9887 Durbin-Watson=0.467
Berdasarkan elastisitasnya, Dalam jangka panjang, hanya variabel
bedakala harga riil impor biji gandum Uni Soviet yang elastisharga ekspor biji
gandum Uni Soviet bersifat elastis terhadap variabel harga biji gandum dunia.,
sehingga hanya variabel tersebut yang dapat dipergunakan sebagai instrumen
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: Indonesian
Formatted: Left, Space A fter: 6 pt,Line spacing: single
Formatted: Left
Formatted: Left
Formatted: Left, Don't adjust spacebetween Latin and A sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Left
Formatted: Left, Don't adjust spacebetween Latin and A sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Left
Formatted: Left, Don't adjust spacebetween Latin and A sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Left
Formatted: Left
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,Line spacing: single
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
124
kebijakan. Elastisitas harga biji gandum dunia dari harga ekspor biji gandum
Uni Soviet sebesar 1.06 artinya terjadi peningkatan harga ekspor biji gandum Uni
Soviet sebesar 1.06 persen sebagai respon peningkatan harga bij gandum dunia
sebesar 1 persen. Sehingga variabel harga biji gandum dunia merupakan variabel
yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk mempengaruhi harga ekspor
biji gandum Uni Soviet.
2. Italia
Hasil estimasi seperti diperlihatkan pada tabel 29 menunjukkan harga
riilharga impor biji gandum Italia dipengaruhi oleh variabel bedakala harga impor
biji gandum (+, s)selisih impor biji gandum Italia dengan variabel bedakala impor
gandum biji gandum Italia (+, ns), selisih harga riil gandum dunia dengan variabel
bedakala harga riil biji impor biji gandum (+, ns), variabel bedakala harga riil
impor gandum biji gandum Italia (+, s). Dimana variabel bedakala harga biji
impor biji gandum berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15. Sesuai dengan
persamaan, meningkatnya harga biji gandum dunia akan menyebabkan
meningkatnya Variabel bedakala harga riilharga impor biji gandum Italia.
merespon sangat besar atas kemungkinan terjadinya penyesuaian harga riil impor
biji gandum Italia jika terjadi perubahan kondisi ekonomi.
Nilai R² sebesar 0.8060 pada Tabel 29 menggambarkan bahwa sekitar
80.60 persen variabel bedakala harga impor biji gandum (variabel eksogen) secara
bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan harga impor biji gandum Italia.
Hasil uji statistik pada Tabel 29 menunjukkan harga impor biji gandum
Italia bersifat inelastis terhadap variabel bedakala harga biji gandum dunia.
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt
125
Elastisitas harga biji gandum dunia dari harga impor biji gandum Italia sebesar
0.37 artinya terjadi peningkatan harga impor biji gandum Italia sebesar 0.37
persen sebagai respon perubahan harga biji gandum dunia sebesar 1 persen.
Sehingga variabel harga biji gandum dunia bukan merupakan variabel yang
efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk mempengaruhi harga impor biji
gandum Italia.
Nilai R² sebesar 0.9473 menggambarkan bahwa sekitar 0.9473 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil impor biji gandum Italia.
Tabel 29. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Riil Impor Biji Gandum Italia
Variabel Parameter Dugaan Standar Error t-
hitung Prob>
|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep 45.766829 17.845927 2.565 0.0190 (MGITAt - MGITAt-1
0.000001266 )
0.000009337 0.136 0.8936 0.000633102
0.003048246
(RPGW t - RP GW t-1
0.061760 )
0.079069 0.781 0.4444 -0.019869342
-0.095666422
RPMGITA 0.792306 t-1 0.063732 12.432 0.0001 F =113.784 R- Square =0.9473 Durbin-Watson=0.821 Tabel 29. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Biji Gandum Italia
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
Intersep 187.30404 18.724323 10.003 0.0001 RP GW 0.176610 t-1 0.018908 9.341 0.0001 0.368538645 F =87.248 R-Square =0.8060 Durbin-Watson=0.393
Tabel 29 memperlihatkan instrumen kebijakan tidak dapat
diterapkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang, karena semua variabel
bersifat inelastis.
3. Brasilia
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Space A fter: 6pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 0 pt
Formatted: Space Before: 18 pt
126
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm, Space Before: 0 pt,Line spacing: Double
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: single
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm
Formatted T able
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm
Formatted: Justified, Space Before: 0pt, Line spacing: single
Formatted: Justified, Space Before: 0pt, A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted T able
Hasil estimasiTabel 30 pada Tabel 30 menunjukkan bahwa harga riilharga
impor biji gandum Brasilia dipengaruhi oleh harga biji gandum dunia (+, s)impor
biji gandum (+, s), harga riil biji gandum dunia (+, s), variabel bedakala harga riil
impor biji gandum (+, s). Dimana variabel harga biji gandum dunia berbeda
nyata dengan nol pada taraf α < 0.15. Meningkatnya harga impor biji gandum
dunia, dan harga riil biji gandum dunia akan meningkatkan harga riilharga impor
biji gandum Brasilia.
Nilai R² sebesar 0.9916 pada Tabel 30 menggambarkan bahwa sekitar
99.16 persen oleh harga biji gandum dunia (variabel penjelas) mampu
menjelaskan perilaku persamaan harga impor biji gandum Brasilia.
Adapun variabel bedakala harga riil impor biji gandum berespon terhadap kemungkinan penyesuaian harga riil impor biji gandum Brasilia jika terjadi perubahan ekonomi.
Nilai R² sebesar 0.9953 menggambarkan bahwa sekitar 0.9953 persen variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan harga riil impor biji gandum Brasilia.
Tabel 30. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Riil Biji Gandum
Brasilia
Variabel
Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung
Prob> |T|
Elastisitas Jang
ka Pendek Jang
ka Panjang Inter
sep -
139.396205 48.87
6050 -
2.852 0
.0102
MGBRA
0.000015365 t
0.000007294
2.106
0.0487
0.095469914
0.126546594
RP GW t
0.903763
0.142293
6.351
0.0001
0.783695344
1.038798216
RPMGBRA
0.245575 t-1
0.088444
2.777
0.0120
F =1342.751 R- Square =0.9953
Durbin-Watson=2.024
Tabel 30. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Biji Gandum Brasilia
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung
Prob>|T| Elastisitas
RP GW 1.193534 t 0.023488 50.816 0.0001 1.034969388
127
F =2 582.229 R-Square =0.9916 Durbin-Watson=0.675
Tabel 30 juga menunjukkan bahwa harga impor biji gandum Brasilia
bersifat elastis terhadap variabel harga biji gandum dunia. Berdasarkan nilai
elastisitasnya, elastisitas harga biji gandum dunia dari harga impor biji gandum
Brasilia sebesar 1.04 artinya terjadi peningkatan harga impor biji gandum Brasilia
sebesar 1.04 persen sebagai respon peningkatan harga biji gandum dunia sebesar
1 persen. Sehingga berdasarkan elastisitasnya variabel harga biji gandum dunia
merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk
mempengaruhi harga impor biji gandum Brasilia.
Dalam jangka panjang, hanya variable harga riil gandum dunia yang
bersifat elastis sehingga dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan, sedangkan
variable lainnya bersifat inelastis.
4. Jepang
Hasil estimasi pada Tabel 31 menunjukkan bahwa harga riilharga impor
biji gandum Jepang dipengaruhi oleh harga biji gandum dunia (+, s). impor biji
gandum Jepang (+, s), selisih nilai tukar dengan variabel bedakala nilai tukar
Jepang (+, ns), variabel bedakala harga riil gandum dunia (+, ns), dan variabel
bedakala harga riil impor gandum (+, ns). Dimana variabel harga biji gandum
dunia berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15. Sehingga Mmeningkatnya
harga impor biji gandum duniaJepang akan berdampak pada meningkatnyakan
harga riilharga impor biji gandum Jepang. Nilai R² sebesar 0.3605 pada Tabel
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Line spacing: Multiple 2,2li
Formatted: Font: Not Bold, Nounderline
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 6 pt, Line spacing: Multiple 2,2 li
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Space Before: 0 pt, A fter: 6 pt, Linespacing: Multiple 2,2 li
Formatted: Space Before: 0 pt, Linespacing: Multiple 2,2 li
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
128
31 menggambarkan bahwa sekitar 36.05 persen variabel harga biji gandum dunia
mampu menjelaskan perilaku persamaan harga impor biji gandum Jepang.
Nilai R² sebesar 0.9908 menggambarkan bahwa sekitar 0.9908 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil impor biji gandum Jepang.
Tabel 31. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Riil Impor Biji Gandum
Jepang
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
MGJPN 0.000023375 t 0.000008039 2.908 0.0090 0.632140375 0.919312436 (ERJPNt - ERJPNt-
1
0.337656
)
0.281331 1.200 0.2448 -0.007644504
-0.01111729
RPGW 0.014221 t-1 0.010896 1.305 0.2074 0.046587207 0.067751089 RPMGJPN 0.312377 t-1
0.240789 1.297 0.2101
F =508.777 R-Square =0.9908
Durbin-Watson=1.763
Tabel 31. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Biji Gandum Jepang
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
Intersep 192.173850 7.268909 26.438 0.0001 RP GW 0.030211 t 0.008780 3.441 0.0025 0.095619075 F =11.840 R-Square =0.3605 Durbin-Watson=0.977
Berdasarkan nilai elastisitasnya, harga impor biji gandum Jepang bersifat
inelastis terhadap semua variabel pembentuknya. Elastisitas harga biji gandum
dunia dari harga impor biji gandum Jepang sebesar 0.10 artinya terjadi
peningkatan harga impor biji gandum Jepang sebesar 0.10 persen sebagai respon
peningkatan harga biji gandum dunia sebesar 1 persen. Sehingga variabel harga
biji gandum dunia bukan merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu
kebijakan untuk mempengaruhi harga impor biji gandum Jepang
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted T able
Formatted: Indonesian
Formatted: Font: 10 pt, Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Font: 9 pt, Indonesian
Formatted T able
Formatted: Font: 9 pt, Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,Line spacing: single
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted: Indonesian
Formatted T able
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 18 pt
129
Dalam jangka pendek, semua variabel bersifat inelastis, sehingga tidak dapat
dipergunakan sebagai instrumen kebijakan. Sedangkan dalam jangka panjang,
hanya variabel impor biji gandum Jepang yang bersifat elastis, sehingga dapat
dipergunakan sebagai instrumen kebijakan.
5. Aljazair
Hasil estimasi pada Tabel 32 memperlihatkan bahwa harga biji gandum
dunia (+, s) variabel bedakala impor biji gandum (+, ns), harga riil biji gandum
dunia (+, s), dan variabel bedakala harga riilharga impor biji gandum Aljazair (+,
s) mempengaruhi harga riilharga impor biji gandum Aljazair. Dimana variabel
harga biji gandum dunia berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15. Harga
riilHarga biji gandum dunia yang meningkat akan meningkatkan harga riilharga
impor gandum Aljazair. Respon variabel bedakala harga riilharga impor biji
gandum Aljazair terhadap perubahan ekonomi sangat besar (Tabel 32).
Nilai R² sebesar 0.9872 pada Tabel 32 menggambarkan bahwa sekitar
99.72 persen variabel harga biji gandum dunia dan variabel bedakala harga
impor biji gandum Aljazair (variabel eksogen) secara bersama mampu
menjelaskan perilaku persamaan harga impor biji gandum Aljazair.
Dalam jangka pendek dan jangka panjang, elastisitas harga impor biji
gandum Aljazair terhadap semua variabel bersifat inelastis. Elastisitas jangka
panjang harga biji gandum dunia dari harga impor biji gandum Aljazair sebesar
0.88 artinya terjadi peningkatan harga impor biji gandum Aljazair sebesar 0.88
persen sebagai respon terhadap perubahan harga biji gandum dunia sebesar 1
persen. Sehingga variabel harga biji gandum dunia bukan merupakan suatu
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 0 pt
130
variabel yang efektif untuk diterapkan suatu kebijakan untuk mempengaruhi
harga impor biji gandum Aljazair.
Tabel 32. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga RiilHarga Impor Biji Gandum Aljazair
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep 31.443398 24.496958 1.284 0.2140 RP GW 0.711089 t 0.149874 4.745 0.0001 0.608090964 0.882803534 RPMGDZA 0.3111182 t-1 0.115082 2.704 0.0137 F =769.331 R- Square =0.9872 Durbin-Watson=1.893
Nilai R² sebesar 0.9873 menggambarkan bahwa sekitar 0.9873 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil impor biji gandum Aljazair.
Berdasarkan nilai elastisitasnya, dalam jangka pendek dan jangka panjang,
semua variabel bersifat inelastis, sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai
instrumen kebijakan.
5.2. Pasar Tepung Terigu Dunia
5.2.1.Produksi Tepung Terigu Dunia
Total produksi tepung terigu dunia (QTWt) dapat dirumuskan sebagai
suatu persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari produksi tepung
terigu China (QTCHNt), produksi tepung terigu India (QTINDt), produksi tepung
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Line spacing: single
Formatted: Justified, Space A fter: 6pt
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Space A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Space Before: 18 pt
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 0,96 cm, Space Before: 18pt
Formatted: Bullets and Numbering
131
terigu Amerika Serikat (QTUSAt), produksi tepung terigu Pakistan (QTPAKt),
produksi tepung terigu Turki (QTTURt), produksi tepung terigu Iran (QTIRNt),
produksi tepung terigu Inggris (QTGBRt), produksi tepung terigu Mesir
(QTEGYt), produksi tepung terigu Italia (QTITAt), produksi tepung terigu India
(QTIDNt), serta sisa dunia (QTSDt), dengan rumusan sebagai berikut:
QTWt = QTCHNt + QTINDt + QTUSAt + QTPAKt + QTTURt + QTIRNt
+ QTGBRt + QTEGYt + QTITAt + QTIDNt + QTSDt
Total permintaan tepung terigu dunia (DTW
;
5. 2.2. Permintaan Tepung Terigu Dunia
t) dapat dirumuskan sebagai
suatu persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari permintaan tepung
terigu China (DTCHNt), permintaan tepung terigu Amerika Serikat (DTUSAt),
permintaan tepung terigu India (DTINDt), permintaan tepung terigu Brasilia
(DTBRAt), permintaan tepung terigu Mesir (DTEGYt), permintaan tepung terigu
Pakistan (DTPAKt ), permintaan tepung terigu Turki (DTTURt), permintaan
tepung terigu Italia (DTITAt ), permintaan tepung terigu Indonesia (DTIDNt),
permintaan tepung terigu Iran (DTIRNt), serta sisa dunia (DTSDt), dengan
rumusan sebagai berikut:
DTWt = DTCHNt + DTUSAt + DTINDt + DTBRAt + DTEGYt + DTPAKt
+ DTTURt + DTITAt + DTIDNt + DTIRNt + DTSDt
;
5.2.3.5.2.1. Ekspor Tepung Terigu Dunia
Lima persamaan ekspor tepung terigu negara pengekspor utama
menunjukkan bahwa rentang terendah hingga tertinggi dari nilai FF hitung =
3.3413.193 – 273.285, koefisien determinasi R² = 0.26262332 – 0.9762, dan
Formatted: Don't adjust spacebetween Latin and A sian text
Formatted: Line spacing: A t least 12pt
Formatted: No bullets or numbering
132
Durbin Watson = 0.4400.371 – 1.8652.823. Pada umumnya ekspor tepung terigu
dipengaruhi oleh
Pada umumnya ekspor tepung terigu dipengaruhi oleh harga ekspor tepung
terigu negara yang bersangkutan, produksi tepung terigu negara, nilai tukar, dan
variabel bedakala ekspor tepung terigu negara yang bersangkutan. harga riil
ekspor, produksi, nilai tukar , dan variabel bedakala ekspor. Lima negara
eksportir tepung terigu utama dunia, yaitu Prancis, Belgia, Uni Soviet, Turki,
Jerman menjadi obyek penelitian.
1. Prancis
Tabel 33 menunjukkan ekspor tepung terigu Prancis dipengaruhi oleh
selisih harga riilharga ekspor tepung terigu Prancis dengan variabel bedakala
harga riilharga ekspor tepung terigu Prancis (+, nns), selisih produksi tepung
terigu Prancis dengan variabel bedakala produksi tepung terigu Prancis (+, ns) dan
, demanpermintaan tepung terigu Prancis (-, s), dan variabel bedakala ekspor
tepung terigu Prancis (+, s). Dimana variabel permintaan tepung terigu Prancis
berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15, sedangkan selisih harga ekspor
tepung terigu Prancis dengan variabel bedakala harga ekspor tepung terigu
Prancis, dan selisih produksi tepung terigu Prancis dengan variabel bedakala
produksi tepung terigu Prancis tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf α >0.15.
Meningkatnya demanpermintaan tepung terigu Prancis akan menurunkan ekspor
tepung terigu Prancis.
Nilai R² sebesar 0.3454 pada Tabel 33 menggambarkan bahwa sekitar
34.54 persen variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu
Formatted: Indonesian
133
menjelaskan perilaku persamaan ekspor tepung terigu Prancis. Variabel
bedakala ekspor tepung terigu Prancis memberikan respon terhadap kemungkinan
terjadinya perubahan ekonomi.
TTabel 33. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Tepung Terigu Prancis
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep 2032763 973323 2.088 0.0512 (RPXTFRA t-RPXTFRAt-
1
431.821162
)
1004.809115 0.430 0.6725 -0.004925132
-0.014728176
(QTFRAt-QTFRAt-1
0.457059 )
0.637068 0.717 0.4823 0.007633144
0.02282625
DTFRAt -0.382503 , 0.201737 -1.896 0.0741 -1.092624123
-3.267397095
XTFRA 0.665598 t-1 0.170696 3.899 0.0011 F =8.181 R- Square =0.6451 Durbin-Watson=2.486
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung
Prob> |T| Elastisitas
Intersep 4502600 976971 4.609 0.0002 RPXTFRAt -RPXTFRA
1112.683316 t-1
1308.120275 0.851 0.4056 -0.012690697
QTFRAt -QTFRAt-1
0.894205
0.829043 1.079 0.2943 0.014933729
DTFRAt -0.746104 , 0.236492 -3.155 0.0052 -2.131254471 F =3.341 R-Square =0.3454 Durbin-Watson=0.982
B
Nilai R² sebesar 0.6451 menggambarkan bahwa sekitar 0.6451 persen variabel
penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan ekspor tepung terigu Prancis
Dalam jangka pendek dan panjang, instrumen kebijakan hanya dapat
diterapkan pada variabel deman tepung terigu Prancis karena sifatnya yang elastis,
sedangkan varaibel lainnya selisih harga ekspor tepung terigu Prancis dengan
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Font: 8 pt, Indonesian
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Space Before: 12 pt
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
134
variabel bedakala harga ekspor tepung terigu Prancis, dan selisih produksi tepung
terigu Prancis dengan variabel bedakala produksi tepung terigu Prancis, tidak
dapat diterapkan sebagai instrumen kebijakan. erdasarkan nilai elastisitasnya,
elastisitas ekspor tepung terigu Prancis hanya bersifat elastis terhadap variabel
permintaan tepung terigu. Elastisitas permintaan tepung terigu Prancis dari ekspor
tepung terigu Prancis sebesar 2.13 artinya terjadi penurunan ekspor tepung terigu
Prancis sebesar 2.13 persen sebagai respon perubahan permintaan tepung terigu
Prancis sebesar 1 persen. Sehingga variabel permintaan tepung terigu Prancis
merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan kebijakan untuk mempengaruhi
ekspor tepung terigu Prancis.
2. Belgia
Tabel 34 menunjukkan ekspor tepung terigu Belgia dipengaruhi oleh
selisih harga ekspor tepung terigu Belgia dengan variabel bedakala harga riilharga
ekspor tepung terigu Belgia (+, ns) , dan selisih produksi tepung terigu Belgia
dengan variabel bedakala produksi tepung terigu Belgia (+, ns), dan variabel
bedakala ekspor tepung terigu Belgia (+, s). Dimana variabel produksi tepung
terigu Belgia berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15, sedangkan
variabel bedakala harga ekspor tepung terigu Belgia tidak berbeda nyata pada
taraf α >0.15. Meningkatnya produksi variabel bedakala harga ekspor tepung
terigu Belgia akan meningkatkan ekspor tepung terigu Belgia.
Nilai R² sebesar 0.8760 pada Tabel 34 menggambarkan bahwa sekitar
87.60 persen variabel selisih harga ekspor tepung terigu Belgia dengan variabel
bedakala harga ekspor tepung terigu Belgia dan produksi tepung terigu Belgia
Formatted: Font: Not Bold, Nounderline
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
135
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: C entered
secara bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan ekspor tepung terigu
Belgia.
Berdasarkan nilai elastisitasnya, harga ekspor tepung terigu Belgia
bersifat elastis terhadap variabel produksi tepung terigu Belgia dan bersifat
inelastis terhadap selisih harga ekspor tepung terigu Belgia dengan variabel
bedakala harga ekspor tepung terigu Belgia. Elastisitas produksi tepung terigu
Belgia dari ekspor tepung terigu Belgia sebesar 1.20 artinya terjadi peningkatan
ekspor tepung terigu Belgia sebesar 1.20 persen sebagai respon perubahan
produksi tepung terigu Belgia sebesar 1 persen. Sehingga variabel produksi
tepung terigu Belgia bukan merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan
suatu kebijakan untuk meningkatkan ekspor tepung terigu Belgia.
Terhadap kemungkinan terjadinya perubahan ekonomi, variabel bedakala
ekspor tepung terigu memberikan respon yang besar.
Tabel 34. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Tepung Terigu Belgia
Nilai R²
sebesar 0.8760
menggambarkan
bahwa sekitar
0.8760 persen
variabel
penjelas
(variabel
eksogen) secara
bersama mampu
Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
136
menjelaskan
perilaku
persamaan
ekspor tepung
terigu Belgia.
Variabel RPXTBELt-1 195.259689 128.666866 1.518 0.1448 0.107099913 1.552960388 (QTBELt -QTBELt-1
1.201786 )
1.639231 0.733 0.4720 0.005133571
0.074437337
XTBEL 0.931035 t-1 0.068700 13.552 0.0001 F =216.676 R- Square =0.9702 Durbin-Watson=2.823 Tabel 34. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Tepung Terigu Belgia
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>|
T| Elastisitas
RPXTBELt -RPXTBEL
844.17763 t-1
1079.8387 0.782 0.4431 -0.018736293
QTBEL 0.859084 t 0.071964 11.938 0.0001 1.200262532 F =74.165 R-Square =0.8760 Durbin-Watson=0.440
Nilai R² sebesar 0.9702 menggambarkan bahwa sekitar 0.9702 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan ekspor tepung terigu Belgia.
Variabel bedakala harga riil ekspor tepung terigu Belgia dalam jangka
pendek dan jangka panjang dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan,
sedangkan variabel lainnya karena sifatnya yang inelastis tidak dapat digunakan
sebagai instrumen kebijakan.
3. Uni Soviet
Formatted: Indonesian
Formatted: Font: 10 pt, Indonesian
Formatted: Font: 10 pt, Indonesian
Formatted: Font: 10 pt, Indonesian
Formatted: Font: 10 pt, Indonesian
Formatted: Font: 10 pt, Indonesian
Formatted: Font: 10 pt, Indonesian
Formatted: Font: 10 pt, Indonesian
Formatted: Font: 10 pt, Indonesian
Formatted: Font: 10 pt, Indonesian
Formatted: Font: 10 pt, Indonesian
Formatted: Font: 10 pt, Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Font: 10 pt, Indonesian
Formatted: Justified, Space Before: 0pt, A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted: Indonesian
Formatted: Font: 11 pt
Formatted T able
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 18 pt,A fter: 6 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Space A fter: 6 pt
Formatted: Space Before: 18 pt
137
Tabel 35 memperlihatkan ekspor tepung terigu Uni Soviet dipengaruhi
oleh selisih harga ekspor tepung terigu Uni Soviet dengan variabel bedakala harga
ekspor tepung terigu Uni Soviet (+, s), selisih produksi tepung terigu Uni Soviet
dengan variabel bedakala produksi tepung terigu Uni Soviet (+, ns), variabel
bedakala deman tepung terigu Uni Soviet (-, ns) dan variabel bedakala ekspor
tepung terigu Uni Soviet (+, s). Dimana variabel selisih harga ekspor tepung
terigu Uni Soviet dengan variabel bedakala harga ekspor tepung terigu Uni Soviet,
dan variabel bedakala ekspor tepung terigu Uni Soviet berbeda nyata dengan nol
pada taraf α < 0.15 sedangkan selisih produksi tepung terigu Uni Soviet dengan
variabel bedakala produksi tepung terigu Uni Soviet tidak berbeda nyata dengan
nol pada taraf α >0.15. Meningkatnya selisih harga ekspor tepung terigu Uni
Soviet dengan variabel bedakala harga ekspor tepung terigu Uni Soviet akan
meningkatkan ekspor tepung terigu Uni Soviet. Respon variabel bedakala ekspor
tepung terigu Uni Soviet terhadap kemungkinan terjadinya perubahan ekonomi
sangat mungkin terjadi.
Nilai R² sebesar 0.6351 pada Tabel 35 menggambarkan bahwa sekitar
63.51 persen variabel selisih harga ekspor tepung terigu Uni Soviet dengan
variabel bedakala harga ekspor tepung terigu Uni Soviet, selisih produksi tepung
terigu Uni Soviet dengan variabel bedakala produksi tepung terigu Uni Soviet
dan variabel bedakala ekspor tepung terigu Uni Soviet (variabel eksogen) secara
bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan ekspor tepung terigu Uni
Soviet.
Tabel 35. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Tepung Terigu Uni Soviet
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Space A fter: 6 pt
Formatted: Indonesian
138
Variabel Parameter Dugaan Standar Error t-hitung Prob>|T| Elastisitas
Jangka Pendek Jangka Panjang Intersep 176343 67492 2.613 0.0171 (RPXTSOVt - RPXT SOVt-
1
322.31388294.611792
),
116.562998124.322420 2.7652.370 0.01230.0285 -0.15924190-0.145555451
-0.52813749-0.778071816
QTSOV 0.0027620.065580 t-1 0.0228070.073181 0.1210.896 0.90490.3814 -0.000621180.062223764
-0.0020601750.332619335
DTSOV -0.059513 t-1 0.072580 -0.820 0.4224 -4.399273425 -23.51647187 XTSOV 0.6984840.812928 t-1 0.1498020.155700 4.6635.221 0.00020.0001 F =11.02341.359 R- Square =0.63518970 Durbin-Watson=1.442317
Nilai R² sebesar 0.8970 menggambarkan bahwa sekitar 0.8970 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan ekspor tepung terigu Uni Soviet.
Hasil uji statistik memperlihatkan dalam jangka pendek dan panjang,
hanya variabel bedakala deman tepung terigu Uni Soviet yang dapat digunakan
sebagai instrumen kebijakan. Adapun variabel selisih harga ekspor tepung terigu
Uni Soviet dengan variabel bedakala harga ekspor tepung terigu Uni Soviet, dan
variabel bedakala produksi tepung terigu Uni Soviet karena bersifat inelastis,
tidak dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan. Berdasarkan nilai
elastisitasnya, ekspor tepung terigu Uni Soviet bersifat inelastis terhadap semua
variabel. Elastisitas jangka panjang harga ekspor tepung terigu Uni Soviet dari
ekspor tepung terigu Uni Soviet sebesar 0.53 artinya terjadi peningkatan ekspor
tepung terigu sebesar 0.53 persen sebagai respon perubahan harga ekspor tepung
terigu Uni Soviet sebesar 1 persen. Sehingga variabel harga ekspor tepung terigu
dan produksi tepung terigu bukan merupakan variabel yang efektif untuk
dikenakan suatu kebijakan untuk mempengaruhi ekspor tepung terigu Uni Soviet.
4. Turki
Formatted: Font: 10 pt
Formatted T able
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Right
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Font: Not Bold, Nounderline
Formatted: Indonesian
139
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm, Space Before: 0 pt,Line spacing: Double
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: single
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Justified
Formatted T able
Formatted: Justified
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified
Tabel 36 menunjukkan ekspor tepung terigu Turki dipengaruhi oleh
variabel bedakala harga ekspor tepung terigu Turki (+, ns), produksi tepung terigu
Turki (+, s)., pertumbuhan deman tepung terigu Turki (-, s), dan variabel
bedakala ekspor tepung terigu Turki (+, s). Dimana variabel bedakala produksi
tepung terigu Turki berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15. Sehingga
Mmeningkatnya produksi tepung terigu Turki akan berdampak pada
meningkatnyakan ekspor tepung terigu Turki.
Nilai R² sebesar 0.2626 pada Tabel 36 menggambarkan bahwa sekitar
26.26 persen variabel bedakala produksi tepung terigu Turki (variabel eksogen)
secara bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan ekspor tepung terigu
Turki.
Berdasarkan nilai elastisitasnya, ekspor tepung terigu Turki bersifat elastis
terhadap variabel produksi tepung terigu Turki. Elastisitas produksi tepung terigu
Turki dari Ekspor tepung terigu Turki sebesar 2.65 artinya terjadi peningkatan
ekspor tepung terigu sebesar 2.65 persen sebagai respon perubahan produksi
tepung terigu Turki sebesar 1 persen. Sehingga pada persamaan ekspor tepung
terigu Turki, variabel produksi tepung terigu Turki merupakan variabel yang
efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk meningkatkan ekspor tepung terigu
Turki.
, sedangkan meningkatnya pertumbuhan deman tepung terigu Turki akan menurunkan ekspor tepung terigu Turki. Respon variabel bedakala ekspor tepung terigu Turki terhadap perubahan ekonomi sangat mungkin terjadi.
Nilai R² sebesar 0.8555 menggambarkan bahwa sekitar 0.8555 persen variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan ekspor tepung terigu Turki. Tabel 36. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Tepung Terigu Turki
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
RPXTTUR 0.054620 t-1 3.500179 0.016 0.9877 0.002072752 0.003120749
140
QTTUR 0.030955 t 0.011274 2.746 0.0129 0.77898545 1.172845853 ((DTTURt-1 -DTTURt)/DTTURt
-15232
* 100)
7326.825277 -2.079 0.0514 -0.073633706
-0.110863414
XTTUR 0.335816 t-1 0.203185 1.653 0.1148 F =28.121 R- Square =0.8555 Durbin-Watson=2.025 Tabel 36. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Tepung Terigu Turki
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
Intersep -565265 341127 -1.657 0.1124 QTTUR 0.105898 t-1 0.038720 2.735 0.0124 2.652546893 F =7.480 R-Square =0.2626 Durbin-
Watson=1.417
Dalam jangka panjang hanya variabel produksi tepung terigu Turki yang
dapat dipergunakan sebagai instrumen kebijakan, sedangkan variabel lainnya
karena sifatnya inelastis, maka tidak dapat dipergunakan sebagai instrumen
kebijakan.
5. Jerman
Tabel 37 menunjukkan ekspor tepung terigu Jerman dipengaruhi oleh
harga riilharga ekspor tepung terigu Jerman (+, ns), produksi tepung terigu Jerman
(+, s), dan variabel bedakala ekspor tepung terigu Jerman (+, s). Dimana variabel
produksi tepung terigu Jerman, dan variabel bedakala ekspor tepung terigu Jerman
berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15, sedangkan variabel harga ekspor
tepung erigu Jerman tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf α >0.15.
Meningkatnya produksi tepung terigu Jerman akan meningkatkan ekspor tepung
terigu Jerman. Respon variabel bedakala ekspor tepung terigu terhadap perubahan
ekonomi sangat cepat.
Nilai R² sebesar 0.9762 pada Tabel 37 menggambarkan bahwa sekitar
97.62 persen variabel produksi tepung terigu Jerman dan variabel bedakala ekspor
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified
Formatted: Font: 9 pt, Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Font: 9 pt, Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified
Formatted: Justified
Formatted: Justified, Space Before: 0pt, A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted: Indonesian
Formatted T able
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 18 pt, A fter: 6 pt
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
141
Formatted: Font: 10 pt
Formatted T able
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Space Before: 18 pt, Linespacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Left, Line spacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
tepung terigu Jerman (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan
perilaku persamaan ekspor tepung terigu Jerman.
Tabel 37. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Tepung Terigu Jerman
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>|T
|
Elastisitas Jangka Pendek Jangka
Panjang RPXTDEUt 37.931896 270.124922 0.140 0.8897 0.020068146 0.05142 QTDEU 0.047510 t 0.027620 1.720 0.1008 0.356901383 0.9144775 XTDEU 0.609721 t-1 0.176375 3.457 0.0025 F =273.285 R- Square=0.9762 Durbin-Watson=1.865
Selanjutnya hasil uji statistik memperlihatkan ekspor tepung terigu Jerman
bersifat inelastis terhadap semua variabel. Elastisitas jangka panjang produksi
tepung terigu Jerman dari ekspor tepung terigu Jerman sebesar 0.91 artinya terjadi
peningkatan ekspor tepung terigu Jerman sebesar 0.91 persen sebagai respon
perubahan produksi tepung terigu Jerman sebesar 1 persen. Dalam kasus ekspor
tepung terigu Jerman, variabel harga ekspor tepung terigu Jerman dan produksi
tepung terigu Jerman bukan merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan
suatu kebijakan yang akan meningkatkan ekspor tepung terigu Jerman.
Nilai R² sebesar 0.9762 menggambarkan bahwa sekitar 0.9762 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan ekspor tepung terigu Jerman.
Tabel 37. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Tepung Terigu Jerman
Variabel Parameter
Dugaan
Standar
Error
t-
hitung Prob>|T|
Elastisitas
Jangka
Pendek
Jangka
Panjang
142
RPXTDEUt 37.931896 270.124922 0.140 0.8897 0.020068146 0.05142
QTDEU 0.047510 t 0.027620 1.720 0.1008 0.356901383 0.914477548
XTDEU 0.609721 t-1 0.176375 3.457 0.0025
F =273.285 R-Square
=0.9762
Durbin-Watson=1.865
Hasil uji statistik memperlihatkan semua variabel dalam persamaan
ekspor tepung terigu Jerman karena sifatnya yang inelastis, maka variabel tersebut
tidak dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan.
6. Dunia
Total ekspor tepung terigu dunia (XTWt) dirumuskan sebagai suatu
persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari ekspor tepung terigu
Prancis (XTFRAt), ekspor tepung terigu Belgia (XTBELt ), ekspor tepung terigu
Uni Soviet (XTSOVt), ekspor tepung terigu Turki (XTTURt), ekspor tepung
terigu Jerman (XTDEUt), dan ekspor tepung terigu Indonesia (XTIDNt), serta
sisa dunia (XTRWt
XTW
), dengan rumusan sebagai berikut:
t = XTFRAt + XTBELt + XTSOVt + XTTURt + XTDEUt + XTIDN
t + XTRWt
5.2.2.
;
5.2.4.Impor Tepung Terigu Dunia
Empat Lima persamaan impor tepung terigu negara pengekspor utama
mempunyaimenunjukkan bahwa rentang terendah hingga tertinggi dari nilai F
hitung = 11.1148.323– 225.118677.266, koefisien determinasi R² = 0.52648028 –
0.9793934, dan Durbin Watson = 1.66087 – 2.335786.
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Space A fter: 6 pt, Linespacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Font: Bold, Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted ...
143
Pada umumnya impor tepung terigu dipengaruhi oleh harga riilharga
impor ekspor tepung terigu, produksi tepung terigu, permintaan tepung terigu,
nilai tukar suatu negara, dan variabel bedakala imporekspor tepung terigu. Empat
Lima negara importir tepung terigu utama dunia, yaitu Belanda, Libya, Uni
Soviet, Angola, dan Amerika Serikat menjadi obyek penelitian.
1. Belanda
Tabel 38 menunjukkan impor tepung terigu Belanda dipengaruhi oleh
harga riilharga impor tepung terigu Belanda (-, ns), variabel bedakala pendapatan
perkapita Belanda (+, s), variabel bedakala produksi tepung terigu Belanda (+, s),
demanpermintaan tepung terigu Belanda (+, s) dan variabel bedakala impor
tepung terigu Belanda (+, s). Dimana variabel bedakala produksi tepung terigu
Belanda, permintaan tepung terigu Belanda, dan variabel bedakala impor tepung
terigu Belanda berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15, sedangkan variabel
harga impor tepung terigu tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf α >0.15. .
Meningkatnya pendapatan perkapita Belanda, dan demanpermintaan tepung
terigu Belanda akan meningkatkan impor tepung terigu Belanda, s. Sedangkan
meningkatnya harga riil impor tepung terigu Belanda produksi tepung terigu
Belanda akan menurunkan impor tepung terigu Belanda. Respon variabel
bedakala impor tepung terigu terhadap perubahan ekonomi sangat cepat.
Nilai R² sebesar 0.9793 pada Tabel 38 menggambarkan bahwa sekitar
97.93 persen variabel harga impor tepung terigu Belanda, variabel bedakala
produksi tepung terigu Belanda, permintaan tepung terigu Belanda dan variabel
bedakala impor tepung terigu Belanda (variabel eksogen) secara bersama mampu
menjelaskan perilaku persamaan impor tepung terigu Belanda.
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt, Linespacing: Multiple 1,95 li
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
144
Nilai R² sebesar 0.9783 menggambarkan bahwa sekitar 0.9783 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan impor tepung terigu Belanda.
Tabel 38. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Tepung Terigu
Belanda
Variabel Parameter
Dugaan
Standar
Error
t-
hitung Prob>|T| Elastisitas
RPMTNLD -104.031325 t 68.661763 -1.515 0.1462 -0.183342216
ICNLD 4.952792 t 1.391170 3.560 0.0021 0.443430319
QTNLD -0.418548 t-1 0.094817 -4.414 0.0003 -1.382866212
DTNLD 0.484801 t 0.063248 7.665 0.0001 2.123551201
F =326.963 R-Square =0.9857 Durbin-
Watson=2.089
Tabel 38. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Tepung Terigu Belanda
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>
|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
RPMTNLD -36.324738 t 90.880816 -0.400 0.6938 -0.06401781 0.0813982 QTNLD -0.475903 t-1 0.112841 -4.217 0.0005 -1.57236488 -1.999251 DTNLD 0.557637 t 0.070881 7.867 0.0001 2.44259133 3.1057377 MTNLD 0.213523 t-1 0.124322 1.717 0.1021 F =225.118 R- Square=0.9793 Durbin-Watson=1.744
BBerdasarkan elastisitasnya, impor tepung terigu Belanda bersifat inelastis
terhadap variabel harga impor tepung terigu Belanda tetapi bersifat elatistis
terhadap variabel bedakala produksi tepung terigu Belanda , dan variabel
demanpermintaan tepung terigu Belanda dapat digunakan sebagai instrumen
kebijakan, sedangkan variabel harga riil impor tepung terigu Belanda dan
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted T able ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
145
variabel pendapatan perkapita Belanda tidak dapat digunakan sebagai instrumen
kebijakan. . Elastisitas jangka panjang produksi tepung terigu Belanda dari impor
tepung terigu Belanda sebesar 1.99 artinya terjadi penurunan impor tepung terigu
Belanda sebesar 1.99 persen sebagai respon kenaikan produksi tepung terigu
Belanda sebesar 1 persen. Sedangkan elastistas jangka panjang permintaan
tepung terigu Belanda dari impor tepung terigu Belanda sebesar 3.11 artinya
terjadi kenaikan impor tepung terigu Belanda sebesar 3.11 persen sebagai respon
kenaikan permintaan tepung terigu Belanda sebesar 1 persen. Sehingga pada
persamaan impor tepung terigu Belanda, variabel permintaan tepung terigu
Belanda dan produksi tepung terigu Belanda merupakan variabel yang efektif
untuk dikenakan suatu kebijakan untuk mengurangi impor tepung terigu Belanda.
2. Libya
Tabel 39 memperlihatkan impor tepung terigu Libya dipengaruhi oleh
variabel bedakala harga riilharga impor tepung terigu Libya (-, ns), dan variabel
pendapatan perkapita Libya (+, s), demanpermintaan tepung terigu Libya (+, s).
Dimana variabel permintaan tepung terigu Libya berbeda nyata dengan nol pada
taraf α < 0.15, sedangkan variabel bedakala harga impor tepung terigu Libya
tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf α >0.15. Sehingga Mmeningkatnya
pendapatan perkapita Libya, dan demanpermintaan tepung terigu Libya akan
berdampak pada meningkatnyakan impor tepung terigu Libya, sedangkan
meningkatnya variabel bedakala harga riil impor Libya akan menurunkan impor
tepung terigu Libya.
Formatted: Font: Not Bold
Formatted: Font: Not Bold
Formatted: Font: Not Bold
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
146
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted: Font: 10 pt
Formatted T able
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Font: 10 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Font: 10 pt
Nilai R² sebesar 0.5264 pada Tabel 39 menggambarkan bahwa sekitar
52.64 persen variabel bedakala harga impor tepung terigu Libya, dan variabel
permintaan tepung terigu Libya (variabel eksogen) secara bersama mampu
menjelaskan perilaku persamaan impor tepung terigu Libya.
Berdasarkan nilai elastisitasnya, impor tepung terigu Libya bersifat
inelastis terhadap semua variabel. Elastisitas harga impor tepung terigu Libya
dari impor tepung terigu Libya sebesar -0.02 artinya terjadi penurunan impor
tepung terigu sebesar 0.02 persen sebagai respon peningkatan harga impor tepung
terigu Libya sebesar 1 persen. Sehingga pada persamaan impor tepung terigu
Libya, variabel harga impor tepung terigu dan permintaan tepung terigu Libya
merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk
mempengaruhi impor tepung terigu Libya.
Nilai R² sebesar 0.9895 menggambarkan bahwa sekitar 0.9895 persen variabel
penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan impor tepung terigu Libya.
Tabel 39. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Tepung Terigu Libya
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>
|T| Elastisitas
Intersep 151558-567956
22395338918
-14.5940
.677
0.50630001
RPMTLBYt-1 -228.65014295.050749
211.07329245.969376
-1.02.06
83
0.29160526
-0.02141306058914373
6 ICLBY 45.580977 t 6.448919 7.068 0.0001 0.61252856 DTLBY 0.42720378
1979 t 0.14983102
7391 2.8518.
549 0.0001 0.9003814561.6555381
62 F =11.114594.175 R- Square
=0.52649895 Durbin-WWatson=1.882948
147
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Space A fter: 6 pt, Linespacing: single
Formatted: Space A fter: 6 pt
Dengan melihat nilai elastisitas pada tabel 39, maka instrumen kebijakan
hanya dapat diterapkan pada variabel deman tepung terigu Libya, sedangkan
variabel bedakala harga riil impor Libya dan variabel pendapatan perkapita Libya
karena sifatnya yang inelastis, tidak dapat diterapkan sebagai instrumen
kebijakan.
3. Uni Soviet
Tabel 40 menunjukkan impor tepung terigu Uni Soviet dipengaruhi oleh
variabel bedakala harga riil impor tepung terigu Uni Soviet (-, ns), produksi
tepung terigu Uni Soviet (-, s), demanpermintaan tepung terigu Uni Soviet (+,
s), dan variabel bedakala PDB impor tepung terigu Uni Soviet (+, ns)). Dimana
variabel produksi dan permintaan tepung terigu Uni Soviet berbeda nyata dengan
nol pada taraf α < 0.15. Meningkatnya permintaanroduksi tepung terigu Uni
Soviet akan meningkatkan impor tepung terigu Uni Soviet, sedangkan
meningkatnya produksi tepung terigu Uni Soviet akan menurunkan impor tepung
terigu Uni Soviet.
Nilai R² sebesar 0.7525 pada Tabel 40 menggambarkan bahwa sekitar
75.25 persen variabel produksi tepung terigu Uni Soviet, permintaan tepung
terigu Uni Soviet dan variabel bedakala PDB Uni Soviet (variabel eksogen)
secara bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan impor tepung terigu Uni
Soviet.
Adapun respon variabel bedakala impor tepung terigu Uni Soviet terhadap perubahan ekonomi sangat cepat.
Tabel 40. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Tepung Terigu Uni Soviet
Variabel Parameter Standar t- Prob>|T| Elastisitas
148
Dugaan Error hitung Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep -613259 717998 -0.854 0.4043
RPMTSOVt-
1
-14.189642
40.452710 -0.351 0.7298 -0.027003352 -0.03895705
QTSOV -0.670146 t 0.108302 -6.188 0.0001 -29.15062718 -42.0548695
DTSOV 0.692900 t 0.108146 6.407 0.0001 30.84592079 44.50062654
MTSOV 0.306843 t-1 0.136349 2.250 0.0372
F =18.323 R-Square =0.8028
Durbin-Watson=2.786
Tabel 40. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Tepung Terigu Uni Soviet
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
Intersep 686424 956727 0.717 0.4818 QTSOV -0.814166 t 0.108888 -7.477 0.0001 -35.41534162 DTSOV 0783495 t 0.107997 7.255 0.0001 34.87895037 ICRUS 81.671002 t-1 96.259307 0.848 0.4068 0.423675042 F =19.258 R-Square =0.7525 Durbin-Watson=2.335
Nilai R² sebesar 0.8028 menggambarkan bahwa sekitar 0.8028 persen variabel
penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan impor tepung terigu Uni Soviet.
Memperhatikan nilai elastitas pada persamaan impor tepung terigu Uni
Soviet, dalam jangka pendek dan jangka panjang, instrumen kebijakan dapat
diterapkan pada variabel produksi tepung terigu Uni Soviet dan deman tepung
terigu Uni Soviet. Adapun variabel bedakala harga riil impor tepung terigu Uni
Soviet tidak dapat diterapkan sebagai instrumen kebijakan, karena sifatnya yang
inelastis.
4. Angola
Tabel 41 memperlihatkan impor tepung terigu Angola dipengaruhi oleh
harga riil impor tepung terigu Angola (-, ns), produksi tepung terigu Angola (-,
Formatted: Space A fter: 6 pt
Formatted: Space A fter: 6 pt, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Font: 10 pt, Indonesian
Formatted: Space A fter: 6 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Font: 10 pt, Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Space A fter: 6 pt, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Indonesian
Formatted: Space A fter: 6 pt
Formatted: Font: 10 pt, Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Space A fter: 6 pt, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Indonesian
Formatted: Space A fter: 6 pt
Formatted: Space A fter: 6 pt, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Indonesian
Formatted: Space A fter: 6 pt
Formatted: Space A fter: 6 pt
Formatted: Justified, Space Before: 0pt, Line spacing: single
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Space Before: 0pt, A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted: Indonesian
Formatted T able
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
149
s), deman tepung terigu Angola (+, s), dan variabel bedakala impor tepung terigu
Angola (+, ns). Meningkatnya deman tepung terigu Angola akan meningkatkan
impor tepung terigu Angola, sedangkan meningkatnya produksi tepung terigu
Angola akan menurunkan impor tepung terigu Angola.
Tabel 41. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Tepung Terigu Angola
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung
Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep 3198.836605 2651.565276 1.206 0.2433 RPMTAGO -0.000977 t
0.006243 -0.156 0.8774 -0.000438935 -0.000466728
QTAGO -0.932411 t 0.054864 -16.995 0.0001 -1.654678899 -1.759450667 DTAGO 0.931616 t 0.055274 16.855 0.0001 2.572177384 2.735043771 MTAGO 0.059548 t-1 0.065875 0.904 0.3780 F =677.266 R- Square =0.9934 Durbin-Watson=2.322
Memperhatikan nilai elastitas pada persamaan impor tepung terigu,
terhadap variabel produksi tepung terigu Uni Soviet dan permintaan tepung terigu
Uni Soviet bersifat elastis, sedangkan terhadap variabel bedakala pendapatan
perkapita terigu Uni Soviet bersifat inelastis. Elastisitas produksi tepung terigu
Soviet dari impor tepung terigu Uni Soviet sebesar -35.42 artinya terjadi
penurunan impor tepung terigu Soviet sebesar 35.42 persen sebagai respon
peningkatan produksi tepung terigu Soviet sebesar 1 persen. Sehingga pada
persamaan impor tepung terigu Uni Soviet, variabel produksi tepung terigu dan
permintaan tepung terigu Uni Soviet merupakan variabel yang efektif untuk
dikenakan suatu kebijakan untuk mempengaruhi impor tepung terigu Uni Soviet.
Nilai R² sebesar 0.9934 menggambarkan bahwa sekitar 0.9934 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan impr tepung terigu Angola.
Formatted: C entered, Space Before: 6 pt, A fter: 6 pt
Formatted T able
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
150
Variabel harga riil impor tepung terigu Angola dalam jangka pendek dan
jangka panjang karena sifatnya yang inelastis, maka tidak dapat diterapkan
sebagai instrumen kebijakan. Sebaliknya variabel produksi tepung terigu Angola
dan deman tepung terigu Angola dapat diterapkan sebagai instrumen kebijakan
baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
54. Amerika Serikat
Tabel 412 menunjukkan impor tepung terigu Amerika Serikat dipengaruhi
oleh selisih harga riilharga impor tepung terigu Amerika Serikat dengan variabel
bedakala harga riil impor tepung terigu Amerika Serikat (-, ns), selisihproduksi
tepung terigu Amerika Serikat (-, ns), demanpermintaan tepung terigu Amerika
Serikat dengan variabel bedakala permintaan tepung terigu Indonesia (+, ns),
pendapatan perkapita Amerika Serikat (+, s) dan variabel bedakala impor tepung
terigu Amerika Serikat (+, s). Dimana variabel harga impor tepung terigu
Amerika Serikat, pendapatan perkapita Amerika Serikat dan variabel bedakala
impor tepung terigu Amerika Serikat berbeda nyata dengan nol pada taraf α <
0.15, sedangkan selisih permintaan tepung terigu Amerika Serikat dengan variabel
bedakala permintaan tepung terigu Indonesia tidak berbeda nyata dengan nol pada
taraf α >0.15. Meningkatnya pendapatan perkapitademan tepung terigu Amerika
Serikat akan meningkatkan impor tepung terigu Amerika Serikat, sedangkan
meningkatnya harga impor tepung terigu Amerika akan menurunkan impor tepung
terigu Amerika Serikat..
Adapun respon variabel bedakala impor tepung terigu Amerika Serikat
terhadap perubahan ekonomi sangat mungkin terjadi.
Tabel 412. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Tepung Terigu Amerika Serikat
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space A fter: 6 pt
151
Serikat
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>
|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep -129952 63797 -2.037 0.0566 (RPMTUSAt -RPMTUSAt-1
-49.573293-60.955761
)
28.78178947.7461
19
-1.722-1.277
0.10120.21
79
-0.2622823070.012230241
-1.2290870.046830
813 QTUSA t -0.002882 0.002850 -1.011 0.3253 -
0.554123563 -
2.121794328
DTUSA t DTUSA
0.0024090.012702 t-1
0.0074850.006232
0.3222.038
0.75110.05
65
0.0083521092.512265017
0.03913909.61971
3037 ICUSA 1.820884 t 0.829088 2.196 0.040
7 0.552377754 2.588510
3 MTUSA 0.78660438
842 t-1 0.131834
50044 5.9674.9
24 0.000
1
F =158.42965.955 R- Square =0.9709361
Durbin-Watson=1.66087
Nilai R² sebesar 0.9709 pada Tabel 41 menggambarkan bahwa sekitar
97.09 persen variabel harga impor tepung terigu Amerika Serikat, selisih
permintaan tepung terigu Amerika Serikat dengan variabel bedakala permintaan
tepung terigu Indonesia, pendapatan perkapita Amerika Serikat, dan variabel
bedakala impor tepung terigu Amerika Serikat (variabel eksogen) secara bersama
mampu menjelaskan perilaku persamaan impor tepung terigu Amerika Serikat.
Berdasarkan nilai elastisitasnya, dalam jangka pendek, semua variabel
bersifat inelastis, sedangkan dalam jangka panjang, harga impor tepung terigu
Amerika Serikat, dan pendapatan perkapita Amerika Serikat yang bersifat elastis.
Elastisitas jangka panjang harga impor tepung terigu Amerika Serikat dari impor
tepung terigu Amerika Serikat sebesar 1.23 artinya terjadi penurunan impor
tepung terigu Amerika Serikat sebesar 1.23 persen sebagai respon perubahan
harga impor tepung terigu Amerika Serikat sebesar 1 persen. Elastisitas jangka
panjang pendapatan perkapita Amerika Serikat dari impor tepung terigu Amerika
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm, Space A fter: 6 pt
Formatted T able
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm
152
Serikat sebesar 2.59 artinya terjadi kenaikan impor tepung terigu Amerika Serikat
sebesar 2.59 persen sebagai respon perubahan harga impor tepung terigu Amerika
Serikat sebesar 1 persen. Sehingga pada persamaan impor tepung terigu Amerika
Serikat, variabel harga impor tepung terigu Amerika Serikat, dan pendapatan
perkapita Amerika Serikat merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu
kebijakan untuk meningkatkan impor tepung terigu Amerika Serikat.
Nilai R² sebesar 0.9361 menggambarkan bahwa sekitar 0.9361 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan impor tepung terigu Amerika Serikat.
Berdasarkan nilai elastisitasnya, dalam jangka pendek, hanya variabel
deman tepung terigu Amerika Serikat yang bersifat elastis sehingga dapat
diterapkan sebagai instrumen kebijakan, sedangkan dalam jangka panjang,
variabel selisih harga riil impor tepung terigu Amerika Serikat dengan variabel
bedakala harga riil impor tepung terigu Amerika Serikat, dan variabel produksi
tepung terigu Amerika Serikat dapat diterapkan sebagai instrumen kebijakan.
6. Dunia
Total impor tepung terigu dunia (MTWt) dirumuskan sebagai suatu
persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari impor Libya (MTLBYt )a,
Belanda (MTNLDt, ), Soviet (MTSOVt,), Angola, Amerika Serikat
(USA,MTUSAt ), dan Indonesia (MTIDNt ), serta sisa dunia (MTRWt
MTW
), yang
dituliskan sebagai berikut:
t = MTNLDt + MTLBYt + MTSOVt + MTAGOt +MTUSAt + MTIDNt + MTRWt
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 18 pt,A fter: 6 pt
Formatted: Space A fter: 6 pt
Formatted: Font: 12 pt
Formatted: Font: 12 pt
Formatted: Line spacing: single,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted: Line spacing: single
;
153
5.2.4.5.2.3. Harga RiilHarga Tepung Terigu Dunia
Tabel 423 memperlihatkan harga riilharga tepung terigu dunia dipengaruhi
oleh selisih impor ekspor tepung terigu dunia dengan variabel bedakala impor
tepung terigu dunia (+ -, ns), dan variabel bedakala eksporimpor tepung terigu
dunia (-+, ns), dan variabel bedakala harga riilharga tepung terigu dDunia (+, s).
Dimana variabel harga tepung terigu berbeda nyata dengan nol pada taraf α <
0.15. Respon variabel bedakala harga tepung terigu dunia sangat besar
terhadap penyesuaian harga tepung terigu dunia yang kemungkinan terjadi akibat
perubahan ekonomi.
Nilai R² sebesar 0.9870 menggambarkan bahwa sekitar 0.9870 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil tepung terigu Dunia.
Tabel 423. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga RiilHarga Tepung Terigu Dunia
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>
|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
MXTW 0.000013225
-0.000007541
t 0.0000560.000054
494
0.238-0.138
0.81440.8913
0.10020664-0.07605307
0.488815291-0.364962474
XMTW -0.000007540.000013225
t 0.0000550.000055
608
-0.1380.
238
0.89130.8144
-0.057518420.08817427
1
-0.2805790450.
423129535
RPTW 0.7950010.795001
t-1 0.0271620.027162
29.26929.269
0.00010.0001
F =506.464506.464 R- Square =0.9870870
Durbin-Watson=1.9931.993
Semua variabelNilai R² sebesar 0.9870 pada Tabel 42
menggambarkan bahwa sekitar 98.70 persen variabel impor tepung terigu dunia
dunia, variabel ekspor tepung terigu dunia dan variabel bedakala harga tepung
Formatted: Space Before: 12 pt,A fter: 6 pt
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Left
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Font: 10 pt
Formatted T able
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Right
Formatted: Right
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Font: 10 pt, Swedish(Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
154
terigu dunia (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga tepung terigu dunia.
Berdasarkan elastisitas, dalam jangka pendek dan panjang harga tepung
terigu dunia bersifat inelastis terhadap variabel impor tepung terigu dunia dunia
dan variabel ekspor tepung terigu dunia. Elastisitas jangka panjang impor tepung
terigu dunia dari harga tepung terigu dunia sebesar 0.49 artinya terjadi
peningkatan harga tepung terigu dunia sebesar 0.49 persen sebagai respon
peningkatan impor tepung terigu dunia sebesar 1 persen. Sehinga variabel impor
tepung terigu dan ekspor tepung terigu dunia bukan merupakan variabel yang
efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk mengubah harga tepung terigu
dunia.
dalam persamaan harga riil tepung terigu dunia tidak dapat dipergunakan sebagai
instrumen kebijakan. Hal ini karena baik jangka pendek maupun jangka panjang
variabel-variabelnya bersifat inelastis.
5.2.5.5.2.4. Harga RiilHarga Ekspor Tepung Terigu
Lima persamaan ekspor biji gandum negara pengekspor utama
menunjukkan bahwa rentang terendah hingga tertinggi dari nilai F hitung =
17.0721.341 – 1138.929696.126, koefisien determinasi R² = 0.6306417 –
0.9810905, dan Durbin Watson = 0.2821.396 – 1.8862.248. Pada umumnya harga
ekspor tepung terigu suatu negara dipengaruhi oleh harga ekspor, produksi, nilai
tukar, dan varibel bedakala harga ekspor. Pada umumnya harga ekspor tepung
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
155
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Justified, Space Before: 6pt
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Justified, Space A fter: 6pt, Line spacing: single
Formatted: Space A fter: 6 pt, Linespacing: single
Formatted T able
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
terigu dipengaruhi oleh harga riil tepung dunia, produksi tepung negara, nilai
tukar negara, dan variabel bedakala harga riil ekspor tepung terigu.
Lima negara eksportir tepung terigu utama dunia, yaitu USA, Prancis, CKanada,
Australia, Soviet menjadi obyek penelitian.
1. Prancis
Tabel 434 menunjukkan harga riilharga ekspor tepung Prancis
dipengaruhi oleh selisih ekspor tepung terigu Prancis dengan variabel bedakala
ekspor tepung terigu Prancis (-, ns), harga riilharga tepung terigu dunia (+,
ns), dan variabel bedakala harga riilharga ekspor tepung terigu Prancis (+, s).
Dimana variabel harga tepung dunia tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf α
>0.15. sedangkan variabel bedakala harga ekspor tepung terigu Prancis berbeda
nyata dengan nol pada taraf α < 0.15. Selain itu ditunjukan Variabel bedakala
harga riil ekspor tepung terigu Prancis menunjukkan bahwa sangat besar
kemungkinan terjadinya penyesuaian harga riilharga ekspor tepung terigu Prancis
terhadap perubahan ekonomi.
Tabel 434. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga RiilHarga Ekspor Tepung Terigu Prancis
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung
Prob> |T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep 115.137451 30.274436 3.803 0.0011 RPTW 0.015064 t 0.016756 0.899 0.3793 0.055709428 0.1094395 RPXTFRA 0.490957 t-
1 0.149968 3.274 0.0038
F =48.517 R- Square =0.8291 Durbin-Watson=1.545
156
Nilai R² sebesar 0.8291 pada Tabel 43 menggambarkan
bahwa sekitar 82.91 persen variabel harga tepung terigu dunia dan variabel
bedakala harga ekspor tepung terigu Prancis (variabel eksogen) secara bersama
mampu menjelaskan perilaku persamaan harga ekspor tepung terigu Prancis.
Nilai R² sebesar 0.8312 menggambarkan bahwa sekitar 0.8312 persen variabel
penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil ekspor tepung terigu Prancis .
Berdasarkan nilai elastisitasnya, dalam jangka pendek dan jangka panjang,
semua variabel pembentuk persamaan tidak dapat digunakan sebagai instrumen
kebijakan. Berdasarkan nilai elastisitasnya, harga ekspor tepung terigu Prancis
bersifat inelastis terhadap variabel harga tepung terigu dunia. Dimana elastisitas
jangka panjang harga tepung terigu dunia dari harga ekspor tepung terigu Prancis
sebesar 0.11 artinya terjadi peningkatan harga ekspor tepung terigu Prancis
sebesar 0.11 persen sebagai respon perubahan harga tepung terigu dunia sebesar 1
persen. Sehingga pada persamaan harga ekspor tepung terigu Prancis, variabel
harga tepung terigu dunia bukan merupakan variabel yang efektif untuk
diterapkannya suatu kebijakan yang diharapkan akan dapat mempengaruhi harga
ekspor tepung terigu Prancis.
Hal ini ditunjukan pada tabel 33 dimana variabel-variabel pembentuk persamaan
harga riil ekspor tepung terigu bersifat inelastis.
2. Belgia
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm
Formatted: Font: Not Bold, Nounderline
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: Font: Not Bold,Indonesian
157
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 6 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: Space Before: 6 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Space A fter: 6pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Line spacing: single,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted: Line spacing: single,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Tabel 445 memperlihatkan bahwa harga riilharga ekspor tepung terigu Belgia dipengaruhi oleh harga tepung terigu dunia (+, s) dan variabel bedakala ekspor tepung terigu Belgia (-, ns), selisih harga riil tepung terigu dunia dengan variabel bedakala harga riil tepung terigu dunia (+, ns), variabel bedakala harga riilharga ekspor tepung terigu Belgia (+, s). Dimana variabel harga tepung terigu dunia dan variabel bedakala harga ekspor tepung terigu Belgia berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15. Sehingga meningkatnya harga tepung terigu dunia akan meningkatkan harga ekspor tepung terigu Belgia. Penyesuaian harga riilharga ekspor tepung terigu Belgia sangat besar kemungkinannya terjaddi akibat respon variabel bedakala harga riilharga ekspor tepung terigu Belgia terhadap perubahan ekonomi.
Nilai R² sebesar 0.7595 pada Tabel 44 menggambarkan bahwa sekitar
75.95 persen variabel harga tepung terigu dunia dan variabel bedakala harga
ekspor tepung terigu Belgia (variabel eksogen) secara bersama mampu
menjelaskan perilaku persamaan harga ekspor tepung terigu Belgia.
Nilai R² sebesar 0.7602 menggambarkan bahwa sekitar 0.7602 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil ekspor tepung terigu Belgia.
Tabel 445. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga RiilHarga Ekspor Tepung Terigu Belgia
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>
|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep 175.86881515
1.359080
48.9686945
5.158710
3.5912.744 0.00180.
0129
RPTW t 0.031520 0.019294 1.634 0.1180 0.103870907 0.15262025
XTBELt-1 -0.000049994 0.00003587
9
-1.393 0.1796 -0.089438493 -0.21946803
8 (RPTW t - RPTW t-1
0.031426 )
0.037541 0.837 0.4129 -0.017474666
-0.04288009
2
RPXTBEL 0.3194160.59
2476
t-
1
0.2005570.
138824
1.5934.268 0.12690.
0004
F =31.57520.076 R-Square =0.7595602 Durbin-Watson=1.7152.248
158
Selanjutnya pada Tabel 44 juga dapat dilihat bahwa baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang, harga ekspor tepung terigu Belgia bersifat
inelastis terhadap semua variabel. Elastisitas jangka panjang harga tepung terigu
dunia dari harga ekspor tepung terigu Belgia sebesar 0.15 artinya terjadi
peningkatan hara ekspor tepung terigu Belgia sebesar 0.15 persen sebagai respon
perubahan harga tepung terigu dunia sebesar 1 persen. Pada persamaan harga
ekspor tepung terigu Belgia, variabel harga tepung terigu dunia bukan merupakan
variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk mempengaruhi harga
ekspor tepung terigu Belgia.
Pada tabel 45 dapat dilihat bahwa semua variabel bersifat inelastis,
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, maka variabel-variabel
dimaksud tidak dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan.
3. Uni Soviet
Tabel 456 memperlihatkan harga riilharga ekspor tepung terigu Uni Soviet
dipengaruhi oleh harga tepung terigu dunia (+, s) variabel bedakala ekspor tepung
terigu Uni Soviet (-, ns), harga riil tepung terigu dunia (+, s), variabel bedakala
harga riil ekspor tepung terigu Uni Soviet (+, s). Dimana variabel harga tepung
terigu dunia berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15. Sehingga
mMeningkatnya harga riilharga tepung terigu dunia akan meningkatkan harga
riilharga ekspor tepung terigu Uni Soviet.
Respon variabel bedakala harga riil ekspor tepung terigu Uni Soviet
terhadap kemungkinan terjadinya perubahan ekonomi cukup besar.
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 12 pt, Line spacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Space Before: 0 pt, Line spacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Space Before: 0 pt, Linespacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
159
Nilai R² sebesar 0.9905 menggambarkan bahwa sekitar 0.9905 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil ekspor tepung terigu Uni Soviet.
Tabel 46. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Riil Ekspor Tepung Terigu
Uni Soviet
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>
|T| Elastisitas
Jangka Pendek Jangka Panjang XTSOVt-1 -0.000022883 0.000100 -0.228 0.8217 -0.007396961 -0.014487198
RPTW t 0.473435 0.158467 2.988 0.0073 0.452301662 0.885848148
RPXT SOV 0.489414 t-1 0.114288 4.282 0.0004
F =696.126 R- Square =0.9905 Durbin-Watson=1.782
Tabel 45. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Ekspor Tepung Terigu Uni Soviet
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
RPTW 1.113154 t 0.032984 33.748 0.0001 1.063464688 F =1138.929 R-Square =0.9810 Durbin-Watson=1.103
Nilai R² sebesar 0.9810 pada Tabel 45 menggambarkan bahwa sekitar
98.10 persen variabel variabel harga tepung dunia (variabel eksogen) mampu
menjelaskan perilaku persamaan harga ekspor tepung terigu Uni Soviet.
Selanjutnya Tabel 45 juga 6 menunjukkan bahwa harga ekspor tepung terigu Uni
Soviet dalam jangka pendek dan jangka panjang, bersifat elatis terhadap variabel
harga tepung dunia.-variabel dalam persamaan harga riil ekspor tepung terigu Uni
Soviet bersifat inelastis sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai instrumen
kebijakan. Elastisitas harga tepung terigu dunia dari harga ekspor tepung terigu
Uni Soviet sebesar 1.06 artinya terjadi peningkatan harga ekspor tepung terigu
Uni Soviet sebesar 1.06 persen sebagai respon perubahan harga tepung terigu
dunia sebesar 1 persen. Sehingga pada persamaan harga ekspor tepung terigu Uni
Soviet, variabel harga tepung terigu dunia merupakan variabel yang efektif untuk
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Left
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 18 pt
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
160
dikenakan suatu kebijakan untuk mengubah harga ekspor tepung terigu Uni
Soviet.
4. Turki
Tabel 467 memperlihatkan harga riilharga ekspor tepung terigu Turki
dipengaruhi oleh harga tepung terigu dunia (+, s) dan selisih ekspor tepung terigu
Turki dengan variabel bedakala ekspor tepung terigu Turki (-, ns)., harga riil
tepung terigu dunia (+, s), variabel bedakala harga riil ekspor tepung terigu Turki
(+, s). Dimana variabel harga tepung terigu dunia berbeda nyata dengan nol
pada taraf α < 0.15, sedangkan selisih ekspor tepung terigu Turki dengan variabel
bedakala ekspor tepung terigu Turki tidak berbeda nyata pada taraf α >0.15.
SehinggaM meningkatnya harga riilharga tepung terigu dunia akan meningkatkan
harga riilharga ekspor tepung terigu Turki. Respon variabel bedakala harga riil
ekspor tepung terigu Turki terhadap perubahan ekonomi cukup besar.
Nilai R² sebesar 0.8603 menggambarkan bahwa sekitar 0.8603 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riilekspor tepung terigu Turki.
Tabel 47. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Riil Ekspor Tepung Terigu
Turki
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm
Formatted: Space Before: 12 pt
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Line spacing: Double
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 6 pt
Formatted: Justified, Space A fter: 6pt
161
Variabel Parameter Dugaan Standar Error t-hitung Prob>
|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep 2483.443736 2754.645044 0.902 0.3786
XTTURt -0.005365 0.005079 -1.056 0.3040 -0.147489203 -0.410522397
RPTW t 3.487022 , 1.541906 2.262 0.0356 0.287974718 0.801550686 RPXTTUR 0.640728 t-1 0.125015 5.125 0.0001
F =38.989 R-Square =0.8603 Durbin-Watson=1.717
Tabel 46. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Ekspor Tepung Terigu Turki
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung
Prob> |T| Elastisitas
RPTW t 11.471664 , 1.131216 10.141 0.0001 0.947384102 XTTURt XTTUR
-0.000777 t-1
0.006787 -0.114 0.9100 -0.001427859
F =51.813 R-Square =0.8315 Durbin-Watson=0.282
Nilai R² sebesar 0.8315 pada Table 46 menggambarkan bahwa
sekitar 83.15 persen variabel harga tepung terigu dunia, dan selisih ekspor tepung
terigu Turki dengan variabel bedakala ekspor tepung terigu Turki (variabel
eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan hargaekspor
tepung terigu Turki.
Selanjutnya Tabel 46 juga7 memperlihatkan bahwa harga ekspor tepung
terigu Turki bersifat inelastis terhadap semua variabel pembentuk persamaan
harga riil ekspor tepung terigu Turki bersifat inelastis., sehingga tidak dapat
dipergunakan sebagai instrumen kebijakan. Elastisitas harga tepung terigu dunia
dari harga ekspor tepung terigu Turki sebesar 0. 95 artinya terjadi peningkatan
harga ekspor tepung terigu Turki sebesar 0.95 persen sebagai respon perubahan
harga tepung terigu dunia sebesar 1 persen. Sehingga pada persamaan harga
ekspor tepung terigu Turki, variabel harga tepung terigu dunia dan ekspor tepung
terigu Turki bukan merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu
kebijakan untuk mengubah harga ekspor tepung terigu Turki.
Formatted: Justified
Formatted T able
Formatted: Justified
Formatted: Justified
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified
Formatted: Justified
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,Line spacing: single
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted: Indonesian
Formatted T able
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
162
5. Jerman
Tabel 478 menunjukkan harga riilharga ekspor tepung terigu Jerman
dipengaruhi oleh harga tepung terigu dunia (+, ns), danekspor tepung terigu
Jerman (-, ns), harga riil tepung terigu dunia (+, ns), variabel bedakala harga
riilharga ekspor tepung terigu Jerman (+, s). Dimana variabel bedakala harga
ekspor tepung terigu Jerman berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15,
sedangkan harga tepung terigu dunia tidak berbeda nyata pada tarf α >0.15.
Respon variabel bedakala harga riilharga ekspor tepung terigu Jerman terhadap
kemungkinan terjadinya perubahan ekonomi cukup besar.
Tabel 478. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga RiilHarga Ekspor Tepung Terigu Jerman
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep 132.518980 45.276840 2.927 0.0083 RPTW t 0.012850 , 0.014400 0.892 0.3828 0.45282862 0.087570125 RPXTDEU 0.482896 t-
1 0.182268 2.649 0.0154
F =17.072 R- Square =0.6306 Durbin-Watson=1.886
Nilai R² sebesar 0.6306 pada Tabel 47 menggambarkan bahwa sekitar
63.06 persen variabel harga tepung terigu dunia dan variabel bedakala harga
ekspor tepung terigu Jerman (variabel eksogen) secara bersama mampu
menjelaskan perilaku persamaan harga ekspor tepung terigu Jerman.
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Left, Space Before: 6 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Space A fter: 6pt, Line spacing: single
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Space A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Space Before: 18 pt
163
Nilai R² sebesar 0.6417 menggambarkan bahwa sekitar 0.6417 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil ekspor tepung terigu Jerman.
Berdasarkan nilai elastisitasnya dalam jangka pendek dan jangka panjang,
harga ekspor tepung terigu Jerman bersifat inelastis terhadap semua variabel
bersifat inelastis. sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai instrumen kebijakan.
Elastisitas jangka pendek harga tepung terigu dunia dari harga ekspor tepung
terigu Jerman sebesar 0.45 artinya terjadi peningkatan harga ekspor tepung terigu
Jerman sebesar 0.45 persen sebagai respon perubahan harga tepung terigu dunia
sebesar 1 persen. Sehingga pada persamaan harga ekspor tepung terigu Jerman,
variabel harga tepung terigu dunia bukan merupakan variabel yang efektif untuk
dikenakan suatu kebijakan untuk mempengaruhi harga ekspor tepung terigu
Jerman.
5. 2.6.5.2.5. Harga RiilHarga Impor Tepung Terigu
Lima persamaan harga riilharga impor tepung terigu negara pengekspor
utama menunjukkan bahwa rentang terendah hingga tertinggi dari nilai F hitung =
13.3361.330 – 1016.906382.645, koefisien determinasi R² = 0.38840570 –
0.9924837, dan Durbin Watson = 0.2411.275 – 2.20923.
Pada umumnya harga riilharga impor tepung terigu suatu negara
dipengaruhi oleh impor tepung terigu, demanpermintaan tepung terigu, produksi
tepung terigu, nilai tukar , dan varibel bedakala harga riilharga impor tepung
terigu. Lima negara importir tepung terigu utama dunia, yaitu: Belanda, Libya,
Uni Soviet, Prancis, CKanada, Australia menjadi obyek penelitian.
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Line spacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
164
1. Belanda
Tabel 489 menunjukkan harga riilharga impor tepung terigu Belanda
dipengaruhi oleh harga tepung terigu dunia (+, s). selisih impor tepung dengan
variabel bedakala impor tepung terigu (+, ns), selisih harga riil tepung terigu dunia
dengan variabel bedakala harga riil tepung terigu dunia (+, ns), variabel bedakala
harga riil impor tepung terigu Belanda (+, s). Respon variabel bedakala harga riil
impor tepung terigu Belanda terhadap kemungkinan terjadinya perubahan
ekonomi sangat cepat.
Dimana variabel harga tepung terigu dunia berbeda nyata dengan nol
pada taraf α < 0.15. Meningkatnya harga tepung terigu dunia akan
meningkatkan harga impor tepung terigu Belanda.
Nilai R² sebesar 0.38848590 menggambarkan bahwa sekitar 0.38.848590
persen variabel harga tepung terigu duniapenjelas (variabel eksogen) secara
bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan harga riilharga impor tepung
terigu Belanda.
Selanjutnya pada Tabel 48 juga menunjukkan bahwa harga impor tepung
terigu Belanda bersifat inelastis terhadap semua
vaSemua variabel pembentuk persamaan. harga riil impor tepung terigu
Belanda bersifat inelastis, sehingga tidak dapat digunakan sebagai instrumen
kebijakan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (ta Elastisitas harga
tepung terigu dunia dari harga impor tepung terigu Belanda sebesar 0.23 artinya
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm, Line spacing: Multiple2,1 li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
165
terjadi peningkatan harga impor tepung terigu sebesar 0.23 persen sebagai respon
perubahan harga tepung terigu dunia sebesar 1 persen. Sehingga variabel harga
tepung terigu dunia bukan merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu
kebijakan untuk mempengaruhi harga impor tepung terigu Belanda. bel 38).
Tabel 49. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Riil Impor
Tepung Terigu
Belanda
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep 13.262231 36.865948 0.360 0.7230 (MTNLDt - MTNLDt-1
0.000004059 )
0.000134 0.030 0.9761 0.000213599
0.00257917
(RPTW t - RPTW t-1
0.022493 )
0.045027 0.500 0.6231 -0.010495233
-0.126728002
RPMTNLD 0.917183 t-1 0.098230 9.337 0.0001 F =38.595 R-Square =0.8590 Durbin-Watson=1.275 Tabel 48. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Tepung Terigu Belanda
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
Intersep 290.158196 29.597079 9.804 0.0001 RPTW 0.084747 t 0.023207 3.652 0.0015 0.234345683 F =13.336 R-Square =0.3884 Durbin-Watson=0.241
2. Libya
Tabel 4950 memperlihatkan harga riilharga impor tepung terigu Libya
dipengaruhi oleh harga tepung terigu dunia (+, s). impor tepung terigu Libya (+,
ns), harga riil tepung terigu dunia (+, s), nilai tukar Libya (+, s), variabel bedakala
harga riil impor tepung terigu Libya (+, s). Dimana variabel harga tepung terigu
dunia berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15. Meningkatnya harga
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Line spacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm, Line spacing: Multiple2,1 li
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,Line spacing: single
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Left
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
166
riilharga tepung terigu dunia, dan nilai tukar Libya akan meningkatkan harga
riilharga impor tepung terigu Libya.
Nilai R² sebesar 0.9140 pada Tabel 49 menggambarkan bahwa sekitar
0.9140 persen variabel harga tepung terigu dunia (variabel eksogen) mampu
menjelaskan perilaku persamaan harga impor tepung terigu Libya.
Tabel 49. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Tepung Terigu Libya
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
Intersep 219.070712 19.036953 11.508 0.0001 RPTW 0.222936 t 0.014927 14.935 0.0001 0.513358988 F =223.069 R-Square =0.9140 Durbin-Watson=0.825
Selanjutnya berdasarkan elastisitasnya, harga impor tepung terigu Libya
bersifat inelastis terhadap variabel pembentuk. Elastisitas harga tepung terigu
dunia dari harga impor tepung terigu Libya sebesar 0.51 artinya terjadi
peningkatan harga impor tepung terigu Libya sebesar 0.51 persen sebagai respon
perubahan harga tepung terigu dunia sebesar 1 persen. Pada persamaan harga
impor tepung terigu Libya, variabel harga tepung terigu dunia bukan merupakan
variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk mempengaruhi harga
impor tepung terigu Libya.
Respon variabel bedakala harga riil impor tepung terigu Libya akibat
perubahan kondisi ekonomi sangat mungkin terjadi.
Nilai R² sebesar 0.9552 menggambarkan bahwa sekitar 0.9552 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil impor tepung terigu Libya.
Formatted: Font: Not Bold
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Font: Bold, Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted T able
Formatted: Space Before: 18 pt
167
Tabel 50. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Riil Impor
Tepung Terigu
Libya
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep 80.855384 55.400849 1.459 0.1617 MTLBYt 0.000009402 0.000058900 0.160 0.8750 0.010039521 0.014137104 RPTW 0.157135 t 0.048381 3.248 0.0045 0.361832899 0.509513287 ERLBY 138.598988 t 42.197678 3.285 0.0041 0.130673489 0.184007256 RPMTLBY 0.289846 t-
1 0.155655 1.862 0.0790
F =96.017 R-Square =0.9552
Durbin-Watson=1.384
Berdasarkan elastisitasnya, dalam jangka pendek dan jangka panjang,
semua variabel bersifat inelastis, sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai
instrumen kebijakan
3. Uni Soviet
Tabel 50 51 menunjukkan harga riilharga impor tepung terigu Uni Soviet
dipengaruhi oleh harga tepung terigu dunia (+, s), selisih impor tepung terigu
Uni Soviet dengan variabel bedakala impor tepung terigu Uni Soviet (+, ns) dan ,
selisih harga riil tepung terigu dunia dengan variabel bedakala harga riil tepung
terigu dunia (+, s), variabel bedakala harga riilharga impor tepung terigu Uni
Soviet (+, s). Dimana variabel harga tepung terigu dunia dan bedakala harga
impor tepung terigu Soviet berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15,
sedangkan variabel impor tepung terigu Uni Soviet tidak berbeda nyata dengan
nol pada taraf α >0.15. Meningkatnya harga tepung terigu duniaselisih impor
tepung terigu Uni Soviet dengan variabel bedakala impor tepung terigu Uni
Soviet, dan selisih harga riil tepung terigu dunia dengan variabel bedakala harga
riil tepung terigu dunia akan meningkatkan harga riilharga impor tepung terigu
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm, Line spacing: Double
Formatted: Space A fter: 6 pt, Linespacing: single
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Indonesian
168
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt, Linespacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: single
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Indent: Left: 1,27 cm
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Indent: Left: 1,27 cm, Space A fter: 6 pt
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indent: Left: 1,27 cm,Space A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted: Font: 10 pt
Formatted T able
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 9 pt
Uni Soviet. Respon variabel bedakala harga riilharga impor tepung terigu Uni
Soviet terhadap perubahan ekonomi sangat mungkin terjadi.
Nilai R² sebesar 0.9924 pada Tabel 50 menggambarkan bahwa sekitar
99.24 persen variabel harga tepung terigu dunia, impor tepung terigu Uni Soviet,
variabel bedakala harga impor tepung terigu Uni Soviet (variabel eksogen) secara
bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan harga impor tepung terigu Uni
Soviet.
Dalam jangka pendek dan panjang, harga impor tepung terigu Uni Soviet
bersifat inelastis terhadap semua variabel pembentuk persamaan. Elastisitas
jangka panjang harga tepung terigu dunia dari harga impor tepung terigu Uni
Soviet sebesar 0.01 artinya terjadi peningkatan harga impor tepung terigu Uni
Soviet sebesar 0.01 persen sebagai respon terhadap perubahan harga tepung terigu
dunia sebesar 1 persen. Sehingga pada persamaan harga impor tepung terigu Uni
Soviet, variabel harga tepung terigu dunia dan impor tepung terigu Uni Soviet
bukan merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan.
Nilai R² sebesar 0.9873 menggambarkan bahwa sekitar 0.9873 persen variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan harga riil impor tepung terigu Uni Soviet. Tabel 5051. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga RiilHarga Impor Tepung Terigu
Terigu Uni Soviet
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>
|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
RPTW 0.871982 t 0.144524 6.033 0.0001 0.007975816 0.00986831 MTSOVt 0.000014670 0.000053631 0.274 0.7872 0.217352581 0.26892583 RPMTSOV 0.191775 t-1 0.100342 1.911 0.0704
169
F =868.343 R-Square =0.9924 Durbin-Watson=1.352
Dalam jangka panjang, hanya variabel selisih harga riil tepung terigu dunia
dengan variabel bedakala harga riil tepung terigu dunia yang bersifat elastis,
sehingga dapat dipergunakan sebagai instrumen kebijakan.
4. Angola
Tabel 52 menunjukkan harga riil impor tepung terigu Angola
(RPMTAGOt
) dipengaruhi oleh impor tepung terigu Angola (+, ns). Nilai R²
sebesar 0.0570 persen menggambarkan bahwa hanya sekitar 0.0570 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil impor tepung terigu Angola. Dengan kata lain, faktor diluar
persamaan menjadi lebih dominan dalam menentukan dugaan.
Tabel 52. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Riil Impor Tepung Terigu Angola
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>|T| Elastisitas
MTAGOt 0.405798 0.351907 1.153 0.2612 2.225842407 F =1.330 R-Square =0.0570 Durbin-
Watson=2.074
Berdasarkan nilai elastisitasnya variabel impor tepung terigu Angola bersifat
elastis, sehingga dapat dipergunakan sebagai instrumen kebijakan.
54. Amerika Serikat
Tabel 513 memperlihatkan harga riilharga impor tepung terigu Amerika
Serikat dipengaruhi oleh harga tepung terigu dunia (+, s). variabel bedakala impor
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 6 pt
Formatted: Space A fter: 6 pt, Linespacing: single
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Font: 11 pt, Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Space Before: 18 pt, Line spacing: Multiple 2,2 li
Formatted: Line spacing: Multiple 2,2li
170
tepung terigu Amerika Serikat (+, ns) Dimana variabel harga tepung terigu dunia
berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15. , dan harga riil tepung terigu
dunia (+, s). Meningkatnya harga riilharga tepung terigu dunia akan
meningkatkan harga riilharga impor tepung terigu Amerika Serikat.
Nilai R² sebesar 0.7391 pada Table 51 menggambarkan bahwa sekitar
73.91 persen variabel harga tepung terigu dunia (variabel eksogen) mampu
menjelaskan perilaku persamaan harga impor tepung terigu Amerika Serikat.
Nilai R² sebesar 0.7402 menggambarkan bahwa sekitar 0.7402 persen variabel
penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil impor tepung terigu Amerika Serikat.
Tabel 513. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga RiilHarga Impor Tepung Terigu Amerika Serikat
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>
|T| Elastisitas
Intersep 310.710406 17.888471 17.369 0.0001 RPTW 0.108175 t 0.014026 7.712 0.0001 0.269772195 F =59.481 R-Square =0.7391 Durbin-Watson=2.203
Elastisitas harga tepung terigu dunia dari harga impor tepung terigu
Amerika Serikat sebesar 0.27 artinya terjadi peningkatan harga impor tepung
terigu Amerika Serikat sebesar 0.27 persen sebagai respon perubahan harga
tepung terigu dunia sebesar 1 persen. Sehingga variabel harga tepung terigu
dunia bukan merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan
untuk mempengaruhi harga impor tepung terigu Amerika Serikat
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Space A fter: 6pt, Line spacing: single
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Font: 11 pt
Formatted: Space Before: 18 pt, Linespacing: Multiple 1,95 li
171
Berdasarkan nilai elastisitas, dalam jangka pendek dan jangka panjang,
semua variabel pembentuk persamaan bersifat inelastis, sehingga tidak dapat
digunakan instrumen kebijakan.
5.3. Industri Tepung Terigu Indonesia
5. 3.1. Permintaan Biji Gandum Indonesia
Permintaan biji gandum Indonesia (DGIDNt) diperoleh dari konversi
persamaan impor biji gandum Indonesia (MGIDNt
DGIDN
). Kondisi ini dikarenakan
seluruh permintaan biji gandum Indonesia dipenuhi dari impor dan belum adanya
produksi biji gandum Indonesia.
t = MGIDNt Total permintaan biji gandum Indonesia
dirumuskan sebagai suatu persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari
deman biji gandum makanan (DGMt), ekspor biji gandum Indonesia (XTIDNt),
deman biji gandum untuk makanan ternak (DGT), deman biji gandum untuk stock
(DGSt), deman biji gandum untuk penggunaan lain (DGPLt), deman biji gandum
untuk produksi makanan (DGFMt), deman biji gandum limbah (DGLt), deman
biji gandum sebagai benih (DGBt) yang dituliskan sebagai berikut:
DGIDNt = DGMt + XGIDNt + DGTt + DGSt + DGPLt + DGFMt
+ DGL
t + DGBt
5.3.2. Permintaan Biji Gandum Untuk Industri Tepung TeriguMak anan
Indonesia
;
PTabel 54 menunjukkan demanermintaan biji gandum untuk industri
tepung terigu Indonesia (DGMt), dirumuskan sebagai suatu persamaan identitas
yang merupakan pengurangan permintaan biji gandum Indonesia (DGIDNt)
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt, Linespacing: Multiple 1,95 li
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 0,96 cm, Line spacing: Multiple 1,95 li
Formatted: Space Before: 18 pt, Linespacing: Multiple 1,95 li
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Space Before: 12 pt, Linespacing: Multiple 1,95 li, Don't adjustspace between Latin and A sian text
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Line spacing: Multiple 1,95 li,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li
Formatted: Line spacing: Multiple1,95 li, Don't adjust space betweenLatin and A sian text
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted: F innish
172
dengan ekspor biji gandum Indonesia (XTIDNt), permintaan biji gandum untuk
makanan ternak (DGT), permintaan biji gandum untuk stock (DGSt), permintaan
biji gandum untuk penggunaan lain (DGPLt), permintaan biji gandum untuk
produksi makanan (DGFMt), permintaan biji gandum limbah (DGLt), permintaan
biji gandum sebagai benih (DGBt
DGM
) yang dituliskan sebagai berikut:
t = DGIDNt - XGIDNt - DGTt - DGSt - DGPLt - DGFMt - DGLt DGB
- t
dipengaruhi oleh variabel bedakala harga riil impor biji gandum Indonesia
(-, ns), selisih harga tepung Indonesia ditingkat industri dengan variabel bedakala
harga tepung Indonesia ditingkat industri (+, ns), pendapatan perkapita Indonesia
(+, s), jumlah penduduk Indonesia (+, s). Meningkatnya pendapatan perkapita
Indonesia, dan jumlah penduduk Indonesia akan meningkatkan deman biji
gandum Indonesia.
;makanan Indonesia
Tabel 54. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Deman Biji Gandum Makanan
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>
|T| Elastisitas
Intersep -4651886 2483797 -1.873 0.0774 RPMGIDNt-1 -387.576623 768.902934 -0.504 0.6203 -
0.083306216
(RPTIDNt – RPTIDN t-1
5.340875 ),
499.839007 0.011 0.9916 9.74867E-05
ICIDN 1887.282671
t 625.797728 3.016 0.0074 0.511166799
PENIDN 32955 t 12088 2.726 0.0139 2.386349567
F =31.233 R-Square =0.8741 Durbin-Watson=2.418
Nilai R² sebesar 0.8741 menggambarkan bahwa sekitar 0.8741 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan deman biji gandum makanan Indonesia.
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
173
Variabel selisih harga tepung Indonesia ditingkat industri dengan variabel
bedakala harga tepung Indonesia, ditingkat industri dan jumlah penduduk
Indonesia bersifat elastis, sehingga dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan.
Sedangkan variabel bedakala harga riil impor biji gandum Indonesia, dan
pendapatan perkapita Indonesia bersifat inelastis, sehingga tidak dapat digunakan
sebagai instrumen kebijakan.
5.3.3. Impor Biji Gandum Indonesia
Tiga persamaan impor biji gandum negara pengimpor utama menunjukkan
rentang terendah hingga tertinggi dari nilai F hitung = 6.9211.237 – 17.05248.216,
koefisien determinasi R² = 0.60601634 – 0.78218973, dan Durbin Watson =
1.557647 – 2.1987. Pada umumnya impor biji gandum dipengaruhi oleh harga
riilharga ekspor, produksi, nilai tukar, demanpermintaan dan varibel bedakala
ekspor. Tiga negara importir biji gandum utama Indonesia, yaitu Australia,
CKanada, Amerika Serikat menjadi obyek penelitian.
1. Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia
Tabel 525 menunjukkan impor biji gandum Indonesia dari Australia
dipengaruhi oleh selisih harga riil impor biji gandum Indonesia dengan variabel
bedakala harga riil impor biji gandum Indonesia (-, s), varibel bedakalaharga
impor biji gandum pendapatan perkapita Indonesia (-+, nns), variabel bedakala
impor tepung Indonesia deman biji gandum Indonesia (-+, ns), pendapatan
perkapita Indonesia (+, s) dan variabel bedakala jumlah penduduk Indonesia (+,
ns).. Dimana variabel pendapatan perkapita Indonesia berbeda nyata dengan nol
pada taraf α < 0.15, sedangkan variabel harga impor biji gandum Indonesia,
variabel bedakala impor tepung Indonesia dan variabel bedakala jumlah penduduk
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
174
Indonesia tidak berbeda nyata pada taraf α >0.15. Meningkatnya pendapatan
perkapita Indonesia akan meningkatkanharga selisih harga riil impor biji gandum
Indonesia dengan variabel bedakala harga riil impor biji gandum Indonesia akan
menurunkan impor biji gandum Indonesia dari Australia, sebaliknya
meningkatnya deman biji gandum Indonesia akan meningkatkan impor biji
gandum Indonesia dari Australia.
Nilai R² sebesar 0.7140 pada Tabel 52 menggambarkan bahwa sekitar
71.40 persen variabel harga impor biji gandum Indonesia, variabel bedakala impor
tepung Indonesia, pendapatan perkapita Indonesia, variabel bedakala jumlah
penduduk Indonesia (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan
perilaku persamaan impor biji gandum Indonesia dari Australia.
Berdasarkan nilai elastisitasnya, terhadap variabel jumlah penduduk
Indonesia bersifat elastis adapun terhadap variabel lainnya bersifat inelastis.
Elastisitas harga impor biji gandum Indonesia dari impor biji gandum Indonesia
dari Australia sebesar 0.13 artinya terjadi penurunan impor biji gandum Indonesia
dari Australia sebesar 0.13 persen sebagai respon perubahan harga impor biji
gandum Indonesia sebesar 1 persen. Sedangkan elastisitas penduduk Indonesia
dari impor biji gandum Indonesia dari Australia sebesar 2.77 artinya terjadi
kenaikan impor biji gandum Indonesia dari Australia sebesar 2.77 persen sebagai
respon perubahan pendusuk Indonesia sebesar 1 persen. Sehingga pada
persamaan impor biji gandum Indonesia dari Australia, variabel harga impor biji
gandum dan impor tepung terigu Indonesia, dan pendapatan perkapita Indonesia
bukan merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk
mempengaruhi impor biji gandum Indonesia dari Australia.
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
175
Tabel 525. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>|T
| Elastisitas
Intersep -2593529-392522
2467012175935
-1.051-2.231
0.30700.0379
(RPMGIDNt - RPMGIDNt-
1
-303.236962-722.874568
)
701.01069396.88378
1
-0.433-1.821
0.67050.0843
-0.1311802170.0189
82249
MTIDN -0.846900 t-1 5.621708 -0.151 0.8819 -0.02943814 ICIDN 857.8400734
89.886900 t-1 507.20178
343.759165
1.6911.425
0.10800.1704
0.4831879970.271308286
PENIDNDGIDN
185560.467027 t-1
135610.061634
1.3687.577
0.18810.0001
2.7731868621.003492328
F =11.23348.216 R- Square
=0.71408839
Durbin-Watson=2.1987
Nilai R² sebesar 0.8839 menggambarkan bahwa sekitar 0.8839 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan impor biji gandum Indonesia dari Australia.
Dalam jangka panjang, variabel deman biji gandum Indonesia bersifat
elastis sehingga dapat dipergunakan sebagai instrumen kebijakan, adapun
variabel lainnya bersifat inelastis, sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai
instrumen kebijakan. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa pengendalian impor biji
gandum Indonesia dari Australia sangat tergantung pada kemampuan Pemerintah
untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk Indonesia. Dengan kondisi
pengaturan kelahiran penduduk Indonesia yang diserahkan sepenuhnya kepada
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Left
Formatted: Left, Space Before: 6 pt
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Justified, Space A fter: 6pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Font: 10 pt, English (U.S.)
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt, English (U.S.)
Formatted: Font: 9,5 pt, English(U.S.)
Formatted: Font: 9,5 pt
Formatted: Font: 9,5 pt, English(U.S.)
Formatted: Space Before: 18 pt, Linespacing: Multiple 2,2 li
Formatted: Indonesian
176
masing-masing penduduk Indonesia, peluang keberhasilan untuk mengurangi
impor biji gandum sangat kecil.
2. Impor Biji Gandum Indonesia dari CanadaKanada
Tabel 536 menunjukkan impor biji gandum Indonesia dari CanadaKanada
dipengaruhi oleh selisih harga riilharga impor biji gandum Indonesia dengan
variabel bedakala harga impor biji gandum Indonesia (-+, ns), impor tepung terigu
Indonesia (+-, ns), varibel bedakala pendapatan perkapita Indonesia (+, ns) dan,
demanjumlah penduduk Indonesia biji gandum Indonesia (+, ns), dan variabel
bedakala impor biji gandum Indonesia dari Canada (+, s). Respon variabel
bedakala impor biji gandum Indonesia dari Canada terhadap perubahan eknomi
cukup cepat. Dimana variabel pendapatan perkapita Indonesia dan jumlah
penduduk Indonesia berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15, sedangkan
variabel selisih harga impor biji gandum Indonesia dengan variabel bedakala
harga impor biji gandum Indonesia, dam impor tepung terigu Indonesia tidak
berbeda nyata dengan nol pada taraf α >0.15. Meningkatnya pendapatan
perkapita Indonesia dan jumlah penduduk Indonesia akan meningkatkan impor
biji gandum Indonesia dari Kanada.
Nilai R² sebesar 0.8973 menggambarkan bahwa sekitar 0.8973 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan impor biji gandum Indonesia dari Canada.
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 12 pt
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
177
Tabel 536. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Biji Gandum Indonesia dari CanadaKanada
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>
|T| Elastisitas
Intercep -2624968 1298350 -2.022 0.0583 RPMGIDNt -RPMGIDN
-74.725654 t-1
477.40992 -0.157 0.8774 0.004982373
MTIDN -3.633132 t 3.961164 -0.917 0.3712 -0.345310379 ICIDN 880.956825 t 361.62966 2.436 0.0255 1.259929377 PENIDNt 14400 8310.7304 1.733 0.1003 1.338288227 F =6.921 R- Square =0.6060 Durbin-Watson=1.557
Nilai R² sebesar 0.6060 pada Tabel 53 menggambarkan bahwa sekitar
60.60 persen variabel selisih harga impor biji gandum Indonesia dengan variabel
bedakala harga impor biji gandum Indonesia, impor tepung terigu Indonesia,
pendapatan perkapita Indonesia, jumlah penduduk Indonesia (variabel eksogen)
secara bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan impor biji gandum
Indonesia dari Kanada.
Selanjutnya juga diperlihatkan bahwa Bberdasarkan nilai elastisitasnya,
impor biji gandum Indonesia dari Kanada bersifat elastis terhadap semua variabel
pendapatan perkapita dan jumlah penduduk Indonesia, sedangkan terhadap
variabel harga impor biji gandum dan impor tepung terigu bersifat
inelastis.pembentuk persamaan impor biji gandum Indonesia dari Canada, baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak dapat dipergunakan sebagai
instrumen kebijakan. Elastisitas harga impor biji gandum Indonesia dari impor
biji gandum Indonesia dari Kanada sebesar 0.005 artinya terjadi penurunan impor
biji gandum Indonesia dari Kanada sebesar 0.005 persen sebagai respon
perubahan harga impor biji gandum Indonesia sebesar 1 persen. Sehingga pada
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Space Before: 6 pt
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Justified, Space A fter: 6pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 10 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 18 pt
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 0 pt, Line spacing: Multiple 2,2 li
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
178
persamaan impor biji gandum Indonesia dari Kanada, variabel harga impor biji
gandum dan impor tepung terigu Indonesia, bukan merupakan variabel yang
efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk mempengaruhi impor biji gandum
Indonesia dari Kanada, sedangkan variabel pendapatan perkapitan dan jumlah
penduduk Indonesia merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu
kebijakan untuk mempengaruhi impor biji gandum Indonesia dari Kanada.
Seperti halnya impor biji gandum Indonesia dari Australia, impor biji
gandum Indonesia sangat tergantung pada kemampuan pemerintah mengendalikan
laju pertumbuhan penduduk. Penduduk Indonesia yang meningkat akan
berdampak pada peningkatan impor biji gandum Indonesia dari Australia. Selain
itu, faktor pendapatan perkapita juga memegang peranan yang sangat penting.
Sebagai negara yang sedang berkembang, pendapatan perkapitan Indonesia
cenderung terus meningkat. Sehingga dapat disimpulkan apabila tanpa intervensi
yang memadai, maka impor biji gandum Indonesia dari Kanada akan meningkat.
3. Impor Biji Gandum Indonesia dari Amerika Serikat
Tabel 547 menunjukkan impor biji gandum Indonesia dari Amerika
Serikat dipengaruhi oleh selisih harga riilharga impor biji gandum Indonesia
dunia dengan variabel bedakala harga riilharga impor biji gandum dunia (-, s),
impor tepung terigudeman biji gandum Indonesia (-+, ns), pendapatan perkapita
Indonesia (+, ns) dan jumlah pendudukvariabel bedakala impor biji gandum
Indonesia dari Amerika Serikat (+, ns). Dimana variabel harga biji gandum
dunia berbeda nyata dengan nol pada taraf α < 0.15, sedangkan variabel impor
tepung terigu Indonesia, pendapatan perkapita Indonesia, dan jumlah penduduk
Formatted: Indonesian
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Italian (Italy )
179
Indonesia tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf α >0.15. Meningkatnya
selisih harga riilharga impor biji gandum Indonesiadunia dengan variabel
bedakala harga riilharga impor biji gandum dunia akan menurunkan impor biji
gandum Indonesia dari Amerika Serikat.
Nilai R² sebesar 0.7821 pada Tabel 54 menggambarkan bahwa hanya
sekitar 78.21 persen variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu
menjelaskan perilaku persamaan impor biji gandum Indonesia dari Amerika
Serikat.
Tabel 547. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Biji Gandum Indonesia dari Amerika Serikat
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung
Prob>|T| Elastisitas
RPMGIDNt -RPGW
-376.864551 t
137.106676 -2.749 0.0128 0.134515992
MTIDN -0.598913 t 1.755405 -0.341 0.7367 -0.345310379 ICIDN 286.085457 t 325.240977 0.880 0.3901 0.489320919 PENIDNt 1177.741180 1298.840380 0.907 0.3759 0.082541938 F =17.052 R-Square =0.7821 Durbin-Watson=1.837
dari Amerika Serikat
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep 161232 234489 0.688 0.5000 (RPMGW t
- RPMGW t-
1
-971.854869
)
581.684522 -1.671 0.1112 0.259078451
0.26104648
DGIDN 0.056596 t 0.071590 0.791 0.4390 0.369271678 0.372076764 MGIUSA t 0.007539 0.221560 0.034 0.9732 F =1.237 R-Square =0.1634 Durbin-Watson=2.065
Selain itu, juga ditunjukkan bahwa impor biji gandum Indonesia dari
Amerika Serikat bersifat inelastis terhadap semua variabel pembentuk.
Elastisitas harga impor biji gandum Indonesia dari impor biji gandum Indonesia
dari Amerika Serikat sebesar 0.1345 artinya terjadi peningkatan impor biji
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Space Before: 0 pt, Linespacing: single
Formatted T able
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Font: 9 pt, English (U.S.)
Formatted: Space A fter: 6 pt, Linespacing: single
Formatted: Justified
Formatted: Justified
Formatted: Justified
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Justified
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Justified
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Justified
Formatted: Justified
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Space Before: 18 pt, Linespacing: Double
180
gandum dari Amerika Serikat sebesar 0.1345 persen sebagai respon perubahan
harga impor biji gandum sebesar 1 persen. Sehingga variabel harga impor biji
gandum, impor tepung terigu Indonesia, pendapatan perkapitan Indonesia, jumlah
penduduk Indonesia bukan merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan
suatu kebijakan untuk mempengaruhi impor biji gandum Indonesia dari Amerika
Serikat.
Nilai R² sebesar 0.1634 menggambarkan bahwa hanya sekitar 0.1634
persen variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan
perilaku persamaan impor biji gandum Indonesia dari Amerika Serikat.
Dalam jangka pendek dan jangka panjang, tidak ada instrumen kebijakan
yang dapat diterapkan pada semua variabel, karena variabel-variabel pembentuk
tersebut bersifat inelastis.
4. Indonesia
Total impor biji gandum Indonesia (MGIDNt) dirumuskan sebagai suatu
persamaan identitas yang merupakan penjumlahan impor biji gandum Indonesia
dari Australia, impor biji gandum Indonesia dari CanadaKanada, impor biji
gandum Indonesia dari Amerika Serikat (MGIUSAt
MGIDN
), dan impor biji gandum
Indonesia dari negara lainnya.
t = MGIAUSt + MGICANt + MGIUSAt + MGRIDNt;
;
5. 3.4. Harga Riil Impor Biji Gandum Indonesia
Tabel 557 menunjukkan harga riil impor biji gandum Indonesia
dipengaruhi oleh variabel bedakala selisih impor biji gandum Indonesia dengan
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: Multiple 2,2li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li
Formatted: Portuguese (Brazil)
181
variabel bedakala impor biji gandum Indonesia (+, ns), harga riilharga biji
gandum dunia (+, s), variabel bedakala harga riil impor biji gandum (+,s).
Dimana variabel bedakala harga biji gandum dunia berbeda nyata pada taraf α <
0.15. Meningkatnya harga biji gandum dunia akan meningkatkan harga riilharga
iImpor biji gandum Indonesia. Respon variabel bedakala harga riil impor biji
gandum terhadap perubahan ekonomi sangat cepat.
Nilai R² sebesar 0.8400 menggambarkan bahwa sekitar 0.8400 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil impor biji gandum Indonesia.
Tabel 58. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Riil Impor Biji Gandum Indonesia
Variabel Parameter Dugaan Standar Error t-hitung Prob>
|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep 30.847188 59.261764 0.521 0.6087 (MGIDNt-MGI DNt-1
0.000029893 )
0.000046406 0.644 0.5272 0.004945146
0.021361324
RP GW 0.103704 t 0.062207 1.667 0.1119 0.131881972 0.569684545 RPMGIDN 0.768500 t-1 0.130426 5.892 0.0001 F =33.247 R-Square =0.8400 Durbin-Watson=2.025
Tabel 55. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Biji Gandum Indonesia
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
Intersep 306.576896 57.280449 5.352 0.0001 RP GW 0.300225 t-1 0.057841 5.191 0.0001 0.395179016 F =26.941 R-Square =0.5620 Durbin-Watson=0.546
Nilai R² sebesar 0.5620 pada Tabel 55 menggambarkan bahwa sekitar
56.20 persen variabel harga biji gandum dunia (variabel eksogen) mampu
menjelaskan perilaku persamaan harga impor biji gandum Indonesia.
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Space Before: 6 pt
Formatted: Justified, Space A fter: 6pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Portuguese (Brazil)
Formatted: Left
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Justified, Space Before: 0pt, A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Space Before: 18 pt, Linespacing: Multiple 2,1 li
182
Selanjutnya juga diperlihatkan bahwa harga impor biji gandum Indonesia
bersifat inelastis terhadap Dalam jangka pendek dan jangka panjang, semua
vvariabel harga biji gandum duniatidak dapat dipergunakan sebagai instrumen
kebijakan, karena variabel-variabel tersebut bersifat inelastis. . Elastisitas harga
biji gandum dunia dari harga impor biji gandum Indonesia sebesar 0.40 artinya
terjadi peningkatan harga impor biji gandum Indonesia sebesar 0.40 persen
sebagai respon perubahan harga biji gandum dunia sebesar 1 persen. Sehingga
variabel harga biji gandum dunia bukan merupakan variabel yang efektif untuk
dikenakan suatu kebijakan untuk mempengaruhi harga impor biji gandum
Indonesia.
5.3.54. Produksi Tepung Terigu Indonesia
Jumlah produk tepung terigu Indonesia (QTINt) diperoleh dari hasil
konversi demanpermintaan gandum Indonesia (DGMt).
QTINt = 0.74 * (DGMt
5.3.5.5.3.6. Impor Tepung Terigu Indonesia
)
Tiga persamaan impor tepung terigu negara pengekspor utama
menunjukkan bahwa rentang terendah hingga tertinggi dari nilai F hitung =
1.8195.758 – 12.00915.040, koefisien determinasi R² = 0.28794635 – 0.72026929,
dan Durbin Watson = 1.113791 – 1.9342.055. Pada umumnya impor tepung
terigu dipengaruhi oleh harga riilharga impor tepung terigu, produksi tepung
terigu, demanpermintaan tepung terigu, nilai tukar Indonesia , dan varibel
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Line spacing: Multiple 2,2li
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
183
bedakala impor tepung terigu Indonesia. Tiga negara pengekspor tepung terigu ke
Indonesia, yaitu Australia, Jepang, Singapura menjadi obyek penelitian.
1. Impor Tepung Terigu Indonesia dari Australia
Tabel 569 memperlihatkan impor tepung terigu Indonesia dari Australia
dipengaruhi oleh variabel bedakala harga riilharga impor tepung terigu Indonesia
(-, ns), selisih impor biji gandum Indonesia dengan variabel bedakala impor biji
gandum deman tepung terigu Indonesia (-+, ns), selisih jumlah penduduk
Indonesia dengan variabel bedakala jumlah penduduk Indonesia (+, ns),
permintaan tepung terigu Indonesia (+, ns) dan variabel bedakala impor tepung
terigu Indonesia dari Australiavariabel bedakala impor tepung terigu Indonesia
dari Australia (+, s). Dimana variabel harga impor tepung terigu Indonesia,
selisih impor biji gandum Indonesia dengan variabel bedakala impor biji gandum
Indonesia, selisih jumlah penduduk Indonesia dengan variabel bedakala jumlah
penduduk Indonesia, permintaan tepung terigu Indonesia berbeda nyata pada taraf
α < 0.15, sedangkan variabel bedakala impor tepung terigu Indonesia dari
Australia berbeda nyata pada taraf α >0.15.Meningkatnya deman tepung terigu
Indonesia akan meningkatan impor tepung terigu Indonesia. Respon variabel
bedakala impor tepung terigu Indonesia dari Australia terhadap perubahan
ekonomi sangat mungkin terjadi.
Respon variabel bedakala impor tepung terigu Indonesia dari Australia
terhadap perubahan ekonomi sangat besar.
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Line spacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Italian (Italy )
184
Nilai R² sebesar 0.6929 menggambarkan bahwa sekitar 0.6929 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan impor tepung terigu Indonesia dari Australia.
Dalam jangka pendek tidak terlihat adanya variabel yang dapat digunakan
sebagai instrumen kebijakan. Sedangkan dalam jangka panjang variabel deman
tepung terigu Indonesia bersifat elastis sehingga dapat digunakan sebagai
instrumen kebijakan.
Tabel 569. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Tepung Terigu Indonesia dari Australia
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>
|T|
Elastisitas Jangka Pendek Jangka
Panjang RPMTIDNt -2.108003 3.012036 -0.700 0.4930 0.040424193 0.0866139 MGI DNt - MGI DN
-0.002051 t-1
0.002382 -0.861 0.4005 -0.031207547 -0.0668661
PENIDNt - PENIDNt -1
204.105215
1821.3410 0.112 0.9120 0.102889156 0.2204529
DTIDN 0.002419 t-1 0.001664 1.454 0.1632 0.833381169 1.7856241 MTIDNt 0.533283 0.197822 2.696 0.0148 F =9.267 R- Square =0.7202 Durbin-Watson=1.934
Variabel Parameter
Dugaan
Standar
Error
t-
hitung Prob>|T|
Elastisitas
Jangka
Pendek
Jangka
Panjang
RPMTIDN -1.175368
t-1
1.301967 -0.903 0.3774 -
0.194026896
-
0.482949506
DTIDN 0.002022 t 0.000880 2.297 0.0325 0.696608815 1.733918804
MTIAUS 0.598246 t-1 0.185988 3.217 0.0043
F =15.040 R-Square =0.6929 Durbin-Watson=2.055
Nilai R² sebesar 0.7202 pada Tabel 56 menggambarkan bahwa sekitar
72.02 persen variabel harga impor tepung terigu Indonesia, selisih impor biji
gandum Indonesia dengan variabel bedakala impor biji gandum Indonesia, selisih
jumlah penduduk Indonesia dengan variabel bedakala jumlah penduduk
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted T able ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
185
Indonesia, permintaan tepung terigu Indonesia dan variabel bedakala impor
tepung terigu Indonesia dari Australia (variabel eksogen) secara bersama mampu
menjelaskan perilaku persamaan impor tepung terigu Indonesia dari Australia.
Berdasarkan elatisitasnya, dalam jangka panjang, impor tepung terigu
Indonesia dari Australia hanya bersifat elastis terhadap permintaan tepung terigu
Indonesia. Elastisitas jangka panjang permintaan tepung terigu Indonesia dari
impor tepung terigu dari Australia sebesar 1.79 artinya terjadi peningkatan impor
tepung terigu Indonesia dari Australia sebesar 1.79 persen sebagai respon
peningkatan permintaan tepung terigu Indonesia sebesar 1 persen. Sehingga pada
persamaan impor tepung terigu Indonesia dari Australia, variabel harga tepung
terigu impor, impor gandum Indonesia dan jumlah penduduk Indonesia bukan
merupakan yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk mempengaruhi
impor tepung terigu Indonesia dari Australia. Kebijakan akan efektif ketika
dikenakan pada permintaan tepung terigu Indonesia.
Persamaan impor tepung terigu Indonesia dari Australia menunjukan
bahwa penurunan tarif impor tepung terigu Indonesia akan meningkatkan impor
tepung terigu Indonesia dari Australia walau dengan perubahan yang lebih kecil.
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hu and Yan (2007) bahwa
penurunan tarif impor komoditi primer China pada tahun 2004 sebesar 26 persen
berdampak pada meningkatnya nilai impor komoditi sebesar 340 persen.
Perbedaan ini diduga karena tepung terigu bukan merupakan kebutuhan pokok
bangsa Indonesia.
2. Impor Tepung Terigu Indonesia dari Jepang
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Normal, Justified, Indent:F irst line: 1,27 cm, Space Before: 0 pt
Formatted: Font: Bold
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt
186
Tabel 5760 menunjukkan impor tepung terigu Indonesia dari Jepang
dipengaruhi oleh selisih harga impor tepung terigu Indonesia dengan variabel
bedakala harga impor tepung terigu Indonesia (-, ns), impor biji gandum Indonesia
(-, ns), variabel bedakala pendapatan perkapita Indonesia (+, s) dan selisih jumlah
penduduk Indonesia dengan variabel bedakala jumlah penduduk Indonesia (+,
ns).variabel bedakala harga riil impor tepung terigu Indonesia (-, ns), variabel
bedakala deman tepung terigu Indonesia (+, s), dan variabel bedakala impor
tepung terigu Indonesia dari Jepang (+, ns). Meningkatnya variabel bedakala
deman tepung terigu Dimana selisih harga impor tepung terigu Indonesia dengan
variabel bedakala harga impor tepung terigu Indonesia, impor biji gandum
Indonesia dan selisih jumlah penduduk Indonesia dengan variabel bedakala
jumlah penduduk Indonesia tidak berbeda nyata pada taraf α >0.15, sedangkan
variabel bedakala pendapatan perkapita Indonesia berbeda nyata pada taraf α <
0.15. Meningkatnya pendapatan perkapita Indonesia akan meningkatkan
permintaan tepung terigu Indonesia dari Jepang.
Nilai R² sebesar 0.2879 pada Table 57 menggambarkan bahwa sekitar
28.79 persen variabel selisih harga impor tepung terigu Indonesia dengan variabel
bedakala harga impor tepung terigu Indonesia, impor biji gandum Indonesia,
variabel bedakala pendapatan perkapita Indonesia dan selisih jumlah penduduk
Indonesia dengan variabel bedakala jumlah penduduk Indonesia (variabel
eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan impor tepung
terigu Indonesia dari Jepang.
Sedangkan berdasarkan elatisitasnya, impor tepung terigu Indonesia dari
Jepang bersifat elastis terhadap variabel impor biji gandum Indonesia dan
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Font: Bold
Formatted: Space Before: 0 pt
187
Formatted: Indonesian
Formatted: Left
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted T able
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Space A fter: 6pt
Formatted T able
pendapatan perkapita Indonesia, sedangkan terhadap variabel harga impor tepung
terigu Indonesia dan jumlah penduduk Indonesia bersifat inelastis. Elastisitas
impor biji gandum Indonesia dari impor tepung terigu Indonesia dari Jepang
sebesar -1.33 artinya terjadi penurunan impor tepung terigu Indonesia dari Jepang
sebesar 1.33 persen sebagai respon peningkatan impor biji gandum Indonesia
sebesar 1 persen. Sehingga variabel harga impor tepung terigu Indonesia, dan
jumlah penduduk Indonesia bukan merupakan variabel yang efektif untuk
dikenakan suatu kebijakan untuk mengubah impor tepung terigu Indonesia.
Sebaliknya variabel impor biji gandum Indonesia dan pendapatan perkapita
Indonesia merupakan variabel yang efektif untuk dikenalan suatu kebijakan untuk
mengubah impor tepung terigu Indonesia
Indonesia akan meningkatkan impor tepung terigu Indonesia dari Jepang.
Nilai R² sebesar 0.4635 menggambarkan bahwa sekitar 0.4635 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan impor tepung terigu Indonesia dari Jepang.
Tabel 5760. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Tepung Terigu Indonesia dDari Jepang
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung
Prob> |T| Elastisitas
Intersep -10008 13493 -0.742 0.4678 RPMTIDNt - RPMTIDN
-0.079347 t-1
6.401691 -0.012 0.9902 0.001987868
MGIDNt -0.002365 0.002612 -0.905 0.3773 -1.33454122 ICIDN 27.005679 t-1 11.826164 2.284 0.0348 4.154390753 PENIDNt -PENIDNt -1
773.495307
4023.312851 0.192 0.8497 0.000246645
F =1.819 R-Square =0.2879 Durbin-Watson=1.113
Variabel Parameter Dugaan Standar Error t-
hitung Prob> |T| Elastisitas
Jangka Pendek Jangka Panjang
RPMTIDN t-1 -0.257119 1.369551 -0.188 0.8530 -0.055450969
188
-0.0715333 DTIDN 0.002135 t-1 0.000909 2.349 0.0292 0.936427884
1.208018148 MTIJPN 0.224823 t-1 0.202872 1.108 0.2809 F =5.758 R-Square =0.4635 Durbin-Watson=1.791
Berbeda dengan impor tepung terigu Indonesia dari Australia yang tidak
dipengaruhi oleh pendapatan perkapita, impor tepung terigu Indonesia dari Jepang
sangat dipengaruhi oleh pendapatan perkapita bangsa Indonesia. Keadaan ini
diduga karena impor tepung terigu Indonesia dari Australia merupakan importir
utama Indonesia, sedangkan impor tepung terigu Indonesia dari Jepang
merupakan pilihan berikutnya.
Dalam jangka pendek, semua variabel pembentuk persamaan impor
tepung terigu Indonesia bersifat inelastis sehingga tidak dapat digunakan sebagai
instrumen kebijakan. Dalam jangka panjang deman tepung terigu Indonesia dapat
digunakan sebagai instrumen kebijakan.
3. Impor Tepung Indonesia dari Singapura
Tabel 5861 menunjukkan impor tepung terigu Indonesia dari Singapura
dipengaruhi oleh selisih harga riilharga impor tepung Indonesia dengan variabel
bedakala harga riil impor tepung terigu Indonesia (-, ns), impor biji gandum
Indonesia (-, s), pendapatan perkapita Indonesia (+, s) dan selisih antara
permintaan tepung terigu Indonesia dengan variabel bedakala permintaan tepung
terigu Indonesia (+, ns). Dimana variabel selisih antara permintaan tepung terigu
Indonesia dengan variabel bedakala permintaan tepung terigu Indonesia tidak
berbeda nyata pada taraf α >0.15, sedangkan variabel oleh harga impor tepung
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 18 pt, Linespacing: Double
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: Double
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
189
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm, Line spacing: Double
Formatted: Indonesian
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Justified, Line spacing: single
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Justified
Formatted: Italian (Italy )
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted T able
Indonesia, impor biji gandum Indonesia, pendapatan perkapita Indonesia berbeda
nyata pada taraf α < 0.15. Meningkatnya pendapatan perkapita Indonesia akan
meningkatan impor tepung terigu Indonesia dari Singapura, sedangkan
meningkatnya harga impor tepung terigu Indonesia dan impor biji gandum
Indonesia akan menurunkan impor tepung terigu Indonesia dari Singapura.
Nilai R² sebesar 0.7166 pada Tabel 58 menggambarkan bahwa sekitar
71.66 persen variabel harga impor tepung Indonesia, impor biji gandum
Indonesia, pendapatan perkapita Indonesia, dan selisih antara permintaan tepung
terigu Indonesia dengan variabel bedakala permintaan tepung terigu Indonesia
(variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan impor
tepung terigu Indonesia dari Singapura.
variabel bedakala deman impor tepung terigu Indonesia (+, s), dan variabel
bedakala impor tepung Indonesia dari Singapura (+, ns). Meningkatnya variabel
bedakala deman impor tepung terigu Indonesia akan meningkatkan impor tepung
terigu Indonesia dari Singapura. Respon variabel bedakala impor tepung
Indonesia dari Singapura terhadap perubahan ekonomi sangat cepat.
Nilai R² sebesar 0.5893 menggambarkan bahwa sekitar 0.5893 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan impor tepung terigu Indonesia dari Singapura.
Tabel 5861. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Impor Tepung Terigu Indonesia dari Singapura
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
Intersep RPMTIDNt -10.855261 4.280007 -2.536 0.0201 -0.716177042
190
MGIDNt -0.013550 0.006231 -2.175 0.0425 -2.42254081 ICIDN 86.697271 t-1 25.869147 3.351 0.0034 4.22560238 (DTIDN – DTIDN)
0.000968 0.005637 0.172 0.8655 0.006188427
F =12.009 R-Square =0.7166 Durbin-Watson=1.896
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek Jangka Panjang
(RPMTIDNt - RPMTIDN t-
1
-7.020684
)
13.055667 -0.538 0.5967 0.055727225 0.101764255
DTIDN 0.003822 t-1 0.002167 1.764 0.0931 0.531126658
0.969897716 MTISGP 0.452389 t-1 0.196730 2.300 0.0324 F =9.566 R-Square =0.5893 Durbin-Watson=1.796
Tabel 58 juga memperlihatkan bahwa berdasarkan nilai elatisitasnya,
impor tepung terigu Indonesia dari Singapura bersifat elastis terhadap variabel
pendapatan perkapita Indonesia dan impor biji gandum Indonesia dalam
persamaan impor tepung terigu Indonesia dari Singapura, sedangkan terhadap
variabel harga impor tepung terigu Indonesia dan permintaan tepung terigu
bersifat inelastis. Elastisitas impor biji gandum Indonesia dari impor tepung
terigu Indonesia dari Singapura sebesar -2.42 artinya terjadi penurunan impor
tepung terigu Indonesia dari Singapura sebesar 2.42 persen sebagai respon
peningkatan impor biji gandum Indonesia sebesar 1 persen. Sehingga pada
persamaan impor tepung terigu Indonesia dari Singapura, variabel harga impor
tepung terigu Indonesia, dan permintaan tepung terigu Indonesia bukan
merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk
mengubah impor tepung terigu Indonesia. Sebaliknya variabel impor biji gandum
Indonesia dan pendapatan perkapita Indonesia merupakan variabel yang efektif
untuk dikenakan suatu kebijakan untuk mengubah impor tepung terigu Indonesia.
Formatted T able
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Space A fter: 6 pt, Linespacing: single
Formatted T able
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Space Before: 18 pt
191
Pendapatan perkapita sebagai salah satu indikator kemakmuran suatu
negara akan selalu diupayakan mencapai tingkatan setinggi mungkin. Dilain
pihak dengan pendapatan perkapita yang meningkat, maka akan meningkat pula
daya beli masyarakat termasuk dalam hal ini kemampuan untuk mengimpor
tepung terigu dari Singapura. Untuk hal ini kebijakan yang efektif bukan dengan
mengendalikan pendapatan perkapita tetapi mengalihkan kemampuan beli yang
dimiliki bangsa Indonesia.
Berdasarkan nilai elatisitasnya, dalam jangka pendek dan jangka panjang,
semua variabel bersifat inelastis sehingga tidak ada yang dapat dipergunakan
sebagai instrumen kebijakan.
4. Indonesia
Impor tepung terigu Indonesia (MTIDNt) merupakan penjumlahan impor
tepung terigu Indonesia dari Australia (MTIAUSt), impor tepung terigu Indonesia
dari Jepang (MTIJPNt), impor tepung terigu Indonesia dari Singapura
(MTISGPt), dan impor tepung terigu Indonesia dari negara lainnya.
MTIDNt = MTIAUSt + MTIJPNt + MTISGPt + MTRIDNt
5.3.6.5.3.7. Harga RiilHarga Impor Tepung Terigu Indonesia
;
Tabel 5962 menunjukkan harga riilharga impor tepung terigu Indonesia
dipengaruhi oleh harga tepung terigu dunia (+pertumbuhan impor tepung terigu
Indonesia (+, ns), variabel bedakala harga riil tepung terigu dunia (+, s), variabel
bedakala harga riil impor tepung terigu Indonesia (+, s), s). Dimana variabel
harga tepung terigu dunia berbeda nyata pada taraf α < 0.15.. Meningkatnya
variabel bedakala harga riilharga tepung terigu dunia akan meningkatkan harga
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
192
riilharga impor tepung terigu Indonesia. Respon variabel bedakala harga riil
impor tepung terigu Indonesia terhadap perubahan ekonomi sangat cepat.
Tabel 62. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Riil Impor Tepung Terigu Indonesia
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep 121.377289 80.968842 1.499 0.1503 ((MTIDNt - MTIDNt-1 ) /MTIDNt-1
0.591907
* 100)
0.541379 1.093 0.2879 0.024348915
0.044951151
RPXTW 0.240789 t-1 0.135082 1.783 0.0906 0.284424172 0.5250827 RPMTIDN 0.458325 t-
1 0.203804 2.249 0.0366
F =69.194 R-Square =0.9161
Durbin-Watson=1.975
Tabel 59. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Impor Tepung Terigu Indonesia
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
Intersep 214.780121 63.474641 3.384 0.0028 RPXTW 0.689786 t 0.049770 13.860 0.0001 0.787319076 F =192.088 R-Square =0.9014 Durbin-
Watson=1.444
Nilai R² sebesar 0.9014161 pada Tabel 59 menggambarkan bahwa sekitar
0.90.14161 persen variabel hargat tepung terigu duniapenjelas (variabel eksogen)
secara bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan harga riilharga impor
tepung terigu Indonesia.
Sesuai dengan nilai elastisitasnya, tabel juga memperlihatkan bahwa
harga impor tepung terigu Indonesia bersifat inelastis terhadap semua variabel
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Space Before: 6 pt
Formatted: English (U.S.)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
193
harga tepung terigu dunia. Elastisitas harga tepung terigu dunia sebesar 0.79
artinya terjadi peningkatan harga impor tepung terigu Indonesia sebesar 0.79
persen sebagai respon peningkatan harga tepung terigu dunia sebesar 1 persen.
Sehingga pada persamaan harga impor tepung terigu Indonesia, variabel harga
tepung terigu dunia bukan merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu
kebijakan untuk mengubah harga impor tepung terigu Indonesia.
Pengaruh harga tepung terigu dunia terhadap harga impor tepung terigu
Indonesia yang dinyatakan dalam model perilakunya hampir sama dengan
komoditi beras, jagung dan kedelai. Hasil penelitian Kustiari dan Nuryanti (2009)
menyatakan bahwa fluktuasi harga beras, jagung dan kedelai di pasar dunia
mempengaruhi harga di pasar domestik dan konsumsi masyarakat, terutama di
wilayah perdesaan. Selanjutnya Kustiari dan Nuryanti (2009) juga menyatakan
adanya kointegrasi antara harga di pasar domestik dan di pasar dunia, namun
perubahan harga di pasar dunia tidak ditransmisikan secara sempurna ke pasar
domestik. Hal ini diduga antara lain disebabkan oleh adanya intervensi di pasar
domestik yang dilakukan oleh pemerintah, perbedaaan karakteristik produk dan
asymetric information. pembentuk persamaan bersifat inelastis terhadap harga
impor tepung terigu Indonesia sehingga tidak dapat diterapkan sebagai instrumen
kebijakan.
5.3.5.5.3.8. Harga RiilHarga Tepung Terigu ditingkatdi Tingk at Industri
Indonesia
Tabel 6063 menunjukkan harga riilharga tepung terigu ditingkatdi tingkat
industri Indonesia dipengaruhi oleh selisih harga riilharga impor tepung terigu
Formatted: Space Before: 0 pt, Linespacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li, No bullets or numbering
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: Multiple 2,1li
194
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Left, Space Before: 6 pt
Formatted: Space A fter: 0 pt
Formatted: Space A fter: 6 pt, Linespacing: single
Formatted: Indonesian
Formatted T able
Indonesia dengan harga tepung terigu dunia (+, nns), produksi tepung terigu
Indonesia (-, ns), permintaan tepung terigu Indonesia (+, s). selisih produksi
tepung terigu Indonesia dengan variabel bedakala produksi tepung terigu
Indonesia (-, s), deman tepung terigu industri makanan (+, ns), dan variabel
bedakala harga tepung terigu ditingkat industri Indonesia (+, s). Dimana variabel
selisih harga impor tepung terigu Indonesia dengan harga tepung terigu dunia,
dan produksi tepung terigu Indonesia tidak berbeda nyata pada taraf α >0.15,
sedangkan variabel permintaan tepung terigu Indonesia berbeda nyata pada taraf α
< 0.15. Meningkatnya permintaan tepung terigu selisih produksi tepung terigu
Indonesia dengan variabel bedakala produksi tepung terigu Indonesia akan
meningkatkaurunkan harga riilharga tepung terigu ditingkatdi tingkat industri. .
Respon variabel bedakala harga tepung terigu terhadap harga riil tepung
terigu ditingkat industri Indonesia akibat kemungkinan terjadinya perubahan
ekonomi sangat besar.
Nilai R² sebesar 0.9918 menggambarkan bahwa sekitar 0.9918 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil tepung terigu ditingkat Industri Indonesia..
Tabel 63. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Riil Tepung Terigu ditingkat Industri IndonesiaTabel 60. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Tepung Terigu di Tingkat Industri Indonesia
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
RPMGIDNt 1.052708 0.575427 1.829 0.0831 0.286107759 RPMTIDNt 0.060261 0.288806 0.209 0.8369 0.028381542 QTIDNt - QTIDN
-0.000416 t-1
0.000275 -1.515 0.1463 -0.015846994
DTIDN 0.000679 t 0.000073160 9.282 0.0001 0.691217905
195
F =69.798 R-Square =0.9363 Durbin-Watson=0.685
Variabel Parameter Dugaan Standar Error t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
RPMTIDN 0.034575 t 0.062883 0.550 0.5888 0.016284028 0.674398585 (QTIDNt - QTIDN
-0.000247 t-1 )
0.000100 -2.469 0.0232 -0.009409123 -0.389676267
DTIM 0.000118 t 0.000204 0.579 0.5692 0.038149163 1.579937168 RPTIDNt-1 0.975854 0.084386 11.564 0.0001 F =571.141 R-Square =0.9918 Durbin-Watson=1.605
Nilai R² sebesar 0.9363 pada Tabel 60 menggambarkan bahwa sekitar
0.9363 persen variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu
menjelaskan perilaku persamaan harga tepung terigu di tingkat Industri
Indonesia.
Sesuai dengan nilai elastisitasnya, tabel juga memperlihatkan bahwa harga
tepung terigu di tingkat Industri Indonesia bersifat inelastis terhadap semua
variabel dalam persamaan harga tepung terigu di tingkat industri Indonesia.
Elastisitas harga impor tepung terigu dari harga tepung terigu di tingkat industri
sebesar 0.03 artinya terjadi peningkatan harga tepung terigu di tingkat industri
sebesar 0.03 persen sebagai respon peningkatan harga impor tepung terigu sebesar
1 persen. Sehingga pada persamaan harga tepung terigu di tingkat industri,
variabel harga impor tepung terigu, harga impor biji gandum, produksi tepung
terigu dan permintaan tepung terigu bukan merupakan variabel yang efektif untuk
dikenakan suatu kebijakan untuk mempengaruhi harga tepung terigu di tingkat
industri.
Variabel harga impor biji gandum Indonesia mempunyai peranan yang
lebih besar dibandingkan harga impor tepung terigu Indonesia dalam penentuan
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Justified, Space A fter: 6pt, Line spacing: single
Formatted: Font: 9 pt, English (U.S.)
Formatted T able
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt, English (U.S.)
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt, English (U.S.)
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt, English (U.S.)
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt, English (U.S.)
Formatted: Font: 9 pt, English (U.S.)
Formatted: Font: 9 pt, English (U.S.)
Formatted: Font: 9 pt, English (U.S.)
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt, English (U.S.)
Formatted: Font: 9 pt, English (U.S.)
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt, English (U.S.)
Formatted: Font: 9 pt
Formatted: Font: 9 pt, English (U.S.)
Formatted: Space Before: 18 pt, Linespacing: Multiple 2,2 li
Formatted: Space Before: 0 pt, Linespacing: Multiple 2,2 li
196
harga tepung terigu di tingkat industri diduga karena hampir 90 persen kebutuhan
tepung terigu indonesia diperoleh dari produksi dalam negeri yang bahan bakunya
di impor. Sehingga transmisi harga tepung terigu di tingkat Industri yang terjadi
bukan hanya dari harga impor tepung terigu tetapi juga dari harga impor biji
gandum.
Dalam jangka pendek, semua variabel pembentuk persamaan bersifat
inelastis, sehingga tidak dapat diterapkan sebagai instrumen kebijakan. Dalam
jangka panjang, variabel deman tepung terigu industri makanan bersifat elastis,
sehingga dapat diterapkan sebagai instrumen kebijakan.
5.3.6.5.3.9. HHarga Tepung Terigu di Tingk at Pedagang Besar
Tabel 614 memperlihatkan harga tepung terigu ditingkatdi tingkat
Pedagang Besar dipengaruhi oleh harga tepung terigu ditingkatdi tingkat industri
Indonesia (+, s), selisih produksi tepung terigu Indonesia dengan variabel
bedakala produksi tepung terigu Indonesia (-, ns), selisih deman tepung
terigu industri kecil menengah dengan variabel bedakala deman tepung terigu
industri kecil menengah (+, ns), variabel bedakala demanpermintaan tepung terigu
indus tri kecil menengahrumah tangga (+, ns), dan variabel bedakala permintaan
tepung terigu industri rumahtanggaharga tepung terigu ditingkat pedagang besar
(+, ns). Dimana variabel bedakala permintaan tepung terigu industri kecil
menengah, dan variabel bedakala permintaan tepung terigu industri rumahtangga
tidak berbeda nyata pada taraf α >0.15, sedangkan harga tepung terigu di tingkat
industri Indonesia berbeda nyata pada taraf α < 0.15. Meningkatnya
Formatted: English (U.S.)
Formatted: No bullets or numbering
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Indonesian
197
harga tepung terigu ditingkatdi tingkat industri Indonesia akan meningkatkan
harga tepung terigu ditingkatdi tingkat pedagang besar.
Nilai R² sebesar 0.9994 pada Tabel 61 menggambarkan bahwa sekitar
99.94 persen variabel harga tepung terigu di tingkat industri Indonesia, variabel
bedakala permintaan tepung terigu industri kecil menengah, dan permintaan
tepung terigu industri rumahtangga (variabel eksogen) secara bersama mampu
menjelaskan perilaku persamaan harga tepung terigu di tingkat Pedagang Besar.
Selanjutnya tabel juga memperlihatkan bahwa harga tepung terigu di
tingkat pedagang besar bersifat inelastis terhadap semua variabel pembentuk
persamaan harga tepung terigu di tingkat pedagang besar. Elastisitas harga
tepung terigu di tingkat indus tri dari harga tepung terigu di tingkat pedagang
besar sebesar 0.97 artinya terjadi peningkatan harga tepung terigu di tingkat
pedagang besar sebesar 0.97 persen sebagai respon peningkatan harga tepung
terigu di tingkat industri sebesar 1 persen. Sehingga pada persamaan harga tepung
terigu di tingkat pedagang besar, variabel harga tepung terigu di tingkat industri,
variabel bedakala permintaan tepung terigu di tingkat industri kecil menengah dan
permintaan tepung terigu di tingkat industri rumahtangga bukan merupakan
variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk mempengaruhi harga
tepung terigu di tingkat pedagang besar.
Harga tepung terigu di tingkat Industri mempunyai pengaruh yang nyata
dan ditransmisikan secara langsung pada harga tepung terigu di tingkat pedagang
besar. Hal ini diduga karena sebagian besar tepung terigu yang beredar di pasaran
berasal dari industri tepung terigu dalam negeri, sedangkan tepung terigu impor
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
198
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li
Formatted: Not Superscript/
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Space A fter: 6pt, Line spacing: Multiple 1,9 li
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li
Formatted T able
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li, Don't adjust space between Latinand A sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Line spacing: Multiple 1,9li
Formatted ...
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Left
Formatted: Line spacing: single
Formatted: Indonesian
Formatted ...
sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan industri makanan yang tidak
terintegrasi dengan industri penggilingan tepung terigu.
Nilai R² sebesar 0.9994 menggambarkan bahwa sekitar 0.9994 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga tepung terigu ditingkat Pedagang Besar.
Tabel 64. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Tepung Terigu ditingkat
Pedagang Besar
Variabel Parameter
Dugaan Standar Error t-hitung Prob>|T|
Elastisitas
Jangka
Pendek
Jangka
Panjang
Intersep 60.152433 12.705798 4.734 0.0002
RPTIDN 0.992751 t 0.013007 76.326 0.0001 0.961231815 0.966953278
(QTIDNt -
QTIDNt-1
-0.000005148
)
0.000008773 -0.587 0.5651 -0.00018988
-0.00019101
(DTKM t -
DTKM t-1
0.000000526
),
0.000007689 0.068 0.9463 1.3853E-05
1.39355E-05
DTRTt 0.000084322 0.000077915 1.082 0.2943 0.003319107 0.003338863
RPTPBt-1 0.005917 0.013377 0.442 0.6638
F =5539.180 R-Square =0.9994 Durbin-Watson=2.133
Tabel 61. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Tepung Terigu di Tingkat Pedagang Besar Dalam jangka pendek dan jangka panjang hanya variabel selisih deman tepung terigu industri kecil menengah dengan variabel bedakala deman tepung terigu industri kecil menengah yang bersifat elastis, sehingga hanya variabel tersebut yang dapat diterapkan sebagai instrumen kebijakan. Adapun variabel yang lain, karena bersifat inelastis, maka tidak dapat diterapkan sebagai instrumen kebijakan.
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
Intersep 61.317375 11.791173 5.200 0.0001
199
RPTIDN 0.998085 t 0.006657 149.939 0.0001 0.966396464 DTKM 0.000002352 t-1 0.000006083 0.387 0.7034 0.00129213 DTRT 0.000048839 t 0.000093133 0.524 0.6061 0.001922415 F =10 039 R-Square =0.9994 Durbin-
Watson=2.141
5.3.10. Harga Tepung Terigu di Tingk at Pedagang Eceran
Tabel 625 menunjukkan harga riilharga tepung terigu ditingkatdi tingkat
pedagang eceran dipengaruhi oleh harga riilharga tepung terigu ditingkatdi
tingkat pedagang besar (+, s)., produksi tepung terigu Indonesia (-, s), variabel
bedakala deman tepung terigu untuk pemakaian sendiri (+, n), dan variabel
bedakala harga riil tepung terigu ditingkat pedagang eceran (+, s). Dimana harga
tepung terigu di tingkat pedagang besar berbeda nyata pada taraf α < 0.15.
Meningkatnya harga riilharga tepung terigu ditingkatdi tingkat pedagang besar,
variabel bedakala deman tepung terigu untuk pemakaian sendiri, dan terigu
ditingkat pedagang besar akan meningkatkan harga riilharga tepung terigu
ditingkatdi tingkat pedagang eceran. Sedangkan meningkatnya produksi tepung
terigu Indonesia akan menurunkan harga riil tepung terigu ditingkat pedagang
eceran. Variabel bedakala
deman tepung terigu menunjukkan bahwa sangat besar kemungkinan
terjadinya penyesuaian Nilai R² sebesar 0.8453 pada Tabel 62 menggambarkan
bahwa sekitar 84.53 persen variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama
mampu menjelaskan perilaku persamaan harga tepung terigu di tingkat pedagang
eceran.
Dalam Tabel 62 juga diperlihatkan bahwa harga tepung terigu di tingkat
pedagang eceran bersifat inelastis terhadap variabel harga tepung terigu di tingkat
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Line spacing: single, Nobullets or numbering, Tab stops: Not at 1,9 cm
Formatted: Space Before: 6 pt,O utline numbered + Lev el: 3 +Numbering Sty le: 1, 2, 3, … + Start at:10 + A lignment: Left + A ligned at: 0cm + Tab after: 1,27 cm + Indent at: 1,27 cm
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt, Linespacing: Multiple 2,1 li
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt
200
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Space A fter: 6pt, Line spacing: single
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Space Before: 0pt, A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
pedagang besar. Elastisitas harga tepung terigu di tingkat pedagang besar dari
harga tepung terigu di tingkat pedagang eceran sebesar 0.76 artinya terjadi
peningkatan harga tepung terigu di tingkat pedagang eceran sebesar 0.76 persen
sebagai respon peningkatan harga tepung terigu di tingkat pedagang besar sebesar
1 persen. Sehingga pada persamaan harga tepung terigu di tingkat pedagang
eceran, variabel harga tepung terigu di tingkat pedagang besar bukan merupakan
variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk mempengaruhi harga
tepung terigu di tingkat pedagang ecera.
harga riil tepung terigu ditingkat pedagang eceran akibat adanya
perubahan kondisi perekonomian
Tabel 65. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Riil Tepung Terigu ditingkat Pedagang Eceran
Variabel
Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep 449.846853 107.282959 4.193 0.0005 RPTPB 0.383201 t 0.106258 3.606 0.0020 0.33925705 0.709389571 QTIDN -0.000111 t 0.000024974 -4.430 0.0003 -
0.091995032 -
0.192362447 DTRS 0.000751 t-1 0.000111 6.779 0.0001 0.045069866 0.094241499 RPTPE 0.521762 t-
1 0.108246 4.820 0.0001
F =105.250 R-Square =0.9590
Durbin-Watson=0.838
Tabel 62. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Tepung Terigu di tingkat Pedagang Eceran
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
Intersep 545.004483 167.001013 3.263 0.0037 RPTPB 0.861978 t 0.080465 10.712 0.0001 0.763129823 F =114.756 R-Square =0.8453 Durbin-
Watson=1.049
201
Nilai R² sebesar 0.9590 menggambarkan bahwa sekitar 0.9590 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan
perilaku persamaan harga riil tepung terigu ditingkat pedagang eceran
Semua variabel pembentuk harga riil tepung terigu ditingkat pedagang
eceran bersifat inelastis, sehingga tidak ada variabel yang tidak digunakan
sebagai instrumen kebijakan.
5.3.7.5.3.11. Permintaan Tepung Terigu Indonesia
Permintaan tepung terigu domestik terdiri dari permintaan langsung dalam
bentuk tepung terigu dan permintaan tidak langsung dalam bentuk makanan
olahan. Permintaan langsung dalam bentuk tepung terigu merupakan permintaan
tepung terigu oleh rumah tanggarumahtangga, sedangkan permintaan tidak
langsung tercakup dalam permintaan oleh usaha kecil menengah dan industri
makanan.
Empat persamaan permintaan tepung terigu Indonesia menunjukkan
rentang terendah hingga tertinggi dari nilai F hitung = 21.641.335 –
54.362509.956, koefisien determinasi R² = 0.68402694 – 0.84469871, dan Durbin
Watson = 1.9772.112 – 2.109383. Pada umumnya permintaan tepung terigu
dipengaruhi oleh harga riilharga impor tepung terigu, tingkat pendapatan
perkapita, produksi tepung terigu, jumlah penduduk.
1. Permintaan Tepung Terigu Pemakaian Sendiri
Tabel 636 menunjukkan permintaan langsung tepung terigu domestik
untuk pemakaian sendiri dipengaruhi oleh variabel bedakala harga riilharga
Formatted: Space Before: 12 pt,O utline numbered + Lev el: 3 +Numbering Sty le: 1, 2, 3, … + Start at:10 + A lignment: Left + A ligned at: 0cm + Tab after: 1,27 cm + Indent at: 1,27 cm
Formatted: Space Before: 18 pt,O utline numbered + Lev el: 3 +Numbering Sty le: 1, 2, 3, … + Start at:10 + A lignment: Left + A ligned at: 0cm + Tab after: 1,27 cm + Indent at: 1,27 cm
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Swedish (Sweden)
202
tepung terigu domestik di pedagang pengecer (-, s), dan jumlah penduduk
Indonesia (+, s)., dan variabel bedakala permintaan tepung terigu domestik oleh
industri rumahtangga (+, ns). Dimana variabel bedakala harga tepung terigu
domestik di pedagang pengecer, dan jumlah penduduk Indonesia berbeda nyata
pada taraf α < 0.15. Meningkatnya harga riil tepung terigu domestik di pedagang
pengecer, dan jumlah penduduk Indonesia akan meningkatkan permintaan
langsung tepung terigu domestik ditingkatdi tingkat pedagang eceran, sedangkan
meningkatnya harga tepung terigu di pedagang eceran akan menurangi permintaan
tepung terigu untuk pemakaian sendiri..
Nilai R² sebesar 0.2694 menggambarkan bahwa hanya sekitar 0.2694
persen variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan
perilaku persamaan pemintaan tepung terigu domestik untuk pemakaian sendiri.
Tabel 66. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Permintaan Tepung Terigu Domestik untuk Pemakaian Sendiri
Variabel Parameter Dugaan Standar Error t-hitung Prob>|T|
Elastisitas Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intersep -375114 479291 -0.783 0.4435 RPTPE -360.420519 t 172.972248 -2.084 0.0509 -5.99042371 -6.808692357 PENIDN 7137.517528 t 2925.729200 2.440 0.0247 9.620943033 10.93512654 DTRS 0.120180 t-1 0.226316 0.531 0.6016 F =2.335 R-Square =0.2694 Durbin-Watson=2.131 Tabel 63. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Permintaan Tepung Terigu Domestik untuk Pemakaian Sendiri
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
Intercep -263273 35038 -7.514 0.0001 RPTPEt -21.777561 -1 12.335637 -1.765 0.0928 -0.395860856 PENIDN 2177.349803 t-1 236.599468 9.203 0.0001 4.345493619 F =54.362 R-Square =0.8446 Durbin-
Watson=2.109
Nilai R² sebesar 0.8446 pada Tabel 63 menggambarkan bahwa hanya
sekitar 84.46 persen variabel variabel bedakala harga tepung terigu domestik di
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm
Formatted: Justified, Space A fter: 6pt, Line spacing: single
Formatted: Font: 9 pt, Indonesian
Formatted T able
Formatted: Font: 9 pt, Indonesian
Formatted: Font: 9 pt, Indonesian
Formatted: Font: 9 pt, Indonesian
Formatted: Font: 9 pt, Indonesian
Formatted: Font: 9 pt, Indonesian
Formatted: Font: 9 pt, Indonesian
Formatted: Font: 9 pt, Indonesian
Formatted: Font: 9 pt, Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Space Before: 0pt, A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 18 pt
Formatted: Swedish (Sweden)
203
pedagang pengecer dan jumlah penduduk Indonesia (variabel eksogen) secara
bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan pemintaan tepung terigu
domestik untuk pemakaian sendiri.
Berdasarkan nilai elastisitasnya, pemintaan tepung terigu domestik untuk
pemakaian sendiri hanya bersifat elastis terhadap variabel jumlah penduduksemua
variabel pembentuk persamaan permintaan tepung terigu domestik untuk
pemakaian sendiri bersifat elastis, sedangkan terhadap variabel harga tepung
terigu di tingkat industri sehingga semua variabel tersebut dapat diterapkan
sebagai instrumen kebijakan. bersifat inelastis. Elastisitas harga tepung terigu di
tingkat industri dari permintaan tepung terigu untuk pemakaian sendiri sebesar -
0.39 artinya terjadi penurunan permintaan tepung terigu untuk pemakaian sendiri
sebesar 0.39 persen sebagai respon peningkatan harga tepung terigu di tingkat
indus tri sebesar 1 persen. Sehingga pada persamaan permintaan tepung terigu
untuk pemakaian sendiri, variabel harga tepung terigu di tingkat industri bukan
merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk
menurunkan permintaan tepung terigu untuk pemakaian sendiri. Sebaliknya
variabel jumlah penduduk Indonesia merupakan variabel yang sangat efektif
untuk dikenakan suatu kebijakan untuk mempengaruhi permintaan tepung terigu.
Kebijakan pembatasan kelahiran yang relatif sangat longgar di Indonesia
dipastikan akan membuat permintaan tepung terigu untuk pemakaian sendiri
meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk.
2. Permintaan Tepung Terigu Industri Rumah TanggaRumahtangga
Tabel 647 memperlihatkan permintaan langsung tepung terigu domestik
oleh variabel bedakala harga tepung terigu domestik di tingkat pedagang
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 0 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
204
Formatted: Left
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Justified
Formatted: Space A fter: 6 pt, Linespacing: single
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted T able
Formatted: Swedish (Sweden)
besarindustri rumah-tangga dipengaruhi oleh harga riil tepung domestik di
pedagang besar (-, s), harga riil output produksi industri rumah tangga (+, s),
selisih pendapatan per kapita dengan variabel bedakala pendapatan perkapita
Indonesia (+, ns), variabel bedakala jumlah (+, ns) dan jumlah penduduk
Indonesia (+, s). Dimana variabel bedakala harga tepung terigu domestik di
tingkat pedagang besar tidak berbeda nyata pada taraf α >0.15, sedangkan variabel
jumlah penduduk Indonesia berbeda nyata pada taraf α < 0.15. , dan variabel
bedakala harga riil telur (+, s). Meningkatnya harga riil tepung domestik di
pedagang besar akan menurunkan permintaan langsung tepung terigu domestic
oleh industri rumah tangga. Sedangkan mMeningkatnya harga riil output
produksi industri rumah tangga, variabel bedakala jumlah penduduk Indonesia (+,
s), dan variabel bedakala harga riil telur akan meningkatkan permintaan langsung
tepung terigu domestikc oleh industri rumah tanggarumahtangga.
Nilai R² sebesar 0.8351 pada Tabel 64 menggambarkan bahwa sekitar
83.51 persen variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu
menjelaskan perilaku persamaan permintaan tepung terigu domestik untuk
industri rumahtangga.
Tabel 647. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Permintaan Tepung Terigu Domestik untuk Industri Rumah TanggRumahtangga
a
Variabel Parameter Dugaan Standar Error t-hitung Prob>|T| Elastisitas
Intersep -261942 33643 -7.786 0.0001 RPTPB -53.456445 t 11.562130 -4.623 0.0002 -1.358062464 ROPRT 0.002777 t 0.001394 1.992 0.0627 0.418047283 (ICIDNt - ICIDN 3.652947 t-1 16.216494 0.225 0.8245 0.000953937 PENIDN 2094.472157 t-1 192.923045 10.857 0.0001 4.837403791 RPHIDN 6.924341 t-1 3.464690 1.999 0.0619 0.000171898
205
F =40.807 R- Square =0.9231 Durbin-Watson=2.383
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
Intersep -238219 31917 -7.464 0.0001 RPTPB -15.764900 t-1 11.695644 -1.348 0.1928 -0.395860856 PENIDN 1881.487630 t-1 229.064560 8.214 0.0001 4.345493619 F =50.634 R-Square =0.8351 Durbin-Watson=1.977
Nilai R² sebesar 0.9231 menggambarkan bahwa sekitar 0.9231 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan permintaan tepung terigu domestik untuk industri rumah tangga.
Variabel Tabel 64 juga memperlihatkan bahwa permintaan tepung terigu
domestik untuk industri rumahtangga bersifat elastis terhadap harga riil tepung
terigu domestik di pedagang besar, dan variabel bedakala jumlah penduduk
Indonesia bersifat elastis, sedangkan terhadap variabel harga tepung terigu di
tingkat pedagang besar ehingga dapat diterapkan sebagai instrumen kebijakan.
bersifat inelastis. Elastisitas harga tepung terigu di tingkat pedagang besar dari
permintaan tepung terigu untuk industri rumahtangga sebesar -0.39 artinya terjadi
penurunan permintaan tepung terigu untuk industri rumahtangga sebesar 0.39
persen sebagai respon peningkatan harga tepung terigu di tingkat pedagang besar
sebesar 1 persen. Sehingga pada persamaan permintaan tepung terigu untuk
industri rumahtangga, variabel harga tepung terigu di tingkat pedagang besar
bukan merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan untuk
menurunkan permintaan tepung terigu untuk industri rumahtangga.Sedangkan
variabel harga riil output produksi industri rumah tangga, selisih pendapatan per
kapita dengan variabel bedakala pendapatan perkapita Indonesia, dan variabel
bedakala harga riil telur tidak dapat diterapkan sebagai instrumen kebijakan
Formatted: Font: (Default) TimesNew Roman
Formatted: Font: 8 pt
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
206
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified
Formatted: Space A fter: 6 pt, Linespacing: single
Formatted: Indonesian
3. Permintaan Tepung Terigu Industri Kecil dan Menengah
Tabel 658 menunjukkan permintaan langsung tepung terigu domestik oleh
industri kecil menengah dipengaruhi oleh variabel bedakala harga riilharga
tepung domestik ditingkatdi tingkat Pedagang Besar (-, ns), dan variabel
bedakalaharga riil ouput produksi industri kecil menengah (+, s), jumlah
penduduk Indonesia (+, s). , dan variabel bedakala harga telur (+, ns). Dimana
variabel bedakala harga tepung domestik di tingkat Pedagang Besar tidak berbeda
nyata pada taraf α >0.15, sedangkan variabel bedakala jumlah penduduk
Indonesia berbeda nyata pada taraf α < 0.15. Meningkatnya jumlah penduduk
Indonesiaharga riil ouput produksi industri kecil menengah , dan jumlah
penduduk Indonesia akan meningkatkan permintaan langsung tepung terigu
domestik oleh industri kecil menengah.
Nilai R² sebesar 0.6840 pada Tabel 65 menggambarkan bahwa sekitar
68.40 persen variabel variabel bedakala harga tepung domestik di tingkat
pedagang besar, dan variabel bedakala jumlah penduduk Indonesia (variabel
eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan permintaan
tepung terigu domestik untuk industri kecil menengah.
Nilai R² sebesar 0.8044 menggambarkan bahwa sekitar 0.8044 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan permintaan tepung terigu domestik untuk industri kecil menengah.
Tabel 68. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Permintaan Tepung Terigu Domestik untuk Industri Kecil dan Menengah
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>|T| Elastisitas
Intersep -3427589 912883 -3.755 0.0015 RPTPB -554.448144 t 255.757077 -2.168 0.0438 -0.980771917
207
ROPKM 0.081500 t 0.032240 2.528 0.0210 0.57457036 PENIDN 24355 t 5451.652873 4.467 0.0003 3.946529889 RPHIDN 110.849574 t-1 85.873729 1.291 0.2131 0.588019295 F =18.504 R-Square =0.8044 Durbin-Watson=2.112 Tabel 65. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Permintaan Tepung Terigu Domestik untuk Industri Kecil dan Menengah
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
Intersep -3372195 693204 -4.865 0.0001 RPTPB -226.266694 t-1 261.413410 -0.866 0.3970 -0.395602827 PENIDN 27176 t-1 5064.642485 5.366 0.0001 4.370294451 F =21.641 R-Square =0.6840 Durbin-Watson=2.004
Selanjutnya Tabel 65 juga memperlihatkan bahwa Bberdasarkan nilai
elastisitasnya, permintaan tepung terigu untuk industri kecil dan menengah
permintaan tepung terigu untuk industri kecil dan menengah bersifat inelatis
terhadap variabel harga tepung terigu di tingkat pedagang besar, sedangkan
terhadap variabel jumlah penduduk Indonesia bersifat elastisinstrumen kebijakan
hanya dapat diterapkan pada variabel jumlah penduduk Indonesia, sedangkan
variabel lainnya tidak bisa digunakan sebagai instrumen kebijakan, karena bersifat
inelastis. Elastisitas harga tepung terigu di tingkat pedagang besar dari
permintaan tepung terigu untuk industri kecil dan menengah sebesar -0.40 artinya
terjadi penurunan permintaan tepung terigu untuk industri kecil dan menengah
sebesar 0.40 persen sebagai respon peningkatan harga tepung terigu di tingkat
pedagang besar sebesar 1 persen. Sehingga pada persamaan permintaan tepung
terigu untuk industr kecil dan menengah, variabel harga tepung terigu di tingkat
pedagang besar bukan merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu
kebijakan untuk menurunkan permintaan tepung terigu untuk industri kecil dan
menengah..
4. Permintaan Tepung Terigu Industri Mak anan dan Minuman
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 18 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Swedish (Sweden)
208
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Left
Formatted: Indonesian
Formatted: Left, Space Before: 6 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Left
Formatted: Left, Space Before: 0 pt,A fter: 6 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: C entered, Space A fter: 6pt, Line spacing: single
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Tabel 669 menunjukkan permintaan tepung terigu domestik untuk industri
makanan dan minuman dipengaruhi oleh variabel bedakala oleh industri makanan
dan minuman dipengaruhi oleh hharga riilarga tepung terigu domestik ditingkatdi
tingkat indus tri tepung (-, ns), danPDB sektor industri makanan dan minuman (+,
s), variabel bedakala jumlah penduduk Indonesia (+ , s). Dimana variabel
bedakala harga tepung terigu domestik di tingkat industri tepung tidak berbeda
nyata pada taraf α >0.15, sedangkan variabel bedakala jumlah penduduk
Indonesia berbeda nyata pada taraf α < 0.15. Meningkatnya harga riil tepung
terigu domestik ditingkat Industri Tepung, PDB sektor industri makanan dan
minuman, dan jum jumlah penduduk Indonesia akan meningkatkan Jumlah
permintaan tepung terigu domestik oleh industri makanan.
Nilai R² sebesar 0.9871 menggambarkan bahwa sekitar 0.9871 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan permintaan tepung terigu domestik untuk industri makanan dan
minuman.
Tabel 669. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Permintaan Tepung Terigu Domu Domestik untuk Industri Makanan dan Minuman
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error
t-hitung Prob>|T| Elastisitas
Intersep -1823520 247457 -7.369 0.0001 RPTIDN -123.827332 1-1 92.716582 -1.336 0.1967 -0.378441041 PENIDN 14754 t-1 1792.930046 8.229 0.0001 4.284864052 F =50.345 R-Square =0.8343 Durbin-Watson=2.001
Variabel Parameter Dugaan
Standar Error t-hitung Prob>|T| Elastisitas
RPTIDN -493.404947 t 71.163748 -6.933 0.0001 -1.526161503 PDBIM 0.004941 t 0.000430 11.487 0.0001 0.438209298 PENIDN 7149.916869 t 709.531732 10.077 0.0001 2.092330848 F =509.956 R-Square =0.9871 Durbin-Watson=2.352
209
Nilai R² sebesar 0.8343 pada Tabel 66 menggambarkan bahwa sekitar
83.43 persen variabel bedakala harga tepung terigu domestik di tingkat industri
tepung, dan variabel bedakala jumlah penduduk Indonesia (variabel eksogen)
secara bersama mampu menjelaskan perilaku persamaan permintaan tepung terigu
domestik untuk industri makanan dan minuman.
Berdasarkan nilai elastisitasnya, permintaan tepung terigu untuk industri
makanan dan minuman bersifat inelastis terhadap variabel harga tepung terigu di
tingkat industri, sedangkan terhadap variabel jumlah penduduk Indonesia bersifat
elastis. Selanjutnya elastisitas harga tepung terigu di tingkat industri dari
permintaan tepung terigu untuk industri makanan dan minuman sebesar -0.38
artinya terjadi penurunan permintaan tepung terigu untuk industri makanan dan
minuman sebesar 0.38 persen sebagai respon peningkatan harga tepung terigu di
tingkat industri sebesar 1 persen. Sehingga varibel harga tepung terigu di tingkat
indus tri bukan merupakan variabel yang efektif untuk dikenakan suatu kebijakan
untuk menurunkan permintaan tepung terigu untuk industri makanan dan
minuman.
Variabel harga riil tepung terigu domestik ditingkat industri tepung, dan
jumlah penduduk Indonesia dapat diterapkan sebagai instrumen kebijakan,
sedangkan variabel PDB sektor industri makanan dan minuman tidak dapat
diterapkan sebagai instrumen kebijakan.
5. Indonesia
PTotal permintaan tepung terigu Indonesia dirumuskan sebagai suatu
persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari permintaan tepung terigu
untuk penggunaan sendiri (DTRSt,), permintaan tepung terigu industri rumah
Formatted: Space Before: 18 pt
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Space Before: 0 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
210
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Space A fter: 6 pt
Formatted: Font: Not Bold,Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Space A fter: 6 pt
Formatted: Indonesian
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Indonesian
Formatted: Space A fter: 6 pt, Linespacing: Double
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
tanggarumahtangga (DTRTt), dan permintaan tepung terigu oleh usaha kecil
menengah, (DTKMt), serta industri makanan dan minuman, (DTIMt
), yang
dituliskan sebagai berikut:
DTIDNt = DTRSt + DTRTt + DTKMt + DTIM+DTIM
;
t;
5. 3.11.Ekspor Tepung Terigu Indonesia
Tabel 70 menunjukkan ekspor tepung terigu Indonesia dipengaruhi oleh produksi
tepung terigu Indonesia (+, s), dan selisih harga riil ekspor tepung terigu Indonesia
dengan variabel bedakala harga riil ekspor tepung terigu Indonesia (+, ns).
Meningkatnya produksi tepung terigu Indonesia akan meningkatkan jumlah
ekspor tepung terigu Indonesia.
Nilai R² sebesar 0.2332 menggambarkan bahwa sekitar 0.2332 persen variabel
penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan ekspor tepung terigu Indonesia.
Tabel 70. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Ekspor Tepung Terigu
Indonesia
Pa
rameter
Dugaan
St
andar
Error
t
-
hitung
P
rob>|T| Elastisitas
211
Vari
abel
QTI
DN
0.
000869 t
0.
000348
2
.498
0
.0208
1.32289973
6
(RPX
TIDNt -
RPXTIDNt-
1
0.
598379
)
2.9
01742
0
.206
0
.8386
-
0.043192281
F =3.193 R-Square
=0.2332
Durbin-
Watson=0.371
Variabel produksi tepung terigu Indonesia bersifat elastis sehingga dapat
digunakan sebagai instrumen kebijakan, sedangkan variabel selisih harga riil
ekspor tepung terigu Indonesia dengan variabel bedakala harga riil ekspor tepung
terigu Indonesia tidak dapat diterapkan sebagai instrumen kebijakan.
5.3.12. Harga Riil Ekspor Tepung Terigu Indonesia
Tabel 71 menunjukkan harga riil ekspor tepung terigu Indonesia
dipengaruhi oleh selisih ekspor tepung terigu Indonesia dengan variabel bedakala
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Font: Not Bold,Indonesian
Formatted: Indonesian
212
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Indent: F irstline: 1,27 cm, Space A fter: 6 pt, Linespacing: Double
Formatted T able
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Font: 8 pt, Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
ekspor tepung terigu (-, ns), selisih harga riil tepung terigu dunia (+, s), dan
variabel bedakala harga riil ekspor tepung terigu Indonesia (+, s). Meningkatnya
selisih harga riil tepung terigu dunia akan meningkatkan harga riil ekspor tepung
terigu Indonesia. Respon variabel bedakala harga riil ekspor tepung terigu
Indonesia terhadap perubahan ekonomi menunjukkan sangat besar.
Nilai R² sebesar 0.8179 menggambarkan bahwa sekitar 0.8179 persen
variabel penjelas (variabel eksogen) secara bersama mampu menjelaskan perilaku
persamaan harga riil ekspor tepung terigu Indonesia.
Tabel 71. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Harga Riil Ekspor
Tepung Terigu
Indonesia
Var
iabel
Pa
rameter
Dugaan
Sta
ndar Error -
hitung
P
rob>|T|
Elastisitas
Jan
gka Pendek
Jang
ka Panjang
Int
ersep
50
.535927
131
.669264 .384
0
.7054
(X
TIDNt -
XTIDNt-1
-
0.013349
)
0.0
26261 0.508
0
.6171
-
0.009673649
-
0.177108175
RP
TW t -
RPTW
0.
448245
t-1
0.2
55202 .756
0
.0951
-
0.086662917
-
1.586651721
213
Formatted: Indonesian
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indonesian
RP
XTIDN
0.
945380 t-1
0.1
54452 .121
0
.0001
F = 28.451 R-
Square =0.8179
Durbin-
Watson=1.396
Dalam jangka pendek, semua variabel pembentuk bersifat inelastis,
sehingga variabel pembentuk dimaksud tidak dapat diterapkan sebagai instrumen
kebijakan, sedangkan pada jangka panjang, hanya variabel selisih harga riil
tepung terigu dunia yang bersifat elastis, sehingga variabel tersebut dapat
diterapkan sebagai instrumen kebijakan.
VI. PERAMALAN DAMPAK KEBIJAKAN TARIF DAN KUOTA IMPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDONESIA TAHUN 2011-2015
6.1. Hasil Validasi Model
Root Mean Squares Percent Error (RMSPE) atau nilai kedekatan variabel
endogen hasil pendugaan terhadap nilai aktual selama periode pengamatan
digunakan sebagai alat validasi model sebelum dilakukan simulasi historis dan
peramalan. Sedangkan untuk melihat seberapa dekat garis regresi yang
terestimasi dengan data aktual digunakan koefisien determinasi atau coefficient of
determination (R²). Selain itu validasi juga dilakukan dengan menggunakan
kriteria penyimpangan statistik dengan peramalan Theil (Theil Forecast Error
Statistic), yang meliputi: (1) proporsi dekomposisi dari Mean Squares Error, yaitu
(a) proporsi bias (Um), (b) proporsi regresi (Ur), (c) proporsi distribusi kesalahan
non sistimatik (Ud), dan (2) Inequality Coefficient dari U-Theil. Pada dasarnya
apabila nilai RMSPE dan U-Theil semakin kecil dan nilai R² membesar kondisi
tersebut menggambarkan pendugaan model yang semakin baik. Nilai koefisien
U-Theil (U) berkisar antara 1 dan 0. Jika U = 0, maka pendugaan model
sempurna, jika U=1, maka pendugaan model naif.
Hasil validasi mode l terhadap 65 persamaan pada Lampiran 3
menunjukkan bahwa 32 persamaan (49.23 persen) mempunyai nilai RMSPE
dibawah 20 persen. Proporsi dekomposisi diperoleh 28 persamaan (43.08 persen)
mempunyai nilai proporsi bias (Um) dibawah 30 persen; dan 46 persamaan
(70.77 persen) mempunyai bias proporsi regresi (Ur) dibawah 30 persen dan 21
persamaan (32.31 persen) mempunyai bias proporsi distribusi (Ud) di atas 70
138
166
persen. Sedangkan berdasarkan penyimpangan peramalan U-Theil didapatkan 50
persamaan (76.92 persen) mempunyai nilai dibawah 20 persen. Adapun nilai
koefisien determinasi (R2) dari masing-masing persamaan perilakunya
menunjukkan 50.77 persen dari persamaaan struktural atau sebanyak 33
persamaan dari 55 persamaan struktural mempunyai koefisien determinasi (R2
6.2. Hasil Peramalan Dampak Kebijakan
)
lebih besar dari 80 persen.
Validasi terhadap model dengan menggunakan nilai RMSPE dan U-Theil
serta R² menunjukkan bahwa secara keseluruhan model ini cukup valid untuk
digunakan sebagai model pendugaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa model
yang dibangun dalam penelitian ini mempunyai keterandalan yang cukup ba ik
untuk analisis simulasi historis maupun peramalan.
Berdasarkan RMSPE, hal penting yang ditunjukkan dari Tabel 67 adalah
bahwa variabel harga do mstik merupakan variabel yang memegang peranan
utama dan sangat krusial dalam model. Selain karena hubungannya didalam
system, variabe l harga mempengaruhi dan dipengaruhi secara langsung oleh
variabel endogen di dalam model. Hasil selanjutnya diikuti oleh variabel
permintaan tepung terigu dan biji gandum. Kondisi ini diduga karena permintaan
dipengaruhi oleh dua variabel dependen. Hasil yang kurang baik diperlihatkan
impor tepung dan gandum, hal ini diduga karena adanya faktor residual dari
masing-masing persamaan dalam model.
Hasil peramalan dari model industri penggilingan tepung terigu di
Indonesia menunjukka n bahwa permintaan tepung terigu Indonesia cenderung
meningkat dari tahun 2011 sampai dengan 2015. Permintaan tepung terigu
167
Indonesia tahun 2011 diperkirakan 4 084 201 ton sedangkan tahun 2015 sebesar
4 509 175 ton. Permintaan tepung terigu Indonesia tersebut dipenuhi dari
produksi tepung terigu dalam negeri dan impor. Produksi tepung terigu dalam
negeri tahun 2011 diperkirakan mencapai 3 248 296 ton sedangkan tahun 2015
sejumlah 3 543 229 ton. Produksi tepung terigu tersebut dibuat dari bahan baku
berupa biji gandum yang dapat dikonversi sebagai tepung terigu pada tahun 2011
diperkirakan mencapa i 4 389 590 ton sedangkan tahun 2015 sebesar 4 788 148
ton. Seiring dengan meningkatnya permintaan tepung terigu, impor tepung terigu
tahun 2011 diperkirakan akan mencapai 135 575 ton sedangkan tahun 2015
sebesar 151 681 ton.
Harga impor biji gandum Indonesia pada tahun 2011 diperkirakan sebesar
US$.343/ton dan tahun 2015 sebesar US$.345/ton, sedangkan harga impor
tepung terigu pada tahun 2011 diperkirakan sebesar US$.426/ton dan tahun 2015
sebesar US$.441/ton, harga tepung terigu di tingkat industri tahun 2011
diperkirakan sebesar Rp.3 130,-/kg dan tahun 2015 sebesar Rp.3 421,-/kg, harga
tepung terigu di tingkat pedagang besar diperkirakan pada tahun 2011 sebesar
Rp.3 199,-/kg dan tahun 2015 sebesar Rp.3 491,-/kg, harga tepung terigu di
tingkat pedagang eceran diperkirakan pada tahun 2011 sebesar Rp.3 302,-/kg,-
dan tahun 2015 sebesar Rp.3 554,-/kg.
Berdasarkan hasil peramalan pada Tabel 67 terlihat bahwa impor biji
gandum dunia, impor biji gandum Indonesia, produksi tepung terigu Indonesia,
impor tepung terigu Indonesia, harga biji gandum dunia, dan harga tepung terigu
dunia, serta harga tepung terigu Indonesia meningkat setiap tahunnya.
168
Kecenderungan ini menunjukkan bahwa walau harga tepung terigu naik,
permintaan terhadap tepung terigu tidak menurun tetapi tetap naik.
Tabel 67. Hasil Ramalan terhadap Beberapa Variabel Endogen Tahun 2011-2015
Variabel Satuan Tahun 2003 Tahun 2011 Tahun 2011
Impor Biji Gandum Dunia Ton 109 679 014 104 818 716 106 496 047 Harga Biji Gandum Dunia $/Ton 131 129 129 Permintaan Biji Gandum Indonesia untuk Industri Tepung
Ton 3 799 887 4 389 590 4 788 148
Impor Biji Gandum Indonesia Ton 3 502 373 4 594 511 5 015 901 Harga Impor Biji Gandum Indonesia
$/Ton 124 343 345
Impor Tepung Terigu Dunia Ton 8 182 540 9 644 408 9 905 907 Harga Tepung Terigu Dunia $/Ton 207 306 328 Permintaan Tepung Terigu Indonesia
Ton 3 155 199 4 084 201 4 509 175
Produksi Tepung Terigu Indonesia Ton 2 811 916 3 248 296 3 543 229 Impor Tepung Terigu Indonesia Ton 121 385 135 575 151 681 Harga Impor Tepung Terigu Indonesia
$/Ton 165 426 441
Harga Tepung Terigu Indonesia di Industri
Rp/Kg 2 490 3 130 3 421
Harga Tepung Terigu di Pedagang Besar
Rp/Kg 2 556 3 199 3 491
Harga Tepung Terigu di Pedagang Eceran
Rp/Kg 2 578 3 302 3 554
Pada Tabel 67 ditunjukkan bahwa harga tepung terigu domestik di tingkat
pedagang eceran, semenjak 2003 sampai dengan tahun 2015 diperkirakan terjadi
peningkatan 37.86 persen, permintaan tepung terigu meningkat 42.91 persen,
produksi tepung terigu meningkat 6.01 persen, impor tepung terigu naik 24.96
persen, impor biji gandum Indonesia meningkat 43.21 persen. Selain itu terjadi
kecenderungan perbandingan antara impor tepung terigu Indonesia dengan
produksi tepung terigu Indonesia yang tetap. Pada tahun 2003 perbandingan
impor tepung terigu Indonesia dengan produksi tepung terigu Indonesia sebesar
4.32 persen, tahun 2011 menjadi 4.17 persen dan 4.28 persen pada tahun 2015.
Dilihat dari sisi produsen tepung terigu domestik, peningkatan impor
tepung terigu perlu diwaspadai agar tidak berpengaruh negatif terhadap industri
169
penggilingan tepung terigu sehingga mengganggu industri dalam negeri yang
berdampak pada penguasaan pasar dan lapangan pekerjaan. Sedangkan dari sisi
konsumen, peningkatan impo r tepung terigu memberikan alternatif pilihan, walau
kalau dilihat dari harga domestik belum menguntungkan masyarakat. Cadangan
devisa Indonesiapun terlihat akan berkurang dengan meningkatnya pengeluaran
akibat naiknya; impor biji gandum Indonesia, harga impor biji gandum Indonesia,
impor tepung terigu Indonesia, dan harga impor tepung terigu Indonesia. Adapun
skenario yang dilakukan pada simulasi peramalan adalah sebagai berikut:
6.2.1. Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen
Penerapan simulasi kuota impor biji gandum Indonesia sebesar 90 persen
atau 4 324 014 ton berdampak sebagaimana disajikan pada Tabel 68 dan 69.
Tabel 68. Dampak Simulasi Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen
Variabel Dasar Hasil Simulasi Nilai (%)
Impor Biji Gandum Dunia (MT) 105 604 922.40 105 133 439.80 -0.45 Ekspor Biji Gandum Dunia (MT) 104 562 043.40 104 524 245.65 -0.04 Harga Biji Gandum Dunia (US$/Ton) 130.93 126.20 -3.61 Ekspor Tepung Terigu Dunia (MT) 7 882 681.25 7 882 713.68 0.0004 Impor Tepung Terigu Dunia (MT) 9 777 205.05 9 784 862.39 0.08 Harga Tepung Terigu Dunia ((US$/Ton) 317.99 318.41 0.13 Harga Impor Biji Gandum Indonesia (US$/Ton) 345.61 344.26 -0.39 Harga Impor Tepung Terigu Indonesia (US$/Ton) 434.13 434.42 0.07 Harga Tepung Terigu di T ingkat Industri (Rp/Kg) 3 276.91 3 278.24 0.04 Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Besar (Rp/Kg) 3 346.34 3 347.67 0.04 Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Eceran (Rp/Kg) 3 429.48 3 430.62 0.03 Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia (MT) 2 636 720.88 2 372 920.79 -10.00 Impor Biji Gandum Indonesia dari Kanada (MT) 853 579.81 768 254.32 -10.00 Impor Biji Gandum Indonesia dari Amerika Serikat (MT) 424 309.73 381 890.17 -10.00 Impor Biji Gandum Indonesia (MT) 4 804 553.67 4 324 014.21 -10.00 Permintaan Biji Gandum Indonesia (MT) 4 804 553.67 4 324 014.21 -10.00 Permintaan Biji Gandum untuk Makanan (MT) 4 588 365.60 4 129 444.00 -10.00 Produksi Tepung Terigu (MT) 3 395 390.48 3 055 788.55 -10.00 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Australia (MT) 20 561.47 20 605.30 0.21 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Jepang (MT) 9 270.06 10 406.54 12.26 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Singapura (MT) 21 397.85 27 906.03 30.42 Impor Tepung Terigu Indonesia (MT) 143 600.40 151 288.40 5.35 Permintaan Tepung Terigu Rumahtangga (MT) 202 144.80 202 119.20 -0.01 Permintaan Tepung Terigu Industri Rumahtangga (MT) 175 706.00 175 684.80 -0.01 Permintaan Tepung Terigu Industri Kecil Menengah (MT) 2 531 760.20 2 531 453.40 -0.01 Permintaan Tepung Terigu Industri Makanan (MT) 1 387 113.00 1 386 944.20 -0.01 Permintaan Tepung Terigu Indonesia (MT) 4 296 724.05 4 296 201.43 -0.01
170
Penerapan simulasi kuota impor biji gandum Indonesia sebesar 90 persen
dilakukan dalam rangka melihat respon dan arah dampak kebijakan kuota impor
biji gandum Indonesia sebesar 90 persen, apakah kegiatan impor tepung terigu
lebih menguntungkan daripada impor biji gandum yang kemudian diolah menjadi
tepung terigu. Dengan kata lain, dengan dilakukannya pembatasan impor biji
gandum diharapkan kebutuhan tepung terigu domestik dapat dipenuhi dari impor
tepung terigu. Selanjutnya dilakukan analisis apakah kebijakan ini
menguntungkan konsumen atau produsen tepung terigu domestik.
Analisis makro terhadap simulasi peramalan penerapan kebijakan kuota
impor biji gandum sebesar 90 persen sepanjang masa simulasi, menunjukkan:
1. Dampak langsung dari penerapan kebijakan ini adalah turunnya impor biji
gandum Indonesia menjadi 4 324 014 ton. Penurunan ini berdampak pada
turunnya impor biji gandum dunia menjadi 101 133 439 ton, atau turun
sebesar 0.45 persen. Sebagai negara yang termasuk lima besar pengimpor
biji gandum dunia adalah sangat wajar ketika turunnya impor biji gandum
dari Indonesia mempengaruhi impor biji gandum dunia.
2. Harga biji gandum dunia turun sebesar 3.61 persen menjadi US$.126.20/ton.
Penurunan harga biji gandum dunia sebesar 3.61 persen yang lebih besar
daripada penurunan impor biji gandum 0.45 persen sesuai dengan elastisitas
harga biji gandum dunia terhadap impor biji gandum yang elastis. Dalam
mod el, elastisitas impor biji gandum dunia dari harga biji gandum dunia
sebesar 2.02, artinya terjadi penurunan harga biji gandum dunia sebesar 2.02
sebagai respon penurunan impor biji gandum sebesar 1 persen. Dampak
171
penurunan yang lebih besar dari nilai elastisitas diduga karena dampak
proses transmisinya yang tidak sempurna.
3. Harga biji gandum dunia yang turun menyebabkan harga impor biji gandum
Indonesia turun 0.39 persen menjadi US$.344.26/ton. Kondisi ini sesuai
dengan teori bahwa harga produk suatu komoditi dapat dihitung melalui
transmisi harga, dalam hal ini adalah harga biji gandum dunia atau melalui
kekuatan permintaan dan penawaran biji gandum Indonesia. Dalam model,
harga biji gandum Indonesia dipengaruhi oleh harga biji gandum dunia,
sehingga ketika harga biji gandum dunia turun maka akan berdampak pada
turunnya harga biji gandum Indonesia. Penurunnya harga biji gandum dunia
yang jauh lebih besar dibandingkan dengan penur unan di harga impor biji
gandum Indonesia menunjukkan bahwa perubahan harga di pasar dunia
tidak ditransmisikan secara sempurna ke pasar domestik. Transmisi harga
biji gandum yang tidak sempurna ini, terjadi pula pada tata niaga jagung dan
kedelai, dimana perkembangan harga di tingkat petani tidak mengikuti
perkembangan harga di pasar dunia (Kustiari dan Nuryanti, 2008).
4. Permintaan biji gandum Indonesia sama dengan impor biji gandum
Indonesia sebesar 4 324 014 ton atau turun 10 persen. Permintaan biji
gandum Indonesia diproksi dari impor biji gandum Indonesia karena seluruh
permintaan biji gandum Indonesia dipenuhi dari impor. Impor biji gandum
yang dibatasi berdampak pada turunnya sumber bahan baku tepung terigu,
dan selanjutnya menyebabkan terjadi penurunan produksi tepung terigu
Indonesia sebesar 10 persen menjadi 3 055 788 ton.
172
5. Produksi tepung terigu Indonesia yang berkurang berdampak pada
menurunnya penawaran tepung terigu domestik. Penawaran tepung terigu
di pasar domestik yang berkurang mendorong harga tepung terigu di tingkat
industri naik 0.304 persen menjadi Rp.3 278,-/kg, harga tepung terigu di
tingkat pedagang besar naik 0.04 persen menjadi Rp.3 347,-/kg, harga
tepung terigu di tingkat pedagang eceran naik menjadi Rp.3 430,-/kg atau
naik 0.03 persen. Pada model, elastisitas produksi dari harga tepung terigu
di tingkat industri tepung terigu sebesar - 0.015 yang berarti bersifat
inelastis. Sehingga adalah wajar bila digabung dengan pengaruh variabel
lainnya dalam persamaan harga tepung terigu di tingkat industri tepung
terigu, perubahan produksi tepung terigu turun 10 persen direspon dengan
kenaikan harga yang sangat kecil atau 0.04 persen. Adapun elastisitas harga
tepung terigu ditingkat industri dari harga tepung terigu ditingkat pedagang
besar = 1, artinya terjadi perubahan harga tepung terigu ditingkat pedagang
besar sebesar satu persen sebagai respon dari kenaikan harga tepung terigu
di tingkat industri sebesar 1 persen. Sedangkan elastisitas harga tepung
terigu di tingkat pedagang eceran inelastis terhadap harga tepung terigu di
tingkat pedagang besar, sehingga wajar ketika terjadi kenaikan harga
ditingkat pedang besar 0.04 persen hanya menyebabkan terjadinya kenaikan
harga tepung terigu ditingkat pedagang eceran sebesar 0.03 persen.
6. Naiknya harga tepung terigu domestik menyebabkan permintaan tepung
terigu Indonesia turun setara 0.01 persen menjadi sebesar 4 296 201 ton,
terdiri dari; permintaan tepung terigu untuk industri makanan turun sebesar
0.01 persen menjadi 1 386 944 ton, permintaan tepung terigu untuk industri
173
kecil dan menengah turun 0.01 persen menjadi 2 531 453 ton, permintaan
tepung terigu untuk industri rumahtangga sebesar 175 684 ton atau turun
0.01 persen, permintaan tepung terigu untuk digunakan sendiri turun sebesar
0.01 persen menjadi 202 119 ton. Sebagai barang normal, harga komoditi
yang naik akan berdampak pada menurunnya permintaan barang tersebut.
Selain itu penurunan permintaan ini juga sesuai dengan elastisitas dari
masing-masing permintaan yang inelatis terhadap harga tepung terigu,
artinya perubahan satu persen harga tepung terigu yang direspon kurang dari
satu persen permintaan. Kondisi elastisitas permintaan terhadap harga yang
inelastis ini sesuai dengan temuan Djanuwardi (1990) menyatakatan bahwa
koefisien elastisitas harga dari permintaan terigu < 1, baik untuk jangka
panjang maupun jangka pendek.
7. Permintaan tepung terigu Indonesia dipenuhi dari produksi dalam negeri dan
impor. Produksi yang menurun menyebabkan terjadi peningkatan impor
tepung Indonesia sebesar 5.35 persen menjadi 151 288 ton. Impor tepung
terigu Indonesia tersebut berasal dari Jepang sebesar 10 406 ton atau naik
12.26 persen, dari Australia sebesar 20 605 ton naik 0.21 persen, dari
Singapura sebesar 27 906 ton atau naik 30.42 persen.
8. Impor tepung terigu dunia naik setara sebesar 0.08 persen menjadi sebesar
9 784 862 ton. Impor tepung terigu dunia sebagai penjumlahan dari impor
tepung terigu negara pengimpor tepung terigu akan meningkat sejalan
dengan meningkatnya salah satu negara pengimpor tepung terigu. Ketika
impor tepung terigu Indonesia meningkat maka impor tepung terigu dunia
naik. Selanjutnya meningkatnya impor tepung terigu dunia menyebabkan
174
harga tepung terigu dunia naik 0.13 persen menjadi US$.318.41/ton dan
berdampak pada naiknya harga impor tepung terigu Indonesia sebesar 0.07
persen menjadi US$.434.42/ton
9. Konsumen tepung terigu mengalami penurunan surplus konsumen rata-rata
sebesar Rp.8 022 084 652,-/tahun, yang diperoleh dari gabungan penurunan
surplus konsumen tepung terigu di industri makanan, industri kecil
menengah, industri rumahtangga dan konsumen rumahtangga. Sedangkan
produsen memperoleh tambahan surplus produsen yang merupakan
gabungan antara surplus produsen tepung terigu dan surplus konsumen biji
gandum sebesar Rp.78 952 362 531,-/tahun. Adapun Pemerintah tidak
memperoleh pendapatan dari penerapan kebijakan kuota impor biji gandum.
Secara keseluruhan terjadi penambahan surplus produsen dan konsumen
sebesar Rp.70 930 277 879,-/tahun.
Tabel 69. Dampak Simulasi Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 Persen terhadap Kesejahteraan Konsumen dan Produsen Tepung Terigu
No. Komponen Satuan Nilai 1. Perubahan Surplus Penggilingan Tepung Terigu Rp 4 290 034 054.95 2. Perubahan Surplus Konsumen Biji Gandum Rp 74 662 328 476.32 3. Perubahan Surplus Produsen Tepung Terigu (1 + 2) Rp 78 952 362 531.27 4. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri
Makanan Rp -5 714 295 444.20
5. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Kecil Menengah
Rp -1 844 748 038.00
6. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Rumahtangga
Rp - 233 674 882.00
7. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Rumahtangga Rp - 229 366 288.00
8. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu (4+5+6+7) Rp - 8 022 084 652.20 9. Penerimaan Negara (kurs 1 USA = Rp.12 117) $ USA .00
10. Kehilangan Devisa Rp 18 833 548 081 074.70 11. Perubahan Devisa (Simulasi - Dasar) -2 042 140 980 571.94 12. Surplus Produsen dan Konsumen Tepung Terigu (3+ 8) Rp 70 930 277 879.07 13. Kesejahteraan M asyarakat (3+ 8 + 9) Rp 70 930 277 879.07
10. Indonesia akan kehilangan devisa sebesar Rp.18 833 548 081 074,-/tahun
atau turun Rp.2 042 140 980 571,-/tahun bila dibandingka n tanpa kebijakan.
175
Kebijakan kuota impor biji gandum sebesar 90 persen menyebabkan
terjadinya peningkatan impor tepung terigu Indonesia. Hal ini sesuai kaidah
barang substitusi yang mempunyai tanda yang berbeda dengan barang pokok,
ketika permintaan barang pokok dibatasi maka permintaan barang substitusinya
naik. Artinya pemenuhan kebutuhan tepung terigu domestik Indonesia yang
berkurang karena berkurangnya penawaran tepung terigu dari produksi domestik
akibat impor biji gandum yang dibatasi, dipenuhi dengan meningkatkan impor
tepung terigu.
Dilihat pengaruhnya terhadap harga biji gandum dunia, dampak dari kuota
impor biji gandum menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara besar dengan
kemampuannya mempengaruhi harga biji gandum dunia. Ketika kebijakan kuota
impor diterapkan 90 persen, terjadi penurunan harga biji gandum dunia sebesar
3.61 persen.
Konsumen tepung terigu di tingkat pengecer, pedagang besar dan industri
mengalami kerugian karena naiknya harga. Kerugian konsumen ini juga
ditunjukkan dengan turunnya surplus konsumen. Harga yang meningkat juga
merugikan industri sekunder yang membeli tepung terigu sebagai bahan baku.
Harga yang meningkat akan mengurangi daya beli konsumen, selanjutnya akan
mengurangi produksi industri terkait dan berdampak pada lapangan pekerjaan.
Ditinjau dari sisi produsen industri penggilingan tepung terigu, penerapan
kebijakan ini berdampak pada produksi tepung terigu yang turun dengan harga
jua l yang naik, namun produsen secara keseluruhan memperoleh tambahan
surplus produsen. Secara keseluruhan, masyarakat memperoleh tambahan surplus
176
produsen dan konsumen. Dari sisi devisa Indonesia, kebijakan ini menguntungkan
Indonesia ka rena terjadi penghematan dari kemungkinan kehilangan devisa.
Disisi ketahanan pangan, turunnya impor biji gandum walau diikuti
peningkatan impor tepung terigu namun secara keseluruhan terjadi penghematan
devisa, sehingga kebijakan ini dapat digunakan untuk mengurangi ketergantungan
terhadap pangan impor. Ketakutan akan terjadi kekurangan pangan dapat dijawab
dengan kondisi bahwa pada saat ini rasio pangan di luar biji gandum Indonesia
telah mendekati ideal, sehingga berkurangnya penawaran tepung terigu akibat
adanya kuota impor biji gandum diharapkan tidak mempengaruhi kondisi pangan
nasional.
Kendala dari penerapan simulasi kebijakan kuota impor biji gandum
sebesar 90 persen ini adalah: (1) impor biji gandum dilakukan oleh masing-
masing industri pengolahan biji gandum menjadi tepung terigu dan hanya
beberapa yang bergabung di asosiasi, (2) pengenaan kuota pada impor biji
gandum melanggar kaidah perdagangan bebas, namun sebagai upaya mengurangi
kerugian negara karena kehilangan cadangan devisa diperkenankan untuk
melakukan pengaturan, dan (3) kemungkinan terjadinya penyeludupan karena
harga tepung terigu domestik meningkat.
6.2.2. Pelarangan Impor Tepung Terigu
Simulasi pelarangan impor tepung terigu dilakukan dalam rangka melihat
arah dan respon dari alternatif kebijakan, apakah kegiatan pelarangan impor
tepung terigu lebih menguntungkan. Dengan kata lain, dengan dilakukannya
pelarangan impor tepung terigu diharapkan kebutuhan tepung terigu domestik
dapat dipenuhi dari industri penggilingan tepung terigu dalam negeri. Selanjutnya
177
dilakukan analisis apakah kebijakan ini menguntungkan konsumen atau produsen
tepung terigu domestik.
Dampak pelarangan impor tepung terigu terhadap kinerja industri tepung
terigu Indonesia sebagaimana disajikan pada Tabel 70 dan 71.
Tabel 70. Dampak Simulasi Pelarangan Impor Tepung Terigu
Variabel Dasar Hasil Nilai (%)
Impor Biji Gandum Dunia (MT) 105 604 922.40 106074 652.85 0.44 Ekspor Biji Gandum Dunia (MT) 104 562 043.40 104599 140.50 0.04 Harga Biji Gandum Dunia (US$/Ton) 130.93 135.55 3.53 Ekspor Tepung Terigu Dunia (MT) 7 882 681.25 7882 021.73 -0.01 Impor Tepung Terigu Dunia (MT) 9 777 205.05 9634 165.67 -1.46 Harga Tepung Terigu Dunia ((US$/Ton) 317.99 310.36 -2.40 Harga Impor Biji Gandum Indonesia (US$/Ton) 345.61 346.93 0.38 Harga Impor Tepung Terigu Indonesia (US$/Ton) 434.13 428.87 -1.21 Harga Tepung Terigu di T ingkat Industri (Rp/Kg) 3 276.91 3 274.45 -0.08 Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Besar (Rp/Kg) 3 346.34 3 343.89 -0.07 Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Eceran (Rp/Kg) 3 429.48 3 427.36 -0.06 Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia (MT) 2 636 720.88 2754 547.72 4.47 Impor Biji Gandum Indonesia dari Kanada (MT) 853 579.81 1122 859.55 31.55 Impor Biji Gandum Indonesia dari Amerika Serikat (MT) 424 309.73 515 701.51 21.54 Impor Biji Gandum Indonesia (MT) 4 804 553.67 5283 052.04 9.96 Permintaan Biji Gandum Indonesia (MT) 4 804 553.67 5283 052.04 9.96 Permintaan Biji Gandum untuk Makanan (MT) 4 588 365.60 5066 864.00 10.43 Produksi Tepung Terigu (MT) 3 395 390.48 3749 479.29 10.43 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Australia (MT) 20 561.47 0.00 -100 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Jepang (MT) 9 270.06 0.00 -100 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Singapura (MT) 21 397.85 0.00 -100 Impor Tepung Terigu Indonesia (MT) 143 600.40 0.00 -100 Permintaan Tepung Terigu Rumahtangga (MT) 202 144.80 202 190.80 0.02 Permintaan Tepung Terigu Industri Rumahtangga (MT) 175 706.00 175 744.80 0.02 Permintaan Tepung Terigu Industri Kecil Menengah (MT) 2 531 760.20 2532 317.40 0.02 Permintaan Tepung Terigu Industri Makanan (MT) 1 387 113.00 1387 418.60 0.02 Permintaan Tepung Terigu Indonesia (MT) 4 296 724.05 4297 672.06 0.02
Analisis makro terhadap simulasi peramalan kebijakan pelarangan impor
tepung terigu terhadap kinerja industri tepung terigu Indonesia menunjukkan:
1. Impor tepung terigu Indonesia yang dilarang berdampak pada turunnya
impor tepung terigu dunia rata-rata tahun 2011 – 2015 setara 1.46 persen
menjadi 9 634 165 ton.
2. Turunnya volume impor tepung terigu dunia menyebabkan harga tepung
terigu dunia turun setara 2.40 persen menjadi US$.310/ton. Dampak ini
178
sesuai dengan kaidah ekonomi ketika permintaan terhadap suatu komoditi
turun akan berdampak pada turunnya harga komoditi dimaksud. Selain itu
sebagai produk yang tidak tahan lama, permintaan yang turun akan direspon
langsung oleh produsen dengan menurunkan harga sehingga produk segera
terjual. Turunnya harga tepung terigu dunia yang lebih besar dari turunnya
impor tepung terigu dunia diduga karena adanya pengaruh diluar pengaruh
elastisitas impor tepung terigu dunia dari harga tepung terigu dunia yang
ine lastis.
3. Harga impor tepung terigu Indonesia turun setara 1.21 persen dari
US$.434.55/ton menjadi US$.428.87/ton, diikuti harga tepung terigu
Indonesia di tingkat industri turun 0.08 persen menjadi Rp.3 274.45,-/kg,
turun di tingkat pedagang besar menjadi Rp.3 343.89,-/kg (0.07 persen),
dan turun 0.06 persen di tingkat pedagang eceran menjadi Rp.3 427.36,-/kg.
Penurunan harga tepung terigu di tingkat domestik selain disebabkan oleh
turunnya harga tepung terigu dunia juga karena adanya perubahan pola
permintaan yang tadinya berupa impor tepung terigu menjadi permintaan
dalam bentuk impor biji gandum yang harganya lebih murah, sehingga harga
jual tepung terigu di tingkat lok al menjadi tur un. Turunnya harga di tingkat
domestik merupakan konsekuensi ketika harga domestik merupakan
transmisi dari harga di tingkat dunia sehingga ketika harga dunia turun
maka harga di tingkat domestik akan ikut turun.
4. Permintaan tepung terigu Indonesia naik 0.02 persen dari 4 296 724 ton
menjadi 4 297 672 ton. Permintaan tepung terigu Indonesia merupakan
penjumlahan dari permintaan tepung terigu untuk digunakan sendiri sebesar
179
202 190 ton atau naik 0.02 persen, permintaan tepung terigu untuk industri
rumahtangga sejumlah 175 744 ton atau naik 0.02 persen, permintaan
tepung terigu untuk industri kecil dan menengah sebesar 2 532 317 ton atau
naik 0.02 persen, permintaan untuk industri makanan dan minuman naik
0.02 persen menjadi 1 387 418 ton. Sebagai barang normal ada lah suatu
kondisi yang logis ketika permintaan barang normal meningkat sejalan
dengan turunnya harga barang normal. Turunnya harga tepung terigu
domestik menyebabkan permintaan tepung terigu Indonesia naik. Adapun
permintaan tepung terigu Indonesia dipenuhi dari produksi dalam ne geri
dan impor serta stock.
5. Impor biji gandum Indo nesia sebagai bahan baku industri penggilingan
tepung terigu naik menjadi 5 283 052 ton atau naik 9.96 persen. Impo r biji
gandum Indonesia dipenuhi dari Amerika Serikat sebesar 515 701 ton atau
naik 21.54 persen, impor dari Kanada sejumlah 1 122 859 ton atau naik
sebesar 31.55 persen, impor dari Australia sebesar 2 754 547 ton atau naik
4.47 persen. Kenaikan impor biji gandum ini sesuai dengan harapan, ketika
impor tepung terigu dilarang maka impor biji gandum sebagai bahan
substitusi akan meningkat, sehingga produsen penggilingan tepung terigu
domestik dapat meningkatkan produksi tepung terigunya.
6. Impor biji gandum dunia naik setara 0.44 persen menjadi 106 074 652 ton,
naiknya impor berdampak pada naiknya harga biji gandum dunia sebesar
3.53 persen menjadi US$.135.55/ton. Impor biji gandum dunia sebagai
penjumlahan impor dari negara pengimpor biji gandum negara akan
meningkat dengan meningkat impor biji gandum Indonesia.
180
7. Produksi tepung terigu Indonesia na ik 10.43 persen jadi 3 749 479 ton.
Produksi tepung dimaksud merupakan hasil da ri pengolahan biji gandum
sebesar 5 066 864 ton atau naik 10.43 persen. Permintaan biji gandum
untuk diolah menjadi tepung terigu tersebut dipenuhi dari impor biji gandum
dan stock.
8. Konsumen tepung terigu memperoleh tambahan surplus konsumen rata-rata
sebesar Rp.14 827 119 171,-/tahun, sedangkan produsen mengalami
pengurangan surplus produsen sebesar Rp.89 460 991 953,-/tahun. Sehingga
secara keseluruhan terjadi penurunan surplus produsen dan konsumen
sebesar Rp.74 633 872 781,-/tahun.
Tabel 71. Dampak Simulasi Pelarangan Impor Tepung Terigu terhadap Kesejahteraan Konsumen dan Produsen Tepung Terigu
No. Komponen Satuan Nilai 1. Perubahan Surplus Penggilingan Tepung Terigu Rp -8 788 189 817.10 2. Perubahan Surplus Konsumen Biji Gandum Rp -80 672 802 136.13 3. Perubahan Surplus Produsen Tepung Terigu (1+2) Rp -89 460 991 953.23 4. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu
Industri Makanan Rp 10 571 107 215.30
5. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Kecil Menengah
Rp 3 398 801 210.00
6. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Rumahtangga
Rp 430 527 230.00
7. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Rumahtangga Rp
426 683 516.00
8. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu(4+5+6+7) Rp 14 827 119 171.30 9. Penerimaan Negara (kurs 1 USA = Rp.12 117) $ USA .00
10. Kehilangan Devisa Rp 22 208 634 292 422.20 11. Perubahan Devisa (Simulasi - Dasar) 1 332 945 230 775.49 12. Surplus Produsen dan Konsumen Tepung Terigu (3+ 8) Rp - 74 633 872 781.93 13. Kesejahteraan M asyarakat (3+ 8 + 9) Rp - 74 633 872 781.93
9. Indonesia mempunyai kemungkinan pertambahan kehilangan devisa
sebesar Rp.1 332 945 230,-/tahun bila dibandingkan tanpa diterapkannya
kebijakan yang menyebabkan kehilangan sebesar Rp.20 875 689 061 646,-/
tahun.
181
Penerapan kebijakan pelarangan impor tepung terigu Indonesia telah
mendorong peralihan pemenuhan permintaan tepung terigu Indonesia dari impor
tepung terigu ke penggunaan tepung terigu produksi dalam negeri yang dihasilkan
oleh industri penggilingan tepung terigu do mestik. Hal ini ditunjukkan dengan
naiknya impor biji gandum Indonesia sebesar 9.96 persen menjadi 5 283 052 ton
(sebagai bahan baku tepung terigu lokal). Selanjutnya berdampak pada
meningkatnya produksi tepung terigu Indonesia sebesar 10.43 persen menjadi
sebesar 3 749 479 ton, sehingga tujuan untuk meningkatkan peran industri
penggilingan tepung terigu Indonesia dilihat dari sisi produksi tepung terigu
Indonesia terpenuhi.
Perubahan pemenuhan kebutuhan tepung terigu dari impor tepung terigu
yang be rharga US$.428.87/ton ke impor biji gandum yang berharga lebih rendah
(US$.346.93/ton) berdampak pada turunnya harga tepung terigu domestik. Harga
tepung terigu yang turun menguntungkan konsumen tepung terigu Indonesia yang
membeli tepung terigu di tingkat industri, pedagang besar dan pedagang eceran,
selain itu keuntungan konsumen juga ditunjukka n dengan bertambahnya surplus
konsumen. Dilain pihak pengusaha mengalami kerugian dengan turunnya surplus
produsen. Di tingkat produsen dan konsumen, secara keseluruhan terjadi
penurunan surplus produsen dan konsumen, karena penurunan surplus produsen
yang lebih besar dari penambahan surplus konsumen. Di tingkat kesejahteraan
rakyat, masyarakat mengalami penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat
sebesar penurunan surplus produsen dan konsumen, karena tidak adanya
tambahan atau pengurangan penerimaan pemerintah. Disisi penerimaan devisa
Indonesia, kebijakan ini merugikan Indonesia karena terjadi penambahan
182
kehilangan devisa. Sehingga apabila kebijakan pelarangan impor tepung terigu
yang akan dikembangkan, produsen dalam hal ini industri penggilingan tepung
terigu harus mendapatkan insentif yang dapat mengurangi biaya produksi,
sedangkan dari sisi ketahanan pangan kebijakan ini meningkatkan ketergantungan
terhadap pangan impor.
Kendala dari penerapan simulasi kebijakan pelarangan impor tepung terigu
adalah: (1) impor tepung terigu dilakukan oleh pe laku industri yang tidak
terintegrasi dengan penggilingan tepung terigu domestik sehingga apabila
dilakukan kebijakan pelarangan impor tepung terigu maka akan menyebabkan
terganggunya industri yang tidak bergabung dengan industri penggilingan tepung
terigu do mestik, (2) pengenaan kuota impor tepung terigu cenderung telah
ditinggalkan dalam perdagangan internasional dan digantikannya dengan
penerapan hambatan teknis, namun sebagai upaya untuk menjaga kemandirian
pangan masih dipraktekkan dalam perdagangan internasional, dan (3)
kemungkinan terjadinya penyeludupan untuk memenuhi kebutuhan industri
makanan yang tidak terintegrasi dengan industri penggilingan tepung terigu.
6.2.3. Pengenaan Tarif Bea mas uk Impor Biji Gandum sebesar 5 persen
Simulasi pengenaan tarif bea masuk impor biji gandum sebesar 5 persen
dilakukan dalam rangka melihat arah dan respon dari pemilihan kebijakan, apakah
kegiatan pengenaan tarif bea masuk impor biji gandum sebesar 5 persen akan
mendorong terjadinya pe rubahan pemenuhan kebutuhan tepung terigu dari impor
biji gandum menjadi impor tepung terigu. Dengan kata lain, dengan
dilakukannya pengenaan tarif bea masuk impor biji gandum sebesar 5 persen
diharapkan kebutuhan tepung terigu domestik dapat dipenuhi dari impo r tepung
183
terigu. Selanjutnya dilakukan analisis apakah kebijakan ini menguntungkan
konsumen atau produsen tepung terigu domestik.
Penerapan kebijakan pengenaan tarif bea masuk impor biji gandum
sebesar 5 persen berdampak sebagaimana disajikan pada Tabel 72 dan 73.
Tabel 72. Dampak Simulasi Pengenaan Tarif Bea masuk Impor Biji Gandum sebesar 5 persen
Variabel Dasar Hasil Nilai (%)
Impor Biji Gandum Dunia (MT) 105 604 922.40 105 583 365.33 -0.02 Ekspor Biji Gandum Dunia (MT) 104 562 043.40 104 560 261.18 -0.002 Harga Biji Gandum Dunia (US$/Ton) 130.93 130.71 -0.17 Ekspor Tepung Terigu Dunia (MT) 7 882 681.25 7 882 682.52 0.000016 Impor Tepung Terigu Dunia (MT) 9 777 205.05 9 777 525.69 0.0033 Harga Tepung Terigu Dunia ((US$/Ton) 317.99 318.01 0.006 Harga Impor Biji Gandum Indonesia (US$/Ton) 345.61 362.82 5.00 Harga Impor Tepung Terigu Indonesia (US$/Ton) 434.13 434.14 0.0023 Harga Tepung Terigu di T ingkat Industri (Rp/Kg) 3 276.91 3 291.30 0.44 Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Besar (Rp/Kg) 3 346.34 3 360.69 0.43 Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Eceran (Rp/Kg) 3 429.48 3 441.84 0.36 Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia (MT) 2 636 720.88 2 631 229.12 -0.21 Impor Biji Gandum Indonesia dari Kanada (MT) 853 579.81 843 865.11 -1.14 Impor Biji Gandum Indonesia dari Amerika Serikat (MT) 424 309.73 417 527.11 -1.60 Impor Biji Gandum Indonesia (MT) 4 804 553.67 4 782 564.59 -0.46 Permintaan Biji Gandum Indonesia (MT) 4 804 553.67 4 782 564.59 -0.46 Permintaan Biji Gandum untuk Makanan (MT) 4 588 365.60 4 566 376.60 -0.48 Produksi Tepung Terigu (MT) 3 395 390.48 3 379 118.55 -0.48 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Australia (MT) 20 561.47 20 533.66 -0.1353 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Jepang (MT) 9 270.06 9 322.06 0.56 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Singapura (MT) 21 397.85 21 695.65 1.3917 Impor Tepung Terigu Indonesia (MT) 143 600.40 143 922.20 0.22 Permintaan Tepung Terigu Rumahtangga (MT) 202 144.80 201 875.60 -0.13 Permintaan Tepung Terigu Industri Rumahtangga (MT) 175 706.00 175 480.00 -0.13 Permintaan Tepung Terigu Industri Kecil Menengah (MT) 2 531 760.20 2 528 517.80 -0.13 Permintaan Tepung Terigu Industri Makanan (MT) 1 387 113.00 1 385 332.60 -0.13 Permintaan Tepung Terigu Indonesia (MT) 4 296 724.05 4 291 206.00 -0.13
Analisis makro terhadap simulasi kebijakan, menunjukkan:
1. Impor biji gandum Indonesia turun 0.46 persen menjadi 4 782 564 ton.
Impor biji gandum diperoleh dari impor dari Amerika Serikat 417 527 ton
atau turun 1.60 persen, dari Kanada 843 865 ton atau turun 1.14 persen, dari
Australia 2 631 229 ton atau turun 0.21 persen. Impo r biji gandum relatif
inelatis terhadap perubahan harga impor biji gandum, hasil ini ditunjukkan
184
dengan pengenaan tarif sebesar 5 persen direspon dengan perubahan yang
sangat kecil atau tuun 0.46 persen. Kebijakan ini menunjukkan transmisi
pengenaan tarif bea masuk terhadap impor biji gandum tidak secara
sempurna terjadi.
2. Permintaan biji gandum Indonesia turun 0.46 persen menjadi 4 782 564 ton.
Jumlah permintaan biji gandum Indonesia sama nilainya dengan impo r biji
gandum Indonesia karena seluruh kebutuhan atau permintaan gandum
Indonesia dipenuhi dari impor. Dari total permintaan biji gandum tersebut
yang akan digunakan sebagai bahan baku untuk produksi tepung terigu
sebesar 4 566 376 ton atau turun 0.48 persen sehingga produksi tepung
terigu turun 0.48 persen menjadi 3 379 118 ton.
3. Harga bahan baku yang naik menyebabkan harga tepung terigu di tingka t
industri naiknya sebesar 0.44 persen menjadi Rp.3 291,-/kg, diikuti dengan
naiknya harga di tingkat pedagang besar menjadi Rp.3 360,-/kg,- atau naik
setara 0.43 persen dan di tingkat pedagang eceran naik setara 0.36 persen
menjadi Rp.3 441,-/kg.
4. Harga tepung terigu yang naik di semua tingkatan berdampak pada turunnya
permintaan tepung terigu menjadi 4 291 206 ton atau turun 0.13 persen.
Permintaan tepung Indonesia merupakan agregat dari permintaan tepung
terigu untuk industri makanan dan minuman 1 385 332 ton atau turun
sebesar 0.13 persen, permintaan untuk industri kecil dan menengah sebesar
turun 0.13 persen menjadi 2 528 517 ton, permintaan tepung terigu untuk
industri rumahtangga turun 0.13 persen menjadi 175 480 ton, permintaan
185
tepung terigu untuk penggunaan sendiri sebesar 201 875 ton atau turun
sebesar 0.13 persen.
5. Permintaan yang menurun dipenuhi dari impor tepung terigu Indonesia
sebesar 143 922 ton atau naik 0.22 persen, dan produksi tepung terigu yang
turun menjadi 3 379 118 ton. Hambatan tarif pada impor biji gandum
menyebabkan terjadi peralihan pemenuhan kebutuhan tepung terigu dari
impor biji gandum menjadi impor tepung terigu. Impor tepung terigu
Indonesia berasal dari impor tepung terigu dari Jepang sebesar 9 322 ton
atau naik 0.56 persen, da ri Australia sebesar 20 533 ton atau naik sebesar
0.13 persen, dari Singapura naik sebesar 0.13 persen menjadi 21 695 ton,
dan negara lain.
6. Impor tepung terigu Indonesia yang naik menyebabkan impor tepung terigu
dunia naik 0.003 persen menjadi 9 777 525 ton. Selanjutnya berdampak
pada harga tepung terigu dunia yang na ik 0.006 persen menjadi
US$.318.01/ton.
7. Impor biji gandum Indonesia yang turun berdampak pada impor biji gandum
dunia turun 0.02 persen menjadi 105 583 365 ton. Impor yang turun
menyebabkan harga biji gandum dunia turun 0.17 persen menjadi
US$.130.71/ton.
8. Konsumen tepung terigu mengalami penurunan surplus konsumen rata-rata
sebesar Rp.86 687 868 867,-/tahun, sedangkan produsen juga mengalami
pengurangan surplus produsen sebesar Rp.950 875 405 914,-/tahun. Selain
itu pemerintah memperoleh pendapatan dari pajak yang diterima sebesar
186
Rp.997 325 267 708,- sehingga secara keseluruhan terjadi penurunan
kesejahteraan masyarakat Indonesia sebesar Rp.40 238 007 073,-/tahun.
Tabel 73. Dampak Simulasi Pengenaan Tarif Bea Masuk Biji Gandum Sebesar 5 persen terhadap Kesejahteraan Konsumen dan Produsen Tepung Terigu
No. Komponen Satuan Nilai 1. Perubahan Surplus Penggilingan Tepung Terigu Rp 48 742 592 470.85 2. Perubahan Surplus Konsumen Biji Gandum Rp -999 617 998 384.99 3. Perubahan Surplus Produsen Tepung Terigu (1+ 2) Rp -950 875 405 914.14 4. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu
Industri Makanan Rp -61 790 156 709.75
5. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Kecil Menengah
Rp -19 892 297 180.00
6. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Rumahtangga
Rp -2 519 759 550.00
7. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Rumahtangga
Rp -2 485 655 428.00
8. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu (4+5+6+7) Rp - 86 687 868 867.75 9. Penerimaan Negara (kurs 1 USA = Rp.12 117) $ USA 997 325 267 708.29
10. Kehilangan Devisa Rp 21 782 639 640 230.50 11. Perubahan Devisa (Simulasi - Dasar) Rp 906 950 578 583.79 12. Surplus Produsen dan Konsumen Tepung Terigu (3+ 8) Rp -1 037 563 274 781.89 13. Kesejahteraan M asyarakat (3+ 8 + 9) Rp - 40 238 007 073.61
9. Indonesia bertambah kehilangan devisa sebesar Rp.906 950 578 583.-/tahun
dibandingkan tanpa diterapkan kebijakan yang menyebabkan kehilangan
devisa sebesar Rp.20 875 689 061 646,-/tahun.
Kebijakan pengenaan tarif bea masuk impor biji gandum sebesar 5 persen
direspon industri tepung terigu dengan mengurangi impor biji gandum yang
menyebabkan konsumen di semua tingkatan mengalami dampak negatif dengan
naiknya harga tepung terigu di tingkat industri, pedagang besar dan pedagang
eceran, turunnya surplus konsumen dan surplus produsen, sehingga secara
keseluruhan terjadi pengurangan surplus produsen dan konsumen. Sementara itu
pemerintah memperoleh masukan sesuai tarif yang ditetapkan, namun secara
keseluruhan terjadi penurunan kesejahteraan masyarakat. Turunnya surplus
produsen disaat harga tepung terigu domestik naik dikarenakan pada saat yang
187
sama produsen tepung terigu juga berperan sebagai konsumen biji gandum dengan
harga impor biji gandum yang meningkat. Secara keseluruhan hanya pemerintah
yang memperoleh keuntungan berupa pendapatan dari tarif yang dikenakan
dikalikan jumlah impor biji gandum apabila kebijakan ini diterapkan, sedangkan
konsumen dan produsen tepung terigu mengalami kerugian.
Dari sisi devisa Indonesia, kebijakan ini merugikan Indonesia karena
bertambahnya kehilangan devisa. Sedangkan dari sisi ketahanan pangan,
kebijakan ini dapat mengurangi ketergantungan pada impor biji gandum Indonesia
yang turun 0.46 persen, menjadi 4 782 564 ton, namun impor tepung terigu naik
0.22 persen, menjadi 143 922 ton.
6.2.4. Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung Terigu sebesar 5 persen
Simulasi pengenaan tarif bea masuk impor tepung terigu sebesar 5 persen
dilakukan dalam rangka memilih alternatif kebijakan, apakah kegiatan
pengenaan tarif bea masuk impor tepung terigu sebesar 5 persen akan mendorong
terjadinya perubahan pemenuhan kebutuhan tepung terigu dari impor tepung
terigu menjadi impor tepung terigu. Dengan kata lain, dengan dilakukannya
pengenaan tarif bea masuk impor tepung terigu sebesar 5 persen diharapkan
kebutuhan tepung terigu domestik dapat dipenuhi dari impor biji gandum.
Selanjutnya dilakukan analisis apakah kebijakan ini menguntungkan konsumen
atau produsen tepung terigu domestik.
Dampak penerapan kebijakan Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung
Terigu sebesar 5 persen terhadap kinerja industri tepung terigu Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 74 dan Tabel 75.
188
Tabel 74. Dampak Simulasi Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung Terigu sebesar 5 persen
Variabel Dasar Hasil Nilai (%)
Impor Biji Gandum Dunia (MT) 105 604 922.40 105 606 098.94 0.00111 Ekspor Biji Gandum Dunia (MT) 104 562 043.40 104 562 136.72 0.0001 Harga Biji Gandum Dunia (US$/Ton) 130.93 130.94 0.008 Ekspor Tepung Terigu Dunia (MT) 7 882 681.25 7 882 679.64 -0.00002 Impor Tepung Terigu Dunia (MT) 9 777 205.05 9 776 853.29 -0.004 Harga Tepung Terigu Dunia ((US$/Ton) 317.99 317.97 -0.01 Harga Impor Biji Gandum Indonesia (US$/Ton) 345.61 345.62 0.0029 Harga Impor Tepung Terigu Indonesia (US$/Ton) 434.13 455.82 5.00 Harga Tepung Terigu di T ingkat Industri (Rp/Kg) 3 276.91 3 277.95 0.03 Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Besar (Rp/Kg) 3 346.34 3 347.37 0.03 Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Eceran (Rp/Kg) 3 429.48 3 430.37 0.03 Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia (MT) 2 636 720.88 2 637 015.86 0.0112 Impor Biji Gandum Indonesia dari Kanada (MT) 853 579.81 854 253.94 0.079 Impor Biji Gandum Indonesia dari Amerika Serikat (MT) 424 309.73 424 538.47 0.0539 Impor Biji Gandum Indonesia (MT) 4 804 553.67 4 805 751.52 0.0249 Permintaan Biji Gandum Indonesia (MT) 4 804 553.67 4 805 751.52 0.0249 Permintaan Biji Gandum untuk Makanan (MT) 4 588 365.60 4 589 563.40 0.0261 Produksi Tepung Terigu (MT) 3 395 390.48 3 396 276.89 0.0261 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Australia (MT) 20 561.47 20 462.85 -0.480 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Jepang (MT) 9 270.06 9 267.21 -0.031 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Singapura (MT) 21 397.85 21 146.14 -1.18 Impor Tepung Terigu Indonesia (MT) 143 600.40 143 247.20 -0.246 Permintaan Tepung Terigu Rumahtangga (MT) 202 144.80 202 125.40 -0.01 Permintaan Tepung Terigu Industri Rumahtangga (MT) 175 706.00 175 689.80 -0.01 Permintaan Tepung Terigu Industri Kecil Menengah (MT) 2 531 760.20 2 531 528.80 -0.01 Permintaan Tepung Terigu Industri Makanan (MT) 1 387 113.00 1 386 985.60 -0.01 Permintaan Tepung Terigu Indonesia (MT) 4 296 724.05 4 296 329.57 -0.01
Hasil analisis simulasi peramalan memperlihatkan bahwa pengenaan tarif
impor tepung terigu sebesar 5 persen, menyebabkan:
1. Harga tepung terigu Indonesia di tingkat industri naik 0.03 persen menjadi
Rp.3 277,-/kg dan harga tepung terigu Indonesia di pedagang naik 0.03
persen menjadi Rp.3 347,-/kg, serta harga di tingkat pedagang eceran naik
0.03 persen menjadi Rp.3 430,-/kg. Sesuai dengan kaidah ekonomi, harga
dapat dihitung dari transmisi harga atau dari kekuatan permintaan dan
penawaran atau gabunga n dari keduanya. Sehingga adalah wajar ketika
harga impor tepung terigu meningkat karena dikenakan tarif akan
meningkatkan harga tepung terigu di tingkat domestik.
189
2. Harga yang meningkat menyebabkan permintaan tepung terigu Indonesia
turun sebesar 0.01 persen menjadi 4 296 329 ton. Permintaan tersebut
merupakan penjumlahan dari permintaan tepung terigu untuk industri
makanan dan minuman sebesar 1 386 985 ton atau turun 0.01 persen,
permintaan tepung terigu untuk industri kecil dan menengah turun 0.01
persen menjadi 2 531 528 ton, permintaan tepung terigu untuk industri
rumahtangga sebesar 175 689 ton atau turun 0.01 persen dan permintaan
untuk penggunaan rumahtangga menjadi 202 125 ton atau turun sebesar 0.01
persen.
3. Permintaan tepung terigu Indonesia dipenuhi dari impor tepung terigu
Indonesia sebesar 143 247 ton atau turun 0.24 persen, dan produksi tepung
terigu sebesar 3 396 276 ton atau naik 0.02 persen, serta stock. Impor
tepung terigu berasal dari Jepang sebesar 9 267 ton atau turun 0.03 persen,
dari Australia sebesar 20 462 ton atau turun 0.48 persen, dari Singapura
turun 1.18 persen menjadi 21 146 ton.
4. Impor tepung terigu Indonesia yang turun diikuti dengan turunnya impor
tepung terigu dunia menjadi 9 776 853 atau turun 0.004 persen. Selanjutnya
menyebabkan harga tepung terigu dunia turun 0.01 persen menjadi
US$.317.97/ton.
5. Naiknya harga tepung terigu di tingkat industri menyebabkan permintaan
biji gandum untuk industri penggilingan tepung terigu naik 0.03 persen
menjadi 3 589 563 ton. Selanjutnya dikonversi menjadi produksi tepung
terigu Indonesia sebesar 3 396 276 ton atau naik 0.03 persen. Permintaan
bahan baku tepung terigu tergantung pada harga jual tepung terigu. Ketika
190
harga tepung terigu sebagai harga output naik, maka permintaan biji gandum
sebagai bahan baku naik.
6. Permintaan biji gandum dipenuhi dari impor biji gandum Indonesia yang
naik 0.0003 persen menjadi 5 242 877 ton. Impor biji gandum Indonesia
dipasok dari impor biji gandum dari Amerika Serikat sebesar 424 538 ton
atau naik 0.05 persen, impo r biji gandum dari Kanada naik 0.08 persen
menjadi 854 253 ton atau impor biji gandum dari Australia naik menjadi
2 637 015 ton atau naik 0.01 persen.
7. Naiknya impor biji gandum Indonesia menyebabkan impor biji gandum
dunia naik 0.01 persen menjadi 105 606 098 ton. Lebih lanjut berdampak
pada naiknya harga biji gandum dunia sebesar 0.008 persen menjadi
US$.130.94/ton, Naiknya harga biji gandum dunia menyebabka n harga
impor biji gandum Indonesia naik 0.003 persen menjadi US$.345.62/ton
karena harga impor biji gandum Indonesia ditransmisikan da ri harga biji
gandum dunia.
8. Konsumen tepung terigu mengalami penurunan surplus konsumen rata-rata
sebesar Rp.6 257 111 279,-/tahun, sedangkan produsen memperoleh
tambahan surplus produsen sebesar Rp.2 949 426 692,-/tahun. Sehingga
terjadi penurunan surplus konsumen dan produsen Rp3 307 684 586,-/th.
Selanjutnya kebijakan ini menyebabkan pemerintah memperoleh
penerimaan sebesar Rp.37 647 903 932,-/tahun. Sehingga secara
keseluruhan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia sebesar
Rp.34 340 219 345,-/tahun.
191
Tabel 75. Dampak Simulasi Pengenaan Tarif Bea Masuk Tepung Terigu sebesar 5 persen terhadap Kesejahteraan Kons umen dan Produsen Tepung Terigu
No. Komponen Satuan Nilai 1. Perubahan Surplus Penggilingan Tepung Terigu Rp 3 531 667 032.40 2. Perubahan Surplus Konsumen Biji Gandum Rp - 582 240 339.94 3. Perubahan Surplus Produsen Tepung Terigu (1+2) Rp 2 949 426 692.46 4. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu
Industri Makanan Rp -4 468 387 882.40
5. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Kecil Menengah
Rp -1 428 660 779.00
6. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Rumahtangga
Rp - 180 968 837.00
7. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Rumahtangga
Rp - 179 093 781.00
8. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu (4+5+6+7) Rp - 6 257 111 279.40 9. Penerimaan Negara (kurs 1 USA = Rp.12 117) $ USA 37 647 903 932.86
10. Kehilangan Devisa Rp 20 917 077 625 705.20 11. Perubahan Devisa (Simulasi - Dasar) Rp 41 388 564 058.56 12. Surplus Produsen dan Konsumen Tepung Terigu (3+ 8) Rp - 3 307 684 586.94 13. Kesejahteraan M asyarakat (3+ 8 + 9) Rp 34 340 219 345.92
9. Indonesia mengalami tambahan kehilangan devisa Rp.41 388 564 058,- /
tahun bila dibandingkan tanpa diterapkan kebijakan pengenaan tarif bea
masuk impor tepung terigu yakni sebesar Rp.20 875 689 061 646,-/tahun.
Kebijakan pengenaan tarif bea masuk tepung terigu sebesar 5 persen
berdampak negatif terhadap konsumen tepung terigu Indonesia dengan naiknya
harga di semua tingkatan seperti harga tepung terigu di tingkat industri, pedagang
besar dan pedagang eceran. Naiknya harga tepung terigu juga berdampak negatif
bagi industri makanan dan minuman yang membeli tepung terigu sebagai bahan
baku pada tingkat industri. Kerugian konsumen ini juga diperlihatkan dengan
terjadinya penurunan surplus konsumen. Produsen tepung terigu Indonesia
memperoleh dampak positif bila dilihat dari naiknya produksi tepung terigu dan
harga jual di semua tingkatan, sehingga produsen memperoleh kenaikan surplus
produsen. Ditingkat produsen dan konsumen, terjadi penurunan surplus produsen
dan konsumen, karena penurunan surplus konsumen yang lebih besar dari
tambahan surplus produsen. Sedangkan Pemerintah memperoleh penerimaan dari
192
kebijakan penerapan tarif bea masuk tepung terigu. Secara keseluruhan
masyarakat memperoleh kenaikan kesejahteraan. Dari sisi devisa Indonesia,
kebijakan ini menguntungkan Indonesia karena kemungkinan terjadi penurunan
kehilangan devisa.
Pengenaan tarif terhadap impor tepung terigu ini efektif untuk melindungi
industri penggilingan tepung terigu Indonesia dengan meningkatnya produksi
tepung terigu Indonesia dan berkurangnya impor tepung terigu, namun
masyarakat dirugikan dengan naiknya harga tepung terigu domestik, selain itu
kebijakan ini efektif menambah penerimaan negara dari tarif yang diterapkan.
Sehingga apabila kebijakan ini yang akan diterapkan perlu dipikirkan insentif
yang dapat diterima masyarakat karena membeli tepung terigu yang lebih mahal
apabila dibandingkan tanpa kebijakan.
Kendala dari penerapan simulasi kebijakan Tarif Bea Masuk Impor
Tepung Terigu sebesar 5 persen adalah: (1) pengenaan tarif bea masuk tepung
terigu akan berdampak pada industri sekunder yang tidak mempunyai industri
penggilingan tepung terigu, sementara industri sekunder yang mempunyai industri
penggilingan tepung terigu tidak terpengaruh, dan (2) kemungkinan terjadinya
penyeludupan tepung terigu untuk memenuhi kebutuhan industri makanan yang
tidak terintegrasi dengan industri penggilingan tepung terigu.
6.2.5. Penambahan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 10 persen
Dampak penerapan simulasi penambahan kuota impor biji gandum
Indonesia sebesar 10 persen terhadap kinerja industri tepung terigu Indonesia
disajikan pada Tabel 76 dan 77. Kebijakan ini dilakukan dalam rangka; (1)
193
mengetahui arah dan respon dari alternatif kebijakan, dan (2) melindungi
konsumen tepung terigu dalam negeri.
Tabel 76. Dampak Simulasi Penambahan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 10 persen
Variabel Dasar Hasil Nilai (%)
Impor Biji Gandum Dunia (MT) 105 604 922.40 106 076 130.81 0.45 Ekspor Biji Gandum Dunia (MT) 104 562 043.40 104 599 812.15 0.04 Harga Biji Gandum Dunia (US$/Ton) 130.93 135.65 3.60 Ekspor Tepung Terigu Dunia (MT) 7 882 681.25 7 882 648.69 -0.0004 Impor Tepung Terigu Dunia (MT) 9 777 205.05 9 769 552.50 -0.08 Harga Tepung Terigu Dunia ((US$/Ton) 317.99 317.57 -0.13 Harga Impor Biji Gandum Indonesia (US$/Ton) 345.61 346.96 0.39 Harga Impor Tepung Terigu Indonesia (US$/Ton) 434.13 433.84 -0.07 Harga Tepung Terigu di T ingkat Industri (Rp/Kg) 3 276.91 3 275.61 -0.04 Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Besar (Rp/Kg) 3 346.34 3 345.04 -0.04 Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Eceran (Rp/Kg) 3 429.48 3 428.36 -0.03 Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia (MT) 2 636 720.88 2 900 287.00 10.00 Impor Biji Gandum Indonesia dari Kanada (MT) 853 579.81 938 937.79 10.00 Impor Biji Gandum Indonesia dari Amerika Serikat (MT) 424 309.73 466 740.70 10.00 Impor Biji Gandum Indonesia (MT) 4 804 553.67 5 284 803.44 10.00 Permintaan Biji Gandum Indonesia (MT) 4 804 553.67 5 284 803.44 10.00 Permintaan Biji Gandum untuk Makanan (MT) 4 588 365.60 5 046 996.40 10.00 Produksi Tepung Terigu (MT) 3 395 390.48 3 734 777.38 10.00 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Australia (MT) 20 561.47 20 517.86 -0.21 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Jepang (MT) 9 270.06 8 134.27 -12.25 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Singapura (MT) 21 397.85 14 893.61 -30.40 Impor Tepung Terigu Indonesia (MT) 143 600.40 135 916.60 -5.35 Permintaan Tepung Terigu Rumahtangga (MT) 202 144.80 202 169.60 0.01 Permintaan Tepung Terigu Industri Rumahtangga (MT) 175 706.00 175 726.80 0.01 Permintaan Tepung Terigu Industri Kecil Menengah (MT) 2 531 760.20 2 532 062.00 0.01 Permintaan Tepung Terigu Industri Makanan (MT) 1 387 113.00 1 387 278.60 0.01 Permintaan Tepung Terigu Indonesia (MT) 4 296 724.05 4 297 237.44 0.01
Analisis makro terhadap simulasi peramalan penerapan kebijakan
penambahan kuota impor biji gandum sebesar 10 persen sepanjang masa
simulasi, menyebabkan:
1. Dampak langsung dari penerapan kebijakan ini adalah naiknya impor biji
gandum dunia menjadi 106 076 130 ton, atau naik 0.45 persen.
2. Harga biji gandum dunia naik 3.60 persen menjadi US$.135.65/ton. Hal ini
disebabkan oleh naiknya impor biji gandum dunia. Naiknya harga biji
194
gandum dunia menyebabkan harga impor biji gandum Indonesia naik 0.39
persen menjadi US$.346.96/ton.
3. Permintaan biji gandum untuk dikonversi menjadi tepung terigu naik sebesar
10 persen menjadi 5 284 803 ton. Meningkatnya permintaan biji gandum
bahan baku tepung terigu berdampak pada meningkatnya produksi tepung
terigu Indonesia sebesar 10 persen menjadi 3 734 777 ton.
4. Naiknya produksi tepung terigu domestik menyebabkan turunnya harga
tepung terigu di tingkat domestik. Harga tepung terigu di tingkat industri
turun 0.04 persen menjadi Rp.3 275/kg, harga tepung terigu di tingkat
pedagang besar turun 0.04 persen menjadi Rp.3 345/kg, harga tepung terigu
di tingkat pedagang eceran turun 0.03 persen menjadi sebesar Rp.3 428/kg.
5. Turunnya harga tepung terigu domestik menyebabkan permintaan tepung
terigu Indonesia secara keseluruhan naik 0.01 persen menjadi 4 297 237 ton,
yang terdiri dari; dari permintaan tepung terigu unt uk industri makanan naik
sebesar 0.01 persen menjadi 1 387 278 ton, permintaan tepung terigu untuk
industri kecil dan menengah naik 0.01 persen menjadi 2 532 062 ton,
permintaan tepung terigu untuk industri rumahtangga sebesar 175 726 ton
(naik 0.01 persen), permintaan tepung terigu untuk digunakan sendiri naik
sebesar 0.01 persen menjadi 202 169 ton.
6. Permintaan tepung terigu Indonesia dipenuhi dari produksi dalam negeri dan
impor. Produksi yang meningkat menyebabkan terjadi penurunan impor
tepung Indonesia sebesar 5.35 persen menjadi 135 916 ton. Impor tepung
terigu Indonesia tersebut berasal dari Jepang sebesar 8 134 ton atau turun
195
12.25 persen, dari Australia sebesar 20 517 ton turun 0.21 persen, dari
Singapura sebesar 14 893 ton atau turun 30.40 persen.
7. Turunnya impor tepung terigu Indonesia berdampak pada turunnya impor
tepung terigu dunia sebesar 0.08 persen menjadi 9 769 552 ton. Selanjutnya
menyebabkan harga tepung terigu dunia turun 0.13 persen menjadi
US$.317.57/ton, dan harga impor tepung terigu Indonesia turun 0.07 persen
menjadi US$.433.84/ton
8. Konsumen tepung terigu memperoleh tambahan surplus konsumen rata-rata
sebesar Rp.7 843 245 956,-/tahun, sedangkan produsen mengalami
pengurangan surplus produsen sebesar Rp.87 155 208 677,-/tahun. Sehingga
secara keseluruhan terjadi penurunan kesejahteraan masyarakat Indonesia
sebesar Rp.79 311 962 721,-/tahun.
Tabe l 77. Dampak Simulasi Penambahan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 10 persen terhadap Kesejahteraan Konsumen dan Produsen Tepung Terigu
No. Komponen Satuan Nilai 1. Perubahan Surplus Penggilingan Tepung Terigu Rp -4 634 609 109.00 2. Perubahan Surplus Konsumen Biji Gandum Rp -82 520 599 568.76 3. Perubahan Surplus Produsen Tepung Terigu (1+ 2) Rp -87 155 208 677.76 4. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu
Industri Makanan Rp 5 586 074 968.50
5. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Kecil Menengah
Rp 1 803 354 540.00
6. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Rumahtangga
Rp 228 431 320.00
7. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Rumahtangga
Rp 225 385 128.00
8. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu (4+5+6+7) Rp 7 843 245 956.50 9. Penerimaan Negara (kurs 1 USA = Rp.12 117) $ USA
10. Kehilangan Devisa Rp 22 932 409 542 173.30 11. Perubahan Devisa (Simulasi - Dasar) Rp 2 056 720 480 526.64 12. Surplus Produsen dan Konsumen Tepung Terigu (3+ 8) Rp - 79 311 962 721.26 13. Kesejahteraan M asyarakat (3+ 8 + 9) Rp - 79 311 962 721.26
9. Indonesia mempunyai kemungkinan penambahan kehilangan devisa sebesar
Rp.2 056 720 480 526,-/tahun bila dibandingkan tanpa diterapkan kebijakan
196
yang menyebabkan kehilangan devisa sebesar Rp.20 875 689 061 646,-/
tahun.
Penambahan kuota impor biji gandum Indonesia sebesar 10 persen yang
berdampak meningkatnya bahan baku untuk produksi tepung terigu sehingga
produksi tepung terigu Indonesia meningkat, menyebabkan konsumen tepung
terigu di tingkat pengecer, pedagang besar dan industri mendapat keuntungan
berupa turunnya harga tepung terigu domestik. Kebijakan ini akan
menguntungkan konsumen seperti yang ditunjukkann dengan meningkatnya
surplus konsumen, namun merugikan industri penggilingan tepung terigu
sebagaimana diperlihatkan dengan menurunnya surplus produsen. Ketika
penawaran tepung terigu dari produksi domestik meningkat, importir tepung
terigu mengurangi kegiatan importirnya. Ditinjau dari sisi ketahanan pangan,
kebijakan ini tidak baik karena meningkatkan ketergantungan pangan nasional
pada pihak asing. Data FAO (2011) menunjukkan bahwa seluruh kebutuhan biji
gandum Indonesia dipenuhi oleh impor (100 persen). Ketika kebijakan ini akan
diterapkan maka perlu dipikirkan intervensi yang dapat mengurangi biaya yang
dikeluarkan produsen dan meningkatnya ketergantungan pangan impor.
6.2.6. Penambahan Kuota Impor Tepung Terigu sebesar 50 Persen
Penerapan kebijakan penambahan kuota impor tepung terigu sebesar 50
persen dilakukan dalam rangka melihat arah dan respon alternatif kebijakan,
apakah akan menunguntungkan konsumen tepung terigu atau produsen
penggilingan tepung terigu domestik.
197
Dampak penerapan Simulasi Penambahan Impor Tepung Terigu sebesar
50 persen pada industri tepung terigu Indonesia terhadap kinerja industri tepung
terigu Indonesia dapat dilihat pada Tabel 78 dan 79.
Tabel 78. Dampak Simulasi Penambahan Kuota Impor Tepung Terigu sebesar 50 Persen
Variabel Dasar Hasil Nilai (%)
Impor Biji Gandum Dunia (MT) 105 604 922.40 105 370 266.05 -0.22 Ekspor Biji Gandum Dunia (MT) 104 562 043.40 104 543 989.25 -0.02 Harga Biji Gandum Dunia (US$/Ton) 130.93 128.73 -1.68 Ekspor Tepung Terigu Dunia (MT) 7 882 681.25 7 883 026.35 0.004 Impor Tepung Terigu Dunia (MT) 9 777 205.05 9 848 725.12 0.73 Harga Tepung Terigu Dunia ((US$/Ton) 317.99 321.75 1.18 Harga Impor Biji Gandum Indonesia (US$/Ton) 345.61 345.00 -0.18 Harga Impor Tepung Terigu Indonesia (US$/Ton) 434.13 436.72 0.60 Harga Tepung Terigu di T ingkat Industri (Rp/Kg) 3 276.91 3 278.32 0.04 Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Besar (Rp/Kg) 3 346.34 3 347.75 0.04 Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Eceran (Rp/Kg) 3 429.48 3 430.69 0.04 Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia (MT) 2 636 720.88 2 577 935.07 -2.23 Impor Biji Gandum Indonesia dari Kanada (MT) 853 579.81 719 233.18 -15.74 Impor Biji Gandum Indonesia dari Amerika Serikat (MT) 424 309.73 378 748.26 -10.74 Impor Biji Gandum Indonesia (MT) 4 804 553.67 4 565 859.76 -4.97 Permintaan Biji Gandum Indonesia (MT) 4 804 553.67 4 565 859.76 -4.97 Permintaan Biji Gandum untuk Makanan (MT) 4 588 365.60 4 349 671.80 -5.20 Produksi Tepung Terigu (MT) 3 395 390.48 3 218 756.98 -5.20 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Australia (MT) 20 561.47 30 843.67 50.00 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Jepang (MT) 9 270.06 13 905.09 50.00 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Singapura (MT) 21 397.85 32 099.45 50.00 Impor Tepung Terigu Indonesia (MT) 143 600.40 215 395.20 50.00 Permintaan Tepung Terigu Rumahtangga (MT) 202 144.80 202 117.40 -0.01 Permintaan Tepung Terigu Industri Rumahtangga (MT) 175 706.00 175 683.20 -0.01 Permintaan Tepung Terigu Industri Kecil Menengah (MT) 2 531 760.20 2 531 432.60 -0.01 Permintaan Tepung Terigu Industri Makanan (MT) 1 387 113.00 1 386 933.00 -0.01 Permintaan Tepung Terigu Indonesia (MT) 4 296 724.05 4 296 166.66 -0.01
Analisis makro terhadap simulasi peramalan kebijakan, menunjukkan:
1. Impor tepung terigu Indonesia yang dibebaskan hingga meningkat 50 persen
lebih besar dari tahun sebelumnya berdampak pada naiknya impor tepung
terigu dunia rata-rata tahun 2011 – 2015 setara 0.73 persen menjadi
9 848 725 ton. Volume impor tepung terigu Indonesia (215 395 ton) yang
masih rendah menyebabkan rendahnya pengaruh terhadap impor tepung
terigu dunia, sehingga ketika impor tepung terigu naik cukup besar tetapi
198
pengaruhnya terhadap kenaikan impor tepung terigu dunia sangat kecil.
Naiknya volume impor tepung terigu dunia menyebabkan harga tepung
terigu dunia naik menjadi US$.327.07/ton atau naik 2.66 persen
Permintaan barang normal yang meningkat berdampak pada peningkatan
harga komoditi dimaksud.
2. Harga impor tepung terigu Indonesia naik setara 1.18 persen dari
US$.317.99/ton menjadi US$.321.75/ton, harga tepung terigu Indonesia di
tingkat industri naik 0.04 persen menjadi Rp.3 278,-/kg, naiknya harga di
tingkat pedagang besar menjadi Rp.3 347,-/kg atau naik 0.04 persen, dan
naik sebesar 0.04 persen di tingkat pedagang eceran menjadi Rp.3 430,-/kg.
Harga suatu komod iti dapat dibentuk melalui transmisi harga di atasnya,
atau dari kekuatan permintaan dan penawaran atau gabungan antara
transmisi harga di atasnya dengan kekuatan permintaan dan penawaran.
Dalam kasus naiknya impor tepung terigu sebesar 50 persen, yang
berdampak pada harga tepung terigu dunia naik, produksi tepung domestik
turun, permintaan turun ternyata kekuatan harga tepung terigu dunia masih
lebih menentukan sehingga menyebabkan harga di tingkat do mestik naik.
3. Naiknya harga tepung terigu domestik menyebabkan permintaan tepung
terigu Indonesia turun 0.01 persen menjadi 4 296 166 ton. Permintaan
tepung terigu Indonesia merupakan penjumlahan dari permintaan tepung
terigu untuk digunakan sendiri sebesar 202 117 ton atau turun 0.01 persen,
permintaan tepung terigu untuk industri rumahtangga sejumlah 175 683 ton
atau turun 0.01 persen, permintaan tepung terigu untuk industri kecil dan
199
menengah sebesar 2 531 432 ton atau turun 0.01 persen, permintaan untuk
industri makanan dan minuman 1 386 933 ton atau turun 0.01 persen.
Permintaan tepung terigu Indonesia dipenuhi dari produksi dalam negeri
dan impor serta stock.
4. Produksi tepung terigu Indonesia turun 5.20 persen jadi 3 218 756 ton.
Produksi tepung dimaksud merupakan hasil dari pengolahan biji gandum
sebesar 4 349 671 ton atau turun 5.20 persen. Permintaan biji gandum
untuk diolah menjadi tepung terigu tersebut dipenuhi dari impor biji gandum
dan stock.
5. Impor biji gandum Indonesia sebagai bahan baku industri penggilingan
tepung terigu turun 4.97 persen menjadi 4 565 859 ton. Impor biji gandum
Indonesia dipenuhi dari impor dari Amerika Serikat 378 748 ton atau turun
10.74 persen, impor dari Kanada 716 233 ton atau turun 15.74 persen, impor
dari Australia turun 2.23 persen menjadi 2 577 935 ton. Penambahan
impor tepung terigu ternyata diantisipasi dengan mengurangi impor biji
gandum yang harganya lebih murah dibandingkan dengan harga impor
tepung terigu, sehingga harga jual tepung terigu di tingkat loka l menjadi
naik.
6. Impor biji gandum Indonesia yang turun berdampak pada turunnya impor
biji gandum dunia sebesar 0.22 persen menjadi 105 370 266 ton, turunnya
impor biji gandum dunia berdampak pada turunnya harga biji gandum dunia
sebesar 1.68 persen menjadi US$.128.73/ton.
200
7. Konsumen tepung terigu mengalami penurunan surplus konsumen rata-rata
sebesar Rp.8 504 859 379,-/tahun, sedangkan produsen mengalami
pengurangan surplus produsen sebesar Rp.29.967.122.397,-/tahun.
Sehingga secara keseluruhan terjadi penurunan surplus produsen dan
konsumen sebesar Rp.38.471.981.777,-/tahun. Selanjutnya terjadi juga
penurunan kesejahteraan masyarakat Indonesia sebesar Rp.38.471.981.777,-
/tahun.
Tabe l 79. Dampak Simulasi Penambahan Kuota Impor Tepung Terigu sebesar 50 persen terhadap Kesejahteraan Konsumen dan Produsen Tepung Terigu
No. Komponen Satuan Nilai 1. Perubahan Surplus Penggilingan Tepung Terigu Rp 4 662 973 959.30 2. Perubahan Surplus Konsumen Biji Gandum Rp -34 630 096 357.05 3. Perubahan Surplus Produsen Tepung Terigu (1+ 2) Rp -29 967 122 397.75 4. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu
Industri Makanan Rp -6 057 987 950.55
5. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Kecil Menengah
Rp -1 955 702 430.00
6. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Rumahtangga
Rp - 247 729 386.00
7. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Rumahtangga
Rp - 243 439 613.00
8. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu (4+5+6+7) Rp - 8 504 859 379.55 9. Penerimaan Negara (kurs 1 USA = Rp.12 117) $ USA
10. Kehilangan Devisa Rp 20 226 774 921 374.40 11. Perubahan Devisa (Simulasi - Dasar) Rp - 648 914 140 272.22 12. Surplus Produsen dan Konsumen Tepung Terigu (3+ 8) Rp - 38 471 981 777.30 13. Kesejahteraan M asyarakat (3+ 8 + 9) Rp - 38 471 981 777.30
8. Indonesia mempunyai kemungkinan berkurangnya kehilangan devisa
sebesar Rp.648 914 140 272,-/tahun bila dibandingkan tanpa diterapkan
kebijakan, yakni sebesar Rp.20 875 689 061 646,-/tahun.
Penerapan kebijakan penambahan kuota impor tepung terigu Indonesia
ternyata direspon oleh industri penggilingan tepung terigu dengan mengurangi
impor biji gandum Indonesia sehingga harapan terjadinya penawaran tepung
terigu domestik yang berlimpah tidak terjadi. Hal ini ditunjukkan dengan
201
turunnya produksi tepung terigu Indonesia sebesar 5.20 persen menjadi 3 218 756
ton. Secara keseluruhan, penawaran tepung terigu domestik turun sehingga
berdampak pada naiknya harga tepung terigu lokal. Keadaan ini menunjukkan
bahwa industri penggilingan tepung terigu tidak mau dirugikan akibat kebijakan
pemerintah yang ingin meningkatkan penawaran tepung terigu lokal. Produsen
melakukan kebijakan pengurangan produksi tepung terigu domestik, sehingga
harga tepung terigu domestik tetap dapat dikontrol oleh produsen penggilingan
tepung terigu, dalam hal ini terjadi kenaikan harga tepung terigu lokal.
Dilihat dari sisi harga tepung terigu domestik yang naik, kebijakan
penambahan alokasi impor tepung terigu ini berdampak merugikan konsumen
tepung terigu Indonesia yang membeli tepung terigu di tingkat industri, pedagang
besar dan pedagang eceran hal ini ditunjukkan pula dengan berkurangnya surplus
konsumen. Sedangkan produsen tepung terigu domestik mengalami kerugian
dengan turunnya surplus produsen. Di tingkat kesejahteraan rakyat, masyarakat
mengalami kerugian dengan turunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Dari sisi
devisa Indonesia, kebijakan ini menguntungkan Indonesia karena kemungkinan
berkurangnya kehilangan devisa.
Kebijakan ini secara keseluruhan merugikan konsumen dan produsen, tapi
menguntungkan dari sisi cadangan devisa dan ketahanan pangan sehingga apabila
kebijakan penambahan kuota impor tepung terigu sebesar 50 persen yang
diterapkan harus dicari intervensi yang dapat mengkonpensasi kerugian konsumen
dan produsen.
202
Kendala dari penerapan simulasi kebijakan penambahan kuota impor
tepung terigu adalah penambahan kuota impor tepung terigu sulit dilakukan ketika
tepung terigu sebagai bahan baku makanan merupakan komod iti yang tidak tahan
lama dan mudah rusak. Saat ini konsumen utama tepung terigu impor adalah
industri makanan yang belum tergabung pada industri penggilingan tepung terigu,
sehingga industri makanan dimaksud harus mengimpor bahan bakunya.
6.2.7. Simulasi Gabungan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen dan Pelarangan Impor Tepung Terigu
Penerapan kebijakan gabungan simulasi kuota impor biji gandum sebesar
90 persen dan pelarangan impor tepung terigu berdampak pada industri tepung
terigu Indonesia sebagaimana disajikan pada Tabel 80 dan 81.
Tabel 80. Dampak Simulasi Gabungan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen dan Pelarangan Impor Tepung Terigu
Variabel Dasar Hasil Nilai (%)
Impor Biji Gandum Dunia (MT) 105 604 922.40 105 133 983.72 -0.45 Ekspor Biji Gandum Dunia (MT) 104 562 043.40 104 523 254.00 -0.04 Harga Biji Gandum Dunia (US$/Ton) 130.93 125.99 -3.77 Ekspor Tepung Terigu Dunia (MT) 7 882 681.25 7 882 021.73 -0.01 Impor Tepung Terigu Dunia (MT) 9 777 205.05 9 634 165.67 -1.46 Harga Tepung Terigu Dunia ((US$/Ton) 317.99 310.36 -2.40 Harga Impor Biji Gandum Indonesia (US$/Ton) 345.61 344.18 -0.41 Harga Impor Tepung Terigu Indonesia (US$/Ton) 434.13 428.87 -1.21 Harga Tepung Terigu di T ingkat Industri (Rp/Kg) 3 276.91 3 276.87 -0.001 Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Besar (Rp/Kg) 3 346.34 3 346.30 -0.001 Harga Tepung Terigu di T ingkat Pedagang Eceran (Rp/Kg) 3 429.48 3 429.45 -0.001 Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia (MT) 2 636 720.88 2 372 932.80 -10.00 Impor Biji Gandum Indonesia dari Kanada (MT) 853 579.81 768 191.78 -10.00 Impor Biji Gandum Indonesia dari Amerika Serikat (MT) 424 309.73 381 872.95 -10.00 Impor Biji Gandum Indonesia (MT) 4 804 553.67 4 323 946.46 -10.00 Permintaan Biji Gandum Indonesia (MT) 4 804 553.67 4 323 946.46 -10.00 Permintaan Biji Gandum untuk Makanan (MT) 4 588 365.60 4 129 376.80 -10.00 Produksi Tepung Terigu (MT) 3 395 390.48 3 055 739.07 -10.00 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Australia (MT) 20 561.47 0.00 -100.0 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Jepang (MT) 9 270.06 0.00 -100.0 Impor Tepung Terigu Indonesia dari Singapura (MT) 21 397.85 0.00 -100.0 Impor Tepung Terigu Indonesia (MT) 143 600.40 0.00 -100.0 Permintaan Tepung Terigu Rumahtangga (MT) 202 144.80 202 143.40 -0.001 Permintaan Tepung Terigu Industri Rumahtangga (MT) 175 706.00 175 704.60 -0.001 Permintaan Tepung Terigu Industri Kecil Menengah (MT) 2 531 760.20 2 531 744.20 -0.001 Permintaan Tepung Terigu Industri Makanan (MT) 1 387 113.00 1 387 104.20 -0.001 Permintaan Tepung Terigu Indonesia (MT) 4 296 724.05 4296696.26 -0.001
203
Penerapan kebijakan gabungan ini dilakukan dalam rangka memilih
alternatif kebijakan yang menguntungkan produsen dan konsumen tepung terigu
sehingga secara keseluruhan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Analisis makro terhadap simulasi peramalan penerapan kebijakan kuota impor biji
gandum sebesar 90 persen dan pelarangan impor tepung terigu sepanjang masa
simulasi, menyebabkan:
1. Dampak langsung dari penerapan kebijakan ini adalah turunnya impor biji
gandum Indo nesia menjadi 4 323 946 ton. Penurunan ini berdampak pada
turunnya impor biji gandum dunia menjadi 105 133 983 ton atau turun
sebesar 0.45 persen. Sebagai negara yang termasuk lima besar pengimpor
biji gandum dunia adalah sangat wajar ketika turunnya impor biji gandum
dari Indonesia mempengaruhi impor biji gandum dunia.
2. Harga biji gandum dunia turun sebesar 3.77 persen menjadi US$.125.99/ton.
Harga biji gandum dunia yang turun menyebabkan harga impor biji gandum
Indonesia turun 0.41 persen menjadi US$.344.18/ton.
3. Permintaan biji gandum Indonesia sama dengan impor biji gandum
Indonesia sebesar 4 323 946 ton atau turun 10 persen. Permintaan biji
gandum Indonesia diproksi dari impor biji gandum Indonesia karena seluruh
permintaan biji gandum Indonesia dipenuhi dari impor. Impor biji gandum
yang dibatasi berdampak pada turunnya sumber bahan baku tepung terigu
dan selanjutnya menyebabkan terjadi penurunan produksi tepung terigu
Indonesia sebesar 10 persen menjadi 3 055 739 ton.
4. Produksi tepung terigu Indonesia yang berkurang berdampak pada
menurunnya penawaran tepung terigu domestik. Penawaran tepung terigu
204
di pasar domestik yang berkurang ternyata berdampak pada turunnya harga
tepung terigu di tingkat industri sebesar 0.001 persen menjadi Rp.3 276,-/kg,
harga tepung terigu di tingkat pedagang besar turun 0.001 persen menjadi
Rp.3 346,-/kg, harga tepung terigu di tingkat pedagang eceran naik menjadi
Rp.3 429,-/kg atau turun 0.001 persen. Kelangkaan tepung terigu ditingkat
domestik karena kebijakan kuota impor biji gandum sebesar 90 persen dan
pelarangan impor tepung terigu ternyata tidak menyebabkan harga tepung
terigu ditingkat domestik menjadi meningkat. Turunnya harga tepung terigu
ditingkat domestik dikarenakan variabel pembentuk harga ditingkat industri
tidak hanya dipengaruhi oleh produksi tetapi juga dipengaruhi oleh variabel
harga impor tepung terigu, variabel impor biji gandum dan permintaan
tepung terigu. Ternyata turunnya harga impor biji gandum dan turunnya
harga impor tepung terigu mempunyai pengaruh lebih besar dibandingkan
dengan turunnya produksi. Sehingga harga tepung terigu ditingkat
domestik menjadi turun, karena harga tepung terigu domestik merupakan
transmisi dari harga tepung terigu ditingkat industri.
5. Turunnya harga tepung terigu domestik menyebabkan permintaan tepung
terigu Indonesia turun setara 0.001 persen menjadi sebesar 4 296 696 ton,
terdiri dari; permintaan tepung terigu untuk industri makanan turun sebesar
0.001 persen menjadi 1 387 104 ton, permintaan tepung terigu untuk industri
kecil dan menengah turun 0.001 persen menjadi 2 531 744 ton, permintaan
tepung terigu untuk industri rumahtangga sebesar 175 704 ton atau turun
0.001 persen, permintaan tepung terigu untuk digunakan sendiri turun
sebesar 0.001 persen menjadi 202 143 ton. Sebagai barang normal, harga
205
komoditi yang naik akan berdampak pada menurunya permintaan barang
tersebut.
6. Permintaan tepung terigu Indonesia dipenuhi dari produksi dalam negeri dan
impor. Oleh karena impor tepung terigu dilarang maka permintaan tepung
terigu hanya dipenuhi dari produksi tepung terigu.
7. Impor tepung terigu yang dilarang menyababkan impor tepung terigu dunia
turun setara sebesar 1.46 persen menjadi sebesar 9 634 165 ton. Impor
tepung terigu dunia sebagai penjumlahan dari impor tepung terigu negara
pengimpor tepung terigu akan menurun sejalan dengan menurunnya salah
satu negara pengimpor tepung terigu seterus paribus. Ketika impor tepung
terigu Indonesia turun maka impor tepung terigu dunia turun. Selanjutnya
turunya impor tepung terigu dunia menyebabkan harga tepung terigu dunia
turun 2.40 persen menjadi US$.310.36/ton, dan berdampak pada turunnya
harga impor tepung terigu Indonesia sebesar 1.21 persen menjadi
US$.428.87/ton.
8. Konsumen tepung terigu mendapat kenaikan surplus konsumen rata-rata
sebesar Rp.240 503 483,-/tahun, yang diperoleh da ri gabungan kenaikan
surplus konsumen tepung terigu di industri makanan, industri kecil
menengah, industri rumahtangga dan konsumen rumahtangga. Sedangkan
produsen tepung terigu memperoleh tambahan surplus produsen yang
merupakan gabungan surplus produsen tepung terigu dan surplus konsumen
biji gandum sebesar Rp.27 673 309 712,-/tahun. Sehingga secara
206
keseluruhan terjadi penambahan surplus produsen dan konsumen sebesar
Rp.27 913 813 195,/ tahun.
Tabel 81. Dampak Simulasi Gabungan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen dan Pelarangan Impor Tepung Terigu terhadap Kesejahteraan Konsumen dan Produsen Tepung Terigu
No. Komponen Satuan Nilai 1. Perubahan Surplus Penggilingan Tepung Terigu Rp -51 412 866 081.00 2. Perubahan Surplus Konsumen Biji Gandum Rp 79 086 175 793.78 3. Perubahan Surplus Produsen Tepung Terigu (1+ 2) Rp 27 673 309 712.77 4. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu
Industri Makanan Rp 171 868 406.20
5. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Kecil Menengah
Rp 55 484 344.00
6. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Industri Rumahtangga
Rp 7 028 212.00
7. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu Rumahtangga
Rp 6 122 521.00
8. Perubahan Surplus Konsumen Tepung Terigu (4+5+6+7) Rp 240 503 483.20 9. Penerimaan Negara (kurs 1 USA = Rp.12 117) $ USA
10. Kehilangan Devisa Rp 18 032 711 970 668.10 11. Perubahan Devisa (Simulasi - Dasar) Rp -3 089 354 417 213.30 12. Surplus Produsen dan Konsumen Tepung Terigu (3+ 8) Rp 27 913 813 195.97 13. Kesejahteraan M asyarakat (3+ 8 + 9) Rp 27 913 813 195.97
11. Indonesia akan menghemat devisa sebesar Rp.3 089 354 417 213,-/tahun
bila dibandingkan tanpa menerapkan kebijakan yang menyebabkan
terjadinya kehilangan devisa sebesar Rp.20 875 689 061 646,-/tahun.
Kebijakan kuota impor biji gandum sebesar 90 persen dan pelarangan
impor tepung terigu menyebabkan terjadinya penurunan harga tepung terigu
ditingkat domestik namun tidak menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan
tepung terigu domestik. Konsumen tepung terigu di tingkat pengecer, pedagang
besar, dan industri memperoleh keuntungan karena turunnya harga. Keuntungan
konsumen ini juga ditunjukkan dengan naiknya surplus konsumen. Ditinjau dari
sisi prod usen industri penggilingan tepung terigu, penerapan kebijakan ini
berdampak pada produksi tepung terigu yang turun dengan harga jual tepung
terigu yang turun, dan harga biji gandum sebagai bahan baku yang turun namun
207
produsen secara keseluruhan memperoleh tambahan surplus produsen, karena
walaupun harga tepung terigu turun yang menyebabkan terjadinya pengurangan
surplus produsen, produsen juga memperoleh tambahan surplus produsen dari
harga biji gandum (bahan baku) yang turun. Secara keseluruhan, masyarakat
memperoleh tambahan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Harga tepung
terigu yang turun juga menguntungkan industri makanan dan minuman yang
berbahan baku tepung terigu. Selain itu, dari sisi devisa Indonesia, kebijakan ini
menguntungkan Indonesia karena terjadi penghematan dari kemungkinan
kehilangan devisa.
Disisi ketahanan pangan, dengan turunnya impor biji gandum dan
pelarangan impor tepung terigu kebijakan ini dapat digunakan untuk mengurangi
ketergantungan terhadap pangan impor. Ketakutan akan terjadi kekurangan
pangan dapat dijawab dengan kondisi bahwa pada saat ini rasio pangan Indonesia
di luar pangan yang berasal dari biji gandum telah mendekati ideal.
Penerapan kebijakan gabungan ini menguntungkan konsumen, produsen,
mengurangi ketergantungan terhadap pangan impor dan mengurangi kemungkinan
kehilangan devisa, namun tidak memberikan penerimaan negara dari kegiatan
impornya. Sehingga upaya yang harus dilakukan untuk menerapkan kebijakan
ini adalah memastikan bahwa kebijakan ini berjalan. Kendala dari penerapan
simulasi kebijakan kuota impor biji gandum sebesar 90 persen dan pelarangan
impor tepung terigu ini adalah: (1) impor biji gandum dilakukan oleh masing-
masing industri pengolahan biji gandum menjadi tepung terigu dan hanya
beberapa yang bergabung di asosiasi, (2) pengenaan kuota pada impor biji
208
gandum dan pelarangan impor tepung terigu melanggar kaidah perdagangan
bebas, namun sebagai upaya mengurangi kerugian negara karena kehilangan
cadangan devisa diperkenankan untuk melakukan pengaturan, dan (3)
kemungkinan terjadinya penyeludupan untuk memenuhi kebutuhan tepung terigu.
6.3. Rangkuman : Dampak Kebijakan terhadap Kesejahteraan
Saat ini, pengusaha industri makanan dan minuman berhasil menjadikan
pangan be rbahan baku tepung terigu sebagai salah satu pilihan pola makan, antara
lain dengan dikenalnya pola makan berbahan dasar tepung terigu, seperti mie, roti,
biskuit dan berbagai pangan yang berbahan baku tepung terigu. Keberhasilan ini
menyebabkan pangan berbahan baku tepung terigu menjadi salah satu komoditi
pangan alternatif yang dimanfaatkan oleh Indonesia unt uk mencukupi kebutuhan
pangannya. Secara ekonomis dan politis ketergantungan yang terlalu tinggi
terhadap pasokan komoditas pangan, termasuk biji gandum, dari luar negeri
sangat membahayakan kestabilan ekonomi dan politik Indonesia (Herawan,
2009).5
Hasil peramalan menunjukkan bahwa perkembangan industri pengolahan
tepung terigu di Indonesia selama sepuluh tahun mengarah pada industri yang
mempunyai ketergantungan pada impor (biji gandum dan tepung terigu).
Peningkatan permintaan tepung terigu menyebabkan meningkatnya impor biji
gandum dan tepung terigu. Peningkatan impor biji gandum merupakan
konsekuensi karena tanaman b iji gandum sebagai bahan baku tepung terigu belum
dapat tumbuh dengan baik di Indonesia, sehingga seluruh kebutuhan biji gandum
harus dipenuhi dari impor biji gandum.
5 Herawan, K. T. 2009. Dalam Meretas Jalan Mengurangi Ketergantungan Akan Gandum Impor. Berita Daerah. 8 April 2009. www.beritadaerah.com
209
Ketergantungan terhadap bahan baku impor mendorong diterapkannya
kebijakan proteksi. Adapun kebijakan tarif/kuota da lam industri tepung terigu
Indonesia sebagai kebijakan yang sifatnya proteksi dilakukan dalam rangka: (1)
melindungi industri penggilingan tepung terigu domestik, (2) melindungi dari
kemungkinan gangguan keamanan nasional akibat dari ketergantungan impor biji
gandum/tepung terigu, (3) melindungi program nasional pemanfaatan produk
dalam negeri, (4) melindungi konsumen tepung terigu, (5) menjaga neraca
perdagangan, dan (6) menciptakan penerimaan negara.
Ditinjau dari sisi konsumen tepung terigu Indonesia, kebijakan yang paling
menguntungkan konsumen tepung terigu Indonesia adalah kebijakan Pelarangan
Impor Tepung Terigu Indonesia diikuti oleh kebijakan Peningkatan Impor Biji
Gandum sebesar 10 persen. Sehingga apabila kebijakan tunggal yang akan dipilih
dan hanya melihat dari sisi konsumen maka kebijakan terbaik adalah kebijakan
Pelarangan Impor Tepung Terigu. Pada saat kebijakan Pelarangan Impor Tepung
Terigu Indonesia tersebut diterapkan konsumen tepung terigu domestik
memperoleh keuntungan berupa harga tepung terigu yang turun, selain itu
keuntungan konsumen juga ditunjukka n dengan bertambahnya surplus konsumen.
Dilain pihak pengusaha mengalami kerugian dengan turunnya surplus produsen.
Di tingkat produsen dan konsumen, secara keseluruhan terjadi penurunan surplus
produsen dan konsumen, karena penurunan surplus produsen yang lebih besar dari
penambahan surplus konsumen.
Dilihat dari sisi produsen tepung terigu Indonesia, kebijakan yang paling
menguntungkan produsen adalah kebijakan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90
persen, dan diikuti Pengenaan Tarif Bea masuk Tepung Terigu sebesar 5 persen.
210
211
Pada saat kebijakan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen diterapkan,
produksi tepung terigu turun dengan harga jual yang naik, namun produsen secara
keseluruhan memperoleh tambahan surplus produsen. Secara keseluruhan,
masyaraka t memperoleh tambahan surplus produsen dan konsumen.
Hasil simulasi terhadap tujuh kebijakan menunjukkan bahwa simulasi
gabungan kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen dan Pelarangan Impor
Tepung Terigu memberikan dampak terbaik pada kesejahteraan masyarakat,
khusus produsen dan konsumen dengan penambahan surplus produsen dan
surplus konsumen sebagaimana disajikan pada Tabel 82. Konsumen tepung
terigu di tingkat pengecer, pedagang besar, dan industri memperoleh keuntungan
karena turunnya harga. Keuntungan konsumen ini juga ditunjukkan dengan
naiknya surplus konsumen. Ditinjau dari sisi produsen industri penggilingan
tepung terigu, penerapan kebijakan ini berdampak pada produksi tepung terigu
yang turun dengan harga jual tepung terigu yang turun, dan harga biji gandum
sebagai bahan baku yang turun namun produsen secara keseluruhan memperoleh
tambahan surplus produsen.
Selain itu sebagai upaya untuk menjaga ketahanan pangan kebijakan
gabungan ini dapat diterapkan, sehingga ketergantungan pada pangan berbahan
baku tepung terigu dapat dikurangi. Adapun ketakutan akan kelangkaan tepung
terigu dapat ditanggulangi dengan kenyataan bahwa tepung terigu merupakan
barang mewah dan dapa t disubstitusi dengan beras. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Djanuwardi (1990), bahwa beras merupakan barang substitusi dari
tepung terigu. Berdasarkan perhitungan matematis, efek substitusi antara beras
dan tepung terigu menunjukkan bahwa apabila target konsumsi tepung terigu
212
diturunkan sebesar 50 400 ton, akan berakibat naiknya konsumsi beras 46 487 ton,
sedangkan apabila target konsumsi tepung terigu dinaikkan 80 031 ton akan
menurunkan konsumsi beras 63 031 ton (Djanuwardi, 1990).
Sedangkan simulasi kebijakan Peningkatan Impor Biji Gandum sebesar
10 persen merupakan kebijakan yang memberikan dampak terburuk bila dilihat
dari kesejahteraan masyarakat. Meningkatnya harga impor biji gandum dan
turunnya harga tepung terigu domestik menyebabkan konsumen mendapat
tambahan surplus konsumen sedangkan produsen mengalami penurunan surplus
produsen, namun secara keseluruhan terjadi penurunan kesejahteraan masyarakat.
VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenaitentang dampak kebijakan tarif dan
kuota impor terhadap kinerjainerja industri tepung terigu Indonesia dapat
diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Model Industri Tepung Terigu Indonesia (Model ITTI) yang dibangun dengan
mengintegrasikan pasar domestik dan dunia mampu dapat men menjelaskan
perilaku keterkaitan industri tepung terigu dengan pasar tepung terigu
domestik dan dunia. Penelitian ini memperlihatkan Model ITTI dapat secara
efektif digunakan untuk melakukan evaluasi dan peramalan terhadap dampak
alternatif kebijakan terhadap tepung terigu dan biji gandum.
2. Impor biji gandum Indonesia merupakan penggabungan dari impor biji
gandum Indonesia dari Australia, Kanada dan Amerika Serikat. Impor biji
gandum Indonesia dari beberapa negara dipengaruhi oleh harga impor biji
gandum, impor tepung terigu, pendapatan perkapita dan jumlah penduduk.
Ketergantungan ini menunjukkan kerawanan ketahanan pangan nasional
dalam menghadapi masalah dalam negeri dan luar negeri. Jika jumlah
penduduk Indonesia dan pendapatan perkapita nasional naik, maka permintaan
biji gandum akan meningkat sesuai dengan kenaikan kedua variabel tersebut.
Sebagai negara yang sedang berkembang, tingkat pendapatan perkapita
cenderung masih bergerak naik, selanjutnya peningkatan pendapatan akan
berdampak pada peningkatan permintaan biji gandum untuk industri tepung
terigu. Sebagai negara net importer biji gandum, meningkatnya permintaan
biji gandum akan berdampak memperlemah ketahanan pangan nasional.
214
3. Harga impor biji gandum Indonesia diperoleh dari transmisi harga biji
gandum dunia, sehingga harga impor biji gandum Indonesia tergantung harga
biji gandum dunia.
4. Permintaan tepung terigu Indonesia dirumuskan sebagai penjumlahan dari
permintaan tepung terigu untuk penggunaan rumahtangga sendiri, permintaan
untuk industri rumahtangga, permintaan untuk industri kecil dan menengah,
permintaan industri makanan dan minuman. Permintaan tepung terigu
Indonesia untuk pemakaian rumahtangga dipengaruhi oleh variabel bedakala
harga tepung terigu domestik di tingkat pedagang eceran dan jumlah
penduduk. Permintaan tepung terigu industri rumahtangga dipengaruhi oleh
variabel bedakala harga tepung terigu domestik di tingkat pedagang eceran,
dan jumlah penduduk. Permintaan tepung terigu industri kecil dan menengah
dipengaruhi oleh variabel bedakala harga variabel bedakala harga tepung
terigu domestik di tingkat pedagang besar dan jumlah penduduk. Permintaan
tepung terigu industri makanan dan minuman dipengaruhi oleh variabel
bedakala harga tepung domestik di tingkat Industri tepung terigu dan variabel
bedakala jumlah penduduk Indonesia. Harga yang meningkat akan
berdampak pada turunnya permintaan tepung terigu Indonesia, sebaliknya
jumlah penduduk Indonesia yang meningkat akan meningkatkan permintaan
tepung terigu Indonesia. Dari dua variabel yang mempengaruhi permintaan
tepung terigu tersebut kebijakan yang paling memungkinkan untuk diterapkan
adalah pengaturan kelahiran yang dapat mengurangi pertambahan penduduk
4.5. Produksi tepung terigu Indonesia diperoleh dari hasil konversi permintaan
biji gandum untuk industri tepung terigu. Sehingga kemajuan teknologi mesin
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Numbered + Lev el: 1 + NumberingSty le: 1, 2, 3, … + Start at: 1 +A lignment: Left + A ligned at: 0,63 cm+ Tab after: 1,27 cm + Indent at: 1,27 cm, Tab stops: Not at 1,27 cm
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
215
produksi tepung terigu akan menjadi variabel yang sangat berperan dalam
peningkatan produksi tepung terigu.
5.6. Impor tepung terigu Indonesia merupakan penjumlahan impor tepung
terigu Indonesia dari Australia, Jepang dan Singapura, serta negara lainnya.
Impor tepung terigu Indonesia dari Australia dipengaruhi oleh harga impor
tepung terigu Indonesia, selisih impor biji gandum Indonesia dengan variabel
bedakala impor biji gandum Indonesia, selisih jumlah penduduk Indonesia
dengan variabel bedakala jumlah penduduk Indonesia, permintaan tepung
terigu Indonesia dan variabel bedakala impor tepung terigu Indonesia dari
Australia. Impor tepung terigu Indonesia dari Jepang dipengaruhi oleh selisih
harga impor tepung terigu Indonesia dengan variabel bedakala harga impor
tepung terigu Indonesia, impor biji gandum Indonesia, variabel bedakala
pendapatan perkapita Indonesia dan selisih jumlah penduduk Indonesia
dengan variabel bedakala jumlah penduduk Indonesia. Impor tepung terigu
Indonesia dari Singapura dipengaruhi oleh harga impor tepung Indonesia,
impor biji gandum Indonesia, pendapatan perkapita Indonesia dan selisih
antara permintaan tepung terigu Indonesia dengan variabel bedakala
permintaan tepung terigu Indonesia. Meningkatnya harga impor tepung terigu
akan menurunkan impor tepung terigu, sebaliknya meningkatnya pendapatan
perkapita Indonesia, jumlah penduduk dan permintaan tepung terigu akan
meningkatkan impor tepung terigu.
6.7. Terdapat empat tingkat harga tepung terigu di tingkat domestik, yaitu
harga impor tepung terigu, harga tepung terigu di tingkat industri, harga
tepung terigu di tingkat pedagang besar dan harga tepung terigu di tingkat
216
pedagang eceran. Harga impor tepung terigu Indonesia dipengaruhi oleh
harga tepung terigu dunia. Harga tepung terigu di tingkat industri Indonesia
dipengaruhi oleh harga impor tepung terigu Indonesia, harga impor biji
gandum Indonesia, selisih produksi tepung terigu Indonesia dengan variabel
bedakala produksi tepung terigu Indonesia, permintaan tepung terigu
Indonesia. Harga tepung terigu di tingkat pedagang besar dipengaruhi oleh
harga tepung terigu di tingkat industri Indonesia, variabel bedakala
permintaan tepung terigu industri kecil menengah dan permintaan tepung
terigu industri rumahtangga. Harga tepung terigu di tingkat pedagang eceran
dipengaruhi oleh harga tepung terigu di tingkat pedagang besar. Dari variabel
pembentuk harga tepung terigu domestik, terlihat bahwa harga tepung terigu
ditingkat domestik dipengaruhi oleh harga tepung terigu dunia. Sehingga
harga tepung terigu domestik sangat rawan dipengaruhi oleh harga tepung
terigu dunia.
7.8. Ramalan dampak berbagai alternatif kebijakan pada tahun 2011 – 2015,
adalah:
a. Kebijakan Penerapan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen efekt if
untuk menjaga ketahanan pangan nasional karena terjadinya penurunan
permintaan tepung terigu Indonesia akibat harga tepung terigu domestik
yang naik. Selain itu, kebijakan ini efektif sebagai kebijakan yang
mendorong terjadinya perubahan dari impor biji gandum menjadi impor
tepung terigu. Kebijakan ini memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan
masyarakat yang paling tinggi dibandingkan kebijakan lainnya. Dimana
217
konsumen tepung terigu mengalami pengurangan surplus konsumen,
sedangkan produsen tepung terigu mendapatkan tambahan surplus
produsen.
b. Kebijakan Pelarangan Impor Tepung Terigu efektif untuk mendorong
meningkatnya produksi tepung terigu domestik. Harapan terjadinya
peningkatan produksi tepung terigu domestik terealisir, dengan kata lain
substitusi impor tepung terigu dengan tepung terigu lokal terjadi.
Produksi tepung terigu domestik meningkat sejalan dengan meningkatnya
permintaan tepung terigu akibat harga tepung terigu domestik yang turun.
Permintaan tepung terigu yang meningkat, tidak efektif untuk menjaga
ketahanan pangan karena akan meningkatkan ketergantungan pada impor
biji gandum sebagai bahan baku tepung terigu domestik. Kebijakan ini
menguntungkan konsumen berupa tambahan surplus konsumen karena
penurunan harga, tetapi merugikan produsen karena turunnya surplus
produsen. Secara keseluruhan terjadi penurunan kesejahteraan
masyarakat.
c. Kebijakan Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Biji Gandum sebesar 5
persen efektif untuk menurunkan impor biji gandum Indonesia, dan
mendorong terjadinya peningkatan impor tepung terigu. Masyarakat
mengalami kerugian karena terjadinya kenaikan harga tepung terigu
domestik di tingkat pedagang besar dan eceran. Konsumen mengalami
penurunan surplus konsumen dan produsen juga mengalami pengurangan
surplus produsen. Selain itu pemerintah memperoleh pendapatan dari
218
pajak yang diterapkan. Secara keseluruhan terjadi penurunan
kesejahteraan masyarakat, karena tambahan pendapatan pemerintah dari
pajak lebih kecil dari penurunan surplus konsumen dan produsen.
c.d. Kebijakan Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung Terigu sebesar 5
persen efektif untuk mengurangi impor tepung terigu Indonesia dan
meningkatkan penerimaan negara, serta efektif untuk mendorong
terjadinya perubahan dari impor tepung terigu menjadi impor biji gandum
untuk diolah menjadi tepung terigu di dalam negeri. Harga tepung terigu
domestik naik di semua tingkatan. Masyarakat mengalami pengurangan
surplus konsumen, sementara produsen mendapat tambahan surplus
produsen. Selain itu pemerintah memperoleh pendapatan dari pajak yang
diterapkan. Secara keseluruhan masyarakat mendapat tambahan
kesejahteraan masyarakat.
e. Kebijakan Penambahan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 10 persen
efektif untuk menurunkan harga tepung terigu domestik dan mendorong
terjadinya penurunan impor tepung terigu, namun menambah
ketergantungan terhadap impor biji gandum. Konsumen mendapat
tambahan surplus konsumen, sedangkan produsen mengalami
pengurangan surplus produsen. Secara keseluruhan terjadi penurunan
kesejahteraan masyarakat.
d.f. Kebijakan Penambahan Kuota Impor Tepung Terigu sebesar 50 persen
efektif untuk menurunkan impor biji gandum Indonesia, namun merugikan
konsumen karena terjadi peningkatan harga tepung terigu domestik yang
219
diikuti dengan turunnya surplus konsumen. Begitupula produsen tepung
terigu mengalami penurunan surplus produsen. Secara keseluruhan terjadi
pengurangan kesejahteraan masyarakat.
g. Kebijakan gabungan Penerapan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90
persen dan Pelarangan Impor Tepung Terigu berdampak positif terhadap
konsumen dan produsen. Hal ini juga diperlihatkan dengan terjadinya
tambahan surplus konsumen dan produsen. Konsumen tepung terigu
Indonesia memperoleh tambahan surplus konsumen dengan turunnya
harga disemua tingkatan seperti harga tepung terigu ditingkat industri,
pedagang besar dan pedagang eceran. Turunnya harga tepung terigu juga
berdampak positif bagi industri makanan dan minuman yang membeli
tepung terigu sebagai bahan baku pada tingkat industri. Sedangkan
produsen tepung terigu Indonesia memperoleh dampak positif karena
turunnya harga impor biji gandum sebagai bahan baku dan mengalami
dampak negatif karena produksi tepung terigu dan harga jual tepung
terigu di tingkat industri yang turun namun secara keseluruhan produsen
tepung terigu memperoleh tambahan surplus produsen. Secara
keseluruhan masyarakat memperoleh kenaikan kesejahteraan masyarakat.
Dari sisi devisa Indonesia, kebijakan ini menguntungkan Indonesia karena
terjadi penurunan kehilangan devisa.
7.2. Implikasi Kebijakan
Kebijakan gabungan Penerapan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90
persen dan Pelarangan Impor Tepung Terigu sebagai kebijakan terbaik yang
mampu memberikan tambahan surplus konsumen dan surplus produsen secara
220
bersama-sama dari beberapa simulasi yang telah dilakukan. Selain itu, kebijakan
gabungan ini berdampak pada turunnya impor biji gandum, harga impor biji
gandum, produksi tepung terigu dan harga tepung terigu domestik.
Implikasi utama dari kesimpulan di atas adalah penerapan kebijakan kuota
impor biji gandum sebesar 90 persen dan pelarangan impor tepung terigu
berkaitan erat dengan kemampuan Pemerintah menyiapkan kebutuhan pangan
utama Indonesia. Ketika rasio pangan Indonesia di luar tepung terigu sudah
mendekati rasio ideal, penerapan kebijakan kuota impor biji gandum sebesar 90
persen dan pelarangan impor tepung terigu dapat diterapkan. Adapun dampak dari
berkurangnya penawaran tepung terigu domestik dapat dipenuhi oleh pangan
Indonesia di luar tepung terigu. Saran atas penerapan kebijakan ini adalah
dilakukan kebijakan terintegrasi sehingga produksi tepung terigu domestik yang
menurun tidak mengganggu ketahanan pangan nasional dan harga tepung terigu
yang turun tidak merugikan produsen dan industri penggilingan tepung terigu.
Industri tepung terigu Indonesia yang sudah terlanjur besar dijaga agar
tetap dalam status quo, artinya kapasitas produksi yang telah ada dengan
kebijakan yang dibuat pemerintah tidak ditambah lagi dan dijaga agar tidak
menurun. Kapasitas produksi industri tepung terigu tidak ditambah sampai petani
Indonesia mampu membudidayakan biji gandum domestik untuk memenuhi
kebutuhan industri penggilingan biji gandum. Upaya budidaya dengan bantuan
industri terus dikembangkan hingga petani Indonesia mampu membudidayakan
biji gandum sebagaimana tanaman subtropis lainnya seperti kol, kedelai, kentang,
tomat dan apel. Selain itu, kebijakan status quo kapasitas produksi diharapkan
tidak menyebabkan hilangnya lapangan pekerjaan yang telah ada dari kegiatan
221
ekonomi industri tepung terigu. Untuk distribusi impor biji gandum yang
berkurang kepada industri penggilingan, Pemerintah dapat memberikan peran
yang cukup kuat pada asosiasi industri penggilingan tepung terigu sehingga kuota
impor biji gandum dapat dialokasikan secara adil dan proposional kepada
anggotanya. Dengan penerapan kebijakan terpilih secara bertahap diharapkan
industri tepung terigu yang telah ada mampu melakukan penyesuaian-penyesuaian
baik disisi produsen dan konsumen tepung terigu. Selanjutnya produsen tepung
terigu diharapkan dapat memanfaatkan kapasitas produksinya dengan hasil
program biji gandum domestik, sedangkan konsumen dengan edukasi pemerintah
diharapkan dapat menerima bahan pangan non tepung terigu.
Sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan Indonesia karena
permintaan yang meningkat diharapkan dapat dipenuhi dari pemanfaatan pangan
utama non tepung terigu Indonesia. Data BPS (2010) menunjukkan
perbandingan pangan utama non tepung terigu Indonesia periode 2005-2009
sebesar 0.43. Perbandingan pangan penduduk Indonesia sebesar 0.38 tersebut
mendekati perbandingan ideal sebesar 0.45. Selanjutnya perlu dicermati agar
pemilihan bahan pangan alternatif untuk dikembangkan sebagai pengganti pangan
tepung terigu, bukan diambil dari komoditi impor tetapi komoditi lokal seperti;
ubi jalar, ubi kayu, beras.
Dalam sebuah industri yang terintegrasi vertikal, kebijakan ini selain
menguntungkan konsumen dan produsen tepung terigu juga menguntungkan
produsen industri makanan minuman terintegrasi berupa berkurangnya biaya
pembelian bahan baku, serta memperkuat ketahanan pangan nasional karena
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
Formatted: Indonesian
222
terjadi pengalihan dari pangan berbahan baku impor pada pangan berbahan baku
domestik.
7.3. Saran Penelitian Lanjutan.
1. 1.....
2. kl;kl;k
4. mmml;ml;
8.Produksi tepung terigu Indonesia
9.Permintaan tepung dipengaruhi oleh
10.Hasil Peramalan?
11.Kebijakan .......yang paling menguntungkan....Konsumen
12.Kebijakan .......menguntungkan ....Produsen
13.Kebijakan........menguntunkan Cadangan Devisa
14.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang dampak kebijakan
perdagangan terhadap kinerja ekspor produk industri pengolahan kayu primer
Indonesia dapat diperoleh beberapa hal sebagai kesimpulan:
1.Produksi kayu bulat domestik lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu
perubahan suku bunga bank dan perubahan upah tenaga kerja.
2.Permintaan kayu bulat oleh industri pengolahan kayu primer domestik hanya
dipengaruhi oleh permintaan kayu bulat oleh industri pada tahun sebelumnya.
Formatted: Indent: Left: -0,63 cm
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Indent: Left: -0,63 cm
Formatted: Bullets and Numbering
223
Hal ini menunjukkan bahwa industri pengolahan kayu primer beroperasi hanya
berdasarkan pengalaman sebelumnya dan faktor non ekonomi
3. Hasil peramalan tahun 2007-2010 menunjukkan bahwa jumlah permintaan kayu
bulat domestik lebih besar dua kali jumlah penawaran kayu bulat domestik.. Jika
keadaan yang tidak seimbang antara penawaran dan permintaan terus
berlangsung, hal ini akan mendorong terjadinya illegal logging.
4.Permintaan produk Industri Pengolahan Kayu Primer dipengaruhi harga domestik
produk industri pengolahan kayu primer, GDP Indonesia, dan permintaan produk
industri pengolahan kayu primer tahun sebelumnya.
5.Penghapusan larangan ekspor kayu bulat berdampak pada penurunan perolehan
devisa dari ekspor produk industri pengolahan kayu primer dan penurunan
terbesar berasal dari penurunan ekspor kayu gergajian diikuti oleh ekspor kayu
lapis dan ekspor pulp.
6.Kenaikan Provisi Sumber Daya Hutan dan Dana Reboisasi berdampak pada
penurunan perolehan devisa dari ekspor kayu bulat dan ekspor produk industri
pengolahan kayu primer. Penurunan devisa tersebut dapat dikompensasi dari
kenaikan penerimaan Provisi Sumber Daya Hutan dan Dana Reboisasi.
7.Kombinasi kebijakan: (1) penghapusan larangan ekspor kayu bulat, (2) kenaikan
provisi sumber daya hutan, (3) kenaikan dana reboisasi, (4) penurunan suku
bunga, (5) kenaikan upah tenaga kerja dan (6) kenaikan penawaran kayu bulat
domestik merupakan kebijakan yang paling sesuai dan terbaik untuk
dilaksanakan. Selain menghasilkan kenaikan devisa yang paling tinggi dari ekspor
produk industri pengolahan kayu primer, kebijakan larangan ekspor kayu bulat
yang diganti dengan pengaturan kuota penawaran kayu bulat domestik akan lebih
224
dapat diterima di perdagangan internasional karena terhindar dari isu lingkungan
yang sering jadi penghambat perdagangan internasional
8.2. Implikasi Kebijakan
1.Untuk meningkatan pendapatan devisa dari ekspor produk pengolahan kayu primer
tidak cukup hanya dengan satu instrumen kebijakan tetapi harus melalui
kombinasi kebijakan yaitu penghapusan larangan ekspor kayu bulat harus diikuti
dengan kenaikan provisi sumber daya hutan, kenaikan dana reboisasi, penurunan
suku bunga dan kenaikan upah tenaga kerja serta peningkatan kuota penawaran
kayu bulat domestik.
2.Untuk meredam isu lingkungan yang selalu dijadikan salah satu syarat dalam
negosiasi perdagangan internasioanl yang sering dikenakan kepada negara
berkembang yaitu isu yang masuk kelompok non tariff barrier, kebijakan kuota
penawaran kayu bulat domestik lebih dapat diterima diforum perdagangan dunia
dibandingkan larangan ekspor kayu bulat.
3.Untuk mengurangi adanya illegal logging, kebijakan peningkatan penawaran kayu
bulat sebagai bahan baku industri domestik dapat menjadi salah satu prioritas.
Untuk jangka pendek dengan memberi insentif tambahan kuota produksi kepada
pemegang ijin yang dinilai menerapkan sistim silvikultur dengan benar oleh
lembaga independen. Sedangkan untuk jangka panjang adalah untuk mengurangi
besarnya perbedaan antara permintaan dan penawaran kayu bulat melalui
rehabilitasi hutan alam, pembangunan hutan rakyat maupun hutan tanaman
indus tri.
4.Peningkatan kinerja ekspor produk industri pengolahan kayu primer dimasa akan
datang harus memiliki prioritas produk yang akan dikembangkan. Produk pulp
Formatted: Bullets and Numbering
225
dapat dijadikan salah prioritas karena terkena dampak terkecil bila larangan
ekspor kayu bulat dihapuskan. Selain itu kelestarian penawaran bahan baku kayu
bulat dalam jangka panjang akan lebih terjamin, karena bahan akan tersedia dari
pembangunan hutan tanaman industri dan hutan tanaman rakyat.
5.Pengembangan dan peningkatan produk industri pengolahan kayu sekunder harus
dijadikan program unggulan karena akan meningkatkan nilai tambah dari kayu
bulat, sehingga pemanfaatan kayu bulat akan lebih efisien. Hal ini selain karena
bahan baku kayu dari hutan alam makin sedikit dan tentunya makin mahal, produk
industri pengolahan kayu sekunder juga mempunyai nilai tambah yang jauh lebih
tinggi baik dari sisi penyerapan tenaga kerja maupun harga.
8.3. Saran Penelitian Lanjutan.
Ruang lingkup penelitian di masa mendatang perlu memasukkan produk industri
industri makanan dan minuman berbahan baku tepung terigu yang diekspor
sehingga diperoleh perhitungan penerimaan negara yang lebih komprehensif
dari kegiatan ekspor.
2. Baik negara berkembang maupun negara maju melakukan tidakan protektif
yang amat kuat bagi industri tepung terigunya, sehingga sangat
memungkinkan terjadinya bias harga biji gandum dan tepung terigu dunia.
Sehubungan kemungkinan bias harga yang terjadi dan dihubungkan dengan
liberalisasi perdagangan, maka perlu penelitian tentang perdagangan biji
gandum dan tepung terigu berdasarkan blok-blok perdagangan, kartel
internasional dan terjadinya diskriminasi harga.
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 0,85 cm, No bullets ornumbering
DAFTAR PUSTAKA
Afriani, I. 2002. Dampak Kebijakan Pemerintah dan Perubahan Faktor Ekonomi
terhadap Penawaran dan Permintaan Tepung Terigu di Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Amri. A. 2008. Sumber-sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
http://amriamir.wordpress.com/2008/09/03/sumber-sumber-pertumbuhan-ekonomi indonesia/
Andrian. 2009. Ketergantungan Impor Gandum Harus Dikurangi. Suara Karya 3
April 2009. www.suaraka rya-online.com, Jakarta Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia. 2011. www.APTINDO.or.id. Bambang, D, R, Suprihatini, Herman, dan K, Anwar. 2005. Dampak Kebijakan
Pajak Pertambahan Nilai pada Kinerja Komoditas Primer Perkebunan. Analisis Kebijakan Pertanian. 3 (2) : 108 -132. Juni 2005.
Bain, H.G. 2001. Uruguay Round dan Sistem Perdagangan Masa Depan.
Penerbit Djambatan, Jakarta. Brillianto, E. 2004. Permintaan Gandum Terus Meningkat. Bisnis Indonesia 12
Oktober 2004. www.bisnis.com, Jakarta. Badan Urusan Logistik. 2004. Sejarah Singkat Badan Urusan Logistik. Badan
Urusan Logistik, Jakarta. Daryanto, A. 2003. Contestable Market dan Bogasari. Dalam Gumbira (Ed)
Dalam Membangun Masa Depan Bogasari yang Gemilang. Magister Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Dollar D. M, H. Driemeier, and T. Mengistae. 2004. Investment Climate and
International Integration. Bank Dunia 28 Juli 2004. www.wds.worldbank.org/serviet/wdscontentserver/wdsp/ib/2004/07/28/000090341_20040728141624/rendered/pdf/wps3323.pdf.
Djanuwardi, B, A. Sutarmadi dan G. Sumodiningrat. 1990. Permintaan Terigu d i
Indonesia. i- lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=7099 Djanuwardi, B. 1990. Analisis Dinamika Permintaan Terigu di Indonesia. i-
lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=9224 Edizal. 2007. Strategi Peningkatan Daya Saing Lada Putih Indonesia melalui
Analisis Penawaran Ekspor dan Permintaan Impor Lada Putih Dunia. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian dan Agribisnis. 7 (3):213-328.
224
Enders, W. 2004. Applied Econometric Time Series. Jhon Wiley & Sons,
Hoboken. Erwidodo, H. Siregar dan H. Pudjihastuti. 2003. Impor Jagung: Perlukah Tarif
Impor Dibe rlakukan ? Jawaban Analisis Simulasi. Jurnal Agro Ekonomi, 21 (2): 175-195.
Food Agriculture Oganization. 2004. Agriculture. http://faostat.fao.org/ Food Agriculture Oganization 2010. Agriculture. http://faostat.fao.org/ Food Agriculture Oganization. 2011. Agriculture. http://faostat.fao.org/ Francois, F. J. and A. R. Kenneth. 1997. Applied Methods for Trade Policy
Analysis. Cambridge University Press., Cambr idge. Chois, E.K. and H.E.Lapan. 1991. Optimal Trade Policies for a Developing
Country under uncertainty. Journal of Development Economics, 35:398-401.
Hartono, J. 2002. Teori Ekonomi Mikro; Analisis Matematis. Penerbit Andi,
Yogyakarta. Hendra, R. H. 2002. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi. Penerbit
Ghalia Indonesia, Jakarta. Houck, J.P. 1986. Elements of Agriculutural Trade Policies. Macmillan
Publishing Company, New York. Hyun, J. J. and D. Miljkovic. 2008. Competitive Structure of U.S. Grain
Exporters in the Wolrd Market: A Dynamic Panel Approach. Journal of International Economic Studies, 12 (1).
Hu, X and S. Yan. 2007. The Impact of Tariff Policies on Imports of China’s
Intermediate Good, Journal of Economic Policy Reform, 10 :4, 335-341. Gonarsyah, I. 1983. An Econometric Analys is of The US-Japan-Korea Market
for US White Wheat. Ph.D. Thesis. Department of Agricultural and Resource Economics, Oregon State University, Oregon.
Gumbira, S.E. 2003. Nasi Memang Menu Termahal Bagi Indonesia. Dalam
Gumbira (Ed) Dalam Membangun Masa Depan Bogasari yang Gemilang. Magister Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ilham, N. dan H. Siregar. 2007. Dampak Kebijakan Harga Pangan dan
Kebijakan Moneter terhadap Stabilitas Ekonomi Makro. Jurnal Agro Ekonomi, 25 (1) 55-83.
225
Ilham, N. H. Siregar, dan D.S. Priyarsono. 2006. Efektivitas Kebijakan Pangan
terhadap Ketahanan Pangan. Jurnal Agro Ekonomi. 24 (2) 157-177. Indocommercial No. 300-4th July 2002. Goverment Approved on Anti Dumping
Import Duty of 7% on Wheat Flour. Intriligator, M.D. 1978. Econometric Model, Techniques and Applications.
Prentice-Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. Iriani, F.S.Y. 1997. Ekonomi Politik Industri dan Tata Niaga Strategis “Tepung
Terigu” di Indonesia 1970-1997. Tesis Program Pascasarjana Bidang Ilmu Sosial. Universitas Indonesia. Jakarta.
Khadijah, S.H. 2002. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Produksi Pertanian dan
Dampaknya. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of
Econometric Methods. Second Edition. The Macmillan Press Ltd., London.
Krueger, A.O. 2009. The Clash Between Economics and Politics in The World
Trade Organization. The Journal of International Trade and Diplomacy 3 (1): 33-62
Krugman, P.R. and M. Obstfeld. 2000. International Economics: Theory and
Policy. Fifth Edition. Addison-Wesley Publishing Company, New York. Krugman, P.R. 1979. Increasing Returns, Monopolistic Competition, and
International Trade. Journal of International Economics 9: 469-479. Nopember 1979.
Kustiari, R. dan S. Nuryanti. 2008. Perubahan Tingkat Harga Komoditas Pangan
di Pasar Dunia dan Dampaknya terhadap Harga di Pasar Domestik dan Konsumsi. Pusat Analisis Sosial dan Kebijakan Pertanian.
Mc.Culloch. R. 1973. When are a Tariff and Quota Equivalent?. Canadian
Journal of Economic 6, 503-11. Milner, C. 2009. Constraining and Enhancing Policy Space: the WTO and
Adjusting to Globalisation. The Journal of International Trade and Diplomacy 3 (1): 127 -154.
Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi
Kedelapan. PT Penerbit Airlangga, Jakarta.
226
Nizwar, S. dan Eriyatno, F. S. 1999. Peranan Industri Terigu dan Industri Kelompok Berbahan Baku Terigu da lam Perekonomian Nasional. Jurnal Agro Ekonomi. 18 (2): 38-49.
Novita, N. C. 2008. Mungkinkah Mi Instan Menggusur Nasi? Koran Indonesia
11 September 2008. www.koranindonesia.com, Jakarta. Yano, M. R. Takahashi, and J. Kenzaki. Competition Policy or Tariff Policy:
Which is More Effective ?. Journal of Accounting and Economic, 13: 163-170.
Yunianti, S. 2001. Implikasi Kebijakan Tepung Terigu Terhadap Industri
Tepung Terigu dan Industri Makanan; Studi Kasus Industri Mie Instan. Tesis Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta.
Pelcovits, M. 1976. Quotas versus tariffs. Journal of International Economics 6.
363-70. Pindyck, R.S. and D.L. Rubinfeld. 1975. Microeconomics. Third Edition.
Prectice-Hall, Englewoods Cliffs, New Jersey. Purwito, A.M. 2008. Kepabeanan dan Cukai. Kajian Hukum Fiskal Fakultas
Hukum Universitas Indonesia berkerjasama dengan Lembaga Penerbit Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.
Qomarudin. 2010. Kajian Tarif Impor dan Kinerja Kebijakan Harga Dasar
terhadap Daya Saing di Pasar Dunia. Jurnal Aplikasi Manajemen, 8 (2) 455 - 463.
Rachmat, M. dan Erwidodo. 1994. Pendugaan Permintaan Impor Komoditi
Kedele dan Gandum Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, 13 (1) 43-60. Ramsey, F.P. 1927. A Contribution to the Theory of Taxation The Economic
Journal, 37 (145) 47–61. Rotemberg, J.J. and Saloner, G. 1989. Tariffs vs Quotas with Implicit Collusion.
The Canadian Journal of Economics, 22 (2) 234-244. Samuelson, P.A. 1962. The Gains from International Trade once Again. The
Economic Journal 72 (288); 820-829. Tarr, D.G. 2000. On the Design of Tariff Policy: A Practical Guide to the
Arguments for and Against Uniform Tariffs. http://siteresources.worldbank.o rg/INTRANEDTRADE/Resources/
Labys, C.R. 1973. Dynamic Commodity Models: Specification Estimation, and
Simulation. Lexington Books, Massachusetts.
227
Walter, R.C. 2002. Dynamic Econometric Modeling of The U.S. Wheat Grain
Market. Ph.D. Dissertation. The Luisiania State University, Luisiania. Wayan R. Susila, S. O. Lubis, A. Supr iatna. Dampak Pelaksanaan Putaran
Uruguay terhadap Industri Kakao Dunia dan Domestik. Jurna l Agri Ekonomi. 17 (2): 1-21.
Wikipedia, 2011. http://id.wikipedia.org/wiki/Gandum. Sari, L.R. 2003. Bea Masuk Terigu Tertunda, Omzet 3 Produsen Lokal Turun
10%. Bisnis Indonesia 11 Januari 2003, Jakarta. Sinaga, B.M. 1989. Econometric Model of the Indonesian Hardwood Products
Industry: A Policy Simulation Analysis. Ph.D. Dissertation. University of the Philippines, Los Banos.
Sindhunata, B. 2002. Soal Ribut Bea Masuk Anti Dumping Tepung Terigu.
Kompas 28 Juni 2002. www.kompas.compas, Jakarta. Syafa’at, N. dan S. Friyatno. 1999. Peranan Industri Tepung Terigu dan Industri
Kelompok Berbahan Baku Terigu da lam Perekonomian Nasional. Jurnal Agro Ekonomi, 18 (2) 38-49.
Summer, A. D. and D. R. Boltuck. 2002. Anatomy of the Global Wheat Market, and the Role of the Canadian Wheat Board. www.cwb.ca/en/topics/trade-issues/pdf/2001-02-economist-report.pdf.
Tweeten, L. 1992. Agricultural Trade; Principles and Policies. Westview Press. Inc., San Francisco.
Varian, H. R. 1993. Intermediate Microeconomics: A Modern Approach. Third Edition. W.W. Norton & Company, New York.
Venables, A. J. “Trade and Trade Policy with Differentiated Products: A
Chamberlinian Ricardian Model.” The Economic Journal. September, 700 -717.
228
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted T able ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted T able ...
Formatted ...
Formatted T able ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Lampiran 1. Definisi Variabel: Berdasarkan Susunan Alphabetis
1. Variabel Endogen
DGIDN = Permintaan biji gandum Indonesia DGM = Permintaan biji gandum untuk makanan Indonesia DTIDN = Permintaan tepung terigu Indonesia DTIM = Permintaan tepung terigu domestik oleh industri
makanan dan minuman DTKM = Permintaan tepung terigu domestik oleh industri kecil
dan menengah DTRS = Permintaan tepung terigu domestik untuk pemakaian
sendiri DTRT = Permintaan tepung terigu domestik oleh industri
rumahtangga MGBRA = Impor biji gandum Brasil MGDZA = Impor biji gandum Aljazair MGIAUS = Impor biji gandum Indonesia dari Australia MGICAN = Impor biji gandum Indonesia dari Canada MGIDN = Impor biji gandum Indonesia MGITA = Impor biji gandum Italia MGIUSA = Impor biji gandum Indonesia dari Amerika Serikat MGJPN = Impor biji gandum Jepang MGSOV = Impor biji gandum Uni Soviet MGW = Impor biji gandum dunia MTAGO = Impor tepung terigu Angola MTIAUS = Impor tepung terigu Indonesia dari Australia MTIDN = Impor tepung terigu Indonesia MTIJPN = Impor tepung terigu Indonesia dari Jepang MTISGP = Impor tepung terigu Indonesia dari Singapura MTLBY = Impor tepung terigu Libya MTNLD = Impor tepung terigu Belanda MTSOV = Impor tepung terigu Uni Soviet MTUSA = Impor tepung terigu Amerika Serikat MTW = Impor tepung terigu dunia RPGW = Harga biji gandum dunia RPMGBRA = Harga impor biji gandum Brasilia RPMGDZA = Harga impor biji gandum Aljazair RPMGIDN = Harga impor biji gandum Indonesia RPMGITA = Harga impor biji gandum Italia RPMGJPN = Harga impor biji gandum Jepang RPMGSOV
= Harga impor biji gandum Unit Soviet
RPMTAGO = Harga impor tepung terigu Angola RPMTIDN = Harga impor tepung terigu di Industri Indonesia RPMTLBY = Harga impor tepung terigu Libya Lanjutan La RPMTNLD = Harga impor tepung terigu Belanda RPMTSOV = Harga impor tepung terigu Uni Soviet
229
Formatted: Left
Formatted: English (U.S.)
Formatted T able
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted T able
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Font: Bold, English (U.S.)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted T able
Formatted: English (U.S.)
Formatted: F innish
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
HargaLampiran 1. Lanjutan Lanjutan Lampiran 1 RPMTUSA = Harga impor tepung terigu Amerika Serikat RPTIDN = Harga tepung terigu ditingkat industri Indonesia Lanjutan Lampiran RPTPE = Harga tepung terigu ditingkat pedagang eceran RPTW = Harga tepung terigu dunia RPXGAUS = Harga ekspor biji gandum Australia RPXGCAN = Harga ekspor biji gandum Canada RPXGFRA = Harga ekspor biji gandum Prancis RPXGSOV = Harga ekspor biji gandum Uni Soviet RPXTBEL = Harga ekspor biji gandum Amerika Serikat RPXTBEL = Harga ekspor tepung terigu Belgia RPXTDEU = Harga ekspor tepung terigu Jerman RPXTFRA = Harga ekspor tepung terigu Prancis RPXTSOV = Harga ekspor tepung terigu Uni Soviet RPXTIDN = Harga ekspor tepung terigu Indonesia RPXTTUR = Harga ekspor tepung terigu Turki XGAUS = Ekspor biji gandum Australia XGCAN = Ekspor biji gandum Canada XGFRA = Ekspor biji gandum Prancis XGSOV = Ekspor biji gandum Uni Soviet XGUSA = Ekspor biji gandum Amerika Serikat XGW = Ekspor biji gandum dunia XTBEL = Ekspor tepung terigu Belgia XTDEU = Ekspor tepung terigu Jerman XTFRA = Ekspor tepung terigu Prancis XTIDN = Ekspor tepung terigu Indonesia XTTUR = Ekspor tepung terigu Turki XTSOV = Ekspor tepung terigu Uni Soviet XTW = Ekspor tepung terigu dunia QTIN = Produksi tepung terigu Indonesia (69) 2. Variabel Eksogen DGB = Permintaan biji gandum sebagai benih DGBRA = Permintaan biji gandum Brasil DGDZA = Permintaan biji gandum Aljazair DGFM = Permintaan biji gandum untuk produksi makanan DGL = Permintaan biji gandum limbah DGPL = Permintaan biji gandum untuk penggunaan lain DGS = Permintaan biji gandum untuk stock DGT = Permintaan biji gandum untuk makanan ternak DGJPN = Permintaan biji gandum Jepang DTAGO = Permintaan tepung terigu Angola DTFRA = Permintaan tepung terigu Prancis DTNLD = Permintaan tepung terigu Belanda
230
Permintaan Permintaan DTLBY = Permintaan tepung terigu Libya DTSOV = Permintaan tepung terigu Uni Soviet DTTUR = t- Permintaan tepung terigu Turki Lampiran 1. Lanjutan DTUSA = Permintaan tepung terigu Amerika Serikat Lanjutan Lampiran 1. ERLBY = Nilai tukar Libya ERJPN = Nilai tukar Jepang ICIDN = Pendapatan perkapita Indonesia ICLBY = Pendapatan perkapita Libya ICNLD = Pendapatan perkapita Belanda ICJPN = Pendapatan perkapita Jepang MGRIDN = Sisa impor biji gandum Indonesia MGRW = Sisa impor biji gandum dunia MTRIDN = Sisa impor tepung terigu Indonesia MTRW = Sisa impor tepung terigu dunia PDBIM = Harga tepung terigu domestik ditingkat Industri PENIDN = Jumlah penduduk Indonesia ROPKM = Harga ouput produksi industri kecil menengah ROPRT = Harga output produksi industri rumah tangga RPHIDN = Harga telur QGAUS = Produksi biji gandum Australia QGBRA = Produksi biji gandum Brasil QGCAN = Produksi biji gandum Canada QGDZA = Produksi biji gandum Aljazair QGFRA = Produksi biji gandum Prancis QGITA = Produksi biji gandum Italia QGSOV = Produksi biji gandum Uni Soviet QGUSA = Produksi biji gandum Amerika Serikat QTAGO = Produksi tepung terigu Angola QTBEL = Produksi tepung terigu Belgia QTDEU = Produksi tepung terigu Jerman QTFRA = Produksi tepung terigu Prancis QTNLD = Produksi tepung terigu Belanda QTSOV = Produksi tepung terigu Uni Soviet QTTUR = Produksi tepung terigu Turki QTUSA = Produksi tepung terigu Amerika Serikat
IV. KONSTRUKSI MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS 4.1.Konstruksi Model
Model ekonometrika ini dibangun berdasarkan kepada kerangka model ekonomi yang mencerminkan keterkaitan yang simultan dan dinamik antara industri tepung terigu domestik dengan pasar tepung terigu dunia. Hal ini dimaksudkan untuk menangkap penyesuaian-penyesuaian variable endogen terhadap waktu dalam merespon adanya perubahan-perubahan kebijakan dan non
Formatted T able
Formatted T able
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted T able
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted T able
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: English (U.S.)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: F rench (F rance)
Formatted: Subscript
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted: F innish
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Font: Not Bold, Swedish(Sweden)
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
231
kebijakan. Langkah-langkah dalam pembangunan dan penerapan Model Industri Tepung Terigu Indonesia (Model ITTI), adalah (1) perumusan masalah dan tujuan penelitian, (2) model pendekatan, (3) spesifikasi model, (4) identifikasi dan pendugaan model, (5) evaluasi model, (6) validasi model, (7) penerapan model.
Dalam membangun Model ITTI, pokok permasalahan menjadi pertimbangan mendasar. Pada industri tepung terigu Indonesia, diduga terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perekonomian tepung terigu Indonesia, yaitu harga gandum impor, produksi dan konsumsi, penawaran dan permintaan, impor, harga tepung terigu domestik dan dunia. Sedangkan di pasar dunia, diduga bahwa harga dunia yang terjadi ditentukan oleh perilaku beberapa negara importir utama dunia dan beberapa negara eksportir utama.
Keadaan pasar domestik dan dunia tepung terigu yang sarat dengan intervensi (subsidi dan proteksi) akan mendorong terjadi perubahan internal maupun eksternal yang selanjutnya akan mempengaruhi keragaan industri tepung terigu Indonesia.
Penelitian ini menggunakan pendekatan ekonometrika sebagai model operasional yang mengintegrasikan pasar tepung terigu domestik dengan industri tepung terigu dunia. Selanjutnya berdasarkan kepada kerangka model yang tercantum dalam Gambar 11, kemudian disusun persamaan-persamaan struktural sebagai representasi dari seluruh variabel endogen dan eksogen.
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
232 Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Model ITTI dibangun sebagai model yang simultan dan dinamik dengan memasukkan variable bedakala (lagged variable), karena industri tepung terigu mempunyai hubungan yang kompleks dan berkesinambungan. Model persamaan simultan terdiri atas dua jenis variable, yaitu variable endogen yang nilainya ditentukan di dalam sistem (model) dan variable eksogen yang nilainya ditentukan di luar sistem.
Berdasarkan model ekonometrika dan simulasi model, pengamatan dititik beratkan pada; harga impor biji gandum Indonesia, impor biji gandum Indonesia, harga impor tepung terigu Indonesia, impor tepung terigu Indonesia, permintaan tepung terigu Indonesia oleh rumah tangga, permintaan tepung terigu oleh industri
PDB Indonesia/ perkapita
Produk Tepung
Domest ik Harga tepung
Impor
Persediaan
Penyaluran
Margin Pemasaran Pedagang Besar
PDB Sektor Indust ri
Harga Tepung Lain
Tingkat Bunga
Impor Tepung
Stock
Harga Tepung Indonesia di
Pedagang Besar
Permintaan Tepung Oleh
Indust ri
Penawaran Tepung Domestik
Harga Impor
Inflasi
Nilai Tukar
Harga
Harga Impor Tepung
Indonesia
Harga Tepung di Pengecer
Permintaan Tepung Oleh
Rumah Tangga
Konsumsi Tepung Lain
Margin Pemasaran Pengecer
Harga Provenue
Harga Produk Indust ri
Peubah Endogen
Peubah Eksogen
Gambar 11. Model Industri Tepung Terigu Indonesia
Time Trend
233
kecil menengah, permintaan tepung terigu Indonesia oleh industri makan dan minuman, harga tepung terigu ditingkat pengecer, harga tepung terigu ditingkat pedagang besar. 4.1.1.Pasar Biji Gandum Dunia 4.1.1.1.Produksi Biji Gandum Dunia Produksi biji gandum dunia (QGWt) dirumuskan sebagai suatu persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari produksi biji gandum China (QGCHNt), produksi biji gandum Pakistan (QGPAKt), produksi biji gandum Turki (QGTURt), produksi biji gandum Australia (QGAUSt), produksi biji gandum Prancis (QGFRAt), produksi biji gandum India (QGINDt), produksi biji gandum Amerika Serikat (QGUSAt), produksi biji gandum Canada (QGCANt), dan produksi biji gandum Jerman (QGDEUt), serta produksi biji gandum sisa dunia (QGSDt) yang dituliskan sebagai berikut: QGWt = QGCHNt + QGPAKt + QGTURt + QGAUSt + QGFRAt + QGINDt + QGUSAt + QGCANt + QGDEUt + QGSDt……………….(1) 4.1.1.2.Deman Biji Gandum Dunia Deman biji gandum dunia (DGWt) dirumuskan sebagai suatu persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari deman biji gandum Prancis (DGFRAt), deman biji deman gandum Jerman (DGDEUt), deman biji gandum China (DGCHNt), deman biji gandum Inggris (DGGBRt), deman biji gandum India (DGINDt), deman biji gandum Pakistan (DGPAKt), deman biji gandum Turki (DGTURt), deman biji gandum Amerika Serikat (DGUSAt), deman biji gandum Italia (DGITAt), deman biji gandum Indonesia (DGIDNt), dan deman biji gandum sisa dunia (QGSDt) yang dituliskan sebagai berikut: DGWt = DGFRAt + DGDEUt + DGCHNt + DGGBRt + DGINDt + DGPAKt 4.1.1. + DGTURt + DGUSAt + DGITAt + DGIDNt + DGSDt...........(2) 4.1.1.3.Ekspor Biji Gandum Dunia Jumlah ekspor biji gandum suatu Negara pada umumnya dipengaruhi oleh harga ril ekspor gandum, produksi gandum, nilai tukar, dan varibel bedakala ekspor gandum. Lima negara eksportir biji gandum utama dunia, yaitu Amerika Serikat, Prancis, Uni Soviet, Canada, dan Australia menjadi obyek penelitian. 1. Amerika Serikat
Ekspor biji gandum Amerika Serikat (XGUSAt) dipengaruhi oleh harga ril ekspor biji gandum Amerika Serikat (RPXGUSAt), variable bedakala produksi gandum Amerika Serikat (QGUSAt-1), dan varibel bedakala ekspor biji gandum Amerika Serikat (XGUSAt-1
XGUSA).
t = c11 * RPXGUSAt + c12 * QGUSAt-1 + c 13 * XGUSAt-1 U
+ 11………………….…..………..….…….…….(35
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : )
c11, c 12 > 0; 0 < c13Ekspor biji gandum Prancis (XGFRA
< 12. Prancis t) dipengaruhi oleh harga ril ekspor
biji gandum Prancis (RPXGFRAt), produksi biji gandum Prancis (QGFRAt), variable bedakala deman biji gandum Prancis (DGFRAt-1), dan varibel bedakala ekspor biji gandum Prancis (XGFRAt-1
XGFRA).
t = c21 * RPXGFRAt + c22 * QGFRAt + c23 * DGFRAt-1 + c
24 * XGFRAt-1 + U12………………….…....( 45
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : )
c21, c 22 > 0; c23 < 0; 0 < c24 < 1.
Formatted: Font: Not Bold, Swedish(Sweden)
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Indent: Left: 0 cm, F irstline: 0 cm, Space Before: 0 pt, A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted ...
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted ...
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Space A fter: 0 pt
Formatted ...
Formatted: Font: Not Bold, Swedish(Sweden)
Formatted: Indent: Left: 0 cm, F irstline: 0 cm, Space Before: 0 pt, A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted ...
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted ...
Formatted: Space A fter: 0 pt, O utlinenumbered + Lev el: 3 + NumberingSty le: 1, 2, 3, … + Start at: 1 +A lignment: Left + A ligned at: 0 cm +Tab after: 1,27 cm + Indent at: 1,27cm
Formatted ...
Formatted: Font: Not Bold, Swedish(Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
234
3. Uni Soviet
Ekspor biji gandum Uni Soviet (XGSOVt) dipengaruhi oleh selisih harga ril ekspor biji gandum Uni Soviet dengan variabel bedakala harga ril ekspor biji gandum Uni Soviet (RPXGSOVt - RPXGSOVt-1), produksi biji gandum Uni Soviet (QGSOVt), dan varibel bedakala ekspor biji gandum Uni Soviet (XGSOVt-1
XGSOV).
t = c31 * (RPXGSOVt - RPXGSOVt-1) + c32 * QGSOVt + c
33 * XGSOVt-1 +
U13………………….…..………..…(55Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
C31, c32 > 0; 0 < c334. Canada
< 1
Ekspor biji gandum Canada (XGCANt) dipengaruhi oleh variabel bedakala harga ril ekspor biji gandum Canada (RPXGCANt-1), produksi biji gandum Canada (QGCANt), dan varibel bedakala ekspor biji gandum Canada (XGCANt-1
XGCAN).
t = c 41 * RPXGCANt-1 + c42 * QGCANt + c43 * XGCANt-1
U
+
14………………….…..………..….…….……..(65
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : )
C41, c42 > 0; 0 < c435. Australia
< 1.
Ekspor biji gandum Australia (XGAUSt) dipengaruhi oleh harga ril ekspor biji gandum Australia (RPXGAUSt), variable bedakala produksi biji gandum Australia (QGAUSt-1), variable bedakala deman biji gandum Australia (DGAUSt-
1), dan varibel bedakala ekspor biji gandum Australia (XGAUSt-1). XGAUSt = c51 * RPXGAUSt + c52 * QGAUSt-1 + c 53 * DGAUSt-1 + c54 * XGAUSt-1 +
U15………………….…..………..…(7Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
c51, c 52 > 0; c53 < 0; 0 < c54 < 1. Total ekspor biji gandum dunia (XGWt) dirumuskan sebagai suatu
persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari ekspor biji gandum Amerika Serikat (XGUSAt ), ekspor biji gandum Prancis (XGFRAt ), ekspor biji gandum Uni Soviet (XGSOVt ), ekspor biji gandum Canada (XGCANt ), ekspor biji gandum Australia (XGAUSt), dan sisa dunia (XGRWt) yang dituliskan sebagai berikut:
XGWt = XGUSAt + XGFRAt + XGSOVt + XGCANt + XGAUS + XGRWt…………….………...……..……..….(8
4.1.1.4.Impor Biji Gandum Dunia
)
Variable utama yang mempengaruhi impor biji gandum pada umumnya adalah harga impor biji gandum, konsumsi, biji gandum, nilai tukar suatu negara, dan variable bedakala impor biji gandum. Lima negara importir biji gandum utama dunia, yaitu; Uni Soviet, Italia, Brasil, Jepang, Mesir, Indonesia. 1. Uni Soviet
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Font: Bold, Swedish(Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Font: Bold
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Don't adjust spacebetween Latin and A sian text
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Font: Bold
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Font: Bold
Formatted ...
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
235
Impor biji gandum Uni Soviet (MGSOVt) dipengaruhi oleh selisih harga ril impor biji gandum Uni Soviet (RPMGSOVt - RPMGSOVt-1), produksi biji gandum Uni Soviet (QGSOVt), konsumsi biji gandum Uni Soviet (DGSOVt), dan variable bedakala impor biji gandum Uni Soviet (MGSOVt-1
MGSOV).
t = d10 + d11 * (RPMGSOVt - RPMGSOVt-1) + d12 * QGSOVt + d13 * DGSOVt + d14 * MGSOVt-1 +
U21…………………….(9Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
d11, d12 < 0; d13 > 0; 0 < d14 2. Italia
< 1.
Impor biji gandum Italia (MGITAt) dipengaruhi oleh variabel bedakala harga ril impor biji gandum Italia (RPMGITAt-1), variabel bedakala produksi biji gandum Italia (QGITAt-1), konsumsi biji gandum Italia (DGITAt), dan variable bedakala impor biji gandum Italia (MGITAt-1).
MGITAt = d21 * RPMGITAt-1 + d22 * QGITAt-1 + d23 * DGITAt + d24 * MGITAt-1 + U22……………………(107
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : )
d21, d22 < 0; d23 > 0; 0 < d24 3. Brasil
< 1.
Impor biji gandum Brasil (MGBRAt ) dipengaruhi oleh variabel bedakala harga ril impor biji gandum Brasil (RPMGBRAt-1), produksi biji gandum Brasil (QGBRAt ), dan konsumsi biji gandum Brasil (DGBRAt
MGBRA).
t = d31 * RPMGBRAt-1 + d32 * QGBRAt , + d33 * DGBRAt
U
+
23……………………(117Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
d31, d32 < 0; d334. Jepang
> 0.
Impor biji gandum Jepang (MGJPNt) dipengaruhi oleh selisih harga ril impor biji gandum Jepang (RPMGJPNt - RPMGJPNt-1), pendapatan perkapita Jepang (ICJPNt), variabel bedakala konsumsi biji gandum Jepang (DGJPNt-1), dan variable bedakala impor biji gandum Jepang (MGJPNt-1
MGJPN).
t = d40 + d41 * (RPMGJPNt - RPMGJPNt-1) + d42 * ICJPNt, + d43 * DGJPNt + d44 * MGJPNt-1 +
U24……………………..(27Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
D41 < 0; d42, d43 > 0; 0 < d44 5. Aljazair
< 1.
Impor biji gandum Aljazair (MGDZAt) dipengaruhi oleh harga ril impor biji gandum Aljazair (RPMGDZAt), produksi biji gandum Aljazair (QGDZAt), variabel bedakala konsumsi biji gandum Aljazair (DGDZAt-1), dan variable bedakala impor biji gandum Aljazair (MGDZAt-1).
MGDZAt = d51 * RPMGDZAt + d52 * QGDZAt + d53 * DGDZAt-1 + d54 * MGDZAt-1 + U25…………………….(37
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : )
d51, d52 < 0; d53 > 0; 0 < d54 < 1.
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted: Font: Bold, Swedish(Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Font: Bold
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Font: Bold
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Font: Bold
236
4. 1.1.5.Total impor biji gandum dunia (MGWt) dirumuskan sebagai suatu
persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari impor biji gandum Uni Soviet (MGSOVt ), impor biji gandum Italia (MGITAt), impor biji gandum Brasil (MGBRAt ), impor biji gandum Jepang (MGJPNt), impor biji gandum Aljazair (MGDZAt), dan impor biji gandum Indonesia (MGIDNt), serta sisa dunia (MGRWtMGW
) yang dituliskan sebagai berikut: t = MGSOVt + MGITAt + MGBRAt + MGJPNt MGDZAt
+ MGIDNt + MGRWt……………..……………(484.1.1.6.Harga Riil Biji Gandum Dunia
)
Harga riil biji gandum dunia (RPGWt) dipengaruhi oleh ekspor biji gandum dunia (XGWt), impor biji gandum dunia (MGWt), dan variable bedakala harga ril gandum dunia (RPGWt-1
RPGW).
t = e30 + e31 * XGWt + e32 * MGWt + e33 * RPGWt-1 + U31 …….…(151Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
e31 < 0; e32 > 0; 0 < e33
< 1
4.1.1.7.Harga Riil Ekspor Biji Gandum Harga riil ekspor biji gandum suatu Negara pada umumnya dipengaruhi
oleh ekspor (RPXG.. t), produksi (QG.. t), nilai tukar (ER.. t-1), harga riil biji gandum dunia dan varibel bedakala harga riil ekspor (XG.. t-1
1. Amerika Serikat
). Lima negara eksportir biji gandum utama dunia, yaitu USA, Prancis, Kanada, Australia, Soviet menjadi obyek penelitian.
Harga ril ekspor biji gandum Amerika Serikat dipengaruhi oleh selisih ekspor gandum dengan variabel bedakala ekspor biji gandum Amerika Serikat (XGUSAt - XGUSAt-1) ) harga ril gandum dunia (RPGWt ), variable bedakala harga ril ekspor biji gandum Amerika Serikat (RPXGUSAt-1
RPXGUSA).
t = f10 + f11 * (XGUSAt - XGUSAt-1 ) + f12 * RPGWt + f
13 * RPXGUSAt-1 + U41……………..….(65
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : f11, < 0; f 12 > 0; 0 < f132. Prancis
< 1
Harga ril ekspor biji gandum Pranc is (RPXGFRAt) dipengaruhi oleh selisih ekspor bijigandum dengan variabel bedakala ekspor biji gandum Prancis (XGFRAt - XGFRAt-1) ), harga ril gandum dunia (RPGWt), variable bedakala harga ril ekspor gandum biji gandum Prancis (RPXGUSAt-1
RPXGFRA).
t = f20 + f21 * (XGFRAt - XGFRAt-1 ) + f22 * RPGWt + f
23 * RPXGFRAt-1 + U42……………..….(57
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : )
f21, < 0; f 22 > 0; 0 < f23 3. Uni Soviet
< 1
Harga ril ekspor biji gandum Uni Soviet dipengaruhi oleh selisih ekspor gandum dengan variabel bedakala ekspor biji gandum Uni Soviet (XGSOVt -
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 0 pt, A fter: 0 pt,Line spacing: single, No bullets ornumbering, Don't adjust spacebetween Latin and A sian text
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted ...
Formatted: Font: Bold
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
237
XGSOVt-1) ), harga ril biji gandum dunia (RPGWt), variable bedakala harga ril ekspor biji gandum Uni Soviet (RPXGSOVt-1
RPXGSOV).
t = f30 + f31 * (XGSOVt - XGSOVt-1 ) + f32 * RPGWt + f
33 * RPXGSOVt-1 + U43……………..….(58
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : )
f31, < 0; f 32 > 0; 0 < f334. Canada
< 1
Harga ril ekspor biji gandum Canada (RPXGCANt) dipengaruhi oleh selisih ekspor gandum dengan variabel bedakala ekspor biji gandum Canada (XGCANt - XGCANt-1) ), harga ril gandum dunia (RPGWt), variable bedakala harga ril ekspor biji gandum Canada (RPXGCANt-1).
RPXGCANt = f 40 + f 41 * (XGCANt - XGCANt-1 ) + f42 * RPGWt + f 43 * RPXGCANt-1 + U44……………..….(95
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : f41, < 0; f 42 > 0; 0 < f435. Australia
< 1.
Harga ril ekspor biji gandum Australia (RPXGAUSt) dipengaruhi oleh selisih ekspor biji gandum Australia dengan variabel bedakala ekspor biji gandum Australia (XGAUSt - XGAUSt-1) ), harga ril gandum dunia (RPGWt), variable bedakala harga ril ekspor biji gandum Australia (RPXGAUSt-1).
RPXGAUSt + f53 * RPXGUSAt-1 + U41……………..….(205Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
f51, < 0; f 52 > 0; 0 < f53
< 1
4.1.1.8.Harga Impor Biji Gandum Harga ril impor biji gandum suatu negara pada umumnya dipengaruhi oleh
ekspor gandum, impor, harga ril gandum dunia, dan varibel bedakala harg ril impor. Lima negara eksportir biji gandum utama dunia, yaitu USA, Pranc is, Canada, Australia, Soviet menjadi obyek penelitian. 1. Uni Soviet
Harga ril impor biji gandum Unit Soviet (RPMGSOVt) dipengaruhi oleh selisih impor biji gandum Uni Soviet dengan variabel bedakala impor biji gandum Unit Soviet (MGSOVt - MGSOVt-1), harga ril gandum dunia (RPGWt), variable bedakala harga ril impor biji gandum Uni Soviet (RPMGSOVt-1
RPMGSOV).
t = g10 + g11 * (MGSOVt - MGSOVt-1 ) + g12 * RPGWt + g
13 * RPMGSOVt-1 + U51……………..….(215
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : )
g11, g12 > 0; 0 < g13
< 1.
2. Italia Harga ril impor biji gandum Italia (RPMGITAt) dipengaruhi oleh selisih impor biji gandum Italia dengan variabel bedakala impor biji gandum Italia (MGITAt - MGITAt-1), selisih harga ril gandum dunia dengan variabel bedakala impor
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted: Font: Bold
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Indent: F irst line: 1,27cm, Space Before: 0 pt, A fter: 0 pt,Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Font: Bold
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
238
gandum dunia (RPGWt -RPGWt-1), variable bedakala harga ril impor biji gandum Italia (RPMGITAt-1).
RPMGITAt = g20 + g21 * (MGITAt - MGITAt-1 ) + g22 * (RPGWt - RPGWt-1)
+ g23 * RPMGITAt-1 + U52……………..….(25Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
g21, g22 > 0; 0 < g233. Brasilia
< 1.
Harga ril impor biji gandum Brasilia (RPMGBRAt ) dipengaruhi oleh impor biji gandum Brasilia (MGBRAt ), harga ril gandum dunia (RPGWt), variable bedakala harga ril impor biji gandum Brasilia (RPMGBRAt-1).
RPMGBRAt = g30 + g31 * MGITAt + g32 * RPGWt + g23 * RPMGBRAt-1 + U53……………..….(35
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : )
g21, g22 > 0; 0 < g234. Jepang
< 1.
Harga ril impor biji gandum Jepang (RPMGJPNt) dipengaruhi oleh impor biji gandum Jepang (MGJPNt), selisih nilai tukar dengan variabel bedakala nilai tukar Jepang (ERJPNt - ERJPNt-1), variabel bedakala harga ril gandum dunia (RPGWt-1), variable bedakala harga ril impor biji gandum Jepang (RPMGJPNt-1).
RPMGJPNt = g41 * MGJPNt + g42 * (ERJPNt - ERJPNt-1) + g43 * RPGWt
+ g44 * RPMGJPNt-1 + U54……………..….(45Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
g41, g42, g43 > 0; 0 < g44
< 1.
5. Aljazair Harga ril impor biji gandum Aljazair (RPMGDZAt) dipengaruhi oleh
variabel bedakala impor biji gandum Aljazair (MGDZAt-1), harga ril gandum dunia (RPGWt-1), variable bedakala harga ril impor biji gandum Aljazair (RPMGDZAt-1RPMGDZA
). t = g50 + g51 * MGDZAt-1 + g52 * RPGWt
+ g
53 * RPMGDZAt-1 + U55……………..….(55Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
g51, g52 > 0; 0 < g53
< 1.
4.1.2.Pasar Tepung Terigu Dunia 4.1.2.1. Produksi Tepung Terigu Dunia
Produksi tepung terigu dunia (QTWt) dirumuskan sebagai suatu persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari produksi tepung terigu China (QTCHNt), produksi tepung terigu India (QTINDt), produksi tepung terigu (QUSAt), produksi tepung terigu Pakistan (QGPAKt), produksi tepung terigu Turki (QTTURt), produksi tepung terigu Iran (QTIRNt), produksi tepung terigu Brasilia (QGBRAt ), produksi tepung terigu Mesir (QTEGYt ), produksi tepung terigu Italia (QTITAt), produksi tepung terigu Indonesia (QTIDNt), dan produksi biji gandum sisa dunia (QGSDt), yang dituliskan sebagai berikut:
Formatted ...
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Font: Bold
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Font: Bold
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
239
QTWt = QTCHNt + QTINDt + QTUSAt + QTPAKt + QTTURt + QTIRNt
+ QTBRAt + QTEGYt + QTITAt + QTIDNt + QGSDt……………....(264.1.2.2. Deman Tepung Terigu Dunia
)
Deman tepung terigu dunia (QTWt) dirumuskan sebagai suatu persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari deman tepung terigu China (DTCHNt), deman tepung terigu Amerika Serikat (DTUSAt), deman tepung terigu India (DTINDt), deman tepung terigu Brasilia (DTBRAt ), deman tepung terigu Mesir (DTEGYt), deman tepung terigu Pakistan (DTPAKt), deman tepung terigu Turki (DTTURt), deman tepung terigu Italia (DTITAt), deman tepung terigu Indonesia (DTIDNt), deman tepung terigu Iran (DTIRNt), dan deman biji gandum sisa dunia (DTSDt), yang dituliskan sebagai berikut:
DTWt = DTCHNt + DTUSAt + DTINDt + DTBRAt + DTEGYt + QTPAKt
+ DTTURt + QTITAt + QTIDNt + QTIRNt + QGSDt……………....(274.1.2.3.Ek spor Tepung Terigu Dunia
)
Total ekspor tepung terigu dunia (XTWt) dirumuskan sebagai suatu persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari ekspor tepung terigu Prancis (XTFRAt), ekspor tepung terigu Belgia (XTBELt ), ekspor tepung terigu Uni Soviet (XTSOVt), ekspor tepung terigu Turki (XTTURt), ekspor tepung terigu Jerman (XTDEUt), dan ekspor tepung terigu Indonesia (XTIDNt), serta sisa dunia (XTRWt), yang dituliskan sebagai berikut:
XTWt = XTFRAt + XTBELt + XTSOVt + XTTURt + XTDEUt + XTIDN
t + XTRWt…………………..………(817
1. Prancis )
Ekspor tepung terigu Pranc is (XTFRAt), dipengaruhi oleh selisih harga ekspor tepung terigu Prancis dengan variabel bedakala harga ekspor tepung terigu Prancis (RPXTFRAt - RPXTFRAt-1), selisih produksi dengan variabel bedakala produksi tepung terigu Prancis (QTFRAt - QTFRAt-1), deman tepung terigu Prancis (DTFRAt), dan variable bedakala ekspor tepung terigu Prancis (XTFRAt-1
XTFRA).
t = h10 + h11*(RPXTFRAt-RPXTFRAt-1) + h12*(QTFRAt-QTFRAt-1)
+ h13 * DTFRAt, + h14 * XTFRAt-1 + U18 ………………(916Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
h11, h12 > 0; h13 < 0; 0< h142. Belgia
<1.
Ekspor tepung terigu Belgia (XTBELt ), dipengaruhi oleh variabel bedakala harga ekspor tepung terigu Belgia (RPXTBELt-1), selisih produksi tepung terigu Belgia dengan variabel bedakala produksi tepung terigu Belgia (QTBELt - QTBELt-1), dan variable bedakala ekspor tepung terigu Belgia (XTBELt-1).
XTBELt = h21 * RPXTBELt-1 + h22 * (QTBELt - QTBELt-1) + h23 * XTBELt-1 + U18 ………………(30
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Font: Italic
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Line spacing: single,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted: Font: Bold
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted: Font: Bold, Swedish(Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
)
240
h21, h22 > 0; 0< h133. Uni Soviet
<1.
Ekspor tepung terigu Uni Soviet (XTSOVt), dipengaruhi oleh selisih harga ekspor tepung terigu Uni Soviet dengan variabel bedakala harga ekspor tepung terigu Uni Soviet (RPXTSOVt - RPXTSOVt-1), variabel bedakala produksi tepung terigu Uni Soviet (QTSOVt-1), variabel bedakala deman tepung terigu Uni Soviet (DTSOVt-1), dan variable bedakala ekspor tepung terigu Uni Soviet (XTSOVt-1).
XTSOVt = h31 * (RPXTSOVt - RPXTSOVt-1), + h32 * QTSOVt-1 + h33 * DTSOVt-1 + h34 * XTSOVt-1 + U18
………………(3116Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
H31, h32 > 0; h33 < 0; 0< h344. Turki
<1.
Ekspor tepung terigu Turki (XTTURt), dipengaruhi oleh variabel bedakala harga ekspor tepung terigu Turki (RPXTTURt-1), produksi tepung terigu Turki (QTTURt), pertumbuhan deman tepung terigu Turki ((DTTURt-1 - DTTURt)/DTTURt * 100), dan variable bedakala ekspor tepung terigu Turki (XTTURt-1
XTTUR).
t = h41 * (RPXTTURt-1), + h42 * QTTURt + h
43 * ((DTTURt-1 - DTTURt)/DTTURt
+ h* 100)
44 * XTTURt-1 + U18 ………………(3216Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
H41, h42 > 0; h43 < 0; 0< h445. Jerman
<1.
Ekspor tepung terigu Jerman (XTDEUt), dipengaruhi oleh harga ril ekspor tepung terigu Jerman (RPXTDEUt ), produksi tepung terigu Jerman (QTDEUt), dan variable bedakala ekspor tepung terigu Jerman (XTDEUt-1).
XTDEUt = h51 * RPXTDEUt, + h52 * QTDEUt + h53 * XTDEUt-1 + U18 ………………(3316
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : )
h51, h52 > 0; 0< h53
<1.
4.1.2.4.Impor Tepung Terigu Dunia Total impor tepung terigu dunia (MTWt) dirumuskan sebagai suatu
persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari impor Belanda, Libya, Uni Soviet, Angola, USA, Indonesia dan sisa dunia (MTRWt
MTW
), yang dituliskan sebagai berikut:
t = MTNLDt + MTLBYt + MTSOVt + MTAGOt + MTIDN
t +
MTRWt……………………………………………..(4191. Belanda
)
Impor tepung terigu Belanda (MTNLDt ) dipengaruhi oleh harga ril impor tepung terigu Belanda (RPMTNLDt), pendapatan perkapita Belanda (ICNLDt), variabel bedakala produksi tepung terigu Belanda (QTNLDt), deman tepung
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Font: Bold
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted: Font: Bold, Swedish(Sweden)
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Font: Bold
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
241
terigu Belanda (DTNLDt), dan variable bedakala impor tepung terigu Belanda (MTNLDt-1
MTNLD
).
t = i11 * RPMTNLDt + i12 * ICNLDt + i13 * QTNLD t-1 + i14 * DTNLDt + i15 * MTNLDt-1 + U19..
……….……….…(158Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
I11, i13 < 0; i14 > 0; 0 < i152. Libya
< 1
Impor tepung terigu Libya (MTLBYt ) dipengaruhi oleh variabel bedakala harga ril impor tepung terigu Libya (RPMTLBYt-1), pendapatan perkapita Libya (ICLBYt ), deman tepung terigu Libya (DTLBYt ).
MTLBYt = i20 + i 21 * RPMTLBYt-1 + i22 * ICLBYt + i23 * DTLBYt + U19.. ……….……….…(618
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : )
i21 < 0; i22 , i233. Uni Soviet
> 0.
Impor tepung terigu Uni Soviet (MTSOVt) dipengaruhi oleh variabel bedakala harga ril impor tepung terigu Uni Soviet (RPMTSOVt-1), produksi tepung terigu Uni Soviet (QTSOVt), deman tepung terigu Uni Soviet (DTSOVt), dan variable bedakala impor tepung terigu Uni Soviet (MTSOVt-1MTSOV
). t = i30 + i31 * RPMTSOVt-1 + i32 * QTSOV t
+ i33 * DTSOVt + i34 * MTSOVt-1 + U19.. ……….……….…(718Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
I31, i32 < 0; i33 > 0; 0 < i344. Angola
< 1
Impor tepung terigu Angola (MTAGOt) dipengaruhi oleh harga ril impor tepung terigu Angola (RPMTAGOt), produksi tepung terigu Angola (QTAGOt), deman tepung terigu Angola (DTAGOt), dan variable bedakala impor tepung terigu Angola (MTAGOt-1).
MTAGOt = i40 + i41* RPMTAGOt + i42 * QTNLD t + i43 * DTNLDt + i44 * MTNLDt-1 + U19..
……….……….…(818Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
i41, i42 < 0; i43 > 0; 0 < i445. Amerika Serikat
< 1
Impor tepung terigu Amerika Serikat (MTUSAt) dipengaruhi oleh selisih harga ril impor tepung terigu Amerika Serikat dengan variabel bedakala harga ril impor tepung terigu Amerika Serikat (RPMTUSAt - RPMTUSAt-1), produksi tepung terigu Amerika Serikat (QTUSAt), deman tepung terigu Amerika Serikat (DTUSAt ), dan variable bedakala impor tepung terigu Amerika Serikat (MTUSAt-1).
MTUSAt = i50 + i51* RPMTUSAt + i52 * QTUSA t + i53 * DTUSAt + i54 * MTUSAt-1 + U19..
……….……….…(918
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Font: Bold
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Font: Bold
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Font: Bold
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Font: Bold
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
)
242
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : i51, i52 < 0; i53 > 0; 0 < i54
< 1.
4.1.2.5.Harga Tepung Terigu Dunia Harga ril tepung terigu dunia (RPTW.t) dipengaruhi oleh ekspor tepung
terigu dunia (XTWt), impor tepung terigu dunia (MTWt ), dan variable bedakala harga ril tepung terigu dunia (PTWt-1RPTW
). t = j31 * XTWt + j32 * MTWt + j33 * RPTWt-1 + U20 ………(4020
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : )
j31 < 0; j32 > 0; 0 < j334.1.2.6.Harga Ekspor Tepung Terigu
< 1.
1. Prancis Harga ril ekspor tepung terigu Prancis (RPXTFRAt) dipengaruhi oleh
selisih ekspor tepung terigu Prancis dengan variabel bedakala ekspor tepung terigu Prancis (XTFRAt - XTFRAt-1), harga ril tepung terigu dunia (RPTWt), variable bedakala harga ril ekspor tepung t terigu Prancis (RPXTFRAt-1
RPXTFRA).
t = k10 + k11 * (XTFRAt - XTFRAt-1 ) + f12 * RPTWt + f
13 * RPXTFRAt-1 + U42……………..….(415
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : )
K11, < 0; k12 > 0; 0 < f132. Belgia
< 1.
Harga ril ekspor tepung terigu Belgia (RPXTBELt ) dipengaruhi oleh variabel bedakala ekspor tepung terigu Belgia (XTBELt-1), selish harga ril tepung terigu dunia dengan variabel bedakala harga ril tepung terigu dunia (RPTWt - RPTWt-1), variable bedakala harga ril ekspor tepung terigu Belgia (RPXTBELt-1
).
RPXTBELt = k20 + k21 * XTBELt-1 + k22 * (RPTWt - RPTWt-1 + k
), 23 * RPXTBELt-1 + U42……………..….(425
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : )
k21, < 0; k22 > 0; 0 < k233. Uni Soviet
< 1
Harga ril ekspor tepung terigu Uni Soviet (RPXTSOVt) dipengaruhi oleh variabel bedakala ekspor tepung terigu Uni Soviet (XTSOVt-1), harga ril tepung terigu dunia (RPTWt), variable bedakala harga ril ekspor tepung terigu Uni Soviet (RPXTSOVt-1
RPXTSOV).
t = k31 * XTSOVt-1 + k32 * RPTWt + k
33 * RPXTSOVt-1 + U42……………..….(435
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : )
k31, < 0; k32 > 0; 0 < k334. Turki
< 1
Harga ril ekspor tepung terigu Turki (RPXTTURt) dipengaruhi oleh ekspor tepung terigu Turki (XTTURt), harga ril tepung terigu dunia (RPTWt), variable bedakala harga ril ekspor tepung terigu Turki (RPXTTURt-1
RPXTTUR).
t = k40 + k41 * XTTURt + k42 * RPTW + k
t 43 * RPXTTURt-1 + U42………………..….(445
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : )
k41, < 0; k42 > 0; 0 < k435. Jerman
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
< 1
243
Harga ril ekspor tepung terigu Jerman (RPXTDEUt) dipengaruhi oleh ekspor tepung terigu Jerman (XTDEUt), harga ril tepung terigu dunia (RPTWt), variable bedakala harga ril ekspor tepung terigu Jerman (RPXTDEUt-1
RPXTDEU).
t = + k53 * RPXTDEUt-1 + U42……………..….(55
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : K51, < 0; k52 > 0; 0 < k53
< 1
4.1.2.7.Harga Impor Tepung Terigu 1. Belanda
Harga ril impor tepung terigu Belanda (RPMTNLDt) dipengaruhi oleh selisih impor tepung terigu Belanda dengan variable bedakala impor tepung terigu Belanda (MTNLDt - MTNLDt-1), selisih harga ril tepung terigu dunia dengan variabel bedakala harga ril tepung terigu dunia (RPTWt - RPTWt-1), variable bedakala harga ril impor tepung terigu Belanda (RPMTNLDt-1
RPMTNLD).
t = l10 + l11 * (MTNLDt - MTNLDt-1) + l12 * (RPTWt - RPTWt-1
+ l)
13 * RPMTNLDt-1 + U42……………..….(65Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
l11, l12 > 0; 0 < l132. Libya
< 1
Harga ril impor tepung terigu Libya (RPMTLBYt ) dipengaruhi oleh impor tepung tepung terigu Libya (MTNLDt ), harga ril tepung terigu dunia (RPTWt), nilai tukar Libya (ERLBYt ), variable bedakala harga ril impor tepung terigu Libya (RPMTLBYt-1).RPMTLBYt = l20 + l21 * MTLBYt + l22 * RPTWt + l23 * ERLBY
+ lt
24 * RPMTLBYt-1 + U42……………..….(75Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
l21, l22, l23 > 0; 0 < l243. Uni Soviet
< 1
Harga ril impor tepung terigu Uni Soviet (RPMTSOVt) dipengaruhi oleh selisih impor tepung terigu Uni Soviet dengan variable bedakala impor tepung terigu Uni Soviet (MTSOVt - MTSOVt-1), selisih harga ril tepung terigu dunia dengan variabel bedakala harga ril tepung terigu dunia (RPTWt - RPTWt-1), variable bedakala harga ril impor tepung terigu Uni Soviet (RPMTSOVt-1
RPMTSOV).
t = l30 + l31 * (MTSOVt - MTSOVt-1) + l32 * (RPTWt - RPTWt-1
+ l)
33 * RPMTSOVt-1 + U42……………..….(85Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
l31, l32 > 0; 0 < l334. Angola
< 1
Harga ril impor tepung terigu Angola (RPMTAGOt) dipengaruhi oleh impor tepung terigu Angola (MTAGOt RPMTAGO
). t = l41 * MTAGOt + U42…………….(59)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
244
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : l41 5. Amerika Serikat
> 0.
Harga ril impor tepung terigu Amerika Serikat (RPMTUSAt) dipengaruhi oleh variable bedakala impor tepung terigu Amerika Serikat (MTUSAt-1), harga ril tepung terigu dunia (RPTWt
RPMTUSA).
t = l50 + l51 * MTSOVt-1 + l52 * RPTWt + U42……………….(550Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
l51, l52 4.1.3.Industri Tepung Terigu Indonesia
> 0.
Deman Biji Gandum Indonesia Produksi biji gandum dunia (QGWt) dirumuskan sebagai suatu persamaan
identitas yang merupakan penjumlahan dari produksi biji gandum China (QGCHNt), produksi biji gandum Pakistan (QGPAKt), produksi biji gandum Turki (QGTURt), produksi biji gandum Australia (QGAUSt), produksi biji gandum Prancis (QGFRAt), produksi biji gandum India (QGINDt ), produksi biji gandum Amerika Serikat (QGUSAt), produksi biji gandum Canada (QGCANt), produksi biji gandum Jerman (QGDEUt ), produksi biji gandum sisa dunia (QGSDt) yang dituliskan sebagai berikut:
QGWt = QGCHNt + QGPAKt + QGTURt + QGAUSt + QGFRAt + QGINDt + QGUSAt + QGCANt + QGDEUt + QGSDt…...........…….(514.1.3.1. Deman Biji Gandum Mak anan Indonesia
)
Deman biji gandum Indonesia (DGMt) dipengaruhi oleh variabel bedakala harga ril impor biji gandum Indonesia (RPMGIDNt-1), selisih harga ril tepung Indonesia dengan variabel bedakala harga ril tepung Indonesia (RPTIDN t – RPTIDNt-1), pendapatan perkapita Indonesia (ICIDNt), jumlah penduduk Indonesia (PENIDNt
DGM).
t = p10 + p11 * RPMGIDNt-1 + p12 * (RPTIDN t – RPTIDN t-1 + p
), 13 * ICIDNt + p14 * PENIDNt + U55
4.1.3.2.Impor Biji Gandum Indonesia ……..…..(
Total impor biji gandum Indonesia (MGIDNt) dirumuskan sebagai suatu persamaan identitas yang merupakan penjumlahan impor gandum Indonesia dari Australia, impor gandum Indonesia dari Canada, impor gandum Indonesia dari Amerika Serikat , dan impor gandum Indonesia dari negara lainnya.
MGIDNt = MGIAUSt + MGICANt + MGIUSAt + MGRIDN1. Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia
t53
Impor biji gandum Indonesia dari Australia (MGIAUSt) dipengaruhi oleh selisih harga ril impor biji gandum Indonesia dengan variabel bedakala harga ril impor biji gandum Indonesia (RPMGIDNt - RPMGIDNt-1), varibel bedakala pendapatan perkapita Indonesia (ICIDNt-1), deman biji gandum Indonesia (DGIDNt
MGIAUS).
t = n10 + n11 * (RPMGIDNt - RPMGIDNt-1) + n12 * ICIDNt-1
+ n
13 * DGIDNt + U25…………………….(547)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Font: Bold
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Space Before: 0 pt, A fter: 0 pt, Linespacing: single, Don't adjust spacebetween Latin and A sian text
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Indent: Left: 0 cm,Hanging: 1,59 cm, Space Before: 0pt, A fter: 0 pt, Line spacing: single,O utline numbered + Lev el: 4 +Numbering Sty le: 1, 2, 3, … + Start at:1 + A lignment: Left + A ligned at: 4,76cm + Tab after: 6,03 cm + Indent at: 6,03 cm
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
245
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : n11 < 0; n12, n32 2. Impor Biji Gandum Indonesia dari Canada
> 0.
Impor biji gandum Indonesia dari Canada (MGICANt) dipengaruhi oleh harga ril impor biji gandum Indonesia (RPMGIDNt), varibel bedakala pendapatan perkapita Indonesia (ICIDNt-1), deman biji gandum Indonesia (DGIDNt), dan variabel bedakala impor biji gandum Indonesia dari Canada (MGICANt-1
MGIAUS)
t = n21 * RPMGIDNt + n22 * ICIDNt-1 + n
23 * DGIDNt + n24 * MGICANt-1 +
U25……………….(557Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
n21 < 0; n22, n23 > 0; 0 < n24
Impor biji gandum Indonesia dari Amerika Serikat (MGIUSA
<03. Impor Biji Gandum Indonesia dari Amerika Serikat
t) dipengaruhi oleh selisih harga ril impor biji gandum dunia dengan variabel bedakala harga ril impor biji gandum dunia (RPMGWt - RPMGWt-1), deman biji gandum Indonesia (DGIDNt), dan variabel bedakala impor biji gandum Indonesia dari Amerika Serikat (MGIUSAt-1).
MGIUSAt = n30 + n31 * (RPMGWt - RPMGWt-1) + n32 * DGIDNt + n33 * MGIUSAt-1 + U25.......................(76
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : )
n31 < 0; n32 , n33 4.1.3.3.Harga Ril Impor Biji Gandum Indonesia
> 0.
Harga ril impor biji gandum Indonesia (RPMGIDNt) dipengaruhi oleh selisih impor biji gandum Indonesia dengan variabel bedakala impor biji gandum Indonesia (MGIDNt -MGIDNt-1), harga ril biji gandum dunia (RPGWt), variable bedakala harga ril impor biji gandum Indonesia (RPMGIDNt-1
RPMGIDN).
t = o20 + o21 * (MGIDNt -MGIDNt-1) + o22 * RPGWt + o
23 * RPMGIDNt-1 + U55……………..….(57
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : )
4.1.3.4. o21, o22 > 0; 0 < o23Jumlah produk tepung terigu Indonesia (QTIN
< 1.Produk si Tepung Terigu Indonesia t) diperoleh dari hasil
konversi deman biji gandum Indonesia (DGMtQTIN
). t = 0.72 * (DGMt) .
….....…………..…………..………………… (826 Impor Tepung Terigu Indonesia
)
Total impor tepung terigu Indonesia merupakan penjumlahan impor tepung terigu Indonesia dari Australia (MTIAUSt), impor tepung terigu Indonesia dari Jepang (MTIJPNt), impor tepung terigu Indonesia dari Singapur (MTISGPt
MTIDN), dan impor tepung terigu Indonesia dari negara lainnya.
t = MTIAUSt + MTIJPNt + MTISGPt + MTRIDN
t9
1. Impor Tepung Terigu Indonesia dari Australia Jumlah Impor tepung terigu Indonesia dari Australia (MTIAUSt)
dipengaruhi oleh variabel bedakala harga ril impor tepung terigu Indonesia (RPMTIDNt-1), deman tepung terigu Indonesia (DTIDNt), dan variabel bedakala impor tepung terigu Indonesia dari Australia (MTIAUSt-1).
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Space Before: 0 pt, A fter: 0 pt, Linespacing: single, Don't adjust spacebetween Latin and A sian text
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
246
MTIAUSt = c802 * RPMTIDN t-1 + c803 * DTIDNt + c
806 * MTIDNt-1 + U24 .......................……..……..…..….(6028
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : c802, < 0; c803 > 0; 0 < c8062. Impor Tepung Terigu Indonesia dari Jepang
<1
Jumlah Impor tepung terigu Indonesia dari Jepang (MTIJPNt) dipengaruhi oleh variabel bedakala harga ril impor tepung terigu Indonesia (RPMTIDN t-1), variabel bedakala deman tepung terigu Indonesia (DTIDNt-1), dan variabel bedakala impor tepung terigu Indonesia dari Jepang (MTIJPNt-1
).
MTIJPNt = c802 * RPMTIDN t-1 + c803 * DTIDNt-1 + c806 * MTIJPNt-1 + U24 .......................……..……..…….(128
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : c802, < 0; c803 > 0; 0 < c8063. Impor Tepung Indonesia dari Singapur
<1
Jumlah Impor tepung terigu Indonesia dari Singapur (MTISGPt) dipengaruhi oleh selisih harga ril impor tepung terigu Indonesia dengan variabel bedakala harga ril impor tepung terigu Indonesia (RPMTIDNt - RPMTIDN t-1), variabel bedakala deman tepung terigu Indonesia (DTIDNt-1), dan variabel bedakala impor tepung terigu Indonesia dari Jepang (MTIJPNt-1MTISGP
). t = c 802 * (RPMTIDNt - RPMTIDN t-1) + c803 * DTIDNt-1
+ c806 * MTISGPt-1 + U24 .......................……..……..…….(6228
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : c802, < 0; c803 > 0; 0 < c806
<1
4.1.3.5.Harga Ril Impor Tepung Terigu Indonesia Harga ril impor tepung terigu Indonesia (RPMTIDNt) dipengaruhi oleh
pertumbuhan impor tepung terigu Indonesia ((MTIDNt - MTIDNt-1)/MTIDNt-1* 100), varibel bedakala harga ril tepung terigu dunia (RPXTWt-1), variabel bedakala harga ril impor tepung terigu Indonesia (RPMTIDNt-1). RPMTIDNt = c80 + c 802 * ((MTIDNt - MTIDNt-1)/MTIDNt-1 + c
* 100) 803 * RPXTWt-1 + c 804 * RPMTIDNt-1 + U24 .............(63
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : c802, c803 > 0; 0 < c804
<1
4.1.3.6.Harga iTepung Terigu di Industri Indonesia Harga riil tepung terigu ditingkat industri Indonesia (RPTIDNt)
dipengaruhi oleh harga ril impor tepung terigu Indonesia (RPMTIDNt), selisih produksi tepung terigu Indonesia dengan variabel bedakala produksi tepung terigu Indonesia (QTIDNt - QTIDNt-1), deman tepung terigu industri makanan (DTIMt), dan varibel bedakala harga tepung terigu ditingkat industri Indonesia (RPTIDN t-1RPTIDN).
t = c802 * RPMTIDNt + c803 * (QTIDNt - QTIDNt-1 + c
) 804 * DTIMt + c 805 * RPTIDNt-1 + U24 .........................(6428)
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Don't adjust space between Latin andA sian text
Formatted ...
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm,Space Before: 0 pt, A fter: 0 pt, Linespacing: single, Don't adjust spacebetween Latin and A sian text
Formatted: Font: Bold
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted ...
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted ...
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Font: Bold
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Indent: F irst line: 0 cm
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
247
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : c803 < 0; c802, c804 > 0; 0 < c805
<1.
4.1.3.7.Harga iTepung Terigu di Pedagang Besar Harga ril tepung terigu ditingkat Pedagang Besar (RPTPBt) dipengaruhi oleh harga ril tepung terigu ditingkat industri Indonesia (RPTIDNt), selisih produksi tepung terigu Indonesia dengan variabel bedakala produksi tepung teriguIndonesia (QTIDNt - QTIDNt-1), selisih deman tepung terigu di industri kecil menengah dengan variabel bedakala deman tepung terigu di industri kecil menengah (DTKMt - DTKMt-1), deman tepung industri rumah tangga (DTRTt), dan varibel bedakala harga tepung terigu ditingkat Pedagang Besar (RPTPB t-1RPTPB
). t = + c804 * (DTKMt - DTKMt-1), + c805 * DTRTt
+ c806 * RPTPBt-1 + U24 ..............(528
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : c803 < 0; c802, c804, c805 > 0; 0 < c806
<1
4.1.3.8.Harga Tepung Terigu di Pedagang Eceran Harga tepung terigu ditingkat Pedagang Eceran (RPTPEt) dipengaruhi oleh harga ril tepung terigu ditingkat Pedagang Besar (RPTPBt), produksi tepung terigu Indonesia (QTIDNt), dan variabel bedakala deman tepung terigu untuk pemakaian sendiri (DTRSt-1), serta varibel bedakala harga tepung terigu ditingkat Pedagang Eceran (RPTPE t-1RPTPE
). t = c801 + c802 * RPTPBt + c803 * QTIDNt
+ c804 * (DTRSt-1), + c805 * RPTPEt-1 + U24 .............(628
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : c803 < 0; c802, c804 > 0; 0 < c8054.1.3.9.Permintaan Tepung Terigu Indonesia
<1
Permintaan tepung terigu domestik terdiri dari permintaan langsung dalam bentuk tepung terigu dan permintaan tidak langsung dalam bentuk makanan olahan. Permintaan langsung dalam bentuk tepung terigu merupakan permintaan tepung terigu oleh rumah tangga, sedangkan permintaan tidak langsung tercakup dalam permintaan oleh usaha kecil menengah dan industri makanan.
Total permintaan tepung terigu Indonesia (DTINt) dirumuskan sebagai suatu persamaan identitas yang merupakan penjumlahan dari permintaan tepung terigu untuk pemakaian sendiri (DTRSt), permintaan tepung terigu rumah tangga industri rumah tangga (DTRTt)dan permintaan tepung terigu oleh usaha kecil menengah (DTKMt ), serta permintaan tepung terigu industri makanan (DTIMt
DTIDN
) yang dituliskan sebagai berikut:
t = DTRSt + DTRTt + DTKMt + DTIMt………………………(7321.Permintaan Tepung Terigu Pemakaian Sendiri
)
Permintaan langsung tepung terigu domestik untuk pemakaian sendiri (DTRSt) dipengaruhi oleh harga ril tepung terigu di pedagang pengecer
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Bullets and Numbering...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Bullets and Numbering...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Bullets and Numbering...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
248
(RPTPEt), jumlah penduduk Indonesia (PENIDNt), dan variable bedakala permintaan tepung terigu domestik untuk pemakaian sendiri (DTRSt-1)
DTRSt = c901 + c902 * RPTPEt + c903 * PENIDN + c 904 * DTRSt-1 + U25 ……………………….……………….. (38
)
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : c902 < 0; c903 > 0; 0 < c9042.Permintaan Tepung Terigu Industri Rumah Tangga
<0.
Permintaan langsung tepung terigu domestik oleh industri rumahtangga (DTRTt) dipengaruhi oleh harga tepung domestik di pedagang pengecer (PTPBt), harga ril output produksi industri rumah tangga (OPRTt), selisih pendapatan per kapita dengan variable bedakala pendapatan perkapita (ICIDNt - ICIDNt-1), variable bedakala jumlah penduduk (PENIDNt-1), dan variable bedakala harga ril telur (RPHIDNt-1
DTRT)
t = c901 + c902 * RPTPBt + c903 * ROPRTt + c 904 * (ICIDNt - ICIDNt-1 + c
), 905 * PENIDNt-1 + c906 * RPHIDNt-1 + U25 ……………(933
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : )
c902 < 0; c903, c904, c905 > 0; 0 < c906 3. Permintaan Tepung Terigu Industri Kecil Menengah
<0
Permintaan langsung tepung terigu domestik oleh industri kecil menengah (DTKMt) dipengaruhi oleh harga ril tepung terigu domestik ditingkat Pedagang Besar (RPTPBt), harga ril ouput produksi industri kecil menengah (ROPKMt), jumlah penduduk Indonesia (PENIDNt), dan variable bedakala harga ril telur Indonesia (RPHIDNt-1).
DTKMt = d901 + d902 * RPTPBt + d903 * ROPKMt + d
05 * PENIDNt + d06 * RPHIDNt-1 + U26
…………………(7034Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
D902 < 0; d903, d904, d905, d9064. Permintaan Tepung Terigu Industri Mak anan dan Minuman
> 0.
Jumlah permintaan tepung terigu domestik oleh Industri Makanan (DTIMt) dipengaruhi oleh harga ril tepung terigu domestik ditingkat Industri Tepung Terigu (RPTIDNt), PDB sektor industri makanan dan minuman (PDBIMt), jumlah penduduk Indonesia (PENIDNt
DTIM).
t = d12 * RPTIDNt + d13 * PDBIMt + d14 * PENIDNt + U27 ……(7135Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
d12 < 0; d13, d14 4.1.3.10.Ek spor Tepung Terigu Indonesia
> 0.
Jumlah ekspor tepung terigu Indonesia (XTIDNt) dipengaruhi oleh produksi tepung terigu Indonesia (QTIDNt), selisih harga ril ekspor tepung terigu Indonesia dengan variable bedakala harga ril ekspor tepung terigu Indonesia (RPXTIDNt - RPXTIDNt-1).
XTIDNt = o21 * QTIDNt + o22 * (RPXTIDNt - RPXTIDNt-1).+ U55…(52)
Formatted ...
Formatted: Indent: Left: 1,27 cm,Space Before: 0 pt, A fter: 0 pt, Linespacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Font: Bold
Formatted ...
Formatted ...
249
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : o21, o22 4.1.3.11.Harga Ekspor Tepung Terigu Indonesia
> 0.
Harga ril ekspor tepung terigu Indonesia (RPXTIDNt) dipengaruhi oleh selisih ekspor tepung terigu Indonesia dengan varibel edakala ekspor tepung terigu Indonesia (XTIDNt -XTIDNt-1), selisih harga ril tepung dunia dengan variabel bedakala harga ril tepung dunia (RPTWt - RPTWt-1), variable bedakala harga ril ekspor tepung terigu Indonesia (RPXTIDNt-1
RPXTIDN).
t = o20 + o21 * (XTIDNt -XTIDNt-1) + o22 * (RPTWt - RPTWt-1)
+ O23 * (RPXTIDNt-1).+ U55……………..….(735Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah :
)
o21 < 0; o22 > 0; 0 < o23
< 1.
Secara umum Model Konsumsi Tepung Terigu Indonesia dalam bentuk
matriks sebagai berikut: Yt = Bi0 + Bi1Yt * + Bi2Xt + Bi3Xt-j + Bi4Zt + Bi5Zt-j + Bi6Yt-j + Uidimana:
t
Yt Y
= Vektor variable endogen pada tahun t t *
X = Vektor variable endogen penjelas pada tahun t
t X
= Vektor variable eksogen pada tahun t t-j
Z = Vektor variable eksogen lag j tahun
t Z
= Vektor variable kebijakan pada tahun t t-j
Y = Vektor variable kebijkan lag j tahun
t-j B
= Vektor endogen lag j tahun ik
k = 1, … 6 = Vektor koefisien variable penjelas k dari persamaan i
Uit
= Vektor factor kesalahan persamaan I pada tahun t
4.2.Prosedur Analisis 4.2.1.Data Data yang digunakan untuk simulasi Model Industri Tepung Terigu
Indonesia adalah data sekunder dengan seri waktu (time series) dalam rentang waktu tahun 1980 sampai dengan 2003. Data tersebut terkait dengan mata rantai kegiatan industri tepung terigu, yakni pengadaan biji gandum, pengolahan biji gandum menjadi tepung terigu, pemasaran hingga konsumsi rumahtangga, dan industri makanan dan minuman.
Koutsouyiannis (1977) menyatakan bahwa penggunaan data seri waktu dimaksudkan untuk memperoleh informasi nilai variable-variable dari waktu ke waktu yang secara teoritik lebih sesuai untuk menduga hubungan-hubungan ekonomi, meskipun mengandung problem terjadinya interkorelasi antar sesama variable penjelas yang cenderung berubah dari waktu ke waktu.
Rentang waktu dari tahun 1980 sampai dengan 2003 ditetapkan atas dasar pertimbangan bahwa pada tahun tersebut merupakan sebagai awal kegiatan impor biji gandum sebagai bahan baku tepung terigu secara besar-besaran oleh BULOG/PT ISM-Bogasari Flour Mills. Dengan didirikannya perusahaan pengolah tepung terigu tersebut, maka dimulailah upaya besar-besaran untuk
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted ...
Formatted ...
Formatted ...
Formatted: Bullets and Numbering
250
memperkenalkan penggunaan tepung terigu sebagai bahan makanan pokok alternatif.
Data dihimpun dari berbagai sumber instansi terkait secara langsung atau tidak langsung melalui publikasi.
4. 2.2.Identifikasi dan Pendugaan Model Aplikasi komputer SAS/ETS (Statistical Analysis System/Economic Time
Series) digunakan untuk mengidentifikasi model ITTI. Adapun tujuan dari identifikasi model dimaksudkan adalah untuk menetapkan metode penggunaan parameter dengan menggunakan Model ITTI yang telah dirumuskan.
Untuk melakukan identifikasi terhadap suatu persamaan tersebut, Koutsouyiannis (1977) menyatakan bahwa ada dua kondisi agar suatu persamaan teridentifikasi, yaitu kondisi ordo atau urutan (order condition) sebagai syarat keharusan, dan kondisi tingkatan (rank conditon) sebagai syarat kecukupan.
Agar model teridentifikasi, Koutsouyiannis, (1977); Pindyck dan Rubinfeld, (1998) menggunakan rumus (K – M) > (G – 1), atau (exluded variables) > (jumlah persamaan – 1). Adapun yang dimaksud dengan G adalah jumlah persamaan atau jumlah total variable endogen; K adalah jumlah total variable di dalam model atau system (endogenous dan predetermined); M adalah jumlah variable endogen dan eksogen yang ada di dalam suatu persamaan yang diidentifikasi.
Selanjutnya apabila (K – M) < (G – 1), maka persamaan tersebut tidak teridentifikasi atau under identified, dan teknik ekonometrika tidak dapat diterapkan untuk menduga semua parameternya. Sedangkan apabila (K – M) = (G – 1) maka persamaan exactly identified, dan teknik ekonometrika yang sesuai adalah Indirect Least Squares (ILS). Apabila (K – M) > (G –1), maka persamaan teridentifikasi berlebih atau over identified. Untuk kondisi dimana semua persamaan structural adalah over identified, maka penggunaan ILS tidak akan memberikan dugaan parameter structural dengan unik, sehingga teknik ekonometrika yang dapat digunakan antara lain metoda pangkat dua terkecil dua tahap atau Two Stages Least Squares (2SLS); atau metoda pangkat dua terkecil tiga tahap atau Three Stages Least Squares (3SLS). Syarat kecukupan atau rank condition menunjukkan suatu persamaan teridentifikasi jika dan hanya jika hal tersebut memungkinkan untuk membentuk atau paling tidak menghasilkan satu determinan yang bukan nol pada ordo (G –1) dari parameter-parameter struktural yang tidak termasuk dalam persamaan tersebut atau variable-variable exclude (K – M) dari satu persamaan.
4.2.3.Metode Estimasi Metode 2SLS digunakan dalam penelitian ini karena tergolong metode
yang ekonomis, banyak digunakan, pendugaan setiap parameternya unik dan penerapannya relatif mudah meskipun dirancang untuk menangani persamaan yang over indentified (Gujarati, 1995). Adapun metode 3SLS jauh lebih rumit dan sensitive terhadap perubahan spesifikasi, artinya jika ada suatu perubahan spesifikasi pada salah satu persamaan dalam sistem, maka dapat mempengaruhi semua parameter dugaan (Koutsouyiannis ,1977).
4.2.4.Validasi Model Dalam penelitian ini validasi model dilakukan dengan menggunakan
kriteria-kriteria statistik, yaitu Root Mean Squares Percentage Error (RMSPE), penyimpangan statistik dengan peramalan Theil (Theil Forecast Error Statistic),
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
251
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single, Don'tadjust space between Latin and A siantext
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Swedish (Sweden)
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
dan Inequality Coeficient dari U-Theil. Validasi model dilakukan dalam rangka untuk melihat sejauhmana suatu model dapat mewakili dunia nyata.
Pindyck dan Rubinfeld (1998) menyatakan bahwa RMSPE mengukur deviasi dari variabel yang distimulasikan dari alur waktu aktual dalam ukuran persen.
RMSPE = 100 * dimana: Ytb = nilai dugaan, atau nilai simulasi dasar pada tahun t Yta = nilai aktual pada tahun t n = jumlah periode pengamatan dalam simulasi (tahun) U = + dimana: Pi = perubahan peramalan dari variabel endogen Ai = perubahan aktual dari variabel endogen sedangkan R2 (koefisien diterminasi) digunakan untuk melihat keeratan
arah (slope) antara yang aktual dengan yang distimulasi. Semakin kecil RMSPE, dan U serta makin besarnya R2
4. 2.5.Simulasi Model Simulasi histories (expost) dan simulasi peramalan (exante forecast)
terhadap penerapan kebijakan fiskcal akan dilakukan dalam penelitian ini. Simulasi kebijakan dilakukan pada simulasi histories (expost) untuk tahun
1999 – 2003. Simulasi histories dimaksudkan untuk mengevaluasi kebijakan dalam periode 1999 – 2003 untuk menjadi pelajaran bagi penerapan kebijakan yang akan datang. Evaluasi maupun analisis dampak dari alternatif kebijakan terhadap industri tepung terigu periode tahun 1999 –2003 adalah:
maka model semakin valid untuk disimulasi. Nilai U berkisar antara 0 dan 1, apabila U = 0, maka pendugaan model sempurna. Sebaliknya apabila U = 1, maka pendugaan model naïf.
1.Pemberian subsidi pengadaan biji gandum Simulasi kebijakan pemberian subsidi harga gandum ini dimaksudkan
untuk mengevaluasi efektivitas subsidi yang telah diberikan oleh Pemerintah kepada BULOG.
2.Pemberian subsidi tepung terigu Simulasi kebijakan pemberian subsidi harga tepung terigu ini
dimaksudkan untuk mengevaluasi efektivitas subsidi yang telah diberikan oleh Pemerintah kepada BULOG.
3.Pencabutan subsidi pengadaan biji gandum Simulasi kebijakan pencabutan subsidi harga gandum ini dimaksudkan
untuk mengevaluasi efektivitas pencabutan subsidi yang telah diberikan oleh Pemerintah kepada BULOG.
4.Pencabutan subsidi tepung terigu Simulasi kebijakan pencabutan subsidi harga tepung terigu ini
dimaksudkan untuk mengevaluasi efektivitas pencabutan subsidi yang telah diberikan oleh Pemerintah kepada BULOG.
1 n
Σ (Ytb – Yta) / Yta n t = 1
Σ (Pi – Ai)2 Σ Ai
2
n n
252
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
5.Pencabutan subsidi dan pengenaan tarif bea masuk biji gandum Simulasi kebijakan pencabutan subsidi dan pengenaan ini dimaksudkan
untuk mengevaluasi efektivitas pencabutan subsidi dan pengenaan tarif bea masuk biji gandum yang telah diberikan oleh Pemerintah kepada BULOG.
6.Pencabutan subsidi dan pengenaan tarif bea masuk tepung terigu 5%. Simulasi kebijakan pencabutan subsidi dan pengenaan ini dimaksudkan
untuk mengevaluasi efektivitas pencabutan subsidi dan pengenaan tarif bea masuk sebesar 5% kepada tepung terigu impor.
Simulasi peramalan dilakukan untuk rentang waktu 2003-2010, dimaksudkan untuk meramalkan dampak yang terjadi sebagai akibat diterapkannya kebijakan fiskal yang akan datang. Beberapa kebijakan yang dicoba diterapkan, antara lain:
1.Pengenaan tarif bea masuk sebesar 5% terhadap biji gandum impor Simulasi kebijakan pengenaan bea masuk sebesar 5% kepada biji gandum
impor dimaksudkan untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan yang dikenakan oleh Pemerintah.
2.Pengenaan tarif bea masuk sebesar 20% terhadap tepung terigu impor Simulasi kebijakan pengenaan bea masuk sebesar 20% kepada tepung
terigu impor ini dimaksudkan untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan yang akan dikenakan oleh Pemerintah sesuai dengan dengan perbedaan harga antara harga produksi domestik dengan impor.
3.Pengenaan tarif bea masuk sebesar 35% terhadap biji gandum impor Simulasi kebijakan pengenaan bea masuk sebesar 35% kepada biji gandum
impor ini dimaksudkan untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan yang akan dikenakan oleh Pemerintah, sesuai dengan usulan APTINDO.
4.Pengenaan tarif bea masuk sebesar 35% terhadap tepung terigu Simulasi kebijakan pengenaan bea masuk sebesar 35% kepada tepung
terigu impor ini dimaksudkan untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan yang akan dikenakan oleh Pemerintah, sesuai dengan usulan APTINDO.
4.2.6.Rencana Penelitian Jadwal penelitian dilaksanakan sebagaimana disajikan pada Tabel 12. Tabel. 12. Rencana Jadwal Penelitian Jadwal
Kegiatan Bulan J
anuari F
ebruari aret pril ei uni uli A
gustus Penyelesaian
Proposal
Pengolahan data
Seminar Sidang Komisi
II
Perbaikan Ujian tertutup
253
Sidang Komisi III
Perbaikan Ujian terbuka Penyerahan
Disertasi
Terigu
DAFTAR PUSTAKA
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Space Before: 0 pt,A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Indent: Left: 0,95 cm,F irst line: 1,27 cm, Space Before: 0pt, A fter: 0 pt, Line spacing: single
Formatted: Normal, Justified, Indent:F irst line: 1,27 cm, Space Before: 0pt, A fter: 0 pt, Line spacing: Double
254
Afriani, I. 2002. Dampak Kebijakan Pemerintah dan Perubahan Faktor
Ekonomi terhadap Penawaran dan Permintaan Tepung Terigu di Indonesia. Tesis
Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Bain, H.G. 2001. Uruguay Round dan Sistem Perdagangan Masa Depan.
Penerbit Djambatan, Jakarta.
Brillianto, E. 2004. Permintaan Gandum Terus Meningkat. Bisnis
Indonesia 12 Oktober 2004. www.bisnis.com, Jakarta.
Bulog. 2004. Sejarah Singkat Badan Urusan Logistik. Badan Urusan
Logistik, Jakarta.
Daryanto, A. 2003. Contestable Market dan Bogasari. Dalam Gumbira
(Ed) Dalam Membangun Masa Depan Bogasari yang Gemilang. Magister
Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Enders, W. 2004. Applied Econometric Time Series. Jhon Wiley &
Sons, Hoboken.
FAO. 2004. Agriculture. http://faostat.fao.org/
Francois, F. J. and A. R. Kenneth. 1997. Applied Methods for Trade
Policy Analysis. Cambridge University Press, Cambridge.
255
Gonarsyah, I. 1983. An Econometric Analysis of The US-Japan-Korea
Market for US White Wheat. Ph.D. Thesis. Department of Agricultural and
Resource Economics, Oregon State University, Oregon.
Gumbira, S.E. 2003. Nasi Memang Menu Termahal Bagi Indonesia.
Dalam Gumbira (Ed) Dalam Membangun Masa Depan Bogasari yang Gemilang.
Magister Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Indocommercial No. 300-4th July 2002. Govermment Approved on Anti
Dumping Import Duty of 7% on Wheat Flour.
Intriligator, M.D. 1978. Econometric Model, Techniques and
Applications. Prentice-Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.
Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics: An Introductory
Exposition of Econometric Methods. Second Edition. The Macmillan Press Ltd.,
London.
Krugman, P.R. and M. Obstfeld. 2000. International Economics: Theory
and Policy. Fifth Edition. Addison-Wesley Publishing Company, New York.
Pindyck, R.S. and D.L. Rubinfeld. 1975. Microeconomics. Third
Edition. Prectice-Hall, Englewoods Cliffs, New Jersey.
256
Labys, C.R. 1973. Dynamic Commodity Models: Specification
Estimation, and Simulation. Lexington Books, Massachusetts.
Walter, R.C. 2002. Dynamic Econometric Modeling of The U.S. Wheat
Grain Market. Ph.D. Dissertation. The Luisiania State University, Luisiania.
Sari, L.R. 2003. Bea Masuk Terigu Tertunda, Omzet 3 Produsen Lokal
Turun 10%. Bisnis Indonesia 11 Januari 2003, Jakarta.
Sinaga, B.M. 1989. Econometric Model of the Indonesian Hardwood
Products Industry: A Policy Simulation Analysis. Ph.D. Dissertation. University
of the Philippines, Los Banos.
Sindhunata, B. 2002. Soal Ribut Bea Masuk Anti Dumping Tepung
Terigu. Kompas 28 Juni 2002. www.kompas.compas, Jakarta.
Summer, A. D. and D. R. Boltuck. 2002. Anatomy of the Global Wheat
Market, and the Role of the Canadian Wheat Board. www.cwb.ca/en/topics/trade-
issues/pdf/2001-02-economist-report.pdf.
Varian, H. R. 1993. Intermediate Microeconomics: A Modern Approach.
Third Edition. W.W. Norton & Company, New York.
257
231
Lampiran 2. Kinerja Industri Tepung Terigu Indonesia Tahun 1980 - 2003
Tahun Permintaan Biji Gandum Indonesia (MT) Impor Biji Gandum Indonesia (MT)
DGS DGT DGB DGL DGFM DGPL DGM TOTAL MGRIDN MGIUSA MGIAUS 1980 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 14191.08 1486818.92 1501011.00 35250.32 15521.94 1431377.74
1981 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 33497.49 1407813.51 1441311.00 13000.00 784561.00 619069.00
1982 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 200.57 1494382.43 1494583.00 84624.01 688738.92 688738.92 1983 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 49372.62 1707879.38 1757252.00 211693.22 911812.24 377185.17
1984 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 77533.70 1384547.30 1462082.00 24510.00 881994.00 471485.00
1985 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 74057.92 1271631.08 1345690.00 73111.73 238508.76 679945.46 1986 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 76865.51 1553686.49 1630553.00 240367.00 467895.00 687650.00
1987 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 79129.41 1624893.59 1704023.00 545784.00 205762.00 685771.00
1988 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 84828.41 1523294.59 1608123.00 425050.59 207126.42 771602.65 1989 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 60490.00 1777350.00 1837840.00 312362.00 308926.00 911079.00
1990 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 63145.11 1706491.89 1769638.00 620404.00 251312.00 623202.00
1991 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 41203.70 2255997.30 2297201.00 977052.43 82673.57 707504.60 1992 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 44802.97 2471177.03 2515981.00 517647.08 384559.45 1301470.39
1993 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 39107.27 2553229.73 2592338.00 760476.00 48694.00 1148438.00
1994 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 67540.11 3271191.89 3338733.00 425760.19 1148.26 1660598.23 1995 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 89370.38 4193371.62 4282743.00 400515.22 801630.44 1629965.88
1996 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 111497.70 4045897.30 4157396.00 119528.00 540938.00 2301366.00
1997 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 88600.68 3563674.32 3652275.00 104747.26 473163.10 2019068.89 1998 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 82627.65 3394402.35 3477030.00 206251.41 163273.85 2055370.81
1999 0.00 0.00 0.00 0.00 2.00 138944.16 3111737.84 3250684.00 70969.00 601270.00 1457983.00
2000 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 147248.14 4110214.86 4257463.00 121004.77 341382.60 2316529.33 2001 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 157522.14 2944914.86 3102437.00 237212.29 758579.69 1303901.98
2002 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 198278.49 4604663.51 4802943.00 996707.07 272815.29 2291799.21
2003 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 206659.51 3799887.49 4006547.00 1558755.70 268314.51 1315783.90
232
Lampiran 2. Lanjutan
Tahun MGIDN (MT) PMGIDN
(US $/MT) DTIDN (MT)
MGICAN TOTAL QTIDN TOTAL DTRS DTRT DTKM DTIM 1980 0.00 1482150.00 109.27 1100246.00 1104545.00 50809.00 44182.00 658309.00 351245.00 1981 0.00 1416630.00 106.71 1041782.00 1056997.00 48622.00 42280.00 629970.00 336125.00 1982 24179.15 1486281.00 101.62 1105843.00 1109027.00 51015.00 44361.00 660980.00 352671.00 1983 238621.38 1739312.01 191.83 1263830.74 1276324.00 58711.00 51053.00 760689.00 405871.00 1984 58450.00 1436439.00 192.18 1024565.00 1035908.00 47652.00 41436.00 617401.00 329419.00 1985 325799.05 1317365.00 196.27 941007.00 956121.00 43982.00 38245.00 569848.00 304046.00 1986 214227.00 1610139.00 169.10 1149728.00 1158822.00 53306.00 46353.00 690658.00 368505.00 1987 250996.00 1688313.00 144.54 1202421.26 1260066.00 57963.00 50403.00 750999.00 400701.00 1988 184449.34 1588229.00 141.91 1127238.00 1136425.00 52276.00 45457.00 677309.00 361383.00 1989 273754.00 1806121.00 158.85 1315239.00 1336673.00 61487.00 53467.00 796657.00 425062.00 1990 229577.00 1724495.00 163.46 1262804.00 1293612.00 59506.00 51744.00 770993.00 411369.00 1991 454302.40 2221533.00 164.90 1669438.00 1721268.00 79178.00 68851.00 1025876.00 547363.00 1992 252761.08 2456438.00 164.41 1828671.00 1866961.00 85909.00 74074.00 1113084.00 593894.00 1993 567912.00 2525520.00 175.02 1889390.00 895965.00 88824.00 77239.00 115855.00 614047.00 1994 1209632.32 3297139.00 175.81 2420682.00 2445689.00 112502.00 97828.00 1457630.00 777729.00 1995 1222091.45 4054202.99 198.17 3103095.00 3261206.00 150015.00 130448.00 1943679.00 1037064.00 1996 1154429.00 4116261.00 255.17 2993964.00 3014359.00 138661.00 120574.00 1796558.00 958566.00 1997 1014951.75 3611931.00 214.99 2637119.00 2652749.00 122026.00 106110.00 1581039.00 843574.00 1998 1009898.93 3434795.00 183.54 2511857.74 2535774.00 116646.00 101431.00 1511321.00 806376.00 1999 582652.00 2712874.00 149.06 2302686.00 2671618.00 122894.00 106865.00 1592284.00 849575.00 2000 809812.29 3588728.99 140.00 3041559.00 3500711.00 161033.00 140028.00 2086424.00 1113226.00 2001 417914.04 2717608.00 147.01 2179237.00 2435648.00 112040.00 97426.00 1451646.00 774536.00
2002 745328.43 4306650.00 145.12 3407451.00 3750654.00 172453.00 150029.00 2235438.00 1192734.00
2003 359518.89 3502373.00 165.58 2811916.74 3155199.00 145139.00 126208.00 1880499.00 1003353.00
233
Lampiran 2. Lanjutan
TAHUN Impor Tepung Terigu Indonesia (MT) XTIDN
(MT) PTPE
(Rp/Kg) PTPB
(Rp/Kg) PTIDN (Rp/Kg)
PMTIDN (US
$/MT)
PXTIDN (US
$/MT) TOTAL MTIJPN MTISGP MTIAUS MTRIDN
1980 4299.00 0.00 0.00 0.00 4299.00 1.00 214.30 187.21 178.79 342.17 283.56 1981 15215.00 54.94 0.00 22.58 15137.48 1.00 256.00 221.99 212.55 376.73 293.89
1982 3184.00 150.74 3029.36 1.41 2.49 1.00 274.34 237.51 227.17 298.05 244.73
1983 12494.00 1270.78 11204.05 1.92 17.25 1.00 317.22 292.33 280.77 314.95 197.19 1984 11343.01 2096.29 9243.12 0.35 3.25 1.00 380.94 339.42 326.66 259.72 215.37
1985 15114.00 5714.48 9379.18 6.62 13.72 1.00 431.83 366.14 352.77 260.09 208.14
1986 9093.99 5328.56 3635.50 0.10 129.83 1.00 459.97 396.97 393.23 214.10 195.37 1987 6444.00 3850.22 1943.43 0.00 650.35 1.00 531.26 463.44 447.98 291.43 179.10
1988 9186.99 4868.13 4281.45 0.26 37.15 1.00 601.02 504.95 488.25 374.12 197.66
1989 21434.00 3481.88 12987.85 4812.25 152.02 674.00 693.02 578.4 560.63 210.46 272.99 1990 30808.00 2131.50 18235.23 0.24 10441.03 963.00 773.29 651.76 632.6 214.20 267.91
1991 51831.01 2340.26 13467.84 9258.05 26764.86 223.00 793.58 671.65 650.69 177.21 264.57
1992 38919.00 829.14 15458.47 22259.26 372.13 79.00 807.59 687.86 665.31 216.45 291.14 1993 41574.00 913.36 24471.59 635.19 15553.86 13.00 832.17 692.84 668.12 181.65 230.77
1994 25006.01 2367.21 22391.47 157.23 90.10 25.00 836.08 702.25 675.42 228.63 200.00
1995 54592.00 538.19 7670.68 9.68 46373.45 0.00 872.62 722.39 693.03 276.20 425.00 1996 75681.99 0.22 75135.53 204.68 341.56 20.00 904.45 751.61 719.91 234.18 650.00
1997 69977.53 15874.90 53961.38 99.80 41.45 0.00 992.65 880.06 846.38 263.71 549.69
1998 99543.01 34610.91 37699.38 10559.48 16673.24 158.00 2464.24 2011.5 1958.1 206.35 449.37 1999 93925.01 4444.14 1112.47 13516.99 74851.41 340.00 2807.25 2734.3 2670 183.46 473.53
2000 90353.00 2828.89 2360.41 10581.22 74582.48 1643.00 2532.30 2502.4 2435.7 177.19 365.79
2001 84010.00 5215.02 3089.35 20491.42 55214.21 1940.00 2905.49 2910.1 2835.7 189.25 293.81 2002 117226.00 4841.58 1772.99 22501.00 88110.43 8413.00 3134.45 3089.9 3006.7 201.64 310.71
2003 121385.00 2296.42 2180.86 23424.62 93483.10 15278.00 3429.03 3399.5 3310.9 219.64 248.66
234
234
Lampiran 3. Produksi dan Permintaan Biji Gandum Utama Dunia Tahun 1980 - 2003
Produksi Biji Gandum (MT)
QGCHN QGPAK QGTUR QGAUS QGFRA QGIND QGUSA QGCAN QGDEU QGSD QGRW
1980 55212839 10856500 16554000 10856000 23781008 31830000 64799504 19292000 11253864 103259394 103259394 1981 59642710 11434600 17050000 16360000 23762000 36312608 75806304 24802000 11254906 96550073 96550073 1982 68472314 11304200 17542000 8875571 25358000 37451808 75251296 26715008 11370906 114660308 114660308 1983 81391570 12414400 16437000 22666032 24745008 42793904 65857904 26465008 12548219 110477234 110477234 1984 87817368 10881900 17235000 18666032 32977008 45476000 70618000 21187904 14125965 128372956 128372956 1985 85807133 11703000 17032000 15999000 28784000 44068800 65975008 24252000 13801524 118893532 118893532 1986 90043693 13923000 19032000 16119000 26474784 47051808 56897008 31378000 14601295 126424208 126424208 1987 85904702 12015900 18932000 12287000 27414576 44322896 57361808 25945000 13971181 129581238 129581238 1988 85432957 12675100 20523008 13935000 29038496 46169408 49320000 15913000 15620731 133057910 133057910 1989 90810047 14419200 16221000 14214495 31822304 54110208 55428000 24796208 14509067 134708586 134708586 1990 98231940 14315500 20022000 15066100 33345808 49849504 74294000 32098000 15241870 137948961 137948961 1991 95953581 14565000 20418496 10557400 34344608 55134496 53890000 31945600 16611967 141455327 141455327 1992 101591334 15684200 19318000 14738678 32545880 55689504 67136000 29877200 15541661 81260790 123238962 1993 106394921 16156500 21016000 16479000 29209000 57210100 65222000 27255900 15766500 87775074 126170194 1994 99301440 15213000 17514000 8961000 30500000 59840000 63168000 22919500 16538600 106408116 132544196 1995 102211429 17002400 18015000 16504000 30880000 65767400 59404000 24989400 17763000 102976887 129818388 1996 110569193 16907400 18515000 23704000 35948900 62097400 61982000 29801400 18921680 116425198 142360289 1997 123290085 16650500 18663400 19224000 33847000 69350200 67536000 24280300 19826800 104781180 138435307 1998 109726066 18694000 21011000 22108000 39809000 66345000 69327000 24082300 20187492 119459455 144711298 1999 113880088 17857600 18008800 24757000 37050000 71287504 62567284 26940800 19615366 99207978 129189914 2000 99636127 21078600 21008600 22108000 37353400 76368896 60757488 26535500 21621548 109207272 134296846 2001 93873234 19023700 19007000 24299000 31540330 69680896 53261980 20630200 22837836 101165637 142037046 2002 90290262 18226500 19508000 10132000 38939196 72766304 44062700 16197500 20817740 103957714 144428199 2003 86488264 19183300 19008200 25700000 30474736 65100000 63813912 23552000 19259812 123269290 143937573
235
Lampiran 3. Lanjutan
Tahun Produksi Biji Gandum (MT)
QGSOV QGRUS QGARM QGAZR QGBLS QGGOR QGKAZ QGKYR QGLAT QGLIT QGMOL QGUKR QGW
1980 92500000 92500000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 347695109 1981 76650000 76650000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 372975201 1982 79757008 79757008 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 397001411 1983 73748000 73748000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 415796279 1984 64960000 64960000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 447358133 1985 73200000 73200000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 426315997 1986 86573008 86573008 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 441944796 1987 77331008 77331008 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 427736301 1988 78826000 78826000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 421685610 1989 87162000 87162000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 451039115 1990 101888496 101888496 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 490413683 1991 71991008 71991008 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 474876475 1992 88144872 46166700 141488 943300 330000 0 18285000 679000 332400 833800 925764 19507420 433383247 1993 81941672 43546552 217900 841000 354000 114000 11585000 830700 338300 890600 1392610 21831010 442484995 1994 58264680 32128600 152900 739200 230000 89400 9052000 608400 199400 549400 658780 13856600 440363656 1995 56960161 30118660 153800 625600 438800 76500 6490000 625000 243700 637300 1277501 16273300 455513516 1996 60851771 34916680 201400 758861 600300 107400 7678070 964100 357500 936200 784160 13547100 494872171 1997 77911847 44257720 183700 935186 743900 291700 8954950 1273660 394600 1127400 1345131 18403900 497449465 1998 52263723 27011880 244300 819648 787400 144629 4746300 1203676 385300 1031000 952990 14936600 510749313 1999 60977086 30995150 219200 865731 711400 226073 11241900 1109107 351900 870900 800425 13585300 491172420 2000 59545062 34455488 181561 1150281 966000 89406 9073500 1039109 427396 1237600 727721 10197000 495675431 2001 87853529 46982120 245579 1493741 867000 306479 12706800 1190600 451700 1076300 1185210 21348000 455319813 2002 91079585 50609100 289170 1692818 1017000 199675 12699975 1162567 519500 1217600 1116180 20556000 434897916 2003 54772571 34104288 220977 1509560 787000 225414 11537400 1013718 468400 1204100 102414 3599300 475849514
236
Lampiran 3. Lanjutan
Tahun Permintaan Biji Gandum (MT)
DGFRA DGDEU DGCHN DGGBR DGIND DGPAK DGTUR DGUSA DGITA DGIDN DGSD DGRW
1980 21311065 13848060 76471925 9035732 38623991 9027049 17042098 51074457 12557455 1501011.08 76633469 76633469 1981 27304569 13256195 80544483 10018487 37051745 8806719 17367076 60896670 12361214 1441311.49 66020373 66020373 1982 22144082 13603706 83223671 11878855 35803173 10048254 17205580 58543379 11046071 1494582.57 112856679 112856679 1983 28867329 12966593 87704572 10465149 40398254 10042166 21125916 76025506 12412014 1757251.62 98889371 98889371 1984 23082982 13633047 90208316 9629584 39846319 13071226 20105016 78746497 13113230 1462081.7 115972751 115972751 1985 36197465 13935642 101144876 12612803 42949820 11506604 22309968 43343096 14300306 1345689.92 101530315 101530315 1986 28970488 16373101 103541197 16404397 49022122 9219953 15254426 59514984 13145173 1630552.51 112375003 112375003 1987 29650040 16951475 100941967 18876097 57223985 12586459 16480517 66444033 12152419 1704023.41 64167652 64167652 1988 28689206 17030147 101294006 13344643 53394506 11252605 21619881 87560097 14438553 1608123.41 49629631 49629631 1989 26363642 19188039 107262049 14400720 52412385 13366168 17695005 72593613 15432786 1837840 93719707 93719707 1990 33145266 13783804 107198707 16419933 47635396 14981120 15035220 55226874 13911742 1769638.11 155094219 155094219 1991 32069667 13456766 114849889 14393408 62875468 13570963 21879483 71084497 12790836 2297215.7 75352636 75352636 1992 31132955 17855685 107583594 13777374 58166815 14815703 25972955 61319084 13879155 2515980.97 153163318 186393220 1993 41286497 19111252 110245517 15197595 47963401 15117387 15602232 72847132 14391878 2592339.27 126109859 163919560 1994 31132798 23315385 117982617 16692537 60815990 18767430 23672287 68407071 13345954 3338733.11 45493847 93571909 1995 41028864 20563023 115291661 13964361 68689254 15222417 19959949 72509752 13121176 4282743.38 61282812 100592312 1996 32791961 19364019 120384653 15817401 76113405 16751711 18097246 70160138 13100645 4157395.7 118614396 156196646 1997 34379546 16415252 107549511 18010003 62028585 18919481 16823467 49709815 14149110 3652307.68 194235864 233699162 1998 27520397 22434043 117124171 18838604 56071867 17821720 17695005 58717365 12805354 3477029.65 160263144 191782410 1999 40769356 19189621 105643850 17060426 61651292 18480737 21515818 64036291 13791852 3250746.16 145957683 182790329 2000 41618869 20981218 108843881 16710587 59716463 18285769 20402700 66742970 14188861 4257475.14 138164912 174124204 2001 43153136 23215969 113219091 17624835 71960655 20139968 22288891 62834581 14241197 3102473.14 127167715 156210833 2002 31788414 26580086 92393556 13577590 75635868 21259780 18958414 65235119 13197951 4808711.49 117665218 163679224 2003 41296235 25930611 89600952 20024789 97534844 21448951 18762561 54721958 15021339 4008212.51 69709131 113151806
237
Lampiran 3. Lanjutan
Tahun Permintaan Biji Gandum (MT)
DGSOV DGRUS DGARM DGAZR DGBLS DGGOR DGKAZ DGKYR DGLAT DGLIT DGMOL DGUKR DGW
1980 125733954 125733954 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 327126312 1981 129736276 129736276 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 335068842 1982 117091944 117091944 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 377848033 1983 147755227 147755227 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 400654122 1984 118194777 118194777 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 418871050 1985 116526003 116526003 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 401176585 1986 116141991 116141991 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 425451397 1987 123252732 123252732 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 397178667 1988 119223135 119223135 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 399861398 1989 116155684 116155684 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 434271954 1990 130630367 130630367 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 474201919 1991 129109345 129109345 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 434620829 1992 81660873 48430971 1098150 1932530 3178252 1569461 3081469 2284128 348779 836195 2115412 16785526 500182619 1993 87360974 49551273 931208 2177252 2782361 1183221 12433719 1679110 391947 529394 1307045 14394444 480465089 1994 103407444 55329382 1176182 2119951 2387328 1377888 9872148 1703734 406678 1186000 1520686 26327467 422964649 1995 96314398 57004898 903614 2038788 2052788 2058978 11857055 1444474 322749 745707 1081650 16803697 445916012 1996 80074183 42491933 783032 1966530 2649270 2279128 9590748 1270888 612002 604480 1209712 16616460 505352971 1997 86683261 47219963 987742 1981732 2246811 2068269 10118798 1437855 469712 1093436 1079204 17979739 535872942 1998 69234745 37715479 941124 1956256 2313896 2083827 10258842 1311386 382621 969015 987947 10314352 512768700 1999 77815925 40983279 869799 2253977 3036085 1994577 3971985 1580591 403301 1484694 1138315 20099322 511347672 2000 77219801 41260509 967311 2450382 2699958 1859318 12356585 1502108 388617 1059117 813989 11861907 509913705 2001 69712787 40669669 868521 2417513 2377609 1914489 5181832 1267934 525664 1844320 799373 11845863 518948511 2002 89260491 43246485 890458 2480963 1960402 1903862 9278617 1381306 543439 1430317 1248986 24895656 481100707 2003 96302863 52860188 1023458 2837442 1965458 2020692 14457026 1675129 594497 1729191 1054687 16085095 458059584
238
238
Lampiran 4. Ekspor dan Impor Biji Gandum Utama Dunia Tahun 1980 - 2003
Tahun Ekspor Biji Gandum (MT) XGUSA XGFRA XGCAN XGAUS XGARG XGDEU XGGBR XGSD XGRW XGSOV XGRUS XGARM XGAZR
1980 35756128 9888599 17016320 14876378 4494648 773796 1054725 5047507 5047507 1270000 1270000 0 0 1981 43908640 12591630 15495050 10551501 3766401 495618 1510880 5602384 5602384 1600000 1600000 0 0 1982 40521632 10634121 19214576 10912459 3800529 924786 2354489 5748533 5748533 1633000 1633000 0 0 1983 38491184 13409314 21808048 8215277 10182443 1113450 1324132 6540721 6540721 1800000 1800000 0 0 1984 42242960 13616579 21091328 10534635 7244968 1827993 2175360 6563820 6563820 1621000 1621000 0 0 1985 24809616 16942640 17006752 15703855 9582881 1060899 1886228 7701608 7701608 1374750 1374750 0 0 1986 24555808 13367338 15957017 16108761 4021418 2225051 3987244 6231927 6231927 1203670 1203670 0 0 1987 30683016 14219753 22139728 14789431 4192092 2310615 4121589 7283796 7283796 1482093 1482093 0 0 1988 40499664 14847453 20087424 12183063 3642577 3185451 1927336 12313758 12313758 1377608 1377608 0 0 1989 36568800 15089216 11274136 10449339 4322853 4080064 3278348 11725776 11725776 1035000 1035000 0 0 1990 27557024 17165168 17954496 11506710 5836660 2153328 4459887 11143920 11143920 825043 825043 0 0 1991 31088576 17264672 23260640 11943294 5511124 2521798 4024325 12406399 12406399 350000 350000 0 0 1992 33876960 17355168 23644752 8096933 6071943 4764068 3975266 12620253 12649882 3732845 0 0 0 1993 35665888 18259094 18210168 9487424 5777230 3812421 3897550 9571540 9613612 4900830 1843 0 0 1994 30570900 12650000 21378004 12730000 5172297 5524252 3494053 7771006 7848754 4580959 448508 0 0 1995 32420000 16310000 16960000 7818000 6913286 3681597 2669090 11944882 12062488 3619465 143647 0 0 1996 31150000 14550000 16520000 14567981 3532042 4199853 3674553 7251350 7335264 4179978 412281 0 0 1997 25768091 14600399 18857913 19377867 8791336 3861972 3645254 7811301 7976081 4620456 543279 0 0 1998 27003721 13732658 17701874 15231075 10370581 4931668 4213126 9300180 9522811 7088340 1523718 0 0 1999 28445452 18316504 16158108 16540263 8796526 4665592 2853089 9996213 10434457 8846120 650827 0 0 2000 27830150 18034060 18771740 17724364 11019021 4569373 3526823 9963507 10096329 5802019 418951 0 0 2001 25782618 15621317 17658856 15542103 10790517 5710406 1626114 12898096 13506456 8186306 1635710 0 2540 2002 24245829 13678411 12202573 14697182 9051610 5872406 1624012 15681129 16510890 23427440 10259273 9 0 2003 25429428 16366886 11703543 9503389 6169213 4473168 3657581 18249494 19056811 14589131 7587902 21 0
239
Lampiran 4. Lanjutan
Tahun Ekspor Biji Gandum (MT) Impor Biji Gandum (MT) XGBLS XGGOR XGKAZ XGKYR XGLAT XGLIT XGMOL XGUKR XGW MGITA MGBRA MGJPN MGDZA
1980 0 0 0 0 0 0 0 0 90178101 3133865 4755116 5682300 1695917 1981 0 0 0 0 0 0 0 0 95522104 3016367 4360034 5632655 1312903 1982 0 0 0 0 0 0 0 0 95744125 3416068 4223844 5713299 1933911 1983 0 0 0 0 0 0 0 0 102884569 2800636 4182030 5816329 2128568 1984 0 0 0 0 0 0 0 0 106918643 4018919 4867632 5978324 2005522 1985 0 0 0 0 0 0 0 0 96069229 4533814 4041386 5509614 3029525 1986 0 0 0 0 0 0 0 0 87658234 5258730 2255102 5619640 2623431 1987 0 0 0 0 0 0 0 0 101222113 4617297 2748647 5476045 1849361 1988 0 0 0 0 0 0 0 0 110064334 4904263 941273 5723703 2825571 1989 0 0 0 0 0 0 0 0 97823532 5632622 1307632 5578457 4580091 1990 0 0 0 0 0 0 0 0 98602236 4662742 1962028 5474191 2611940 1991 0 0 0 0 0 0 0 0 108370828 6510520 4673130 5693148 2321798 1992 0 0 2886000 0 0 0 29629 817216 114138188 6313720 4403666 5979327 2329170 1993 0 4300 4648000 0 27481 10000 291 208915 109582145 5022775 5615297 5813656 2588227 1994 0 7363 2209000 900 20 68800 665 1845703 103871471 4907492 6123423 6352435 3511937 1995 0 3591 2485588 52 16 3440 110507 872624 102336320 5078844 6135235 5965296 3504679 1996 0 7048 1909441 6152 12 14068 56634 1774342 99625757 6261766 7663593 5927732 1971633 1997 0 13000 2792388 4651 13521 122665 10943 1120009 107334589 6976749 4850161 6315254 3396265 1998 9538 14000 2457140 13461 2425 151047 32160 2884851 109573223 6916451 6395493 5757928 3605625 1999 1281 12000 3103597 1687 19200 247452 156624 4653452 114617867 5952772 6891008 5973373 4349054 2000 1856 13000 4989634 1340 3225 111293 2108 260612 117241057 6860443 7523008 5853828 5367044 2001 7340 36000 3022663 4857 86081 408776 62766 2919573 113816333 7526750 7016330 5521251 4538000 2002 1663 55778 3944430 1436 102687 291315 376873 8393976 120480592 7715548 6572241 5862826 5998039 2003 4527 81849 5194873 4984 149050 553286 13600 999039 110141833 6986068 6611943 5246121 5182777
240
Lampiran 4. Lanjutan
Tahun Impor Biji Gandum (MT) MGIDN MGMYS MGEGY MGESP MGMEX MGCHN MGSD MGRW MGSOV MGRUS MGARM MGAZR MGBLS
1980 1482150 452146 4416945 304878 822669 11657398 38316263 54499228 16182965 16182965 0 0 0 1981 1416630 490702 3949286 211200 1127925 13663435 38467477 57010609 18543132 18543132 0 0 0 1982 1486281 542136 3904355 215997 517318 14526629 40558820 62686288 22127468 22127468 0 0 0 1983 1739312 591632 4230000 49670 422627 11810625 40706198 62912347 22206149 22206149 0 0 0 1984 1436439 592386 4520000 143545 345037 10539099 43896550 71297052 27400502 27400502 0 0 0 1985 1317365 606220 4524000 232136 560505 6134657 43738140 65401136 21662996 21662996 0 0 0 1986 1610139 578303 4329000 882412 224095 6882946 41870168 57896634 16026466 16026466 0 0 0 1987 1688313 618924 5162000 728719 434585 14051649 43365702 61741824 18376122 18376122 0 0 0 1988 1588229 757465 5267000 703693 1191721 15481236 47112668 68511173 21398505 21398505 0 0 0 1989 1806121 651330 5665000 179005 429402 15745281 44974126 59488450 14514324 14514324 0 0 0 1990 1724495 840302 5400000 694581 338771 13375406 43507235 58877213 15369978 15369978 0 0 0 1991 2221533 1311858 5587400 1880647 540921 13227177 42178029 62237189 20059160 20059160 0 0 0 1992 2456438 927817 5300000 1408903 1076514 11474616 50421305 77754135 27332830 19195469 478333 954615 2364126 1993 2525520 1094187 4060000 1911934 1741488 7331742 55360709 68318217 12957508 6474079 468705 833972 1254191 1994 3297139 1187019 6597382 2049334 1413743 8280902 50721195 55630802 4909607 2694877 399590 635451 363357 1995 4054203 1117670 5069599 2757498 1222653 12601814 48573504 54134118 5560614 2803581 374907 202748 550208 1996 4116261 1093691 6008000 2103113 1979700 9194375 50515298 57607121 7091823 3654627 293380 536759 1018075 1997 3611931 1069900 6902000 2973761 1801018 2826419 57719987 64213477 6493490 3446189 376148 510535 904998 1998 3434795 1056320 5431000 3307766 2473837 2507085 60469557 65290782 4821225 1922147 466721 581042 609705 1999 2712874 1307270 4241000 3233639 2658710 1438678 65959108 74037366 8078258 4798064 280299 694123 1162342 2000 3588729 1145457 4896000 2502039 2794421 2033908 66998251 74445306 7447055 2896499 432875 762871 1266979 2001 2717608 1208335 4412941 3863443 3385801 1710909 66865174 70798879 3933705 1141774 330702 656758 455304 2002 4306650 2097769 5574748 6346691 3139786 1758007 67836789 71334790 3498001 448690 385641 717149 571701 2003 3502373 982457 4057234 3860967 3499911 1648505 60735367 68100658 7365291 1079951 314834 856249 389229
241
Lampiran 4. Lanjutan
Tahun Impor Biji Gandum (MT) MGGOR MGKAZ MGKYR MGLAT MGLIT MGMOL MGUKR MGW
1980 0 0 0 0 0 0 0 88902612 1981 0 0 0 0 0 0 0 92191746 1982 0 0 0 0 0 0 0 99166126 1983 0 0 0 0 0 0 0 96683776 1984 0 0 0 0 0 0 0 105743955 1985 0 0 0 0 0 0 0 95890358 1986 0 0 0 0 0 0 0 88160432 1987 0 0 0 0 0 0 0 99117364 1988 0 0 0 0 0 0 0 107895327 1989 0 0 0 0 0 0 0 101063391 1990 0 0 0 0 0 0 0 95961669 1991 0 0 0 0 0 0 0 106205321 1992 869231 255256 1102564 78189 260172 594824 1180051 119424306 1993 944610 16667 824205 6823 191397 347218 1595641 106023043 1994 64244 26741 97667 53639 14064 40953 519024 99351608 1995 991239 30528 159737 39524 74460 72074 261608 101641609 1996 1085864 32339 153394 127251 61140 42776 86218 103926985 1997 896063 51946 148863 37556 54808 21158 45226 104936935 1998 961820 36249 117090 15353 31218 63107 16773 106177082 1999 884252 46549 145742 16701 20897 18945 10344 112795744 2000 884956 51543 231499 20205 24041 43134 832453 117010183 2001 804005 47105 83667 20315 24728 37082 332265 112700247 2002 852093 52335 249369 22023 106359 66403 26238 120707095 2003 927639 69263 105705 21585 86546 236136 3278154 109679014
242
Lampiran 5. Produksi dan Permintaan Tepung Terigu Utama Dunia Tahun 1980 - 2003 Tahun
Produksi Tepung Terigu (MT) QTCHN QTIND QTUSA QTPAK QTTUR QTIRN QTBRA QTEGY QTITA QTIDN QTSD QTRW QTSOV
1980 45288623 22850748 11951652 6736967 6817637 4431576 4465103 4072653 7225535 1100246 67847336 67847336 26374377 1981 49170656 23743795 3367104 6732408 7002761 4407358 4367413 3829197 6915081 1041782 77580797 77580797 26493701 1982 52498689 23987333 12475573 7113154 7214258 4726086 4629496 4623579 6302461 1105843 69131810 69131810 27152785 1983 56633977 27689754 12332138 7455585 7859448 5229954 4894982 4787224 6049950 1263830 69529694 69529694 27228240 1984 60005887 27566123 12772282 7841984 7374907 4986977 4994998 4913975 4913975 1024565 71588013 71588013 27702619 1985 62168604 27684207 13348399 8044552 8277086 5265395 5308095 5079654 6278936 941007 72737143 72737143 28461593 1986 64160020 30816841 13699807 8234053 8234053 5617009 4905988 5222964 6476025 1149728 72223797 72223797 29125650 1987 65414015 32906805 14287803 8349844 8397122 6010798 4978366 5647858 6355890 1202422 73993262 73993262 29410274 1988 65912382 32852777 14451842 8127026 8688334 7276544 4905203 5926133 6365308 1127238 76634500 76634500 29742317 1989 68174477 34114309 14356848 10082360 8421500 6922573 4545113 5972385 6373206 1315239 75751715 75751715 29600018 1990 69547910 31054092 15247242 10525045 8903670 6850039 4823089 6090392 6258618 1262804 76120955 76120955 30548736 1991 70884476 37660355 15496731 9690752 8979557 7110520 4972853 6236260 6385140 1669438 78032884 78032884 31791557 1992 71776507 37033850 16009953 10881027 9242397 7203732 5143784 6276778 6179947 1828671 82025640 93456670 25888825 1993 73331528 33364896 16713832 11440794 9197191 7521192 5039844 6301403 6030979 1889390 82711643 94380326 25874867 1994 71930834 38625076 17090279 12142884 9996317 7931980 5434245 6717674 5937124 2420682 84236844 96174695 26632670 1995 71927088 42387482 18958645 11661431 9483107 6710522 6063620 6899009 6256402 3103095 84829523 96150262 25862543 1996 75227439 43852527 17574261 11871255 9417868 7447629 5614193 7044361 6274846 2993964 88051635 99256257 25429757 1997 74125756 42761628 17714065 12847569 8950679 8189761 5644030 7169150 6314187 2637119 87779477 99432990 26098835 1998 73223916 39622857 18054632 13052053 9371925 7960650 5794486 7054024 6320811 2511857 90357416 101128108 25080500 1999 72532305 43153328 17982678 13313942 9593709 8286706 6040015 6751383 6368830 2302686 91990274 102145963 24239330 2000 70306846 43029308 18790851 13344552 9691320 8442859 5649798 6809953 6382399 3041559 92933284 102997472 24041719 2001 70240198 43830407 18460881 12517828 10216259 8971674 6469584 7331486 6449610 2179237 95344041 105547095 24445218 2002 62873956 45462260 18067577 12411899 10073838 8626227 6430308 7133901 6433979 3407451 97396193 108000862 24980619 2003 59569763 50159891 18084435 12472497 9738090 8722968 7112512 6965583 6449987 2811916 97678821 108120307 24437141
243
Lampiran 5. Lanjutan
Tahun Produksi Tepung Terigu (MT) Permintaan
Tepung QTARM QTAZR QTBLS QTGOR QTKAZ QTKYR QTLAT QTLIT QTMOL QTUKR QTRUS QTW DTCHN
1980 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 26374377 182788076 45290181 1981 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 26493701 188158352 49171984 1982 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 27152785 193808282 52526689 1983 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 27228240 203726536 56754977 1984 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 27702619 207983686 60218943 1985 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 28461593 215133078 62268621 1986 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 29125650 220740285 64327268 1987 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 29410274 227544185 65601167 1988 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 29742317 232267287 66014178 1989 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 29600018 236029725 68318539 1990 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 30548736 236683856 69628286 1991 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 31791557 247118966 71039333 1992 343057 971203 443683 608318 1794405 563064 180570 311100 440119 5775511 14457795 253602286 71882417 1993 348416 1028010 464838 430847 2298080 564677 184287 272993 418476 5658059 14206184 253542692 73357965 1994 409865 972626 455010 486822 2831828 566907 175014 293286 320714 5425779 14694819 262463939 71960720 1995 318045 921845 462537 596055 2599627 614060 142193 306165 277916 5082296 14541804 268279924 71974040 1996 314330 940547 478209 579762 2568416 629191 162853 321298 249023 4960993 14225135 275369978 75284711 1997 372346 995250 494364 572291 2808817 681671 156702 333126 256832 4982114 14445322 274133421 74189565 1998 400051 942875 543302 565924 1986150 763120 156892 314448 223525 4874405 14309808 273324627 73291734 1999 349044 1018309 594358 550355 1428648 822184 153796 310069 149025 4779901 14083641 278315856 72611357 2000 331200 1151652 615418 534113 1417928 801268 135262 338148 188892 4550307 13977531 278422729 70365346 2001 329679 1172766 566386 530829 1472505 831932 130637 343666 197752 4626902 14242164 282011205 70304129 2002 325675 1228207 532863 529725 1761691 851610 117249 318777 193877 4744995 14375950 278317589 62914426 2003 332227 1285238 570696 524924 1827373 911713 107139 315524 189975 4376677 13995655 279766463 59610233
244
Lampiran 5. Lanjutan
Tahun Permintaan Tepung Terigu (MT)
DTUSA DTIND DTBRA DTEGY DTPAK DTTUR DTITA DTIDN DTIRN DTSD DTRW DTSOV DTRUS
1980 11953582 22894283 4467540 4797030 6738549 6817637 7226229 1104545 4439638 58440175 58440175 27333373 27333373 1981 12012033 23794687 4369859 5800472 6732430 7002761 6916738 1056997 4422219 65310312 65310312 28061561 28061561 1982 12487636 24008279 4630268 5774580 7114143 7114143 6304713 1109027 4726586 67105289 67105289 28059713 28059713 1983 12339292 27793778 4894982 6487224 7455588 7859448 6056777 1276324 5245267 67168124 67168124 27622995 27622995 1984 12778750 27601040 4996003 6723975 7841984 7374907 6473412 1035908 5000173 67521482 67521482 28119728 28119728 1985 13355489 27694207 5313094 6859654 8046015 8277086 6294372 956121 5300395 76763969 76763969 28651486 28651486 1986 13708797 30822588 4905991 6665964 8234053 8130537 6494469 1158822 5654009 76432005 76432005 29320452 29320452 1987 14287803 32906805 4978391 5647858 8350910 8915124 6367688 1260066 6010798 79598132 79598132 29628863 29628863 1988 14464271 32852777 4905203 7346133 8127026 8688415 6375094 1136425 7361544 81603812 81603812 29912696 29912696 1989 14390297 34272309 4545123 6848500 10082360 8421538 6384358 1336673 6922574 80947945 80947945 29779782 29779782 1990 15293171 31055101 4823099 6838749 10525045 8908624 6289124 1293612 6850039 81586437 81586437 30812958 30812958 1991 15523045 37660355 4975558 6668386 9690752 8979561 6396843 1721268 7110520 84423143 84423143 32811957 32811957 1992 16060987 37033850 5164576 6552672 10881027 9242893 6193119 1866961 7203732 87614915 99516053 27302944 15401806 1993 16794905 33364896 5080295 6991144 11440794 9197192 6062235 895965 7521192 90405043 102500310 26401451 14306184 1994 17248763 38625104 5577568 7097533 12142884 9996339 5954920 2445689 7937180 92082887 104410963 27116156 14788080 1995 19111002 42387955 6188703 7188968 11737025 9483170 6288622 3261206 6721522 91845307 103546189 26811623 15110741 1996 17707196 43855855 5765162 7100928 11871275 9418027 6386373 3014359 7510629 95848514 107778357 26886978 14957135 1997 17831173 42763662 6048753 7233062 12847611 8950992 6335594 3750989 8201261 95614805 107930458 27147870 14832217 1998 18191398 39628956 6117451 7192849 13055163 9372132 6341990 2535774 7960650 97896866 108640838 24951763 14207791 1999 18120701 43155909 6240538 6823737 13313942 9594365 6401764 2671618 8286706 94471977 105428870 25485257 14528364 2000 18943994 43034204 5863598 6837761 13344552 9693371 6435477 3500711 8442884 99681053 110064197 24489522 14106378 2001 18635036 43832127 6646026 7356486 12517828 10216358 6500893 2435648 8971674 101587793 112072267 24805558 14321084 2002 18283773 45466712 6467488 7137816 12412906 10073877 6477340 3750654 8628572 103957520 114755105 25223285 14425700 2003 18300631 50164343 7149692 6969498 12473504 9738129 6493348 3155199 8725313 103814279 114554096 25042403 14302586
245
Lampiran 5. Lanjutan
Tahun Permintaan Tepung Terigu (MT) DTARM DTAZR DTBLS DTGOR DTKAZ DTKYR DTLAT DTLIT DTMOL DTUKR DTW
1980 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 174169389 1981 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 186590492 1982 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 192901353 1983 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 203331781 1984 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 207566577 1985 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 221129023 1986 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 226534503 1987 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 233924742 1988 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 238874878 1989 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 242470216 1990 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 243091287 1991 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 254188764 1992 403057 1221203 449483 739318 1797405 563064 181238 311100 445259 5790011 259697149 1993 394416 1268010 466438 542847 2298080 564677 186071 272993 418476 5683259 261111626 1994 464865 1222823 490010 518911 2834328 567807 186909 294392 321679 5426352 271069587 1995 336351 987645 611737 666879 2601598 670314 142259 320367 278141 5085591 276187520 1996 419064 1212093 613979 752125 2573814 659306 163511 321504 249503 4964944 283763029 1997 483880 1280250 618127 694260 2811682 688671 160621 334240 259212 4984710 283767467 1998 530251 1137166 664864 635951 1437453 832843 160676 311269 157593 4875906 281584963 1999 367488 1056089 611936 677749 1991283 772354 157688 315102 224070 4783134 281692614 2000 367357 1174506 698818 564113 1420250 804498 137851 339272 212790 4663689 286142951 2001 354342 1191362 594841 611570 1474597 834092 133093 344272 213429 4732876 289003998 2002 357074 1247233 561526 570399 1765536 868550 120098 319133 237575 4750461 285571084 2003 338160 1302992 572136 582996 1829794 917664 110135 317937 249102 4518901 286594169
246
Lampiran 6. Ekspor dan Impor Tepung Terigu Utama Dunia Tahun 1980 - 2003 Tahun
Ekspor Tepung Terigu (MT)
XTFRA XTBEL XTTUR XTDEU XTITA XTESP XTPAK XTJPN XTNLD XTCHN XTIDN XTSD XTRW XTSOV 1980 1496641 252130 62938 722749 856526 141397 0 99118 252956 3000 1 2317808 2918593 600785 1981 1470921 338323 98288 693955 1046656 408264 0 100882 233836 3035 1 2416843 2989855 573012 1982 1403406 356385 184795 579931 1174384 133985 0 181387 283296 2949 1 1928790 2171955 243165 1983 948251 133473 281336 329771 791750 106313 0 211712 223131 3000 1 3116057 3326359 210302 1984 1566319 304533 398419 494675 866643 55907 600 241529 298606 7003 1 2316471 2554700 238229 1985 1501894 285255 224898 482566 1080040 108407 0 194512 250445 9017 1 2060930 2282064 221134 1986 1473179 214249 138416 344840 1031660 72834 0 272988 178269 9714 1 2168104 2420016 251912 1987 1625111 310711 166416 344693 969686 110096 0 298387 253435 4325 1 2316450 2565784 249334 1988 1537889 331673 392595 460743 900413 131883 0 276408 229512 3571 1 1974002 2175763 201761 1989 1436272 414849 210277 454478 1150866 106696 0 299074 235285 2709 674 2234119 2442077 207958 1990 1563520 572885 108642 486753 1180671 188556 0 313617 223534 1935 963 2117672 2305336 187664 1991 1776030 618907 615127 679130 1608644 176679 0 302408 231206 20137 223 2386050 2486050 100000 1992 1732408 707300 493048 713147 1702529 333688 0 295805 258586 103823 79 2433368 2453812 20444 1993 1940108 768598 379296 595467 1122736 533433 0 326006 349697 204375 13 2273169 2279663 6494 1994 1707581 913666 564755 563131 911067 619541 0 308759 407201 161805 25 2739822 3255674 515852 1995 1722933 627972 637729 531869 757405 598375 136 323029 465226 210141 0 3844215 4577093 732878 1996 1747464 817060 570577 571152 883129 513495 355 297931 459027 566152 20 3451088 4234992 783904 1997 1644037 887212 864918 644239 993400 547740 550 267170 521716 458135 0 2931562 3476512 544950 1998 1285226 815334 365375 573685 1004072 376371 0 270747 454903 270910 158 2831503 3290642 459139 1999 1170611 915161 241120 684067 847560 250443 0 334594 508951 165510 340 3174834 3646118 471284 2000 1138323 839999 376314 694285 812086 211350 28907 309594 509255 187440 1643 3451872 3975652 523780 2001 853846 779203 184844 679920 605988 283034 406148 321028 459103 260171 1940 3195395 3568124 372729 2002 859006 908146 229765 608213 556890 226144 537944 319968 383461 292356 8413 3365290 3821486 456196 2003 887681 868675 600426 585833 480837 278315 398614 318706 332954 280820 15278 2863368 3678710 815342
247
Lampiran 6. Lanjutan
Tahun Ekspor Tepung Terigu (MT) Impor Tepung Terigu (MT)
XTRUS XTARM XTAZR XTBLS XTGOR XTKAZ XTKYR XTLAT XTLIT XTMOL XTUKR XTW MTNLD MTLBY 1980 600785 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6806049 88094 335552 1981 573012 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7384016 65465 268191 1982 243165 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6472474 87535 302093 1983 210302 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6355097 93063 305000 1984 238229 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6788935 106478 322000 1985 221134 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6419099 112710 280000 1986 251912 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6156166 133791 337064 1987 249334 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6648645 25669 0 1988 201761 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6440451 157671 345153 1989 207958 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6753257 165552 391211 1990 187664 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6946412 173739 591013 1991 100000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8514541 206862 643386 1992 2698 0 0 10300 0 0 0 0 7184 262 0 8794225 252748 500000 1993 1567 0 0 0 0 0 0 4927 0 0 0 8499392 251955 615000 1994 364087 0 0 0 0 38600 4700 133 6369 78 101885 9413205 319729 500000 1995 90204 0 0 0 0 141730 3357 0 12745 13623 471219 10451908 211885 588495 1996 12080 40 0 346 0 184771 11053 33 3488 11593 560500 10661354 306473 637000 1997 54732 0 0 3590 0 224280 26716 1965 21103 2094 210470 10305629 262283 749000 1998 95255 0 0 11353 0 232934 20666 1245 30734 6064 60888 8707423 256411 585328 1999 134682 0 50 4952 0 249885 20381 2932 3965 10388 44049 8764475 302846 674000 2000 167092 0 0 36400 0 295367 18781 2337 1570 858 1375 9084848 244119 1000430 2001 167672 80 2472 7767 7867 172065 1883 4755 5991 397 1780 8403349 251357 901857 2002 123700 0 6911 1365 0 300410 3120 4959 3591 7116 5024 8751792 547770 408178 2003 291067 15 4510 3185 255 484070 4954 7868 11277 4488 3653 8726849 547770 408178
248
Lampiran 6. Lanjutan
Tahun Impor Tepung Terigu (MT) MTAGO MTUSA MTIDN MTKOR MTPAK MTHKG MTFRA MTSD MTRW MTSOV MTRUS MTARM MTAZR MTBLS
1980 66496 1930 4299 1 1582 45119 26343 5303390 6262386 958996 958996 0 0 0 1981 61813 7135 15215 1 22 39298 39441 5638734 7206594 1567860 1567860 0 0 0 1982 48647 12063 3184 1 989 51501 48350 4959488 5866416 906928 906928 0 0 0 1983 47804 7154 12494 1 3 65780 54636 5681792 6076547 394755 394755 0 0 0 1984 60837 6468 11343 1 1 83623 56922 5613965 6031067 417102 417102 0 0 0 1985 43553 7090 15114 1 1463 76891 63018 5499704 5689597 189893 189893 0 0 0 1986 44724 8900 9094 1 1 96730 67795 5198121 5392923 194802 194802 0 0 0 1987 29994 13461 6444 1 1066 97894 81235 6362078 6580667 218589 218589 0 0 0 1988 31234 12429 9187 15000 1 115175 87126 5940123 6110502 170379 170379 0 0 0 1989 51277 33449 21434 1000 1 126305 87507 5672325 5852089 179764 179764 0 0 0 1990 67535 45929 30808 200 1 128576 105269 5394147 5658369 264222 264222 0 0 0 1991 60257 26314 51831 1500 1 141911 122334 5967162 6987562 1020400 1020400 0 0 0 1992 89000 51034 38919 61000 1 130196 133114 7550502 8833621 1414119 944011 60000 250000 5800 1993 105000 81073 41574 40000 1 101807 132423 7578334 7992918 526584 100000 46000 240000 1600 1994 134000 158484 25006 10000 1 129889 167403 7416440 7867837 483486 93261 55000 250197 35000 1995 147000 152357 54592 140000 75594 165302 168813 6490462 7368788 949150 568937 18306 65800 149200 1996 161000 132935 75682 333000 20 185507 172938 6745470 8030328 1457221 732000 104734 271546 135770 1997 171500 117108 69978 272000 42 184003 203026 6813916 7740482 1048535 386395 111534 285000 123763 1998 175000 136766 99543 135000 3110 163227 254602 7274102 7827397 665120 218556 130200 113214 68634 1999 193000 138023 93925 42314 1 171443 247144 5904178 6270652 452070 124150 18444 118857 70506 2000 227300 153143 90353 130500 1 167742 267897 5640446 6058249 447803 128847 36157 22854 83400 2001 175475 174155 84010 99500 1 165900 290759 5408536 5688135 360340 78920 24663 18596 28455 2002 258769 216679 117226 97960 1007 166226 257872 5782805 5984797 242666 49750 31399 19026 28663 2003 251894 216196 121385 97960 1007 162803 213307 5827078 6103968 334962 36931 5933 17754 1140
249
Lampiran 6. Lanjutan
Tahun Impor Tepung Terigu (MT) MTGOR MTKAZ MTKYR MTLAT MTLIT MTMOL MTUKR MTW
1980 0 0 0 0 0 0 0 6831802 1981 0 0 0 0 0 0 0 7703175 1982 0 0 0 0 0 0 0 6420779 1983 0 0 0 0 0 0 0 6662482 1984 0 0 0 0 0 0 0 6678740 1985 0 0 0 0 0 0 0 6289437 1986 0 0 0 0 0 0 0 6091023 1987 0 0 0 0 0 0 0 6836431 1988 0 0 0 0 0 0 0 6883478 1989 0 0 0 0 0 0 0 6729825 1990 0 0 0 0 0 0 0 6801439 1991 0 0 0 0 0 0 0 8241958 1992 131000 3000 0 668 0 5140 14500 10220633 1993 112000 0 0 1784 0 0 25200 9473751 1994 32089 2500 900 11895 1106 965 573 9344438 1995 70824 1971 56324 66 14202 225 3295 9143650 1996 172363 5398 30115 658 206 480 3951 10207246 1997 121969 2865 7000 3919 1114 2380 2596 9891391 1998 111825 5133 9234 3892 654 545 3233 9748209 1999 85596 8805 10659 3784 1200 8568 1501 8218944 2000 30000 2322 3230 2589 1124 23898 113382 8369734 2001 80741 2092 2160 2456 606 15677 105974 7911890 2002 40674 3845 16940 2849 356 43698 5466 8097158 2003 58072 2421 5951 2996 2413 59127 142224 8182540
250
Lampiran 7. Tingkat Suku Bunga Beberapa Negara (Persen pertahun) Tahun 1980 - 2003
Tahun IRRUS IRGBR IRIDN IRARG IRUKR IRKAZ IRDZA IREGY IRMYS IRESP IRMEX IRJPN IRBRA IRBEL 1980 0 15.38 12.87 86.88 0 0 0 13.33 5.27 15.46 0 10.93 47.33 11.22 1981 0 13.13 16.26 185.25 0 0 0 15 5.68 15.89 0 7.43 89.74 11.47 1982 0 11.97 17.24 201.97 0 0 0 15 5.88 17.17 45.86 6.94 120.66 11.44 1983 0 9.84 13.17 738.97 0 0 0 15 6.53 19.45 57.71 6.39 203.23 8.18 1984 0 9.46 18.63 1182.3 0 0 0 15 7.82 12.6 49.94 6.1 257.32 9.47 1985 0 12.56 10.33 1161.16 0 0 0 15 7.01 11.61 62.44 7.31 281.65 8.27 1986 0 10.7 134.77 0 0 0 15 8.37 11.49 88.01 4.96 105.22 6.64 1987 0 9.5 14.52 252.77 0 0 0 16.33 2.38 15.06 95.59 3.67 424.28 5.67 1988 0 10.02 15 253.69 0 0 0 17 3.14 11.29 69.01 3.83 1192.87 5.04 1989 0 13.56 12.57 138718 0 0 0 18.33 4.71 14.39 47.43 5.12 6404.97 7 1990 0 14.73 13.97 9695420 0 0 0 19 5.9 14.76 37.36 7.4 15778.6 8.29 1991 0 11.58 14.91 71.33 0 0 0 0 7.15 13.2 23.58 7.53 847.54 9.38 1992 0 9.37 11.99 15.11 0 0 0 20.33 7.92 13.01 18.87 4.66 1574.28 9.38 1993 0 5.91 8.66 6.31 0 170 0 18.3 7.1 12.33 17.39 3.06 3284.44 8.21 1994 0 4.88 9.74 7.66 0 230 19.8 16.51 4.2 7.81 16.47 2.2 4820.64 5.72 1995 190.43 6.08 13.64 9.46 0 52.5 19.75 16.47 5.6 8.98 60.92 1.21 53.37 4.8 1996 46.65 5.96 13.96 6.23 0 35 18.09 15.58 6.92 7.65 33.61 0.47 27.45 3.24 1997 20.97 6.61 27.82 6.63 22.05 18.5 13 13.79 7.61 5.49 21.91 0.48 25 3.46 1998 50.56 7.21 62.79 6.81 40.41 25 10 13.02 8.46 4.34 26.89 0.37 29.5 3.58 1999 14.79 5.2 23.58 6.99 44.98 18 9.99 12.97 3.38 2.72 24.1 0.06 26.26 na 2000 7.14 5.77 10.32 8.15 18.34 14 6.45 13.22 2.66 4.11 16.96 0.11 17.59 na 2001 10.1 5.08 15.03 24.9 16.57 9 2.84 13.29 2.79 4.36 12.89 0.06 17.47 na 2002 8.19 3.89 13.54 41.35 5.5 7.5 3.13 13.79 2.73 3.28 8.17 0.01 19.11 na 2003 3.77 3.59 7.76 3.74 7.9 7 1.91 13.53 2.74 2.31 6.83 0 23.37 na
251
Lampiran 7. Lanjutan
Tahun IRNLD IRLBY IRHKG IRKOR IRAGO IRGOR IRIDN IRUSA IRAUS IRCAN IRITA IRFRA 1980 10.13 4 0 22.85 0 0 12.87 15.27 9.49 2.54 17.17 11.85 1981 11.01 4 0 18.14 0 0 16.26 18.87 12.07 0.71 19.6 15.3 1982 8.06 4 0 14.18 0 0 17.24 14.86 13.9 0.62 20.16 14.87 1983 5.28 4 0 13 0 0 13.17 10.79 9.5 1.42 18.44 12.53 1984 5.78 4 0 11.39 0 0 18.63 12.04 10.84 1.16 17.27 11.74 1985 6.3 4 0 9.35 0 0 10.33 9.93 14.7 2 15.25 9.93 1986 5.83 4 0 9.7 0 0 na 8.33 15.75 1.97 13.41 7.74 1987 5.16 4 0 8.93 0 0 14.52 8.2 13.06 1.23 11.51 7.98 1988 4.48 4 0 9.62 0 0 15 9.32 11.9 1.04 11.29 7.52 1989 6.99 4 0 13.28 0 0 12.57 10.87 16.75 0.94 12.69 9.07 1990 8.29 4 11.5 14.03 0 0 13.97 10.01 1481 1.03 12.38 9.85 1991 9.01 4 4.63 17.03 0 0 14.91 8.46 1047 1.87 12.21 9.49 1992 9.27 4 3.81 14.32 0 0 11.99 6.25 6.44 1 14.02 10.35 1993 7.1 4 4 12.12 0 0 8.66 6 5.11 0.8 10.2 8.75 1994 5.14 4 5.44 12.45 0 0 9.74 7.14 5.18 1.01 8.51 5.69 1995 4.22 4 6 12.57 206.25 0 13.64 8.83 7.5 1.29 10.46 6.35 1996 2.89 4 5.13 12.44 217.88 43.39 13.96 8.27 7.2 3.07 8.82 3.73 1997 3.07 4 4.5 13.24 37.75 26.58 27.82 8.44 5.5 1.63 6.88 3.24 1998 3.21 4 5.5 14.98 45 43.26 62.79 8.35 4.99 2.06 4.99 3.39 1999 na 4 5.75 5.01 80.3 34.61 23.58 7.99 4.78 2.57 2.95 na 2000 na 4 7.13 5.16 103.16 18.17 10.32 9.23 5.9 0.03 4.39 na 2001 na 4 2.69 4.69 95.97 17.52 15.03 6.92 5.06 0.04 4.26 na 2002 na 4 1.5 4.21 97.34 27.69 13.54 4.68 4.55 0.09 3.32 na 2003 na 4 0.07 4 96.12 16.88 7.76 4.12 4.81 0.11 2.33 na
252
Lampiran 7. Lanjutan
Tahun IRPAK IRTUR IRIND 1980 8.63 na 7.24 1981 9.27 na 8.61 1982 9.51 na 7.27 1983 8.15 na 8.3 1984 8.97 na 9.95 1985 8.13 na 10 1986 6.59 na 9.97 1987 6.25 39.82 9.83 1988 6.32 60.62 9.73 1989 6.3 40.66 11.39 1990 7.29 51.91 15.57 1991 7.64 72.75 19.35 1992 7.51 65.35 8.64 1993 11 62.83 7.14 1994 8.36 136.47 15.57 1995 11.52 72.3 11.04 1996 11.4 76.24 5.29 1997 12.1 70.32 na 1998 10.76 74.6 na 1999 9.04 73.53 na 2000 8.57 56.72 na 2001 8.49 91.95 na 2002 5.53 49.51 na 2003 2.14 36.16 na
253
Lampiran 8. Indeks Harga Konsumen Tahun 1980 - 2003
Tahun CPISGP CPICHN CPIPAK CPITUR CPIAUS CPIFRA CPIIND CPIUSA CPICAN CPIDEU CPIRUS CPIGBR CPIITA 1980 67.44 22.36 21.17 0.01 36.84 45.78 18.07 47.85 46.16 61.05 6.62 39.27 27.69 1981 72.96 30.20 23.68 0.01 40.41 51.89 20.44 52.79 51.92 64.91 7.75 43.93 32.62 1982 75.82 33.50 25.08 0.01 44.92 58.10 22.06 56.04 57.53 68.32 8.98 47.70 37.97 1983 76.73 36.82 26.68 0.02 49.46 63.60 24.68 57.80 60.87 70.57 10.44 49.90 43.52 1984 78.72 40.00 28.30 0.03 51.41 68.48 26.73 60.34 63.51 72.27 12.13 52.37 48.24 1985 79.1 41.41 29.89 0.04 54.88 72.47 28.21 62.49 66.02 73.84 14.13 55.55 52.68 1986 78 42.87 30.94 0.06 59.86 74.31 30.68 63.65 68.78 73.74 15.85 57.45 55.74 1987 78.41 45.32 32.39 0.08 64.95 76.76 33.38 66.03 71.78 73.93 18.19 59.84 58.37 1988 79.61 48.88 35.25 0.13 69.64 78.83 36.51 68.68 74.67 74.87 21.11 62.78 61.36 1989 81.47 58.87 38.01 0.22 74.91 81.59 38.76 71.99 78.40 76.95 23.94 67.67 65.17 1990 84.29 59.40 41.46 0.35 80.35 84.34 42.23 75.88 82.13 79.02 30.95 74.08 69.41 1991 87.18 66.06 46.34 0.58 82.94 87.06 48.09 79.09 86.74 81.90 36.68 78.42 73.78 1992 89.15 72.40 50.75 0.98 83.76 89.12 53.76 81.48 88.05 86.06 43.00 81.35 77.53 1993 91.19 78.79 55.81 1.63 85.28 90.99 57.18 83.89 89.67 89.88 50.90 82.62 81.00 1994 94.02 85.71 62.71 3.37 86.90 92.51 63.02 86.08 89.84 92.34 64.54 84.66 84.26 1995 95.64 93.44 70.46 6.33 90.93 94.15 69.46 88.49 91.79 93.93 74.49 87.55 88.68 1996 96.96 99.40 77.76 11.42 93.30 96.04 75.70 91.09 93.23 95.29 80.96 89.70 92.21 1997 98.9 105.14 86.61 21.21 93.54 97.19 81.12 93.22 94.74 97.08 85.92 92.51 94.09 1998 98.64 108.14 92.00 39.15 94.33 97.85 91.86 94.66 95.68 97.99 90.89 95.67 95.94 1999 98.66 103.86 95.82 64.55 95.72 98.34 96.15 96.73 97.33 98.55 95.78 97.16 97.53 2000 100 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 2001 101 98.39 103.15 154.4 104.38 101.66 103.69 102.83 102.53 101.98 104.09 101.82 102.79 2002 100.6 95.37 106.54 223.83 107.52 103.62 108.24 104.46 104.84 103.38 107.65 103.49 105.32 2003 101.11 92.96 109.65 280.44 110.50 105.77 112.36 106.83 107.74 104.46 111.54 106.50 108.13
254
Lampiran 8. Lanjutan
Tahun CPIIDN CPIARG CPIUKR CPIKAZ CPIDZA CPIMYS CPIEGY CPIESP CPIMEX CPIJPN CPIIRN CPIBRA CPIW 1980 12.62 6.62 6.62 0.02 8.74 51.43 8.91 28.05 6.62 75.17 2.17 6.62 6.62 1981 14.16 7.75 7.75 0.02 10.02 56.42 9.83 32.14 7.75 78.86 2.70 7.75 7.75 1982 15.51 8.98 8.98 0.03 10.68 59.70 11.29 36.77 8.98 81.02 3.20 8.98 8.98 1983 17.33 10.44 10.44 0.04 11.32 61.91 13.11 41.24 10.44 82.55 3.83 10.44 10.44 1984 19.15 0.0003 12.13 0.05 12.32 64.32 15.34 45.89 12.13 84.42 4.31 12.13 12.13 1985 20.05 0.0023 14.13 0.06 13.52 64.55 17.20 49.94 14.13 86.13 4.50 14.13 14.13 1986 21.22 0.0043 15.85 0.07 15.19 65.02 21.30 54.33 15.85 86.67 5.33 15.85 15.85 1987 23.19 0.01 18.19 0.08 16.32 65.21 25.50 57.18 18.19 86.77 6.85 18.19 18.19 1988 25.05 0.03 21.11 0.12 17.28 66.88 30.00 59.95 21.11 87.36 8.82 21.11 21.11 1989 26.66 1.03 23.94 0.22 18.89 68.76 36.38 64.02 23.94 89.35 10.79 23.94 23.94 1990 28.74 24.87 30.95 0.58 22.03 70.56 42.48 68.32 30.95 92.08 11.61 30.95 30.95 1991 31.45 67.56 36.68 1.15 27.74 73.63 50.87 72.38 36.68 95.07 13.60 36.68 36.68 1992 33.82 84.38 43.00 2.02 36.52 77.14 57.80 76.67 43.00 96.71 17.11 43.00 43.00 1993 37.09 93.34 76.86 0.85 44.02 79.87 64.79 80.17 50.90 97.95 20.74 50.90 50.90 1994 40.25 97.24 91.32 16.87 56.81 82.85 70.07 83.95 64.54 98.64 27.26 64.54 64.54 1995 44.05 100.52 97.44 46.60 73.73 85.71 81.10 87.88 74.49 98.52 40.79 74.49 74.49 1996 47.56 100.67 98.74 64.85 87.50 88.70 86.93 91.00 80.96 98.65 52.60 80.96 80.96 1997 50.52 101.21 99.00 76.14 92.51 91.06 90.95 92.80 85.92 100.36 61.72 85.92 85.92 1998 80.02 102.14 99.17 81.59 97.09 95.86 94.48 94.50 90.89 101.02 72.75 90.89 90.89 1999 96.41 100.95 99.54 88.35 99.66 98.49 97.39 96.68 95.78 100.68 87.35 95.78 95.78 2000 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 2001 111.50 98.93 100.19 108.35 104.23 101.42 102.27 103.59 104.09 99.27 111.27 104.09 104.09 2002 124.75 124.53 100.21 114.68 105.70 103.25 105.07 106.77 107.65 98.36 127.23 107.65 107.65 2003 132.97 141.27 100.89 122.06 108.43 104.34 109.81 110.01 111.54 98.11 148.18 111.54 111.54
255
Lampiran 8. Lanjutan
Tahun CPIBEL CPINLD CPILBY CPIKOR CPIHKG CPIAGO CPIGOR 1980 52.33 60.80 27.97 33.19 22.36 2.23 0.02 1981 56.32 64.91 31.10 40.17 30.20 2.66 0.02 1982 61.24 68.71 34.29 43.17 33.50 3.06 0.03 1983 65.93 70.65 37.93 44.65 36.82 3.61 0.04 1984 70.12 72.96 42.66 45.68 40.00 4.19 0.05 1985 73.53 74.59 46.56 46.80 41.41 4.85 0.06 1986 74.48 74.66 48.09 49.09 42.87 5.65 0.07 1987 75.64 74.13 50.19 49.55 45.32 6.65 0.08 1988 76.52 74.69 53.24 53.09 48.88 7.82 0.12 1989 78.90 75.50 54.05 56.12 53.87 9.45 0.22 1990 81.62 77.98 58.62 60.93 59.40 11.10 0.58 1991 84.24 80.42 65.59 66.60 66.06 15.22 1.15 1992 86.29 82.98 71.73 70.80 72.40 23.09 0.17 1993 88.66 85.12 79.67 74.16 78.79 30.67 1.70 1994 90.77 87.51 83.75 78.80 85.71 40.65 19.86 1995 92.10 89.34 89.81 82.33 93.44 0.02 52.16 1996 94.00 91.14 93.42 86.39 99.40 1.02 72.69 1997 95.53 93.11 96.74 90.22 105.14 3.26 77.84 1998 96.44 94.96 100.33 97.00 108.14 6.76 80.62 1999 97.52 97.05 102.99 97.79 103.86 23.53 96.09 2000 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 2001 102.47 104.20 91.19 104.10 98.39 269.73 104.65 2002 104.16 107.60 82.17 106.90 95.37 560.94 110.47 2003 105.82 109.85 80.46 110.70 92.96 1093.03 115.75
256
Lampiran 9. Pendapatan Perkapita Negara Tahun 1980 – 2003
US $/Kapita
Tahun ICRUS ICFRA ICDEU ICCHN ICGBR ICIND ICPAK ICTUR ICUSA ICITA ICIDN ICAUS ICCAN 1980 3497.79 12531.23 11687.66 307.33 9654.82 266.12 393.50 1485.34 11990.88 7953.13 481.12 11348.8 10820.22 1981 3340.96 10896.22 9834.14 286.92 9145.9 277.94 443.08 1497.11 13313.43 7177.76 597.92 12988.3 11978.34 1982 3528.56 10256.8 9544.71 277.69 8695.11 277.82 401.71 1327.19 13704.03 7107.89 601.12 12193.5 12145.37 1983 3620.29 9730.62 9532.95 294.14 8229.18 296.72 403.19 1237.73 14735.63 7370.37 532.24 12041.6 13020.51 1984 3404.37 9178.42 8982.74 290.65 7721.34 287.7 408.42 1175.96 16221.03 7298.83 535.4 12815 13404.36 1985 3336.89 9494.72 9062.37 282.87 8132.85 293.32 378.69 1289.24 17228.57 7531.5 523.49 11079.4 13569.32 1986 4036.71 13184.44 12964.09 269.6 9956.33 314.68 389.12 1422.59 18035.03 10671.5 470.97 11445 13877.85 1987 4621.36 15935.66 16115.33 288.57 12183.98 341.04 424.18 1606.22 18963.96 13421.3 438.66 13470.6 15640.16 1988 5086.47 17233.56 17280.34 354.38 14763.42 369.56 451.74 1643.58 20222.19 14827.7 504.04 16767.7 18207.03 1989 5204.14 17189.76 17072.17 390.79 14865.01 358.45 426.53 1903.71 21514.28 15394.6 566.25 18292.4 20024.69 1990 3839.79 21149.29 21551.46 337.47 17433.88 381.73 467.39 2629.59 22529.64 19436.8 628.18 18403.5 20728.75 1991 3766.26 21104.17 22692.34 347.82 18152.6 331.7 492.69 2589.2 23029.17 20441.4 692.41 18524.9 20991.7 1992 3292.56 23152.12 25737.56 415.53 18763.5 326.62 501.98 2679.2 24086.88 21632.7 739.9 18071.7 20091.33 1993 3077.93 21826.23 24780.83 511.69 16798.24 312.73 512.69 2984.99 25031.57 17411.4 827.72 17326.9 19325.88 1994 2748.00 22943.11 26395.25 457.28 18116.95 351.53 550.62 2123.65 26311.24 17931.6 913.13 19392.2 19162.38 1995 2693.62 26261.26 30891.43 584.5 19658.13 391.59 590.14 2703.9 27233.77 19148.1 1028.67 20710.9 19850.61 1996 2650.21 26216.91 29768.66 675.09 20561.44 405.25 578.25 2846.88 28484.4 21478.5 1141.31 22750 20427.75 1997 2741.82 23645.7 26320.82 735.86 22841.83 432.23 545.5 2926.49 29956.03 20296.9 1068.64 22567.7 21019.24 1998 1838.24 24337.24 26578.07 768.38 24405.55 427.44 532.59 3033.76 31235.27 20789 466.63 19894.7 20145.78 1999 1332.44 23967.03 26055.73 798.21 24993.9 447.96 506.51 2752.96 32766.51 20480.7 678.07 21343.7 21420.2 2000 1772.09 21776.13 23076.48 863.41 24513.75 455.34 495.69 2920.29 34364.5 18622 718.04 20320 23280.41 2001 2100.34 21877.47 22945.41 932.52 24312.25 466.02 461.12 2101.36 35107.18 18890.9 675.03 19120.3 22752.21 2002 2374.45 23694.66 24510.69 1001.06 26488.15 481.83 495.33 2620.5 36004.3 20497.2 805.93 21110.7 23208.81 2003 2974.14 28957.91 29586.36 1108.94 30327.12 555.47 550.07 3364.1 37425.43 25332.1 958.39 26734 27074.92
257
Lampiran 9. Lanjutan US $/Kapita
Tahun ICARG ICUKR ICKAZ ICDZA ICMYS ICESP ICLBY ICKOR ICHKG ICAGO ICGOR ICIRN 1980 2687.17 0 0 2252.19 1779.22 6083.11 11738.71 431.79 5742.52 686.83 0 2321.46 1981 2738.54 0 0 2281.84 1771.63 5264.54 9811.42 468.46 6029.33 622.79 0 2426.48 1982 2770.98 0 0 2249.07 1850.58 5060.47 9196.55 615.52 6146.2 601.11 0 2866.59 1983 2953.65 0 0 2350.95 2026.01 4394.48 8506.82 642.63 5585.57 603.21 0 3372.9 1984 3078.98 0 0 2470.39 222.73 4406.93 7423.03 639.27 6176.61 620.44 0 3433.97 1985 2908.76 0 0 2624.61 1990.13 4610.79 7384.92 656.74 6488.96 738.65 0 1527.91 1986 3442.1 0 0 2771.9 1723.74 6381.62 5779.27 749.65 7382.9 676.76 0 1444.08 1987 3486.17 0 0 2756.1 1914.19 8057.43 5223.77 819.93 9016.68 759.59 0 1683.86 1988 4006.96 0 0 2446.44 2048.26 9466.48 5727.69 859.33 10581.38 802.08 0 1704.83 1989 2385.45 0 0 2249.27 2234.73 10394.34 5925.49 929.41 12086.72 909.72 0 1635.76 1990 4338.53 1797.6 1800.46 2447.18 2467 13394.34 6527.09 850.81 13311.26 977.47 1553.07 1594.54 1991 5742.1 1639.33 1660.1 1800.48 2681.45 14358.56 7078.07 778.32 15102.74 1120.55 1278.75 1640.95 1992 6830.26 1508.94 1616.96 1853.88 3143.48 15644.66 7160.55 676.11 17394.47 1246.8 731.83 1665.26 1993 6973.99 1327.16 1515.13 1876.46 3461.86 12980.97 6637.12 561.09 19731.76 87504 539.64 1796.99 1994 7492.1 1047.33 1367.46 1529.63 3754.3 13077.39 6070.42 445.32 21896.23 873.1 503.84 1766.79 1995 7409.14 943.28 1296.01 1487.98 4362.6 15106.44 5312.35 256.11 22906.56 406.67 537.18 1756.9 1996 7719.7 870.62 1341.38 1632.41 4827.16 15730.39 5686.65 517.05 24920.47 518.03 818.42 1804.8 1997 8210.05 988.55 1430.5 1649.92 4674.93 14445.01 6138.35 490.07 27241.72 593.13 718.42 1664.64 1998 8284.8 834.06 1445.11 1615.3 3286.6 15085.5 5341.88 475.79 25562.72 493.27 748.38 1608.35 1999 7770.66 635.85 1112.81 1619.59 3519.94 15381 5858.91 480.43 24520.22 455.74 586.49 1657.91 2000 7706.75 636.48 1216.77 1787.81 3927.43 14261.12 6400.27 486.47 24914.9 659.62 644.9 1550.98 2001 7212.23 782.51 1482.59 1777.01 3746 14795.76 5251.65 500.94 24226.76 628.65 687.28 1648.08 2002 2710.84 882.52 1655.08 1791.43 3969.99 16488.49 3466.25 540.35 23509.26 670.11 736.28 2004.67 2003 3409.95 1055.26 2075.58 2045.21 4245.1 20903.41 3421.27 580.66 22760.6 918.8 873.99 2017.46
258
Lampiran 9. Lanjutan
Tahun ICSGP ICBRA ICEGY 1980 25091 2022.25 558.56 1981 29339 2013.08 413.78 1982 32670 2040.92 466.41 1983 36733 1379.26 510.72 1984 40048 1337.61 555.08 1985 38924 1459.88 585.00 1986 39264 1740.73 640.61 1987 42973 1884.13 668.63 1988 50714 2010.37 695.57 1989 58190 2649.00 722.98 1990 66885 2933.55 750.74 1991 74613 2685.13 763.94 1992 81224 2532.15 817.64 1993 94289 2798.59 884.67 1994 107851 3435.83 1002.70 1995 118963 4363.53 1104.55 1996 130035 4730.43 1256.87 1997 141641 4857.13 1334.29 1998 137085 4666.40 1401.65 1999 139616 3132.07 1517.35 2000 159662 3461.06 1535.41 2001 154078 2882.65 1390.53 2002 158064 2576.03 1327.14 2003 159135 2787.82 1137.71
259
Lampiran 10. Nilai Tukar Beberapa Negara Tahun 1980 - 2003
TAHUN ERUSA ERFRA ERCAN ERAUS ERARG ERRUS ERDEU ERUKR ERGBR ERKAZ 1980 1.00000000 0.64418000 1.16921670 0.87824430 0.00000005 0.66000000 0.92935820 0.00001822 0.43029500 0.00000000 1981 1.00000000 0.82850000 1.19890830 0.87021460 0.00000028 0.72000000 1.15551970 0.00003500 0.49764130 0.00000000 1982 1.00000000 1.00190000 1.23373330 0.98586280 0.00000126 0.73000000 1.24069660 0.00064130 0.57244680 0.00000000 1983 1.00000000 1.16180000 1.23241670 1.11001500 0.00000860 0.73800000 1.30546030 0.00000000 0.65972460 0.00000000 1984 1.00000000 1.33000000 1.29506670 1.13951920 0.00000000 0.81400000 1.45510690 0.00000000 0.75180670 0.00000000 1985 1.00000000 1.36970000 1.36548330 1.43189500 0.00006018 0.85000000 1.50522630 0.00000000 0.77924600 0.00000000 1986 1.00000000 1.05580000 1.38950000 1.49597420 0.00009430 0.70900000 1.11026180 0.00000000 0.68219730 0.00000000 1987 1.00000000 0.91630000 1.32599170 1.42818000 0.00021440 0.63700000 0.91899180 0.00000000 0.61192650 0.00000000 1988 1.00000000 0.90812000 1.23070830 1.27990830 0.00087530 0.60700000 0.89794360 0.00000000 0.56217020 0.00000000 1989 1.00000000 0.97264000 1.18399170 1.26459670 0.04233400 0.62700000 0.96125000 0.00000000 0.61117280 0.00000000 1990 1.00000000 0.83012600 1.16677500 1.28105670 0.48758910 0.66600000 0.82611130 0.00001822 0.56317720 0.00322280 1991 1.00000000 0.86013000 1.14571670 1.28375580 0.95355440 0.00249660 0.84851020 0.00003500 0.56701530 0.00628020 1992 1.00000000 0.80703700 1.20872500 1.36164830 0.99064170 0.03879050 0.79845900 0.00064130 0.56977420 0.09198510 1993 1.00000000 0.86335380 1.29007420 1.47056000 0.99894580 0.37479980 0.84532950 0.02151740 0.66676660 1.19694410 1994 1.00000000 0.84640380 1.36563830 1.36675080 0.99900830 1.49724460 0.82972150 0.22199130 0.65342660 19.29652100 1995 1.00000000 0.76094660 1.37244080 1.34903250 0.99975000 3.57877110 0.73274900 1.12154260 0.62266810 49.35982800 1996 1.00000000 0.77985640 1.36346830 1.27786330 0.99966250 5.12083330 0.76937880 1.82946860 0.64095830 67.30333300 1997 1.00000000 0.88979790 1.38461670 1.34738000 0.99950000 5.78383330 0.88608700 1.86165830 0.61083610 75.43750000 1998 1.00000000 0.89937540 1.48346310 1.59182830 0.99950000 9.70508330 0.89970380 2.44954170 0.60382360 78.30333300 1999 1.00000000 0.93862730 1.48573170 1.54995000 0.99950000 24.61990000 0.93862730 4.13044170 0.61805680 119.52333000 2000 1.00000000 1.08540080 1.48511000 1.72482670 0.99950000 28.12916700 1.08540080 5.44023330 0.66093080 142.13333000 2001 1.00000000 1.11751000 1.54876080 1.93344250 0.99950000 29.16852500 1.11751000 5.37215830 0.69465500 146.73583000 2002 1.00000000 1.62551700 1.56931830 1.84056250 3.06325670 31.34848300 1.06255170 5.32662500 0.66722330 153.27917000 2003 1.00000000 0.88603420 1.40105170 1.54191420 2.90062920 30.69202500 0.88603420 5.33268830 0.61247250 149.57583000
260
Lampiran 10. Lanjutan
TAHUN ERBRA ERDZA ERITA ERMYS EREGY ERESP ERMEX ERJPN ERCHN 1980 0.00000000 3.83745000 0.44238120 2.17688330 0.70000070 0.43093720 0.22951000 226.74083000 1.49840000 1981 0.00000000 4.31580830 0.58709010 2.30411250 1.08779060 0.55486540 0.02451460 220.53583000 1.70453330 1982 0.00000000 4.59219170 0.69851310 2.33539170 1.20000360 0.66026690 0.05640170 249.07667000 1.89254170 1983 0.00000000 4.78880000 0.78441970 2.32125000 1.29586600 0.86203120 0.12009360 237.51167000 1.97567500 1984 0.00000000 4.98337500 0.90739450 2.34364170 1.36281980 0.96619310 0.16782760 237.52250000 2.32004170 1985 0.00000000 5.02780000 0.98614300 2.48301700 1.40644520 1.02198550 0.25687160 238.53583000 2.93665830 1986 0.00000000 4.70231670 0.76993910 2.58144170 1.59523660 0.84170770 0.61177260 168.51983000 3.45279170 1987 0.00000001 4.84974170 0.66936430 2.51963830 1.75546410 0.74211970 1.37818250 144.63750000 3.72210000 1988 0.00000010 5.91476670 0.67223450 2.61878330 1.93663640 0.70010000 2.27310500 128.15167000 3.72210000 1989 0.00000103 7.60855830 0.70862710 2.70884170 2.22688620 0.71146410 2.46147250 137.96442000 3.76510830 1990 0.00002484 8.95750830 0.61876790 2.70487500 2.63522060 0.61263520 2.81259920 144.79250000 4.78320830 1991 0.00014790 18.47287500 0.64072330 2.75006670 3.13800830 0.62452120 3.01843000 134.70667000 5.32339170 1992 0.00164110 21.83607500 0.63648450 2.54738330 3.32174830 0.61531070 3.09489830 126.65133000 5.51459170 1993 0.32163100 23.34540700 0.81273060 2.57409500 3.35251750 0.76485050 3.11561670 111.19779000 5.76195830 1994 0.63931210 35.05850100 0.83275383 2.62425670 3.38513330 0.80510350 3.37511670 102.20781000 8.61874270 1995 0.91766670 47.66272700 0.84127380 2.50440420 3.39228300 0.74939600 6.41942500 94.05957900 8.35141670 1996 1.00510000 54.74893300 0.79686560 2.51594250 3.39148330 0.76125140 7.59944840 108.77906000 8.31417500 1997 1.07799170 57.70735000 0.87957610 2.81319170 3.38875000 0.87996360 7.91846000 120.99086000 8.28981670 1998 1.16051670 58.73895800 0.89667630 3.92437500 3.38800000 0.89788400 9.13604180 130.90530000 8.27895830 1999 1.81473330 66.57387500 0.93862730 3.80000000 3.39525000 0.93862730 9.56003975 113.90681000 8.27825000 2000 1.83014170 75.25979200 1.08540080 3.80000000 3.47205000 1.08540080 9.45555830 107.76550000 8.27850420 2001 2.35770830 77.21502100 1.11751000 3.80000000 3.97300000 1.11751000 9.34234170 121.52896000 8.27706830 2002 2.92082510 79.68190000 1.06255170 3.80000000 4.49966670 1.06255170 9.65595830 125.38802000 8.27695750 2003 3.07708680 77.39497500 0.88603420 3.80000000 5.85087500 0.88603420 10.78901900 115.93346000 8.27703670
261
Lampiran 10. Lanjutan
TAHUN ERBEL ERTUR ERPAK ERNLD ERLBY ERKOR ERSGP ERIDN 1980 0.72000000 76.04000000 9.90000000 0.90000000 0.30000000 607.43000000 2.14000000 626.99400000 1981 0.92000000 111.22000000 9.90000000 1.13000000 0.30000000 681.03000000 2.11000000 631.75667000 1982 1.13000000 162.55000000 11.85000000 1.21000000 0.30000000 731.08000000 2.14000000 661.42075000 1983 1.27000000 225.46000000 13.12000000 1.30000000 0.30000000 775.75000000 2.11000000 909.26483000 1984 1.43000000 366.68000000 14.05000000 1.46000000 0.30000000 805.98000000 2.13000000 1025.94480000 1985 1.47000000 521.98000000 15.93000000 1.51000000 0.30000000 870.02000000 2.20000000 1110.58000000 1986 1.11000000 674.51000000 16.65000000 1.11000000 0.32000000 881.45000000 2.18000000 1282.56000000 1987 0.93000000 857.21000000 17.40000000 0.92000000 0.30000000 822.57000000 2.11000000 1643.84830000 1988 0.91000000 1422.35000000 18.00000000 0.90000000 0.29000000 731.47000000 2.01000000 1685.70420000 1989 0.98000000 2121.68000000 20.54000000 0.96000000 0.30000000 671.46000000 1.95000000 1770.05920000 1990 0.83000000 2608.64000000 21.71000000 0.83000000 0.28000000 707.76000000 1.81000000 1842.81330000 1991 0.85000000 4171.82000000 23.80000000 0.85000000 0.28000000 733.35000000 1.73000000 1950.31750000 1992 0.80000000 6872.42000000 25.08000000 0.80000000 0.28000000 780.65000000 1.63000000 2029.92080000 1993 0.86000000 10984.63000000 28.11000000 0.84000000 0.30000000 802.67000000 1.62000000 2087.10390000 1994 0.83000000 29608.68000000 30.57000000 0.83000000 0.35000000 803.45000000 1.53000000 2160.75370000 1995 0.73000000 45845.06000000 31.64000000 0.73000000 0.42000000 771.27000000 1.42000000 2248.60800000 1996 0.77000000 81404.89000000 36.08000000 0.77000000 0.44000000 804.45000000 1.41000000 2342.29630000 1997 0.89000000 151865.00000000 41.11000000 0.89000000 0.46000000 951.29000000 1.49000000 2909.38000000 1998 0.90000000 260724.25000000 45.05000000 0.90000000 0.47000000 1401.44000000 1.67000000 10013.62300000 1999 0.94000000 418782.92000000 49.50000000 0.94000000 0.46000000 1188.82000000 1.70000000 7855.15000000 2000 1.09000000 625218.50000000 53.65000000 1.90000000 0.51000000 1130.96000000 1.72000000 8421.77500000 2001 1.12000000 1225588.10000000 61.93000000 1.12000000 0.61000000 1290.99000000 1.79000000 10260.85000000 2002 1.06000000 1507226.40000000 59.72000000 1.06000000 1.27000000 1251.09000000 1.79000000 9311.19170000 2003 0.89000000 1500885.20000000 57.75000000 0.89000000 1.29000000 1191.61000000 1.74000000 8577.13330000
262
Lampiran 10. Lanjutan
TAHUN ERHKG ERAGO ERGOR 1980 4.98000000 0.00000000 0.00000000 1981 5.59000000 0.00000000 0.00000000 1982 6.07000000 0.00000000 0.00000000 1983 7.27000000 0.00000000 0.00000000 1984 7.82000000 0.00000000 0.00000000 1985 7.79000000 0.00000000 0.00000000 1986 7.80000000 0.00000000 0.00000000 1987 7.80000000 0.00000000 0.00000000 1988 7.81000000 0.00000000 0.00000000 1989 7.80000000 0.00000000 0.00000000 1990 7.80000000 0.00000000 0.00000000 1991 7.77000000 0.00000000 0.00000000 1992 7.74000000 0.00000000 0.00000000 1993 7.74000000 0.00000000 0.01000000 1994 7.73000000 0.00000000 1.10000000 1995 7.74000000 0.00000000 1.36000000 1996 7.73000000 0.13000000 1.26000000 1997 7.74000000 0.23000000 1.30000000 1998 7.75000000 0.39000000 1.39000000 1999 7.76000000 2.79000000 2.03000000 2000 7.79000000 10.04000000 1.98000000 2001 7.80000000 22.06000000 2.03000000 2002 7.80000000 43.53000000 2.20000000 2003 7.79000000 74.61000000 2.15000000
263
Lampiran 11. Program Estimasi Model Industri Tepung Terigu Indonesia dengan menggunakan Metode 2SLS, Prosedur SYSLIN, Software SAS/ETS versi 6.12 options nodate nonumber; data purwoto; merge sasuser.data1yes sasuser.data2yes sasuser.data3yes sasuser.data4yes sasuser.data5yes sasuser.data6yes; if CPITUR < 1 then CPITUR=1; if PXTTUR < 0 then PXTTUR=1; if PXGTUR < 0 then PXGTUR=1; if PLXGTUR < 0 then PLXGTUR=1; if PMTTUR < 0 then PMTTUR=1; if tahun = . then delete; run; data analisis; set purwoto; /* Membuat Variabel Dampak Kebijakan Perdagangan Thd Kinerja Industri Tepung Terigu Indo */ QTIDN = 0.74*DGM; STIDN = QTIDN + MTIDN - XTIDN; MGIDN = MGIUSA + MGIAUS + MGICAN + MGRIDN; MTIDN = MTIJPN + MTISGP + MTIAUS + MTRIDN; DGIDN = MGIDN; DGM = MGIDN - DGT - DGS - DGPL - DGFM - DGL - DGB; ZGIDN = DGIDN - MGIDN; LSTIDN = Lag(STIDN); ZTIDN = STIDN - DTIDN; PMTIDR = (PMTIDN *ERIDN)/1000; RPTIDN = (PTIDN /CPIIDN)*100; RPMTIDR = (PMTIDR /CPIIDN)*100; Lampiran 12. Lanjutan RPTPB = (PTPB /CPIIDN)*100; RPTPE = (PTPE /CPIIDN)*100; MARIN = RPTIDN - RPMTIDR; MARPB = RPTPB - RPTIDN; DTIDN = DTRT + DTKM + DTIM + DTRS; QGSOV = QGARM + QGAZR + QGBLS + QGGOR + QGKAZ + QGKYR + QGLAT + QGLIT + QGMOL + QGUKR + QGRUS; DGSOV = DGARM + DGAZR + DGBLS + DGGOR + DGKAZ + DGKYR + DGLAT + DGLIT + DGMOL + DGUKR + DGRUS; QTSOV = QTARM + QTAZR + QTBLS + QTGOR + QTKAZ + QTKYR + QTLAT + QTLIT + QTMOL + QTUKR + QTRUS; DTSOV = DTARM + DTAZR + DTBLS + DTGOR + DTKAZ + DTKYR + DTLAT + DTLIT + DTMOL + DTUKR + DTRUS; XGSOV = XGARM + XGAZR + XGBLS + XGGOR + XGKAZ + XGKYR + XGLAT + XGLIT + XGMOL + XGUKR + XGRUS; MGSOV = MGARM + MGAZR + MGBLS + MGGOR + MGKAZ + MGKYR + MGLAT + MGLIT + MGMOL + MGUKR + MGRUS; XTSOV = XTARM + XTAZR + XTBLS + XTGOR + XTKAZ + XTKYR + XTLAT + XTLIT + XTMOL + XTUKR + XTRUS; MTSOV = MTARM + MTAZR + MTBLS + MTGOR + MTKAZ + MTKYR + MTLAT + MTLIT + MTMOL + MTUKR + MTRUS; XGSD = XGRW - XGSOV + XGRUS + XGUKR + XGKAZ; MGSD = MGRW - MGSOV; XTSD = XTRW - XTSOV; MTSD = MTRW - MTSOV + MTGOR; XGW = XGUSA + XGFRA + XGSOV + XGCAN + XGAUS + XGSD + XGARG + XGDEU + XGGBR; MGW = MGSOV + MGITA + MGBRA + MGJPN + MGDZA + MGIDN + MGSD + MGMYS + MGEGY + MGESP + MGMEX + MGCHN; XTW = XTFRA+XTBEL +XTSOV+XTTUR+XTDEU + XTSD + XTITA + XTESP + XTPAK + XTJPN + XTNLD + XTCHN + XTIDN; MTW = MTNLD + MTLBY + MTSOV + MTAGO + MTUSA + MTIDN + MTSD + MTKOR + MTPAK + MTHKG + MTFRA; OMGW = MGSOV + MGITA + MGBRA + MGJPN + MGDZA + MGSD + MGMYS + MGEGY + MGESP + MGMEX + MGCHN; QGSD = QGRW - QGSOV + QGRUS; DGSD = DGRW - DGSOV + DGRUS; QTSD = QTRW - QTSOV + QTRUS; DTSD = DTRW - DTSOV + DTRUS; QGW = QGCHN + QGPAK + QGTUR + QGAUS + QGFRA + QGIND + QGUSA + QGCAN + QGDEU + QGSD; Lampiran 12. Lanjutan
DGW = DGFRA + DGDEU + DGCHN + DGGBR + DGIND + DGPAK + DGTUR + DGUSA + DGITA + DGIDN + DGSD; QTW = QTCHN + QTIND + QTUSA + QTPAK + QTTUR + QTIRN + QTBRA + QTEGY + QTITA + QTIDN + QTSD; DTW = DTCHN + DTUSA + DTIND + DTBRA + DTEGY + DTPAK + DTTUR + DTITA + DTIDN + DTIRN + DTSD; /* Merilkan data Nominal */ RPMGTUR = (PMGTUR /CPITUR)*100; RPXGCHN = (PXGCHN /CPICHN)*100; RPLXGCHN= (PLXGCHN/CPICHN)*100; RPXGPAK = (PXGPAK /CPIPAK)*100; RPLXGPAK= (PLXGPAK/CPIPAK)*100; RPXGAUS = (PXGAUS /CPIAUS)*100;
264
RPLXGAUS= (PLXGAUS/CPIAUS)*100; RPXGFRA = (PXGFRA /CPIFRA)*100; RPXGDEU = (PXGDEU /CPIDEU)*100; RPMGRUS = (PMGRUS /CPIRUS)*100; RPMGDEU = (PMGDEU /CPIDEU)*100; RPMGGBR = (PMGGBR /CPIGBR)*100; RPMGIDN = (PMGIDN /CPIIDN)*100; RPMGFRA = (PMGFRA /CPIFRA)*100; RPGW = (PGW /CPIW )*100; RPXGGBR = (PXGGBR /CPIGBR)*100; RPXGKAZ = (PXGKAZ /CPIKAZ)*100; RPXGIDN = (PXGIDN /CPIIDN)*100; RPMGDZA = (PMGDZA /CPIDZA)*100; RPMGMYS = (PMGMYS /CPIMYS)*100; RPMGEGY = (PMGEGY /CPIEGY)*100; RPMGESP = (PMGESP /CPIESP)*100; RPMGMEX = (PMGMEX /CPIMEX)*100; RPMGJPN = (PMGJPN /CPIJPN)*100; RPMGCHN = (PMGCHN /CPICHN)*100; RPMGBRA = (PMGBRA /CPIBRA)*100; RPXTIND = (PXTIND /CPIIND)*100; RPXGW = (PXGW /CPIW )*100; RPXTSOV = (PXTRUS /CPIRUS)*100; RPXTRUS = (PXTRUS /CPIRUS)*100; RPXTIRN = (PXTIRN /CPIIRN)*100; RPXTITA = (PXTITA /CPIITA)*100; RPXTIDN = (PXTIDN /CPIIDN)*100; RPMTUSA = (PMTUSA /CPIUSA)*100; RPMTIND = (PMTIND /CPIIND)*100; RPMTSOV = (PMTRUS /CPIRUS)*100; RPMTRUS = (PMTRUS /CPIRUS)*100; RPMTBRA = (PMTBRA /CPIBRA)*100; RPMTPAK = (PMTPAK /CPIPAK)*100; RPMTITA = (PMTITA /CPIITA)*100; RPMTIRN = (PMTIRN /CPIIRN)*100; RPXTFRA = (PXTFRA /CPIFRA)*100; RPXTPAK = (PXTPAK /CPIPAK)*100; RPXTCHN = (PXTCHN /CPICHN)*100;
RPLMTLBY= (PLMTLBY/CPILBY)*100; RPLMTKOR= (PLMTKOR/CPIKOR)*100; RPMTIDN = (PMTIDN /CPIIDN)*100; RPLMTHKG= (PLMTHKG/CPIHKG)*100; RPMTFRA = (PMTFRA /CPIFRA)*100; RPLMTFRA= (PLMTFRA/CPIFRA)*100; RPMTAGO = (PMTAGO /CPIAGO)*100; RPLMTAGO= (PLMTAGO/CPIAGO)*100; RPXTW = (PXTW /CPIW )*100; Lampiran 11. Lanjutan
RPXTBEL = (PXTBEL /CPIBEL)*100; RPXTJPN = (PXTJPN /CPIJPN)*100; RPXTNLD = (PXTNLD /CPINLD)*100; RPMTW = (PMTW /CPIW )*100; RPMTLBY = (PMTLBY /CPILBY)*100; RPMTGOR = (PMTGOR /CPIGOR)*100; RPMTNLD = (PMTNLD /CPINLD)*100; RPMTHKG = (PMTHKG /CPIHKG)*100; RPMTKOR = (PMTKOR /CPIKOR)*100; RPXGUSA = (PXGUSA /CPIUSA)*100; RPXGCAN = (PXGCAN /CPICAN)*100; RPXGARG = (PXGARG /CPIARG)*100; RPMGSOV = (PMGRUS /CPIRUS)*100; RPXGSOV = (PXGRUS /CPIRUS)*100; RPXGRUS = (PXGRUS /CPIRUS)*100; RPXGUKR = (PXGUKR /CPIUKR)*100; RPMGW = (PMGW /CPIW )*100; RPMGITA = (PMGITA /CPIITA)*100; RPXTDEU = (PXTDEU /CPIDEU)*100; RPXTESP = (PXTESP /CPIESP)*100; RPXGIND = (PXGIND /CPIIND)*100; RPMGIND = (PMGIND /CPIIND)*100; RPMGUSA = (PMGUSA /CPIUSA)*100;
265
RPXTUSA = (PXTUSA /CPIUSA)*100; RPXTBRA = (PXTBRA /CPIBRA)*100; RPMTCHN = (PMTCHN /CPICHN)*100; RPMTEGY = (PMTEGY /CPIEGY)*100; RPXTEGY = (PXTEGY /CPIEGY)*100; RPXTTUR = (PXTTUR /CPITUR)*100; RPXGTUR = (PXGTUR /CPITUR)*100; RPLXGTUR= (PLXGTUR/CPITUR)*100; RPMTTUR = (PMTTUR /CPITUR)*100; RPXTCAN = (PXTCAN /CPICAN)*100; RPXTAUS = (PXTAUS /CPIAUS)*100; RPXTUKR = (PXTUKR /CPIUKR)*100; RPXTGBR = (PXTGBR /CPIGBR)*100; RPXTARG = (PXTARG /CPIARG)*100; RPMTDZA = (PMTDZA /CPIDZA)*100; RPMTCAN = (PMTCAN /CPICAN)*100; RPMTARG = (PMTARG /CPIARG)*100; RPMTDEU = (PMTDEU /CPIDEU)*100; RPMTMYS = (PMTMYS /CPIMYS)*100; RPMTESP = (PMTESP /CPIESP)*100; RPMTJPN = (PMTJPN /CPIJPN)*100;
RPXGBEL = (PXGBEL /CPIBEL)*100; RPXGITA = (PXGITA /CPIITA)*100; RPXGESP = (PXGESP /CPIESP)*100; RPXGNLD = (PXGNLD /CPINLD)*100; RPMGLBY = (PMGITA /CPIITA)*100; RPXTKOR = (PXTDEU /CPIDEU)*100; RPXTNLD = (PXTESP /CPIESP)*100; RPXGAGO = (PXGAGO /CPIAGO)*100; RPXGJPN = (PXGJPN /CPIJPN)*100; RPMGHKG = (PMGHKG /CPIHKG)*100; RPMGGOR = (PMGGOR /CPIGOR)*100; RPMGNLD = (PMGNLD /CPINLD)*100; RPMGKOR = (PMGKOR /CPIKOR)*100; RPMGAGO = (PMGAGO /CPIAGO)*100; Lampiran 11. Lanjutan
RPXTKAZ = (PXTKAZ /CPIKAZ)*100; RPMGPAK = (PMGPAK /CPIPAK)*100; RPMTBEL = (PMTBEL /CPIBEL)*100; RPMTMEX = (PMTMEX /CPIMEX)*100; RPHIDN = (PHIDN /CPIIDN)*100; RPSIDN = (PSIDN /CPIIDN)*100; ROPKM = (OPKM /CPIIND)*100; ROPRT = (OPRT /CPIIND)*100; RPMGIUSA = (PMGIUSA/CPIUSA)*100; RPMGIAUS = (PMGIAUS/CPIAUS)*100; RPMGICAN = (PMGICAN/CPICAN)*100; RPMTIJPN = (PMTIJPN/CPIJPN)*100; RPMTISGP = (PMTISGP/CPISGP)*100; RPMTIAUS = (PMTIAUS/CPIAUS)*100; /* Membuat Nilai Tukar Thd Indonesia */ ERIUSA = 1/ERUSA; ERIAUS = ERAUS/ERIDN; ERICAN = ERCAN/ERIDN; ERIJPN = ERJPN/ERIDN; ERISGP = ERSGP/ERIDN; GOOR = RPGW; TOOR = RPXTW; /* Membuat Variabel Lag */ LQTW = Lag(QTW); LQGW = Lag(QGW); LMTW = Lag(MTW); LXTW = Lag(XTW); LMGW = Lag(MGW); LXGW = Lag(XGW); LOMGW = Lag(OMGW); LIRCAN = Lag(IRCAN); LIRAUS = Lag(IRAUS); LIRTUR = Lag(IRTUR);
266
LIRIDN = Lag(IRIDN); LIREGY = Lag(IREGY); LIRTUR = Lag(IRTUR); LIRPAK = Lag(IRPAK); LIRIND = Lag(IRIND); LCPIHKG = Lag(CPIHKG); LCPIPAK = Lag(CPIPAK); LCPIUSA = Lag(CPIUSA); LCPINLD = Lag(CPINLD); LCPIKOR = Lag(CPIKOR); LCPILBY = Lag(CPILBY); LCPIBRA = Lag(CPIBRA); LCPIIDN = Lag(CPIIDN); LCPIJPN = Lag(CPIJPN); LCPIESP = Lag(CPIESP); LCPIEGY = Lag(CPIEGY); LCPIMYS = Lag(CPIMYS); LCPIITA = Lag(CPIITA); LCPIDZA = Lag(CPIDZA); LCPIGOR = Lag(CPIGOR); LCPIAGO = Lag(CPIAGO); LTEGAUS = Lag(TEGAUS); LPENGBR = Lag(PENGBR); Lampiran 11. Lanjutan
LPENIRN = Lag(PENIRN); LPENITA = Lag(PENITA); LPENTUR = Lag(PENTUR); LPENEGY = Lag(PENEGY); LPENRUS = Lag(PENRUS); LPENIND = Lag(PENIND); LPENCHN = Lag(PENCHN); LPENGOR = Lag(PENGOR); LPENFRA = Lag(PENFRA); LPENHKG = Lag(PENHKG); LPENIDN = Lag(PENIDN); LPENPAK = Lag(PENPAK); LPENNLD = Lag(PENNLD); LICRUS = Lag(ICRUS); LICGBR = Lag(ICGBR); LICIRN = Lag(ICIRN); LICITA = Lag(ICITA); LICTUR = Lag(ICTUR); LICCHN = Lag(ICCHN); LICBRA = Lag(ICBRA); LICIDN = Lag(ICIDN); LICJPN = Lag(ICJPN); LICEGY = Lag(ICEGY); LICMYS = Lag(ICMYS); LICDZA = Lag(ICDZA); LICGOR = Lag(ICGOR); LICAGO = Lag(ICAGO); LICFRA = Lag(ICFRA); LICHKG = Lag(ICHKG); LICIND = Lag(ICIND); LICPAK = Lag(ICPAK); LICUSA = Lag(ICUSA); LICNLD = Lag(ICNLD); LICKOR = Lag(ICKOR); LICLBY = Lag(ICLBY); LERICAN = Lag(ERICAN); LERIAUS = Lag(ERIAUS); LEREGY = Lag(EREGY); LERMEX = Lag(ERMEX); LERBRA = Lag(ERBRA); LERCHN = Lag(ERCHN); LERMYS = Lag(ERMYS); LERDZA = Lag(ERDZA); LERKAZ = Lag(ERKAZ); LERGBR = Lag(ERGBR); LERUKR = Lag(ERUKR); LERRUS = Lag(ERRUS);
267
LERARG = Lag(ERARG); LERAUS = Lag(ERAUS); LERCAN = Lag(ERCAN); LERGOR = Lag(ERGOR); LERAGO = Lag(ERAGO); LERHKG = Lag(ERHKG); LERIDN = Lag(ERIDN); LERPAK = Lag(ERPAK); LERNLD = Lag(ERNLD); LERKOR = Lag(ERKOR); LERLBY = Lag(ERLBY); Lampiran 11. Lanjutan
LERIDN = Lag(ERIDN); LERCHN = Lag(ERCHN); LERNLD = Lag(ERNLD); LERJPN = Lag(ERJPN); LERPAK = Lag(ERPAK); LERFRA = Lag(ERFRA); LERDEU = Lag(ERDEU); LERESP = Lag(ERESP); LERTUR = Lag(ERTUR); LERITA = Lag(ERITA); LERBEL = Lag(ERBEL); LQGEGY = Lag(QGEGY); LQGTUR = Lag(QGTUR); LQGGBR = Lag(QGGBR); LQGUKR = Lag(QGUKR); LQGDEU = Lag(QGDEU); LQGRUS = Lag(QGRUS); LQGAUS = Lag(QGAUS); LQGCAN = Lag(QGCAN); LQGUSA = Lag(QGUSA); LQGGOR = Lag(QGGOR); LQGLBY = Lag(QGLBY); LQGFRA = Lag(QGFRA); LQGJPN = Lag(QGJPN); LQGESP = Lag(QGESP); LQGMEX = Lag(QGMEX); LQGEGY = Lag(QGEGY); LQGITA = Lag(QGITA); LQGDZA = Lag(QGDZA); LQGBRA = Lag(QGBRA); LQGARG = Lag(QGARG); LQGKAZ = Lag(QGKAZ); LQGCHN = Lag(QGCHN); LQGPAK = Lag(QGPAK); LQGSOV = Lag(QGSOV); LDGSOV = Lag(DGSOV); LDGBRA = Lag(DGBRA); LDGJPN = Lag(DGJPN); LDGMEX = Lag(DGMEX); LDGESP = Lag(DGESP); LDGEGY = Lag(DGEGY); LDGMYS = Lag(DGMYS); LDGDZA = Lag(DGDZA); LDGITA = Lag(DGITA); LDGKAZ = Lag(DGKAZ); LDGGBR = Lag(DGGBR); LDGUKR = Lag(DGUKR); LDGDEU = Lag(DGDEU); LDGRUS = Lag(DGRUS); LDGARG = Lag(DGARG); LDGAUS = Lag(DGAUS); LDGCAN = Lag(DGCAN); LDGUSA = Lag(DGUSA); LDGFRA = Lag(DGFRA); LDGCHN = Lag(DGCHN); LDGIDN = Lag(DGIDN); LDGIND = Lag(DGIND); LDGTUR = Lag(DGTUR); Lampiran 11. Lanjutan
268
LXGSOV = Lag(XGSOV); LXGCHN = Lag(XGCHN); LXGJPN = Lag(XGJPN); LXGMEX = Lag(XGMEX); LXGDZA = Lag(XGDZA); LXGITA = Lag(XGITA); LXGBRA = Lag(XGBRA); LXGESP = Lag(XGESP); LXGUSA = Lag(XGUSA); LXGFRA = Lag(XGFRA); LXGCAN = Lag(XGCAN); LXGAUS = Lag(XGAUS); LXGARG = Lag(XGARG); LXGRUS = Lag(XGRUS); LXGDEU = Lag(XGDEU); LXGUKR = Lag(XGUKR); LXGGBR = Lag(XGGBR); LXGKAZ = Lag(XGKAZ); LXGIDN = Lag(XGIDN); LMGSOV = Lag(MGSOV); LMGCHN = Lag(MGCHN); LMGFRA = Lag(MGFRA); LMGCAN = Lag(MGCAN); LMGAUS = Lag(MGAUS); LMGDEU = Lag(MGDEU); LMGRUS = Lag(MGRUS); LMGARG = Lag(MGARG); LMGDZA = Lag(MGDZA); LMGITA = Lag(MGITA); LMGMYS = Lag(MGMYS); LMGEGY = Lag(MGEGY); LMGESP = Lag(MGESP); LMGMEX = Lag(MGMEX); LMGJPN = Lag(MGJPN); LMGCHN = Lag(MGCHN); LMGIDN = Lag(MGIDN); LMGBRA = Lag(MGBRA); LMGIUSA = Lag(MGIUSA); LMGIAUS = Lag(MGIAUS); LMGICAN = Lag(MGICAN); LRPGW = Lag(RPGW); LRPXGW = Lag(RPXGW); LRPMGW = Lag(RPMGW); LRPXGESP = Lag(RPXGESP); LRPXGBEL = Lag(RPXGBEL); LRPXGTUR = Lag(RPXGTUR); LRPXGPAK = Lag(RPXGPAK); LRPXGUSA = Lag(RPXGUSA); LRPXGFRA = Lag(RPXGFRA); LRPXGCAN = Lag(RPXGCAN); LRPXGAUS = Lag(RPXGAUS); LRPXGARG = Lag(RPXGARG); LRPXGSOV = Lag(RPXGSOV); LRPXGRUS = Lag(RPXGRUS); LRPXGDEU = Lag(RPXGDEU); LRPXGUKR = Lag(RPXGUKR); LRPXGGBR = Lag(RPXGGBR); LRPXGKAZ = Lag(RPXGKAZ); Lampiran 11. Lanjutan
LRPXGCHN = Lag(RPXGCHN); LRPXGIDN = Lag(RPXGIDN); LRPXGITA = Lag(RPXGITA); LRPXGJPN = Lag(RPXGJPN); LRPXGNLD = Lag(RPXGNLD); LRPMGAGO = Lag(RPMGAGO); LRPMGGOR = Lag(RPMGGOR); LRPMGHKG = Lag(RPMGHKG); LRPMGNLD = Lag(RPMGNLD); LRPMGKOR = Lag(RPMGKOR); LRPMGLBY = Lag(RPMGLBY); LRPMGTUR = Lag(RPMGTUR);
269
LRPMGUSA = Lag(RPMGUSA); LRPMGPAK = Lag(RPMGPAK); LRPMGIND = Lag(RPMGIND); LRPMGGBR = Lag(RPMGGBR); LRPMGFRA = Lag(RPMGFRA); LRPMGBRA = Lag(RPMGBRA); LRPMGDZA = Lag(RPMGDZA); LRPMGITA = Lag(RPMGITA); LRPMGCHN = Lag(RPMGCHN); LRPMGEGY = Lag(RPMGEGY); LRPMGESP = Lag(RPMGESP); LRPMGMEX = Lag(RPMGMEX); LRPMGJPN = Lag(RPMGJPN); LRPMGIDN = Lag(RPMGIDN); LRPMGMYS = Lag(RPMGMYS); LRPMGRUS = Lag(RPMGRUS); LRPMGSOV = Lag(RPMGSOV); LQTSOV = Lag(QTSOV); LQTKOR = Lag(QTKOR); LQTFRA = Lag(QTFRA); LQTDEU = Lag(QTDEU); LQTAGO = Lag(QTAGO); LQTUSA = Lag(QTUSA); LQTGOR = Lag(QTGOR); LQTLBY = Lag(QTLBY); LQTNLD = Lag(QTNLD); LQTDEU = Lag(QTDEU); LQTIDN = Lag(QTIDN); LQTCHN = Lag(QTCHN); LQTJPN = Lag(QTJPN); LQTPAK = Lag(QTPAK); LQTFRA = Lag(QTFRA); LQTESP = Lag(QTESP); LQTTUR = Lag(QTTUR); LQTBEL = Lag(QTBEL); LQTITA = Lag(QTITA); LQTIND = Lag(QTIND); LQTRUS = Lag(QTRUS); LQTIRN = Lag(QTIRN); LQTBRA = Lag(QTBRA); LQTEGY = Lag(QTEGY); LDTLBY = Lag(DTLBY); LDTSOV = Lag(DTSOV); LDTHKG = Lag(DTHKG); LDTGOR = Lag(DTGOR); LDTIDN = Lag(DTIDN); Lampiran 11. Lanjutan
LDTNLD = Lag(DTNLD); LDTJPN = Lag(DTJPN); LDTESP = Lag(DTESP); LDTDEU = Lag(DTDEU); LDTBEL = Lag(DTBEL); LDTIRN = Lag(DTIRN); LDTBRA = Lag(DTBRA); LDTIND = Lag(DTIND); LDTCHN = Lag(DTCHN); LDTUSA = Lag(DTUSA); LDTRUS = Lag(DTRUS); LDTEGY = Lag(DTEGY); LDTPAK = Lag(DTPAK); LDTTUR = Lag(DTTUR); LDTITA = Lag(DTITA); LDTFRA = Lag(DTFRA); LXTSOV = Lag(XTSOV); LXTUKR = Lag(XTUKR); LXTKOR = Lag(XTKOR); LXTAGO = Lag(XTAGO); LXTUSA = Lag(XTUSA); LXTGOR = Lag(XTGOR); LXTLBY = Lag(XTLBY); LXTBEL = Lag(XTBEL);
270
LXTDEU = Lag(XTDEU); LXTITA = Lag(XTITA); LXTTUR = Lag(XTTUR); LXTESP = Lag(XTESP); LXTFRA = Lag(XTFRA); LXTPAK = Lag(XTPAK); LXTJPN = Lag(XTJPN); LXTNLD = Lag(XTNLD); LXTCHN = Lag(XTCHN); LXTIDN = Lag(XTIDN); LMTSOV = Lag(MTSOV); LMTCHN = Lag(MTCHN); LMTJPN = Lag(MTJPN); LMTESP = Lag(MTESP); LMTITA = Lag(MTITA); LMTDEU = Lag(MTDEU); LMTBEL = Lag(MTBEL); LMTLBY = Lag(MTLBY); LMTKOR = Lag(MTKOR); LMTNLD = Lag(MTNLD); LMTUSA = Lag(MTUSA); LMTPAK = Lag(MTPAK); LMTIDN = Lag(MTIDN); LMTHKG = Lag(MTHKG); LMTFRA = Lag(MTFRA); LMTAGO = Lag(MTAGO); LMTGOR = Lag(MTGOR); LMTIJPN = Lag(MTIJPN); LMTISGP = Lag(MTISGP); LMTIAUS = Lag(MTIAUS); LRPXTSOV = Lag(RPXTSOV); LRPXTUKR = Lag(RPXTUKR); LRPXTAUS = Lag(RPXTAUS); LRPXTCAN = Lag(RPXTCAN); Lampiran 11. Lanjutan
LRPXTKAZ = Lag(RPXTKAZ); LRPXTGBR = Lag(RPXTGBR); LRPXTRUS = Lag(RPXTRUS); LRPXTUSA = Lag(RPXTUSA); LRPXTEGY = Lag(RPXTEGY); LRPXTBRA = Lag(RPXTBRA); LRPXTBEL = Lag(RPXTBEL); LRPXTDEU = Lag(RPXTDEU); LRPXTITA = Lag(RPXTITA); LRPXTTUR = Lag(RPXTTUR); LRPXTESP = Lag(RPXTESP); LRPXTPAK = Lag(RPXTPAK); LRPXTFRA = Lag(RPXTFRA); LRPXTJPN = Lag(RPXTJPN); LRPXTNLD = Lag(RPXTNLD); LRPXTCHN = Lag(RPXTCHN); LRPXTIDN = Lag(RPXTIDN); LRPXTW = Lag(RPXTW); LRPMTW = Lag(RPMTW); LRPMTCAN = Lag(RPMTCAN); LRPMTDZA = Lag(RPMTDZA); LRPMTEGY = Lag(RPMTEGY); LRPMTIRN = Lag(RPMTIRN); LRPMTITA = Lag(RPMTITA); LRPMTTUR = Lag(RPMTTUR); LRPMTSOV = Lag(RPMTSOV); LRPMTRUS = Lag(RPMTRUS); LRPMTCHN = Lag(RPMTCHN); LRPMTBEL = Lag(RPMTBEL); LRPMTLBY = Lag(RPMTLBY); LRPMTGOR = Lag(RPMTGOR); LRPMTNLD = Lag(RPMTNLD); LRPMTUSA = Lag(RPMTUSA); LRPMTFRA = Lag(RPMTFRA); LRPMTIDN = Lag(RPMTIDN); LRPMTHKG = Lag(RPMTHKG);
271
LRPMTPAK = Lag(RPMTPAK); LRPMTAGO = Lag(RPMTAGO); LRPMTKOR = Lag(RPMTKOR); LRPMTMYS = Lag(RPMTMYS); LRPMTMEX = Lag(RPMTMEX); LRPMTJPN = Lag(RPMTJPN); LRPMTBRA = Lag(RPMTBRA); LRPMTESP = Lag(RPMTESP); LERIUSA = Lag(ERIUSA); LDGM = Lag(DGM); LULRT = Lag(ULRT); LULKM = Lag(ULKM); LULIM = Lag(ULIM); LOPRT = Lag(OPRT); LOPKM = Lag(OPKM); LOPIM = Lag(OPIM); LDTRT = Lag(DTRT); LDTKM = Lag(DTKM); LDTIM = Lag(DTIM); LDTRS = Lag(DTRS); LPDBIM = Lag(PDBIM); LZTIDN = Lag(ZTIDN); Lampiran 11. Lanjutan
LSTIDN = Lag(STIDN); LDLRT = Lag(DLRT); LDLKM = Lag(DLKM); LDLIM = Lag(DLIM); LROPKM = Lag(ROPKM); LROPRT = Lag(ROPRT); LRPTIDN = Lag(RPTIDN); LRPTPB = Lag(RPTPB); LRPTPE = Lag(RPTPE); LPMGIUSA = Lag(RPMGIUSA); LPMGIAUS = Lag(RPMGIAUS); LPMGICAN = Lag(RPMGICAN); LPMTIJPN = Lag(RPMTIJPN); LPMTISGP = Lag(RPMTISGP); LPMTIAUS = Lag(RPMTIAUS); LRPHIDN = Lag(RPHIDN); LRPSIDN = Lag(RPSIDN); LKPMGIDN = Lag(KRPMGIDN); /* membuat variabel */ ZQTW = QTW - LQTW; ZQGW = QGW - LQGW; ZMTW = MTW - LMTW; ZXTW = XTW - LXTW; ZMGW = MGW - LMGW; ZXGW = XGW - LXGW; ZRPGW = RPGW - LRPGW; ZRPXGKAZ = RPXGKAZ - LRPXGKAZ; ZRPXGJPN = RPXGJPN - LRPXGJPN; ZRPXGITA = RPXGITA - LRPXGITA; ZRPXGIDN = RPXGIDN - LRPXGIDN; ZRPXGBEL = RPXGBEL - LRPXGBEL; ZRPXGGBR = RPXGGBR - LRPXGGBR; ZRPXGUKR = RPXGUKR - LRPXGUKR; ZRPXGUSA = RPXGUSA - LRPXGUSA; ZRPXGCHN = RPXGCHN - LRPXGCHN; ZRPXGPAK = RPXGPAK - LRPXGPAK; ZRPXGTUR = RPXGTUR - LRPXGTUR; ZRPXGTUR = RPXGTUR - LRPXGTUR; ZRPXGAUS = RPXGAUS - LRPXGAUS; ZRPXGFRA = RPXGFRA - LRPXGFRA; ZRPXGCAN = RPXGCAN - LRPXGCAN; ZRPXGDEU = RPXGDEU - LRPXGDEU; ZRPXGRUS = RPXGRUS - LRPXGRUS; ZRPXGSOV = RPXGSOV - LRPXGSOV; ZXGSOV = XGAUS - LXGSOV; ZXGAUS = XGAUS - LXGAUS; ZXGIDN = XGIDN - LXGIDN;
272
ZXGKAZ = XGKAZ - LXGKAZ; ZXGGBR = XGGBR - LXGGBR; ZXGARG = XGARG - LXGARG; ZXGRUS = XGRUS - LXGRUS; ZXGCHN = XGCHN - LXGCHN; ZXGJPN = XGJPN - LXGJPN; ZXGDZA = XGDZA - LXGDZA; ZXGFRA = XGFRA - LXGFRA; ZXGUSA = XGUSA - LXGUSA; Lampiran 11. Lanjutan
ZXGCAN = XGCAN - LXGCAN; ZXGITA = XGITA - LXGITA; ZXGARG = XGARG - LXGARG; ZXGBRA = XGBRA - LXGBRA; ZXGUKR = XGUKR - LXGUKR; ZRPMGSOV = RPMGSOV - LRPMGSOV; ZRPMGBRA = RPMGBRA - LRPMGBRA; ZRPMGPAK = RPMGPAK - LRPMGPAK; ZRPMGKOR = RPMGKOR - LRPMGKOR; ZRPMGLBY = RPMGLBY - LRPMGLBY; ZRPMGGOR = RPMGGOR - LRPMGGOR; ZRPMGJPN = RPMGJPN - LRPMGJPN; ZRPMGDZA = RPMGDZA - LRPMGDZA; ZRPMGTUR = RPMGTUR - LRPMGTUR; ZRPMGRUS = RPMGRUS - LRPMGRUS; ZRPMGFRA = RPMGFRA - LRPMGFRA; ZRPMGCHN = RPMGCHN - LRPMGCHN; ZRPMGGBR = RPMGGBR - LRPMGGBR; ZRPMGIND = RPMGIND - LRPMGIND; ZRPMGUSA = RPMGUSA - LRPMGUSA; ZRPMGITA = RPMGITA - LRPMGITA; ZRPMGIDN = RPMGIDN - LRPMGIDN; ZQGSOV = QGDEU - LQGSOV; ZQGDEU = QGDEU - LQGDEU; ZQGFRA = QGFRA - LQGFRA; ZQGJPN = QGJPN - LQGJPN; ZQGESP = QGESP - LQGESP; ZQGMEX = QGMEX - LQGMEX; ZQGEGY = QGEGY - LQGEGY; ZQGCAN = QGCAN - LQGCAN; ZQGUSA = QGUSA - LQGUSA; ZQGBRA = QGBRA - LQGBRA; ZQGRUS = QGRUS - LQGRUS; ZQGAUS = QGAUS - LQGAUS; ZQGITA = QGITA - LQGITA; ZQGKAZ = QGKAZ - LQGKAZ; ZQGUKR = QGUKR - LQGUKR; ZQGARG = QGARG - LQGARG; ZQDGDZA = QGDZA - DGDZA; ZQDGFRA = QGFRA - DGFRA; ZQDGUSA = QGUSA - DGUSA; ZOMGW = OMGW - LOMGW; ZMGSOV = MGSOV - LMGSOV; ZMGDZA = MGDZA - LMGDZA; ZMGCHN = MGCHN - LMGCHN; ZMGIDN = MGIDN - LMGIDN; ZMGESP = MGESP - LMGESP; ZMGMYS = MGMYS - LMGMYS; ZMGITA = MGITA - LMGITA; ZMGBRA = MGBRA - LMGBRA; ZMGJPN = MGJPN - LMGJPN; ZMGMEX = MGMEX - LMGMEX; ZMGFRA = MGFRA - LMGFRA; ZMGEGY = MGEGY - LMGEGY; ZMGARG = MGARG - LMGARG; ZDGBRA = DGBRA - LDGBRA; ZDGDZA = DGDZA - LDGDZA; ZDGRUS = DGRUS - LDGRUS; Lampiran 11. Lanjutan
273
ZDGEGY = DGEGY - LDGEGY; ZDGJPN = DGJPN - LDGJPN; ZDGDEU = DGDEU - LDGDEU; ZDGAUS = DGAUS - LDGAUS; ZDGGBR = DGGBR - LDGGBR; ZDGIDN = DGIDN - LDGIDN; ZDGMEX = DGMEX - LDGMEX; ZDGFRA = DGFRA - LDGFRA; ZDGKAZ = DGKAZ - LDGKAZ; ZDGUKR = DGUKR - LDGUKR; ZDGCAN = DGCAN - LDGCAN; ZDGMYS = DGMYS - LDGMYS; ZDGUSA = DGUSA - LDGUSA; ZDGSOV = DGSOV - LDGSOV; ZDQGFRA = DGFRA - QGFRA; ZDQGUSA = DGUSA - QGUSA; ZQDGUSA = QGUSA - DGUSA; ZRPGW = RPGW - LRPGW; ZRPMTW = RPMTW - LRPMTW; ZQTSOV = QTSOV - LQTSOV; ZQTLBY = QTLBY - LQTLBY; ZQTITA = QTITA - LQTITA; ZQTRUS = QTRUS - LQTRUS; ZQTGOR = QTGOR - LQTGOR; ZQTUSA = QTUSA - LQTUSA; ZQTIDN = QTIDN - LQTIDN; ZQTCHN = QTCHN - LQTCHN; ZQTNLD = QTNLD - LQTNLD; ZQTJPN = QTJPN - LQTJPN; ZQTPAK = QTPAK - LQTPAK; ZQTFRA = QTFRA - LQTFRA; ZQTESP = QTESP - LQTESP; ZQTTUR = QTTUR - LQTTUR; ZQTDEU = QTDEU - LQTDEU; ZQTBEL = QTBEL - LQTBEL; ZDTHKG = DTHKG - LDTHKG; ZDTGOR = DTGOR - LDTGOR; ZDTUSA = DTUSA - LDTUSA; ZDTIDN = DTIDN - LDTIDN; ZDTCHN = DTCHN - LDTCHN; ZDTNLD = DTNLD - LDTNLD; ZDTJPN = DTJPN - LDTJPN; ZDTPAK = DTPAK - LDTPAK; ZDTESP = DTESP - LDTESP; ZDTTUR = DTTUR - LDTTUR; ZDTITA = DTITA - LDTITA; ZDTDEU = DTDEU - LDTDEU; ZDTBEL = DTBEL - LDTBEL; ZDTSOV = DTSOV - LDTSOV; ZMTSOV = MTSOV - LMTSOV; ZMTPAK = MTPAK - LMTKOR; ZMTKOR = MTKOR - LMTKOR; ZMTGOR = MTGOR - LMTGOR; ZMTFRA = MTFRA - LMTFRA; ZMTKOR = MTKOR - LMTKOR; ZMTNLD = MTNLD - LMTNLD; ZMTAGO = MTAGO - LMTAGO; ZMTLBY = MTLBY - LMTLBY; Lampiran 11. Lanjutan
ZMTESP = MTESP - LMTESP; ZMTBEL = MTBEL - LMTBEL; ZMTIDN = MTIDN - LMTIDN; ZMTUSA = MTUSA - LMTUSA; ZMTITA = MTITA - LMTITA; ZMTHKG = MTHKG - LMTHKG; SMTIDN = MTIDN - QTIDN; TMTIDN = LMTIDN - MTIDN; ZXTTUR = XTTUR - LXTTUR; ZXTDEU = XTDEU - LXTDEU; ZXTBEL = XTBEL - LXTBEL; ZXTIDN = XTIDN - LXTIDN;
274
ZXTSOV = XTSOV - LXTSOV; ZXTNLD = XTNLD - LXTNLD; ZXTITA = XTITA - LXTITA; ZXTFRA = XTFRA - LXTFRA; ZXTESP = XTESP - LXTESP; ZXTCHN = XTCHN - LXTCHN; ZXTUSA = XTUSA - LXTUSA; ZXTAGO = XTAGO - LXTAGO; ZXTGOR = XTGOR - LXTGOR; ZXTPAK = XTPAK - LXTPAK; ZRPMTLBY = RPMTLBY - LRPMTLBY; ZRPMTESP = RPMTESP - LRPMTESP; ZRPMTBRA = RPMTBRA - LRPMTBRA; ZRPMTJPN = RPMTJPN - LRPMTJPN; ZRPMTMEX = RPMTMEX - LRPMTMEX; ZRPMTMYS = RPMTMYS - LRPMTMYS; ZRPMTDZA = RPMTDZA - LRPMTDZA; ZRPMTEGY = RPMTEGY - LRPMTEGY; ZRPMTGOR = RPMTGOR - LRPMTGOR; ZRPMTAGO = RPMTAGO - LRPMTAGO; ZRPMTHKG = RPMTHKG - LRPMTHKG; ZRPMTIDN = RPMTIDN - LRPMTIDN; ZRPMTPAK = RPMTPAK - LRPMTPAK; ZRPMTUSA = RPMTUSA - LRPMTUSA; ZRPMTNLD = RPMTNLD - LRPMTNLD; ZRPMTKOR = RPMTKOR - LRPMTKOR; ZRPMTIRN = RPMTIRN - LRPMTIRN; ZRPMTITA = RPMTITA - LRPMTITA; ZRPMTTUR = RPMTTUR - LRPMTTUR; ZRPMTRUS = RPMTRUS - LRPMTRUS; ZRPMTCHN = RPMTCHN - LRPMTCHN; ZRPMTSOV = RPMTSOV - LRPMTSOV; ZRPXTSOV = RPXTSOV - LRPXTSOV; ZRPXTAUS = RPXTAUS - LRPXTAUS; ZRPXTITA = RPXTITA - LRPXTITA; ZRPXTCAN = RPXTCAN - LRPXTCAN; ZRPXTKAZ = RPXTKAZ - LRPXTKAZ; ZRPXTGBR = RPXTGBR - LRPXTGBR; ZRPXTRUS = RPXTRUS - LRPXTRUS; ZRPXTUSA = RPXTUSA - LRPXTUSA; ZRPXTIDN = RPXTIDN - LRPXTIDN; ZRPXTCHN = RPXTCHN - LRPXTCHN; ZRPXTNLD = RPXTNLD - LRPXTNLD; ZRPXTJPN = RPXTJPN - LRPXTJPN; ZRPXTPAK = RPXTPAK - LRPXTPAK; ZRPXTFRA = RPXTFRA - LRPXTFRA; Lampiran 11. Lanjutan
ZRPXTESP = RPXTESP - LRPXTESP; ZRPXTTUR = RPXTTUR - LRPXTTUR; ZRPXTDEU = RPXTDEU - LRPXTDEU; ZRPXTBEL = RPXTBEL - LRPXTBEL; ZICRUS = ICRUS - LICRUS; ZICIDN = ICIDN - LICIDN; ZICJPN = ICJPN - LICJPN; ZICDZA = ICDZA - LICDZA; ZICMYS = ICMYS - LICMYS; ZICGBR = ICGBR - LICGBR; ZICFRA = ICFRA - LICFRA; ZICGOR = ICGOR - LICGOR; ZICAGO = ICAGO - LICAGO; ZICHKG = ICHKG - LICHKG; ZICIDN = ICIDN - LICIDN; ZICPAK = ICPAK - LICPAK; ZICNLD = ICNLD - LICNLD; ZICKOR = ICKOR - LICKOR; ZICIRN = ICIRN - LICIRN; ZICITA = ICITA - LICITA; ZICTUR = ICTUR - LICTUR; ZICEGY = ICEGY - LICEGY; ZICBRA = ICBRA - LICBRA; ZICUSA = ICUSA - LICUSA;
275
ZICCHN = ICCHN - LICCHN; ZPENPAK = PENPAK - LPENPAK; ZPENGBR = PENGBR - LPENGBR; ZPENFRA = PENFRA - LPENFRA; ZPENIDN = PENIDN - LPENIDN; ZPENIRN = PENIRN - LPENIRN; ZPENITA = PENITA - LPENITA; ZPENTUR = PENTUR - LPENTUR; ZPENEGY = PENEGY - LPENEGY; ZPENRUS = PENRUS - LPENRUS; ZPENCHN = PENCHN - LPENCHN; ZERBRA = ERBRA - LERBRA; ZEREGY = EREGY - LEREGY; ZERKAZ = ERKAZ - LERKAZ; ZERUKR = ERUKR - LERUKR; ZERARG = ERARG - LERARG; ZERCAN = ERCAN - LERCAN; ZERCHN = ERCHN - LERCHN; ZERMEX = ERMEX - LERMEX; ZERDZA = ERDZA - LERDZA; ZERMYS = ERMYS - LERMYS; ZERGOR = ERGOR - LERGOR; ZERAGO = ERAGO - LERAGO; ZERHKG = ERHKG - LERHKG; ZERIDN = ERIDN - LERIDN; ZERPAK = ERPAK - LERPAK; ZERKOR = ERKOR - LERKOR; ZERLBY = ERLBY - LERLBY; ZERNLD = ERNLD - LERNLD; ZERJPN = ERJPN - LERJPN; ZERPAK = ERPAK - LERPAK; ZERFRA = ERFRA - LERFRA; ZERESP = ERESP - LERESP; ZERTUR = ERTUR - LERTUR; Lampiran 11. Lanjutan
ZERDEU = ERDEU - LERDEU; ZERBEL = ERBEL - LERBEL; ZERRUS = ERRUS - LERRUS; ZERIAUS = ERIAUS - LERIAUS; ZIRIDN = IRIDN - LIRIDN; ZIRCAN = IRCAN - LIRCAN; ZIRAUS = IRAUS - LIRAUS; ZIRTUR = IRTUR - LIRTUR; ZTEGAUS = TEGAUS - LTEGAUS; ZCPIMYS = CPIMYS - LCPIMYS; ZCPIGOR = CPIGOR - LCPIGOR; ZCPIAGO = CPIAGO - LCPIAGO; ZCPIHKG = CPIHKG - LCPIHKG; ZCPIIDN = CPIIDN - LCPIIDN; ZCPIPAK = CPIPAK - LCPIPAK; ZCPIUSA = CPIUSA - LCPIUSA; ZCPINLD = CPINLD - LCPINLD; ZCPIKOR = CPIKOR - LCPIKOR; ZCPILBY = CPILBY - LCPILBY; ZRPXTW = RPXTW - LRPXTW; ZRPSIDN = RPSIDN - LRPSIDN; ZRPHIDN = RPHIDN - LRPHIDN; ZPMGIUSA = RPMGIUSA - LPMGIUSA; ZPMGIAUS = RPMGIAUS - LPMGIAUS; ZPMGICAN = RPMGICAN - LPMGICAN; ZPMTIJPN = RPMTIJPN - LPMTIJPN; ZPMTISGP = RPMTISGP - LPMTISGP; ZPMTIAUS = RPMTIAUS - LPMTIAUS; ZDTIDN = DTIDN - LDTIDN; ZDTRS = DTRS - LDTRS; ZDTRT = DTRT - LDTRT; ZDTKM = DTKM - LDTKM; ZDTIM = DTIM - LDTIM; ZROPKM = ROPKM - LROPKM; ZROPRT = ROPRT - LROPRT; ZRPTIDN = RPTIDN - LRPTIDN;
276
ZRPTPB = RPTPB - LRPTPB; ZRPTPE = RPTPE - LRPTPE; ZOPRT = OPRT - LOPRT; ZOPKM = OPKM - LOPKM; ZOPIM = OPIM - LOPIM; ZULRT = ULRT - LULRT; ZULKM = ULKM - LULKM; ZULIM = ULIM - LULIM; ZQDTUSA = QTUSA - DTUSA; BQGDEU = (QGDEU - LQGDEU)/LQGDEU*100; BQGRUS = (QGRUS - LQGRUS)/LQGRUS*100; BQGARG = (QGARG - LQGARG)/LQGARG*100; BQGAUS = (QGAUS - LQGAUS)/LQGAUS*100; BQGUSA = (QGUSA - LQGUSA)/LQGUSA*100; BDGDZA = (DGDZA - LDGDZA)/LDGDZA*100; BDGMYS = (DGMYS - LDGMYS)/LDGMYS*100; BDGDEU = (DGDEU - LDGDEU)/LDGDEU*100; BDGUKR = (DGUKR - LDGUKR)/LDGUKR*100; BDGAUS = (DGAUS - LDGAUS)/LDGAUS*100; BDGIDN = (DGIDN - LDGIDN)/LDGIDN*100; BDGGBR = (DGGBR - LDGGBR)/LDGGBR*100; BDGMEX = (DGMEX - LDGMEX)/LDGMEX*100; Lampiran 11. Lanjutan
BDGUSA = (DGUSA - LDGUSA)/LDGUSA*100; BDGSOV = (DGSOV - LDGSOV)/LDGSOV*100; BMGCHN = (MGCHN - LMGCHN)/LMGCHN*100; BMGMEX = (MGMEX - LMGMEX)/LMGMEX*100; BMGEGY = (MGEGY - LMGEGY)/LMGEGY*100; BMGDZA = (MGDZA - LMGDZA)/LMGDZA*100; BMGITA = (MGITA - LMGITA)/LMGITA*100; BMGMYS = (MGMYS - LMGMYS)/LMGMYS*100; BMGJPN = (MGJPN - LMGJPN)/LMGJPN*100; BMGIDN = (MGIDN - LMGIDN)/LMGIDN*100; BOMGW = (OMGW - LOMGW)/LOMGW*100; BXGUKR = (XGUKR - LXGUKR)/LXGUKR*100; BXGKAZ = (XGKAZ - LXGKAZ)/LXGKAZ*100; BXGUSA = (XGUSA - LXGUSA)/LXGUSA*100; BXGGBR = (XGGBR - LXGGBR)/LXGGBR*100; BXGCAN = (XGCAN - LXGCAN)/LXGCAN*100; BRPXGIDN = (RPXGIDN - LRPXGIDN)/LRPXGIDN*100; BRPXGKAZ = (RPXGKAZ - LRPXGKAZ)/LRPXGKAZ*100; BRPXGDEU = (RPXGDEU - LRPXGDEU)/LRPXGDEU*100; BRPXGAUS = (RPXGAUS - LRPXGAUS)/LRPXGAUS*100; BRPXGJPN = (RPXGJPN - LRPXGJPN)/LRPXGJPN*100; BRPXGUSA = (RPXGUSA - LRPXGUSA)/LRPXGUSA*100; BRPXGGBR = (RPXGGBR - LRPXGGBR)/LRPXGGBR*100; BRPMGMEX = (RPMGMEX - LRPMGMEX)/LRPMGMEX*100; BRPMGFRA = (RPMGFRA - LRPMGFRA)/LRPMGFRA*100; BRPMGCHN = (RPMGCHN - LRPMGCHN)/LRPMGCHN*100; BRPMGIDN = (RPMGIDN - LRPMGIDN)/LRPMGIDN*100; BRPMGDZA = (RPMGDZA - LRPMGDZA)/LRPMGDZA*100; BRPMGRUS = (RPMGRUS - LRPMGRUS)/LRPMGRUS*100; BPMGICAN = (RPMGICAN - LPMGICAN)/LPMGICAN*100; BXGW = (XGW - LXGW)/LXGW*100; BMGW = (MGW - LMGW)/LMGW*100; BRPTIDN = (RPTIDN - LRPTIDN)/LRPTIDN*100; BRPTPB = (RPTPB - LRPTPB)/LRPTPB*100; BRPTPE = (RPTPE - LRPTPE)/LRPTPE*100; BRPXTIDN = (RPXTIDN - LRPXTIDN)/LRPXTIDN*100; BRPXTDEU = (RPXTDEU - LRPXTDEU)/LRPXTDEU*100; BRPXTTUR = (RPXTTUR - LRPXTTUR)/LRPXTTUR*100; BRPXTBEL = (RPXTBEL - LRPXTBEL)/LRPXTBEL*100; BRPXTJPN = (RPXTJPN - LRPXTJPN)/LRPXTJPN*100; BRPXTCAN = (RPXTCAN - LRPXTCAN)/LRPXTCAN*100; BRPXTUSA = (RPXTUSA - LRPXTUSA)/LRPXTUSA*100; BRPXTGBR = (RPXTGBR - LRPXTGBR)/LRPXTGBR*100; BRPXTKAZ = (RPXTKAZ - LRPXTKAZ)/LRPXTKAZ*100; BRPXTSOV = (RPXTSOV - LRPXTSOV)/LRPXTSOV*100; BQTIDN = (QTIDN - LQTIDN)/LQTIDN*100; BQTTUR = (QTTUR - LQTTUR)/LQTTUR*100; BQTITA = (QTITA - LQTITA)/LQTITA*100;
277
BQTSOV = (QTSOV - LQTSOV)/LQTSOV*100; BQTUSA = (QTUSA - LQTUSA)/LQTUSA*100; BXTNLD = (XTNLD - LXTNLD)/LXTNLD*100; BXTCHN = (XTCHN - LXTCHN)/LXTCHN*100; BXTFRA = (XTFRA - LXTFRA)/LXTFRA*100; BXTPAK = (XTPAK - LXTPAK)/LXTPAK*100; BXTESP = (XTESP - LXTESP)/LXTESP*100; BXTITA = (XTITA - LXTITA)/LXTITA*100; BXTIDN = (XTIDN - LXTIDN)/LXTIDN*100; BMTFRA = (MTFRA - LMTFRA)/LMTFRA*100; Lampiran 11. Lanjutan
BMTNLD = (MTNLD - LMTNLD)/LMTNLD*100; BMTUSA = (MTUSA - LMTUSA)/LMTUSA*100; BMTIDN = (MTIDN - LMTIDN)/LMTIDN*100; BMTAGO = (MTAGO - LMTAGO)/LMTAGO*100; BMTLBY = (MTLBY - LMTLBY)/LMTLBY*100; BRPXTW = (RPXTW - LRPXTW)/LRPXTW*100; BRPMTW = (RPMTW - LRPMTW)/LRPMTW*100; BRPMTKOR = (RPMTKOR - LRPMTKOR)/LRPMTKOR*100; BRPMTCHN = (RPMTCHN - LRPMTCHN)/LRPMTCHN*100; BRPMTIDN = (RPMTIDN - LRPMTIDN)/LRPMTIDN*100; BRPMTDZA = (RPMTDZA - LRPMTDZA)/LRPMTDZA*100; BRPMTSOV = (RPMTSOV - LRPMTSOV)/LRPMTSOV*100; BRPGW = (RPGW - LRPGW)/LRPGW; BULRT = (ULRT - LULRT)/LULRT*100; BDTPAK = (DTPAK - LDTPAK)/LDTPAK*100; BDTTUR = (DTTUR - LDTTUR)/LDTTUR*100; BDTIDN = (DTIDN - LDTIDN)/LDTIDN*100; BDTIM = (DTIM - LDTIM)/LDTIM*100; BDTKM = (DTKM - LDTKM)/LDTKM*100; BDTRT = (DTRT - LDTRT)/LDTRT*100; BDTRS = (DTRS - LDTRS)/LDTRS*100; BDTSOV = (DTSOV - LDTSOV)/LDTSOV*100; BICIDN = (ICIDN - LICIDN)/LICIDN*100; BICDZA = (ICDZA - LICDZA)/LICDZA*100; BICKOR = (ICKOR - LICKOR)/LICKOR*100; BPENIDN = (PENIDN - LPENIDN)/LPENIDN*100; BERMYS = (ERMYS - LERMYS)/LERMYS*100; BERFRA = (ERFRA - LERFRA)/LERFRA*100; BERIDN = (ERIDN - LERIDN)/LERIDN*100; BRPHIDN = (RPHIDN - LRPHIDN)/LRPHIDN*100; BOPIM = (OPIM - LOPIM)/LOPIM*100; BXTW = (XTW - LXTW)/LXTW*100; BMTW = (MTW - LMTW)/LMTW*100; KRPMTIDN = (RPMTIDN*ERIDN)/1000; KRPMGIDN = (RPMGIDN*ERIDN)/1000; KRPXTW = (RPXTW*ERIDN)/1000; LKPMGIDN = Lag(KRPMGIDN); GMTIDN = (MTIDN - LMTIDN)/MTIDN; GMGIDN = (MGIDN - LMGIDN)/MGIDN; GOMGW = OMGW/LMGW; SRPMTSOV = RPMTSOV - RPXTW; SRPMGIDN = RPMGIDN - RPGW; SRPMTIDN = RPMTIDN - RPXTW; SRPTPB = RPTIDN - RPTPB; SRPTPE = RPTPB - RPTPE; SRPMGRUS = RPMGRUS - RPGW; SRPXTTUR = RPXTTUR - RPXTW; SRPXTBEL = RPXTBEL - LRPXTBEL; SQTTUR = DTTUR - QTTUR; /* membuat diskripsi variabel */ Label RPXGCHN ='Hrg Ril Ex Gan China' TEGCHN ='Tekno Gan China' AGCHN ='Luas Areal Gan China' RPLXGCHN ='Hrg Ril Ex lain Gan CHN' IRCHN ='Suku Bunga China' RPXGPAK ='Hrg Ril Ex Gan PAK' TEGPAK ='Tekno Gan QGPAK' Lampiran 11. Lanjutan
278
AGPAK ='Luas Areal Gan Pakistan' RPLXGPAK ='Hrg Ril Ex lain Gan PAK' IRPAK ='Suku Bunga Pakistan' RPXGTUR ='Harga Ril Ex Gan Turki' TEGTUR ='Tekno Gan QGTUR' AGTUR ='Luas Areal Gan Turki' RPLXGTUR ='Hrg Ril Ex lain Gan Tur' IRTUR ='Suku Bunga Turki' RPXGAUS ='Hrg Ril Ex Gan Australi' TEGAUS ='Tekno Gan QGAUS' AGAUS ='Luas Areal Gan Australi' RPLXGAUS ='Hrg Ril Ex lain Gan AUS' IRAUS ='Suku Bunga Australia' RPXGFRA ='Hrg Ril Ex Gan France' AGFRA ='Luas Areal Gan France' IRFRA ='Suku Bunga France' RPXGIND ='Hrg Ril Ex Gan India' TEGIND ='Tekno Gan QGIND' AGIND ='Luas Areal Gan India' TEGUSA ='Tekno Gan QGUSA' AGUSA ='Luas Areal Gan USA' IRUSA ='Suku Bunga USA' PENCAN ='Penduduk Canada' AGCAN ='Luas Areal Gan Canada' IRCAN ='Suku Bunga Canada' RPXGDEU ='Hrg Ril Ex Gan Jerman' AGDEU ='Luas Areal Gan Jerman' IRDEU ='Suku Bunga Jerman' AGRUS ='Luas Areal Gan Rusia' IRRUS ='Suku Bunga Rusia' RPMGRUS ='Hrg Ril Impor Gan RUS' ICRUS ='PDB Percapita Rusia' PENFRA ='Penduduk France' XGFRA ='Ekspor Gan France' RPMGDEU ='Hrg Ril Impor Gan DEU' ICDEU ='PDB Percapita Jerman' RPMGGBR ='Hrg Ril Impor Gan GBR' ICGBR ='PDB Percapita Inggris' XGGBR ='Ekspor Gan Inggris' ICIND ='PDB Percapita India' PENIND ='Penduduk India' ICPAK ='PDB Percapita PAK' PENPAK ='Penduduk Pakistan' XGUSA ='Ekspor Gan USA' MGITA ='Impor Gan Italia' RPMGIDN ='Hrg Ril Imp Gan IDN' ICIDN ='PDB Percapita IDN' PENIDN ='Penduduk Indonesia' RPGW ='Hrg Ril Gan Dunia' LXGUSA ='Lag XGUSA' ERFRA ='Nilai Tukar France' LXGFRA ='Lag XGFRA' XGCAN ='Ekspor Gan Canada' ERCAN ='Nilai Tukar Canada' LXGCAN ='Lag XGCAN' XGAUS ='Ekspor Gan Australia' LXGAUS ='Lag XGAUS' XGARG ='Ekspor Gan Argentina' Lampiran 12. Lanjutan
LXGARG ='Lag XGARG' XGRUS ='Ekspor Gan Rusia' LXGRUS ='Lag XGRUS' XGDEU ='Ekspor Gan Jerman' ERDEU ='Nilai Tukar Jerman' LXGDEU ='Lag XGDEU' XGUKR ='Ekspor Gan Ukrania' LXGUKR ='Lag XGUKR' RPXGGBR ='Hrg Ril Ex Gan GBR' ERGBR ='Nilai Tukar Inggris' LXGGBR ='Lag XGGBR' XGKAZ ='Ekspor Gan Kazastan'
279
RPXGKAZ ='Hrg Ril Ex Gan KAZ' ERKAZ ='Nilai Tukar Kazastan' LXGKAZ ='Lag XGKAZ' XGIDN ='Ekspor Gan Indonesia' RPXGIDN ='Hrg Ril Ex Gan IDN' ERIDN ='Nilai Tukar IDN' LXGIDN ='Lag XGIDN' MGDZA ='Impor Gan Aljasair' RPMGDZA ='Hrg Ril Impor Gan DZA' ERDZA ='Nilai Tukar Aljasair' LMGDZA ='Lag MGDZA' ERITA ='Nilai Tukar Italia' LMGITA ='Lag MGITA' MGMYS ='Impor Gan Malaysia' PMGMYS ='Hrg Imp Gan MYS' ERMYS ='Nilai Tukar Malaysia' LMGMYS ='Lag MGMYS' MGEGY ='Impor Gan Mesir' RPMGEGY ='Hrg Ril Imp Gan Mesir' LMGEGY ='Lag MGEGY' MGESP ='Impor Gan Spanyol' RPMGESP ='Hrg Ril Imp Gan ESP' ERESP ='Nilai Tukar Spanyol' LMGESP ='Lag MGESP' MGMEX ='Impor Gan Meksiko' PMGMEX ='Hrg Ril Impor Gan MEX' ERMEX ='Nilai Tukar Meksiko' LMGMEX ='Lag MGMEX' MGJPN ='Impor Gan Jepang' RPMGJPN ='Hrg Ril Impor Gan JPN' ERJPN ='Nilai Tukar Jepang' LMGJPN ='Lag MGJPN' MGCHN ='Impor Gan China' RPMGCHN ='Hrg Ril Impor Gan CHN' ERCHN ='Nilai Tukar China' LMGCHN ='Lag MGCHN' MGIDN ='Impor Gan Indonesia' LMGIDN ='Lag MGIDN' MGBRA ='Impor Gan Brasil' RPMGBRA ='Hrg Ril Imp Gan BRA' ERBRA ='Nilai Tukar Brasil' LMGBRA ='Lag MGBRA' RPXTIND ='Hrg Ril Ex Tep IND' RPXGW ='Hrg Ril Ex Gan Dunia' QGW ='Prod Gan Dunia' ICUSA ='PDB Parcapita USA' Lampiran 11. Lanjutan
RPXTRUS ='Hrg Ril Ex Tep RUS' ICTUR ='PDB Parcapita Turki' RPXTIRN ='Hrg Ril Ex Tep Iran' RPXTITA ='Hrg Ril Ex Tep Italia' ICITA ='PDB Percapita Italia' RPXTIDN ='Hrg Ril Ex Tep IDN' IRIDN ='Suku Bunga IDN' RPMTUSA ='Hrg Ril Imp Tep USA' PENUSA ='Penduduk USA' RPMTIND ='Hrg Ril Imp Tep IND' RPMTRUS ='Hrg Ril Imp Tep RUS' RPMTBRA ='Hrg Ril Imp Tep BRA' PENBRA ='Penduduk Brasil' RPMTPAK ='Hrg Ril Imp Tep PAK' PENTUR ='Penduduk Turki' RPMTITA ='Hrg Ril Imp Tep ITA' PENITA ='Penduduk Italia' RPMTIRN ='Hrg Ril Imp Tep IRN' PENIRN ='Penduduk Iran' ERBEL ='Nilai Tukar Belgia' LXTBEL ='Lag XTBEL' XTDEU ='Ekspor Tep Jerman' LXTDEU ='Lag XTDEU' XTITA ='Ekspor Tep Italia'
280
LXTITA ='Lag XTITA' XTTUR ='Ekspor Tep Turki' RPXTTUR ='Hrg Ril Ex Tep Turki' ERTUR ='Nilai Tukar Turki' LXTTUR ='Lag XTTUR' XTESP ='Ekspor Tep Spanyol' LXTESP ='Lag XTESP' XTFRA ='Ekspor Tep France' RPXTFRA ='Hrg Ril Ex Tep FRA' LXTFRA ='Lag XTFRA' XTPAK ='Ekspor Tep Pakistan' RPXTPAK ='Hrg Ril Ex Tep PAK' LXTPAK ='Lag XTPAK' XTJPN ='Ekspor Tep Jepang' LXTJPN ='Lag XTJPN' XTNLD ='Ekspor Tep Belanda' ERNLD ='Nilai Tukar Belanda' LXTNLD ='Lag XTNLD' XTCHN ='Ekspor Tep China' RPXTCHN ='Hrg Ril Ex Tep CHN' LXTCHN ='Lag XTCHN' PENCHN ='Penduduk China' XTIDN ='Ekspor Tep Indonesia' LXTIDN ='Lag XTIDN' MTLBY ='Impor Tep Libya' ERLBY ='Nilai Tukar Libya' RPLMTLBY ='Hrg Ril Imp Lain Tep LBY' LMTLBY ='Lag MTLBY' MTKOR ='Impor Tep Korea' RPLMTKOR ='Hrg Ril Imp Lain Tep KOR' LMTKOR ='Lag MTKOR' MTNLD ='Impor Tep Belanda' LMTNLD ='Lag MTNLD' MTUSA ='Impor Tep USA' Lampiran 11. Lanjutan
LMTUSA ='Lag MTUSA' MTPAK ='Impor Tep Pakistan' MTIDN ='Impor Tep Indonesia' RPMTIDN ='Hrg Ril Imp Tep IDN' LMTIDN ='Lag MTIDN' MTHKG ='Impor Tep Hongkong' ERHKG ='Nilai Tukar Hongkong' RPLMTHKG ='Hrg Ril Imp Lain Tep HKG' LMTHKG ='Lag Imp Tep HKG' MTFRA ='Impor Tep France' RPMTFRA ='Hrg Ril Imp Tep France' RPLMTFRA ='Hrg Ril Imp Lain Tep FRA' LMTFRA ='Lag MTFRA' MTAGO ='Impor Tep Angola' RPMTAGO ='Hrg Ril Imp Tep AGO' ERAGO ='Nilai Tukar Angola' RPLMTAGO ='Hrg Ril Imp Lain Tep AGO' LMTAGO ='Lag MTAGO' PENGOR ='Penduduk Georgia' MTGOR ='Impor Tep Georgia' ERGOR ='Nilai Tukar Georgia' LMTGOR ='Lag MTGOR' RPXTW ='Hrg Ril Ex Tep Dunia' XTW ='Ekspor Tep Dunia' MTW ='Impor Tep Dunia' LRPXTW ='Lag RPXTW' RPXTBEL ='Hrg Ril Ex Tep Belgia' LRPXTBEL ='Lag RPXTBEL' LRPXTDEU ='Lag RPXTDEU' LRPXTITA ='Lag RPXTITA' LRPXTESP ='Lag RPXTESP' LRPXTPAK ='Lag RPXTPAK' LRPXTFRA ='Lag RPXTFRA' ICFRA ='PDB Percapita France' RPXTJPN ='Hrg Ril Ex Tep Jepang' LRPXTJPN ='Lag RPXTJPN'
281
RPXTNLD ='Hrg Ril Ex Tep Belanda' LRPXTNLD ='Lag RPXTNLD' LRPXTCHN ='Lag RPXTCHN' LRPXTIDN ='Lag RPXTIDN' RPMTW ='Hrg Ril Imp Tep Dunia' QTW ='Prod Tepung Dunia' LRPMTW ='Lag RPMTW' RPMTLBY ='Hrg Ril Imp Tep Libya' LRPMTLBY ='Lag RPMTLBY' RPMTGOR ='Hrg Ril Imp Tep GOR' LRPMTGOR ='Lag RPMTGOR' RPMTNLD ='Hrg Ril Imp Tep NLD' LRPMTNLD ='Lag RPMTNLD' LRPMTUSA ='Lag RPMTUSA' LRPMTFRA ='Lag RPMTFRA' LRPMTIDN ='Lag RPMTIDN' RPMTHKG ='Hrg Ril Imp Tep HKG' LRPMTHKG ='Lag RPMTHKG' LRPMTPAK ='Lag RPMTPAK' LRPMTAGO ='Lag RPMTAGO' RPMTKOR ='Hrg Ril Imp Tep KOR' Lampiran 11. Lanjutan
LRPMTKOR ='Lag RPMTKOR' RPXGUSA ='Hrg Ril Ex Gan USA' LRPXGUSA ='Lag RPXGUSA' LRPXGFRA ='Lag RPXGFRA' RPXGCAN ='Hrg Ril Ex Gan CAN' LRPXGCAN ='Lag RPXGCAN' LRPXGAUS ='Lag RPXGAUS' RPXGARG ='Hrg Ril Ex Gan ARG' LRPXGARG ='Lag RPXGARG' ERARG ='Nilai Tukar ARG' RPXGRUS ='Hrg Ril Ex Gan RUS' LRPXGRUS ='Lag RPXGRUS' LRPXGDEU ='Lag RPXGDEU' RPXGUKR ='Hrg Ril Ex Gan UKR' LRPXGUKR ='Lag RPXGUKR' LRPXGGBR ='Lag RPXGGBR' LRPXGKAZ ='Lag RPXGKAZ' RPMGW ='Hrg Ril Imp Gan Dunia' MGW ='Impor Gan Dunia' LRPMGW ='Lag RPMGW' RPMGITA ='Hrg Ril Imp Gan ITA' LRPMGITA ='Lag RPMGITA' LRPMGCHN ='Lag RPMGCHN' ICCHN ='PDB Percapita China' IMGEGY ='Interv Imp Gan Mesir' EREGY ='Nilai Tukar Mesir' LRPMGESP ='Lag RPMGESP' LRPMGIDN ='Lag RPMGIDN' DTRT ='Deman Tep RT' LDTRT ='Lag DTRT' DTKM ='Deman Tep KM' LDTKM ='Lag DTKM' DTIM ='Deman Tep IM' RPTPB ='Hrg Ril Tep PB' PDBIM ='PDB Sek IM' OPIM ='Hrg Output IM' LDTIM ='Lag DTIM' MARIN ='Margin Industri' CPIIDN ='CPI Indonesia' LPDBIM ='Lag PDBIM' DLRT ='Deman Labour RT' ULRT ='Upah Labour RT' RPTPE ='Hrg Ril Tep PE' OPRT ='Hrg Output RT' ROPRT ='Hrg Ril Output RT' LDLRT ='Lag DLRT' DLKM ='Deman Labour KM' ULKM ='Upah Labour KM'
282
OPKM ='Hrg Output KM' ROPKM ='Hrg Ril Output KM' LDLKM ='Lag DLKM' DLIM ='Deman Labour IM' ULIM ='Upah Labour IM' LDLIM ='Lag DLIM' MARPB ='Margin PB' STIDN ='Supply Tep Indonesia' LRPTPB ='Lag RPTPB' MARPE ='Margin PE' Lampiran 11. Lanjutan
RPMGFRA ='Hrg Ril Imp Gan FRA' RPMGIND ='Hrg Ril Imp Gan IND' RPMGMYS ='Hrg Ril Imp Gan MYS' RPMGMEX ='Hrg Ril Imp Gan MEX' RPXTBRA ='Hrg Ril Ex Tep BRA' RPMTTUR ='Hrg Ril Imp Tep TUR' RPXTESP ='Hrg Ril Ex Tep ESP' PENRUS ='Penduduk Rusia' PENDEU ='Penduduk Jerman' ICBRA ='PDB Percapita Brasil' DGW ='Demand Gandum Dunia' PENEGY ='Penduduk Mesir' LRPXGW ='Lag RPXGW' LDTRS ='Lag DTRS' LRPTPE ='Lag RPTPE' XGW ='Ekspor Gandum Dunia' LRPGW ='Lag RPGW' PHIDN ='Hrg Telur Indonesia' QGSOV ='Prod Gan Soviet' QGFRA ='Prod Gan Prancis' QGCAN ='Prod Gan Canada' QGDZA ='Prod Gan Aljazair' QGBRA ='Prod Gan Brasil' DGSOV ='Deman Gan Soviet' DGIDN ='Deman Gan Indonesia' DGITA ='Deman Gan Italia' DGBRA ='Deman Gan Brasil' ICJPN ='PDB Percapita Jepang' ICNLD ='PDB Percapita Belanda' ICLBY ='PDB Percapita Libya' QTTUR ='Prod Tep Turki' QTDEU ='Prod Tep Jerman' QTIDN ='Prod Tep Indonesia' QTSOV ='Prod Tep Soviet' QTAGO ='Prod Tep Angola' QTUSA ='Prod Tep USA' XTSOV ='Ekspor Tep Soviet' DTNLD ='Deman Tep Belanda' DTLBY ='Deman Tep Libya' DTAGO ='Deman Tep Angola' DTUSA ='Deman Tep USA' DTFRA ='Deman Tep Prancis' DTSOV ='Deman Tep Soviet' MTSOV ='Impor Tep Soviet' RPXTDEU ='Hrg Ril Eks Tep DEU' RPTIDN ='Hrg Ril Tep IDN' LPENIDN ='Lag PENIDN' LICIDN ='Lag ICIDN' LQGUSA ='Lag QGUSA' LQGAUS ='Lag QGAUS' LQGITA ='Lag QGITA' LDGFRA ='Lag DGFRA' LDGJPN ='Lag DGJPN' LDGAUS ='Lag DGAUS' LDGDZA ='Lag DGDZA' LDGM ='Lag DGM' LXGSOV ='Lag XGSOV' LMGSOV ='Lag MGSOV' Lampiran 11. Lanjutan
283
LMGICAN ='Lag MGICAN' LMGIUSA ='Lag MGIUSA' LMGIAUS ='Lag MGIAUS' LMTIAUS ='Lag MTIAUS' LMTIJPN ='Lag MTIJPN' LMTISGP ='Lag MTISGP' LDTIDN ='Lag DTIDN' LQTSOV ='Lag QTSOV' LQTNLD ='Lag QTNLD' LDTIDN ='Lag DTIDN' LDTSOV ='Lag DTSOV' LXTSOV ='Lag XTSOV' LMTSOV ='Lag MTSOV' LRPTIDN ='Lag RPTIDN' LRPHIDN ='Lag RPHIDN' LRPXGSOV ='Lag RPXGSOV' LRPMGBRA ='Lag RPMGBRA' LRPMGSOV ='Lag RPMGSOV' LRPMGJPN ='Lag RPMGJPN' LRPMGDZA ='Lag RPMGDZA' LRPXTTUR ='Lag RPXTTUR' LRPXTSOV ='Lag RPXTSOV' LRPMTSOV ='Lag RPMTSOV' ZXGUSA ='Selisih XGUSA' ZXGFRA ='Selisih XGFRA' ZXGSOV ='Selisih XGSOV' ZXGCAN ='Selisih XGCAN' ZXGAUS ='Selisih XGAUS' ZRPGW ='Selisih RPGW' ZMGSOV ='Selisih MGSOV' ZMGITA ='Selisih MGITA' ZMGIDN ='Selisih MGIDN' ZQTFRA ='Selisih QTFRA' ZQTBEL ='Selisih QTBEL' ZQTIDN ='Selisih QTIDN' ZXTIDN ='Selisih XTIDN' ZXTFRA ='Selisih XTFRA' ZMTNLD ='Selisih MTNLD' ZMTSOV ='Selisih MTSOV' ZDTKM ='Selisih DTKM' ZDTIM ='Selisih DTIM' ZRPXTW ='Selisih RPXTW' ZRPXGSOV ='Selisih RPXGSOV' ZRPMGRUS ='Selisih RPMGRUS' ZRPMGJPN ='Selisih RPMGJPN' ZRPMGIDN ='Selisih RPMGIDN' ZRPXTFRA ='Selisih RPXTFRA' ZRPXTSOV ='Selisih RPXTSOV' ZRPXTIDN ='Selisih RPXTIDN' ZRPMTUSA ='Selisih RPMTUSA' ZRPMTIDN ='Selisih RPMTIDN' ZRPTIDN ='Selisih RPTIDN' ZERJPN ='Selisih ERJPN' ZICIDN ='Selisih ICIDN' BMTIDN ='Growth MTIDN' BDTTUR ='Growth DTTUR' BDTKM ='Growth DTKM' BRPTIDN ='Growth RPTIDN' Lampiran 11. Lanjutan
BRPTPB ='Growth RPTPB' KRPMTIDN ='Rupiah RPMTIDN' KRPMGIDN ='Rupiah RPMGIDN' PSIDN ='Hrg Gula Indonesia'; run; PROC SYSLIN 2SLS DATA=ANALISIS; ENDOGENOUS XGUSA RPXGUSA XTFRA RPXTFRA RPXTW RPTIDN MGIUSA DGIDN XGW XGFRA RPXGFRA XTBEL RPXTBEL RPGW RPTPB MGIAUS MGIDN MGW XGCAN RPXGCAN XTSOV RPXTSOV RPTPE MGICAN DTIDN XTW XGSOV RPXGSOV XTTUR RPXTTUR DGM MTIJPN MTIDN MTW XGAUS RPXGAUS XTDEU RPXTDEU DTIM MTISGP QTIDN /* QGW */
284
MGSOV RPMGSOV /* XTIDN */ /* RPXTIDN */ DTKM MTIAUS DGW MGITA RPMGITA MTNLD RPMTNLD DTRT QTW MGBRA RPMGBRA MTLBY RPMTLBY DTRS DTW MGJPN RPMGJPN /* MTAGO */ /* RPMTAGO */ MGDZA RPMGDZA MTSOV RPMTSOV RPMGIDN MTUSA RPMTUSA RPMTIDN; INSTRUMENTS QGBRA DGSOV QTTUR XGARG DTFRA MTPAK MGRIDN QTSD QGFRA DGITA QTDEU XGDEU DTUSA MTHKG MTRIDN ICJPN ERLBY QGSD QGSOV DGBRA QTIND XGGBR DTIND MTFRA ICIDN MTSD QGCAN DGCHN QTPAK DTBRA MTKOR PENIDN ICNLD DGSD QGAUS DGGBR MGCHN DTNLD XTITA ROPKM ICLBY XTSD QGIND DGIND QTSOV MGMYS DTLBY XTESP ROPRT MGSD QGPAK DGPAK QTAGO MGEGY DTSOV XTPAK PDBIM XGSD QGTUR DGTUR QTUSA MGESP DTAGO XTJPN DTSD QGDZA DGUSA QTIRN MGMEX DTCHN XTNLD DGT QGCHN DGDEU QTBRA DTEGY XTCHN DGS QGUSA DGFRA QTEGY DTPAK DGPL QGDEU QTITA DTITA DGFM QTCHN DTTUR DGL DTIRN DGB LQGAUS LRPMGITA ZXGSOV BDTTUR LQGITA LRPMGBRA ZXGCAN BMTIDN LQGUSA LRPMGSOV ZXGAUS LDGAUS LRPMGJPN ZXGUSA LDGFRA LRPMGDZA ZMGITA LRPMGIDN ZMGSOV LDGJPN LRPXGCAN LDGDZA LRPXGAUS ZMGIDN LXGUSA LRPXGUSA ZICIDN LXGFRA LRPXGFRA ZXTIDN LXGSOV LRPXGSOV LXGCAN LRPXTBEL ZDTKM LXGAUS LRPXTTUR ZQTIDN LMGSOV LRPXTDEU ZQTFRA LMGITA LRPXTFRA ZQTBEL LMGDZA LRPXTSOV ZMTNLD LMGJPN LRPXTIDN ZMTSOV LQTSOV LRPMTNLD ZXTFRA LQTNLD LRPMTLBY LDTSOV LRPMTSOV ZERJPN LDTIDN ZRPGW LMTSOV LPENIDN ZRPXTW LMTAGO LRPMTIDN ZRPTIDN Lampiran 11. Lanjutan
LMTUSA LMGICAN LXTTUR LMGIUSA LXTDEU LRPHIDN ZRPMGRUS LMTIAUS ZRPMGJPN LXTBEL LMTIJPN ZRPMGIDN LXTSOV LMTISGP ZRPMTIDN LXTFRA LICIDN ZRPXTIDN LDTRS LRPGW ZRPMTUSA LRPXTW ZRPXGSOV LRPTIDN ZRPXTSOV LRPTPE ZRPXTFRA LRPTPB ZXGFRA; /* Persamaan Dunia */ MODEL XGUSA = RPXGUSA QGUSA /dw noint; MODEL XGFRA = RPXGFRA QGFRA LXGFRA /dw noint; MODEL XGSOV = ZRPXGSOV QGSOV LXGSOV /dw noint; MODEL XGCAN = LRPXGCAN QGCAN LXGCAN /dw noint; MODEL XGAUS = RPXGAUS LQGAUS LXGAUS /dw noint; MODEL MGSOV = DGSOV ICRUS /dw noint; MODEL MGITA = RPMGITA DGITA LMGITA /dw; MODEL MGBRA = LRPMGBRA QGBRA DGBRA /dw noint; MODEL MGJPN = ZRPMGJPN LDGJPN ICJPN LMGJPN /dw; MODEL MGDZA = RPMGDZA QGDZA LDGDZA LMGDZA /dw noint;
285
MODEL RPXGUSA = RPGW LRPXGUSA /dw; MODEL RPXGFRA = RPGW /dw; MODEL RPXGSOV = RPGW /dw noint; MODEL RPXGCAN = RPGW LRPXGCAN /dw; MODEL RPXGAUS = RPGW /dw; MODEL RPMGSOV = RPGW /dw noint; MODEL RPMGITA = LRPGW /dw; MODEL RPMGBRA = RPGW /dw noint; MODEL RPMGJPN = RPGW /dw; MODEL RPMGDZA = RPGW LRPMGDZA /dw; MODEL XTFRA = ZRPXTFRA ZQTFRA DTFRA /dw; MODEL XTBEL = ZRPXTBEL QTBEL /dw noint; MODEL XTSOV = ZRPXTSOV ZQTSOV LXTSOV /dw; MODEL XTTUR = LQTTUR /dw; MODEL XTDEU = RPXTDEU QTDEU LXTDEU /dw noint; MODEL MTNLD = RPMTNLD LQTNLD DTNLD LMTNLD /dw noint; MODEL MTLBY = RPMTLBY LDTLBY /dw; MODEL MTSOV = QTSOV DTSOV LICRUS /dw; MODEL MTUSA = RPMTUSA ZDTUSA ICUSA LMTUSA /dw noint; MODEL RPXTFRA = RPXTW LRPXTFRA /dw; MODEL RPXTBEL = RPXTW LRPXTBEL /dw; MODEL RPXTSOV = RPXTW /dw noint; MODEL RPXTTUR = RPXTW LRPXTTUR /dw noint; MODEL RPXTDEU = RPXTW LRPXTDEU /dw; MODEL RPMTNLD = RPXTW /dw; MODEL RPMTLBY = RPXTW /dw; MODEL RPMTSOV = RPXTW MTSOV LRPMTSOV /dw noint; MODEL RPMTUSA = RPXTW /dw; /* Persamaan Indonesia */ MODEL RPGW = LXGW MGW LRPGW /dw noint; MODEL RPMGIDN = LRPGW /dw; MODEL MGIAUS = RPMGIDN LMTIDN ICIDN LPENIDN /dw; MODEL MGICAN = LRPMGIDN LMTIDN ICIDN PENIDN /dw noint; Lampiran 11. Lanjutan
MODEL MGIUSA = SRPMGIDN LMTIDN ICIDN PENIDN /dw noint; MODEL RPXTW = MTW XTW LRPXTW /dw noint; MODEL RPMTIDN = RPXTW /dw; MODEL RPTIDN = RPMGIDN RPMTIDN ZQTIDN DTIDN /dw noint; MODEL RPTPB = RPTIDN LDTKM DTRT /dw; MODEL RPTPE = RPTPB /dw; MODEL DTIM = LRPTIDN LPENIDN /dw; MODEL DTKM = LRPTPB LPENIDN /dw; MODEL DTRT = LRPTPB PENIDN /dw; MODEL DTRS = LRPTPE PENIDN /dw; MODEL MTIAUS = RPMTIDN ZMGIDN ZPENIDN DTIDN LMTIAUS /dw noint; MODEL MTIJPN = ZRPMTIDN MGIDN LICIDN ZPENIDN /dw; MODEL MTISGP = RPMTIDN MGIDN LICIDN ZDTIDN /dw noint; /* Persamaan Identitas */ IDENTITY DGM = MGIDN - DGT - DGS - DGPL - DGFM - DGL - DGB; IDENTITY DGIDN = MGIDN; IDENTITY MGIDN = MGIUSA + MGIAUS + MGICAN + MGRIDN; IDENTITY DTIDN = DTRS + DTRT + DTKM + DTIM; IDENTITY MTIDN = MTIJPN + MTISGP + MTIAUS + MTRIDN; IDENTITY XGW = XGUSA + XGFRA + XGSOV + XGCAN + XGAUS + XGSD + XGARG + XGDEU + XGGBR; IDENTITY MGW = MGSOV +MGITA +MGBRA +MGJPN +MGDZA +MGIDN +MGSD +MGMYS +MGEGY +MGESP +MGMEX +MGCHN; IDENTITY XTW = XTFRA+XTBEL+XTSOV+XTTUR+XTDEU+XTSD +XTITA +XTESP +XTPAK +XTJPN +XTNLD +XTCHN +XTIDN; IDENTITY MTW = MTNLD +MTLBY + MTSOV + MTAGO + MTUSA + MTIDN + MTSD + MTKOR + MTPAK + MTHKG + MTFRA; IDENTITY DGW = DGFRA +DGDEU +DGCHN + DGGBR + DGIND + DGPAK + DGTUR + DGUSA + DGITA + DGIDN + DGSD; IDENTITY QTW = QTCHN +QTIND +QTUSA + QTPAK + QTTUR + QTIRN + QTBRA + QTEGY + QTITA + QTIDN + QTSD; IDENTITY DTW = DTCHN +DTUSA +DTIND + DTBRA + DTEGY + DTPAK + DTTUR + DTITA + DTIDN + DTIRN + DTSD; IDENTITY QTIDN = 0.74*DGM; run;
291
Lampiran 12. Hasil Estimasi Model Industri Tepung Terigu Indonesia dengan menggunakan Metode 2SLS, Prosedur SYSLIN, Software SAS/ETS versi 6.12
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: XGUSA Dependent variable: XGUSA Ekspor Gan USA Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 2 2.3354804E16 1.1677402E16 411.227 0.0001 Error 21 5.9632629E14 2.839649E13 U Total 23 2.395113E16 Root MSE5328835.71575 R-Square 0.9751 Dep Mean31700693.7826 Adj R-SQ 0.9727 C.V. 16.80984 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label RPXGUSA 1 68189 22812 2.989 0.0070 Hrg Ril Ex Gan USA QGUSA 1 0.295976 0.071301 4.151 0.0005 QGUSA Durbin-Watson 1.608 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.184 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: XGFRA Dependent variable: XGFRA Ekspor Gan France Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 3 5.2911062E15 1.7637021E15 399.263 0.0001 Error 20 8.8347801E13 4.4173901E12 U Total 23 5.379454E15 Root MSE2101758.80447 R-Square 0.9836 Dep Mean15157494.8261 Adj R-SQ 0.9811 C.V. 13.86614 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label RPXGFRA 1 8141.587423 5764.464673 1.412 0.1732 Hrg Ril Ex Gan France QGFRA 1 0.249320 0.093289 2.673 0.0146 Prod Gan Prancis LXGFRA 1 0.379698 0.198673 1.911 0.0704 Lag XGFRA Durbin-Watson 2.900 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation -0.485 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: XGSOV Dependent variable: XGSOV Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 3 8.3602985E14 2.7867662E14 19.481 0.0001 Error 20 2.8609599E14 1.43048E13 U Total 23 1.1221258E15
292
Root MSE3782168.62870 R-Square 0.7450 Dep Mean4690263.17391 Adj R-SQ 0.7068 C.V. 80.63873 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label ZRPXGSOV 1 3947.931722 4064.376266 0.971 0.3430 Selisih RPXGSOV QGSOV 1 0.032875 0.016524 1.990 0.0605 Prod Gan Soviet LXGSOV 1 0.715746 0.162348 4.409 0.0003 Lag XGSOV Durbin-Watson 2.078 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation -0.068 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: XGCAN Dependent variable: XGCAN Ekspor Gan Canada Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 3 7.5355311E15 2.5118437E15 238.471 0.0001 Error 20 2.1066245E14 1.0533123E13 U Total 23 7.7461936E15 Root MSE3245477.25152 R-Square 0.9728 Dep Mean18045944.6087 Adj R-SQ 0.9687 C.V. 17.98452 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label LRPXGCAN 1 683.695321 8746.083963 0.078 0.9385 Lag RPXGCAN QGCAN 1 0.342609 0.117615 2.913 0.0086 Prod Gan Canada LXGCAN 1 0.502637 0.142478 3.528 0.0021 Lag XGCAN Durbin-Watson 2.334 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation -0.191 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: XGAUS Dependent variable: XGAUS Ekspor Gan Australia Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 3 3.9318384E15 1.3106128E15 382.044 0.0001 Error 20 6.8610627E13 3.4305313E12 U Total 23 4.000449E15 Root MSE1852169.35814 R-Square 0.9828 Dep Mean12791952.4348 Adj R-SQ 0.9803 C.V. 14.47918 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label RPXGAUS 1 628.036102 3524.795603 0.178 0.8604 Hrg Ril Ex Gan Australi
293
LQGAUS 1 0.495951 0.072858 6.807 0.0001 Lag QGAUS LXGAUS 1 0.342267 0.097623 3.506 0.0022 Lag XGAUS Durbin-Watson 1.754 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.120 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: MGSOV Dependent variable: MGSOV Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 2 4.940428E15 2.470214E15 65.144 0.0001 Error 21 7.9631107E14 3.7919575E13 U Total 23 5.736739E15 Root MSE6157887.18465 R-Square 0.8612 Dep Mean13790183.0000 Adj R-SQ 0.8480 C.V. 44.65414 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label DGSOV 1 0.055546 0.062231 0.893 0.3822 Deman Gan Soviet ICRUS 1 2657.019653 1969.523546 1.349 0.1917 PDB Percapita Rusia Durbin-Watson 0.875 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.537 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: MGITA Dependent variable: MGITA Impor Gan Italia Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 3 3.3834107E13 1.1278036E13 22.620 0.0001 Error 19 9.4729982E12 498578853553 C Total 22 4.3307105E13 Root MSE 706101.16382 R-Square 0.7813 Dep Mean5473537.21739 Adj R-SQ 0.7467 C.V. 12.90027 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 3914202 2656184 1.474 0.1570 Intercept RPMGITA 1 -4400.874020 1835.756070 -2.397 0.0270 Hrg Ril Imp Gan ITA DGITA 1 0.036389 0.174185 0.209 0.8367 Deman Gan Italia LMGITA 1 0.459069 0.181680 2.527 0.0205 Lag MGITA Durbin-Watson 2.095 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation -0.057 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: MGBRA Dependent variable: MGBRA Impor Gan Brasil
294
Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 3 5.6366699E14 1.87889E14 61.537 0.0001 Error 20 6.1064891E13 3.0532446E12 U Total 23 6.2473188E14 Root MSE1747353.59151 R-Square 0.9023 Dep Mean4841918.95652 Adj R-SQ 0.8876 C.V. 36.08804 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label LRPMGBRA 1 -390.362789 383.105317 -1.019 0.3204 Lag RPMGBRA QGBRA 1 -0.419809 0.217556 -1.930 0.0680 Prod Gan Brasil DGBRA 1 0.821633 0.104004 7.900 0.0001 Deman Gan Brasil Durbin-Watson 1.998 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation -0.047 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: MGJPN Dependent variable: MGJPN Impor Gan Jepang Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 4 442836760824 110709190206 1.858 0.1617 Error 18 1.0723575E12 59575418680 C Total 22 1.5151943E12 Root MSE 244080.76262 R-Square 0.2923 Dep Mean5773236.17391 Adj R-SQ 0.1350 C.V. 4.22780 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 4579125 1382408 3.312 0.0039 Intercept ZRPMGJPN 1 -1435.408458 2131.292614 -0.673 0.5092 Selisih RPMGJPN LDGJPN 1 0.093119 0.050150 1.857 0.0798 Lag DGJPN ICJPN 1 11.010912 5.901933 1.866 0.0785 PDB Percapita Jepang LMGJPN 1 0.044386 0.246429 0.180 0.8591 Lag MGJPN Durbin-Watson 1.684 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.010 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: MGDZA Dependent variable: MGDZA Impor Gan Aljasair Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 4 2.6190378E14 6.5475946E13 136.995 0.0001 Error 19 9.0809107E12 477942669488 U Total 23 2.7098469E14 Root MSE 691333.97825 R-Square 0.9665 Dep Mean3198481.34783 Adj R-SQ 0.9594 C.V. 21.61444 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares).
295
Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label RPMGDZA 1 -72.556798 187.734176 -0.386 0.7034 Hrg Ril Impor Gan DZA QGDZA 1 -0.547176 0.251441 -2.176 0.0424 Prod Gan Aljazair LDGDZA 1 0.400371 0.084039 4.764 0.0001 Lag DGDZA LMGDZA 1 0.622683 0.152180 4.092 0.0006 Lag MGDZA Durbin-Watson 1.869 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.035 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPXGUSA Dependent variable: RPXGUSA Hrg Ril Ex Gan USA Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 2 65927.26317 32963.63159 69.240 0.0001 Error 20 9521.50017 476.07501 C Total 22 75448.76334 Root MSE 21.81914 R-Square 0.8738 Dep Mean 188.62388 Adj R-SQ 0.8612 C.V. 11.56754 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 93.465593 23.910724 3.909 0.0009 Intercept RPGW 1 0.058603 0.019872 2.949 0.0079 Hrg Ril Gan Dunia LRPXGUSA 1 0.304879 0.170301 1.790 0.0886 Lag RPXGUSA Durbin-Watson 1.414 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.293 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPXGFRA Dependent variable: RPXGFRA Hrg Ril Ex Gan France Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 1 55973.70166 55973.70166 66.169 0.0001 Error 21 17764.28360 845.91827 C Total 22 73737.98525 Root MSE 29.08467 R-Square 0.7591 Dep Mean 194.88195 Adj R-SQ 0.7476 C.V. 14.92425 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 144.573172 8.661934 16.691 0.0001 Intercept RPGW 1 0.085105 0.010462 8.134 0.0001 Hrg Ril Gan Dunia Durbin-Watson 0.582 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.685 Lampiran 12. Lanjutan
296
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPXGSOV Dependent variable: RPXGSOV Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 1 21326957.136 21326957.136 1276.480 0.0001 Error 22 367568.01174 16707.63690 U Total 23 21694525.147 Root MSE 129.25802 R-Square 0.9831 Dep Mean 624.84709 Adj R-SQ 0.9823 C.V. 20.68634 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label RPGW 1 1.163085 0.032554 35.728 0.0001 Hrg Ril Gan Dunia Durbin-Watson 0.604 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.616 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPXGCAN Dependent variable: RPXGCAN Hrg Ril Ex Gan CAN Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 2 82877.27162 41438.63581 65.722 0.0001 Error 20 12610.26112 630.51306 C Total 22 95487.53275 Root MSE 25.11002 R-Square 0.8679 Dep Mean 201.39180 Adj R-SQ 0.8547 C.V. 12.46824 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 126.808249 26.765264 4.738 0.0001 Intercept RPGW 1 0.091381 0.024796 3.685 0.0015 Hrg Ril Gan Dunia LRPXGCAN 1 0.096687 0.185010 0.523 0.6070 Lag RPXGCAN Durbin-Watson 1.533 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.225 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPXGAUS Dependent variable: RPXGAUS Hrg Ril Ex Gan Australi Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 1 154618.91313 154618.91313 170.306 0.0001 Error 21 19065.67292 907.88919 C Total 22 173684.58605
297
Root MSE 30.13120 R-Square 0.8902 Dep Mean 205.92121 Adj R-SQ 0.8850 C.V. 14.63239 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 122.306432 8.973608 13.630 0.0001 Intercept RPGW 1 0.141447 0.010839 13.050 0.0001 Hrg Ril Gan Dunia Durbin-Watson 1.203 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.374 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPMGSOV Dependent variable: RPMGSOV Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 1 19620519.992 19620519.992 1919.795 0.0001 Error 22 224842.50442 10220.11384 U Total 23 19845362.496 Root MSE 101.09458 R-Square 0.9887 Dep Mean 614.00890 Adj R-SQ 0.9882 C.V. 16.46468 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label RPGW 1 1.115584 0.025461 43.815 0.0001 Hrg Ril Gan Dunia Durbin-Watson 0.467 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.696 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPMGITA Dependent variable: RPMGITA Hrg Ril Imp Gan ITA Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 1 353146.49125 353146.49125 87.248 0.0001 Error 21 84999.79160 4047.60912 C Total 22 438146.28286 Root MSE 63.62082 R-Square 0.8060 Dep Mean 310.73370 Adj R-SQ 0.7968 C.V. 20.47439 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 187.303404 18.724323 10.003 0.0001 Intercept LRPGW 1 0.176610 0.018908 9.341 0.0001 Lag RPGW Durbin-Watson 0.393
298
(For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.773 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPMGBRA Dependent variable: RPMGBRA Hrg Ril Imp Gan BRA Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 1 22458238.502 22458238.502 2582.229 0.0001 Error 22 191339.07053 8697.23048 U Total 23 22649577.573 Root MSE 93.25894 R-Square 0.9916 Dep Mean 667.32557 Adj R-SQ 0.9912 C.V. 13.97503 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label RPGW 1 1.193534 0.023488 50.816 0.0001 Hrg Ril Gan Dunia Durbin-Watson 0.675 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.600 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPMGJPN Dependent variable: RPMGJPN Hrg Ril Impor Gan JPN Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 1 7053.51448 7053.51448 11.840 0.0025 Error 21 12509.97390 595.71304 C Total 22 19563.48839 Root MSE 24.40723 R-Square 0.3605 Dep Mean 210.03274 Adj R-SQ 0.3301 C.V. 11.62068 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 192.173850 7.268909 26.438 0.0001 Intercept RPGW 1 0.030211 0.008780 3.441 0.0025 Hrg Ril Gan Dunia Durbin-Watson 0.977 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.476 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPMGDZA Dependent variable: RPMGDZA Hrg Ril Impor Gan DZA
299
Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 2 9550720.6045 4775360.3023 769.331 0.0001 Error 20 124143.16275 6207.15814 C Total 22 9674863.7673 Root MSE 78.78552 R-Square 0.9872 Dep Mean 706.07292 Adj R-SQ 0.9859 C.V. 11.15827 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 31.443398 24.496958 1.284 0.2140 Intercept RPGW 1 0.711089 0.149874 4.745 0.0001 Hrg Ril Gan Dunia LRPMGDZA 1 0.311182 0.115082 2.704 0.0137 Lag RPMGDZA Durbin-Watson 1.893 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.043 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: XTFRA Dependent variable: XTFRA Ekspor Tep France Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 3 771391066751 257130355584 3.341 0.0411 Error 19 1.4620804E12 76951602612 C Total 22 2.2334715E12 Root MSE 277401.51876 R-Square 0.3454 Dep Mean1434435.47826 Adj R-SQ 0.2420 C.V. 19.33872 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 4502600 976971 4.609 0.0002 Intercept ZRPXTFRA 1 1112.683316 1308.120275 0.851 0.4056 Selisih RPXTFRA ZQTFRA 1 0.894205 0.829043 1.079 0.2943 Selisih QTFRA DTFRA 1 -0.746104 0.236492 -3.155 0.0052 Deman Tep Francis Durbin-Watson 0.982 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.492 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: XTBEL Dependent variable: XTBEL XTBEL Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 2 8.5306973E12 4.2653487E12 74.165 0.0001 Error 21 1.2077479E12 57511805305 U Total 23 9.7384452E12 Root MSE 239816.19066 R-Square 0.8760 Dep Mean 596937.78261 Adj R-SQ 0.8642 C.V. 40.17440 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares).
300
Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label ZRPXTBEL 1 844.177635 1079.838651 0.782 0.4431 QTBEL 1 0.859084 0.071964 11.938 0.0001 QTBEL Durbin-Watson 0.440 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.751 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: XTSOV Dependent variable: XTSOV Ekspor Tep Soviet Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 3 741609545362 247203181787 11.023 0.0002 Error 19 426102659721 22426455775 C Total 22 1.1677122E12 Root MSE 149754.65193 R-Square 0.6351 Dep Mean 364672.30435 Adj R-SQ 0.5775 C.V. 41.06554 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 176343 67492 2.613 0.0171 Intercept ZRPXTSOV 1 322.313883 116.562998 2.765 0.0123 Selisih RPXTSOV ZQTSOV 1 0.002762 0.022807 0.121 0.9049 LXTSOV 1 0.698484 0.149802 4.663 0.0002 Lag XTSOV Durbin-Watson 1.442 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.155 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: XTTUR Dependent variable: XTTUR Ekspor Tep Turki Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 1 241530335401 241530335401 7.480 0.0124 Error 21 678092816965 32290134141 C Total 22 919623152365 Root MSE 179694.55791 R-Square 0.2626 Dep Mean 362059.82609 Adj R-SQ 0.2275 C.V. 49.63118 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 -565265 341127 -1.657 0.1124 Intercept LQTTUR 1 0.105898 0.038720 2.735 0.0124 Durbin-Watson 1.417 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.282 Lampiran 12. Lanjutan
301
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: XTDEU Dependent variable: XTDEU Ekspor Tep Jerman Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 3 7.2412059E12 2.4137353E12 273.285 0.0001 Error 20 176645723330 8832286166.5 U Total 23 7.4178516E12 Root MSE 93980.24349 R-Square 0.9762 Dep Mean 556371.43478 Adj R-SQ 0.9726 C.V. 16.89164 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label RPXTDEU 1 37.931896 270.124922 0.140 0.8897 Hrg Ril Eks Tep DEU QTDEU 1 0.047510 0.027620 1.720 0.1008 Prod Tep Jerman LXTDEU 1 0.609721 0.176375 3.457 0.0025 Lag XTDEU Durbin-Watson 1.865 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.058 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: MTNLD Dependent variable: MTNLD Impor Tep Belanda Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 4 1.4748771E12 368719283515 225.118 0.0001 Error 19 31119910355 1637890018.7 U Total 23 1.505997E12 Root MSE 40470.85394 R-Square 0.9793 Dep Mean 221038.30435 Adj R-SQ 0.9750 C.V. 18.30943 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label RPMTNLD 1 -36.324738 90.880816 -0.400 0.6938 Hrg Ril Imp Tep NLD LQTNLD 1 -0.475903 0.112841 -4.217 0.0005 Lag QTNLD DTNLD 1 0.557637 0.070881 7.867 0.0001 Deman Tep Belanda LMTNLD 1 0.213523 0.124322 1.717 0.1021 Lag MTNLD Durbin-Watson 1.744 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.030 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: MTLBY Dependent variable: MTLBY Impor Tep Libya Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 2 589236791749 294618395874 11.114 0.0006 Error 20 530198581336 26509929067 C Total 22 1.1194354E12
302
Root MSE 162818.69999 R-Square 0.5264 Dep Mean 493590.30435 Adj R-SQ 0.4790 C.V. 32.98661 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 151558 223953 0.677 0.5063 Intercept RPMTLBY 1 -228.650142 211.073292 -1.083 0.2916 Hrg Ril Imp Tep Libya LDTLBY 1 0.427203 0.149831 2.851 0.0099 Durbin-Watson 1.882 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.044 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: MTSOV Dependent variable: MTSOV Impor Tep Soviet Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 3 3.2199181E12 1.073306E12 19.258 0.0001 Error 19 1.0589543E12 55734437632 C Total 22 4.2788724E12 Root MSE 236081.42162 R-Square 0.7525 Dep Mean 604641.30435 Adj R-SQ 0.7134 C.V. 39.04487 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 686424 956727 0.717 0.4818 Intercept QTSOV 1 -0.814166 0.108888 -7.477 0.0001 Prod Tep Soviet DTSOV 1 0.783495 0.107997 7.255 0.0001 Deman Tep Soviet LICRUS 1 81.671002 96.259307 0.848 0.4068 Durbin-Watson 2.335 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation -0.217 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: MTUSA Dependent variable: MTUSA Impor Tep USA Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 4 270681432496 67670358124 158.429 0.0001 Error 19 8115559632.9 427134717.52 U Total 23 278796992129 Root MSE 20667.23778 R-Square 0.9709 Dep Mean 82971.52174 Adj R-SQ 0.9648 C.V. 24.90883 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label RPMTUSA 1 -49.573293 28.781789 -1.722 0.1012 Hrg Ril Imp Tep USA ZDTUSA 1 0.002409 0.007485 0.322 0.7511 ICUSA 1 1.820884 0.829088 2.196 0.0407 PDB Parcapita USA
303
LMTUSA 1 0.786604 0.131834 5.967 0.0001 Lag MTUSA Durbin-Watson 1.660 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.141 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPXTFRA Dependent variable: RPXTFRA Hrg Ril Ex Tep FRA Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 2 87083.94447 43541.97223 48.517 0.0001 Error 20 17949.30945 897.46547 C Total 22 105033.25392 Root MSE 29.95773 R-Square 0.8291 Dep Mean 268.91103 Adj R-SQ 0.8120 C.V. 11.14039 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 115.137451 30.274436 3.803 0.0011 Intercept RPXTW 1 0.015064 0.016756 0.899 0.3793 Hrg Ril Ex Tep Dunia LRPXTFRA 1 0.490957 0.149968 3.274 0.0038 Lag RPXTFRA Durbin-Watson 1.545 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.201 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPXTBEL Dependent variable: RPXTBEL Hrg Ril Ex Tep Belgia Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 2 68285.38322 34142.69161 31.575 0.0001 Error 20 21626.13515 1081.30676 C Total 22 89911.51837 Root MSE 32.88323 R-Square 0.7595 Dep Mean 306.60646 Adj R-SQ 0.7354 C.V. 10.72490 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 175.868815 48.968694 3.591 0.0018 Intercept RPXTW 1 0.031520 0.019294 1.634 0.1180 Hrg Ril Ex Tep Dunia LRPXTBEL 1 0.319416 0.200557 1.593 0.1269 Lag RPXTBEL Durbin-Watson 1.715 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.103 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPXTSOV Dependent variable: RPXTSOV
304
Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 1 46356486.170 46356486.170 1138.929 0.0001 Error 22 895439.90065 40701.81367 U Total 23 47251926.070 Root MSE 201.74690 R-Square 0.9810 Dep Mean 955.35749 Adj R-SQ 0.9802 C.V. 21.11743 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label RPXTW 1 1.113154 0.032984 33.748 0.0001 Hrg Ril Ex Tep Dunia Durbin-Watson 1.103 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.433 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPXTTUR Dependent variable: RPXTTUR Hrg Ril Ex Tep Turki Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 2 5541972262.3 2770986131.1 158.731 0.0001 Error 21 366600510.93 17457167.187 U Total 23 5908572773.2 Root MSE 4178.17750 R-Square 0.9380 Dep Mean 12213.13726 Adj R-SQ 0.9320 C.V. 34.21052 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label RPXTW 1 4.060191 1.408683 2.882 0.0089 Hrg Ril Ex Tep Dunia LRPXTTUR 1 0.641867 0.106878 6.006 0.0001 Lag RPXTTUR Durbin-Watson 1.652 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.151 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPXTDEU Dependent variable: RPXTDEU Hrg Ril Eks Tep DEU Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 2 44414.63605 22207.31802 17.072 0.0001 Error 20 26016.26124 1300.81306 C Total 22 70430.89729 Root MSE 36.06679 R-Square 0.6306 Dep Mean 288.91253 Adj R-SQ 0.5937 C.V. 12.48364
305
Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 132.518980 45.276840 2.927 0.0083 Intercept RPXTW 1 0.012850 0.014400 0.892 0.3828 Hrg Ril Ex Tep Dunia LRPXTDEU 1 0.482896 0.182268 2.649 0.0154 Lag RPXTDEU Durbin-Watson 1.886 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.044 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPMTNLD Dependent variable: RPMTNLD Hrg Ril Imp Tep NLD Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 1 132004.98966 132004.98966 13.336 0.0015 Error 21 207868.08285 9898.48014 C Total 22 339873.07251 Root MSE 99.49111 R-Square 0.3884 Dep Mean 367.24720 Adj R-SQ 0.3593 C.V. 27.09105 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 290.158196 29.597079 9.804 0.0001 Intercept RPXTW 1 0.084747 0.023207 3.652 0.0015 Hrg Ril Ex Tep Dunia Durbin-Watson 0.241 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.806 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPMTLBY Dependent variable: RPMTLBY Hrg Ril Imp Tep Libya Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 1 913491.13209 913491.13209 223.069 0.0001 Error 21 85997.33404 4095.11114 C Total 22 999488.46613 Root MSE 63.99306 R-Square 0.9140 Dep Mean 421.86208 Adj R-SQ 0.9099 C.V. 15.16919 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 219.070712 19.036953 11.508 0.0001 Intercept RPXTW 1 0.222936 0.014927 14.935 0.0001 Hrg Ril Ex Tep Dunia Durbin-Watson 0.825 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.407 Lampiran 12. Lanjutan
306
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPMTSOV Dependent variable: RPMTSOV Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 3 48528089.007 16176029.669 868.343 0.0001 Error 20 372572.23291 18628.61165 U Total 23 48900661.239 Root MSE 136.48667 R-Square 0.9924 Dep Mean 984.56184 Adj R-SQ 0.9912 C.V. 13.86268 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label RPXTW 1 0.871982 0.144524 6.033 0.0001 Hrg Ril Ex Tep Dunia MTSOV 1 0.000014670 0.000053631 0.274 0.7872 Impor Tep Soviet LRPMTSOV 1 0.191775 0.100342 1.911 0.0704 Lag RPMTSOV Durbin-Watson 1.352 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.164 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPMTUSA Dependent variable: RPMTUSA Hrg Ril Imp Tep USA Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 1 215077.61061 215077.61061 59.481 0.0001 Error 21 75934.04620 3615.90696 C Total 22 291011.65681 Root MSE 60.13241 R-Square 0.7391 Dep Mean 409.11036 Adj R-SQ 0.7266 C.V. 14.69834 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 310.710406 17.888471 17.369 0.0001 Intercept RPXTW 1 0.108175 0.014026 7.712 0.0001 Hrg Ril Ex Tep Dunia Durbin-Watson 2.203 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation -0.144 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPGW Dependent variable: RPGW Hrg Ril Gan Dunia Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 3 15662762.885 5220920.9616 1016.906 0.0001 Error 20 102682.47438 5134.12372 U Total 23 15765445.359
307
Root MSE 71.65280 R-Square 0.9935 Dep Mean 591.13994 Adj R-SQ 0.9925 C.V. 12.12112 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label LXGW 1 -0.000002187 0.000002203 -0.993 0.3326 MGW 1 0.000002372 0.000002211 1.073 0.2961 Impor Gan Dunia LRPGW 1 0.819411 0.020317 40.332 0.0001 Lag RPGW Durbin-Watson 1.946 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation -0.022 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPMGIDN Dependent variable: RPMGIDN Hrg Ril Imp Gan IDN Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 1 1020513.7552 1020513.7552 26.941 0.0001 Error 21 795460.16831 37879.05563 C Total 22 1815973.9235 Root MSE 194.62542 R-Square 0.5620 Dep Mean 516.40021 Adj R-SQ 0.5411 C.V. 37.68887 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 306.576896 57.280449 5.352 0.0001 Intercept LRPGW 1 0.300225 0.057841 5.191 0.0001 Lag RPGW Durbin-Watson 0.546 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.624 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: MGIAUS Dependent variable: MGIAUS MGIAUS Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 4 6.4209616E12 1.6052404E12 11.233 0.0001 Error 18 2.5723678E12 142909323790 C Total 22 8.9933294E12 Root MSE 378033.49559 R-Square 0.7140 Dep Mean1218500.36609 Adj R-SQ 0.6504 C.V. 31.02449 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 -2593529 2467012 -1.051 0.3070 Intercept RPMGIDN 1 -303.236962 701.010695 -0.433 0.6705 Hrg Ril Imp Gan IDN LMTIDN 1 -0.846900 5.621708 -0.151 0.8819 Lag MTIDN ICIDN 1 857.840073 507.201783 1.691 0.1080 PDB Percapita IDN LPENIDN 1 18556 13561 1.368 0.1881 Lag PENIDN
308
Durbin-Watson 2.198 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation -0.217 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: MGICAN Dependent variable: MGICAN MGICAN Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 4 7.6218674E12 1.9054668E12 22.589 0.0001 Error 19 1.6027291E12 84354165490 U Total 23 9.2245965E12 Root MSE 290437.88577 R-Square 0.8263 Dep Mean 504402.50000 Adj R-SQ 0.7897 C.V. 57.58058 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label LRPMGIDN 1 -529.463359 347.679942 -1.523 0.1443 Lag RPMGIDN LMTIDN 1 -1.933650 3.620275 -0.534 0.5995 Lag MTIDN ICIDN 1 972.661506 368.340351 2.641 0.0161 PDB Percapita IDN PENIDN 1 1079.520033 2387.909053 0.452 0.6563 Penduduk Indonesia Durbin-Watson 1.095 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.344 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: MGIUSA Dependent variable: MGIUSA MGIUSA Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 4 4.5066886E12 1.1266721E12 17.058 0.0001 Error 19 1.2549601E12 66050533995 U Total 23 5.7616487E12 Root MSE 257002.98441 R-Square 0.7822 Dep Mean 421090.39565 Adj R-SQ 0.7363 C.V. 61.03273 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label SRPMGIDN 1 -377.097517 136.548483 -2.762 0.0124 LMTIDN 1 -0.645746 1.851478 -0.349 0.7311 Lag MTIDN ICIDN 1 284.827845 324.604049 0.877 0.3912 PDB Percapita IDN PENIDN 1 1176.797773 1296.298290 0.908 0.3753 Penduduk Indonesia Durbin-Watson 1.850 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.054 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPXTW Dependent variable: RPXTW Hrg Ril Ex Tep Dunia
309
Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 3 36925005.729 12308335.243 506.464 0.0001 Error 20 486049.31010 24302.46551 U Total 23 37411055.040 Root MSE 155.89248 R-Square 0.9870 Dep Mean 909.63834 Adj R-SQ 0.9851 C.V. 17.13785 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label MTW 1 0.000013225 0.000055608 0.238 0.8144 Impor Tep Dunia XTW 1 -0.000007541 0.000054494 -0.138 0.8913 Ekspor Tep Dunia LRPXTW 1 0.795001 0.027162 29.269 0.0001 Lag RPXTW Durbin-Watson 1.993 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation -0.116 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPMTIDN Dependent variable: RPMTIDN Hrg Ril Imp Tep IDN Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 1 8745239.0670 8745239.0670 192.088 0.0001 Error 21 956072.04939 45527.24045 C Total 22 9701311.1164 Root MSE 213.37113 R-Square 0.9014 Dep Mean 842.23591 Adj R-SQ 0.8968 C.V. 25.33389 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 214.780121 63.474641 3.384 0.0028 Intercept RPXTW 1 0.689786 0.049770 13.860 0.0001 Hrg Ril Ex Tep Dunia Durbin-Watson 1.444 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.243 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPTIDN Dependent variable: RPTIDN Hrg Ril Tep IDN Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 4 87200322.150 21800080.537 69.798 0.0001 Error 19 5934323.0109 312332.79005 U Total 23 93134645.161 Root MSE 558.86742 R-Square 0.9363 Dep Mean 1976.88912 Adj R-SQ 0.9229 C.V. 28.27004 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares).
310
Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label RPMGIDN 1 1.052708 0.575427 1.829 0.0831 Hrg Ril Imp Gan IDN RPMTIDN 1 0.060261 0.288806 0.209 0.8369 Hrg Ril Imp Tep IDN ZQTIDN 1 -0.000416 0.000275 -1.515 0.1463 Selisih QTIDN DTIDN 1 0.000679 0.000073160 9.282 0.0001 DTIDN Durbin-Watson 0.685 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.654 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPTPB Dependent variable: RPTPB Hrg Ril Tep PB Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 3 3260341.0069 1086780.3356 10039.515 0.0001 Error 19 2056.75527 108.25028 C Total 22 3262397.7621 Root MSE 10.40434 R-Square 0.9994 Dep Mean 2040.98082 Adj R-SQ 0.9993 C.V. 0.50977 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 61.317375 11.791173 5.200 0.0001 Intercept RPTIDN 1 0.998085 0.006657 149.939 0.0001 Hrg Ril Tep IDN LDTKM 1 0.000002352 0.000006083 0.387 0.7034 Lag DTKM DTRT 1 0.000048839 0.000093133 0.524 0.6061 Deman Tep RT Durbin-Watson 2.141 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation -0.072 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: RPTPE Dependent variable: RPTPE Hrg Ril Tep PE Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 1 2423980.2747 2423980.2747 114.756 0.0001 Error 21 443582.66715 21122.98415 C Total 22 2867562.9419 Root MSE 145.33748 R-Square 0.8453 Dep Mean 2304.28466 Adj R-SQ 0.8379 C.V. 6.30727 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 545.004483 167.001013 3.263 0.0037 Intercept RPTPB 1 0.861978 0.080465 10.712 0.0001 Hrg Ril Tep PB Durbin-Watson 1.049 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.434 Lampiran 12. Lanjutan
311
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: DTIM Dependent variable: DTIM Deman Tep IM Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 2 1.5249938E12 762496887686 50.345 0.0001 Error 20 302909585918 15145479296 C Total 22 1.8279034E12 Root MSE 123066.97078 R-Square 0.8343 Dep Mean 643790.82609 Adj R-SQ 0.8177 C.V. 19.11599 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 -1823520 247457 -7.369 0.0001 Intercept LRPTIDN 1 -123.827332 92.716582 -1.336 0.1967 Lag RPTIDN LPENIDN 1 14754 1792.930046 8.229 0.0001 Lag PENIDN Durbin-Watson 2.001 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation -0.029 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: DTKM Dependent variable: DTKM Deman Tep KM Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 2 5.171329E12 2.5856645E12 21.641 0.0001 Error 20 2.3895519E12 119477594583 C Total 22 7.5608809E12 Root MSE 345655.31181 R-Square 0.6840 Dep Mean1161601.60870 Adj R-SQ 0.6524 C.V. 29.75679 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 -3372195 693204 -4.865 0.0001 Intercept LRPTPB 1 -226.266694 261.413410 -0.866 0.3970 Lag RPTPB LPENIDN 1 27176 5064.642485 5.366 0.0001 Lag PENIDN Durbin-Watson 2.004 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation -0.016 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: DTRT Dependent variable: DTRT Deman Tep RT Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 2 24158370065 12079185033 50.634 0.0001 Error 20 4771152434.4 238557621.72 C Total 22 28929522499
312
Root MSE 15445.31067 R-Square 0.8351 Dep Mean 80952.60870 Adj R-SQ 0.8186 C.V. 19.07945 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 -238219 31917 -7.464 0.0001 Intercept LRPTPB 1 -15.764900 11.695644 -1.348 0.1928 Lag RPTPB PENIDN 1 1881.487630 229.064560 8.214 0.0001 Penduduk Indonesia Durbin-Watson 1.977 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation -0.018 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: DTRS Dependent variable: DTRS DTRS Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 2 32294907149 16147453575 54.362 0.0001 Error 20 5940689154.4 297034457.72 C Total 22 38235596304 Root MSE 17234.68763 R-Square 0.8446 Dep Mean 93123.47826 Adj R-SQ 0.8291 C.V. 18.50735 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 -263273 35038 -7.514 0.0001 Intercept LRPTPE 1 -21.777561 12.335637 -1.765 0.0928 Lag RPTPE PENIDN 1 2177.349803 236.599468 9.203 0.0001 Penduduk Indonesia Durbin-Watson 2.109 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation -0.083 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: MTIAUS Dependent variable: MTIAUS MTIAUS Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 5 1790394978.3 358078995.66 9.267 0.0002 Error 18 695509582.17 38639421.231 U Total 23 2485904560.5 Root MSE 6216.06155 R-Square 0.7202 Dep Mean 6023.66739 Adj R-SQ 0.6425 C.V. 103.19397 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label RPMTIDN 1 -2.108003 3.012036 -0.700 0.4930 Hrg Ril Imp Tep IDN ZMGIDN 1 -0.002051 0.002382 -0.861 0.4005 Selisih MGIDN ZPENIDN 1 204.105215 1821.341043 0.112 0.9120
313
DTIDN 1 0.002419 0.001664 1.454 0.1632 DTIDN LMTIAUS 1 0.533283 0.197822 2.696 0.0148 Lag MTIAUS Durbin-Watson 1.934 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.026 The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: MTIJPN Dependent variable: MTIJPN MTIJPN Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 4 339684507.40 84921126.849 1.819 0.1691 Error 18 840110247.42 46672791.523 C Total 22 1179794754.8 Root MSE 6831.74879 R-Square 0.2879 Dep Mean 4610.77217 Adj R-SQ 0.1297 C.V. 148.16930 Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label INTERCEP 1 -10008 13493 -0.742 0.4678 Intercept ZRPMTIDN 1 -0.079347 6.401691 -0.012 0.9902 Selisih RPMTIDN MGIDN 1 -0.002365 0.002612 -0.905 0.3773 Impor Gan Indonesia LICIDN 1 27.005679 11.826164 2.284 0.0348 Lag ICIDN ZPENIDN 1 773.495307 4023.312851 0.192 0.8497 Durbin-Watson 1.113 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.437 Lampiran 12. Lanjutan
The SAS System SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model: MTISGP Dependent variable: MTISGP MTISGP Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Prob>F Model 4 8904720983.4 2226180245.8 12.009 0.0001 Error 19 3522021006.1 185369526.64 U Total 23 12426741990 Root MSE 13615.04780 R-Square 0.7166 Dep Mean 14552.67783 Adj R-SQ 0.6569 C.V. 93.55699 NOTE: The NOINT option changes the definition of the R-Square statistic to: 1 - (Residual Sum of Squares/Uncorrected Total Sum of Squares). Parameter Estimates Parameter Standard T for H0: Variable Variable DF Estimate Error Parameter=0 Prob > |T| Label RPMTIDN 1 -10.855261 4.280007 -2.536 0.0201 Hrg Ril Imp Tep IDN MGIDN 1 -0.013550 0.006231 -2.175 0.0425 Impor Gan Indonesia LICIDN 1 86.697271 25.869147 3.351 0.0034 Lag ICIDN ZDTIDN 1 0.000968 0.005637 0.172 0.8655 Durbin-Watson 1.896 (For Number of Obs.) 23 1st Order Autocorrelation 0.001
314
319
Lampiran 13. N ilai Elastisitas Variabel Endogen Persamaan Struktural
No Peubah Koefisien Elastisitas
Jangka Pendek Jangka Panjang 1 XGUSA (Ekspor Biji Gandum Amerika Serikat)
RPXGUSA 68189 0.41998611 0.41998611 QGUSA 0.295976 0.581888304 0.581888304
2 XGFRA (Ekspor Biji Gandum Prancis)
RPXGFRA 8141.587423 0.112379079 0.181168333 QGFRA 0.24932 0.521535764 0.840777176 LXGFRA 0.379698
3 XGSOV (Ekspor Biji Gandum Uni Soviet)
ZRPXGSOV 3947.931722 -0.121864743 3.087582E-05 QGSOV 0.032875 0.752766585 -0.000190722 LXGSOV 0.715746
4 XGCAN (Ekspor Biji Gandum Kanada)
LRPXGCAN 683.695321 0.008077254 0.016240159 QGCAN 0.342609 0.477233701 0.959527952 LXGCAN 0.502637
5 XGAUS (Ekspor Biji Gandum Australia)
RPXGAUS 628.036102 0.010522533 0.015998183 LQGAUS 0.495951 0.633920408 0.96379596 LXGAUS 0.342267
6 MGSOV (Impor Biji Gandum Uni Soviet)
ICRUS 2657.019653 0.612755245 0.612755245 DGSOV 0.055546 0.416433434 0.416433434
7 MGITA (Impor Tepung Terigu Italia
INTERSEP 3914202 RPMGITA -4400.87402 -0.274167927 -0.506844546 DGITA 0.036389 0.091066478 0.168351375 LMGITA 0.459069
8 MGBRA (Impor Biji Gandum Brasil)
QGBRA -0.419809 -0.280641564 -0.280641564 DGBRA 0.821633 1.316629385 1.316629385 LRPMGBRA -390.362789 -0.065076303 -0.065076303
320
Lampiran 13. Lanjutan
No Peubah Koefisien Elastisitas
Jangka Pendek Jangka Panjang 9 MGJPN (Impor Biji Gandum Jepang)
INTERSEP 4579125 ZRPMGJPN -1435.408458 0.000838438 0.000877382 ICJPN 11.010912 0.048954663 0.051228491 LDGJPN 0.093119 0.111244744 0.116411798 LMGJPN 0.044386
10 MGDZA (Impor Biji Gandum Aljazair)
RPMGDZA -72.556798 -0.018269496 -0.048419489 QGDZA -0.547176 -0.242672423 -0.643152636 LDGDZA 0.400371 0.679899787 1.801932558 LMGDZA 0.622683
11 RPGW (Harga Biji Gandum Dunia)
LXGW -0.000002187 -0.338489398 -1.874363323 MGW 0.000002372 0.364659465 2.019278392 LRPGW 0.819411
12 RPXGUSA (Harga Ekspor Biji Gandum Amerika Serikat)
INTERSEP 93.465593 RPGW 0.058603 0.201592051 0.290010014 LRPXGUSA 0.304879
13 RPXGFRA (Harga Ekspor Biji Gandum Prancis)
INTERSEP 144.573172 RPGW 0.085105 0.278701436 0.278701436
14 RPXGSOV (Harga Ekspor Biji Gandum Uni Soviet)
RPGW 1.163085 1.06534345 1.06534345
15 RPXGCAN (Harga Ekspor Biji Gandum Kanada)
INTERSEP 126.808249 RPGW 0.091381 0.293098958 0.324471095
LRPXGCAN 0.096687
16 RPXGAUS (Harga Ekspor Biji Gandum Australia)
INTERSEP 122.306432
RPGW 0.141447 0.44262331 0.44262331
321
Lampiran 13. Lanjutan
No Peubah Koefisien Elastisitas
Jangka Pendek Jangka Panjang 17 RPMGSOV (Harga Impor Biji Gandum Uni Soviet)
RPGW 1.115584 1.057689359 1.057689359
18 RPMGITA (Harga Impor Biji Gandum Italia)
INTERSEP 187.303404
LRPGW 0.17661 0.368538645 0.368538645
19 RPMGBRA (Impor Biji Gandum Brasilia)
RPGW 1.193534 1.034969388 1.034969388
20 RPMGJPN (Harga Impor Biji Gandum Jepang)
INTERSEP 192.17385 RPGW 0.030211 0.095619075 0.095619075
21 RPMGDZA (Harga Impor Biji Gandum Aljazair)
INTERSEP 31.443398 RPGW 0.711089 0.608090964 0.882803534
LRPMGDZA 0.311182
22 RPMGIDN (Harga Impor Biji Gandum Indonesia)
INTERSEP 306.576896
LRPGW 0.300225 0.395179016 0.395179016
23 XTFRA (Impor Tepung Terigu Prancis)
INTERSEP 4502600
ZRPXTFRA 1112.683316 -0.012690697 -0.012690697
ZQTFRA 0.894205 0.014933729 0.014933729 DTFRA -0.746104 -2.131254471 -2.131254471
24 XTBEL (Ekspor Tepung Terigu Belgia)
ZRPXTBEL 844.177635 -0.018736293 -0.018736293 QTBEL 0.859084 1.200262532 1.200262532
25 XTSOV (Ekspor Tepung Terigu Uni Soviet)
INTERSEP 176343 ZRPXTSOV 322.313883 -0.159241903 -0.52813749 ZQTSOV 0.002762 -0.000621176 -0.002060175 LXTSOV 0.698484
322
Lampiran 13. Lanjutan
No Peubah Koefisien Elastisitas
Jangka Pendek Jangka Panjang 26 XTTUR (Ekspor Tepung Terigu Turki)
INTERSEP -565265 LQTTUR 0.105898 2.652546893 2.652546893
27 XTDEU (Ekspor Tepung Terigu Jerman)
RPXTDEU 37.931896 0.020068146 0.05142 QTDEU 0.04751 0.356901383 0.914477548 LXTDEU 0.609721
26 MTLBY (Impor Tepung Terigu Libya)
INTERSEP 151558 RPMTLBY -228.650142 -0.214130605 -0.214130605 LDTLBY 0.427203 0.900381456 0.900381456
29 MTNLD (Impor Tepung Terigu Belanda)
RPMTNLD -36.324738 -0.064017814 -0.081398202 LQTNLD -0.475903 -1.572364887 -1.999250947 DTNLD 0.557637 2.442591334 3.105737782 LMTNLD 0.213523
30 MTSOV (Impor Tepung Terigu Uni Soviet)
INTERSEP 686424 QTSOV -0.814166 -35.41534162 -35.41534162 DTSOV 0.783495 34.87895037 34.87895037 LICRUS 81.671002 0.423675042 0.423675042
31 MTUSA (Impor Tepung Terigu Amerika Serikat)
RPMTUSA -49.573293 -0.262282307 -1.22908727 ZDTUSA 0.002409 0.008352109 0.039139015 ICUSA 1.820884 0.552377754 2.588510347 LMTUSA 0.786604
32 RPXTW (Harga Tepung Terigu Dunia)
MTW 0.000013225 0.100206646 0.488815291 XTW -0.000007541 -0.057518424 -0.280579045 LRPXTW 0.795001
323
Lampiran 13. Lanjutan
No Peubah Koefisien Elastisitas
Jangka Pendek Jangka Panjang 33 RPXTFRA (Harga Ekspor Tepung Terigu Prancis)
INTERSEP 115.137451 RPXTW 0.015064 0.055709428 0.109439533 LRPXTFRA 0.490957
34 RPXTBEL (Harga Ekspor Tepung Terigu Belgia)
INTERSEP 175.868815 RPXTW 0.03152 0.103870907 0.152620259 LRPXTBEL 0.319416
35 RPXTSOV (Harga Tepung Terigu Soviet)
RPXTW 1.113154 1.063464688
36 RPXTTUR (Harga Ekspor Tepung Terigu Turki)
RPXTW 4.060191 0.335309716 0.936271487 LRPXTTUR 0.641867
37 RPXTDEU (Harga Ekspor Tepung Terigu Jerman)
INTERSEP 132.51898 RPXTW 0.01285 0.045282862 0.087570125 LRPXTDEU 0.482896
38 RPMTNLD (Harga Impor Tepung Terigu Belanda)
INTERSEP 290.158196 RPXTW 0.084747 0.234345683
39 RPMTLBY (Harga Impor Tepung Terigu Libya)
INTERSEP 219.070712 RPXTW 0.222936 0.51335208 0.51335208
40 RPMTSOV (Harga Impor Tepung Terigu Soviet)
RPXTW 0.871982 0.803809613 0.994536934 MTSOV 0.00001467 0.007975816 0.009868311 LRPMTSOV 0.191775
41 RPMTUSA (Harga Impor Tepung Terigu Amerika Serikat)
INTERSEP 310.710408 RPXTW 0.108175 0.269772195
324
Lampiran 13. Lanjutan
No Peubah Koefisien Elastisitas
Jangka Pendek Jangka Panjang 42 RPMTIDN (Harga Impor Tepung Terigu Indonesia)
INTERSEP 214.780121 RPXTW 0.689786 0.787319076
43 RPTIDN (Harga Tepung Terigu di Tingkat Industri)
RPMGIDN 1.052708 0.286107759 RPMTIDN 0.060261 0.028381542 ZQTIDN -0.000416 -0.015846944 DTIDN 0.000679 0.691217906
44 RPTPB (Harga Tepung Terigu di Tingkat Pedagang Besar)
INTERSEP 61.317375 RPTIDN 0.998085 0.966396464 LDTKM 0.000002352 0.00129213 DTRT 0.000048839 0.001922415
45 RPTPE (Harga Tepung Terigu di Tingkat Pedagang Eceran)
INTERSEP 545.004483 RPTPB 0.861978 0.763129828 0
46 DTIM (Permintaan Tepung Terigu di Tingkat Industri Makanan)
INTERSEP -1823520 LRPTIDN -123.827332 -0.378441041 LPENIDN 14754 4.284864052
47 DTKM (Perminaan Tepung Terigu di Tingkat Industri Kecil & Menengah
INTERSEP -3372195 LRPTPB -226.266694 -0.395602827 LPENIDN 27176 4.370294451
48 DTRT (Permintaan Tepung Terigu di Tingkat Industri Rumah Tangga)
INTERSEP -238219 LRPTPB -15.7649 -0.395860856 PENIDN 1881.48763 4.345493619
49 DTRS (Permintaan Tepung Terigu di Tingkat Rumah Tangga)
INTERSEP -263273 LRPTPE -21.777561 -0.359886222 PENIDN 2177.349803 2.912705423
325
Lampiran 13. Lanjutan
No Peubah Koefisien Elastisitas
Jangka Pendek Jangka Panjang 50 MGIAUS (Impor Biji Gandum Indonesia dari Australia)
INTERSEP -2593529 RPMGIDN -303.236962 -0.131180217 LMTIDN -0.8469 -0.02943814 ICIDN 857.840073 0.483187997 LPENIDN 18556 2.773186862
51 MGICAN (Impor Biji Gandum dari Canada)
INTERSEP LRPMGIDN -529.463359 -0.600926888 LMTIDN -1.93365 -0.170662411 ICIDN 972.661506 1.391083843 PENIDN 1079.520033 0.10032701
52 MGIUSA (Impor Biji Gandum dari Amerika Serikat)
SRPMGIDN -377.097517 1.34599145E-01 MTIDN -0.645746 -0.068159776 ICIDN 284.827845 0.487169898 PENIDN 1176.797773 0.082475819
53 MTIAUS (Impor Tepung Indonesia dari Australia
INTERSEP ZRPMTIDN -2.108003 0.040424193 0.086613929 ZMGIDN -0.002051 -0.031207547 -0.066866104 ZPENIDN 204.105215 0.102889156 0.220452986 DTIDN 0.002419 0.833381169 1.785624198 LMTIAUS 0.533283
54 MTIJPN (Impor Tepung Terigu Indonesia dari Jepang)
INTERSEP -10008 ZRPMTIDN -0.079347 0.001987868 MGIDN -0.002365 -1.33454122 LICIDN 27.005679 4.154390753 ZPENIDN 773.495307 15607.43925
55 MTISGP (Impor Tepung Terigu Indonesia dari Singapura)
INTERSEP RPMTIDN -10.855261 -0.716177042 MGIDN -0.01355 -2.42254081 LICIDN 86.697271 4.22560238 ZDTIDN 0.000968 0.006188427
326
Lampiran 14. Program Validasi Model Industri Tepung Terigu Indonesia dengan menggunakan Metode NEWTON, Prosedur SIMNLIN, Software SAS/ETS versi 6.12… options nodate nonumber; data purwoto; merge sasuser.data1yes sasuser.data2yes sasuser.data3yes sasuser.data4yes sasuser.data5yes sasuser.data6yes; if CPITUR < 1 then CPITUR=1; if PXTTUR < 0 then PXTTUR=1; if PXGTUR < 0 then PXGTUR=1; if PLXGTUR < 0 then PLXGTUR=1; if PMTTUR < 0 then PMTTUR=1; if tahun = . then delete; run; data analisis; set purwoto; /* Membuat Variabel Dampak Kebijakan Perdagangan Thd Kinerja Industri Tepung Terigu Indo */ DGIDN = DGM + DGT + DGS + DGPL + DGFM + DGL + DGB; QTIDN = 0.74*DGM; STIDN = QTIDN + MTIDN - XTIDN; MGIDN = MGIUSA + MGIAUS + MGICAN + MGRIDN; MTIDN = MTIJPN + MTISGP + MTIAUS + MTRIDN; ZGIDN = DGIDN - MGIDN; LSTIDN = Lag(STIDN); ZTIDN = STIDN - DTIDN; PMTIDR = (PMTIDN *ERIDN)/1000; RPTIDN = (PTIDN /CPIIDN)*100; RPMTIDR = (PMTIDR /CPIIDN)*100; RPTPB = (PTPB /CPIIDN)*100; RPTPE = (PTPE /CPIIDN)*100; MARIN = RPTIDN - RPMTIDR; MARPB = RPTPB - RPTIDN; MARPE = RPTPE - RPTPB; DTIDN = DTRT + DTKM + DTIM + DTRS; QGSOV = QGARM + QGAZR + QGBLS + QGGOR + QGKAZ + QGKYR + QGLAT + QGLIT + QGMOL + QGUKR + QGRUS; DGSOV = DGARM + DGAZR + DGBLS + DGGOR + DGKAZ + DGKYR + DGLAT + DGLIT + DGMOL + DGUKR + DGRUS; QTSOV = QTARM + QTAZR + QTBLS + QTGOR + QTKAZ + QTKYR + QTLAT + QTLIT + QTMOL + QTUKR + QTRUS; DTSOV = DTARM + DTAZR + DTBLS + DTGOR + DTKAZ + DTKYR + DTLAT + DTLIT + DTMOL + DTUKR + DTRUS; XGSOV = XGARM + XGAZR + XGBLS + XGGOR + XGKAZ + XGKYR + XGLAT + XGLIT + XGMOL + XGUKR + XGRUS; MGSOV = MGARM + MGAZR + MGBLS + MGGOR + MGKAZ + MGKYR + MGLAT + MGLIT + MGMOL + MGUKR + MGRUS; XTSOV = XTARM + XTAZR + XTBLS + XTGOR + XTKAZ + XTKYR + XTLAT + XTLIT + XTMOL + XTUKR + XTRUS; MTSOV = MTARM + MTAZR + MTBLS + MTGOR + MTKAZ + MTKYR + MTLAT + MTLIT + MTMOL + MTUKR + MTRUS; XGSD = XGRW - XGSOV + XGRUS + XGUKR + XGKAZ; MGSD = MGRW - MGSOV; XTSD = XTRW - XTSOV; MTSD = MTRW - MTSOV + MTGOR; XGW = XGUSA + XGFRA + XGSOV + XGCAN + XGAUS + XGSD + XGARG + XGDEU + XGGBR; MGW = MGSOV+MGITA+MGBRA+MGJPN + MGDZA + MGIDN + MGSD + MGMYS + MGEGY + MGESP + MGMEX + MGCHN; XTW = XTFRA+XTBEL+XTSOV+XTTUR+XTDEU+XTSD+XTITA+XTESP + XTPAK + XTJPN + XTNLD + XTCHN + XTIDN; MTW = MTNLD + MTLBY + MTSOV + MTAGO + MTUSA + MTIDN + MTSD + MTKOR + MTPAK + MTHKG + MTFRA; OMGW = MGSOV + MGITA + MGBRA + MGJPN + MGDZA + MGSD + MGMYS + MGEGY + MGESP + MGMEX + MGCHN; QGSD = QGRW - QGSOV + QGRUS; DGSD = DGRW - DGSOV + DGRUS; QTSD = QTRW - QTSOV + QTRUS; DTSD = DTRW - DTSOV + DTRUS; QGW = QGCHN + QGPAK + QGTUR + QGAUS + QGFRA + QGIND + QGUSA + QGCAN + QGDEU + QGSD; Lampiran 14. Lanjutan
DGW = DGFRA + DGDEU + DGCHN + DGGBR + DGIND + DGPAK + DGTUR + DGUSA + DGITA + DGIDN + DGSD; QTW = QTCHN + QTIND + QTUSA + QTPAK + QTTUR + QTIRN + QTBRA + QTEGY + QTITA + QTIDN + QTSD; DTW = DTCHN + DTUSA + DTIND + DTBRA + DTEGY + DTPAK + DTTUR + DTITA + DTIDN + DTIRN + DTSD; /* Merilkan data Nominal */ RPMGTUR = (PMGTUR /CPITUR)*100; RPXGCHN = (PXGCHN /CPICHN)*100; RPLXGCHN= (PLXGCHN/CPICHN)*100; RPXGPAK = (PXGPAK /CPIPAK)*100; RPLXGPAK= (PLXGPAK/CPIPAK)*100; RPXGAUS = (PXGAUS /CPIAUS)*100;
327
RPLXGAUS= (PLXGAUS/CPIAUS)*100; RPXGFRA = (PXGFRA /CPIFRA)*100; RPXGDEU = (PXGDEU /CPIDEU)*100; RPMGRUS = (PMGRUS /CPIRUS)*100; RPMGDEU = (PMGDEU /CPIDEU)*100; RPMGGBR = (PMGGBR /CPIGBR)*100; RPMGIDN = (PMGIDN /CPIIDN)*100; RPMGFRA = (PMGFRA /CPIFRA)*100; RPGW = (PGW /CPIW )*100; RPXGGBR = (PXGGBR /CPIGBR)*100; RPXGKAZ = (PXGKAZ /CPIKAZ)*100; RPXGIDN = (PXGIDN /CPIIDN)*100; RPMGDZA = (PMGDZA /CPIDZA)*100; RPMGMYS = (PMGMYS /CPIMYS)*100; RPMGEGY = (PMGEGY /CPIEGY)*100; RPMGESP = (PMGESP /CPIESP)*100; RPMGMEX = (PMGMEX /CPIMEX)*100; RPMGJPN = (PMGJPN /CPIJPN)*100; RPMGCHN = (PMGCHN /CPICHN)*100; RPMGBRA = (PMGBRA /CPIBRA)*100; RPXTIND = (PXTIND /CPIIND)*100; RPXGW = (PXGW /CPIW )*100; RPXTSOV = (PXTRUS /CPIRUS)*100; RPXTRUS = (PXTRUS /CPIRUS)*100; RPXTIRN = (PXTIRN /CPIIRN)*100; RPXTITA = (PXTITA /CPIITA)*100; RPXTIDN = (PXTIDN /CPIIDN)*100; RPMTUSA = (PMTUSA /CPIUSA)*100; RPMTIND = (PMTIND /CPIIND)*100; RPMTSOV = (PMTRUS /CPIRUS)*100; RPMTRUS = (PMTRUS /CPIRUS)*100; RPMTBRA = (PMTBRA /CPIBRA)*100; RPMTPAK = (PMTPAK /CPIPAK)*100; RPMTITA = (PMTITA /CPIITA)*100; RPMTIRN = (PMTIRN /CPIIRN)*100; RPXTFRA = (PXTFRA /CPIFRA)*100; RPXTPAK = (PXTPAK /CPIPAK)*100; RPXTCHN = (PXTCHN /CPICHN)*100; RPLMTLBY= (PLMTLBY/CPILBY)*100; RPLMTKOR= (PLMTKOR/CPIKOR)*100; RPMTIDN = (PMTIDN /CPIIDN)*100; RPLMTHKG= (PLMTHKG/CPIHKG)*100; RPMTFRA = (PMTFRA /CPIFRA)*100; RPLMTFRA= (PLMTFRA/CPIFRA)*100; RPMTAGO = (PMTAGO /CPIAGO)*100; RPLMTAGO= (PLMTAGO/CPIAGO)*100; RPXTW = (PXTW /CPIW )*100; Lampiran 14. Lanjutan
RPXTBEL = (PXTBEL /CPIBEL)*100; RPXTJPN = (PXTJPN /CPIJPN)*100; RPXTNLD = (PXTNLD /CPINLD)*100; RPMTW = (PMTW /CPIW )*100; RPMTLBY = (PMTLBY /CPILBY)*100; RPMTGOR = (PMTGOR /CPIGOR)*100; RPMTNLD = (PMTNLD /CPINLD)*100; RPMTHKG = (PMTHKG /CPIHKG)*100; RPMTKOR = (PMTKOR /CPIKOR)*100; RPXGUSA = (PXGUSA /CPIUSA)*100; RPXGCAN = (PXGCAN /CPICAN)*100; RPXGARG = (PXGARG /CPIARG)*100; RPMGSOV = (PMGRUS /CPIRUS)*100; RPXGSOV = (PXGRUS /CPIRUS)*100; RPXGRUS = (PXGRUS /CPIRUS)*100; RPXGUKR = (PXGUKR /CPIUKR)*100; RPMGW = (PMGW /CPIW )*100; RPMGITA = (PMGITA /CPIITA)*100; RPXTDEU = (PXTDEU /CPIDEU)*100; RPXTESP = (PXTESP /CPIESP)*100; RPXGIND = (PXGIND /CPIIND)*100; RPMGIND = (PMGIND /CPIIND)*100; RPMGUSA = (PMGUSA /CPIUSA)*100;
328
RPXTUSA = (PXTUSA /CPIUSA)*100; RPXTBRA = (PXTBRA /CPIBRA)*100; RPMTCHN = (PMTCHN /CPICHN)*100; RPMTEGY = (PMTEGY /CPIEGY)*100; RPXTEGY = (PXTEGY /CPIEGY)*100; RPXTTUR = (PXTTUR /CPITUR)*100; RPXGTUR = (PXGTUR /CPITUR)*100; RPLXGTUR= (PLXGTUR/CPITUR)*100; RPMTTUR = (PMTTUR /CPITUR)*100; RPXTCAN = (PXTCAN /CPICAN)*100; RPXTAUS = (PXTAUS /CPIAUS)*100; RPXTUKR = (PXTUKR /CPIUKR)*100; RPXTGBR = (PXTGBR /CPIGBR)*100; RPXTARG = (PXTARG /CPIARG)*100; RPMTDZA = (PMTDZA /CPIDZA)*100; RPMTCAN = (PMTCAN /CPICAN)*100; RPMTARG = (PMTARG /CPIARG)*100; RPMTDEU = (PMTDEU /CPIDEU)*100; RPMTMYS = (PMTMYS /CPIMYS)*100; RPMTESP = (PMTESP /CPIESP)*100; RPMTJPN = (PMTJPN /CPIJPN)*100; RPXGBEL = (PXGBEL /CPIBEL)*100; RPXGITA = (PXGITA /CPIITA)*100; RPXGESP = (PXGESP /CPIESP)*100; RPXGNLD = (PXGNLD /CPINLD)*100; RPMGLBY = (PMGITA /CPIITA)*100; RPXTKOR = (PXTDEU /CPIDEU)*100; RPXTNLD = (PXTESP /CPIESP)*100; RPXGAGO = (PXGAGO /CPIAGO)*100; RPXGJPN = (PXGJPN /CPIJPN)*100; RPMGHKG = (PMGHKG /CPIHKG)*100; RPMGGOR = (PMGGOR /CPIGOR)*100; RPMGNLD = (PMGNLD /CPINLD)*100; RPMGKOR = (PMGKOR /CPIKOR)*100; RPMGAGO = (PMGAGO /CPIAGO)*100; Lampiran 14. Lanjutan
RPXTKAZ = (PXTKAZ /CPIKAZ)*100; RPMGPAK = (PMGPAK /CPIPAK)*100; RPMTBEL = (PMTBEL /CPIBEL)*100; RPMTMEX = (PMTMEX /CPIMEX)*100; RPHIDN = (PHIDN /CPIIDN)*100; RPSIDN = (PSIDN /CPIIDN)*100; ROPRT = (OPRT /CPIIDN)*100; ROPKM = (OPKM /CPIIDN)*100; RPMGIUSA = (PMGIUSA/CPIUSA)*100; RPMGIAUS = (PMGIAUS/CPIAUS)*100; RPMGICAN = (PMGICAN/CPICAN)*100; RPMTIJPN = (PMTIJPN/CPIJPN)*100; RPMTISGP = (PMTISGP/CPISGP)*100; RPMTIAUS = (PMTIAUS/CPIAUS)*100; /* Membuat Nilai Tukar Thd Indonesia */ ERIUSA = 1/ERUSA; ERIAUS = ERAUS/ERIDN; ERICAN = ERCAN/ERIDN; ERIJPN = ERJPN/ERIDN; ERISGP = ERSGP/ERIDN; GOOR = RPGW; TOOR = RPXTW; /* Membuat Variabel Lag */ LQTW = Lag(QTW); LQGW = Lag(QGW); LMTW = Lag(MTW); LXTW = Lag(XTW); LMGW = Lag(MGW); LXGW = Lag(XGW); LIRCAN = Lag(IRCAN); LIRAUS = Lag(IRAUS); LIRTUR = Lag(IRTUR); LIRIDN = Lag(IRIDN);
329
LIREGY = Lag(IREGY); LIRTUR = Lag(IRTUR); LIRPAK = Lag(IRPAK); LIRIND = Lag(IRIND); LCPIHKG = Lag(CPIHKG); LCPIPAK = Lag(CPIPAK); LCPIUSA = Lag(CPIUSA); LCPINLD = Lag(CPINLD); LCPIKOR = Lag(CPIKOR); LCPILBY = Lag(CPILBY); LCPIBRA = Lag(CPIBRA); LCPIIDN = Lag(CPIIDN); LCPIJPN = Lag(CPIJPN); LCPIESP = Lag(CPIESP); LCPIEGY = Lag(CPIEGY); LCPIMYS = Lag(CPIMYS); LCPIITA = Lag(CPIITA); LCPIDZA = Lag(CPIDZA); LCPIGOR = Lag(CPIGOR); LCPIAGO = Lag(CPIAGO); LTEGAUS = Lag(TEGAUS); LPENGBR = Lag(PENGBR); LPENIRN = Lag(PENIRN); Lampiran 14. Lanjutan
LPENITA = Lag(PENITA); LPENTUR = Lag(PENTUR); LPENEGY = Lag(PENEGY); LPENRUS = Lag(PENRUS); LPENIND = Lag(PENIND); LPENCHN = Lag(PENCHN); LPENGOR = Lag(PENGOR); LPENFRA = Lag(PENFRA); LPENHKG = Lag(PENHKG); LPENIDN = Lag(PENIDN); LPENPAK = Lag(PENPAK); LPENNLD = Lag(PENNLD); LICRUS = Lag(ICRUS); LICGBR = Lag(ICGBR); LICIRN = Lag(ICIRN); LICITA = Lag(ICITA); LICTUR = Lag(ICTUR); LICCHN = Lag(ICCHN); LICBRA = Lag(ICBRA); LICIDN = Lag(ICIDN); LICJPN = Lag(ICJPN); LICEGY = Lag(ICEGY); LICMYS = Lag(ICMYS); LICDZA = Lag(ICDZA); LICGOR = Lag(ICGOR); LICAGO = Lag(ICAGO); LICFRA = Lag(ICFRA); LICHKG = Lag(ICHKG); LICIND = Lag(ICIND); LICPAK = Lag(ICPAK); LICUSA = Lag(ICUSA); LICNLD = Lag(ICNLD); LICKOR = Lag(ICKOR); LICLBY = Lag(ICLBY); LERICAN = Lag(ERICAN); LERIAUS = Lag(ERIAUS); LEREGY = Lag(EREGY); LERMEX = Lag(ERMEX); LERBRA = Lag(ERBRA); LERCHN = Lag(ERCHN); LERMYS = Lag(ERMYS); LERDZA = Lag(ERDZA); LERKAZ = Lag(ERKAZ); LERGBR = Lag(ERGBR); LERUKR = Lag(ERUKR); LERRUS = Lag(ERRUS); LERARG = Lag(ERARG);
330
LERAUS = Lag(ERAUS); LERCAN = Lag(ERCAN); LERGOR = Lag(ERGOR); LERAGO = Lag(ERAGO); LERHKG = Lag(ERHKG); LERIDN = Lag(ERIDN); LERPAK = Lag(ERPAK); LERNLD = Lag(ERNLD); LERKOR = Lag(ERKOR); LERLBY = Lag(ERLBY); LERCHN = Lag(ERCHN); Lampiran 14. Lanjutan
LERNLD = Lag(ERNLD); LERJPN = Lag(ERJPN); LERPAK = Lag(ERPAK); LERFRA = Lag(ERFRA); LERDEU = Lag(ERDEU); LERESP = Lag(ERESP); LERTUR = Lag(ERTUR); LERITA = Lag(ERITA); LERBEL = Lag(ERBEL); LQGEGY = Lag(QGEGY); LQGTUR = Lag(QGTUR); LQGGBR = Lag(QGGBR); LQGUKR = Lag(QGUKR); LQGDEU = Lag(QGDEU); LQGRUS = Lag(QGRUS); LQGAUS = Lag(QGAUS); LQGCAN = Lag(QGCAN); LQGUSA = Lag(QGUSA); LQGGOR = Lag(QGGOR); LQGLBY = Lag(QGLBY); LQGFRA = Lag(QGFRA); LQGJPN = Lag(QGJPN); LQGESP = Lag(QGESP); LQGMEX = Lag(QGMEX); LQGEGY = Lag(QGEGY); LQGITA = Lag(QGITA); LQGDZA = Lag(QGDZA); LQGBRA = Lag(QGBRA); LQGARG = Lag(QGARG); LQGKAZ = Lag(QGKAZ); LQGCHN = Lag(QGCHN); LQGPAK = Lag(QGPAK); LDGSOV = Lag(DGSOV); LDGBRA = Lag(DGBRA); LDGJPN = Lag(DGJPN); LDGMEX = Lag(DGMEX); LDGESP = Lag(DGESP); LDGEGY = Lag(DGEGY); LDGMYS = Lag(DGMYS); LDGDZA = Lag(DGDZA); LDGITA = Lag(DGITA); LDGKAZ = Lag(DGKAZ); LDGGBR = Lag(DGGBR); LDGUKR = Lag(DGUKR); LDGDEU = Lag(DGDEU); LDGRUS = Lag(DGRUS); LDGARG = Lag(DGARG); LDGAUS = Lag(DGAUS); LDGCAN = Lag(DGCAN); LDGUSA = Lag(DGUSA); LDGFRA = Lag(DGFRA); LDGCHN = Lag(DGCHN); LDGIDN = Lag(DGIDN); LDGIND = Lag(DGIND); LDGTUR = Lag(DGTUR); LXGSOV = Lag(XGSOV); LXGCHN = Lag(XGCHN); LXGJPN = Lag(XGJPN); Lampiran 14. Lanjutan
331
LXGMEX = Lag(XGMEX); LXGDZA = Lag(XGDZA); LXGITA = Lag(XGITA); LXGBRA = Lag(XGBRA); LXGESP = Lag(XGESP); LXGUSA = Lag(XGUSA); LXGFRA = Lag(XGFRA); LXGCAN = Lag(XGCAN); LXGAUS = Lag(XGAUS); LXGARG = Lag(XGARG); LXGRUS = Lag(XGRUS); LXGDEU = Lag(XGDEU); LXGUKR = Lag(XGUKR); LXGGBR = Lag(XGGBR); LXGKAZ = Lag(XGKAZ); LXGIDN = Lag(XGIDN); LMGSOV = Lag(MGSOV); LMGCHN = Lag(MGCHN); LMGFRA = Lag(MGFRA); LMGCAN = Lag(MGCAN); LMGAUS = Lag(MGAUS); LMGDEU = Lag(MGDEU); LMGRUS = Lag(MGRUS); LMGARG = Lag(MGARG); LMGDZA = Lag(MGDZA); LMGITA = Lag(MGITA); LMGMYS = Lag(MGMYS); LMGEGY = Lag(MGEGY); LMGESP = Lag(MGESP); LMGMEX = Lag(MGMEX); LMGJPN = Lag(MGJPN); LMGCHN = Lag(MGCHN); LMGIDN = Lag(MGIDN); LMGBRA = Lag(MGBRA); LOMGW = Lag(OMGW); LMGIUSA = Lag(MGIUSA); LMGIAUS = Lag(MGIAUS); LMGICAN = Lag(MGICAN); LRPGW = Lag(RPGW); LRPXGW = Lag(RPXGW); LRPMGW = Lag(RPMGW); LRPXGESP = Lag(RPXGESP); LRPXGBEL = Lag(RPXGBEL); LRPXGTUR = Lag(RPXGTUR); LRPXGPAK = Lag(RPXGPAK); LRPXGUSA = Lag(RPXGUSA); LRPXGFRA = Lag(RPXGFRA); LRPXGCAN = Lag(RPXGCAN); LRPXGAUS = Lag(RPXGAUS); LRPXGARG = Lag(RPXGARG); LRPXGSOV = Lag(RPXGSOV); LRPXGRUS = Lag(RPXGRUS); LRPXGDEU = Lag(RPXGDEU); LRPXGUKR = Lag(RPXGUKR); LRPXGGBR = Lag(RPXGGBR); LRPXGKAZ = Lag(RPXGKAZ); LRPXGCHN = Lag(RPXGCHN); LRPXGIDN = Lag(RPXGIDN); Lampiran 14. Lanjutan
LRPXGITA = Lag(RPXGITA); LRPXGJPN = Lag(RPXGJPN); LRPXGNLD = Lag(RPXGNLD); LRPMGAGO = Lag(RPMGAGO); LRPMGGOR = Lag(RPMGGOR); LRPMGHKG = Lag(RPMGHKG); LRPMGNLD = Lag(RPMGNLD); LRPMGKOR = Lag(RPMGKOR); LRPMGLBY = Lag(RPMGLBY); LRPMGTUR = Lag(RPMGTUR); LRPMGUSA = Lag(RPMGUSA); LRPMGPAK = Lag(RPMGPAK);
332
LRPMGIND = Lag(RPMGIND); LRPMGGBR = Lag(RPMGGBR); LRPMGFRA = Lag(RPMGFRA); LRPMGBRA = Lag(RPMGBRA); LRPMGDZA = Lag(RPMGDZA); LRPMGITA = Lag(RPMGITA); LRPMGCHN = Lag(RPMGCHN); LRPMGEGY = Lag(RPMGEGY); LRPMGESP = Lag(RPMGESP); LRPMGMEX = Lag(RPMGMEX); LRPMGJPN = Lag(RPMGJPN); LRPMGIDN = Lag(RPMGIDN); LRPMGMYS = Lag(RPMGMYS); LRPMGRUS = Lag(RPMGRUS); LRPMGSOV = Lag(RPMGSOV); LQTSOV = Lag(QTSOV); LQTKOR = Lag(QTKOR); LQTFRA = Lag(QTFRA); LQTDEU = Lag(QTDEU); LQTAGO = Lag(QTAGO); LQTUSA = Lag(QTUSA); LQTGOR = Lag(QTGOR); LQTLBY = Lag(QTLBY); LQTNLD = Lag(QTNLD); LQTDEU = Lag(QTDEU); LQTIDN = Lag(QTIDN); LQTCHN = Lag(QTCHN); LQTJPN = Lag(QTJPN); LQTPAK = Lag(QTPAK); LQTFRA = Lag(QTFRA); LQTESP = Lag(QTESP); LQTTUR = Lag(QTTUR); LQTBEL = Lag(QTBEL); LQTITA = Lag(QTITA); LQTIND = Lag(QTIND); LQTRUS = Lag(QTRUS); LQTIRN = Lag(QTIRN); LQTBRA = Lag(QTBRA); LQTEGY = Lag(QTEGY); LDTLBY = Lag(DTLBY); LDTSOV = Lag(DTSOV); LDTHKG = Lag(DTHKG); LDTGOR = Lag(DTGOR); LDTIDN = Lag(DTIDN); LDTNLD = Lag(DTNLD); LDTJPN = Lag(DTJPN); Lampiran 14. Lanjutan
LDTESP = Lag(DTESP); LDTDEU = Lag(DTDEU); LDTBEL = Lag(DTBEL); LDTIRN = Lag(DTIRN); LDTBRA = Lag(DTBRA); LDTIND = Lag(DTIND); LDTCHN = Lag(DTCHN); LDTUSA = Lag(DTUSA); LDTRUS = Lag(DTRUS); LDTEGY = Lag(DTEGY); LDTPAK = Lag(DTPAK); LDTTUR = Lag(DTTUR); LDTITA = Lag(DTITA); LXTSOV = Lag(XTSOV); LXTUKR = Lag(XTUKR); LXTKOR = Lag(XTKOR); LXTAGO = Lag(XTAGO); LXTUSA = Lag(XTUSA); LXTGOR = Lag(XTGOR); LXTLBY = Lag(XTLBY); LXTBEL = Lag(XTBEL); LXTDEU = Lag(XTDEU); LXTITA = Lag(XTITA); LXTTUR = Lag(XTTUR);
333
LXTESP = Lag(XTESP); LXTFRA = Lag(XTFRA); LXTPAK = Lag(XTPAK); LXTJPN = Lag(XTJPN); LXTNLD = Lag(XTNLD); LXTCHN = Lag(XTCHN); LXTIDN = Lag(XTIDN); LMTSOV = Lag(MTSOV); LMTCHN = Lag(MTCHN); LMTJPN = Lag(MTJPN); LMTESP = Lag(MTESP); LMTITA = Lag(MTITA); LMTDEU = Lag(MTDEU); LMTBEL = Lag(MTBEL); LMTLBY = Lag(MTLBY); LMTKOR = Lag(MTKOR); LMTNLD = Lag(MTNLD); LMTUSA = Lag(MTUSA); LMTPAK = Lag(MTPAK); LMTIDN = Lag(MTIDN); LMTHKG = Lag(MTHKG); LMTFRA = Lag(MTFRA); LMTAGO = Lag(MTAGO); LMTGOR = Lag(MTGOR); LMTIJPN = Lag(MTIJPN); LMTISGP = Lag(MTISGP); LMTIAUS = Lag(MTIAUS); LRPXTSOV = Lag(RPXTSOV); LRPXTUKR = Lag(RPXTUKR); LRPXTAUS = Lag(RPXTAUS); LRPXTCAN = Lag(RPXTCAN); LRPXTKAZ = Lag(RPXTKAZ); LRPXTGBR = Lag(RPXTGBR); LRPXTRUS = Lag(RPXTRUS); Lampiran 14. Lanjutan
LRPXTUSA = Lag(RPXTUSA); LRPXTEGY = Lag(RPXTEGY); LRPXTBRA = Lag(RPXTBRA); LRPXTBEL = Lag(RPXTBEL); LRPXTDEU = Lag(RPXTDEU); LRPXTITA = Lag(RPXTITA); LRPXTTUR = Lag(RPXTTUR); LRPXTESP = Lag(RPXTESP); LRPXTPAK = Lag(RPXTPAK); LRPXTFRA = Lag(RPXTFRA); LRPXTJPN = Lag(RPXTJPN); LRPXTNLD = Lag(RPXTNLD); LRPXTCHN = Lag(RPXTCHN); LRPXTIDN = Lag(RPXTIDN); LRPXTW = Lag(RPXTW); LRPMTW = Lag(RPMTW); LRPMTCAN = Lag(RPMTCAN); LRPMTDZA = Lag(RPMTDZA); LRPMTEGY = Lag(RPMTEGY); LRPMTIRN = Lag(RPMTIRN); LRPMTITA = Lag(RPMTITA); LRPMTTUR = Lag(RPMTTUR); LRPMTSOV = Lag(RPMTSOV); LRPMTRUS = Lag(RPMTRUS); LRPMTCHN = Lag(RPMTCHN); LRPMTBEL = Lag(RPMTBEL); LRPMTLBY = Lag(RPMTLBY); LRPMTGOR = Lag(RPMTGOR); LRPMTNLD = Lag(RPMTNLD); LRPMTUSA = Lag(RPMTUSA); LRPMTFRA = Lag(RPMTFRA); LRPMTIDN = Lag(RPMTIDN); LRPMTHKG = Lag(RPMTHKG); LRPMTPAK = Lag(RPMTPAK); LRPMTAGO = Lag(RPMTAGO); LRPMTKOR = Lag(RPMTKOR);
334
LRPMTMYS = Lag(RPMTMYS); LRPMTMEX = Lag(RPMTMEX); LRPMTJPN = Lag(RPMTJPN); LRPMTBRA = Lag(RPMTBRA); LRPMTESP = Lag(RPMTESP); LERIUSA = Lag(ERIUSA); LDGM = Lag(DGM); LULRT = Lag(ULRT); LULKM = Lag(ULKM); LULIM = Lag(ULIM); LOPRT = Lag(OPRT); LOPKM = Lag(OPKM); LOPIM = Lag(OPIM); LDTRT = Lag(DTRT); LDTKM = Lag(DTKM); LDTIM = Lag(DTIM); LDTRS = Lag(DTRS); LPDBIM = Lag(PDBIM); LZTIDN = Lag(ZTIDN); LSTIDN = Lag(STIDN); LDLRT = Lag(DLRT); LDLKM = Lag(DLKM); Lampiran 14. Lanjutan
LDLIM = Lag(DLIM); LROPKM = Lag(ROPKM); LROPRT = Lag(ROPRT); LRPTIDN = Lag(RPTIDN); LRPTPB = Lag(RPTPB); LRPTPE = Lag(RPTPE); LPMGIUSA = Lag(RPMGIUSA); LPMGIAUS = Lag(RPMGIAUS); LPMGICAN = Lag(RPMGICAN); LPMTIJPN = Lag(RPMTIJPN); LPMTISGP = Lag(RPMTISGP); LPMTIAUS = Lag(RPMTIAUS); LRPHIDN = Lag(RPHIDN); LRPSIDN = Lag(RPSIDN); /* membuat variabel */ ZQTW = QTW - LQTW; ZQGW = QGW - LQGW; ZMTW = MTW - LMTW; ZXTW = XTW - LXTW; ZMGW = MGW - LMGW; ZXGW = XGW - LXGW; ZRPGW = RPGW - LRPGW; ZRPXGKAZ = RPXGKAZ - LRPXGKAZ; ZRPXGJPN = RPXGJPN - LRPXGJPN; ZRPXGITA = RPXGITA - LRPXGITA; ZRPXGIDN = RPXGIDN - LRPXGIDN; ZRPXGBEL = RPXGBEL - LRPXGBEL; ZRPXGGBR = RPXGGBR - LRPXGGBR; ZRPXGUKR = RPXGUKR - LRPXGUKR; ZRPXGUSA = RPXGUSA - LRPXGUSA; ZRPXGCHN = RPXGCHN - LRPXGCHN; ZRPXGPAK = RPXGPAK - LRPXGPAK; ZRPXGTUR = RPXGTUR - LRPXGTUR; ZRPXGTUR = RPXGTUR - LRPXGTUR; ZRPXGAUS = RPXGAUS - LRPXGAUS; ZRPXGFRA = RPXGFRA - LRPXGFRA; ZRPXGCAN = RPXGCAN - LRPXGCAN; ZRPXGDEU = RPXGDEU - LRPXGDEU; ZRPXGRUS = RPXGRUS - LRPXGRUS; ZRPXGSOV = RPXGSOV - LRPXGSOV; ZXGSOV = XGAUS - LXGSOV; ZXGAUS = XGAUS - LXGAUS; ZXGIDN = XGIDN - LXGIDN; ZXGKAZ = XGKAZ - LXGKAZ; ZXGGBR = XGGBR - LXGGBR; ZXGARG = XGARG - LXGARG; ZXGRUS = XGRUS - LXGRUS;
335
ZXGCHN = XGCHN - LXGCHN; ZXGJPN = XGJPN - LXGJPN; ZXGDZA = XGDZA - LXGDZA; ZXGFRA = XGFRA - LXGFRA; ZXGUSA = XGUSA - LXGUSA; ZXGCAN = XGCAN - LXGCAN; ZXGITA = XGITA - LXGITA; ZXGARG = XGARG - LXGARG; ZXGBRA = XGBRA - LXGBRA; ZXGUKR = XGUKR - LXGUKR; Lampiran 14. Lanjutan
ZRPMGBRA = RPMGBRA - LRPMGBRA; ZRPMGPAK = RPMGPAK - LRPMGPAK; ZRPMGKOR = RPMGKOR - LRPMGKOR; ZRPMGLBY = RPMGLBY - LRPMGLBY; ZRPMGGOR = RPMGGOR - LRPMGGOR; ZRPMGJPN = RPMGJPN - LRPMGJPN; ZRPMGDZA = RPMGDZA - LRPMGDZA; ZRPMGTUR = RPMGTUR - LRPMGTUR; ZRPMGRUS = RPMGRUS - LRPMGRUS; ZRPMGFRA = RPMGFRA - LRPMGFRA; ZRPMGCHN = RPMGCHN - LRPMGCHN; ZRPMGGBR = RPMGGBR - LRPMGGBR; ZRPMGIND = RPMGIND - LRPMGIND; ZRPMGUSA = RPMGUSA - LRPMGUSA; ZRPMGITA = RPMGITA - LRPMGITA; ZRPMGIDN = RPMGIDN - LRPMGIDN; ZQGSOV = QGDEU - LQGSOV; ZQGDEU = QGDEU - LQGDEU; ZQGFRA = QGFRA - LQGFRA; ZQGJPN = QGJPN - LQGJPN; ZQGESP = QGESP - LQGESP; ZQGMEX = QGMEX - LQGMEX; ZQGEGY = QGEGY - LQGEGY; ZQGCAN = QGCAN - LQGCAN; ZQGUSA = QGUSA - LQGUSA; ZQGBRA = QGBRA - LQGBRA; ZQGRUS = QGRUS - LQGRUS; ZQGAUS = QGAUS - LQGAUS; ZQGITA = QGITA - LQGITA; ZQGKAZ = QGKAZ - LQGKAZ; ZQGUKR = QGUKR - LQGUKR; ZQGARG = QGARG - LQGARG; ZQDGDZA = QGDZA - DGDZA; ZQDGFRA = QGFRA - DGFRA; ZQDGUSA = QGUSA - DGUSA; ZMGSOV = MGSOV - LMGSOV; ZMGDZA = MGDZA - LMGDZA; ZMGCHN = MGCHN - LMGCHN; ZMGIDN = MGIDN - LMGIDN; ZMGESP = MGESP - LMGESP; ZMGMYS = MGMYS - LMGMYS; ZMGITA = MGITA - LMGITA; ZMGBRA = MGBRA - LMGBRA; ZMGJPN = MGJPN - LMGJPN; ZMGMEX = MGMEX - LMGMEX; ZMGFRA = MGFRA - LMGFRA; ZMGEGY = MGEGY - LMGEGY; ZMGARG = MGARG - LMGARG; ZDGBRA = DGBRA - LDGBRA; ZDGDZA = DGDZA - LDGDZA; ZDGRUS = DGRUS - LDGRUS; ZDGEGY = DGEGY - LDGEGY; ZDGJPN = DGJPN - LDGJPN; ZDGDEU = DGDEU - LDGDEU; ZDGAUS = DGAUS - LDGAUS; ZDGGBR = DGGBR - LDGGBR; ZDGIDN = DGIDN - LDGIDN; ZDGMEX = DGMEX - LDGMEX; Lampiran 14. Lanjutan
336
ZDGFRA = DGFRA - LDGFRA; ZDGKAZ = DGKAZ - LDGKAZ; ZDGUKR = DGUKR - LDGUKR; ZDGCAN = DGCAN - LDGCAN; ZDGMYS = DGMYS - LDGMYS; ZDGUSA = DGUSA - LDGUSA; ZDQGFRA = DGFRA - QGFRA; ZDQGUSA = DGUSA - QGUSA; ZQDGUSA = QGUSA - DGUSA; ZRPGW = RPGW - LRPGW; ZRPMTW = RPMTW - LRPMTW; ZQTSOV = QTSOV - LQTSOV; ZQTLBY = QTLBY - LQTLBY; ZQTITA = QTITA - LQTITA; ZQTRUS = QTRUS - LQTRUS; ZQTGOR = QTGOR - LQTGOR; ZQTUSA = QTUSA - LQTUSA; ZQTIDN = QTIDN - LQTIDN; ZQTCHN = QTCHN - LQTCHN; ZQTNLD = QTNLD - LQTNLD; ZQTJPN = QTJPN - LQTJPN; ZQTPAK = QTPAK - LQTPAK; ZQTFRA = QTFRA - LQTFRA; ZQTESP = QTESP - LQTESP; ZQTTUR = QTTUR - LQTTUR; ZQTDEU = QTDEU - LQTDEU; ZQTBEL = QTBEL - LQTBEL; ZDTHKG = DTHKG - LDTHKG; ZDTGOR = DTGOR - LDTGOR; ZDTUSA = DTUSA - LDTUSA; ZDTIDN = DTIDN - LDTIDN; ZDTCHN = DTCHN - LDTCHN; ZDTNLD = DTNLD - LDTNLD; ZDTJPN = DTJPN - LDTJPN; ZDTPAK = DTPAK - LDTPAK; ZDTESP = DTESP - LDTESP; ZDTTUR = DTTUR - LDTTUR; ZDTITA = DTITA - LDTITA; ZDTDEU = DTDEU - LDTDEU; ZDTBEL = DTBEL - LDTBEL; ZMTSOV = MTSOV - LMTSOV; ZMTPAK = MTPAK - LMTKOR; ZMTKOR = MTKOR - LMTKOR; ZMTGOR = MTGOR - LMTGOR; ZMTFRA = MTFRA - LMTFRA; ZMTKOR = MTKOR - LMTKOR; ZMTNLD = MTNLD - LMTNLD; ZMTAGO = MTAGO - LMTAGO; ZMTLBY = MTLBY - LMTLBY; ZMTESP = MTESP - LMTESP; ZMTBEL = MTBEL - LMTBEL; ZMTIDN = MTIDN - LMTIDN; ZMTUSA = MTUSA - LMTUSA; ZMTITA = MTITA - LMTITA; ZMTHKG = MTHKG - LMTHKG; ZXTDEU = XTDEU - LXTDEU; ZXTBEL = XTBEL - LXTBEL; ZXTIDN = XTIDN - LXTIDN; Lampiran 14. Lanjutan
ZXTSOV = XTSOV - LXTSOV; ZXTNLD = XTNLD - LXTNLD; ZXTITA = XTITA - LXTITA; ZXTFRA = XTFRA - LXTFRA; ZXTESP = XTESP - LXTESP; ZXTCHN = XTCHN - LXTCHN; ZXTUSA = XTUSA - LXTUSA; ZXTAGO = XTAGO - LXTAGO; ZXTGOR = XTGOR - LXTGOR; ZXTPAK = XTPAK - LXTPAK; ZRPMTLBY = RPMTLBY - LRPMTLBY; ZRPMTESP = RPMTESP - LRPMTESP;
337
ZRPMTBRA = RPMTBRA - LRPMTBRA; ZRPMTJPN = RPMTJPN - LRPMTJPN; ZRPMTMEX = RPMTMEX - LRPMTMEX; ZRPMTMYS = RPMTMYS - LRPMTMYS; ZRPMTDZA = RPMTDZA - LRPMTDZA; ZRPMTEGY = RPMTEGY - LRPMTEGY; ZRPMTGOR = RPMTGOR - LRPMTGOR; ZRPMTAGO = RPMTAGO - LRPMTAGO; ZRPMTHKG = RPMTHKG - LRPMTHKG; ZRPMTIDN = RPMTIDN - LRPMTIDN; ZRPMTPAK = RPMTPAK - LRPMTPAK; ZRPMTUSA = RPMTUSA - LRPMTUSA; ZRPMTNLD = RPMTNLD - LRPMTNLD; ZRPMTKOR = RPMTKOR - LRPMTKOR; ZRPMTIRN = RPMTIRN - LRPMTIRN; ZRPMTITA = RPMTITA - LRPMTITA; ZRPMTTUR = RPMTTUR - LRPMTTUR; ZRPMTRUS = RPMTRUS - LRPMTRUS; ZRPMTCHN = RPMTCHN - LRPMTCHN; ZRPXTSOV = RPXTSOV - LRPXTSOV; ZRPXTAUS = RPXTAUS - LRPXTAUS; ZRPXTITA = RPXTITA - LRPXTITA; ZRPXTCAN = RPXTCAN - LRPXTCAN; ZRPXTKAZ = RPXTKAZ - LRPXTKAZ; ZRPXTGBR = RPXTGBR - LRPXTGBR; ZRPXTRUS = RPXTRUS - LRPXTRUS; ZRPXTUSA = RPXTUSA - LRPXTUSA; ZRPXTIDN = RPXTIDN - LRPXTIDN; ZRPXTCHN = RPXTCHN - LRPXTCHN; ZRPXTNLD = RPXTNLD - LRPXTNLD; ZRPXTJPN = RPXTJPN - LRPXTJPN; ZRPXTPAK = RPXTPAK - LRPXTPAK; ZRPXTFRA = RPXTFRA - LRPXTFRA; ZRPXTESP = RPXTESP - LRPXTESP; ZRPXTTUR = RPXTTUR - LRPXTTUR; ZRPXTDEU = RPXTDEU - LRPXTDEU; ZRPXTBEL = RPXTBEL - LRPXTBEL; ZICIDN = ICIDN - LICIDN; ZICJPN = ICJPN - LICJPN; ZICDZA = ICDZA - LICDZA; ZICMYS = ICMYS - LICMYS; ZICGBR = ICGBR - LICGBR; ZICFRA = ICFRA - LICFRA; ZICGOR = ICGOR - LICGOR; ZICAGO = ICAGO - LICAGO; ZICHKG = ICHKG - LICHKG; Lampiran 14. Lanjutan
ZICIDN = ICIDN - LICIDN; ZICPAK = ICPAK - LICPAK; ZICNLD = ICNLD - LICNLD; ZICKOR = ICKOR - LICKOR; ZICIRN = ICIRN - LICIRN; ZICITA = ICITA - LICITA; ZICTUR = ICTUR - LICTUR; ZICEGY = ICEGY - LICEGY; ZICBRA = ICBRA - LICBRA; ZICUSA = ICUSA - LICUSA; ZICCHN = ICCHN - LICCHN; ZPENPAK = PENPAK - LPENPAK; ZPENGBR = PENGBR - LPENGBR; ZPENFRA = PENFRA - LPENFRA; ZPENIDN = PENIDN - LPENIDN; ZPENIRN = PENIRN - LPENIRN; ZPENITA = PENITA - LPENITA; ZPENTUR = PENTUR - LPENTUR; ZPENEGY = PENEGY - LPENEGY; ZPENRUS = PENRUS - LPENRUS; ZPENCHN = PENCHN - LPENCHN; ZERBRA = ERBRA - LERBRA; ZEREGY = EREGY - LEREGY; ZERKAZ = ERKAZ - LERKAZ;
338
ZERUKR = ERUKR - LERUKR; ZERARG = ERARG - LERARG; ZERCAN = ERCAN - LERCAN; ZERCHN = ERCHN - LERCHN; ZERMEX = ERMEX - LERMEX; ZERDZA = ERDZA - LERDZA; ZERMYS = ERMYS - LERMYS; ZERGOR = ERGOR - LERGOR; ZERAGO = ERAGO - LERAGO; ZERHKG = ERHKG - LERHKG; ZERIDN = ERIDN - LERIDN; ZERPAK = ERPAK - LERPAK; ZERKOR = ERKOR - LERKOR; ZERLBY = ERLBY - LERLBY; ZERNLD = ERNLD - LERNLD; ZERJPN = ERJPN - LERJPN; ZERPAK = ERPAK - LERPAK; ZERFRA = ERFRA - LERFRA; ZERESP = ERESP - LERESP; ZERTUR = ERTUR - LERTUR; ZERDEU = ERDEU - LERDEU; ZERBEL = ERBEL - LERBEL; ZERRUS = ERRUS - LERRUS; ZERIAUS = ERIAUS - LERIAUS; ZIRIDN = IRIDN - LIRIDN; ZIRCAN = IRCAN - LIRCAN; ZIRAUS = IRAUS - LIRAUS; ZIRTUR = IRTUR - LIRTUR; ZTEGAUS = TEGAUS - LTEGAUS; ZCPIMYS = CPIMYS - LCPIMYS; ZCPIGOR = CPIGOR - LCPIGOR; ZCPIAGO = CPIAGO - LCPIAGO; ZCPIHKG = CPIHKG - LCPIHKG; ZCPIIDN = CPIIDN - LCPIIDN; Lampiran 14. Lanjutan
ZCPIPAK = CPIPAK - LCPIPAK; ZCPIUSA = CPIUSA - LCPIUSA; ZCPINLD = CPINLD - LCPINLD; ZCPIKOR = CPIKOR - LCPIKOR; ZCPILBY = CPILBY - LCPILBY; ZRPXTW = RPXTW - LRPXTW; ZPMGIUSA = RPMGIUSA - LPMGIUSA; ZPMGIAUS = RPMGIAUS - LPMGIAUS; ZPMGICAN = RPMGICAN - LPMGICAN; ZPMTIJPN = RPMTIJPN - LPMTIJPN; ZPMTISGP = RPMTISGP - LPMTISGP; ZPMTIAUS = RPMTIAUS - LPMTIAUS; ZDTIDN = DTIDN - LDTIDN; ZDTRS = DTRS - LDTRS; ZDTRT = DTRT - LDTRT; ZDTKM = DTKM - LDTKM; ZDTIM = DTIM - LDTIM; ZROPKM = ROPKM - LROPKM; ZROPRT = ROPRT - LROPRT; ZRPTIDN = RPTIDN - LRPTIDN; ZRPTPB = RPTPB - LRPTPB; ZRPTPE = RPTPE - LRPTPE; ZOPRT = OPRT - LOPRT; ZOPKM = OPKM - LOPKM; ZOPIM = OPIM - LOPIM; ZULRT = ULRT - LULRT; ZULKM = ULKM - LULKM; ZULIM = ULIM - LULIM; ZQDTUSA = QTUSA - DTUSA; BQGDEU = (QGDEU - LQGDEU)/LQGDEU*100; BQGRUS = (QGRUS - LQGRUS)/LQGRUS*100; BQGARG = (QGARG - LQGARG)/LQGARG*100; BQGAUS = (QGAUS - LQGAUS)/LQGAUS*100; BQGUSA = (QGUSA - LQGUSA)/LQGUSA*100; BDGDZA = (DGDZA - LDGDZA)/LDGDZA*100; BDGMYS = (DGMYS - LDGMYS)/LDGMYS*100;
339
BDGDEU = (DGDEU - LDGDEU)/LDGDEU*100; BDGUKR = (DGUKR - LDGUKR)/LDGUKR*100; BDGAUS = (DGAUS - LDGAUS)/LDGAUS*100; BDGIDN = (DGIDN - LDGIDN)/LDGIDN*100; BDGGBR = (DGGBR - LDGGBR)/LDGGBR*100; BDGMEX = (DGMEX - LDGMEX)/LDGMEX*100; BDGUSA = (DGUSA - LDGUSA)/LDGUSA*100; BMGCHN = (MGCHN - LMGCHN)/LMGCHN*100; BMGMEX = (MGMEX - LMGMEX)/LMGMEX*100; BMGEGY = (MGEGY - LMGEGY)/LMGEGY*100; BMGDZA = (MGDZA - LMGDZA)/LMGDZA*100; BMGITA = (MGITA - LMGITA)/LMGITA*100; BMGMYS = (MGMYS - LMGMYS)/LMGMYS*100; BMGJPN = (MGJPN - LMGJPN)/LMGJPN*100; BXGUKR = (XGUKR - LXGUKR)/LXGUKR*100; BXGKAZ = (XGKAZ - LXGKAZ)/LXGKAZ*100; BXGUSA = (XGUSA - LXGUSA)/LXGUSA*100; BXGGBR = (XGGBR - LXGGBR)/LXGGBR*100; BXGCAN = (XGCAN - LXGCAN)/LXGCAN*100; BRPXGIDN = (RPXGIDN - LRPXGIDN)/LRPXGIDN*100; BRPXGKAZ = (RPXGKAZ - LRPXGKAZ)/LRPXGKAZ*100; BRPXGDEU = (RPXGDEU - LRPXGDEU)/LRPXGDEU*100; Lampiran 14. Lanjutan
BRPXGAUS = (RPXGAUS - LRPXGAUS)/LRPXGAUS*100; BRPXGJPN = (RPXGJPN - LRPXGJPN)/LRPXGJPN*100; BRPXGUSA = (RPXGUSA - LRPXGUSA)/LRPXGUSA*100; BRPXGGBR = (RPXGGBR - LRPXGGBR)/LRPXGGBR*100; BRPMGMEX = (RPMGMEX - LRPMGMEX)/LRPMGMEX*100; BRPMGFRA = (RPMGFRA - LRPMGFRA)/LRPMGFRA*100; BRPMGCHN = (RPMGCHN - LRPMGCHN)/LRPMGCHN*100; BRPMGIDN = (RPMGIDN - LRPMGIDN)/LRPMGIDN*100; BRPMGDZA = (RPMGDZA - LRPMGDZA)/LRPMGDZA*100; BPMGICAN = (RPMGICAN - LPMGICAN)/LPMGICAN*100; BXGW = (XGW - LXGW)/LXGW*100; BMGW = (MGW - LMGW)/LMGW*100; BRPXTIDN = (RPXTIDN - LRPXTIDN)/LRPXTIDN*100; BRPXTDEU = (RPXTDEU - LRPXTDEU)/LRPXTDEU*100; BRPXTTUR = (RPXTTUR - LRPXTTUR)/LRPXTTUR*100; BRPXTBEL = (RPXTBEL - LRPXTBEL)/LRPXTBEL*100; BRPXTJPN = (RPXTJPN - LRPXTJPN)/LRPXTJPN*100; BRPXTCAN = (RPXTCAN - LRPXTCAN)/LRPXTCAN*100; BRPXTUSA = (RPXTUSA - LRPXTUSA)/LRPXTUSA*100; BRPXTGBR = (RPXTGBR - LRPXTGBR)/LRPXTGBR*100; BRPXTKAZ = (RPXTKAZ - LRPXTKAZ)/LRPXTKAZ*100; BQTTUR = (QTTUR - LQTTUR)/LQTTUR*100; BQTITA = (QTITA - LQTITA)/LQTITA*100; BXTNLD = (XTNLD - LXTNLD)/LXTNLD*100; BXTCHN = (XTCHN - LXTCHN)/LXTCHN*100; BXTFRA = (XTFRA - LXTFRA)/LXTFRA*100; BXTPAK = (XTPAK - LXTPAK)/LXTPAK*100; BXTESP = (XTESP - LXTESP)/LXTESP*100; BXTITA = (XTITA - LXTITA)/LXTITA*100; BMTFRA = (MTFRA - LMTFRA)/LMTFRA*100; BMTNLD = (MTNLD - LMTNLD)/LMTNLD*100; BMTUSA = (MTUSA - LMTUSA)/LMTUSA*100; BMTIDN = (MTIDN - LMTIDN)/LMTIDN*100; BMTAGO = (MTAGO - LMTAGO)/LMTAGO*100; BMTLBY = (MTLBY - LMTLBY)/LMTLBY*100; BRPXTW = (RPXTW - LRPXTW)/LRPXTW*100; BRPMTW = (RPMTW - LRPMTW)/LRPMTW*100; BRPMTKOR = (RPMTKOR - LRPMTKOR)/LRPMTKOR*100; BRPMTCHN = (RPMTCHN - LRPMTCHN)/LRPMTCHN*100; BRPMTIDN = (RPMTIDN - LRPMTIDN)/LRPMTIDN*100; BRPMTDZA = (RPMTDZA - LRPMTDZA)/LRPMTDZA*100; BRPGW = (RPGW - LRPGW)/LRPGW*100; BRPTPB = (RPTPB - LRPTPB)/LRPTPB*100; BRPTPE = (RPTPE - LRPTPE)/LRPTPE*100; BULRT = (ULRT - LULRT)/LULRT*100; BDTPAK = (DTPAK - LDTPAK)/LDTPAK*100; BDTTUR = (DTTUR - LDTTUR)/LDTTUR*100; BDTIDN = (DTIDN - LDTIDN)/LDTIDN*100;
340
BDTKM = (DTKM - LDTKM)/LDTKM*100; BDTRT = (DTRT - LDTRT)/LDTRT*100; BDTRS = (DTRS - LDTRS)/LDTRS*100; BICIDN = (ICIDN - LICIDN)/LICIDN*100; BICDZA = (ICDZA - LICDZA)/LICDZA*100; BICKOR = (ICKOR - LICKOR)/LICKOR*100; BERMYS = (ERMYS - LERMYS)/LERMYS*100; BERFRA = (ERFRA - LERFRA)/LERFRA*100; BERIDN = (ERIDN - LERIDN)/LERIDN*100; BOPIM = (OPIM - LOPIM)/LOPIM*100; Lampiran 14. Lanjutan
BXTW = (XTW - LXTW)/LXTW*100; BMTW = (MTW - LMTW)/LMTW*100; KRPMTIDN = (RPMTIDN*ERIDN)/1000; KRPMGIDN = (RPMGIDN*ERIDN)/1000; /* membuat diskripsi variabel */ Label RPXGCHN ='Hrg Ril Ex Gan China' TEGCHN ='Tekno Gan China' AGCHN ='Luas Areal Gan China' RPLXGCHN ='Hrg Ril Ex lain Gan CHN' IRCHN ='Suku Bunga China' RPXGPAK ='Hrg Ril Ex Gan PAK' TEGPAK ='Tekno Gan QGPAK' AGPAK ='Luas Areal Gan Pakistan' RPLXGPAK ='Hrg Ril Ex lain Gan PAK' IRPAK ='Suku Bunga Pakistan' RPXGTUR ='Harga Ril Ex Gan Turki' TEGTUR ='Tekno Gan QGTUR' AGTUR ='Luas Areal Gan Turki' RPLXGTUR ='Hrg Ril Ex lain Gan Tur' IRTUR ='Suku Bunga Turki' RPXGAUS ='Hrg Ril Ex Gan Australi' TEGAUS ='Tekno Gan QGAUS' AGAUS ='Luas Areal Gan Australi' RPLXGAUS ='Hrg Ril Ex lain Gan AUS' IRAUS ='Suku Bunga Australia' RPXGFRA ='Hrg Ril Ex Gan France' AGFRA ='Luas Areal Gan France' IRFRA ='Suku Bunga France' RPXGIND ='Hrg Ril Ex Gan India' TEGIND ='Tekno Gan QGIND' AGIND ='Luas Areal Gan India' TEGUSA ='Tekno Gan QGUSA' AGUSA ='Luas Areal Gan USA' IRUSA ='Suku Bunga USA' PENCAN ='Penduduk Canada' AGCAN ='Luas Areal Gan Canada' IRCAN ='Suku Bunga Canada' RPXGDEU ='Hrg Ril Ex Gan Jerman' AGDEU ='Luas Areal Gan Jerman' IRDEU ='Suku Bunga Jerman' AGRUS ='Luas Areal Gan Rusia' IRRUS ='Suku Bunga Rusia' RPMGRUS ='Hrg Ril Impor Gan RUS' ICRUS ='PDB Percapita Rusia' PENFRA ='Penduduk France' XGFRA ='Ekspor Gan France' RPMGDEU ='Hrg Ril Impor Gan DEU' ICDEU ='PDB Percapita Jerman' RPMGGBR ='Hrg Ril Impor Gan GBR' ICGBR ='PDB Percapita Inggris' XGGBR ='Ekspor Gan Inggris' ICIND ='PDB Percapita India' PENIND ='Penduduk India' ICPAK ='PDB Percapita PAK' PENPAK ='Penduduk Pakistan' XGUSA ='Ekspor Gan USA' MGITA ='Impor Gan Italia' Lampiran 14. Lanjutan
341
RPMGIDN ='Hrg Ril Imp Gan IDN' ICIDN ='PDB Percapita IDN' PENIDN ='Penduduk Indonesia' RPGW ='Hrg Ril Gan Dunia' LXGUSA ='Lag XGUSA' ERFRA ='Nilai Tukar France' LXGFRA ='Lag XGFRA' XGCAN ='Ekspor Gan Canada' ERCAN ='Nilai Tukar Canada' LXGCAN ='Lag XGCAN' XGAUS ='Ekspor Gan Australia' LXGAUS ='Lag XGAUS' XGARG ='Ekspor Gan Argentina' LXGARG ='Lag XGARG' XGRUS ='Ekspor Gan Rusia' LXGRUS ='Lag XGRUS' XGDEU ='Ekspor Gan Jerman' ERDEU ='Nilai Tukar Jerman' LXGDEU ='Lag XGDEU' XGUKR ='Ekspor Gan Ukrania' LXGUKR ='Lag XGUKR' RPXGGBR ='Hrg Ril Ex Gan GBR' ERGBR ='Nilai Tukar Inggris' LXGGBR ='Lag XGGBR' XGKAZ ='Ekspor Gan Kazastan' RPXGKAZ ='Hrg Ril Ex Gan KAZ' ERKAZ ='Nilai Tukar Kazastan' LXGKAZ ='Lag XGKAZ' XGIDN ='Ekspor Gan Indonesia' RPXGIDN ='Hrg Ril Ex Gan IDN' ERIDN ='Nilai Tukar IDN' LXGIDN ='Lag XGIDN' MGDZA ='Impor Gan Aljasair' RPMGDZA ='Hrg Ril Impor Gan DZA' ERDZA ='Nilai Tukar Aljasair' LMGDZA ='Lag MGDZA' ERITA ='Nilai Tukar Italia' LMGITA ='Lag MGITA' MGMYS ='Impor Gan Malaysia' PMGMYS ='Hrg Imp Gan MYS' ERMYS ='Nilai Tukar Malaysia' LMGMYS ='Lag MGMYS' MGEGY ='Impor Gan Mesir' RPMGEGY ='Hrg Ril Imp Gan Mesir' LMGEGY ='Lag MGEGY' MGESP ='Impor Gan Spanyol' RPMGESP ='Hrg Ril Imp Gan ESP' ERESP ='Nilai Tukar Spanyol' LMGESP ='Lag MGESP' MGMEX ='Impor Gan Meksiko' PMGMEX ='Hrg Ril Impor Gan MEX' ERMEX ='Nilai Tukar Meksiko' LMGMEX ='Lag MGMEX' MGJPN ='Impor Gan Jepang' RPMGJPN ='Hrg Ril Impor Gan JPN' ERJPN ='Nilai Tukar Jepang' LMGJPN ='Lag MGJPN' MGCHN ='Impor Gan China' Lampiran 14. Lanjutan
RPMGCHN ='Hrg Ril Impor Gan CHN' ERCHN ='Nilai Tukar China' LMGCHN ='Lag MGCHN' MGIDN ='Impor Gan Indonesia' LMGIDN ='Lag MGIDN' MGBRA ='Impor Gan Brasil' RPMGBRA ='Hrg Ril Imp Gan BRA' ERBRA ='Nilai Tukar Brasil' LMGBRA ='Lag MGBRA' RPXTIND ='Hrg Ril Ex Tep IND' RPXGW ='Hrg Ril Ex Gan Dunia' QGW ='Prod Gan Dunia'
342
ICUSA ='PDB Parcapita USA' RPXTRUS ='Hrg Ril Ex Tep RUS' ICTUR ='PDB Parcapita Turki' RPXTIRN ='Hrg Ril Ex Tep Iran' RPXTITA ='Hrg Ril Ex Tep Italia' ICITA ='PDB Percapita Italia' RPXTIDN ='Hrg Ril Ex Tep IDN' IRIDN ='Suku Bunga IDN' RPMTUSA ='Hrg Ril Imp Tep USA' PENUSA ='Penduduk USA' RPMTIND ='Hrg Ril Imp Tep IND' RPMTRUS ='Hrg Ril Imp Tep RUS' RPMTBRA ='Hrg Ril Imp Tep BRA' PENBRA ='Penduduk Brasil' RPMTPAK ='Hrg Ril Imp Tep PAK' PENTUR ='Penduduk Turki' RPMTITA ='Hrg Ril Imp Tep ITA' PENITA ='Penduduk Italia' RPMTIRN ='Hrg Ril Imp Tep IRN' PENIRN ='Penduduk Iran' ERBEL ='Nilai Tukar Belgia' LXTBEL ='Lag XTBEL' XTDEU ='Ekspor Tep Jerman' LXTDEU ='Lag XTDEU' XTITA ='Ekspor Tep Italia' LXTITA ='Lag XTITA' XTTUR ='Ekspor Tep Turki' RPXTTUR ='Hrg Ril Ex Tep Turki' ERTUR ='Nilai Tukar Turki' LXTTUR ='Lag XTTUR' XTESP ='Ekspor Tep Spanyol' LXTESP ='Lag XTESP' XTFRA ='Ekspor Tep France' RPXTFRA ='Hrg Ril Ex Tep FRA' LXTFRA ='Lag XTFRA' XTPAK ='Ekspor Tep Pakistan' RPXTPAK ='Hrg Ril Ex Tep PAK' LXTPAK ='Lag XTPAK' XTJPN ='Ekspor Tep Jepang' LXTJPN ='Lag XTJPN' XTNLD ='Ekspor Tep Belanda' ERNLD ='Nilai Tukar Belanda' LXTNLD ='Lag XTNLD' XTCHN ='Ekspor Tep China' RPXTCHN ='Hrg Ril Ex Tep CHN' LXTCHN ='Lag XTCHN' Lampiran 14. Lanjutan
PENCHN ='Penduduk China' XTIDN ='Ekspor Tep Indonesia' LXTIDN ='Lag XTIDN' MTLBY ='Impor Tep Libya' ERLBY ='Nilai Tukar Libya' RPLMTLBY ='Hrg Ril Imp Lain Tep LBY' LMTLBY ='Lag MTLBY' MTKOR ='Impor Tep Korea' RPLMTKOR ='Hrg Ril Imp Lain Tep KOR' LMTKOR ='Lag MTKOR' MTNLD ='Impor Tep Belanda' LMTNLD ='Lag MTNLD' MTUSA ='Impor Tep USA' LMTUSA ='Lag MTUSA' MTPAK ='Impor Tep Pakistan' MTIDN ='Impor Tep Indonesia' RPMTIDN ='Hrg Ril Imp Tep IDN' LMTIDN ='Lag MTIDN' MTHKG ='Impor Tep Hongkong' ERHKG ='Nilai Tukar Hongkong' RPLMTHKG ='Hrg Ril Imp Lain Tep HKG' LMTHKG ='Lag Imp Tep HKG' MTFRA ='Impor Tep France' RPMTFRA ='Hrg Ril Imp Tep France'
343
RPLMTFRA ='Hrg Ril Imp Lain Tep FRA' LMTFRA ='Lag MTFRA' MTAGO ='Impor Tep Angola' RPMTAGO ='Hrg Ril Imp Tep AGO' ERAGO ='Nilai Tukar Angola' RPLMTAGO ='Hrg Ril Imp Lain Tep AGO' LMTAGO ='Lag MTAGO' PENGOR ='Penduduk Georgia' MTGOR ='Impor Tep Georgia' ERGOR ='Nilai Tukar Georgia' LMTGOR ='Lag MTGOR' RPXTW ='Hrg Ril Ex Tep Dunia' XTW ='Ekspor Tep Dunia' MTW ='Impor Tep Dunia' LRPXTW ='Lag RPXTW' RPXTBEL ='Hrg Ril Ex Tep Belgia' LRPXTBEL ='lag RPXTBEL' LRPXTDEU ='Lag RPXTDEU' LRPXTITA ='Lag RPXTITA' LRPXTESP ='Lag RPXTESP' LRPXTPAK ='Lag RPXTPAK' LRPXTFRA ='Lag RPXTFRA' ICFRA ='PDB Percapita France' RPXTJPN ='Hrg Ril Ex Tep Jepang' LRPXTJPN ='Lag RPXTJPN' RPXTNLD ='Hrg Ril Ex Tep Belanda' LRPXTNLD ='Lag RPXTNLD' LRPXTCHN ='Lag RPXTCHN' LRPXTIDN ='Lag RPXTIDN' RPMTW ='Hrg Ril Imp Tep Dunia' QTW ='Prod Tepung Dunia' LRPMTW ='Lag RPMTW' RPMTLBY ='Hrg Ril Imp Tep Libya' LRPMTLBY ='Lag RPMTLBY' Lampiran 14. Lanjutan
RPMTGOR ='Hrg Ril Imp Tep GOR' LRPMTGOR ='Lag RPMTGOR' RPMTNLD ='Hrg Ril Imp Tep NLD' LRPMTNLD ='Lag RPMTNLD' LRPMTUSA ='Lag RPMTUSA' LRPMTFRA ='Lag RPMTFRA' LRPMTIDN ='Lag RPMTIDN' RPMTHKG ='Hrg Ril Imp Tep HKG' LRPMTHKG ='Lag RPMTHKG' LRPMTPAK ='Lag RPMTPAK' LRPMTAGO ='Lag RPMTAGO' RPMTKOR ='Hrg Ril Imp Tep KOR' LRPMTKOR ='Lag RPMTKOR' RPXGUSA ='Hrg Ril Ex Gan USA' LRPXGUSA ='Lag RPXGUSA' LRPXGFRA ='Lag RPXGFRA' RPXGCAN ='Hrg Ril Ex Gan CAN' LRPXGCAN ='Lag RPXGCAN' LRPXGAUS ='Lag RPXGAUS' RPXGARG ='Hrg Ril Ex Gan ARG' LRPXGARG ='Lag RPXGARG' ERARG ='Nilai Tukar ARG' RPXGRUS ='Hrg Ril Ex Gan RUS' LRPXGRUS ='Lag RPXGRUS' LRPXGDEU ='Lag RPXGDEU' RPXGUKR ='Hrg Ril Ex Gan UKR' LRPXGUKR ='Lag RPXGUKR' LRPXGGBR ='Lag RPXGGBR' LRPXGKAZ ='Lag RPXGKAZ' RPMGW ='Hrg Ril Impor Gan Dunia' MGW ='Impor Gan Dunia' LRPMGW ='Lag RPMGW' RPMGITA ='Hrg Ril Imp Gan ITA' LRPMGITA ='Lag RPMGITA' LRPMGCHN ='Lag RPMGCHN' ICCHN ='PDB Percapita China'
344
IMGEGY ='Interv Imp Gan Mesir' EREGY ='Nilai Tukar Mesir' LRPMGESP ='Lag RPMGESP' LRPMGIDN ='Lag RPMGIDN' DTRT ='Deman Tep RT' LDTRT ='Lag DTRT' DTKM ='Deman Tep KM' LDTKM ='Lag DTKM' DTIM ='Deman Tep IM' RPTPB ='Hrg Ril Tep PB' PDBIM ='PDB Sek IM' OPIM ='Hrg Output IM' LDTIM ='Lag DTIM' MARIN ='Margin Industri' CPIIDN ='CPI Indonesia' LPDBIM ='Lag PDBIM' DLRT ='Deman Labour RT' ULRT ='Upah Labour RT' RPTPE ='Hrg Ril Tep PE' OPRT ='Hrg Output RT' LDLRT ='Lag DLRT' DLKM ='Deman Labour KM' Lampiran 14. Lanjutan
ULKM ='Upah Labour KM' OPKM ='Hrg Output KM' LDLKM ='Lag DLKM' DLIM ='Deman Labour IM' ULIM ='Upah Labour IM' LDLIM ='Lag DLIM' MARPB ='Margin PB' STIDN ='Supply Tep Indonesia' LRPTPB ='Lag RPTPB' MARPE ='Margin PE' RPMGFRA ='Hrg Ril Imp Gan FRA' RPMGIND ='Hrg Ril Imp Gan IND' RPMGMYS ='Hrg Ril Imp Gan MYS' RPMGMEX ='Hrg Ril Imp Gan MEX' RPXTBRA ='Hrg Ril Ex Tep BRA' RPMTTUR ='Hrg Ril Imp Tep TUR' RPXTESP ='Hrg Ril Ex Tep ESP' PENRUS ='Penduduk Rusia' PENDEU ='Penduduk Jerman' ICBRA ='PDB Percapita BRASIL' DGW ='Demand Gandum Dunia' PENEGY ='Penduduk Mesir' LRPXGW ='Lag RPXGW' LDTRS ='Lag DTRS' LRPTPE ='Lag RPTPE' XGW ='Ekspor Gandum Dunia' LRPGW ='Lag RPGW' PHIDN ='Hrg Telur Indonesia' RPTIDN ='Hrg Ril Tep IDN' XTBEL ='Ekspor Tepung Belgia' MTSOV ='Impor Tep Soviet' RPMTSOV ='Hrg Ril Imp Tep Sov' XTSOV ='Ekspor Tep Soviet' RPXTSOV ='Hrg Ril Ekp Tep Sov' XGSOV ='Ekspor Gan Soviet' RPXGSOV ='Hrg Ril Eks Gan Sov' MGSOV ='Impor Gan Soviet' RPMGSOV ='Hrg Ril Imp Gan Sov' RPXTDEU ='Hrg Ril Ekp Tep DEU' DGIDN ='Deman Gan Indonesia' DTIDN ='Deman Tep Indonesia' QTIDN ='Prod Tep Indonesia' DTRS ='Deman Tep RS' DGM ='Deman Gan Makanan' DTW ='Deman Tep Dunia' MGIUSA ='Imp Gan IDN dr USA' MGICAN ='Imp Gan IDN dr CAN' MGIAUS ='Imp Gan IDN dr AUS'
345
MTIJPN ='Imp Tep IDN dr JPN' MTISGP ='Imp Tep IDN dr SGP' MTIAUS ='Imp Tep IDN dr AUS' KRPMTIDN ='Rupiah RPMTIDN' PSIDN ='Hrg Gula Indonesia'; run; /* UNTUK MELIHAT R SQUARE, COEF U, INEQUALITY U1, SIMULASI DITUTUP DAN TAHUN RANGE 1999 - 2003 */ Lampiran 14. Lanjutan
PROC SIMNLIN DATA=ANALISIS STATS SIMULATE OUTPREDICT THEIL; ENDOGENOUS XGUSA XGFRA XGCAN XGSOV XGAUS RPXGUSA RPXGFRA RPXGCAN RPXGSOV RPXGAUS MGSOV MGITA MGBRA MGJPN MGDZA RPMGSOV RPMGITA RPMGBRA RPMGJPN RPMGDZA XTFRA XTBEL XTSOV XTTUR XTDEU RPXTFRA RPXTBEL RPXTSOV RPXTTUR RPXTDEU MTNLD MTLBY MTSOV MTUSA RPMTNLD RPMTLBY RPMTSOV RPMTUSA XGW MGW RPGW RPMGIDN XTW MTW RPXTW RPMTIDN RPTIDN RPTPB RPTPE DTIM DTKM DTRT DTRS DTIDN MTIJPN MTISGP MTIAUS MTIDN MGIUSA MGIAUS MGICAN MGIDN DGIDN DGM QTIDN; INSTRUMENTS QGBRA DGSOV QTTUR XGARG DTFRA MTPAK MGRIDN ERJPN QTSD QGFRA DGITA QTDEU XGDEU DTUSA MTHKG MTRIDN ICJPN ERLBY QGSD QGSOV DGBRA XGGBR DTIND MTFRA ICIDN MTSD QGCAN DGCHN QTPAK XGIDN DTBRA MTKOR PENIDN ICNLD DGSD QGAUS DGGBR QTIND MGCHN DTNLD XTITA ROPKM ICLBY XTSD QGIND DGIND QTSOV MGMYS DTLBY XTESP ROPRT MGSD QGPAK DGPAK QTAGO MGEGY DTSOV XTPAK PDBIM XGSD QGTUR DGTUR QTUSA MGESP DTAGO XTJPN PHIDN DTSD QGDZA DGUSA QTIRN MGMEX DTCHN XTNLD DGT QGCHN DGDEU QTBRA DTEGY XTCHN DGS QGUSA DGFRA QTEGY DTPAK DGPL QGDEU QTITA DTITA DGFM QTCHN DTTUR DGL DTIRN DGB; LDGAUS = LAG(DGAUS ); LDGDZA = LAG(DGDZA ); LDGFRA = LAG(DGFRA ); LDGJPN = LAG(DGJPN ); LDGM = LAG(DGM ); LDTIDN = LAG(DTIDN ); LDTKM = LAG(DTKM ); LDTRS = LAG(DTRS ); LPENIDN = LAG(PENIDN ); LDTSOV = LAG(DTSOV ); LDTTUR = LAG(DTTUR ); LERJPN = LAG(ERJPN ); LICIDN = LAG(ICIDN ); LMGDZA = LAG(MGDZA ); LMGICAN = LAG(MGICAN ); LMGIDN = LAG(MGIDN ); LMGITA = LAG(MGITA ); LMGIUSA = LAG(MGIUSA ); LMGJPN = LAG(MGJPN ); LMGSOV = LAG(MGSOV ); LMGW = LAG(MGW ); LMTAGO = LAG(MTAGO ); LMTIAUS = LAG(MTIAUS ); Lampiran 14. Lanjutan
346
LMTIDN = LAG(MTIDN ); LMTIJPN = LAG(MTIJPN ); LMTISGP = LAG(MTISGP ); LMTNLD = LAG(MTNLD ); LMTSOV = LAG(MTSOV ); LMTUSA = LAG(MTUSA ); LQGAUS = LAG(QGAUS ); LQGITA = LAG(QGITA ); LQGUSA = LAG(QGUSA ); LQTBEL = LAG(QTBEL ); LQTFRA = LAG(QTFRA ); LQTIDN = LAG(QTIDN ); LQTNLD = LAG(QTNLD ); LRPGW = LAG(RPGW ); LRPHIDN = LAG(RPHIDN ); LRPMGBRA = LAG(RPMGBRA); LRPMGDZA = LAG(RPMGDZA); LRPMGIDN = LAG(RPMGIDN); LRPMGITA = LAG(RPMGITA); LRPMGJPN = LAG(RPMGJPN); LRPMGRUS = LAG(RPMGRUS); LRPMGSOV = LAG(RPMGSOV); LRPMTIDN = LAG(RPMTIDN); LRPMTLBY = LAG(RPMTLBY); LRPMTNLD = LAG(RPMTNLD); LRPMTSOV = LAG(RPMTSOV); LRPMTUSA = LAG(RPMTUSA); LRPTIDN = LAG(RPTIDN ); LRPTPB = LAG(RPTPB ); LRPTPE = LAG(RPTPE ); LRPXGAUS = LAG(RPXGAUS); LRPXGCAN = LAG(RPXGCAN); LRPXGFRA = LAG(RPXGFRA); LRPXGSOV = LAG(RPXGSOV); LRPXGUSA = LAG(RPXGUSA); LRPXTBEL = LAG(RPXTBEL); LRPXTDEU = LAG(RPXTDEU); LRPXTFRA = LAG(RPXTFRA); LRPXTIDN = LAG(RPXTIDN); LRPXTSOV = LAG(RPXTSOV); LRPXTTUR = LAG(RPXTTUR); LRPXTW = LAG(RPXTW ); LXGAUS = LAG(XGAUS ); LXGCAN = LAG(XGCAN ); LXGFRA = LAG(XGFRA ); LXGSOV = LAG(XGSOV ); LXGUSA = LAG(XGUSA ); LXGW = LAG(XGW ); LXTBEL = LAG(XTBEL ); LXTDEU = LAG(XTDEU ); LXTFRA = LAG(XTFRA ); LXTIDN = LAG(XTIDN ); LXTSOV = LAG(XTSOV ); LXTTUR = LAG(XTTUR ); Lampiran 14. Lanjutan PARM b1 68189 b2 0.295976 c1 8141.587423 c2 0.249320 c3 0.379698 d1 3947.931722 d2 0.032875 d3 0.715746 e1 683.695321 e2 0.342609 e3 0.502637 f1 628.036102 f2 0.495951 f3 0.342267 g1 0.055546 g2 2657.019653 h0 3914202 h1 -4400.874020 h2 0.036389 h3 0.459069 i1 -0.419809 i2 0.821633 i3 -390.362789 j0 4579125 j1 11.010912 j2 0.093119 j3 -1435.408458 j4 0.044386 k1 -0.547176 k2 0.400371 k3 -72.556798 k4 0.622683 l1 -0.000002187 l2 0.000002372 l3 0.819411
347
m0 93.465593 m1 0.058603 m2 0.304879 n0 144.573172 n1 0.085105 o1 1.163085 p0 126.808249 p1 0.091381 p2 0.096687 q0 122.306432 q1 0.141447 r1 1.115584 s0 187.303404 s1 0.176610 t1 1.193534 u0 192.173850 u1 0.030211 v0 31.443398 v1 0.711089 v2 0.311181 w0 306.576896 w1 0.300225 x0 4502600 x1 1112.683316 x2 0.844205 x3 -0.746104 y1 844.177635 y2 0.859084 z0 176343 z1 322.313883 z2 0.002762 z3 0.698484 aa0 -565265 aa1 0.105898 bb1 0.047510 bb2 37.931896 bb3 0.609721 dd1 -36.324738 dd2 -0.475903 dd3 0.557637 dd4 0.213523 ee0 151558 ee1 -228.650142 ee2 0.427203 ff0 686424 ff1 -0.814166 ff2 0.783495 ff3 81.671002 hh1 -49.573293 hh2 0.002409 hh3 1.820884 hh4 0.786604 ii1 0.000013225 ii2 -0.000007541 ii3 0.795001 JJ0 115.137451 jj1 0.015064 jj2 0.490957 kk0 175.868815 kk1 0.031520 kk2 0.319416 ll1 1.113154 mm1 4.060191 mm2 0.641867 nn0 132.518980 nn1 0.012850 nn2 0.482896 pp0 290.158196 pp1 0.084747 qq0 219.070712 qq1 0.222936 rr1 0.871982 rr2 0.000014670 rr3 0.191775 tt0 301.710406 tt1 0.108175 uu0 214.780121 uu1 0.689786 vv1 1.052708 vv2 0.060261 vv3 -0.000416 vv4 0.000679 ww0 61.317375 ww1 0.998085 ww2 0.000002352 ww3 0.000048839 xx0 545.004483 xx1 0.861978 yy0 -1823520 yy1 -123.827332 yy2 14754 zz0 -3372195 zz1 -226.266694 zz2 27176 ab0 -238219 ab1 -15.764900 ab2 1881.487630 bc0 -263273 bc1 -21.777561 bc2 2177.349803 cd0 -2593529 cd1 -303.236962 cd2 -0.846900 cd3 857.840073 cd4 18556 de1 -529.463359 de2 -1.933650 de3 972.661506 de4 1079.520033 ef1 -377.097517 ef2 -0.645746 ef3 284.827845 ef4 1176.797773 fg1 -2.108003 fg2 -0.002051 fg3 204.105215 fg4 0.002419 fg5 0.533283 gh0 -10008 gh1 -0.079347 gh2 -0.002365 gh3 27.005679 gh4 773.495307 hi1 -10.855261 hi2 -0.013550 hi3 86.697271 hi4 0.000968; Lampiran 14. Lanjutan XGUSA = b1*RPXGUSA + b2*QGUSA; XGFRA = c1*RPXGFRA + c2*QGFRA + c3*LXGFRA; XGSOV = d1*(RPXGSOV - LRPXGSOV) + d2*QGSOV + d3*LXGSOV; XGCAN = e1*LRPXGCAN + e2*QGCAN + e3*LXGCAN; XGAUS = f1*RPXGAUS + f2*LQGAUS + f3*LXGAUS; MGSOV = g1*DGSOV + g2*ICRUS; MGITA = h0 + h1*RPMGITA + h2*DGITA + h3*LMGITA; Lampiran 14. Lanjutan MGBRA = i1*QGBRA + i2*DGBRA + i3*LRPMGBRA; MGJPN = j0 + j1*ICJPN + j2*LDGJPN + j3*(RPMGJPN - LRPMGJPN) + j4*LMGJPN; MGDZA = k1*QGDZA + k2*LDGDZA + k3*RPMGDZA + k4*LMGDZA; RPGW = l1*LXGW + l2*MGW + l3*LRPGW; RPXGUSA = m0 + m1*RPGW + m2*LRPXGUSA; RPXGFRA = n0 + n1*RPGW; RPXGSOV = o1*RPGW; RPXGCAN = p0 + p1*RPGW + p2*LRPXGCAN; RPXGAUS = q0 + q1*RPGW; RPMGSOV = r1*RPGW; RPMGITA = s0 + s1*LRPGW; RPMGBRA = t1*RPGW; RPMGJPN = u0 + u1*RPGW; RPMGDZA = v0 + v1*RPGW + v2*LRPMGDZA; RPMGIDN = w0 + w1*LRPGW; XTFRA = x0 + x1*(RPXTFRA - LRPXTFRA) + x2*(QTFRA - LQTFRA) + x3*DTFRA;
348
XTBEL = y1*(RPXTBEL - LRPXTBEL) + y2*QTBEL; XTSOV = z0 + z1*(RPXTSOV - LRPXTSOV) + z2*(QTSOV - LQTSOV) + z3*LXTSOV; XTTUR = aa0 + aa1*LQTTUR; XTDEU = bb1*QTDEU + bb2*RPXTDEU + bb3*LXTDEU; MTNLD = dd1*RPMTNLD + dd2*LQTNLD + dd3*DTNLD + dd4*LMTNLD; MTLBY = ee0 + ee1*RPMTLBY + ee2*LDTLBY; MTSOV = ff0 + ff1*QTSOV + ff2*DTSOV + ff3*LICRUS; MTUSA = hh1*RPMTUSA + hh2*(DTUSA - LDTUSA) + hh3*ICUSA + hh4*LMTUSA; RPXTW = ii1*MTW + ii2*XTW + ii3*LRPXTW; RPXTFRA = jj0 + jj1*RPXTW + jj2*LRPXTFRA; RPXTBEL = kk0 + kk1*RPXTW + kk2*LRPXTBEL; RPXTSOV = ll1*RPXTW; RPXTTUR = mm1*RPXTW + mm2*LRPXTTUR; RPXTDEU = nn0 + nn1*RPXTW + nn2*LRPXTDEU; RPMTNLD = pp0 + pp1*RPXTW; RPMTLBY = qq0 + qq1*RPXTW; RPMTSOV = rr1*RPXTW + rr2*MTSOV + rr3*LRPMTSOV; RPMTUSA = tt0 + tt1*RPXTW; RPMTIDN = uu0 + uu1*RPXTW; RPTIDN = vv1*RPMGIDN + vv2*RPMTIDN + vv3*(QTIDN - LQTIDN) + vv4*DTIDN; RPTPB = ww0 + ww1*RPTIDN + ww2*LDTKM + ww3*DTRT; RPTPE = xx0 + xx1*RPTPB; DTIM = yy0 + yy1*LRPTIDN + yy2*LPENIDN; DTKM = zz0 + zz1*LRPTPB + zz2*LPENIDN; DTRT = ab0 + ab1*LRPTPB + ab2*PENIDN; DTRS = bc0 + bc1*LRPTPE + bc2*PENIDN; MGIAUS = cd0 + cd1*RPMGIDN + cd2*LMTIDN + cd3*ICIDN + cd4*LPENIDN; MGICAN = de1*LRPMGIDN + de2*LMTIDN + de3*ICIDN + de4*PENIDN; MGIUSA = ef1*(RPMGIDN - RPGW) + ef2*LMTIDN + ef3*ICIDN + ef4*PENIDN; MGIDN = MGIAUS + MGICAN + MGIUSA + MGRIDN; DGIDN = MGIDN; DGM = MGIDN - DGT - DGS - DGPL - DGFM - DGL - DGB; QTIDN = 0.74 * DGM; Lampiran 14. Lanjutan MTIAUS = fg1*RPMTIDN + fg2*(MGIDN - LMGIDN) + fg3*(PENIDN - LPENIDN) + fg4*DTIDN + fg5*LMTIAUS; MTIJPN = gh0 + gh1*(RPMTIDN - LRPMTIDN) + gh2*MGIDN + gh3*LICIDN + gh4*(PENIDN -LPENIDN); MTISGP = hi1*RPMTIDN + hi2*MGIDN + hi3*LICIDN + hi4*(DTIDN - LDTIDN); MTIDN = MTIAUS + MTIJPN + MTISGP + MTRIDN; DTIDN = DTRS + DTRT + DTKM + DTIM; XGW = XGUSA + XGFRA + XGSOV + XGCAN + XGAUS + XGSD + XGARG + XGDEU + XGGBR; MGW = MGSOV+MGITA+MGBRA+MGJPN+MGDZA+ MGIDN + MGSD + MGMYS + MGEGY + MGESP + MGMEX + MGCHN; XTW = XTFRA+XTBEL+XTSOV+XTTUR+XTDEU+XTSD+XTITA+XTESP+XTPAK + XTJPN + XTNLD + XTCHN + XTIDN; MTW = MTNLD + MTLBY + MTSOV + MTAGO + MTUSA + MTIDN + MTSD + MTKOR + MTPAK + MTHKG + MTFRA; RANGE TAHUN=1999 TO 2003; run;
354
Lampiran 15. Hasil Validasi Model Industri Penggilingan Tepung Terigu Indonesia Tahun 1999-2003, Metode NEWTON, Prosedur SIMNLIN, Software SAS/ETS, versi 6.12
No. Variabel RMSPE Bias (Um) Reg (Ur) Dist (Ud) U Theil 1 2 3 4 5 6 7 1. XGUSA 6.5330 0.088 0.442 0.470 0.0310 2. XGFRA 13.0488 0.047 0.296 0.657 0.0619 3. XGCAN 16.0541 0.298 0.099 0.603 0.0638 4. XGSOV 36.7996 0.352 0.510 0.138 0.3335 5. XGAUS 14.0113 0.525 0.000 0.475 0.0589 6. RPXGUSA 12.4428 0.687 0.234 0.078 0.0555 7. RPXGFRA 31.6349 0.959 0.001 0.040 0.1336 8. RPXGCAN 9.3263 0.487 0.285 0.228 0.0421 9. RPXGSOV 110.2690 0.960 0.027 0.013 0.3410 10. RPXGAUS 6.8628 0.203 0.077 0.720 0.0312 11. MGSOV 122.5943 0.655 0.202 0.143 0.3017 12. MGITA 11.5474 0.329 0.573 0.098 0.0616 13. MGBRA 20.7937 0.723 0.220 0.056 0.1141 14. MGJPN 5.6019 0.257 0.219 0.524 0.0259 15. MGDZA 15.8344 0.342 0.213 0.445 0.0885 16. RPMGSOV 83.6376 0.935 0.035 0.030 0.2793 17. RPMGITA 48.0706 0.972 0.006 0.022 0.1884 18. RPMGBRA 38.4528 0.952 0.035 0.013 0.1606 19. RPMGJPN 7.7756 0.212 0.290 0.498 0.0370 20. RPMGDZA 29.3382 0.975 0.022 0.003 0.1279 21. XTFRA 22.4251 0.745 0.165 0.090 0.0908 22. XTBEL 23.0973 0.962 0.021 0.017 0.1325 23. XTSOV 28.0708 0.026 0.233 0.741 0.1337 24. XTTUR 94.3702 0.504 0.006 0.490 0.2453 25. XTDEU 12.5332 0.357 0.627 0.016 0.0680 26. RPXTFRA 16.4239 0.380 0.298 0.323 0.0721 27. RPXTBEL 14.2796 0.301 0.381 0.318 0.0629 28. RPXTSOV 74.6735 0.951 0.009 0.039 0.2579 29. RPXTTUR 2139 0.956 0.044 0.000 0.8642 30. RPXTDEU 23.0695 0.779 0.013 0.208 0.0980 31. MTNLD 7.2613 0.031 0.067 0.902 0.0434 32. MTLBY 45.6525 0.000 0.019 0.980 0.1716 33. MTSOV 71.3836 0.347 0.610 0.043 0.3053 34. MTUSA 8.8255 0.025 0.656 0.318 0.8642 35. RPMTNLD 72.5854 0.946 0.024 0.030 0.0980 36. RPMTLBY 49.0945 0.002 0.672 0.327 0.0434 37. RPMTSOV 29.6827 0.644 0.332 0.024 0.1716 38. RPMTUSA 3.9467 0.277 0.272 0.452 0.3053 39. XGW 2.9768 0.246 0.012 0.742 0.0463 40. MGW 2.8472 0.346 0.245 0.409 0.2431 41. RPGW 18.4082 0.962 0.004 0.034 0.1877
355
Lampiran 15. Lanjutan 1 2 3 4 5 6 7
42. RPMGIDN 166.5882 0.996 0.001 0.003 0.1221 43. XTW 3.9511 0.066 0.531 0.404 0.0193 44. MTW 4.5284 0.197 0.658 0.145 0.0226 45. RPXTW 18.8431 0.926 0.052 0.021 0.0863 46. RPMTIDN 120.4939 1.000 0.000 0.000 0.3744 47. RPTIDN 7.5498 0.866 0.031 0.103 0.0388 48. RPTPB 7.3400 0.865 0.031 0.105 0.0377 49. RPTPE 3.1788 0.001 0.008 0.991 0.0162 50. DTIM 16.9258 0.010 0.091 0.898 0.0828 51. DTKM 16.5730 0.075 0.080 0.845 0.0867 52. DTRT 16.8493 0.011 0.076 0.913 0.0817 53. DTRS 16.9612 0.028 0.097 0.875 0.0824 54. DTIDN 16.6356 0.044 0.083 0.873 0.0847 55. MTIJPN 74.1295 0.255 0.620 0.125 0.4343 56. MTISGP 415.4958 0.433 0.566 0.001 0.7350 57. MTIAUS 33.9148 0.434 0.165 0.402 0.2253 58. MTIDN 14.0703 0.005 0.010 0.985 0.0656 59. MGIUSA 42.8697 0.222 0.606 0.172 0.3165 60. MGIAUS 31.2662 0.001 0.148 0.851 0.1415 61. MGICAN 54.7758 0.013 0.406 0.580 0.1825 62. MGIDN 20.4555 0.011 0.528 0.461 0.1069 63. DGIDN 23.8350 0.376 0.312 0.313 0.1326 64. DGM 24.8328 0.376 0.314 0.310 0.1391 65. QTIDN 24.8328 0.376 0.314 0.310 0.1391
356
Lampiran 16. Program Simulasi Peramalan Tahun 2011-2015 Kebijakan Tarif dan Kuota Impor pada Model Industri Tepung Terigu Indonesia Metode NEWTON, Prosedur SIMNLIN, Software SAS/ETS versi 6.12 options nodate nonumber; data purwoto; merge sasuser.data1yes sasuser.data2yes sasuser.data3yes sasuser.data4yes sasuser.data5yes sasuser.data6yes; if CPITUR < 1 then CPITUR=1; if PXTTUR < 0 then PXTTUR=1; if PXGTUR < 0 then PXGTUR=1; if PLXGTUR < 0 then PLXGTUR=1; if PMTTUR < 0 then PMTTUR=1; if tahun = . then delete; run; data ramal; set purwoto; run; /* stepar, 2, expo 3 */ proc forecast data=ramal method=stepar trend=2 out=n_exo outdata lead=15; id tahun; RUN; data tepung; set n_exo; if _TYPE_="FORECAST" then XGUSA=1; if _TYPE_="FORECAST" then XGFRA=1; if _TYPE_="FORECAST" then XGCAN=1; if _TYPE_="FORECAST" then XGSOV=1; if _TYPE_="FORECAST" then XGAUS=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGITA=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGSOV=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGBRA=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGJPN=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGDZA=1; if _TYPE_="FORECAST" then PXGUSA=1; if _TYPE_="FORECAST" then PXGFRA=1; if _TYPE_="FORECAST" then PXGCAN=1; if _TYPE_="FORECAST" then PXGSOV=1; if _TYPE_="FORECAST" then PXGRUS=1; if _TYPE_="FORECAST" then PXGAUS=1; if _TYPE_="FORECAST" then PMGSOV=1; if _TYPE_="FORECAST" then PMGRUS=1; if _TYPE_="FORECAST" then PMGITA=1; if _TYPE_="FORECAST" then PMGBRA=1; if _TYPE_="FORECAST" then PMGJPN=1; if _TYPE_="FORECAST" then PMGDZA=1; if _TYPE_="FORECAST" then PMGIDN=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTFRA=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTBEL=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTSOV=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTTUR=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTDEU=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTIDN=1; Lampiran 14. Lanjutan if _TYPE_="FORECAST" then MTNLD=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTLBY=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTAGO=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTSOV=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTUSA=1; if _TYPE_="FORECAST" then PXTFRA=1; if _TYPE_="FORECAST" then PXTBEL=1; if _TYPE_="FORECAST" then PXTSOV=1; if _TYPE_="FORECAST" then PXTRUS=1; if _TYPE_="FORECAST" then PXTTUR=1;
357
if _TYPE_="FORECAST" then PXTDEU=1; if _TYPE_="FORECAST" then PXTIDN=1; if _TYPE_="FORECAST" then PMTNLD=1; if _TYPE_="FORECAST" then PMTLBY=1; if _TYPE_="FORECAST" then PMTAGO=1; if _TYPE_="FORECAST" then PMTSOV=1; if _TYPE_="FORECAST" then PMTRUS=1; if _TYPE_="FORECAST" then PMTUSA=1; if _TYPE_="FORECAST" then PXTW=1; if _TYPE_="FORECAST" then PGW=1; if _TYPE_="FORECAST" then PMTIDN=1; if _TYPE_="FORECAST" then PTIDN=1; if _TYPE_="FORECAST" then PTPB=1; if _TYPE_="FORECAST" then PTPE=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGM=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTIM=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTKM=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTRT=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTRS=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGIUSA=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGIAUS=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGICAN=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTIJPN=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTISGP=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTIAUS=1; /* TAMBAHAN UNTUK MENJADIKAN EKSOGEN 1 */ if _TYPE_="FORECAST" then CPIUSA=100; if _TYPE_="FORECAST" then CPIFRA=100; if _TYPE_="FORECAST" then CPICAN=100; if _TYPE_="FORECAST" then CPIRUS=100; if _TYPE_="FORECAST" then CPIAUS=100; if _TYPE_="FORECAST" then CPIITA=100; if _TYPE_="FORECAST" then CPIBRA=100; if _TYPE_="FORECAST" then CPIJPN=100; if _TYPE_="FORECAST" then CPIDZA=100; if _TYPE_="FORECAST" then CPIIDN=100; if _TYPE_="FORECAST" then CPIW=100; if _TYPE_="FORECAST" then CPIBEL=100; if _TYPE_="FORECAST" then CPITUR=100; if _TYPE_="FORECAST" then CPIDEU=100; if _TYPE_="FORECAST" then CPINLD=100; if _TYPE_="FORECAST" then CPILBY=100; if _TYPE_="FORECAST" then CPIAGO=100; if _TYPE_="FORECAST" then XGARM=1; if _TYPE_="FORECAST" then XGAZR=1; if _TYPE_="FORECAST" then XGBLS=1; Lampiran 14. Lanjutan if _TYPE_="FORECAST" then XGGOR=1; if _TYPE_="FORECAST" then XGKAZ=1; if _TYPE_="FORECAST" then XGKYR=1; if _TYPE_="FORECAST" then XGLAT=1; if _TYPE_="FORECAST" then XGLIT=1; if _TYPE_="FORECAST" then XGMOL=1; if _TYPE_="FORECAST" then XGUKR=1; if _TYPE_="FORECAST" then XGRUS=1; if _TYPE_="FORECAST" then XGARG=1; if _TYPE_="FORECAST" then XGDEU=1; if _TYPE_="FORECAST" then XGGBR=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGIDN=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGIDN=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGMYS=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGEGY=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGESP=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGMEX=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGCHN=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTIDN=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTKOR=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTPAK=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTHKG=1;
358
if _TYPE_="FORECAST" then MTFRA=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTGOR=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTESP=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTITA=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTPAK=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTJPN=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTNLD=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTCHN=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTSOV=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGFRA=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGDEU=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGCHN=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGGBR=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGIND=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGPAK=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGTUR=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGUSA=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGITA=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGIDN=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGSD=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGSOV=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGRUS=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGARM=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGAZR=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGBLS=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGGOR=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGKAZ=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGKYR=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGLAT=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGLIT=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGMOL=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGUKR=1; if _TYPE_="FORECAST" then DGRUS=1; if _TYPE_="FORECAST" then QTARM=1; if _TYPE_="FORECAST" then QTAZR=1; Lampiran 14. Lanjutan if _TYPE_="FORECAST" then QTBLS=1; if _TYPE_="FORECAST" then QTGOR=1; if _TYPE_="FORECAST" then QTKAZ=1; if _TYPE_="FORECAST" then QTKYR=1; if _TYPE_="FORECAST" then QTLAT=1; if _TYPE_="FORECAST" then QTLIT=1; if _TYPE_="FORECAST" then QTMOL=1; if _TYPE_="FORECAST" then QTUKR=1; if _TYPE_="FORECAST" then QTRUS=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTCHN=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTUSA=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTIND=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTBRA=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTEGY=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTPAK=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTTUR=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTITA=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTIDN=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTIRN=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTSD=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTSOV=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTARM=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTAZR=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTBLS=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTGOR=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTKAZ=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTKYR=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTLAT=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTLIT=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTMOL=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTUKR=1; if _TYPE_="FORECAST" then DTRUS=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGARM=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGAZR=1;
359
if _TYPE_="FORECAST" then MGBLS=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGGOR=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGKAZ=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGKYR=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGLAT=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGLIT=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGMOL=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGUKR=1; if _TYPE_="FORECAST" then MGRUS=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTARM=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTAZR=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTBLS=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTGOR=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTKAZ=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTKYR=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTLAT=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTLIT=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTMOL=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTUKR=1; if _TYPE_="FORECAST" then XTRUS=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTARM=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTAZR=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTBLS=1; Lampiran 14. Lanjutan if _TYPE_="FORECAST" then MTGOR=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTKAZ=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTKYR=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTLAT=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTLIT=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTMOL=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTUKR=1; if _TYPE_="FORECAST" then MTRUS=1; run; data RAMENDO; set TEPUNG; QTIDN = 0.74*DGM; STIDN = QTIDN + MTIDN - XTIDN; MGIDN = MGIUSA + MGIAUS + MGICAN + MGRIDN; MTIDN = MTIJPN + MTISGP + MTIAUS + MTRIDN; DGIDN = MGIDN; DGM = MGIDN - DGT - DGS - DGPL - DGFM - DGL - DGB; ZGIDN = DGIDN - MGIDN; LSTIDN = Lag(STIDN); ZTIDN = STIDN - DTIDN; PMTIDR = (PMTIDN *ERIDN); RPTIDN = (PTIDN /CPIIDN)*100; RPMTIDR = (PMTIDR /CPIIDN)*100; RPTPB = (PTPB /CPIIDN)*100; RPTPE = (PTPE /CPIIDN)*100; MARIN = RPTIDN - RPMTIDR; MARPB = RPTPB - RPTIDN; MARPE = RPTPE - RPTPB; DTIDN = DTRT + DTKM + DTIM + DTRS; QGSOV = QGARM +QGAZR +QGBLS +QGGOR +QGKAZ +QGKYR +QGLAT +QGLIT +QGMOL +QGUKR +QGRUS; DGSOV = DGARM +DGAZR +DGBLS +DGGOR +DGKAZ +DGKYR +DGLAT +DGLIT +DGMOL +DGUKR +DGRUS; QTSOV = QTARM +QTAZR +QTBLS +QGOR +QTKAZ +QTKYR +QTLAT +QTLIT +QTMOL +QTUKR +QTRUS; DTSOV = DTARM +DTAZR +DTBLS +DTGOR +DTKAZ +DTKYR +DTLAT +DTLIT +DTMOL +DTUKR +DTRUS; XGSOV = XGARM +XGAZR +XGBLS +XGGOR +XGKAZ +XGKYR +XGLAT +XGLIT +XGMOL +XGUKR +XGRUS; MGSOV = MGARM +MGAZR +MGBLS +MGGOR +MGKAZ +MGKYR +MGLAT +MGLIT +MGMOL +MGUKR +MGRUS; XTSOV = XTARM +XTAZR +XTBLS +XTGOR +XTKAZ +XTKYR +XTLAT +XTLIT +XTMOL +XTUKR +XTRUS; MTSOV = MTARM +MTAZR +MTBLS +MTGOR +MTKAZ +MTKYR +MTLAT +MTLIT +MTMOL +MTUKR +MTRUS; XGSD = XGRW - XGSOV + XGRUS + XGUKR + XGKAZ; MGSD = MGRW - MGSOV; XTSD = XTRW - XTSOV; MTSD = MTRW - MTSOV + MTGOR; XGW = XGUSA + XGFRA + XGSOV + XGCAN + XGAUS + XGSD + XGARG + XGDEU + XGGBR; MGW = MGSOV +MGITA +MGBRA +MGJPN +MGDZA +MGIDN +MGSD +MGMYS +MGEGY +MGESP +MGMEX + MGCHN;
360
XTW = XTFRA +XTBEL +XTSOV +XTTUR +XTDEU+XTSD+XTITA+XTESP+XTPAK+XTJPN+XTNLD+XTCHN + XTIDN; MTW = MTNLD +MTLBY +MTSOV + MTAGO + MTUSA + MTIDN + MTSD + MTKOR + MTPAK + MTHKG + MTFRA; OMGW = MGSOV +MGITA +MGBRA +MGJPN +MGDZA +MGSD +MGMYS +MGEGY +MGESP +MGMEX +MGCHN; QGSD = QGRW - QGSOV + QGRUS; DGSD = DGRW - DGSOV + DGRUS; QTSD = QTRW - QTSOV + QTRUS; DTSD = DTRW - DTSOV + DTRUS; QGW = QGCHN + QGPAK + QGTUR + QGAUS + QGFRA + QGIND + QGUSA + QGCAN + QGDEU + QGSD; DGW = DGFRA +DGDEU +DGCHN +DGGBR +DGIND +DGPAK +DGTUR +DGUSA +DGITA +DGIDN +DGSD; QTW = QTCHN +QTIND +QTUSA +QTPAK +QTTUR +QTIRN +QTBRA +QTEGY +QTITA +QTIDN +QTSD; DTW = DTCHN +DTUSA +DTIND +DTBRA +DTEGY +DTPAK +DTTUR +DTITA +DTIDN +DTIRN +DTSD; Lampiran 14. Lanjutan /* Merilkan data Nominal */ RPMGTUR = (PMGTUR /CPITUR)*100; RPXGCHN = (PXGCHN /CPICHN)*100; RPLXGCHN= (PLXGCHN/CPICHN)*100; RPXGPAK = (PXGPAK /CPIPAK)*100; RPLXGPAK= (PLXGPAK/CPIPAK)*100; RPXGAUS = (PXGAUS /CPIAUS)*100; RPLXGAUS= (PLXGAUS/CPIAUS)*100; RPXGFRA = (PXGFRA /CPIFRA)*100; RPXGDEU = (PXGDEU /CPIDEU)*100; RPMGRUS = (PMGRUS /CPIRUS)*100; RPMGDEU = (PMGDEU /CPIDEU)*100; RPMGGBR = (PMGGBR /CPIGBR)*100; RPMGIDN = (PMGIDN /CPIIDN)*100; RPMGFRA = (PMGFRA /CPIFRA)*100; RPGW = (PGW /CPIW )*100; RPXGGBR = (PXGGBR /CPIGBR)*100; RPXGKAZ = (PXGKAZ /CPIKAZ)*100; RPXGIDN = (PXGIDN /CPIIDN)*100; RPMGDZA = (PMGDZA /CPIDZA)*100; RPMGMYS = (PMGMYS /CPIMYS)*100; RPMGEGY = (PMGEGY /CPIEGY)*100; RPMGESP = (PMGESP /CPIESP)*100; RPMGMEX = (PMGMEX /CPIMEX)*100; RPMGJPN = (PMGJPN /CPIJPN)*100; RPMGCHN = (PMGCHN /CPICHN)*100; RPMGBRA = (PMGBRA /CPIBRA)*100; RPXTIND = (PXTIND /CPIIND)*100; RPXGW = (PXGW /CPIW )*100; RPXTSOV = (PXTRUS /CPIRUS)*100; RPXTRUS = (PXTRUS /CPIRUS)*100; RPXTIRN = (PXTIRN /CPIIRN)*100; RPXTITA = (PXTITA /CPIITA)*100; RPXTIDN = (PXTIDN /CPIIDN)*100; RPMTUSA = (PMTUSA /CPIUSA)*100; RPMTIND = (PMTIND /CPIIND)*100; RPMTSOV = (PMTRUS /CPIRUS)*100; RPMTRUS = (PMTRUS /CPIRUS)*100; RPMTBRA = (PMTBRA /CPIBRA)*100; RPMTPAK = (PMTPAK /CPIPAK)*100; RPMTITA = (PMTITA /CPIITA)*100; RPMTIRN = (PMTIRN /CPIIRN)*100; RPXTFRA = (PXTFRA /CPIFRA)*100; RPXTPAK = (PXTPAK /CPIPAK)*100; RPXTCHN = (PXTCHN /CPICHN)*100; RPLMTLBY= (PLMTLBY/CPILBY)*100; RPLMTKOR= (PLMTKOR/CPIKOR)*100; RPMTIDN = (PMTIDN /CPIIDN)*100; RPLMTHKG= (PLMTHKG/CPIHKG)*100; RPMTFRA = (PMTFRA /CPIFRA)*100; RPLMTFRA= (PLMTFRA/CPIFRA)*100; RPMTAGO = (PMTAGO /CPIAGO)*100; RPLMTAGO= (PLMTAGO/CPIAGO)*100; RPXTW = (PXTW /CPIW )*100; RPXTBEL = (PXTBEL /CPIBEL)*100; RPXTJPN = (PXTJPN /CPIJPN)*100; RPXTNLD = (PXTNLD /CPINLD)*100; Lampiran 16. Lanjutan
361
RPMTW = (PMTW /CPIW )*100; RPMTLBY = (PMTLBY /CPILBY)*100; RPMTGOR = (PMTGOR /CPIGOR)*100; RPMTNLD = (PMTNLD /CPINLD)*100; RPMTHKG = (PMTHKG /CPIHKG)*100; RPMTKOR = (PMTKOR /CPIKOR)*100; RPXGUSA = (PXGUSA /CPIUSA)*100; RPXGCAN = (PXGCAN /CPICAN)*100; RPXGARG = (PXGARG /CPIARG)*100; RPMGSOV = (PMGRUS /CPIRUS)*100; RPXGSOV = (PXGRUS /CPIRUS)*100; RPXGRUS = (PXGRUS /CPIRUS)*100; RPXGUKR = (PXGUKR /CPIUKR)*100; RPMGW = (PMGW /CPIW )*100; RPMGITA = (PMGITA /CPIITA)*100; RPXTDEU = (PXTDEU /CPIDEU)*100; RPXTESP = (PXTESP /CPIESP)*100; RPXGIND = (PXGIND /CPIIND)*100; RPMGIND = (PMGIND /CPIIND)*100; RPMGUSA = (PMGUSA /CPIUSA)*100; RPXTUSA = (PXTUSA /CPIUSA)*100; RPXTBRA = (PXTBRA /CPIBRA)*100; RPMTCHN = (PMTCHN /CPICHN)*100; RPMTEGY = (PMTEGY /CPIEGY)*100; RPXTEGY = (PXTEGY /CPIEGY)*100; RPXTTUR = (PXTTUR /CPITUR)*100; RPXGTUR = (PXGTUR /CPITUR)*100; RPLXGTUR= (PLXGTUR/CPITUR)*100; RPMTTUR = (PMTTUR /CPITUR)*100; RPXTCAN = (PXTCAN /CPICAN)*100; RPXTAUS = (PXTAUS /CPIAUS)*100; RPXTUKR = (PXTUKR /CPIUKR)*100; RPXTGBR = (PXTGBR /CPIGBR)*100; RPXTARG = (PXTARG /CPIARG)*100; RPMTDZA = (PMTDZA /CPIDZA)*100; RPMTCAN = (PMTCAN /CPICAN)*100; RPMTARG = (PMTARG /CPIARG)*100; RPMTDEU = (PMTDEU /CPIDEU)*100; RPMTMYS = (PMTMYS /CPIMYS)*100; RPMTESP = (PMTESP /CPIESP)*100; RPMTJPN = (PMTJPN /CPIJPN)*100; RPXGBEL = (PXGBEL /CPIBEL)*100; RPXGITA = (PXGITA /CPIITA)*100; RPXGESP = (PXGESP /CPIESP)*100; RPXGNLD = (PXGNLD /CPINLD)*100; RPMGLBY = (PMGITA /CPIITA)*100; RPXTKOR = (PXTDEU /CPIDEU)*100; RPXTNLD = (PXTESP /CPIESP)*100; RPXGAGO = (PXGAGO /CPIAGO)*100; RPXGJPN = (PXGJPN /CPIJPN)*100; RPMGHKG = (PMGHKG /CPIHKG)*100; RPMGGOR = (PMGGOR /CPIGOR)*100; RPMGNLD = (PMGNLD /CPINLD)*100; RPMGKOR = (PMGKOR /CPIKOR)*100; RPMGAGO = (PMGAGO /CPIAGO)*100; RPXTKAZ = (PXTKAZ /CPIKAZ)*100; RPMGPAK = (PMGPAK /CPIPAK)*100; Lampiran 16. Lanjutan RPMTBEL = (PMTBEL /CPIBEL)*100; RPMTMEX = (PMTMEX /CPIMEX)*100; RPHIDN = (PHIDN /CPIIDN)*100; RPSIDN = (PSIDN /CPIIDN)*100; ROPRT = (OPRT /CPIIDN)*100; ROPKM = (OPKM /CPIIDN)*100; RPMGIUSA = (PMGIUSA/CPIUSA)*100; RPMGIAUS = (PMGIAUS/CPIAUS)*100; RPMGICAN = (PMGICAN/CPICAN)*100; RPMTIJPN = (PMTIJPN/CPIJPN)*100; RPMTISGP = (PMTISGP/CPISGP)*100;
362
RPMTIAUS = (PMTIAUS/CPIAUS)*100; /* Membuat Nilai Tukar Thd Indonesia */ ERIUSA = 1/ERUSA; ERIAUS = ERAUS/ERIDN; ERICAN = ERCAN/ERIDN; ERIJPN = ERJPN/ERIDN; ERISGP = ERSGP/ERIDN; /* Membuat Variabel Lag */ LQTW = Lag(QTW); LQGW = Lag(QGW); LMTW = Lag(MTW); LXTW = Lag(XTW); LMGW = Lag(MGW); LXGW = Lag(XGW); LIRCAN = Lag(IRCAN); LIRAUS = Lag(IRAUS); LIRTUR = Lag(IRTUR); LIRIDN = Lag(IRIDN); LIREGY = Lag(IREGY); LIRTUR = Lag(IRTUR); LIRPAK = Lag(IRPAK); LIRIND = Lag(IRIND); LCPIHKG = Lag(CPIHKG); LCPIPAK = Lag(CPIPAK); LCPIUSA = Lag(CPIUSA); LCPINLD = Lag(CPINLD); LCPIKOR = Lag(CPIKOR); LCPILBY = Lag(CPILBY); LCPIBRA = Lag(CPIBRA); LCPIIDN = Lag(CPIIDN); LCPIJPN = Lag(CPIJPN); LCPIESP = Lag(CPIESP); LCPIEGY = Lag(CPIEGY); LCPIMYS = Lag(CPIMYS); LCPIITA = Lag(CPIITA); LCPIDZA = Lag(CPIDZA); LCPIGOR = Lag(CPIGOR); LCPIAGO = Lag(CPIAGO); LTEGAUS = Lag(TEGAUS); LPENGBR = Lag(PENGBR); LPENIRN = Lag(PENIRN); LPENITA = Lag(PENITA); LPENTUR = Lag(PENTUR); LPENEGY = Lag(PENEGY); Lampiran 16. Lanjutan LPENRUS = Lag(PENRUS); LPENIND = Lag(PENIND); LPENCHN = Lag(PENCHN); LPENGOR = Lag(PENGOR); LPENFRA = Lag(PENFRA); LPENHKG = Lag(PENHKG); LPENIDN = Lag(PENIDN); LPENPAK = Lag(PENPAK); LPENNLD = Lag(PENNLD); LICRUS = Lag(ICRUS); LICGBR = Lag(ICGBR); LICIRN = Lag(ICIRN); LICITA = Lag(ICITA); LICTUR = Lag(ICTUR); LICCHN = Lag(ICCHN); LICBRA = Lag(ICBRA); LICIDN = Lag(ICIDN); LICJPN = Lag(ICJPN); LICEGY = Lag(ICEGY); LICMYS = Lag(ICMYS); LICDZA = Lag(ICDZA); LICGOR = Lag(ICGOR); LICAGO = Lag(ICAGO);
363
LICFRA = Lag(ICFRA); LICHKG = Lag(ICHKG); LICIND = Lag(ICIND); LICPAK = Lag(ICPAK); LICUSA = Lag(ICUSA); LICNLD = Lag(ICNLD); LICKOR = Lag(ICKOR); LICLBY = Lag(ICLBY); LERICAN = Lag(ERICAN); LERIAUS = Lag(ERIAUS); LEREGY = Lag(EREGY); LERMEX = Lag(ERMEX); LERBRA = Lag(ERBRA); LERCHN = Lag(ERCHN); LERMYS = Lag(ERMYS); LERDZA = Lag(ERDZA); LERKAZ = Lag(ERKAZ); LERGBR = Lag(ERGBR); LERUKR = Lag(ERUKR); LERRUS = Lag(ERRUS); LERARG = Lag(ERARG); LERAUS = Lag(ERAUS); LERCAN = Lag(ERCAN); LERGOR = Lag(ERGOR); LERAGO = Lag(ERAGO); LERHKG = Lag(ERHKG); LERIDN = Lag(ERIDN); LERPAK = Lag(ERPAK); LERNLD = Lag(ERNLD); LERKOR = Lag(ERKOR); LERLBY = Lag(ERLBY); LERCHN = Lag(ERCHN); LERNLD = Lag(ERNLD); LERJPN = Lag(ERJPN); Lampiran 16. Lanjutan LERPAK = Lag(ERPAK); LERFRA = Lag(ERFRA); LERDEU = Lag(ERDEU); LERESP = Lag(ERESP); LERTUR = Lag(ERTUR); LERITA = Lag(ERITA); LERBEL = Lag(ERBEL); LQGEGY = Lag(QGEGY); LQGTUR = Lag(QGTUR); LQGGBR = Lag(QGGBR); LQGUKR = Lag(QGUKR); LQGDEU = Lag(QGDEU); LQGRUS = Lag(QGRUS); LQGAUS = Lag(QGAUS); LQGCAN = Lag(QGCAN); LQGUSA = Lag(QGUSA); LQGGOR = Lag(QGGOR); LQGLBY = Lag(QGLBY); LQGFRA = Lag(QGFRA); LQGJPN = Lag(QGJPN); LQGESP = Lag(QGESP); LQGMEX = Lag(QGMEX); LQGEGY = Lag(QGEGY); LQGITA = Lag(QGITA); LQGDZA = Lag(QGDZA); LQGBRA = Lag(QGBRA); LQGARG = Lag(QGARG); LQGKAZ = Lag(QGKAZ); LQGCHN = Lag(QGCHN); LQGPAK = Lag(QGPAK); LQGSOV = Lag(QGSOV); LDGSOV = Lag(DGSOV); LDGBRA = Lag(DGBRA); LDGJPN = Lag(DGJPN); LDGMEX = Lag(DGMEX);
364
LDGESP = Lag(DGESP); LDGEGY = Lag(DGEGY); LDGMYS = Lag(DGMYS); LDGDZA = Lag(DGDZA); LDGITA = Lag(DGITA); LDGKAZ = Lag(DGKAZ); LDGGBR = Lag(DGGBR); LDGUKR = Lag(DGUKR); LDGDEU = Lag(DGDEU); LDGRUS = Lag(DGRUS); LDGARG = Lag(DGARG); LDGAUS = Lag(DGAUS); LDGCAN = Lag(DGCAN); LDGUSA = Lag(DGUSA); LDGFRA = Lag(DGFRA); LDGCHN = Lag(DGCHN); LDGIDN = Lag(DGIDN); LDGIND = Lag(DGIND); LDGTUR = Lag(DGTUR); LXGSOV = Lag(XGSOV); LXGCHN = Lag(XGCHN); LXGJPN = Lag(XGJPN); Lampiran 16. Lanjutan LXGMEX = Lag(XGMEX); LXGDZA = Lag(XGDZA); LXGITA = Lag(XGITA); LXGBRA = Lag(XGBRA); LXGESP = Lag(XGESP); LXGUSA = Lag(XGUSA); LXGFRA = Lag(XGFRA); LXGCAN = Lag(XGCAN); LXGAUS = Lag(XGAUS); LXGARG = Lag(XGARG); LXGRUS = Lag(XGRUS); LXGDEU = Lag(XGDEU); LXGUKR = Lag(XGUKR); LXGGBR = Lag(XGGBR); LXGKAZ = Lag(XGKAZ); LXGIDN = Lag(XGIDN); LMGSOV = Lag(MGSOV); LMGCHN = Lag(MGCHN); LMGFRA = Lag(MGFRA); LMGCAN = Lag(MGCAN); LMGAUS = Lag(MGAUS); LMGDEU = Lag(MGDEU); LMGRUS = Lag(MGRUS); LMGARG = Lag(MGARG); LMGDZA = Lag(MGDZA); LMGITA = Lag(MGITA); LMGMYS = Lag(MGMYS); LMGEGY = Lag(MGEGY); LMGESP = Lag(MGESP); LMGMEX = Lag(MGMEX); LMGJPN = Lag(MGJPN); LMGCHN = Lag(MGCHN); LMGIDN = Lag(MGIDN); LMGBRA = Lag(MGBRA); LOMGW = Lag(OMGW); LMGIUSA = Lag(MGIUSA); LMGIAUS = Lag(MGIAUS); LMGICAN = Lag(MGICAN); LRPGW = Lag(RPGW); LRPXGW = Lag(RPXGW); LRPMGW = Lag(RPMGW); LRPHIDN = Lag(RPHIDN); LRPSIDN = Lag(RPSIDN); LRPXGESP = Lag(RPXGESP); LRPXGBEL = Lag(RPXGBEL); LRPXGTUR = Lag(RPXGTUR); LRPXGPAK = Lag(RPXGPAK);
365
LRPXGUSA = Lag(RPXGUSA); LRPXGFRA = Lag(RPXGFRA); LRPXGCAN = Lag(RPXGCAN); LRPXGAUS = Lag(RPXGAUS); LRPXGARG = Lag(RPXGARG); LRPXGSOV = Lag(RPXGSOV); LRPXGRUS = Lag(RPXGRUS); LRPXGDEU = Lag(RPXGDEU); LRPXGUKR = Lag(RPXGUKR); LRPXGGBR = Lag(RPXGGBR); Lampiran 16. Lanjutan LRPXGKAZ = Lag(RPXGKAZ); LRPXGCHN = Lag(RPXGCHN); LRPXGIDN = Lag(RPXGIDN); LRPXGITA = Lag(RPXGITA); LRPXGJPN = Lag(RPXGJPN); LRPXGNLD = Lag(RPXGNLD); LRPMGAGO = Lag(RPMGAGO); LRPMGGOR = Lag(RPMGGOR); LRPMGHKG = Lag(RPMGHKG); LRPMGNLD = Lag(RPMGNLD); LRPMGKOR = Lag(RPMGKOR); LRPMGLBY = Lag(RPMGLBY); LRPMGTUR = Lag(RPMGTUR); LRPMGUSA = Lag(RPMGUSA); LRPMGPAK = Lag(RPMGPAK); LRPMGIND = Lag(RPMGIND); LRPMGGBR = Lag(RPMGGBR); LRPMGFRA = Lag(RPMGFRA); LRPMGBRA = Lag(RPMGBRA); LRPMGDZA = Lag(RPMGDZA); LRPMGITA = Lag(RPMGITA); LRPMGCHN = Lag(RPMGCHN); LRPMGEGY = Lag(RPMGEGY); LRPMGESP = Lag(RPMGESP); LRPMGMEX = Lag(RPMGMEX); LRPMGJPN = Lag(RPMGJPN); LRPMGIDN = Lag(RPMGIDN); LRPMGMYS = Lag(RPMGMYS); LRPMGRUS = Lag(RPMGRUS); LRPMGSOV = Lag(RPMGSOV); LQTSOV = Lag(QTSOV); LQTKOR = Lag(QTKOR); LQTFRA = Lag(QTFRA); LQTDEU = Lag(QTDEU); LQTAGO = Lag(QTAGO); LQTUSA = Lag(QTUSA); LQTGOR = Lag(QTGOR); LQTLBY = Lag(QTLBY); LQTNLD = Lag(QTNLD); LQTDEU = Lag(QTDEU); LQTIDN = Lag(QTIDN); LQTCHN = Lag(QTCHN); LQTJPN = Lag(QTJPN); LQTPAK = Lag(QTPAK); LQTFRA = Lag(QTFRA); LQTESP = Lag(QTESP); LQTTUR = Lag(QTTUR); LQTBEL = Lag(QTBEL); LQTITA = Lag(QTITA); LQTIND = Lag(QTIND); LQTRUS = Lag(QTRUS); LQTIRN = Lag(QTIRN); LQTBRA = Lag(QTBRA); LQTEGY = Lag(QTEGY); LDTSOV = Lag(DTSOV); LDTHKG = Lag(DTHKG); LDTGOR = Lag(DTGOR); Lampiran 16. Lanjutan
366
LDTIDN = Lag(DTIDN); LDTNLD = Lag(DTNLD); LDTJPN = Lag(DTJPN); LDTESP = Lag(DTESP); LDTDEU = Lag(DTDEU); LDTBEL = Lag(DTBEL); LDTIRN = Lag(DTIRN); LDTBRA = Lag(DTBRA); LDTIND = Lag(DTIND); LDTCHN = Lag(DTCHN); LDTUSA = Lag(DTUSA); LDTRUS = Lag(DTRUS); LDTEGY = Lag(DTEGY); LDTPAK = Lag(DTPAK); LDTTUR = Lag(DTTUR); LDTITA = Lag(DTITA); LDTFRA = Lag(DTFRA); LDTLBY = Lag(DTLBY); LXTSOV = Lag(XTSOV); LXTUKR = Lag(XTUKR); LXTKOR = Lag(XTKOR); LXTAGO = Lag(XTAGO); LXTUSA = Lag(XTUSA); LXTGOR = Lag(XTGOR); LXTLBY = Lag(XTLBY); LXTBEL = Lag(XTBEL); LXTDEU = Lag(XTDEU); LXTITA = Lag(XTITA); LXTTUR = Lag(XTTUR); LXTESP = Lag(XTESP); LXTFRA = Lag(XTFRA); LXTPAK = Lag(XTPAK); LXTJPN = Lag(XTJPN); LXTNLD = Lag(XTNLD); LXTCHN = Lag(XTCHN); LXTIDN = Lag(XTIDN); LMTSOV = Lag(MTSOV); LMTCHN = Lag(MTCHN); LMTJPN = Lag(MTJPN); LMTESP = Lag(MTESP); LMTITA = Lag(MTITA); LMTDEU = Lag(MTDEU); LMTBEL = Lag(MTBEL); LMTLBY = Lag(MTLBY); LMTKOR = Lag(MTKOR); LMTNLD = Lag(MTNLD); LMTUSA = Lag(MTUSA); LMTPAK = Lag(MTPAK); LMTIDN = Lag(MTIDN); LMTHKG = Lag(MTHKG); LMTFRA = Lag(MTFRA); LMTAGO = Lag(MTAGO); LMTGOR = Lag(MTGOR); LMTIJPN = Lag(MTIJPN); LMTISGP = Lag(MTISGP); LMTIAUS = Lag(MTIAUS); LRPXTSOV = Lag(RPXTSOV); Lampiran 16. Lanjutan LRPXTUKR = Lag(RPXTUKR); LRPXTAUS = Lag(RPXTAUS); LRPXTCAN = Lag(RPXTCAN); LRPXTKAZ = Lag(RPXTKAZ); LRPXTGBR = Lag(RPXTGBR); LRPXTRUS = Lag(RPXTRUS); LRPXTUSA = Lag(RPXTUSA); LRPXTEGY = Lag(RPXTEGY); LRPXTBRA = Lag(RPXTBRA); LRPXTBEL = Lag(RPXTBEL); LRPXTDEU = Lag(RPXTDEU); LRPXTITA = Lag(RPXTITA);
367
LRPXTTUR = Lag(RPXTTUR); LRPXTESP = Lag(RPXTESP); LRPXTPAK = Lag(RPXTPAK); LRPXTFRA = Lag(RPXTFRA); LRPXTJPN = Lag(RPXTJPN); LRPXTNLD = Lag(RPXTNLD); LRPXTCHN = Lag(RPXTCHN); LRPXTIDN = Lag(RPXTIDN); LRPXTW = Lag(RPXTW); LRPMTW = Lag(RPMTW); LRPMTCAN = Lag(RPMTCAN); LRPMTDZA = Lag(RPMTDZA); LRPMTEGY = Lag(RPMTEGY); LRPMTIRN = Lag(RPMTIRN); LRPMTITA = Lag(RPMTITA); LRPMTTUR = Lag(RPMTTUR); LRPMTSOV = Lag(RPMTSOV); LRPMTRUS = Lag(RPMTRUS); LRPMTCHN = Lag(RPMTCHN); LRPMTBEL = Lag(RPMTBEL); LRPMTLBY = Lag(RPMTLBY); LRPMTGOR = Lag(RPMTGOR); LRPMTNLD = Lag(RPMTNLD); LRPMTUSA = Lag(RPMTUSA); LRPMTFRA = Lag(RPMTFRA); LRPMTIDN = Lag(RPMTIDN); LRPMTHKG = Lag(RPMTHKG); LRPMTPAK = Lag(RPMTPAK); LRPMTAGO = Lag(RPMTAGO); LRPMTKOR = Lag(RPMTKOR); LRPMTMYS = Lag(RPMTMYS); LRPMTMEX = Lag(RPMTMEX); LRPMTJPN = Lag(RPMTJPN); LRPMTBRA = Lag(RPMTBRA); LRPMTESP = Lag(RPMTESP); LERIUSA = Lag(ERIUSA); LDGM = Lag(DGM); LULRT = Lag(ULRT); LULKM = Lag(ULKM); LULIM = Lag(ULIM); LOPRT = Lag(OPRT); LOPKM = Lag(OPKM); LOPIM = Lag(OPIM); LDTRT = Lag(DTRT); LDTKM = Lag(DTKM); Lampiran 16. Lanjutan LDTIM = Lag(DTIM); LDTRS = Lag(DTRS); LPDBIM = Lag(PDBIM); LZTIDN = Lag(ZTIDN); LSTIDN = Lag(STIDN); LDLRT = Lag(DLRT); LDLKM = Lag(DLKM); LDLIM = Lag(DLIM); LRPTIDN = Lag(RPTIDN); LRPTPB = Lag(RPTPB); LRPTPE = Lag(RPTPE); LPMGIUSA = Lag(RPMGIUSA); LPMGIAUS = Lag(RPMGIAUS); LPMGICAN = Lag(RPMGICAN); LPMTIJPN = Lag(RPMTIJPN); LPMTISGP = Lag(RPMTISGP); LPMTIAUS = Lag(RPMTIAUS); LROPKM = Lag(ROPKM); LROPRT = Lag(ROPRT); /* membuat variabel */ ZQTW = QTW - LQTW; ZQGW = QGW - LQGW; ZMTW = MTW - LMTW;
368
ZXTW = XTW - LXTW; ZMGW = MGW - LMGW; ZXGW = XGW - LXGW; ZRPGW = RPGW - LRPGW; ZRPXGKAZ = RPXGKAZ - LRPXGKAZ; ZRPXGJPN = RPXGJPN - LRPXGJPN; ZRPXGITA = RPXGITA - LRPXGITA; ZRPXGIDN = RPXGIDN - LRPXGIDN; ZRPXGBEL = RPXGBEL - LRPXGBEL; ZRPXGGBR = RPXGGBR - LRPXGGBR; ZRPXGUKR = RPXGUKR - LRPXGUKR; ZRPXGUSA = RPXGUSA - LRPXGUSA; ZRPXGCHN = RPXGCHN - LRPXGCHN; ZRPXGPAK = RPXGPAK - LRPXGPAK; ZRPXGTUR = RPXGTUR - LRPXGTUR; ZRPXGTUR = RPXGTUR - LRPXGTUR; ZRPXGAUS = RPXGAUS - LRPXGAUS; ZRPXGFRA = RPXGFRA - LRPXGFRA; ZRPXGCAN = RPXGCAN - LRPXGCAN; ZRPXGDEU = RPXGDEU - LRPXGDEU; ZRPXGRUS = RPXGRUS - LRPXGRUS; ZRPXGSOV = RPXGSOV - LRPXGSOV; ZXGSOV = XGAUS - LXGSOV; ZXGAUS = XGAUS - LXGAUS; ZXGIDN = XGIDN - LXGIDN; ZXGKAZ = XGKAZ - LXGKAZ; ZXGGBR = XGGBR - LXGGBR; ZXGARG = XGARG - LXGARG; ZXGRUS = XGRUS - LXGRUS; ZXGCHN = XGCHN - LXGCHN; ZXGJPN = XGJPN - LXGJPN; ZXGDZA = XGDZA - LXGDZA; ZXGFRA = XGFRA - LXGFRA; Lampiran 16. Lanjutan ZXGUSA = XGUSA - LXGUSA; ZXGCAN = XGCAN - LXGCAN; ZXGITA = XGITA - LXGITA; ZXGARG = XGARG - LXGARG; ZXGBRA = XGBRA - LXGBRA; ZXGUKR = XGUKR - LXGUKR; ZRPMGBRA = RPMGBRA - LRPMGBRA; ZRPMGPAK = RPMGPAK - LRPMGPAK; ZRPMGKOR = RPMGKOR - LRPMGKOR; ZRPMGLBY = RPMGLBY - LRPMGLBY; ZRPMGGOR = RPMGGOR - LRPMGGOR; ZRPMGJPN = RPMGJPN - LRPMGJPN; ZRPMGDZA = RPMGDZA - LRPMGDZA; ZRPMGTUR = RPMGTUR - LRPMGTUR; ZRPMGRUS = RPMGRUS - LRPMGRUS; ZRPMGFRA = RPMGFRA - LRPMGFRA; ZRPMGCHN = RPMGCHN - LRPMGCHN; ZRPMGGBR = RPMGGBR - LRPMGGBR; ZRPMGIND = RPMGIND - LRPMGIND; ZRPMGUSA = RPMGUSA - LRPMGUSA; ZRPMGITA = RPMGITA - LRPMGITA; ZRPMGIDN = RPMGIDN - LRPMGIDN; ZQGSOV = QGDEU - LQGSOV; ZQGDEU = QGDEU - LQGDEU; ZQGFRA = QGFRA - LQGFRA; ZQGJPN = QGJPN - LQGJPN; ZQGESP = QGESP - LQGESP; ZQGMEX = QGMEX - LQGMEX; ZQGEGY = QGEGY - LQGEGY; ZQGCAN = QGCAN - LQGCAN; ZQGUSA = QGUSA - LQGUSA; ZQGBRA = QGBRA - LQGBRA; ZQGRUS = QGRUS - LQGRUS; ZQGAUS = QGAUS - LQGAUS; ZQGITA = QGITA - LQGITA; ZQGKAZ = QGKAZ - LQGKAZ;
369
ZQGUKR = QGUKR - LQGUKR; ZQGARG = QGARG - LQGARG; ZQDGDZA = QGDZA - DGDZA; ZQDGFRA = QGFRA - DGFRA; ZQDGUSA = QGUSA - DGUSA; ZMGSOV = MGSOV - LMGSOV; ZMGDZA = MGDZA - LMGDZA; ZMGCHN = MGCHN - LMGCHN; ZMGIDN = MGIDN - LMGIDN; ZMGESP = MGESP - LMGESP; ZMGMYS = MGMYS - LMGMYS; ZMGITA = MGITA - LMGITA; ZMGBRA = MGBRA - LMGBRA; ZMGJPN = MGJPN - LMGJPN; ZMGMEX = MGMEX - LMGMEX; ZMGFRA = MGFRA - LMGFRA; ZMGEGY = MGEGY - LMGEGY; ZMGARG = MGARG - LMGARG; ZDGBRA = DGBRA - LDGBRA; ZDGDZA = DGDZA - LDGDZA; ZDGRUS = DGRUS - LDGRUS; Lampiran 16. Lanjutan ZDGEGY = DGEGY - LDGEGY; ZDGJPN = DGJPN - LDGJPN; ZDGDEU = DGDEU - LDGDEU; ZDGAUS = DGAUS - LDGAUS; ZDGGBR = DGGBR - LDGGBR; ZDGIDN = DGIDN - LDGIDN; ZDGMEX = DGMEX - LDGMEX; ZDGFRA = DGFRA - LDGFRA; ZDGKAZ = DGKAZ - LDGKAZ; ZDGUKR = DGUKR - LDGUKR; ZDGCAN = DGCAN - LDGCAN; ZDGMYS = DGMYS - LDGMYS; ZDGUSA = DGUSA - LDGUSA; ZDQGFRA = DGFRA - QGFRA; ZDQGUSA = DGUSA - QGUSA; ZQDGUSA = QGUSA - DGUSA; ZRPGW = RPGW - LRPGW; ZRPMTW = RPMTW - LRPMTW; ZQTSOV = QTSOV - LQTSOV; ZQTLBY = QTLBY - LQTLBY; ZQTITA = QTITA - LQTITA; ZQTRUS = QTRUS - LQTRUS; ZQTGOR = QTGOR - LQTGOR; ZQTUSA = QTUSA - LQTUSA; ZQTIDN = QTIDN - LQTIDN; ZQTCHN = QTCHN - LQTCHN; ZQTNLD = QTNLD - LQTNLD; ZQTJPN = QTJPN - LQTJPN; ZQTPAK = QTPAK - LQTPAK; ZQTFRA = QTFRA - LQTFRA; ZQTESP = QTESP - LQTESP; ZQTTUR = QTTUR - LQTTUR; ZQTDEU = QTDEU - LQTDEU; ZQTBEL = QTBEL - LQTBEL; ZDTHKG = DTHKG - LDTHKG; ZDTGOR = DTGOR - LDTGOR; ZDTUSA = DTUSA - LDTUSA; ZDTIDN = DTIDN - LDTIDN; ZDTCHN = DTCHN - LDTCHN; ZDTNLD = DTNLD - LDTNLD; ZDTJPN = DTJPN - LDTJPN; ZDTPAK = DTPAK - LDTPAK; ZDTESP = DTESP - LDTESP; ZDTTUR = DTTUR - LDTTUR; ZDTITA = DTITA - LDTITA; ZDTDEU = DTDEU - LDTDEU; ZDTBEL = DTBEL - LDTBEL; ZDTSOV = DTSOV - LDTSOV;
370
ZMTSOV = MTSOV - LMTSOV; ZMTPAK = MTPAK - LMTKOR; ZMTKOR = MTKOR - LMTKOR; ZMTGOR = MTGOR - LMTGOR; ZMTFRA = MTFRA - LMTFRA; ZMTKOR = MTKOR - LMTKOR; ZMTNLD = MTNLD - LMTNLD; ZMTAGO = MTAGO - LMTAGO; ZMTLBY = MTLBY - LMTLBY; Lampiran 16. Lanjutan ZMTESP = MTESP - LMTESP; ZMTBEL = MTBEL - LMTBEL; ZMTIDN = MTIDN - LMTIDN; ZMTUSA = MTUSA - LMTUSA; ZMTITA = MTITA - LMTITA; ZMTHKG = MTHKG - LMTHKG; ZXTDEU = XTDEU - LXTDEU; ZXTBEL = XTBEL - LXTBEL; ZXTIDN = XTIDN - LXTIDN; ZXTSOV = XTSOV - LXTSOV; ZXTNLD = XTNLD - LXTNLD; ZXTITA = XTITA - LXTITA; ZXTFRA = XTFRA - LXTFRA; ZXTESP = XTESP - LXTESP; ZXTCHN = XTCHN - LXTCHN; ZXTUSA = XTUSA - LXTUSA; ZXTAGO = XTAGO - LXTAGO; ZXTGOR = XTGOR - LXTGOR; ZXTPAK = XTPAK - LXTPAK; ZRPMTLBY = RPMTLBY - LRPMTLBY; ZRPMTESP = RPMTESP - LRPMTESP; ZRPMTBRA = RPMTBRA - LRPMTBRA; ZRPMTJPN = RPMTJPN - LRPMTJPN; ZRPMTMEX = RPMTMEX - LRPMTMEX; ZRPMTMYS = RPMTMYS - LRPMTMYS; ZRPMTDZA = RPMTDZA - LRPMTDZA; ZRPMTEGY = RPMTEGY - LRPMTEGY; ZRPMTGOR = RPMTGOR - LRPMTGOR; ZRPMTAGO = RPMTAGO - LRPMTAGO; ZRPMTHKG = RPMTHKG - LRPMTHKG; ZRPMTIDN = RPMTIDN - LRPMTIDN; ZRPMTPAK = RPMTPAK - LRPMTPAK; ZRPMTUSA = RPMTUSA - LRPMTUSA; ZRPMTNLD = RPMTNLD - LRPMTNLD; ZRPMTKOR = RPMTKOR - LRPMTKOR; ZRPMTIRN = RPMTIRN - LRPMTIRN; ZRPMTITA = RPMTITA - LRPMTITA; ZRPMTTUR = RPMTTUR - LRPMTTUR; ZRPMTRUS = RPMTRUS - LRPMTRUS; ZRPMTCHN = RPMTCHN - LRPMTCHN; ZRPXTSOV = RPXTSOV - LRPXTSOV; ZRPXTAUS = RPXTAUS - LRPXTAUS; ZRPXTITA = RPXTITA - LRPXTITA; ZRPXTCAN = RPXTCAN - LRPXTCAN; ZRPXTKAZ = RPXTKAZ - LRPXTKAZ; ZRPXTGBR = RPXTGBR - LRPXTGBR; ZRPXTRUS = RPXTRUS - LRPXTRUS; ZRPXTUSA = RPXTUSA - LRPXTUSA; ZRPXTIDN = RPXTIDN - LRPXTIDN; ZRPXTCHN = RPXTCHN - LRPXTCHN; ZRPXTNLD = RPXTNLD - LRPXTNLD; ZRPXTJPN = RPXTJPN - LRPXTJPN; ZRPXTPAK = RPXTPAK - LRPXTPAK; ZRPXTFRA = RPXTFRA - LRPXTFRA; ZRPXTESP = RPXTESP - LRPXTESP; ZRPXTTUR = RPXTTUR - LRPXTTUR; ZRPXTDEU = RPXTDEU - LRPXTDEU; Lampiran 16. Lanjutan ZRPXTBEL = RPXTBEL - LRPXTBEL;
371
ZICIDN = ICIDN - LICIDN; ZICJPN = ICJPN - LICJPN; ZICDZA = ICDZA - LICDZA; ZICMYS = ICMYS - LICMYS; ZICGBR = ICGBR - LICGBR; ZICFRA = ICFRA - LICFRA; ZICGOR = ICGOR - LICGOR; ZICAGO = ICAGO - LICAGO; ZICHKG = ICHKG - LICHKG; ZICIDN = ICIDN - LICIDN; ZICPAK = ICPAK - LICPAK; ZICNLD = ICNLD - LICNLD; ZICKOR = ICKOR - LICKOR; ZICIRN = ICIRN - LICIRN; ZICITA = ICITA - LICITA; ZICTUR = ICTUR - LICTUR; ZICEGY = ICEGY - LICEGY; ZICBRA = ICBRA - LICBRA; ZICUSA = ICUSA - LICUSA; ZICCHN = ICCHN - LICCHN; ZPENPAK = PENPAK - LPENPAK; ZPENGBR = PENGBR - LPENGBR; ZPENFRA = PENFRA - LPENFRA; ZPENIDN = PENIDN - LPENIDN; ZPENIRN = PENIRN - LPENIRN; ZPENITA = PENITA - LPENITA; ZPENTUR = PENTUR - LPENTUR; ZPENEGY = PENEGY - LPENEGY; ZPENRUS = PENRUS - LPENRUS; ZPENCHN = PENCHN - LPENCHN; ZERBRA = ERBRA - LERBRA; ZEREGY = EREGY - LEREGY; ZERKAZ = ERKAZ - LERKAZ; ZERUKR = ERUKR - LERUKR; ZERARG = ERARG - LERARG; ZERCAN = ERCAN - LERCAN; ZERCHN = ERCHN - LERCHN; ZERMEX = ERMEX - LERMEX; ZERDZA = ERDZA - LERDZA; ZERMYS = ERMYS - LERMYS; ZERGOR = ERGOR - LERGOR; ZERAGO = ERAGO - LERAGO; ZERHKG = ERHKG - LERHKG; ZERIDN = ERIDN - LERIDN; ZERPAK = ERPAK - LERPAK; ZERKOR = ERKOR - LERKOR; ZERLBY = ERLBY - LERLBY; ZERNLD = ERNLD - LERNLD; ZERJPN = ERJPN - LERJPN; ZERPAK = ERPAK - LERPAK; ZERFRA = ERFRA - LERFRA; ZERESP = ERESP - LERESP; ZERTUR = ERTUR - LERTUR; ZERDEU = ERDEU - LERDEU; ZERBEL = ERBEL - LERBEL; ZERRUS = ERRUS - LERRUS; Lampiran 16. Lanjutan ZERIAUS = ERIAUS - LERIAUS; ZIRIDN = IRIDN - LIRIDN; ZIRCAN = IRCAN - LIRCAN; ZIRAUS = IRAUS - LIRAUS; ZIRTUR = IRTUR - LIRTUR; ZTEGAUS = TEGAUS - LTEGAUS; ZCPIMYS = CPIMYS - LCPIMYS; ZCPIGOR = CPIGOR - LCPIGOR; ZCPIAGO = CPIAGO - LCPIAGO; ZCPIHKG = CPIHKG - LCPIHKG; ZCPIIDN = CPIIDN - LCPIIDN; ZCPIPAK = CPIPAK - LCPIPAK; ZCPIUSA = CPIUSA - LCPIUSA;
372
ZCPINLD = CPINLD - LCPINLD; ZCPIKOR = CPIKOR - LCPIKOR; ZCPILBY = CPILBY - LCPILBY; ZRPXTW = RPXTW - LRPXTW; ZPMGIUSA = RPMGIUSA - LPMGIUSA; ZPMGIAUS = RPMGIAUS - LPMGIAUS; ZPMGICAN = RPMGICAN - LPMGICAN; ZPMTIJPN = RPMTIJPN - LPMTIJPN; ZPMTISGP = RPMTISGP - LPMTISGP; ZPMTIAUS = RPMTIAUS - LPMTIAUS; ZDTIDN = DTIDN - LDTIDN; ZDTRS = DTRS - LDTRS; ZDTRT = DTRT - LDTRT; ZDTKM = DTKM - LDTKM; ZDTIM = DTIM - LDTIM; ZRPTIDN = RPTIDN - LRPTIDN; ZRPTPB = RPTPB - LRPTPB; ZRPTPE = RPTPE - LRPTPE; ZOPRT = OPRT - LOPRT; ZOPKM = OPKM - LOPKM; ZOPIM = OPIM - LOPIM; ZULRT = ULRT - LULRT; ZULKM = ULKM - LULKM; ZULIM = ULIM - LULIM; ZROPRT = ROPRT - LROPRT; ZROPKM = ROPKM - LROPKM; ZQDTUSA = QTUSA - DTUSA; BQGDEU = (QGDEU - LQGDEU)/LQGDEU*100; BQGRUS = (QGRUS - LQGRUS)/LQGRUS*100; BQGARG = (QGARG - LQGARG)/LQGARG*100; BQGAUS = (QGAUS - LQGAUS)/LQGAUS*100; BQGUSA = (QGUSA - LQGUSA)/LQGUSA*100; BDGDZA = (DGDZA - LDGDZA)/LDGDZA*100; BDGMYS = (DGMYS - LDGMYS)/LDGMYS*100; BDGDEU = (DGDEU - LDGDEU)/LDGDEU*100; BDGUKR = (DGUKR - LDGUKR)/LDGUKR*100; BDGAUS = (DGAUS - LDGAUS)/LDGAUS*100; BDGIDN = (DGIDN - LDGIDN)/LDGIDN*100; BDGGBR = (DGGBR - LDGGBR)/LDGGBR*100; BDGMEX = (DGMEX - LDGMEX)/LDGMEX*100; BDGUSA = (DGUSA - LDGUSA)/LDGUSA*100; BMGCHN = (MGCHN - LMGCHN)/LMGCHN*100; BMGMEX = (MGMEX - LMGMEX)/LMGMEX*100; BMGEGY = (MGEGY - LMGEGY)/LMGEGY*100; Lampiran 16. Lanjutan BMGDZA = (MGDZA - LMGDZA)/LMGDZA*100; BMGITA = (MGITA - LMGITA)/LMGITA*100; BMGMYS = (MGMYS - LMGMYS)/LMGMYS*100; BMGJPN = (MGJPN - LMGJPN)/LMGJPN*100; BXGUKR = (XGUKR - LXGUKR)/LXGUKR*100; BXGKAZ = (XGKAZ - LXGKAZ)/LXGKAZ*100; BXGUSA = (XGUSA - LXGUSA)/LXGUSA*100; BXGGBR = (XGGBR - LXGGBR)/LXGGBR*100; BXGCAN = (XGCAN - LXGCAN)/LXGCAN*100; BRPXGIDN = (RPXGIDN - LRPXGIDN)/LRPXGIDN*100; BRPXGKAZ = (RPXGKAZ - LRPXGKAZ)/LRPXGKAZ*100; BRPXGDEU = (RPXGDEU - LRPXGDEU)/LRPXGDEU*100; BRPXGAUS = (RPXGAUS - LRPXGAUS)/LRPXGAUS*100; BRPXGJPN = (RPXGJPN - LRPXGJPN)/LRPXGJPN*100; BRPXGUSA = (RPXGUSA - LRPXGUSA)/LRPXGUSA*100; BRPXGGBR = (RPXGGBR - LRPXGGBR)/LRPXGGBR*100; BRPMGMEX = (RPMGMEX - LRPMGMEX)/LRPMGMEX*100; BRPMGFRA = (RPMGFRA - LRPMGFRA)/LRPMGFRA*100; BRPMGCHN = (RPMGCHN - LRPMGCHN)/LRPMGCHN*100; BRPMGIDN = (RPMGIDN - LRPMGIDN)/LRPMGIDN*100; BRPMGDZA = (RPMGDZA - LRPMGDZA)/LRPMGDZA*100; BPMGICAN = (RPMGICAN - LPMGICAN)/LPMGICAN*100; BXGW = (XGW - LXGW)/LXGW*100; BMGW = (MGW - LMGW)/LMGW*100; BRPXTIDN = (RPXTIDN - LRPXTIDN)/LRPXTIDN*100;
373
BRPXTDEU = (RPXTDEU - LRPXTDEU)/LRPXTDEU*100; BRPXTTUR = (RPXTTUR - LRPXTTUR)/LRPXTTUR*100; BRPXTBEL = (RPXTBEL - LRPXTBEL)/LRPXTBEL*100; BRPXTJPN = (RPXTJPN - LRPXTJPN)/LRPXTJPN*100; BRPXTCAN = (RPXTCAN - LRPXTCAN)/LRPXTCAN*100; BRPXTUSA = (RPXTUSA - LRPXTUSA)/LRPXTUSA*100; BRPXTGBR = (RPXTGBR - LRPXTGBR)/LRPXTGBR*100; BRPXTKAZ = (RPXTKAZ - LRPXTKAZ)/LRPXTKAZ*100; BQTTUR = (QTTUR - LQTTUR)/LQTTUR*100; BQTITA = (QTITA - LQTITA)/LQTITA*100; BXTNLD = (XTNLD - LXTNLD)/LXTNLD*100; BXTCHN = (XTCHN - LXTCHN)/LXTCHN*100; BXTFRA = (XTFRA - LXTFRA)/LXTFRA*100; BXTPAK = (XTPAK - LXTPAK)/LXTPAK*100; BXTESP = (XTESP - LXTESP)/LXTESP*100; BXTITA = (XTITA - LXTITA)/LXTITA*100; BMTFRA = (MTFRA - LMTFRA)/LMTFRA*100; BMTNLD = (MTNLD - LMTNLD)/LMTNLD*100; BMTUSA = (MTUSA - LMTUSA)/LMTUSA*100; BMTIDN = (MTIDN - LMTIDN)/LMTIDN*100; BMTAGO = (MTAGO - LMTAGO)/LMTAGO*100; BMTLBY = (MTLBY - LMTLBY)/LMTLBY*100; BRPXTW = (RPXTW - LRPXTW)/LRPXTW*100; BRPMTW = (RPMTW - LRPMTW)/LRPMTW*100; BRPMTKOR = (RPMTKOR - LRPMTKOR)/LRPMTKOR*100; BRPMTCHN = (RPMTCHN - LRPMTCHN)/LRPMTCHN*100; BRPMTIDN = (RPMTIDN - LRPMTIDN)/LRPMTIDN*100; BRPMTDZA = (RPMTDZA - LRPMTDZA)/LRPMTDZA*100; BRPGW = (RPGW - LRPGW)/LRPGW*100; BRPTPB = (RPTPB - LRPTPB)/LRPTPB*100; BRPTPE = (RPTPE - LRPTPE)/LRPTPE*100; BULRT = (ULRT - LULRT)/LULRT*100; Lampiran 16. Lanjutan BDTPAK = (DTPAK - LDTPAK)/LDTPAK*100; BDTTUR = (DTTUR - LDTTUR)/LDTTUR*100; BDTIDN = (DTIDN - LDTIDN)/LDTIDN*100; BDTKM = (DTKM - LDTKM)/LDTKM*100; BDTRT = (DTRT - LDTRT)/LDTRT*100; BDTRS = (DTRS - LDTRS)/LDTRS*100; BDTSOV = (DTSOV - LDTSOV)/LDTSOV*100; BICIDN = (ICIDN - LICIDN)/LICIDN*100; BICDZA = (ICDZA - LICDZA)/LICDZA*100; BICKOR = (ICKOR - LICKOR)/LICKOR*100; BERMYS = (ERMYS - LERMYS)/LERMYS*100; BERFRA = (ERFRA - LERFRA)/LERFRA*100; BERIDN = (ERIDN - LERIDN)/LERIDN*100; BOPIM = (OPIM - LOPIM)/LOPIM*100; BXTW = (XTW - LXTW)/LXTW*100; BMTW = (MTW - LMTW)/LMTW*100; KRPMTIDN = (RPMTIDN*ERIDN); KRPMGIDN = (RPMGIDN*ERIDN); GMTIDN = (MTIDN - LMTIDN)/MTIDN; GMGIDN = (MGIDN - LMGIDN)/MGIDN; SMTIDN = LMTIDN/MTIDN; SOMGW = LOMGW/OMGW; /* membuat diskripsi variabel */ Label RPXGCHN ='Hrg Ril Ex Gan China' TEGCHN ='Tekno Gan China' AGCHN ='Luas Areal Gan China' RPLXGCHN ='Hrg Ril Ex lain Gan CHN' IRCHN ='Suku Bunga China' RPXGPAK ='Hrg Ril Ex Gan PAK' TEGPAK ='Tekno Gan QGPAK' AGPAK ='Luas Areal Gan Pakistan' RPLXGPAK ='Hrg Ril Ex lain Gan PAK' IRPAK ='Suku Bunga Pakistan' RPXGTUR ='Harga Ril Ex Gan Turki' TEGTUR ='Tekno Gan QGTUR' AGTUR ='Luas Areal Gan Turki'
374
RPLXGTUR ='Hrg Ril Ex lain Gan Tur' IRTUR ='Suku Bunga Turki' RPXGAUS ='Hrg Ril Ex Gan Australi' TEGAUS ='Tekno Gan QGAUS' AGAUS ='Luas Areal Gan Australi' RPLXGAUS ='Hrg Ril Ex lain Gan AUS' IRAUS ='Suku Bunga Australia' RPXGFRA ='Hrg Ril Ex Gan France' AGFRA ='Luas Areal Gan France' IRFRA ='Suku Bunga France' RPXGIND ='Hrg Ril Ex Gan India' TEGIND ='Tekno Gan QGIND' AGIND ='Luas Areal Gan India' TEGUSA ='Tekno Gan QGUSA' AGUSA ='Luas Areal Gan USA' IRUSA ='Suku Bunga USA' PENCAN ='Penduduk Canada' AGCAN ='Luas Areal Gan Canada' IRCAN ='Suku Bunga Canada' RPXGDEU ='Hrg Ril Ex Gan Jerman' Lampiran 16. Lanjutan AGDEU ='Luas Areal Gan Jerman' IRDEU ='Suku Bunga Jerman' AGRUS ='Luas Areal Gan Rusia' IRRUS ='Suku Bunga Rusia' RPMGRUS ='Hrg Ril Impor Gan RUS' ICRUS ='PDB Percapita Rusia' PENFRA ='Penduduk France' XGFRA ='Ekspor Gan France' RPMGDEU ='Hrg Ril Impor Gan DEU' ICDEU ='PDB Percapita Jerman' RPMGGBR ='Hrg Ril Impor Gan GBR' ICGBR ='PDB Percapita Inggris' XGGBR ='Ekspor Gan Inggris' ICIND ='PDB Percapita India' PENIND ='Penduduk India' ICPAK ='PDB Percapita PAK' PENPAK ='Penduduk Pakistan' XGUSA ='Ekspor Gan USA' MGITA ='Impor Gan Italia' RPMGIDN ='Hrg Ril Imp Gan IDN' ICIDN ='PDB Percapita IDN' PENIDN ='Penduduk Indonesia' RPGW ='Hrg Ril Gan Dunia' LXGUSA ='Lag XGUSA' ERFRA ='Nilai Tukar France' LXGFRA ='Lag XGFRA' XGCAN ='Ekspor Gan Canada' ERCAN ='Nilai Tukar Canada' LXGCAN ='Lag XGCAN' XGAUS ='Ekspor Gan Australia' LXGAUS ='Lag XGAUS' XGARG ='Ekspor Gan Argentina' LXGARG ='Lag XGARG' XGRUS ='Ekspor Gan Rusia' LXGRUS ='Lag XGRUS' XGDEU ='Ekspor Gan Jerman' ERDEU ='Nilai Tukar Jerman' LXGDEU ='Lag XGDEU' XGUKR ='Ekspor Gan Ukrania' LXGUKR ='Lag XGUKR' RPXGGBR ='Hrg Ril Ex Gan GBR' ERGBR ='Nilai Tukar Inggris' LXGGBR ='Lag XGGBR' XGKAZ ='Ekspor Gan Kazastan' RPXGKAZ ='Hrg Ril Ex Gan KAZ' ERKAZ ='Nilai Tukar Kazastan' LXGKAZ ='Lag XGKAZ' XGIDN ='Ekspor Gan Indonesia' RPXGIDN ='Hrg Ril Ex Gan IDN'
375
ERIDN ='Nilai Tukar IDN' LXGIDN ='Lag XGIDN' MGDZA ='Impor Gan Aljasair' RPMGDZA ='Hrg Ril Impor Gan DZA' ERDZA ='Nilai Tukar Aljasair' LMGDZA ='Lag MGDZA' ERITA ='Nilai Tukar Italia' LMGITA ='Lag MGITA' Lampiran 16. Lanjutan MGMYS ='Impor Gan Malaysia' PMGMYS ='Hrg Imp Gan MYS' ERMYS ='Nilai Tukar Malaysia' LMGMYS ='Lag MGMYS' MGEGY ='Impor Gan Mesir' RPMGEGY ='Hrg Ril Imp Gan Mesir' LMGEGY ='Lag MGEGY' MGESP ='Impor Gan Spanyol' RPMGESP ='Hrg Ril Imp Gan ESP' ERESP ='Nilai Tukar Spanyol' LMGESP ='Lag MGESP' MGMEX ='Impor Gan Meksiko' PMGMEX ='Hrg Ril Impor Gan MEX' ERMEX ='Nilai Tukar Meksiko' LMGMEX ='Lag MGMEX' MGJPN ='Impor Gan Jepang' RPMGJPN ='Hrg Ril Impor Gan JPN' ERJPN ='Nilai Tukar Jepang' LMGJPN ='Lag MGJPN' MGCHN ='Impor Gan China' RPMGCHN ='Hrg Ril Impor Gan CHN' ERCHN ='Nilai Tukar China' LMGCHN ='Lag MGCHN' MGIDN ='Impor Gan Indonesia' LMGIDN ='Lag MGIDN' MGBRA ='Impor Gan Brasil' RPMGBRA ='Hrg Ril Imp Gan BRA' ERBRA ='Nilai Tukar Brasil' LMGBRA ='Lag MGBRA' RPXTIND ='Hrg Ril Ex Tep IND' RPXGW ='Hrg Ril Ex Gan Dunia' QGW ='Prod Gan Dunia' ICUSA ='PDB Parcapita USA' RPXTRUS ='Hrg Ril Ex Tep RUS' ICTUR ='PDB Parcapita Turki' RPXTIRN ='Hrg Ril Ex Tep Iran' RPXTITA ='Hrg Ril Ex Tep Italia' ICITA ='PDB Percapita Italia' RPXTIDN ='Hrg Ril Ex Tep IDN' IRIDN ='Suku Bunga IDN' RPMTUSA ='Hrg Ril Imp Tep USA' PENUSA ='Penduduk USA' RPMTIND ='Hrg Ril Imp Tep IND' RPMTRUS ='Hrg Ril Imp Tep RUS' RPMTBRA ='Hrg Ril Imp Tep BRA' PENBRA ='Penduduk Brasil' RPMTPAK ='Hrg Ril Imp Tep PAK' PENTUR ='Penduduk Turki' RPMTITA ='Hrg Ril Imp Tep ITA' PENITA ='Penduduk Italia' RPMTIRN ='Hrg Ril Imp Tep IRN' PENIRN ='Penduduk Iran' ERBEL ='Nilai Tukar Belgia' LXTBEL ='Lag XTBEL' XTDEU ='Ekspor Tep Jerman' LXTDEU ='Lag XTDEU' XTITA ='Ekspor Tep Italia' Lampiran 16. Lanjutan LXTITA ='Lag XTITA' XTTUR ='Ekspor Tep Turki'
376
RPXTTUR ='Hrg Ril Ex Tep Turki' ERTUR ='Nilai Tukar Turki' LXTTUR ='Lag XTTUR' XTESP ='Ekspor Tep Spanyol' LXTESP ='Lag XTESP' XTFRA ='Ekspor Tep France' RPXTFRA ='Hrg Ril Ex Tep FRA' LXTFRA ='Lag XTFRA' XTPAK ='Ekspor Tep Pakistan' RPXTPAK ='Hrg Ril Ex Tep PAK' LXTPAK ='Lag XTPAK' XTJPN ='Ekspor Tep Jepang' LXTJPN ='Lag XTJPN' XTNLD ='Ekspor Tep Belanda' ERNLD ='Nilai Tukar Belanda' LXTNLD ='Lag XTNLD' XTCHN ='Ekspor Tep China' RPXTCHN ='Hrg Ril Ex Tep CHN' LXTCHN ='Lag XTCHN' PENCHN ='Penduduk China' XTIDN ='Ekspor Tep Indonesia' LXTIDN ='Lag XTIDN' MTLBY ='Impor Tep Libya' ERLBY ='Nilai Tukar Libya' RPLMTLBY ='Hrg Ril Imp Lain Tep LBY' LMTLBY ='Lag MTLBY' MTKOR ='Impor Tep Korea' RPLMTKOR ='Hrg Ril Imp Lain Tep KOR' LMTKOR ='Lag MTKOR' MTNLD ='Impor Tep Belanda' LMTNLD ='Lag MTNLD' MTUSA ='Impor Tep USA' LMTUSA ='Lag MTUSA' MTPAK ='Impor Tep Pakistan' MTIDN ='Impor Tep Indonesia' RPMTIDN ='Hrg Ril Imp Tep IDN' LMTIDN ='Lag MTIDN' MTHKG ='Impor Tep Hongkong' ERHKG ='Nilai Tukar Hongkong' RPLMTHKG ='Hrg Ril Imp Lain Tep HKG' LMTHKG ='Lag Imp Tep HKG' MTFRA ='Impor Tep France' RPMTFRA ='Hrg Ril Imp Tep France' RPLMTFRA ='Hrg Ril Imp Lain Tep FRA' LMTFRA ='Lag MTFRA' MTAGO ='Impor Tep Angola' RPMTAGO ='Hrg Ril Imp Tep AGO' ERAGO ='Nilai Tukar Angola' RPLMTAGO ='Hrg Ril Imp Lain Tep AGO' LMTAGO ='Lag MTAGO' PENGOR ='Penduduk Georgia' MTGOR ='Impor Tep Georgia' ERGOR ='Nilai Tukar Georgia' LMTGOR ='Lag MTGOR' RPXTW ='Hrg Ril Ex Tep Dunia' Lampiran 16. Lanjutan XTW ='Ekspor Tep Dunia' MTW ='Impor Tep Dunia' LRPXTW ='Lag RPXTW' RPXTBEL ='Hrg Ril Ex Tep Belgia' LRPXTBEL ='lag RPXTBEL' LRPXTDEU ='Lag RPXTDEU' LRPXTITA ='Lag RPXTITA' LRPXTESP ='Lag RPXTESP' LRPXTPAK ='Lag RPXTPAK' LRPXTFRA ='Lag RPXTFRA' ICFRA ='PDB Percapita France' RPXTJPN ='Hrg Ril Ex Tep Jepang' LRPXTJPN ='Lag RPXTJPN' RPXTNLD ='Hrg Ril Ex Tep Belanda'
377
LRPXTNLD ='Lag RPXTNLD' LRPXTCHN ='Lag RPXTCHN' LRPXTIDN ='Lag RPXTIDN' RPMTW ='Hrg Ril Imp Tep Dunia' QTW ='Prod Tepung Dunia' LRPMTW ='Lag RPMTW' RPMTLBY ='Hrg Ril Imp Tep Libya' LRPMTLBY ='Lag RPMTLBY' RPMTGOR ='Hrg Ril Imp Tep GOR' LRPMTGOR ='Lag RPMTGOR' RPMTNLD ='Hrg Ril Imp Tep NLD' LRPMTNLD ='Lag RPMTNLD' LRPMTUSA ='Lag RPMTUSA' LRPMTFRA ='Lag RPMTFRA' LRPMTIDN ='Lag RPMTIDN' RPMTHKG ='Hrg Ril Imp Tep HKG' LRPMTHKG ='Lag RPMTHKG' LRPMTPAK ='Lag RPMTPAK' LRPMTAGO ='Lag RPMTAGO' RPMTKOR ='Hrg Ril Imp Tep KOR' LRPMTKOR ='Lag RPMTKOR' RPXGUSA ='Hrg Ril Ex Gan USA' LRPXGUSA ='Lag RPXGUSA' LRPXGFRA ='Lag RPXGFRA' RPXGCAN ='Hrg Ril Ex Gan CAN' LRPXGCAN ='Lag RPXGCAN' LRPXGAUS ='Lag RPXGAUS' RPXGARG ='Hrg Ril Ex Gan ARG' LRPXGARG ='Lag RPXGARG' ERARG ='Nilai Tukar ARG' RPXGRUS ='Hrg Ril Ex Gan RUS' LRPXGRUS ='Lag RPXGRUS' LRPXGDEU ='Lag RPXGDEU' RPXGUKR ='Hrg Ril Ex Gan UKR' LRPXGUKR ='Lag RPXGUKR' LRPXGGBR ='Lag RPXGGBR' LRPXGKAZ ='Lag RPXGKAZ' RPMGW ='Hrg Ril Impor Gan Dunia' MGW ='Impor Gan Dunia' LRPMGW ='Lag RPMGW' RPMGITA ='Hrg Ril Imp Gan ITA' LRPMGITA ='Lag RPMGITA' LRPMGCHN ='Lag RPMGCHN' Lampiran 16. Lanjutan ICCHN ='PDB Percapita China' IMGEGY ='Interv Imp Gan Mesir' EREGY ='Nilai Tukar Mesir' LRPMGESP ='Lag RPMGESP' LRPMGIDN ='Lag RPMGIDN' DTRT ='Deman Tep RT' LDTRT ='Lag DTRT' DTKM ='Deman Tep KM' LDTKM ='Lag DTKM' DTIM ='Deman Tep IM' RPTPB ='Hrg Ril Tep PB' PDBIM ='PDB Sek IM' OPIM ='Hrg Output IM' LDTIM ='Lag DTIM' MARIN ='Margin Industri' CPIIDN ='CPI Indonesia' LPDBIM ='Lag PDBIM' DLRT ='Deman Labour RT' ULRT ='Upah Labour RT' RPTPE ='Hrg Ril Tep PE' OPRT ='Hrg Output RT' LDLRT ='Lag DLRT' DLKM ='Deman Labour KM' ULKM ='Upah Labour KM' OPKM ='Hrg Output KM' LDLKM ='Lag DLKM'
378
DLIM ='Deman Labour IM' ULIM ='Upah Labour IM' LDLIM ='Lag DLIM' MARPB ='Margin PB' STIDN ='Supply Tep Indonesia' LRPTPB ='Lag RPTPB' MARPE ='Margin PE' RPMGFRA ='Hrg Ril Imp Gan FRA' RPMGIND ='Hrg Ril Imp Gan IND' RPMGMYS ='Hrg Ril Imp Gan MYS' RPMGMEX ='Hrg Ril Imp Gan MEX' RPXTBRA ='Hrg Ril Ex Tep BRA' RPMTTUR ='Hrg Ril Imp Tep TUR' RPXTESP ='Hrg Ril Ex Tep ESP' PENRUS ='Penduduk Rusia' PENDEU ='Penduduk Jerman' ICBRA ='PDB Percapita BRASIL' DGW ='Demand Gandum Dunia' PENEGY ='Penduduk Mesir' LRPXGW ='Lag RPXGW' LDTRS ='Lag DTRS' LRPTPE ='Lag RPTPE' XGW ='Ekspor Gandum Dunia' LRPGW ='Lag RPGW' PHIDN ='Hrg Telur Indonesia' RPTIDN ='Hrg Ril Tep IDN' XTBEL ='Ekspor Tepung Belgia' MTSOV ='Impor Tep Soviet' RPMTSOV ='Hrg Ril Imp Tep Sov' XTSOV ='Ekspor Tep Soviet' RPXTSOV ='Hrg Ril Ekp Tep Sov' Lampiran 16. Lanjutan XGSOV ='Ekspor Gan Soviet' RPXGSOV ='Hrg Ril Eks Gan Sov' MGSOV ='Impor Gan Soviet' RPMGSOV ='Hrg Ril Imp Gan Sov' RPXTDEU ='Hrg Ril Ekp Tep DEU' DGIDN ='Deman Gan Indonesia' DTIDN ='Deman Tep Indonesia' QTIDN ='Prod Tep Indonesia' DTRS ='Deman Tep RS' DGM ='Deman Gan Makanan' DTW ='Deman Tep Dunia' MGIUSA ='Imp Gan IDN dr USA' MGICAN ='Imp Gan IDN dr CAN' MGIAUS ='Imp Gan IDN dr AUS' MTIJPN ='Imp Tep IDN dr JPN' MTISGP ='Imp Tep IDN dr SGP' MTIAUS ='Imp Tep IDN dr AUS' KRPMTIDN ='Rupiah RPMTIDN' PSIDN ='Hrg Gula Indonesia'; /* UNTUK NILAI DASAR SIMULASI DIKUNCI */ /* SIMULASI RAMALAN SESUAI HISTORIS */ /* Skenario 1. Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen MGIUSA = 0.9 * MGIUSA; MGIAUS = 0.9 * MGIAUS; MGICAN = 0.9 * MGICAN; MGRIDN = 0.9 * MGRIDN; MGIDN = 0.9 * MGIDN; DGIDN = 0.9 * DGIDN; DGM = 0.9 * DGM; QTIDN = 0.74 * DGM; */ /* Skenario 2. Pelarangan Impor Tepung Terigu Indonesia MTIJPN = 0; MTISGP = 0; MTIAUS = 0; MTRIDN = 0;
379
MTIDN = 0; */ /* Skenario 3. Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Biji Gandum sebesar 5 persen */ RPMGIDN = 1.05 * RPMGIDN; /* Skenario 4. Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung Terigu sebesar 5 persen RPMTIDN = 1.05 * RPMTIDN;*/ /* Skenario 5. Penambahan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 110 persen MGIUSA = 1.1 * MGIUSA; MGIAUS = 1.1 * MGIAUS; MGICAN = 1.1 * MGICAN; MGRIDN = 1.1 * MGRIDN; MGIDN = 1.1 * MGIDN; DGIDN = 1.1 * DGIDN; DGM = 1.1 * DGM; QTIDN = 0.74 * DGM; */ Lampiran 16. Lanjutan /* Skenario 6. Penambahan Kuota Impor Tepung Terigu sebesar 150 persen MTIJPN = 1.5 * MTIJPN; MTISGP = 1.5 * MTISGP; MTIAUS = 1.5 * MTIAUS; MTRIDN = 1.5 * MTRIDN; MTIDN = 1.5 * MTIDN; */ /* Skenario 7. Gabungan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen dan Pelarangan Impor Tepung Terigu MGIUSA = 0.9 * MGIUSA; MGIAUS = 0.9 * MGIAUS; MGICAN = 0.9 * MGICAN; MGRIDN = 0.9 * MGRIDN; MGIDN = 0.9 * MGIDN; DGIDN = 0.9 * DGIDN; DGM = 0.9 * DGM; QTIDN = 0.74 * DGM; MTIJPN = 0; MTISGP = 0; MTIAUS = 0; MTRIDN = 0; MTIDN = 0; */ run; /* MODEL SIMULASI RAMALAN */ PROC SIMNLIN DATA=RAMENDO STATS SIMULATE OUT=HASIL; ENDOGENOUS XGUSA XGFRA XGCAN XGSOV XGAUS RPXGUSA RPXGFRA RPXGCAN RPXGSOV RPXGAUS MGSOV MGITA MGBRA MGJPN MGDZA RPMGSOV RPMGITA RPMGBRA RPMGJPN RPMGDZA XTFRA XTBEL XTSOV XTTUR XTDEU RPXTFRA RPXTBEL RPXTSOV RPXTTUR RPXTDEU MTNLD MTLBY MTSOV MTUSA RPMTNLD RPMTLBY RPMTSOV RPMTUSA XGW MGW RPGW /* RPMGIDN */ XTW MTW RPXTW RPMTIDN RPTIDN RPTPB RPTPE DTIM DTKM DTRT DTRS DTIDN MTIJPN MTISGP MTIAUS MTIDN MGIUSA MGIAUS MGICAN MGIDN DGIDN DGM QTIDN; INSTRUMENTS QGBRA DGSOV QTTUR XGARG DTFRA MTPAK MGRIDN ERJPN QTSD QGFRA DGITA QTDEU XGDEU DTUSA MTHKG MTRIDN ICJPN ERLBY QGSD QGSOV DGBRA XGGBR DTIND MTFRA ICIDN MTSD QGCAN DGCHN QTPAK XGIDN DTBRA MTKOR PENIDN ICNLD DGSD QGAUS DGGBR QTIND MGCHN DTNLD XTITA ROPKM ICLBY XTSD QGIND DGIND QTSOV MGMYS DTLBY XTESP ROPRT MGSD QGPAK DGPAK QTAGO MGEGY DTSOV XTPAK PDBIM XGSD QGTUR DGTUR QTUSA MGESP DTAGO XTJPN PHIDN DTSD
380
QGDZA DGUSA QTIRN MGMEX DTCHN XTNLD DGT RPMGIDN QGCHN DGDEU QTBRA DTEGY XTCHN DGS QGUSA DGFRA QTEGY DTPAK DGPL QGDEU QTITA DTITA DGFM QTCHN DTTUR DGL DTIRN DGB; Lampiran 16. Lanjutan LDGAUS = LAG(DGAUS ); LDGDZA = LAG(DGDZA ); LDGFRA = LAG(DGFRA ); LDGJPN = LAG(DGJPN ); LDGM = LAG(DGM ); LDTIDN = LAG(DTIDN ); LDTKM = LAG(DTKM ); LDTRS = LAG(DTRS ); LPENIDN = LAG(PENIDN ); LDTSOV = LAG(DTSOV ); LDTTUR = LAG(DTTUR ); LERJPN = LAG(ERJPN ); LICIDN = LAG(ICIDN ); LMGDZA = LAG(MGDZA ); LMGICAN = LAG(MGICAN ); LMGIDN = LAG(MGIDN ); LMGITA = LAG(MGITA ); LMGIUSA = LAG(MGIUSA ); LMGJPN = LAG(MGJPN ); LMGSOV = LAG(MGSOV ); LMGW = LAG(MGW ); LMTAGO = LAG(MTAGO ); LMTIAUS = LAG(MTIAUS ); LMTIDN = LAG(MTIDN ); LMTIJPN = LAG(MTIJPN ); LMTISGP = LAG(MTISGP ); LMTNLD = LAG(MTNLD ); LMTSOV = LAG(MTSOV ); LMTUSA = LAG(MTUSA ); LQGAUS = LAG(QGAUS ); LQGITA = LAG(QGITA ); LQGUSA = LAG(QGUSA ); LQTBEL = LAG(QTBEL ); LQTFRA = LAG(QTFRA ); LQTIDN = LAG(QTIDN ); LQTNLD = LAG(QTNLD ); LRPGW = LAG(RPGW ); LRPHIDN = LAG(RPHIDN ); LRPMGBRA = LAG(RPMGBRA); LRPMGDZA = LAG(RPMGDZA); LRPMGIDN = LAG(RPMGIDN); LRPMGITA = LAG(RPMGITA); LRPMGJPN = LAG(RPMGJPN); LRPMGRUS = LAG(RPMGRUS); LRPMGSOV = LAG(RPMGSOV); LRPMTIDN = LAG(RPMTIDN); LRPMTLBY = LAG(RPMTLBY); LRPMTNLD = LAG(RPMTNLD); LRPMTSOV = LAG(RPMTSOV); LRPMTUSA = LAG(RPMTUSA); LRPTIDN = LAG(RPTIDN ); LRPTPB = LAG(RPTPB ); LRPTPE = LAG(RPTPE ); LRPXGAUS = LAG(RPXGAUS); LRPXGCAN = LAG(RPXGCAN); LRPXGFRA = LAG(RPXGFRA); LRPXGSOV = LAG(RPXGSOV); Lampiran 16. Lanjutan LRPXGUSA = LAG(RPXGUSA); LRPXTBEL = LAG(RPXTBEL); LRPXTDEU = LAG(RPXTDEU);
381
LRPXTFRA = LAG(RPXTFRA); LRPXTIDN = LAG(RPXTIDN); LRPXTSOV = LAG(RPXTSOV); LRPXTTUR = LAG(RPXTTUR); LRPXTW = LAG(RPXTW ); LXGAUS = LAG(XGAUS ); LXGCAN = LAG(XGCAN ); LXGFRA = LAG(XGFRA ); LXGSOV = LAG(XGSOV ); LXGUSA = LAG(XGUSA ); LXGW = LAG(XGW ); LXTBEL = LAG(XTBEL ); LXTDEU = LAG(XTDEU ); LXTFRA = LAG(XTFRA ); LXTIDN = LAG(XTIDN ); LXTSOV = LAG(XTSOV ); LXTTUR = LAG(XTTUR ); PARM b1 68189 b2 0.295976 c1 8141.587423 c2 0.249320 c3 0.379698 d1 3947.931722 d2 0.032875 d3 0.715746 e1 683.695321 e2 0.342609 e3 0.502637 f1 628.036102 f2 0.495951 f3 0.342267 g1 0.055546 g2 2657.019653 h0 3914202 h1 -4400.874020 h2 0.036389 h3 0.459069 i1 -0.419809 i2 0.821633 i3 -390.362789 j0 4579125 j1 11.010912 j2 0.093119 j3 -1435.408458 j4 0.044386 k1 -0.547176 k2 0.400371 k3 -72.556798 k4 0.622683 l1 -0.000002187 l2 0.000002372 l3 0.819411 m0 93.465593 m1 0.058603 m2 0.304879 n0 144.573172 n1 0.085105 o1 1.163085 p0 126.808249 p1 0.091381 p2 0.096687 q0 122.306432 q1 0.141447 r1 1.115584 s0 187.303404 s1 0.176610 t1 1.193534 u0 192.173850 u1 0.030211 v0 31.443398 v1 0.711089 v2 0.311181 /* RPMGIDN DITUTUP KALAU SIMULASI 1.05 RPMGIDN, w0 306.576896 w1 0.300225 */ x0 4502600 x1 1112.683316 x2 0.844205 x3 -0.746104 y1 844.177635 y2 0.859084 z0 176343 z1 322.313883 z2 0.002762 z3 0.698484 aa0 -565265 aa1 0.105898 bb1 0.047510 bb2 37.931896 bb3 0.609721 dd1 -36.324738 dd2 -0.475903 dd3 0.557637 dd4 0.213523 ee0 151558 ee1 -228.650142 ee2 0.427203 ff0 686424 ff1 -0.814166 ff2 0.783495 ff3 81.671002 hh1 -49.573293 hh2 0.002409 hh3 1.820884 hh4 0.786604 ii1 0.000013225 ii2 -0.000007541 ii3 0.795001 Lampiran 16. Lanjutan JJ0 115.137451 jj1 0.015064 jj2 0.490957 kk0 175.868815 kk1 0.031520 kk2 0.319416 ll1 1.113154 mm1 4.060191 mm2 0.641867 nn0 132.518980 nn1 0.012850 nn2 0.482896 pp0 290.158196 pp1 0.084747 qq0 219.070712 qq1 0.222936 rr1 0.871982 rr2 0.000014670 rr3 0.191775 tt0 301.710406 tt1 0.108175 /* RPMTIDN DITUTUP KALAU SIMULASI 1.05 RPMTIDN, uu */ uu0 214.780121 uu1 0.689786 vv1 1.052708 vv2 0.060261 vv3 -0.000416 vv4 0.000679 ww0 61.317375 ww1 0.998085 ww2 0.000002352 ww3 0.000048839
382
xx0 545.004483 xx1 0.861978 yy0 -1823520 yy1 -123.827332 yy2 14754 zz0 -3372195 zz1 -226.266694 zz2 27176 ab0 -238219 ab1 -15.764900 ab2 1881.487630 bc0 -263273 bc1 -21.777561 bc2 2177.349803 /*MGIAUS, MGICAN, MGIUSA DITUTUP KLU SIMULASI */ cd0 -2593529 cd1 -303.236962 cd2 -0.846900 cd3 857.840073 cd4 18556 de1 -529.463359 de2 -1.933650 de3 972.661506 de4 1079.520033 ef1 -377.097517 ef2 -0.645746 ef3 284.827845 ef4 1176.797773 /* MTIAUS, MTIJPN, MTISGP DITUTU KLU SIMULASI */ fg1 -2.108003 fg2 -0.002051 fg3 204.105215 fg4 0.002419 fg5 0.533283 gh0 -10008 gh1 -0.079347 gh2 -0.002365 gh3 27.005679 gh4 773.495307 hi1 -10.855261 hi2 -0.013550 hi3 86.697271 hI4 0.000968; XGUSA = b1*RPXGUSA + b2*QGUSA; XGFRA = c1*RPXGFRA + c2*QGFRA + c3*LXGFRA; XGSOV = d1*(RPXGSOV - LRPXGSOV) + d2*QGSOV + d3*LXGSOV; XGCAN = e1*LRPXGCAN + e2*QGCAN + e3*LXGCAN; XGAUS = f1*RPXGAUS + f2*LQGAUS + f3*LXGAUS; MGSOV = g1*DGSOV + g2*ICRUS; MGITA = h0 + h1*RPMGITA + h2*DGITA + h3*LMGITA; MGBRA = i1*QGBRA + i2*DGBRA + i3*LRPMGBRA; MGJPN = j0 + j1*ICJPN + j2*LDGJPN + j3*(RPMGJPN - LRPMGJPN) + j4*LMGJPN; MGDZA = k1*QGDZA + k2*LDGDZA + k3*RPMGDZA + k4*LMGDZA; RPGW = l1*LXGW + l2*MGW + l3*LRPGW; RPXGUSA = m0 + m1*RPGW + m2*LRPXGUSA; RPXGFRA = n0 + n1*RPGW; RPXGSOV = o1*RPGW; RPXGCAN = p0 + p1*RPGW + p2*LRPXGCAN; RPXGAUS = q0 + q1*RPGW; RPMGSOV = r1*RPGW; RPMGITA = s0 + s1*LRPGW; RPMGBRA = t1*RPGW; RPMGJPN = u0 + u1*RPGW; RPMGDZA = v0 + v1*RPGW + v2*LRPMGDZA; /* RPMGIDN DITUTUP, KLU SIMULASI RPMGIDN = w0 + w1*LRPGW; */ XTFRA = x0 + x1*(RPXTFRA - LRPXTFRA) + x2*(QTFRA - LQTFRA) + x3*DTFRA; Lampiran 16. Lanjutan
XTBEL = y1*(RPXTBEL - LRPXTBEL) + y2*QTBEL; XTSOV = z0 + z1*(RPXTSOV - LRPXTSOV) + z2*(QTSOV - LQTSOV) + z3*LXTSOV; XTTUR = aa0 + aa1*LQTTUR; XTDEU = bb1*QTDEU + bb2*RPXTDEU + bb3*LXTDEU; MTNLD = dd1*RPMTNLD + dd2*LQTNLD + dd3*DTNLD + dd4*LMTNLD; MTLBY = ee0 + ee1*RPMTLBY + ee2*LDTLBY; MTSOV = ff0 + ff1*QTSOV + ff2*DTSOV + ff3*LICRUS; MTUSA = hh1*RPMTUSA + hh2*(DTUSA - LDTUSA) + hh3*ICUSA + hh4*LMTUSA; RPXTW = ii1*MTW + ii2*XTW + ii3*LRPXTW; RPXTFRA = jj0 + jj1*RPXTW + jj2*LRPXTFRA; RPXTBEL = kk0 + kk1*RPXTW + kk2*LRPXTBEL; RPXTSOV = ll1*RPXTW; RPXTTUR = mm1*RPXTW + mm2*LRPXTTUR; RPXTDEU = nn0 + nn1*RPXTW + nn2*LRPXTDEU; RPMTNLD = pp0 + pp1*RPXTW; RPMTLBY = qq0 + qq1*RPXTW; RPMTSOV = rr1*RPXTW + rr2*MTSOV + rr3*LRPMTSOV; RPMTUSA = tt0 + tt1*RPXTW; /* RPMTIDN DITUTUP KLU SIMULASI */ RPMTIDN = uu0 + uu1*RPXTW; RPTIDN = vv1*RPMGIDN + vv2*RPMTIDN + vv3*(QTIDN - LQTIDN) + vv4*DTIDN; RPTPB = ww0 + ww1*RPTIDN + ww2*LDTKM + ww3*DTRT; RPTPE = xx0 + xx1*RPTPB; DTIM = yy0 + yy1*LRPTIDN + yy2*LPENIDN; DTKM = zz0 + zz1*LRPTPB + zz2*LPENIDN; DTRT = ab0 + ab1*LRPTPB + ab2*PENIDN; DTRS = bc0 + bc1*LRPTPE + bc2*PENIDN;
383
/* MGIAUS, MGICAN, MGIUSA, MGIDN, DGIDN, DGM, QTIDN, INI DITUTUP KLU SIMULASI */ MGIAUS = cd0 + cd1*RPMGIDN + cd2*LMTIDN + cd3*ICIDN + cd4*LPENIDN; MGICAN = de1*LRPMGIDN + de2*LMTIDN + de3*ICIDN + de4*PENIDN; MGIUSA = ef1*(RPMGIDN - RPGW) + ef2*LMTIDN + ef3*ICIDN + ef4*PENIDN); MGIDN = MGIAUS + MGICAN + MGIUSA + MGRIDN; DGIDN = MGIDN; DGM = MGIDN - DGT - DGS - DGPL - DGFM - DGL - 0DGB; QTIDN = 0.74 * DGM; /* MTIAUS, MTIJPN, MTISGP, MTIDN, INI DITUTUP KLU SIMULASI */ MTIAUS = fg1*RPMTIDN +fg2*(MGIDN-LMGIDN) +fg3*(PENIDN-LPENIDN) +fg4*DTIDN +fg5*LMTIAUS; MTIJPN = gh0 + gh1*(RPMTIDN - LRPMTIDN) +gh2*MGIDN + gh3*LICIDN +gh4*(PENIDN- LPENIDN); MTISGP = hi1*RPMTIDN + hi2*MGIDN + hi3*LICIDN + hi4*(DTIDN - LDTIDN); MTIDN = MTIAUS + MTIJPN + MTISGP + MTRIDN; DTIDN = DTRS + DTRT + DTKM + DTIM; XGW = XGUSA + XGFRA + XGSOV + XGCAN + XGAUS + XGSD + XGARG + XGDEU + XGGBR; MGW = MGSOV+MGITA+MGBRA+MGJPN+MGDZA +MGIDN +MGSD +MGMYS +MGEGY +MGESP+MGMEX + MGCHN; XTW = XTFRA+XTBEL+XTSOV+XTTUR+XTDEU +XTSD+XTITA+XTESP+XTPAK+XTJPN+XTNLD+XTCHN+XTIDN; MTW = MTNLD + MTLBY + MTSOV + MTAGO + MTUSA+ MTIDN+ MTSD+ MTKOR+MTPAK+MTHKG + MTFRA; RANGE TAHUN=2004 TO 2015; RUN; PROC PRINT DATA=HASIL; VAR TAHUN MGW XGW RPGW XTW MTW RPXTW RPMGIDN RPMTIDN RPTIDN RPTPB RPTPE MGIAUS MGICAN MGIUSA MGIDN DGIDN DGM QTIDN MTIAUS MTIJPN MTISGP MTIDN DTRS DTRT DTKM DTIM DTIDN; run;
389
Lampiran 17. Hasil Peramalan Kinerja Industri Tepung Terigu Indonesia Tanpa Perubahan Kebijakan Tahun 2011 – 2015 dengan menggunakan Metode NEWTON, Prosedur SIMLIN, Software SAS/ETS versi 6.12
Tahun Permintaan Biji Gandum (MT) Impor Biji Gandum (MT) RPMGID
N (US $/MT)
RPGW (US
$/MT) MGW (MT)
DGPL DGM DGIDN MGRIDN MGIUSA MGIAUS MGICAN MGIDN
2004 194904.37 4209322.00 4404226.37 1146300 360974.39 2038169.51 858782 4404226.37 345.91 107.68 101686663.15 2005 189237.83 4013301.00 4202538.83 939842 373845.88 2118362.87 770488 4202538.83 338.91 102.39 102264159.01
2006 187583.51 3992485.00 4180068.51 853242 376759.78 2174032.12 776035 4180068.51 337.32 101.07 103276908.11
2007 188570.31 4035604.00 4224174.31 816542 382723.70 2238931.67 785977 4224174.31 336.92 103.16 103439627.40 2008 191296.90 4108497.00 4299793.90 809371 389896.21 2303739.31 796787 4299793.90 337.55 108.48 103558895.37
2009 195170.08 4197426.00 4392596.08 817797 398293.79 2368203.19 808302 4392596.08 339.15 117.12 104070039.56
2010 199797.15 4291861.00 4491658.15 834139 405584.17 2432307.32 819627 4491658.15 341.74 123.64 104066163.24 2011 204921.48 4389590.00 4594511.48 854577 412872.25 2496517.78 830545 4594511.48 343.70 129.49 104818716.80
2012 210373.72 4488572.00 4698945.72 877112 419259.43 2560733.15 841842 4698945.72 345.45 132.75 105183579.95
2013 216041.21 4587927.00 4803968.21 900732 424874.31 2625122.73 853239 4803968.21 346.43 133.21 105579519.25 2014 221850.11 4687591.00 4909441.11 924902 429784.44 2689726.91 865028 4909441.11 346.57 131.01 105946748.28
2015 227753.85 4788148.00 5015901.85 949354 434758.22 2754544.24 877246 5015901.85 345.91 128.19 106496047.71
390
Lampiran 17. Lanjutan
TAHUN XGW (MT) MTW (MT) XTW (MT) Permintaan Tepung Terigu Indonesia (MT) QTIDN
(MT) DTRS DTRT DTKM DTIM DTIDN
2004 104440000.06 8481541.02 7265660.67 160409.00 136123.00 1946611.00 1069764.00 3312906.17 3221859.84
2005 104163077.11 8880669.10 7419402.41 163318.00 141838.00 2033660.00 1117176.00 3455990.95 3143877.99
2006 102889817.14 9104632.62 7488744.68 164890.00 143322.00 2058398.00 1130322.00 3496931.25 3147030.14 2007 101367541.30 9268058.89 7548099.65 172010.00 149463.00 2148929.00 1179539.00 3649940.70 3198799.98
2008 99967462.79 9390172.86 7603883.77 176942.00 153763.00 2212377.00 1213926.00 3757007.79 3271830.08
2009 100215496.23 9487528.20 7658748.32 182178.00 158318.00 2279038.00 1250090.00 3869623.78 3355932.62 2010 100801615.39 9570290.00 7713756.30 187207.00 162697.00 2342904.00 1284719.00 3977526.60 3444269.33
2011 101898084.14 9644408.73 7769288.74 192190.00 167037.00 2406030.00 1318944.00 4084201.43 3535530.85
2012 103335970.81 9713364.34 7825435.67 197173.00 171376.00 2469026.00 1353100.00 4190674.73 3627441.12 2013 104918786.61 9779202.79 7882168.35 202140.00 175702.00 2531757.00 1387111.00 4296710.07 3719624.82
2014 105976386.42 9843142.01 7939415.75 207117.00 180036.00 2594550.00 1421156.00 4402858.70 3811780.58
2015 106680989.01 9905907.38 7997097.73 212104.00 184379.00 2657438.00 1455254.00 4509175.32 3904314.03
391
Lampiran 17. Lanjutan
TAHUN Impor Tepung Terigu Indonesia (MT) RPTW
(US $/MT)
RPMTIDN (US $/MT)
Harga Tepung Terigu Domestik (Rp/Kg)
MTIJPN MTISGP MTIAUS MTRIDN MTIDN RPTIDN RPTPB RPTPE 2004 8044.98 19535.07 18569.79 62832 108982.00 222.34 368.15 2509.75 2577.33 2766.61 2005 8124.30 21217.94 18533.52 66114 113990.00 238.26 379.13 2786.58 2854.06 3005.14 2006 8135.84 21441.48 18201.93 69396 117175.00 253.35 389.54 2759.40 2827.21 2982.00 2007 8204.96 21577.49 18224.67 72678 120685.00 267.06 399.00 2843.76 2911.77 3054.89 2008 8324.32 21485.72 18404.45 75961 124175.00 279.16 407.34 2908.45 2976.77 3110.91 2009 8475.58 21416.74 18716.34 79242 127851.00 289.65 414.58 2982.10 3050.64 3174.59 2010 8654.30 21374.42 19113.92 82524 131667.00 298.67 420.80 3056.78 3125.55 3239.16 2011 8848.75 21356.64 19562.50 85807 135575.00 306.40 426.13 3130.58 3199.57 3302.96 2012 9053.90 21362.48 20044.78 89089 139550.00 313.04 430.71 3204.61 3273.82 3366.97 2013 9266.16 21387.40 20547.92 92371 143572.00 318.76 434.65 3277.76 3347.19 3430.21 2014 9482.35 21424.07 21064.20 95653 147624.00 323.72 438.07 3350.10 3419.75 3492.75 2015 9699.15 21458.68 21587.94 98935 151681.00 328.05 441.07 3421.49 3491.37 3554.49
392
392
Lampiran 18. Hasil Simulasi Peramalan Tahun 2011-2015 Kebijakan Tarif dan Kuota Impor pada Model Industri Tepung Terigu Indonesia Metode NEWTON, Prosedur SIMNLIN, Software SAS/ETS, Versi 6.12 Skenario 1. Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen
Variable Nobs N Actual Predicted Label Mean Std Mean Std XGUSA 12 12 1.0000 0 26018248 423966 Ekspor Gan USA XGFRA 12 12 1.0000 0 18084282 773134 Ekspor Gan France XGCAN 12 12 1.0000 0 16424217 726148 Ekspor Gan Canada XGSOV 12 12 11.0000 0 8873652 1802836 Ekspor Gan Soviet XGAUS 12 12 1.0000 0 17214063 883586 Ekspor Gan Australia RPXGUSA 12 12 1.0000 0 144.1504 0.8996 Hrg Ril Ex Gan USA RPXGFRA 12 12 1.0000 0 154.3271 1.0033 Hrg Ril Ex Gan France RPXGCAN 12 12 1.0000 0 152.0431 1.1450 Hrg Ril Ex Gan CAN RPXGSOV 12 12 1.0000 0 133.3015 13.7114 Hrg Ril Eks Gan Sov RPXGAUS 12 12 1.0000 0 138.5177 1.6675 Hrg Ril Ex Gan Australi MGSOV 12 12 11.0000 0 4737632 1312620 Impor Gan Soviet MGITA 12 12 1.0000 0 5649484 195450 Impor Gan Italia MGBRA 12 12 1.0000 0 6379788 493641 Impor Gan Brasil MGJPN 12 12 1.0000 0 6006994 67818 Impor Gan Jepang MGDZA 12 12 1.0000 0 5183501 370227 Impor Gan A ljasair RPMGSOV 12 12 1.0000 0 127.8574 13.1514 Hrg Ril Imp Gan Sov RPMGITA 12 12 1.0000 0 207.6620 2.2094 Hrg Ril Imp Gan ITA RPMGBRA 12 12 1.0000 0 136.7912 14.0703 Hrg Ril Imp Gan BRA RPMGJPN 12 12 1.0000 0 195.6363 0.3562 Hrg Ril Impor Gan JPN RPMGDZA 12 12 1.0000 0 163.3042 11.5940 Hrg Ril Impor Gan DZA XTFRA 12 12 1.0000 0 949276 86850 Ekspor Tep France XTBEL 12 12 1.0000 0 683059 17821 Ekspor Tepung Belgia XTSOV 12 12 11.0000 0 627712 35973 Ekspor Tep Soviet XTTUR 12 12 1.0000 0 595533 59665 Ekspor Tep Turki XTDEU 12 12 1.0000 0 621604 18581 Ekspor Tep Jerman RPXTFRA 12 12 1.0000 0 236.1094 2.3504 Hrg Ril Ex Tep FRA RPXTBEL 12 12 1.0000 0 272.6960 2.0254 Hrg Ril Ex Tep Belg ia RPXTSOV 12 12 1.0000 0 319.3194 38.9550 Hrg Ril Ekp Tep Sov RPXTTUR 12 12 1.0000 0 2725 838.1577 Hrg Ril Ex Tep Turki RPXTDEU 12 12 1.0000 0 263.0858 1.0529 Hrg Ril Ekp Tep DEU MTNLD 12 12 1.0000 0 397600 78795 Impor Tep Belanda MTLBY 12 12 1.0000 0 771858 76959 Impor Tep Libya MTSOV 12 12 11.0000 0 844609 45343 Impor Tep Soviet MTUSA 12 12 1.0000 0 252129 42699 Impor Tep USA RPMTNLD 12 12 1.0000 0 314.4687 2.9657 Hrg Ril Imp Tep NLD RPMTLBY 12 12 1.0000 0 283.0221 7.8017 Hrg Ril Imp Tep Libya RPMTSOV 12 12 1.0000 0 322.1300 38.1498 Hrg Ril Imp Tep Sov RPMTUSA 12 12 1.0000 0 332.7415 3.7856 Hrg Ril Imp Tep USA XGW 12 12 16410078 2045938 103024525 2240640 Ekspor Gandum Dunia MGW 12 12 72616271 1771354 103754484 1437417 Impor Gan Dunia RPGW 12 12 1.0000 0 114.6102 11.7888 Hrg Ril Gan Dunia RPMGIDN 12 12 1.0000 0 341.1852 3.7558 Hrg Ril Imp Gan IDN XTW 12 12 4198851 245330 7676019 221268 Ekspor Tep Dunia MTW 12 12 7106880 275074 9429715 426869 Impor Tep Dunia RPXTW 12 12 1.0000 0 286.8600 34.9952 Hrg Ril Ex Tep Dunia RPMTIDN 12 12 1.0000 0 412.6521 24.1392 Hrg Ril Imp Tep IDN RPTIDN 12 12 1.0000 0 3028 255.1933 Hrg Ril Tep IDN RPTPB 12 12 1.0000 0 3097 256.0376 Hrg Ril Tep PB RPTPE 12 12 1.0000 0 3214 220.6988 Hrg Ril Tep PE
393
393
Lampiran 18. Lanjutan
Variable Nobs N Actual Predicted Label Mean Std Mean Std DTIM 12 12 1.0000 0 1263991 127357 Deman Tep IM DTKM 12 12 1.0000 0 2304721 234842 Deman Tep KM DTRT 12 12 1.0000 0 160198 15999 Deman Tep RT DTRS 12 12 1.0000 0 184640 17894 Deman Tep RS DTIDN 12 12 4.0000 0 3913550 396061 Deman Tep Indonesia MTIJPN 12 12 1.0000 0 9758 641.5673 Imp Tep IDN dr JPN MTISGP 12 12 1.0000 0 27355 776.9246 Imp Tep IDN dr SGP MTIAUS 12 12 1.0000 0 19542 1098 Imp Tep IDN dr AUS MTIDN 12 12 80886 11834 137539 14035 Impor Tep Indonesia MGIUSA 12 12 1.0000 0 361189 21063 Imp Gan IDN dr USA MGIAUS 12 12 1.0000 0 2166144 213215 Imp Gan IDN dr AUS MGICAN 12 12 1.0000 0 742181 34375 Imp Gan IDN dr CAN MGIDN 12 12 886825 94872 4067653 256996 Impor Gan Indonesia DGIDN 12 12 886825 94872 4067653 256996 Deman Gan Indonesia DGM 12 12 684533 93923 3885591 244640 Deman Gan Makanan QTIDN 12 12 0.7400 0 2875337 181033 Prod Tep Indonesia Skenario 2. Pelarangan Impor Tepung Terigu XGUSA 12 12 1.0000 0 26054303 406914 Ekspor Gan USA XGFRA 12 12 1.0000 0 18091131 776486 Ekspor Gan France XGCAN 12 12 1.0000 0 16424903 726465 Ekspor Gan Canada XGSOV 12 12 11.0000 0 8885442 1801990 Ekspor Gan Soviet XGAUS 12 12 1.0000 0 17214902 883980 Ekspor Gan Australia RPXGUSA 12 12 1.0000 0 144.6792 1.0998 Hrg Ril Ex Gan USA RPXGFRA 12 12 1.0000 0 154.8918 1.2194 Hrg Ril Ex Gan France RPXGCAN 12 12 1.0000 0 152.7052 1.3763 Hrg Ril Ex Gan CAN RPXGSOV 12 12 1.0000 0 141.0185 16.6649 Hrg Ril Eks Gan Sov RPXGAUS 12 12 1.0000 0 139.4562 2.0267 Hrg Ril Ex Gan Australi MGSOV 12 12 11.0000 0 4737632 1312620 Impor Gan Soviet MGITA 12 12 1.0000 0 5642107 199231 Impor Gan Italia MGBRA 12 12 1.0000 0 6377090 492187 Impor Gan Brasil MGJPN 12 12 1.0000 0 6006955 67834 Impor Gan Jepang MGDZA 12 12 1.0000 0 5182506 369630 Impor Gan A ljasair RPMGSOV 12 12 1.0000 0 135.2593 15.9843 Hrg Ril Imp Gan Sov RPMGITA 12 12 1.0000 0 208.6848 2.5039 Hrg Ril Imp Gan ITA RPMGBRA 12 12 1.0000 0 144.7103 17.1012 Hrg Ril Imp Gan BRA RPMGJPN 12 12 1.0000 0 195.8368 0.4329 Hrg Ril Impor Gan JPN RPMGDZA 12 12 1.0000 0 169.7677 14.3371 Hrg Ril Impor Gan DZA XTFRA 12 12 1.0000 0 949252 86843 Ekspor Tep France XTBEL 12 12 1.0000 0 683030 17832 Ekspor Tepung Belgia XTSOV 12 12 11.0000 0 626940 35947 Ekspor Tep Soviet XTTUR 12 12 1.0000 0 595533 59665 Ekspor Tep Turki XTDEU 12 12 1.0000 0 621593 18575 Ekspor Tep Jerman RPXTFRA 12 12 1.0000 0 235.9531 2.3998 Hrg Ril Ex Tep FRA RPXTBEL 12 12 1.0000 0 272.4356 2.0564 Hrg Ril Ex Tep Belg ia RPXTSOV 12 12 1.0000 0 312.6830 36.3657 Hrg Ril Ekp Tep Sov RPXTTUR 12 12 1.0000 0 2671 810.3994 Hrg Ril Ex Tep Turki RPXTDEU 12 12 1.0000 0 262.9540 0.9904 Hrg Ril Ekp Tep DEU MTNLD 12 12 1.0000 0 397623 78805 Impor Tep Belanda MTLBY 12 12 1.0000 0 772162 77072 Impor Tep Libya MTSOV 12 12 11.0000 0 844609 45343 Impor Tep Soviet MTUSA 12 12 1.0000 0 252225 42756 Impor Tep USA RPMTNLD 12 12 1.0000 0 313.9635 2.7686 Hrg Ril Imp Tep NLD
394
394
Lampiran 18. Lanjutan
Variable Nobs N Actual Predicted Label Mean Std Mean Std RPMTLBY 12 12 1.0000 0 281.6930 7.2831 Hrg Ril Imp Tep Libya RPMTSOV 12 12 1.0000 0 315.8845 35.5566 Hrg Ril Imp Tep Sov RPMTUSA 12 12 1.0000 0 332.0966 3.5340 Hrg Ril Imp Tep USA XGW 12 12 16410078 2045938 103080744 2242968 Ekspor Gandum Dunia MGW 12 12 72616271 1771354 104596961 1563921 Impor Gan Dunia RPGW 12 12 1.0000 0 121.2453 14.3282 Hrg Ril Gan Dunia RPMGIDN 12 12 1.0000 0 342.9238 4.2565 Hrg Ril Imp Gan IDN XTW 12 12 4198851 245330 7675185 221350 Ekspor Tep Dunia MTW 12 12 7106880 275074 9292598 413886 Impor Tep Dunia RPXTW 12 12 1.0000 0 280.8983 32.6690 Hrg Ril Ex Tep Dunia RPMTIDN 12 12 1.0000 0 408.5398 22.5346 Hrg Ril Imp Tep IDN RPTIDN 12 12 1.0000 0 3009 280.0377 Hrg Ril Tep IDN RPTPB 12 12 1.0000 0 3078 280.8103 Hrg Ril Tep PB RPTPE 12 12 1.0000 0 3198 242.0523 Hrg Ril Tep PE DTIM 12 12 1.0000 0 1266287 125024 Deman Tep IM DTKM 12 12 1.0000 0 2308904 230590 Deman Tep KM DTRT 12 12 1.0000 0 160489 15703 Deman Tep RT DTRS 12 12 1.0000 0 184987 17526 Deman Tep RS DTIDN 12 12 4.0000 0 3920668 388812 Deman Tep Indonesia MTIJPN 12 12 1.0000 0 0 0 Imp Tep IDN dr JPN MTISGP 12 12 1.0000 0 0 0 Imp Tep IDN dr SGP MTIAUS 12 12 1.0000 0 0 0 Imp Tep IDN dr AUS MTIDN 12 12 1.0000 0 0 0 Impor Tep Indonesia MGIUSA 12 12 1.0000 0 477578 46581 Imp Gan IDN dr USA MGIAUS 12 12 1.0000 0 2506199 262245 Imp Gan IDN dr AUS MGICAN 12 12 1.0000 0 1050640 83421 Imp Gan IDN dr CAN MGIDN 12 12 886825 94872 4921240 362571 Impor Gan Indonesia DGIDN 12 12 886825 94872 4921240 362571 Deman Gan Indonesia DGM 12 12 684533 93923 4718948 349444 Deman Gan Makanan QTIDN 12 12 0.7400 0 3492022 258589 Prod Tep Indonesia Skenario 3. Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Biji Gandum sebesar 5 persen XGUSA 12 12 1.0000 0 26036808 416467 Ekspor Gan USA XGFRA 12 12 1.0000 0 18087812 774618 Ekspor Gan France XGCAN 12 12 1.0000 0 16424575 726308 Ekspor Gan Canada XGSOV 12 12 11.0000 0 8879444 1803270 Ekspor Gan Soviet XGAUS 12 12 1.0000 0 17214495 883759 Ekspor Gan Australia RPXGUSA 12 12 1.0000 0 144.4226 0.9829 Hrg Ril Ex Gan USA RPXGFRA 12 12 1.0000 0 154.6168 1.0939 Hrg Ril Ex Gan France RPXGCAN 12 12 1.0000 0 152.3831 1.2403 Hrg Ril Ex Gan CAN RPXGSOV 12 12 1.0000 0 137.2613 14.9499 Hrg Ril Eks Gan Sov RPXGAUS 12 12 1.0000 0 138.9993 1.8181 Hrg Ril Ex Gan Australi MGSOV 12 12 11.0000 0 4737632 1312620 Impor Gan Soviet MGITA 12 12 1.0000 0 5645640 197308 Impor Gan Italia MGBRA 12 12 1.0000 0 6378392 492981 Impor Gan Brasil MGJPN 12 12 1.0000 0 6006975 67828 Impor Gan Jepang MGDZA 12 12 1.0000 0 5182983 369949 Impor Gan A ljasair RPMGSOV 12 12 1.0000 0 131.6555 14.3393 Hrg Ril Imp Gan Sov RPMGITA 12 12 1.0000 0 208.1912 2.3132 Hrg Ril Imp Gan ITA RPMGBRA 12 12 1.0000 0 140.8548 15.3413 Hrg Ril Imp Gan BRA RPMGJPN 12 12 1.0000 0 195.7392 0.3883 Hrg Ril Impor Gan JPN RPMGDZA 12 12 1.0000 0 166.6318 12.7659 Hrg Ril Impor Gan DZA XTFRA 12 12 1.0000 0 949274 86849 Ekspor Tep France
395
395
Lampiran 18. Lanjutan
Variable Nobs N Actual Predicted Label Mean Std Mean Std XTBEL 12 12 1.0000 0 683057 17822 Ekspor Tepung Belgia XTSOV 12 12 11.0000 0 627674 35968 Ekspor Tep Soviet XTTUR 12 12 1.0000 0 595533 59665 Ekspor Tep Turki XTDEU 12 12 1.0000 0 621603 18581 Ekspor Tep Jerman RPXTFRA 12 12 1.0000 0 236.1013 2.3528 Hrg Ril Ex Tep FRA RPXTBEL 12 12 1.0000 0 272.6825 2.0270 Hrg Ril Ex Tep Belg ia RPXTSOV 12 12 1.0000 0 318.9756 38.8366 Hrg Ril Ekp Tep Sov RPXTTUR 12 12 1.0000 0 2723 836.7978 Hrg Ril Ex Tep Turki RPXTDEU 12 12 1.0000 0 263.0790 1.0499 Hrg Ril Ekp Tep DEU MTNLD 12 12 1.0000 0 397601 78796 Impor Tep Belanda MTLBY 12 12 1.0000 0 771874 76965 Impor Tep Libya MTSOV 12 12 11.0000 0 844609 45343 Impor Tep Soviet MTUSA 12 12 1.0000 0 252134 42702 Impor Tep USA RPMTNLD 12 12 1.0000 0 314.4426 2.9567 Hrg Ril Imp Tep NLD RPMTLBY 12 12 1.0000 0 282.9533 7.7780 Hrg Ril Imp Tep Libya RPMTSOV 12 12 1.0000 0 321.8061 38.0296 Hrg Ril Imp Tep Sov RPMTUSA 12 12 1.0000 0 332.7081 3.7741 Hrg Ril Imp Tep USA XGW 12 12 16410078 2045938 103053198 2241506 Ekspor Gandum Dunia MGW 12 12 72616271 1771354 104178272 1460572 Impor Gan Dunia RPGW 12 12 1.0000 0 118.0149 12.8536 Hrg Ril Gan Dunia RPMGIDN 12 12 1.0000 0 359.1890 4.1289 Hrg Ril Imp Gan IDN XTW 12 12 4198851 245330 7675977 221277 Ekspor Tep Dunia MTW 12 12 7106880 275074 9422725 426706 Impor Tep Dunia RPXTW 12 12 1.0000 0 286.5512 34.8888 Hrg Ril Ex Tep Dunia RPMTIDN 12 12 1.0000 0 412.4391 24.0658 Hrg Ril Imp Tep IDN RPTIDN 12 12 1.0000 0 3034 270.4516 Hrg Ril Tep IDN RPTPB 12 12 1.0000 0 3103 271.2399 Hrg Ril Tep PB RPTPE 12 12 1.0000 0 3220 233.8028 Hrg Ril Tep PE DTIM 12 12 1.0000 0 1263389 125908 Deman Tep IM DTKM 12 12 1.0000 0 2303626 232202 Deman Tep KM DTRT 12 12 1.0000 0 160122 15816 Deman Tep RT DTRS 12 12 1.0000 0 184549 17673 Deman Tep RS DTIDN 12 12 4.0000 0 3911686 391568 Deman Tep Indonesia MTIJPN 12 12 1.0000 0 8742 574.6193 Imp Tep IDN dr JPN MTISGP 12 12 1.0000 0 21536 586.5960 Imp Tep IDN dr SGP MTIAUS 12 12 1.0000 0 19364 1163 Imp Tep IDN dr AUS MTIDN 12 12 80886 11834 130527 13753 Impor Tep Indonesia MGIUSA 12 12 1.0000 0 394119 24070 Imp Gan IDN dr USA MGIAUS 12 12 1.0000 0 2401452 237188 Imp Gan IDN dr AUS MGICAN 12 12 1.0000 0 814826 37256 Imp Gan IDN dr CAN MGIDN 12 12 886825 94872 4497219 285250 Impor Gan Indonesia DGIDN 12 12 886825 94872 4497219 285250 Deman Gan Indonesia DGM 12 12 684533 93923 4294927 271504 Deman Gan Makanan QTIDN 12 12 0.7400 0 3178246 200913 Prod Tep Indonesia Skenario 4. Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung Terigu sebesar 5 persen XGUSA 12 12 1.0000 0 26037758 416049 Ekspor Gan USA XGFRA 12 12 1.0000 0 18087993 774701 Ekspor Gan France XGCAN 12 12 1.0000 0 16424594 726316 Ekspor Gan Canada XGSOV 12 12 11.0000 0 8879743 1803270 Ekspor Gan Soviet XGAUS 12 12 1.0000 0 17214517 883769 Ekspor Gan Australia RPXGUSA 12 12 1.0000 0 144.4366 0.9877 Hrg Ril Ex Gan USA RPXGFRA 12 12 1.0000 0 154.6317 1.0991 Hrg Ril Ex Gan France
396
396
Lampiran 18. Lanjutan
Variable Nobs N Actual Predicted Label Mean Std Mean Std RPXGCAN 12 12 1.0000 0 152.4005 1.2457 Hrg Ril Ex Gan CAN RPXGSOV 12 12 1.0000 0 137.4640 15.0205 Hrg Ril Eks Gan Sov RPXGAUS 12 12 1.0000 0 139.0239 1.8267 Hrg Ril Ex Gan Australi MGSOV 12 12 11.0000 0 4737632 1312620 Impor Gan Soviet MGITA 12 12 1.0000 0 5645443 197407 Impor Gan Italia MGBRA 12 12 1.0000 0 6378320 492944 Impor Gan Brasil MGJPN 12 12 1.0000 0 6006974 67828 Impor Gan Jepang MGDZA 12 12 1.0000 0 5182956 369934 Impor Gan A ljasair RPMGSOV 12 12 1.0000 0 131.8499 14.4071 Hrg Ril Imp Gan Sov RPMGITA 12 12 1.0000 0 208.2183 2.3201 Hrg Ril Imp Gan ITA RPMGBRA 12 12 1.0000 0 141.0627 15.4137 Hrg Ril Imp Gan BRA RPMGJPN 12 12 1.0000 0 195.7445 0.3902 Hrg Ril Impor Gan JPN RPMGDZA 12 12 1.0000 0 166.8021 12.8325 Hrg Ril Impor Gan DZA XTFRA 12 12 1.0000 0 949274 86849 Ekspor Tep France XTBEL 12 12 1.0000 0 683057 17822 Ekspor Tepung Belgia XTSOV 12 12 11.0000 0 627670 35967 Ekspor Tep Soviet XTTUR 12 12 1.0000 0 595533 59665 Ekspor Tep Turki XTDEU 12 12 1.0000 0 621603 18580 Ekspor Tep Jerman RPXTFRA 12 12 1.0000 0 236.1006 2.3531 Hrg Ril Ex Tep FRA RPXTBEL 12 12 1.0000 0 272.6813 2.0271 Hrg Ril Ex Tep Belg ia RPXTSOV 12 12 1.0000 0 318.9442 38.8245 Hrg Ril Ekp Tep Sov RPXTTUR 12 12 1.0000 0 2722 836.6646 Hrg Ril Ex Tep Turki RPXTDEU 12 12 1.0000 0 263.0783 1.0496 Hrg Ril Ekp Tep DEU MTNLD 12 12 1.0000 0 397601 78796 Impor Tep Belanda MTLBY 12 12 1.0000 0 771875 76965 Impor Tep Libya MTSOV 12 12 11.0000 0 844609 45343 Impor Tep Soviet MTUSA 12 12 1.0000 0 252135 42703 Impor Tep USA RPMTNLD 12 12 1.0000 0 314.4402 2.9558 Hrg Ril Imp Tep NLD RPMTLBY 12 12 1.0000 0 282.9470 7.7755 Hrg Ril Imp Tep Libya RPMTSOV 12 12 1.0000 0 321.7765 38.0174 Hrg Ril Imp Tep Sov RPMTUSA 12 12 1.0000 0 332.7050 3.7729 Hrg Ril Imp Tep USA XGW 12 12 16410078 2045938 103054668 2241506 Ekspor Gandum Dunia MGW 12 12 72616271 1771354 104199924 1462403 Impor Gan Dunia RPGW 12 12 1.0000 0 118.1891 12.9144 Hrg Ril Gan Dunia RPMGIDN 12 12 1.0000 0 342.1308 3.9441 Hrg Ril Imp Gan IDN XTW 12 12 4198851 245330 7675973 221277 Ekspor Tep Dunia MTW 12 12 7106880 275074 9422085 426654 Impor Tep Dunia RPXTW 12 12 1.0000 0 286.5230 34.8779 Hrg Ril Ex Tep Dunia RPMTIDN 12 12 1.0000 0 433.0406 25.2612 Hrg Ril Imp Tep IDN RPTIDN 12 12 1.0000 0 3020 271.7264 Hrg Ril Tep IDN RPTPB 12 12 1.0000 0 3089 272.5140 Hrg Ril Tep PB RPTPE 12 12 1.0000 0 3208 234.9011 Hrg Ril Tep PE DTIM 12 12 1.0000 0 1264981 126034 Deman Tep IM DTKM 12 12 1.0000 0 2306525 232430 Deman Tep KM DTRT 12 12 1.0000 0 160324 15832 Deman Tep RT DTRS 12 12 1.0000 0 184790 17688 Deman Tep RS DTIDN 12 12 4.0000 0 3916620 391952 Deman Tep Indonesia MTIJPN 12 12 1.0000 0 8690 571.3622 Imp Tep IDN dr JPN MTISGP 12 12 1.0000 0 21016 535.9557 Imp Tep IDN dr SGP MTIAUS 12 12 1.0000 0 19295 1161 Imp Tep IDN dr AUS MTIDN 12 12 80886 11834 129885 13710 Impor Tep Indonesia MGIUSA 12 12 1.0000 0 400995 24217 Imp Gan IDN dr USA
397
397
Lampiran 18. Lanjutan
Variable Nobs N Actual Predicted Label Mean Std Mean Std MGIAUS 12 12 1.0000 0 2407120 237325 Imp Gan IDN dr AUS MGICAN 12 12 1.0000 0 824229 36382 Imp Gan IDN dr CAN MGIDN 12 12 886825 94872 4519166 285942 Impor Gan Indonesia DGIDN 12 12 886825 94872 4519166 285942 Deman Gan Indonesia DGM 12 12 684533 93923 4316874 272188 Deman Gan Makanan QTIDN 12 12 0.7400 0 3194487 201419 Prod Tep Indonesia Skenario 5. Penambahan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 10 persen XGUSA 12 12 1.0000 0 26057694 407955 Ekspor Gan USA XGFRA 12 12 1.0000 0 18091785 776304 Ekspor Gan France XGCAN 12 12 1.0000 0 16424978 726488 Ekspor Gan Canada XGSOV 12 12 11.0000 0 8885969 1803707 Ekspor Gan Soviet XGAUS 12 12 1.0000 0 17214981 883955 Ekspor Gan Australia RPXGUSA 12 12 1.0000 0 144.7289 1.0838 Hrg Ril Ex Gan USA RPXGFRA 12 12 1.0000 0 154.9429 1.2000 Hrg Ril Ex Gan France RPXGCAN 12 12 1.0000 0 152.7658 1.3551 Hrg Ril Ex Gan CAN RPXGSOV 12 12 1.0000 0 141.7174 16.3999 Hrg Ril Eks Gan Sov RPXGAUS 12 12 1.0000 0 139.5412 1.9945 Hrg Ril Ex Gan Australi MGSOV 12 12 11.0000 0 4737632 1312620 Impor Gan Soviet MGITA 12 12 1.0000 0 5641314 199416 Impor Gan Italia MGBRA 12 12 1.0000 0 6376821 492231 Impor Gan Brasil MGJPN 12 12 1.0000 0 6006954 67839 Impor Gan Jepang MGDZA 12 12 1.0000 0 5182399 369634 Impor Gan A ljasair RPMGSOV 12 12 1.0000 0 135.9296 15.7301 Hrg Ril Imp Gan Sov RPMGITA 12 12 1.0000 0 208.7867 2.4609 Hrg Ril Imp Gan ITA RPMGBRA 12 12 1.0000 0 145.4275 16.8293 Hrg Ril Imp Gan BRA RPMGJPN 12 12 1.0000 0 195.8549 0.4260 Hrg Ril Impor Gan JPN RPMGDZA 12 12 1.0000 0 170.3763 14.1414 Hrg Ril Impor Gan DZA XTFRA 12 12 1.0000 0 949273 86849 Ekspor Tep France XTBEL 12 12 1.0000 0 683056 17823 Ekspor Tepung Belgia XTSOV 12 12 11.0000 0 627630 35962 Ekspor Tep Soviet XTTUR 12 12 1.0000 0 595533 59665 Ekspor Tep Turki XTDEU 12 12 1.0000 0 621602 18580 Ekspor Tep Jerman RPXTFRA 12 12 1.0000 0 236.0922 2.3556 Hrg Ril Ex Tep FRA RPXTBEL 12 12 1.0000 0 272.6674 2.0288 Hrg Ril Ex Tep Belg ia RPXTSOV 12 12 1.0000 0 318.5912 38.7029 Hrg Ril Ekp Tep Sov RPXTTUR 12 12 1.0000 0 2719 835.2668 Hrg Ril Ex Tep Turki RPXTDEU 12 12 1.0000 0 263.0713 1.0465 Hrg Ril Ekp Tep DEU MTNLD 12 12 1.0000 0 397603 78796 Impor Tep Belanda MTLBY 12 12 1.0000 0 771891 76970 Impor Tep Libya MTSOV 12 12 11.0000 0 844609 45343 Impor Tep Soviet MTUSA 12 12 1.0000 0 252140 42705 Impor Tep USA RPMTNLD 12 12 1.0000 0 314.4133 2.9465 Hrg Ril Imp Tep NLD RPMTLBY 12 12 1.0000 0 282.8763 7.7512 Hrg Ril Imp Tep Libya RPMTSOV 12 12 1.0000 0 321.4438 37.8940 Hrg Ril Imp Tep Sov RPMTUSA 12 12 1.0000 0 332.6707 3.7611 Hrg Ril Imp Tep USA XGW 12 12 16410078 2045938 103085470 2242422 Ekspor Gandum Dunia MGW 12 12 72616271 1771354 104655105 1488258 Impor Gan Dunia RPGW 12 12 1.0000 0 121.8461 14.1004 Hrg Ril Gan Dunia RPMGIDN 12 12 1.0000 0 343.0971 4.1834 Hrg Ril Imp Gan IDN XTW 12 12 4198851 245330 7675930 221286 Ekspor Tep Dunia MTW 12 12 7106880 275074 9414911 426488 Impor Tep Dunia RPXTW 12 12 1.0000 0 286.2059 34.7687 Hrg Ril Ex Tep Dunia
398
398
Lampiran 18. Lanjutan
Variable Nobs N Actual Predicted Label Mean Std Mean Std RPMTIDN 12 12 1.0000 0 412.2009 23.9830 Hrg Ril Imp Tep IDN RPTIDN 12 12 1.0000 0 3010 292.4130 Hrg Ril Tep IDN RPTPB 12 12 1.0000 0 3079 293.1245 Hrg Ril Tep PB RPTPE 12 12 1.0000 0 3199 252.6669 Hrg Ril Tep PE DTIM 12 12 1.0000 0 1266223 124878 Deman Tep IM DTKM 12 12 1.0000 0 2308788 230319 Deman Tep KM DTRT 12 12 1.0000 0 160481 15686 Deman Tep RT DTRS 12 12 1.0000 0 184978 17508 Deman Tep RS DTIDN 12 12 4.0000 0 3920471 388360 Deman Tep Indonesia MTIJPN 12 12 1.0000 0 7599 499.1446 Imp Tep IDN dr JPN MTISGP 12 12 1.0000 0 14990 550.2626 Imp Tep IDN dr SGP MTIAUS 12 12 1.0000 0 19216 1290 Imp Tep IDN dr AUS MTIDN 12 12 80886 11834 122689 13436 Impor Tep Indonesia MGIUSA 12 12 1.0000 0 452259 28234 Imp Gan IDN dr USA MGIAUS 12 12 1.0000 0 2647522 261402 Imp Gan IDN dr AUS MGICAN 12 12 1.0000 0 905268 38521 Imp Gan IDN dr CAN MGIDN 12 12 886825 94872 4980553 315544 Impor Gan Indonesia DGIDN 12 12 886825 94872 4980553 315544 Deman Gan Indonesia DGM 12 12 684533 93923 4758032 300400 Deman Gan Makanan QTIDN 12 12 0.7400 0 3520944 222296 Prod Tep Indonesia Skenario 6. Penambahan Kuota Impor Tepung Terigu sebesar 50 persen XGUSA 12 12 1.0000 0 26029797 420672 Ekspor Gan USA XGFRA 12 12 1.0000 0 18086484 773799 Ekspor Gan France XGCAN 12 12 1.0000 0 16424446 726245 Ekspor Gan Canada XGSOV 12 12 11.0000 0 8876936 1804036 Ekspor Gan Soviet XGAUS 12 12 1.0000 0 17214332 883661 Ekspor Gan Australia RPXGUSA 12 12 1.0000 0 144.3198 0.9321 Hrg Ril Ex Gan USA RPXGFRA 12 12 1.0000 0 154.5063 1.0384 Hrg Ril Ex Gan France RPXGCAN 12 12 1.0000 0 152.2537 1.1807 Hrg Ril Ex Gan CAN RPXGSOV 12 12 1.0000 0 135.7503 14.1909 Hrg Ril Eks Gan Sov RPXGAUS 12 12 1.0000 0 138.8155 1.7258 Hrg Ril Ex Gan Australi MGSOV 12 12 11.0000 0 4737632 1312620 Impor Gan Soviet MGITA 12 12 1.0000 0 5647037 196530 Impor Gan Italia MGBRA 12 12 1.0000 0 6378911 493321 Impor Gan Brasil MGJPN 12 12 1.0000 0 6006984 67826 Impor Gan Jepang MGDZA 12 12 1.0000 0 5183171 370085 Impor Gan A ljasair RPMGSOV 12 12 1.0000 0 130.2062 13.6113 Hrg Ril Imp Gan Sov RPMGITA 12 12 1.0000 0 207.9946 2.2332 Hrg Ril Imp Gan ITA RPMGBRA 12 12 1.0000 0 139.3042 14.5624 Hrg Ril Imp Gan BRA RPMGJPN 12 12 1.0000 0 195.6999 0.3686 Hrg Ril Impor Gan JPN RPMGDZA 12 12 1.0000 0 165.3751 12.0776 Hrg Ril Impor Gan DZA XTFRA 12 12 1.0000 0 949285 86852 Ekspor Tep France XTBEL 12 12 1.0000 0 683070 17818 Ekspor Tepung Belgia XTSOV 12 12 11.0000 0 628031 35954 Ekspor Tep Soviet XTTUR 12 12 1.0000 0 595533 59665 Ekspor Tep Turki XTDEU 12 12 1.0000 0 621608 18583 Ekspor Tep Jerman RPXTFRA 12 12 1.0000 0 236.1717 2.3303 Hrg Ril Ex Tep FRA RPXTBEL 12 12 1.0000 0 272.8001 2.0155 Hrg Ril Ex Tep Belg ia RPXTSOV 12 12 1.0000 0 321.9769 40.1121 Hrg Ril Ekp Tep Sov RPXTTUR 12 12 1.0000 0 2747 849.8981 Hrg Ril Ex Tep Turki RPXTDEU 12 12 1.0000 0 263.1383 1.0799 Hrg Ril Ekp Tep DEU MTNLD 12 12 1.0000 0 397591 78791 Impor Tep Belanda
399
399
Lampiran 18. Lanjutan
Variable Nobs N Actual Predicted Label Mean Std Mean Std
MTLBY 12 12 1.0000 0 771736 76909 Impor Tep Libya MTSOV 12 12 1.0000 0 844609 45343 Impor Tep Soviet MTUSA 12 12 1.0000 0 252092 42676 Impor Tep USA RPMTNLD 12 12 1.0000 0 314.6710 3.0538 Hrg Ril Imp Tep NLD RPMTLBY 12 12 1.0000 0 283.5544 8.0334 Hrg Ril Imp Tep Libya RPMTSOV 12 12 1.0000 0 324.6277 39.2965 Hrg Ril Imp Tep Sov RPMTUSA 12 12 1.0000 0 332.9997 3.8980 Hrg Ril Imp Tep USA XGW 12 12 16410078 2045938 103042059 2240546 Ekspor Gandum Dunia MGW 12 12 72616271 1771354 104006234 1407036 Impor Gan Dunia RPGW 12 12 1.0000 0 116.7157 12.2010 Hrg Ril Gan Dunia RPMGIDN 12 12 1.0000 0 341.7505 3.7962 Hrg Ril Imp Gan IDN XTW 12 12 4198851 245330 7676364 221266 Ekspor Tep Dunia MTW 12 12 7106880 275074 9485463 435969 Impor Tep Dunia RPXTW 12 12 1.0000 0 289.2474 36.0346 Hrg Ril Ex Tep Dunia RPMTIDN 12 12 1.0000 0 414.2989 24.8562 Hrg Ril Imp Tep IDN RPTIDN 12 12 1.0000 0 3024 268.9598 Hrg Ril Tep IDN RPTPB 12 12 1.0000 0 3093 269.7478 Hrg Ril Tep PB RPTPE 12 12 1.0000 0 3211 232.5167 Hrg Ril Tep PE DTIM 12 12 1.0000 0 1264492 126543 Deman Tep IM DTKM 12 12 1.0000 0 2305634 233356 Deman Tep KM DTRT 12 12 1.0000 0 160262 15897 Deman Tep RT DTRS 12 12 1.0000 0 184716 17769 Deman Tep RS DTIDN 12 12 4.0000 0 3915104 393533 Deman Tep Indonesia MTIJPN 12 12 1.0000 0 12943 980.3738 Imp Tep IDN dr JPN MTISGP 12 12 1.0000 0 31150 1867 Imp Tep IDN dr SGP MTIAUS 12 12 1.0000 0 28044 3040 Imp Tep IDN dr AUS MTIDN 12 12 80886 11834 193455 23099 Impor Tep Indonesia MGIUSA 12 12 1.0000 0 363649 15219 Imp Gan IDN dr USA MGIAUS 12 12 1.0000 0 2358796 223952 Imp Gan IDN dr AUS MGICAN 12 12 1.0000 0 713802 49552 Imp Gan IDN dr CAN MGIDN 12 12 886825 94872 4323068 257769 Impor Gan Indonesia DGIDN 12 12 886825 94872 4323068 257769 Deman Gan Indonesia DGM 12 12 684533 93923 4120776 244500 Deman Gan Makanan QTIDN 12 12 0.7400 0 3049374 180930 Prod Tep Indonesia Skenario 7. Gabungan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen dan Pelarangan Impor Tepung Terigu XGUSA 12 12 1.0000 0 26015899 422963 Ekspor Gan USA XGFRA 12 12 1.0000 0 18083828 773312 Ekspor Gan France XGCAN 12 12 1.0000 0 16424163 726133 Ekspor Gan Canada XGSOV 12 12 11.0000 0 8873354 1801450 Ekspor Gan Soviet XGAUS 12 12 1.0000 0 17214008 883610 Ekspor Gan Australia RPXGUSA 12 12 1.0000 0 144.1160 0.9133 Hrg Ril Ex Gan USA RPXGFRA 12 12 1.0000 0 154.2919 1.0198 Hrg Ril Ex Gan France RPXGCAN 12 12 1.0000 0 152.0014 1.1622 Hrg Ril Ex Gan CAN RPXGSOV 12 12 1.0000 0 132.8208 13.9364 Hrg Ril Eks Gan Sov RPXGAUS 12 12 1.0000 0 138.4593 1.6949 Hrg Ril Ex Gan Australi MGSOV 12 12 11.0000 0 4737632 1312620 Impor Gan Soviet MGITA 12 12 1.0000 0 5650045 195337 Impor Gan Italia MGBRA 12 12 1.0000 0 6379976 493593 Impor Gan Brasil MGJPN 12 12 1.0000 0 6006994 67814 Impor Gan Jepang MGDZA 12 12 1.0000 0 5183577 370219 Impor Gan A ljasair RPMGSOV 12 12 1.0000 0 127.3963 13.3672 Hrg Ril Imp Gan Sov RPMGITA 12 12 1.0000 0 207.5906 2.2469 Hrg Ril Imp Gan ITA
400
400
Lampiran 18. Lanjutan
Variable Nobs N Actual Predicted Label Mean Std Mean Std RPMGBRA 12 12 1.0000 0 136.2980 14.3012 Hrg Ril Imp Gan BRA RPMGJPN 12 12 1.0000 0 195.6239 0.3620 Hrg Ril Impor Gan JPN RPMGDZA 12 12 1.0000 0 162.8825 11.7708 Hrg Ril Impor Gan DZA XTFRA 12 12 1.0000 0 949252 86843 Ekspor Tep France XTBEL 12 12 1.0000 0 683030 17832 Ekspor Tepung Belgia XTSOV 12 12 11.0000 0 626940 35947 Ekspor Tep Soviet XTTUR 12 12 1.0000 0 595533 59665 Ekspor Tep Turki XTDEU 12 12 1.0000 0 621593 18575 Ekspor Tep Jerman RPXTFRA 12 12 1.0000 0 235.9531 2.3998 Hrg Ril Ex Tep FRA RPXTBEL 12 12 1.0000 0 272.4356 2.0564 Hrg Ril Ex Tep Belg ia RPXTSOV 12 12 1.0000 0 312.6830 36.3657 Hrg Ril Ekp Tep Sov RPXTTUR 12 12 1.0000 0 2671 810.3994 Hrg Ril Ex Tep Turki RPXTDEU 12 12 1.0000 0 262.9540 0.9904 Hrg Ril Ekp Tep DEU MTNLD 12 12 1.0000 0 397623 78805 Impor Tep Belanda MTLBY 12 12 1.0000 0 772162 77072 Impor Tep Libya MTSOV 12 12 11.0000 0 844609 45343 Impor Tep Soviet MTUSA 12 12 1.0000 0 252225 42756 Impor Tep USA RPMTNLD 12 12 1.0000 0 313.9635 2.7686 Hrg Ril Imp Tep NLD RPMTLBY 12 12 1.0000 0 281.6930 7.2831 Hrg Ril Imp Tep Libya RPMTSOV 12 12 1.0000 0 315.8845 35.5566 Hrg Ril Imp Tep Sov RPMTUSA 12 12 1.0000 0 332.0966 3.5340 Hrg Ril Imp Tep USA XGW 12 12 16410078 2045938 103021316 2241138 Ekspor Gandum Dunia MGW 12 12 72616271 1771354 103717064 1500746 Impor Gan Dunia RPGW 12 12 1.0000 0 114.1970 11.9823 Hrg Ril Gan Dunia RPMGIDN 12 12 1.0000 0 341.0638 3.8195 Hrg Ril Imp Gan IDN XTW 12 12 4198851 245330 7675185 221350 Ekspor Tep Dunia MTW 12 12 7106880 275074 9292598 413886 Impor Tep Dunia RPXTW 12 12 1.0000 0 280.8983 32.6690 Hrg Ril Ex Tep Dunia RPMTIDN 12 12 1.0000 0 408.5398 22.5346 Hrg Ril Imp Tep IDN RPTIDN 12 12 1.0000 0 3028 254.4807 Hrg Ril Tep IDN RPTPB 12 12 1.0000 0 3096 255.3202 Hrg Ril Tep PB RPTPE 12 12 1.0000 0 3214 220.0804 Hrg Ril Tep PE DTIM 12 12 1.0000 0 1264038 127853 Deman Tep IM DTKM 12 12 1.0000 0 2304807 235744 Deman Tep KM DTRT 12 12 1.0000 0 160204 16061 Deman Tep RT DTRS 12 12 1.0000 0 184647 17971 Deman Tep RS DTIDN 12 12 4.0000 0 3913697 397596 Deman Tep Indonesia MTIJPN 12 12 1.0000 0 0 0 Imp Tep IDN dr JPN MTISGP 12 12 1.0000 0 0 0 Imp Tep IDN dr SGP MTIAUS 12 12 1.0000 0 0 0 Imp Tep IDN dr AUS MTIDN 12 12 80886 11834 0 0 Impor Tep Indonesia MGIUSA 12 12 1.0000 0 353958 34198 Imp Gan IDN dr USA MGIAUS 12 12 1.0000 0 2158825 226089 Imp Gan IDN dr AUS MGICAN 12 12 1.0000 0 718486 57348 Imp Gan IDN dr CAN MGIDN 12 12 1.0000 886825 4029408 293179 Impor Gan Indonesia DGIDN 12 12 886825 4029408 94872 293179 Deman Gan Indonesia DGM 12 12 684533 93923 3847346 281227 Deman Gan Makanan QTIDN 12 12 0.7400 0 2847036 208108 Prod Tep Indonesia