14
DASAR TEORI Spermatozoid atau sel sperma atau spermatozoa yang berarti benih dan makhluk hidup adalah sel dari sistem reproduksi laki-laki. Sel sperma akan membuahi ovum untuk membentuk zigot . Zigot adalah sebuah sel dengan kromosom lengkap yang akan berkembang menjadi embrio (Kimball, 1996). Sel-sel sperma sebenarnya hanya merupakan inti yang berflagelum. Sperma dihasilkan dalam testis oleh sel-sel khusus yang disebut spermatogonia. Spermatogonia yang bersifat diploid ini dapat membelah diri secara mitosis membentuk spermatogonia atau dapat berubah menjadi spermatosit. Meiosis dari setiap spermatosit menghasilkan empat sel haploid ialah, spermatid. Spermatid ini dalam proses tersebut, kemudian kehilangan banyak sitoplasma dan berkembang menjadi sperma (Kimball, 1996). Proses pembentukannya disebut spermatogenesis. Spermatogonium yang terletak di paling luar tubulus seminifirus dan yang melekat pada membrane basalis, mengalami mitosis berulang-ulang. Ini tumbuh menjadi spermatosit. Spermatosit mengalami meiosis menjadi spermatid. Spermatid mengalami spermiogenesis menjadi sperma yang dipelihara oleh sel Sertoli. Satu sel Sertoli memelihara berpuluh spermatid, terletak di daerah puncaknya (Kimball, 1996). Spermatogenesis atau produksi sel-sel sperma dewasa adalah proses yang terus-menerus dan prolific pada jantan dewasa. Setiap ejakulasi laki-laki mengandung 100 sampai 650 juta sel sperma dan seorang laki-laki dapat mengalami ejakulasi setiap

Dasar Teor1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

j

Citation preview

DASAR TEORISpermatozoid atau sel sperma atau spermatozoa yang berarti benih dan makhluk hidup adalah sel dari sistem reproduksi laki-laki. Sel sperma akan membuahi ovum untuk membentuk zigot. Zigot adalah sebuah sel dengan kromosom lengkap yang akan berkembang menjadi embrio (Kimball, 1996).

Sel-sel sperma sebenarnya hanya merupakan inti yang berflagelum. Sperma dihasilkan dalam testis oleh sel-sel khusus yang disebut spermatogonia. Spermatogonia yang bersifat diploid ini dapat membelah diri secara mitosis membentuk spermatogonia atau dapat berubah menjadi spermatosit. Meiosis dari setiap spermatosit menghasilkan empat sel haploid ialah, spermatid. Spermatid ini dalam proses tersebut, kemudian kehilangan banyak sitoplasma dan berkembang menjadi sperma (Kimball, 1996).

Proses pembentukannya disebut spermatogenesis. Spermatogonium yang terletak di paling luar tubulus seminifirus dan yang melekat pada membrane basalis, mengalami mitosis berulang-ulang. Ini tumbuh menjadi spermatosit. Spermatosit mengalami meiosis menjadi spermatid. Spermatid mengalami spermiogenesis menjadi sperma yang dipelihara oleh sel Sertoli. Satu sel Sertoli memelihara berpuluh spermatid, terletak di daerah puncaknya (Kimball, 1996).

Spermatogenesis atau produksi sel-sel sperma dewasa adalah proses yang terus-menerus dan prolific pada jantan dewasa. Setiap ejakulasi laki-laki mengandung 100 sampai 650 juta sel sperma dan seorang laki-laki dapat mengalami ejakulasi setiap hari dengan kemampuan untuk membuahi yang hanya berkurang sedikit (Campbell, 2004).

Satu spermatozoa terdiri dari kepala, leher, badan dan ekor. Sebagian besar kepala sperma berisi inti. Dua bagian inti di selimuti tutup akrosom. Jika terjadi pembuahan maka tutup akrosom pecah dari akrosomnya keluar enzim-enzim yang terpenting ialah hialurodinase dan protease mirip tripsin (Yatim, 1994).

Kepala mengandung lapisan tipis sitoplasma dan sebuah inti berbentuk lonjong yang hampir mengisi seluruh bagian kepala itu. Inti di selaputi oleh selabung perisai, di depan atau di belakang. Di depan di sebut tudung depan atau akrosom. Di belakang di sebut tudung belakang. Ke tudung belakang melekat sentriol depan dan filament poros (Yatim, 1994).Leher adalah tempat persambungan ekor dengan kepala. Persambungan itu berbentuk semacam sendi peluru pada rangka. Dalam leher pula lah terdapat sentriol (Yatim, 1994).

Badan mengandung filament poros. Mitokondria dan sentriol belakang berbentuk cincin. Jadi sentriol yang terdapat 2 buah pada setiap sel umumnya, pada sperma letaknya terpisah dan berbeda bentuk (Yatim, 1994).Ekor dibedakan atas tiga bagian yaitu bagian tengah, bagian utama, bagian yang pada orangujung. Ekor memiliki teras yang disebut aksonema, yang terdiri dari Sembilan doublet mikrotubul dan dua singlet mikrotubulsentral. Ini sama dengan sitoskeleton yang dimiliki flagella.Susunan sonema sama dari pangkal ke ujung ekor. Perbedaanya dengan flagella lain pada umumnya ialah bahwa pada spermatozoa di sebuah luar teras itu ada Sembilan berkas serat padat (Yatim, 1994).

Pada bagian tengah ekor di sebuah luar serat padat ada cincin mitokondria yang bersusun rapat dengan arah spiral. Pada bagian utama di sebuah luar serat padat tak ada cincin mitokondria, tetapi di gantikan oleh seludung serat. Seludung ini tipis dan berbentuk tulang rusuk, sedang di bagian tengah atas bawah menebal menonjol. Serat padat di tentang ini bergabung dengan penebalan tengah itu (Yatim, 1994).

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :

1. SpermatocytogenesisMerupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan menjadi spermatosit primer.

a. SpermatogoniaSpermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit primer.

b. Spermatosit PrimerSpermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.

2. Tahapan MeioisSpermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak dan segera mengalami meiosis I yang kemudian diikuti dengan meiosis II.

Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap terpisah, tapi masih berhubungan sesame lewat suatu jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap.

3. Tahapan SpermiogenesisMerupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4 fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir berupa empat spermatozoa masak. Dua spermatozoa akan membawa kromosom penentu jenis kelamin wanita X. Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatu dengan ovum, maka pola sel somatik manusia yang 23 pasang kromosom itu akan dipertahankan.

Menurut (Campbell, 2004), tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :

1. SpermatocytogenesisMerupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan menjadi spermatosit primer (Campbell, 2004).

a. SpermatogoniaSpermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit primer (Campbell, 2004).

b. Spermatosit PrimerSpermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder (Campbell, 2004).

2. Tahapan MeioisSpermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak dan segera mengalami meiosis I yang kemudian diikuti dengan meiosis II (Campbell, 2004).

Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap terpisah, tapi masih berhubungan sesame lewat suatu jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap (Campbell, 2004).

3. Tahapan SpermiogenesisMerupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4 fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir berupa empat spermatozoa masak. Dua spermatozoa akan membawa kromosom penentu jenis kelamin wanita X. Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatu dengan ovum, maka pola sel somatik manusia yang 23 pasang kromosom itu akan dipertahankan (Campbell, 2004).

Azoospermia.Azoospermia dapat disebabkan oleh karena :- Testisnya kecil atau rusak- Salurannya testis buntu (obstruksi)- Vasectomy bila diperlukan untuk check up Apabila Azoospermia, ini menggambarkan operasi vasectomy

Gambar 1. Bagian Spermatozoa

Adanya cairan mani atau bercak yang dihasilkan bisa menjadi petunjuk adanya pemerkosaan atau upaya pemerkosaan, pembunuhan seksual pada wanita dan biasa juga terjadi pada bestiality.Potensi dari materi cairan ini telah diketahui, dapat mengungkapkan masalah paternitas atau nullitas, hal ini bisa membela dengan pertahanan bahwa adanya tindakan pemerkosaan.Ini penting, sesuai dengan sirkumstansial , untuk membuktikan bercak tersebut dihasilkan dari cairan mani, atau cairan yang dihasilkan dari vagina (labium minora atau anus). Pada kejadian lain hal ini dapat menunjukan potensi cairan.Bahan untuk pemeriksaan biasanya banyak ditemukan dari bercak mani pada pakaian dan cairan dari vagian maupun anus, sejak adanya prosedur yang berbeda dalam memperoleh spesimen dan menyiapkan pemeriksaan. Pada kasus dugaan pemerkosaan perlu untuk melihat cairan mani berupa bercak pada pakaian, di kulit perineum, paha, labium minor, rambut pubis, vagina dan lubang anus. Ini tidak pasti membuktikan bahwa cairan semen masuk ke vagina, ini cukup sering ditemukan pada labium minor atau rambut pubis sejak adanya penetrasi penis meskipun bukan penetrasi komplit. Cairan semen yang telah kering pada perineum atau labia minor paling baik dikumpulkan menggunakan swab tenggorok. Sampel rambut pubis, yang mungkin juga dibutuhkan untuk perbandingan dengan rambut yang ada pada pakaian terdakwa, harus diambil secara hati-hati dan dipindahkan ke kemasan kecil dari gelas. Rambut yang dipotong tidak akan disertai akarnya sehingga menjadi tidak memuaskan. Cairan dari vagina dikumpulkan menggunakan pipet atau swab tenggorok yang dimasukkan dengan atau tanpa bantuan spekulum. Karena sperma dapat rusak secara cepat, maka penting untuk membuat satu atau lebih smear pada gelas slide sesegera mungkin dan untuk mengirimnya bersama dengan spesimen yang sesuai untuk penyelidikan. Demikian pula, smear dari anal swab juga harus dibuat dengan segera.

2.3.1 Pemeriksaan Korbana. Pemeriksaan tubuhPemeriksaan dilakukan pada selaput dara, apakah ada ruptur atau tidak. Bila ada, tentukan ruptur baru atau lama dan catat lokasi ruptur tersebut, teliti apakah sampai ke insertio atau tidak. Tentukan besar orifisium, sebesar ujung jari kelingking, jari telunjuk, atau dua jari. Sebagai gantinya dapat juga ditentukan ukuran lingkaran orifisium, dengan cara ujung kelingking atau telunjuk dimasukkan dengan hati-hati ke dalam orifisium sampai terasa tepi selaput dara menjepit ujung jari, beri tanda pada sarung tangan dan lingkaran pada titik itu diukur. Ukuran pada seorang perawan kira-kira 2,5 cm. Lingkaran yang memungkinkan persetubuhan dapat terjadi menurut Voight adalah minimal 9 cm.Harus diingat bahwa tidak terdapatnya robekan pada selaput dara, tidak dapat dipastikan bahwa pada wanita tidak terjadi penetrasi; sebaliknya adanya robekan pada selaput dara hanya merupakan pertanda adanya suatu benda (penis atau benda lain yang masuk ke dalam vagina.Apabila pada persetubuhan tersebut disertai dengan ejakulasi dan ejakulat tersebut mengandung sperma, maka adanya sperma di dalam liang vagina merupakan tanda pasti adanya persetubuhan. Apabila ejakulat tidak mengandung sperma, maka pembuktian adanya persetubuhan dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap ejakulat tersebut.Komponen yang terdapat di dalam ejakulat dan dapat diperiksa adalah: enzim asam fosfatase, kolin dan spermin. Baik enzim asam fosfatase, kolin maapun spermin bila dibandingkan dengan sperma nilai pembuktiannya lebih rendah oleh karena ketiga komponen tersebut tidak spesifik. Walaupun demikian enzim fosfatase masih dapat diandalkan, karena kadar asam fosfatase yang terdapat dalam vagina (berasal dari wanita itu sendiri), kadarnya jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan asam fosfatase yang berasal dari kelenjar fosfat.Dengan demikian apabila pada kejahatan seksual yang disertai dengan persetubuhan itu tidak sampai berakhir dengan ejakulasi, dengan sendirinya pembuktian adanya persetubuhan secara kedokteran forensik tidak mungkin dapat dilakukan secara pasti. Sebagai konsekuensinya, dokter tidak dapat secara pasti pula menentukan bahwa pada seorang wanita tidak terjadi persetubuhan; maksimal dokter harus mengatakan bahwa pada diri wanita yang diperiksanya itu tidak ditemukan tanda-tanda persetubuhan, yang mencakup dua kemungkinan: pertama, memang tidak ada persetubuhan dan yang kedua persetubuhan ada tapi tanda-tandanya tidak dapat ditemukan.Apabila persetubuhan telah dapat dibuktikan secara pasti maka perkiraan saat terjadinya persetubuhan harus ditentukan; hal ini menyangkut masalah alibi yang sangat penting di dalam proses penyidikan.Dalam waktu 4-5 jam postkoital sperma di dalam liang vagina masih dapat bergerak; sperma masih dapat ditemukan namun tidak bergerak sampai sekitar 24-36 jam postkoital, dan masih dapat ditemukan sampai 7-8 hari bila wanita yang menjadi korban meninggal. Perkiraan saat terjadinya persetubuhan juga dapat ditentukan dari proses penyembuhan selaput dara yang robek. Pada umumnya penyembuhan tersebut dicapai dalam waktu 7-10 hari postkoital.b. Pemeriksaan pakaianDalam hal pembuktian adanya persetubuhan, pemeriksaan dapat dilakukan pada pakaian korban untuk menentukan adanya bercak ejakulat. Dari bercak tersebut dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan bahwa bercak yang telah ditemukan adalah air mani serta dapat menentukan adanya sperma.

2.3.2 Pemeriksaan Pelakua. Pemeriksaan tubuhUntuk mengetahui apakah seorang pria baru melakukan persetubuhan, dapat dilakukan pemeriksaan ada tidaknya sel epitel vagina pada glans penis. Perlu juga dilakukan pemeriksaan sekret uretra untuk menentukan adanya penyakit kelamin. b. Pemeriksaan pakaianPada pemeriksaan pakaian, catat adanya bercak semen, darah, dan sebagainya. Bercak semen tidak mempunyai arti dalam pembuktian sehingga tidak perlu ditentukan. Darah mempunyai nilai karena kemungkinan berasal dari darah deflorasi. Di sini penentuan golongan darah penting untuk dilakukan. Trace evidence pada pakaian yang dipakai ketika terjadi persetubuhan harus diperiksa. Bila fasilitas untuk pemeriksaan tidak ada, kirim ke laboratorium forensik di kepolisian atau bagian Ilmu Kedokteran Forensik, dibungkus, segel, serta dibuat berita acara pembungkusan dan penyegelan.

2.4 Pembuktian KekerasanTidak sulit untuk membuktikan adanya kekerasan pada tubuh wanita yang menjadi korban. Dalam hal ini perlu diketahui lokasi luka-luka yang sering ditemukan, yaitu di daerah mulut dan bibir, leher, puting susu, pergelangan tangan, pangkal paha serta di sekitar dan pada alat genital.Luka-luka akibat kekerasan seksual biasanya berbentuk luka lecet bekas kuku, gigitan (bite marks) serta luka-luka memar.Sepatutnya diingat bahwa tidak semua kekerasan meninggalkan bekas atau jejak berbentuk luka. Dengan demikian, tidak ditemukannya luka tidak berarti bahwa pada wanita korban tidak terjadi kekerasan itulah alasan mengapa dokter harus menggunakan kalimat tanda-tanda kekerasan di dalam setiap Visum et Repertum yang dibuat, oleh karena tidak ditemukannya tanda-tanda kekerasan mencakup dua pengertian: pertama, memang tidak ada kekerasan, dan yang kedua kekerasan terjadi namun tidak meninggalkan bekas (luka) atau bekas tersebut sudah hilang.Tindakan pembiusan serta tindakan lainnya yang menyebabkan korban tidak berdaya merupakan salah satu bentuk kekerasan. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan untuk menentukan adanya racun atau obat-obatan yang kiranya dapat membuat wanita tersebut pingsan; hal tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa pada setiap kasus kejahatan seksual, pemeriksaan toksikologik menjadi prosedur yang rutin dikerjakan.

Cairan mani merupakan cairan agak putih kekuningan, keruh dan berbau khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi cair dalam waktu yang singkat (10 20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3 5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2 7,6.

Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung spermion dan beberapa enzim sepertri fosfatase asam. Spermatozoa mempunyai bentuk yang khas untuk spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai 120 juta per ml.

Sperma itu sendiri didalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4 5 jam post-coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 24-36 jam post coital dan bila wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8 hari

Pemeriksaan cairan mani dapat digunakan untuk membuktikan :

1. Adanya persetubuhan melalui penentuan adanya cairan mani dalam labia minor atau vagina yang diambil dari forniks posterior

2. Adanya ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan cabul melalui penentuan adanya cairan mani pada pakaian, seprai, kertas tissue, dsb.

Teknik Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina, yaitu dengan mengambil lendir vagina menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose batang gelas, atau swab. Bahan diambil dari forniks posterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada anak-anak atau bila selaput darah masih utuh, pengambilan bahan sebaiknya dibatasi dari vestibulum saja.

PEMBHASAN

1. Tujuan : menentukan adanya spermaBahan pemeriksaan : cairan vagina Metoda : Tanpa pewarnaan: satu tetes cairan vaginal ditaruh pada gelas objek dan kemudian ditutup; pemeriksaan dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali. Hasil yang diharapkan: sperma yang masih bergerak. Dengan pewarnaan: buat sediaan apus dari cairan vagina pada gelas objek, keringkan di udara, fiksasi dengan api, warnai dengan Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15 menit, cuci dengan air, warnai dengan Eosin-yellowish 1% dalam air, tunggu 1 menit, cuci dengan air, keringkan dan diperiksa dibawah mikroskop.Hasil yang diharapkan: bagian basis kepala sperma berwarna ungu, bagian hidung merah muda.Daftarpustaka

1. Spalding, Robert P. Identification and Characterization Blood and Bloodstain. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 181-98

2. Budiyanto A, Widiatmo W, Sudiono S, Winardi T, Munim A Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. 1st ed. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. p. 47: 68-69: 92-100: 105-06: 111: 113: 125-26: 136-37: 144-46: 16796

3. Sheperd R. Simpsons Forensic Medicine. 12th ed. New York: Oxford University Press, Inc.; 2003. p. 58

4. Gonzales TA, Vance M, Helpern M, Umberger CJ. 2nd ed. New York: Appleton-Century-Croft, Inc.; 1954. p624-36: 389

5. Mansjoer, Arif M. Kapita Selekta. 3 rd ed. Jakarta : Media Aesculapius; 2003. p.233-36

6. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2008. p. 172-76

7. Idries, A. M, Tjiptomartono, A. L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses penyelidikan. Jakarta: Sagung seto; 2008. p. 174

8. Kubic TA, Petraco N. Microanalysis and Examination of Trace Evidence. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 264-66

9. Greenfield, Andrew and Monica M Sloan. Identification of Biological Fluids and Stains. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 203-2010. DAFTAR PUSTAKA

11. 1. Departemen Biologi Kedokteran FKUI. Standarisasi Analisis Semen

12. dan Interpretasi Hasil. Workshop. Hotel Borobudur Jakarta, 19-20

13. April 2005.

14. 2. Djjar. Tinjauan Hasil Analisis Semen Normal Secara

15. Makroskopis.http://djjars.blogspot.com/2012/02/tinjauan-hasil-

16. analisis-semen-normal.html. (Diakses pada, 25 Maret 2012).

17. 3. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed 9. Jakarta:EGC,

18. 1997

19. 4. Martini, FH. Fundamentals of anatomy & physiology. 8th. Benjamin

20. Cummings. 2006. p:1016-7

21. 5. Oktiviani, R. Evaluasi Pemeriksaan Analisa Semen22. http://oktavie.wordpress.com/2010/02/12/laporan-praktikum biologi-analisa-semen/. (Diakses pada, 25 Maret 2012)

23. 6. Sherwood, Lauree. Fisiologi manusia:dari sel ke sistem. Ed.2.

24. Jakarta:EGC. 2001

25. 7. WHO., 1999. WHO Laboratory Manual for the Examination of Human26. Semen and Sperm- Cervical Mucus Interaction. Fifth Edition.

27. Cambridge University Press.2010

28. 8. Wongso, A.D. Pemeriksaan Analisis Semen Dasar dan Lanjut. http://analisasperma.blogspot.com/2011/07/pemeriksaan-semen-dilakukan-untuk.html.(Diakses pada, 25 Maret 2012)

29. 9. http://www.medicalook.com/human_anatomy/organs/Spermatozoa.

30. 10. http://sandurezu.wordpress.com/2010/06/07/spermatogenesis/31. Diposkan oleh ALNOTElife di 20.26

32. Kirimkan Ini lewat Email

HYPERLINK "http://www.blogger.com/share-post.g?blogID=1136971715905498458&postID=5756568414148305358&target=blog" \o "BlogThis!" \t "_blank" BlogThis!

HYPERLINK "http://www.blogger.com/share-post.g?blogID=1136971715905498458&postID=5756568414148305358&target=twitter" \o "Berbagi ke Twitter" \t "_blank" Berbagi ke Twitter

HYPERLINK "http://www.blogger.com/share-post.g?blogID=1136971715905498458&postID=5756568414148305358&target=facebook" \o "Berbagi ke Facebook" \t "_blank" Berbagi ke Facebook

HYPERLINK "http://www.blogger.com/share-post.g?blogID=1136971715905498458&postID=5756568414148305358&target=pinterest" \o "Bagikan ke Pinterest" \t "_blank" Bagikan ke Pinterest33. Tidak ada komentar:

34. Poskan Komentar

35. Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

36. Langganan: Poskan Komentar (Atom)

37. Pengikut

38. Translate