2
Kloramfenikol Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih sampai putih kelabu atau putih kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit dalam larutan asam lemah, mantap. Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 7 bagian propilenglikol P; sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P. Struktur Kimia : Kapsul kloramfenikol mengandung kloramfenikol, C 11 H 12 C l2 N 2 O 5 , tidak kurang dari 92,5% dan tidak lebih dari 107,5% dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1987). Pengukuran Spektrofotometer UV : Dalam pelarut etanol – 272 nm Kloramfenikol memberikan efek dengan cara bereaksi pada sub unit 50S ribosom dan menghalangi aktivitas enzim peptidil transferase. Enzim ini berfungsi untuk membentuk ikatan peptida antara asam amino baru yang masih melekat pada tRNA dengan asam amino terakhir yang sedang berkembang. Sebagai akibatnya, sintesis protein bakteri akan terhenti seketika (Pratiwi, 2008).

Dasar Teori Kloramfenikol

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kloramfenikol

Citation preview

Page 1: Dasar Teori Kloramfenikol

Kloramfenikol

Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih

sampai putih kelabu atau putih kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit dalam larutan

asam lemah, mantap.

Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol

(95%) P dan dalam 7 bagian propilenglikol P; sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter

P.

Struktur Kimia : Kapsul kloramfenikol mengandung kloramfenikol, C11H12Cl2N2O5,

tidak kurang dari 92,5% dan tidak lebih dari 107,5% dihitung terhadap zat yang telah

dikeringkan (Ditjen POM, 1987).

Pengukuran Spektrofotometer UV : Dalam pelarut etanol – 272 nm

Kloramfenikol memberikan efek dengan cara bereaksi pada sub unit 50S ribosom dan

menghalangi aktivitas enzim peptidil transferase. Enzim ini berfungsi untuk membentuk

ikatan peptida antara asam amino baru yang masih melekat pada tRNA dengan asam amino

terakhir yang sedang berkembang. Sebagai akibatnya, sintesis protein bakteri akan terhenti

seketika (Pratiwi, 2008).

Resorpsinya dari usus cepat, dengan bioavailabilitas 75-90%. Difusi ke dalam

jaringan, rongga, dan cairan tubuh baik, kecuali ke dalam empedu. Kadarnya dalam cairan

cerebro-spinal tinggi, plasma-t1/2-nya rata-rata 3 jam. Ekskresinya melalui ginjal, terutama

sebagai metabolit inaktif dan lebih kurang 10% secara utuh (Tjay dan Rahardja, 2002).