Upload
zainoel-an-za
View
257
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
7/25/2019 db642-GPI
1/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah swt, atas karunianikmat dan maunah-Nya semata akhirnya kami dapat menghadirkan buku
pegangan mata kuliah Gerakan Pembaharuan dalam Islam. Dalam rangka
efektifitas pembelajaran kepada mahasiswa, maka kami terdorong untuk
segera menerbitkan buku ajar ini. Dan dengan terselesaikannya diktat ini
tidak terlepas dari banyak pihak yang membantu baik moril maupun
materiil. Untuk itu ucapan terima kasih kami sampaikan kepada yang
terhormat :
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Ponorogo
2.
Semua pengarang dan penyusun kitab yang karya-karyanya dijadikanbahan rujukan dalam penyusunan buku ini
3. Pihak-pihak terkait yang tidak bisa kami disebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa buku ini masih banyak kelemahan dan
kekurangan. Oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi perbaikan dan kebaikan kita bersama. Kami juga
berharap mudah-mudahan buku ini bermanfaat khususnya bagi mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Ponorogo dan masyarakat luas pada
umumnya.
Ponorogo, Maret 2012
Penyusun
7/25/2019 db642-GPI
2/119
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISIBAB I GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM
A. PENGERTIAN GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM
1. Modernisme
2. Revitalisasi
3. Kebangkitan Kembali (Resurgence)
B. SEJARAH PEMBAHARUAN ISLAM
C. FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PEMBAHARUAN ISLAM
D. CIRI-CIRI PEMBARUAN ISLAM
BAB II TOKOH GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAMA. GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI TIMUR TENGAH
1. Ibnu Taimiyah (1263-1328 H)
2. Jamaluddin Al Afghani (18381897 M)
3. Sheikh Mohammad Abduh (12661323 H)
4. Muhammad Bin Abdul Wahab (17011793 M)
5. Muhammad Ali Pasya (17651849 M)
6. Al-Tahtawi
7. Muhammad Iqbal (1877 M)
B.
GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI INDONESIA
1. K.H. Ahmad Dahlan
2. Prof. DR. Harun Nasution (1919 M)
BAB III PENYIMPANGAN DALAM ISLAM
A. PENYIMPANGAN DALAM BIDANG AQIDAH
B. PENYIMPANGAN DALAM BIDANG IBADAH
1. Taqlid
2. Bid'ah
3. Churafat
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA MUHAMMADIYAH
BAB I PENDAHULUAN
A. PEMAHAMAN
B. LANDASAN DAN SUMBER
C. KEPENTINGAN
D. SIFAT
E. TUJUAN
F. KERANGKA
BAB II PANDANGAN ISLAM TENTANG KEHIDUPANBAB III KEHIDUPAN ISLAMI WARGA MUHAMMADIYAH
A. KEHIDUPAN PRIBADI
B. DALAM KELUARGA
7/25/2019 db642-GPI
3/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
C. KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
D. KEHIDUPAN BERORGANISASI
E. KEHIDUPAN DALAM MENGELOLA AMAL USAHA
F.
KEHIDUPAN DALAM BERBISNISG. KEHIDUPAN DALAM MENGEMBANGKAN PROFESI
H. KEHIDUPAN DALAM BERBANGSA DAN BERNEGARA
I. KEHIDUPAN DALAM MELESTARIKAN LINGKUNGAN
J. KEHIDUPAN DALAM MENGEMBANGKAN ILMU PENGETAHUAN DAN
TEKNOLOGI
K. KEHIDUPAN DALAM SENI DAN BUDAYA
TUNTUNAN PELAKSANAAN
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
7/25/2019 db642-GPI
4/119
BAB I
GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa mampu :1. Memahami makna dan pengertian Gerakan Pembaharuan dalam Islam
2. Memahami latar belakang lahirnya Gerakan Pembaharuan dalam Islam
3. Memahami pentingnya gerakan pembaharuan dalam Islam menuju
kehidupan ber-Islam yang kaffah
A.
PENGERTIAN GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM
1. Modernisme
Harun Nasution cenderung menganalogikan istilah pembaharuan
dengan modernisme, karena istilah terakhir ini dalammasyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan
usaha mengubah paham-paham, adat-istiadat, institusi lama, dan
sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang
ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern. Gagasan ini muncul di Barat dengan tujuan menyesuaikan
ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama Katolik dan Protestan
dengan ilmu pengetahuan modern. Karena konotasi dan
perkembangan yang seperti itu, Harun Nasution keberatan
menggunakan istilah modernisasi Islam dalam pengertian di atas.(Azra, Azyumardi : 1996)
2. Revitalisasi
Menurut paham ini, pembaharuan adalah membangkitkan
kembali Islam yang murni sebagaimana pernah dipraktekkan
Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam dan kaum Salaf.
(Azra, Azyumardi : 1996)
3.
Kebangkitan Kembali (Resurgence)
Dalam kamus Oxford, resurgence didefinisikan sebagai kegiatan
yang muncul kembali (the act of rising again). Pengertian inimengandung 3 hal : a). suatu pandangan dari dalam, suatu cara
dalam mana kaum muslimin melihat bertambahnya dampak agama
di antara para penganutnya. Islam menjadi penting kembali. Dalam
artian, memperoleh kembali prestice dan kehormatan dirinya.
b).kebangkitan kembali menunjukkan bahwa keadaaan tersebut
telah terjadi sebelumnya. Jejak hidup nabi Muhammad shalallahu
alaihi wassalam dan para pengikutnya memberikan pengaruh
besar terhadap pemikiran orang-orang yang menaruh perhatian
pada jalan hidup Islam saat ini. c).Kebangkitan kembali sebagai
suatu konsep, mengandung paham tentang suatu tantangan,
7/25/2019 db642-GPI
5/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
bahkan suatu ancaman terhadap pengikut pandangan-pandangan
lain. (Muzaffar, Chandra : 1988)
B.
SEJARAH PEMBAHARUAN ISLAMSekitar awal abad ke-20, ide-ide pembaharuan terlihat telah
turut mewarnai arus pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Menilik
latar belakang kehidupan sebagian tokoh-tokohnya, sangat mungkin
diasumsikan bahwa perkembangan baru Islam di Indonesia sedikit
banyak dipengaruhi oleh ide-ide yang berasal dari luar Indonesia.
Seperti misalnya Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), Ahmad Surkati (Al-
Irshad), Zamzam (Persis), yang ketiganya sempat menimba ilmu di
Mekkah dan melalui media publikasi dan korespondensi mereka
berkesempatan untuk dapat berinteraksi dengan arus pemikiran baruIslam dari Mesir. Tokoh lainnya seperti Tjokroaminoto (Sarekat Islam)
juga dikenal menggali inspirasi gerakannya dari ide-ide pembaharuan
Islam di anak benua India. Oemar Amin Hoesin pernah menulis bahwa
terdapat media cetak berupa majalah dan surat kabar, yang memuat
ide-ide Pan-Islamisme, menyusup ke Indonesia pada awal-awal abad
20-an, semisal: al-Urwat al-Wutsqa, al-Muayyad, al-Siyasah, al-Liwa,
dan al-Adl yang kesemuanya berasal dari Mesir. Sementara terbitan
Beirut ada Thamrat al-Fumm dan al-Qistas al-Mustaqim. Sekalipun
demikian, Karel Steenbrink menyatakan keraguannya pada adanya
pengaruh pemikiran Abduh ke dalam konstruk gerakan Islam Indonesia
modern.
Ide-ide pembaharuan Islam dari luar yang masuk ke Indonesia
dengan demikian dapat dibaca berlangsung secara berproses
setidaknya melalui 3 (tiga) jalur: (1) Jalur haji dan mukim, yakni tradisi
(pemuka) umat Islam Indonesia yang menunaikan ibadah haji ketika itu
bermukim untuk sementara waktu guna menimba dan memperdalam
ilmu keagamaan atau pengetahuan lainnya. Sehingga ketika mereka
kembali ke tanah air, kualitas keilmuan dan pengamalan keagamaan
mereka umumnya semakin meningkat. Ide-ide baru yang mereka
peroleh tak jarang kemudian juga mempengaruhi orientasi pemikiran
dan dakwah mereka di tanah air. Dari hasil observasi C.S. Hurgronje
terhadap komunitas muslim dari Jawa yang bermukim di Mekah pada
tahun 1884-1885 M, menyebutkan bahwa kurikulum yang dipelajari
mereka di sana antara lain teologi, fikih, ilmu bahasa dan sastra Arab,
aritmatika yang berguna untuk perhitungan faraid (ilmu waris) dan
juga ilmu falak dengan metode hisab. Masyhur dalam sejarah bahwaK.H. Ahmad Dahlan yang menguasai ilmu falak mempergunakan
metode hisab (bukan lagi dengan ruyat) untuk menentukan waktu
awal puasa atau jatuhnya hari raya Ied, yang ketika itu memperoleh
7/25/2019 db642-GPI
6/119
penentangan kuat dari ulama setempat yang masih berfaham
tradisionil; (2) Jalur publikasi, yakni berupa jurnal atau majalah-majalah
yang memuat ide-ide pembaharuan Islam baik dari terbitan Mesir
maupun Beirut. Wacana yang disuarakan media tersebut kemudianmenarik muslim nusantara untuk mentransliterasikannya ke dalam
bahasa lokal, seperti pernah muncul jurnal al-Imam, Neracha dan
Tunas Melayu di Singapura. Di Sumatera Barat juga terbit al-Munir
yang sebagian materinya disadur K.H. Ahmad Dahlan kedalam bahasa
Jawa agar mudah dikonsumsi anggota masyarakat yang hanya
menguasai bahasa ini; (3) Peran mahasiswa yang sempat menimba
ilmu di Timur-Tengah. Menurut Achmad Jainuri, para pemimpin
gerakan pembaharuan Islam awal di Indonesia hampir merata adalah
alumni pendidikan Mekah. Alumni pendidikan Mesir yang terlibatdalam gerakan pembaharuan ini rata-rata baru muncul sebagai
generasi kedua.
Patut dicatat disini bahwa faktor domestik seperti proyek
pendidikan yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda ketika itu
telah menunjukkan implikasi nyata berupa kemunculan kaum pribumi
terpelajar. Dimana golongan inilah yang kemudian menjadi elit yang
peka terhadap isu-isu pembaharuan termasuk ide nasionalisme yang
tengah menjadi trend di dunia. Diketahui bersama bahwa awal abad
ke-20 terjadi beberapa fenomena yang cukup membesarkan hati
bangsa-bangsa non-Eropa, antara lain kemenangan Jepang atas Rusia
(1905), keberhasilan gerakan Turki Muda (1908), dan Revolusi Cina-nya
Sun Yat Sen (1911). Sekalipun demikian, secara umum sebagaimana
diutarakan oleh Alfian, kelahiran dan perkembangan pembaharuan
Islam di Indonesia merupakan wujud respon terhadap hal-hal berikut
ini: (1) Kemunduran Islam sebagai agama karena praktek-praktek
penyimpangan; (2) Keterbelakangan para pemeluknya; dan (3) Adanya
invansi politik, kultural dan intelektual dari dunia Barat.
Selanjutnya yang patut disadari pula bahwa antara berbagai
tokoh pemuka gerakan pembaharuan Islam di Indonesia relatif
memiliki kekhasan seiring perbedaan latar belakang karakter dan
pendidikan masing-masing. Ditambah faktor konteks kedaerahan,
gerakan yang kemudian digagas dan diperjuangkan oleh mereka pun
memperlihatkan variasi artikulasi yang beragam. Al-Irsyad misalnya,
mengklaim diri sebagai gerakan reformasi Islam dengan konsentrasi
pada komunitas Arab Indonesia. Persatuan Islam (Persis) lebih tegas
lagi mengidentifikasi diri sebagai gerakan revitalis yang anti bidah,khurafat, taqlid dan syirik. Fokus perjuangannya lebih berdimensi
penyebaran agama daripada bersifat sosial. Berbeda dengan Persis
yang tumbuh di daerah Bandung yang sedikit pengaruh Hindu-Budha-
7/25/2019 db642-GPI
7/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
nya, Muhammadiyah justru lahir di lingkungan masyarakat yang
dikenal heterodoks, yaitu Yogyakarta. Maka tampaklah bahwa karakter
gerakan Muhammadiyah lebih bercorak toleran. Seperti halnya Sarekat
Islam, Muhammadiyah tidak mengklaim secara verbal sebagai gerakanreformis, tetapi lebih suka menampilkan diri sebagai gerakan nyata
yang berjuang memperbaiki dan meningkatkan kehidupan keagamaan
dan sosial umat Islam. Hanya saja, Sarekat Islam lebih cenderung
menggarap bidang politik, sementara Muhammadiyah pada bidang
sosial-keagamaan.
Singkat kata, gerakan pembaharuan Islam di Indonesia tidaklah
muncul dalam satu pola dan bentuk yang sama, melainkan memiliki
karakter dan orientasi yang beragam. Disini penting dipahami bahwa
gerakan nasionalisme Indonesia yang bangkit sekitar awal abad ke-20diusung sebagiannya oleh tokoh-tokoh modernis muslim tidak hanya
melalui kendaraan gerakan yang berdasar atau berafiliasi ideologis
pada Islam. Sejarah menunjukkan bahwa Islam ternyata hanya menjadi
salah satu alternatif yang mungkin bagi tokoh-tokoh modernis muslim
di Indonesia sebagai sumber rujukan teoritis dan instrumental gerakan
pembaharuan dan nasionalismenya. Sekalipun demikian, hal ini tidak
mengecilkan pengertian adanya keterkaitan antara dimensi
penghayatan religius dan artikulasi perjuangan sosial-politik di
masyarakat. Dengan kata lain, kesadaran nasional sebagai anak bangsa
yang terjajah oleh penguasa asing tampaknya memikat mereka untuk
bersama-sama menempatkan prioritas nasional sebagai wujud
kepeduliannya. Maka menarik dicermati paparan Harry J. Benda yang
menyebutkan bahwa pembaharuan Islam di Indonesia pada umumnya
memiliki 4 (empat) bidang garap: (1) Menyerang formalisme dari
ortodoksi Islam serta realitas sinkretisme ajaran karena pengaruh
animisme dan Hindu-Budha; (2) Menyerang institusi pra-Islam yang
menghalangi perkembangan, dengan representasi institusi adat dan
kaum priyayi; (3) Melawan tekanan westernisasi dan dominasi nilai-
nilai Barat; dan (4) Melawan kekuasaan status quo kolonial Belanda.
Dengan kian massifnya kiprah gerakan pembaharuan Islam di
Indonesia di tengah-tengah masyarakat, secara umum pada awal abad
ke-20 M tersebut, corak gerakan keagamaan Islam di Indonesia dapat
dipetakan dengan meminjam istilah Achmad Jainuri sebagai berikut: (1)
Tradisionalis-konservatis, yakni mereka yang menolak kecenderungan
westernisasi (pembaratan) dengan mengatasnamakan Islam yang
secara pemahaman dan pengamalan melestarikan tradisi-tradisi yangbercorak lokal. Pendukung kelompok ini rata-rata dari kalangan ulama,
tarekat dan penduduk pedesaan; (2) Reformis-modernis, yakni mereka
menegaskan relevansi Islam untuk semua lapangan kehidupan baik
7/25/2019 db642-GPI
8/119
privat maupun publik. Islam dipandang memiliki karakter fleksibilitas
dalam berinteraksi dengan perkembangan zaman; (3) Radikal-puritan,
seraya sepakat dengan klaim fleksibilitas Islam di tengah arus zaman,
mereka enggan memakai kecenderungan kaum modernis dalammemanfaatkan ide-ide Barat. Mereka lebih percaya pada penafsiran
yang disebutnya sebagai murni Islami. Kelompok ini juga mengkritik
pemikiran dan cara-cara implementatif kaum tradisionalis. Sebagai
pengayaan, menarik jika tipologi ini dikomparasikan dengan kasus
gerakan Islam yang berkembang di Turki.
C.
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PEMBAHARUAN ISLAM
Dalam buku sejarah peradaban Islam disebutkan bahwa
kebangkitan umat Islam di Indonesia terjadi pada abad ke-20 masehisebagai kelanjutan abad pembaruan di abad sebelumnya. Dimana
bangkitnya Islam di Indonesia ditandai dengan munculnya organisasi
Islam baik bersifat keagamaan maupun yang bersifat politik.
Dengan adanya kebangkitan Islam baik yang bersifat
internasional ataupun lokal, khususnya di Indonesia didahului oleh
adanya upaya tajdid (pembaruan). Bermula dari soal ubudiyah, paham
gerakan tersebut berusaha mengubah paham tradisional, termasuk di
dalamnya takhayul dan khurafat. Karena tujuan utama dari aktivitas
gerakan pembaruan di Indonesia ini adalah membersihkan Islam dari
berbagai khurafat dan bidah, maka program-program yang digarap
untuk mencapai tujuan itu, meliputi berbagai aspek, seperti:
1. Mensucikan Islam dari pengaruh bidah
2. Pendidikan yang lebih tinggi dari kaum muslimin
3. Pembaruan rumusan ajaran Islam menurut alam pikiran modern
4. Pembelaan Islam terhadap pengaruh barat (sekuler) dan ajaran
Kristen
Di Indonesia, gerakan pembaruan dipelopori oleh ulama
Sumatera Barat, Haji Miskin, Haji Paibang dan Haji Sumanik, mereka
menyebarkan paham atau aliran Wahabi yang dibawanya dari Mekkah.
Untuk memberantas adat istiadat dan hal-haly dipandang sebagai
bidah, mereka membentuk persatuan harimau non salapan, terdiri
dari 8 orang pimpinan. Persatuan tersebut mendapat tantangan hebat
dari golongan adat dengan meminta bantuan kepada Belanda. Maka
timbul perang Padri pada tahun 1821-1837.
Kesemuanya itu kalau diringkas ada 3 penyebab, yaitu
perpecahan, dekadensi moral dan kebodohan. Untuk itu perlu adanyatoleransi internal, peningkatan pendidikan dan pengajaran terutama
dalam bidang sains dan teknologi. Pada prinsipnya pembaruan
berintikan pikiran dan gerakan untuk menyesuaikan paham-paham
7/25/2019 db642-GPI
9/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh
kemajuan ilmu dan teknologi. Hal ini erat kaitannya dengan kandungan
pembaruan yang terdiri dari 3 unsur yaitu liberation, reformation, dan
modernization. Adapun faktor-faktor yang mendorong gerakanpembaharuan ini antara lain :
1. Kepercayaan terhadap Barat secara keseluruhan yang dialami oleh
generasi baru muslim.
2. Gagalnya sistem sosial yang bertumpu pada kapitalisme dan
sosialisme
3. Gaya hidup elit sekuler di negara-negara Islam.
4. Hasrat untuk memperoleh kekuasaan diantara segmen kelas
menengah yang semakin berkembang yang tidak dapat
diakomodasi secara politik.5. Pencarian keamanan psikologis diantara kaum pendatang baru di
daerah perkotaan.
6. Lingkungan kota
7. Ketahanan ekonomi negara-negara Islam tertentu akibat
melonjaknya harga minyak.
8. Rasa percaya diri akan masa depan akibat kemenangan Mesir atas
Israel tahun 1973, Revolusi Iran 1979, dan fajar kemunculan
kembali peradaban Islam abad ke 15 Hijriah. (Mazaffar, Chandra
;1988)
D.
CIRI-CIRI PEMBARUAN ISLAM
Ciri-ciri gerakan pembaharuan adalah melakukan pemurnian
(purifikasi) ajaran islam dengan berpulang kembali kepada al-Quran
dan As-Sunnah (al-Ruju ila al-Quran wa as-Sunnah), sesuai dengan
salafus shaleh. Muhammadiyah memerangi penyimpangan aqidah
yang lurus, seperti kemusyrikan, tahayul, bidah, churafat (TBC) yang
kental dilakukan oleh masyarakat. Menyerang sufisme yang dianggap
membelakangi dunia, membersihkan kepercayaan kepada roh-roh para
leluhur, kenduri, enggan mengikuti Mazhab tertentu dan dikembalikan
kepada otentisitas al-Quran dan as-Sunnah dengan ideum Ijtihad,
dengan akal fikiran yang sesuai dengan jiwa islam. Menurut Sukidi,
Muhammadiyah melakukan simplifikasi ritual, yakni membersihkan
pola pikir tidak rasional (mitos) dengan semangat tauhid dan
merubahnya menjadi etos kerja yang rasional atau etika kemajuan,
sebagaimana etika protestan yang dipelopori Martin Luther tentang
teologi pembebasan, juga Max Weber tentang protestan ethic and thespirit of kapitalisme. Deliar Noer menilai gerakan ini berbeda dengan
kebanyakan kelompok tradisi yang melakukan taklid dan menolak
ijtihad. Menaruh perhatian pada tasawuf, banyak yang terjatuh pada
7/25/2019 db642-GPI
10/119
perbuatan syirik. Menghormati keramat, melakukan saji-sajian,
selamatan atau kenduri sebagai sedekah sebagai arwah. Memakai
azimat, jimat atau tangkal penolak bala untuk melindungi diri.
Semuanya berakibat mengaburkan pengertian tauhid. Kelompok tradisitidak mempersoalkan ajaran serta kebiasaan (animis dan Hindu) yang
berasal dari timur tengah atau India bercampur-baur terhadap islam.
Muhammadiyah memiliki dua ideom pokok, yakni Purifikasi
(tandhif al-Aqidah al-Islamiyah) dan Dinamisasi (tajdid/pembaharuan).
Keduanya identik, tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.
Purifikasi (pemurnian) itu juga bermakna Tajdid. Menciptakan islam
yang berkemajuan akan tetapi juga otentik ruju ila al-Quran wa as-
Sunnah sebagaimana cita-cita Ahmad Dahlan. Dengan tajdid ini, akan
menjadikan islam akan tetap responsif terhadap perubahan zaman.Dari sifat kembali pada otentisitas itulah, dapat disebut Puritan, dan
karena melakukan pembaharuan dibidang social, pendidikan,
kesehatan, dan lain sebagainya itu disebut pembaharu. Maka
muhammadiyah adalah puritan-pembaharu, suatu makna dari dua sisi
koin mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Maka Haedar Nashir pun
menyatakan keniscayaan akan dua ideum pokok itu (purifikasi dan
dinamisasi) bagi Muhammadiyah yang harus didialektikan sepanjang
zaman.
Muhammadiyah mengakar pada wahabi yang puritan, sekaligus
Muhammad Abduh (modernis islam). Baginya, Kehadiran gerakan
pembaruan Muhammad Ibn Abdil Wahhab (1703-1787) dengan corak
dan warna pemurnian yang lebih keras, merupakan mata rantai
dengan pembaruan tiga abad sebelumnya yang dipelopori Ibn
Taimiyah (1263-1328), beserta muridnya Ibn Qayyim al-Djauziah (1292-
1350) terutama dengan tekanan pada pemurniannya. Setelah itu,
gerakan pembaruan atau kebangkitan Islam memperoleh sentuhan
politik yang kuat dan meluas melalui tokoh pembaru Jamaluddin Al-
Afghani (1838-1897), kemudian di bidang pemikiran dan pendidikan
oleh pembaru dari Mesir Muhammad Abduh (1849-1905), dan
muridnya yang lebih keras Syekh Muhammad Rashid Ridla (1856-
1935). Sedangkan pembaruan di anak benua India ialah Sayyid Ahmad
Khan (1817-1897). Dalam mata rantai pembaruan Islam di dunia
muslim pasca kejatuhan peradaban Islam itulah lahir Muhammadiyah
sebagai salah satu pelopor gerakan pembaruan Islam di Indonesia.
Adapun ciri-ciri gerakan pembaharuan Islam antara lain :
1.
Kepercayaan yang kuat bahwa masyarakat harus ditata atas dasarAl-Quran dan As-Sunnah / hadits nabi.
7/25/2019 db642-GPI
11/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
2. Kebuadayaan barat harus ditolak. Meskipun ada yang mau
menerima kemajuan-kemajuan barat dalam ilmu pengetahuan
dan teknologi (Muzaffar, Chandra; 1988).
3.
Adanya keyakinan bahwa segala aktivitas kehidupan mulai dariaqidah, ibadah maupun muamalah berdasarkan kepada al
Quranul karim dan sunnah shahihah
7/25/2019 db642-GPI
12/119
BAB II
TOKOH GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa mampu :1. Memahami pemikiran tokoh-tokoh gerakan pembaharu (reformis) zaman
klasik sampai dengan era modern
2. Memahami strategi dan pendekatan Gerakan Pembaharuan dalam Islam di
Timur Tengah
3. Memahami strategi dan pendekatan Gerakan Pembaharuan dalam Islam di
Indonesia
A.
GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI TIMUR TENGAH
Tokoh-tokoh pembaharuan di timur tengah antara lain:
1.
Ibnu Taimiyah (1263-1328 H)
Nama lengkapnya Taqiyuddin Abu Abbas Ahmad, lahir di Harran,
turki pada 22 Januari 1263, dan meninggal pada 27 September
1328. Adapun beberapa upaya pembaharuannya antara lain
sebagai berikut; Pertama, sebagian besar aktivitasnya diarahkan
untuk memurnikan paham tauhid. Ia menentang segala bentuk
bidah, takhyul dan khurafat. Menurutnya, aqidah tauhid yang
benar adalah aqidah salaf aqidah yang bersumber dari teks al-
Quran dan hadis, bukan diambil dari dalil-dalil rasional danfilosofis.Kedua, ia menyampaikan seruan agar umat islam
menghidupkan ruh kembali menggali ajaran-ajaran al-Quran dan
hadis. Ketiga, menentang taklid. Taklid adalah sikap yang membuat
umat islam mundur, sebab taklid berarti menutup pintu ijtihad,
membuat otak menjadi beku. Keempat, di dalam berijtihad tidak
terikat mazhab atau imam. Kelima, dalam bidang hukum Islam Ibnu
Taimiyah menawarkan suatu metode baru yaitu
mempertimbangkan aspek-aspek hikmah dalam
keputusan/penerapan hukum Islam.2.
Jamaluddin Al Afghani (18381897 M)
Nama panjang beliau adalah Muhammad Jamaluddin Al-Afghani,
dilahirkan di Asadabad, Afghanistan pada tahun 1254 H/1838 M.
Ayahanda beliau bernama Sayyid Safdar al-Husainiyyah, yang
nasabnya bertemu dengan Sayyid Ali al-Turmudzi (seorang perawi
hadits yang masyhur yang telah lama bermigrasi ke Kabul) juga
dengan nasab Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib.
Pada usia 8 tahun Al-Afghani telah memperlihatkan kecerdasan
yang luar biasa, beliau tekun mempelajari bahasa Arab, sejarah,
matematika, filsafat, fiqh dan ilmu keislaman lainnya. Dan pada
usia 18 tahun ia telah menguasai hampir seluruh cabang ilmu
7/25/2019 db642-GPI
13/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
pengetahuan meliputi: filsafat, hukum, sejarah, kedokteran,
astronomi, matematika, dan metafisika. Al-Afghani segera dikenal
sebagai profil jenius yang penguasaannya terhadap ilmu
pengetahuan bak ensiklopedia.Setelah membekali dirinya dengan seluruh cabang ilmu
pengetahuan di Timur dan Barat (terutama Paris, Perancis), Al-
Afghani mempersiapkan misinya membangkitkan Islam. Pertama-
tama ia masuk ke India, negara yang sedang melintasi periode yang
kritis dalam sejarahnya. Kebencian kepada kolonialisme yang telah
membara dalam dadanya makin berkecamuk ketika Afghani
menyaksikan India yang berada dalam tekanan Inggris. Perlawanan
terjadi di seluruh India. Afghani turut ambil bagian dari periode
yang genting ini, dengan bergabung dalam peperangankemerdekaan India pada bulan Mei 1857. Namun, Afghani masih
sempat pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
Sepulang dari haji, Afghani pergi ke Kabul. Di kota ini ia disambut
oleh penguasa Afghanistan, Dost Muhammad, yang kemudian
menganugerahinya posisi penting dalam pemerintahannya. Saat
itu, Dost Muhammad sedang mempertahankan kekuasaannya
dengan memanfaatkan kaum cendekiawan yang didukung rakyat
Afghanistan. Sayang, ketika akhirnya Dost terbunuh dan takhtanya
jatuh ke tangan Sher Ali, Afghani diusir dari Kabul.
Meninggalkan Kabul, Afghani berkelana ke Hijjaz untuk melakukan
ziarah. Rupanya, efek pengusiran oleh Sher Ali berdampak bagi
perjalanan Afghani. Ia tidak diperbolehkan melewati jalur Hijjaz
melalui Persia. Ia harus lebih dulu masuk ke India. Pada tahun 1869
Afghani masuk ke India untuk yang kedua kalinya. Ia disambut baik
oleh pemerintah India, tetapi tidak diizinkan untuk bertemu
dengan para pemimpin India berpengaruh yang berperan dalam
revolusi India. Khawatir pengaruh Afghani akan menyebabkan
pergolakan rakyat melawan pemerintah kolonial, pemerintah India
mengusir Afghani dengan cara mengirimnya ke Terusan Suez yang
sedang bergolak.
Di Mesir Afghani melakukan kontak dengan mahasiswa Al-Azhar
yang terkagum-kagum dengan wawasan dan ide-idenya. Salah
seorang mahasiswa yang kemudian menjadi murid Afghani adalah
Muhammad Abduh. Dari Mesir, Afghani pergi ke Istanbul untuk
berdakwah. Di ibu kota Turki ini Afghani mendapat sambutan yang
luar biasa. Ketika memberi ceramah di Universitas Konstantinopel,salah seorang ulama setempat, Syaikhul Islam, merasa tersaingi. Ia
segera menghasut pemerintah Turki untuk mewaspadai gagasan-
7/25/2019 db642-GPI
14/119
gagasan Afghani. Buntutnya, Afghani didepak keluar dari Turki
pada tahun 1871.
Afghani menjejakkan kakinya di Kairo untuk yang kedua kalinya. Di
Mesir Afghani melanjutkan dakwahnya yang pernah terputus dansegera mempengaruhi para mahasiswa dan ulama Al-Azhar. Tetapi,
pemberontakan kaum nasionalis Mesir pada tahun 1882 berujung
pada tindakan deportasi oleh pemerintah Mesir yang mencurigai
Afghani ada di belakang pemberontakan.
Afghani dideportasi ke India, tetapi tak lama ia sudah berada dalam
perjalanan ke London, kota yang pernah disinggahinya ketika ia
berdakwah ke Paris. Di London ia bertemu dengan Muhammad
Abduh, muridnya yang ternyata juga dikucilkan oleh pemerintah
Mesir.Dari London, Afghani bertualang ke Moskow. Ia tinggal selama
empat tahun di St. Petersburgh. Di sini pengaruh Afghani segera
menjalar ke lingkungan intelektual yang dipercaya oleh Tsar Rusia.
Salah satu hasil dakwah Afghani kepada mereka adalah keluarnya
izin pencetakan Al-Quran ke dalam bahasa Rusia.
Afghani menghabiskan sisa umurnya dengan bertualang keliling
Eropa untuk berdakwah. Bapak pembaharu Islam ini memang tak
memiliki rintangan bahasa karena ia menguasai enam bahasa
dunia (Arab, Inggris, Perancis, Turki, Persia, dan Rusia).
Afghani menghembuskan nafasnya yang terakhir karena kanker
yang dideritanya sejak tahun 1896. Beliau pulang keharibaan Allah
pada tanggal 9 Maret 1897 di Istambul Turki dan dikubur di sana.
Jasadnya dipindahkan ke Afghanistan pada tahun 1944. Ustad Abu
Rayyah dalam bukunya Al-Afghani; Sejarah, Risalah dan Prinsip-
prinsipnya, menyatakan, bahwa Al-Afghani meninggal akibat
diracun dan ada pendapat kedua yang menyatakan bahwa ada
rencana Sultan untuk membinasakannya.
a.
Jurnal Anti Penjajahan
Salah satu bukti kejeniusan Jamaluddin Al-Afghani adalah Al-
Urwatul Wutsqa, sebuah jurnal anti penjajahan yang
diterbitkannya di Paris. Al-Afghani mendapat sokongan
seorang ulama Mesir, Muhammad Abduh. Keduanya
bersamaan menerbitkan majalah Al-Urwatul Wutsqa di Paris
pada tahun 1884 selama tujuh bulan dan mencapai 18 nomor.
Publikasi ini bukan saja menggoncang dunia Islam, pun telah
menimbulkan kegelisahan dunia Barat. Meskipun majalah inipada akhirnya tidak mampu mempertahankan penerbitannya
oleh bermacam-macam rintangan, nomor-nomor lama telah
dicetak ulang berkali-kali. Di mana-mana, terutama untuk
7/25/2019 db642-GPI
15/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
pasaran dunia Timur, majalah ini dibinasakan penguasa Inggris.
Di Mesir dan India penerbitan ini dilarang untuk diedarkan.
Akan tetapi, penerbitan ini terus saja beredar meski dengan
jalan gelap. Di Indonesia sendiri majalah ini berhasil masuktidak melalui pelabuhan besar. Ia berhasil masuk lewat kiriman
gelap melalui pelabuhan kecil di pantai utara, antaranya
pelabuhan Tuban.
Jurnal ini segera menjadi barometer perlawanan imperialis
Dunia Islam yang merekam komentar, opini, dan analisis bukan
saja dari tokoh-tokoh Islam dunia, tetapi juga ilmuwan-
ilmuwan Barat yang penasaran dan kagum dengan
kecemerlangan Afghani. Selama mengurus jurnal ini, Afghani
harus bolak-balik Paris-London untuk menjembatani diskusidan pengiriman tulisan para ilmuwan Barat, terutama yang
bermarkas di International Lord Salisbury, London.
b.
Al Afghani dan Ibnu Taymiyyah
Tidak ada perbedaan diantara keduanya, kecuali bahwa Ibnu
Taymiyyah (seperti kebanyakan ulama dari generasi awal) lebih
banyak berhujjah dengan menggunakan dalil-dalil agama dan
pendekatan logika (mantiqy) dalam menegakkan
panji/bendera yang dibawanya, seperti yang kita bisa lihat dari
karya-karya beliau. Sedangkan Al Afghani lebih kepada
pendekatan provokasi (dalam term positif) atau membakar
semangat, menyadarkan ummat atas realitas keterpurukan
mereka, serta menjalin komunikasi dengan para ulama dan
pemimpin kaum Muslimin.
c. Beberapa Kontribusi Al-Afghani
Pertama; Perlawanan terhadap kolonial barat yang menjajah
negeri-negeri Islam (terutama terhadap penjajah Inggris).
Beliau turut ambil bagian dalam peperangan kemerdekaan
India pada bulan Mei 1857, juga mengadakan ziarah ke negri-
negri Islam yang berada di bawah tekanan imperialis dan
kolonialis barat seperti tersebut di atas.
Kedua; upaya melawan pemikiran naturalisme di India, yang
mengingkari adanya hakikat ketuhanan. Menurutnya, dasar
aliran ini merupakan hawa nafsu yang menggelora dan hanya
sebatas egoisme sesaat yang berlebihan tanpa
mempertimbangkan kepentingan umat manusia secara
keseluruhan.Hal ini dikarenakan adanya pengingkaran terhadap hakikat
Tuhan dan anggapan bahwa materi mampu membuka pintu
lebar-lebar bagi terhapusnya kewajiban manusia sebagai
7/25/2019 db642-GPI
16/119
hamba Tuhan. Dari situlah Al-Afghani berusaha
menghancurkan pemikiran ini dengan menunjukkan bahwa
agama mampu memperbaiki kehidupan masyarakat dengan
syariat dan ajaran-ajarannya.3. Sheikh Mohammad Abduh (12661323 H)
Sheikh Mohammad Abduh lahir pada tahun 1266 hijriyah di
Mahallat Nasr, sebuah desa di negeri Mesir. Beliau lahir dengan
nama Muhammad. Ayahnya dikenal dengan nama Abduh.
Mohammad Abduh menjalani kehidupannya sebagai petani. Ketika
menginjak usia 13 tahun, ayah beliau memaksanya untuk menimba
ilmu agama Islam di pusat pendidikan agama yang dikenal dengan
nama Jami Ahmadi. Mohammad Abduh tidak menyukai program
pendidikan di sana sehingga memutuskan untuk meninggalkanlembaga pendidikan itu.
Tak lama, beliau kembali ke sekolah Jami Ahmadi setelah
mendapat pengarahan memuaskan dari paman ayahnya yang
bernama Sheikh Darwish. Setelah mengenyam pendidikan di Jami
Ahmadi, Mohammad Abduh melanjutkan studinya ke Jami Al-
Azhar. Selain berguru kepada Sheikh Darwish, Mohammad Abduh
juga menimba ilmu dari sejumlah ulama termasuk Sayid
Jamaluddin Asad-abadi (Afghani). Menuruti pesan Sayid
Jamaluddin, Mohammad Abduh mempelajari ilmu-ilmu logika.
Setelah menyelesaikan program pendidikan, Muhammad
Abduh mengambil posisi sebagai guru. Mohammad Abduh memiliki
banyak murid yang di kemudian hari menjadi ulama-ulama dan
cendekiawan terkenal diantaranya Mohammad Rashid Ridha, Saad
Zaghlul, Thaha Husein, Abdul Qadir Maghribi, dan Musthafa Abdur
Razzaq.
Selain mengajar, Mohammad Abduh juga aktif di medan
politik. Keaktifan itulah yang membuatnya terlibat dalam kegiatan
Partai Hezb Wathani. Mohammad Abduh ditunjuk untuk menjadi
Pemimpin Redaksi Surat Kabar Waqai Mishriyyah atas usulan
Riyadh Pasha, salah seorang menteri ketika itu. Ketika Sayid
Jamaluddin membuat majalah al-Urwatul Wuthqa, Abduh ikut
membantu gurunya.
Beberapa tahun setelah itu, dengan adanya transformasi
politik dan sosial dalam skala besar di Mesir, Mohammad Abduh
terpilih untuk duduk di Dewan Syura, yang berperan sebagai
lembaga penasehat raja. Posisinya sebagai ulama yang dipandang,mendorong Mohammad Abduh untuk mewakafkan sisa umurnya
demi melakukan reformasi pemikiran Islam dan kegiatan amal.
Tahun 1889, penguasa Mesir menobatkannya sebagai mufti.
7/25/2019 db642-GPI
17/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
Jabatan itu dipegangnya sampai beliau wafat tahun 1323 hirjiyah.
Sheikh Mohammad Abduh meninggal dunia setelah menderita
kanker.
Sheikh Mohammad Abduh meninggalkan banyak kartapenulisan, antara lain:
Ishlahul Mahakim al-Syariyyah
Tafsir Al-Manar, yang dilanjutkan oleh muridnya,
Mohammad Rashid Ridha
Risalatut Tauhid
Syarh Nahjil Balaghah
Al-Islam, Ar-Radd ala Muntaqidihi
a. Gerakan Reformasi Abduh
Mohammad Abduh adalah murid Sayid Jamaluddin Asad-abadi(Afghani). Meski demikian, keduanya memiliki pemikiran dan
cara berjuang yang berbeda. Setelah Sayid Jamaluddin
diasingkan dari Mesir, Mohammad Abduh memanfaatkan surat
kabar di Mesir untuk menyampaikan pemikiran reformasinya.
Dalam mengusung ide revolusionernya, Abduh sangat berhati-
hati. Ia lebih banyak memberikan perhatian pada upaya
pembaruan pemikiran dan pendidikan.
Walaupun terlibat dalam kehidupan berpolitik, namun Sheikh
Mohammad Abduh menghindari sikap frontal dalam politik
dan lebih memberikan perhatian pada masalah reformasi
pemikiran.
Bagi Abduh reformasi pemikiran dan budaya umat Islam lebih
penting dari segalanya.
Sheikh Mohammad Abduh meyakini prinsip kaderisasi dan
peningkatan kemampuan sumber daya manusia.
Kebanyakan orang yang ada disekeliling Abduh, adalah para
ulama, santri dan kalangan kampus. Merekalah yangmeramaikan kuliah agama yang disampaikan Sheikh
Mohammad Abduh.
Abduh meyakini bahwa melakukan gerakan reformasi
terhadap masyarakat hanya bisa dilakukan dengan
memperbaiki individunya. Meski demikian, ia tidak pernah lalai
atau acuh terhadap kondisi sosial yang ada.
b. Reformasi Sosial
Mohammad Abduh yang pernah diasingkan ke luar negeri,
mulai dari Beirut hingga menyusul gurunya Sayid Jamaluddin diEropa, sekembalinya ke Mesir berhasil mendekati gubernur
Mesir kala itu. Kedekatan itu dimanfaatkannya untuk
7/25/2019 db642-GPI
18/119
menjalankan ide-idenya termasuk reformasi di Universitas Al-
Azhar, antara lain memperbaiki sistem pendidikan,
memberikan ijazah resmi pendidikan, memberikan layanan
kesehatan bagi para pelajar agama, memperbaiki gaji paratenaga pengajar, dan meningkatkan layanan asrama bagi para
pelajar agama. Beliau juga membenahi sistem waqaf dan
melakukan reformasi pada sistem pengadilan syariat.
c. Reformasi Pemikiran Menuju Kebangkitan Umat Islam
Sheikh Mohammad Abduh meyakini bahwa untuk
melawan kejumudan (kebekuan berpikir) dan pola pikir
kebarat-baratan serta taqlid buta adalah dengan kembali
kepada ajaran murni Islam. Sama seperti gurunya, Sayid
Jamaluddin, Mohammad Abduh menolak kepercayaan bahwapintu ijtihad telah ditutup. Beliau mencetuskan pemikiran
untuk membuka pintu ijtihad serta pengembangan pemikiran
dan penelitian Islam. Meski harus berhadapan secara
pemikiran dengan para ulama Al-Azhar, namun Muhammad
Abduh tetap memegang teguh keyakinannya dalam masalah
ijtihad. Beliau meyakini bahwa ijtihad harus dilakukan oleh
mereka yang memang layak untuk berfatwa.
Sheikh Muhammad Abduh mengajukan prakarsa yang
berisi dua metodologi ijtihad. Pertama adalah kaedah
maslahah yang sering digunakan oleh aliran Maliki dan Hanafi.
Kaedah ini menurutnya penting untuk menyelesaikan masalah-
masalah kontemporer. Kedua adalah kaedah talfiq, yaitu
menggunakan pendekatan sintesis, dengan memilih yang
terbaik setelah mengadakan perbandingan antara ijtihad para
ulama` dari pelbagai aliran. Ijtihad bagi Abduh merupakan jalan
terbaik untuk memecahkan kebekuan dan kejumudan
pemikiran umat yang tidak berupaya menghadapi perubahan
masyarakat dan zaman.
d. Pemikiran Politik Mohammad Abduh
Sheikh Muhammad Abduh mempunyai dua cita-cita.
Pertama adalah persatuan dan kesatuan umat Islam. Kedua
persatuan rakyat Mesir sebagai bagian dari dunia Islam.
Meskipun antara kedua cita-cita itu tidak banyak kaitannya,
namun beliau selalu menghindari pembahasan yang
menyebutkan agama terpisah dari politik, sebab beliau
memang tidak memiliki keyakinan yang demikian. MuhammadAbduh menyukai sebuah pemerintahan yang melibatkan rakyat
sebagai pihak yang memberikan nasehat dan masukan. Karena
itu, menurut beliau, para penguasa muslim seharusnya
7/25/2019 db642-GPI
19/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
mengikuti ajaran syariat Islam dan tidak lupa untuk
bermusyawarah dengan para ahli dalam menjalankan roda
pemerintahan.
e.
Pandangan Muhammad Abduh tentang Pendekatan AntarMazhab
Tak berbeda dengan Sayid Jamaluddin, Sheikh
Muhammad Abduh mencurahkan perhatian yang besar dalam
masalah persatuan dunia Islam. Beliau menolak fanatisme
golongan. Buku Syarh (penjelasan) Nahjil Balaghah yang ia tulis
adalah langkah nyata Muhammad Abduh dalam melakukan
pendekatan antar mazhab Islam. Dalam kitab itu, ia berulang
kali menyatakan kecintaannya yang dalam kepada Imam Ali bin
Abi Thalib (as). Bukan hanya dalam tubuh internal Islam,Muhammad Abduh juga melakukan upaya pendekatan dengan
para pemeluk agama Kristen dan Yahudi. Langkahnya dalam
hal ini ditunjukkan dengan membentuk sebuah perkumpulan
dengan nama Jamiyyah al-Taqrib Baina Ahl Al-Islam wa Ahl
Al-Kitab.
Mengenai hubungan antar berbagai mazhab Islam
Sheikh Mohammad Abduh meyakini pendekatan antar
mazhab. Kaedah talfiq yang ia kemukakan menunjukkan hal
itu. Sheikh Muhammad Abduh juga membentuk perkumpulan
Jamiyyah Dar Al-Taqrib, yang merupakan langkah nyata
beliau dalam upaya pendekatan antar mazhab Islam. Ulama
besar ini dikenal tegas dalam menolak pertikaian dan
perselisihan antar para pengikut mazhab yang berbeda.
4. Muhammad Bin Abdul Wahab (17011793 M)
Beliau adalah Syeikh al-Islam al-Imam Muhammad bin 'Abdul
Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid
bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-
Najdi.
Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab dilahirkan pada tahun
1115 H (1701 M) di kampung 'Uyainah (Najd), lebih kurang 70 km
arah barat laut kota Riyadh, ibukota Arab Saudi sekarang.
Beliau meninggal dunia pada 29 Syawal 1206 H (1793 M)
dalam usia 92 tahun, setelah mengabdikan diri selama lebih 46
tahun dalam memangku jabatan sebagai menteri penerangan
Kerajaan Arab Saudi .
a.
Pendidikan dan PengalamannyaSyeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab berkembang dan
dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya
adalah ketua jabatan agama setempat. Sedangkan tuannya
7/25/2019 db642-GPI
20/119
adalah seorang qadhi (mufti besar), tempat di mana
masyarakat Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang
bersangkutan dengan agama. Oleh karena itu, kita tidaklah
heran apabila kelak beliau juga menjadi seorang ulama besarseperti tuannya.
Sebagaimana lazimnya keluarga ulama, maka Syeikh
Muhammad bin 'Abdul Wahab sejak masih kanak-kanak telah
dididik dan ditempa jiwanya dengan pendidikan agama, yang
diajar sendiri oleh ayahnya, Tuan Syeikh 'Abdul Wahab.
Sejak kecil lagi Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab
sudah kelihatan tanda-tanda kecerdasannya. Beliau tidak suka
membuang masa dengan sia-sia seperti kebiasaan tingkah laku
kebanyakan kanak-kanak lain yang sebaya dengannya.Berkat bimbingan kedua ibu bapaknya, ditambah dengan
kecerdasan otak dan kerajinannya, Syeikh Muhammad bin
'Abdul Wahab telah berjaya menghafal al-Qur'an 30 juz
sebelum berusia sepuluh tahun.
Setelah beliau belajar pada ibu bapaknya tentang
beberapa bidang pengajian dasar yang meliputi bahasa dan
agama, beliau diserahkan oleh ibu bapaknya kepada para
ulama setempat sebelum dikirim oleh ibu bapaknya ke luar
daerah.
Tentang ketajaman fikirannya, saudaranya Sulaiman bin
'Abdul Wahab pernah menceritakan begini:
"Bahwa ayah mereka, Syeikh 'Abdul Wahab merasa
sangat kagum atas kecerdasan Muhammad, padahal ia masih
di bawah umur. Beliau berkata: 'Sungguh aku telah banyak
mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan anakku
Muhammad, terutama di bidang ilmu Fiqh.'"
Syeikh Muhammad mempunyai daya kecerdasan dan
ingatan yang kuat, sehingga apa saja yang dipelajarinya dapat
difahaminya dengan cepat sekali, kemudian apa yang telah
dihafalnya tidak mudah pula hilang dalam ingatannya.
Demikianlah keadaannya, sehingga kawan-kawan
sepersekolahannya kagum dan heran kepadanya.
b.
Belajar di Makkah, Madinah dan Basrah
Setelah mencapai usia dewasa, Syeikh Muhammad bin
'Abdul Wahab diajak oleh ayahnya untuk bersama-sama pergi
ke tanah suci Mekah untuk menunaikan rukun Islam yangkelima - mengerjakan haji di Baitullah. Dan manakala telah
selesai menunaikan ibadah haji, ayahnya terus kembali ke
kampung halamannya. Adapun Muhammad, ia tidak pulang,
7/25/2019 db642-GPI
21/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
tetapi terus tinggal di Mekah selama beberapa waktu,
kemudian berpindah pula ke Madinah untuk melanjutkan
pengajiannya di sana. Di Madinah, beliau berguru pada dua
orang ulama besar dan termasyhur di waktu itu. Kedua-duaulama tersebut sangat berjasa dalam membentuk
pemikirannya, yaitu Syeikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-
Najdi dan Syeikh Muhammad Hayah al-Sindi.
Selama berada di Madinah, beliau sangat prihatin
menyaksikan ramai umat Islam setempat maupun penziarah
dari luar kota Madinah yang telah melakukan perbuatan-
perbuatan tidak senonoh dan tidak sepatutnya dilakukan oleh
orang yang mengaku dirinya Muslim. Beliau melihat ramai
umat yang berziarah ke maqam Nabi maupun ke maqam-maqam lainnya untuk memohon syafaat, bahkan meminta
sesuatu hajat pada kuburan maupun penghuninya, yang mana
hal ini sama sekali tidak dibenarkan oleh agama Islam. Apa
yang disaksikannya itu menurut Syeikh Muhammad adalah
sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya.
Kesemua inilah yang semakin mendorong Syeikh
Muhammad untuk lebih mendalami pengkajiannya tentang
ilmu ketauhidan yang murni, yakni, aqidah salafiyah.
Bersamaan dengan itu beliau berjanji pada dirinya sendiri,
bahwa pada suatu ketika nanti, beliau akan mengadakan
perbaikan (islah) dan pembaharuan (tajdid) dalam masalah
yang berkaitan dengan ketauhidan, yaitu mengembalikan
aqidah umat kepada sebersih-bersihnya tauhid yang jauh dari
khurafat, tahayul dan bid'ah. Untuk itu, beliau mesti
mendalami benar-benar tentang aqidah ini melalui kitab-kitab
hasil karya ulama-ulama besar di abad-abad yang silam.
Di antara karya-karya ulama terdahulu yang paling terkesan
dalam jiwanya adalah karya-karya Syeikh al-Islam Ibnu
Taimiyah. Beliau adalah mujaddid besar abad ke 7 Hijriyah
yang sangat terkenal.
Demikianlah meresapnya pengaruh dan gaya Ibnu
Taimiyah dalam jiwanya, sehingga Syeikh Muhammad bin
'Abdul Wahab bagaikan duplikat (salinan) Ibnu Taimiyah.
Khususnya dalam aspek ketauhidan, seakan-akan semua yang
diidam-idamkan oleh Ibnu Taimiyah semasa hidupnya yang
penuh ranjau dan tekanan dari pihak berkuasa, semuanyatelah ditebus dengan kejayaan Ibnu 'Abdul Wahab yang hidup
pada abad ke 12 Hijriyah itu.
7/25/2019 db642-GPI
22/119
Setelah beberapa lama menetap di Mekah dan Madinah,
kemudian beliau berpindah ke Basrah. Di sini beliau bermukim
lebih lama, sehingga banyak ilmu-ilmu yang diperolehinya,
terutama di bidang hadits dan musthalahnya, fiqh dan usulfiqhnya, gramatika (ilmu qawa'id) dan tidak ketinggalan pula
lughatnya semua.
Lengkaplah sudah ilmu yang diperlukan oleh seorang yang
pintar yang kemudian dikembangkan sendiri melalui self-study
(belajar sendiri) sebagaimana lazimnya para ulama besar Islam
mengembangkan ilmu-ilmunya. Di mana bimbingan guru
hanyalah sebagai modal dasar yang selanjutnya untuk dapat
dikembangkan dan digali sendiri oleh yang bersangkutan.
c.
Mulai BerdakwahSyeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab memulai dakwahnya
di Basrah, tempat di mana beliau bermukim untuk menuntut
ilmu ketika itu. Akan tetapi dakwahnya di sana kurang berjaya,
karena menemui banyak rintangan dan halangan dari kalangan
para ulama setempat.
Di antara pendukung dakwahnya di kota Basrah ialah
seorang ulama yang bernama Syeikh Muhammad al-Majmu'i.
Tetapi Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab bersama
pendukungnya mendapat tekanan dan ancaman dari
sebahagian ulama su', yaitu ulama jahat yang memusuhi
dakwahnya di sana; kedua-dua mereka diancam akan dibunuh.
Akhirnya beliau meninggalkan Basrah dan mengembara ke
beberapa negeri Islam untuk memperluaskan ilmu dan
pengalamannya.
Di samping mempelajari keadaan negeri-negeri Islam yang
berjiran, demi kepentingan dakwahnya di masa akan datang,
dan setelah menjelajahi beberapa negeri Islam, beliau lalu
kembali ke al-Ihsa menemui gurunya Syeikh Abdullah bin 'Abd
Latif al-Ihsai untuk mendalami beberapa bidang pengajian
tertentu yang selama ini belum sempat didalaminya.
Di sana beliau bermukim untuk beberapa waktu, dan
kemudian beliau kembali ke kampung asalnya Uyainah, tetapi
tidak lama kemudian beliau menyusul orang tuanya yang
merupakan bekas ketua jabatan urusan agama Uyainah ke
Haryamla, yaitu suatu tempat di daerah Uyainah juga.
Adalah dikatakan bahwa di antara orang tua SyeikhMuhammad dan pihak berkuasa Uyainah berlaku perselisihan
pendapat, yang oleh karena itulah orang tua Syeikh
Muhammad terpaksa berhijrah ke Haryamla pada tahun 1139.
7/25/2019 db642-GPI
23/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
Setelah perpindahan ayahnya ke Haryamla kira-kira
setahun, barulah Syeikh Muhammad menyusulnya pada tahun
1140 H. Kemudian, beliau bersama bapaknya itu
mengembangkan ilmu dan mengajar serta berdakwah selamalebih kurang 13 tahun lamanya, sehingga bapaknya meninggal
dunia di sana pada tahun 1153.
Setelah tiga belas tahun menegakkan amar ma'ruf dan nahi
mungkar di Haryamla, beliau mengajak pihak berkuasa
setempat untuk bertindak tegas terhadap kumpulan penjahat
yang selalu melakukan rusuhan, rampasan, rompakan serta
pembunuhan. Maka kumpulan tersebut tidak senang kepada
Syeikh Muhammad, lalu mereka mengancam hendak
membunuhnya. Syeikh Muhammad terpaksa meninggalkanHaryamla, berhijrah ke Uyainah tempat bapaknya dan beliau
sendiri dilahirkan.
d.
Keadaan Negeri Najd, Hijaz dan Sekitarnya
Keadaan negeri Najd, Hijaz dan sekitarnya semasa awal
pergerakan tauhid amatlah buruknya. Krisis aqidah dan akhlak
serta merosotnya tata nilai sosial, ekonomi dan politik sudah
mencapai titik puncak. Semua itu adalah akibat penjajahan
bangsa Turki yang berpanjangan terhadap bangsa dan Jazirah
Arab, di mana tanah Najd dan Hijaz adalah termasuk
jajahannya, di bawah penguasaan Sultan Muhammad Ali Pasya
yang dilantik oleh Khalifah di Turki (Istanbul) sebagai gubernur
jeneral untuk daerah koloni di kawasan Timur Tengah, yang
berkedudukan di Mesir.
Pemerintahan Turki Raya pada waktu itu mempunyai
daerah kekuasaan yang cukup luas. Pemerintahannya berpusat
di Istanbul (Turki), yang begitu jauh dari daerah jajahannya.
Kekuasaan dan pengendalian khalifah maupun sultan-
sultannya untuk daerah yang jauh dari pusat, sudah mulai
lemah dan kendur disebabkan oleh kekacauan di dalam negeri
dan kelemahan di pihak khalifah dan para sultannya. Di
samping itu, adanya cita-cita dari amir-amir di negeri Arab
untuk melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah pusat yang
berkedudukan di Turki. Ditambah lagi dengan hasutan dari
bangsa Barat, terutama penjajah tua yaitu British dan Perancis
yang menghasut bangsa Arab dan umat Islam supaya berjuang
merebut kemerdekaan dari bangsa Turki, hal mana sebenarnyahanyalah tipu daya untuk memudahkan kaum penjajah
tersebut menanamkan pengaruhnya di kawasan itu, kemudian
7/25/2019 db642-GPI
24/119
mencengkamkan kuku penjajahannya di dalam segala
lapangan, seperti politik, ekonomi, kebudayaan dan aqidah.
Kemerosotan dari sektor agama, terutama yang
menyangkut aqidah sudah begitu memuncak. Kebudayaanjahiliyah dahulu seperti taqarrub (mendekatkan diri) pada
kuburan (maqam) keramat, memohon syafaat dan meminta
berkat serta meminta diampuni dosa dan disampaikan hajat,
sudah menjadi ibadah mereka yang paling utama sekali,
sedangkan ibadah-ibadah menurut syariat yang sebenarnya
pula dijadikan perkara kedua. Di mana ada maqam wali, orang-
orang shaleh, penuh dibanjiri oleh penziarah-penziarah untuk
meminta sesuatu hajat keperluannya. Seperti misalnya pada
maqam Syeikh Abdul Qadir Jailani, dan maqam-maqam walilainnya. Hal ini terjadi bukan hanya di tanah Arab saja, tetapi
juga di mana-mana, di seluruh pelosok dunia sehingga suasana
di negeri Islam waktu itu seolah-olah sudah berbalik menjadi
jahiliyah seperti pada waktu pra Islam menjelang kebangkitan
Nabi Muhammad SAW.
Masyarakat Muslim lebih banyak berziarah ke kuburan
atau maqam-maqam keramat dengan segala macam munajat
dan tawasul, serta pelbagai doa dialamatkan kepada maqam
dan penghuninya, dibandingkan dengan mereka yang datang
ke masjid untuk shalat dan munajat kepada Allah SWT.
Demikianlah kebodohan umat Islam hampir merata di seluruh
negeri, sehingga di mana-mana maqam yang dianggap
keramat, maqam itu dibina bagaikan bangunan masjid, malah
lebih mewah daripada masjid, karena dengan mudah saja dana
mengalir dari mana-mana, terutama biaya yang diperolehi dari
setiap pengunjung yang berziarah ke sana, atau memang
adanya tajaan dari orang yang membiayainya di belakang tabir,
dengan maksud-maksud tertentu. Seperti dari imperalis British
yang berdiri di belakang tabir maqam Syeikh Abdul Qadir
Jailani di India misalnya.
Di tengah-tengah keadaan yang sedemikian rupa, maka
Allah melahirkan seorang muslih kabir (pembaharuan besar)
Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab (al-Wahabi) dari
'Uyainah (Najd) sebagai mujaddid Islam terbesar abad ke 12
Hijriyah, setelah Ibnu Taimiyah, mujaddid abad ke 7 Hijriyah
yang sangat terkenal itu.Bidang pentajdidan kedua mujaddid besar ini adalah sama,
yaitu mengadakan pentajdidan dalam aspek aqidah, walau
masanya berbeda, yaitu kedua-duanya tampil untuk
7/25/2019 db642-GPI
25/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
memperbaharui agama Islam yang sudah mulai tercemar
dengan bid'ah, khurafat dan tahayul yang sedang melanda
Islam dan kaum Muslimin. Menghadapi hal ini Syeikh
Muhammad bin 'Abdul Wahab telah menyusun barisanMuwahhidin yang berpegang kepada pemurnian tauhid. Bagi
para lawannya, pergerakan ini mereka sebut Wahabiyin yaitu
gerakan Wahabiyah.
Dalam pergerakan tersebut tidak sedikit rintangan dan
halangan yang dilalui. Kadangkala Tuan Syeikh terpaksa
melakukan tindakan kekerasan apabila tidak boleh dengan cara
yang lembut. Tujuannya tidak lain melainkan untuk
mengembalikan Islam kepada kedudukannya yang sebenarnya,
yaitu dengan memurnikan kembali aqidah umat Islam sepertiyang diajarkan oleh Kitab Allah dan Sunnah RasulNya.
Setelah perjuangan yang tidak mengenal penat lelah itu,
akhirnya niat yang ikhlas itu disampaikan Allah, sesuai dengan
firmanNya:
"Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolongAllah niscaya Allah akan menolongmu dan menetapkan
pendirianmu."(Muhammad: 7)
e.
Awal Pergerakan Tauhid
Muhammad bin 'Abdul Wahab memulakan pergerakan di
kampungnya sendiri yaitu Uyainah. Di waktu itu Uyainah
diperintah oleh seorang amir (penguasa) bernama Amir
Uthman bin Mu'ammar. Amir Uthman menyambut baik ide
dan gagasan Syeikh Muhammad itu dengan sangat gembira,
dan beliau berjanji akan menolong perjuangan tersebutsehingga mencapai kejayaan.
Selama Tuan Syeikh melancarkan dakwahnya di Uyainah,
masyarakat negeri itu baik lelaki dan wanita merasakan
kembali kenikmatan luar biasa, yang selama ini belum pernah
mereka rasakan. Dakwah Tuan Syeikh bergema di negeri
mereka. Ukhuwah Islamiyah dan persaudaraan Islam telah
tumbuh kembali berkat dakwahnya di seluruh pelosok Uyainah
dan sekitarnya. Orang-orang dari jauh pun mulai berhijrah ke
Uyainah, karena mereka menginginkan keamanan dan
ketenteraman jiwa di negeri ini.
7/25/2019 db642-GPI
26/119
Syahdan; pada suatu hari, Syeikh Muhammad bin 'Abdul
Wahab meminta izin pada Amir Uthman untuk menghancurkan
sebuah bangunan yang dibina di atas maqam Zaid bin al-
Khattab. Zaid bin al-Khattab adalah saudara kandung Umar binal-Khattab, Khalifah Rasulullah yang kedua. Tuan Syeikh
Muhammad mengemukakan alasannya kepada Amir, bahwa
menurut hadits Rasulullah SAW, membuat sebuah bangunan di
atas kubur adalah dilarang, karena yang demikian itu akan
menjurus kepada kemusyrikan. Amir menjawab: "Silakan...
tidak ada seorang pun yang boleh menghalang rancangan yang
mulia ini."
Tetapi Tuan Syeikh mengajukan pendapat bahwa beliau
khawatir masalah itu kelak akan dihalang-halangi oleh ahlijahiliyah (kaum Badui) yang tinggal berdekatan maqam
tersebut. Lalu Amir menyediakan 600 orang tentera untuk
tujuan tersebuti bersama-sama Syeikh Muhammad
merobohkan maqam yang dikeramatkan itu.
Sebenarnya apa yang mereka sebut sebagai maqam Zaid
bin al-Khattab r.a yang gugur sebagai syuhada' Yamamah
ketika menumpaskan gerakan Nabi Palsu (Musailamah al-
Kazzab) di negeri Yamamah suatu waktu dulu, hanyalah
berdasarkan prasangka belaka. Karena di sana terdapat
puluhan syuhada' (pahlawan) Yamamah yang dikebumikan
tanpa jelas lagi pengenalan mereka. Boleh jadi yang mereka
anggap maqam Zaid bin al-Khattab itu adalah maqam orang
lain. Tetapi oleh karena masyarakat setempat di situ telah
terlanjur beranggapan bahwa itulah maqam beliau, mereka
pun mengkeramatkannya dan membina sebuah masjid di
tempat itu, yang kemudian dihancurkan pula oleh Syeikh
Muhammad bin 'Abdul Wahab atas bantuan Amir Uyainah,
Uthman bin Mu'ammar.
Syeikh Muhammad tidak berhenti sampai di sana, akan
tetapi semua maqam-maqam yang dipandang berbahaya bagi
aqidah ketauhidan, yang dibina seperti masjid yang pada ketika
itu berselerak di seluruh wilayah Uyainah turut diratakan
semuanya. Hal ini adalah untuk mencegah agar jangan sampai
dijadikan objek peribadatan oleh masyarakat Islam setempat
yang sudah mulai nyata kejahiliyahan dalam diri mereka. Dan
berkat rahmat Allah, maka pusat-pusat kemusyrikan di negeriUyainah dewasa itu telah terkikis habis sama sekali.
Setelah selesai dari masalah tauhid, maka Tuan Syeikh
mula menerangkan dan mengajarkan hukum-hukum syariat
7/25/2019 db642-GPI
27/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
yang sudah berabad-abad hanya termaktub saja dalam buku-
buku fiqh, tetapi tidak pernah diterapkan sebagai hukum yang
diamalkan. Maka yang dilaksanakannya mula-mula sekali ialah
hukum rajam bagi penzina.Pada suatu hari datanglah seorang wanita yang mengaku
dirinya berzina ke hadapan Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul
Wahab, dia meminta agar dirinya dijatuhi hukuman yang
sesuai dengan hukum Allah dan RasulNya. Meskipun Tuan
Syeikh mengharapkan agar wanita itu menarik balik
pengakuannya itu, supaya ia tidak terkena hukum rajam,
namun wanita tersebut tetap bertahan dengan pengakuannya
tadi, ia ingin menjalani hukum rajam. Maka, terpaksalah Tuan
Syeikh menjatuhkan kepadanya hukuman rajam atas dasarpengakuan wanita tersebut.
Berita tentang kejayaan Tuan Syeikh dalam memurnikan
masyarakat Uyainah dan penerapan hukum rajam kepada
orang yang berzina, sudah tersebar luas di kalangan
masyarakat Uyainah maupun di luar Uyainah.
Masyarakat Uyainah dan sekelilingnya menilai gerakan
Tuan Syeikh Ibnu 'Abdul Wahab ini sebagai suatu perkara yang
mendatangkan kebaikan. Namun, beberapa kalangan tertentu
menilai pergerakan Tuan Syeikh itu sebagai suatu perkara yang
negatif dan boleh membahayakan kedudukan mereka.
Memang, hal seumpama ini terdapat di mana-mana dan kapan
saja, apalagi pergerakan keagamaan yang sangat sensitif
seperti halnya untuk mengislamkan masyarakat Islam yang
sudah kembali ke jahiliyah ini, yaitu, dengan cara
mengembalikan mereka kepada aqidah salafiyah seperti di
zaman Nabi, para sahabat dan para tabi'in dahulu.
Di antara yang beranggapan sangsi seperti itu adalah Amir
(pihak berkuasa) wilayah al-Ihsa' (suku Badui) dengan para
pengikut-pengikutnya dari Bani Khalid Sulaiman bin Ari'ar al-
Khalidi. Mereka adalah suku Badui yang terkenal berhati keras,
suka merampas, merompak dan membunuh. Pihak berkuasa
al-Ihsa' khuatir kalau pergerakan Syeikh Muhammad tidak
dipatahkan secepat mungkin, sudah pasti wilayah
kekuasaannya nanti akan direbut oleh pergerakan tersebut.
Padahal Amir ini sangat takut dijatuhkan hukum Islam seperti
yang telah diperlakukan di negeri Uyainah. Dan tentunya yanglebih ditakutinya lagi ialah kehilangan kedudukannya sebagai
Amir (ketua) suku Badui. Maka Amir Badui ini menulis sepucuk
7/25/2019 db642-GPI
28/119
surat kepada Amir Uyainah yang isinya mengancam pihak
berkuasa Uyainah. Adapun isi ancaman tersebut ialah:
"Apabila Amir Uthman tetap membiarkan dan mengizinkan
Syeikh Muhammad terus berdakwah dan bertempat tinggal diwilayahnya, serta tidak mau membunuh Syeikh Muhammad,
maka semua cukai dan ufti wilayah Badui yang selama ini
dibayar kepada Amir Uthman akan diputuskan (ketika itu
wilayah Badui tertakluk di bawak kekuasaan pemerintahan
Uyainah)."
Jadi, Amir Uthman dipaksa untuk memilih dua pilihan,
membunuh Tuan Syeikh atau suku Badui itu menghentikan
pembayaran ufti.
Ancaman ini amat mempengaruhi fikiran Amir Uthman,karena ufti dari wilayah Badui sangat besar artinya baginya.
Adapun cukai yang mereka terima adalah terdiri dari emas
murni.
Didesak oleh tuntutan tersebut, terpaksalah Amir Uyainah
memanggil Syeikh Muhammad untuk diajak berunding
bagaimanakah mencari jalan keluar dari ancaman tersebut.
Soalnya, dari pihak Amir Uthman tidak pernah sedikit pun
terfikir untuk mengusir Tuan Syeikh dari Uyainah, apalagi
untuk membunuhnya. Tetapi, sebaliknya dari pihaknya juga
tidak berdaya menangkis serangan pihak suku Badui itu. Maka,
Amir Uthman meminta kepada Tuan Syeikh Muhammad
supaya dalam hal ini demi keselamatan bersama dan untuk
menghindari dari terjadinya pertumpahan darah, sebaiknya
Tuan Syeikh bersedia untuk meninggalkan negeri Uyainah.
Tuan Syeikh menjawab seperti berikut:
"Tuan Amir! Sebenarnya apa yang aku sampaikan dari
dakwahku, tidak lain adalah DINULLAH (agama Allah), dalam
rangka melaksanakan kandungan LA ILAHA ILLALLAH - Tiada
Tuhan melainkan Allah, Muhammad Rasulullah. Maka
barangsiapa berpegang teguh pada agama dan membantu
pengembangannya dengan ikhlas dan yakin, pasti Allah akan
mengulurkan bantuan dan pertolongan-Nya kepada orang itu,
dan Allah akan membantunya untuk dapat menguasai negeri-
negeri musuhnya. Saya berharap kepada Tuan Amir supaya
bersabar dan tetap berpegang terhadap pegangan kita
bersama dulu, untuk sama-sama berjuang demi tegaknyakembali Dinullah di negeri ini. Mohon sekali lagi Tuan Amir
menerima ajakan ini. Mudah-mudahan Allah akan memberi
pertolongan kepada Tuan dan menjaga Tuan dari ancaman
7/25/2019 db642-GPI
29/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
Badui itu, begitu juga dengan musuh-musuh Tuan yang lainnya.
Dan Allah akan memberi kekuatan kepada Tuan untuk
melawan mereka agar Tuan dapat mengambil alih daerah
Badui untuk sepenuhnya menjadi daerah Uyainah di bawahkekuasaan Tuan."
Setelah bertukar fikiran di antara Tuan Syeikh dan Amir
Uthman, tampaknya pihak Amir tetap pada pendiriannya, yaitu
mengharapkan agar Tuan Syeikh meninggalkan Uyainah
secepat mungkin.
Dalam bukunya yang berjudul Al-Imam Muhammad bin
'Abdul Wahab, Wada' Watahu Wasiratuhu, Syeikh Muhammad
bin 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah bin Baz, beliau berkata:
"Demi menghindari pertumpahan darah, dan karena tidakada lagi pilihan lain, di samping beberapa pertimbangan
lainnya maka terpaksalah Tuan Syeikh meninggalkan negeri
Uyainah menuju negeri Dar'iyah dengan menempuh perjalanan
secara berjalan kaki seorang diri tanpa ditemani oleh sesiapa
pun. Beliau meninggalkan negeri Uyainah pada waktu dini hari,
dan sampai ke negeri Dar'iyah pada waktu malam hari."(Ibnu
Baz, Syeikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah, m.s 22)
Tetapi ada juga tulisan lainnya yang mengatakan bahwa:
Pada mulanya Tuan Syeikh Muhammad mendapat
sokongan penuh dari pemerintah negeri Uyainah Amir Uthman
bin Mu'ammar, namun setelah api pergerakan dinyalakan,
pemerintah setempat mengundurkan diri dari percaturan
pergerakan karena alasan politik (besar kemungkinan takut
dipecat dari jabatannya sebagai Amir Uyainah oleh pihak
atasannya). Dengan demikian, tinggallah Syeikh Muhammad
dengan beberapa orang sahabatnya yang setia untuk
meneruskan missinya. Dan beberapa hari kemudian, Syeikh
Muhammad diusir keluar dari negeri itu oleh pemerintahnya.
Bersamaan dengan itu, pihak berkuasa telah
merencanakan pembunuhan ke atas diri Tuan Syeikh di dalam
perjalanannya, namun Allah mempunyai rencana sendiri untuk
menyelamatkan Tuan Syeikh dari usaha pembunuhan,
wamakaru wamakarallalu wallahu khairul makirin (Mereka
mempunyai rencana dan Allah mempunyai rencanaNya juga,
dan Allah sebaik-baik pembuat rencana). Sehingga Tuan Syeikh
Muhammad bin 'Abdul Wahab selamat di perjalanannyasampai ke negeri tujuannya, yaitu negeri Dar'iyah.
f.
Syeikh Muhammad di Dar'iyah
7/25/2019 db642-GPI
30/119
Sesampainya Syeikh Muhammad di sebuah kampung
wilayah Dar'iyah, yang tidak berapa jauh dari tempat kediaman
Amir Muhammad bin Saud (pemerintah negeri Dar'iyah), Tuan
Syeikh menemui seorang penduduk di kampung itu, orangtersebut bernama Muhammad bin Sulaim al-'Arini. Bin Sulaim
ini adalah seorang yang dikenal shaleh oleh masyarakat
setempat.
Tuan Syeikh meminta izin untuk tinggal bermalam di
rumahnya sebelum ia meneruskan perjalanannya ke tempat
lain.
Pada mulanya ia ragu-ragu menerima Tuan Syeikh di
rumahnya, karena suasana Dar'iyah dan sekelilingnya pada
waktu itu tidak tenteram, menyebabkan setiap tamu yangdatang hendaklah melapor diri kepada pihak berkuasa
setempat. Namun, setelah Tuan Syeikh memperkenalkan
dirinya serta menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke
negeri Dar'iyah, yaitu hendak menyebarkan dakwah Islamiyah
dan memberantas kemusyrikan, barulah Muhammad bin
Sulaim menerimanya sebagai tamu di rumahnya.
Sesuai dengan peraturan yang wujud di Dar'iyah di kala itu,
yang mana setiap tamu hendaklah melaporkan diri kepada
pihak berkuasa setempat, maka Muhammad bin Sulaim
menemui Amir Muhammad untuk melaporkan tamunya yang
baru tiba dari Uyainah dengan menjelaskan maksud dan
tujuannya kepada beliau.
Kononnya, ada riwayat yang mengatakan; bahwa seorang
shaleh datang menemui isteri Amir Ibnu Saud, ia berpesan
untuk menyampaikan kepada suaminya, bahwa ada seorang
ulama dari Uyainah yang bernama Muhammad bin 'Abdul
Wahab hendak menetap di negerinya. Beliau hendak
menyampaikan dakwah Islamiyah dan mengajak masyarakat
kepada sebersih-bersih tauhid. Ia meminta agar isteri Amir
Ibnu Saud memujuk suaminya supaya menerima ulama
tersebut agar dapat menjadi warga negeri Dar'iyah serta mau
membantu perjuangannya dalam menegakkan agama Allah.
Isteri Ibnu Saud ini sebenarnya adalah seorang wanita yang
shaleh. Maka, tatkala Ibnu Saud mendapat giliran ke rumah
isterinya ini, si isteri menyampaikan semua pesan-pesan itu
kepada suaminya.Selanjutnya ia berkata kepada suaminya:
"Bergembiralah kekanda dengan keuntungan besar ini,
keuntungan di mana Allah telah mengirimkan ke negeri kita
7/25/2019 db642-GPI
31/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
seorang ulama, juru dakwah yang mengajak masyarakat kita
kepada agama Allah, berpegang teguh kepada Kitabullah dan
Sunnah RasulNya. Inilah suatu keuntungan yang sangat besar.
Kanda jangan ragu-ragu untuk menerima dan membantuperjuangan ulama ini, mari sekarang juga kekanda
menjemputnya kemari."
Akhirnya, baginda Ibnu Saud dapat diyakinkan oleh
isterinya yang shaleh itu. Namun, baginda bimbang sejenak. Ia
berfikir apakah Tuan Syeikh itu dipanggil datang mengadapnya,
ataukah dia sendiri yang harus datang menjemput Tuan Syeikh,
untuk dibawa ke tempat kediamannya? Baginda pun meminta
pandangan dari beberapa penasihatnya, terutama iserinya
sendiri, tentang bagaimanakah cara yang lebih baik harusdilakukannya.
Isterinya dan para penasihatnya yang lain sepakat bahwa
sebaik-baiknya dalam hal ini, baginda sendiri yang harus
datang menemui Tuan Syeikh Muhammad di rumah
Muhammad bin Sulaim. Karena ulama itu didatangi dan bukan
ia yang datang, al-'alim Yuraru wala Yazuru.'' Maka baginda
dengan segala kerendahan hatinya mempersetujui nasihat dan
isyarat dari isteri maupun para penasihatnya.
Maka pergilah baginda bersama beberapa orang
pentingnya ke rumah Muhammad bin Sulaim, di mana Tuan
Syeikh Muhammad bermalam.
Sesampainya baginda di rumah Muhammad bin Sulaim; di
sana Tuan Syeikh bersama tuan punya rumah sudah bersedia
menerima kedatangan Amir Ibnu Saud. Amir Ibnu Saud
memberi salam dan keduanya saling merendahkan diri, saling
menghormati.
Amir Ibnu Saud berkata:
"Ya Tuan Syeikh! Bergembiralah tuan di negeri kami, kami
menerima dan menyambut kedatangan Tuan di negeri ini
dengan penuh gembira. Dan kami berikrar untuk menjamin
keselamatan dan keamanan Tuan Syeikh di negeri ini dalam
menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat Dar'iyah. Demi
kejayaan dakwah Islamiyah yang Tuan Syeikh rencanakan,
kami dan seluruh keluarga besar Ibnu Saud akan
mempertaruhkan nyawa dan harta untuk bersama-sama Tuan
Syeikh berjuang demi meninggikan agama Allah danmenghidupkan sunnah RasulNya sehingga Allah memenangkan
perjuangan ini, Insya Allah!"
Kemudian Tuan Syeikh menjawab:
7/25/2019 db642-GPI
32/119
"Alhamdulillah, tuan juga patut gembira, dan Insya Allah
negeri ini akan diberkati Allah SWT. Kami ingin mengajak umat
ini kepada agama Allah. Siapa yang menolong agama ini, Allah
akan menolongnya. Dan siapa yang mendukung agama ini,niscaya Allah akan mendukungnya. Dan Insya Allah kita akan
melihat kenyataan ini dalam waktu yang tidak begitu lama."
Demikianlah seorang Amir (penguasa) tunggal negeri
Dar'iyah, yang bukan hanya sekadar membela dakwahnya saja,
tetapi juga sekaligus membela darahnya bagaikan saudara
kandung sendiri, yang berarti di antara Amir dan Tuan Syeikh
sudah bersumpah setia sehidup semati, senasib dan
seperuntungan, dalam menegakkan hukum Allah dan RasulNya
di persada tanah Dar'iyah.Ternyata apa yang diikrarkan oleh Amir Ibnu Saud itu
benar-benar ditepatinya. Ia bersama Tuan Syeikh seiring
sejalan, bahu membahu dalam menegakkan kalimah Allah, dan
berjuang di jalanNya. Sehingga cita-cita dan perjuangan
mereka disampaikan Allah dengan penuh kemenangan yang
gilang-gemilang.
Sejak hijrahnya Tuan Syeikh ke negeri Dar'iyah, kemudian
melancarkan dakwahnya di sana, maka berduyun-duyunlah
masyarakat luar Dar'iyah yang datang dari penjuru Jazirah
Arab. Di antara lain dari Uyainah, Urgah, Manfuhah, Riyadh
dan negeri-negeri jiran yang lain, menuju Dar'iyah untuk
menetap dan bertempat tinggal di negeri hijrah ini, sehingga
negeri Dar'iyah penuh sesak dengan kaum muhajirin dari
seluruh pelosok tanah Arab.
Nama Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab dengan
ajaran-ajarannya itu sudah begitu populer di kalangan
masyarakat, baik di dalam negeri Dar'iyah maupun di luar
negerinya, sehingga ramai para penuntut ilmu datang
berbondong-bondong, baik secara perseorangan maupun
secara berkumpulan ke negeri Dar'iyah.
Maka menetaplah Tuan Syeikh di negeri Hijrah ini dengan
penuh kebesaran, kehormatan dan ketenteraman serta
mendapat sokongan dan kecintaan dari semua pihak.
Beliau pun mula membuka madrasah dengan
menggunakan kurikulum yang menjadi teras bagi rencana
perjuangan beliau, yaitu bidang pengajian 'aqaid al-Qur'an,tafsir, fiqh, usul fiqh, hadits, musthalah hadits, gramatika
(nahu/saraf)nya serta lain-lain lagi dari ilmu-ilmu yang
bermanfaat.
7/25/2019 db642-GPI
33/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
Dalam waktu yang singkat saja, Dar'iyah telah menjadi
kiblat ilmu dan kota pelajar penuntut Islam. Para penuntut
ilmu, tua dan muda, berduyun-duyun datang ke negeri ini.
Di samping pendidikan formal (madrasah), diadakan jugadakwah serata, yang bersifat terbuka untuk semua lapisan
masyarakat umum, begitu juga majlis-majlis ta'limnya.
Gema dakwah beliau begitu membahana di seluruh
pelosok Dar'iyah dan negeri-negeri jiran yang lain. Kemudian,
Tuan Syeikh mula menegakkan jihad, menulis surat-surat
dakwahnya kepada tokoh-tokoh tertentu untuk bergabung
dengan barisan Muwahhidin yang dipimpin oleh beliau sendiri.
Hal ini dalam rangka pergerakan pembaharuan tauhid demi
membasmi syirik, bid'ah dan khurafat di negeri merekamasing-masing.
Untuk langkah awal pergerakan itu, beliau memulakannya
di negeri Najd. Beliau pun mula mengirimkan surat-suratnya
kepada ulama-ulama dan penguasa-penguasa di sana.
g. Berdakwah Melalui Surat-menyurat
Tuan Syeikh menempuh pelbagai macam dan cara, dalam
menyampaikan dakwahnya, sesuai dengan keadaan
masyarakat yang dihadapinya. Di samping berdakwah melalui
lisan, beliau juga tidak mengabaikan dakwah secara pena dan
pada saatnya juga jika perlu beliau berdakwah dengan besi
(pedang).
Maka Tuan Syeikh mengirimkan suratnya kepada ulama-
ulama Riyadh dan para umaranya, yang pada ketika itu adalah
Dahkan bin Dawwas. Surat-surat itu dikirimkannya juga kepada
para ulama Khariq dan penguasa-penguasa, begitu juga ulama-
ulama negeri Selatan, seperti al-Qasim, Hail, al-Wasyim, Sudair
dan lain-lain lagi.
Beliau terus mengirimkan surat-surat dakwahnya itu ke
mana-mana, dekat ataupun jauh. Semua surat-surat itu
ditujukan kepada para umara dan ulama, dalam hal ini
termasuklah ulama negeri al-Ihsa', daerah Badui dan Haramain
(Mekah - Madinah). Begitu juga kepada ulama-ulama Mesir,
Syria, Iraq, Hindia, Yaman dan lain-lain lagi. Di dalam surat-
surat itu, beliau menjelaskan tentang bahaya syirik yang
mengancam negeri-negeri Islam di seluruh dunia, juga bahaya
bid'ah, khurafat dan tahayul.Bukanlah berarti bahwa ketika itu tidak ada lagi perhatian
para ulama Islam setempat kepada agama ini, sehingga seolah-
olah bagaikan tidak ada lagi yang menguruskan hal ihwal
7/25/2019 db642-GPI
34/119
agama. Akan tetapi yang sedang kita bicarakan sekarang
adalah ihwal negeri Najd dan sekitarnya.
Tentang keadaan negeri Najd, di waktu itu sedang dilanda
serba kemusyrikan, kekacauan, keruntuhan moral, bid'ah dankhurafat. Kesemua itu lahir bukanlah karena tidak adanya para
ulama, malah ulama sangat ramai jumlahnya, tetapi
kebanyakan mereka tidak mampu menghadapi keadaan yang
sudah begitu parah. Misalnya, di negeri Yaman dan lainnya, di
mana di sana tidak sedikit para ulamanya yang aktif melakukan
amar ma'ruf nahi mungkar, serta menjelaskan mana yang
bid'ah dan yang sunnah. Namun Allah belum mentaqdirkan
kejayaan dakwah itu dari tangan mereka seperti apa yang Allah
taqdirkan kepada Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab.Berkat hubungan surat menyurat Tuan Syeikh terhadap
para ulama dan umara dalam dan luar negeri, telah
menambahkan kemasyhuran nama Tuan Syeikh sehingga
beliau disegani di antara kawan dan lawannya, hingga
jangkauan dakwahnya semakin jauh berkumandang di luar
negeri, dan tidak kecil pengaruhnya di kalangan para ulama
dan pemikir Islam di seluruh dunia, seperti di Hindia,
Indonesia, Pakistan, Afthanistan, Afrika Utara, Maghribi, Mesir,
Syria, Iraq dan lain-lain lagi.
Begitu bersemarak dan bergema suara dakwah dari Najd ke
negeri-negeri mereka, serentak mereka bangkit sahut-
menyahut menerima ajakan Tuan Syeikh Ibnu 'Abdul Wahab
untuk menumpaskan kemusyrikan dan memperjuangkan
pemurnian tauhid. Semangat mereka timbul kembali bagaikan
pohon yang telah layu, lalu datang hujan lebat menyiramnya
sehingga menjadi hijau dan segar kembali.
Demikianlah banyaknya surat-menyurat di antara Tuan
Syeikh dengan para ulama di dalam dan luar Jazirah Arab,
sehingga menjadi dokumen yang amat berharga sekali. Akhir-
akhir ini semua tulisan beliau, baik yang berupa risalah,
maupun kitab-kitabnya, sedang dihimpun untuk dicetak dan
sebagian sudah dicetak dan disebarkan ke seluruh pelusok
dunia Islam, baik melalui Rabithah al-'alam Islami, maupun
terus dari pihak kerajaan Saudi sendiri. Begitu juga dengan
tulisan-tulisan dari putera-putera dan cucu-cucu beliau serta
tulisan-tulisan para murid-muridnya dan pendukung-pendukungnya yang telah mewarisi ilmu-ilmu beliau. Di masa
kini, tulisan-tulisan beliau sudah tersebar luas ke seluruh
pelosok dunia Islam.
7/25/2019 db642-GPI
35/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
Dengan demikian, jadilah Dar'iyah sebagai pusat
penyebaran dakwah kaum Muwahhidin (gerakan pemurnian
tauhid) oleh Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab yang
didukung oleh penguasa Amir Ibnu Saud. Kemudian murid-murid keluaran Dar'iyah pula menyebarkan ajaran-ajaran
tauhid murni ini ke seluruh pelosok negeri dengan cara
membuka sekolah-sekolah di daerah-daerah mereka.
Namun, meskipun demikian, perjalanan dakwah ini tidak
sedikit mengalami rintangan dan gangguan yang menghalangi.
Tetapi setiap perjuangan itu tidak mungkin berjaya tanpa
adanya pengorbanan. Sejarah pembaharuan yang digerakkan
oleh Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab ini tercatat
dalam sejarah dunia sebagai yang paling hebat dari jenisnyadan amat cemerlang.
Di samping itu, hal ini merupakan suatu pergerakan
perubahan besar yang banyak memakan korban manusia
maupun harta benda. Karena pergerakan ini mendapat
tentangan bukan hanya dari luar, akan tetapi lebih banyak
datangnya dari kalangan sendiri, terutama dari tokoh-tokoh
agama Islam sendiri yang takut akan kehilangan pangkat,
kedudukan, pengaruh dan jamaahnya. Namun, oleh karena
perlawanan sudah dimulakan dari dalam, maka orang-orang di
luar Islam pula, terutama kaum orientalis mendapat angin
segar untuk turut campur tangan bagi memperbesarkan lagi
perselisihan di antara umat Islam sehingga berlakunya bid'ah
membid'ahkan dan malah kafir mengkafirkan.
Masa-masa tersebut telah pun berlalu. Umat Islam kini
sudah sadar tentang apa dan siapa kaum Wahabi itu. Dan satu
persatu kejahatan dan kebusukan kaum orientalis yang sengaja
mengadu domba antara sesama umat Islam mulai disadari,
begitu juga dari kaum penjajah Barat, semuanya kini sudah
terungkap.
Meskipun usaha musuh-musuh dakwahnya begitu hebat,
sama ada dari kalangan dalam Islam sendiri, maupun dari
kalangan luarnya, yang dilancarkan melalui pena atau ucapan,
yang mana matlamatnya adalah hendak membendung dakwah
tauhid ini, namun usaha mereka sia-sia belaka, karena ternyata
Allah SWT telah memenangkan perjuangan dakwah tauhid
yang dipelopori oleh Syeikh Islam, Imam Muhammad bin'Abdul Wahab yang telah mendapat sambutan bukan hanya
oleh penduduk negeri Najd saja, akan tetapi juga sudah
menggema ke seluruh dunia Islam dari Maghribi sampai ke
7/25/2019 db642-GPI
36/119
Merauke, malah kini sudah berkumandang pula ke seluruh
jagat raya.
Dalam hal ini, jasa-jasa Putera Muhammad bin Saud
(pendiri kerajaan Arab Saudi) dengan semua anak cucunyatidaklah boleh dilupakan begitu saja, di mana dari masa ke
masa mereka telah membantu perjuangan tauhid ini dengan
harta dan jiwa.
h. Siapakah Salafiyah Itu?
Sebagaimana yang telah disebutkan, bahwa Salafiyyah itu
adalah suatu pergerakan pembaharuan di bidang agama,
khususnya di bidang ketauhidan. Tujuannya ialah untuk
memurnikan kembali ketauhidan yang telah tercemar oleh
pelbagai macam bid'ah dan khurafat yang membawa kepadakemusyrikan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Syeikh Muhammad bin
'Abdul Wahab telah menempuh pelbagai macam cara.
Kadangkala lembut dan kadangkala kasar, sesuai dengan sifat
orang yang dihadapinya. Beliau mendapat tentangan dan
perlawanan dari kumpulan yang tidak menyenanginya karena
sikapnya yang tegas dan tidak berganjak, sehingga lawan-
lawannya membuat tuduhan-tuduhan ataupun pelbagai fitnah
terhadap dirinya dan pengikut-pengikutnya. Musuh-musuhnya
pernah menuduh bahwa Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab
telah melarang para pengikutnya membaca kitab fiqh, tafsir
dan hadits. Malahan ada yang lebih kejam lagi, yaitu menuduh
Syeikh Muhammad telah membakar beberapa kitab tersebut,
serta memperbolehkan mentafsirkan al-Qur'an menurut
kehendak hawa nafsu sendiri.
Apa yang dituduh dan difitnah terhadap Syeikh Ibnu 'Abdul
Wahab itu, telah dijawab dengan tegas oleh seorang
pengarang terkenal, yaitu al-Allamah Syeikh Muhammad Basyir
as-Sahsawani, dalam bukunya yang berjudul Shiyanah al-Insan
di halaman 473 seperti berikut:
"Sebenarnya perihal tuduhan tersebut telah dijawab
sendiri oleh Syeikh Ibnu 'Abdul Wahab sendiri dalam suatu
risalah yang ditulisnya dan dialamatkan kepada 'Abdullah bin
Suhaim dalam pelbagai masalah yang diperselisihkan itu. Di
antaranya beliau menulis bahwa semua itu adalah bohong dan
kata-kata dusta belaka, seperti dia dituduh membatalkan kitab-kitab mazhab, dan dia mendakwakan dirinya sebagai mujtahid,
bukan muqallid."
7/25/2019 db642-GPI
37/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
Kemudian dalam sebuah risalah yang dikirimnya kepada
'Abdurrahman bin 'Abdullah, Muhammad bin 'Abdul Wahab
berkata:
"Aqidah dan agama yang aku anut, yalah mazhab ahlisunnah wal jamaah, sebagai tuntunan yang dipegang oleh para
Imam Muslimin, seperti Imam-imam Mazhab empat dan
pengikut-pengikutnya sampai hari kiamat. Aku hanyalah suka
menjelaskan kepada orang-orang tentang pemurnian agama
dan aku larang mereka berdoa (mohon syafaat) pada orang
yang hidup atau orang mati daripada orang-orang shaleh dan
lainnya."
'Abdullah bin Muhammad bin 'Abdul Wahab, menulis
dalam risalahnya sebagai ringkasan dari beberapa hasil karyaayahnya, Syeikh Ibnu 'Abdul Wahab, seperti berikut:
"Bahwa mazhab kami dalam usuluddin (tauhid) adalah
mazhab ahlus sunnah wal jamaah, dan cara (sistem)
pemahaman kami adalah mengikuti cara Ulama salaf.
Sedangkan dalam hal masalah furu' (fiqh) kami cenderung
mengikuti mazhab Ahmad bin Hanbal rahimaullah. Kami tidak
pernah mengingkari (melarang) seseorang bermazhab dengan
salah satu daripada mazhab yang empat. Dan kami tidak
mempersetujui seseorang bermazhab kepada mazhab yang
luar dari mazhab empat, seprti mazhab Rafidhah, Zaidiyah,
Imamiyah dan lain-lain lagi. Kami tidak membenarkan mereka
mengikuti mazhab-mazhab yang batil. Malah kami memaksa
mereka supaya bertaqlid (ikut) kepada salah satu dari mazhab
empat tersebut. Kami tidak pernah sama sekali mengaku
bahwa kami sudah sampai ke tingkat mujtahid mutlaq, juga
tidak seorang pun di antara para pengikut kami yang berani
mendakwakan dirinya dengan demikian. Hanya ada beberapa
masalah yang kalau kami lihat di sana ada nas yang jelas, baik
dari Qur'an maupun Sunnah, dan setelah kami periksa dengan
teliti tidak ada yang menasakhkannya, atau yang
mentaskhsiskannya atau yang menentangnya, lebih kuat
daripadanya, serta dipegangi pula oleh salah seorang Imam
empat, maka kami mengambilnya dan kami meninggalkan
mazhab yang kami anut, seperti dalam masalah warisan yang
menyangkut dengan tuan dan saudara lelaki; Dalam hal ini
kami berpendirian mendahulukan tuan, meskipun menyalahimazhab kami (Hambali)."
Demikianlah bunyi isi tulisan kitab Shiyanah al-Insan, hal.
474. Seterusnya beliau berkata:
7/25/2019 db642-GPI
38/119
"Adapun yang mereka fitnah kepada kami, sudah tentu
dengan maksud untuk menutup-nutupi dan menghalang-
halangi yang hak, dan mereka membohongi orang ramai
dengan berkata: 'bahwa kami suka mentafsirkan Qur'andengan selera kami, tanpa mengindahkan kitab-kitab
tafsirnya. Dan kami tidak percaya kepada ulama, menghina
Nabi kita Muhammad SAW' dan dengan perkataan 'bahwa
jasad Nabi SAW itu buruk di dalam kuburnya. Dan bahwa
tongkat kami ini lebih bermanfaat daripada Nabi, dan Nabi itu
tidak mempunyai syafaat.
Dan ziarah kepada kubur Nabi itu tidak sunat, Nabi tidak
mengerti makna "La ilaha illallah" sehingga perlu diturunkan
kepadanya ayat yang berbunyi: "Fa'lam annahu La ilahaillallah,"dan ayat ini diturunkan di Madinah. Dituduhnya kami
lagi, bahwa kami tidak percaya kepada pendapat para ulama.
Kami telah menghancurkan kitab-kitab karangan para ulama
mazhab, karena di dalamnya bercampur antara yang hak dan
batil. Malah kami dianggap mujassimah (menjasmanikan
Allah), serta kami mengkufurkan orang-orang yang hidup
sesudah abad keenam, kecuali yang mengikuti kami. Selain itu
kami juga dituduh tidak mau menerima bai'ah seseorang
sehingga kami menetapkan atasnya 'bahwa dia itu bukan
musyrik begitu juga ibu bapaknya juga bukan musyrik.'
Dikatakan lagi bahwa kami telah melarang manusia
membaca salawat ke atas Nabi SAW dan mengharamkan
berziarah ke kubur-kubur. Kemudian dikatakannya pula, jika
seseorang yang mengikuti ajaran agama sesuai dengan kami,
maka orang itu akan diberikan kelonggaran dan kebebasan dari
segala beban dan tanggungan atau hutang sekalipun.
Kami dituduh tidak mau mengakui kebenaran para ahlul
Bait r.a. Dan kami memaksa menikahkan seseorang yang tidak
kufu serta memaksa seseorang yang tua umurnya dan ia
mempunyai isteri yang muda untuk diceraikannya, karena akan
dinikahkan dengan pemuda lainnya untuk mengangkat derajat
golongan kami.
Maka semua tuduhan yang diada-adakan dalam hal ini
sungguh kami tidak mengerti apa yang harus kami katakan
sebagai jawapan, kecuali yang dapat kami katakan hanya
"Subhanaka - Maha suci Engkau ya Allah" ini adalahkebohongan yang besar. Oleh karena itu, maka barangsiapa
menuduh kami dengan hal-hal yang tersebut di atas tadi,
mereka telah melakukan kebohongan yang amat besar
7/25/2019 db642-GPI
39/119
Gerakan Pembaharuan Dalam Islam
terhadap kami. Barangsiapa mengaku dan menyaksikan bahwa
apa yang dituduhkan tadi adalah perbuatan kami, maka
ketahuilah: bahwa kesemuanya itu adalah suatu penghinaan
terhadap kami, yang dicipta oleh musuh-musuh agamaataupun teman-teman syaitan dari menjauhkan manusia untuk
mengikuti ajaran sebersih-bersih tauhid kepada Allah dan
keikhlasan beribadah kepadaNya.
Kami beri'tiqad bahwa seseorang yang mengerjakan dosa
besar, seperti melakukan pembunuhan terhadap seseorang
Muslim tanpa alasan yang wajar, begitu juga seperti b