db642-GPI

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/25/2019 db642-GPI

    1/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah swt, atas karunianikmat dan maunah-Nya semata akhirnya kami dapat menghadirkan buku

    pegangan mata kuliah Gerakan Pembaharuan dalam Islam. Dalam rangka

    efektifitas pembelajaran kepada mahasiswa, maka kami terdorong untuk

    segera menerbitkan buku ajar ini. Dan dengan terselesaikannya diktat ini

    tidak terlepas dari banyak pihak yang membantu baik moril maupun

    materiil. Untuk itu ucapan terima kasih kami sampaikan kepada yang

    terhormat :

    1. Rektor Universitas Muhammadiyah Ponorogo

    2.

    Semua pengarang dan penyusun kitab yang karya-karyanya dijadikanbahan rujukan dalam penyusunan buku ini

    3. Pihak-pihak terkait yang tidak bisa kami disebutkan satu persatu.

    Kami menyadari bahwa buku ini masih banyak kelemahan dan

    kekurangan. Oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran yang

    bersifat membangun demi perbaikan dan kebaikan kita bersama. Kami juga

    berharap mudah-mudahan buku ini bermanfaat khususnya bagi mahasiswa

    Universitas Muhammadiyah Ponorogo dan masyarakat luas pada

    umumnya.

    Ponorogo, Maret 2012

    Penyusun

  • 7/25/2019 db642-GPI

    2/119

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR

    DAFTAR ISIBAB I GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM

    A. PENGERTIAN GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM

    1. Modernisme

    2. Revitalisasi

    3. Kebangkitan Kembali (Resurgence)

    B. SEJARAH PEMBAHARUAN ISLAM

    C. FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PEMBAHARUAN ISLAM

    D. CIRI-CIRI PEMBARUAN ISLAM

    BAB II TOKOH GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAMA. GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI TIMUR TENGAH

    1. Ibnu Taimiyah (1263-1328 H)

    2. Jamaluddin Al Afghani (18381897 M)

    3. Sheikh Mohammad Abduh (12661323 H)

    4. Muhammad Bin Abdul Wahab (17011793 M)

    5. Muhammad Ali Pasya (17651849 M)

    6. Al-Tahtawi

    7. Muhammad Iqbal (1877 M)

    B.

    GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI INDONESIA

    1. K.H. Ahmad Dahlan

    2. Prof. DR. Harun Nasution (1919 M)

    BAB III PENYIMPANGAN DALAM ISLAM

    A. PENYIMPANGAN DALAM BIDANG AQIDAH

    B. PENYIMPANGAN DALAM BIDANG IBADAH

    1. Taqlid

    2. Bid'ah

    3. Churafat

    PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA MUHAMMADIYAH

    BAB I PENDAHULUAN

    A. PEMAHAMAN

    B. LANDASAN DAN SUMBER

    C. KEPENTINGAN

    D. SIFAT

    E. TUJUAN

    F. KERANGKA

    BAB II PANDANGAN ISLAM TENTANG KEHIDUPANBAB III KEHIDUPAN ISLAMI WARGA MUHAMMADIYAH

    A. KEHIDUPAN PRIBADI

    B. DALAM KELUARGA

  • 7/25/2019 db642-GPI

    3/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    C. KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

    D. KEHIDUPAN BERORGANISASI

    E. KEHIDUPAN DALAM MENGELOLA AMAL USAHA

    F.

    KEHIDUPAN DALAM BERBISNISG. KEHIDUPAN DALAM MENGEMBANGKAN PROFESI

    H. KEHIDUPAN DALAM BERBANGSA DAN BERNEGARA

    I. KEHIDUPAN DALAM MELESTARIKAN LINGKUNGAN

    J. KEHIDUPAN DALAM MENGEMBANGKAN ILMU PENGETAHUAN DAN

    TEKNOLOGI

    K. KEHIDUPAN DALAM SENI DAN BUDAYA

    TUNTUNAN PELAKSANAAN

    PENUTUP

    DAFTAR PUSTAKA

  • 7/25/2019 db642-GPI

    4/119

    BAB I

    GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM

    Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa mampu :1. Memahami makna dan pengertian Gerakan Pembaharuan dalam Islam

    2. Memahami latar belakang lahirnya Gerakan Pembaharuan dalam Islam

    3. Memahami pentingnya gerakan pembaharuan dalam Islam menuju

    kehidupan ber-Islam yang kaffah

    A.

    PENGERTIAN GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM

    1. Modernisme

    Harun Nasution cenderung menganalogikan istilah pembaharuan

    dengan modernisme, karena istilah terakhir ini dalammasyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan

    usaha mengubah paham-paham, adat-istiadat, institusi lama, dan

    sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang

    ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

    modern. Gagasan ini muncul di Barat dengan tujuan menyesuaikan

    ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama Katolik dan Protestan

    dengan ilmu pengetahuan modern. Karena konotasi dan

    perkembangan yang seperti itu, Harun Nasution keberatan

    menggunakan istilah modernisasi Islam dalam pengertian di atas.(Azra, Azyumardi : 1996)

    2. Revitalisasi

    Menurut paham ini, pembaharuan adalah membangkitkan

    kembali Islam yang murni sebagaimana pernah dipraktekkan

    Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam dan kaum Salaf.

    (Azra, Azyumardi : 1996)

    3.

    Kebangkitan Kembali (Resurgence)

    Dalam kamus Oxford, resurgence didefinisikan sebagai kegiatan

    yang muncul kembali (the act of rising again). Pengertian inimengandung 3 hal : a). suatu pandangan dari dalam, suatu cara

    dalam mana kaum muslimin melihat bertambahnya dampak agama

    di antara para penganutnya. Islam menjadi penting kembali. Dalam

    artian, memperoleh kembali prestice dan kehormatan dirinya.

    b).kebangkitan kembali menunjukkan bahwa keadaaan tersebut

    telah terjadi sebelumnya. Jejak hidup nabi Muhammad shalallahu

    alaihi wassalam dan para pengikutnya memberikan pengaruh

    besar terhadap pemikiran orang-orang yang menaruh perhatian

    pada jalan hidup Islam saat ini. c).Kebangkitan kembali sebagai

    suatu konsep, mengandung paham tentang suatu tantangan,

  • 7/25/2019 db642-GPI

    5/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    bahkan suatu ancaman terhadap pengikut pandangan-pandangan

    lain. (Muzaffar, Chandra : 1988)

    B.

    SEJARAH PEMBAHARUAN ISLAMSekitar awal abad ke-20, ide-ide pembaharuan terlihat telah

    turut mewarnai arus pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Menilik

    latar belakang kehidupan sebagian tokoh-tokohnya, sangat mungkin

    diasumsikan bahwa perkembangan baru Islam di Indonesia sedikit

    banyak dipengaruhi oleh ide-ide yang berasal dari luar Indonesia.

    Seperti misalnya Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), Ahmad Surkati (Al-

    Irshad), Zamzam (Persis), yang ketiganya sempat menimba ilmu di

    Mekkah dan melalui media publikasi dan korespondensi mereka

    berkesempatan untuk dapat berinteraksi dengan arus pemikiran baruIslam dari Mesir. Tokoh lainnya seperti Tjokroaminoto (Sarekat Islam)

    juga dikenal menggali inspirasi gerakannya dari ide-ide pembaharuan

    Islam di anak benua India. Oemar Amin Hoesin pernah menulis bahwa

    terdapat media cetak berupa majalah dan surat kabar, yang memuat

    ide-ide Pan-Islamisme, menyusup ke Indonesia pada awal-awal abad

    20-an, semisal: al-Urwat al-Wutsqa, al-Muayyad, al-Siyasah, al-Liwa,

    dan al-Adl yang kesemuanya berasal dari Mesir. Sementara terbitan

    Beirut ada Thamrat al-Fumm dan al-Qistas al-Mustaqim. Sekalipun

    demikian, Karel Steenbrink menyatakan keraguannya pada adanya

    pengaruh pemikiran Abduh ke dalam konstruk gerakan Islam Indonesia

    modern.

    Ide-ide pembaharuan Islam dari luar yang masuk ke Indonesia

    dengan demikian dapat dibaca berlangsung secara berproses

    setidaknya melalui 3 (tiga) jalur: (1) Jalur haji dan mukim, yakni tradisi

    (pemuka) umat Islam Indonesia yang menunaikan ibadah haji ketika itu

    bermukim untuk sementara waktu guna menimba dan memperdalam

    ilmu keagamaan atau pengetahuan lainnya. Sehingga ketika mereka

    kembali ke tanah air, kualitas keilmuan dan pengamalan keagamaan

    mereka umumnya semakin meningkat. Ide-ide baru yang mereka

    peroleh tak jarang kemudian juga mempengaruhi orientasi pemikiran

    dan dakwah mereka di tanah air. Dari hasil observasi C.S. Hurgronje

    terhadap komunitas muslim dari Jawa yang bermukim di Mekah pada

    tahun 1884-1885 M, menyebutkan bahwa kurikulum yang dipelajari

    mereka di sana antara lain teologi, fikih, ilmu bahasa dan sastra Arab,

    aritmatika yang berguna untuk perhitungan faraid (ilmu waris) dan

    juga ilmu falak dengan metode hisab. Masyhur dalam sejarah bahwaK.H. Ahmad Dahlan yang menguasai ilmu falak mempergunakan

    metode hisab (bukan lagi dengan ruyat) untuk menentukan waktu

    awal puasa atau jatuhnya hari raya Ied, yang ketika itu memperoleh

  • 7/25/2019 db642-GPI

    6/119

    penentangan kuat dari ulama setempat yang masih berfaham

    tradisionil; (2) Jalur publikasi, yakni berupa jurnal atau majalah-majalah

    yang memuat ide-ide pembaharuan Islam baik dari terbitan Mesir

    maupun Beirut. Wacana yang disuarakan media tersebut kemudianmenarik muslim nusantara untuk mentransliterasikannya ke dalam

    bahasa lokal, seperti pernah muncul jurnal al-Imam, Neracha dan

    Tunas Melayu di Singapura. Di Sumatera Barat juga terbit al-Munir

    yang sebagian materinya disadur K.H. Ahmad Dahlan kedalam bahasa

    Jawa agar mudah dikonsumsi anggota masyarakat yang hanya

    menguasai bahasa ini; (3) Peran mahasiswa yang sempat menimba

    ilmu di Timur-Tengah. Menurut Achmad Jainuri, para pemimpin

    gerakan pembaharuan Islam awal di Indonesia hampir merata adalah

    alumni pendidikan Mekah. Alumni pendidikan Mesir yang terlibatdalam gerakan pembaharuan ini rata-rata baru muncul sebagai

    generasi kedua.

    Patut dicatat disini bahwa faktor domestik seperti proyek

    pendidikan yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda ketika itu

    telah menunjukkan implikasi nyata berupa kemunculan kaum pribumi

    terpelajar. Dimana golongan inilah yang kemudian menjadi elit yang

    peka terhadap isu-isu pembaharuan termasuk ide nasionalisme yang

    tengah menjadi trend di dunia. Diketahui bersama bahwa awal abad

    ke-20 terjadi beberapa fenomena yang cukup membesarkan hati

    bangsa-bangsa non-Eropa, antara lain kemenangan Jepang atas Rusia

    (1905), keberhasilan gerakan Turki Muda (1908), dan Revolusi Cina-nya

    Sun Yat Sen (1911). Sekalipun demikian, secara umum sebagaimana

    diutarakan oleh Alfian, kelahiran dan perkembangan pembaharuan

    Islam di Indonesia merupakan wujud respon terhadap hal-hal berikut

    ini: (1) Kemunduran Islam sebagai agama karena praktek-praktek

    penyimpangan; (2) Keterbelakangan para pemeluknya; dan (3) Adanya

    invansi politik, kultural dan intelektual dari dunia Barat.

    Selanjutnya yang patut disadari pula bahwa antara berbagai

    tokoh pemuka gerakan pembaharuan Islam di Indonesia relatif

    memiliki kekhasan seiring perbedaan latar belakang karakter dan

    pendidikan masing-masing. Ditambah faktor konteks kedaerahan,

    gerakan yang kemudian digagas dan diperjuangkan oleh mereka pun

    memperlihatkan variasi artikulasi yang beragam. Al-Irsyad misalnya,

    mengklaim diri sebagai gerakan reformasi Islam dengan konsentrasi

    pada komunitas Arab Indonesia. Persatuan Islam (Persis) lebih tegas

    lagi mengidentifikasi diri sebagai gerakan revitalis yang anti bidah,khurafat, taqlid dan syirik. Fokus perjuangannya lebih berdimensi

    penyebaran agama daripada bersifat sosial. Berbeda dengan Persis

    yang tumbuh di daerah Bandung yang sedikit pengaruh Hindu-Budha-

  • 7/25/2019 db642-GPI

    7/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    nya, Muhammadiyah justru lahir di lingkungan masyarakat yang

    dikenal heterodoks, yaitu Yogyakarta. Maka tampaklah bahwa karakter

    gerakan Muhammadiyah lebih bercorak toleran. Seperti halnya Sarekat

    Islam, Muhammadiyah tidak mengklaim secara verbal sebagai gerakanreformis, tetapi lebih suka menampilkan diri sebagai gerakan nyata

    yang berjuang memperbaiki dan meningkatkan kehidupan keagamaan

    dan sosial umat Islam. Hanya saja, Sarekat Islam lebih cenderung

    menggarap bidang politik, sementara Muhammadiyah pada bidang

    sosial-keagamaan.

    Singkat kata, gerakan pembaharuan Islam di Indonesia tidaklah

    muncul dalam satu pola dan bentuk yang sama, melainkan memiliki

    karakter dan orientasi yang beragam. Disini penting dipahami bahwa

    gerakan nasionalisme Indonesia yang bangkit sekitar awal abad ke-20diusung sebagiannya oleh tokoh-tokoh modernis muslim tidak hanya

    melalui kendaraan gerakan yang berdasar atau berafiliasi ideologis

    pada Islam. Sejarah menunjukkan bahwa Islam ternyata hanya menjadi

    salah satu alternatif yang mungkin bagi tokoh-tokoh modernis muslim

    di Indonesia sebagai sumber rujukan teoritis dan instrumental gerakan

    pembaharuan dan nasionalismenya. Sekalipun demikian, hal ini tidak

    mengecilkan pengertian adanya keterkaitan antara dimensi

    penghayatan religius dan artikulasi perjuangan sosial-politik di

    masyarakat. Dengan kata lain, kesadaran nasional sebagai anak bangsa

    yang terjajah oleh penguasa asing tampaknya memikat mereka untuk

    bersama-sama menempatkan prioritas nasional sebagai wujud

    kepeduliannya. Maka menarik dicermati paparan Harry J. Benda yang

    menyebutkan bahwa pembaharuan Islam di Indonesia pada umumnya

    memiliki 4 (empat) bidang garap: (1) Menyerang formalisme dari

    ortodoksi Islam serta realitas sinkretisme ajaran karena pengaruh

    animisme dan Hindu-Budha; (2) Menyerang institusi pra-Islam yang

    menghalangi perkembangan, dengan representasi institusi adat dan

    kaum priyayi; (3) Melawan tekanan westernisasi dan dominasi nilai-

    nilai Barat; dan (4) Melawan kekuasaan status quo kolonial Belanda.

    Dengan kian massifnya kiprah gerakan pembaharuan Islam di

    Indonesia di tengah-tengah masyarakat, secara umum pada awal abad

    ke-20 M tersebut, corak gerakan keagamaan Islam di Indonesia dapat

    dipetakan dengan meminjam istilah Achmad Jainuri sebagai berikut: (1)

    Tradisionalis-konservatis, yakni mereka yang menolak kecenderungan

    westernisasi (pembaratan) dengan mengatasnamakan Islam yang

    secara pemahaman dan pengamalan melestarikan tradisi-tradisi yangbercorak lokal. Pendukung kelompok ini rata-rata dari kalangan ulama,

    tarekat dan penduduk pedesaan; (2) Reformis-modernis, yakni mereka

    menegaskan relevansi Islam untuk semua lapangan kehidupan baik

  • 7/25/2019 db642-GPI

    8/119

    privat maupun publik. Islam dipandang memiliki karakter fleksibilitas

    dalam berinteraksi dengan perkembangan zaman; (3) Radikal-puritan,

    seraya sepakat dengan klaim fleksibilitas Islam di tengah arus zaman,

    mereka enggan memakai kecenderungan kaum modernis dalammemanfaatkan ide-ide Barat. Mereka lebih percaya pada penafsiran

    yang disebutnya sebagai murni Islami. Kelompok ini juga mengkritik

    pemikiran dan cara-cara implementatif kaum tradisionalis. Sebagai

    pengayaan, menarik jika tipologi ini dikomparasikan dengan kasus

    gerakan Islam yang berkembang di Turki.

    C.

    FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PEMBAHARUAN ISLAM

    Dalam buku sejarah peradaban Islam disebutkan bahwa

    kebangkitan umat Islam di Indonesia terjadi pada abad ke-20 masehisebagai kelanjutan abad pembaruan di abad sebelumnya. Dimana

    bangkitnya Islam di Indonesia ditandai dengan munculnya organisasi

    Islam baik bersifat keagamaan maupun yang bersifat politik.

    Dengan adanya kebangkitan Islam baik yang bersifat

    internasional ataupun lokal, khususnya di Indonesia didahului oleh

    adanya upaya tajdid (pembaruan). Bermula dari soal ubudiyah, paham

    gerakan tersebut berusaha mengubah paham tradisional, termasuk di

    dalamnya takhayul dan khurafat. Karena tujuan utama dari aktivitas

    gerakan pembaruan di Indonesia ini adalah membersihkan Islam dari

    berbagai khurafat dan bidah, maka program-program yang digarap

    untuk mencapai tujuan itu, meliputi berbagai aspek, seperti:

    1. Mensucikan Islam dari pengaruh bidah

    2. Pendidikan yang lebih tinggi dari kaum muslimin

    3. Pembaruan rumusan ajaran Islam menurut alam pikiran modern

    4. Pembelaan Islam terhadap pengaruh barat (sekuler) dan ajaran

    Kristen

    Di Indonesia, gerakan pembaruan dipelopori oleh ulama

    Sumatera Barat, Haji Miskin, Haji Paibang dan Haji Sumanik, mereka

    menyebarkan paham atau aliran Wahabi yang dibawanya dari Mekkah.

    Untuk memberantas adat istiadat dan hal-haly dipandang sebagai

    bidah, mereka membentuk persatuan harimau non salapan, terdiri

    dari 8 orang pimpinan. Persatuan tersebut mendapat tantangan hebat

    dari golongan adat dengan meminta bantuan kepada Belanda. Maka

    timbul perang Padri pada tahun 1821-1837.

    Kesemuanya itu kalau diringkas ada 3 penyebab, yaitu

    perpecahan, dekadensi moral dan kebodohan. Untuk itu perlu adanyatoleransi internal, peningkatan pendidikan dan pengajaran terutama

    dalam bidang sains dan teknologi. Pada prinsipnya pembaruan

    berintikan pikiran dan gerakan untuk menyesuaikan paham-paham

  • 7/25/2019 db642-GPI

    9/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh

    kemajuan ilmu dan teknologi. Hal ini erat kaitannya dengan kandungan

    pembaruan yang terdiri dari 3 unsur yaitu liberation, reformation, dan

    modernization. Adapun faktor-faktor yang mendorong gerakanpembaharuan ini antara lain :

    1. Kepercayaan terhadap Barat secara keseluruhan yang dialami oleh

    generasi baru muslim.

    2. Gagalnya sistem sosial yang bertumpu pada kapitalisme dan

    sosialisme

    3. Gaya hidup elit sekuler di negara-negara Islam.

    4. Hasrat untuk memperoleh kekuasaan diantara segmen kelas

    menengah yang semakin berkembang yang tidak dapat

    diakomodasi secara politik.5. Pencarian keamanan psikologis diantara kaum pendatang baru di

    daerah perkotaan.

    6. Lingkungan kota

    7. Ketahanan ekonomi negara-negara Islam tertentu akibat

    melonjaknya harga minyak.

    8. Rasa percaya diri akan masa depan akibat kemenangan Mesir atas

    Israel tahun 1973, Revolusi Iran 1979, dan fajar kemunculan

    kembali peradaban Islam abad ke 15 Hijriah. (Mazaffar, Chandra

    ;1988)

    D.

    CIRI-CIRI PEMBARUAN ISLAM

    Ciri-ciri gerakan pembaharuan adalah melakukan pemurnian

    (purifikasi) ajaran islam dengan berpulang kembali kepada al-Quran

    dan As-Sunnah (al-Ruju ila al-Quran wa as-Sunnah), sesuai dengan

    salafus shaleh. Muhammadiyah memerangi penyimpangan aqidah

    yang lurus, seperti kemusyrikan, tahayul, bidah, churafat (TBC) yang

    kental dilakukan oleh masyarakat. Menyerang sufisme yang dianggap

    membelakangi dunia, membersihkan kepercayaan kepada roh-roh para

    leluhur, kenduri, enggan mengikuti Mazhab tertentu dan dikembalikan

    kepada otentisitas al-Quran dan as-Sunnah dengan ideum Ijtihad,

    dengan akal fikiran yang sesuai dengan jiwa islam. Menurut Sukidi,

    Muhammadiyah melakukan simplifikasi ritual, yakni membersihkan

    pola pikir tidak rasional (mitos) dengan semangat tauhid dan

    merubahnya menjadi etos kerja yang rasional atau etika kemajuan,

    sebagaimana etika protestan yang dipelopori Martin Luther tentang

    teologi pembebasan, juga Max Weber tentang protestan ethic and thespirit of kapitalisme. Deliar Noer menilai gerakan ini berbeda dengan

    kebanyakan kelompok tradisi yang melakukan taklid dan menolak

    ijtihad. Menaruh perhatian pada tasawuf, banyak yang terjatuh pada

  • 7/25/2019 db642-GPI

    10/119

    perbuatan syirik. Menghormati keramat, melakukan saji-sajian,

    selamatan atau kenduri sebagai sedekah sebagai arwah. Memakai

    azimat, jimat atau tangkal penolak bala untuk melindungi diri.

    Semuanya berakibat mengaburkan pengertian tauhid. Kelompok tradisitidak mempersoalkan ajaran serta kebiasaan (animis dan Hindu) yang

    berasal dari timur tengah atau India bercampur-baur terhadap islam.

    Muhammadiyah memiliki dua ideom pokok, yakni Purifikasi

    (tandhif al-Aqidah al-Islamiyah) dan Dinamisasi (tajdid/pembaharuan).

    Keduanya identik, tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.

    Purifikasi (pemurnian) itu juga bermakna Tajdid. Menciptakan islam

    yang berkemajuan akan tetapi juga otentik ruju ila al-Quran wa as-

    Sunnah sebagaimana cita-cita Ahmad Dahlan. Dengan tajdid ini, akan

    menjadikan islam akan tetap responsif terhadap perubahan zaman.Dari sifat kembali pada otentisitas itulah, dapat disebut Puritan, dan

    karena melakukan pembaharuan dibidang social, pendidikan,

    kesehatan, dan lain sebagainya itu disebut pembaharu. Maka

    muhammadiyah adalah puritan-pembaharu, suatu makna dari dua sisi

    koin mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Maka Haedar Nashir pun

    menyatakan keniscayaan akan dua ideum pokok itu (purifikasi dan

    dinamisasi) bagi Muhammadiyah yang harus didialektikan sepanjang

    zaman.

    Muhammadiyah mengakar pada wahabi yang puritan, sekaligus

    Muhammad Abduh (modernis islam). Baginya, Kehadiran gerakan

    pembaruan Muhammad Ibn Abdil Wahhab (1703-1787) dengan corak

    dan warna pemurnian yang lebih keras, merupakan mata rantai

    dengan pembaruan tiga abad sebelumnya yang dipelopori Ibn

    Taimiyah (1263-1328), beserta muridnya Ibn Qayyim al-Djauziah (1292-

    1350) terutama dengan tekanan pada pemurniannya. Setelah itu,

    gerakan pembaruan atau kebangkitan Islam memperoleh sentuhan

    politik yang kuat dan meluas melalui tokoh pembaru Jamaluddin Al-

    Afghani (1838-1897), kemudian di bidang pemikiran dan pendidikan

    oleh pembaru dari Mesir Muhammad Abduh (1849-1905), dan

    muridnya yang lebih keras Syekh Muhammad Rashid Ridla (1856-

    1935). Sedangkan pembaruan di anak benua India ialah Sayyid Ahmad

    Khan (1817-1897). Dalam mata rantai pembaruan Islam di dunia

    muslim pasca kejatuhan peradaban Islam itulah lahir Muhammadiyah

    sebagai salah satu pelopor gerakan pembaruan Islam di Indonesia.

    Adapun ciri-ciri gerakan pembaharuan Islam antara lain :

    1.

    Kepercayaan yang kuat bahwa masyarakat harus ditata atas dasarAl-Quran dan As-Sunnah / hadits nabi.

  • 7/25/2019 db642-GPI

    11/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    2. Kebuadayaan barat harus ditolak. Meskipun ada yang mau

    menerima kemajuan-kemajuan barat dalam ilmu pengetahuan

    dan teknologi (Muzaffar, Chandra; 1988).

    3.

    Adanya keyakinan bahwa segala aktivitas kehidupan mulai dariaqidah, ibadah maupun muamalah berdasarkan kepada al

    Quranul karim dan sunnah shahihah

  • 7/25/2019 db642-GPI

    12/119

    BAB II

    TOKOH GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM

    Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa mampu :1. Memahami pemikiran tokoh-tokoh gerakan pembaharu (reformis) zaman

    klasik sampai dengan era modern

    2. Memahami strategi dan pendekatan Gerakan Pembaharuan dalam Islam di

    Timur Tengah

    3. Memahami strategi dan pendekatan Gerakan Pembaharuan dalam Islam di

    Indonesia

    A.

    GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI TIMUR TENGAH

    Tokoh-tokoh pembaharuan di timur tengah antara lain:

    1.

    Ibnu Taimiyah (1263-1328 H)

    Nama lengkapnya Taqiyuddin Abu Abbas Ahmad, lahir di Harran,

    turki pada 22 Januari 1263, dan meninggal pada 27 September

    1328. Adapun beberapa upaya pembaharuannya antara lain

    sebagai berikut; Pertama, sebagian besar aktivitasnya diarahkan

    untuk memurnikan paham tauhid. Ia menentang segala bentuk

    bidah, takhyul dan khurafat. Menurutnya, aqidah tauhid yang

    benar adalah aqidah salaf aqidah yang bersumber dari teks al-

    Quran dan hadis, bukan diambil dari dalil-dalil rasional danfilosofis.Kedua, ia menyampaikan seruan agar umat islam

    menghidupkan ruh kembali menggali ajaran-ajaran al-Quran dan

    hadis. Ketiga, menentang taklid. Taklid adalah sikap yang membuat

    umat islam mundur, sebab taklid berarti menutup pintu ijtihad,

    membuat otak menjadi beku. Keempat, di dalam berijtihad tidak

    terikat mazhab atau imam. Kelima, dalam bidang hukum Islam Ibnu

    Taimiyah menawarkan suatu metode baru yaitu

    mempertimbangkan aspek-aspek hikmah dalam

    keputusan/penerapan hukum Islam.2.

    Jamaluddin Al Afghani (18381897 M)

    Nama panjang beliau adalah Muhammad Jamaluddin Al-Afghani,

    dilahirkan di Asadabad, Afghanistan pada tahun 1254 H/1838 M.

    Ayahanda beliau bernama Sayyid Safdar al-Husainiyyah, yang

    nasabnya bertemu dengan Sayyid Ali al-Turmudzi (seorang perawi

    hadits yang masyhur yang telah lama bermigrasi ke Kabul) juga

    dengan nasab Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib.

    Pada usia 8 tahun Al-Afghani telah memperlihatkan kecerdasan

    yang luar biasa, beliau tekun mempelajari bahasa Arab, sejarah,

    matematika, filsafat, fiqh dan ilmu keislaman lainnya. Dan pada

    usia 18 tahun ia telah menguasai hampir seluruh cabang ilmu

  • 7/25/2019 db642-GPI

    13/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    pengetahuan meliputi: filsafat, hukum, sejarah, kedokteran,

    astronomi, matematika, dan metafisika. Al-Afghani segera dikenal

    sebagai profil jenius yang penguasaannya terhadap ilmu

    pengetahuan bak ensiklopedia.Setelah membekali dirinya dengan seluruh cabang ilmu

    pengetahuan di Timur dan Barat (terutama Paris, Perancis), Al-

    Afghani mempersiapkan misinya membangkitkan Islam. Pertama-

    tama ia masuk ke India, negara yang sedang melintasi periode yang

    kritis dalam sejarahnya. Kebencian kepada kolonialisme yang telah

    membara dalam dadanya makin berkecamuk ketika Afghani

    menyaksikan India yang berada dalam tekanan Inggris. Perlawanan

    terjadi di seluruh India. Afghani turut ambil bagian dari periode

    yang genting ini, dengan bergabung dalam peperangankemerdekaan India pada bulan Mei 1857. Namun, Afghani masih

    sempat pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.

    Sepulang dari haji, Afghani pergi ke Kabul. Di kota ini ia disambut

    oleh penguasa Afghanistan, Dost Muhammad, yang kemudian

    menganugerahinya posisi penting dalam pemerintahannya. Saat

    itu, Dost Muhammad sedang mempertahankan kekuasaannya

    dengan memanfaatkan kaum cendekiawan yang didukung rakyat

    Afghanistan. Sayang, ketika akhirnya Dost terbunuh dan takhtanya

    jatuh ke tangan Sher Ali, Afghani diusir dari Kabul.

    Meninggalkan Kabul, Afghani berkelana ke Hijjaz untuk melakukan

    ziarah. Rupanya, efek pengusiran oleh Sher Ali berdampak bagi

    perjalanan Afghani. Ia tidak diperbolehkan melewati jalur Hijjaz

    melalui Persia. Ia harus lebih dulu masuk ke India. Pada tahun 1869

    Afghani masuk ke India untuk yang kedua kalinya. Ia disambut baik

    oleh pemerintah India, tetapi tidak diizinkan untuk bertemu

    dengan para pemimpin India berpengaruh yang berperan dalam

    revolusi India. Khawatir pengaruh Afghani akan menyebabkan

    pergolakan rakyat melawan pemerintah kolonial, pemerintah India

    mengusir Afghani dengan cara mengirimnya ke Terusan Suez yang

    sedang bergolak.

    Di Mesir Afghani melakukan kontak dengan mahasiswa Al-Azhar

    yang terkagum-kagum dengan wawasan dan ide-idenya. Salah

    seorang mahasiswa yang kemudian menjadi murid Afghani adalah

    Muhammad Abduh. Dari Mesir, Afghani pergi ke Istanbul untuk

    berdakwah. Di ibu kota Turki ini Afghani mendapat sambutan yang

    luar biasa. Ketika memberi ceramah di Universitas Konstantinopel,salah seorang ulama setempat, Syaikhul Islam, merasa tersaingi. Ia

    segera menghasut pemerintah Turki untuk mewaspadai gagasan-

  • 7/25/2019 db642-GPI

    14/119

    gagasan Afghani. Buntutnya, Afghani didepak keluar dari Turki

    pada tahun 1871.

    Afghani menjejakkan kakinya di Kairo untuk yang kedua kalinya. Di

    Mesir Afghani melanjutkan dakwahnya yang pernah terputus dansegera mempengaruhi para mahasiswa dan ulama Al-Azhar. Tetapi,

    pemberontakan kaum nasionalis Mesir pada tahun 1882 berujung

    pada tindakan deportasi oleh pemerintah Mesir yang mencurigai

    Afghani ada di belakang pemberontakan.

    Afghani dideportasi ke India, tetapi tak lama ia sudah berada dalam

    perjalanan ke London, kota yang pernah disinggahinya ketika ia

    berdakwah ke Paris. Di London ia bertemu dengan Muhammad

    Abduh, muridnya yang ternyata juga dikucilkan oleh pemerintah

    Mesir.Dari London, Afghani bertualang ke Moskow. Ia tinggal selama

    empat tahun di St. Petersburgh. Di sini pengaruh Afghani segera

    menjalar ke lingkungan intelektual yang dipercaya oleh Tsar Rusia.

    Salah satu hasil dakwah Afghani kepada mereka adalah keluarnya

    izin pencetakan Al-Quran ke dalam bahasa Rusia.

    Afghani menghabiskan sisa umurnya dengan bertualang keliling

    Eropa untuk berdakwah. Bapak pembaharu Islam ini memang tak

    memiliki rintangan bahasa karena ia menguasai enam bahasa

    dunia (Arab, Inggris, Perancis, Turki, Persia, dan Rusia).

    Afghani menghembuskan nafasnya yang terakhir karena kanker

    yang dideritanya sejak tahun 1896. Beliau pulang keharibaan Allah

    pada tanggal 9 Maret 1897 di Istambul Turki dan dikubur di sana.

    Jasadnya dipindahkan ke Afghanistan pada tahun 1944. Ustad Abu

    Rayyah dalam bukunya Al-Afghani; Sejarah, Risalah dan Prinsip-

    prinsipnya, menyatakan, bahwa Al-Afghani meninggal akibat

    diracun dan ada pendapat kedua yang menyatakan bahwa ada

    rencana Sultan untuk membinasakannya.

    a.

    Jurnal Anti Penjajahan

    Salah satu bukti kejeniusan Jamaluddin Al-Afghani adalah Al-

    Urwatul Wutsqa, sebuah jurnal anti penjajahan yang

    diterbitkannya di Paris. Al-Afghani mendapat sokongan

    seorang ulama Mesir, Muhammad Abduh. Keduanya

    bersamaan menerbitkan majalah Al-Urwatul Wutsqa di Paris

    pada tahun 1884 selama tujuh bulan dan mencapai 18 nomor.

    Publikasi ini bukan saja menggoncang dunia Islam, pun telah

    menimbulkan kegelisahan dunia Barat. Meskipun majalah inipada akhirnya tidak mampu mempertahankan penerbitannya

    oleh bermacam-macam rintangan, nomor-nomor lama telah

    dicetak ulang berkali-kali. Di mana-mana, terutama untuk

  • 7/25/2019 db642-GPI

    15/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    pasaran dunia Timur, majalah ini dibinasakan penguasa Inggris.

    Di Mesir dan India penerbitan ini dilarang untuk diedarkan.

    Akan tetapi, penerbitan ini terus saja beredar meski dengan

    jalan gelap. Di Indonesia sendiri majalah ini berhasil masuktidak melalui pelabuhan besar. Ia berhasil masuk lewat kiriman

    gelap melalui pelabuhan kecil di pantai utara, antaranya

    pelabuhan Tuban.

    Jurnal ini segera menjadi barometer perlawanan imperialis

    Dunia Islam yang merekam komentar, opini, dan analisis bukan

    saja dari tokoh-tokoh Islam dunia, tetapi juga ilmuwan-

    ilmuwan Barat yang penasaran dan kagum dengan

    kecemerlangan Afghani. Selama mengurus jurnal ini, Afghani

    harus bolak-balik Paris-London untuk menjembatani diskusidan pengiriman tulisan para ilmuwan Barat, terutama yang

    bermarkas di International Lord Salisbury, London.

    b.

    Al Afghani dan Ibnu Taymiyyah

    Tidak ada perbedaan diantara keduanya, kecuali bahwa Ibnu

    Taymiyyah (seperti kebanyakan ulama dari generasi awal) lebih

    banyak berhujjah dengan menggunakan dalil-dalil agama dan

    pendekatan logika (mantiqy) dalam menegakkan

    panji/bendera yang dibawanya, seperti yang kita bisa lihat dari

    karya-karya beliau. Sedangkan Al Afghani lebih kepada

    pendekatan provokasi (dalam term positif) atau membakar

    semangat, menyadarkan ummat atas realitas keterpurukan

    mereka, serta menjalin komunikasi dengan para ulama dan

    pemimpin kaum Muslimin.

    c. Beberapa Kontribusi Al-Afghani

    Pertama; Perlawanan terhadap kolonial barat yang menjajah

    negeri-negeri Islam (terutama terhadap penjajah Inggris).

    Beliau turut ambil bagian dalam peperangan kemerdekaan

    India pada bulan Mei 1857, juga mengadakan ziarah ke negri-

    negri Islam yang berada di bawah tekanan imperialis dan

    kolonialis barat seperti tersebut di atas.

    Kedua; upaya melawan pemikiran naturalisme di India, yang

    mengingkari adanya hakikat ketuhanan. Menurutnya, dasar

    aliran ini merupakan hawa nafsu yang menggelora dan hanya

    sebatas egoisme sesaat yang berlebihan tanpa

    mempertimbangkan kepentingan umat manusia secara

    keseluruhan.Hal ini dikarenakan adanya pengingkaran terhadap hakikat

    Tuhan dan anggapan bahwa materi mampu membuka pintu

    lebar-lebar bagi terhapusnya kewajiban manusia sebagai

  • 7/25/2019 db642-GPI

    16/119

    hamba Tuhan. Dari situlah Al-Afghani berusaha

    menghancurkan pemikiran ini dengan menunjukkan bahwa

    agama mampu memperbaiki kehidupan masyarakat dengan

    syariat dan ajaran-ajarannya.3. Sheikh Mohammad Abduh (12661323 H)

    Sheikh Mohammad Abduh lahir pada tahun 1266 hijriyah di

    Mahallat Nasr, sebuah desa di negeri Mesir. Beliau lahir dengan

    nama Muhammad. Ayahnya dikenal dengan nama Abduh.

    Mohammad Abduh menjalani kehidupannya sebagai petani. Ketika

    menginjak usia 13 tahun, ayah beliau memaksanya untuk menimba

    ilmu agama Islam di pusat pendidikan agama yang dikenal dengan

    nama Jami Ahmadi. Mohammad Abduh tidak menyukai program

    pendidikan di sana sehingga memutuskan untuk meninggalkanlembaga pendidikan itu.

    Tak lama, beliau kembali ke sekolah Jami Ahmadi setelah

    mendapat pengarahan memuaskan dari paman ayahnya yang

    bernama Sheikh Darwish. Setelah mengenyam pendidikan di Jami

    Ahmadi, Mohammad Abduh melanjutkan studinya ke Jami Al-

    Azhar. Selain berguru kepada Sheikh Darwish, Mohammad Abduh

    juga menimba ilmu dari sejumlah ulama termasuk Sayid

    Jamaluddin Asad-abadi (Afghani). Menuruti pesan Sayid

    Jamaluddin, Mohammad Abduh mempelajari ilmu-ilmu logika.

    Setelah menyelesaikan program pendidikan, Muhammad

    Abduh mengambil posisi sebagai guru. Mohammad Abduh memiliki

    banyak murid yang di kemudian hari menjadi ulama-ulama dan

    cendekiawan terkenal diantaranya Mohammad Rashid Ridha, Saad

    Zaghlul, Thaha Husein, Abdul Qadir Maghribi, dan Musthafa Abdur

    Razzaq.

    Selain mengajar, Mohammad Abduh juga aktif di medan

    politik. Keaktifan itulah yang membuatnya terlibat dalam kegiatan

    Partai Hezb Wathani. Mohammad Abduh ditunjuk untuk menjadi

    Pemimpin Redaksi Surat Kabar Waqai Mishriyyah atas usulan

    Riyadh Pasha, salah seorang menteri ketika itu. Ketika Sayid

    Jamaluddin membuat majalah al-Urwatul Wuthqa, Abduh ikut

    membantu gurunya.

    Beberapa tahun setelah itu, dengan adanya transformasi

    politik dan sosial dalam skala besar di Mesir, Mohammad Abduh

    terpilih untuk duduk di Dewan Syura, yang berperan sebagai

    lembaga penasehat raja. Posisinya sebagai ulama yang dipandang,mendorong Mohammad Abduh untuk mewakafkan sisa umurnya

    demi melakukan reformasi pemikiran Islam dan kegiatan amal.

    Tahun 1889, penguasa Mesir menobatkannya sebagai mufti.

  • 7/25/2019 db642-GPI

    17/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    Jabatan itu dipegangnya sampai beliau wafat tahun 1323 hirjiyah.

    Sheikh Mohammad Abduh meninggal dunia setelah menderita

    kanker.

    Sheikh Mohammad Abduh meninggalkan banyak kartapenulisan, antara lain:

    Ishlahul Mahakim al-Syariyyah

    Tafsir Al-Manar, yang dilanjutkan oleh muridnya,

    Mohammad Rashid Ridha

    Risalatut Tauhid

    Syarh Nahjil Balaghah

    Al-Islam, Ar-Radd ala Muntaqidihi

    a. Gerakan Reformasi Abduh

    Mohammad Abduh adalah murid Sayid Jamaluddin Asad-abadi(Afghani). Meski demikian, keduanya memiliki pemikiran dan

    cara berjuang yang berbeda. Setelah Sayid Jamaluddin

    diasingkan dari Mesir, Mohammad Abduh memanfaatkan surat

    kabar di Mesir untuk menyampaikan pemikiran reformasinya.

    Dalam mengusung ide revolusionernya, Abduh sangat berhati-

    hati. Ia lebih banyak memberikan perhatian pada upaya

    pembaruan pemikiran dan pendidikan.

    Walaupun terlibat dalam kehidupan berpolitik, namun Sheikh

    Mohammad Abduh menghindari sikap frontal dalam politik

    dan lebih memberikan perhatian pada masalah reformasi

    pemikiran.

    Bagi Abduh reformasi pemikiran dan budaya umat Islam lebih

    penting dari segalanya.

    Sheikh Mohammad Abduh meyakini prinsip kaderisasi dan

    peningkatan kemampuan sumber daya manusia.

    Kebanyakan orang yang ada disekeliling Abduh, adalah para

    ulama, santri dan kalangan kampus. Merekalah yangmeramaikan kuliah agama yang disampaikan Sheikh

    Mohammad Abduh.

    Abduh meyakini bahwa melakukan gerakan reformasi

    terhadap masyarakat hanya bisa dilakukan dengan

    memperbaiki individunya. Meski demikian, ia tidak pernah lalai

    atau acuh terhadap kondisi sosial yang ada.

    b. Reformasi Sosial

    Mohammad Abduh yang pernah diasingkan ke luar negeri,

    mulai dari Beirut hingga menyusul gurunya Sayid Jamaluddin diEropa, sekembalinya ke Mesir berhasil mendekati gubernur

    Mesir kala itu. Kedekatan itu dimanfaatkannya untuk

  • 7/25/2019 db642-GPI

    18/119

    menjalankan ide-idenya termasuk reformasi di Universitas Al-

    Azhar, antara lain memperbaiki sistem pendidikan,

    memberikan ijazah resmi pendidikan, memberikan layanan

    kesehatan bagi para pelajar agama, memperbaiki gaji paratenaga pengajar, dan meningkatkan layanan asrama bagi para

    pelajar agama. Beliau juga membenahi sistem waqaf dan

    melakukan reformasi pada sistem pengadilan syariat.

    c. Reformasi Pemikiran Menuju Kebangkitan Umat Islam

    Sheikh Mohammad Abduh meyakini bahwa untuk

    melawan kejumudan (kebekuan berpikir) dan pola pikir

    kebarat-baratan serta taqlid buta adalah dengan kembali

    kepada ajaran murni Islam. Sama seperti gurunya, Sayid

    Jamaluddin, Mohammad Abduh menolak kepercayaan bahwapintu ijtihad telah ditutup. Beliau mencetuskan pemikiran

    untuk membuka pintu ijtihad serta pengembangan pemikiran

    dan penelitian Islam. Meski harus berhadapan secara

    pemikiran dengan para ulama Al-Azhar, namun Muhammad

    Abduh tetap memegang teguh keyakinannya dalam masalah

    ijtihad. Beliau meyakini bahwa ijtihad harus dilakukan oleh

    mereka yang memang layak untuk berfatwa.

    Sheikh Muhammad Abduh mengajukan prakarsa yang

    berisi dua metodologi ijtihad. Pertama adalah kaedah

    maslahah yang sering digunakan oleh aliran Maliki dan Hanafi.

    Kaedah ini menurutnya penting untuk menyelesaikan masalah-

    masalah kontemporer. Kedua adalah kaedah talfiq, yaitu

    menggunakan pendekatan sintesis, dengan memilih yang

    terbaik setelah mengadakan perbandingan antara ijtihad para

    ulama` dari pelbagai aliran. Ijtihad bagi Abduh merupakan jalan

    terbaik untuk memecahkan kebekuan dan kejumudan

    pemikiran umat yang tidak berupaya menghadapi perubahan

    masyarakat dan zaman.

    d. Pemikiran Politik Mohammad Abduh

    Sheikh Muhammad Abduh mempunyai dua cita-cita.

    Pertama adalah persatuan dan kesatuan umat Islam. Kedua

    persatuan rakyat Mesir sebagai bagian dari dunia Islam.

    Meskipun antara kedua cita-cita itu tidak banyak kaitannya,

    namun beliau selalu menghindari pembahasan yang

    menyebutkan agama terpisah dari politik, sebab beliau

    memang tidak memiliki keyakinan yang demikian. MuhammadAbduh menyukai sebuah pemerintahan yang melibatkan rakyat

    sebagai pihak yang memberikan nasehat dan masukan. Karena

    itu, menurut beliau, para penguasa muslim seharusnya

  • 7/25/2019 db642-GPI

    19/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    mengikuti ajaran syariat Islam dan tidak lupa untuk

    bermusyawarah dengan para ahli dalam menjalankan roda

    pemerintahan.

    e.

    Pandangan Muhammad Abduh tentang Pendekatan AntarMazhab

    Tak berbeda dengan Sayid Jamaluddin, Sheikh

    Muhammad Abduh mencurahkan perhatian yang besar dalam

    masalah persatuan dunia Islam. Beliau menolak fanatisme

    golongan. Buku Syarh (penjelasan) Nahjil Balaghah yang ia tulis

    adalah langkah nyata Muhammad Abduh dalam melakukan

    pendekatan antar mazhab Islam. Dalam kitab itu, ia berulang

    kali menyatakan kecintaannya yang dalam kepada Imam Ali bin

    Abi Thalib (as). Bukan hanya dalam tubuh internal Islam,Muhammad Abduh juga melakukan upaya pendekatan dengan

    para pemeluk agama Kristen dan Yahudi. Langkahnya dalam

    hal ini ditunjukkan dengan membentuk sebuah perkumpulan

    dengan nama Jamiyyah al-Taqrib Baina Ahl Al-Islam wa Ahl

    Al-Kitab.

    Mengenai hubungan antar berbagai mazhab Islam

    Sheikh Mohammad Abduh meyakini pendekatan antar

    mazhab. Kaedah talfiq yang ia kemukakan menunjukkan hal

    itu. Sheikh Muhammad Abduh juga membentuk perkumpulan

    Jamiyyah Dar Al-Taqrib, yang merupakan langkah nyata

    beliau dalam upaya pendekatan antar mazhab Islam. Ulama

    besar ini dikenal tegas dalam menolak pertikaian dan

    perselisihan antar para pengikut mazhab yang berbeda.

    4. Muhammad Bin Abdul Wahab (17011793 M)

    Beliau adalah Syeikh al-Islam al-Imam Muhammad bin 'Abdul

    Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid

    bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-

    Najdi.

    Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab dilahirkan pada tahun

    1115 H (1701 M) di kampung 'Uyainah (Najd), lebih kurang 70 km

    arah barat laut kota Riyadh, ibukota Arab Saudi sekarang.

    Beliau meninggal dunia pada 29 Syawal 1206 H (1793 M)

    dalam usia 92 tahun, setelah mengabdikan diri selama lebih 46

    tahun dalam memangku jabatan sebagai menteri penerangan

    Kerajaan Arab Saudi .

    a.

    Pendidikan dan PengalamannyaSyeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab berkembang dan

    dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya

    adalah ketua jabatan agama setempat. Sedangkan tuannya

  • 7/25/2019 db642-GPI

    20/119

    adalah seorang qadhi (mufti besar), tempat di mana

    masyarakat Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang

    bersangkutan dengan agama. Oleh karena itu, kita tidaklah

    heran apabila kelak beliau juga menjadi seorang ulama besarseperti tuannya.

    Sebagaimana lazimnya keluarga ulama, maka Syeikh

    Muhammad bin 'Abdul Wahab sejak masih kanak-kanak telah

    dididik dan ditempa jiwanya dengan pendidikan agama, yang

    diajar sendiri oleh ayahnya, Tuan Syeikh 'Abdul Wahab.

    Sejak kecil lagi Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab

    sudah kelihatan tanda-tanda kecerdasannya. Beliau tidak suka

    membuang masa dengan sia-sia seperti kebiasaan tingkah laku

    kebanyakan kanak-kanak lain yang sebaya dengannya.Berkat bimbingan kedua ibu bapaknya, ditambah dengan

    kecerdasan otak dan kerajinannya, Syeikh Muhammad bin

    'Abdul Wahab telah berjaya menghafal al-Qur'an 30 juz

    sebelum berusia sepuluh tahun.

    Setelah beliau belajar pada ibu bapaknya tentang

    beberapa bidang pengajian dasar yang meliputi bahasa dan

    agama, beliau diserahkan oleh ibu bapaknya kepada para

    ulama setempat sebelum dikirim oleh ibu bapaknya ke luar

    daerah.

    Tentang ketajaman fikirannya, saudaranya Sulaiman bin

    'Abdul Wahab pernah menceritakan begini:

    "Bahwa ayah mereka, Syeikh 'Abdul Wahab merasa

    sangat kagum atas kecerdasan Muhammad, padahal ia masih

    di bawah umur. Beliau berkata: 'Sungguh aku telah banyak

    mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan anakku

    Muhammad, terutama di bidang ilmu Fiqh.'"

    Syeikh Muhammad mempunyai daya kecerdasan dan

    ingatan yang kuat, sehingga apa saja yang dipelajarinya dapat

    difahaminya dengan cepat sekali, kemudian apa yang telah

    dihafalnya tidak mudah pula hilang dalam ingatannya.

    Demikianlah keadaannya, sehingga kawan-kawan

    sepersekolahannya kagum dan heran kepadanya.

    b.

    Belajar di Makkah, Madinah dan Basrah

    Setelah mencapai usia dewasa, Syeikh Muhammad bin

    'Abdul Wahab diajak oleh ayahnya untuk bersama-sama pergi

    ke tanah suci Mekah untuk menunaikan rukun Islam yangkelima - mengerjakan haji di Baitullah. Dan manakala telah

    selesai menunaikan ibadah haji, ayahnya terus kembali ke

    kampung halamannya. Adapun Muhammad, ia tidak pulang,

  • 7/25/2019 db642-GPI

    21/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    tetapi terus tinggal di Mekah selama beberapa waktu,

    kemudian berpindah pula ke Madinah untuk melanjutkan

    pengajiannya di sana. Di Madinah, beliau berguru pada dua

    orang ulama besar dan termasyhur di waktu itu. Kedua-duaulama tersebut sangat berjasa dalam membentuk

    pemikirannya, yaitu Syeikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-

    Najdi dan Syeikh Muhammad Hayah al-Sindi.

    Selama berada di Madinah, beliau sangat prihatin

    menyaksikan ramai umat Islam setempat maupun penziarah

    dari luar kota Madinah yang telah melakukan perbuatan-

    perbuatan tidak senonoh dan tidak sepatutnya dilakukan oleh

    orang yang mengaku dirinya Muslim. Beliau melihat ramai

    umat yang berziarah ke maqam Nabi maupun ke maqam-maqam lainnya untuk memohon syafaat, bahkan meminta

    sesuatu hajat pada kuburan maupun penghuninya, yang mana

    hal ini sama sekali tidak dibenarkan oleh agama Islam. Apa

    yang disaksikannya itu menurut Syeikh Muhammad adalah

    sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya.

    Kesemua inilah yang semakin mendorong Syeikh

    Muhammad untuk lebih mendalami pengkajiannya tentang

    ilmu ketauhidan yang murni, yakni, aqidah salafiyah.

    Bersamaan dengan itu beliau berjanji pada dirinya sendiri,

    bahwa pada suatu ketika nanti, beliau akan mengadakan

    perbaikan (islah) dan pembaharuan (tajdid) dalam masalah

    yang berkaitan dengan ketauhidan, yaitu mengembalikan

    aqidah umat kepada sebersih-bersihnya tauhid yang jauh dari

    khurafat, tahayul dan bid'ah. Untuk itu, beliau mesti

    mendalami benar-benar tentang aqidah ini melalui kitab-kitab

    hasil karya ulama-ulama besar di abad-abad yang silam.

    Di antara karya-karya ulama terdahulu yang paling terkesan

    dalam jiwanya adalah karya-karya Syeikh al-Islam Ibnu

    Taimiyah. Beliau adalah mujaddid besar abad ke 7 Hijriyah

    yang sangat terkenal.

    Demikianlah meresapnya pengaruh dan gaya Ibnu

    Taimiyah dalam jiwanya, sehingga Syeikh Muhammad bin

    'Abdul Wahab bagaikan duplikat (salinan) Ibnu Taimiyah.

    Khususnya dalam aspek ketauhidan, seakan-akan semua yang

    diidam-idamkan oleh Ibnu Taimiyah semasa hidupnya yang

    penuh ranjau dan tekanan dari pihak berkuasa, semuanyatelah ditebus dengan kejayaan Ibnu 'Abdul Wahab yang hidup

    pada abad ke 12 Hijriyah itu.

  • 7/25/2019 db642-GPI

    22/119

    Setelah beberapa lama menetap di Mekah dan Madinah,

    kemudian beliau berpindah ke Basrah. Di sini beliau bermukim

    lebih lama, sehingga banyak ilmu-ilmu yang diperolehinya,

    terutama di bidang hadits dan musthalahnya, fiqh dan usulfiqhnya, gramatika (ilmu qawa'id) dan tidak ketinggalan pula

    lughatnya semua.

    Lengkaplah sudah ilmu yang diperlukan oleh seorang yang

    pintar yang kemudian dikembangkan sendiri melalui self-study

    (belajar sendiri) sebagaimana lazimnya para ulama besar Islam

    mengembangkan ilmu-ilmunya. Di mana bimbingan guru

    hanyalah sebagai modal dasar yang selanjutnya untuk dapat

    dikembangkan dan digali sendiri oleh yang bersangkutan.

    c.

    Mulai BerdakwahSyeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab memulai dakwahnya

    di Basrah, tempat di mana beliau bermukim untuk menuntut

    ilmu ketika itu. Akan tetapi dakwahnya di sana kurang berjaya,

    karena menemui banyak rintangan dan halangan dari kalangan

    para ulama setempat.

    Di antara pendukung dakwahnya di kota Basrah ialah

    seorang ulama yang bernama Syeikh Muhammad al-Majmu'i.

    Tetapi Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab bersama

    pendukungnya mendapat tekanan dan ancaman dari

    sebahagian ulama su', yaitu ulama jahat yang memusuhi

    dakwahnya di sana; kedua-dua mereka diancam akan dibunuh.

    Akhirnya beliau meninggalkan Basrah dan mengembara ke

    beberapa negeri Islam untuk memperluaskan ilmu dan

    pengalamannya.

    Di samping mempelajari keadaan negeri-negeri Islam yang

    berjiran, demi kepentingan dakwahnya di masa akan datang,

    dan setelah menjelajahi beberapa negeri Islam, beliau lalu

    kembali ke al-Ihsa menemui gurunya Syeikh Abdullah bin 'Abd

    Latif al-Ihsai untuk mendalami beberapa bidang pengajian

    tertentu yang selama ini belum sempat didalaminya.

    Di sana beliau bermukim untuk beberapa waktu, dan

    kemudian beliau kembali ke kampung asalnya Uyainah, tetapi

    tidak lama kemudian beliau menyusul orang tuanya yang

    merupakan bekas ketua jabatan urusan agama Uyainah ke

    Haryamla, yaitu suatu tempat di daerah Uyainah juga.

    Adalah dikatakan bahwa di antara orang tua SyeikhMuhammad dan pihak berkuasa Uyainah berlaku perselisihan

    pendapat, yang oleh karena itulah orang tua Syeikh

    Muhammad terpaksa berhijrah ke Haryamla pada tahun 1139.

  • 7/25/2019 db642-GPI

    23/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    Setelah perpindahan ayahnya ke Haryamla kira-kira

    setahun, barulah Syeikh Muhammad menyusulnya pada tahun

    1140 H. Kemudian, beliau bersama bapaknya itu

    mengembangkan ilmu dan mengajar serta berdakwah selamalebih kurang 13 tahun lamanya, sehingga bapaknya meninggal

    dunia di sana pada tahun 1153.

    Setelah tiga belas tahun menegakkan amar ma'ruf dan nahi

    mungkar di Haryamla, beliau mengajak pihak berkuasa

    setempat untuk bertindak tegas terhadap kumpulan penjahat

    yang selalu melakukan rusuhan, rampasan, rompakan serta

    pembunuhan. Maka kumpulan tersebut tidak senang kepada

    Syeikh Muhammad, lalu mereka mengancam hendak

    membunuhnya. Syeikh Muhammad terpaksa meninggalkanHaryamla, berhijrah ke Uyainah tempat bapaknya dan beliau

    sendiri dilahirkan.

    d.

    Keadaan Negeri Najd, Hijaz dan Sekitarnya

    Keadaan negeri Najd, Hijaz dan sekitarnya semasa awal

    pergerakan tauhid amatlah buruknya. Krisis aqidah dan akhlak

    serta merosotnya tata nilai sosial, ekonomi dan politik sudah

    mencapai titik puncak. Semua itu adalah akibat penjajahan

    bangsa Turki yang berpanjangan terhadap bangsa dan Jazirah

    Arab, di mana tanah Najd dan Hijaz adalah termasuk

    jajahannya, di bawah penguasaan Sultan Muhammad Ali Pasya

    yang dilantik oleh Khalifah di Turki (Istanbul) sebagai gubernur

    jeneral untuk daerah koloni di kawasan Timur Tengah, yang

    berkedudukan di Mesir.

    Pemerintahan Turki Raya pada waktu itu mempunyai

    daerah kekuasaan yang cukup luas. Pemerintahannya berpusat

    di Istanbul (Turki), yang begitu jauh dari daerah jajahannya.

    Kekuasaan dan pengendalian khalifah maupun sultan-

    sultannya untuk daerah yang jauh dari pusat, sudah mulai

    lemah dan kendur disebabkan oleh kekacauan di dalam negeri

    dan kelemahan di pihak khalifah dan para sultannya. Di

    samping itu, adanya cita-cita dari amir-amir di negeri Arab

    untuk melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah pusat yang

    berkedudukan di Turki. Ditambah lagi dengan hasutan dari

    bangsa Barat, terutama penjajah tua yaitu British dan Perancis

    yang menghasut bangsa Arab dan umat Islam supaya berjuang

    merebut kemerdekaan dari bangsa Turki, hal mana sebenarnyahanyalah tipu daya untuk memudahkan kaum penjajah

    tersebut menanamkan pengaruhnya di kawasan itu, kemudian

  • 7/25/2019 db642-GPI

    24/119

    mencengkamkan kuku penjajahannya di dalam segala

    lapangan, seperti politik, ekonomi, kebudayaan dan aqidah.

    Kemerosotan dari sektor agama, terutama yang

    menyangkut aqidah sudah begitu memuncak. Kebudayaanjahiliyah dahulu seperti taqarrub (mendekatkan diri) pada

    kuburan (maqam) keramat, memohon syafaat dan meminta

    berkat serta meminta diampuni dosa dan disampaikan hajat,

    sudah menjadi ibadah mereka yang paling utama sekali,

    sedangkan ibadah-ibadah menurut syariat yang sebenarnya

    pula dijadikan perkara kedua. Di mana ada maqam wali, orang-

    orang shaleh, penuh dibanjiri oleh penziarah-penziarah untuk

    meminta sesuatu hajat keperluannya. Seperti misalnya pada

    maqam Syeikh Abdul Qadir Jailani, dan maqam-maqam walilainnya. Hal ini terjadi bukan hanya di tanah Arab saja, tetapi

    juga di mana-mana, di seluruh pelosok dunia sehingga suasana

    di negeri Islam waktu itu seolah-olah sudah berbalik menjadi

    jahiliyah seperti pada waktu pra Islam menjelang kebangkitan

    Nabi Muhammad SAW.

    Masyarakat Muslim lebih banyak berziarah ke kuburan

    atau maqam-maqam keramat dengan segala macam munajat

    dan tawasul, serta pelbagai doa dialamatkan kepada maqam

    dan penghuninya, dibandingkan dengan mereka yang datang

    ke masjid untuk shalat dan munajat kepada Allah SWT.

    Demikianlah kebodohan umat Islam hampir merata di seluruh

    negeri, sehingga di mana-mana maqam yang dianggap

    keramat, maqam itu dibina bagaikan bangunan masjid, malah

    lebih mewah daripada masjid, karena dengan mudah saja dana

    mengalir dari mana-mana, terutama biaya yang diperolehi dari

    setiap pengunjung yang berziarah ke sana, atau memang

    adanya tajaan dari orang yang membiayainya di belakang tabir,

    dengan maksud-maksud tertentu. Seperti dari imperalis British

    yang berdiri di belakang tabir maqam Syeikh Abdul Qadir

    Jailani di India misalnya.

    Di tengah-tengah keadaan yang sedemikian rupa, maka

    Allah melahirkan seorang muslih kabir (pembaharuan besar)

    Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab (al-Wahabi) dari

    'Uyainah (Najd) sebagai mujaddid Islam terbesar abad ke 12

    Hijriyah, setelah Ibnu Taimiyah, mujaddid abad ke 7 Hijriyah

    yang sangat terkenal itu.Bidang pentajdidan kedua mujaddid besar ini adalah sama,

    yaitu mengadakan pentajdidan dalam aspek aqidah, walau

    masanya berbeda, yaitu kedua-duanya tampil untuk

  • 7/25/2019 db642-GPI

    25/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    memperbaharui agama Islam yang sudah mulai tercemar

    dengan bid'ah, khurafat dan tahayul yang sedang melanda

    Islam dan kaum Muslimin. Menghadapi hal ini Syeikh

    Muhammad bin 'Abdul Wahab telah menyusun barisanMuwahhidin yang berpegang kepada pemurnian tauhid. Bagi

    para lawannya, pergerakan ini mereka sebut Wahabiyin yaitu

    gerakan Wahabiyah.

    Dalam pergerakan tersebut tidak sedikit rintangan dan

    halangan yang dilalui. Kadangkala Tuan Syeikh terpaksa

    melakukan tindakan kekerasan apabila tidak boleh dengan cara

    yang lembut. Tujuannya tidak lain melainkan untuk

    mengembalikan Islam kepada kedudukannya yang sebenarnya,

    yaitu dengan memurnikan kembali aqidah umat Islam sepertiyang diajarkan oleh Kitab Allah dan Sunnah RasulNya.

    Setelah perjuangan yang tidak mengenal penat lelah itu,

    akhirnya niat yang ikhlas itu disampaikan Allah, sesuai dengan

    firmanNya:

    "Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolongAllah niscaya Allah akan menolongmu dan menetapkan

    pendirianmu."(Muhammad: 7)

    e.

    Awal Pergerakan Tauhid

    Muhammad bin 'Abdul Wahab memulakan pergerakan di

    kampungnya sendiri yaitu Uyainah. Di waktu itu Uyainah

    diperintah oleh seorang amir (penguasa) bernama Amir

    Uthman bin Mu'ammar. Amir Uthman menyambut baik ide

    dan gagasan Syeikh Muhammad itu dengan sangat gembira,

    dan beliau berjanji akan menolong perjuangan tersebutsehingga mencapai kejayaan.

    Selama Tuan Syeikh melancarkan dakwahnya di Uyainah,

    masyarakat negeri itu baik lelaki dan wanita merasakan

    kembali kenikmatan luar biasa, yang selama ini belum pernah

    mereka rasakan. Dakwah Tuan Syeikh bergema di negeri

    mereka. Ukhuwah Islamiyah dan persaudaraan Islam telah

    tumbuh kembali berkat dakwahnya di seluruh pelosok Uyainah

    dan sekitarnya. Orang-orang dari jauh pun mulai berhijrah ke

    Uyainah, karena mereka menginginkan keamanan dan

    ketenteraman jiwa di negeri ini.

  • 7/25/2019 db642-GPI

    26/119

    Syahdan; pada suatu hari, Syeikh Muhammad bin 'Abdul

    Wahab meminta izin pada Amir Uthman untuk menghancurkan

    sebuah bangunan yang dibina di atas maqam Zaid bin al-

    Khattab. Zaid bin al-Khattab adalah saudara kandung Umar binal-Khattab, Khalifah Rasulullah yang kedua. Tuan Syeikh

    Muhammad mengemukakan alasannya kepada Amir, bahwa

    menurut hadits Rasulullah SAW, membuat sebuah bangunan di

    atas kubur adalah dilarang, karena yang demikian itu akan

    menjurus kepada kemusyrikan. Amir menjawab: "Silakan...

    tidak ada seorang pun yang boleh menghalang rancangan yang

    mulia ini."

    Tetapi Tuan Syeikh mengajukan pendapat bahwa beliau

    khawatir masalah itu kelak akan dihalang-halangi oleh ahlijahiliyah (kaum Badui) yang tinggal berdekatan maqam

    tersebut. Lalu Amir menyediakan 600 orang tentera untuk

    tujuan tersebuti bersama-sama Syeikh Muhammad

    merobohkan maqam yang dikeramatkan itu.

    Sebenarnya apa yang mereka sebut sebagai maqam Zaid

    bin al-Khattab r.a yang gugur sebagai syuhada' Yamamah

    ketika menumpaskan gerakan Nabi Palsu (Musailamah al-

    Kazzab) di negeri Yamamah suatu waktu dulu, hanyalah

    berdasarkan prasangka belaka. Karena di sana terdapat

    puluhan syuhada' (pahlawan) Yamamah yang dikebumikan

    tanpa jelas lagi pengenalan mereka. Boleh jadi yang mereka

    anggap maqam Zaid bin al-Khattab itu adalah maqam orang

    lain. Tetapi oleh karena masyarakat setempat di situ telah

    terlanjur beranggapan bahwa itulah maqam beliau, mereka

    pun mengkeramatkannya dan membina sebuah masjid di

    tempat itu, yang kemudian dihancurkan pula oleh Syeikh

    Muhammad bin 'Abdul Wahab atas bantuan Amir Uyainah,

    Uthman bin Mu'ammar.

    Syeikh Muhammad tidak berhenti sampai di sana, akan

    tetapi semua maqam-maqam yang dipandang berbahaya bagi

    aqidah ketauhidan, yang dibina seperti masjid yang pada ketika

    itu berselerak di seluruh wilayah Uyainah turut diratakan

    semuanya. Hal ini adalah untuk mencegah agar jangan sampai

    dijadikan objek peribadatan oleh masyarakat Islam setempat

    yang sudah mulai nyata kejahiliyahan dalam diri mereka. Dan

    berkat rahmat Allah, maka pusat-pusat kemusyrikan di negeriUyainah dewasa itu telah terkikis habis sama sekali.

    Setelah selesai dari masalah tauhid, maka Tuan Syeikh

    mula menerangkan dan mengajarkan hukum-hukum syariat

  • 7/25/2019 db642-GPI

    27/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    yang sudah berabad-abad hanya termaktub saja dalam buku-

    buku fiqh, tetapi tidak pernah diterapkan sebagai hukum yang

    diamalkan. Maka yang dilaksanakannya mula-mula sekali ialah

    hukum rajam bagi penzina.Pada suatu hari datanglah seorang wanita yang mengaku

    dirinya berzina ke hadapan Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul

    Wahab, dia meminta agar dirinya dijatuhi hukuman yang

    sesuai dengan hukum Allah dan RasulNya. Meskipun Tuan

    Syeikh mengharapkan agar wanita itu menarik balik

    pengakuannya itu, supaya ia tidak terkena hukum rajam,

    namun wanita tersebut tetap bertahan dengan pengakuannya

    tadi, ia ingin menjalani hukum rajam. Maka, terpaksalah Tuan

    Syeikh menjatuhkan kepadanya hukuman rajam atas dasarpengakuan wanita tersebut.

    Berita tentang kejayaan Tuan Syeikh dalam memurnikan

    masyarakat Uyainah dan penerapan hukum rajam kepada

    orang yang berzina, sudah tersebar luas di kalangan

    masyarakat Uyainah maupun di luar Uyainah.

    Masyarakat Uyainah dan sekelilingnya menilai gerakan

    Tuan Syeikh Ibnu 'Abdul Wahab ini sebagai suatu perkara yang

    mendatangkan kebaikan. Namun, beberapa kalangan tertentu

    menilai pergerakan Tuan Syeikh itu sebagai suatu perkara yang

    negatif dan boleh membahayakan kedudukan mereka.

    Memang, hal seumpama ini terdapat di mana-mana dan kapan

    saja, apalagi pergerakan keagamaan yang sangat sensitif

    seperti halnya untuk mengislamkan masyarakat Islam yang

    sudah kembali ke jahiliyah ini, yaitu, dengan cara

    mengembalikan mereka kepada aqidah salafiyah seperti di

    zaman Nabi, para sahabat dan para tabi'in dahulu.

    Di antara yang beranggapan sangsi seperti itu adalah Amir

    (pihak berkuasa) wilayah al-Ihsa' (suku Badui) dengan para

    pengikut-pengikutnya dari Bani Khalid Sulaiman bin Ari'ar al-

    Khalidi. Mereka adalah suku Badui yang terkenal berhati keras,

    suka merampas, merompak dan membunuh. Pihak berkuasa

    al-Ihsa' khuatir kalau pergerakan Syeikh Muhammad tidak

    dipatahkan secepat mungkin, sudah pasti wilayah

    kekuasaannya nanti akan direbut oleh pergerakan tersebut.

    Padahal Amir ini sangat takut dijatuhkan hukum Islam seperti

    yang telah diperlakukan di negeri Uyainah. Dan tentunya yanglebih ditakutinya lagi ialah kehilangan kedudukannya sebagai

    Amir (ketua) suku Badui. Maka Amir Badui ini menulis sepucuk

  • 7/25/2019 db642-GPI

    28/119

    surat kepada Amir Uyainah yang isinya mengancam pihak

    berkuasa Uyainah. Adapun isi ancaman tersebut ialah:

    "Apabila Amir Uthman tetap membiarkan dan mengizinkan

    Syeikh Muhammad terus berdakwah dan bertempat tinggal diwilayahnya, serta tidak mau membunuh Syeikh Muhammad,

    maka semua cukai dan ufti wilayah Badui yang selama ini

    dibayar kepada Amir Uthman akan diputuskan (ketika itu

    wilayah Badui tertakluk di bawak kekuasaan pemerintahan

    Uyainah)."

    Jadi, Amir Uthman dipaksa untuk memilih dua pilihan,

    membunuh Tuan Syeikh atau suku Badui itu menghentikan

    pembayaran ufti.

    Ancaman ini amat mempengaruhi fikiran Amir Uthman,karena ufti dari wilayah Badui sangat besar artinya baginya.

    Adapun cukai yang mereka terima adalah terdiri dari emas

    murni.

    Didesak oleh tuntutan tersebut, terpaksalah Amir Uyainah

    memanggil Syeikh Muhammad untuk diajak berunding

    bagaimanakah mencari jalan keluar dari ancaman tersebut.

    Soalnya, dari pihak Amir Uthman tidak pernah sedikit pun

    terfikir untuk mengusir Tuan Syeikh dari Uyainah, apalagi

    untuk membunuhnya. Tetapi, sebaliknya dari pihaknya juga

    tidak berdaya menangkis serangan pihak suku Badui itu. Maka,

    Amir Uthman meminta kepada Tuan Syeikh Muhammad

    supaya dalam hal ini demi keselamatan bersama dan untuk

    menghindari dari terjadinya pertumpahan darah, sebaiknya

    Tuan Syeikh bersedia untuk meninggalkan negeri Uyainah.

    Tuan Syeikh menjawab seperti berikut:

    "Tuan Amir! Sebenarnya apa yang aku sampaikan dari

    dakwahku, tidak lain adalah DINULLAH (agama Allah), dalam

    rangka melaksanakan kandungan LA ILAHA ILLALLAH - Tiada

    Tuhan melainkan Allah, Muhammad Rasulullah. Maka

    barangsiapa berpegang teguh pada agama dan membantu

    pengembangannya dengan ikhlas dan yakin, pasti Allah akan

    mengulurkan bantuan dan pertolongan-Nya kepada orang itu,

    dan Allah akan membantunya untuk dapat menguasai negeri-

    negeri musuhnya. Saya berharap kepada Tuan Amir supaya

    bersabar dan tetap berpegang terhadap pegangan kita

    bersama dulu, untuk sama-sama berjuang demi tegaknyakembali Dinullah di negeri ini. Mohon sekali lagi Tuan Amir

    menerima ajakan ini. Mudah-mudahan Allah akan memberi

    pertolongan kepada Tuan dan menjaga Tuan dari ancaman

  • 7/25/2019 db642-GPI

    29/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    Badui itu, begitu juga dengan musuh-musuh Tuan yang lainnya.

    Dan Allah akan memberi kekuatan kepada Tuan untuk

    melawan mereka agar Tuan dapat mengambil alih daerah

    Badui untuk sepenuhnya menjadi daerah Uyainah di bawahkekuasaan Tuan."

    Setelah bertukar fikiran di antara Tuan Syeikh dan Amir

    Uthman, tampaknya pihak Amir tetap pada pendiriannya, yaitu

    mengharapkan agar Tuan Syeikh meninggalkan Uyainah

    secepat mungkin.

    Dalam bukunya yang berjudul Al-Imam Muhammad bin

    'Abdul Wahab, Wada' Watahu Wasiratuhu, Syeikh Muhammad

    bin 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah bin Baz, beliau berkata:

    "Demi menghindari pertumpahan darah, dan karena tidakada lagi pilihan lain, di samping beberapa pertimbangan

    lainnya maka terpaksalah Tuan Syeikh meninggalkan negeri

    Uyainah menuju negeri Dar'iyah dengan menempuh perjalanan

    secara berjalan kaki seorang diri tanpa ditemani oleh sesiapa

    pun. Beliau meninggalkan negeri Uyainah pada waktu dini hari,

    dan sampai ke negeri Dar'iyah pada waktu malam hari."(Ibnu

    Baz, Syeikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah, m.s 22)

    Tetapi ada juga tulisan lainnya yang mengatakan bahwa:

    Pada mulanya Tuan Syeikh Muhammad mendapat

    sokongan penuh dari pemerintah negeri Uyainah Amir Uthman

    bin Mu'ammar, namun setelah api pergerakan dinyalakan,

    pemerintah setempat mengundurkan diri dari percaturan

    pergerakan karena alasan politik (besar kemungkinan takut

    dipecat dari jabatannya sebagai Amir Uyainah oleh pihak

    atasannya). Dengan demikian, tinggallah Syeikh Muhammad

    dengan beberapa orang sahabatnya yang setia untuk

    meneruskan missinya. Dan beberapa hari kemudian, Syeikh

    Muhammad diusir keluar dari negeri itu oleh pemerintahnya.

    Bersamaan dengan itu, pihak berkuasa telah

    merencanakan pembunuhan ke atas diri Tuan Syeikh di dalam

    perjalanannya, namun Allah mempunyai rencana sendiri untuk

    menyelamatkan Tuan Syeikh dari usaha pembunuhan,

    wamakaru wamakarallalu wallahu khairul makirin (Mereka

    mempunyai rencana dan Allah mempunyai rencanaNya juga,

    dan Allah sebaik-baik pembuat rencana). Sehingga Tuan Syeikh

    Muhammad bin 'Abdul Wahab selamat di perjalanannyasampai ke negeri tujuannya, yaitu negeri Dar'iyah.

    f.

    Syeikh Muhammad di Dar'iyah

  • 7/25/2019 db642-GPI

    30/119

    Sesampainya Syeikh Muhammad di sebuah kampung

    wilayah Dar'iyah, yang tidak berapa jauh dari tempat kediaman

    Amir Muhammad bin Saud (pemerintah negeri Dar'iyah), Tuan

    Syeikh menemui seorang penduduk di kampung itu, orangtersebut bernama Muhammad bin Sulaim al-'Arini. Bin Sulaim

    ini adalah seorang yang dikenal shaleh oleh masyarakat

    setempat.

    Tuan Syeikh meminta izin untuk tinggal bermalam di

    rumahnya sebelum ia meneruskan perjalanannya ke tempat

    lain.

    Pada mulanya ia ragu-ragu menerima Tuan Syeikh di

    rumahnya, karena suasana Dar'iyah dan sekelilingnya pada

    waktu itu tidak tenteram, menyebabkan setiap tamu yangdatang hendaklah melapor diri kepada pihak berkuasa

    setempat. Namun, setelah Tuan Syeikh memperkenalkan

    dirinya serta menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke

    negeri Dar'iyah, yaitu hendak menyebarkan dakwah Islamiyah

    dan memberantas kemusyrikan, barulah Muhammad bin

    Sulaim menerimanya sebagai tamu di rumahnya.

    Sesuai dengan peraturan yang wujud di Dar'iyah di kala itu,

    yang mana setiap tamu hendaklah melaporkan diri kepada

    pihak berkuasa setempat, maka Muhammad bin Sulaim

    menemui Amir Muhammad untuk melaporkan tamunya yang

    baru tiba dari Uyainah dengan menjelaskan maksud dan

    tujuannya kepada beliau.

    Kononnya, ada riwayat yang mengatakan; bahwa seorang

    shaleh datang menemui isteri Amir Ibnu Saud, ia berpesan

    untuk menyampaikan kepada suaminya, bahwa ada seorang

    ulama dari Uyainah yang bernama Muhammad bin 'Abdul

    Wahab hendak menetap di negerinya. Beliau hendak

    menyampaikan dakwah Islamiyah dan mengajak masyarakat

    kepada sebersih-bersih tauhid. Ia meminta agar isteri Amir

    Ibnu Saud memujuk suaminya supaya menerima ulama

    tersebut agar dapat menjadi warga negeri Dar'iyah serta mau

    membantu perjuangannya dalam menegakkan agama Allah.

    Isteri Ibnu Saud ini sebenarnya adalah seorang wanita yang

    shaleh. Maka, tatkala Ibnu Saud mendapat giliran ke rumah

    isterinya ini, si isteri menyampaikan semua pesan-pesan itu

    kepada suaminya.Selanjutnya ia berkata kepada suaminya:

    "Bergembiralah kekanda dengan keuntungan besar ini,

    keuntungan di mana Allah telah mengirimkan ke negeri kita

  • 7/25/2019 db642-GPI

    31/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    seorang ulama, juru dakwah yang mengajak masyarakat kita

    kepada agama Allah, berpegang teguh kepada Kitabullah dan

    Sunnah RasulNya. Inilah suatu keuntungan yang sangat besar.

    Kanda jangan ragu-ragu untuk menerima dan membantuperjuangan ulama ini, mari sekarang juga kekanda

    menjemputnya kemari."

    Akhirnya, baginda Ibnu Saud dapat diyakinkan oleh

    isterinya yang shaleh itu. Namun, baginda bimbang sejenak. Ia

    berfikir apakah Tuan Syeikh itu dipanggil datang mengadapnya,

    ataukah dia sendiri yang harus datang menjemput Tuan Syeikh,

    untuk dibawa ke tempat kediamannya? Baginda pun meminta

    pandangan dari beberapa penasihatnya, terutama iserinya

    sendiri, tentang bagaimanakah cara yang lebih baik harusdilakukannya.

    Isterinya dan para penasihatnya yang lain sepakat bahwa

    sebaik-baiknya dalam hal ini, baginda sendiri yang harus

    datang menemui Tuan Syeikh Muhammad di rumah

    Muhammad bin Sulaim. Karena ulama itu didatangi dan bukan

    ia yang datang, al-'alim Yuraru wala Yazuru.'' Maka baginda

    dengan segala kerendahan hatinya mempersetujui nasihat dan

    isyarat dari isteri maupun para penasihatnya.

    Maka pergilah baginda bersama beberapa orang

    pentingnya ke rumah Muhammad bin Sulaim, di mana Tuan

    Syeikh Muhammad bermalam.

    Sesampainya baginda di rumah Muhammad bin Sulaim; di

    sana Tuan Syeikh bersama tuan punya rumah sudah bersedia

    menerima kedatangan Amir Ibnu Saud. Amir Ibnu Saud

    memberi salam dan keduanya saling merendahkan diri, saling

    menghormati.

    Amir Ibnu Saud berkata:

    "Ya Tuan Syeikh! Bergembiralah tuan di negeri kami, kami

    menerima dan menyambut kedatangan Tuan di negeri ini

    dengan penuh gembira. Dan kami berikrar untuk menjamin

    keselamatan dan keamanan Tuan Syeikh di negeri ini dalam

    menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat Dar'iyah. Demi

    kejayaan dakwah Islamiyah yang Tuan Syeikh rencanakan,

    kami dan seluruh keluarga besar Ibnu Saud akan

    mempertaruhkan nyawa dan harta untuk bersama-sama Tuan

    Syeikh berjuang demi meninggikan agama Allah danmenghidupkan sunnah RasulNya sehingga Allah memenangkan

    perjuangan ini, Insya Allah!"

    Kemudian Tuan Syeikh menjawab:

  • 7/25/2019 db642-GPI

    32/119

    "Alhamdulillah, tuan juga patut gembira, dan Insya Allah

    negeri ini akan diberkati Allah SWT. Kami ingin mengajak umat

    ini kepada agama Allah. Siapa yang menolong agama ini, Allah

    akan menolongnya. Dan siapa yang mendukung agama ini,niscaya Allah akan mendukungnya. Dan Insya Allah kita akan

    melihat kenyataan ini dalam waktu yang tidak begitu lama."

    Demikianlah seorang Amir (penguasa) tunggal negeri

    Dar'iyah, yang bukan hanya sekadar membela dakwahnya saja,

    tetapi juga sekaligus membela darahnya bagaikan saudara

    kandung sendiri, yang berarti di antara Amir dan Tuan Syeikh

    sudah bersumpah setia sehidup semati, senasib dan

    seperuntungan, dalam menegakkan hukum Allah dan RasulNya

    di persada tanah Dar'iyah.Ternyata apa yang diikrarkan oleh Amir Ibnu Saud itu

    benar-benar ditepatinya. Ia bersama Tuan Syeikh seiring

    sejalan, bahu membahu dalam menegakkan kalimah Allah, dan

    berjuang di jalanNya. Sehingga cita-cita dan perjuangan

    mereka disampaikan Allah dengan penuh kemenangan yang

    gilang-gemilang.

    Sejak hijrahnya Tuan Syeikh ke negeri Dar'iyah, kemudian

    melancarkan dakwahnya di sana, maka berduyun-duyunlah

    masyarakat luar Dar'iyah yang datang dari penjuru Jazirah

    Arab. Di antara lain dari Uyainah, Urgah, Manfuhah, Riyadh

    dan negeri-negeri jiran yang lain, menuju Dar'iyah untuk

    menetap dan bertempat tinggal di negeri hijrah ini, sehingga

    negeri Dar'iyah penuh sesak dengan kaum muhajirin dari

    seluruh pelosok tanah Arab.

    Nama Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab dengan

    ajaran-ajarannya itu sudah begitu populer di kalangan

    masyarakat, baik di dalam negeri Dar'iyah maupun di luar

    negerinya, sehingga ramai para penuntut ilmu datang

    berbondong-bondong, baik secara perseorangan maupun

    secara berkumpulan ke negeri Dar'iyah.

    Maka menetaplah Tuan Syeikh di negeri Hijrah ini dengan

    penuh kebesaran, kehormatan dan ketenteraman serta

    mendapat sokongan dan kecintaan dari semua pihak.

    Beliau pun mula membuka madrasah dengan

    menggunakan kurikulum yang menjadi teras bagi rencana

    perjuangan beliau, yaitu bidang pengajian 'aqaid al-Qur'an,tafsir, fiqh, usul fiqh, hadits, musthalah hadits, gramatika

    (nahu/saraf)nya serta lain-lain lagi dari ilmu-ilmu yang

    bermanfaat.

  • 7/25/2019 db642-GPI

    33/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    Dalam waktu yang singkat saja, Dar'iyah telah menjadi

    kiblat ilmu dan kota pelajar penuntut Islam. Para penuntut

    ilmu, tua dan muda, berduyun-duyun datang ke negeri ini.

    Di samping pendidikan formal (madrasah), diadakan jugadakwah serata, yang bersifat terbuka untuk semua lapisan

    masyarakat umum, begitu juga majlis-majlis ta'limnya.

    Gema dakwah beliau begitu membahana di seluruh

    pelosok Dar'iyah dan negeri-negeri jiran yang lain. Kemudian,

    Tuan Syeikh mula menegakkan jihad, menulis surat-surat

    dakwahnya kepada tokoh-tokoh tertentu untuk bergabung

    dengan barisan Muwahhidin yang dipimpin oleh beliau sendiri.

    Hal ini dalam rangka pergerakan pembaharuan tauhid demi

    membasmi syirik, bid'ah dan khurafat di negeri merekamasing-masing.

    Untuk langkah awal pergerakan itu, beliau memulakannya

    di negeri Najd. Beliau pun mula mengirimkan surat-suratnya

    kepada ulama-ulama dan penguasa-penguasa di sana.

    g. Berdakwah Melalui Surat-menyurat

    Tuan Syeikh menempuh pelbagai macam dan cara, dalam

    menyampaikan dakwahnya, sesuai dengan keadaan

    masyarakat yang dihadapinya. Di samping berdakwah melalui

    lisan, beliau juga tidak mengabaikan dakwah secara pena dan

    pada saatnya juga jika perlu beliau berdakwah dengan besi

    (pedang).

    Maka Tuan Syeikh mengirimkan suratnya kepada ulama-

    ulama Riyadh dan para umaranya, yang pada ketika itu adalah

    Dahkan bin Dawwas. Surat-surat itu dikirimkannya juga kepada

    para ulama Khariq dan penguasa-penguasa, begitu juga ulama-

    ulama negeri Selatan, seperti al-Qasim, Hail, al-Wasyim, Sudair

    dan lain-lain lagi.

    Beliau terus mengirimkan surat-surat dakwahnya itu ke

    mana-mana, dekat ataupun jauh. Semua surat-surat itu

    ditujukan kepada para umara dan ulama, dalam hal ini

    termasuklah ulama negeri al-Ihsa', daerah Badui dan Haramain

    (Mekah - Madinah). Begitu juga kepada ulama-ulama Mesir,

    Syria, Iraq, Hindia, Yaman dan lain-lain lagi. Di dalam surat-

    surat itu, beliau menjelaskan tentang bahaya syirik yang

    mengancam negeri-negeri Islam di seluruh dunia, juga bahaya

    bid'ah, khurafat dan tahayul.Bukanlah berarti bahwa ketika itu tidak ada lagi perhatian

    para ulama Islam setempat kepada agama ini, sehingga seolah-

    olah bagaikan tidak ada lagi yang menguruskan hal ihwal

  • 7/25/2019 db642-GPI

    34/119

    agama. Akan tetapi yang sedang kita bicarakan sekarang

    adalah ihwal negeri Najd dan sekitarnya.

    Tentang keadaan negeri Najd, di waktu itu sedang dilanda

    serba kemusyrikan, kekacauan, keruntuhan moral, bid'ah dankhurafat. Kesemua itu lahir bukanlah karena tidak adanya para

    ulama, malah ulama sangat ramai jumlahnya, tetapi

    kebanyakan mereka tidak mampu menghadapi keadaan yang

    sudah begitu parah. Misalnya, di negeri Yaman dan lainnya, di

    mana di sana tidak sedikit para ulamanya yang aktif melakukan

    amar ma'ruf nahi mungkar, serta menjelaskan mana yang

    bid'ah dan yang sunnah. Namun Allah belum mentaqdirkan

    kejayaan dakwah itu dari tangan mereka seperti apa yang Allah

    taqdirkan kepada Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab.Berkat hubungan surat menyurat Tuan Syeikh terhadap

    para ulama dan umara dalam dan luar negeri, telah

    menambahkan kemasyhuran nama Tuan Syeikh sehingga

    beliau disegani di antara kawan dan lawannya, hingga

    jangkauan dakwahnya semakin jauh berkumandang di luar

    negeri, dan tidak kecil pengaruhnya di kalangan para ulama

    dan pemikir Islam di seluruh dunia, seperti di Hindia,

    Indonesia, Pakistan, Afthanistan, Afrika Utara, Maghribi, Mesir,

    Syria, Iraq dan lain-lain lagi.

    Begitu bersemarak dan bergema suara dakwah dari Najd ke

    negeri-negeri mereka, serentak mereka bangkit sahut-

    menyahut menerima ajakan Tuan Syeikh Ibnu 'Abdul Wahab

    untuk menumpaskan kemusyrikan dan memperjuangkan

    pemurnian tauhid. Semangat mereka timbul kembali bagaikan

    pohon yang telah layu, lalu datang hujan lebat menyiramnya

    sehingga menjadi hijau dan segar kembali.

    Demikianlah banyaknya surat-menyurat di antara Tuan

    Syeikh dengan para ulama di dalam dan luar Jazirah Arab,

    sehingga menjadi dokumen yang amat berharga sekali. Akhir-

    akhir ini semua tulisan beliau, baik yang berupa risalah,

    maupun kitab-kitabnya, sedang dihimpun untuk dicetak dan

    sebagian sudah dicetak dan disebarkan ke seluruh pelusok

    dunia Islam, baik melalui Rabithah al-'alam Islami, maupun

    terus dari pihak kerajaan Saudi sendiri. Begitu juga dengan

    tulisan-tulisan dari putera-putera dan cucu-cucu beliau serta

    tulisan-tulisan para murid-muridnya dan pendukung-pendukungnya yang telah mewarisi ilmu-ilmu beliau. Di masa

    kini, tulisan-tulisan beliau sudah tersebar luas ke seluruh

    pelosok dunia Islam.

  • 7/25/2019 db642-GPI

    35/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    Dengan demikian, jadilah Dar'iyah sebagai pusat

    penyebaran dakwah kaum Muwahhidin (gerakan pemurnian

    tauhid) oleh Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab yang

    didukung oleh penguasa Amir Ibnu Saud. Kemudian murid-murid keluaran Dar'iyah pula menyebarkan ajaran-ajaran

    tauhid murni ini ke seluruh pelosok negeri dengan cara

    membuka sekolah-sekolah di daerah-daerah mereka.

    Namun, meskipun demikian, perjalanan dakwah ini tidak

    sedikit mengalami rintangan dan gangguan yang menghalangi.

    Tetapi setiap perjuangan itu tidak mungkin berjaya tanpa

    adanya pengorbanan. Sejarah pembaharuan yang digerakkan

    oleh Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab ini tercatat

    dalam sejarah dunia sebagai yang paling hebat dari jenisnyadan amat cemerlang.

    Di samping itu, hal ini merupakan suatu pergerakan

    perubahan besar yang banyak memakan korban manusia

    maupun harta benda. Karena pergerakan ini mendapat

    tentangan bukan hanya dari luar, akan tetapi lebih banyak

    datangnya dari kalangan sendiri, terutama dari tokoh-tokoh

    agama Islam sendiri yang takut akan kehilangan pangkat,

    kedudukan, pengaruh dan jamaahnya. Namun, oleh karena

    perlawanan sudah dimulakan dari dalam, maka orang-orang di

    luar Islam pula, terutama kaum orientalis mendapat angin

    segar untuk turut campur tangan bagi memperbesarkan lagi

    perselisihan di antara umat Islam sehingga berlakunya bid'ah

    membid'ahkan dan malah kafir mengkafirkan.

    Masa-masa tersebut telah pun berlalu. Umat Islam kini

    sudah sadar tentang apa dan siapa kaum Wahabi itu. Dan satu

    persatu kejahatan dan kebusukan kaum orientalis yang sengaja

    mengadu domba antara sesama umat Islam mulai disadari,

    begitu juga dari kaum penjajah Barat, semuanya kini sudah

    terungkap.

    Meskipun usaha musuh-musuh dakwahnya begitu hebat,

    sama ada dari kalangan dalam Islam sendiri, maupun dari

    kalangan luarnya, yang dilancarkan melalui pena atau ucapan,

    yang mana matlamatnya adalah hendak membendung dakwah

    tauhid ini, namun usaha mereka sia-sia belaka, karena ternyata

    Allah SWT telah memenangkan perjuangan dakwah tauhid

    yang dipelopori oleh Syeikh Islam, Imam Muhammad bin'Abdul Wahab yang telah mendapat sambutan bukan hanya

    oleh penduduk negeri Najd saja, akan tetapi juga sudah

    menggema ke seluruh dunia Islam dari Maghribi sampai ke

  • 7/25/2019 db642-GPI

    36/119

    Merauke, malah kini sudah berkumandang pula ke seluruh

    jagat raya.

    Dalam hal ini, jasa-jasa Putera Muhammad bin Saud

    (pendiri kerajaan Arab Saudi) dengan semua anak cucunyatidaklah boleh dilupakan begitu saja, di mana dari masa ke

    masa mereka telah membantu perjuangan tauhid ini dengan

    harta dan jiwa.

    h. Siapakah Salafiyah Itu?

    Sebagaimana yang telah disebutkan, bahwa Salafiyyah itu

    adalah suatu pergerakan pembaharuan di bidang agama,

    khususnya di bidang ketauhidan. Tujuannya ialah untuk

    memurnikan kembali ketauhidan yang telah tercemar oleh

    pelbagai macam bid'ah dan khurafat yang membawa kepadakemusyrikan.

    Untuk mencapai tujuan tersebut, Syeikh Muhammad bin

    'Abdul Wahab telah menempuh pelbagai macam cara.

    Kadangkala lembut dan kadangkala kasar, sesuai dengan sifat

    orang yang dihadapinya. Beliau mendapat tentangan dan

    perlawanan dari kumpulan yang tidak menyenanginya karena

    sikapnya yang tegas dan tidak berganjak, sehingga lawan-

    lawannya membuat tuduhan-tuduhan ataupun pelbagai fitnah

    terhadap dirinya dan pengikut-pengikutnya. Musuh-musuhnya

    pernah menuduh bahwa Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab

    telah melarang para pengikutnya membaca kitab fiqh, tafsir

    dan hadits. Malahan ada yang lebih kejam lagi, yaitu menuduh

    Syeikh Muhammad telah membakar beberapa kitab tersebut,

    serta memperbolehkan mentafsirkan al-Qur'an menurut

    kehendak hawa nafsu sendiri.

    Apa yang dituduh dan difitnah terhadap Syeikh Ibnu 'Abdul

    Wahab itu, telah dijawab dengan tegas oleh seorang

    pengarang terkenal, yaitu al-Allamah Syeikh Muhammad Basyir

    as-Sahsawani, dalam bukunya yang berjudul Shiyanah al-Insan

    di halaman 473 seperti berikut:

    "Sebenarnya perihal tuduhan tersebut telah dijawab

    sendiri oleh Syeikh Ibnu 'Abdul Wahab sendiri dalam suatu

    risalah yang ditulisnya dan dialamatkan kepada 'Abdullah bin

    Suhaim dalam pelbagai masalah yang diperselisihkan itu. Di

    antaranya beliau menulis bahwa semua itu adalah bohong dan

    kata-kata dusta belaka, seperti dia dituduh membatalkan kitab-kitab mazhab, dan dia mendakwakan dirinya sebagai mujtahid,

    bukan muqallid."

  • 7/25/2019 db642-GPI

    37/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    Kemudian dalam sebuah risalah yang dikirimnya kepada

    'Abdurrahman bin 'Abdullah, Muhammad bin 'Abdul Wahab

    berkata:

    "Aqidah dan agama yang aku anut, yalah mazhab ahlisunnah wal jamaah, sebagai tuntunan yang dipegang oleh para

    Imam Muslimin, seperti Imam-imam Mazhab empat dan

    pengikut-pengikutnya sampai hari kiamat. Aku hanyalah suka

    menjelaskan kepada orang-orang tentang pemurnian agama

    dan aku larang mereka berdoa (mohon syafaat) pada orang

    yang hidup atau orang mati daripada orang-orang shaleh dan

    lainnya."

    'Abdullah bin Muhammad bin 'Abdul Wahab, menulis

    dalam risalahnya sebagai ringkasan dari beberapa hasil karyaayahnya, Syeikh Ibnu 'Abdul Wahab, seperti berikut:

    "Bahwa mazhab kami dalam usuluddin (tauhid) adalah

    mazhab ahlus sunnah wal jamaah, dan cara (sistem)

    pemahaman kami adalah mengikuti cara Ulama salaf.

    Sedangkan dalam hal masalah furu' (fiqh) kami cenderung

    mengikuti mazhab Ahmad bin Hanbal rahimaullah. Kami tidak

    pernah mengingkari (melarang) seseorang bermazhab dengan

    salah satu daripada mazhab yang empat. Dan kami tidak

    mempersetujui seseorang bermazhab kepada mazhab yang

    luar dari mazhab empat, seprti mazhab Rafidhah, Zaidiyah,

    Imamiyah dan lain-lain lagi. Kami tidak membenarkan mereka

    mengikuti mazhab-mazhab yang batil. Malah kami memaksa

    mereka supaya bertaqlid (ikut) kepada salah satu dari mazhab

    empat tersebut. Kami tidak pernah sama sekali mengaku

    bahwa kami sudah sampai ke tingkat mujtahid mutlaq, juga

    tidak seorang pun di antara para pengikut kami yang berani

    mendakwakan dirinya dengan demikian. Hanya ada beberapa

    masalah yang kalau kami lihat di sana ada nas yang jelas, baik

    dari Qur'an maupun Sunnah, dan setelah kami periksa dengan

    teliti tidak ada yang menasakhkannya, atau yang

    mentaskhsiskannya atau yang menentangnya, lebih kuat

    daripadanya, serta dipegangi pula oleh salah seorang Imam

    empat, maka kami mengambilnya dan kami meninggalkan

    mazhab yang kami anut, seperti dalam masalah warisan yang

    menyangkut dengan tuan dan saudara lelaki; Dalam hal ini

    kami berpendirian mendahulukan tuan, meskipun menyalahimazhab kami (Hambali)."

    Demikianlah bunyi isi tulisan kitab Shiyanah al-Insan, hal.

    474. Seterusnya beliau berkata:

  • 7/25/2019 db642-GPI

    38/119

    "Adapun yang mereka fitnah kepada kami, sudah tentu

    dengan maksud untuk menutup-nutupi dan menghalang-

    halangi yang hak, dan mereka membohongi orang ramai

    dengan berkata: 'bahwa kami suka mentafsirkan Qur'andengan selera kami, tanpa mengindahkan kitab-kitab

    tafsirnya. Dan kami tidak percaya kepada ulama, menghina

    Nabi kita Muhammad SAW' dan dengan perkataan 'bahwa

    jasad Nabi SAW itu buruk di dalam kuburnya. Dan bahwa

    tongkat kami ini lebih bermanfaat daripada Nabi, dan Nabi itu

    tidak mempunyai syafaat.

    Dan ziarah kepada kubur Nabi itu tidak sunat, Nabi tidak

    mengerti makna "La ilaha illallah" sehingga perlu diturunkan

    kepadanya ayat yang berbunyi: "Fa'lam annahu La ilahaillallah,"dan ayat ini diturunkan di Madinah. Dituduhnya kami

    lagi, bahwa kami tidak percaya kepada pendapat para ulama.

    Kami telah menghancurkan kitab-kitab karangan para ulama

    mazhab, karena di dalamnya bercampur antara yang hak dan

    batil. Malah kami dianggap mujassimah (menjasmanikan

    Allah), serta kami mengkufurkan orang-orang yang hidup

    sesudah abad keenam, kecuali yang mengikuti kami. Selain itu

    kami juga dituduh tidak mau menerima bai'ah seseorang

    sehingga kami menetapkan atasnya 'bahwa dia itu bukan

    musyrik begitu juga ibu bapaknya juga bukan musyrik.'

    Dikatakan lagi bahwa kami telah melarang manusia

    membaca salawat ke atas Nabi SAW dan mengharamkan

    berziarah ke kubur-kubur. Kemudian dikatakannya pula, jika

    seseorang yang mengikuti ajaran agama sesuai dengan kami,

    maka orang itu akan diberikan kelonggaran dan kebebasan dari

    segala beban dan tanggungan atau hutang sekalipun.

    Kami dituduh tidak mau mengakui kebenaran para ahlul

    Bait r.a. Dan kami memaksa menikahkan seseorang yang tidak

    kufu serta memaksa seseorang yang tua umurnya dan ia

    mempunyai isteri yang muda untuk diceraikannya, karena akan

    dinikahkan dengan pemuda lainnya untuk mengangkat derajat

    golongan kami.

    Maka semua tuduhan yang diada-adakan dalam hal ini

    sungguh kami tidak mengerti apa yang harus kami katakan

    sebagai jawapan, kecuali yang dapat kami katakan hanya

    "Subhanaka - Maha suci Engkau ya Allah" ini adalahkebohongan yang besar. Oleh karena itu, maka barangsiapa

    menuduh kami dengan hal-hal yang tersebut di atas tadi,

    mereka telah melakukan kebohongan yang amat besar

  • 7/25/2019 db642-GPI

    39/119

    Gerakan Pembaharuan Dalam Islam

    terhadap kami. Barangsiapa mengaku dan menyaksikan bahwa

    apa yang dituduhkan tadi adalah perbuatan kami, maka

    ketahuilah: bahwa kesemuanya itu adalah suatu penghinaan

    terhadap kami, yang dicipta oleh musuh-musuh agamaataupun teman-teman syaitan dari menjauhkan manusia untuk

    mengikuti ajaran sebersih-bersih tauhid kepada Allah dan

    keikhlasan beribadah kepadaNya.

    Kami beri'tiqad bahwa seseorang yang mengerjakan dosa

    besar, seperti melakukan pembunuhan terhadap seseorang

    Muslim tanpa alasan yang wajar, begitu juga seperti b