Upload
phungquynh
View
234
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
DELINIASI SUB CEKUNGAN MUNA-BUTON UNTUK MENGETAHUI
POTENSI CEKUNGAN HIDORKARBON MENGGUNAKAN
PEMODELAN 2D DAN 3D DATA GAYABERAT
(skripsi)
Oleh
CHRISTIAN SIBUEA
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
2016
iii
ABSTRACT
DELINEATION SUB-BASIN MUNA BUTON TO KNOW
BASIN POTENTIAL OF HYDROCARBONS USING 2D AND 3D
MODELING GRAVITY DATA
By
CHRISTIAN SIBUEA
Oil and gas resources is an important position in meeting domestic energy and as a
supplier of national funds. State Budget Plan (draft budget) in 2013, said oil and
gas resources is projected to become a major source of income in the state revenue
from taxes. Based on the source of this research, production of oil and gas should
continue to be done, not only because of the oil and gas it is a non-renewable
resource then over time will run out. Methods of gravity is one of geophysical
methods. Gravity method can be used successfully in several fields in geophysics,
among other fields of hydrocarbons, geothermal, and minerals. This method is also
used for the preliminary survey and monitoring. This research was conducted in the
area Muna-Buton and aims to: determine Bouguer anomaly patterns, structure,
pattern altitude areas Muna-Buton based 2D and 3D modeling, modeling is done
based on spectral analysis, empirical mode decomposition and SVD analysis. The
results of this study were (1) Bouguer anomaly Muna-Buton has a range of values
between (81.2-104.2) mGal occupies the area to the South to the North Buton
Island, anomalies were ranged between (51.9 to 74.9) are almost evenly at every
spot on the map but the distribution highest one is next West to the North and
relative spread throughout the Southwest to the East, mGal and low anomaly with
a range of values between (32.9 to 50.8) mGal site in part of the Northwest until the
North relative from West to East (2) the number of patterns low anomaly indicated
as the basin of six (3) the pattern altitude that separates between the sub-basin is
relatih of North South and East West (4) the average depth anomaly residual or
anomalous residual around 3:47 km, which shows the average depth of the field in
(5) Based on the 2D modeling then there are several layers, namely Ogena
Formation, Formation Tobelo, Tondo Formation, Formation Wapulaka,
Sampalokosa and basalt rock formations as the bedrock (6) Based on inversion
modeling of 3D and 2D correlation with the sub-basins with the most potential is
sub basin I, II and III, it can be seen from the thickness and dimensions of the sub-
basin.
i
ABSTRAK
DELINIASI SUB CEKUNGAN MUNA-BUTON UNTUK MENGETAHUI
POTENSI CEKUNGAN HIDROKARBON MENGGUNAKAN
PEMODELAN 2D DAN 3D DATA GAYABERAT
Oleh
CHRISTIAN SIBUEA
Sumberdaya minyak dan gas bumi menduduki posisi yang penting dalam
pemenuhan energi dalam negeri dan sebagai pemasok devisa nasional. Rencana
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2013, menyebutkan
sumberdaya minyak dan gas bumi diproyeksikan menjadi sumber pemasukan
yang besar pada bagian penerimaan negara bukan dari pajak. Berdasarkan sumber
yang didapat maka produksi minyak dan gasbumi harus terus dilakukan, tidak
hanya itu karena minyak dan gasbumi adalah sumber daya yang tidak terbarukan
maka lama kelamaan akan habis. Metode gaya berat adalah salah satu metode
geofisika. Metode gayaberat dapat digunakan dengan baik di beberapa bidang
dalam geofisika, antara lain bidang hidrokarbon, panasbumi, maupun mineral.
Metode ini juga digunakan untuk survei pendahuluan maupun monitoring.
Penelitian ini dilakukan di daerah Muna-Buton dan bertujuan untuk : mengetahui
pola anomali bouguer, struktur, pola tinggian daerah Muna-Buton berdasarkan
pemodelan 2D dan 3D, pemodelan tersebut dilakukan berdasarkan analisis spektral,
empirical mode decomposition, dan analisis SVD. Hasil dari penelitian ini adalah
(1) Anomali bouguer Muna-Buton mempunyai rentang nilai antara (81.2-104.2)
mGal menempati daerah pada bagian Selatan sampai Utara Pulau Buton, anomali
sedang berkisar antara (51.9 hingga 74.9) terdapat hamper merata di setiap tempat
pada peta tetapi sebaran terbanyak terdapat di sebelah Baratsampai Utara dan
relative menyebar di daerah Baratdaya sampai Timur, mGal dan anomali rendah
dengan rentang nilai antara (32.9 hingga 50.8) mGal meempati bagian Baratlaut
sampai Utara relatif dari Barat sampai Timur (2) Banyaknya pola anomali rendah
yang diindikasikan sebagai cekungan berjumlah enam (3) Pola tinggian yang
memisahkan antar sub cekungan berada relatih dari Selatan Utara dan Barat Timur
(4) Kedalaman rata-rata anomali sisa atau anomali residual berkisar 3.47 km, yang
menunjukkan rata-rata kedalaman bidang dalam (5) Bedasarkan pemodelan 2D
maka terdapat beberapa lapisan, yaitu Formasi Ogena, Formasi Tobelo, Formasi
Tondo, Formasi Wapulaka, Formasi Sampalokosa dan batuan basal sebagai batuan
dasar (6) Berdasarkan pemodelan inversi 3D dan korelasi dengan 2D maka sub
ii
cekungan yang paling potensial adalah sub cekungan I, II dan III, hal itu dapat
dilihat dari ketebalan dan dimensi sub cekungan tersebut.
Kata Kunci: Gayaberat, Analisis Spektral, EMD, Forward Modelling, Inverse
Modelling.
DELINIASI SUB CEKUNGAN MUNA-BUTON UNTUK MENGETAHUI
POTENSI CEKUNGAN HIDROKARBON MENGGUNAKAN
PEMODELAN 2D DAN 3D DATA GAYABERAT
Oleh
CHRISTIAN SIBUEA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Geofisika
Fakultas Teknik Universitas Lampung
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
2016
ix
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 26 September
1993. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Bapak
Marusaha Sibuea dan Ibu Tumiur Siregar. Penulis
menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Free
Methodist 1 Medan pada tahun 2005. Pendidikan Sekolah
Menengah Pertama di SMP Free Methodist 1 Medan pada tahun 2008. Dan
Pendiikan Sekolah Menengah Atas di SMA N 12 Medan pada tahun 2011.
Pada tahun 2011 penulis melanjutkan studi di perguruan tinggi dan terdaftar
sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas
Lampung melalui jalur SNMPTN tertulis. Pada tahun 2011/2012 penulis terdaftar
sebagai anggota di Forum Komunikasi Mahasiswa Kristen Fakultas Teknik, pada
tahun 2012/2013 terdaftar sebagai anggota bidang sains dan teknologi Himpunan
Mahasiswa TG BHUWANA dan pada tahun 2013/2014 penulis dipercaya
menjadi kepala bidang sains dan teknologi.
Didalam pengaplikasian ilmu di bidang Geofisika penulis juga telah
melaksanakan Kerja Praktek di Pusat Survei Geologi (PSG) Bandung dengan
mengambi tema “Deliniasi Sub-Cekungan Banyumas Dengan Menggunakan Data
x
Gayaberat”. Penulis Melalakukan Tugas Akhir (TA) untuk penulisan skrispsi juga
pada Pusat Survei Geologi (PSG) Hingga akhirnya penulis berhasil
menyelesaikan pendidikan sarjananya pada tanggal 26 April 2016 dengan skripsi
yang berjudul “Deliniasi Sub Cekungan Muna-Buton Untuk Mengetahui
Potensi Cekungan Hidrokarbon Menggunakan Pemodelan 2D dan 3D Data
Gayaberat.”
xi
PERSEMBAHAN
Aku persembahkan karyaku ini untuk:
YESUS KRISTUS
Bapak ku Tercinta Bapak Marusaha Sibuea
dan Mama ku Tercinta Ibu Tumiur Siregar
Kakakku Terkasih Fitri Bernike Sibuea dan
Adikku Tersayang David Arnold Sibuea
Keluarga Besarku
Teknik Geofisika Universitas Lampung 2011
Keluarga Besar Teknik Geofisika UNILA
Almamater Tercinta Universitas Lampung
xii
MOTTO
“FOR WITH GOD NOTHING WILL BE
IMPOSIBLE”
“DO THE BEST AND GOD DO THE REST’’
“TeTaplah berproses apapun yang Terjadi
karena hasil selalu memberikan yang
Terbaik”
(sibuea)
YOU’LL NEVER WALK ALONE
xiii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Yesus Kristus, Tuhan Yang Maha Esa atas
segala kasih dan berkatNya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini tepat
pada waktunya.
Skripsi ini mengangkat judul “Deliniasi Sub Cekungan Muna-Buton Untuk
Mengetahui Potensi Cekungan Hidrokarbon Menggunakan Pemodelan 2D dan 3D
Data Gayaberat”. Skripsi ini merupakan hasil dari Tugas Akhir yang penulis
laksanakan di Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, Kementrian ESDM RI.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca
dan bermanfaat guna pembaruan ilmu di masa yang akan datang. Penulis sadar pada
skripsi ini masih banyak kesalahan dan jauh dari kata sempurna, untuk itu jika
ditemukan kesalahan pada penulisan skripsi ini, kiranya dapat memberikan saran
maupun kritik pada penulis. Demikianlah kata pengantar yang dapat penulis
sampaikan, apabila ada salah kata saya mohon maaf.
Penulis
Christian Sibuea
xiv
SANWACANA
Puji syukur kepada Yesus Kristus, karena atas kasih dan berkat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Deliniasi Sub
Cekungan Muna-Buton Untuk Mengetahui Potensi Cekungan Hidrokarbon
Menggunakan Pemodelan 2D dan 3D Data Gayaberat. Penulis berharap, karya
yang merupakan wujud kerja dan pemikiran maksimal serta didukung dengan
bantuan dan keterlibatan berbagai pihak ini akan dapat bermanfaat di kemudian
hari.
Banyak pihak yang terlibat dalam dan memberikan kontribusi ilmiah, spiritual, dam
informasi baik secara langsung maupun tidak langsung hingga terbentuk skrispsi
ini. Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :
1. Yesus Kristus Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dah berkat-Nya
selama penulis menjalankan Tugas Akhir;
2. Bapak dan Mama yang setia membimbing, memberikan nasehat, memberi
semangat dan memberi asupan materi
3. Kakakku Fitri Sibuea dan Adikku David Arnold Sibuea yang terus
memberikan semangat kepada penulis;
xv
4. Pusat Survey Geologi, Badan Geologi, Kementerian ESDM sebagai
institusi yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan Tugas
Akhir;
5. Bpk. Bagus Sapto Mulyatno, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Geofisika
Universitas Lampung;
6. Bpk. Imam Setiadi, S.T, M.T selaku pembimbing Tugas Akhir di Pusat
Survei Geologi, Badan Geologi Kementrian ESDM;
7. Bpk. Prof. Drs. Suharno, M.Sc, Ph.D, selaku dekan fakultas teknik
8. Bpk. Dr. Ahmad Zaenudin, S.Si, M.T, selaku pembimbing satu atas
masukan, saran dan perbaikan selama proses pembuatan skripsi.
9. Bpk. Rustadi, S.Si., M.T., selaku pembimbing dua atas kesediannya untuk
memberikan bimbingan, saran dan masukan selama proses pembuatan
skripsi.
10. Bpk. Dr. H. Muh Sarkowi, S.Si., M.Si. selaku penguji atas saran dan
masukannya dalam proses penyelesaian skripsi
11. Dosen-Dosen Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung yang saya
hormati terimakasih untuk semua ilmu yang diberikan;
12. Keluarga koplak di Lampung TG’11 “Oouchh” !!! Achmadi (si keras
kepala koplak), agung (orang yang harus cepat tobat), alwi (orang paling
nyantai tapi mematikan), arenda (sok keren), asri (alay pujangga cinta),
bagus (si keras hello kity), dian N(whatever), keto (cepet sadar), doni (si
peak paling peak :D), farid (budi koplak), bubun (pesekkkk), wahyu, guspri
(si buntel unik), hardeka (beruk jail), nanda (bany bunda), rika (ga jelas,
peak, koplak), syamsul (calon pemuka agama), wilyan (komti), yunita (ayuk
xvi
yang pendiem tapi koplak trus cengeng), hilda (si manis jembatan ancol),
leo (lae paling gokil idiot), lia (si ngambek koplak), mezrin (calon kajur
masa depan), wanda (idiot ga jelas), ami (calon ibu chef), sari (sarbutttt,
kecil koplak gila), ticun (bulet, pendiem, tanpa ekspresi), tri (polos
mematikan), cici (ibu surat”), yeni (calon pemuka agama), ucup (org koplak
tidur setiap saat), ratu(ibu konsumsi), annisa (si besar). Makasi semuanya,
kalian orang yang pasti diceritakan ke anak cucu nantinya, kalian yang
membuat Lampung menjadi kota yang manis, kalian yang membuat 4tahun
lebih terasa seperti 4 hari
13. Orang-orang koplak Achmasi, Syamsul, Guspri, Bejo, Tri, Wanda, sukses
buat kita, orang” yang membuat jarak terasa dekat dan moment terasa
penting
14. My exploration team, Bagus, Alwi, Leo, Keto, orang’’ yang bersama tuk
cari sesuap nasi, tambahan jajan , berpetualang, meningkatkan mental dan
skill, kerja bareng lagi ya atau semoga kita bisa mewujudkan perusahaan
yang besar.
15. Sahabat seperjuangan Praktek Kerja Lapangan dan Tugas Akhir Arenda
Reza Riyanda (BEJO), selaku tempat berbagi pusing dan bingung bersama
selama kerja praktek dan tugas akhir;
16. Keluarga yang menjadi cerita juga untuk anak cucu, GT’C Hardi, Daniel,
Christofel, Debora, Arista, Emanuel, Fery, Johanes, Enzel, Ramos, Riyanto
sedikit harapan kami terwujud ketika kuliah dan nanti pasti harapan kami
bakal terwujud ketika kami sukses, MAULIATE MA LAEK” KU.
17. Kakak tingkat 07,08,09,10 adek tingkat 012,013,014
xvii
18. Penyelamat perut Bude Kantin, Madam (buat masakan yang selalu ada
setiap aku pesen) Kak Edo (buat kekonyolannya)
19. Cendrawasih Bu Sarjani (Bu kost), Bg Firman S.T. Bg dr. Boni Om dr, Fadli
Bg Ebit S.Pd. Bg Ricko S.H, Bg Neas S.T Bg Jefri S.H Bg franky (temen,
abang buat ketawa, main dotA PS, kance” kentel (Gustia, Itaw, Saeno,
Meitha, Aing Hesti) Adek’’ yang buat kosan petjahh (Lando & Mira)
20. FKMK-FT buat ilmu kerohanian yang bisa diberikan selama menuntut ilmu
di Unila terkhususnya buat Engineer 2011 sukses buat kita semua
21. Jenny Tumanggor trimakasi cerewet, ngambek, marah, kesel, hehe
semangaaaatttttttt.
22. Soul of Geophysics selama mengerjakan skripsi Kak Irfan Prasetyo, Kak
Zuhron, Doni Zulfafa, thanks buat semuanya brotheeeeeerrrrrr.
xviii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT ...................................................................................................... iii
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ vi
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... vii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... viii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... ix
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... xi
MOTTO ............................................................................................................ xii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... xiii
SANWACANA ................................................................................................ xiv
DAFTAR ISI .................................................................................................... xviii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xxi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xxiii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3
C. Batasan Masalah ........................................................................................ 4
xix
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Struktur Geologi ......................................................................................... 5
B. Geologi Regional ....................................................................................... 6
C. Fisiografi Regioal ....................................................................................... 8
D. Stratigrafi Regional ................................................................................... 8
E. Tektonik Regional ..................................................................................... 12
III. TEORI DASAR
A. Metode Gayaberat ..................................................................................... 17
B. Konsep Dasar Gayaberat ........................................................................... 18
B.1. Gaya Gravitasi (Newton I) .............................................................. 18
B.2.Percepatan Gravitasi (Newton II) ..................................................... 18
C. Anomali Bouguer ....................................................................................... 19
D. Analisis Spektral ........................................................................................ 20
E. Empirical Mode Decomposition . .............................................................. 23
F. Filter Moving Average ............................................................................... 25
G. Filter Second Vertical Derivative .............................................................. 26
H. Pemodelan Dua Dimensi ........................................................................... 28
I. Pemodelan Tiga Dimensi ............................................................................ 30
IV. METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi, Waktu dan Tema Penelitian .......................................................... 31
B. Alat dan Bahan .......................................................................................... 31
C. Diagram Alir Penelitian ............................................................................. 32
D. Prosedur Pengolahan Data ......................................................................... 34
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pola Anomali Bouguer dan Titik Pengukuran ........................................... 38
B. Pemisahan Anomali Bouguer Lengkap Dengan Analisis Spektral dan
Empirical Mode Decomposition ................................................................ 40
B.1. Analisis Spektral .............................................................................. 40
B.1.1. Filter ...................................................................................... 50
B.1.2. Anomali Regional ................................................................. 50
B.1.3. Anomali Residual ................................................................. 51
B.2. Empirical Mode Decomposition ...................................................... 53
B.2.1. Anomali Residual ................................................................. 54
B.2.2. Anomali Regional ................................................................. 55
C. Perbandingan Pola Anomali Regional Analisis Spektral Dengan Empirical
Mode Decomposition ................................................................................. 56
D. Perbandingan Pola Anomali Residual Analisis Spektral Dengan Empirical
Mode Decomposition ................................................................................. 59
E. Pemodelan Forward Modelling dan Inverse Modelling ............................ 62
E.1. Forward Modelling .......................................................................... 63
E.2. Inverse Modelling ............................................................................ 66
F. Interpretasi .................................................................................................. 68
F.1. Kualitatif .......................................................................................... 69
xx
F.2. Kuantitatif ........................................................................................ 75
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................... 78
B. Saran .......................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA
xxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tectonic setting of eastern Indonesia ............................................................... 6
2. Peta geologi daerah Muna-Buton ...................................................................... 7
3. Stratigrafi daerah Muna-Buton ........................................................................ 9
4. Peta tektonik regional Pulau Buton .................................................................. 13
5. Coilision history of the Buton, Tukang Besi and Muna Southeast Sulawesi .. 14
6. Skema tektonik Jurassic Resen/perkembangan model pengendapan
Pulau Buton bagian selatan .............................................................................. 16
7. Kurva Ln A terhadap K .................................................................................... 22
8. Diagram alir penelitian ..................................................................................... 33
9. Peta anomali bouguer daerah Muna-Buton dan titik pengukuran ................... 39
10. Pola anomali bouguer daerah Muna-Buton dan sayatan FFT ........................ 41
11. Grafik K vs Ln A lintasan A A’ ..................................................................... 43
12. Grafik K vs Ln A lintasan B B’ ..................................................................... 44
13. Grafik K vs Ln A lintasan C C’ ..................................................................... 45
14. Grafik K vs Ln A lintasan D D’ ..................................................................... 46
15. Grafik K vs Ln A lintasan E E’ ...................................................................... 47
16. Grafik K vs Ln A lintasan F F’ ...................................................................... 48
17. Pola anomali regional ..................................................................................... 51
18. Pola anomali residual ..................................................................................... 53
19. Pola anomali residual pada Empirical Mode Decomposition ........................ 54
20. Pola anomali regional pada Empirical Mode Decomposition ........................ 55
21. Pola anomali regional pada analisis spektral ................................................. 57
22. Pola anomali regional pada Empirical Mode Decomposition ........................ 58
23. Pola anomali residual pada analisis spektral .................................................. 60
24. Pola anomali residual pada Empirical Mode Decomposition ........................ 61
25. Pola anomali residual dan sayatan A A’ B B’ ............................................... 62
26. Peta geologi dan sayatan ................................................................................ 63
27. Pola 2D sayatan A A’ ..................................................................................... 64
28. Pola 2D dan sayatan B B’ .............................................................................. 65
29. Pola anomali 3D pada kedalaman 6000 meter ............................................... 66
30. Pola anomali 3D densitas rendah ................................................................... 67
31. Pola anomali Second Vertical Derivative ...................................................... 69
32. Overlay peta geologi dan garis 0 SVD ........................................................... 70
xxii
33. Pola anomali residual dan struktur ................................................................. 71
34. Pola anomali residual dan arah kemelurusan ................................................. 72
35. Deliniasi sub cekungan dan perangkingan cekungan ..................................... 73
36. Korelasi model 2D dan inversi 3D lintasan A A’ .......................................... 75
37. Korelasi model 2D dan inversi 3D lintasan B B’ ........................................... 76
xxiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tabel bidang diskontinuitas penampang lintasan A sampai G ........................ 49
2. Bilangan gelombang (K) dan lebar jendela (N) ............................................... 49
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumberdaya minyak dan gas bumi menduduki posisi yang penting dalam
pemenuhan energi dalam negeri dan sebagai pemasok devisa nasional. Rencana
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2013, menyebutkan
sumberdaya minyak dan gas bumi diproyeksikan menjadi sumber pemasukan
yang besar pada bagian penerimaan negara bukan dari pajak (Suliantoro dan
Susantoro, 2013).
Berdasarkan sumber yang didapat maka produksi minyak dan gasbumi harus
terus dilakukan, tidak hanya itu karena minyak dan gasbumi adalah sumber daya
yang tidak terbarukan maka lama kelamaan akan habis oleh sebab itu harus
dilakukan kegiatan eksplorasi lebih lanjut untuk menemukan cekungan-
cekungan baru yang bisa menyokong kegiatan produksi di negara ini.
Metode gaya berat adalah salah satu metode geofisika. Metode gayaberat dapat
digunakan dengan baik di beberapa bidang dalam geofisika, antara lain bidang
hidrokarbon, panasbumi, maupun mineral. Metode ini juga digunakan untuk
survei pendahuluan maupun monitoring.
2
Metode gayaberat ini dilakukan berdasarkan pada anomali gayaberat yang
muncul karena adanya variasi rapat massa batuan. Metode gayaberat digunakan
karena kemampuannya dalam membedakan densitas lingkungan sekitarnya.
Variasi densitas dapat diketahui bentuk struktur bawah permukaan suatu daerah.
Distribusi densitas yang tidak seragam di bawah permukaan bumi dapat
disebabkan oleh struktur geologi yang ada di dalamnya.
Metode gayaberat mempelajari perbedaan medan gravitasi dari satu titik
terhadap titik observasi lainnya, sehingga sumber yang merupakan suatu zona
massa di bawah permukaan bumi akan menyebabkan suatu gangguan pada
medan gravitasi. Pengukuran gayaberat dilakukan dengan metode pengukuran
sistem tertutup, yaitu setiap awal dan akhir dari pekerjaan selalu dimulai dan
ditutup dengan melakukan pengukuran di stasiun utama (Base Station). Hasil
pengukuran tersebut akan mengalami berbagai koreksi seperti koreksi apungan,
koreksi pasang surut, koreksi udara bebas, koreksi medan, koreksi lintang dan
koreksi Anomali Bouguer memperlihatkan adanya perbedaan nilai gaya berat
terukur dengan nilai gayaberat acuan, yaitu nilai gayaberat bumi (Sarkowi,
2009).
Metode gayaberat dengan teknik analisis spektral dapat diterapkan untuk
memastikan struktur geologi bawah permukaan daerah penelitian. Struktur
bawah permukaan ini diturunkan dari anomali gayaberat yang diamati di
permukaan yang didasarkan pada hubungan bahwa anomali gayaberat ini
merupakan refleksi variasi densitas bawah permukaan ke arah horizontal dan
geometri benda anomalinya (Walidah, 2011).
3
Teknik analisis spektral bertujuan untuk mengestimasi kedalaman bidang batas
dan menentukan lebar jendela (window) yang dianggap paling baik untuk
digunakan untuk pemisahan anomali. Lebar jendela merupakan batas frekuensi
antara noise dengan sinyal. Kelebihan dari proses analisis spektral adalah dapat
memberikan informasi kedalaman bidang batas dangkal dan dalam secara efektif
yang berkaitan dengan struktur geologi bawah permukaan daerah penelitian.
Kedalaman dangkal diinterpretasikan sebagai batas antara batuan dasar
(basement) dan batuan sedimen bawah permukaan. Nilai kedalaman ini
digunakan pada saat pembuatan model struktur bawah permukaan. Batas batuan
dasar merupakan suatu bagian yang perlu diperhatikan contohnya dalam
penentuan lokasi pembangunan, karena akan berpengaruh pada ketahanan dan
keamanan. Untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang diduga cekungan
metode gayaberat sangat baik digunakan karena dapat mengetahui zona yang
memiliki respon densitas rendah yang mengidentifikasikan adanya batuan
sedimen.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui anomali gayaberat daerah Muna-Buton
2. Mengidentifikasi pola cekungan sedimen dari anomali sisa hasil proses
penapisan (filtering) moving average dan Empirical Mode Decomposition.
3. Mengetahui pola struktur, tinggian daerah Muna-Buton berdasarkan anomali
sisa gayaberat dan estimasi kedalaman.
4
4. Melakukan interpretasi bawah permukaan dengan forward modelling dan
inverse modelling.
C. Batasan Masalah
Adapun batasana penelitian ini adalah:
1. Data yang digunakan adalah data sekunder hal ini berarti data yang didapat
adalah data anomali bouguer lengkap yang telah mengalami beberapa
koreksi sebelumnya.
2. Analisa subcekungan SVD berdasarkan pola anomali residual untuk melihat
batas cekungan pada daerah penelitian.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Struktur Geologi
Struktur geologi umumnya merupakan struktur antiklin dan sinklin serta
beberapa struktur sesar yang terdiri atas sesar naik dan sesar normal, serta sesar
mendatar. Struktur antiklin-sinklin berarah Baratdaya-Timurlaut hingga Utara-
Selatan. Struktur ini hampir mempengaruhi seluruh formasi dimana terlihat
bahwa seluruh formasi yang ada mengalami pelipatan dengan sudut kemiringan
lapisan batuan di bagian timur relatif lebih terjal dibanding dengan di bagian
barat.
Sesar mendatar umumnya dijumpai di bagian selatan dan memotong Formasi
Winto, Formasi Tondo, dan Formasi Sampolakosa. Arah sesar mendatar
umumnya tegak lurus terhadap sumbu lipatan yaitu Baratlaut-Tenggara.
Sedangkan sesar normal merupakan struktur yang terbentuk paling akhir sebagai
struktur patahan sekunder. Berdasarkan data gravity regional dan orientasi timur
laut-barat daya sesar naik yang berumur awal Miosen menunjukkan bahwa
selatan pulau Buton mengalami rotasi 450 searah jarum jam. Waktu daripada
rotasi belum dapat ditentukan tetapi kemungkinan disebabkan oleh kompresi
pada pertengahan Miosen yang disebabkan tumbukan dari Buton-Muna/SE
6
Sulawesi. Titik tumpuan atau rotasi berada pada di laut gian timur Buton pada
Kulisusu Bay (Gambar 6).
Gambar 1. Tectonic setting of Eastern Indonesia (Hamilton, W., 1979)
B. Geologi Regional
Kepulauan Buton berlokasi di bagian Timur Indonesia, tepatnya di Pantai Timur
Sulawesi Tenggara. Stratigrafi dan struktur kepulauan dibedakan dari Sulawesi
Tenggara dan Kepulauan Muna. Tetapi terdapat kesamaan antara Buton dan
kepulauan di sebelahnya pada Busur Banda, terutama Timor, Seram, dan Pulau
Buru (Gambar 2).
Secara umum Pulau Buton pada waktu lampau adalah gugusan pulau yang
mengalami perubahan akibat kegiatan tektonik yang intensif. Perubahan itu
7
dapat tercermin dari perlipatan dan pengangkatan terumbu karang. Endapan
aspal terbentuk akibat proses tektonisme intensif yang menekan endapan hutan
purba dan zat lainnya sehingga terjadi metamorfosis dari endapan zat organik
tersebut.
Gambar 2. Peta geologi daerah Muna-Buton
Cekungan Buton memiliki batas-batas sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : Pulau Wawoni
2. Sebelah Selatan : Laut Flores
3. Sebelah Barat : Kepulauan Muna dan Teluk Bone
8
4. Sebelah Timur : Laut Banda
5. Sebelah Tenggara : Platform Tukangbesi
C. Fisiografi Regional
Berdasarkan geomorfologinya fisiografi daerah Buton dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu:
1. Bagian Selatan terdiri atas perbukitan dan lembah berarah timur laut dengan
teras-teras reef yang terangkat dan topografi karst.
2. Bagian Tengah didominasi oleh pegunungan yang berarah utara sepanjang
pantai barat, batuan sedimennya berarah timur laut.
3. Bagian Utara didominasi oleh pegunungan di tepi pantai yang memiliki
bentuk menyerupai tapal kuda, pola pengalirannya berarah ke selatan menuju
rawa mangrove pada cekungan lambele. Secara umum pegunungan-
pegunungan yang ada berarah barat laut-tenggara yang memiliki relief rendah
disertai dengan koral reef yang terangkat.
D. Stratigrafi Regional
Mengacu pada peta geologi lembar Buton , Sulawesi Tenggara maka di daerah
selidikan terdapat 5 formasi batuan dimana urutannya dari tua ke muda.
Komplek Ultrabasa Kapontori merupakan komplek batuan malihan tertua. Umur
formasi ini sekitar Permo Karbon. Batuannya terdiri atas peridotit, serpenti nit
dan gabro, setempat terbreksikan dan tergeruskan (Gambar 3).
9
Gambar 3. Stratigafi daerah Muna-Buton
Penyebaran batuan komplek Ultra basa ini memanjang dengan arah timurlaut–
baratdaya. Bagian baratdaya komplek Ultra basa Kapontori ini muncul sebagai
Horst dengan kontak tidak selaras terhadap beberapa formasi yang lebih muda.
1. Formasi Doole
Runtunan batuan malihan berderajat lemah, terdiri atas kuarsit mikaan berselingan
filit dan batusabak. Tebal satuan beberapa ratus meter dan diduga berumur trias
sampai dengan yura.
2. Formasi Winto
Formasi Winto terdiri atas perseli ngan serpih, batupasir, konglomerat dan sisi
pan batu gamping berumur Trias Atas. Serpih biasanya berlapis tipis sampai
sedang, berwarna abu-abu sampai kecoklatan atau kehitaman, berbitumen,
10
sering bersisipan dengan batupasir halus sampai sedang dan batugamping tipis
berwarna putih.
Terdapat sisa tumbuhan berwarna coklat sampai kehitaman, berlem
bar, sisipan tipis batubara dijumpai hanya pada tempat tertentu berlapis dan
dijumpai perlapisan sejajar, silang siur dan gelembur gelombang. Batupasir
berwarna abu-abu sampai kecoklatan, gampingan, padat, sering terdapat urat
kuarsa, dibeberapa tempat dalam formasi Winto menyebabkan rembesan
minyak. Salah satu contoh rembesan minyak tersebut diantara nya yang muncul
di Kumele Winto yaitu pada lokasi singkapan AKB 48 A.
3. Formasi Ogena
Batugamping pelagos bersisipan klastika halus dan batugamping pasiran,
sebagian berbitumen atau diimpregnasi oleh aspal, berfosil phylloceras sp,
psiloceras sp, arietites sp, dan pectinial, trocholina sp, spirillina (invalutina)
liassica dan epistomina sp, terendapkan dalam lingkungan laut dalam. Tebal
satuan lebih dari 960 m.
4. Formasi Rumu
Perselingan batugamping merah kaya fosil, batulumpur, napal, dan kalkarenit.
Perselingan batugamping merah dan batulumpur mempunyai ketebalan dari
beberapa meter hingga lebih dari 10 m. Tebal lapisan kalkarenit kurang dari 1 m
mengandung balemnopsis gerardie, B. alfurica yang menunjukkan umur yura
akhir diendapkan dalam lingkungan neritik dalam kondisi proses oksidasi
berlangsung secara perlahan. Tebal satuan lebih dari 150 m.
11
5. Formasi Tobelo
Formasi Tobelo tersebar mengikuti pola umum perlipatan didaerah itu. Litologi
nya tersusun atas kasilitit, berlapis baik, kaya akan radilaria. Umur For masi
diperkirakan antara Kapur–Paleosen dan terbentuk pada lingkungan
pengendapan Batial.
6. Formasi Tondo
Formasi Tondo tersusun konglomerat, batupasir kerikilan, perselingan batu
pasir, batulanau dan batulempung. Pada formasi Tondo ini seringkali dijumpai
rembesan aspal kepermukaan membentuk urat-urat aspal. Formasi Tondo
diendapkan dalam lingkungan pengendapan neritik hingga Batial Bawah
pada Miose Tengah sampai Miosen Atas.
7. Formasi Sampolakosa
Litologi terutama terdiri atas batupasir gampingan-lempung gampingan.
Batupasir gampingan umumnya berukuran butir halus sampai sedang abu-abu
sampai abu-abu kehitaman, berlapis tebal sampai massif. Pada banyak tempat
seperti di Desa Wining terimpregnasi oleh aspal, mengandung bitumen,dan pada
tempat-tempat tertentu dijumpai rembesan aspal murni menembus sampai
keper mukaan. Formasi Sampolakosa diendapkan dalam lingkungan
pengendapan neritik-batial pada Miosen atas sampai Pliosen bawah.
12
8. Formasi Wapulaka
Formasi ini sebagaian besar berupa batugamping, batugamping pasiran,
batupasir gampingan. Batugamping terutama sebagai gamping terumbu
ganggang atau koral, topografi batuan ini memperlihatkan undak-undak pantai
purba dan topografi karst diendapkan pada kala Plistosen.
E. Tektonik Regional
Buton dipercaya terdiri atas 2 fragmen mikro kontinen yang berbeda dan
terpisah. Satu berada pada bagian timur Pulau Buton dan Tukang Besi sedangkan
yang satunya lagi berada pada bagian barat dari Pulau Buton dan Pulau Muna
(Gambar 4) (Hamilton, 1979). Berdasarkan data geologi dan data geofisika
baru-baru ini menunjukan bahwa Buton terdiri atas 3 fragmen mikro kontinen
berbeda yang memiliki hubungan juxtapose dengan daerah Buton, Pulau Buton,
Muna/ SE Sulawesi, dan Tukang Besi. Stratigrafi pulau ini mengindikasikan
bahwa setiap fragmen mikro kontinen memiliki posisi paleogeografi yang
berbeda ketika Mesozoik dan Paleogen.
Seperti kebanyakan pulau-pulau Banda Arc, Buton dianggap sebagai fragmen
yang lepas dari kontinen Australia-New Guinea, terutama berdasarkan korelasi
kesamaan fosil-fosil berumur Mesozoik, stratigrafi pre-rift, dan ketika rift.
Banyak kesamaan pada sejarah tektonik dan stratigrafi mendukung kesamaan
dari pembentukan Buru, Seram, Banggai-Sula dan Timor.
13
Gambar 4. Peta tektonik regional Pulau Buton (Hamilton, W., 1979)
Sejarah tektonik dan stratigrafi dari kebanyakan pulau-pulau Banda Arc dicirikan
oleh beberapa event. Event pre-rift dicirikan dengan pengendapan sedimen
kontinen pada half-graben, rift event dicirikan dengan adanya pengangkatan, erosi,
dan volkanisme lokal, event drift dicirikan dengan adanya subsidence dan
pengendapan sedimen laut terbuka dan sebuah event tumbukan (collision) berumur
Neogen (Gambar 5). Perbedaan yang mendasar antara setiap pulau hanyalah waktu
dan durasi dari event-event individual tektonik dan stratigrafi.
14
.Gambar 5. Collision History of the Buton, Tukang Besi, and Muna, Southeast
Sulawesi (Hamilton, W., 1979)
Sedimentasi pada buton di kontrol oleh 4 tektonik event:
1. Pre-Rift Perm sampai Akhir Trias
Pengendapan dari sedimen kontinental pada half-graben, dicirikan dengan
adanya pengangkatan, erosi, dan vulkanisme lokal. Terjadi penurunan dan
pengendapan sedimen laut terbuka diikuti dengan neogen collision. Pada lapisan
berumur trias di intrusi dike batuan beku dan menandakan awal dari rifting,
pembentukan patahan ekstensional, dan regional subsidence.
2. Rift-Drift Akhir Trias sampai Oligosen
Periode transisi menuju pada lingkungan laut terbuka dengan sedimentasi pada
pasif margin terjadi pada pertengahan sampai akhir Jura hasil pengendapan
klastik-klastik syn orogenic pada cekungan neogen merupakan hasil dari erosi
15
dan sesar naik yang berarah timur akibat pengangkatan lapisan berumur Trias
sampai Oligosen.
3. Syn dan Post Orogenic awal Miosen sampai Pliosen
Terjadi subduksi, kompresi, dan deformasi hingga pertengahan Miosen pada
bagian selatan menghasilkan pengangkatan dan erosi dari klastik-klastik syn
orogenic berumur awal Miosen sehingga terbentuk unconformity secara
regional. Collision dari Pulau Buton-Muna tidak mempengaruhi bagian utara
Pulau Buton sampai pertengahan Miosen. Pada akhir pertengahan Miosen
sampai akhir Miosen terjadi obduksi sehingga menghasilkan ketidakselarasan
atau unconformity. Setelah pertengahan Miosen terjadi sistem sesar geser utama
(Kioko) yang memapaskan sedimen dari dua lingkungan yang berbeda. Pada
lima juta tahun yang lalu terjadi perubahan deformasi dan gaya struktural yang
disebabkan oleh zona subduksi Buton terhadap Muna serta Buton terhadap
Tukang Besi. Collision antara Buton dengan Tukang Besi terekam pada lapisan
berumur akhir Pliosen, collision oblique ini menghasilkan pergerakan strike-slip
dan dip-slip yang mengakibatkan pengangkatan dan subsidence lokal hingga
saat ini.
4. Resen Orogenic
Selatan Buton sekarang mengalami pengangkatan sedangkan utaranya
mengalami penurunan. Mikrokontinen Buton pada saat ini juga mengalami
transpressive strike-slip terhadap mikroplate Tukang Besi dan Muna, lempeng
Buton bergerak ke arah utara. Orientasi en-echelon wrench fault dengan orientasi
timur laut yang berhubungan dengan antiklin pada selat Buton mengindikasikan
16
bahwa terjadi pengaktifan kembali paleo suture zone, pergerakan utamanya
sinistral strike-slip.
Gambar 6. Skema tektonik jurassic-Resen / perkembangan model pengendapan
Pulau Buton bagian Selatan
III. TEORI DASAR
A. Metode Gayaberat
Metode gaya berat (gravitasi) adalah salah satu metode geofisika yang
didasarkan pada pengukuran medan gravitasi. Pengukuran ini dapat dilakukan
di permukaan bumi, di kapal maupun di udara. Dalam metode ini yang dipelajari
adalah variasi medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah
permukaan sehingga dalam pelaksanaannya yang diselidiki adalah perbedaan
medan gravitasi dari suatu titik observasi terhadap titik observasi lainnya.
Metode gravitasi umumnya digunakan dalam eksplorasi jebakan minyak (oil
trap). Di samping itu metode ini juga banyak dipakai dalam eksplorasi mineral
dan lainnya.
Prinsip pada metode ini mempunyai kemampuan dalam membedakan rapat
massa suatu material terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan demikian struktur
bawah permukaan dapat diketahui. Pengetahuan tentang struktur bawah
permukaan ini penting untuk perencanaan langkah-langkah eksplorasi baik
minyak maupun mineral lainnya. Untuk menggunakan metode ini dibutuhkan
minimal dua alat gravitasi, alat gravitasi yang pertama berada di base sebagai
alat yang digunakan untuk mengukur pasang surut gravitasi, alat yang kedua
18
dibawa pergi ke setiap titik pada stasiun mencatat perubahan gravitasi yang ada.
Biasanya dalam pengerjaan pengukuran gravitasi ini, dilakukan secara looping
B. Konsep Dasar Gayaberat
1. Gaya Gravitasi (Hukum Newton I)
Pada dasarnya gravitasi adalah gaya tarik menarik antara dua benda yang
memiliki rapat massa yang berbeda, hal ini dapat diekspresikan oleh rumus
hukum Newton sederhana sebagai berikut:
�⃑� (𝑟) = 𝐺𝑚1𝑚2
𝑟2�̂�
Dimana �⃗�(𝑟) adalah gaya gravitasi antara dua titik massa yang ada (N), 𝑚1 𝑚2 adalah
massa benda 1 dan massa benda 2 (kg), r2 adalah jarak antara dua buah benda (m), �̂�
adalah vektor satuan (m) dan 𝐺 adalah Konstanta Gravitasi Universal (6,67 x 10-11
m3 kg s-2).
2. Percepatan Gravitasi (Hukum Newton II)
Newton juga mendefinisikan hubungan antara gaya dan percepatan. Hukum II
Newton tentang gerak menyatakan gaya sebanding dengan perkalian massa
benda dengan percepatan yang dialami benda tersebut.
F = m . g …………………….……………………………………………….. (1)
Percepatan sebuah benda bermassa m2 yang disebabkan oleh tarikan benda
bermassa M1 pada jarak R secara sederhana dapat dinyatakan dengan:
g =𝐹
𝑚 …………………………………………………………………………(2)
Bila ditetapkan pada percepatan gaya tarik bumi persamaan di atas menjadi:
g =𝐹
𝑚= 𝐺
𝑀.𝑚
𝑚 .𝑟2 = 𝐺𝑀
𝑟2 …………………………………………………........ (3)
19
Dimana g adalah percepatan gaya tarik bumi, M adalah massa bumi, m adalah
massa benda, F adalah gaya berat dan R adalah jari-jari bumi.
Pengukuran percepatan gravitasi pertama kali dilakukan oleh Galileo, sehingga
untuk menghormati Galileo, kemudian didefinisikan :
1 Gall = 1 cm/s2 = 10-2 m/s2 (dalam c.g.s)
Satuan anomali gaya berat dalam kegiatan eksplorasi diberikan dalam orde
miligal (mGall) :
1 mGall = 10-3 Gall
1 μGall = 10-3 mGall = 10-6 Gall = 10-8 m/s2
Dalam satuan m.k.s, gravitasi diukur dalam g.u.(gravity unit) atau μm/s2 :
1 mGall = 10 g.u. = 10-5 m/s (Octonovrilna. 2009).
C. Anomali Bouguer
Anomali bouguer merupakan perbedaan harga gravitasi bumi sebenarnya
(gravitasi pengamatan di lapangan) dengan harga gravitasi model bumi homogen
teoritis di suatu datum referensi tertentu.
Anomali dalam gaya gravitasi lokal yang disebabkan kepadatan batuan daripada
topografi lokal, elevasi, atau lintang. Sebuah anomali positif, misalnya,
umumnya menunjukkan batuan padat dan karena itu lebih besar pada atau di
bawah permukaan.Sebuah anomali negatif menunjukkan bahan kurang masif.
Perhitungan anomali Bouguer digunakan untuk mineral prospecting dan untuk
memahami struktur di bawah permukaan bumi.. Bouguer anomali dinamai
penemunya, matematikawan Perancis Pierre Bouguer, yang pertama kali diamati
itu pada tahun 1735.
20
Anomali Bouguer dapat diukur dengan beberapa cara tergantung pada apakah
kepadatan dan bentuk dataran antara titik pengukuran dan permukaan laut
dihitung, diperkirakan, atau diabaikan.
Rumus Anomali Bouguer:
g gobs (gn KUB KB KM ) …………………………………….. (4)
Dimana g adalah anomali bouguer, gobs adalah percepatan gayaberat teramati,
gn adalah percepatan gayaberat setelah dikoreksi lintang, KUB adalah koreksi
udara bebas, KB adalah koreksi bouguer dan KM adalah koreksi medan.
D. Analisis Spektral
Analisis spektral untuk mengestimasi lebar jendela serta estimasi kedalaman
anomaly gaya berat. Analisi spektral dilakukan dengan cara mentransformasi
Fourier lintasan yang telah ditentukan pada peta kontur Anomali Bouger
Lengkap. Secara umum, suatu transformasi Fourier adalah menyusun
kembali/mengurai suatu gelombang sembarang ke dalam gelombang sinus
dengan frekuensi bervariasi dimana hasil penjumlahan gelombang-gelombang
sinus tersebut adalah bentuk gelombang aslinya (Kadir, 2000). Untuk analisis
lebih lanjut, amplitudo gelombang-gelombang tersebut didisplay sebagai fungsi
dari frekuensinya. Secara matematis hubungan antara gelombang s(t) yang akan
diindentifikasi gelombang sinusnya (input) dan S(f) sebagai hasil transformasi
Fourier iberikan oleh persamaan berikut:
𝑆(𝑓) = ∫ 𝑠(𝑡)𝑒−𝑗𝜔𝑡𝑑𝑡∞
−∞ ………………………………..………… (6)
Dimana j adalah √−1
21
Pada metoda gaya berat, spektrum diturunkan dari potensial gaya berat yang
teramati pada suatu bidang horizontal dimana transformasi Fouriernya sebagai
berikut (Blakelly, 1996):
𝐹(𝑈) = 𝛾 𝜇 𝐹 (1
𝑟) dan 𝐹 (
1
𝑅) = 2𝜋
𝑒|𝑘|(𝑧
0−𝑧1)
|𝐾| ……………………....... (7)
Dimana 𝑈 adalah Potensial gayaberat, 𝜇 adalah anomali rapat masa, 𝛾 adalah
konstanta gayaberat dan 𝑟 adalah jarak.
Sehingga persamaannya menjadi:
𝐹(𝑈) = 2𝜋 𝛾 𝜇 𝑒|𝑘|(𝑧0−𝑧1)
|𝑘| ………………………………………………….. (8)
Berdasarkan persamaan diatas, transformasi Fourier anomaly gayaberat yang
diamati pada bidang horizontal diberikan oleh :
𝐹(𝑔𝑍) = 𝛾 𝜇 𝐹 (𝜕
𝜕𝑧
1
𝑟)
= 𝛾 𝜇 𝜕
𝜕𝑧 𝐹 (
1
𝑟)
𝐹(𝑔𝑧 ) = 2𝜋 𝛾 𝜇 𝑒|𝑘|(𝑧0−𝑧1) ……………………….………………………….(9)
Dimana 𝑔𝑧 adalah anomaly gayaberat, 𝑧0 adalah ketinggian titik amat, 𝑘 adalah
bilangan gelombang dan 𝑧 adalah kedalaman benda anomali.
Jika distribusi rapat massa bersifat random dan tidak ada korelasi antara masing-
masing nilai gaya berat , maka µ=1 sehingga hasil transformasi Fourier anomali
gaya berat menjadi :
𝐴 = 𝐶 𝑒|𝑘|(𝑧0−𝑧1)……………………………………………………………(10)
Dimana 𝐴 adalah amplitudo dan C adalah konstanta.
Estimasi lebar jendela dilakukan untuk menentukan lebar jendela yang akan
digunakan untuk memisahkan dan regional dan residual (Gambar 7). Untuk
22
mendapatkan estimasi lebar jendela yang optimal dilakukan dengan cara
menghitung logaritma spectrum amplitude yang dihasilkan dari transformasi
Fourier pada persamaan di atas sehingga menghasilkan persamaan garis lurus.
Komponen 𝑘 = pada batas tersebut berbanding lurus dengan spectrum
amplitudo.
ln 𝐴 = (𝑧0 − 𝑧1)|𝑘|………………………………………………………...(11)
Dari persamaan garis lurus diatas, melalui regresi linier diperoleh batas antara
orde sattu (regional) dengan orde dua (residual), sehingga nilai 𝑘 pada batas
tersebut digunakan sebagai penentu lebar jendela. Hubungan panjang
gelombang (𝜆)dengan komponen 𝑘 diperoleh dari persamaan (Blakelly, 1996):
𝑘 = 𝑎𝜋
𝜆
𝑘 = (𝑁 − 1)∆𝑥…………………………………………………...................(12)
Dimana N adalah lebar jendela, maka didapatkan nilai estimasi lebar jendela.
Gambar 7. Kurva Ln A terhadap k
Untuk estimasi kedalaman didapatkan dari nikai gradient persamaan garis lurus
dari masing-masing zona.
23
E. Empirical Mode Decomposition
Sebuah teknik nonlinear baru disebut sebagai Empirical Mode Decomposition
(EMD), baru-baru ini PIO-neered oleh NE Huang. untuk adaptif mewakili sinyal
nonstasioner sebagai jumlah nol rata komponen AM-FM. Meskipun sering
terbukti sangat efektif teknik ini dihadapkan dengan kesulitan yang didefinisikan
oleh algoritma dan karena itu tidak mengakui formulasi analitical yang akan
memungkinkan untuk analisis teoritis dan evaluasi kinerja. Beberapa elemen
awal dari evaluasi kinerja eksperimental juga akan diberikan untuk memberikan
flavour dari efisiensi dari decomposition, serta sulitnya interpretasinya.
Titik awal dari Empiris Mode Decomposition (EMD) adalah untuk
mempertimbangkan osilasi dalam sinyal pada tingkat yang sangat lokal. Bahkan,
jika kita melihat evolusi dari sinyal x (t) antara dua ekstrem berturut-turut
(katakanlah, dua minima terjadi pada waktu t dan t +), kita bisa heuristik
mendefinisikan bagian (lokal) frekuensi tinggi {d (t), t ≤ t ≤ t +}, rincian pada
lokal, yang sesuai dengan osilasi mengakhiri di dua minima dan melewati
maksimum yang selalu ada di antara mereka. Untuk gambar menjadi lengkap,
kita masih harus mengidentifikasi yang sesuai (lokal) frekuensi rendah bagian m
(t), atau tren lokal, sehingga kita memiliki x (t) = m (t) + d (t) untuk t - ≤ t ≤ t +.
Dengan asumsi bahwa hal ini dilakukan dalam beberapa cara yang tepat untuk
semua osilasi menyusun seluruh sinyal, prosedur kemudian dapat diterapkan
pada sisa yang terdiri dari semua tren lokal, dan komponen konstitutif dari sinyal
karena itu dapat iteratif diekstraksi.
24
EMD adalah metode yang membongkar sinyal tanpa meninggalkan domain
waktu. Hal ini dapat dibandingkan dengan metode analisis lainnya seperti
Fourier Transform dan Wavelet Decomposition. Proses ini berguna untuk
menganalisis sinyal alami, yang paling sering adalah non-linear dan non-
stasioner. Ini bagian dari asumsi metode yang telah kita pelajari sejauh ini (yaitu
bahwa sistem tersebut menjadi LTI, setidaknya dalam pendekatan). EMD
menyaring fungsi yang membentuk kedekatan orthogonal dari sinyal asli,
kelengkapan didasarkan pada metode yang EMD. Fungsi ini yang dikenal
sebagai Intrinsic Mode Functions (IMFs), karena itu cukup untuk
menggambarkan sinyal, meskipun sinyal tersebut tidak selalu orthogonal. Arti
sebenarnya di sini hanya berlaku secara lokal untuk beberapa data khusus,
komponen lainnya tentu bisa memiliki bagian dari data yang membawa
frekuensi yang sama pada jangka waktu waktu yang berbeda. Tapi secara lokal,
dua komponen harus ortogonal untuk semua tujuan praktis.
Untuk mendapatkan wawasan analitis tentang kinerja empiris Modus penguraian
algoritma -midpoint kita dianggap sinyal berikut:
𝑓(𝑡) =1
2 [cos(𝜔4𝑡) + cos(𝜔5𝑡)], 𝜔4 =
3𝜋
64, 𝜔5 =
𝜋
32 …………………… (13)
Karena rasio frekuensi dalam sinyal ini adalah bilangan rasional sinyal
sebenarnya periodik dengan periode p = 128 dan perilaku klasik versus algoritma
mid-point dapat digambarkan secara analitis (yaitu tanpa discretizations).
Pada interval [0, p] ekstrem dari sinyal yang diberikan oleh df / dt = 0 dan oleh
karena itu mudah untuk membangun spline pendekatan S Max (t), Sin (t) dengan
maksimum dan minimum poin dan menghitung rata-ratanya. Demikian pula kita
dapat menemukan titik tengah antara maxima dan minima dan mengevaluasi
25
sesuai perkiraan spline Smid (t) dengan sinyal pada titik-titik tersebut. setelah
satu iterasi dari proses pengayakan "diayak sinyal" yang diberikan masing-
masing oleh.
hmn (t) = f(t) − 𝑆𝑚𝑎𝑥(𝑡) + 𝑆𝑚𝑖𝑛(𝑡)
2 ……………………………………….… (14)
dan
hmid (t) = f(t) − Smid(t) …………………………………………………… (15)
Fakta bahwa fungsi menjadi yang sinyal terurai semua di-domain waktu dan
panjang yang sama dengan sinyal asli memungkinkan untuk frekuensi yang
berbeda-beda dalam waktu untuk dipertahankan. Mendapatkan IMFs dari sinyal
nyata di dunia penting karena proses alam sering memiliki beberapa penyebab
dan masing-masing penyebab ini bisa terjadi pada interval waktu tertentu. Jenis
data ini terbukti dalam analisis EMD, tetapi cukup tersembunyi dalam domain
Fourier atau koefisien wavelet.
F. Filter Moving Average
Moving Average dilakukan dengan cara merata-ratakan nilai anomalinya. Hasil
dari perata-rataan ini merupakan anomali regionalnya. Sedangkan anomali
residualnya didapatkan dengan mengurangkan data hasil pengukuran
gravitasi dengan anomali regionalnya.
Secara matematis persamaan moving average untuk 1 dimensi ditulis dalam
persamaan 13:
∆𝑔𝑟𝑒𝑔(𝑖) = ∆𝑔(𝑖−𝑛)+⋯+∆𝑔(𝑖)+⋯+∆𝑔(𝑖+𝑛)
𝑁……………………………………(16)
Dimana i adalah nomor stasiun, N adalah lebar jendela, N= 𝑁−1
2 dan ∆𝑔𝑟𝑒𝑔
26
adalah bersarnya anomali regional.
Dimana n = N-1 / 2 , dan N harus bilangan ganjil
Setelah didapatkan Δgreg , maka harga Δgresidual dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 14:
Δgresidual = Δg - Δgreg …………………………………………………….. (17)
Dimana Δgresidual adalah besarnya anomali residual, Δg adalah besarnya anomali
bouguer dan Δgreg adalah besarnya anomali regional.
Persamaan 1 merupakan dasar dari metode ini, dari persamaan tersebut
akan dapat dihitung nilai anomali regional pada sebuah titik penelitian. Dimana
nilai anomali regional pada sebuah titik penelitian, sangat tergantung pada nilai
anomali yang terdapat di sekitar titik penelitian. Sehingga nilai anomali regional
pada sebuah titik merupakan hasil rata-rata dari nilai anomali-anomali di sekitar
daerah penelitian (Purnomo, 2013).
G. Filter Second Vertical Derivative
Metode ini digunakan untuk memunculkan sumber-sumber anomali yang
bersifat dangkal/lokal. Metode ini sangat bagus untuk mengetahui
diskontinyuitas dari suatu struktur bawah permukaan, khususnya adanya patahan
pada suatu daerah survey. Secara teoritis metode ini diturunkan dari persamaan
laplace untuk anomali gaya berat di permukaan yang persamaannya dapat
ditulis:
∇2. ∆𝑔 = 0 ……………………………………………………………….. (18)
27
Atau:
𝜕2∆𝑔
𝜕𝑥2 +𝜕2∆𝑔
𝜕𝑦2 +𝜕2∆𝑔
𝜕𝑧2 ………………………………………………………... (19)
Sehingga second vertical derivative nya diberikan oleh:
𝜕2∆𝑔
𝜕𝑧2 = −(𝜕2∆𝑔
𝜕𝑦2 +𝜕2∆𝑔
𝜕𝑥2 ) ……………… ………………………………...... (20)
Untuk data 1-D (data penampang) persamaan nya diberikan oleh:
𝜕2∆𝑔
𝜕𝑧2 =𝜕2∆𝑔
𝜕𝑥2 ………………………………………………………………. (21)
Persamaan SVD dan 1-D diatas menunjukkan bahwa second vertical derivative
dari suatu anomali gayaberat permukaan adalah sama dengan negatif dar
derivatif orde dua horizon. Artinya bahwa anomali second vertical derivative
dapat melalui derivatif horizontal yang secara praktis lebih mudah dikerjakan.
Untuk data anomali garaberat dalam grid teratur, anomali second vertical
derivatif dapat diturunkan melalui proses filtering dimana persamaan konvolusi
nya diberikan oleh
∆𝑔𝑠𝑣𝑑(∆𝑥, ∆𝑦) = ∫ ∫ ∆𝑔(𝑥, 𝑦)𝐹(𝑥 − ∆𝑥, 𝑣 − ∆𝑦)𝑑𝑥𝑑𝑦∞
−∞
∞
−∞ …………...(22)
F adalah filter second vertical derivative sesuai persamaan diatas dan Δg adalah
anomali gaya berat sebagai data input. Beberapa filter second vertical derivative
mempunyai respon amplitudo seperti contoh dibawah ini :
SVD Tipe Elkins (1951)
0.00 -0.0833 0.00 -0.0833 0.00
-0.0833 -0.6667 -0.0334 -0.6667 -0.0833
0.00 -0.0334 -1.0668 -0.0334 0.00
-0.0833 -0.6667 -0.0334 -0.6667 -0.0833
0.00 -0.0833 0.00 -0.0833 0.00
28
Kasus yang diambil di ulubelu, lampung. Peta second vertical derivative anomali
bouguer daerah ulubelu dan sekitarnya dapat dilihat bahwa tampak adanya
anomali rendah di bagian utara daerah penelitian yakni daerah antara gunung
rindingan dan gunung duduk sama dengan pola anomali bouguer di daerah
tersebut. Hasil Second Vertical Derivative ini memperkuat prediksi bahwa
daerah prospek panas bumi (reservoar panasubumi) berada di daerah tersebut
yakni diantara gunung rindingan dan gunung duduk.
Hasil penapisan SVD menghasilkan anomali lokal yang menggambarkan
ketidakselarasan dangkal, yang boleh jadi merupakan reservoir lapangan panas
bumi ulubelu. Sementara itu, heat source diduga berasal dari Gunung Kukusan,
yang dicirikan oleh nilai anomali yang tinggi. Pola struktur patahan sangat
dipengaruhi oleh struktur utama sumatera yang berarah baratlaut-tenggara (NW-
SE), yang diduga merupakan ‘seal’ bagi reservoir untuk tidak mengalirkan
fluidanya ke arah lateral. Posisi G.Duduk yang berada pada daerah anomali
rendah membawa dugaan bahwa gunung tersebut sudah menjadi bagian dari
reservoir. Morfologi gunung hanya tampak semata karena aspek bentang alam
atau topografinya (Reynolds, 1997)
H. Pemodelan Dua Dimensi Bawah Permukaan dengan Forward Modelling
Forward modeling (pemodelan ke depan) adalah suatu metode interpretasi yang
memperkirakan densitas bawah permukaan dengan membuat terlebih dahulu
benda geologi bawah permukaan. Kalkulasi anomali dari model yang dibuat
kemudian dibandingkan dengan anomali Bouger yang telah diperoleh dari
29
survey gaya berat. Prinsip umum pemodelan ini adalah meminimumkan selisih
anomali pengamatan untuk mengurangi ambiguitas.
Dimaksud benda dua dimensi di sini adalah benda tiga dimensi yang mempunyai
penampang yang sama dimana saja sepanjang tak berhinggga pada satu
koordinatnya. Pada beberapa kasus, pola kontur anomali bouger adalah bentuk
berjajar yang mengidentifikasi bahwa penyebab anomali tersebut adalah benda
yang memanjang. Pemodelan dinyatakan dalam bentuk dua dimensi karena efek
gravitasi dua dimensi dapat ditampilkan dalam bentuk profil tunggal. Pemodelan
ke depan untuk menghitung efek gayaberat model benda bawah permukaan
dengan penampang berbentuk sembarang yang dapat diwakili oleh suatu
polygon berisi n dinyatakan sebagai integral garis sepanjang sisi-sisi poligon
(Talwani, 1969).
Pemodelan ke depan (Forward Modelling) merupakan proses perhitungan data
dari hasil teori yang akan teramati di permukaan bumi jika parameter model
diketahui. Pada saat melakukan interpretasi, dicari model yang menghasilkan
respon yang cocok dan fit dengan data pengamatan atau data lapangan. Sehingga
diharapkan kondisi model itu bisa mewakili atau mendekati keadaan sebenarnya.
Seringkali istilah forward modelling digunakan untuk proses trial and error.
Trial and error adalah proses coba-coba atau tebakan untuk memperoleh
kesesuaian antara data teoritis dengan data lapangan. Diharapkan dari proses trial
and error ini diperoleh model yang cocok responnya dengan data, (Grandis,
2009).
30
I. Pemodelan Tiga Dimensi Bawah Permukaan dengan Inverse Modelling
Inverse Modelling adalah pemodelan berkebalikan dengan pemodelan ke
depan. Pemodelan inversi berjalan dengan cara suatu model dihasilkan
langsung dari data. Pemodelan jenis ini sering disebut data fitting atau
pencocokan data karena proses di dalamnya dicari parameter model yang
menghasilkan respon yang cocok dengan data pengamatan. Diharapkan untuk
respon model dan data pengamatan memiliki keseuaian yang tinggi, dan ini
akan menghasilkan model yang optimum (Supriyanto, 2007).
IV. METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi, Waktu dan Tema Peneletian
Penelitian Tugas Akhir ini dilakukan di :
Tempat : Pusat Survey Geologi, Badan Geologi,
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral
Alamat : Jl. Diponegoro No. 57, Bandung 40122, Indonesia
Tanggal : 15 September – 15 Oktober 2015
Tema : Deliniasi Sub Cekungan Muna-Buton Untuk Mengetahui
Potensi Cekungan Hidrokarbon Menggunakan Pemodelan
2d dan 3d Data Gayaberat
B. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan adalah :
Laptop Dell inspiron n series
Lembar Peta Geologi daerah Muna-Buton
Software Surfer version 10 dan Grav Mag under DOS
Software Geosoft Oasis Montaj
Software MATLAB
Software Map Source v.6.13 dan Global Mapper v.12
Software Corel Draw X5
32
Software Microsoft Excel 2013
Software Gravblox dan Bloxer
C. Diagram Alir Proses Data
Adapun diagram alir penelitian ini adalah terdapat pada (Gambar 8):
33
NO
YES
Gambar 8. Diagram alir penelitian
Mulai
Data ABL
Pola Anomali Bouger
Lengkap
(Transformasi Fourier) Analisis Spektral EMD
Pola Residual
Pola Residual
Pola Regional
Pola Regional
Lebar Jendela Estimasi Kedalaman
Filtering
Perbandingan
Forward Modelling
FIX
Pola Bawah
Permukaan
SVD
Inverse
Modelling
Interpretasi
Kualitatif
Informasi
Geologi
Interpretasi
Kuantitatif
Selesai
34
D. Prosedur Pengolahan Data
1. Anomali Bouguer
Data yang diolah pada penelitian ini adalah data sekunder yang terlebih dahulu
telah dilakukan pengukuran di daerah Muna-Buton. Karena data yang dipakai
adalah data sekunder maka tidak perlu dilakukan koreksi lagi sehingga data yang
kita dapat adalah data anomali bouguer lengkap. Selanjutnya data yang didapat
dilakukan gridding di software geosoft oasis montaj untuk menampilkan peta
anomali bouguer yang kita inginkan. Besar nilai grid yang dimasukan adalah
berdasarkan grid space ketika pengukuran di lapangan atau berdasarkan
kedalaman atau keberadaan objek yang kita cari.
2. Analisis Spektrum
Analisis spektrum bertujuan untuk memperkirakan kedalaman suatu benda
anomali gayaberat di bawah permukaan. Metode analisis spektrum
menggunakan Transformasi Fourier yang berguna untuk mengubah suatu
fungsi dalam jarak atau waktu menjadi suatu fungsi dalam bilangan
gelombang atau frekuensi.
Dengan analisis spektrum dapat diketahui kandungan frekuensi dari data,
sehingga kedalaman dari anomali gayaberat dapat diestimasi. Frekuensi
rendah yang berasosiasi dengan panjang gelombang panjang
mengindikasikan daerah regional yang mewakili struktur dalam dan luas.
Sedangkan sebaliknya, frekuensi tinggi yang berasosiasi dengan panjang
gelombang pendek mengindikasikan daerah residual (lokal) yang mewakili
35
struktur dangkal dan umumnya frekuensi sangat tinggi menunjukkan noise yang
diakibatkan kesalahan pengukuran, kesalahan digitasi, dan lain-lain.
Dalam penelitian kali ini data yang diambil sebanyak 8 lintasan untuk mewakili
daerah yang kita inginkan. Semua data yang didapat dari lintasan tersebut
selanjutnya diolah di Microsoft excel untuk mencari nilai ln A dan K yang
nantinya digunakan untuk mengetahui estimasi kedalaman yang kita cari.
Setelah diinput ke Microsoft excel data yang didapat dicari nilai FFT nya di
software MATLAB.
3. Pemisahan Anomali Regional dan Residual Pada Analisis Spektral
Anomali bouguer adalah nilai anomali gayaberat yang dihasilkan dari adanya
perbedaan densitas batuan atau hal lain pada daerah dangkal dan dalam di bawah
permukaan bumi. Efek yang berasal dari batuan dangkal dari permukaan disebut
anomali sisa atau anomali residual sementara anomali dalam disebut anomali
regional. Karena hal tersebut maka kita harus melakukan pemisahan supaya
objek yang kita cari dapat diidentifikasi lebih baik lagi. Proses pemisahan
dilakukan dengan metode moving average. Pada proses pemisahan ini kita
melakukannya dengan menggunakan lebar jendela sebesar 17x17, lebar jendela
tersebut didapat dari proses analisis spektrum yang telah dilakukan sebelumnya.
4. Pemisahan Anomali Regional dan Residual Pada EMD
Anomali bouguer adalah nilai anomali gayaberat yang dihasilkan dari adanya
perbedaan densitas batuan atau hal lain pada daerah dangkal dan dalam di bawah
permukaan bumi. Efek yang berasal dari batuan dangkal dari permukaan disebut
36
anomali sisa atau anomali residual sementara anomali dalam disebut anomali
regional. Karena hal tersebut maka kita harus melakukan pemisahan supaya
objek yang kita cari dapat diidentifikasi lebih baik lagi. Proses pemisahan
dilakukan dengan metode Empirical Mode Decomposition, metode ini
digunakan dengan membentuk kedekatan orthogonal dari sinyal asli hal ini
disebut dengan Intrinsic Mode Functions (IMF). Setelah hal ini dilakukan
pendekatan pertama didefinisikan sebagai pola residual sementara pedekatan-
pendekatan selanjutnya didefinisikan sebagai pola regional.
5. Analisa Pola Sub Cekungan dan Pola Tinggian
Karena objek penelitian kali ini berupa cekungan maka perlu diperhatikan batas
dan mana saja pola cekungan yang kita identifikasi. Setelah pola anomali sisa
atau anomali residual didapat maka kita dapat mengetahui mana pola sub
cekungan dan pola tinggian. Pola cekungan didapati dari anomali yang memiliki
densitas yang relative rendah itu dikarenakan batuan sedimen sebagai batuan
yang biasanya merupakan batuan penyusun cekungan memiliki densitas yang
relative rendah sementara pola yang memiliki diidentifikasikan sebagai pola
tinggian sekaligus batas dari cekungan.
6. Pemodelan Bawah Permukaan
Ada dua metode pemodelan bawah permukaan yang dipakai pada penelitian kali
ini, yaitu pemodelan maju atau Forward Modelling dan pemodelan mundur atau
Inverse Modelling. Pemodelan maju digunakan saat melakukan pemodelan 2.5D
dan kali ini pengolahan dibantu dengan menggunakan software GRAVMAG, hal
37
yang pertama dilakukan saat proses pemodelan 2.5D adalah melakukan sayatan
pada pola anomali residual, sayatan yang dilakukan sebaiknya melewati pola
cekungan yang ingin kita identifikasi hal ini bertujuan untuk mengetahui
kedalaman atau deposentrum setiap cekungan sehingga dapat dilakukan
pengrangkingan setiap cekungan. Sayatan yang dilakukan di pola anomali
residual selanjutnya diinput kedalam software GRAVMAG untuk melakukan
proses pemodelan 2.5D, dalam melakukan pemodelan hal yang harus
diperhatikan adalah mengatur kedalaman hal ini berkaitan dengan proses analisis
spektral yang telah dilakukan sebelumnya.
Pemodelan mundur atau Inverse Modelling dilakukan untuk proses pemodelan
3D. Hal yang dilakukan adalah input data pola anomali sisa atau anomali
regional kemudian diolah dan disimpan dalam format (*grv) selanjutnya
membuat mesh yang disimpan dalam format (*dat) control file ini yang
digunakan untuk melakukan pemodelan di software GRAV3D.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapaun kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian yang telah dilakukan
adalah:
1. Pola anomali Bouguer daerah Muna-Buton dibagi menjadi tiga bagian,
anomali tinggi mempunyai rentang nilai antara (81.2-104.2) mGal menempati
daerah pada bagian Selatan sampai Utara Pulau Buton, anomali sedang
berkisar antara (51.9 hingga 74.9) terdapat hamper merata di setiap tempat
pada peta tetapi sebaran terbanyak terdapat di sebelah Baratsampai Utara dan
relative menyebar di daerah Baratdaya sampai Timur, mGal dan anomali
rendah dengan rentang nilai antara (32.9 hingga 50.8) mGal meempati bagian
Baratlaut sampai Utara relatif dari Barat sampai Timur.
2. Banyaknya pola anomali rendah yang diindikasikan sebagai cekungan
berjumlah enam.
3. Pola tinggian yang memisahkan antar sub cekungan berada relatih dari
Selatan Utara dan Barat Timur.
4. Pola patahan yang terdapat pada pola bawah permukaan 2D dan 3D relatif
sama dengan pola patahan yang terdapat pada anomali Second Vertical
Derivative yang didapat dari anomali residual daerah Muna-Buton.
79
5. Kedalaman rata-rata anomali sisa atau anomali residual berkisar 3.47 km,
yang menunjukkan rata-rata kedalaman bidang dalam.
6. Berdasarkan pemodelan 2D maka terdapat beberapa lapisan, yaitu Formasi
Ogena, Formasi Tobelo, Formasi Tondo, Formasi Wapulaka, Formasi
Sampalokosa dan batuan basal sebagai batuan dasar.
7. Berdasarkan pemodelan inversi 3D dan korelasi dengan 2D maka sub
cekungan yang paling potensial adalah sub cekungan I, II dan III, hal itu
dapat dilihat dari ketebalan dan dimensi sub cekungan tersebut.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan kali ini adalah untuk melakukan pemodelan
data gayaberat sebaiknya dilengkapi dengan data geologi atau data geofisika yang
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Blakley, RJ., 1995, Potential Theory in Gravity and Magnetic Applications,
Cambridge University Press, Cambridge
Grandis, H., 2009, Pengantar Pemodelan Inversi Geofisika, HAGI, Jakarta.
Hamilton, W. 1979. Tectonic of the Indonesia Region. U.S. Geol. Prof. Paper.
1078. 345p.
Jarot Purnomo. 2013. Pemisahan Anomali Regional-Residual pada metode
gravitasi menggunakan metode moving average, polynomial, dan inversion.
Indonesian Journal Of Applied Physics Vol.3 No.1 Hal. 10
Octonovrilya, Litanya dkk. 2009. Analisa Perbandingan Anomaly Gravitasi
dengan persebaran intrusi air asin (Studi kasus Jakarta 2006-2007). Jurnal
Meteorologi dan Geofisika Vol.10 No.1 : AMG
Reynolds, J.M., 1997. An Introduction to Applied and Environtmental Geophysics.
John Wiley and Sons Inc., England
Sarkowi, Muh. 2009. Modul Praktikum Metode Gaya Berat. Bandar Lampung :
FMIPA Universitas Lampung
Suliantoro dan Trimujo Susantoro. 2013. Pemetaan Cekungan Target Eksplorasi
Migas Kawasan Timur Indonesia. Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi
Vol. 47 No. 1 Hal. 9-17
Supriyanto. 2007. Analisis Data Geofisika : Memahami teori Inversi. Department
Fisika FMIPA UI : Depok.
Talwani, M. Worzel, J. L. and Ladisman, M. 1959. Rapid Gravity Computation for
Two Dimensional Bodies with Application to The Medicino Submarine
Fractures Zone. Journal of Geophysics Research., Vol. 64 No.1
Walidah, Indah Fitriana. 2011. Penentuan Struktur Bawah Permukaan
Berdasarkan Analisa dan Pemodelan Gayaberat untuk Melihat Potensi