Upload
lussiikarsuita
View
46
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat radiologi
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demensia merupakan suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala
gangguan daya kognitif global yang tidak disertai gangguan derajat kesadaran,
namun bergandengan dengan perubahan tabiat yang dapat berkembang secara
mendadak atau sedikit demi sedikit pada tiap orang dari semua golongan usia.1
Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit serebrovaskuler, dan
pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai otak. Prevalensi
demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Dari seluruh pasien
yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita jenis
demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer.2
Demensia vaskular merupakan penyebab demensia terbanyak kedua
setelah penyakit Alzheimer. Hal ini terutama terlihat pada pasien dengan
aterosklerosis dan hipertensi kronis dan hasil dari akumulasi multiple infark
kortikal.3 Demensia vaskular meliputi 15 hingga 30 persen dari seluruh kasus
demensia. Demensia vaskular paling sering ditemui pada seseorang yang berusia
antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita.2
Demensia dapat dicegah, oleh karena itu, deteksi dini dan diagnosis yang
akurat adalah penting. Diagnosis yang akurat adalah penting untuk menentukan
pengobatan yang harus diterima pasien. Diagnosis demensia cukup kompleks
karena gejala dapat disebabkan oleh penyakit otak yang berbeda. Pencitraan otak,
menggunakan computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging
(MRI) scan, dapat membantu dalam diagnosis dengan memungkinkan dokter
untuk melihat perubahan struktur otak atau fungsi yang menjelaskan demensia.4
1
1.2 Batasan Masalah
Penulisan referat ini dibatasi pada definisi, epidemiologi, etiologi dan
faktor risiko, patogenesis, diagnosis, pemeriksaan radiologi,
penatalaksanaan, dan prognosis Demensia vaskular.
.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini antara lain sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di
bagian radiologi RSUP. Dr. M. Djamil Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas Padang.
2. Menambah pengetahuan mengenai peranan radiologi dalam
penegakan diagnosis demensia .
1.4 Metode Penulisan
Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang
merujuk pada berbagai literatur.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demensia merupakan demensia yang terjadi akibat penyakit pembuluh
darah serebral.5 Demensia ini menggantikan istilah demensia multi infark karena
infark multipel bukan satu-satunya penyebab demensia ini. Demensia merupakan
istilah yang digunakan pada demensia yang terjadi akibat lesi hipoksia, iskemia
atau perdarahan otak.
2.2 Epidemiologi
Di United Kingdom, demensia terjadi 10% dari seluruh kasus demensia.6
Kejadian demensia terjadi 15-20% pasien dengan stroke iskemia akut pada usia
>60 tahun, dan sebanyak 5% per tahun menjadi demensia setelahnya. Faktor
risiko terjadinya meliputi usia, diabetes, riwayat stroke sebelumnya, ukuran dan
lokasi stroke. Terdapat hubungan antara stroke, faktor risiko , dan Alzheimer
disease. Demensia dan kerusakan intelektual dapat diakibatkan oleh kerusakan
otak yang disebabkan oleh stroke iskemik atau hemoragik.
Demensia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada
lanjut usia.5 Prevalensi demensia bervariasi di berbagai negara, terutama
meningkat di negara-negara maju.7 Di Kanada, insiden demensia terjadi sebanyak
2,52 per 1000 sedangkan di Jepang prevalensi demensia sebanyak 4,8%. Insiden
meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan lebih sering dijumpai pada laki-
laki. Risiko terjadinya demensia vaskular pada laki-laki sebesar 34,5% dan
perempuan 19,4%. The European Community Concetes Action on Epidemiology
and Prevention of Dementia mendapatkan prevalensi demensia vaskular 1,5/100
wanita usia 75-79 tahun di Inggris hingga 16,3/100 laki-laki usia diatas 80 tahun
di Itali.
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Secara umum faktor risiko demensia sama seperti faktor risiko stroke
meliputi: usia, hipertensi, diabetes melitus, aterosklerosis, penyakit jantung,
penyakit arteri perifer, plak pada arteri karotis interna, alkohol dan merokok.5,7
3
Berbagai studi menunjukkan risiko seperti hipertensi, diabetes,
hiperkolestrolemia merupakan faktor risiko terjadinya demensia vaskular. Studi
Kohort di Kanada menujukkan, penderita diabetes risiko mengalami demensia
2,15 kali lebih besar, penderita hipertensi 2,0 kali lebih besar, penderita kelainan
jantung 2,52 kali lebih besar.
2.4 Patogenesis
2.4.1 Infark multiple
Demensia multi infark terjadi akibat infark multipel dan bilateral. Terdapat
riwayat satu atau beberapa kali serangan stroke dengan gejala fokal seperti
hemiparesis/hemiplegi, afasia, hemianopsia.5 Pseudobulbar palsy sering disertai
disartria, gangguan berjalan (small step gait), forced laughing/crying, refleks
Babinski dan inkontinensia. Computed tomography imaging (CT scan) otak
menunjukkan hipodensitas bilateral disertai atrofi kortikal, kadang-kadang disertai
dilatasi ventrikel.
2.4.2 Infark lakunar
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm, disebabkan kelainan pada
small penetrating arteries di daerah diencephalon, batang otak dan sub kortikal
akibat dari hipertensi.5 Pada sepertiga kasus, infark lakunar bersifat asimptomatik.
Apabila menimbulkan gejala, dapat terjadi gangguan sensorik, transient ischaemic
attack, hemiparesis atau ataksia. Bila jumlah lakunar bertambah maka akan timbul
sindrom demensia, sering disertai pseudobulbar palsy. Pada derajat yang berat
terjadi lacunar state. CT scan otak menunjukkan hipodensitas multipel dengan
ukuran kecil, dapat juga tidak tampak pada CT scan otak karena ukurannya yang
kecil atau terletak di daerah batang otak. Magnetic resonance imaging (MRI) otak
merupakan pemeriksaan penunjang yang lebih akurat untuk menunjukkan adanya
lakunar terutama di daerah batang otak (pons).
2.4.3 Infark tunggal di daerah strategis
Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi iskemik pada
daerah kortikal atau sub kortikal yang mempunyai fungsi penting. Infark girus
angularis menimbulkan gejala afasia sensorik, aleksia, agrafia, gangguan memori,
disorientasi spasial dan gangguan konstruksi.5 Infark daerah distribusi arteri
serebri posterior menimbulkan gejala amnesia disertai agitasi, halusinasi visual,
4
gangguan visual dan kebingungan. Infark daerah distribusi arteri serebri anterior
menimbulkan abulia, afasia motorik dan apraksia. Infark lobus parietalis
menimbulkan gangguan kognitif dan tingkah laku yang disebabkan gangguan
persepsi spasial. Infark pada daerah distribusi arteri paramedian thalamus
menghasilkan thalamic dementia.
2.4.4 Sindrom Binswanger
Gambaran klinis sindrom Binswanger menunjukkan demensia progresif
dengan riwayat stroke, hipertensi dan kadang-kadang diabetes melitus.5 Sering
disertai gejala pseudobulbar palsy, kelainan piramidal, gangguan berjalan (gait)
dan inkontinensia. Terdapat atrofi white matter, pembesaran ventrikel dengan
korteks serebral yang normal. Faktor risikonya adalah small artery diseases
(hipertensi, angiopati amiloid), kegagalan autoregulasi aliran darah di otak pada
usia lanjut, hipoperfusi periventrikel karena kegagalan jantung, aritmia dan
hipotensi.
2.4.5 Angiopati Amiloid Serebral
Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media an adventisia aeteriola
serebral. Indidennya meningkat dengan bertambahnya usia.5 Kadang-kadang
terjadi demensia dengan onset mendadak.
2.4.6 Hipoperfusi
Demensia dapat terjadi akibat iskemia otak karena henti jantung, hipotensi
berat, hipoperfusi dengan/tanpa gejala oklusi karotis, kegagalan autoregulasi arteri
serebral, kegagalan fungsi pernafasan.5 Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan
lesi di otak yang multiple terutama di daerah white matter.
2.4.7 Perdarahan
Demensia dapat terjadi karena lesi perdarahan seperti hematoma subdural
kronik, gejala sisa dari perdarahan sub arachnoid dan hematoma serebral.5
Hematoma multipel berhubungan dengan angiopati amiloid serebral idiopatik atau
herediter.
2.4.8 Mekanisme lain
Mekanisme lain dapat mengakibatkan demensia termasuk kelainan
pembuluh darah inflamasi atau non inflamasi (poliartritis nodosa, limfomatoid
granulomatosis, giant-cell arteritis, dan sebagainya).5
5
2.5 Diagnosis
Diagnosis demensia ditegakkan melalui dua tahap, pertama menegakkan
diagnosis demensia, kedua mencari proses yang mendasari. Terdapat beberapa
kriteria diagnostik untuk menegakkan diagnosis DVa, yaitu:5
i. Diagnostic and Statictical Manual of Mental Disorders edisi ke empat
(DSM-IV),
ii. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III,
iii. International Clasification of Diseases (ICD-10),
iv. The State of California Alzheimer’s Disease Diagnostic and Treatment
Center (ADDTC), dan / National Institute of Neurological Disorders and
Stroke and the Association Internationale pour la Recherche et
l’enseignement en Neurosciences (NINDSAIREN).
Diagnostik DSM – IV menggunakan kriteria:
a) Adanya defisit kognitif multipleks yang dicirikan oleh gangguan memori dan
satu atau lebih dari gangguan kognitif berikut ini:
(i) afasia (gangguan berbahasa),
(ii) apraksia (gangguan kemampuan untuk mengerjakan aktivitas motorik,
sementara fungsi motorik normal),
(iii) agnosia (tidak dapat mengenal atau mengidentifikasikan benda
walaupaun fungsi sensoriknya normal), dan
(iv)gangguan dalam fungsi eksekutif (merancang, mengorganisasikan, daya
abstraksi, membuat urutan).
b) Defisit kognitif pada kriteria a) yang menyebabkan gangguan fungsi sosial dan
okupasional yang jelas.
c) Tanda dan gejala neurologik fokal (reflex fisiologik meningkat, refleks
patologik positif, paralisis pseudobulbar, gangguan langkah, kelumpuhan anggota
gerak) atau bukti laboratorium dan radiologik yang membuktikan adanya
gangguan peredaran darah otak (GPDO), misal infark multipleks yang melibatkan
korteks dan subkorteks, yang dapat menjelaskan kaitannya dengan munculnya
gangguan.
d) Defisit yang ada tidak terjadi selama berlangsungnya delirium.
6
ADDTC penggunaannya lebih terbatas pada DVa jenis iskemik sedangkan
NINDSAIREN dapat digunakan untuk semua mekanisme DVa (hipoksia, iskemia
atau perdarahan). Kriteria ADDTC dan NINDS-AIREN mempunyai 3 tingkat
kepastian (probable, possible, definite), memerlukan hubungan waktu antara
stroke dan demensia serta bukti morfologi adanya stroke.
2.6 Pemeriksaan Radiologi
2.6.1 Radioanatomi
Berikut merupakan gambaran dari CT scan of brain : (a) level of the pons; (b)
level of midbrain; (c) level of the lateral ventricle.8
Gambar 2.1 CT scan of brain : level of the pons
7
Gambar 2.2 CT scan of brain : level of midbrain
8
Gambar 2.3 CT scan of brain : level of the lateral ventricle
9
Gambar 2.4 MRI scan of brain : midline sagital8
10
2.6.2 CT-scan
CT scan memiliki banyak keuntungan dalam pencitraan klinis sehari-
hari. Hal ini cepat, tersedia secara luas dan tidak ada kontraindikasi relevan
seperti pacemaker. Terutama kecepatan scan adalah keuntungan pada pasien
demensia, yang dapat sangat gelisah.9
Pada CT scan, demensia multi infark dapat menunjukkan hipodensitas
bilateral disertai atrofi kortikal, kadang-kadang disertai dilatasi ventrikel.
Pada infark lakunar menunjukkan hipodensitas multipel dengan ukuran
kecil, dapat juga tidak tampak pada CT scan karena ukurannya yang kecil
atau terletak di daerah batang otak.
Berikut merupakan beberapa gambaran CT scan pada demensia
vaskular:
a. Infark multipel
Gambar 2.5 Gambaran Infark multipel
Pada gambar 2.5 dapat terlihat adanya infark di ganglia basal berupa
gambaran hipodens dan perubahan white matter.
11
Gambar 2.6 Gambaran CT scan pada demensia multi infark
Pada gambar 2.6 terlihat ukuran ventrikel normal, tetapi terdapat bercak
hipodens merata di seluruh white matter. Hal ini menunjukkan adanya bercak
demielinasi yang merupakan hasil dari multipel infark kecil di otak.
b. Infark Lakunar
Gambar 2.7 Gambaran CT Scan infark lakunar menunjukkan hipodensitas dengan ukuran kecil (3-15 mm).
12
c. Sindrom Binswanger
Gambar 2.8 Gambaran CT Scan Sindrom Binswanger
Pada gambar 2.8 tampak hipodensitas difus di white matter dan pelebaran
ventrikel lateral
2.6.3 MRI
CT Scan atau MRI dapat membuktikan adanya iskemik pada otak,
namun MRI lebih sensitif terutama untuk menilai iskemik pada pembuluh
darah kecil serta mikrohemoragi yang terlihat pada angiopati amiloid serebral
dan ensefalopati hipertensi kronik.3 MRI menunjukkan adanya atrofi disertai
lesi vascular difus pada substansia abu-abu dan putih.10
Pada pemeriksaan MRI pada pasien demensia, terlebih dahulu harus
disingkirkan temuan seperti subdural hematom, tumor, dan hidrosefalus.11
Selanjutnya, harus dilihat tanda-tanda spesifik dementia, seperti:
- Penyakit Alzheimer: atrofi lobus mediotemporal dan atrofi parietal.
- Degenerasi lobus frontotemporal: atrofi lobus frontal asimetris dan atrofi
lobus temporal.
13
- Demensia : atrofi global, lesi difus pada subtansia putih, infark lakuna dan
infark strategik (infark yang melibatkan fungsi kognitif).
- Demensia pada Lewy bodies: dibandingkan dengan dementia tipe lainnya,
dementia tipe ini tidak memiliki gambaran spesifik.
Penilaian MRI menggunakan penilaian skor secara sistematis untuk
aglobal atrophy, focal atrophy, dan untuk kelaianan (seperti infark, lesi di
substansia alba, lakuna).11 Penilaian standar untuk temuan MRI pada pasien
diduga memiliki kelaianan kognitif adalah sebagai berikut:
1. GCA-scale untuk Global Cortical Atrophy
2. MTA-scale f Medial Temporal lobe Atrophy
3. Koedam score untuk atrofi lobus parietal.
4. Fazekas scale untuk lesi di substansia alba.
5. Menemukan infark strategik.
Gambar 2.9 Gambaran hiperintensitas substansia alba pada T2 MRI.12
14
Fazekas 0: tidak ada atau terdapat satu punctate lesion hiperintensitas pada
substansia alba.
Fazekas 1: multiple punctate lesions;
Fazekas 2: beginning confluency of lesions (bridging);
Fazekas 3: large confluent lesions.
Fazeka scale menggambarkan gambaran hiperintensitas substansia alba
secara keseluruhan.12 Dapat dihitung pada foto FLAIR atau T2. Gambaran
hiperintensitas pada substansia alba juga berhubungan dengan gangguan cara
berjalan, depresi, dan juga berhubungan dengan disabilitas pada orang tua.
Gambar 2.10 Gambaran demensia dengan lobus temporal yang normal.11
Kebanyakan pasien dengan demensia, terdapat gambatran lesi difus di
substansia alba dengan lesi konfluen yang luas (Fazeka 3). Pada beberapa kasus
juga terdapat pelebaran ventrikel akibat atrofi global dan sebagian kasus juga
memiliki gambaran atrofi lobus temporal media.
Infark strategik dan penyakt pembuluh darah kecil
Kelaianan kognitif pada demensia dapat terjadi akibat:11
- Infark pembuluh darah besar
o Daerah arteri serebal anterior bilateral
o Daerah parietotemporal dan temporo-occipital dari hemisfer yang
dominan (termasuk angular gyrus).
15
o Infark pada arteri serebral posterior dari paramedian thalamic
region dan lobus temporal medialinferior di hemisfer yang
dominan.
- Watershed infarction di hemisfer yang dominan (frontal superior dan
parietal)
- Penyakit pembuluh darah kecil:
o Infark multipel lakuna di substansia alba bagian frontal (>2) dan
ganglia basalis (>2).
o Lesi di substansia alba (>25% dari substansia alba)
o Lesi thalamus bilateral.
Gambar 2.11 Bilateral medial strategic thalamus infarctions
Bagian medial nuclei dari thalamus berperan penting dalam
kemampuan memory dan learning. Adanya suatu infark baik itu unilateral
atau bilateral pada daerah ini dapat mengakibatkan dementia.
2.6.4 PET
Secara khusus, pencitraan amiloid PET telah dilaporkan untuk
menunjukkan keadaan patofisiologis demensia. PET radiofarmaka [18F]
fluorodeoxyglucose dapat mendeteksi daerah metabolisme glukosa pada
pasien dengan demensia dan merupakan biomarker yang paling banyak
tersedia dan berguna untuk diagnosis demensia. Namun, untuk
mengecualikan beberapa patologi seperti hematoma subdural, demensia,
16
hidrosefalus tekanan normal, dan tumor otak, pemeriksaan klinis pertama
dilakukan dengan menggunakan MRI karena FDG-PET saja tidak dapat
mendeteksi penyakit ini. Setelah proses ini, FDG-PET kemudian dilakukan
untuk mendeteksi dini demensia neurodegenerative, membedakan demensia
neurodegenerative, atau menyarankan komorbiditas penyakit
neurodegenerative lainnya.13
Demensia didiagnosis dengan gejala klinis dan dengan mendeteksi
gejala yang berkaitan dengan lesi yang ditunjukkan oleh pencitraan
morfologi. Dengan demikian, demensia murni tidak berlaku untuk
pemeriksaan PET. Namun, demensia kadang-kadang dikaitkan dengan AD
atau neurodegenerative lainnya, dan pasien harus diperiksa dengan FDG-
PET untuk menentukan komorbiditas AD atau neurodegenerative lainnya.
Pencitraan amiloid dapat digunakan untuk menghapus komorbiditas AD
patologi ketika tidak ada deposit amiloid.13
Pencitraan fungsional memberikan wawasan aspek operasional otak,
dan karena itu tampak bahwa patologi otak pada demensia dimulai jauh
sebelum ada bukti klinis penyakit (dengan kompensasi berkelanjutan
mempertahankan fungsi kognitif yang memadai dalam menghadapi
perubahan patologis), pencitraan fungsional dapat digunakan untuk deteksi
dini demensia. Tes yang ideal akan memungkinkan untuk penyakit dideteksi
pada tahap presymptomatic, dan dengan demikian untuk pengobatan, jika
tersedia, harus dimulai sebelum ada bukti kerusakan.14
Single-photon emission computed tomography(SPECT), positron
emission tomography (PET), dan fMRI menjadi semakin relevan dengan
studi demensia. Teknik yang paling sering digunakan adalah SPECT dan
PET. Dalam kedua teknik, berbagai senyawa kimia dapat digunakan untuk
mengukur berbagai parameter fisiologis di otak. PET yang paling sering
digunakan dengan [18F] fluorodeoxyglucose (FDG) untuk mengukur
metabolisme energi otak, sementara SPECT paling sering digunakan untuk
mempelajari perfusi serebral dengan senyawa seperti
99mTchexamethylpropyleneamine oksim. Teknik ini dapat mengungkapkan
kelainan metabolisme di struktural otak normal.14
17
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan demensia adalah:15,16
Mencegah terjadinya serangan stroke baru
Menjaga dan memaksimalkan fungsi saat ini
Mengurangi gangguan tingkah laku
Menunda progresifitas ke tingkat selanjutnya
Penatalaksanaan terdiri dari non-medikamentosa dan medikamentosa:
1. Non-Medikamentosa
a. Memperbaiki memori
The Heart and Stroke Foundation of Canada mengusulkan
beberapa cara untuk mengatasi defisit memori dengan lebih baik
Membawa nota untuk mencatat nama, tanggal, dan tugas
yang perlu dilakukan.
Melatih otak dengan mengingat kembali acara sepanjang
hari sebelum tidur. Ini dapat membina kapasiti memori
Tidak tergesa-gesa mengerjakan sesuatu hal baru. Coba
merencana sebelum melakukannya.
Banyak bersabar. Marah hanya akan menyebabkan pasien
lebih sukar untuk mengingat sesuatu. Belajar teknik
relaksasi juga berkesan.
b. Diet
Penelitian di Rotterdam mendapati terdapat peningkatan resiko
demensia berhubungan dengan konsumsi lemak total. Tingkat
folat, vitamin B6 dan vitamin B12 yang rendah juga berhubungan
dengan peningkatan homosisteine yang merupakan faktor resiko
stroke.
2. Medikamentosa
a. Mencegah demensia memburuk 16,17
Progresifitas demensia dapat diperlambat jika faktor resiko seperti
hipertensi, hiperkolesterolemia dan diabetes diobati.
Agen anti platelet berguna untuk mencegah stroke berulang. Pada
demensia , aspirin mempunyai efek positif pada defisit kognitif.
18
Agen antiplatelet yang lain adalah tioclodipine dan clopidogrel.
Aspirin: mencegah platelet-aggregating thromboxane A2
dengan memblokir aksi prostaglandin sintetase seterusnya
mencegah sintesis prostaglandin
Tioclodipine: digunakan untuk pasien yang tidak toleransi
terhadap terapi aspirin atau gagal dengan terapi aspirin.
Clopidogrel bisulfate: obat antiplatlet yang menginhibisi
ikatan ADP ke reseptor platlet secara direk.
b. Memperbaiki fungsi kognitif dan gejala perilaku
Obat untuk penyakit Alzheimer yang memperbaiki fungsi
kognitif dan gejala perilaku dapat juga digunakan untuk pasien
demensia .
Obat-obat demensia adalah seperti berikut:
Nama obat Golongan Indikasi Dosis Efek
samping
Donepezil Penghambat
kolinesterase
Demensia
ringan-
sedang
Dosis awal 5 mg/hr,
setelah 4-6 minggu
menjadi 10 mg/hr
Mual,
muntah,
diare,
insomnia
Galantamine Penghambat
kolinesterase
Demensia
ringan-
sedang
Dosis awal 8 mg/hr,
setiap bulan dinaikkan 8
mg/hr sehingga dosis
maksimal 24 mg/hr
Mual,
muntah,
diare,
anoreksia
Rivastigmine Penghambat
kolinesterase
Demensia
ringan-
sedang
Dosis awal 2 x 1.5 mg/hr.
Setiap bulan dinaikkan 2
x 1.5 mg/hr hingga
maksimal 2 x6mg/hr
Mual,
muntah,
pusing,
diare,
anoreksia
Memantine Penghambat
reseptor
NMDA
Demensia
sedang-
berat
Dosis awal 5 mg/hr,
stelah 1 minggu dosis
dinaikkan menjadi 2x5
mg/hr hingga maksimal 2
Pusing,
nyeri kepala,
konstipasi
19
x 10 mg/hr
Obat-obat untuk gangguan psikiatrik dan perilaku pada demensia adalah:
Gangguan
perilaku
Nama obat Dosis Efek samping
Depresi Sitalopram 10-40 mg/hr Mual, mengantuk, nyeri
kepala, tremor
Esitalopram 5-20 mg/hr Insomnia, diare, mual,
mulut kering,
mengantuk
Sertralin 25-100
mg/hr
Mual, diare,
mengantuk, mulut
kering, disfungsi
seksual
Agitasi,
ansietas,
perilaku
obsesif
Quetiapin 25-300
mg/hr
Mengantuk, pusing,
mulut kering, dispepsia
Olanzapin 2,5-10
mg/hr
Meningkat berat badan,
mulut kering, pusing,
tremor
Risperidon 0,5-1 mg,
3x/hr
Mengantuk, tremor,
insomnia, pandangan
kabur, nyeri kepala
Insomnia Zolpidem 5-10 mg
malam hari
Diare, mengantuk
Trazodon 25-100 mg
malam hari
Pusing, nyeri kepala,
mulut kering, konstipasi
2.8 Prognosis
20
Berdasarkan beberapa penelitian, demensia dapat memperpendek jangka
hidup sebanyak 50% pada lelaki, individu dengan tingkat edukasi yang rendah.
Penyebab kematian adalah komplikasi dari demensia, penyakit kardio dan
berbagai lagi faktor seperti keganasan.
21
BAB 3
PENUTUP
Demensia merupakan suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala
gangguan daya kognitif global yang tidak disertai gangguan derajat kesadaran,
namun bergandengan dengan perubahan tabiat yang dapat berkembang secara
mendadak atau sedikit demi sedikit pada tiap orang dari semua golongan usia.
Demensia vaskular merupakan penyebab demensia terbanyak kedua setelah
penyakit Alzheimer. Hal ini terutama terlihat pada pasien dengan aterosklerosis
dan hipertensi kronis dan hasil dari akumulasi multiple infark kortikal.
Demensia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi
pada lanjut usia. Insiden demensia vaskular meningkat seiring dengan
bertambahnya usia dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Secara umum faktor
risiko demensia sama seperti faktor risiko stroke meliputi: usia, hipertensi,
diabetes melitus, aterosklerosis, penyakit jantung, penyakit arteri perifer, plak
pada arteri karotis interna, alkohol dan merokok.
Diagnosis demensia ditegakkan melalui dua tahap, pertama menegakkan
diagnosis demensia, kedua mencari proses yang mendasari. Deteksi karakter yang
abnormal pada pencitraan struktural (CT Scan dan MRI) dan pencitraan
fungsional seperti SPECT dan PET dapat membantu dalam diagnosis demensia.
Teknik pencitraan dapat menunjukkan kemungkinan patologi yang mendasari
pada pasien yang memenuhi kriteria klinis untuk demensia.
Terapi untuk demensia ditujukan untuk mencegah terjadinya serangan
stroke baru, menjaga dan memaksimalkan fungsi saat ini, mengurangi gangguan
tingkah laku, dan menunda progresifitas ke tingkat selanjutnya. Selain itu
diperlukan terapi multimodalitas sesuai gangguan kognitif dan gejala perilakunya.
22